Wrap Up Blok Sistem Respirasi
-
Upload
fatimah-salma -
Category
Documents
-
view
1.030 -
download
14
Transcript of Wrap Up Blok Sistem Respirasi
BLOK SISTEM RESPIRASI
SKENARIO 1
WRAP UP
KELOMPOK : B –12
Ketua : Muchammad Zulkarnain (1102010172)
Sekretaris : Riezky Trinawati (1102010240)
Anggota : Octiara Gisca Amilia (1102008186)
Maya Yulindhini (1102010159)
Mochammad Adam Eldi (1102010169)
Mutiara Fadhila (1102010192)
Risti Amalia Nastiti (1102010247)
Windy Nugraha Pratama (1102010289)
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Yarsi
2010/2011
PILEK PAGI HARI
Seorang pemuda, 23 tahun sering menderita pilek di pagi hari yang tidak kunjung sembuh
sejak kecil. Ia setiap pagi selalu bersin-bersin dan keluar ingus encer, apalagi bila udara
berdebu. Kejadian itu mirip dengan apa yang dialami oleh ayahnya sewaktu muda. Oleh
kawannya seorang mahasiswa kedokteran disarankan untuk melakukan tes alergi dan
hasilnya memang pemuda tersebut menderita alergi. Tapi pemuda itu masih bertanya-tanya,
apa benar ada hubungan alergi yang dideritanya dengan penyakitnya sekarang, dan mengapa
bisa terjadi demikian? Apakah ada hubungannya dengan seringnya ia memasukkan air wudhu
ke dalam hidungnya saat akan sholat malam?
SASARAN BELAJAR
LI.1 : Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas
Lo 1.1 Anatomi Makroskopis
Lo 1.2 Anatomi Mikroskopis
LI 2 : Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan
LI 3 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis
Lo 3.1 Menjelaskan definisi rhinitis
Lo 3.2 Menjelaskan klasifikasi rhinitis
LI 4 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi
Lo 4.1 Menjelaskan definisi rhinitis alergi
Lo 4.2 Menjelaskan klasifikasi dan etiologi rhinitis alergi
Lo 4.3 Menjelaskan patofisiologi rhinitis alergi
Lo 4.4 Menjelaskan manifestasi
Lo 4.5 Menjelaskan Diagnosis dan diagnosis banding
Lo 4.6 Penatalaksanaan
Lo 4.7 Komplikasi
Lo 4.8 Menjelaskan Prognosis rhinitis alergi
Lo 4.9 Pencegahan
LI 5 : Memahami dan Menjelaskan Sistem Pernafasan Menurut Pandangan Islam
LI.1 : Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas
1.1 Anatomi Makroskopis
Hidung
Merupakan organ yang pertama berfungsi dalam saluran pernapasan. Ada 2
bagian dari hidung, yaitu:
o Eksternal: menonjol dari wajah, disangga oleh Os. Nasi dan tilang
rawan kartilago
o Internal: permukaan yang bermukosa berupa rongga (vestibulum nasi)
yang disekat antara kanan-kiri oleh septum nasi
Pada vestibulum nasi terdapat cilia yang kasar berfungsi untuk menyaring
udara. Bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan (cavum nasi)
dimulai dari lubang hidung depan (nares anterior) sampai lubang hidung
belakang (nares posterior, dibagian ini ada 3 concha nasalis , yaitu:
o Concha nasalis superior
o Concha nasalis media
o Concha nasalis inferior
Ada 4 buah sinus yang berhubungan dengan cavum nasi, yaitu:
o Sinus sphenoidalis
o Sinus frontalis
o Sinus maxillaris
o Sinus eithmoidalis
Bagian depan dan atas cavum nasi dipersarafi oleh N. Opthalmicus. Mucusa
hidung dan lainnya dipersarafi oleh ganglion sphenopalatinum. Nasofaring
dan concha nasalis dipersarafi oleh cabang dari ganglion pterygopalatinum.
Sedangkan N. Olfaktorius untuk penciuman.
Faring
Merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga
mulut ke laring. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
o Nasofaring
o Orofaring
o Laringofaringeal
Berfungsi untuk menyediakan saluran pada traktus repiratorius dan traktus
digestivus.
Laring
Daerahnya dimulai dari aditus laringis (pintu laring) sampai batas bawah
cartilago cricoid. Terbentuk oleh tulang dan tulang rawan. Tulangnya adalah
Os. Hyoid. Tulang rawannya:
o Epiglotis: tulang rawan berbentuk sendok. Pada saat ekspirasi inspirasi
biasa, epiglotis terbuka. Pada waktu menelan, epiglotis menutup aditus
laringis agar makanan tidak masuk ke laring.
o Cartilago tyroid (adam’s apple): jaringan ikatnya adalah membrana
thyrohyoid.
o Cartilago arytenoid: ada 2. Digunakan dalam gerakan pita suara
dengan cartilago thyroid.
o Cartilago cricoid: adalah batas bawah laring
Dalam cavum laringis terdapat pita suara asli (plica vocalis) dan pita suara
palsu (plica vestibularis).
1.2 Anatomi Mikroskopis
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi O2 dan
mengeluarkan CO2 dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis.
Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga
hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen
dan karbondioksida dengan pembuluh darah.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
Bagian konduksi: meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan bronkiolus terminalis
Bagian respirasi: meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan
alveolus.
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat
silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat
dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa,
sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.
Ket: epitel respirasi
Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di
sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di
dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.
Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis
medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding
lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan
konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi
menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel
sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di
permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan
memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal
(berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar
Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius
sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa,
konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara
yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum
masuk lebih jauh.
Ket: epitel olfaktori
Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus
sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-
sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung
sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit
kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas
silia mendorong mukus ke rongga hidung.
Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan
palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.
Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada
lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi
sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil
suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring,
meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian
lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan
permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris
bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam
lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika
vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di
lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis
gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka).
Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi
yang berbeda-beda.
Ket: epitel laring
LI 2 : Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan dan Mekanisme Pertahanan Tubuh
Respirasi eksternal adalahpertukaran gas antara darah dan atmosfer sedangkan
respirasi internaladalah pertukaran gas antara darah sirkulasi dengan sel jaringan.
Empat proses pertukaran gas :
a. Ventilasi
b. Distribusi
Udara yang telah memasuki saluran pernapasan didistribusikan ke paru-paru.
Kemudian masuk ke dalam alveoli. Udara pertama yang terhirup, masuk ke
puncak paru kemudian disusul oleh udara di belakangnya, masuk ke basis
paru. Nilai ventilasi di puncak paru lebih besar dibandingkan nilai ventilasi di
basis paru.
c. Perfusi
Perfusi paru adalah distribusi darah di dalam pembuluh kapiler paru. Tekanan
aliran darah di dalam paru lebih rendah di bandingkan tekanan darah sistemik.
Sirkulasi darah dalam paru mendapat tahanan, terutama tahanan pada jala-
kapiler paru (capillary bed). Karena rendahnya tekanan aliran darah di kapiler
paru, aliran darah di paru sangat terpengaruh oleh gravitasi bumi sehingga
perfusi di bagian basal paru lebih besar dibandingkan dengan perfusi di bagian
apex.
d. Difusi gas
Perpindahan molekul O2 dari rongga alveoli melewati membrana kapiler
alveolar, melintasi pembuluh darah, menembus dinding eritrosit dan akhirnya
masuk ke dalam sel eritrosit sampai berikatan dengan hemoglobin. Peristiwa
yang lain di dalam paru yaitu perpindahan CO2 dari darah ke alveolar.
Mekanisme pertahanan tubuh
Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun
selular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen
atau gangguan mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik
yang disebut reaksi hipersensitivitas.
Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4
tipe, yaitu tipe I hipersensitif anafilaktik, tipe II hipersensitif sitotoksik yang
bergantung antibodi, tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun, dan tipe
IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat). Selain itu masih ada satu
tipe lagi yang disebut sentivitas tipe V atau stimulatory hipersensitivity.
Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk
mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan sebenarnya
seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu
mekanisme akan mengaktifkan mekanisme yang lainnya
LI 3 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis
3.1 Menjelaskan Definisi Rhinitis
Rhinitis adalah inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung
3.2 Menjelaskan Klasifikasi Rhintis
Klasifikasi Macamnya Gejala/contoh
Tradisional
Vasomotorik Neurogenik, neuropeptidaMedicamentosa Pemakaian obat
vasokonstriktor berulang dan dalam waktu lama
Struktural Hipertrofi chonca
WHO Iniative ARIA (2000)Intermitten < 4 mingguPersisten > 4 mingguRingan Tidak mengganggu tidur dan
aktivitas harianSedang atau Berat Mengganggu tidur dan
aktivitas harian
LI 4 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi
4.1 Menjelaskan Definisi Rhinitis Alergi
Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya
suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik
tersebut.
4.2 Menjelaskan Klasifikasi dan Etiologi Rhinitis Alergi
a. Rhinitis Seasonal (hay fever) : alergi yang terjadi karena menghirup alergen
yang terdapat secara musiman, seperti serbuk sari bunga
b. Rhinitis Perrenial : alergi yang terjadi tanpa tergantung musim, hampir
sepanjang hari dalam setahun, misalnya alergi, debu, bulu binatang, jamur,
dan lain-lain. Dan umumnya menyebabkan gejala kronis yang lebih ringan.
Alergennya umumnya diperoleh dari dalam rumah
c. Rhinitis Occupational : alergi sebagai akibat paparan alergen tempat kerja,
misalnya paparan terhadap agen dengan bobot molekul tinggi, agen berbobot
molekul rendah atau zat-zat iritan, melalui mekanisme imunologi yang tidak
begitu diketahui
4.3 Menjelaskan Patofisiologi Rhinitis
Diawali dengan fase sensitasi dan diikuti dengan tahap
provokasi/reaksi alergi. 2 fase alergi yaitu, Immediate phase allergic reaction
(reaksi alergi fase cepat / RAFC) sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya dan Late phase allergic reaction (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam
dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48
jam.
Pada tahap sensitasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai penyaji
(Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen dan menjadikannya
fragmen pendek. Fragmen pendek akan bergabung dengan molekul HLA kelas II
membentuk komplek peptida MHC kelasi II ( Major Histocompatibility Complex)
yang kemudian dipresentasikan pada sel T-helper (Th0). Th0 berproliferasi
menjadi Th 2. IL 4 dan IL 13 mengaktifkan limfosit B yang kemudian
memproduksi IgE. IgE di permukaan sel akan mengaktifkan mastosit dan atau
basofil. Kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadinya
degranulasit mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang
sudah terbentuk terutama histamin. Selain histamin, dilepaskan Newly Formed
Mediators antara lain Prostaglandin D2, Leukotrien D4, Bradikinin, PAF, dll.
Inilaih yang disebut sebagai Fase alergi reaksi cepat (FARC).
Rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin disebabkan oleh rangsangan
histamin terhadap ujung saraf vidianus dan hipersekresi kelenjar mukosa dan sel
goblet dan permeabilitas kapiler meningkat. Gejala lain adalah hidung tersumbat
akibat vasodilatasi sinusoid.
4.4 Menjelaskan Manifestasi Klinis
a. Serangan bersin berulang terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak
dengan sejumlah besar debu.
b. Ingus (rinore) yang encer
c. Hidung tersumbat
d. Hidung dan mata gatal
e. Banyak air mata yang keluar (lakrimasi)
f. Lipatan hidung melintang (garis hitam melintang pada tengah punggung
hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat
(allergic salute))
g. Lubang hidung bengkak
h. Edema kelopak mata
i. Kongesti konjungtiva
j. Lingkar hitam di bawah mata (allergic shiner)
k. Otitis media serosa sebagai hasil hambatan tuba eustachii
Gejala lain yang tidak khas dapat berupa, batuk, sakit kepala, masalah
penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip.
Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu
makan dan sulit tidur
4.5 Diagnosis dan diagnosis banding
Anamnesis
Rhinitis alergi dapat ditegakan apabila 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin
lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu
jam, hidung tersumbat dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif.
Pemeriksaan Fisik
Pada muka di dapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shiner serta allergic
crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah.
Dengan rinoskopi ditemukan permukaan hidung basah, berwarna pucat atau
livid dengan chonca edema dengan sekret yang encer dan banyak. Polip
hidung dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Dapat pula ditemukan
konjungtivitis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti
sinusitis dan otitis media
Diagnosis Banding
Rhinitis Vasomotor : suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya
infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat.
Rhinitis Medikamentosa : suatu kelainan hidung berupa gangguan respon
normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal
dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung
yang menetap.
Rhinitis Simpleks : penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalah
rhinovirus. Sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak
adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh.
Rhinitis Hipertrofi :Hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yang
disebabkan oleh bakteri primer atau sekunder.
Rhinitis Atrofi : Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif
pada mukosa dan tulang chonca.
Pemeriksaan Penunjang
- In-vitro:
SDT eosinofil normal atau meningkat. IgE sering kali menunjukan nilai
normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit.
Lebih bermakna dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA
(Enzym Linked Immuno Sorbent Assay Test)
- In-vivo:
Tes cukit kulit atau SET (Skin End-point Titration). SET dilakukan untuk
alergen inhalan dengan menyuntikan alergen dalam berbagai konsentrasi yang
bertingkat kepekatannya. Derajatalergi serta dosis inisial untuk desensitisasi
dapat diketahui. Untuk alergi makanan, diagnosis pastinya ditegakkan dengan
diet eliminasi dan provokasi. Alergen ingestan secara tuntas lenyap dalam
waktu 5 hari.
4.6 Tatalaksana
Medikamentosa
Antihistamin antagonis H-1 sebagai inti pertama pengobatan rhinitis alergi
dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Dibagi
menjadi 2 golongan, generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non-sedatif). Generasi H-
1 bersifat hipofilik sehingga dapat menembus sawar darah otak dan plasenta serta
mempunyai efek kolinergik. Dekongestan dipakai hanya untuk menghindari
terjadinya rhinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid intranasal dipilih
bila gejala trauma sumbatan hidung tidak kunjung membaik setelah diberi
antihistamin. Antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat
untuk mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reserptor kolinergik permukaan sel
efektor.
Dekongestan, obat ini golongan simpatomimetik yang beraksi pada reseptor
alfa-adregenik pada mukosa hidung untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan
mukosa yang membengkak dan memperbaiki pernafasan, contohnya pseudofedrin,
efedrin sulfat dan fenilpropanolamin. Penggunaan agen topikal yang lama dapat
menyebabkan rhinitis medikamentosa, dimana hidung kembali tersumbat akibat
vasodilatasi perifer. Dekongestan oral secara umum tidak dianjurkan karena efek
klinisnya masih meragukan dan memiliki banyak efek samping. Dari keempat obat
dekongestan yang banyak dipakai, fenilopropanolamin dan efedrin memiliki indeks
terapi yang sempit. Keduanya dapat menyebabkan hipertensi pada dosis mendekati
terapetiknya.
Kortikosteroid Nasal, merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi
rhinitis alergi hingga saat ini. Efek utama steroid topikal pada mukosa hidung antara
lain mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator, menekan kemotaksis
neutrofil, mengurangi edema intrasel, dan menghambat reaksi fase lambat yang
diperantarai sel mast. Sedangkan efek sampingnya meliputi bersin, perih pada mukosa
hidung, sakit kepala dan infeksi Candidia albicans.
Sodium Kromolin, bekerja dengan mencegah degranulasi sel mast dan
pelepasan mediator, termasuk histamin. Efek sampingnya paling sering adalah iritasi
lokal.
Ipratropium Bromida, bermanfaat pada rhintis alergi perennial atau rhinitis
alergi yang persisten, obat ini memiliki sifat antisekretori jika digunakan secara lokal
dan bermanfaat untuk mengurangi hidung berair. Efek sampingnya tingan, meliputi
sakit kepala, epistaksis, dan hidung terasa kering.
Operatif
Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) bila konka hipertrofi berat
dan tidak dapat dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO325% atau
troklor asetat.
Imunoterapi
Desensitasi, hiposensitasi dan netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi
membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya
berat, berlangsung lama dan pengobatan lain belum memuaskan.
4.7 Komplikasi
Polip Hidung : Inspisited mucous gland, akumulasi sel-sel inflamasi yang
banyak, hiperplasia epitel, hiperplasia sel goblet, dan metaplasia skuamosa.
Otitis media : terutama pada anak-anak
Sinusitis paranasal : Inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasal akibat
edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan
ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal
tersebut menyuburkan pertumbuhan bakteri aerob yang akan menyebabkan
rusaknya fungsi barier epitel.
4.8 Prognosis
Prognosis baik jika penderita tidak terpajan dengan alergen dan belum terjadi
komplikasi serta tidak memiliki predisposisi seperti asma dan riwayat keluarga.
4.9 Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi adalah dengan menghindari
alergen. Ada 3 tipe pencegahan:
1. Mencegah terjadinya tahap sensitasi; menghindari paparan terhadap
alergen inhalan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan
makanan padat
2. Mencegah gejala timbul dengan cara terapi medikamentosa
3. Pencegahan melalui edukasi
LI 5. Memahami dan Menjelaskan Sistem Pernapasan Dalam Islam
Saat berwudhu disunnahkan menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq) dan
mengeluarkannya (istinsyar) sebanyak tiga kali agar kebersihan dan kesehatan hidung
terjaga. Hidung manusia terbebas dari kotoran selama 4-5 jam, kemudian hidung
manusia menjadi kotor karena udara yang terhirup. Dengan istinsyaq dan istinsyar
membuat hidung dalam keadaan sehat dan bersih.
Selain itu, penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Muhammad Salim membuktikan
bahwa orang-orang yang tidak berwudhu lebih rentan terkena ISPA daripada orang-
orang yang berwudhu. Dari penelitian didapatkan bahwa dengan menghirup air ke
hidung sebanyak 3 kali dapat membersihkan mikroba yang menempel pada rongga
hidung, sehingga hidung benar-benar bersih dari mikroba penyebab ISPA, radang
paru-paru, demam rematik dan alergi rongga hidung.
Daftar Pustaka
Baratawidjaja, Kamen G, Iris Rengganis (2010). Imunologi Dasar. Edisi 9. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
El-Bantanie, Muhammad Syafi’ie (2010). Dahsyatnya Terapi Wudhu. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Hardjodisastro, Daldiyono (2006). Menuju Seni Ilmu Kedokteran : Bagaimana Dokter
Berpikir, Bekerja, dan Menampilkan Diri. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Herawati, Sri, Rukmini, Sri (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok : Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC
Kumala, Poppy [et.al] (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC
Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA (1996). Buku Ajar Histologi. Edisi 5. Jakarta : EGC
Raden, Inmar (2011). Anatomi Kedokteran Sistem Kardiovaskular dan Sistem Respiratorius.
Jakarta : Balai Penerbit FKUY
Sherwood, Lauralee (2001). Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC
Seopardi, Efiaty Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, Bashiruddin, [et.al] (2007). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI