Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794 · Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794 e-ISSN...
Transcript of Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794 · Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794 e-ISSN...
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 98
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Pelatihan dan Budaya Kerja Dalam Upaya
Peningkatan Produktivitas Kerja
Nurvi Oktiani1, Rani Kurniasari
2, Camelia Putri Utami
3
1Universitas Bina Sarana Informatika, [email protected] 2Universitas Bina Sarana Informatika, [email protected]
3Universitas Bina Sarana Informatika, [email protected]
ABSTRAK - Perusahaan ataupun organisasi harus mampu beradaptasi dan meningkatkan
produktivitasnya, oleh sebab itu Perusahaan ataupun organisasi harus memperhatikan faktor –
faktor pendukung produktivitas, diantaranya adalah pelatihan dan budaya kerja, tujuan
penelitian ini diarahkan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh pelatihan dan budaya
kerja dalam upaya peningkatan produktivitas karyawan pada PT Kusumatama Mitra Selaras
Jakarta, sehingga menjadi bahan masukan mengambil kebijakan dan strategi peningkatan
produktivitas, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif, Teknik analisis data dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package For
Social Sciences) versi 23, melalui regresi berganda yang melibatkan variabel pelatihan dan
budaya kerja serta produktivitas kerja, pengujian dilakukan melalui Uji Reliabilitas, Uji
validitas, Uji asumsi klasik yang terdiri dari Uji Multikolinearitas, uji autokorelasi, uji
heteroskedastisitas, uji normalitas, korelasi parsial dan koefisien determinasi serta analisis
regresi, hasil penelitian mengambarkan terdapat hubungan serta pengaruh yang kuat antara
pelatihan dan budaya kerja terhadap produktivitas kerja, melalui hasil regresi, dari hasil diatas
juga dapat disimpulkan pada penelitian ini, bahwa variabel pelatihan merupakan variabel
yang memiliki peranan yang besar dalam proses peningkatan produktivitas karyawan
dibandingkan dengan budaya organisasi, namun demikian kedepannya perusahaan harus
dapat mempertimbangkan perencanaan serta pelaksanaan pelatihan dan budaya kerja,
khususnya peningkatan program-program pelatihan yang lebih terencana dan terstruktur
Kata Kunci: Pelatihan, Budaya Kerja, Produktifitas Kerja
ABSTRACT – Company and organization have to adapt and improve their productivity,
therefore company and organization must give attention for supporting factor, as a training,
work culture,. The purpose of Research can be described for analyzing relationship and
impact from training and work culture as an effort for increasing employee productivity in PT
Kusumatama Mitra Selaras Jakarta, so that company or organization decision for taking
policy and improvement strategy to productivity, the research method uses quantitative, and
data analysis technic uses Statistical Package For Social Sciences version 23, with multiple
regression that involve training and work culture variable toward productivity, beside that for
testing, this research use multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedasitas, normalitas testing
and partial correlation, determination correlation, finally regression analysis. The Result of
Research can be described, between training and work culture have strong relationship and
impact toward productivity, and undergo the result of regression can be explained training
variable is most or give more impact toward increasing productivity that compared to work
culture, however in the future the company or organization must think of plans and
implementation for training and work culture, especially for increasing the implementation
for training programs more planned and structured
Keywords: Training, Work Culture, Work Productivity
Naskah diterima: 28 Jan 2019, direvisi: 12 Feb 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 99
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
PENDAHULUAN Persaingan, perubahan lingkungan,
serta lingkungan bisnis sekarang ini,
membuat perusahaan ataupun organisasi
harus mampu beradaptasi dan meningkatkan
produktivitasnya serta mempersiapkan suatu
rencana- rencana kedepan dalam menghadapi
persoalan ataupun kondisi tersebut,
ditambahlagi dengan adanya globalisasi dan
juga perubahan kebutuhan konsumen yang
harus dipenuhi, yang menjadikan suatu
tantangan dalam kegiatan bisnis bagi
organisasi atau perusahaan, dimana nantinya
apabila perusahaan mampu menghadapi
tantangan dan masalah tersebut maka
kesuksesan yang akan perusahaan atau
organisasi capai, namun apabila sebaliknya
jika perusahaan tidak mampu menghadapi
tantangan, kendala serta pemasalahan
tersebut, maka sesuatu yang akan mungkin,
yakni kegagalan yang akan perusahaan atau
organisasi peroleh adapun beberapa
kegagalan yang mungkin dapat terjadi dalam
kegiatan operasional perusahaan diantaranya
adalah penurunan produktivitas perusahaan
atau organisasi yang pada akhirnya dapat
berimbas pada penurunan profitability
perusahaan, dan sebagaimana yang diketahui
bahwa profitabilitas perusahaan juga
merupakan suatu komponen yang terpenting
dan juga harus diperhatikan oleh perusahaan
jika ingin perusahaan atau organisasi tersebut
tetap berjalan dan berlangsung segala
aktivitas perusahaanya.Oleh sebab itu adapun
Kesuksesan dan kegagalan dalam kegiatan
operasional maupun kegiatan bisnis pada
akhirnya juga dipengaruhi oleh produktivitas
kerja perusahaan (Salah, 2016).
Peningkatan produktivitas perusahaan
bukan perkara yang mudah karena banyak
faktor yang mempengaruhinya dan
perusahaan harus mempertimbangkan faktor-
faktor tersebut (Narpati, 2017), salah satunya
tidak akan terlepas dengan peran serta
sumber daya manusia dalam hal ini adalah
peran serta dari karyawan, oleh sebab itu
dapat dikatakan bahwa karyawan merupakan
asset terpenting dalam upaya
mengembangkan perusahaan serta
meningkatkan profitable, banyak cara yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan
produktifitas diantarana adalah dengan
pelatihan ataupun training serta
pengembangan yang mana kedua komponen
tersebut dapat mendorong tujuan individual
dalam menyiapkan langkah – langkah yang
tepat, informasi serta kapabilitas untuk
mengarahkan kepada efesiensi organisasi,
jadi disini tidak hanya berkaitan dengan
training mengacu kepada produktivitas
namun juga mengarahkan kepada efesiensi
organisasi selain pelatihan dan
pengembangan yang dapat dilakukan oleh
perusahaan dalam mengembangkan suatu
Produktivitas (Niazi, 2011), hal yang dapat
dilakukan lainnya adalah menciptakan suatu
hubungan diantara budaya kerja yang mana
dapat meliputi strategi manajemen, tingkah
laku konsumen, serta hubungan industrial,
dan dimana dalam beberapa dekade ini
hubungan antara budaya kerja dengan
produktivitas serta kinerja karyawan
dirasakan lebih efektif dalam meningkatkan
produktivitas perusahaan (Kuba, 2017). Pada
dasarnya budaya organisasi merupakan suatu
subjek dari suatu kepentingan yang
sebaiknya harus dipertimbangkan terutama
dalam upaya peningkatan nilai – nilai budaya
tersebut seperti layaknya pengetahuan dan
keterampilan dalam bekerja, motivasi dalam
bekerja, keinginan dalam mengambil resiko,
kreatifitas dan dorongan dalam bekerja, hal
ini didasari bahwa nilai – nilai budaya kerja
yang diterapkan dan di jalankan oleh suatu
organisasi atau perusahaan akan memberikan
suatu dukungan ataupun suatu sumbangan
bagi bagi stabilitas, produktifitas dan inovasi
organisasi (c-p2), hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (c-p3) dimana
dengan judul penelitian “Impact of
Organizational Culture on Productivity: A
Study Among Employees of Ministry of Youth
and Sport, Iran dimana dalam penelitian
tersebut mengambarkan bahwa budaya
organisasi beserta dimensi – dimensinya
memiliki suatu korelasi dengan produktivitas
kerja, dimana di jelaskan berupa persamaan
regresi linear berganda, dan dimana
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 100
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
memberikan suatu indikasi terbaru bahwa
budaya organisasi merupakan salah satu
indikator utama atau indikator penting dalam
meningkatkan produktivitas kerja karyawan,
faktor – faktor lainnya yang juga
mempengaruhi produktivitas kerja
diantaranya adanya pelatihan dimana
pelatihan ini menjadi faktor yang penting
untuk dapat diterapkan serta
dipertimbangkan pada kondisi lingkungan
yang dinamik serta kompetitif dimana hal ini
dijelaskan oleh (Nda, Maimuna & Fard,
Rashad, 2013) dalam penelitian yang
berjudul “ the Impact of Employee Training
and Development on Employee Productivity”
dimana dinyatakan dalam penelitian ini
bahwa karyawan ataupun anggota organisasi
pada dasaranya membutuhkan suatu adaptasi
bagi kelanjutan pembelajaran serta
meningkatkan keahlian serta pengetahuannya
yang tidak didapatkan didalam perrusahaan,
dan dimana bagi organisasi dituntut untuk
dapat mencapai profit yang maksimum, serta
mampu dalam mengelola kondisi yang
bersifat kompetitif dan dinamis, oleh sebab
itu perusahaan atau organisasi harus
mengembangkan suatu program pelatihan
dan pengembangan sebagai asset yang vital
dan menjadi suatu instrument bagi
perusahaan dalam upaya mengeksplorasi
keahlian dari karyawan, hasil penelitian yang
digambarkan dalam penelitian ini juga
mengambarkan bahwa pelatihan dan
pengembangan karyawan merupakan faktor
vital dalam peningkatan produktifitas
karyawan.
Berdasarkan uraian serta penjelasan diatas ,
maka tujuan dalam penelitian ini akan
diarahkan kepada hubungan serta pengaruh
dari pelatihan serta budaya kerja dalam
upaya perusahaan untuk peningkatan
produktivitas, dimana dalam hal ini akan
akan dibahas sejauh mana hubungan dan
pengaruh pelatihan serta budaya kerja
terhadap peningkatan produktivitas kerja
karyawan pada PT Kusumatama Mitra
Selaras Jakarta, sehingga dapat menjadi
bahan masukan dalam mengambil kebijakan
dan strategi dalam upaya peningkatan
produktivitas kerja karyawan
LANDASAN TEORI
Budaya merupakan suatu pola umum
bagi tingkah laku, kepercayaan dimana
semuanya akan dikelompokan dan dibagikan
dalam suatu persepsi serta nilai kepada
seluruh anggota organisasi, budaya
organisasi juga secara spesifik merupakan
suatu cara bagi anggota organisasi untuk
dapat melakukan kegiatannya dan yang mana
budaya tersebut juga merupakan persepsi
yang dibagikan kepada anggota organisasi
dan diamati, secara general dan diikuti oleh
tingkah laku yang permanen dimana
merefleksikan gambaran organisasi kepada
organisasi lainnya (Ghorbanhosseini, 2013)
Budaya kerja Budaya kerja dapat diartikan sebagai
suatu kumpulan program yang didefinisikan
dalam suatu organisasi dimana kumpulan
program tersebut dapat membedakan
organisasi satu dengan yang lainnya (Ahmed
& Shafiq, 2014)
Dalam suatu organisasi yang
menginginkan suatu komitmen dalam setiap
aspek kegiatan perusahaannya, organisasi
tersebut harus mengindentifikasikan segala
nilai, norma serta budaya dalam organisasi
yang tercakup dalam suatu budaya kerja,
dimana perusahaan memberikan suatu
penjelasan kepada karyawan agar karyawan
lebih mengenal system yang berlaku didalam
suatu perusahaan, dalam hal ini dengan
adanya proses pembelajaran budaya yang
dilakukan oleh karyawan akan mendekatkan
kepada proses produktivitas, dimana dalam
hal ini antara budaya organisasi dan
produktivitas memiliki hubungan yang erat,
pada dasarnya produktivitas bisa di capai
dengan membangun budaya kerja yang kuat
selain itu juga dengan adanya dukungan dari
team kerja, inovasi, serta komitment dan
loyalitas dalam merealisasikan tujuan-tujuan
perusahaan , namun sebaliknya apabila
perusahaan tidak berusaha dalam
menciptakan suatu budaya kerjayang kuat
akan mengiring kepada penurunan kinerja
organisasi, etnosentrik, dan pembentukan
kelompok-kelompok kecil serta konflik
dalam perusahaan (Ahiabor, 2014).
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 101
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Pelatihan (training) Pelatihan merupakan suatu keahlian
yang spesifik dimana dilakukan untuk tujuan
tertentu, training atau pelatihan juga pada
dasarnya merupakan suatu program dalam
pembentukan tingkah laku karyawan, dan
pada kenyataannya pelatihan dapat
menciptakan ataupun meningkatkan keahlian
bagi anggota organisasi dalam melakukan
pekerjaan yang dibebankan kepada mereka,
training dapat juga dikatakan sebagai suatu
proses dalam menyiapkan tenaga kerja
dengan pengetahuan dan keahlian yang
dibutuhkan untuk beroperasi berdasarkan
standar – standar serta system yang telah
berlaku dalam organisasi (Nischithaa & Rao
Narashimha, 2014) adapun pelatihan
dilakukan adalah dengan tujuan
pengembangan diri karyawan, dalam suatu
rangkaian cara yang sangat bervariasi yang
mana pelatihan dilakukan agar karyawan
keluar dari zona serta jangkauan yang
bersifat tradisional dalam segi apapun
misalkan dalam segi keahlian , pengetahuan
serta juga untuk menciptakan suatu liberasi,
peluang motivasi untuk karyawan, suatu
organisasi yang benar- benar menerapkan
pelatihan akan dapat menfasilitasi serta
mendorong, seluruh komponen dalam
perusahaan untuk dapat berkembang, adapun
kegunaan pelatihan itu sendiri diantaranya 1)
menghadapi persaingan dan globalisasi, 2)
kebutuhan dalam pengembangan
kepemimpinan, 3) meningkatkan nilai berupa
aset yang intangible dan human capital, 4)
menfokuskan atau menciptakan suatu
hubungan strategi bisnis, 5) pelayanan
konsumen dan penekanan pada kualitas, 6)
penciptaan teknologi terbaru, 7) Untuk
peningkatan performance atau kinerja, 8)
perubahan ekonomi, 9) menarik minat serta
bakat – bakat yang baru (Niazi, 2011)
Pada dasarnya banyak perusahaan
menerapkan serta mempersiapkan tenaga
kerjanya dimaksudkan agar lebih kompeten,
dan memiliki kemampauan dalam
menyesuaikan diri terhadap perubahan
eksternal dan juga lingkungan bisnis internal,
oleh sebab itu jika dilihat pada saat sekarang
ini, banyak organisasi atau perusahaan
membuat suatu perencanaan yang mengacu
kepada pelatihan dan pengembangan yang
mana perusahaan menetapkan anggaran atau
pun modal investasi bagi pelatihan dan
pengembangan karyawannya, adapun
Pelatihan dan pengembangan yang dilakukan
juga dimaksudkan sebagai suatu alat atau
cara dalam mencapai suatu keunggulan yang
kompetitif, dan hal ini juga dilakukan agar
karyawan memili kemampuan dalam
beradaptasi terhadap perubahan – perubahan
dalam lingkungan bisnis serta dilema yang
terjadi dalam perubahan teknologi global
sekarang ini (Johnson, Umoh, & Edwinah,
2016), pengertian lainnya dari pelatihan
adalah merupakan suatu kebutuhan yang erat
kaitannya dalam kepentingan peningkatan
peran kinerja karyawan yakni hubungannya
dengan keahlian, teknik serta pengetahuan,
selain itu pelatihan merupakan fokus dari
aktivitas yang dilakukan untuk
pengembangan diri agar karyawan dapat
mempersiapkan diri untuk bertanggung
jawab terhadap masa depan perusahaan, dan
dapat diartikan disini bahwa pelatihan juga
merupakan suatu pembelajaran bagi
organisasi agar lebih kreatif dengan
menekankan kepada penambahan nilai bagi
karyawan agar pekerjaan yang diberikan
kepada mereka lebih efektif dan dapat
meningkatkan kinerja (Vinesh, 2014)
Produktivitas Kerja Beberapa teori yang berhubungan
dengan produktivitas kerja diantaranya
adalah (Linna, Pekkola, Ukko, & Melkas,
2010)dimana dapat diartikan bahwa
produktivitas diartikan sebagai level ataupun
jumlah dari tingkatkan teknologi, kebutuhan
serta struktur pasar, selain itu productivitas
dapat dikaitkan dengan segala bentuk
efesiensi dalam suatu produksi, dan
mengambarkan bagaimana output dihasilkan
dan bagaimana cara merencanakan input agar
rasio antara input dan output seimbang dalam
pengukurannya (Syverson, 2011) selain hal
diatas produktivitas secara general juga dapat
didefinisikan sebagai suatu pengukuran
dalam jumlah output perunit dari input yang
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 102
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
digunakan, disini dapat diartikan bahwa
produktivitas juga dapat dihubungkan dengan
pola hubungan antara output dan input,
produktivitas juga erat kaitannya,
produktivitas juga dapat dikatakan sebagai
suatu fenomena dan perluasan dari konsep
alat atau teknikpengembangan, dimana
beberapa ahli mengembangkan definisi dari
produktivitas diantaranya adalah : 1)
pendekatan tekno- ekonomi dimana disini
dapat diartikan suatu pendekatan yang
berkaitan dengan peningkatan teknologi dan
ekonomi untuk menghasilkan produktifitas
ataupun keseimbangan input dan output, 2)
produktivitas sebagai suatu kombinasi dari
efesiensi dan efektivitas input, output serta
pencapaian tujuan organisasi, 3) pendekatan
yang lebih luas yang berkaitan dengan faktor
– faktor yang membuat fungsi organisasi
lebih baik kembali adapun faktor- faktor
tersebut diantaranya adal fungsi strategi,
pelayanan dan lain-lainnya (Linna et al.,
2010)
Hubungan antara Pelatihan dan
Produktivitas kerja Beberapa peneliti menerapkan serta
mengidentifikasikan produktivitas dan
kinerja karyawan dipengaruhi oleh
bebeberapa faktor yang mempengaruhinya
diantarantya adalah pengaruh dari dukungan
top manajemen, komitmen karyawan pada
setiap level atau tingkatan, system
pengukuran dan penilaian karyawan,
pelatihan karyawan serta struktur
penghargaan, komunitas yang meliputi dan
memiliki hubungan timbal balik dengan
keputusan manajemen anggaran, dan dalam
hal ini semua mempengaruhi dan sangat
penting untuk dibangun dalam upaya
meningkatkan kapasitas produktivitas kerja
(Linna et al., 2010)
Hubungan antara pelatihan dan
produktivitas kerja juga didefinisikan oleh
(Niazi, 2011)dimana dinyatakan bahwa
dalam kegiatan operasionalnya, organisasi
ataupun perusahaan harus memiliki semacam
perencanaan akan kebutuhan pelatihan yang
nantinya dapat dihubungkan perkembangan
dan pertumbuhan industri, oleh sebab itu
perlu dipersiapkan point -point serta
gambaran dari tugas kerja, serta pelatihan,
selain itu juga perlu dilihat kembali tujuan
ddari organisasi yang telah dipersiapkan yang
mana tujuan tersebut juga harus diiringi
dengan tingkah laku, informasi, kapabilitas
yang akan membawa pertanggungjawaban
serta pelatihan yang dimiliki oleh karyawan
yang akhirnya memberikan dampak pada
efisiensi organisasi , dan juga dapat
mengarahkan organisasi pada tingkat
produktivitas yang tinggi.
Dalam berbagai sektor serta trend
bisnis yang berkembang sekarang ini
dibutuhkan suatu pelatihan karyawan yang
mana memiliki tujuan dalam menghandle
segala tantangan serta permasalahan
pemasaran dalam memasuki pasar baru,
dimana pelatihan atau training ini akan
menjadikan tenaga kerja ataupun karyawan
lebih memiliki pengetahuan dan keahlian
yang dapat membantu mereka dalam
meningkatkan moral serta produktivitas dan
mampu mengatasi segala macam tantangan
ataupun kendala dalam mengerjakan atau
menyelesaikan job description yang
diberikan kepada karyawan (Sila, Alice,
2014)
Penelitian sebelumnya telah
dilakukan oleh (Salah, 2016) dimana dalam
penelitian tersebut menjelaskan hubungan
antara pelatihan dan pengembangan yang
memiliki korelasi positif dengan kinerja
karyawan serta produktivitas pada
perusahaan swasta sektor transportasi,
dimana dalam penelitian ini menggunakan
variabel – variabel diantaranya pelatihan dan
pengembangan yang dihubungkan dengan
kinerja karyawan dan produktifitas,
penelitian terdahulu mengenai hubungan
antara pelatihan dan budaya kerja yang
dikaitkan dengan peningkatan produktifitas
dilakukan oleh Penelitian terdahulu
dilakukan oleh (Nda, Maimuna & Fard,
Rashad, 2013) dimana dalam penelitian
tersebut mereview tentang pengaruh
signifikan dari variabel pelatihan dan
pengembangan terhadap produktivitas
karyawan, dan dalam hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa pelatihan merupakan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 103
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
suatu asset yang vital bagi organisasi
dibawah keadaan tekanan atapun didalam
keadaan persaingan yang dinamis, dan
ditambahkan pula dalam penelitian ini
menjelaskan bahwa program pelatihan dan
pengembangan merupakan instrument bagi
karyawan untuk mengeksplorasi
kemampuannya , yang pada akhirnya dapat
memberikan dampak bagi peningkatan
produktivitas karyawan dan organisasi
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Singh
& Mohanty, 2012) dimana dalam penelitian
tersebut menjelaskan bahwa praktek
pelatihan dan produktivitas karyawan
memiliki hubungan yang signifikan, dimana
dalam hasil penelitian tersebut juga
memberikan gambaran dengan observasi
secara langsung dimana dilakukan
pengukuran dan pemahaman mengenai
pengaruh praktek – praktek pelatihan
individu terhadap produktivitas karyawan
melalui beberapa faktor
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh
(Sabir et al., 2014)dimana dalam penelitian
bertujuan untuk menentukan hubungan
antara variabel – variabel pelatihan,
kompensasi dan umpan balik serta
keterlibatan atau pastisipasi dalam bekerja
terhadap produktivitas karyawan, dimana
penelitian tersebut dilakukan terhadap
perusahaan supply electric di Pakistan,
penelitian yang dilakukan melalui metode
kuantitatiif ini dimana dari hasil penelitian
mengidentifikasikan bahwa seluruh variabel
diatas memberikan pengaruh dan hubungan
yang signifikan terhadap produktivitas
karyawan , dan dari hasil tersebut
memberikan gambaran bahwa perusahaan
harus memberikan umpan balik terhadap
hubungan dan pengaruh variabel tersebut,
dan perlu adanya peningkatan variabel diatas
Hubungan antara Budaya kerja dan
Produktivitas kerja Salah satu kunci dalam produktivitas
adalah gambaran dari hasil motivasi dan
dimana motivasi tersebut dapat membawa
dalam suatu keadaan yang terbaik bagi
perusahaan, dan jika manajemen tersebut
bertransformasi dalam suatu kondisi yang
pada awalanya sangat raput menuju suatu
budaya kerja atau kondisi perusahaan yang
baik, memiliki suatu struktur keputusan yang
baik, integrase organisasi serta
pengembangan sumber daya manusia dan
khususnya dalam hubungan manajerial
dengan budaya kerja (Ahiabor, 2014)
Dalam orientasi jangka Panjang dan
jangka pendek perusahaan biasanya akan
selalu berusaha mewujudkan suatu tanggung
jawab perusahaan dan pelayanan kepada
konsumen , dan dimana kewajiban tersebut
diasosiasikan kedalam suatu nilai dan
kepercayaan yang berdasarkan budaya kerja
yang dianut atau diikuti perusahaan tersebut,
serta norma- norma perusahaan yang ada,
dan pada akhirnya akan mempengaruhi
tingkah laku karyawan dalam perusahaan dan
juga produktivitas kerja organisasi (Ahmed
& Shafiq, 2014)
Penelitian sebelumnya telah
dilakukan oleh (Uddin, Luva, & Hossian,
2013) dimana dalam penelitian sebelumnya
dijelaskan mengenai pengaruh hubungan
antara budaya organisasi dalam kinerja
karyawan dan produktivitas, dimana dalam
hal tersebut dijelaskan bahwa terdapat
hubungan positif dan kuat antara kinerja
karyawan, budaya organisasi serta
produktivitas, penelitian lanjutan dilakukan
oleh (Ahiabor, 2014) dari penjelasan diatas
dapat disimpulkan bahwa budaya kerja dapat
dikatakan sebagai salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi dan memiliki hubungan
dalam peningkatan dan penurunan
produktivitas kerja
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan
menggunakan desain penelitian kuantitatif
dan kualitatif, pada PT Kusumatama Mitra
Selaras Jakarta, untuk mendapatkan data
yang akurat dan relevan dengan
permasalahan maka dilakukan prosedur
penelitian dengan cara observasi, melakukan
penyebaran kuesioner dengan jumlah sampel
sebanyak 34 (tiga puluh empat ) orang
karyawan, adapun Teknik pengambilan
sampel dengan non probability sampling
dengan menggunakan sampling purposive
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 104
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
dan juga melakukan proses wawancara
dengan karyawan, Teknik analisis data
dengan menggunakan Program
SPSS(Statistical Package For Social
Sciences) versi 23 dimana analisis data
tersebut dengan menggunakan analisis
regresi berganda yang melibatkan dua
variabel independent yakni pelatihan dan
budaya kerja serta satu variabel dependen
yakni produktivitas kerja beberapa pengujian
diantaranya adalah Uji Reliabilitas, Uji
validitas, Uji asumsi klasik yang terdiri dari
Uji Multikolinearitas, uji autokorelasi, uji
heteroskedastisitas, uji normalitas, korelasi
parsial dan koefisien determinasi serta
analisis regresi
PEMBAHASAN
Tabel 1. Uji Reliabilitas
Variabel Nilai Cronbach Alfa
Pelatihan 0,876
Budaya Kerja 0,898
Produktifitas Kerja 0,904
Jika dilihat dari data diatas dimana
nilai cronbach alfa untuk variabel – variabel
pelatihan, budaya kerja, produktifitas kerja
diatas > 0,70 maka dapat dinyatakan bahwa
variabel diatas dikatakan reliabel
Uji Validitas
Uji validitas merupakan suatu
pengukuran dari item-item, sah atau tidak
valid, adapun pengukuran uji validitas ini
dilakukan dengan membandingkan suatu
nilai R Hitung dengan R tabel dengan
menggunakan degree of freedom (df : n-2),
dimana jika r hitung lebih besar dari nilai r
tabel maka indikator dari variabel tersebut
dikatakan valid, namun jika sebaliknya r
tabel lebih besar daripada R hitung maka
indikator tersebut dikatakan belum valid
(Ghozali, 2012)berikut akan ditampilkan
nilai validitas:
Tabel 2. Uji Validitas
Variabel Indikator
Corrected
Item Total
Correlation
Variabel Indikator
Corrected
Item Total
Correlation
Pelatihan Performance kerja 0,633 Produktifitas
kerja
Pendidikan dan
Pengetahuan
0,849
Profit perusahaan 0,643 Etos Kerja 0,762
Kualitas kerja 0,725 Keterampilan
kerja
0,601
Kuantitas kerja 0,673 Motivasi kerja 0,44
Pengetahuan 0,504 Lingkungan dan kondisi Kerja
0,712
Minimalisir Resiko
Kerja
0,438 Efektifitas kerja 0,86
Moral atau attitude 0,545 Jaminan
Kesejahteraan
dan sosial
0,591
Keterampilan kerja 0,670 Tim Kerja 0,752
Intelektual 0,526 Kompensasi 0,529
Kepribadian 0,63 Hubungan
indutrial
0,647
Budaya
Kerja
Kebebasan dalam
karir
0,524
Evaluasi dan
pengontrolan
0,508
Sistem mentoring 0,475
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 105
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Inovasi 0,557
Pemanfaatan IT dan Metode Baru
0,638
Peluang Peningkatan Kerja
0,507
Loyalitas dan Kepercayaan
0,504
Pengembangan diri 0,485
Transparansi dan
keterbukaan
0,557
Perubahan 0,508
Kepedulian dan
empati
0,544
Pelayanan
Perusahaan
0,504
Dari data diatas dapat dijelaskan
untuk nilai Rtabel sebesar 0,271, dengan
derjat tingkat kesalahan sebesar 0,05 , maka
dibandingkan dengan nilai r tabel yang lebih
kecil dari pada r hitung (dilihat dari tabel uji
validitas) maka dapat diartikan bahwa
indikator – indikator dari variabel pelatihan,
produktifitas kerja, dan budaya kerja
dikatakan valid, dimana hal ini dikarenakan
nilai r hitung lebih besar dari r tabel untuk
semua indikator-indikator diatas.
Uji Asumsi klasik
Uji Multikoliniaritas
Merupakan suatu pengujian model
regresi untuk menentukan ada atau tidaknya
korelasi antara bebas(indenpenden), nilai
multikolinearitas dapat dilihat dari nilai
toleransi dan nilai VIF (variance inflation
Factor) dimana nilai cutoff yang umum
dipakai untuk menunjukan ada atau tidaknya
multikoliniaritas, adalah jika nilai Tolerance
< dari 0,10 atau nilai VIF> 10 sebalikya jika
nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF< 10
maka diartikan bahwa tidak terjadinya
multikolinearitas (Ghozali, 2012)
Tabel 3. Coefficients Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std.
Error
Beta Toler
ance
VIF
1 (Constant) ,804 5,478 ,147 ,884
Training ,446 ,194 ,388 2,297 ,029 ,363 2,757
Budaya
Kerja
,461 ,162 ,481 2,849 ,008 ,363 2,757
a. Dependent Variable: Produktivitas Kerja
Dari data diatas dapat dilihat bahwa
nilai tolerance pada tabel coefficient diatas
memiliki nilai besar (> 0,10) yakni sebesar
nilai 0,363, dan selain nilai tolerance diatas
didapat nilai VIF< 10 yakni sebesar 2,757,
dari hasil pengolahan data ini dapat diartikan
bahwa tidak terjadinya multikoliniaritas
Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi linear
dimana ada korelasi antara kesalahan
penganggu pada periode t dengan kesalahan
penganggu pada periode t-1(sebelumnya)
adapun cara mendetetksi ada atau tidaknya
autokorelasi diantaranya sebagai berikut
tidak ada autokorelasi positif dan negatif
apabila nilai du < d< 4 – du (Ghozali, 2012)
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 106
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Tabel 4. Model Summary
Mod
el R
R
Squar
e
Adjuste
d R
Square
Std.
Error
of the
Estima
te
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 ,824a ,679 ,659 2,430 ,679 32,859 2 31 ,000
Dari tabel model summary diatas dapat
digambarkan bahwa nilai Durbin watson
sebesar 2,041, dan dengan nilai variabel
independen (k : 2) sebesar jika nilai du
sebesar 1,6, dan nilai 4-du sebesar (4 – 1,6 :
2,4) maka nilai du < d < 4-du maka dapat
digambarkan 1,6 < 2,041 < 2,4 maka dapat
diartikan bahwa tidak adanya autokorelasi
positif dan negatif
Uji Heteroskedasitas
Dimana uji ini bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan berikutnya,
adapaun beberapa cara dalam mendeteksi
ada atau tidaknya heteroskedasitas
diantaranya dengan melihat grafik plot antara
variabel terikat (dependen) dengan
residualnya, selain itu dilihat dari nilai
coefficient terutama pada nilai signifikannya,
jika koefisien parameter untuk variabel
independent tidak ada yang yang dignifikan
maka dapat dikatakan bahea model regresi
tidak terdapat heterodisitas (Ghozali, 2012)
Gambar 1. Grafik Scatterplot
Dari grafik diatas dapat dijelaskan
bahwa analisis dengan grafik plot dimana
grafik Scatterplot terlihat bahwa titik-titik
menyebar secara acak serta tersebar diatas
maupun dibawah angka 0 pada sumbu y,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi,
begitu juga jika dilihat dari nilai coefficient
dimana pada hasil tampilan output pada tabel
3 dimana koefisien parameter untuk variabel
independent tidak ada yang signifikan maka
dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak
terdapat heteroskedasitas,
Uji Normalitas Dimana merupakan salah satu cara
menentukan asumsi model regresi adalah
residual yang memiliki distribusi normal,
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 107
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
adapun metode dalam yang digunakan dalam
mendeteksi masalah normalitas yaitu dengan
uji Kolmorogrov – Smirnov dimana dalam
ketentuan uji ini adalah dilihat dari besarnya
probabilitas uji kolmogorov – Smirnov
dilihat dari nilai asymp.sig dimana jika nilai
signifikan lebih besar dari tingkat signifikan
yang ditentukan yaitu sebesar 0,05 maka
dapat dinyatakan bahwa model regresi
dikatakan didistribusikan secara normal
(Widarjono, 2015)
Tabel 5. Uji Kolmogorov - Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardi
zed Residual
N 34
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std.
Deviation
2,35493165
Most Extreme
Differences
Absolute ,144
Positive ,134
Negative -,144
Test Statistic ,144
Asymp. Sig. (2-tailed) ,072c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Jika dilihat dari nilai probabilitas uji
Kolmogorov-Smirnov dimana nilai
asymp.sig (2 – tailed) sebesar 0,072, maka
jika dibandingkan nilai tingkat signifikan
yang ditentukan yakni sebesar 0,05 maka
nilai asymp.sig (2-tailed) lebih besar dari
nilai signifikan, maka dapat dinyatakan
bahwa model regresi sisistribusikan secara
normal
Koefisien parsial Merupakan suatu metode yang
digunakan untuk mengidentifikasikan kuat
lemahnya hubungan antar variabel bebas dan
variabel terikat dan dimana variabel bebas
dapat dikatakan memiliki pengaruh dan dapat
mengontrol variabel lainnya , dibawah ini
ditampilkan tabel yang menjelaskan
mengenai koefisien parsial (Telussa,
Persulessy, & Leleury, 2013)
Tabel 6. Correlation
Correlations
Control Variables Pelatihan Budayakerja Produktifitas
-
none-a
Pelatihan Correlation 1,000 ,798 ,772
Significance (2-
tailed)
. ,000 ,000
df 0 32 32
Budayakerja Correlation ,798 1,000 ,791
Significance (2-
tailed)
,000 . ,000
df 32 0 32
produktifitas Correlation ,772 ,791 1,000
Significance (2-
tailed)
,000 ,000 .
df 32 32 0
produ
ktifita
Pelatihan Correlation 1,000 ,483
Significance (2- . ,004
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 108
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
s tailed)
df 0 31
Budayakerja Correlation ,483 1,000
Significance (2-
tailed)
,004 .
df 31 0
a. Cells contain zero-order (Pearson) correlations.
Jika dilihat dari nilai coefficient
diatas diperoleh menunjukan bahwa nilai
pelatihan dan budaya kerja memiliki nilai
korelasi sebesar 0,798 dan nilai significan (2
– tailed) diperoleh sebesar 0,000, dimana jika
dilihat dari tabel statistik dengan jumlah
sampel sebesar 32 orang diperoleh 0,3494,
jika dilihat dari hasil tersebut maka nilai
korelasi sebesar 0,798 lebih besar dari pada
nilai tabel product moment sebesar 0,3494
dan nilai siginifikan 0,000 lebih kecil dari
0,05, maka dapat dinyatakan bahwa antara
variabel pelatihan dan budaya kerja memiliki
hubungan yang kuat, selanjutnya dengan
menggunakan variabel independen yakni
produktifitas, dimana disini dapat dianalisis
bahwa ada atau tidaknya hubungan antara
produktifitas dengan pelatihan serta budaya
kerja, dimana dalam hal ini jika dilihat dari
tabel correlattion dimana nilai correlation
antara pelatihan dan budaya kerja sebesar
0,483 dan nilai significance (2-tailed) sebesar
0,004, sehingga jika kita lihat degree of
freedomnya (df: 31) maka nilai r tabelnya
sebesar 0,3440, maka dengan nilai
correlation 0,483 > 0,3440 dan nilai
coefficient 0,004 < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat suatu hubungan
atau korelasi antara pelatihan dan budaya
kerja terhadap produktifitas kerja
Koefisien determinasi dan Bentuk Regresi Nilai koefisien determinasi dilihat
dari nilai model sumary
Tabel 7. Anova
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 ,824a ,679 ,659 2,430
a. Predictors: (Constant), pelatihan , budaya kerja
b. Dependent Variable: produktifitas kerja
Dari hasil pengolahan data diatas
dapat diartikan bahwa hasil regresi
menunjukkan bahwa variasi pelatihan dan
budaya kerja mampu menjelaskan variasi
produktifitas sebesar 67,9 %, dan sisanya
sebesar 32, 1% dipengaruhi faktor lain
Analisis dari regresi Produktifitas kerja
terhadap pelatihan dan juga budaya kerja
dapat digambarkan pada tabel coefisien
dimana uji signifikan variabel independen
pelatihan dan budaya kerja yakni sebesar
2,297 dan 2,849, sementara nilai uji t kritis
uji satu sisi dengan α : 5% dan df : 31,
sebesar 1,70, dimana dalam menentukan
signifikansinya dengan melalui t hitung>t
tabel disini nialai t hitung masingnya 2,297
dan 2,849, sehingga t hitung > t tabel dan
dapat dikatakan bahwa variabel Pelatihan dan
budaya kerja memiliki pengaruh terhadap
produktifitas kerja
Adapun hasil regresi produktifitas
terhadap pelatihan dan budaya kerja dapat
dinyatakan dalam tabel coefficient dimana:
Y : 0,804 + 0,446 X1 + 0,461 X2
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 109
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Dimana
Y : merupakan produktifitas
X1 : Pelatihan
X2 : Budaya kerja
Maka dapat disimpulkan bahwa
pelatihan memiliki hubungan yang positif
terhadap produktifitas begitu juga halnya
dengan budaya kerja memiliki hubungan
yang positif terhadap produktifitas kerja
dengan kata lain jika perusahaan ingin
meningkatkan produktifitas kerja karyawan
maka yang pelatihan dan juga budaya kerja
merupakan faktor yang menjadi perhatian
bagi perusahaan karena meningkat atau
tidaknya produktifitas kerja memiliki
hubungan dan pengaruh dengan peningkatan
ataupun pelaksanaan pelatihan dan juga
budaya kerja perusahaan, dan berdasarkan
hasil regresi diatas dengan menggunakan
persamaan regresi dapat dideskripsikan
dengan menngunakan perumpamaan satuan
angka bagi X1(pelatihan) dan X2 (budaya
kerja) dimana jikalau diolah data tersebut
dapat mengambarkan bahwa variabel
pelatihan memberikan sumbangsih terbesar
dalam peningkatan produktivitas kerja
karyawan dibandingkan dengan variabel
budaya kerja oleh sebab itu dapat dikatakan
bahwa variabel pelatihan merupakan variabel
yang cukup vital dan signifikan dalam
memberikan pengaruh terhadap pencapaian
produktivitas kerja pada PT PT Kusumatama
Mitra Selaras Jakarta, dengan adanya
gambaran diatas dapat memberikan suatu
gambaran bahwa perusahaan terutama disini
adalah PT Kusumatama Mitra Selaras
Jakarta, sebaiknya membuat suatu
perencanaan, kebijakan ataupun strategi
dalam pengelolaan kegiatan pelatihan yang
lebih efektif dan inovatif bagi karyawan
sehingga dapat mengeksplorasi keahlian serta
kemampuan yang dimiliki oleh karyawan,
dan apabila program tersebut diterapkan
dapat memberikan dampak serta pengaruh
dalam peningkatan produktivitas kerja,
adapun program pelatihan – pelatihan yang
dilakukan sebaiknya dilakukan dengan
program – program pelatihan yang inovatif
seperti inovasi dalam praktek pelatihan,
peningkatan sarana dan prasarana pelatihan
serta perbaikan dalam hal materi pelatihan
ataupun tutor pelatihan sehingga memberikan
perbaikan – perbaikan pada program
pelatihan tersebut
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian diatas
maka dapat disimpulkan bahwa dilihat dari
hubungan atau korelasi variabel independen
yang terdiri atas pelatihan atau training serta
variabel budaya kerja dapat digambarkan
bahwa kedua variabel independen tersebut
memiliki korealasi atau hubungan yang kuat,
begitu juga halnya antara dua variabel
independen yakni training dan budaya kerja
terhadap variabel dependen yakni
produktivitas kerja juga memiliki hubungan
yang kuat Untuk analisis koefisien
determinasi atau penentuan pengaruh atas
variabel pelatihan dan budaya kerja terhadap
produktivitas, disini dari hasil pengolahan
data dapat digambarkan bahwa kedua
variabel independen ini dapat memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap variabel
produktifitas kerja, namun produktifitas kerja
tidak dipengaruhi sepenuhnya oleh variabel
pelatihan dan variabel budaya kerja akan
tetapi ada faktor lain yang mempengaruhinya
seperti kompensasi dan analisis jabatan serta
kinerja karyawan
Adapun untuk analisis regresi dari
produktifitas kerja yang diperoleh dari
pengolahan data dapat digambarkan bahwa
terdapat analisis regresi dengan hubungan
positif dengan variabel pelatihan dan budaya
kerja, dimana dapat diartikan bahwa jika
perusahaan ingin meningkatkan produktifitas
kerja maka yang perlu diperhatikan oleh
perusahaan adalah dengan peningkatan
program pelatihan yang berorientasi kepada
peningkatan produktifitas kerja dan bukan itu
saja dalam upaya peningkatan produktifitas
kerja perusahaan juga harus memperhatikan
kondisi budaya kerja agar dapat mendukung
peningkatan produktifitas kerja, dan untuk
kelanjutan penelitian kedepannya
direncanakan akan menjelaskan secara
mendalam mengenai analisis pelaksanaan
program- program pelatihan yang diterapkan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 110
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
yang dilakukan oleh PT Kusumatama Mitra
Selaras Jakarta, dimana akan dihubungkan
dengan efektifitas serta efesiensi program
pelatihan tersebut dengan melibatkan
beberapa faktor pendukung diantaranya
dilihat dari praktek pelatihan, sarana dan
prasarana pelatihan, materi pelatihan dan
juga tutor dalam pelatihan, selain itu akan
dlakukan analisa sejauh mana praktek –
praktek pelatihan tersebut memberikan
dampak bagi keahlian serta kemampuan serta
peningkatan inovasi bagi karyawan
DAFTAR PUSTAKA
Ahiabor, G. (2014). The Impact Of Corporate
Culture On Productivity Of Firms In
Ghana : A Case Of Vodafone Ghana.
Problems of Management in The 21 st
Century, 9(3).
Ahmed, M., & Shafiq, S. (2014). The Impact
of Organizational Culture on
Organizational Performance : Global
Journal of Management and Business
Research : A N Administration and
Management, 14(3).
Ghorbanhosseini, M. (2013). The Effect Of
Organizational Culture , Teamwork And
Organizational Development On
Organizational Commitment : The
Mediating Role of Human CapitaL.
Utjecaj organizacijske kulture, timskog
rada i razvoja organizacije na predani
rad u organizaciji: posrednička uloga
ljudskog kapitala, 20(6), 1019–1025.
Ghozali, I. (2012). Aplikasi Analisis
Multivariat dengan Program IBM SPSS
20 Edisi 6. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Johnson, M., Umoh, G. ., & Edwinah, A.
(2016). Training and Employee Work
Attitudes of Selected Manufacturing
Firms in Port Harcourt. International
Journal of Novel Research in Humanity
and Social Sciences, 3(3), 101–112.
Kuba, H. S. (2017). Penanggulangan
Terorisme oleh Polri dalam Perspektif
Penangkalan (Pre-emtif) dan
Pencegahan (Preventif). Jurnal Kajian
Ilmiah, 17(2).
Linna, P., Pekkola, S., Ukko, J., & Melkas,
H. (2010). Defining and measuring
productivity in the public sector :
managerial perceptions. International
Journal of Public Sector Management
(IJPSM), 23(3), 300–320.
https://doi.org/10.1108/0951355101105
8493
Narpati, B. (2017). Pengaruh Disiplin Kerja
dan Pengawasan terhadap Efektivitas
Kerja Karyawan pada PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk Cabang Bekasi
Juanda. Jurnal Kajian Ilmiah, 17(1).
Nda, Maimuna, M., & Fard, Rashad, Y.
(2013). The Impact Of Employee
Training And Development On
Employee The Impact Of Employee
Training And Development On
Employee, (December 2013).
Niazi, A. S. (2011). Training and
Development Strategy and Its Role in
Organizational Performance. Journal of
Public Administration and Governance,
1(2), 42–57.
https://doi.org/10.5296/jpag.v1i2.862
Nischithaa, P., & Rao Narashimha, M.
(2014). The Importance Of Training
And Development Programmes In Hotel
Industry. IJBARR, 1(2347), 50–56.
Sabir, R. I., Akhtar, N., Ali, F., Bukhari, S.,
Nasir, J., & Ahmed, W. (2014). Impact
of Training on Productivity of
Employees: A Case Study of Electricity
Supply Company in Pakistan.
Salah, M. R. (2016). The Impact of Training
and Development on Employees
Performance and Productivity " A case
Study of Jordanian Private Sector
transportation companies located in the
Southern region o ... International
Journal of Management Sciences and
Business Research, 5(7).
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 111
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Sila, Alice, K. (2014). Relationship Between
Training And Performance : A Case
Study of Kenya Women Finance Trust
Eastern Nyanza Region, Kenya.
European Journal of Business and
Social Sciences, 3(1), 95–117.
Singh, R., & Mohanty, M. (2012). Impact of
Training Practices on Employee
Productivity : A Comparative Study,
(2), 87–92.
Syverson, C. (2011). What Determines
Productivity ? Journal of Economic
Literature, 49(2), 326–365.
Telussa, A. D. E. M., Persulessy, E. R., &
Leleury, Z. A. (2013). Penerapan
Analisis Korelasi Parsial Untuk
Menentukan Hubungan Pelaksanaan
Fungsi Manajemen kepegawaian
Dengan Efektivitas Kerja Pegawai
(Studi Kasus pada Badan Pendapatan
,Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Provinsi Maluku). Barengkeng -
Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan,
7(1), 15–18.
Uddin, M. J., Luva, R. H., & Hossian, S. M.
(2013). Impact of Organizational
Culture on Employee Performance and
Productivity : A Case Study of
Telecommunication Sector in.
International Journal of Business and
Management, 8(2), 63–77.
https://doi.org/10.5539/ijbm.v8n2p63
Vinesh. (2014). Role of Training &
Development in an Organizational
Development. International Journal of
Management and International Business
Studies, 4(2), 213–220.
Widarjono, A. (2015). Analisis Multivariat
Terapan dengan Program SPSS, AMOS,
dan SMARTPLS Edisi Kedua.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 112
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Analisis Tingkat Technopreneurship Pada UMKM
Nissa Almira Mayangky1, Nur Fiyah
2, Doni Purnama Alamsyah
3
1STMIK Nusa Mandiri Jakarta, [email protected]
2STMIK Nusa Mandiri Jakarta, [email protected] 3Universitas BSI, [email protected]
ABSTRAK - Salah satu faktor perkembangan UMKM di Indonesia adalah kebutuhan gaya
dan pola hidup yang semakin tinggi sehingga mendorong masyarakat untuk membeli
makanan siap saji dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, hal inilah yang membuat bisnis
kuliner sangat menjanjikan. R&D Frozen Food merupakan sebuah UMKM yang memasarkan
makanan frozen food dengan harga yang terjangkau sehingga banyak masyarakat yang
tertarik untuk membeli. Pemasaran R&D Frozen Food hanya melalui sosial media saja,
sehingga perlu peningkatan kemampuan dalam penggunaan teknologi untuk memasarkan
produk. Tingkat kemampuan R&D Frozen Food dapat dikelompokkan ke dalam 6 tingkat
technopreneurship meliputi: 1) Produsen teknologi; 2) Manajer teknologi; 3) Konsumen
teknologi; 4) Sadar teknologi; 5) Tidak sadar teknologi; dan 6) Puas terhadap capaian saat ini.
Pendampingan dan pelatihan pada UMKM ini lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan
penelitian dan pengembangan produk, penjaminan dan standarisasi kualitas pada produk yang
sudah ada. Teknologi yang dibutuhkan oleh R&D Frozen Food Cikarang adalah teknologi
sederhana yang tidak membutuhkan dana besar dalam pengadaannya, sehingga stimulant dana
yang dibutuhkan tidak besar dan dapat dijangkau oleh para reseller. Strategi yang diterapkan
R&D Frozen Food Cikarang berupa bantuan teknologi tepat guna serta pendampingan usaha,
melalui pendampingan tersebut mereka dikenalkan pada alternatif pasar yang lebih luas serta
peningkatan efisiensi dan produktifitas usaha.
Kata Kunci: UMKM, R&D, Frozen Food, Konsumen, Teknologi, Cikarang
ABSTRACT - One of the factors in the development of MSMEs in Indonesia is the need for
higher styles and lifestyles that encourage people to buy ready-to-eat food to meet their daily
needs, this is what makes the culinary business very promising. R & D Frozen Food is a
MSME that markets frozen food at affordable prices so that many people are interested in
buying. Frozen Food's R & D marketing is only through social media, so it needs to improve
its ability to use technology to market products. The level of Frozen Food's R & D capabilities
can be grouped into 6 levels of technopreneurship including: 1) Technology producers; 2)
Technology manager; 3) Technology consumers; 4) Be aware of technology; 5) Unconscious
technology; and 6) Satisfied with the current achievements. Assistance and training for
MSMEs is more emphasized in enhancing product research and development capabilities,
guaranteeing and standardizing quality on existing products. The technology needed by
Frozen Food Cikarang is a simple technology that does not require large funds in its
procurement, so the stimulant funds needed are not large and can be reached by resellers.
The strategy adopted by Frozen Food Cikarang is in the form of appropriate technology
assistance and business assistance, through which they are introduced to broader market
alternatives and increased efficiency and business productivity.
Keywords: SMEs, R & D, Frozen Food, Consumer, Technology, Cikarang
Naskah diterima: 3 Feb 2019, direvisi: 28 Feb 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 113
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
PENDAHULUAN
Dalam literatur-literatur bisnis,
manajemen dan ekonomi telah lama dikaji
hubungan keterkaitan antara kewirausahaan,
teknologi, dan pertumbuhan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM). Dalam
pengkajian tersebut terdapat refleksi
globalisasi dan pentingnya keterampilan
teknologi yang tinggi dalam memiliki
kewirausahaan yang berwawasan kreativitas.
(Wibawa, Nurdiansyah, & Romelah, 2018)
UMKM Indonesia semakin berkembang
dikarenakan kebutuhan dan gaya hidup
penduduk yang semakin tinggi. Selain itu,
pola hidup masyarakat yang bekerja hingga
malam hari membuat pekerja lebih sering
memesan makanan di luar rumah. Pola hidup
masyarakat tersebut diklaim dapat membuat
bisnis kuliner yang menjanjikan.
Salah satu UMKM yang berada di
Cikarang memiliki nama R&D Frozen Food.
UMKM ini adalah pelopor pertama yang
memasarkan makanan frozen dengan harga
yang terjangkau. R&D Frozen Food ini
memiliki keistimewaan yaitu menjual frozen
food curah, yaitu produk Frozen Food yang
tidak sesuai dengan standar, sehingga
customer dapat membeli produk Frozen Food
dengan harga yang jauh lebih miring.
Penerapan teknologi yang digunakan R&D
Frozen Food digambarkan melalui proses
pemasaran. Hal ini dibutuhkan untuk brand
awareness kepada masyarakat, tentu saja
mengakibatkan UMKM tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasar dan meraih
peluang pasar yang luas (Andriani &
Permana, 2017).
Dalam HELTS (Higher Education
Long Term Strategy) dijelaskan bahwa
“technopreneur” merupakan solusi untuk
meningkatkan daya saing bangsa.
technopreneurship merupakan proses sinergi
dari kemampuan yang kuat pada penguasaan
teknologi serta pemahaman menyeluruh
tentang konsep kewirausahaan
(Sosrowinarsidiono, 2010). Dapat dikatakan
bahwa technopreneur merupakan
“entrepreneur modern” berbasis teknologi.
Teknologi tentu tidak harus selalu high-tech,
karena beberapa teknologi yang ditawarkan
dengan otomatis dan canggih membutuhkan
modal yang besar. Berdasarkan penelitian
Sukardi (2015), UMKM merintis usaha
dengan modal terbatas memiliki masalah
terkait teknologi antara lain mahalnya harga
alat baru (20%), alat pengiris manual (10%),
kapasitas produksi rendah (10%), dan
menimbulkan sakit setelah penggunaan alat
(8,89%). Hal ini menunjukkan bahwa
UMKM membutuhkan teknologi tepat guna
dimana teknologi ini dirancang bagi UMKM
R&D Frozen Food yang sesuai dengan
aspek-aspek lingkungan, sosial, budaya, dan
ekonomi (Wibawa et al., 2018).
Sebagai salah satu UMKM di Kota
Cikarang, R&D Frozen Food menjalankan
pemasaran bergantung pada social media.
Namun, mereka masih memiliki kemauan
dan kemampuan untuk berkembang dalam
skala yang terbatas, sehingga peningkatan
kemampuan teknologinya masih dapat
ditingkatkan. Fokus Penelitian yang ingin
bahas adalah Menganalisis tingkat
technopreneurship pada UMKM R&D
Frozen Food Cikarang.
LANDASAN TEORI
Technopreneurship
Kekayaan sumber daya alam yang
dahulu sebagai simbol tolak ukur
kemakmuran suatu bangsa sudah tidak tepat
digunakan lagi pada saat ini, proses
globalisasi yang terjadi pada saat ini
menuntut perubahan pada sektor
perekonomian di Indonesia (Imam Baihaqi,
2015)
Technopreneurship merupakan
penggabungan dua buah kata yaitu,
“Technology” dan “Enterpreneurship” yang
dimana jika diartikan adalah sebuah proses
pembentukan usaha baru yang melibatkan
teknologi yang diharapkan dapat
menciptakan strategi dan inovasi yang tepat
dan menjadi salah satu faktor dalam
mengembangkan ekonomi nasional (Nelloh,
2018). Bahwa technopreneurship merupakan
suatu proses komersialisasi produk-produk
teknologi yang kurang berharga menjadi
berbagai produk yang bernilai tinggi
sehingga menarik minat konsumen untuk
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 114
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
membeli atau memilikinya, dan dianggap
sebagai salah satu konsep yang merupakan
sebuah turunan dari “Enterpreneurship” yang
sama-sama memiliki prinsip mencari
keuntungan sebanyak mungkin namun lebih
berfokus pada suatu bisnis yang
mengaplikasikan suatu teknologi tertentu
(Wicaksono & Nurnida, 2017).
Technopreneur pada saat ini sudah
menjadi salah satu peluang bisnis yang ada,
dengan mengoptimalkan berbagai potensi
perkembangan teknologi yang ada sebagai
basis pengembangan usaha yang di jalankan.
Technopreneurship tidak hanya
bermanfaat dalam pengembangan industri-
industri besar dan canggih, tetapi juga dapat
diarahkan untuk memberikan manfaaat
kepada masyarakat yang memiliki
kemampuan ekonomi yang lemah. dampak
technopreneurship dalam sektor ekonomi
adalah, menciptakan lapangan kerja baru,
menggerakkan dan menciptakan peluang
bisnis pada sektor-sektor ekonomi yang lain,
dan meningkatkan efisiensi dan produktivitas
(Imam Baihaqi, 2015).
Penggagas ide dan pencipta produk
dalam bidang teknologi sering disebut
dengan nama technopreneur, karena mereka
mampu menggabungkan antara ilmu
pengetahuan yang dimiliki melalui kreasi/ide
produk yang dicipatakan dengan kemampuan
berwirausaha melalui penjualan produk yang
dihasilkan dipasar.
Pengukuran technopreneurship yang
ada pada R&D Frozen Food ini adalah pada
tingkat pemasaran produk pada UMKM
tersebut masih dilakukan secara social media
jika ingin dikembangkan lagi R&D Frozen
Food dapat melakukan pemesanan menu
melalui teknologi yang mampu melakukan
pemesanan melalui Go-food, Grab-food atau
teknologi lainnya yang dapat memikat para
tamu atau pelanggan di R&D Frozen Food
tersebut.
Pengembangan teknologi juga mampu
memenuhi kebutuhan serta dapat menjadi
peluang bisnis yang sangat menarik sebagai
unsur utama pengembangan produk, bukan
hanya produk saja namun jaringan, lobi, dan
pemilihan pasar secara demografis yang
berbasis teknologi dapat mempengaruhi
tingkat penjualan pada R&D Frozen Food
tersebut, untuk mendukung penjelasan dan
analisis pelaksanaan prinsip-prinsip
technopreneurship yang ada pada R&D
Frozen Food, maka pendekatan yang
ditetapkan oleh peneliti
Ukuran Technopreneurship
Technopreneurship dapat dibentuk
melalui 3 komponen utama pembentuk,
diantaranya yaitu, pembentuk Intrapersonal,
Interpersonal, dan Extrapersonal. Yang
dimana Intrapersonal dan Interpersonal
merupakan komponen dari faltor soft skill
sedangkan Extrapersonal adalah yang
berhubungan dengan kemampuan seseorang
untuk mampu memberdayakan kedua
komponen soft skill tersebut agar dapat
diimplementasikan secara lebih luas
menyeluruh dampaknya (Negara &
Berkembang, n.d.)
Gambar 1. Karakter Pembentuk
Technopreneur
Faktor-faktor soft skill yang dianggap
penting bagi seseorang untuk berahasil dalam
melewati fase start-up bisnis adalah salah
satu unsur penunjang yang penting dalam
technopreneur.
Ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi agar suatu produk dapat dikatakan
menjadi sukses dalam melakukan usaha baru
yang akan didirikan, yang dimana
persyaratan yang paling penting dan utama
adalah bahwa usaha baru tersebut haruslah
mampu bersaing dipasar yang ada sehingga
dapat bertahan, persyaratan yang kedua yaitu
berusaha mencari ide yang dapat memenuhi
kriteria, diantara kriterianya yaitu:
1. Produk memenuhi kebutuhan yang belum
terlayani.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 115
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
2. Produk memenuhi kebutuhan pasar yang
dimana permintaan melebihi suplai, yang
dimana bahwa produk yang akan
dihasilkan harus memiliki kokmpetisi
dengan produk sejenis dipasar yang sama.
3. Produk harus lebih unggul dari produk
sejenis yang sudah ada, produk yang lebih
unggul dapat dilakukan dengan cara
peningkatan desain dan harga yang lebih
murah.
Pada kriteria diatas maka dapat dijadikan
sebagai petunjuk untuk mencari dan
menentukan ide dan usaha sebagai penyaring
awal untuk melakukan usaha baru sehingga
dapat menghasilkan ide usaha yang
berpotensial, ada 2 metode agar dapat
mengasilkan ide usaha yang berpotensial
diantaranya yaitu:
1. Mengidentifikasi suatu kebutuhan beserta
produk yang dapat memuaskan kebutuhan
pasar tersebut, pada pendekatan ini maka
membutuhkan data-data dan
pertimbangan-pertimbangan untuk
dilakukan analisa dengan cara 1).
Mempelajari industri yang sudah ada, 2).
Mengkaji input dan output industri, 3).
Menganalisa trend populasi dan data
demografi, 4). Mengkaji tren ekonomi, 5).
Analisa terhadap perubahan sosial, 6).
Mempelajari dan melakukan konsultasi
mengenai rencana pembangunan.
2. Mencari ide produknya dan pikirkan cara
mengembangkan kebutuhan yang
dipenuhi produk tersebut.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini melalui wawancara
dan observasi. Teknik keabsahan data dengan
menggunakan model triangulasi sumber dan
teknik analisis interaktif (Wibawa et al.,
2018). Ukuran technopreurship yang akan
dinilai melalui tabel berikut:
Tabel 1. Deskripsi Technopreneur R&D
Frozen Food Cikarang
Sumber: (Wibawa et al., 2018)
Tabel 2. Tingkat Technopreneurship UMKM
R&D Frozen Food Cikarang
Strategi
Peningkatan pengetahuan masyarakat
Bantuan dana pemanfaatan teknologi
Bantuan teknologi tepat guna
Dokumentasi proses produksi
Pengenalan alternatif teknologi proses
Pengenalan perluasan pasar dan peningkatan
efesiensi dan produktifitas usaha
Audit teknologi
Pendampingan untuk meningkatkan kemampuan
akses teknologi baru
Pendampingan dan pelatihan pada UMKM ini lebih
ditekankan pada peningkatan kemampuan
penelitian dan pengembangan produk
Pemanfaatan teknologi dalam proses
desain/peancangan produk
Peningkatan iklim inovasi dikalangan staf
Peningkatan kemampuan mengelola asset teknologi
dan menilai teknologi sebagai bagian dari
pengelolaan resiko
Insentif resiko kegagalan teknologi
No Pernyataan
1. Usaha
2. Lama Bernisnis
3. Deskripsi barang dan jasa
4. Pangsa pasar
5. Pesaing
6. Diferensiasi produk atau jasa
7. Perubahan produk berkala
8. Iklan/Advertising
9. Kendala yang dihadapi
10. Bentuk penghargaan
11. Latar belakang pendidikan, pengetahuan, dan
pengalaman pegawai
12. Pembiayaan pada saat memulai usaha dan
pada saat akan melakukan ekspansi usaha
13. Orientasi ekspor
14. Pembaruan teknologi
15. Kondisi perekonomian
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 116
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Strategi
Penjaminan dan standarisasi kualitas produk
Percepatan alih teknologi melalui HKI
Sumber: (Wibawa et al., 2018)
PEMBAHASAN
Deskripsi mengenai
technopreneurship UMKM R&D Frozen
Food Cikarang, penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif. Melakukan pada 5 informan yang
merupakan leader reseller dan reseller
technopreneur UMKM R&D Frozen Food
Cikarang dan pengamatan untuk mendalami
dan meneliti fenomena serta wawasan yang
lebih jelas.
Berikut adalah hasil deskripsi
wawancara yang merupakan technopreneur
pada UMKM R&D Frozen Food Cikarang
Deskriptif
1. Usaha
Informan menyatakan bahwa usaha yang
diperoleh melalui Suami, dan melakukan
pembayaran dengan metode ATM.
2. Lama Bernisnis
Lama berbisnis dalam menjalankan
usaha R&D Food ini selama 5- 10 tahun
3. Deskripsi barang dan jasa
Frozen Food adalah makanan yang
dengan sengaja dibekukan dan berfungsi
untuk mengawetkan makanan hingga
siap untuk dikonsumsi langsung.
Makanan yang dijual salah satunya
adalah Sosis, Nugget, dan Bakso
4. Pangsa pasar
Pangsa pasar pada Frozen Food
Cikarang ini adalah perusahaan swasta
dan Ibu Rumah Tangga yang berada
disekitar daerah cikarang.
5. Pesaing
Para pesaing yang dihadapi informan
adalah bidang usaha sejenis dengan
pemiliknya adalah Frozen Food di Kota
Cikarang dan sekitarnya dan skala usaha
yang lebih besar.
6. Diferensiasi produk atau jasa
Yang menjadi pembeda pada Frozen
Food R&D Cikarang ini yaitu ada
beberapa produk sortir yang dapat dibeli
oleh konsumen dengan harga yang lebih
murah dan terjangkau.
7. Perubahan produk berkala
Produk berkala yang digunakan adalah
produk berupa kemasan
8. Iklan/Advertising
Pada Frozen Food R&D Cikarang
membuat iklan atau advertising
menggunakan sosial media dan ekspo.
9. Kendala yang dihadapi
Kendala yang dihadapai pada Frozen
Food R&D Cikarang ini adalah akses
pemodalan yang sangat minim dan
tempat penyimpanan yang kurang
memadai.
10. Bentuk penghargaan
Bentuk penghargaan yang didapatkan
oleh Frozen Food R&D Ciakrang dengan
fleksibel dan mandiri
11. Latar belakang pendidikan, pengetahuan,
dan pengalaman pegawai sangat
berpengaruh pada tingkat penjualan
Frozen Food R&D Cikarang.
12. Pembiayaan pada saat memulai usaha
dan pada saat akan melakukan ekspansi
usaha dilakukan secara mandiri.
13. Belum adanya orientasi ekspor pada
Frozen Food R&D Ciakrang ini.
14. Belum adanya pembaruan teknologi
pada Frozen Food R&D Ciakrang.
15. Kondisi perekonomian sangat
berpengaruh bagi para reseller Frozen
Food R&D Cikarang.
Kualitatif
Dalam analisis tingkat kemampuan
UMKM R&D Frozen Food Cikarang dapat
dikelompokkan ke dalam 6 tingkat
technopreneurship meliputi: 1) produsen
teknologi; 2) manajer teknologi; 3)
konsumen teknologi; 4) sadar teknologi; 5)
tidak sadar teknologi; 6) puas terhadap
capaian saat ini. Hasil analisis tingkat
kemampuan UMKM R&D Frozen Food
Cikarang dari informan informan dan data
yang diperoleh ditunjukkan dengan tabel
sebagai berikut:
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 117
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Tabel 4. Hasil wawancara tingkat
techopreneurship pada UMKM R&D Frozen
Food Cikarang
Strategi
Tingkat
Technopreneurship
1 2 3 4 5 6
Peningkatan pengetahuan
masyarakat - - - √ - -
Bantuan dana pemanfaatan
teknologi - - - √ - -
Bantuan teknologi tepat
guna - - - √ - -
Dokumentasi proses
produksi - - - - √ -
Pengenalan alternatif
teknologi proses - - - √ - -
Pengenalan perluasan pasar
dan peningkatan efesiensi
dan produktifitas usaha - - - √ - -
Audit teknologi - - - - √ -
Pendampingan untuk
meningkatkan kemampuan
akses teknologi baru √ - - - - -
Pendampingan dan
pelatihan pada UMKM ini
lebih ditekankan pada
peningkatan kemampuan
penelitian dan
pengembangan produk
√ - - - - -
Pemanfaatan teknologi
dalam proses
desain/peancangan produk
- - - √ - -
Peningkatan iklim inovasi
dikalangan staf
Peningkatan kemampuan
mengelola asset teknologi
dan menilai teknologi
sebagai bagian dari
pengelolaan resiko
- - - - √ -
Insentif resiko kegagalan
teknologi - - - - √ -
Penjaminan dan
standarisasi kualitas produk √ - - - - -
Percepatan alih teknologi
melalui HKI
Dari hasil tabel di atas bahwa tingkat
Technopreneurship UMKM R&D Frozen
Food Cikarang pada tingkat 4. Peningkatan
kemampuan pada Technopreneurship
UMKM R&D Frozen Food Cikarang tingkat
4 diawali dengan pendokumentasian proses
pemasaran untuk mengurangi ketergantungan
terhadap leader reseller. Dokumentasi
penjualan dapat dilakukan oleh reseller.
Langkah berikutnya adalah dengan
mengikutsertakan reseller dalam beberapa
pelatihan usaha agar mereka mengenal
beberapa alternative teknologi pada proses
penjualan dan didorong untuk dapat
mengaplikasikannya. Dampak pemanfaatan
teknologi menyebabkan pemasaran menjadi
lebih luas dan lebih menjangkau masyarakat
sekitar.
Teknologi yang dibutuhkan oleh
UMKM R&D Frozen Food Cikarang adalah
teknologi sederhana yang tidak
membutuhkan dana besar dalam
pengadaannya, sehingga stimulant dana yang
dibutuhkan tidak besar dan dapat dijangkau
oleh para reseller. Strategi yang diterapkan
UMKM R&D Frozen Food Cikarang berupa
bantuan teknologi tepat guna serta
pendampingan usaha, melalui pendampingan
tersebut mereka dikenalkan pada alternatif
pasar yang lebih luas serta peningkatan
efisiensi dan produktifitas usaha tersebut.
Pendampingan juga diperlukan untuk
menemukan titik-titik yang memungkinkan
untuk dapat diperbaiki dengan memanfaatkan
teknologi baru yang lebih sesuai dengan
lingkungan masyarakat sekitar.
PENUTUP
Teknologi telah berkembang menjadi
sumber kekuatan dan pengendali untuk
bersaing. Sebagai sumber kekuatan,
teknologi dapat dimanfaatkan dalam berbagai
aktifitas bisnis, termasuk pada UMKM.
Tingkat kemampuan UMKM R&D Frozen
Food Cikarang dapat dikelompokkan ke
dalam 6 tingkat technopreneurship meliputi:
1) Produsen teknologi; 2) Manajer teknologi;
3) Konsumen teknologi; 4) Sadar teknologi;
5) Tidak sadar teknologi; dan 6) Puas
terhadap capaian saat ini. Untuk tingkat
Technopreneurship UMKM R&D Frozen
Food Cikarang pada tingkat 1, 4 dan tingkat
5. Pada tingkat 1 meliputi pendampingan
untuk meningkatkan kemampuan akses
teknologi baru yang dapat memudahkan
pengguna untuk lebih efisien lagi dalam
penggunaannya, Pendampingan dan
pelatihan pada UMKM ini lebih ditekankan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 118
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
pada peningkatan kemampuan penelitian dan
pengembangan produk, penjaminan dan
standarisasi kualitas pada produk yang sudah
ada. Pada tingkat 4 meliputi peningkatan
pengetahuan masyarakat terhadap penjualan
Frozeen Food Cikarang, bantuan dana
pemanfaatan teknologi, bantuan teknologi
tepat guna, pengenalan alternatif teknologi
pada proses penggunaan, pengenalan
perluasan pasar, peningkatan efisiensi dan
produktifitas usaha, pemanfaatan teknologi
dalam proses desain/perancangan produk,
peningkatan iklim inovasi di kalangan staf.
Pada tingkat 5 meliputi dokumentasi proses
produksi, audit teknologi, peningkatan
kemampuan mengelola asset teknologi dan
menilai teknologi sebagai bagian dari
pengelolaan resiko dan insentif resiko
kegagalan teknologi.
Kemampuan teknologi pada sebuah
UMKM sangatlah berpengaruh pada
perkembangan penjualan barang. Pada
UMKM R&D Frozen Food saat ini perlu
melakukan banyak pelatihan kepada para
reseller yang ada untuk dapat menggunakan
teknologi yang tepat guna dan efisiesn untuk
melakukan peningkatan penjualan agar tidak
merasa puas pada penjualan yang ada pada
saat ini. Untuk melakukan pelatihan kepada
reseller maka UMKM R&D Frozen Food
diperlukan kerjasama dari berbagai pihak
yang dapat mendukung pelatihan teknologi
ini agar dapat meningkatkan daya saing
penjualan pada UMKM yang lainnya yang
ada di daerah Cikarang.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, R., & Permana, D. (2017).
Prosedur Standar Operasional Pelayanan
Dinner di Gardenia Restaurant
Amaroossa Hotel Bandung. Jurnal
Kajian Ilmiah, 17(3).
Imam Baihaqi, M. N. (2015). Lembaga
Pengembangan Pendidikan,
Kemahasiswaan dan Hubungan Alumni
(LP2KHA) Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) Surabaya 2015, 100.
Negara, P., & Berkembang, N. (n.d.). Bab 1
Pendahuluan.
Nelloh, L. A. M. (2018). Proses
Kewirausahaan dalam Motivasi
Pencapaian dan Intensi “E-Preneurs”
Mahasiswa Bisnis dan
Manajemen. Jurnal Kajian
Ilmiah, 18(1).
Wibawa, R. P., Nurdiansyah, D. K., &
Romelah, S. (2018). Analisis tingkat,
170–175.
Wicaksono, E. K., & Nurnida, I. (2017).
Analisis Penerapan Technopreneurship
pada Perusahaan Energi Alternatif (
Studi Pada CV Wahana Putera Ideas
Bandung) Analysis of
Technopreneurship Applications in
Alternative Energy Company (Study in
CV Wahana Putera Ideas Bandung ),
4(2), 1831–1837.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 119
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Analisis Penerapan Technopreneurship Pada
Perusahaan Energi Alternatif
Recha Abriana Anggraini1, Rousyati
2, Doni Purnama Alamsyah
3
1STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
2STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
3Universitas BSI, [email protected]
ABSTRAK - Seiring dengan mahalnya harga jual gas LPG dan berbagai masalah yang timbul
seperti kelangkaan gas dan sering terjadinya ledakan mendorong masyarakat untuk mencari
sumber energi alternatif yang lebih murah dan minim resiko guna memenuhi kebutuhannya.
Pengembangan teknologi dilakukan demi memenuhi permintaan pasar sehingga menjadi
peluang bisnis yang menarik. PT. Mijil Lestari Yogyakarta merupakan salah satu perusahaan
yang mampu membaca peluang tersebut sehingga melakukan inovasi produknya dengan
menggabungkan unsur teknologi untuk menghasilkan suatu produk (technopreneurship).
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dibuat untuk mengetahui sejauh mana penerapan
technopreneurship yang ada pada PT. Mijil Lestari Yogyakarta terutama dalam konsep
bussiness dan technology skill. Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan
analisis menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
triangulasi teknik yaitu dengan cara melakukan observasi partisipatif, wawancara mendalam,
dan dokumentasi sumber data. Berdasarkan hasil analisa data, PT. Mijil Lestari Yogyakarta
menerapkan sub konsep bussiness skill dalam empat dimensi yaitu kewirausahaan,
pemasaran, bussiness plan, serta manajemen/bisnis.. Selain menerapkan sub konsep bussiness
skill PT. Mijil Lestari juga menerapkan sub konsep technology skill yang terdiri dari tiga
dimensi yaitu invention dan innovation, mekanisme pasar dan teknologi, dan transaksi
penjualan.
Kata Kunci: Energi Alternatif, Technopreneurship, Technology Skill, Bussiness Skill
ABSTRACT - Along with the high selling price of LPG gas and various problems that arise
such as gas scarcity and frequent explosions encourage people to look for alternative energy
sources that are cheaper and less risky to meet their needs. Technology development is done
to meet market demand so that it becomes an attractive business opportunity. PT. Mijil
Lestari Yogyakarta is one company that is able to read these opportunities so as to innovate
its products by combining technological elements to produce a product (technopreneurship).
Based on this, this study was made to determine the extent to which the application of
technopreneurship at PT. Mijil Lestari Yogyakarta especially in the concept of bussiness and
technology skill. The research used was descriptive research and analysis using a qualitative
approach. The technique of data collection is done by triangulation techniques, namely by
conducting participatory observation, in-depth interviews, and data source documentation.
Based on the results of data analysis, PT. Mijil Lestari Yogyakarta applies the business skills
sub concept in four dimensions, namely entrepreneurship, marketing, business plan, and
management / business. Besides applying the bussiness skill sub concept of PT. Mijil Lestari
also applies the technology skill sub concept which consists of three dimensions, namely
invention and innovation, market mechanism and technology, and sales transactions.
Keywords: Alternative Energy, Technopreneurship, Technology Skill, Business Skills
Naskah diterima: 15 Feb 2019, direvisi: 6 Mar 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 120
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil penelitian BPPT
pertumbuhan konsumsi final energi pada
sektor rumah tangga sebesar 1,59% per
tahun, rendahnya pertumbuhan tersebut
sangat tidak seimbang dengan pertumbuhan
pada sektor lainnya karena berlangsungnya
program subsidi minyak tanah dengan LPG
untuk memasak, penerapan teknologi dan
tersedianya berbagai peralatan hemat energi
lainnya seperti lampu dan lain-lain serta
adanya tenologi terbaru berupa energi
alternatif yang diperuntukkan khusus bagi
sektor rumah tangga (Wicaksono & Nurnida,
2017)
Penggunaan energi alternatif semakin
banyak dikarenakan mahalnya harga jual gas
LPG dari PT. Pertamina (Sari, 2017). Selain
karena harga, kelangkaan barang serta sering
terjadinya ledakkan gas LPG terutama gas
LPG 3 Kg juga memicu masyarakat mencari
energi alternatif yang terbarukan untuk
menunjang kebutuhannya. Oleh sebab itu
pengembangan teknologi dilakukan guna
mencukupi permintaan pasar sehingga bisa
menjadi peluang bisnis yang menarik.
Penggabungan antara teknologi dengan
bisnis yang dikenal sebagai
technopreneurship sudah banyak dilakukan
dilingkungan sekitar kita. Biasanya teknologi
digunakan sebagai unsur utama
pengembangan produk (Sakti & Prasetyo,
2018).
PT. Mijil Lestari Yogyakarta
merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak pada bidang energi alternatif,
dimana PT. Mijil Lestari merupakan supplier
dan retailer yang melakukan inovasi produk
dengan menggabungkan unsur teknologi
untuk menghasilkan suatu produk. Produk
hasil inovasi dari PT. Mijil Lestari
Yogyakarta ini adalah kompor gastrik yang
bisa memanfaatkan teknologi listrik dan gas
didalam mengolah energi tepat guna di
Indonesia. PT. Mijil Lestari menjual produk
energi alternatif yang dapat memenuhi
kebutuhan konsumen ditengah kelangkaan
gas dan kecenderungan gas yang sering
meledak. Dengan menggunakan produk
energi alternatif secara berkelanjutan,
konsumen berpartisipasi menggunakan
teknologi dalam pemanfaatan energi
terbarukan. Menelaah fenomena masalah
pada penggunaan energi alternatif yang
terjadi pada masyarakat sekitar PT. Mijil
Lestari maka, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui sejauh mana
penerapan technopreneurship yang ada pada
PT. Mijil Lestari terutama dalam konsep
business skill dan technology skill dalam
mengatasi fenomena masalah yang terjadi.
LANDASAN TEORI
Entrepreneur dan Technopreneurship
Entrepreneur merupakan seseorang yang
mendirikan usaha dengan mengidentifikasi
peluang yang ada dan menggabungkan
sumber daya yang diperlukan meskipun
harus mengambil resiko dan ketidakpastian
demi mendapatkan keuntungan dan
pertumbuhan (Wedayanti & Ketut, 2016).
Entrepreneur sudah menjadi tolak ukur
perekonomian terutama dalam menciptakan
lapangan kerja dan kemakmuran masyarakat
di negara maju dan berkembang. Sedangkan
menurut Inpres No.5 Tahun 1995
menjelaskan bahwa entrepreneur merupakan
semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan
seseorang dalam menangani usaha atau
kegiatan yang mengarah pada usaha mencari,
menciptakan, menerapkan cara kerja,
teknologi, dan produk baru dengan
meningkatkan efisiensi dalam rangka
memberikan pelayanan yang lebih baik dan
memperoleh keuntungan yang lebih besar
(Radianto, Efrata, & Santoso, 2018).
Sedangkan menurut (Soegoto, 2014)
entrepreneurship adalah usaha menciptakan
nilai tambah dengan jalan
mengkombinasikan sumber-sumber melalui
cara-cara baru dan berbeda untuk
meningkatkan persaingan (Saimima &
Makawangkel, 2019)
Technopreneurship merupakan
kolaborasi antara teknologi dengan jiwa
usaha mandiri dengan semangat membangun
usaha sehingga menghasilkan lapangan
pekerjaan dan membangun perekonomian
sekaligus teknologi Indonesia (Sakti &
Prasetyo, 2018). Technopreneurship
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 121
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
merupakan salah satu proses membuat usaha
baru dengan menggunakan teknologi sebagai
basisnya sehingga sebagai inkubator untuk
mencapai kesuksesan (Supriyati, Iqbal, &
Khotimah, 2016).
Pengembangan technopreneurship
membutuhkan konsep business skills
(kewirausahaan, pemasaran, bisnis plan, dan
manajemen atau bisnis) serta technology
skills (invention, inovation, penawaran dan
permintaan teknologi, intelectual property
management/HAKI dan desain produk atau
kemasan) (Wicaksono & Nurnida, 2017).
Business skill
Business skill merupakan dimensi yang
penting dalam rangka mencapai tujuan
wirausaha dan sebagai indikator untuk
mengukur keterampilan berwirausaha
(Muhyi, 2014). Hal-hal yang terkait dengan
business skill, yaitu:
a. Kewirausahaan
Kewirausahaan merupakan semangat,
sikap dan perilaku atau kemampuan
seseorang dalam menangani usaha dan
kegiatan yang mengarah pada mencari,
menciptaan , menerapkan cara kerja,
teknologi dan produk baru dengan
menerapkan efisiensi dalam rangka
memberikan pelayanan yang lebih baik
untuk memperoleh keuntungan yang
lebih besar (Nurhayati et al., 2014).
Kewirausahaan memiliki empat tahap
yaitu: identifikasi dan evaluasi peluang,
pengembangan rencana bisnis,
penetapan sumber daya, dan manajemen
perusahaan yang dihasilkan (Wicaksono
& Nurnida, 2017).
b. Pemasaran
Pemasaran merupakan suatu proses
dimana perusahaan menciptakan nilai
terhadap pelanggan dan sebagai
balasannya pelanggan memberikan nilai
sehingga keduanya terjalin hubungan
yang kuat (Hardianti & Martini, 2016).
Strategi pemasaran dapat dikembangan
dengan variabel (Amalia, 2016) antara
lain:
a) Produk dan jasa
Produk merupakan barang dan jasa
yang ditawarkan oleh perusahaan
agar dapat dibeli dan dikonsumsi
sehingga mempu memenuhi
kebutuhan. Produk meliputi
pengemasan, nama merek, harga,
jaminan, citra, pelayanan, waktu
pengiriman, dan website yang dilihat
oleh pelanggan.
b) Harga
Harga merupakan sejumah uang yang
harus dibayar oleh konsumen untuk
mendapatkan produk. Seorang
wirausaha dalam menentukan harga
harus menetapkan tiga elemen
penting yaitu biaya, margin, dan
kompetisi.
c) Distribusi
Menyedaiakan fasilitas pada
konsumen dengan mendistribusikan
agar tersedia di tempat-tempat yang
menjadi pasar bag produk yang
bersangkutan. Pemilihan lokasi yang
tepat dapat mempengaruhi
peningkatan keuntungan suatu
perusahaan secara keseluruhan.
d) Promosi
Promosi merupakan aktivitas
mengkomunikasikan sebuah produk
dengan tujuan membujuk target pasar
untuk membeli produk tersebut.
Promosi menciptakan kesadaran dan
ketertarikan konsumen kepada produk
yang bersangkutan dengan
memberikan informasi mengenai
ketersediaan produk melalui media
cetak maupun elektronik.
Technology skill
Technology skill merupakan keahlian
manajerial dalam menguasai berbagai
perkembangan teknologi (Wicaksono &
Nurnida, 2017). Hal-hal yang termasuk
dalam aspek technology skill adalah:
a. Invention dan Innovation
Invensi adalah sebuah penemuan baru
yang bertujuan untuk mempermudah
kehidupan. Inovasi adalah proses adopsi
sebuah penemuan oleh mekanisme
pasar. Invensi dan inovasi ada dua jenis,
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 122
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
yakni: invensi dan inovasi produk, dan
invensi dan inovasi proses.
b. Mekanisme pasar teknologi
Mengemukakan bahwa permintaan dan
penawaran itu disebut juga dengan
mekanisme pasar, oleh karena itu
pengertian dari permintaan yaitu
keinginan konsumen membeli suatu
barang pada berbagai tingkat harga
selama periode waktu tertentu, yang
disertai dengan kesediaan dan
kemampuan membeli barang tersebut.
Sedangkan pengertian dari penawaran
yaitu jumlah barang yang produsen
ingin tawarkan (jual) pada berbagai
tingkat harga selama satu periode
tertentu.
c. Hak Kekayaan Intelektual Elemen dasar HaKI meliputi cakupan
karya jenis apa saja yang dilindungi,
syarat subtansif, cara untuk
memperolehnya, isi dan jangka waktu
berlakunya perlindungan HaKI itu.
Elemen dasar HaKI yaitu Hak Cipta,
Paten, Merek dan Rahasia Dagang.
d. Desain Industri/Produk
Desain industri adalah suatu kreasi
tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau garis
dan warna atau gabungan daripadanya
yang berbentuk 3 dimensi atau 2
dimensi yang memberikan estetis dan
dapat diwujudkan dalam pola 3 dimensi
atau 2 dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan produk, barang,
komoditas, industri atau kerajinan
tangan.
e. Kemasan
Pengemasan merupakan merupakan
bungkus produk yang diterima
konsumen, sedangkan pengepakan
merupakan bungkus sejumlah produk
dan biasa diterima oleh agen atau
penyalur.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif dan analisis
menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan
triangulasi teknik yaitu dengan cara
melakukan observasi partisipatif, wawancara
mendalam, dan dokumentasi sumber data.
Sumber data penelitian ini dibagi menjadi
dua yaitu sumber data primer dan sekunder.
Sumber data primer diperoleh dari hasil
wawancara dengan para karyawan PT. Mijil
Lestari Yogyakarta, jumlah karyawan yang
dijadikan narasumber pada penelitian ini
sebanyak 35 orang yang diambil secara acak
menggunakan teknik pengambilan sampel
random sampling diberbagai bagian.
Sedangkan sumber data sekunder diperoleh
dari website. Teknik analisis data dalam
penelitian ini berpedoman pada analisis data
di lapangan model Miles dan Huberman,
yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan
kesimpulan dan klarifikasi (Wicaksono &
Nurnida, 2017). Penelitian ini akan mengkaji
tentang konsep business skill dan technology
skill yang diterapkan pada PT. Mijil Lestari.
PEMBAHASAN
Penerapan Business Skill
Bussiness skill merupakan suatu dimensi
yang penting untuk mengukur keterampilan
seorang wirausaha dalam menjalankan
usahanya. Dimensi tersebut meliputi
kewirausahaan dan pemasaran. Dimensi
kewirausahaan memiliki beberapa tahapan
diantaranya identifikasi dan evaluasi peluang,
pengembangan rencana bisnis, penetapan
sumber daya, dan manajemen perusahaan
yang dihasilkan. Sedangkan dimensi
pemasaran memiliki beberapa variabel yang
terkait dengan proses pemasaran yaitu
produk dan jasa, harga, distriusi, serta
promosi.
Business skill yang diterapkan pada PT.
Mijil Lestari sebagai berikut:
a. Kewirausahaan
Aspek kewirausahaan merupakan salah
satu aspek yang termasuk dalam konsep
bussiness skill. Aspek ini juga
diterapkan oleh PT. Mijil Lestari
Yogyakarta. Tahap awal yang dilakukan
PT. Mijil Lestari dalam menerapkan
aspek kewirausahaan yaitu
mengidentifikasi dan mengevaluasi
perilaku ketergantungan masyarakat
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 123
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
dalam konsumsi gas elpiji terutama pada
gas yang disubsidi oleh pemerintah.
Kemudian PT Mijil lestari menemukan
ide untuk mengolah sorgum sebagai
sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan sebagai energi alternatif
pengganti gas elpiji. Dalam penerapan
rencana bisnis yaitu melakukan
observasi pasar, target pasar serta
inovasi bahan bakar yaitu menggunakan
sorgum. Penerapan beberapa sumber
daya lainnya adalah gedung, listrik,
mesin dan alat-alat pendukung lain yang
dimanfaatkan dalam proses produksi
dan proses pemasaran sehingga
memperoleh kriteria manajemen yang
maksimal.
b. Pemasaran
Dalam aspek pemasaran, sangat penting
untuk mengetahui detail produk yang
dijual beserta kelebihan dan
kelemahannya. Produk yang dijual di
PT Mijil Lestari mengarah ke ISO 9001
dan menjadi binaan BSN, biaya yang
dikeluarkan untuk produksi 70%-75%,
margin 25%-30%, dasar yang digunakan
dalam penetapan harga ini sesuai
dengan kemampuan daya beli
masyarakat serta kompetitif. Dalam
distribusinya PT Mijil Lestari
menyalurkan barang ke semua anak
cabang yang ada di wilayah Yogyakarta
kemudian anak cabangnya tersebut yang
menyalurkan produknya ke pelanggan.
c. Business Plan
Aspek bussiness plan berkaitan dengan
rencana bisnis yang akan dilakukan oleh
suatu perusahaan dalam beberapa tahun
kedepan, atau dapan juga disebut
sebagai rencana masa depan sebuah
perusahaan. Sebuah perusahaan yang
baik akan selalu memiliki rencana
dalam proses bisnisnya sehingga
keberlangsungan perusahaan tersebut
juga terjamin. Agar usahanya dapat
terjamin keberlangsungan hidupnya, PT
Mijil Lestari telah membuat bussines
plan dari deskripsi bisnis, industri,
teknologi, pemasaran, produksi,
organisasi dan operasi.
d. Manajemen/Bisnis
Aspek manajemen/bisnis merupakan
suatu aspek yang berorientasi pada
manajemen yang ada pada suatu
perusahaan berdasarkan jenis
perusahaan tersebut. Melalui observasi
yang telah dilakukan, manajemen yang
ada pada PT. Mijil Lestari yaitu berupa
badan usaha yang berbentuk PT
(Perseroan Terbatas).
Technology Skill
Konsep technology skill merupakan
suatu konsep berwirausaha yang lebih
mengarah pada keahlian manajerial dalam
mengembangkan teknologi di
perusahaannya. Konsep technology skill
memiliki beberapa aspek yang saling
berkaitan, diantaranya invention dan
inovation, mekanisme pasar teknologi, hak
kekayaan intelektual, desain industri/produk,
serta kemasan. Dilansir dari brainly.com,
technology skill adalah keahlian atau
kemampuan yg bersifat teknis ekonomis yg
dilakukan dalam kegiatan proses produksi.
Penerapan konsep technology skill pada
PT. Mijil Lestari Yogyakarta dalam beberapa
aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Invention dan inovation
Aspek invention dan inovation
menitikberatkan pada pembaruan
produk atau inovasi produk agar lebih
menarik minat pelanggan untuk
membeli produk dari PT. Mijil Lestari.
Penerapan aspek invention dan
inovation pada PT. Mijil Lestari yaitu
dengan melakukan invensi dan inovasi
produk berupa etanol+ dan kompor
gastrik serta seluruh proses produksinya
mengarah ke ISO 9001.
b. Mekanisme Pasar dan Teknologi
Aspek technology skill selanjutnya
adalah mekanisme pasar dan teknologi,
dimana pada aspek ini menitikberatkan
pada strategi pemasaran dan pelayanan
terhadap pelanggan. Pada aspek
mekanisme pasar dan teknologi PT Mijil
Lestari menawarkan beberapa jenis
pelayanan kepada pelanggan
diantaranya memberikan pelayanan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 124
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
mengenai ketersediaan produk dan jasa
pelayanan delivery ke konsumen dengan
menggunakan media sosial sehingga
mempermudan dalam pemesanan
barang.
c. Transaksi Penjualan
Dalam transaksi penjualan PT Mijil
Lestari menggunakan aplikasi perangkat
lunak berbasis dekstop yaitu dengan
nama MEA untuk menghitung jumlah
transaksi dan melakukan pembuatan
laporan keuangan. Isi dalam aplikasi ini
yaitu terdapat menu transaksi penjualan,
pembelian, input data barang yang
dijual, laporan penjualan, laporan gaji
dan inventori barang. Berikut
merupakan tampilan aplikasi MEA (My
Easy Accounting).
Gambar 1. Tampilan Aplikasi MEA
Gambar 1 merupakan tampilan shortcut
dari aplikasi MEA yang digunakan oleh PT.
Mijil Lestari Yogyakarta.
Gambar 2. Sistem Input Data Penjualan
Gambar 2 merupakan tampilan dari
form yang digunakan untuk input transaksi
penjualan pada PT. Mijil Lestari Yogyakarta.
Pada form ini secara otomatis akan
melakukan perhitungan transaksi penjualan
secara otomatis sesuai dengan jumlah barang
yang dibeli customer.
Hal yang membedakan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah
indikator-indikator dari tiap-tiap variabel
yang diteliti, beberapa penelitian sebelumnya
tidak membahas mengenai aplikai yang
digunakan untuk transaksi penjualan, bahkan
hanya berfokus pada produknya saja, tetapi
pada penelitian ini peneliti membahas
tentang hampir dari keseluruhan indikator
yang terdapat pada konsep bussiness skill
dan technology skill yang ada pada PT. Mijil
Lestari Yogyakarta termasuk penerapan
teknologi pada proses transaksinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dijelaskan, peneliti
menarik kesimpulan bahwa penerapan
technopreneurship telah dilakukan oleh PT.
Mijil Lestari Yogyakarta. PT. Mijil Lestari
Yogyakarta menerapkan sub konsep
bussiness skill dalam empat dimensi yaitu
kewirausahaan, pemasaran, bussiness plan,
serta manajemen/bisnis. Empat dimensi
tersebut bersinergi dengan baik sehingga
proses bisnis pada PT. Mijil Lestari
Yogyakarta juga berjalan dengan baik. Selain
menerapkan sub konsep bussiness skill PT.
Mijil Lestari juga menerapkan sub konsep
technology skill yang terdiri dari tiga dimensi
yaitu invention dan innovation, mekanisme
pasar dan teknologi, dan transaksi penjualan.
Sinergi yang baik dari ketiga dimensi
tersebut menyebabkan PT. Mijil Lestari
Yogyakarta menjadi lebih dipercaya
konsumen.
Berdasarkan hasil dan pembahasan
dari penelitian ini masih ada beberapa
keterbatasan yaitu penelitian ini belum
menganalisa keseluruhan indikator yang ada
pada konsep bussiness skill dan technology
skill sehingga diharapkan untuk penelitian
selanjutnya dapat mencakup keseluruhan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 125
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
indikator yang ada pada konsep tersebut.
Untuk kedepannya diharapkan PT. Mijil
Lestari Yogyakarta melakukan penambahan
dimensi dalam sub konsep technology skill
supaya proses bisnisnya lebih mudah dan
dapat meningkatkan kepercayaan konsumen
secara terus-menerus.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, A. (2016). Perencanaan Strategi
Pemasaran Dengan Pendekatan Bauran
Pemasaran Dan Swot Pada Perusahaan
Popsy Tubby, 1. Retrieved From
Https://Journal.Uc.Ac.Id/Index.Php/Perf
orma/Article/View/172/158
Hardianti, Y., & Martini, E. (2016). ii, 3(2),
1149–1154.
Muhyi, H. A. (2014). Pengaruh keterampilan
berwirausaha terhadap pertumbuhan
usaha berkelanjutan pada industri kecil
di kota sukabumi, 2, 109–117.
Nurhayati, I., Djulius, H., Nurdiansyah, Y.,
Saptono, E., Yuniarti, Y., Suteja, J., …
Ahmar, N. (2014). Faktor Determinan
Minat Wirausaha Mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri
Gorontalo Herwin. Retrieved from
http://journal.unpas.ac.id/index.php/trik
onomika/article/view/486/283
Radianto, W. E., Efrata, T. C., & Santoso, E.
B. (2018). Generasi Entrepreneur:
Anda Bisa Menciptakan Entrepreneur.
Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=lVJ
tDwAAQBAJ&pg=PR2&dq=buku+entr
epreneur++radianto+2018&hl=id&sa=X
&ved=0ahUKEwjBvaqU69DeAhXGfn0
KHcxXCuYQ6AEIKTAA#v=onepage
&q=entrepreneur&f=false
Sari, A. (2017). Perubahan Masyarakat dan
Kebudayaan Pada Era
Modernisasi. Jurnal Kajian
Ilmiah, 17(1).
Saimima, I. D. S., & Makawangkel, P. S. R.
(2019). Persaingan Usaha Tidak Sehat
Terkait Pelanggaran Batasan Lingkup
Kegiatan Usaha oleh Pihak Hotel di
Bali. Jurnal Kajian Ilmiah, 19(1), 86-
97.
Sakti, A. B., & Prasetyo, A. (2018). Potensi
Peningkatan Produktivitas
Kewirausahaan Berbasis Model
Penguatan Teknopreuner Pada Hasil
Inovasi Di Kota Magelang. Jurnal Rep
(Riset Ekonomi Pembangunan) Volume,
3. Retrieved From Teknoprener,
Inovator, Produktivitas
Supriyati, E., Iqbal, M., & Khotimah, T.
(2016). Model Pendampingan Neuro
Coaching Untuk Membangun Karakter
Technopreneurship Mahasiswa Dalam
Upaya Mencetak Wirausaha Baru.
Prosiding Snatif Ke-3 Tahun 2016, 203–
208. Retrieved From Teknoprener,
Inovator, Produktivitas
Soegoto, E. S. (2014). Entrepreneurship
Menjadi Pebisnis Ulung. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Wedayanti, N. P. A. A., & Ketut, G. G. A.
(2016). No Title, 5(1), 533–560.
Retrieved from
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Manaje
men/article/view/16295
Wicaksono, E. K., & Nurnida, I. (2017).
Analysis of Technopreneurship
Applications in Alternative Energy
Company (Study in CV Wahana Putera
Ideas Bandung), 4(2), 1831–1837.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 126
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Pengelompokan Perilaku Mahasiswa Pada
Perkuliahan E-Learning dengan
K-Means Clustering
Sugiono
1, Siti Nurdiani
2 , Safitri Linawati
3 , Rizky Ade Safitri
4, Elin Panca Saputra
5
1STMIK Nusa Mandiri Jakarta, [email protected]
2STMIK Nusa Mandiri Jakarta, [email protected] 3STMIK Nusa Mandiri Jakarta, [email protected]
4STMIK Nusa Mandiri Jakarta, [email protected]
5Universitas Bina Sarana Informatika, [email protected]
ABSTRAK – Untuk menghasilkan proses pemodelan, serta menganalisa data, metode
Clustering merupakan suatu metode yang dapat melakukan pengelompokkan dengan sistem
partisi. Dalam melakukan pengelompokkan nilai E-learning serta jejak aktifitas kami
menggunakan Algoritma K-Means. K-Means merupakan sebuah metode yang bersifat tanpa
arahan. Algoritma K-Means dapat membantu mengelompokkan data serta informasi dari
setiap nilai centroid dari setiap cluster. Penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan
perilaku mahasiswa pada perkuliahan berbasis E-Learning dengan menghitung jarak antara
total nilai mahasiswa dari mata kuliah E-Learning dan jejak aktifitas yang dilakukannya.
Pengelompokan ini dilakukan dengan membaginya menjadi 3 cluster. Data yang kami kelola
sebanyak 109 mahasiswa yang mengikuti perkuliahan E-Learning. Titik centroid awal yaitu
M4, M73, M104 dihitung dengan rumus Euclidean untuk menentukan jarak terdekat. Data
dikelompokkan sesuai dengan jarak centroid terdekat dengan cluster. Setelah melalui proses
perhitungan yang menghasilkan 10 kali iterasi, didapatkan hasil akhir berupa Cluster 1
sebanyak 53 mahasiswa, cluster 2 sebanyak 42 mahasiswa, dan cluster 3 sebanyak 14
mahasiswa. Dari proses tersebut dihasilkan 3 jenis kluster yaitu mahasiswa dengan jumlah
aktifitas yang banyak mendapatkan nilai tinggi, mahasiswa dengan aktifitas yang sedang
mendapatkan hasil nilai tinggi dan mahasiswa dengan jumlah aktifitas sedikit menghasilkan
nilai yang rendah.
Kata Kunci : Clustering, K-Means, Data Mining, E-Learning, Jejak Aktifitas Mahasiswa.
ABSTRACT-To produce a modeling process, and analyze data, the Clustering method is a
method that can group with system partitions. In grouping the value of E-learning and the
traces of our activities we use the K-Means Algorithm. K-Means is a method that is non-
directive. The K-Means algorithm can help group data and information from each centroid
value of each cluster. This study aims to classify student behavior in E-Learning-based
lectures by calculating the distance between the total value of students from E-Learning
courses and the traces of the activities they do. This grouping is done by dividing it into 3
clusters. The data that we manage is 109 students who take E-Learning courses. The initial
centroid point is M4, M73, M104 calculated by the Euclidean formula to determine the
closest distance. Data are grouped according to the distance of the centroid closest to the
cluster. After going through the calculation process that resulted in 10 iterations, it was found
that the final results in the form of Cluster 1 were 53 students, cluster 2 were 42 students, and
cluster 3 were 14 students. From this process 3 types of clusters were produced, namely
students with a large number of activities who got high scores, students with activities that
were getting high scores and students with a small number of activities produced low scores.
Keywords: Clustering, K-Means, Data Mining, E-Learning, Students Log Activity.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 127
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Naskah diterima: 10 Feb 2019, direvisi: 19 Mar 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
PENDAHULUAN
E-learning adalah sebuah proses
pemanfaatan media berbasis elektronik untuk
kegiatan belajar mengajar. dalam hal ini
media yang digunakan yaitu jaringan
Komputer. Dengan dikembangkannya
jaringan komputer memungkinkan untuk
dikembangkannya juga proses belajar
mengajar berbasis web, sehingga dapat
dikembangkan ke jaringan Komputer
(Hidayati, 2010). Tujuan dari E-learning
adalah untuk menyediakan pengguna konten
yang tepat sesuai dengan kognitifnya pada
level waktu yang tepat. Dalam sistem
pembelajaran dengan tingkat pengetahuan
siswa yang bervariasi (Awoyelu, 2016).
Penerapan E-Learning sangatlah dibutuhkan
bagi negara-negara dengan geografi
kepulauan seperti Indonesia (Saputra &
Hamid, 2019).
Pada era teknologi informasi seperti
saat ini, data dan informasi menjadi bagian
penting di berbagai bidang (Nelfianti et al.,
2018). Semua pihak berlomba
mengumpulkan data dan informasi yang
digunakan untuk mencapai kesuksesan
(Fitriyani, 2018). Awalnya, dengan
munculnya komputer dan sarana
penyimpanan data masal, data dikumpulkan
dan disimpan dengan cepat. Sayangnya,
koleksi-koleksi data tersebut dengan cepat
menjadi sangat besar dan berlimpah. Dari
data yang berlimpah ini, muncul pertanyaan
mengenai hal-hal apa saja yang dapat
dipelajari dari keseluruhan data dan
informasi tersebut. Dalam menjawab semua
pertanyaan yang muncul dibutuhkan
penyimpulan data secara otomatis, ekstraksi
dari esensi informasi yang disimpan, serta
penemuan pola yang ada dalam data. Proses
ini dikenal sebagai data mining (rahmayuni,
2014).
Dengan berubahnya suatu sistem
pembelajaran, tentunya akan menghasilkan
pola-pola dan perilaku dari para pelakunya.
Untuk mengetahui porilaku-perilaku tersebut
maka diperlukan pengelompokan(Kaur,
2013).
Berdasarkan data-data yang telah
dihasilkan. Dalam hal ini data yang
digunakan sebagai parameter pengelompokan
perilaku mahasiswa pada perkuliahan E-
learning ini yaitu berupa data nilai akhir
mahasiswa dan jejak aktivitas yang
dihasilkan. Dalam proses pengelompokan
data dalam penelitian ini menggunakan
algoritma clustering K-Means. dengan
pembagian kluster sebanyak 3 kluster,
berdasarkan total nilai yang dihasilkan serta
riwayat jejak aktivitas perkuliahan e-learning
pada mata kuliah Pengantar Teknologi
Informasi dan Komputer (PTIK). Dalam hal
ini klastering merupakan teknik yang
digunakan untuk menganalisis data dalam
cara yang efisien dan menghasilkan
informasi yang diperlukan. Untuk
mengelompok dataset, metode tersebut yang
kami terapkan menggunakan k-mean, k-mean
memiliki tingkat akurasi yang baik dalam
melakukan pengelompokkan (Bansal, 2017).
KAJIAN LITERATUR
Data Mining
Data mining adalah suatu proses mencari
korelasi baru, pola dan trend dengan
menggali suatu repositori data dalam jumlah
yang besar dengan menggunakan statistik
dan teknik matematika.perkembangan data
maining saat ini begitu pesat karena memiliki
kemampuan dalam menggali pola dan trend
yang bermanfaat yang berasal dari basis data
yang telah ada. Banyak perusahaan yang
telah menghabiskan dana milyaran rupiah
untuk mengumpulkan data dalam jumlah
besar akan tetapi tidak mendapatkan
keuntungan yang bernilai darinya. Padahal di
dalam data-data tersebut terkandung
sejumlah informasi yang berharga namun
keberadaannya masih tersembunyi pada
repositori data (Nasari & Sianturi, 2016).
Data mining juga dikenal dengan istilah
pattern recognition merupakan suatu metode
yang digunakan untuk pengolahan data guna
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 128
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
menemukan pola-pola yang tersembunyi dari
sekumpulan data yang diolah. data hasil
olahan dengan data mining tersebut
kemudian akan menghasilkan suatu
informasi atau pun pengetahuan baru yang
bersumber dari data yang lama yang nantinya
akan berguna dalam pengambilan keputusan
di masa yang akan datang. (Wardhani, 2016).
Clustering
Clustering disebut pengelompokkan
sejumlah data atau objek kedalam cluster
(group) sehingga setiap cluster akan berisi
data yang semirip mungkin dan berbeda
dengan objek dalam cluster yang lainnya
(Putri, Kom, & Kom, 2015). Ada dua metode
clustering yang kita kenal, yaitu Hierarchy
dan Non Hierarchy (Putri et al., 2015). Salah
satu teknik pengelompokkan dalam data
mining adalah metode clustering.Pengertian
clustering keilmuan dalam data mining
adalah pengelompokan sejumlah data atau
objek ke dalam cluster (group) sehingga
setiap dalam cluster tersebut akan berisi data
yang semirip mungkin dan berbeda dengan
objek dalam cluster yang lainnya(NASARI
& SIANTURI, 2016). Metode clustering
yang mempunyai sifat efesien dan cepat yang
dapat digunakan salah satunya adalah metode
k-means, metode ini bertujuan untuk
membuat cluster objek berdasarkan atribut
menjadi k partisi (Wardhani, 2016).
Hierarchical clustering adalah suatu metode
pengelompokan data yang dimulai dengan
mengelompokan dua atau lebih objek yang
memiliki kesamaan paling dekat. Kemudian
proses diteruskan ke objek lain yang
memiliki kedekatan kedua (Bastian et al.,
2018).
K-Means
K-Means termasuk kedalam metode
pengumpulan data non-hierarchi atau metode
partisi data ke dalam dua kelompok atau
lebih. metode ini mengelompokan data
menjadi beberapa partisi dengan memasukan
data yang ber karakterisitik sama ke dalam
satu kelompok yang sama dan data yang
lainnya yang memiliki perbedaan karakter
akan dikelompokan ke dalam kelompok yang
sesuai dengan karakternya masing-masing
(Putri et al., 2015). K-Means merupakan
suatu metode pengujian komponen populasi
data dan mengelompokan data tersebut ke
dalam suatu kluster yang telah didefinisikan
tergantung dari jarak minimum antar
komponen populasi dengan masing-masing
pusat kluster (Agustina et al., 2013). K-
Means Clustering merupakan sebuah
konstanta dari sejumlah kluster yang
diinginkan, sedangkan Means atau dapat
didefinisikan sebagai cluster adalah suatu
nilai rata-rata dari sekumpulan populasi data.
Dengan kata lain K-Means Clustering dapat
didefinisikan sebagai suatu permodelan data
mining yang mengelompokan data ke dalam
suatu sistem partisi dan melakukan proses
pemetaan tanpa menggunakan supervisi
(Malik Rio Andika, 2018). Metode K-Means
Clustering mengelompokan dan memetakan
suatu populasi data ke dalam beberapa
kelompok kluster dimana tiap-tiap data dari
kelompok kluster memiliki karakteristik yang
sama dengan kelompoknya dan berbeda
dengan kelompok lainnya.
Algoritma dasar dari K- Means
Clustering dapat kita tentukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah cluster yang
diinginkan.
2. Memilih cluster secara random dan
mengelompokan data yang lainnya ke
dalam kluster-kluster tersebut
berdasarkan jarak terdekatnya.
3. Menghitung centroid/ rata-rata dari data
yang ada di hasilkan dari masing-
masing cluster.
4. Mengalokasikan kembali masing-
masing data ke dalam centroid/ rata-rata
kluster yang terdekat.
5. Ulangi langkah ke-3, apabila masih
ditemukan data yang berpindah cluster
sehingga menimbulkan perubahan nilai
centroid cluster.
E-Learning
E-learning merupakan suatu sistem
pembelajaran yang memanfaatkan media
teknologi informasi dengan tanpa melakukan
tatap muka langsung antara siswa dan guru.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 129
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Beberapa teori mendefinisikan E-Learning
sebagai berikut:
Menurut darmawan dalam (Bariah,
Rahadian, & Darmawan, 2017) menyebutkan
bahwa E-Learning merupakan salah satu
produk intergrasi Teknologi Informasi ke
dalam dunia pendidika adalah e-learning atau
pembelajaran elektronik.
Menurut michael dalam (Sudarmaji,
2016) menyebutkan bahwasannya E-
Learning merupakan Pembelajaran yang
disusun dengan tujuan menggunakan sistem
elektronik atau komputer sehingga mampu
mendukung proses pembelajaran.
Chandrawati dalam (Sudarmaji, 2016)
menyebutkan bahwasannya E-Learning
merupakan Proses pembelajaran jarak jauh
dengan menggabungkan prinsip-prinsip
dalam proses pembelajaran dengan teknologi
Menurut Ardiyansyah dalam (Sudarmaji,
2016) menyebutkan bahwa E-Learning
merupakan Sistem pembelajaran yang
digunakan sebagai sarana untuk proses
belajar mengajar yang dilaksanakan tanpa
harus bertatap muka secara langsung antara
dosen dengan mahasiswa.
Sejarah E-Learning pertama kali
diperkenalkan oleh University of Illionis di
Urbana-Champaign dengan menggunakan
Computer Assisted Instruction dan komputer
bernama PLATO. Berikut perkembangan E-
Learning dari tahun ke tahun:
1. Pada tahun 1990 merupakan masa
Computer Based Training(CBT) dimana
mulai bermunculan aplikasi E-Learning
yang bersifat stand alone.
2. Tahun 1994 program E-learning
berbasis CBT mulai bermunculan dalam
bentuk paket-paket yang lebih menarik
dan diproduksi secara masal.
3. Tahun 1997 seiring berkembangnya
teknologi internet maka munculah
Learning Management System(LSM).
Perkembangan LMS sebagai aplikasi e-
learning berkembang secara pesat, baik
untuk pembelajaran maupun untuk
administrasinya.
METODE PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini
diambil dari hasil perkuliahan e-learning
mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi
dan Komputer (PTIK) yang diadakan di
Universitas BSI kampus Bogor selama
periode semester ganjil 2018/2019. Data
yang diambil berupa nilai hasil perkuliahan
dan riwayat aktivitas mahasiswa(log
activity). Jumlah record yang diambil
sebanyak 109 record dengan field yang
digunakan yaitu NIM, Nama, Jumlah Log
dan Total Nilai.
Analisis Data
Proses mencari serta menyusun data
secara sistematis yang telah didapat dari
repositori yang ada. Dilanjutkan dengan
menjabarkan ke dalam beberapa unit,
melakukan sintesa, mulai menyusun pola dan
kemudian membuat kesimpulan yang mudah
dipelajari bagi diri sendiri maupun orang
lain. Data pada penelitian ini bersifat
kualitatif dimana, analisis dilakukan dengan
cara mengelompokkan data.
Studi Literatur
Studi literatur yang digunakan untuk
melengkapi pengetahuan dasar seperti teori
yang berasal dari jurnal, buku maupun
penelitian-penelitian sebelumnya.
PEMBAHASAN
Implementasi Algoritma K-Means
Umumnya kinerja metode K-Means
secara berurutan adalah sebagai berikut
seperti pada gambar 1 dibawah yang
merupakan diagram alur dari metode K-
Means yang digunakan dalam pengklusteran
antara nilai mahasiswa dan jumlah riwayat
aktivititas.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 130
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Gambar 1. Alur Implementasi Algoritma K-
Means
Pada gambar diatas dijelaskan bahwa
dalam proses pengklusteran langkah pertama
yang harus ditentukan adalah dengan
menentukan jumlah kluster yang akan dibuat.
Langkah selanjutnya yaitu menentukan
centroid atau pusat kluster dengan memilih
beberapa data yang nantinya akan dijadikan
centroid dari masing-masing kluster.
Langkah selanjutnya yaitu dengan
menghitung jarak dari tiap-tiap data dengan
masing-masing centroid cluster yang telah
ditentukan tadi. Selanjutnya kita kelompokan
masing-masing data dengan centroid cluster
yang terdekat. Setelah data berhasil
dikelompokan maka kita hitung kembali titik
centroid nya dengan jumlah anggota kluster
yang baru. Ketika ditemukan adanya
perubahan pada anggota kluster maka kita
ulangi lagi langkah perhitungan jarak antara
data dengan centroid yang baru sampai
dengan tidak adanya lagi perubahan pada
anggota cluster. Jika sudah tidak ada lagi
perubahan pada anggota kluster maka proses
pengklusteran tersebut dinyatakan telah
selesai.
Berikut ini merupakan data yang akan
diproses pengelompokan klusternya, berupa
hasil perkuliahan e-learning dan riwayat
aktivitas perkuliahannya(log).
Tabel 1. Data Ditentukan Klusternya
KODE JUMLAH
NILAI LOG
M1 580 223
M2 640 505
M3 373 139
M4 640 225
M5 667 341
M6 650 449
M7 553 161
M8 543 298
M9 0 0
... ... ...
M71 680 453
M72 590 396
M73 697 266
M74 700 457
M75 697 268
M76 697 324
M77 623 264
M78 693 412
M79 680 368
... ... ...
M102 697 318
M103 550 263
M104 577 271
M105 590 387
M106 507 394
M107 577 354
M108 237 186
M109 577 286
Berdasarkan objek data yang ada pada
tabel 1, langkah awal klustering dengan
menentukan pusat-pusat klusternya (centroid
cluster), penentuan centroid cluster tersebut
dilakukan secara acak/ random. Selanjutnya
dilakukan langkah-langkah perhitungan
sebagai berikut:
Penentuan Pusat Awal Cluster
Tabel 2. Titik Pusat Awal Cluster
C1(M4) C2(M73) C3(M104)
640 697 577
225 266 271
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 131
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Perhitungan Jarak Pusat Cluster
Menghitung jarak antara data dengan
pusat awal cluster menggunakan persamaan
Euclidean Distance pada gambar V dibawah
sebagai berikut :
√∑
Dimana:
= pusat cluster
= data
Berdasarkan persamaan diatas, maka
hasil perhitungan nilai matrik jarak antara
data dengana tiap-tiap pusat cluster adalah
sebagai berikut :
Jarak Data ke-1 ke pusat cluster
C1 = √(580-640)2 + (223-225)
2 = 60,03
C2 = √(580-696)2 + (223-266)
2 = 124,34
C3 = √(580-676)2 + (223-271)
2 = 48,12
Jarak Data ke-2 ke pusat cluster
C1 = √(640-640)2 + (505-225)
2 = 280,00
C2 = √(640-696)2 + (505-266)
2 = 245,63
C3 = √(640-676)2 + (505-271)
2 = 242,42
Jarak Data ke-3 ke pusat cluster
C1 = √(373-640)2 + (139-225)
2 = 280,19
C2 = √(373-696)2 + (139-266)
2 = 347,39
C3 = √(373-676)2 + (139-271)
2 = 242,43
Dan seterusnya dilanjutkan menghitung
untuk data ke- 4.......N terhadap pusat awal
cluster hingga didapatkan matrik jarak.
Pengelompokkan Data
Setelah dilakukan perhitungan jarak
antar data dengan tiap-tiap pusat cluster
maka dapat ditentukan anggota dari masing-
masing kluster berdasarkan jarak
terdekatnya.
Pada penelitian ini iterasi yang
dihasilkan sebanyak 10(sepuluh) iterasi
untuk mendapatkan keanggotaan kluster
secara optimal dengan hasil ahir keanggotaan
kluster sebagai berikut:
C1: Data M1, M4, M7, M8, M11, M14,
M16, M19, M20, M26, M29,
M30, M33, M34, M35, M39,
M45, M49, M51, M54, M55,
M57, M61, M64, M65, M70,
M72, M77, M82, M84, M88,
M92, M95, M96, M97, M100,
M103, M104, M105, M106,
M107, dan M109.
C2: Data M2, M5, M6, M10, M12, M13,
M15, M17, M18, M22, M24,
M25, M28, M31, M32, M37,
M40, M43, M44, M46, M47,
M48, M50, M53, M56, M58,
M59, M60, M62, M67, M69,
M71, M73, M74, M75, M76,
M78, M79, M80, M81, M83,
M85, M86, M87, M89, M90,
M91, M94, M98, M99, M101,
dan M102.
C3: Data M3, M9, M21, M23, M27, M36,
M38, M41, M42, 52, M63, M68,
M93, dan M108.
Penentuan Pusat Cluster Akhir
Setelah ditemukan anggota akhir dari
masing-masing kluster maka dapat
ditentukan centroid akhir dari masing-masing
cluster yaitu :
Tabel 3. Pusat Cluster Akhir
C1 C2 C3
557,7776 675,5353 172,8571
336,8571 385,3396 87,64286
Implementasi pada Rapid Miner
Dalam menggunakan pemodelan K-
Means clustering dengan inisialisasi jumlah
cluster sebanyak 3 buah maka didapatkan
hasil dengan cluster yang terbentuk adalah 3,
dimana jumlah cluster 0 ada 53 items, cluster
1 ada 42 items, cluster 2 ada 14 items dengan
total jumlah data adalah 109 seperti pada
gambar dibawah ini.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 132
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Gambar 2. Hasil data cluster K-Means dalam
implementasi Rapid Miner
Pada gambar berikut ini terdapat titik
centroid cluster yang dihasilkan.
Gambar 3. Hasil perhitungan antara jarak
cluster dan centroid
Pada gambar berikutnya digambarkan
penyebaran titik-titik cluster dari masing-
masing data dengan 3 kluster yang dibentuk.
Gambar 4.
Hasil pengelompokkan Clustering K-Means
Berdasarkan proses Clustering K-
Means dengan Rapid Miner pada gambar 5
diperoleh sejumlah perilaku mahasiswa
dalam mengikuti perkuliahan berbasis E-
learning antara lain:
1. kelompok mahasiswa dengan jumlah
aktifitas yang banyak dan mendapatkan
nilai yang tinggi diwakili dengan titik
hijau.
2. Kelompok mahasiswa dengan jumlah
aktifitas yang sedang dan mendapat nilai
perkuliahan yang tinggi diwakili dengan
titik biru.
3. Kelompok mahasiswa dengan jumlah
aktifitas sedikit dan mendapatkan nilai
yang rendah diwakili dengan titik merah.
PENUTUP
Setelah dilakukan proses
pengklusteran dengan metode k-means
diperoleh sejumlah perilaku mahasiswa E-
learning dengan pembagian 3 kluster yaitu
mahasiswa dengan jumlah aktifitas yang
banyak dan mendapatkan nilai tinggi,
mahasiswa dengan aktifitas yang sedang dan
mendapatkan nilai tinggi dan mahasiswa
dengan jumlah aktifitas sedikit dan
mendapatkan nilai yang rendah.
Untuk mengetahui pola-pola dan
perilaku yang dilakukan para pelaku E-
learning lainnya perlu dilakukan penelitian
lajutan dengan mengolah data-data lainnya
yang dihasilkan dari proses pembelajaran E-
learning.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, S., Yhudo, D., Santoso, H.,
Marnasusanto, N., Tirtana, A., &
Khusnu, F. (2013). CLUSTERING
KUALITAS BERAS BERDASARKAN
CIRI FISIK MENGGUNAKAN
METODE K-MEANS Algoritma.
Awoyelu, I. O. (2016). Modeling and
Simulation of K-Means Clustering
Learning Object Adaptability Model for
Selecting Materials in E-Learning.
141(1), 10–18.
Bansal, A. (2017). Improved K-mean
Clustering Algorithm for Prediction
Analysis using Classification Technique
in Data Mining. 157(6), 35–40.
Bariah, S. H., Rahadian, D., & Darmawan,
D. (2017). Smart content learning
dengan menggunakan metode big data
analysis pada mata kuliah media
pembelajaran ilmu komputer. Jurnal
Teknologi Pendidikan Dan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 133
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Pembelajaran, 2(1), 222–233.
Bastian, A., Sujadi, H., Febrianto, G., Studi,
P., Informatika, T., Majalengka, U., …
No, M. (2018). No Title. PENERAPAN
ALGORITMA K-MEANS CLUSTERING
ANALYSIS PADA PENYAKIT
MENULAR MANUSIA (STUDI KASUS
KABUPATEN MAJALENGKA) Ade, (1),
26–32.
Fitriyani, F. (2018). Metode Bagging Untuk
Imbalance Class Pada Bedah Toraks
Menggunakan Naive Bayes. Jurnal
Kajian Ilmiah, 18(3), 278-282.
Kaur, M. (2013). Cluster Analysis of
Behavior of E-learners. (2), 344–346.
Malik Rio Andika, et all. (2018).
PERBANDINGAN ALGORITMA K-
MEANS CLUSTERING DENGAN
FUZZY C- MEANS DALAM
MENGUKUR TINGKAT KEPUASAN
TERHADAP TELEVISI Latar
Belakang Masalah Media Televisi
Dakwah Surau TV merupakan sebuah
media penyiaran yang menyajikan
siaran seputar Agama Islam . Media ini.
RABIT, 3(1), 10–21.
NASARI, F., & SIANTURI. (2016).
Penerapan Algoritma K-Means
Clustering Untuk Pengelompokkan
Penyebaran Diare Di Kabupaten
Langkat. 108–119.
Nelfianti, F., Yuniasih, I., & Wibowo, A. I.
(2018). Pengaruh Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Karyawan YPI
Cempaka Putih Jakarta. Jurnal Kajian
Ilmiah, 18(2), 120-128.
Putri, D. E., Kom, S., & Kom, M. (2015).
METODE NON HIERARCHY
ALGORITMA K-MEANS DALAM
MENGELOMPOKKAN TINGKAT
KELARISAN BARANG ( STUDI
KASUS : KOPERASI KELUARGA
BESAR SEMEN PADANG ).
1(Senatkom).
Saputra, E. P., & Hamid, A. (2019). Fitur
Seleksi Atribut Hasil Kelulusan
Mahasiswa Elearning Berdasarkan Log
Dengan Neural Network. Jurnal Kajian
Ilmiah, 19(1), 24.
https://doi.org/10.31599/jki.v19i1.318
Sudarmaji. (2016). Migrasi dan Optimalisasi
Database Sistem Informasi berbasis E-
Learning Program Diploma III
Manajemen Informatika Universitas
Muhammadiyah Metro. (Kampus 3).
Wardhani, anindya khrisna. (2016). ( K-
MEANS ALGORITHM
IMPLEMENTATION FOR
CLUSTERING OF PATIENTS
DISEASE IN KAJEN CLINIC OF
PEKALONGAN ) Anindya Khrisna
Wardhani Magister Sistem Informasi
Universitas Diponegoro. 14, 30–37.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 127
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Naskah diterima: 10 Feb 2019, direvisi: 19 Mar 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
PENDAHULUAN
E-learning adalah sebuah proses
pemanfaatan media berbasis elektronik untuk
kegiatan belajar mengajar. dalam hal ini
media yang digunakan yaitu jaringan
Komputer. Dengan dikembangkannya
jaringan komputer memungkinkan untuk
dikembangkannya juga proses belajar
mengajar berbasis web, sehingga dapat
dikembangkan ke jaringan Komputer
(Hidayati, 2010). Tujuan dari E-learning
adalah untuk menyediakan pengguna konten
yang tepat sesuai dengan kognitifnya pada
level waktu yang tepat. Dalam sistem
pembelajaran dengan tingkat pengetahuan
siswa yang bervariasi (Awoyelu, 2016).
Penerapan E-Learning sangatlah dibutuhkan
bagi negara-negara dengan geografi
kepulauan seperti Indonesia (Saputra &
Hamid, 2019).
Pada era teknologi informasi seperti
saat ini, data dan informasi menjadi bagian
penting di berbagai bidang (Nelfianti et al.,
2018). Semua pihak berlomba
mengumpulkan data dan informasi yang
digunakan untuk mencapai kesuksesan
(Fitriyani, 2018). Awalnya, dengan
munculnya komputer dan sarana
penyimpanan data masal, data dikumpulkan
dan disimpan dengan cepat. Sayangnya,
koleksi-koleksi data tersebut dengan cepat
menjadi sangat besar dan berlimpah. Dari
data yang berlimpah ini, muncul pertanyaan
mengenai hal-hal apa saja yang dapat
dipelajari dari keseluruhan data dan
informasi tersebut. Dalam menjawab semua
pertanyaan yang muncul dibutuhkan
penyimpulan data secara otomatis, ekstraksi
dari esensi informasi yang disimpan, serta
penemuan pola yang ada dalam data. Proses
ini dikenal sebagai data mining (rahmayuni,
2014).
Dengan berubahnya suatu sistem
pembelajaran, tentunya akan menghasilkan
pola-pola dan perilaku dari para pelakunya.
Untuk mengetahui porilaku-perilaku tersebut
maka diperlukan pengelompokan(Kaur,
2013).
Berdasarkan data-data yang telah
dihasilkan. Dalam hal ini data yang
digunakan sebagai parameter pengelompokan
perilaku mahasiswa pada perkuliahan E-
learning ini yaitu berupa data nilai akhir
mahasiswa dan jejak aktivitas yang
dihasilkan. Dalam proses pengelompokan
data dalam penelitian ini menggunakan
algoritma clustering K-Means. dengan
pembagian kluster sebanyak 3 kluster,
berdasarkan total nilai yang dihasilkan serta
riwayat jejak aktivitas perkuliahan e-learning
pada mata kuliah Pengantar Teknologi
Informasi dan Komputer (PTIK). Dalam hal
ini klastering merupakan teknik yang
digunakan untuk menganalisis data dalam
cara yang efisien dan menghasilkan
informasi yang diperlukan. Untuk
mengelompok dataset, metode tersebut yang
kami terapkan menggunakan k-mean, k-mean
memiliki tingkat akurasi yang baik dalam
melakukan pengelompokkan (Bansal, 2017).
KAJIAN LITERATUR
Data Mining
Data mining adalah suatu proses mencari
korelasi baru, pola dan trend dengan
menggali suatu repositori data dalam jumlah
yang besar dengan menggunakan statistik
dan teknik matematika.perkembangan data
maining saat ini begitu pesat karena memiliki
kemampuan dalam menggali pola dan trend
yang bermanfaat yang berasal dari basis data
yang telah ada. Banyak perusahaan yang
telah menghabiskan dana milyaran rupiah
untuk mengumpulkan data dalam jumlah
besar akan tetapi tidak mendapatkan
keuntungan yang bernilai darinya. Padahal di
dalam data-data tersebut terkandung
sejumlah informasi yang berharga namun
keberadaannya masih tersembunyi pada
repositori data (Nasari & Sianturi, 2016).
Data mining juga dikenal dengan istilah
pattern recognition merupakan suatu metode
yang digunakan untuk pengolahan data guna
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 128
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
menemukan pola-pola yang tersembunyi dari
sekumpulan data yang diolah. data hasil
olahan dengan data mining tersebut
kemudian akan menghasilkan suatu
informasi atau pun pengetahuan baru yang
bersumber dari data yang lama yang nantinya
akan berguna dalam pengambilan keputusan
di masa yang akan datang. (Wardhani, 2016).
Clustering
Clustering disebut pengelompokkan
sejumlah data atau objek kedalam cluster
(group) sehingga setiap cluster akan berisi
data yang semirip mungkin dan berbeda
dengan objek dalam cluster yang lainnya
(Putri, Kom, & Kom, 2015). Ada dua metode
clustering yang kita kenal, yaitu Hierarchy
dan Non Hierarchy (Putri et al., 2015). Salah
satu teknik pengelompokkan dalam data
mining adalah metode clustering.Pengertian
clustering keilmuan dalam data mining
adalah pengelompokan sejumlah data atau
objek ke dalam cluster (group) sehingga
setiap dalam cluster tersebut akan berisi data
yang semirip mungkin dan berbeda dengan
objek dalam cluster yang lainnya(NASARI
& SIANTURI, 2016). Metode clustering
yang mempunyai sifat efesien dan cepat yang
dapat digunakan salah satunya adalah metode
k-means, metode ini bertujuan untuk
membuat cluster objek berdasarkan atribut
menjadi k partisi (Wardhani, 2016).
Hierarchical clustering adalah suatu metode
pengelompokan data yang dimulai dengan
mengelompokan dua atau lebih objek yang
memiliki kesamaan paling dekat. Kemudian
proses diteruskan ke objek lain yang
memiliki kedekatan kedua (Bastian et al.,
2018).
K-Means
K-Means termasuk kedalam metode
pengumpulan data non-hierarchi atau metode
partisi data ke dalam dua kelompok atau
lebih. metode ini mengelompokan data
menjadi beberapa partisi dengan memasukan
data yang ber karakterisitik sama ke dalam
satu kelompok yang sama dan data yang
lainnya yang memiliki perbedaan karakter
akan dikelompokan ke dalam kelompok yang
sesuai dengan karakternya masing-masing
(Putri et al., 2015). K-Means merupakan
suatu metode pengujian komponen populasi
data dan mengelompokan data tersebut ke
dalam suatu kluster yang telah didefinisikan
tergantung dari jarak minimum antar
komponen populasi dengan masing-masing
pusat kluster (Agustina et al., 2013). K-
Means Clustering merupakan sebuah
konstanta dari sejumlah kluster yang
diinginkan, sedangkan Means atau dapat
didefinisikan sebagai cluster adalah suatu
nilai rata-rata dari sekumpulan populasi data.
Dengan kata lain K-Means Clustering dapat
didefinisikan sebagai suatu permodelan data
mining yang mengelompokan data ke dalam
suatu sistem partisi dan melakukan proses
pemetaan tanpa menggunakan supervisi
(Malik Rio Andika, 2018). Metode K-Means
Clustering mengelompokan dan memetakan
suatu populasi data ke dalam beberapa
kelompok kluster dimana tiap-tiap data dari
kelompok kluster memiliki karakteristik yang
sama dengan kelompoknya dan berbeda
dengan kelompok lainnya.
Algoritma dasar dari K- Means
Clustering dapat kita tentukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah cluster yang
diinginkan.
2. Memilih cluster secara random dan
mengelompokan data yang lainnya ke
dalam kluster-kluster tersebut
berdasarkan jarak terdekatnya.
3. Menghitung centroid/ rata-rata dari data
yang ada di hasilkan dari masing-
masing cluster.
4. Mengalokasikan kembali masing-
masing data ke dalam centroid/ rata-rata
kluster yang terdekat.
5. Ulangi langkah ke-3, apabila masih
ditemukan data yang berpindah cluster
sehingga menimbulkan perubahan nilai
centroid cluster.
E-Learning
E-learning merupakan suatu sistem
pembelajaran yang memanfaatkan media
teknologi informasi dengan tanpa melakukan
tatap muka langsung antara siswa dan guru.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 129
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Beberapa teori mendefinisikan E-Learning
sebagai berikut:
Menurut darmawan dalam (Bariah,
Rahadian, & Darmawan, 2017) menyebutkan
bahwa E-Learning merupakan salah satu
produk intergrasi Teknologi Informasi ke
dalam dunia pendidika adalah e-learning atau
pembelajaran elektronik.
Menurut michael dalam (Sudarmaji,
2016) menyebutkan bahwasannya E-
Learning merupakan Pembelajaran yang
disusun dengan tujuan menggunakan sistem
elektronik atau komputer sehingga mampu
mendukung proses pembelajaran.
Chandrawati dalam (Sudarmaji, 2016)
menyebutkan bahwasannya E-Learning
merupakan Proses pembelajaran jarak jauh
dengan menggabungkan prinsip-prinsip
dalam proses pembelajaran dengan teknologi
Menurut Ardiyansyah dalam (Sudarmaji,
2016) menyebutkan bahwa E-Learning
merupakan Sistem pembelajaran yang
digunakan sebagai sarana untuk proses
belajar mengajar yang dilaksanakan tanpa
harus bertatap muka secara langsung antara
dosen dengan mahasiswa.
Sejarah E-Learning pertama kali
diperkenalkan oleh University of Illionis di
Urbana-Champaign dengan menggunakan
Computer Assisted Instruction dan komputer
bernama PLATO. Berikut perkembangan E-
Learning dari tahun ke tahun:
1. Pada tahun 1990 merupakan masa
Computer Based Training(CBT) dimana
mulai bermunculan aplikasi E-Learning
yang bersifat stand alone.
2. Tahun 1994 program E-learning
berbasis CBT mulai bermunculan dalam
bentuk paket-paket yang lebih menarik
dan diproduksi secara masal.
3. Tahun 1997 seiring berkembangnya
teknologi internet maka munculah
Learning Management System(LSM).
Perkembangan LMS sebagai aplikasi e-
learning berkembang secara pesat, baik
untuk pembelajaran maupun untuk
administrasinya.
METODE PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini
diambil dari hasil perkuliahan e-learning
mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi
dan Komputer (PTIK) yang diadakan di
Universitas BSI kampus Bogor selama
periode semester ganjil 2018/2019. Data
yang diambil berupa nilai hasil perkuliahan
dan riwayat aktivitas mahasiswa(log
activity). Jumlah record yang diambil
sebanyak 109 record dengan field yang
digunakan yaitu NIM, Nama, Jumlah Log
dan Total Nilai.
Analisis Data
Proses mencari serta menyusun data
secara sistematis yang telah didapat dari
repositori yang ada. Dilanjutkan dengan
menjabarkan ke dalam beberapa unit,
melakukan sintesa, mulai menyusun pola dan
kemudian membuat kesimpulan yang mudah
dipelajari bagi diri sendiri maupun orang
lain. Data pada penelitian ini bersifat
kualitatif dimana, analisis dilakukan dengan
cara mengelompokkan data.
Studi Literatur
Studi literatur yang digunakan untuk
melengkapi pengetahuan dasar seperti teori
yang berasal dari jurnal, buku maupun
penelitian-penelitian sebelumnya.
PEMBAHASAN
Implementasi Algoritma K-Means
Umumnya kinerja metode K-Means
secara berurutan adalah sebagai berikut
seperti pada gambar 1 dibawah yang
merupakan diagram alur dari metode K-
Means yang digunakan dalam pengklusteran
antara nilai mahasiswa dan jumlah riwayat
aktivititas.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 130
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Gambar 1. Alur Implementasi Algoritma K-
Means
Pada gambar diatas dijelaskan bahwa
dalam proses pengklusteran langkah pertama
yang harus ditentukan adalah dengan
menentukan jumlah kluster yang akan dibuat.
Langkah selanjutnya yaitu menentukan
centroid atau pusat kluster dengan memilih
beberapa data yang nantinya akan dijadikan
centroid dari masing-masing kluster.
Langkah selanjutnya yaitu dengan
menghitung jarak dari tiap-tiap data dengan
masing-masing centroid cluster yang telah
ditentukan tadi. Selanjutnya kita kelompokan
masing-masing data dengan centroid cluster
yang terdekat. Setelah data berhasil
dikelompokan maka kita hitung kembali titik
centroid nya dengan jumlah anggota kluster
yang baru. Ketika ditemukan adanya
perubahan pada anggota kluster maka kita
ulangi lagi langkah perhitungan jarak antara
data dengan centroid yang baru sampai
dengan tidak adanya lagi perubahan pada
anggota cluster. Jika sudah tidak ada lagi
perubahan pada anggota kluster maka proses
pengklusteran tersebut dinyatakan telah
selesai.
Berikut ini merupakan data yang akan
diproses pengelompokan klusternya, berupa
hasil perkuliahan e-learning dan riwayat
aktivitas perkuliahannya(log).
Tabel 1. Data Ditentukan Klusternya
KODE JUMLAH
NILAI LOG
M1 580 223
M2 640 505
M3 373 139
M4 640 225
M5 667 341
M6 650 449
M7 553 161
M8 543 298
M9 0 0
... ... ...
M71 680 453
M72 590 396
M73 697 266
M74 700 457
M75 697 268
M76 697 324
M77 623 264
M78 693 412
M79 680 368
... ... ...
M102 697 318
M103 550 263
M104 577 271
M105 590 387
M106 507 394
M107 577 354
M108 237 186
M109 577 286
Berdasarkan objek data yang ada pada
tabel 1, langkah awal klustering dengan
menentukan pusat-pusat klusternya (centroid
cluster), penentuan centroid cluster tersebut
dilakukan secara acak/ random. Selanjutnya
dilakukan langkah-langkah perhitungan
sebagai berikut:
Penentuan Pusat Awal Cluster
Tabel 2. Titik Pusat Awal Cluster
C1(M4) C2(M73) C3(M104)
640 697 577
225 266 271
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 131
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Perhitungan Jarak Pusat Cluster
Menghitung jarak antara data dengan
pusat awal cluster menggunakan persamaan
Euclidean Distance pada gambar V dibawah
sebagai berikut :
√∑
Dimana:
= pusat cluster
= data
Berdasarkan persamaan diatas, maka
hasil perhitungan nilai matrik jarak antara
data dengana tiap-tiap pusat cluster adalah
sebagai berikut :
Jarak Data ke-1 ke pusat cluster
C1 = √(580-640)2 + (223-225)
2 = 60,03
C2 = √(580-696)2 + (223-266)
2 = 124,34
C3 = √(580-676)2 + (223-271)
2 = 48,12
Jarak Data ke-2 ke pusat cluster
C1 = √(640-640)2 + (505-225)
2 = 280,00
C2 = √(640-696)2 + (505-266)
2 = 245,63
C3 = √(640-676)2 + (505-271)
2 = 242,42
Jarak Data ke-3 ke pusat cluster
C1 = √(373-640)2 + (139-225)
2 = 280,19
C2 = √(373-696)2 + (139-266)
2 = 347,39
C3 = √(373-676)2 + (139-271)
2 = 242,43
Dan seterusnya dilanjutkan menghitung
untuk data ke- 4.......N terhadap pusat awal
cluster hingga didapatkan matrik jarak.
Pengelompokkan Data
Setelah dilakukan perhitungan jarak
antar data dengan tiap-tiap pusat cluster
maka dapat ditentukan anggota dari masing-
masing kluster berdasarkan jarak
terdekatnya.
Pada penelitian ini iterasi yang
dihasilkan sebanyak 10(sepuluh) iterasi
untuk mendapatkan keanggotaan kluster
secara optimal dengan hasil ahir keanggotaan
kluster sebagai berikut:
C1: Data M1, M4, M7, M8, M11, M14,
M16, M19, M20, M26, M29,
M30, M33, M34, M35, M39,
M45, M49, M51, M54, M55,
M57, M61, M64, M65, M70,
M72, M77, M82, M84, M88,
M92, M95, M96, M97, M100,
M103, M104, M105, M106,
M107, dan M109.
C2: Data M2, M5, M6, M10, M12, M13,
M15, M17, M18, M22, M24,
M25, M28, M31, M32, M37,
M40, M43, M44, M46, M47,
M48, M50, M53, M56, M58,
M59, M60, M62, M67, M69,
M71, M73, M74, M75, M76,
M78, M79, M80, M81, M83,
M85, M86, M87, M89, M90,
M91, M94, M98, M99, M101,
dan M102.
C3: Data M3, M9, M21, M23, M27, M36,
M38, M41, M42, 52, M63, M68,
M93, dan M108.
Penentuan Pusat Cluster Akhir
Setelah ditemukan anggota akhir dari
masing-masing kluster maka dapat
ditentukan centroid akhir dari masing-masing
cluster yaitu :
Tabel 3. Pusat Cluster Akhir
C1 C2 C3
557,7776 675,5353 172,8571
336,8571 385,3396 87,64286
Implementasi pada Rapid Miner
Dalam menggunakan pemodelan K-
Means clustering dengan inisialisasi jumlah
cluster sebanyak 3 buah maka didapatkan
hasil dengan cluster yang terbentuk adalah 3,
dimana jumlah cluster 0 ada 53 items, cluster
1 ada 42 items, cluster 2 ada 14 items dengan
total jumlah data adalah 109 seperti pada
gambar dibawah ini.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 132
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Gambar 2. Hasil data cluster K-Means dalam
implementasi Rapid Miner
Pada gambar berikut ini terdapat titik
centroid cluster yang dihasilkan.
Gambar 3. Hasil perhitungan antara jarak
cluster dan centroid
Pada gambar berikutnya digambarkan
penyebaran titik-titik cluster dari masing-
masing data dengan 3 kluster yang dibentuk.
Gambar 4.
Hasil pengelompokkan Clustering K-Means
Berdasarkan proses Clustering K-
Means dengan Rapid Miner pada gambar 5
diperoleh sejumlah perilaku mahasiswa
dalam mengikuti perkuliahan berbasis E-
learning antara lain:
1. kelompok mahasiswa dengan jumlah
aktifitas yang banyak dan mendapatkan
nilai yang tinggi diwakili dengan titik
hijau.
2. Kelompok mahasiswa dengan jumlah
aktifitas yang sedang dan mendapat nilai
perkuliahan yang tinggi diwakili dengan
titik biru.
3. Kelompok mahasiswa dengan jumlah
aktifitas sedikit dan mendapatkan nilai
yang rendah diwakili dengan titik merah.
PENUTUP
Setelah dilakukan proses
pengklusteran dengan metode k-means
diperoleh sejumlah perilaku mahasiswa E-
learning dengan pembagian 3 kluster yaitu
mahasiswa dengan jumlah aktifitas yang
banyak dan mendapatkan nilai tinggi,
mahasiswa dengan aktifitas yang sedang dan
mendapatkan nilai tinggi dan mahasiswa
dengan jumlah aktifitas sedikit dan
mendapatkan nilai yang rendah.
Untuk mengetahui pola-pola dan
perilaku yang dilakukan para pelaku E-
learning lainnya perlu dilakukan penelitian
lajutan dengan mengolah data-data lainnya
yang dihasilkan dari proses pembelajaran E-
learning.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, S., Yhudo, D., Santoso, H.,
Marnasusanto, N., Tirtana, A., &
Khusnu, F. (2013). CLUSTERING
KUALITAS BERAS BERDASARKAN
CIRI FISIK MENGGUNAKAN
METODE K-MEANS Algoritma.
Awoyelu, I. O. (2016). Modeling and
Simulation of K-Means Clustering
Learning Object Adaptability Model for
Selecting Materials in E-Learning.
141(1), 10–18.
Bansal, A. (2017). Improved K-mean
Clustering Algorithm for Prediction
Analysis using Classification Technique
in Data Mining. 157(6), 35–40.
Bariah, S. H., Rahadian, D., & Darmawan,
D. (2017). Smart content learning
dengan menggunakan metode big data
analysis pada mata kuliah media
pembelajaran ilmu komputer. Jurnal
Teknologi Pendidikan Dan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 133
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Pembelajaran, 2(1), 222–233.
Bastian, A., Sujadi, H., Febrianto, G., Studi,
P., Informatika, T., Majalengka, U., …
No, M. (2018). No Title. PENERAPAN
ALGORITMA K-MEANS CLUSTERING
ANALYSIS PADA PENYAKIT
MENULAR MANUSIA (STUDI KASUS
KABUPATEN MAJALENGKA) Ade, (1),
26–32.
Fitriyani, F. (2018). Metode Bagging Untuk
Imbalance Class Pada Bedah Toraks
Menggunakan Naive Bayes. Jurnal
Kajian Ilmiah, 18(3), 278-282.
Kaur, M. (2013). Cluster Analysis of
Behavior of E-learners. (2), 344–346.
Malik Rio Andika, et all. (2018).
PERBANDINGAN ALGORITMA K-
MEANS CLUSTERING DENGAN
FUZZY C- MEANS DALAM
MENGUKUR TINGKAT KEPUASAN
TERHADAP TELEVISI Latar
Belakang Masalah Media Televisi
Dakwah Surau TV merupakan sebuah
media penyiaran yang menyajikan
siaran seputar Agama Islam . Media ini.
RABIT, 3(1), 10–21.
NASARI, F., & SIANTURI. (2016).
Penerapan Algoritma K-Means
Clustering Untuk Pengelompokkan
Penyebaran Diare Di Kabupaten
Langkat. 108–119.
Nelfianti, F., Yuniasih, I., & Wibowo, A. I.
(2018). Pengaruh Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Karyawan YPI
Cempaka Putih Jakarta. Jurnal Kajian
Ilmiah, 18(2), 120-128.
Putri, D. E., Kom, S., & Kom, M. (2015).
METODE NON HIERARCHY
ALGORITMA K-MEANS DALAM
MENGELOMPOKKAN TINGKAT
KELARISAN BARANG ( STUDI
KASUS : KOPERASI KELUARGA
BESAR SEMEN PADANG ).
1(Senatkom).
Saputra, E. P., & Hamid, A. (2019). Fitur
Seleksi Atribut Hasil Kelulusan
Mahasiswa Elearning Berdasarkan Log
Dengan Neural Network. Jurnal Kajian
Ilmiah, 19(1), 24.
https://doi.org/10.31599/jki.v19i1.318
Sudarmaji. (2016). Migrasi dan Optimalisasi
Database Sistem Informasi berbasis E-
Learning Program Diploma III
Manajemen Informatika Universitas
Muhammadiyah Metro. (Kampus 3).
Wardhani, anindya khrisna. (2016). ( K-
MEANS ALGORITHM
IMPLEMENTATION FOR
CLUSTERING OF PATIENTS
DISEASE IN KAJEN CLINIC OF
PEKALONGAN ) Anindya Khrisna
Wardhani Magister Sistem Informasi
Universitas Diponegoro. 14, 30–37.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 134
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Pengaruh Kemanfaatan dan Kemudahan dalam
Penerimaan Aplikasi M-Students UBSI
Ahmad Hafidzul Kahfi1, Muhamad Hasan
2, Dwiza Riana
3
1STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
2STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
3STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
ABSTRAK - Aplikasi seluler pada dasarnya cenderung lebih menginginkan informasi cepat
dan tepat dalam mendapatkan informasi, mudah dalam mengakses, praktis dan efisien serta
efektivitas yang berdampak pada peningkatan produktivitas. Dalam hal ini, beberapa
perguruan tinggi juga memanfaatkan aplikasi seluler sebagai media informasi untuk para
mahasiswa. Salah satunya yaitu Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) yang membuat
sebuah aplikasi yang bernama M-Students UBSI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan aplikasi M-Students UBSI dapat
diterima oleh penggunanya. Metode yang digunakan yaitu TAM (Technology Acceptance
Model) dengan variabel persepsi kemanfaatan, persepsi kemudahan dan penerimaan
teknologi. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel persepsi kemanfaatan dan persepsi kemudahan terhadap penerimaan Aplikasi M-
Students UBSI. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembang aplikasi untuk
melihat faktor atau pengaruh yang dibutuhkan dalam penerimaan aplikasi M-Students UBSI.
Kata Kunci : Sistem Informasi Akademik, Aplikasi Selular, TAM, Kemanfaatan,
Kemudahan
ABSTRACT – Mobile applications basically tend to want information quickly and precisely
in getting information, easy to access, practical and efficient and effectiveness that has an
impact on increasing productivity. In this case, several universities also use mobile
applications as information media for students. One of them is University of Bina Sarana
Informatika (UBSI) which makes an application called M-Students UBSI. The purpose of this
study is to find out what factors influence the acceptance of M-Students UBSI applications
that can be accepted by users. The method used is TAM (Technology Acceptance Model) with
the variables of perceived usefulness, perceived ease and acceptance of technology. The
results showed that there was a significant influence between the variables of perceived
usefulness and perceived ease of acceptance of M-Students UBSI Applications. This research
is expected to help application developers to see the factors or influences needed in accepting
M-Students UBSI applications.
Keywords : Academic Information System, Mobile Application, TAM, Usefulness, Easy
Naskah diterima: 19 Feb 2019, direvisi: 21 Mar 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan
teknologi informasi di bidang aplikasi mobile
pada dasarnya cenderung lebih
menginginkan informasi cepat dan tepat
dalam mendapatkan informasi, mudah dalam
mengakses, praktis dan efisien serta
efektivitas yang berdampak pada
peningkatan produktivitas. Pemanfaatan
teknologi informasi merupakan sarana
penunjang atau pendorong dalam mencapai
tujuan organisasi. Pemanfaatan teknologi
informasi dapat dilakukan secara efektif jika
anggota dalam organisasi memiliki
kemampuan dan keahlian dalam
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 135
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
menggunakan teknologi tersebut dengan baik
(Aji, Puspitasari, & Mudrikah, 2017) .
Bagi sebuah organisasi, sistem
informasi berfungsi sebagai alat bantu untuk
pencapaian tujuan organisasi melalui
penyediaan informasi. Kesuksesan sebuah
sistem informasi tidak hanya ditentukan oleh
bagaimana sistem dapat memproses masukan
dan menghasilkan informasi dengan baik,
tetapi juga bagaimana pengguna mau
menerima dan menggunakannya, sehingga
mampu mencapai tujuan organisasi (Susanto,
Sudarmawan, & Marco, 2013). Dalam hal
ini, beberapa perguruan tinggi juga
memanfaatkan aplikasi mobile sebagai media
informasi untuk para mahasiswa. Salah
satunya yaitu Universitas Bina Sarana
Informatika yang membuat sebuah aplikasi
yang bernama M-Students UBSI yang di
implementasikan pada tahun 2017.
M-Students UBSI merupakan aplikasi
akademik yang diperuntukkan untuk
mahasiswa Universitas Bina Sarana
Informatika untuk mendapatkan informasi
terkait perkuliahan maupun akademis.
Aplikasi M-Students UBSI ini berjalan pada
sistem android atau yang lebih dikenal
dengan aplikasi berbasis mobile yang dapat
di unduh di aplikasi playstore maupun
appstore.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi penerimaan aplikasi
M-Students UBSI dapat diterima oleh
pengguna, yakni mahasiswa, sejak
dimunculkannya aplikasi tersebut agar
pengembang aplikasi dapat mengetahui hal
apa saja yang perlu ditingkatkan bila ditinjau
dari faktor persepsi kemanfaatan dan persepsi
kemudahan. Proses penerimaan aplikasi M-
Students UBSI dapat dianalisis dengan
menggunakan metode Technology
Acceptance Model (TAM).
LANDASAN TEORI
Mobile Application
Menurut Irwansyah & Moniaga
(2016) “Mobile Application adalah aplikasi
perangkat lunak yang dibuat khusus untuk
dijalankan di dalam tablet dan juga
smartphone”.
Sedangkan menurut Irsan (2015)
“Aplikasi Mobile adalah perangkat lunak
yang berjalan pada perangkat mobile seperti
smartphone atau tablet PC”.
Jadi bisa disimpulkan bahwa mobile
application adalah sebuah aplikasi perangkat
lunak yang hanya dapat digunakan pada
perangkat smartphone dan tablet PC.
Aplikasi Mobile juga dikenal sebagai
aplikasi yang dapat diunduh dan memiliki
fungsi tertentu sehingga menambah
fungsionalitas dari perangkat mobile itu
sendiri.
Aplikasi M-Students UBSI
M-Students UBSI adalah sebuah
aplikasi mobile yang berfungsi sebagai media
untuk memberikan informasi akademik
kepada mahasiswa UBSI, mulai dari data
pribadi, nilai, pengajuan surat keterangan,
jadwal kuliah, jadwal dosen, dan kalender
akademik. Selain itu, terdapat pula informasi
mengenai kegiatan mahasiswa seperti
seminar, worskhop serta informasi mengenai
tugas akhir. Aplikasi M-Students UBSI ini
berjalan pada sistem android atau yang lebih
dikenal dengan aplikasi berbasis mobile yang
dapat di unduh di aplikasi playstore maupun
appstore.
Gambar 1. Beranda Aplikasi M-Students
UBSI
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 136
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa pada
beranda aplikasi M-Students UBSI terdapat
beberapa menu, diantaranya Nilai
Mahasiswa, Data Mahasiswa, dan Info
Akademik.
TAM (Technology Acceptance Model)
TAM merupakan salah satu jenis teori
yang menggunakan pendekatan teori perilaku
yang banyak digunakan untuk mengkaji
proses adopsi teknologi informasi
(Fatmawati, 2015).
TAM merupakan salah satu jenis teori
yang menggunakan pendekatan teori perilaku
(behavioral theory) yang banyak digunakan
untuk mengkaji proses adopsi teknologi
informasi. Bagaimanapun yang namanya
model yang bagus itu tidak hanya
memprediksi, namun idealnya juga harus
bisa menjelaskan. Model TAM dan
indikatornya memang sudah teruji dapat
mengukur penerimaan teknologi. Dengan
demikian menggunakan TAM maka akan
mampu menjelaskan mengapa aplikasi M-
Students UBSI yang digunakan bisa diterima
atau tidak oleh pengguna.
Sesuai dengan istilah TAM, bahwa
“A” singkatan dari “Acceptance” artinya
penerimaan. Sehingga bisa dikatakan bahwa
TAM merupakan suatu model analisis untuk
mengetahui perilaku pengguna akan
penerimaan teknologi. TAM merupakan
suatu teori sistem informasi yang modelnya
bagaimana pengguna datang untuk menerima
dan menggunakan teknologi.
Per
Gambar 2. Model Penerimaan Teknologi Sumber : Kharismaya, Dewi, Arisawati, &
Handayanna, (2017)
Gambar 2 menunjukan model
penerimaan teknologi untuk aplikasi M-
Students UBSI yang dipengaruhi oleh
persepsi kemanfaatan dan persepsi
kemudahan.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan metode
penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini
menggunakan 2 variabel independen, yaitu:
persepsi kemanfaatan (perceived usefulness),
persepsi kemudahan (perceived easy of use)
dan 1 variabel dependen, yaitu: penerimaan
terhadap TI (Acceptanceof IT).
Penelitian ini dimulai dari proses
pengumpulan data dengan menggunakan
kuesioner yang diisi oleh responden melalui
aplikasi google form, kemudian dilakukan
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas terhadap
kuesioner tersebut. Selanjutnya setelah
kuesioner dianggap valid dan reliabel, maka
dilakukan analisis data untuk menguji
pengaruh kedua variabel penentu penerimaan
teknologi dengan menggunakan Regresi
Linear Sederhana dan dilanjutkan dengan
analisis-analisis, yaitu:
1) Uji F, merupakan uji koefisien regresi
secara bersama-sama untuk menguji
signifikansi pengaruh beberapa variabel
independen terhadap dependen.
2) Uji t, untuk mengetahui apakah secara
parsial variabel kemanfaatan dan kemudahan
berpengaruh secara signifikan atau tidak
terhadap variabel penerimaan sistem.
3) Koefisien determinasi, bertujuan untuk
mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel
dependen.
Perhitungan analisis ini menggunakan
software SPSS 23.0.
Persepsi Kenudahan
Penggunaan (Perceived
Ease Of Use)
Persepsi Kemanfaatan
(Perceived Usefulness)
Penerimaan TI
(Acceptance Of IT)
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 137
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Gambar 3. Metode Penelitian Penerimaan
Aplikasi M-Students UBSI
Pada Gambar 3 menjelaskan tentang
alur penelitian yang dimulai dari proses
profiling, dilanjutkan dengan uji validitas dan
reliabilitas sampai didapatkan model regresi.
Dari model regresi ada beberapa pengujian,
yaitu uji F, uji T dan uji koefisien
determinasi.
PEMBAHASAN
Data Demografi
Data demografi responden pada
penelitian ini, diklasifikasikan berdasarkan
jenis kelamin, jurusan, dan semester.
Berdasarkan data pada tabel tersebut, seluruh
responden berkontribusi 100% terhadap
penelitian ini.
Tabel 1. Profil Responden Penelitian
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 46 46%
Perempuan 54 54%
Total 100 100%
Program Studi Jumlah Persentase
Sistem Informasi 42 42%
Sistem Informasi
Akuntansi
58 58%
Total 100 100%
Semester Jumlah Persentase
I 31 31%
III 41 41%
V 28 28%
Total 100 100%
Tabel 1 menunjukan profile data
responden yang diperoleh dari mahasiswa
Fakultas Teknologi Informasi Program Studi
Sistem Informasi dan Sistem Informasi
Akuntansi semester I, III dan V pada
Universitas Bina Sarana Informatika.
Uji Validitas
Jika rhitung > rtabel, maka
pernyataan tersebut dapat dinyatakan valid.
Hasil pengujian validitas untuk setiap
variabel ditampilkan pada tabel berikut.
Persepsi Kemanfaatan
Terdapat tiga butir pernyataan yang
ditunjukan oleh rhitung. Pada Tabel 2 seluruh
skor rhitung menunjukan lebih besar dari
rtabel sebesar 0,195. Hal ini menunjukan
bahwa setiap pernyataan yang diukur pada
variabel persepsi kemanfaatan adalah valid.
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Persepsi
Kemanfaatan No Rhitung Rtabel Kesimpulan
1 0,859 0,195 Valid
2 0,528 0,195 Valid
3 0,835 0,195 Valid
Persepsi Kemudahan
Pada persepsi kemudahan terdapat
tiga butir pernyataan yang ditunjukan oleh
rhitung. Tabel 3 menunjukan seluruh skor
rhitung lebih besar dari rtabel sebesar 0,195.
Hal ini menunjukan bahwa setiap pernyataan
yang diukur pada variabel persepsi
kemudahan adalah valid.
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Persepsi
Kemudahan No Rhitung Rtabel Kesimpulan
1 0,934 0,195 Valid
2 0,926 0,195 Valid
3 0,760 0,195 Valid
Penerimaan Teknologi
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 138
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Pada Tabel 4 seluruh skor rhitung
menunjukan lebih besar dari rtabel sebesar
0,195. Hal ini menunjukan bahwa setiap
pernyataan yang diukur pada variabel
penerimaan teknologi adalah valid.
Tabel 4. Hasil Uji Validitas Penerimaan
Teknologi No Rhitung Rtabel Kesimpulan
1 0,879 0,195 Valid
2 0,818 0,195 Valid
3 0,760 0,195 Valid
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dari setiap variabel
yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode Cronbach’s Alpha.
Pengujian instrumen dinyatakan reliabel, jika
harga koefisien reliabilitas > 0,60.
Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Cronbach’s
Alpha
Cronbach’s
Alpha yang
disyaratkan
Kriteria
X1 0,608 0,60 Reliabel
X2 0,850 0,60 Reliabel
Y 0,738 0,60 Reliabel
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa
variabel X1, X2 dan Y memiliki Cronbach’s
Alpha lebih besar dari 0,60 yang artinya data
sudah reliabel. Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Bentuk Model Regresi Linear
Berganda dapat dijelaskan pada Tabel 6
berikut.
Tabel 6. Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Model
Unstandardized
Coefficients
Standar
dized
Coeffici
ents t Sig.
B Std.
Error Beta
(Constant) 3,873 1,379 2,809 ,006
Persepsi
Kemanfaatan ,290 ,188 ,213 1,542 ,126
Persepsi
Kemudahan ,211 ,120 ,242 1,753 ,083
Berdasarkan Tabel 6 diatas, maka
diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 3,873 + 0,290X1 + 0,211X2
Dengan X1 = persepsi kemanfaatan, dan
X2 = persepsi kemudahaan dari persamaan
regresi tersebut memiliki arti sebagai berikut:
a. Nilai konstanta (a) sebesar 3,873, artinya
jika semua variabel independen
kemanfaatan persepsian (X1), kemudahan
persepsian (X2) sama dengan nol (0),
maka penerimaan aplikasi bernilai 3,873.
b. Nilai koefisien regresi variabel
kemanfaatan (X1) 0,290 artinya setiap
peningkatan kemanfaatan aplikasi M-
Students UBSI sebesar satu satuan akan
meningkatkan penerimaan aplikasi
sebesar 0,290 dengan asumsi variabel lain
bernilai tetap.
c. Nilai koefisien regresi variabel
kemudahan (X2) bernilai 0,211 yang
artinya setiap peningkatan kemudahan
aplikasi M-Students UBSI sebesar satu
satuan akan meningkatkan penerimaan
aplikasi sebesar 0,101 dengan asumsi
variabel yang lain bernilai tetap. Hasil Uji Hipotesis
Hasil Uji F
Uji F merupakan uji koefisien regresi
secara bersama-sama untuk menguji
signifikansi pengaruh beberapa variabel
independen terhadap dependen. Dalam hal
ini peran uji F untuk menguji signifikansi
pengaruh kemudahan dan kemanfaatan
terhadap penerimaan aplikasi. Kriteria
pengujian uji F sebagai berikut:
a. Jika, Fhitung > Ftabel maka regresi
memiliki keberartian (signifikan)
sedangkan bila Fhitung < Ftabel maka
regresi tidak memiliki signifikansi.
b. Berdasarkan nilai probabilitas signifikansi, apabila nilai probabilitas
signifikansi > 0,05 maka dinyatakan tidak
memiliki keberartian atau tidak
signifikan, sedangkan jika nilai
probabilitas signifikansi < 0,05 maka
regresi memiliki signifikansi.
Pengujian Hipotesis:
a. Ho : Tidak terdapat pengaruh secara
signifikan antara persepsi kemanfaatan
(perceived usefulness) dan persepsi
kemudahan (perceived ease of use)
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 139
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
terhadap penerimaan aplikasi M-
Students UBSI.
b. Ha : Terdapat pengaruh secara
signifikan antara persepsi kemanfaatan
(perceived usefulness) dan persepsi
kemudahan (perceived ease of use)
terhadap penerimaan aplikasi M-
Students UBSI.
Tabel 7. Hasil Uji F
Model Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Regression 47,353 2 23,677 10,672 ,000b
Residual 215,207 97 2,219 Total 262,560 99
Berdasarkan Tabel 7 diperoleh nilai
Fhitung sebesar 10,672 dan nilai Ftabel
sebesar 3,110 yang berarti Fhitung > Ftabel
atau 10,672 > 3,110. Hasil ini menunjukan
bahwa terdapat pengaruh secara signifikan
antara persepsi kemanfaatan dan persepsi
kemudahan terhadap penerimaan aplikasi M-
Students UBSI. Selain itu, dapat dilihat
berdasarkan nilai signifikansi sebesar 0,000 <
0,05 maka, dapat dikatakan koefisien regresi
signifikan.
Hasil Uji T
Uji t digunakan untuk mengetahui
apakah secara parsial persepsi kemanfaatan
dan persepsi kemudahan berpengaruh secara
signifikan atau tidak terhadap variabel
penerimaan aplikasi.
Tabel 8. Hasil Uji T
Model t Sig.
(Constant) 2,809 ,006
Persepsi Kemanfaatan
1,542 ,126
Persepsi Kemudahan
1,753 ,083
Dari Tabel 8 dapat dianalisa sebagai
berikut:
Kriteria pengujian uji T:
a. Jika nilai sig < 0,05 atau thitung >
ttabel maka terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel X terhadap
variabel Y.
b. Jika nilai sig > 0,05 atau thitung <
ttabel maka tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara variabel X
terhadap variabel Y.
Pengujian Hipotesis:
Ho : Tidak terdapat pengaruh secara
signifikan antara persepsi
kemanfaatan (perceived
usefulness) terhadap penerimaan
aplikasi M-Students UBSI.
Ha : Terdapat pengaruh secara
signifikan antara persepsi
kemudahan (perceived ease of use)
terhadap penerimaan aplikasi M-
Students UBSI.
Hasil Analisis
a. Berdasarkan perhitungan SPSS, untuk
nilai thitung X1 adalah 1,542 dan nilai
ttabel sebesar 1,988 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,05. Hasil ini
menunjukan perbandingan antara thitung
dengan ttabel yaitu 1,542 < 1,988 dan
perbandingan tingkat signifikansi 0,126 >
0,05. Dapat diambil kesimpulan bahwa
variabel persepsi kemanfaatan tidak
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap penerimaan aplikasi M-Students
UBSI maka Ho ditolak.
b. Berdasarkan perhitungan SPSS, untuk
nilai thitung X2 adalah 2,146 dan nilai
ttabel sebesar1,661 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,05. Hasil ini
menunjukan perbandingan antara thitung
dengan ttabel yaitu 2,146 > 1,998 dan
perbandingan tingkat signifikansi 0,034 <
0,05. Dapat diambil kesimpulan bahwa
variabel persepsi kemudahan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
penerimaan aplikasi M-Students UBSI
maka Ha diterima. Koefisien Determinasi Simultan (R
2)
Koefisien determinasi bertujuan
untuk mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi antara
nol dan satu. Nilai koefisien determinasi
dapat dilihat pada Tabel 9.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 140
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Tabel 9. Hasil Uji Koefisien Determinasi Simultan
Model Summary
Model R R
Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 ,425a ,180 ,163 1,490
Tabel 9 menunjukan hasil
perhitungan dengan menggunakan program
SPSS. Dapat diketahui bahwa koefisien
determinasi (R Square) yang diperoleh
sebesar 0,180. Hal ini berarti 18%
penerimaan aplikasi M-Students UBSI dapat
dijelaskan oleh variabel persepsi
kemanfaatan dan persepsi kemudahan.
Sedangkan sisanya 82% dipengaruhi oleh
variabel-variabel lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sumbangan dari
variabel persepsi kemanfaatan dan
kemudahan terhadap penerimaan aplikasi M-
Students UBSI tergolong rendah, mengingat
aplikasi M-Students UBSI masih baru mulai
diterapkan tahun 2017 lalu, hal tersebut
menunjukkan bahwa, belum dirasakan betul
manfaat dan kemudahan penggunaan dari
aplikasi M-Students UBSI oleh pengguna.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan
diperoleh hasil bahwa sumbangan presentase
dari variabel persepsi kemanfaatan dan
persepsi kemudahan terhadap variabel
penerimaan teknologi M-Students UBSI
cenderung kecil, sehingga perlu diteliti
kembali dengan menambahkan variable lain.
Untuk penelitian selanjutnya,
diharapkan menambah jumlah sampel dan
variabel lain untuk hasil yang lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, R. P., Puspitasari, D. A., & Mudrikah, Y.
(2017). Analisis Penerimaan Mahasiswa
Terhadap Sistem Skripsi Online STMIK
Amikom Purwokerto Dengan Metode
Technology Acceptance Model, 238–
243.
Fatmawati, E. (2015). Technology
Acceptance Model (TAM) Untuk
Menganalisis Penerimaan Terhadap
Sistem Informasi Perpustakaan, 0(1), 1–
13.
Febriantanto, P. (2018). Implementasi
Kebijakan Program Relawan Demokrasi
Pada Pemilu 2014 Di KPU Kota
Yogyakarta. Jurnal Kajian
Ilmiah, 18(2), 137-145.
Irsan, M. (2015). Rancang Bangun Aplikasi
Mobile Notifikasi Berbasis Android
Untuk Mendukung Kinerja Di Instansi
Pemerintahan.
Irwansyah, E., & Moniaga, J. V. (2016).
Pengantar Teknologi Informasi.
Yogyakarta: Deepublish.
Kharismaya, C., Dewi, L. S., Arisawati, E.,
& Handayanna, F. (2017). Analisa
Kemanfaatan Dan Kemudahan
Terhadap Penerimaan Sistem Opac
Menggunakan Menggunakan Metode
TAM, (1), 37–47.
Ningrum, H. C. S., Jannati, M., Hajar, K., &
Kariyam, K. (2018). Penggunaan
Information and Communication
Technologies Dalam Pembelajaran
Jenjang SMP di Yogyakarta. Jurnal
Kajian Ilmiah, 18(2), 146-154.
Susanto, T., Sudarmawan, & Marco, R.
(2013). Evaluasi Terhadap Sistem
Informasi di STMIK AMIKOM
Menggunakan Technology Acceptance
Model ( TAM ), 143–146.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 141
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Kesiapan Indonesia Menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN: Sektor Pariwisata
Raden Parianom1, Nur Fitri Rahmawati
2
1Institut STIAMI, [email protected]
2Institut STIAMI, [email protected]
ABSTRAK - Studi ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
datangnya turis internasional ke Indonesia. Sehingga dapat menilai kesiapan Indonesia dalam
menghadapi MEA. Keberadaan Indonesia dalam ASEAN merupakan suau hal yang harus
dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Lebih Lanjut Indonesia telah sepakat
dengan negara ASEAN lainnya untuk membentuk MEA. Sehinga Indonesia harus
meningkatkan daya saing untuk berkompetisi dengan negara-negara ASEAN. Salah satu
sektor yang harus dicermati adalah sektor pariwisata. Sektor pariwisata menyumbang sebesar
sembilan persen terhadap pertumbuhan ekonomi dunia.. Studi ini menggunakan regresi data
panel 33 negara, baik negara ASEAN dan di luar ASEAN, pada periode 2011-2017, Hasil
regresi menunjukkan bahwa anggaran promosi kantor perwakilan RI di luar negeri,
pendapatan, nilai tukar, rasio CPI dengan CPI negara ASEAN dan jarak merupakan peran
penting secara statistik dalam menentukan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke
Indonesia.
Kata Kunci: Anggaran Promosi, Pariwisata, MEA
Abstract - This study aims to identify the factors that influence the arrival of international
tourists to Indonesia. So that it can assess Indonesia's readiness in the face of the MEA. The
existence of Indonesia in ASEAN is a matter that must be utilized to encourage economic
growth. Furthermore, Indonesia has agreed with other ASEAN countries to form MEA. So
that Indonesia must increase its competitiveness to compete with ASEAN countries. One
sector that must be observed is the tourism sector. The tourism sector contributes nine
percent to the growth of the world economy. This study uses panel data regression of 33
countries, both ASEAN countries and outside ASEAN, in the period 2011-2017, Regression
results indicate that the promotion budget of Indonesian representative offices abroad,
income, exchange rate, CPI ratio with ASEAN country CPI and distance are statistically
important roles in determining the number of foreign tourists coming to Indonesia.
Keywords: Promotion Budget, Tourism, ASEAN Economic Community
Naskah diterima: 4 Mar 2019, direvisi: 20 Mar 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
PENDAHULUAN
Perkembangan perekenomian dunia
sangatlah cepat. Hal ini membuat Indonesia
harus siap untuk menghadapi persaingan
yang ketat dengan negara lain. Meningkatkan
daya saing Indonesia agar dapat bersaing
dengan negara-negara dalam kawasan.
Indonesia adalah negara yang
tergabung dalam ASEAN. ASEAN adalah
organisasi geo politik dan ekonomi dari
negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Negara-negara yang tergabung dalam
ASEAN banyak melakukan perjanjian-
perjanjian untuk mendorong
pembangunannya (Tobing, 2018), keamanan
regional dan kestabilan politik. Salah satu
perjanjian adalah Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA).
MEA sejatinya merupakan pasar
tunggal dan basis produksi. Ada lima
komponen utama dalam pembentukan pasar
tunggal dan basis produksi ASEAN. Pertama,
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 142
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
arus bebas barang. Kedua, arus bebas jasa.
Ketiga, arus bebas investasi. Keempat, arus
bebas modal. Kelima, arus bebas tenaga kerja
terampil. Selain lima komponen utama
tersebut, MEA juga memiliki memiliki empat
pilar utama sebagai penopang dasar
terbentuknya MEA. Pertama, pasar tunggal
dan basis produksi. Kedua, ekonomi regional
yang kompetitif. Ketiga,
pembangunan ekonomi yang adil. Keempat,
integrasi ASEAN terhadap ekonomi global
(Andriani & Fatimah, 2018).
Indonesia punya potensi menjadi
regional champion dalam MEA. Dalam
menghadapi ASEAN Economic Community,
pemerintah Indonesia harus melakukan
langkah-langkah strategis agar tidak menjadi
negara pemasaran bagi produk-produk luar
negeri. Sedangkan untuk investasi, negara
lain lebih memilih untuk investasi di negara
yang pelaksanaan usahanya sudah meningkat
diantaranya Thailand, Malaysia, Vietnam dan
Brunei Darussalam.
Kesiapan Indonesia, dalam MEA,
bukan hanya dari sisi ekonomi namun juga
harus diperhatikan dalam sisi pariwisata.
Pariwisata Indonesia juga mempunyai daya
tarik bagi wisatawan lokal dan macanegara.
Sektor pariwisata merupakan salah satu
sektor yang memiliki kontribusi terbesar
terhadap perekonomian dunia secara global.
Sektor pariwisata menyumbang sebesar
sembilan persen terhadap pertumbuhan
ekonomi dunia (UNWTO 2014). Pada abad
ke-21 ini sektor pariwisata pertumbuhannya
semakin pesat dari tahun ke tahun. Hal
tersebut dibuktikan dengan peningkatan
jumlah kunjungan wisatawan internasional
secara signifikan dari 1087 juta orang di
tahun 2013 meningkat menjadi 1133 juta
orang di tahun 2014 (UNWTO 2014). Selain
itu sektor pariwisata juga pada umumnya
mendominasi ekspor barang dan jasa, yaitu
sebesar enam persen dari total ekspor dunia
(UNWTO 2014).
Sektor pariwisata menjadi salah satu
sektor terpenting terhadap pertumbuhan
perekonomian serta pembangunan suatu
negara. Aktivitas dari sektor pariwisata
sangat berpengaruh terhadap pendapatan
negara, terutama pengaruhnya terhadap
devisa negara dan pendapatan pajak bagi
negara. Selain itu, aktivitas sektor pariwisata
juga membuka peluang lapangan pekerjaan
yang cukup luas.
Perkembangan sektor pariwisata
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Setidaknya
ada dua faktor yang sangat berpengaruh yaitu
teknologi dan transportasi. Kemudahan
mengakses internet sebagai salah satu bukti
kemajuan teknologi mempermudah para
wisatawan untuk mendapatkan informasi
tentang deskripsi dan informasi tujuan
destinasi wisata. Dengan kemajuan teknologi
juga para wisatawan dapat melakukan
transaksi online untuk kebutuhan pariwisata
mereka, seperti pemesanan tiket pesawat,
pemesanan hotel, biro jasa pemandu, agen
wisata, dan lain-lain. Selain teknologi,
berkembangnya transportasi terutama moda
transportasi udara juga sangat berpengaruh
terhadap perkembangan sektor pariwisata.
Saat ini banyak sekali maskapai-maskapai
penerbangan domestik maupun mancanegara
yang menawarkan harga tiket yang murah
serta harga tiket promo liburan. Tingkat stres
yang meningkat di era globalisasi ini juga
menjadikan berwisata di dalam negeri
maupun ke luar negeri menjadi sebuah
kebutuhan, terutama bagi masyarakat
perkotaan.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 143
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Gambar 1 memperlihatkan bahwa
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
ke Indonesia memiliki tren yang positif dan
selalu meningkat hampir setiap tahunnya.
Pada tahun 2006 terlihat grafik yang
menurun. Hal tersebut dikarenakan dampak
dari tragedi Bom Bali II yang terjadi pada
tahun 2005. Lalu pada tahun 2009 grafik juga
terlihat menurun, hal tersebut diindikasikan
karena dampak krisis global yang terjadi
pada tahun 2008. Kontribusi sektor
pariwisata Indonesia terhadap PDB nasional,
devisa negara dan total ekspor nasional yang
memiliki kontribusi positif serta jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara ke
Indonesia yang memiliki tren positif selama
tahun 2004 sampai tahun 2014 menunjukkan
bahwa Indonesia menjadi salah satu destinasi
wisata yang banyak dikunjungi oleh
wisatawan domestik maupun mancanegara.
Dalam lingkup Asia Tenggara, Indonesia
berada di posisi keempat setelah negara Singapura, Thailand, dan Malaysia.
Berdasarkan paparan pada paragraf-
paragraf sebelumnya, dimana keberadaan
ASEAN melalui masyarakat ekonomi Asean
(MEA) akan mempunyai peranan terhadap
perekonomian Indonesia. Pariwisata
mempunyai peran yang besar dalam
perekonomian, dan akan terpengaruh oleh
keberadaan Indonesia dalam ASEAN.
Sehingga penelitian ini bertujuan untuk
melihat faktor-faktor yang mempengaruhi
kunjungan wisatawan ke Indonesia dan
berdasarkan faktor-faktor tersebut dianalisis
tingkat kesiapan Indonesia di MEA.
Kontribusi penelitian ini adalah menilai
tingkat kesiapan Indonesia dalam MEA,
dengan menggunakan panel data.
LANDASAN TEORI
Pariwisata merupakan alat penting
untuk mempromosikan pembangunan sosio-
ekonomi suatu bangsa, terutama untuk
negara-negara yang memiliki sumber
pendapatan nasional yang terbatas
(Phakdisoth dan Donghun, 2007). Sementara
menurut Agiomirgianakis, Seren dan Tsounis
(2014), arus turis internasional dan arus
keuangan terkait sangat erat dan meningkat
dalam waktu yang cepat, yang menandakan
semakin meningkatnya peran sektor
pariwisata di seluruh dunia dan
membenarkan alasan mengapa pemerintah
dan lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia berpendapat bahwa sektor
pariwisata merupakan pendorong
pertumbuhan ekonomi dan alat untuk
melawan resesi dan gejalanya.
Zhang, Qu dan Tavitiyaman (2009)
dalam penelitian terhadap dampak kampanye
promosi khusus mengenai industri pariwisata
di Thailand mendapatkan hasil bahwa
anggaran promosi memiliki dampak
signifikan terhadap jumlah wisatawan
internasional yang datang ke Thailand. Hal
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 144
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
ini juga sesuai dengan Yuniawati (2008)
yang menunjukan bahwa anggaran promosi
berpengaruh positif signifikan terhadap
jumlah wisatawan mancanegara yang datang
ke Indonesia.
Pakdisoth dan Donghun (2007)
menunjukan hasil bahwa Pariwisata ke Laos
inelastis terhadap perubahan pendapatan.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Green dan George (2009) serta Ozcan dan
Kar (2015) mengungkapkan bahwa
pendapatan mempunyai hubungan positif
signifikan terhadap jumlah wisatawan yang
datang ke 10 negara tujuan wisata serta
inbound tourism ke Malaysia. Sementara itu,
studi yang dilakukan oleh Agiomirgianakis,
Seren dan Tsounis (2014) menghasilkan
bahwa pendapatan per kapita yang berasal
dari turis berpengaruh positif terhadap arus
turis yang datang ke Turki. Penelitian yang
dilakukan oleh Yuniawati (2008) dan
Widyastuti (2016) juga menghasilkan bahwa
pendapatan negara asal wisatawan
mancanegara memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia.
Agiomirgianakis, Seren dan Tsounis
(2014) menghasilkan bahwa terdapat
hubungan negatif antara fluktuasi nilai tukar
dengan arus masuk wisatawan ke Turki, hasil
ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ozcan dan Kar (2015)
terhadap wisatawan yang datang di 10 negara
tujuan wisata. Sementara itu, penelitian
yang dilakukan oleh Zhang, Qu dan
Tavitiyaman (2009) mengungkapkan bahwa
nilai tukar mempunyai hubungan positif
secara signifikan terhadap wisatawan yang
datang ke Thailand, hal ini sejalan pula
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Green dan George (2009) terhadap
wisatawan intra regional ke Malaysia.
Determinan lain yang mempengaruhi
jumlah kedatangan wisatawan mancanegara
adalah harga. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Pakdisoth dan Donghun
(2007) diperoleh hasil bahwa pariwisata ke
Laos inelastis terhadap perubahan tingkat
harga. Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Green dan George (2009) diperoleh
hasil bahwa harga berpengaruh tidak
signifikan terhadap inbound tourism ke
Malaysia. Sementara itu, penelitian Ozcan
dan Kar (2015) mengungkapkan bahwa
stabilitas harga mempunyai hubungan negatif
dan signifikan terhadap permintaan
pariwisata di 10 negara tujuan wisata.
Sedangkan Agiomirgianakis, Seren dan
Tsounis (2014) mengungkapkan bahwa ada
dampak negatif rasio harga relatif terhadap
arus turis yang datang ke Turki. Penelitian
yang dilakukan oleh Yuniawati (2008)
mengungkapkan bahwa harga secara statistik
berpengaruh signifikan terhadap jumlah
wisatawan internasional yang datang ke
Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Pakdisoth dan Donghun
(2007) diperoleh hasil bahwa jarak antara
Laos dan negara asal mempunyai hubungan
signifikan negatif terhadap jumlah wisatawan
yang masuk ke Laos. Stabilitas sosial dan
politik memainkan peran penting dalam
meningkatkan kepercayaan wisatawan saat
berkunjung ke Laos sesuai dengan penelitian
Latsany Phakdisoth and Donghun (2007).
METODE PENELITIAN
Data dan Sampel
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian merupakan data sekunder.
Penelitian ini menggunakan data time series
ini meliputi data tahunan dari tahun 2011
hingga 2017. Sedangkan untuk data cross
section meliputi negara-negara ASEAN dan
Non ASEAN. Pemilihan negara-negara
didasarkan pada tujuan penelitian dan
ketersediaan data negara wisatawan
Indonesia di BPS. Negara-negara ASEAN
terdiri dari Brunei Darussalam, Malaysia,
Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam.
Negara-non ASEAN terdiri dari Hongkong,
India, Jepang, Pakistan, Bangladesh,
Srilanka, Cina, Korea Selatan, Australia,
Selandia Baru, Amerika Serikat, Kanada,
Austria, Belgia, Denmark, Perancis, Jerman,
Italia, Belanda, Spanyol, Portugal, Swedia,
Norwegia, Finlandia, Swiss, Inggris dan
Rusia.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 145
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Operasional Variabel
Studi Lim (1997) menemukan bahwa
kedatangan dan keberangkatan wisatawan
serta pengeluaran dan penerimaan wisatawan
merupakan yang paling sering digunakan.
Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan
jumlah kedatangan wisatawan mancanegara
sebagai variabel dependen untuk
memprediksi kecenderungan permintaan
perjalanan, serupa dengan studi Lim dan
McAleer (2005).
Anggaran Promosi
Salah satu variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
anggaran promosi. Anggaran promosi yang
dimaksud dalam penelitian ini ialah anggaran
pada output Promosi yang terdapat pada 33
negara yang menjadi objek penelitian.
Besarnya anggaran promosi di berbagai
negara tempat kedudukan Kantor Perwakilan
RI diharapkan jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia
semakin meningkat.
Pendapatan
Variabel independen yaitu
pendapatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah GNI per kapita per masing-masing
negara asal wisatawan mancanegara
Meningkatnya pendapatan per kapita suatu
negara dapat meningkatkan jumlah
wisatawan yang datang berkunjung ke
Indonesia.
Nilai Tukar
Variabel independen yaitu nilai tukar
nominal yang merupakan nilai tukar mata
uang dari 33 negara asal wisatawan
mancanegara dengan rupiah dalam periode
penelitian. Besarnya rupiah yang didapatkan
dari hasil konversi mata uang asal negara
wisatawan mancanegara diperkirakan dapat
meningkatkan jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia.
Harga
Dalam penelitian ini, variabel harga
diwakili oleh rasio CPI(consumer price
index) dengan CPI negara ASEAN dan
dilakukan pembobotan. Negara ASEAN yang
jaraknya semakin jauh dari Indonesia maka,
bobotnya tambah besar.
Jarak/Monetary Distance
Jarak merupakan salah satu faktor
penting dalam mengidentifikasi hubungan
dengan wisatawan. Naude dan Saayman
(2005) mengemukakan bahwa jarak antara
tujuan dan negara asal dapat digunakan
sebagai proxy untuk biaya transportasi. Jika
semua ditetapkan sama, wisatawan akan
memilih tujuan yang membutuhkan sedikit
waktu untuk mencapainya. Variabel jarak
dalam penelitian ini disebut sebagai
monetary distance, hal ini dikarenakan pada
variabel ini penulis mengalikan jarak dengan
harga avtur per liter. Dengan demikian,
semakin kecil monetary distance akan
meningkatkan jumlah wisatawan
mancanegara dari negara tersebut untuk
datang ke Indonesia, begitu pun sebaliknya.
Stabilitas Politik
Pada penelitian Phakdisoth and
Donghun (2007) didapatkan hasil bahwa
stabilitas sosial dan politik memainkan peran
penting dalam meningkatkan kepercayaan
wisatawan saat berkunjung ke Laos. Variabel
stabilitas politik dalam penelitian ini
merupakan nilai index yang ditetapkan oleh
Political Risk Services (PRS) untuk
Indonesia dalam aspek Political Stability and
Absence of Violence. Diharapkan dengan
semakin stabil politik di Indonesia maka
akan meningkatkan jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia.
Jenis Negara Asal Wisatawan
Mancanegara
Variabel dummy yang digunakan
dalam penelitian ini adalah jenis negara asal
wisatawan mancanegara yang datang ke
Indonesia. Dimana angka 0 untuk mewakili
negara non ASEAN, dan angka 1 untuk
mewakili negara ASEAN.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 146
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Model Penelitian
Model penelitian mengacu pada
penelitian yang dilakukan oleh Zhang, Qu &
Tavitiyaman (2009) serta Ozcan dan Kar
(2015)
Model penelitian yang dibentuk adalah sebagai berikut.
Dimana:
Y = variabel jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia
BUDGET = jumlah anggaran promosi pada Kantor Perwakilan RI
GNI = GNI per kapita tiap negara
NAT_CURR = nilai tukar nominal mata uang negara asal terhadap rupiah
CPI = rasio nilai CPI, dengan negara ASEAN(dilakukan dengan pembobotan)
MON_DIS = monetary distance antara ibukota negara asal dengan Jakarta
PS = indeks stabilitas politik Indonesia
Dmb = variabel dummy yang menjelaskan jenis negara asal wisatawan mancanegara
ε = error term
i = negara ke-i
t = waktu tahun ke-t
PEMBAHASAN
Analisis Uji Asumsi klasik
Sebelum model dianalisis, maka harus
dipastikan model terbebas dari permasalahan
pada asumsi klasik
Tabel 1. Rangkuman Hasil Uji Asumsi Klasik
Hasil Uji Y = Tourist
VIF (Uji Multikolinearitas) 3,19
Uji LM (Uji Homoskedastisitas) 0,0000
Uji Wooldridge (Uji Non-Autokorelasi) 0,0000
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
bahwa tidak terdapat multkolinearitas. Uji
asumsi homoskedastis menunjukkan model
terdapat indikasi heteroskedastis sehingga
perlu dilakukan penanganan untuk
memperbaiki model. Uji asumsi autokorelasi
menunjukkan bahwa model penelitian
mengalami masalah autokorelasi, sehingga
diperlukan penanganan untuk model
penelitian yang digunakan.
Pembahasan Hasil Regresi
Pengujian asumsi klasik menunjukkan
bahwa model yang digunakan dalam
penelitian ini melanggar asumsi
homoskedastisitas, atau dengan kata lain
model bersifat heteroskedastis. Model juga
terindikasi mengalami masalah autokorelasi.
Model yang terindikasi masalah
heteroskedastisitas dan autokorelasi dapat
menggunakan metode estimasi robust
standar error untuk mengkoreksi model.
Hasil estimasi regresi dengan model data
panel dapat ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Regresi Model Awal
Nama Variabel
dalam Model
Y = lntourist
Cons 11,098
(-1,91)*
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 147
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Anggaran promosi (+) lnbudget 0,0670
(2,26)**
GNI per kapita (+) lngni_pc 1,9811
(3,11)***
Nilai Tukar (+) lnnat_curr 0,5647
(3,60)***
CPI (-) lnCPI -0,1593
(-1,71)*
Jarak/Monetary Distance (-) lnmon_dis -0,2070
(-4,15)***
Stabilitas politik (+) ps 0.6797
(1,37)
Jenis negara asal wisman (+) mb 0.093***
(3.78)
R-squared
N
F-prob
60,25%
231
0,0000
Keterangan: Nilai koefisien dan t-statistik dalam kurung
* signifikan pada tingkat 10%, ** signifikan pada tingkat 5%, *** signifikan pada tingkat 1%
Analisis Uji Signifikansi Serentak dan Uji
Goodness of Fit
Hasil regresi pada model
menunjukkan probabilitas F bernilai lebih
kecil dari alpha (0,05), yaitu sebesar 0,0000.
Nilai tersebut menggambarkan bahwa
variabel independen secara serentak dapat
menjelaskan variabel dependennya tersebut.
Model penelitian menghasilkan nilai R-
squared sebesar 0,6025, yang menunjukkan
bahwa sebesar 60,25% variasi variabel
independen dapat menjelaskan variasi
variabel dependen pada model tersebut.
Analisis Uji Signifikansi Parsial
Dilihat dari besaran pengaruh
masing-masing variable (nilai koefisien),
GNI per kapita negara asal memiliki
pengaruh paling besar terhadap jumlah
wisatawan mancanegara yang datang ke
Indonesia. Variabel selanjutnya yang paling
mempengaruhi jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia
secara berturut-turut ialah variabel stabilitas
politik dan nilai tukar.
Variabel anggaran promosi memiliki
pengaruh dan arah yang sesuai dengan yang
diharapkan terhadap jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia.
Variabel anggaran promosi menunjukkan
hasil yang berpengaruh positif signifikan
terhadap jumlah wisatawan mancanegara
yang datang ke Indonesia. Dengan
mengontrol variabel bebas lainnya, adanya
peningkatan 1% dalam anggaran promosi,
akan meningkatkan jumlah kedatangan
wisatawan mancanegara ke Indonesia sebesar
0,07% secara signifikan.
Hubungan antara anggaran promosi
dengan jumlah wisatawan mancanegara yang
datang ke Indonesia didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Zhang, Qu dan
Tavitiyaman (2009) dan Yuniawati (2008)
yang menghasilkan anggaran promosi
memiliki dampak signifikan terhadap jumlah
wisatawan internasional yang datang ke
Thailand dan Indonesia. Untuk dapat
bersaing di MEA, maka pemerintah telah
meningkatkan anggaran promosi, baik di
Kemenlu dan di APBN.
Variabel selanjutnya yang memiliki
arah hubungan sesuai dengan yang
diharapkan dalam pengaruhnya terhadap
jumlah wisatawan mancanegara yang datang
ke Indonesia adalah pendapatan, dalam hal
ini GNI per kapita dari 33 negara asal
wisatawan. Dengan mengontrol variabel
bebas lainnya, adanya peningkatan pada GNI
per kapita sebesar 1% pada suatu tahun, akan
meningkatkan jumlah wisatawan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 148
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
mancanegara yang datang ke Indonesia
sebesar 1,98% secara signifikan.
Hasil signifikan antara pendapatan
dengan jumlah wisatawan mancanegara yang
datang ke Indonesia sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Green dan George
(2009) yang mengungkapkan bahwa
pendapatan mempunyai hubungan positif
signifikan terhadap jumlah wisatawan yang
datang ke 10 negara tujuan wisata serta
inbound tourism ke Malaysia. Selain itu,
penelitian yang dilakukan oleh Ozcan dan
Kar (2015) juga menghasilkan bahwa secara
umum pendapatan memiliki hubungan positif
yang signifikan terhadap jumlah wisatawan
yang datang di 10 negara tujuan wisata.
Sementara itu, studi yang dilakukan oleh
Agiomirgianakis, Seren dan Tsounis (2014)
menjelaskan bahwa pendapatan per kapita
yang berasal dari turis, berpengaruh positif
terhadap arus turis yang datang ke Turki.
Serta penelitian yang dilakukan oleh
Yuniawati (2008) dan Widyastuti (2016)
yang menyatakan bahwa pendapatan
memiliki pengaruh positif signifikan
terhadap jumlah kedatangan wisatawan
internasional ke Indonesia.
Variabel independen lainnya yang
memiliki arah hubungan sesuai dengan yang
diharapkan dalam pengaruhnya serta
signifikan terhadap jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia
adalah variabel nilai tukar. Hal ini
menunjukan bahwa dengan mengontrol
variabel bebas lainnya, adanya peningkatan
pada nilai tukar sebesar 1% pada suatu tahun,
akan meningkatkan jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia
sebesar 0,56% secara signifikan.
Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Zhang, Qu dan
Tavitiyaman (2009) pada kasus negara
Thailand dimana nilai tukar berpengaruh
secara positif dan signifikan. Nilai tukar,
akan mempengaruhi daya beli wisatawan
yang datang ke Indonesia. Sehingga harus
dijaga stabilitas nilai tukar. Bank Indonesia,
selalu berusaha menjaga stabilitas nilai tukar
rupiah, dengan langkah-langkah: senantiasa
berada di pasar untuk memastikan
tersedianya likuiditas dalam jumlah yang
memadai baik valas maupun rupiah;
Memantau dengan seksama perkembangan
perekonomian global dan dampaknya
terhadap perekonomian domestik;
Mempersiapkan 2nd line of defense bersama
dengan institusi eksternal terkait.
Variabel harga merupakan variabel
yang berdasarkan hasil statistik
menghasilkan pengaruh negatif signifikan
terhadap jumlah wisatawan mancanegara
yang datang ke Indonesia. Dengan
mengontrol variabel bebas lainnya, adanya
peningkatan 1% dalam rasio CPI akan
mengurangi jumlah kedatangan wisatawan
mancanegara ke Indonesia sebesar 0,16%
secara signifikan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ozcan dan Kar (2015) yang
mengungkapkan bahwa stabilitas harga
mempunyai hubungan negatif dan signifikan
terhadap permintaan pariwisata di 10 negara
tujuan wisata. Serta Agiomirgianakis, Seren
dan Tsounis (2014) mengungkapkan bahwa
ada dampak negatif rasio harga relatif
terhadap arus turis yang datang ke Turki.
Rasio CPI menunjukkan perbandingan harga
Indonesia (secara keseluruhan) dengan harga
negara-negara ASEAN. Oleh karena itu,
harus dijaga stabilitas harga, Bank Indonesia
telah melakukan beberapa langkah untuk
menjaga stabilitas inflasi. Langkah-
langkahnya diantaranya melalui kebijakan
moneter ditujukan untuk mengelola tekanan
harga yang berasal dari sisi permintaan
aggregat (demand management) relatif
terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan
moneter tidak ditujukan untuk merespon
kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor
yang bersifat kejutan yang bersifat sementara
(temporer) yang akan hilang dengan
sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.
Variabel jarak, yag diwakili oleh
monetary distance, merupakan variabel lain
yang berdasarkan hasil statistik
menghasilkan pengaruh negatif signifikan
terhadap jumlah wisatawan mancanegara
yang datang ke Indonesia. Dengan
mengontrol variabel bebas lainnya, adanya
peningkatan 1% dalam monetary distance
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 149
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
akan mengurangi jumlah kedatangan
wisatawan mancanegara ke Indonesia sebesar
0,21% secara signifikan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pakdisoth dan Donghun
(2007) yang menyatakan bahwa jarak antara
Laos dan negara asal mempunyai hubungan
signifikan negatif terhadap jumlah wisatawan
yang masuk ke Laos.
Berdasarkan hasil regresi didapatkan
hasil bahwa stabilitas politik secara statistik
tidak mempengaruhi secara signifikan,
dengan arah hubungan positif. Hal ini juga
sama dengan variabel dummy jenis negara
wisman. Dummy positif, artinya bahwa
wisatawan yang berasal dari ASEAN
jumlahnya lebih banyak dibandingkan dari
negara diluar ASEAN.
PENUTUP Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kedatangan wiasatawan
mancanegara ke Indonesia. Sehingga dari
faktor-faktor tersebut dapat dianalisis tingkat
kesiapan Indonesia di MEA. Faktor-faktor
yang mempengaruhi adalah Anggaran
promosi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap jumlah wisatawan mancanegara
yang datang ke Indonesia. Pendapatan (GNI
per kapita) asal wisatawan memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap
jumlah wisatawan mancanegara yang datang
ke Indonesia.
Nilai tukar mata uang asal negara
wisatawan mancanegara dikonversi ke dalam
rupiah juga memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia.
Harga, rasio CPI dengan CP negara-negara
ASEAN, memiliki pengaruh negatif
signifikan terhadap jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia.
Monetary distance yang mewakili variabel
jarak juga memiliki pengaruh negatif
signifikan terhadap jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia.
Sedangkan variabel stabilitas politik tidak
berpengaruh secara statistik terhadap jumlah
wisatawan mancanegara yang datang ke
Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis di bab
sebelumnya, maka Indonesia sudah cukup
siap di MEA. Faktor-faktor yang paling
mempengaruhi datangnya wisatawan ke
Indonesia adalah pendapatan negara tujuan,
stabilitas politik dan nilai tukar.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, R., & Fatimah, R. (2018). Strategi
Experiential Marketing Sebagai Metode
Pendekatan Dalam Meningkatkan
Revisit Intention Wisatawan Sabda
Alam Garut. Jurnal Kajian
Ilmiah, 18(3), 206-214.
Agiomirgianakis, G., Serenis, D., & Tsounis,
N. (2014). Exchange rate volatility and
tourist flows into Turkey. Journal of
Economic Integration, 29(4), 700–725.
https://doi.org/10.11130/jei.2014.29.4.7
00
Baltagi, B. H. (2005). Econometric Analysis
of Panel Data.
Dwyer, L., Forsyth, P., & Rao, P. (2000).
The price competitiveness of travel and
tourism: A comparison of 19
destinations. Tourism Management,
21(1), 9–22.
https://doi.org/10.1016/S0261-
5177(99)00081-3
Eugenio-Martin, J. L., Martín Morales, N., &
Scarpa, R. (2004). Tourism and
Economic Growth in Latin American
Countries: A Panel Data Approach.
Ssrn, (March).
https://doi.org/10.2139/ssrn.504482
Green, E. K., & George, B. P. (2009). Major
Determinants of Intra-Regional Tourism
Demand for Malaysia : A Study, 57–66.
Gujarati, D. N. (2009).
BASICECONOMETRICS. McGraw Hill
HigherEducation.
Gunn, C. A. (2002). Tourism planning :
basics, concepts, cases / Clare A. Gunn
with Turgut Var, 442. Retrieved from
https://trove.nla.gov.au/work/10503424?
q&sort=holdings+desc&_=1520179818
638&versionId=45468001
Lim, C. (2002). Review of international
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 150
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
tourism demand models. Annals of
Tourism Research, 24(4), 835–849.
https://doi.org/10.1016/s0160-
7383(97)00049-2
Lim, C., & McAleer, M. (2001). Forecasting
tourist arrivals. Annals of Tourism
Research, 28(4), 965–977.
https://doi.org/10.1016/S0160-
7383(01)00006-8
Naudé, W. A., & Saayman, A. (2005).
Determinants of tourist arrivals in
Africa: A panel data regression analysis.
Tourism Economics, 11(3), 365–391.
https://doi.org/10.5367/0000000057743
52962
Nirwandar, S. (2008). PEMBANGUNAN
SEKTOR PARIWISATA DI ERA
OTONOMI DAERAH. Retrieved from
http://kemenpar.go.id/userfiles/file/440_
1257-
PEMBANGUNANSEKTORPARIWIS
ATA1.pdf
Ozcan, C. C. & M. K. (2016). An
econometric analysis of demand for
tourism in the selected countries.
Tourismos, 11(1), 170–185.
Phakdisoth, L., & Kim, D. (2009). The
Determinants of Inbound Tourism in
Laos. Asean Economic Bulletin, 24(2),
225–237. https://doi.org/10.1355/ae24-
2c
Proença, S. A., & Soukiazis, E. (2005).
Demand for Tourism in Portugal: A
Panel Data Approach, 1–22. Retrieved
from
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/dow
nload?doi=10.1.1.456.3602&rep=rep1&
type=pdf
Surugiu, C., Leitão, N. C., & Surugiu, M. R.
(2011). A Panel Data Modelling of
International Tourist Demand:
Evidences for Romania. Economic
Research, 24(1), 134–145.
https://doi.org/10.1080/1331677X.2011.
11517450
Theobald, Wi. F. (2005). Global Tourism.
Elsevier Inc.
Tobing, C. I. (2018). Ketentuan Pengaturan
Jasa Dalam Percepatan Penerapan
Asean Economic Community. Jurnal
Kajian Ilmiah, 18(1).
Widarjono, A. (2009). Ekonometrika, Teori
dan Aplikasi. Ekonisia, Yogyakarta.
Widyastuti, W. (2016). Pengaruh ASEAN
Framework Agreement for Visa
Exemption terhadap Permintaan
Pariwisata Indonesia dari Negara-
Negara ASEAN Tahun 1994-2014.
Universitas Indonesia.
Yuniawati, W. (2008). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Wisatawan
Internasional ke Indonesia. Universitas
Indonesia.
Zhang, Y., Qu, H., & Tavitiyaman, P. (2009).
The determinants of the travel demand
on international tourist arrivals to
Thailand. Asia Pacific Journal of
Tourism Research, 14(1), 77–92.
https://doi.org/10.1080/1094166090272
8080
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 151
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Technology Acceptance Model Pada Penerimaan
Siswa Terhadap Sistem UNBK
Galih Widagdo1, Witriana Endah Pangesti
2, Sri Hadianti
3, Dwiza Riana
3
1STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
2STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
3STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
3STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
ABSTRAK - UNBK merupakan sebuah sistem ujian nasional sekolah berbasis komputer
dimana siswa mengerjakan ujian menggunakan komputer yang diharapkan dapat membuat
ujian menjadi lebih efisien dan efektif di bandingakan dengan ujian manual yang
menggunakan kertas sebagai media ujiannya. Hal ini di terapkan di SMA Santa Theresia
Jakarta. Untuk mengetahui tingkat penerimaan siswa terhadap sistem UNBK maka metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah technology acceptance model (TAM) dengan 198
siswa data quesioner yang terkumpul, hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis
Structural Equation Model (SEM) menggunakan Smartpls. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pengaruh yang lebih tinggi dalam penerimaan siswa terhadap Sistem UNBK
adalah kemudahan penggunaan menggunakan Sistem UNBK dengan nilai 16.843. Sedangkan
tingkat pengaruh yang lebih rendah dalam penerimaan adalah penggunaan minat dalam
perilaku pengguna dengan nilai 2,749. Dengan nilai tersebut, UNBK baik di gunakan di SMU
Santa Theresia.
Kata Kunci : TAM, UNBK, SEM, SmartPLS.
ABSTRACT - UNBK is a computer-based school national examination system where students
work on exams using computers which are expected to make the test more efficient and
effective compared to manual tests that use paper as a test medium. This is applied at Santa
Theresia High School Jakarta. To determine the level of student acceptance of the UNBK
system, the method used in this study is technology acceptance model (TAM) with 198
students questionnaire data collected, the hypothesis is done using the analysis of Structural
Equation Model (SEM) using Smartpls. The results showed that the higher level of influence
in student acceptance of the UNBK System was the ease of use using the UNBK System with a
value of 16,843. While the level of influence that is lower in acceptance is the use of interest
in user behavior with a value of 2.749. With this value UNBK is good for use at Santa
Theresia High School.
Keywords: TAM, UNBK, SEM, SmartPLS.
Naskah diterima: 27 Feb 2019, direvisi: 26 Mar 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
PENDAHULUAN
Teknologi informasi dan komunikasi
saat ini semakin berkembang di segala aspek
kehidupan termasuk dalam bidang
pendidikan (Rachman, 2019). UNBK atau
Ujian Nasional Berbasis Komputer
merupakan sebuah sistem ujian nasional
dengan menggunakan kedia komputer
(Kemendikbud, 2015). Ujian nasional
berbasis komputer berbeda dengan ujian
nasional berbasis kertas (Kemendikbud,
2015). Untuk pertama kalinya UNBK
diterapkan di tahun 2014 secara online dan
hanya diujikan di dua sekolah menengah
pertama (SMP), yaitu di SMP Indonesia
Singapura dan di SMP Indonesia Kuala
Lumpur, Dari penerapan sistem UNBK di
kedua sekolah menengah pertama tersebut
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 152
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
cukup memuaskan dan dapat memberikan
dorongan agar menambah literasi siswa
terhadap Teknologi Informasi dan
Komunikasi (Kemendikbud, 2015). Di tahun
2015 diterapkan rintisan Ujian Nasional
Berbasis Komputer secara bertahap dengan
menambah sebanyak 556 sekolah
diantaranya 42 SMP/MTs, 135 SMA/MA,
379 SMK di 29 Provinsi dan Luar Negeri
(Kemendikbud, 2015). Setelah itu di tahun
2016 UNBK dilaksanakan dengan
menambah sebanyak 4382 sekolah
diantaranya 984 SMP/MTs, 1298 SMA/MA,
dan 2100 SMK. Total sekolah yang
mengikuti UNBK pada tahun 2017
meningkat tajam menjadi 30.577 sekolah
yang diantaranya 11.096 SMP/MTs, 9.652
SMA/MA dan 9.829 SMK. Naiknya jumlah
sekolah UNBK di tahun 2017 ini selaras
dengan kebijakan resources sharing yang
diterbitkan oleh Kemendikbud yaitu
memperbolehkan sekolah yang sarana
komputernya masih terbatas untuk dapat
menerapkan UNBK pada sekolah lain yang
sarana komputernya sudah memadai
(Kemendikbud, 2015). Pelaksanaan UNBK
pada saat ini menggunakan sistem semi-
online yaitu dengan cara soal dikirim dari
server pusat dengan cara online melalui
jaringan (sinkronisasi) ke server lokal yang
ada di sekolah, kemudian ujian siswa
dilayani oleh server lokal yang ada di sekolah
dengan cara offline. Kemudian hasil ujian
dikirim kembali dari server lokal di sekolah
ke server pusat dengan cara online (upload)
(Kemendikbud, 2015). Dengan penerapan
ujian nasional saat ini yang sudah berbasis
Komputer penulis bertujuan meneliti
bagaimana perilaku (user) dalam hal ini
Siswa kelas X dan XI SMU Santa Theresia
Jakarta dengan menggunakan pendekatan
metode Technology Acceptance Model,
dimana Model Penerimaan Teknologi
(Technology Acceptance Model atau TAM)
merupakan suatu model penerimaan sistem
teknologi informasi yang akan digunakan
oleh pemakai (Kharismaya, Dewi, Arisawati,
& Handayanna, 2017). Adapun beberapa
penelitian yang sudah dilakukan terkait
dengan sistem UNBK, diantaranya adalah
tentang Analisis Penerapan Sistem UNBK
dengan Metode Technologi Acceptance
Model, Mengacu pada hasil analisis total
jawaban konstruk yang dimasukkan ke dalam
garis kontinum bahwa semua variabel
konstruk berada pada kategori tinggi dengan
rata-rata prosentase semua variabel yaitu
78%. Prosentase minimum yaitu 74% pada
Konstruk Perceived Usefulness sedangkan
prosentase maksimum yaitu 84% pada tabel
Konstruk Actual Use. Berdasarkan dari hasil
uji hipotesa yang sudah dilakukan pada
hubungan setiap konstruk, didapat bahwa
tidak semua konstruk saling berhubungan
positif di mana ada satu konstruk yang tidak
berhubungan positif yaitu hubungan antara
Perceived usefulness dengan Behavioral
Intention to use (Widiyanto, 2018).
LANDASAN TEORI
Penelitian lain tentang Evaluasi
Penerimaan Pengguna Computer Based Test
dengan Pendekatan TAM di Kulon Progro,
Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis hubungan antara satu variabel
dengan variabel lainnya atau bagaimana
suatu variabel mempengaruhi variabel
lainnya dengan pendekatan kuantitatif.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Technology Acceptance Model
(TAM) dengan metode SEM program PLS.
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan metode Analisis Component
Based SEM atau Partial Least Square (PLS).
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
ditemukannya pengaruh yang signifikan dan
tidak signifikan dari variabel eksternal serta
beberapa persepsi yang berpengaruh terhadap
pelaksanaan CBT di Kulon Progo
(Sukasna1), Kusrini2), 2017).
Technology Acceptance Model (TAM)
TAM diperkenalkan pertama kali oleh
Davis pada tahun 1989. TAM merupakan
teori sistem informasi yang membuat model
tentang bagaimana pengguna mau menerima
dan menggunakan teknologi (Prayitno,
2017). Dalam metode TAM terdapat lima
konstruk utama, yaitu perceived ease of use,
perceived usefulness, attitude towards using,
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 153
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
behavioral intention to use, actual system
usage (Rozanda & Masriana, 2017). Berikut
merupakan penjelasan dari kelima konstruk
yang ada pada model TAM yaitu :
Persepsi Kemudahan Penggunaan
(perceived ease of use) Didefinisikan sebagai
sejauh mana seseorang percaya bahwa
menggunakan teknologi akan bebas dari
usaha.
Kegunaan Persepsian (perceived
usefulness) Didefinisikan sebagai sejauh
mana seseorang percaya bahwa
menggunakan suatu teknologi akan
meningkatkan kinerjanya. Sikap terhadap
Penggunaan Teknologi (attitude towards
using technology) Didefinisikan sebagai
evaluasi pemakai tentang ketertarikannya
dalam menggunakan teknologi. Minat
Perilaku (behavioral intention) Didefinisikan
sebagai minat (keinginan) seseorang untuk
melakukan perilaku tertentu. Pengguna
Teknologi Sesungguhnya (actual use) Dapat
diukur melalui kepuasan pengguna serta
jumlah waktu yang digunakan untuk
berinteraksi dengan teknologi atau frekuensi
pengguna teknologi tersebut (Oktofiyani,
Anggraeni, Studi, Informasi, & Selatan,
2016).
Berikut merupakan kerangka konsep kisi-
kisi penelitian Indikator dari Variabel
Perceived Ease of Use adalah (kemudahan
untuk diakses, fleksibilitas, kemudahan untuk
dipahami), Perceived Usefulness (
Pemenuhan kebutuhan informasi,
meningkatkan efektifitas meningkatkan
kinerja, meningkatkan efisiensi, pemenuhan
kebutuhan informasi ), Attitude Toward
Using ( kenyamanan berinteraksi, Senang
menggunakan, kepuasan Menumbuhkan
motivasi), Actual System Usage ( frekuensi
penggunaan, kepuasan pengguna, prestis
pengguna, Informatif (Tedi, n.d.) .
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dipakai dalam
penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif, Teknik pengumpulan data
menggunakan kuesioner, Teknik Analisa data
menggunakan metode analisis Technology
Acceptance Models (TAM) dan Structural
Equation Modelling (SEM) dimana teknik ini
merupakan teknik statistika yang
memungkinkan pengujian sebuah rangkaian
hubungan yang relatif rumit secara simultan
(Rahmasari, 2006). Dan analisa data pada
penelitian ini dibuat dengan menggunakan
alat bantu berupa software Smartpls.
Metode penelitian dapat dilihat dari
diagram yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Metode Penelitian
Instrumen Penelitian
Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberikan pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk mengetahui
respon atau jawabannya (Jogiyanto, 2007).
Metode Pengumpulan Data, Populasi dan
Sampel Metode Pengumpulan data.
Metode Pengumpulan Data, Populasi
dan Sampel Metode pengumpulan data yang
penulis lakukan sebagai berikut :
1) Observasi Penelitian ini dilakukan secara
langsung pada tanggal 20 Desember
2018 dengan menggunakan metode
penyebaran kuesioner dalam bentuk
google form Untuk mengetahuinya
sejauh mana penerimaan siswa terhadap
Sistem UNBK yang diberikan melalui
link yang langsung disebarkan melalui
wali kelas ke group kelas siswa/i kelas
X dan XI yang sudah menggunakan
sistem tersebut.
2) Studi Pustaka Penulis mendapatkan data
dengan cara mempelajari jurnal-jurnal
penelitian, bahan kuliah, internet dan
sumber-sumber lain untuk dijadikan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 154
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
bahan pertimbangan sebagai bahan
referensi untuk acuan.
3) Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa/i kelas X dan XI SMU
Santa Theresia Jakarta yang pernah
menggunakan sistem UNBK
sebelumnya di kelas 9 (SMP) dimana
Kelas 10 sebanyak 142 orang, kelas 11
sebanyak 149 orang sehingga jumlahnya
sebanyak 291, hasil kuesioner yang
terkumpul sebanyak 168 orang.
Perancangan Penelitian
Pengembangan hipotesis berdasarkan
konstruk yang ada adalah sebagai berikut :
1) Diduga bahwa Persepsi Kemudahan
(Perceived Ease of Use) berpengaruh
positif terhadap persepsi kegunaan
(Perceived Usefullness)(Tedi, n.d.).
2) Diduga bahwa Persepsi Kegunaan
(Perceived Usefullness) berpengaruh
positif terhadap sikap pengguna (Attitude
Toward Using)(Tedi, n.d.).
3) Diduga bahwa Peserpsi Kemudahan
(Perceived Ease of Use) berpengaruh
positif terhadap sikap pengguna (Attitude
Toward Using)(Tedi, n.d.).
4) Diduga bahwa Sikap pengguna (Attitude
Toward Using) berpengaruh positif
terhadap minat pengguna teknologi
(Behavioral Intention to Use)(Tedi,
n.d.).
5) Diduga bahwa Minat penggunaan
(Behavioral Intention to Use)
berpengaruh positif terhadap pengguna
nyata (Actual System Usage)(Tedi, n.d.).
1) H1 : Persepsi Kemudahan (Perceived
Ease of Use) berpengaruh positif
terhadap persepsi kegunaan (Perceived
Usefullness) pada sistem UNBK.
2) H2 : Persepsi Kegunaan (Perceived
Usefullness) berpengaruh positif
terhadap sikap pengguna (Attitude
Toward Using) pada sistem UNBK.
3) H3 : Peserpsi Kemudahan (Perceived
Ease of Use) berpengaruh positif
terhadap sikap pengguna (Attitude
Toward Using) pada sistem UNBK.
4) H4 : Sikap pengguna (Attitude Toward
Using) berpengaruh positif terhadap
minat pengguna teknologi (Behavioral
Intention to Use) pada sistem UNBK.
5) H5 : Minat penggunaan (Behavioral
Intention to Use) berpengaruh positif
terhadap pengguna nyata (Actual System
Usage) pada sistem UNBK.
Berikut ini adalah Gambar 2. yang
merupakan hubungan antar konstruk yang
akan diuji dalam penelitian ini (Tedi, n.d.).
Gambar 2. Bagan kerangka berfikir
PEMBAHASAN
Uji Reliabilitas
Dari hasil estimasi program Smartpls
pada Tabel 2. dapat dilihat nilai composite
reliability dan cronbach’s alpha masing-
masing konstruk atau variabel laten lebih
besar dari 0.60, hal tersebut menunjukkan
atau memberikan informasi masing-masing
konstruk telah memenuhi kriteria pengukuran
dan memiliki reliabilitas yang baik.
Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Penelitian
variabel
penelitian
cronbac’h
Alpha keterangan
actual system
use 0,848 reliabel
attitude
toward using 0,869 reliabel
behavioral
intention to
use
0,838 reliabel
perceived ease 0,802 reliabel
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 155
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
of use
percieved
usefulness 0,741 reliabel
Berdasarkan Tabel 3. diketahui
bahwa dalam pengujian hipotesis yang
dilakukan mendapatkan hasil dari 7 hipotesis
semuanya diterima.
Tabel 3. Nilai Path Coefficient
variabel original
sampel t-statistic t-table hipotesis keterangan
ATT->USE 0,502 7,254 1,975 berpengaruh dan signifikan
diterima
ATT->BI 0,582 6,167 1,975 berpengaruh
dan signifikan diterima
BI->USE 0,414 7,069 1,975 berpengaruh dan signifikan
diterima
EOU-
>ATT 0,289 3,176 1,975
berpengaruh
dan signifikan diterima
EOU->USEF
0,720 16,843 1,975 berpengaruh dan signifikan
diterima
USEF-
>ATT 0,559 6,665 1,975
berpengaruh
dan signifikan diterima
USEF->BI 0,239 2,749 1,975 berpengaruh dan signifikan
diterima
Gambar 3. Permodelan SEM
Pada Gambar 3. dapat dijelaskan bahwa
besarnya pengaruh persepsi kemudahan
penggunaan terhadap persepsi kemanfaatan
penggunaan adalah sebesar 0,519,besarnya
pengaruh persepsi kemudahan penggunaan
dan persepsi kemanfaatan penggunaan
terhadap sikap penggunaan adalah sebesar
0,628, besarnya pengaruh persepsi
kemanfaatan penggunaan dan sikap
penggunaan terhadap kecenderungan
pengguna untuk tetap menggunakan
teknologi adalah sebesar 0,610, besarnya
pengaruh kecenderungan pengguna untuk
tetap menggunakan teknologi dan sikap
penggunaan terhadap kondisi nyata
penggunaan adalah sebesar 0,740.
PENUTUP
Kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan bahwa penerimaan siswa terhadap
Sistem UNBK dipengaruhi oleh kegunaan,
kemudahan dan minat perilaku terhadap
menggunakan teknologi. Namun dari uji
statistik yang dilakukan, tingkat pengaruh
yang lebih tinggi dalam penerimaan siswa
terhadap Sistem UNBK adalah kemudahan
penggunaan terhadap kegunaan
menggunakan Sistem UNBK dengan nilai
sebesar 16.843. Sedangkan tingkat pengaruh
yang lebih rendah dalam penerimaan adalah
kegunaan terhadap minat perilaku pengguna
dengan nilai sebesar 2.749. Penelitian
mengenai model penerapan UNBK ini
sebaiknya dilakukan di semua sekolah yang
melaksanakan UNBK diseluruh wilayah
Indonesia agar bisa mendapatkan data
penelitian yang lebih luas dan lengkap
sehingga dapat membantu pemerintah dalam
mengambil kebijakan terhadap sistem UNBK
dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Jogiyanto. (2007). Sistem Informasi
Keperilakuan (1st ed.). Yogyakarta:
Andi.
Kemendikbud. (2015). Ujian Nasional
Berbasis Komputer.
Kharismaya, C., Dewi, L. S., Arisawati, E.,
& Handayanna, F. (2017).
Menggunakan Metode TAM. (1), 37–47.
Oktofiyani, R., Anggraeni, W., Studi, P.,
Informasi, S., & Selatan, J. (2016).
Penerimaan Sistem E-Learning
Menggunakan Technology Acceptance
Model ( Tam ) Study Kasus Siswa / I
Kelas X Di Smu Negeri 92 Jakarta. (1),
46–53.
Prayitno, M. H. (2017). Sistem Informasi
Eksekutif Pemasaran Dengan Metode
Drill Down. Jurnal Kajian
Ilmiah, 17(3).
Rahmasari, L. (2006). Pengaruh Kecerdasan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 156
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Intelektual , Kecerdasan Emosi dan
Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja
Karyawan.
Rachman, R. (2019). Penerapan Metode
Simple Additive Weighting Pada Sistem
Pakar Bimbingan Konseling Siswa
SMA. Jurnal Kajian Ilmiah, 19(1), 74-
85.
Rozanda, N. E., & Masriana, A. (2017).
Perbandingan Metode Hot Fit dan Tam
dalam Mengevaluasi Penerapan Sistem
Informasi Manajemen Kepegawaian (
SIMPEG ) ( Studi Kasus : Pengadilan
Tata Usaha Negara Pekanbaru ). 18–
19.
Sukasna1), Kusrini2), S. (2017). Evaluasi
Penerimaan Pengguna Computer Based
Test Dengan Pendekatan Tam Di Kulon
Progo. Jurnal Teknologi Informasi, XII,
1–15.
Tedi, G. (n.d.). Analisis perilaku pengguna
sistem informasi akademik dengan
pendekatan technology acceptance
model (tam) di universitas sang bumi
ruwa jurai bandar lampung.
Widiyanto, D. (2018). Analisis Penerapan
Sistem Ujian Nasional Berbasis
Komputer ( Unbk ) Menggunakan
Metode Technology Acceptance Model (
Tam ). 167–177.
Yudhiono, N. F., Herliana, A., & Fitriyani, F.
(2017). Sistem Pakar Diagnosis
Penyakit Hernia Nukleus Pulposus
Menggunakan Forward Chainning
Berbasis Web. Jurnal Kajian
Ilmiah, 17(3).
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 157
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Analisis Kualitas Website Sekolah North Jakarta
Intercultural School dengan Metode Webqual 4.0
Syaifur Rahmatullah1, Dini Silvi Purnia
2, Rizky Triasmoro
3
1STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
2STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
3STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
ABSTRAK - North Jakarta Intercultural School (NJIS) adalah salah satu sekolah
internasional yang menggunakan website sebagai sarana untuk memberikan informasi kepada
pengguna ataupun masyarakat umum yang ingin mencari informasi tentang NJIS. Alamat
website yaitu www.njis.org dimana pada website tersebut terdapat informasi profil NJIS,
lokasi sekolah, profil kepala sekolah dan tenaga pendidik, kalender akademik, pengumuman
yang berkaitan dengan akademik, dan juga pelaksanaan kegiatan akademik. Informasi ini
sangat berpengaruh terhadap kepuasan pengguna baik dari segi manfaat ataupun yang lainnya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis membatasi permasalahan hanya pada lingkup
permasalahan yang diteliti yaitu menganalisa pengaruh kualitas website North Jakarta
Intercultural School (NJIS) terhadap kepuasan pengguna dengan menggunakan metode
Webqual 4.0 yang terdiri dari dimensi (kegunaan, kualitas informasi dan kualitas interaksi
pelayanan).
Kata Kunci: Kualitas Website, Webqual, Kepuasan Pengguna
ABSTRACT - North Jakarta Intercultural School (NJIS) is an international school that uses
websites to provide information for users or publics who wants to find information about
NJIS. The website address is www.njis.org. On the website, there are NJIS profile
information, school locations, profiles of principals and educators, academic calendars,
announcements relating to academics, and also the implementation of academic activities.
This information is very influential on user satisfaction both in terms of benefits or others. In
the preparation of this thesis the author limits the problem to the scope of the problem
studied, which is analyzing the influence of the quality of the North Jakarta Intercultural
School (NJIS) website towards user satisfaction by using the Webqual 4.0 method which
consists of dimensions (usability, information quality and service interaction quality).
Keywords: Website Quality, Webqual, Users Satisfaction
Naskah diterima: 20 Jan 2019, direvisi: 2 April 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 158
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
PENDAHULUAN
North Jakarta Intercultural School
(NJIS) adalah salah satu sekolah
internasional yang menggunakan website
sebagai sarana untuk memberikan informasi
kepada pengguna ataupun masyarakat umum
yang ingin mencari informasi tentang NJIS.
Adapun informasi yang dapat dilihat di
website NJIS diantaranya sejarah NJIS,
lokasi sekolah, profil kepala sekolah dan
tenaga pendidik, kalender akademik,
pengumuman yang berkaitan dengan
akademik, dan juga pelaksanaan kegiatan
akademik. Sebagai media informasi dan juga
media promosi sekolah, website NJIS harus
mempunyai kualitas yang baik dalam
memberikan informasi sebagai salah satu
bentuk pelayanannya (Ferdiansyah, 2018).
Menurut Siregar & Fitriawan (2018)
“Website merupakan sebuah fasilitas yang
menawarkan ruang bincang, email, maupun
pesan instan dimana pengguna internet dapat
menjelajahi World Wide Web dengan
menggunakan software browser untuk
mendapatkan berbagai macam informasi,
hiburan maupun untuk kepentingan bisnis”.
Tujuan dari adanya website adalah untuk
menyampaikan konten kepada konsumen
serta melengkapi proses transakis. Semakin
cepat dan dapat diandalkannya dua tujuan
tersebut, maka semakin efektif suatu website
dari perspektif e-commerce (Yudhiono et al.,
2017). Situs Web (website) adalah
sekumpulan halaman web yang terhubung
pada sebuah halaman utama (homepage).
Halaman utama adalah dokumen pada web
yang diformat menggunakan hypertext
dengan link yang menghubungkan satu
dokumen dengan dokumen lainnya, seperti
suara, video, atau animasi.
Penelitian ini mengambil studi kasus
pada website sekolah North Jakarta
Intercultural School (NJIS) dengan alasan
agar sekolah NJIS sebagai pengelola website
dapat mengetahui seberapa besar tingkat
kepuasan pengguna terhadap layanan
websitenya. Dengan alasan tersebut maka
penulis bermaksud meneliti kepuasan
pengguna website sekolah North Jakarta
Intercultural School (NJIS) dengan
menggunakan metode Webqual 4.0 yang
terdiri dari 3 aspek, yaitu Kegunaan
(Usability), Kualitas Informasi (Information
Quality) dan Kualitas Interaksi Pelayanan
(Service Interaction Quality).
LANDASAN TEORI
Pada landasan teori ini penulis
membahas mengenai teori-teori yang
berkaitan dengan analisa pengaruh kualitas
website sekolah North Jakarta Intercultural
School (NJIS) terhadap kepuasan pengguna
dengan metode Webqual 4.0.
Dengan adanya website sekolah
North Jakarta Intercultural School (NJIS)
dapat membantu pengguna untuk mengetahui
informasi yang ada pada sekolah North
Jakarta Intercultural School (NJIS) baik
informasi sejarah NJIS, lokasi sekolah, profil
kepala sekolah dan tenaga pendidik, kalender
akademik, pengumuman yang berkaitan
dengan akademik, dan juga pelaksanaan
kegiatan akademik. Dalam penelitian ini,
pengguna yang dimaksud adalah orang tua
siswa, siswa, guru dan pegawai NJIS.
Metode yang akan digunakan dalam
pengukuran kualitas website adalah dengan
metode kuantitatif dengan analisa regresi
linear berganda menggunakan SPSS versi 25.
Website
Menurut Raharjo (2011: 2), “website
adalah suatu layanan di dalam jaringan
internet yang berupa ruang informasi”.
Dengan adanya web, user dapat memperoleh
atau menemukan informasi yang diinginkan
dengan cara mengikuti link (hyperlink) yang
disediakan di dalam dokumen yang
ditampilkan oleh aplikasi web browser.
Dengan menggunakan teknologi web, user
akan lebih mudah dalam berinteraksi dengan
data yang tersimpan di dalam suatu web
server, tanpa harus menuliskan perintah apa
pun.
Penggunaan website sebagai media
informasi di era teknologi maju seperti
sekarang ini sudah sangat lazim dan sangat
efektif. Oleh sebab itu sudah menjadi suatu
keharusan dan kebutuhan bagi sebuah
organisasi untuk memiliki sebuah website.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 159
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Komponen dan Proses Penelitian Kuantitatif
Metode WebQual 4.0
Menurut Muhsin & Zuliestiana
(2017) “Website Quality adalah sebuah
instrument yang dikembangkan untuk
menilai kegunaan, informasi dan kualitas
interaksi jasa dari website internet.”
Website Quaity (WebQual)
merupakan salah satu metode pengukuran
kualitas website berdasarkan persepsi
pengguna akhir. WebQual ini merupakan
pengembangan dari ServQual yang telah
banyak digunakan untuk pengukuran kualitas
jasa.
Tabel 1. Indikator WebQual 4.0
Dimensi WebQual 4.0 Item
Usability
1. Kemudahan untuk dioperasikan.
2. Interaksi dengan website jelas dan
dapat di mengerti.
3. Kemudahan untuk navigasi. 4. Kemudahan menemukan alamat
website.
5. Tampilan yang atraktif.
6. Tepat dalam penyusunan tata letak informasi.
7. Tampilan sesuai dengan jenis
website pemerintahan.
Adanya penambahan pengetahuan dari informasi website
Kualitas
Informasi
8. Menyediakan informasi yang cukup
jelas.
Menyediakan informasi yang dapat
dipercaya.
Menyediakan informasi yang up to date.
Menyediakan informasi yang
relevan.
Menyediakan informasi yang mudah dipahami.
Menyediakan informasi yang cukup
detail.
9. Menyajikan informasi dalam format yang sesuai.
ualitas
Interaksi
Pelayanan
Mempunyai reputasi yang baik.
Mendapatkan keamanan untuk
melengkapi transaksi.
Rasa aman dalam menyampaikan data pribadi.
Kemudahan unutk menarik minat
dan perhatian.
Adanya suasana komunitas.
Kemudahan untuk memberi
masalah (feed back).
Tingkatan kepercayaan yang tinggi
atas informasi yang disampaikan
website.
Keseluruhan Pendapat secara umum tentang
website ini.
Sumber : Hendradi, Sukendar, & Saputro
(2017)
Kepuasan Pengguna
Menurut Jogiyanto (2007:23)
“Kepuasan pengguna adalah respon pemakai
terhadap penggunaan keluaran sistem
informasi”. Menurut Lovelock dan Wirtz
(2011:74) “Kepuasan adalah suatu sikap
yang diputuskan berdasarkan pengalaman
yang didapatkan. Kepuasan merupakan
penilaian mengenai ciri atau keistimewaan
produk atau jasa, atau produk itu 13 sendiri,
yang menyediakan tingkat kesenangan
konsumen berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan konsumsi konsumen. Kepuasan
konsumen dapat diciptakan melalui kualitas,
pelayanan dan nilai. Kunci untuk
menghasikan kesetian pelanggan adalah
memberikan nilai pelanggan yang tinggi.
Menurut Zeithaml (2003:162)
terdapat empat faktor yang mempengaruhi
persepsi dan ekspektasi pelanggan, yaitu
sebagai berikut :
1. Apa yang telah didengar pelanggan dari
pelanggan lainnya (word of mouth
communication). Dimana hal ini
merupakan faktor potensial yang
menentukan ekspektasi pelanggan
tersebut. Sebagai contoh, seorang
pelanggan memiliki perusahaan yang
diharapkan dapat memberikan pelayanan
dengan kualitas tinggi berdasarkan
rekomendasi dari teman-teman atau
tetangganya.
2. Ekspektasi pelanggan sangat bergantung
dari karakteristik individu dimana
kebutuhan pribadi (personnel needs).
3. Pengalaman masa lalu (past experience)
dalam menggunakan pelayanan dapat
juga mempengaruhi tingkat ekspetasi
pelanggan.
4. Komunikasi dengan pihak eksternal
(external communication) dari pemberi
layanan memainkan peranan kunci dalam
membentuk ekspektasi pelanggan.
Berdasarkan External communication,
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 160
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
perusahaan pemberi layanan dapat
memberikan pesan-pesan secara langsung
maupun tidak langsung kepada
pelanggannya. Sebagai contoh dari
pengaruh adanya external communication
adalah harga dimana biaya pelayanan
sangat berperan penting dalam
membentuk ekspektasi pelanggan.
Sistem informasi yang baik dan dapat
digunakan dengan maksimal akan
menimbulkan kepuasan dari pihak pengguna.
METODE PENELITIAN
Tahapan penelitian penulis gambarkan
dalam bentuk skema bagan alir yang dapat
dilihat sebagai berikut:
Gambar 1.
Bagan Alir Tahapan Penelitian
Penelitian ini melakukan identifikasi
masalah yang akan dibahas yaitu mengenai
kualitas website sekolah North Jakarta
Intercultural School (NJIS) dan pengaruhnya
terhadap kepuasan pengguna website sekolah
NJIS berdasarkan literatur dan informasi
yang telah penulis peroleh.
Perumusan Hipotesis
Penulis mengemukakan 2 hipotesis
awal yaitu :
1. H0 : Tidak terdapat pengaruh antara
kualitas website sekolah North Jakarta
Intercultural School (NJIS) terhadap
kepuasan pengguna.
2. Ha : Terdapat pengaruh antara kualitas
website sekolah North Jakarta
Intercultural School (NJIS) terhadap
kepuasan pengguna.
Pengumpulan Data
Penulis melakukan pengumpulan data
dengan metode observasi, wawancara, studi
pustaka dan kuesioner kepada populasi yang
sudah penulis tentukan. Pada tahapan ini,
terdapat beberapa tahapan terkait, yaitu :
1. Pengembangan Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini berbentuk kuesioner yang
terdiri dari pernyataan-pernyataan yang
dijawab dengan memberikan tanda
silang pada skala jawaban yang sesuai
dengan pendapat responden.
2. Populasi & Sampel
Populasi yang penulis maksud disini
adalah Orang tua siswa, siswa, guru dan
pegawai North Jakarta Intercultural
School (NJIS). Penulis mendistribusikan
kuesioner ke sampel yang ada didalam
populasi. Jumlah populasi adalah 337
orang, dan penulis mengambil 100 orang
sebagai sampel. Angka ini didapatkan
dari hasil perhitungan dengan rumus
Slovin yang terdapat pada halaman 31.
Analisis Data
Pada tahap ini penulis menganalisa
hasil pengolahan data dan pengujian
instrumen yang terdapat di kuesioner dengan
menggunakan metode Webqual 4.0. Ada 3
instrumen yang diuji yaitu Kegunaan
(Usability), Kualitas Informasi (Information
Quality) dan Kualitas Interaksi Pelayanan
(Service Interaction Quality). Ditambah
dengan instrumen Kepuasan Pengguna
sebagai variabel independen.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 161
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
PEMBAHASAN
Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu
dari bagian persyaratan analisis data atau uji
asumsi klasik, artinya sebelum kita
melakukan analisis sesungguhnya data
tersebut harus diuji kenormalan distribusinya.
Dasar pengambilan keputusan dalam uji
normalitas yakni jika nilai signifikan lebih
besar dari 0,05 maka data tersebut
berdistribusi normal, sebaliknya jika nilai
signifikan lebih kecil dari 0,05 maka data
tersebut tidak berdistribusi normal. Uji
normalitas data dalam penelitian ini
menggunakan statistik uji yaitu One Sample
Kolmogorov Smirnov Test yang didasarkan
pada Asymp. Sig. (2-tailed) dengan ketentuan
jika Asymp. Sig. (2-tailed)> Alpha yang
ditentukan sebelumnya sebesar (0,05) maka
data berdistribusi normal. Dengan
perhitungan software SPSS 25 yang hasilnya
seperti tersaji pada tabel berikut:
Tabel 2 Hasil Uji Normalitas
Tabel di atas menunjukkan bahwa
nilai Test Statistic Kolmogorov Smirnov
sebesar 0,082 dengan signifikansi 0,098 >
0,05. Dengan demikian menunjukkan bahwa
data dari variabel dalam penelitian ini
berdistribusi normal.
Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas adalah uji yang
dilakukan untuk memastikan apakah di
dalam sebuah model regresi ada interkorelasi
atau kolinearitas antar variabel bebas.
Interkorelasi adalah hubungan yang linear
atau hubungan yang kuat antara satu variabel
bebas atau variabel prediktor dengan variabel
prediktor lainnya di dalam sebuah model
regresi. Interkorelasi itu dapat dilihat dengan
nilai koefisien korelasi antara variabel bebas,
nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance, nilai Eigenvalue dan Condition
Index, serta nilai standar eror koefisien beta
atau koefisien regresi parsial.
Suatu model regresi dapat dikatakan tidak
terjadi multikolinieritas, jika VIF lebih kecil
dari 10 dan mempunyai angka tolerance
lebih besar dari 0,10.
Tabel 3 Hasil Uji Multikolinieritas
Tabel di atas menunjukkan bahwa
untuk variabel Kegunaan memiliki nilai
tolerance sebesar 0,843 dan nilai VIF sebesar
1,187, untuk variabel Kualitas Informasi
memiliki nilai tolerance sebesar 0,926 dan
nilai VIF sebesar 1,080 untuk variabel
Kualitas Interaksi Pelayanan memiliki nilai
tolerance sebesar 0,799 dan nilai VIF sebesar
1,252.
Berdasarkan hasil uji
multikolinearitas pada tabel tersebut, maka
seluruh variabel independen pada model
regresi memiliki nilai tolerance ≥ 0,10 dan
nilai VIF ≤ 10. Hal ini memenuhi asumsi
bahwa tidak terjadi multikolinieritas.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah uji
yang menilai apakah ada ketidaksamaan
varian dari residual untuk semua pengamatan
pada model regresi linear. Uji ini merupakan
salah satu dari uji asumsi klasik yang harus
dilakukan pada regresi linear. Analisis uji
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 162
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
asumsi heteroskedastisitas hasil output SPSS
melalui grafik scatterplot antara Z prediction
(ZPRED) yang merupakan variabel
independen (sumbu X = Y hasil prediksi) dan
nilai residualnya (SRESID) merupakan
variabel dependen (sumbu Y = Y prediksi –
Y riil).
Heteroskedastisitas terjadi jika pada
scatterplot titik-titiknya mempunyai pola
yang teratur, baik menyempit, melebar
maupun bergelombang. Berikut adalah grafik
scatterplot hasil uji Heteroskedastisitas.
Gambar.1
Grafik Hasil Uji Heteroskedastisitas
Dari analisis hasil output SPSS (gambar
scatterplot) diatas, didapatkan titik-titik
menyebar di bawah serta di atas sumbu Y,
dan tidak mempunyai pola yang teratur. Jadi
kesimpulannya adalah variabel dependen
diatas tidak terjadi heteroskedastisitas atau
bersifat homoskedastisitas
Hipotesis
Pengujian regeresi berganda di
tentukan berdasarkan hipotesis:
H1: Variabel Kegunaan website sekolah
North Jakarta Intercultural School
(NJIS) berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan pengguna.
H2: Variabel Kualitas Informasi website
sekolah North Jakarta Intercultural
School (NJIS) berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan pengguna.
H3: Variabel Kualitas Interaksi Pelayanan
website sekolah North Jakarta
Intercultural School (NJIS)
berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan pengguna.
H4: Variabel Kegunaan, Kualitas
Informasi dan Kualitas Interaksi
Pelayanan website sekolah North
Jakarta Intercultural School (NJIS)
bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan pengguna.
Kriteria Pengujian
Untuk Hipotesis H1, H2 dan H3
Apabila nilai Sig.t < 0,05 maka hipotesis
diterima, sebaliknya apabila nilai t > 0,05
maka hipotesis ditolak. Untuk Hipotesis H4
Apabila nilai Sig.F < 0,05 maka hipotesis
diterima, sebaliknya apabila nilai Sig.F >
0,05 maka hipotesis ditolak.
Pengujian Pertama
Tabel 4 Hasil Uji Regresi Linier Berganda
(Pengujian Pertama)
Data diatas menunjukkan nilai Sig.t
untuk Kegunaan sebesar 0.350, nilai Sig.t
untuk Kualitas Informasi sebesar 0.000 dan
nilai Sig.t untuk Kualitas Interaksi Pelayanan
sebesar 0.038. Dari hasil pengujian tersebut
ke tiga variabel menunjukkan bahwa nilai
Sig.t variabel Kegunaan dan variabel
Kualitas Interaksi Pelayanan > 0,05 sehingga
Hipotesis H1 dan H3 ditolak. Sedangkan
nilai Sig.t variabel Kualitas Informasi < 0,05,
sehingga Hipotesis H2 diterima.
Pengujian Kedua
Tabel 5 Hasil Uji Regresi Linier Berganda
(Pengujian Ke Dua)
Data diatas menunjukkan nilai Sig.F
sebesar 0.000 dan hasil pengujian
menunjukkan bahwa nilai Sig.F < 0,05
sehingga Hipotesis H4 diterima.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 163
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Temuan Penelitian
Didasarkan dari hasil pengolahan data
dengan menggunakan webqual 4.0 dalam
pengolahan analisa pengaruh kualitas website
sekolah north jakarta intercultural school
didapatkan hasil bahwa :
1. Hasil pengujian Regresi Linier Berganda
pertama menunjukkan nilai Sig.t untuk
Kegunaan sebesar 0.350, nilai Sig.t
untuk Kualitas Informasi sebesar 0.000
dan nilai Sig.t untuk Kualitas Interaksi
Pelayanan sebesar 0.038. Dari hasil
pengujian tersebut ke tiga variabel
menunjukkan bahwa nilai Sig.t variabel
Kegunaan dan variabel Kualitas
Interaksi Pelayanan > 0,05 sehingga
Hipotesis H1 dan H3 ditolak. Sedangkan
nilai Sig.t variabel Kualitas Informasi <
0,05, sehingga Hipotesis H2 diterima.
2. Hasil pengujian Regresi Linier Berganda
kedua menunjukkan nilai Sig.F sebesar
0.000 dan hasil pengujian menunjukkan
bahwa nilai Sig.F < 0,05 sehingga
Hipotesis H4 diterima.
3. Hipotesis yang diterima adalah Ha:
Terdapat pengaruh antara kualitas
website sekolah North Jakarta
Intercultural School (NJIS) terhadap
kepuasan pengguna. Dan H0 : Tidak
terdapat pengaruh antara kualitas website
sekolah North Jakarta Intercultural
School (NJIS) terhadap kepuasan
pengguna ditolak.
4. Dari 3 (tiga) instrumen metode Webqual
4.0 (Kegunaan, Kualitas Informasi,
Kualitas Interaksi Pelayanan) yang
sudah penulis uji, instrumen yang paling
berpengaruh terhadap kepuasan
pengguna adalah instrumen Kualitas
Informasi.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah di lakukan oleh peneliti ditemukan
bahwa kualitas informasi yang di berikan
website sekolah North Jakarta Intercultural
School sudah sangat baik, hal tersebut
terlihat dari hasil nilai Sig.t variabel Kualitas
Informasi 0.000 < 0,05. Adapun yang harus
di perbaiki dari website ini adalah dari segi
kualitas interaksi pelayanan dan kegunaan
dengan membuat interaksi dari pengguna
website seperti chatting, pendaftaran online
serta harus di perhatikan kemudahan dalam
penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bitner, M. J. dan Zeithaml, V. A., 2003,
Service Marketing (3rd ed.),
TataMcGraw Hill, New Delhi
Edelwy Apriliana Wawoluamaya, Dewiyani
Sunarto, S. H. E. W. (2016). No Title.
Analisis Pengaruh Kualitas Website
Terhadap Kepuasan Pengguna
Berdasarkan Metode Webqual 4.0 Pada
Universitas Narotama, 5, 8.
Ferdiansyah, D. (2018). Penerapan Konsep
Model View Controller Pada Rancang
Bangun Sistem Informasi Klinik
Kesehatan Berbasis Web. Jurnal Kajian
Ilmiah, 18(2), 195-205.
Hendradi, P., Sukendar, T., & Saputro, M. I.
(2017). Pengaruh Kualitas Website Pt
Go-Jek Indonesia Terhadap Kepuasan
Pengguna Menggunakan Metode
Webqual Pendahuluan. Jurnal Satya
Informatika, 2(2), 44–57.
Islam, U., Raden, N., Palembang, F., Anwar,
S., Islam, U., Raden, N., … Sederhana,
K. (2018). Analisis Pengukuran Kualitas
Layanan Website LP2M UIN Raden
Fatah Palembang Menggunakan Metode
Webqual 4.0, 7(1998), 1–10.
Jamalludin Alhidayah, Sulistiowati, L. J.
(2016). Analisis Pengaruh Kualitas
Website Terhadap Kepuasan Pengguna
Berdasarkan Metode Webqual 4 . 0
Pada Website Stikom Career Center Issn
2338-137X. JSIKA Vol. 5, No. 1. 2016,
5(1), 1–8.
https://doi.org/10.1111/j.1463-
1318.2007.01430.x
Khairullah, Soedijono, B., & Hanif Al Fatta.
(2017). Pengukuran Kualitas Sistem
Informasi Inventaris Aset Universitas
Muhammadiyah Bengkulu Menggunkan
Metode MCCALL. Jurnal Informasi
Interaktif, 2(2), 84–92.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 164
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Lovelock, C, dan John Wirtz, 2011.
“Pemasaran Jasa Perspektif edisi 7”.
Jakarta :Erlangga
Modifikasi, W., Vol, J., & Tahun, N. (2018).
ISSN 2338-137X Analisis Pengaruh
Kualitas Layanan Website DRPD
Provinsi Jawa Timur Terhadap
Kepuasan Pengguna dengan Metode
ISSN 2338-137X, 7(1), 1–8.
Muhsin, A., & Zuliestiana, D. A. (2017).
Analisis Pengaruh Kualitas Website
(Webqual) 4.0 Terhadap Kepuasan
Pengguna Bukalapak Di Kota Bandung.
E-Proceeding of Management, 4(3), 18–
19.
Siagian, H., & Cahyono, E. (2014). Analisis
Website Quality, Trust Dan Loyalty
Pelanggan Online Shop. Jurnal
Manajemen Pemasaran, 8(2), 55–61.
https://doi.org/10.9744/pemasaran.8.2.5
5-61.
Siregar, R. K. D., & Fitriawan, R. A. (2018).
Analisis Kualitas Website
RUANGGURU.COM Menggunakan
WebQual 4 . 0 dan IPA (Importance
Performance Analysis). E-Proceeding of
Management, 5(1), 1201–1208.
https://doi.org/10.1080/17439760.2017.
1291850.
Sunyoto, Danang. (2011).Analisis Regresi
Dan Uji Hipotesis.Yogyakarta:CAPS.
Sugiyono.(2018).Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif Dan
R&D.Bandung:CV Alfabeta.
Syaifullah, & Soemantri, dicky oksa. (2016).
Pengukuran Kualitas Website
Menggunakan Metode Webqual 4 . 0.
Jurnal Rekayasa Dan Manajemen
Sistem Informasi, 2(1), 19–25.
Wahana Komputer.(2017).Ragam Model
Penelitian & Pengolahannya dengan
SPSS.Semarang:CV.Andi Offset &
Wahana Komputer.
Wardhana, G. N. (2018). Pengaruh Kualitas
Sistem , Kualitas Informasi Dan
Kemudahan Pengisian Siam ( Sistem
Informasi Akademik Mahasiswa )
Terhadap Kepuasan Mahasiswa Studi
Dilakukan Pada Fakultas Ilmu
Komputer Universitas Brawijaya Tahun
Angkatan 2016 – 2017, 62(2), 158–165.
Wibowo, S., Setyanto, A., & Nasiri, A.
(2018). Analisis Kualitas Website
Universitas AMIKOM Yogyakarta
Berdasarkan Persepsi Pengguna Internal
Menggunakan Metode Webqual
Modifikasi. Seminar Nasional
Teknologi Informasi Dan Multimedia
2018, 19–24.
Yudhiono, N. F., Herliana, A., & Fitriyani, F.
(2017). Sistem Pakar Diagnosis
Penyakit Hernia Nukleus Pulposus
Menggunakan Forward Chainning
Berbasis Web. Jurnal Kajian
Ilmiah, 17(3).
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 165
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Komunikasi Antar Pribadi Non Verbal Penyandang
Disabilitas di Deaf Finger Talk
Andy Setyawan
Universitas Bina Sarana Informatika, [email protected]
Abstrak - Banyaknya penyandang disabilitas khususnya tunarungu di Indonesia,
menimbulkan ketidaksetaraan antara tunarungu dengan orang normal (dengar). Di Cinere,
Depok, dan Pamulang Tangerang Selatan, terdapat Cafe dan Carwash yang memberdayakan
tunarungu untuk bekerja sebagai karyawan di tempat tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini
bermaksud untuk meneliti lebih lanjut tentang pola komunikasi serta mengetahui faktor
penghambat dan pendukung antara pegawai tunarungu dan teman dengar menejemen Deaf
Finger Talk dan pelanggan Deaf Finger Talk. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
melalui metode wawancara terstruktur yang dilakukan pada pegawai tunarungu, teman dengar
pegawai dan teman dengar pelanggan, serta observasi nonpartisipan di Deaf Finger Talk.
Hasil yang didapat pola komunikasi yang terjadi antara pegawai tunarungu dengan
menejemen ataupun pelanggan terjadi secara diadik untuk pertama kali dengan tatap muka.
Setalah terjalin keakraban, komunikasi terjadi secara dialog jika sudah akrab dan mengenal
satu sama lain. Faktor pendukung komunikasi interpersonal yang terjadi di DFT adalah rasa
ingin tahu dan kemauan untuk belajar. Sedangkan faktor penghambat terdiri dari: perasaan
takut, tidak terbuka, pikiran negatif dan tingkat kecerdasan. Manfaat dari penelitian ini adalah
untuk memberikan gambaran tentang pola komunkasi yang terjalin antara pegawai tunarungu,
teman dengar menejemen, dan teman dengar pelanggan agar kedepannya dapat dijadikan
referensi bagi siapapun yang ingin memberdayakan rekan-rekan tunarungu untuk bekerja
secara profesional.
Kata Kunci: Tunarungu, Teman Dengar, Komunikasi Interpersonal
Abstract - The large number of persons with disability especially deaf in Indonesia, leading
to inequalities between the deaf with normal people. In Cinere, South Jakarta, there is a Café
and a Carwash that empower deaf people to work as an employee. Therefore, researcher
interest to research about communication patterns, as well as knowing the factors restricting
and supporters between deaf and hearing friends. This study uses qualitative methods
through structured, as well as observations of nonpartisipan on Deaf Finger Talk. The results
obtained are patterns of communication is diadik communication with face-to-face. After a
mutual familiarity, communication occurs on a dialog. The supporting factor is curiosity and
willingness to learn. And the barrier factors consisting of: feelings of fear, unopen, negative
thoughts and intelligentsia. The benefit of this research is to provide an overview of the
communication patterns between deaf employees, and hearing friends, so in the future it can
be used as a reference for those looking to empower Deaf as a professionals.
Keyword: Deaf, Hearing Friend, Interpersonal Communication
Naskah diterima: 5 Jan 2019, direvisi: 16 April 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
PENDAHULUAN
Tunarungu merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan kondisi
dimana seseorang yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar baik sebagian atau seluruhnya
yang mengakibatkan tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga ia tidak dapat menggunakan alat
pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari
yang membawa dampak terhadap
kehidupannya secara kompleks. Hal ini
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 166
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
membuat sebagian dari mereka menjauhkan
diri dari pergaulan hidup sehari-hari. Selain
itu, sebutan penyandang cacat yang diberikan
oleh masyarakat sekitar juga membuat
mereka semakin tidak percaya diri (Harris,
1997).
Penyandang tunarungu merupakan
bagian dari kesatuan masyarakat. Karena
adanya keterbatasan atau kekurangan pada
fisiknya, membuat individu umumnya kurang
mampu untuk menyesuaikan diri pada
lingkungan sekitar. Adanya kecacatan
pendengaran berpengaruh langsung terhadap
kemampuan tunarungu dalam
berkomunikasi, sehingga belum mendapat
perhatian di dalam kehidupan masyarakat.
Hal ini dapat terjadi karena individu
penyandang tunarungu hidup pada dua dunia,
dunia dalam dirinya dan dunia pada
umumnya (Utami, 2013). Oleh karena itu,
para penyandang tunarungu memiliki
kegiatan sendiri. Kegiatan yang mereka
adakan menggunakan bahasa isyarat yang
hanya dimegerti oleh penyandang tunarungu
itu sendiri serta sebagian orang normal
lainnya atau biasa disebut “teman dengar”.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada
tahun 2009 mengadakan Survey Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan
menghasilkan data penyandang cacat dengan
menggunakan istilah ketunaan dalam
kategori kecacatan. Data Susenas tersebut
memperkirakan terdapat sekitar 2.126.000
penyandang cacat tersebar di seluruh wilayah
Indonesia, dimana terdapat 223.655 orang
tunarungu, 151.371 orang tunawicara dan
73.560 orang tuna rungu wicara. Data
Susenas BPS tahun 2009 menggunakan
pemisahan antara tunarungu, tunawicara, dan
tuna rungu wicara yang bila diakumulasikan
menjadi berjumlah 448.586 orang (Febriana,
2013). Data dari sensus penduduk dan jumlah
penyandang tunarungu diperkirakan
mencapai 1,25 % dari total jumlah penduduk
indonesia di tahun 2010 (Utami, 2013).
Hambatan-hambatan yang dialami
oleh penyandang tunarungu sebagian besar
merupakan terhambatanya komunikasi verbal
atau lisan, baik secara ekspresif (berbicara)
ataupun reseptif (memahami pembicaraan
orang lain). Sehingga berkomunikasi dengan
lingkungan orang yang memiliki
pendengaran normal yang menggunakan
bahasa verbal sebagai alat komukasi
merupakan hal yang sulit (Khalida, 2017).
Karena terhambatnya berkomunikasi maka
berakibat juga pada hambatan penyandang
tunarungu dalam berkembang di kehidupan
sehari-hari (Kuba, 2017). Namun demikian,
penyandang tunarungu memiliki potensi
untuk berkembang apabila mereka didukung
secara baik. Tidak adanya diskriminasi dalam
kehidupan sehari- hari membuat mereka
percaya diri dan menumbuhkan semangat
untuk berkembang dan diberlakukan
layaknya orang-orang normal (Effendi,
2006).
Di kawasan Cinere, Depok ada
sebuah tempat unik, yang sebagian besar
pekerjanya merupakan penyandang
tunarungu. Unik, inovatif, inspirasi,
merupakan tiga kata yang menggambarkan
tempat tersebut. Tempat yang bernama Deaf
Cafe Finger Talk and Car Wash menjadi
daya tarik tersendiri, sebab selain dapat
mencuci kendaraan, kita juga dapat
menikmati berbagai hidangan yang tersedia
disana, kita juga akan memiliki pengalaman
yang mengesankan seperti berkomunikasi
dengan pramusaji yang sebagian besar adalah
penyandang tunarungu. Selain itu, kita juga
akan belajar menggunakan bahasa isyarat
yang dapat menumbuhkan kepercayaan diri
mereka bahwa mereka sama dengan orang
normal lainnya.
Namun bukan tanpa tantangan, Deaf
Finger Talk (yang selanjutnya disingkat
DFT) sebagai wadah pemberdayaan
penyandang tunarungu, DFT juga
menemukan kendala dalam prosesnya.
Karena kegiatannya difokuskan dalam
berbisnis, maka para penyandang tunarungu
akan bertemu dengan banyak teman dengar
yang tak lain adalah pelanggan yang
sebagian besar adalah orang baru. Tentunya
mereka akan menemukan kendala dalam
berkomunikasi. Oleh karena itu, penelitian
ini akan memfokuskan pada faktor-faktor
yang mempengaruhi komunikasi antarpribadi
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 167
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
non verbal karyawan tunarungu DFT dengan
para teman dengar konsumennya.
Dari penjabaran diatas, maka perlu
diadakannya kajian tentang: apa saja faktor-
faktor yang mempengaruhi komunikasi
antarpribadi nonverbal karyawan tunarungu
Deaf Finger Talk dengan konsumen teman
dengar?, sehingga proses pemberdayaan
teman-teman tunarungu di DFT dapat
berjalan dengan baik dan lancar.
Landasan Teori
Komunikasi Interpersonal
Wayne Pace memberikan definisi
komunikasi interpersonal sebagai proses
komunikasi yang berlangsung antara dua
orang atau lebih secara tatap muka dimana
komunikator dapat menyampaikan pesan
secara langsung dan penerima pesan dapat
menanggapi secara langsung pula (Cangara,
1998). komunikasi ini dikemas dalam bentuk
nonverbal maupun verbal, seperti komunikasi
pada umumnya. Komunikasi interpersonal
meliputi dua unsur pokok yaitu isi pesan dan
bagaimana isi pesan tersebut dikatakan atau
dilakukan secara verbal maupun nonverbal.
Dua unsur tersebut sebaiknya diperhatikan
dan dilakukan berdasarkan pertimbangan
situasi, kondisi, dan keadaan penerima pesan.
Komunikasi interpersonal merupakan
kegiatan aktif bukan pasif. Dalam
komunikasi interpersonal terdapat umpan
balik (feed back), sehingga komunikasi ini
sangat dimungkinkan untuk saling mengubah
atau mengembangkan.
Agar komunikasi interpersonal yang
dilakukan menghasilkan hubungan
interpersonal yang efektif dan kerjasama bisa
ditingkatkan maka kita perlu bersikap
percaya, sikap mendukung, dan terbuka yang
mendorong timbulnya sikap yang saling
memahami, menghargai, dan saling
mengembangkan kualitas. Komunikasi
interpersonal dinyatakan efektif bila
pertemuan komunikasi merupakan hal yang
menyenangkan bagi komunikan.(Widjaja,
2002). adapun fungsi dari komunikasi
interpersonal antara lain:
a. Mengenal diri sendiri dan orang lain.
b. Memungkinkan untuk mengetahui
lingkungan kita secara baik.
c. Menciptakan dan memelihara hubungan
baik antar personal.
d. Mengubah sikap dan perilaku.
e. Bermain dan mencari hiburan dengan
berbagai karakteristik orang.
f. Membantu orang lain dalam
menyelesaikan masalah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
pembentukkan komunikasi interpersonal:
a. Trust (kepercayaan), ada tiga faktor
utama yang menumbuhkan sikap
percaya yaitu: menerima, adalah
kemampuan berhubungan dengan orang
lain tanpa menilai dan tanpa berusaha
mengendalikannya. Yang kedua adalah
Empati, hal ini dianggap sebagai
memahami orang lain yang tidak
mempunyai arti emosional bagi kita.
Dan yang ketiga adalah Kejujuran, sikap
ini mendorong orang lain untuk dapat
percaya pada kita.
b. Supportif, dengan cara mengurangi sikap
defensif yang memungkinkan terjadinya
ketakutan dan kecemasan yang
menyebabkan komunikasi interpersonal
gagal.
c. Terbuka, Dengan komunikasi yang
terbuka diharapkan tidak akan ada hal-
hal yang tertutup, sehingga apa yang ada
pada diri komunikan juga diketahui oleh
komunikator, demikian sebaliknya.
Komunikasi interpersonal menurut
sifatnya dapat dibedakan menjadi (Cangara,
1998):
1. Dyadic Communication atau komunikasi
diadik merupakan proses komunikasi
yang berlangsung antara dua orang
dalam situasi tatap muka. Komunikasi
Diadik menurut Pace dapat dilakukan
dalam 3 bentuk yakni:
a. Percakapan : dalam suasana yang
bersahabat dan informal.
b. Dialog : dalam situasi yang lebih
intim, lebih dalam dan lebih personal.
c. Wawancara : sifatnya lebih serius,
yakni adanya pihak yang dominan
pada posisi bertanya dan lainnya
berada pada posisi menjawab.
2. Komunikasi kelompok kecil (Small
Group Communication) proses
komunikasi yang berlangsung tiga orang
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 168
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
atau lebih secara tatap muka, dimana
anggotanya saling berinteraksi satu sama
lain.
Interaksi Simbolik
Mead dalam “The Theoritical
Perspective” mengemukakan bahwa perilaku
seseorang sangat dipengaruhi oleh simbol
yang orang lain berikan. Melalui pemberian
isyarat berupa simbol, maka seseorang dapat
mengemukakan perasaan, pikiran, maksud
dan tujuan (Mead, 2002). Teori ini pada
dasarnya berhubungan dengan struktur-
struktur sosial dan bentuk konkret dari
prilaku individual atau sesuatu yang bersifat
dugaan. Interaksi simbolik memfokuskan diri
pada hakekat interaksi, pola-pola dinamis
dari tindakan sosial dan hubungan sosial.
Interaksi sendiri dianggap sebagai unit
analisis, sementara sikap-sikap diletakkan
menjadi latar belakang.
Teori interaksi simbolik adalah
hubungan antar simbol dan interaksi.
Menurut Mead, orang bertindak berdasarkan
makna simbolik yang muncul dalam sebuah
situasi tertentu. Sedangkan simbol adalah
representasi dari sebuah fenomena, dimana
simbol sebelumnya sudah disepakati bersama
dalam sebuah kelompok dan digunakan
untuk mencapai sebuah kesamaan makna
bersama. Teori ini menjelaskan bahwa
interaksi individu dengan individu lainnya
akan menghasilkan suatu ide tertentu
mengenai dirinya dan berupaya menjawab
pertanyaan siapakah Anda sebagai manusia?.
Diri merupakan hal yang sangat penting
dalam interaksi. Orang memahami dan
berhubungan dengan berbagai hal atau objek
melalui interaksi sosial. Suatu objek dapat
berupa aspek tertentu dari realitas individu
apakah itu suatu benda, kualitas, peristiwa,
situasi, atau keadaan. Satu-satunya syarat
agar sesuatu menjadi objek adalah dengan
cara memberikannya nama dan
menunjukkannya secara simbolis. Dengan
demikian suatu objek memiliki suatu nilai
sosial sehingga merupakan suatu objek
social. Menurut pandangan ini, realitas
adalah totalitas dari objek sosial dari seorang
individu. Bagi Kuhn, penamaan objek adalah
penting guna menyampaikan makna suatu
objek (Morissan, 2013).
Tunarungu
Tunarungu merupakan seseorang
yang mempunyai gangguan pada
pendengarannya sehingga tidak dapat
mendengar bunyi dengan sempurna atau
bahkan tidak dapat mendengar sama sekali,
tetapi dipercayai bahwa tidak ada satupun
manusia yang tidak bisa mendengar sama
sekali. Walaupun sangat sedikit, masih ada
sisa-sisa pendengaran yang masih bisa
dioptimalkan pada seorang penyandang
tunarungu tersebut. Jika dilihat secara fisik,
seorang yang menyandang tunarungu tidak
jauh berbeda dengan orang normal lainnya,
perkembangan fisiknya pun terlihat seperti
anak normal, namun memiliki keterbatasan
dalam berkomunikasi secara verbal.
Istilah tunarungu diambil dari kata
“tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan
rungu artinya pendengaran. Seseorang
dikatakan tunarungu apabila ia tidak dapat
mendengar atau kurang mampu mendengar
suara. Tunarungu menurut KBBI adalah
tidak dapat mendengar; tuli. Sedangkan
menurut Murni Wirnasih tunarungu adalah
seorang yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar baik
sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan
oleh tidak fungsinya sebagian atau seluruh
alat pendengaran, sehingga anak tersebut
tidak dapat menggunakan alat
pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari
(Winarsih, 2007).
Menurut Haenudin (dalam
Rahmaniar, 2015) karakteristik penderita
tunarungu dilihat dari segi intelegensi,
bahasa dan bicara, serta emosi dan social
(Rahmaniar, 2015):
a. Karakteristik dalam segi intelegensi,
secara potensial seorang tunarungu tidak
berbeda dengan orang normal pada
umumnya, ada yang pandai, sedang, dan
ada yang kurang pandai. Namun
meskipun sama secara fungsional
intelegensi mereka berada dibawah
orang normal, hal itu disebabkan oleh
sulitnya memahami bahasa bagi mereka.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 169
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
b. Karakteristik dalam segi bahasa dan
bicara, seseorang tunarungu dalam segi
bicara dan bahasa memiliki hambatan,
hal ini disebabkan adanya hubungan
yang penting dan erat antara bahasa dan
bicara dengan pendengaran, bahasa dan
bicara merupakan hasil proses peniruan
sehingga penyandang tunarungu dalam
segi bahasa memiliki ciri yang khas,
yaitu sangat terbatas dalam pemilihan
kosa kata, sulit mengartikan arti kiasan
dan kata-kata yang bersifat abstrak.
c. Karakteristik dalam segi emosi dan
sosial, keterbatasan yang terjadi dalam
komunikasi pada penyandang tunarungu
mengakibatkan perasaan terasing dari
lingkungannya. Penyandang tunarungu
mampu melihat semua kejadian, akan
tetapi tidak mampu memahami dan
mengikutinya secara menyeluruh dan
alamiah sehingga menimbulkan emosi
yang tidak stabil, mudah curiga, dan
kurang percaya diri. Dalam pergaulan
cenderung memisahkan diri terutama
dengan anak normal, hal ini disebabkan
oleh keterbatasan kemampuan untuk
melakukan komunikasi secara lisan.
Menurut Bcothroyd , memberikan
batasan untuk tiga istilah tunarungu
berdasarkan seberapa jauh seseorang dapat
memanfaatkan sisa pendengaran dengan atau
tanpa bantuan amplifikasi oleh alat bantu
mendengar sebagai berikut (Rahmaniar,
2015):
a. Kurang dengar, namun masih bisa
menggunakannya sebagai
sarana/modalitas utama untuk
menyimak suara cakapan seseorang
dan mengembangkan kemampuan
bicara.
b. Tuli (Deaf) adalah mereka yang
pendengarannya sudah tidak dapat
digunakan sebagai sarana utama guna
mengembangkan kemampuan bicara,
namun masih dapat difungsikan
sebagai suplemen pada penglihatan dan
perabaan.
c. Tuli total (Totally Deaf) adalah mereka
yang sudah sama sekali tidak memiliki
pendengaran sehingga tidak dapat
digunakan untuk menyimak atau
mempersepsi dan mengembangkan
bicara.
Bahasa Isyarat
Terlepas dari penyebab tunarungu,
manusia adalah mahluk sosial, sehingga
manusia tidak dapat hidup sendiri, dan pasti
akan ada saatnya manusia memerlukan
bantuan orang lain. Untuk melakukan
hubungan interaksi dengan orang lain
tersebut dibutuhkan alat, sarana atau media
untuk berkomunikasi, maka dari itu
dibutuhkan sebuah bahasa.
Ada dua macam komunikasi yang kita
ketahui dan terjadi dikehidupan manusia.
Yang pertama komunikasi verbal, ialah
komunikasi yang menggunakan suara dalam
penyampaianya seperti yang kita lakukan
setiap hari, sedangkan yang kedua ialah
komunikasi nonverbal, komunikasi yang
memerlukan simbol-simbol atau gerakan
tangan serta tubuh dalam penyampaiannya
seperti yang digunakan oleh para penyandang
disabilitas (Berger, 2014).
Para penyandang disabilitas seperti
tunarungu dan tunawicara menggunakan
komunikasi nonverbal dalam berkomunikasi,
yaitu dengan bahasa isyarat. Bahasa isyarat
merupakan bentuk dari komunikasi
nonverbal yang tidak mengutamakan suara
sebagai alat komunikasi tetapi melalui bahasa
tubuh, raut wajah, serta pergerakan tangan
dan bibir untuk menyampaikan apa maksud
dan pikiran dari seseorang yang berbicara.
Sedangkan bahasa isyarat menurut KBBI
ialah bahasa yang tidak menggunakan bunyi
ucapan manusia atau tulisan dalam sistem
perlambangannya, juga dapat dikatakan
bahasa yang menggunakan isyarat seperti
gerakan tangan, kepala, badan dan
sebagainya, yang khusus diciptakan untuk
mereka para penyandang disabilitas
(tunarungu, tunawicara, tunanetra, dan
sebagainya) (Frieda, 2009).
Perbedaan tiap bahasa dan budaya
disetiap negara menyebabkan belum
ditetapkannya bahasa isyarat internasional.
Melalui kegiatan GERKATIN (Gerakan
Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) para
orang tuna rungu berhasil mengembangkan
bahasa isyarat yang saat ini digunakan oleh
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 170
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
kebanyakan masyarakat di Indonesia, yaitu
BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia). Orang
normal juga mengembangkan sebuah bahasa
isyarat, yaitu SIBI (Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia) sebuah bahasa isyarat yang sama
dengan bahasa isyarat yang digunakan di
Amerika yaitu ASL (American Sign
Language) dengan tujuan memudahkan jika
harus berkomunikasi dalam bahasa asing
(Sugianto, 2015).
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan Dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Kualitatif. Pendekatan
kualitatif dilakukan dengan menggunakan
metode wawancara mendalam, dan observasi
langsung untuk mendapatkan gambaran dan
fakta di lapangan secara langsung
Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah
menganalisis subjek dan objek. Subjek dalam
penelitian ini adalah pegawai tunarungu
DFT, teman dengar menejemen dan
pelanggan. Sedangkan objek penelitiannya
adalah pola komunikasi antara pegawai
tunarungu dan teman dengar. Sumber data
didapatkan melalui wawancara dan
pengamatan langsung.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah observasi dan
dokumentasi (Poerwandari, 2013). Pada
penelitian ini observasi dilakukan untuk
melihat beberapa aspek di antaranya:
Karakteristik setiap pegawai tunarungu dan
teman dengar, Pola komunikasi, Cara
berinteraksi, Ruang lingkup sosial.
Wawancara dilakukan untuk mengetahui
lebih jauh penerapan pola komunikasi yang
dilakukan pegawai tunarungu dan teman
dengar selama ini. Selain itu juga ingin
mengetahui hambatan serta pemecahan
masalah jika ada kesenjangan komunikasi.
Informan dalam penelitian ini sejumlah 7
orang yang terdiri atas: tiga pegawai
tunarungu DFT (E, A, dan N) 1 teman dengar
menejemen (A), dan 3 teman dengar
pelanggan (NW, AS, dan BM). Adapun
panduan wawancara sebagai berikut.
Tabel 1. Panduan Wawancara
No Aspek Indikator Kisi-Kisi Wawancara
1 Proses
Komunikasi
Penyamaan
persepsi Penyamaan Bahasa isyarat,
Penyamaan istilah,
Penyamaan perlakuan ke
teman dengar.
2 Pola
Komunikasi Dyadic
Communication
Small Group Communication
Komunikasi antar pegawai tunarungu,
Komunikasi pegawai tunarungu dengan teman
dengar menejemen,
Komunikasi pegawai
tunarungu dengan teman
dengar pelanggan.
3 Faktor yang
mempengaruhi Pendukung
Penghambat
Internal
Eksternal
Teknik Analisis Data
Analisa data dilakukan untuk
menemukan makna dari setiap data yang
terkumpul. Kemudian setelah seluruh data
terkumpul maka selanjutnya dipilah-pilah,
dihubungkan, dan dibandingkan antara satu
dengan yang lain. Dengan menggunakan
proses berfikir rasional, analitik, kritik, dan
logis, dicari persamaan dan perbedaannya.
Jawaban atau respon yang diberikan oleh
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 171
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
setiap informan dianalisa sehingga dapat
ditarik kesimpulan mengenai tanggapan apa
yang paling banyak diberikan oleh informan.
PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Deaf Finger Talk adalah perusahaan individu
yang dirikan dengan bangunan sederhana
yang terletak di daerah Pamulang, Tangerang
Selatan, dan Cinere, Depok. Deaf Finger
Talk memberdayakan dan mengembangkan
potensi penderita tunarungu sebagai
pramusaji dan karyawannya sehingga DFT
menawarkan pengalaman yang berbeda yaitu
menggunakan bahasa tangan atau bahasa
isyarat dalam melayani konsumen.
Gambar 4.1
Deaf Finger Talk Cabang Cinere
Gambar4.2
Deaf Finger Talk Cabang Pamulang
Proses Komunikasi Antara Pegawai Tuna
Rungu Dengan Pelanggan dan Menejemen
Deaf Finger Talk
Komunikasi interpersonal adalah
proses komunikasi yang intens antara
komunikator dan komunikan. Komunikasi
interpersonal yang efektif terjadi bila kedua
belah pihak telah mengenal satu sama lain.
Sifat komunikasi interpersonal lebih intim
dan intens, karena dalam komunikasi ini
dapat membicarakan hal-hal yang lebih
spesifik. Bagi orang tunarungu dan teman
dengar yang baru bertemu, biasanya
komunikasi interpersonal tidak sebaik yang
diharapkan. Kedua belah pihak harus terlebih
dahulu mengetahui dan mempelajari
karakteristik komunikasi masing-masing.
Proses terbentuknya komunikasi di
DFT berlangsung dalam beberapa tahap.
Tahap yang pertama adalah, menyamakan
bahasa daerah dari masing-masing calon
pegawai ke dalam Bahasa Isyarat Indonesia
(BISINDO). Bahasa Isyarat Indonesia
(BISINDO) dipilih karena bahasa isyarat ini
adalah bahasa isyarat yang paliung banyak
digunakan, baik di lingkungan formal,
informal, maupun di komunitas. Kita ketahui
bersama bahwa masing-masing daerah di
Indonesia ini memiliki bahasa isyarat yang
berbeda. Oleh karena itu, penting untuk
menyamakan Bahasa isyarat dalam satu
payung Bahasa Isyarat Indonesia
(BISINDO). Hal ini senada dengan yang
dikemukakan oleh A selaku manager DFT
Cinere “salah satu tantangan pertama yang
harus kita hadapi adalah, beragamnya jenis
Bahasa isyarat yang mereka gunakan. Oleh
karena itu, kami terlebih dahulu mengadakan
penyamaan persepsi Bahasa Isyarat
Indonesia (BISINDO), agar semua pegawai
menggunakan bahasa isyarat yang sama”.
Proses komunikasi antara pegawai
tunarungu dan menejemen tergolong mudah.
Hal ini dikarenakan, hampir semua pengelola
menejemen DFT teman dengar, sudah
menguasai baik Bahasa Isyarat Indonesia
(BISINDO) maupun Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia (SIBI). “kita juga gak begitu
terlalu berkendala dengan calon pegawai
ataupun pegawai DFT karena memang kami
terlebih dahulu belajar baik BISINDO
maupun SIBI sebelum memutuskamn untuk
mendirikan bisnis ini” A (menejer DFT).
Dari sisi pegawai tuna rungu juga
mereka tidak terlalu sulit untuk bergabung di
DFT, hal ini dikarenakan pihak manajemen
sangat terbuka dan mau menerima serta
membina mereka dari nol. “Saya awalnya
juga takut dan khawatir, takut pihak
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 172
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
menejemen gak ngerti bahasa saya, karena
saya juga kurang paham BISINDO dan lebih
sering pakai bahasa isyarat kampung, tapi
pihak menejemen baik dan sabar mau
mengajari saya pelan-pelan” E (pegawai
tunarungu). “Saya tergolong orang yang sulit
untuk belajar hal-hal baru, apalagi bahasa
isyarat daerah saya berbeda jauh dengan
BISINDO, tapi kak Disa telaten dan sabar
banget ngajarin kita BISINDO sampai kita
bisa. Paling gak kami diajarkan bahasa-
bahasa dasar yang biasa digunain dengan
pelanggan di DFT ini”.
Proses kedua adalah dari sisi pelanggan
teman dengar baru, sebagian besar mereka
awalnya kaget dengan kondisi cafe DFT
karena baru pertama mereka berhadapan dan
berkomunikasi dengan teman tunarungu.
Sebagian besar mereka agak sungkan untuk
berkomunikasi lebih lanjut, karena takut
salah dan takut tersinggung. Namun pihak
cafe memberikan kemudahan dengan
membuat kertas yang berisi kosakata bahasa
isyarat yang umum digunakan selama kita
berkunjung di DFT. “Awalnya bingung
banget, kok yang ngelayanin orang tuli
semua. Tadinya saya pikir mungkin cuma
satu dua orang saja, ternyata semuanya. Tapi
ada kertas kosakata bahasa isyarat di meja
jadi kita bisa meniru gerakan isyarat yang
ada disitu. Atau kalau kita benar-benar
kebingungan biasanya pelayan yang ambil
inisiatif untuk menyodorkan kertas untuk kita
menulis apa yang kita maksud atau yang mau
kita pesan” NW (teman dengar pelanggan).
Proses ketiga, di sisi lain, ada juga
pelanggan yang memang dari awal sudah
mengetahui bahwa cafe ataupun carwash
DFT mempekerjakan rekan-rekan tunarungu,
oleh keran itu mereka merasa tertarik dan
ingin mengetahui lebih lanjut tentang sistem
dan proses kerja di cafe atau carwash
tersebut. “saya tau café ini dari temen, dan
tertarik untuk datang kesini karena ingin tau
dan ingin belajar bahasa isyarat agar bisa
berkomunikasi dengan teman tunarungu” AS
(teman dengar pelanggan). “Exchited pas tau
disini ada cafe yang member dayakan temen-
temen tunarungu, kan beda tuh dari cafe-cafe
kebanyakan. Di sini kita bisa saling
memahami dan peduli satu sama lain. Saya
juga bisa belajar bahasa isyarat BISINDO
disini, dan jadi akrab serta bisa ngobrol
banyak sama temen pegawai tunarungu” BM
(teman dengar pelanggan).
Pola komunikasi yang terjadi antara
pegawai tunarungu dengan menejemen
(teman dengar) pada dasarnya berlangsung
secara diadik. Dalam arti diawal ketika baru
bertemu komunikasi yang terjadi adalah tatap
muka, namun belum begitu intens, karena
masih terdapat perbedaan bahasa isyarat.
Setelah bergaul lebih kurang satu minggu,
pola komunikasi mereka berlangsung secara
dialog, karena antara keduanya lebih intens
berkomunikasi untuk membahas hal-hal yang
terkait pekerjaan. Sedangkan, pola
komunikasi antara pelanggan (teman dengar)
dengan pegawai tunarungu lebih bersifat
diadik dan belum mampu mencapai tahap
dialog, hal ini karena kebutuhan pelanggan di
DFT hanya sebatas untuk kegiatan-kegiatan
yang sifatnya parsial seperti: makan, minum,
atau mencuci kendaraan yang tidak
membutuhkan proses dialog lebih lanjut.
Segala bentuk pola komunikasi
interpersonal yang terjadi antara pegawai
tunarungu dan teman dengar (baik pegawai
maupun pelanggan) lebih menonjolkan aspek
immediacy (kebersatuan) dan expressiveness
(ekspresi). Dimana mereka akan lebih intens
untuk mengedepankan gerakan-gerakan
Bahasa isyarat dalam berkomunikasi. Hal ini
dianggap lebih mudah dibanding harus
berusaha keras memahami baik BISINDO
maupun SIBI. Karena mensimulasikan
maksud atau tujuan dalam gerak dinilai lebih
mudah dibanding memahami bahasa baku
yang harus dipelajari terlebih dahulu.
Faktor Penghambat
Dalam komunikasi interpersonal jelas
proses komunikasi tidak bisa selalu berjalan
dengan mulus. Ada faktor-faktor yang
menghambat yang menyebabkan komunikasi
tidak bisa berjalan dengan baik, sehingga
penyampaian pesan dari komunikator kepada
komunikan menjadi terganggu. Adapun
faktor-faktor penghambat komunikasi
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 173
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
interpersonal dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Perasaan Takut
Faktor penghambat pertama muncul diantara
pegawai tunarungu dengan pelanggan teman
dengar. Sebenarnya penghambat ini muncul
dari pihak pelanggan teman dengar yang
merasa enggan, dan takut salah dalam
berkomunikasi dengan pegawai tuna rungu.
Mereka takut jika nantinya akan
menyinggung pegawai DFT. Teman dengar
menganggap pegawai DFT tidak mengerti
bahasa verbal yang mereka gunakan, dan
sebaliknya Pegawai tunarungu merasa
pelanggan teman dengar tidak mengerti
Bahasa isyarat yang mereka gunakan.
2. Tidak terbuka
Perasaan takut ini pada akhirnya
menyebabkan ketidakterbukaan dari
(khususnya) pelanggan teman dengar.
Padahal dalam komunikasi interpersonal
sangat dibutuhkan openness (keterbukaan)
agar proses komunikasi dapat berjalan lebih
efektif.
3. Pikiran Negatif
Ketidakterbukaan pada akhirnya
menimbulkan sikap yang tidak empati dan
kepekaan dalam proses komunikasi
interpersonal. Anggapan diawal dari masing-
masing pihak bahwa mereka mungkin akan
tidak bisa memahami bahasa masing-masing,
menjadikan adanya kesenjangan (gap)
diantara keduanya.
4. Intelegensi
Tidak bisa dipungkiri bahwa ketunarunguan
berdampak cukup signifikan dalam
perkembangan intelegensi orang. Gangguan
pendengaran yang dialami sejak lahir
mengakibatkan gangguan berbicara sehingga
berdampak pada lambatnya proses berpikir.
Sebagian besar pelanggan DFT adalah orang
yang berpendidikan cukup dan cenderung
tinggi. Perbedaan intelegensi ini yang
terkadang menjadi faktor penghambat dalam
memahami sesuatu hal.
Faktor Pendukung
Proses komunikasi interpersonal di
Deaf Finger Talk dapat dikatakan cukup
berhasil. Banyaknya pelanggan tetap cafe
dan carwash menjadi indikasi bahwa
pelanggan merasa cukup nyaman dengan
suasana disana. Kenyamanan tersebut
tercermin dari proses komunikasi dengan
Bahasa isyarat yang cukup lancar setelah
beberapa kali berkunjung. Penguasaan
bahasa isyarat oleh teman dengar pengunjung
dan teman dengar menejemen dipengaruhi
oleh beberapa faktor pendukung seperti:
1. Rasa ingin tau
Tingginya rasa ingin tau pelanggan teman
dengar mengenai cafe DFT yang
mempekerjakan teman-teman tunarungu
menjadi faktor pendukung yang utama.
Pelanggan teman dengar merasa
keingintahuannya tentang pola komunikasi
yang berbeda dapat dijawab dari interaksi di
DFT. Setelah menjadi tahu, pada akhirnya
mereka akan tertarik untuk terus berinteraksi
dengan pegawai tunarungu untuk
memperkaya pengetahuan mereka tentang
dunia tunarungu.
2. Kemauan belajar
Karena sudah tertarik, maka tidak sedikit dari
mereka (teman dengar) yang ingin
mempelajari lebih lanjut terhadap Bahasa
isyarat, khususnya BISINDO. Faktor
kemauan belajar ini juga mengakibatkan
intensitas pertemuan yang cukup sering,
sehingga proses terjadinya komunikasi
interpersonal menjadi lebih efektif.
PENUTUP
Berdasarkan hasil temuan dan
pembahasan yang dipaparkan maka dapat
disimpulkan bahwa proses komunikasi
interpersonal yang terjadi di DFT
berlangsung dalam 3 fase: fase pertama
antara calon pegawai tunarungu dengan
menejemen DFT untuk menyamakan Bahasa
isyarat (BISINDO). Kedua, antara pegawai
tunarungu dengan pelanggan dengan masih
terkendala Bahasa verbal dan nonverbal,
namun ada beberapa fasilitas untuk
membantu komunikasi seperti menyediakan
kertas bahasa isyarat. Fase ketiga adalah
komunikasi yang lebih intens antara pegawai
tunarungu dengan pihak menejemen, dan
pegawai tunarungu dengan pelanggan. Hal
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 174
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
ini disebabkan karena pelanggan ingin
mengetahui dan belajar lebih lanjut tentang
Bahasa isyarat. Pola komunikasi yang terjadi
antara pegawai tunarungu dengan
menejemen ataupun pelanggan terjadi secara
diadik untuk pertama kali karena keduanya
sama-sama belum memahami penggunaan
Bahasa masing-masing, dan yang kedua
secara dialog jika sudah akrab dan mengenal
satu sama lain. Faktor pendukung
komunikasi interpersonal yang terjadi di DFT
adalah rasa ingin tahu dan kemauan untuk
belajar. Sedangkan faktor penghambat terdiri
dari: perasaan takut, tidak terbuka, pikiran
negatif dan taraf intelegensi.
Berdasarkan temuan penelitian,
maka peneliti menyarankan untuk
penelitian berikutnya perlu adanya studi
lebih lanjut terkait proses mempelajari
BISINDO yang tergolong cukup cepat dan
efektif di DFT. Karena proses ini dinilai
mempercepat adaptasi calon pegawai DFT
ditengah kuatnya bahasa isyarat daerah
yang mereka bawa. Hal ini juga yang
menyebabkan banyak pelanggan yang
datang dan ingin belajar bahasa isyarat di
DFT.
DAFTAR PUSTAKA
Berger, C. (2014). Handbook Ilmu
Komunikasi. Bandung: Nusa Media.
Cangara, hafied. (1998). Pengantar Ilmu
Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Effendi, M. (2006). Pengantar
psikopedagogik anak berkelainan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Febriana, O. (2013). Efektivitas Program
Pelatihan Keterampilan bagi
Penyandang cacat Tuna Rungu. Medan.
Simatera Utara: Universitas Sumatera
Utara.
Frieda, M. (2009). Psikologi dan Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus Jilid 1.
Jakarta: LPSP3 UI.
Harris, L. (1997). Counselling Needs
Students Who Are Deaf and Hard of
Hearing. Journal The School Counselor,
44.
Khalida, R. (2017). Augmented Reality:
Simulasi Terapi Low Back Pain. Jurnal
Kajian Ilmiah, 17(3).
Kuba, H. S. (2017). Penanggulangan
Terorisme oleh Polri dalam Perspektif
Penangkalan (Pre-emtif) dan
Pencegahan (Preventif). Jurnal Kajian
Ilmiah, 17(2).
Mead, G. H. (2002). Pendekatan Filsafat.
Yogyakarta: LKIS.
Morissan. (2013). Teori komunikasi: individu
hingga massa. Jakarta: Kencana
Predana Grup.
Poerwandari, K. (2013). Pendekatan
kualitatif untuk penelitian perilaku
manusia. Jakarta: LPSP3 UI.
Rahmaniar. (2015). Pengembangan
Pembelajaran Bahasa Bagi Anak
Tunarungu- Wicara Tingkat TLKB Di
SLB-B, SulSel. E-Buletin LPMP Sulsel,
2.
Sugianto, N. (2015). Analisa Manfaat dan
Penerimaan Terhadap Implementasi
Bahasa Isyarat Indonesia pada Latar
Belakang Komplek Menggunakan
Kinect dan Jaringan Syaraf Tiruan
(Studi Kasus SLB Karya Mulia 1).
Surabaya: Universitas Ciputra.
Utami, W. P. (2013). Penyesuaian Diri
Penyandang Tuna rungu di Lingkungan
Kerja. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Widjaja, W. . (2002). Komunikasi dan
Hubungan Mayarakat. Jakarta: Bumi
Aksara.
Winarsih, M. (2007). Interverensi Dini Bagi
Anak Tunarungu dalam Pemerolehan
Bahasa. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 175
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan dan
Dukungan Akademik Terhadap Niat
Kewirausahaan Mahasiswa
Ahmad Rifqy Alfiyan1, M.Qomaruddin
2, Doni Purnama Alamsyah
3
1STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
2STMIK Nusa Mandiri, [email protected]
3Universitas BSI, [email protected]
Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan
dan dukungan akademik terhadap niat kewirausahaan mahasiswa. Data dari 74 mahasiswa
Institut Bisnis dan Multimedia ‘asmi’ digunakan untuk menguji model hipotesis. Penelitian
menggunakan teknik saturation sampling dan pengumpulan data dengan kuisioner. Teknik
analisis data menggunakan regresi linear berganda. Hasilnya menunjukkan bahwa
pendidikan kewirausahaan dan dukungan akademik berpengaruh positif dan signifikan
terhadap niat kewirausahaan mahasiswa, baik secara parsial maupun simultan. Hasil
penelitian ini memiliki implikasi praktis dengan temuan bahwa pendidikan kewirausahaan
merupakan variabel explanatory yang berguna di Indonesia. Selain itu, implikasi manajerial
atas hasil penelitian menyarankan pada lembaga pendidikan untuk mempertimbangkan
pendidikan kewirausahaan dan dukungan akademik sebagai faktor yang cukup penting untuk
mendorong minat mahasiswa dalam berwirausaha.
Kata Kunci: Dukungan Akademik, Entrepreneurial Intention, Entrepreneurship Education.
Abstract - This study aims to analyze the effect of entrepreneurship education and academic
support on students' entrepreneurial intentions. Data from 74 students of the Business and
Multimedia Institute "asmi" were used to test the hypothesis model. The study used saturation
sampling techniques and data collection with questionnaires. The data analysis technique
uses multiple linear regression. The results show that entrepreneurship education and
academic support have a positive and significant effect on students' entrepreneurial
intentions, both partially and simultaneously. The results of this study have practical
implications with the finding that entrepreneurial education is an explanatory variable that is
useful in Indonesia. In addition, the managerial implications of the results of the study
suggest that educational institutions to consider entrepreneurship education and academic
support are important factors to encourage student interest in entrepreneurship.
Keywords: Academic Support, Entrepreneurial Intention, Entrepreneurship Education.
Naskah diterima: 19 Jan 2019, direvisi: 27 April 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 176
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
PENDAHULUAN
Masalah ketenagakerjaan,
pengangguran, dikalangan sarjana setelah
lulus dari universitas adalah sebuah
permasalahan yang harus segera diatasi untuk
menjadikan Negara Indonesia sebagai
Negara terbesar di Asia, terutama dalam
bidang UMKM (Eleanora & Masri, 2018).
Dalam hal ini peranan akademik sangatlah
penting dalam hal memfasilitasi dan
memberikan wadah bagi para mahasiswa,
karena tidaklah cukup hanya mengandalkan
langkah pemerintah untuk membuka banyak
lapangan kerja baru sepertinya tidak banyak
membantu mengurangi jumlah pengangguran
di Indonesia. Menurut data BPS terbaru
2018, hampir 8% dari total 7 juta lebih
sarjana menganggur. Angka ini meningkat
1,13% dari tahun 2017. Namun menurut
Kemenristek Dikti, di tahun 2017 sarjana
pengangguran mencapai 8,8%. Jumlahnya
mencapai lebih dari 630 ribu orang.
Pemimpin-pemimpin bangsa di masa
depan berharap agar mahasiswa sebagai salah
satu golongan elit masyarakat menjadi
pelopor untuk mengembangkan
kewirausahaan (Sasmita, 2018). Lapangan
perkerjaan yang terbatas mengharuskan
lulusan perguruan tinggi berani untuk
memulai. Terdapat 630 ribu lulusan
perguruan tinggi yang masih menganggur
dari total pengangguran 7,17 juta orang.
Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan,
maka perguruan tinggi bertanggung jawab
untuk mendidik dan memberikan
kemampuan berwirausaha kepada lulusannya
dan memberikan motivasi agar berani
memilih berwirausaha sebagai karir mereka.
Perguruan tinggi harus menerapkan sistem
pembelajaran kewirausahaan yang jelas
untuk membekali mahasiswa dengan ilmu
pengetahuan yang bertujuan mendorong
semangat mahasiswa untuk memilih
berwirausaha (Yohnson Yohnson, 2003).
Permasalahannya bagaimana cara
untuk menumbuhkan motivasi berwirausaha
yang efektif pada mahasiswa dan faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi niat
mahasiswa untuk memilih karir berwirausaha
setelah mereka lulus dari perguruan tinggi.
Pentingnya pendidikan kewirausahaan yang
diharapkan bisa memberikan ilmu
pengetahuan kewirausahaan kepada
mahasiswa. Pendidikan kewirausahaan
diharapkan dapat memberikan landasan
teoritis tentang konsep kewirausahaan,
membentuk pola pikir, sikap, dan perilaku
seorang wirausahawan (Nursito & Nugroho,
2013).
Institut Bisnis dan Multimedia ‘asmi’
(IBM ‘asmi’) sebagai salah satu perguruan
tinggi swasta ikut bertanggung jawab dalam
mendidik dan memberikan kemampuan
berwirausaha serta memberikan motivasi
bagi mahasiswa untuk berani memilih
berwirausaha sebagai karir mereka. Untuk itu
IBM ‘asmi’ telah membekali mahasiswanya
untuk menjadi wirausaha dengan
memberikan pendidikan kewirausahaan
melalui matakuliah kewirausahaan yang
diberikan pada mahasiswa Program Diploma
3 dan Strata 1. Melalui pembelajaran
kewirausahaan ini, diharapkan agar
mahasiswa memiliki jiwa dan mental
berwirausaha serta mampu menumbuhkan
keinginan untuk menjadi wirausaha setelah
lulus. Oleh karena itu, maka penelitian ini
bertujuan menguji pengaruh faktor
pendidikan kewirausahaan dan dukungan
akademik terhadap niat kewirausahaan
mahasiswa IBM ‘asmi’, sehingga diharapkan
dapat memberikan masukan berdasarkan
pengalaman bagi pengembangan
pembelajaran pendidikan kewirausahaan
yang lebih jelas dalam mendorong
munculnya lulusan-lulusan yang memilih
untuk berkarir sebagai wirausaha.
LANDASAN TEORI
Pendidikan Kewirausahaan Pendidikan kewirausahaan adalah
ilmu yang mempelajari nilai, kemampuan
dan perilaku dalam menghadapi berbagai
tantangan hidup. Pengajaran pendidikan
kewirausahaan sebagai suatu disiplin ilmu
karena memiliki badan pengetahuan yang
utuh dan nyata, memiliki dua konsep yaitu
venture start-up dan venture growth serta
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 177
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
memiliki objek tersendiri yaitu kemampuan
menciptakan sesuatu (Suryana, 2006). Secara
langsung, pendidikan kewirausahaan dapat
mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku
pada seseorang untuk menjadi wirausaha
yang mengarahkan untuk memilih
berwirausaha sebagai pilihan karir (Lestari,
2012).
Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pendidikan kewirausahaan adalah:
Pembentukan pola pikir mahasiswa untuk
menjadi seorang wirausahawan
(entrepreneur) sejati; Pembentukan sikap
mahasiswa untuk menjadi seorang
wirausahawan (entrepreneur) sejati;
Pembentukan perilaku mahasiswa untuk
menjadi seorang wirausahawan
(entrepreneur) sejati (Lestari, 2012).
Pengukuran variabel pendidikan
kewirausahaan dapat dilakukan dengan
beberapa indikator yaitu: pendidikan
kewirausahaan menumbuhkan minat untuk
berwirausaha; pendidikan kewirausahaan
dapat menambah ilmu dalam bidang
wirausaha; pendidikan kewirausahaan
menumbuhkan kesadaran adanya peluang
bisnis (Bukirom, Indradi, & Martono, 2014).
Dukungan Akademik
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun
1999, kebebasan akademik adalah kebebasan
yang dimiliki dari setiap anggota sivitas
akademika dalam melaksanakan kegiatan
yang terkait dengan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi secara bertanggung. Kebebasan
akademik merupakan implementasi bentuk
dalam dukungan akademik kepada
mahasiswa. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap dukungan akademik: Dukungan
untuk memulai usaha sendiri; Dorongan
untuk mengeluarkan ide-ide; ketersediaan
dukungan infrastruktur yang baik untuk
praktek pendirian usaha (Autio, H. Keeley,
Klofsten, G. C. Parker, & Hay, 2001).
Indikator dukungan akademik menggunakan
skala dari (Autio et al., 2001) dalam
(AKYOL & GURBUZ, 2008) yaitu:
Mengetahui beberapa orang di kampus yang
sukses berwirausaha (memulai usaha mereka
sendiri); Secara aktif mendorong seseorang
untuk mengeluarkan ide-ide mereka sendiri
di kampus; Bertemu dengan banyak orang di
kampus, yang memiliki ide bagus untuk
memulai usaha baru (berwirausaha);
ketersediaan dukungan infrastruktur yang
baik untuk praktek pendirian usaha baru.
Niat Kewirausahaan (Entrepreneurial
Intention)
Minat berwirausaha dalam penelitian
ini didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana dalam pikiran mahasiswa IBM ‘asmi’
ada keinginan untuk menciptakan dan
menjalankan suatu usaha. Mengasumsikan
minat sebagai faktor emosional yang dapat
mempengaruhi perilaku dan menunjukan
keinginan seseorang untuk mencoba
melakukan sesuatu yang telah direncanakan
(Ghozali, 2016). Minat merupakan wadah
pengaruh berbagai faktor-faktor motivasi
yang mempengaruhi suatu perilaku. Minat
juga dapat menunjukkan seberapa keras
seseorang berani mencoba, minat
menunjukkan seberapa besar keinginan yang
direncanakan seseorang untuk dilakukannya
dan minat adalah paling dekat berhubungan
dengan perilaku selanjutnya (Lestari, 2012).
METODE
Populasi dalam penelitian ini adalah
mahasiswa Program Diploma 3 Manajemen
Administrasi semester lima reguler dan Strata
1 Administrasi Bisnis semester lima dan
tujuh kelas reguler malam IBM ‘asmi’
matakuliah entrepreneurship semester ganjil
tahun 2018/2019 yang berjumlah 74 orang.
Adapun alasan pemilihan populasi
adalah bahwa mahasiswa tersebut sudah
mengikuti matakuliah kewirausahaan. Selain
itu mahasiswa Program Diploma 3
Manajemen Administrasi dan Strata 1
Administrasi Bisnis kelas reguler malam
IBM ‘asmi’ sebagian besar belum bekerja
secara tetap. Teknik sampling yang
digunakan adalah saturation sampling yaitu
berusaha untuk mendapatkan data dari
seluruh anggota populasi yang ada.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 178
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Data primer diperoleh dengan
menggunakan kuesioner, yang terbagi dalam
3 bagian: pendidikan kewirausahaan,
dukungan akademik dan niat kewirausahaan.
Dalam pengukuran variabel pendidikan
kewirausahaan, responden diminta untuk
menjawab 3 item pernyataan yang diadopsi
dari (Bukirom et al., 2014) terkait dengan
pendidikan kewirausahaan yang pernah
dijalaninya, variabel dukungan akademik
diukur dengan skala dari (Autio et al., 2001)
dalam (AKYOL & GURBUZ, 2008) yang
terdiri dari 4 item pernyataan, untuk
mengukur variabel niat kewirausahaan
(entrepreneurial intention), responden
diminta menentukan tingkat keinginan untuk
mendirikan usaha sendiri setelah lulus
dengan 3 item pernyataan yang diadopsi dari
(Gerry, Marques, & Nogueira, 2008), yang
menunjukkan tingkat intensi mereka untuk
berwirausaha. Secara keseluruhan, semua
variabel diukur dengan menggunakan Likert
scale.
Beberapa hipotesis yang akan diuji
dalam penelitian ini: Pendidikan
kewirausahaan berpengaruh terhadap niat
kewirausahaan mahasiswa, dukungan
akademik berpengaruh terhadap niat
kewirausahaan mahasiswa, pendidikan
kewirausahaan dan dukungan akademik
secara bersama-sama berpengaruh terhadap
niat kewirausahaan mahasiswa. Penelitian ini
juga akan melakukan uji terhadap
penyimpangan asumsi klasik yaitu: uji
normalitas, uji multikolinearitas dan uji
heterokesdastisitas.
PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Untuk memastikan data yang diuji
terdistribusi dengan normal, maka dilakukan
pengujian Normalitas. Adapun dalam
pengujian ini menggunakan atau berdasarkan
diagram histogram.
Gambar 1 Uji Normalitas
Dari diagram histogram tersebut,
dapat dilihat bahwa diagram membentuk
kurva normal dan sebagian besar bar/batang
berada di bawah kurva. Maka dapat
disimpulkan bahwa variabel-variabel yang
diuji terdistribusi secara normal di dalam
pengujian Normalitas.
Uji Multikolinearitas
Pada Uji Multikolinearitas ini, akan
digunakan 2 pengujian yang berdasarkan
Tabel Correlations dan Tabel Coefficients,
untuk menentukan ada atau tidaknya gejala
Multikolinearitas yang terjadi dari penelitian
ini.
Tabel 1. Correlations
Correlations
Y X1 X2
Pearson
Correlation
Y 1,000 -,400 -,193
X1 -,400 1,000 -,183
X2 -,193 -,183 1,000
Sig. (1-tailed) Y . ,000 ,050
X1 ,000 . ,059
X2 ,050 ,059 .
N Y 74 74 74
X1 74 74 74
X2 74 74 74
Berdasarkan tabel correlations
tersebut, diketahui bahwa nilai correlation
(r) dari variabel X1 = -0,183 dan nilai
correlation (r) dari variabel X2 = -0,193,
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 179
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
yang nilai-nilai tersebut berdasarkan tabel
representasi koefien korelasi, r (X1) < 0,8
dan r (X2) <0,8. Dapat disimpulkan tidak
terdeteksi adanya gejala Multikolinearitas.
Tabel 2. Coefficient
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 7,951 ,788 10,090 ,000
X1 -,461 ,108 -,450 -4,258 ,000
X2 -,298 ,114 -,276 -2,607 ,011
Berdasarkan tabel coefficients
tersebut dapat ditentukan bahwa nilai
Standard Error dari variabel X1 sebesar
0,108 dan nilai Standard Error dari variabel
X2 sebesar 0,114. Karenga nilai Standard
Error variabel X1 < 1 dan nilai Standard
Error variabel X2 < 1, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdeteksi adanya
gejala Multikolinearitas yang terjadi.
Kesimpulannya, dari 2 pengujian tersebut
dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
masalah Multikoliniearitas yang terjadi, dan
dapat dikatakan Reliable, handal, serta kebal
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
pada variabel lainnya di dalam model regresi
berganda.
Uji Heteroskesdastisitas
Pada pengujian Heteroskedastisitas
menggunakan metode grafik Scatter Plot.
Gambar 2. Uji Heteroskesdastisitas
Berdasarkan grafik tersebut, tidak adanya
pola yang terbentuk, dan penyebaran titik-
titik menyebar di bagian atas dan bagian
bawah pada titik sumbu Y. Dapat
disimpulkan tidak ada gangguan asumsi
Heteroskedastisitas.
Hasil Pengujian Hipotesis
Penelitian ini menggunakan analisis
regresi linier berganda. Pengujian hipotesis
pada penelitian ini menggunakan program
aplikasi SPSS 22.
Tabel 3. Model Summary
Model Summaryb
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
1 ,781a ,609 ,568 ,13530
Berdasarkan tabel Model Summary
tersebut, menjelaskan besarnya nilai korelasi
/ hubungan (R) yaitu sebesar 0,781 dan
dijelaskan besarnya prosentase pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat yang
disebut koefisien penentu (determinasi) yang
merupakan hasil dari penguadratan R. Dari
output tersebut diperoleh koefisien penentu
(R2) sebesar 0,609 atau 60,9%. yang
mengandung pengertian bahwa pengaruh
variabel pengaruh pendidikan kewiraushaan
(X1) dan dukungan akademik (X2) terhadap
variabel niat kewirausahaan mahasiswa (Y)
adalah sebesar 86,47%, sisanya adalah
faktor-faktor yang belum diteliti.
Selanjutnya untuk mengetahui
berpengaruh tidaknya variabel indepen
terhadap dependen di representasikan pada
tabel Anova.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 180
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Tabel 4. Anova ANOVAa
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 1,885 7 ,269 14,708 ,000b
Residual 1,208 66 ,018
Total 3,093 73
Berdasarkan tabel Anova nilai sig.
tertera sebesar 0,000 dapat disimpulkan
bahwa variabel X1 dan X2 berpengaruh
secara bersamaan terhadap Y. Hal ini dengan
mengikuti taraf sig. 0,05 sebagai nilai cut off
dari nilai signifikansi.
Analisis Pengaruh Pendidikan
Kewirausahaan dan Dukungan Akademik
Terhadap Niat Kewirausahaan Mahasiswa
Hasil dari pengujian ini menunjukkan
bahwa, pendidikan kewirausahaan dan
dukungan akademik berpengaruh positif dan
signifikan terhadap niat kewirausahaan
mahasiswa secara parsial maupun secara
simultan. Hasil ini memiliki implikasi praktis
dengan temuan bahwa pendidikan
kewirausahaan merupakan variabel yang
berguna di Indonesia. Lembaga pendidikan
di Indonesia dapat mempertimbangkan
pendidikan kewirausahaan sebagai
pembelajaran untuk mendidik dan
memberikan kemampuan berwirausaha
kepada para lulusan dan dapat memberikan
motivasi untuk berani memilih berwirausaha
sebagai karir nantinya. Hasil pengujian ini
juga memperkuat pentingnya dukungan bagi
mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi.
Dukungan akademik yang tinggi
dapat menumbuhkan motivasi berwirausaha
yang efektif di kalangan mahasiswa,
sehingga diharapkan dapat mendorong
munculnya lulusan yang berani untuk
memilih karir sebagai wirausaha dan dapat
memecahkan permasalahan ketenagakerjaan
di Indonesia.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis dan
pengolahan data, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan kewirausahaan dan dukungan
akademik berpengaruh positif dan signifikan
terhadap niat kewirausahaan mahasiswa
secara parsial maupun secara simultan. Hasil
ini memiliki implikasi praktis dengan temuan
bahwa pendidikan kewirausahaan merupakan
variabel yang berguna di Indonesia. Hasil
penelitian ini juga memperkuat pentingnya
dukungan bagi mahasiswa di lingkungan
perguruan tinggi. Dukungan akademik yang
tinggi dapat menumbuhkan motivasi
berwirausaha yang efektif di kalangan
mahasiswa sehingga diharapkan dapat
mendorong munculnya lulusan yang memilih
untuk berkarir sebagai wirausaha dan dalam
jangka panjang diharapkan akan dapat
memecahkan permasalahan ketenagakerjaan
di Indonesia.
Penelitian ini masih memiliki
kelemahan karena adanya beberapa
keterbatasan, antara lain karena penelitian ini
hanya dilakukan pada lokasi penelitian yang
terbatas. Oleh karena itu ada beberapa
pengembangan yang dapat dilakukan dalam
penelitian-penelitian selanjutnya antara lain
masih perlu dilakukan penelitian pada aspek
yang sama pada sampel yang berbeda untuk
mengetahui konsistensi hasil penelitian ini.
Selain itu dapat dilakukan uji ulang
penelitian ini dengan menambahkan variabel-
variabel lain yang berpengaruh dan belum
digunakan dalam penelitian ini atau dengan
menggunakan metode yang berbeda untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik dan
hasil yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Akyol, S., & Gurbuz, G. (2008).
Entrepreneurial Intentions Of Young
Educated Public In Turkey. Journal of
Global Strategic Management.
https://doi.org/10.20460/JGSM.200821
8486
Autio, E., H. Keeley, R., Klofsten, M., G. C.
Parker, G., & Hay, M. (2001).
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 181
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Entrepreneurial Intent among Students
in Scandinavia and in the USA.
Enterprise and Innovation
Management Studies.
https://doi.org/10.1080/1463244011009
4632
Bukirom, Indradi, H., & Martono. (2014).
Pengaruh Pendidikan Berwirausaha
dan Motivasi Berwirausaha terhadap
Pembentukan Jiwa Berwirausaha
Mahasiswa. Media Ekonomi Dan
Manajemen.
Eleanora, F. N., & Masri, E. (2018). Tinjauan
Yuridis Pembinaan Anak di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Tangerang. Jurnal Kajian
Ilmiah, 18(3), 215-230.
Gerry, C., Marques, C. S., & Nogueira, F.
(2008). Tracking student
entrepreneurial potential: Personal
attributes and the propensity for
business start-ups after graduation in a
Portuguese university. Problems and
Perspectives in Management.
Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program IBM dan
SPSS 21. In Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Pogram iIBM
SPSS 21.
https://doi.org/10.1016/j.tsf.2010.09.04
0
Lestari, R. B. (2012). Pengaruh Pendidikan
Kewirausahaan terhadap Minat
Berwirausaha Mahasiswa di STIE
MDP, STMIK MDP, dan STIE MUSI.
Forum Bisnis Dan Kewirausahaan
Jurnal Ilmiah STIE MDP Hal -112.
https://doi.org/10.1007/b96922
Nursito, S., & Nugroho, A. J. S. (2013).
Analisis Pengaruh Interaksi
Pengetahuan Kewirausahaan dan
Efikasi Diri Terhadap Intensi
Wirausaha. Kiat Bisnis.
Sasmita, N. O. (2018). Validitas Children
Behavior Questionnaire (CBQ) di
Penjaringan Jakarta Utara. Jurnal
Kajian Ilmiah, 18(3), 268-277.
Yohnson Yohnson. (2003). Peranan
Universitas Dalam Memotivasi Sarjana
Menjadi Young Entrepreneurs (Seri
Penelitian Kewirausahaan). Jurnal
Manajemen Dan Kewirausahaan.
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 182
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Analisis Efisiensi BOPO Terhadap Laba Bersih Pada BPR
Wangsit Supeno Universitas Bina Sarana Informatika, [email protected]
ABSTRAK - PT BPR Shinta Daya adalah sebuah lembaga keuangan bank yang beroperasi di
Kabupaten Sleman Yogyakarta, dan pada saat ini merupakan salah satu BPR yang memiliki
kinerja keuangan yang baik selama empat tahun terakhir ini. Secara berkala PT BPR Shinta
Daya berkewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan publikasi kepada Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Salah satu kegunaan informasi laporan keuangan publikasi adalah untuk
keperluan analisa kinerja keuangan yang berhubungan dengan kemampuan BPR dalam
memperoleh laba bersih yang optimal. Laba bersih BPR yang meningkat dari tahun ke tahun
menunjukkan adanya manajemen operasional BPR yang efisien. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui efisiensi Kinerja Keuangan Biaya operasional terhadap Pendapatan
operasional dengan menggunakan rasio BOPO dalam meningkatkan kemampuan memperoleh
laba bersih PT BPR Shinta Daya. Penelitian ini menggunakan metode analisis horizontal dan
angka index yang dinyatakan dalam presentase berdasarkan laporan laba rugi publikasi BPR,
sehingga akan diketahui kecenderungan atau arah atau trend dari posisi keuangan ataupun
hasil-hasil yang telah dicapai oleh PT BPR Shinta Daya selama tahun 2015 sampai dengan
tahun 2018, apakah menunjukkan arah yang tetap, meningkat atau bahkan menurun. Hasil
penelitian dengan melakukan analisa laporan keuangan laba rugi yang dipublikasikan PT BPR
Shinta Daya selama tahun 2015 sampai dengan tahun 2018, menunjukkan bahwa tingkat
efisiensi kinerja keuangan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
dapat mempengaruhi kemampuan BPR dalam memperoleh laba bersih yang optimal.
Kata Kunci: Efisiensi, Rasio BOPO, Laba Bersih
ABSTRACT - PT BPR Shinta Daya is a bank financial institution that operates in Sleman
Regency Yogyakarta, and is currently one of the BPR that has good financial performance for
the past four years. Periodically, PT BPR Shinta Daya is obliged to submit the financial
report of the publication to the Financial Services Authority (OJK). One of the uses for
information on the publication of financial statements is for the purpose of financial
performance analysis related to BPR's ability to obtain optimal net profit. The net profit of
BPR from year to year shows the efficient management of BPR operations. The purpose of
this research is to know the efficiency of financial performance of operational costs to
operating income by using the ratio of BOPO in improving the ability to gain net profit of PT
BPR Shinta Daya. This research uses methods of horizontal analysis and index numbers
expressed in percentage based on the income statement of BPR publications, so that will be
known tendency or direction or trend of financial position or results that have been achieved
by PT BPR Shinta Daya during the year 2015 until 2018, whether it shows a fixed direction,
increased or even decreased. The results of the research by analyzing the financial statements
of the income that was published by PT BPR Shinta Daya during the year 2015 until 2018,
indicating that the level of efficiency of the financial performance of operating costs to
operating income (BOPO) can affect the capability of BPR in obtaining an optimal net profit.
Keywords: Efficiency, Ratio Of BOPO, Net Income
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 183
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Naskah diterima: 28 Jan 2019, direvisi: 7 Mei 2019, diterbitkan: 15 Mei 2019
PENDAHULUAN Berdasarkan pada Data Statistik
Perbankan Indonesia Volume 17 No. 01
Desember 2018 (Otoritas Jasa Keuangan,
2018), Pertumbuhan kinerja laba BPR secara
Nasional dengan parameter Return On Asset
(ROA) lima tahun terakhir cenderung
mengalami penurunan. Salah satunya
disebabkan karena rasio Non Performing
Loan (NPL) BPR secara Nasional mengalami
peningkatan. Pada tahun 2013 kinerja ROA
BPR secara Nasional sebesar 3,44%, dan
pada lima tahun berikutnya mengalami
penurunan, yaitu tahun 2014 sebesar 2,98%,
tahun 2015 sebesar 2,71%, tahun 2016
sebesar 2,59, tahun 2017 sebesar 2,55% dan
pada tahun 2018 sebesar 2,48%.
Kinerja perolehan laba BPR secara
nasional yang cenderung menurun tersebut,
dapat menghambat kelanjutan operasional
BPR secara individual dan nasional dalam
jangka panjang. Hal ini tentunya bisa
berakibat pada kurang sehatnya pertumbuhan
usaha BPR. Terlebih persaingan usaha BPR
yang semakin ketat saat ini sangat
memerlukan adanya faktor efisiensi dalam
kegiatan operasionalnya, sehingga pelayanan
dan penjualan produk meningkat dan
diharapkan pertumbuhan laba juga semakin
meningkat dari tahun ke tahun,
Menurut Sudarmawanti (2017) suatu bank
dikatakan sehat dapat diukur secara
rentabilitas dimana nilainya terus mengalami
peningkatan, hal ini juga berkaitan dengan
faktor efisiensi dan kemampuan bank
menjalankan kegiatan operasinya, sehingga
dengan bila efisiensi biaya dilakukan, maka
keuntungan yang diperoleh oleh suatu bank
juga akan semakin besar. (Afriyeni & Fernos,
2018).
Pertumbuhan laba BPR dipengaruhi
banyak faktor salah satunya pada faktor
Pendapatan operasional BPR, yang dalam hal
ini sumber pendapatan terbesar operasional
BPR adalah dari penerimaan pendapatan
bunga atas aktivitasnya menyalurkan kredit
yang menjadi bagian dari aktiva produktif
BPR, yaitu aktiva BPR yang memberikan
penghasilan.
Selain faktor Pendapatan operasional,
faktor lain yang memiliki kaitan erat dengan
kemampuan BPR memperoleh laba bersih
adalah kemampuan BPR melakukan efisiensi
Biaya atau beban operasional terhadap
Pendapatan operasional BPR atau disingkat
menjadi BOPO. Efisiensi dalam hal BOPO
merupakan kunci keberhasilan meningkatkan
laba bersih BPR dari tahun ke tahun.
Menurut Jumingan dalam (Andriani &
Nugraha, 2018) bahwa untuk mencapai laba
yang optimal (dalam perencanaan laba
maupun realisasi), manajer dapat
menggunakan langkah-langkah berikut:
1. Menekan biaya operasional serendah
mungkin dengan mempertahankan tingkat
harga jual dan volume penjualan yang
ada.
2. Menentukan tingkat harga jual sedemikian
rupa sesuai dengan laba yang
dikehendaki.
3. Meningkatkan volume penjualan sebesar
mungkin.
Selain pada faktor penerimaan dari
Pendapatan operasional, kemampuan BPR
dalam memperoleh laba bersih juga
ditentukan dengan adanya efisiensi Biaya
atau beban operasional terhadap Pendapatan
operasional BPR atau disingkat menjadi
BOPO (Setyawati, 2016). Efisiensi dalam hal
BOPO merupakan kunci keberhasilan
meningkatkan laba bersih BPR dari tahun ke
tahun.
Dibuktikan dengan hasil penelitian yang
menyatakan bahwa Biaya operasional
terhadap Pendapatan operasional
berpengaruh negatif signifikan terhadap
tingkat profitabilitas. Apabila Biaya
operasional BPR di Kota Denpasar
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 184
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
meningkat maka profitabilitas yang
didapatkan akan menurun.(Putri, Wiagustini,
& Abundanti, 2018).
Penelitian lainnya membuktikan bahwa
efisiensi manajemen (BOPO) berpengaruh
signifikan terhadap profitabilitas Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional di
Sumatera Barat (Afriyeni & Fernos, 2018).
PT BPR Shinta Daya Selama 47 tahun
telah menjadi bagian dinamika perekonomian
di Wilayah Daerah Isimewa Yogyakarta,
melalui beragam produk layanan yang
kompetitif, mudah, dan inovatif serta
didukung dengan infrastruktur yang
memadai, yang kini makin tumbuh dan
berkembang dalam pelayanan jasa
perbankan, dan mendorong pertumbuhan
ekonomi masyarakat, khususnya di
Yogyakarta dan sekitarnya.
Berdasarkan Laporan Keuangan
Publikasi BPR Konvensional yang diakses
dari Website Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
PT BPR Shinta Daya adalah salah
satu BPR yang dalam operasionalnya di
tengah kondisi persaingan yang ketat,
memiliki kinerja keuangan berupa perolehan
laba operasional yang terus tumbuh dari
tahun ke tahun. Berdasarkan laporan
keuangan publikasi tersebut peneliti dapat
melakukan analisa atas kinerja keuangan
PT BPR Shinta Daya untuk mengetahui
perkembangan efisiensi dengan analisa rasio
BOPO atau Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional untuk optimalisasi
perolehan laba BPR.
Menurut Hanafi dalam (Bukhari &
Mulyadi, 2019) Informasi yang jelas dari
laporan keuangan sangat dibutuhkan untuk
mengetahui kondisi perusahaan, sehingga
dapat terus meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan tersebut, yaitu dengan melakukan
analisis rasio keuangan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui efisiensi Kinerja Keuangan
Biaya operasional terhadap Pendapatan
operasional dengan menggunakan rasio
BOPO dalam meningkatkan kemampuan
memperoleh laba bersih PT BPR Shinta
Daya, dengan melakukan analisis laporan
keuangan publikasi BPR selama tahun
2015, 2016, 2017, dan 2018 bersumber dari
website Otoritas Jasa Keuangan.
LANDASAN TEORI
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat adalah sebuah
lembaga keuangan bank yang
operasionalnya diatur dalam Undang-undang
Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 sebagai
perubahan dari Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran (Supeno, 2017) .
Menurut (Kasmir, 2015), Kegiatan BPR
jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan
kegiatan bank umum. Kegiatan BPR hanya
meliputi kegiatan penghimpunan dan
penyaluran dana saja, bahkan dalam
menghimpun dana BPR dilarang untuk
menerima simpanan giro.
Laporan Keuangan Publikasi
Menurut Peraturan Jasa Keuangan
(POJK) Nomor 48/POJK.03/2017 tentang
Transparansi Kondisi Keuangan Bank
Perkreditan Rakyat (Otoritas Jasa Keuangan,
2017a), Laporan Keuangan Publikasi adalah
laporan keuangan BPR yang disusun
berdasarkan standar akuntansi keuangan
yang berlaku bagi BPR dan pedoman
akuntasi BPR serta dipublikasikan setiap
triwulan sesuai dengan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini.
Menurut Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) Nomor 39
/SEOJK.03/2017 tentang Laporan Tahunan
dan Laporan Keuangan Publikasi Bank
Perkreditan Rakyat (Otoritas Jasa Keuangan,
2017b), Laporan Keuangan Publikasi disusun
BPR untuk memberikan informasi mengenai
laporan keuangan, informasi lainnya,
susunan Direksi dan Dewan Komisaris, serta
komposisi pemegang saham termasuk
pemegang saham pengendali secara
triwulanan kepada berbagai pihak yang
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 185
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
berkepentingan dengan perkembangan usaha
BPR. Laporan Keuangan Publikasi yang
diumumkan untuk laporan keuangan posisi
akhir bulan Maret, bulan Juni, bulan
September, dan bulan Desember disusun
dengan mengacu pada Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
Laporan keuangan publikasi meliputi,
Neraca, Laporan Laba Rugi dan Laporan
Komitmen Kontijensi serta Informasi
lainnya.
Efisiensi BOPO
Menurut Susanto dan Kholis (Putri et al.,
2018), Rasio BOPO digunakan untuk
mengatur kemampuan manajemen bank
dalam mengendalikan biaya operasional dan
pendapatan operasional. Apabila semakin
kecil rasio BOPO maka akan semakin efisien
biaya operasional yang dikeluarkan bank.
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia,
bank dapat dikatakan efisien apabila rasio
BOPO-nya di bawah 90% (Setyawati, 2015).
Rasio Biaya perasional terhadap Pendapatan
operasional (BOPO) sering disebut rasio
efisiensi yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam mengendalikan
biaya operasional terhadap pendapatan
operasional (Lubis, 2013). Semakin kecil
rasio BOPO berarti semakin efisien biaya
operasional yang dikeluarkan oleh bank
bersangkutan. BOPO dintayakan dengan
rumus sebagai berikut :
Pendapatan operasional yang terdapat
dalam laporan keuangan publikasi adalah
semua pendapatan yang merupakan hasil dari
kegiatan yang lazim sebagai usaha utama
BPR. Pendapatan operasional merupakan
hasil dari selisih antara pendapatan bunga
terakit aktivitas pemberian kredit kepada
masyarakat dengan biaya bunga atas
penghimpunan dana ditambah dengan
pendapatan operasional lainnya diluar
pendapatan bunga kredit.
Biaya atau beban operasional adalah
semua biaya yang dikeluarkan atas kegiatan
yang lazim sebagai usaha BPR, yang
meliputi biaya penyisihan penghapusan
aktiva produktif, biaya pemasaran, biaya
penelitian dan biaya pengembangan, biaya
administrasi dan umum, serta biaya
operasional lainnya.
Laba Bersih
Menurut Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) Nomor 39
/SEOJK.03/2017 (Otoritas Jasa Keuangan,
2017), Laba bersih adalah laba bersih tahun
berjalan yang diperoleh BPR setelah
dikurangi taksiran pajak penghasilan.
Menurut (Lubis, 2013), bank yang sehat akan
dapat melakukan kinerja yang baik dan
menghasilkan laba yang optimal.
Pertumbuhan laba yang optimal
mencerminkan sistem yang terdapat
didalamnya berjalan dengan efektif dan
efisien.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode analisa horizontal.
Menurut Kasmir (Maith, 2013), metode
analisa horizontal yaitu membandingan
laporan keuangan untuk beberapa periode.
Dari hasil analisis ini akan terlihat
perkembangan perusahaan dari periode satu
ke periode yang lain.
Menurut (Munawir, 2012) cara yang
terbaik untuk menganalisa laporan keuangan
yang lebih dari tiga tahun adalah
menggunakan angka index yang dinyatakan
dalam presentase. Dengan menganalisa
laporan keuangan untuk jangka panjang akan
diketahui kecenderungan atau arah atau trend
dari posisi keuangan ataupun hasil-hasil yang
telah dicapai oleh perusahaan, apakah
menunjukkan arah yang tetap, meningkat
atau bahkan menurun.
Penulis dalam melakukan penelitian ini
ingin mendapatkan gambaran mengenai
efisiensi BOPO PT BPR Shinta Daya untuk
memperkuat kemampuan meningkatkan laba
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 186
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
bersih. Analisis horisontal berdasarkan
laporan keuangan PT BPR Shinta Daya
selama empat tahun, untuk mengetahui trend
Efisiensi Biaya atau beban operasional
terhadap Pendapatan operasional (BOPO)
BPR yang menjadikan kemampuan BPR
dalam memperoleh Laba meningkat. Data
sekunder yang digunakan dalam penelitian
ini berupa Laporan Keuangan Publikasi PT
BPR Shinta Daya pada tahun 2015 sampai
dengan 2018 yang diperoleh dari website
OJK.
PEMBAHASAN
Analisis Efisiensi Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) pada PT BPR Shinta Daya Analisis efisiensi Biaya operasional
terhadap Pendapatan operasional (BOPO)
didasarkan pada parameter perhitungan rasio
efisiensi BOPO dengan kriteria efisien jika
perhitungan rasio BOPO hasilnya di bawah
90%, artinya setiap Rp. 0,9 biaya operasional
menghasilkan pendapatan operasional
sebesar Rp. 1.
Sumber data yang digunakan untuk
melakukan analisis trend efisiensi Biaya atau
beban operasional terhadap Pendapatan
operasional (BOPO) dalam penelitian ini
bersumber dari Laporan Laba Rugi yang
dipublikasikan oleh PT BPR Shinta Daya
melalui website Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) pada periode Desember 2015 sampai
dengan Desember 2018.
Berdasarkan laporan laba rugi PT BPR
Shinta Daya publikasi yang disajikan pada
periode Desember 2015 sampai dengan
2018, di mana tahun 2015 menjadi tahun
dasar untuk mengetahui trend efisiensi
BOPO pada tahun 2016, 2017, 2018 dengan
parameter Rasio BOPO dapat dijelaskan pada
tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Analisa Trend Efisiensi BOPO PT BPR Shinta Daya Tahun 2015 sampai dengan
2018
Pos-pos
Posisi Desember
(dalam juta Rupiah)
Trend Peningkatan/
Penurunan (%)
2015 2016 2017 2018 2016 2017 2018
Jumlah Pendapatan
Operasional
22.15
6
25.13
2
28.57
6
29.72
6
113,43
%
128,98
%
134,17
%
Jumlah Beban
Operasional
13.91
6
15.58
6
18.39
7
19.30
4
112,00
%
132,21
%
138,72
%
RASIO BOPO 62,81% 62,02% 64,38% 64,94% -0,79% 1,57% 2,13%
Sumber: Laporan Publikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (2019)
Berdasarkan Tabel 1 di atas, rasio
efisiensi BOPO PT BPR Shinta Daya setiap
tahunnya di hitung dengan cara sebagai
berikut:
Tahun 2015 = (Biaya operasional :
Pendapatan operasional)
X 100% = (13.196:22.156) x 100%
= 62,81%
Artinya setiap Rp. 0,6281 Biaya
operasional menghasilkan
Pendapatan operasional Rp. 1
Tahun 2016 = (15.586 : 25.132) x 100%
= 62,02%
Artinya setiap Rp. 0,6202 Biaya
operasional menghasilkan
Pendapatan operasional Rp. 1
Tahun 2017 = (18.397 : 28.576) x 100%
= 64,38% Artinya setiap Rp. 0,6438 Biaya
operasional menghasilkan
Pendapatan operasional Rp. 1
Tahun 2018 = (19.304 : 29.726 ) x 100%
= 64,94%
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 187
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Artinya setiap Rp. 0,6494
Biaya
operasional menghasilkan
Pendapatan operasional Rp. 1
Trend Rasio kinerja keuangan BOPO
selama tahun 2015 sampai dengan 2018 pada
tabel 1 di atas, masing-masing tahun 2015
sebesar 62,81%, tahun 2016 sebesar 62,02%,
tahun 2017 sebesar 64,38% dan tahun 2018
sebesar 64,94% menunjukkan adanya
kenaikkan rasio walaupun tidak besar akan
tetapi berdampak pada menurunnya efisiensi
Biaya operasional terhadap Pendapatan
Operasional PT BPR Shinta Daya, sehingga
kinerja keuangan secara internal dapat
berpotensi mengurangi kemampuan BPR
dalam memperoleh laba yang optimal. Jika
mengacu pada ketentuan tingkat kesehatan
BPR sesuai regulasi yang berlaku, maka
rasio BOPO PT BPR Shinta Daya masih
tergolong efisien karena di bawah 90%
sehingga dalam operasionalnya masih
memiliki kemampuan memperoleh laba yang
terus meningkat.
Meningkatnya trend rasio BOPO
tersebut, pertama disebabkan karena adanya
faktor kenaikan Biaya atau Beban
Operasional BPR yaitu pada tahun 2015
sebesar Rp. 13.916 (Jutaan Rupiah) dan
pada tahun 2018 mengalami peningkatan
menjadi sebesar Rp. 19.304 (Jutaan
Rupiah). Kondisi ini menyebabkan
menurunnya tingkat efisiensi operasional
BPR. Berdasarkan formula rasio BOPO,
semakin besar kenaikkan jumlah Biaya
Operasional yang tidak diikuti dengan
kenaikkan jumlah Pendapatan Operasional
yang signifikan akan meningkatkan rasio
BOPO dan menurunkan efisiensi biaya
operasional. Biaya atau Beban
Operasional BPR yang jumlahnya terbesar di
PT BPR Shinta Daya adalah Biaya
Penyisihan Aktiva Produktif, Biaya
Pemasaran dan Biaya Administrasi dan
Umum.
Biaya atau Beban Penyisihan Aktiva
Produktif yang timbul akibat risiko kerugian
yang harus dibentuk BPR karena adanya
aktivitas pemberian kredit baik yang lancar
maupun yang bermasalah. Porsi Biaya
Penyisihan Aktiva Produktif terhadap Biaya
operasional adalah pada tahun 2015 sebesar
5,43%, tahun 2016 sebesar 7,44%, tahun
2017 sebesar 5,37% dan tahun 2018 sebesar
9,10%. Porsi yang terbesar Biaya Penyisihan
Aktiva Produktif terjadi pada tahun 2018
sebagai akibat meningkatnya BPR dalam
membentuk cadangan kerugian penghapusan
kredit bermasalah.
Biaya pemasaran adalah biaya
operasional dalam rangka memasarkan
produk BPR. Porsi Biaya Pemasaran
terhadap Biaya Operasional adalah pada
tahun 2015 sebesar 6,86%, tahun 2016
sebesar 7,41%, tahun 2017 sebesar 11,40%
dan tahun 2018 sebesar 9,70%. Jumlah porsi
biaya pemasaran terbesar pada tahun 2017
dan pada tahun 2018 terjadi penurunan,
kemungkinan BPR menggunakan cara
pemasaran lainnya yang lebih efisien.
Biaya Administrasi Umum, Biaya yang
di dalamnya berupa Biaya Tenaga kerja dan
Biaya Pendidikan. Porsi Biaya Administrasi
Umum terhadap Biaya Operasional pada
tahun 2015 sebesar 76,38%, tahun 2016
sebesar 75,24%, tahun 2017 sebesar 75,22%
dan tahun 2018 sebesar 73,43%. Porsi Biaya
Administrasi Umum ini cenderung sedikit
menurun karena ada biaya operasional
berupa Biaya Penyisihan Aktiva Produktif
yang mengalami peningkatan porsi pada
tahun 2018.
Selain Biaya atau Beban Operasional,
faktor kedua yang menyebabkan menurunnya
efisiensi BOPO pada PT BPR Shinta Daya
adalah faktor Pendapatan Operasional.
Berdasarkan pada Tabel 1, trend Pendapatan
operasional PT BPR Shinta Daya sejak tahun
2015 sampai dengan 2018 menunjukkan
adanya kecenderungan mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Pendapatan
operasional BPR tahun 2015 dijadikan
sebagai tahun dasar dalam perhitungan index
prosentasi kenaikan atau penurunan trend.
Pada tahun 2016 Pendapatan operasional
BPR mengalami peningkatan sebesar
13,43%, kemudian pada tahun 2017
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 188
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
meningkat sebesar 28,98% dan pada tahun
2018 meningkat sebesar 34,17%. Adanya
trend pendapatan operasional yang
meningkat dari tahun ke tahun ini idealnya
memiliki kontribusi positif terhadap efisiensi
BOPO. Akan tetapi dalam penelitian ini,
peningkatan trend Pendapatan Operasional
tidak memberikan dampak yang cukup bagi
peningkatan efisiensi BOPO. Pendapatan
operasional BPR yang diterima pada tahun
2015 sebesar Rp. 22.156. (Jutaan Rupiah)
dan pada tahun 2018 jumlah Pendapatan
operasional optimal yang diterima sebesar
Rp. 29.726. (Jutaan Rp.) atau sekitar
134,17%. Sedangkan pada tahun 2018 Biaya
Operasional mengalami peningkatan sebesar
138,72%. Pertumbuhan Biaya Operasional
lebih besar dari Pendapatan Operasional.
Kondisi ini yang jadi penyebab menurunnya
tingkat efisiensi BOPO PT BPR Shinta Daya.
Jumlah pendapatan operasional BPR
diperoleh dari selisih antara jumlah
Pendapatan Bunga dengan jumlah Biaya
Bunga ditambah dengan Pendapatan
Operasional lainnya.
Berdasarkan Tabel 1, dapat dianalisis
bahwa meskipun Pendapatan operasional PT
BPR Shinta Daya trend-nya mengalami
peningkatan selama empat tahun terakhir,
akan tetapi mengingat kenaikan jumlah Biaya
Operasional yang peningkatan trend-nya
lebih besar, mengakibatkan rasio BOPO
mengalami peningkatan dan terjadinya
penurunan tingkat efisiensi BOPO.
Untuk mengetahui lebih rinci analisa
trend penerimaan Pendapatan operasional PT
BPR Shinta Daya pada tahun 2015 sampai
dengan tahun 2018, di mana tahun 2015
menjadi tahun dasar dalam melakukan
Analisa Trend per komponen pos–pos
Pendapatan operasional, dapat dijelaskan
pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Analisa Trend Komponen Pendapatan Operasional PT BPR Shinta Daya
Tahun 2015 sampai dengan 2018
Pos-pos
Posisi Desember
( dalam juta Rupiah)
Trend Peningkatan/
Penurunan (%)
2015 2016 2017 2018 2016 2017 2018
Pendapatan Bunga
Bunga Kontraktual 34.675
38.103
40.434
38.445 109,89% 116,61% 110,87%
Amortisasi Provisi 1.187
1.239
1.250
1.169 104,43% 105,35% 98,49%
Jumlah Pendapatan Bunga
37.876
41.359
43.701
41.631 109,19% 115,38% 109,91%
Beban Bunga
Bunga Kontraktual 15.941
16.376 15.763 15.575 102,72% 98,88% 97,70%
Jumlah Beban Bunga
15.941
16.376
15.763
15.575 102,72% 98,88% 97,70%
Jumlah Pendapatan Bunga
Bersih
19.920 22.967
25.921
24.038 115,30% 130,12% 120,67%
Pendapatan Operasional Lainnya
2.236
2.165
2.655
5.688 96,83% 118,78% 254,41%
JUMLAH PENDAPATAN
OPERASIONAL
22.156 25.132
28.576
29.726 113,43% 128,98% 134,17%
Sumber: Laporan Publikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (2019)
Berdasarkan pada tabel 2 di atas, dapat
diketahui bahwa jumlah pendapatan
operasional PT BPR Shinta Daya sejak tahun
2015 sampai dengan tahun 2018 trend-nya
cenderung mengalami peningkatan.
Pendapatan Operasional BPR diperoleh dari
selisih antara Jumlah Pendapatan bunga
dengan Biaya atau Beban bunga ditambah
Pendapatan operasional lainnya. Pendapatan
bunga diperoleh dari aktivitas BPR
menyalurkan kredit kepada nasabah yang
dicatat dalam pos Bunga kontraktual, dan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 189
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Amortisasi Provisi merupakan jumlah
amortisasi provisi kredit yang pencatatan
akuntansinya secara Accrual Basis.
Dalam melakukan analisis trend
terhadap pendapatan bunga kontraktual, data
tahun 2015 menjadi tahun dasar dalam
perhitungan index prosentasi kenaikan atau
penurunan trend.
Berdasarkan Tabel 2 di atas, trend
pendapatan bunga kontraktual dari aktivitas
penyaluran kredit pada tahun 2016 dan 2017
mengalami peningkatan masing-masing,
9,89% dan 16,61% bila dibandingkan dengan
tahun 2015. Akan tetapi pada tahun 2018
terjadi trend penurunan pendapatan bunga
kontraktual menjadi 10,87%. Penurunan
tersebut tentunya berakibat pada
berkurangnya jumlah penerimaan pendapatan
operasional BPR pada tahun 2018.
Analisis terhadap penerimaan
pendapatan bunga yang bersumber dari
amortisasi provisi kredit BPR pada tahun
2016 dan 2017 mengalami peningkatan
masing-masing, 4,43% dan 5,35% bila
dibandingkan dengan tahun 2015. Akan
tetapi pada tahun 2018 terjadi trend
penurunan penerimaan pendapatan amortisasi
provisi kredit, atau hanya sebesar 98,49%
dari tahun 2015.
Pada tahun 2018, secara keseluruhan
sumber pendapatan bunga dari kredit BPR ,
baik dalam pos bunga kontraktual maupun
amortisasi provisi mengalami penurunan.
Kondisi penurunan ini berdampak pada
berkurangnya efisiensi BOPO karena hasil
rasio BOPO bertambah.
Berdasarkan tabel 2, analisis terhadap
biaya atau beban bunga akrual sebagai
konsekuensi BPR dalam aktivitasnya
menghimpun dana baik bersumber dari
masyarakat maupun pinjaman yang diterima,
di mana data tahun 2015 menjadi tahun dasar
perhitungan index prosentasi kenaikan atau
penurunan trend, pada tahun 2016 sampai
dengan tahun 2018 menunjukkan beban
bunga kontraktual menurun. Pada tahun 2016
biaya atau beban bunga kontraktual
meningkat dibanding tahun 2015 sebesar
2,72%. Selanjutnya pada tahun 2016
beban biaya atau beban bunga kontraktual
BPR meningkat sebesar 102,72%,
sedangkan pada tahun 2017 hanya sebesar
98,88% dan pada tahun 2018 hanya sebesar
97,70%. Dengan trend Biaya atau beban
bunga kontraktual yang semakin menurun
setiap tahun, artinya PT BPR Shinta Daya
telah melakukan efisiensi yang dapat
memberikan kontribusi bagi peningkatan
pendapatan operasional BPR.
Berdasarkan analisis pada tabel 2,
Pendapatan operasional BPR juga didapat
dari Pendapatan operasional lainnya seperti
pendapatan dari setiap jasa transaksi dalam
rangka peningkatan pelayanan BPR, dan juga
penerimaan dari aset produktif BPR yang
telah dihapus buku.
Analisis trend terhadap jumlah
penerimaan pendapatan operasional lainnya,
pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2018,
cenderung mengalami peningkatan di
banding dengan tahun 2016. Pada tahun 2016
penerimaan pendapatan operasional lainnya
hanya sebesar 96,83% dibandingkan tahun
2015, sedangkan pada tahun 2017 dan 2018
terjadi peningkatan sebesar 18,78% dan
154,41%. Adanya peningkatan
pendapatan operasional lainnya yang cukup
signifikan di tahun 2018, telah memberikan
kontribusi positif bagi peningkatan
pendapatan operasional BPR.
Secara keseluruhan, analisis terhadap
penerimaan pendapatan operasional PT BPR
Shinta Daya selamat empat tahun terakhir ini
trend-nya mengalami peningkatan. Akan
tetapi ada yang harus menjadi perhatian
penting bagi manajemen PT BPR Shinta
Daya, bahwa peningkatan pendapatan
operasional tersebut terjadi karena adanya
faktor penurunan biaya bunga kontraktual
dan juga karena adanya peningkatan
penerimaan pendapatan operasional lainnya
secara signifikan. Sementara itu, penerimaan
pendapatan bunga kontraktual dan amortisasi
provisi BPR yang menjadi sumber utama
penerimaan pendapatan BPR dari aktivitas
penyaluran kredit mengalami trend
penurunan. Kondisi ini dapat memberikan
kontribusi pada terciptanya inefisiensi dari
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 190
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
sisi pendapatan.
Untuk melakukan analisis terhadap efisiensi
BOPO PT BPR Shinta Daya yang lebih rinci,
maka penulis melakukan analisis trend
terhadap komponen pos-pos Biaya
operasional BPR pada tahun 2015 sampai
dengan tahun 2018, di mana tahun 2015
menjadi tahun dasar dalam analisa trend
yang dapat dijelaskan pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 3: Analisa Trend Komponen Biaya atau Beban Operasional PT BPR Shinta Daya
Tahun 2015 sampai dengan 2018
Pos-pos
Posisi Desember
( dalam juta Rupiah)
Trend Peningkatan/
Penurunan (%)
2015 2016 2017 2018 2016 2017 2018
Beban Penyisihan Kerugian Aset
Produktif 756 1.160 988 1.757 153,40% 130,62% 232,33%
Beban Pemasaran 954 1.155 2.098 1.872 121,17% 219,96% 196,26%
Beban Administrasi dan Umum 10.629 11.72
7
13.83
8
14.17
6 110,33% 130,19% 133,37%
Beban Operasional Lainnya 1.577 1.544 1.474 1.500 97,92% 93,50% 95,15%
JUMLAH BEBAN
OPERASIONAL 13.916 15.586 18.397 19.304 112,00% 132,21% 138,72%
Sumber: Laporan Publikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (2019)
Berdasarkan pada tabel 3, Biaya atau
beban operasional dalam laporan keuangan
publikasi PT BPR Shinta Daya meliputi
biaya penyisihan kerugian aktiva poduktif,
biaya pemasaran, biaya administrasi dan
umum, dan biaya operasi lainnya. Secara
keseluruhan, kecenderungan atau trend dari
biaya operasional BPR selama tahun 2015
sampai dengan tahun 2018 mengalami
peningkatan. Kecenderungan peningkatan
biaya operasional disebabkan karena adanya
kontribusi peningkatan biaya atau beban
penyisihan kerugian aset produktif.
Penyisihan kerugian aset produktif ini
merupakan kewajiban yang harus dibentuk
oleh BPR sesuai ketentuan OJK. Semakin
kualitas kredit tergolong Kurang lancar,
Diragukan dan Macet maka semakin besar
pembentukan biaya penyisihan kerugian aset
produktif. Berdasarkan Tabel 3, dapat
dianalisis adanya kecenderungan biaya
penyisihan kerugian aset produktif pada
tahun 2016, meningkat sebesar 53,40%
dibanding tahun 2015 sebagai tahun dasar
analisa trend. Pada tahun 2017 biaya
penyisihan kerugian aset produktif
meningkat sebesar 30,62%, lebih rendah dari
tahun 2016 sehingga lebih efisien. Akan
tetapi pada tahun 2018 terjadi peningkatan
yang cukup signifikan yaitu mencapai
sebesar 132,33% dibandingkan tahun 2015.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa PT BPR
Shinta Daya sedang mengalami kondisi
peningkatan jumlah kredit bermasalah,
sehingga harus membentuk jumlah biaya
penyisihan kerugian aset produktif yang
cukup besar, sehingga berakibat terjadinya
inefisiensi biaya operasional pada tahun
2018.
Analisis terhadap Biaya pemasaran
sebagai komponen dari biaya atau beban
operasional BPR cenderung meningkat bila
dibandingkan dengan tahun 2015. Biaya
pemasaran pada tahun 2016 meningkat
sebesar 21,17%, pada tahun 2017 meningkat
sebesar 119,96%, dan pada tahun 2018
meningkat sebesar 96,26%. Peningkatan
biaya pemasaran yang cukup signifikan
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 191
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
terjadi pada tahun 2017. Akan tetapi pada
2018, jumlah biaya pemasaran sedikit
mengalami penurunan. Biaya pemasaran ini
ditujukan untuk meningkatkan omzet usaha
BPR.
Berdasarkan pada tabel 3, analisis
terhadap Biaya atau beban administrasi dan
umum sebagai komponen dari biaya atau
beban operasional BPR menunjukkan adanya
peningkatan dari tahun ke tahun bila
dibandingkan dengan tahun 2015. Biaya
administrasi dan umum pada tahun 2016
meningkat sebesar 10,33%, tahun 2017
meningkat sebesar 30,19%, dan tahun 2018
meningkat sebesar 33,37%. Biaya atau beban
administrasi umum ini meliputi biaya tenaga
kerja, pendidikan dan pelatihan, sewa,
penyusutan/penghapusan atas aset tetap dan
inventaris, amortisasi tidak berwujud, premi
asuransi, pemeliharaan dan perbaikan, barang
dan jasa, serta pajak-pajak yang tidak
termasuk pajak penghasilan. Analisis
selanjutnya, biaya atau beban operasional
lainnya pada tahun 2016 sebesar 97,92%
dibandingkan dengan tahun 2015. Kemudian
pada tahun 2017 menurun menjadi sebesar
93,50% dan pada tahun 2018 kembali naik
menjadi sebesar 95,15%. Akan tetapi selama
tiga tahun jumlahnya tidak melebihi posisi
tahun 2015. Kondisi ini memberikan
kontribusi positif bagi efisiensi biaya atau
beban operasional secara keseluruhan.
Analisis Kemampuan Memperoleh Laba
Bersih Pada PT BPR Shinta Daya Laba bersih adalah laba bersih tahun
berjalan yang diperoleh BPR setelah
dikurangi dengan taksiran pajak penghasilan.
Kemampuan PT BPR Shinta Daya untuk
mendapatkan laba bersih, bergantung pada
kemampuan BPR melakukan efisiensi biaya
operasional terhadap pendapatan operasional,
yang diukur dengan rasio BOPO yang
besaran rasionya di bawah 90%.
Analisis trend terhadap kemampuan
memperoleh laba bersih PT BPR Shinta
Daya selama tahun 2015 sampai dengan
tahun 2018, di mana laba bersih tahun 2018
menjadi tahun dasar analisa dapat dijelaskan
melalui tabel sebagai berikut:
Tabel 4: Analisa Trend Laba Bersih PT BPR Shinta Daya Tahun 2015 sampai dengan 2018
Pos-pos
Posisi Desember
(dalam juta Rupiah)
Trend Peningkatan/
Penurunan (%)
2015 2016 2017 2018 2016 2017 2018
Jumlah Pendapatan Operasional 22.156 25.132 28.576 29.726 113,43% 128,98% 134,17%
Jumlah Biaya Operasional 13.916 15.586 18.397 19.304 112,00% 132,21% 138,72%
LABA (RUGI) OPERASIONAL 8.240 9.546 10.179 10.422 115,84% 123,53% 126,47%
Jumlah Pendapatan (Beban) Non
Operasional
399 114 283 407 28,60% 70,87% 101,88%
LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK
PENGHASILAN 8.640 9.660 10.462 10.829 111,81% 121,09% 125,34%
Taksiran Pajak Penghasilan 2.069 2.367 2.535 2.603 114,43% 122,55% 125,84%
LABA (RUGI) BERSIH 6.571 7.293 7.927 8.226 110,99% 120,63% 125,18%
Sumber: Laporan Publikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (2019)
Berdasarkan Tabel 4, dalam laporan laba
rugi publikasi BPR terdapat tiga bagian laba,
yaitu laba rugi operasional, laba rugi sebelum
pajak penghasilan dan laba bersih.
Hasil analisis terhadap Laba operasional
PT BPR Shinta Daya, menunjukkan trend
laba rugi operasional meningkat bila
dibandingkan pada posisi tahun 2015. Pada
tahun 2015 BPR membukukan Laba
operasional sebesar Rp. 8.240 (Jutaan
Rupiah), pada tahun 2016 meningkat sebesar
15,84% dibandingkan tahun 2015 menjadi
sebesar Rp. 9.546 (Jutaan Rupiah).
Selanjutnya pada tahun 2017 meningkat
sebesar 23,53% dibandingkan tahun 2015
menjadi sebesar Rp. 10.179 (Jutaan Rupiah).
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 192
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Pada tahun 2018 meningkat sebesar 26,47%
dibandingkan tahun 2015 menjadi sebesar
Rp. 10.422 (Jutaan Rupiah). Berdasarkan
trend peningkatan laba operasional tersebut,
perlu menjadi perhatian manajemen BPR
adalah pada posisi tahun 2018, sebab
kenaikan trend laba operasional cenderung
lebih kecil bila dibandingkan dengan trend
laba operasional tahun 2017.
Manajemen BPR juga perlu
memperhatikan bahwa laba yang diperoleh
BPR pada tahun 2016 sampai dengan 2018,
disebabkan karena BPR mampu menjaga
stabilitas efisiensi yang ditunjukkan dengan
rasio BOPO rata-rata di bawah 90% sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Akan tetapi
secara analisa kinerja keuangan internal
dengan meningkatnya rasio BOPO BPR
meskipun tidak signifikan dari tahun 2015
sebesar 62,81%, tahun 2016 sebesar 62,02%,
tahun 2017 sebesar 64,38%, dan pada tahun
2018 sebesar 64,94%, hal ini menandakan
bahwa kondisi BOPO BPR mengalami
penurunan tingkat efisiensi walaupun tidak
signifikan. Jika faktor efisiensi BOPO ini
tidak diperhatikan, maka ke depannya bisa
mengurangi kemampuan BPR dalam
memperoleh Laba bersih yang lebih optimal.
Berdasarkan tabel 4, hasil analisis
terhadap Laba sebelum pajak BPR
menunjukkan adanya trend meningkat,
yaitu pada tahun 2015 sebesar Rp. 8.640
(Jutaan Rupiah), kemudian pada tahun 2016
sebesar Rp. 9.660 (Jutaan Rupiah) atau
meningkat 11,81% , selanjutnya pada tahun
2017 sebesar Rp. 10.462 (Jutaan Rupiah)
atau meningkat 21,09%, dan pada tahun 2018
sebesar Rp. 10.829 (Jutaan Rupiah) atau
sekitar 25,34% dibandingkan dengan tahun
2015.
Peningkatan Laba sebelum pajak ini
disebabkan karena adanya kontribusi selisih
antara pendapatan non operasional setelah
dikurangi biaya atau beban non operasional.
Pendapatan non operasional adalah semua
pendapatan yang berasal dari kegiatan yang
bukan merupakan kegiatan utama BPR,
terdiri atas keuntungan penjualan aset tetap
dan inventaris milik BPR, termasuk juga
barang jaminan yang diserahkan debitur
kepada BPR. Sedangkan Biaya atau beban
non operasional, pemulihan penuruanan nilai
dan bunga antar kantor. Sedangkan Biaya
atau beban non operasional adalah biaya
yang dikeluarkan atas kegiatan yang bukan
merupakan kegiatan utama BPR, terdiri atas
kerugian penjualan aset, kerugian penurunan
nilai wajar aset tetap, dan beban bunga antar
kantor yaitu beban bunga atas dana yang
berasal dari transaksi antar kantor.
Berdasarkan tabel 4, Selisih pendapatan
non operasional yang diperoleh PT BPR
Shinta Daya pada tahun 2015 sebesar Rp.
399 (Jutaan Rupiah), pada tahun 2016
sebesar Rp. 114 (Jutaan Rupiah) atau hanya
28,60% dari tahun 2015, pada tahun 2017
sebesar Rp. 283 (Jutaan Rupiah) atau naik
menjadi 70,87%, dan pada tahun 2018
sebesar Rp. 407 (Jutaan Rupiah) atau naik
menjadi 101,88%. Berdasarkan analisis,
meskipun selisih positif dari pendapatan non
operasional dengan biaya atau beban non
operasional ini memiliki kecenderungan
meningkat dari tahun ke tahun, tetapi
pendapatan ini bukanlah pendapatan dari
aktivitas utama BPR, jadi sifatnya hanyalah
pelengkap saja.
Berdasarkan tabel 4, Analisis terhadap
Laba bersih PT BPR Shinta Daya setelah
dikurangi dengan pajak penghasilan, pada
tahun 2015 sebesar Rp. 6.571 (Jutaan
Rupiah), dan trend perolehan laba bersih
pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2018
mengalami peningkatan. Pada tahun 2016
Laba bersih setelah dikurangi pajak
penghasilan posisinya meningkat menjadi
sebesar Rp. 7.293 (Jutaan rupiah) atau sekitar
10,99%. Pada tahun 2017 Laba bersih
meningkat menjadi sebesar Rp. 7.927 (Jutaan
rupiah) atau sekitar 20,63%. Pada tahun
2018, Laba bersih BPR meningkat menjadi
sebesar Rp. 8.226 (Jutaan rupiah) atau sekitar
20,63% dibandingkan dengan tahun 2015.
Kondisi Laba bersih PT BPR Shinta
Daya yang terus mengalami peningkatan
selama empat tahun terakhir ini seharusnya
bisa lebih optimal lagi peningkatannya, jika
manajemen BPR mampu melakukan efisiensi
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 193
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
terhadap Kinerja Keuangan yang
berhubungan dengan BOPO. Menurunnya
tingkat efisiensi BOPO selama empat tahun
terakhir yang ditandai dengan meningkatnya
trend rasio BOPO, mengakibatkan
berkurangnya kemampuan PT BPR Shinta
Daya untuk memperoleh laba yang lebih
optimal dari apa yang sudah diperoleh tahun
sebelumnya. Semakin kurang efisien BPR
dalam pengelolaan kinerja keuangan BOPO
maka secara perlahan akan memangkas
kemampuan laba yang diperoleh sehingga
laba yang dihasilkan tidak optimal.
Kebaruan yang diperoleh dari penelitian
ini terhadap penelitian yang sudah ada
adalah, dalam penelitian ini lebih
menggambarkan secara rinci temuan
komponen kinerja keuangan BPR yang dapat
mempengaruhi efisiensi Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional sebagai
salah satu faktor penting yang bisa
mempengaruhi kemampuan BPR dalam
memperoleh laba bersih yang optimal.
Penelitian ini menemukan bahwa
peningkatan pertumbuhan perolehan laba
bersih sebuah BPR seperti yang disajikan
dalam laporan keuangan publikasi BPR tidak
dapat sepenuhnya menunjukkan bahwa BPR
tersebut memiliki kemampuan memperoleh
laba bersih yang optimal, meskipun efisensi
kinerja keuangan BOPO BPR masih dalam
kategori sehat sebab besaran rasio BOPO di
bawah batasan 90%. Jika manajemen BPR
tidak memperhatikan trend efisiensi kinerja
keuangan BOPO maka bisa menjadikan
kemampuan untuk memperoleh laba bersih
yang optimal dapat berkurang. Dalam upaya
untuk meningkatkan kemampuan
memperoleh laba bersih yang optimal maka
manajemen BPR harus lebih meningkatkan
efisiensi BOPO, di antaranya manajemen
BPR harus lebih memperhatikan pada
peningkatan komponen pendapatan
operasional dalam hal ini berupa pendapatan
bunga kontraktual dari aktivitas kredit dan
mampu mengendalikan biaya bunga
kontraktual serta melakukan manajemen
kredit yang sehat sehingga dapat
meningkatkan efisiensi biaya risiko kredit.
PENUTUP
Berdasarkan pada uraian pembahasan
atas penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
selama empat tahun terakhir di mana tahun
2015 sebagai tahun dasar dalam melakukan
analisa keuangan, perkembangan Kinerja
Keuangan dalam bentuk rasio BOPO
mengalami peningkatan walaupun tidak
signifikan, sehingga menurunkan tingkat
efisiensi BOPO. Penurunan efisiensi BOPO
ini berakibat pada sedikit menurunnya
kemampuan BPR dalam memperoleh laba
bersih yang optimal. Sekalipun jumlah laba
yang diperoleh BPR trend-nya terus
meningkat setiap tahunnya dan masih
tergolong sehat, sebab rasio BOPO BPR
selama empat tahun terakhir masih di bawah
batasan tingkat efisiensi BOPO sebesar 90%
sesuai regulasi yang berlaku dalam penilaian
tingkat kesehatan kinerja keuangan BPR.
Peningkatan trend rasio BOPO PT BPR
Shinta Daya yang menjadikan menurunnya
efisiensi BOPO diakibatkan karena
meningkatnya jumlah Biaya Operasional
BPR, salah satunya adalah biaya Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif kredit.
Menurunnya efisiensi BOP juga disebabkan
karena kinerja keuangan pendapatan
operasional BPR dari pendapatan bunga
kontraktual atas pemberian kredit juga
mengalami pernurunan.
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini
maka sebaiknya manajer BPR untuk bisa
meningkatkan kemampuan laba bersih BPR
yang optimal dapat lebih memperhatikan
pada pengelolaan efisiensi kinerja keuangan
BOPO dengan cara meningkatkan
pendapatan bunga kotraktual dari bunga
kredit dan memperhatikan pada pemberian
kredit yang sehat sehingga Biaya Operasional
berupa Biaya Penghapusan ktiva Produktif
dapat dikurangi.
Diharapkan penelitian berikutnya dapat
menambahkan variabel lain seperti Suku
Bunga dalam pemberian kredit kepada
nasabah, mengingat persaingan yang semakin
ketat mengakibatkan BPR menurunkan suku
bunga untuk bisa terus meningkatkan volume
Volume 19, No. 2, Mei 2019 p-ISSN 1410-9794
e-ISSN 2597-792X
Jurnal Kajian Ilmiah 194
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
kredit dan pendapatan bunga kontraktual
BPR sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan memperoleh laba
bersih BPR.
REFERENSI
Afriyeni, & Fernos, J. (2018). Analisis
Faktor-Faktor Penentu Kinerja
Profitibilitas BPR Konvensional Di
Sumatera Barat. Benefita,
3(September),325–335.
http://ejournal.kopertis10.or.id/index.ph
p/benefita/article/view/3623/1165
Andriani, R., & Nugraha. (2018). Analisis
Cost-Volume-Profit Kaitannya dengan
Perencanaan Laba, 18(1), 54–66.
http://jurnal.ubharajaya.ac.id/index.php/
kajian-ilmiah/article/view/54 - 66/pdf
Bukhari, E., & Mulyadi, A. (2019). Analisis
Laporan Keuangan PT. Mayora Indah.
Jurnal Kajian Ilmiah, 19(1), 65.
https://doi.org/10.31599/jki.v19i1.386
Kasmir. (2015). Manajemen Perbankan
(13th ed.). Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Lubis, A. (2013). Pengaruh Tingkat
Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan
Laba Pada BPR Di Indonesia. Ekonomi
Dan Keuangan, 1, 27–37.
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/edk/art
icle/ view/9138/3905
Maith, H. A. (2013). Analisis Laporan
Keuangan Dalam Mengukur Kinerja
Keuangan pada PT Hanjaya Mandala
Sampoerna TBK. Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi
(EMBA), 1(3), 619–628.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/e
mba/article/view/2130/1692
Munawir. (2012). Analisa Laporan
Keuangan (16th ed.). yogyakarta:
Liberty Yogyakarta.
Otoritas Jasa Keuangan. (2017a). Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor
48/POJK.03/2017 tentang Transparansi
Kondisi Keuangan Bank Perkreditan
Rakyat.
Otoritas Jasa Keuangan. (2017b). Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
39/SEOJK.03/2017.
Otoritas Jasa Keuangan. (2018). Statistik
Perbankan Indoensia, 17.
Putri, N. K. A. P., Wiagustini, L. P., &
Abundanti, N. N. (2018). Pengaruh
NPL, CAR dan BOPO Terhadap
Profitabilitas Pada BPR Di Kota
Denpasar. E-Jurnal Manajemen Unud,
7(11), 6212–6238.
https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.20
18.v07.i11.p15
Setyawati, I. R. M. A., Kartini, D., Rachman,
S., & Febrian, E. (2015). Assessing the
Islamic banking financial performance
in Indonesia. International Journal of
Education and Research, 3(10), 233-
248.
Setyawati, I. (2016). Determinants of Growth
and Profitability by Bank Specific
Variable and Market Stucture in Islamic
Banking in Indonesia. Academy of
Strategic Management Journal, 15, 1-
14.
Supeno, W. (2017). Analisis Kinerja
Penghimpunan Dana dalam
Meningkatkan Penyaluran Kredit pada
Bank Perkreditan Rakyat. Jurnal
Moneter, IV(2), 121–131. R
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.ph
p/moneter/article/view/2336/1689