Word Tutorial Interna Ponkop

download Word Tutorial Interna Ponkop

of 61

description

K

Transcript of Word Tutorial Interna Ponkop

BAB ILATAR BELAKANG

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang dinyatakan dengan adanya konsentrasi gula darah tinggi dalam darah (hiperglikemia), diakibatkan karena defisiensi insulin relatif maupun absolut. Penyakit DM tidak menular yang mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO memprediksi kenaikan jumlahpenderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Efek kronik dari penyakit DM menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh secara anatomis maupun fungsional. Komplikasi kronik dari penyakit DM menyebabkan kelainan pada makrovaskular, mikrovaskular, gastrointestinal, genito urinari, dermatologi, infeksi, katarak, glaukoma dan sistem muskulo skeletal.Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi manusia usia lanjut. Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan prevalensisebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%.Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat di mengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat drastis. Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO seperti tampak pada tabel 1, Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12.4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995.

Dari angka angka diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86 138% yang disebabkan oleh karena:Faktor demografi

Gaya hidup ke barat - baratan

Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi

Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih panjang.BAB II

KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Ny. ER

Tanggal Lahir

: 06 Agustus 1965

Umur

: 50 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Status

: Menikah

Alamat

: Pulogadung, Jakarta Timur

Tgl Masuk RS

: 20/05/2015

Dokter yang merawat

: dr. Khomimah Sp.PD K-EMD

B. ANAMNESIS

Autoanamnesis Pada Tanggal 6 Oktober 2015

Keluhan Utama: Pasien datang ke Poli RSIJ-PK dengan keluhan nyeri pada kedua siku pada tangan sejak 7 hari SMRS

Keluhan Tambahan

: Pasien mengeluh nyeri pada kedua telapak kaki sejak 1 bulan yang lalu

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke RSIJ-PK dengan keluhan nyeri pada kedua siku sejak 7 hari SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul. Timbul saat istirahat setelah beraktivitas. Nyeri dirasakan setempat tidak menjalar ke ujung jari. Pasien juga mengeluh nyeri pada kedua telapak kaki seperti tertusuk pisau. Nyeri dirasakan menetap pada telapak kaki. Nyeri terjadi terus menerus. Rasa nyeri menjalar ke ujung jari tidak ada. Pasien juga tidak pernah jatuh. Riwayat trauma pada kedua siku ataupun telapak kakidisangkal. Pasien mengaku memiliki penyakit diabetes melitus sejak 2014. Awalnya pasien datang dengan keluhan lemas. Setelah diperiksa pasien di diagnosa diabetes melitus tipe 2. Pada saat itu pasien merasakan peningkatan nafsu makan, peningkatan frekuensi buang air kecil, dan penurunan berat badan.Pasien saat ini tidak mengeluhkan lemas, tidak mengeluhkan penurunan berat badan, tidak mengeluhkan peningkatan nafsu makan, tidak mengeluhkan peningkatan frekuensi berkemih, tidak mengeluhkan demam, tidak mengeluhkan batuk pilek, tidak mengeluhkan nyeri pada perut, tidak mengeluhkan BAB, dan tidak terdapat luka pada tubuh pasien.Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu Riwayat Penyakit Jantung tidak ada Riwayat Hipertensi tidak ada Riwayat Gagal Ginjal tidak adaRiwayat Penyakit keluarga:

Keluhan yang sama seperti pasien di dalam keluarga disangkal.

Riwayat Penyakit Jantung tidak ada Riwayat Hipertensi tidak ada Riwayat Gagal Ginjal tidak adaRiwayat Pengobatan

:

Pasien sudah berobat ke RSIJ Pondok Kopi diberikan Metformin 500 mg 3x/hari, Glimepiride 1 gram 1x/hari, Meloxicam 15 mg 1x/hariRiwayat Alergi

:

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makananRiwayat Psikososial

:

Pasien merupakan seorang guru dengan kegiatan sehari hari dari jam7 hingga jam 3 sore mengajar dan berisitirahat pada jam 12 siang hingga jam 1. Pasien setiap hari mengkonsumsi nasi 2x/hari dengan takaran 1 gelas minum. Pasien tidak makan gorengan, tidak meminum kopi dan tidak meminum alkohol C. PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: composmentis

Tanda vital

:

Suhu

: 36.8 oC

Nadi

: 80 x/menit

RR

: 18 x/menit

TD

: 130/80 mmHg

Status Gizi

: BB

: 55 kg TB

: 150 cm

IMT

: 24.4 (Overweight)Status Generalis

Kepala

: Norrmochepal

Rambut

: Hitam, tersebar merata, tidak mudah di cabut

Mata

: Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor, Eksoftalmus (+)

Hidung

: Septum Deviasi (-/-), Sekret (-/-), Epistaksis (-/-), konka normal

Telinga

: Normotia, Serumen (-/-), hiperemis (-/-).

Mulut

: Bibir Kering (+), Sianosis (-), Stomatitis (-), Tonsil ( T1 / T1 ) Caries dentis (+)

Leher

: Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-) Kesan

: Pemeriksaan Kepala dan leher dalam batas normal

Thorak paru

:

Inspeksi: Dada simetris (+), Retraksi Dinding Dada (-), Bagian yang tertinggal saat inspirasi (-)

Palpasi

: Vocal fremitus sama kanan dan kiri (+)

Perkusi:Sonor (+/+), redup pada ICS 5-6 linea midklavikularis sinistra Auskultasi: Vesikuler (+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Kesan

: Pemeriksaan paru dalam batas normal Thorak Jantung

:

Inspeksi

: Ictus Cordis Terlihat (-)

Palpasi

: Ictus Cordis Teraba (+) di ICS V linea Midclavicula sinistra

Perkusi

: Batas jantung atas relatif di ICS II linea sternalis sinistra, batas kanan jantung relatif di ICS V linea sternalis dextra, batas kiri jantung relatif di ICS V linea midclavicula sinistra

Auskultasi

: Bunyi Jantung I dan II Murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Kesan

: Pemeriksaan Jantung dalam batas normal Abdomen

Inspeksi

: Perut datar (+)

Auskultasi

: Bising Usus (+), Normal

Palpasi

:Abdomen Supel, nyeri tekan epigastrium (-), Hepatosplenomegali (-)

Perkusi

: Timpani pada keempat kuadran Abdomen

Kesan

: Pemeriksaan Abdomen dalam batas normal Ekstremitas Atas:

Akral

: Hangat

CRT

: 200)

Glucosa Urine 2+Negative

HBA1C14.74.5-6.3

02/09/14Glucosa Fasting 154.00Normal (70-99)

Impaired (100-125)

Diabetes (>126)

Glucosa UrineNegativeNegative

Glukosa 2PP307.00Normal (70-140)

Impaired (141-200)

Diabetes (>200)

Glucosa Urine 4+Negative

18/09/14Glucosa Fasting 173.00Normal (70-99)

Impaired (100-125)

Diabetes (>126)

Glucosa UrineNegativeNegative

Glukosa 2PP261.00Normal (70-140)

Impaired (141-200)

Diabetes (>200)

Glucosa Urine 3+Negative

06/10/14Glucosa Fasting 224.00Normal (70-99)

Impaired (100-125)

Diabetes (>126)

Glucosa Urine1+Negative

Glukosa 2PP290.00Normal (70-140)

Impaired (141-200)

Diabetes (>200)

Glucosa Urine 3+Negative

03/11/14Glucosa Fasting 108.00Normal (70-99)

Impaired (100-125)

Diabetes (>126)

Glucosa UrineNegativeNegative

Glukosa 2PP167.00Normal (70-140)

Impaired (141-200)

Diabetes (>200)

Glucosa Urine 3+Negative

01/12/14Glucosa Fasting157.00Normal (70-99)

Impaired (100-125)

Diabetes (>126)

Glucosa UrineNegativeNegative

Glucosa 2PP279.00Normal (70-140)

Impaired (141-200)

Diabetes (>200)

Glucosa Urine3+Negative

Pemeriksaan LaboratoriumTestHasilNilai Normal

2015

04/06/15Glucosa Fasting 106.00Normal (70-99)

Impaired (100-125)

Diabetes (>126)

Glucose Urine NegativeNegative

Glucosa 2PP177.00Normal (70-140)

Impaired (141-200)

Diabetes (>200)

Glucosa UrineNegativeNegative

08/06/15HBA1C6.9

06/07/15Kreatinin0.80.51-0.95

05/08/15Glucosa Fasting 103.00Normal (70-99)

Impaired (100-125)

Diabetes (>126)

Glucose Urine NegativeNegative

Glucosa 2PP144.00Normal (70-140)

Impaired (141-200)

Diabetes (>200)

Glucosa UrineNegativeNegative

03/09/15Glucosa Fasting 117.00Normal (70-99)

Impaired (100-125)

Diabetes (>126)

Glucosa UrineNegativeNegative

Glukosa 2PP203.00Normal (70-140)

Impaired (141-200)

Diabetes (>200)

Glucosa Urine NegativeNegative

29/09/15*Glukosa Urine NegativeNegative

Glukosa 2PP209Normal (70-140)

Impaired (141-200)

Diabetes (>200)

Glukosa Fasting 160.00Normal (70-99)

Impaired (100-125)

Diabetes (>126)

* = Hasil laboratorium terbaru yang diperiksaE. RESUME

:

Ny. ER datang ke Poli Penyakit Dalam dengan keluhan nyeri pada kedua siku tangan sejak 7 hari SMRS. Nyeri dirasakan menetap pada siku. Pasien juga mengeluh nyeri pada telapak kaki sejak 1 bulan SMRS. Nyeri pada telapak kaki juga dirasakan menetap. Pasien mempunyai rwiayat Diabates Melitus Tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu. Pasien saat ini mengkonsumsi metformin 500 mg 3x/hari, Glimepiride 1 mg 1x/hari, meloxicam 15 mg 1x/hari. Pasien biasa mengatur pola makan dengan makan nasi 2x/hari dengan nasi takaran 1 gelas minum. Reflek bicep -/-, reflek patela -/-. Hasil laboratorium GDP 160mg/dl ;GD2PP 209mg/dl. F. DIAGNOSIS KERJA

Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrolG. PENGKAJIAN MASALAH

1. Neuropati S : Ny. ER datang dengan keluhan nyeri pada kedua siku tangan sejak 7 hari. Nyeri dirasakan menetap, tidak menjalar. Pasien juga mengeluh nyeri pada kedua telapak kaki seperti tertusuk pisau. Nyeri tidak menjalar dan tidak ada riwayat trauma. Riwayat Diabetes Melitus Tipe 2 sejak 1 tahun yang laluO :

Suhu

: 36.8 oC

Nadi

: 80 x/menit

RR

: 18 x/menit

TD

: 130/80 mmHg

Reflek bicep -/- reflek patela -/-A :

Neuropati DiabetikumDD/ Plantar tunnel syndrome dan Ulna tunnel syndrome

Osteoarthrosis

P :

Meloxicam 15 mg 1x/hari

2. Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrol

S : Pasien datang rutinan ke poli untuk kontrol penyakit Diabetes Melitus Tipe 2. Pasien mempuyai riwayat diabetes melitus tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu. Pada saat itu pasien merasakan peningkatan nafsu makan, peningkatan frekuensi buang air kecil, dan penurunan berat badan. Saat ini keluhan penurunan berat badan tidak ada, keluhan peningkatan nafsu makan tidak ada, keluhan sering berkemih tidak ada.

O :

Suhu

: 36.8 oC

Nadi

: 80 x/menit

RR

: 18 x/menit

TD

: 130/80 mmHg

Pada pemeriksaan 12/08/14 GDP 294,40mg/dl (batasan DM 126mg/dl)

GD2PP 407,00mg/dl (batasan DM 200mg/dl)

HbA1c 14,7%

Pada pemeriksaan 29/09/15

GDP 160mg/dl (batasan DM 126mg/dl)

GD2PP 209mg/dl (batasan DM 200mg/dl)

A : Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrol

P : Metformin 500 mg 3x/hari Glimepiride 1 mg 1x/hari

Koreksi IMT (24,4) edukasi pola makan dan kegiatan olahraga Rencana periksan ulang GDP,GD2PP 1 minggu lagi

Rencana Periksa HBA1C ulang (terahir bulan juli 2015)

Rencana Periksa LDL, HDL, Trigliserida

BAB III

DISKUSI

1. ASPEK DIAGNOSTIK

Alur Diagnostik Neuropati DM

terkonfirmasi

Dari anamnesis

Rasa nyeri disiku sejak 7 hari menetap dan tidak menjalar

Rasa nyeri ditelapak kaki seperti tertusuk pisau menetap dan tidak menjalar

Riwayat trauma disangkal

Os didiagnosis dm sejak 1 tahun yang lalu

Diagnosis neuropati DM

Bentuk-bentuk gambaran klinik adalah sebagai berikut :

a. Polineuropati sensorik-motorik simetris

Bentuk ini paling sering dijumpai, dan biasanya terjadi pada penderita diabetes. Keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan hingga paling berat. Ada rasa tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah dan menurunnya serta hilangnya refleks tendon Achilles atau tendon lain. Kadang-kadang ada rasa nyeri ditungkai. Nyeri ini dapat mengganggu penderita pada waktu malam hari. parese jarang terlihat, tetapi bila ada akan mengenai ujung-ujung kaki secara simetris

b. Neuropati otonom

Keluhan ini dapat bermacam-macam, bergantung pada saraf otonom mana yang terkena. Penderita dapat mengeluh diare yang bergantian dengan konstipasi, dilatasi lambung dan disfagia. Gangguan pengosongan kandung kemih yang disebabkan oleh karena mukosanya kurang peka. Impotensi lebih sering dijumpai, terjadinya impotensi ini perlahan-lahan, mulai dari gangguan ereksi sampai gangguan ejakulasi. Gangguan berkeringat dapat dalam bentuk hiperhidrosis, berkeringat hanya keluar banyak disekitar wajah, leher, dan dada bagian atas, terutama sesudah makan. Sementara itu, gangguan lain dapat berbentuk hipotensi ortostatik dan bahkan sinkop yang sulit diatasi.c. Mononeuropati

Berbeda dengan polineuropati yang bersifat lambat, maka mononeuropati terjadi secara cepat dan biasanya lebih cepat pula untuk kembali membaik. Yang sering terkena adalah nervi craniales, ulnaris, medianus, radialis, femoralis, peroneus, dan kutaneus femoralis. Apabila beberapa saraf terkena, namun dari akar yang berlainan, maka keadaan tersebut dinamakan mononeuropati multipleks. Pada N. Spinalis

Awitan suatu mononeuritis adalah selalu mendadak. Setiap N. Spinalis dapat dihinggapi, namun yang sering dihinggapi dalah N. Iskhiadikus, N. Ulnaris, N. Medianus, N. Radialis, N. Femoralis, N. Kutaneus Femoralis, dll. Gejala yang mungkin timbul adalah gangguan sensorik, motorik atau gangguan sensorik sekaligus motorik. Di samping itu tampak pula adanya rasa nyeri di saraf yang bersangkutan. Pada umumnya prognosa pada mononeuritis ini lebih baik dibandingkan dengan polineuropati diabetic simetris. Pada N. Kranialis

Yang paling sering adalah N. Okulomotorius, N. Abdusen, N. Optikus, dll. Terdapat pula rasa nyeri di daerah saraf yang bersangkutan. Bila berhadapan dengan penderita dengan lesi N.III dan nyeri dibelakang bola mata, maka kemungkinan akan adanya suatu aneurisma sirkulus arteriosus willisi. Bila mononeuritis itu mengenai N. II maka timbul neuritis retrobulbaris yang lama kelamaan dapat menimbulkan papilla albaDiagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih dari empat kriteria dibawah ini : 1.Kehadiran satu atau lebih gejala.

2. Ketidakhadiran dua atau lebih refleks ankle atau lutut 3. Nilai ambang persepsi getaran/vibration-abnormal.4. Fungsi otonomik abnormal (berkurangnya heart rate variability (HRV) dengan rasio RR kurang dari 1,04 postural hypotension dengan turunnya tekanan darah sistolik 20 mmHg atau lebih, atau kedua-duanya)Alur Diagnostik Diabetes Melitus Tipe II

Dari anamnesis :Satu tahun yang lalu

Peningkatan nafsu makan

Peningkatan frekuensi BAK

Penurunan berat badan

Saat ini

Tidak ada keluhan penurunan berat badan, peningkatan nafsu makan ataupun peningkatan frekuensi BAK.Diagnosis diabetes melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Kriteria diagnosis DM adalah :Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban plasma 75 gram.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik.

Atau

Pemeriksaan HbA1c 6,5% dengan menggunakan metode High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)2. ASPEK TERAPI

Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetik dibagi ke dalam 3 bagian. Strategi pertama adalah diagnosis ND sedini mungkin, strategi kedua dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya , dan strategi ketiga yaitu pengendalian keluhan neuropati/ nyeri neuropati diabetik setelah strategi kedua dikerjakan.ND merupakan komplikasi kronik dengan berbagai faktor risiko yang terlibat, maka pada pengelolaan ND perlu melibatkan banyak aspek, seperti perawatan umum, pengendalian glukosa darah dan parameter metabolik lain sebagai komponen yang tidak terpisahkan secara terus menerus.

Terapi Preventif

Untuk pencegahan dan penetalaksannan neuropati diabetikum prioritas utama adalah pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala. Disamping itu pengendalian faktor metabolik lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan. Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and Complications Trial (DCCT), Kumamoto Study dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati dapat dikurangi. Pada DCCT, kelompok pasien dengan terapi intensif yang berhasil menurunkan HbA1c dari 9 ke 7%, telah menurunkan risiko timbul dan berkembangnya komplikasi mikrovaskular, termasuk menurunkan risiko timbulnya neuropati sebesar 60% dalam 5 tahun. Pada studi Kumamoto, suatu penelitian mirip DCCT, tetapi pada DM tipe 2, juga membuktikan bahwa dengan terapi intensif mampu menurunkan risiko komplikasi, termasuk perbaikan kecepatan konduksi saraf dan ambang rangsang vibrasi. Demikian juga dengan UKPDS yang memberikan hasil serupa dengan 2 studi sebelumnya

Tindakan preventif yang tidak kalah penting adalah menurunkan jumlah populasi pasien DM. Hal ini dilakukan dengan modifikasi gaya hidup seperti program latihan dan diet intensif atau intensive dengan OAD

Oleh karena secara klinik terbukti bahwa neuropati diabetikum kdapat mengakibatkan ulkus kaki bahkan gangrene, maka perliu diberikan penyuluhan untuk perawatan kaki. Perlu juga dilakukan follow up ytang lebih serius .

Terapi Medikamentosa

Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar, dll. Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar dapat member terapi yang lebih rasional, meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis

Terami simtomatis ini bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan perawatan kaki. Jadi sebenarnyya berguna untuk menurunkan angka morbiditas dan mencegah komplikasi.

Guidelines untuk farmakoterapai ialah

1. Dimulai dengan obat tunggal

2. Dimulai dengan dosis terkecil

3. Dosis ditingkatkan bertahap tiap 3-7 hari sampai nyeri hilang atau terjadi intoleransi

4. Politerapi dimulai bila pengurangan gejala hanya sebagian kecil pada dosis maksimal

5. Tidak ada hubungan antara suatu obat dengan dosis, tidak ada target dosis.

6. Lama (durasi) terapi bervariasi. Apabila nyeri hilang total dengan pengobatan, oerlu penurunan terapi setiap 6 bulan. Pasien perlu lanjut terapi atau tidak.

Pedoman pengelolaan ND dengan nyeri yang dianjurkan ialah :

1. NSAID (ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari)

Dapat membantu mengurangi peradangan yang disebabkan oleh neuropati diabetika dan juga mengurangi rasa sakit.

Interaksi: kombinasi dengan aspirin meningkatkan resiko efek samping atau dengan probenecid dapat meningkatkan konsentrasi dan kemungkinan toksisitas NSAID.

Kontra Indikasi : hipersensitivitas, perdarahan GI Tract, terutama penyakit ulkus peptikum, penyakit ginjal, penyakit jantung

Efek samping : perhatian pada pasien yang berpotensi mengalami dehidrasi, efek jangka panjang dapat meningkatkan nekrosis papiler ginjal, nefritis interstitial, proteinuria, terkadang bisa terjadi sindrom nefrotik.

2. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100mg/hari, nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/ hari)

TCA umumnya merupakan pengobatan yang paling banyak digunakan pada diabetes neuropati sensorimotor. Efek analgesic TCA muncuk tergantung pada penghambatan re-uptake norepinefrin dan serotonin. Efek antikolinergik yang dapat timbul adalah mulut kering (xerostomia), sembelit, pusing, penglihatan kabur, dan retensi urin. Selain itu TCA juga dapat menimbulkan sedasi dan hipotensi ortostatik.

Amitriptilin : bila berinteraksi dengan Phenobarbital akan menurunkan efek amitriptilin, kombinasi dengan simetidin dapat meningkatkan dosis amitriptilin. Kontra indikasi bila ada hipersensitivitas, riwayat kejang, aritmia jantung, glaucoma, retensi urin.

Imipramin : mekanisme kerja obat ini dengan menghambat re-uptake norepinefrin pada sinapsis di pusat jalur menurun modulasi nyeri terletak di batang otak dan sumsum tulang belakang. Kontra indikasi bila ada hipersensitivitas, penggunaan bersama MAOIs, dan bila selama periode pemulihan akut infark miokard

3. Pengahambat ambilan serotonin selektif (SSRIs) termasuk antidepresan relatif baru yang berbeda dengan TCA. SSRis adalah menghambat ambilan serotonin presinaptik, tetapi tidak menghambat neuroadrenalin dan efek blocking reseptor pasca sinaptik. Termasuk SSRIs adalah fluoxetines, poroxetine, citalopram dan velafalxine. Secara keseluruhan SSRIs belum memuaskan untuk terapi nyeri ND.

4. Duloxetine

Golongan obat ini menghambat ambilan serotonin dan NE non selektif. Mekanisme aksinya mirip TCA, tetapi tanpa mengaktifkan reseptor adrenergik, dopaminergik, muskarinik, dan histaminic. Pada penelitian double blind placebo control trias, efektifitasnya pada depresi dan nyeri neuropati diabetikum adalah 49%. Dosis efektifnya 60-10 mg/hari. Perbaikan jelas setelah 1-2 minggu. Efek sampingnya termasukdistress GIT, mulut kering, dan nyeri kepala. Jarang terjadi peningkatan tekanan darah dan denyut jantung

5. Buspiron suatu antidepresan golongan aminoketon

Berfungsi sebagai suantu penghambat khusus ambilan epinephrine dan penghambat ringan amnbilan dopamine. Buspiron SR 150-300 mg dilaporkan lebih bermaknadalam menghilangkan nyeri neuropati diabetikum dibandingkan placebo. Efek sampingnya ringan.

6. Antikonvulsan (gabapentin 900mg 3x/hari, karbamazepin 200mg 4x/hari)

Farmakologi obat ini memblokir saluran dan menghambat komponen neuronik spesifik.

Karbamazepin

Digunakan dalam neuropati perifer sebagai baris ketiga agen jika semua agen lain gagal untuk mengurangi gejala neuropati diabetika. Merupakan antikonvulsan generasi pertama. Kombinasi dengan fenobarbital, fenitoin, atau primidone dapat menurunkan dosis. Kontra indikasi bila ada hipersensitivitas dan riwayat gangguan depresi sumsum tulang. Gabapentin

Gabapentin (GBP), mekanisme anti analgesic dan antikonvuosan tidak diketahui. Mempunyai struktur mirip GABA. Tetapi tidak berinteraksi dengan reseptor GABA. Dosis efektif untuk nyeri neuropati diabetikum adalah 100 mg 3 dd1, efek samping tidak nyata, tidak dimetabolisme, sehingga tidak berinteraksi dengan obat lain. Efek samping yangb sering terjadinpada dosis tinggi adalah mengantuk, pusing, mual, atau gangguan lambung. GBP adalah drug of choice untuk nyeri neuropati diabetikum

Pregabilin (PGB)PGB suatu derivate GABA, terikatnya dengan alpha-2 delta subunit Ca chanel dengan menurunkan pelepasan NT eksitasi. PGB di approved FDA untuk nyeri neuropati dan neurelgis pasca herpes. Dosis biasanya 100-600 mg/hari, oral dalam dosis terbagi. Untuk nyeri neuropati diabetikum penggunaan obat PGB adalah lebih baik dari GBP.

Lamotrigin

Lamotrigin adalah OAE yang menstrabilkan membran neuron dengan memblok Na channel dan menghambat pelepasan glutamate presinaptik. Efek klinisnya masih dipertahankan

Topirimat

Topirimat merupakan penghambat karbonik anhidrase. Dosis dimulai 100mg/hari dan dititirasi bertahap sampai maksimal 1600 mg/hari, dalam dosis terbagi. Efek samping: batu ginjal, depresi dan penurunan berat badan.

Tiagabin

Tiagabin memblok ambilan GABA. Dosis 2mg 3 dd 1, dan dititarasi. Efek samping adalah mual, nyeri kepala, lelah, tremor dan pusing.

7. Opioid

Obat golongan Opioid dapat dicoba untuk terapi nyeri neuropati diabetikum bila gagal dengan obat lain. Jenis obat tersebut adalah tramadol, petidin, morphin, metadon, oksikodon, dan levorphanol. Meskipun demikian penggunaan opioid memberikan rasa ketakutan akan terjadi kecanduan dan efek samping baik pada dokternya sendiri atau pada pasien. Yang dianjurkan adalah opioid dosis rendah dan long acting murni.

Tramadol, suatu alternative yang bagus untuk opioid yang kuat. Dosis dimulai 100mg/hari kemudian ditingkatkan maksimal 400 mg/hari. Bila intoleran, dosis ditappering off dan kemudian dihentikan

Metadon dosis 1-15 mg dan oksidon dosis 30-60 mg/hari. Petidin dan morpin obat cadangan terbaik pada kasus yang resisten.

8. Topical : capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine 1mg 3x/hari, transcutaneous electrical nerve stimulation.

Beberapa pertimbangan praktis dalam penggunaan klinis krim capsaicin. Pertama, dilakukan tiga atau empat kali setiap hari untuk daerah yang terkena. Capsaicin mengurangi rasa sakit akibat radang sendi, penyakit ruam saraf, sakit saraf. Capsaicin merupakan komponen alami yang terkandung dalam cabai merah. Komponen ini mengurangi sensitifitas reseptor saraf kulit perasa sakit (yang dikenal dengan C-fibers).

Terapi Diabetes Melitus tipe II

Tujuan penatalaksanaan

Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikro angiopati, makro angiopati, dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komperhensif. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:

Evaluasi medis meliputi:

Riwayat Penyakit Gejala yang timbul,

Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM

Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan

Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda

Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan

Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani

Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan hipoglikemia)

Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki

Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.)

Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah

Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)

Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM

Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi

Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

Pemeriksaan Fisik

Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang

Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta anklebrachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi

Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid

Pemeriksaan jantung

Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop

Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis

Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

Evaluasi Laboratoris / penunjang lain

Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial

A1C

Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)

Kreatinin serum

Albuminuria

Keton, sedimen, dan protein dalam urin

Elektrokardiogram

Foto sinar-x dada

Evaluasi medis secara berkala

Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan

Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan

Secara berkala dilakukan pemeriksaan:

Jasmani lengkap

Mikroalbuminuria

Kreatinin

Albumin / globulin dan ALT

Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dantrigliserida

EKG

Foto sinar-X dada

Funduskopi

Pilar penatalaksanaan DM

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apa bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. (PERKENI,2011)

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

2. Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian daripenatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori danzat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Pembatasan karbohidrat total BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

Klasifikasi IMT

BB Kurang < 18,5

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih 23,0

Keterangan:

o Dengan risiko 23,0-24,9

o Obes I 25,0-29,9

o Obes II > 30

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

1. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.

2. Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.

3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

4. Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan.Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yangmengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

3. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220/umur), disesuaikandengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit dan olahraga berat misalnya joging.

4. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5golongan:

A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformindan tiazolidindion

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambatglukosidase alfa.

E. DPP-IV inhibitor

A. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan di ekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada PeroxisomeProliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa diperifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

E. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.

2. Suntikan

A. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Efek samping terapi insulin

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

B. Agonis GLP-1Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatanberat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel betapankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.

2.6. Komplikasi

2.6.1. Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes adalah:

A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).

Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM . Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun,dan pasien akan mengalami hal berikut:

Hiperglikemia

Hiperketonemia

Asidosis metabolik

Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatanlipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton(asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapatmenjadi hipotensi dan mengalami syok.

Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalamikoma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.

Tabel : Penatalaksanaan Ketoasidosis Metabolik

Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik1. Dehidrasi

8. Poliuria

2. Hipotensi (postural atau supine)

9. Bingung

3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer

10. Kelelahan

4. Takikardi

11. Mual-muntah

5. Kusmaul breathing

12. Kaki kram

6. Nafas bau aseton

13. Pandangan kabur

7. Hipotermia

14. Koma (10%)

B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)

Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:

Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.

Dehidrasi berat

Uremia

Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.

Penatalaksanaan HHNK

Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting adalah: Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3unit/jam. (Boon et.al 2006).

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.

Penyebab Hipoglikemia

1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan

2. Berat badan turun

3. Sesudah olah raga

4. Sesudah melahirkan

5. Sembuh dari sakit

6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa

Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.

Tanda-tanda Hipoglikemia

1) Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.

2) Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitanmenghitung sederhana.

3) Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan, berdebar-debar.

4) Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang. Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oralataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:

1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.

2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisadiperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:

Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan

Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan

P.Z.I : 18 jam setelah suntikan

Penatalaksanaan Hipoglikemia

Komplikasi Kronik Jangka Panjang

A. Mikrovaskular / NeuropatiRetinopati, katarak : penurunan penglihatan

Nefropati :gagal ginjal

Neuropati perifer :hilang rasa, malas bergerak

Neuropati autonomik :hipertensi, gastroparesis

Kelainan pada kaki :ulserasi, atropati

B. Makrovaskular Sirkulasi koroner :iskemi miokardial/infark miokard

Sirkulasi serebral :transient ischaemic attack, strok

Sirkulasi :claudication, iskemik

Masalah-Masalah Khusus Pada Diabetes

Diabetes dengan Infeksi

Adanya infeksi pada pasien sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi. Infeksi yang banyak terjadi antara lain:

Infeksi saluran kemih (ISK)

Infeksi saluran nafas: pneumonia, TB Paru

Infeksi kulit: furunkel, abses

Infeksi rongga mulut: infeksi gigi dan gusi

Infeksi telinga: otitis eksterna maligna

ISK merupakan infeksi yang sering terjadi dan lebih sulit dikendalikan. Dapat mengakibatkan terjadinya pielonefritis dan septikemia. Kuman penyebab yang sering menimbulkan infeksi adalah: Escherichia coli dan Klebsiella. Infeksi jamur spesies kandida dapat menyebabkan sistitis dan abses renal. Pruritus vagina adalah manifestasi yang sering terjadi akibat infeksi jamur vagina.

Pneumonia pada diabetes biasanya disebabkan oleh: streptokokus, stafilokokus, dan bakteri batang gram negatif. Infeksi jamur pada pernapasan oleh aspergillosis, dan mucormycosis juga sering terjadi.

Penyandang diabetes lebih rentan terjangkit TBC paru. Pemeriksaan rontgen dada, memperlihatkan pada 70% penyandang diabetes terdapat lesi paru-paru bawah dan kavitasi. Pada penyandang diabetes juga sering disertai dengan adanya resistensi obat-obat Tuberkulosis.

Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami infeksi. Kuman stafilokokus merupakan kuman penyebab utama. Ulkus kaki terinfeksi biasanya melibatkan banyak mikro organisme, yang sering terlibat adalah stafilokokus, streptokokus, batang gram negatif dan kuman anaerob.

Angka kejadian periodontitis meningkat pada penyandang diabetes dan sering mengakibatkan tanggalnya gigi. Menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik merupakan hal yang penting untuk mencegah komplikasi rongga mulut.

pada penyandang diabetes, otitis eksterna maligna sering kali tidak terdeteksi sebagai penyebab infeksi.

Diabetes dengan Nefropati Diabetik

Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati diabetik

Didapatkannya albuminuria persisten pada kisaran 30-299mg/24 jam (albuminuria mikro) merupakan tanda dini nefropati diabetik

Pasien yang disertai dengan albuminuria mikro dan berubah menjadi albuminuria makro ( >300 mg/24 jam), pada akhirnya sering berlanjut menjadi gagal ginjal kronik stadium akhir.

Diagnosis

Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin > 30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6 bulan, tanpa penyebab albuminuria lainnya.

Penatalaksanaan

Kendalikan glukosa darah

Kendalikan tekanan darah

Diet protein 0,8 gram/kgBB per hari. Jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang bertambah berat, diet protein diberikan 0,6 0,8 gram/kg BB per hari.

Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II,penghambat ACE, atau kombinasi keduanya. Jika terdapat kontraindikasi terhadap penyekat ACE atau reseptor angiotensin, dapat diberikan antagonis kalsium non dihidropiridin.

Apabila serum kreatinin >2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikut dilibatkan

Idealnya bila klirens kreatinin 4000 gram, dan adanya riwayat preeklamsia. Pada pasien dengan risiko DMG yang jelas perlu segera dilakukan pemeriksaan glukosa darah. Bila didapat hasil glukosa darah sewaktu 200 mg/dL atau glukosa darah puasa 126 mg/dLyang sesuai dengan batas diagnosis untuk diabetes, maka perlu dilakukan pemeriksaan pada waktu yang lain untuk konfirmasi. Pasien hamil dengan TGT dan GDPT dikelola sebagai DMG.

Diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan TTGO dilakukan dengan memberikan beban 75 gram glukosa setelah berpuasa814 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban.

DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa 95 mg/dL, 1 jam setelah beban < 180 mg/dL dan2 jam setelah beban 155 mg/dL. Apabila hanya dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah 155 mg/dL, sudah dapat didiagnosis sebagai DMG.

Hasil pemeriksaan TTGO ini dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya DM pada ibu nantinya

Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis penyakit dalam, spesialis obstetri ginekologi, ahli diet dan spesialis anak.

Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu, kesakitan dan kematian perinatal. Ini hanya dapat dicapai apabila keadaan normoglikemia dapat dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan.

Sasaran normoglikemia DMG adalah kadar glukosa darah puasa 95 mg/dL dan 2 jam sesudah makan 120 mg/dL. Apabila sasaran kadar glukosa darah tidak tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani, langsung diberikan insulin.

Diabetes dengan Ibadah Puasa

Penyandang diabetes yang terkendali dengan pengaturan makan saja tidak akan mengalami kesulitan untuk berpuasa. Selama berpuasa Ramadhan, perlu dicermati adanya perubahan jadwal, jumlah dan komposisi asupan makanan.

Penyandang diabetes usia lanjut mempunyai kecenderungan dehidrasi bila berpuasa, oleh karena itu dianjurkan minum yang cukup. Perlu peningkatan kewaspadaan pasien terhadap gejala-gejala hipoglikemia. Untuk menghindarkan terjadinya hipoglikemia pada siang hari, dianjurkan jadwal makan sahur mendekati waktu imsak/subuh, kurangi aktivitas fisik pada siang hari dan bila beraktivitas fisik dianjurkan pada sore hari.

Penyandang diabetes yang cukup terkendali dengan OHO dosis tunggal, juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. OHO diberikan saat berbuka puasa. Hati-hati terhadap terjadinya hipoglikemia pada pasien yang mendapat OHO dengan dosis maksimal.

Bagi yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan dosis obat diberikan sedemikian rupa sehingga dosis sebelum berbuka lebih besar dari pada dosis sahur.

Untuk penyandang diabetes DM tipe 2 yang menggunakan insulin, dipakai insulin kerja menengah yang diberikan saat berbuka saja.

Diperlukan kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap terjadinya hipoglikemia pada penyandang diabetes pengguna insulin. Perlu pemantauan yang lebih ketat disertai penyesuaian dosisdan jadwal suntikan insulin. Bila terjadi gejala hipoglikemia, puasa dihentikan.

Untuk pasien yang harus menggunakan insulin dosis multipel dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.

Sebaiknya momentum puasa Ramadhan ini digunakan untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan ketaatan berobat para penyandang diabetes. Dengan berpuasa Ramadhan diharapkan adanya perubahan psikologis yang menciptakan rasa lebih sehat bagi penyandang diabetes.

2.7.6. Diabetes pada Pengelolaan Perioperatif

Tindakan operasi, khususnya dengan anestesi umum merupakan faktor stres pemicu terjadinya penyulit akut diabetes, oleh karena itu setiap operasi elektif pada penyandang diabetes harus dipersiapkan seoptimal mungkin sasaran kadar glukosa darah puasa 40 mg/dL,wanita >50 mg/dL); trigliserid 130 mmHg dan / atau TD diastolik>80 mmHg.

Sasaran (target penurunan) tekanan darah : Tekanan darah 140 mmHgatau tekanan diastolik >90 mmHg, dapat diberikanterapi farmakologis secara langsung

Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.

Obesitas pada Diabetes

Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan toleransi glukosa pada obesitas cukup sering dijumpai

Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom dismetabolik(dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi insulin

Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendekatan khusus

Gangguan koagulasi pada Diabetes

Terapi aspirin 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan sekunder bagi penyandang diabetes dengan riwayat pernah mengalami penyakit kardiovaskular dan yang mempunyai risiko kardiovaskular lain.

Terapi aspirin 75-160 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan primer pada penyandang diabetes tipe 2 yang merupakan faktor risiko kardiovaskular, termasuk pasien dengan usia > 40tahun yang memiliki riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dan kebiasaan merokok, menderita hipertensi, dislipidemia, atau albuminuria.

Aspirin dianjurkan tidak diberikan pada pasien dengan usia di bawah 21 tahun, seiring dengan peningkatan kejadian sindrom Reye.

Terapi kombinasi aspirin dengan antiplatelet lain dapat dipertimbangkan pemberiannya pada pasien yang memiliki risiko yang sangat tinggi.

Penggunaan obat antiplatelet selain aspirin dapat dipertimbangkan sebagai pengganti aspirin pada pasien yang mempunyai kontra indikasi dan atau tidak tahan terhadap penggunaan aspirin. (PERKENI, 2011)

Pencegahan

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 tahap yaitu ) :

Pencegahan primer: Semua aktifitas ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

Pencegahan sekunder: Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikiandapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible. (cegah kompilkasi)

Pencegahan tersier: Semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi yang sudah ada. Usaha ini meliputi:

- Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalanorgan (jangan sampai timbul chronic kidney disease)

- Mencegah kecacatan tubuh

KESIMPULANDiabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia, ganguan sekresi dan fungsi insulin atau keduanya. Patogenesis diabetes mellitus melibatkan faktorfaktor genetik, biomolekuler, imunologi, dan lingkungan. Pencegahan dan pengendalian diabetes melitus yaitu dengan pengontrolan kadar gula darah, melakukan perawatan luka, mengatur diet makanan, meminum obat yang teratur, olah raga rutin, dan kontrol setiap bulan. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah diabetes yang tidak terkontrol yang dapat menyebabkan komplikasi seperti ketoasidosis dan sindrom koma hiperglikemik hiperosmolar non ketotik yang dapat menyebabkan kematian dan juga dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang, seperti penyakit makrovaskuler, penyakit mikrovaskuler dan penyakit oftamologi lainnya. Salah satu komplikasi yaitu neuropati diabetikum. Dari 4 faktor (metabolic, vascular, imun dan NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik ND, hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen faktor metabolik merupakan dasar utama pathogenesis ND.

Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan ND pada pasien DM, yang penting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis.

DAFTAR PUSTAKA1. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.

2. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. JilidIII, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen L.Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-HillCompanies. 2008.

4. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006.

5. Silabernagi, Stefan. Florian Lang. Penyebab Diabetes Melitus. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. 2002. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

6. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 : PERKENI 2011

7. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidsons Principles and Practice of

Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.

8. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 20059. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920

10. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873

11. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.1259

12. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h.1947-4

13. National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of Diabetes. Diunduh dari http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/neuropathies.pdf, 09/10/201514. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit Salemba Medika; 2001.h.145-7

15. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian Rakyat; 2010.h.121-2

16. Vinik I, Casellini C, Nevoret MV. Diabetic Neuropathies. Edisi December 2011. Diunduh dari http://www.endotext.org/diabetes/diabetes31/diabetes31.htm, 09/10/2015

17. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI; 2006.h.172-4, 230-3

LABORATORIUM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban plasma 75 gram.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik.

Atau

Pemeriksaan HbA1c 6,5% dengan menggunakan metode High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)

ANAMNESIS

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Curiga DM

DIABETES MELITUS TIPE II

Konfirmasi

diagnosis

IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Anamnesis :

Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan kesemutan. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris atau motorik ataupun sistem saraf otonom.

LABORATORIUM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik.

Atau

Pemeriksaan HbA1c 6,5% dengan menggunakan metode High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)

Atau

Pemeriksaan elektrofisiologi

NEUROPATI DM

66