WACANA GOMBAL DALAM BAHASA INDONESIA: KAJIAN … · 2016. 11. 17. · formal. Dengan teknik...
Transcript of WACANA GOMBAL DALAM BAHASA INDONESIA: KAJIAN … · 2016. 11. 17. · formal. Dengan teknik...
i
WACANA GOMBAL DALAM BAHASA INDONESIA:
KAJIAN STRUKTURAL, PRAGMATIS, DAN KULTURAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Sony Christian Sudarsono
NIM: 094114002
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
Be(e) not afraid
(Bee Community)
Saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya bersatu padu untuk membantumu
meraihnya.
(The Alchemist – Paulo Coelho)
Karya sederhana ini aku persembahkan kepada:
Tuhan Yang Maha Esa,
Bapak Darsono dan Ibu Siti serta Nduk Christin di Klaten,
Cempluk dari Bandung
Prodi Sastra Indonesia USD,
Segenap pembaca karya sederhana ini….
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini tidak memuat
karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar
pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Februari 2013
Penulis
Sony Christian Sudarsono
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah
untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Sony Christian Sudarsono
NIM : 094114002
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul ―Wacana Gombal dalam Bahasa Indonesia:
Kajian Struktural, Pragmatis, dan Kultural‖.
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk
kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti
kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 28 Februari 2013
Yang menyatakan,
Sony Christian Sudarsono
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Yang Mahakasih atas berkat dan
rahmat yang melimpah selama penulis menyusun tugas akhir ini dari awal mencari topik
hingga akhir penyelesaiannya.
Skripsi berjudul ―Wacana Gombal dalam Bahasa Indonesia: Kajian Struktural,
Pragmatis, dan Kultural‖ ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar
Sarjana S1 pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Setelah melalui proses yang panjang, skripsi ini akhirnya terselesaikan. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih teriring doa tulus kepada pihak-pihak
yang telah menjadi perpanjangan Tangan Tuhan berikut.
1. Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum. yang berkenan menjadi pembimbing I penulis dalam
menyusun skripsi ini. Beliau memberikan banyak inspirasi, masukan, pinjaman buku
referensi, dan pesan-pesan yang berguna baik untuk penyusunan skripsi ini maupun
untuk kehidupan sehari-hari penulis.
2. Drs. Hery Antono, M.Hum. yang berkenan menjadi pembimbing II penulis dalam
menyusun skripsi ini. Beliau juga memberikan banyak inspirasi, masukan, pinjaman
buku referensi, dan pesan-pesan yang berguna baik untuk penyusunan skripsi ini
maupun untuk kehidupan sehari-hari penulis.
3. Para dosen Program Studi Sastra Indonesia USD yang belum disebut: Drs. B.
Rahmanto, M.Hum., Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Dra. F. Tjandrasih Adji,
M.Hum. (dosen pembimbing akademik penulis), S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum., Dr. Y.
Yapi Taum, M.Hum., dan Drs. F.X. Santosa, M.S., serta dosen-dosen pengampu mata
kuliah tertentu yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Pengabdian mereka
untuk dunia pendidikan sangat berharga dan patut dihormati.
4. Bapak Anthonius Sudarsono dan Ibu Maria Magdalena Siti Satsini serta Adik Christina
Susi Rahayu, keluarga tercinta yang telah membiayai dan selalu mendoakan penulis
selama hampir 24 tahun penulis hidup di dunia ini. Semoga karya ini dapat menjadi
kado pesta perak pernikahan Bapak dan Ibu yang sangat penulis cintai.
5. Benedikta Haryanti yang menjadi inspirator khusus penulis dari awal menemukan topik
hingga akhir penyusunan skripsi ini.
6. Staf karyawan sekretariat Program Studi Sastra Indonesia dan Fakultas Sastra yang
selama ini mengurus keperluan akademik penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
7. Pengelola dan segenap staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang membantu
penulis menyediakan buku-buku yang penulis butuhkan untuk penelitian ini pada
khususnya dan untuk keperluan kuliah penulis pada umumnya.
8. Teman-teman lain di Prodi Sastra Indonesia angkatan 2009. Tanpa disadari, mereka
semua bukan sekadar teman seperjalanan, melainkan juga inspirasi dan penyemangat
penulis.
9. Teman-teman PSM Cantus Firmus USD dan sang pelatih yang setiap berjumpa tak
henti-hentinya menanyakan apakah skripsi ini sudah selesai atau belum. Terima kasih
juga untuk pengalaman-pengalaman bersama di Palangkaraya, Malang, TBY, dan
terakhir Bali yang sungguh tak ternilai harganya. Pengalaman-pengalaman tersebut
secara tidak langsung membuat penulis lebih kuat menghadapi kesulitan-kesulitan
dalam menyusun skripsi ini. Semoga tahun depan sukses di Latvia.
10. Semua pihak yang ikut membantu dan mendukung penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas semuanya.
Penulis menyadari, karya sederhana ini masih memiliki banyak kekurangan karena
keterbatasan penulis sebagai seorang manusia. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun demi lebih baiknya karya ini dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Akhir
kata, semoga karya sederhana ini memberikan manfaat yang berguna bagi pembacanya.
Tuhan memberkati.
Yogyakarta, 28 Februari 2013
Sony Christian Sudarsono
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRAK
Sudarsono, Sony Christian. 2013. ―Wacana Gombal dalam Bahasa Indonesia:
Kajian Struktural, Pragmatis, dan Kultural‖. Skripsi Strata Satu
(S1). Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini membahas wacana gombal (WG). Gombal adalah kata dalam
bahasa Indonesia yang mengekspresikan sesuatu yang tidak berguna dan tidak
berarti. WG digunakan oleh seseorang (biasanya pria) untuk merayu, menggoda,
dan atau mencari perhatian orang lain terutama lawan jenis. Sekarang, WG
banyak digunakan untuk hiburan sebagai bagian dari wacana humor. Kajian atas
WG ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur WG, kesesuaian WG dengan
prinsip kerja sama, penyebab muncul dan berkembangnya WG, dan fenomena-
fenomena lingual dalam WG.
Teori yang digunakan untuk mengkaji WG meliputi (a) pengertian dan
struktur wacana, (b) wacana dialog, (c) wacana gombal, wacana humor, dan
budaya populer, (d) prinsip kerja sama, serta (e) humor dan penciptaan humor.
Landasan teori poin (a) dan (b) digunakan sebagai dasar analisis kajian struktural
terhadap WG. Sementara itu, landasan teori butir (c) s.d. (e) menjadi dasar dalam
mengkaji kesesuaian tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama, penyebab
muncul dan berkembangnya WG, dan jenis-jenis fenomena lingual yang terdapat
dalam WG.
Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama,
mengumpulkan data dari buku-buku kumpulan WG dan dari video-video acara
televisi yang memuat WG. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa dalam sumber-sumber data
tersebut dan mencatatnya dalam kartu data. Kedua, data dianalisis dengan metode
agih dan metode padan. Teknik yang digunakan dalam metode agih adalah teknik
bagi unsur langsung. Metode padan yang digunakan adalah metode padan
pragmatis. Terakhir, hasil analisis data disajikan dengan teknik informal dan
formal. Dengan teknik informal, hasil analisis data disajikan dengan kata-kata
biasa yang bersifat denotatif, bukan konotatif. Dengan teknik formal, hasil analisis
data disajikan dengan tabel ataupun rumus tertentu (Sudaryanto, 1993: 145).
Hasil dari penelitian ini meliputi empat hal yaitu struktur WG, kesesuaian
tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama, penyebab muncul dan
berkembangnya WG, dan fenomena lingual dalam WG. Struktur WG terdiri dari
dua unsur, yaitu pengantar dan ketidakterdugaan. Pengantar merupakan bagian
WG yang berfungsi sebagai pembangun persepsi tentang sesuatu. Sementara itu,
ketidakterdugaan merupakan bagian WG yang berfungsi membelokkan persepsi
yang telah dibangun di bagian pengantar untuk menghasilan ―nilai rasa gombal‖
dan efek jenaka.
Berdasarkan letak unsur pengantar dan ketidakterdugaannya, WG dibagi
menjadi dua tipe, yaitu tipe wacana dialog sederhana dan tipe wacana dialog
kompleks. WG yang bertipe wacana dialog sederhana memiliki fungsi I dan F.
Unsur pengatar dan ketidakterdugaan dalam WG terletak pada fungsi I. WG yang
bertipe wacana dialog kompleks sekurang-kurangnya memiliki fungsi I, R/I, R,
dan kadang-kadang F. Unsur ketidakterdugaan terletak di fungsi R yang terakhir,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
sedangkan fungsi-fungsi sebelumnya merupakan unsur pengantar yang
membangun sebuah persepsi.
Tuturan dalam WG membelok dari prinsip kerja sama untuk menghasilkan
―nilai rasa gombal‖. WG memuat sumbangan informasi yang bersifat berlebihan,
kurang logis, keluar dari konteks, dan ambigu. Penyebab terjadinya fenomena
nggombal dimulai dari media massa, terutama televisi. Media massa melalui
acara-acara televisi mempublikasikan WG sehingga populer di kalangan
masyarakat. WG pun menjadi trend center dalam dunia humor dan trend setter
dalam pergaulan sehari-hari.
Fenomena-fenomena lingual dalam WG meliputi pemanfaatan aspek-
aspek kebahasaan, yaitu (a) aspek fonologis yang meliputi (i) subtitusi fonem, (ii)
permainan fonem, dan (ii) penambahan suku kata; (b) aspek ketaksaan yang
meliputi (i) ketaksaan leksikal: polisemi dan homonimi, dan (ii) ketaksaan
gramatikal: idiom dan peribahasa; (c) gaya bahasa yang meliputi (i) hiperbola, (ii)
elipsis, (iii) metafora, dan (iv) personifikasi; (d) pantun; (e) nama; (f) pertalian
kata dalam frasa, (g) pertalian antarklausa yang meliputi (i) hubungan perlawanan,
(ii) hubungan sebab, (iii) hubungan pengandaian, (iv) hubungan syarat, (v)
hubungan tujuan, dan (vi) hubungan kegunaan; serta (i) pertalian antarproposisi
yang meliputi (i) silogisme dan (ii) entailmen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRACT
Sudarsono, Sony Christian. 2013. ―Wacana Gombal in Indonesian Language:
Structural, Pragmatics, and Cultural Study‖. Undergraduate Thesis.
Study Program of Indonesian Literary, Indonesia Literature Course,
Sanata Dharma University.
This thesis discusses wacana gombal (―gombal discourse‖, abbreviated as
WG). Gombal is a word in Indonesian language that describes something that is
useless and invaluable. Someone (usually a man) use WG to attempt to persuade
someone else, especially a woman. Now, WG is used as an entertainment so WG
is a part of humor discourse. This study on WG aims to describe the structure of
WG, the expediency of WG with cooperative principles, the reason WG can be
popular, and the lingual phenomenon in the WG.
The teories that be used in this studying are (a) the definition and structure
of discoures, (b) the dialogue discourse, (c) the WG, humor discoures and popular
culture, (d) the cooperative principles, and (e) the humor and the humor creating.
Teories in point (a) and (b) are used to analyse the structure of WG. Point (c) to
(e) become the basis to analyse the expediency of WG with the cooperative
principle, the reason WG can be popular, and the lingual phenomenons in the
WG.
The steps of the study are as follows. First, collect the data from the books
that and videos TV programs that contain WG with simak methods or observe
attentively the using of its langue and wrote it in the data card. Second, the data is
analyzed with the method of agih and padan. The agih method is applied through
the bagi unsur langsung technique (direct dividing element). The padan method
(equal method) that is used is pragmatics padan. Finally, the analytical result from
the data is served with informal and formal method. By informal method means
that the analytical data are presented by way of ordinary words that is words that
has its denotative character not it‘s connotative. Using formal method means that
the analytical data are presented by table or a certain formula (Sudaryanto, 1993:
145).
The result of this research are the structure of WG, the expediency of WG
with cooperative principles, the reason WG can be popular, and the lingual
phenomenon in the WG. The structure of WG is composed of the introduction and
unexpectedness. The function of introduction is to make a perception about
something. In the mean time, the unexpectedness functions to split the perception
that be made in the introduction to produce ―gombal effect‖ and humor.
WG can be divided to two types, which are simple conversation and
complicated conversation. Simple conversation has I and F. The introduction and
unexpectedness are in I. Complicated conversation has I, R/I, R, and sometimes F.
The unexpectedness is in the last R. the introduction is the part before the latest R.
The speech in WG is not appropriate with cooperative principles to
produce ―gombal effect‖. WG give the contribution as uninformative as is
required or more informative than is required, not logic, out of context, and
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
ambiguous. The reason WG can be popular is started from the mass-media. It
through the TV programs publishes WG so that be popular in the public. WG
become trend center in entertainment world and trend setter in the daily life.
The lingual phenomenon in WG cover the utilization of lingual aspects,
that are (a) phonological aspects: (i) phonemic play and (ii) syllabic adding; (b)
equivocal aspects: (i) lexically equivocal and (ii) grammatically equivocal; (c)
figure of a speech: (i) hyperbola, (ii) ellipsis, (iii) metaphor, and (iv)
personification; (d) limerick; (e) name; (f) the relation of words in the phrase; (g)
the relation inter clauses: (i) paradox relations, (ii) reason relations, (iii)
assumption relations, (iv) conditional relations, (v) aim relations, and (vi) useless
relations; and (i) inter proposition relations: (i) syllogism and (ii) entailment.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR SINGKATAN
F : feed back
I : inisiasi
Ir : reinisiasi
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
OVJ : Opera Van Java
O1 : orang pertama
O2 : orang kedua
R : respons
R/I : respons/inisiasi
WG : wacana gombal
DAFTAR TANDA
: memprediksi elemen berikutnya
: terprediksi oleh elemen sebelumnya
: terprediksi elemen sebelumnya dan memprediksi elemen berikutnya
[ ] : batas pertukaran
( ) : unsur yang diapit bersifat opsional
/ / : transkripsi fonemik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................................................... v
KATA PENGANTAR......................................................................................................... vii
ABSTRAK.......................................................................................................................... ix
ABSTRACT ........................................................................................................................ xi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ....................................................................... xiii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................... 6
1.5 Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 7
1.6 Landasan Teori ........................................................................................................ 10
1.6.1 Pengertian dan Struktur Wacana...................................................................... 10
1.6.2 Wacana Dialog ................................................................................................ 12
1.6.3 Wacana Gombal, Wacana Humor, dan Budaya Populer .................................. 14
1.6.4 Prinsip Kerja Sama.......................................................................................... 17
1.6.4.1 Maksim Kuantitas ............................................................................... 17
1.6.4.2 Maksim Kualitas ................................................................................. 18
1.6.4.3 Maksim Relevansi ............................................................................... 19
1.6.4.4 Maksim Pelaksanaan ........................................................................... 20
1.6.5 Humor dan Penciptaan Humor ........................................................................ 21
1.7 Metode dan Teknik Penelitian .................................................................................. 22
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 22
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data.................................................................... 23
1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data .......................................... 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
1.8 Sistematika Penyajian .............................................................................................. 25
BAB II STRUKTUR WACANA GOMBAL ....................................................................... 26
2.1 Pengantar ................................................................................................................. 26
2.2 Struktur Wacana Gombal ......................................................................................... 26
2.3 Tipe Wacana Gombal .............................................................................................. 28
2.2.1 Tipe WG Dialog Sederhana ............................................................................. 28
2.2.2 Tipe WG Dialog Kompleks ............................................................................. 31
2.4 Rangkuman ............................................................................................................. 32
BAB III WACANA GOMBAL DAN PRINSIP KERJA SAMA .......................................... 34
3.1 Pengantar ................................................................................................................. 34
3.2 Kesesuaian Tuturan dalam Wacana Gombal dengan Prinsip Kerja Sama ................. 34
3.2.1 Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Kuantitas......................... 35
3.2.2 Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Kualitas .......................... 36
3.2.3 Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Relevansi ........................ 37
3.2.4 Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Pelaksanaan .................... 38
3.3 Rangkuman ............................................................................................................. 40
BAB IV WACANA GOMBAL DAN BUDAYA POPULER ............................................... 41
4.1 Pengantar ................................................................................................................. 41
4.2 Penyebab Terjadinya Fenomena Nggombal.............................................................. 41
4.3 Rangkuman ............................................................................................................. 43
BAB V FENOMENA LINGUAL DALAM WACANA GOMBAL...................................... 45
5.1 Pengantar ................................................................................................................. 45
5.2 Pemanfaatan Fenomena Lingual dalam WG ............................................................. 46
5.2.1 Aspek Fonologis ............................................................................................. 46
5.2.1.1 Permainan Fonem ............................................................................... 47
5.2.1.2 Penambahan Suku Kata ....................................................................... 49
5.2.2 Aspek Ketaksaan ............................................................................................ 50
5.2.2.1 Ketaksaan Leksikal ............................................................................. 50
5.2.2.1.1 Polisemi ................................................................................ 50
5.2.2.1.2 Homonimi ............................................................................ 52
5.2.2.2 Ketaksaan Gramatikal ......................................................................... 53
5.2.2.2.1 Idiom .................................................................................... 54
5.2.2.2.2 Peribahasa ............................................................................ 55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
5.2.3 Gaya Bahasa ................................................................................................... 56
5.2.3.1 Hiperbola ............................................................................................ 57
5.2.3.2 Elipsis ................................................................................................. 57
5.2.3.3 Metafora ............................................................................................. 58
5.2.3.4 Personifikasi ....................................................................................... 60
5.2.4 Pantun ............................................................................................................. 61
5.2.5 Nama .............................................................................................................. 62
5.2.6 Pertalian Kata dalam Frasa .............................................................................. 63
5.2.6.1 Frasa Endosentrik Koordinatif ............................................................ 64
5.2.6.2 Frasa Endosentrik Atributif ................................................................. 65
5.2.7 Pertalian Antarklausa ...................................................................................... 66
5.2.7.1 Pertalian Perlawanan ........................................................................... 66
5.2.7.2 Pertalian Sebab ................................................................................... 68
5.2.7.3 Pertalian Pengandaian ......................................................................... 69
5.2.7.4 Pertalian Syarat ................................................................................... 70
5.2.7.5 Pertalian Tujuan .................................................................................. 71
5.2.7.6 Pertalian Kegunaan ............................................................................. 71
5.2.8 Pertalian Antarproposisi .................................................................................. 72
5.2.8.1 Silogisme ............................................................................................ 72
5.2.8.2 Entailmen ............................................................................................ 74
5.3 Rangkuman ............................................................................................................. 76
BAB VI PENUTUP ............................................................................................................ 78
6.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 78
6.2 Saran ....................................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 81
SUMBER DATA ................................................................................................................ 84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skripsi ini membahas wacana gombal (selanjutnya WG) baik secara
struktural, pragmatis, maupun kultural. Akhir-akhir ini, WG mudah dijumpai
dalam komunikasi sehari-hari, terutama di kalangan kaum muda. Banyak website
dan webblog yang mempublikasikan tulisan-tulisan berupa WG. Bahkan, ada
program televisi yang menyediakan ruang tersendiri untuk nggombal.
Dilihat dari arti katanya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
gombal berarti ‗kain yang sudah tua (sobek-sobek)‘ (Tim Penyusun Kamus, 2008:
485). Awalnya, wacana yang disebut bernilai gombal berarti wacana yang tidak
benar, tidak sesuai dengan kenyataan, atau berbohong. Bahkan, WG disebut juga
wacana yang tidak berguna atau tidak berarti. Berangkat dari pengertian tersebut,
WG dapat diartikan sebagai wacana yang kurang serius dan menjurus pada
kebohongan atau berlebih-lebihan. Namun, makna WG mengalami pergeseran.
WG banyak dipakai untuk merayu, khususnya merayu seorang wanita. Dalam
hubungan pacaran atau usaha untuk merebut hati wanita yang diinginkan, seorang
pria biasa menggunakan WG untuk merayu wanita pujaannya. Berikut dua contoh
WG yang dalam konteksnya diucapkan oleh seorang pria kepada pacarnya.
(1) Kamu cantik sekali sich, bagaikan rembulan yang sedang purnama.
(2) Wajahmu lebih manis daripada gula sekalipun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Baik contoh (1) maupun (2) memuat tuturan berupa pujian yang berlebihan
bagi mitra tuturnya. Wacana seperti itulah yang disebut sebagai wacana ―bernilai
gombal‖. Kegiatan yang menggunakan WG sering disebut nggombal.
Pada perkembangannya, para pengguna WG pun kreatif dalam
menciptakan WG. WG tidak melulu berlebihan, namun juga memiliki nilai rasa
yang berbeda seperti pada contoh berikut.
(3) O1 : Aku udah pernah jatuh dari jembatan. Aku udah pernah
jatuh dari tangga. Semuanya gak enak.
O2 : Emangnya ada jatuh yang enak?
O1 : Ada satu jatuh yang paling enak, yaitu jatuh cinta sama
kamu.
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hal. 19)
(4) O1 : Kamu suka tanaman ya?
O2 : Kok tau sich?
O1 : Karena pohon cintamu telah tumbuh rimbun di hatiku.
(Si Raja Gombal: Rayuan Gombal Ala Andre OVJ, hal. 37)
Contoh tuturan (3) dan (4) termasuk WG yang sebenarnya juga hendak
merayu mitra tutur dengan pujian gombal. Perbedaannya, pujian pada tuturan (3)
dan (4) lebih kreatif dibandingkan tuturan (1) dan (2). Kreativitas tersebut terletak
pada permainan bahasa yang digunakan. Tuturan (3) memanfaatkan idiom jatuh
cinta yang diperlawankan dengan kata jatuh dalam arti yang denotatif. Tuturan (4)
memanfaatkan entailmen antara tanaman dengan tumbuh rimbun.
Seperti telah dikatakan di atas, WG awalnya digunakan penutur untuk
merayu, memuji, menggoda, dan mencari perhatian dari mitra tutur. Biasanya
penuturnya adalah seorang pria yang hendak merayu seorang wanita sebagai mitra
tuturnya. Dalam perkembangannya, kini WG pun dapat dijadikan humor yang
menghibur (http://aziznurc.blogspot.com/2012/01/pengeritan-gombal.html). Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
tersebut dapat dibuktikan dengan adanya program-program televisi yang memuat
WG dan dijadikan humor seperti ―Comedy Project‖ di Trans TV serta ―Raja
Gombal‖ dan ―Opera van Java‖ di Trans7. Ketika WG hanya dipakai oleh penutur
pria kepada mitra tutur wanita, wacana tersebut sedang dipakai untuk merayu dan
menggoda mitra tutur. Namun, ketika WG dipakai di atas panggung hiburan dan
disaksikan penonton, wacana tersebut sedang dipakai untuk melucu seperti yang
telah lazim ada dalam acara-acara televisi di atas. Dengan demikian, WG telah
menjadi gejala bahasa yang berkembang dan mempublik sehingga menarik untuk
diteliti. Di samping itu, WG merupakan bagian dari budaya pop yang bersifat
sementara sehingga kajian tentang WG menjadi perlu untuk mendokumentasikan
salah satu fenomena bahasa yang pernah berkembang ini.
Seperti yang telah ditulis di bagian awal, hal yang akan dilakukan dalam
penelitian ini adalah mengkaji WG secara struktural, pragmatis, dan kultural. WG
sebagai sebuah satuan kebahasaan berupa wacana tentu memiliki struktur yang
membangunnya. Oleh karena itu, kajian terhadap stuktur WG menjadi perlu untuk
menentukan tipe-tipenya dan mendasari kajian pragmatis. Perhatikan dua contoh
WG di bawah ini
(5) O1 : Aku nggak pernah dengar tentang belahan jiwa. Aku
nggak pernah percaya sampai aku ketemu dirimu.
O2 : Makasi sayank.
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hal. 42)
(6) O1 : Aku didiagnosa sakit jantung.
O2 : Hah, kok bisa?
O1 : Iya, jantungku selalu berdegup kencang saat dekat
denganmu.
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hal. 43)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Wacana (5) dan (6) sama-sama memiliki bagian awal, isi, dan akhir.
Namun, wacana (5) lebih sederhana daripada wacana (6) karena hanya memiliki
dua tuturan dari O1 dan O2. Adapun wacana (6) bersifat lebih kompleks karena
baik O1 maupun O2 mengemukakan lebih dari satu tuturan.
WG dalam praktiknya digunakan untuk berkomunikasi dan memiliki
maksud tertentu sehingga dapat dikaji secara pragmatis. Sebagai alat
berkomunikasi, WG tidak dapat lepas dari prinsip kerja sama. Hal kedua yang
akan dibahas adalah kesesuaian tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama
yang dikemukakan oleh Grice. WG memiliki ciri-ciri pragmatik yang
membedakannya dari bentuk wacana-wacana yang lain. WG memiliki sebuah
efek rasa yang sulit didefinisikan yang membuat mitra bicara merasa tersanjung
karena pujian dari penutur. Efek rasa tersebut penulis sebut dengan wacana yang
memiliki ―nilai rasa gombal‖. Untuk menciptakan ―nilai rasa gombal‖ tersebut
penutur WG menciptakan tuturan yang tidak sesuai dengan prinsip kerja sama
Grice. Perhatikan contoh berikut.
(7) O1 : Neng, punya dua ribu nggak?
O2 : Nggak Bang, emang untuk apa?
O1 : Parkir di hatimu.
(Si Raja Gombal, hal. 15)
Tuturan O1 di atas kurang sesuai dengan maksim kualitas. Uang dua ribu
rupiah memang sesuai jika digunakan untuk membayar tarif parkir. Yang diparkir
adalah kendaraan dan tempat parkir yang tepat adalah area parkir. Namun,
ternyata O1 menyimpangkan tuturannya dengan mengatakan bahwa yang diparkir
justru O1 itu sendiri, dan tempatnya di hati O2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Berkembangnya WG bukan tanpa sebab. Terkait dengan sebab terjadinya
fenomena nggombal, penelitian ini akan mengaitkan WG dengan budaya populer.
WG dipopulerkan oleh media-media massa sehingga WG dapat dikatakan
merupakan bagian dari budaya populer. Dengan demikian, penelitian ini tidak
hanya mencakup kajian bahasa baik secara struktural maupun pragmatis, tetapi
juga kajian budaya.
Dalam berbagai acara televisi seperti ―Comedy Project‖, ―Opera van
Java‖, dan ―Raja Gombal‖, wacana ―bernilai gombal‖ tersebut dapat menjadi
humor bagi penontonnya karena wacana tersebut mengandung permainan bahasa.
Permainan bahasa dalam WG mencakup penggunaan tuturan yang kurang sesuai
dengan aspek-aspek pragmatik dan gaya bahasa. Hal tersebut membuat permainan
bahasa dalam WG mendukung penciptaan humor. Aspek-aspek pragmatik
meliputi prinsip kerja sama, prinsip kesopanan, dan parameter pragmatik. Namun,
dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah tuturan-tuturan dalam WG yang
tidak sesuai dengan prinsip kerja sama. Dengan demikian akan dilihat bagaimana
kesesuaian tuturan-tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama. Hal tersebut
tersebut tentunya tidak bisa lepas dari penerapan implikatur dan entailmen dalam
WG. Permainan bahasa juga mencakup pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan,
seperti ketaksaan, gaya bahasa, pertalian antarklausa, dan sebagainya.
Pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan tersebut menciptakan fenomena-fenomena
lingual yang dapat dijadikan prinsip menciptakan tuturan yang bersifat gombal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini akan membahas masalah-
masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana strukur WG?
2. Bagaimana kesesuaian tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama
Grice?
3. Mengapa WG muncul serta berkembang?
4. Fenomena lingual apa saja yang terdapat dalam WG?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan stuktur WG.
2. Mendeskripsikan kesesuaian tuturan dalam WG dengan prinsip kerja
sama Grice.
3. Mendeskripsikan kemunculan dan perkembangan WG.
4. Mendeskripsikan fenomena lingual yang terdapat dalam WG.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah deskripsi struktur dan tipe-tipe WG,
deskripsi kesesuaian tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama, penyebab
terjadinya fenomena nggombal, dan fenomena lingual dalam WG. Secara teoretis,
hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan wawasan dalam khazanah
linguistik—khususnya kajian wacana dan pragmatik—dan kajian budaya populer.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Penelitian ini menghasilkan deskripsi prinsip-prinsip pembentukan tuturan yang
menurut Grice tidak logic atau tidak konvensional. Penelitian ini juga bermanfaat
sebagai dokumentasi WG sebagai salah satu gejala bahasa yang sempat populer
dan hanya bersifat sementara.
Sementara itu, secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
pembaca untuk mengetahui jenis-jenis WG serta cara menilai dan membuat WG
yang menarik sebagai sebuah hiburan dan humor. Hasil penelitian ini
memaparkan bagaimana penciptaan humor terjadi dalam WG dan apa saja tipe-
tipe WG. Dengan mengetahui tipe-tipe WG, seseorang dapat membuat WG yang
bervariasi sehingga tidak membosankan. Sementara itu, dengan mengetahui
kriteria WG yang bernilai gombal, seseorang dapat membuat WG yang menarik
dan menghibur bagi mitra tuturnya. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi
retorika yang mengembangkan sisi kreativitas orang dalam bertutur.
1.5 Tinjauan Pustaka
Sejauh ini belum ada pustaka yang membahas WG dari segi kebahasaan.
Buku-buku tentang WG yang ada hanya memuat kumpulan-kumpulan WG,
seperti dalam Antakutsuka (2012), Hape Hang (2011), Deny Ale-Ale (2012), dan
Irvan Bachsim (2012). Setiap buku tersebut hanya memuat kumpulan WG dari
berbagai sumber tanpa ada analisis terhadapnya. Meskipun demikian, Bachsim
dalam Rayuan Gombal Ala Denny Cagur pada bagian Kata Pengantar mengatakan
bahwa rayuan gombal yang romantis bahkan menyentuh hati selalu bisa membuat
orang merasa ―melayang‖, atau bahkan terharu, tetapi juga bisa membuat orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
tertawa jika rayuan gombal tersebut lucu dan jenaka (Bachsim, 2012: 3). Oleh
karena itu, perlu ditinjau pustaka yang membahasa humor dari segi kebahasaan.
Kajian tentang humor yang berkaitan dengan bahasa pernah dibahas dalam
Rahardi (2011). Dalam buku Humor Ada Teorinya: Bahasa dan Gaya Melawak
(Rahardi, 2011: 49-92) humor diklasifikasikan menjadi (a) humor plesetan, (b)
humor malapropis, (c) humor silap lidah, (d) humor jargon, (e) humor estetis, dan
(f) humor konatif.
Humor plesetan merupakan jenis humor yang paling umum ditemui.
Kejenakaan dalam humor plesetan muncul karena ketidakjelasan dan keambiguan
dengan sengaja direkayasa sedemikian rupa dengan cara kata-katanya diplesetkan
(Ibid., hlm. 49). Humor malapropis biasanya dibuat dengan cara menyelipkan
kata-kata atau ungkapan-ungkapan tertentu di tengah-tengah susunan atau formula
bahasa yang sudah mapan keberadaannya. Dengan menyelipkan kata-kata tertentu
yang dijenakakan itu, formula atau struktur yang sudah ada dapat menjadi cukup
membingungkan dan membuat orang-orang menjadi terpana. Keterpanaan inilah
letak dari sasaran lawakan itu. Begitu kebingunan dan ketidaktahuan itu mencair,
meledaklah tawakan didalam lawakan jenaka itu (Rahardi, 2011: 60).
Bentuk humor yang disusun dengan mempermainkan urutan kata-kata
disebut silap lidah. Fenomena kebahasaan yang demikian ini mempermainkan
urutan kata-kata yang lazimnya melibatkan bentuk kebahasaan yang mirip-mirip
sekali bunyinya (Ibid., hlm. 67). Humor juga banyak dilakukan warga masyarakat
Indonesia melalui pemanfaatan jargon-jargon bahasa. Dapat juga hal ini dilakukan
lewat bahasa yang khas digunakan di dalam kelompok sosial tertentu. Humor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
model ini juga banyak digunakan dengan cara memanfaatkan kata-kata dari
bahasa daerah tertentu (Ibid., hlm. 71).
Wacana humor estetis dapat disusun dengan memakai bentuk-bentuk yang
khusus yang memiliki persamaan bunyi atau mungkin memiliki persajakan akhir
tertentu yang memang indah didengar lantaran bunyinya yang memang ritmis
(Ibid., hlm. 77). Humor konatif berkenaan dengan salah satu fungsi bahasa yaitu
fungsi memerintah dan menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu atau untuk
berbuat sesuatu. Kreativitas berbahasa dengan memanfaatkan piranti-piranti
wacana konatif juga muncul dalam aneka bentuk ketidaklangsungan
pemyampaian maksud imperatif (Ibid., hlm. 87).
Kajian permainan bahasa dilihat dari sudut pandang pragmatik juga pernah
dilakukan Wijana (2004) serta Wijana dan Rohmadi (2009). Wijana dalam
disertasi S3-nya yang kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul Kartun: Studi
tentang Permainan Bahasa melihat proses terjadinya humor melalui pematuhan
dan pelanggaran prinsip-prinsip pragmatik, yaitu prinsip kerja sama, prinsip
kesopanan, dan paremeter pragmatik.
Sementara itu, Wijana dan Rohmadi (2009: 143-144) dalam makalah
berjudul ―Teori Kesantunan dan Humor‖ yang kemudian dimasukkan sebagai
contoh analisis dalam buku Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan
Analisis, mengatakan bahwa berhumor adalah salah satu bentuk aktivitas yang
sering kali dicapai dengan penyimpangan prinsip-prinsip kesopanan. Kelucuan
sebuah wacana sering kali terbentuk karena adanya pelanggaran terhadap prinsip-
prinsip kesopanan. Dengan demikian, pemahaman dan penguasaan terhadap teori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
kesopanan merupakan syarat mutlak yang harus dikuasai di dalam upaya
memahami wacana humor.
Dibahas pula kaitan permainan bahasa dengan budaya melalui makalah
berjudul ―Wacana Dagadu: Kreativitas yang Berakar dari Kearifan Lokal‖ (Ibid.,
hlm. 77—94). Dalam makalah tersebut disebutkan bahwa permainan bahasa
berupa plesetan merupakan kearifan lokal masyarakat Yogyakarta yang
keberadaan dan peranannya di tengah masyarakat sangat sentral. Salah satu
peranan itu menjadi alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat
selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.
Masalah media massa, khususnya televisi, juga pernah dibahas Baudrillard
(1983) dalam bukunya Simulations. Baudrillard menyebut kehidupan di zaman
postmodern ini sebagai hiper-realitas. Hal ini ditandai oleh simulasi. Proses
simulasi mengarah kepada penciptaan simulakra. Perbedaan antara tanda dan
kenyataan semakin menipis. Yang ada hanyalah simulasi dan simulakra.
1.6 Landasan Teori
Pada landasan teori ini akan dipaparkan (a) pengertian dan struktur
wacana, (b) wacana dialog, (c) wacana gombal, wacana humor, dan budaya
populer, (d) prinsip kerja sama, serta (e) humor dan penciptaan humor. Landasan
teori poin (a) dan (b) digunakan sebagai dasar analisis kajian struktural terhadap
WG. Sementara itu, landasan teori butir (c) s.d. (e) menjadi dasar dalam mengkaji
kesesuaian tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama Grice, penyebab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
terjadinya fenomena nggombal, dan jenis-jenis fenomena lingual yang terdapat
dalam WG.
1.6.1 Pengertian dan Struktur Wacana
Baryadi dalam Dasar-Dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa (2002)
menjelaskan hakikat wacana secara etimologis. Wacana berasal dari kata dalam
bahasa Sansekerta vacana yang berarti ‗bacaan‘ yang kemudian masuk ke dalam
kosakata bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru wacana yang memiliki makna
‗bicara, kata, ucapan‘. Kata wacana dalam bahasa Jawa Baru tersebut kemudian
diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana yang bermakna ‗ucapan,
percakapan, tutur yang merupakan suatu kesatuan (Tim Penyusun Kamus, 2008:
1612). Kata wacana dalam bahasa Indonesia digunakan sebagai padanan kata
discourse dalam bahasa Inggris (Baryadi, 2002: 1). Menurut Kamus Linguistik,
wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Kridalaksana, 2008:
231).
Wacana dihasilkan oleh proses komunikasi verbal yang
berkesinambungan, yaitu dari titik mula, tengah berlangsung, sampai titik akhir.
Tahap-tahap komunikasi itu menentukan struktur wacana yang dihasilkannya.
Sesuai dengan tahap-tahap komunikasi itu, wacana memiliki bagian-bagian, yaitu
bagian awal wacana, bagian tubuh wacana, dan bagian penutup (Luxemburg
1984: 100). Sebagai sebuah struktur, setiap bagian wacana memiliki fungsi
tersendiri. Bagian awal wacana berfungsi sebagai pembuka wacana, bagian tubuh
wacana berfungsi sebagai pemapar isi wacana, dan bagian penutup berfungsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
sebagai penanda akhir wacana. Dari ketiga bagian itu, bagian yang wajib ada
adalah tubuh wacana. Dua bagian yang lain tidak selalu ada dalam setiap wacana
(Baryadi, 2002: 14).
1.6.2 Wacana Dialog
Berdasarkan keaktifan partisipan komunikasi, wacana dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu (i) wacana monolog, (ii) wacana dialog, dan (iii) wacana
polilog. Wacana monolog adalah wacana yang pemproduksiannya hanya
melibatkan pihak pembicara. Wacana dialog adalah wacana yang
pemproduksiannya melibatkan dua pihak yang bergantian peran sebagai
pembicara dan pendengar. Contoh wacana dialog adalah sapa-menyapa, tanya
jawab, peristiwa tawar-menawar dalam jual beli. Wacana polilog adalah wacana
yang diproduksi melalui pertukaran tiga jalur yang lebih. Pemproduksian wacana
polilog pada dasarnya sama dengan wacana dialog karena keduanya melibatkan
pihak-pihak yang bergantian peran sebagai pembicara dan pendengar. Contoh
wacana polilog adalah percakapan, diskusi, rapat, dan musyawarah (Baryadi,
2002: 11—12).
WG termasuk dalam jenis wacana dialog. Menurut Wijana (2003:278),
berdasarkan elemen-elemen pembentuknya, wacana dialog dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu (i) wacana dialog sederhana dan (ii) wacana dialog
kompleks. Wacana dialog sederhana adalah wacana dialog yang memiliki struktur
elemen minimal, yaitu terdiri dari unsur inisiasi (I) dan responss (R). Inisiasi
adalah elemen dialog yang dipergunakan oleh seorang penutur untuk memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
informasi, perintah atau memancing reaksi dari lawan tuturnya. Sementara itu
responss adalah reaksi verbal mitra tutur terhadap inisiasi itu. Bila batas transaksi
dilambangkan dengan [ ], dan elemen wacana yang memprediksikan
dilambangkan dengan , serta elemen yang diprediksi dengan , maka struktur
minimal dialog sederhana dapat diformulasikan sebagai berikut.
[I R]
Contoh:
(8) O1 : Nama kamu siapa? (I)
O2 : Sony. (R)
Sementara itu, wacana kompleks adalah wacana yang sekurang-kurangnya
terdiri dari elemen inisiasi dan responss ditambah satu atau lebih unsur-unsur
yang lain, seperti responss inisiasi (R/I), dan feed back (F). Responss inisiasi
adalah elemen wacana yang diutarakan oleh partisipan dialog sebagai
responss/inisiasi awal terhadap elemen inisiasi. Responss/inisiasi terprediksi oleh
inisiasi dan memprediksi responss secara langsung mengikutinya. Bila sebuah
dialog memiliki elemen inisiasi, respons inisiasi, dan respons maka formulasi
elemennya adalah sebagai berikut ini:
[I R/I R]
Contoh:
(9) O1 : Son, masih ada saldo deposit nggak? I
O2 : Ada, mau beli berapa? R/I
O1 : Lima ribu aja ke nomor biasa. R
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Wacana dialog kompleks yang terdiri dari tiga elemen dapat juga memiliki
struktur elemen inisiasi, respons, dan feed back. Elemen yang terakhir ini bersifat
opsional. Kehadirannya hanya sebagai kelanjutan dari respons yang diberikan
oleh lawan tutur. Karena kehadirannya yang bersifat terprediksi, atau
memprediksi ujaran sebelum dan sesudahnya, formulasi wacana yang berelemen
inisiasi, respons, dan feed back dapat digambarkan sebagai berikut ini (Wijana,
2003: 283—285):
[I R (F) ]
Contoh:
(10) O1 : Apa yang akan kamu lakukan setelah lulus kuliah? I
O2 : Bekerja, Bu. R
O1 : Okelah kalo begitu. F
Tuturan terakhir dari O1 disebut F karena apabila tuturan tersebut
dihilangkan, wacana dialog (11) tidak mempengarui keutuhan wacana. Perhatikan
contoh berikut.
(11) O1 : Apa yang akan kamu lakukan setelah lulus kuliah? I
O2 : Bekerja, Bu. R
1.6.3 Wacana Gombal, Wacana Humor, dan Budaya Populer
Sebelum memahami apa itu WG, perlu diketahui terlebih dahulu
pengertian dari gombal. Gombal dalam KBBI (Tim Penyusun Kamus, 2008: 458)
menjadi dua lema yang berbeda. Lema pertama memaknai gombal sebagai ‗kain
tua yang sudah sobek-sobek‘, sementara lema kedua memaknai gombal sebagai
‗bohong, omong kosong, rayuan‘. Kata gombal pada lema kedua dapat diturunkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
menjadi bentuk yang lebih kompleks menjadi gombalan yang berarti ‗ucapan
yang tidak benar, tidak sesuai dengan kenyataan, dan omongan bohong. Kata
benda gombal bila mendapatkan imbuhan me(N)- menjadi menggombal dapat
diartikan sebagai ‗melakukan aktivitas menggunakan gombal yang berarti
bohong, omong kosong, dan rayuan‘.
Berbagai artikel online mendefinisikan pengertian gombal dan nggombal.
Gombal adalah kata dari bahasa Indonesia yang mengekspresikan sesuatu yang
tidak berguna atau tidak berarti. Dalam bahasa Inggris, artinya hampir sama
dengan arti kata shit atau bullshit. Kata-kata gombal digunakan oleh seseorang
(biasanya pria) untuk merayu, menggoda, dan atau mencari perhatian orang lain
terutama lawan jenis. Namun, saat sekarang ini juga banyak digunakan hanya
untuk hiburan (http://id.wikipedia.org/wiki/Gombal).
WG termasuk bagian dari wacana humor. Berbicara tentang humor
sebagai wacana, Raskin (dalam Wijana dan Rohmadi, 2009: 139) membedakan
wacana biasa dengan wacana humor. Wacana biasa terbentuk dari proses
komunikasi yang bonafid (bonafide process of communication), sedangkan
wacana humor terbentuk dari proses komunikasi yang tidak bonafid (non-
bonafide process of communication). Oleh karena itu, wacana humor sering kali
menyimpang dari aturan-aturan berkomunikasi yang digariskan oleh prinsip-
prinsip pragmatik, baik yang bersifat tekstual maupun interpersonal (Nelson
dikutip Wijana dan Rohmadi, 2009: 139)
WG akhirnya menjadi suatu hiburan ringan yang mempublik. Bergesernya
fungsi WG tersebut tak lepas dari peran media massa, khususnya televisi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
media online yang memberikan banyak ruang bagi WG sebagai hiburan. Seiring
berkembangnya WG sebagai hiburan, WG pun menjadi apa yang disebut trend
center dan menjadikannya bagian dari budaya populer.
Frasa budaya populer terdiri dari dua kata yaitu budaya dan populer.
Dalam KBBI, budaya diartikan sebagai ‗pikiran‘ atau ‗akal budi‘ (Tim Penyusun
Kamus, 2008: 226). Sementara itu kata populer memiliki makna (i) ‗dikenal dan
disukai orang banyak (umum)‘; (ii) ‗sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada
umumnya; mudah dipahami orang banyak‘; (iii) disukai dan dikagumi orang
banyak (Ibid., hlm. 1120). Adapun budaya populer adalah ‗budaya yang
diproduksi secara komersial, massal, dan menjadi ikon budaya massa‘ (Ibid., hlm.
226).
Menurut Williams (1983: 237) dalam bukunya Keywords: A Vocabulary
of Culture and Society, budaya populer memiliki ciri-ciri (i) disukai banyak orang;
(ii) jenis kerja rendahan; (iii) karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang;
(iv) budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri.
Meminjam dikotomi dalam dunia sastra, dikenal pembedaan sastra serius
dan sastra populer seperti yang dibahas oleh Nurgiyantoro (2007). Ciri-ciri sastra
populer memiliki kemiripan dengan ciri-ciri budaya populer yang diutarakan oleh
Williams di atas. Mengutip pendapat Umar Kayam, Nurgiyantoro menyatakan
beberapa ciri-ciri sastra populer, antara lain (i) mengikuti ―selera populer‖ atau
selera orang banyak, (ii) diproduksi untuk dijadikan ―barang dagangan populer‖
atau bersifat komersial, (iii) menampilkan masalah yang aktual namun hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
sebatas pada tingkat permukaan, (iv) bersifat sementara, (v) memberikan hiburan
semata.
1.6.4 Prinsip Kerja Sama
Tuturan digunakan dalam komunikasi dengan bahasa. Berkomunikasi
merupakan proses pertukaran informasi antara penutur dan mitra tutur. Proses
komunikasi antara penutur dan mitra tutur dapat berjalan dengan baik jika terjalin
kerja sama. Kerja sama dalam komunikasi akan berjalan baik jika setiap penutur
memberikan kontribusi yang cukup, logis, sesuai dengan konteks, serta runtut dan
tidak taksa. Oleh karena itu, komunikasi dengan bahasa perlu mematuhi prinsip
kerja sama. Prinsip kerja sama merupakan kaidah penggunaan bahasa dalam
komunikasi supaya pertukaran informasi antara penutur dan mitra tutur bersifat
kooperatif. Menurut Grice (1975: 45), untuk melaksanakan prinsip kerja sama,
seseorang harus mematuhi empat maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas,
maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.
1.6.4.1 Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas menuntut setiap peserta tutur memberikan pernyataan
yang sesuai dengan kebutuhan. Yang dimaksud sesuai dengan kebutuhan adalah
kontribusi yang diberikan sebanyak yang dibutuhkan mitra tuturnya, tidak kurang
dan tidak lebih.
Grice (1975: 45-46) menyatakan bahwa ada dua aturan khusus dalam
maksim kuantitas yaitu pertama, buatlah sumbangan seinformatif yang diperlukan
dan kedua, jangan membuat sumbangan yang lebih informatif daripada yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
diperlukan. Informasi yang berlebih membuang atau rugi waktu. Kelebihan
informasi mungkin akan dianggap disengaja untuk menciptakan efek tertentu
sehingga dapat menimbulkan salah pengertian. Misalnya penutur yang berbicara
secara wajar tentu akan memilih (12) daripada (13) (Wijana, 1996: 46).
(12) Tetangga saya hamil.
(13) Tetangga saya yang perempuan hamil.
Ujaran (14) di samping lebih ringkas, juga tidak menyimpangkan nilai
kebenaran (truth value). Setiap orang tentu tahu bahwa hanya wanitalah yang
hamil. Dengan demikian elemen yang perempuan dalam tuturan (13) sudah
menyarankan tuturan itu. Kehadiran yang perempuan dalam (13) justru
menerangkan hal-hal yang sudah jelas. Hal ini bertentangan dengan maksim
kuantitas.
1.6.4.2 Maksim Kualitas
Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta tutur memberikan pernyataan
yang benar, dapat dipercaya, dan didasarkan pada bukti-bukti yang memadai.
Misalnya seseorang harus mengatakan bahwa ibu kota Indonesia adalah Jakarta,
bukan kota-kota lain kecuali kalau benar-benar tidak tahu. Akan tetapi, bila terjadi
hal yang sebaliknya, tentu ada alasan-alasan mengapa hal demikian bisa terjadi.
Grice (1975: 46) juga menyatakan dua aturan khusus dalam maksim
kualitas yaitu (a) jangan mengatakan apa yang dianggap salah, dan (b) jangan
mengatakan sesuatu yang tidak didukung dengan bukti yang cukup.
Misalnya seorang harus mengatakan bahwa ibukota Indonesia adalah
Jakarta dan bukan kota-kota lain kecuali kalau benar-benar tidak tahu. Akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
tetapi, bila terjadi hal yang sebaliknya tentu ada alasan mengapa hal demikian bisa
terjadi. Untuk ini dapat diperhatikan wacana (14) berikut ini (Wijana, 1996: 48).
(14) Guru : Coba kamu Andi, apa ibukota Bali?
Andi : Surabaya, Pak Guru.
Guru : Bagus, kalau begitu ibukota Jawa Timur Denpasar ya?
Dari wacana (14) di atas tampak Guru memberikan kontribusi yang
melanggar maksim kualitas. Guru mengatakan ibu kota Jawa Timur Denpasar
bukannya Surabaya. Jawaban yang tidak mengindahkan maksim ini diutarakan
sebagai reaksi terhadap jawaban Andi yang salah/dengan jawaban ini sang murid
(Andi) sebagai individu yang memiliki kompetensi komunikatif (communicative
competence) kemudian secara serta-merta mencari jawaban mengapa gurunya
membuat pernyataan yang salah. Mengapa kalimat Bapak Guru diutarakan dengan
nada yang berbeda. Dengan bukti-bukti yang memadai akhirnya Andi mengetahui
bahwa jawabannya terhadap pertanyaan gurunya salah. Kata bagus yang
diucapkan gurunya tidak konvensional karena tidak digunakan seperti biasanya
untuk memuji, tetapi sebaliknya untuk mengejek. Jadi, ada alasan-alasan
pragmatis mengapa Guru dalam (14) memberikan kontribusi yang melanggar
maksim kualitas.
1.6.4.3 Maksim Relevansi
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan
kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan yang sedang dipertuturkan.
Maksim relevansi menuntut kesesuaian tuturan dengan yang dibicarakan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
terwujud dalam suatu implikatur (Wijana, 1996: 49). Perhatikan contoh berikut
(Wijana, 1996: 50).
(15) Ibu : Ani, ada telepon untuk kamu.
Ani : Saya lagi di belakang, Bu.
Jawaban Ani pada wacana (15) di atas sepintas tidak berhubungan, tetapi
bila dicermati, hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Jawaban Ani pada
(15) mengimplikasikan bahwa saat itu ia tidak dapat menerima telepon itu secara
langsung. Ia secara tidak langsung meminta tolong Ibu menerima telepon itu.
1.6.4.4 Maksim Pelaksanaan
Maksim pelaksanaan menuntut setiap pesrta percakapan berbicara secara
langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut
(Wijana, 1996: 50). Grice (1975: 46) mengatakan bahwa maksim pelaksanaan
berkenaan dengan bukan apa yang dikatakan tetapi bagaimana tuturan itu
diungkapkan. Perhatikan contoh berikut (Wijana, 1996: 51).
(16) Ayah : Mari kita berhenti dan membeli makanan.
Ibu : Oke, tapi tidak M-C-D-O-N-A-L-D.
Dalam (16) Ibu menjawab ajakan Ayah secara tidak langsung, yakni
dengan mengeja satu per satu kata Mc Donald. Penyimpangan ini dilakukan karna
ia tidak menginginkan anaknya yang sangat menggemari makanan itu mengetahui
maksudnya. Anak-anak kecil dalam batas-batas umur tertentu memang akan
kesulitan atau tidak mampu mengangkap makna kata yang dieja hurufnya satu per
satu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
1.6.5 Humor dan Penciptaan Humor
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 533) humor berarti (a)
‗kemampuan merasai sesuatu yang lucu atau yang menyenangkan‘, dan (b)
‗keadaan yang menggelikan hati; kejenakaan; kelucuan. Menurut Arwah Setiawan
(dikutip Suhadi, 1989: 28), humor merupakan rasa atau gejala yang merangsang
orang secara mental untuk tertawa atau cenderung tertawa. Jadi, humor bisa
berupa rasa atau kesadaran di dalam diri dan bisa berupa suatu gejala atau hasil
cipta dari dalam maupun luar diri manusia. Ketika dihadapkan pada humor, orang
bisa langsung tertawa lepas atau cenderung tertawa saja, misalnya tersenyum atau
merasa tergelitik di dalam batin saja. Rangsangan yang ditimbulkan haruslah
rangsangan mental untuk tertawa, bukan rangsangan fisik seperti misalnya dikili-
kili yang mendatangkan rasa geli dan akhirnya membuat orang yang bersangkutan
tertawa.
Permainan bahasa dalam wacana humor memuat ketidakterdugaan. Unsur
ketidakterdugaan merupakan hal yang tidak dapat diabaikan di dalam penciptaan
humor (Wijana, 2004: 280). Penciptaan ketidakterdugaan dalam wacana humor
terbentuk lewat pemanfaatan berbagai aspek kebahasaan yang digunakan secara
tidak semestinya. Sehubungan dengan ini, ragam bahasa informal cenderung lebih
banyak digunakan sebagai sarana berhumor sehubungan dengan sifat-sifatnya
yang tidak terikat pada kaidah kebakuan sehingga ketaksaan yang merupakan
aspek penting dalam humor mudah dimunculkan (Ibid., hlm. 33-34).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
1.7 Metode dan Teknik Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu (i) pengumpulan data, (ii)
analisis data, (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut akan dijelaskan masing-
masing tahap dalam penelitian ini.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah WG. Wacana ini berada dalam data yang
berupa wacana berbentuk dialog atau percakapan. Data diperoleh dari sumber-
sumber tertulis dari buku-buku kumpulan kata-kata gombal maupun lisan dari
percakapan dalam program-program televisi yang memuat acara WG maupun
hasil percakapan sehari-hari yang memuat WG. Sumber buku kumpulan kata-kata
gombal yang dipilih adalah Rayuan Gombal Andre Vs Jessica karya Tauwa
Antakutsuka (2012), Si Raja Gombal: Rayuan Gombal Ala Andre OVJ karya
Hape Hang (2011), Makhluk Tuhan Paling Gombal: Kata Gombal Rayuan Maut
dan Lucu Ala Deny Cagur Comedy Project karya Deny Ale-Ale (2012), dan
Rayuan Gombal Ala Denny Cagur karya Irvan Bachsim (2012). Acara ―Comedy
Project‖ di Trans TV menjadi sumber data berwujud audio visual.
Data yang dikumpulkan berupa tuturan yang mengandung nilai rasa
gombal. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak.
Metode simak adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati dan menyimak langsung penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133).
Adapun teknik yang digunakan dalam metode simak ada dua tahapan,
yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan (Ibid., hlm. 133-135). Teknik dasar pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
metode simak adalah teknik sadap. Teknik sadap dilakukan dengan cara
menyadap pembicaraan (baca: menyadap penggunaan bahasa) seseorang atau
beberapa orang (Ibid., hlm. 133).
Teknik lanjutan dari metode simak yang digunakan pada penelitian ini
adalah teknik catat. Teknik catat dilakukan dengan cara mencatat pembicaraan
atau penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang secara lisan baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam acara televisi yang memuat WG. Teknik
catat juga digunakan untuk mencatat kembali WG yang telah diterbitkan dalam
buku-buku populer maupun yang diunggah ke media online.
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan, langkah berikutnya adalah analisis data.
Metode yang digunakan pada tahap ini antara lain metode padan dan metode agih.
Metode agih adalah metode analisis data yang alat penentunya merupakan bagian
dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto: 1993: 15). Teknik yang digunakan
dalam metode ini adalah teknik bagi unsur langsung. Cara kerja teknik bagi unsur
langsung adalah membagi satuan lingual data menjadi beberapa bagian atau unsur
dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung
membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Metode dan
teknik ini digunakan untuk mengkaji permasalahan tentang struktur dan tipe WG
dengan menggunakan teori strukur wacana dialog.
Berikut merupakan contoh penerapan metode agih dengan teknik bagi
unsur langsung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
(17) O1 : Eh, kamu suka makan permen ya? I
O2 : Lho kok tau? R/I
O1 : Habis senyum kamu manis sich. R
(Rayuan Gombal Ala Deni Cagur, hlm. 51)
WG di atas berstruktur I-R/I-R. Dialog O1 yang pertama memiliki fungsi I
karena memiliki sifat memprediksi dialog selanjutnya yang dituturkan oleh O2.
Tuturan O2 sendiri memiliki fungsi R/I karena menjadi antisipasi awal atas I dari
O1 dan memprediksi sebuah R dari O1.
Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di
luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan
(Sudaryanto, 1993: 13). Metode padan yang digunakan adalah metode padan
pragmatis. Metode padan pragmatis adalah metode analisis data yang alat
penentunya adalah mitra tutur (Sudaryanto, 1993: 15). Metode ini digunakan
untuk mengidentifikasi, misalnya, satuan kebahasaan menurut reaksi atau akibat
yang terjadi atau timbul pada mitra tutur ketika satuan kebahasaan itu dituturkan
oleh pembicara. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, metode ini digunakan untuk
mengkaji permasalahan kesesuaian tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama
dan fenomena lingual dalam WG dengan teori prinsip kerja sama dan penciptaan
humor.
(18) O1 : Kamu tau ga apa bedanya Gery Chocolatos sama hati aku?
O2 : Hmhmhm…. Ga tau, emang apa sich?
O1 : Gery Chocolatos ada coklat di dalamnya, tapi kalo hati aku
ada kamu di dalamnya.
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 19)
Penciptaan humor dalam wacana (18) terletak pada dialog kedua O1.
Tuturan tersebut memiliki hubungan perlawanan. Klausa pertama berlawanan
dengan klausa kedua. Keduanya dipisahkan dengan kata hubung tapi. Efek jenaka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
muncul ketika klausa pertama dilawankan dengan klausa kedua yang mana klausa
kedua tidak memiliki hubungan langsung dan logis dengan klausa pertama.
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Setelah data dianalisis, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil
analisis data. Hasil analisis data pada penelitian ini disajikan dengan
menggunakan metode formal dan informal. Penyajian dengan metode formal
adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang. Pada metode informal
hasil penelitian disajikan menggunakan kata-kata biasa yang dapat langsung
dipahami secara mudah oleh pembacanya (Sudaryanto, 1993: 145).
1.8 Sistematika Penyajian
Laporan hasil penelitian ini disusun dalam enam bab. Bab pertama adalah
pendahuluan. Bab Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik
penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II memuat kajian struktural WG yang mencakup unsur-unsur
pembangun WG dan fungsinya serta tipe-tipe WG. Bab III membahas kesesuaian
tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama. Bab IV berisikan penyebab
terjadinya fenomena nggombal. Bab V berisikan fenomena-fenomena lingual
dalam WG. Bab VI memuat kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
BAB II
STRUKTUR WACANA GOMBAL
2.1 Pengantar
WG sebagai sebuah satuan kebahasaan tingkat wacana memiliki struktur
pembangunnya. Dari analisis struktural, bentuk-bentuk WG dapat diklasifikasikan
menurut ciri-cirinya menjadi beberapa tipe. Setiap tipe memiliki keunikannya
sendiri. Mengkaji WG secara struktural menjadi dasar penelitian sebelum
mengkajinya secara pragmatis. Berikut dipaparkan deskripsi struktur dan tipe-tipe
WG.
2.2 Struktur WG
WG merupakan wacana berbentuk dialog. Wacana dialog adalah wacana
yang pemproduksiannya melibatkan dua pihak yang bergantian peran sebagai
pembicara dan pendengar (Baryadi, 2002: 11). Dalam wacana dialog, terdapat dua
elemen utama, yaitu inisiasi (I) dan respons (R). Inisiasi adalah elemen dialog
yang dipergunakan oleh seorang penutur untuk memberikan informasi, perintah
atau memancing reaksi dari lawan tuturnya. Sementara itu, respons adalah reaksi
verbal mitra tutur terhadap inisiasi itu. Selain I dan R, masih ada dua elemen
tambahan lain yaitu respons/inisiasi (R/I) dan feed back (F). Respons/inisiasi
adalah elemen wacana yang diutarakan oleh partisipan dialog sebagai
respons/inisiasi awal terhadap elemen inisiasi. Respons/inisiasi terprediksi oleh
inisiasi dan memprediksi respons secara langsung mengikutinya. Feed back
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
bersifat opsional. Kehadirannya hanya sebagai kelanjutan dari respons yang
diberikan oleh lawan tutur.
Sebagai wacana yang berbentuk dialog, WG memiliki bagian-bagian
utama tersebut. Struktur WG yang paling umum terdiri dari bagian dialog yang
berfungsi sebagai I, R/I, R, dan kadang-kadang disertai F seperti pada contoh
berikut.
(19) O1 : Sayang, tau ga di mana tempat beli piala? I
O2 : Tau, emang buat apa Yank? R/I
O1 : Buat beliin kamu piala sebab kamu juara di hati aku R
O2 : Wooo, gombal!!! F
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 13)
(20) O1 : Yang, coba deh balik badan kamu… I
O2 : Buat apaan sih beb? R/I
O1 : Subhanallah, kok ada ya bidadari
yang ga punya sayap. R
O2 : Ah kamu beb. F
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 20)
Unsur I memiliki fungsi sebagai pembuka wacana (19) yang membuat O2
merasa penasaran dan kemudian ditanggapi dengan R/I berupa pertanyaan tentang
I. Kemudian, O1 pun menyampaikan R berupa jawaban yang bersifat tidak
terduga oleh O2. Respons yang bersifat tidak terduga oleh O2 ini menjadi ciri
khas WG yang memiliki ―nilai rasa gombal‖. Sering kali O2 masih akan
memberikan F walaupun hal tersebut tak wajib ada seperti pada contoh berikut.
(21) O1 : Bapak kamu tukang ketoprak ya? I
O2 : Kok tau? R/I
O1 : Habis kamu telah mengulek-ulek hatiku. R
(Rayuan Gobal Andre Vs Jessica, hlm. 40)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
(22) O1 : Dek, bisa tunjukin kakak jalan ga? I
O2 : Jalan kemana Kak? R/I
O1 : Ke hati Adek. R
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 20)
Dari analisis di atas dapat dilihat bahwa struktur WG terdiri dari dua
elemen pokok, yaitu pengantar dan ketidakterdugaan. Pengantar merupakan
bagian WG yang berfungsi sebagai pembangun persepsi tentang sesuatu. Ketika
masuk ke WG, bagian pengantar membuat mitra tutur merasa penasaran; rasa
keingintahuannya terpancing. Sementara itu, ketidakterdugaan merupakan bagian
WG yang berfungsi membelokkan persepsi yang telah dibangun di bagian
pengantar untuk menghasilan ―nilai rasa gombal‖ dan efek jenaka.
2.3 Tipe-Tipe WG
WG dapat dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan kelengkapan dan
jumlah elemen-elemen sebuah wacana dialog. Ada dua jenis wacana dialog, yaitu
wacana dialog sederhana dan wacana dialog kompleks. Wacana dialog sederhana
hanya memiliki unsur I dan R, sedangkan wacana dialog kompleks memiliki
elemen I, R/I, R, dan kadang F. Berikut dipaparkan tipe-tipe WG.
2.3.1 Tipe WG Dialog Sederhana
Menurut Wijana (2004: 278), wacana dialog sederhana hanya memiliki
elemen I dan R. Namun, sepertinya hal tersebut tidak sepenuhnya tepat bagi WG
tipe ini. WG berupa wacana dialog sederhana memiliki elemen I dan dan F karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
respons dari mitra tutur hanya berupa ungkapan ekspresi perasaan semata.
Perhatikan contoh berikut.
(23) O1 : Butuh tiga detik untuk bilang aku cinta kamu.
Tiga jam untuk ngejelasin.
Dan tiga abad untuk ngebuktiinnya.. I
O2 : Gitu ya? Makasi Sayank…. F
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 21)
(24) O1 : Kalau aku harus memilih,
antara bernafas dan mencintaimu,
aku akan menggunakan nafas terakhirku untuk bilang
―Aku cinta kamu‖ I
O2 : Oya? So sweet… Jadi terharu… F
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 22)
(25) O1 : Jatuh cinta denganmu bikin aku semangat kerja di kantor,
bikin aku menari tiap kali mendengar suara mesin
fotokopi,
bikin aku tersenyum saat dimarahin bos.
Dan bikin hari Sabtu jadi hari yang paling kutunggu-
tunggu.. I
O2 : Makasii… F
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 15)
Respons dari O2 pada ketiga wacana di atas lebih bersifat F daripada R
karena I yang diutarakan O1 memang tidak wajib menuntut adanya R. Inisiasi
pada ketiga wacana di atas berupa pujian yang bersifat berlebihan kepada O2
sehingga O2 merasa tersanjung dan kemudian memberikan tanggapan berupa
ungkapan ekspresif atas perasaannya.
Selain itu, terdapat pula WG bertipe wacana dialog sederhana yang O2-
nya tidak sekadar memberikan tanggapan berupa ungkapan ekspresif, tetapi juga
memberikan F berupa pertanyaan retoris seperti pada contoh berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
(26) O1 : Cintaku untuk kamu seperti angin.
Kamu ga akan pernah bisa lihat,
tapi kamu bisa selalu merasakannya I
O2 : Tapi bukan kentut kan? F
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 27)
(27) O1 : Hari di mana aku jatuh cinta sama
kamu adalah hari di mana aku mulai hidup. I
O2 : Kemaren ngapain? F
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 27)
(28) O1 : Kamu adalah hal pertama yang ada di
pikiranku saat aku bangun, dan hal terakhir
di hatiku saat aku tidur I
O2 : Bantal apa guling ya? F
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 27)
Tanggapan O2 pada ketiga wacana di atas tetap disebut F karena
keberadaannya tidak wajib. Hal yang paling pokok hanya terdapat pada elemen I.
Ketidakterdugaan dalam WG yang berupa dialog sederhana terletak pada
dialog yang memiliki fungsi I. Jadi, baik pengantar maupun ketidakterdugaannya
berada di dialog pertama. Dalam wacana (21) misalnya, dialog yang memiliki
fungsi I terdiri dari tiga bagian, yaitu (a) Butuh tiga detik untuk bilang aku cinta
kamu, (b) Tiga jam untuk ngejelasin, (c) Dan tiga abad untuk ngebuktiinnya.
Dua kalimat pertama berfungsi sebagai pengantar, sedangkan kalimat
ketiga memiliki fungsi memunculkan ketidakterdugaan. Ketiga kalimat ini
memiliki unsur kata tiga dengan satuan yang berbeda: tiga detik, tiga jam, dan
tiga abad; serta kata kerja yang berbeda: cinta, ngejelasin, ngebuktiin. Selisih tiga
detik dan tiga jam pada kalimat pertama dan kedua tidak terlalu jauh, tetapi
selisih kalimat ketiga sangat jauh dibandingkan dua kalimat sebelumnnya, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
tiga abad. Hal inilah yang menciptakan ketidakterdugaan. Ternyata, ngebuktiin
membutuhkan waktu yang lebih lama daripada cinta dan ngejelasin.
Ketidakterdugaan muncul ketika O2 mengetahui perbedaan waktu yang
dibutuhkan sangat jauh.
2.3.2 Tipe WG Dialog Kompleks
WG yang bertipe wacana dialog kompleks sekurang-kurangnya memiliki
elemen I, R/I, dan R, serta kadang diikuti F seperti yang telah dicontohkan pada
bagian sturktur WG di atas. Namun, tidak jarang para peserta tutur memiliki
kemungkinan besar untuk mengutarakan elemen-elemen wacana (I, R/I, R, dan
[F]) lebih dari sekali. Sehubungan dengan ini, perulangan R/I dan F dimarkahi
dengan simbol (..n) sehingga secara lebih kompleks didapatkan formulasi berikut
[I R/In R (F
n) ]
Inisiasi juga dapat diulang kembali dalam sebuah wacana dialog dan
ditandai dengan Ir (Reinisiasi). Dengan demikian tipe wacana dialog kempleks
menjadi lebih beragam. Perhatikan contoh berikut.
(29) O1 : Neng, boleh liat tangannya ga? I
O2 : Boleh Bang… R
O1 : Kok tangan Neng kasar banget sich? Ir
O2 : Ah masa sich? R/I
O1 : Pasti Neng sering nyuci hati aku ya? R
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 22)
(30) O1 : Say, 1 + 1 berapa? I
O2 : 2 Say. R
O1 : Salah, mustinya itu 1 Ir
O2 : Kok bisa? R/I
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
O1 : Karena nanti cintamu dan cintaku
akan melebur jadi satu. R
O2 : Ah Say bisa aja dech.. F
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 24)
(31) O1 : Halo, bisa bicara dengan Dita? I
O2 : Ya, saya sendiri, dari mana ya? R/I
O1 : Oh, kebetulan, ini dari kepolisian mbak.
Mbak ditangkap atas tuduhan pencurian Ir
O2 : Hah! Pencurian? Pencuri apa?
Saya ga ngerasa mencuri R/I2
O1 : Pencuri hatiku…. R
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 25)
Berbeda dengan tipe wacana dialog sederhana, ketidakterdugaan dalam
tipe wacana dialog kompleks terletak pada fungsi R yang terakhir. Semua fungsi
sebelum R yang terakhir pada contoh-contoh di atas memiliki fungsi sebagai
pengantar yang membangun sebuah persepsi yang nantinya akan dibelokkan oleh
O1 di bagian R terakhir. Dalam wacana (29) misalnya, O1 berhasil membangun
persepsi O2 tentang pencurian dalam arti denotatifnya. Ketidakterdugaan tercipta
ketika O1 membelokkan persepsi tersebut dengan R terakhir: Pencuri hatiku yang
memiliki makna kiasan.
2.4 Rangkuman
Struktur WG terdiri dari dua unsur, yaitu pengantar dan ketidakterdugaan.
Pengantar merupakan bagian WG yang berfungsi sebagai pembangun persepsi
tentang sesuatu. Sementara itu, ketidakterdugaan merupakan bagian WG yang
berfungsi membelokkan persepsi yang telah dibangun di bagian pengantar untuk
menghasilan ―nilai rasa gombal‖ dan efek jenaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Berdasarkan letak unsur pengantar dan ketidakterdugaannya, WG dibagi
menjadi dua tipe, yaitu tipe wacana dialog sederhana dan tipe wacana dialog
kompleks. WG yang bertipe wacana dialog sederhana memiliki fungsi I dan F.
Unsur pengatar dan ketidakterdugaan dalam WG terletak pada fungsi I. WG yang
bertipe wacana dialog kompleks sekurang-kurangnya memiliki fungsi I, R/I, R,
dan kadang-kadang F. Unsur ketidakterdugaan terletak di fungsi R yang terakhir,
sedangkan fungsi-fungsi sebelumnya merupakan unsur pengantar yang
membangun sebuah persepsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
BAB III
WACANA GOMBAL DAN PRINSIP KERJA SAMA
3.1 Pengantar
Dalam sebuah komunikasi verbal yang wajar menurut kacamata
pragmatik, baik penutur maupun mitra tutur selalu memberikan sumbangan
informasi yang patuh terhadap prinsip kerja sama supaya komunikasi dapat
berjalan lancar. Yang dimaksud dengan patuh terhadap prinsip kerja sama adalah
ketika para partisipan berbicara seinformatif mungkin, mengatakan sesuatu
dengan bukti-bukti yang memadai, mempertimbangkan secara seksama konteks
pembicaraan, senantiasa berusaha agar tuturan yang dihasilkan ringkas, dan tidak
taksa sehingga tidak menyesatkan mitra tuturnya. Jenis komunikasi verbal yang
demikian disebut komunikasi yang bonafid (Wijana, 2004: 78). WG berbeda
dengan wacana komunikasi yang bonafid. Keduanya sama-sama memiliki tujuan
untuk berkomunikasi, tetapi jenis tujuan yang diinginkan berbeda. Kesesuaian
tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama akan dibahas di bab ini.
3.2 Kesesuaian Tuturan dalam WG dengan Prinsip Kerja Sama
Komunikasi yang bonafid digunakan untuk saling bertukar informasi
secara wajar tanpa ada nilai rasa tambahan. Komunikasi yang bonafid bersifat
denotatif. Sementara itu, WG memiliki nilai rasa tambahan yang pada penelitian
ini disebut ―nilai rasa gombal‖. Untuk menimbulkan nilai rasa tersebut, penutur
WG menciptakan tuturan yang membelok dari prinsip kerja sama. Berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
merupakan paparan tuturan-tuturan dalam WG yang mengalami pembelokan
prinsip kerja sama.
3.2.1 Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas menuntut setiap partisipan tutur memberikan
sumbangan yang memadai dan sebanyak yang dibutuhkan. Namun, dalam WG,
seorang penutur justru memberikan sumbangan yang kurang memadai dari apa
yang dibutuhkan. Perhatikan wacana di bawah ini.
(32) O1 : Hei, punya korek ga?
O2 : Ga punya
O1 : Kalo nama punya kan?
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm 51)
(33) O1 : Kamu tau kan, makanan itu ada tanda kadaluarsanya.
O2 : Iya, terus?
O1 : Sama kaya cinta aku ke kamu ada tanda kadaluarsanya
juga.
O2 : Loh, kok bisa? Emang di mana?
O1 : Ya bisalah, tanda kadaluarsanya ada di batu nisanku
karena aku akan mencintaimu sampai mati....
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm 48)
Orang pertama pada wacana (30) memiliki maksud hendak mengajak
berkenalan dengan O2. Cara yang dilakukan O1 ternyata menggunakan
sumbangan komunikasi yang kurang memadai. Untuk mengajak berkenalan saja
O1 justru bertanya apakah O2 memiliki korek atau tidak. Dialog kedua dari O1
juga bersifat berlebihan. Secara wajar, O2 pasti memiliki nama. Untuk apa O1
harus bertanya apakah O2 memiliki nama atau tidak. Namun, bila O1 hanya
menggunakan wacana komunikasi yang bonafid dengan maksud yang sama, yaitu
berkenalan, nilai rasa gombal tidak akan terasa dalam wacana (30). Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
demikian dapat disimpulkan O1 dalam wacana (30) membelokkan maksim
kuantitas. Sebagai pembanding perhatikan wacana (a) berikut.
(30a) O1 : Namamu siapa?
O2 : Dita
Tidak jauh berbeda dengan wacana (30), O1 dalam (31) juga memberikan
sumbangan tuturan yang bersifat berlebihan. Untuk mengungkapkan janji
mencintai O2 seumur hidup, O1 justru berputar-putar dengan mengungkapkan
tanggal kadaluarsa cintanya berada di batu nisannya nanti.
3.2.2 Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Kualitas
Ciri-ciri sebuah wacana yang sesuai dengan maksim kuantitas antara lain
mengatakan sesuatu yang sebenarnya dan logis. Hal tersebut tidak sepenuhnya
berlaku untuk WG. Dilihat dari pengertian awalnya saja, WG merupakan wacana
yang bersifat bohong atau omong kosong. Perhatikan contoh WG berikut.
(34) O1 : Aduh, hati aku sakit banget nich…. Aduh….
O2 : Kenapa? Kamu liver??
O1 : Bukan, ada yang mengukir nama kamu di hati aku….
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 33)
(35) O1 : Hai cewek, lagi di mana nich?
O2 : Lagi di rumah. Mau di mana lagi?
O1 : Lho, kok bisa?
O2 : Ya bisalah, emang kenapa?
O1 : Kamu bohong, kamu kan ada di hatiku.
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 24)
(36) O1 : Tiap malem, aku jalan-jalan.
O2 : Malem-malem? Jalan-jalan ke mana kamu malem-malem
gitu?
O1 : Di hatimu….
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 26)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Wacana (32), (33), dan (34) mengandung tuturan-tuturan yang tidak logis.
Tuturan-tuturan yang tidak logis tersebut dikatakan oleh O1. O1 dalam (32)
mengatakan bahwa hatinya sedang diukir dengan nama O2, O1 dalam (33)
menyatakan bahwa O2 sedang berada di dalam hatinya, dan O1 dalam (34)
mengatakan bahwa ia berjalan-jalan di hati O2. Semua itu tidak logis dan tidak
dapat dibuktikan kebenarannya. Seperti pada maksim kuantitas, pembelokan
maksim kualitas juga berfungsi menimbulkan ―nilai rasa gombal‖. Ketiga wacana
di atas memiliki maksud yang sama, yaitu memuji O2 dengan ungkapan-
ungkapan bernilai rasa positif yang sebenarnya tidak logis namun justru dapat
diterima oleh O2.
3.2.3 Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Relevansi
Maksim relevansi menuntut para peserta tutur untuk memberikan
sumbangan informasi yang harus berkaitan dengan topik-topik yang sedang
diperbincangkan. Tuturan yang disampaikan hendaknya memiliki satu tafsiran
yang relevan dengan konteks pembicaraan. Yang dimaksud dengan konteks
adalah asumsi-asumsi yang dimiliki oleh pendengar mengenai ―dunia‖ (Wijana,
2004: 85).
WG justru banyak mempermainkan maksim ini. Sebenarnya maksim
relevansi tak sepenuhnya dilanggar dalam WG. Justru sumbangan informasi yang
diberikan terlihat tetap berkaitan dengan topik yang sedang dibicarakan, namun
sumbangan tersebut dibelokkan sedemikian rupa sehingga memiliki ―nilai rasa
gombal‖. Perhatikan contoh berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
(37) O1 : Neng, Bapak Neng pasti asli Jakarta kan?
O2 : Ih kok Abang bisa tau sich?
O1 : Soalnya Eneng telah memonaskan hati Abang
(Si Raja Gombal, hlm. 11)
(38) O1 : Kamu pasti suka gaya Briptu Norman ya?
O2 : Kok tau?
O1 : Soalnya kamu udah men-chaiyya-chaiyyakan hatiku.
(Si Raja Gombal, hlm. 10)
(39) O1 : Neng, Bapakmu orang Garut ya
O2 : Emang kenape Bang?
O1 : Karena kamu telah mendodolkan hatiku.
(Si Raja Gombal, hlm. 10)
Di ketiga wacana di atas, O1 membangun sebuah konteks pada dialog
yang pertama. Dalam (35), (36), (37) secara berurutan O1 membentuk persepsi
tentang Jakarta, Briptu Norman, dan Garut. Pada dialog yang kedua, O1 tetap
menjaga konteks pembicaraan dengan memberikan sumbangan informasi yang
tetap berkaitan dengan Jakarta, Briptu Norman, dan Garut dengan kata kunci
monas, chaiyya-chaiyya, dan dodol. Namun informasi pada dialog yang kedua
dipermainkan dengan menambahkan konteks yang berbeda, yaitu tentang hati O1
terhadap O2. Di situlah letak pembelokan maksim relevansi. Tentu tidak ada
hubungan yang relevan antara Jakarta, Briptu Norman, dan Garut dengan hati O1,
namun oleh O1 hal tersebut dijadikan alat pembuat ―nilai rasa gombal‖.
3.2.4 Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Pelaksanaan
Selain bersifat logis dan relevan, sumbangan informasi para peserta tutur
dalam wacana komunikasi yang bonafid juga harus bersifat mudah dipahami
dengan menghindari kekaburan dan ketaksaan, bersifat padat, langsung, serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
runtut (Wijana, 2004: 89). Sementara itu, WG justru membelokkan maksim
pelaksanaan dengan sumbangan-sumbangan yang taksa seperti dalam contoh
berikut.
(40) O1 : Kalo deket kamu kok aku jadi males ya Yank?
O2 : Kok gitu sich? Udah bosen ya?
O1 : Males untuk jauh lagi darimu.
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 32)
(41) O1 : Aku udah pernah jatuh dari jembatan, aku udah pernah
jatuh dari tangga. Semuanya ga enak.
O2 : Emangnya ada jatuh yang enak?
O1 : Ada satu jatuh yang paling enak, yaitu jatuh cinta sama
kamu.
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 19)
(42) O1 : Kalo IPS apa artinya?
O2 : Ilmu Pengetahuan Sosial.
O1 : Kalo IPA?
O2 : Ilmu Pengetahuan Alam.
O1 : Kalo KPK?
O2 : Komisi Pemeberantasan Korupsi
O1 : Salah, tapi artinya Kamu Punya Ku
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm.81)
Dalam wacana (38) O1 tidak langsung mengatakan malas berjauhan
dengan O2 sehingga sempat menimbulkan penafsiran yang berbeda pada O2.
Dalam wacana (39) O1 memanfaatkan kepolisemian kata jatuh dengan
mengatakan ada jatuh yang enak, yaitu jatuh cinta pada O2. Dalam (40) O1
menyimpangkan kepanjangan dari KPK pada umumnya yang dikenal sebagai
Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Kamu Punya Ku. Ketiga WG di atas
tidak sepenuhnya mematuhi maksim pelaksanaan karena membuat sebuah
pernyataan yang ambigu. Namun justru pembelokan maksim pelaksanaan tersebut
menciptakan ―nilai rasa gombal‖ bagi O2 karena merasa dipuji.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
3.3. Rangkuman
WG berbeda dengan wacana komunikasi yang bonafid yang hanya sekadar
bertukar informasi secara wajar. WG memiliki tujuan merayu untuk mendapatkan
hati mitra tutur. Penutur dalam WG berusaha membesarkan hati mitra tuturnya
dengan menciptakan tuturan-tuturan yang membelok dari prinsip kerja sama
dengan keempat maksimnya, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim
relevansi, dan maksim pelaksanaan. Tutran WG memberikan sumbangan
informasi yang berlebihan, tidak logis, menyimpang dari konteks, dan ambigu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
BAB IV
WACANA GOMBAL DAN BUDAYA POPULER
4.1 Pengantar
Seperti yang telah dijelaskan di bagian latar belakang, WG pada mulanya
hanya digunakan untuk menggoda, memuji, dan merayu mitra tutur. Biasanya
penuturnya adalah seorang pria dan mitra tuturnya adalah seorang wanita. Hal
tersebut wajar terjadi dalam kehidupan sehari-hari sebagai sebuah interaksi sosial
antara pria dengan wanita. Pada awalnya nggombal bersifat privat, namun kini
perlahan bergeser ke ruang publik.
4.2 Penyebab Terjadinya Fenomena Nggombal
Media massa membawa WG sebagai hiburan. Trans TV dan Trans7, dua
stasiun televisi milik Trans Corporation, menjadi pelopor pembawa WG masuk
ke panggung hiburan Indonesia. Kedua stasiun televisi tersebut memang
mengakui diri sebagai stasiun televisi hiburan. Hampir semua program yang
dibawakan dikemas sedemikian rupa menjadi hiburan bagi pemirsanya. Karena
berorientasi sebagai televisi hiburan, Trans TV dan Trans7 harus kreatif saat
menyuguhkan sebuah tontonan yang menghibur. Tontonan menghibur yang
paling umum adalah humor. Kedua stasiun televisi tersebut banyak memuat
program-program bergenre humor. Salah satu tontonan humor yang ditawarkan
kepada pemirsa adalah WG.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Akhirnya, WG menjadi populer dan sempat menjadi trend center humor di
Indonesia. WG pun menjadi bagian dari budaya pop yang dibawa lewat media
massa. Dari situ, muncullah fenomena baru dalam kehidupan sosial antara pria
dan wanita sehingga WG menjadi trend setter dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomena itu adalah fenomena nggombal.
Dari stasiun televisi, WG mulai dikenal banyak orang dan berkembang di
dunia maya. Banyak website dan webblog yang memuat WG. Dilihat dari
komentar-komentar pembacanya, WG yang ada di internet tersebut juga
digunakan dalam kehidupan nyata sehari-hari untuk merayu pasangannya.
Dengan demikian, televisi memegang peran penting atas berkembangnya
WG ke publik. Di era postmodern ini, media massa terutama televisi memiliki
pengaruh yang sedemikian kuat dalam hidup sosial daripada era sebelumnya
(Putranto, 2005: 232). Menurut Baudrillard, kehidupan postmodern ditandai oleh
simulasi (1983: 4). Proses simulasi mengarah pada penciptaan simulacra. Di era
ini perbedaan antara tanda dan realitas menjadi semakin kabur sehingga yang
tulen dari barang tiruan sukar dikenali (Ritzer dan Goodman, 2004: 641).
Baudrillard juga berbicara tentang televisi. Menurutnya, televisi telah larut ke
dalam kehidupan dan kehidupan ke dalam televisi (1983: 55). Kehidupan
postmodern bagi Baudrillard adalah hiper-realitas. Media berhenti menjadi
cerminan realitas, tetapi justru menjadi realitas itu sendiri, atau bahkan lebih nyata
daripada realitas itu (Ritzer dan Goodman, 2004: 642).
Dari fenomena di media massa tersebut, khususnya televisi, muncullah
budaya pop. WG sebagai produk yang dipublikkan lewat televisi dapat dikatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
termasuk dalam budaya pop karena memiliki ciri-ciri budaya pop di dalamnya.
Menurut Williams (1983: 237), ciri-ciri budaya pop antara lain (i) banyak disukai
orang; (ii) jenis kerja rendahan; (iii) karya yang dilakukan untuk menyenangkan
orang; (iv) budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri.
Keempat ciri-ciri tersebut sesuai dengan WG. WG banyak disukai orang sebagai
sebuah tontonan yang lucu dan akhirnya menyenangkan bagi banyak orang.
Selain itu WG juga sesuai dengan ciri-ciri karya sastra populer yang
dijelaskan oleh Nurgiyantoro (2007: 16-22) yang bersifat (i) mengikuti ―selera
populer‖ atau selera orang banyak, (ii) diproduksi untuk dijadikan ―barang
dagangan populer‖ atau bersifat komersial, (iii) menampilkan masalah yang aktual
namun hanya sebatas pada tingkat permukaan, (iv) bersifat sementara, (v)
memberikan hiburan semata.
Sebagai sebuah tontonan dalam televisi, WG menjadi hiburan yang
menuruti selera populer dan diproduksi untuk dikomersialkan. WG juga hanya
membahas masalah yang ringan dan hanya di tingkat permukaan. Terakhir,
pupularitas WG tidak bertahan lama, ―Comedy Project‖ TransTV tidak lagi
memuat segmen ―Gombal Gembel‖. Andre OVJ hanya sekali waktu menggombal.
WG hanya tenar sebentar dan siap untuk tenggelam dengan hadirnya budaya-
budaya pop yang baru.
4.3 Rangkuman
Penyebab terjadinya fenomena nggombal dimulai dari media massa,
terutama televisi. Media massa melalui acara-acara televisi mempublikasikan WG
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
sehingga populer di kalangan masyarakat. WG pun menjadi trend center dalam
dunia humor dan trend setter dalam pergaulan sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
BAB V
FENOMENA LINGUAL DALAM WACANA GOMBAL
SEBAGAI PENDUKUNG PENCIPTAAN HUMOR
5.1 Pengantar
Seperti yang telah dijelaskan WG awalnya tidak digunakan untuk
berhumor. Media massalah yang telah membuat WG masuk ke dunia hiburan
sebagai bahan berhumor. Lagi pula, tidak semua WG bersifat lucu. Kelucuan
dalam WG yang dibawakan di atas panggung ―Comedy Project‖, ―Raja Gombal‖,
maupun ―Opera Van Java‖ lebih bersifat situasional. Situasi acara tersebut
memang didesain sedemikian rupa menjadi bersuasana humor. Situasi ketika ada
seorang pria yang merayu seorang wanita atau sebaliknya di depan umum dengan
WG yang kreatif, ternyata bagi penonton dianggap tidak wajar dan lucu sehingga
menghasilkan tawa. Walaupun demikian, perlu digarisbawahi bahwa situasi
tersebut tetap harus didukung dengan permainan bahasa yang menarik dalam
setiap WG yang dibawakan.
Permainan bahasa dalam WG memuat ketidakterdugaan. Unsur
ketidakterdugaan merupakan hal yang tidak dapat diabaikan di dalam penciptaan
humor (Wijana, 2004: 280). Biasanya ketidakterdugaan dalam WG terletak pada
dialog bagian terakhir dari I pada tipe WG dialog sederhana dan R yang terakhir
pada tipe WG dialog kompleks. Ketidakterdugaan terjadi ketika mitra tutur
memiliki sebuah persepsi sendiri terhadap konteks pembicaraan, sementara di sisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
lain penutur ternyata memilki sesuatu yang berbeda dan tidak terpikirkan oleh
mitra tutur.
Ketidakterdugaan itu diciptakan melalui pembelokan prinsip kerja sama
dan pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan mulai dari tataran fonologis hingga
konstruksi proposisional. Adapun pembelokan prinsip kerja sama telah dibahas
pada bagian sebelumnya. Sementara itu, pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan
menciptakan fenomena-fenomena lingual yang akan diuraikan di bawah ini.
5.2 Pemanfaatan Fenomena Lingual yang Terdapat dalam WG
Fenomena lingual dalam WG mencakup aspek-aspek kebahasaan mulai
dari tataran yang paling rendah hingga tataran tertinggi. Satuan kebahasaan yang
paling kecil adalah bunyi atau fonem dan satuan kebahasaan yang tertinggi adalah
wacana. Selain melalui satuan kebahasaan, fenomena lingual juga mencakup gaya
bahasa dan peribahasa. Berikut dipaparkan fenomena-fenomena lingual yang
terdapat dalam WG dengan memanfaatkan aspek-aspek kebahasaan.
5.2.1 Aspek Fonologis
Aspek fonologis berkaitan dengan satuan kebahasaan yang paling kecil,
yaitu bunyi bahasa. Ada tiga satuan kebahasaan yang berada di tingkat satuan
fonologis, yaitu fona, fonem, dan suku kata. Fona berbeda dengan fonem.
Perbedaannya terletak pada kemampuan untuk membedakan makna. Fonem
merupakan satuan kebahasaan berupa bunyi yang memiliki potensi untuk
membedakan makna (Wijana, 2009: 22); sedangkan fona tidak memiliki potensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
tersebut. Sementara itu, suku kata adalah satuan ritmis terkecil yang memiliki
puncak kenyaringan (Wijana, 2009: 28).
Oleh pencipta WG, fonem dan suku kata dapat ―dipermainkan‖ sehingga
menimbulkan ketidakterdugaan dalam WG. Berikut merupakan penjabaran
pemanfaatan permainan fonem dan suku kata dalam WG.
5.2.1.1 Permainan Fonem
Salah satu cara mempermainkan fonem untuk menciptakan
ketidakterdugaan adalah dengan mengganti sebuah fonem dalam sebuah kata
dengan fonem lain sehingga mitra tutur menjadi salah kira. Perhatikan contoh WG
berikut.
(43) O1 : Neng, aku punya tebak-tebakan nich..
O2 : Apa tu Bang?
O1 : Tinta apa yang melekat dan ga bisa dihilangin?
O2 : Hmhmhm, ga tau, emang apa Bang?
O1 : Tintaku padamu…
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 33)
Fonem /t/ di awal pada kata tinta sebenarnya merupakan fonem /c/
sehingga menjadi kata cinta. Namun, O1 sengaja mengganti fonem /c/ dengan /t/
untuk menciptakan ketidakterdugaan. Orang kedua mengira jawaban atas
pertanyaan O1 pasti seputar tinta, entah itu tinta pena, spidol, atau jenis tinta yang
lain. Ternyata, O1 ―memplesetkan‖ kata cinta menjadi tinta. Hal tersebut
membuat O2 terkejut dan menimbulkan efek lucu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Selain mengganti fonem dalam sebuah kata, permainan fonem dalam WG
juga bisa melalui cara menukar fonem dalam sebuah kata. Perhatikan contoh
berikut ini.
(44) O1 : Neng, goda-goda 1 porsi.
O2 : Di sini adanya gado-gado Bang.
O1 : Oh, maaf Neng. Karena liat Eneng, abang jadi tergoda
sich…
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 27)
Letak fonem /a/ dan /o/ dalam kata gado-gado ditukar oleh O1 menjadi
goda-goda. Orang kedua pun bingung karena ia merasa menjual gado-gado dan
tidak ada makanan bernama goda-goda. Ternyata goda-goda hanyalah akal-
akalan O1 untuk memuji O2 karena yang dimaksud goda-goda adalah O1 tergoda
dengan O2. Hal tersebut tentu membuat O2 terkejut dan terciptalah humor.
Tidak hanya mengganti dan menukar fonem, permainan fonem dalam WG
juga meliputi penambahan fonem. Perhatikan contoh berikut.
(45) O1 : Yang, tau nggak perbedaan antara kamu dengan lukisan?
O2 : Nggak tau….
O1 : Perbedaannya kalo lukisan semakin lama dipandang
semakin antik, kalo kamu semakin lama dipandang
semakin cantik.
(Raja Gombal ala Denny Cagur, hlm. 40)
Pernyataan kedua dari O1 mengandung dua kata yang mirip, yaitu antik
dan cantik. Secara kreatif, O1 menambahkan fonem /c/ pada kata antik sehingga
menjadi cantik dan menciptakan ketidakterdugaan bagi O2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
5.2.1.2 Penambahan Suku Kata
Sebuah kata yang terdiri dari dua suku kata atau lebih bisa berubah makna
jika salah satu suku katanya dihilangkan seperti pada contoh berikut ini.
(46) O1 : Bang, katanya lagi sakit ya?
O2 : Ga kok, cuma geli aja..
O1 : Geli kenapa Bang?
O2 : Gelisah memikirkan kamu
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 110)
(47) O1 : Kamu tau nggak KERA apa yang harus dimusnahkan dari
bumi ini?
O2 : Hmmm, apa yah… nggak tau….
O1 : KERAguanku untuk meminangmu….
(Si Raja Gombal, hlm. 48)
Kata geli terdiri dari dua suku kata yaitu ge- dan li-. Orang kedua dalam
WG (44) sengaja membuat O1 menjadi penasaran dengan mengaku geli. Orang
pertama mengira fisik O2 merasa geli. Ternyata fisik O2 tidak merasakan geli
tetapi hati O2 yang merasa gelisah karena memikirkan O1. Penambahan suku kata
–sah pada kata geli menjadi gelisah tersebut menciptakan ketidakterdugaan
sehingga mendukung munculnya efek lucu.
Demikian juga dengan kata keraguanku yang mengandung unsur suku
kata ke- dan ra- yang jika digabungkan menjadi kera memiliki makna tersendiri
karena juga memiliki referen yang berbeda dengan keraguanku. Pengacauan
persepsi tentang kera yang diciptakan oleh O1 menimbulkan ketidakterdugaan
bagi O2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
5.2.2 Aspek Ketaksaan
Menurut Wijana (2004: 140), satuan gramatikal seperti kata, frasa, dan
kalimat bila dilucuti dari konteks pemakaiannya, ternyata ada sejumlah di
antaranya memiliki potensi secara aksidental bersifat taksa dengan satuan
gramatikal lain. Ketaksaan dalam humor memiliki kedudukan yang sentral
sehubungan dengan potensinya untuk mengacaukan penutur dan mitra tuturnya.
Kekacaauan tersebut akhirnya menciptakan ketidakterdugaan yang melahirkan
humor. Secara sederhana, ketaksaan yang dimanfaatkan di dalam WG dapat
dibedakan menjadi ketaksaan leksikal dan ketaksaan gramatikal.
5.2.2.1 Ketaksaan Leksikal
Ketaksaan leksikal adalah ketaksaan yang terbentuk karena bentuk-bentuk
yang memiliki dua makna atau lebih. Perbedaan makna itu memungkinkan satu
sama lain masih bertalian dan memungkinkan tidak berkaitan sama sekali. Sifat
hubungan makna yang pertama disebut polisemi, sedangkan sifat hubungan
makna yang kedua disebut homonimi (Wijana, 2004: 141)
5.2.2.1.1 Polisemi
Secara sederhana, polisemi dapat diartikan sebagai satu kata banyak arti.
Walaupun demikian, hanya terdapat satu makna primer dalam sebuah kata yang
berpolisemi. Makna selain makna primer dalam sebuah kata berpolisemi disebut
makna sekunder. Makna primer dari sebuah kata dapat diketahui tanpa melibatkan
konteks pemakaian, sebaliknya diperlukan konteks pemakaian untuk mengetahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
makna sekunder dari sebuah kata (Wujana, 2004: 142). Untuk lebih jelasnya
perhatikan contoh berikut.
(48) O1 : Neng, kok waktu Eneng lewat kopi abang jadi ga ada
rasanya ya?
O2 : Emang kenapa Bang?
O1 : Karena manisnya ada di muka Eneng semua… hehehe….
(Si Raja Gombal, hlm. 14)
Orang pertama dalam WG di atas memanfaatkan kepolisemian kata manis.
Makna primer dari manis adalah ‗rasa seperti rasa gula‘ (Tim Penyusun Kamus,
2008: 914). Rasa tersebut dapat dikecap oleh lidah. Sementara itu, makna kata
manis yang digunakan O1 dalam (45) ternyata merupakan makna sekundernya
padahal konteks pemakaiannya lebih menjurus ke makna primernya. Makna
sekunder dari manis yang dimaksud oleh O1 adalah ‗elok‘ atau ‗sangat menarik
hati‘ (Ibid., 914).
Dalam WG, pemanfaatan kepolisemian kata manis sangat sering terjadi
seperti dalam ketiga contoh berikut.
(49) O1 : Kamu suka coklat nggak?
O2 : Suka…
O1 : Kalo susu?
O2 : Suka juga…
O1 : Hmhmhm…. Kalo madu???
O2 : Suka juga sich. Emang kenapa tanya gitu???
O1 : Hmhm… Pantes….
O2 : Pantes kenapa??
O1 : Pantes kamu manis… soalnya suka yang manis-manis….
(Rayuan Gombal ala Denny Cagur, hlm. 73)
(50) O1 : Kamu tau gak kenapa cabe rasanya pedes?
O2 : Gak tau, emang kenapa?
O1 : karena yang manis itu kamu….
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 18)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
(51) O1 : Kamu kayak donat topping coklat dech. Habis kamu
manis banget sih…
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 53)
Penggunaan makna sekunder yang kurang sesuai dengan konteks tersebut
menciptakan ketidakterdugaan bagi O2. Ia mengira yang membuat rasa minuman
dan makanan yang dipunyai O1 menjadi manis bukanlah wajahnya yang berparas
elok atau cantik.
5.2.2.1.2 Homonimi
Berbeda dengan polisemi, homonimi secara sederhana dapat diartikan dua
kata yang memiliki bentuk sama tetapi maknanya berbeda. Penggunaan dua
makna yang berbeda tersebut dapat menimbulkan kekacauan persepsi yang juga
berakhir pada ketidakterdugaan. Jenis homonimi dalam WG sering ditemui
dengan cara menyimpangkan kepanjangan dari sebuah singkatan atau akronim
seperti pada contoh berikut.
(52) O1 : Kalo IPS apa artinya?
O2 : Ilmu Pengetahuan Sosial.
O1 : Kalo IPA?
O2 : Ilmu Pengetahuan Alam.
O1 : Kalo KPK?
O2 : Komisi Pemberantasan Korupsi
O1 : Salah, tapi artinya Kamu Punya Ku
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 81)
(53) O1 : Aku boleh nggak bikin KTP?
O2 : Lho kok tanya ke aku?
O1 : Iya dong,
O2 : Kenapa?
O1 : KTP yang aku maksud adalah Kartu Tanda Pasanganmu
(―Comedy Project‖, 27 April 2012)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
(54) O1 : Aku mau buat STNK di rumah kamu.
O2 : Bikinnya bukan di rumah aku, Kak.
O1 : Di rumah kamu kali, kan Surat Tanda Nikahin Kamu.
(―Comedy Project‖, 27 April 2012)
Dari ketiga contoh di atas terdapat tiga singkatan yang oleh O1 diartikan
dengan kepanjangan yang baru. Perhatikan tabel di bawah ini.
No Singkatan Kepanjangan Umum Kepanjangan Baru
1 KPK Komisi Pemberantasan Korupsi Kamu Punya Ku
2 KTP Kartu Tanda Penduduk Kartu Tanda Pasanganmu
3 STNK Surat Tanda Nomor Kendaraan Surat Tanda Nikahin Kamu
Singkatan KPK secara umum dimengerti sebagai Komisi Pemberantasan
Korupsi. Namun, O1 justru mengganti kepanjangan tersebut dengan Kamu Punya
Ku sehingga menimbulkan ketidakterdugaan bagi O2 yang memiliki persepsi
umum tentang KPK.
Demikian juga dengan singkatan KTP dan STNK yang pada umumnya
dimengerti sebagai Kartu Tanda Penduduk dan Surat Tanda Nomor Kendaraan
dikacaukan dengan kepanjangan Kartu Tanda Pasanganmu dan Surat Tanda
Nikahin Kamu.
5.2.2.2 Ketaksaan Gramatikal
Menurut Wijana (2004: 181), ketaksaan tidak semata-mata terbentuk
karena leksem yang memiliki dua arti atau lebih sehubungan dengan luas
pemakaiannya, atau secara aksidental identik bentuk dan ejaannya, tetapi dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
pula dibentuk karena penggabungannya dengan leksem atau leksem-leksem lain.
Ketaksaan yang terbentuk karena gabungan dua atau beberapa leksem disebut
dengan ketaksaan gramatikal. Ada dua bentuk ketaksaan gramatikal dalam WG
yaitu idiom dan peribahasa.
5.2.2.2.1 Idiom
Idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frasa, maupun
kalimat) yang maknanya tidak dapat ―diramalkan‖ dari makna leksikal unsur-
unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut (Chaer, 1990: 76).
Dengan kata lain, makna sebuah idiom tidak tidak dapat diterangkan secara logis
atau secara gramatikal dengan bertumpu pada makna kata-kata yang
membentuknya (Keraf, 1984: 109). Keunikan makna dalam idiom tersebut
dimanfaatkan oleh pencipta WG untuk mengacaukan persepsi mitra tutur seperti
dalam contoh berikut.
(55) O1 : Neng, aku dan kamu kan sama-sama calon arsitek. Jika
nanti sudah besar, mari kita bangun rumah yang paling
indah di muka bumi ini.
O2 : Rumah apa itu Bang?
O1 : Rumah tangga kita Neng.
O2 : Asik-asik…
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 41)
(56) O1 : Aku udah pernah jatuh dari jembatan, aku udah pernah
jatuh dari tangga. Semuanya ga enak.
O2 : Emangnya ada jatuh yang enak?
O1 : Ada satu jatuh yang paling enak, yaitu jatuh cinta sama
kamu.
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 19)
Idiom rumah tangga tidak bisa diuraikan berdasarkan dua leksem yang
membentuknya, yaitu rumah dan tangga. Oleh karena itu, ketika O1 mengatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
bahwa ia akan membangun rumah yang paling indah, persepsi O2 akan menuju ke
suatu bangunan fisik berupa rumah. Ternyata, maksud O1 tidak menunjuk pada
bangunan rumah melainkan idiom rumah tangga yang berarti ‗segala sesuatu
yang berhubungan dengan rumah‘. Kesalahan persepsi itu pun menciptakan
sebuah ketidakterdugaan.
Demikian juga dengan idiom jatuh cinta. Jatuh cinta bukan juga berarti
‗terlepas dan turun ke bawah dengan cepat‘. Jatuh cinta memiliki arti ‗menaruh
cinta kepada‘ (Tim Penyusun Kamus, 2008: 582). Jatuh dalam arti yang pertama
memiliki akibat sakit, sedangkan jatuh cinta tentu sangat disukai banyak orang.
5.2.2.2.2 Peribahasa
Peribahasa adalah ungkapan atau kalimat ringkas, padat, dan berisi
perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku
(Tim Penyusun Kamus, 2008: 1085). Penciptaan ketidakterdugaan dalam
peribahasa dapat dilakukan dengan mengganti objek-objek dalam peribahasa
tersebut dengan penutur dan mitra tutur. Perhatikan contoh berikut.
(57) O1 : Ada peribahasa ada udang di balik batu.
O2 : Iya Bang, emang kenapa?
O1 : Aku rela jadi batu dech asalkan di balik aku ada kamu
O2 : So Sweet…
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 123)
Penutur dalam WG di atas mengganti objek udang dan batu dalam
peribahasa ada udang di balik batu dengan aku (O1) dan kamu (O2) sehingga
menimbulkan efek jenaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Peribahasa juga mencakup pepatah. Pepatah adalah peribahasa yang
mengandung nasihat (Tim Penyusun Kamus, 2008: 1080). Pepatah juga bisa
menjadi sumber kreativitas dalam WG. Perhatikan contoh berikut.
(58) O1 : Kamu pernah denger nggak kata pepatah bilang tak kenal
maka tak sayang?
O2 : Iya Bang, emang kenapa?
O1 : Buat aku itu nggak berlaku.
O2 : Nggak berlaku kenapa?
O1 : Karena sebelum aku kenal kamu, aku udah sayang kamu.
O2 : So Sweet…
(Rayuan Gombal ala Denny Cagur, hlm. 36)
Orang pertama dengan cerdik membantah pepatah ―Tak kenal maka tak
sayang‖ dengan menyatakan bahwa ia telah menyayangi O2 sebelum
mengenalnya terlebih dahulu sehingga menimbulkan ketidakterdugaan bagi O2.
5.2.3 Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara yang khas dalam menyatakan sesuatu dengan
bahasa (Tim Penyusun Kamus, 2008: 443). Gaya bahasa berdasarkan makna
diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih
mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan
yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, bahasa itu masih
bersifat polos. Namun, bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna
konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, acuan tersebut
dianggap sudah memiliki gaya bahasa.
Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dibagi atas dua
kelompok yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek
tertentu, sedangkan gaya bahasa kiasan merupakan penyimpangan yang lebih jauh
(Keraf, 1984: 129). Dalam WG, gaya bahasa retoris yang digunakan adalah
hiperbola dan elipsis, sedangkan gaya bahasa kiasan meliputi metafora dan
personifikasi.
5.2.3.1 Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang
berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf, 1984: 135). Esensi WG
adalah memuji mitra tutur. Sering kali, penutur akan melebih-lebihkan pujiannya
untuk mendapatkan simpati dari mitra tutur seperti contoh berikut.
(59) O1 : Jatuh cinta denganmu bikin aku semangat kerja di kantor,
bikin aku menari tiap kali mendengar suara mesin
fotokopi, bikin aku tersenyum saat dimarahin si bos. Dan
bikin hari Sabtu menjadi hari yang paling kutunggu-
tunggu.
O2 : Makasii sayank….
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 15)
(60) O1 : Adek mau tau nggak seberapa banyak cinta mas buat
Adek?
O2 : Emang berapa banyak Mas?
O1 : Hitung aja tiap tetes air hujan yang jatuh. Sebanyak itu
cinta mas buat Ade.
(Si Raja Gombal, hlm. 26)
5.2.3.2 Elipsis
Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur
kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh mitra tutur
sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku (Keraf,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
1984: 132). Dalam WG kalimat yang unsurnya dihilangkan berada di fungsi I dan
unsur yang dihilangkan tersebut akhirnya dikembalikan menjadi sebuah
ketidakterdugaan dalam fungsi R di akhir wacana. Perhatikan contoh berikut.
(61) O1 : Sayang kamu harus belajar terima kenyataan...
O2 : Kenyataan apa sich Bang maksudmu?
O1 : Kenyataan kalau kita memang jodoh….
(Si Raja Gombal, hlm. 71)
(62) O1 : Halo, kamu di mana?
O2 : Aku lagi sibuk nich…
O1 : Sibuk ngapain sich?
O2 : Sibuk mikirin kamu….
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 26)
(63) O1 : Jangan GR dech. Aku kangen kamu sedikit aja kok
O2 : Kok cuma sedikit?
O1 : Sedikit berlebihan maksudnya….
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 50)
Pada WG (59), O1 menghilangkan bagian kalimat setelah kata kenyataan
pada dialog pertamanya. Orang kedua pun merasa bingung kenyataan apa yang
dimaksud. Barulah O1 menjawab dengan sebuah ketidakterdugaan di dialog
keduanya dengan melengkapi unsur yang dihilangkan sehingga kata kenyataan
menjadi kenyataan kalau kita memang jodoh.
Demikian juga dengan wacana (60) dan (61), orang yang ingin
menggombal menyembunyikan unsur-unsur setelah kata sibuk dan sedikit
sehingga menimbulkan kejengkelan bagi mitra tuturnya. Namun, setelah
dilengkapi menjadi sibuk mikirin kamu dan sedikit berlebihan, ketidakterdugaan
pun terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
5.2.3.3 Metafora
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Metafora sebagai perbandingan
langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan
sebagainya sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua
(Keraf 1984 139). Metafora merupakan perubahan makna karena persamaan sifat
antara dua objek (Ibid., hlm. 98). Bekher (dikutip Pradopo, 2005: 66) mengatakan
metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Pradopo juga
menyatakan metafora terdiri dari dua term atau dua bagian, yaitu term pokok dan
term kedua. Term pokok disebut tenor dan term kedua disebut vehicle. Tenor
menyebutkan hal yang dibandingkan, sedangkan vehicle adalah hal yang untuk
membandingkan.
Ketika memuji mitra tutur, penutur WG sering kali menggunakan metafora
untuk menyamakan mitra tutur dengan objek lain yang memiliki persamaan sifat
seperti pada contoh berikut.
(64) O1 : Kenapa malem ini gelap banget ya Neng?
O2 : Mendung kali Bang.
O1 : Kayaknya nggak dech.
O2 : Emang kenapa dong Bang?
O1 : Soalnya bulannya sedang menerangi dan menemaniku di
sini.
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 8)
(65) O1 : Yang, tau nggak?
O2 : Tau apaan?
O1 : Waktu kamu lewat tadi, aku ngerasa mendadak silau..
O2 : Ah, masak sih?
O1 : Soalnya ada bidadari lewat di depan aku.
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
(66) O1 : Kayaknya aku salah jatuh cinta dech.
O2 : Lho kok gitu?.
O1 : Aku jatuh cinta dengan seorang malaikat karena di bumi
ini nggak ada seseorang kayak kamu.
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 35)
Pada WG (64) O1 menyamakan O2 dengan bulan. Jadi, bagi O1, O2
adalah tenor atau hal yang dibandingkan. Orang kedua dibandingkan dengan
vehicle berupa bulan. Terdapat kesamaan sifat antara O2 dengan bulan bagi O1,
yaitu keduanya memiliki sifat menerangi sesuatu. Ketidakterdugaan dalam WG di
atas terletak ketika O2 tidak mengira bahwa ia akan dimetaforakan dengan bulan
yang identik dengan sifat indah dan cantik.
Demikian pula dengan WG (65) dan (66). Orang kedua dimetaforakan
dengan bidadari dan malaikat karena menjadi sosok yang istimewa bagi O1.
Orang kedua yang tidak mengira hal tersebut akhirnya merasa dipuji.
5.2.3.4 Personifikasi
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan
benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa atau makhluk selain
manusia seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan (Keraf 1984: 140). Sifat
kemanusiaan tersebut meliputi berbuat, berpikir, merasa, dan sebagainya (Pradopo
75).
Personifikasi biasanya digunakan dalam WG untuk memuji mitra tutur
seperti pada contoh berikut.
(67) O1 : Eh, jangan duduk deket-deket bunga?
O2 : Emang kenapa Bang?
O1 : Nanti bunga-bunganya layu Neng..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
O2 : Kok bisa?
O1 : Mereka layu karena malu kalah cantik sama kamu..
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 10)
(68) O1 : Waktu kamu lahir pasti lagi hujan ya?
O2 : Lho kok tau?
O1 : Abis langit nangis ditinggalin bidadari secantik kamu.
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 39)
(69) O1 : Andai sebuah bintang akan jatuh setiap kali aku
mengingatmu, bulan pasti protes.
O2 : Emang kenapa Bang?
O1 : Soalnya dia bakal sendirian di angkasa..
(Rayuan Gombal Ala Denny Cagur, hlm. 51)
Bunga-bunga bukan manusia. Namun, oleh O1 bunga-bunga
dipersonifikasikan sehingga memiliki sifat kemanusiaan yang dalam contoh WG
di atas merasa malu karena kalah cantik dengan O2. Hal tersebut menimbulkan
ketidakterdugaan karena persepsi O2 sudah dikacaukan karena merasa bingung
apa hubungan antara dirinya (O2) dengan bunga.
Langit dan bulan dalam (68) dan (69) juga dipersonifikasikan sehingga
dapat menangis dan protes. Hal tersebut seperti halnya pada (67) dapat
menciptakan ketidakterdugaan.
5.2.4 Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisi Melayu Lama yang
mengandalkan persamaan rima di akhir baris untuk menciptakan suatu estetika.
Ada dua bagian dalam pantun yaitu sampiran dan isi. Sampiran menjadi tumpuan
atau pengantar dalam sebuah pantun, sedangkan isi berisi pesan utama dalam
sebuah pantun. Tidak ada hubungan yang logis antara sampiran dan isi sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
permainan antara sampiran dan isi menciptakan sebuah ketidakterdugaan dalam
membuat WG seperti pada contoh berikut.
(70) O1 : Ay, aku punya pantun nich buat kamu..
O2 : mana Bang?
O1 : Ikan hiu bergoyang..
O2 : Artinya?
O1 : I love you sayank…
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 116)
(71) O1 : Ke Cimanggis membeli kopiah, kopiah indah kan kau
dapati.
O2 : Artinya Bang?
O1 : Begitu banyak gadis yang singgah, hanya Dinda yang
memikat hati.
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 112)
(72) O1 : Di ruang tamu ada Sari, si Sari bawa duit
O2 : Artinya Bang?
O1 : Wajahmu kayak bidadari, bidadari yang turun dari langit.
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 91)
Pernyataan O1 di sampiran tidak memiliki hubungan yang logis dengan
isinya. Namun, justru hal itulah yang membuat WG di atas ―bernilai rasa gombal‖
dan menarik.
5.2.5 Nama
Kata-kata nama, baik yang berkaitan dengan nama individu, atau
perluasannya, seperti nama jalan, tempat, tari-tarian, dsb., tidak memiliki makna.
Namun, kata-kata nama di dalam penciptaan humor merupakan sumber yang
cukup penting mengingat potensinya untuk diperlakukan sebagai kata-kata biasa
yang memiliki makna. Berikut merupakan contoh pemakaian nama dalam WG.
(73) O1 : Neng, kemaren abang ke Sukabumi lho.
O2 : Asik dong Bang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
O1 : Tapi ada yang aneh.
O2 : Aneh kenapa Bang?
O1 : Gara-gara mikirin kamu, rambu-rambu jalan di Sukabumi
berubah menjadi Sukakamu..
(Si Raja Gombal, hlm. 60)
(74) O1 : Kamu asalnya dari Jepang ya?
O2 : Kok tau Bang?
O1 : Nama kamu Takada kan? Pasti nama panjangnya Takada
yang bisa gantiin kamu di hatiku.
(Si Raja Gombal, hlm. 72)
Nama Sukabumi sebenarnya tidak memiliki makna leksikal apa-apa.
Nama tersebut hanya menandai sebuah kota di Jawa Barat. Namun, Sukabumi
memiliki keunikan karena terdiri dari dua kata yang sebenarnya bermakna yaitu
suka dan bumi. Kata suka memiliki arti ‗menaruh kasih‘ (Tim Penyusun Kamus,
2008: 1383). Oleh O1, makna tersebut dimanfaatkan untuk menciptakan
ketidakterdugaan bagi O2 dengan cara mengubah unsur kata bumi menjadi kamu
sehingga O2 merasa digombali oleh O1.
Nama Takada juga tidak memiliki makna leksikal. Namun, Takada secara
ortografis dapat diuraikan menjadi dua kata, yaitu tak dan ada sehingga dapat
dilanjutkan menjadi kalimat tak ada yang bisa gantiin kamu di hatiku.
5.2.6 Pertalian Kata dalam Frasa
Menurut Ramlan (1982: 121), frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri
dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Frasa dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu frasa endosentrik dan frasa eksosentrik. Frasa yang mempunyai
distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu
dari unsurnya disebut frasa endosentrik, seperti rumah baru, mobil merah, dsb;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
sedangkan frasa yang tidak demikian, maksudnya tidak mempunyai distribusi
yang sama dengan semua unsurnya disebut frasa eksosentrik, seperti di kelas,
dalam kamar, dsb.
Frasa endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu frasa
endosentrik koordinatif, atributif, dan apositif. Frasa endosentrik koordinatif
terdiri dari unsur-unsur yang setara, seperti aku dan kamu, belajar atau bekerja,
suami istri, dsb. Frasa endosentrik atributif terdiri dari unsur-unsur yang tidak
setara, seperti buku baru, sedang bekerja, wanita itu, dsb. Frasa endosentrik
apositif memiliki unsur-unsur yang tidak dapat dihubungkan dengan kata
penghubung dan atau atau, dan secara semantik unsur yang satu sama dengan
unsur yang lain, seperti Sule, pelawak asal Jawa Barat.
Dalam WG, ketidakterdugaan dapat diciptakan dengan memakai frasa
endosentrik koordinatif dan frasa endosentrik atributif seperti halnya wacana
humor menurut Wijana (2003: 236). Berikut dipaparkan penciptaan
ketidakterdugaan dalam WG dengan frasa.
5.2.6.1 Frasa Endosentrik Koordinatif
Menurut Ramlan (1882: 126), kesetaraan dalam frasa endosentrik
koordinatif dapat dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan
dengan akta penghubung dan atau atau.
(75) O1 : Eh, eh, kamu punya kunci apa aja?
O2 : Ada kunci rumah, kunci motor, kunci inggris, kunci pas,
kunci L. Emang kenapa? Kamu mau pinjem?
O1 : Tapi ada nggak yang bisa buka kunci hatimu?
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 34)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
(76) O1 : Neng pilih utara apa selatan?
O2 : Hmhm…. Utara deh. Emang kenapa Bang?
O1 : Kalo gitu aku pilih selatan biar cinta kita nempel terus
kayak kutub magnet utara dan selatan….
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 19)
Dalam WG (75), O2 mengira O1 akan meminjam salah satu kunci yang ia
punya dan kunci tersebut tidak bermakna kias. Namun, O1 tidak menghendaki
kunci-kunci yang disebutkan oleh O2. O1 justru meminta kunci hati O2 supaya
O1 dapat masuk ke dalamnya. Hal ini menimbulkan ketidakterdugaan bagi O2.
Demikian pula dengan WG (76). Orang kedua tidak mengira maksud dari
pilihan utara maupun selatan yang diajukan oleh O1. Ternyata, pilihan tersebut
untuk menggambarkan kutub magnet yang selalu menempel ketika bertemu kutub
yang berlawanan.
5.1.6.2 Frasa Endosentrik Atributif
Menurut Wijana (2003: 236), atributif dalam frasa endosentrik pada
hakikatnya adalah elemen pembatas yang memodifikasi makna generik unsur
pusatnya sehingga makna unsur pusat itu lebih spesifik. Sifat atributif yang
demikian ini dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mengacaukan persepsi
pembaca dari sesuatu yang besar kepada sesuatu yang remeh atau sesuatu yang
menyimpang dari konteksnya semula. Perhatikan contoh berikut.
(77) O1 : Kamu punya peta nggak?
O2 : Peta apa?
O1 : Peta hatimu, karena aku tersesat dan nggak bisa keluar dari
hatimu.
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 28)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
(78) O1 : Aku udah punya dan baca banyak buku. Sayangnya ada
satu buku yang belum aku punya.
O2 : Buku apa?
O1 : Buku nikah kita berdua..
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 28)
Munculnya frasa peta hatimu dan buku nikah kita berdua dalam kedua
wacana di atas tidak diduga oleh O2. Peta yang mungkin dikira oleh O2 bisa jadi
adalah peta sebuah kota, negara, atau dunia; dan buku yang dikira oleh O2 bisa
jadi berupa novel atau buku bacaan lainnya. Namun, O1 dengan cerdik
mengejutkan O2 dengan menambahkan kata hatimu dan nikah kita berdua untuk
memperjelas peta dan buku apa yang dimaksud.
5.2.7 Pertalian Antarklausa
Menurut Wijana (2004: 249), sejauh yang berhubungan dengan
pemanfaatan pertalian antarklausa untuk kreativitas humor, pengacauan konsepsi
dilakukan dengan pembatasan ruang lingkup makna klausa pertama dengan klausa
kedua. Kehadiran klausa kedua di dalam dialog secara tiba-tiba mengubah
presuposisi mitra tutur. Dalam WG ada beberapa jenis pertalian antarklausa yang
berpotensi untuk dikreasikan, antara lain pertalian perlawanan, sebab,
pengandaian, dan syarat.
5.2.7.1 Pertalian Perlawanan
Hubungan perlawanan dinyatakan ketika klausa yang satu berlawanan atau
tidak sama dengan apa yang dinyatakan dalam klausa lainnya (Ramlan, 1982: 38).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Hubungan perlawanan dalam WG biasanya mengontraskan sifat mitra tutur
dengan suatu pembanding yang lain seperti dalam contoh berikut.
(79) O1 : Kamu tau gak bedanya kamu sama rumus fisika?
O2 : Ga tau, emang apa?
O1 : Kalo rumus fisika itu susah dihafal, kalo kamu susah
dilupain.
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 29)
(80) O1 : Lukisan emang bisa ngejelasin ribuan kata. Tapi, saat aku
ngeliat kamu, nggak ada satu kata pun di dunia ini yang
mampu ngejelasinnya.
O2 : So sweet….
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 62)
(81) O1 : Kamu tau gak bedanya kamu sama bunga anggrek?
O2 : Ga tau, emang apa?
O1 : Kalo bunga anggrek menempel di batang pohon, kamu
menempel di hatiku.
(Rayuan Gombal ala Denny Cagur, hlm. 88)
(82) O1 : Kamu tau gak bedanya skripsi sama kamu?
O2 : Ga tau, emang apa?
O1 : Kalo srkripsi itu tugas terakhir aku, kalo kamu cinta
terakhir aku.
(Rayuan Gombal ala Denny Cagur, hlm. 106)
Orang kedua dalam WG (78) dibandingkan dengan rumus fisika. Ternyata
bagi O1, rumus fisika memiliki sifat yang bertentangan dengan O2. Pertentangan
tersebut ternyata memberikan kesan tak terduga karena O2 tidak mengira akan
dibandingkan dengan rumus fisika dan ternyata sifat keduanya saling
bertentangan.
Demikian juga dengan WG (79) dan (80) yang mengandung dua hal yang
saling bertentangan. Salah satu hal tersebut adalah diri O2 yang tidak menduga
akan dibandingkan dengan sesuatu yang bagi O1 memiliki peran dan ciri yang
berlawanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
5.2.7.2.Pertalian Sebab
Dalam pertalian sebab, klausa bukan inti menyatakan sebab atau alasan
terjadinya peristiwa atau dilakukannya tindakan yang tersebut dalam klausa inti
(Ibid., hlm. 48). Ketidakterdugaan WG dalam pertalian sebab terletak pada klausa
bukan inti atau yang menyatakan sebab atau alasan terjadinya peristiwa atau
dilakukannya tindakan tersebut. Alasan yang dikemukakan penutur tidak memiliki
hubungan yang logis atau tidak dapat ditebak dengan pernyataan di klausa inti
sehingga menimbulkan ketidakterdugaan. Perhatikan contoh berikut.
(83) O1 : Kamu tau gak kenapa cabe rasanya pedes?
O2 : Gak tau, emang kenapa?
O1 : Karena yang manis itu kamu….
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 18)
(84) O1 : Kamu tau nggak kenapa pelangi hanya setengah
lingkaran?
O2 : Gak tau, emang kenapa?
O1 : Karena setengahnya lagi ada di mata kamu….
(Rayuan Gombal ala Denny Cagur, hlm. 99)
(85) O1 : Sayang, kamu tau gak kenapa aku ga pernah bisa bangun
pagi?
O2 : Kamu males sich..
O1 : Karena aku tu nggak mau pisah sama kamu biarpun di
dalam mimpi….
(Si Raja Gombal, hlm. 78)
Dalam WG (81), tidak ada hubungan logis antara pedasnya cabai dengan
manisnya wajah O2. Namun, hal tersebut justru disengaja oleh O1 untuk
menciptakan ketidakterdugaan. Awalnya O2 tidak menyadari bahwa O1 akan
memujinya. Pertanyaan mengapa rasa cabai itu pedas oleh O2 hanya dianggap
sebagai pertanyaan biasa. Orang kedua mengira alasan yang akan dikemukakan
O1 masih berhubungan dengan cabai. Setelah O1 memberikan alasan, barulah O2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
menyadari bahwa pertanyaan O1 hanyalah pengantar yang tidak memiliki
hubungan langsung dan logis dengan alasan yang diberikan.
Demikian juga dengan alasan yang dikemukakan O1 pada WG (81) dan
(82). Alasan-alasan O1 tersebut tidak masuk akal dan tidak logis. Namun, justru
ketidaklogisan tersebut yang membuat O2 merasa terkejut dan tidak menduganya.
5.2.7.3 Pertalian Pengandaian
Dalam pertalian pengandaian, klausa bukan inti menyatakan suatu
andaian, suatu syarat yang tak mungkin terlaksana bagi klausa inti sehingga apa
yang dinyatakan dalam klausa inti juga tidak mungkin terlaksana (Ramlan, 1982:
54). WG yang memiliki hubungan pengandaian memiliki ketidakterdugaan pada
klausa inti seperti pada contoh berikut.
(86) O1 : Neng, tau gak astronot yang pertama kali menginjak
bulan?
O2 : Neil Amstrong kan Bang..
O1 : Yups, betul banget. Tau juga kan di sana nancepin apa?
O2 : Pasti nancepin bendera USA kan Bang?
O1 : Ih, eneng betul lagi, tapi asal kamu tahu Neng, kalo
astronot itu aku, akau ga bakal nancepin bendera USA
ataupun Indonesia.
O2 : Trus nancepi apa Bang?
O1 : Di sana aku bakal nancepin bendera bertuliskan ―Neng,
Aku Sayank Kamu‖
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 122)
Dialog ketiga dan keempat O1 memiliki hubungan pengandaian. Kedua
dialog tersebut jika dikonsutruksi ulang dapat dinyatakan menjadi:
(85a) O1 : Seandainya astronot itu aku, aku bakal nancepin bendera
bertuliskan ―Neng, Aku Sayank Kamu‖.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Klausa seandainya astronot itu aku merupakan klausa bukan inti
sedangkan klausa aku bakal nancepin bendera bertuliskan “Neng, Aku Sayank
Kamu” merupakan klausa inti. Letak ketidakterdugaannya berada di dialog
terakhir yang memuat klausa inti karena di luar perkiraan O2.
Contoh lain yang lebih jelas terdapat pada wacana di bawah ini.
(87) O1 : Seandainya aku hanya memiliki kesempatan untuk
meminta satu hal, boleh nggak aku minta satu hal dari
kamu?
O2 : Apa itu?
O1 : Aku minta jadikan aku halal untukmu….
(―Comedy Project‖ 7 Desember 2011)
(88) O1 : Seandainya aku cuma punya kesempatan terakhir untuk
berbicara, aku akan menggunakan kesempatan itu buat
bilang ―Aku sayang kamu‖.
O2 : So sweet….
(―Comedy Project‖ 7 Desember 2011)
5.2.7.4 Pertalian Syarat
Dalam pertalian syarat, klausa inti menyatakan syarat bagi terlaksananya
apa yang tersebut dalam klausa inti (Ramlan, 1982: 50). Syarat tersebut dalam
WG dimanfaatkan untuk menciptakan ketidakterdugaan karena di luar perkiraan
O2. Perhatikan contoh berikut.
(89) O1 : Ada peribahasa ada udang di balik batu.
O2 : Iya Bang, emang kenapa?
O1 : Aku rela jadi batu dech asalkan di balik aku ada kamu
O2 : So Sweet…
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 123)
Ketidakterdugaan WG di atas terletak pada syarat yang diajukan O1. Pada
dialog terakhirnya, O1 mengajukan syarat yang tidak terduga oleh O2 dengan
meminta O2 berada di balik O1 bagaikan peribahasa ada udang di balik batu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
5.2.7.7 Pertalian Tujuan
Pertalian tujuan terdapat dalam kalimat yang klausa bukan intinya
menyatakan suatu tujuan atau harapan dari apa yang disebut dalam klausa utama
(Alwi dkk., 2003: 407). Ketidakterdugaan dalam WG jenis ini terdapat dalam
klausa bukan inti. Ketidakterdugaan itu muncul karena harapan atau tujuan yang
disampaikan bersifat tidak logis dan bersifat berlebihan. Perhatikan contoh
berikut.
(90) O1 : Yang, sejak dulu aku pengen kepalaku dironsen.
O2 : Buat apa Bang?
O1 : Biar kamu tau isi kepalaku cuma ada kamu.
O2 : So Sweet…
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 19)
(91) O1 : Yang, temenin aku ke toko senjata yuk. Aku mau beli
pistol buat nembak kepalaku..
O2 : Kenapa?
O1 : Biar aku nggak mikirin kamu terus..
(―Comedy Project‖, 4 April 2012)
Tujuan-tujuan yang terdapat dalam WG (90) dan (91) di atas terkesan
tidak logis dan berlebihan. Namun, justru hal tersebut yang membuat O2 tidak
menyangka dan terkejut sehingga menimbulkan ketidakterdugaan.
5.2.7.8 Pertalian Kegunaan
Dalam pertalian kegunaan, klausa bukan inti menyatakan kegunaan dan
menjawab pertanyaan untuk apa (Ramlan, 1982: 60). Kegunaan dalam klausa
tersebut ketika dimanfaatkan dalam WG bersifat tidak logis dan berlebihan. Di
situlah letak ketidakterdugaannya. Perhatikan contoh berikut.
(92) O1 : Neng, punya USB nggak?
O2 : Buat apa Bang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
O1 : Buat transfer hatiku ke hatimu….
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 22)
(93) O1 : Yang, aku mau ke apotek dulu yah beli formalin.
O2 : Buat apa?
O1 : Buat ngawetin cinta kita
(Rayuan Gombal ala Denny Cagur, hlm. 13)
Kabel USB memang berfungsi untuk mentransfer data dari komputer ke
media penyimpanan yang lain; dan formalin memang berfungsi untuk
mengawetkan. Namun, kedua kegunaan tersebut direka sedemikian rupa oleh O1
untuk menciptakan ketidaterdugaan bagi O2 karena yang ditransfer dan yang
diawetkan bersifat tidak lazim.
5.2.8 Pertalian Antarproposisi
Wacana komunikasi yang binafid terbentuk atau tersusun dari proposisi-
proposisi yang nalar. Dalam hal ini ada keterkaitan yang bersifat logis antara
pernyataan yang satu denga pernyataan yang lain. Dalam wacana humor sering
terjadi hal yang sebaliknya. Pernyataan yang satu sering disimpulkan atau
dianalogikan dengan pernyataan yang lain di luar kerangka berpikir yang dapat
diterima oleh akal (Wijana, 2004: 255). Ada dua cara yang ditempuh oleh
pencipta WG untuk mengacaukan hubungan antarproposisi ini, yaitu silogisme
dan entailmen.
5.2.8.1 Silogisme
Menurut Sumaryono (1999: 90), silogisme dapat didefinisikan sebagai
sebuah argumentasi yang sebuah proposisinya disimpulkan dari dua proposisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
lainnya yang sudah diketahui dan memuat gagasan-gagasan yang sudah diketahui
pula. Sekurang-kurangnya salah satu dari kedua proposisi tersebut universal
sehingga walaupun proposisi yang disimpulkan itu berbeda dari dua proposisi
lainnya, proposisi tersebut harus tetap mengikuti alur gagasan yang terdapat di
dalam dua prorosisi lainnya itu ada dua jenis silogisme yaitu silogisme kategoris
dan hipotetis.
Silogisme kategoris ialah silogisme yang terdiri dari proposisi-proposisi
kategoris. Misalnya:
Premis mayor : Semua mahasiswa bercita-cita tinggi.
Premis minor : Beberapa di antaranya kuliah dengan rajin.
Kesimpulan : Jadi, beberapa yang rajin kuliah bercita-cita tinggi.
Sementara itu, silogisme hipotetis adalah silogisme yang mana premis
mayor merupakan sebuah proposisi hipotetis, sementara premis minor dan
kesimpulannya berupa proposisi kategoris.
Contoh:
Premis mayor : Jika rusak, maka harus diperbaiki.
Premis minor : mesin ketik saya rusak.
Kesimpulan : Jadi, mesin ketik saya harus diperbaiki.
Pencipta WG memanfaatkan silogisme untuk menciptakan
ketidakterdugaan. Letak ketidakterdugaan dalam WG yang memakai silogisme
berada di kesimpulannya seperti pada contoh berikut.
(94) O1 : Kamu tau gak apa penyebab orang kesurupan?
O2 : Karena pikirannya kosong…
O1 : Oh gitu. Berarti aku yakin kalo seumur hidupku aku gak
akan pernah kesurupan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
O2 : Kok bisa gitu?
O1 : Karena selalu ada kamu dalam pikiran aku.
(Rayuan Gombal Andre Vs Jessica, hlm. 13)
Secara sederhana, dialog di atas dapat diuraikan menjadi tiga proposisi
berikut.
Premis mayor : Orang kesurupan karena pikirannya kosong.
Premis minor : Aku tidak akan pernah kesurupan.
Kesimpulan : Karena pikiranku selalu ada kamu
Perhatikan pula contoh berikut.
(95) O1 : Kamu tau nggak kerjaan polisi itu memberi tilang pada
orang yang melanggar lalu lintas. Apabila aku polisi, aku
pasti akan menilang kamu.
O2 : Lho, kok gitu?
O1 : Soalnya kamu telah parkir sembarangan di hati aku.
(Rayuan Gombal ala Denny Cagur, hlm 98)
Jika WG (95) diuraikan dalam bentuk logika silogisme, akan menjadi
seperti berikut.
Premis mayor : Polisi menilang pelanggar lalu lintas.
Premis minor : Aku adalah polisi dan aku menilang kamu.
Kesimpulan : Kamu melakukan pelanggaran: parkir sembarangan di hati aku.
Permainan silogisme kedua WG di atas menimbulkan ketidakterdugaan
bagi O2 karena O2 tidak menduga bahwa ia akan dilibatkan dalam kesimpulan di
atas sebagai pengisi pikiran O1 dan orang yang melakukan pelanggaran.
5.2.8.2 Entailmen
Entailmen merupakan pertalian makna. Entailmen adalah tuturan yang
dihasilkan karena konsekuensi mutlak atas tuturan sebelumnya. Sehubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
dengan ini pernyataan pertama membawa konsekuensi mutlak bagi pernyataan
yang kedua (Wijana, 2004: 261).
Meminjam teori alur dalam ilmu sastra, dikenal istilah suspense,
foreshadowing, dan surprise. Alur sebuah cerita dikatakan menarik jika memiliki
suspense atau rasa ingin tahu. Dengan kata lain, pembaca dibuat penasaran dengan
cerita selanjutnya. Salah satu cara untuk membangkitkan suspense sebuah cerita
adalah dengan menampilkan apa yang disebut foreshadowing.
Foreshadowing merupakan penampilan peristiwa(-peristiwa) tertentu yang
bersifat mendahului—namun biasanya ditampilkan secara tidak langsung—
terhadap peristiwa(-peristiwa) penting yang akan dikemukakan kemudian.
Foreshadowing, dengan demikian dapat dipandang sebagai semacam pertanda
akan terjadinya peristiwa yang lebih besar.
Surprise merupakan akhir cerita yang bersifat mengejutkan. Alur sebuah
cerita dikatakan memberikan kejutan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-
kejadian yang ditampilkan menyimpang atau bahkan bertentangan dengan
harapan pembaca (Nurgiyantoro, 134-136).
Hubungan entailmen yang memanfaatkan suspense, foreshadowing, dan
surprise merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam penciptaan
ketidakterdugaan dalam WG. Hampir semua WG memanfaatkan hal tesebut.
Contoh yang paling sering ditemui adalah gombalan ala bapak kamu yang sering
dipakai oleh Andre OVJ seperti pada contoh berikut.
(96) O1 : Neng, bapak kamu ketua RT ya?
O2 : Kok tau?
O1 : Karena kamu telah menyetempel hatiku.
(Si Raja Gombal, hlm. 17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
(97) O1 : Yang, bagaimana kalo hari ini kita ke notaris?
O2 : Mau ngapain?
O1 : Buat balik nama kepemilikan hatiku untukmu…
(Rayuan Gombal ala Denny Cagur, hlm. 40)
(98) O1 : Neng, dulu pas hamil kamu, nyokapmu ngidam kopi ya?
O2 : Kok tau, Bang?
O1 : Soalnya tiap inget kamu aku jadi susah tidur.
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 16)
(99) O1 : Neng, bapak kamu pemain piano ya?
O2 : Kok tau?
O1 : Karena kamu telah memainkan simponi yang indah di hati
abang.
(Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 13)
Inisiasi yang diberikan oleh O1 mengandung suspense dengan
foreshadowing ketua RT, notaris, kopi, dan pemain piano. Untuk menciptakan
sebuah ketidakterdugaan harus dicari sebuah surprise yang memiliki hubungan
mutlak dengan ketua RT, notaris, kopi, dan pemain piano. Surprise yang dipilih
adalah menyetempel karena ketua RT identik dengan kegiatan menstempel suatu
surat keterangan, balik nama karena notaris identik dengan balik nama, susah
tidur karena kopi membuat susah tidur, dan simponi karena pemain piano
memainkan simponi yang indah. Tidak cukup sampai di situ, surprise
menyetempel harus diikuti bagian dari O1 sehingga memiliki ―nilai rasa gombal‖.
Bagian yang biasa digunakan adalah hatiku (hati O1).
5.3 Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas, fenomena-fenomena lingual dalam WG
mencakup aspek kebahasaan yang paling kecil, yaitu fonem hingga yang paling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
besar, yaitu wacana. Fenomena-fenomena lingual dalam WG meliputi
pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan tersebut, yaitu (a) aspek fonologis yang
meliputi (i) subtitusi fonem, (ii) permainan fonem, dan (ii) penambahan suku kata;
(b) aspek ketaksaan yang meliputi (i) ketaksaan leksikal: polisemi dan homonimi,
dan (ii) ketaksaan gramatikal: idiom dan peribahasa; (c) gaya bahasa yang
meliputi (i) hiperbola, (ii) elipsis, (iii) metafora, dan (iv) personifikasi; (d) pantun;
(e) nama; (f) pertalian kata dalam frasa, (g) pertalian antarklausa yang meliputi (i)
hubungan perlawanan, (ii) hubungan sebab, (iii) hubungan pengandaian, (iv)
hubungan syarat, (v) hubungan tujuan, dan (vi) hubungan kegunaan; serta (i)
pertalian antarproposisi yang meliputi (i) silogisme dan (ii) entailmen. Fenomena-
fenomena lingual tersebut dapat menjadi prinsip-prinsip penciptaan tuturan yang
oleh Grice disebut tidak logic atau tidak kovensional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Masalah pada penelitian ini adalah (a) struktur WG, (b) kesesuaian tuturan
dalam WG dengan prinsip kerja sama, (c) penyebab terjadinya fenomena
nggombal, dan (d) fenomena lingual dalam WG. Semua permasalahan tersebut
telah dibahas dalam Bab II, III, dan IV.
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa struktur WG terdiri
dari dua unsur, yaitu pengantar dan ketidakterdugaan. Pengantar merupakan
bagian WG yang berfungsi sebagai pembangun persepsi tentang sesuatu. Ketika
masuk ke WG, bagian pengantar membuat mitra tutur merasa penasaran; rasa
keingintahuannya terpancing. Sementara itu, ketidakterdugaan merupakan bagian
WG yang berfungsi membelokkan persepsi yang telah dibangun di bagian
pengantar untuk menghasilan ―nilai rasa gombal‖ dan efek jenaka.
Berdasarkan letak unsur pengantar dan ketidakterdugaannya, WG dibagi
menjadi dua tipe, yaitu tipe WG dialog sederhana dan tipe WG dialog kompleks.
WG yang bertipe wacana dialog sederhana memiliki fungsi I dan F. Unsur
pengatar dan ketidakterdugaan dalam WG terletak pada fungsi I.
WG yang bertipe wacana dialog kompleks sekurang-kurangnya memiliki
fungsi I, R/I, R, dan kadang-kadang F. Unsur ketidakterdugaan terletak di fungsi
R yang terakhir, sedangkan fungsi-fungsi sebelumnya merupakan unsur pengantar
yang membangun sebuah persepsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Tuturan dalam WG membelok dari prinsip kerja sama untuk menghasilkan
―nilai rasa gombal‖. WG memuat sumbangan informasi yang bersifat berlebihan,
kurang logis, keluar dari konteks, dan ambigu. Penyebab terjadinya fenomena
nggombal dimulai dari media massa. Media massa melalui acara-acara televisi
mempublikasikan WG sehingga populer di kalangan masyarakat. WG pun
menjadi trend center dalam dunia humor dan trend setter dalam pergaulan sehari-
hari.
Dalam WG terdapat fenomena-fenomena lingual berupa pemanfaatan
aspek-aspek kebahasaan yang tidak semestinya untuk menciptakan sebuah
ketidakterdugaan. Ketidakterdugaan tersebut berfungsi mendukung permainan
bahasa dalam WG sehingga menarik dan mungkin menciptakan humor.
Ketidakterdugaan tersebut dibuat dengan membuat tuturan yang membelok dari
prinsip kerja sama dan memanfaatkan aspek-aspek kebahasaan dalam WG.
Fenomena-fenomena lingual dalam WG meliputi pemanfaatan aspek-aspek
kebahasaan, yaitu (a) aspek fonologis yang meliputi (i) permainan fonem, dan (ii)
penambahan suku kata; (b) aspek ketaksaan yang meliputi (i) ketaksaan leksikal:
polisemi dan homonimi, dan (ii) ketaksaan gramatikal: idiom dan peribahasa; (c)
gaya bahasa yang meliputi (i) hiperbola, (ii) elipsis, (iii) metafora, dan (iv)
personifikasi; (d) pantun; (e) nama; (f) pertalian kata dalam frasa, (g) pertalian
antarklausa yang meliputi (i) hubungan perlawanan, (ii) hubungan sebab, (iii)
hubungan pengandaian, (iv) hubungan syarat, (v) hubungan tujuan, dan (vi)
hubungan kegunaan; serta (i) pertalian antarproposisi yang meliputi (i) silogisme
dan (ii) entailmen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
6.2 Saran
Setelah semua permasalahan dijawab, ada beberapa saran yang bisa
diajukan. Dari saran-saran ini dimungkinkan dilanjutkannya penelitian tentang
WG secara lebih mendalam. Misalnya, dari segi struktural penelitian ini dapat
dilanjutkan dengan meneliti kohesi dan koherensi dalam WG antara pengantar
dengan ketidakterdugaannya. Dari segi pragmatis, tuturan-tuturan dalam WG
dapat dikaji lebih lanjut untuk menemukan tindak lokusi, ilokusi, dan
perlokusinya. Kajian kultural dalam WG juga dapat dilanjutkan dengan metode
culture studies yang sedang berkembang dewasa ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga).
Jakarta: Balai Pustaka.
Bachsim, Irvan. 2012. Rayuan Gombal Ala Denny Cagur. Yogyakarta: Akmal
Publishing.
Baryadi, I. Praptomo. 2002. Dasar-Dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa.
Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli.
Baudrillard, Jean. 1983. Simulation. Diterjemahkan oleh Paul Foss, Paul Patton
dan Phillip Beitchman, Semiotex(e).
Chaer, Abdul. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
―Gombal,‖ Stable URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Gombal. Diunduh
03/09/2012, 21.00.
Grice, H.P. 1975. ―Logic and Corversation‖, Dalam P. Cole dan J. Morgan
(Peny). Syntax and Semantics, 3 Speech Act, New York: Academic Press,
hlm. 41—58.
Keraf, Gorys. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit
PT Gramedia.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik:Teori dan Penerapannya. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
―Pengertian Gombal,‖ Stable URL:
http://aziznurc.blogspot.com/2012/01/pengeritan-gombal.html. Diunduh:
12/05/2012, 10.00.
Pradopo, Rakhmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan
Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Putranto, Hendar. 2005. ―Analisis Budaya dari Pascamodernisme dan
Pascamodernitas‖, Dalam Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto (Peny.).
Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang:
Dioma.
_______________. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
_______________. 2011. Humor Ada Teorinya: Bahasa dan Gaya Melawak.
Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
Ramlan, M. 1982. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern (Edisi
Keenam). Diterjemahkan oleh Alimandan dari judul asli Modern
Sociological Theory. Jakarta: Prenada Media.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Suhadi, Agus. 1989. Humor itu Serius: Pengantar “Ilmu Humor”. Jakarta:
Pustaka Grafikatama.
Sumaryono, E. 2005. Dasar-Dasar Logika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Tim Penyusun Kamus. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
_________________. 2004. Kartun: Studi tentang Permainan Bahasa.
Yogyakarta: Ombak.
_________________. 2009. Berkenalan dengan Linguistik. Yogyakarta: Pustaka
Araska.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2009. Analisis Wacana
Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis.Surakarta: Yuma Pustaka.
Williams, Raymonds. 1983. Keywords: A Vocabulary of Culture and Society.
New York: Oxford University Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
van Luxemburg, Jan dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Diterjemahkan oleh Dick
Hartoko. Jakarta: PT Gramedia.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Diterjemahkan oleh Indah Fajar Wahyuni dari
judul asli Pragmatics. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
SUMBER DATA
Ale-ale, Deny. 2012. Makhluk Tuhan Paling Gombal: Kata Gombal Rayuan Mau
dan Lucu Ala Deny Cagur Comedy Project. Yogyakarta: Maher
Publishing.
Antakutsuka, Tauwa. 2012. Rayuan Gombal Andre vs Jessica. Yogyakarta: Syura
Media Utama.
Bachsim, Irvan. 2012. Rayuan Gombal Ala Denny Cagur. Yogyakarta: Akmal
Publishing.
Hang, Hape. 2011. Si Raja Gombal: Rayuan Gombal Ala Andre OVJ. Klaten:
Galmas Publisher.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI