library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewProsedur...
Transcript of library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewProsedur...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Umum
2.1.1 Evaluasi
2.1.1.1 Pengertian Evaluasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), “Evaluasi
adalah proses penelitian yang sistematis, mencakup pemberian nilai,
atribut, apresiasi, pengenalan masalah, dan pemberian solusi atas
permasalahan yang ditemukan.”
Menurut Umar (2005, p36), evaluasi adalah suatu proses untuk
menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu
telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu
standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih diantara
keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila
dibandingkan dengan harapan – harapan yang ingin diperoleh.
Menurut Hari Setiabudi Husni (2010), “Evaluasi adalah suatu proses
untuk menyediakan informasi mengenai hasil penilaian atas
permasalahan yang ditemukan.”
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa evaluasi adalah proses penelitian dari suatu kegiatan yang telah
dicapai untuk mengetahui apakah kegiatan tersebut sudah sesuai
standar tertentu dan membandingkan manfaat yang telah dikerjakan
dengan harapan – harapan manfaat yang ingin diperoleh.
10
11
2.1.1.2 Tahapan Evaluasi
Adapun tahap – tahap dalam melakukan evaluasi
khususnya dalam sistem informasi, sebagai berikut:
1. Melakukan perencanaan evaluasi
Tujuan dari perencanaan evaluasi ini adalah untuk
menentukan kapan, dimana, bagaimana, mengapa, dan
oleh siapakah proses evaluasi ini akan dijalankan.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan ruang lingkup dan tujuan evaluasi
b. Membentuk tim untuk melakukan evaluasi
c. Mengembangkan pengetahuan operasional bisnis
d. Mengidentifikasi resiko
e. Menyiapkan program audit
f. Mengumpulkan bukti – bukti pendukung yang dapat
dilakukan dengan beberapa cara, sebagai berikut:
1) Melakukan review dokumentasi
2) Kuisioner untuk mengumpulkan data tentang
sistem
3) Observasi untuk mengamati kegiatan operasional
4) Melakukan diskusi dengan karyawan mengenai
pekerjaan mereka dan pelaksanaan prosedur
5) Melakukan pemeriksaan fisik
12
2. Mengevaluasi bukti – bukti pendukung
Auditor melakukan evaluasi terhadap hasil dari bukti
pendukung dan memutuskan apakah bukti tersebut dapat
mendukung kesimpulan atau tidak, seperti:
a. Menilai reliabilitas informasi yang didapat
b. Menilai kinerja operasi
c. Menentukan untuk menambah bukti
d. Mendokumentasikan temuan – temuan
3. Mengkomunikasikan hasil evaluasi
Setelah melakukan evaluasi, tim harus membuat laporan
mengenai hasil evaluasi dalam laporan kerja, untuk
diberikan kepada manajemen atau pihak yang terkait.
2.1.1.3 Tujuan Evaluasi
Adapun tujuan evaluasi yaitu untuk mendapatkan
informasi dan menarik pembelajaran dari pengalaman
mengenai pengelolaan proyek, keluaran, manfaat, dan dampak
dari proyek pembangunan yang baru selesai dilaksanakan,
maupun yang sudah berfungsi, sebagai umpan balik bagi
pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan pengendalian proyek
selanjutnya.
13
2.1.1.4 Proses Evaluasi
Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi 2
(dua) bagian, yaitu:
1. Pre-test
Merupakan sebuah evaluasi yang dilakukan untuk menguji
konsep dan eksekusi yang direncanakan.
2. Post-test
Merupakan evaluasi yang dilakukan untuk melihat
tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk
analisis.
2.1.2 Sistem
Menurut O’Brien (diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan
Deny Arnos Kwary, 2005, p714), sistem memiliki beberapa arti yaitu:
1. Sekelompok elemen yang saling berhubungan dan membentuk
kesatuan.
2. Sekelompok komponen yang bekerja bersama menuju tujuan yang
bersama dengan menerima input serta menghasilkan output dalam
proses transformasi yang tertentu.
3. Perakitan metode, prosedur, atau teknik yang disatukan oleh
interaksi teregulasi untuk membentuk kesatuan organisasi.
4. Sekumpulan orang, mesin, dan metode yang teratur dan
dibutuhkan untuk menyelesaikan serangkaian fungsi tertentu.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem
adalah serangkaian metode dan prosedur atau teknik yang disatukan
14
oleh instruksi yang ada sehingga membentuk suatu kesatuan yang
utuh.
2.1.3 Informasi
2.1.3.1 Pengertian Informasi
Menurut O’Brien (diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari
dan Deny Arnos Kwary, 2005, p38), informasi merupakan data
yang telah diubah menjadi konteks yang berarti dan berguna
bagi pemakai akhir tertentu.
Menurut Barry E. Cushing, informasi merupakan
sesuatu yang menunjukan hasil pengolahan data yang
diorganisasi dan berguna kepada orang yang menerimanya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
informasi merupakan hasil dari pengolahan data menjadi
bentuk yang lebih berguna bagi yang menerimanya yang
menggambarkan suatu kejadian – kejadian nyata dan dapat
digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan suatu
keputusan.
2.1.3.2 Kriteria Dan Tahapan Informasi
Adapun kriteria – kriteria informasi yang bertahap, sebagai
berikut:
1. Ketersediaan (Availability)
Informasi harus dapat diperoleh bagi orang yang hendak
memanfaatkan informasi tersebut.
15
2. Mudah Dipakai (Comprehensibility)
Informasi tersebut harus dapat dipakai oleh pembuat
keputusan.
3. Relevan
Dalam konteks organisasi, informasi yang diperlukan
adalah informasi yang relevan dengan permasalahan, misi,
dan tujuan organisasi.
4. Bermanfaat
Selain informasi harus relevan, informasi juga harus
memiliki manfaat bagi yang menerimanya.
5. Tepat waktu
Informasi ini harus ada pada situasi yang dibutuhkan.
6. Keandalan
Informasi yang diterima harus dapat diandalkan
kebenarannya.
7. Akurat
Informasi harus bersih dari kesalahan dan kekeliruan.
8. Konsisten
Informasi tidak boleh mengandung kontradiksi di dalam
penyajiannya, karena ini merupakan syarat penting untuk
pengambilan keputusan.
2.1.4 Sistem Informasi
Menurut Gondodiyoto (2007, p112), sistem informasi dapat
didefinisikan sebagai kumpulan elemen – elemen / sumber daya dan
16
jaringan prosedur yang saling berkaitan secara terpadu, terintegrasi
dalam suatu hubungan hirarkis tertentu dan bertujuan untuk mengolah
data menjadi informasi.
Menurut O’Brien (2008, p7), sistem informasi adalah suatu
kesatuan yang terdiri dari manusia (brainware), perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software), jaringan komputer dan
sumber daya data yang mengumpulkan dan mendistribusikan
informasi di dalam suatu organisasi.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
sistem informasi merupakan suatu kumpulan elemen dan sumber daya
yang saling berkaitan untuk mengumpulkan dan mendistribusikan
informasi di dalam suatu organisasi dengan tujuan untuk mengolah
data menjadi informasi.
2.1.5 Arsitektur Sistem Informasi
Menurut Laudon & Laudo dan Zwasy (diterjemahkan oleh
Fairuz el Said, 2010), arsitektur sistem informasi memiliki beberapa
arti yaitu:
1. Pemetaan atau rencana kebutuhan – kebutuhan informasi di dalam
suatu organisasi.
2. Desain sistem komputer secara keseluruhan (termasuk sistem
jaringan) untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan organisasi yang
spesifik.
Arsitektur sistem informasi berguna sebagai penuntun bagi
operasi sekarang atau menjadi cetak-biru (blueprint) untuk arahan di
17
masa mendatang. Sedangkan tujuannya adalah agar bagian teknologi
informasi memenuhi kebutuhan bisnis strategis organisasi.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
arsitektur sistem informasi merupakan rancangan sistem komputer
secara keseluruhan untuk mencapai tujuan dan fungsi serta memenuhi
kebutuhan organisasi secara spesifik.
2.1.6 Metodologi Pengumpulan Data
2.1.6.1 Observasi
Menurut Purwanto (2008, p36), observasi adalah metode atau
cara – cara yang menganalisis dan mengadakan pencatatan secara
sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati
individu atau kelompok secara langsung.
Menurut pengertian yang diungkapkan oleh Usman dan Akbar
(2003, p54), observasi adalah pengamatan yang sistematis terhadap
gejala – gejala yang diteliti.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa observasi adalah teknik paling
mendasar dalam teknik penilaian non-testing. Observasi akan
menghasilkan data yang merangsang dilakukannya hipotesis tentatif
tentang individual dan meyakinkan hipotesis yang lain.
18
2.1.6.2 Wawancara
Menurut Esterberg yang dikutip oleh Sugiyono (2007, p317),
wawancara adalah pertemuan antara 2 (dua) orang atau lebih untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Menurut Usman dan Akbar (2003, p52), wawancara
merupakan suatu pola yang dikhususkan dari interaksi verbal –
diprakarsai untuk tujuan tertentu dan difokuskan pada sejumlah
bidang tertentu dengan proses eliminasi materi yang tidak ada
kaitannya secara berkelanjutan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan suatu
proses komunikasi antar 2 (dua) orang atau lebih yang memiliki
tujuan tertentu dan melibatkan proses tanya jawab.
2.1.6.3 Checklist
Menurut Usman dan Akbar (2003, p55), checklist adalah
pengumpulan data dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan
beserta pilihan jawaban berupa checklist yang disediakan kepada
responden, dalam hal ini pihak yang terkait dan komponen dalam
menjawab pertanyaan tersebut.
2.1.7 Diagram UML
Menurut Rama dan Jones (2008, p79), diagram aktivitas UML
memainkan peran seperti sebuah ‘peta’ dalam memahami proses
bisnis dengan menunjukan urutan aktivitas di dalam proses.
19
2.1.8 Activity Diagram
Menurut Rama dan Jones (2006,P61), activity diagram divided
into two types:
1. The overview diagram presents a high level view of the business
process by documenting the key events, the sequence of these events,
and the information flows among these events.
2. The detailed diagram is similiar to a map of a city or town. It provides
a more detailed representation of the activities associated with one or
two events shown on the overview diagram.
Diterjemahkan menjadi, activity diagram dibagi menjadi 2 jenis :
1. Overview Diagram menyajikan tampilan tingkat tinggi dari proses
bisnis dengan mendokumentasikan peristiwa penting, urutan
peristiwa, dan informasi aliran antar peristiwa.
2. Detailed Diagram lebih mirip dengan peta kota atau kota.
Menyediakan representasi yang lebih rinci tentang aktivitas yang
berhubungan dengan satu atau dua peristiwa yang ditampilkan pada
overview diagram.
2.1.8.1 Overview Activity Diagram (OAD)
Menurut Rama, Jones (2008, p79), OAD menyajikan
pandangan tingkat tinggi dari proses bisnis dengan
mendokumentasikan kejadian – kejadian penting, urutan kejadian –
kejadian ini, dan aliran informasi antara kejadian.
Menurut Rama, Jones (2008, p85), langkah – langkah
membuat OAD sebagai berikut:
20
1. Membaca uraian narasi dan mengidentifikasi kejadian penting.
2. Mencatat narasi secara jelas untuk mengidentifikasi event –
event yang terlibat.
3. Menggambarkan agen (actor) yang terlibat dalam proses
bisnis.
4. Membuat diagram masing – masing event dan menunjukkan
urutan event yang terjadi.
5. Menggambarkan dokumen yang dibuat dan digunakan dalam
proses bisnis, serta menggambarkan aliran informasi dari
dokumen tersebut.
6. Menggambarkan table files yang dibuat dan digunakan dalam
proses bisnis, serta menggambarkan aliran informasi dari files
tersebut.
2.1.8.2 Detailed Activity Diagram (DAD)
Menurut Rama, Jones (2008, p80), detailed diagram sama
dengan peta dari sebuah kota. Diagram ini menyediakan suatu
penyajian yang lebih detail dari aktivitas yang berhubungan dengan
satu atau kejadian yang ditujukan pada overview diagram.
Menurut Jones dan Rama yang diterjemahkan oleh M. Slamet
Wibowo (2008, p65), simbol – simbol yang digunakan dalam activity
diagram adalah:
1. Swimlane
Swimlane adalah sebuah kolom dalam activity diagram yang
memisahkan aktivitas atau event berdasarkan orang atau departemen
21
yang bertanggung jawab atas aktivitas atau event yang berhubungan.
Sistem komputer digunakan untuk mencatat dan memproses data SIA
ditampilkan dalam sebuah swimlane.
2. A Solid Circle
Sebuah lingkaran berisi menunjukkan awal dari proses. Ini
muncul dalam swimlane agen (dalam maupun luar perusahaan) yang
melalui proses.
3. Rounded Rectangle
Event, aktivitas, atau penggerak yang terjadi dalam activity
diagram.
4. Countinous Line
Garis panah digunakan untuk menunjukkan urutan dari event.
5. Document
Menggunakan simbol dokumen untuk menampilkan dokumen
sumber dan laporan – laporan.
6. Dotted Line
Garis panah putus – putus menunjukkan arus informasi antara
event. Garis putus – putus digunakan untuk menghubungkan event
dan table untuk menunjukkan bagaimana table data dibuat dan
digunakan oleh event.
7. Table
Data dapat dibaca atau dicatat dalam file komputer selama
event bisnis.
8. Bull’s-eye
Menunjukkan akhir dari proses.
22
2.2 Teori Khusus
2.2.1 Efektivitas
Menurut Sedarmayanti (2009, p59), efektivitas merupakan
suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat
dicapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran
sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian
utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektifitas, maka walaupun
terjadi peningkatan efektifitas belum tentu efisiensi meningkat.
Menurut pernyataan di atas, segala sesuatu yang berjalan
sesuai dengan prosedur yang tepat dan berhasil dapat dinyatakan
bahwa sudah berjalan dengan efektif.
2.2.2 Audit Sistem Informasi
2.2.2.1 Pengertian Audit Sistem Informasi
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p783), audit sistem
informasi mereview pengendalian umum dan pengendalian aplikasi
dari sistem informasi akutansi untuk menilai ketaatan sistem terhadap
kebijakan dan prosedur pengendalian internal serta efektifitas dalam
melindungi aset.
Menurut Report of the Commite on Basic Auditing Concepts of
the American Accounting Association (Accounting Review, vol.47),
yang dikutip pleh buku “Modern Auditing” memberikan definisi
auditing sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh serta
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai aserasi – aserasi
kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat
23
kesesuaian antara aseras – aserasi tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil – hasilnya kepada
pihak – pihak yang berkepentingan.
Menurut Henny Hendarti (2007), “Audit sistem informasi
merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi dan mengetahui sejauh
mana sistem informasi persediaan yang sedang berjalan (pengendalian
manajemen dan pengendalian aplikasi) telah mampu meng-cover
resiko hingga pada tingkat yang dapat diterima oleh perusahaan
sekaligus memberikan rekomendasi – rekomendasi konstruktif bagi
perusahaan dalam rangka meminimalisasi resiko yang ada pada saat
ini dan yang akan terjadi dikemudian hari. Audit ini dilakukan dengan
menggunakan audit around the computer.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
audit sistem informasi merupakan suatu proses pengumpulan dan
pengevaluasian terhadap sistem informasi berdasarkan prosedur
pengendalian yang telah ditetapkan untuk menentukan dan
melindungi asset, memelihara integritas data, mencapai tujuan
organisasi secara efektif, dan menggunakan sumber daya secara
efisien yang memberikan manfaat bagi perusahaan secara maksimal.
2.2.2.2 Tujuan Audit Sistem Informasi
Menurut Romney and Steinbart (2006, p316), tujuan audit
sistem informasi adalah untuk mengkaji ulang dan mengevaluasi
pengendalian – pengendalian internal yang diterapkan untuk
melindungi sistem yang ada.
24
Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, p400), tujuan audit
sistem informasi adalah:
1. Pengamanan aset
Aset informasi suatu perusahaan seperti hardware,
software, sumber daya manusia, dan data harus dijaga oleh suatu
sistem pengendalian yang baik. Dengan demikian
pengamanan aset merupakan hal yang sangat penting yang harus
dipenuhi oleh perusahaan.
2. Menjaga integritas data
Integritas data adalah salah satu konsep dasar sistem
informasi. Data memiliki atribut-atribut tertentu seperti:
kelengkapan, kebenaran, dan keakuratan. Jika integritas data tidak
terpelihara, maka suatu perusahaan tidak akan lagi memiliki
informasi atau laporan yang benar, bahkan perusahaan dapat
menderita kerugian karena pengawasan tidak tepat.
3. Efektivitas sistem
Efektivitas sistem informasi perusahaan memiliki
peranan penting dalam proses pengambilan keputusan. Suatu
sistem informasi dapat dikatakan efektif bila sistem informasi
tersebut telah sesuai dengan kebutuhan dan dirancang dengan
benar.
25
4. Efisiensi sistem
Efisiensi menjadi hal yang sangat penting ketika suatu
komputer tidak lagi memiliki kapasitas yang memadai. Jika cara
kerja dari sistem aplikasi komputer menurun, maka pihak
manajemen harus mengevaluasi apakah efisiensi sistem masih
memadai atau harus menambah sumberdaya, karena suatu sistem
dapat dikatakan efisien.
2.2.2.3 Jenis Audit Sistem Informasi
Menurut Gondodiyoto (2007, p443), sesungguhnya audit SI
berbasis teknologi informasi dapat digolongkan dalam tipe atau jenis
– jenis pemeriksaan:
1. Audit Laporan Keuangan (General Audit on Financial Statements)
Dalam hal ini audit tehadap aspek – aspek teknologi informasi pada
suatu sistem informasi akuntansi berbasis teknologi adalah
dilaksanakan dalam rangka audit keuangan (general financial
audit) yang sistem akuntansinya berbasis komputer (sering disebut
audit teknologi informasi).
Audit objectives-nya adalah sama dengan audit tradisional, yaitu
memeriksa kesesuaian financial statements dengan standar
akuntansi keuangan dan ada atau tidaknya salah saji material pada
laporan keuangan.
2. Audit Sistem Informasi (SI)
Sebagai kegiatan tersendiri, terpisah dari audit keuangan.
Sebetulnya audit SI pada hakekatnya merupakan salah satu jenis
26
audit tersendiri yang tujuan utamanya lebih untuk meningkatkan IT
governance.
2.2.2.4 Tahapan Audit Sistem Informasi
Menurut Gondodiyoto (2007, p487), adapun tahapan – tahapan
audit sebagai berikut:
1. Subjek Audit
Tentukan / identifikasi unit / lokasi yang diaudit.
2. Sasaran Audit
Tentukan sistem secara spesifik, fungsi atau unit organisasi
yang akan diperiksa.
3. Jangkauan Audit
Identifikasi sistem secara spesifik, fungsi atau unit organisasi
untuk dimasukkan lingkup pemeriksaan.
4. Rencana Pre-Audit
Identifikasi kebutuhan keahlian teknik dan sumber daya yang
diperlukan untuk audit.
Identifikasi sumber bukti untuk tes atau review seperti fungsi
flowchart, kebijakan, standard prosedur, dan kertas kerja audit
sebelumnya.
5. Prosedur Audit dan Langkah – Langkah Pengumpulan Bukti Audit
Identifikasi dan pilih pendekatan audit untuk memeriksa dan
menguji pengendalian intern.
Identifikasi daftar individu untuk interview.
27
Identifikasi dan menghasilkan kebijakan yang berhubungan
dengan bagian, standard, dan pedoman untuk interview.
Mengembangkan instrument audit dan metodologi penelitian
dan pemeriksaan kontrol internal.
6. Prosedur untuk Evaluasi
Organisasikan sesuai kondisi dan situasi.
Identifikasi prosedur evaluasi atas tes efektivitas dan efisiensi
sistem, evaluasi kekuatan dari dokumen, kebijakan, dan
prosedur yang diaudit.
7. Pelaporan Hasil Audit
Siapkan laporan yang objektif, konstruktif (bersifat
membangun) dan menampung penjelasan auditee.
2.2.3 Pengendalian Internal
2.2.3.1 Pengertian Pengendalian Internal
Menurut Cangemi (2002, p65-66), sistem control internal
adalah kebijakan, praktik, dan prosedur serta alat yang dirancang
untuk:
1. Safeguarding assets
2. Ensure accuracy and reliability of data captured and
information products
3. Promote efficiency
4. Measure compliance with corporate policies
5. Measure compliance with regulation ,and
28
6. Manage the negative events and effect from fraud, crime, and
deleterious activities.
Pernyataan di atas diterjemahkan sebagai berikut:
1. Menjaga aset
2. Memastikan keakuratan dan keandalan pendapatan data dan
produk informasi
3. Meningkatkan efisiensi
4. Mengukur kepatuhan atas kebijakan perusahaan
5. Mengukur kecocokan dengan regulasi, dan
6. Mengelola kejadian yang tidak diinginkan dan efek dari
penipuan, kejahatan dan kegiatan lain yang merusak.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
sistem pengendalian internal meliputi metode dan kebijakan yang
terkordinasi di dalam perusahaan untuk mengamankan kekayaan
perusahaan, menguji ketepatan, ketelitian, keandalan catatan atau data
akuntansi serta untuk mendorong ditaatinya kebijakan manajemen.
2.2.3.2 Tujuan Pengendalian Internal
Menurut Gondodiyoto (2007, p260) ,sistem atau pengendalian
internal komputerisasi memiliki beberapa tujuan, diantaranya :
1. Meningkatkan pengamanan (improve safeguard) assets
system informasi (data/catatan akutansi (accounting records) yang
bersifat logical assets, manapun physical assets seperti hardware,
infrastructures dan sebagainya.
29
2. Meningkatkan integritas data (improve data integrity),
sehingga dengan data yang benar dan konsisten akan dapat dibuat
laporan yang benar.
3. Meningkatkan efektifitas sistem (improve system
effectiveness).
4. Meningkatkan efisiensi sistem (improve system efficiency).
2.2.3.3 Komponen Pengendalian Internal
Menurut Rama and Jones (2006, p104), lima komponen model
pengendalian internal adalah :
1. Lingkungan Pengendalian
Inti dari bisnis apapun adalah orang – orangnya, ciri
perorangan, termasuk integritas, nilai – nilai etika dan
kompetensi serta lingkungan beroperasi. Mereka adalah mesin
yang mengemudikan organisasi dan dasar tempat segala hal
terletak.
2. Aktivitas Pengendalian
Kebajikan dan prosedur pengendalian harus dibuat dan
dilaksanakan untuk membantu memastikan bahwa tindakan
yang diidentifikasi oleh pihak manajemen untuk mengatasi
resiko pencapaian tujuan organisasi, secara efektif dijalankan.
3. Penilaian Resiko
Organisasi harus sadar akan dan berurusan dengan resiko
dihadapinya. Organisasi harus menempatkan tujuan, produksi,
pemasaran, keuangan, dan kegiatan lainnya, agar organisasi
30
beroperasi secara otomatis. Organisasi juga harus membuat
mekanisme untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan
mengelola resiko yang terkait.
4. Informasi dan Komunikasi
Di sekitar aktivitas pengendalian terdapat sistem informasi dan
komunikasi mereka memungkinkan orang – orang dalam
organisasi untuk mendapat dan bertukar informasi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan, mengelola, dan
mengendalikan operasinya.
5. Pengawasan
Seluruh proses harus diawasi dan perubahan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan. Melalui cara ini, sistem dapat beraksi
dinamis, berubah sesuai tuntutan keadaan.
2.2.4 Control Objectives for Information and related Technology
(COBIT)
2.2.4.1 Pengertian COBIT
Menurut Gondodiyoto (2009, p163), “COBIT adalah
sekumpulan dokumentasi best practices untuk IT governance
yang dapat membantu auditor, pengguna (user), dan
manajemen untuk menjembatani gap antara resiko bisnis,
kebutuhan kontrol dan masalah – masalah teknis IT.”
COBIT bermanfaat bagi auditor karena merupakan
teknik yang dapat membantu dalam identifikasi IT controls
31
Issues. COBIT berguna bagi para IT user karena memperoleh
keyakinan atas kehandalan sistem aplikasi yang dipergunakan.
Sedangkan para manajer memperoleh manfaat dalam
keputusan investasi di bidang IT serta infrastrukturnya,
menyusun IT strategic plan, menentukan Information
Architecture, dan keputusan atas procurement mesin. Di
samping itu dengan keterandalan sistem informasi yang ada
pada perusahaannya diharapkan berbagai keputusan bisnis
dapat didasarkan atas informasi yang ada.
Untuk memenuhi kebutuhan terhadap tujuan bisnis
informasi dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan terhadap
tujuan bisnis, informasi dibutuhkan untuk memastikan criteria
pengendalian tertentu, COBIT itu sendiri berguna untuk
kebutuhan bisnis untuk mendapatkan informasi.
2.2.4.2 Kriteria Kinerja COBIT
Menurut Gondodiyoto (2009, p164), COBIT dapat
dikategorikan menjadi 7 kriteria, yakni:
32
Efektivitas Untuk memperoleh informasi yang relevan dan
berhubungan dengan proses bisnis seperti
penyampaian informasi dengan benar, konsisten,
dapat dipercaya dan tepat waktu.
Efisiensi Memfokuskan pada ketentuan informasi melalui
penggunaan sumber daya yang optimal.
Kerahasiaan Memfokuskan proteksi terhadap informasi yang
penting dari orang yang mempunyai hak otorisasi.
Integritas Berhubungan dengan keakuratan dan kelengkapan
informasi sebagai kebenaran yang sesuai dengan
harapan dan nilai bisnis.
Ketersediaan Berhubungan dengan informasi yang tersedia ketika
diperlukan dalam proses bisnis sekarang dan yang
akan datang.
Kepatuhan Sesuai menurut hukum, peraturan dan rencana
perjanjian untuk proses bisnis.
Keakuratan
Informasi
Berhubungan dengan ketentuan kecocokan
informasi untuk manajemen mengoperasikan entitas
dan mengatur pelatihan keuangan dan kelengkapan
laporan pertanggungjawaban.
33
Tabel 2.1 Kriteria Kinerja COBIT
2.2.4.3 COBIT
Menurut Gondodiyoto (2009, p166), COBIT
mendefinisikan control objectives sebagai “statement of the
desired result, or purpose to be archieved by implementing
control procedures in a praticular control objectives”. COBIT
framework terdiri dari 34 high level control objectives, dan
selanjutnya dirinci ke dalam 215 detail control objectives yang
dikelompokkan dalam 4 domains, sebagai berikut:
1. Perencanaan dan Organisasi (Plan and Organize)
Yaitu mencakup pembahasan tentang identifikasi dan
strategi investasi IT yang dapat memberikan yang terbaik
untuk mendukung pencapaian tujuan bisnis. Selanjutnya
identifikasi dan visi strategis perlu direncanakan,
dikomunikasikan, dan diatur pelaksanaannya.
34
2. Perolehan dan Implementasi (Acquire and Implement)
Yaitu untuk merealisasi strategi IT, perlu diatur
kebutuhan IT, diidentifikasikan, dikembangkan, atau
diimplementasikan secara terpadu dalam proses bisnis
perusahaan.
3. Penyerahan dan Pendukung (Deliver and Support)
Domain ini lebih dipusatkan pada ukuran tentang aspek
dukungan IT terhadap kegiatan operasional bisnis (Tingkat
jasa layanan IT aktual atau service level) dan aspek urutan
(prioritas implementasi dan untuk pelatihannya).
4. Monitoring dan Evaluasi (Monitor and Evaluate)
Yaitu semua proses IT yang perlu dinilai secara
berkala agar kualitas dan tujuan dukungan IT tercapai, dan
kelengkapannya berdasarkan pada syarat kontrol internal
yang baik.
Empat domain pada COBIT Framework tersebut
selanjutnya dirinci menjadi 34 high-level control objectives:
COBIT Domain High-level Objectives
1. Plan and Organize PO1 Define a Strategic IT Plan
PO2 Define The Information Architecture
PO3 Determine Technological Direction
P04 Define the IT Process, Organization
and Relationship
PO5 Manage the IT Investment
35
PO6 Communicate Management Aims and
Direction
PO7 Manage IT Human Resources
PO8 Manage Quality
PO9 Assess and Manage IT Risks
PO10 Manage Projects
2. Acquire and Implement A11 Identify Automated Solutions
A12 Acquire and Maintain Application
Software
A13 Acquire and Maintain Technology
Infrastructure
A14 Enable Operation and Use
A15 Procure IT Resources
A16 Manage Changes
A17 Install and Accredit Solutions and
Changes
3. Deliver and Support DS1 Define and Manage Service Levels
DS2 Manage Third-party Services
DS3 Manage Performance and Capacity
DS4 Ensure Continuous Service
DS5 Ensure Systems Security
DS6 Identify and Allocate Costs
DS7 Educate and Train Users
DS8 Manage Service Desk and Incidents
36
DS9 Manage the Configuration
DS10 Manage Problems
DS11 Manage Data
DS12 Manage the Physical Environment
DS13 Manage Operations
4. Monitor and Evaluate ME1 Monitor and Evaluate IT Processes
ME2 Monitor and Evaluate Internal
Control
ME3 Ensure Regulatory Compliance
ME4 Provide IT Governance
Tabel 2.2 Control Objectives pada COBIT
Pernyataan high level objectives di atas diterjemahkan
sebagai berikut:
1. Perencanaan dan Organisasi
a. PO1: Mendefinisikan Strategi Perencanaan TI
b. PO2: Mendefinisikan Arsitektur Informasi
c. PO3: Menetapkan Arah Teknologi
d. PO4: Mendefinisikan Proses, Organisasi, dan
Hubungan TI
e. PO5: Mengatur Investasi TI
f. PO6: Mengkomunikasikan Sasaran dan Arah
Manajemen
g. PO7: Mengelola Sumber Daya Manusia TI
h. PO8: Mengelola Kualitas
37
i. PO9: Menilai dan Mengelola Resiko TI
j. P10: Mengelola Proyek
2. Perolehan dan Implementasi
a. A11: Mengidentifikasi Solusi Secara Otomatis
b. A12: Memperoleh dan Merawat Aplikasi Piranti Lunak
c. A13: Memperoleh dan Merawat Teknologi
Infrastruktur
d. A14: Memperbolehkan Operasi dan Penggunaan
e. A15: Memperoleh Sumber Daya
f. A16: Mengelola Perubahan
g. A17: Mengukuhkan dan Mengakui Solusi dan
Perubahan
3. Penyerahan dan Pendukung
a. DS1: Mendefinisikan dan Mengelola Tingkat Layanan
b. DS2: Mengelola Layanan Pihak Ketiga
c. DS3: Mengelola Pelaksanaan dan Kapasitas
d. DS4: Memastikan Layanan Berkelanjutan
e. DS5: Memastikan Keamanan Sistem
f. DS6: Mengidentifikasi dan Mengalokasi Biaya
g. DS7: Mendidik dan Melatih Pengguna
h. DS8: Mengelola Pelayanan dan Peristiwa
i. DS9: Mengelola Konfigurasi
j. DS10: Mengelola Masalah
k. DS11: Mengelola Data
l. DS12: Mengelola Lingkungan Secara Fisik
38
m. DS13: Mengelola Operasi
4. Monitoring dan Evaluasi
a. ME1: Memonitor dan Mengevaluasi Kemampuan TI
b. ME2: Memonitor dan Mengevaluasi Pengendalian
Intern
c. ME3: Memastikan Pemenuhan Terhadap Kebutuhan
Ekstern
d. ME4: Menyediakan Kepemimpinan TI
Gambar 2.1 Siklus COBIT
2.2.4.4 Maturity Model
Para manajer senior di dalam perseroan atau
perusahaan umum semakin diminta untuk memperhatikan
39
bagaimana Teknologi Informasi diatur sebaik mungkin. Oleh
karena itu, kasus – kasus bisnis membutuhkan pengembangan
untuk peningkatan dan mencapai level yang tepat dari sebuah
manajemen dan pengendalian terhadap infrastruktur informasi.
Maka dibuatlah suatu skala penilaian yang disebuat Maturity
Model.
Dalam COBIT 4.1 (2007). Maturity model adalah suatu
cara dalam mengukur sebagaimana baik manajemen proses
telah di kembangkan, contohnya seberapakah kemampuan
perusahaan sebenarnya. Bagaimana sebaiknya pengembangan
atau kemampuan menjadi yang utama bergantung pada tujuan
TI dan bisnis – bisnis yang terkait butuh bantuan Maturity
Model.
Maturity Model ini digunakan sebagai skala penilaian
atau cara mengukur kondisi perkembangan suatu proses
manajemen dalam COBIT yang digunakan untuk menentukan
pilihan strategi yang digunakan dan melakukan perbandingan
dengan standar yang ada, sehingga dapat membantu
manajemen dalam mengidentifikasi kinerja yang ingin dicapai
dan target perusahaan untuk pengembangan lebih lanjut.
Enam Level penilaian Maturity Model pada CobIT
terdiri dari:
1. Level 0 Non – existent
Pengelolaan TI masih dalam tahap paling awal, perusahaan
belum mengetahui akan persoalan yang dituju untuk
40
ditangani sehingga setiap proses belum terdefinisi dengan
baik.
2. Level 1 Initial / Ad-Hoc
Walaupun belum ada standar proses yang harus dilakukan,
tetapi perusahaan telah menyadari bahwa perlu adanya
penanganan mengenai persoalan yang dihadapi
berdasarkan kasus – kasus yang muncul. Tetapi secara
umum manajeman belum terorganisasi, pengelolaan yang
ada belum berjalan dengan baik dan tidak terencana.
3. Level 2 Repeatable but Intuitive
Proses telah dikembangkan pada tahap ini sehingga telah
dilakukan prosedur yang sejenis untuk kegiatan yang
sama.
Belum ada prosedur standar yang diterapkan dan tanggung
jawab individu. Pada level ini perusahaan mulai sadar akan
pentingnya kualitas. Tidak hanya kualitas pada Software
sebagai “Produk” tapi juga kualitas pada cara penanganan
proyek. Mulai memperhitungkan kelayakan proyek
terhadap kemampuan organisasi perusahaan.
4. Level 3 Defined Process
Prosedur telah distandarisasi, didokumentasikan, dan
dikomunikasikan melalui pelatihan. Tahap ini mulai
mengenal metodologi pengembangan sistem dan masih
sangat tergantung individu apakah mengikuti standar yang
ada maupun tidak.
41
Tetapi telah ada formalisasi untuk setiap kegiatan.
5. Level 4 Managed and Measureable
Pada tahap ini manajemen mengawasi dan megukur hal –
hal yang telah dipenuhi dengan prosedur, serta mengambil
tindakan ketika proses tidak berjalan dengan efektif.
Proses – proses yang ada merupakan bagian dari
pengembangan yang konstan. Pada tahap ini telah
dilakukan otomatisasi tetapi masih terbatas dan terpisah –
pisah.
6. Level 5 Optimized
Proses yang ada telah disesuaikan dengan best practice,
berdasarkan hasil pengembangan secara terus menerus
dengan organisasi lain. Teknologi Informasi digunakan
sebagai bagian yang terintegritas dengan aliran kerja,
sebagai alat bantu untuk meningkatkan kualitas dan
efektifitas dan membuat organisasi dapat cepat untuk
beradaptasi.
Maturity Model pada COBIT enam level penilaian
42
Gambar 2.2 Maturity Model pada COBIT
Model Umum Maturity
Level 0 Tidak ada (Non – Existent), kurang
lengkapnya setiap proses yang dikenal.
Organisasi sama sekali tidak mengetahui adanya
masalah.
Level 1 Inisialisasi (Initial), Terdapat bukti bahwa
organisasi telah mengetahui adanya masalah
yang membutuhkan penanganan. Penanganan
masalah dilakukan dengan pendekatan ad-hoc,
berdasarkan kasus dari perorangan. Tidak
dilakukannya pengelolaan proses yang
terorganisir. Setiap proses ditangani tanpa
menggunakan standar.
Level 2 Pengulangan (Repeatable), Prosedur yang
sama telah dikembangkan dalam proses – proses
43
untuk menangani suatu tugas, dan diikuti oleh
setiap orang yang terlibat di dalamnya. Tidak
ada pelatihan dan komunikasi dari prosedur
standar tersebut. Tanggung jawab pelaksanaan
standar diserahkan pada setiap individu.
Kepercayaan terhadap pengetahuan individu
sangat tinggi, sehingga kesalahan sangat
memungkinkan terjadi.
Level 3 Terdefinisi (Defined), Prosedur telah
distandardisasikan, didokumentasikan, serta
dikomunikasikan melalui pelatihan. Namun,
implementasinya diserahkan pada setiap
individu, sehingga kemungkinan besar
penyimpangan tidak dapat dideteksi. Prosedur
tersebut dikembangkan sebagai bentuk
formulasi dari praktik yang ada.
Level 4 Dikelola (Managed), Pengukuran dan
pemantauan terhadap kepatuhan dengan
prosedur, serta pengambilan tindakan jika
proses tidak berjalan secara efektif, dapat
dilakukan. Perbaikan proses dilakukan secara
konstan. Implementasi proses dilakukan secara
baik. Otomasi dan perangkat yang digunakan
terbatas.
Level 5 Dioptimalkan (Optimised), Implementasi
44
proses dilakukan secara memuaskan. Hal
tersebut merupakan hasil dari perbaikan proses
yang terus menerus dan pengukuran tingkat
kedewasaan organisasi. Teknologi informasi
diintegrasikan dengan aliran kerja dan berfungsi
sebagai perangkat yang memperbaiki kualitas
dan efektifitas. Organisasi lebih responsif dalam
menghadapi kompetisi bisnis.
Tabel 2.3 Level Model Maturity
2.2.4.4.1 Alasan Melakukan Maturity Level
Maturity Level dirancang untuk memperlihatkan
dimana posisi kita dibandingkan dunia dalam hal
penatakelolaan TI. Maturity Level memiliki atribut yang
berbeda dan tidak bisa dinilai secara checklist atau
matematis sederhana. Maturity Level digunakan untuk
menilai seberapa bagus pengendalian pada proses TI yang
menjadi lingkup audit. Maturity Level bukan objek tapi
dapat digunakan seagai acuan dalam menilai kekuatan
pengendalian dan menerapkan luas pengujian.
2.2.5 Sistem Informasi Persediaan
2.2.5.1 Pengertian Persediaan
45
Mulyadi (2001, p112), berpendapat bahwa,
“inventory” atau persediaan terdiri dari barang dagangan yang
dimaksudkan untuk diperjualbelikan serta bahan baku dan
bahan pembantu yang dipakai dalam proses produksi barang
yang akan dijual.
Menurut Stice, Stice, dan Skousen (2004, p653), kata
persediaan ditujukan untuk barang – barang yang tersedia
untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus
perusahaan manufaktur, maka kata ini ditujukan untuk barang
dalam proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan
produksi.
Menurut Mulyadi (2001, p553), Sistem Informasi
Persediaan adalah suatu sistem yang menyediakan informasi
atau laporan – laporan yang dibutuhkan oleh pihak manajemen
yang berhubungan dengan operasi pemesanan, penyimpanan,
dan persediaan bahan baku.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa sistem informasi persediaan merupakan sistem yang
menyediakan informasi atas barang – barang yang tersedia
untuk diperjualbelikan dalam kegiatan bisnis normal maupun
kasus perusahaan manufaktur yang dibutuhkan oleh pihak
manajemen yang berhubungan dengan operasi pemesanan,
penyimpanan, dan persediaan bahan baku.
2.2.5.2 Jenis Persediaan
46
Menurut James Stice (2000, p426), menyatakan bahwa
dalam perusahaan manufaktur terdapat 3 jenis persediaan
yaitu:
1. Bahan mentah (Raws Material)
Bahan mentah merupakan bahan yang diperoleh untuk
digunakan dalam proses produksi.
2. Barang dalam proses (Work In Process)
Barang dalam proses ini terdiri atas bahan – bahan yang
diproses sebagian dimana dibutuhkan proses lebih lanjut
sebelum barang tersebut dijual.
3. Barang jadi (Finished Goods)
Barang jadi merupakan produk – produk manufaktur yang
siap dijual.
2.2.5.3 Fungsi Persediaan
Menurut Mulyadi (2004, p242), ada 5 fungsi dari
persediaan, yaitu:
1. Untuk melakukan pembatasan terhadap inflasi dan
perubahan harga
2. Untuk menghindari dari kekurangan stock yang dapat
terjadi karena cuaca, kekurangan pasokan, masalah
mutu, atau pengiriman yang tidak tepat.
47
3. Untuk memberikan suatu stok barang – barang agar
dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan
timbul dari konsumen.
4. Untuk mengambil keuntungan dari potongan jumlah,
karena pembelian dalam jumlah besar dapat secara
substansial menurunkan biaya produk.
5. Untuk memasangkan produksi dengan distribusi.
Misalnya, bila permintaan produknya tinggi hanya pada
musim panas, suatu perusahaan dapat membentuk stok
selama musim dingin, sehingga biaya kekurangan stok
dan kehabisan stok dapat dihindari.
2.2.5.4 Fungsi Yang Terkait Dalam Sistem Persediaan
Fungsi – fungsi yang terkait dalam sistem persediaan
menurut Mulyadi (2001, p10) dalam bukunya Sistem
Akuntansi adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Gudang
Fungsi gudang dalam sistem akuntansi persediaan bahan
baku ini yaitu untuk mengajukan permintaan pembelian
sesuai dengan posisi persediaan yang ada dibagian
gudang.
2. Fungsi Pembelian
Fungsi pembelian yaitu untuk mengetahui dan mengecek
harga barang, menentukan pemasok yang akan dipilih dalam
48
pengadaan bahan baku gudang serta mengeluarkan order
pembelian kepada pemasok.
3. Fungsi Penerimaan
Fungsi penerimaan yaitu bertanggung jawab untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jenis, mutu, dan kuantitas
barang yang diterima oleh perusahaan.
4. Fungsi Akuntansi
Fungsi akuntansi yaitu sebagai pencatatan utang dan fungsi
pencatatan persediaan.
2.2.5.5 Prosedur Sistem Informasi Persediaan
Menurut Mulyadi (2001, p559), ada 9 prosedur yang
bersangkutan dengan sistem persediaan, yaitu:
1. Prosedur pencatatan produk jadi
Dalam prosedur ini dicatat harga pokok produk, jadi yang
didebitkan ke dalam rekening Persediaan Produk Jadi dan
dikreditkan ke dalam rekening Barang Dalam Proses.
2. Prosedur pencatatan harga pokok produk jadi yang dijual
Prosedur ini merupakan salah satu prosedur dalam sistem
penjualan disamping prosedur lainnya, seperti: prosedur
order penjualan, prosedur persetujuan kredit, prosedur
49
pengiriman barang, prosedur penagihan, prosedur
pencatatan piutang.
3. Prosedur pencatatan harga pokok produk jadi yang
diterima kembali dari pembeli
Jika produk jadi yang telah dijual dikembalikan oleh
pembeli, maka transaksi retur penjualan ini akan
mempengaruhi persediaan produk jadi, yaitu menambah
kualitas produk jadi dalam kartu gudang yang
diselenggarakan oleh bagian gudang dan menambah
kuantitas dan harga pokok produk jadi yang dicatat oleh
bagian kartu persediaan dalam kartu persediaan produk
jadi.
4. Prosedur pencatatan tambahan dan penyesuaian kembali
harga pokok persediaan produk dalam proses
Pencatatan produk dalam proses umumnya dilakukan oleh
perusahaan pada akhir periode, pada saat dibuat laporan
keuangan bulanan dan laporan keuangan tahunan.
5. Prosedur pencatatan harga pokok persediaan yang dibeli
Prosedur ini merupakan salah satu prosedur yang
membentuk sistem pembelian. Dalam prosedur ini dicatat
harga pokok persediaan yang dibeli.
6. Prosedur pencatatan harga pokok persediaan yang
dikembalikan kepada pemasok
Jika persediaan yang telah dibeli dikembalikan kepada
pemasok, maka transaksi retur pembelian ini akan
50
mempengaruhi persediaan yang bersamgkutan, yaitu
mengurangi kuantitas persediaan dalam kartu gudang yang
diselenggarakan oleh bagian gudang dan mempengaruhi
kuantitas dan harga pokok persediaan yang dicatat oleh
bagian kartu persediaan dalam kartu persediaan yang
bersangkutan.
7. Prosedur permintaan dan pengeluaran barang gudang
Prosedur ini merupakan salah satu prosedur yang
membentuk sistem akuntansi biaya produksi. Dalam
prosedur ini dicatat harga pokok persediaan bahan baku,
bahan penolong, bahan habis pakai pabrik, dan suku
cadang yang dipakai dalam kegiatan produksi dan kegiatan
non-produksi.
8. Prosedur pencatatan tambahan harga pokok persediaan
karena pengembalian barang gudang
Transaksi pengembalian barang gudang mempengaruhi
biaya dan menambah persediaan barang di gudang.
9. Sistem perhitungan fisik persediaan
Dalam sistem akuntansi persediaan dengan metodfe mutasi
persediaan, di bagian kartu persediaan yang digunakan
untuk mencatat mutasi tiap jenis persediaan yang disimpan
di bagian gudang.
2.2.5.6 Pengendalian Internal Atas Persediaan
51
Menurut Render dan Heizer (2001, p318), elemen
yang harus ada untuk mendukung pengendalian internal yang
baik atas persediaan adalah:
5. Pengendalian yang ketat atas barang yang datang
melalui sistem kode barang (barcode).
6. Pemilihan karyawan, pelatihan dan disiplin yang
baik. Hal – hal ini tidak pernah mudah dilakukan, tetapi
sangat penting dalam bisnis makanan, perdagangan besar,
dan operasi bisnis eceran dimana karyawannya mempunyai
akses kepada barang – barang yang langsung dikonsumsi.
7. Pengendalian yang efektif atas semua barang yang
keluar dari fasilitas.
2.2.5.7 Metode Pencatatan Persediaan
Menurut Mulyadi (2001, p556), ada dua macam
metode pencatatan persediaan:
1. Metode Mutasi Persediaan (Perpetual Inventory Method)
Dalam metode mutasi persediaan, setiap mutasi persediaan
dicatat dalam kartu persediaan. Metode ini cocok
digunakan dalam penentuan biaya bahan baku dalam
perusahaan yang harga pokok produknya dikumpulkan
dengan metode harga pokok pemesanan.
2. Metode Persediaan Fisik (Physical Inventory Method)
52
Dalam metode persediaan fisik, hanya tambahan
persediaan dari pembelian saja yang dicatat, sedangkan
mutasi berkurangnya persediaan karena pemakaian tidak
dicatat dalam kartu persediaan. Metode ini cocok
digunakan dalam penentuan biaya bahan baku dalam
perusahaan yang harga pokok produknya dikumpulkan
dengan metode harga pokok proses.
2.2.5.8 Metode Penilaian Persediaan
Menurut Stice, Stice, dan Skousen (2004, p666),
metode penilaian persediaan terdiri dari tiga, yaitu:
1. Metode FIFO (First In First Out)
Metode First In First Out didasarkan pada asumsi bahwa
unit yang terjual adalah unit yang lebih dulu masuk. FIFO
dapat dianggap sebagai sebuah pendekatan yang logis dan
realistis terhadap arus biaya ketika penggunaan metode
identifikasi khusus adalah tidak memungkinkan atau tidak
praktis. FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang
mendekati paralel dengan arus fisik dari barang yang
terjual.
2. Metode LIFO (Last In First Out)
Metode Last In First Out didasarkan pada asumsi bahwa
barang yang paling barulah yang terjual. LIFO seringkali
dikritik dari sudut pandang teoritis. Metode ini tidak cocok
dengan arus barang yang terjadi dalam suatu perusahaan.
53
3. Metode Rata – Rata (Average)
Metode biaya rata – rata membebankan biaya rata – rata
yang sama ke tiap unit. Metode ini didasarkan pada asumsi
bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan
biaya rata – rata yaitu rata – rata tertimbang dari jumlah
unit yang dibeli pada tiap harga.
2.2.5.9 Hal Yang Perlu Diperiksa Dalam Melakukan Audit Pada
Sistem Informasi Persediaan
Menurut Gondodiyoto (2009, p280), ada 7 hal yang
perlu diperiksa dalam melakukan audit sistem informasi
persediaan, yakni:
1. Pemeriksaan fisik secara periodik
2. Jumlah barang on hand, in transitm in storage, or on
consignment dicatat dengan benar
3. Penerimaan, mutasi, dan sebagainya dicatat dengan benar
dan tepat waktu
4. Aktivitas produksi dan harga pokok secara cermat dan
cepat dicatat dan dilaporkan
5. Penilaian persediaan sesuai standar akuntansi keuangan
6. Kelebihan fisik persediaan (di atas catatan), barang rusak.
Produk gagal dicatat sesuai aturan.
7. Nilai akhir persediaan dicatat dengan benar dan sesuai
standar akuntansi keuangan.