Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
-
Upload
rindayusticia -
Category
Documents
-
view
289 -
download
2
Transcript of Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 1/39
BLOK DARAH DAN SISTEM LIMFATIK
Wrap Up Skenario 2
PUCAT DAN PERUT MEMBUNCIT
Kelompok B-11
Ketua : Rezki Ramadhan 1102013247
Sekertaris : Riesha Amanda Fitria 1102013250
Anggota : Rezky Dwiputra Fellany 1102013248
Reynaldi fattah 1102013246
Risa apriliani 1102013252
Rindayu Yusticia Indira Putri 1102013251
Rizka Kurnia Gemilang 1102013253
Putri Prima 1102012218
Ranty Rizky 1102012226
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2014-2015
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 2/39
1
Skenario 2
PUCAT DAN PERUT MEMBUNCIT
Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa orangtuanya ke dokter praktek
Umum dengan keluahn terlihat pucat dan perut agak membuncit. Penderita juga lekas lemah,lelah, dan sering mengeluh sesak nafas. Pertumbuhan badannya terlambat bila dibandingkan
dengan teman sebayanya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjunctiva pucat, sklera agak ikterik, kulut pucat,
dan Splenomegali Schufer II.
Dokter menganjurkan beberapa pemeriksaan laboraturium, hasilnya sebagai berikut:
Pemeriksaan Kadar Nilai Normal
Hemoglobin (Hb) 9 g/dl 11,5 - 15,5 g/dl
Hematokrit (Ht) 30% 34 - 40%
Eritrosit 3,5 x 10 /μl 3,9 – 5,3 x 10
/μl MCV 69 fl 75 – 87 fl
MCH 13 pg 24 – 30 pg
MCHC 19 % 32 – 36 %
Leukosit 8000/ μl 5000 – 14.500 /μl
Trombosit 260.000/μl 250.000 – 450.000/μl
Retikulosit 2% 0,5 – 1,5 %
Sediaan apus darah tepi Eritrosit mikrositik hipokrom, anisopoikilosistosis, sel target
(+), fragmentosit (+)
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 3/39
2
Kata – kata sulit :
1. Sklera agak ikterik : Bagian Putih mata berwarna pucat ke keuningan karena
bilirubin meningkat dan saluran empedu tersumbat.
2. Anisopoikilositosis : Gambaran eritrosit pada SADT bermacam-macam dari segi
ukuran dan bentuk.3. Fragmentosit : Sel pecahan dari eritrosit yang belum matang
4. Splenomegali schufner II : Eritrosit yang belum matang dan masih berinti
Pertanyaan :
1. Apa yang menyebabkan muculnya sel fragmentosit ?
2. Mengapa terjadi splenomegali ?
3. Mangapa pertumbuhan pasien terhambat?
4. Mengapa diserati sesak nafas dan retikulosit meningkat?
5. Komplikasi dari transfusi darah ?
6. Bagaimana cara mendiagnosis pasien tersebut?
7.
Apa yang menyebabkan ditemukannya sel target?8. Apa diagnosis pasien?
9. Apa etiologi dari diagnosis ?
10. Bagaimana pengananan selanjutnya?
11. Adakah gejala khas dari penyakit ini?
12. Bagaiman cara pencegahan penyakit tersebut?
13. Adakah pemeriksaan khusus dari penyakit ini ?
Jawaban :
1. Karena eritrosit hanya sebelum waktunya
2.
Karena terjadinya destruksi eritrosit yang berlebih dan terjadi penimbunan besi
3. Krena terjadinya deformitas tulang wajah dan tulang panjang
4. Sesak nafas akibat Hb yang menurun dan adanya Hb-barts sehingga menyebabkan
hipoksia sedangakn retikulosit meningkat disebabkan karena umur eritsoit hancur
sebelum 120 hari, karena kekurangan eritrosit, retikulosit meningkat sebagai
kompensasi.
5. Tertular penyakit, penimbunan zat besi dan adanya reaksi penolakan
6. A. Anamnesis : - riwayat keluarga
-
riwayat penyakit ex: hati
- konsumsi obat-obat an
- Keluhan sudah berapa lama (kronik/akut)
-
Riwayat konsumsi alkohol
- Pengakuan pasien ex : sesak nafas,dsb
Permeriksaan fisik : - pucat
- Sklera ikterik
-
Konjungtiva pucat
- Deformitas tulang wajah dan tulang panjang
-
Splenemegali dan hepatomegali- Perut membuncit
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 4/39
3
Pemeriksaan penunjang : - darah lengkap dan SADT
-
Elektroforesis Hb ( Hb-A2 dan Hb-F)
- Pemeriksaan retikulosit
-
Pemeriksaan fungsi hati ( SGPT, SGOT, bilirubin )
- Pemeriksaan sumsum tulang
-
Foto rontgen kepala
7. Fragilitas osmotik lebih rendah dari pada eritrosit normal.
8. Thalasemia β mayor, karena eritrosit menurun, mikrositik hipokrom, retikulosit
meningkat dan terjadinya splenomegali dan ditemukannya sel target.
9. Herediter : a. Lihat riwayat orang tua.
b. mutasi salah satu kromosom karena perbuahan kecepatan sintesis atau
kemampuan produksi rantai globin α/β menurun.
Defisiensi asam folat
Thalasemia : a. Primer, menurunnya sintesis Hb-A dan eritropoesis inefektif b. sekunder, menurunnya asam folat, naiknya volume plasma
intravaskular yang menyebabkan hemodilusi.
10. - Transfusi darah hanya untuk β mayor, karena tidak ada nya rantai globin
- Splenektomi, jika limpa sudah membesar sekali
- Asam folat regulat
- Transplantasi sel punca
11. - Deformitas rulang wajah , karena tulang wajah menghasilkan eritrosit ( eritrosit
Berlebih )
-Deformitas tulang panjang, karena zat besi diambil oleh Hb
12. - DNA screening
- Edukasi masyarakat
- Konseling pranatal dan pranikah
13. Ada, pemeriksaan Elektroforesis Hb ( Hb-A2 dan Hb-F)
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 5/39
4
HIPOTESA
Pada pasien dengan kondisi pucat, mata kekuningan, sesak nafas, dan perut membuncit,
dilakukan anamnesis berdasarkan pengakuan pasien yg meliputi riwayat keluarga, riwayat
penyakit hati, konsumsi obat-obatan dan alcohol. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
deformitas tulang wajah dan tulang panjang dan perut membuncit akibat pembesaran limpadan hepar, dari pemeriksaan darah lengkap ditemukan eritrosit, Hb, MCH, MCV, MCHC
menurun dan retikulosit meningkat, gambaran SADT terlihat morfologi eritrosit mikrositik
hipokrom lalu untuk diagnosis pastinya pasien disarankan melakukan elektroforesis Hb,
ditemukan HbA2 meningkat, sehingga dapat disimpulkan pasien mengidap thalassemia.
Thalassemia ini dapat disebabkan karena mutasi kromosom yang bersifat herediter, defisiensi
Asam folat dan sintesis HbA yang menyebabkan inefektifitas eritropoiesis. Namun kondisi
ini dapat dicegah dengan mengikuti konseling pranikah, pra natal bayi dan DNA screening.
Walau Thalassemia tidak dapat dihindari, penderita dapat melakukan transfuse darah bagi
yang mengindap Thalassemia beta major, spleenektomi dengan indikasi pan-sitopenia dan
transplantasi sum-sum tulang apabila sarana mendukung.
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 6/39
5
LI.1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Gen Penyalin Globin
LI.2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Thalasemia
LO 2.1. Definisi dan thalassemia secara genetik
2.2. Klasifikasi
2.3. Epidemiologi
2.4. Etiologi
2.5. Patofisiologi
2.6. Manifestasi
2.7. Diagnosis dan DD
2.8. Penatalaksanaan
2.9. Pencegahan
2.10. Komplikasi
2.11. Prognosis
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 7/39
6
LI.1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Gen Penyalin Globin
Sintesis Hemoglobin
Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi dari heme dan globin yang terkoordinasi. Heme
adalah kelompok prostetik yang menjembatani pengikatan oksigen melalui hemoglobin.
Globin adalah protein yang mengelilingi dan melindungi molekul heme.
Sintesis Heme
Gambar 1 Sintesis heme
Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html
Sintesis heme adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan banyak
langkah-langkah enzimatik. Proses ini dimulai di mitokondria dengan
kondensasi dari suksinil-CoA dan glisin membentuk 5-aminolevulinic acid.
Serangkaian langkah-langkah di dalam sitoplasma menghasilkan
coproporphrynohen III yang akan masuk kembali ke dalam mitokondria.
Langkah-langkah enzimatik akhir menghasilkan heme.
Sintesis globin
Dua rantai globin yang berbeda, alpha dan non-alpha (masing-masing dengan
molekul heme sendiri) bergabung membentuk hemoglobin. Dengan
pengecualian pada minggu pertama perkembangan embrio, salah satu rantai
globin selalu alpha. Sejumlah variabel mempengaruhi sifat dasar dari rantai
non-alpha di dalam molekul hemoglobin. Fetus mempunyai sebuah rantai non-
alpha yang berbeda yaitu gamma. Setelah lahir, rantai globin non-alpha
berbeda dinamakan beta, berpasangan dengan rantai alpha. Gabungan dari dua
rantai alpha dan dua rantai non alpha menghasilkan sebuah molekul
hemoglobin yang lengkap (total 4 rantai per molekul).
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 8/39
7
Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai gamma membentuk hemoglobin
fetal (janin) yakni Hb F. Dengan pengecualian bahwa 10 hingga 12 minggu
pertama setelah pembuahan, Hb F sebagai hemoglobin dasar di dalam
perkembangan janin. Gabungan dua rantai alpha dan dua rantai beta
membentuk hemoglobin adult (dewasa) yang juga disebut sebagai Hb A.
Walaupun Hb A dinamankan dewasa, Hb A menjadi hemoglobin yangmenonjol sekitar 18 hingga 24 minggu kelahiran.
Sepasang dari satu rantai alpha dan satu rantai non-alpha menghasilkan sebuah
dimer (dua rantai) hemoglobin. Dimer hemoglobin tidak efisien membawa
oksigen. Dua dimer bergabung membentuk sebuah tetramer hemoglobin yang
merupakan bentk fungsional dari hemoglobin. Ciri-ciri biofisika lengkap dari
tetramer hemoglobin yakni mengontrol pengambilan oksigen di paru-paru dan
melepaskannya di jaringan yang membutuhkan untuk mempertahankan hidup.
Gen-gen yang mengkode rantai globin alpha terletak pada kromosom 16,
sedangkan gen-gen yang mengkode rantai globin non-alpha terletak padakromosom 11. Kompleks alpha disebut lokus globin alpha, sedangkan
kompleks non-alpha disebut lokus globin beta. Keseimbangan ekspresi gen
pada rantai globin dibutukan untuk fungsi normal sel darah merah. Gangguan
keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin menghasilkan sebuah penyakit
yang dinamakan talasemia
(Bunn dan Forget, Saunders, 2002)
Gambar 2 Sintesis globin
Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 9/39
8
Tabel 1 Hemoglobin manusia
Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html
Biosintesis hemoglobinSintesis hemoglobin di mulai dalam proteoblast dan berlanjut bahkan dalam
stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah.
Oleh karena itu ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk kealiran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari
sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.
Tahap dasar pembentukan secara kimiawi :
Suksinil-KoA, di bentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin
membentuk molekul priol.
Empat priol bergabung membentuk protoporfirin IX bergabung dengan besi
membentuk molekul heme.
Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu
globin yang di sintesis oleh ribosom membentuk sub unit hemoglobin yang di
sebut rantai hemoglobin.
Guyton 11th edition, 2006
Embryonic hemoglobins Fetal hemoglobin Adult hemoglobins
gower 1- zeta(2),
epsilon(2)
gower 2- alpha(2), epsilon
(2)
Portland- zeta(2), gamma(2)
hemoglobin F- alpha(2),
gamma(2)
hemoglobin A- alpha(2),
beta(2)
hemoglobin A2- alpha(2),
delta(2)
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 10/39
9
LI.2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Thalasemia dan Thalassemia
secara genetik
LO.2.1. Definisi
Thalassemia adalah kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yangsecara umum terdapat penurunan kecepatan sintesis pada satu atau lebih rantai
polipeptida hemoglobin dan diklasifikasikan menurut rantai yang terkena(α, β, γ),
dua katagori utamanya adalah thalassemia α dan β.
Thalasemia secara genetik
Penamaan Klinis
NomenklaturGenotip Penyakit
Genetika
Molekuler
1. β -thalassemia
Thalassemia
mayor
- Homozigot β0-
thalassemia (β0/β0)
- Homozigot β+-
thalassemia (β+/β+)
Berat, membutuhkan
transfusi darah secara
teratur
Jarang delesi gen
pada (β0/β0)
2.
Thalassemia
intermedia
β0/β
β
+
/β
+
Berat, tetapi tidak
perlu transfusi darah
teratur
Defek pada
transkripsi,
pemrosesan, atau
translasi mRNA β-globin
3. Thalassemia
minor
β0/β
β+/β
Asimtomatik, dengan
anemia ringan atau
tanpa anemia; tampak
kelainan eritrosit
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 11/39
10
LO.2.2. KlasifikasiBerdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi
thalassemia alpha dan thalassemia β.
a. Thalassemia α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α. Delesi gen globin-α
menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapa tempat gen globin-α pada individu
normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengandelesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 12/39
11
Silent carrier thalassemia- α
Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan
hanya 3 dari 4 gen tersebut.
Trait thalassemia-α
Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α
pada masing-masing kromosom. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan thalassemia-α
intermedia.
Thalassemia-α mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α,
disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2
semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts
(γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen
yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = 2γ2), yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen.
GenotipJumlah
gen α
Presentasi
Klinis
Hemoglobin
Elektroforesis
Saat lahir >6 bulan
αα/αα 4 Normal Normal Normal
-α/αα 3 Silent Carier0-3% Hb
Barts Normal
--/-α
-α/-α
2Trait
Thalasemia-α
2-10% Hb
barts
Normal
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb H
--/-- 0 Hydrops fetalis>75% Hb
Barts-
Hb Barts = γ4 Hb H = β4
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 13/39
12
b. Thalassemia β
Ditandai oleh defisiensi sintesis rantai β globin. Pada thalassemia β0 tidak terdapat sama
sekali rantai β globin dalam keadaan homozigot. Pada thalassemia β+ terdapat penuruan
sintesis β globin (tetapi masih dapat terdeteksi) dalam keadaan homozigot.
Silent carrier thalassemia-β
Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-β+. Bentuksilent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat diidentifikasi pada
individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan bersama-sama
dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.
Trait thalassemia-β
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia
defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama
waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai
peningkatan HbA2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai
sedikit kenaikan HbF, sekitar 2- 6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar
khas, dijumpai HbA2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang
mewakili thalassemia tipe δβ.
Thalassemia Intermedia.
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit
rantai β globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari
derajat mutasi gen yang terjadi.
Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor) Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa
transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada kasus yang
tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum
tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi
masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 14/39
13
LO.2.3. Epidemiologi
http://wwwnc.cdc.gov/travel/images/map3-12-endemicity-melioidosis-
infection.jpg
1)
Thalassemia beta
Dilihat dari distribusi geografiknya maka thalassemia β banyak dijumpai di
mediterania, timur tengah, india/Pakistan dan asia. Di siprus dan yunani lebih
banyak dijumpai varian sedangkan di Asia tenggara lebih banyak varian
.Prevalensi thalassemia di berbagai Negara adalah sebagai berikut : Italy :10%, yunani : 5-10%, cina : 2%, india : 1-5%, Negro : 1%, Asia tenggara : 5%.
Jika dilukiskan dalam peta dunia, seolah olah membentuk sebuah sabuk
(thalassemia belt) dimana indonesia masuk ke dalamnya.
2) Thalasemia alfa
Sering dijumpai di asia tenggara, lebih sering sering dari thalassemia beta.
LO.2.4. EtiologiThalassemia disebabkan oleh delesi (hilangnya) satu gen penuh atau sebagian dari
gen (ini terdapat terutama pada thalassemia α atau mutasi noktah pada gen (terutama
pada talasemia β, kelainan itu menyebabkan menurunnya sintesis rantai polipeptida yangmenyusun globin. (Sunarto, 2000)
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah
berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-
sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat,
bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan
destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa
atau beta dari hemoglobin berkurang. (Mansjoer, 2009)
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 15/39
14
LO.2.5. Patofisiologi
Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali pruduksi rantai
globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakan kecepatam sintesis
salah satu jenis rantai globin (rantai α atau β) menyebabkan sintesis rantai globin
yang tidak seimbang. Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis
seimbang antara rantai α dan rantai β, yakni berupa α2β2, maka pada thalassemia
βo, idmana tidak disintesis sama sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi
berupa rantai α yang berlebihan (α4). Sedangkan pada thalassemia αo, dimana tidak
disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai
βyang berlebihan (β4)
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 16/39
15
a. Patofisiologi thalassemia β
Terdapat penurunan produksi rantai β, terjadi produksi berlebihan rantai α.
Produksi rantai globin γ, dimana pasca kelahiran masih tetap diproduksi rantai
α2 γ2 (HbF), tidak mencukupi untuk mengkompenssasi defisiensi α2β2
(HbA).Hal ini menunjukkan bahwa produksi rantai globin β dan rantai globin γ
tidak pernah mencukupi untuk mengikat rantai α yang berlebihan.Rantai α yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada pathogenesis thalassemia.
Rantai α berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya,
akan berpresipitasi pada precursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan
dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan
gangguan pematangan precursor eritoid dan eritropoiesis yang tidak
efektif( infektif),sehingga umur eritrosit menjadi pendek. Akibatnya timbul
anemia.Anemia ini lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong (drive) proliferasi
eritroid yang terus menerus (intens) dalam sumsum tulang yang infektif,
sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan
deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolism.
Anemia kemudian akan ditimbulkan lahi (exacerbated) danegan adanyahemodilusi akibat adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum
tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya splenomegaly.pada limpa yang
membesar makin banyak sel darah merah abnormal yang terjebak, untuk
kemudian akan dihancurkan oleh system fagosit. Hyperplasia sumsum tulang
jemudian akan meningkatkan absprbsi dam muatan besi. Tranfusi yang
diberikan secara teratur juga menambah muatan besi. Hal ini akan menyebabkan
penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti
kerusakan organ dan diakhiri dengan kematian. Bila besi ini tidak segera
dikeluarkan.
Patofisiologi thalassemia β
Hal yang terjadi Akibatnya/manifestasinya
Mutasi primer terhadap produksi
globin
Sintesis globin yang tidak seimbang
Rantain globin yang berlebihan
terhadap metabolism dan ketahanan
hidup (survival)eritrosit
Anemia
Eritrosit abnormal terhadap fungsi
organ
Anemia, splenomegaly, hepatomegaly,
dan kondisi hiperkoagulabilitas
Anemia terhadap fungsi organ Produksi eritropoietin dan ekspansi
sumsum tulang, deformitas skeletal,gangguan metabolism, dan perubahan
adaptif dungsi kardiovaskular
Metabolism besi yang abnormal Muatan besi berlebih , menyebabkan
kerusakan jaringan hati, endokrin,
miokardium, kulit
Rentan terhadap infeksi spesifik
Sel seleksi Penigkatan kadar HbF, heterogenitas
populasi sel darah merah
Modifers genetic sekunder Variasi fenotip ; khususnya melalui
respon HbF
Variasi metabolism bilirubin, besi dantulang
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 17/39
16
Pengobatan Muatan besi berlebih, kelainan tulang,
infeksi yang ditularkan lewat darah,
toksisitas obat
Riwayat evolusioner Variasi dari latar belakang genetic:
respon terhadap infeksi
Factor ekologi dan etnologi
b.
Patofisiologi thalassemia α
Patofisiologi thalassemia α umumnya sama dengan yang dijumpai pada
thalassemia β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T)
rantai globin α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip.
Sedangkan thalassemia 2aα homozigot (-α/-α) atau thalassemia 1a-heterozigot
(αα/--0 memberi fenotip seperti thalassemia β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen
globin α memberikan fenotip tingkat penyakit berat menengah (moderat), yang
diakatakan sebagai JbH disease. Sedangkan thalassemia αo homozigot (--/--)
tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb Bart;shydrops syndrome.Kelainan dasar thalassemia α sama dengan thalassemia β, yakni
ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal
patofisiologi kedua jenis thalassemia ini.
Pertama, karena rantai α dimiliki oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa
(tidak seperti thalassemia β), maka thalassemia α bermanifestasi pada masa
fetus.
Kedua, sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai
γ dan β yang dusebabkan oleh defek produksi rantai globin α sangat
berbeda dibandingkan dengan akibat produksi berlebih rantai α pada
thalassemia β. Bila kelebihan rantai α tersebut menyebabkan presipitasioada precursor eritrosit, maka thalassemia α menimbulakan tetramer yang
larut (soluble) yaakni γ4, Hb Bart‟s dan β4
LO.2.6. ManifestasiTanda dan gejala dari penyakit thalassemia disebabkan oleh kekurangan oksigen di
dalam aliran darah. Hal ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat sel-sel darah
merah dan hemoglobin. Keparahan gejala tergantung pada keparahan dari gangguan
yang terjadi.
a. Tidak Gejala
Alpha Thalassemia silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda ataugejala. Hal ini terjadi karena kekurangan protein globin alfa sangat kecil
sehingga hemoglobin dalam darah masih dapat bekerja normal.
b. Anemia ringan
Orang yang telah menderita thalassemia alfa atau beta dapat mengalami anemia
ringan. Namun, banyak orang dengan jenis talasemia tidak memiliki tanda-tanda
atau gejala yang spesifik.Anemia ringan dapat membuat penderita merasa lelah
dan hal ini sering disalahartikan menjadi anemia yang kekurangan zat besi.
c. Anemia ringan sampai sedang dan tanda serta gejala lainnya
Orang dengan beta talasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan
sampai sedang. Mereka juga mungkin memiliki masalah kesehatan lainnya,
seperti:
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 18/39
17
a) Memperlambat pertumbuhan dan pubertas. Anemia dapat memperlambat
pertumbuhan anak dan perkembangannya.
b) Masalah tulang, thalassemia dapat membuat sumsum tulang (materi spons
dalam tulang yang membuat sel-sel darah) tidak berkembang. Hal ini
menyebabkan tulang lebih luas daripada biasanya. Tulang juga dapat
menjadi rapuh dan mudah patah.c) Pembesaran limpa. Limpa adalah organ yang membantu tubuh melawan
infeksi dan menghapus materi yang tidak diinginkan. Ketika seseorang
menderita talasemia, limpa harus bekerja sangat keras. Akibatnya, limpa
menjadi lebih besar dari biasanya. Hal ini membuat penderita mengalami
anemia parah. Jika limpa menjadi terlalu besar maka limpa tersebut harus
disingkirkan.
d.
Anemia berat dan tanda serta gejala lainnya
Orang dengan penyakit hemoglobin H atau thalassemia beta mayor (disebut juga
Cooley's anemia) akan mengalami talasemia berat. Tanda dan gejala-gejala
muncul dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Mereka mungkin akan
mengalami anemia parah dan masalah kesehatan serius lainnya, seperti:a) Pucat dan penampilan lesu
b) Nafsu makan menurun
c) Urin akan menjadi lebih pekat
d) Memperlambat pertumbuhan dan pubertas
e) Kulit berwarna kekuningan
f) Pembesaran limpa dan hati
g) Masalah tulang (terutama tulang di wajah)
e. Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6bulan setelah kelahiran ketika
seharusnya terjadi pergantian dari produksi rantai γ ke rantai β
f.
Pembesaran hati dan Limpa terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan ,hemopoeisis extramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limpa yang
besar , meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma
dan meningkatkan destruksi eritrosit dan cadangan eritrosit
g. Pelebaran tulang yang hebat menyebabkan fasies thalasemia dan penipisan
korteks di banyak tulang, dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur dan
penonjolan tengkorak dengan suatu gambaran „ rambut berdiri” pada rontegen
h. Usia pasien dapat di perpanjang dengan pemberian transfuse darah tetapi
penimbunan besi yang disebabkan oleh transfuse berulang tidak terhindarkan
kecuali bila diberikan terapi khelasi. Tiap 500 l darah transfuse mengandung
sekitar 250 mg besi. Yang lebih memperburuk, absorpsi besi dari makanan
meningkat pada thalasemia β, kemungkinan akibat eritropoesisi yang inefektif.Besi erusak organ endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas yang
terlambat , atau tidak terjadi diabetes mellitus, hipotiroidisme,
hipoparatiroidise ) dan miokardium. Tanpa khalesi yang besi yang intensif,
kematian terjadi pada decade kedua atau ketiga, biasanya akibat gagal jantung
kohesif atau aritmia jantung.
i.
Infeksi dapat terjadi karena berbagai alas an. Pada masa bayi tanpa transfuse
yang mencukupi, anak yang menderita anemia rentan terhadap infeksi bakteri
( infeksi pneukokus, haemophilus dan meningokokus mungkin terjadi jika telah
dilakukan splenektomi dan tidak diberikan profilaksis penisilin).
j. Yersinia enterocolitica terutama di temuakan pada paasien kelebihan besi yang
sedang menjalani pengobatan desferioksamin. Transfuse virus elalui transfusi
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 19/39
18
darah dapt terjadi , penyakit hati pada thalaseia paling sering disebabkan
hepatitis C, bias juga hepatitis B kalau penyakit itu endemic, HIV
k. Osteoporosis dapat terjadi pada pasien yang mendapat transfuse baik biasanya
terjadi pada pasien diabetes.
a. Thalassemia α
Silent carrier thalassemia- α Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel
darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan. Pada tipe ini, diagnosis
tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb. Bisa juga dicari akan
adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orang tua) untuk
mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orang tua yang
menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas
merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.
Trait thalassemia-α Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang
rendah. Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat
lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.
Penyakit Hb HTerdapat anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah
merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan
pewarnaan supra vital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai
tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga
menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.
Thalassemia-α mayor
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup
meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal
jantung kongestif dan edema anasarka berat.
b. Thalassemia β
Silent carrier thalassemia-β
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang rendah.
Trait thalassemia-β Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb
abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah HbA2, HbF, atau keduanya.
Thalassemia Intermedia
Gambaran klinis dan intensitasnya berada diantara bentuk mayor dan minor. Pasien-
pasien thalassemia ini secara genetik bersifat heterogen.
Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 20/39
19
Kadar hemoglobinnya berkisar antara 3-6 gm/dL. MCV dan MCH rendah.
Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding
capacity). Kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.
Pada sediaan darah tepi memperlihatkan kelainan yang berat, seperti anisositosis
yang nyata disertai dengan banyak sel darah merah yang mikrositik hipokromik,
sel-sel target, sel darah merah yang berbintik-bintik (stippling), atauterfragmentasi.
Pembesaran hati dan limpa akibat destruksi eritrosit yang berlebihan,hemopoiesis ekstramedula dan penimbunan besi.
Pelebaran tulang. Hiperplasia sumsum tulangyang hebat menyebabkan
terjadinya facies cooley dan penipisan korteks di banyak tulang dengan suatu
kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan tengkorak dengan gambaran
hair on end pada foto rontgen.
Absorpsi besi meningkat, mengakibatkan eritropoiesis inefektif, kerusakan hati,
organ endokrin (kegagalan pertumbuhan, pubertas terlambat atau tidak terjadi,
DM, hipotiroidisme), gagal jantung
LO.2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding
1. AnamnesisKeluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh
kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh
kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan
2. Pemeriksaan fisik
Pucat
Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)Dapat ditemukan ikterus
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 21/39
20
Gangguan pertumbuhan
Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
3. Pemeriksaan penunjang
Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis beratdengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling , benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat.
Gambar 5. Sedimen Darah Tepi dari Penderita Thalassemia Trait dan Orang Normal.
Variasi bentuk eritrosit (sel darah merah) pada sedimen darah tepi
dilihat dengan mikroskop dari penderita thalassemia: a = hipokrom,
b = teardrop, c = target cell, d = basophilic stipling dengan pewarnaan giemsa
Bentuk eritrosit (sel darah merah) pada orang normal dengan pewarnaan giemsa
Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat
Pemeriksaan khusus
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F
Pemeriksaan pedigree : kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan t ra i t (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total)
Pemeriksaan lain
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas
PEMERIKSAAN LABORATORIUM- Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
- Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi
rendah dan dapat mencapai nol.
- Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang
ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
- Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
- Penyelidikan sintesis α /β terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan
nyata ratio α /β yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai β.
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 22/39
21
Gambaran radiologis
Radiologi menunjukkan gambran khas “hair on end ”. Tulang panjang menjadi tipis akibat
ekspansi sumsum tulang yang dapat berakibat fraktur patologis. Wajah menjadi khas, berupa
menonjolnya dahi, tulang pipi dan dagu atas. Pertumbuhan fisik dan perkembangannya
terhambat.
-Facies Mongoloid- -Splenohepatomegali-
(Sunarto, 2000)
Menjelaskan diagnosis banding thalassemia
Thalassemia Anemia Defisiensi Besi
Splenomegali + -
Icterus + -
Perubahan morfologik
eritrosit
Tak sebanding dengan derajat
anemi
Sebanding dengan derajat
anemi
Sel target ++ +/-
Resistensi osmotic Meningkat NBesi serum Meningkat Menurun
anemia hipokrom
mikrositerbesi serum
menurun
TIBC meningkat
Feritin menurun
besi sumsumtulang negatif
Anemia defisiensi besi
TIBC menurun
Feritin N / ^
besi sumsum tulangpositif
anemia akibatpenyakit kronil
normal FeritinNormal
elektroforesisHb
HbA2^HbF^
Thalasemia
Ring sideroblast dalam sumsumtulang
Anemiasideroblastik
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 23/39
22
TIBC Menurun Meningkat
Cadangan besi Meningkat Kosong
Feritin serum Meningkat Menurun
HbA2/HbF Meningkat Normal
LO.2.8. PenataLaksanaanPengobatan thalassemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari
gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta talasemia
cenderung ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan sedikit atau tanpa
pengobatan. Terdapat 3 (standar) perawatan umum untuk thalassemia tingkat
menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan chelation, serta
mmenggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat perawatan lainnya adalah
dengan transplantasi sum-sum tulang belakang, pendonoran darah tali pusat, dan
HLA (Human Leukocyte Antigens).
a. Transfusi darah
Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan
hemoglobin diatas 10 g/dl setiap saat. Darah segar, yang telah di saring untukmemisahkan leukosit, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan
reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa genotipnya pada permulaan
program transfuse untuk mengantisipasi bila timbul antibody eritrosit terhadap
eritrosit yang di trnasfusikan .
Efeksamping dan indikasi cara pemberian trasfusi darah
Indikasi :
1. Kehilangan darah akut, bila 20 – 30% total volume darah hilang dan perdarahan masih
terus terjadi.2. Anemia berat
3. Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi darah dan
sebagai tambahan dari pemberian antibiotik)
4. Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan, karena
komponen darah spesifik yang lain tidak ada
5. Transfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat.
Memberikan Transfusi Darah
Sebelum pemberian transfusi, periksa hal sebagai berikut:
a. Golongan darah donor sama dengan golongan darah resipien dan nama anak serta
nomornya tercantum pada label dan formulir (pada kasus gawat darurat, kurangi
risiko terjadinya ketidakcocokan atau reaksi transfusi dengan melakukan uji silang
golongan darah spesifik atau beri darah golongan O bila tersedia)
b.
Kantung darah transfusi tidak bocor
c. Kantung darah tidak berada di luar lemari es lebih dari 2 jam, warna plasma darah
tidak merah jambu atau bergumpal dan sel darah merah tidak terlihat keunguan atau
hitam
d. Tanda gagal jantung. Jika ada, beri furosemid 1mg/kgBB IV saat awal transfusi darah
pada anak yang sirkulasi darahnya normal. Jangan menyuntik ke dalam kantungdarah.
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 24/39
23
Lakukan pencatatan awal tentang suhu badan, frekuensi napas dan denyut nadi anak.
Jumlah awal darah yang ditransfusikan harus sebanyak 20 ml/kgBB darah utuh, yang
diberikan selama 3-4 jam.
Selama transfusi
1. Jika tersedia, gunakan alat infus yang dapat mengatur laju transfusi (lihat gambar )
2. Periksa apakah darah mengalir pada laju yang tepat
3. Lihat tanda reaksi transfusi (lihat di bawah), terutama pada 15 menit pertama transfusi
4. Catat keadaan umum anak, suhu badan, denyut nadi dan frekuensi napas setiap 30 menit
5.
Catat waktu permulaan dan akhir transfusi dan berbagai reaksi yang timbul.
Setelah transfusi
Nilai kembali anak. Jika diperlukan tambahan darah, jumlah yang sama harus ditransfusikan
dan dosis furosemid (jika diberikan) diulangi kembali.
RISIKO TRANSFUSI DARAH
Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian situasi klinis yang
kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial menyelamatkan nyawa hanya bila
didukung dengan transfusi darah, maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggidaripada risikonya. Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil
hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan. Dalam
hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya.Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan
penyakit infeksi dan risiko transfusi masif.20
IV.1. Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi.
Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi yang
membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash.
Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai
dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam,takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-
berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein,
trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.1
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar
tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat
pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik),
takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini
disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan
cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.1
Hemolisis intravaskular akut
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 25/39
24
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah
merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel.
Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat
menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan
semakin meningkatkan risiko.1,8
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan
dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum
diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan
ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya
adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain (selain
golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau
Duffy.1,8,16,17
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi,
kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar ataudalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-
satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi
dari setiap unit darah.1
Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila
terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi
ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki
penyakit dasar kardiovaskular.1,8
Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan salah
satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu,
defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan
produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal
transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa
demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan
agresif.1,8,16,17
Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury = TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan
leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi,
dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun
diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.1,8
IV.2. Reaksi Lambat
Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam,
anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancamnyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 26/39
25
pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan sel
darah kompatibel dengan antibodi tersebut.1,8,16,17
Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung
yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada wanita.
Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10
hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL.
Penatalaksanaan penting terutama bila hitung trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang
tidak terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan
trombosit yang kompatibel dengan antibodi pasien.1,8
Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi pada pasienimunodefisiensi, terutama pasien dengan transplantasi sumsum tulang; dan pasien
imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel
(HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda,
seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-
12 hari setelah transfusi. Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.1,8
Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan
mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal
organ (jantung dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk meminimalkan akumulasi
besi dan mempertahankan kadar serum feritin <2.000 mg/l.1,8
Supresi imun
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa cara, dan hal ini
menjadi perhatian karena adanya pendapat yang menyatakan bahwa angka rekurensi tumor
dapat meningkat. Selain itu juga terdapat pendapat yang menyatakan bahwa transfusi darah
meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya respons imun: sampai saat ini,
penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.1
Busch dkk18 (1993) melakukan randomized trial terhadap 475 pasien kanker kolorektal.
Penelitian membandingkan prognosis antara pasien kanker kolorektal yang dilakukan
transfusi autolog dengan transfusi allogenik. Didapatkan hasil bahwa risiko rekurensi
meningkat secara bermakna pada pasien yang dilakukan transfusi darah, baik allogenik
maupun autolog, bila dibandingkan dengan yang tidak dilakukan transfusi; risiko relatif
rekurensi adalah 2,1 dan 1,8; angka tersebut tidak berbeda bermakna satu dengan yang lain.
Jensen dkk19 melakukan penelitian randomized prospektif terhadap 197 pasien yang akan
menjalani operasi elektif kolorektal. Fungsi sel natural killer diteliti sebelum operasi, tiga,
tujuh dan 30 hari pasca operasi pada 60 pasien. Didapatkan hasil bahwa fungsi sel natural
killer mengalami ketidakseimbangan secara bermakna (p<0,001) sampai 30 hari pascaoperasi pada pasien yang dilakukan transfusi darah lengkap. Data di atas merupakan satu
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 27/39
26
kasus kuat yang menentang penggunaan transfusi darah lengkap pada pasien yang akan
menjalani operasi kolorektal elektif.
Penelitian tentang hubungan antara transfusi darah perioperatif dan rekurensi tumor padat
telah menimbulkan kontroversi. Analisis pada pasien yang dilakukan transfusi menyatakan
bahwa rekurensi berhubungan dengan transfusi darah lengkap namun tidak demikian halnyadengan transfusi konsentrat sel darah merah. Analisis selanjutnya dilakukan pada pasien
dengan kanker kolon, rektum, serviks dan prostat untuk menentukan apakah terdapat
perbedaan antara pasien yang menerima darah lengkap, sel darah merah, atau tidak dilakukan
transfusi. Pasien yang menerima ≥1 unit darah lengkap didapatkan keluaran yang jauh lebih
buruk dibandingkan dengan pasien yang tidak dilakukan transfusi (p<0,001). Sebaliknya,
pasien yang hanya menerima sel darah merah mengalami rekurensi progresif dan angka
kematiannya meningkat sesuai dengan jumlah transfusi; hal ini menggambarkan adanya
hubungan dengan jumlah transfusi. Berdasarkan analisis multivarian, transfusi darah ≤3 unit
darah lengkap berhubungan bermakna dengan rekurensi tumor yang lebih cepat (p=0,003)
dan kematian akibat kanker (p=0,02). Transfusi ≤3 unit konsentrat sel darah merah tidak
meningkatkan risiko rekurensi dibandingkan dengan pasien yang tidak menerima transfusi(p=0,05). Perbedaan nyata terlihat antara pasien yang menerima beberapa unit sel darah
merah dan dibandingkan dengan pasien yang menerima satu unit darah lengkap, hal tersebut
sesuai dengan hipotesis bahwa transfusi plasma darah simpan menyebabkan rekurensi tumor
lebih awal pada beberapa kasus.20
Agarwal dkk21 (1993) menganalisis data 5.366 pasien yang dirawat di rumah sakit selama >2
hari pada 8 rumah sakit selama 2 tahun untuk menentukan apakah transfusi darah
mempengaruhi terjadinya infeksi setelah trauma. Dinyatakan bahwa insidens infeksi
berhubungan bermakna dengan mekanisme cedera. Hasil analisis regresi logistik bertahap
menunjukkan bahwa jumlah darah yang diterima dan skor tingkat keparahan cedera
merupakan dua variabel prediktor infeksi yang bermakna. Meskipun pasien sudahdikelompokkan berdasarkan derajat keparahan, ternyata angka infeksi meningkat secara
bermakna sesuai dengan jumlah darah yang ditransfusikan. Transfusi darah pada pasien
cedera merupakan variabel prediktor bebas penting akan terjadinya infeksi. Hal ini tidak
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin atau mekanisme dasar yang mempengaruhi tingkat
keparahan cedera.
Moore dkk22 dalam penelitian kohort prospektif terhadap 513 pasien trauma yang dirawat di
ICU dengan kriteria usia >16 tahun, skor keparahan trauma >15 dan bertahan hidup >48 jam
menyimpulkan bahwa transfusi darah merupakan faktor risiko untuk terjadinya gagal organ
multipel (multiple organ failure = MOF) yang tidak bergantung pada indeks syok lainnya.
Zallen dkk23 melakukan studi kohort prospektif terhadap 63 pasien yang berisiko menderita
MOF pasca trauma untuk mengetahui apakah umur PRC yang ditransfusikan merupakan
faktor risiko timbulnya MOF pasca trauma. Dalam penelitian ini terdapat 23 pasien yang
diidentifikasi menderita MOF dan menerima 6-20 unit PRC dalam 12 jam pertama setelah
trauma. Umur PRC yang ditransfusikan pada 6 jam pertama dicatat dan dilakukan regresi
logistik multipel terhadap pasien yang menderita MOF maupun tidak. Disimpulkan bahwa
umur PRC yang ditransfusikan pada 6 jam pertama merupakan faktor risiko tidak bergantung
(independent) atas terjadinya MOF.
IV.3. Penularan Infeksi
Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada berbagai hal,
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 28/39
27
antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan skrining yang digunakan, status
imun resipien dan jumlah donor tiap unit darah.8 Saat ini dipergunakan model matematis
untuk menghitung risiko transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis C,
hepatitis B dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV). Model ini berdasarkan fakta
bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat window period (periode segera setelah
infeksi dimana darah donor sudah infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).24
Transmisi HIV
Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir tahun 1982 dan
awal 1983. Pada tahun 1983 Public Health Service (Amerika Serikat) merekomendasikan
orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV untuk tidak menyumbangkan darah. Bank darah
juga mulai menanyakan kepada donor mengenai berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan
sebelum skrining antibodi HIV dilaksanakan, hal tersebut ternyata telah mampu mengurangi
jumlah infeksi HIV yang ditularkan melalui transfusi. Berdasarkan laporan dari Centers forDisease Control and Prevention (CDC) selama 5 tahun pengamatan, hanya mendapatkan 5
kasus HIV/tahun yang menular melalui transfusi setelah dilakukannya skrining antibodi HIV
pada pertengahan maret 1985 dibandingkan dengan 714 kasus pada 1984.24
Pengenalan pemeriksaan antibodi HIV tipe 2 ternyata hanya sedikit berpengaruh di Amerika
Serikat, yaitu didapatkan 3 positif dari 74 juta donor yang diperiksa. Perhatian terhadap
kemungkinan serotipe HIV tipe 1 kelompok O terlewatkan dengan skrining yang ada
sekarang ini, timbul setelah terdapat 1 kasus di Amerika Serikat, sedangkan sebagian besar
kasus seperti ini terjadi di Afrika Barat dan Perancis. Di Amerika Serikat, dari 1.072 sampel
serum yang disimpan tidak ada yang positif menderita HIV tipe 1 kelompok O.24
Untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui transfusi, bank darah mulai menggunakan
tes antigen p24 pada tahun 1995. Setelah kurang lebih 1 tahun skrining, dari 6 juta donor
hanya 2 yang positif (keduanya positif terhadap antigen p24 tetapi negatif terhadap antibodi
HIV).24
Penularan virus hepatitis B dan virus hepatitis C
Penggunaan skrining antigen permukaan hepatitis B pada tahun 1975 menyebabkan
penurunan infeksi hepatitis B yang ditularkan melalui transfusi, sehingga saat ini hanya
terdapat 10% yang menderita hepatitis pasca transfusi. Makin meluasnya vaksinasi hepatitis
B diharapkan mampu lebih menurunkan angka penularan virus hepatitis B. Meskipun penyakit akut timbul pada 35% orang yang terinfeksi, tetapi hanya 1-10% yang menjadi
kronik.24
Transmisi infeksi virus hepatitis non-A non-B sangat berkurang setelah penemuan virus
hepatitis C dan dilakukannya skrining anti-HCV. Risiko penularan hepatitis C melalui
transfusi darah adalah 1:103.000 transfusi. Infeksi virus hepatitis C penting karena adanya
fakta bahwa 85% yang terinfeksi akan menjadi kronik, 20% menjadi sirosis dan 1-5%
menjadi karsinoma hepatoselular. Mortalitas akibat sirosis dan karsinoma hepatoselular
adalah 14,5% dalam kurun waktu 21-28 tahun.22 Prevalensi hepatitis B di Indonesia adalah
3-17% dan hepatitis C 3,4% sehingga perlu dilakukan skrining hepatitis B dan C yang cukup
adekuat.16
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 29/39
28
Transmisi virus lain
Di Amerika Serikat prevalensi hepatitis G di antara darah donor adalah 1-2%.22 Banyak
orang yang secara serologik positif virus hepatitis G juga terinfeksi hepatitis C. Meskipun
infeksi hepatitis G dapat menimbulkan karier kronik akan tetapi tidak ada bukti yang
menyatakan bahwa infeksi hepatitis G dapat menyebabkan hepatitis kronis maupun akut.25
Infeksi yang disebabkan kontaminasi komponen darah oleh organisme lain seperti hepatitis A
dan parvovirus B19, untuk darah donor yang tidak dilakukan skrining serologis, telah dicatat
tetapi perkiraan angka infeksi melalui transfusi tidak ada.23 Infeksi karena parvovirus B19
tidak menimbulkan gejala klinis yang bermakna kecuali pada wanita hamil, pasien anemia
hemolitik dan imunokompromais. Di Amerika Serikat, penularan virus hepatitis A melalui
transfusi darah hanya terjadi pada 1: 1 juta kasus.24
Di Kanada 35-50% darah donor seropositif terhadap sitomegalovirus (CMV).23 Di Irlandia
didapatkan angka 30%, tetapi hanya sebagian kecil dari yang seropositif menularkan virus
melalui transfusi.8 Risiko penularan CMV melalui transfusi terutama terjadi pada bayidengan berat badan sangat rendah (<1200 g), pasien imunokompromais terutama yang
menjalani transplantasi sumsum tulang dan wanita hamil pada trimester awal yang dapat
menularkan infeksi terhadap janin. Penularan CMV terjadi melalui leukosit yang terinfeksi;
oleh sebab itu teknik untuk mengurangi jumlah leukosit dalam produk darah yang akan
ditransfusikan akan mengurangi risiko infeksi CMV. Komponen darah segar mempunyai
risiko infeksi CMV yang lebih tinggi daripada produk darah yang disimpan beberapa hari.25
HTLV-I dapat menyebabkan penyakit neurologis dan leukemia sel T pada dewasa. Biasanya
penyakit timbul beberapa tahun setelah infeksi dan hanya sedikit yang pada akhirnya
menderita penyakit tersebut. HTLV-I dapat ditularkan melalui transfusi komponen sel darah.
Prevalensi tertinggi ada di Jepang dan Kepulauan Karibia.8 Sedangkan hubungan antaraHTLV-II dengan timbulnya penyakit masih belum jelas, tetapi infeksi dapat ditemukan pada
pengguna narkotika intravena. Dikatakan bahwa infeksi akan timbul pada 20-60% resipien
darah yang terinfeksi HTLV-I dan II. Transmisi dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan
darah dan jumlah sel darah merah dalam unit tersebut. Darah yang telah disimpan selama 14
hari dan komponen darah nonselular seperti kriopresipitat dan plasma beku segar ternyata
tidak infeksius.24
Kontaminasi bakteri
Kontaminasi bakteri mempengaruhi 0,4% konsentrat sel darah merah dan 1-2% konsentrat
trombosit.1 Kontaminasi bakteri pada darah donor dapat timbul sebagai hasil paparanterhadap bakteri kulit pada saat pengambilan darah, kontaminasi alat dan manipulasi darah
oleh staf bank darah atau staf rumah sakit pada saat pelaksanaan transfusi atau bakteremia
pada donor saat pengambilan darah yang tidak diketahui.25
Jumlah kontaminasi bakteri meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan sel darah merah
atau plasma sebelum transfusi. Penyimpanan pada suhu kamar meningkatkan pertumbuhan
hampir semua bakteri. Beberapa organisme, seperti Pseudomonas tumbuh pada suhu 2-6°C
dan dapat bertahan hidup atau berproliferasi dalam sel darah merah yang disimpan,
sedangkan Yersinia dapat berproliferasi bila disimpan pada suhu 4°C. Stafilokok tumbuh
dalam kondisi yang lebih hangat dan berproliferasi dalam konsentrat trombosit pada suhu 20-
40°C. Oleh karena itu risiko meningkat sesuai dengan lamanya penyimpanan.1,22 Gejalaklinis akibat kontaminasi bakteri pada sel darah merah timbul pada 1: 1 juta unit transfusi.
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 30/39
29
Risiko kematian akibat sepsis bakteri timbul pada 1:9 juta unit transfusi sel darah merah. Di
Amerika Serikat selama tahun 1986-1991, kontaminasi bakteri pada komponen darah
sebanyak 16%; 28% di antaranya berhubungan dengan transfusi sel darah merah. Risiko
kontaminasi bakteri tidak berkurang dengan penggunaan transfusi darah autolog.25
Penularan sifilis di Kanada telah berhasil dihilangkan dengan penyeleksian donor yang cukuphati-hati dan penggunaan tes serologis terhadap penanda sifilis.25
Kontaminasi parasit
Kontaminasi parasit dapat timbul hanya jika donor menderita parasitemia pada saat
pengumpulan darah. Kriteria seleksi donor berdasarkan riwayat bepergian terakhir, tempat
tinggal terdahulu, dan daerah endemik, sangat mengurangi kemungkinan pengumpulan darah
dari orang yang mungkin menularkan malaria, penyakit Chagas atau leismaniasis. Di Kanada
dan Amerika Serikat penularan penyakit Chagas melalui transfusi sangat jarang.23 Risiko
penularan malaria di Kanada diperkirakan 1:400.000 unit konsentrat sel darah merah, di
Amerika Serikat 1:4 juta unit darah, sedangkan di Irlandia saat ini tidak ada laporanmengenai penularan malaria melalui transfusi darah.8,25
Penyakit Creutzfeldt-Jacob
Pasien yang berisiko terinfeksi penyakit Creutzfeldt-Jacob seperti pasien dengan riwayat graft
durameter atau kornea, injeksi hormon pertumbuhan atau gonadotropin yang berasal dari otak
manusia atau ada riwayat keluarga kandung garis keturunan pertama yang menderita penyakit
Creutzfeldt-Jacob secara permanen tidak boleh menyumbangkan darah. Hal ini dilakukan
meskipun penularan penyakit Creutzfeld-Jacobs melalui transfusi belum pernah dilaporkan.
Riwayat transfusi darah telah dilaporkan pada 16 dari 202 pasien dengan penyakit
Creutzfeldt-Jacob, angka ini sama dengan yang terdapat pada kelompok kontrol.8,25
b. Suplemen asam folat
Asam folat diberikan secara teratur (missal 5 mg /hari ) jika asupan diet buruk
c. Terapi Khelesi
Terapi khalesi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi.
Obat pengkelasi besi yang dikenal adalah deferoksamin, deferipron, dan deferasirox.3
1. Deferoksamin (DFO)
Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus subkutan dalam 8-12 jam denganmenggunakan pompa portabel kecil selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus
yang umum adalah di abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang
menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000 µg/L. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran, gangguan tulang
dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.
2. Deferipron (L1)
Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap
jantung. Anderson dkk menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan
deferipron memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebihrendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin. Meskipun begitu, masih
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 31/39
30
terdapat kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas deferipron sebab deferipron
dilaporkan dapat menyebabkan ES: agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan
fibrosis hati. Saat ini deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat.
3. Deferasirox (ICL-670)
Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru saja mendapatkan izin pemasaran
di Amerika Serikat pada bulan November 2005. Terapi standar yang dianjurkan
adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali
lebih besar dibanding deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler,
dan efektif dalam mengatasi hepatotoksisitas. ES: yang mungkin terjadi adalah sakit
kepala, mual, diare, dan ruam kulit.
4. Terapi-Kombinasi
Dapat berupa terapi kombinasi secara simultan maupun sekuensial. Terapi kombinasi
secara simultan adalah pemberian deferoksamin 2-6 hari seminggu dan deferipronsetiap hari selama 6-12 bulan. Terapi kombinasi sekuensial adalah pemberian
deferipron oral 75 mg/kgBB selama 4 hari diikuti deferoksamin subkutan 40
mg/kgBB selama 2 hari setiap minggunya. Terapi kombinasi diharapkan dapat
menurunkan dosis masing-masing obat, sehingga menurunkan toksisitas obat namun
tetap menjaga efektifitas kelasi.
d. Vitamin c
Vitamin c ( 200 mg perhari ) meningkatkan ekresi besi di sebabkan oleh
desferioksamin.
e. Transplantasi Sumsum tulang
Transplantasi sumsun tulang alorgenik memberi prospek kesembuhan yang permanen.Tingkat kesuksesannya (ketahanan hidup bebas thalassemia mayor
jangka panjang) adalah lebih dari 80 % pada pasien muda yang mendapat
khelasi secara baik tanpa disertai adanya fibrosis hati ataupun splenimegali.
Saudara kandung dengan antigen leukosit manusia ( human leucocyte antigen,
HLA) yang sesuai (atau kadang kadang, anggota keluarga lainnya atau donor
sesuai yang tak memiliki hubungan) bertindak sebagai donor. Kegagalan utama
adalah akibat kambuhnya thalsemia , kematian ( misalnya akibat infeksi ) atau
penyakit graft versus host ( cangkok versus pejamu) kronik yang berat
f. Splenectomy
Indikasi dilakukannya splenektomi dapat dilihat sebagai berikut.
1. Elektif :
- Kelainan hematologis
- Bagian dari bedah radikal dari abdomen atas
- Kista/tumor limpa
- Penentuan stadium limfoma (jarang dikerjakan)
2. Darurat:
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 32/39
31
- Trauma
Pendekatan terhadap limpa yang ruptur berbeda dari suatu splenektomi elektif.
Pasien yang mengalami trauma limpa harus ditangani pertama kali dengan protokol
ATLS (advanced trauma life support) dengan kontrol jalan napas,pernapasan dan
sirkulasi. Bilas peritoneum atau pemeriksaan radiologis harus digunakan untukmenilai cedera abdomen sebelum operasi.
Kontraindikasi open splenektomi
1. Tidak ada kontraindikasi absolute terhadap splenektomy
2. Terbatasnya harapan hidup dan pertimbangan resiko operasi
Kontraindikasi Laparoscopic Splenectomy
1.
Riwayat operasi abdominal bagian atas 2.
Gangguan koagulasi yang tidak terkontrol
3. Jumlah trombosit yang sangat rendah (<20,000/100>
4.
Perbesaran limpa secara massif misalnya perbesaran lebih dari 4 kali dari normal
5. Hipertensi porta
Persiapan
1. Anestesi umum.
2. Pipa nasogastrik.
3. Profilaksis antibiotik.
4. Profilaksis anti-DVT- stockings, heparin.
5. Posisi terlentang
Prosedur
Bisa digunakan insisi paramedian kiri atas, median, transversal atau subkostal kiri.
Pada kasus trauma, insisi mediana memungkinkan akses yang lebih baik ke alat dalam
lainnya.
Open splenektomi
Langkah pertama dan terpenting adalah memotong ligamen lieno-renalis. Dengan
berdiri di sebelah kanan pasien, dan dengan asisten menarik perlahan pinggir kiri dari luka
operasi, jalankan satu tangan pada limpa ke bawah sampai ligamen lieno-renalis. Dengan
lembut, tarik limpa dan potong ligamen lieno-renalis, mulai dari bagian bawah dan bergerak
ke atas kutup atas dengan menggunakan gunting dengan gagang panjang.
Sekarang geser limpa ke atas dengan tangan kiri dan perlahan -lahan dorong
peritoneum dengan swab pada stick.. Jaringan terus disapu dari belakang limpa, saat limpa
dibawa ke arah luar. Kemudian omentum bisa dilepas dari kutup bawah dengan memotongvasa gastroepiploica sinsitra antara forsep arteri dan ligasi dengan benang serap. Pada tahap
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 33/39
32
ini, vasa brevia yang berjalan dari kutup atas limpa ke lambung melalui ligamen gastro-
lienalis harus diikat dan dipotong sendiri-sendiri. Jaga untuk tidak merusak lambung.
Kemudian perhatian dialihkan ke pembuluh limpa. Jalankan beberapa jari kiri ke sekeliling
hilus dan palpasi cabang-cabang arteri lienalis saat arteri tersebut memasuki limpa. Dengan
ibu jari pada kauda pankreas untuk melindunginya, klip dan pisahkan cabang-cabang ini beserta vena-venanya.Selanjutnya sisa ligamen gastro-lienalis bisa dipotong. Limpa bisa
diangkat dan pembuluh- pembuluh utama diikat rangkap dua, arteri sebelum vena. Suction
drain ditempatkan pada rongga subfrenik dan dinding abdomen ditutup lapis demi lapis.
LO.2.9. Pencegahan
Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir
dengan thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam pencegahan thalassemia yaitusecara retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif dilakukan dengan caramelakukan penelusuran terhadap anggota keluarga dengan riwayat keluarga menderitathalassemia mayor. Sementara pendekatan prospektif dilakukan dengan melakukanskrining untuk mengidentifikasi karier thalassemia pada populasi tertentu. Secara garis besar bentuk pencegahan thalassemia dapat berupa edukasi tentang penyakit thalassemia pada masyarakat, skrining (carrier testing ), konseling genetika pranikah, dan diagnosis pranatal.
1. EdukasiEdukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang sangat penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang
penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan, terutama tentang thalassemia denganfrekuensi kariernya yang cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harusdiajarkan di sekolah, demikian pula pengetahuan tentang gejala awal thalassemia.Media massa harus dapat berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasitentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan dan cara
pencegahannya.
Program pencegahan thalassemia harus melibatkan banyak pihak terkait.
Sekitar 10% dari total anggaran program harus dialokasikan untuk penyediaan
materi edukasi dan pelatihan tenaga kesehatan.2. Skrining Karier
Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia, Yunani dan tempat
yang memiliki fekuensi gen thalassemia tinggi. Skrining pada populasi (skrining prospektif) dikombinasikan dengan diagnostik pranatal telah menurunkan insidensthalassemia secara dramatis.Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier thalassemia padasuatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining ini bertujuanuntuk mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan menginformasikankemungkinan mendapat anak dengan thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukanuntuk menghindarinya.Algoritma skrining identifikasi karier rekomendasi the Thalassemia International
Federation (2003) mengikuti alur pada gambar 4 sebagai berikut :
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 34/39
33
Gambar 4. Alogritma skrinning thalassemia
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 35/39
34
Target utama skrining adalah penemuan β- dan αo thalassemia, serta Hb S, C, D, E.15Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi baru lahir. Pada daerahdengan risiko tinggi dapat dilakukan program skrining khusus pranikah atau sebelummemiliki anak.
Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan penelusuran
silsilah keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan skrining populasi.
Bila ada individu yang teridentifikasi sebagai karier, maka skrining pada
anggota keluarga yang lain dapat dilakukan. Skrining silsilah genetik
khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi perkawinan antar kerabat
dekat.Metode pemeriksaan thalassemia yang definitif dan akurat meliputi pemeriksaankualitatif HbA2, HbF, rasio sintesis rantai globin dan analisis DNA untuk mengetahui
mutasi spesifik. Namun, semua pemeriksaan ini mahal. Pasien thalassemia selalumengalami anemia hipokrom (MCH < 26 pg) dan mikrositik (MCV < 75 fl),karenanya kedua kelainan ini tepat digunakan untuk pemeriksaan awal karierthalassemia. Kemungkinan anemia mikrositik akibat defisiensi besi harus
disingkirkan melalui pemeriksaan porfirin bebas eritrosit, feritin serum atau kadar besi serum, dengan total iron-binding capacity.
3. Konseling Genetika
Istilah konseling genetika pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Sheldon Redd
(1947) dari Dight Institute for Human Genetics, University of Minnesota. Konseling
genetika dapat diartikan sebagai “memberi informasi atau pengertian kepada
masyarakat tentang masalah genetik yang ada dalam keluarganya” .
Pada prinsipnya sebelum dilakukan konseling genetika dibutuhkan seorang
konselor. Konselor ini tidak harus seorang dokter, tetapi dapat juga berupa perawat,
bidan, psikolog, bahkan pekerja sosial (Simon and Pardes, 1977). Yang terpenting
seorang konselor sudah terlatih dan sangat menguasai tentang thalassemia. Seorangkonselor harus dapat menyampaikan informasi seputar thalassemia. Informasi itu
menyangkut 3 hal pokok, yaitu:
1. Tentang penyakit thalassemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya, dan
masalah-masalah yang akan dihadapi oleh seorang penderita thalassemia major.
2.
Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh klien dan
membiarkan mereka membuat keputusan sendiri sehubungan dengan tindakan yang
dilakukan.
3. Membantu mereka agar keputusan yang telah diambil dapat dilaksanakan dengan
baik dan lancar.
Secara umum sasaran dari seorang konselor genetika adalah pasangan pranikah,
terutama yang berasal dari populasi atau etnik yang berpotensial tinggi menderita
thalassemia. Kepada pasangan tersebut perlu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
hematologis (full blood count) terlebih dahulu sebelum menikah. Hal tersebut untuk
memastikan apakah mereka mengemban cacat genetik thalassemia.
Apabila hanya salah satu yang mengemban risk factor dari thalassemia relatif
rendah. Namun, apabila keduanya carrier, perlu dikonfirmasikan apabila mereka tetap
menutuskan untuk melangsungkan pernikahan, maka persentase keturunan yang akan
menderita thalassemia major adalah sebesar 25%. Keputusan yang diambil sangat
bergantung kedua pasangan tersebut.
Konseling genetik secara khusus juga ditujukan untuk pasangan yang beresiko
tinggi, baik yang terjaring pada pemeriksaan premarital maupun pasangan yang telahmemiliki anak dengan kasus thalassemia sebelumnya. Kepada mereka perlu
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 36/39
35
diberitahukan bahwa telah ada teknologi yang dapat membantu mengetahui apakah
janin yang dikandung menderita thalassemia ataupun tidak, yang dikenal dengan nama
diagnosis prenatal.
Perlu diinformasikan pula mengenai prosedur diagnosis, tingkat kesalahan
diagnosis, biaya serta kemungkinan abortus akibat pengambilan sample. Dengan
demikian, klien dapat mempertimbangkan untung-ruginya sebelum mengambilkeputusan. (Blumberg et.al, 1975)
Kesuksesan konseling genetik sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan
sosial budaya kedua pasangan. Berdasarkan pengalaman negara yang meniliki
prevalensi tinggi kasus thalassemia, seperti Sisilia, Cyprus, dan Italia, program
konseling genetik dan diagnosis prenatal dapat menurunkan insedensi dari kasus
Thalassemia hingga mencapai 80% dalam 10 tahun terakhir. (Cao dan Rosatelli, 1988)
Mayoritas pasangan yang beresiko tinggi untuk melahirkan anak dengan kasus
thalassemia, biasanya tetap memutuskan untuk menikah. Namun, mereka lebih
memilih untuk tidak memiliki keturunan. Hal tersebut tentunya berlawanan dengan
masyarakat kita. Hal tersebut dikarenakan paradigma masyarakat yang cenderung
mencap menikah adalah untuk memperoleh keturunan.(Ganie, 2005)
Tubuh kesehatan dunia (WHO) menyarankan 2 tahap strategi dalam pencegahan
thalassemia.
Tahap 1, melibatkan pengembangan kaedah yang sesuai untuk diagnosa pranatal dan
menggunakannya untuk mengenal dengan pasti pasangan yang mempunyai resiko
tinggi misalnya mereka yang telah mempunyai anak dengan penyakit thalassemia.
Tahap ke2, melibatkan penyaringan penduduk untuk mengenal pasti pembawa dan
memberi penjelasan kepada mereka yang mempunyai resiko. Seterusnya menyediakandiagnosis pranatal sebelum mereka mempunyai anak-anak yang mengidap talasemia.
Hal ini bisa menurunkan jumlah bayi yang mengidap talasemia.
Pencegahan Primer
Penyuluhan sebelum perkawinan ( marriage counselling ) untuk mencegah
perkawinan diantara penderita talasemia agar tidak mendapat keturunan yang
hemozigot atau varian – varian talasemia dengan mortalitas tinggi.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan kelahiran bayi homozigot dari pasangan suami istri dengan talasemiaheterozigot. Salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengna sperma berasal
dari donor yang bebas talasemia . Kelahiran kasus homozigot terhindar tetapi 50 %
dari anak yang lahir adalah carier seperti ibunya sedangkan 50 % lainnya adalah
normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion
merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot
intrauterin sehingga dapat dilakukan tindakan abortus provokatus.
4. Diagnosis Pranatal
Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan pranatal padawanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada suaminya bila wanitahamil tersebut teridentifikasi karier. Bila keduanya adalah karier, maka ditawarkandiagnosis pranatal pada janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 37/39
36
thalassemia homozigot. Saat ini, program ini hanya ditujukan pada thalassemia β+dan βO yang tergantung transfusi dan sindroma Hb Bart‟s hydrops.Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan.1,3 Metodeyang digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis DNA janin.Pengambilan sampel janin dilakukan melalui amniosentesis atau biopsi vili korialis(VCS/ villi chorealis sampling ).
LO.2.10. Komplikasi
Komplikasi pada Jantung
Kelainan jantung khususnya gagal jantung kiri berkontribusi lebih dari setengah
terhadap kematian pada penderita thalasemia. Penyakit jantung pada penderita thalasemia
mungkin bermanifestasi sebagai kardiomiopati hemosiderrhosis, gagal jantung, hipertensi
pulmonal, arrithmia, disfungsi sistolik/diastolik, effusi pericardial, miokarditis atau
perikarditis. Penumpukan besi merupakan faktor utama yang berkontribusi terjadinya
kelainan pada jantung, adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain genetik,faktor
imunologi, infeksi dan anemia kronik. Pada pasien yang mendapatkan transfusi darah tetapitidak mendapatkan terapi kelasi besi penyakit jantung simtomatik dilaporkan 10 tahun setelah
pemberian transfusi pertama kali.
Komplikasi endokrin
Insiden yang tinggi pada disfungsi endokrin telah dilaporkan pada anak, remaja, dan
dewasa muda yang menderita thalasemia mayor. Umumnya komplikasi yang terjadi yaitu
hypogonadotropik hipogonadisme dilaporkan di atas 75% pasien. Pituari anterior adalah
bagian yang sangat sensitif terhadap kelebihan besi yang akan menggangu sekresi
hormonal antara lain disfungsi gonad. Perkembangan seksual mengalami keterlambatan
dilaporkan 50% anak laki-laki dan perempuan mengalami hal tersebut, biasanya pada anak
perempuan akan mengalami amenorrhea. Selama masa kanak-kanak pertumbuhan bisadipengaruhi oleh kondisi anemia dan masalah endokrin. Masalah tersebut mengurangi
pertumbuhan yang harusnya cepat dan progresif menjadi terhambat dan pada akhirnya bia
sanya anak dengan thalasemia akan mengalami postur yang pendek. Faktor-faktor lain yang
berkontribusi antara lain yaitu infeksi, nutrisi kurang, malabsorbsi vitamin D, defisiensi
kalsium, defisiensi zinc dantembaga, rendahnya level insulin seperti growth faktor-1(IGF-1)
dan IGF-binding protein-3(IGFBP-3). Komplikasi endokrin yang lainnya adalah intoleransi
glukosa yang disebabkan penumpukan besi pada pancreas sehingga mengakibatkan diabetes.
Disfungsi thyroid dilaporkan terjadi pada pasien thalasemia di mana hypothyroid merupakan
kasus yang sering ditemui, biasanya terjadi peningkatan kadar TSH. Hypothyroid pada tahap
awal bisa bersifat reversibel dengan kelasi besi secara intensif. Selain Hypotyroid kasus
lainnya dari kelainan endokrin yang ditemukan yaitu hypoparathyroid. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar serum kalsium, phosphate dan
hormon parathyroid di mana kelainan ini biasanya ditemukan pada dekade kedua
kehidupan.
Komplikasi metabolik
Kelainan metabolik yang sering ditemukan pada penderita thalasemia yaitu rendahnya
masa tulang yang disebabkan oleh hilangnya pubertas spontan, malnutrisi, disfungsi
multiendokrin dan defisiensi dari vitamin D, kalsium dan zinc. Masa tulang bisa diukur
dengan melihat Bone Mineral Density (BMD) dengan menggunakan dual x-ray pada tiga
tempat yaitu tulang belakang, femur dan lengan. Rendahnya BMD sebagai manifestasi
osteoporosis apabila T score <-2,5 dan osteopenia apabila T score-1 sampai-2.
Komplikasi hepar
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 38/39
37
Setelah dua tahun dari pemberian transfusi yang pertama kali pembentukan kolagen
dan fibrosis terjadi sebagai dampak dari adanya penimbunan besi yang berlebih. Penyakit hati
yang lain yang sering muncul yaitu hepatomegali, penurunan konsentrasi albumin,
peningkatan aktivitas aspartat dan alanin transaminase. Adapun dampak lain yang berkaitan
dengan penyakit hati adalah timbulnya Hepatitis B dan Hepatitis C
akibat pemberian transfusi.
Komplikasi Neurologi
Komplikasi neurologis pada penderita thalasemia beta mayor dikaitkan dengan
beberapa faktor antara lain adanya hipoksia kronis, ekspansi sumsum tulang, kelebihan zat
besi dan adanya dampak neurotoksik dari pemberian desferrioxamine. Temuan abnormal
dalam fungsi pendengaran, timbulnya potensi somatosensori terutama disebabkan oleh
neurotoksisitas desferioxamin dan adanya kelainan dalam konduksi saraf.
LO.2.11. Prognosis
Prognosis dari thalassemia tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan sejauh manaseorang individu mengikuti pengobatan yang telah ditetapkan dengan tepat. Penderita beta-
thalassemia mayor (bentuk yang paling parah dari thalassemia), dapat hidup sampai usia lima
puluhan dengan transfusi darah, terapi khelasi besi, dan splenektomi. Tanpa terapi khelasi
besi, bagaimanapun, hidup dibatasi oleh tingkat kelebihan zat besi dalam hati, dengan
kematian sering terjadi antara usia 20 dan 30. Transplantasi sumsum tulang dengan sumsum
dari donor yang cocok menawarkan tingkat 54% sampai 90% hidup untuk orang dewasa.
Hampir semua bayi lahir dengan alpha-thalassemia mayor akan meninggal akibat anemia.
Ada, Namun, sejumlah kecil yang dapat bertahan hidup setelah menerima prenatal
(intrauterin) transfusi darah. Prospek untuk pasien dengan HBH tergantung pada komplikasi
dari transfusi darah, splenomegali (pembesaran limpa), atau splenektomi (pengangkatanlimpa) dan derajat anemia.http://www.mdguidelines.com/thalassemia/prognosis
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 39/39
Daftar Pustaka
A.V. Hoffbrand, J.E. Petit, P.A.H. Moss. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 6.
Jakarta : EGC
Andreoli, Benett, Carpenter, and Plum. Cecil Essentials of Medicine Fourth Edition.
W.B. S
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
1984: 62 – 67. Supandiman, Prof. dr. Iman, DSPD. H. Hematologi Klinik. Penerbit
Alumni. Bandung. 1997: 67.
Company. Philadelphia. 1997: 386 – 387.
Howard, Martin R., and Peter J. Hamilton.
Haematology Third Edition. Elsevier. 2008: 32 – 33. Sodeman, William A., and Thomas M.
Sodeman. Patofisiology – Pathologic Physiology Mechanism of
Disease. Hipokrates. 1995: 277 – 278 dan 333 – 335. Spivak, Jerry L. Fundamentals
of Clinical Hematology Second Edition. Harpers & Row Publisher. USA.
Hillam RS, etc. 2005. Hematology in Clinical Practice – A Guide to Diagnosis and
Management . 4th edition. New York. Mc-Graw-Hill
Hoffbrand A.V. and Pettit J.E. (2001). Genetic Diorders of
Haemoglobin. In:Hoffbrand AV and Pettit JE (eds) Color Atlas of Clinical Hematology. 3th
ed. 5: 85-98. London: Mosby
Mansjoer A, dkk. 2001. Kapitas selekta Kedokteran. Edisi-3. Volume 1. Jakarta :Media Aesculapius
Price SA, etc. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Edisi 6.
Volume 1. Jakarta : EGC
Weatherall D.J. (1965). Historical Introduction. In: Weatherall DJ (ed). The
Thalassaemia Syndromes. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 1: 1-5.
http://www.ichrc.org/106-transfusi-darah
http://www.mdguidelines.com/thalassemia/prognosis
http://thalasemia.org/penyebab-penyakit-thalasemia/
Anonymous.2012.Penyakit
Thalassemia .http://www.TALASEMIA«DokMud‟szone.htm,com. Diakses tanggal 29
oktober 2014