22
Universitas Kristen Petra
4. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA
4.1. Analisa Material
Terdapat beberapa pengujian yang dilakukan pada setiap material untuk
mengetahui karakteristik baik secara fisik maupun kimiawi. Pengujian yang
dilakukan antara lain adalah specific gravity (GS), X-ray Fluorescence (XRF), X-
ray diffraction (XRD), Zeta Potensial, dan Particle Size Analysis (PSA).
Pengujian-pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari
masing-masing material dan juga mengetahui apakah material tersebut memenuhi
syarat yang diperlukan atau tidak. Selain hal tersebut juga dilakukan pengamatan
secara visual pada material yang dilakukan pengolahan.
4.1.1. Analisa Perubahan Fisik
Pada awalnya lumpur Sidoarjo yang diambil merupakan material yag
tidak reaktif sebagai material pozzolan sehingga perlu dilakukan pengolahan.
Proses pengolahan tersebut mengakibatkan adanya perubahan fisik yang dapat
diamati. Tahapan proses pengolahan antara lain: pencetakan, pengeringan-oven 24
jam, dan pembakaran selama 6 jam dengan suhu 700oC, serta penggilingan.
Pada penelitian ini fly ash yang digunakan melalui proses pengolahan
berupa penggilingan. Perubahan yang terbesar dalam perubahan fisik fly ash
adalah bentuk dari partikel fly ash, dikarenakan bentuk partikel awal dari fly ash
adalah bulat sedangkan setelah digiling menjadi berbentuk tidak beraturan. Hal
tersebut dapat mempengaruhi rheology mortar yaitu meningkatkan kebutuhan air
atau superplasticizer.
4.1.2. Analisa XRF
Pengujian XRF bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa yang
terdapat dalam material pozzolan sehingga dapat diketahui apakah material
tersebut dapat digunakan sebagai material pozzolan atau tidak. Material yang diuji
XRF pada penelitian ini adalah fly ash tanpa penggilingan (FA0) dan lumpur
Sidoarjo. Tabel 4.1. menunjukkan bahwa material fly ash dan lumpur Sidoarjo
23
Universitas Kristen Petra
yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi syarat sebagai material pozzolan.
Hasil pengujian menyatakan bahwa lumpur Sidoarjo dan fly ash memiliki jumlah
kandungan senyawa SiO2, Fe2O3, dan Al2O3 melebihi 70%, yaitu sebesar 56.75%
(SiO2), 7.37% (Fe2O3), 23.31% (Al2O3) untuk lumpur Sidoarjo dan 39.78%
(SiO2), 15.00% (Fe2O3), 17.87% (Al2O3) untuk fly ash.
Tabel 4.1 Kandungan Senyawa Pozzolan
Oksida Lumpur
Sidoarjo
Fly ash
CaO 2.13 15.47
SiO2 56.75 39.78
Al2O3 23.31 17.87
Fe2O3 7.37 15.00
K2O 1.04 1.32
MgO 2.95 6.45
SO3 0.96 1.32
MnO2 0.14 0.18
TiO2 0.38 0.73
Cr2O3 0.01 0.02
Na2O 2.70 1.51
4.1.3. Analisa XRD
Pengujian XRD dilakukan di Laboratorium Energi Institut Teknologi
Sepuluh November, Surabaya. Variabel yang digunakan dalam pengujian XRD
adalah FA untuk fly ash dan SM untuk lumpur Sidoarjo yang diikuti dengan
durasi penggilingan, serta SM-PPC yaitu material semen tipe PPC. Dari pengujian
tersebut didapat hasil berupa grafik seperti yang terlihat pada Gambar 4.1 secara
visual menunjukkan perbedaan besar antara material fly ash dengan Lumpur
Sidoarjo yang ditunjukkan dengan bulatan merah. Dan untuk perubahan
berdasarkan lama penggilingan perbedaan yang terlihat dengan bulatan hitam.
Untuk mengetahui lebih lanjut maka dilakukan analisa kuantitatif XRD atau dapat
disebut QXRD (Quantitive X-ray diffraction). Analisa kuantitatif tersebut
menggunakan bantuan beberapa program analisis yaitu Match, Rietica dan HSP
24
Universitas Kristen Petra
(highscore plus). Dari analisa kuantitatif maka dapat diketahui deskripsi dari
masing-masing fasa.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
2θ (theta)
FA0 FA4 FA8 FA12 SM4 SM8 SM12 SM-PPC
Gambar 4.1. Hasil XRD untuk Setiap Material Pozzolan
Hasil analisa kuantitatif Berupa deskripsi dari masing-masing fasa,
seperti yang terlihat pada Gambar 4.2,Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 masing-masing
dari symbol yang diberikan merupakan fasa-fasa puncak yang yang memiliki
pengaruh yang besar terhadap kandungan dari material yang diuji. Berikut
merupakan definisi dari symbol yang diberikan:
Q Quartz (SiO2) He Hematite (Fe2O3)
Mu Mullite (3 Al2O3.2SiO2) CV Calsium Copper Vanadium Oxide
Ma Magnetite (Fe3O4) CA Calsium Magnesium-Alumunium Silicat
L Lime (CaO) CC Calsium Carbnat Calcite (CaCO3)
25
Universitas Kristen Petra
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
2θ (theta)
FA0 FA4 FA8 FA12
Gambar 4.2. Persebaran Fasa padaVariabel Material Fly ash
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
2θ (theta)
SM4 SM8 SM12
Gambar 4.3. Persebaran Fasa padaVariabel Material Lumpur Sidoarjo
Q Mu Ma
Mu He Ma Mu He Q
Q
Mu Mu
Q Mu Q L
Mu L CV
Mu CV Ma
Q Ma Mu Mu Mu He
Q
Q Q Q
Mu He
26
Universitas Kristen Petra
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
2θ (theta)SM-PPC
Gambar 4.4. Persebaran Fasa padaVariabel Material Semen PPC
Gambar 4.2. memperlihatkan bahwa terdapat perubahan fasa akibat
penggilingan dari quartz (SiO2) menjadi mullite (3 Al2O3.2SiO2) (di dalam kotak
berwarna hijau). Sedangkan pada material lumpur Sidoarjo perubahan terjadi pada
fasa Calsium Copper Vanadium Oxide yang semakin meningkat terlihat pada
Gambar 4.3 dalam kotak berwarna kuning.
Hasil persebaran fasa tersebut masih sangat kurang untuk dapat
disimpulkan bahwa material tersebut hanya berubah pada fasa-fasa tersebut.
Untuk material yang berasal dari alam terdapat lebih dari ribuan fasa namun yang
dapat dianalisa melalui XRD hanya senyawa yang memiliki kandungan lebih dari
5% dari total. Dan dari gambar tersebut setelah mengetahui persebaran fasa masih
diperlukan komposisi yang terdapat dalam material tersebut. Komposisi atau
prosentase dari masing-masing fasa yang terbentuk, seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 4.2. Material fly ash setelah mengalami proses penggilingan mengalami
perubahan yang sangat besar, terlihat dari fasa quartz (SiO2) yang semakin
meningkat. Namun pada material Lumpur Sidoarjo peningkatan terjadi pada fasa
hematite (Fe2O3). Dari hasil uji ini dapat terlihat bahwa lamanya penggilingan
berpengaruh pada unsur yang terdapat dalam material.
CA
CA
CA
Q
Q
CC CA
Q
CA
CA Q
Q CC
Mu
Mu
Mu
Mu CC Ma
Ma Ma
He
He
L L
27
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.2. Komposisi Fasa yang Terbentuk untuk Masing-masing Variabel
Hematite
(Fe2O3)
Lime
(CaO)
Magnetite
(Fe3O4)Mullite (3Al2O3 2SiO2)
Quartz
(SiO2)
SMG 15.01 0.63 2.59 2.01 30.11
FA0 26.17 0.71 7.07 39.9 26.65
FA4 64.47 8.59 2.4 7.98 16.57
FA8 40.93 0.24 10.67 12.79 35.37
FA12 6.55 0.46 11.09 33.26 48.64
SM4 37.05 6.45 2.68 6.76 43.85
SM8 45.73 0.12 3.07 3.06 45.69
SM12 57.36 1.08 2.51 4.9 31.92
Calsium
Carbnat Calcite
(CaCO3)
Calsium Magnesium-
Alumunium Silicat
SMG 3.21 46.44 50.93
FA0 - - 21.84
FA4 - - 23.99
FA8 - - 23.51
FA12 - - 24.91
SM4 - - 30.56
SM8 - - 28.44
SM12 - - 25.57
Sample
Fasa yang terbentuk (% berat)
Sample
Calsium Copper
Vanadium Oxide
3.01
2.32
2.23
Fasa yang terbentuk (% berat)
Derajat
Kristalisasi
-
-
-
-
-
4.1.4. Analisa Zeta Potensial
Zeta Potensial diukur dengan metoda Laser Droppler Electrophoresis
(LDE) menggunakan instrument Malvern dengan tipe zetasizer nano series ZS
(Gambar 4.6). Sample yang diuji dilarutkan dengan akuades dengan komposisi
0.01 gr sample dan 50 ml akuades. Komposisi tersebut berdasarkan kemampuan
pengujian dari alat yang digunakan. Sample yang telah dicampur berdasarkan
komposisi tersebut digetarkan dengan frekuensi ultrasonik dengan alat yang
terlihat pada Gambar 4.5, dengan durasi kurang lebih 25 menit. Penggetaran
dilakukan dengan tujuan partikel dari material pozzolan akan terlarut secara
sempurna.
28
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.5. Alat Getar Ultrasonik
Gambar 4.6. Instrumen Zetasizer Nano Series dengan Lokasi Penempatan Sample Uji
Dari pengujian didapat nilai muatan elektron yang terkandung dalam
material seperti yang terlihat pada Gambar 4.7. Dari pengujian ini dapat dilihat
bahwa material yang memiliki nilai zeta potensial yang terendah adalah semen
dan yang tertinggi adalah material fly ash dengan lama penggilingan 8 jam.
Dengan mengelompokkan berdasarkan tingkat kehalusan seperti pada kotak hijau
dan kuning terlihat secara umum terdapat tren dimana semakin halus partikel akan
memiliki nilai zeta potensial yang lebih tinggi. Tetapi dari hasil uji pada variabel
FA12 memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan variable FA8.
29
Universitas Kristen Petra
-35
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
Semen FA0 FA4 FA8 FA12 SM4 SM8 SM12
Ze
ta P
ote
ns
ial
Gambar 4.7. Muatan Elektron yang Terdapat dalam Masing-masing Variasi
4.1.5. Analisa PSA
Kehalusan merupakan faktor yang penting dalam sifat mortar segar
karena akan mempengaruhi workability mortar segar. Semakin halus partikel dari
material yang digunakan maka air atau penggunaan superplasticizer akan
meningkat. Pengujian PSA dilakukan dengan instrument Malvern. Dari pengujian
didapat grafik berupa distribusi ukuran partikel yang terlihat pada Gambar 4.8,
Gambar 4.9. Gambar 4.8 tersebut hasil dari pengujian ukuran partikel dari
material fly ash. Dari grafik tersebut terlihat jelas bahwa semakin lama
penggilingan maka akan semakin banyak butiran yang lebih halus. Hal yang sama
terjadi pada material lumpur Sidoarjo yang dilakukan penggilingan seperti yang
terlihat pada Gambar 4.9, Jika kita bandingkan dengan hasil uji PSA semen PPC,
maka baik fly ash maupun lumpur Sidoarjo memiliki butiran yang lebih halus.
30
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.8. Grafik Particle Size Analysis Fly ash
Gambar 4.9. Grafik Particle Size Analysis Lumpur Sidoarjo
Selain terlihat dari grafik, peningkatan kehalusan juga terlihat pada Tabel
4.3. Secara keseluruhan, ukuran partikel dari semen PPC dengan butiran terbesar
yang kemudian diikuti oleh lumpur Sidoarjo dan fly ash. Nilai d(10), d(50), d(90)
dan nilai Spesific Surface Area (SSA) menunjukkan urutan tingkat kehalusan dari
8 jenis material yang diuji yaitu yang paling halus adalah FA12, kemudian FA8,
FA4, SM12, SM8, SM4, dan terakhir adalah semen PPC.
31
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.3 Nilai Particle Size Analyzer dan SSA
d(10)
(μm)
d(50)
(μm)
d(90)
(μm)
SSA
(m2/g)
SMG 2.866 12.774 46.44 874.8
FA0 0.787 5.719 38.583 2500
FA4 0.812 5.381 26.685
FA8 0.774 4.619 19.529 2729
FA12 0.764 4.224 16.736 2840
SM4 1.198 6.823 37.868 1766
SM8 1.069 5.611 36.687 2018
SM12 0.982 4.484 27.865 2308
4.1.6. Pengujian Spesific Gravity (GS)
Specific gravity (GS) merupakan pengukuran terhadap density dari
material yang didefinisikan sebagai berat massa dari satuan volume padatan atau
partikel, tidak termasuk udara antara partikel. Pengujian didasarkan pada standar
pengujian ASTM C 188. Dari pengujian yang dilakukan didapatkan hasil seperti
yang terlihat pada Gambar 4.10, pada gambar tersebut terlihat jelas pada material
fly ash setelah proses penggilingan memiliki tren peningkatan, berbeda dengan
lumpur Sidoarjo dimana nilai GS tidak mengalami penurunan maupun
peningkatan. Semakin tinggi dari nilai GS dapat disimpulkan bahwa density dari
material tersebut semakin padat dan akan memiliki dampak terhadap kuat tekan
dari mortar yang dihasilkan.
Gambar 4.10. Hasil Pengujian Specific Gravity (GS)
32
Universitas Kristen Petra
4.2. Analisa Pengujian Mortar Segar
Pengujian mortar segar dilakukan di laboratorium Beton dan Konstruksi
Universitas Kristen Petra Surabaya. Pengujian ini untuk mendapatkan hubungan
atau korelasi antara karakteristik material dengan perilaku mortar dalam keadaan
segar. Yang dimaksud dengan mortar segar adalah mortar yang masih dapat
mengalami deformasi atau berubah bentuk sebelum dilakukan pencetakan mortar.
Hal ini sangat penting diperhatikan, dikarenakan kebutuhan di lapangan sebagai
material yang umum digunakan. Beberapa pengujian yang dilakukan berupa flow
table dengan mengukur flow diameter, dan flow diameter loss. Pengujian lainnya
adalah pengujian konsistensi dari pasta dengan menggunakan alat vicat needle.
4.2.1. Analisa Kebutuhan Superplasticizer
Admixture sangat dibutuhkan untuk meningkatkan workability dari
mortar. Admixture yang digunakan adalah superplasticizer glenium ace 8590.
Dengan target flow diameter tetap yaitu sebesar 170±10 mm maka bisa didapatkan
kebutuhan superplasticizer untuk setiap campuran. Gambar 4.11 dan Gambar 4.12
memperlihatkan kebutuhan superplasticizer dalam satuan prosentase berat
material cementitous dengan flow diameter yang diuji (grafik oranye).
Cementious merupakan berat total dari semen dan material pozzolan yang
digunakan. Pada Gambar 4.11 merupakan kebutuhan superplasticizer pada
campuran yang menggunakan lumpur Sidoarjo dengan variabel kontrol yaitu
tanpa campuran pozzolan, gambar tersebut memperlihatkan bahwa semakin halus
maka kebutuhan superplasticizer mengalami penurunan.
Sedangkan Gambar 4.12 menunjukkan tren yang berbeda jika
dibandingkan dengan komposisi yang menggunakan material lumpur Sidoarjo.
Pada mortar yang menggunakan material fly ash penggunaan prosentase yang
lebih tinggi mengakibatkan berkurangnya kebutuhan dari superplasticizer.
33
Universitas Kristen Petra
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
Su
perp
last
iciz
er
(%)
Flo
wta
ble
(m
m)
Gambar 4.11. Kebutuhan Superplasticizer Lumpur Sidoarjo untuk Target Flow
170±10 mm
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
-
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
Su
per
pla
stic
izer
(%)
Flo
wta
ble
(mm
)
Gambar 4.12. Kebutuhan Superplasticizer Fly ash untuk Target Flow 170±10 mm
4.2.2. Analisa Hubungan antara Zeta Potensial dengan Admixture Demand
Dalam penelitian terdapat target diameter dari uji flow table yaitu sebesar
170±10 mm. Dengan target tersebut didapat kebutuhan superplasticizer yang
dibutuhkan untuk mencapai target diameter flow table. Sudut pandang umum
bahwa nilai flow hanya bergantung pada faktor eksternal, kehalusan dan bentuk
dari material yang digunakan. Namun selain hal tersebut terdapat pengaruh dari
muatan elektron yang terdapat dalam material yang digunakan. Gambar 4.13 dan
34
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.14 menunjukkan kecenderungan bahwa semakin tinggi nilai zeta
potensial yang terdapat dalam material maka kebutuhan dari admixture juga akan
semakin rendah. Tren ini terlihat baik dalam penggunaan fly ash maupun lumpur
Sidoarjo. Gambar 4.13 merupakan hubungan zeta potensial dengan kebutuhan
admixture : fly ash dimana garis merah merupakan penggunaan kadar sebesar
60% fly ash kemudian biru 55% dan hijau adalah 50%. Gambar 4.14. menunjukkan
hubungan yang lebih jelas antara nilai zeta potensial dengan kebutuhan
superplasticizer. Untuk lumpur Sidoarjo, garis hijau menunjukkan penggunaan
kadar 50%, biru kadar 55%, dan merah 60%.
-32
-30
-28
-26
-24
-22
- 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30
Zet
a P
ote
nsi
al (
mV
)
Superplasticizer Demand (%)
Kadar 60% Kadar 55% Kadar 50%
Gambar 4.13. Hubungan Zeta Potensial dengan Kebutuhan Superplasticizer Fly ash
-21.5
-21
-20.5
-20
-19.5
-19
-18.5
- 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
Zet
a P
ote
nsi
al (
mV
)
Superplasticizer Demand (%)
Kadar 50% Kadar 55% Kadar 60%
Gambar 4.14. Hubungan Zeta Potensial dengan Kebutuhan Superplasticizer
Lumpur Sidoarjo
35
Universitas Kristen Petra
4.2.3. Analisa Flow Diameter Loss
Analisa flow table loss merupakan pengujian modifikasi dari yang biasa
menggunakan nama slump loss. Dengan konsep dan definisi sama yaitu
kehilangan kelecakan dengan fungsi waktu. Perbedaan yang mendasar adalah
slump loss menggunakan alat berupa corong mini slump yang kemudian diisi
mortar kamudian cone tersebut dilepas dan mortar akan mengalir sendiri. Namun
flow diameter loss disini mengukur diameter mortar setelah mengalami ketukan
dikarenakan mortar memiliki nilai slump yang sangat rendah.
4.2.3.1. Pengaruh Penambahan Kadar Pozzolan terhadap Nilai Uji Flow
Diameter Loss
Dari pengujian dengan mengukur waktu dan diameter akhir dari flow
table dapat diperoleh grafik penurunan flow diameter hingga tidak memiliki nilai
flow. Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.15-Gambar 4.18 untuk
penggunaan fly ash dan Gambar 4.19-Gambar 4.21mortar yang meggunakan
lumpur Sidoarjo. Penggunaan fly ash dengan variasi kadar pada semua variasi
kehalusan tidak memiliki perubahan yang signifikan atau besar. Hal ini terlihat
dari tren dari setiap variabel yang sangat berhimpitan dan memiliki gradien yang
mendekati sama. Dalam hal ini pengaruh dari perubahan senyawa yang telah diuji
pada sub-bab sebelumnya tidak mempengaruhi waktu yang dibutuhkan mortar
untuk kehilangan kelecakan sejak mulai pencampuran. Nilai dari flow diameter
loss ini dapat menjadi indikasi terhadap waktu yang dibutuhkan mortar dalam
mencapai initial setting time dan final setting time yang dibahas dalam sub-bab
berikutnya.
36
Universitas Kristen Petra
100
120
140
160
180
200
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Dia
. fl
ow
ta
ble
(m
m)
Waktu (menit)
FA0-50 FA0-55
FA0-60 Kontrol
Gambar 4.15. Grafik Flow Diameter Loss dengan Fly ash Tanpa Penggilingan
100
120
140
160
180
200
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Dia
. fl
ow
ta
ble
(m
m)
Waktu (menit)
FA4-50 FA4-55
FA4-60 Kontrol
Gambar 4.16. Grafik Flow Diameter Loss dengan Fly ash 4 Jam Penggilingan
100
120
140
160
180
200
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Dia
. fl
ow
ta
ble
(m
m)
Waktu (menit)
FA8-50 FA8-55
FA8-60 Kontrol
Gambar 4.17. Grafik Flow Diameter Loss dengan Fly ash 8 Jam Penggilingan
37
Universitas Kristen Petra
100
120
140
160
180
200
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Dia
. fl
ow
ta
ble
(m
m)
Waktu (menit)
FA12-50 FA12-55
FA12-60 Kontrol
Gambar 4.18. Grafik Flow Diameter Loss dengan Fly ash 12 Jam Penggilingan
Berbeda halnya antara penggunaan fly ash dengan lumpur Sidoarjo,
mortar yang menggunakan lumpur Sidoarjo terdapat tren yang sangat jelas bahwa
semakin banyak prosentase lumpur Sidoarjo yang digunakan maka semakin cepat
mortar mengalami kehilangan kelecakan. Tren ini semakin jelas terlihat jika
lumpur Sidoarjo yang digunakan semakin halus seperti yang terlihat pada Gambar
4.19 dan Gambar 4.21. jika menggunakan lumpur Sidoarjo dengan lama
penggilingan 4 jam pengaruh penambahan kadar pozzolan masih tidak dapat
terlihat jelas, namun jika menggunakan lumpur Sidoarjo dengan penggilingan 8
dan 12 jam pengaruh penambahan kadar pozzolan sangat terlihat dimana semakin
besar kadar pozzolan yang digunakan maka akan semakin lama waktu yang
dibutuhkan. Pengaruh ini terjadi dikarenakan perubahan senyawa dalam
kandungan lumpur Sidoarjo yang semakin reaktif dan dalam kurun waktu awal
setelah pencampuran.
100
120
140
160
180
200
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Dia
. fl
ow
ta
ble
(m
m)
Waktu (menit)
SM4-50 SM4-55
SM4-60 Kontrol
Gambar 4.19. Grafik Flow Diameter Loss dengan Lumpur Sidoarjo 4 Jam Penggilingan
38
Universitas Kristen Petra
100
120
140
160
180
200
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Dia
. fl
ow
ta
ble
(m
m)
Waktu (menit)
SM8-50 SM8-55
SM8-60 Kontrol
Gambar 4.20. Grafik Flow Diameter Loss dengan Lumpur Sidoarjo 8 Jam Penggilingan
100
120
140
160
180
200
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Dia
. fl
ow
ta
ble
(m
m)
Waktu (menit)
SM12-50 SM12-55
SM12-60 Kontrol
Gambar 4.21 Grafik Flow Diameter Loss dengan Lumpur Sidoarjo 12 Jam Penggilingan
4.2.4. Analisa Konsistensi dan Setting Time Pasta
Pengujian konsistensi dan setting time pasta menggunakan vicat needle.
Pengujian untuk mengetahui kebutuhan air untuk masing-masing kombinasi pasta
mencapai konsistensi normal. Dan setting time pasta untuk memberikan indikasi
waktu pengikatan antar partikel baik pada mortar maupun beton.
4.2.5.1. Hasil dan Analisa Konsistensi
Konsistensi dinyatakan dalam persen perbandingan antara berat air dengan
berat kering material cementitious yang digunakan untuk mencapai konsistensi
normal. Tabel 4.4. adalah hasil pengujian sesuai standar ASTM C 191 –04 (2004)
yang mensyaratkan nilai konsistensi normal yang tercapai sebesar 5±1 mm. Dari
hasil pengujian dapat terlihat secara jelas perbedaan antara penggunaan lumpur
Sidoarjo dengan fly ash sebagai material pozzolan, yaitu pengaruh kehalusan serta
39
Universitas Kristen Petra
prosentase material fly ash tidak menghasilkan perbedaan yang besar pada nilai
konsistensi. Namun pada penggunaan lumpur Sidoarjo semakin tinggi nilai kadar
yang digunakan maka semakin besar air yang dibutuhkan untuk mencapai
konsistensi normal dan semakin halus partikel semakin rendah air yang
dibutuhkan (Gambar 4.22). Konsistensi sangat berhubungan erat dengan setting
time yang dibahas pada subbab berikutnya.
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Konsistensi Pasta
Konsistensi
Normal (mm)
%
Konsistensi
Konsistensi
Normal (mm)
%
Konsistensi
Kontrol 4.00 31.25 FA12-55 5.70 26.00
FA0-50 4.50 27.50 FA12-60 5.00 26.25
FA0-55 5.00 26.25 SM4-50 4.50 38.75
FA0-60 4.50 27.50 SM4-55 5.50 41.25
FA4-50 4.50 25.75 SM4-60 5.50 42.50
FA4-55 5.50 26.00 SM8-50 5.50 37.50
FA4-60 5.50 26.25 SM8-55 5.00 40.00
FA8-50 4.50 25.75 SM8-60 5.00 41.25
FA8-55 5.50 26.00 SM12-50 5.50 35.00
FA8-60 5.00 26.25 SM12-55 5.50 37.50
FA12-50 4.50 25.75 SM12-60 5.00 38.75
-
1
2
3
4
5
6
7
20
25
30
35
40
45
Konsi
stensi
(%
)
Konsi
stensi
norm
al
(mm
)
Gambar 4.22. Hasil Pengujian Konsistensi Terhadap Pasta
40
Universitas Kristen Petra
4.2.5.2. Hasil dan Analisa Setting Time
Pengujian setting time menggunakan metode yang sama dengan pengujian
konsistensi dengan menggunakan vicat needle dengan diameter jarum toraks
sebesar 1 mm dan beban sebesar 300 gram menembus sampel uji sebesar 40 mm
pada awal. Berdasarkan standar ASTM C 191 –04 (2004) terdapat batas initial
setting yaitu jarum dengan diameter 1 mm tersebut hanya dapat menembus sampel
hingga 25 mm dari total tinggi sampel 40 mm dalam kurun waktu 30 detik. Dari
batas tersebut didapat durasi dari awal pengujian hingga batas tersebut yang
disebut dengan initial setting time, sedangka final setting time tercapai apabila
jarum sudah tidak dapat lagi menembus sampel yang ada. Dari pengujian dan
analisa durasi setting time yang terdapat pada
Tabel 4.5 dan dari data-data tersebut dapat dibuat Gambar 4.23, dari
gambar tersebut dapat terlihat perbedaan yang besar antara penggunaan fly ash
dibanding dengan lumpur Sidoarjo. Penggunaan lumpur Sidoarjo memiliki durasi
setting time yang jauh lebih singkat dibanding dengan penggunaan fly ash. Dan
pada penggunaan lumpur Sidoarjo terdapat tren yang sangat jelas dimana semakin
besar kadar yang digunakan maka durasi setting time semakin cepat dan semakin
halus partikel juga mempercepat durasi dari setting time.
Tabel 4.5. Hasil Uji Setting Time
Initial Setting Final Setting
Kontrol 165 268
FA0-50 170 332
FA0-55 170 338
FA0-60 168 340
FA4-50 135 312
FA4-55 160 312
FA4-60 158 310
FA8-50 135 339
FA8-55 114 338
FA8-60 110 340
FA12-50 190 348
FA12-55 190 347
FA12-60 175 343
SM4-50 48 183
SM4-55 45 176
SM4-60 48 161
SM8-50 43 162
SM8-55 45 148
SM8-60 40 137
SM12-50 40 150
SM12-55 38 133
SM12-60 30 117
Durasi (menit)
41
Universitas Kristen Petra
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Waktu
(m
enit)
Initial Setting Final Setting
Gambar 4.23. Diagram Hasil Uji Setting Time
4.3. Pengujian Kuat Tekan Mortar
Pengujian dilakukan di Laboratorium Beton & Konstruksi Universitas
Kristen Petra dan alat berupa Universal Testing Machine. Pengujian bertujuan
untuk mengetahui baik material maupun komposisi yang digunakan dapat
memenuhi syarat yang telah ditentukan. Pengujian dilakukan pada umur 7 hari, 14
hari, 28 hari, 56 hari serta 90 hari, dengan prosedur sample atau mortar yang akan
diuji dikeluarkan dari bak perendaman air 1 hari sebelum pengujian. Sampel yang
dibuat adalah dengan variasi kadar dan durasi penggilingan. Selain itu sampel
tanpa material pozzolan juga dibuat dengan tujuan pembanding dan dengan
penamaan kontrol. Sedangkan penamaan lainnya menggunakan kode FA (Fly
ash), SM (Sidoarjo Mud), yang kemudian diikuti dengan 3 buah angka dengan
angka awal merupakan lamanya penggilingan serta 2 angka berikutnya adalah
prosentase kadar yang digunakan. Contoh penulisan FA450 yang mengartikan
sampel tersebut menggunakan material pozzolan fly ash dengan lama
penggilingan 4 jam serta dengan penggantian semen sebesar 50%.
Pengujian kuat tekan dianalisa dengan fokus terhadap SAI pada umur 28
hari, dan 56 hari. Hasil kuat tekan mortar terlihat pada Tabel 4.6 untuk semua
varibel. Pada sub-bab berikutnya dibahas lebih detail mengenai peningkatan kuat
tekan dengan mengelompokkan berdasarkan perubahan kehalusan serta
peningkatan prosentase kadar pozzolan.
42
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.6 Hasil Kuat Tekan Mortar Semua Variabel.
SAI 28 hari
MPa (%) MPa (%) MPa (%) gr/cm3 MPa (%) MPa (%) (%)
Kontrol 54.67 82.00 65.60 98.40 66.67 100.00 2.39 74.20 111.30 97.00 145.50 100.00
FA0-50 39.47 75.90 51.73 99.49 52.00 100.00 2.28 68.20 131.15 73.00 140.38 78.00
FA0-55 37.07 73.54 47.87 94.97 50.40 100.00 2.24 68.53 135.98 70.00 138.89 75.60
FA0-60 33.87 74.93 43.07 95.28 45.20 100.00 2.34 64.27 142.18 66.00 146.02 67.80
FA4-50 44.00 62.98 60.40 86.45 69.87 100.00 2.33 88.80 127.10 91.00 130.25 104.80
FA4-55 44.27 71.24 57.20 92.06 62.13 100.00 2.36 76.13 122.53 78.00 125.54 93.20
FA4-60 39.73 68.98 49.60 86.11 57.60 100.00 2.32 64.80 112.50 76.00 131.94 86.40
FA8-50 42.40 58.24 63.33 87.00 72.80 100.00 2.31 75.40 103.57 77.60 106.59 109.20
FA8-55 37.20 58.49 61.87 97.27 63.60 100.00 2.35 71.33 112.16 82.00 128.93 95.40
FA8-60 35.60 58.81 51.07 84.36 60.53 100.00 2.31 67.60 111.67 69.00 113.99 90.80
FA12-50 50.00 63.34 72.40 91.72 78.93 100.00 2.36 89.87 113.85 95.00 120.35 118.40
FA12-55 42.80 60.68 63.07 89.41 70.53 100.00 2.36 73.60 104.35 83.40 118.24 105.80
FA12-60 43.07 65.52 46.27 70.39 65.73 100.00 2.37 66.00 100.41 72.00 109.53 98.60
SM4-50 48.00 73.77 60.80 93.44 65.07 100.00 2.32 70.67 108.61 76.60 117.73 97.60
SM4-55 43.20 75.00 46.67 81.02 57.60 100.00 2.35 64.67 112.27 76.00 131.94 86.40
SM4-60 41.20 90.09 43.87 95.92 45.73 100.00 2.33 60.67 132.65 70.00 153.06 68.60
SM8-50 58.93 89.29 59.60 90.30 66.00 100.00 2.32 70.93 107.47 73.00 110.61 99.00
SM8-55 46.67 79.19 57.87 98.19 58.93 100.00 2.34 70.40 119.46 71.00 120.48 88.40
SM8-60 48.13 91.39 50.00 94.94 52.67 100.00 2.31 56.67 107.59 69.00 131.01 79.00
SM12-50 45.87 67.98 56.00 83.00 67.47 100.00 2.29 67.73 100.40 73.00 108.20 101.20
SM12-55 35.87 59.12 50.27 82.86 60.67 100.00 2.26 57.33 94.51 64.00 105.49 91.00
SM12-60 47.73 87.10 49.33 90.02 54.80 100.00 2.35 56.67 103.41 63.00 114.96 82.20
90 hariTipe Mortar
7 hari 14 hari 56 hari28 hari
43
Universitas Kristen Petra
4.3.1. Pengaruh Kehalusan terhadap Kuat Tekan Mortar
Data-data dari Tabel 4.6 dapat dibuat grafik dengan cara mengelompokkan
data-data berdasarkan prosentase kadar dari pozzolan (Gambar 4.24-
Gambar 4.29). dengan mengelompokan berdasArkan prosentase maka
untuk mortar fly ash yang menggunakan kadar 50% dapat dilihat pada
Gambar 4.24 terlihat tren yang sangat jelas, dimana semakin halus fly ash
yang digunakan akan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi. Hal
serupa juga dialami pada mortar fly ash dengan kadar 55% dan 60%
seperti yang terlihat pada Gambar 4.25 dan Gambar 4.26
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol FA0-50 FA4-50
FA8-50 FA12-50
Gambar 4.24. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Variasi Kehalusan Fly ash
(Kadar 50%)
Dari pengujian XRD dan SSA (specific surface area) terlihat adanya
perubahan kadar senyawa yang terdapat dalam fly ash yang digiling, dan luas
permukaan yang semakin besar dapat membuat tingkat reaksi pozzolanic yang
meningkat. Dari hasil XRD didapatkan peningkatan kadar senyawa quartz (SiO2)
yang semakin meningkat akibat penggilingan. Hal tersebut dapat menjadi indikasi
yang memungkinkan nilai kuat tekan mortar yang lebih besar akibat durasi
penggilingan yang makin panjang. Sedangkan pengaruh kehalusan menyebabkan
fly ash yang tidak bereaksi akan berfungsi sebagai microfiller dan meningkatkan
kepadatan dari mortar yang dihasilkan.
Dari hasil SAI (strength activity index) untuk mortar yang menggunakan
kadar 50% didapat hasil terendah yaitu 78% untuk variasi FA0-50 pada 28 hari
yang dan nilai tertinggi pada kadar 50% adalah 118.4% pada variasi FA12-50.
44
Universitas Kristen Petra
Nilai SAI yang lebih dari 100% membuktikan bahwa nilai kuat tekan yang
dihasilkan melebihi nilai kuat tekan mortar tanpa fly ash (kontrol).
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol FA0-55 FA4-55
FA8-55 FA12-55
Gambar 4.25. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Variasi Kehalusan Fly ash
(Kadar 55%)
Tren yang sama mengenai SAI ditemukan juga pada variasi kehalusan
dengan kadar 55% fly ash. Dengan nilai tertinggi SAI didapatkan pada variasi
FA12-55% sebesar 105.85 dan terendah FA0-55 sebesar 75.60%. Hasil SAI
secara keseluruhan pada kadar 50% dan 55% masih memenuhi syarat dari ASTM
C618 sebagai material pozzolan, dengan nilai SAI minimum sebesar 75%. Namun
pada variasi kadar 60% nilai SAI tertinggi adalah FA12-60 sebesar 98.60% dan
terendah FA0-60 sebesar 67.80%, terdapat satu variasi yang tidak memenuhi
syarat SAI. Tren yang terjadi pada kuat tekan umur 90 hari sama dengan yang
terjadi pada umur 28 hari, yaitu semakin lama durasi penggilingan maka nilai kuat
tekan yang dihasilkan semakin tinggi .
Berbeda dengan hasil dari mortar yang menggunakan lumpur Sidoarjo.
Tren yang dihasilkan tidak terlihat secara jelas pada umur 7 dan 14 hari namun
pada 28 hari tren yang dihasilkan mulai terlihat jelas hal ini dimungkin dengan
adanya reaksi pozzolanic yang baru bereaksi dalam jangka waktu yang lama.
45
Universitas Kristen Petra
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol FA0-60 FA4-60
FA8-60 FA12-60
Gambar 4.26. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Variasi Kehalusan Fly ash
(Kadar 60%)
Gambar 4.27-Gambar 4.30 merupakan hasil dari pengelompokan kuat
tekan berdasarkan prosentase yang digunakan. Secara garis besar perbedaan dari
kuat tekan dari mortar sangat kecil terlihat dari nilai yang sangat berhimpitan,
sehingga untuk mengetahui tren yang terjadi harus melihat Tabel 4.6. pada kadar
50% nilai SAI tertinggi diperoleh dari variasi mortar SM12-50 sebesar 101.20%,
Sedangkan terendah adalah variasi mortar SM4-50 sebesar 97.60%. Perbedaan
yang tipis juga dialami pada kadar 55% dan 60%. Pada kadar 55% nilai SAI
tertinggi didapat pada variasi SM12-55 (91.00%) dan terendah adalah SM4-55
(86.40%). Dan pada kadar 60%, variasi SM12-60 memiliki SAI tertinggi sebesar
82.20% dan yang terendah adalah SM4-60 dengan nilai 68.60%.
Perbedaan yang tipis ini jika kita hubungkan dengan hasil XRD dan
kemudian dibandingkan dengan hasil tren yang didapat pada variasi yang
menggunakan fly ash sebelumnya terlihat jelas bahwa akibat penggilingan yang
dilakukan dapat merubah senyawa yang terdapat dalam material. Senyawa yang
berubah dalam material fly ash adalah quartz (SiO2) yang meningkat sedangkan
pada lumpur Sidoarjo yang meningkat adalah senyawa hematite (Fe2O3),
sedangkan senyawa dari quartz (SiO2) semakin menurun. Terdapat kemungkin
tingkat reaktifitas dari Fe2O3 dan SiO2 berbeda sehingga pada umur awal kurang
dari 28 hari sudah cukup tinggi tetapi peningkatan kuat tekan pada hari-hari
berikutnya sangat kecil.
46
Universitas Kristen Petra
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol SM4-50
SM8-50 SM12-50
Gambar 4.27. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Variasi Kehalusan Lumpur
Sidoarjo (kadar 50%)
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol SM4-55
SM8-55 SM12-55
Gambar 4.28. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Variasi Kehalusan Lumpur
Sidoarjo (Kadar 55%)
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol SM4-60
SM8-60 SM12-60
Gambar 4.29. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Variasi Kehalusan Lumpur
Sidoarjo (Kadar 60%)
47
Universitas Kristen Petra
4.3.2. Pengaruh Prosentase Kadar Terhadap Kuat Tekan Mortar
Gambar 4.30 menunjukkan pengaruh penambahan prosentase kadar pada
penggunaan pozzolan fly ash dengan tanpa penggilingan. Terlihat tren yang jelas
penggunaan fly ash tanpa penggilingan sebagai material pozzolan memiliki nilai
kuat tekan mortar lebih rendah dibanding mortar yang tidak menggunakan
material pozzolan. Nilai kuat tekan mortar dengan kadar pozzolan 50% mencapai
52.00 MPa dan dengan penambahan kadar pozzolan maka nilai kuat tekan
menjadi lebih rendah yaitu 50.40 MPa untuk 55% serta 45.20 MPa pada
penggunaan pozzolan 60%, pada umur 28 hari. Berdasarkan syarat strength
activity index (SAI) penggunaan dengan fly ash kadar 60% tidak mencapai syarat
SAI yang ditetapkan sebesar 75% dan kuat tekan mortar tanpa pozzolan atau
dalam penelitian ini adalah mortar dengan kode nama kontrol.
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol FA0-50
FA0-55 FA0-60
Gambar 4.30. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Fly ash tanpa Penggilingan
Fly ash selanjutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah fly ash
yang melalui proses penggilingan 4, 8, dan 12 jam. Gambar 4.31, Gambar 4.32,
Gambar 4.33 merupakan grafik peningkatan kuat tekan dengan masing-masing
variasi kehalusan. Gambar 4.31 menunjukkan peningkatan kuat tekan mortar
dengan menggunakan fly ash 4 jam penggilingan. Didapat trend yang mirip
dengan penggunaan fly ash tanpa penggilingan dimana semakin banyak
prosentase kadar yang digunakan maka nilai kuat tekan yang dihasilkan juga lebih
rendah. Untuk kadar 50% memiliki nilai kuat tekan 69.87 MPa, kadar 55% 62.13
MPa, dan 57.60 MPa dengan kadar 60% pada umur 28 hari. Nilai kuat tekan
48
Universitas Kristen Petra
tersebut lebih tinggi dibandingkan syarat SAI sebesar 75% dari kuat tekan mortar
tanpa pozzolan dan dalam penelitian ini sebesar 50 MPa.
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol FA4-50
FA4-55 FA4-60
Gambar 4.31. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Fly ash 4 Jam Penggilingan
Gambar 4.32 dan Gambar 4.33 memiliki trend yang sama dengan yang
sebelumnya yaitu semakin besar prosentase kadar yang digunakan maka hasil kuat
tekan mortar yang dihasilkan lebih rendah. Nilai kuat tekan mortar yang
dihasilkan pada variasi FA8-50 pada umur 28 hari sebesar 72.80 MPa, 63.60 MPa
untuk kadar 55%, dan 60.53 MPa pada kadar 60%. Sedangkan variasi FA12-50
adalah sebesar 78.93 MPa untuk kadar 55% sebesar 70.53MPa dan kadar 60%
menghasilkan kuat tekan sebesar 65.73MPa
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol FA8-50
FA8-55 FA8-60
Gambar 4.32. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Fly ash 8 Jam Penggilingan
49
Universitas Kristen Petra
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol FA12-50
FA12-55 FA12-60
Gambar 4.33. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Fly ash 12 Jam Penggilingan
Kuat tekan mortar yang menggunakan lumpur Sidoarjo dengan lama
penggilingan 4, 8, dan 12 jam terlihat pada Gambar 4.34, Gambar 4.35, Gambar
4.36. Ketiga gambar tersebut memperlihatkan peningkatan kuat tekan yang tidak
teratur pada umur 7 dan 14 hari namun pada umur 28 hari terlihat jelas trend
dimana semakin banyak prosentase kadar lumpur Sidoarjo yang digunakan, kuat
tekan semakin rendah. Kuat tekan SM4-50, SM4-55, dan SM4-60 sebesa 65.07
MPa, 57.60 MPa, dan 45.73 MPa. Semakin rendahnya kuat tekan dapat
disebabkan reaksi pozzolanic yang belum seluruhnya ataupun dikarenakan kadar
yang tinggi sehingga sebagian material pozzolan tidak bereaksi dan hanya bersifat
sebagai pengisi rongga. Jika melihat nilai SAI (Tabel 4.6) variasi SM4-60 tidak
memenuhi syarat namun pada SM4-50 dan SM4-55 telah memenuhi syarat
dengan nilai SAI lebih besar dari80%. Untuk variasi lumpur Sidoarjo 8 jam yaitu
SM8-50, SM8-55, SM8-60 didapat kuat tekan sebesar 66.00 MPa, 58.93 MPa,
52.67 MPa. Hasil kuat tekan pada lumpur Sidoarjo dengan lama penggilingan 8
jam didapat nilai SAI lebih besar dari 75% baik dengan kadar 50%, 55%, 60%.
Hal sama terjadi pada variasi SM12-50, SM12-55, serta SM12-60 memiliki nilai
SAI lebih besar dari 80%, dengan nilai kuat tekan sebesar 67.47 MPa, 60.67 MPa,
54.80 MPa. Secara garis besar didapat tren bahwa semakin tinggi prosentase kadar
pozzolan yang digunakan maka nilai kuat tekan yang dihasilkan akan semakin
rendah.
50
Universitas Kristen Petra
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol SM4-50
SM4-55 SM4-60
Gambar 4.34. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Lumpur Sidoarjo 4 Jam
Penggilingan
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol SM8-50
SM8-55 SM8-60
Gambar 4.35. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Lumpur Sidoarjo 8 Jam
Penggilingan
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol SM12-50
SM12-55 SM12-60
Gambar 4.36. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Lumpur Sidoarjo 12 Jam
Penggilingan
51
Universitas Kristen Petra
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Tipe Mortar
Gambar 4.37. Diagram Kuat Tekan Mortar pada Umur 28 Hari
Secara keseluruhan dapat terlihat pada Gambar 4.37, Kuat tekan yang
dihasilkan lebih tinggi dari syarat ASTM C 618-03, 2002 yaitu kuat tekan yang
dihasilkan harus melebihi 75% kuat tekan mortar tanpa pozzolan pada umur 28
hari. Terdapat beberapa variable yang tidak memenuhi syarat tersebut yaitu FA0-
60 dan SM4-60, hal tersebut dapat dikarenakan reaksi pozzolanic yang belum
tercapai.
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kon
tro
l
FA
0-50
FA
4-50
FA
8-50
FA
12-5
0
SM
4-5
0
SM
8-5
0
SM
12-
50
FA
0-55
FA
4-55
FA
8-55
FA
12-5
5
SM
4-5
5
SM
8-5
5
SM
12-
55
FA
0-60
FA
4-60
FA
8-60
FA
12-6
0
SM
4-6
0
SM
8-6
0
SM
12-
60
Kua
t Tek
an M
orta
r (M
Pa)
Tipe Mortar
Gambar 4.38. Diagram Kuat Tekan Mortar pada Umur 56 Hari
Kuat tekan pada umur 56 hari memberikan hasil dimana seluruh variabel
dari mortar memenuhi syarat dari SAI sebesar 75%. Pencapaian kuat tekan pada
56 hari merupakan akibat dari reaksi pozzolanic yan terjadi yang menyebabkan
peningkatan yang diakibatkan kuat tekan mortar tanpa pozzolan masih lebih
rendah dibandingkan dengan mortar yang menggunakan material pozzolan. Pada
Tabel 4.6 menunjukkan nilai peningkatan yang terjadi pada fly ash yang tidak
SAI
SAI
52
Universitas Kristen Petra
digiling sangat tinggi yaitu lebih dari 30% kuat tekan umur 28 hari. Sedangkan fly
ash yang mengalami penggilingan peningkatan kuat tekan yang terjadi hanya
berkisar 0-30%, hal tersebut dipengaruhi oleh treatment penggilingan yang
meningkatkan reaktifitas dari material pozzolan.
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Tipe Mortar
Gambar 4.39 Diagram Kuat Tekan Mortar pada Umur 90 Hari
Gambar 4.39 menunjukkan nilai kuat tekan mortar pada umur 90 hari
dengan batasan SAI lebih dari 75% terdapat beberapa variabel yang tidak
memenuhi FA4-50, FA8-50, FA4-55, SM4-55, FA0-60, FA8-60, FA12-60, SM8-
60 dan SM12-60 hal ini mungkin dikarenakan peningkatan kuat tekan pada
varibel control yang terlalu tinggi hingga mencapai 45.5% sehingga variabel lain
tidak dapat mengikuti. Peningkatan yang sangat tinggi antara umur 56hari- 90 hari
ini pada variabel kontrol dikarenakan peggunaan superplasticizer yang tidak
sewajarnya yaitu mencapai 3.5%. namun jika berdasarkan standar ASTM C 618-
03, (2002) yaitu nilai SAI lebih dari 75% pada umur 28 hari maka hanya 2
variabel yang tidak memenuhi syarat atau tidak direkomendasikan yaitu FA0-60
dan SM4-60. Dan untuk prosentase kadar yang paling efektif menggunakan kadar
prosentase sebesar 50% baik penggunaan lumpur Sidoarjo maupun fly ash.
4.4. Pengujian Tahap 2
Pada penelitian tahap 2 menggunakan material lumpur Sidoarjo yang
telah disimpan Selama 6 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh waktu terhadap kualitas dari lumpur Sidoarjo.
SAI
53
Universitas Kristen Petra
4.4.1. Analisa Kebutuhan Superplasticizer Tahap 2
Pada tahap 2 metode yang digunakan sama dengan tahap 1 dimana
mortar yang sebagai sampel uji memiliki batasan berupa target diameter flow
sebesar 170±10 mm. dari batasan diameter tersebut maka akan didapatkan
prosentase kebutuhan superplasticizer. Gambar 4.40 menunjukkan hasil dengan
tren sama yaitu semakin halus lumpur Sidoarjo yang digunakan maka semakin
rendah prosentase superplasticizer yang dibutuhkan. Grafik pada Gambar 4.40
merupakan hasil diameter flow yang didapat. Namun yang perlu diperhatikan
adalah besarnya prosentase superplasticizer yang digunakan antara lumpur
Sidoarjo tahap 1 dan tahap 2 sangat berbeda. Dari hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa durasi waktu penyimpana material pozzolan lumpur Sidoarjo yang telah
melalui proses pengolahan dapat meningkatkan kebutuhan Superplasticizer.
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
Su
perp
last
iciz
er
(%)
Flo
wd
iam
ete
r (m
m)
Gambar 4.40. Kebutuhan Superplasticizer Lumpur Sidoarjo untuk Target
Flow 170±10 mm
4.4.2. Pengujian Kuat Tekan Mortar Tahap 2
Gambar 4.41 menunjukkan hasil dari pengujian kuat tekan mortar pada
tahap 2 dan hasil hamper menyerupai hasil pada tahap 1 yaitu pada Gambar 4.27
dimana perbedaan kuat tekan dengan variasi kehalusan tidak berbeda jauh. Nilai
SAI yang dihasilkan maka untuk semua variasi kehalusan yang terdapat pada
54
Universitas Kristen Petra
tahap 2 telah memenuhi prasyarat lebih besar dari75% seperti yang terlihat pada
Gambar 4.42.sehingga pada pengujian ini dapat dinyatakan bahwa durasi
penyimpanan dari material lumpur Sidoarjo tidak mempengaruhi kuat tekan
mortar yang dihasilkan
30
40
50
60
70
80
90
100
0 14 28 42 56 70 84 98
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
Umur (hari)
Kontrol SM4-50T2
SM8-50T2 SM12-50T2
Gambar 4.41. Grafik Peningkatan Kuat Tekan Mortar Variasi Kehalusan Lumpur
(Kadar 50%) Tahap 2
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
Kuat T
ekan M
ort
ar
(MP
a)
SAI
Gambar 4.42. Diagram Kuat Tekan Mortar pada Umur 28 Hari
Secara keseluruhan pada tahap 2 bahwa penyimpanan material lumpur
Sidoarjo hanya mempengaruhi kebutuhan superplazticizer dan tidak
mempengaruhi kuat tekan yang dihasilkan hal ini mungkin dikarenakan pelepasan
muatan elektron yang terjadi selama durasi waktu penyimpanan namun tidak
mempengaruhi reaktifitas dari material pozzolan.
Top Related