wrp up

32
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Bahan Tumpatan/ Restorasi LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Bahan Tumpatan/ Restorasi Bahan restorasi merupakan salah satu bahan yang banyak dipakai dibidang kedokteran gigi. Restorasi merupakan istilah umum bagi perawatan gigi yang dimaksudkan untuk menciptakan gigi geligi yang stabil dan sehat serta berfungsi baik. Meliputi konservasi, perawatan periodontal, prostodonsi, ortodonsi, endodonsi, dan prosedur bedah. Sumber : Harty, F.J. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta, EGC Bahan-bahan restorasi gigi yang ideal pada saat ini masih belum ada meskipun berkembang pesat. Syarat untuk bahan restorasi yang baik adalah : - Harus mudah digunakan dan tahan lama - Kekuatan tensil cukup - Tidak larut oleh saliva dalam rongga mulut serta tidak korosi di dalam rongga mulut - Tidak toksik dan iritatif baik pada pulpa maupun pada gingiva - Mudah dipotong dan dipoles - Derajat keausan sama dengan email - Mampu melindungi jaringan gigi sekitar dari karies sekunder - Koefisien muai termis sama dengan enamel atau dentin - Daya penyerapan airnya rendah - Bersifat adhesive terhadap jaringan gigi - Radiopaq Untuk dapat diterima secara klinis, kita harus mengetahui sifat-sifat bahan yang akan kita pakai sehingga jika bahan- bahan baru keluar di pasaran, kita dapat segera mengenali kebaikan dan keburukan dibanding dengan bahan yang lama. Dua sifat yang sangat penting yang harus dimiliki oleh bahan restorasi adalah mudah digunakan dan tahan lama. Bahan restorasi dibedakan menjadi bahan restorasi langsung (direct restoration) dan bahan restorasi tidak langsung (indirect restoration). Bahan restorasi langsung adalah bahan yang ditumpatkan pada kavitas gigi pasien langsung dalam satu kali kunjungan. Sementara itu, bahan restorasi tidak langsung adalah bahan yang digunakan untuk membuat restorasi di 1

description

1

Transcript of wrp up

Page 1: wrp up

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Bahan Tumpatan/ Restorasi

LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Bahan Tumpatan/ Restorasi

Bahan restorasi merupakan salah satu bahan yang banyak dipakai dibidang kedokteran gigi. Restorasi merupakan istilah umum bagi perawatan gigi yang dimaksudkan untuk menciptakan gigi geligi yang stabil dan sehat serta berfungsi baik. Meliputi konservasi, perawatan periodontal, prostodonsi, ortodonsi, endodonsi, dan prosedur bedah.

Sumber : Harty, F.J. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta, EGC

Bahan-bahan restorasi gigi yang ideal pada saat ini masih belum ada meskipun berkembang pesat. Syarat untuk bahan restorasi yang baik adalah :

- Harus mudah digunakan dan tahan lama- Kekuatan tensil cukup- Tidak larut oleh saliva dalam rongga mulut serta tidak korosi di dalam rongga mulut- Tidak toksik dan iritatif baik pada pulpa maupun pada gingiva- Mudah dipotong dan dipoles- Derajat keausan sama dengan email- Mampu melindungi jaringan gigi sekitar dari karies sekunder- Koefisien muai termis sama dengan enamel atau dentin- Daya penyerapan airnya rendah- Bersifat adhesive terhadap jaringan gigi - Radiopaq

Untuk dapat diterima secara klinis, kita harus mengetahui sifat-sifat bahan yang akan kita pakai sehingga jika bahan-bahan baru keluar di pasaran, kita dapat segera mengenali kebaikan dan keburukan dibanding dengan bahan yang lama. Dua sifat yang sangat penting yang harus dimiliki oleh bahan restorasi adalah mudah digunakan dan tahan lama.

Bahan restorasi dibedakan menjadi bahan restorasi langsung (direct restoration) dan bahan restorasi tidak langsung (indirect restoration). Bahan restorasi langsung adalah bahan yang ditumpatkan pada kavitas gigi pasien langsung dalam satu kali kunjungan. Sementara itu, bahan restorasi tidak langsung adalah bahan yang digunakan untuk membuat restorasi di laboratorium terlebih dahulu, sesudah itu baru dipasangkan pada kavitas yang biasanya memerlukan dua kali atau lebih kunjungan pasien (ADA Council on Scientific Affairs, 2003).

Dua sifat yang sangat penting yang harus dimiliki oleh bahan restorasi adalah harus mudah digunakan dan tahan lama. Berikut adalah klasifikasi kavitas menurut Black yang juga menentukan penggunaan dari bahan restorasi yang sesuai :

Kavitas kelas I: Kavitas meliputi pit dan fissure permukaan oklusal gigi posterior, permukaan palatal/ lingual gigi insisivus, groove bukal dan lingual/ palatal gigi molar.

Kavitas kelas II : Kavitas pada permukaan proksimal gigi-gigi posterior Kavitas kelas III : Kavitas pada permukaan proksimal gigi anterior tanpa mengenai

bagian insisal Kavitas kelas IV : Kavitas pada permukaan proksimal gigi anterior yang sudah

mengenai insisal Kavitas kelas V : Kavitas pada gingival third semua gigi bagian bukal/ labial/ lingual Kavitas kelas VI : Kavitas pada insisal edge dan cusp karena abrasi, atrisi, dan erosi

1

Page 2: wrp up

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Fungsi Bahan Tumpatan/ Restorasi

Bahan restorasi berfungsi untuk memperbaiki dan merestorasi struktur gigi yang rusak. Tujuan restorasi gigi tidak hanya membuang penyakit dan mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga mengembalikan fungsinya.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Tumpatan Langsung (Direct Restoration)

LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan Amalgam

Amalgam merupakan campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) yang salah satunya adalah merkuri. Kata amalgam juga didefenisikan untuk menggambarkan kombinasi atau campuran dari beberapa bahan seperti merkuri, perak, timah, tembaga, dan lainnya. Dental amalgam sendiri adalah kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses yang disebut amalgamasi. Ketika powder alloy dan liquid merkuri dicampur, terjadi suatu reaksi kimia yang menghasilkan dental amalgam yang berbentuk bahan restorasi keras dengan warna perak abu-abu.

Sumber : Robert G. Craig. 2006. Restoratif Dental Material. 12th ed. Philadelpia, Mosby Inc.

Klasifikasi Dental Amalgam

Berdasarkan jumlah metal alloy:

Binary              : silver-tin Tertinary          : silver-tin-copper

Quartinary       : silver-tin-copper-indium

Berdasarkan ukuran alloy :

Microcut : alloy ukuran kecil Macrocut : alloy ukuran besar

Berdasarkan bentuk partikel alloy :

Lathe-cut : bentuk tidak teratur Spherical : bentuk teratur

Spheroidal

Berdasarkan kandungan Zink (Zn) :

Alloy yang mengandung zink lebih dari 0,01% Alloy bebas zink yang mengandung zink kurang dari 0,01 %

Berdasarkan kandungan tembaga (Cu) :

Low Copper Alloy : Alloy bertembaga rendah kurang dari 6 % High Copper Alloy : Alloy bertembaga tinggi lebih dari 6 %

2

Page 3: wrp up

Sifat Fisis Amalgam

a. Creep

Creep adalah sifat viskoelastik yang menjelaskan perubahan dimensi secara bertahap yang terjadi ketika material diberi tekanan atau beban. Untuk tumpatan amalgam, tekanan mengunyah yang berulang dapat menyebabkan creep. ANSI-ADA specification no.1 menganjurkan agar creep kurang dari 3%. Amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi mempunyai nilai creep yang jauh lebih rendah, beberapa bahkan kurang dari 0,1%.

b. Stabilitas Dimensional

Idealnya amalgam harus mengeras tanpa perubahan pada dimensinya dan kemudian tetap stabil. Meskipun demikian ada beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi awal pada saat pengerasan dan stabilitas dimensional jangka panjang.

1) Perubahan dimensionalAmalgam dapat memuai dan menyusut tergantung pada cara manipulasinya,

idealnya perubahan dimensi kecil saja. Kontraksinya yang hebat dapat menyebabkan terbentuknya kebocoran mikro dan karies sekunder. Perubahan dimensional dari amalgam tergantung pada seberapa banyak amalgam tertekan pada saat pengerasan dan kapan pengukuran dimulai. Spesifikasi ADA no.1 menyebutkan bahwa amalgam dapat berkontraksi atau berekspansi lebih dari 20 μm/ cm, diukur pada 300C, 5 menit dan 24 jam sesudah dimulainya triturasi dengan alat yang keakuratannya tidak sampai 0,5 μm.

Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi perubahan dimensi adalah:a. Komposisi alloy

Semakin banyak jumlah silver dalam amalgam, maka akan lebih besar pula ekspansi yang terjadi.

b. Rasio mercury : alloyMakin banyak mercury, akan semakin besar tingkat ekspansinya.

c. Ukuran partikel alloyDengan berat yang sama, jika ukuran partikel menyusut, maka total area permukaan alloy akan meningkat.

d. Waktu triturasiMerupakan faktor paling penting. Secara umum, semakin lama waktu triturasi, maka ekspansi akan lebih kecil.

e. Tekanan kondensasiJika amalgam tidak mengalami kondensasi setelah triturasi, akan terjadi kontraksi dalam skala besar karena tidak terganggunya difusi mercury ke alloy.

c. Difusi termal

Difusi termal amalgam adalah empat puluh kali lebih besar dari dentin sedangkan koefisien ekspansi termal amalgam 3 kali lebih besar dari dentin yang mengakibatkan mikroleakage dan sekunder karies.

3

Page 4: wrp up

d. Abrasi

Proses abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan, berefek pada hilangnya sebuah substansi/ zat, biasa disebut wear. Mastikasi melibatkan pemberian tekanan pada tumpatan, yang mengakibatkan kerusakan dan terbentuknya pecahan/ puing amalgam.

Sifat Kimia

a. Reaksi Elektrokimia Sel Galvanik

Korosi galvanik atau bimetalik terjadi ketika dua atau lebih logam berbeda atau alloy berkontak dalam larutan elektrolit, dalam hal ini adalah air ludah. Besarnya arus galvanis dipengaruhi oleh lama atau usia restorasi, perbedaan potensial korosi sebelum berkontak dan daerah permukaan.

Jarak yang cukup lebar dihasilkan dan kontak elektrik dari beberapa restorasi secara in vivo. Untuk restorasi amalgam-amalgam, perbedaan potensial korosi sebelum berkontak mungkin akan berguna dalam memprediksi besarnya arus galvanis, yang mana paling tidak perbedaan keluarnya adalah 24 mV.

Hubungan lama restorasi dengan besar arus galvanik berbanding terbalik artinya semakin lama usia restorasi amalgam dengan tumpatan lainnya, semakin kecil arus galvanik yang dihasilkan (Sutouw, 2004).

Kekurangannya adalah mengakibatkan rasa nyeri bila menimbulkan arus galvanis bersama dengan tumpatan logam lain. Solusinya dengan melepas tumpatan logam lain sebelum memakai tumpatan amalgam.

b. Korosi

Korosi adalah reaksi elektrokimiawi yang akan menghasilkan degradasi struktur dan properti mekanis. Banyak korosi amalgam terjadi pada bagian pits dan cervical. Korosi dapat mengurangi kekuatan tumpatan sekitar 50%, serta memperpendek keawetan penggunaan. (Marke, 1992). Solusinya dengan memoles tumpatan amalgam, meminimalkan timbulnya arus galvanis, tidak memakan makanan mengandung asam secara terus menerus.

c. Tarnish

Reaksi elektrokimia yang tidak larut, adherent, serta permukaan film yang terlihat dapat menyebabkan tarnish. Penyebab discoloration yang paling terkenal adalah campuran silver dan copper sulfida karena reaksi dengan sulfur dalam makanan dan minuman. (Marke, 1992). Kekurangannya adalah gigi terlihat lebih hitam. Solusinya dengan tidak memakan makanan mengandung sulfur berlebih.

4

Page 5: wrp up

Sifat Biologis Amalgam

a. Alergi

Secara khas respon alergi mewakili antigen dengan reaksi antibodi yang ditandai dengan rasa gatal, ruam, bersin, kesulitan bernafas, pembengkakan, dan gejala lain. Dermaititis kontak atau reaksi hipersensitif tipe 4 dari Commbs mewakili efek samping fisiologis yang paling mungkin terjadi pada amalgam gigi, tetapi reaksi ini terjadi oleh kurang dari 1 % dari populasi yang di rawat (Anusavice, 2004). Solusinya dengan tidak menggunakan tumpatan amalgam (tumpatan jenis lain yang dipakai).

b. Toksisitas

Sejak awal penggunaannya kemungkinan efek samping dari air raksa sudah mulai dipertanyakan. Tidak diragukan bahwa air raksa merembes ke dalam struktur gigi. Suatu analisis pada dentin dibawah tambalan amalgam mengungkapkan adanya air raksa yang turut berperan dalam perubahan warna gigi.

Sejumlah air raksa dilepaskan pada saat pengunyahan tetapi kemungkinan keracunan dari air raksa yang menembus gigi atau sensititasi terhadap garam-garam air raksa yang larut dari permukaan amalgam sangat jarang terjadi. Kemungkinan yang paling menonjol bagi asimilasi air raksa dari amalgam gigi adalah melalui tahap uapnya (Anusavice, 2004).

Sumber : Annausavice, Kenneth J.2004. Philips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta, EGC

Kekurangan: Merkuri adalah elemen yang beracun, baik sebagai logam bebas maupun unsur

dari senyawa kimia. Raksa larut dalam lemak dan sewaktu-waktu dapat terhirup oleh paru-paru yang mana akan teroksidasi menjasi Hg2+. Kemudian ia akan ditransportasikan dari paru-paru oleh sel darah merah ke jaringan lain termasuk sistem saraf pusat. Merkuri dengan mudah menjadi senyawa metil merkuri, melewati barrier darah-otak dan juga plasenta kepada janin. Konsekuensinya, metil merkuri dapat terakumulasi di otak dan berefek kepada bayi yang akan dilahirkan.

Debu merkuri bisa dikeluarkan ke udara selama triturasi, kondensasi atau pembuangan tumpatan amalgam yang telah lama. Tumpatan merkuri dalam proses pembedahan dapat mengakibatkan kontaminasi udara dalam jangka panjang.

Sumber : Cabe FJ, Walls AWG. 1984. Applied Dental Materials. 9th ed. USA : Blackwell Scientific Publications

Solusi :1. Material yang mengandung raksa harus disimpan jauh dari sumber panas.2. Menjamin adanya ventilasi yang baik pada pembedahan3. Pemilihan tipe lantai yang cocok4. Penyimpanan amalgam di bawah air atau larutan fiksatif kimia5. Jangan disentuh dengan tangan6. Menggunakan masker 7. Memakai teknik hand condensor 8. Ruang tidak berkarpet

5

Page 6: wrp up

Sifat Mekanik Amalgam

a. Kekuatan

Dental amalgam mempunyai berbagai macam struktur, dan kekuatan struktur tersebut tergantung dari sifat individu dan hubungannya antara satu struktur dengan struktur yang lainnya. Dental amalgam adalah material yang brittle/ rapuh. Kekuatan tensile amalgam lebih rendah dibanding kekuatan kompresif. Kekuatan kompresif ini cukup baik untuk mempertahankan kekuatan amalgam, tetapi rendahnya kekuatan tensile yang memperbesar kemungkinan terjadinya fraktur/ retakan.

Beberapa faktor yang mengontrol atau mempengaruhi kekuatan amalgam :a. Rasio mercury:alloy

Jika mercury yang digunakan terlalu sedikit, maka partikel alloy tidak akan terbasahi secara sempurna sehingga bagian restorasi alloy tidak akan bereaksi dengan mercury, menyisakan peningkatan lokal porositas dan membuat amalgam menjadi lebih rapuh.

b. Komposisi alloyKomposisi tidak terlalu berpengaruh terhadap kekuatan amalgam. Beberapa sumber mengatakan amalgam yang tinggi copper dengan tipe dispersi lebih kuat dibanding alloy dengan komposisi konvensional.

c. Ukuran dan bentuk partikelKekuatan amalgam diperoleh dengan ukuran partikel yang kecil, mendukung kecenderungan fine atau microfine particles.

d. PorositasSejumlah kecil porositas pada amalgam akan mempengaruhi kekuatan. Porositas dapat dikurangi dengan triturasi yang tepat, dan yang lebih penting adalah teknik triturasi yang baik.

Faktor-faktor berikut ini dapat mendorong terbentuknya suatu restorasi amalgam yang tidak kuat:1. Triturasi yang tidak sempurna (under-trituration)2. Kandungan mercury yang terlalu besar3. Terlalu kecil tekanan yang diberi sewaktu kondensasi4. Kecepatan pengisian kavitet yang lamban5. Korosi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan diantaranya: 1. Efek Triturasi

Efek triturasi terhadap kekuatan tergantung pada jenis logam campur amalgam, waktu triturasi, dan kecepatan amalgamator.

2. Efek Kandungan MerkuriFaktor penting dalam mengontrol kekuatan adalah kandungan merkuri dari restorasi tersebut. Merkuri dalam jumlah yang cukup harus dicampur dengan logam campur untuk menutupi partikel-partikel logam campur dan memungkinkan terjadinya amalgamasi yang menyeluruh. Masing-masing partikel logam campur harus dibasahi oleh merkuri. Bila tidak, akan terbentuk adonan yang kering dan berbutir-butir. Adonan semacam itu menghasilkan permukaan yang kasar dan berlubang-lubang yang dapat menimbulkan korosi. Setiap kelebihan merkuri yang tertinggal pada restorasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan dalam jumlah yang cukup besar.

6

Page 7: wrp up

3. Efek KondensasiTekanan kondensasi dan bentuk partikel campur, semuanya mempengaruhi sifat amalgam. Jika digunakan teknik kondensasi tipikal dan logam campur lathe-cut, makin besar tekanan kondensasi, makin tinggi kekuatan kompresinya, terutama kekuatan awal (misalnya pada 1 jam). Teknik kondensasi yang baik akan memeras keluar merkuri dan menghasilkan fraksi volume dari fase matriks yang lebih kecil. Tekanan kondensasi yang tinggi diperlukan untuk mengurangi porositas dan mengeluarkan merkuri dari amalgam lathe-cut. Sebaliknya, amalgam sferis yang dimampatkan dengan tekanan rignan akan mempunyai kekuatan yang baik.

4. Efek PorositasRuang kosong dan porus adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan kompresi dari amalgam yang sudah mengeras.

5. Efek Laju Pengerasan AmalgamSpesifikasi ADA menyebutkan kekuatan kompresi minimal adalam 80 Mpa pada 1 jam. Kekuatan kompresi 1 jam dari amalgam komposisi tunggal yang kandungan tembaganya tinggi sangatlah besar.

Kelebihan

Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tumpatan yang paling kuat dibandingkan dengan bahan tumpatan lain dalam melawan tekanan kunyah, sehingga amalgam dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di dalam mulut (pada beberapa penelitian dilaporkan amalgam bertahan hingga lebih dari 15 tahun dengan kondisi yang baik) asalkan tahap-tahap penambalan sesuai dengan prosedur.

Ketahanan terhadap keausan sangat tinggi, tidak seperti bahan lain yang pada umumnya lama kelamaan akan mengalami aus karena faktor-faktor dalam mulut yang saling berinteraksi seperti gaya kunyah dan cairan mulut.

Penambalan dengan amalgam relatif lebih sederhana, mudah, dan tidak terlalu “technique sensitive” bila dibandingkan dengan komposit resin, di mana sedikit kesalahan dalam salah satu tahapannya akan sangat mempengaruhi ketahanan dan kekuatan bahan tambal resin composite.

Biayanya relatif lebih rendah

Kekurangan Secara estetis kurang baik karena warnanya yang kontras dengan warna gigi, sehingga

tidak dapat diindikasikan untuk gigi depan atau di mana pertimbangan estetis sangat diutamakan.

Dalam jangka waktu lama ada beberapa kasus di mana tepi-tepi tambalan yang berbatasan langsung dengan gigi dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi sehingga tampak membayang kehitaman.

Pada beberapa kasus ada sejumlah pasien yang ternyata alergi dengan logam yang terkandung dalam bahan tambal amalgam. Selain itu, beberapa waktu setelah penambalan pasien terkadang sering mengeluhkan adanya rasa sensitif terhadap rangsang panas atau dingin. Namun umumnya keluhan tersebut tidak berlangsung lama dan berangsur hilang setelah pasien dapat beradaptasi.

7

Page 8: wrp up

Hingga kini isu tentang toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan. Pada negara-negara tertentu ada yang sudah memberlakukan larangan bagi penggunaan amalgam sebagai bahan tumpatan.

Sering menyebabkan kebocoran mikro dan sekunder karies. Solusinya menggunakan “cavity varnish” yang mengandung larutan resin alami atau sintetis dalam pelarut yang menguap misalkan eter dan harus tahan air.

Mengakibatkan rasa nyeri bila menimbulkan arus galvanis bersama dengan tumpatan logam lain. Solusinya dengan melepas tumpatan logam lain sebelum memakai tumpatan amalgam.

Manipulasi

Pemanipulasian amalgam dilakukan dengan cara mencampurkan alloy amalgam dengan merkuri. Rasio powder alloy amalgam dengan merkuri yang biasa digunakan adalah 1:1.1-3 Pada alloy spherical, rasio powder : liquid biasanya lebih kecil, dengan kandungan merkuri sekitar 45%.

Proses selanjutnya adalah triturasi, yaitu pengadukan powder dengan liquid yang dapat dilakukan secara manual menggunakan mortar dan pastel maupun secara mekanis menggunakan amalgamator dan kapsul. Hasil dari proses triturasi adalah didapatnya suatu massa plastis yang disebut amalgam.

Setelah triturasi, amalgam dimasukkan ke dalam kavitas menggunakan amalgam carrier dan dilanjutkan dengan kondensasi yaitu memberikan tekanan yang besar menggunakan amalgam stopper agar dapat berkontak rapat dengan dinding kavitas. Kondensasi yang baik perlu dilakukan untuk membuang kelebihan merkuri, karena merkuri yang berlebihan dapat melemahkan struktur amalgam dan menyebabkan porositas pada amalgam.

Prosedur selanjutnya adalah carving yang dilakukan untuk mendapatkan kontur, kontak dan anatomi yang sesuai sehingga mendukung kesehatan gigi dan jaringan lunak di sekitarnya. Setelah itu dilakukan pemolesan (polishing) dengan burnisher untuk meminimalisir korosi dan mencegah perlekatan plak. Pemolesan dilakukan 24 jam setelah penambalan, setelah tambalan cukup kuat.

LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan Komposit Resin/ Resin Composite

Komposit resin adalah filled resin yang kuat, keras, dan tahan lama, digunakan untuk restorasi sewarna gigi. Filler-nya bisa terdiri atas bubuk gelas halus atau kristal kuartz.

Pemakaian komposit resin sebagai bahan restorasi pada gigi yang telah mengalami perawatan endodonti biasanya dilakukan hanya pada gigi depan saja karena bahan komposit resin daya tahannya terhadap tekanan kunyah dan tekanan lainnya kurang sehingga tidak dapat digunakan pada gigi yang telah terkena karies yang besar. Saat ini, pemakaian komposit juga dapat dilakukan untuk tumpatan tidak langsung (indirect restoration).

8

Page 9: wrp up

Sifat Fisis

Secara fisik resin composite memiliki nilai estetik yang baik sehingga nyaman digunakan pada gigi anterior. Selain itu juga kekuatan, waktu pengerasan dan karakteristik permukaan juga menjadi pertimbangan dalam penggunaan bahan ini. Sifat-sifat fisik tersebut diantaranya:

a. Warna

Resin composite resisten terhadap perubahan warna yang disebabkan oleh oksidasi tetapi sensitif pada penodaan. Stabilitas warna komposit resin dipengaruhi oleh pencelupan berbagai noda seperti kopi, teh, jus anggur, arak dan minyak wijen. Perubahan warna bisa juga terjadi dengan oksidasi dan akibat dari penggantian air dalam polimer matriks. Untuk mencocokan dengan warna gigi, komposit kedokteran gigi harus memiliki warna visual (shading) dan translusensi yang dapat menyerupai struktur gigi. Translusensi atau opasitas dibuat untuk menyesuaikan dengan warna email dan dentin.

b. Strength

Tensile dan compressive strength dari komposit resin ini lebih rendah dari amalgam, hal ini memungkinkan bahan ini digunakan untuk pembuatan restorasi pada pembuatan insisal. Nilai kekuatan dari masing-masing jenis bahan komposit resin berbeda.

c. Setting

Dari aspek klinis setting komposit ini terjadi selama 20-60 detik sedikitnya waktu yang diperlukan setelah penyinaran. Pencampuran dan setting bahan dengan light cured dalam beberapa detik setelah aplikasi sinar. Sedangkan pada bahan yang diaktifkan secara kimia memerlukan setting time 30 detik selama pengadukan. Apabila komposit resin telah

9

Page 10: wrp up

mengeras tidak dapat di-carving dengan instrument yang tajam tetapi dengan menggunakan abrasive rotary.

Sifat Kimia

Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Polimerisasi adalah serangkaian reaksi kimia dimana molekul makro, atau polimer dibentuk dari sejumlah molekul-molekul yang disebut monomer. Inti molekul yang terbentuk dalam sistem ini dapat berbentuk apapun, tetapi gugus metrakilat ditemukan pada ujung-ujung rantai atau pada ujung-ujung rantai percabangan. Salah satu metakrilat multifungsional yang pertama kali digunakan dalam kedokteran gigi adalah resin Bowen (Bis-GMA) .

Resin ini dapat digambarkan sebagai suatu ester aromatik dari metakrilat, yang tersintesa dari resin epoksi (etilen glikol dari Bis-fenol A) dan metal metakrilat. Karena Bis-GMA mempunyai struktur sentral yang kaku (2 cincin) dan dua gugus OH, Bis-GMA murni menjadi amat kental. Untuk mengurangi kekentalannya, suatu dimetakrilat berviskositas rendah seperti trietilen glikol dimetakrilat (TEDGMA) ditambahkan.

Sifat Mekanik

Sifat mekanik pada bahan restorasi komposit resin merupakan faktor yang penting terhadap kemampuan bahan ini bertahan pada kavitas. Sifat ini juga harus menjamin bahan tumpatan berfungsi secara efektif, aman dan tahan untuk jangka waktu tertentu.

Sifat-sifat yang mendukung bahan komposit resin diantaranya yaitu :

a. Adhesi

Adhesi terjadi apabila dua subtansi yang berbeda melekat sewaktu berkontak disebabkan adanya gaya tarik-menarik yang timbul antara kedua benda tersebut. Komposit resin tidak berikatan secara kimia dengan email. Adhesi diperoleh dengan dua cara. Pertama dengan menciptakan ikatan fisik antara resin dengan jaringan gigi melalui etsa. Pengetsaan pada email menyebabkan terbentuknya porositas tersebut sehingga tercipta retensi mekanis yang cukup baik. Kedua dengan penggunaan lapisan yang diaplikasikan antara dentin dan komposit resin dengan maksud menciptakan ikatan antara dentin dengan komposit resin tersebut (dentin bonding agent).

b. Kekuatan dan keausan

Kekuatan kompresif dan kekuatan tensile komposit resin lebih unggul dibandingkan resin akrilik. Kekuatan tensile komposit dan daya tahan terhadap fraktur memungkinkannya digunakan bahan restorasi ini untuk penumpatan sudut insisal. Akan tetapi memiliki derajat keausan yang sangat tinggi, karena resin matriks yang lunak lebih cepat hilang sehingga akhirnya filler lepas.

10

Page 11: wrp up

Klasifikasi

Komposit resin dapat diklasifikasikan atas dua bagian yaitu menurut ukuran filler dan menurut cara aktivasi.

Ukuran filler

Berdasarkan besar filler yang digunakan, komposit resin dapat diklasifikasikan atas komposit resin tradisional, komposit resin mikrofiler, komposit resin hibrid dan komposit resin partikel hibrid ukuran kecil.

a) Komposit Resin Tradisional

Komposit resin tradisional juga dikenal sebagai resin konvensional. Komposit ini terdiri dari partikel filler kaca dengan ukuran rata-rata 10-20μm dan ukuran partikel terbesar adalah 40μm. Terdapat kekurangan pada komposit ini yaitu permukaan tambalan tidak bagus, dengan warna yang pudar disebabkan partikel filler menonjol keluar dari permukaan.

b) Komposit Resin Mikrofiler

Resin mikrofiler pertama diperkenalkan pada akhir tahun 1970, yang mengandung colloidal silica dengan rata-rata ukuran partikel 0.02μm dan antara ukuran 0.01-0.05μm. Ukuran partikel yang kecil dimaksudkan agar komposit dapat dipolish hingga menjadi permukaan yang sangat licin. Ukuran partikel filler yang kecil bermaksud bahan ini dapat menyediakan luas permukaan filler yang besar dalam kontak dengan resin.

c) Komposit Resin Hibrid

Komposit hibrid mengandung partikel filler berukuran besar dengan rata-rata berukuran 15-20μm dan juga terdapat sedikit jumlah colloidal silica, dengan ukuran partikel 0.01-0.05μm. Perlu diketahui bahawa semua komposit pada masa sekarang mengandung sedikit jumlah colloidal silica, tetapi tidak mempengaruhi sifat-sifat dari komposit itu.

d) Komposit Resin Partikel Hibrid Ukuran Kecil

Untuk mendapatkan ukuran partikel yang lebih kecil daripada sebelumnya telah dilakukan perbaikan metode dengan cara grinding kaca. Ini menyebabkan kepada pengenalan komposit yang mempunyai partikel filler dengan ukuran partikel kurang dari 1μm, dan biasanya berukuran 0.1-1.0μm yang biasanya dikombinasi dengan colloidal silica. Partikel filler berukuran kecil memungkinkan komposit dipolish permukaannya sehingga menjadi lebih rata dibanding partikel filler berukuran besar. Komposit ini dapat mencapai permukaan yang lebih rata karena setiap permukaan kasar yang dihasilkan dari partikel filler adalah lebih kecil dari partikel filler.

11

Page 12: wrp up

Cara Aktivasi

Cara aktivasi dari komposit resin dapat dibagi dua yaitu dengan cara aktivasi secara khemis dan aktivasi mempergunakan cahaya.

a) Aktivasi secara khemis

Produk yang diaktivasi secara khemis terdiri dari dua pasta, satu yang mengandung benzoyl peroxide (BP) initiator dan yang satu lagi mengandung aktivator aromatic amine tertier. Sewaktu aktivasi, rantai –O–O– putus dan elektron terbelah diantara kedua molekul oksigen (O) Pasta katalis dan base diletakkan di atas mixing pad dan diaduk dengan menggunakan instrument plastis selama 30 detik. Dengan pengadukan tersebut, amine akan bereaksi dengan BP untuk membentuk radikal bebas dan polimerisasi dimulai. Adonan yang telah siap diaduk kemudian dimasukkan ke dalam kavitas dengan menggunakan instrument plastis atau syringe.

b) Aktivasi mempergunakan cahaya

Sistem aktivasi menggunakan cahaya pertama kali diformulasikan untuk sinar ultraviolet (UV) membentuk radikal bebas. Pada masa kini, komposit yang menggunakan curing sinar UV telah digantikan dengan sistem aktivasi sinar tampak biru yang telah diperbaiki kedalaman curing, masa kerja terkontrol, dan berbagai kebaikan lainnya. Disebabkan kebaikan ini, komposit yang menggunakan aktivasi sinar tampak biru lebih banyak digunakan dibanding material yang diaktivasi secara khemis.

Komposit yang menggunakan aktivasi dari sinar ini terdiri dari pasta tunggal yang diletakkan dalam syringe tahan cahaya. Pasta ini mengandung photosensitizer, Camphorquinone (CQ) dengan panjang gelombang diantara 400-500 nm dan amine yang menginisiasi pembentukan radikal bebas. Bila bahan ini, terkontaminasi sinar tampak biru (visible blue light, panjang gelombang ~468nm) memproduksi fase eksitasi dari photosensitizer, dimana akan bereaksi dengan amine untuk membentuk radikal bebas sehingga terjadi polimerisasi lanjutan.

Working time bagi komposit tipe ini juga tergantung pada operator. Pasta hanya dikeluarkan dari tube pada saat ingin digunakan karena terkena sinar pada pasta dapat menginisiasi polimerisasi. Pasta diisi kedalam kavitas, disinar dengan sinar biru dan terjadi polimerisasi sehingga bahan resin mengeras. Camphorquinone (CQ) menyerap sinar tampak biru dan membentuk fase eksitasi dengan melepaskan elektron seperti amine (dimetyhlaminoethyl methacrylate [DMAEMA]). Gambar “:” menerangkan elektron tunggal yang diberikan oleh amine kepada grup >C=O (ketone) didalam CQ. Setelah diaktivasi, CQ memisahkan atom hidrogen daripada karbon-α yang bertentangan dengan grup amine dan hasilnya adalah amine dan radikal bebas CQ. Radikal bebas CQ ini sudah bersedia untuk diaktivasi.

12

Page 13: wrp up

Manipulasi

1. Perlindungan pulpa, jika terdapat kavitas yang dalam, maka diperlukan GIC atau hybrid-ionomer untuk melindungi pulpa.

2. Etching dan bonding, agar dapat berikatan dengan baik antara gigi dan komposit resin, sebelumnya enamel dan dentin harus dietsa menggunakan asam phosporik atau asam primer. Aplikasi bonding agent akan memberikan ketahanan secara mekanik pada restorasi.

3. Peletakan, komposit dapat diletakkan pada kavitas dengan menggunakan beberapa metode. Dapat menggunakan instrument plastik ataupun logam. Dapat pula menggunakan spuit berujung plastik kemudian massa komposit disuntikkan ke kavitas.

4. Polimerasi

Ada beberapa macam metode yang digunakan untuk mendukung polimerisasi komposit yaitu: light cured, self cured, dan dual cured.

Sumber: Robert G, Craig. 2006. Restoratif Dental Material. 12th ed. Philadelpia: Mosby Inc.

Komposisi

Komposisi komposit resin tersusun dari beberapa komponen. Kandungan utama yaitu matriks resin dan partikel pengisi anorganik. Disamping kedua bahan tersebut, beberapa komponen lain diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan ketahanan bahan. Suatu bahan coupling (silane) diperlukan untuk memberikan ikatan antara bahan pengisi anorganik dan matriks resin, juga aktivator-aktivator diperlukan untuk polimerisasi resin. Sejumlah kecil bahan tambahan lain meningkatkan stabilitas warna (penyerap sinar ultra violet) dan mencegah polimerisasi dini (bahan penghambat seperti hidroquinon). Komponen-komponen tersebut diantaranya:

Resin matriks

Kebanyakan bahan komposit menggunakan monomer yang merupakan diakrilat aromatik atau alipatik. Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate (Bis- GMA), Urethane Dimethacrylate (UDMA), dan Trietilen Glikol Dimetakrilat (TEGDMA) merupakan Dimetakrilat yang umum digunakan dalam resin komposit. Monomer dengan berat molekul tinggi, khususnya Bis-GMA amatlah kental pada temperatur ruang (250C). Monomer yang memiliki berat molekul lebih tinggi dari pada metilmetakrilat yang membantu mengurangi pengerutan polimerisasi. Nilai polimerisasi pengerutan untuk resin metil metakrilat adalah 22 % V dimana untuk resin Bis-GMA 7,5 % V. Ada juga sejumlah komposit yang menggunakan UDMA ketimbang Bis-GMA. Sementara TEGDMA digunakan sebagai pengencer.

Sumber: Powers JM, Sakaguchi RL. CRAIGS’S Restorative Dental Materials. 12th ed. Missouri : Evolve, 2003 : 229

13

Page 14: wrp up

Bis-GMA dan UDMA merupakan cairan yang memiliki kekentalan tinggi karena memiliki berat molekul yang tinggi. Penambahan filler dalam jumlah kecil saja menghasilkan komposit dengan kekakuan yang dapat digunakan secara klinis. Untuk mengatasi masalah tersebut, monomer yang memiliki kekentalan rendah yang dikenal sebagai pengontrol kekentalan ditambahkan seperti metil metkrilat (MMA), etilen glikol dimetakrilat (EDMA), dan trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA) adalah yang paling sering digunakan.

Partikel bahan pengisi

Penambahan partikel bahan pengisi kedalam resin matriks secara signifikan meningkatkan sifatnya. Seperti berkurangnya pengerutan karena jumlah resin sedikit, berkurangnya penyerapan air dan ekspansi koefisien panas, dan meningkatkan sifat mekanis seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan, dan ketahanan abrasi. Faktor-faktor penting lainnya yang menentukan sifat dan aplikasi klinis komposit adalah jumlah bahan pengisi yang ditambahkan, ukuran partikel dan distribusinya, radiopak, dan kekerasan.

Bahan Pengikat

Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat partikel bahan pengisi dengan resin matriks. Adapun kegunaannya yaitu untuk meningkatkan sifat mekanis dan fisik resin, dan untuk menstabilkan hidrolitik dengan pencegahan air. Ikatan ini akan berkurang ketika komposit menyerap air dari penetrasi bahan pengisi resin. Bahan pengikat yang paling sering digunakan adalah organosilanes (3-metoksi-profil-trimetoksi silane). Zirconates dan titanates juga sering digunakan.

O OCH 3

║ │

CH2=C–C–O–CH2CH2CH2–Si–OCH 3

│ │

CH3 OCH3

LO 2.3 Memahami dan Menjelaskan Glass Ionomer Cement

Glass ionomer cement pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971, yang merupakan gabungan dari semen silikat dan semen polikarboksilat dengan tujuan untuk mendapatkan sifat translusen, pelepasan fluor dari semen silikat dan kemampuan melekat secara kimia pada struktur gigi dari semen polikarboksilat. Sifat utama glass ionomer cement adalah kemampuannya untuk melekat pada enamel dan dentin tanpa ada penyusutan atau panas yang bermakna, mempunyai sifat biokompatibilitas dengan jaringan periodontal dan pulpa, ada pelepasan fluor yang beraksi sebagai anti mikroba dan kariostatik, kontraksi volume pada pengerasan sedikit, koefisien ekspansi termal sama dengan struktur gigi. Glass ionomer cement merupakan sekelompok bahan hasil dari reaksi bubuk silikat kaca dengan asam poliakrilat. Bahan ini awalnya direkomendasikan untuk restorasi estetik gigi anterior serta tumpatan kavitas klas III dan klas V, tetapi saat ini juga digunakan sebagai bahan luting, adhesif bracket orthodontik, bahan silen pit dan fisur, dan lain sebagainya. Bahan ini

14

Page 15: wrp up

memiliki sifat adhesif terhadap struktur gigi dan mampu mencegah karies. Sifat adhesif ini mungkin karena ikatan antara gugus karboksil dari poliasam pada semen dengan kalsium pada kristal apatit email dan dentin. Mengenai kemampuannya melepaskan fluoride, beberapa penelitian menunjukkan bahwa glass ionomer cement dapat menghambat berkembangnya karies sekunder. Beberapa kelemahan semen ionomer kaca adalah rentan terhadap deformasi elastik, ketangguhan (toughness) terhadap kemungkinan fraktur rendah (Anusavice, 2003).

Sumber : Annausavice, Kenneth J.2004. Philips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta, EGC

Dua sifat utama glass ionomer cement yang membuatnya hingga saat ini dapat diterima sebagai bahan kedokteran gigi adalah kemampuannya berikatan dengan email dan dentin (adhesif intrinsik) serta melepas ion fluoride dari komponen kaca dari semen tersebut. Secara estetis, glass ionomer cement tahan terhadap stain karena adhesi yang kuat antara matriks dengan kaca. Seperti halnya semen kedokteran gigi yang lain, glass ionomer cement mudah terlarut dalam cairan mulut apabila dalam keadaan belum sepenuhnya mengeras, apabila terpapar asam atau abrasi mekanis dalam jangka waktu lama. Sifat mampu melepas ion fluoride dari semen ionomer kaca membuat dokter gigi dalam keadaan dilematis untuk memilih bahan tumpatan dari semen ionomer kaca/ glass ionomer cement atau dari komposit resin karena glass ionomer cement lebih lemah, tetapi dapat memberikan perlindungan ke jaringan sekitarnya lewat pelepasan fluoride. Di lain pihak, komposit resin lebih stabil dan kuat, tetapi tidak dapat menyediakan perlindungan seperti yang dilakukan semen ionomer kaca. Glass ionomer cement banyak digunakan di klinik untuk bahan tumpatan klas III atau restorasi oklusal gigi desidui (Van Noort, 2007).

Sumber : R van Noort . Introduction to Dental Materials, 2002, p137

Sifat Fisis

Sifat yang sangat menonjol dari penggunaan glass ionomer cement sebagai bahan restorasi adalah kekuatannya terhadap fraktur, suatu ukuran dari energi yang dibutuhkan untuk terjadinya fraktur. Glass ionomer cement Tipe II jauh lebih inferior daripada komposit. Juga lebih rentan terhadap keausan dibanding komposit bila dikenai uji abrasi dengan sikat gigi secara invitro dan uji keausan oklusal. Namun, glass ionomer cement cukup menarik karena mempunyai kecocokan biologis, dapat melekat pada email dan dentin, dan bersifat antikariogenik.

Sumber: Annusavice, Kenneth J. 2003. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta, EGC

Sifat Kimia

Glass ionomer cement melekat dengan baik ke enamel dan dentin, perlekatan ini berupa ikatan kimia antara ion kalsium dari jaringan gigi dan ion COOH dari glass ionomer cement. Ikatan dengan enamel dua kali lebih besar daripada ikatannya dengan dentin. Dengan sifat ini maka kebocoran tepi tambalan/ tumpatan dapat dikurangi. Glass ionomer cement tahan terhadap suasana asam, oleh karena adanya ikatan silang diantara rantai-rantai glass ionomer cement. Ikatan ini terjadi karena adanya polyanion dengan berat molekul yang tinggi.

Sumber : http://repository.usu.ac.id/bistream/123456789/8180/1/000600064.pdf

15

Page 16: wrp up

Sifat Biologis

Meskipun penelitian klinis jangka panjang yang ada masih sedikit, ada indikasi bahwa glass ionomer cement mempunyai sifat anti-karies yang sama dengan semen silikat. Glass ionomer cement melepas fluoride dalam jumlah yang sebanding dengan yang dilepaskan semen silikat pada tahap awal dan terus berlanjut sampai jangka waktu panjang. Begitu pula email yang bersebelahan dengan semen ionomer kaca serta area yang lebih jauh, juga mendapatkan asupan fluoride dalam jumlah yang sebanding.

Sebagian besar penelitian histologi menunjukkan bahwa glass ionomer cement Tipe II relatif biokompatibel. Semen ini menimbulkan reaksi pulpa yang lebih besar daripada semen oksida eugenol, tetapi umumnya lebih kecil dari semen seng fosfat.

Sumber : Annusavice, Kenneth J. 2003. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta, EGC

Kelebihan

1. Bahan tumpatan ini meraih popularitas karena sifatnya yang dapat melepas fluor yang sangat berperan sebagai antikaries. Dengan adanya bahan tumpatan ini, resiko kemungkinan untuk terjadinya karies sekunder di bawah tambalan jauh lebih kecil dibanding bila menggunakan bahan tambal lain.

2. Biokompatibilitas bahan ini terhadap jaringan sangat baik (tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap tubuh).

3. Material ini melekat dengan baik ke struktur gigi karena mekanisme perlekatannya adalah secara kimia yaitu dengan pertukaran ion antara tambalan dan gigi. Oleh karena itu pula, gigi tidak perlu diasah terlalu banyak seperti halnya bila menggunakan bahan tumpatan lain. Pengasahan perlu dilakukan untuk mendapatkan bentuk kavitas yang dapat ‘memegang’ bahan tambal.

Kekurangan

1. Kekuatannya lebih rendah bila dibandingkan bahan tambal lain, sehingga tidak disarankan untuk digunakan pada gigi yang menerima beban kunyah besar seperti gigi molar (geraham).

2. Warna tambalan ini lebih opaque, sehingga dapat dibedakan secara jelas antara tambalan dan permukaan gigi asli.

3. Tambalan glass ionomer cement lebih mudah aus dibanding tambalan lain

Sumber : http://revias-dental.blogspot.com/2011/01/bahan-restorasi.html

Manipulasi

Komposisi Glass Ionomer Kaca (GIC) terdiri atas bubuk dan cairan. Bubuk terdiri atas kaca kalsium fluoroaluminosilikat yang larut asam dan cairannya merupakan larutan asam poliakrilik. Reaksi pengerasan dimulai ketika bubuk kaca fluoroaluminosilikat dan larutan asam poliakrilik dicampur, kemudian menghasilkan reaksi asam-basa dimana bubuk kaca fluoroaluminosilikat sebagai basanya.

Pada proses pengadukan kedua komponen (bubuk dan cairan) ion hidrogen dari cairan mengadakan penetrasi ke permukaan bubuk glass. Proses pengerasan dan hidrasi berlanjut, semen membentuk ikatan silang dengan ion Ca2+ dan Al3+ sehingga terjadi polimerisasi. Ion Ca2+ berperan pada awal pengerasan dan ion Al3+ berperan pada pengerasan selanjutnya.

16

Page 17: wrp up

Secara garis besar terdapat tiga tahap dalam reaksi pengerasan glass ionomer cement, yaitu sebagai berikut.

1) DissolutionTerdekomposisinya 20-30% partikel glass dan lepasnya ion-ion dari partikel glass

(kalsium, stronsium, dan alumunium) akibat dari serangan polyacid (terbentuk cement sol).

2) Gelation/ hardeningIon-ion kalsium, stronsium, dan alumunium terikat pada polianion pada grup

polikarboksilat. 4-10 menit setelah pencampuran terjadi pembentukan rantai kalsium (fragile and highly soluble in water). 24 jam setelah pencampuran, maka alumunium akan terikat pada matriks semen dan membetuk rantai alumnium (strong and insoluble).

3) Hydration of saltsTerjadi proses hidrasi yang progresif dari garam matriks yang akan meningkatkan

sifat fisik dari semen ionomer kaca. Retensi semen terhadap email dan dentin pada jaringan gigi berupa ikatan fisika-kimia tanpa menggunakan teknik etsa asam. Ikatan kimianya berupa ikatan ion kalsium yang berasal dari jaringan gigi dengan gugus COOH (karboksil) multipel dari semen ionomer kaca.

Adhesi adalah daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis pada dua permukaan yang berkontak. Glass ionomer cement adalah polimer yang mempunyai gugus karboksil (COOH) multipel sehingga membentuk ikatan hidrogen yang kuat. Dalam hal ini memungkinkan pasta semen untuk membasahi, adaptasi, dan melekat pada permukaan email. Ikatan antara glass ionomer cement dengan email dua kali lebih besar daripada ikatannya dengan dentin karena email berisi unsur anorganik lebih banyak dan lebih homogen dari segi morfologis.

Secara fisik, ikatan bahan ini dengan jaringan gigi dapat ditambah dengan membersihkan kavitas dari pelikel dan debris. Dengan keadaan kavitas yang bersih dan halus dapat menambah ikatan glass ionomer cement. Air memegang peranan penting selama proses pengerasan dan apabila terjadi penyerapan air maka akan mengubah sifat fisis GIC. Saliva merupakan cairan di dalam rongga mulut yang dapat mengkontaminasi GIC selama proses pengerasan dimana dalam periode 24 jam ini GIC sensitif terhadap cairan saliva sehingga perlu dilakukan perlindungan agar tidak terkontaminasi. Kontaminasi dengan saliva akan menyebabkan GIC mengalami pelarutan dan daya adhesinya terhadap gigi akan menurun. GIC juga rentan terhadap kehilangan air beberapa waktu setelah penumpatan. Jika tidak dilindungi dan terekspos oleh udara, maka permukaannya akan retak akibat desikasi. Baik desikasi maupun kontaminasi air dapat merubah struktur GIC selama beberapa minggu setelah penumpatan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka selama proses pengerasan GIC perlu dilakukan perlindungan agar tidak terjadi kontaminasi dengan saliva dan udara, yaitu dengan cara mengunakan bahan isolasi yang efektif dan kedap air. Bahan pelindung yang biasa digunakan adalah varnis yang terbuat dari isopropil asetat, aseton, kopolimer dari vinil klorida, dan vinil asetat yang akan larut dengan mudah dalam beberapa jam atau pada proses pengunyahan.

Penggunaan varnish pada permukaan tambalan glass ionomer cement bukan saja bermaksud menghindari kontak dengan saliva tetapi juga untuk mencegah dehidrasi saat tambalan tersebut masih dalam proses pengerasan. Varnish kadang-kadang juga digunakan sebagai bahan pembatas antara GIC dengan jaringan gigi terutama pulpa karena pada beberapa kasus semen tersebut dapat menimbulkan iritasi terhadap pulpa. Pemberian dentin conditioner (surface pretreatment) adalah menambah daya adhesif

17

Page 18: wrp up

dentin. Persiapan ini membantu aksi pembersihan dan pembuangan smear layer, tetapi proses ini akan menyebabkan tubuli dentin tertutup. Smear layer adalah lapisan yang mengandung serpihan kristal mineral halus atau mikroskopik dan matriks organik.

Lapisan smear layer terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu lapisan luar yang mengikuti bentuk dinding kavitas dan lapisan dalam berbentuk plugs yang terdapat pada ujung tubulus dentin. Sedangkan plugs atau lapisan dalam tetap dipertahankan untuk menutup tubulus dentin dekat jaringan pulpa yang mengandung air.

Bahan dentin conditioner berperan untuk mengangkat smear layer bagian luar untuk membantu ikatan bahan restorasi adhesif seperti bahan bonding dentin. Hal ini berperan dalam mencegah penetrasi mikroorganisme atau bahan-bahan kedokteran gigi yang dapat mengiritasi jaringan pulpa sehingga dapat menghalangai daya adhesi. Permukaan gigi dipersiapkan dengan mengoleskan asam poliakrilik 10%. Waktu standart yang diperlukan untuk satu kali aplikasi adalah 20 detik, tetapi menurut pengalaman untuk mendapatkan perlekatan yang baik pengulasan dentin conditioner pada dinding kavitas dapat dilakukan selama 10-30 detik. Kemudian pembilasan dilakukan selama 30 detik pembilasan merupakan hal penting untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, setelah itu kavitas dikeringkan.

Indikasi

1. Lesi erosi servikalKemampuan glass ionomer cement untuk melekatkan secara kimiawi dengan dentin, menyebabkan GIC saat ini menjadi pilihan utama dalam merestorasi lesi erosi servikal. Bahan ini juga memiliki kekerasan yang cukup untuk menahan abrasi akibat sikat gigi.

2. Sebagai bahan perekat atau luting (luting agent)Karena glass ionomer cement ini memiliki beberapa keunggulan seperti ikatannya dengan dentin dan email. Aktivitas kariostatik, flow yang lebih baik, kelarutan yang lebih rendah dan kekuatan yang lebih besar maka sebagai luting agent semen ini diindikasikan untuk pasien dengan frekuensi karies tinggi atau pasien dengan resesi ginggiva yang mememerlukan kekuatan dan aktifitas kariostatik misalnya pada pemakai mahkota tiruan ataupun gigi tiruan jembatan.

3. Glass ionomer cement dapat digunakan sebagai base atau liner di bawah tambalan komposit resin pada kasus kelas I, kelas II, kelas III, kelas V dan MOD. Bahan ini berikatan secara mikromekanik dengan komposit resin melalui etsa asam dan member perlekatan tepi yang baik. Perkembangan dentin bonding agents yang dapat memberi perlekatan yang baik antara dentin dan resin hanya dapat digunakan pada lesi erosi servikal. Bila kavitasnya dalam atau luas, bonding sering kali gagal. Untuk memperbaiki mekanisme bonding dan melindungi pulpa dari irirtasi, GIC digunakan sebagai bahan sub bonding

4. Sebagai base yang berikatan secara kimiawi di bawah restorasi amalgam mempunyai kerapatan tepi yang kurang baik sehingga dengan adanya base glass ionomer dapat mencegah karies sekunder terutama pada pasien dengan insidens karies yang tinggi.

18

Page 19: wrp up

Dalam keadaan sperti ini, proksimal box diisi dengan semen cermet sampai ke dalam 2 mm dan sisanya diisi amalgam.

5. Untuk meletakkan orthodontic brackets pada pasien muda yang cenderung mengalami karies melalui etsa asam pada email. Dengan adanya perlepasan fluor maka GIC dapat mengurangi white spot yang umumnya nampak di sekeliling orthondontic brackets.

6. Sebagai fissure sealant karena adanya pelepasan fluor. Prosedur ini memerlukan perluasan fissure sebelum glass ionomer cement diaplikasikan.

7. Glass ionomer cement yang diperkuat dengan logam seperti semen cermet dapat digunakan untuk membangun inti mahkota pada gigi yang telah mengalami kerusakan mahota yang parah.

8. Restorasi gigi susu.Penggunaan GIC pada gigi susu sangat berguna dalam mencegah terjadinya karies rekuren dan melindungi email gigi permanen.

9. Untuk perawatan dengan segera pasien yang mengalami trauma fraktur. Dalam hal ini semen menyekat kembali dentin yang terbuk dalam waktu yang singkat

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Tumpatan Tidak Langsung (Indirect Restoration)

LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Cast Metal

Cast metal atau logam cor adalah logam yang digunakan untuk mengecor tambalan. Logam cor digunakan di laboratorium untuk membuat inlay, onlay, mahkota, jembatan konvensional yang seluruhnya terdiri atas logam, jembatan logam-keramik, jembatan logam resin, pasak endodontic, dan gigi tiruan sebagian lepasan rangka logam. Logam-logam ini harus menunjukkan kecocokan biologis, mudah untuk dicairkan, dicor, dilas (disolder) dan dipoles, mengalami sedikit penyusutan ketika memadat, bereaksi minimal terhadap bahan mold, mempunyai ketahanan abrasi yang baik, berkekuatan tinggi dan terhadap tahan terhadap tekanan (logam campur logam-keramik) serta tahan terhadap karat dan porosi. Pada umumnya, logam campur emas konvensional Tipe 2 dan menjadi standar perbandingan bagi kinerja logam campur cor lainnya (Anusavice,2003).

Sumber : Annusavice, Kenneth J. 2003. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta, EGC

Klasifikasi Berdasarkan Fungsi

1. Tipe I (soft/ lunak) untuk restorasi yang hanya terkena sedikit tekanan. Contoh: inlay kecil

2. Tipe II (medium/ sedang) untuk restorasi yang terkena tekanan sedang. Contoh: mahkota ¾, abutment, pontik, dan mahkota penuh.

3. Tipe III (hard/ keras) utuk restorasi dengan tekanan besar. Contoh: mahkota ¾ yang tipis, abutment, pontik, mahkota penuh, basis gigi tiruan, gigi tiruan sebagian cekat yang pendek.

4. Tipe IV (extra hard/ ekstra keras) untuk keadaan dengan tekanan yang sangat besar. Contoh: inlay yang terkena tekanan sangat besar, termasuk lempeng basis dan cengkeram gigi tiruan, gigi tiruan sebagian rangka logam, dan gigi tiruan sebagian cekat yang panjang.

(Saunders. 1991; 362)

19

Page 20: wrp up

Restorasi Inlay

Merupakan pengisi padat yang disemenkan ke dalam gigi yang telah dipreparasi secara khusus. Untuk membuatnya, hasil cetakan kavitas yang dipreparasi (menggunakan material elastic) dikirim ke teknisi lalu dibuat inlay. Kebanyakan dibuat menggunakan emas atau porselen sewarna gigi.

Indikasi Inlay Kelas I dan II Kebanyakan merupakan hasil pilihan pasien. Dipergunakan sebagai perawatan utama bila emas dan/ atau keramik adalahpilihan

restorasi yang dominan. Apabila bentuk dan fungsi paling bisa direstorasi dengan logam tuang. Misalnya,

tidak dianjurkan untuk mengubah kontur gigi yang sudah ada dengan amalgam. Sebagai sandaran cengkeram geligi tiruan sebagian lepasan.

Restorasi Onlay

Merupakan inlay yang dimodifikasi. Juga dibuat oleh teknisi dari hasil cetakan kavitas. Bedanya onlay tidak hanya sebagai pengisi kavitas seperti inlay, tetapi juga menutupi dan melindungi permukaan kunyah gigi. Juga disemenkan pada tempatnya dan terbuat dari emas atau porselen

Indikasi Onlay MOD Pengganti restorasi amalgam yang rusak. Kalau restorasi dibutuhkan sebagai penghubung tonjol bukal dan lingual. Restorasi karies interproksimal gigi posterior . Restorasi gigi posterior yang menerima tekanan oklusal yang kuat.

Tahap Pembuatan dan Pemasangan Inlay komposit1. Preparasi Kavitas

Membuang semua jaringan karies atau bahan tumpatan yang lama Preparasi dengan membentuk dinding kavitas 3-5 derajat divergen ke oklusal Seluruh dinding kavitas dihaluskan dengan dasar kavitas, semua sudut kavitas dibuat

membulat Tidak dilakukan pembuatan bevel pada permukaan oklusal Dibutuhkan ketebalan minimal 2 mm agar di dapat kekuatan dari bahan komposit

2. Pembuatan Inlay Secara direct Secara indirect

3. Insersi Inlay Komposit

4. Teknik Sementasi

Persiapan inlay

Persiapan kavitas

Aplikasi semen resin

5. Penyelesaian dan Pemolesan

20

Page 21: wrp up

Tahapan Preparasi Onlay

Langkah-langkah preparasi onlay adalah: Pemasangan isolator karet. Akses ke karies

Tahap ini dilakukan untuk memperoleh akses ke dentin karies. Alat yang digunakan adalah bur fisur tungsten carbide pendek-kuncup dengan kekuatan tinggi.

Menentukan luas kariesSetelah akses diperoleh, kavitas bisa dilebarkan sampai dicapai pertautan email-dentin yang sehat.

KeywayKeyway dapat mempengaruhi retensi onlay dan ketahanan terhadap kemungkinan bergesernya restorasi. Keyway dibuat dengan kemiringan minimal sekitar 6-10o terhadap sumbu gigi dengan menggunakan bur fisur kuncup dan dijaga agar sumbu bur sejajar dengan sumbu gigi. Setelah membuat keyway, kavitas dikeringkan untuk memeriksa ada tidaknya sisa karies dan bahwa kavitasnya sedikit membuka dengan sumbu yang benar.

Pembuatan boks aproksimalDi bagian ini kavitas harus didalamkan memakai bur bulat kecepatan rendah dan dengan cara yang sama dengan preparasi untuk amalgam dengan jalan membuang dentin karies pada pertautan email-dentin. Ketika dentin karies pada pertautan email-dentin telah dibuang, dinding email dapat dipecahkan dengan pahat dan tepi kavitasnya dihaluskan dengan pahat pemotong tepi gingiva. Preparasi dibuat miring 10oterhadap sumbu gigi dengan bur fisur tunsten carbide kecepatan tinggi.

Pembuangan karies dalamKaries mungkin tertinggal di dinding aksial dan paling baik dibuang dengan bur ukuran medium (ISO 012) dalam kecepatan rendah. Jika dentin karies telah dibuang, periksa kembali untuk memastikan tidak adanya undercut. Jika masih ada undercut, maka undercut tersebut ditutup dengan semen pelapik pada tahap preparasi berikutnya sehingga preparasi mempunyai kemiringan yang dikehendaki.

Pembuatan bevelGaris sudut aksio-pulpa hendaknya dibevel, baik dengan memakai bur pengakhir kecepatan rendah maupun dengan bur pengakhir kecepatan tinggi yang sesuai. Bevel hendaknya diletakkan di tepi email, agar tepi tipis hasil tuangan dapat dipaskan seandainya kerapatan hasil tuangan dengan gigi tidak baik. Hendaknya bevel tidak diluaskan lebih ke dalam karena akan mengurangi retensi dari suatu restorasi. Bur lain yang dapat digunakan adalah bur fisur kuncup untuk preparasi kavitas. Tepi luar bevel harus halus dan kontinyu untuk mempermudah penyelesaian restorasi dan supaya tepi tumpatannya beradaptasi dengan baik dengan gigi. Bevel biasanya tidak dibuat di dinding aproksimal karena akan menciptakan undercut, mengingat sebagian besar tepi kavitas terletak di bawah bagian gigi yang paling cembung. Akan tetapi dinding gingiva dapat dan harus dibevel. Bur yang paling cocok adalah bur Baker Curson halus dan kuncup dalam kecepatan tinggi. Bevel gingiva sangat penting karena akan mneingkatkan kecekatan tuangan yang biasanya merupakan hal yang paling kritis.

21

Page 22: wrp up

DAFTAR PUSTAKA

Harty, F.J. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta, EGC

Robert G, Craig. 2006. Restoratif Dental Material. 12th ed. Philadelpia, Mosby Inc.

Annausavice, Kenneth J. 2004. Philips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta, EGC

Cabe FJ, Walls AWG. Applied Dental Materials. 9th ed. USA : Blackwell Scientific Publications, 1984

Powers JM, Sakaguchi RL. CRAIGS’S Restorative Dental Materials. 12th ed. Missouri : Evolve, 2003 : 229

R van Noort . Introduction to Dental Materials, 2002, p137

http://repository.usu.ac.id/bistream/123456789/8180/1/000600064.pdf

http://revias-dental.blogspot.com/2011/01/bahan-restorasi.html

22