ALJABAR LINEAR ELEMENTER
OLEH
MELSIM IMELDA LALUS
1101031030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
tuntunan-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Aljabar Linear
Elementer” ini dengan baik. Makalah ini merupakan rangkuman dari buku “Aljabar Linear
Elementer” karya Howard Anton.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Kupang, 19 Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I – PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ..................................................................................
1.2 TUJUAN .....................................................................................................
1.3 METODE PENULISAN ...................................................................
BAB II – SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
2.1 SISTEM PERSAMAAN LINEAR ..............................................................
2.2 ELIMINASI GAUSS ..................................................................................
2.3 SISTEM PERSAMAAN LINEAR HOMOGEN..........................................
2.4 MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS ......................................................
2.5 ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS .....................................
2.6 MATRIKS ELEMENTER DAN METODE UNTUK MENCARI A-1
..........
2.7 HASIL SELANJUTNYA MENGENAI SISTEM PERSAMAAN DAN
KETERBALIKAN .....................................................................................
BAB III – DETERMINAN
3.1 FUNGSI DETERMINAN ...........................................................................
3.2 MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS ................
3.3 SIFAT-SIFAT FUNGSI DETERMINAN ....................................................
3.4 EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER ........................................
BAB VI – PENUTUP ..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Banyak orang yang beranggapan bahwa Matematika itu rumit, karena alasan itulah
banyak orang yang menghindari Matematika. Padahal Matematika dapat kita jumpai di dalam
kehidupan sehari-hari, dan mau tidak mau kita pasti menggunakan Matematika. Oleh karena
itu kami membuat makalah ini dengan maksud membantu pemahaman masyarakat agar
mereka tidak menilai Matematika adalah sesuatu yang buruk.
1.2 TUJUAN
Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai sumber informasi yang diharapkan dapat
bermanfaat dan dapat menambah wawasan para pembaca makalah ini.
1.3 METODE PENULISAN
Penulis menggunakan metode observasi dan kepusatakaan. Cara yang digunakan dalam
penulisan adalah Studi pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang
berkaitan dengan penulisan makalah ini, selain itu penulis juga mencari sumber-sumber dari
internet.
BAB II
SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
2.1 SISTEM PERSAMAAN LINIER
mnmnmm
nn
nn
bxaxaxa
bxaxaxa
bxaxaxa
...
...
...
2211
22222121
11212111
SPL mempunyai m persamaan dan n variable.
Matriks yang diperbesar (augmented matrix)
mmnmm
n
n
baaa
baaa
baaa
21
222221
111211
...
...
Contoh :
543
432
21
21
xx
xx
Solusi ( Pemecahan ) SPL, di bagi menjadi 2, yaitu :
1. Konsisten
Solusi Tunggal
Solusi Banyak
2. Tidak Konsisten
Definisi : Suatu sistem yang memiliki m persamaan dan n variabel.
( Bilangan yang tidak diketahui ).
Contoh : Solusi Tunggal
Contoh : Solusi Banyak
g1 = 2x - 3y = 6
g2 = 2x – 3y =6
m < n
Contoh : Tidak Konsisten
0 = Konstanta
2.2 ELIMINASI GAUSS
Pada bagian ini kita akan memberikan prosedur yang sistematik untuk memecahkan
sistem-sistem persamaan linear; prosedur tersebut didasarkan kepada gagasan untuk
mereduksi matriks yang diperbesar menjadi bentuk yang cukup sederhana sehingga sistem
persamaan tersebut dapat dipecahkan dengan memeriksa sistem tersebut.
Matriks di atas adalah contoh matriks yang dinyatakan dalam bentuk eselon baris
terreduksi (reduced row-echelon form). Supaya berbentuk seperti ini, maka matriks tersebut
harus mempunyai sifat-sifat berikut.
1. Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari nol, maka bilangan taknol pertama dalam baris
tersebut adalah 1. (Kita namakan 1 utama).
2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka semua baris seperti itu
dikelompokkan bersama-sama di bawah matriks.
3. Dalam sebarang dua baris yang berurutan yang seluruhnya tidak terdiri dari nol, maka
1 utama dalam baris yang lebih rendah terdapat lebih jauh ke kanan dari 1 utama
dalam baris yang lebih tinggi.
4. Masing-masing kolom yang mengandung 1 utama mempunyai nol di tempat lain.
Matriks yang memiliki sifat-sifar 1,2 dan 3 dapat dikatakan dalam bentuk eselon baris
(row-echelon form).
Berikut ini adalah beberapa contoh matriks dalam bentuk seselon baris terreduksi.
Matriks-matriks berikut adalah matriks dalam bentuk eselon baris.
Prosedur untuk meredusi matriks menjadi bentuk eselon baris terreduksi dinamakan
eliminasi Gauss-Jordan, sedangkan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris
dinamakan eliminasi Gauss.
Contoh 1:
Pecahkanlah dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan.
x1 + 3x2 – 2x3 + 2x5 = 0
2x1 + 6x2 – 5x3 – 2x4 + 4x5 – 3x6 = –1
5x3 + 10x4 + 15x6 = 5
2x1 + 6x2 + 8x4 + 4x5 + 18x6 = 6
Tidak sukar untuk memantau apabila matriks dalam bentuk eselon baris harus mempunyai
nol di bawah setiap 1 utama. Bertentangan dengan hal ini, matriks dalam bentuk eselon
baris terreduksi harus mempunyai nol di atas dan di bawah masing-masing 1 utama.
Maka matriks yang diperbesar dari sistem tersebut adalah
Dengan menambahkan -2 kali baris pertama pada baris kedua dan keempat maka akan
mendapatkan
Dengan mengalikan dengan -1 dan kemudian menambahkan -5 kali baris kedua kepada baris
ketiga dan -4 kali baris kedua kepada baris keempat maka akan memberikan
Dengan mempertukarkan baris ketiga dengan baris keempat dan kemudian mengalikan baris
ketiga dari matriks yang dihasilkan dengan 1/6 maka akan memberikan bentuk eselon baris
Dengan menambahkan -3 kali baris ketiga pada baris kedua dan kemudian menambahkan 2
kali baris kedua dari matriks yang dihasilkan pada baris pertama maka akan menghasilkan
bentuk eselon baris terreduksi
Sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian adalah
x1 + 3x2 + 4x4 + 2x5 = 0
x3 + 2x4 = 0
x6 =
Dengan memecahkannya untuk peubah peubah utama, maka kita dapatkan
x1 = – 3x2 – 4x4 – 2x5
x3 = – 2x4
x6 =
Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka
himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus
x1 = – 3r – 4s – 2t , x2 = r , x3 = – 2s , x4 = s , x5 = t , x6 =
Terkadang lebih mudah memecahkan sistem persamaan linear dengan menggunakan
eliminasi Gauss untuk mengubah matriks yang diperbesar menjadi ke dalam bentuk eselon
baris tanpa meneruskannya ke bentuk eselon baris terreduksi. Bila hal ini dilakukan, maka
sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian dapat dipecahkan dengan sebuah cara yang
dinamakan substitusi balik (back-substitution). Kita akan melukiskan metode ini dengan
menggunakan sistem persamaan-persamaan pada contoh 1.
Dari perhitungan dalam contoh 1, bentuk eselon baris dari matriks yang diperbesar tersebut
adalah
Untuk memecahkan sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian
x1 + 3x2 – 2x3 + 2x5 = 0
x3 + 2x4 + 3x6 = 1
x6 =
maka kita memprosesnya sebagai berikut :
Langkah 1.
Pecahkanlah persamaan-persamaan tersebut untuk peubah-peubah utama.
x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5
x3 = 1 – 2x4 – 3x6
x6 =
Dengan mensubstitusikan x6 =
ke dalam persamaan kedua maka akan menghasilkan
x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5
x3 = – 2x4
x6 =
Dengan mensubstitusikan x3 = – 2x4 ke dalam persamaan pertama maka akan menghasilkan
x1 = – 3x2 – 4x4 – 2x5
x3 = – 2x4
x6 =
Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka
himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus
x1 = – 3r – 4s – 2t , x2 = r , x3 = – 2s , x4 = s , x5 = t , x6 =
Ini sesuai dengan pemecahan yang diperoleh pada contoh 1.
2.3 SISTEM PERSAMAAN LINIER HOMOGEN
Sebuah sistem persamaan-persamaan linier dikatakan homogen jika semua suku
konstan sama dengan nol; yakni sistem tersebut mempunyai bentuk
Langkah 2.
Mulailah dengan persamaan bawah dan bekerjalah ke arah atas, substitusikan secara
keseluruhan masing-masing persamaan ke dalam semua persamaan yang di atasnya.
Langkah 3.
Tetapkanlah nilai-nilai sebarang pada setiap peubah tak utama.
a11x1 + a12x2 + ……+ a1nxn = 0
a21x2 + a22x2 + ……+ a2nxn = 0
: : : :
am1x1 + am2x2 + ……+ amnxn = 0
Tiap-tiap sistem persamaan linier homogen adalah sistem yang konsisten, karena x1 =
0, x2 = 0,….., xn = 0 selalu merupakan pemecahan. Pemecahan terebut, dinamakan
pemecahan trivial (trivial solution); jika ada pemecahan lain, maka pemecahan tersebut
dinamakan pemecahan taktrivial (nontrivial solution).
Karena sistem persamaan linier homogen harus konsisten, maka terdapat satu
pemecahan atau tak terhingga banyaknya pemecahan. Karena salah satu di antara pemecahan
ini adalah pemecahan trivial, maka kita dapat membuat pernyataan berikut.
Untuk sistem persamaan-persamaan linier homogeny, maka persis salah satu di antara
pernyataan berikut benar.
1. Sistem tersebut hanya mempunyai pemecahan trivial.
2. Sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya pemecahan tak trivial
sebagai tambahan terhadap pemecahan trivial tersebut.
Terdapat satu kasus yang sistem homogennya dipastikan mempunyai pemecahan tak
trivial ; yakni, jika sistem tersebut melibatkan lebih banyak bilangan tak diketahui dari
banyaknya persamaan. Untuk melihat mengapa hanya demikian, tinjaulah contoh berikut dari
empat persamaan dengan lima bilangan tak diketahui.
Contoh :
Pecahkanlah sistem persamaan-persamaan linier homogeny berikut dengan
menggunakan eliminasi Gauss-Jordan.
2X + 2X2 – X3 + X5 = 0
-X1 – X2 + 2X3 – X4 + X5 = 0
X1 + X2 – 2X3 - 5X5 = 0
X3 + X4 + X5 = 0
Matriks yang diperbesar untuk sistem tersebut adalah
Dengan mereduksi matriks ii menjadi bentuk eselon baris tereduksi, maka kita dapatkan
Sistem persamaan yang bersesuaian adalah
X1 + X2 + X5 = 0
X3 + X5 = 0
X4 = 0
Dengan memecahkannya untuk peubah-peubah utama maka akan menghasilkan
X1 = -X2 – X5
X3 = -X5
X4 = 0
Maka himpunan pemecahan akan di berikan oleh
X1 = -s – t, X2 = s, X3 = -t , X4 = 0, X5 = t
Perhatikan bahwa pemecahan trivial kita dapatkan bila s = t = 0.
2.4 MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS
Matriks
Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan
dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.
A =
Operasi Matriks
1. Penjumlahan :
Definisi : jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka
jumlah A + B adalah matriks yang di peroleh dengan menambahkan bersama-sama
entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut. Matriks-matriks yang ukurannya
berbeda tidak dapat di tambahkan.
A =
, B =
A + B =
+
=
Contoh : A =
, B =
, C =
A + B =
Sedangkan A + C dan B + C tidak di definisikan.
2. Perkalian dengan konstanta
Definisi : Jka A adalah suatu matriks dan c adalah scalar, maka hasil kali cA adalah
matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing=masing entri dari A oleh c.
c
=
Contoh : A =
, maka 2A =
3. Perkalian, dengan syarat Am x n Bn x o = Cm x o
Definisi : Jika A adalah matriks m x r dan B matriks r x n, maka hasil kali AB adalah
matriks m x n yang entri- entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri
dalam baris I dan kolom j dari AB, pilihlah baris i dari matriks A dan kolom j dari
matriks B. Kalikanlah entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut
bersama-sama dan kemudian tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan.
A =
, B =
AB =
=
Contoh : A =
, B =
AB =
Transpose
Definisi : Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka Transpos A dinyatakan oleh At
dan didefinisikan dengan matriks n x m yang kolom pertmanya adalah baris pertama dari A,
kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juaga dengan kolom ketiga adalah baris
ketiga dari A, dan seterusnya.
A =
At =
Contoh : A =
At =
2.5 ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS
Walaupun banyak dari aturan-aturan ilmu hitung bilangan riil berlaku juga untuk
matriks, namun terdapat beberapa pengecualian. Salah satu dari pengecualian yang terpenting
terjadi dalam perkalian matriks. Untuk bilangan-bilangan rill a dan b, kita selalu mempunyai
ab = bayang sering dinamakan hukum komutatif untuk perkalian. Akan tetapi, untuk matriks-
matriks, maka AB dan BA tidak perlu sama.
Contoh
Tinjaulah matriks-matriks
Dengan mengalikannya maka akan memberikan
32
01A
03
21B
411
21AB
03
63BA
Teorema 2. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah sedemikian
sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat diperagakan, maka aturan-aturan
ilmu hitung matriks berikut akan shahih.
(a) A + B = B + A (Hukum komutatif untuk penambahan)
(b) A + (B + C) = (A + B) + C (Hukum asosiatif untuk penambahan)
(c) A(BC) = (AB)C (Hukum asosiatif untuk perkalian)
(d) A(B + C) = AB + AC (Hukum distributif)
(e) (B + C)A = BA + CA (Hukum distributif)
(f) A(B - C) = AB – AC
(g) (B - C)A = BA – CA
(h) a(B + C) = aB+ aC
(i) a(B - C) = aB – aC
(j) (a + b)C = aC + bC
(k) (a - b)C = aC – bC
(l) (ab)C = a(bC)
(m) a(BC) = (aB)C = B(aC)
Jadi, AB ≠ BA
Contoh
Sebagai gambaran hukum asosiatif untuk perkalian matriks, tinjaulah
Kemudian
Sehingga
Sebaliknya
Maka
Jadi, (AB)C = A(BC), seperti yang dijamin oleh Teorema 2(c).
10
43
21
A
12
34B
32
01C
10
43
21
AB
12
34
12
1320
58
)( CAB
32
01
34
3946
1518
12
34BC
32
01
34
910
10
43
21
)(BCA
34
910
34
3946
1518
Teorema 3. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah
sedemikian rupa sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat dikabulkan,
maka aturan-aturan ilmu hitung matriks yang berikut akan shahih.
(a) A + 0 = 0 + A = A
(b) A – A = 0
(c) 0 – A = -A
(d) A0 = 0; 0A = 0
Teorema 4. Setiap sistem persamaan linear tidak mempunyai pemecahan, persis
satu pemecahan, atau tak terhingga banyaknya pemecahan.
12
1320
58
Bukti. Jika AX = B adalah sistem persamaan linear, maka persis satu dari antara berikut akan
benar: (a) sistem tersebut tidak mempunyai pemecahan, (b) sistem tersebut mempunyai persis
satu pemecahan, atau (c) sistem tersebut mempunyai lebih dari satu pemecahan. Bukti
tersebut akan lengkap jika kita dapat memperlihatkan bahwa sistem tersebut mempunyai
takhingga banyaknya pemecahan dalam kasus (c).
Contoh
Tinjaulah matriks
Maka
Dan
Contoh
Matriks
adalah invers dari
karena
dan
322212
312111
aaa
aaaA
10
012 AI
322212
312111
aaa
aaaA
aaa
aaa
322212
312111
322212
312111
3aaa
aaaAI
100
010
001
Aaaa
aaa
322212
312111
Definisi. Jika A adalah matriks kuadrat, dan jika kita dapat mencari matriks B
sehingga AB = BA = I, maka A dikatakan dapat dibalik (invertible) dan B
dinamakan invers (inverse) dari A.
21
53B
31
52A
31
52AB
21
53I
10
01
21
53BA
31
52I
10
01
Teorema 5. Jika baik B maupun C adalah invers matriks A, maka B = C
Bukti. Karena B adalah invers A, maka BA = I. Dengan mengalikan kedua ruas dari sebelah
kanan dengan C maka akan memberikan (BA)C = IC = I. Tetapi (BA)C = B(AC) = BI = B,
sehingga B = C.
Contoh
Tinjaulah matriks 2x2
Jika ad – bc ≠ 0, maka
Bukti. Jika kita dapat memperlihatkan bahwa (AB)(A1
B1
) = (B1
A1
)(AB)=I, maka kita
telah secara serempak membuktikan bahwa AB dapat dibalik dan bahwa (AB) 1
= B1
A1
.
Tetapi (AB)(B1A
1) = AIA
1 = AA
1 = I. Demikian juga (B
1A
1)(AB) = I.
Contoh
Tinjaulah matriks-matriks
Dengan menerapkan rumus yang diberikan dalam contoh 25, kita dapatkan
Maka, (AB)-1
= B-1
A -1
seperti yang dijamin oleh Teorema 6.
dc
baA
ac
bd
bcadA
11
bcad
a
bcad
cbcad
b
bcad
d
Teorema 6. Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat dibalik dan yang
ukurannya sama, maka
(a) AB dapat dibalik
(b) (AB)1 = B
1A
1
Sebuah hasil kali matriks yang dapat dibalik selalu dapat dibalik, dan invers hasil
kali tersebut adalah hasil kali invers dalam urutan yang terbalik
31
21A
22
23B
89
67AB
11
231A
2
31
111B
2
7
2
9
341AB
Teorema berikut, yang kita nyatakan tanpa bukti, menunjukkan bahwa hukum-hukum yang
sudah dikenal dari eksponen adalah sah.
Teorema selanjutnya menetapkan beberapa sifat tambahan yang berguna dari eksponen
matriks tersebut.
Bukti.
a. Karena AA-1
= A-1
A = I, maka A-1
dapat dibalik dan (A-1
)-1
= A.
b. –
c. Jika k adalah sebarang scalar yang taksama dengan nol, maka hasil (l) dan (m) dari
Teorema 2 akan memungkinkan kita untuk menuliskan
(kA)
11A
k= IIAAk
kAkA
k
1
11 11
Demikian juga
11A
k(kA) = I sehingga kA dapat dibalik dan (kA)
-1 = 11 A
k.
Definisi. Jika A adalah sebuah matriks kuadrat, maka kita mendefinisikan
pangkat-pangkat bilangan bulat tak negative A menjadi
A0 = 1 A
n = AA….A (n > 0)
Akan tetapi, jika A dapat dibalik, maka kita mendefinisikan pangkat bilangan
bulat negative menjadi
A-1
= (A-1
)n = A
-1 A
-1 ….. A
-1
Factor n
Factor n
Teorema 7. Jika A adalah matriks kuadrat dan r serta s adalah bilangan bulat, maka
Ar A
s = A
r+s (A
r)
s = A
rs
Teorema 8. Jika A adalah sebuah matriks yang dapat dibalik, maka:
a) A-1
dapat dibalik dan (A-1
)-1
= A
b) An dapat dibalik dan (A
n)
-1 = (A
-1)
n untuk n = 0,1,2,…..
c) Untuk setiap skalar k yang taksama dengan nol, maka kA dapat dibalik
dan (kA)-1
= k
1 A
-1
Kita simpulkan bagian ini dengan sebuah Teorema yang menyenaraikan sifat-sifat utama dari
operasi transpose.
2.6 MATRIKS ELEMENTER DAN METODE UNTUK MENCARI A-1
Dibawah ini kita daftarkan matriks elementer dan operasi-operasi yang menghasilkannya.
(i)
30
01 (ii)
0010
0100
1000
0001
(iii)
100
010
301
(iv)
100
010
001
Operasi baris pada I yang menghasilkan E Operasi baris pada E yang menghasilkan I
Kalikanlah baris I dengan c ≠ 0. Kalikanlah baris I dengan
Pertukarkan baris I dan baris j. Pertukarkan baris i dan baris j.
Tambahkan c kali baris I ke baris j. Tambahkan – c kali baris i ke baris j.
Operasi-operasi d ruas kanan dari tabel ini dinamakan operasi invers dari operasi-operasi
yang bersesuaian di ruas kiri.
Teorema 9. Jika ukuran matriks seperti operasi yang diberikan dapat
dilakukan, maka
a. (At)
t = A
b. (A+B)t = A
t + B
t
c. (kA)t = kA
t , dimana k adalah sebarang scalar.
d. (AB)t = B
t A
t
Transpose sebuah hasil kali matriks sama dengan hasil kali transposnya
dalam urutan kebalikannya.
Ketika baris
kedua I2
dengan -3
Pertukarkan baris
kedua dan baris
keempat dari I4
Tambahkan tiga kali
baris ketiga dari I3
pada baris pertama
Kalikan baris
pertama dari I3
dengan I
Teorema 10 : Jika matriks elementer E dihasilkan dengan melakukan sebuah operasi
baris tertentu pada Im dan jika A adalah matriks m x n, maka hasil kali EA adalah
matriks yang dihasilkan bila operasi baris yang sama ini dilakukan pada A.
Bukti. Jika E adalah matriks elementer, maka E dihasilkan dari peragaan operasi baris pada I.
Misalnya Eo adalah matriks yang dihasilkan bila invers operasi ini diterapkan pada I. Baris
invers akan saling meniadakan efek satu sama lain, maka diperoleh
EoE = I dan EEo = I
Jadi, matriks elementer Eo adalah invers dari E.
A I = I A-1
Contoh :
A =
814
312
201
A-1
= . . . ?
Jawab :
A I =
=
=
=
=
I A-1
Teorema 11 : Setiap matriks elementer dapat dibalik, dan inversnya adalah juga
matriks elementer.
Baris ke 2 dikurang 2 kali baris pertama dan baris ke
3 dikurang 4 kali baris pertama untuk mendapatkan
nol.
Baris ke 2 ditukar baris
ke3.
Baris ke 3 dikalikan – baris ke 3, untuk
mendapatkan 1 utama.
Baris ke 3 dikurangi baris ke 2 untuk
mendapatkan nol.
2.7 HASIL SELANJUTNYA MENGENAI SISTEM PERSAMAN DAN
KETERBALIKAN
AX = B → X =
→ I . B = B
A . = B
A . X = B
X = A-1
. B
X . A = B
X . . . ?
Jawab:
B . I = B
. A = B
X . A = B
X = B . A-1
Teorema 13 : Jika A adalah matriks n x n yang dapat dibalik,maka untuk setiap matriks B
yang berukuran n x 1, sistem persamaan AX = B mempunyai persis satu pecahan, yakni, X
= A-1
B.
BAB III
DETERMINAN
3.1 FUNGSI DETERMINAN
Dalam bagian ini kita memulai pengkajian fungsi bernilai rill dari sebuah peubah
matriks, yakni fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan riil dengan sebuah matriks
. Sebelum kita mampu mendefinisikan fungsi determinan, maka kita perlu menetapkan
beberapa hasil yang menyangkut permutasi.
Contoh :
Ada enam permutasi yang berbeda dari himpunan bilangan-bilangan bulat .
Permutasi-permutasi ini adalah
(1, 2, 3) (2, 1, 3) (3, 1, 2)
(1, 3, 2) (2, 3, 1) (3, 2, 1)
Salah satu metode yang mudah secara sistematis mendaftarkan permutasi-permutasi
adalah dengan menggunakan pohon permutasi (permutation tree).
Contoh :
Untuk menyatakan permutasi umum dari himpunan , maka kita akan
menuliskan . Disini, adalah bilangan bulat pertama dalam permutasian,
adalah bilangan bulat kedua, dan seterusnya. Sebuah invers (inversion) dikatakan terjadi
dalam permutasi jika sebuah bilangan bulat yang lebih besar mendahului sebuah
Definisi : Permutasi bilangan-bilangan bulat adalah susunan bilangan-
bilangan bulat ini menurut suatu aturan tanpa menghasilkan atau mengulangi
bilangan-bilangan tersebut.
1
2 3
3 2
2
1 3
3 1
3
1 2
2 1
bilangan bulat yang lebih kecil. Jumlah invers seluruhnya yang terjadi dalam permutasi dapat
diperoleh sebagai berikut:
1) Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari dan yang membawa
dalam mutasi tersebut.
2) Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari dan yang membawa
dalam mutasi tersebut.
Teruskanlah proses penghitungan ini untuk . Jumlah bilangan-bilangan ini
akan sama dengan jumlah invers seluruhnya dalam permutasi tersebut.
Contoh :
Tentukanlah banyaknya invers dalam permutasi-permutasi berikut
a) (3, 4, 1, 5, 2)
b) (4, 2, 5, 3, 1)
Jawab:
a) Banyaknya invers adalah 2 + 2 + 0 + 1 = 5
b) Banyaknya invers adalah 3 + 1 + 2 + 1 = 7
Contoh :
Tabel berikut mengklasifikasikan berbagai permutasi dari sebagai genap atau ganjil.
Permutasi Banyaknya
Invers Klasifikasi
(1, 2, 3) 0 Genap
(1, 3, 2) 1 Ganjil
(2, 1, 3) 1 Ganjil
(2, 3, 1) 2 Genap
(3, 1, 2) 2 Genap
(3, 2, 1) 3 Ganjil
Definisi : sebuah permutasi dinamakan genap (even) jika jumlah invers seluruhnya
adalah sebuah bilangan bulat yang genap dan dinamakan ganjil (odd) jika jumlah
invers seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang ganjil.
Fungsi Determinan
Definisi : misalkan A adalah matriks kuadrat. Fungsi determinan dinyatakan oleh det,
dan kita definiskan det(A) sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A jumlah
det(A) kita namakan determinan A.
Contoh 5
det
=
det
=
Caranya sebagai berikut :
Dengan mengalikan entri-entri pada panah yang mengarah ke kanan dan mengurangkan hasil
kali entri-entri pada panah yang mengarah ke kiri.
Contoh 6
Hitunglah determinan-determinan dari :
A. =
B. =
Dengan menggunakan cara dari contoh 5 maka :
det(A) = (3)(-2) – (1)(4) = -10
dengan mnggunakan cara dari contoh 5 maka :
det(A) = (45) + (84) + (96) – (105) – (-48) – (-72) = 240
*Perhatian bahwa metode/cara yang digunakan pada contoh 5 dan 6 tidak berlaku
determinan matriks 4 x 4 atau untuk matriks yang lebih tinggi.
3.2 MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS
Matriks kuadrat kita namakan segitiga atas (upper triangular) jika semua entri di
bawah diagonal utama adalah nol. Begitu juga matriks kuadrat kita namakan segitiga bawah
(lower triangular), jika semua entri di atas diagonal utama adalah nol. Sebuah matriks baik
yang merupakan segitiga atas maupun segitiga bawah kita namakan segitiga (triangular).
Contoh:
Sebuah matriks segitiga atas 4 4 yang umum mempunyai bentuk
Sebuah matriks segitiga bawah 4 4 yang umum mempunyai bentuk
Contoh:
= 1 . 1 . 7 = 7
Teorema 1 : jika A adalah sembarang matriks kuadrat yang mengandung sebaris
bilangan nol, maka det (A) = 0
Teorema 2 : jika A adalah matriks segitiga , maka det (A) adalah hasil kali
entri-entri pada diagonal utama; yakni det (A) = .
Teorema 3: Misalkan A adalah sembarang matriks .
a) Jika adalah matriks yang dihasilkan bila baris tunggal A dikalikan oleh konstanta k,
maka det = k det(A).
b) Jika adalah matriks yang dihasilkan bila dua baris A dipertukarkan, maka det = -
det(A).
c) Jika adalah matriks yang dihasilkan bila kelipatan satu baris A ditambahkan pada baris
lain, maka det = det(A).
Contoh :
A =
= - 2
=
= 4
= 4 . (-2)
= -8
=
=
= - (-2)
= 2
=
=
= -2
Contoh :
A =
Det (A) =
Kita tidak memerlukan reduksi selanjutnya karena dari Teorema 1 kita peroleh bahwa
det (A) = 0. Dari contoh ini seharusnya sudah jelas bahwa bila matriks kuadrat mempunyai
dua baris yang terdiri dari bilangan nol dengan menambahkan kelipatan yang sesuai dari
salah satu baris ini pada baris yang satu lagi. Jadi, jika matriks kuadrat mempunyai dua
baris yang sebanding, maka determinannya sama dengan nol.
¼ Karena operasi perkalian maka
kebalikannya dikali
ditukar
Karena pertukaran antar baris
maka dikali .
Karena pertambahan antar baris
maka tidak berpengaruh.
Contoh :
Karena baris pertama dan kedua sebanding yaitu 1 : 2 maka det (A) = 0.
3.3 SIFAT-SIFAT FUNGSI DETEREMINAN
Pernyataan. Karena hasil ini, maka hampir tiap-tiap teorema mengenai determinan yang
mengandung perkataan baris dalam pernyataannya akan benar juga bila perkataan “kolom”
disubstitusikan untuk “baris”. Untuk membuktikan pernyataan kolom, kita hanya perlu
mentranspos (memindahkan) matriks yang di tinjau untuk mengubah pernyataan kolom
tersebut pada pernyataan baris, dan kemudian menerapkan hasil yang bersesuaian yang sudah
kita ketahui untuk baris.
Contoh
Hitunglah determinan dari
A =
Determinan ini dapat di hitung seperti sebelumunya dengan menggunakan operasi baris
elementer untuk mereduksi A pada bentuk eelon baris. Sebaliknya, kita dapat menaruh A
pada bentuk segitiga bawah dalam satu langkah dengan menambahkan -3 kali kolom pertama
pada kolom keempat untuk mendapatkan
Det (A) = det
=(1)(7)(3)(-26)= -546
Contoh ini menunjukkan bahwa selalu merupakan hal yang bijaksana untuk memperhatikan
operasi kolom yang tepat yang akan meringkaskan perhitungan tersebut.
Misalkan A dan B adalah matriks-matriks n x n dan k adalah sebarang skalar. Kita karang
meninjau hubungan yang mungkin di antara det(A), det(B), dan
det(kA), det(A + B), dan det(AB)
Teorema 4. Jika A adalah sembarang matiks kuadrat, maka det (A) =det (At).
karena sebuah faktor bersama dari sebarang baris matriks dapat dipindahkan melalui tanda
det, dan karena setiap baris n baris dalam kA mempunyai factor bersama sebesr k, maka kita
dapatkan
det(kA) = kn det(A)
Contoh
Dengan menghitung determinan, anda dapat memeriksa bahwa
det
)1(71401
302
571
=
741
302
571
det +
110
302
571
det
Contoh
Tinjaulah matriks-matriks
12
13A
85
31B
143
172AB
Kita peroleh det(A) det(B) = (1) (-23) = -23. Sebaliknya dengan perhitungan langsung maka
det(AB) = -23, sehingga det(AB) = det(A) det(B).
Contoh
Karena baris pertama dan baris ketiga dari
Teorema 5. Misalkan A, A’, dan A” adalah matiks n x n yang hanya berbeda dalam
garis tunggal, katakanlah baris ke r, dan anggaplah bahwa baris ke r dari A” dapat
diperoleh dengan menambahkan entri-entri yang bersesuaian dalam baris ke r dari A
dan dalam baris ke r dari A’. Maka
det(A”) = det (A) + det (A’)
Hasil yang serupa berlaku untuk kolom-kolom itu.
Teorema 6. Jika A dan B adalah matriks kuadrat yang ukurannya sama, maka
det(AB) = det(A)det(B)
Teorema 7. Sebuah matriks A kuadrat dapat di balik jika dan hanya jika det(A) 0
642
101
321
A
Sebanding, maka det(A) = 0, jadi A tidak dapat dibalik
3.4 EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER
Pada bagian ini kita meninjau sebuah metode untuk mengitung determinan yang
berguna untuk perhitungan yang menggunakan tangan dan secara teoritis penting
penggunaannya. Sebagai konsekuensi dari kerja kita di sini, kita akan mendapatkan rumus
untuk invers dari matriks yang dapat dibalik dan juga akan mendapatkan rumus untuk
pemecahan sistem-sistem persamaan linear tertentu yang dinyatakan dalam determinan.
Contoh :
Misalkan
Minor entri a11 adalah
Kofaktor a11 adalah
C11 = (-1)1 + 1
M11 = M11 = 16
Demikian juga, minor entri a32 adalah
Kofaktor a32 adalah
Definisi : Jika A adalah matriks kuadrat, maka minor entri aij dinyatakan oleh Mij dan
didefinisikan menjadi determinan submatriks yang tetap setelah baris ke i dan kolom ke j
dicoret dari A. Bilangan (-1)i + jMij dinyatakan oleh Cij dan dinamakan kofaktor entri aij.
C32 = (-1)3 + 2
M32 = M32 = – 26
Perhatikan bahwa kofaktor dan minor elemen aij hanya berbeda dalam tandanya, yakni, Cij =
± Mij. Cara cepat untuk menentukan apakah penggunaan tanda + atau tanda – merupakan
kenyataan bahwa penggunaan tanda yang menghubungkan Cij dan Mij berada dalam baris ke i
dan kolom ke j dari susunan
Misalnya, C11 = M11, C21 = – M21, C12 = – M12, C22 = M22, dan seterusnya.
Tinjaulah matriks 3 x 3 umum
dapat kita tuliskan kembali menjadi
Karena pernyataan-pernyataan dalam kurung tidak lain adalah kofaktor-kofaktor C11, C21 dan
C31, maka kita peroleh
Persamaan di atas memperlihatkan bahwa determinan A dapat dihitung dengan mengalikan
entri-entri pada kolom pertama A dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil
kalinya. Metode menghitung det(A) ini dinamakan ekspansi kofaktor sepanjang kolom
pertama A.
Contoh :
Hitunglah det(A) dengan metode ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama A.
Pemecahan.
Perhatikan bahwa dalam setiap persamaan semua entri dan kofaktor berasal dari baris atau
kolom yang sama. Persamaan ini dinamakan ekspansi-ekspansi kofaktor det(A).
Hasil-hasil yang baru saja kita berikan untuk matriks 3 x 3 membentuk kasus khusus dari
teorema umum berikut, yang kita nyatakan tanpa memberikan buktinya.
Maka, ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke j
dan ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i
Jika matriks A adalah sebarang matriks n x n dan Cij adalah kofaktor aij, maka matriks
Teorema 8.
Determinan matriks A yang berukuran n x n dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri
dalam suatu baris (atau kolom) dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil-hasil
kali yang dihasilkan; yakni untuk setiap 1 ≤ i ≤ n dan 1 ≤ j ≤ n
Dinamakan matriks kofaktor A. Transpos matriks ini dinamakan adjoin A dan dinyatakan
dengan adj(A).
Teorema 9.
Jika A adalah matriks yang dapat dibalik, maka
Teorema 10 (Aturan Cramer)
Jika AX = B adalah sistem yang terdiri dari n persamaan linear dalam n bilangan
takdiketahui sehingga det(A) ≠ 0, maka sistem tersebut mempunyai pemecahan yan unik.
Pemecahan ini adalah
dimana Aj adalah matriks yang kita dapatkan dengan mengganti entri-entri dalam kolom ke j
dari A dengan entri-entri dalam matriks
BAB III
PENUTUP
Saran
Alangkah baiknya kita mengenal Matematika dulu sebelum kita menganggap Matematika itu
sulit, karena bila kita telah mengenal Matematika dengan baik dan menikmati bagaimana Matematika
itu bekerja akan terasa bahwa Matematika itu tidaklah seburuk apa yang kita pikirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anton Howard. 1991. Aljabar Linear Elementer. Jakarta: Erlangga.
www.google.com
www.wikipedia.com
Top Related