Pengaturan Lingkungan Persalinan sebagai Upaya Peningkatan ...
Word Macro Virus it just fun -...
Transcript of Word Macro Virus it just fun -...
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 1
BUPATI BELITUNGPERATURAN BUPATI BELITUNG
NOMOR 9 TAHUN 2012
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENAMBANGAN TIMAH
DENGAN MENGGUNAKAN PONTON ISAP PRODUKSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BELITUNG,
Menimbang:a. bahwa dalam rangka memberikan dasar bagi usahapertambangan mineral khususnya kegiatan penambangantimah dengan menggunakan Ponton Isap Produksi (PIP) dalamwilayah hukum pertambangan di Kabupaten Belitung, perludiatur pedoman pelaksanaan kegiatan penambangan timahdengan menggunakan Ponton Isap Produksi denganmemperhatikan Surat Direktur Jenderal Mineral dan BatubaraKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan BatubaraR.I. Nomor : 3073/30/DJB/2011, tanggal 5 September 2011,Perihal : Rekomendasi Teknis Ponton Isap Produksi danketentuan pelaksanaan teknis dari Undang-Undang Nomor 4Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
b. bahwa untuk memenuhi maksud sebagaimana tersebut padahuruf a, perlu membentuk Peraturan Bupati Belitung tentangPedoman Pelaksanaan Kegiatan Penambangan Timah DenganMenggunakan Ponton Isap Produksi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang PembentukanDaerah Tingkat II dan Kotapraja Di Sumatera Selatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821);
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 2
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-PokokAgraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 2013);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang KeselamatanKerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 2918);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang PenyelenggaraNegara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi danNepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3851);
5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888)sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang PembentukanPropinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhirdengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentangPerubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber DayaAir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4377);
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 3
9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang PenanamanModal (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4724);
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang PenataanRuang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4725);
11. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PerseroanTerbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4756);
12. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang PertambanganMineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4959);
13. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerahdan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5049);
14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungandan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058);
15. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang PembentukanPeraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5234);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1973 tentangPengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di BidangPertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1973 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3003);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AnalisisMengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3838);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentangPengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 4
19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan DaerahKabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4737);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang WilayahPertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5110);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentangPelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral danBatubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5111);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentangPembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan PengelolaanUsaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentangReklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 5172);
24. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan KesehatanKerja Pertambangan Umum;
25. Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 18 Tahun 2007tentang Pola Organisasi Pemerintahan Kabupaten Belitung(Lembaran Daerah Kabupaten Belitung Tahun 2007 Nomor18), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan DaerahKabupaten Belitung Nomor 9 Tahun 2009 tentang PerubahanAtas Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 18 Tahun2007 tentang Pola Organisasi Pemerintahan KabupatenBelitung (Lembaran Daerah Kabupaten Belitung Tahun 2009Nomor 9);
26. Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 14 Tahun 2008tentang Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Belitung(Lembaran Daerah Kabupaten Belitung Tahun 2008 Nomor14);
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 5
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN
KEGIATAN PENAMBANGAN TIMAH DENGAN MENGGUNAKAN
PONTON ISAP PRODUKSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Kabupaten adalah Kabupaten Belitung.
2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Belitung
3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusanpemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah (DPRD) menurut azas otonomi dan tugaspembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalamsistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia.
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerahsebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusanpemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara.
6. Bupati adalah Bupati Belitung.
7. Dinas Pertambangan dan Energi adalah Dinas Pertambangandan Energi Kabupaten Belitung.
8. Kepala Inspektur Tambang yang selanjutnya disebut KAITadalah kepala pengawasan pelaksanaan peraturan keselamatandan kesehatan kerja dilingkungan pertambangan.
9. Inspektur Tambang adalah aparat pengawasan pelaksanaanperaturan keselamatan dan kesehatan kerja dilingkunganpertambangan.
10.Kepala Teknik Tambang yang selanjutnya disebut KTT adalahseseorang yang bertanggung jawab atas terlaksananya sertaditaatinya peraturan perundang-undangan keselamatan dankesehatan kerja pada suatu kegiatan usaha pertambangandiwilayah yang menjadi tanggung jawabnya.
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 6
11.Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatandalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaanmineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan,serta kegiatan pascatambang.
12.Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam,yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunankristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan,baik dalam bentuk lepas atau padu.
13.Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulanmineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi,minyak dan gas bumi, serta air tanah.
14.Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangkapengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapankegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
15.Kegiatan Penambangan adalah bagian kegiatan usahapertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
16. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP,adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.
17.WIUP adalah Wilayah atau bagian dari WUP yang merupakanarea usaha pertambangan yang akan diterbitkan ijin usahapertambangan (IUP) atau yang sudah mendapatkan ijinsebelum undang-undang minerba diberlakukan.
18. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelahselesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapankegiatan operasi produksi.
19.WIUP Operasi Produksi adalah wilayah yang diberikan kepadapemegang IUP Operasi Produksi.
20.Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usahapertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan,pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan danpenjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungansesuai dengan hasil studi kelayakan.
21.SPL adalah Surat Penunjukan Lokasi yang diberikan daripemegang IUP OP atas lahan yang akan dilakukan kegiatanpenambangan ponton isap produksi.
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 7
22.Penambangan dengan Pontoh Isap Produksi yang selanjutnyadisebut Penambangan PIP adalah kegiatan penambangan yangdilakukan diatas ponton, dengan posisi monitor pompa semprotdan monitor pompa isap terendam didalam air serta untukmengarahkan monitor dibantu dengan tongkat selanjutnyadigerakkan dengan hentak-hentakan (dirajuk-rajuk).
23.Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapanusaha pertambangan untuk menata, memulihkan, danmemperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapatberfungsi kembali sesuai peruntukannya.
24.Kegiatan Pascatambang, yang selanjutnya disebutpascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis danberlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usahapertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam danfungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayahpenambangan.
25.Upaya Pengelolaan Lingkungan selanjutnya disebut UKL danUpaya Pemantauan Lingkungan selanjutnya disebut UPLadalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan danpemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab usahadan/ atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL.
26.Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalahwilayah yang memiliki potensi mineral tidak terkait denganbatasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagiandari rencana tata ruang nasional.
27.Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat adalah usahauntuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secaraindividual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkatkehidupannya.
BAB II
PENAMBANGAN TIMAH DENGAN MENGGUNAKAN
PONTON ISAP PRODUKSI
Bagian Kesatu
Ketentuan dan Kriteria Penambangan Timah
Dengan Menggunakan Ponton Isap Produksi
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 8
Pasal 2
(1) Kegiatan penambangan timah dengan menggunakan PIP hanyadapat dilaksanakan dalam suatu WIUP daratan.
(2) Kegiatan penambangan timah dengan menggunakan PIP hanyadilaksanakan di area penambangan timah daratan yang beruparawa-rawa atau eks kolong tertutup dan berada di dalam arealIUP Operasi Produksi.
(3) Kegiatan penambangan timah dengan menggunakan PIPdilakukan per zona penambangan yang ditentukan untuksetiap ¼ (seperempat) hektar paling banyak 3 (tiga) PIP.
(4) Kegiatan penambangan timah dengan menggunakan PIP hanyadilakukan di area kolong atau rawa-rawa yang memilikisirkulasi air tertutup.
(5) Kegiatan penambangan timah dengan menggunakan PIPdengan posisi ponton berada di atas air dan posisi tempatpencucian timah (sakhan) berada di daratan.
Pasal 3
(1) Kegiatan penambangan timah dengan menggunakan PIP dilarangdilaksanakan di :a. pesisir pantai;b. laut;c. sungai dan sempadannya;d. kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan hutan
konservasi;e. sarana dan prasarana umum; danf. kawasan sumber air baku dan kawasan pencadangannya yang
ditetapkan Bupati.
(2) Dikecualikan dari ketentuan larangan pada kawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f, dalam hal kegiatan untuk tujuan
pendalaman sumber air baku dengan persetujuan tertulis dari
Bupati.
Pasal 4
(1) Hasil penambangan bijih timah dari kegiatan penambangandengan menggunakan PIP harus dimanfaatkan oleh pemegangIUP Operasi Produksi.
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 9
(2) Operasional penambangan timah dengan menggunakan PIPharus mengacu pada perencanaan tambang pemegang IUPOperasi Produksi.
(3) Dalam hal kegiatan penambangan timah dengan menggunakanPIP belum tercantum dalam perencanaan tambang pemegangIUP Operasi Produksi, maka harus dilakukan perubahan/revisi atas dokumen Analisis Mengenai Dampak LingkunganHidup (AMDAL) atau dokumen upaya pengelolaan lingkunganhidup, dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL/UPL)sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Pasal 5
(1) Operasional penambangan timah dengan menggunakan PIPtetap menjadi tanggung jawab masing-masing pemegang IUPOperasi Produksi.
(2) Operasional penambangan timah dengan menggunakan PIPmenjadi tanggungjawab masing-masing Kepala TeknikTambang (KTT) pemegang IUP Operasi Produksi.
(3) Sebelum dioperasikan Kepala Teknik Tambang (KTT) harusmembuat peraturan keselamatan kerja dan perlindunganlingkungan sebagai acuan operasional serta disampaikankepada Kepala Inspektur Tambang (KAIT) sesuaikewenangannya.
(4) Waktu operasional pertambangan dengan menggunakanponton hisap produksi dibatasi hanya pada siang hari dari jam08.00 WIB s.d. 17.00 WIB.
(5) Apabila pada siang hari terjadi gangguan cuaca yang dapatmengganggu kegiatan operasional, maka kegiatanpenambangan harus dihentikan.
(6) Pengoperasian ponton dilokasi tertentu harus sesuai denganrencana kerja yang telah disetujui oleh Kepala TeknikTambang.
(7) Penanggung jawab kegiatan penambangan timah denganmenggunakan PIP dapat menghentikan sementara kegiatanoperasi sampai segala ketentuan dalam keselamatan kerjapertambangan dan standar operasional prosedur terpenuhi.
(8) Emisi yang dihasilkan dari mesin kegiatan penambangan timahdengan menggunakan PIP harus mengacu pada baku mutukendaraan bergerak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 10
(9) Dampak beroperasinya kegiatan penambangan timah denganmenggunakan PIP terhadap lingkungan hidup wajib dikelolasesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Kedua
Persyaratan Pelaksanaan Kegiatan Penambangan Timah
Dengan Menggunakan Ponton Isap Produksi
Pasal 6
(1) Persyaratan pelaksanaan kegiatan penambangan timahdengan menggunakan PIP, meliputi :a. persyaratan teknis; danb. persyaratan operasional.
(2) Persyaratan teknis dan persyaratan operasional serta desaingambar kegiatan penambangan timah dengan menggunakanPIP, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yangmerupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PeraturanBupati ini.
Bagian Ketiga
Tata Cara Operasional Kegiatan Penambangan Timah
Dengan Menggunakan Ponton Isap Produksi
Pasal 7
Tata cara operasional kegiatan penambangan timah denganmenggunakan PIP, sebagaimana tercantum dalam Lampiran IIyang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PeraturanBupati ini.
Bagian Keempat
Larangan Dalam Pengoperasian Kegiatan Penambangan Timah
Dengan Menggunakan Ponton Isap Produksi
Pasal 8
Larangan dalam pengoperasian kegiatan penambangan timahdengan menggunakan PIP, sebagaimana tercantum dalamLampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dariPeraturan Bupati ini.
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 11
Bagian Kelima
Inspeksi dan Kelaikan Operasi
Pasal 9
(1) Sebelum ponton dioperasikan harus dilakukan Inspeksi olehInspektur Tambang untuk mendapatkan persetujuan dariKepala Inspektur Tambang (KAIT).
(2) Inspeksi dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali oleh InspekturTambang.
Pasal 10
(1) Pengujian kelaikan operasi ponton dilakukan 3 (tiga) bulansekali.
(2) Pengujian dilaksanakan oleh pemegang IUP Operasi Produksiyang disaksikan oleh Inspektur Tambang.
(3) Pengujian kelaikan operasi ponton dinyatakan dalam suratbukti kelaikan alat yang dikeluarkan oleh dinas teknis sesuaidengan kewenangannya.
BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 11
(1) Bupati melalui Dinas Pertambangan dan Energi melakukanpembinaan atas pelaksanaan kegiatan penambangan timahdengan menggunakan PIP.
(2) Pembinaan atas pelaksanaan kegiatan penambangan timahdengan menggunakan PIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)paling sedikit terhadap :
a. pengadministrasian pertambangan;b. teknis operasional pertambangan;c. penerapan standar ponton; dand. penerapan standar kompetensi tenaga kerja pertambangan.
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 12
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 12
(1) Bupati melalui Dinas Pertambangan dan Energi melakukanpengawasan atas pelaksanaan kegiatan penambangan timahdengan menggunakan PIP.
(2) Pengawasan atas pelaksanaan kegiatan penambangan timahdengan menggunakan PIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan terhadap :
a. teknis pertambangan;b. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;c. keselamatan operasi pertambangan;d. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pasca
tambang; dane. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi
pertambangan.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukanoleh Inspektur Tambang sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukanmelalui :
a. evaluasi terhadap laporan rencana dan pelaksanaankegiatan penambangan timah dengan menggunakan PIP;dan
b. Inspeksi ke lokasi tambang.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanpaling sedikit 3 (tiga) kali dalam setahun.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Pengawasan
Pasal 13
(1) Pelaksanaan pengawasan oleh Inspektur Tambang dilakukan
melalui :
a. evaluasi terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu;
b. pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu; dan
c. penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program dan
kegiatan.
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 13
(2) Dalam pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Inspektur Tambang melakukan kegiatan inspeksi,
penyelidikan, dan pengujian.
(3) Dalam melakukan inspeksi, penyelidikan dan pengujian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Inspektur Tambang
berwenang :
a. memasuki tempat kegiatan usaha pertambangan setiap
saat;
b. menghentikan sementara waktu sebagian atau seluruh
kegiatan pertambangan mineral apabila kegiatan
pertambangan dinilai dapat membahayakan keselamatan
pekerja/ buruh tambang, keselamatan umum, atau
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan;
dan
c. mengusulkan penghentian sementara sebagaimana
dimaksud pada huruf b, menjadi penghentian secara tetap
kegiatan pertambangan mineral kepada Kepala Inspektur
Tambang.
Pasal 14
(1) Pengawasan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Bupati sesuai
dengan kewenangannya dilakukan melalui :
a. pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun
pemeriksaan terpadu; dan/ atau
b. verifikasi dan evaluasi terhadap laporan pemegang IUP.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pejabat yang ditunjuk berwenang memasuki tempat
kegiatan usaha pertambangan sewaktu-waktu sesuai
keperluan.
BAB IV
REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
Pasal 15
(1) Rencana reklamasi dan rencana pascatambang disusunberdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 14
oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuanperundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup.
(2) Rencana reklamasi dan rencana pascatambang ditetapkanuntuk pemegang IUP-OP.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Bupati ini, sepanjangmengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati sesuaiperaturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 17
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita DaerahKabupaten Belitung.
Ditetapkan di Tanjungpandan
pada tanggal 29 Februari 2012
BUPATI BELITUNG,
ttd.
DARMANSYAH HUSEIN
Diundangkan di Tanjungpandan
pada tanggal 29 Februari 2012
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN BELITUNG,
ttd.
ABDUL FATAH
BERITA DAERAH KABUPATEN BELITUNG TAHUN 2012 NOMOR 9
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 15
LAMPIRAN IPERATURAN BUPATI BELITUNGNOMOR 9 TAHUN 2012TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATANPENAMBANGAN TIMAH DENGANMENGGUNAKAN PONTON ISAP PRODUKSI
PERSYARATAN TEKNIS, PERSYARATAN OPERASIONAL,DAN DESAIN GAMBAR KEGIATAN PENAMBANGAN TIMAH DENGAN
MENGGUNAKAN PONTON ISAP PRODUKSI
A. PERSYARATAN TEKNIS.1. Titik berat PIP dibuat serendah mungkin dan konstruksi/bahan pembuat
kompartemen/ponton harus mampu menahan beban yang dipikulnya.2. Agar PIP laik operasi maka ponton/kompartemen yang terbuat dari baja
dan drum plastik High Density Polyethylene (HDPE) harus memilikiketebalan plat/drum plastik sesuai dengan spesifikasi teknis yang telahditentukan.
3. Tinggi ponton yang berada diatas permukaan air harus dapatmengamankan lantai atas ponton dari air yang masuk dari luar, baik saatberoperasi maupun saat memuat beban (bijih timah) maksimal.
4. Sekeliling ponton harus dilindungi dari benturan dengan memasangpelindung benturan.
5. Kelengkapan keselamatan yang harus tersedia pada PIP, yaitu:a) alat pemadam api ringan (APAR) sesuai dengan kebutuhan dan
peruntukannya;b) sirine untuk tanda bahaya;c) radio komunikasi untuk sarana komunikasi ke darat;d) busur pengukur kemiringan yang mudah dibaca dan dipasang pada
posisi melintang di ruang kendali;e) pelampung bulat sesuai kebutuhan yang diberi tali pengikat dengan
panjang minimal 10 (sepuluh) meter;f) sauh kecil sesuai kebutuhan dengan panjang tali minimal 10
(sepuluh) meter;g) pengait sesuai kebutuhan dengan panjang tangkai 1 (satu) meter;h) alat penangkal petir sesuai dengan ketentuan yang berlaku;i) jembatan penghubung sebagai alat untuk naik turun pekerja ke PIP.
6. Batas maksimum kapasitas pompa isap yang digunakan pada PIP adalah4 (empat) m3/jam.
7. Pengujian kelaikan operasi PIP dilakukan setahun sekali.8. Pengujian dilaksanakan oleh perusahaan pemegang Izin Usaha
Pertambangan (IUP) yang disaksikan oleh Inspektur Tambang.9. Pengujian kelaikan operasi PIP dinyatakan dalam surat bukti kelaikan
alat yang dikeluarkan oleh dinas teknis sesuai dengan kewenangannya.10. Setiap 3 (tiga) PIP dilengkapi minimum 1 (satu) sampan.11. Pompa dan penggeraknya diberi pelindung untuk melindungi
keselamatan pekerja.
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 16
B. SPESIFIKASI PONTON DAN PERALATAN
B.1. Spesifikasi Ponton Isap Ponton Isap Produksi, sebagai berikut :a. Ponton berukuran 700 cm x 400 cmb. Ponton terbuat terdiri dari :
1. Papan lantai dengan ketebalan 2 Cm2. Drum plastic High Density Polyethylene (HDPE) dengan
spesifikasi, sebagai berikut :- ketebalan 4 mm- kapasitas 240 Ltr- Diameter 55 cm
c. Tinggi ponton yang berada diatas permukaan air harus dapatmengamankan lantai atas ponton dari air yang masuk dari luar,baik saat beroperasi
d. Sekeliling ponton harus dilindungi dari benturan denganmemasang pelindung benturan
B.2. Peralatan yang berada diatas ponton terdiri dari :a. Mesin Pompa tanah dengan kapasitas 24 sampai 30 PKb. Mesin Pompa Semprot dengan kapasitas 24 sampai 30 PKc. Pompa tanahd. Pondasi mesin Pompa Hisap Tanahe. Pondasi mesin pompa semprotf. Tangki BBM 40m Literg. Pipa spiral hisap ukuran 4,5 dimh. Pipa rajuk Ukuran 4 dimi. Mata rajuk
B.3. Spesifikasi Sakhan (tempat pencucian Timah), terdiri dari :a. Lebar 1,6 meterb. Panjang 4,0 meter
C. PERSYARATAN OPERASIONAL1. Waktu operasi PIP dibatasi hanya pada siang hari.2. Apabila pada siang hari terjadi gangguan cuaca yang dapat
mengganggu kegiatan operasional, maka kegiatan penambanganharus dihentikan.
3. Pengoperasian PIP di lokasi tertentu harus sesuai dengan rencanakerja yang telah disetujui oleh Kepala Teknik Tambang.
4. Penanggung jawab operasi PIP dapat menghentikan sementarakegiatan operasi sampai segala ketentuan dalam keselamatan kerjapertambangan dan Prosedur Operasi Standard dipenuhi.
5. Emisi yang dihasilkan dari mesin PIP harus mengacu pada bakumutu kendaraan bergerak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Dampak beroperasinya PIP terhadap lingkungan hidup wajib dikelolasesuai dengan ketentuan yang berlaku
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 17
D. DESAIN GAMBAR DAN KELENGKAPAN PONTON ISAP PRODUKSI
Gambar 1 : Detail ponton
Gambar 2 : Detail palong/Sakhan
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 18
Gambar 3 : Detail race palong/sakhan
Gambar 4 : Detail rajuk dan launder
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 19
Gambar 5 : Desain umum ponton terbuat dari plat baja
Gambar 6 : Desain ponton dan rangka
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 20
Gambar 7 : Detail rangka
Gambar 8 : Tapak di Ponton
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 21
Gambar 9 : Hierarki tenda
Gambar 10 : Tenda
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 22
Gambar 11 : Susunan Pencucian/sakhan
Gambar 12 : Bak atas dan Bandar batu
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 23
Gambar 13 : Saring putar
Gambar 14 : Pisau pemotong dan tiang alat angkat
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 24
Gambar 15 : Kait penahan pipa
Gambar 16 : Bandar tailing
BUPATI BELITUNG,
DARMANSYAH HUSEIN
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 25
LAMPIRAN IIPERATURAN BUPATI BELITUNGNOMOR 9 TAHUN 2012TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATANPENAMBANGAN TIMAH DENGANMENGGUNAKAN PONTON ISAP PRODUKSI
TATA CARA OPERASIONAL KEGIATAN PENAMBANGAN TIMAHDENGAN MENGGUNAKAN PONTON ISAP PRODUKSI
A. TAHAPAN PERSIAPAN.a. Garis batas tinggi air. Apabila tinggi batas air tenggelam, pemeriksaan
dilanjutkan untuk menemukan dugaan adanya titik kebocoranb. Memastikan bahwa ponton harus sudah tersandar dengan baik di
dermaga atau tangga penghubung ketika para pekerja akan menaikiponton
c. Menggunakan tangga penghubung untuk menaiki ponton ( pekerjadilarang naik dari sisi samping ponton
d. Memakai alat pelindung diri dengan baik dan benar sebelum menaikiponton
e. Alat pelindung diri terdiri dari : baju pelampung, helm, dan sepatukeselamatan
f. Melakukan pemeriksaan semua perlengkapan operasi (bahan bakar,alat pemadam api ringan, alat pelindung diri, alat komunikasi, dantali penambang) pada saat telah berada di dalam ponton.
g. Melakukan pemeriksaan kelaikan semua peralatan operasi (rajuk,mesin, sakhan, dan tali) sebelum memulai operasi.
h. Kondisi kelaikan teknis peralatan operasi yang diperiksa dicatat padalembar khusu yang telah disediakan.
i. Meminta persetujuan operasi kepada kepala tambang sebelumdioperasikan.
j. Kepala tambang Ponto memberikan persetujuan denganmenandatangani lembar persetujuan kelaikan operasi tambang rajuk
k. Kawat/tali haluan samping dan buritan harus ditambat dengan baikpada jangkar atau patok
B. TAHAPAN OPERASIONALa. Pekerja naik ke ponton melalui dermaga yang telah ditentukanb. Menempatkan posisi rajuk dengan bantuan 4 (empat) orang pekerja
pada saat pontoon telah berada dilokasi yang telah ditentukanc. Mengarahkan slang penghisap ke tempat rajukan sampai mendapat
bijih timahd. Menghidupkan motor penggerak untuk menggerakan mesin pompae. Mengarahkan ujung rajuk ke titik lokasi yang telah ditentukanf. Pada saat pengisapan dan perajukan dilkukan, pekerja diharuskan
tetap berada dalam jarak yang aman dari tepian ponton dan darimesin hisap untuk menghindari panas mesin serta uap buanganmesin
g. Proses perajukan dan pengisapan sebagaimana dimaksud pada angkaf, dilaksanakan dengan tata cara yang sama ketika pontoon berpindahtempat atau berdasarkan tata cara operasional yang berlaku
h. Semua pekerja wajib memenuhi peraturan keselamatan kerjapertambangan dan prosedur operasi standard yang berlaku.
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 26
C. TAHAPAN AKHIR OPERASIONALa. Melakukan pencucian timah di atas sakhan untuk memisahkan pasir
tailing dengan bijih timah.b. Memindahkan bijih timah yang telah terkumpul pada sakhan
dimasukan kedalam karungc. Menghentikan kegiatan penambangan dan segera menyandarkan ponton
ke dermaga apabila telah sore hari atau pada saat perlatan tidak dapatterlihat lagi dalam posisi normal
d. Setelah ponton tersandar, para pekerja boleh membuka alatperlindungan diri dan diletakkan tempat yang telah disediakan
BUPATI BELITUNG,
DARMANSYAH HUSEIN
C:\Users\User\AppData\Local\Temp\09-PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM PIP_91979.DOC 27
LAMPIRAN IIIPERATURAN BUPATI BELITUNGNOMOR 9 TAHUN 2012TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATANPENAMBANGAN TIMAH DENGANMENGGUNAKAN PONTON ISAP PRODUKSI
LARANGAN DALAM PENGOPERASIAN KEGIATAN PENAMBANGAN TIMAHDENGAN MENGGUNAKAN PONTON ISAP PRODUKSI
I. Dalam pengoperasian ponton isap produksi, dilarang :a. mengoperasikan ponton tanpa persetujuan tertulis dari kepala
ponton/tambang rajuk;b. mengoperasikan ponton di malam hari;c. mengoperasikan ponton untuk kegiatan lain selain penambangan di
kolong yang wilayahnya sudah ditetapkan;d. melakukan penyelaman ke dalam kolong untuk mengarahkan monitor
isap;e. menggunakan tenaga manusia atau pekerja untuk mengarahkan
ujung pompa isap pada saat operasi;f. mengubah spesifikasi teknis ponton yang telah ditentukan;g. mengoperasikan ponton lebih dari 5 (lima) pekerja.
II. Dalam pengoperasian ponton, khusus kepada setiap pekerja dilarang :a. turun dari ponton selain menggunakan tangga yang menghubungkan
ponton dengan daratan; danb. berjalan melalui tepi ponton selama operasional perajukan.
BUPATI BELITUNG,
DARMANSYAH HUSEIN