YANDA GENAKELA MARPAUNG -...

41
FORMULASI NANOEMULSI MINYAK SAWIT DENGAN HIGH-PRESSURE HOMOGENIZER YANDA GENAKELA MARPAUNG DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of YANDA GENAKELA MARPAUNG -...

Page 1: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

FORMULASI NANOEMULSI MINYAK SAWIT

DENGAN HIGH-PRESSURE HOMOGENIZER

YANDA GENAKELA MARPAUNG

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen
Page 3: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Nanoemulsi

Minyak Sawit dengan High-Pressure Homogenizer adalah benar karya saya`

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Yanda Genakela Marpaung

NIM F24090005

Page 4: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

ABSTRAK

YANDA GENAKELA MARPAUNG. Formulasi Nanoemulsi Minyak Sawit

dengan High-Pressure Homogenizer. Dibimbing oleh TIEN R. MUCHTADI dan

SRI YULIANI.

Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Salah satu

produk turunan minyak sawit yang dikembangkan adalah emulsi sawit karena β-karoten

dalam minyak sawit memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan mudah terdegradasi

dalam proses pengolahan. Penggunaan teknologi nano dalam pembuatan larutan

nanoemulsi minyak sawit ini dapat meningkatkan kelarutan dan bioavailibilitas di dalam

saluran pencernaan serta meningkatkan kestabilan emulsi. Pada penelitian ini diamati

pengaruh emulsifier Tween 20 dan Tween 80 sebanyak 10% dan 30% (b/b) basis

minyak serta kitosan 0%, 0.5%, dan 1% (b/b) basil emulsi, terhadap ukuran partikel dan

kestabilannya. Penggunaan Tween 80 mampu menghasilkan ukuran partikel dan

kestabilan β-karoten yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan Tween 20.

Penggunaan emulsifier pada konsentrasi 30% menghasilkan ukuran partikel yang lebih

kecil dibandingkan dengan penggunaan konsentrasi 10%. Penggunaan kitosan hingga 1%

dapat meningkatkan ukuran partikel dan mencegah terjadinya oiling off, namun dapat

mempercepat terjadinya agregasi pada emulsi, dibandingkan dengan penggunaan kitosan

0.5%. Formula yang terpilih adalah penggunaan Tween 80 30% dan kitosan 0.5%

Kata kunci : emulsifier, kitosan, nanoemulsi, ukuran partikel, β-karoten.

ABSTRACT

YANDA GENAKELA MARPAUNG. Palm Oil Nanoemulsion Formulation with

High-Pressure Homogenizer. Supervised by TIEN R. MUCHTADI and SRI

YULIANI.

Indonesia is the largest palm oil producer in the world. One of the palm oil

derivative products is palm oil emulsion as its β-carotene solubility in water is low and

easily degraded through processing. The use of nanotechnology in the manufacture of

palm oil nano emulsion can improve its solubility in water, its bioavailibility in the

digestive tract, and emulsion stability. This study observed the effect of emulsifier Tween

20 and Tween 80 as much as 10% and 30% (w/w) oil base and chitosan 0%, 0.5%, and 1%

(w/v) emulsion base to the particle size and stability. The use of Tween 80 provided

better particle size and stability of β-carotene than the use of Tween 20. The use of an

emulsifier at a concentration of 30% showed a smaller particle size compared with the

use of a concentration of 10%. The use of chitosan to 1% can increase the size of the

particles and prevent oiling off, but can accelerate the aggregation of the emulsion,

compared to 0.5% chitosan use. The selected formula is the use of 30% Tween 80 and 0.5%

chitosan.

Keywords: chitosan, emulsifier, nanoemulsion, particle size, β-carotene

Page 5: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

FORMULASI NANOEMULSI MINYAK SAWIT

DENGAN HIGH-PRESSURE HOMOGENIZER

YANDA GENAKELA MARPAUNG

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 6: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

Dosen Penguji

Dr. Nur Wulandari, S.TP, M.Si

Page 7: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

Judul Skripsi : Formulasi Nanoemulsi Minyak Sawit dengan High-Pressure

Homogenizer

Nama : Yanda Genakela Marpaung

NIM : F24090005

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS

Pembimbing I

Dr. Sri Yuliani, MT

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, M.Sc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 8: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

Judul Skripsi: Formula; r _'anoemulsi Minyak Sawit dengan High-Pressure Homogel ': r

Nama : Yanda Genakela Marpaung NIM : F2409{JOO':;

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. ie uchtadi MS uliani,MTi Pembimbing I Pembimbing II

Tanggal Lulus:

Page 9: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas limpahan berkat dan

rahmat-Nya sehingga dapat diselesaikannya penulisan tugas akhir ini.

Penyelesaian tugas akhir ini tidak luput berkat dukungan dari semua pihak baik

secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS dan Dr. Sri Yuliani selaku

pembimbing akademik yang terus memberikan perhatian, bimbingan,

dan motivasi hingga terselesaikannya penulisan tugas akhir ini. Terima

kasih pula untuk semua tenaga pengajar, laboran, dan pegawai di Institut

Pertanian Bogor.

2. Ayahanda Kristian Marpaung, Ibunda Julinda Silitonga, Frans Best

Soma M, Lodewik Fraus Seran M, Petryako YRM, dan keluarga besar

penulis, atas perhatian, doa, dan segenap usaha mereka untuk terus

mendukung penulis selama masa studi di Institut Pertanian Bogor.

3. Gloria Maria FP, Nikko Dwijayasastra, Satrya Dharmawan, Ilham Gelar

S, Henry, Martha Theresia, Vini Muham, Vici Muham, Vera Linda,

Citra Irene, Bayu Aji Pamungkas, Kadek DP, dan teman-teman Mikha,

sebagai keluarga kecil selama di Bogor. Teman-teman seperjuangan ITP

46 Cicely N, Mutiara, Pricilia, Charles, Ardy, Iyan A, Lina S, Olga

Ance, dan seluruh teman-teman sesama pengajar TOGA. Rachel Irene

Simatupang dan Raki Ardi Ruhiyatman teman satu pembimbing.

4. Pihak Women International Club yang telah memberikan bantuan dana

serta motivasi selama masa pendidikan di IPB. 5. Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (DIKTI),

atas bantuan pembiayaan penelitian melalui Hibah Kompetensi Nomor

035/SP2H/PL/DIT.LIT ABMAS/V/2013.

6. Indofood Riset Nugraha yang juga telah memberikan bantuan pembiayaan

penelitian ini.

7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, baik yang secara

langsung maupun tidak langsung telah membantu penyelesaian studi dan

penulisan tugas akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak

dan dapat berdampak terhadap pengembangan ilmu dan teknologi di masa yang akan

datang.

Bogor, Januari 2014

Yanda Genakela Marpaung

Page 10: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Minyak Sawit 2

Karotenoid 3

Emulsi 4

Nanoemulsi 5

Homogenisasi 5

METODOLOGI 7

Bahan 7

Alat 7

Metode 7

Metode Analisis 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Analisis Proksimat Minyak Sawit Kasar 13

Formulasi Nanoemulsi Minyak Sawit Kasar 13

Analisis Freeze-Thaw Stability 16

Analisis β-Karoten dan Warna Emulsi pada Formula Terpilih 19

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 25

RIWAYAT HIDUP 29

Page 11: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan dan Perbedaan Tipe Alat Homogenisasi (McClements

2004) 6 2 Ukuran partikel emulsi dan indeks dispersi emulsi pada penggunaan

emulsifier Tween 20 dan Tween 80 14 3 Nilai %keterpisahan pada lima siklus freeze-thaw 17 4 Perubahan warna emulsi selama masa penyimpanan pada formula

terpilih 20 5 Perubahan konsentrasi β-karoten selama masa penyimpanan pada

formula terpilih 19

DAFTAR GAMBAR

1 Pemisahan emulsi formula Tween 20 30% Kitosan 0.5% pada siklus

freeze-thaw stability. 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir proses degumming CPO (Mas’ud 2007) 25 2 Diagram Alir Formulasi Minuman Nanoemulsi 26 3 Analisis multivariat ukuran partikel dan PDI 27 4 Analisis multivariat pada analisis freeze-thaw stability 28

Page 12: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

PENDAHULUAN

Sejak tahun 2009 Indonesia telah menjadi negara produsen minyak sawit

terbesar di dunia. Pada tahun 2010 Departemen Pertanian Indonesia (Ditjenbun

2011) menyatakan bahwa produksi minyak sawit kasar Indonesia mencapai 19.85

juta ton. Komoditi ini merupakan penyumbang devisa non migas terbesar ketiga

bagi negara (Sastrosayono 2009). Hingga saat ini produk hilir kelapa sawit yang

dihasilkan industri berupa asam lemak, asam lemak distilat, gliserin, refined

bleached deodorized (RBD), minyak goreng, margarin, shortening, sabun,

kosmetika (Goenadi 2005).

Minyak sawit memiliki banyak keunggulan. Keunggulan utama minyak

sawit adalah kandungan mikronutrien yang tinggi sehingga memiliki potensi

untuk dikembangkan menjadi healthy oil, yang diproses dan dikendalikan

sedemikian rupa sehingga kandungan nutrisinya dapat dimanfaatkan untuk

kesehatan. Nilai biologis yang dapat diperoleh dari minyak sawit antara lain

sebagi prekursor vitamin A, senyawa anti kanker, menanggulangi kebutaan akibat

xeropthalmia, meningkatkan kekebalan tubuh, dan lain sebagainya (D’Odorico et

al. 2000; Rodriguez-Amaya dan Kimura 2004, von Lintig 2010).

Minyak sawit mengandung banyak komponen antioksidan seperti

karotenoid lutein, zeaxanthin, tokoferol dan tokotrienol yang berkisar antara 600–

1000 μg/g (Azlan et al. 2010). Kandungan karotenoid di dalam minyak sawit yang

umumnya didominasi oleh komponen β-karoten (sebanyak 60%) berkisar antara

500-3500 μg/g (Mortensen 2005). Kandungan komponen β-karoten pada minyak

sawit ditemukan paling tinggi dibandingkan pada bahan pangan lainnya.

Namun pencampuran β-karoten di dalam bahan pangan memiliki beberapa

kelemahan yang menyebabkan penggunaan bahan fungsional ini terbatas

digunakan (Acosta 2009). Bahan ini memiliki kelarutan yang rendah di dalam air,

serta memiliki bioavailibilitas dan stabilitas yang rendah (Qian et al. 2012).

Senyawa β-karoten umumnya cenderung mudah terdegradasi oleh proses

pengolahan dan penyimpanan yang dipengaruhi oleh efek kimia (oksigen dan

bahan pengoksida), mekanik (cahaya), dan suhu (Mao et al. 2009; Yuan et al.

2008).

Sistem nanoemulsi dapat meningkatkan bioavailibilitas di dalam saluran

pencernaan karena ukuran partikel yang kecil dan rasio antara luas permukaan dan

volumenya yang tinggi (Acosta 2009), mudah untuk diangkut dan diserap

melewati saluran pencernaan sehingga mudah digunakan tubuh sebagai sebagai

substrat dari liposom dan vesikel tubuh (Liu 2012).

Sistem emulsi dapat mengurangi degradasi β-karoten. Keberadaan lapisan

pada permukaan droplet yang menyelubungi emulsi dapat menjaga konsentrasi

dan sifat fungsional β-karoten di dalam emulsi (Acosta 2009). Aplikasi teknologi

nanoemulsi pada bahan pangan dapat memodifikasi karakteristik makro bahan

pangan seperti atribut sensori, meningkatkan kelarutan bahan dalam air, stabilitas

termal, dan bioavailibilitas bahan fungsional pada pangan (Huang et al. 2010;

McClements et al. 2009, 2007).

Berdasarkan komposisi jenis asam lemaknya, minyak sawit tersusun atas

asam lemak rantai panjang. Asam lemak dominan yang terdapat pada minyak

sawit adalah asam palmitat (C16:0) dan asam oleat (C18:1) (Kateren 2005). Qian

Page 13: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

2

et.al (2012) menyatakan bahwa sistem nanoemulsi β-karoten dengan carier

minyak dengan rantai panjang dapat meningkatkan daya serap β-karoten yang

lebih baik dibandingkan penggunaan dengan minyak jenis lain. Penambahan

kitosan pada larutan nanoemulsi teramati mampu meningkatkan kemampuan

hidrofilik partikel nano dan meningkatkan translokasinya pada dinding usus

(Hussain et al. 2001).

Untuk menghasilkan partikel nanoemulsi dengan ukuran minimum terdapat

beberapa faktor yang perlu dikontrol. Menurut Mason (2007) faktor yang perlu

diperhatikan dalam pembuatan nanoemulsi adalah pemilihan formula yang tepat

(jenis pengemulsi dan konsentrasi fase kontinu), kontrol terhadap urutan

penambahan bahan, dan besar gaya yang paling efektif untuk memperkecil ukuran

partikel.

Pada formulasi larutan nanoemulsi minyak sawit digunakan dua jenis

emulsifier yaitu Polioxyethylene sorbitan monolaurate atau Tween 20 dan

Polyethylene glycol sorbitan monooleate atau Tween 80 pada konsentrasi 10%

dan 30% (b/b) basis minyak. Bahan emulsifier ini merupakan bahan surfaktan

yang bersifat nonionik dan memiliki nilai hidrophylic-lipophylic balance (HLB)

antara 15-17 (McClements 2004) yang menunjukkan emulsifier yang digunakan

sesuai untuk sistem emulsi minyak dalam air o/w.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menentukan formulasi larutan nanoemulsi

berbasis minyak sawit dengan mengkaji jenis dan konsentrasi emulsifier dengan

atau tanpa bahan penstabil kitosan menggunakan alat high pressure-homogenizer.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai formulasi

nanoemulsi minyak sawit yang dapat dikembangkan menjadi produk healthy

drink.

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Sawit

Minyak sawit merupakan minyak hasil ekstraksi dari serabut daging (epikarp

dan mesokarp) dan inti biji tanaman (endokarp dan endosperma) buah sawit. Dari

dua bagian buah yang berbeda tersebut dapat diperoleh dua jenis minyak sawit

yang berbeda jenis yaitu minyak inti (endosperma) sawit dan minyak sawit yang

berasal dari serabut buah. Pengolahan mesokarp menjadi minyak sawit dilakukan

melalui tahap ekstraksi, pemurnian, dan fraksinasi. Secara umum, ekstraksi

dilakukan dengan cara pengepresan. Pemurnian dilakukan dengan cara

menghilangkan gum dan kotoran lain, penyabunan untuk memisahkan asam

lemak bebas, pemucatan untuk menghilangkan warna merah minyak, dan

selanjutnya deodorisasi untuk menghilangkan bau minyak selanjutnya dilakukan

Page 14: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

3

fraksinasi untuk memisahkan fraksi padat dengan fraksi cair minyak yang

dilakukan melalui proses pendinginan (Ketaren 2005).

Untuk mempertahankan warna merah pada minyak sawit serta

mempertahankan kandungan β-karoten di dalmamnya, maka pada proses

pengolahannya minyak sawit ini tidak melalui proses bleaching atau pemucatan.

Metode ekstraksi untuk memperoleh minyak sawit merah dengan kandungan

karotenoid tinggi selain pengendalian proses pemucatan pada ekstraksi

konvensional adalah ekstraksi dengan hydraulic pressure, distilasi molekuler,

ekstraksi fluida super kritik, dan ekstraksi menggunakan pelarut yang tepat.

Warna merah yang terkandung di dalam minyak sawit tidak hanya banyak

mengandung karotenoid dan tokoferol yang baik bagi kesehatan. Karotenoid dan

tokoferol merupakan komponen bioaktif yang bersifat antioksidan. Karotenoid

memiliki dampak bagi kesehatan karena mampu mencegah dan menjaga dari

penyakit berbahaya seperti kanker, penyakit kardiovaskular, dan lain-lain (Lam et

al. 2001). Selain bersifat sebagai antioksidan, karotenoid dan tokoferol di dalam

minyak sawit merah secara fisiologis juga aktif sebagai vitamin A dan E. Untuk

pemanfaatannya minyak sawit merah tidak dianjurkan digunakan sebagai

pengganti minyak nabati dalam pengolahan pangan yang menggunakan suhu

tinggi. Hal ini disebabkan oleh tidak stabilnya komponen antioksidan di dalam

minyak sawit merah pada suhu tinggi yang dapat mendegradasi komponen aktif

tersebut (van Buggenhout et al. 2010).

Karotenoid

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga,

merah jingga yang larut dalam senyawa nonpolar (Winarno 2004). Kemampuan

karotenoid untuk dapat larut di dalam senyawa lainnya menyebabkan senyawa ini

disebut senyawa lipofilik, dan larut dalam pelarut lemak lainnya. Karotenoid juga

bersifat sangat peka terhadap oksidasi, otooksidasi, dan cahaya (van Buggenhout

et al. 2010) walaupun bersifat tahan panas jika dalam keadaan vakum.

Komposisi karotenoid dalam minyak sawit terutama adalah β-karoten (60-

65%) dan α-karoten (30-35%) (Ketaren 2005). Karotenoid memiliki peran

fungsional sebagai pro vitamin A. Disebut sebagai pro vitamin A karena dalam

tubuh, karotenoid terutama β-karoten dapat diubah menjadi vitamin A dengan

bantuan enzim 15,15' β-karotenoid oksigenase. Vitamin A berfungsi untuk

mencegah penyakit katarak dan kebutaan, sebagai antioksidan dan anti radikal

bebas, serta untuk meningkatkan imunitas tubuh (Sundram 2007).

Sundram (2007) menggolongkan karotenoid menjadi empat golongan yaitu:

1. Karotenoid hidrokarbon C40H56; yang termasuk golongan ini adalah α-, β-,

γ-, karoten dan likopen.

2. Xantofil dan derivat karoten yang mengandung oksigen dan gugus hidroksil

(C40H55OH); yang termasuk golongan ini adalah criptonxanthin, capsanthin,

torularhodin, dan lutein (C40H54(OH)2).

3. Ester xantofil yaitu ester xantofil asam lemak seperti zeaxanhtin.

4. Asam karotenoid yaitu derivat karotenoid yang mengganggu gugus

karboksil.

Page 15: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

4

Dibandingkan dengan jenis karoten lainnya, komponen β-karoten memiliki

potensi relatif terhadap vitamin A yang paling tinggi dibandingkan dengan α-

karoten dan γ-, karoten. Pada umumnya di dalam bahan pangan segar bentuk

karotenoid yang paling lazim dijumpai berada pada bentuk β-karoten. Di dalam

buah-buahan atau sayuran karoten dijumpai dalam bentuk kompleks dengan

protein atau teresterifikasi di dalam asam lemak yang menyebabkannya lebih

stabil jika dibandingkan di dalam sawit mentah.

Bentuk isomer karoten memengaruhi aktivitas vitamin A. Marx et al. (2003)

menyatakan bahwa bentuk trans dari β-karoten memiliki derajat aktivitas yang

lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk cis. Isomerasi dalam karoten dapat

berlangsung pada suhu kamar, namun reaksi yang terjadi sangat kecil dan

berpengaruh kecil pada aktivitas vitamin A. Derajat isomerisasi pada beta karoten

berbanding lurus terhadap peningkatan suhu dan lamanya masa simpan (Yuan et

al. 2007).

Senyawa karotenoid memiliki struktur yang tersusun dari ikatan konjugasi

yang mudah mengalami oksidasi secara acak pada ordo reaksi pertama. Namun

senyawa ini memiliki aktivitas provitamin A dan dinyatakan sebagai nilai Retinol

Equivalen (RE). Persentase β-karoten yang dapat diubah menjadi vitamin A

sekitar 60-70% (Bender 2006).

Emulsi

Emulsi merupakan sistem seimbang antara dua atau lebih fase yang tidak

tercampur dan salah satu fase terdispersi terhadap fase yang lain. Fase yang

terdispersi disebut sebagai fase internal atau fase diskontinu dan fase yang lainnya

disebut sebagai fase pendispersi atau fase kontinu. Ukuran partikel emulsi

umumnya berkisar antara 0.1-50 µm (Mao dan McClements 2011). Salah satu

fase di dalam sistem emulsi mempunyai karakter lipofilik dan fase yang lain

bersifat hidrofilik. Untuk mengimbangkan sistem tersebut dibutuhkan emulsifier

sebagai senyawa yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik.

Emulsi dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi dan morfologinya.

Emulsi yang fase kontinunya adalah air dan fase terdispersinya minyak disebut

sebagai emulsi o/w. Surfaktan yang digunakan pada emulsi ini harus dapat larut di

dalam air dan lebih stabil pada kondisi polar. Selain itu emulsi yang fase

kontinunya adalah minyak disebut sebagai emulsi w/o. Surfaktan yang digunakan

pada emulsi ini harus mampu larut dan lebih stabil pada kondisi nonpolar

(McClements 2004).

Mason (2007) menyatakan semakin kecil ukuran partikel emulsi yang dapat

dibentuk semakin besar pula stabilitasnya dalam penyimpanan. Semakin besar

ukuran partikel emusi yang terbentuk maka gaya gravitational separation

semakin besar, hal ini menunjukkan kestabilan emulsi semakin kecil. Untuk dapat

membentuk partikel yang kecil maka dibutuhkan energi yang lebih besar

dibandingkan dengan emulsi dengan ukuran yang lebih besar. Energi yang

diberikan untuk memecah droplet emulsi dapat diberikan melalui tekanan atau

dengan kombinasi suhu selama proses.

Page 16: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

5

Nanoemulsi

Nanoemulsi merupakan senyawa emulsi antara senyawa minyak dan air atau

sebaliknya, yang struktur ukuran partikelnya berkisar antara 30-300 nm (Silva et

al. 2012). Sistem pada nanoemulsi tersusun atas fase lemak yang terdispersi fase

kontinyu berupa dan dikelilingi oleh membran tipis dari surfaktan. Partikel

nanoemulsi lebih stabil terhadap separasi dan agregasi karena ukuran partikelnya

yang kecil (McClements 2007).

Untuk menghasilkan partikel nanoemulsi dengan ukuran minimum terdapat

beberapa faktor yang perlu dikontrol. Menurut Qian dan McClements (2010)

faktor-faktor tersebut antara lain adalah tipe alat homogenisasi, kondisi

pengoperasian alat homogenisasi (besar energi, jumlah pengumpanan, waktu

pengoperasian, dan suhu), komposisi sampel (tipe lemak yang ditambahkan,

konsentrasi dalam produk), dan karakter bahan yang dicampurkan (tegangan

permukaan dan viskositas). Menurut Mason (2007) faktor yang perlu diperhatikan

dalam pembuatan nanoemulsi adalah pemilihan formula yang tepat (jenis

pengemulsi dan konsentrasi fase kontinyu), kontrol terhadap urutan penambahan

bahan, dan besar gaya yang paling efektif untuk memperkecil ukuran partikel.

Dalam melakukan analisis dan identifikasi karakteristik partikel nanoemulsi

digunakan beberapa metode. Menurut Silva et al. (2012) ada tiga metode untuk

melakukan identifikasi dan karakterisasi nanoemulsi yaitu teknik separasi, teknik

karakterisasi sifat fisik, dan teknik pencitraan.

a. Teknik pemisahan merupakan identifikasi nanoemulsi dengan mengisolasi

partikel nanoemulsi dari matriks atau makromolekul bahan pangan dan

mengelusikannya pada detektor. Contoh dari teknik ini adalah metode

kromatografi dan field flow fractionation.

b. Karakterisasi sifat fisik merupakan teknik yang digunakan untuk

mengidentifikasi karakter nanoemulsi dari sifat fisiknya seperti ukuran

partikel, distribusi partikel, potensi zeta, dan kemampuan kristalisasi

nanoemulsi. Contoh metode dari teknik ini antara lain adalah Dynamic Light

Scattering, Zeta Potential, Differential Scanning Calorimetry, Fourier

Transform Infrared, Nuclear Magnetic Resonance, X-Ray Diffraction, dan

Small-Angle X-ray Scattering.

c. Teknik Pencitraan merupakan teknik identifikasi ukuran, bentuk, dan bentuk

agregasi partikel nanoemulsi menggunakan mikroskop. Jenis mikroskop yang

digunakan dalam metode ini adalah Transmission Electron Microscopy dan

Scanning Electron Microscopy.

Homogenisasi

Homogenisasi merupakan proses mengubah dua cairan yang sifatnya

immicible (tidak bercampur) menjadi sebuah emulsi, dan alat yang digunakan

untuk melakukan proses ini disebut homogenizer. McClements (2004)

menyatakan homogenisasi merupakan proses pengecilan ukuran dan

meningkatkan jumlah partikel padat atau cair fase terdispersi dengan gaya geser

(shearing force) untuk meningkatkan kestabilan dua zat. Berdasarkan sifat dasar

bahan awalnya, sistem homogenisasi dibagi menjadi 2 kategori yakni

homogenisasi primer dan homogenisasi sekunder. Pemilihan homogenizer untuk

Page 17: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

6

aplikasi bergantung beberapa faktor, yaitu volume sampel yang dihomogenisasi,

keluaran yang dinginkan, konsumsi energi, karakteristik komponen fasenya, dan

prediksi biaya proses.

Dalam pembuatannya, sistem homogenisasi nanoemulsi digolongkan menjadi

dua berdasarkan besar energi yang digunakan yaitu emulsifikasi energi tinggi dan

energi rendah (Acosta 2009). Emulsifikasi energi tinggi merupakan teknologi

nanoemulsi dengan energi mekanik tinggi yang memisahkan fase minyak-air dan

membentuknya menjadi droplet. Teknologi nanoemulsi yang digolongkan pada

emulsifikasi energi tinggi ini adalah homogenisasi dengan high-pressure valve,

micro-fluidizers, dan ultrasound. Nanoemulsifikasi dengan energi rendah

merupakan teknologi nanoemulsi yang didasarkan pada metode pembentukan

emulsi secara spontan setelah keadaan emulsinya diubah. Contoh dari nanoemulsi

energi rendah adalah emulsifikasi membran, solvent demixing, dan phase

inversion (Silva et al. 2012). Perbedaan dan perbandingan beberapa alat

homogenisasi yang sering digunakan dalam industri pangan dapat dilihat pada

Tabel 1.

Pada penelitian ini digunakan high-pressure homogenizer sebagai alat

homogenisasi dalam pembuatan produk nanoemulsi. Keuntungan yang terdapat

pada alat ini dibandingkan dengan metode lain adalah besar ukuran partikel

ditentukan berdasarkan besar energi yang dihasilkan dan viskositas larutan yang

digunakan. Alat high-pressure homogenizer dapat menghasilkan energi tinggi

dalam menghomogenisasi sampel sehingga mampu menghasilkan droplet dengan

ukuran hingga kurang dari 0.1µm. Emulsi kasar yang diumpankan pada alat ini

dapat diatur ukurannya dengan memvariasikan ukuran katup dan tekanannya.

Tabel 1. Perbandingan dan Perbedaan Tipe Alat Homogenisasi (McClements

2004)

Tipe Produksi Energi Viskositas Sampel

High-speed blender Batch Rendah Rendah ke sedang

Colloid mill Continuous Sedang Sedang ke tinggi

High-pressure

homogenizer

Continuous Tinggi Rendah ke sedang

Ultrasonic probe Batch Rendah Rendah ke sedang

Ultrasonic jet

homogenizer

Continuous Tinggi Rendah ke sedang

Micro-fluidizer Continuous Tinggi Rendah ke sedang

Membrane processing Batch atau

Continuous

Tinggi Rendah ke sedang

Page 18: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

7

METODOLOGI

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit kasar atau

Crude Palm Oil (CPO), aquades, polyoxythylene sorbitan monolaurat (Tween

20), polyoxythylene sorbitan monooleate (Tween 80) (Sigma,USA), larutan

buffer fosfat 10 mM, kitosan, dan asam asetat glasial.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ultra-turrax

homogenizer (model L4R, Silverson Co., England), high-pressure homogenizer

(model NS2002H TWP600, GEA Niro Soavi, Italia), High Performance Liquid

Chromatography (HPLC) Chromameter Minolta CR 300 (Minolta Camera, Co.

Japan. 82281029), mixer tangan, penangas, freezer, neraca analitik, komputer,

dan alat-alat gelas.

Metode

Pada penelitian ini digunakan CPO sebagai komponen utama yang

diemulsikan. CPO yang digunakan merupakan fraksi cair minyak yang

sebelumnya terpisah dari bagian yang mengendap. Pada tahap awal penelitian

dilakukan proses degumming pada fraksi cair CPO untuk menghilangkan getah

dan logam berat pada minyak (Mas’ud 2007). Sebanyak 1 L minyak sawit kasar

dipanaskan pada suhu 80 C, kemudian ditambahkan asam fosfat 85% sebanyak

0.15% (v/v). Kemudian dilakukan pengadukan selama 15 menit dengan kecepatan

56 rpm, didinginkan pada suhu ruang, dipisahkan, dan dihasilkan dua produk,

yaitu endapan dan minyak sawit hasil degumming (Lampiran 1). Setelah itu

dilakukan analisis proksimat terhadap minyak sawit yang telah di- degumming

dan dibandingkan dengan standard SNI.

Metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode modifikasi

terhadap penelitian pembuatan produk nanoemulsi oleh Tan dan Nakajima (2005).

Tan dan Nakajima (2005) melakukan formulasi nanoemulsi menggunakan

konsentrat β-karoten yang dilarutkan ke dalam larutan heksana. Perbandingan

bahan organik dan polar yang digunakan adalah 1:9 dan 2:8 pada tekanan 60-140

MPa dan sebanyak tiga kali pengumpanan kembali. Berdasarkan hasil penelitian

tersebut diperoleh hasil bahwa perbandingan antara bahan minyak dan bahan

polar yang menghasilkan ukuran droplet terkecil adalah perbandingan 1:9 (b/b).

Modifikasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah besar tekanan yang

digunakan hanya 600 Bar sesuai dengan kapasitas maksimum alat high-pressure

homogenizer (model NS2002H TWP600, GEA Niro Soavi, Italia). Bahan yang

digunakan merupakan minyak sawit yang mengandung β-karoten, dan

pengumpanan dilakukan sebanyak lima kali pengulangan. Pengumpanan ulang

sebanyak lima kali dilakukan untuk meningkatkan homogenitas dispersi ukuran

partikel emulsi (Yuan et. al 2008). Bahan pengemulsi yang digunakan pada

penelitian ini adalah Tween 20 dan Tween 80. Penggunaan Tween sebagai bahan

Page 19: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

8

pengemulsi disebabkan bahan pengemulsi ini cocok dan dapat digunakan untuk

menghasilkan droplet emulsi ukuran nano pada emulsi o/w (Yuan et. al 2008).

Modifikasi lain yang dilakukan adalah konsentrasi bahan pengemulsi sebesar 10%

dan 30% (b/b) dari bobot minyak, dan penambahan kitosan sebagai bahan

penstabil emulsi. Menurut Yuan et al. (2008) penggunaan Tween pada 10% (b/b)

dari bobot minyak menghasilkan ukuran partikel terbaik pada konsentrat β-

karoten. Diagram alir proses formulasi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pada penelitian ini konsentrasi kitosan yang digunakan adalah 0%, 0.5%,

dan 1% (b/v) basis emulsi total. Hal ini karena penggunaan kitosan lebih dari 1%

dapat menurunkan stabilitas emulsi (Klinkesorn dan Namatsila 2008). Larutan

kitosan terlebih dahulu dipersiapkan dengan melarutkannya di dalam larutan asam

asetat glasial 1%. Larutan kitosan dipersiapkan secara terpisah antara 0.5% dan

1%. Larutan untuk kitosan 0.5% (Larutan Kitosan A) dipersiapkan dengan

melarutkan 12.5 g kitosan pada larutan asam asetat 1% dan ditepatkan hingga 500

mL. Larutan untuk kitosan 1% (Larutan Kitosasan B) dipersiapkan dengan

melarutkan 25 g kitosan pada larutan asetat 1% dan ditepatkan hingga 500 mL.

Masing-masing larutan ditambahkan pada larutan emulsi sebanyak 100 mL pada

basis emulsi 500 mL, sehingga diperoleh larutan kitosan akhir sebesar 0.5% dan

1% (b/v) basis emulsi.

Formulasi dilakukan dengan terlebih dahulu mencampurkan emulsifier

Tween 20 dan Tween 80 pada konsentrasi 10% dan 30% (b/b) basis minyak ke

dalam air buffer 10 mM kemudian menepatkan basis bobot larutan. Bahan

emulsifier kemudian dilarutkan menggunakan mixer tangan selama 30 detik pada

kecepatan putar 1000 rpm. Minyak sawit yang telah di-degumming kemudian

dihomogenisasi dengan bahan polar secara perlahan-lahan hingga perbandingan

minyak dan bahan polar sebanyak 1:9 (b/b). Pada proses homogenisasi awal

digunakan ultra-turrax homogenizer (model L4R, Silverson Co., England) selama

lima menit untuk membentuk emulsi kasar. Bahan emulsi kasar kemudian

dihomogenisasi kembali menggunakan high-pressure homogenizer (model

NS2002H TWP600, GEA Niro Soavi, Italia) untuk membentuk nanoemulsi pada

tekanan 600 Bar sebanyak lima kali pengumpanan kembali.

Emulsi tersebut kemudian dicampur dengan bahan kitosan pada konsentrasi

0%, 0.5%, dan 1% (b/v) basis emulsi total. Pada basis emulsi sebanyak 500 mL,

pencampuran kitosan dilakukan dengan mencampurkan larutan kitosan sebanyak

100 mL di dalam 400 mL larutan emulsi sawit pada masing-masing larutan

kitosan yang telah dipersiapkan. Pencampuran dengan kitosan dilakukan secara

perlahan menggunakan ultra-turrax homogenizer selama dua menit.

Dari formulasi tersebut kemudian diperoleh dua belas jenis formula yang

berbeda untuk dianalisis. Analisis ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan

metode Dynamic Light Scatter (DLS) dengan alat Particle Size Analyzer (Vasco

Australia). Kestabilan emulsi dianalisis dengan menggunakan metode freeze-thaw

stability sebanyak lima siklus.

Analisis kemudian dilanjutkan dengan analisis warna dan kadar β-karoten

pada formula terpilih. Sampel yang terpilih terlebih dahulu disimpan dalam botol

gelap, disimpan di dalam kotak kedap cahaya pada suhu ruang. Sampel kemudian

diamati pada 15 hari dan 45 hari.

Page 20: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

9

Metode Analisis

Kadar Air, Metode Oven (AOAC 1995)

Bahan yang akan diukur kadar airnya, sebanyak 1-2 g emulsi, ditimbang

dalam cawan aluminium yang sudah disiapkan pada tahap sebelumnya. Bahan

beserta cawan dikeringkan dalam oven selama 6 jam pada suhu 105C. Kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya.

Kadar air (g/100g basis basah) ( 1 2)

100

Keterangan:

W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)

W1 = bobot contoh + bobot cawan kosong sesudah dikeringkan (g)

W2 = bobot cawan kosong (g)

Kadar Abu, Metode Gravimetri (SNI 01-2891-1992)

Sebanyak 2-3 g bahan dikeringkan dengan cawan porselen yang sudah

dihitung bobotnya terlebih dahulu. Bahan dimasukkan ke dalam tanur listrik pada

suhu 550 C hingga pengabuan sempurna. Bahan kemudian didinginkan di dalam

desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.

Kadar abu (g/100g basis basah) ( 1 2)

100

Keterangan:

W = bobot contoh sebelum diabukan (g)

W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan (g)

W2 = bobot cawan kosong (g)

Kadar Protein, Metode Kjeldahl (AOAC, 1995)

Bahan yang akan diuji ditimbang sebanyak 1.0-2.5 mg kemudian

ditambahkan 1.0 + 0.1 g K2SO4, 40 + 10 mL HgO, dan 2.0 + 0.1 mL H2SO4,.

Larutan ini kemudian dididihkan hingga larutan menjadi jernih. Labu didinginkan

dan ditambahkan sedikit air destilata. Hasil destruksi yang diperoleh kemudian

dituang ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 mL air destilata,

kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan

sebanyak 5-6 kali. Ditambahkan 8-10 mL larutan 60% NaOH – 5%

Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi. Kemudian dilakukan destilasi selama 15

menit atau sampai volume larutan dalam wadah penampung mencapai 50 mL.

Destilat ditampung dalam wadah penampung yang berisi 5 mL H3BO3 yang telah

dicampur dengan 2 - 4 tetes indikator metil biru:metil merah. Larutan yang

diperoleh dari proses destilasi kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai

terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu.Volume yang diperoleh

dicatat untuk digunakan dalam perhitungan kadar protein. Volume HCl yang

digunakan untuk titrasi blanko, diperoleh dengan prosedur yang sama namun

sampel diganti dengan air destilata. Kadar protein dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut:

Page 21: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

10

Kadar protein (%bb) ( l blanko) l 14.007 FK

obot contoh 100

Keterangan:

FK = Faktor konversi yaitu 6.25

Kadar Lemak, Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)

Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 105 C selama sekitar 15

menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Sebanyak 1-2 g

contoh ditimbang dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi

dengan kapas (W). Setelah itu selongsong kertas yang berisi contoh disumbat

dengan kapas, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 C

selama ± 1 jam. Selongsong kertas yang sudah dikeringkan kemudian dimasukkan

ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Lemak dalam

contoh diekstrak dengan heksana selama ± 6 jam. Heksana disuling dan ekstrak

lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 C, didinginkan pada

desikator, lalu ditimbang.

Kadar lemak (g/100g basis basah) ( 1 2)

100

Keterangan:

W = bobot contoh (g)

W1 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)

W2 = bobot labu lemak kosong (g)

Kadar Karbohidrat, Metode by difference (AOAC, 1995)

Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak, dan

protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot

sampel selain air, abu, lemak dan protein. Perhitungan kadar karbohidrat dengan

metode by difference menggunakan persamaan sebagai berikut:

Kadar karbohidrat (%) 100 – (kadar air kadar abu kadar protein kadar lemak)

Analisis β-Karoten, Metode HPLC (Parker 1999)

Sebanyak 0.5-2 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup,

kemudian ditambahkan 10 mL larutan KOH 5% dalam metanol kemudian

divorteks. Setelah itu, gas nitrogen dihembuskan ke dalam tabung reaksi selama

30 detik lalu ditutup untuk mencegah terjadinya oksidasi β-karoten. Larutan

dipanaskan dalam waterbath 65 C selama 30 menit, lalu didinginkan. Setelah itu,

ditambahkan 5 mL air, kemudian divorteks. Selanjutnya, ditambahkan 10 mL

heksana kemudian vorteks selama 30 detik, ditunggu hingga larutan dalam tabung

terpisah menjadi dua fraksi, lalu diambil larutan pada fraksi heksana (bagian atas)

dan dipindahkan ke tabung reaksi lain sambil dilewatkan pada kertas saring yang

telah diberi natrium sulfat anhydrous. Langkah ini dilakukan sebanyak 3 kali.

Fraksi heksana yang terkumpul diuapkan dengan gas nitrogen hingga kering.

Analat kering yang diperoleh dilarutkan dengan 1000 µL fase gerak untuk

menghindari terjadinya tailing pada kromatogram.

Selanjutnya, larutan sampel diinjeksikan ke HPLC. Volume larutan sampel

yang diinjeksi minimal 2 kali volume sampel loop (20 µL), yaitu 40 µL.

Selanjutnya, dilakukan persiapan larutan standar dan pembuatan kurva standar,

Page 22: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

11

yaitu seri pengenceran 5 kali, 10 kali, 20 kali, 50 kali, dan 100 kali dibuat dari

larutan standar β-karoten konsentrasi 440 µg/mL dalam basis 1000 µL. Setiap

larutan standar diinjeksikan ke HPLC, minimal 2 kali volume sampel loop (20

µL), yaitu 40 µL. Hubungan antara luas peak yang terbaca dengan konsentrasi

larutan yang diinjeksikan kemudian diplotkan, dimana luas peak sebagai sumbu y

dan konsentrasi larutan sebagai sumbu x. Kemudian peak β-karoten pada sampel

diidentifikasi dengan mencocokkan waktu retensi peak sampel dengan waktu

retensi standar β-karoten. Luas area peak β-karoten pada sampel dicatat dan

dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar untuk memperoleh konsentrasi β-

karoten sampel dari kurva standar (µg/mL).

Freeze-Thaw Stability (Azeem 2009)

Pada analisis freeze-thaw stability sampel sebanyak 20 mL disimpan dalam

ruangan bersuhu -20 Cselama 12 jam. Setelah itu sampel kemudian dicairkan

kembali pada ruangan gelap bersuhu 27 C selama 12 jam. Setelah itu tinggi

keterpisahan total sampel diukur dan dilakukan hingga lima siklus freeze-thaw.

keterpisahan volume cairan yang terpisah ( )

volume larutan emulsi 100

Analisis ukuran dan distribusi partikel, Metode Dynamic Light Scatter (Tan

dan Nakajima 2005)

Ukuran partikel diamati dengan menganati ukuran partikel rata-rata dan

distribusi rata-rata ditentukan dengan Dynamic Light Scatter (DLS)

menggunakan alat Zetasizer Nano-S90 (Malvern Instrument, Worcestershire,

UK). Hasil yang diberikan akan menunjukkan nilai rata-rata ± standar deviasi dari

nilai yang diberikan.

Perhitungan ukuran partikel diukur melalui penyinaran cahaya

monokromatik pada larutan yang mengandung partikel bulat dengan gerak Brown

tertentu. Penyinaran cahaya monokromatik pada partikel akan mengubah efek

Doppler pada larutan yang kemudian akan mengubah gerak Brown pada larutan,

dan mengubah panjang gelombang yang terpantulkan. Pada konsentrasi yang dan

suhu larutan yang sama, gerak Brown larutan akan semakin kecil seiring dengan

semakin besarnya ukuran partikel (Kätzel 2007). Nilai ini akan mengikuti

formula:

D

R

D merupakan nilai nilai refraktif indeks sampel, K merupakan nilai

konstanta Boltzmann, T merupakan suhu larutan pada 25 C, η merupakan nilai

viskositas larutan, dan R merupakan nilai diameter droplet terhitung. Perrhitungan

distribusi diameter globula berdasarkan nilai rata-rata ukuran droplet yang

dihitung dari nilai rata-rata permukaan terbobot (surface weighted mean) dengan

simbol d32 dan rata-rata volume terbobot (volume weighted mean) dengan simbol

d43 dengan rumus:

d43 Σini di4 / Σ i ni di

3

d32 Σini di3 / Σ i ni di

2

Page 23: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

12

nilai ni adalah jumlah droplet dengan diameter di. Nilai d43 dan d32 digunakan

untuk memonitor perubahan distribusi ukuran droplet. Nilai d43dan d32 ini secara

otomatis akan terbaca pada hasil pengukuran pada alat ini.

Analisis Warna (Hutching 1999)

Pengukuran warna dilakukan menggunakan alat Chromameter CR 300.

Pengukuran dilakukan terhadap tiga titik pada permukaan sampel sebanyak 50 mL.

Hasil pengukuran dicatat dengan sistem skala L*, a*, b*. Nilai L menyatakan

parameter kecerahan (0 = hitam, 100 = putih). Warna kromatik campuran warna

merah-hijau ditunjukkan oleh nilai a, (a+) = 0 – 80 untuk warna merah dan (a-) =

0 – (-80) untuk warna hijau). Sementara itu, untuk warna kromatik campuran biru-

kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+) = 0 – 70 untuk warna kuning dan (b-) = 0 - (-

70) untuk warna biru.

Rancangan Perlakuan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial yang terdiri

dari tiga faktor yaitu jenis emulsifier, konsentrasi emulsifier, dan konsentrasi

kitosan sebagai penstabil emulsi. Berikut merupakan rancangan yang digunakan:

Yijkl μ αi βj γk (αβ)ij (αγ)ik (βγ)jk (αβγ)ijk εijkl

Keterangan:

Yijkl = nilai pengamatan faktor tipe emulsifier (i), faktor konsentrasi

emulsifier (j) pada konsentrasi kitosan (k) dan ulangan ke-l.

μ = Rataan umum.

αi = Pengaruh jenis emulsifier ke-i

βj = Pengaruh konsentrasi emulsifier ke-j.

γk = Pengaruh konsentrasi kitosan ke-k.

(αβ)ij = interaksi pengaruh jenis emulsifier ke-i dengan konsentrasi emulsifier

ke-j.

(αγ)ik = interaksi pengaruh jenis emulsifier ke-i dengan konsentrasi kitosan

ke-k.

(βγ)jk = interaksi pengaruh konsentrasi emulsifier ke-j dengan konsentrasi

kitosan ke-k.

(αβγ)ijk = interaksi pengaruh jenis emulsifier ke-i, konsentrasi emulsifier ke-j

dan konsentrasi kitosan ke-k.

εijkl = pengaruh galat faktor interaksi pengaruh jenis emulsifier ke-i,

konsentrasi emulsifier ke-j dan konsentrasi kitosan ke-k.

Semua percobaan dilakukan secara duplo, dianalisis menggunakan one way

analysis of variance (ANNOVA) menggunakan program SPSS 17.0. Perbedaan

yang nyata dari nilai rata-rata (p<0,05) ditentukan menggunakan Duncan’s

multiple range test.

Page 24: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Proksimat Minyak Sawit Kasar

Pada penelitian ini digunakan CPO yang telah diendapkan terlebih dahulu

pada suhu ruang. Bagian minyak yang digunakan sebagai bahan baku pada

penelitian ini merupakan fase cair yang berwarna merah yang terdapat pada

bagian atas sampel. Proses degumming merupakan proses pemisahan getah dan

lendir dari minyak sawit segar yang terdiri dari fosfolipid, protein, residu,

karbohidrat, air, dan resin. Pemisahan komponen mikro seperti logam, protein, air,

dan komponen fosfatida tersebut penting bagi proses emulsifikasi selanjutnya. Hal

ini karena komponen fosfatida dapat menghidrasi dan membentuk emulsi dengan

komponen trigliserida (Kateren 2008).

Pada analisis pertama dilakukan analisis proksimat dan kadar β-karoten

terhadap minyak CPO yang telah melalui tahap degumming. Kadar lemak yang

teramati pada lemak adalah 99.76 ± 0.09 %. Komponen lain yang dianalisis pada

minyak CPO tersebut adalah kadar air, kadar total mineral, kadar protein, dan

karbohidrat. Konsentrasi air yang teramati pada CPO adalah 0.16 ± 0.00 %,

konsentrasi abu atau total mineral adalah 0.00 ± 0.00 %, konsentrasi proteinnya

sebesar 0.00 ± 0.00 %, dan konsentrasi karbohidratnya sebesar 0.08 %. Kadar β-

karoten yang teramati pada produk ini adalah 290.55 ± 0.66 ppm.

Berdasarkan analisis proksimat yang dilakukan pada minyak sawit, sampel

yang digunakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh SNI mengenai fraksi

minyak dan pengotor lain di dalam CPO. Pada SNI 01-2901-2006 (SNI 2006)

mengenai standard CPO ditetapkan kadar maksimal kadar air dan pengotor

(protein dan karbohidrat) adalah 0.5 %. Hal ini menunjukkan bahwa proses

penghilangan gum yang dilakukan pada minyak sawit berhasil. Konsentrasi air,

karbohidrat, dan protein bernilai rendah sebagai akibat reduksi gum atau getah

yang umumnya mengandung protein dan logam. Komponen tersebut mampu

membentuk emulsi selama proses formulasi dan menginduksi pembentukan

radikal. Pada tekanan tinggi komponen protein mampu tereduksi menjadi

komponen radikal bebas yang menyebabkan reduksi komponen β-karoten pada

emulsi (Lander et al. 2000).

Formulasi Nanoemulsi Minyak Sawit Kasar

Pada tahap ini dilakukan formulasi dengan dua jenis emulsifier yaitu Tween

20 dan Tween 80 pada konsentrasi 10% dan 30% (b/b) basis minyak serta

penggunaan kitosan 0%, 0.5%, dan 1% (b/v) basis emulsi. Salah satu alasan

penggunaan Tween pada penelitian ini karena bahan pengemulsi yang bersifat

anionik, seperti Tween 20 dan Tween 80, lebih stabil pada pengaruh perubahan

pH, dan perubahan pada kekuatan ionik, serta aman bagi kesehatan karena nilai

toksisitas yang lebih rendah dibanding dengan bahan pengemulsi ionik (Azeem et

al. 2009). Selain itu bahan pengemulsi bersifat anionik memiliki stabilitas yang

lebih baik dalam tubuh (Kawakami et al. 2002).

Penambahan bahan kitosan pada sistem emulsi akan mereduksi tegangan

permukaan antara minyak dan air sehingga dapat menjaga kestabilan emulsi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Klinkesorn dan Namatsila (2008)

Page 25: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

14

pada sistem emulsi, konsentrasi kitosan lebih dari 1% (basis emulsi) dapat

menyebabkan creaming sehingga emulsi menjadi tidak stabil.

Penggunaan kitosan di dalam sistem emulsi dapat berfungsi sebagai

penstabil (Klikensorn 2013). Kemampuan kitosan sebagai dan penstabil di dalam

sistem emulsi disebabkan oleh strukturnya yang heterogen. Senyawa kitosan

tersusun atas gugus D-glukosamin yang bersifat hidrofilik dan gugus asetil yang

bersifat hidrofobik (Rodriguez et al. 2002). Di dalam sistem emulsi, kitosan

mampu mengadsorbsi permukaan emulsi yang telah dilapisi oleh emulsifier dan

menyelubungi emulsi dengan membentuk lapisan interfasial antara kitosan dengan

emulsifier (Klinkesorn 2013). Ukuran partikel emulsi dan nilai PDI dapat dilihat

pada Tabel 2

Pada pengamatan terhadap ukuran partikel emulsi, ukuran partikel pada

tahap ini berkisar antara 168.83 nm hingga 668.10 nm (Tabel 2). Kelompok

dengan ukuran partikel paling rendah teramati pada formula tanpa penambahan

kitosan atau kitosan 0%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kitosan pada

formula ini dapat meningkatkan ukuran partikel droplet emulsi (p < 0.05).

Selain oleh pengaruh oleh penambahan kitosan pada Lampiran 2 ditemukan

bahwa jenis dan konsentrasi emulsifier yang digunakan pada penelitian ini juga

mempengaruhi ukuran partikel emulsi pada tekanan homogenisasi yang sama.

Selain oleh pemilihan formula, interaksi antara jenis emulsifier, konsentrasi

emulsifier, dan kitosan di dalam sistem emulsi juga berpengaruh terhadap nilai

ukuran droplet emulsi.

Penggunaan Tween 80 pada penelitian ini dapat menghasilkan ukuran

partikel emulsi yang lebih kecil dibanding dengan penggunaan Tween 20.

Perbedaan hasil ini disebabkan oleh pengaruh nilai HLB dan karakteristik bahan

yang digunakan. Nilai HLB (hidrophylic-lipohylic balance) Tween 20 dan Tween

80 secara berurutan adalah 16.7 dan 15.0. Tan dan Nakajima (2005) menunjukkan

Tabel 2. Ukuran partikel emulsi dan indeks dispersi emulsi pada penggunaan

emulsifier Tween 20 dan Tween 80

Jenis

Emulsifier

Konsentrasi Ukuran Partikel

(nm)

Poly Dispertion

Index Emulsifier

(%)

Kitosan

(%)

Tween 20 10 0.0 188.00 ± 2.57a 0.3655 ± 0.0460

cd

0.5 519.05 ± 8.98g 0.3045 ± 0.0064

abc

1.0 668.10 ± 19.80h 0.3350 ± 0.0042

abcd

30 0.0 184.21 ± 6.24a 0.2160 ± 0.0071

a

0.5 294.45 ± 0.64c 0.2900 ± 0.0099

abc

1.0 359.50 ± 11.74d 0.2740 ± 0.0085

abc

Tween 80 10 0.0 180,26 ± 4,57a 0.4305 ± 0.0969

d

0.5 344.70 ± 2.97d 0.2965 ± 0.0049

abc

1.0 483.10 ± 16.55f 0.3655 ± 0.0064

cd

30 0.0 168.83 ± 2.19a 0.2215 ± 0.1011

ab

0.5 227.85 ± 9.26b 0.4345 ± 0.0827

d

1.0 458.35 ± 6.43e 0.3385 ± 0.0064

bcd

a-h Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Page 26: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

15

bahwa bahan pengemulsi dengan nilai HLB yang lebih besar mampu

menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil pada emulsi o/w. Namun pada

penelitian ini hasil ini berbeda dengan penelitian tersebut. Hal ini disebabkan oleh

penggunaan minyak sawit yang umumnya didominasi oleh komponen lemak

rantai panjang pada konsentrasi yang tinggi. Ukuran droplet yang lebih kecil

lebih difasilitasi pada penggunaan emulsifier yang lebih larut pada komponen

lemak atau nilai HLB yang sedikit lebih rendah.

Pemilihan besarnya konsentrasi emulsifier dapat mempengaruhi ukuran

partikel emulsi. Namun nilai ini tidak teramati berbeda nyata pada formula kitosan

0%, walaupun ukuran partikel pada konsentrasi emulsifier 30% menunjukkan nilai

yang sedikit lebih kecil dibandingkan pada konsentrasi 10%. Hal ini menunjukkan

bahwa pada tekanan 60 MPa, tanpa penambahan kitosan, emulsi sudah

terselubungi secara baik oleh emulsifier sehingga menyebabkan perubahan ukuran

partikel yang tidak berbeda nyata. Menurut Tan dan Nakajima (2005) pada taraf

tertentu penambahan emulsifier memungkinkan peningkatan luas permukaan

sebagai akibat semakin kecilnya ukuran droplet emulsi. Pengecilan ukuran

partikel dapat meningkatkan luas permukaan droplet emulsi, peningkatan luas

permukaan ini dapat difasilitasi oleh bahan pengemulsi yang menyelubungi

emulsi.

Pengamatan terhadap pengaruh konsentrasi kitosan pada ukuran partikel

menunjukkan bahwa ukuran partikel emulsi mengalami peningkatan setelah

dilakukan penambahan kitosan. Hal ini disebabkan oleh interaksi elektrostatik

antara droplet emulsi dengan emulsifier anionik yang bermuatan negatif dengan

kitosan (Klinkesorn 2013). Partikel emulsi dengan bahan emulsifier anionik

seperti Tween 20 dan Tween 80 umumnya memiliki bermuatan antara ─11 hingga

─13 m (Klinkesorn dan amatsila 2008). Kitosan yang bermuatan lebih positif

termati mampu berinteraksi dengan emulsifier dan meningkatkan muatan droplet

emulsi menjadi lebih positif (Mun et al. 2005).

Pengaruh konsentrasi emulsifier pada formula dengan kitosan 0.5% dan 1%,

menunjukkan peningkatan emulsifier berpengaruh nyata terhadap perubahan

ukuran partikel yang semakin kecil. Pada peningkatan emulsifier pada jenis dan

konsentrasi kitosan yang sama teramati ukuran partikel yang semakin kecil

(p<0.05). Peningkatan konsentrasi bahan kitosan memungkinkan terbentuknya

ukuran partikel yang lebih kecil karena tersedianya bahan pengemulsi yang

memungkinkan peningkatan luas permukaan droplet (Qian dan McClements

2011). Peningkatan konsentrasi emulsi juga mampu meningkatkan kemungkinan

terbentuknya kompleks emulsifier dan kitosan. Hal ini dapat memungkinkan

peningkatan luas permukaan yang semakin besar dan ukuran partikel yang

semakin kecil (Klinkesorn 2013).

Pada penelitian ini, dengan penggunaan jenis dan konsentrasi emulsifier

yang sama, peningkatan konsentrasi kitosan teramati meningkatkan ukuran

partikel (p<0.05). Hal ini dapat disebabkan oleh interaksi elektrostatik antara

bahan pengemulsi dan kitosan membentuk lapisan multilayer pada permukaan

droplet (Klinkesorn dan Namatsila 2008). Hal ini menunjukkan bahwa semakin

tinggi konsentrasi kitosan, semakin tebal lapisan yang menyelubungi droplet

emulsi dan berpengaruh pada peningkatan ukuran partikel hingga pada tingkat

tertentu (Klinkesorn 2013).

Page 27: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

16

Nilai PDI (PolyDispertion Index) merupakan nilai yang menunjukkan

distribusi droplet partikel dengan ukuran partikel yang terukur. Semakin kecil

nilai PDI emulsi, semakin baik atau semakin dekat distribusi droplet emulsi

terukur (Lemarchand et al. 2003). Distribusi droplet emulsi yang ideal berkisar

antara 0.09-0.40 (Mao et al. 2009). Pada formulasi emulsi ini tidak teramati

perbedaan yang signifikan nilai dispersi antara formula. Hal ini menunjukkan

dispersi ukuran partikel emulsi lebih dipengaruhi oleh faktor homogenisasi dan

banyaknya pengumpanan dibandingkan dengan pemilihan formula yang

digunakan (Tan dan Nakajima 2005). Qian et al. 2011 menunjukkan semakin

banyak pengumpanan balik pada homogenisasi akan meningkatkan keseragaman

ukuran partikel emulsi dan menurunkan nilai PDI.

Pada tahap ini diamati bahwa formula yang menunjukkan ukuran partikel

paling kecil adalah semua formula tanpa penambahan kitosan (kitosan 0%). Hal

ini disebabkan kitosan dapat berinteraksi dengan bahan emulsifier dan

memperbesar ukuran partikel. Pada formula dengan penambahan kitosan formula

dengan ukuran partikel yang berada di bawah 300 nm adalah penggunaan Tween

80 30% kitosan 0.5 % dan Tween 20 30% kitosan 0.5%.

Analisis Freeze-Thaw Stability

Adsorpsi kitosan oleh droplet emulsi dapat meningkatkan stabilitas emulsi

dengan mengurangi kemampuan agregasi droplet melalui pembentukan lapisan

tebal pada permukaan droplet. Muatan elektrik dan tebalnya lapisan kitosan yang

menyelubungi permukaan droplet menghasilkan gaya tolak antar droplet. Gaya

tolak antar pada droplet pada muatan yang sama ini dipengaruhi oleh konsentrasi

kitosan yang digunakan (Klinkesorn dan Namatsila 2009).

Pada tahap ini diamati perubahan kestabilan emulsi pada tahap freeze-thaw.

Selama tahap pembekuan, kristal es yang terbentuk mendesak droplet minyak

berdekatan dengan fase pendispersinya. Ghosh dan Coupland (2008)

menunjukkan pada proses pendinginan membran yang menyelubungi emulsi

teramati pecah. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya oiling off dan coalenscens

sebagai akibat dari interaksi minyak pada emulsi yang rusak.

Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap stabilitas emulsi melalui

persen keterpisahan emulsi atau nilai % keterpisahan. Nilai ini diperoleh melalui

lima siklus pemisahan emulsi. Pemisahan yang diamati pada tahap ini merupakan

pemisahan total emulsi. Pada setiap siklus freeze-thaw umumnya menunjukkan

perbedaan pemisahan. Pada Gambar 2 ditunjukkan terjadinya pemisahan pada

lima siklus freeze-thaw.

Konsentrasi kitosan yang digunakan pada analisis ini adalah 0%, 0.5%, dan

1%. Berdasarkan data yang diperoleh ditunjukkan bahwa nilai % keterpisahan

yang diperoleh tidak ada yang melebihi 15%. Perolehan nilai % keterpisahan yang

masih memenuhi dapat dikategorikan sedang jika nilai % keterpisahan tidak lebih

dari 20% dan dikategorikan tinggi jika nilai % keterpisahan tidak lebih dari 15%

(Donsì et al. 2011). Hal ini menunjukkan bahwa pemisahan emulsi ini

dikategorikan sebagai pemisahan yang sedang.

Kitosan merupakan senyawa glukosamin yang yang mampu menyelubungi

droplet emulsi dan meningkatkan stabilitas emulsi pada proses freeze-thaw

(Klinkesorn 2013). Namun pada konsetrasi kitosan, yang terlalu tinggi, umumnya

Page 28: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

17

terdapat kitosan bebas pada fase pendispersinya sehingga dapat mengagregasi

droplet emulsi dan menurunkan stabilitasnya (Klinkesorn 2013). Hal ini juga

diamati pada penelitian ini, bahwa penambahan kitosan dapat menurunkan nilai %

keterpisahan (p<0.05) (Lampiran 6). Dapat pula diamati bahwa penggunaan

kitosan 0,5% dan 1% pada Tween 20 30% dan Tween 80 30% umumnya tidak

terlalu berbeda nyata dibandingkan dengan formula lain (Tabel 3).

Pada tabel nilai % keterpisahaan emulsi ditunjukkan bahwa emulsi

umumnya mengalami pemisahan terbesar yang kemudian akan diikuti oleh

penurunan pemisahan. Gambar 2 yang menunjukkan gambaran pemisahan

tersebut. Sebelum mencapai pemisahan tertinggi, pemisahan yang teramati

merupakan pemisahan satu lapisan. Hal ini menunjukkan terjadinya agregasi pada

emulsi (Gambar 2b dan 2c) sebagai akibat terjadinya pembekuan pada permukaan

lapisan emulsi (Ghosh dan Coupland 2008). Nilai ini teramati pula pada

peningkatan nilai keterpisahan pada Tabel 3.

Setelah melewati pemisahan terbesar pada siklus freeze-thaw terjadi

pemisahan yang semakin rendah pada siklus selanjutnya. Namun, pada tahap ini

pemisahan yang ditunjukkan bukan hanya pemisahan lapisan keruh namun juga

pemisahan globula lemak. Pemisahan globula lemak yang teramati pada tahap ini

terjadi sebagai akibat terjadinya oiling-off pada emulsi. Pada peristiwa oiling-off

awal (Gambar 2d), minyak yang teramati berbentuk droplet globula lemak yang

besar pada lapisan atas emulsi. Pada tahap selanjutnya (Gambar 2e dan 2f)

pemisahan emulsi (berwarna keruh) yang teramati semakin kecil, namun oiling-off

yang terjadi semakin besar dan lemak yang terpisah (berwarna bening) semakin

besar.

Tabel 3. Nilai %keterpisahan pada lima siklus freeze-thaw

Jenis

Emulsifier

Konsentrasi Rata-rata % keterpisahan siklus ke- (%)

Emulsi

fier

(%)

Kitosan

(%) 1 2 3 4 5

Tween 20 10 0.0 11.69d

14.35c

9.16f

6.32d

4.07bc

0.5 5.47b

5.80b

4.27abc

4.03abc

3.77abc

1.0 4.70b

5.49ab

4.87bcd

4.48abc

3.62abc

30 0.0 9.89c

12.58c

10.85g

7.17d

5.17d

0.5 4.68b

5.08ab

4.08ab

4.21abc

3.93cd

1.0 2.90a

5.82b

5.33cd

4.95c

3.51abc

Tween 80 10 0.0 11.82d

13.53c

7.23e

4.74bc

4.27cd

0.5 6.02b

3.17a

3.62a

3.50ab

3.39abc

1.0 2.74a

3.62ab

5.56d

4.73bc

3.66abc

30 0.0 13.18d

14.43c

7.93e

4.59bc

3.88bc

0.5 9.21c

4.68ab

3.95ab

3.58ab

2.93ab

1.0 4.60b

6.08b

6.61ed

3.21a

2.67a

a-f Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Page 29: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

18

Pada Tabel 3 ditunjukkan nilai % keterpisahan pada setiap siklus pada setiap

formula yang digunakan pada penelitian ini. Formula kitosan 0% menghasilkan

nilai keterpisahan emulsi yang paling tinggi dibandingkan dengan formula lain.

Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kitosan pada formula ini dapat

meningkatkan stabilitas emulsi (p<0.05) (Lampiran 6). Hal ini disebabkan oleh

kemampuan kitosan yang dapat menyelubungi emulsi dan meningkatkan muatan

positif droplet dan meningkatkan daya tolak antara partikel emulsi (Klinkesorn

dan Namatsila 2008).

Penggunaan kitosan 1% teramati mampu mempertahankan emulsi dan

memperlama proses oiling-off pada emulsi. Pada formula ini terjadinya oiling-off

terjadi pada siklus ketiga dan keempat. Hal ini menunjukkan penggunaan kitosan

1% mampu memperlambat terjadinya oiling off pada perubahan kondisi emulsi.

Hal tersebut dapat disebabkan oleh lapisan pada permukaan droplet yang lebih

tebal pada penggunaan kitosan 1% dapat menahan destruksi permukaan droplet

lebih lama sehingga dapat menahan terjadinya oiling off (Aoki et al. 2005).

Namun pada penggunaan formula ini, setelah teramati pemisahan terbesar oiling

off yang terjadi pada siklus selanjutnya sangat besar. Nilai ini ditunjukkan dengan

pemisahan yang sangat kecil pada fase selanjutnya yang menunjukkan pemisahan

yang teradi merupakan pemisahan minyak. Klinkesorn dan Namatsila (2008)

menjelaskan bahwa penggunaan kitosan dalam konsentrasi besar dapat

meningkatkan flokulasi pada emulsi sebagai akibat terbentuknya ikatan antar

komponen kitosan pada siklus freeze-thaw yang mampu menurunkan stabilitas

emulsi dan meningkatkan kemungkinan oiling off.

Selain dipengaruhi oleh konsentrasi kitosan pemisahan emulsi ini juga

dipengaruhi oleh konsentrasi emulsifier yang digunakan (Lampiran 2).

Penggunaan emulsi 30% mampu meningkatkan ikatan kompleks antara bahan

pengemulsi dan kitosan yang mampu meningkatkan stabilitas emulsi. Berdasarkan

data yang diperoleh, formula terpilih yang diperoleh pada tahap ini merupakan

penggunaan Tween 20 30% Kitosan 0.5% dan Tween 80 30% Kitosan 0.5% .

Siklus 1 Siklus 0 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus2

1 Gambar 1. Pemisahan emulsi formula Tween 20 30% Kitosan 0.5% pada

siklus freeze-thaw stability.

a b c d e f

Page 30: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

19

Analisis β-Karoten dan Warna Emulsi pada Formula Terpilih

Pada tahap selanjutnya dilakukan analisis kandungan β-karoten

menggunakan metode HPLC pada formulasi Tween 20 30% Kitosan 0.5% dan

Tween 20 30% Kitosan 0.5%. Sebagai formula terbaik berdasarkan uji stabilitas

emulsi, pada analisis ini diamati perubahan konsentrasi β-karoten dan perubahan

warna emulsi pada waktu setelah dilakukan formulasi, 15 hari, dan 45 hari pada

suhu 31 C di dalam ruang kedap cahaya.

Setelah penyimpanan selama 45 hari teramati besar perubahan β-karoten

tidak lebih dari 30%. Pada formula menggunakan Tween 20 30% K 0.5% besar

perubahan konsentrasi β-karoten teramati lebih besar dibandingkan dengan

formula penggunaan Tween 80. Nilai perubahan konsentrasi β-karoten ini masih

jauh lebih rendah dibandingkan dengan perubahan konsentrasi β-karoten oleh

Yuan et al. (2008). Pada penelitian Yuan et al. (2008) ditunjukkan perubahan β-

karoten pada suhu 30 C berkisar antara 200-500 ppm pada penyimpanan emulsi

hingga 28 hari. Hal ini menunjukkan, penambahan kitosan pada nanoemulsi sawit

dapat memperlambat degradasi β-karoten dibandingkan dengan formula tanpa

penambahan bahan kitosan, sebagai akibat terbentuknya lapisan penyelubung

yang berfungsi sebagai lapisan penghalang pada emulsi yang dapat menahan β-

karoten dari bahan prooksidan (Qian et al. 2012).

Hal ini juga teramati pada perubahan warna emulsi (Tabel 6). Derajat L*

menunjukkan derajat kecerahan warna, reduksi pada derajat positif a*

menunjukkan reduksi pada derajat kemerahan emulsi, dan reduksi pada derajat

positif b* menunjukkan reduksi pada standar kuning emulsi (Mao et al. 2009).

Pada penelitian ini diamati nilai perbedaan warna total dengan membandingkan

warna emulsi sebelum penyimpanan dengan warna setelah penyimpanan.

Perbedaan warna total (∆E*) pada penggunaan Tween 20 lebih besar

dibandingkan dengan perubahan warna pada penggunaan Tween 80. Perubahan

warna pada emulsi minyak sawit mengindikasikan degradasi konsentrasi β-

karoten relatif terhadap suhu dan waktu penyimpanan emulsi (Qian et al. 2012).

Penggunaan Tween 80 sebagai emulsifier pada formula ini teramati lebih baik

dibandingkan dengan penggunaan Tween 20.

Struktur β-karoten yang sangat tidak jenuh (11 ikatan rangkap, 9 tidak

terkonjugasi) membuat bahan ini sangat sensitif terhadap degradasi oleh suhu dan

bahan pengoksidasi (Kateren 2005). Faktor yang mempengaruhi perubahan

konsentrasi β-karoten selama proses penyimpanan adalah turunnya nilai pH

Tabel 4. Perubahan konsentrasi β-karoten selama masa penyimpanan pada

formula terpilih

Formula

Konsentrasi β-karoten (ppm) Perubahan

(%)

0 hari 15 hari 45 Hari 15

hari

45

hari

Tween 20 30%

K 0.5% 177.27 ± 2.83 163.30 ± 0.11 129.28 ± 3.67 8 27

Tween 80 30%

K 0.5% 185.82 ± 2.52 178.08 ± 2.29 144.54 ± 3.26 5 23

Page 31: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

20

emulsi, cahaya, meningkatnya suhu selama proses penyimpanan, dan

kemungkinan terbentuknya radikal bebas. Selain itu Mao et al (2009) menyatakan

bahwa destruksi β-karoten pada emulsi dapat disebabkan oleh reaksi yang

dimediasi melalui senyawa kimia pada permukaan droplet emulsi yang

menghubungkan fase pendispersi dan fase terdispersinya. Oleh sebab itu, semakin

kecil ukuran partikel dapat memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi yang

dapat mendestruksi β-karoten, karena semakin kecilnya kemungkinan terjadinya

reaksi pada β-karoten karena semakin besarnya permukaan yang dapat menahan

reaksi pada droplet emulsi.

Menurut Mehnert dan Mader (2001) proses homogenisasi menggunakan

high pressure homogenizer dapat menyebabkan degradasi DNA dan albumin yang

dapat menginduksi terbentuknya radikal bebas. Lander et al. (2000) menunjukkan

bahwa radikal bebas mulai terbentuk pada tekanan pada rentang 11.03-34.47 MPa

(110.3-344.7 Bar). Namun Mehnert dan Mader (2001) menunjukkan degradasi

yang diinduksi oleh tekanan tinggi selama proses homogenisasi bukan masalah

yang serius pada bahan aktif, seperti β-karoten. Berdasarkan uji kadar β-karoten

dan perubahan warna yang dilakukan, formula terpilih yang diperoleh pada tahap

ini adalah Tween 80 30% Kitosan 0.5% .

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada analisis ukuran partikel, formula yang menghasilkan ukuran partikel

tidak melebihi 300 nm setelah penambahan kitosan adalah penggunaan Tween 20

dan 80 30% serta Kitosan 0.5%. Konsentrasi emulsifier sebanyak 30% mampu

menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi

10% setelah dilakukan penambahan kitosan. Penggunaan kitosan hingga 1%

mampu mengurangi kemampuan oiling off pada emulsi, namun meningkatkan

ukuran partikel. Penggunaan kitosan 0.5% teramati lebih mampu meningkatkan

kestabilan emulsi dibandingkan dengan kitosan 1 Formula terbaik pada analisis

freeze-thaw stability adalah Tween 20 dan 80 30% serta Kitosan 0.5% sehingga

Tabel 5. Perubahan warna emulsi selama masa penyimpanan pada formula

terpilih

Formula

Warna ∆E*

0 hari 15 hari 45 hari 15 hari 45 hari

Tween 20 30%

K 0.5%

L 79 72 48

16.7630 40.0125 a 1 7 9

b 62 48 38

Tween 80 30%

K 0.5%

L 73 72 69

9.5394 35.7351 a 1 4 7

b 68 59 33

Page 32: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

21

formula ini terpilih untuk dilakukan uji kadar β-karoten dan warna. Hasil

pengujian menunjukkan penggunaan Tween 80 teramati lebih sesuai digunakan

pada emulsi minyak sawit dibandingkan dengan penggunaan Tween 20. Formula

dengan Tween 80 30% kitosan 0.5% mampu mempertahankan konsentrasi β-

karoten lebih baik dibandingkan dengan formula Tween 20 30% kitosan 0.5%,

sehingga formula terpilih pada penelitian ini adalah penggunaan Tween 80 30%

kitosan 0.5%

Saran

Diperlukan studi lanjut mengenai pengembangan produk ini menjadi produk

healthy drink, serta penyerapan dan interaksinya di dalam sistem pencernaan.

DAFTAR PUSTAKA

Acosta E. 2009. Bioavailability of nanoparticles in nutrient and nutraceutical

delivery. Current Opinion in Colloid & Interface Science 14: 3–15.

doi:10.1016/j.cocis.2008.01.002.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of

Analysis of The Association of Official Agriculture Chemist 16th edition.

Virginia. AOAC International.

Aoki T, EA Decker, DJ McClements. 2005. Influence of environmental stresses

on stability of O/W emulsions containing droplets stabilized by multilayered

membranes produced by a layer-bylayer electrostatic deposition technique.

Food Hydrocolloids, 19(2):209–220.

Azeem A, Mohammad R, Farhan JA, Zeenat I, Roop KK, M Aqil, Sushama

Talegaonkar. 2009. Nanoemulsion Components Screening and Selection: a

Technical Note. AAPS Pharma Science Technology, 10 (1): 69-77. doi:

10.1208/s12249-008-9178-x.

Azlan A, K Nagendra P, Hock EK, Nurnadia AA, Alina M, Amin I, Zulkhairi A.

2010. Comparison of fatty acids, vitamin E and physicochemical properties of

Canarium odontophyllum Miq. (dabai), olive and palm oils. Journal of Food

Composition and Analysis (23): 772–776.

D’Odorico A, D Martines, S Kiechl, G Egge, F Oberhollenze, P Bonviani, GC

Sturniolo, R Naccaroto, J illeit. 2000. igh plasma level of α and β carotene

are associated with lower risk of artherosclerosis: result from the Bruneck

Study. Artherosclerosis (153): 9-231.

[Ditjenbun 2011] Direktorat Jenderal Perkebunan, Kemeterian Pertanian. 2011.

Luas areal dan produksi perkebunan seluruh Indonesia menurut pengusahaan

[internet]. [diacu 25 November 2012].Tersedia dari http://ditjenbun.deptan.go.

id/cigraph/index.php/viewstat/komoditasutama/8-Kelapa%20Sawit.html. [17

Januari 2014].

Donsì F, Yuwen W, Qingrong H. 2011. Freezee thaw stability of lecithin and

modified starch-based nanoemulsions. Food Hydrocolloids 25: 1327-1336.

doi:10.1016/j.foodhyd.2010.12.008

Page 33: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

22

Ghosh S, John N Coupland. 2008. Factors affecting the freeze–thaw stability of

emulsions. Food Hydrocolloids, 22: 105–111. doi:10.1016/j.foodhyd.2007.

04.013.

Huang Q, Yu H, dan Ru Q. 2010. Bioavailability and delivery of nutraceuticals

using nanotechnology. Journal of Food Science,75(1): 50–57. doi:

10.1111/j.1750-3841.2009.01457.x.

Hussain N, Jaitley V, Florence AT. 2001. Recent advances in the understanding of

uptake of microparticulates across the gastrointestinal lymphatics. Advanced

Drug Delivery Review, 50:107–42. doi: 10.1016/S0169-409X(01)00152-1.

Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance 2nd

edition A Chapman and Hall

Food Science Book. Maryland: Aspen Publition.

Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Ul-Press.

Kawakami K, T Yoshikawa, Y Moroto, E Kanaoka, K Takahashi, Y Nishihara, K

Masuda. 2002. Microemulsion formulation for enhanced absorption of poorly

soluble drugs. II. Invivo study. Journal Control Release, 81:75–82.

Klinkesorn Utai. 2013. The role of chitosan in emulsion formation and

stabilization. Food Reviews International, 29: 371-393. doi: 10.1080/87559129.

2013.818013.

Klinkesorn U, Namatsila Y. 2009. Influence of chitosan and NaCl on

physicochemical properties of low-acid tuna oil-in-water emulsions stabilized

by non-ionic surfactant. Food Hydrocolloids, 23: 1374–1380.

doi:10.1016/j.foodhyd.2008.11.002.

Lam NT, Yet HT, Hai LT, Huong PT, Ha NT, Huan TT . 2001. Effects of red

palm oil supplementation on vitamin a and iron status of rural underfive

children in vietnam. Di dalam: Cutting-Edge Technologies For Sustained

Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings

2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August 2001.

Malaysia: Malaysian Palm Oil Board.

Lander R, Manger M, Scouloudis M, Ku A, Lee A. 2000. Gaulin homogenization:

A mechanistic study. Biotechnology Progress, 16: 80–85.

Lemarchand C, Couvreur P, Vauthier C, Costantini D, Gref R. 2003. Study of

emulsion stabilization by graft copolymers using the optical analyzer Turbiscan.

International Journal of Pharmaceutics, 254: 77–82.

Liu Yuwei, Zhanqun Hou, Fei Lei, Yuanyuan Chang, Yanxiang Gao. 2012.

Investigation into the bioaccessibility and microstructure changes of β-

caroteneemulsions during in vitro digestion. Innovative Food Science and

Emerging Technologies 15 : 86–95.

Mas’ud F. 2007. Optimasi Proses Deasidifikasi untuk Meminimalkan Kerusakan

Karotenoid dalam Pemurnian Minyak Sawit (Elaeis guineensis, Jacq).Tesis.

Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Mason TG, JN Wilking, K Meleson, CB Chang, SM Graves. 2006.

Nanoemulsions: formation, structure, and physical properties. Journal of

Physics Condensed Matter (18): 635-666. doi:10.1088/0953-8984/18/41/R01.

Mao L, Duoxia X, Jia Y, Fang Y, Yanxiang G, Jian Z. 2009. Effects of small and

large molecule emulsifiers on the characteristics of b-carotene nanoemulsions

prepared by high pressure homogenization. Food technology Biotechnology,

47 (3): 336–342.

Page 34: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

23

Mao Y, DJ McClements. 2011. Modulation of bulk physicochemical properties of

emulsions by hetero-aggregation of oppositely charged protein-coated lipid

droplets. Food Hydrocolloids (25): 1201-1209.

Marx Michaela, Monika S, Andreas S, Reinhold C. 2003.Effects of thermal

processing on trans–cis-isomerization of β-carotene in carrot juices and

carotene-containing preparations. Food Chemistry (83): 609–617.

McClements David Julian. 2004. Food Emulsion Principles, Practices, and

Techniques. New York: CRC Press.

McClements David Julian, Decker EA dan Weiss J. 2007. Emulsion-based

delivery systems for lipophilic bioactive components. Journal of Food Science,

72(8): 109–124.

Mehnert W, Mader K. 2001. Solid lipid nanoparticles: production,

characterization and applications. Advanced Drug Delivery Reviews, 47 : 165–

196.

Mortensen A. 2005. Analysis of a complex mixture of carotenes from oil palm

(Elaesis guinesis) fruit extract. Food Research International (38): 847-853.

Mun S, EA Decker, DJ McClements. 2005. Influence of droplet characteristics on

the formation of oil-in-water emulsions stabilized by surfactant-chitosan layers.

Langmuir, 21: 6228–6234.

Parker RS, Swanson JE, You CS, Edward AJ, Huang T. 1999. Bioavailability of

carotenoids in human subjects. Proc Nutr Soc. 58: 155-162.

Qian C, DJ McClements. 2011. Formation of nanoemulsions stabilized by model

food-grade emulsifiers using high-pressure homogenization: Factors affecting

particle size. Food Hydrocolloids, 25: 1000-1008. doi: 10.1016/j.foodhyd.

2010.09.017.

Qian Cheng, Eric Andrew Decker, Hang Xiao, David Julian McClements. 2012.

Physical and chemical stability of b-carotene-enriched nanoemulsions:

Influence of pH, ionic strength, temperature, and emulsifier type. Food

Chemistry, 132: 1221–1229. doi:10.1016/j.foodchem.2011.11.091.

Rodriguez MS, Albertengo LA, Agullo E. 2002. Emulsification capacity of

chitosan. Carbohydr. Polym. 48: 271–276.

Rodriguez-Amaya dan M Kimura. 2004. Harvest Plus Handbook for Carotenoid

Analysis. IFPRI dan CIAT, Washington DC.

Sastrosayono S. 2009. Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Silva Hélder Daniel, Miguel Ângelo Cerqueira, António A. Vicente. 2012.

Nanoemulsions for food applications: development and characterization. Food

Bioprocess Technol 5:854–867.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Standar Crude Palm Oil. SNI 01-2901-

2006. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Sundram K. 2007. Palm Oil: Chemistry and Nutrition Update. Malaysia : MPOB

Takigami S.

Tan CP, Nakajima M. 2005. β-Carotene nanodispersions: preparation,

characterization and stability evaluation. Food Chemistry 92 : 661–671.

van Buggenhouta S, Marie A, Lien L, Ines C, Griet K, Katlijn M, Ann van L,

Marc H. 2010. In vitro approaches to estimate the effect of food processing on

carotenoid bioavailability Seed thorough understanding of process induced

microstructural changes. Trends in Food Science & Technology (21): 607-618.

Page 35: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

24

von Lintig J. 2010. Colors with functions: Elucidating the biochemical and

molecular basis of carotenoid metabolism. In Annual Review of Nutrition. Vol.

30: 35-56.

Winarno F.G. 2004.Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.

Yuan Y, Yanxiang G, Jian Z, Like M. 2008. Characterization and stability

evaluation of b-carotene nanoemulsions prepared by high pressure

homogenization under various emulsifying conditions. Food Research

International 41: 61–68. doi:10.1016/j.foodres.2007.09.006.

Page 36: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

25

Lampiran 1 Diagram alir proses degumming CPO (Mas’ud 2007)

CPO

Pemanasan 80oC

Pengadukan

15 menit, 56 rpm

CPO hasil

degumming

Pendinginan

pada suhu ruang

Asam fosfat 85%

sebanyak 0.15% (v/v)

Endapan

Pemisahan

Page 37: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

26

Lampiran 2 Diagram Alir Formulasi Minuman Nanoemulsi

Kitosan

0%; 0,5%; 1%;

(b/b)

Pencampuran

1000 rpm 30 detik

Homogenisasi

10 menit

8000 rpm

Emulsi Kasar

Homogenisasi

600 Bar,

5 Pengumpanan

Nanoemulsi

Sawit

Minyak Sawit Air Buffer

10 mM

Emulsifier

Tween 20;80

10%, 30%

(b/b)

Homogenisasi

1 menit

8000 rpm

Nanoemulsi Sawit

Page 38: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

27

Lampiran 3 Analisis ukuran partikel dan PDI

Tests of Between-Subjects Effects

Source

Dependent

Variable

Type II Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model D_distribusi 3.352E6 12 279365.028 2990.135 .000

PdI 2.607b 12 .217 90.061 .000

Jenis_Emulsifier D_distribusi 20442.341 1 20442.341 218.801 .000

PdI .015 1 .015 6.301 .027

Konsentrasi_Emulsifier D_distribusi 79354.600 1 79354.600 849.358 .000

PdI .017 1 .017 7.208 .020

Konsentrasi_Kitosan D_distribusi 389776.938 2 194888.469 2085.955 .000

PdI .002 2 .001 .516 .610

Jenis_Emulsifier*

Konsentrasi_Emulsifier

D_distribusi 24570.880 1 24570.880 262.990 .000

PdI .003 1 .003 1.114 .312

Jenis_Emulsifier*

Konsentrasi_Kitosan

D_distribusi 12564.288 2 6282.144 67.240 .000

PdI .001 2 .001 .231 .797

Konsentrasi_Emulsifier *

Konsentrasi_Kitosan

D_distribusi 34616.387 2 17308.193 185.255 .000

PdI .058 2 .029 12.098 .001

Jenis_Emulsifier*

Konsentrasi_Emulsifier *

Konsentrasi_Kitosan

D_distribusi 21548.747 2 10774.374 115.322 .000

PdI .011 2 .006 2.339 .139

Error D_distribusi 1121.147 12 93.429

PdI .029 12 .002

Total D_distribusi 3353501.488 24

PdI 2.636 24

D_distribusi

Duncana,,b,,c

Konsentrasi_

Kitosan N

Subset

1 2 3

0% 8 180.3250

0.5% 8 346.5125

1% 8 492.2625

Sig. 1.000 1.000 1.000

PdI

Duncana,,b,,c

Konsentrasi_

Kitosan N

Subset

1

0% 8 .30838

1% 8 .32825

0.5% 8 .33138

Sig. .391

Page 39: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

28

Lampiran 4 Analisis freeze-thaw stability

Tests of Between-Subjects Effects

Source

Depend

ent

Variable

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model diff1 2339.499a 12 194.958 274.115 .000

diff2 2883.024b 12 240.252 149.871 .000

diff3 1521.362c 12 126.780 309.493 .000

diff4 832.515d 12 69.376 127.708 .000

diff5 516.429e 12 43.036 123.388 .000

Jenis_emulsifier diff1 16.824 1 16.824 23.654 .000

diff2 3.264 1 3.264 2.036 .166

diff3 3.361 1 3.361 8.205 .009

diff4 9.538 1 9.538 17.557 .000

diff5 2.657 1 2.657 7.618 .011

Konsentrasi diff1 1.037 1 1.037 1.458 .239

diff2 1.823 1 1.823 1.137 .297

diff3 4.080 1 4.080 9.961 .004

diff4 .121 1 .121 .223 .641

diff5 .125 1 .125 .358 .555

Kitosan diff1 389.897 2 194.949 274.102 .000

diff2 615.372 2 307.686 191.937 .000

diff3 144.001 2 72.001 175.766 .000

diff4 26.772 2 13.386 24.641 .000

diff5 6.785 2 3.393 9.727 .001

Jenis_emulsifier

* Konsentrasi

diff1 29.142 1 29.142 40.974 .000

diff2 12.461 1 12.461 7.773 .010

diff3 .003 1 .003 .008 .930

diff4 3.503 1 3.503 6.449 .018

diff5 2.240 1 2.240 6.422 .018

Error diff1 17.069 24 .711

diff2 38.473 24 1.603

diff3 9.831 24 .410

diff4 13.038 24 .543

diff5 8.371 24 .349

Total diff1 2356.569 36

diff2 2921.498 36

diff3 1531.193 36

diff4 845.552 36

diff5 524.800 36

Page 40: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

29

RIWAYAT HIDUP

Yanda Genakela Marpaung dilahirkan di Pandan

pada tanggal 15 September 1991 dari ayah Kristian

Marpaung dan ibu Julinda Silitonga. Penulis merupakan

putra ketiga dari empat bersaudara. Pada tahun 2009,

penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sibolga. Penulis

diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

pada tahun 2009 melalui jalur Ujian Saringan Masuk

(USM) IPB.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis

tergabung di dalam Komisi Kesenian PMK IPB dan

Food Processing Club IPB. Penulis tergabung dalam

beberapa panitia seperti Baur 2011, LCTIP XIX, dan tergabung sebagai tenaga

penyuluh di SDN Gunung Leutik dan Cihideung Illir pada pelajaran Tumbuhan

Tropis. Penulis juga aktif mengikuti seminar dan pelatihan yang diselenggarakan

di IPB. Penulis merupakan penerima beasiswa PPA DIKTI, Women International

Club, Indofood Riset Nugraha, dan Japan Student Services Organization (JASSO).

Page 41: YANDA GENAKELA MARPAUNG - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68157/F14ygm.pdf · Diagram alir proses degumming CPO ... Pada tahun 2010 Departemen

30

Tugas Tambahan

1. Perhitungan konsentrasi β-karoten dalam nanoemulsi minyak sawit

Pada formula terpilih yaitu penggunaan Tween 80 30% Kitosan 0.5%

diperoleh konsentrasi β-karoten pada hari ke-0 sebesar 185.82 ppm (µg/g).

Pada basis penelitian ini digunakan 500 g larutan emulsi pada setiap batch,

sehingga diperoleh

500 g x 185.82 µg/g = 92910 µg = 92.91 g β-karoten.

2. Pada setiap batch larutan nanoemulsi mengandung 30% (b/b) emulsifier

basis bobot minyak sawit. Pada basis 500 g emulsi, terdapat 50 g minyak

sawit dan 15 g Tween 80. Bahan emulsifier dinyatakan sebagai Generally

Recognized As Safe (GRAS) oleh CODEX, dengan nilai ADI sebesar 10

mg/berat tubuh/hari. Jika target minuman ini merupakan orang dewasa

sehat dengan bobot rata-rata 50 kg dan produk ini menyumbang 1 mg

Tween 80 dalam diet per hari, maka pengenceran minimal yang dapat

dilakukan pada larutan nanoemulsi ini untuk dikembangkan menjadi

produk minuman sebesar:

Dari pengenceran sebesar 120 kali, maka emulsi ini akan menyumbang β-

karoten pada diet per hari sebesar:

92910 µg / 120 = 774.25 µg

Aktivitas vitamin A dinyatakan dalam Retinol Equivalen (RE) dengan 1

RE setara 6 µg β-karoten. AKG vitamin A pria dewasa adalah 600

RE/orang/hari. AKG vitamin A wanita dewasa adalah 500 RE/orang/hari.

Kandungan β-karoten dalam satuan RE adalah

774.25 µg / 6 = 129.04 RE

Nilai kontribusi produk pada AKG

pria dewasa = (129.04 / 600 RE) 100% = 21.51% AKG

wanita dewasa = (129.04 / 500 RE) 100% = 25.80 % AKG

Standar produk mengandung karoten tinggi adalah memenuhi 20% AKG

vitamin A per hari. Sehingga produk ini dapat diklaim sebagai produk

mengandung karoten tinggi.

3. Pada tahap awal pemurnian minyak sawit kasar (CPO) dilakukan proses

degumming untuk menghilangkan komponen pengotor yang terkandung di

dalam minyak. Komponen yang terkandung di dalam gum minyak sawit

merupakan bahan yang berbentuk suspensi atau koloid yang tersusun atas

komponen fosfatida, karbohidrat, resin, komponen yang mengandung

nitrogen.