1
2DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ....................................................................................................2
DAFTAR TABEL.............................................................................................4
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................5
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................6
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 6
1.2. Sasaran ................................................................................................ 9
1.3. Tujuan................................................................................................... 9
1.4. Lingkup Kegiatan................................................................................ 10
1.5. Keluaran ............................................................................................. 12
1.6. Waktu Pelaksanaan Pekerjaan........................................................... 14
1.7. Lokasi Pekerjaan ................................................................................ 15
1.8. Sistematika Laporan ........................................................................... 15
BAB 2. TINJAUAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN.............................17
2.1. Geografis ............................................................................................ 17
2.2. Kependudukan ................................................................................... 19
2.3. Perekonomian .................................................................................... 19
2.4. Kondisi Biofisik................................................................................... 19
BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI..............................................21
3.1. Pendekatan ........................................................................................ 21
3.2. Metodologi .......................................................................................... 22
3.2.1 Klasifikasi Data ............................................................................22
3.2.2 Data Yang Akan Dikumpulkan dan Di Survey .............................25
3.2.3 Metode Pelaksanaan Kegiatan....................................................27
3.2.4 Metode Analisis ...........................................................................50
3.3. Program kerja ..................................................................................... 77
3BAB 4. ORGANISASI PERSONIL DAN JADUAL PELAKSANAAN
PEKERJAAN ................................................................................................79
BAB 5. PENUTUP ........................................................................................86
4DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data yang akan di kumpulkan dan disurvey ............................................25
Tabel 2 Daftar Data Sekunder..............................................................................31
Tabel 3 Sumberdata untuk pemetaan ..................................................................44
Tabel 4 Karakteristik Pasang Surut ......................................................................52
Tabel 5 Kategori kondisi terumbu karang berdasarkan tutupan karang hidup ......61
Tabel 6 Skala kategori penutupan vegetasi lamun menurut Braun-Blanque.........61
Tabel 7 Pembagian Kawasan menjadi Zona dan Sub Zona .................................69
Tabel 8 Kesesuaian Pesisir untuk Mangrove........................................................71
Tabel 9 Kesesuaian Pesisir untuk Terumbu Karang.............................................71
Tabel 10 Kesesuaian Pesisir Perikanan Tangkap ................................................71
Tabel 11 Kesesuaian Pesisir Budidaya Laut ........................................................72
Tabel 12 Kesesuaian Pesisir Budidaya di Tambak...............................................72
Tabel 13 Kesesuaian Pesisir Budidaya Pariwisata ...............................................72
Tabel 14 Kesesuaian Pesisir Budidaya Pelabuhan ..............................................72
Tabel 15 Format Tabulasi Data ...........................................................................74
Tabel 16 Jadual Pelaksanaan Pekerjaan .............................................................84
5DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Alur Tahapan Pekerjaan RZWP3K Mamuju ..........................................8
Gambar 2 Wilayah Rencana Zonasi.....................................................................11
Gambar 3 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan..........................................................24
Gambar 4 Contoh Pengukuran Batimetri dengan metode parallel ........................33
Gambar 5 Alat Pengukuran Batimetri GPS Garmin 178o C ..................................33
Gambar 6 Proses Penyusunan Peta Dasar..........................................................45
Gambar 7 Kerangka Proses Penyusunan Peta Tematik.......................................46
Gambar 8 Penyusunan Album Peta dan Master Peta ..........................................47
Gambar 9 Tahapan Pengolahan, Analisis dan Interpretasi Citra ............................48
Gambar 10 Diagram Alir Proses Peramalan Gelombang berdasarkan data
angin...................................................................................................56
Gambar 11 Perambatan arah gelombang akibat refraksi .......................................57
Gambar 12 Diagram Mekanisme dan Hubungan antara Konsultan dan
Penyedia Jasa ....................................................................................83
6BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Potensi sumber daya pesisir dan laut di Indonesia yang begitu beragam
baik dari segi kuantitas maupun kualitas, Sumberdaya ini terdiri dari
sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya
alam yang tidak dapat pulih (non-renewable resouces) dan jasa-jasa
lingkungan (environmental services) (Dahuri, 2000). Sumber daya ini
seharusnya dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap
pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia. Kabupaten Mamuju- Sulawesi
Barat merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi sumberdaya
pesisir dan laut yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Untuk mengoptimalkan upaya pengembangan/eksploitasi sumber daya
pesisir tersebut, perlu dilakukan kegiatan perencanaan, yang berguna
untuk mengetahui jenis, letak dan nilai ekonomis sumberdaya serta untuk
mengetahui kesesuaian ekologis setempat terhadap upaya eksploitasi
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 27 tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil serta
PERMEN Nomor 16 tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Penyusunan Dokumen Awal RZWP3K Kabupaten Mamuju diharapkan
dapat memberikan sejumlah informasi dasar yang berguna untuk proses
penataan dan pengelolaan kawasan pantai dan pesisir sebagai bagian
dari Pengelolaan Kawasan Pesisir Secara Terpadu (Integrated Coastal
Zone Management/ICZM). Hirarki ICZM biasanya digambarkan sebagai 4
dokumen perencanaan terpisah yang terdiri dari; 1) penyusunan Rencana
7Strategis 2) penyusunan Rencana Zonasi Ruang Pesisir 3) penyusunan
Rencana Pengelolaan zona spesifik atau kawasan dan 4) rencana
kegiatan. Sedangkan untuk Penyusunan Dokumen Awal RZWP3K
Kabupaten Mamuju termasuk dalam dokumen perencanaan penyusunan
Rencana Zonasi Ruang Pesisir.
Tahapan penyusunan RZWP-3-K Kab/Kota secara umum terdiri dari 10
tahapan yang diakhiri dengan tahapan penetapan berupa proses
legalisasi dalam bentuk PERDA. Secara rinci tahapan tersebut terdiri dari;
pembentukan kelompok kerja, pengumpulan data, survei lapangan,
identifikasi potensi wilayah, penyusunan dokumen awal, konsultasi publik,
penyusunan dokumen antara, konsultasi publik, penyusunan dokumen
final dan selanjutnya dilakukan penetapan. Sedangkan untuk penyusunan
Dokumen Awal RZWP-3-K Kabupaten Mamuju hanya memuat tahapan
dan output yang dimulai dari pembentukan kelompok kerja, pengumpulan
data, survei lapangan, identifikasi potensi wilayah sampai dengan
penyusunan dokumen awal. Untuk lebih jelasnya langkah-langkah umum
penyusunan RZWP-3-K Kabupaten Mamuju serta tahapan dan outputnya
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
8Gambar 1 Alur tahapan pekerjaan RZWP-3-K Mamuju
BATAS PENYUSUNAN DOKUMEN AWAL RZWP3K KABUPATEN MAMUJU
BATAS PENYUSUNAN DOKUMEN AKHIR RZWP3K KABUPATEN MAMUJU
91.2. Sasaran
Sedangkan sasarannya adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan data dan informasi akurat terkini tentang sumberdaya
wilayah laut, pesisir laut dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Mamuju
meliputi data kebijakan, Kondisi Fisik wilayah, Hidro-Oseanografi, Bio-
Ekologi, Sosial Ekonomi dan Budaya yang dijadikan sebagai dasar
untuk memformulasikan kebijakan dan strategi penataan ruang WP3K,
arahan indikasi program dan dasar penetapan ketentuan
pengendalian pemanfaatan zona;
b. Mengidentifikasi dan menganalisis Isu dan permasalahan tentang kebijakan
perikanan dan pengembangan wilayah setempat, kondisi fisik, kondisi SDM,
Sosial, Ekonomi;
c. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi pengembangan wilayah
karakteristik wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Mamuju
berdasarkan pada kesesuaian lahan, daya dukung dan nilai ekonomi
d. Menyusun Draft Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Kabupaten Mamuju
1.3. Tujuan
Tujuannya dari kegiatan ini adalah melaksanakan kegiatan jasa
Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau Pulau Kecil
Kabupaten Mamuju sesuai dengan spesifikasi dan standar teknis yang
tercantum dalam KAK, sehingga menghasilkan suatu Buku Rencana
Zonasi Wilayah P3K, Buku Data dan Analisis Zonasi Wilayah P3K, Album
Peta A3, Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah untuk
Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah P3K yang merupakan acuan dan
bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan
10
analisa pada proses Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan
Pulau Pulau Kecil Kabupaten Mamuju.
1.4. Lingkup Kegiatan
Sesuai dengan KAK, ruang lingkup berfungsi untuk membatasi lingkup
studi baik lokasi mapun materi pekerjaan ini mencakup :
Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan
Wilayah Penyusunan Rencana Zonasi ini mencakup wilayah pesisir, laut
dan pulau-pulau kecil Kabupaten Mamuju dengan mengacu kepada
batasan wilayah pesisir dan laut sesuai Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 27 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yakni meliputi daerah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi
kecamatan dan ke arah laut sejauh 4 (empat) mil laut (batas pengelolaan
Kabupaten) diukur dari garis pantai.
Secara keseluruhan Kabupaten Mamuju terbagi menjadi 16 Kecamatan,
143 Desa, 10 Kelurahan. Berdasarkan kondisi geografis Kabupaten
Mamuju yang memiliki wilayah pesisir (berbatasan dengan laut) meliputi
11 kecamatan yaitu Kecamatan Karossa, Kecamatan Topoyo, Kecamatan
Budong-Budong, Kecamatan Pangale, Kecamatan Sampaga, Kecamatan
Papalang, Kecamatan Kalukku, Kecamatan Mamuju, Kecamatan Simboro
dan kepulauan, Kecamatan Tapalang Barat, Kecamatan Tapalang
Ruang Lingkup Materi
Lingkup materi dari pekerjaan Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Mamuju antara lain adalah
a. Indentifikasi sumberdaya wilayah laut, pesisir laut dan pulau-pulau
kecil di Kabupaten Mamuju meliputi data kebijakan, Kondisi Fisik
11
wilayah, Hidro-Oseanografi, Bio-Ekologi, Sosial Ekonomi dan Budaya
yang dijadikan sebagai dasar untuk memformulasikan kebijakan dan
strategi penataan ruang WP3K, arahan indikasi program dan dasar
penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan zona;
b. Mengidentifikasi dan menganalisis Isu dan permasalahan tentang
kebijakan perikanan dan pengembangan wilayah setempat, kondisi
fisik, kondisi SDM, Sosial, Ekonomi;
c. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi pengembangan wilayah
karakteristik wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten
Mamuju berdasarkan pada kesesuaian lahan, daya dukung dan nilai
ekonomi
d. Menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Kabupaten Mamuju.
e. Menyusun rekomendasi RTRW Kabupaten Mamuju dan ketentuan
pengendalian pemanfaatan wilayah pesisir dan laut Kabupaten
Mamuju
Ruang Lingkup Waktu Perencanaan
Kegiatan Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
kecil Kabupaten Mamuju dilaksanakan selama 4 bulan (120) hari
kalender, dimulai dari bulan Mei hingga bulan Agustus 2012. Lingkup
waktu perencanaan dibagi menjadi tahap persiapan yang dilaksanakan
pada bulan pertama, penyusunan dokumen pendahuluan pada bulan
kedua, survei lapangan pada bulan kedua dan ketiga, penyelesaian
dokumen antara selama 2 bulan dari bulan ketiga hingga keempat serta
penyusunan draft dokumen akhir dan dokumen akhir selama 2 bulan yaitu
pada bulan kelima dan keenam
a. Pengumpulan data dan survey Lapangan: Pengumpulan Data :
Pengumpulan data dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan
12
memetakan pemanfaatan sumberdaya laut, pesisir dan pulau kecil;
pemanfaatan kawasan saat ini, habitat, dan isu-isu pengelolaan
ruang di wilayah pesisir, laut dan pulau kecil. Survey Lapangan :
kegiatan surey lapangan dimaksudkan untuk mengidentfikasi
kondisi sumberdaya pesisir, laut dan pulau kecil di kawasan ,
sehingga diperoleh data dan informasi tentang kondisi unit-unit
sumberdaya serta fenomena lingkungan di wilayah pesisir dan laut.
b. Kompilasi dan Analisis data /Informasi: Kegiatan ini dimaksudkan
untuk mengolah data dan informasi yang telah diperoleh dari
kegiatan pengumpulan data dan survey lapangan di lokasi kegiatan.
c. Pendampingan Pokja dan Tim Teknis: Kegiatan ini dimaksudkan
untuk memberikan bantuan teknis kepada Pokja dan Tim teknis
penyusunan Rencana Rinci Kawasan, dalam melakukan analisis,
klasifikasi dan klasterisasi, untuk menghasilkan dokumen awal
(inception report).
1.5. Keluaran
Keluaran (output) pekerjaan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil di Kabupaten Mamuju antara lain adalah:
a. Lapran (Pendahuluan, Antara dan Akhir)
b. Buku Data dan analisis Rencana Zonasi Wilayah P3K, Katalog
Informasi Sumberdaya Kabupaten Mamuju yang memuat potensi,
kondisi eksisting, permasalahan pemanfaatan ruang dan sumberdaya
wilayah dari aspek natural resources, human resouirces, sosial,
ekonomi dan policy yang mengatur wilayah tersebut;
c. Buku Rencana Zonasi Wilayah P3K Kabupaten Mamuju yang memuat
pembahasan substansi mengenai; tujuan, kebijakan dan strategi
penataan ruang WP3K, encana struktur ruang wilayah pesisir
13
kab/kota, rencana pola ruang wilayah pesisir, penetapan kawasan
strategis, arahan pemanfaatan ruang mencakup penetapan zona
hingga arahan sub zona pada setiap zona, indikasi program utama,
rekomendasi terhadap RTRW Kab/Kota dan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang Kabupaten Mamuju yang mencakup penetapan
Kawasan Pemanfaatan Umum (KPU), kawasan konservasi, Kawasan
Strategis Nasional Tertentu (KSNT), dan Alur Laut;
d. Album Peta ukuran A-3 yang terdiri atas :
Peta Topografi dan Bathimetri Peta Biofisik Perairan Laut (Klorofil, Plankton, Pola Arus,
Kecerahan, Pasang Surut, Gelombang, dll)
Peta Kimia Perairan Laut (sebaran pH, salinitas, DO, dll) Peta Geologi dan geomorfologi pantai Peta Penggunaan Eksisting Pemanfaatan Daerah Pesisir dan
Perairan
Peta Status Lahan (Kementerian Kehutanan) Peta Ekosistem Pesisir (sebaran dan kondisi ekosistem
Mangrove,Terumbu Karang, Padang Lamun, Estuari, dll)
Peta sistem jaringan infrastruktur wilayah (listrik, air bersih dansanitasi, sampah, jaringan jalan, saluran drainase, pengolahan
limbah, telekomunikasi, dll)
Peta Kondisi Ekonomi Wilayah (sentra perekonomian, jaringan pemasaran, dll)
Peta Kondisi Sosial (sentra pendidikan, sentra kesehatan, sentra kearifan lokal/adat istiadat, dll)
Peta Rawan Bencana Peta Analisis Kewilayahan (tinjauan regional) Peta Analisis Kebutuhan Infrastruktur Wilayah Peta Analisis Struktur Ruang WP-3-K
14
Peta Analisis Kependudukan dan Sosial ekonomi Peta Analisis Kesesuaian Perikanan Budidaya Peta Analisis Kesesuaian Perikanan Tangkap Peta Analisis Kesesuaian Wisata Bahari Peta Analisis Kesesuaian Perikanan Budidaya Peta Analisis Kesesuaian Kawasan Konservasi Peta Analisis Kesesuaian Alur Peta Analisis Kesesuaian Kegiatan Lainnya Peta Analisis Daya Dukung Peta Analisis Pola Ruang WP-3-K Peta Struktur Ruang WP-3-K Peta Pola Ruang WP-3-K Peta Rencana Zonasi WP-3-K Peta lain yang dianggap perlu
e. Draft Peta RZWP-3-K ukuran A-0 disusun dengan skala 1 : 100.000
untuk Kabupaten dan atau 1 : 50.000 untuk Kota (ditekankan untuk
menggunakan skala 1 : 50.000 untuk Kabupaten maupun Kota). Draft
peta dibuat dengan sistim referensi geografis grid UTM (Universal
Tranverse Mercantor) dan sistim proyeksi WGS 84;
f. Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah untuk Penyusunan
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
1.6. Waktu Pelaksanaan Pekerjaan
Kegiatan Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau
Pulau Kecil Kabupaten Mamuju ini akan dilaksanakan selama 4 (empat)
bulan kalender kerja, dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2012.
15
1.7. Lokasi Pekerjaan
Lokasi pekerjaan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP-3-K) adalah di 16 (enam belas) Kecamatan Pesisir Kabupaten
Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
1.8. Sistematika Laporan
Sistematika laporan menggambarkan kedalaman pemahaman terhadap
kerangka acuan kerja dan lokasi proyek. Dengan demikian laporan akan
memuat gambaran teknis pendekatan dan metodologi pelaksanaan
pekerjaan dan rencana pelaksanaan pekerjaan. Adapun susunan atau
sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
BAB 1. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang dari dilakukannya Penyusunan
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau Pulau Kecil Kabupaten
Mamuju 2012, selanjutnya dikemukakan tujuan dan sasaran yang akan
dicapai, ruang lingkup dan output yang akan dihasilkan.
BAB 2. TINJAUAN UMUM LOKASI PERENCANAAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum wilayah proyek yaitu
Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Gambaran ini di susun
berdasarkan data-data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI
Bab ini menguraikan tentang pendekatan dan metode yang akan
dilaksanakan oleh konsultan yang dirinci sesuai dengan pelaksanaan
pekerjaan.
16
BAB 4. ORGANISASI, PERSONIL, DAN RENCANA KERJA
Pada bab ini dikemukakan rencana kerja yang akan dilaksanakan pada
kegiatan Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau
Pulau Kecil Kabupaten Mamuju 2012. Kegiatan yang akan dilaksanakan
disusun secara bertahap dan diuraikan sesuai fungsi dan tujuan/target
yang ingin dicapai.
Selain itu juga diuraikan susunan organisasi pelaksanaan pekerjaan,
jadwal pelaksanaan pekerjaan, rincian tugas dan jadwal penugasan, serta
pelaporan kegiatan.
17
BAB 2. TINJAUAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN
2.1. Geografis
Kabupaten Mamuju merupakan salah satu bagian dari provinsi Sulawesi
Barat yang secara Geografis terletak diantara 0 52'110'' - 20 54'552''
Lintang selatan ; 115 4'47'' - 130 5'35'' Lintang timur, Kabupaten Mamuju
merupakan wilayah dengan potensi kawasan strategis sebagai
pengembangan ibukota kabupaten untuk Provinsi Sulawesi Barat
dengan luas wilayah 8.014,06 km2 dan secara administratif berbatasan
dengan :
Gambar 2. Wilayah Rencana Zonasi
18
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Mamuju Utara Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kab. Majene, Kab. Polmas,
Kab. Tana Toraja (Provinsi Sulawesi Selatan)
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara (Provinsi Sulawesi Selatan)
Sebelah Barat : berbatasan Selat Makassar (Provinsi Kalimantan Timur)
Kabupaten ini terdiri atas 15 wilayah kecamatan, 103 Desa dan 8
Kelurahan serta 2 Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT), 41 diantaranya
berada di kawasan Pantai. Topografi 57 desa/kelurahan di Kabupaten
Mamuju berupa bukit, sedangkan 66 sisanya topografinya datar. 15
Kecamatan dimaksud adalah Tapalang, Tapalang Barat, Mamuju,
Simboro dan Kepulauan, Kalukku, Papalang, Sampaga, Tommo,
Kalumpang, Bonehau, Budong-Budong, Pangale, Topoyo, Karossa dan
Tobadak. Kecamatan Kalumpang merupakan Kecamatan terluas dengan
luas 1.178,21 km persegi atau 22,19 persen dari seluruh luas wilayah
Kabupaten Mamuju. Sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan
Sampaga denganluas 95,94 km Persegi atau 1,20 persen dari seluruh
luas wilayah Kabupaten Mamuju. Disamping itu kabupaten Mamuju
memiliki 17 pulau dan 8 gugus, yang merupakan wilayah kecamatan
Mamuju, Karossa dan Kepulauan Balabalakang. Dari 17 pulau tersebut
terdapat 11 pula yang berpenghuni dan 6 pulau yang tidak berpenghuni.
Diantara 15 Kecamatan di Kabupaten Mamuju, Ibukota Kecamatan yang
letaknya terjauh dari Ibukota Kabupaten adalah Ibukota Kecamatan
Karossa (Karossa) yaitu sejauh 171 Km sementara Kecamatan Mamuju
adalah merupakan Ibukota Kabupaten, dan setelah itu Ibukota
Kecamatan yang terdekat dari Ibukota Kabupaten adalah Kecamatan
Simboro dan Kepulauan (Rangas) yang berjarak 6 Km dari Mamuju.
19
2.2. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Mamuju adalah 336.973 jiwa. Tingkat
kepadatan penduduk sebesar 42 jiwa/km2. Jumlah penduduk laki-laki
adalah sebanyak 173.413 dan Perempuan 163.569 jiwa. Dengan laju
pertumbuhan penduduk 3,91 % yang relatif tinggi jika di bandingkan
dengan pertumbuhan rata-rata provinsi sulbar sebesar 2,68 %. Jumlah
rumah tangga berdasarkan data statistic tahun 2012 terhitung 75.754
rumah tangga atau 4,45 orang per rumah tangga.
2.3. Perekonomian
Kondisi tata Guna lahan di Mamuju secara umum terdiri atas sawah,
perkebunan, perumahan, tambak, fasilitas sosial ekonomi, dan lahan
kosong. Pergeseran pemanfaatan lahan di wilayah Kabupaten Mamuju
secara umum belum mengalami perubahan yang cukup drastis hanya
pada beberapa bagian kawasan strategis di wilayah perkotaan cepat
tumbuh, akibat terjadinya peningkatan pembangunan jumlah unit
perumahan dan pengadaan sarana dan prasarana umum.Kabupaten
Mamuju menetapkan visi Gerakan Membangun Mamuju Menuju
Masyarakat Maju dan Mandiri Maju
Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di Kabupaten ini tersedia 1
bandar udara, yaitu Bandara Tampa Padang. Untuk transportasi laut
tersedia 4 pelabuhan, antara lain Pelabuhan Simbuang, Pelabuhan
Samudera belang, Pelabuhan Mamuju, Pelabuhan Belang-Belang.
2.4. Kondisi Biofisik
Daerah kabupaten Mamuju memiliki garis pantai sepanjang 254,42 km
dan luas Wilayah 4 mil laut: 138.506 ha, wilayah ekologis kabupaten
Mamuju terbagi tiga Perairan yaitu perairan Teluk Lebani, Perairan Teluk
Mamuju dan perairan teluk Belang-Belang. Perairan Teluk Lebani terletak
20
antara Tanjung Samure dan Tanjung Ngalo, meliputi wilayah kecamatan
Tapalang, Tapalang Barat dan Simboro Kepulauan . Perairan Teluk
Mamuju terletak antara Tanjung Samure dengan Tanjung Kalukku,yang
secara administratif meliputi wilayah sebagian wilayah kecamatan
Simboro dan Kepulauan, kecamatan Mamuju, dan Papalang sedangkan
Perairan Teluk Belang-Belang terletak antara Tanjung Kalukku sampai
Tanjung Dapuran, perairan ini berada pada wilayah kecamatan 5 wilayah
kecamatan yaitu Sampaga, Pangale, Budong-Budong, Topoyo dan
Karossa.
Daerah kabupaten Mamuju memiliki lima tipe bentuk lahan yakni bentuk
lahan asal Marine, Biologik, Fluvial, Denudasional dan struktur . Satua
berbentuk lahanya meliputi Rataan pasut , rataan terumbun, daratan
alluvial, danau, rawa delta, gosong sungai, lereng kaki , perbukitan
denudasional dan gawir sesar. Bentuk lahan asal denudasional dan
marin mendominasi wilayah kabupaten Mamuju. Kenampakan deretan
perbukitan dan pengunungan denudasional di pesisir selatan Kabupaten
Mamuju dengan vegetasi hijau diatasnya, pantai pasir, pantai tebing terjal
dengan goa-goa laut serta gugusan terumbung karang merupakan suatu
lahan adalah pantai berpasir (gisik ) rataan pasang surut , rataan
terumbung dan tepi tabir. Seluruh sangat berpotensi bagi pengembangan
kawasan wisata bahari Kabupaten Mamuju di waktu mendatang.
21
BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI
3.1. Pendekatan
Dalam pelaksanaan proyek penyusunan rencana zonasi WP3K
Kabupaten Mamuju di butuhkan pendekatan atau paradigma untuk lebih
memahami dan memudahkan dalam tercapainya tujuan
proyek.Pendekatan oleh kami di defenisikan sebagai sudut pandang
dalam berfikir dan bertindak untuk pencapaian tujuan output dari
proyek.
Berdasar pada pemahaman dan pengetahuan tentang karaktersitik
sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, tujuan pengambilan data
dan implementasi proyek di tingkat kabupaten, maka pendekatan berikut
akan digunakan dalam melaksanakan kegiatan.
a. Pendekatan Politis
Memandang bahwa keberhasilan atau kesuksesan dari pelaksanaan
proyek ini sangat di tentukan oleh dukungan politis yang ada di tingkat
daerah. Dukungan ini merujuk kepada seluruh stakeholder instansi atau
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kabupaten Mamuju.
Kongkrit dukungan berupa moril dan sumbang saran dalam proses
pembuatan ranperda.
b. Pendekatan Keterpaduan
Dalam pengelolaan potensi sumberdaya kelautan yang baik,
membutuhkan penerapan program secara terpadu. Hal ini berarti
bagaimana setiap sub sistem beserta potensinya dapat berfungsi dengan
optimal dan saling mendukung (konstruktif), tidak saling menghambat
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Keterpaduan
dalam konsep tanpa adanya tumpang tindih antara satu konsep
22
dengan yang lain adalah penting untuk keberhasilan penyusunan
rencana zonasi ini.
c. Pendekatan Partisipatif dan Kemitraan
Melibatkan masyarakat dan stakeholders sejak awal menjadi sangat
penting dalam paradigma pembangunan dewasa ini. Hal ini dikenal
sebagai pendekatan partisipatif. Di samping itu masyarakat ditempatkan
tidak lagi sebagai obyek pembangunan,namun sebagai subyek
pembangunan. Ini berarti masyarakat ditempatkan dalam posisi yang
sederajat sebagai mitra pemerintah dan memiliki akses untuk ikut serta
dalam perencanaan.
d. Pendekatan Keseimbangan
Melalui pendekatan ini kegiatan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Mamuju difokuskan pada prinsip-prinsip
keseimbangan dalam Peningkatan Ekonomi, Pemberdayaan Masyarakat,
dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
3.2. Metodologi
3.2.1 Klasifikasi Data
Klasifikasi Data berdasarkan sumber data dikelompokkan atas :
a. Data primer : adalah data yang diperoleh secara langsung dilapangan
melalui kegiatan survey atau perekaman data. kegiatan ini dapat
berupa observasi, pengambilan sampling, perhitungan dan atau
pengukuran langsung;
b. Data Sekunder : yakni pengumpulan data melalui sumber kedua,
seperti lembaga atau institusi yang telah melakukan proses
pengumpulan data lapangan dan mendokumentasikannya dalam
bentuk laporan, buku, diagram, tabel, peta, photo dan media
penyimpanan lainnya.
23
Data yang dibutuhkan dalam rangka perencanaan rinci zonasi
wilayah pesisir, laut dan pulau kecil berdasarkan Undang-undang No 27
tahun 2007 Pasal 10 adalah sebagai berikut :
a. Data dan informasi yang berhubungan dengan ekosistem pesisir dan
pulau kecil;
b. Data dan informasi yang berhubungan dengan variabel-variabel
penetapan pemanfaatan ruang pesisir laut dan pulau kecil;
c. Data dan informasi yang berhubungan dengan alokasi ruang untuk
pemanfaatan umum, konservasi, kawasan strategis nasional, dan alur
laut;
d. Data dan informasi yang berhubungan dengan variabel-variabel
penetapan prioritas kawasan pesisir, laut dan pulau kecil.
Secara teknis kebutuhan data dalam rangka penyusunan rencana
zonasi rinci wilayah pesisir, laut dan pulau kecil, meliputi :
a. Data dasar meliputi: Peta Rupa Bumi Indonesia untuk wilayah pesisir
Kabupaten Mamuju, peta status lahan, sistem lahan dan kesesuaian
lahan, peta lingkungan laut nasional, peta wisata bahari, peta laut,
peta navigasi, dan Citra Alos Untuk wilayah pesisir dan laut
Kabupaten Mamuju.
b. Batas perencanaan meliputi Batas daratan, dan Batas perairan laut
dan umum
c. Tinjauan Regional meliputi a) Aspek kebijaksanaan pengembangan
Wilayah Propinsi dan atau Kabupaten/Kota meliputi ; Rencana
strategis, Rencana Tata Ruang, Peraturan Daerah, Kebijakan lain; b)
Kedudukan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap Pusat-
pusat Pengembangan di wilayah tersebut secara menyeluruh .
d. Identifikasi Keadaan Geofisik dan sumberdaya meliputi a) Kondisi
Iklim, cuaca meliputi Temperatur, Angin, curah hujan; b) Kondisi
Hidro-oceanografi meliputi Batimetri, tinggi gelombang, arah,
kecepatan dan pola arus, kecerahan, kisaran pasang surut, substrat
dasar; c) Kualitas air meliputi: Salinitas, Oksigen Terlarut, COD, pH air
laut, Suhu, kelimpahan Klorofil, Nitrat dan Nitrit, Fosfat, H2S,
Kelimpahan Plankton; d) Geologi/geomorfologi pantai, Bentuk dan tipe
24
pantai, topografi dan kelerengan pantai, kandungan sedimen pantai;
e) kualitas tanah meliputi: pH tanah, tekstur tanah, nitrat dan nitrit,
fosfat, H2S; f) kondisi ekologi seperti sebaran dan kerapatan
mangrove, sebaran dan kondisi terumbu karang, sebaran padang
lamun, sebaran lahan basah (gambut, tambak, dan estuary), rumput
laut, laguna, atoll, estuary, delta, gumuk pasir, serta sebaran habitan
endemik dan sebaran biota habitat yang dilindungi;
e. Identifikasi spesies/biota (darat dan perairan) pada wilayah pesisir dan
laut, baik dari jenis, jumlah, penyebaran dan persentasi penutupan
untuk setiap jenis biota.
f. Isu dan permasalahan pengeloaan wilayah pesisir dan laut. seperti:
erosi dan abrasi pantai, potensi tsunami, daerah rawan banjir, illegal
fishing, konflik pemanfaatan, over fishing, kemiskinan, keamanan dan
pertahanan, pencemaran serta isu strategis lainnya terkait dengan
perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
g. Identifikasi Daerah Rawan Bencana meliputi Banjir, Erosi, abrasi dan
Sedimentasi, Akresi garis pantai, Subsiden/longsoran tanah, Tsunami,
Gempa
h. Identifikasi masalah lingkungan dan pencemaran antara lain Intrusi air
laut/asin, Polusi dan Pencemaran, Kerusakan hutan mangrove,
Kerusakan terumbu karang
i. Identifikasi Daerah Konservasi/perlindungan meliputi a) Kawasan
lindung nasional/Kawasan Konservasi yang sudah ditetapkan secara
nasional (Taman Nasional, Taman Laut, Cagar Alam, Suaka Alam
Laut ); b) Kawasan konservasi yang sedang diusulkan oleh Daerah; c)
Kawasan perlindungan laut (lokal)
j. Identifikasi pola pemanfaatan ruang yang ada meliputi a) Kawasan
pantai ke arah darat; b) Kawasan Budidaya; c) Perikanan Tangkap; c)
Kawasan Pertahanan dan Keamanan; d) Kawasan tertentu; e) Alur
Tertentu
k. Potensi Pulau-pulau Kecil
l. Identifikasi Kegiatan di daratan yang berpengaruh terhadap Kegiatan
pada kawasan perairan
25
m. Keadaan Prasarana dan Sarana Kelautan/Perikanan antara lain a)
Sistem Transportasi; b) Prasarana dan sarana perikanan; c)
Prasarana dan sarana Pariwisata; d) Jaringan transportasi ;
n. Perekonomian meliputi a). Kegiatan perekonomian masyarakat; b)
Kegiatan Investasi Dunia Usaha; c) Potensi Investasi di sektor
kelautan;
o. Keadaan Sosial Budaya meliputi a)Kependudukan (Jumlah, struktur
mata pencaharian, pendidikan); b) Adat istiadat setempat/Kearifan
local; c) Proses Partisipasi dan Aspirasi masyarakat; d) Pemukiman;
p. Permasalahan dalam Kelembagaan pengembangan sektor kelautan.
3.2.2 Data Yang Akan Dikumpulkan dan Di Survey
Berdasarkan jenis kebutuhan data untuk tujuan penyusunan
rencana zonasi Rinci Wilayah Pesisir sebagaimana yang telah diuraikan
diatas, maka untuk tujuan pengumpulan dan survey lapangan, Data perlu
dikelompokkan lebih detail berdasarkan cara perolehan atau sumber
datanya.
Tabel 1. Data yang akan di kumpulkan dan disurvey
No. Jenis Data Sumber Data
1 Batas perencanaan meliputi Batas daratan, dan Batas perairan laut dan umum
Sekunder
2 Tinjauan Regional meliputi : Aspek kebijaksanaan pengembangan Wilayah Propinsi dan atau Kabupaten/Kota meliputi ; Rencana strategis, Rencana Tata Ruang, Peraturan Daerah, Kebijakan lain; b) Kedudukan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap Pusat-pusat Pengembangan di wilayah tersebut secara menyeluruh .
Sekunder
3 Keadaan Geofisik dan Sumberdaya meliputi: a) Kondisi Iklim, cuaca meliputi Temperatur, Angin,
curah hujan; Sekunder
b) Kondisi Hidro-oceanografi : Batimetri, tinggi gelombang, arah, kecepatan dan pola arus, kecerahan, kisaran pasang surut, substrat dasar.
Kualitas air: Salinitas, Oksigen Terlarut, COD,
Primer
26
pH air laut, Suhu, kelimpahan Klorofil, Nitrat dan
Nitrit, Fosfat, H2S, Kelimpahan Plankton.
c) Geologi/geomorfologi pantai, Bentuk dan tipe pantai, topografi dan kelerengan pantai, kandungan sedimen pantai
Primer dan sekunder
d) Kualitas tanah meliputi: pH tanah, tekstur tanah, nitrat dan nitrit, fosfat, H2S; Primer dan
sekundere) Kondisi ekologi seperti sebaran dan kerapatan
mangrove, sebaran dan kondisi terumbu karang, sebaran padang lamun, sebaran lahan basah (gambut, tambak, dan estuary), rumput laut, laguna, atoll, estuary, delta, gumuk pasir, serta sebaran habitan endemik dan sebaran biota habitat yang dilindungi;
Primer dan Sekunder
4 Identifikasi Spesies/biota (darat dan perairan) pada wilayah pesisir dan laut, baik dari jenis, jumlah, penyebaran dan persentasi penutupan untuk setiap jenis biota.
Primer dan Sekunder
5 Daerah Rawan Bencana meliputi Banjir, Erosi, abrasi dan Sedimentasi, Akresi garis pantai, Subsiden/longsoran tanah, Tsunami, Gempa
Sekunder
6 Masalah lingkungan dan pencemaran antara lain Intrusi air laut/asin, Polusi dan Pencemaran, Kerusakan hutan mangrove, Kerusakan terumbu karang
Primer dan Sekunder
7 Daerah Konservasi/Perlindungan meliputi a) Kawasan lindung nasional/Kawasan Konservasi yang sudah ditetapkan secara nasional (Taman Nasional, Taman Laut, Cagar Alam, Suaka Alam Laut ); b) Kawasan konservasi yang sedang diusulkan oleh Daerah; c) Kawasan perlindungan laut (lokal)
Sekunder
8 Identifikasi Pola Pemanfaatan Ruang yang ada meliputi :
a) Kawasan pantai ke arah darat; b) Kawasan Budidaya; c) Perikanan Tangkap; d) Kawasan Pertahanan dan Keamanan; e) Kawasan tertentu; f) Alur Tertentu
Primer dan Sekunder
27
9 Potensi Pulau-pulau Kecil Sekunder
10 Identifikasi Kegiatan di daratan yang berpengaruh terhadap Kegiatan pada kawasan perairan
Primer dan Sekunder
11 Keadaan Prasarana dan Sarana Kelautan/Perikanan antara lain :
a) Sistem Transportasi;b) Prasarana dan sarana perikanan; c) Prasarana dan sarana Pariwisata; d) Jaringan transportasi
Sekunder
12 Perekonomian meliputi :
a) Kegiatan perekonomian masyarakat; b) Kegiatan Investasi Dunia Usaha; c) Potensi Investasi di sektor kelautan;
Primer dan Sekunder
13 Keadaan Sosial Budaya meliputi :
a) Kependudukan (Jumlah, struktur mata pencaharian, pendidikan);
b) Adat istiadat setempat/Kearifan lokal; c) Proses Partisipasi dan Aspirasi masyarakat; d) Pemukiman;
Sekunder
14 Permasalahan dalam Kelembagaan pengembangan sektor kelautan.
Primer dan Sekunder
3.2.3 Metode Pelaksanaan Kegiatan
3.2.3.1 Tahapan Kegiatan
Kegiatan penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil akan dilaksanakan dalam beberapa tahapan, sebagai berikut :
a) Tahap persiapan, Tahap melengkapi administrasi untuk
mengumpulkan data, penentuan peralatan yang dibutuhkan ke
lapangan, tahap penentuan tempat dan personal yang menjadi
sumber mengumpulkan data, serta diskusi pendahuluan internal Tim
dalam rangka review rencana kerja dan pengenalan awal kondisi dan
karakteristik lokasi kegiatan.
28
b) Tahap Pengambilan data, Tahap mengumpulkan data langsung ke
lokasi (survey) atau menanyakan langsung ke personal yang menjadi
responden. Untuk pengumpulan data sekunder, dilakukan
penelusuran data pada sumber-sumber yang relevan dengan
keberadaan data.
c) Tahap Verifikasi data, Data yang telah dikumpulkan perlu dicek
keabsahannya, kejelasan sumber datanya, tahun publikasi data dan
judul publikasi data yang dijadikan rujukan. Jika terdapat banyak data
yang tidak bisa di-input ke dalam Format Tabel mungkin karena
ketiadaan data, perlu dijelaskan dalam bentuk narasi atau tabel
mengapa data tersebut tidak ada dan langkah-langkah yang perlu
dilakukan untuk mengumpulkannya.
d) Tahap Penyusunan data, Tahap menyusun data sesuai kriteria yang
dibutuhkan pada tahap pengolahan data, pada tahap ini juga sudah
dilakukan tabulasi data.
e) Tahap Pengolahan Data, Proses pengolahan data meliputi :
Klasifikasi data, Korelasi data, Referensi geografis data. Sistem
pengolahan data yang dilaksanakan adalah system berbasis data
dengan model hirarki. Sistem basis data hirarki ini mudah
dikembangkan dan diperbarui. Model basis data hirarki adalah model
basis data yang mendukung struktur record yang berhirarki yang
diorganisasikan dalam file pada berbagai tingkatan yang memiliki
hubungan dengan tingkatan tersebut. Untuk data yang berbentuk
tabular atau tekstual dapat diolah langsung dengan seperangkat
komputer dengan program spreadsheet dan software pengolahan kata
lainnya, sedangkan untuk peta diolah dengan perangkat lunak
pemetaan seperti Arcgis.
f) Tahap Analisis Data, Agar data dapat digunakan sebagai bahan
informasi yang dibutuhkan untuk penyusunan rencana zonasi rinci
kawasan pesisir, khususnya untuk kawasan, maka data mentah (raw
29
data) perlu dianalisis sesuai dengan metode analisis masing-masing
jenis data.
g) Tahap Penyusunan Katalog Informasi, Berisi Buku Kompilasi data,
buku analisis dan Album Peta. Pada tahap ini sudah dihasilkan luaran
(output) dari kegiatan. Buku data berisi data-data hasil pengumpulan
dan survey yang telah di verifikasi dan diolah, sedangkan buku
analisis berisi hasil-hasil analisis data dari tenaga Ahli dan telah
mendapat persetujuan dari pihak pemilik kegiatan serta tim Pokja.
Buku Album peta adalah kumpulan peta-peta hasil pemetaan dan
telah mendapat persetujuan dari pihak pemilik kegiatan.
h) Pendampingan Pokja, Kegiatan pada tahap ini pada prinsipnya
berupa pendampingan teknis kepada kelompok kerja dan tim teknis
kabupaten dalam menyusun rencana zonasi Rinci kawasan. Kegiatan
pendampingan ini dilakukan sampai tersusunya dokumen awal dari
Rencana zonasi Rinci yang sedang disusun serta Rancangan
peraturan daerah.
Secara skematik, tahapan pelaksanaan kegiatan dapat dilihat pada
gambar berikut :
30
Gambar 3. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
31
3.2.3.2 Metode Kerja
A. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Departemen
Kehutanan, Badan Pusat Statistik, Bakosurtanal, Bappeda, Bappedalda,
P3O-LIPI, Badan Pertanahan Nasional, Pusat Pengembangan Geologi
Kelautan, dan LAPAN serta Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi seperti
disajikan pada Tabel di bawah.Data sekunder dapat berupa data
demografi, laporan hasil studi, buku-buku referensi, dsb.
Tabel 2. Daftar Data Sekunder
Lembaga Basis data Jenis data Format Cakupan Skala
Badan Lingkungan Hidup
NKLD (neraca kualitas lingkungan Hidup daerah)
CEMP (Coastal Environmnetal Management Planning Project)
National Marine and Coastal Biodiversity
Statistik Lingkungan, proyek program lingkungan, kualitas sungai, limbah, tataguna lahan, keanekaragaman hayati
Digital dan hard copy
Kabupaten
DKP, LIPI, Bakosurtanal
Data statistik, peta tematik
Digital dan hard copy
Propinsi
Kabupaten, dan lokasi riset
1:1000.000
1:250.000
1:50.000
1:25.000
BMGArus, pasut, Suhu Air, gelombang, kegiatan seismik
Data tabular, ramalan harian
Propinsi
Kabupaten
P3O-LIPIBasis data Keanekaragaman
Ekosistem Alam, Spesies Endemik
Digital dan hard copy
Propinsi
Kabupaten
PHPA/AWBBasis data lahan basah
Data habitat dan site
Digital dan hardcopy
32
B. Pengumpulan Data Primier/Survey
1) Kondisi Hidro-Oceanografi
Data kualitas air laut
Metodologi :
Pengambilan sampel air dengan menggunakan Cammerer Water
Sampler pada kedalaman 0 m dan 10 m dari permukaan laut
(Kepmen LH No. 51 Tahun 2004). Sebagian sampel air diukur
dengan menggunakan Water Quality Checker untuk parameter
suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan pH. Sementara sebagian
sampel air dimasukkan ke dalam botol sampel untuk analisis
laboratorium untuk parameter kandungan nutrien (Nitrat, Nitrit,
dan Fosfat), COD, H2S, Kelimpahan Plankton dan kelimpahan
Klorofil. Penentuan stasiun pengukuran mempertimbangkan
karakteristik perairan yang mewakili kondisi lokasi yakni perairan
dangkal, perairan dalam, teluk, selat, muara sungai, perairan
terbuka, serta aktifitas pemanfaatan laut oleh manusia. Setiap
stasiun akan ditulis posisi lintang dan bujurnya.
Oceanografi
Metodologi :
1). Batimetri
Metode pengambilan data batimetri adalah metode parallel yakni
pola pengukuran adalah tegak lurus garis pantai secara zig zag
dengan interval lebar jalur serta jarak antara dua titik disesuaikan
dengan skala peta yang akan dikeluarkan (gambar 2) mengingat
cakupan area pengukuran yang luas. Data posisi, waktu
pengukuran, dan kedalaman terukur telah terekam dalam GPS
Map Sounder 178C (gambar 3). Untuk panduan navigasi
digunakan alat GPS Etrex. Data batimetri yang diperoleh dari
pengukuran, selanjutnya diikatkan pada bacaan elevasi muka air
dari pengamatan pasang-surut dengan interval waktu
33
pengamatan 1 jam untuk waktu yang sama. Pengukuran
bathimetri ini dilakukan menggunakan perahu dengan kecepatan
maksimal 5 knot (9,26 km/jam). Hasil pengukuran berupa data
tabulasi dengan koordinat UTM beserta waktu pengukuran dan
nilai kedalaman, untuk selanjutnya diproses menjadi peta
bathimetri.
Gambar 4.Contoh Pengukuran Batimetri dengan metode parallel
Gambar 5. Alat Pengukuran Batimetri GPS Garmin 178C
34
2). Gelombang Laut
Metode pengamatan gelombang laut dilakukan dengan cara
pengukuran langsung dan prediksi gelombang dari data angin
dan data fetch length. Pengukuran gelombang secara langsung
untuk mengamati karakter gelombang di perairan pantai yang
hanya dilakukan pada saat di lapangan. Sedangkan untuk
prediksi gelombang dimaksudkan untuk melihat keadaan
gelombang setiap tahunnya.
Pengukuran gelombang setiap stasiun dilakukan pada
kedalaman dimana gelombang belum pecah atau di depan zona
gelombang pecah. Tinggi gelombang diukur menggunakan tiang
berskala, sementara periode gelombang ditentukan dengan
menggunakan stopwatch. Tinggi gelombang ditentukan dengan
pencatatan tinggi air pada tiang berskala, saat puncak dan
lembah gelombang selama 51 kali berturut-turut. Sedangkan
periode gelombang ditentukan dengan mencatat waktu yang
dibutuhkan gelombang selama 51 kali melewati tiang berskala.
Arah datang gelombang adalah sudut yang terbentuk antara
permukaan gelombang dengan garis pantai saat mendekati
pantai. Arah datang gelombang diukur menggunakan kompas
geologi.
Untuk melihat karakteristik gelombang ketika mendekati perairan
pantai maka dilakukan pendekatan melalui analisis refraksi dan
difraksi gelombang. Hal ini dilakukan untuk melihat bagian pantai
yang berpotensi abrasi dan sedimentasi.
3). Arus Laut
Pengamatan arus laut dilakukan dengan cara pengukuran
langsung dan prediksi arus yang dibangkitkan oleh gelombang
pecah. Pengukuran langsung untuk melihat kondisi arus pasang
surut. Sementara prediksi arus untuk mengetahui karakteristik
35
pola arus susur dan tolak pantai karena terkait dengan pola
penyebaran sedimen di sepanjang pantai.
Pengukuran arus secara langsung dilakukan untuk menentukan
kecepatan dan arah arus. Peralatan yang digunakan adalah
Current meter, drift float (layang-layang arus), stopwatch, dan
kompas dengan prosedur sebagai berikut:
Pengukuran dilakukan pada beberapa lokasi dimana arus mempunyai pengaruh penting. Penentuan titik pengamatan
disesuaikan dengan kondisi perairan yakni di perairan pantai,
teluk, selat antar pulau, serta di perairan dalam sehingga
diperoleh distribusi pola arah dan kecepatan arus secara
horisontal.
Pengukuran dilakukan pada 2 saat, yaitu pada pasang tertinggi (spring tide) dan surut terendah (neap tide). Lama
pengukuran masing-masing selama 24 jam dengan interval
waktu tertentu yaitu dari saat surut sampai saat surut
berikutnya atau pada saat pasang sampai pada saat pasang
berikutnya atau disebut 1 siklus pasang surut.
4). Pasang Surut
Pengamatan dan pengukuran pasang surut air laut dilakukan
dengan menggunakan palem pasut (rambu pasut) yang
terbuat dari kayu 5 x 10 cm dengan panjang 4 m. Rambu ukur
dipasang pada dermaga atau pinggir laut yang posisinya
telah diikat ke patok BM pengukuran topografi. Pembacaan
dilakukan setiap satu jam dalam 24 jam selama 15 hari.
Analisa Pasang surut menggunakan metode Admiralti,
sedangkan hasil pengamatan dituangkan dalam bentuk
grafis. Prosedur detail pengamatan pasang surut diberikan
sebagai berikut :
Pengamatan dilakukan pada daerah yang tidak pernah kering akibat pasang surut, dan lokasi penempatannya diupayakan
36
pada lokasi yang terlindung dari pengaruh gelombang. Lama
pengukuran adalah 15 hari (15 piantan) dengan interval
pengamatan 1 jam. Hasil pengamatan pada papan peilschaal
dicatat pada formulir pencatatan elevasi air pasang surut
yang telah disediakan.
Pengolahan data hasil pengamatan pasang surut bisa dengan menggunakan metode ADMIRALTI.
5). Kecerahan
Pengukuran kecerahan dilakukan secara langsung di
lapangan pada beberapa stasiun (sesuai dengan stasiun
kualitas air) dengan menggunakan Secchi Disk.
6). Substrat Dasar
Untuk pola sebaran substrat dasar dilakukan dengan
pengambilan sampel sedimen pada beberapa stasiun sampel
(sesuai dengan stasiun kualitas air)
Sampel sedimen dasar pada kedalaman yang dangkal
diambil menggunakan perangkap sedimen, sementara pada
kedalaman 10 m menggunakan grab sampler. Analisa
sedimen dilakukan secara visual dan menggunakan metode
penyaringan (Standard Sieving Method). Untuk pengamatan
visual dilakukan apabila sedimen memperlihatkan dominasi
salah satu tekstur (lanau, lanau, atau kerikil). Apabila
sedimen sulit untuk dianalisa secara visual maka dilakukan
melalui analisis penyaringan. Data hasil analisa sampel
sedimen ini sangat berguna dalam mengetahui distribusi
sebaran sedimen dasar perairan pada lokasi penelitian.
7). Total Suspended Solid (TSS)
Sampel air untuk pengukuran konsentrasi partikel tersuspensi
diambil dengan menggunakan Kemmerer Water sampler.
Sampel diambil pada sekitar 0.5 m dari permukaan air laut.
37
Sampel air kemudian disaring menggunakan reweighed
Millipore Whattman GF/C filter (0.45 m), yang kemudian
dikeringkan selama 2 jam pada suhu 105oC dan ditimbang.
2) Geomorfologi Pantai
1). Bentuk dan tipe pantai,
Pengamatan bentuk dan tipe pantai dilakukan secara visual
dengan memperhatikan karakteristik pantai seperti pantai teluk,
pantai terbuka.
2). Topografi dan kelerengan pantai.
Pengukuran topografi kelerengan pantai dilakukan dengan
menggunakan kompas geologi dan meteran gulung. Dengan
demikian akan diketahui derajat kemiringan pantai dan setelah
dianalisis lebih lanjut akan diperoleh titik ketinggian pantai dan
kelerengan pantai.
3). Kandungan sedimen pantai.
Untuk pola sebaran sedimen, pengamatan sampel sedimen dasar
perairan dilakukan secara visual dengan memperhatikan bentuk
tekstur sedimen secara langsung di lapangan. Adapun jenis
sedimen yang teramati adalah lempung, lanau, pasir, dan kerikil.
Apabila sedimen sulit untuk dianalisa secara visual maka dilakukan
melalui analisis penyaringan.
Untuk kandungan sedimen yang meliputi kandungan nutrien
(fosfat, dan nitrat), pH tanah dan BOT, serta logam berat dilakukan
analisis di laboratorium.
3) Kualitas tanah
Metodologi :
Metode Penentuan Titik Sampling
38
Pengumpulan data tanah dikelompokkan kedalam satuan-
satuan lahan melalui pendekatan sistem lahan (Land System)
yaitu pendekatan yang didasarkan pada pembeda keragaman
kesatuan komponen-komponen bentang lahan (fisiografi,
bentuk wilayah, kelerengan, litologi, tanah,
penggunaan/penutupan lahan saat ini).
Metode Pengumpulan Data
Sampel tanah yang dikumpulkan adalah sampel tanah utuh
untuk pengamatan sifat dan karakteristik fisik tanah dengan
menggunakan ring sampel. Untuk mengetahui faktor dan
proses penyebaran jenis tanah, dilakukan deskripsi profil
pit/mini pit sebagai pewakil. Lokasi pengambilan sampel
tanah pada satuan lahan dicatat koordinat dengan GPS.
Metode Analisis Laboratorium
Sampel tanah yang dikumpulkan dianalisis di Laboratorium.
Parameter kualitas tanah yang diamati adalah pH Tanah;
Tekstur tanah; Nitrat dan Nitrit; Fosfat; H2 S; Bahan Organik
tanah Lainnya.
4) Ekosistem Pesisir dan Species Pantai
Ekosistem Mangrove
Metodologi :
Metode Line Intercept Transect Ekosistem Terumbu Karang
Metodologi :
39
Metode Line Intercept Transect
Metode Line Intercept Transect (LIT), diterapkan untuk
estimasi penutupan habitat dan komunitas bentos terumbu
karang. Titik sampling transek ditentukan berdasarkan
rekomendasi dari hasil RRA (Reef Rapid Assessment).
Metode ini merupakan penilaian secara cepat sumberdaya
terumbu karang. LIT berdasarkan English, et al., (1997)
dengan beberapa modifikasi panjang transek sesuai
kebutuhan. Panjang transek yang digunakan adalah 30
meter pada satu level kedalaman.
Seorang penyelam menarik pita meteran sekala sentimeter
sejajar garis pantai mengikuti kontur terumbu karang.
Seorang penyelam peneliti melakukan pencatatan setiap
transisi life form karang dan kategori substrat terumbu
karang.
Bentuk pertumbuhan (Life form), jenis substrat, jenis biota
lain, karang hidup dan karang mati di ukur hingga satuan
sentimeter. Karang mati digolongkan ke dalam karang mati
dengan ditutupi oleh algae (DCA) atau masih putih (DC)
belum ditumbuhi algae (English, et al., 1994).
Metode Transek Kuadrat
Transek kuadrat berukuran 1 x 1 m2 disamping digunakan
untuk mengukur variabel kepadatan karang, biota asosiasi
dan kondisi terumbu karang (modifikasi dari English et al,
1997), juga digunakan untuk mendeterminasi kepadatan
tumbuhan lamun di daerah ekosistem padang lamun. Data
variabel tersebut digunakan sebagai pelengkap dan atau
pembanding dari metode LIT untuk obyek pengamatan
karang. Untuk itu, Transek kuadrat diletakkan pada sisi kiri
dan kanan sepanjang garis transek dengan jarak antar
40
transek 5 meter, sehingga dalam 30 m terdapat 6 transek
kuadrat
Biota Laut
Metodologi :
Metode Sampling Bebas
Inventarisasi bebas ditujukan pada jenis-jenis biota yang
menjadi indikator komunitas habitat terumbu karang dan
padang lamun. Misalnya organisme karang dalam komunitas
terumbu karang, ikan dalam komunitas ikan karang,
invertebrata dalam komunitas terumbu karang. Disamping
itu, inventarisasi bebas dilakukan juga pada lamun dan algae
di luar transek kuadrat dengan mengambil sampel dan
mengawetkannya dengan formalin. Bagi organisme yang
tidak mungkin diambil sampelnya, dilakukan pengambilan foto
menggunakan kamera digital bawah air resolusi 7.1 mpixel.
Penentuan populasi ikan-ikan karang yang hidup di ekosistem
terumbu karang didekati dengan metode RRA dan sensus
visual dengan transect line (English et al., 1997). Sensus ikan
karang disini digunakan untuk mendata ikan-ikan target,
mayor, dan indikator secara kuantitatif.
Observasi invertebrata terumbu karang diselaraskan dengan
survei terumbu karang. Metode yang digunakan dalam survei
ini mencakup inventarisasi bebas dan transek garis.
Inventarisasi bebas menggunakan prinsip swipt area dimana
penyelam melakukan inventarisasi selama waktu
penyelaman 30 menit. Identifikasi organisme invertebrata
selain secara langsung dalam air bagi organisme yang
dikenal familiar juga dilakukan pengambilan sampel untuk
identifikasi di laboratorium Biologi Laut Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
41
Lamun dan Algae
Metodologi :
Observasi tumbuhan lamun dan algae dilakukan dengan
metode transek kuadrat dan sampling bebas. Penentuan
lokasi pangambilan sample didasarkan hasil pengamatan
metode RRA. Luas daerah pengamatan avertebrata
didasarkan pada luasan penutupan lamun.
5) Lingkungan dan Pemanfaatan Ruang
Lingkungan dan Pencemaran
Metodologi :
Observasi langsung (Ground truth), Pendataan masalah
lingkungan dan pencemaran dilakukan dengan cara observasi
langsung ke titik-titik yang dianggap rawan terjadinya kerusakan
dan pencemaran lingkungan;
Teknik observasi berupa pengamatan, pencatatan, visualisasi
dengan kamera dan pencatatan koordinat dengan GPS.
Pola Pemanfaatan Ruang yang terdiri dari Kawasan pantai ke arah darat Kawasan budidaya Kawasan perikanan tangkap Kawasan pertahanan dan keamanan Kawasan tertentu Alur laut
Metodologi :
Observasi langsung (Ground truth) yaitu Pengambilan data
untuk pola pemanfaatan ruang dilakukan dengan cara
observasi secara langsung di sepanjang pesisir pantai.
42
Teknik observasi yang dilakukan berupa pengamatan,
pencatatan, visualisasi dengan kamera dan pencatatan
koordinat dengan GPS.
6) Data Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan Kelembagaan
Masyarakat Pesisir
Ekonomi, Sosial dan Budaya
Metodologi :
Daftar Pertanyaan (Kuesioner) dan wawancara/FGD
Kuesioner, merupakan instrumen pembantu dalam penelitian
ini. Tujuan pokoknya adalah untuk memperoleh informasi
yang relevan dengan tujuan survai dan memperoleh informasi
dengan realibilitas dan validitas setinggi mungkin. Jenis
pertanyaan yang diberikan adalah kombinasi tertutup dimana
jawabannya sudah ditentukan. Kuesioner ini diberikan kepada
Warga Pesisir Jambi dengan tujuan mengetahui seberapa
jauh perubahan penggunaan lahan yang terjadi dan seberapa
besar dampak yang ditimbulkan dengan adanya konflik
pemanfaatan ruang yang terjadi. Dalam penyebaran kuisioner
ini pengambilan responden dilakukan secara purposive.
Sistem purposive artinya pengambilan responden dengan
dasar pertimbangan responden merupakan stakeholder yang
dianggap mengerti permasalahan terkait serta aktor yang
dinilai berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan baik
secara langsung ataupun tidak. Keunggulan dari sampling ini
adalah murah dan mudah dilakukan.
Observasi
Pengamatan kondisi ekonomi masyarakat pesisir juga
dilakukan secara langsung dengan mencatat dan
mendokumentasikan kegiatan perekonomian masyarakat.
43
Hasil observasi ini selanjutnya akan menjadi bahan tambahan
untuk analisis data ekonomi yang berasal dari data sekunder
Kelembagaan
Metodologi :
Metode pendataan masalah kelembagaan dilakukan dengan cara
wawancara dan FGD, terutama dengan pengurus-pengurus
kelembagaan masyarakat di wilayah pesisir. Wawancara,
dilakukan dengan format semi structured dimana peneliti sudah
menyiapkan beberapa pertanyaan yang sudah terstruktur,
kemudian dikembangkan sehingga jawaban yang diperoleh bisa
meliputi semua variabel. Kegiatan ini terutama diperlukan untuk
mengetahui seberapa jauh peran kelembagaan dalam menyikapi
penyalahgunaan pemanfaatan ruang yang terjadi serta
mengetahui tingkat kebutuhan akan permodelan pengambilan
keputusan dalam penanganan konflik pemanfaatan ruang yang
terjadi.
Wawancara dilakukan kepada tokoh-tokoh masyarakat dan
instansi yang terkait dengan perencanaan dan pengelolaan
wilayah pesisir seperti Dinas Perikanan dan Kelautan, Bappeda
dan Dinas Pariwisata.
C. Pembuatan Peta
Proses pembuatan peta yang merupakan salah satu output kegiatan,
secara umum dibagi atas tiga bagian, yakni : i). Penyusunan peta dasar,
ii). Penyusunan data tematik, iii). Penyusunan album peta dan master
peta.
Sumber data dan informasi untuk informasi spasial ini dapat berasal dari
beberapa sumber, tergantung dari kedalaman informasi yang diinginkan.
44
Tabel berikut menunjukkan beberapa sumberdata untuk pemetaan yang
dapat digunakan dalam rangka penyusunan data spasial.
Tabel 3. Sumberdata untuk pemetaan
Lembaga Basis data
Jenis data Format Cakupan Skala
Bakosurtanal Basis data topografi
Basis Data
Peta dasar, peta topografik, foto udara, citra satelite
Digital dan hard copy
Kabupaten 1:1000.000
1:500.000
1:250.000
1:100.000
1:50.000
1:25.000
LAPAN Basis data Indraja
Citra Satelite
Digital dan hard copy
Propinsi
Kabupaten
1:1000.000
1:250.000
1:50.000
1:25.000
DKP Data statistik, peta tematik
Digital dan hard copy
Propinsi
Kabupaten, dan lokasi riset
1:1000.000
1:250.000
1:50.000
1:25.000
Dishidros AL Batimetri hardcopy Nasional dan ZEE
1:250.000
1:100.000
Data citra satelit terbagi beberapa jenis yang masing-masing
mempunyai karakteritik dan resolusi yang berbeda, resolusi citra satelit
sangat menentukan dalam proses interpretasi dan analisis data spasial.
Makin kecil resolusinya makin besar tingkat kedetailan hasil pengolahan
dan analisis data yang akan dihasilkan.
45
Pada umumnya data kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil
membutuhkan citra satelit :
Landsat 7 ETM dan 20 NOAA, dengan resolusi sampai 20 meter, digunakan untuk menentukan karakteritik air laut.
Spot 4, dengan resolusi sampai 10 meter Spot 5, dengan resolusi sampai 2,5 meter Ikonos, dengan resolusi sampai 1 meter Quickbird, dengan sampai resolusi 60 centimeter
1. Penyusunan Peta dasar
Proses penyusunan peta dasar digambarkan dalam kerangka di bawah ini :
Gambar 6
Proses Penyusunan Peta dasar
46
2. Penyusunan Peta Tematik
Gambar 7.
Proses Penyusunan Peta Tematik
47
3. Peyusunan Album Peta dan Master Peta
Gambar 8.
Proses Penyusunan Album Peta dan Master Peta
48
Pengolahan data citra satelit dilakukan dengan tahapan-tahapan
: koreksi metadata, koreksi geometrik, koreksi radiometrik, intepretasi
obyek citra sesuai dengan konposit warna pada citra, deliliasi dan digitasi
hasil intepretasi citra dengan menggunakan sofware pengolah citra,
misalnya Arcgis, Er Mapper dan PCI Geomatic.
Gambar 9.
Tahapan pengolahan, analisis dan interpretasi citra
49
Pengolahan data spasial dilakukan dengan tahapan :
1. Penyusunan data, yaitu tahap menyusun dan merapikan data sesuai
dengan urutan lokasi atau tempat
2. Pemberian referensi geografi atau memberikan koordinat lintang dan
bujur sesuai dengan letak dipermukaan bumi.
3. Klasifikasi atribut data yang sudah ada sesuai dengan karakteritik
kajian yang akan dilakukan
4. Pembuatan layer atau thema dalam peta yang dapat berbentuk titik
(point), garis (line/polyline),luasan (polygon) serta memberikan
5. teks (nama/keterangan layernya).
6. Penentuan tematik apa yang akan dihasilkan dari peta yang akan
dibuat, hal ini untuk membagi dan menggabung layer atau tema yang
saling berhubungan dengan tema atau judul peta yang akan
dihasilkan.
7. Analisis data spasial, yaitu suatu tahapan menentukan spasial data
untuk menghasilkan tema atau judul peta yang akan kita hasilkan,
tahapan ini dapat dilakukan dengan berbagai proses yaitu :
Melakukan tumpang susun atau overlay. Melakukan Query atau memilih daerah tertentu berdasarkan atribut
datanya.
Melakukan Buffer yaitu menentukan suatu daerah berdasarkan jarak tertentu dari obyek tertentu.
Melakukan analisa jaringan yaitu menentukan jarak terpendek dari dua titik, menentukan rute efektif.
Melakukan analisis data spasial 3 Dimensi Melakukan analisa perubahan yaitu menentukan perubahan
geometrik maupun semantik obyek di permukaan bumi lebih
mudah dilakukan.
8. Pembuatan dan penyusunan layout peta yang akan dicetak kedalam
bentuk hardcopy atau digital, hal ini disesuaikan dengan luasan kajian
wilayah dan skala pada peta, standart layout peta dengan ukuran
kertas A3 tetapi untuk peta yang lebih detail dan wilayah kajiannya
luas dapat dibuat layout peta dengan ukuran A2, A1 atau AO.
50
3.2.4 Metode Analisis
Agar data dapat digunakan sebagai bahan informasi yang
dibutuhkan untuk penyusunan rencana zonasi rinci kawasan pesisir,
khususnya untuk kawasan , maka data mentah (raw data) hasil
pengumpulan akan dianalisis terlebih dahulu. Metode yang digunakan
dalam analisis data beragam dan disesuaikan dengan jenis masing-
masing data.
1. Analisis Data Oceanografi
a. Pasang Surut
Tujuan analisis pasang surut adalah untuk mengetahui karakteristik
pasang surut, seperti jenis pasang dan vairiabel tunggang pasang
(HWL,MSL,LWL, dan Datum). Pengetahuan tentang karakteristik
pasang surut ini akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan-
keputusan pemanfaatan wilayah pesisir untuk berbagai kebutuhan,
seperti perencanaan bangunan pantai, budidaya tambak dan
laut,dsb.
Analisa pasang surut didasarkan atas data pengamatan pasang
surut di lapangan. Pengukuran di lapangan direncanakan akan
dilaksanakan selama 15 (lima belas) hari dengan selang
pengamatan satu jam.
Analisa pasang surut utamanya bertujuan untuk mendapatkan tinggi
pasang surut maksimum dan juga surut maksimum yang mungkin
terjadi di lokasi pekerjaan. Untuk itu dalam analisa pasang surut ini
dibagi menjadi beberapa kegiatan utama yaitu:
Penguraian data pasang surut, yaitu proses pengolahan data pengamatan pasang surut lapangan untuk menghasilkan
konstituen pasang surut di lokasi pekerjaan. Proses ini
menggunakan metoda Least Square. Konstituen ini berguna
untuk melakukan peramalan pasang surut dan juga untuk
51
menentukan jenis pasang surut. Jenis pasang surut dinyatakan
dalam persamaan berikut:
22
11
SM
OKF
dimana :
F Nilai Formzahl
Ki dan 01 konstanta pasut harian utama
N2 dan
S2
konstanta pasut ganda utama
Klasifikasi sifat pasut di lokasi tersebut adalah:
1. Pasang ganda jika F 2. Pasang campuran (ganda dominan) jika F 1 3. Pasang campuran (tunggal dominan) jika 1 F 34. Pasang tunggal jika F 3Perhitungan elevasi penting pasang surut. Setelah data pasang
surut untuk perioda panjang didapatkan, langkah selanjutnya
adalah melakukan analisa statistik sederhana terhadap data
panjang tersebut, untuk mendapatkan elevasi penting pasang
surut. Elevasi-elevasi yang dicari tersebut adalah sebagai
berikut:
52
Tabel 4. Karakteristik Pasang Surut
Karakteristik Pasang SurutFormula
(Iwagaki dan Sawaragi 1979; Beer 1997)
HAT LAT+2AO1+AM2+AS2
MHHWS LAT+AS2+AM2
MHHWN MSL-AK1-AO1-AS2-AM2
MSL/So LAT+2AO1+AM2+AS2
MLLWN LAT+AS2+AM2
MLLWS MSL-AK1-AO1-AS2-AM2
LAT LAT+2AO1+AM2+AS2
Catatan: HAT (High Astronomical Tides), MHHWS (Mean Highest High Water Spring), MHHWN
(Mean Highest High Water Neap), MSL (Mean Sea Level), MLLWN (Mean Lowest Low Water
Neap), MLLWS (Mean Lowest Low Water Spring), LAT (Low Astronomical Tides).
b. Gelombang Laut
Pengetahuan tentang kondisi gelombang laut di lokasi sangat
bermanfaat untuk berbagai kebutuhan yang terkait dengan
pemanfaatan sumberdaya kelautan, seperti perencanaan
bangunan pantai, kegiatan budidaya di laut, dan transportasi laut.
Analisis data gelombang dilakukan baik terhadap data primer atau
hasil pengukuran langsung dilapangan, maupun dengan
menggunakan peramalan gelombang. Analisa data hasil
pengukuran akan menghasilkan karakteristik gelombang sesaat
(pada saat itu), sedangkan analisa data dengan peramalan akan
menghasilkan karakteristik gelombang untuk waktu yang cukup
lama, tergantung pada kebutuhan peramalan. Simulasi refraksi dan
difraksi gelombang menggunakan Surface-Water Modeling System
(SMS) versi 8.1.
53
Mengingat pengukuran gelombang secara langsung di lapangan
membutuhkan biaya yang sangat mahal, biasanya data gelombang
untuk jangka waktu lama diperoleh dari peramalan berdasarkan
data angin (hindcasting). Demikian juga untuk pekerjaan ini, data
gelombang yang akan diperoleh didasarkan pada hasil
hindcasting.
Untuk melakukan peramalan gelombang diperlukan masukan
berupa data angin dan peta batimetri. Interaksi antara angin dan
permukaan air menyebabkan timbulnya gelombang (gelombang
akibat angin atau wind induced wave). Peta perairan lokasi dan
sekitarnya diperlukan untuk menentukan besarnya fetch atau
kawasan pembentukan gelombang. Fetch adalah daerah
pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan
dan arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa
angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka
panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan interval 50.
Panjang fetch dihitung untuk 8 arah mata angin dan ditentukan
berdasarkan rumus berikut :
i
iii cos
cos.LfLf
dimana:
Lfi = panjang fetch ke-i
i = sudut pengukuran fetch ke-i
i = jumlah pengukuran fetch
Jumlah pengukuran i untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi
pengukuran-pengukuran dalam wilayah pengaruh fetch (22,50
searah jarum jam dan 22,50 berlawanan arah jarum jam).
54
Pembentukan gelombang di laut dalam dianalisa dengan formula-
formula empiris yang diturunkan dari model parametrik
berdasarkan spektrum gelombang JONSWAP (Shore Protection
Manual, 1984). Prosedur peramalan tersebut berlaku baik untuk
kondisi fetch terbatas (fetch limited condition) maupun kondisi
durasi terbatas (duration limited condition) sebagai berikut:
32
2AA
d
31
2A
2A
p
21
2A
2A
m
U
gF8.68
Ugt
U
gF2857.0
U
gT
U
gF0016.0
U
gH0
Dalam persamaan tersebut, 23.1
10A U71.0U adalah faktor tekanan angin, dimana UA dan U10 dalam m/detik. Hubungan antara Tp
dan Ts diberikan sebagai Ts = 0.95 Tp.
Persamaan tersebut di atas hanya berlaku hingga kondisi
gelombang telah terbentuk penuh (fully developed sea condition),
sehingga tinggi dan perioda gelombang yang dihitung harus
dibatasi dengan persamaan empiris berikut:
4
A
d
A
p
2A
0m
1015.7Ugt
13.8U
gT
243.0U
gH
dimana:
Hmo = tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral
Tp = perioda puncak gelombang
55
Peramalan gelombang tersebut di atas dilakukan untuk
memperoleh kondisi gelombang di laut lepas. Untuk memperoleh
kondisi gelombang di titik-titik tertentu di lokasi pelabuhan
perikanan, dilakukan analisa transformasi gelombang atau refraksi-
difraksi. Penjelasan tentang transformasi gelombang disajikan di
bawah ini.
Gelombang pada kawasan pantai (coastal area) berasal dari laut
lepas pantai. Penyebaran gelombang dipengaruhi oleh kontur
dasar perairan dimana pergerakan gelombang ditransformasikan
menurut variasi topografi dasar perairan tersebut. Ada bebe-rapa
tipe transformasi gelombang, diantaranya: pendangkalan
(shoaling), pecah (breaking), refraksi (refraction), difraksi
(diffraction) dan lain-lain. Untuk keperluan pekerjaan ini lebih
ditekankan pada analisa refraksi/difraksi saja.
Refraksi adalah peristiwa berubahnya arah perambatan dan tinggi
gelombang akibat perubahan kedalaman dasar laut. Ilustrasi
secara sederhana dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
Gelombang akan merambat lebih cepat pada perairan yang dalam
dari pada perairan yang dangkal. Hal ini menyebabkan puncak
gelombang membelok dan menyesuaikan diri dengan kontur dasar
laut.
56
Gambar 10.
Diagram alir proses peramalan gelombang berdasarkan data angin.
No(Fully
Developed)
Start
4
32
210 x 15.78.68
AA U
gF
U
gtYes(Non FullyDeveloped)
t8.68
32
2
g
U
U
gFt A
A
c
g
U
U
gtF A
A
223
min 8.68
No(Duration Limited)
0016.0
21
2
2
0
A
Am
U
gF
g
UH
31
22857.0
A
Ap
U
gF
g
UT
Yes(Fetch Limited)
2433.02
0 g
UH Am
g
UT Ap 134.8
Finish Finish
minFF
HS = significant wave height
TP = peak wave period
57
Gambar 11.
Perambatan arah gelombang akibat refraksi.
Parameter-parameter yang penting pada analisa refraksi
gelombang adalah:
Ks: koefisien pendangkalan
Kr: koefisien refraksi
dimana:
bb
K
C
CK
os
g
gs
o
Cg: kecepatan grup gelombang
(subscript o menyatakan laut dalam)
58
Sementara, tinggi gelombang yang terjadi pada perairan dangkal
(H) dapat dihitung sebagai berikut:
H = Ho.Ks.Kr
Difraksi adalah peristiwa transmisi energi gelombang dalam arah
kesamping (lateral) dari arah perambatan gelombang.
Analisa fenomena refraksi/difraksi yang akan digunakan dalam
pekerjaan ini dilaksanakan dengan mensimulasikan proses
refraksi-difraksi di kawasan perairan pekerjaan. Untuk eksekusi
model refraksi/difraksi gelombang dibutuhkan masukan data
sebagai berikut:
Batimetri Perairan
Analisa refraksi/difraksi memerlukan kawasan perairan yang
agak luas, yang da-pat diperoleh dari Dinas Hidro-Oseanografi
TNI-AL (DISHIDROS-AL). Batas laut paling luar dari perairan
diambil suatu anggapan bahwa gelombang yang ada atau
terbentuk berupa gelombang sempurna yang belum mengalami
refraksi/difraksi. Sedang pada kawasan di sebelah dalam
(dekat pantai) dilakukan simulasi yang lebih teliti dengan peta
batimetri berskala lebih kecil.
Tinggi Gelombang
Tinggi gelombang yang digunakan sebagai data masukan
model numerik ini adalah tinggi gelombang yang diperoleh dari
hasil prakiraan gelombang berdasarkan data angin jangka
panjang.
Arah Datangnya Gelombang
Arah datangnya pergerakan gelombang yang ditinjau dalam
simulasi ini adalah arah-arah yang menghadap ke laut bebas
atau relatif bebas.
59
Perioda Gelombang
Dalam proses perhitungan tinggi gelombang rencana, informasi
mengenai perioda (dan arah) gelombang telah hilang karena
besaran yang menjadi obyek perhitungan adalah tinggi
gelombang.
c. Arus Laut
Analisis data arus laut bertujuan untuk mengetahui pola arus (arah
dan kecepatan arus) yang terjadi di lokasi. Pengetahuan tentang
pola arus akan bermanfaat untuk perencanaan berbagai
kepentingan kegiatan di pesisir dan laut, seperti bangunan pantai,
budidaya laut, perencanaan penanggulangan pantai, navigasi atau
transportasi, dsb.
Analisis pola arus dilakukan, baik terhadap data hasil pengukuran
maupun dengan menggunakan perangkat simulasi (Surface water
modeling sistem -SMS).
Untuk analisis arus susur pantai yang dibangkitkan oleh gelombang
pecah dengan menggunakan formulasi Sunamura sebagai berikut:
Keterangan
Vb = prediksi arus susur pantai
Cf = koefisien gesekan
= 0,78
hb = ked. gelombang pecah = 78,0Hb
bhbgCf
sVb sin).(
16
5 2/1
60
b = sudut datang gelombang pecah
d. Angkutan Sedimen
Untuk analisis angkutan sedimen susur pantai yang dibangkitkan
oleh gelombang pecah dengan menggunakan formulasi Sunamura
sebagai berikut:
2. Analisis Data Ekosistem
a) Kondisi Ekosistem
Untuk data kondisi terumbu karang menggunakan metode LIT dan
Square Transect (English, 1997) dianalisis dengan rumus :
100xtransekpanjangtotal
lifeformpenutupanPanjangtupanPersenpenu
Keterangan:
= ratio tinggi gelombang dengan kedalaman saat gelombang pecah,
Hb = kedalaman saat gelombang pecah,
=kelandaian pantai,
61
Tabel 5
Kategori kondisi terumbu karang berdasarkan tutupan karang hidup (English, et
al. 1994)
No. Kondisi Terumbu Karang
Persentase Tutupan Karang Hidup (%)
1. Sangat Bagus 75-100
2. Bagus 50-74,9
3. Sedang 25-49,9
4. Rusak (jelek) 0-24,9
Data penutupan vegetasi lamun dapat dianalisis menggunakan
kategori Braun-Blanquet (1965) :
Tabel 6
Skala kategori penutupan vegetasi lamun menurut Braun-Blanquet (1965)
Skala Penutupan vegetasi
lamun (%)
Kategori Kondisi
5 76 - 100 Asli/Utuh
4 51 75 Bagus
3 26 50 Sedang/Terganggu
2 5 25 Jarang/Tereksploitasi
1 0 - 4 Sedikit/Rusak
b) Analisis Struktur Komunitas Ekosistem
Analisa struktur komunitas ditentukan oleh indeks
keanekaragaman (H), indeks keragaman (E), dan indeks
dominansi (C). Berikut penjelasan masing-masing indeks
komunitas yang dipakai :
62
Indeks keanekaragaman (H)
Keanekaragaman organisme diartikan sebagai jumlah spesies
organisme dalam kawasan atau hasil pengukuran dalam suatu
wilayah. Indeks keanekaragaman atau keragaman (H)
menyatakan keadaan populasi organisme secara matematis
agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah
individu masing-masing spesies/genus dari organisme dalam
suatu komunitas habitat (Odum 1971). Indeks keragaman yang
paling umum digunakan adalah indeks Shannon-Weaver
(Odum 1971; Krebs 1985 dalam Magurran 1988) dengan
rumus:
PiPiHS
i
1
ln'
Dimana,
H = Indeks keanekaragaman;
Pi = Perbandingan proporsi ke i;
S = Jumlah spesies yang ditemukan.
Indeks keanekaragaman digolongkan dalam kriteria sebagai
berikut :
H 2 : Keanekaragaman rendah
2 < H 3 : Keanekaragaman sedang
H > 3 : Keanekaragaman tinggi.
63
Indeks keseragaman (E)
Indeks keseragaman atau Equitabilitas (E) mengFigurekan
penyebaran individu antar spesies yang berbeda dan diperoleh
dari hubungan antara keanekaragaman (H) dengan
keanekaragaman maksimalnya (Bengen 2000). Semakin
merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan
ekosistem akan makin meningkat. Rumus yang digunakan
adalah (Odum 1971; Pulov 1969 dalam Magurran 1988):
maksH
HE
'
Dimana,
E = indeks keseragaman;
H maks = Ln S;
S = Jumlah ikan karang yang ditemukan.
Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 1. Selanjutnya
nilai indeks keseragaman berdasarkan Krebs (1972)
dikategorikan sebagai berikut :
0 < E 0.5 : Komunitas tertekan
0.5 < E 0.75 : Komunitas labil
0.75 < E 1 : Komunitas stabil
Jika indeks keseragaman kecil, maka komunitas tertekan,
artinya komunitas dalam ekosistem telah dan atau tetap
mengalami kerusakan atau degradasi oleh faktor baik alam
maupun aktivitas manusia. Kondisi komunitas tersebut
64
memiliki populasi yang lebih seragam. Indikasi yang bisa
dilihat adanya penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak
sama sehingga ada kecenderungan satu jenis biota
mendominasi. Semakin besar nilai keseragaman,
mengFigurekan jumlah biota pada masing-masing jenis sama
atau cenderung sama.
Indeks keseragaman sedang, maka komunitas labil, artinya
komunitas tersebut sedikit mengalami degradasi tapi sangat
rentan kerusakan atau kehilangan spesies bila ada gangguan
berikutnya. Populasi sedikit bervariasi, penyebaran individu setiap
jenis merata tidak ada yang terlalu mendominasi.
Indeks keseragaman tinggi, maka komunitas stabil artinya tingkat
kerusakan atau kehilangan spesies tergolong kecil dengan
populasi yang sangat beragam (keanekaragaman tinggi mendekati
keanekaragaman maksimum). Kehilangan beberapa individu
tidak mengganggu komunitas. Penyebaran individu setiap jenis
merata dan tidak spesies yang dominan.
Indeks dominansi (C)
Indeks dominansi berdasarkan jumlah individu jenis digunakan
untuk melihat tingkat dominansi kelompok biota tertentu.
Persamaan yang digunakan adalah indeks dominansi
(Simpson, 1949 in Odum, 1971), yaitu :
S
i
PiC1
2)(
Dimana,
C = Indeks dominansi;
Pi = Perbandingan proporsi spesies ke i;
S = Jumlah spesies yang ditemukan.
65
Nilai indeks dominansi berkisar antara 1 0. Semakin tinggi
nilai indeks tersebut, maka akan terlihat suatu biota
mendominasi substrat dasar perairan. Jika nilai indeks
dominansi (C) mendekati nol, maka hal ini menunjukkan pada
perairan tersebut tidak ada biota yang mendominasi dan
biasanya diikuti oleh nilai keseragaman (E) yang tinggi.
Sebaliknya, jika nilai indeks dominansi (C) mendekati satu,
maka hal ini menggambarkan pada perairan tersebut terdapat
salah satu biota yang mendominasi dan biasanya diikuti oleh
nilai keseragaman yang rendah. Nilai indeks dominansi
dikelompokkan dalam 3 kriteria, yaitu:
0 < C 0.5 : Dominansi rendah
0.5 < C 0.75 : Dominansi sedang
0.75 < C 1 : Dominansi tinggi
c) Analisis Data Sosial Ekonomi
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui survei dengan wawancara dan
kuisioner sedang data sekunder diperoleh melalui laporan hasil
penelitian dan data dari instansi terkait yaitu : Kantor BPS
Kabupaten Mamuju, Bappeda Kabupaten Mamuju, Dinas
Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Selatan.
a) Pertumbuhan penduduk
dimana :
66
r = angka pertumbuhan penduduk
Pt = banyaknya penduduk pada tahun t
Po = banyak penduduk pada tahun awal
n = waktu antara o - t
b) Kepadatan Penduduk
c) Angka Beban Tanggungan
dimana
DR = angka beban tanggungan
P>54 = penduduk diatas usia 54 tahun
k = konstanta (100)
d) Angka Beban Tanggungan
dimana : SR = ratio jenis kelamin
L = penduduk laki-laki
P = penduduk perempuan
e) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPA)
Partisipasi angkatan kerja dihitung dengan rumus :
67
f) Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran dihitung dengan rumus :
g) Laju Pertumbuhan Kesempatan Kerja
Laju pertumbuhan kesempatan kerja dihitung dengan
menggunakan persamaan :
Dimana :
K = Laju pertumbuhan kesempatan kerja
E = Elastisitas TK
G = laju pertumbuhan pendapatan
N1 = Besar perubahan jumlah pekerja terjadi
N2 = Jumlah pekerja mula-mula
W1 = Besar perubahan tingkat upah
W2 = Tingkat upah berlaku
N = Tahun ke n
h) Pendapatan
68
Pendapatan diukur dengan pendekatan produksi. Pendekatan
produksi yang digunakan adalah nilai tambah (value added)
dengan rumus :
Dimana VA = Value added
NP = Nilai akhir produksi
KBP = seluruh biaya produksi
i) Pendapatan perkapita
Pendapatan perkapita dihitung dengan rumus :
Dimana : Y = Pendapatan perkapita
X = jumlah penduduk (jiwa)
j) Tingkat Kesejahteraan
Standart kemiskinan yang dipakai sebagai ukuran tingkat
kesejahteraan masyarakat menurut Sajogjo (1986) adalah nilai
penghasilan masyarakat yang setara dengan beras 640 kg/kapita/pertahun agar dapat dikategorikan sebagai masyarakat
sejahtera.
d) Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Pada tahapan analisis ini fokus kajian pada analisis kesesuaian
pemanfaatan ruang. Analisis ini menggunakan analisis spasial
dengan Sistem Informasi Geografis melalui metode overlay peta
untuk masing-masing variabel fisik, sosial, ekonomi, dan budaya
69
berdasarkan kriteria kegiatan. Dari hasil analisis akan
menghasilkan kesesuaian pemanfaatan ruang, yang antara lain:
Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan
Strategis Nasional Tertentu, dan Kawasan alur seperti aturan
zonasi yang tercantum dalam UU No. 27 tahun 2007.
Proses Skoring terhadap kriteria fisik pesisir untuk menentukan
zonasi dari kesesuaian lahan didasarkan pada Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 15 Tahun 2006, Tentang Pedoman
Pengumpulan Data dan Informasi dalam Penyusunan Tata Ruang
Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Pedoman Umum
Penyusunan Rencana Zonasi Rinci/ Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau kecil.
Dalam rencana kawasan tersebut terbagi menjadi beberapa
arahan zona dan sub zona pemanfaatan sebagaimana diuraikan
sebagaimana pada tabel berikut:
Tabel 7
Pembagian Kawasan menjadi Zona dan Sub Zona
KAWASANARAHAN PEMANFAATAN
ZONA SUB ZONA
PEMANFAATAN
UMUM
Perikanan
Budidaya
1. Rumput laut2. Mutiara3. Keramba Jaring Apung
Permukiman1. Desa/Kampung Nelayan2. Desa/Kampung Non Nelayan3. Permukiman di Atas Air
Industri1. Pengolahan Hasil Perikanan2. Industri Kapal Tradisional3. Bengkel/Docking
Pariwisata1. Hotel/Resort/Penginapan2. Pantai Wisata Umum3. Wisata Penyelaman
Pelabuhan1. Perhubungan laut umum2. Perhubungan laut khusus (mis:
pertambangan, pertaminan, dll)
70
KAWASANARAHAN PEMANFAATAN
ZONA SUB ZONA
Pertanian1. Pertanian sawah2. Pertanian non sawah
Hutan1. Hutan produksi2. Hutan non produksi
Pertambangan1. Pertambangan klas C2. Pertambangan klas B3. Pertambangan lepas pantai
KONSERVASI Konservasi
PerairanKonservasi
Pesisir dan Konservasi
maritimSempadan
PantaiMitigasi
Bencana AlamALUR Alur Pipa dan
Kabel
1. Kabel listrik2. Pipa Air Bersih3. Jaringan Kabel komunikasi
Alur pelayaran1. Pelayaran internasional2. Pelayaran nasional3. Pelayaran regional
Alur migrasi
biota
1. Migrasi tuna2. Migrasi penyu3. Migrasi paus
KSNT Instalasi
Top Related