sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view18 hours ago · Pasien datang setelah mengalami...
Transcript of sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view18 hours ago · Pasien datang setelah mengalami...
LAPORAN KASUS
Cedera Kepala Berat
Diajukan Kepada:
dr.Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH
Disusun oleh:
NOVIA AYU RAHMA SETYAPUTRI
1910221079
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
CEDERA KEPALA BERAT
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik dibagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD AMBARAWA
Disusun oleh:
NOVIA AYU RAHMA SETYAPUTRI
1910221079
Pembimbing
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Cedera Kepala Berat”.
Terselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Nurtakdir Setyawan, Sp.S, M.Sc, MH yang telah membimbing dan seluruh teman-teman kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kedokteran Saraf atas kerjasama dan bantuan selama penyusunan tugas ini.
Penulis mengetahui banyak kekurangan yang harus diperbaiki dan mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari pembaca guna perbaikan yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Ambarawa, 11 Januari 2021
Penulis
BAB I ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. MDE
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 13 Juli 2000
Umur : 20 tahun 6 bulan 28 hari
Alamat : Berokan Banyu Kuning
Agama : Islam
Pekerjaan : Wirausaha
Status perkawinan : Belum menikah
Tanggal masuk : 05 Januari 2021 Pukul: 08:02 dirujuk dari Puskesmas Kusumowono pukul 06.00
Tanggal keluar :-
Keluhan Utama
Pasien konsulan dengan DPJP dr. Pipiet, Sp.OT dengan penurunan kesadaran pasca kecelakaan lalu lintas.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang setelah mengalami kecelakaan lalu lintas saat mengendarai motor 2 jam SMRS. Saksi mata mengatakan bahwa pasien membawa sepeda motor di daerah Bandungan dengan jalan licin dan menurun, lalu motor pasien tergelincir sehingga pasien menabrak pembatas jalan dan terjatuh dengan kepala terlebih dahulu ke dalam sungai sedalam 2,5 meter. Motor pasien tidak ikut jatuh ke dalam sungai. Pasien ditolong oleh warga dalam keadaan tidak sadarkan diri dan tiba di Puskesmas Kusumowono pada pukul 06.00 pagi, lalu di rujuk ke IGD RSUD Ambarawa pada pukul 08:00 pagi karena alat yang memadai tidak tersedia. Pada saat di IGD, pasien mengalami penurunan kesadaran, pasien tampak gelisah dan tidak dapat menjelaskan kronologi kecelakaan. Pasien tidak menyangkal saat ditanya bahwa pasien dalam pengaruh alkohol. Pasien menutup mata dan mengerang. Saat di IGD pasien mengeluhkan nyeri pada bagian luka dan dada lalu selanjutnya dilakukan rontgen sebanyak 2x di IGD. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada kepala sebelah kanan terasa nyut-nyutan sedikit. Keluarga pasien mengatakan pasien diajak bicara tidak nyambung, tidak dapat merespon pertanyaan keluarga dan hanya mengucapkan 1-2 kata yaitu memanggil orang tua saja. Pada bagian kelopak mata sebelah kanan tampak memar dan mata tampak merah, namun pasien tidak mengeluhkan gangguan penglihatan, maupun pendengaran. Pasien tidak mengalami sesak nafas dan kejang. Pasien tidak merasakan mual dan muntah. Terdapat keterbatasan pergerakan pada bagian kaki kanan serta ada luka lecet basah pada pinggang bagian kiri. Tidak terdapat cairan atau darah yang keluar dari telinga maupun hidung. BAK (+) keruh, BAB (-). Pukul 12:20, pasien dipindahkan ke ruangan bangsal. Di bangsal Dahlia pasien mengeluhkan lemas dan nyeri pada area luka, lalu pasien juga mengeluhkan cegukan yang tidak berhenti sejak malam hari sebelumnya. Pasien juga merasakan nyeri kepala ringan di sebelah kiri yang nyut-nyutan.
· Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah memiliki penyakit gangguan kejang, dan epilepsy. Pasien tidak memiliki penyakit gangguan penglihatan sebelumnya.
· Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
Pasien mengakui suka meminum alcohol seminggu 2 kali bersama teman-temannya. Pasien ikut bekerja dirumah bersama ayah. Tidak terdapat faktor stress psikososial yang membuat pasien memiliki kecenderungan untuk bunuh diri.
· Riwayat Pengobatan
Tidak dalam konsumsi obat-obatan tertentu. Saat kejadian pasien berada dalam pengaruh alcohol, sehingga kesadaran pasien dapat dipengaruhi dari alkohol.
ANAMNESIS SISTEM
1. Sistem Serebrospinal
Penurunan kesadaran (+), nyeri kepala (+), kejang (-), muntah menyemprot (-)
2. Sistem Kardiovaskuler
Riwayat hipertensi (-), riwayat jantung (-)
3. Sistem Respirasi
Sesak napas (-), batuk (-)
4. Sistem Gastrointestinal
Muntah (-), BAB (-)
5. Sistem Muskuloskeletal
Keterbatasan gerak pada bagian panggul dan kaki kanan (+)
6. Sistem Integumen
Terdapat luka robek pada paha kanan, memar pada kelopak mata kanan, luka lecet pada pinggang kanan, dan jempol kiri
Sistem Urogenitalia
BAK kuning keruh (+)
RESUME ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis. Pasien mengalami kecelakaan motor tunggal 2 jam SMRS. Pasien adalah pasien rujukan dari Puskesmas Kusumowono. Pada saat di IGD, pasien laki-laki berusia 20 tahun dibawa ke IGD RSUD Ambarawa oleh penolong pada pukul 08:00 dengan penurunan kesaradan. Pasien tidak membuka mata dan mengerang. Pasien tidak nyambung saat diajak bicara, namun dapat mengenali kedua orangtuanya. Pasien tidak menyangkal saat ditanya tentang konsumsi alkohol sebelum terjatuh. Luka memar pada mata kanan, luka robek pada paha kanan dan lecet pada pinggul kiri serta jempol kaki kiri. Terdapat keterbatasan gerak pada kaki kanan. Sesak nafas (-) dan kejang (-). Tidak ada cairan maupun darah keluar dari hidung dan telinga. BAK (+) keruh, BAB (-). Diagnosis awal pasien yaitu cedera kepala sedang akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu atau hal serupa sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga disangkal. Pasien tidak dalam konsumsi obat-obatan tertentu.
DISKUSI PERTAMA
Berdasarkan anamnesa, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan datang dengan penurunan kesadaran selama > 10 menit, tanpa disertai adanya cairan dan perdarahan melalui telinga dan hidung.
Pasien tidak membuka mata dan terus mengerang, hal tersebut menandakan bahwa pasien merasakan nyeri yang dapat berasal dari nyeri kepala maupun dari luka yang pasien dapatkan.
Berdasarkan keluhan yang disebutkan oleh pasien, pasien dapat dikategorikan dalam Cedera Kepala Sedang dengan kemungkinan terdapatnya perdarahan intracranial dan intraventrikel (Jika CT Scan (+) terdapat perdarahan maka diagnosis akan berubah menjadi cedera kepala berat) sehingga pentingnya dilakukan pemeriksaan penunjang dan penelurusan neurologis sebagai berikut:
1. Tanda-tanda fraktur basis kranii:
a. Hematom periorbital bilateral (racoon): positif/negatif
b. Hematom pada mastoid (Battlesign): negatif/negatif
c. Hematom konjungtiva: positif/negatif
d. Perdarahan hidung atau telinga: negatif/negatif
2. Perlu dilakukannya pemeriksaan tingkat kesadaran untuk menentukkan tingkat keparahan cedera kepala pasien. 07 Januari 2021 : E3V4M5
4.Mekanisme terjadinya cedera pasien menabrak pembatas jalan dan jatuh ke sungai dengan kepala terlebih dahulu.
5.Gejala Penyerta post cedera
a. Pingsan : positif
b. Nyeri kepala: positif
b. Mual-muntah : negatif
c. Kejang : negatif
d. Gangguan pandangan: negatif
Berdasarkan penelusuran tersebut ditentukan bahwa pasien mengalami cedera kepala sedang (terdapatnya penurunan kesadaran dengan GCS 12 disertai pingsan >10 menit), namun karena belum ada bukti adanya perdarahan pada hasil CT Scan maka pasien masuk kriteria cedera kepala berat.
TINJAUAN PUSTAKA
CEDERA KEPALA
Menurut Brain Injury Assosiation of America, trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. Lesi kontusio dibawah area benturan disebut lesi kontusia “coup”. Apabila lesi kontra (countercoup). Kontusio intermediet adalah lesi yang berada diantara lesi kontusio coup dan countercoup.
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, trauma adalah penyebab utama kematian orang yang lebih muda dari 40 tahun. Menurut American Trauma Society, di USA kejadian cedera otak traumatika setiap tahun diperkirakan mencapai 500.000 kasus, dan 10% diantaranya meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Insidensi di Negara berkembang seperti Indonesia meningkat. Peningkatan ini erat hubungannya dengan meningkatnya industrialisasi dan pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor.
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
1. Berdasarkan etiologi lesi atau cedera
a. Cedera Kepala Primer
Lesi primer merupakan lesi yang timbul pada saat kejadian trauma dapat bersifat lokal maupun difus. Lesi lokal berupa robekan pada kulit kepala, otot-otot dan tendo pada kepala yang mengalami trauma dapat terjadi perdarahan subgaleal maupun fraktur tulang tengkorak, dapat pula terjadinya kontusio jaringan otak
b. Cedera Kepala Sekunder
Lesi sekunder timbul beberapa waktu setelah terjadi trauma, menyusul kerusakan primer. Umumnya disebabkan oleh keadaan iskemia-hipoksia, edema serebri, vasodilatasi, perdarahan subdural, perdarahan epidural, perdarahan subaraknoidal, perdarahan intraserebral, dan infeksi.
2. Mekanisme Cedera Kepala
a. Cedera Kepala Tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul
b. Cedera Kepala Tembus
Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
3. Beratnya Cedera Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15). Pasien dengan penurunan kesadaran :
a. Kategori minimal (GCS 15)
b. Cedera Kepala Ringan (GCS: 13-15)
c. Cedera Kepala Sedang (GCS: 9-12)
d. Cedera Kepala Berat (GCS 3-8)
Catatan: Pada pasien cedera kranioserebral dengan GCS 13-15, pingsan >10 menit, tanpa deficit neurologik, tetapi pada hasil scanning otaknya terlihat perdarahan, diagnosisnya bukan cedera kranioserebral ringan (CKR) / komosio, tetapi menjadi cedera kranioserebral berat (CKB).
3. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contercoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup). Lebih lanjut keadaan Trauma kepala menimbulkan edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai adanya penurunan kesadaran, muntah proyektil, papilla edema, dan nyeri kepala. Masalah utama yang sering terjadi pada cedera kepala adalah adanya perdarahan, edema serebri, dan peningkatan tekanan intracranial (Pharmeet, 2018)
4. Morfologi Cedera Kepala
a. Fraktur Kranium
Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan, garis fraktur biasanya menjalar hingga basis kranii. Pada trauma kepala mungkin hanya terjadi perenggangan sutura. Selain benturan kepala benda yang meruncing dapat menimbulkan fraktura impresi dengan pecahan tulang yang melesak.
· Fraktur calvaria
· Fraktur dasar tengkorak (basis cranii)
b. Komosio serebri (cedera kulit kepala)
Komosio serebri atau gegar otak adalah gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak akibat cedera kepala. Hilang kesadaran yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit. Gejalanya yaitu nyeri kepala, vertigo, muntah, tampak pucat. Terdapat amnesia retrograd yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan.
c. Kontusio Serebri (memar otak)
Kontusio serebri adalah gangguan fungsi neurologik akibat cedera kepala yang disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas otak masih utuh, Otak mengalami memar dengan memungkinkan adanya daerah yang mengalami perdarahan. Gejala yang timbul lebih khas yaitu, penderita kehilangan gerakan, kehilangan kesadaran lebih dari 10 menit
d. Hematoma Epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula interna dan duramater. Paling sering terletak di region temporal atau temporal parietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Munculnya Lucid Interval (sadar setelah kecelakaan), (Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Pada hasil pemeriksaan CT-Scan menunjukkan adanya gambaran bikonveks yang opak.
e. Hematoma Subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Namun juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akut biasanya lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Hasil CT-Scan kepala akan menunjukkan gambaran lentikuler, falx atau tentorium. Dibagi atas : Akut (gejala timbul < 72 jam setelah cidera), Subakut (hari ke 3-21), Kronik (timbul gejala > 3 minggu).
f. Perdarahan Intraventrikel
Perdarahan intraventrikular primer merupakan perdarahan yang terbatas pada sistem ventrikuler yang bersumber dari intraventrikel atau lesi yang bersebelahan dengan ventrikel, contohnya trauma intraventrikular, aneurisma, malformasi pembuluh darah dan tumor yang biasanya melibatkan pleksus koroideus. Sekitar 70% dari perdarahan intraventrikular sekunder terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau perdarahan subarakhnoid ke dalam sistem ventrikel (Hanley dkk, 2009). Setelah perdarahan inisial terjadi, tiga risiko utama yang akan mempengaruhi kejadian selanjutnya yaitu rebleeding, vasokonstriksi dan hidrosefalus. Pada perdarahan intraventrikular yang berat dijumpai tanda penurunan kesadaran, kejang baik fokal maupun general dan tanda-tanda kompresi batang otak (Paciaroni dkk, 2012).
g. Perdarahan Subarakhnoid
Umumnya terjadi dalam banyak kasus TBI dan jika komponen darah menghambat vili arakhnoid maka perdarahan dapat mengakibatkan hidrosefalus komunikans atau hidrosefalus non komunikans.
MANIFESTASI KLINIS CEDERA KEPALA
1. Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran dapat diakibatkan oleh Diffuse axonal injury (DAI) merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan kesadaran setelah terjadinya trauma lebih dari 6 jam tanpa ditemukan penyebab yang jelas penurunan kesadaran. Lesi yang timbul pada cedera kepala dapat menyebabkan peregangan dari akson-akson di otak hingga mengalami gangguan konduksi dan fungsi.
2. Tanda Fraktur Kranium
a. Battlesign (ekimosis pada mastoid)
b. Racoon Eyes (ekimosis perorbital)
c. Hemotipanum (perdarahan membrane timpani telinga)
d. Rinorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga)
3. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
mual muntah, penglihatan ganda, perasaan gelisah, papil edema
4. Gejala lain
Mual, muntah proyektil (muntah seperti makanan disembur keluar), penurunan kesadaran, perubahan ukuran pupil, posisi abnormal ekstremitas, trias cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan).
B. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinik : Penurunan Kesadaran, nyeri kepala onset 2 jam SMRS
Diagnosis topis : Intrakranial
Diagnosis etiologi : Cedera Kepala Sedang
Diagnosis Insidensi: Pro operasi debridement Vulnus Laceratum Cruris dextra
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada saat perawatan di Bangsal Dahlia Kamar 212.3 RSGM Ambarawa (09/01/2020 pukul 13.00 WIB)
Status generalis
KU: tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos Mentis
GCS E4V5M6
Tanda vital
TD: 130/80 mmHg
N: 92 x/menit
T: 37,1oC
RR: 20 x/menit
SpO2: 96%
Pemeriksaan Fisik
Kepala: Normocephal/konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor 2/2, periorbital ekimosis/racoon eyes (+/-), subconjungtiva hemorrhage dextra (+), reflex kornea +/+, reflex pupil +/+, ekimosis retroaurikuler/battlesign (-), epistaksis (-), otorrhea (-)
Leher: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis (-)
Palpasi: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi: Batas atas jantung: ICS II parasternal sinistra
Batas kanan jantung: Linea parasternal dextra
Batas kiri jantung: Mid clavicula sinistra
Auskultasi: S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Paru
Inspeksi: Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi: Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi: Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi: Datar
Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar,
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Normal
· Ekstremitas Superior: Akral dingin -/-, CRT < 2 detik
Inferior: ROM terbatas, Akral dingin -/-, CRT < 2 detik
Kulit: Turgor kulit normal
Status Neurologis
Sikap Tubuh: Simetris
Gerakan abnornal : tidak ada
Cara berjalan: Sulit dinilai
Pemeriksaan Saraf Kranial :
D. LAMPIRAN
Nervus
Pemeriksaan
Kanan
Kiri
N.I. Olfaktorius
Daya penghidu
Normal
N.II. Optikus
Daya penglihatan
Normal
Penglihatan warna
Lapang pandang
N.III. Okulomotor
Ptosis
-
-
Gerakan mata ke medial
N
N
Gerakan mata ke atas
N
N
Gerakan mata ke bawah
N
N
Ukuran pupil
2 mm
2 mm
Bentuk pupil
Bulat
Bulat
Refleks cahaya langsung
+
+
N.IV. Troklearis
Strabismus divergen
-
Normal
-
Gerakan mata ke lateral bawah
Strabismus konvergen
N.V. Trigeminus
Menggigit
+
Membuka mulut
+
Sensibilitas muka
N
N
Refleks kornea
+
+
N.VI. Abdusen
Gerakan mata ke lateral
Normal
-
Strabismus konvergen
N.VII. Fasialis
Kedipan mata
+
+
Lipatan nasolabial
-
-
Sudut mulut
N
N
Mengerutkan dahi
+
+
Menutup mata
+
+
Meringis
+
+
Menggembungkan pipi
+
+
Daya kecap lidah 2/3 anterior
+
+
N.VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik
+
+
Tes Rinne
Tidak dilakukan
Tes Schwabach
N.IX.
Glosofaringeus
Arkus faring
N
N
Daya kecap lidah 1/3 posterior
N
N
Refleks muntah
N
N
Tersedak
-
-
N.X. Vagus
Denyut nadi
92 x/ min
Arkus faring
N
N
Bersuara
+
Menelan
+
N.XI. Aksesorius
Memalingkan kepala
+
+
Sikap bahu
N
N
Mengangkat bahu
N
N
N.XII. Hipoglossus
Sikap lidah
N
N
Artikulasi
N
N
Fasikulasi lidah
-
-
Menjulurkan lidah
+
Trofi otot lidah
-
-
Reflek patologis: negatif
Pemeriksaan sensibilitas: normal
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif:
Miksi: kuning keruh (+)
Defekasi: BAB (-)
Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan
· Cara berjalan: sdn
· Tes Romberg: sdn
· Tes Fukuda: sdn
· Tes telunjuk hidung: N
· Disdiadokinesis: N
Pemeriksaan Rangsang Meningeal (Negatif)
· Kaku kuduk: -
· Kernig Sign: -
· Brudzinski I: -
· Brudzinski II: -
· Brudzinski III : -
· Brudzinski IV : -
· Pemeriksaan Lokalis
Terdapat Vulnus Laceratum pada bagian cruris dextra
Terdapat Vulnus Excoriatum pada bagian digitus pedis dextra dan regio lumbar dextra dengan panjang 6 cm dan lebar 5 cm
Terdapat ekimosis pada periorbita sinistra
Suspek terdapat tanda fraktur blow out (+)
Tidak Terdapat tanda fraktur kranii : battle sign (-), raccoon eyes (+/-)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Head CT-Scan Aksial Non Kontras (06/01/2021)
Hasil Expertise Head CT-Scan (06/01/2021)
a. Epidural hematoma regio frontal kanan dan temporal kanan
b. Petechial hemorrhage lobus temporal kanan
c. Subarachnoid hemorrhage
d. Tak tampak tanda peningkatan tekanan intracranial saat ini
e. Pneumocephal dan hematoma softtissue regio frontotemporal kanan, maksila kanan, dan periorbita kanan dengan emfisema regio maksila kanan
f. Fraktur pada os frontotemporal kanan, temporal kanan, dinding lateral medial orbita kanan dengan ekstruksi orbital fat ke medial, dan dinding anterior posterior sinus maksilaris kanan
g. Hematoma pada sinus frontal kanan, ethmoid, sfenoid dan maksilaris kanan kiri.
Rontgen Cruris Dextra AP/LAT besar (05/01/2021)
Hasil Expertise Rontgen Cruris Dextra AP/LAT (05/01/2021)
Kesan:
a. Tampak soft tissue swelling dengan emfisema regio genu sampai proksimal cruris kanan
b. Tak tampak garis fraktur
c. Kedudukan sendi femorotibial kanan baik, tak tampak dislokasi.
Rontgen Cranium AP/LAT besar (05/01/2021)
Hasil Expertise Rontgen Cranium AP/Lateral (05/01/2021)
a. Tampak soft tissue swelling regio frontotemporal kanan.
b. Tampak deformitas pada tulang frontal kanan curiga fraktur, DD/ sutura
Rontgen Cervical AP/LAT besar (05/01/2021)
Tervisualisasi V.C1-5
Hasil Expertise Rontgen Cervical AP/Lateral (05/01/2021)
a. Straight cervical curvature
b. Tak tampak kompresi maupun listhesis cervical yang tervisualisasi
c. Airway space baik
Rontgen Thorax AP (05/01/2021)
Hasil Expertise Rontgen Thorax AP (05/01/2021)
a. Cor tak membesar
b. Corakan vascular meningkat, tak tampak gambaran kontusio pulmonum saat ini
c. Tak tampak fraktur pada tulang yang tervisualisasi.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (05/01/2021) 14:18
PEMERIKSAAN
HASIL
NILAI RUJUKAN
Hb
15.5
12.8-16.8
Leukosit
18.8 H
4.5-13.5
Eritrosit
5.24
3.8-5.8
Hematokrit
42.7
40-52
Trombosit
252
150-400
MCV
81.6 L
82-98
MCH
29.6
27-32
MCHC
35.2
32-37
MPV
0,7
7-11
Limfosit
0.61 L
1.0-4.5
Monosit
1.35 H
0.2-1.0
Eosinofil
0.02 L
0.04-0.8
Basofil
0.08
0-0.2
Neutrofil
16.70 H
1.8-7.5
Limfosit%
3.4 L
25-40
Monosit%
7.2
2-8
Eosinofil%
0.1 L
2-4
Basofil%
0.4
0-1
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (05/01/2021) (14.18)
Neutrofil
88.9 H
50-70
PCT
0.244
0.2-0.5
PDW
10.2
10-18
PTT
11.3
9.3-11.4
INR
1.09
APTT
23.5 L
24.6-32.8
ALC
640 L
1000-4500
NLR
26.08 H
<3.13
GLUKOSA SEWAKTU
138 H
74-106
SGOT
51
0-50
SGPT
60 H
0-50
UREUM
26
10-50
KREATININ
1.18
0.62-1.1
HBSAG
-
-
KONSULTASI
· Konsultasi spesialis anestesi : acc debridement cruris
· Konsultasi spesialis mata : gangguan penglihatan post trauma jawaban : subkonjungtival bleeding OD
Hematoma OD
DISKUSI KEDUA
Penurunan kesadaran dengan GCS <13 saat datang ke igd dan GCS < 15 selama > 2 jam tidak membaik merupakan salah Satu dari indikasi perlu dilakukannya pemeriksaan CT-Scan pada pasien dengan cedera kepala untuk memastikan morfologi dari lesi pada cedera Kepala pasien (National Institute for Healthand Care Exellence, 2019).
INDIKASI DILAKUKANNYA CT-SCAN (NICE, 2019):
a. Jika GCS <13 saat datang ke IGD
b. Jika GCS <15 dalam waktu 2 jam tidak membaik
c. Terdapat tanda-tanda fraktur basis cranium
d. Terdapat gangguan fungsi neurologis fokal
e. Post-traumatic seizure
f. Amnesia anterograde ataupun retrograde selama >5 menit
Adapun pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006) adalah sebagai berikut:
a. Minimal (Simple head injury)
· Tidak ada penurunan kesadaran
· Tidak ada amnesia post trauma
· Tidak ada deficit neurologi
· GCS = 15
b. Ringan (Mild head injury)
· Kehilangan kesadaran <10 menit
· Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom
· Amnesia post trauma <1 jam
· GCS =13-15
c. Sedang (Moderate head injury)
· Kehilangan kesadaran antara >10 menit sampai 6 jam
· Terdapat lesi operatif intracranial atau abnormal CT scan
· Dapat disertai fraktur tengkorak
· Amnesia post trauma 1-24 jam
· GCS = 9-12
d. Berat (Severe head injury)
· Kehilangan kesadaran lebih dari 6 jam
· Terdapat kontusio, laserasi, hematom, edema serebral
· Abnormal CT Scan
· Amnesia post trauma >7 hari
· GCS = 3-8
Bila pasien dating dengan penurunan kesadaran lebih dari 24 jam disertai deficit neurologis dan abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intracranial, maka dimasukkan klasifikasi cedera kepala berat (Perdossi, 2006).
Pada pemeriksaan fisik, ditemukannya penurunan kesadaran namun tanpa disertai kelainan neurologis fokal seperti kesulitan memahami, menulis, membaca, gangguan pandangan maupun gangguan berjalan dengan hasil CT-Scan menunjukkan adanya perdarahan intrakranial yaitu subdural hematoma falx cerebri dan intraventrikel hemorrhage. Sehingga menguatkan diagnosis berupa Cedera Kepala Berat. Pada pemeriksaan laboratorium, tidak ditemukan kausa bersaing yang menyebabkan penurunan kesadaran sehingga perdarahan intrakranial merupakan etiologi utama dari penurunan kesadaran pada kasus ini.
Pada kunjungan pertama bagian saraf (05/01/2021) pasien didiagnosis menderita Cedera Kepala Sedang karena ditemukannya kesadaran menurun dengan GCS 12. Hasil Rontgen cranium pada tanggal 05/01/2021 mendapatkan kesan soft tissue swelling regio frontotemporal kanan dan deformitas pada tulang frontal kanan yang memunculkan kecurigaan fraktur. Hasil CT-Scan pada tanggal 06/01/2020 menunjukkan terdapatnya Epidural hematoma regio frontal kanan dan temporal kanan, subarachnoid hemorrhage, petechial hemorrhage lobus temporal kanan, pneumochephal dan hematoma soft tissue regio frontotemporal kanan, maksila kanan dan periorbita kanan dengan emfisema regio maksila kanan, fraktur os frontotemporal kanan, temporal kanan, dinding lateral medial orbita kanan dengan ekstruksi orbital ke medial dan dinding anterior posterior sinus maksilaris kanan, dan hematosinus pada sinus frontal kanan, ethmoid, sfenoid dan maksilaris kanan kiri tanpa disertai adanya peningkatan tekanan intrakranial. Terdapatnya epidural hematoma dapat dilihat dari adanya hiperdensitas bentuk bikonfek pada regio frontal kanan dan temporal kanan dari kepala pasien sedangkan subarachnoid hemorrhage dapat dilihat dari tampak lesi hiperdens mengisi sulkus kortikalis regio temporal kanan dan fissure sylvii kanan lalu ada penyempitan pada sulkus kortikalis regio temporal dan fissure sylvii kanan, ventrikel lateralis kanan tanpa adanya midline shifting. Lesi eksternal berada di bagian dekstra dengan hasil CT-Scan yang menunjukkan kerusakan pada bagian dekstra menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami lesi coup, dimana timbulnya lesi intrakranial pada bagian yang sama dari lokasi terjadinya benturan. Perdarahan epidural adalah akumulasi darah di ruangan antara lapisan dalam tengkorak dan lapisan terluar dura mater, dapat disebabkan oleh rupturnya arteri meningeal medial yang berada dibawah temporal, kerusakan bersifat progresif dengan kesadaran yang menurun perlahan sehingga membutuhkan penanganan yang cepat agar prognosis tidak memburuk. Pada bagian periorbital dextra terdapat ekimosis (+), subconjungtival hemorrhage dextra (+) dan hasil dari CT Scan terdapat fraktur pada os frontotemporal kanan, temporal kanan, dinding lateral medial orbita kanan dengan ekstruksi orbital fat ke medial, dan dinding anterior posterior sinus maksilaris kanan yang memungkinkan suspek terjadinya fraktur blow out pada pasien ini.
Pada pemeriksaan foto rontgen cruris dextra pasien pada tanggal 05 Januari 2021, didapatkan hasil tampak soft tissue swelling dengan emfisema regio genu sampai proksimal cruris kanan, yang kemungkinan adanya keluhan nyeri pada pasien akibat adanya luka terbuka di area cruris dextra. Pasien saat di anamnesa mengatakan di IGD sempat terasa nyeri pada dada, lalu dilakukan pemeriksaan rontgen thorax dan didapatkan hasil tak tampak fraktur pada tulang, tak tampak gambaran kontusio pulmonum, maka kemungkinan nyeri dada pasien disebabkan oleh luka lecet yang terdapat pada area perut sebelah kiri pasien. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil leukosit tinggi yang menandakan adanya reaksi inflamasi/ infeksi yang terjadi.
Berdasarkan guidline oleh National institution for Health and Care tahun 2019, perlunya dilakukan pengawasan setiap setengah jam (2 jam pertama), setiap 1 jam (4 jam setelahnya), setiap 2 jam (seterusnya) terhadap Glasgow Coma Scale , Refleks pupil, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, pergerakan tungkai, suhu tubuh dan saturasi oksigen.
DIAGNOSIS CEDERA KEPALA
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kesadaran (GCS)
Pemeriksaan neurologis fokal
Pemeriksaan Lokalis (lokasi lesi)
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Radiologi: CT-Scan, MRI
G. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis: Penurunan Kesadaran, Nyeri Kepala
Diagnosis Topis: Intrakranial
Diagnosis Etiologi: Cedera Kepala Berat
Diagnosis Insidensi : Pro Operasi Debridement Vena Laceratum cruris dextra
H. PENATALAKSANAAN
Farmakologis
Infus RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2x1 amp
Inj. Ranitidin 2x1gram
Inj. Citicolin 2x500 mg
Inj. Metilprednisolon 4x125
Inj. Asam tranexamat 3x1 gr
PO. Chlorpromazin 2x1/2 (50 mg)
Non-Farmakologis
Resusitasi ABCDE (awal di IGD)
Head up 30o
O2 3 lpm
I. PROGNOSIS
Death: dubia
Discomfort: dubia
Dissatisfaction: dubia
Distitution: dubia
Disease: dubia
Disability: dubia
DISKUSI KETIGA
TATALAKSANA CEDERA KEPALA
Tujuan minimum dari tatalaksana Cedera Kepala (McCarthy, 2018):
1. PaO2 >60
2. SaO2 >90%
3. PaCO 235-40
4. Tekanan Sistolik >90mmHg
Dasar penatalaksanaan Cedera Kepala (McCarthy, 2018):
1. Resusitasi (ABCDE) dan observasi pada 4 jam pertama
2. Posisikan pasien 30o
3. Konsultasi Neurologis
4. Tatalaksana Pembedahan berupa kraniotomi, jika:
Pada trauma tertutup
a. Fraktur impresi
b. Perdarahan epidural: volume perdarahan >30 cc tanpa memperhitungkan
GCS atau midlineshift >5 mm, GCS <8.
c. Perdarahan subdural: jika volume perdarahan >10 mm atau midlineshift >5
mm, jika GCS berkurang 2 poin sejak pasien masuk, reflex pupil abnormal
atau ICP >20 mmHg.
d. Perdarahan intraserebral: jika GCS 6-8 dengan lesi temporal atau frontal >20 cc, midlineshift >5 mm, volume perdarahan >50 cc.
Pada trauma terbuka
d. Pneumoencephali
e. Corpus alienum
f. Luka tembak
a. Fraktur multipel
b. Dura yang robek disertai laserasi
c. Liquorhea
Tatalaksana Medikamentosa, yaitu:
a. Bolus Mannitol (20%,100mL) IV jika terjadi peningkatan tekanan intracranial (tetap diberikan pada pasien dengan penurunan kesadaran di IGD)
b. Antibiotik profilaksis jika terdapat fraktur basis kranii ataupun lesi terbuka
c. Antikonvulsan untuk kejang pasca trauma
d. Pemberian anti-nyeri
e. Kontra indikasi terhadap pemberian obat-obatan narkotik maupun sedative karena dapat menurunkan kesadaran
TATALAKSANA PADA KASUS
· Citicholin 2x500 mg
Berperan untuk perbaikan membrane sel saraf melalui peningkatan sintesis phophatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik. Citicholine juga mampu meningkatkan kemampuan kognitif.
· Ranitidin 2x1 gram
Ranitidin merupakan antagonis kompetitif reversibel reseptor histamin pada sel parietal mukosa lambung yang berfungsi untuk mensekresi asam lambung. Ranitidin mensupresi sekresi asam lambung dengan inhibisi Histamin yang diproduksi oleh sel ECL gaster.
· Methylprednisoloine 4x125 mg
Methylprednisolone pada kasus ini digunakan sebagai tatalaksana untuk menurunkan TIK pada edema vasogenik. Edema vasogenik terjadi karena gangguan pada persimpangan endotel yang ketat yang membentuk sawar darah-otak. Hal ini memungkinkan protein dan cairan intravaskular menembus ke dalam ruang ekstraseluler parenkim. Mekanisme yang berkontribusi terhadap disfungsi sawar darah-otak termasuk gangguan fisik akibat hipertensi atau trauma arteri, dan pelepasan senyawa destruktif vasoaktif dan endotel. Edema serebri lainnya adalah edema sitotoksik, edema intersisial, edema osmotic dan edema hidrostatik. Pada edema sitotoksik sawar darah-otak tetap utuh tetapi gangguan metabolisme seluler merusak fungsi pompa natrium dan kalium dalam membran sel glial, yang menyebabkan retensi seluler natrium dan air. Astrosit yang bengkak terjadi pada materi abu-abu dan putih (grey matter dan white matter). Pada edema sitotoksik, dapat diberikan manitol untuk menurunkan TIK. Edema serebri osmotic terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik antara plasma darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler). Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri dan kenaikan TIK. Bentuk edema serebral hidrostatik terlihat pada hipertensi maligna akut. Diperkirakan merupakan hasil dari transmisi langsung tekanan ke kapiler otak dengan transudasi cairan dari kapiler ke kompartemen ekstravaskular. Edema interstisial terjadi pada hidrosefalus obstruktif akibat pecahnya sawar otak-CSF. Ini menghasilkan aliran trans-ependim CSF, menyebabkan CSF menembus otak dan menyebar ke ruang ekstraseluler dan materi putih. Edema serebral interstisial berbeda dari edema vasogenik karena CSF hampir tidak mengandung protein.
· Ceftriaxone 2x1 gram
Sebagai antibiotic spectrum luas untuk pengobatan profilaksis jika terjadi infeksi. Mekanisme nya adalah menghambat pertumbuhan bakteri.
· Asam Tranexamat 3x1 gram
Sebagai penghenti perdarahan yang bekerja pada kaskade koagulasi, cara kerja asam tranexamat adalah dengan menghambat fibrinolisis dengan cara mencegah perubahan plaminogen menjadi plamsin. Selain mengurangi ekspansi hematoma, asam traneksamat juga dapat menurunkan edema perhematoma dan respons inflamasi.
· Chlorpromazin 2x1/2 (50 mg)
Sebagai pengobatan untuk keluhan cegukan terus menerus pasien. Obat ini merupakan obat antipsikotik jenis phenothiazine yang berkerja dengan cara menghambat reseptor dopamine D2 yang ada di otak. Selain itu obat ini juga dapat menghambat reseptor histamin H2 dan muskarinik M1 sehingga bisa meredakan cegukan yang berkepanjangan.
Pasien dapat dipulangkan jika GCS sudah mencapai 15 (Compos Mentis), pemeriksaan fisik kembali stabil dan tidak adanya penyakit penyerta. Sudah tidak ada tanda dan gejala dari cedera kepala maupun peningkatan tekanan intracranial, tidak ada kelainan pada CT-Scan ulang ataupun tidak adanya indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan CT-Scan dan mendapat pengawasan yang baik jika dipulangkan (keluarga) selama 24 jam pertama setelah dipulangkan (NICE, 2019).
Pada tanggal 12/01/ 2021, kondisi pasien sudah stabil dan dapat dilaksanakan operasi debridement pada vulnus laceratum cruris dextra pasien.
K. FOLLOW UP
07/01/2021
S: post kll, penurunan kesadaran, lemas (+), mengantuk (+) respon bicara (+)
O:
(DAHLIA)
TD: 130/90, FN: 101x/min, RR: 24x/min, SpO2: 99% on NK 3 lpm, GCS : E3V5M4
A: Cedera Kepala Sedang H 3
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Citicholin 2x500 (H3)
Inj. Ranitidin 2x1(H3)
Inj. Metilprednisolon 4x125 (H2)
Inj. Ceftriaxon 2x1
Pro debridement paling cepat senin (11/01/2021)
Konsul Anestesi
08/01/2021
S: Nyeri kepala terasa nyut-nyutan, nyeri tubuh sebelah kiri, mual (-) muntah (-), Cegukan (+) sejak malam hari.
O: TD: 120/60, FN: 83x/min, RR: 22x/min, SpO2: 98% on NK 3 lpm, KM tungkai bawah x/5
A: Cedera Kepala Berat H4
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Citicholin 2x500 (H3)
Inj. Ranitidin 2x1(H3)
Inj. Metilprednisolon 4x125 (H2)
Inj. Ceftriaxon 2x1(H4)
Inj. Asam Tranexamat 3x1 gr (H2)
Pro debridement paling cepat senin (11/01/2021)
09/01/2021
S: Nyeri kepala membaik, lemas (+), Cegukan tidak berhenti sejak malam(+)
O: TD: 120/80 mmHg, FN: 75x/min, RR: 20x/min, SpO2: 97% on NK 3lpm
A: Cedera Kepala Berat HV
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Citicholin 2x500 (H3)
Inj. Ranitidin 2x1(H3)
Inj. Metilprednisolon 4x125 (H2)
Inj. Ceftriaxon 2x1(H4)
Inj. Asam Tranexamat 3x1 gr (H2)
PO Chlorpromazin 2x1/2 (50 mg)
Pro debridement paling cepat selasa bila memungkinkan (12/01/2021)
11/01/2021
S: Nyeri kepala membaik, respon bicara (+), tungkai bawah kanan dapat diangkat, gangguan penglihatan (+) seperti ada yang mengganjal. Cegukan (+)
O: TD: 130/90, FN: 93x/min, RR: 20x/min, SpO2: 96% on NK 3 lpm, suhu 36,9C. KM bawah 4/5
A: Cedera Kepala Berat HVII
V/L Cruris dextra
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Citicholin 2x500 (H7)
Inj. Ranitidin 2x1(H7)
Inj. Metilprednisolon 2x125 tapp off (H3)
Inj. Ceftriaxon 2x1(H7)
Inj. Asam Tranexamat 3x1 gr (H5)
PO Chlorpromazin 2x1/2 (50 mg)
Pro debridement paling cepat selasa bila memungkinkan (12/01/2021)
12/01/2021
S: Respon (+), lemas (+), cegukan (-), puasa untuk OP Debridement dengan dr. Pipit, Sp.OT
O: KU: CM, tampak sakit sedang TD: 130/90, FN: 74x/min, RR: 20x/min, SpO2: 97%
A: Cedera Kepala Berat HVIII
Vulnus Laceratum Cruris Dextra
P:
O2 NC 3 lpm
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Citicholin 2x500 (H8)
Inj. Ranitidin 2x1(H8)
Inj. Metilprednisolon 1x125 tapp off (H4) sudah selesai
Inj. Ceftriaxon 2x1(H8)
Inj. Asam Tranexamat 3x1 gr (H8)
KU Stabil : Pro debridement (12/01/2021)
DAFTAR PUSTAKA
1. Bullock MR, Hovda DA. Introduction to Traumatic Brain Injury. In : Youman’s (ed) Neurological Surgery 6th.ed. Philadelphia : Elsevier Saunders. 2011 : 3267-69.
2. Schouton JW, Maas AIR. Epidemiology of Traumatic Brain Injury. In : Youman’s (ed) Neurological Surgery 6th.ed. Philadelphia : Elsevier Saunders. 2011 : 3267-69.
3. Fearnside MR, Simpson DA. Epidemiology. In : Head Injury Pathophysiology and Management. London : Hodder Arnold. 2005 : 3-25.
4. Fane RA, Nassar T, Mazuz A, Waked O, Heyman SN, dkk. Neuroprotection by glucagon: role of gluconeogenesis. J Neurosurg 114:85-91, 2011.
5. Imron A. Pola pasien cedera otak traumatika di RSHS. 2012.
6. Data Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2011.
7. Parmeet K, Shaurabh S. Recent Advances in Pathophysiology of Traumatic Brain Injury. Curr Neuropharmacol. 2018 Oct; 16(8): 1224–1238.
8. McCarthy, Sally, 2018, Head Injury, Emergency Care Institute.
9. National Institute for Health and Care Excellence (NICE), 2019. Head Injury : assessment and early management. http://nice.org.uk
2