World Congress of Positive Psychologyerepo.unud.ac.id/id/eprint/25482/1/dc8dd8d98bc5ee5... ·...
Transcript of World Congress of Positive Psychologyerepo.unud.ac.id/id/eprint/25482/1/dc8dd8d98bc5ee5... ·...
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 | i
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL & TEMU ILMIAH PSIKOLOGI POSITIF I 2018
“POSITIVE PSYCHOLOGY in DEALING with MULTIGENERATION”
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Editor:
Dr. Dr. Wustari L. Mangudjaya, M Org.Psi, MA
Dr. Nurlaila Effendy, M.Si
Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si
Dr. Rostiana, M.Si., Psikolog
M. Taufiq Amir, Ph.D
Diterbitkan oleh:
Himpunan Psikologi Indonesia
Jl. Kebayoran Baru No. 85B
Kebayoran Lama, Velbak
Jakarta 12240
ISBN: 978-602-96634-7-1
Dicetak oleh PT. KERTAS PUTIH DIGITAL PRINTING
ii | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
PENGANTAR KETUA ASOSIASI PSIKOLOGI POSITIF INDONESIA
Salam Bahagia
Perkembangan Psikologi Positif di berbagai belahan dunia sangat cepat, baik dari
penelitian, terapi, maupun aplikasi dari konsep Psikologi Positif.. Setiap 2 tahun sekali
International Conference juga dilaksanakan di berbagai belahan dunia (Eropa, Australia, New
Zaeland, Amerika, China, Turki). Asosiasi Psikologi Positif di dunia dikenal dengan IPPA
(International Positive Psychology Association). World Congress dilaksanakan 2 tahun sekali, dan
5th World Congress of Positive Psychology baru saja dilaksanakan bulan Juli 2017 di Montreal,
Kanada., dan tahun depan (2019) akan dilaksanakan di Melbourne, Australia.
Asosiasi Psikologi Positif Indonesia (AP2I) adalah Asosiasi/Ikatan yang ke 15 dibawah
HIMPSI, yang dideklarasikan satu tahun lalu, 26 Agustus 2017. AP2I memang baru satu tahun,
namun para peneliti, pemerhati Psikologi Positif cukup banyak dan aktif mengembangkan
Psikologi Positif di Indonesia. Hal ini yang mendorong asosiasi menyelenggarakan beberapa
program pada tahun 2018 dari Positive Organization Award, RTM pengampu MK. Psikologi
Positif, Workshop, dan Temilnas dengan topik “ Positive Psychology in Dealing with
Multigeneration”
Topik tersebut menjadi topik Temilnas 2018 dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah
karakteristik penduduk Indonesia dan kondisi yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan proyeksi
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2013 jumlah penduduk Indonesia pada
2018 mencapai 265 juta jiwa (133,17 juta jiwa laki-laki dan 131,88 juta jiwa perempuan).Menurut
kelompok umur, penduduk yang masih tergolong anak-anak (0-14 tahun) sekitar 26,6% dari total
populasi, usia produktif (14-64 tahun) sekitar 67,6% dan penduduk usia lanjut 65 ke atas
diperkirakan 5,8%. Rasio angka ketergantungan (usia produktif terhadap usia nonproduktif)
sebesar 47,9%, lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 48,1% dan juga turun dari posisi 2010
yang mencapai 50,5%.
Jumlah Penduduk Indonesia akan mencapai puncaknya diperkirakan pada 2062. Peran
Psikologi Positif sangat penting memberikan kontribusi bagi kualitas hidup baik pada usia
produktif maupun pada usia lanjut, yang akan mempengaruhi pada generasi dibawahnya. Sehingga
pembicara pada seminar juga menyampaikan untuk mendukung topik tersebut. Topik-topik yang
beragam pada sesi paralel akan menambah kedalaman dan keluasan topik-topik pada Psikologi
Positif sesuai kondisi Indonesia.
Terimakasih kepada semua yang terlibat dari pengurus, panitia, para peserta, sehingga
terselenggaranya Temilnas Psikologi Positif 2018 sehingga akan mengembangkan keilmuan
Psikologi Positif di Indonesia dan dapat bermanfaat pada Bangsa Indonesia.
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 | iii
Selamat mengikuti Temu Ilmiah Psikologi Positif 2018 dan menikmati prosesnya.
SAPOSE…
Ketua Asosiasi Psikologi Positif Indonesia (AP2I)
Dr. Nurlaila Effendy, M.Si
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 | xvii
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN ..........................................................................................................
KATA PENGANTAR KETUA UMUM AP2I
DAFTAR ISI .................................................................................................................. .....
MATERI KEYNOTE: Dr.Nurlaila Effendy, M.Si
Empowerment pada Wanita: Menguji Pengaruh Harga Diri dan Dukungan Sosial?
(Hally Weliangan) ................................................................................................................ 1-18
Faktor yang mempengaruhi Subjective Well-Being pada Ibu Jalanan
(Fitrianur) ............................................................................................................................. 19-27
Overview Subjective Well Being in the Young Women at boarding schools
(Mauliddina Qurrota A'yun) ................................................................................................ 28-37
Pengaruh Kebersyukuran Terhadap Work Engagement Pada Pegawai Aparatur Sipil Negara
(ASN) Di Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat
(Muhammad Hafiz) ............................................................................................................ 38-47
Penerapan Psycological Capital pada Industri Skala Usaha Menengah (Kajian Peran,
Pengaruh dan Tantangan)
( Desak Nyoman Arista Retno Dewi ) ................................................................................ 48-55
Eksplorasi ketidakbahagiaan kerja pada generasi Y: Survei pada Industri IT Yogyakarta
(Nafilatul Lely) ................................................................................................................... 56-67
Hubungan Flow Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Program Studi Psikologi
Universitas X
(Teguh Lesmana)................................................................................................................ 68-78
Menggunakan Pendekatan Berbasis Kekuatan dalam Pengasuhan
( Agnes Maria Sumargi)...................................................................................................... 79-90
Mengembangkan Konsep Kota Ramah Lansia Melalui Photovoice Antargenerasi
(Made Diah Lestari) ............................................................................................................ 91-109
Persepsi Ritual Keluarga dan Kehangatan Hubungan dengan Orang Tua
Membedakan Kadar Perilaku Prososial (Studi Kasus Remaja Sma Di Kota Makassar)
(St. Muthia Maghfirah M)................................................................................................... 110-122
xviii | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
Husnu Al-Zhann & Kepuasan Pernikahan: Studi Korelasi terhadap Pada Pegawai Negeri Sipil
(PNS) di Kota Pangkalan Bun, Provinsi Kalimantan Tengah
(Anwar Iqbal) ..................................................................................................................... 123-131
Pengaruh Pelatihan Berbasis VIA (Values In Action) terhadap Resiliensi Mahasiswa:
Sebuah Studi Awal Menggunakan Quasi Eksperimen
(Irfan Aulia Syaiful)............................................................................................................ 133-140
Hubungan Antara Flow dan Authentic Leadership dengan Psychological Well
Being Pada Karyawan
(Anggie Rumondang Berliana) ........................................................................................... 141-151
Peran Trait Mindfulness (Rasa Kesadaran) terhadap Penerimaan Diri pada Remaja
dengan Orangtua Bercerai (Retty Fauzia)........................................................................... 152-163
Perilaku Submisif, Persepsi Glass Ceiling, dan Dampaknya Terhadap Wellbeing
Karyawan Perempuan
(Nuri Sadida)....................................................................................................................... 164-178
Work Engagement Ditinjau dari Workplace Spirituality dan Thriving
(I Gede Surya Dinata) ......................................................................................................... 179-189
Hubungan Psychological Capital dengan Stres Kerja Pada Personel Pemadam Kebakaran
Provinsi DKI Jakarta
(Invanie Giana Permata) ..................................................................................................... 190-209
Pembandingan Proporsi Kadar Adversity Quotient dan Grit Pada Remaja SMA yang
Menganggap Keberfungsian Keluarganya Nyata dengan yang
menganggap Keberfungsian Keluarganya Tidak Nyata (Studi Pada Siswa SMA di Makassar)
(Amadea Novanka Hasanah) .............................................................................................. 210-221
Peran Perceived Teacher Support terhadap School Well-Being pada Siswa SMA di
Jakarta
(Dewi Kumalasari).............................................................................................................. 222-234
Model Teoritik Coping Sebagai Mediator Dari Pengaruh Optimisme Dan Resiliensi
Keluarga Terhadap Kesejahteraan Subjektif Pada Ibu Dengan Anak Disabilitas Intelektual
(Nur’aeni) ........................................................................................................................... 235-247
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 | xix
Peran Regulasi Emosi terhadap Gejala Depresi pada Remaja dengan Orangtua Bercerai
(Tania Farahdika)................................................................................................................ 248-258
Deskripsi Kualitatif Makna Cinta pada Remaja Di Sulawesi Selatan
(Asniar Khumas) ................................................................................................................ 259-273
Hubungan Gejala Depresi dengan Health Related Quality Of Life (HRQoL) pada
Remaja dengan Orangtua Bercerai
(Nurtsani )........................................................................................................................... 274-283
Hubungan antara Trait Mindfulness (Rasa Kesadaran) dengan Kekuatan Karakter pada
Mahasiswa
(Ratih Arruum Listiyandini ).............................................................................................. 284-294
Terapi Suportif untuk Meningkatkan Konsep Diri pada Mantan Penderita Skizofrenia
(Maharani Kusumaningrum)............................................................................................... 295-305
Hubungan antara Work-Life Balance dan Life Satisfaction: Studi pada Wanita
Pekerja Dewasa Awal di DKI Jakarta
(Gracia Marindra Puteri Suryapranata ).............................................................................. 306-327
Dampak Body Shaming pada Remaja Putri
(Sumi Lestari ) .................................................................................................................... 328-338
Analisis Peran Psychological Capital dalam Dunia Kerja
(Muhammad Kadafi ).......................................................................................................... 339-348
Kepuasan Hidup Akademisi di Indonesia: Suatu Studi Kepustakaan
(Yusak Novanto) ................................................................................................................ 349-358
Minat Belajar Matematika Melalui Quipper School Pada Siswa SMAN 15 Palembang
(Dwi Hurriyati) ................................................................................................................... 359-375
Kelas Akselerasi : Hubungan antara Penyesuaian Diri dengan Resiliensi
(Tjitjik Hamidah) ................................................................................................................ 376-387
Peran Guru terhadap Kesejahteraan Subyektif Anak ADHD
(Iriani Indri Hapsari) ........................................................................................................... 388-402
Perbedaan Kepuasan Hidup Remaja Ditinjau dari Pola Asuh Orangtua
(Peiter Houtama)................................................................................................................. 403-413
Hubungan antara Psychological Wealth Dengan Flourish PERMA Dalam Bekerja
(Dyah Kusmarini) ............................................................................................................... 414-422
xx | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
Makna Kebahagiaan pada Generasi Y
(Nina Zulida Situmorang) ................................................................................................... 423-430
Pelatihan Syukur untuk Meningkatkan Flourishing pada Lansia
(Nora Devi Irianjani)........................................................................................................... 431-440
Pelatihan Syukur untuk Meningkatkan Flourishing pada Mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
( Miftahus Sa’adah Maulidiyah) ......................................................................................... 441-450
Studi Tentang Korelasi Post Traumatic Growth dengan Flourishing pada
Mahasiswa Perantau Tahun Pertama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Ahmad Dahlan (Salsabilla Shaumi Nadhifa) ...................................................................... 451-460
Hubungan Antara Motivasi Kerelawanan Dengan Penetapan Tujuan Hidup
Pada Relawan Emerging Adulthood
(Bianda Retno Widyani)…………... ................................................................................... 461-474
Work Readiness Among University Students :
The Impact of Psychological Capital and Social Support
(Kiky D.H. Saraswati)......................................................................................................... 475-485
Resiliensi Pada Generasi Milenial di Era Disrupsi Teknologi dan Industri 4.0
(Wustari L. Mangundjaya).................................................................................................. 486-497
Hubungan Flourish Dengan Kinerja Pada Tenaga Kependidikan Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin Makassar
(Dwiana Fajriati Dewi)........................................................................................................ 498-505
Hubungan Kadar Kepuasan Pemeranan Keberfungsian Keluarga pada
Pemposisian Sebagai Diri, Istri, Bunda, dengan Kadar Subjective Well-Being Wanita
Menikah dan Bekerja
(Sri Ismayanti).................................................................................................................... 506-516
Pengaruh Persepsi Dukungan Atasan Terhadap Keterikatan Kerja Karyawan
(Cince Rohmawati)............................................................................................................. 517-533
Gambaran Kepuasan Hidup dan Keberfungsian Keluarga Mantan Penyalahguna
Narkoba di Kecamatan Mamuju
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 | xxi
(Syurawasti Muhiddin)........................................................................................................ 534-542
Adaptabilitas Karier Dan Well Being Pada Mahasiswa Tahun Pertama
(Sari Zakiah Akmal)............................................................................................................ 543-553
Aspek-aspek Kualitas Kehidupan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
ditinjau dari Perspektif Orangtua
(Monika)............................................................................................................................. 554-563
Pengaruh Positive Word Terhadap Kepercayaan Diri Mencapai Cita-Cita
Pada Remaja Penyandang Disabilitas Di Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar
(Sumarni)............................................................................................................................ 564-573
Studi Awal Mengenai Gambaran Tentang Character Strength dan Kaitannya
dengan Gaya Hidup Sehat (Studi Awal Pada Mahasiswa S2 Psikologi Sains)
(Ulantri)............................................................................................................................. 574-585
Analisa Konflik Keluarga-Pekerjaan Terhadap Subjective Well Being
Pada Wanita Yang Bekerja di Perbankan DIY
(Dewi Handayani Harahap)............................................................................................... 586-596
Efektivitas Tayangan Humor Untuk Meningkatkan Psychological Well-Being
Anak Napi di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kutoarjo
(Fatima Sari Aprizal)......................................................................................................... 597-605
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 |91
Mengembangkan Konsep Kota Ramah Lansia Melalui Photovoice
Antargenerasi Made Diah Lestari1, Ni Made Sri Nopiyani2, Luh Made Karisma Sukmayanti Suarya1,
Gede Kamajaya3, Ni Luh Ayu Cahya Saraswati1, Adixie Axell, Arrixavier1 1Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, 2Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, 3Program Studi
Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Udayana, Bali.
[email protected] [email protected]
[email protected] [email protected] [email protected]
RINGKASAN
Latar belakang: Bali adalah provinsi keempat dengan proporsi lanjut usia (lansia)
tertinggi di Indonesia. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa konsep ageing in place
bagi lansia di Bali adalah menghabiskan masa tua hidup bersama dengan keluarga dan
berada di komunitas tempat lansia menjalani kesehariannya. Untuk itu pemberdayaan
lansia sebaiknya berbasis keluarga dan komunitas. Usaha yang bisa dikembangkan adalah
membangun konsep kota ramah lansia. Denpasar menjadi salah satu kota di Indonesia
yang ditargetkan menjadi kota ramah lansia di tahun 2030. Konsep kota ramah lansia
yang dikembangkan di Indonesia mengacu kepada dimensi dari WHO. Sayangnya
dimensi WHO bersifat top down dan kenyataannya tidak melibatkan satupun kota di
Indonesia sebagai pilot study. Tujuan: Penelitian ini ingin menggali dari sudut pandang
indigenous psychology terkait dengan kebutuhan lansia akan lingkungannya melalui
kegiatan photovoice antargenerasi dengan melibatkan 18 lansia dan 18 mahasiswa mata
kuliah gerontologi. Metode: Teknik analisis partisipatori dan open coding terhadap narasi
digunakan sebagai analisis data sehingga menemukan tema-tema kebutuhan lansia.
Hasil: Ditemukan aspek infrastruktur dan interaksi sosial yang berkaitan dengan
kebutuhan lansia akan kota ramah lansia. Responden penelitian menilai bahwa
pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur seperti ketersediaan transportasi umum,
trotoar, dan ruang terbuka hijau perlu ditingkatkan menuju Denpasar ramah lansia. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi Pemerintah Denpasar dalam
mewujud kota ramah lansia dengan memperhatikan aspirasi lansia.
Keywords: ageing population, antargenerasi, kota ramah lansia, lansia, photovoice.
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
92 | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
PENDAHULUAN
Proporsi lansia di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bali termasuk
lima besar provinsi dengan proporsi lansia tertinggi di Indonesia. Menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jika di tahun 1995 proporsi
penduduk lansia di Bali 8.93%, maka di tahun 2007 proporsinya menjadi 11.02% dan di
tahun 2016, angkanya menjadi dua kali lipat dari tahun 1995. Bertambahnya jumlah
lansia seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup. Tahun 2000 usia harapan hidup
penduduk di Bali adalah 68.1 tahun dan meningkat menjadi 70.5 tahun sejak tahun 2006.
Angka ini melampui rata-rata usia harapan hidup nasional di angka 66.2 tahun (Rimbawa,
2015).
Pada Masyarakat Bali, ageing in place dimana lansia ingin hidup dan menghabiskan
waktunya tetap di tempat dimana lansia lahir dan dibesarkan bersama dengan keluarga
menjadi sebuah pilihan tempat tinggal bagi sebagian besar lansia. Ditambah lagi Bali
menganut budaya dimana pengasuhan lansia menjadi tanggung jawab dari keluarga
(Lestari, dkk., 2017). Konsekuensi dari pilihan ini adalah komunitas di mana lansia
tinggal dan beraktivitas dituntut untuk dapat memberikan dukungan bagi lansia baik
menyangkut lingkungan fisik maupun sosial. Karakteristik budaya ini berbeda dengan
beberapa negara di dunia. Jika dibandingkan dengan Jepang dan Hong Kong, pilihan
lansia untuk tinggal di panti werdha jauh lebih sedikit. Lebih dari 30% penduduk lansia
di Indonesia tinggal bersama dengan anak dan lebih dari 35% penduduk lansia tinggal
bersama dengan anak, cucu, dan juga anggota keluarga lainnya dalam tiga generasi
(Badan Pusat Statistik (BPS), 2015)
Sebagai upaya untuk memfasilitasi lansia mencapai kondisi successful ageing,
maka pemberdayaan lansia di Indonesia sebaiknya mengedepankan pendekatan
komunitas dan keluarga. Salah satunya adalah memfasilitasi kota menjadi tempat yang
ramah bagi lansia. Di tahun 2030, Denpasar menjadi salah satu kota di Indonesia yang
ditargetkan untuk berkembang menjadi kota yang ramah lansia. Pengembangan kota
ramah lansia di Denpasar mengacu pada dimensi kota ramah lansia yang dikembangkan
oleh World Health Organization (WHO). Di tahun 2007, WHO mempublikasikan
panduan untuk mengembangkan kota ramah lansia. Panduan ini dibangun dengan
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 |93
pendekatan studi kualitatif terhadap 33 kota di seluruh dunia. Tujuan dari studi kualitatif
tersebut adalah untuk mendapatkan karateristik utama dari kota ramah lansia.
Karakteristik utama ini didapatkan melalui perspektif lansia, pengasuh, dan elemen
masyarakat lainnya (Barusch, 2013; Kano, Rosenberg, & Dalton, 2017). WHO
menetapkan delapan dimensi yang merupakan aspek kunci dari kota ramah lansia, yakni
ruang terbuka hijau, transportasi, perumahan, partisipasi sosial, penghormatan dan
keterlibatan sosial, partisipasi sipil dan pekerjaan, komunikasi dan informasi, serta
dukungan masyarakat dan kesehatan (Menec, dkk, 2011).
Tidak ada satu pun kota di Indonesia dari 33 kota di seluruh dunia yang menjadi
setting pengembangan panduan kota ramah lansia oleh WHO, walaupun pada
penerapannya hingga saat ini panduan WHO ini berlaku secara umum di seluruh kota di
dunia. Pada tahun 2013, Survey Meter melakukan assessment terhadap Denpasar terkait
dengan sejauh mana Denpasar menjadi kota yang ramah lansia. Hasilnya adalah Kota
Denpasar masih lemah dalam hal kesediaan transportasi publik, ruang terbuka hijau,
partisipasi publik, dan kesempatan kerja (Lestari, 2016a; SurveyMeter, 2013). Barusch
(2013) mengkritisi bahwa inisiatif kota ramah lansia oleh WHO merepresentasikan
pendekatan top-down dimana pengambil kebijakan bersama dengan akademisi dan
praktisi mengambil alih upaya perubahan dan penerapan konsep kota ramah lansia.
Konsekuensinya beberapa dimensi bisa jadi kurang tepat jika diterapkan pada kota
dengan budaya dan keadaan demografi yang berbeda. Kano, dkk (2017) berargumen
bahwa dalam perjalanannya beberapa model dari kota ramah lansia telah dikembangkan
dengan melakukan modifikasi terhadap konsep dan dimensi dari WHO. Dalam
kenyataannya pendekatan partisipatori yang mengikutsertakan peran lansia dan
kolaborasi pemerintah kota adalah pendekatan yang paling efektif dalam
mengembangkan konsep kota ramah lansia (Kano, dkk., 2017).
Pendekatan bottom up dengan memberikan ruang bagi lansia untuk berpartisipasi
di dalam pengembangan Denpasar menjadi kota yang ramah lansia perlu menjadi
pertimbangan dengan mengacu kepada beberapa hal, yakni, apakah menggunakan survei
universal dari WHO untuk mengembangkan kota ramah lansia adalah cara yang paling
efektif dan adekuat dalam kemajukan dan perbedaan dari setiap populasi (Buffel,
Phillipson, & Scharf, 2012). Di sisi lain mengembangkan kota yang ramah lansia
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
94 | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
membutuhkan intervensi yang bersifat radikal dengan melibatkan peran lansia sebagai
aktor kunci dalam pengembangan kota ramah lansia. Pada kenyataannya di beberapa
kota, lansia tidak mendapatkan akses yang leluasa dalam level strategik (Buffel, dkk.,
2012)
Berdasarkan argumen di atas, penelitian ini bertujuan untuk melakukan
modifikasi terhadap konsep dan dimensi kota ramah lansia WHO dengan melibatkan
partisipasi aktif lansia di lingkungan Denpasar. Penelitian ini bertujuan untuk menggali
kebutuhan lansia terkait kondisi lingkungan fisik dan sosial serta sejauh mana Kota
Denpasar saat ini mampu mengakomodir dan memenuhi kebutuhan lansia akan
lingkungannya. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan photovoice
antargenerasi.
LANDASAN TEORI
Pada dasarnya sejumlah penelitian berargumen bahwa modifikasi dan
pengembangan konsep kota ramah lansia dari dimensi WHO sangat dimungkinkan
dengan mempertimbangkan kekhasan demografi dan budaya di wilayah tersebut serta
target sasaran kelompok-kelompok minoritas yang dalam hal kesempatan terbatas,
dibandingkan dengan kelompok lainnya (Barusch, 2013; Kendig, dkk., 2014; Kano, dkk.,
2017). Sebagai contoh di Australia, pada negara bagian Canberra dimana proporsi suku
Aborigin lebih banyak dibandingkan dengan negara bagian lainnya, maka pengembangan
dan modifikasi terhadap dimensi WHO menjadi hal yang krusial guna mengakomodir
kebutuhan suku tersebut.
Konsep kota ramah lansia pada dasarnya sudah diteliti dan mulai dibangun oleh beberapa
ahli dan pemerhati kesehatan lansia. Dimensi yang dibangun mengakomodir berbagai
perspektif, mulai dari perspektif lansia, perspektif ahli, dan juga perspektif empiris. Kota
ramah lansia menurut analisis Scharlach dan Lehning (2016) terhadap beberapa
penelitian, menemukan empat simpulan terkait dengan komunitas ramah lansia, yakni
infrastrukur yang memadai dalam hal kesehatan dan kehidupan sosial yang mampu
mempromosikan kondisi sehat dan sejahtera, akses yang mudah dan tidak adanya barrier
dalam menjangkau infrastuktur yang tersedia, layanan yang mampu berespon terhadap
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 |95
kebutuhan lansia dan seluruh anggota di dalam komunitas, dan sistem atau mekanisme
yang mampu melibatkan lansia untuk berkontribusi bagi kehidupan di dalam komunitas.
Berdasarkan simpulan tersebut, maka Scharlach dan Lehning (2016) lalu membangun
enam aspek dari komunitas ramah lansia yang tergabung di dalam tiga domain, yakni:
1. Environmental fit and accessibility, yakni mencakup membangun lingkungan
(perumahan terasuk desain dan affordability) dan transportasi serta mobilitas
(termasuk jalan, trotoar, dan dukungan)
2. Social engagement, mencakup keterlibatan sosial (partisipasi sosial, aktivitas
sosial, rekreasi, budaya, dan aktivitas edukasi, dan peran yang bermakna) dan juga
lingkungan sosial (sikap yang positif terhadap kelompok lansia, kebijakan yang
ramah lansia)
3. Multidimensional health and well-being, mencakup kesehatan dan kemandirian
(akses layanan kesehatan, layanan sosial, promosi kesehatan, sejahtera secara
finansial, dan layanan yang mendukung) dan juga keamanan dan perlindungan
dari bahaya, pelecehan, dan kriminalitas.
METODE
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan photovoice yang
dipopulerkan oleh Wang dan Burris (dalam O’Grady, 2008). Dalam studi ini media photo
digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkomunikasi makna, menggali kebutuhan
lansia terkait kondisi lingkungan fisik dan sosial, serta sejauh mana Denpasar saat ini
mampu mengakomodir dan memenuhi kebutuhan lansia akan lingkungannya. Identifikasi
dilakukan oleh responden penelitian dengan mecapture photo yang sesuai dengan
pertanyaan penelitian. Elisitasi photo kemudian dilakukan melalui wawancara mendalam
dengan menggunakan SHOWED teknik yang terdiri dari lima pertanyaan, yakni, What
do you SEE here?, What’s really HAPPENING here?, How does this relate to OUR
lives?, Why does this situation EXIST?, What can we DO about it?
Penelitian dilakukan dalam dua fase, yakni fase penggalian data melalui
photovoice dan focused group discussion (FGD). Penelitian ini terintegrasi dengan mata
kuliah Psikologi Gerontologi yang memberikan kesempatan bagi beberapa lansia untuk
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
96 | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
terlibat dan sit in di dalam dua topik perkuliahan, yakni hubungan antargenerasi dan
agefriendly city. Peneliti utama yang merupakan pengampu mata kuliah ini melakukan
open recruitment lansia dan menamakan program ini dengan Golden Age Club yang
secara tidak langsung juga bertujuan untuk mempromosikan long-life learning dan
interaksi antargenerasi. Dalam kuliah ini satu mahasiswa akan mendampingi satu lansia.
Program city tour dengan photovoice dilakukan sebagian bagian dari metode perkuliahan
untuk memberikan kesempatan bagi lansia untuk melakukan observasi dan penilaian
terhadap beberapa bagian Kota Denpasar seperti pasar, taman, banjar, perumahan, dan
layanan publik.
Penelitian diawali dengan program induksi kepada 18 responden lansia usia 6074
tahun dan 18 mahasiswa. Program induksi ini bertujuan untuk memperkenalkan
photovoice dan konsep age-friendly city kepada responden dan memperkenalkan
mekanisme pengambilan data dengan menggunakan photovoice. Dalam kegiatan induksi
ini, disetujui bahwa hal-hal yang akan menjadi fokus dari pengambilan foto, yakni, sejauh
mana Denpasar Ramah Lansia, dan hal apa yang dibutuhkan lansia dari lingkungannya?
Setelah mengikuti program induksi, responden diminta untuk menyetujui terlebih dahulu
informed consent dan mekanisme photovoice sebelum melakukan kegiatan photovoice.
Kegiatan photovoice dilakukan pada saat program city tour. Seluruh responden lansia dan
mahasiswa dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok merah dan biru. City tour
dilakukan dengan mengunjungi pasar, taman, perumahan, pantai, museum, dan lokasi
kantor pemerintahan yang ada di wilayah Denpasar. Responden berhak mengambil foto
yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian. Di akhir kegiatan city tour, responden
menyerahkan seluruh foto kepada tim peneliti. Foto-foto tersebut kemudian dicetak,
dipilih oleh kelompok pada saat kegiatan FGD. Tahapan berikutnya adalah membuat
narasi pada foto dan wawancara mendalam dengan SHOWED teknik. Data yang berupa
foto dan narasi kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis partisipatori dan
koding.
HASIL DAN ANALISIS
Analisis terhadap photo dan FGD menemukan dua tema utama yang berkaitan
dengan pertanyaan pertama, yakni sejauh mana Denpasar dinilai sudah ramah lansia.
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 |97
Pada beberapa aspek, Denpasar sudah dinilai ramah lansia, namun aspek pedestrian,
zebra cross, fasilitas publik yang tidak manfaatkan, polusi, dan pedagang kaki lima masih
membutuhkan perhatian dan perbaikan untuk mendukung Denpasar menuju ramah lansia.
Pada pertanyaan kedua terkait hal yang dibutuhkan lansia ditemukan dua tema utama,
yakni infrastruktur dan interaksi sosial.
Tabel 1.
Hasil Photovoice dan FGD
Sejauh mana Denpasar Ramah Lansia Hal yang dibutuhkan lansia dari Denpasar Sudah Ramah Lansia Infrastruktur
a. Terdapat rambu-rambu di area publik. a. Infrastruktur
b. Ketersediaan toilet umum yang ramah
lansia. - Ruang terbuka hijau dengan fasilitas
yang memadai.
c. Pasar yang nyaman. - Zebra cross dengan petugas yang
membantu
d. Lingkungan yang sejuk dan indah. Interaksi Sosial
e. Terdapat ruang berkumpul dan interaksi antargenerasi
a. Ruang bagi pekerja lansia
Belum Ramah Lansia b. Titik berkumpul dan antargenerasi
interaksi
a. Kondisi jalan dan trotoar yang tidak
memadai.
b. Minimnya zebra cross.
c. Pantai yang penuh sesak wisatawan dan
polusi.
d. Fasilitas publik yang kurang
dimanfaatkan.
e. Fasilitas publik yang digunakan oleh
pedagang.
A. Sejauh Mana Denpasar Lansia
1. Ramah Lansia
Melalui kegiatan photovoice terekam bahwa Denpasar sudah dinilai ramah lansia oleh
responden dalam beberapa hal, yakni adanya rambu-rambu tertentu di area publik yang
memberikan kenyamanan bagi lansia, ketersediaan toilet di area publik, kenyamanan di
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
98 | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
pasar, kesejukan dan keindahan lingkungan, dan tersedianya ruang berkumpul dan ruang
antargenerasi di taman.
a. Rambu-rambu di area publik
Rambu-rambu dan tanda larangan yang ada di area publik bagi lansia memberikan rasa
nyaman dan aman ketika beraktivitas di area publik, seperti misalnya tanda larangan
merokok dan informasi terkait peraturan yang ada di taman kota.
b. Ketersediaan toilet yang ramah lansia
Toilet di area publik bagi lansia merupakan suatu kebutuhan yang penting. Ketika toilet
didesain dengan memperhatikan kondisi fisik lansia, maka lansia merasa diperhatikan
oleh lingkungannya. Toilet yang memerhatikan kondisi fisik lansia ditemukan pada
taman kota dan pasar. Salah satu toilet umum yang berada di sudut taman kota
memberikan fasilitas pegangan untuk menghindari lansia jatuh dan terpeleset saat menuju
toilet umum.
c. Pasar yang nyaman
Pasar adalah salah satu tempat beraktivitas bagi lansia. Lansia di pasar bertindak sebagai
pembeli maupun penjual. Salah satu pasar di Denpasar yang dikunjungi oleh responden
dinilai sudah memenuhi aspek kenyamanan dan memiliki infrastruktur yang mendukung
lansia untuk beraktivitas.
d. Lingkungan yang sejuk dan indah
Lingkungan yang sejuk dan indah dapat ditemukan pada beberapa sudut kota, yakni
taman kota dan daerah wisata di kawasan Pantai Sanur. Hanya saja tidak seluruh wilayah
Pantai Sanur tergolong sejuk dan indah, pada bagian hasil terkait dengan penilaian tidak
ramah lansia akan diuraikan mengenai sudut Pantai Sanur yang masih harus dibenahi.
e. Ruang berkumpul dan ruang antargenerasi
Dua taman yang dikunjungi oleh responden dinilai sudah memenuhi kebutuhan lansia
akan lingkungan yang ramah. Hal ini ditunjukan dengan disediakannya ruang bagi lansia
untuk berkumpul, berinteraksi, dan menjalankan aktivitas seperti olahraga. Beberapa
taman memiliki sudut bermain yang diperuntukan untuk anak-anak, sudut ini dapat
menjadi tempat berinteraksi antargenerasi.
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 |99
C. Infrastruktur yang nyaman untuk
lansia karena terdapat pegangan
dan akses jalan yang landai
menuju toilet. Menjaga
kebersihan dan kenyamanan
selain itu akses untuk difabel
juga disediakan (Tim Biru)
F. Berjalan sendiri di tengah
keramaian kota, ada tempat segar
dan sejuk untuk bernafas. Jadi
tempat bersantai sehari-hari dan
berolahraga (Tim Biru)
A. Ada tanjakan yang membantu untuk
lansia, difabel dan membawa troli
buah. Pedagangnya ramah dan
tampak kebersihan pasar selalu dijaga (Tim Merah)
B. Ini adalah toilet di Pasar Agung.
Kebersihannya kurang, namun
terdapat fasilitas untuk difable dan
terdapat tempat duduk untuk
mengantri. Ini penting
untuk lansia (Tim Merah)
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
100 | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
menginformasikan larangan pada taman kota.
Terkadang ada yang mematuhi dan ada juga yang
melanggarnya. Ini ada karena kesadaran pemerintah
terhadap kenyamanan masyarakat. Peraturan harus
dipatuhi dan diperlukan pengawasan secara rutin,
menegur yang melanggar (Tim Merah) pejalan kaki
terutama lansia. Mereka dapat menikmati keindahan
alam sambil berolahraga. Didukung pula oleh
suasana pantai, penghijauan sehingga tercipta kenyamanan (Tim Merah)
G. Kakek rutin mengantar cucunya
bermain. Hanya saja alat
bermain kurang banyak dan
tidak tersedia fasilitas P3K (Tim
Merah)
Gambar 1. Denpasar Ramah Lansia. Foto A. Pasar yang nyaman. Foto B. Toilet pasar
yang ramah lansia. Foto C. Toilet taman yang ramah lansia. Foto D. Rambu-rambu di
taman. Foto E. Lingkungan indah dan sejuk. Foto F. Berolahraga di taman. Foto G. Kakek
sayang cucu.
2. Tidak Ramah Lansia
Kondisi Denpasar yang dinilai tidak ramah lansia meliputi kondisi jalan dan trotoar,
minimnya zebra cross, ruang yang terbatas bagi pejalan kaki, pantai yang penuh sesak
dengan wisatawan dan polusi, fasilitas yang tidak dimanfaatkan, fasilitas publik yang
digunakan oleh pedagang.
a. Kondisi jalan dan trotoar yang tidak memadai
Ketika mengunjungi pantai dan pusat kota, responden menilai bahwa beberapa pedestrian
berlubang dan berbahaya bagi lansia. Gang sempit menuju pantai juga dinilai tidak ramah
D. Sebuah papan yang E. Lingkungan yang ramah bagi
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 |101
lansia karena jalanannya berbatu dengan tangga yang licin dan tinggi. Pejalan kaki
seringkali harus berbagi dengan pengguna sepeda ketika berjalan di jalan setapak. Hal ini
terutama ditemukan pada daerah pantai. Hal ini mengganggu keselamatan lansia saat
berjalan kaki. Di sudut kota yang lain yang merupakan daerah padat penduduk,
ditemukan kendaraan parkir di trotoar sehingga menggeser hak pejalan kaki.
b. Minimnya zebra cross
Di pusat kota yang dekat dengan salah satu pasar tertua di Denpasar, responden
menemukan bahwa tidak ada zebra cross di depan pasar. Sebetulnya sudah ada fasilitas
traffic light yang dapat digunakan pejalan kaki ketika menyebrang jalan, namun kurang
dimanfaatkan oleh lansia karena relatif jauh dari pintu masuk pasar.
c. Pantai yang penuh sesak dengan wisatawan dan polusi
Saah satu sudut di Pantai Sanur dinilai sangat sesak oleh wisatawan yang akan
menyebrang ke Nusa Penida dengan kapal boat. Kapal boat menimbulkan polusi, yakni
minyak yang mengotori pantai, di sisi lain tidak sedikit lansia yang berenang di pantai
tersebut. Fasilitas bagi wisatawan lansia juga terbatas padahal wisatawan harus membawa
koper mereka ke bibir pantai dan menaiki boat.
d. Fasilitas yang tidak dimanfaatkan
Sebetulnya salah satu pasar memiliki fasilitas kebersihan yang memadai, seperti tempat
mencuci tangan, namun tampak bahwa fasilitas tersebut jarang digunakan dan tidak ada
peralatan seperti sabun dan alat-alat kebersihan yang mendukung.
e. Fasilitas publik yang digunakan oleh pedagang
Bangku-bangku di taman dan pantai yang seharusnya digunakan bagi pengunjung
seringkali harus berbagi dengan pedagang yang menjajakan barang dagangannya di meja
dan bangku taman. Hal ini mengakibatkan pengunjung memiliki ruang yang terbatas
untuk duduk dan menikmati pantai dan taman.
A. Jalan banyak yang berlubang dan C. Membahayakan penyebrang
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
102 | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
trotoar yang sempit. membahayakan lansia lewat disana (Tim Biru)
Ini
yang B. Ketidaknyamanan bagi
masyarakat khususnya lansia
saat berjalan kaki. Kendaraan
mengambil alih trotoar dan
dijadikan tempat parkir,
sehingga memungkinkan
terjadinya kemacetan dan rawan
kecelakaan di jalan karena
masyarakat menjadi jalan kaki di
jalan raya (Tim Merah)
jalan. Mobil melaju cepat dan rawan kecelakaan. Harus dilengkapi trotoar dan zebra cross (Tim Biru)
D. Sebagai tempat rekreasi E. Tidak ada jalan setapak untuk F. Tempat duduk yang seharusnya berenang terganggu
karena membantu lansia membawa digunakan untuk bersantai malah polusi minyak dari kapal. koper. Perlu
dibuatkan jalan digunakan untuk berjualan Berbahaya untuk kesehatan (Tim setapak sehingga layak dan
pedagang sehingga mengurangi Biru) nyaman dilewati lansia (Tim ruang bagi pengunjung (Tim Biru) Merah)
Gambar 2. Denpasar Belum Ramah Lansia. Foto A. Trotoar sempit jalan berlubang. Foto
B. Hak yang dirampas. Foto C. Jalan tidak bebas hambatan. Foto D. Bermandi polusi.
Foto E. Minim jalan setapak. Foto F. Berbagi dengan pedagang.
B. Yang Dibutuhkan Lansia dari Lingkungan
1. Infrastruktur
Ruang terbuka hijau dengan fasilitas yang memadai seperti tempat duduk yang terpisah
bebas dari penjual, ruang bagi pejalan kaki, pagar pembatas sungai dan tangga yang
landai, tempat berteduh, dan olahraga. Responden pun menyatakan bahwa zebra cross
dan pedestrian yang memerhatikan kondisi lansia perlu ditambah di beberapa sudut kota
terutama daerah-daerah dekat perumahan, pasar, dan taman. Zebra cross yang ramah
lansia salah satunya adalah dengan adanya tenaga pendamping atau petugas yang
membantu lansia untuk menyeberang jalan.
2. Interaksi Sosial
Ruang bagi pekerja lansia perlu mendapatkan perhatian dari Kota Denpasar mengingat
beberapa lansia di Denpasar masih bekerja terutama untuk sektor-sektor informal. Salah
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 |103
satu foto memperlihatkan kebutuhan lansia akan tempat beristirahat di sela-sela bekerja.
Maraknya lansia yang berjualan kaki lima dan tenaga asongan juga memerlukan
perhatian khusus seperti menyediakan lapak untuk bekerja sehingga tidak menggunakan
fasilitas publik yang seharusnya digunakan untuk hal lainnya seperti bangku yang ada di
area taman. Titik berkumpul dan interaksi antargenerasi juga dirasakan penting bagi
lansia dalam memfasilitasi interaksi sosial dan partisipasi lansia di masyarakat.
A. Akses tangga yang melingkar tidak aman bagi lansia.
Dibutuhkan tangga yang lebih aman agar tidak
perlu memutar lagi. Diperlukan tangga penghubung
antar tepi sungai dan pagar pembatas bagi lansia
(Tim Biru)
B. Adanya fasilitas zebra cross dapat membantu lansia
untuk menyebrang jalan. Perlu dipertimbangkan
adanya petugas yang dapat membantu sehingga
akan memudahkan bagi lansia (Tim Merah)
C. Memiliki pekerjaan yang sama membuat lansia dapat
berinteraksi sambil menunggu jam kerja. Perlu ada
ruang tunggu khusus bagi pekerja lansia.
Kesempatan bekerja di sektor informal membuat
lansia tetap merasa berharga (Tim Biru)
D. Infrastruktur yang ada di tempat umum dapat menunjang terjadinya interaksi sosial dan antargenerasi bagi lansia (Tim Merah)
Gambar 3. Kebutuhan lansia. Foto A. Fasilitas publik yang aman. Foto B. Zebra cross
dan jalan yang ramah lansia. Foto C. Ruang bagi pekerja lansia. Foto D. Titik berkumpul.
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
104 | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
C. Kebutuhan Psikologis
Kebutuhan psikologis lansia dianalisis berdasarkan narasi foto dan tema-tema utama yang
muncul dalam narasi foto. Kebutuhan psikologis mencakup:
1. Keramahan.
Kebutuhan akan lingkungan yang ramah tercermin dari narasi yang muncul pada foto
yang berkaitan dengan perlakuan petugas dan pedagang pasar, keindahan, dan kesejukan
lingkungan yang ada di sekitar Denpasar.
2. Kebersihan.
Kebersihan muncul di hampir seluruh narasi photo, misalnya kebersihan yang berkaitan
dengan kondisi pasar, toilet publik yang ada di pasar dan taman, dan juga kepedulian akan
polusi yang terjadi di daerah pantai.
3. Kesetaraan hak.
Kesetaraan hak muncul dalam kata difabel yang digunakan pada saat mendeskripsikan
fasilitas publik yang ramah lansia dan untuk kelompok berkebutuhan khusus. Kesetaraan
hak juga terlihat dari narasi yang mendeskripsikan terkait hak pejalan kaki dalam
menggunakan fasilitas trotoar dan fasilitas taman berupa bangku taman yang seringkali
digunakan oleh pedagang untuk menjajakan barang dagangannya.
4. Kenyamanan dan keamanan.
Kebutuhan psikologis akan kenyamanan dan keamanan menjadi kebutuhan utama bagi
lansia terhadap fasilitas publik dan lingkungan sekitarnya. Adanya jalan setapak di salah
satu sudut pantai dan keindahan lingkungan sekitar mampu memunculkan kenyamanan
bagi lansia. Fasilitas olahraga di taman menimbulkan kesejukan dan menjadi alternatif
kegiatan yang menyegarkan bagi lansia. Aspek keamanan terlihat dari kebutuhan kondisi
jalanan dan trotoar yang memerhatikan keselamatan lansia. Kebutuhan akan keamanan
juga tampak dari kebutuhan akan zebra cross dengan petugas yang mendampingi lansia
ketika menyebrang. Rambu-rambu yang berfungsi untuk mengingatkan masyarakat akan
peraturan adalah contoh lain yang menunjukkan kebutuhan lansia akan rasa aman.
5. Relasi dan dukungan.
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 |105
Narasi yang menunjukkan kebutuhan akan relasi dan dukungan terlihat dari kebutuhan
akan titik kumpul dan ruang-ruang yang memberikan kesempatan bagi lansia untuk
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
PEMBAHASAN
Mengembangkan kota yang ramah lansia memerlukan peran aktif dari lansia.
Peran aktif yang dimaksud dalam hal ini adalah mengajak lansia untuk memberikan sudut
pandang mereka dan sudut pandang ini menjadi dasar bagi pemangku kebijakan dalam
menetapkan keputusan, kebijakan, dan juga membantu di dalam melakukan perencanaan
(Buffel, dkk, 2012; Menec, dkk., 2011, Novek & Menec, 2014). Hal ini berimplikasi pada
pendekatan riset yang digunakan dalam membangun konsep ramah lansia di suatu
wilayah. Pendekatan riset partisipatori yang mengajak lansia sebagai pelaksana,
responden, sekaligus analis data penelitian bisa menjadi salah satu pendekatan yang
digunakan untuk menggali kebutuhan lansia, isu prioritas, dan memastikan implementasi
dari hasil penelitian. Lebih lanjut Novek dan Menec (2014) mengatakan bahwa
pendekatan ini merepresentasikan teori ekologi yang memepertimbangkan perspektif
lansia dapat mengarahkan pada pemahaman yang holistik terkait lansia dan
komunitasnya.
Penelitian ini menggunakan photovoice sebagai alat pengumpul data dengan
melibatkan peran aktif lansia di dalam melaksanakan pengumpulan data dan menganalisis
data yang didapat melalui analisis partisipatori narasi. Responden penelitian juga
melibatkan mahasiswa pada kelas Psikologi Gerontologi guna memberikan pengalaman
interaksi antargenerasi antara lansia dan mahasiswa. Kegiatan antargenerasi memberikan
manfaat bagi lansia, antar lain menumbuhkan emosi positif, memumbuhkan perilaku
yang konstruktif, mempererat hubungan antargenerasi, dan memfasilitasi kondisi fisik
lansia (Lestari, dkk.,2016b). Kegiatan photovoice antargenerasi ini bertujuan untuk
menumbuhkan rasa berharga bagi lansia dan juga meningkatkan kelekatan antargenerasi.
Scott (2017) menyatakan bahwa melakukan riset co-design age-friendly city yang
dijalankan oleh mahasiswa arsitektur di Inggris dengan melibatkan saran dan masukan
dari lansia terbukti mampu meningkatkan empati generasi muda terhadap lansia.
Penelitian ini menemukan bahwa Denpasar dinilai sudah ramah lansia dalam
beberapa aspek seperti ruang terbuka hijau yang nyaman, fasilitas pasar yang memenuhi
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
106 | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
kebutuhan lansia, adanya fasilitas publik seperti toilet yang memerhatikan kondisi fisik
lansia, dan ruang berkumpul antargenerasi. Novek dan Menec (2014) dalam
penelitiannya menemukan bahwa ruang terbuka hijau, fasilitas umum, pasar, dan
lingkungan sosial adalah serangkaian hal yang dibutuhkan lansia dari lingkungannya.
Penelitian terkait dimensi – dimensi utama age-friendly city dan kaitannya dengan actice
ageing menemukan bahwa dimensi yang berkaitan dengan lingkungan fisik sebaiknya
menjadi prioritas utama sebelum dimensi lingkungan sosial dalam membangun kota yang
ramah lansia. Hal disebabkan karena lingkungan fisik yang tidak mendukung seringkali
menjadi halangan bagi lansia di dalam membangun interaksi sosial dengan
lingkungannya (Lai, dkk., 2016). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa beberapa
infrastruktur yang ada dan kondisi lingkungan tertentu berkaitan dengan kesempatan bagi
lansia di dalam membantu interaksi sosial. Terdapatnya gazebo, taman bermain, pojok
olahraga di sudut taman bagi lansia berasosiasi dengan titik kumpul dan memberikan
kesempatan bagi lansia untuk tetap terkoneksi dengan lingkungan sosialnya, termasuk
interaksi antargenerasi.
Di sisi lain, pantai yang penuh polusi, sesak, dan terbatasnya akses bagi lansia
untuk mencapai pantai membuat kesempatan lansia menjadi berkurang dan bisa jadi
berbahaya bagi lansia dalam beraktivitas. Buffel, dkk. (2012) menyatakan bahwa lansia
adalah kelompok yang rentan terhadap perubahan, polusi dan risiko yang ada di perkotaan
tidak jarang membuat lansia tidak dilibatkan dalam banyak aktivitas sosial di
lingkungannnya karena dianggap berbahaya bagi lansia. Ketika tidak dilibatkan dalam
interaksi sosial, kualitas hidup lansia menjadi menurun dan persepsi positif lansia akan
dukungan lingkungan menjadi menurun. Memperhatikan kondisi fisik dan sosial dari
lingkungan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kualitas hidup lansia
(Tiraphat, dkk., 2017)
Hal yang dibutuhkan lansia terhadap lingkungan sosialnya mencakup ruang bagi
lansia bekerja dan titik berkumpul untuk interaksi sosial. Lestari, dkk. (2016c)
menemukan bahwa salah satu alasan lansia untuk bekerja adalah kesempatan untuk
berinteraksi dengn lingkungan sosialnya. Tingkat partisipasi sosial lansia dalam hal ini
mampu meningkatkan kepuasan hidup lansia (Levasseur, Desrosiers, & Whiteneck,
2010; Scharlach & Lehning, 2016). Penelitian ini mencoba untuk menemukan hasil yang
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 |107
berbicara pada tataran pemaknaan lansia terhadap kebutuhan mereka terhadap
lingkungan. Pemaknaan ini dianalisis dari narasi setiap foto dan peneliti memberikan
istilah kebutuhan psikologis terhadap pemaknaan tersebut. Terdapat lima kebutuhan akan
keramahan, kebersihan, kesetaraan hak, kenyaman dan keamanan, serta relasi dan
dukungan sosial. Keamanan dan keterlibatan sosial menjadi daftar kebutuhan yang sama
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Plouffe dan Kalache (2010). Kebutuhan
lainnya yang ditemukan adalah berkaitan dengan aksesibilitas, kedekatan, dan
keterjangkauan. Plouffe dan Kalache (2010) berargumen bahwa kebutuhan yang mereka
temukan seragam baik pada negara yang berkembang atau negara maju, namun dalam
penelitian ini justru didapatkan beberapa kebutuhan yang berbeda. Novek dan Menec
(2014) satu kebutuhan lainnya yang tidak ditemukan pada penelitian ini maupun pada
penelitian Plouffe dan Kalache (2016), yakni kemandirian.
Menec, dkk (2011) dalam kajiannya terkait membangun konsep age-friendly
communities menegaskan bahwa penelitian terkait konsep ini haruslah memerhatikan
konteks sehingga tidak ada konsep yang sebetulnya berlaku general untuk kondisi yang
berbeda. Ada beragam faktor yang berada dalam level individu dan lingkungan yang
saling berinteraksi dan bersifat dinamis. Untuk itu pengembangan kota ramah lansia tidak
bisa dipisahkan dari variabel usia, jenis kelamin, penghasilan, kondisi lingkungan dan
suhu politik. Keterbatasan dari penelitian ini adalah belum sepenuhnya melakukan
diferensiasi hasil berdasarkan jenis kelamin dan data-data demografi lainnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis didapat bahwa responden menilai bahwa dalam
beberapa hal seperti ketersediaan fasilitas publik, pasar yang nyaman, peraturan di
lingkungan, ruang terbuka hijau, dan titik kumpul antargenerasi, Denpasar dinilai sudah
menjadi kota yang ramah lansia. Peningkatan dalam hal keamanan jalan, trotoar,
ketersediaan zebra cross, dan perhatian akan penanggulangan polusi menjadi pekerjaan
rumah tangga yang harus diselesaikan dan dirapikan agar dukungan kota terhadap lansia
semakin dirasakan. Ruang bagi pekerja lansia menjadi sebuah kebutuhan sosial yang juga
memerlukan perhatian khusus bagi pemerintah kota. Terdapat lima kebutuhan psikologis
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
108 | SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018
lansia terhadap lingkungannya yakni, keramahan, kebersihan, kesetaraan hak, kenyaman
dan keamanan, serta relasi dan dukungan sosial. Perbaikan di dalam metodologi seperti
mempertimbangkan data demografi responden menjadi masukan bagi penelitian
selanjutnya. Harapannya hasil penelitian ini bisa menjadi referensi bagi langkah awal
menuju tahun 2030, yakni Denpasar yang ramah lansia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh lansia dan mahasiswa mata
kuliah Psikologi Gerontologi tahun ajaran 2017/2018 yang sangat bersemangat dan
berpartisipasi aktif memberikan pendapat dan kontribusinya dalam penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik penduduk lanjut usia 2015. Retrieved from
https://www.bps.go.id 18th July 2017.
Barusch, A. (2013). Age-frinedly cities: A social work perspective. Journal of
Gerontological Social Work, 56 (6), 465-472. DOI: 10.1080/01634372.
Buffel, T., Phillipson, C., & Scharf, T. (2012). Ageing in urban environments:
Developing ‘age-friendly cities’. Critical Social Policy, 32(4), 597-617. DOI:
10.1177/0261018311430457.
Kano, M., Rosenberg, P.E., & Dalton, S.P. (2017). A global pilot study of age-friendly
city indicators. Social Indicator Response, 26. DOI: 10.1007/s11205-017-1680-
7.
Kendig, H., Elias, A.M., Matwijiw, P., & Anstey, K. (2014). Developing age-friendly
cities and communities in Australia. Journal of Aging and Health, 26(8),
13901414. DOI: 10.1177/0898264314532687.
Lai, M.M., Lein, S.Y., Lau, S.H., & Lai, M.L. (2016). Modeling age-friendly
environment, active ageing, and social connectedness in an emerging Asian
economy. Journal of Ageing Research. DOI:
hhtp://dx.doi.org/10.1155/2016/2052380.
Lestari, M.D. (2016a). Menuju Denpasar yang ramah lansia. Scientific News Magazines,
September 2016.
Lestari, M.D., Marheni, A, Suarya, L.M.K.S., Indrawati, K. R. (2016b). Membuat Canang
Bersama Kakek dan Nenek: Sebuah Program Antargenerasi Guna
Menumbuhkan Rasa Berharga Lanjut Usia dan Perilaku Melestarikan Budaya
Bagi Generasi Muda. Temu Ilmiah Himpunan Psikologi, Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Positive Psikologi in Dealing with Multigeneration
SEMINAR NASIONAL dan TEMU ILMIAH POSITIVE PSIKOLOGI 2018 |109
Lestari, M.D., Natalya, N.P., Santosa, R.D., Puspitasari, N.P.E.Y., Perry, O.A. (2016c).
Makna bekerja pada perempuan lansia. Proceeding of International Conference
on Feminism: Intersecting Identities, Agency, & Politics, 310-333.
Lestari, M.D., Puspitasari, N.P.E.Y., Perry, O.A., & Santosa, R.D. (2017). The Model of
Intergenerational Relation in Balinese Family. The Asian Conference on Aging
and Gerontology 2017 Official Conference Proceeding, 17-20.
Levasseur, M., Desrosiers, J., & Whiteneck, G. (2010). Accomplishment level and
satisfaction with social participation of older adults: association with quality of
life and best correlates. Quality of Resipatory, 19, 665 – 675.
Menec, V.H., Means, R., Keating, N., Parkhurst, G., & Eales, J. (2011). Conceptualizing
age-friendly communities. Canadian Journal on Aging, 30(3), 479-493.
Novek, S., & Menec, V.H. (2014). Older adults’ perception of age-friendly communities
in Canada: a photovoice study. Ageing & Society, 34, 1052-1072. DOI:
10.1017/s0144686x1200150X.
O’Grady, L. (2008). The world of adolescence: Using photovoice to explore
psychological sense of community and well being in adolescents with and without
an intelectual disability. PhD Thesis. Melbourne: Victoria University
Plouffe, L., & Kalache, A. (2010). Towards global age-friendly cities: determining urban
features that promote active ageing. Journal of Urban Health: Bulletin of The New
York Academy of Medicine, 87 (5), 733-739. DOI: 10.1007/511524-010-9466-0.
Rimbawa, N.D. (2015). Profil lansia di Bali dan kaitannya dengan pembangunan:
Deskripsi berdasarkan hasil Supas 2005 dan Sakernas 2007. Denpasar:
Universitas Udayana.
Scharlach, A.E., & Lehning, A.J. (2016). Creating aging-friendly communities. New
York: Oxford University Press.
Scoot, I. (2017). Mobility, mood, and place-co-designing age-friendly cities: a report on
collaborations between older people and students of architecture. Arts, 6 (12), 119.
DOI: 10.3390/arts6030012.
SurveyMeter. Indicators of Age Friendly City for Planning and Policy Formulation: One
Step Towards Age Friendly City in Indonesia. 2013 Agustus.
Tiraphat, S., Peltzer, K., Aphipol, K.T., Suthisukon, K. (2017). The role of age-friendly
environments on quality of life among Thai older adults. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 14 (282), 1-13. DOI:
10.3390/ijerph14030282.