Zaman Belanda
description
Transcript of Zaman Belanda
1. Zaman Belanda
Catatan mengenai sejarah kebebasan pers Indonesia sebelum dan sesudah
orde baru runtuh, menurut penelitian pers Indonesia, asal Austria David T. Yakni
sejarah pers, jurnalis, ataau aktivis pers, sebagai pejuang kemerdekaan dan
sejarah tentang institusi pers, ketika mengghadapi kebijakan rezim yang berkuasa
sebagai berikut.
1Lebih dari 200 tahun surat kabar menjalankan fungsinya sebagai satu-
satunya media penyampai berita kepada khalayak dan sebagai sumber satu-
satunya bagi khalayak dalam mengakses informasi yang sama secara bersamaan.
Surat kabar pertama kali diterbitkan di Eropa pada abad ke-17. Di awaal
perkembangan pers Indonesia, ditandai dengan munculnya bulletin bahasa
belanda Mililik VOC: Memories Nouvelles, adalah surat kabar pertama2. Kata
Edwerd Smith, tekanan pers sudah ada sejak pertama berdirinya surat kabar,
3Surat kabar berkembang dan mempunyai peranannya sendiri di tengah
masyarakat hingga sekarang. Sejarah mencatat bahwa produk mesin cetak Johann
Gutenberg ini, telah mengambil peran yang cukup signifikan dalam
perkembangan surat kabar di Indonesia dari berbagai aspek kehidupan
keterkaitannya sebagai media massa yang berpengaruh di masyarakat. Berikut
adalah paparan singkat mengenai surat kabar di Indonesia.4
1 Pers dan Kode etik Jurnalistik.,Op Cit.,hlm.1.
2 Ibid..
3Moh. Mahfud MD. Hukum dan..Op.Cit. hlm.70.4 http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_surat_kabar_Indonesia. Ibid..
Pada tahun 1744 dilakukanlah percobaan pertama untuk menerbitkan
media massa dengan diterbitkannya surat kabar pertama pada masa pemerintahan
Gubernur Jenderal Van Imhoff dengan nama Bataviasche Nouvelles. Kemudian
pada tahun 1828 diterbitkanlah Javasche Courant di Jakarta yang memuat berita-
berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di
Eropa. Mesin cetak pertama di Indonesia juga datang melalui Batavia (Jakarta)
melalui seorang Nederland bernama W. Bruining dari Rotterdam yang kemudian
menerbitkan surat kabar bernama Het Bataviasche Advertantie Blad yang memuat
iklan-iklan dan berita-berita umum yang dikutip dari penerbitan resmi di
Nederland (Staatscourant).5
Sewaktu Inggris berkuasa di Hindia (Jawa) tahun 1813, oleh penguasa
Inggris Jendral Raffles, Bataviasche Koloniale Courant diganti namanya menjadi
Java Government Gazette, tetap merupakan penerbitan pemerintah. Namun,
setelah ada penyerahan kembali kekuasaan Inggris kepada pihak Belanda,
kembali pula nama penerbitan itu menjadi Bataviasche Koloniale Courant. Oleh
Gubernur Jendral yang berkuasa kemudian, namanya dirubah menjadi De
Javasche Courant (1828) dan konon merupakan “koran’ yang paling panjang
usianya di Hindia (Indonesia), karena baru ditutup setelah Jepang datang di Jawa
(1942). De Javasche Courant merupakan organ resmi pemerintah (Hindia-
Belanda). Baru pada 1851 di Jakarta terbit koran yang sesungguhnya; yaitu De
Java Bode, dan De Locomotief di Semarang; sedangkan di Surabaya pada 1853
terbit Het Soerabajaasch Handelsblad.6
5 Ibid..6. Ibid...
Di Priangan, Bandung ada Het Algemeen Indisch Dagblad De Preanger
Bode (1896), yang pernah dipimpin oleh Dr W.M. Wormser, seorang ahli hukum,
Ketua Pengadilan Negeri di Tulungagung (Jatim) yang kemudian terjun dalam
bidang jurnalistik pernah pula dipimpin oleh B. Sluimers yang sejak 1953 pernah
menjadi pembantu Kantor Berita Antara di Amsterdam.
Pada 1937, Muncul ordinasi pengawasan pers, yang berisi pemberian kekuasaan
terhadap pemerintah hindia belanda untuk menutup semua terbitan pers tanpa
proses hukum dan membuatkannya aturan-aturan dengan pasal karetyang
berkenaan dengan delik penyiaran.7
Dengan bertambah banyaknya orang Belanda yang datang di Indonesia,
ditambah dengan kemajuan industri dan lain-lain, maka bertambah berkembang
pula keadaan pers mereka. Di antara kaum wartawan Belanda terdapat nama-
nama seperti Barrety yang mendirikan kantor berita Aneta (Algemeen Nieuws en
Telegraaf Agentschap); Karel Wybrands dari Het Nieuws van den Dag, yang oleh
komunitas Belanda disebut “jurnalis Hindia yang besar dari awal abad ke-20.8
2. Pers di masa Penjajahan Jepang (1942 – 1945)
Era ini berlangsung dari 1942 hingga 1945. orang-orang surat kabar (pers)
Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan
dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan dan politik. Hal ini
menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan. Surat kabar yang
beredar pada zaman penjajahan Belanda dilarang beredar.
7Moh . Mahfud MD, Hukum dan...Op Cit.. hlm. 71.8 http://jurnalisilmu.blogspot.com/2011/06/sejarah-pers-indonesia-pada-masa.html
3. Pers dimasa Orde Lama atau Pers Terpimpin (1957 - 1965)
Keadaan kembali membaik, ketikakonfigurasi politik liberal-demokratis,
digantikan dengan konfigurasi politik otoriter pada periode demokrasi terpimpin.
9Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke UUD
1945, tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor
berita PIA dan surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po
dilakukan oleh penguasa perang Jakarta. Meski demikian surat kabar pada saat ini
masih mencapai 120 buah dengan oplah 1. 049.50010. Hal ini tercermin dari pidato
Menteri Muda Penerangan Maladi dalam menyambut HUT Proklamasi
Kemerdckaan RI ke-14, antara lain: “Hak kebebasan individu disesuaikan dengan
hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir,
menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana dijamin UUD
1945 harus ada batasnya: keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan
kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan
Menteri Muda Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap
surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati
peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Masih tahun
1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap
pers.1963, Soekarno mengeluarkan Perpres. No. 6 Tahun 1963 tentang pembinaan
pers yang pada pasal 6 menyebutkan untuk dapat terbit, surat kabar dan majalah
9 Hukum dan Pilar Demokrasi .Op., Cit. Hlm.373.10 Masduki, kebebasan Pers dan Kode etik..Op,Cit.,Hlm.3
harus surat izin terbit dan pada Pasal (7 )yang menyatakan bahwa perusahaan
surat kabar yang tidak mempunyai surat izin terbit, dengan adanya ketentuan ini
maka dapat dilakuka pencabutan.11
Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C.
Smith dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan
dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir
tidak lebih sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan
dilakukan secara sepihak.12
Persyaratan untuk mendapat Surat Izin Terbit dan Surat Izin Cetak
diperketat yang kemudian situasi ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia
untuk melakukan slowdownatau mogok secara halus oleh para buruh dan pegawai
surat kabar. Karyawan pada bagian setting melambatkan pekerjaannya yang
membuat banyak kolom surat kabar tidak terisi menjelang batas waktu
cetak (deadline). Pada akhirnya kolom tersebut diisi iklan gratis. Hal ini menimpa
surat kabar Soerabaja Post dan Harian Pedoman di Jakarta. Pada periode ini
banyak terjadi kasus antara surat kabar pro PKI dan anti PKI.13
4. Pers di era demokrasi Pancasila dan Orde Baru
Orde Baru dapat dibilang berlangsung dari Tahun 1965 hingga
1998.14Awal masa kepemimpinan pemerintahan Orde Baru bahwa akan
membuang jauh-jauh praktik demokrasi terpimpin dan mengganti demokrasi
11Moh.Madfud MD, Hukum dan Pilar Demokrasi..Op Cit., Hlm.375.12 Ibid..Hlm. 37513 http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_surat_kabar_Indonesia14 Masduki, kebebasan Pers dan Kode ..Op. Cit. ..Hlm.4.
Pancasila. Pernyataan ini membuat semua tokoh bangsa Indonesia menyambut
dengan antusias sehingga lahirlah istilah pers Pancasila.
Pemerintah Orde Baru sangat menekankan pentingnya pemahaman
tentang pers pancasila. Dalam rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers
(Desember 1984), pers pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang
orientasi, sikap dan tingkab lakunya didasarkan nilai-nilai pancasila dan UUD’45
Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan
bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi
yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang
konstruktif.
Diawal masa ini Pers sempat menikmati kebebasannya. TAP MPRS No.32
Tanggal 12 Desember 1966 Pasal 4 megatur bahwa pers nasional tidak dikenakan
sensor dan pemberedelan. Pasal 5 mengatur bahwa kebebasan pers sesuai dengan
HAk Asasi Manusia warga Negara dijamin. Pasl 8 menyatakan pendirian surat
kabar tak perlu menggunakan SIT dari januari 1974. Setelah itu, penekanan
kembali terjadi.
Masa “bulan madu” antara pers dan pemerintah jugadipermanis dengan
keluarnya Undang-Undang Pokok Pers (UUPP) Nomor II tahun 1966, yang
dijamin tidak ada sensor dan pembredelan, Yakni dalam Pasal 4, Pasal 8 : setiap
warga Negara mempunyai hak penerbitan pers yang bersifat kolektif dengan
hakikatnya. 15dan 20 serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak
15 Moh. Mahfud MD. Hukum dan Pilar Demokrasi….Op.Cit.,hlm.377.
untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin
terbit.
Era industrialisasi pers dimulai lewat pembentukan Undang-Undang
Penanaman Modal Asing Tahun 1967. Mesin cetak beralih dari rotasi letterpress
ke web-offset sehingga oplah dari 30.000 per jam menjadi 160.000 . melalui
undang-undang No. 21 Tahun 1982, perhimpunan perusahhan periklanan
indonesuia dimasukkan dalam eluarga besar pers Indonesia PWI, GSI,SPS,
Permen No 10 tahun 1984 keluar dengan yang mengatur tentang SIUPP16. Terjadi
persaingan ketat pers sevara bisnis. PP No 20 Tajun 1994 membuka eluang modal
asing masuk ke per. Pers mulai kejebak antara idealism dengan prgmatisme
ekonomi.17
Kemesraan ini hanya berlangsung kurang lebih delapan tahun karena sejak
terjadinya “Peristiwa Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974), yakni ketika
Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka Kakuei sedang
berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1974). Mahasiswa merencanakan
menyambut kedatangannya dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim
Perdanakusuma. 18 aksi yang Aksi para mahasiswa ini dimotori oleh Hariman
Siregar dan Syahrir (almarhum). Mereka menolak pemodal asing.19Dari peristiwa
ini, banyak surat kabar yang dibredel, karena dianggap banyak media yang
memberitakan dengan tidak berimbang dan dengan nuansa panas, mgkritik
16 Ibid..17 Masduki, kebebasan Pers dan Kode... Op.Cit., hlm. 5.
18 http://id.wikipedia.org/wiki/Malari19 http://serbasejarah.wordpress.com/2011/12/21/jejak-soeharto-peristiwa-malarithe-shadow-of-an-unseen-hand/
pemerintah. kebebasan pers mengalami set-back (kembali seperti zaman Orde
Lama).
Pada Tahun 1982, kembali pemerintah mengubah Undang-Undang Pers,
dengan UU No 21 Tahun1966 yang telah diubah dengan UU no 4 Tahun 1967.
Tetapi perubahan UU pers tersebut tidak menghilangkan lembaga izin terbit bagi
pers malahan menguatkanyya dengan meskipun dengan nama (SIUPP). Meskipun
SIUPP ini ditujukan pada penrbit persya yang berarti berakibat pembredelan .
Ketentuan SIUPP ini dicantumkan dalam Pasal13 ayat 5 yang mengatur bahwa
Setiap penerbitan pers yang diterbitkan oleh perusahaan pers memerlukan
Surat Izin Usaha penerbitan, selanjutnya disingkat SIUPP yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Ketentuan-ketentuan SIUPP akan diatur oleh pemrrintah setelah
mendengar pertimbangan dewan pers.
Dengan adanya ketentuan ini, maka pemerintah kemudian mengeluarkan
peraturan tentang SIUPP dalam bentuk Peraturan Menteri Penerangan. No.
01/PER/MENPEN/1984. Dan dengan penetapan inilah maka pemerintah
menyimpulkan bahwa banyak media yang memberitajkan dengan unsure SARE20
dan melakukan pembredelan atas beberapa tabloid seperti prioritas, sinar harapan,
tempo, tabloid monitor, majalah tempo, majalah editor, dan tabloid detik. Dalam
hal ini dewan pers tak dapat berbuat banyak. Pengawasan pemerintah terhadap
kebebasan pers sangat keblabasan, dimana seharusnya pers tidak ada yang
memonopoli informasi secara bersama-sama dengan adanya pihak penguasa. Hal
20 Masduki, kebebasan Pers dan Kode ... op. Cit,hlm.4.
ini sangat merusak demokrasi kala itu.21Terjadi persaingan ketat pers secara
bisnis. PP No. 20 tahun 1994 membuka peluang modal asing masuk kedalam pers
. Menjelang Orde Baru runtuh, pers ikut mendorong dan menandai proses
delegitimasi rezim Orba yang secara menarik digambarkan dalam table berikut:
Tabel 3
Delegitimasi Orde Baru
Munculnya aktivisme resistensi jurnalis serta organisasi alternaatif diluar PWI, seperti AJI dan PWI Reformasi
Munculnya politik bahasa tandingan farame yang memiliki bobot pesona spiritual dari pembangunan ke demokrasi Hak Asasi Manusia dan Keadilan
Munculnya sisem komunikasi alternative , melibatkan pers underground, rumor jaringan komunikasi intyerpesonal, internet
Munculnnya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan sehingga setiap gerak dan jargon pembangunan yang muncul dari penguasa cenderung disikapi skeptic
Resistensi pembaca dan pemirsa melalui pengenbangan etnometodologi
Kehadiran “teknologi pembebasan” khususnya internet yang memunculkan public share yang terlindung kuat dari pasar dan istana
Sumber: Thamrin A. Tamangola,1999
Tabel 4
Perkembangan Mutakhir media massa di Indonesia pasca 1998
Unsur Sebelum 1998 Sesudah 1998
Sikap Jurnalis Mudah membenarkan pernyataan pemrintah dan mengabaikan narasumber lain
Skeptis
Tehnik liputan Atas-bawah cek-ricek Bawah keatas, verifikasi (pencarian fakta empiris)
Isi liputan Verbalisme, monopoli makna dan interpretasi
Faktual, wacana, perlawanan, kompotisi, makna ide dan intepretasi
21 Ana Nadya Abrar, Analisis Pers, Teori dan Prektek.,op cit.,Hlm.24.
Posisi Pers Komitmen pelayanan informasi Penjaga public (komitmen untuk control , debat public, memberi ruang public)
Posisi Khalayak Penyerap seleksi Aktif dalam proses, Refleksi secara keseluruhan
Sumber: Rondang pasaribu, Dkk., 1998
Terdapat perkembangan yang sangat signifikan dalam dinamika pers,
khususnya sikap jurnalis dalam melakukan peliputan. Contohnya: jika sebelumnya
wartawan selalu percaya dan menunggu apa kata pemerintah, setelah 19998, pers
menjadi sangat bebasa, wartawan lebih skeptic terhadap setiap isu yang berkaitan
dengan kekuasaan: entah legislative maupun ekskutif.
Dalam table diatas disebutkan: elemen jurnalisme yang hidup pada orde
sebelumnya adalah cek and ricek dimana media atau wartawan sebagai pelaksana
tugas dalam pemberitaan memberitakan tidak denagn fakta, namun perkembangan
opini dan dapat dibilang “cari aman” berbeda dengan sebaliknya displin penerbitan
berita tidak didasarkan dari cek and ricek, tapi benar dengan disiplin verifikasi kepada
nara sumber.