Analisis Besaran Erosi pada Aplikasi Teknik Konservasi di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu
Zaenal Mutaqin1, Tarsoen Waryono2 dan Mangapul P. Tambunan2
1Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2Dosen Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Besarnya erosi yang terjadi pada daerah aliran sungai bagian hulu akan menyebabkan infiltrasi terbatas, terjadi degradasi lahan serta pendangkalan sungai pada badan dan muara sungai. Salah satu DAS yang telah mengalami degradasi akibat perubahan penggunaan lahan adalah DA Ci Liwung Hulu. Tingginya degradasi yang terjadi di DA Ci Liwung Hulu diindikasikan oleh semakin tingginya tingkat erosi pada wilayah tersebut terutama pada wilayah budidaya pertanian. Dalam hal ini budidaya pertanian yang dimaksud adalah lahan pertanian yang sudah diterapkan teknik konservasi. Penelitian ini dilakukakn untuk mengetahui besaran laju erosi dengan mengkaji Hidrologic Response Unit (HRU) pada lahan budidaya pertanian yang terdapat di DA Ci Liwung Hulu dengan menggunakan Soil and Water Assessment Tool (SWAT). Teknik konservasi yang diterapkan di DA Ci Liwung Hulu antara lain terassering, agroforestry dan teras gulud. Didapatkan kesimpulan bahwa teknik konservasi agroforestry menunjukkan nilai erosi paling baik (paling rendah) dibandingkan teknik konservasi lainnya dengan kontribusi erosi sebesar 25,22 ton/ha/tahun. Hasil kalibrasi antara debit model dengan debit observasi yaitu R² = 0,9014 dan NS = 0,79 menunjukan bahwa model ini dapat diterima dan layak diaplikasikan pada DA Ci Liwung Hulu. Kata Kunci: Erosi, Konservasi, SWAT Analisis
Analysis of Erosion Quantity on Application of Conservation Techniques in Ci Liwung
Hulu Watershed
Abstract The level of erosion that occurs in the upsteam watersheed will lead to limited infiltrattion, land degradation and river trivialisation and estuaries in the body. One of the watesheed that has been degraded caused by using land is the DA Ci Liwung Upstream. The high degradation that occurs in the DA Ci Liwung upstream is indicated by the hugher rate of erosion on the region, especially in the area of agriculture. In this case, agriculture cultivation intent to the agricultural land that has been applied conservation techniques. This study is applied to determine the quantity of erosion by reviewing Hidrologic Response Unit (HRU) in agricuktural cultivation land which is contained in DA Ci Liwung upstream by using the Soil and Water Assessmen Tool (SWAT). Conservation techniques applied are terracing, agroforestry and gulud terrace. It was concluded that agroforestry conservation techniques show the best value of erosion (lowest) compared with other conservation techniques with the contribution of erosion of 25.22 tonnes / ha / year. The results of the calibration between the discharge flow models with the observation that R² = 0.9014 and NS = 0.79 indicates that this model is acceptable and feasible applied to the Ciliwung Hulu watershed..
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
Keywords: Erosion, Conservation, SWAT Analysis
1. Pendahuluan
Siklus hidrologi adalah salah satu dari enam siklus biogeokimia yang berlangsung di
bumi. Siklus hidrologi adalah suatu siklus atau sirkulasi air dari bumi ke atmosfer dan kembali
lagi ke bumi yang berlangsung secara terus menerus. Siklus hidrologi memegang peran penting
bagi kelangsungan hidup organisme bumi. Melalui siklus ini, ketersediaan air di daratan bumi
dapat tetap terjaga, mengingat teraturnya suhu lingkungan, cuaca, hujan, dan keseimbangan
ekosistem bumi dapat tercipta karena proses siklus hidrologi ini.
Daerah aliran sungai di Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini
disebabkan karena peningkatan kemajuan dalam kehidupan yang telah memberikan perubahan
besar, tidak saja pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat akan tetapi juga pada pola
penggunaan lahan. Perubahan pola penggunaan lahan ini telah memberi dampak sangat nyata
terhadap fungsi-fungsi daerah aliran sungai (DAS). Perubahan penggunaan lahan telah terjadi
dalam skala luas, khususnya di pulau Jawa yang telah memberi dampak nyata terhadap hasil air
DAS dengan semakin meningkatnya frekuensi kejadian ekstrim seperti banjir dan kekeringan.
DA Ci Liwung Hulu memiliki karakteristik fisik berupa lahan kering dengan topografi
bergelombang sampai sangat curam, hanya sebagian kecil saja dengan topografi landai sampai
datar. Kondisi demikian membutuhkan pengelolaan sumberdaya alam yang lebih hati-hati dan
cara pemanfaatan yang terkendali. Pemanfaatan yang dilakukan secara tidak terkendali maka
akan mengakibatkan degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Tingginya degradasi
sumberdaya alam di DA Ci Liwung Hulu diindikasikan oleh semakin tingginya tingkat erosi
pada wilayah tersebut.
Erosi yang terjadi di daerah hulu sungai bisa juga terjadi karena adanya pengelolaan
lahan pertanian yang kurang baik. Pengelolaan merupakan tindakan yang diberikan terhadap
lahan dan tanah dari kerusakan dengan melakukan kaidah-kaidah konservasi. Untuk kawasan
hutan tindakan yang dilakukan berupa pengamanan hutan dan tata batas yang jelas sedangkan
untuk areal pertanian dapat dilakukan atau dilihat dari adanya pembuatan terassering dan
tanaman penutup tanah yang cukup. Tingkat pengelolaan suatu lahan akan sangat berpengaruh
terhadap kerusakan suatu lahan. Pengelolaan lahan atau manajemen lahan dapat dikelompokkan
menjadi 3 kategori yaitu pengelolaan lahan yang baik, sedang dan buruk.
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
DA Ci Liwung Hulu dipilih sebagai geomer penelitian karena jika dilihat dari fakta
trennya diatas, degradasi atau erosi yang terjadi di DA Ci Liwung Hulu meningkat dari tahun ke
tahun. Fenomena tersebut peneiti rasa merupakan permasalahan utama pada pengelolaan
sumberdaya air di hampir semua wilayah sungai. Penelitian ini dilakukakn untuk mengetahui
besaran laju erosi dengan mengkaji Hidrologic Response Unit (HRU) yang terdapat di DA Ci
Liwung Hulu dengan menggunakan Soil and Water Assessment Tool (SWAT).
Soil and Water Assessment Tool (SWAT) merupakan model yang digunakan untuk
memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap aliran air, sedimen dan zat kimia lainnya
yang masuk ke sungai atau badan air pada suatu DAS (Neitsch et al, 2005). Sehingga
berdasarkan uraian diatas, perlunya pengkajian lebih lanjut mengenai respon unit hidrologi yang
ada di DA Ci Liwung Hulu terhadap besarnya laju erosi, dan bagaimana kemampuan model
SWAT dalam melakukan prediksi laju erosi di DA Ci Liwung Hulu khususnya pada kawasan
hutan (hutan lindung/ kawasan lindung) yang sudah diterapkan tekink konservasi.
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Konservasi Tanah dan Air dalam Lingkup DAS
2.1.1 Konservasi Tanah
Konservasi tanah adalah penempatan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai
dengan kemampuan tanah dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan
agar tidak terjadi kerusakan tanah. Pemakaian istilah konservasi tanah sering diikuti dengan
istilah konservasi air. Meskipun keduanya berbeda tetapi saling terkait. Ketika mempelajari
masalah konservasi sering menggunakan kedua sudut pandang ilmu konservasi tanah dan
konservasi air.
Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu
perlindungan permukaan taynah terhadap pukulan butirbutir hujan, meningkatkan kapasitas
infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan
air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara
terhanyut (Agus et al., 1999).
Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi
maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat
fisik, kimia maupun biologi.
Kanopi berfungsi menahan laju butiran air hujan dan mengurangi tenaga kinetik butiran
air dan pelepasan partikel tanah sehingga pukulan butiran air dapat dikurangi. Air yang masuk di
sela-sela kanopi (interception) sebagian akan kembali ke atmosfer akibat evaporasi. Fungsi
perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir air hujan merupakan hal yang sangat
penting karena erosi yang terjadi di Indonesia penyebab utamanya adalah air hujan. Semakin
rapat penutupannya akan semakin kecil risiko hancurnya agregat tanah oleh pukulan butiran air
hujan
Batang tanaman juga menjadi penahan erosi air hujan dengan cara merembeskan aliran
air dari tajuk melewati batang (stemflow) menuju permukaan tanah sehingga energi kinetiknya
jauh berkurang. Batang juga berfungsi memecah dan menahan laju aliran permukaan. Jika energi
kinetik aliran permukaan berkurang, maka daya angkut materialnya juga berkurang dan tanah
mempunyai kesempatan yang relatif tinggi untuk meresapkan air. Beberapa jenis tanaman yang
ditanam dengan jarak rapat, batangnya mampu membentuk pagar sehingga memecah aliran
permukaan. Partikel tanah yang ikut bersama aliran air permukaan akan mengendap di bawah
batang dan lama-kelamaan akan membentuk bidang penahan aliranpermukaan yang lebih stabil.
Teknik konservasi tanah secara mekanis atau disebut juga sipil teknis adalah upaya
menciptakan fisik lahan atau merekayasa bidang olah lahan pertanian hingga sesuai dengan
prinsip konservasi tanah sekaligus konservasi air. Teknik ini meliputi: guludan, pembuatan teras
gulud, teras bangku, teras individu, teras kredit, pematang kontur, teras kebun, barisan batu, dan
teras batu. Khusus untuk tujuan pemanenan air, teknik konservasi secara mekanis meliputi
pembuatan bangunan resapan air, rorak, dan embung (Agus et al., 1999)
2.1.2 Konservasi Air
Konservasi sumberdaya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan
keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun
yang akan datang.
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
Sumberdaya air merupakan bagian dari kekayaan alam dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk kemakmuran rakyat, secara lestari sebagaimana termaktub dalam pasal 33
ayat 3 UUD 1945. Ketetapan ini ditegaskan kembali dalam pasal 1 Undang Undang Pokok
Agraria tahun 1960 bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa adalah merupakan kekayaan nasional. Sumberdaya air ini memberikan manfaat serbaguna
untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di segala bidang baik sosial, ekonomi,
budaya, politik maupun bidang ketahanan nasional.
2.2 Erosi
Erosi menggambarkan pelapukan yang terjadi dipermukan tanah yang bersifat merusak.
Meskipun tidak selamanya erosi yang terjadi dapat menimbulkan kerugian. Pada prinsipnya erosi
merupakan proses penghancuran dan pelapukan partikel-partikel tanah, dan perpindahan pertikel
tersebut akibat adanya erosive transport agent seperti air dan angin. Pada daerah beriklim tropika
basah seperti sebagian besar daerah di Indonesia, penyebab utama terjadinya erosi yaitu air
hujan, sedangkan tenaga penggerak erosi yang lain seperti angin dan gleytser namun kurang
begitu dominan.
Menurut Arsyad (1989), erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau
bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi,
bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada
suatu tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu
antara lain air atau angin. Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi oleh
air ditimbulkan oleh kekuatan air. Kekuatan perusak air yang mengalir di atas permukaan tanah
akan semakin besar dengan semakin panjangnya lereng permukaan tanah.
Lahan pertaninan adalah salah satu yang paling terpengaruh oleh erosi. Hal ini
dikarenakan seringnya terjadi penghancuran tanah bagian atas (top soil) dalam skala besar oleh
hujan. Ini merupakan konsekuensi yang tidak menguntungkan bagi para petani mengingat
kejadian seperti itu terjadi dalam waktu yang panjang. (Milos Holy, 1980)
2.3 Pengaruh Teknik Konservasi Terhadap Baesaran Erosi
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
Konservasi secara harfiah berarti perlindungan atau pelestarian. Konservasi memiliki
makna yang menyeluruh dan selalu berhubungan dengan pengelolaan suatu kawasan.
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 1992, kawasan merupakan wilayah dengan fungsi utama lindung
atau budidaya. Kawasan lindung meliputi perlindungan terhadap semua sumber daya alam,
sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan. Kawasan budidaya memiliki fungsi sebagai tempat budidaya atas dasar potensi
dan kondisi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan (Sofa, 2008).
Faktor penyebab erosi yang tidak mudah dikontrol, pengaruhnya dapat diubah secara
tidak langsung, yaitu dengan menerapkan teknik konservasi tanah. Penerapan teknik konservasi
tanah dengan mengurangi derajat kemiringan lahan dan panjang lereng merupakan salah satu
cara terbaik mengendalikan erosi. Hal ini dapat ditempuh dengan menggunakan metode
konservasi tanah baik secara mekanik maupun vegetatif. Pada prakteknya, metode konservasi
tanah mekanik dan vegetatif sulit untuk dipisahkan, karena penerapan metode konservasi tanah
mekanik akan lebih efektif dan efisien bila disertai dengan penerapaan metode vegetatif.
Sebaliknya, meskipun penerapan metode vegetatif merupakan pilihan utama, namun perlakuan
fisik mekanis seperti pembuatan saluran pembuang air dan lain-lain masih tetap diperlukan.
2.4 SWAT (Soil and Water Assessment Tool)
SWAT adalah model yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold pada awal tahun 1990-an
untuk pengembangan Agricultural Research Service (ARS) dari USDA. Model tersebut
dikembangkan untuk melakukan prediksi dampak dari manajemen lahan pertanian terhadap air,
sedimentasi dan jumlah bahan kimia, pada suatu area DAS yang kompleks dengan
mempertimbangkan variasi jenis tanahnya, tata guna lahan, serta kondisi manajemen suatu DAS
setelah melalui periode yang lama.
SWAT memungkinkan untuk diterapkan dalam berbagai analisis serta simulasi dalam
suatu DAS. Informasi data masukan pada tiap sub-DAS kemudian dilakukan pengelompokan
atau disusun dalam kategori: iklim, unit respon hidrologi (URH), tubuh air, air tanah, dan sungai
utama sampai pada drainase pada sub-DAS. Unit respon hidrologi pada tiap sub-DAS terdiri dari
variasi penutup lahan, tanah dan manajemen pengelolaan.
Simulasi hidrologi pada daerah aliran sungai dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
1. Fase lahan pada daur hidrologi yang mengatur jumlah air, sedimen, unsur hara dan
pestisida pada pengisian saluran utama pada tiap sub-Das.
2. Fase air pada daur hidrologi yang berupa pergerakan air, sedimen dan lainnya melalui
saluran sungai pada DAS menuju outlet.
Model SWAT biasanya digunakan untuk memprediksi aliran permukaan (overland flow),
aliran bawah permukaan (interflow), aliran bawah tanah (base flow), hasil air (water yield), hasil
sedimen (sediment yield), BOD (biological oxygen demand), unsur hara (terutama Nitrogen dan
Fosfor) dan pestisida yang telarut dalam air. Model ini dapat digunakan untuk mensimulasikan
teknik konservasi tanah dan air vegatatif dan mekanik (sipil teknis), dan mempunyai kemampuan
untuk mensimulasikan reservoir (cek dam) baik yang dibangun di dalam aliran sungai maupun
diluar aliran sungai. Selain itu juga model ini dapat digunakan sebagai prediksi laju erosi. Oleh
karena itu, model SWAT dapat digunakan sebagai alat bantu (tool) dalam pengambilan
kebijakan pengelolaan DAS secara fisik, serta monitoring dan evaluasi penerapan teknik
konservasi tanah dan air dalam suatu wilayah DAS.
3. Metode Penelitian
Gambar 3.1 Alur Pikir Peneitian
Alih fungsi lahan yang tidak terkendali menyebabkan berkurangnya ataupun hilangnya
vegetasi yang ada. Hal ini akan menyebabkan proses infiltrasi oleh tanah semakin besar dan
berkurangnya daerah resapan air. Perubahan tata guna lahan secara tidak langsung akan
menyebabkan perubahan sifat biofisik tanah. Hal ini juga akan mempengaruhi pergerakan air
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
dalam tanah atau biasa disebut dengan konduktivitas hidrolik jenuh. Air hujan yang turun dan
tidak dapat diserap lagi oleh tanah akan menyebabkan adanya aliran permukaan. Aliran
permukaan yang besar dan tidak adanya vegetasi yang mengurangi laju aliran permukaan akan
menyebabkan terjadinya erosi yang membawa partikel-partikel tanah yang dihancurkan oleh air
hujan yang dibawa dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Debit aliran terjadi karena
adanya sumbangan aliran air dari air hujan yang langsung ke sungai dan air larian permukaan
akibat laju curah hujan yang lebih besar dibandingkan dengan laju infiltrasi oleh tanah.
Terdapat dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yakni data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data pendukung penelitian yang diperoleh melalui survey
lapang. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi terkait. Data
sekunder yang dikumpulkan yakni; peta penggunaan lahan, peta jenis tanah, peta kontur, data
cuaca dan klimatologi yang didapatkan dari instansi-instansi terkait.
Untuk memprediksi erosi oleh hujan dan aliran permukaan, model SWAT menggunakan
Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE), yang merupakan pengembangan lebih lanjut
dari Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith
(1978).
Pada tahapan ini, analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif (model
statistik). Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan Unit Respon Hidrologi (URH)
sebagai unit analisis, sehingga dapat diketahui pengaruh dari Unit Respon Hidrologi (URH)
terhadap laju erosi di DA Ci Liwung Hulu.
Hasil dari simulasi yang dihasilkan dengan menggunakan model SWAT dilakukan
analisis kuantitatif dengan membandingkan hasil simulasi model dengan data aktual. Software
yang digunakan untuk analisis kalibrasi dan validasi yaitu SWATCUP. Model statistik yang
digunakan untuk menguji model yaitu dengan menggunakan persamaan efisiensi Nash-Sutcliffe
(NS) dan koefisien determinasi dalam (Putra, 2015).
4. Hasil Penelitian
Debit aliran sungai yang keluar dari outlet DAS bersumber dari sumbangan aliran sungai
dari berbagai Sub DAS. Besarnya sumbangan aliran sungai dari Sub DAS sangat tergantung
kepada karakteristik Sub DAS tersebut yang diantaranya adalah kondisi topografi (kemiringan
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
lereng), kondisi penggunaaan dan pengelolaan lahan, kondisi tanah dan lain sebagainya.
Kontribusi aliran permukaan masing-masing sub DAS dapat diidentifikasi menggunakan
indikator koefisien aliran permukaan (runoff coefficient) yaitu nisbah antara jumlah aliran
permukaan terhadap jumlah hujan yang jatuh pada masing-masing sub DAS.
Tingginya koefisien aliran permukaan DA Ci Liwung Hulu berkaitan erat dengan
pertumbuhan ekonomi wilayah kawasan tersebut. Relatif luasnya areal permukiman dan
tingginya luasan lahan terbangun lainnya menyebabkan DA Ci Liwung tergolong Urbanized
Watershed, sehingga semakin banyak luasan lahan yang tertutup oleh lapisan kedap
(impermeable) yang sulit atau tidak dapat meresapkan air ke dalam tanah. Selain itu, sebagian
besar kegiatan pertanian yang dilakukan pada lahan-lahan berlereng curam menggunakan
tanaman semusim (sayuran dan palawija) dengan tutupan tajuk tanaman yang relatif rendah,
belum menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang memadai, sehingga sebagian besar air
hujan yang jatuh pada lahan tersebut akan segera berubah menjadi aliran permukaan dan segera
masuk kedalam aliran sungai. Penggunaan mulsa plastik pada guludan searah lereng juga
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan aliran permukaan dari lahan-lahan
pertanian.
Gambar 4.1 Grafik Aliran Permukaan DA Ci Liwung Hulu Tahun 2010 - 2015
Seluruh wilayah sub DA Ci Liwung Hulu mempunyai nilai koefisien runoff yang cukup
tinggi yaitu antara 0.65 – 0.76. Berdasarkan Gambar 4.1 tersebut, aliran permukaan DA Ci
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
Liwung Hulu cukup tinggi, untuk itu pengendlian aliran permukaan di DAS Ci Liwung Hulu
merupakan kegiatan prioritas yang harus segera dilakukan.
Gambar 4.2 Grafik Curah Hujan DA Ci Liwung Hulu Tahun 2010 - 2015
Curah hujan di DA Ci Liwung Hulu dilihat dari Gambar 4.2 selama 6 tahun mengalami
kenaikan dan penurunan yang cukup signifikan. Tingginya curah hujan di DA Ci Liwung
menyebabkan besarnya sedimen yang terangkut dari lahan budidaya yang berada pada
kemiringan lereng 40% samapai > 40%.
Hasil sedimen merupakan jumlah tanah yang tererosi dari sistem lahan terangkut oleh
aliran permukaan (overland flow) yang kemudian masuk kedalam saluran (sungai) dan keluar
dari outlet Sub DAS dan DAS. Dengan kata lain hasil sedimen merupakan erosi bersih (net soil
erosion) dimana jumlah tanah yang terosi (gross soil erosion) sebagian telah mengendap atau
terdeposisikan pada wilayah dataran dan cekungan atau terendapkan dalam badan-badan air.
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
Pada umumnya semakin tinggi overland flow yang dihasilkan maka hasil sedimen juga semakin
besar.
Gambar 4.3 Peta Besaran Erosi DA Ci Liwung Hulu Tahun 2010 - 2015 Sumber: Badan Informasi Geospasial, 2013, SRTM 2015, dan Hasil Analisis SWAT 2016
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
Berdasarkan peta besaran erosi pada Gamabar 4.3, dari masing-masing Sub DA Ci
Liwung Hulu, kontribusi erosi selama 6 tahun terlihat berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan
jenis tutupan lahan (C) dan teknik konservasi yang digunakan (P) berbeda pula. Selain karena C
dan P yang berbeda, ada pula faktor lain yang mempengaruhi besarnya erosi yang terjadi di DA
Ci Liwung Hulu yaitu kemiringan lereng, erodibilitas tanah, dan erosivitas hujan.
4.1 Besaran Erosi pada Aplikasi Konservasi Terassering
Titik sampel pada lahan dengan teknik konservasi di Sub DA Ci Liwung Hulu berjumlah
4 titik sampel yaitu (1, 2, 3 dan 4). Luas dari lahan ini 68,49 ha dengan kontirbusi erosi tertinggi
yaitu 303,487 ton/ha/tahun. Hal tersebut disebabkan kondisi curah hujan tahunan yang sukup
tinggi, indeks pengelolaan tanaman (C) dan teknik konservasi yang dipakai (P). Berikut titik
sampel pada lahan dengan teknik konservasi terassering di Sub DA Ci Liwung Hulu.
Gambar 4.4 Titik Sampel pada Aplikasi Konservasi Terassering
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Kriteria titik sampel ini merupakan unit respon hidrologi kebun/perkebunan (AGRL),
pemukiman (URHD), badan air (WATR), hutan (FRST), dan kemiringan lereng antara 25% –
40%. Jenis tanaman pada lahan ini berupa sayuran. Kontribusi erosi pada titik sampel ini paling
tinggi diantara lahan dengan konservasi lainnya.
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
4.2 Besaran Erosi pada Aplikasi Konservasi Teras Gulud
Titik sampel pada lahan dengan pemanfaatan teknik konservasi teras gulud di Sub DA Ci
Liwung Hulu berjumlah 4 titik sampel, yaitu (6, 7, 8, dan 9). Luas dari lahan konservasi ini 59,33
ha dan kontirbusi erosi yang dihasilkan sebesar 178,11 ton/ha/tahun. Besarnya kontribusi erosi
pada titik sampel ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah tutupan lahan, jenis
konservasi yang digunakan, tingginya erosivitas hujan dan kemiringan lereng.
Gambar 4.5 Titik Sampel pada Aplikasi Konservasi Teras Gulud
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Tutupan lahan pada lahan konservasi ini berupa tanaman sayuran berupa tanaman cabai
yang berada pada kemiringan lereng 25%-40%. Besarnya kontribusi erosi di titik sampel ini
cukup besar, dapat dikatakan bahwa teknik konservasi berupa teras gulud tidak terlalu baik
karena masih menyumbang erosi dengaan jumlah yang cukup besar.
4.3 Besaran Erosi pada Aplikasi Konservasi Tanam Campuran (Agroforestry)
Titik sampel pada lahan dengan teknik konservasi tanam campuran (agroforestry)
berjumlah 4 titik sampel, yaitu 9, 10, 11 dan 12. Titik sampel ini berada pada Sub DA Ci Liwung
Hulu dengan luas keseluruhan 133,74 ha dan dengan kontribusi erosi sebesar 25,22 ton/ha/tahun.
Teknik konservasi tanam campuran (agroforestry) sangat berbeda dengan teknik konservasi
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
lainnya karena dapat menurunkan tingginya erosi pada Sub DA Ci Liwung Hulu. Curah hujan
yang sama dengan wilayah konservasi lain namun besaran erosi yang dapat dikatakan lebih kecil
disebabkan karena teknik konservasi yang sesuai (P) dengan jenis tutupan lahan (C) yang terlihat
disini berupa kolaborasi antara tanaman kayu dan palawija.
Gambar 4.6 Titik Sampel pada Aplikasi Konservasi Tanam Campuran
Sumber: Dokumentasi Pribadi
4.4 Besaran Erosi pada Kawasan Hutan
Titik sampel pada kawasan hutan di Sub DA Ci Liwung Hulu berjumlah 1 titik sampel.
Luas hutan di Sub DA Ciliwung Hulu pada subbasin 15 adalah 399,04 ha. Adapun kontribusi
besaran erosi yang terjadi disini sebesar 145,50 ton/ha/tahun. Titik pengambilan sampel pada
kawasan hutan ini berada pada kemiringan lereng > 40%.
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
Gambar 4.7 Titik Sampe Kawasan Hutan
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Berdasarkan simulasi yang dilakukan di DA Ci Liwung Hulu, tingkat besaran erosi dari
tahun 2010 - 2015 ditunjukan pada Gambar 4.3. Laju erosi paling tinggi ditunjukan pada Sub
DAS 13. Pada Sub DAS 13 penggunaan lahan yang terlihat disana merupakan lahan dengan
teknik konservasi Terassering. Sedangkan erosi paling rendah ditunjukan pada Sub DAS 20,
penggunaan lahan yang terlihat di Sub DAS tersebut menggunakan teknik Tanaman Campuran
(agroforestry).
Dengan demikian, penerapan aplikasi teknologi konservasi yang baik untuk lahan
budidaya di Sub DA Ci Liwung Hulu adalah tanaman campuran atau disebut juga agroforestry.
Simulasi agroforestry menyebabkan tutupan tajuk tanaman yang relatif lebih baik sepanjang
tahun sehingga tutupan tanah tidak pernah terbuka 100% seperti pada tanaman semusim (setelah
panen dan saat pengolahan tanah).
Berdasarkan pengolahan data mengungkapkan koefisien deterministik, didapatkan hasil
bahwa kalibrasi antara debit model dengan debit observasi yaitu R² = 0,9014 dan NS = 0,79.
Artinya R² > 0,75 dan mendekati 1, nilai debit luaran dari model mendekati nilai debit
sesungguhnya di lapangan dari hasil observasi dan model layak diterima untuk diaplikasikan
pada DA Ci Liwung Hulu.
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
5. Kesimpulan
Berdasarkan analisis model SWAT, besaran erosi yang terjadi pada aplikasi teknik
konservasi di DA Ci Liwung Hulu (terassering, agroforestry dan teras gulud) mempunyai nilai
yang berbeda-beda. Aplikasi tanam campuran (agroforestry) menunjukkan nilai erosi paling baik
(paling rendah) dibandingkan dengan teknik konservasi lainnya yaitu dari luas lahan 133,74 ha,
kontribusi erosi yang terjadi sebesar 25,22 ton/ha/tahun. Hal tersebut dikarenakan agroforestry
merupakan perpaduan antara konservasi yang diterapkan (C) dengan jenis tanaman budidaya
yang dikembangkan (P), sehingga mampu mengendalikan besaran laju erosi dengan
memperbesar infiltrasi dan mengurangi runoff. Hasil antara debit model dengan debit observasi
yaitu R² = 0,9014 dan NS = 0,79 menunjukan bahwa model ini dapat diterima dan layak
diaplikasikan pada DA Ci Liwung Hulu.
Daftar Referensi
[1] Agus, F., A. Abdurachman, A. Rachman, S.H. Tala’ohu, A Dariah, B.R. Prawiradiputra,
B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Sekretariat
Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat.
[2] Agus, F., A.Ng. Ginting, dan M. van Noordwidjk. 2002. Pilihan Teknologi
Agroforestry/Konservasi Tanah untuk Areal Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya,
Lampung Barat. Bogor. International Centre for Research in Agroforestry.
[3] Arsyad, S. (1976). Pengawetan Tanah dan Air. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian IPB.
[4] Arsyad, S. (1989). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: UPT Produksi Media Informasi
Lembaga Sumberdaya, IPB.
[5] Arsyad, S. (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
[6] Arsyad, S. (2010). Konservasi Tanah dan Air (Edisi 2). Bogor: UPT Produksi Media
Informasi Lembaga Sumberdaya. IPB.
[7] Asdak, Chay. (2001). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
[8] Hardjowigeno, Sarwono. (1989). Ilmu Tanah. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa
[9] Haryati, U., Haryono, dan A. Abdurachman. (1995). Pengendalian erosi dan aliran
permukaan serta produksi tanaman dengan berbagai teknik konservasi pada tanah Typic
Eutropepts di Ungaran, Jawa Tengah. Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 13: 40-50.
[10] Holy, M. (1980). Erosion and Environment “Effects of Erosion on the National
Economy” (Hlm. 2). United Kingdom. Pergamon Press, Ltd.
[11] Irianto, S. (2000). Kajian hidrologi daerah aliran sungai Ciliwung menggunakan model
HEC-1. Bogor: Tesis SPs-IPB
[12] Neitsch, S.L, J.G Arnold, J.R Kiniry dan J.R Williams. (2005). Soil and Water
Assessmen Tool Theoretical Documentation. Texas: Agriculture Research Service and
Texas Agricultur Experiment Station.
[13] Nugroho, S.P., S. Adi dan H. Soewandito. 2002. Pengaruh Perubahan Penggunaan
Lahan Terhadap Aliran Permukaan, Sedimen Dan Unsur Hara. Jurnal Sains dan
Teknologi BPPT Vol.4 No.5, JSTI 2002.
[14] Nugroho, Prima. (2015). Model Soil Water Assessment Tool (SWAT) untuk Prediksi
Laju Erosi dan Sedimentasi Sub DAS Keduang Kabupaten Wonogiri. Solo: Skripsi
Sarjana Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Solo.
[15] Pawitan, H. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap
Hidrologi Daerah Aliran Sungai Bogor: Laboratorium Hidrometeorologi FMIPA IPB.
[16] P3HTA. (1987). Penelitian Terapan Pertanian Lahan Kering dan Konservasi. hlm. 6.
UACP-FSR. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen
Pertanian.
[17] Peraturan Pemerintah, Keppres Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara RI Tahun 1992, No. 115.
Sekretariat Negara. Jakarta.
[18] Putra A Lutfhi. (2015). Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggunakan Model SWAT
Sebagai Upaya Pengendalian Banjir Ciliwung. Bogor: Skripsi Sarjana Universitas
Pertanian Bogor.
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
[19] Sabar, A. 2007. Kajian Pengaruh Alih Fungsi Lahan terhadap Debit Aliran di DA Ci
Liwung Kawasan Bopunjur dengan Pendekatan Indeks Konservasi. Bandung: Skripsi
Sarjana Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB.
[20] Saribun S Daud. (2007). Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan
Lereng terhadap Bobot Isi, Porositas Total dan Kadar Air Tanah pada Sub-Das
Cikapundung Hulu. Jatinangor: Skripsi. Universitas Padjajaran
[21] Sandy, IM. (1985). Republik Indonesia Geografi Regional. Jakarta: Geografi FMIPA UI
[22] Seyhan E.(1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
[23] Yunus, Hadi Sabari. (2010). Metode Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Analisis Besaran ..., Zaenal Mutaqin, FMIPA UI, 2016
Top Related