Wirausaha Mc Copy
-
Upload
aminmahfudi -
Category
Documents
-
view
92 -
download
1
description
Transcript of Wirausaha Mc Copy
KETERAMPILAN WICARA SEBAGAI BASIS WIRAUSAHAKasus Pranatacara Upacara Pengantin Jawa
olehKRT. Suwarna Dwijanagara
Universitas Negeri Yogyakarta
ABSTRAK
Upacara pengantin mulai berkembang ke arah industri. Berbagai wirausaha terdapat dalam upacara pengantin, salah satunya adalah pranatacara atau master of ceremony. Pranatacara merupakan wirausaha berbasis keterampilan wicara yaitu speaking skill. Untuk menjadi wirausaha handal sehingga kompetitif dalam industri upacara pengantin, pranatacara memerlukan dasawignya dan hasthamarga. Dasawignya adalah 10 kompetensi dan hasthamarga adalah 8 strategi pengembangan wirausaha pranatacara. Dasawignya terdiri dari penguasaan (1) olah suara, (2) olah bahasa susastra, (3) olah busana, (4) unggah-ungguh bahasa Jawa, (5) upacara adat pengantin gaya Yogyakarta dan Surakarta, (6) panyandra, (7) tembang, (8) gending, (9) tembang gending, dan (10) lagu-lagu. Hasthamarga terdiri dari (i) penguasaan 10 kompetensi pranatacara, (ii) menjalin mitrakerja, (iii) membina komunikasi dengan klien, (iv) profesional, (v) disiplin, (vi) berkolaborasi dengan panitia, (vii) keterbukaan, dan (viii) kerjasama.
Kata kunci: pranatacara, wirausaha, keterampilan wicara
ABSTRACT
Wedding ceremony began to develop into the industrial sector. Various entrepreneurs are in the wedding ceremony, one of which is pranatacara or master of ceremonies. Pranatacara is based on entrepreneurial speech skill. To become an expert entrepreneur and become competitive in the industry of wedding ceremony, pranatacara require dasawignya and hasthamarga. Dasawignya are 10 competencies and hastamarga are 8 entrepreneurial development strategy of pranatacara. Dasawignya consists of mastery (1) vocals, (2) language literature, (3) clothing, (4) stratification of the Java language, (5) wedding style ceremony of Yogyakarta and Surakarta, (6) figurative language, (7) traditional song, (8) traditional music, (9) songs which accompanied traditional music, and (10) songs. Hasthamarga consists of (i) mastery of 10 competencies, (ii) establish a partnership, (iii) to establish communication, (iv) professional, (v) discipline, (vi) collaborate with the committee, (vii) openness, and (viii) cooperation.
Key words: master of ceremony, entrepreneurs, speech skill1
A. Pendahuluan
Pada zaman Yunani Kuno, keterampilan wicara telah menjadi
“industri”. Orator-orator ulung, kaum sofis, filsof-filsof adalah bukti
nyata “wirasuaha wicara” saat itu. Tokoh-tokoh pidato sangat
mencuri perhatian para raja dan rakyat (bangsa) Yunani Kuno
seperti Marcus Tullius Cicero (dianggap sebagai orator ulung dan terhebat
sepanjang masa), Aristoteles (orator yang mengusai berbagai bidang
ilmu), Demosthenes (orator terbesar sepanjang Yunani Kuno) (Rakhmat, 1998).
Kaum sofis yang bijaksana sebagai tempat bertanya. Para filsof
sebagai sumber penyebar ilmu pengetahuan. Tentu saja mereka
semua dapat menikmati “keuntungan”, baik moril maupun materiil
dari keterampilan wicaranya. Mereka menjadi sangat terkenal di
penjuru Yunani, bahkan di luar Yunani seperti di Romawi. Itulah
sebabnya pada masa lampau Yunani sumber dan kiblat
pengetahuan. Pada abad ke 19 terdapat orator politik yang hebat
seperti Napoleon Bonaparte, Mohandas Gandhi, John F. Kennedy, Martin Luther
Adolf Hitler, Bung Tomo, Bung Karno, Zainuddin MZ, AA Gym, dan sebagainya.
Panggung politik pun sesungguhnya berbasis keterampilan wicara. Yang pandai
beretorika atau berpidato pada umumnya mendapat kedudukan di panggung politik.
Wirausaha pranatacara (pewara berbahasa Jawa) pada
upacara pengantin Jawa merupakan fenomena baru. Menurut
penelitian Suwarna (2001), bisnis pranatacara mulai berkembang
tahun 1990-an. Sebelumnya, pranatacara memang telah ada.
Namun pranatacara pada saat sebelum tahun 90-an berfungsi
sosial. Pranatacara belum menjadi profesi secara profesional.
Pranatacara berfungsi sosial, cenderung belum mendapatkan
imbalan, atau kerja gotong royong.
Mulai tahun 1990-an seiring dengan perkembangan banyak
perumahan sehingga upacara pengantin banyak dilakukan di
gedung-gedung pertemuan, maka pranatacara menggeliat
mengarah menjadi profesi. Pranatacara mulai mendapatkan
2
perhatian dengan imbalan walaupun belum profesional.
Maksudnya, profesi pranatacara belum dihargai secara profesional.
Wirausaha berbasis keterampilan wicara (pranatacara) terus
berkembang seiring dengan perkembangan bisnis upacara
pengantin. Jika sebelumnya upacara pengantin di kota-kota
dilakukan di rumah-rumah, sekarang upacara pengantin
dilaksanakan di gedung-gedung pertemuan, hotel, audiotium,
restoran, dan sebagainya. Ketika penyelenggaraan upacara
pengantin di tempat-tempat tersebut, prestise pranatacara ikut
naik, banyak pula wirausaha lain menyertai seperti dekorasi,
catering, rias, busana, entertainment.
Pada kondisi tersebut profesi pranatacara mendapatkan
imbalan profesi secara profesional. Permasalahannya (1) argumen
apa sajakah yang mendukung wirausaha pranatacara berbasis
keterampilan wicara?, (2) apa saja kompetensi pranatacara agar
wirausahanya bertahan dan berkembang?, dan (3) bagaimana
mengembangkan wirausaha pranatacara?
A. Argumen Wirausaha Berbasis Keterampilan Wicara
Ada dua belas argumen bahwa wirausaha pranatacara akan tetap
bertahan dan berkembang.
(1) Selama dunia masih fana, pasti ada manusia. Jika ada
manusia, pasti akan menjadi pengantin. Upacara pengantin
akan tetap bertahan dan berkembang selama manusia
tumbuh hilang berganti. Ini berarti membutuhkan pranatacara
profesional untuk memandu upacara pengantin.
(2) Zaman modern orang semakin sibuk. Semakin sibuk
seseorang, semakin tidak memiliki waktu untuk mengurus hal-
hal di luar profesinya. Oleh karena itu, jika mereka memiliki
hajat mantu, untuk mengatur upacara penganten, mereka
akan menyerahkan pada ahlinya yakni pranatacara.
3
(3) Sifat manusia yang cenderung individualis pada zaman
modern juga memacu fungsionalitas pranatacara. Pemangku
hajat tidak ingin merepotkan orang lain. Mereka cenderung
menyerahkan pada ahlinya.
(4) Dunia kerja modern juga memacu paham profesional dan
mengurangi sifat sosial. Pranatacara mulai dihargai secara
profesional daripada sosial.
(5) Wong Jawa ilang Jawane ‘orang Jawa kehilangan kejawaannya’
karena semakin banyak orang tidak mengetahui budaya Jawa
sebagai budayanya sendiri. Hal ini juga memicu pemangku
hajat untuk menyerahkan upacara pengantin kepada ahlinya,
yakni pranatacara.
(6) Sekarang ini semakin banyak orang Jawa yang kurang dapat
memahami bahasa Jawa pada upacara pengantin. Register
upacara pengantin berbeda dengan bahasa Jawa sehari-hari.
Dalam kondisi demikian, pranatacara semakin dibutuhkan oleh
pemangku hajat.
(7) Pemangku hajat pasti menginginkan upacara pengantinnya
sukses. Upacara pengantin yang hanya sekali seumur hidup
(harapannya), jangan sampai mengecewakan. Untuk itu, tugas
ini perlu diserahkan pada ahlinya, yaitu pranatacara.
(8) Pranatacara semakin dibutuhkan ketika banyak gedung, hotel,
restoran, wedding oragnizer, audiorium menyelenggakan
upacara pengantin.
(9) Jika upacara pengantin ingin lebih prestige, gunakan
pranatacara profesional.
(10) Sekarang sulit ditemukan orang memiliki rumah yang sangat
luas. Apabila mereka mantu harus dilaksanakan di gedung
pertemuan, auditorium, hotel, taman/kebuh outdoor. Ini berarti
membutuhkan pranatacara.
4
(11) Sekarang zaman serba cepat dan praktis. Jika demikian,
serahkan saja urusan pranatacara kepada praktisinya, yakni
pranatacara profesional.
(12) Pada umumnya ketika mantu, orang kembali ke jati diri.
Walaupun di Jakarta (ibu kota yang besar), orang Jawa kalau
menjadi pengantin menggunakan adat Jawa, orang Sunda
menggunakan acara adat Sunda, orang Minang menggunakan
adat pengantin Minang. Itulah yang dilakukan para pembesar-
pembesar, selebritis, artis, atau yang lain. Mereka sukses
berkarier. Saat menjadi pengantin mereka kembali ke asal
etnis.
(13) Tekad untuk dapat melestarikan budaya Jawa, upacara
pengantin Jawa terus dikembangkan oleh masyarakat
pendukungnya, para praktisi, dan para pebisnis seni hiburan
(showbiz entertainmet).
C. Kompetensi Pranatacara
Hanya orang-orang yang memiliki kompetensi yang dapat
berkompetisi. Agar dapat berkompetisi dalam wirausaha berbasis
wicara, pranatacara harus memiliki sepuluh kompetensi yang
disebut dasawignya (dasa berarti sepuluh, wignya berarti
kepandaian/kompetensi) sebagai berikut.
(1)Olah suara
(2)Olah bahasa susastra
(3)Olah busana
(4)Menguasai unggah-ungguh bahasa Jawa (stratifikasi bahasa
Jawa)
(5)Menguasai upacara adat pengantin gaya Yogyakarta dan
Surakarta
(6)Menguasai panyandra
(7)Dapat melantunkan tembang
5
(8)Dapat melantunkan tembang
(9)Menguasai
(10) Melantunkan lagu-lagu
Pranatacara yang menguasai kompetensi di atas akan dapat
bertahan dan berkembang sebagai wirausaha (marketable).
Penjelasan masing-masing kompetensi di atas sebagai berikut.
1. Olah Suara
Berdasarkan pengalaman sebagai praktisi, peran olah suara pada
wirausaha pranatacara kurang lebih 60%. Olah suara sebagai
syarat utama bagi pranatacara upacara pengantin Jawa. Apresiasi
para pendengar (tamu) terhadap pranatacara sangat ditentukan
oleh kualitas olah suara. Dengan olah suara, pranatacara mampu
membuat situasi menyenangkan (auphony) atau mengharukan
(cacophony) (Kennedy & Gioia, 2002), namun secara fonetik, vokal
harus jelas dan berdaya estetis (Roach, 2002). Dalam hal ini estetika
auditoris (yang diperoleh dari pendengaran) sangat dominan.
Berhasil atau tidaknya pranatacara sangat ditentukan oleh kualitas
olah suara. Olah suara sangat penting atau pokok. Olah suara
sebagai modal utama pencapaian kualitas wirausaha pranatacara.
Walaupun olah bahasa dan sastranya kurang mendukung,
pranatacara akan tetap sukses apabila memiliki kualitas olah vokal
yang prima. Sebaliknya pranatacara yang memiliki olah bahasa
dan sastranya tinggi, tetapi olah suaranya jelek, menghasilkan
kualitas jelek, sulit diapresasi, tidak enak di telinga, sangat
membosankan. Yang terbaik adalah kualitas olah suara prima
dengan olah bahasa dan sastra yang tinggi. Vokal diolah sehingga
wicara menjadi jelas, lancar, intonasi, irama, tempo, dinamik yang
dalam bahasa Jawa disebut antal.
6
Olah suara terdiri dari lagu lamba dan lagu terikat. Lagu
lamba adalah tuturan bebas layaknya orang melaporkan sesuatu,
berdialog, reportase. Lagu lamba dapat diiringi gamelan maupun
tidak. Lagu terikat tuturan yang iramanya dipengaruhi oleh adanya
instrumen lain, seperti gaya tuturan panyandra dan janturan. Lagu
panyandra dan janturan melahiran lagu candra dan lagu jantur.
Lagu candra dan lagu jantur harus diiringi gamelan. Jika lagu
candra dan jantur tidak diiringi gamelan, tuturan menjadi tidak
indah karena tidak harmonis antara lagu tutur dan lagu instrumen
gamelan.
(1) Gaya tutur lamba serah terima mempelai
2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 3 2 2 1 2 2 2 2 3Kawula nuwun wonten dalem sewu kaparenga matur dhumateng para pepundhen
2 2 2 2 2 1 2 3 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 2 miwah pinisepuh ingkang winantu ing pakurmatan. Kawuryan sampun rawuh ing
2 2 2 2 2 2 1 3 1 2 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 sasana upacara sri temanten, kairing tindakipun kulawarga suwargi Bapak Dhokter
3 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2 2 3M Atman Syakban tumuju ing sasana pawiwahan. Awit saking asmanipun kulawarga
2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 3 2 2penganten putri, pasrah kasalira Bapak Sugiyanto, wondene panampi Bapak
2 2 1Darminto. (24/06/06/Yk/WW)
Tuturan tersebut dituturkan oleh pranatacara tampa iringan
gamelan pada upacara seratterima pengantin. Karena tanpa
gamelan, pranatacara menggunakan lagu lamba. Berikut ini lagu
candra, yakni pranatacara mendeskripsikan dengan indah tempat berlangsung
upacara pengantin Jawa. Lagu candra ini harus diiringi. Biasanya nya yang berirama
pelan, seperti pada jenis ketawang. Jika tidak diiringi lagu candra tidak bagus dan
tidak mungkin dilakukan karena lagu candra menuntut harmoni antara lagu vokal
dan insrumen gamelan. Harmoni inilah yang menimbulkan keindahan tuturan
pranatacara.
7
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2Graha Sabha Pramana Bulak Sumur Ngayogyakarta Hadiningrat, sasana jembar
2 1 2 1 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2bawera, winangun sarwa santosa, cinagak saka guru cacah catur, hanyangga langit,
1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1langit lelungidan, cinawi sarwa hangrawit, pandam sumuluh hamajari madyaning
1 1 2 1 1 12 sasana wiwaha.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1Gebyog petanen winangun tinatah tinatu rengga ukerane ukir lung-lungan,
1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2cineplokan sekar-sekar, dahat asri kumaricik sabawaning toya, dadya asrep sabeleting
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2wardaya kulawarga hangembani palakramaning sri narpati. (24/06/06/Yk/WW)
Lagu jantur juga menuntut kehadiran musik gamelan agar
terjadi kolaborasi/ harmoni suara vokal dan instumen. Lagu jantur
mirip dengan panyandra. Perbedaannya terletak pada objek. Jika
lagu candra objeknya tampak/konkrit (observable), lagu jantur
mengarah pada objek abstrak (inobservable).
2. Olah Bahasa Susastra
Upacara penagantin adalah upacara yang indah. Semua serba
dihias dengan keindahan. Tempat, pakaian, makanan, hiburan,
penampilan semua berhiaskan keindahan, maka bahasanya pun
dibuat indah yang disebut dengan bahasa susastra. Bahkan saking
indahnya terkadang sulit dipahami orang-orang pada umumnya.
Menurut Wahad (1991) retorika demikian bergaya Franco-Italian.
Itulah regsiter upacara pengantin Jawa. Sebaliknya, jika
pranatacara menggunakan bahasa yang biasa( umum), malah
tidak indah. Namun demikian, bukan berarti semua bahasa
susastra pranatacara sulit dipahami. Pranatacara yang baik pasti
memahami kapan menggunakan bahasa susastra dan kapan 8
menggunakan bahasa biasa. Itulah yang disebut kontekstual atau
empan papan ‘menyesuaikan situasi dan kondisi’.
Olah bahasa susastra dengan mengolaborasikan unggah-
ungguh dengan gaya bahasa, tembang, suluk, pathetan, tembang ,
diksi, pantun, diksi, sengkalan, kosakata kawi, wangsalan. Olah
suara pada upacara pengantin merupakan ragam wicara atau
ragam tutur estetis (Suwarna, 2009a). Poedjosoedarmo (1986)
menyebutnya dengan ragam panggung. Ragam panggung
upacara pengantin banyak berhiaskan diksi kawi. Diksi kawi dapat
meningkatkan kualitas estetika (Kadarisman, 1999). Zoetmulder
(1983) juga mengatakan bahwa bahasa kawi memiliki kewibawaan
estetis yang tinggi. Olah bahasa susastra merupakan retorika
dalam upaya mencapai bahasa yang indah (Beebe & Beebe, 1994,
Lucas, 1989). Perpaduan keindahan suara dan bahasa susastra di panggung oleh
Tedlock disebut etnopuetics (2002).
3. Olah Busana
Busana pranatacara menyesuaikan jenis upacara pengantin,
busana adat Jawa gaya Yogyakarta atau Surakarta. Kesesuaian
antara busana adat pengantin dengan pranatacara merupakan
pakem yang “tidak bisa” untuk ditinggalkan. Perhatikan perbedaan
keduanya. Busana di bawah ini salah satu dari jenis busana adat
Jawa, masih ada busana yang lain seperti beskap Yogyakarta,
sikepan Sala.
4. Unggah-Ungguh atau Stratifikasi Bahasa Jawa
Walaupun unggah-ungguh atau stratififikasi bahasa Jawa
bertingkat-tingkat, namun unggah-ungguh yang digunakan paling
dominan adalah krama alus (bahasa Jawa tingkat tinggi untuk
menghormati orang lain). Hal ini wajar karena dalam upacara
pengantin pranatacara memang menempatkan dirinya lebih
rendah daripada pengantin, pemangku hajat, dan para tamu.
9
Pranatacara harus menghormati orang lain. Dalam budaya Jawa
nuansa menghormati orang lain sangat kental. Dengan bahasa
Jawa krama, pranatacara meninggikan orang dengan tidak
merendahkanya karena pranatacara perannya sangat penting
dalam upacara pengantin. Orang lain pun menghormati
pranatacara. Maka terjadilah saling menghormati hingga terjadi
harmoni dalam komunikasi.
5. Menguasai Upacara Adat Pengantin Gaya Yogyakarta dan
Surakarta
Kraton adalah pusat kebudayaan (Pringgawidagda, 2006). Oleh
karena itu
upacara pengantin Jawa berkiblat pada dua kraton di Jawa, yakni
Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta sehingga dikenal dengan
pengantin gaya Yogyakarta dan Surakarta (Sala). Secara garis
besar upacara pengantin gaya Yogyakarta dan Surakarta tidak
berbeda. Namun subacaranya berbeda. Secara umum upacara
pengantin Jawa terdiri dari (1) upacara siraman, (2) midodareni, (3)
upacara panggih, (4) upacara pawiwahan, dan (5) upacara boyong
penganten/ngundhuh mantu. Masing-masing upacara tersebut
memiliki acara yang berbeda antara pengantin gaya Yogyakarta
dan Surakarta. Pranatacara harus menguasai kedua upacara adat
tersebut agar dapat melaksanakan tugasnya secara profesional.
Kesalahan penempatan dapat mengakibatkan keluar dari
pakemnya (pakem kraton).
6. Menguasai Panyandra
Panyandra adalah mendeskripsikan suatu barang, orang, atau
peristiwa dengan bahasa yang indah. Berdasarkan pendapat
Wahab (1991) rerorika panyandra merupakan perpaduan model
Anglo-Saxon (wicara berputar-putar/bulet-bulet), model Kaplan
10
(tidak langsung), dan model Franco-Italian (berbunga-bunga).
Panyandra merupakan kompetensi tingkat tinggi bagi pranatacara
karena semua unsur keterampilan wicara berkolaborasi di dalam
panyandra. Panyandra sangat berirama, susastra atau indah, dan
kompleks (Suwarna, 2009b). Penelitian Suwarna (2001)
keterampilan panyandar merupakan keterampilan paling sulit
dikuasi oleh mahasiswa dalam perkuliahan Ekspres Lisan.
Perkuliahan Ekspresi Lisan memang difokuskan pada upacara
pengantin Jawa. Apabila pembelajar pranatacara mengusai
panyandra hampir dapat dipastikan dia dapat melaksanakan tugas
lain secara komprehensif dan bagus. Panatacara profesional wajib
mengusai panyandra. Sekali lagi hukumnya wajib.
Berbagai kompetensi yang mendukung panyandra (1) berbagai
olah suara, (2) olah bahasa susastra, (3) menguasi tata upacara
pengantin, (4) suluk, pathetan, ada-ada, dsb., (5) tembang, (6)
gending, (7) tembang gending, (8) makna upacara pengantin, (9)
makna upacara pengantin, (10) makna peralatan upacara
pengantin, (11) mengusai kosakata kawi. Semua keterampilan itu
dipadukan dalam satu tuturan yang disebut panyandra. Di bawah
ini contoh panyandra.
Juru ampil sekar kembar mayang kalpataru jayadaru jumangkah tumuju papanira pengantin kakung. Sekar kembar mayang kalpataru jayadaru dulur papat lima pancer, kakang kawah adhi ari-ari, rah, sungsum, tal puser kinarya pancer. Warara sakembaran sigra marepegi jumenengira risang pengantin kakung. Kinepyok pamidhangane pengantin kakung mawi sekar kembar mayang, kentar ing sukreta, kalis ing sambekala.
‘Pembawa kembar mayang yang disebut kalpataru jayadaru melangkah menuju tempat mempelai pria berdiri. Kembar mayang sebagai lambang kesaudara empat, yang kelima sebagai pusatnya. Kawah, ari-ari, darah, sungsum, dan tali pusat sebagai induknya. Gadis kembar mendekati mempelai pria. Bunga kembar mayang disentuhkan di bahu kanan dengan bunga kembar mayang, hilang semua halangan, terhapus semua rintangan.’
11
7. Melantunkan Tembang
Pranatacara yang baik dalam upacara pengantin Jawa dapat
nembang. Nembang adalah melantunkan tembang-tembang
tradisional Jawa. Sejak zaman kraton hingga sekarang masyarakat
Jawa sangat kental dengan tradisi tembang. Walaupun sekarang
tradisi tembang tradisional mulai menurun, namun tetap eksis,
khususnya pada upacara-upacara tradisional seperti upacara
pengantin Jawa. Tembang yang biasa dilantunkan adalah tembang
macapat seperti dhandhanggula, mijil, asmaradana, sinom, kinanti,
pucung, dan sebagainya. Tembang macapat merupakan icon bagi
masyarakat Jawa. Keterampilan nembang sangat diperlukan untuk
(1) mengganti suasana estetis, (2) mengisi kekosongan apabila
terjadi kefakuman, (3) melakukan pencadraan (panyandra).
Inilah salah satu contoh tembang Dhandhanggula.
2 5 6 6 . 6 1 2 2 2 2 . 0Yekti i-ki nugrahaning Widdhi (1)
2 2 1 6 . 5 6 6 6 6 6 . 0Wus widagda nambut silakrama (2)
6 1 1 1 . 6 6 5 5 . 0Andra miwah Ni- ta ki- ye, (3)
5 6 6 6 . 6 6 1 6Ha-mor-e wes- tri ja- lu, (4)
5 5 2 2 . 5 6 1 6 2 1 6Dadya tedhak turun- ing wi- ji, (5)
2 2 2 2 2 2 2Kalis ing sambe- ka- la, (6)
1 6 1 2 1 6 5Putra tekeng pu- tu, (7)
Terjemahannya:
Sungguh ini anugerah Tuhan,
Telah menikah,
Andra dan Nita,
Penyatuan pria dan wanita,
Mendapatkan keturunan,
Terhindar dari halangan,
Dari anak hingga cucu,
Rukun dapat mendidik,
menerima keadaan, pandai,
dan bermanfaat
bahagia hidupnya.
12
1 2 2 2 2 2 2 2A- tut runtut momong bisa, (8)
5 3 2 1 6 6 6 6 6 6 1 2 2Momot mo- mor mursid miwah murakabi, (9)
5 6 1 . 6 2 . 6 1Ayem ten- trem u- ripnya. (10)(05/06/05/Yk/SP)
8. Menguasai Gending
Pranatacara harus mengusai nama-nama gending-gending Jawa,
terutama gending-gending upacara pengantin. Pranatacara tidak
diharuskan menguasai gending-gending Jawa, namun harus
menguasai nama-nama upacara pengantin Jawa. Nama-nama
gending upacara selalu digunakan dalam upacara pengantin. Jika
pranatacara mengusai gending menjadi paripurna (lebih
profesional). Gending adalah irama atau lagu yang muncul dari
instumen gamelan yang ditabuh (dipukul). Gamelan yang ditabuh
disebut karawitan. Gamelan adalah instrumen musik tradisional
masyarakat Jawa.
Gending pokok dalam upacara pengantin Jawa Yogyakarta
yakni bindri, ladrang pengantin, boyong pengantin atau ketawang
puspawarna. Gending pokok upacara panggih pengantin gaya
Surakarta yaitu lancaran kebogiro, kodhok ngorek, ketawang
Larasmaya, mugi rahayu, dan ibu pertiwi. Masih ada gending-
gending lain yang menyertai tata upacara siraman, midodareni,
dan pawiwahan namun tidak sebaku gending panggih. Gending
panggih tidak bisa atau sulit digantikan oleh gending lain,
sedangkan pada upacara lainnya gending dapat diganti asal
memiliki semakna dan sefungsi.
13
9. Melantunkan Tembang Gending
Tembang adalah lagu yang dilantunkan oleh pranatacara dan
diiringi gamelan. Dapat melantunkan tembang , bukan syarat
menjadi pranatacara. Namun, apabila pranatacara menguasai
tembang , kompetensi pranatacara semakin sempurna.
Pranatacara yang mengusai temang hampir dapat dipastikan
dapat melaksanakan tugasnya dalam berbagai variasi dan jenis
upacara secara profesional. Pranatacara demikian pasti lebih laris
dan layak jual (marketable). Berikut ini contoh tembang .
Sinom Parijatha Pelog Patet Nyamat
2 3 2 2121 6 65 5 61 Me- ma- nis mu- a- ngu ji- wat,
(ayo sutresna bangsa nggotong rasa budaya, ya ngono-ngono)
1 2 2 2 21 6123 121 6a- ga- we re- sep- ing a- ti,
(janji sabar aja dha kesusu, sawahe jembar-jembar parine lemu-lemu)
2 32 12 6 3 1 321 Re- re- pa kang si - ne- dya,
(ngentan bali ngulon, apa sedyane kelakon, sedyane kelakon)
5 6 2 3 2 1 23 216u- pa- ma mun- dhut- a ruk- mi,
( orang-aring bokya eling)
5 5 5 6 12 5 3563.2 Tar- tam- tu tak tu- rut- i,
(e a e o, e a e o)
1 2 321 2163 36 5 5653 2 i- ba- rat wong num- pak pra- u,
(padha mampir, pir mompar-mampir, apa sida apa ora, pir-mampir)
1 2 321 6 35 1653 21 Lu- mam- pah tan- pa- we- lah,
(keprak dilela-lela, bagus cakrak sing duwe sapa, sing duwe sapa)
5 6 3 5 2 1 13 216ning ma- dya- ning ja- la- ni - dhi
14
(degane kambil kuning, begjane sing lagi nyandhing, nanging kudu eling)
6 6123121 612 2123 126 3 132 1 3 5 565321 2Te- mah gon- jing ang- kin jro- ning pa- gu- ling- an.(24/06/06/Yk/WW)
Artinya: ‘senyumu sangat menawan, membuat hatiku
terpesona, apapun yang engkau pinta, pasti aku kabulkan,
andaikan meminta emas berlian, (orang berkeluarga) ibarat naik
perahu tanpa dayung di tengah samodra, akan berakhir dengan
kebahagian dengan memadu kasih.’
Dalam tembang tersebut malah terjadi poliharmoni, yakni
harmonisasi (keselarasan lagu) antara pranatacara,
swarati/pesindhen1, dan instrumen gamelan. Antara pranatacara
dan swarawati saring beriring dalam lagu, saling memberikan kode
nada. Demikian pula gamelannya sehingga terjadi harmoni antara
suara pranatacara, swarawati, dan gamelan.
10. Melantunkan Lagu Modern
Karena tuntutan modernisasi dan situasi (fasilitas, kehendak
pemangku hajat, panitia), pranatacara diharapkan memiliki
kompetensi melantunkan lagu-lagu modern seperti lagu pop,
campursari, barat, bahkan irama melayu. Walaupun melantunkan
lagu modern bukan menjadi syarat pranatacara pengantin Jawa,
namun dapat mendongkrak daya jual pranatacara. Hal ini sebagai
konsekuensi tuntutan kolaborasi upacara. Dalam upacara
pengantin Jawa juga sering disuguhkan entertaintement berupa
musik-musik modern (akustik, band, organ tunggal). Musik upacara
pengantin Jawa mamang gamelan, namun musik hiburan dapat
berupa gamelan atau musik modern.
1 Swarawati terdiri dari kata swara berarti suara, wati imbuhan penanda wanita. Swarawati berarti wanita pelantun lagu/tembang dalam karawitan/tabuhan gamelan. Nama lain dari swarawati adalah pesindhen.
15
B. Strategi Pengembangan Wirausaha Pranatacara
Kesuksesan pranatacara perlu didukung dengan delapan jalan
kesuksesan yang disebut hasthamarga. Hastha berati delapan,
marga berarti strategi. Hasthamarga berarti delapan strategi
menuju sukses pranatacara. Hasthamarga itu adalah:
(1)Menguasai 10 kompetensi MC
(2)Menjalin mitrakerja (WO, perias, catering, penyelenggara paket
penganten)
(3)Membina komunikasi dengan klien
(4)Profesional
(5) Disiplin
(6)Berkolaborasi dengan panitia
(7)Keterbukaan
(8)Kerjasama dalam kinerja (rias, foto, karawitan)
Uraian hasthamarga sebagai berikut.
1. Menguasai 10 kompetensi MC
Untuk sukses menjadi pembawa acara, pewara harus menguasai
kompetensi seorang pewara (Nindiani, 2010). Penguasaan
kompetesi ini juga menghantarkan seorang pewara menjadi
profesional (Aryati, 2005). Menguasai 10 kompetensi pranatacara
merupakan modal utama untuk menjadi pranatacara yang sukses.
Dengan mengusai 10 kompetensi pranatacara, seseorang dapat
menjadi pranatacara yang profesional melaksanakan tugas dengan
paripurna, order terus mengalir karena klien memiliki dialah
pranatacara paling handal, dapat dipercaya atas kesuksesannya.
Kinerja pranatacara demikian dapat memuaskan para pelanggan.
Jangan sampai pelanggan menjadi kecewa karena dia menjadi
pengantin hanya sekali dalam hidupnya. Jika kecewa, kekecewaan
itu akan dibawa selama hidupnya. Oleh karena itu, pemangku
16
hajat dipastikan akan memilih pranatacara yang memiliki
kompetensi paripurna.
2. Menjalin mitrakerja (WO, perias, catering, penyelenggara
paket penganten)
Jika ingin berkembang dalam wirausaha, kepintaran saja tidak
cukup. Seorang pranatacara perlu memiliki mitrausaha.
Pranatacara harus menjalin mitrausaha yang sekluster. Mitrausaha
itu antara lain WO (wedding organizer, perias, pengusaha catering,
penyelenggara paket pengantin seperti hotel, gedung pertemuan,
auditorium, restoran, dan sebagainya (Suhariyo, 2000). Sekarang
ini wirausaha jasa EO (event organizer) dan WO terus berkembang
(Suseno, 2009). Mereka adalah mitra-mitra yang memili misi yang
sama dengan pranatacara yaitu menyukseskan upacara pengantin
bagi kliennya. Menurut Bahri (2005) bisnis yang menuju satu titik
(misi) yang sama memberikan kekuatan untuk menuju sukses.
Mereka saling membutuhkan, saling mendukung, dan saling
bergantung dalam upaya menuju satu titik tujuan yakni kepuasan
pelanggan. Pranatacara menjadi kurang sukses apabila hanya
berjuang sendiri (single fighter). Dengan kerjasama order
pranatacara datang dari sesama mitra, selain secara personal.
Dengan demikian wirausaha semakin berkembang.
3. Membina komunikasi dengan klien
Klien merupakan sarana promosi yang paling efektif. Klien yang
puas dengan layanan pranatacara akan mencari pelanggan tetap,
menjadi corong promosi dari mulut ke mulut yang paling efektif.
Oleh karena itu, seorang pranatacara harus selalu menjalin
hubungan dengan klien selama pra, proses, dan pascaacara
upacara pengantin. Oleh Chandra (2004) hal demikian disebut
kepedulian sosial. Kepedulian sosial itu perlu. Kepedulian sosial
17
menjadikan klien tidak akan lepas dari order jika mereka mantu
lagi dan promosi yang jitu. Keefektifan komunikasi menjadikan
antara pranatacara dan klien seperti saudara. Sambutan
keramahan terutama pada masa-masa pascaacara merupakan
indikator kepuasan mereka. Sambutan mereka layaknya saudara.
Sudah bertahun-tahun lamanya sang pranatacara tidak bertemu
dengan mereka. Ketika bertemu, sambutan sangat hangat. Bahkan
juga para panitianya merasa bangga dan bahagia dapat
bekerjasama dengan pranatacara profesional. Sambutan hangat
layaknya saudara (bahkan sang pranatacara sudah lupa)
merupakan penghargaan yang tidak terbeli dan sangat
membahagiakan. Oleh karena itu, sangat penting jalinan
komunikasi antara pranatacara dengan klien.
4. Profesional
Profesional berarti dapat menjalankan tugas sesuai dengan
kontraknya. Kontrak itu terdapat dalam serangkaian acara upacara
pengantin Jawa. Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, seorang pranatacara harus memiliki komitmen tinggi
terhadap profesinya. Keterampilan wicara yang telah menjadi
profesi harus dilaksanakan secara profesional. Cir-ciri profesional
mengusai hasthacara (8 cara), yakni (1) mengusai syarat menjadi
pranatacara yang baik (olah suara, olah bahasa dan sastra, dan
olah busana), (2) memiliki komitmen tinggi atas tugasnya, (3)
tanggung jawab (satunya kata dan perbuatan), (4) melaksanakan
tugas hingga tuntas, (5) dapat bekerjasama sesama pendukung
acara, (6) disiplin, (7) menyesuaikan diri (dalam hal busana,
bahasa, dan acara), dan (8) memiliki daya etika dan estetika.
Dengan layanan secara profesional, pelanggan akan puas dan
bahagia. Pranatacara pun akan tetap berjaya.
18
5. Disiplin
Kedisiplinan merupakan faktor kesuksesan menjadi pranatacara
dan faktor pendukung wirausaha dapat berkembang. Kesuksesan
dimulai dari kedisiplinan. Kedisiplinan membuat kesan klien
menjadi bahwa pranatacara ini dapat dihandalkan. Dengan
kedisiplinan, pranatacara akan dapat meniti acara demi acara
dengan baik. Pranatacara jangan datang dengan waktu yang
mepet. Ini akan membuat pranatacara gugup, tidak ada jeda untuk
istirahat sejenak, aliran darah masinh panas, bekerja menjadi
tergesa-gesa. Apalagi kehadiran prenatacara terlambat, sangat
mengecewakan klien. Sudah dapat dipastikan pranatacara
demikian dihindari (dibenci) klien. Pranatacara demikian menjadi
cacat. Akibatnya usaha tidak akan berkembang.
6. Berkolaborasi dengan panitia
Bekerja dalam suatu organisasi bersifat sinergis kolaboratif.
Pranatacara harus bekerjasama dengan panitia. Pranatacara tidak
mungkin dapat bekerja sendiri karena pernik-pernik upacara
pengantin sangat banyak. Pranatacara akan kehabisan energi
apabila bekerja sendiri. Oleh karena itu, memberdayakan panitia
untuk bekerjasama merupakan langkah tepat untuk menuju sukses
acara. Agar dapat bersinergi dan berkolaborasi, perlu adanya
rembug bersama, misalnya rapat, koordinasi, dan kontak pribadi
dalam situasi emergency.
7. Keterbukaan
Walaupun pranatacara sudah berpengalaman dan profesional,
namun sikap low profile, rendah hati, terbuka dengan tata krama
tetap diperlukan bagi pranatacara, terlebih dalam upacara
pengantin Jawa. Bekerja dalam suatu tim siap untuk dikritik karena
setiap orang memiliki pemikiran tang berbeda-beda. Walaupun tim
19
itu telah rapat dan berkoordinasi, namun dalam perjalanan acara,
ada saja yang memiliki pemikiran mendadak yang berbeda dengan
konsep pada umumnya. Pranatacara juga menjadi figur sentral
ketika acara berlangsung. Semua mata tertuju pada pranatacara.
Mereka pun memiliki apresiasi yang beragam maka timbullah rasa
bangga dapat bekerjasama, memuji, mengritik, bahkan ada pula
yang mencela. Pranatacara harus siap menerima semua itu dengan
terbuka karena mereka adalah apresiator yang “baik”. Sebuah
pepatah mengatakan, “jika engkau ingin maju jangan takut
dikritik!”. Namun keterbukaan ini bersifat kooperatif, bukan
pranatacara yang tidak memiliki prinsip/pendirian yang mudah
diombang-ambingkan usul, kritik, dan kehendak orang lain.
Pranatacara juga harus tegas dalam memegang prinsip atas acara
demi kesuksesan bersama.
8. Kerjasama dalam kinerja (rias, foto, karawitan)
Dalam proses upacara pranatacara harus dapat bekerjsama
dengan pekerja profesional lainnya karena semua iru demi
kesuksesan bersama. Sebagai suatu tim, semua anggota harus
dapat menjalankan tugasnya secara mandiri maupun bekerjasama.
Kekompakan menjadikan keindahan dalam kinerja, runtut tidak
semrawut, etis, estetis, dan sempurna. Banyak acara yang terjadi
secara simultan, tidak selalu berseri. Kerjasama yang tinggi sangat
diperlukan pada acara yang terjadi secara simultan, misalnya pada
pengambilan gambar foto tamu VIP (very important person). Pada
saat itu pranatacara, koordinator antrian tamu, foto, video,
penghantar ke meja perjamuan VIP harus bekerjasama secara
indah. Kerjasama yang kompak (telah terbiasa) sangat tanggap
antara pekerja profesional satu dengan lainnya. Mereka telah
saling memahami kehendak, penanda-penanda (clues), dan tidak
perlu disampaikan secara konkrit/verbal. Kerjasama yang padu dan
20
kompak menjadikan acara runtut, sistematis, indah, dan sukses.
Pranatacara yang dapat bekerjasama demikian menjadi mitra puas
sehingga selalu ingin menggunakan jasanya, saling mengisi, saling
mendukung, saling memahami demi kesuksesan bersama.
D. Penutup
1. Simpulan
Pranatacara merupakan wirausaha profesional berbasis wicara.
Wirausaha pranatacara merupakan bidang jasa. Sebagai pekerjaan
bidang jasa, pranatacara (MC) harus dapat memuaskan pengguna
jasa (pemangku hajat mantu dan pengantin). Untuk itu,
pranatacara harus dapat melaksanakan kinerja secara profesional.
Profesionalitas merupakan salah satu modal wirausaha dapat
berkembang. Untuk dapat menjadikan lebih sukses, pranatacara
perlu menempuh dasawignya dan hasthamarga.
2. Rekomendasi
Wirausaha pranatacara (berbasis keterampilan wicara) merupakan
wirausaha yang murah (tidak memerlukan modal banya) hanya
memerlukan tekad untuk sukses. Untuk menjadi wirausaha
pranatacara yang sukses direkomendasikan hanya dua langkah
untuk menjadi besar, yakni mengusai syarat pranatacara
professional dan hasthamarga kesukesan pranatacara. Sebagai
implikasi dalam pembelajaran adalah pembelajaran keterampilan
berbicara harus sungguh-sungguh digarap sehingga keterampilan
wicara yang dimiliki pembelajar dapat sebagai modal
berwirausaha.
DAFTAR PUSTAKA
Aryati, Lies. 2005. Panduan untuk Menjadi MC Profesional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Bahri, Syaiful. 2005. Mutiara Bisnis. Yogyakarta: CV Grafika Indah.
21
Beebe, Steven A & Beebe, Susan J. 1994. Public Speaking. Second Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Chandra, Purdi E. 2004. Trik Bisnis Menuju Sukses. Yogyakarta: CV Grafika Indah.
Kadarisman, A Effendy. 1999. Wedding Narrative as Verbal Art Performance: Explorations in Javanese Poetics. Dissertation.
Kennedy, X.J & Gioia, Dana. 2002. An Introduction to Poetry. New York: Longman.
Lucas, Stephen E. 1989. The Art of Public Speaking. Third Edition. New York: McGraw Hill Publishing Company.
Nindiani, Ninda. 2010. Sukses Jadi MC. Yogyakarta: Kanisius.
Poedjosoedarmo, Soepomo. dkk. 1986. Ragam Panggung dalam Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Pringgawidagda, Suwarna. 2006. Tata Upacara dan Wicara Pengantin Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Kanisius.
Rakhmat. Jajaludin. 1998. Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Roach, Peter. 2002. Phonetics. New York: Oxford University Press.
Suhariyo, Suryati. 2000. Pengalaman Mengelola Paket Pengantin. Makalah. Yogyakarta: UNY.
Suseno, Indro Kimpling. 2009. Untung Besar Bisnis Event Organizer. Ilmu Sukses di Balik Proses.Yogyakarta: Galangpress.
Suwarna. 2009a. Bahasa Pewara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suwarna. 2009b. Pengembangan Olah Vokal Pewara dalam Resepsi Pengantin Jawa. Jurna Bahasa dan Seni. Malang: Universitas Negeri Malang.
Suwarna. 2001. Pengembangan Model Pelatihan Nyandra Pengantin. Litera. Yogyakarta: FBS, UNY.
Tedlock, Dennis. 2002. Etnopoetics. in http://www.ubu.com/ethno.
Wahab, Abdul. 1991. Isu Linguistik. Surabaya: Airlangga University Press.
Zoetmulder, PJ. 1983. Kalangwan. Djakarta: Penerbit Djambatan.
22
BIOGRAFI
Suwarna dilahirkan di Klaten, 1 Pebruari 1964 staf pengajar di Program Studi Pendidikan Bahasa Jawa, UNY. Tahun 2011 mendapat Serat Kekancingan dari Karton Sukarta Hadiningrat dengan nama KRT Suwarna Dwijanagara. Karya buku yang diterbitkan (1) Strategi Penguasaan Berbahasa (Penerbit Adicita Yogyakarta, 2002), (2) Gita Wicara Jawi, Pranatacara saha Pamedhar Sabda (Penerbit Kanisius, cetakan ke-4) 2003),
(3) Mutyara Rinonce Budi Pekerti ing Pewayangan (Penerbit Grafika Indah, cetakan ke-4, 2003), (4) Puspa Sumekar Budi Pekerti ing Lagu Dolanan Anak (Grafika Indah, cetakan ke-3, 2002), (5) Mengenal Busana Pengantin Gaya Yogyakarta (Penerbit Adicita, 2001), (6) Siraman (Penerbit Adicita, 2003), (7) Paningset dan Midodareni (Penerbit Adicita, 2003), (8) Pawiwahan dan Pahargyan (Penerbit Adicita, 2003), (9) Panduan Acara Pengantin Berbagai Gaya (Penerbit Adicita, 2003), (10) Tingkeban (Penerbit Adicita, 2003), (11) Kunci Sukses Menjadi MC (Penerbit Adicita, 2003), (12) ) Pengajaran Mikro Pendekatan Praktik (Tiara Wacana, 2005) dan (13) Pengantin Gaya Yogyakarta Tata Upacara dan Wicara (Kanisius, 2006). (14) Bahasa dan Gaya Wicara Pa (Pelangi, 2007), (16) Analisis Wacana (2007), (17) Pragmatik (2008), (18) Teori Relevansi (2008), (19) Upacara Pengantin Gaya Mangkunegaran (2008), (20) Bahasa Pewara (2009), (21)Metode Analisis Teks dan Wacana (2009), (22) Ekspresi Lisan Lanjut (2009). Akan terbit Pengantin Gaya Surakarta Tata Upacara dan Wicara. Sekarang sedang menyelesaikan buku Etnopitika.
Sebagai penulis dan penelaah buku pelajaran (1) Citra Widyatama (Yogyakarta, 1998), (2) Kaloka Basa (Yogyakarta, 2002, 2004), (3) Piwulang Basa Jawa (Klaten, 2005), (4) Laksita Basa (Madiun, 2004), (5) Upacara Tedhak Siten (2002), (6) Pinter Basa (2005), (7) Wasis Basa (2005), (8) Seneng Basa (2006), (9) Citra Basa (2007)dan (10) LKS kangge SLTA “Adiluhung” (2005), Wasitatama (2012).
Karya ilmiah juga dimuat di beberapa jurnal terakreditasi, meneliti dengan biaya dari Bank Dunia UNESCO, TOYOTA FOUNDATION Jepang, Ditjen Dikti, Balai Bahasa, Dinas Pendidikan DIY, dan UNY. Kompetensi profesional yang lain, sebagai MC (master or ceremony) pengantin adat tradisional, nasional, dan internasional. Kota yang pernah disinggahi untuk menjadi pembawa acara Jakarta, Bandung, Tegal, Pekalongan, Purwokerto, Kebumen, Semarang, DIY, Klaten, Sragen, Purwodadi, Blora, Kediri, Surabaya,
23
Sragen, dan Malang. Pengisi suara video upacara pengantin. CP: o81 567 66 44 66 email [email protected], [email protected]
24