woc hipertensii

30
Referat HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN Preseptor : Duddy Nataprawira,dr.,SpOG(K) Disusun oleh : Vaya Dasitania Ebtania Eprilianti PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER (P3D) BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

description

woc hipertensi

Transcript of woc hipertensii

Page 1: woc hipertensii

Referat

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Preseptor :

Duddy Nataprawira,dr.,SpOG(K)

Disusun oleh :

Vaya Dasitania

Ebtania Eprilianti

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER (P3D)BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARANRUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN

BANDUNG2006

Page 2: woc hipertensii

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyakit yang cukup sering

ditemui dan merupakan salah satu penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas

ibu hamil disamping perdarahan dan infeksi.

Di amerika Serikat, 1/3 dari kematian ibu disebabkan oleh penyakit ini. Di

Indonesia preeklamsia dan eklamsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian

perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggeser

perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal. Di RS. Dr. Hasan Sadikin

terdapat 5,8% kasus preeklamsi dan 0,6% eklamsi pada periode 1991-1994.

Hipertensi dalam kehamilan juga merupakan penyebab yang penting dari

kelahiran dan kematian perinatal. Untuk itu diperlukan perhatian serta penanganan

yang serius tehadap ibu hamil dengan penyakit ini.

KLASIFIKASI

Menurut The Working Group Report On High Blood Pressure In

Pregnancy (2000) hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Hipertensi gestasional (pregnancy-induced hypertension atau transient

hypertension)

2. Preeklampsia

3. Eklampsia

4. Hipertensi kronis yang diperberat oleh preeklamsi

5. Hipertensi kronis

Dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau

kenaikan 30 mmHg diatas tekanan biasanya. Tekanan diastolik > 90 mmHg atau

kenaikan 15 mmHg diatas tekanan biasanya. Tekanan darah ini diperoleh dengan

sekurang-kurangnya pengukuran 2 kali dalam selang waktu 6 jam.

Proteinuria ialah protein lebih dari 0,3 gr/l dalam urine 24 jam atau lebih

dari 1 gr/l pada pemeriksaan urine sewaktu. Urine yang diambil untuk

pemeriksaan haruslah urine “mid stream” atau urine yang diperoleh dengan

penyadapan.

2

Page 3: woc hipertensii

DEFINISI

1. Hipertensi gestasional

Adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang tekanan darah

sebelumnya normal dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi kronik atau

preeklamsi/eklamsi (tidak disertai proteinuri). Gejala ini akan hilang dalam

waktu < 12 minggu pascasalin.

2. Preeklamsi

Ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuri akibat kehamilan, setelah umur

kehamilan 20 minggu dan setelah persalinan gejala-gejala berangsur hilang

sendiri.

3. Eklamsi

Adalah kelainan akut pada preeklamsi, dalam kehamilan, persalinan atau nifas

yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan

kesadaraan (gangguan sistem saraf pusat).

4. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsi

Adalah timbulnya proteinuria ≥300 mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah

mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan

20 minggu.

5. Hipertensi kronik

Adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan sebelum kehamilan

atau yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, dan yang

menetap setelah 12 minggu pasca persalinan.

INSIDENSI DAN FAKTOR RISIKO

Hipertensi gestasional sering terjadi pada wanita nullipara, sedangkan

insidensi hipertensi kronis meningkat dengan pertambahan usia, sehingga wanita

hamil pada usia tua mempunyai resiko tinggi terhadap superimposed preeklamsi.

Insidensi preeklamsi ialah sekitar 5%, dipengaruhi oleh faktor-faktor :

Paritas

Ras dan etnik

Predisposisi genetik

3

Page 4: woc hipertensii

Faktor lingkungan

Faktor Lain :

- Sosioekonomis (sosioekonomis yang tinggi menurunkan insidensi)

- Suplemen kalsium Ca harian

- Kehamilan kembar (meningkatkan risiko terhadap HDK daripada kehamilan

tunggal)

- Riwayat hipertensi kronis

- Wanita dengan usia > 35 tahun

- Obesitas (meningkatkan risiko terhadap HDK)

- Etnik Afrika-Amerika

- Merokok (menurunkan risiko terhadap HDK)

- Plasenta previa (menurunkan risiko terhadap HDK)

PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

Hipertensi dalam kehamilan biasanya terjadi pada wanita :

1. Yang terpapar villi chorion untuk pertama kali.

2. Yang terpapar villi chorion yang besar seperti pada gemelli atau mola

hidatidosa.

3. Yang sebelumnya mempunyai penyakit vaskuler.

4. Yang secara genetis merupakan predisposisi untuk hipertensi dalam kehamilan.

Teori-teori yang pernah dikemukakan yang diduga berperan dalam

patofisiologi terjadinya preklamsi, antara lain :

1. Faktor imunologis

Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa HDK sering ditemukan pada

nullipara, kehamilan kembar, multipara dengan inseminasi donor, penurunan

konsentrasi komplemen C4, wanita dengan fenotipe HLA-DR4, adanya

aktivasi komplemen, neutrofil dan makrofag .

2. Faktor genetik

4

Page 5: woc hipertensii

Ha1 ini didasarkan pada kenyataan bahwa preeklamsi sering ditemukan dalam

keluarga tertentu. Beberapa bukti yang ditemukan antara lain preeklamsi di

turunkan oleh gen resesif tunggal, penyebabnya multifaktor, diturunkan oleh

gen angiotensinogen.

3. Faktor nutrisi

Ada yang mengemukakan bahwa penyakit ini berhubungan dengan adanya

defisiensi kalsium, protein, kelebihan garam natrium atau kekurangan asam

lemak tidak jenuh.

4. Faktor hormonal

Hal ini dihubungkan dengan kadar hormon progesteron yang semakin

meningkat pada kehamilan normal. Progesteron bersifat diuretikum ringan,

sehingga sedikit saja natrium yang dikeluarkan melalui urin. Bila kadar

progestron menurun, maka natrium akan banyak diekskresikan sehingga

reseptor arteriol di juxtaglomeruler akan terangsang untuk menghasilkan renin,

angiotensin I dan angiotensin II yang bersifat vasokonstriktor. Aldosteron juga

akan dihasilkan sehingga akan terjadi retensi natrium dan cairan. Kadar renin

plasma telah dibuktikan rendah pada penderita preeklamsi. Namun, kadar

progesteron tidak ditemukan menurun dengan jelas pada penderita preeklamsi-

eklamsi.

5. Komponen vasoaktif

Pada mulanya faktor ini dianggap sebagai penyebab dari penyakit ini karena

akan bertanggung jawab langsung pada kejadian vasokonstriksi dan hipertensi.

Meskipun demikian, ternyata kemudian, ada faktor lain yang mendahuluinya

yang menyebabkan dikeluarkannya zat-zat vasoaktif ini.

Endotelin merupakan vasokonstriktor yang kuat yang dihasilkan oleh endotel

pembuluh darah. Plasma endothelin-1 dilaporkan meninggi kadarnya dalam

darah ibu dengan preeklamsi. Sebaliknya nitrit oksida (NO) yang dulunya

dikenal sebagai EDRF (endothelium derived relaxing factor) ditemukan

menurun kadarnya atau menghilang dalam serum penderita preeklamsi .

Nitrit oksida merupakan vasodilator yang kuat yang disintesis dari L-arginine

oleh sel eadotel. Hambatan pada produksi NO akan menyebabkan peninggian

5

Page 6: woc hipertensii

tekanan arteri rata-rata, penurunan frekuensi denyut jantung, dan meningkatkan

kepekaan pembuluh darah pada zat-zat vasokonstriktor.

6. Faktor endotel dan plasenta

Akibat defisiensi imunologis pada plasenta yang menyebabkan gangguan

invasi trofoblas pada arteri spiralis akan terjadi gangguan perfusi unit

uteroplasenta. Hal ini akan menyebabkan dilepaskannya faktor-faktor yang

bersifat cytotoxic yang akan menyebabkan kerusakan atau jejas pada endotel.

Kerusakan pada endotel pembuluh darah akan mengaktifkan proses pembekuan

darah dan meningkatkan kepekaan pada zat-zat vasokonstriktor, bersamaan

dengan pelepasan komponen vasoaktif di atas.

Preeklamsi adalah suatu penyakit yang merupakan manifestasi dari

gangguan fungsi banyak organ akibat vasospasme yang disebabkan oleh

kerusakan sel-sel endotel. Berdasarkan rangkaian peristiwa yang menjadi

patofisiologi preeklamsi di atas, dapat dirangkaikan kemungkinan patogenesis

preeklamsi sebagai berikut :

1. Reaksi imunologis akibat penolakan ibu terhadap jaringan janin (yang

mengandung antigen paternal) diduga merupakan awal terjadinya

maladaptasi dan menghambat invasi sel-sel sitotrofoblas secara endo dan

perivaskuler. Akibatnya, ada arteriol rahim yang masih memiliki tunika

muskularisnya sehingga tahanan perifer di tempat tersebut tetap tinggi dan

menyebabkan terjadinya hipoksia.

2. Keadaan hipoksia baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

menghasilkan radikal bebas akan menyebabkan kerusakan endotel

bersamaan dengan pelepasan matriks ekstraseluler (ECM) dan molekul

perekat sel (CAM) ke dalam darah.

3. Kerusakan endotel merupakan pemicu runtutan peristiwa selanjutnya, yaitu :

o terjadi peningkatan aktivitas trombosit dan agregasi trombosit

o berkurangnya produksi vasodilator, seperti : prostasiklin, dan nitrit oksida

o meningkatnya produksi vasokonstriktor, seperti tromboksan, katekolamin

dan endotelin

6

Page 7: woc hipertensii

o meningkatnya respons pembuluh darah terhadap zat vasokonstriktor

o vasokonstriksi yang menyeluruh akan merangsang pengeluaran renin dan

pengaktifan RAAS (Renin-Aldosterone-Angiotensin System) yang

menambah beratnya vasokonstriksi, hipertensi, retensi natrium, dan edema

o terpaparnya trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah

menyebabkan terjadinya trombosis yang dapat menutup aliran darah ke

perifer sehingga dapat terjadi infark. Lebih lanjut dapat terjadi DIC dan

penekanan sistem fibrinolitik.

4. Vasokonstriksi dan kerusakan endotel yang menyeluruh akan meyebabkan

kerusakan atau gangguan fungsi pelbagai organ vital termasuk ginjal, hati,

paru-paru, otak, jantung, mata, dan sebagainya.

7

Page 8: woc hipertensii

Keterangan : KKS : Kal ikrein - Kinine System. RAAS: Renin - Aldosterone - Angiotensin System.

DIC : Disseminated Intravascular Coagulation. MOF : Multiple Organ Failure

Gambar 1. Patogenesis Preeklamsi

DIAGNOSIS

Preeklamsi ringan

Diagnosis preeklamsi ringan didasarkan atas timbulnya hipertensi (sistolik

antara 140 - <160 mmHg dan diastolik antara 90-<110 mmHg) disertai proteinuri

(> 300 mg/24 jam, atau >1 + dipstick).

Preeklamsi berat

Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini preeklamsi digolongkan

berat.

1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.

2. Proteinuri > 2 g/24 jam atau > 2 + dalam pemeriksaan kualitatif (dipstick)

3. Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (< 400 ml/ 24 jam)

4. Trombosit < 100.000/mm3

5. Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)

6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)

7. Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral

8. Nyeri epigastrium yang menetap

9. Pertumbuhan janin terhambat

10. Edema paru disertai sianosis

11. Adanya “HELLP Syndrome” (H : Hemolysis; EL : Elevated liver enzymes LP

: low platelet count)

Eklamsi

Terjadi kejang–kejang, yang tidak disingkirkan oleh penyebab lain, pada

penderita preeklamsi. Kejang–kejang bisa terjadi sebelum, selama, atau segera

setelah persalinan.

8

Page 9: woc hipertensii

Preeklamsi/eklamsi yang terjadi atas dasar hipertensi kronis

Preeklamsi/eklamsi yang terjadi pada pasien yang menderita hipertensi

kronis.

Hipertensi kronis

Ditemukannya hipertensi pada saat sebelum kehamilan atau sebelum

kehamilan berumur 20 minggu, atau setelah kehamilan berumur lebih dari 20

minggu atau menetap hingga 12 minggu pasca persalinan.

Hipertensi Gestasional

1. Tekanan darah mencapai ≥140/90 mmHg untuk pertama kalinya dalam

kehamilan

2. Proteinuri (-)

3. Transient hipertensi jika tidak berkembang menjadi preeklamsi dan TD

kembali ke normal dalam 12 minggu post partum

4. Diagnosis terakhir hanya bisa dibuat setelah post partum

5. Yang paling penting ialah wanita dengan hipertensi gestasional dapat

mengalami tanda–tanda yang berhubungan dengan preeklamsi, misalnya nyeri

ulu hati atau trombositopenia.

TERAPI

Preeklamsi ringan

1. Rawat inap istirahat (tirah baring/ tidur miring kekiri). Rawat jalan dilakukan

apabila pasien menolak rawat inap. Dilakukan pemantauan tekanan darah dan

protein urine setiap hari.

2. Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan proteinuri setiap hari.

3. Dapat dipertimbangkan pemberian suplementasi obat-obatan antioksidan atau

anti agregasi trombosit

4. Roboransia

5. Diberikan kortikosteroid pada kehamilan 24-34.

9

Page 10: woc hipertensii

6. Berikan Methyl Dopa 3 x 250 mg apabila tekanan diastol diantara 100-110

mmHg.

7. Dilakukan pemantauan kesejahteraan janin dengan pemeriksaan USG

(Doppler) dan CTG.

8. Jika tekanan diastol turun sampai normal, pasien dipulangkan dengan nasihat

untuk istirahat dan diberi penjelasan mengenai tanda-tanda preeklamsi berat.

Kontrol 2 kali seminggu. Bila tekanan diastol naik lagi, pasien dirawat

kembali.

9. Jika tekanan diastol naik dan disertai dengan tanda-tanda preeklamsi berat,

pasien dikelola sebagai preeklamsi berat.

10. Bila umur kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan.

11. Persalinan dapat dilakukan secara spontan.

Preeklamsi Berat

Rawat bersama dengan Bagian yang terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf,

Mata, Anestesi,dll).

A. Perawatan aktif

a. Indikasi

Bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini :

i. Ibu :

1. kehamilan > 37 minggu

2. adanya gejala impending eklamsi

ii. Janin :

1. adanya tanda-tanda gawat janin

2. adanya tanda-tanda IUGR

iii. Laboratorik :

adanya HELLP syndrome

b. Pengobatan medisinal

1. Infus larutan ringer laktat

2. Pemberian obat : MgSO4

Cara pemberian MgSO4 :

10

Page 11: woc hipertensii

1. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan infusion

pump):

a. Dosis awal :

4 gram (20 cc MgSO4 20 %) dilarutkan kedalam 100 cc ringer lactat,

diberikan selama 15-20 menit.

b. Dosis pemeliharaan:

10 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2

gram/jam ( 20-30 tetes per menit)

2. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :

a. Dosis awal:

4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara i.v. dengan

kecepatan 1 gram/menit.

b. Dosis pemeliharaan

Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40%) i.m setiap 4

jam. Tambahkan 1 cc lidokain 2% pada setiap pemberian i.m untuk

mengurangi perasaan nyeri dan panas.

Syarat-syarat pemberian MgSO4

1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram

dalam 10 cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit.

2. Refleks patella (+) kuat

3. Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit

4. Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam)

Sulfas magnesikus dihentikan bila :

1. Ada tanda-tanda intoksikasi

2. Setelah 24 jam pasca salin

3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah

(normotensif)

3. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada

11

Page 12: woc hipertensii

a. edema paru

b. payah jantung kongestif

c. edema anasarka

4. Antihipertensi diberikan bila :

1. Tekanan darah :

- Sistolik > 180 mmHg

- Diastolik > 110 mmHg

2. Obat-obat antihipertensi yang diberikan :

- Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v. pelan-pelan

selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit

sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan.

- Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan :

Nifedipin : 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal

120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan tekanan darah.

Labetalol 10 mg i.v. Apabila belum terjadi penurunan tekanan

darah, maka dapat diulangi pemberian 20 mg setelah 10 menit,

40 mg pada 10 menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10

menit kemudian, dan sampai 80 mg pada 10 menit berikutnya.

Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan : Klonidin 1 ampul

dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau air untuk suntikan.

Disuntikan mula-mula 5cc i.v. perlahan-lahan selama 5 menit.

Lima menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada

penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc i.v. selama 5 menit.

Kemudian diikuti dengan pemberian secara tetes sebanyak 7

ampul dalam 500 cc dextrose 5% atau Martos 10. Jumlah tetesan

dititrasi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan,

yaitu penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20%

dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit

sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap

jam sampai tekanan darah stabil.

5. Kardiotonika

12

Page 13: woc hipertensii

Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada : tanda-tanda payah

jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan : Cedilanid-D

Perawatan dilakukan bersama dengan Sub Bagian Penyakit Jantung

6. Lain-lain

1. Obat-obat antipiretik

Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 0 C

Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol

2. Antibiotika

Diberikan atas indikasi

3. Antinyeri

Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan petidin HCl

50-75 mg sekali saja.

c. Pengelolaan Obstetrik

Cara terminasi kehamilan

Belum inpartu :

1. Induksi persalinan :

amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6

2. Seksio sesarea bila ;

a. Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes

oksitosin

b. 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase aktif

Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan

seksio sesarea.

Sudah inpartu :

Kala I

Fase laten :

Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6.

Fase aktif :

1. Amniotomi

2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin.

13

Page 14: woc hipertensii

3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,

pertimbangkan seksio sesarea.

Catatan : amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15

menit setelah pemberian pengobatan medisinal.

Kala II :

Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus

buatan.

B. Pengelolaan konservatif

a. Indikasi :

Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending

eklamsi dengan keadaan janin baik

b. Pengobatan medisinal :

Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis

awal MgSO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja.(MgSO4 40%, 8 gram i.m.).

Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi

ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

c. Pengelolaan obstetrik

1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama

seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan

USG untuk memantau kesejahteraan janin

2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap

sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi. Cara

terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.

Pengelolaan Eklamsi

Rawat bersama di unit perawatan intensif dengan bagian-bagian yang terkait.

Pengobatan medisinal

1. Obat anti kejang :

Pemberian MgSO4 sesuai dengan pengelolaan preeklamsi berat.

14

Page 15: woc hipertensii

Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2 g MgSO4

40% i.v selama 2 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian

terakhir. Dosis tambahan 2 g hanya diberikan sekali saja. Bila setelah

diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5

mg/kg/bb/i.v pelan-pelan

2. Obat-obat supportif

3. Perawatan pasien dengan serangan kejang :

a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.

b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.

c. Kepala direndahkan : daerah orofaring dihisap.

d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari

fraktur.

e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status

konvulsivus), diberikan pengobatan sebagai berikut :

Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) i.v perlahan-lahan.

Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan

Benzodiazepin i.v setiap 1/2 jam sampai 3 kali berturut-turut.

Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang

ulangan) dengan dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2

kapsul) pada hari kedua dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan

seterusnya.

Apabila setelah pemberian Benzodiazepin i.v 3 kali berturut-turut, pasien

masih tetap kejang, maka diberikan tetes valium (Diazepam 50 mg/5

ampul di dalam 250 cc Na Cl 0,9%) dengan kecepatan 20-25 tetes/menit

selama 2 hari.

f. Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :

Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada-tidaknya perdarahan otak.

Punksi lumbal, bila ada indikasi.

Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N,

Kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas darah, dll untuk mencari penyebab

kejang yang lain.

15

Page 16: woc hipertensii

4. Perawatan pasien dengan koma :

a. Atas konsultasi dengan bagian Saraf untuk perawatan pasien koma akibat

edema otak:

Diberikan infus cairan Manitol 20% dengan cara : 200 cc (diguyur), 6

jam kemudian diberikan 150 cc (diguyur), 6 jam kemudian 150 cc lagi

(diguyur).

Total pemberian 500 cc dalam sehari. Pemberian dilakukan selama 5 hari.

Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10% dengan kecepatan 30

tetes/menit selama 5 hari.

Dapat juga diberikan Dexamethason i.v 4 x 2 ampul (8 mg) sehari, yang

kemudian di tappering off.

b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai

"Glasgow-Pittsburgh-Coma Scale".

c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan

pasien.

d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi dipertimbangkan dalam bentuk

NGT (Naso Gastric Tube).

5. Pengobatan Obstetrik :

Sikap terhadap kehamilan

a. Sikap dasar :

Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi harus diakhiri

tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.

Gejala impending eklamsi, adalah :

- Penglihatan kabur

- Nyeri ulu hati

- Nyeri kepala yang hebat

b. Saat pengakhiran kehamilan :

Terminasi kehamilan pasien preeklamsi dan impending eklamsi adalah

dengan seksio sesarea.

Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-keadaan :

- Pasien inpartu, kala II.

16

Page 17: woc hipertensii

- Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria Eden

yang berat.

- HELLP syndrome

- Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)

- Kontra indikasi operasi (ASA IV)

PENYULIT

Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan

pembekuan darah, perdarahan otak.

Sindroma HELLP

Weinstein 1982 yang mula-mula menggunakan istilah Hellp syndrome

untuk kumpulan gejala Hemolysis, Elevated Liver enzym, dan Low Platelets

yang merupakan gejala utama dari sindroma ini.

Diagnosis laboratorium :

Hemolisis :

- adanya sel-sel spherocytes, schistocytes, triangular dan sel burr pada hapus

darah perifer

- kadar bilirubin total > 1,2 mg%

Kenaikan kadar enzim hati :

- kadar SGOT > 70 IU/l

- kadar LDH >600 IU/l

Trombositopeni :

- kadar trombosit < 100 x 103/mm3

Klasifikasi berdasarkan pada beratnya trombositopeni (Mississippi) :

1. Kelas 1 : kadar trombosit < 50x103/mm3

2. Kelas 2 : kadar trombosit 50-100 x 103/mm3

3. Kelas 3 : kadar trombosit > 100 x 103/mm3

Klasifikasi berdasarkan lengkap/ tidaknya gejala (Memphis):

17

Page 18: woc hipertensii

1. Complete Hellp:

- Anemia hemolitik mikroangiopatik pada PEB

- LDH > 600 IU/L

- SGOT > 70 IU/L

- Trombositopenia < 100.000/mm3

2. Partial Hellp :

- Bila ditemukan satu atau dua gejala diatas.

Pengelolaan :

Pada prinsipnya, pengelolaannya terdiri dari :

a. Atasi hipertensi dengan pemberian obat antihipertensi

b. Cegah terjadinya kejang dengan pemberian MgSO4

c. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

1. Hemoterapi dengan pemberian transfusi trombosit apabila kadar trombosit

<30.000/mm3 untuk mencegah perdarahan spontan.

2. Terapi konservatif dilakukan apabila umur kehamilan < 34 minggu,

tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg, normourine, kenaikan kadar

enzim hati yang tidak disertai nyeri perut kuadran atas kanan atau nyeri

uluhati.

3. Pemberian kortikosteroid, terutama pada kehamilan 24-34 minggu atau

kadar trombosit < 100.000/mm3. Diberikan dexametason 10 mg IV 2 x

sehari sampai terjadi perbaikan klinis (Trombosit > 100.000/mm3, kadar

LDH menurun dan diuresis > 100 cc/jam). Pemberian dexametason

dipertahankan sampai pasca salin sebanyak 10 mg IV 2 kali sehari selama

2 hari, kemudian 5 mg IV 2 kali sehari selama 2 hari lagi.

4. Dianjurkan persalinan pervaginam, kecuali bila ditemukan indikasi seperti:

serviks yang belum matang (bishop score < 6), bayi prematur, atau ada

kontraindikasi.

5. Bila akan dilakukan operasi SC, kadar trombosit < 50.000/mm3 merupakan

indikasi untuk melakukan transfusi trombosit. Pemasangan drain

intraperitoneal dianjurkan untuk mengantisipasi adanya perdarahan intra

18

Page 19: woc hipertensii

abdominal. Bila ditemukan cairan ascites yang berlebihan, perawatan

pasca bedah di ICU merupakan indikasi untuk mencegah komplikasi gagal

jantung kongestif dan sindroma distres pernafasan.

PROGNOSIS

Bergantung pada terjadinya eklamsi. Di negara-negara maju kematian

karena preeklamsi ± 0,5 %. Akan tetapi bila eklamsi terjadi, prognosis menjadi

kurang baik, kematian pada eklamsi adalah ± 5%

19

Page 20: woc hipertensii

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom

K.D. Hypertensive Disorders in Pregnancy. In William Obstetrics 22nd

ed.London: McGraw-Hill,2005: 761-808.

2. Report of the Working Group on Research on Hypertension During

Pregnancy (2001). National Heart, Lung and Blood Institute. Accessed On

May, 2nd 2006, at 05.00 pm. Available at :

http://www.nhlbi.nih.gov/resources/hyperten_preg/index.html

3. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working

Group on High Blood Pressure in Pregnancy (2000). National High Blood

Pressure Education Program. Accessed On May, 2nd 2006, at 05.00 pm.

Available at :

http://www.nhlbi.nih.gov/health/prof/heart/hbp/hbp_preg.pdf

4. Wijayanegara H, Suardi A, Wirakusumah FW. Pedoman Diagnosis dan

Terapi Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bagian pertama

(Obstetri), Bandung. Bagian /SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD

RSUP Dr. Hasan Sadikin, 2005.

5. James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. High Risk Pregnancy,

Management Options 2nd ed. London : WB Sounders Company, 2001 : 639-

651.

6. Roeshadi RH. Hipertensi dalam kehamilan : Bandung, 2000

7. Mose JC. Pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) pada

aktivitas trombosit dan tekanan darah ibu hamil yang berisiko mendapat

preeklamsi.Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran

Bandung, 1999

20