i
ANALISIS KARAKTERISTIK WAKAMONO
KOTOBA DALAM ANIME HAIKYUU!!
KARYA HARUICHI FURUDATE
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Nama : Dea Farauzhulli
NIM : 2302412048
Program Studi : Pendidikan Bahasa Jepang
Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
iii
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul
“Analisis Karakteristik Wakamono Kotoba dalam Anime Haikyuu!! Karya
Haruichi Furudate” yang saya tulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana ini benar-benar merupakan karya saya sendiri, bukan
jiplakan karya orang lain. Skripsi ini saya hasilkan setelah melakukan penelitian,
pembimbingan, diskusi, dan pemaparan atau ujian. Semua kutipan, baik secara
langsung maupun tidak langsung, pendapat atau temuan orang lain yang terdapat
dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Demikian pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan seperlunya.
Semarang, 27 April 2017
Dea Farauzhulli
NIM 2302412048
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
a. “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu
telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain”. (Q.S Al-Insyirah 6-7)
b. Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah. (Lessing)
c. Tidak ada yang tidak mungkin, jika kita mau berusaha (Anonim).
Persembahan:
1. Orang tuaku (Emiyati dan Wardi Sianturi).
2. Almamater program studi pendidikan
bahasa Jepang BSA FBS Universitas
Negeri Semarang.
3. Pembelajar bahasa Jepang.
4. Seluruh pihak yang membantu saya.
5. Anda yang membaca karya ini.
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis
Wakamono Kotoba dalam Anime Haikyuu!! Karya Haruichi Furudate” sebagai
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada beberapa
pihak berikut ini:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum sebagai Rektor Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di
Jurusan Bahasa dan Sastra Asing Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Semarang;
2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum sebagai Dekan Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin untuk penyusunan
skripsi ini;
3. Dra. Rina Supriatnaningsih, M.Pd sebagai Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra
Asing Universitas Negeri Semarang dan sebagai Dosen Pembimbing 1 yang
telah memfasilitasi proses perizinan atas penulisan skripsi ini serta
mengarahkan dan membimbing dengan teliti sehingga terselesaikannya skripsi
ini;
vii
4. Silvia Nurhayati, S.Pd.,M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
berkenan meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran
sehingga dengan baik dalam penyusunan skripsi ini;
5. Lispridona Diner, S.Pd.,M.Pd. sebagai Penguji utama yang telah memberikan
masukan, kritik, serta saran sehingga terselesaikannya skripsi ini;
6. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Jepang Jurusan Bahasa dan
Sastra Asing yang telah memberikan ilmu;
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah sangat
membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga semua bimbingan, arahan, masukan, dorongan, dan bantuan yang
telah diberikan kepada penulis, mendapat imbalan oleh Allah SWT. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua
pihak pada umumnya.
Semarang, 27 April 2017
Penulis
Dea Farauzhulli
2302412048
viii
SARI
Farauzhulli, Dea. 2017. Analisis Karakteristik Wakamono Kotoba dalam Anime Haikyuu!! Karya Haruichi Furudate. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra
Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing 1: Dra. Rina Supriatnaningsih, M.Pd., Pembimbing II: Silvia
Nurhayati, S. Pd.,M.Pd.
Kata kunci : Analisis, Karakteristik, Wakamono kotoba.
Wakomono kotoba adalah bahasa yang lahir dari penyimpangan aturan
penggunaan bahasa baku pada bahasa Jepang. Ragam bahasa ini digunakan oleh anak-anak muda di Jepang dalam percakapan sehari-hari. Penggunaannya pun tidak terbatas pada dunia nyata tapi juga dituangkan dalam karya seni, contohnya
anime. Pada penelitian ini anime yang dijadikan sumber penelitian yaitu anime Haikyuu!!. Anime ini dipilih karena karakter-karakter yang berperan di dalamnya
adalah anak-anak SMA yang menggunakan wakamono kotoba dalam percakapan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna, kata asal, dan karakteristik wakamono kotoba yang ditemukan dalam anime tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu menjelaskan makna, kata asal, dan karakteristik wakamono kotoba. Sumber data yang
digunakan adalah anime Haikyuu!! season 1 yang berdurasi 25 episode. Wujud data dalam penelitian ini yaitu kata maupun ungkapan yang termasuk wakamono kotoba. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik simak catat.
Teknik analisis data pada penelitian ini adalah mencari makna dan kata asalnya, kemudian mengaklasifikasikannya berdasarkan penyimpangan-penyimpangan
pada kelas kata bahasa Jepang maupun bentuk ungkapan baru. Selanjutnya menganalisis karakteristik masing-masing wakamono kotoba tersebut.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
wakamono kotoba dalam anime Haikyuu berjumlah 57 meliputi 5 kata kerja, 14 kata sifat, 10 kata benda, 8 kata keterangan, 8 kata seru, dan 12 ungkapan baru
(frase baru maupun bokashi kotoba). Dari keselurahan wakamono kotoba yang ada, terdapat wakamono kotoba yang memiliki makna yang sama maupun makna yang berbeda dengan kata asalnya.
Karakteristik wakamono kotoba yang terjadi dilihat dari penyimpangan pada kelas kata maupun bentuk ungkapan baru dalam bahasa Jepang adalah: a)
penambahan silabel ~ru pada kata kerja; b) penambahan silabel ~sa pada kata benda; c) penambahan silabel ~kusai pada kata sifat; d) penggabungan huruf Jepang yang disertai inisial dari kata serapan; e) muncul kata baru; f) perubahan
bunyi; g) penyingkatan kalimat maupun frase menjadi kata baru; h) perubahan dan pergeseran makna; i) perubahan dan pergeseran fungsi penggunaan; j)
pembalikkan unsur-unsur kata yang disertai dengan peyingkatan kata; k) penggunaan bentuk kata serapan meski terdapat hyojungonya; l) penggunaan kata serapan yang digabungkan bahasa Jepang; m) penggunaan cara baca dari angka
yang bermakna; n) penggunaan dialek; o) ungkapan baru (termasuk frase baru maupun bokashi kotoba).
ix
RANGKUMAN
Farauzhulli, Dea. 2017. Analisis Karakteristik Wakamono Kotoba dalam Anime Haikyuu!! Karya Haruichi Furudate. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing 1: Dra. Rina Supriatnaningsih, M.Pd., Pembimbing II: Silvia Nurhayati S.Pd., M.Pd
Kata kunci : Analisis, Karakteristik, Wakamono kotoba.
1. Latar Belakang Masalah
Terciptanya wakamono kotoba merupakan bentuk kreativitas anak muda
Jepang sehingga orang tua maupun orang luar Jepang kurang dapat memahami
kata-kata dalam wakamono kotoba. Wakamono kotoba lahir dari penyimpangan
aturan penggunaan bahasa baku pada bahasa Jepang. Sehingga kata-kata dalam
ragam bahasa tersebut tidak terdapat pada kamus, maka diperlukan pemahaman
darimana kata asal maupun perubahannya. Wakamono kotoba memiliki
karakteristik salah satunya yaitu bebas digunakan tanpa memikirkan standar
bahasa Jepang yang benar. Akibatnya terjadi perbedaan yang signifikan antara
bahasa Jepang yang dipelajari di lembaga pendidikan formal dengan bahasa
sehari-hari yang digunakan oleh anak muda Jepang. Hal ini menjadi hal yang
membingungkan bagi pembelajar bahasa Jepang yang melihat secara langsung
penggunaan bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya acara TV
Jepang, drama Jepang, anime, komik Jepang ataupun blog orang Jepang. Untuk
mengetahui hal tersebut perlu adanya penjelasan tentang makna, kata asal maupun
karakteristik wakamono kotoba.
x
Pengaplikasian wakamono kotoba tidak terbatas dalam kehidupan nyata,
tetapi juga dituangkan pada karya seni, misalnya anime. Anime Haikyuu!! karya
Haruichi Furudate adalah salah satu anime terkenal di Jepang yang menceritakan
tentang kehidupan anggota klub ekstrakurikuler voli di SMA. Karakter-karakter
dalam anime ini adalah anak-anak muda sehingga sangat memungkinkan adanya
penggunaan wakamono kotoba dalam keseharian mereka. Anime ini
keseluruhannya memiliki 3 season sehingga menyebabkan peneliti membatasi
sumber data dengan hanya mengambil anime Haikyuu!! season 1 yang berdurasi
25 episode karena mengingat penggunaan ragam bahasa ini banyak yang memiliki
kesamaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penjelasan tentang makna, kata
asal, dan karakteristik wakamono kotoba dalam animeHaikyuu!! karya Haruichi
Furudate. Dengan fokus penelitian yaitu penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi dalam kelas kata bahasa Jepang dan ungkapan-ungkapan baru (Horio,
2015). Penelitian ini menggunakan tolak ukur karakteristik dari pendapat Tanaka
dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:18) serta wakamono kotoba jiten (Kamei,
2003).
2. Landasan Teori
2.1 Bahasa
Menurut Keraf (2004:1), bahasa adalah alat komunikasi antara anggota
masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
xi
2.2 Ragam Bahasa
Ada dua jenis ragam bahasa yaitu dari segi pembicara dan segi
pemakaiannya. Dari segi pembicara yaitu terdiri dari ragam daerah, ragam bahasa
ditinjau dari segi pendidikan pembicara, dan ragam bahasa ditinjau dari sikap
pembicara. Sedangkan dari segi pemakaiannya yaitu ragam bahasa ditinjau dari
pokok persoalan, ragam bahasa dari lisan dan tulisan, dan ragam bahasa dalam
pemakaiannya yang tercampur bahasa daerah atau asing. (Sugihastuti, 2007:14).
2.3 Ragam Bahasa Jepang
Bahasa Jepang terbagi menjadi 5 ragam bahasa yang digunakan yaitu ragam
bahasa lisan dan tulisan; ragam bahasa hormat; ragam bahasa berdasarkan jender;
ragam bahasa standar dan dialek; ragam bahasa berdasarkan usia penutur.
(Sudjianto dan Dahidi, 2004:18-211)
2.4 Wakamono Kotoba
Yonekawa (1998:15) menyebutkan bahwa bahasa anak muda adalah bahasa
yang digunakan oleh anak muda usia sekolah menengah pertama sampai orang
dewasa kurang lebih umur 30 tahun kepada sahabat agar membuat suasana
percakapan menjadi santai, menyenangkan, akrab, mudah menggambarkan
sesuatu, serta rahasia.
Menurut Sudjianto dan Dahidi (2004:18) menjelaskan bahwa ciri k has
wakamono kotoba adalah adanya penyingkatan, pembalikkan kata, pembuatan
kata kerja dengan penambahan silabel ~ru dan ~tta pada kata benda, adanya
pengungkapan sesuatu dengan mengambil karakteristik manusia. Wakamono
kotoba terbentuk pada kelas kata doushi, keiyoushi dan keiyoudoushi, fukushi
xii
(teido no fukushi), meishi, serta adanya ungkapan baru atarashii hyougen (bokashi
kotoba). (Horio, 2015:24-83).
2.5 Kelas Kata dalam Bahasa Jepang
Sudjianto dan Dahidi (2004:147-181) menjelaskan kelas kata dalam bahasa
Jepang yaitu jiritsugo (kata kerja, kata sifat, kata benda, kata keterangan,
prenomina, kata seru, kata sambung) dan fuzukugo (partikel dan verba bantu)
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu menjelaskan
makna, kata asal, bahkan karakteristik dari wakamono kotoba. Sumber data yang
digunakan adalah anime Haikyuu!! season 1 yang berdurasi 25 episode. Wujud
data dalam penelitian ini yaitu penggunaan kata-kata maupun ungkapan-ungkapan
yang termasuk wakamono kotoba. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah teknik simak catat. Dalam penelitian ini peneliti memilih metode padan
teknik pilah unsur penentu dalam menganalisis data. Pilih unsur ini meliputi
wakamono kotoba yang terdapat dalam percakapan pada sumber data. Kemudian
teknik hubung banding sebagai teknik lanjutan untuk menganalisis data dengan
cara membandingkan makna pada wakamono kotoba dengan makna dasarnya.
Dilanjutkan menganalisis dengan karakteristik wakamono kotoba tersebut.
4. Analisis Data
Sesuai dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini tentang wakamono
kotoba dalam anime Haikyuu!! ditemukan 57 butir data yang meliputi 5 kata kerja,
14 kata sifat, 10 kata benda, 8 kata keterangan, 8 kata seru, dan 12 ungkapan baru
(frase baru maupun bokashi kotoba).
xiii
Data 1: (mukatsuku)
Dialog:
Hinata:
“Nanda? Zenzen hanashi wakannee kedo, konna kanji no warui yakko
aite ni nani damatteru . Itsumo mitaku mukatsuku yoke na hito koto
nani ka ii kaese yo.”
“Kenapa dia? Aku sama sekali tak mengerti apa yang mereka
bicarakan, tapi kenapa dia diam saja menghadapi orang menyebalkan
ini”
(Episode 3 pada 14:07).
Analisis: Kata ini mempunyai arti menyebalkan, memuakkan,
atau menjijikan. Kamei dalam wakamono kotoba jiten (2002:79) mengatakan
bahwa kata mukatsuku termasuk ke dalam kelas kata doushi. Kata ini berasal dari
kata (muka muka ni tatsu) yang berarti mual, emosi, atau
panas perut. Penyimpangan ini terjadi adanya penyingkatan kata dan juga
perubahan makna dari makna aslinya.
Data 17: (oishii)
Dialog:
Oikawa: … …
: “Hora, oishii… oishii…chansu booru da.”
xiv
: “Lihat kan. Bagus… bagus… bola bebas”
(Episode 7 pada 06:42).
Analisis: Kata oishii ini berbeda dengan makna kata aslinya,
yaitu enak untuk rasa makanan. Menurut Horio (2015:37) ada bermacam-macam
makna dari kata oishii, salah satunya “bagus”. Perubahan makna
pada wakamono kotoba yang berbeda dari kata aslinya adalah penyimpangan pada
wakamono kotoba.
Data 30: (sugee)
Dialog:
Hinata :
: “Nanda. Sugee kanji warui aitsura.”
: “Apa-apan itu. Mereka sangat buruk.”
(Episode 3 pada 15:21).
Dialog:
Nekoma no. 7 :
: “Sugee hayai, nani?”
: “Cepat banget, apa itu tadi?”
Nekoma Libero :
: “Anna tokoro kara sokkou!”
: “Serangan cepat itu dari tempat sana!”
(Episode 12 pada 07:28).
xv
Analisis:
Berubah bentuk bunyi maupun tulisan dari hyoujungo yang dapat
menjadi . Kata ini dalam
wakamono kotoba berubah bentuk dari keiyoushi menjadi fukushi. Berubah fungsi
dari kata sifat menjadi kata yang menerangkan kata sifat. Sehingga mengalami
perubahan makna dari kata yang artinya “hebat” menjadi “sangat”.
Menurut Horio (2015:46) sebenarnya kata ini dapat digunakan menjadi
fukushi jika diubah dalam bentuk (sugoku). Namun karena
penyimpangan oleh anak muda maka kata aslinya dan kata perubahannya yang
dapat digunakan sebagai teido no fukushi, seperti
.
Data 38: (azasu)
Dialog:
Izumi:
: “Saki mo mou ippon dakede tte itta yo. Hontouni saigo da kara ne.”
: “Dari tadi kau berkata, “satu kali lagi” terus. Ini yang terakhir ya.”
Hinata:
: “Azasu.”
: “Terima kasih.”
(Episode 1 pada 12:52).
Dialog:
xvi
Kiyoko :
: “Tabun saizu daijoubu da to omou kedo nanika attara,
itte.”
: “Kupikir mungkin ukurannya pas, jika ada hal yang
lain, katakan saja.”
Kageyama & Hinata :
: “azasu.”
: “Terima kasih.”
(Episode 5 pada 07:38).
Analisis: Kata (azasu) ini mengandung makna yang sama
dengan makna aslinya untuk mengungkapkan rasa “terimakasih”. Kata
(azasu) sebenarnya berasal dari kata (arigatou
gozaimasu). Namun pada wakamono kotoba kata
mengalami penyingkatan menjadi . Menurut Tanaka dalam Sudjianto
dan dahidi (2004:18), kata yang mengalami penyimpangan penyingkatan kata
seperti (azasu) termasuk ke dalam ragam bahasa anak muda Jepang.
Kata biasanya digunakan oleh remaja laki-laki Jepang.
Data 50: (~to ka)
Dialog:
Tim Asosiasi Lingkungan :
xvii
: “Ore ga ireba omae wa saikou da, to ka
itte mite. koukousei kakkee.”
: “Jika ada aku, kamu hebat, seperti itu.
anak-anak SMA keren.
(Episode 10 pada 19:12).
Dialog:
Nishinoya :
: “Shouyou, kore wa takuranderu kao janakute egao da zo, tabun.”
: “Shouyou, kurasa pertanda wajah itu mungkin sebenarnya dia
tersenyum.”
Asahi :
: “Tabun toka iun janai yo, Nishinoya.”
: “ Jangan bilang seperti “mungkin”, Nishinoya.”
(Episode 22 pada 00:29).
Analisis : ~ (toka) mempunyai makna asli dalam penggunaannya
yaitu “dan” maupun “atau”. Pada wakamono kotoba terjadi penyimpangan pada
maknanya yaitu menjadi “kabur” atau dapat dika takan makna tersebut tidak jelas.
Seperti dua contoh dialog diatas makna ~ (toka) menjadi tidak jelas.
Horio (2015: 72) berpendapat bahwa ~ (toka) termasuk bokashi kotoba
yang membuat ungkapan menjadi kabur.
xviii
Data 55: (majissuka)
Dialog:
Yahaba :
”Karasuno tsuttara manee ga bijintte koto kurai shika
oboeteinaishi.”
: “Manajer Karasuno seingetku ada yang cantik.”
Kindaichi :
: “Majissuka.”
: “Benarkah.”
Episode 6 pada 02:58).
Analisis: Dalam wakamono kotoba jiten (2003:209), kata ini memiliki arti
“benarkah?”. Sehingga kata ini termasuk ke dalam bentuk frase baru.
5. Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
wakamono kotoba dalam anime Haikyuu! berjumlah 57 diantaranya 5 kata kerja,
14 kata sifat, 10 kata benda, 8 kata keterangan, 8 kata seru atau interjeksi, dan 12
ungkapan (frase baru maupun bokashi kotoba). Terdapat wakamono kotoba yang
memiliki makna yang berbeda maupun yang sama dengan kata asalnya.
Karakteristik wakamono kotoba yang terjadi dilihat dari penyimpangan pada
kelas kata maupun bentuk ungkapan baru dalam bahasa Jepang:
xix
a. Pada kelas kata kerja:
� Adanya penambahan silabel ~ru pada onomatope, kata benda maupun
kata serapan.
� Penyingkatan kata yang mengalami perubahan makna maupun perubahan
bunyi.
b. Pada kelas kata sifat:
� Perubahan bunyi.
� Perubahan dan pergeseran makna dari kata asalnya.
� Penyingkatan dari kalimat menjadi kata.
� Adanya penambahan silabel ~kusai pada akhir kata sifat.
c. Pada kelas kata benda:
� Adanya penambahan silabel ~sa pada akhir kata benda.
� Pergerseran dan perubahan makna.
� Perubahan fungsi penggunaan.
� Perubahan bunyi.
� Penggunaan kata serapan meski terdapat bentukstandarnya.
� Penggunaan dari kata serapan yang digabungkan dengan bahasa
Jepang.
� Penggunaan huruf Jepang yang disertai inisial dari kata serapan.
� Muncul kata baru dari penyimpangan wakamono kotoba.
d. Pada kelas kata keterangan (menyatakan tingkatan):
� Perubahan bunyi.
� Pergeseran dan perubahan fungsi penggunaan.
xx
� Perubahan makna.
� Pembalikkan kata dan penyingkatan kata.
e. Pada kelas kata seru/interjeksi:
� Penyingkatan kata.
� Perubahan bunyi.
� Penggunaan kata serapanmeskipun ada bentuk standarnya (hyoujungo).
� Penggunaan cara baca dari angka yang membentuk makna.
� Penggunaan huruf Jepang yang disertai inisial dari kata serapan.
f. Pada atarashi hyougen:
� Pengguaan dialek
� Bokashi kotoba (ungkapan kabur).
� Adanya frase yang lahir baru dari penyimpangan wakamono kotoba.
xxi
1.
1
1 25
xxii
(
2015)
2.
2.1
Keraf(2004:1)
2.2
(Sugihastuti, 2007:14).
2.3
Sudjianto&Dahidi(2004)
2.4
(1998:15)
Sudjianto&Dahidi(2004:18)
xxiii
( , 2015)
2.5
(Sudjianto dan Dahidi, 2004).
3.
4.
!! 57
57 5 14 10 8
8 12
xxiv
( 3 14:07).
(2002 79)
17:
:
: … …
( 7 06:42).
: (2015:37)
xxv
:
( 3 15:21).
7 :
:
( 12 07:28).
:
( 22 22:11).
(2015 46)
(azasu)
:
:
( 1 12:52).
xxvi
:
:
( 5 07:38)
Sudjianto&Dahidi(2004:18)
(~to ka)
:
( 10 19:12).
:
:
( 22 00:29)
(2015 72)
xxvii
55:
:
:
:
( 6 02:58)
: (2003:209),
.
5.
!! 57
57 5 14 10 8
8 12
a.
�
�
b.
�
xxviii
�
�
�
c.
�
�
�
�
�
�
�
�
d.
�
�
�
�
e.
�
�
�
xxix
�
�
f.
�
�
�
xxx
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN .....................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN ..............................................................................iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................v
PRAKATA ............................................................................................................vi
SARI PENELITIAN ...........................................................................................viii
RANGKUMAN .....................................................................................................ix
MATOME ..........................................................................................................xxii
DAFTAR ISI .....................................................................................................xxxi
DAFTAR TABEL............................................................................................xxxiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xxxv
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................1
1.2 Pembatasan Masalah .............................................................................4
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................5
1.6 Sistematika Penulisan............................................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS .....................8
2.1 Tinjauan Pustaka ..................................................................................8
2.2 Landasan Teoretis ...............................................................................10
xxxi
2.2.1Definisi Bahasa ..............................................................................10
2.2.2Ragam Bahasa ...............................................................................14
2.2.3Ragam Bahasa Jepang ...................................................................16
2.2.3.1 Ragam Bahasa Lisan dan Tulisan ............................................16
2.2.3.2 Ragam Bahasa Hormat .............................................................17
2.2.3.3 Ragam Bahasa Berdasarkan Jender..........................................18
2.2.3.4 Ragam Bahasa Standar dan Dialek ..........................................19
2.2.3.5 Ragam Bahasa Berdasarkan Usia Penutur ...............................20
2.2.4 Wakamono Kotoba........................................................................21
2.2.3.6 Pengertian Wakamono Kotoba .................................................21
2.2.3.7 Karakteristik Wakamono Kotoba .............................................22
2.2.5 Kelas Kata dalam Bahasa Jepang .................................................37
2.3 Sinopsis Anime ...................................................................................41
2.4 Kerangka Berpikir ...............................................................................43
BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................................45
3.1 Pendekatan Penelitian .........................................................................45
3.2 Objek Data...........................................................................................45
3.3 Sumber Data ........................................................................................46
3.4 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................46
3.5 Teknik Analisis Data ...........................................................................47
3.6 Langkah Penelitian ..............................................................................47
3.7 Teknik Pemaparan Hasil Analisis Data...............................................48
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................49
xxxii
4.1 Wakamono Kotoba yang Termasuk dalam Kelas Kata Kerja
(Doushi)...............................................................................................49
4.2 Wakamono Kotoba yang Termasuk dalam Kelas Kata Sifat
(Keiyoushi) ..........................................................................................54
4.3 Wakamono Kotoba yang Termasuk dalam Kelas Kata Benda
(Meishi) ..............................................................................................68
4.4 Wakamono Kotoba yang Termasuk dalam Kelas Kata Keterangan
(Fukushi) .............................................................................................75
4.5 Wakamono Kotoba yang Termasuk dalam Kelas Kata Seru
(Kandoushi) .........................................................................................84
4.6 Wakamono Kotoba yang Termasuk dalam Bentuk Ungkapan Baru
(Atarashii Hyougen) ............................................................................92
BAB 5 PENUTUP...............................................................................................101
5.1 Simpulan............................................................................................104
5.2 Saran ..................................................................................................106
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................109
LAMPIRAN ........................................................................................................111
xxxiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Hanashikotoba dan Kakikotoba ..................................... 17
Tabel 2.2 Penggunaan Ragam Bahasa Wakamono Kotoba .................................. 23
Tabel 2.3 Perubahan Kata Kerja (~ru) Berdasarkan Makna ................................. 24
Tabel 2.4 Perubahan Kata Kerja dari Giongo dan Gitaigo ...................................26
Tabel 2.5 Perubahan Kata Kerja dari Kata Serapan .............................................. 27
Tabel 2.6 Penggunaan I-keiyoushi dan Na-keyoushi yang sekarang ..................... 35
Tabel 4.1 Wakamono Kotoba pada Kelas Kata Kerja ........................................... 49
Tabel 4.2 Wakamono Kotoba pada Kelas Kata Sifat ............................................. 54
Tabel 4.3 Wakamono Kotoba pada Kelas Kata Benda .......................................... 68
Tabel 4.4 Wakamono Kotoba pada Kelas Kata Keterangan .................................. 75
Tabel 4.5 Wakamono Kotoba pada Kelas Kata Seru............................................. 84
Tabel 4.6 Wakamono Kotoba pada Bentuk Ungkapan Baru ................................. 92
xxxiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kartu Data Wakamono Kotoba pada Kelas Kata Kerja
Lampiran 2 Kartu Data Wakamono Kotoba pada Kelas Kata Sifat
Lampiran 3 Kartu Data Wakamono Kotoba pada Kelas Kata Benda
Lampiran 4 Kartu Data Wakamono Kotoba pada Kelas Kata Keterangan
Lampiran 5 Kartu Data Wakamono Kotoba pada Kelas Kata Seru
Lampiran 6 Kartu Data Wakamono Kotoba pada Bentuk Ungkapan Baru
Lampiran 7 Glosarium
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia yang digunakan untuk
berinteraksi. Penggunaan bahasa tidak lepas dari pengaruh latar belakang masing-
masing individu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan bahasa
diantaranya pendidikan, jenis kelamin, kedudukan sosial, dan lingkungan. Selain
itu, usia pun mempengaruhi keberagaman bahasa.
Bahasa dapat berubah dan berkembang seiring berkembangnya peradaban
masyarakat. Hal tersebut dapat menimbulkan pergeseran makna, hilangnya suatu
kata, maupun munculnya kata atau istilah baru dalam bahasa. Bahkan dalam suatu
masyarakat pada kelompok-kelompok tertentu dalam kehidupan sehari-hari,
muncul bahasa-bahasa lainnya meskipun sudah memiliki bahasa nasional dari
setiap negara. Misalnya di Indonesia muncul istilah baru dalam bahasa yang
digunakan anak-anak muda, kemudian istilah tersebut berkembang dan menjadi
hal yang digunakan secara umum. Itulah mengapa bahasa merupakan salah satu
objek yang menarik untuk dipelajari.
Perkembangan bahasa bisa terjadi dimanapun termasuk di Jepang.
Perkembangan bahasa dalam bahasa Jepang melahirkan ragam bahasa baru yang
tidak dipelajari di lembaga pendidikan di luar Jepang. Dalam lembaga pendidikan,
ragam bahasa Jepang yang dipelajari adalah ragam bahasa standar (hyoujungo)
yang terdiri dari teineigo futsuukei, dan keigo. Namun pada bahasa anak muda
2
(wakamono kotoba) mengalami perkembangan bahasa yang tidak di pelajari
dalam lembaga pendidikan.
Wakamono kotoba merupakan ragam bahasa yang dinamis yang akan sering
berubah sesuai perkembangan zaman dan telah menjadi budaya anak muda
Jepang. Dalam charenji shougaku kokugo jiten (2011), kata wakomono
mengandung arti “toshi ga wakai hito; seinen” yang berarti “orang yang berusia
muda; muda”. Kemudian kotoba mengandung arti “kangae ya kimochi wo hito ni
tsutaeru tame ni tsukau; koe ya moji ni arawashita mono; gengo; mata, tango ya
ku” yang berarti “digunakan untuk menyampaikan pikiran dan perasaan kepada
orang lain; menunjukkan adanya bunyi dan huruf; bahasa; dan juga kata-kata dan
kalimat”. Dapat disimpulkan bahwa wakamono kotoba adalah bahasa yang
digunakan oleh anak muda. Wakamono kotoba biasanya digunakan anak muda
saat sedang berbicara dengan orang yang seusia bahkan orang yang sudah
dianggap akrab dalam situasi tidak formal.
Terciptanya wakamono kotoba merupakan bentuk kreativitas anak muda
Jepang sehingga orang tua maupun orang asing kurang dapat memahami kata-kata
maupun ungkapan-ungkapan dalam wakamono kotoba. Wakamono kotoba
merupakan bahasa yang lahir dari penyimpangan aturan penggunaan bahasa baku
pada bahasa Jepang. Penyimpangan pada wakamono kotoba seperti adanya
penambahan silabel-silabel tertentu, penyingkatan kata, pembalikkan unsur-unsur
kata, munculnya frase baru, dan sebagainya. Kata-kata dalam wakamono kotoba
pun tidak terdapat pada kamus sehingga diperlukannya pemahaman darimana kata
(bentuk) asalnya, maknanya, maupun karakteristik wakamono kotoba tersebut.
3
Wakamono kotoba terbentuk secara bebas tanpa memikirkan standar bahasa
Jepang yang benar. Akibatnya terjadi perbedaan yang signifikan antara bahasa
Jepang yang dipelajari di lembaga pendidikan formal dengan bahasa sehari-hari
yang digunakan oleh anak muda Jepang. Hal ini menjadi hal yang
membingungkan bagi pembelajar bahasa Jepang yang melihat secara langsung
penggunaan bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya acara TV
Jepang, drama Jepang, anime, komik Jepang bahkan blog orang Jepang. Meskipun
beberapa kata wakamono kotoba terdapat terjemahannya tetapi belum cukup
untuk memberikan penjelasan tentang wakamono kotoba yang muncul. Untuk
mengetahui hal tersebut perlu adanya pengetahuan tentang wakamono kotoba.
Pengaplikasian wakamono kotoba tidak terbatas dalam kehidupan nyata,
tetapi juga dituangkan pada karya seni anime, misalnya anime Haikyuu!! karya
Haruichi Furudate adalah salah satu anime terkenal di Jepang yang menceritakan
tentang kehidupan anggota klub ekstrakurikuler voli di SMA. Karakter-karakter
dalam anime ini adalah anak-anak muda sehingga sangat memungkinkan adanya
penggunaan wakamono kotoba dalam keseharian mereka. Anime ini
keseluruhannya memiliki 3 season sehingga menyebabkan peneliti membatasi
sumber data dengan hanya mengambil anime Haikyuu!! season 1 karena mewakili
penggunaan wakamono kotoba yang akan diteliti.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai wakamono kotoba dengan judul “Analisis Karakteristik Wakamono
Kotoba dalam Anime Haikyuu!! Karya Haruichi Furudate”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui penjelasan tentang makna, kata atau bentuk asal, dan
4
karakteristik wakamono kotoba dalam animeHaikyuu!! karya Haruichi Furudate.
Dengan fokus penelitian yaitu penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam
kelas kata bahasa Jepang dan ungkapan-ungkapan baru.
1.2 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang terlalu jauh, maka dalam penelitian ini
penulis membatasi masalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya meneliti wakamono kotoba dalam animeHaikyuu!!.
2. Penelitian ini hanya meneliti makna dan bentuk asal wakamono kotoba.
3. Penelitian ini hanya meneliti karakteristik dilihat dari penyimpangan yang
terjadi dalam wakamono kotoba berdasarkan kelas kata bahasa Jepangnya dan
bentuk ungkapan-ungkapan baru.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, rumusan
masalah dari penelitian ini adalah:
1. Wakamono kotoba apa sajakah yang terdapat dalam animeHaikyuu!!?
2. Bagaimana makna dan bentuk asal wakamono kotoba tersebut?
3. Bagaimana karekteristik wakamono kotoba tersebut?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan dari
penelitian ini:
5
1. Untuk menjabarkan wakamono kotoba apa saja yang terdapat dalam anime
Haikyuu!!.
2. Untuk mengetahui makna dan bentuk asal wakamono kotoba tersebut.
3. Untuk memberikan penjelasan tentang karekteristik wakamono kotoba
tersebut.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoretis
Secara teoretis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
manfaat untuk memperkaya dan menambah ilmu pengetahuan ragam
bahasa Jepang, khususnya yang terkait dengan wakamono kotoba.
b. Manfaat Praktis
1. Memberikan informasi bagi pembelajar bahasa Jepang mengenai
wakomono kotoba.
2. Sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan bagi peneliti
sendiri khususnya dan mahasiswa pendidikan bahasa Jepang FBS
Unnes umumnya dalam hal ilmu kebahasaan.
3. Dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya, khususnya tentang ragam
bahasa anak muda Jepang.
6
1.6 Sistematika Skripsi
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari bagian awal, bagian isi yang
terdiri bab 1 pendahuluan, bab 2 landasan teori, bab 3 metode penelitian, bab 4
hasil dan pembahasan, dan bab 5 penutup, dan bagian akhir.
Bagian awal berisi tentang halaman judul, persetujuan pembimbing,
pengesahan kelulusan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar,
sari, rangkuman, matome, daftar isi, daftar tabel, daftar lampiran.
Bagian isi terdapat 5 bab, yaitu:
1. Dalam bab 1 pendahuluan, membahas tentang latar belakang, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
2. Bab 2 berisi tentang kajian pustaka, landasan teori, sinopsis anime,
kerangka berpikir. Pada landasan teori akan membahas tentang teori- teori
yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti. Antara lain (1) definisi
bahasa, (2) ragam bahasa, (3) ragam bahasa Jepang, (4) wakamono kotoba,
(5) kelas kata dalam bahasa Jepang.
3. Selanjutnya pada bab 3 menjelaskan tentang metode penelitian. Pada bab
ini akan diuraikan tentang pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu deskriptif kualitatif, objek data, sumber data, teknik pengumpulan
data, teknik analisis data. Setelah itu, dilanjutkan dengan langkah
penelitian dan teknik hasil pemaparan analisis data.
4. Kemudian pada bab 4 berisi tentang analisis data, yaitu menganalisis
tentang wakamono kotoba yang terdapat dalam anime Haikyuu!!
7
berdasarkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kelas kata
bahasa Jepang maupun munculnya ungkapan-ungkapan baru.
5. Bab 5 berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan penelitian dan saran-
saran yang didasarkan pada hasil penelitian ini.
Pada bagian akhir, berisi daftar pustaka serta lampiran-lampiran yang
mendukung.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Tinjauan Pustaka
Kajian tentang kebahasaan adalah salah satu masalah yang menarik perhatian
banyak ahli bahasa sehingga banyak dikaji dan diteliti. Bahasa merupakan alat
komunikasi yang digunakan dalam masyarakat agar dapat saling bertukar
informasi. Seiring perkembangan jaman, bahasa pun ikut mengalami
perkembangan. Itulah mengapa bahasa menarik untuk diteliti.
Untuk meneliti tentang wakamono kotoba peneliti menemukan penelitian
terdahulu dari Sukmayati (2008) dengan judul “Analisis Wakamono Kotoba pada
AnimeOuran Kokou Hosutobu episode 1-5”. Pada penelitian ini disimpulkan
bahwa ditemukan pola kalimat ~tte sebanyak 28 kalimat dan kosakata yang
termasuk jiritsugo (kata yang bisa berdiri sendiri) yang digunakan oleh orang
muda dalam animeouran kokou hosutobu. Bentuk pola kalimat ~tte ini
mempunyai dua pengertian yaitu ~tte yang berarti sama dengan ~wa dan ~tte yang
berarti sama dengan ~to iu atau ~to iu no wa. Sedangkan kosakata diambil dari
gairaigo baik secara utuh bentuk dan makna, namun ada juga mengalami
penyingkatan kata. Persamaan dengan penelitian yang akan diteliti dengan
penelitian dari Sukmayati adalah sama-sama meneliti tentang penggunaan
wakamono kotoba yang terdapat dalam media anime. Namun perbedaan dari
penelitian ini adalah jika penelitian Sukmayati mengambil data anime dari tahun
2006, maka peneliti akan mengambil data dari anime dari tahun 2014. Jika dalam
9
penelitian ini wakamono kotoba muncul pada pola kalimat dan gairaigo, maka
peneliti akan mengklasifikasikan wakamono kotoba dalam kelas kata bahasa
Jepang serta meneliti ungkapan-ungkapan baru dalam wakamono kotoba.
Penelitian dari Setiawan (2011) dengan judul “Analisis Pembentukan
Wakamono Kotoba dalam Drama Yamada Taro Monogatari”. Pada penelitian ini
ditemukan 11 wakamono kotoba yang hanya sebatas kosakata yang belum
diklasifikasikan berdasarkan kelas kata bahasa Jepang. Kesimpulan dalam
penelitian tersebut adalah wakamono kotoba tidak selalu berupa kosakata baru
yang diciptakan oleh generasi muda, tetapi ada juga yang masih menggunakan
kosakata bahasa Jepang asli, namun pemaknaan kosakata tersebut dapat berubah
tergantung situasi ataupun penggunaannya oleh penutur yang mempunyai latar
belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda. Persamaan penelitian Setiawan
(2011) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah objek
penelitiannya yaitu wakamono kotoba. Perbedaan penelitian sebelumnya
mengambil data 11 wakamono kotoba yang hanya sebatas kosakata yang belum
diklasifikasikan berdasarkan kelas kata bahasa Jepang, maka peneliti akan
mengklasifikasikan wakamono kotoba berdasarkan kelas kata bahasa Jepangdari
objek data penelitian.
Penelitian dari Horio (2015) yang berjudul “Wakamono Kotoba ni Mirareru
Gengo Henka ni Kansuru Kenkyuu” mengenai variasi dan perubahan bahasa anak
muda di Jepang. Pada penelitian ini ditemukan adanya penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi pada bahasa anak muda di Jepang, mulai dari
penyimpangan berdasarkan kelas kata maupun tata bahasanya. Penelitian ini
10
memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan, oleh karena itu penelitian
ini digunakan sebagai acuan dan referensi.
2.2 Landasan Teoretis
2.2.1 Definisi Bahasa
Bahasa merupakan kunci pokok bagi kehidupan manusia. Dengan adanya
bahasa orang dapat berinteraksi dengan sesamanya. Bahasa dapat digunakan
untuk memahami maksud dan tujuan orang lain. Mengingat pentingnya bahasa
sebagai alat komunikasi dan memperhatikan wujud bahasa itu sendiri, Keraf
(2004:1) membatasi pengertian bahasa adalah alat komunikasi antara anggota
masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Menurut
Chaer (2007:33) hakikat bahasa mencakup 12 butir yaitu:
1. Bahasa itu adalah sebuah sistem
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan
yang bermakna atau berfungsi. sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang
satu dan yang lain berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-
unsur yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu
kesatuan.
2. Bahasa itu berwujud lambang
Dalam kehidupannya, manusia memang selalu menggunakan lambang atau
simbol. Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas dari simbol. Termasuk
alat komunikasi verbal yang disebut bahasa. Lambang-lambang bahasa
11
diwujudkan dalam bentuk bunyi, yang berupa satuan-satuan bahasa, seperti
kata atau gabungan kata.
3. Bahasa itu berupa bunyi
Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Bunyi
bahasa atau bunyi ujaran (speech sound) adalah satuan bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai “fon” dan di
dalam fonemik “fonem”. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.
4. Bahasa itu bersifat arbitrer
Istilah arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa
(yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud
oleh lambang tersebut. Umpamanya, antara [kuda] dengan yang
dilambangkannya, yaitu “sejenis binatang berkaki empat yang biasa
ditunggangi.” Sehingga tidak dapat menjelaskan mengapa binatang tersebut
dilambangkan dengan bunyi [kuda].
5. Bahasa itu bermakna
Salah satu sifat hakiki dari bahasa adalah bahasa itu berwujud lambang.
Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep,
suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu.
Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna. Karena bahasa
itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat
disebut bukan bahasa. [kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna =
12
bahasa. Sedangkan [dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan
bahasa.
6. Bahasa itu bersifat konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya
bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep
tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu
mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili
konsep yang diwakilinya.
7. Bahasa itu bersifat unik
Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas
sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut
sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau
sistem-sistem lainnya.
8. Bahasa itu bersifat universal
Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya ada ciri-ciri
yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya,
ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai
bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.
9. Bahasa itu bersifat produktif
Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu
terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat
satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan
sistem yang berlaku dalam bahasa itu.
13
10. Bahasa itu bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang
dengan berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama.
Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi
bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu, idiolek adalah
ragam bahasa yang bersifat perorangan. Dialek adalah variasi bahasa yang
digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau
suatu waktu. Ragam adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi
tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam tidak baku.
11. Bahasa itu bersifat dinamis
Di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu berubah, maka bahasa
menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu
dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah
kata, dan perubahan-perubahan lainnya.
12. Bahasa itu manusiawi
Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi
binatang bersifat tetap, statis. Alat komunikasi manusia, yaitu bahasa
bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa bersifat manusiawi, dalam
arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh
manusia.
Menurut Achmad dan Alek (2012:3) terdapat 11 butir tentang hakikat bahasa
yaitu bahasa adalah sebuah sistem; bahasa sebagai lambang; bahasa adalah bunyi;
bahasa itu bermakna; bahasa itu arbitrer; bahasa itu konvensional; bahasa itu
14
produktif; bahasa itu unik; bahasa itu universal; bahasa itu bervariasi; dan bahasa
itu identitas suatu kelompok.
Dari ciri-ciri yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa
adalah sebuah sistem lambang berupa bunyi yang bermakna bersifat arbitrer,
konvensional, dinamis, produktif, dinamis, dan beragam, yang digunakan oleh
manusia sebagai alat komunikasi.
2.2.2 Ragam Bahasa
Setiap situasi memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa yang akan
dipergunakannya. Faktor pembicara, pendengar, pokok pembicaraan, tempat dan
suasana pembicaraan berpengaruh pada seseorang dalam memilih variasi bahasa.
Istilah yang digunakan untuk menunjuk salah satu dari sekian variasi pemakaian
bahasa disebut ragam bahasa.
Mengingat fungsi dan situasi yang berbeda-beda dalam setiap komunikasi
antarmanusia, tersedia bermacam-macam ragam bahasa. Menurut Sugihastuti
(2007:14) ada dua jenis ragam bahasa yaitu dari segi pembicara dan segi
pemakaiannya. Jenis ragam bahasa berdasarkan segi pembicara adalah:
1. Ragam daerah yang lebih dikenal dengan nama logat atau dialek. Ragam
bahasa ini tercipta karena pengaruh kuat bahasa ibu si pembicara. Faktor aksen,
kosakata dan variasi gramatikal, umpamanya, seringkali berpengaruh sebagai
pembeda tiap-tiap ragam dialek. Dalam situasi nonresmi, ragam ini relatif
sering digunakan dalam proses komunikasi antarbudaya.
15
2. Ragam bahasa ditinjau dari segi pendidikan pembicara dapat dibedakan
menjadi ragam cendekiawan dan ragam noncendekiawan. Pembedaan ini
berdasarkan pada tingkat pendidikan formal dan nonformal pembicara.
3. Ragam bahasa ditinjau dari segi sikap pembicara bergantung kepada
sikapnya terhadap lawan komunikasi. Ragam ini dipengaruhi oleh pokok
pembicaraan, tujuan dan arah pembicaraan, sikap pembicaraan, dan sebagainya.
Segi-segi itulah yang membedakan ragam ini menjadi ragam resmi dan
nonresmi.
Kemudian dari segi pemakaiannya ragam bahasa diperinci berdasarkan:
1. Ragam bahasa ditinjau dari segi pokok persoalan berhubungan dengan
lingkungan yang dipilih dan dikuasai, bergantung pada luasnya pergaulan,
pendidikan, profesi, kegemaran, pengalaman, dan sebagainya.
2. Ragam bahasa ditinjau dari segi saranya dibedakan menjadi ragam lisan
dan tertulis (tulisan). Perbedaan ragam lisan dengan tulisan adalah jika ragam
lisan terdapat unsur-unsur aksen, tinggi rendah dan panjang pendeknya suara,
serta irama kalimat sulit dilambangkan dengan ejaan ke dalam bahasa tulisan.
Maka ragam bahasa tulisan harus selalu mengingat keutuhan dan kelengkapan
fungi gramatikal. Penggunaan setiap ragam dipertimbangkan berdasarkan
keperluan dan latar belakang yang mendasarinya. Hal ini juga berhubungan
dengan fungsi dan situasi pemakaiannya.
3. Ragam bahasa dalam pemakaiannya sering terjadi gangguan percampuran
unsur (kosakata misalnya) daerah maupun asing. Antara bahasa daerah dan
16
bahasa nasional terjadi kontak aktif yang mempengaruhi perkembangan
kosakata, demikian juga pengaruh bahasa asing.
2.2.3 Ragam Bahasa Jepang
Pemakaian ragam bahasa tampak sangat mencolok dalam pemakaian bahasa
Jepang sehari-hari. Hal ini menjadi salah satu ciri khas kekayaan bahasa Jepang.
Adanya berbagai macam ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana harus
menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat. Jika hanya dengan mematuhi
kaidah gramatikal saja, bahasa yang digunakan mungkin tidak bisa berterima di
dalam masyarakat. Lain halnya dengan orang yang memiliki pengetahuan ragam
bahasa dan dapat menggunakannya dalam berbagai macam komunikasi sehingga
keterampilan Jepangnya sangat luas. Ragam bahasa Jepang terdiri dari ragam
bahasa lisan dan tulisan, ragam bahasa hormat, ragam berdasarkan jender, ragam
bahasa standar dan dialek, dan ragam bahasa berdasarkan usia penuturnya.
2.1.1.1 Ragam Bahasa Lisan dan Tulisan
Bahasa dapat disampaikan dengan dua media yakni media lisan dan media
tulisan. Oleh karena itu munculah hanashikotoba (ragam lisan) dan kakikotoba
(ragam tulisan). Hanashikotoba adalah bahasa yang dinyatakan dengan suara yang
terlihat di dalam ceramah, rapat, percakapan, dan sebagainya. Kakikotoba adalah
bahasa yang dinyatakan dengan huruf tertulis yang sering terlihat di dalam surat
kabar, majalah, karya ilmiah, novel, surat, dan sebagainya.
Nakamura dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:211) memerinci karakteristik
struktur kalimat dalam hanashikotoba dan kakikotoba sebagai berikut:
17
Tabel 2.1Karakteristik Hanashikotoba dan Kakikotoba Hanashikotoba Kakikotoba
Kalimat-kalimatnya relatif pendek. Kalimat-kalimatnya relatif panjang
Urutan kalimatnya ada kalanya tidak
normal.
Urutan kalimatnya normal.
Terdapat pengulangan kata atau kalimat
yang sama.
Pengulangan kata atau kalimat yang
sama sedikit.
Terdapat penghentian di tengah kalimat. Penghentian di tengah kalimat sedikit.
Terdapat pelesapan sebagaian unsur-unsur kalimat.
Pelesapan unsur kalimat relatif sedikit.
Memakai kalimat-kalimat seperti Boku mo iku shi, kimi mo iku.
Memakai kalimat-kalimat seperti Boku mo iki, kimi mo iku.
Kata-kata penunjuk seperti are, kore, soko relatif banyak.
Kata-kata penunjuk seperti are, kore, soko relatif sedikit.
Diikuti pemakaian ragam hormat. Pemakaian ragam hormat relatif
sedikit.
Sering memakai kata-kata seperti yo, wa, dan sebagainya seperti pada kalimat ‘Iku yo’, ‘Iku wa’.
Jarang memakai kalimat-kalimat ‘Iku yo’, ‘Iku wa’, dan sebagainya.
Sering memakai ungkapan-ungkapan seperti ‘Kore ne’, ‘Sorekara sa’, dan sebagainya.
Jarang memakai ungkapan-ungkapan ‘Kore ne’, ‘Sorekara sa’.
Pemakaian kango relatif sedikit. Relatif banyak memakai kango
Tidak begitu tercampuri kata-kata klasik, kata-kata yang bersifat kanbun (bahasa
klasik Cina), dan kata-kata yang bernada terjemahan.
Kadang-kadang tercampuri kata-kata klasik, kata-kata yang bersifat kanbun (bahasa klasik Cina), dan kata-kata yang bernada terjemahan.
Pada akhir kalimat banya memakai da,desu, gozaimasu, atau de arimasu pada waktu ceramah
Banyak mengakhiri kalimat dengan de aru.
2.1.1.2 Ragam Bahasa Hormat
Faktor status sosial juga sangat mempengaruhi dalam keragaman bahasa
Jepang. Perbedaan pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan sebagainya dalam
hubungannya dengan masyarakat di sekitarnya turut berperan dalam menciptakan
18
berbagai perbedaan bahasa. Hubungan-hubungan sosial yang mengacu pada
hubungan atasan-bawahan seperti hubungan senior dengan juniornya, pimpinan
perusahaan dengan para pekerjanya, pelanggan dengan penjual, atau guru dengan
siswanya dapat dilihat dari pemakaian bahasanya.
Pemakaian variasi kata-kata atau bahasa dengan mempertimbangkan konteks
permakaian bahasa disebut keigo. Berdasarkan cara pemakaiannya, keigo dibagi
menjadi tiga jenis yakni sonkeigo, kenjougo, teineigo (Danasasmita 1983:79).
Pendapat mengenai macam-macam keigo ini tidak sama. Menurut Ishida dalam
Sudjianto (1996:126) bahwa bikago juga termasuk keigo dan menurut Hiromi,
memasukkan jouhingo ke dalam keigo. Namun para ahli mengatakan bahwa
bikago dan jouhingo masuk ke dalam teineigo, sedangkan seperti Ishida dan
Hiromi tidak mengelompokkan bikago dan jouhingo ke dalam teineigo karena
cara penggunaan ketiga jenis keigo itu berbeda, sehingga semua jenis keigo itu
adalah sonkeigo, kenjougo, teineigo, bikago, jouhingo.
2.1.1.3 Ragam Bahasa Berdasarkan Jender
Diferensi jender penutur turut memunculkan keragaman di dalam bahasa
Jepang sehingga pada situasi-situasi tertentu penutur pria memakai bahasa pria
(danseigo atau otoko kotoba), sedangkan penutur wanita memakai bahasa wanita
(joseigo atau onna kotoba). Pemakaian kedua ragam bahasa ini tidak begitu
tampak pada situasi-situasi resmi. Namun pada percakapan sehari-hari yang tidak
resmi sering terdengar perbedaan kedua ragam bahasa ini.
19
2.1.1.4 Ragam Bahasa Standar dan Dialek
Keberagaman bahasa juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
sosial dan kebudayaan yang melatarbelakanginya. Oleh karena itu, sama denga n
bahasa-bahasa lain yang ada di dunia ini, di dalam bahasa Jepang terdapat juga
berbagai macam dialek (hoogen) baik dialek regional, dialek sosial, ataupun
dialek temporal. Namun pada sebagian besar buku linguistik bahasa Jepang (baik
dalam konteks kokugogaku maupun nihongogaku) penjelasan hoogen pada
umumnya mengacu kepada dialek regional atau dialek lokal (chiiki hoogen), tanpa
menyinggung dialek-dialek lain seperti dialek sosial (shakai hoogen) dan dialek
temporal (rekishi hoogen). Pengertian hoogen dikatakan sebagai bahasa yang
digunakan oleh masyarakat suatu wilayah yang ada di dalam sebuah bahasa
nasional yang memiliki perbedaan bunyi bahasanya, kosakatanya, gramatikanya,
dan sebagainya berdasarkan wilayahnya.
Selain hoogen yang digunakan oleh masyarakat wilayah tertentu, terdapat
juga kyootsuugo yaitu bahasa Jepang yang dipahami dan digunakan di mana saja
di seluruh negeri secara luas tanpa dibatasi wilayah tertentu. Ragam bahasa ini
lebih umum disebut hyoojungo (ragam standar). Ukuran untuk menetukan standar
tidaknya suatu bahasa tidak begitu jelas, namun menurut Haugen (1972) dalam
Sudjianto dan Dahidi (2004:203) menjelaskan bahwa ragam standar memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Merupakan variasi bahasa yang digunakan di pusat politik, perdagangan,
dan kemasyarakatan.
b. Dipakai di lembaga pendidikan sekolah terutama di dalam ragam tulisan.
20
c. Dipakai di dalam berbagai macam surat resmi seperti di parlemen,
pengadilan, kantor-kantor pemerintahan, dan sebagainya.
d. Dapat diterima oleh orang banyak dan berfungsi sebagai bahasa nasional
Negara tersebut (Tanaka, 1996:20).
2.1.1.5 Ragam Bahasa Berdasarkan Usia Penutur
Walaupun tingkat heterogenitas bangsa Jepang tidak seperti bangsa Indonesia.
Namun apabila dilihat dari keberagaman bahasanya, bahasa Jepang sangat
beragam berdasarkan berbagai faktor-faktornya. Selain ragam bahasa berdasarkan
faktor status sosial, diferensiasi jender penutur, sosia dan kebudayaan, faktor usia
juga sangat menentukan keragaman bahasa Jepang. Oleh karena itu di dalam
bahasa Jepang terdapat ragam bahasa anak-anak (jidoogo atau yoojingo), bahasa
anak muda (wakamano kotoba), dan bahasa orang tua (roojingo).
Menurut Tadasu (1989:19) dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:18)
menyatakan bahwa pada anak-anak menggunakan bahasa yang khas yang
disebabkan alat ucap (artikulator) mereka yang belum berkembang. Contoh kata-
kata yang termasuk ke dalam bahasa anak-anak adalah buubuu (kuruma), wanwan
(inu), manma (gohan), nenne (neru), dan sebagainya yang dalam bahasa Jepang
disebut yoojigo. Bahasa anak muda (wakamono kotoba) adalah ragam bahasa anak
muda di Jepang yang umumnya digunakan dalam percakapan sehari-hari dalam
situasi yang informal dan santai. Sama seperti anak-anak yang memiliki jidoogo
atau yoojigo dan anak muda yang menggemari shingo atau ryuukoogo dalam
wakamono kotoba, orang tua pun memiliki bahasa yang disebut roojingo yaitu
bahasa yang dipakai oleh orang-orang berusia lanjut seperti chuuki (lumpuh),
21
shomo (permohonan atau keinginan), kooka (kamar kecil), shappo (topi baja), dan
shabon (sabun).
2.2.4 Wakamono Kotoba
2.2.4.1 Pengertian Wakamono Kotoba
Keraf (2008:108) berpendapat bahwa tiap lapisan atau kelompok masyarakat
dapat menciptakan istilah yang khusus, atau mempergunakan kata-kata yang
umum, dan pengertian-pengertian yang khusus, yang hanya berlaku untuk
kelompoknya. Ragam bahasa Jepang yang banyak digunakan oleh anak muda
Jepang disebut dengan wakomono kotoba . Wakomono kotoba
secara harafiah berasal dari kata wakamono yang berarti anak muda dan
kotoba yang berarti bahasa. Jadi wakamono kotoba adalah bahasa anak
muda.
“Wakamogo to wa chuugakusei kara sanjuu sai han ato no danjo ga, nakama de, kaiwa sokushin, goraku, rentai ,imeeji dentatsu, inpei, kanshou, jouka nado no tame ni tsukau.” (Yonekawa, 1998:15). “Bahasa anak muda adalah bahasa yang digunakan oleh anak muda usia sekolah menengah pertama sampai orang dewasa kurang lebih umur 30 tahun kepada sahabat agar membuat suasana percakapan menjadi santai,
menyenangkan, akrab, mudah menggambarkan sesuatu, serta rahasia.” (Yonekawa, 1998:15).
Kemudian Horio (2015:14) menyimpulkan bahwa wakamono kotoba sebagai
berikut:
22
“Wakamono kotoba to wa chuugakusei kara 20 dai no danjo ga, wakamono sedai de aru shuushoku mae made no jiki ni, nakama-nai de shiyou suru. Shiyou shi hajimeru no ga `wakamono' de ari hoka no sedaide wa shiyou sarete inai atarashii hyougen ya goi wo sasu. Atarashii goi ya youhou wa, kihan kara no itsudatsu ya asobi de ari, soko kara umidasareta atarashii kotoba wo sasu. Tokuni, kihan kara no itsudatsu (rei: doushi ka `jikoru' meishi ka `shinsetsusa'), media wo riyou shite hirogatta hyougen (rei: `Bari') nado ga aru. `Wakamono' sedai wa toshi wo kasanete mo sono touji no `wakamono kotoba' wo tsukai tsudzukeru kanousei ga aru. Mata media nado de hiroku ninchi sareta hyougen ya goi nado ga hoka no sedai demo shiyou sare teichaku shite iku kanousei mo aru.”
“Wakamono kotoba digunakan oleh anak-anak muda baik laki- laki maupun perempuan usia SMP hingga usia 20-an dan digunakan dalam suatu kelompok. Istilah ini merujuk pada ungkapan maupun kosakata baru yang
mulai digunakan oleh “anak-anak muda” dan tidak digunakan oleh generasi lainnya. Kosakata baru dan penggunaannya menunjuk pada kosakata baru
yang lahir dari pergaulan mereka dan penyimpangan kaidah bahasa. Kebanyakan merupakan penyimpangan kaidah, contoh: kata kerja “jikoru”, kata benda “shinsetsu sa”, dialek yang menyebar melalui media “bari”. Meskipun generasi “anak muda” ini bertambah usia, “wakamono kotoba”yang mereka kenal di masanya memiliki kemungkinan untuk terus
digunakan. Selain itu, kosakata, ungkapan, dll yang disebarkan melalui media, memiliki kemungkinan untuk digunakan oleh orang-orang dari generasi lainnya.”
2.1.1.6 Karakteristik Wakamono Kotoba
Mengenai wakamono kotoba, Tanaka dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:18)
Mengajukan beberapa contoh yang dikumpulkannya dari 150 orang mahasiswa
yang dijadikan sampel pada sebuah penelitiannya sebagai berikut:
Tabel 2.2 Penggunaan Ragam Bahasa Wakamono Kotoba Wakamono Kotoba Ragam Standar (Hyoujungo)
Geesen Geemu Sentaa (Game center).
Getsudoramiru Getsuyoubi no dorama wo miru (Menonton drama yang ditayangkan setiap hari senin).
23
Monohon Honmono (Barang asli).
Chariru Jitensha de dekakeru (Pergi dengan sepeda).
Jikoru, Jikotta Jiko wo okosu. Okoshite shimatta (Terjadi kecelakaan).
Asshiikun Kuruma de okurimukae wo shite kureru ashi ni naru dansei (Pria yang selalu melakukan antar jemput dengan kendaraan).
Dengan melihat berdasarkan tabel 2.2 dari contoh tersebut maka dapat dilihat
beberapa karakteristiknya yang khas seperti:
1. Adanya penyingkatan.
2. Pembalikkan unsur-unsur kata.
3. Pembuatan verba dengan menambah silabel ~ru atau ~tta pada nomina.
4. Adanya pengungkapan sesuatu dengan mengambil karakteristik manusia.
Kata-kata seperti diatas sulit dipahami dan seolah-olah dibuat serampangan.
Karena ragam bahasa standar (hyoujungo) yang terkesan serius, resmi, dan bahkan
baku, membuat remaja di Jepang melahirkan bahasa baru yang lebih praktis,
santai, dan ekspresif.
Horio (2015: 24-83) menyebutkan bahwa penyimpangan wakamono kotoba
terjadi pada:
1. Doushi (Kata kerja)
Bentuk kata kerja pada wakamono kotoba sama seperti kata kerja pada
godandoushi begitu pula dengan penggunaannya. Kata kerja wakamono kotoba ini
hanya bisa digunakan pada godandoushi karena pada penggunaan jenis doushi
tersebut, asal kata yang mendapat tambahan “~ru” tidak akan mendapat pengaruh
apapun. Misalnya : kokuru menjadi kokutteru . Asal
24
katanya yaitu koku tidak mendapat pengaruh apapun. Pembentukan dari
silabel ~ru ini terjadi pada:
a) Doushi (Kata kerja)
Kata kerja wakamono kotoba yang berasal dari doushi, tidak
ditambahkan dengan akhiran “~ru” melainkan terjadi karena adanya
penyimpangan pada doushi ragam standar. Misalnya : shikuru
berasal dari shikujiru. Keduanya memiliki makna “gagal”.
Namun ada beberapa kata kerja dalam yang memiliki perbedaan makna
dengan makna kata asalnya. Berikut adalah beberapa kata kerja dalam
wakamono kotoba yang berbeda dengan makna dengan kata asalnya.
Tabel 2.3 Perubahan Kata Kerja(~ru) Berdasarkan Makna
Makna baru Makna asal
Kireru Marah meledak-ledak Memutus sebuah rangkaian dengan
menarik dan mengulurnya menggunakan senjata tajam.
Kogeru Terbakar matahari Terbakar api sehingga menjadi hitam atau kecoklatan.
Ochiru Offline dari chating Berpindah dari tempat tinggi ke tempat rendah. Berpindah dari atas ke bawah
karena berat yang dimilikinya.
Suberu Tidak bisa diajak
bercanda
Menggelincir. Tidak dapat berhenti
bergerak karena licin.
b) Meishi (Kata benda)
Dengan menambahkan “~ru”, kata benda menjadi kata kerja yang
memiliki makna menunjuk pada kata benda yang dimaksud, yaitu “menjadi
seperti kata benda itu”, atau memiliki arti yang berhubungan dengan kata
benda yang dimaksud. Misalnya : jikoru berasal dari jiko
25
yang berarti “mengalami kecelakaan”. Kata kerja wakamono kotoba yang
berasal dari meishi juga memiliki arti “menjadi seperti kata benda yang
disebutkan”. Contoh : butaru (menggemuk – menjadi seperti
babi), (menjadi seperti ganggang).
c) Koyuu meishi
Koyuu meishi yang mengalami perubahan dan menjadi kata kerja dalam
wakamono kotoba biasanya merupakan koyuu meishi yang digunakan untuk
menunjukkan suatu toko atau tempat (meskipun terkadang tidak juga). Bisa
juga berasal dari nama orang atau nama tempat. Penulisannya biasanya
menggunakan katakana. Misal : deniru (makan di restoran yang
bernama Danny), guguru (googling).
d) Keiyoushi dan keyoudoushi
Oleh karena kata sifat I dan kata sifat Na merupakan kosakata yang
menjelaskan suatu keadaan, jadi kosakata tersebut sangat jarang digunakan
untuk membuat kata kerja. Berdasakan hasil penelitian Horio, dari 483 kata
yang terkumpul dari survei pada tahun 1999 dan 2006, hanya terdapat 8 kata
yang berasaldari kata sifat. Contohnya : hosoru (mengurus),
gameru (serakah untuk menang).
e) Onomatope (giongo & gitaigo)
Dengan menjadikan onomatope sebagai kata kerja, makna yang
dimilikinya berubah menjadi “keadaan kosakata tersebut”.
26
Tabel 2.3 Perubahan Kata Kerjadari Giongo dan Gitaigo Wakamono
kotobaBahasa Jepang standar Wakamono
kotobaBahasa Jepang standar
Gaboru Gabo tto hamaru Kyapiru Kyapikyapi hashagu(bersenda gurau dengan riang)
Gusaru Gusa tto sasaru(Menempel dengan lekat)
Daboru Dabodabo no ruuzu sokkusu wo haku (memakai kaos
kaki yang longgar)
Udaru Udauda suru (bermalas-malasan)
Tekaru Kao ga hishi de tekateka hikaru (wajahnya berkilat karena minyak)
Dikarenakan onomatope merupakan pengulangan silabel yang terdiri dari
4 silabel, dalam penggunaannya hanya diambil 2 silabel saja. Maknanya
ketika menjadi kata kerja tidak hanya untuk mengungkapkan suatu keadaan
saja, tetapi juga “melakukan seperti keadaan itu”.
f) Gairaigo
Banyak gairaigo yang digunakan untuk membuat kata kerja wakamono
kotoba. Misalnya : (companion + , artinya “menemani”),
(appeal + , artinya “menjual daya tarik diri”),
(copy + , artinya “menyalin”), (miss + , artinya “melakukan
kesalahan”).
Kata kerja yg berasal dari gairaigo ini merupakan kata serapan dari
bahasa Inggris, dan makna doushinya sama dengan makna yang terkandung
dalam bahasa Inggrisnya.
27
Tabel 2.5 Perubahan Kata Kerja dari Kata Serapan Kata kerja yang terbentuk
Kosakata asli
Jenis kata Makna gairaigo Makna kata kerja setelah ditambah akhiran “ru”
Saboru Sabotage Kata benda Aktivitas
menghancurkan
Meninggalkan pelajaran atau
pekerjaan untuk beristirahat
Teru Tel Kata benda Telepon Menelepon
Takuru Taxi Kata benda Taksi Naik taksi
Baguru Bug Kata benda Virus komputer Laptop menjadi error
Panikuru Panic Kata kerja Panik Dirundung panik
g) Lainnya (asal tidak diketahui)
Kosakata ini jelas sekali masuk ke dalam perubahan kata kerja “~ru”,
akan tetapi kata aslinya tidak diketahui termasuk ke dalam jenis kata apa
sehingga kosakata ini masuk ke dalam klasifikasi “asal katanya tidak
diketahui”. Misalnya :
Doushi yang terdapat dalam wakamono kotoba biasanya berupa perubahan
dari berbagai jenis kata yang kemudian ditambah dengan akhiran “~ru”. Akan
tetapi di dalamnya terdapat kosakata yang pemakaiannya dengan penambahan
“~teru”. Misalnya : (tampan), (bertingkah
mencurigakan), (sangat narsis). Contoh-contoh yang disebutkan
di atas sangat jarang digunakan dengan bentuk , ,
. Selain itu, bentuk “~teru” juga dikembangkan menjadi bentuk
“~teku”. Bentuk ini merupakan bentuk undangan/ajakan sehingga sering
digunakan dengan intonasi naik di akhir kalimatnya. Misalnya :
(Mau ke kafe), (Mau pergi dengan sepeda).
28
2. Keiyoushi (I-keyoushi dan Na-keyoushi atau keyoudoushi) (Kata sifat)
Kosakata keiyoushi baru terbentuk karena penyimpangan dalam penggunaan
keiyoushi. Berbeda dengan “keiyoushi yang telah dikenal hingga saat ini”,
“keiyoushi baru” ini tidak mengikuti aturan-aturan yang penggunaan keiyoushi
yang telah ada. Dan meskipun penggunaannya sama dengan penggunaan
keiyoushi yang telah dikenal selama ini, namun arti yang dimilikinya berbeda.
Keiyoushi wakamono kotoba terjadi karena adanya:
1) Penyimpangan
a. Pelesapan (pemendekan keiyoushi yang memiliki 5 atau 6 silabel menjadi
3 silabel). Contoh :
b. Keiyoushi majemuk (membuat keiyoshi baru dengan menggabungkan 2
keiyoushi). Pembentukannya terbagi menjadi :
1. Zenkou youso kabu dake wo shouryaku (hanya memendekkan
keiyoushi sebelumnya dengan menghilangkan unsur akhirnya saja)
1.1 Keiyoushi – (persamaan) – keiyoushi
Persamaan, yaitu menjadikan 2 keiyoushi yang sederajat menjadi
1 keiyoushi baru. Misal :
1.2 Keiyoushi – (pertentangan) – keiyoushi
Petentangan, menjadikan 2 keiyoushi yang betentangan untuk
menjadi 1 keiyoushi baru. Pada pertentangan ini, keiyoushi yang
29
kedua lah menjadi titik penting. Maknanya menunjuk pada benda
yang memiliki karakteristik 2 keiyoushi yang disebutkan. Misal :
.
2. Kakuyouso no kabu wo shouryaku (memendekkan setiap keiyoushi)
Mengambil 2 silabel dari kedua keiyoushi sehingga membentuk 4
silabel.
Menggabungkan 2 keiyoushi dan menghilangkan “i”nya. Setelah itu,
ambil 2 silabel dari keiyoushi pertama dan 2 dari silabel kedua untuk
kemudian digabung menjadi satu kata. Contoh :
.
3. Pemendekan keiyoushi + meishi
Penyimpangan ini digunakan untuk membuat meishi yang telah
dimodifikasi dengan keiyoushi. Caranya dengan, menggabungkan
keiyoushi dan meishi kemudian memendekkannya. Dengan
penyimpangan ini kita langsung bisa membayangkan seperti sifat apa
benda itu hanya dengan melihatnya. Misal :
.
4. Pemendekan + pemendekan + i (memendekkan dengan melesapkan
elemen akhir keiyoushi pertama dan elemen awal keiyoushi kedua).
Contoh : ( ) ( ) ( )
( ) .
5. Menggabungkan 3 atau lebih keiyoushi
30
Goi yang terbentuk karena cara ini sangat sedikit. Cara ini dapat
digunakan untuk membuat satu goi dengan menggabungkan beberapa
elemen. Contoh :
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
6. Fukushi + Keiyoushi
Membuat goi baru dengan menggunakan satu bagian fukushi dan kata
asli keiyoushi. Contoh :
.
2) Pembalikan urutan, misal : .
3) Perubahan makna
Didalam keiyoushi terdapat pula goi yang berbeda makna dengan kata aslinya.
Goi berikut ini sebenarnya telah ada, namun maknanya berbeda dengan makna
kamus dan makna yang telah diketahui selama ini.
1. (Itai)
Menunjukkan keadaan yang tidak bagus. Memiliki makna negatif, seperti :
“tidak boleh”, “gawat”, “tidak dilakukan dengan baik”, dan lain-lain.
Contoh :
A :
A : Aitsu, itai wa.
31
Merujuk pada sifat seseorang yang tidak sesuai dengan norma lingkungan,
atau pada suatu keadaan yang jauh dari akal sehat. Digunakan pada tindak
tanduk seseorang terutama perilaku yang tidak baik.
2. (Oishii)
Berdasarkan makna yang sudah diketahui selama ini, “oishii” merupakan
keiyoushi yang merujuk pada makanan, dan terkadang berarti mendapat
keuntungan atau memperoleh sesuatu.
Contoh 1 :
A :
B :
A : Mou, kanben shite kudasai yo..
B : A, oishii naa, sono joukyou.
“Oishii” pada kalimat di atas seringnya ditemukan pada program televisi.
Maknanya “ membuat tertawa” atau “tingkat kelucuannya tinggi”. Makna
“oishii” ini tidak mengandung rasa “urayamashii” dan menitikberatkan
pada apa yang didapat oleh orang yang dikatai “oishii”.
Contoh 2 :
A :
B :
A :
B :
A : Uun, betsu ni sonna ni isogashikunai kedo.
32
B : Sou nan? Aa, jaa, ashita toka hima?
A : Ee, un, maa ne. Nande?
B : Ano ne, oishii baito ga arundakedo, dou ka na, to omotte.
Makna “oishii”nya adalah “tawaran yang bagus untukmu”.
3. (Futsuu ni)
Dilihat pada konteks manapun, “futsuu ni” tidak memiliki arti.
Contoh :
A :
B :
A : (Gitaa wo hiiteiru)
B : Gitaa, futsuu ni chou umai ne.
Pada contoh di atas terdapat “futsuu ni” dan “chou” dimana sebenarnya
keduanya memiliki arti yang berlawanan, akan tetapi keduanya dipakai pada
satu kalimat. Dengan penggunaan yang seperti itu, “futsuu ni” hanya bisa
dipakai sebagai “futsuu ni”, tidak bisa dipakai menjadi “futsuu da” atau
“futsuu no”.
4. (Su de)
Makna dari “su” di sini memiliki makna yang sama dengan “honki de” dan
“maji de”.
Contoh 1 :
Su de yabai.
Contoh 2 :
sore tte, su de itteru?
33
5. (Bimyou)
Arti yang sudah diketahui selama ini adalah “tidak jelas”. Tapi, di sini
maknanya negatif seperti “imaichi” atau “amari yokunai, ki ni iranai”.
Contoh 1 :
Uwaa, kono ajitsuke, bimyou.
Contoh 2 :
A :
B : ..
A : ni ano hanashi, shita?
B : Uun, mada nanyakedo.. bimyou ya wa.
Di contoh pertama maknanya “amari oishikunai”, di contoh kedua
maknanya “ano hito ni shiraseru no wa amari ki ga susumanai”.
6. (Yabai)
Awalnya “yabai” digunakan oleh yakuza dan memiliki makna jelek dan
negatif. Tapi sekarang ini, “yabai” memiliki makna positif seperti
“subarashii”, “yoi”, dan lain-lain.
Contoh :
kore, yabai ssu yo. Maji de umai kara.
4) Pengembangan keiyoushi
Di dalam wakamono kotoba juga terjadi pengembangan pada “I keiyoushi”
dan “Na keiyoushi”. Pengembangan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan
34
jenis kata dan menambahkan makna pada kata yang sama. Pengembangan itu
berupa “~sugiru, “~ge”, dan “~kusai”.
1. ~sugiru
Dengan menambahkan ~sugiru pada i-keiyoushi dan na-keiyoushi,
menjadikan kata tersebut menjadi doushi. Selain itu, “ru” dalam “sugiru”
mengalami pelesapan. Misal : kawaisugi(ru), yabasugi(ru), dan
sebagainya.
2. ~ge
Jika ~ge digunakan dengan ikeiyoushi tertentu akan melambangkan
makna “seperti itu” atau “tampaknya seperti itu”. I keiyoushi jika
ditambahkan dengan ~ge akan membentuk na keiyoushi atau meishi.
Misal: taikutsu(ge), kanashi(ge), sabishi(ge), shinpai(ge), kurushi(ge),
dan sebagainya.
3. ~kusai
Pada umumnya ~kusai memiliki arti “memang benar seperti itu” dan
digunakan untuk hal-hal yang dianggap kurang baik . Selain itu digunakan
juga untuk memperkuat maknanya. Misal: furu(kusai), mendou(kusai),
dan sebagainya.
5) Perubahan Pembentukan
Di dalam kata sifat baru perubahan paling besar adalah perubahan
pembentukkan Na-keiyoushi menjadi sama seperti pembentukkan I-keyoushi.
Penggunaan keiyoushi baru, pada umumnya bentuk negatif dari Na-keiyoushi
35
menggunakan bentuk ~janai. Namun sekarang penggunaan bentuk ~kunai seperti
I-keiyoushi juga digunakan pada Na-keiyoushi.
Tabel 2.6 Penggunaan I-keyoushi dan Na-keyoushi yang Sekarang Contoh Kata Bentuk Negatif Penyimpangan Bentuk Negatif
Suki(da) Suki(janai) Suki(kunai)
Shizuka(da) Shizuka(datta) Shizuka(katta)
6) Perubahan ~nai
Bentuk asli ~nai melambangkan bentuk “tidak” atau bahwa “hal tersebut
tidak seperti itu”. Pada anak muda bentuk ~nai untuk menyatakan bahwa hal
tersebut memang seperti itu (~kan?) dan untuk meminta pendapat lawan bicara.
Contoh:
A:
B:
A: Kono mama to ka kawakunai?
B: Aaa, sou yan na.
Makna yang terkadung bukan “tidak lucu” tetapi ada penyimpangan yang
meminta lawan bicara untuk berpendapat, “tapi menurutku imut, bagaimana
menurutmu?”.
7) Karakteristik Keiyoushi Baru
Yang dimaksud dengan karakteristik keiyoushi baru adalah tidak mengikuti
peraturan pembentukan maupun penggunaan seharusnya, maknanya berbeda
dengan makna aslinya, dan adanya pembentukan kata sifat yang berbeda dengan
kata sifat yang baru.
36
3. Fukushi (teido no fukushi) (Kata keterangan)
Ciri-ciri penyimpangan yang terjadi pada wakamono kotoba sebagai berikut:
1. Menggunakan satu huruf kanji, khususnya kanji mengasosiasikannya
keadaan yang bermakna “sangat”. Contoh:
.
2. Menggunakan meishi yang memiliki ciri khusus. Contoh:
.
3. Menggunakan giongo dan gitaigo. Contoh: dari kata (
4. Menggunakan hougen (dialek). Contoh:
.
5. Menggunakan gairaigo. Contoh: .
Selain itu, pada umumnya teido no fukushi merupakan keiyoushi, fukushi, atau
doushi yang sudah diubah Namun teido no fukushi yang baru disini sebagian besar
merupakan pengubahan dari kelas kata meishi.
4. Meishi (Kata benda)
Adanya penambahan akhiran ~sa sehingga membentuk ke dalam kelas kata
meishi. Jika dulu penambahan ~sa pada hanya terjadi pada I-keyoushi dan goi
(wago), maka sekarang pada penyimpangan wakamono kotoba dapat ditambahkan
pula ~sa pada kelas kata keiyoushi (I dan Na), meishi, wago, kango, gairaigo yang
memiliki ciri khusus Na-keyoushi.
37
5. Atarashii Hyougen (Ungkapan baru)
Di dalam ungkapan yang digunakan oleh anak muda ada beberapa ungkapan
yang sulit diklasifikasikan menurut jenis katanya. Hal tesebut dikelompokkan
sebagai atarashii hyougen. Di akhir tahun 1990an bokashi kotoba sedang popular
sampai sekarang juga masih digunakan.
Bokashi kotoba adalah kata yang jika ditambahkan akan membuat ungkapan
itu menjadi tidak jelas. Sebagai pengecualian ringkasan kalimatnya tidak berubah
tetapi dalam nuansa kalimatnya terdapat perubahan.
Contoh bokashi kotoba:
/ ―/ ―
―
―
( ) ―
/ ―/ ― ―
Ciri khusus dari bokashi kotoba:
1. Dari bunyi: tidak dipengaruhi aksen atau intonasi.
2. Dari bentuk: dengan menambahkan bokashi kotoba seluuruh kalimat menjadi
ungkapan kabur.
3. Di dalam konteks, kosakata awal yang pemakaiannnya berbeda dari
pemakaian aslinya dapat menjadi ungkapan yang kabur.
2.2.5 Kelas Kata dalam Bahasa Jepang
Kata dalam bahasa Jepang disebut dengan tango, merupakan unsur terkecil
pembentukkan suatu frase atau kalimat. Dalam Sudjiato dan Dahidi (2004: 147-
38
182) mengklasifikasian kelas tango menjadi dua bagian besar yaitu jiritsugo dan
fuzokugo. Berikut pengklasifikasian kelas kata dalam bahasa Jepang:
A. Jiritsugo
Kelompok kelas kata inidapat memiliki makna dan berdiri sendiri yang
berpotensi menjadi sebuah kalimat (bunsetsu). Di dalam kelompok jiritsugo ada
kata-kata yang dapat mengalami perubahan bentuk ada juga kata-kata yang tidak
mengalami perubahan. Kelas kata yang termasuk kelompok jiritsugo mengalami
perubahan dan dapat menjadi predikat disebut yoogen. Berikut kelompok kelas
kata jiritsugo yang terbagi menjadi dua jenis:
1. Jiritsugo yang mengenal konjugasi/deklinasi (jiritsugo yang mengalami
perubahan bentuk), termasuk di dalamnya:
1.1. Doushi (kata kerja)
Kata-kata yang menunjukkan aktivitas, keadaan, dan keberadaan. Kelas
kata yang dapat menjadi predikat dalam kalimat dengan sendirinya, dan dapat
menjadi fungsi yang lain dalam kalimat. Contoh: (iku) (aruku)
(taoreru) (yomu), dan sebaginya.
1.2. Keiyoushi (kata sifat i)
Kelas kata yang mempunyai keterangan sifat atau keadaan tertentu yang
memiliki fungsi sebagai predikat dan mengalami perubahan. Jenis keiyoushi
ada dua yaitu zokusei keiyoushi (kelompok adjektiva yang menyatakan sifat
atau keadaan secara objektif. Contoh: (tinggi) (panjang)
(cepat), dan sebagainya. Dan kanjou keiyoushi (kelompok adjektiva yang
39
menyatakan perasaan atau emosi secar subjektif. Contoh: (sedih)
(senang) (sakit) (takut) dan sebagainya.
1.3. Keiyoudooshi (kata sifat na)
Memiliki definisi dan fungsi yang sama dengan keiyoushi. Yang
membedakan adalah bentuknya, dimana keiyoushi merupakan kata sifat yang
berakhiran “i”, sedangkan keyoudoushi bila dalam kalimat akan ditulis
dengan akhiran “na”, atau ”desu”, “deshita”, “dearu”, “da”, “deatta”.
Keiyoudoushi juga bisa digunakan untuk kata sifat bahasa serapan. Contoh:
(wanita cantik) (kakak saya tampan)
dan sebagainya.
2. Jiritsugo yang tidak mengenal konjugasi atau deklinasi (tidak mengalami
perubahan bentuk), termasuk di dalamnya:
2.1. Meishi (kata benda)
Meishi merupakan kata-kata yang menyatakan orang, benda, peristiwa atau
kejadian yang tidak mengalami konjungsi. Meishi disebut juga taigen, dapat
menjadi subjek, predikat, kata keterangan, dan sebagainya dalam suatu
kalimat. Contoh: (gunung) (buku) (nama orang Tanaka)
(berapa).
2.2. Fukushi (kata keterangan/adverb)
Kelas kata yang tidak mengalami perubahan, dengan sendirinya dapat
menjadi keterangan yoogen. Kelas kata ini tidak dapat menjadi subjek,
predikat, dan pelengkap. Jenis-jenis kelas kata ini adalah jootai (menyatakan
keadaan, contohnya: ); teido (menyatakan
40
tingakatan, contohnya: ); chinjitsu (biasanya
ada pasangannya, contohnya: );
onomatope (bunyi tiruan, bunyi suara, bunyi keadaan, bunyi binatang.
Contohnya: ).
2.3. Rentaishi (prenomina)
Hanya berfungsi menerangkan meishi, tidak dapat menjadi subjek atau
predikat, dan tidak dipakai untuk menerangkan doushi, keiyoushi,
keiyoudoushi. Contoh: dan sebagainya.
2.4. Kandoushi (kata seru/interjeksi)
Kelas kata yang tidak mempunyai arti spesifik, tetapi dengan sendirinya
dapat menjadi bunsetsu tanpa bantuan kelas kata lain. Kelas kata ini tidak
dapat menjadi subjek dan keterangan maupun menjadi konjungsi. Berfungsi
untuk mengungkapkan perasaan si pembicara, seperti rasa terkejut, gembira,
juga untuk menyatakan panggilan atau jawaban terhadap orang lain serta
untuk mengucapkan salam. Contoh:
dan sebagainya.
2.5. Setsuzokushi (kata sambung/konjungsi)
Kelas kata yang menghubungkan satu sama lain atau bagian satu sama lain.
Biasanya kelas kata ini berada di awal kalimat. Contoh:
, dan sebagainya.
41
B. Fuzukugo
Kelompok kelas kata yang tidak dapat berdiri sendiri, tidak dapat membentuk
sebuah bensetsu. Dan tidak memiliki makna bila tidak disertai dengan kata lain,
tetapi memiliki fungsi. Yang termasuk kelas kata ini diantaranya:
1. Joshi
Kelompok kata yang tidak dapat mengalami perubahan. Berfungsi untuk
menghubungkan kata dengan kata, dan klausa dengan klausa,
menghubungkan nomina dengan nomina sehingga menjadi subjek kalimat
atau kata pelengkap. Contoh: dan sebagainya.
2. Jodoushi (verba bantu)
Kelas kata ini dapat berubah bentuknya, tidak dapat menjadi sebuah
bunsetsu tanpa bantuan kelas kata lain. Terutama dipakai setelah yoogen
dan menambah macam arti, namun ada juga jodoushi dipakai setelah
taigen. Contoh: dan
sebagainya.
2.3 Sinopsis Anime Haikyuu!!
Anime Haikyuu!! ini menceritakan tentang seorang siswa SMP bernama
Shouyou Hinata yang menyukai bola voli setelah menyaksikan sebuah
pertandingan kejuaraan nasional di televisi. Meskipun memiliki tubuh yang
pendek, dia menjadi bersemangat untuk mengikuti jejak pemain bintang di
kejuaraan tersebut, yang dijuluki “Raksasa Kecil”, setelah melihat permainannya.
Hinata membuat klub voli dan berlatih sendirian. Tiga anggota lain bergabung
42
pada tahun terakhirnya di SMP, membuat Hinata membujuk dua temannya dari
klub olahraga lain untuk bergabung agar dapat mengikuti turnamen. Mereka
dikalahkan pada pertandingan pertama oleh tim favorit juara, yang ada pemainnya
dijuluki “Raja Lapangan” yaitu Tobio Kageyama. Walaupun menderita kekalahan
yang menyedihkan, Hinata bersumpah akan melampui dan mengalahkan
Kageyama. Hinata memasuki SMA Karasuno dengan harapan untuk bergabung
dengan klub bola voli mereka. Sayangnya, orang yang sangat ingin Hinata
lampaui muncul sebagai rekan tim barunya.
Peneliti mengambil animeHaikyuu!! sebagai sumber data dalam penelitian ini
karena para karakter dalam anime ini adalah para anak muda yang menggunakan
wakamono kotoba dalam percakapannya.
43
2.4 Kerangka Berpikir
Ada beberapa macam ragam bahasa Jepang, salah satunya adalah ragam
bahasa Jepang yang dilihat dari usia penuturnya, yakni ragam bahasa anak muda
(wakamono kotoba). Pengaplikasian wakamono kotoba tidak sebatas dalam
kehidupan nyata, tetapi juga menuangkannya ke dalam karya seni. Salah satunya
pada anime yang berjudul Haikyuu!! karya Haruichi Furudate. Wakamono kotoba
sering dijumpai pada kelas kata bahasa Jepang, bahkan karena adanya
Anime Haikyuu!!
Ragam Bahasa Jepang
(Menurut Usia Penuturnya)
Wakamono Kotoba
Tango (kelas kata
bahasa Jepang)
Atarashii Hyougen (bokashi kotoba)
Kata Asal
Makna
Karakteristik
Kesimpulan
44
penyimpangan dalam wakamono kotoba maka terdapat pula atarashii hyougen
(ungkapan baru) termasuk bokashi kotoba (ungkapan kabur).
Peneliti akan mendata wakamono kotoba tersebut sekaligus mencari makna
dan kata maupun bentuk asalnya. Dalam wakamono kotoba sering kali terjadi
penyimpangan seperti adanya penyingkatan kata, pembalikkan unsur-unsur kata,
dan sebagainya. Peneliti akan menganalisis hal tersebut dan mencari kerakteristik
dari penyimpangan tersebut. Setelah itu peneliti akan memberikan kesimpulan
mengenai wakamono kotoba dalam anime Haikyuu!!.
104
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Wakamono kotoba dalam anime Haikyuu! berjumlah 57 diantaranya 5 kata
kerja, 14 kata sifat, 10 kata benda, 8 kata keterangan, 8 kata seru/interjeksi, dan
12 ungkapan (frase baru maupun bokashi kotoba).
2. Wakamono kotoba memiliki makna yang berbeda maupun makna yang sama
dengan kata asalnya. Beberapa wakamono kotoba berasal dari kata aslinya
maupun membentuk kata baru karena penyimpangan dari karakteristiknya.
3. Terdapat beberapa karakteristikwakamono kotoba yang terjadi dilihat dari
penyimpangan pada kelas kata maupun bentuk ungkapan baru bahasa Jepang
adalah sebagai berikut:
a. Pada kelas kata kerja:
1) Adanya penambahan silabel ~ru pada onomatope,kata benda maupun
kata serapan.
2) Penyingkatan kata yang mengalami perubahan makna maupun
perubahan bunyi.
b. Pada kelas kata sifat:
1) Perubahan bunyi.
2) Perubahan dan pergeseran makna dari kata asalnya.
3) Penyingkatan dari kalimat menjadi kata.
105
4) Adanya penambahan silabel ~kusai pada akhir kata sifat.
c. Pada kelas kata benda:
1) Adanya penambahan silabel ~sa pada akhir kata benda.
2) Pergerseran dan perubahan makna.
3) Perubahan fungsi penggunaan.
4) Perubahan bunyi.
5) Penggunaan kata serapan meski terdapat bentukstandarnya.
6) Penggunaan dari kata serapan yang digabungkan dengan bahasa
Jepang.
7) Penggunaan huruf Jepang yang disertai inisial dari kata serapan.
8) Muncul kata baru dari penyimpangan wakamono kotoba.
d. Pada kelas kata keterangan (menyatakan tingkatan):
1) Perubahan bunyi.
2) Pergeseran dan perubahan fungsi penggunaan.
3) Perubahan makna.
4) Pembalikkan kata dan penyingkatan kata.
e. Pada kelas kata seru/interjeksi:
1) Penyingkatan kata.
2) Perubahan bunyi.
3) Penggunaan kata serapanmeskipun ada bentuk standarnya
(hyoujungo).
4) Penggunaan cara baca dari angka yang membentuk makna.
5) Penggunaan huruf Jepang yang disertai inisial dari kata serapan.
106
f. Pada atarashi hyougen:
1) Bokashi kotoba (ungkapan kabur).
2) Penggunaan dialek.
3) Adanya frase yang lahir baru dari penyimpangan wakamono kotoba.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil penellitian, ada tiga saran yang peulis
harapkan dapat menambah masukan dan wawasan tentang penggunaan ragam
bahasa anak muda Jepang (wakamono kotoba) tersebut.
1. Bagi Pengajar
Bagi pengajar bahasa Jepang, perlu adanya pembahasan mengenai
sosiolingiustik ragam bahasa di Jepang termasuk salah satunya ragam bahasa
wakamono kotoba. Wakamono kotoba lahir karena adanya penyimpangan dari
penggunaan bahasa baku pada bahasa Jepang, sehingga perlu pemahaman
mengenai wakamono kotoba tersebut.
2. Bagi Pembelajar
Karena wakamono kotoba belum pernah diajarkan pada lembaga pendidikan
formal, maka hasil penelitian diharapkan dapat membantu para pembelajar bahasa
Jepang untuk dapat lebih mengetahui dan memahami bagaimana karakteristik
ragam bahasa anak muda Jepang. Untuk dapat berinteraksi menggunakan bahasa
Jepang secara tepat, pembelajar juga perlu mengetahui dengan siapa berbicara.
107
Dengan mengetahui lebih banyak wakamono kotoba diharapkan dapat
mengakrabkan diri dengan anak muda Jepang.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Skripsi ini membahas tentang wakamono kotoba, jika peneliti selanjutnya
ingin meneliti hal yang sejenis, penulis menyarankan untuk melakukan hal-hal
berikut ini:
a) Penelitian selanjutnya sebaiknya merujuk pada literatur yang terbaru, karena
sifat bahasa yang dinamis yang selalu berkembang dari waktu ke waktu
sejalan dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat dan
kebudayaan penuturnya. Penelitian ini hanya mengkaji dari media audio
visual yang memuat pengaplikasikan ragam bahasa wakamono kotoba,
diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengkaji dari media cetak yang
memuat ragam bahasa wakamono kotoba yang langsung digunakan oleh
pemuda Jepang, misalnya majalah, blog, sosial media, dan sebagainya.
b) Penelitian ini hanya meneliti ragam bahasa anak muda Jepangsebatas
penyimpangan yang terjadi dalam kelas kata bahasa Jepang dan bentuk
ungkapan baru (atarashii hyougen), diharapkan penelitian selanjutnya dapat
meneliti wakamono kotoba yang mengalami penyimpangan pada tata
bahasanya.
c) Penelitian ini hanya sebatas meneliti ragam bahasa anak muda Jepang dalam
karakteristik, belum termasuk meneliti perbedaan dan persamaan penggunaan
ragam bahasa anak muda Jepang dengan Indonesia. Sehingga diharapkan
108
dalam penelitian selanjutnya dapat meneliti perbandingan ragam bahasa anak
muda Jepang dengan ragam bahasa anak muda Indonesia.
109
DAFTAR PUSTAKA
Achmad & Abdullah Alek. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Danasasmita, Wawan & Sudjianto. 1983. Pengantar Tata Bahasa Jepang. Bandung: BSC.
Danasasmita, Wawan. 2009. Metodologi Pembelajaran Bahasa Jepang. Bandung:
Rizqi Press.
Horio, Kei. 2015. Wakamono Kotoba ni Mirareru Gengo Henka ni Kansuru Kenkyuu. Kyuushu: Kyuushu University.
Kamei, Hajime. 2003. Wakamono Kotoba Jiten. Tokyo: PT. NHK.
Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores:
Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 2008. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Kesuma, Tri Mastoyo J. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Carasvatibooks.
Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Rajawali Pers.
Matsuura, Kenji. 2005.Kamus Bahasa Jepang-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Setiawan, Krisna 2011. Analisis Pembentukan Wakamono Kotoba dalam Drama Yamada Taro Monogatari. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Sudjianto. 1996. Gramatika Bahasa Jepang-Seri A. Jakarta: Kesaint Blanc.
Sudjianto & Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Ligustik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc.
Sugihastuti. 2007. Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sukmayati, Isni. 2008. Analisis Wakamono Kotoba pada Anime Ouran Koukou Hosutobu Episode 1-5. Bandung: UPI.
Sutedi, Dedi. 2011. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora.
110
Vance, Timothy J. 1993. Prefiks dan Sufiks dalam Bahasa Jepang. Jakarta:
Kesaint Blanc.
Yonekawa, Akihiko. 1998. Wakamono Kotoba wo Kagakusuru. Meiji Shoin.
http://dic.nicovideo.jp/
http://zokugo-dict.com/
118
Lampiran 7. Glosarium
GLOSARIUM
Block : Bertahan untuk menghentikan serangan di area jaring.
Blocker :Pemain bertahan mencoba menghentikan atau memperlambat di
area jaring.
Chance ball : (Bola bebas) Bola yang tidak diserangkan ke atas jaring dengan
kuat, tetapi dilemparkan menggunakan passing. .
High spike :Pukulan kuat yang tinggi.
Libero :Pemain yang hanya bermain dalam barisan belakang dan
diperbolehkan mengganti pemain barisan belakang manapun tanpa batas saat
bola mati.
One touch :Menyentuh bola ketika pertama bola masuk ke lapangan tim.
Out :Bola keluar dari garis lapangan
Receive :Menerima bola dari pukulan lawan.
Scorer : Penghitung skor.
Spike :Pukulan kuat dan diarahkan dengan keras yang digunakan untuk
mengembalikan bola ke dalam lapangan lawan.
Spiker :Pemukul kuat dan diarahkan dengan keras yang digunakan untuk
mengembalikan bola ke dalam lapangan lawan.
Toss :Melempar bola.
Tosser :Pelempar bola.
Quick :Serangan cepat ketika mengembalikan bola ke dalam lapangan
lawan.
Top Related