ceppit.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB II PEMBAHASAN . ... Pertumbuhan ekonomi yang...
Transcript of ceppit.files.wordpress.com€¦ · Web viewBAB II PEMBAHASAN . ... Pertumbuhan ekonomi yang...
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda dan perbedaan pola distribusi pendapatan yang
signifikan di berbagai negara di dunia merupakan fenomena yang tidak terlalu mudah untuk
dijelaskan oleh ekonom. Sampai saat ini banyak sekali studi literatur yang mengupas masalah
pertumbuhan ekonomi yang dialami negara-negara di dunia. Pada umumnya, ada tiga isu yang
paling sering dibahas dan saling terkait dalam masalah pertumbuhan, yakni : world growth,
country growth, dan inequality of income level.
Seiring dengan semakin kompleksnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi, para ekonom pun
sudah berusaha mengembangkan berbagai model pertumbuhan yang mencoba menjelaskan
mengapa ada sebagian negara yang kaya dan sebagian yang lain miskin. Namun, sampai saat ini
belum ada model pertumbuhan ekonomi yang benar-benar powerful dalam menjelaskan faktor-
faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi itu sendiri tanpa membuat penyederhanaan
melalui asumsi-asumsi yang kurang realistis di dalam dunia nyata.
Mungkin hanya sedikit penjelasan memuaskan yang bisa diberikan, sebagai contoh,
mengapa negara-negara Asia Timur bisa mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Asian
Miracles) dibandingkan dengan negara-negara di kawasan lain dalam tiga dekade terakhir.
Mengapa Jerman dan Jepang bisa bangkit dan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih baik
setelah Perang Dunia II berakhir. Kasus yang lebih ekstrem, mengapa negara-negara di kawasan
Afrika tidak pernah lepas dari masalah kemiskinan yang berkepanjangan.
Berbagai pendekatan dilakukan untuk menganalisis dan memperoleh hasil yang lebih
baik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Sisi konsumsi dan investasi
paling sering dibahas. Keterkaitan faktor-faktor produksi yang paling dasar seperti jumlah
modal, jumlah pekerja, serta kemajuan teknologi juga dilibatkan dalam analisis tetapi pada
kenyataannya tidak semua kasus pertumbuhan ekonomi yang dialami berbagai negara dapat
dijelaskan dengan model pertumbuhan yang sama.
Model pertumbuhan Solow memiliki penjelasan yang sangat esensial dan merupakan
starting point bagi hampir seluruh analisis pertumbuhan ekonomi,
BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori Pembangunan Solow
Model Solow sebagai salah satu model pertumbuhan ekonomi memberikan
analisis statis bagaimana keterkaitan antara akumulasi modal, pertumbuhan populasi
penduduk, dan perkembangan teknologi serta pengaruh ketiganya terhadap tingkat
produksi output. Model ini memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa perekonomian
di suatu negara bisa tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi di negara lain.
Sebelum menganalisis lebih dalam, kita perlu mengetahui asumsi-asumsi yang
digunakan dalam model Solow. Selanjutnya, asumsi-asumsi tersebut akan kita lepas satu
per satu untuk melihat bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu
negara.
I. Akumulasi Modal
Asumsi pertama model Solow adalah dengan menganggap tidak ada perubahan
pada angkatan kerja dan teknologi ketika terjadi proses akumulasi modal dalam
perekonomian di suatu negara. Proses akumulasi modal ini nantinya hanya
ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap barang.
a. Penawaran terhadap Barang dan Fungsi Produksi
Dalam model Solow, output bergantung pada persediaan modal dan jumlah
tenaga kerja. Hal ini dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
Constant return to scale
Y = F (K, L) zY = F (zK, zL)
Untuk memudahkan analisis, kita nyatakan seluruh variabel dalam perekonomian
per tenaga kerja atau dengan mengganti nilai z dengan 1/L. Dengan demikian,
diperoleh :
Persamaan di
atas menunjukkan jumlah output per tenaga kerja adalah fungsi dari jumlah modal per
tenaga kerja.
Untuk setiap modal ‘k’, fungsi di atas menunjukkan berapa banyak output yang
diproduksi dalam perekonomian. Dari fungsi produksi di atas, jika kita derivasikan satu
kali, akan diperoleh marginal product of capital (MPK) yang didefinisikan sebagai
seberapa banyak output tambahan yang dihasilkan oleh seorang pekerja ketika
mendapatkan satu unit modal tambahan. Secara matematis :
Dari persamaan ini ketika nilai ‘k’ rendah, rata-rata pekerja hanya memiliki
sedikit modal untuk bekerja, sehingga satu unit modal tambahan akan begitu berguna
dan dapat memproduksi output tambahan lebih banyak. Ketika nilai ‘k’ tinggi, rata-rata
pekerja memiliki banyak modal, sehingga satu unit tambahan modal hanya akan sedikit
menghasilkan output tambahan.
b. Permintaan terhadap Barang dan Fungsi Konsumsi
Peranan permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi
dan investasi. Dengan kata lain, output per pekerja merupakan jumlah dari konsumsi
per pekerja dan investasi per pekerja.
National income accounts
Y/L = (K/L, 1) Y = f(k)
MPK = f(k+1) – f(k)
y = c + i
Dalam model Solow, diasumsikan setiap tahun seseorang akan menabung
sebagian dari pendapatan mereka sebesar ‘s’ dengan nilai given dan mengkonsumsi
sebesar (1-s) dari pendapatan mereka. Dengan demikian, kita bisa menyatakan
gagasan ini dalam bentuk fungsi konsumsi sederhana, yaitu :
Untuk
melihat pengaruh fungsi konsumsi ini terhadap investasi, kita substitusikan
persamaan di atas ke dalam identitas perhitungan pendapatan nasional, sehingga
diperoleh lah bahwa tingkat investasi sama dengan tabungan. Jadi secara tidak
langsung, tingkat tabungan ‘s’ menunjukan seberapa besar bagian output yang
dialokasikan untuk investasi.
y = (1-s) y + i
i = sy
c. Investasi dan Depresiasi
Seiring dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi, persediaan modal akan
mengalami perubahan. Perubahan ini dapat bersumber dari dua hal : investasi dan
depresiasi. Investasi berupa perluasan usaha dan penambahan modal, sedangkan
depresiasi mengacu pada penggunaan modal sehingga persediaan modal berkurang.
c = (1-s) y Y = (1-s) y + i
i = s.f(k)
Persamaan di atas mengaitkan persediaan modal ‘k’ yang dimiliki dengan
akumulasi modal ‘i’ baru. Untuk memasukkan depresiasi ke dalam model, kita
asumsikan bahwa sebagian dari persediaan modal menyusut setiap tahun sebesar δ
(tingkat depresiasi). Dengan demikian, kita bisa menyatakan dampak investasi dan
depresiasi terhadap persediaan modal ke dalam bentuk persamaan :
∆k = s.f(k) – δk
∆k = i – δk
Dimana ∆k menunjukkan perubahan persediaan modal antara satu tahun
tertentu ke tahun berikutnya. Dari persamaan di atas, kita mengetahui bahwa
semakin tinggi persediaan modal, maka semakin besar jumlah output dan investasi.
Namun, semakin tinggi persediaan modal, maka semakin besar pula jumlah
depresiasinya. Ketika perekonomian berada di dalam kondisi tertentu, yakni pada
saat jumlah investasi sama dengan jumlah depresiasi, persediaan modal dalam
perekonomian dinyatakan dalam k* (saat ∆k = 0).
Kondisi ini disebut steady state level of capital, dimana persediaan modal ‘k’
dan output ‘f(k)’ berada dalam kondisi mapan sepanjang waktu (tidak akan
bertumbuh ataupun menyusut). Kita juga dapat mengetahui berapa tingkat modal per
pekerja pada kondisi steady state dengan menggunakan persamaan di atas. Kondisi
steady state ini, dengan kata lain, menunjukkan ekuilibrium perekonomian di jangka
panjang.
e. Pengaruh Tabungan Terhadap Pertumbuhan
Model Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting
dari persediaan modal pada kondisi steady-state. Dengan kata lain, jika tingkat
tabungan tinggi, maka perekonomian akan mempunyai persediaan modal yang
besar dan tingkat ouput yang tinggi, serta sebaliknya. Dasar dari model Solow inilah
yang kemudian banyak dikaitkan dengan kebijakan fiskal. Defisit anggaran yang
terjadi terus-menerus dapat mengurangi tabungan nasional dan menyusutkan
kemampuan berinvestasi. Konsekuensi dalam jangka panjang, yakni rendahnya
persediaan modal dan pendapatan nasional.
Dalam kaitannya dengan tingkat pertumbuhan, menurut Solow, tingkat
tabungan yang lebih tinggi hanya akan meningkatkan pertumbuhan untuk sementara
sampai perekonomian mencapai kondisi steady-state baru yang lebih tinggi dari
sebelumnya. Jika perekonomian mempertahankan tingkat tabungan yang tinggi,
maka hal itu hanya akan mempertahankan persediaan modal yang besar dan tingkat
output yang tinggi tanpa mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi.
f. Tingkat Modal Golden-Rule
Ketika pembuat kebijakan menentukan kondisi steady-state yang ingin dicapai
dalam perekonomian, maka hal itu haruslah ditujukan untuk memaksimalkan
kesejahteraan individu yang membentuk masyarakat. Individu tidak akan
mempermasalahkan jumlah modal dalam perekonomian atau jumlah output yang
dihasilkan. Individu hanya akan peduli pada jumlah barang dan jasa yang dapat
mereka konsumsi. Dengan kata lain, pembuat kebijakan harus memilih kondisi
steady-state dengan tingkat konsumsi tertinggi. Nilai kondisi steady-state yang
memaksimalkan tingkat konsumsi ini disebut tingkat modal kaidah emas atau golden
rule level of capital dan dinyatakan dengan ‘k*emas’.
II. Pertumbuhan Populasi
Model solow menunjukkan bahwa akumulasi modal tidak bisa menjelaskan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Tingkat tabungan yang tinggi
menyebabkan pertumbuhan yang tinggi hanya secara temporer, tetapi pada akhirnya
perekonomian akan mendekati kondisi steady-state dimana jumlah modal dan
tingkat output konstan. Agar model Solow bisa menjelaskan bagaimana
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dapat terjadi, maka diperlukan perluasan
asumsi – yakni adanya pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi.
a. Pertumbuhan Populasi dalam kondisi Steady-State
∆k = sf(k) – (δ + n) k
Pertumbuhan populasi, secara bersama-sama dengan investasi dan depresiasi,
akan mempengaruhi akumulasi modal per pekerja. Pertumbuhan jumlah pekerja
akan menyebabkan modal per pekerja turun. Karena jumlah pekerja terus bertambah
sepanjang waktu maka :
∆k = i – (δ + n) k
Simbol (δ + n) k menunjukkan investasi impas atau break-even investment –
jumlah investasi yang dibutuhkan untuk menjaga persediaan modal per pekerja tetap
konstan. break-even investment mencakup depresiasi modal (yakni δk) dan juga
mencakup jumlah investasi yang dibutuhkan untuk menyediakan modal bagi para
pekerja baru (nk). Dengan demikian, persamaan di atas menunjukkan bahwa
pertumbuhan populasi mengurangi akumulasi modal per pekerja lebih banyak dari
depresiasi.
Perekonomian akan berada dalam kondisi steady-state jika modal per pekerja
(k) tidak berubah. Dalam kondisi steady-state, dampak positif investasi terhadap
persediaan modal per pekerja akan menyeimbangkan dampak negatif depresiasi dan
pertambahan populasi. Yaitu pada k* , ∆k =0 , dan i* = δk* + nk*. Begitu
perekonomian berada dalam kondisi steady-state, maka investasi akan memiliki dua
tujuan, yakni mengganti modal yang terdepresiasi (δk*) dan memberi modal bagi
pekerja baru (nk*).
b. Dampak Pertumbuhan Populasi
Pertumbuhan populasi dalam menjelaskan model Solow dalam tiga cara.
Pertama, pertumbuhan populasi membantu menjelaskan pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan. Dalam kondisi steady-state dengan pertumbuhan populasi, modal per
pekerja dan output per pekerja adalah konstan. Namun, karena jumlah pekerja
bertambah pada tingkat ‘n’ , modal total dan output total harus bertambah pada
tingkat ‘n’. Kedua, pertumbuhan populasi menjelaskan mengapa sebagian neagra
kaya dan sebagian lainnya miskin. Kenaikan tingkat populasi akan mengurangi
tingkat modal per pekerja pada kondisi steady-state (k* lebih rendah). Nilai k* yang
lebih rendah menyebabkan y* (tingkat output) lebih rendah. Jadi, model Solow
memprediksi bahwa negara-negara dengan pertumbuhan populasi yang lebih tinggi
akan memiliki GDP per kapita yang lebih rendah. Ketiga, pertumbuah populasi
mempengaruhi kriteria kita untuk menentukan tingkat modal yang memenuhi
Golden Rule (memaksimalkan konsumsi).
Yakni, model Solow di atas belum bisa menjelaskan pertumbuhan yang terus-
menerus dalam hal standar kehidupan yang dialami oleh sebagian negara. Negara
yang lebih banyak menabung dan menginvestasikan sebagian besar output lebih
kaya daripada negara yang lebih sedikit menabung dan berinvestasi. Negara yang
tingkat pertumbuhan populasinya yang lebih tinggi lebih miskin daripada negara
yang tingkat pertumbuhan populasinya lebih rendah. Dengan model Solow yang kita
miliki, ketika perekonomian berada dalam kondisi steady-state, output pekerja
berhenti bertambah. Dengan demikian, untuk menjelaskan pertumbuhan tersebut kita
perlu memasukkan kemajuan teknologi ke dalam model.
III. Perkembangan Teknologi
a. Efisiensi Tenaga Kerja
Untuk memasukkan kemajuan teknologi, kita harus kembali ke fungsi produksi
yang mengaitkan modal total K dan tenaga kerja total L dengan output total Y.
‘E’ adalah
efisiensi tenaga
kerja yang mencerminkan kemajuan teknologi. Ketika teknologi mengalami
Y = F(K,L) Y = F(K,L x E)
kemajuan, maka efisiensi tenaga kerja meningkat. ‘L x E’ mengukur jumlah para
pekerja efektif dengan menghitung jumlah pekerja L dan efisiensi masing-masing
pekerja E. Fungsi produksi yang baru ini menyatakan bahwa output total Y
bergantung pada jumlah unit modal K dan jumlah pekerja efektif, yakni ‘L x E’.
Asumsi yang paling sederhana tentang kemajuan teknologi adalah bahwa
kemajuan teknologi menyebabkan efisiensi tenaga kerja E tumbuh pada tingkat
konstan ‘g’, dimana ‘g’ adalah tingkat kemajuan teknologi yang mengoptimalkan
tenaga kerja (labor-augmenting technological progress). Karena angkatan kerja L
tumbuh pada tingkat n dan efisiensi dari setiap unit tenaga kerja E tumbuh pada
tingkat g, maka jumlah pekerja efektif L x E tumbuh pada tingkat n + g.
b. Dampak Kemajuan Teknologi
Ada empat variabel kunci dalam kondisi steady-state dengan kemajuan
teknologi, yakni : modal per pekerja efektif, output per pekerja efektif, ouput per
pekerja, dan output total. Modal per pekerja efektif k adalah konstan dalam kondisi
steady-state. Karena y = f(k) , maka ouput per pekerja efektif juga konstan.
Variabel inilah yang menunjukkan kuantitas per pekerja efektif yang stabil pada
kondisi steady-state.
Dengan adanya kemajuan teknologi, model Solow akhirnya bisa menjelaskan
kenaikan yang berkelanjutan dalam standar kehidupan yang dialami oleh berbagai
negara. Yaitu, model Solow telah menunjukkan bahwa kemajuan teknologi bisa
mengarah ke pertumbuhan yang berkelanjutan dalam output per pekerja. Tingkat
tabungan yang tinggi mengarah ke tingkat pertumbuhan yang tinggi hanya jika
kondisi steady-state dicapai.
Sekali perekonomian berada dalam kondisi steady-state, tingkat pertumbuhan
output per pekerja hanya bergantung pada tingkat kemajuan teknologi. Kemajuan
teknologi juga memodifikasi kriteria untuk kondisi Golden Rule. Tingkat modal
pada Golden Rule kini didefinisikan sebagai kondisi steady-state yang
memaksimalkan konsumsi per pekerja efektif.
Dengan mengikuti argumen yang kita gunakan sebelumnya, kita bisa
menunjukkan bahwa konsumsi per pekerja efektif pada kondisi steady-state adalah :
c* = f(k*) – (δ + n + g)*
Konsumsi pada kondisi steady-state akan dimaksimalkan jika :
MPK= δ + n + g
MPK - δ = n + g
Yakni, pada tingkat modal Golden Rule, produk marjinal modal netto (MPK-
δ) sama dengan tingkat pertumbuhan output total (n+g). Karena perekonomian
aktual mengalami pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi, maka kita harus
menggunakan kriteria ini untuk mengetahui apakah perekonomian memiliki modal
yang lebih besar atau lebih kecil dari kondisi steady state yang memenuhi Golden
Rule.
2. Implementasi Teori Solow Di Indonesia
Teori yang dicetuskan oleh Robert Solow tentang pertumbuhan ekonomi dimulai
dengan melakukan asumsi dasar tentang neoklasikal fungsi produksi dengan decreasing
returns to capital. Dimana rates of saving dan pertumbuhan populasi adalah faktor yang
eksogenous. Kedua variabel itulah menentukan kondisi steady-state level of income.
Karena masing-masing negara memiliki kondisi saving rate dan pertumbuhan populasi
yang berbeda, maka berbeda pula tingkat steady state di negara-negera tersebut. Semakin
tinggi tingkat saving, semakin kaya negara tersebut. Dan Semakin tinggi tingkat
population growth, semakin miskinlah negara tersebut. Mungkin itulah kesimpulan dari
Solow Growth.
Dalam paper yang berjudul “A contribution to the empirics of economic growth”
mengatakan bahwa Solow secara benar telah menunjukan arah dari pengaruh tingkat
saving dan population growth kepada pertumbuhan ekonomi, yang mempengaruhi
tingkat income per capita. Namun lebih lanjut dia mengatakan bahwa Solow telah salah
dalam menentukan magnitude yang berlebihan terhadap pengaruh kedua variabel
tersebut. Maka dari itu pembuktian dari studi empiris penting dilakukan di kedua variabel
tersebut, yaitu saving rate dan population growth (human capital).
Saving Rates dan Growth
Berbagai literatur mencoba mengungkapkan hubungan yang terjadi antara saving
rate dan economic growth dengan 3 fokus studi : pertama, adalah dengaan mencoba
mengungkapkan sumber dari pertumbuhan ekonomi dan melihat efek positif apa yang
dapat ditimbulkan dari sebuah variabel eksogen bernama saving rate kepada tingkat
income dan pertumbuhan. Kedua, adalah berusaha mencari faktor-faktor apa saja yang
menjadi determinan bagi terciptanya saving rate yang mendukung pertumbuhan. Ketiga,
adalah mencari tahu hubungan kausalitas antara saving rate dengan growth.
Baik itu Harrod-Domar Model, Teori Neoclassical economic growth (Model
Solow), ataupun Teori post-neoclassical economic growth sama-sama menempatkan
saving sebagai salah satu variabel yang penting. Namun tentu dengan peranan yang
berbeda-beda pada setiap teorinya. Model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar
menempatkan saving sebagai faktor utama bagi pembentukan economic growth.
Pertumbuhan ekonomi dalam model ini tergantung pada marginal propensity to save dan
capital-outut ratio-nya.
Lain halnya pada teori neoklasikal pertumbuhan ekonomi atau lebih dikenal
dengan solow growth model. Solow meyakini walaupun saving menjadi faktor yang
penting namun menurutnya dalam pertumbuhan ekonomi, saving rate hanyalah sebuah
titik level yang tidak memiliki pengaruh di dalam ekonomi jangka panjang karena hanya
bersifat temporer,. Sedangkan teori pertumbuhan ekonomi post-neoklasikal yang muncul
sekitar tahun 1980-an menyatakan sebaliknya. Teori ini menyatakan bahwa kenaikan
yang terjadi pada saving rate akan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi ke tingkat
yang lebih tinggi secara permanen, tidak hanya temporer saja. Saving rate pada teori ini
menimbulkan efek positif pada investasi dan akumulasi kapital.
Studi tentang arah dan hubungan kausalitas antara saving dengan growth juga
tidak kalah pentingnya. Studi-studi ini menghasilkan beberapa model yang
menggambarkan korelasi-korelasi yang berbeda antara kedua variabel tersebut. Jenis
model yang pertama menyatakan bahwa hampir semua growth model mensyaratkan high-
saving rate bila perekonomian ingin tumbuh. Entah di jangka pendek, seperti yang Solow
katakan, ataupun di jangka panjang seperti di banyak endogenous growth model. Pastinya
semua sama, saving rate yang tinggi akan menciptakan economic growth yang tinggi
pula.
Secara umum, laju pertumbuhan penduduk dianggap sebagai salah satu faktor
positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Meski demikian, peran laju pertumbuhan
penduduk terhadap pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan
sistem perekonomian untuk menyerap dan secara produktif memanfaatkan tambahan
tenaga kerja. Adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat jenis
akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor penunjang seperti kecakapan
manajerial dan administrasi.
Selain jumlah penduduk, peran tenaga kerja terhadap pertumbuhan PDB juga
sangat tergantung pada kualitas tenaga kerja tersebut. Teori Human Capital menjelaskan
bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Selain penundaan penerimaan penghasilan, orang yang melanjutkan
pendidikan harus membayar biaya secara langsung. Setelah tamat dari pendidikan yang
ditempuhnya, sangat diharapkan seseorang itu bisa mendapatkan penghasilan yang lebih
tinggi dan berujung pada pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Semakin tinggi tingkat
pendidikan penduduk mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Laju
pertumbuhan modal manusia dipandang sebagai mesin pertumbuhan utama yang
memiliki peranan menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Teori Solow
menyatakan bahwa laju pertumbuhan modal manusia berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi, yang disebabkan moda manusia merupakan input kunci pokok
untuk sector riset sehingga ditemukan produk atau ide baru. Dengan demikian, negara-
negara dengan stock awal modal manusia yang lebih tinggi, ekonominya tumbuh lebih
cepat. Sehingga modal manusia disadari merupakan sumber pertumbuhan yang penting
dalam teori pertumbuhan endogen. Modal manusia merujuk pada stok pengetahuan dan
keterampilan berproduksi seseorang. Pendidikan adalah salah satu cara dimana individu
meningkatkan modal manusianya. Argumen yang disampaikan pendukung teori ini ialah
manusia yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yang diukur juga dengan
lamanya waktu sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding
yang pendidikannya lebih rendah. Apabila upah mencerminkan produktivitas, maka
semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, semakin tinggi produktivitas dan
hasilnya ekonomi nasional akan bertumbuh lebih tinggi. Semakin tinggi pendidikan
seseorang, diharapkan stok modal manusianya semakin tinggi. Dikarenakan modal
manusia memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi maka implikasinya
pendidikan juga memiliki hubungan positif dengan produktivitas atau pertumbuhan
ekonomi.
Ekonomi yang berorientasi ekspor dapat dipahami melalui export-led growth
yang merupakan kebijakan ekonomi dan perdagangan yang bertujuan untuk
mempercepat proses industrialisasi suatu negara dengan mengekspor barang-barang yang
memiliki keunggulan komparatif.
Pengaruh Laju Pertumbuhan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Berdasarkan hasil estimasi regresi berganda data panel, menunjukkan bahwa
variabel laju pertumbuhan angkatan kerja positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia pada tahun 2006 – 2010. Koefisien variabel dari laju pertumbuhan
angkatan kerja (AK) ialah 0,0431 maka laju pertumbuhan angkatan kerja berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan. Jika laju
pertumbuhan AK naik 1 persen, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia naik sebesar
0,0431 persen. Hal ini memberikan sinyal bahwa kontribusi angkatan kerja di Indonesia
bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ialah signifikan. Hal ini sesuai dengan hipotesis
penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya serta sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sodik et al (2007). Hal ini juga sesuai dengan teori Solow (neo klasik)
yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan angkatan kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yang disebabkan melalui semakin banyaknya
angkatan kerja yang bekerja, maka kemampuan untuk menghasilkan output semakin
tinggi. Dengan banyaknya output yang mampu dihasilkan, maka akan mendorong tingkat
penawaran agregat sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pengaruh
signifikan dari angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh
posisi angkatan kerja sebagai salah satu faktor produksi yang menggerakkan
perekonomian di daerah.
Pengaruh Laju Pertumbuhan Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Berdasarkan hasil estimasi regresi berganda data panel, menunjukkan bahwa
variabel laju pertumbuhan penduduk negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia pada tahun 2006 – 2010. Koefisien variabel dari laju pertumbuhan
penduduk ialah - 0,0207 dan nilai ini ialah negatif, maka laju pertumbuhan penduduk
cenderung berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tidak
signifikan. Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Simamora dan Sirojuzilam (2008) yang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Pengaruh
tidak signifikannya laju pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi
disebabkan antara lain rendahnya kualitas modal manusiaangkatan kerja yang melakukan
aktivitas ekonomi. Penduduk yang besar dengan kualitas penduduk yang rendah
menyebabkan penduduk tersebut menjadi beban bagi pertumbuhan ekonomi dan bukan
pemacu. Menurut teori-teori pertumbuhan ekonomi salah satunya ditentukan oleh laju
pertumbuhan penduduk. Faktor laju pertumbuhan penduduk tidak selalu memberikan
sumbangan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pengaruh Laju Pertumbuhan Modal Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi.Berdasarkan hasil estimasi regresi berganda data panel, menunjukkan bahwa
koefisien variabel dari laju pertumbuhan modal manusia ialah 0,0012 maka laju
pertumbuhan modal manusia cenderung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia secara tidak signifikan. Teori Solow menyatakan bahwa laju
pertumbuhan modal manusia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Modal
manusia merujuk pada stok pengetahuan dan keterampilan berproduksi seseorang.
Pendidikan ialah salah satu cara dimana individu meningkatkan modal manusianya.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, diharapkan stok modal manusianya semakin
tinggi. Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gama
(2007) yang menghasilkan estimasi bahwa tingkat pendidikan tidak signifikan. Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bhinadi (2003) yang
menyatakan bahwa laju pertumbuhan modal manusia tidak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Sodik et al (2007) juga melakukan penelitian yang hasil estimasi
datanya menunjukan bahwa variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Sugiarto (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
laju pertumbuhan modal manusia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia tapi tidak signifikan secara statistik sehingga dapat dinyatakan bahwa laju
pertumbuhan modal manusia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Pengaruh tidak signifikannya laju pertumbuhan modal manusia
terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain disebabkan karena tidak digunakannya lag
jumlah mahasiswa yang sedang menempuh studi di perguruan tinggi. Hal ini
mengindikasikan jumlah mahasiswa yang belum menamatkan studi dari perguruan tinggi
merupakan variabel yang kurang tepat menggambarkan teori human capital.
Pengaruh Laju Pertumbuhan Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Berdasarkan hasil estimasi regresi berganda data panel, menunjukkan bahwa
variabel laju pertumbuhan inflasi negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia pada tahun 2006 – 2010. Koefisien variabel dari laju pertumbuhan
inflasi adalah -0,0173 dan nilai ini ialah negatif, maka laju pertumbuhan inflasi
cenderung berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tidak
signifikan. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sodik dan
Nuryadin (2005) yaitu variabel laju inflasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi regional dengan tanda yang negatif. Pengaruh tidak signifikannya laju
pertumbuhan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain disebabkan karena inflasi
(demand pull) pada rate yang wajar menunjukkan tanda peningkatan pendapatan. Jadi,
karena bukan hiperinflasi maka tidak sampai menggerus pertumbuhan (growth).
Pengaruh Laju Pertumbuhan Ekspor Netto terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Berdasarkan hasil estimasi regresi berganda data panel, menunjukkan bahwa
variabel laju pertumbuhan ekspor netto positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia pada tahun 2006 – 2010. Koefisien variabel dari laju pertumbuhan
ekspor netto ialah 0,0003 dan nilai ini ialah positif, maka laju pertumbuhan ekspor netto
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan. Jika laju
pertumbuhan ekspor netto naik 1 persen, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia naik
sebesar 0,0003 persen. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sodik dan Nuryadin (2006) dimana variabel eskpor netto merupakan proxy dari
keterbukaan perekonomian daerah yang memiliki arah konsisten dengan hipotesis dan
teori meskipun memiliki nilai koefisien yang relatif kecil. Nilai koefisien regresi yang
kecil disebabkan oleh selisih dari nilai ekspor yang tidak terlalu besar dibandingkan nilai
impor yang dilakukan Indonesia selama kurun waktu penelitian. Sehingga bisa dikatakan
bahwa tingkat ekspor netto suatu daerah berperan dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi regional walaupun belum begitu besar peranannya.
BAB III
KESIMPULAN
Teori yang dicetuskan oleh Robert Solow tentang pertumbuhan ekonomi
dimulai dengan melakukan asumsi dasar tentang neoklasikal fungsi produksi dengan decreasing
returns to capital. Dimana rates of saving dan pertumbuhan populasi adalah faktor yang
eksogenous. Kedua variabel itulah menentukan kondisi steady-state level of income. Karena
masing-masing negara memiliki kondisi saving rate dan pertumbuhan populasi yang berbeda,
maka berbeda pula tingkat steady state di negara-negera tersebut. Semakin tinggi tingkat saving,
semakin kaya negara tersebut. Dan Semakin tinggi tingkat population growth, semakin
miskinlah negara tersebut.
Pengaruh Laju Pertumbuhan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi :
Jika laju pertumbuhan AK naik 1 persen, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia naik sebesar
0,0431 persen. Hal ini memberikan sinyal bahwa kontribusi angkatan kerja di Indonesia bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia ialah signifikan. Sesuai dengan teori Solow (neo klasik) yang
menyatakan bahwa laju pertumbuhan angkatan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, yang disebabkan melalui semakin banyaknya angkatan kerja yang
bekerja, maka kemampuan untuk menghasilkan output semakin tinggi.
Pengaruh Laju Pertumbuhan Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi :
Variabel laju pertumbuhan penduduk negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia pada tahun 2006 – 2010. Laju pertumbuhan penduduk tidak selalu
memberikan sumbangan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pengaruh Laju Pertumbuhan Modal Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi :
Koefisien variabel dari laju pertumbuhan modal manusia ialah 0,0012 maka laju pertumbuhan
modal manusia cenderung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara
tidak signifikan. Teori Solow menyatakan bahwa laju pertumbuhan modal manusia berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Modal manusia merujuk pada stok pengetahuan dan
keterampilan berproduksi seseorang.
Pengaruh Laju Pertumbuhan Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi : Variabel
laju pertumbuhan inflasi negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia pada tahun 2006 – 2010. Koefisien variabel dari laju pertumbuhan inflasi adalah -
0,0173 dan nilai ini ialah negatif, maka laju pertumbuhan inflasi cenderung berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tidak signifikan. Pengaruh tidak signifikannya
laju pertumbuhan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain disebabkan karena inflasi
(demand pull) pada rate yang wajar menunjukkan tanda peningkatan pendapatan. Jadi, karena
bukan hiperinflasi maka tidak sampai menggerus pertumbuhan (growth).
Pengaruh Laju Pertumbuhan Ekspor Netto terhadap Pertumbuhan Ekonomi :
Variabel laju pertumbuhan ekspor netto positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia pada tahun 2006 – 2010. Koefisien variabel dari laju pertumbuhan ekspor netto ialah
0,0003 dan nilai ini ialah positif, maka laju pertumbuhan ekspor netto berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan. Tingkat ekspor netto suatu daerah
berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional walaupun belum begitu besar
peranannya.
Daftar pustaka
http://princesskikystory.blogspot.com/2011/10/teori-pembangunan-1.html[02 Desember 2014]
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/06/04/model-pertumbuhan-ekonomi-harrod-domar-dan-solow-sebuah-perbandingan-dan-studi-empiris-370213.html[3 Desember 2014]
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertumbuhan_ekonomi[3 Desember 2014]
http://wawanhariskurnia.blogspot.com/2012/12/makalah-teori-pertumbuhan-ekonomi_3.html[03 Desember 2014]
https://amriamir.wordpress.com/2008/09/03/sumber-sumber-pertumbuhan-ekonomi-indonesia/[03 Desember 2014]
http://punyauchti.blogspot.com/2013/05/teori-pertumbuhan-baru-pertumbuhan.html[03 Desember 2014]