Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik
-
Upload
feby-dina-ardianti -
Category
Documents
-
view
279 -
download
12
description
Transcript of Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik
LAPORAN HASIL DISKUSI
PROBLEM-BASED LEARNING
PBL Blok Klinik
SKENARIO “Smoking or Caffeine”
Minggu ke-3
Tanggal 17 Oktober 2014 s.d 23 Oktober 2014
Grup E
DWI RATNAWATI (125070301111008)
FIRDA AMALIA (125070301111009)
DWIYANTI CAESARRIA (125070301111010)
TIARA DIAN N. (125070301111011)
FEBY DINA ARDIYANTI (125070301111012)
DIESMAHARANI ASTRI M. (125070301111013)
YUNITA ENDAH K. (125070301111014)
SOFIE AYU MISRINA (125070301111001)
DESAK MADE TRISNA U. (125070301111002)
YUNITA REZA R. (125070301111003)
RANI ILMINAWATI (125070301111004)
RACHMI FARICHA (125070301111005)
HESTI RETNO BUDIARINI (125070301111006)
FARIKHA ALFI F. (125070301111007)
JURUSAN GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
LAPORAN HASIL DISKUSI
PROBLEM-BASED LEARNING
PBL Blok Klinik
SKENARIO “Smoking or Caffeine”
Minggu ke-3
Tanggal 17 Oktober 2014 s.d 23 Oktober 2014
Grup E
DWI RATNAWATI (125070301111008)
FIRDA AMALIA (125070301111009)
DWIYANTI CAESARRIA (125070301111010)
TIARA DIAN N. (125070301111011)
FEBY DINA ARDIYANTI (125070301111012)
DIESMAHARANI ASTRI M. (125070301111013)
YUNITA ENDAH K. (125070301111014)
SOFIE AYU MISRINA (125070301111001)
DESAK MADE TRISNA U. (125070301111002)
YUNITA REZA R. (125070301111003)
RANI ILMINAWATI (125070301111004)
RACHMI FARICHA (125070301111005)
HESTI RETNO BUDIARINI (125070301111006)
FARIKHA ALFI F. (125070301111007)
JURUSAN GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................... ii
ISI .................................................................................................................................................................... 1
A. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI .................................................................................................... 1
B. SKENARIO ........................................................................................................................................... 1
C. DAFTAR UNCLEAR TERM ..................................................................................................................... 1
D. DAFTAR CUES ...................................................................................................................................... 2
E. DAFTAR LEARNING OBJECTIVE ........................................................................................................... 2
F. HASIL BRAINSTORMING ...................................................................................................................... 3
G. HIPOTESIS ........................................................................................................................................... 8
H. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE ................................................................................................. 9
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................................................................................. 17
A. KESIMPULAN ...................................................................................................................................... 17
B. REKOMENDASI .................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................................ 20
TIM PENYUSUN ............................................................................................................................................... 22
ii
ISI
A. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI
CD 33. Mahasiswa mampu merancang dan melakukan asuhan gizi pada pasien berdasarkan status gizi
B. SKENARIO
“Smoking or Caffeine”
Tn. S, 68 tahun, pada tanggal 3 Maret 2014 dibawa ke UGD RS X karena mengeluh tidak bisa bernafas.
Sesak sudah dirasakan sejak 7 bulan terakhir, dan dikeluhkan semakin memberat dalam 1 minggu
sebelum MRS. Batuk yang tak kunjung berhenti juga dialami sejak 2 tahun terakhir. Saat dibawa masuk ke
UGD dengan bantuan kursi rosa, tampak bahwa Tn. S duduk dengan posisi membungkuk. Tn. S adalah
pensiunan TNI AD dan mempunyai kebiasaan merokok 12 batang per hari sejak aktif di kesatuannya, serta
minum kopi 2 kali sehari. Merokok baru dihentikan 1 minggu sebelum MRS. Diagnosa sementara adalah
Tn. S menderita COPD, pneumothorax, dyspnea, dan sebagai intervensi awal diberikan nebul combivent 3
x 1. Asuhan gizi yang tepat sangat diperlukan untuk membantu proses penyembuhan, baik pada saat di RS
maupun saat pasien sudah keluar dari RS.
C. DAFTAR UNCLEAR TERM
1. Dyspnea
- Dyspnea adalah pernafasan yang sukar atau sesak (Dorland, 2009).
- Dyspnea adalah pernafasan yang sukar atau sesak yang terjadi pada gagal jantung kongestive
disertai edema paru atau terkadang berhubungan dengan penyakit paru kronik (Dorland, 2009).
Kesimpulan :
Dyspnea adalah pernafasan yang sukar atau sesak yang terjadi pada gagal jantung kongestive disertai
edema paru atau terkadang berhubungan dengan penyakit paru kronik (Dorland, 2009).
2. Pneumothorax
Pneumothorax adalah udara atau gas yang terdapat pada rongga pleura yang terjadi secara spontan
akibat trauma ataupun proses patologis atau dimasukkan dengan sengaja (Dorland, 2009).
3. COPD
COPD atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (penyakit paru obstruktif kronis) adalah
penyempitan bronkus karena kontraksi otot sebagai respon terhadap stimulus seperti pada asma dan
bronkitis.
4. Nebul combivent
- Nebulizer adalah alat semprot untuk sesak nafas (Dorland, 2009).
- Nebul combivent adalah obat yang diberikan dengan menggunakan nebulizer sebagai alatnya.
1
Kesimpulan:
Nebul combivent adalah obat yang diberikan dengan menggunakan nebulizer sebagai alatnya.
5. Asuhan gizi
Asuhan gizi adalah perencanaan yang dilakukan ahli gizi meliputi penetapan tujuan, prinsip diet,
perencanaan, intervensi dan evaluasi.
6. Intervensi
Intervensi adalah setiap tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan atau merubah
jalannya suatu penyakit (Dorland, 2009).
D. DAFTAR CUES
- Ahli gizi diharapkan mampu merancang dan melakukan asuhan gizi pada pasien S berdasarkan status
gizi pasien dan kondisi kesehatannya.
- Ahli gizi diharapkan mampu merancang dan memberikan asuhan gizi yang tepat pada pasien yang
menderita COPD, pneumothorax, dyspnea berdasarkan status gizi pasien baik pada saat di RS maupun
saat pasien sudah keluar dari RS.
- Ahli gizi diharapkan mampu merancang dan memberikan asuhan gizi yang tepat pada pasien yang
menderita COPD, pneumothorax, dyspnea berdasarkan status gizi pasien baik pada saat di RS maupun
saat pasien sudah keluar dari RS untuk membantu proses penyembuhan.
Kesimpulan:
Ahli gizi diharapkan mampu merancang dan memberikan asuhan gizi yang tepat pada pasien yang
menderita COPD, pneumothorax, dyspnea berdasarkan status gizi pasien baik pada saat di RS maupun
saat pasien sudah keluar dari RS untuk membantu proses penyembuhan.
E. DAFTAR LEARNING OBJECTIVE
1. Bagaimana patofisiologi, etiologi, faktor risiko, tanda dan gejala terjadinya COPD, pneumothorax dan
dyspnea? Adakah kaitan antara posisi duduk dengan penyakit yang diderita?
2. Apa fungsi dari diberikannya nebul combivent dan apakah ada interaksi obat dan makanan?
3. Asuhan gizi apa saja yang dapat diberikan pada pasien baik pada saat masuk RS maupun pada saat
pasien keluar dari RS meliputi assessment, diagnosa, intervensi (diet dan edukasi), dan monitoring
evaluasi?
4. Apa dampak COPD, pneumothorax, dan dyspnea terhadap aspek gizi, misalnya apakah tanda gejala
mempengaruhi nafsu makan?
5. Apa hubungan antara rokok dan kopi dan efeknya pada kesehatan pasien?
2
F. HASIL BRAINSTORMING
1. Bagaimana patofisiologi, etiologi, faktor risiko, tanda dan gejala terjadinya COPD, pneumothorax
dan dyspnea? Adakah kaitan antara posisi duduk dengan penyakit yang diderita?
Patofisiologi :
Etiologi :
COPD dan pneumothorax :
Penyempitan saluran nafas karena alergi dan bisa dipengaruhi oleh penyakit pernapasan yang lain
seperti asma dan bronkitis.
Sesak :
- Sesak karena serangan dyspnea parosisma berulang, karena dyspnea yang diderita pasien.
- Penyakit kronik seperti COPD.
Faktor risiko:
COPD, pneumothorax, dan dyspnea :
- konsumsi rokok dan kopi karena kandungannya terdapat nikotin dan kafein, jika menumpuk
menimbulkan efek yang macam-macam.
- usia, sering terkena paparan asap rokok, keturunan/gen.
Tanda dan gejala :
COPD dan pneumothorax :
- Batuk yang tidak berhenti dalam satu minggu, karena normalnya dalam satu minggu batuk sudah
sembuh, jika lebih maka ada penyakit lain.
- Sesak nafas.
- Dinding saluran distal dan sel alveoli yang menebal ditandai dengan dyspnea dan batuk non
produktif.
- Wheezing, akibat kontraksi spasmotik bronki.
Dyspnea :
pasien susah tidur dan pada waktu dia tidur dia terbangun karena sesak nafas, terutama posisi tidur
setengah duduk.
2. Apa fungsi dari diberikannya nebul combivent dan apakah ada interaksi obat dan makanan?
Fungsi :
- untuk mengurangi rasa sesak nafas dari pasien
- digunakan ketika pasien tidak bisa mengonsumsi obat pil atau inhaler, jadi pasien disarankan
menggunakan nebulizer agar obatnya dapat masuk.
- Untuk merelaksasi otot bronkus, sehingga dapat melebarkan pembuluh bronkus dan udara dapat
masuk.
3
Interaksi obat makanan :
Tidak terdapat interaksi obat dan makanan karena obat tidak bertemu dengan makanan.
3. Asuhan gizi apa saja yang dapat diberikan pada pasien baik pada saat masuk RS maupun pada saat
pasien keluar dari RS meliputi assessment, diagnosa, intervensi (diet dan edukasi), dan monitoring
evaluasi?
Hidden Data :
Antropometri
LILA 27 cm
TL 54 cm
Biokimia
PO2 113, 2
PCO2 57,4
Albumin 2,9 g/dL
Hb 11,4 g/dL
Saturasi oksigen 97,3%
Na 127
K 4,85
MCV 70,3
MCHC 32,7
MCH 23
Leukosit 10,15
Fisik/klinis
Nadi 58x/menit
RR 24
Tensi 140/90
Suhu 37o C
KU tampak sakit sedang
Dietary
Riwayat makan dahulu dan sekarang: pola makan 2x sehari, hewanai ikan air tawar, daging dan telur,
nabati tahu tempe setiap hari, tidak suka mengonsumsi sayur, buah yang dikonsumsi pisang dan apel,
kebiasaan minum kopi 2x sehari pagi dan sore, suka makan makanan yang dimasak dengan santan,
mengalami penurunan nafsu makan.
Data recall: Energi 890 kkal, protein 30 gr, lemak 25 gr, karbohidrat 100 gr.
4
Client history:
Riwayat penyakit dahulu dan sekarang: tidak ada riwayat DM, hipertensi, TB (-), sesak sejak 7 bulan
yang lalu dan memberat dalam 1 minggu terakhir, riak putih kekuningan, tidak ada nyeri dada, tidak
batuk berdahak.
a. Assessment
Antropometri
- Tinggi lutut atau panjang ulna untuk menentukan tinggi badan.
- LILA untuk menentukan berat badan estimasi dan untuk menentukan status gizi.
- Timbangan untuk kursi roda, jika di RS terdapat timbangan untuk kursi roda.
Biokimia:
PCO, PO2, albumin, saturasi oksigen, Hb.
Fisik klinis:
Respiratory rate (RR), denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh, adanya sesak nafas dan batuk,
frekuensi batuk, keadaan umum.
Dietary:
- Riwayat makan sekarang dari recall dan riwayat makan dahulu dari semi FFQ.
- Alergi makanan.
- Penggunaan suplemen.
Client history:
Status ekonomi dan sosial, tingkat pendidikan, pendapatan, kebiasaan merokok, riwayat penyakit
dahulu, obat yang dikonsumsi.
b. Diagnosa
- Kekurangan intake disebabkan karena penurunan nafsu makan ditandai dengan data recall yang
kurang dari kebutuhan.
- Peningkatan kebutuhan energi disebabkan karena COPD, pneumothorax dan dyspnea ditandai
dengan sesak berat 1 minggu yang lalu.
- Penurunan kebutuhan zat gizi, yaitu karbohidrat disebabkan karena pasien menderita penyakit
COPD, pneumothorax, dan dyspnea ditandai dengan sesak pada pasien.
- Pola makan yang salah disebabkan karena kurangnya pengetahuan pangan dan gizi ditandai
dengan tidak suka sayur, konsumsi kopi 2x sehari, suka makan makanan yang bersantan dan
merokok 12 batang sehari.
c. Intervensi
- Memodifikasi diet dengan prinsip rendah karbohidrat, tinggi energi tinggi protein, tinggi
antioksidan yang diberikan dalam porsi kecil dan padat energi (seperti biskuit, krakers, susu,
5
mentega mayonaise, dan puding roti) dan dalam bentuk makanan lunak dengan menyesuaikan
dengan kondisi pasien.
- Memberikan konseling pada pasien mengenai pentingnya mengatur pola makan, konsumsi kopi
dan rokok dikaitkan dengan penyakit, makanan yang bersantan yang dikaitkan dengan penyakit
sesak nafas.
d. Monitoring evaluasi
- Asupan karbohidat, protein, lemak.
- Data biokimia.
- Ada peningkatan status gizi atau tidak.
- Fisik/klinis meliputi tingkat keparahan sesak nafas (sesak nafasa masih ada/tidak), untuk
menentukan diet yang dijalankan (menggunakan prinsip diet karbohidrat rendah/tidak), serta
ada/tidaknya batuk.
- Kepatuhan pasien terhadap diet yang diberikan.
4. Apa dampak COPD, pneumothorax, dan dyspnea terhadap aspek gizi, misalnya apakah tanda gejala
mempengaruhi nafsu makan?
- Batuk yang lama berpengaruh terhadap berat badannya, sehingga menyebabkan penurunan berat
badan yang berpengaruh pada status gizi yang kurang.
- Penurunan nafsu makan karena sesak nafas ditandai dengan data recall kurang dari kebutuhan.
- Butuh asupan antioksidan untuk dapat menangkal radikal bebas karena merokok.
Kesimpulan :
Dampaknya dapat menurunkan berat badan ditandai dengan penurunan nafsu makan, asupan
antioksidan yang kurang, batuk yang lama, dan sesak nafas, sehingga mengakibatkan penurunan status
gizi.
5. Apa hubungan antara rokok dan kopi dan efeknya pada kesehatan pasien?
- Konsumsi kopi 2x sehari merupakan frekuensinya sangat tinggi. Kafein yang tinggi pada kopi yang
dikonsumsi bersamaan dengan rokok yang memiliki radikal bebas tinggi, tidak dapat ditangkal oleh
antioksidan endogen dan imun pasien yang rendah dapat berdampak pada pasien tersebut dan
dapat berpengaruh terhadap timbulnya penyakit pada pasien.
- Kopi dapat meningkatkan radikal bebas, sehingga meningkatkan ROS dalam tubuh. Dalam skenario,
pasien jarang makan sayur, padahal sayur merupakan sumber antioksidan. Sehingga terjadi
peningkatan ROS yang mengakibatkan COPD.
- Rokok dapat menimbulkan asap rokok yang dapat berpengaruh terhadap saluran pernafasan,
sehingga dapat mengakibatkan penyakit COPD, pneumothorax
- CO bersaing dengan O2 untuk berikatan dengan Hb, sehingga kerja saluran pernafasan berat karena
oksigen yang diperlukan kurang. Kopi dan rokok dapat memicu penyumbatan pada saluran nafas.
6
Kopi memiliki homosistein yang tinggi, sehingga menimbulkan tekanan darah tinggi yang dapat
mengakibatkan hipertensi.
Kesimpulan :
Kopi dapat mengganggu homosistein, sehingga menimbulkan tekanan darah tinggi yang dapat
mengakibatkan hipertensi. Rokok menimbulkan radikal bebas yang tinggi pada tubuh, dimana dapat
meningkatkan ROS yang dapat berakibat COPD jika tidak terdapat antioksidan yang cukup. CO akan
bersaing dengan O2 untuk berikatan dengan Hb, sehingga kerja saluran pernafasan berat karena
oksigen yang diperlukan kurang.
7
G. HIPOTESIS
8
COPD, Pneumothorax, Dyspnea Sign & symptom
Medical Therapy
Obat
Nebul combivent
3x1
Interaksi Obat Makanan
Assessment
Antropometri
Tinggi LututLILA
Biokimia
PO2, PCO2, Hb, Saturasi O2, Na, K, Albumin, RBC
Fisik Klinis
RR, tekanan darah, suhu, KU, nadi
Dietary
- 24 h recall- FFQ
Client History
Diagnosa Gizi
Intervensi
Diet
Monev
Pasien sembuh
Kondisi pasien tetapReassessment
Infeksi Pernapasan Kronis
Alergi
Rokok
Batuk
SesakNafsu makan ↓
Riwayat penyakit
Konseling
H. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVES
1. COPD
(Chronic Obstructive Pulmonary Disease) atau PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif, non reversibel, terdiri dari bronkitis
kronis dan emfisema atau gabungan keduanya (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
2. Nebul combivent
Nebul combivent adalah obat yang digunakan untuk pasien COPD, dimana mengandung ipatropium
dan salbutamol yang bersifat bronkodilator sehingga mencegah bronkospasme pada COPD. Nebul
combivent tidak hanya diberikan pada COPD, tapi bisa diberikan pada asma akut yang dapat diberikan
lebih dari satu bronkodilator tunggal (Datapharm, 2014 dan BPOM, 2012).
3. Asuhan Gizi
Asuhan gizi adalah serangkaian kegiatan pelayanan gizi yang terorganisir dan terstruktur yang
memungkinkan untuk identifikasi kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan untuk memenuhi kebutuhan
gizi yang meliputi pengkajian status gizi, penentuan masalah dan tujuan terapi gizi, penentuan
preskripsi diet, dan intervensi berupa penyediaan makanan dan konseling gizi, serta monitoring dan
evaluasi (Kemenkes RI, 2013 dan Chasbullah, 2011).
4. Patofisiologi, etiologi, faktor risiko, tanda dan gejala terjadinya COPD, pneumothorax, dan dyspnea
a. COPD
Patofisiologi : kebiasaan merokok/terpapar polusi lingkungan dapat menginfeksi saluran
nafas dan mengakibatkan terjadinya inflamasi, serta merangsang produksi
bradikinin, histamin, dan prostaglandin. Hal itu dapat meningkatkan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan pengeluaran cairan, sehingga terjadi
edema pada membran mukosa yang menyebabkan hipersekresi lendir dan
kemudian timbul batuk secara terus menerus (Fasitasari, 2013).
Etiologi : asap rokok, faktor lingkungan, penggunaan obat intravena, defisiensi α1-
antitripsin, infeksi pernapasan kronis, dan alergi (Mosenifar, 2014 dan Blesi,
2012).
Faktor risiko : kebiasaan merokok, riwayat terpejan polusi udara (indoor yang berasal dari gas
sisa saat pemasakan dan outdoor yang berasal dari debu atau gas sisa pabrik
atau tambang), hipereaktif bronkus, riwayat infeksi saluran pernafasan bawah,
defisiensi α1-antitripsin, jenis kelamin, ras kulit putih (lebih berisiko), stres
oksidatif, perkembangan dan pertumbuhan paru-paru sejak anak-anak
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003; Subagio, 2013; Oemiati, 2013;
GOLD, 2006).
9
Tanda dan gejala : sesak nafas yang progresif, batuk disertai produksi riak/mukus yang terus
menerus terutama di pagi hari, kehilangan berat badan secara drastis, pasien
mudah merasa lelah secara fisik, hilangnya nafsu makan karena produksi dahak
yang melimpah, penurunan daya tahan tubuh, seringnya dada terasa
sesak/penuh, meningkatnya kebutuhan bronkodilator, nafas pendek, dyspnea,
mengi (wheezing), hemoptysis, sianosis, sulit bernapas (biasanya bernapas
dengan mulut), sering terkena infeksi saluran pernapasan, hipoksemia, duduk
dengan posisi membungkuk (Rotech, 2008; American Thoracic Society, 2013;
Moini, 2012; Blesi, 2012; Bronsky, 2008).
b. Pneumothorax
Patofisiologi : pada keadaan normal, rongga pleura paru-paru dipenuhi oleh udara. Adanya
udara masuk ke rongga pleura menyebabkan terjadinya tekanan negatif,
sehingga paru-paru terdesak sesuai dengan jumlah udara yang ada dalam
rongga yang menyebabkan meningkatnya tekanan intrapleura. Selain itu,
patofisiologi pneumothorax yang lain adalah terjadinya trauma yang mengenai
dinding dada yang dapat merobek dinding pleura (Punarbawa, 2013).
Etiologi : - Pneumothorax spontan, terdiri dari pneumothorax spontan primer dan
sekunder. Pneumothorax spontan primer disebabkan oleh pecahnya
kantung yang berisi udara dalam paru-paru. Sedangkan pneumothorax
spontan sekunder penyebabnya berhubungan dengan penyakit paru-paru,
seperti COPD dan emphysema.
- Pneumothorax traumatic disebabkan oleh adanya trauma, seperti adanya
peluru, luka, atau tertusuk.
- Pneumothorax tension disebabkan oleh adanya tekanan (Jain, 2008).
Faktor risiko : jenis kelamin (pria lebih berisiko daripada wanita), merokok (meliputi jumlah
rokok yang dihisap), usia, genetik, penyakit paru yang mendasari, dan ventilasi
mekanis (Punarbawa, 2013)
Tanda dan gejala : nyeri dada, dyspnea, takikardia, hipotensi, kecemasan yang berlebih, sianosis,
denyut nadi meningkat, hipoksia, penurunan kesadaran, takhipnea, distensi
vena di leher, mudah lelah, dan hidung tampak kemerahan (Sharma, 2008;
Punarbawa, 2013; Jain, 2008).
c. Dyspnea
Patofisiologi : Dyspnea merupakan tanda dan gejala dari COPD dan pneumothorax, sehingga
patofisiologi dari dyspnea sama dengan patofisiologi COPD dan pneumothorax,
dimana kebiasaan merokok/terpapar polusi lingkungan dapat menginfeksi
10
saluran nafas dan mengakibatkan terjadinya inflamasi, serta merangsang
produksi bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang dapat meningkatkan
permeabilitas kapiler dan menyebabkan pengeluaran cairan, sehingga terjadi
edema pada membran mukosa yang menyebabkan hipersekresi lendir yang
dapat menimbulkan sesak nafas. Selain itu, adanya udara masuk ke rongga
pleura menyebabkan terjadinya tekanan negatif, sehingga paru-paru terdesak
sesuai dengan jumlah udara yang ada dalam rongga yang menyebabkan
meningkatnya tekanan intrapleura yang dapat menimbulkan sesak nafas
(Punarbawa, 2013 dan Fasitasari, 2013).
Etiologi : Karena dyspnea merupakan tanda dan gejala dari COPD dan pneumothorax,
sehingga etiologi dari dyspnea sama dengan etiologi COPD dan pneumothorax,
dimana terdiri dari asap rokok, faktor lingkungan, penggunaan obat intravena,
defisiensi α1-antitripsin, infeksi pernapasan kronis, alergi, pecahnya kantung
yang berisi udara dalam paru-paru, adanya tekanan dan trauma pada paru-
paru (Mosenifar, 2014; Blesi, 2012; Jain, 2008).
Faktor risiko : Karena dyspnea merupakan tanda dan gejala dari COPD dan pneumothorax,
sehingga faktor risiko dari dyspnea sama dengan faktor risiko COPD dan
pneumothorax, dimana terdiri dari kebiasaan merokok, riwayat terpejan polusi
udara (indoor yang berasal dari gas sisa saat pemasakan dan outdoor yang
berasal dari debu atau gas sisa pabrik atau tambang), hipereaktif bronkus,
riwayat infeksi saluran pernafasan bawah, defisiensi α1-antitripsin, jenis
kelamin, ras kulit putih (lebih berisiko), stres oksidatif, usia, genetik, penyakit
paru yang mendasari, ventilasi mekanis, serta perkembangan dan
pertumbuhan paru-paru sejak anak-anak (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003; Subagio, 2013; Oemiati, 2013; GOLD, 2006; Punarbawa, 2013).
Tanda dan gejala : batuk, produksi sputum, badan terasa berat, mengi/bunyi saat bernafas, sulit
bernapas, merasa kesakitan saat bernapas, kadar oksigen yang menurun di
dalam darah, terjadi kecemasan pada pasien, sianosis periferal, dan takhipnea
(Mahan, 2000; Rosdahl, 2007; EPEC).
Hubungan antara posisi duduk dengan penyakit yang diderita
Posisi duduk membungkuk merupakan tanda dan gejala dari COPD, dimana dapat menyebabkan
peningkatan sesak nafas, karena dada tidak dapat menerima udara dengan kapasitas penuh (Bronsky,
2008 dan Bourbeau, 2005).
11
5. Fungsi nebul combivent
Fungsi dari nebul combivent adalah untuk memaksimalkan pengobatan pada pasien PPOK dengan
mengurangi bronkospasme melalui 2 mekanisme, yaitu antikolinergik atau parasimpatolitik dan
simpatomimetik. Simultan dari antikolinergik (ipratoprium bromida dan β2 simpatomimetik (albuterol
sulfat) merangsang tubuh untuk memproduksi efek bronkodilator yang lebih besar dan mencegah
peningkatan konsentrasi intraseluler dari kalsium yang disebabkan interaksi asetilkolin dengan
reseptor muskarinik pada otot polos bronkus. Efek bronkodilator untuk memperlebar luas bronkus dan
bronkiolus, serta membuat kapasitas udara meningkat (Boehringer Ingelherm, 2012).
Interaksi obat dan makanan
Terdapat interaksi obat dan makanan pada pasien yang memiliki alergi terhadap kacang-kacangan,
sehingga tidak disarankan untuk dipakai pada pasien dengan alergi terhadap kacang-kacangan. Selain
itu, lebih baik menghindari combivent jika terdapat riwayat alergi terhadap lecitin kedelai (BPOM,
2012 dan Medi Resources Inc, 2014).
6. Form Nutrition Care Process
Nama :Tn. S Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 68 tahun Diagnosa : COPD, pneumothorax, dyspnea
Assessment
Diagnosa Intervensi MonevData Dasar
Identifikasi
Masalah
Antropometri
LILA = 27 cm
TL = 54 cm
TB = 170 cm
BB = 65 kg
BMI = 22,5
Kekurangan
intake makan
disebabkan oleh
menurunnya
nafsu makan
ditandai dengan
persen
pemenuhan
kebutuhan yang
difisit berat
Peningkatan
kebutuhan
energi
dikarenakan
peningkatan
Memodifikasi
diet dengan
memberikan
makanan sesuai
dengan
kebutuhan
pasien dalam
bentuk oral
untuk mencukupi
kebutuhan zat
gizi
Melakukan
konseling dengan
pendekatan
cognitive
Asupan
makanan (P,
L, KH)
Kepatuhan
makan
pasien
Kebiasaan
waktu
makan
Kemampuan
memilih
makanan
Biokimia
PO2 = 113,2
PCO2 = 57,4
Albumin = 2,9 g/dL
Hb = 11,4 g/dL
Sat. O2 = 97,3%
Na = 127
K = 4,85
MCV = 70,3
MCHC = 32,7
Hb ↓
MCH ↓
MCV ↓
Hct ↓
Na ↓
Cl ↓
PCO2 ↑
PO2 ↑
Albumin ↓
12
MCH = 23
Leukosit = 10,15
Cl = 94
Hct = 33,9
RBC = 4,82 x 10-6
kerja otot
respirasi karena
ditandai dengan
sesak,
penurunan
albumin, dan RR
Peningkatan
kebutuhan Fe
karena anemia
ditandai dengan
MCV, MCH dan
Hb rendah.
Terjadi
perubahan nilai
laboratorium
yang disebabkan
oleh perubahan
kondisi fisiologis
dan patologis
pasien ditandai
dengan
ketidaknormalan
data biokimia
tersebut.
behavior yang
mengarah pada
akibat kebiasaan
yang salah,
seperti kebiasaan
konsumsi kopi,
rokok, dan
makanan
bersantan;
menjelaskan
tentang makanan
yang menjadi
pantangan untuk
pasien;
memberikan
informasi kepada
pasien tentang
manfaat dari
dukungan nutrisi
yang diberikan;
pentingnya
pengaturan pola
makan dan
mematuhi diet;
dan memberikan
informasi
mengenai
makanan yang
dianjurkan,
dibatasi dan yang
tidak dianjurkan.
Melakukan
konseling dengan
strategi self
Jumlah
intake kafein
Asupan
vitamin dan
mineral
Data Lab
Profil anemia
Data
Fisik/klinis
(RR, tekanan
darah, nadi)
Keparahan
sesak nafas
Fisik/Klinis
KU tampak sakit
sedang
GCS 4-5-6
Nadi = 58x/menit
RR = 24
Tensi = 140/90
Suhu = 37oC
Nadi ↓
RR ↑
Tensi ↑
KU sakit sedang
Dietary
- Pola makan 2x
sehari.
- Lauk hewani yang
dikonsumsi: ikan
air tawar, daging,
dan telur.
- Lauk nabati yang
dikonsumsi: tahu
dan tempe setiap
hari.
- Tidak suka
mengonsumsi
sayur.
- Buah yang
dikonsumsi: pisang
dan apel.
- Kebiasaan minum
kopi 2x sehari, pagi
dan sore.
- Suka makan
makanan yang
- Pola makan 2x
sehari.
- Tidak suka
mengonsumsi
sayur.
- Suka makanan
yang bersantan.
- Penurunan
nafsu makan.
- Asupan makan
defisit berat.
- Konsumsi kopi
2x sehari.
13
dimasak dengan
santan.
- Mengalami
penurunan nafsu
makan.
- Data recall:
E = 890 kkal;
40%
P = 30 gr; 27%
L = 25 gr; 28%
KH = 100 gr; 40%
monitoring dan
social support
dari keluarga.
Berkolaborasai
dengan tenaga
kesehatan yang
lain terkait
dengan data lab
dan konsumsi
rokok, serta
untuk
meringankan
batuk dan sesak
napas pada
pasien.
Client History
- Tidak ada riwayat
DM, hipertensi, TB
(-), sesak sejak 7
bulan yang lalu
dan memberat 1
minggu terakhir.
- Pasien saat ini
terkena COPD,
pneumothorax,
dan dyspnea.
- Riak putih
kekuningan.
- Tidak ada nyeri
dada.
- Tidak ada batuk
berdahak.
- Riwayat merokok
12 batang sehari.
- Obat yang
diberikan: nebul
combivent 3x1.
- Sesak
memberat 1
minggu
terakhir.
- Riak putih
kekuningan.
- (+) COPD,
pneumothorax,
dan dyspnea.
14
Alasan:
- PO2 tinggi karena pasien menggunakan alat bantu nafas, seperti nebul combivent.
- PCO2 adanya penurunan fungsi nafas.
- Albumin rendah karena nilai albumin turun pada saat infeksi.
- MCV MCHC rendah karena adanya anemia mikrositik (Kemenkes RI, 2011)
- RR tinggi karena sesak nafas.
- Tensi tinggi karena sebagai kompensasi dalam pemenuhan oksigen.
Preskripsi Diet
Tujuan : - memberikan makanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
untuk mempertahankan status gizi pasien dalam keadaan normal,
- mencegah peningkatan derajat keparahan penyakit.
Prinsip : tinggi energi, rendah karbohidrat, tinggi antioksidan, tinggi lemak terutama tinggi omega-3,
tinggi antioksidan.
Syarat :
1. Energi diberikan 30 kkal/BB.
2. Protein diberikan cukup, yaitu 20% gr/kgBB dari total kebutuhan energi untuk meningkatkan
imunitas.
3. Lemak diberikan tinggi, yaitu 35% dari total energi (lemak jenuh 10% dan lemak tidak jenuh 30%),
dimana yang diutamakan adalah kandungan omega-3.
4. Karbohidrat diberikan rendah, yaitu 45% dari total kebutuhan energi untuk tidak memperparah
sesak pada pasien.
5. Serat diberikan cukup, yaitu 25 gram per hari.
6. Porsi kecil tapi sering dan padat energi, tinggi antioksidan terutama vitamin C. Vitamin C
ditambahkan 16 mg/hari dari kebutuhan normal, Mg 420 mg/hari, Ca 1200 mg/hari (Fasitasari,
2013).
7. Asupan cairan sebesar 35mL/kgBB. Karena pasien adalah lansia, maka asupan cairan dikurangi 10%
dari kebutuhan (Fasitasari, 2013).
8. Diberikan makanan lunak.
7. Dampak COPD, pneumothorax, dan dyspnea terhadap aspek gizi
1. Sangat berisiko untuk menimbulkan malnutrisi, dimana adanya kemungkinan peningkatan
kebutuhan energi dan pengeluaran energi akibat kerja respirasi meningkat. Akan tetapi terjadi
penurunan nafsu makan pada pasien dengan gangguan pernapasan (Fasitasari, 2013).
2. Rasa penuh dan kenyang ketika makan (Fasitasari 2013).
15
3. Penurunan asupan karena restriksi cairan, nafas pendek, penurunan saturasi O2, keterbatasan lain
seperti kesulitan makan dan perubahan metabolisme (Mueller, 2011).
4. Sesak nafas karena COPD menyebabkan panik dan kecemasan, sehingga aktivitas fisik pasien
menurun. Penurunan massa sel tubuh lebih dari 40% di fungsi otot perifer dapat menurunkan
berat badan (Oemiati, 2013).
8. Hubungan antara rokok dan kopi, serta efeknya pada kesehatan pasien
Frekuensi merokok yang terlalu sering dan penggunanaan steroid dan inflamasi sistemik dapat
menyebabkan osteoporosis (Oemiati, 2013). Rokok terdapat radikal bebas yang menempel pada silia
paru-paru, kemudian makin banyak radikal bebas yang menempel sehingga dapat membakar silia pada
paru-paru yang mengakibatkan infeksi. Produksi mukus bertambah sehingga sangat kondusif dalam
pertumbuhan kuman. Jika terus berkelanjutan, dapat mengakibatkan PPOK (Prabaningtyas, 2010).
Selain itu, konsumsi kopi dapat mempengaruhi fungsi paru-paru melalui peningkatan aktivasi
cytochrome P450 dengan adanya peningkatan stres oksidatif dan inflamasi (Toraldo, 2013).
16
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
1. COPD adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang
bersifat progresif, non reversibel, terdiri dari bronkitis kronis dan emfisema atau gabungan keduanya.
2. Nebul combivent adalah obat yang mengandung ipatropium dan salbutamol yang bersifat
bronkodilator sehingga mencegah bronkospasme pada COPD.
3. Asuhan Gizi
Asuhan gizi adalah serangkaian kegiatan pelayanan gizi yang terorganisir dan terstruktur meliputi
pengkajian status gizi, penentuan masalah dan tujuan terapi gizi, penentuan preskripsi diet, dan
intervensi berupa penyediaan makanan dan konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi.
4. Patofisiologi, etiologi, faktor risiko, tanda dan gejala terjadinya COPD, pneumothorax, dan dyspnea
a. COPD
Patofisiologi : kebiasaan merokok/terpapar polusi lingkungan dapat menginfeksi saluran
nafas dan mengakibatkan terjadinya inflamasi, serta merangsang produksi
bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang dapat meningkatkan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan pengeluaran cairan, sehingga terjadi
edema pada membran mukosa yang menyebabkan hipersekresi lendir dan
kemudian timbul batuk secara terus menerus.
Etiologi : asap rokok, faktor lingkungan, penggunaan obat intravena, defisiensi α1-
antitripsin, infeksi pernapasan kronis, dan alergi.
Faktor risiko : kebiasaan merokok, riwayat terpejan polusi udara (indoor yang berasal dari gas
sisa saat pemasakan dan outdoor yang berasal dari debu atau gas sisa pabrik
atau tambang), hipereaktif bronkus, riwayat infeksi saluran pernafasan bawah,
defisiensi α1-antitripsin, dan stres oksidatif.
Tanda dan gejala : sesak nafas yang progresif, batuk disertai produksi riak/mukus yang terus
menerus, kehilangan berat badan secara drastis, pasien mudah merasa lelah
secara fisik, hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang melimpah,
penurunan daya tahan tubuh, seringnya dada terasa sesak/penuh, nafas
pendek, dyspnea, mengi (wheezing), sulit bernapas (biasanya bernapas dengan
mulut), hipoksemia, duduk dengan posisi membungkuk.
d. Pneumothorax
Patofisiologi : adanya udara masuk ke rongga pleura menyebabkan terjadinya tekanan
negatif, sehingga paru-paru terdesak sesuai dengan jumlah udara yang ada
dalam rongga yang menyebabkan meningkatnya tekanan intrapleura. Selain
17
itu, terjadinya trauma yang mengenai dinding dada dapat merobek dinding
pleura.
Etiologi : - Pneumothorax spontan, terdiri dari pneumothorax spontan primer dan
sekunder. Pneumothorax spontan primer disebabkan oleh pecahnya
kantung yang berisi udara dalam paru-paru. Sedangkan pneumothorax
spontan sekunder penyebabnya berhubungan dengan penyakit paru-paru,
seperti COPD dan emphysema.
- Pneumothorax traumatic disebabkan oleh adanya trauma, seperti adanya
peluru, luka, atau tertusuk.
- Pneumothorax tension disebabkan oleh adanya tekanan.
Faktor risiko : merokok, usia, genetik, dan penyakit paru yang mendasari
Tanda dan gejala : nyeri dada, dyspnea, takikardia, hipotensi, denyut nadi meningkat, hipoksia,
penurunan kesadaran, takhipnea, mudah lelah, dan hidung tampak
kemerahan.
e. Dyspnea
Patofisiologi : dyspnea merupakan tanda dan gejala dari COPD dan pneumothorax, sehingga
patofisiologi dari dyspnea sama dengan patofisiologi COPD dan pneumothorax,
Etiologi : asap rokok, faktor lingkungan, penggunaan obat intravena, defisiensi α1-
antitripsin, infeksi pernapasan kronis, alergi, pecahnya kantung yang berisi
udara dalam paru-paru, adanya tekanan dan trauma pada paru-paru.
Faktor risiko : kebiasaan merokok, riwayat terpejan polusi udara (indoor yang berasal dari gas
sisa saat pemasakan dan outdoor yang berasal dari debu atau gas sisa pabrik
atau tambang), hipereaktif bronkus, riwayat infeksi saluran pernafasan bawah,
defisiensi α1-antitripsin, stres oksidatif, usia, genetik, penyakit paru yang
mendasari.
Tanda dan gejala : batuk, produksi sputum, badan terasa berat, mengi/bunyi saat bernafas, sulit
bernapas, merasa kesakitan saat bernapas, kadar oksigen yang menurun di
dalam darah, terjadi kecemasan pada pasien, sianosis periferal, dan takhipnea.
Posisi duduk membungkuk merupakan tanda dan gejala dari COPD, dimana dapat menyebabkan
peningkatan sesak nafas, karena dada tidak dapat menerima udara dengan kapasitas penuh.
5. Fungsi dari nebul combivent adalah untuk memaksimalkan pengobatan pada pasien PPOK dengan
mengurangi bronkospasme melalui 2 mekanisme, yaitu antikolinergik atau parasimpatolitik dan
simpatomimetik. Terdapat interaksi obat dan makanan pada pasien yang memiliki alergi terhadap
kacang-kacangan, sehingga tidak disarankan untuk dipakai pada pasien dengan alergi terhadap
kacang-kacangan.
18
6. Sebelum dilakukan intervensi harus melakukan diagnosa gizi untuk menentukan problem
diprioritaskan pada pasien dengan penyakit COPD, pneumothorax, dan dyspnea. Intervensi yang
diberikan yaitu modifikasi diet sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien, meliputi tinggi energi,
tinggi lemak, rendah karbohidrat, dan tinggi antioksidan. Setelah dilakukan intervensi harus melakukan
monitoring evaluasi untuk melihat apakah pasien butuh reassessment atau tidak.
7. Dampak dari COPD, pneumothorax, dan dyspnea pada aspek gizi adalah sangat berisiko menimbulkan
malnutrisi, karena adanya kemungkinan peningkatan kebutuhan energi dan pengeluaran energi akibat
kerja respirasi meningkat. Akan tetapi terjadi penurunan nafsu makan pada pasien dengan gangguan
pernapasan. Selain itu dampak yang lain adalah rasa penuh dan kenyang ketika makan, penurunan
asupan karena restriksi cairan, nafas pendek, penurunan saturasi O2, keterbatasan lain seperti
kesulitan makan dan perubahan metabolism, sesak nafas karena COPD menyebabkan panik dan
kecemasan, sehingga aktivitas fisik pasien menurun. Penurunan massa sel tubuh lebih dari 40% di
fungsi otot perifer dapat menurunkan berat badan.
8. Frekuensi merokok yang terlalu sering dan penggunanaan steroid dan inflamasi sistemik dapat
menyebabkan osteoporosis. Selain itu, rokok terdapat radikal bebas yang menempel pada silia paru-
paru, kemudian makin banyak radikal bebas yang menempel sehingga dapat membakar silia pada
paru-paru yang mengakibatkan infeksi. Produksi mukus bertambah sehingga sangat kondusif dalam
pertumbuhan kuman. Jika terus berkelanjutan, dapat mengakibatkan PPOK. Selain itu, konsumsi kopi
dapat mempengaruhi fungsi paru-paru melalui peningkatan aktivasi cytochrome P450 dengan adanya
peningkatan stres oksidatif dan inflamasi.
9. REKOMENDASI
Skenario klinik pada week 3 ini mampu mengingatkan kemabali mengenai patofisiologi dari penyakit paru-
paru dan langkah-langkah dalam melakukan asuhan gizi. Skenario yang diberikan cukup jelas dan
dimengerti oleh mahasiswa. Dalam skenario ini diberikan hidden data untuk menegakkan diagnosa,
intervensi, monitoring dan evaluasi. Namun hidden data tersebut kurang membantu mahasiswa dalam
menegakkan diagnosa karena hanya sebagian saja data yang diberikan. Sebaiknya hidden data diberikan
dengan lengkap sehingga dapat membantu mahasiswa dalam melakukan diagnosa, intervensi, monitoring
dan evaluasi.
19
DAFTAR PUSTAKA
American Thoracic Society. 2013. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). An J Respir Crit Care Med, 171: P3-P4.
Blesi, Michelle et al. 2012. Medical Assisting, Administrative & Clinical Competencies Seventh Edition. USA : Delmar Cengage Learning.
Bronsky, Michele G. Dan Donna J. Willson. 2008. Respiratory Nursing: A Core Curriculum. New York : Springer Publishing Company.
Bourbeau, Jean. 2005. Living Well with COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease). Monteal Chest Institute, McGill University Health Centre (MUHC).
BPOM. 2012. Informasi Produk Terapeutik. Jakarta : BPOM.
Chasbullah dkk. 2011. Pedoman Asuhan Gizi di Rumah Sakit.
Datapharm. 2014. Combivent. (Online). (www.medicines.org.uk/guides/combivent, diakses 17 Oktober 2014).
Dorland, Newman. 2009. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta : EGC.
EPECTM. Education in Pallarive and End-of-Life Care for Oneinov. Self-Study Modul 3J : Duspnea.
Fasitasari, Miridian. 2013. Terapi Gizi pada Lanjut Usia dengan PPOK. Fakultas Kedokteran Universitas Sultan Agung, Semarang.
GOLD. 2006. Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of COPD. (Online). (http://www.goldcopd.org/Guidelines/guidelines-global-strategy-for-diagnosis-management-2006.html, diakses 17 Oktober 2014).
Jain et al. 2008. Understanding and Managing Tension Pneumothorax. Journal Clinical Medicine, 9 (1): 42-50.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta : Bakti Husada.
__________. 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Bakti Husada.
Mahan dan Escott Stump. 2000. Krause’s Food Nutrition and Diet Therapy. Philadelphia : Elsevier’s Health Sciences Rights Department.
Moini, Jahangir. 2013. Introduction to Pathology for the Physical Therapist Assistant. Burlington : Jones & Bartlett Learning.
Mosenivar, Zab M. D. 2014. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. (Online). (emedicine.medscape.com, diakses 17 Oktober 2014).
Mueller, Charles et al. 2011. Nutrition Screening, Assessment, and Intervention in Adults. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition, 35 (1): 16-24.
Oemiati, Ratih. 2013. Kajian Epidemiologi PPOK. Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.
20
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. (Online). (www.academia.edu/5570098/PDPI_ppok, diakses 17 Oktober 2014).
Prabaningtyas, Octavia. 2010. Hubungan Antara Derajat Merokok dengan Kejadian PPOK. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Punarbawa, Wayan A dan Putu P. Suarjaya. 2013. Identifikasi Awal dan Bantuan Hidup Dasar pada Pneumotoraks. OJS Universitas Udayana.
Rosdahl, Caroline B dan Mary T. Kowalski. 2007. Textbook of Basic Nursing 9th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Rotech, Gorsavi et al. 2008. Understanding and Manage Tension Pulmonary Diseases. Clinical Medicine, Australia.
Sharma, Anita dan Parul Jindal. 2008. Principles of Diagnosis and Management of Traumatic Pneumothorax. J Emerg Trauma Shock, 1 (1): 34-41.
Subagio, Ahmad. 2013. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). (Online). (www.klikparu.com/2013/02/penyakit-paru-obstruktif-kronik-ppok.html, diakses 17 Oktober 2014).
Toraldo et al. 2013. Systemic Inflammation in Chronic Obstructive Pulmonary Disease: May Diet Play a Therapeutic Role?. Journal of Allergy & Therapy.
21
TIM PENYUSUN
A. KETUA
DESAK MADE TRISNA U. (125070301111002)
B. SEKERTARIS
RANI ILMINAWATI (125070301111004)
RACHMI FARICHA (125070301111005)
C. ANGGOTA
DWI RATNAWATI (125070301111008)
FIRDA AMALIA (125070301111009)
DWIYANTI CAESARRIA (125070301111010)
TIARA DIAN N. (125070301111011)
FEBY DINA ARDIYANTI (125070301111012)
DIESMAHARANI ASTRI M. (125070301111013)
YUNITA ENDAH K. (125070301111014)
SOFIE AYU MISRINA (125070301111001)
YUNITA REZA R. (125070301111003)
HESTI RETNO BUDIARINI (125070301111006)
FARIKHA ALFI F. (125070301111007)
D. FASILITATOR
Ibu Fuadiyah Nila Kurniasari, S.Gz, MPH
E. PROSES DISKUSI
1. KEMAMPUAN FASILITATOR DALAM MEMFASILITASI
Mampu mengarahkan berjalannya diskusi mahasiswa agar fokus pada kompetensi dan skenario.
Mampu membantu mahasiswa dalam menggali dan memecahkan masalah yang terdapat dalam
skenario.
Mampu membantu mahasiswa untuk berpikir kritis dalam menanggapi masalah pada skenario.
Mampu mendampingi mahasiswa dalam melakukan diskusi dengan lancar dan mengarahkan
apabila topik pembahasan mulai menyimpang.
2. KOMPETENSI/ HASIL BELAJAR YANG DICAPAI OLEH ANGGOTA DISKUSI
Mahasiswa mampu merencanakan asuhan gizi sesuai tahapannya, meliputi assessment, diagnosa,
intervensi, monitoring dan evaluasi.
22
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi, etiologi, faktor risiko, tanda dan gejala, serta dampak
yang ditimbulkan dari penyakit paru-paru ditinjau dari aspek gizi.
Mahasiswa mengetahui hubungan antara konsumsi kopi, rokok, dan penyakit yang dapat muncul
pada seseorang.
23