30
BAB V
REFORMASI BIROKRASI : DI KANTOR
PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KOTA
SALATIGA
Perpustakaan dan Arsip
Sebagai gambaran awal perlu kiranya menjabarkan apa yang
dimaksud dengan perpustakaan dan arsip, sebab bagi seseorang yang
asing terhadap kedua hal tersebut sering mengesankan bahwa
perpustakaan dan arsip merupakan sebuah tempat yang tidak menarik
untuk dikunjungi, oleh karena itu sebagai permulaan ada baiknya
penulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan dan arsip. Perpustakaan merupakan salah satu pusat informasi, sumber
ilmu pengetahuan, penelitian, rekreasi, pelestarian khasanah bangsa,
serta berbagai layanan jasa lainnya. Pada prinsipnya perpustakaan
mempunyai tiga kegiatan pokok (ensiklopedia amerikana, vol 17, 1991
dalam Sutarno NS);
1. Mengumpulkan (to collect) semua informasi yang sesuai dengan
bidang kegiatan dan misi lembaganya dan masyarakat yang
dilayani.
2. Melestarikan dan memelihara merawat seluruh koleksi
perpustakaan agar tetap dalam keadaan baik, utuh, layak pakai baik
karena pemakaian ataupun usianya (to preserve).
3. (to make available) menyediakan untuk siap dipergunakan dan
diberdayakan atas seluruh sumber informasi dan koleksi yang
dimiliki perpustakaan, bagi para pemakainya Undang-Undang Perpustakaan No. 43 Tahun 2007
menyebutkan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi
karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional
dengan sistem baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan,
penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
31
Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung,
ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku
dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan
tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual (Sulistyo-
Basuki 1991: 3). Menurut Sutarno NS (2003) keberadaan perpustakaan
dimaksudkan untuk:
1. Mengumpulkan data, maksudnya perpustakaan mempunyai
kegiatan yang terus menerus untuk menghimpun sumber
informasi untuk dikoleksi;
2. Mengolah atau memproses semua bahan pustaka, dengan metode
tertentu seperti registrasi, klasifikasi, katalogisasi, baik manual
maupun menggunakan sarana teknologi informasi, pembuatan
perlengkapan lain agar semua koleksi mudah digunakan;
3. Menyimpan dan memelihara, artinya kegiatan mengatur,
menyusun, menata, merawat agar koleksi rapi, awet, utuh,
lengkap, mudah diakses, tidak mudah rusak, hilang dan berkurang;
4. Sebagai salah satu pusat informasi, sumber belajar, penelitian dan
rekreasi;
5. Membangun tempat informasi yang lengkap bagi pengembangan
pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan perilaku/sikap
(attitude); 6. Merupakan agen perubahan dan agen kebudayaan dari masa lalu,
sekarang dan masa depan.
Sebagaimana Perpustakaan, Kearsipan juga diatur tersendiri
dalam Undang-Undang Kearsipan No. 43 Tahun 2009 yang
menyebutkan bahwa Arsip merupakan rekaman kegiatan atau
peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan
diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga
pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan,
dan perseorangan pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Tujuannya meliputi:
32
a. Menjamin terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh
lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan,
perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan
perseorangan, serta ANRI sebagai penyelenggara kearsipan
nasional;
b. Menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai
alat bukti yang sah serta menjamin terwujudnya pengelolaan arsip
yang andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. Menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak
keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip
yang autentik dan terpercaya;
d. Mendinamiskan penyelenggaraan kearsipan nasional sebagai suatu
sistem yang komprehensif dan terpadu serta menjamin
keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti
pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara;
e. Menjamin keselamatan aset nasional dalam bidang ekonomi,
sosial, politik, budaya, pertahanan, serta keamanan sebagai
identitas dan jati diri bangsa; dan
f. Meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan
pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya.
Kondisi Organisasi Pra Perubahan
Sebelum tahun 2008, perpustakaan dan arsip hanya menjadi
pelengkap pada beberapa lembaga teknis yang ada. Perpustakaan dan
arsip pernah menjadi Sub Bagian Perpustakaan yang berada di bawah
Bagian Hukum dan Organisasi dan Tata Laksana, kemudian dialihkan
ke Bagian Organisasi menjadi Sub Bagian Perpustakaan. Karenanya tak
salah bila dikatakan bahwa perpustakaan dan arsip itu hanya gerbong
tambahan. Bahkan sekitar tahun 2000 pemerintah Kota Salatiga pernah
menolak ketika pemerintah pusat berniat memberi bantuan berupa
33
mobil perpustakaan keliling, seperti diceritakan oleh Heru Susanto SE,
Kepala Seksi Perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah
Kota Salatiga. Susanto menuturkan:
“Perpus keliling wis ono wiwit walikota Salatiga dipimpin Pak Abdul Rahman sekitar tahun 2000 nanging sebab ora ono biaya njuk ditolak lan dialihkan ning Purworejo mergo ono beberapa data sekolah sing ora mampu.”
Pada medio 2010 sampai 2011 Kantor Perpustakaan dan Arsip
Daerah Kota Salatiga menempati 3 gedung. Pertama bangunan eks
Kantor Pariwisata, Kesenian dan Kebudayaan Kota Salatiga di Jalan Adi
Sucipto No 7 yang digunakan sebagai Kantor Administrasi. Kedua,
gedung Eks Dinas Sosial di Jalan Diponegoro No 37 sebagai gedung
pelayanan dan sirkulasi peminjaman koleksi buku perpustakaan dan
yang ketiga adalah gedung eks dinas penerangan yang kemudian
dimanfaatkan sebagai depo arsip.
Lokasi perpustakaan yang berpindah-pindah menjadi kendala
tersendiri. Susanto menambahkan:
“Saat lokasi perpustakaan berada di depan BRI pengunjungnya cukup lumayan, sebab ketika jam pulang sekolah banyak pelajar yang mampir. Berbeda jauh dengan ketika perpustakaan bertempat di Jl. Diponegoro. Saat itu perpustakaan menjadi sepi pengunjung karena lokasinya yang berada di bawah jalan dan jadi tidak terlihat”. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui
pentingnya perbaikan sarana dan infrastrukturnya. Diketahui bahwa
sampai 2010 jumlah koleksi buku di Perpustakaan Salatiga hanya
18.662 eksemplar, ditata di rak-rak yang tingginya dan panjangnya
tidak sejajar. Sarana prasarana kearsipan juga nyaris serupa. Hanya ada
34
2 filling cabinet dan 2 mobile file di Kantor yang menangani urusan
kearsipan. Lebih lanjut Ign Bagus Indarto menjelaskan :
“Dulu memang kesan arsip itu kumal, berdebu, semrawut. Paradigma pemahaman dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sendiri tentang pentingnya arsip juga masih sangat rendah, terkadang pengiriman berkas dilakukan dalam bentuk karungan, bahkan hanya berkas yang tidak ada nilai gunanya, semacam undangan. Bahkan pembinaan dari SKPD pun dirasa kurang optimal karna kurangnya perhatian penuh terhadap penanganan masalah kearsipan.”
Kapasitas dan Kualitas Sumber Daya Manusia
Berkaitan dengan kapasitas dan kualitas Sumber Daya Manusia
yang ada di KPAD, Kasi Arsip Daerah Indarto SE, AMd, SE
menjelaskan :
“Sekarang kita punya 2 orang dari DIII arsiparis. Dari dulu kuotanya memang segitu. Jumlah orangnya tidak bertambah tapi latar belakang pendidikannya dan pekerjaannya bertambah. Tujuan yang harus dilayanipun semakin komplek. Cuma yang terjadi sekarang SDMnya belum ditempatkan sesuai fungsinya, akan tetapi secara jumlah tetap saja masih kurang. Ini dikarenakan KPAD menangani sekitar 60 Satuan Kerja di wilayah Pemerintah Kota Salatiga, apalagi nanti masih ditambah dengan sekitar 155 sekolah yang selama ini belum tercover oleh KPAD”. Hal tersebut dibenarkan oleh Shakti, S.Sos selaku Bina
Perpustakaan dan Kearsipan :
35
“Aktor KPAD masih jauh dari kata “profesional” sebab aktor-aktor yang punya pemikiran konseptual di bidang perpustakaan dan kearsipan masih minim, kita butuh aktor-aktor yang punya background pendidikan S1 Kearsipan dan Perpustakaan, ataupun peningkatan melalui workshop, bimbingan teknik dan diklat fungsional dalam bidang yang diperlukan.”
Pernyataan akan kebutuhan pegawai juga diungkapkan Kepala
Sub Bagian Tata Usaha Sri Hartani, SH, MM :
“Memang kalau secara jumlah belum mencukupi, bisa kita lihat dari analisis jabatan tahun 2012. Kita ini masih kekurangan 21 pegawai, dengan rincian S1 Arsiparis 2 orang, DIII Arsiparis 5 orang, S1 perpustakaan 5 orang, dan DIII perpustakaan 9 orang. Kebutuhan akan pegawai itu sementara kita siasati dengan Tenaga Harian Lepas (THL). Sebenarnya kita berharap mereka ini nantinya bisa diangkat (menjadi PNS), karena secara kualitas pekerjaan, sikap dan karakter mereka kita sudah kenal betul, akan tetapi secara aturan kan tidak memungkinkan”
Pesatnya perkembangan pelayanan perpustakaan memang
sesuai dengan apa yang diinginkan, tetapi ini juga menjadi persoalan
tersendiri bagi KPAD karena terbatasnya personil yang dimiliki. Agus
Parmadi mencoba mensiasati keterbatasan personel ini dengan
membuat terobosan dalam melaksanakan pelayanan kepada
masyarakat, atas seijin kepala daerah beliau meminta tambahan
personel berupa Tenaga Harian Lepas atau Tenaga Kontrak yang
berlatar belakang DII, DIII dan S1 perpustakaan sejumlah 6 orang di
samping Tenaga Kontrak yang lain semacam Satpam dan tenaga
kebersihan. Dalam satu kesempatan Agus Parmadi menjelaskan :
“SDM yang ada saat ini, saya bisa mengacungkan jempol, dan mindset yang ada sekarang sudah berubah, dibandingakn dengan mindset SDM pada waktu kita belum punya sarana prasarana ini, karena apa, image dari pegawai, kalau dulu orang
36
yang mau ke perpustakaan, image nya sudah macam-macam, tetapi kalo sekarang, orang kalo mau dipindah ke perpustakaan harus siap untuk bekerja.”
Tuntutan Eksternal Untuk Perubahan
Perspektif sentralisasi yang berpusat di Jakarta sudah bergeser
menjadi era otonomi daerah. Konsekuensinya pelayanan publik harus
lebih dekat dan menjadi tidak berjarak dengan masyarakat sehingga
kemudahan dalam hal akses ke fasilitas pelayanan publik menjadi
mutlak. Masyarakat sekarang sudah bosan dengan pelayanan publik
yang tidak responsif, lamban dan berbelit-belit. Kemudahan dalam
akses informasi menjadikan mereka kritis terhadap perilaku birokrat
yang menempatkannya sebagai obyek dan belum dianggap sebagai
partner. Media sosial menjadi umum dalam melampiaskan kekecewaan
dengan mengkritisi kinerja birokrasi. Media massa seperti surat kabar juga menjadi efektif sebagai
alat kontrol untuk menggiring pelayanan publik berjalan sesuai rel
yang sudah ditetapkan. Isu yang diangkat media massa seputar
pelayanan publik biasanya akan direspon lebih cepat oleh aparatur
pemerintah, meski terkadang membutuhkan waktu yang cukup dalam
hal eksekusi.
KPAD sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah di
Pemerintah Kota Salatiga yang melakukan pelayanan publik kepada
masyarakat pun berbenah seiring tuntutan masyarakat untuk
menyediakan pelayanan perpustakaan dan kearsipan di Kota Salatiga.
Perubahan yang paling terlihat adalah gedung pelayanan perpustakaan
baru yang sangat representatif. Keberadaan perpustakaan dengan gedung pelayanan yang baru
ini sebenarnya masih bisa dikembangkan untuk menjadi semacam
37
“landmark” di Kota Salatiga. Heru Susanto, SE Kasi Perpustakaan di
KPAD yang mengatakan :
“Perpustakaan tidak lain dari "tempat rekreasi", kita juga bisa menambahkan taman bermain untuk menarik minat masyarakat Salatiga dan daerah sekitar seperti Kabupaten Semarang dan Boyolali untuk berkunjung dan betah berlama-lama di perpustakaan. Cuma kendalanya di persoalan anggaran, birokrasi yang terkadang masih panjang dan rumit”
Kesadaran masyarakat akan pentingnya arsip akhirnya juga
menjadi pendorong perubahan di internal KPAD itu sendiri. Ini
dibuktikan dengan banyaknya permintaan untuk mendampingi
pengelolaan arsip baik di SKPD maupun dari BUMD yang ada di Kota
Salatiga. Ini seperti yang disampaikan Kepala Seksi Arsip Ign Bagus
Indarto SWE, A.Md, SE :
“Supervisi dan pembinaan di KPAD meliputi pembinaan dan pendampingan ke BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) termasuk kemudian SKPD dan sekolah. Selain itu kita juga pernah melakukan pendampingan pengelolaan kearsipan dengan Bank Salatiga. Ini merupakan bagian tuntutan eksternal yang muncul dan mau tidak mau kita harus siap.”
Berbeda dengan sarana pelayanan perpustakaan yang sudah
terhitung modern, kondisi Depo Arsip di daerah Ngawen sedikit
memprihatinkan. Menempati gedung eks Dinas Koperasi, bangunan
Depo Arsip ini lebih terkesan mirip gudang ketimbang sebagai sarana
penyimpanan arsip. Ini juga menjadi keprihatinan sendiri bagi Ign
Bagus Indarto dan staf nya di KPAD Kota Salatiga, sebagai lembaga
pengelola kearsipan untuk menyimpan dan menyelamatkan
keberadaan arsip itu sendiri.
“Melihat kondisi fisik bagunan Depo Arsip di Ngawen cukup memprihatinkan dan perlu diperbaiki. Untuk sarana prasarana
38
dalam hal ini bangunan gedung arsip memang kurang sekali dan jauh tertinggal dari gedung perpustakaan yang sudah sangat representatif, meskipun kalau dilihat dari struktur organisasi sebenarnya pergerakannya sama-sama eksis dan saling melengkapi. Depo Arsip itu sendiri seharusnya mempunyai standar tertentu terkait dengan keamanan dan kualitas arsip. Gedung yang selama ini difungsikan sebagai sarana penyimpan arsip sebenarnya masih sangat jauh dari standar yang ada, padahal ini juga menjadi tuntutan dari SKPD yang menitipkan arsipnya di KPAD. Jadi sementara ini kita baru bisa mengantisipasi kerusakan arsip dan lingkungan penyimpanan arsip dengan termite control, rodent control dan fumigasi. Belum lagi kalau berbicara tentang teknologi informasi, untuk server, untuk sewa link itu kan juga perlu anggaran. Dan satu hal lagi, pemerintah pusat melalui Arsip Nasional mempunyai JIKN (Jaringan Informasi Kearsipan Nasional), sudah di launching mungkin ya, tapi kita kan belum dapat surat edaran tentang program ini. Padahal dengan adanya JIKN itu, kita juga harus sudah membentuk JIKD (Jaringan Informasi Kearsipan Daerah) yang pusatnya di KPAD.”
Perkembangan teknologi informasi yang pesat juga menjadikan
KPAD berbenah dengan cepat, antara lain dengan mengadopsi sistem
otomasi untuk pelayanan perpustakaan dengan mengunakan SLIMS
(Senayan Library Management System) dan sekaligus menyiapkan
aktor yang ada untuk mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Hal lain yang dilakukan adalah dengan melakukan monitoring dan
pembinaan perpustakaan baik di lingkup perpustakaan sekolah,
perpustakaan masyarakat dan perpustakaan di rumah ibadah. Seperti
yang disampaikan Kepala Seksi Bina Perpustakaan dan Kearsipan
Rinaldi Anggoro Shakti S.Sos :
“Berbicara mengenai perpustakaan dan arsip tidak hanya tentang persoalan teknis saja, ada banyak hal lain juga.
39
Misalnya tentang IT, kerjasama dengan lembaga lain, pembinaan SDM maupun minat baca masyarakat. Hal tersebut tidak bisa dijawab hanya dengan membangun sebuah gedung. Taruhlah berbicara pendidikan, perpustakaan juga merupakan bidang pendidikan yang dapat dilihat dari ukuran kualitatif, yaitu sejauh mana memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Bukan hanya perpustakaan saja tetapi kearsipan juga. Kita juga harus mampu merencanakan semua itu dengan membuat maping terkait dengan pembinaan, monitoring dan evaluasi, sehingga pelayanan itu dinamis sesuai dengan perkembangan.”
Pelayanan publik yang mudah, murah dan cepat adalah
berbicara tentang apa-apa yang secara umum diinginkan oleh
masyarakat, baik dari segi sarana prasarana yang disediakan serta
bagaimana cara “aktor” memberikan pelayanan itu sendiri. Tuntutan
dari masyarakat menjadi perhatian bagi KPAD, seperti yang
disampaikan Agus Parmadi PT SE MSi :
“Komitmen berubah lebih baik menjadi awal dari semua, yang pertama merubah mindset pegawai, dari “sekedar” melayani, menjadi sepenuh hati melayani, konsekuensinya sanggup memberikan pelayanan selama tujuh hari dalam satu minggu. Di bulan-bulan awal banyak kritikan masuk di kotak saran, tapi dengan berjalannya waktu, kritik itu sudah berkurang. Yang bertambah justru request buku, permintaan buku, judul-judul buku, yang diinginkan oleh masyarakat, ini kita akomodir. Hasilnya kita mendapat progres prestasi dalam kurun 1 tahun. Diantaranya Juara pelayanan publik tingkat kota dan juara pelayanan perpustakaan tingkat Jateng. kalau dulu di ranking 30 dari 35 kabupaten / kota di Jawa Tengah sekarang sudah masuk 5 besar bahkan sekarang sudah mengalahkan SKPD pelayanan umum lainnya.”
40
Aktor dan Perubahan
Kantor KPAD Kota Salatiga saat ini mempunyai pegawai
berjumlah 34 orang terdiri dari 24 orang Pegawai Negeri Sipil dan 10
orang Tenaga Harian Lepas. Pegawai yang ada di KPAD berangkat dari
background pendidikan yang bermacam-macam dan bukan hanya dari
ranah perpustakaan dan kearsipan. Pegawai Negeri Sipil yang
mempunyai latar belakang pendidikan perpustakaan dan kearsipan
hanya berjumlah 6 orang. Ini yang kemudian disiasati dengan merekrut
Tenaga Harian Lepas berpendidikan ilmu perpustakaan. Sri Hartani,
SH, MM selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha menjelaskan :
“Aktor penggerak perubahan sudah lumayan baik. Kita memiliki staff PNS sebanyak 4 orang dengan background pendidikan perpustakaan dan kearsipan. Ini masih kita tambah dengan 6 orang Tenaga Harian Lepas, 2 orang DII perpustakaan, 1 orang D3 perpustakaan dan 3 orang S1 perpustakaan. Basic pendidikan yang dimiliki, teman-teman ini mempunyai kapasitas dan kompetensi untuk melaksanan tugas-tugas teknis yang berkaitan dengan perpustakaan dan kearsipan. Persoalannya teman-teman PNS ini belum menjadi Fungsional Khusus perpustakaan dan atau kearsipan, bisa jadi ini terkait dengan kesejahteraan Jabatan Fungsional Khusus yang masih rendah, sehingga belum diarahkan secara spesifik untuk menangani urusan kearsipan dan perpustakaan. Berbicara SDM memang kita kurang, bukan hanya secara jumlah, secara kualitas juga, tapi kan akhirnya kita harus berangkat dari yang ada. Kelemahan juga terdapat dalam maintainance untuk kunjungan perpustakaan, selama ini kita belum bisa memberikan semacam tour guide, makanya ke depan coba untuk diperbaiki dengan meningkatkan kualitas SDM.”
41
Keterbatasan akan pegawai yang mempunyai kompetensi
kearsipan dan perpustakaan juga sudah disampaikan ke instansi yang
menangani dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah Kota Salatiga.
KPAD menyadari bahwa pegawai yang mempunyai kompetensi bidang
yang sesuai, mampu memicu perubahan lebih cepat, ini dikarenakan
ketika pegawai melakukan interaksi dengan SKPD baik dalam
melakukan pembinaan, maupun pendampingan, proses adaptasinya
dan transfer ilmu pengetahuannya akan lebih cepat. Persoalan ini
sebenarnya juga sudah disadari oleh Agus Parmadi PT selaku Kepala
Kantor KPAD :
“Saya sudah mengusulkan permintaan formasi pegawai ke pemerintah daerah dalam hal ini BKD (Badan Kepegawaian Daerah), dengan dasar analisa kebutuhan dan analisa jabatan. Kendalanya adalah SDM yang ada di pemerintah kota yang berlatar pendidikan perpustakaan dan arsip sangat terbatas. Usulan formasi pegawai sebenarnya sudah diserahkan oleh BKD ke BKN (Badan Kepegawaian Nasional), akan tetapi formasi yang dibutuhkan oleh KPAD belum terakomodir, makanya saya buat terobosan dengan merekrut THL pustakawan, dan dimungkinkan juga nanti kita rekrut THL arsiparis. Saya berharap dengan UU yang baru yaitu UU ASN (Aparatur Sipil Negara) yang memungkinkan adanya PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak), kita bisa menambah pegawai untuk tugas pokok fungsinya sebagai pustakawan dan arsiparis. Untuk beberapa pegawai yang background pendidikannya bukan dari perpustakaan dan kearsipan nantinya kita kirim ke pelatihan, baik itu perpustakaan maupun kearsipan. Bicara masalah improvisasi, sebenarnya cukup dilematis, karena kadang kita terjebak pada rutinitas yang membuat kita kurang peka terhadap perubahan dan miskin kreatifitas.”
42
KPAD selaku lembaga pembina kearsipan, sebenarnya sudah
melakukan peningkatan kualitas SDM arsip di lingkungan pemkot
Salatiga melalui pembinaan tenaga kearsipan yang dilakukan per
triwulan. Persoalan yang muncul terkadang petugas kearsipan itu
berganti, pimpinan SKPD juga berganti, dan pemahaman tentang
kearsipan dari masing-masing aktor relatif tidak sama, ini yang
membuat ritme kerja terkadang menjadi sedikit menyulitkan. Stimulus perubahan sebenarnya sudah coba dilakukan juga
dengan memberikan bantuan berupa sarana prasarana kearsipan dan
filling cabinet ke SKPD dan Kelurahan di Pemerintah Kota Salatiga, ini
dimaksudkan supaya kinerja petugas kearsipan SKPD dalam
pengolahan arsip meningkat, dan arsip bisa tertangani dan tertata
dengan baik. Pada tahun ini KPAD juga merencanakan melakukan
pembinaan ke seluruh sekolah di wilayah Salatiga secara bertahap.
Persoalaan yang muncul adalah persoalan klasik yaitu persoalan
anggaran yang hanya bisa dicover dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan
Anggaran) diawal tahun dan DPA Perubahan di tengah tahun sehingga
tidak memungkinkan improvisasi, jika muncul persoalan di tengah
perjalanan. Keterbatasan SDM juga menjadi kendala tersendiri, sebab
KPAD harus menangani 60 satuan kerja dan sekitar 95 sekolah di
Salatiga. Agus Parmadi PT, SE MSi Kepala Kantor Perpustakaan dan
Arsip Daerah Kota Salatiga menyadari keterbatasan SDM yang ada saat
ini, beliau mendorong pegawai dengan basic pendidikan perpustakaan
dan kearsipan untuk melimpah ke Jabatan Fungsional Khusus sebagai
Pustakawan maupun Arsiparis.
“Dari segi kuantitas SDM yang kita punya terbatas, sehingga kita tutup dengan segi kualitas. Banyak kegiatan yang diakomodir oleh pegawai baik dari pelayanan perpustakaan maupun arsip, satu orang bisa melayanani beberapa bagian,
43
mereka mampu untuk melaksanakan itu, meskipun tetep ada jam-jam yang harus dikerjakan dengan lembur. Ke depan akan kita dorong mereka dari fungsional umum menjadi fungsional khusus, tapi kita imbangi juga dengan perhatian dan dorongan dalam rangka meningkatkan derajat kepangkatan.”
KPAD telah mendorong pegawai yang ada untuk mengikuti
pendidikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi yang
dimilikinya, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat melalui
Perpustakaan Nasional maupun ANRI (Arsip Nasional Indonesia) atau
oleh pemerintah provinsi dalam hal ini Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah. Pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk
merecharge pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, serta
menangkap isu-isu strategis yang sedang berkembang untuk kemudian
“dibagi” dalam lingkup KPAD dan Pemerintah Kota.
Proses dan Mekanisme Perubahan
Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang berbentuk Kantor. KPAD menangani dua
urusan yang cukup penting, yaitu terkait dengan Perpustakaan dan
Kearsipan. Struktur kelembagaan yang ada didalamnya terdiri dari Sub
Bagian Tata Usaha, Seksi Perpustakaan, Seksi Arsip Daerah dan Seksi
Bina Perpustakaan dan Kearsipan. Dalam membahas tujuan atau
program kerja dan kegiatan yang bersifat insidentil, KPAD
memulainya dengan menjaring ide-ide dan gagasan dari staf di masing-
masing seksi yang kemudian di desk-an bersama sebelum nantinya
menjadi sebuah dokumen. Seperti yang disampaikan Sri Hartani SH,
MM :
44
“Mulai dari perencanaan kita bahkan sudah menjaring ide dan gagasan dari teman-teman di seksi, yang kemudian kita desk-an bersama sebelum akhirnya nanti menghasilkan sebuah dokumen. Dalam penyusunan Rencana Kerja Anggaran pun kita sudah berpatokan pada renstra dan renja yang data awalnya dipasok dari masing-masing seksi kemudian dikompilasi menjadi dokumen utuh.”
Rinaldi Anggoro Shakti, Kasi Bina Perpustakaan dan Kearsipan
menjelaskan, perubahan yang paling terlihat adalah adanya gedung
pelayanan baru yang menjadi icon Salatiga, gedung dua lantai yang
menempati tanah seluas 1740 m² memang sangat representatif.
Masyarakat Salatiga dan sekitarnya sangat antusias berkunjung dan
memanfaatkan layanan yang ada. Perubahan yang kedua adalah
munculnya formasi kebutuhan pegawai negeri sipil dengan
background pendidikan perpustakaan dan arsip yang kemudian
ditempatkan di KPAD, ini menjadikan tugas pokok dan fungsi yang
terkait dengan perpustakaan dan kearsipan mulai bisa tertangani
meskipun dengan keterbatasan personil. Perubahan yang ketiga pada
level perencanaan yang mampu memetakan kebutuhan yang akan
datang dengan menuangkannya dalam dokumen tertulis, sehingga
beberapa kegiatan yang dulunya tidak ada, seperti kegiatan fumigasi,
lembur pelayanan tujuh hari kerja, fasilitas internet, berlangganan
majalah bulanan, yang sebenarnya memang prinsip-prinsip dasar
pelayanan bisa tercover dalam Rencana Strategis, Rencana Kerja dan
kemudian direalisasikan dalam Dokumen Penetapan Anggaran. Perubahan yang terjadi juga sampai pada sarana prasarana
perpustakaan maupun kearsipan, seperti rak buku, rak arsip, roll opack,
mobile file mengalami perbaikan yang cukup signifikan. Kondisi
tersebut membuat KPAD mencoba memicu perubahan dengan
memberi bantuan sarana prasarana dan filling cabinet ke satuan kerja
di wilayah pemerintah Kota Salatiga. Perubahan yang dilakukan juga
menyangkut SDM yang menangani perpustakaan dan arsip dengan
melakukan pembinaan baik secara klasikal ataupun dengan melakukan
45
pendampingan di lapangan. KPAD juga berinisiatif mengajukan
standarisasi honorarium sebagai upaya memberi reward petugas
kearsipan di Salatiga. Tentang bantuan filling cabinet ke Satuan Kerja
di Pemerintah Kota Salatiga, Agus Parmadi PT, menjelaskan :
“Salah satu terobosan kepada SKPD sebagai sarana prasarana menata arsip kita berikan filling cabinet. Kita adakan lomba, baik lomba di kelembagaan maupun petugasnya, ini merupakan upaya supaya SKPD maksimal dalam mengelolanya. Kenyataannya Perkembangan SKPD sudah membaik, salah satu contohnya, dokumen-dokumen yang harus diamankan oleh kita banyak yang dikirim, terbukti ada peningkatan sebanyak 100% dokumen yang kita simpan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan pemahaman dari kepala SKPD, ya meskipun tidak menutup kemungkinanbahwa masih ada juga kepala SKPD tidak peduli.” Melihat perkembangan yang ada seharusnya penanganan
bidang perpustakaan dan kearsipan ini idealnya dipisah dan masing-
masing ditangani oleh lembaga tersendiri. Di Salatiga sendiri ini belum
memungkinkan karena Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)
untuk dua bidang ini memang masih digabung menjadi satu di KPAD.
Berdasarkan penuturan Ign Bagus Indarto, di beberapa kabupaten kota
bahkan arsip ini lebih sering dinomor duakan dibanding perpustakaan,
bahkan menurut beliau pada level provinsi setelah Badan Arsip dan
Perpustakaan digabung belum ada kebijakan tentang kearsipan yang
signifikan.
“Saya rasakan setiap kabupaten kota, rata-rata arsip itu dinomor duakan, yang ditonjolkan itu ya perpustakaannya. Arti penting arsip itu sendiri masih dipandang sebelah mata, apalagi kebijakan tentang kearsipan itu masih mengambang sejak perpustakaan dan arsip di level provinsi digabung, jadi ada kecenderungan arsip itu kesilep oleh perpustakaan”
46
Keterbatasan yang ada dikarenakan SOTK (Struktur Organisasi
dan Tata Kerja) KPAD masih berbentuk kantor, juga disampaikan oleh
Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah, Agus Parmadi PT, SE,
MSi :
“Era saat ini dengan pelayanan yang harus kita berikan baik pada lingkup masyarakat umum atau pemerintah kota, kalau sebatas kantor saja perlu ditingkatkan. Bila ada peluang akan kita usulkan menjadi Badan Arsip dan Perpustakaan, tapi ini ada kendala, karena pemerintah pusat dalam membentuk satu kelembagaan yang digunakan adalah pertimbangan luas wilayah dan jumlah penduduk. Mereka tidak berpikir seberapa besar yang kita layani. Semoga dengan perubahan UU Pemda ada kesempatan Kearsipan pisah dari perpustakaan. Banyak kebutuhan dari kearsipan yang harus diselamatkan. Tidak hanya dokumen arsip yang baru, tapi arsip dokumen lama juga harus dijaga, menjaga dokumen-dokumen lama itu tidak mudah, ada proses-proses tertentu yang harus dilalui, demikian pula dalam rangka pembinaan, pemahaman kepada birokrasi, pelaku-pelaku pemerintahan untuk lebih memahami pentingnya arsip. Banyak hal yang bersinggungan dengan hukum jika arsip tidak ditangani dengan baik, pengelola arsip juga bisa kena akibat hukumnya, maka kita upayakan agar bisa menjadi badan sendiri (Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah).” Perubahan memang sedang terjadi di KPAD, berangkat dari
yang ada, mau tak mau proses tersebut harus dilakukan. Pandangan
umum masyarakat terhadap perpustakaan dan arsip memang sudah
terlanjur mengidentikan perpustakaan dan arsip itu dengan “film hitam
putih” atau sama sekali tidak menarik, sepi dan monoton. Dalam satu
kesempatan wawancara Agus Parmadi PT, SE, MSi dengan panjang
lebar menjelaskan :
47
“Arsip harus dikelola, ditata dengan memilih orang-orang yang punya kompetensi. Membentuk komitmen yang berkaitan dengan arsip memang masih sangat kurang, terkadang kepala SKPD ada yang tidak serius dalam pengelolaan arsip, sehingga kita siapkan perubahan dari pengelolaan arsip manual kita arahkan kepada menggunakan teknologi informasi, server sudah kita siapkan, jadi nantinya tidak harus harus mengirimkan arsip secara manual. KPAD masih menunggu sistem ini diberlakukan secara nasional dan sudah dikomunikasikan langsung dengan Telkom. Berkaitan dengan arsip, meskipun sudah kita rencanakan berbasis taknologi informasi, pengelolaan fisik arsip juga tidak boleh terabaikan, kan berbahaya semisal produk-produk faktual yang ada di SKPD sampai tercecer sebab bukti fakta otentiknya arsip itu juga harus tetap ada. Terkait dengan perpustakaan, pelayanan perpustakaaan yang berjalan dengan rutin baru layanan baca di tempat dan pemutaran film, untuk selanjutnya kita harapkan story telling bisa dilaksanakan di perpustakaan salatiga ini.”
Hambatan Reformasi Birokrasi
KPAD sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan
Pemerintah Kota yang melakukan pelayanan publik dan bersentuhan
dengan masyarakat luas, mau tidak mau harus harus berbenah dengan
melakukan reformasi birokrasi untuk membangun kepercayaan
masyarakat. Menurut Prof. Prijono, Tujuan utama reformasi birokrasi
yaitu menghasilkan pelayanan publik yang responsif, tidak memihak
dan profesional yang bertujuan mengurangi rendahnya kepercayaan
terhadap peran pemerintah dalam memenuhi dan melayani
kepentingan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, reformasi birokrasi di KPAD bukannya
tanpa hambatan. Agus Parmadi menjelaskan :
48
“Secara prinsip berkaitan dengan arsip membutuhkan pengkondisian, karena yang kita layani adalah SKPD yang merupakan bagian dari birokrasi, sehingga agak susah untuk bisa kita ajak jalan cepat, memang terlihat lambat tapi meskipun demikian tetap jalan. Penanganannya jelas berbeda dengan perpustakaan yang pelayanannya lebih mudah, hanya sebatas apa yang dibutuhkan masyarakat seperti peminjaman buku, ketika tidak ada yang mengembalikan kita cabut keanggotaannya. Sedangkan melakukan pembinaan kearsipan di SKPD butuh kesabaran. Sampai sekarang arsip koleksipun belum lengkap, masih sebatas arsip yang kurang mempunyai nilai guna, bukan arsip vital bahkan depo arsip pun belum memenuhi syarat, oleh karena itu rencana akan diadakan renovasi supaya penataan arsip lebih terkondisikan, meskipun pelan tetap ada pergerakan. Reward punishment juga perlu diperjelas, sehingga kalau ada petugas yang kerjaannya tidak beres bisa langsung ditegur.”
Melihat perkembangan kebutuhan SDM dari tahun ke tahun,
KPAD sebenarnya masih kekurangan pegawai, menurut perhitungan
Analisis Beban Kerja (ABK) KPAD masih kekurangan pegawai yang
mempunyai kompetensi bidang di perpustakaan dan kearsipan.
Penataan staf dan mutasi pegawai di lingkungan Pemerintah Kota
terkadang juga menjadi persoalan tersendiri, ritme kerja yang sudah
dibangun biasanya akan mengalami penyesuaian ketika ada pegawai
yang dimutasi, baik mutasi keluar maupun masuk ke KPAD. Beberapa kendala dalam menjalankan pelayanan baik kepada
masyarakat serta dalam melakukan tugas pokok dan fungsi juga dialami
Seksi Bina Perpustakaan dan Kearsipan, seperti diungkapkan Rinaldi
Anggoro Shakti :
“Masing-masing seksi di KPAD itu dibentuk untuk menangani bidang yang spesifik yaitu perpustakaan dan kearsipan,
49
idealnya SDM yang ada memang mempunyai keahilan di bidang tersebut, cuma kondisi sekarang di seksi bina perpustakaan dan kearsipan belum ideal. Perlu dipetakan mengenai kebutuhan, hambatan di lapangan, langkah ke depan, pembinaan lembaga atau Sumber Daya Manusia, bentuk kerjasama, promosi, bahkan sampai sistem yang berjalan masih relevan atau perlu kita evaluasi. Jadi perlu sumber daya lain yang disiapkan untuk mengantisipasi masalah tersebut. Kemudian mengenai internal KPAD, kebanyakan teman juga masih bingung soal SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan kurang memahami tentang job deskripsinya, sehingga beberapa persoalan tersebut harus segera kita urai agar memudahkan pekerjaan-pekerjaannya.”
Dalam proses perencanaan kegiatan di KPAD meski sudah
dirancang dengan cermat terkadang juga masih menyisakan beberapa
detail yang kurang, proses diskusi perencanaan kegiatan sebelum
menjadi dokumen juga selalu dibahas di internal KPAD secara
berjenjang.
Pelayanan Publik yang Sudah Direformasi
Pelayanan publik (public services) merupakan salah satu
perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat.
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Pemerintahan dalam hal ini KPAD pada hakekatnya adalah pelayanan
kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya
sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi
yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan
kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama
(Rasyid, 1998). Birokrasi berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan pelayanan baik dan profesional.
50
Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga,
merupakan SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga yang
memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Berkaitan dengan
pelayanan perpustakaan dan kearsipan yang ada di KPAD, Agus
Parmadi PT menjelaskan :
“Perpustakaan Salatiga ingin ikut andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dengan mengupayakan perbaikan dalam hal kelembagaan Sumber Daya Manusia, infrastruktur, pendanaan, pelayanan dan semua hal, oleh karena itu Visi KPAD adalah “Menjadikan perpustakaan dan arsip sebagai pusat informasi, pengetahuan, dan kebudayaan yang mendukung visi Kota Salatiga”. Visi dan misi yang kita buat tertuang dalam maklumat pelayanan KPAD yaitu “siap memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat”, karenanya KPAD mengambil motto ‘dengan membaca kita lebih hidup’, maksudnya supaya kehidupan masyarakatnya semakin sejahtera, mandiri, dan bermartabat.” Pelayanan di KPAD mencakup pelayanan perpustakaan dan
kearsipan, dua pelayanan ini berkontradiksi jadi satu. Layanan
perpustakaan menyediakan buku yang harus dibaca dan dilayankan
kepada masyarakat sebagai pemustaka, sedang pelayanan kearsipan
harus menyimpan, mengamankan dan tidak boleh sembarangan untuk
dibaca, terkait hal tersebut Parmadi menambahkan :
“Supaya segala macam pelayanan bisa berjalan dengan baik KPAD berusaha menyediakan infrastruktur yang terbaik, menyediakan buku yang terbaik, jadi adanya gedung perpustakaan dengan anggaran yang tidak, total sekitar 12 Milyar, harus bisa memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat dengan merubah jam pelayanan selama satu minggu tujuh hari kerja, tidak ada hari libur untuk pelayanan,
51
jam layanan per harinya juga kita tambah, hari senin sampai jum’at, pelayanan kita buka jam 8 pagi sampai jam 8 malam, sabtu dan minggu jam 8 pagi sampai jam 4 sore, dengan maksud agar masyarakat bisa menggunakan dan memanfaatkan perpustakaan kapan pun. Saat ini perubahannya signifikan, dari yang semula hanya sekitar 50 pengunjung sekarang sudah mencapai 800 sampai 1000 orang per hari.”
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Perpustakaan Salatiga
telah mengalami perkembangan yang baik. Keinginannya untuk
menjadi perpustakaan modernpun telah dibuktikan dengan adanya
pelayanan perpustakaan berupa sistem otomasi SLIMS (Senayan Library Management System), yaitu fasilitasi dengan pelayanan
internet gratis, baik dengan PC (Personal Computer) maupun akses
wifi, selain itu ada juga gallery planning atau gambaran pembangunan
kota salatiga ke depan, termasuk didalamnya informasi mengenai
investasi.
Dampak Reformasi Birokrasi
Perubahan yang terjadi di KPAD jelas berdampak terhadap
“aktor” yang ada, kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan jelas sangat dibutuhkan. Perubahan menuntut
“aktor” untuk meningkatkan kompetensi yang dimiliki, baik dengan
mengikuti pendidikan dan pelatihan atau secara kreatif membaca
literatur yang dibutuhkan. Sri Hartani selaku Kepala Sub Bagian Tata
Usaha Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah mengatakan :
“Proses perubahan ini sempat membuat beberapa teman berpikir “wah kalau seperti ini saya akan pensiun dini”, hal tersebut tidak lain karena beberapa merasa tertinggal dengan adanya kemajuan teknologi, selain itu beberapa inovasi yang dilakukan di KPAD tidak bisa dengan cepat mereka ikuti,
52
meskipun ini merupakan sebuah keniscayaan demi kebaikan bersama.”
Para “aktor” di KPAD dituntut mempunyai kemampuan, baik
berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap perilaku yang memadai,
sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin kritis dan berani
melakukan kontrol terhadap pelayanan yang diberikan pemerintah,
dalam hal ini KPAD. Secara mandiri KPAD sudah menyiapkan sumber
dayanya untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi dengan
melakukan pelatihan internal berkaitan sistem komputerisasi untuk
pelayanan yang memang relatif cukup baru di KPAD. Pelayanan tujuh
hari kerja di KPAD cukup mendapat apresiasi dari masyarakat,
meskipun secara umum ada beberapa kendala terkait jumlah pegawai.
Rinaldi Anggoro Shakti mengatakan:
“Agar tidak terjadi semacam cultured shock karena perubahan layanan dengan menggunakan sistem komputerisasi, seharusnya memang SDM yang ada disiapkan untuk itu, sehingga ada yang kemudian mau belajar dan untuk mengantisipasi perubahan tersebut. Kalau mau jujur pelayanan tujuh hari kerja itu berat, manusia kan ada batasan-batasan, tidak mungkin seorang itu memberi pelayanan dari pagi sampai malam, bagaimanapun waktu kerja efektif ada ukurannya, sehingga kita sudah mengaturnya sedemikian rupa supaya pelayanan tetap berjalan lancar.”
Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan fungsi
aparatur negara sebagai abdi negara. Pemerintah dalam hal ini KPAD
dituntut menerapkan prinsip equity, artinya pelayanan di KPAD tidak
boleh diskriminatif, semua masyarakat mempunyai hak yang sama atas
pelayanan-pelayanan yang ada sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah merupakan
implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat.
Kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public services) cukup strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana
53
aparatur pemerintah dalam hal ini KPAD mampu memberikan
pelayanan yang prima kepada masyarakat. Untuk itu ada beberapa
strategi yang dilakukan KPAD untuk menarik minat masyarakat di
Salatiga dan sekitarnya, seperti diungkapkan Agus Parmadi selaku
Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga
“Kita tidak membatasi siapapun yang ingin berkunjung ke perpustakaan. Pada ranah memberikan informasi KPAD mencoba memfasilitasi semua golongan, seperti layanan berkebutuhan khusus yang diberikan kepada pengunjung tuna netra berupa koleksi buku braille dan komputer bicara. Semua boleh berkunjung, menikmati, memanfaatkan layanan perpustakaan, tidak ada batasan, baik itu anak-anak, laki-laki perempuan, tua maupun muda. Salah satu prinsip pelayanan terbaik yang coba kita berikan kepada masyarakat”
Perpustakaan harus memiliki magnet yang menarik masyarakat
untuk berkunjung, kalau pelayanan tidak ada daya tarik, orang tidak
akan datang, karenanya fasilitas yang diberikan juga harus menarik.
Terkait hal tersebut Agus Parmadi menambahkan:
“KPAD dalam hal ini sudah melakukan beberapa perbaikan, mulai dari halaman gedung perpustakaan yang rutin digunakan untuk pameran buku, senam lansia dan bahkan pernah juga dipakai untuk pameran lukisan. Khusus pameran buku memang kita program secara rutin, ini dimaksudkan untuk meningkatkan gerakan gemar membaca di masyarakat dan ternyata animo masyarakat cukup tinggi. Di gedung pelayanan KPAD banyak fasilitas yang diberikan seperti ruang multi media yang menjadi Broadband Learning Center, ruangan ini rutin digunakan oleh beberapa komunitas seperti HIMPAUDI, Komunitas Ibu Profesional, Komunitas Salatiga Berbagi, Teater Debunk, untuk melakukan workshop baik untuk masyarakat umum maupun anggota komunitas tersebut. KPAD juga
54
mencoba nguri-uri seni tradisi dengan membuka Sanggar Tari “Khayangan”, kelas tari ini dibuka untuk siswa usia Sekolah Dasar dan rutin berlatih setiap hari minggu.”
Reformasi Birokrasi di KPAD
Reformasi birokrasi merupakan langkah awal untuk mencapai
kemajuan suatu negara dan salah satu cara untuk membangun
kepercayaan rakyat. Reformasi birokrasi hakikatnya merupakan upaya
untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap
sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-
aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process), dan
sumber daya manusia aparatur.
Perpustakaan dan Arsip Daerah dalam hal ini juga perlu
melakukan reformasi birokrasi agar tetap eksis mengikuti
perkembangan masyarakat, baik secara aspek kelembagaan,
ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia aparatur. Menurut Tamin
(2004: 74) reformasi birokrasi adalah adanya pembaharuan dan
penyesuaian untuk membentuk kembali pada maksud semula
diadakannya birokrasi pemerintah, didefinisikan berbagai kalangan
melalui bermacam-macam angle, berkonotasi mencapai kebijakan
birokrasi pemerintah di negara demokratis yang betul-betul bekerja
sesempurna-sempurnanya, berorientasi kepentingan publik dengan
menerapkan manajemen yang semakin modern. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah (KPAD) Kota Salatiga
sebagai lembaga teknis Kota Salatiga terbentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Salatiga Nomor 11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Salatiga. Pembentukan
lembaga ini bertujuan untuk menangani penyusunan kebijakan teknis,
pelaksanaan, dan pembinaan teknis dibidang perpustakaan dan arsip
daerah.
55
Dinamisnya kepemimpinan pada ranah Pemerintah Daerah
yang dimaksudkan untuk kelancaran mesin birokrasi terkadang
menjadi persoalan tersendiri. KPAD sebagai Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) juga mengalami ini. Paradigma pemahaman dari SKPD
di lingkungan Pemerintah Kota terkait pentingnya Perpustakaan dan
Arsip bisa saja berubah jika terjadi resuffle kepemimpinan. Dibutuhkan
figur pemimpin yang concern, memberi perhatian agar kegiatan pokok
perpustakaan dan arsip daerah dapat berjalan dengan baik. Pemimpin merupakan aktor yang mempunyai pengaruh kuat
dalam melembagakan suatu organisasi, aktor dapat berupa orang,
kelompok, organisasi atau jalinan yang mampu mengambil keputusan
dan bertindak dengan cara yang sedikit banyak terkoordinasi. Para
aktor dapat berupa individu, kelompok, partai, pemerintah dan
sebagainya. Kelompok-kelompok yang terorganisasi mempunyai tujuan
dan sasaran dalam situasi interaksi dan mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan tindakan kolektif. Sudah barang tentu terdapat proses-
proses sosial di dalam kelompok. Setiap aktor mempunyai serangkaian
tertentu kesempatan bertindak untuk dipilihnya. Setiap tindakan yang
dipilihnya akan memberikan dampak dan aksi (Burns, 1987 dalam Novi
Yani 2013). Berbicara tentang kapasitas dan kualitas aktor ada di KPAD
Kota Salatiga sebenarnya cukup ironis, sebab hanya ada 6 orang yang
linear dengan bidang perpustakaan dan kearsipan, yaitu 3 orang
lulusan diploma kearsipan, 1 orang diploma perpustakaan, 1 orang
sarjana perpustakaan dan 1 orang sarjana sosial dengan konsentrasi
perpustakaan. Padahal KPAD menangani 60 Satuan Kerja di wilayah
Pemerintah Kota Salatiga, dan 155 sekolah yang selama ini belum
tercover secara maksimal oleh KPAD. Pesatnya perkembangan pelayanan menjadi persoalan bagi
KPAD karena terbatasnya personil yang dimiliki, Agus Parmadi selaku
Kepala Kantor mensiasati keterbatasan personel dengan membuat
terobosan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, atas ijin
56
Kepala Daerah beliau meminta tambahan personel Tenaga Harian
Lepas yang berlatar belakang pendidikan perpustakaan sejumlah 6
orang disamping tenaga kontrak Satpam dan tenaga kebersihan.
Visi KPAD Kota Salatiga yaitu ingin “Menjadikan perpustakaan
dan arsip sebagai pusat informasi, pengetahuan, dan kebudayaan yang
mendukung visi Kota Salatiga” masih bertahan sampai sekarang. Visi
dan misi dibuat lebih mengarah kepada pelayanan sebagaimana
tertuang dalam maklumat pelayanan KPAD yaitu “siap memberikan
pelayanan yang terbaik untuk masyarakat”. Konsekuensi dari
maklumat pelayanan tersebut KPAD harus memaksimalkan potensi
yang ada. Pierson (2000) menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada
suatu institusi dipengaruhi oleh proses dan bukan hanya oleh aktor
rasional transaksional, jadi sangat mungkin sebuah organisasi pada
prosesnya maupun pada akhirnya akan menyimpang dan berubah
haluan, yang berarti tidak seperti cita-cita dan visi ketika organisasi itu
dibentuk. Masyarakat sekarang ini sudah bosan dengan pelayanan publik
yang tidak responsif, lamban dan berbelit-belit. Kemudahan dalam
akses informasi menjadikan mereka kritis terhadap prilaku birokrat
yang menempatkannya sebagai obyek dan belum dianggap sebagai
partner. Media sosial menjadi umum dalam melampiaskan kekecewaan
atau bahkan mengkritisi kinerja birokrasi yang cenderung mempunyai
motif untuk mengontrol perilaku masyarakat dan mencari keuntungan
ekonomi. KPAD sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah di
Pemerintah Kota Salatiga yang melakukan pelayanan publik kepada
masyarakat pun berbenah melakukan perubahan seiring tuntutan
masyarakat untuk menyediakan pelayanan perpustakaan dan kearsipan
di Kota Salatiga. Kesadaran masyarakat akan pentingnya arsip akhirnya
pendorong perubahan di internal KPAD itu sendiri, ini dibuktikan
dengan banyaknya permintaan untuk mendampingi pengelolaan arsip
57
baik di SKPD maupun dari BUMD yang ada di Kota Salatiga, sedangkan
berkaitan dengan pelayanan perpustakaan dan kearsipan yang ada di
KPAD. Fasilitas yang disediakan sekarang tidak hanya membaca buku,
tetapi juga mengacu pada perpustakaan modern. Prinsipnya
pengunjung yang datang bisa mencari informasi dengan cepat, mudah,
murah. Prinsip inilah yang diinginkan masyarakat, apabila hanya
menyediakan koleksi buku saja, pengunjung yang datang belum tentu
mendapatkan apa yang diinginkan, oleh karena itu disediakan layanan
perpustakaan dengan sistem otomasi SLIMS (Senayan Library Management System), penyediaan fasilitas dengan pelayanan internet
gratis, baik dengan PC (Personal Computer) maupun akses wifi. Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan fungsi
aparatur negara sebagai abdi masyarakat. Pemerintah dalam hal ini
KPAD dituntut menerapkan prinsip equity, artinya pelayanan di
KPAD tidak boleh diskriminatif, semua masyarakat mempunyai hak
yang sama atas pelayanan-pelayanan yang ada sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah
merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan
masyarakat. Kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum
(public services) cukup strategis karena menentukan sejauh mana
aparatur pemerintah dalam hal ini KPAD mampu memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat. Sebuah lembaga seharusnya memiliki kepribadian sendiri dan
bukan merupakan hasil dari agresi aktor. Sehingga dalam mempelajari
sebuah proses kelembagaan (institusionalisasi) harus memiliki frame
yang jelas dilihat dari dasar-dasar kesamaan organisasi dan turunannya,
hubungan antara struktur dan perilaku, peran simbol dalam kehidupan
sosial, hubungan antara gagasan dan kepentingan, serta ketegangan
antara kebebasan dan ketertiban. Di Maggio dan Powel (1983)
menggunakan pendekatan institusionalisme tersebut untuk
menjelaskan homogenitas institusi dan juga menjelaskan bagaimana
58
institusi dapat berubah dari waktu ke waktu dalam hal karakter dan
potensi.
Top Related