pencemaranlaut.files.wordpress.com · Web viewMenurut Wardhana (2001), Hidrokarbon atau sering...
Transcript of pencemaranlaut.files.wordpress.com · Web viewMenurut Wardhana (2001), Hidrokarbon atau sering...
BIODATA
Nama : Tria Nidya Pratiwi
NIM : 26020112140089
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Desember 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Mahasiswa
Alamat Rumah : Medang Lestari blok DIII/B5,
Tangerang - Banten
E-mail : [email protected]
Berita Tentang Pencemaran Laut dan Pesisir oleh Hidrokarbon Cair (Minyak)
Ulasan Tentang Pencemaran Laut dan Pesisir oleh Hidrokarbon Cair (Minyak)
Pencemaran minyak yang ada di perairan itu dapat disebabkan oleh beberapa hal
antara lain : kecelakaan dan tumpahan selama proses produksi, transportasi dan
penggunaan, presipitasi dari atmosfer, limbah domestik dan industri serta karena rembesan
alamiah dari dasar laut (Saparinto, 2002). Namun dalam kulasan kali ini merupakan
tumpahan minyak yang berada di laut dan pesisir.
Minyak Bumi (Hidrokarbon Petroleum)
Minyak bumi (Hidrokarbon Petroleum) merupakan campuran komponen-komponen
bahan organik alami yang sangat kompleks yang dibentuk dari hasil perombakan-
perombakan hewan dan tumbuhan setelah kurun waktu geologis. Bahan-bahan organik ini
tersimpan dalam bentuk fosil di tempat yang tidak beroksigen.
Minyak bumi (petroleum) terdapat dalam bentuk gas (gas alam), cair (minyak
mentah), padat (aspal, tar, bitumen) atau sebagai bentuk dari kombinasi unsur tersebut.
Minyak bumi yang berbentuk cair biasanya bervariasi mulai dari yang tidak berwarna sampai
berwarna hitam seperti tar. Kebanyakan minyak mentah (crude oils) berwarna gelap, coklat
kekuningan, merah kehitaman atau kehijauan apabila terefleksi cahaya (Supriharyono,
2000).
Minyak bumi mengandung beribu-ribu komponen kimia yang berbeda dan lebih dari
separuh (50 – 98 %) berupa hidrokarbon. Komponen utama hidrokarbon penyusun minyak
bumi ada tiga yaitu paraffinic hydrocarbons (alkanes), naphthenic hydrocarbons (alicylic),
dan aromatik. Alkanes relatif tidak beracun dan tidak bisa diuraikan secara biologis oleh
kebanyakan mikroba. Semakin panjang rantai karbonnya semakin sulit untuk diuraikan,
begitu pula dengan alicyclic. Sedang benzen salah satu komponen dari aromatic lebih
beracun dan sangat mudah berubah menjadi gas dan menguap. Selain hidrokarbon, minyak
bumi juga mengandung komponen organik lainnya, yaitu semacam nitrogen, belerang,
oksigen dan logam atau semacam logam. Komponen-komponen tersebut dapat diuraikan
secara biologis oleh mikroorganisme (Saparinto, 2002).
Jenis minyak juga perlu diperhatikan, sebab minyak mengandung beribu-ribu
komponen kimia yang berbeda, yang daya larutnya dan daya racunnya juga berbeda.
Sebagai contoh, komponen aromatik cenderung lebih mudah larut dan mudah menyebar
dibanding paraffinic dan naphthenic. Namun, komponen aromatik cenderung lebih beracun
dibanding komponen lainnya (Vin, 2002).
Menurut Wardhana (2001), Hidrokarbon atau sering disingkat HC, penyusun
utamanya adalah atom karbon dan atom hidrogen yang dapat terikat (tersusun) secara
ikatan lurus (ikatan rantai) atau terikat secara ikatan cincin (ikatan tertutup). Jumlah atom
karbon (atom C) akan menentukan bentuknya, apakah akan berbentuk gas, cairan, ataukah
padatan. Pada suhu kamar umumnya hidrokarbon suku rendah (jumlah atom C sedikit)
akan berbentuk gas, hidrokarbon suku menengah (jumlah atom C sedang) akan berbentuk
cairan dan hidrokarbon suku tinggi (jumlah atom C banyak) akan berbentuk padatan. Selain
dari pembagian tersebut, hidrokarbon dibagi pula berdasarkan bentuk ikatannya misalnya
senyawa alkana dengan rumus molekul CnH2n+2, senyawa alkena dengan rumus molekul
CnH2n, dan alkuna dengan rumus molekul CnH2n-2.
Sumber Pencemar
Dalam kasus tumpahan minyak di laut dan pesisir pantai jelas bahwa sumber
pencemaran perairan pesisir berasal dari kesalahan manusia, bahan pencemar utama yang
terkandung adalah bahan-bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut
berkurang). Secara umum sumber hidrokarbon dapat dibagi dalam dua bagian besar yaitu
hidrokarbon alamiah dan hidrokarbon antropogenik.
Biogenik
Hidrokarbon Biogenik adalah hidrokarbon yang dihasilkan dari aktivitas organisme
laut dan darat. Hidrokarbon ini dapat dilepaskan selama metabolisme atau jika
organisme tersebut mati. Disamping itu, organisme tersebut menggunakan
hidrokarbon sebagai makanan dan digunakan untuk mengubah senyawa-senyawa
prekursor yang berhubungan dengan makanannya.
Pirolitik
Hidrokarbon hasil pirolitik adalah hidrokarbon yang berasal dari pembakaran hutan,
yang dibawa oleh air hujan atau melalui saluran-saluran pembuangan masuk ke
dalam lingkungan laut. Hidrokarbon ini juga bisa berasal dari pembakaran
kendaraan bermotor yang menggunakan lingkungan laut sebagai sarana
transportasi.
Diagenetik
Hidrokarbon yang dihasilkan akibat adanya proses kimia yang berlansung dalam
waktu pendek.
Geokimia
Hidrokarbon yang dihasilkan dari akibat proses geokimia seperti penyusunan minyak
dari tanah bawah laut dan pantai berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama
(jutaan tahun).
Antropogenik
Hidrokarbon ini berasal dari sumber alam tetapi kebanyakan berasal dari minyak
bumi (petroleum hidrokarbon) dan hasil produksinya. Hidrokarbon ini terutama
berasal dari petroleum yang dibuang dari aktivitas manusia dan merupakan sumber
pencemaran yang besar di laut (Noor dan Mille, 1987).
Secara teoritis, tumpahan minyak memang tidak selamanya berasal dari
kecelakaan kapal seperti karam, tabrakan, atau tenggelam. Bisa juga tumpahan minyak yang
mencemari laut ini karena kesengajaan, misalnya air ballas atau air bercampur minyak dari
sisa pencucian kapal tanker. Bisa juga limbah minyak ini berasal dari tar ball (kerak minyak
mentah) yang dibuang oleh kapal yang kebetulan sedang melintas. Tetapi, tidak menutup
kemungkinan pula berasal dari pertambangan minyak di lepas pantai (Jaringan Advokasi
Tambang, 2004).
Proses Transformasi Minyak Bumi dalam lingkungan Laut
Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian
sumberdaya pesisir dan lautan di Indonesia yaitu : pencemaran, degradasi fisik habitat, over
eksploitasi sumberdaya alam, abrasi pantai, konservasi kawasan lindung menjadi
peruntukan pembangunan lainnya dan bencana alam (Pagoray, 2003)
Minyak bumi yang masuk ke lingkungan laut dari berbagai sumber mengalami
transformasi dalam laut dengan melibatkan proses fisika, kimia, dan biologi seperti berikut
ini :
1. Penyebaran (Spreading)
Minyak bumi dan produk destilatnya yang terbuang ke laut menyebar dengan cepat
yang dipengaruhi oleah angin, gelombang dan arus terutama sifat-sifat fisika dan
kimia. Dari penyebaran minyak ini akan terbentuk lapisan minyak tipis yang
kemudian terpecahkan oleh gelombang dan kemudian lapisan minyak menghilang
dari permukaan laut (terdispersi) karena mengalami proses-proses turbulensi.
2. Penguapan (evaporasi)
Proses penguapan merupakan proses fisika dimana proses ini tergantung pada titik
didih dan berat molekul minyak bumi yang masuk ke laut, hampir seluruh
hidrokarbon dibawah C15 (titik didih < 250 oC) akan teruapkan dari permukaan laut.
3. Pelarutan
Pelarutan erat hubungannya dengan komposisi, struktur, dan berat molekul
senyawa. Kecepatan dari proses ini ditentukan oleh angin, keadaan laut dan molekul
minyak bumi (komposisi kimia, spesifik gravity, dan viskositas). Akhir dari proses
pelarutan menghasilkan minyak yang terlarut dalam badan air.
4. Emulsifikasi
Emulsifikasi adalah proses dimana minyak tersuspensi ke dalam air yang disebabkan
oleh banyaknya komponen minyak bumi yang tidak dapat larut dalam air. Gerakan
penyebaran minyak bumi mempengaruhi formasi pembentukan emulsi. Bentuk
emulsinya tergantung pada perbandingan volume air atau minyak dan proses fisika,
seperti guncangan dan lain-lain.
5. Degradasi Mikroba
Mikroorganisme hanya mendegradasi beberapa jenis senyawa hidrokarbon dalam
minyak. Kecepatan fotooksida pada minyak terjadi di alam, terutama minyak bumi
yang mengandung N, S, dan O. Oksidasi mikrobial dari minyak biasanya dilakukan
oleh bakteri acinomycetes, fungi dan ragi. Proses tersebut berjalan baik secara
aerobik maupun anaerobik.
6. Sedimentasi
Proses sedimentasi sangat tergantung pada kondisi lingkungan perairannya, seperti
salinitas, suhu, turbulensi, kekeruhan, kandungan oksigen, dan kandungan bakteri
yang dapat mendegradasi gumpalan minyak. Selanjutnya minyak dapat mengapung
kembali dari sedimen jika massa minyak telah berkurang sampai pada kondisi
tertentu (resurfacing) (Wahjudi dan Bilal, 1976).
Dampak Pencemaran Minyak di laut
Minyak tidak dapat larut dalam air, melainkan akan mengapung diatas permukaan
air. Bahan buangan cairan berminyak yang dibuang ke air akan mengapung menutupi
permukaan air. Kalau bahan buangan cairan mengandung senyawa yang volatil maka akan
terjadi penguapan dan luasan permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan
menyusut. Penyusutan luasan permukaan tergantung pada waktu dan jenis minyaknya.
Lapisan minyak yang menutupi permukaan air dapat juga terdegradasi oleh mikroorganisme
tertentu, namun memerlukan waktu yang cukup lama (Wardhana, 2001)
Efek terhadap ekosistem
Tumpahan minyak bumi pada perairan laut akan membentuk lapisan filem pada
permukaan laut, emulsi atau mengendap dan diabsorbsi oleh sedimen-sedimen yang berada
di dasar perairan laut. Minyak yang membentuk lapisan filem pada permukaan laut akan
menyebabkan terganggunya proses fotosintesa dan respirasi organisme laut. Sementara
minyak yang teremulsi dalam air akan mempengaruhi epitelial insang ikan sehingga
mengganggu proses respirasi. Sedangkan minyak yang terabsorbsi oleh sedimen-sedimen di
dasar perairan akan menutupi lapisan atas sedimen tersebut sehingga akan mematikan
organisme penghuni dasar laut dan juga meracuni daerah-daerah pemijahan.
Akibat terganggunya proses fotosintesa maka populasi plankton akan menurun.
Penurunan populasi plankton akan diikuti oleh penurunan populasi organisme pemakan
plankton (misalnya : ikan) yang diikuti pula dengan penurunan populasi burung pemakan
ikan. Menurunnya populasi burung akan mengakibatkan guano (penghasil fosfat) berkurang
sehingga akan terjadi penurunan hasil perikanan. Selain itu, buangan/tumpahan minyak
yang menyebar dengan cepat ke wilayah laut yang lebih sempit akan menyebabkan
rusaknya ekosistem hutan mangrove, rusaknya tempat-tempat pemijahan (Spawning
ground) sehingga mengakibatkan terjadinya abrasi dan intrusi air laut (Siahainenia, 2001).
Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu
reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada
makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi
kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung.
Terumbu karang akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan
waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya. Minyak dapat mempengaruhi
kehidupan mangrove dan organisme lain yang berasosiasi pada mangrove. Minyak dapat
menutupi daun, menyumbat akar nafas, mencegah difusi garam dan menghambat proses
respirasi pada mangrove. Dan vegetasi bawah air sangat sensitif terhadap kontaminasi
minyak, karena vegetasi bawah air mimiliki produktivitas yang tinggi, berperan dalam siklus
nutrien, berfungsi sebagai kawasan asuhan, mencari makan, dan berlindung berbagai
spesies penting dan komersial tinggi dari jenis-jenis ikan. Selain itu, terjadi kematian burung-
burung laut. Hal ini dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik
burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan
minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan
isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.
Efek terhadap sosial ekonomi
Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun
dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses
biodegradasi. Jika jumlah fitoplankton menurun, maka populasi ikan, udang, dan kerang
juga akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki
nilai ekonomi dan kandungan protein yang tinggi. Pada tumpahan minyak ini para nelayan
kecewa karena tumpahan minyak mentah tersebut dapat mencemari lingkungan dan membuat
mereka kehilangan mata pencaharian karena banyak ikan yang mati.
Efek terhadap kesehatan manusia
Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna gelap
yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Kontaminasi
terhadap udara yang perlu diperhatikan akan bahaya penguapan benzene karena
mempunyai efek karsinogenik kepada manusia. Keadaan ini semakin penting untuk
diantisipasi karena kejadian tumpahan minyak berada dekat dengan lokasi penduduk yang
padat.
Berbagai macam penyakit ini dapat dikategorikan sebagai penyakit yang aneh, beberapa
warga yang tinggal dekat dengan pantai berorentasi besar untuk terkena penyakit ini. Beberapa
warga telah merasakan keluhan ddan menganggap penyakit ini berasal ddari pencemaran minyak
yang ada di gressik maupun di tarakan. Penyakit yang sangat berbahaya adalah PAH yang masuk
kedalam tubuh, yaitu polisiklik aromatic senyawa hidrokarbon. Ditoksisitas PAH adalah karsinogenik,
mutagenic, dan bioacumulate dalam rantai makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Jaringan Advokasi Tambang, 2004. Gali berita : pantai balikpapan tercemar, siapa bertanggungjawab? http://www.jatam.org, (8 November 2014).
Noor and Mille, G., 1987. Some Analitycal Aspec of National Hydrocarbon in Marine Sediment. Makalah Sub regional UNESCO, Surabaya. (8 November 2014).
Pagoray, H., 2003. Lingkungan Pesisir Dan Masalahnya Sebagai Daerah Aliran Buangan Limbah. http://www.yahoo.com, (8 November 2014).
Siahainenia, L., 2001. Pencemaran Laut, Dampak dan Penanggulangannya. http://www.yahoo.com, (8 November 2014).
Supriharyono, M. S., 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. (8 November 2014).
Vin, 2002. Hati-hati Membersihkan Laut akibat Tercemar Minyak Tumpah. http://www.kompas.com, (8 November 2014).
Wahjudi dan J. B., 1976. Pencemaran di Daerah Pantai Indonesia, Permasalahan, Penanggulangan, dan Pengaturannya. Lembaran Publikasi LEMIGAS No. 2. (8 November 2014).
Wardhana, W. A., 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset, Yogyakarta. (8 November 2014).