ZZ Bambang Irawan 284 291

8
PROSIDING 284 UJI AKTIVITAS ENZIM SELULASE DAN LIPASE PADA MIKROFUNGI SELAMA PROSES DEKOMPOSISI LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT DENGAN PENGUJIAN KULTUR MURNI Bambang Irawan, Sutihat, Sumardi Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung (UNILA) Email: [email protected] ABSTRACT Soil fungi are the main agents of decomposition process which has ability to decompose most organic materials. Plants and dead organic materials comprise almost 40% cellulose. Therefore, the aim of the research was to determine cellulase activity of microfungi isolated from crude palm oil sludge waste on decomposition process. The cellulase activity was measured on pure culture decomposition test using crude palm oil sludge waste as substrate. The result showed that there were 8 isolates found from crude palm oil sludge waste of PTP VII, Bekri – Lampung. They were Trichoderma harzianum, Aspergillus flavus, Fusarium sp(1), Fusarium sp(2), Botryotrichum sp, Rhizophus sp, Aspergillus sp(1),and Aspergillus sp(2). Among the isolates, it showed that 6 isolates were able to decompose sludge waste substrates based on cellulase activity. The cellulase activity of all isolates ranged from 0 – 0.34 unit/ml during the seven days of incubation. Among the isolates, A. flavus has the highest cellulase activity which is 0.34 unit/ml and 2 isolates which were T. harzianum and Rhizopus sp didn’t produce cellulase. Meanwhile, all isolates indicated their lipase activity in decomposing the sludge waste, which ranged from 0.0007 – 0.003 unit/ml. It means that they are all lipolitic isolates. Contrary to its cellulose activity, T. harzianum indicated that they had the highest level of lipase activity. The result explained there were varieties of cellulose and lipase activities among isolates which were presumably specific for certain isolate. The result indicated an interesting phenomenon since most isolates has performed their ability in decomposing substrates based on cellulase and lipase activity. Key words: decomposer, pure culture decomposition test, cellulose, lipase. PENDAHULUAN Lumpur/sludge limbah cair kelapa sawit telah menimbulkan permasalahan terbesar bagi industri pengolahan kelapa sawit di Lampung. Limbah yang diproduksi ternyata mampu memenuhi kolam penampungan limbah dengan cepat sedangkan pengalihannya ke tempat lain tidak memungkinkan. Sehingga, jika meluber kelingkungan dan tidak diolah dengan memadai sludge ini sangat berpotensi mencemari lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu temuan metoda tentang penanggulangan dan bahkan pemanfaatannya sekaligus jika memungkinkan. Menurut Siva, D.P, dkk (2005) perlakuan biologi adalah salah satu metoda yang mungkin digunakan untuk menstabilisasi sludge, selain metode termal, kimiawi dan dewatering. Perlakuan biologi perlu dipertimbangkan penerapannya mengingat kandungan bahan organik yang tinggi pada sludge (selulosa 40%, hemiselulosa 24%, lignin 21% dan abu) sehingga bila diolah dengan benar bahan ini akan sangat berpotensi dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme yang mampu meningkatkan laju dekomposisi senyawa organik kompleks ini menjadi senyawa sederhana sehingga memungkinkan dimanfaatkannya menjadi nutrisi tanaman. Robinson dkk (1998) dalam penelitiannya telah mensimulasi bahwa pada proses dekomposisi dan mineralisasi senyawa organik akan dilepaskan/dihasilkan nutrien N, P dan K.

Transcript of ZZ Bambang Irawan 284 291

Page 1: ZZ Bambang Irawan 284 291

PROSIDING 284

UJI AKTIVITAS ENZIM SELULASE DAN LIPASE PADA MIKROFUNGI SELAMA PROSES DEKOMPOSISI LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT DENGAN PENGUJIAN KULTUR MURNI Bambang Irawan, Sutihat, Sumardi Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung (UNILA) Email: [email protected]

ABSTRACT Soil fungi are the main agents of decomposition process which has ability to decompose most organic materials. Plants and dead organic materials comprise almost 40% cellulose. Therefore, the aim of the research was to determine cellulase activity of microfungi isolated from crude palm oil sludge waste on decomposition process. The cellulase activity was measured on pure culture decomposition test using crude palm oil sludge waste as substrate. The result showed that there were 8 isolates found from crude palm oil sludge waste of PTP VII, Bekri – Lampung. They were Trichoderma harzianum, Aspergillus flavus, Fusarium sp(1), Fusarium sp(2), Botryotrichum sp, Rhizophus sp, Aspergillus sp(1),and Aspergillus sp(2). Among the isolates, it showed that 6 isolates were able to decompose sludge waste substrates based on cellulase activity. The cellulase activity of all isolates ranged from 0 – 0.34 unit/ml during the seven days of incubation. Among the isolates, A. flavus has the highest cellulase activity which is 0.34 unit/ml and 2 isolates which were T. harzianum and Rhizopus sp didn’t produce cellulase. Meanwhile, all isolates indicated their lipase activity in decomposing the sludge waste, which ranged from 0.0007 – 0.003 unit/ml. It means that they are all lipolitic isolates. Contrary to its cellulose activity, T. harzianum indicated that they had the highest level of lipase activity. The result explained there were varieties of cellulose and lipase activities among isolates which were presumably specific for certain isolate. The result indicated an interesting phenomenon since most isolates has performed their ability in decomposing substrates based on cellulase and lipase activity.

Key words: decomposer, pure culture decomposition test, cellulose, lipase.

PENDAHULUAN

Lumpur/sludge limbah cair kelapa sawit telah menimbulkan permasalahan terbesar bagi industri pengolahan kelapa sawit di Lampung. Limbah yang diproduksi ternyata mampu memenuhi kolam penampungan limbah dengan cepat sedangkan pengalihannya ke tempat lain tidak memungkinkan. Sehingga, jika meluber kelingkungan dan tidak diolah dengan memadai sludge ini sangat berpotensi mencemari lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu temuan metoda tentang penanggulangan dan bahkan pemanfaatannya sekaligus jika memungkinkan.

Menurut Siva, D.P, dkk (2005) perlakuan biologi adalah salah satu metoda yang mungkin digunakan untuk menstabilisasi sludge, selain metode termal, kimiawi dan dewatering. Perlakuan biologi perlu dipertimbangkan penerapannya mengingat kandungan bahan organik yang tinggi pada sludge (selulosa 40%, hemiselulosa 24%, lignin 21% dan abu) sehingga bila diolah dengan benar bahan ini akan sangat berpotensi dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme yang mampu meningkatkan laju dekomposisi senyawa organik kompleks ini menjadi senyawa sederhana sehingga memungkinkan dimanfaatkannya menjadi nutrisi tanaman. Robinson dkk (1998) dalam penelitiannya telah mensimulasi bahwa pada proses dekomposisi dan mineralisasi senyawa organik akan dilepaskan/dihasilkan nutrien N, P dan K.

Page 2: ZZ Bambang Irawan 284 291

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat, Unila, 2008 285

Dekomposisi merupakan suatu proses yang dapat menjamin siklus kehidupan berlangsung di alam dengan cara biodegradasi bahan organik (Killham,1994; Paul and Clark, 1996). Mikroorganisme tanah merupakan organisme pendekomposisi dan fungi memiliki peran dominan sebagai mikroorganisme dekomposer pada proses dekomposisi di dalam ekosistem (Moore-Landecker, 1996). Fungi merupakan agen dekomposer utama yang mampu menguraikan kembali senyawa- senyawa organik yang telah terbuang melalui matinya organ (Suberkropp, 1997).

Dekomposisi mencakup proses pembusukkan material oleh fungi. Pembusukkan dimulai dengan sekresi enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis molekul kompleks berukuran besar menjadi molekul lebih kecil sehingga dapat dimanfaatkan oleh organisme lain. Jika tidak ada enzim yang dihasilkan oleh fungi, maka tubuh tanaman atau hewan mati dan sisa – sisanya akan menumpuk pada permukaan bumi (Heritage dkk., 1996). Secara umum fungi hanya mampu mengabsorbsi nutrien terlarut berukuran kecil seperti monosakarida dan asam amino. Seandainya nutrien tersedia dalam bentuk disakarida maka inipun harus didegradasi terlebih dahulu menjadi monosakarida sebelum akhirnya dapat diserap oleh sebagian besar fungi. Sehingga ketersediaan nutrisi bagi fungi sangat tergantung pada pelepasan enzim-enzim degradasinya (Deacon, 1997). Tingkat kompleksitas substrat yang dapat didegradasi fungi terlihat pada gambar 1 di bawah.

Pelepasan enzim-enzim ekstraseluler adalah melalui dinding sel dalam bentuk tersimpan dalam vesikel yang dikirim dari badan Golgi ke ujung hifa dan kemudian dikeluarkan ke lingkungan secara eksositosis (Wessels, 1990). Senyawa-senyawa organik dalam kategori yang luas bisa digunakan oleh fungi sebagai sumber nutrisinya. Sebagian besar fungi mampu menggunakan glukosa, beberapa monosakarida dan disakarida. Sekelompok kecil fungi mampu menggunakan alkohol dan bahkan metan. Namun polimer yang paling banyak tersedia sebagai nutrisi fungi dialam adalah selulose. Empat puluh persen material dinding sel tanaman adalah selulose. Selulose mempunyai struktur kimia yang sederhana yang terdiri rantai lurus 3000-10.000 residu glukosa yang diikat dengan ikatan ß-1,4. Untuk memutuskan rantai ini diperlukan enzim selulase yang merupakan kompleks dari enzim selobiohidrolase, endoglukanase dan ß-glukosidase (Deacon, 1997). Selobiohidrolase memecah unit-unit disakarida (selobiose) dari ujung rantai, endoglukanase menyerang bagian tengah rantai secara random dan ß-glukosidase memecah selobiose menjadi glukose. Berdasarkan hasil pemeriksaan pada fungi, sistem selulase sekurang – kurangnya terdiri dari 3 enzim (Da silva dkk., 2005) :

1. enzim – enzim endo- β - 1,4 – glukanase

2. enzim ekso-β - 1,4 – glukanase

3. enzim – enzim β - glukosidase.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) melakukan isolasi mikrofungi saprotrof tanah dari limbah cair (sludge) kelapa sawit dari PTP VII unit usaha Bekri – Lampung Tengah yang mempunyai kemampuan dekomposisi.

2) melakukan uji aktivitas enzim selulase dan lipase selama proses dekomposisi limbah cair kelapa sawit dengan metode pure culture decomposition test.

Page 3: ZZ Bambang Irawan 284 291

PROSIDING 286

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian.

Penelitian dilakukan dari bulan Maret – Agustus 2008 di laboratorium Mikrobiologi dan laboratorium Botani jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung.

Metode Penelitian

1. Pengambilan sampel

Sampel diambil dari limbah cair kelapa sawit pada kolam penampungan Bekri. pengambilan dilakukan pada 4 titik sampai kedalaman 10 cm. Kemudian sampel dimasukkan kedalam erlenmeyer yang telah disterilisasi dan ditutup dengan alumunium foil. Isolasi fungi dilakukukan dengan metode dilution plate. Metode ini telah digunakan secara luas dalam studi kultur mikrofungi tanah saprofitik (Christensen, 2003; Osono and Takeda, 2002).

Pada penelitian ini untuk membuat dilusi sampel substrat menggunakan perbandingan 1:10.000 yaitu 1 gram limbah cair kelapa sawit dimasukkan kedalam 9 ml aquades dengan pengenceran 10-1 – 10-4 kemudian 1 ml suspensi substrat dituangkan kedalam cawan petri dan ditambahkan media PDA secara merata. Setelah itu diinkubasi pada temperatur 25ºC selama 7 hari. Setiap isolat yang muncul diisolasi dan diidentifikasi. Identifikasi dilakukan dengan mengamati morfologi bentuk, warna, koloni, spora, hifa dan bagian khas lainnya.

2. Pengujian Aktivitas Enzim Selulase

Uji aktivitas enzim selulase dengan metode DNS

Pengujian aktivitas enzim selulase dilakukan dengan metode DNS (Miller, 1959). Lumpur sawit hasil sedimentasi yang telah diinkubasi dengan isolat, lalu dipindahkan ke tabung propylene. Kemudian ditambahkan 25 ml buffer sitrat pH 6.0, 50 mM, divortex 15 menit dan disentrifuse selama 15 menit pada 3500 rpm, suhu 4-5 °C. Selanjutnya sebanyak 0.75 ml supernatan enzim dicampur dengan 0.75 ml 1 % CMC dalam buffer sitrat pH 6.0. kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Tambahkan 1.5 ml dinitrosalcylic acid. Kemudian dipanaskan selama 15 menit dan didinginkan selama 20 menit dan dibaca dengan spektrofotometer λ 575 nm. Penghitungan aktivitas enzim selulase dilakukan dengan rumus berikut,

Aktivitas Enzim : kadar glukosa x factor pengenceran

Berat Molekul Glukosa x waktu inkubasi

Keterangan :

Satu unit aktivitas selulase adalah jumlah dari enzim yang melepaskan µ mol glukosa dalam satu menit pada kondisi pengujian. Faktor pengenceran : 1 Berat Molekul glukosa : 180 Waktu Inkubasi : 30 menit

3. Pengujian Aktivitas Enzim Lipase

A. Uji aktivitas enzim lipase dengan metode titrimetrik

Pengujian aktivitas enzim lipase dilakukan dengan metode titrimetrik. Substrat lumpur sawit hasil sedimentasi yang telah diinkubasi dengan isolat, lalu dipindahkan ke tabung propylene. Kemudian ditambahkan 25 ml buffer sitrat pH 6.0, 50 mM, divortex 15 menit dan disentrifuse selama 15 menit pada 3500 rpm, suhu 4-5 °C. Selanjutnya mencampurkan sebanyak 2 gram

Page 4: ZZ Bambang Irawan 284 291

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat, Unila, 2008 287

minyak zaitun, 4 ml larutan buffer sitrat (pH 6), 1 ml supernatan enzim. Campuran dikultivasi pada shaker berpenggoyang pada suhu 37°C selama 1 jam. Setelah dikultivasi campuran substrat enzim diinaktifkan dengan penambahan larutan aseton:alkohol (1:1) sebanyak 10 ml kemudian dititrasi dengan NaOH 0.05 N dengan menambah 2-3 tetes phenolphtalien 1% sebagai indikatornya. Aktivitas enzim lipase ditunjukkan dengan perubahan warna. Perlakuan untuk kontrol supernatan diberikan setelah kultivasi selama 1 jam (Paskevicius, 2001). Penghitungan aktivitas enzim lipase dilakukan dengan rumus berikut,

Aktivitas hidrolisis lipase : (A-B) x N.NaOH x 1000

W x 60

Keterangan : Satu unit aktivitas lipase adalah banyaknya enzim yang dibutuhkan untuk menghidrolisis minyak menghasilkan 1 µ mol produk selama 1 jam. A : Volume NaOH untuk titrasi sample (ml) B : Volume NaOH untuk titrasi blanko (ml) N.NaOH : Normalitas NaOH yang digunakan 1000 : Faktor konversi dari mmol keµ mol W : Berat minyak (mg) 60 : Waktu inkubasi (menit)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh 8 isolat mikrofungi yang ditemukan dari sampel limbah cair kelapa sawit. Dari hasil identifikasi yang dilakukan diperoleh nama-nama mikrofungi seperti tertera dalam tabel 1.

Tabel. 1 Hasil identifikasi Isolat Mikrofungi dari Limbah Sawit.

Kode Isolat

Warna koloni Sekat, Pigmen Hifa

Penampakan Spora Nama Isolat

LS-1 Hijau tua Ada, hialin Bulat, semi bulat , berantai bentuk radial pada fialid, hijau tua, permukaan kasar.

Trichoderma harzianum

LS-2 Coklat kekuningan

Ada, hialin Semi bulat, elips berantai pada fialid, coklat gelap permukaan halus.

Aspergillus flavus

LS-3 Putih kapas Ada, hialin Elips, ovoid seperti sabit kuning gelap permukaan halus.

Fusarium sp(1)

LS-4 Abu-abu muda Ada, hialin Elips, ovoid seperti sabit kuning gelap permukaan halus.

Fusarium sp(2)

LS-5 Kebiru-biruan Ada, hialin Bulat berantai pada fialid kebiru-biruan permukaan halus.

Botryotrichum sp

LS-6 Hitam kecoklatan

Tidak ada, hialin

Bulat, semi bulat dalam sporangium, coklat gelap permukaan halus.

Rhizophus sp

LS-7 Hijau muda Ada, hialin Bulat berantai pada fialid kehijauan permukaan halus.

Aspergillus sp(1)

LS-8 Abu-abu tua Ada, hialin Bulat berantai pada fialid kehijauan permukaan halus.

Aspergillus sp(2)

Dari uji aktivitas enzim yang dilakukan dalam penelitian diketahui bahwa nilai aktivitas enzim selulase dan lipase dari masing-masing isolat mikrofungi dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3.

Page 5: ZZ Bambang Irawan 284 291

PROSIDING 288

Tabel. 2 Aktivitas enzim selulase dari masing isolat mikrofungi

No. Isolat mikrofungi Aktivitas Enzim selulase unit /ml

1. Kontrol 0 2. T. harzianum 0 3. Aspergillus sp(1) 0,014 4. Fusarium sp(1) 0,05 5. A. flavus 0,34 6. Rhizopus sp 0 7. Fusarium sp(2) 0,017 8. Botryotrichum sp 0,0098 9. Aspergillus sp(2) 0,04

Gambar. 1 Grafik aktivitas enzim selulase dari masing-masing isolat mikrofungi.

1. Aktivitas Enzim selulase

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan terhadap 8 isolat mikrofungi menunjukkan bahwa aktivitas selulase yang dimiliki oleh masing-masing isolat cukup bervariasi (gambar 1). Enam isolat mikrofungi memiliki aktivitas enzim selulase dan 2 isolat mikrofungi yang tidak memiliki aktivitas enzim selulase dapat dilihat pada tabel 2.

Dari penelitian ini mikrofungi yang memiliki aktivitas enzim selulase menunjukkan bahwa mikrofungi tersebut termasuk golongan mikrofungi selulolitik artinya mikrofungi tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan proses pemecahan selulosa menjadi struktur yang lebih sederhana. Mikrofungi yang bersifat selulolitik yaitu Aspergillus flavus, Aspergillus sp, Fusarium sp(1), Fusarium sp(2), Botryotrichum sp dan Aspergillus sp(2. Sedangkan mikrofungi yang tidak bersifat selulolitik yaitu Trichoderma harzianum, Rhizopus sp.

Mikrofungi yang tidak bersifat selulolitik dalam penelitian ini diduga karena tahap pendekomposisian mikrofungi tersebut bukan pada saat pemecahan selulosa tetapi pada tahap lain seperti tahap degradasi gula sederhana, tahap degradasi lignin atau tahap degradasi gula

Aktivitas Enzim Selulase unit/ ml

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

0,4

Kontrol

Trichod

erma ha

rzianu

m

Asperg

illus s

p(1)

Fusarium

sp(1)

Asperg

illus f

lavus

Rhizopu

s sp

Fusarium

sp(2)

Botryo

trich

um sp

Asperg

illus s

p(2)

Isolat Mikrofungi

Akt

ivita

s Enz

im S

elul

ase

unit/

ml

Aktivitas Enzim Selulase unit/ml

Page 6: ZZ Bambang Irawan 284 291

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat, Unila, 2008 289

sederhana. Hal ini sesuai dengan penjelasan Deacon (1997) bahwa setiap mikrofungi memiliki kemampuan yang berbeda dalam mendekomposisi substrat. Tahap pendekomposisian substrat yaitu (1) tahap degradasi gula sederhana, (2) tahap degradasi selulase, (3) tahap degradasi lignin, (4) tahap degradasi gula sekunder.

Dari keenam isolat mirofungi yang bersifat selulolitik yang memiliki nilai aktivitas enzim selulase tertinggi yaitu A. flavus sebesar 0.34 unit/ml. Mikrofungi selulolitik lainnya yang memiliki nilai aktivitas enzim selulase adalah Aspergillus sp sebesar 0.016 unit/ml, Fusarium sp(1) sebesar 0,05 unit/ml Fusarium sp(2) sebesar 0.017 unit/ml Botryotrichum sp sebesar 0.0098 unit/ml, Aspergillus sp(2) sebesar 0.04 unit/ml. Perbedaan nilai aktivitas enzim selulase dari masing-masing isolat mikrofungi disebabkan oleh sifat spesifik mikrofungi dalam mendekomposisi komponen-komponen substrat.

A. flavus memiliki nilai aktivitas enzim selulase tertinggi dibandingkan dengan keempat isolat mikrofungi selulolitik lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa A. flavus diduga mampu mendegradasi substrat secara optimal dengan menggunkan selulosa sebagai nutrisi utama. Menurut Jalil (2004) A. flavus mampu mendegradasi selulosa dan menghasilkan enzim selulase yang disekresikan pada bagian ujung hifa untuk mendegradasikan nutrient polimer.

Kemampuan mikrofungi memproduksi enzim selulase menjadikannya mampu menghidrolisis selulosa yang terdapat pada substratnya menjadi glukosa yang dapat dijadikan sumber karbon bagi pertumbuhannya.

Tabel. 3 Aktivitas Enzim lipase dari masing-masing isolat mikrofungi

Isolat Mikrofungi Nilai aktivitas enzim lipase unit / ml T. harzianum 0,003 A. flavus 0,0016 Fusarium sp(1) 0,0011 Fusarium sp(2) 0,0012 Botryotrichum sp 0,0007 Rhizopus sp 0,0017 Aspergillus sp(1) 0,0011 Aspergillus sp(2) 0,0025

Gambar. 2 Grafik aktivitas enzim lipase dari masing-masing isolat Mikrofungi.

Aktivitas Enzim Lipase unit/ml

00,0005

0,0010,0015

0,0020,0025

0,0030,0035

Trich

oderm

a har

zianu

m

Aspergi

llus f

lavus

Fusariu

m sp(1)

Fusariu

m sp(2)

Botryo

trich

um sp

Rhizop

us sp

Aspergi

llus s

p(1)

Aspergi

llus s

p(2)

Isolat Mikrofungi

Akt

ivita

s E

nzim

Lip

ase

unit/

ml

Aktivitas Enzim Lipaseunit/ml

Page 7: ZZ Bambang Irawan 284 291

PROSIDING 290

2. Aktivitas enzim lipase

Dari hasil pengujian terhadap 8 isolat mikrofungi menandakan adanya aktivitas enzim lipase yang dimiliki masing-masing isolat bervariasi. Kedelapan isolat mikrofungi tersebut memiliki nilai aktivitas enzim lipase yang berbeda dapat dilihat pada tabel 3 dan gambar 2. Mikrofungi yang memiliki aktivitas enzim lipase menunjukan bahwa mikrofungi tersebut termasuk golongan mikrofungi lipolitik artinya mikrofungi tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan proses pemecahan lipid menjadi gliserol.

Kedelapan isolat mikrofungi yang bersifat lipolitik yang memiliki nilai aktivitas enzim lipase tertinggi yaitu T. harzianum sebesar 0.003 unit/ml. Mikrofungi lipolitik lainnya A. flavus sebesar 0.0016 unit/ml, Aspergillus sp (1) sebesar 0.0011 unit/ml, Rhizopus sp sebesar 0.0017 unit/ml, Fusarium sp(1) sebesar 0,0011 unit/ml, Fusarium sp(2) sebesar 0.0012 unit/ml, Botryotrichum sp sebesar 0.0007 unit/ml, Aspergillus sp(2) sebesar 0.0025 unit/ml.

T. harzianum memiliki nilai aktivitas enzim lipase tertinggi dibandingkan dengan isolat mikrofungi lipolitik lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa T. harzianum diduga mampu mendegradasi substrat secara optimal dengan menggunakan lipid dan memanfaatkan bahan organik sebagai nutrisi utama.

Perbedaan nilai aktivitas lipase dari masing-masing isolat mikrofungi diduga adanya perbedaan fisiologis mikrofungi. Mikrofungi mampu beradaptasi pada substrat yang kaya akan lemak. Enzim lipase merupakan enzim induksi maka enzim ini akan terbentuk jika ada substrat penginduksi. Enzim lipase diinduksi dengan adanya lemak sehingga jika jumlah lemaknya sedikit jumlah enzim yang dihasilkan sedikit.

Lipase merupakan enzim yang memiliki karakter spesifik tergantung organisme penghasilnya. Beberapa lipase yang dihasilkan organisme dalam satu genus memiliki karakter yang berbeda meskipun secara umum memiliki motif asam amino yang sama untuk tiap organisme. Pengaruh lingkungan turut memberikan peranan terhadap organisme penghasil lipase.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan :

1. Terdapat 6 isolat mikrofungi yang bersifat selulolitik dari 8 isolat mikrofungi limbah cair kelapa sawit bekri lampung tengah yang diujikan yaitu : Aspergillus flavus, Aspergillus sp, Fusarium sp(1), Fusarium sp(2), Botryotrichum sp dan Aspergillus sp(2).

2. Semua isolat mikrofungi bersifat lipolitik yaitu : Aspergillus flavus, Aspergillus sp, Fusarium sp(1), Fusarium sp(2), Botryotrichum sp dan Aspergillus sp(2), Trichoderma harzianum, Rhizopus sp.

3. Nilai aktivitas enzim selulase dan lipase dari masing-masing isolat mikrofungi bervariasi. Mikrofungi yang memiliki nilai aktivitas enzim selulase tertinggi yaitu : Aspergillus flavus dan mikrofungi yang memiliki nilai aktivitas enzim lipase tertinggi yaitu : Trichoderma harzianum.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji sludge limbah kelapa sawit setelah terdekomposisi oleh fungi untuk digunakan sebagai nutrisi tanaman.

Page 8: ZZ Bambang Irawan 284 291

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat, Unila, 2008 291

DAFTAR PUSTAKA

Christensen, M. 2003. The Dilution Technique Isolation Of Soil Mikrofungi Ecology. Botany Departement. University of wyo ming –Pp 1-3. http://caroll.cc.edu/~jelausz/msamanual/diltq-html.

Da Silva, R., E. S. Lago, C.W. Merheb, M.M. Machione, Y.K. Park, E. Gomes. 2005. Production of Xylanase and CMCase on Solid State Fermentation in Different Residues By Thermoascus auranticus Miehe. Brazilian Journal of Microbiology 36: 235 – 241.

Deacon, J.W. 1997. Modern Micology. Blackwell Science. New York. 303 pp.

Heritage, J., E.G.V. Evans and R.A. Kilington. 1996. Introductory Microbology. Cambridge University Press. Cambrige.

Jalil, A.A.K. 2004. Enzim Mikroba Dan Bahan Penguraian Berselulosa. Departement Biologi. Jakarta.

Killham, K. 1994. Soil Ecology. Cambrige University Press. United Kingdom. 242 pp

Miller, G.L., 1959. Use of Dinitrosalicylic Acid Reagent of Determination of Reducing sugar. Anal. Chem. 31: 246-248.

Moore- Landecker, E. 1996. Fundamental Of The Fungi. Prentice Hall. Upper Saddle River. New Jersey. 574 pp.

Osono, T and Takeda, H. 2002. Comparison of Litter Decomposing Ability Among Diverse Fungi in a Cool Temperate Deciduous forest in Japan Mycologia, 94 (3), 2002, pp. 421-427.

Paskevicius, A. 2001. Lipase Activity of Yeast And Yeasts-Like Fungi Functioning Under natural Conditions. Institute Of Botany. http://images.katalogas.lt/maleidykla/bio4/B-16.pdf

Paul, E.A., and F.A. Clarck.1996. Soil Microbiology and Biochemistry. Academic Press. San Diego. 340 pp.

Suberkropp. 1997. Annual Production of leaf- decaying fungi in a woodland stream. Freshwater boilogy 38, 169-178.

Robinson, C. H., P. J. Fisher, and B. C. Sutton. 1998. Fungal Biodiversity in dead leaves of fertilized plants of Dryas octopetala from a high arctic site. Mycol. Res 102 (5) p. 573-576

Silva, D.P., V. Rudolph, and O.P. Taranto. 2005. The Drying of Sewage Sludge by Immersion Frying. Brazilian Journal of Chemical Engineering. Vol 22 No 02. pp. 271-276

Wessels, J. G. H. 1990. Role of the wall architecture in fungal tip growth. In: Tip Growth in Plant and Fungal Cells ( ed. I. B. Heath), pp. 1-29. Academic Press, New York.