7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
1/23
Analisis Pengaruh Variabel Geometri Pin Tool Terhadap Mikrostruktur
dan Sifat Mekanik Sambungan Dissimi lar F ri ction Stir Welding(FSW)
Aluminium A5052 dan Tembaga
Prof. Dr. Ir. Winarto, M.Sc., Dr. Ir. Rini Riastuti, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Sutopo, M.Sc., AisyahNur Afianti
Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok,
Depok, 16436, Indonesia
Email:[email protected];[email protected]
Abstrak
Aluminium dan tembaga telah umum digunakan di industri, terutama industri elektronik.
Namun biasanya penyambungan aluminium dan tembaga masih dilakukan dengan brazingataupun cladding. Friction stir welding (FSW) menawarkan proses penyambungan dengan
hasil yang lebih baik karena tidak terjadi perubahan mikrostruktur akibat panas dari
pengelasan. Perbedaan geometri pin tool disinyalir akan memberikan perbedaan pada
mikrostruktur dan sifat mekaniknya, maka Al 5052 danpure wroughtCu disambung dengan
FSW menggunakan geometripin tool tapered cylindricaldan threaded cylindrical. Kemudian
makro dan mikrostrukturnya diamati dengan mikroskop optik dan SEM, serta sifat
mekaniknya diuji dengan pengujian tarik dan keras. Pada kedua hasil sambungan, di struktur
mikronya terbentuk senyawa intermetalik Al-Cu dan struktur komposit. Berdasarkan sifat
mekaniknya, secara umum dengan menggunakan pin tool tapered cylindrical akan
menghasilkan sambungan yang lebih baik.
Analysis of the Effect of Tool Pin Geometry Variable to Microstructure and Mechanical
Properties from Dissimilar Friction Stir Welding (FSW) Joint of A5052 Aluminum and
Copper
Abstract
Aluminum and copper has been widely used in industry, especially in electronic industry. But mostly,the joining of Al-Cu is produced by brazing and cladding. Friction stir welding offer a newer andbetter joint because it doesnt change the microstructuredue to welding process heat. The difference oftool pin geometry will provide a differences in microstructure and mechanical properties of the joint,so 5052 series of Al and pure wrought Cu are joined by FSW process with tapered cylindrical andthreaded cylindrical tool pin. Then its microstructure was observed with an optical microscope andSEM, as well as its mechanical properties are tested by tensile test and hardness test. Themicrostructure formed Al-Cu intermetallic compounds and composite structures. Based on itsmechanical properties, generally the joint by using tapered cylindrical tool pin produces a better result.
Keywords: FSW, Al, Cu, tapered cylindrical, threaded cylindrical.
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
2/23
1. Pendahuluan
Friction Stir Welding (FSW) adalah salah satu jenis pengelasan solid state yang
pertama kali ditemukan dan dipatenkan oleh Wayne Thomas dari The Welding Institute
(TWI) pada tahun 1991. Dewasa ini, metode FSW menjadi fokus utama pengembangan
terutama di aplikasi industrial karena potensinya yang dapat menyambung dua material yang
sangat sulit untuk disambung dengan metode penyambungan konvensional karena sifat
mekaniknya yang jauh berbeda seperti aluminium dan tembaga(1).
Karena salah satu keuntungan dari metode FSW adalah tidak mempengaruhi
mikrostruktur hasil lasannya sehingga dengan demikian tidak terlalu mengurangi sifat
mekanisnya, maka metode ini dipakai dalam ruang lingkup yang luas. Beberapa lingkup
bidang yang telah mengaplikasikan metode FSW antara lain industri kelautan sepertiperkapalan, industri otomotif seperti pembuatan sasis mobil, industri penerbangan dan
aeronautika, industri konstruksi dan perpipaan serta industri elektronik.
FSW memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan proses pengelasan pada
umumnya, salah satunya adalah mikrostruktur hasil lasannya tidak terlalu terpengaruh panas
lasan. Beberapa keunggulan lain dari proses pengelasan dengan metode FSW adalah:
1. Sifat mekanik yang baik karena mikrostrukturnya tidak terpengaruh panas las.
2. Deformasi minimum sehingga meminimalisir pula cacat yang mungkin terbentuk.
3.
Tidak bersifat consummable(karena tidak memerlukan kawat las ataufiller metal).
4. Aplikasinya mudah dan dapat dilakukan dalam segala kondisi serta posisi.
5. Dampak terhadap lingkungan rendah karena tidak ada pencemaran akibat efek samping
dari proses, hasil dan sisa pengelasan.
6. Kekuatan las yang superior.
Penyambungan logam dengan metode FSW secara teori dapat menyambung dua
logam yang berbeda (dissimilar friction stir welding), namun meskipun telah dilakukan
berbagai percobaan dan penelitian terutama untuk penyambungan aluminium dan tembaga,
masih dibutuhkan analisis yang lebih mendalam terhadap perubahan struktur mikro dan sifat
mekanik dari hasil lasannya karena hingga saat ini belum dicapai penyambungan dissimilar
yang benar-benar berhasil (1). Penggunaan kombinasi dua jenis material logam non-ferro
seperti aluminium dan tembaga banyak sekali diaplikasikan untuk bidang elektronika, seperti
pada terminal kabel (bimetal terminal cable) pada kabel frekuensi tinggi dan sebagai plate
conjuction atau connector pada kabel transformator (trafo) dan lain-lain. Sejauh ini, untuk
mengaplikasikannya kombinasi kedua material tersebut disambung dengan menggunakan
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
3/23
proses brazing yaitu penyambungan logam dengan menggunakan logam pengisi dimana
biasanya logam pengisi mempunyai titik cair yang lebih rendah dari logam yang akan
disolder, atau cladding yaitu penekanan logam pada temperatur tinggi agar kedua logam
tersambung.
Dikarenakan aluminium merupakan jenis logam yang mudah teroksidasi pada suhu
tinggi dan menimbulkan retak las (welding crack) jika dilakukan pengelasan, maka sebagian
berpendapat mustahil jika aluminium dan tembaga disambung dengan teknik pengelasan.
Namun menurut teori, penggunaan teknik FSW pada material logam yang berbeda jenis dapat
menghasilkan sambungan yang lebih kuat dan efisiensi energi yang lebih baik, karena proses
pengelasan FSW pada prosesnya hanya memerlukan energi panas dari gaya gesek yang
dihasilkan.
Gambar 1.Kombinasi logam aluminium dan tembaga untuk aplikasi bidang elektronika
2. Dasar Teori
2.1. Prinsip Kerja Fri ction Stir Welding(FSW)
Pengembangan metode ini berubah secara signifikan dari gerak putaran konvensional
dan gesekan linier yang saling berbalasan menjadi penyambungan dua buah material dengan
media gesek berupa perkakas las atau toolsdari material logam keras. Konsep dasar dari FSW
sebenarnya cukup sederhana, dimana unconsummable rotating tooldengan pindan shoulderyang telah dirancang khusus ditempatkan di bagian yang ingin disambungkan, kemudian
dijalankan di sepanjang jalur penyambungan (5). Proses FSW melibatkan pembentukan
sambungan dibawah temperatur melting dari logam induk. Panas yang dihasilkan didaerah
lasan biasanya sekitar 80-90% dari titik lebur logam induk. Panas yang dibutuhkan untuk
menyambung material didapat darishoulderdanprobedari toolyang berputar dan mengalami
gaya gesek sehingga menghasilkan energi panas. Panas yang dihasilkan dari pengadukan
mekanik ini akan menyebabkan logam yang diaduk melunak tanpa melewati titik leburnya,
hal ini lah yang memungkinkan toolpengelasan bisa bergerak di sepanjang jalur pengelasan.
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
4/23
Selama pin tool bergerak di sepanjang jalur pengelasan, permukaaan depan pin akan
memberikan gaya dorong plastis terhadap logam ke arah belakang pin sambil memberikan
gaya tempa yang kuat untuk mengkonsolidasikan logam las.
Gambar 3. Mekanisme FSW(5)
2.2. Daerah Lasan FSW
Struktur mikro hasil friction stir welding terdiri dari tiga bagian, yaitu daerah adukan
(stir zone), bagian terpengaruh panas secara termomekanik (thermomechanical affected zone)
dan bagian terpengaruh panas (heat affected zone). Pada daerah adukan (stir zone), daerah ini
mengalami laju tegangan dan regangan tertinggi serta temperatur yang tinggi. Kombinasi ini
menyebabkan pada daerah ini terjadi rekristalisasi dinamik, dimana butir pada daerah ini
berbentuk equiaxed dan umumnya berukuran lebih kecil dibandingkan parent material.
Disamping itu, daerah ini juga merupakan daerah yang terdeformasi dengan kuat, dimana
struktur mikro di stir zonesangat tergantung pada bentuk perkakas las, kecepatan rotasi dan
translasi, tekanan dan karakteristik bahan yang akan disambung. Yang unik, pada beberapa
hasil lasan terdapat fenomena onion ring di daerah ini karena terbentuk struktur seperti
cincin-cincin konsentris.
Sedangkan pada daerah yang terpengaruh panas secara termomekanik
(thermomechanical affcted zone) terjadi difusi atomik akibat terjadi deformasi plastis yang
juga kuat dan temperatur gesekan yang juga tinggi. Pada aluminium, panas akibat gesekan
memungkinkan terjadinya regangan plastis namun tanpa adanya proses rekristalisasi. Selain
itu, pada daerah ini juga terjadi pengkasaran dari presipitat. Kemudian untuk daerah
terpengaruh panas (heat affected zone), daerah ini termasuk ke dalam siklus termal pengelasan
namun tidak mengalami deformasi. Daerah ini umum terbentuk di semua hasil lasan, namun
pada metodefriction stir weldingpanas dari gesekan hanya menumbuhkan butir-butir saja(8).
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
5/23
Gambar 4.Daerah yang mengalami perubahan struktur mikro hasilfriction stir welding(8)
2.3. Desain ToolsFSW
Pada proses FSW, bentuk geometri toolmemberi pengaruh yang sangat signifikan pada
sifat mekanik hasil pengelasan(11). Bentuk geometri memberikan pemanasan setempat (in-situ
heating), pengadukan logam induk, dan membentuk sambungan dimana pin tool dengan
shoulder menentukan aliran material ketika logam diaduk dan panas yang dihasilkan
menghilangkan tegangan yang terdapat pada material (12).FSW dapat dilakukan dengan tool
dengan bentuk geometri yang sederhana untuk memperoleh sifat mekanik yang baik. Desain
toolyang terbaru menghasilkan aliran material yang intensif pada bagian adukan (stir zone)
dan menghasilkan kualitas lasan yang lebih baik(13).
Untuk mendapatkan hasil las yang optimal, bahan dan bentuk punggung serta pin
didesain sedemikian rupa. Bahan perkakas las yang digunakan tergantung kepada logam yang
akan disambung. Perkakas las berbahan seperti baja kecepatan tinggi (HSS), baja perkakas
H13, dan D3 digunakan untuk menyambung logam aluminium, magnesium dan tembaga.
Sedangkan paduan tungsten seperti tungsten karbida (WC), tungsten rehenium (W-25%Re)
danpolycrystal cubic boron nitrate(PCBN) digunakan untuk menyambung logam yang lebih
keras seperti baja, nikel dan titanium. Bentuk perkakas las juga bervariasi seperti punggung
rata, bergelombang dan mangkok terbalik dikombinasikan dengan pin berbentuk silinder,
kerucut dan oval dengan permukaan rata, ulir dan kombinasinya.
Gambar 6. Bentuk geometri dasar pin tools FSW(11)
.
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
6/23
2.4. Aluminium
Berabad-abad yang lalu, aluminium telah diidentifikasi sebagai logam yang paling
umum ditemukan di bumi, terbentuk sebanyak 8% dari kerak bumi. Namun, baru pada tahun
1808 seorang electrochemist dari Inggris yang bernama Sir Humphrey Davy mematenkan
keberadaan aluminium. Secara umum, sifat-sifat aluminium yang paling unggul adalah logam
ini ringan, memiliki ketahanan korosi yang sangat baik, memiliki hantaran listrik yang baik
serta memiliki sifat mampu bentuk dimana aluminium dan paduannya dapat dikerjakan baik
dalam pengerjaan dingin (cold-working) maupun pengerjaan panas. Penggunaan logam ini di
industri sangat luas, mulai dari industri peralatan rumah tangga, pesawat terbang, mobil,
konstruksi dan lain sebagainya.
Aluminium, seperti juga tembaga, perak dan emas, terkristalisasi dengan membentuksusunan atom face-centered cubic (FCC), susunan yang umum untuk logam-logam lunak.
Aluminium memiliki berat atom 26.98 danspecific gravity2.70, kira-kira sepertiga dari berat
baja yang biasanya digunakan di industri, kecuali untuk logam titanium dan magnesium yang
lebih ringan. Berdasarkan International Annealed Copper Standard (IACS), konduktivitas
elektrik dari alumunium 99.99% murni di suhu 20o C adalah 63.8%. Aluminium dan
paduannya hanya sedikit memiliki sifat paramagnetik, dimana derajat magnetisasi aluminium
99.99% murni hanya sebesar 0.623 x 10-6. Konduktivitas termal () aluminium 99.99% murni
adalah 244 W/mK di rentang suhu 0-100C, atau menurut IACS adalah sebesar 61.9%. Suhu
lebur aluminium sangat bergantung pada kemurnian aluminium, sebagai contoh titik lebur
aluminium 99.99% murni dalam tekanan atmosfer ada pada 660C, namun akan turun ke titik
635C pada aluminium komersil 99.5% murni.
2.5. Tembaga
Tembaga merupakan salah satu logam non-polymorphus dan nonmagnetik yang
memiliki struktur kristal Face-centered Cubic (FCC). Tembaga juga dikenal karena warna-
warnanya yang indah tergantung dari penambahan unsur paduannya. Tembaga murni
umumnya berwarna merah kecoklatan, penambahan seng akan membuat warnanya menjadi
kekuningan dan penambahan nikel akan membuat warnanya menjadi keperakan. Temperatur
lebur tembaga berada pada titik 1083C dan berat jenisnya sebesar 8900 kg/m3, yang berarti
tiga kali lebih berat dibandingkan dengan aluminium. Konduktivitas listrik dan panas tembaga
lebih rendah jika dibandingkan dengan perak, namun 1.5x lipat lebih tinggi dibandingkan
dengan aluminium. Konduktivitas tembaga berdasarkan standar dari IACS adalah sebesar 58
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
7/23
ms/s, dan penambahan unsur paduan ke dalam tembaga murni akan menurunkan
konduktivitasnya. Tembaga murni hampir tidak dapat ditemukan di alam, biasanya
didapatkan dari ore seperti chalcopyrite (CuFeS2), azurite (Cu3[OH-CO3]2) dan malachite
(Cu2[OH-CO3]2).
Sifat mekanik tembaga ditentukan oleh lattice structurenya, namun secara umum
tembaga memiliki formability yang baik dan ketangguhan yang cukup tinggi baik di suhu
ruang maupun jika suhunya diturunkan, sedangkan menaikkan temperatur operasi tembaga
secara berkala akan menurunkan kekuatannya dan pada suhu sekitar 500C sifat plastis
tembaga juga menurun. Oleh karena itu, jika ingin memberi perlakuan cold formingatau hot
forming, suhu yang pas untuk tembaga adalah di sekitar 800-900C. Dalam kondisi as-cast,
kekuatan tembaga adalah sebesar 160 MPa, dimana proses hot rolling akan meningkatkan
kekuatannya hingga 220 MPa. Tembaga juga mempunyai keuletan yang baik dan dengan
memberi perlakukan cold deformationmaka kekuatan dan ketangguhannya akan naik hingga
mendekati kekuatan dan ketangguhan dari baja lunak. Karena sifatnya yang cukup tangguh,
tembaga memiliki sifat mudah untuk difabrikasi dan machinabilitynya baik. Tembaga juga
bisa diwelding, brazingdansoldering.
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan simulasi friction stir weldingbeda logam antara aluminium
paduan 5052 dengan tembaga murni untuk mengetahui pengaruh dari variabel perbedaan
geometri pin tool terhadap mikrostruktur dan sifat mekaniknya. Geometri pin tool yang
digunakan adalah tapered cylindrical (silinder kerucut) dan threaded cylindrical (silinder
berulir) dimana pin tool-pin tool tersebut dibuat dari baja HSS dengan mengunakan mesin
bubut. Sedangkan untuk sampelnya sendiri, kedua material yaitu Al 5052 dan pure wrought
Cu dipotong dengan ukuran dimensi panjang = 120 mm, lebar 50 mm dan tebal = 6 mm.
Untuk pengelasan digunakan mesin millingkonvensional sebagai mesin pemutar tool las di
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tangerang dan Puslitsat LAPAN Bogor yang memiliki
kecepatan putar spindlemaksimum 2800 rpm, pergerakan meja mesin terdiri dari 3 sumbu
gerak dan memiliki sudut kemiringan chuck (pemegang). Suhu pengelasan berkisar antara
324.1479.0C.
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
8/23
Tabel 1.Parameter pengelasan dissimilarFSW Al dan Cu
Variabel Parameter Besaran
Pin tools Taper
Cylindrical
Kecepatan putar (rotational speed) 2800 rpm
Sudut kemiringan (tilting angle) 1 deg
Pin tools Threaded
Cylindrical Kecepatan pengelasan (welding speed) 2 mm/detik
Material hasil pengelasan kemudian didinginkan secara perlahan dan dipotong secara
melintang (cross section) untuk kemudian diamati secara metalografi dan diuji sifat
mekanisnya. Pengamatan metalografi meliputi pengamatan dengan mikroskop optik untuk
melihat makrostrukturnya, dengan SEM untuk melihat mikrostrukturnya, dengan EDX untuk
mengetahui komposisi kimia pada bagian sambungan dan dengan XRD untuk mengetahui
senyawa intermetalik yang terbentuk dari pengelasan. Seluruh pengujian metalografi
dilakukan di Center for Metal Processing and Failure Analysis (CMPFA), Departemen
Teknik Metalurgi dan Material UI, Depok. Sedangkan untuk menganalisis sifat mekanik,
dilakukan pengujian kekuatan tarik, dimana nanti grafik tegangan-regangan yang dihasilkan
dikonversi menjadi kekuatan tarik dan pengujian kekerasan dengan menggunakan metode
Vickers yang indentornya berbentuk kerucut bersudut 136. Kedua pengujian dilakukan di
Laboratorium Metalurgi Fisik dengan bantuan CMPFA, Departemen Teknik Metalurgi dan
Material UI, Depok.
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
9/23
4. Hasil Penelitian
4.1. Tampak Atas Hasil Lasan
Gambar 7.Hasil lasan dissimilarFSW (a) geometripin tools tapered cylindrical, (b) geometripin tools
threaded cylindrical.
4.2. Hasil Pengamatan dengan Mikroskop Optik
Gambar 8.Struktur makro penampang melintang hasil lasan dissimilarFSW perbesaran 8X (a) geometripin
tools tapered cylindrical, (b) geometripin tools threaded cylindrical.
4 cm(a)
4 cm(b)
a
b
6 cm
6 cm
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
10/23
Gambar 9.Struktur mikro dari mikroskop optic di bagianstir zone/nuggetmenggunakanpin tool tapered
cylindrical(a) perbesaran 50X, (b) perbesaran 500X, dan menggunakanpin tool threaded cylindrical(c)
perbesaran 50X, (d) perbesaran 500X.
4.3. Hasil Pengamatan dengan SEM
Stir Zone
A B
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
11/23
Gambar 10.Struktur mikro dari SEM bagianstir zone/nuggetdenganpin tool tapered cylindrical(a)
perbesaran 100X, (b) perbesaran 2000X bagian A, denganpin tool threaded cylindrical(c) perbesaran
100X, (d) perbesaran 2000X bagian B. Thermomechanically Affected Zone (TMAZ)& Interface
C D
A B
C D
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
12/23
Gambar 11.Struktur mikro dari SEM bagian interface dan TMAZ denganpin tool tapered
cylindrical(a) perbesaran 500X, (b) perbesaran 5000X bagian C dan denganpin tool threaded
cylindrical(c) perbesaran 100X di dekat logam induk Al, (d) perbesaran 2000X bagian D, (e)
perbesaran 100X di dekat logam induk Cu, (f) perbesaran 2000X bagian E.
Heat Affected Zone (HAZ)
Gambar 4.12Struktur mikro dari SEM bagian HAZ denganpin tool tapered cylindrical(a)perbesaran 2000X , (b) perbesaran 5000X bagian F dan threaded cylindrical(c) perbesaran 100X,
(d) perbesaran 2000X bagian G
E F
A B
C D
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
13/23
4.4. Hasil EDX
Gambar 13.Hasil EDS di bagianstir zone/nuggetdengan menggunakanpin tool tapered
cylindrical (atas) danpin tool threaded cylindrical (bawah).
4.5. Hasil XRD
Tapered Cylindrical
Tabel 2. Daftarpatternhasil XRD senyawa intermetalik yang terdapat pada daerahstir zonemenggunakanpin
tool tapered cylindrical.
Visible Ref. Code Score CompoundName
Displacement[2Th.]
Scale Factor ChemicalFormula
* 03-065-2869 53 Aluminum 0.000 0.543 Al* 00-001-1153 21 Copper
AluminumOxide
0.000 0.039 Cu Al2 O4
* 00-002-1309 12 Aluminum
Copper
0.000 0.031 Al2 Cu
* 03-065-1855 10 AluminumCopper
0.000 0.054 Al4 Cu9
* 01-076-2295 9 Dialuminiumcopper oxide
0.000 0.191 Al2 Cu O4
Element Wt% At%
AlK 45.58 66.35
CuK 54.42 33.65
Matrix Correction ZAF
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
14/23
Gambar 14.Patternsenyawa intermetalik hasil XRD pada bagianstir zonemenggunakanpin tool tapered
cylindrical.
Tabel 3. Daftarpatternhasil XRD senyawa intermetalik yang terdapat pada daerahstir zonemenggunakanpintool threaded cylindrical.
Visible Ref. Code Score Compound
Name
Displacement
[2Th.]
Scale Factor Chemical
Formula
* 03-065-2869 48 Aluminum 0.000 0.528 Al* 01-076-2295 8 Dialuminium
copper oxide0.000 0.156 Al2 Cu O4
* 00-024-0003 13 AluminumCopper
0.000 0.026 Cu9 Al4
* 00-001-1153 8 CopperAluminum
Oxide
0.000 0.041 Cu Al2 O4
* 00-002-1309 14 AluminumCopper
0.000 0.054 Al2 Cu
Gambar 15.Patternsenyawa intermetalik hasil XRD pada bagianstir zonemenggunakanpin tool threaded
cylindrical.
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
15/23
4.6. Hasil Pengujian Kekerasan
Tabel 4. Nilai kekerasan Vickers (HVN) pada 7 titik daerah lasan dissimilar FSW
PinT
oolTapered
Cylindr
ical Jejak Daerah lasan Kekerasan (HVN)
1 Logam indukAl 82
2 HAZ Al 284
3 TMAZ Al 274
4 Stir Zone 395
5 TMAZ Cu 474
6 HAZ Cu 339
7 Logam indukCu 132
PinT
oolThreaded
Cylin
drica
Jejak Daerah lasan Kekerasan (HVN)
1 Logam indukAl 62
2 HAZ Al 64
3 TMAZ Al 257
4 Stir Zone 347
5 TMAZ Cu 661
6 HAZ Cu 628
7 Logam indukCu 165
4.7.
Hasil Pengujian Kekuatan Tarik
Tabel 5.Nilai kekuatan tarik (MPa) pada hasil lasan dissimilar FSW
Variabel dissmilar FSW Kekuatan Tarik(MPa)
Daerah patah /fracture
Pin tool tapered cylindrical 165 HAZ Al
Pin tool threaded
cylindrical
52 HAZ Al
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
16/23
Gambar 16.Grafik tegangan-regangan hasil uji tarik menggunakan (a)pin tool tapered cylindrical, (b)pin tool
threaded cylindrical
5. Pembahasan
5.1. Makrostruktur dan Mikrostruktur Hasil Lasan
Dari Gambar 7, dapat dilihat bahwa hasil fisik lasan baik dengan pin tool tapered
cylindricalmaupun threaded cylindrical tidak berbeda jauh. Perbedaan hanya terlihat pada
weld pass hasil sambungan dengan menggunakan tapered cylindrical yang lebih rapi dan
menjorok ke dalam. Sedangkan pada Gambar 8 dapat dilihat perbandingan penampang
melintang hasil sambungan dissimilarFSW denganpin tool tapered cylindricaldan threaded
cylindrical. Hasil sambungan dengan menggunakan pin tool tapered cylindrical terlihat
membentuk kerucut sesuai dengan geometripin toolnya dan sesuai dengan arah adukan, yaitu
dari arah logam induk Al menuju logam induk Cu. Sedangkan hasil sambungan dengan
menggunakan pin tool threaded cylindrical lebih melebar dan lebih merata. Perbedaan ini
disebabkan pin tool threaded cylindricalmemiliki ulir-ulir yang menyebabkan daerah yang
teraduk lebih luas ketika proses pengelasan berlangsung. Namun sebagaimana terlihat pada
Gambar 8, hasil sambungan dengan tapered cylindrical penetrasinya kurang dan tidak
menutupi semua bagian material yang ingin disambungkan bila dibandingkan dengan hasil
sambungan dengan menggunakan threaded cylindrical. Hal ini disebabkan karena sudut
kerucutpin tool tapered cylindricalyang digunakan pada penelitian ini terlalu lebar dan tidak
sebanding dengan kecepatan putarannya sehingga penetrasinya tidak maksimal, sedangkan
pin tool threaded cylindrical menghasilkan pengadukan yang lebih merata. Meskipun
demikian, padastir zonehasil sambungan dengan pin tool threaded cylindricalterdapat voidatau porositas yang cukup besar pada bagian bawah stir zone. Hal ini disebabkan karena
A B
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
17/23
adanya ulir-ulir padapin probesehingga luasnya daerah material yang teraduk menyebabkan
gas-gas pengotor seperti hidrogen menjadi lebih mudah masuk dan terperangkap di dalam,
sedangkan sepanjang proses pengelasan tidak digunakanshielding gas.
Dari perbandingan Gambar 9, terlihat bahwa pada hasil sambungan menggunakan pin
tool tapered cylindrical terdapat bagian-bagian yang berwarna kekuningan (berbeda dengan
warna logam induk Al maupun Cu) yang diidentifikasi sebagai senyawa intermetalik Al-Cu,
sedangkan dengan menggunakanpin tool threaded cylindricalsenyawa intermetaliknya tidak
mengumpul dan tersebar merata menjadi butiran kecil-kecil, sebagaimana terlihat pula dari
hasil SEM pada Gambar 10 (c) dan 10 (d). Keberadaan senyawa intermetalik ini diperkuat
dengan hasil dari EDX pada Gambar 13 bisa dilihat bahwa komposisi dan peakAl dan Cu
hampir seimbang yaitu Al 45.58 & Cu 54.42% untuk pin tool tapered cylindrical dan Al
46.63% & Cu 53.57% untuk pin tool threaded cylindrical. Hal ini menjadikan fasa
intermetalik hasil dari dissimilar FSW unik karena komposisi kedua unsur dalam senyawa
tersebut hampir seimbang namun tidak bisa disebut paduan karena sifatnya berbeda. Dari
hasil XRD pada Tabel 2, Gambar 14, Tabel 3 dan Gambar 15 bisa diketahui jenis senyawa
intermetalik yang terbentuk pada bagianstir zone, yaitu Al2Cu dan Al4Cu9. Namun terbentuk
pula senyawa oksida yaitu Al2CuO4. Senyawa oksida ini kemungkinan muncul akibat mulai
terjadinya korosi galvanik, karena rentang waktu dari proses pengelasan sampel hingga diuji
dengan alat XRD berjarak 6 bulan sehingga waktunya sudah cukup untuk terbentuk senyawa
oksida.
Kemudian berdasarkan Gambar 11 dapat dianalisis keberadaan daerah interface dan
TMAZ pada hasil lasan. Jika dilihat pada Gambar 11 (a) dan 11 (b), pada hasil sambungan
dengan menggunakan pin tool tapered cylindrical daerah TMAZ hampir tidak bisa terlihat
karena hampir menyatu dengan stir zone dan menempel dengan interface, sehingga untuk
memudahkan penyebutan daerah yang berada di dekat interfacebisa disebut sebagai TMAZ.
Hal ini disebabkan karena gerak welding machine yang terlalu lama atau sempat berhenti
sebelum kemudian dilanjutkan kembali. Sedangkan daerah interface terlihat dengan sangat
jelas seperti yang ditunjuk oleh garis merah pada Gambar 11 (b). Namun di sepanjang
interfaceterdapat crackyang kemungkinan besar disebabkan oleh lokalisasi tegangan akibat
tekanan yang diberikan selama proses pengelasan berlangsung, hasil tegangan sisa setelah
sambungan tersolidifikasi serta keberadaan senyawa intermetalik pada daerah stir zone.
Sedangkan jika dilihat pada Gambar 11 (c), 11 (d), 11 (e) dan 11 (f) pada hasil sambungan
dengan menggunakan pin tool threaded cylindrical terlihat jelas daerah TMAZ-nya yangterpisah dari daerah interface. TMAZ dapat terlihat dengan jelas karena saat proses
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
18/23
pengelasan kecepatanpassing welding machinenya pas dan tidak berhenti dulu, tidak seperti
ketika menggunakanpin tool tapered cylindrical. Selain itu, geometri threaded pin toolyang
memiliki ulir-ulir juga menyebabkan adukan material menjadi lebih terpecah dan akibatnya
terlihat jelas perbedaan dari mikrostruktur di stir zone, TMAZ dan HAZ. Terlihat pula pada
Gambar 11 (c) terdapat cracknamun berbeda dengan hasil sambungan menggunakan tapered
pin tool, crack menjalar dari bagian flow arm ke arah stir zone. Namun penyebab crack
diperkirakan sama, yaitu akibat adanya lokalisasi regangan akibat dari penekanan welding
machine, tegangan sisa setelah hasil sambungan tersolidifikasi serta keberadaan senyawa
intermetalik pada daerahstir zone.
Terakhir, berdasarkan Gambar 12 dapat dianalisis keberadaan HAZ pada hasil
sambungan. Dari hasil pencitraan menggunakan SEM, terlihat jelas perbedaan antara HAZ
dengan menggunakan pin tool tapered cylindrical dan threaded cylindrical. Bentuk butir
HAZ dengan menggunakan pin tool tapered cylindrical lebih halus atau kecil-kecil,
sedangkan dengan menggunakan pin tool threaded cylindrical bentuk butirnya lebih kasar.
Hal ini kemungkinan dikarenakan panas yang dihasilkan oleh threaded pin tool lebih besar
daripada tapered pin tool akibat adanya ulir-ulir sehingga terjadi pertumbuhan butir yang
lebih pesat dengan menggunakan threaded pin tool.
5.2.
Nilai Kekerasan Hasil Lasan
Berdasarkan hasil pengujian terlihat adanya perbedaan pada kekerasan logam induk Al
dan Cu jika dibandingkan dengan literatur. Berdasarkan ASMMaterial Data Sheet, diketahui
bahwa nilai kekerasan Vickers Al A5052 sebesar 68 HVN, sedangkan berdasarkan pengujian
yang menggunakan tapered pin tool nilai kekerasannya 62 HVN dan yang menggunakan
threaded pin tool nilai kekerasannya 82 HVN. Logam induk Al pada hasil lasan dengan
tapered pin toolmendekati nilai literatur sehingga dapat disimpulkan titik yang diambil sudah
hampir benar, sedangkan logam induk Al hasil lasan dengan threaded pin toolberbeda cukup
jauh. Hal ini dapat terjadi karena titik pengambilan nilai kekerasan terlalu dekat dengan
daerah pinggir yang telah dipotong, diamplas dan secara umum telah diberikan perlakuan
sehingga terjadi strain hardening dan nilai kekerasan pada titik tersebut meningkat.
Sedangkan nilai kekerasan Vickers wrought Cu murni menurut literatur adalah sebesar 369
HVN, sedangkan berdasarkan pengujian yang menggunakan tapered pin tool sebesar 132
HVN dan yang menggunakan threaded pin toolsebesar 165 HVN. Hal ini terjadi karena Cu
merupakan material yang mudah terdeformasi, sehingga meskipun nilai kekerasan sampel
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
19/23
diambil pada titik di luar daerah las maka kemungkinan besar titik tersebut masih terkena efek
panas meskipun tidak separah daerah HAZ dan TMAZ, sehingga pada titik-titik tersebut
terjadi pelunakan yang menyebabkan nilai kekerasannya menurun jika dibandingkan dengan
literatur. Peningkatan nilai kekerasan daerah lasan terhadap logam induk yang terjadi dengan
menggunakan tapered pin tool adalah sebesar 60%, sedangkan dengan menggunakan
threaded pin tool adalah sebesar 70%. Hal ini terjadi karena pada daerah lasan yang
menggunakan threaded pin toolstruktur komposit yang terbentuk lebih rapi dan persebaran
materialnya lebih merata dibandingkan yang menggunakan tapered pin tool. Namun jika
diperhatikan,stir zoneyang menggunakan tapered pin toollebih keras dibandingkanstir zone
yang menggunakan threaded pin tool. Hal ini kemungkinan dikarenakan senyawa intermetalik
yang terbentuk pada stir zone dengan menggunakan tapered pin tool lebih banyak dan
menumpuk. Senyawa intermetalik yang memiliki sifat brittle ini kemudian ikut menaikkan
nilai kekerasan di bagianstir zone.
Kemudian pada data nilai kekerasan hasil lasan dengan menggunakan threaded
cylindrical pin tool terjadi peningkatan nilai kekerasan yang sangat signifikan pada bagian
HAZ dan TMAZ hingga menembus angka 600. Meskipun ketika diamati butir pada daerah
HAZ dan TMAZ hasil lasan dengan menggunakan threaded cylindrical pin toollebih besar-
besar dibandingkan dengan pada tapered cylindrical, hal ini bisa terjadi karena pada
pengelasan dengan menggunakan threaded cylindrical pin tool butir-butir Cu yang tepecah
menjadi partikel berukuran sangat kecil tersebar hingga mencapai daerah HAZ dan TMAZ
akibat keberadaan ulir pada pin tool. Selain itu, ulir-ulir pada pin tool menyebabkan suhu
operasi akibat gesekan yang terjadi meningkat hingga lebih dari 500C sehingga diindikasikan
pada bagian HAZ dan TMAZ juga terbentuk senyawa intermetalik.
5.3. Nilai Kekuatan Tarik Hasil Lasan
Dari Tabel 5 mengenai kekuatan tarik yang telah diolah, dapat dilihat hasil sambungan
dissimilar FSW dengan menggunakan pin tool tapered cylindrical lebih besar daripada
dengan menggunakan pin tool threaded cylindrical. Besar kemungkinan hal ini disebabkan
karena seperti yang telah dibahas pada subbab mikrostruktur pada daerah lasan yang
menggunakan threaded pin tool banyak terdapat cacat yaitu void atau porosity dan crack.
Cacat-cacat ini secara langsung mengakibatkan bondingpada daerah lasan menjadi berkurang
kekuatannya, apalagi void dan cracknya cukup besar dan panjang. Hal ini pula yang
menyebabkan kekuatan tarik hasil lasan dengan menggunakan kedua geometri pin toolmasih
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
20/23
tidak sebesar logam aslinya karena pada daerah lasan yang menggunakan tapered pin tool
juga terdapat cacat berupa crack.
Seperti yang sudah diketahui, kurva tegangan-regangan seperti pada Gambar 16
menunjukkan tidak adanya deformasi plastis yang ditandai dengan tidak adanya daerah plastis
pada kurva tersebut. Selain itu, jika daerah di bawah kurva dihitung luasnya hasilnya tidak
besar. Luas daerah di bawah kurva yang kecil juga menandakan bahwa material tersebut tidak
tangguh. Hal ini berarti ketika sudah melalui batas elastis, material tersebut akan langsung
mengalami perpatahan tanpa peringatan terlebih dahulu. Inilah yang disebut perpatahan
getas.
6. Kesimpulan
1.
Dengan menggunakan proses FSW dengan parameter kecepatan putar 2800 rpm, sudut
kemiringan 1 deg dan kecepatan pengelasan 2 mm/detik, sambungan beda logam Al
dan Cu berhasil dibuat.
2. Bagian sambungan las dissimilar FSW Al dan Cu terdiri dari logam indukAl, HAZ
Al, TMAZ Al dan interface Al-Cu, nugget/stir zone, TMAZ Cu/interface Al-Cu, HAZ
Cu, dan logam indukCu.
3. Dari penampakan mikrostruktur hasil sambungan pada bagian stir zone/nugget
terbentuk senyawa intermetalik yang bersifat brittle, yaitu Al2Cu dan Al4Cu9.
Senyawa intermetalik dari hasil menggunakan pin tool tapered cylindrical lebih
banyak dan lebih mengumpul. Selain itu hasil adukan membentuk struktur komposit
karena Cu sebagai reinforcement tersebar merata pada Al sebagai matriks, namun
persebaran lebih merata pada hasil menggunakanpin tool threaded cylindrical.
4. Pada bagian TMAZ dan interface terlihat bahwa pada hasil sambungan dengan pin
tool tapered cylindrical daerah TMAZ tidak terlihat, sedangkan pada hasil sambungan
dengan pin tool threaded cylindrical terlihat. TMAZ yang tidak terlihat disebabkan
oleh kecepatan adukan yang terlalu lambat.
5. Pada bagian HAZ terlihat bahwa ukuran butir hasil sambungan dengan pin tool
threaded cylindrical lebih besar-besar jika dibandingkan dengan pin tool tapered
cylindrical. Hal ini disebabkan geometri pin tool yang berulir menghasilkan panas
yang lebih tinggi sehingga pertumbuhan butir lebih pesat.
6. Kekerasan/hardness sambungan las dissimilar FSW dengan menggunakan pin tool
tapered cylindricalmengalami peningkatan jika dibandingkan dengan logam indukAldan Cu dengan rata-rata kenaikan angka kekerasan HVN sebesar 60%, sedangkan
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
21/23
dengan menggunakan pin tool threaded cylindrical mengalami peningkatan sebesar
70%. Pada daerah stir zone dengan menggunakan tapered pin tool kekerasannya
lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan threaded pin tool karena senyawa
intermetaliknya lebih banyak dan mengumpul.
7. Kekuatan tarik/tensile strength dengan menggunakan tapered pin tool sebesar 165
MPa dan dengan menggunakan threaded pin tool sebesar 52 MPa. Kekuatan tarik
hasil lasan denganpin tool tapered cylindrical lebih tinggi dari hasil lasan dengan pin
tool threaded cylindrical karena pada hasil lasan dengan threaded pin tool terdapat
voidyang besar. Dari hasil uji tarik diketahui bahwa kedua sambungan las mengalami
perpatahan brittle, terutama di daerah HAZ.
8. Dari hasil pengamatan struktur mikro dan pengujian sifat mekanis sambungan
dissimilar FSW Al dan Cu menggunakan pin tools tapered cylindrical merupakan
variabel yang lebih baik.
7. Saran
1.
Variabel geometripin toolakan lebih mempengaruhi mikrostruktur dan kekuatan hasil
sambungan apabila diteliti berbarengan dengan variabel rotational speed dan
transverse speed, maka perlu ditambahkan variabel-variabel tersebut pada penelitian
di masa yang akan datang.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai perlakuan post-weld heat treatment (PWHT)
setelah proses pengelasan untuk mengetahui efeknya terhadap pencegahan crackpada
hasil sambungan terutama di bagian HAZ.
8. Referensi
1. Galvo, I., et al., et al.Influence of aluminium alloy type on dissimilar friction stir lapwelding of aluminium to copper.Journal of Materials Processing Technology, 2013.
pp. 19201928.
2. Yong, Zan, et al., et al.Dissimilar friction stir welding between 5052 aluminum alloy
and AZ31 magnesium alloy. 2009.
3. Kalpakjian and Schmid.Manufacturing Engineering and Technology. 6/c, 2010.
4. Institute, The Welding. Welding Technology. 2009.
5. Mishra, Rajiv S. and Mahoney, Murray W.Friction Stir Welding and Processing:Chapter I. Ohio : ASM International Material Park, 2007.
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
22/23
6. Thomas, W.M., et al., et al.Friction Stir Butt Welding. GB Patent No. 9125978.8.
1991. International Patent Application No. PCT/GB92/02203.
7. International, ASM.Friction Stir Welding and Processing. Ohio : American Society
of Material, 2007.
8. Vilaca, Pedro, Gandra, Joao and Vidal, Catarina.Linear Friction Based Processing
Technologies for Aluminium Alloys: Surfacing, Stir Welding and Stir Channeling.
Lisbon : Instituto de Engenharia Mecanica, 2012.
9. Nandan, R. Debroy and T. Bhadeshia, H.K.D.H. Recent Advances in Friction-stir
Welding; Process, Weldment Structure and Properties. 2008, Progress in Material
Science Vol. 6, pp. 980-1023.
10. Mishra, R.S. and Ma, Z.Y. Friction Stir Welding and Processing.2005, Materials
Science and Engineering, Vol. 1-2, pp. 1-78.
11. Elangovan, K. Balasubramanian. Influences of tool pin profile and welding speed
on the formation of friction stir processing zone in AA2219 aluminium alloy. 2008,
Journal of Materials Processing Technology Vol. 1-3, pp.163-175.
12. McClure, J.C., et al., et al.Effect of Pin Tool Shape on Metal Flow During Friction
Stir Welding.NASA, 2001.
13. Cobden, Ron, et al. TALAT Lecture 1501. Brussels: European Aluminium
Association, 2009.
14. Ren, S. R., Ma, Z.Y and Chen, L.Q. Effect of Welding Parameters on Tensile
Properties and Fracture Behavior of Friction Stir Welded Al-Mg-Si alloy. 2007,
Scripta Materialia Vol. 1, pp. 69-72.
15. Shudo, Hajime.Material Testing (Zairyou Shiken), 1983.Uchidarokakuho.
16. Xue, P., et al., et al.Effect of friction stir welding parameters on the microstructure
and mechanical properties of the dissimilar Al-Cu joints. Materials Science and
Engineering A 528. 2011, pp. 4683-4689.
17.ASTM E8M-04:Method for Tensile Testing Metal.
18. Moshwan, Raza, et al., et al.Effect of Tool Rotational Speed on Force Generation,
Microstructure and Mechanical Properties of Friction Stir Welded Al-Mg-Cr-Mn
(AA5052-O) Alloy.Elsevier: Materials and Design 66. 2014, p 118-128.
19. Tan, C.W., et al., et al.Microstructural evolution and mechanical properties of
dissimilar Al-Cu joints produced by friction stir welding. Elsevier Vol. 51.2013, p.
466-473.
20. Febryansyah, Bayu Eka. Studi Sifat Mekanik dan Strukturmikro SambunganDissimilar Friction Stir Welding Aluminium dan Tembaga Terhadap Variabel
7/24/2019 Aisyah Nur Afianti Skripsi FT Naskah Ringkas 2016
23/23
Bentuk Geometri Pin Tools dan Preheating pada Tembaga. Depok : Universitas
Indonesia, 2015.
21. Kim, Hyoung-Joon and et al.Effects of Cu/Al Intermetallic Compound (IMC) on
Copper Wire and Aluminum Pad Bondability,2003. IEEE Vol. 26.
22. Xue, P., et al., et al.Enhanced mechanical properties of friction stir welded
dissimilar Al-Cu joint by intermetallic compounds. Elsevier: Materials Science and
Engineering A 527.2010, pp. 5723-5727.
23. Aval, Hamad Jamshidi. Influences of pin profile on the mechanical and
microstructural behaviors in dissimilar friction stir welded AA6082-AA7075 Butt
Joint. Elsevier: Materials and Design 67. 2014, pp.413-421.
24. I, Galvao, et al., et al.Formation and Distribution of Brittle Structures in Friction
Stir Welding of Aluminum and Copper: Influence of Process Parameters. Science
and Technology of Welding and Joining.2011, Vol. 16, pp 681-689.