x
description
Transcript of x
DAFTAR ISI
Pendahuluan...................................................................................................2
Tinjauan Pustaka............................................................................................3
Kesimpulan.................................................................................................... 25
Daftar Pustaka
1
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Trias
anestesia terdiri dari analgesia, hipnosis dan arefleksia/ relaksasi tapi tindakan
anestesia tidak selalu mencakup ketiga komponen tersebut, bergantung pada jenis
pembedahan yang akan dilakukan.
Obat induksi adalah obat yang diberikan secara intravenous atau secara
inhalasi dapat menyebabkan pasien tidur dengan tanda reflek bulu mata negatif
(eye lash).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Obat anestesi intravena
Obat anestesi intravena dapat digolongkan dalam 2 golongan :
1. Obat yang terutama digunakan untuk induksi anesthesia Misal : Gol.
Barbiturat, eugenol dan steroid
2. Obat yang digunakan baik sendiri maupun kombinasi untuk mendapat
keadaan seperti pada neuroleptanalgesia (misalnya droperidol), anesthesia
dissosiasi (misalnya ketamin), sedative (misalnya diazepam).
Ada 3 cara pemberian anesthesia intra vena :
1. Sebagai obat tunggal/suntikan intravena tunggal (sekali suntik ) untuk
induksi anestesi atau pada operasi-operasi singkat hanya obat ini saja yang
dipakai
2. Suntikan berulang
Untuk prosedur yang tidak memerlukan anesthesia inhalasi : dengan dosis
ulangan lebih kecil dari dosis permulaan sesuai kebutuhan
3. Lewat infuse ( diteteskan)
Untuk menambah daya anestesi inhalasi. Dari bermacam-macam obat
anesthesia intravena, hanya beberapa saja yang sering digunakan yakni
golongan barbiturate, ketamin dan diazepam.
3
Tabel 1. Golongan dan Jenis Obat Anestesi Intravena
Sumber :Anesthesiology, Longnecker. Pg. 852
1. Tiopentine Sodium ( Tiopental,pentotal, intravena)
Semua barbiturate untuk keperluan klinik berada dalam bentuk garam
sodium
( berupa bubuk kuning). Dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5% atau 5%
dengan pH 10,8.Tiopental bersifat stabil selama satu sampai dua minggu jika
didinginkan. Metabolisme thiopental terutama terjadi di hepar; hanya sebagian
kecil thiopental keluar lewat urine. Pulih sadar yang cepat setelah thiopental
4
disebabkan oleh pemecahan dalam hepar yang cepat. Dilusi dalam darah dan
redistribusi ke jaringan tubuh yang lain. Oleh karena itu thiopental termasuk obat
dengan daya kerja yang sangat singkat. Efek utama ialah depresi pusat
pernafasan. Thiopental mendepresi pusat vasomotor dan kontraktilitas miokard
yang mengakibatkan vasodilatasi, sehingga dapat menurunkan curah jantung dan
tekanan darah.
Pada injeksi perivena, thiopental akan menyebabkan rasa sakit, bengkak
dan dapat terjadi nekrosis. Pada injeksi intra ateri akan memberi rasa terbakar,
spasme arteri dan kemungkinan thrombosis. Obat ini juga dapat menimbulkan
vertigo, disorientasi pasca operasi. Tiopental beguna untuk induksi pada anestesi
umum, anestesi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka, tindakan
ginekologi kecil seperti dilatasi dan kuret, sedasi pada analgesia regional, dan
juga dapat digunakan untuk mengatasi kejang-kejang eklamsia, epilepsy, tetanus,
dll. Tiopental tidak dapat digunakan secara mutlak pada status asmatikus dan
porfiria. Obat ini juga harus hati-hati pemakainnya pada keadaan syok (karena
sifat vasodilatasi dan depresi SSP), pada anemia, uremia, disfungsi hepar, dispneu
(pada penyakit jantung atau jantung), asma bronchial, versi ekstrasi, miastenia
gravis, riwayat alergi terhadap thiopental.
Dosis induksi : 3-4 mg/kgBB, biasanya diberi test dose 50-75 mg pada
awalnya untuk mengetahui reaksi pasien.
1.1 Farmakodinamik
1.1.1 Sistem Saraf Pusat
5
Aksi primer thiopental adalah terhadap reseptor GABA (γ-Aminobutiric
acid)A. Reseptor GABA ini berpasangan dengan suatu channel clorida, dimana
saat efek GABA meningkat, membrane postsinaps menjadi hiperpolarisasi, dan
GABA berperan sebagai neurotransmitter inhibitor. Thiopental akan berikatan
dan meningkatkan konduksi dari clorida sehingga semakin meningkatkan efek
inhibisi dari GABA. Barbiturat termasuk dalam klasifikasi sedative hipnotik,
dimana mereka akan mendepresi SSP sesuai dengan dosis yang diberikan dimana
bisa memberikan efek sedasi sampai tidak sadar.
Tiopental/Metohexital akan menyebabkan pasien menjadi tidak sadar
secara cepat, namun pasien tersebut akan cepat bangun kecuali jika diberikan obat
tambahan.
Tiopenthal akan menurunkan aktivitas dari neuron otak sehingga akan
menurunkan penggunaan oksigen yang bisa diukur dengan Cerebral Metabolic
Rate of Oxygen Consumption (CMRO2) dan juga menurunkan aliran darah ke otak
(Cerebral Blood Flow) karena menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah otak menyebabkan penurunan tekanan
intracranial secara spesifik. Karena efek thiopental pada CMRO2, CBF, dan TIK
maka penggunaan tiopenthal intravena memiliki keuntungan pada pasien dengan
SOL (Space Occupying Lesion) atau pasien yang berhubungan dengan tumor
otak, perdarahan intracranial atau trauma kepala.
1.1.2 Sistem Respirasi
Tiopental menyebabkan penurunan dari ventilation drive, sehingga terjadi
penurunan tidal volme dan peningkatan PaCO2. Pada dosis induksi 4-7 mg/kg
biasanya pasien akan menjadi apnoe untuk beberapa menit. Efek mendepresi
ventilasi oleh tiopenthal akan semakin parah pada pasien dengan Penyakit Paru
6
Obstruktif Kronik (PPOK). Tiopenthal juga akan menyebabkan peningkatan dari
produksi histamine sehingga konsentrasi histamine yang bersirkulasi meningkat.
1.1.3 Sistem Kardiovaskular
Tiopental menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik. Penurunan
tekanan darah ini semakin berat pada orang dengan gangguan jantung yang sudah
ada sebelumnya atau pasien dengan hipovolemik, pasien yang diberikan opioid
atau benzodiazepine sebgai premedikasi. Pasien yang menerima terapi β-
adrenergic blocker atau vasodilator. Hipotensi akibat tiopenthal juga terlihat lebih
jelas pada pasien lebih tua dan apabila thiopental tersebut diadministrasikan
terlalu cepat. Tiopental memiliki efek langsung terhadap jantung, menurunkan
kontraktilitas jantung dan menurunkan curah jantung (Cardiac Output). Pada
arteri dan vena sistemik, thiopental menyebabkan vasodilatasi sehingga
menyebabkan penurunan aliran darah vena ke jantung dan menyebabkan
hipotensi.
1.2 Efek Samping
1.2.1Reaksi Hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas pada penggunaan thiopental termasuk reaksi
anafilaksis yang dimediasi oleh IgE. Terjadi pelepasan dari vasoactive dan
mediator inflamasi dari sel mast dan basofil. Reaksi Anafilaktoid juga dapat
terjadi apabila obat tersebut secara langsung menyebabkan pelepasan mediator
dari sel mast atau basofil. Reaksi anafilaksis yang disebabkan oleh golongan
barbiturate bersifat langka, Injeksi thiopental menyebabkan peningkatan
7
konsentrasi histamine 3-5 kali lipat,, namun jumlah ini akan kembali ke batas
normal dalam 10 menit.
1.2.2 Efek terhadap ginjal
Tiopental menurunkan aliran darah ke ginjal dan meningkatkan sekresi
dari ADH, sehingga terjadi penurunan urine output.
1.3 Lain- lain
Tiopenthal juga dapat menyebabkan PONV (Post Operative Nausea and
Vomiting) pada penggunaan dengan dosis sedatif (dosis subhipnotik) dan
Tiopenthal jugadapat menyebabkan hiperalgesia.
2. Etomidate
Etomidate merupakan suatu derivate imidazole dengan struktur yang
berbeda daripada obat anestetik lain. Inti dari imidazol mampu berikatan dan
menghambat beberapa isoenzim dari sitokrom P450. Etomidate larut dalam air
pada pH asam dan larut dalam lemak pada pH fisiologis dengan sediaan solusio
0.2% dalam 35% propylene glycol. Dosis induksi: 0,3 mg/kgBB biasanya di
dalam sediaan 10 cc dengan 2 mg/cc.
2.1 Farmakodinamik
2.1.1 Sistem Saraf Pusat
Etomidate bekerja melalui reseptor GABAA dengan onset yang cepat.
Durasi kerjanya berlangsung cepat, hampir sama dengan thiopental dan prpofol.
Obat ini sebaiknya dikombinasikan dengan obat-obatan lain yang menekan respon
otonom atau somatic.
8
2.1.2 Kardiovaskular
Etomidate dikenal sebagai salah satu obat yang memiliki efek lemah
terhadap kardiovaskular. Pada dosis induksi, pengaruhnya terhadap tonus
pembuluh darah arteri atau vena hanya sedikit dan tidak mengganggu
kontraktilitas dari jantung. Selain itu etomidate tidak melepaskan histamine.
2.1.3 Sistem Respirasi
Efek penekanan etomidate terhadap sistem respirasi lebih minimal
dibandingkan dengan thiopental atau propofol, tetapi dengan dosis induksi masih
dapat timbul transient apnoe. Orang dengan PPOK tidak akan mengalami depresi
pernafasan yang lebih berat.
2.1.4 Sistem Endokrin
Pada dosis dengan konsentrasi yang biasa digunakan etomidate
menghambat mitokondria isoenzim P450 untuk reaksi 11β-hidroksilasi dalam
pembentukan kortisol. Etomidate juga menghambat 17α-hydroxylase isozyme,
Durasi penekanan sintesis kortisol oleh etomidate tergantung dari dosis
kumulatifnya. Dosis tunggal sebanyak 0.3 mg/kg menghambat sintesis cortisol
dan menghambat respon normal terhadap adrenocorticotropic hormone sampai 12
jam.
2.2 Efek Lain
Etomidate membuat perubahan pada CMRO2, CBF, and TIK seeperti
yang terlihat pada penggunaan thiopental dan propofol. Etomidate mungkin
berguna pada penggunaan singkat dalam operasi bedah saraf yang membutuhkan
kestabilan kardiovaskular. Etomidate berhubungan erat dengan mual muntah
9
setelah anestesi intravena (sekitar 30-40% kasus). Pelarut Propylene glycol dapat
menyebabkan nyeri saat penyuntikan dan flebitis superficial.
Fenomena eksitasi, seperti cegukan dan gerakan mioklonik adalah hal
yang biasa selama proses induksi. Keamanan etomidate pada pasien dengan
porfiiria masih dipertanyan. Etomidate aman diberikan pada pasien dengan
hipertermia.
2.4 Farmakokinetik
Setelah diberikan dosis untuk induksi sebanyak 0.3 mg/kg, kehilangan
kesadaran dan proses pengembalian kesadaran akan sama seperti penggunaan
thiopental dan propofol. 75% dari etomidate berikatan pada protein plasma.
2.5 Penggunaan Klinis
Etomidate adalah obat anestesi pilihan yang sering digunakan pada pasien
dengan disfungsi jantung atau hipovolemi. Stabilitas hemodinamik pada induksi
dengan etomidate lebih baik dibandingkan metode induksi lain. Secara teori,
farmakokinetik dari etomidate merupakan obat yang paling baik digunakan pada
operasi yang berlangsung singkat, tetapi insidensi dari mual dan muntah
merupakan satu kekurangan yang cukup besar bagi pasien yang melakukan
operasi pada hari yang sama. Timbulnya mioklonus dan cegukan cukup
mengganggu tetapi angka kejadiannya sama dengan penggunaan methohexital.
Penggunaan etomidate sebagai obat induksi dan pemeliharaan jangka pendek dan
penurunan kadar kortisol tidak akan menimbulkan masalah. Intinya, keputusan
untuk menggunakan etomidate diambil berdasarkan stabilitasnya terhadap sistem
kardiovaskular dan sistem respirasi.
10
2.6 Mekanisme kerja
Etomidate menekan sistem mengaktifkan retikuler dan meniru efek
inhibisi dari GABA. Efek disinhibitory dari etomidate pada bagian-bagian dari
sistem saraf yang mengendalikan aktivitas motorik ekstrapiramidal berkontribusi
pada tingginya insiden myoclonus.
2.7 Interaksi oba
Fentanil meningkatkan tingkat plasma dan memperpanjang eliminasi-setengah
etomidate.
3. Benzodiazepine
3.1 Farmakodinamik
Benzodiazepine berikatan dengan α dan γ subunit dari GABAA receptor.
Benzodiazepine memiliki efek yang mirip dengan thiopental pada CMRO2 dan
TIK, tetapi efeknya lebih rendah dibandingkan dengan thiopental. Efek dari
benzodiazepine pada CBF(Cerebral Blood Flow) bervariasi dan fungsinya lebih
Nampak pada tekanan darah. Benzodiazepin merupakan antikonvulsan yang
sangat baik, meskipun demikian benzodiazepine bersifat cross tolerance terhadap
alkohol dan barbiturate sehingga orang yang sudah menggunakan alkohol dan
barbit urat sebelumnya, apalagi penggunaan yang kronik, akan membutuhkan
benzodiazepine lebih untuk dosis sedatif. Pada dosis yang tinggi, benzodiazepine
tidak menyebabkan penekanan dari EEG. Pada dosis subhipnotik benzodiazepine
menyebabkan amnesia anterograde.
11
3.2 Efek Lain
Efek kardiovaskular oleh benzodiazepine lebih kecil dibandingkan dengan
thiopental ataupun propofol. Beberapa pembuluh darah mengalami vasodilatasi
sehingga terjadi penurunan venous return ke jantung, meskipun demikian efek
terhadap kontraktilitas miokardium kecil. Benzodiazepine berpengaruh sedikit
dalam menimbulkan mual muntah dan aman digunakan pada pasien dengan
hipertermia maligna. Hipersensitivitas terhadap benzodiazepine jarang terjadi.
3.3 Farmakokinetik
Setelah diberikan obat golongan benzodiazepine (misalnya :midazolam),
penurunan kesadaran akan berlangsung dengan cepat, tetapi proses pengembalian
kesadaran akan lebih pelan dan perasaan pusing (hangover) biasanya lebih
panjang dibandingkan penggunaan tiopenthal atau propofol.
Diazepam (Valium)
Termasuk golongan benzodiazepine yang berkasiat sebagai tranquilizer
(obat penenang). Benzodiazepine yang lain, chlordiazepoxid (Librium),
nitrazepam (mogadon), oxazepam (serenid D) dll.
Pada dosis rendah timbul sedasi, sedang dosis besar akan bersifat hipnotik.
Efek terhadap SSP bervariasi dari orang ke orang lain. Pada satu pasien mungkin
akan kehilangan kesadaran setelah dosis kecil. Pada pasien lain, dengan dosis 1
mg/kg baru tertidur. Obat ini juga mempunyai efek sebagai pelemas otot (ringan)
agaknya bekerja ditingkat supra spinal. Menimbulkan amnesia anterograd.
Pengaruhnya minimal sekali baik terhadap kontraksi maupun denyut jantung,
kecuali pada dosis terlalu besar. Hipotensi kadang-kadang terjadi disebabkan oleh
reflek relaksasi pembuluh darah perifer, bukan karena depresi terhadap miokard.
Obat ini juga menimbulkan depresi ringan terhadap pernafasan yang biasanya
12
tidak serius.Pada premedikasi digunakan I.M. (10 mg) atau oral (5-10 mg ), untuk
induksi 0,2-0,6 mg/kg BB terutama untuk “poor risk”. Obat ini juga dapat
digunakan untuk penggunaan lain seperti sedasi pada analgesia regional (5-
10mg), endoskopi, kebidanan, sedasi pasca bedah, dan untuk mengendalikan
kejang pada epilepsy, tetanus, eklampsia.
Midazolam
Midazolam adalah obat yang paling sering digunakan sebagai sedatif
preoperatif. Penggunaan obat ini menggantikan diazepam karena tidak
menimbulkan rasa sakit pada proses penyuntikan. Midazolam diberikan secara
bolus intravena. Biasanya setelah diadministrasikan sebanyak 1-2 mg pasien akan
mengantuk, lebih tenang, dan mengalami anterograde amnesia yang berlansung
secara singkat. Efek sedatif midazolam dapat dipelihara dengan bolus 0.5-1 mg.
Dosis penggunaan midazolam dan diazepam pada orang tua harus dikurangi
karena peningkatan sensitivitas dan penurunan clearance pada orang tua. Penyakit
pada hepar yang menghambat metabolisme oksidatif diazepam dapat
meningkatkan intensitas dan durasi dari sedative. Pada orang dengan penyakit
ginjal, dapat terjadi keterlambatan ekskresi dari hydroxymidazolam dan
mengakibatkan peningkatan efek obat tersebut terhadap tubuh.
4. Propofol
4.1 Kimia
Propofol adalah 2,6-diisopropylphenol, merupakan derivat fenol. Propofol
berbentuk minyak pada suhu kamar dan tidak larut dalam air. Propofol kemudian
dibentuk dalam sediaan emulsi 1% intralipid, merupakan sumber nutrisi lemak
pada pasien yang menerima nutrisi parenteral total. Emulsi propofol biasanya
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri, dimana sediaan propofol yang
13
terdahulu berhubungan erat dengan kejadian sepsis iatrogenik. Sediaan propofol
sekarang memiliki agen bakteriostatik dalam konsentrasi yang rendah untuk
memperlambat pertumbuhan bakteri.
4.2 Farmakologi
Propofol merupakan obat sedative-hipnotik yang digunakan dalam induksi
dan pemeliharaan anestesi maupun sedasi. Injeksi secara intravena pada dosis
terapetik memberikan efek hipnotik dengan cepat, biasanya dalam waktu 40 detik
dari awal pemberian injeksi. Serupa dengan obat anestesi dengan aksi cepat yang
lain, waktu paruh dalam darah otak ± 1-3 menit, dihitung untuk induksi cepat
pada anestesi.
4.2 Farmakodinamik
4.2.1 Sistem Saraf Pusat
Efek propofol ke sistem saraf pusat mirip dengan efek tiopental. Propofol
merupakan obat hipnotik bereaksi cepat dan juga menurunkan aliran darah otak
dan Tekanan Intrakranial. Seperti tiopenthal, propofol bereaksi terhadap CNS
melalui peningkatan penghambatan neurotransmitter melalui reseptor GABAA.
Studi in vitro mengatakan bahwa propofol juga menghambat glutamat melalui
reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA). Propofol juga mengurangi aliran darah
14
ke otak dan tekanan intra kranial. Meskipun propofol belum dipelajari mengenai
aktivitas neuropotektifnya, propofol diduga memiliki efek neuroprotektif sama
seperti tiopental. Propofol harus digunakan secara hati-hati karena efeknya m
enyebabkan hipotensi lebih tinggi daripada tiopenthal. Propofol juga merupakan
antikonvulsan dan telah digunakan sebagai obat untuk menangani status
epileptikus, namun efek demikian tidak dihasilkan pada dosis sedatif. Konsentrasi
subhipnotik propofol memiliki efek antiemetik, tidak seperti obat anestesi
intravena yang lain.
4.2.2 Sistem Pernapasan
Efek propofol pada sistem pernapasan mirip dengan tiopental dimana
terjadi penurunan tidal volume dan peningkatan PaCO2. Setelah diberikan dosis
induksi 1-3 mg.lg biasanya pasien akan menjadi apnoe untuk beberapa menit dan
mengalami penurunan refleks airway yang lebih besar dari tiopental. Depresi
pernapasan semakin meningkat pada pasien dengan riwayat PPOK (Penyakit Paru
Obstruktif Kronik), dan terjadi efek sinergis antara propofol dan opioid dalam
menyebabkan penekanan sistem pernapasan. Tidak seperti tiopental, propofol
tidak menyebabkan pelepasan histamin.
4.2.3 Sistem Kardiovaskular
Propofol menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik daripada
tiopental. Propofol menyebabkan penurunan venous return dalam jumlah yang
besar dan menyebabkan resistensi vaskular arteri sistemik sehingga terjadi
penurunan baik itu preload ataupun afterload. Hipotensi yang disebabkan propofol
semakin parah pada orang tua, orang dengan disfungsi jantung atau hipovolemia,
orang yang mendapat opioid atau benzodiazepin sebagai premedikasi, atau orang
yang mendapat terapi dengan β blocker atau vasodilator.
15
4.2.4 Gastrointestinal
Propofol memiliki insiden terkecil dalam menyebabkan m ual dan muntah
pasca anestesi.
4.3 Farmakokinetik
Propofol dengan cepat diabsorbsi tubuh dan didistribusikan dari darah ke
jaringan. Distribusi propofol melalui 2 fase, dengan fase kedua merupakan fase
yang lebih lambat karena terjadi metabolisme di hati yang signifikan (konjugasi)
sebelum diekskresi lewat urin. Konjugat inaktif dari profopol terbentuk dan
berhubungan dengan quinol. Senyawa yang juga terdeteksi dalam urin antara lain
adalah obat utuh, propofol glukoronid, 1- glucoronid, 4- glukoronid, dan konjugat
4-sulfat dari 2,6-diisopropil-1,4-quinol. Lebih kurang 2 % dari dosis yang
diberikan diekskresi lewat feses. Propofol dapat menembus plasenta dan
diekskresi melalui susu.
Profil farmakokinetik propofol digambarkan dengan modek kompartemen
3. Setelah dosis bolus diberikan, terjadi keseimbangan dengan cepat antara plasma
dan otak yang menggambarkan kecepatan onset pada anestesi.Distribusi propofol
tidak konstan, tetapi menurun jika terjadi keseimbangan antara jaringan tubuh
dengan plasma dan menjadi jenuh. Tingkat dimana keseimbangan terjadi
merupakan tingkat dan durasi infus.
Pemutusan dosis setelah pemeliharaan anestesi selama lebih kurang 1 jam
atau untuk sedasi pasien ICU selama 1 hari, menyebabkan penurunan cepat
konsentrasi propofol dalam darah. Pemberian infuse jangka panjang (10 hari pada
sedasi pasien ICU) menyebabkan akumulasi signifikan propofol dalam jaringan,
16
maka sedasi propofol menjadi lambat dan waktu untuk sadar kembali menjadi
meningkat.
Dewasa : klirens propofol antara 23-50 mL/kg/ml (1,6-3,4 L/menit pada
70 kg manusia dewasa). Eliminasi obat utama terjadi melalui konjugasi hepar
menjadi metabolit inaktof yang kemudian diekskresi lewat ginjal. Konjugat
glukoronid sebanyak ± 50 % dari dosis yang diberikan .
Geriatri : dengan semakin tingginya usia pasien, dosis propofol yang
dibutuhkan untuk mencapai efek anestesi semakin turun. Tidak nampak adanya
hubungan usia dengan perubahan farmakodinamik dan sensitifitas, melainkan
tampak pada adanya perubahan farmakokinetik. Pada pemberian dosis bolus IV,
terjadi konsentrasi puncak plasma yang lebih tinggi, maka dibutuhkan penurunan
dosis. Konsentrasi plasma yang tinggi dapat menyebabkan pasien mengalami efek
kardiorespiratori meliputi hipotensi, apnea, obstruksi saluran nafas, dan atau
desaturasi oksigen. Dosis yang lebih rendah direkomendasikan untuk inisiasi dan
pemeliharaan sedasi/anestesi pada geriatric.
Pediatri : Distribusi dan klirens propofol pada anak sama dengan dewasa.
Kegagalan organ : Tidak ada perbedaan farmakokinetik propofol pada pasien
dengan serosis hapatik kronik atau gagal ginjal kronik maupun dengan orang
normal.
Konsentrasi terapetik sedasi dapat dipelihara pada konsentrasi serum 0,001-0,009
mgL
Toksisitas konsentrasi toksik dalam darah adalah 0,22 mg/L
17
Waktu paruh propofol 2-4 menit (Fase I), 30-60 menit (Fase II), 3-12 jam (waktu
paruh)
Volume distribusi : steadi state 171-349 L, elimination 209-1008 L. Juga
dilaporkan dengan Vd 2-11 L/kg dan 60 L/kg
Klirens total 94-139 Lh
Ikatan protein > 95% (hemoglobin, eritrosit, serum protein yang lain),
hipoalbumin dapat meningkatkan fraksi bebas.
4.4 Indikasi dan Penggunaan
Propofol merupakan obat injeksi IV sedative dan hipnotik yang dapat
digunakan pada induksi maupun pemeliharaan pada anestesi. Propofol tidak
direkomendasikan untuk induksi anestesi pasien dibawah usia 3 tahun maupun
pemeliharaan anestesi pada usia dibawah 2 bulan karena keamanan dan
efektifitasnya tidak dipastikan.
Pada pasien dewasa, propofol yang diberikan secara intravena dapat
digunakan cepat untuk menginisiasi atau pemeliharaan sedasi Monitoring
Anesthesia Care (MAC) selama diagnostic. Propofol bisa digunakan untuk sedasi
MAC bersama anestetik local pada pasien yang mengalami pembedahan.
Propofol tidak diindikasikan untuk pasien pediatric ICU sedasi, orang
yang baru melahirkan terutama yang melalui operasi cesar, ibu menyusui.
Propofol tidak mempunyai sifat analgesik. Dan pada dosis rendah,
propofol memiliki efek antiemetik.
18
Propofol tidak disarankan untuk pasien dengan peningkatan tekanan
intrakranial. Pada pasien dengan riwayat epilepsi juga harus diberikan hati-hati.
4.5 Efek Samping
Efek samping pada sistem pernapasan antara lain depresi pernapasan,
sesak nafas (apnea), bronkospasme dan laringospasme. Pada sistem
kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada
susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan
klonik mioklonik, opistotonus, kejang, mual, muntah. Pada daerah penyuntikan
dapat terjadi nyeri sehinggan dicampurkan lidokain pada saat pemberiannya.
4.6 Overdosis
Jika terjadi overdosis, pemberian injeksi harus segera dihentikan karena
kemungkinan besar dapat menyebabkan depresi kardiorespiratori. Depresi
respiratori harus ditangani dengan ventilasi menggunakan oksigen. Depresi
kardiovaskular mungkin memerlukan pengubahan posisi pasien dengan
menaikkan kaki pasien, meningkatkan laju aliran infuse, dan pemberian obat
antikolinergik.
4.7 Kontraindikasi
Propofol dikontraindikasikan bagi pasien dengan hipersensitivitas pada
obat atau bahan penyusun obat. Propofol injeksi juga dikontraindikasikan bagi
pasien yang alergi terhadap telur, produk telur, kedelai atau produk kedelai.
19
4.8 Dosis
Dosis dan laju/kecepatan pemberian harus ditetapkan secara individual
dan harus berdasarkan respon klinis. Persyaratan keselamatan dan dosis untuk
induksi anestesi pada pasien pediatrik hanya ditetapkan untuk anak-anak usia 3
tahun atau lebih. Persyaratan keselamatan dan dosis pemeliharaan anestesi hanya
ditetapan untuk anak-anak usia 2 bulan lebih atau lebih.
INDIKASI DOSIS DAN ADMINISTRASI
Induksi Anestesi
Umum
Orang dewasa yang sehat kurang dari 55 tahun : 40
mg setiap 10 detik sampai induksi onset (2 hingga 2,5 mg
/ kg).
Diatas 55 tahun, lemah, atau Pasien ASA-PS III atau
IV: 20 mg setiap 10 detik sampai induksi awal (1 sampai
1,5 mg / kg).
Anestesi jantung: 20 mg setiap 10 detik sampai induksi
awal (0,5-1,5 mg / kg).
Pasien bedah saraf: 20 mg setiap 10 detik sampai
induksi awal (1 sampai 2 mg / kg)
Pasien pediatrik - sehat, dari 3 tahun sampai 16 tahun
: 2,5-3,5 mg / kg diberikan selama 20-30 detik.
Pemeliharaan
Anestesi Umum
Infusion
Orang dewasa yang sehat dibawah 55 tahun: 100-200
mcg / kg / menit (6 sampai 12 mg / kg / jam).
Diatas 55 tahun, lemah, Pasien ASA-PS III atau IV:
50-100 mcg / kg / min (3 sampai 6 mg / kg / jam).
Anestesi jantung: Sebagian besar pasien memerlukan:
20
Propofol Primer dengan Sekunder Opioid Emulsi 100-
150 mcg / kg / min
Dosis rendah injeksi propofol dengan Opioid Primer 50-
100 mcg / kg / min
Pasien bedah saraf: 100 to 200 mcg/kg/min (6 to 12
mg/kg/h). 100-200 mcg / kg / menit (6 sampai 12 mg / kg
/ jam).
Pasien pediatrik - sehat, usia 2 bulan sampai 16
tahun: 125-300 mcg / kg / menit (7,5-18 mg / kg / jam)
Pemeliharaan
Anestesi Umum
Intermiten bolus
Orang dewasa yang sehat kurang dari 55 tahun:
penambahan 20 hingga 50 mg sesuai kebutuhan
Inisiasi dari MAC
Sedasi:
Orang dewasa yang sehat dibawah 55 tahun: Lambat
infus atau lambat teknik injeksi direkomendasikan untuk
menghindari apnea atau hipotensi. Kebanyakan pasien
memerlukan infus 100-150 mcg / kg / menit (6 sampai 9
mg / kg / jam) selama 3 sampai 5 menit atau suntikan
lambat 0,5 mg / kg lebih dari 3 sampai 5 menit segera
diikuti oleh infus pemeliharaan.
Diatas 55 tahun, lemah, Pasien ASA-PS III atau IV:
Sebagian besar pasien memerlukan dosis yang mirip
dengan orang dewasa yang sehat. Boluses cepat harus
dihindari.
Pemeliharaan dari
MAC Sedasi
Orang dewasa yang sehat dibawah 55 tahun: Variabel
tingkat teknik infus lebih baik melalui teknik bolus
21
intermiten. Kebanyakan pasien memerlukan infus 25-75
mcg / kg / menit (1,5-4,5 mg / kg / jam) atau inkremental
bolus dosis 10 mg atau 20mg.
Pada lanjut usia, lemah, Neurosurgical, atau Pasien
ASA-PS III atau IV: Sebagian besar pasien memerlukan
80% dari dosis lazim dewasa. Dosis bolus cepat (tunggal
atau berulang) jangan digunakan.
Inisiasi dan Pemeliharaan Sedasi ICU, ventilasi mekanik
Pasien dewasa - Karena efek residual dari agen anestesi
atau sedasi sebelumnya, kebanyakan pasien infuse harus
diawali 5 μg / kg / menit (0,3 mg / kg / jam) selama
sedikitnya 5 menit. Selanjutnya ditingkatkan menjadi 5-
10 mcg / kg / menit (0,3-0,6 mg / kg / jam) selama 5
sampai 10 menit dapat digunakan hingga efek klinis yang
diinginkan tercapai.. Laju pemeliharaan 5-50 mcg / kg /
menit (0,3-3 mg / kg / jam) atau yang lebih tinggi
mungkin diperlukan.
Evaluasi efek klinis dan penilaian fungsi SSP harus
dilakukan setiap hari selama perawatan untuk
menentukan dosis minimum propofol yang
diperlukan untuk obat penenang.
5. Ketamine
22
5.1 Kimia
Ketamine adalah derivative dari aminocydohexacone, yang struktur
kimianya bergubungan dengan phencydidine. Ketamine tersedia dalam tiga
jumlah konsentrasi diantaranya 10 mg/ml,50 mg/ml,100 mg/ml – yang biasanya
digunakan untuk perawatan anesthesia, intravena anesthesia, dan injeksi
intramuskular. Ketamine dapat digabungkan dengan atropine dan glycopyrrolate
5.2. Farmakodinamik
5.2.1 Sistem Saraf Pusat
Walaupun semua diskusi sebelumnya menyatakan anesthesia intravena
menimbulkan efek inhibisi dari GABA, ketamine menimbulkan efek inhibisi
dengan menutup reseptor NMDA. Reseptor NMDA sama seperti GABA, sebuah
ion channel, tetapi NMDA digerbangi oleh eksitatori neurotransmitter
glutamate.yang ketika terbuka , akan melewati arus dibawa oleh ion kalsium.
Keadaan anesthesia yang disebabkan oleh ketamine disebut dissociative
anesthesia. Keadaan tersebut tidak menyerupai tidur normal. Pasien menjadi
terdisosiasi dari lingkungannya. Di bawah anesthesia ketamine, pasien dapat saja
bergerak, bersuara, membuka dan menggerakan matanya. Walaupun begitu,
pasien teranesthesi dan tidak berespon terhadap rangsangan yang berbahaya atau
mempunyai suatu ingatan dari peristiwa yang terjadi selama anesthesi. Ketamine
menyebabkan analgesia yang dalam dan tetap sampai periode post operasi.
Halusinasi dapat dirasakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, dan
halusinasi atau disforia dapat timbul dalam periode post operasi. Berbeda dengan
anesthesi intravena yang lain, ketamine, ketamine menyebabkan peningkatan dari
CMR O2,Aliran darah ke otak, dan tekanan intrakranial. Oleh sebab itu,
penggunaan ketamin merupakan kontraindikasi pada pasien dengan masa
intrakranial, atau pasien yang baru saja mengalami trauma kepala.
23
5.2.2 Sistem Kardiovaskular
Berbeda dengan obat anestesi intravena yang lain, ketamin biasanya
menyebabkan peningkatan tekanan darah, frekuensi nadi, kontraktilitas jantung,
dan tahanan vaskular sistemik. Hal tersebut merupakan efek tidak langsung dari
peningkatan tonus simpatis dan peningkatan katekolamin yang dimediasi oleh
medula adrenal.
5.2.3 Sistem Respirasi
Sifat Bronkodilator yang cukup kuat ada pada ketamin, namun dosis
normal tidak mempengaruhi ventilasi.
5.3 Mekanisme Kerja
Ketamine memblok reflex polysinaps di corda spinalis, menghambat
eksitasi neurotransmitter. Ketamine juga memiliki efek inotropik negative
dimana, ia dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium sehingga pada
pasien dengan keadaan darurat atau memiliki penyakit jantung dapat
menimbulkan iskemia jaringan.
BAB III
KESIMPULAN
24
Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin majunya ilmu
pengetahuan dan prosedur-prosedur dalam anestesi, kita terus ditantang untuk
menyediakan obat-obat anestesi yang onset kerjanya cepat, pasien yang memiliki
keadaan analgesic yang cukup terutama selama proses operasi, dan waktu
pemulihan yang lebih cepat. Propofol tetap merupakan obat pilihan yang banyak
digunakan pada operasi. Selain itu juga diharapkan semakin berkembangnya cara-
cara pemberian anestesi intravena ataupun metode untuk mengetahui kedalaman
anesthesia sehingga keadaan anesthesia bisa tercapai dengan tepat sebagaimana
ilmu kedokteran yang merupakan art and science.
Daftar Pustaka
25
1. Moffat, Anthony C., dkk. 2004. Chlarke`s Analysis of Drugs and Poisons
in Pharmaceuticals, Body Fluids and Post Mortem Material. Edisi ke III.
Halaman 1494-1495. USA : The Pharmaceutical Press
2. Tjay, Tan Hoan. Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting.Edisi ke VI.
Halaman 400 dan 404. Jakarta : PT Elex Media Komputindo
3. www1.astrazeneka-us.com/pi/diprivan.pdf
4. http://www.scribd.com/doc/11534339/Anestesi-Umum
5. Wirjoatmodjo, Karjadi. 1999/2000. ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI MODUL DASAR UNTUK PENDIDIKAN S1 KEDOKTERAN. Halaman 158 dan 159. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
26