VOL 11, NO. 1, FEBRUARI 2017 SUSUNAN REDAKSI

84
BIAStatistics Biomedics, Industry & Business And Social Statistics Jurnal Statistika: Teori dan Aplikasi Journal of Statistics: Theory and Application Universitas Padjadjaran VOL 11, NO. 1, FEBRUARI 2017 SUSUNAN REDAKSI Pelindung Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Penanggung Jawab Kepala Departemen Statistika, FMIPA, Unpad Redaktur Sri Winarni, M.Si Zulhanif, M.Sc Desain Grafis Resa Septiani Pontoh, M.Stat.Sci Defi Yusti Faidah, M.Si Sekretariat Neneng Sunengsih, M.Stat Bertho Tantular, M.Si Gumgum Darmawan, M.Si Alamat Redaksi Jl. Raya Bandung Sumedang km. 21 Telepon/Fax : (022) 7796002 E-mail : [email protected] Website : http://statistics.unpad.ac.id/stats-biastatistika/ Diterbitkan oleh: Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran

Transcript of VOL 11, NO. 1, FEBRUARI 2017 SUSUNAN REDAKSI

BIAStatistics Biomedics, Industry & Business And Social Statistics

Jurnal Statistika: Teori dan Aplikasi Journal of Statistics: Theory and Application

Universitas Padjadjaran

VOL 11, NO. 1, FEBRUARI 2017

SUSUNAN REDAKSI

Pelindung

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Penanggung Jawab

Kepala Departemen Statistika, FMIPA, Unpad

Redaktur Sri Winarni, M.Si Zulhanif, M.Sc

Desain Grafis Resa Septiani Pontoh, M.Stat.Sci

Defi Yusti Faidah, M.Si

Sekretariat

Neneng Sunengsih, M.Stat

Bertho Tantular, M.Si

Gumgum Darmawan, M.Si

Alamat Redaksi

Jl. Raya Bandung Sumedang km. 21

Telepon/Fax : (022) 7796002

E-mail : [email protected]

Website : http://statistics.unpad.ac.id/stats-biastatistika/

Diterbitkan oleh: Departemen Statistika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Padjadjaran

BIAStatistics Biomedics, Industry & Business And Social Statistics

Jurnal Statistika: Teori dan Aplikasi Journal of Statistics: Theory and Application

Universitas Padjadjaran

VOL 11, NO. 1, FEBRUARI 2017

UCAPAN TERIMAKASIH KEPADA MITRA BESTARI

Redaksi Jurnal BIAStatistics mengucapkan terimakasih

kepada para mitra bestari yang telah menelaah naskah pada terbitan Jurnal BIAStatistics Volume 11 No 1 Februari 2017

Mitra Bestari Prof. Dr. Sutawarnir Darwis

(Departemen Matematika FMIPA Institut Teknologi Bandung)

Dr. Muhamad Syamsuddin

(Departemen Matematika FMIPA Institut Teknologi Bandung)

Dr. Lienda Noviyanti, M.Si.

(Program Studi Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran)

BIAStatistics Biomedics, Industry & Business And Social Statistics

Jurnal Statistika: Teori dan Aplikasi Journal of Statistics: Theory and Application

Universitas Padjadjaran

VOL 11, NO. 1, FEBRUARI 2017 ISSN 1907-6274

ARTIKEL PENELITIAN

IURAN PROGRAM PENSIUN NORMAL ABCM DENGAN PENDEKATAN PhDP

MELALUI RANTAI MARKOV DARI KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI SECARA

BERKALA

Oleh: Achmad Zanbar Soleh, Lienda Noviyanti dan Gatot Riwi Setyanto .............. 1

ANALISIS KORESPONDENSI DATA PENYAKIT JANTUNG

Oleh: Latifah Rahayu Siregar dan Zurnila Marli Kesuma .......................................... 12

MODEL PEMETAAN PENYAKIT DENGAN RESPON GANDA MENGGUNAKAN

SEEMINGLY UNRELATED POISSON REGRESSION (PENDEKATAN BAYESIAN

INLA)

Oleh: I Gede Nyoman Mindra Jaya, Zulhanif dan Bertho Tantular ......................... 19

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE KEKAR PADA PENDUGAAN

PARAMETER REGRESI LINIER SEDERHANA UNTUK DATA YANG

MENGANDUNG PENCILAN

Oleh: Riski Apriani Sari, Hari Wijayanto dan Indahwati............................................ 33

PREMI ASURANSI DENGAN SISTEM BONUS MALUS OPTIMAL

Oleh: Lienda Noviyanti, Achmad Zanbar Soleh dan Budhi Handoko ..................... 52

MANAJEMEN RESIKO KREDIT TERHADAP PERUSAHAAN PROPERTI DI

INDONESIA BERDASARKAN RASIO KEUANGANNYA

Oleh: Samsul Anwar, Zulfan dan Radhiah ........................................................................ 64

" Absence of evidence is not evidence of absence"

-Carl Sagan-

TATA CARA PENULISAN JURNAL BIAStatistics

Untuk menghindari duplikasi, BIAStatistics tidak menerima artikel yang telah dipublikasikan

oleh majalah dan jurnal lainnya. Penulis harus menandatangani surat pernyataan dan

disetujui oleh penulis pendamping lainnya. Apabila ditemukan bahwa artikel telah dimuat

pada jurnal atau majalah ilmiah lain, maka status terbit akan dianulir dan digantikan oleh

makalah lain.

Semua artikel akan dibahas oleh para pakar dalam bidang keilmuan yang sesuai (peer

review) beserta dewan redaksi. Artikel yang diterima dengan perbaikan akan dikembalikan

lagi kepada penulis. Artikel penelitian harus mempertimbangkan etika penelitian yang

dapat dipertanggungjawabkan.

PENULISAN ARTIKEL: Artikel diketik pada Ms Word 1,5 spasi pada kertas A4, dengan batas tepi kiri 4 cm dan tepi

atas, bawah dan kanan 3 cm. Jumlah halaman maksimal 20, jenis huruf Times New Roman

11pt. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan dimulai dari halaman judul sampai

halaman terakhir. Artikel memuat pokok bahasan yang dituangkan dalam: Abstrak

(Abstract), 1. Pendahuluan (Introduction), 2. Metodologi (Methodology), 3. Hasil dan

Pembahasan (Result), 4. Kesimpulan (Conclusions) dan 5. Daftar Pustaka (Reference).

ABSTRAK (ABSTRACT) Abstrak untuk setiap artikel ditulis dalam bahasa Indonesia dan atau bahasa Inggris. Bentuk

abstrak tidak terstruktur dengan maksimal adalah 200 kata. Abstrak disertai 3-5 kata kunci

yang dapat membantu penyusunan indeks. Penulisan menggunakan jenis huruf Times New

Roman 10pt.

TABEL

Tabel ditampilkan secara jelas (bukan berupa gambar) dengan judul berada diatas Tabel.

Sumber Tabel dapat dicantumkan dibagian bawah tabel sejajar rata kiri dengan ukuran

huruf 10pt. Penomoran Tabel dimulai dari nomor 1 dan seterusnya maksimal 6 tabel.

GAMBAR/FOTO Gambar ditampilkan secara jelas dan proporsional. Gambar/Foto yang mengandung hak

cipta harus disertakan sumbernya. Gambar yang pernah dipublikasikan harus diberi acuan.

Penulisan judul diletakkan dibagian bawah Gambar. Penomoran Gambar dimulai dari

nomor 1 dan seterusnya maksimal 6 gambar.

PERSAMAAN/ FORMULASI MATEMATIKA Persamaan matematis ditulis dan diberi penomoran yang urut dari 1 dan seterusnya

sebanyak persamaan dalam artikel. Penomoran dicantumkan rata kanan tanpa titik-titik

penghubung dan diberi tanda kurung.

DAFTAR PUSTAKA

Rujukan ditulis sesuai dengan aturan penulisan Harvard, diurutkan menurut abjad.

Cantumkan nama penulis maksimal 4 orang pertama selanjutnya dkk. Jumlah rujukan

maksimal 20 buah.

PENGIRIMAN ARTIKEL ILMIAH: Artikel dikirimkan kepada dewan redaksi dengan alamat:

Jl. Raya Bandung Sumedang km. 21, Telepon/Fax : (022) 7796002

E-mail: [email protected]

Website: http://statistics.unpad.ac.id/stats-biastatistika/

1

BIAStatistics (2017) Vol. 11, No. 1, hal. 1-11

IURAN PROGRAM PENSIUN NORMAL ABCM DENGAN

PENDEKATAN PhDP MELALUI RANTAI MARKOV DARI

KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI SECARA BERKALA

Achmad Zanbar Soleh1, Lienda Noviyanti2, dan Gatot Riwi Setyanto3 1,2,3Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran

Email : [email protected]

ABSTRAK

Program pensiun normal manfaat pasti atau Accrued Benefit Cost Method (ABCM) adalah program

pensiun yang terlebih dahulu menentukan besar manfaat pensiun yang akan dibayarkan kepada

peserta dan selanjutnya menentukan besar iuran melalui perhitungan aktuaria. Salah satu besaran

yang mempengaruhi perhitungan iuran dalam pensiun adalah Penghasilan Dasar Pensiun (PhDP)

yang bergantung dari gaji terakhir peserta. Selama ini penentuan PhDP pada saat seseorang akan

pensiun diestimasi berdasarkan tabel skala gaji yang telah disediakan sebelumnya. Sedangkan

penelitian ini menggunakan pendekatan Rantai Markov sehingga diperoleh matriks peluang transisi

dari kenaikan pangkat pegawai yang selanjutnya digunakan dalam mengestimasi gaji pada masa

yang akan datang. Akibat perubahan kebijakan dengan mengganti besaran gaji pada saat program

pensiun sedang berjalan dari tabel skala gaji menjadi probabilistik melalui Rantai Markov maka

perhitungan iuran baru akan memperhitungkan kewajiban tambahan (Supplemental Liability).

Kata kunci: Iuran normal, kewajiban tambahan, Matriks Peluang Transisi.

1. PENDAHULUAN

Program dana pensiun merupakan suatu program yang memberikan jaminan

kepada karyawan apabila kelak mereka tidak dapat bekerja kembali. Jaminan tersebut

berupa dana pensiun yang diberikan setiap bulannya sampai karyawan tersebut meninggal

dunia di masa pensiunannya. Program pensiun ini akan memberikan rasa aman dan

kesejahteraan ketika seorang peserta telah pensiun.

Setiap karyawan baru (khususnya PNS) akan langsung diikutsertakan menjadi

anggota program pendanaan pensiun yang diadakan oleh TASPEN. Berkaitan dengan hal

tersebut maka setiap karyawan diwajibkan membayar iuran perbulan selama mereka

bekerja yang didasarkan pada persentase penghasilan dasar pensiun (PhDp).

PhDP adalah pendapatan seorang karyawan per bulannya yang berasal dari

penjumlahan gaji pokok, tunjangan keluarga, serta tunjangan-tunjangan lainnya. Nilai

PhDp seorang PNS akan selalu berubah sesuai dengan kebijakan pemerintah, masa kerja,

dan kepangkatan seseorang.

2 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Menurut Winklevoss (1993) asumsi yang digunakan dalam menentukan besaran-

besaran dana pensiun adalah (1) penurunan populasi (dalam hal ini kematian), (2) tingkat

suku bunga yang ditetapkan, dan (3) PhDp.

Penelitian ini akan dijelaskan estimasi besar gaji pada usia setahun sebelum

pensiun (yakni pada usia 55 tahun) berdasarkan masa kerja dan kepangkatan seseorang

diakhir masa kerjanya. Sampai dengan saat ini TASPEN masih menggunakan perhitungan

manfaat pensiun dengan pendekatan manfaat pasti atau Accrued Benefit Cost Method

(ABCM) sehingga estimasi gaji PhDp akan menjadi dasar utama dalam menentukan

manfaat pensiun yang akan diterima karyawan di masa pensiunnya.

Program pensiun normal ABCM adalah program pensiun yang terlebih dahulu

menentukan besar manfaat pensiun yang akan dibayarkan kepada peserta dan selanjutnya

menentukan besar iuran melalui perhitungan aktuaria.

Winklevoss dan Howard E. (1993) mengasumsikan skala gaji dalam perhitungan

PhDP berdasarkan perbandingan antara gaji tahun ini dengan gaji pada awal bekerja.

Terlihat pada Tabel 1 yang menunjukkan kenaikan gaji yang hanya bergantung pada masa

kerja.

Faktor lain yang mempengaruhi besar gaji PNS adalah kepangkatan PNS yang

dapat berubah-ubah selama mereka bekerja. Kenaikan pangkat PNS diatur dalam UU

No.12 Tahun 2002 Pasal 7 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil yaitu PNS dapat

diberikan kenaikan pangkat regular jika sekurang-kurangnya telah empat tahun dalam

pangkat terakhir.

Tabel 1. Skala Gaji berdasarkan masa kerja

Walaupun berdasarkan Undang-undang setiap empat tahun sekali kepangkatan

PNS tersebut naik, Hal berbeda terjadi pada keadaan sesunguhnya dimana masih banyak

PNS yang tidak berubah kepangkatannya dalam jangka waktu lebih dari empat tahun. Oleh

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 3

karena kenaikan pangkat PNS bersifat tidak pasti maka dalam mengestimasi kepangkatan

terakhir seorang PNS diakhir masa kerjanya akan digunakan matriks peluang transisi dari

kepangkatan PNS berdasarkan rantai Markov. Matriks peluang transisi ini merupakan

matriks berderajat n yang menyatakan perubahan kepangkatan PNS berdasarkan masa

kerja dan perundang-undangan yang berlaku.

Penelitian ini akan mengevalusi besarnya iuran yang harus dibayarkan seorang

PNS dikarenakan perubahan kebijakan yang ditetapkan pemerintah guna meningkatkan

kesejahteraan PNS. Perubahan kebijakan ini akan berdampak pada besaran iuran yang

berbeda pada tahun-tahun berikutnya.

Seorang PNS yang mengikuti dana pensiun dari awal bekerja sampai dengan

memasuki usia pensiun (r-1) dimana peserta dalam masa pendanaan pensiun y sampai

dengan x-1, peserta membayar iuran normal untuk kondisi manfaat yang konstan. Namun

dalam kenyataannya selama bekerja dari awal bekerja hingga pensiun PNS terdapat

kemungkinan kenaikkan pangkat sehingga mengubah besaran gaji yang akan diperoleh dan

akan mengubah besar tunjangan atau manfaat yang akan diterima pada saat pensiun. Faktor

penyesuaian ekonomi dari waktu ke waktu juga berpengaruh sehingga pemerintah

membuat kebijakan untuk meningkatkan tunjangan pensiun PNS sebesar 2% per tahun

(lihat Gambar 1). Akibat hal tersebut maka selama masa sisa tahun bekerja (x sampai r-1)

peserta harus membayar kekurangan agar tunjangan atau manfaat pensiun yang lebih besar

dapat terdanai.

Gambar 1. Latar Belakang Perubahan Kebijakan Pendanaan Pensiun ABCM

Hal ini menguntungkan bagi PNS akan tetapi kondisi ini perlu diperhatikan oleh

pemerintah karena akan mengubah besarnya actuarial liability dan supplemental liability

sehingga untuk menanggulangi kekurangan tersebut diperlukan perhitungan iuran

tambahan dan iuran baru yang dibutuhkan agar kekurangan dana bisa tertutupi.

2. METODOLOGI

Bagian ini akan menjelaskan langkah-langkah untuk menentukan iuran pensiun

normal dengan menggunakan metode pendanaan pensiun manfaat pasti dengan terlebih

4 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

dahulu menentukan golongan PNS yang pada saat terakhir bekerja untuk mengetahui

berapa penghasilan terakhir yang akan digunakan sebagai dasar penentuan manfaat

pensiun. Namun besarnya manfaat tersebut dapat berubah akibat adanya perubahan

kebijakan pemerintah yang terjadi setiap tahunnya. Akibat adanya kenaikan tunjangan

pensiun akan menyebabkan terjadinya kekurangan dalam pembayaran iuran pensiun karena

iuran normal yang selama ini dibayarkan tidak seimbang dengan manfaat yang akan

diperoleh.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pensiun normal dengan usia pensiun normal PNS adalah 56 tahun.

Metode Pendanaan pensiun yang digunakan adalah metode manfaat pasti.

Tabel mortalita yang digunakan adalah tabel mortalita TASPEN 2012.

Tingkat bunga aktuaria (i) sebesar 10% per tahun.

Tingkat Inflasi (I) sebesar 1% per tahun.

Tingkat kenaikan tunjangan pensiun sebesar 2% per tahun.

Usia pensiunan PNS masih akan hidup hingga 100 tahun. Sehingga, selisih usia PNS

pada saat pensiun hingga usia 100 tahun (t) adalah 44 tahun.

Titik valuasi pada tahun usia 30 tahun terhadap PNS yang mulai bekerja pada usia 23

tahun.

2.1 Accrued Benefit Cost Method (ABCM)

Prinsip dari pendanaan pensiun adalah terjadinya keseimbangan antara yang

dibayarkan peserta dengan besar manfaat yang dikeluarkan oleh suatu TASPEN. Hal ini

mengakibatkan besar iuran yang harus dibayarkan peserta dana pensiun harus dapat

mencukupi seluruh manfaat pada saat pensiun sampai peserta tersebut meninggal dunia.

ABCM atau lebih dikenal dengan metode manfaat pasti merupakan pendanaan

pensiun bahwa pihak penyelenggara dana pensiun menetapkan terlebih dahulu manfaat

yang akan diterima peserta pada saat pensiun setelah itu baru besaran iuran ditetapkan.

Sehingga pada metode manfaat pasti ini iuran yang dibayarkan dihitung berdasarkan

manfaat yang dinotasikan dengan Br yang akan diterima nantinya.

Secara umum, rumusan penentuan iuran normal untuk metode manfaat pasti

adalah sebagai berikut:

(2.1)

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 5

dengan

(𝑁𝐢)π‘₯ : Iuran normal pada usia x

𝑏π‘₯ : Besarnya manfaat yang diperoleh saat

membayar NCx

v : Faktor diskonto

: Peluang PNS berusia x masih akan

tetap bekerja r-x tahun kemudian

Persamaan (2.1) selanjutnya akan disesuaikan berdasarkan matriks peluang

transisi kepangkatan PNS. Menurut UU No.11 tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan

Pensiun Janda/Duda Pegawai telah mengatur tentang besar manfaat yang akan diperoleh

PNS saat pensiun. Perumusannya sebagai berikut:

(2.2)

dengan

GDP : Gaji Dasar Pokok, gaji pada usia 55 tahun

MK : Masa Kerja pegawai terhitung mulai saat

menjadi PNS sampai mencapai usia pensiun.

Pada Persamaan (2.2) di atas besar manfaat yang akan diterima oleh PNS pada

saat pensiun dapat diperhitungkan. Namun, terkadang terjadi perubahan karena perbedaan

pangkat dari awal masuk sampai di usia pensiun (r) yang selanjutnya berdampak kepada

besaran gaji pokok dan kebijakan TASPEN seperti terjadinya kenaikan tunjangan untuk

pensiunan PNS. Hal ini akan menyebabkan perubahan pada besaran manfaat yang akan

diterima pensiunan PNS.

2.2 Matriks Peluang Transisi

Matriks peluang transisi P yang digunakan untuk melihat peluang dari

perpindahan golongan PNS dapat dilihat pada Persamaan (2.3).

(2.3)

6 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Keadaan dalam matriks peluang transisi menyatakan golongan PNS yang terdiri

dari β€œ0” (golongan 3A), β€œ1” (golongan 3B),…,”8” (golongan 4E). Pij merupakan peluang

transisi seorang PNS yang sebelumnya berada pada golongan i berubah menjadi golongan

j. Nilai Pij diperoleh berdasarkan Persamaan (2.4). Jadi P00 adalah peluang seorang PNS

tetap pada golongan awal (3A) dalam empat tahun terakhir. Sedangkan P01 adalah peluang

seorang PNS akan berpindah dari golongan awal (0/3A) menjadi golongan (1/3B) dalam

empat tahun.

(2.4)

Matriks peluang transisi n langkah digunakan untuk menentukan peluang pangkat

pegawai saat ia berhenti bekerja. Karena satu langkah didefinisikan selama 4 tahun, maka

perumusan n adalah

(2.5)

yang merupakan pembulatan ke bawah dari masa kerja dibagi empat, sehingga

matriks peluang transisi n langkah nya :

(2.6)

Selanjutnya Matriks Peluang Transisi golongan PNS seperti pada persamaan 2.7.

(2.7)

Selanjutnya Persamaan 2.7 dapat digambarkan dalam diagram peluang transisi

sebagai berikut.

Gambar 2. Diagram Alur dari Peluang

transisi golongan PNS

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 7

2.3 Estimasi Gaji Pokok Terakhir

Sebelum menentukan besarnya manfaat yang akan diterima oleh PNS saat

pensiun perlu ditaksir terlebih dahulu gaji terakhir bekerja. Gaji PNS selain ditentukan

berdasarkan masa kerja juga bergantung terhadap golongan saat itu. Pangkat PNS untuk

masa mendatang sifatnya tidak pasti, karena terdapat kemungkinan yang terjadi seperti

tetap berada dipangkatnya saat ini atau naik pangkat. Apabila kenaikan pangkat dimasukan

dalam perhitungan maka akan mengubah besaran dari Salary Scale usia x. Karena besarnya

gaji akan berbeda-beda dan belum diketahui berapa rasio gajinya apabila pangkatnya

berubah. Sehingga besarnya gaji pada usia x merupakan nilai harapan dari semua

kemungkinan gaji yang akan diterima di setiap golongan saat usia tersebut. Maka

perumusan dari estimasi gaji masa akan datangnya adalah sebagai berikut:

(2.8)

dengan

𝑠𝑦 : Besarnya gaji pada usia y (mulai kerja)

(𝑆𝑆)π‘₯𝑗 : Salary Scale pada usia x saat golongan j

(𝑆𝑆)𝑦𝑖 : Salary Scale pada usia y saat golongan i

𝐼 : Tingkat Inflasi

2.4 Menentukan Besarnya Manfaat

Berdasarkan Kenaikan Pangkat

Penentuan besar manfaat yang melibatkan peluang dari kenaikan pangkat serta

perubahan kebijakan terhadap kenaikan tunjangan pensiun dirumuskan pada Persamaan

(2.9). Persamaan tersebut merupakan pengembangan dari Persamaan (2.2).

(2.9)

dengan merupakan estimasi gaji pokok terakhir dari seorang PNS

2.5. Increasing Annuity

Increasing Annuity merupakan kenaikan jumlah uang yang harus dibayarkan tiap

periode waktu dengan besar kenaikannya bersifat konstan, dimana kenaikan tersebut pada

kasus ini terjadi pada manfaat pensiun setiap tahunnya. Perumusan increasing annuity

adalah sebagai berikut.

(2.10)

Akibat adanya penyesuaian faktor ekonomi dari waktu ke waktu maka terjadi

kenaikan manfaat pensiun setiap tahunnya dengan besarnya kenaikan diasumsikan konstan

8 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

setiap tahunnya sehingga besar manfaat pensiun yang akan diterima oleh pensiunan PNS

nya akan meningkat setiap tahunnya sebesar Q.

2.6. Actuarial Liability dan Supplemental Liability

Actuarial Liability (Kewajiban aktuaria) adalah kewajiban dana pensiun yang

dihitung berdasarkan asumsi bahwa Dana Pensiun akan terus berlangsung sampai

dipenuhinya seluruh kewajiban kepada Peserta dan Pihak yang berhak.

Secara teori pembayaran iuran oleh PNS harus dapat melunasi seluruh manfaat

yang akan diterimanya nanti sejak awal pensiun sampai dengan meninggal dunia. Dengan

demikian bahwa nilai tunai pada saat mengikuti dana pensiun dari iuran normal yang akan

datang harus menutupi nilai tunai manfaat masa depan (Present Value of Future Benefit

atau PVFB). Persamaan dari PVFB adalah sebagai berikut.

(2.11)

Secara umum dalam menentukan Actuaria Liability (AL) terdapat dua cara yang

biasa digunakan yaitu Metode Prospektif dan Metode Retrospektif. AL dengan pendekatan

Metode Prospektif dirumuskan seperti pada Persamaan (2.12) dan berdasarkan pendekatan

Metode Retrospektif dituliskan pada Persamaan (2.13).

(2.12)

dengan

𝑃𝑉𝐹𝐡 : Present Value Future Benefit

𝑃𝑉𝐹𝑁𝐢 : Present Value Future Normal Cost

(2.13)

dengan

AVPNC : Accumulated Value of Past Normal Cost

Supplemental Liability (iuran tambahan) merupakan dana yang dibutuhkan untuk

menutupi kekurangan pendanaan pensiun atau biaya tambahan yang dikeluarkan oleh pihak

pengelolaan dana pensiun untuk membantu membayar kekurangan pendanaan pensiun

setiap tahunnya.

Supplemental liability akan muncul apabila (𝑃𝑉𝐹𝐡)𝑋 > (𝑃𝑉𝐹𝑁𝐢)π‘₯ + (𝐴𝑉𝑃𝑁𝐢)𝑋.

Kemudian jika (𝑃𝑉𝐹𝐡)𝑋 = (𝑃𝑉𝐹𝑁𝐢)π‘₯ + (𝐴𝑉𝑃𝑁𝐢)𝑋 maka tidak ada supplemental liability.

Dan jika (𝑃𝑉𝐹𝐡)𝑋 < (𝑃𝑉𝐹𝑁𝐢)π‘₯ + (𝐴𝑉𝑃𝑁𝐢)𝑋 maka ada pengembalian.

(2.14)

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 9

2.7. Iuran Normal Cost Baru

Dengan menghitung kembali besarnya manfaat yang diperoleh pada usia x, dapat

diperoleh berapa besarnya iuran normal yang seharusnya dibayarkan oleh PNS setiap

bulannya.

(2.15)

dengan Cn merupakan koefisien dari penambahan atau pengurangan kalinya dari

past service bagi accrual benefit yang tidak terdanai saat peserta baru mulai pendanaan

pensiun.

(2.16)

Dengan manfaat pensiun pada usia z setelah terjadi perubahan, Bz manfaat

pensiun pada usia z sebelum terjadi perubahan, serta Br manfaat yang diperoleh saat

pensiun setelah terjadi perubahan.

Besar iuran normal baru untuk menutupi kekurangan pendanaan akibat

perubahan pangkat PNS dari awal bekerja sampai akhir bekerja dan akibat perubahan

kebijakan terhadap tunjangan pensiun PNS adalah

(2.17)

dengan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data kepegawaian di TASPEN maka diperoleh matrik peluang

transisi dari perubahan golongan PNS adalah sebagai berikut.

Peluang seseorang dengan golongan 3A saat masuk bekerja dan empat tahun

kemudian tetap di golongan 3A adalah 0,78. Sedangkan peluang seseorang golongan 3A

saat masuk kerja naik golongan menjadi 3B empat tahun kemudian adalah 0,22.

Sebagai ilustrasi, Gaji pokok yang akan diterima seorang PNS bergolongan III/A

sesuai dengan PP nomor 34 tahun 2014 sebesar Rp. 2.317.600, per bulan, maka gaji yang

10 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

akan diterima saat PNS berusia 23 tahun selama satu tahun sebesar Rp. 27.811.200,00.

Besarnya gaji yang akan diterima PNS pada saat usia 55 tahun dengan menggunakan

persamaan (2.8) yaitu sebagai berikut :

Jadi, besar gaji yang akan diterima PNS pada usia 55 tahun yang memulai kerja

pada usia 23 tahun adalah sebesar Rp.56.924.242 per tahun dengan peluang seseorang

tersebut tetap pada golongan awalnya yaitu III/A atau akan meningkat ke golongan

berikutnya selama masa kerjanya.

Dengan menggunakan Persamaan (2.9) maka besar manfaat tahunan yang akan

diperoleh PNS berdasarkan Undang-Undang yang telah ditentukan tanpa mengikutsertakan

kemungkinan terjadinya kenaikan pensiun sebesar Rp.45.539.294 per tahun.

Selanjutnya dengan menggunakan Persamaan (2.1) diperoleh informasi bahwa

peserta yang mengikuti program dana pensiun sejak awal bekerja yaitu pada usia 23 tahun

maka peserta tersebut harus membayarkan iuran normal pada usia 30 sebesar Rp.762.596

per tahun.

Karena (𝑃𝑉𝐹𝐡)𝑋 > (𝑃𝑉𝐹𝑁𝐢)π‘₯ + (𝐴𝑉𝑃𝑁𝐢)𝑋 maka perlu dilanjutkan dengan

menghitung Supplemental Liability untuk mengetahui berapa besar kekurangan atau

kelebihan yang dibutuhkan TASPEN untuk menutupinya. Menggunakan Persamaan (2.14)

diperoleh besar kekurangan dana yang harus ditanggung TASPEN adalah sebesar Rp.

67.753.330.

Besarnya Cn sesuai Persamaan (2.16) adalah sebesar 0.1628 sehingga

berdasarkan Persamaan (2.15) manfaat pensiun yang diperoleh setelah diperhitungkan

kembali adalah sebesar Rp.1.265.074 per tahun.

Jadi dapat ditetapkan bahwa iuran normal baru yang harus dibayarkan PNS pada

usia 30 tahun adalah sebesar Rp.2.243.647 per tahun untuk mendapatkan kenaikan manfaat

secara konstan sebesar 2% selama masa pensiun.

4. KESIMPULAN

Perubahan kebijakan program pensiun ABCM dengan menambahkan pengaruh

dari perubahan kepangkatan PNS dan menaikkan manfaat pensiun secara konstan selama

masa pensiun akan menaikan besarnya iuran baru dibandingkan dengan iuran lama. Namun

demikian perubahan kebijakan ini akan memberikan kesejahteraan kepada PNS di masa

pensiunnya.

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 11

5. DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Kenaikan Pangkat PNS.

Ross, S.M. (1983). Stochastics Processes. Berkeley : John Wiley & Sons, Inc.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003. Tentang Ketenagakerjaan.

Winklevoss, H. E. (1993). Pension Mathematics with Numerical Illustrations, 2nd Edition. USA :

Pension Research Council of Wharton School of The University of Pennsylvania.

12

BIAStatistics (2016) Vol. 10, No. 1, hal. 12-18

ANALISIS KORESPONDENSI DATA PENYAKIT JANTUNG

(Studi kasus di Rumah Sakit Umum Daerah

dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh)

Latifah Rahayu Siregar1), Zurnila Marli Kesuma2)

1,2Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Syiah Kuala

Email: [email protected]

ABSTRAK

Informasi tentang penyakit jantung sangat dibutuhkan dewasa ini. Tujuan dari penulisan ini adalah

penggunaan analisis korespondensi untuk mengetahui keterkaitan antara tingkat keparahan penyakit

jantung dengan kolesterol, tekanan darah, gula darah puasa, riwayat merokok dan umur. Data yang

digunakan adalah data sekunder dari Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh

pada tahun 2015 dengan jumlah data penderita jantung sebanyak 55 orang. Hasil pada plot analisis

korespondensi menunjukkan bahwa tingkat keparahan penyakit jantung dapat berkaitan dengan

kadar kolesterol, tekanan darah, gula darah puasa dan riwayat merokok.

Kata kunci : Analisis Korespondensi; Uji Eksak Fisher; Penyakit Jantung

1. PENDAHULUAN

Penyakit Jantung merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

nomor satu di dunia. Menurut data dinas kesehatan, berdasarkan diagnosis dokter,

prevalensi penyakit jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar

883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau

diperkirakan sekitar 2.650.340 orang.

Zahrawardani et al. (2013) telah melakukan penelitian pada RSUP Dr. Kariadi

Semarang dengan mendeskripsikan dan menganalisis faktor risiko usia, jenis kelamin,

kolesterol total, kadar trigliserida, hipertensi, dan diabetes melitus dengan kejadian

penyakit jantung koroner, serta untuk mengetahui faktor risiko yang paling berhubungan

dengan kejadian penyakit jantung koroner. Hasil penelitian tersebut mendapati bahwa Usia,

kolesterol total, kadar trigliserida, hipertensi, dan diabetes melitus merupakan fakto resiko

terjadinya penyakit jantung koroner. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian

penyakit jantung koroner adalah kolesterol total.

Penelitian yang berkaitan dengan diagnosis penyakit jantung juga telah dilakukan

oleh Kesuma. Z. M et al. (2015) dengan mendiagnosis tingkat keparahan pasien penyakit

jantung menggunakan metode inferensi Mamdani pada pasien RSUD Dr. Zainoel Abidin,

Banda Aceh. Faktor resiko yang terdiri dari kolesterol LDL, usia, tekanan darah, gula darah

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 13

puasa dan riwayat merokok digunakan untuk menguji tingkat keparahan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pasien penderita penyakit jantung memilki resiko tingkat keparahan

tinggi terhadap terjadinya infark miokard.

Berdasarkan latar belakang diatas, ingin dilihat keterkaitan antara tingkat

keparahan penyakit jantung dengan kolesterol, tekanan darah, gula darah puasa, riwayat

merokok dan umur menggunakan analisis korespondensi. Data yang digunakan adalah data

penderita penyakit jantung dari penelitian Kesuma. Z. M et al. (2015).

Dengan mengetahui keterkaitan antara tingkat keparahan penyakit jantung dengan

kolesterol, tekanan darah, gula darah puasa, riwayat merokok dan umur, diharapkan dapat

memberikan informasi kepada masyarakat untuk mengantisipasi terhadap terjadinya

serangan jantung.

2. KAJIAN LITERATUR

Analisis korespondensi merupakan alat untuk menganalisa hubungan antara baris

dan kolom dari tabel kontingensi (HΣ“rdle & Simar, 2003).

2.1 Tabulasi Silang

Tabulasi silang adalah tabel frekuensi dua arah dimana hubungan frekuensi dari

dua variable kualitatif telah diperoleh. Uji yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

hubungan antara dua Variabel kategori pada tabel kontingensi adalah Uji Khi-Kuadrat. Uji

Khi-Kuadrat dapat digunakan jika nilai harapan kurang dari 5 (mij < 5) tidak lebih dari

20% (maksimal 20%). Jika data yang digunakan kecil, maka alternatif metode yang

digunakan adalah Uji Eksak Fisher (Agresti, 2002).

2.2 Matriks Korespondensi

Jika N adalah matriks data yang unsur-unsurnya merupakan bilangan positif

berukuran a x b dimana a menunjukkan baris dan b menunjukkan kolom, maka P adalah

Matriks korespondensi didefinisikan sebagai matriks yang unsur-unsurnya adalah unsur

matriks N yang telah dibagi dengan jumlah total unsur matriks N.

aNb = [nij] ; nij β‰₯ 0, . (i = 1…a, j=1...b ) (2.1)

..n

nij

ba (2.2)

14 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Profil baris dan profil kolom dari matrik P diperoleh dengan cara membagi vektor

baris dan vektor kolom dengan masing-masing massanya.

Profil baris dari matriks 𝐏 adalah π‘Ÿπ‘– = βˆ‘ = βˆ‘π‘›π‘–π‘—

𝑛. . (2.3)

𝑏

𝑗=1

𝑏

𝑗=1

Profil kolom dari matriks 𝐏 adalah 𝑐𝑗 = βˆ‘ 𝑃𝑖𝑗 = βˆ‘π‘›π‘–π‘—

𝑛. . (2.4)

π‘Ž

𝑖=1

π‘Ž

𝑖=1

(Johnson & Wichern, 1988).

2.3 Nilai Singular (Singular Value Decompotition)

Untuk mereduksi dimensi data berdasarkan keragaman data (nilai eigen / inersia)

terbesar dengan mempertahankan informasi yang optimum, diperlukan penguraian nilai

singular. Penguraian nilai singular (SVD) merupakan salah satu konsep Aljabar matriks

dan konsep eigen decomposition yang terdiri dari nilai eigen dan vektor eigen. Penguraian

nilai singular diekspresikan dalam I X J matriks A dengan rank K (Johnson & Wichern,

1998)

2.3.1 Penentuan Jarak Profil

Untuk menghitung jarak profil baris atau kolom dalam kategori yang sama,

digunakan jarak Khi-Kuadrat dengan Jarak Euclid terboboti:

d_i^2=(r_i-c)^' D_c^(-1) (r_i-c) (2.5)

(Johnson & Wichern, 1998)

2.4 Dekomposisi inersia

Inersia berarti varian yang terdapat pada korenpondensi analisis. Total inersia

adalah jumlah dari nilai eigen dan menggambarkan penyebaran dari titik-titik disekeliling

sentroid. Nilai inersia menunjukkan kontribusi dari baris ke–i pada inersia total. Sedangkan

yang dimaksud inersia total adalah jumlah bobot kuadrat jarak titik – titik ke pusat, massa

dan metric(jarak) yang didefinisikan:

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 15

Inersia Total baris :

a

Ii

icii crDcrrain 1' (2.6)

Inersia Total kolom :

b

j

jrjj rcDrccbin1

1' (2.7)

Total inersia =π‘₯2

𝑛= π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘π‘’(π·π‘Ÿ

βˆ’1(𝑃 βˆ’ π‘Ÿπ‘)β€²π·π‘βˆ’1(𝑃 βˆ’ π‘Ÿπ‘β€²β€²

β€²)β€²) = βˆ‘ πœ†πΎ2 (2.8)

π‘βˆ’1

𝐾=1

(Johnson & Wichern, 1998)

3. METODE PENELITIAN

Untuk mencapai tujuan penelitian, digunakan analisis korespondensi dengan

langkah – langkah sebagai berikut :

1. Membuat tabulasi silang menggunakan perangkat lunak SPSS;

2. Melakukan uji kebebasan dengan melihat nilai uji yang diperoleh, yaitu dengan

menggunakan uji Khi–Kuadrat dan Uji Eksak Fisher;

3. Dari tabel kontigensi data asal disusun kedalam bentuk matriks dan dilakukan

penguraian nilai singular untuk mengetahui nilai variabilitas data asli yang dijelaskan

oleh setiap dimensi yang dihasilkan;

4. Melakukan analisis korespondensi dengan bantuan perangkat lunak SPSS;

5. Mengamati nilai koordinat dan visualisasi plot profil vektor baris dan kolom dalam

setiap titik yang terdekat pada masing – masing segmen untuk mendeskripsikan tingkat

keparahan penyakit jantung.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang digunakan adalah data sekunder dari Rumah Sakit Umum Daerah dr.

Zainoel Abidin, Banda Aceh pada tahun 2015 dengan jumlah data penderita penyakit

jantung sebanyak 55 orang.

Berdasarkan Uji Khi-Kuadrat antara penderita jantung dengan tingkat kolesterol,

tekanan darah, gula darah, riwayat merokok dan umur, dihasilkan nilai harapan lebih dari

20%, maka Uji Khi-Kuadrat tidak dapat digunakan. Untuk melihat keterkaitan antara

penderita jantung dengan tingkat kolesterol, tekanan darah, gula darah, riwayat merokok

dan umur digunakan Uji Eksak Fisher.

16 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Tabel 4.1 Uji Eksak Fisher untuk jantung dengan kolesterol, tekanan darah, gula

darah puasa, riwayat merokok dan umur.

Fisher's Exact Test Value Exact Sig. (2-sided)

Kolesterol 26.939 .001

Tekanan darah 18.500 .005

Gula darah puasa 18.234 .000

Riwayat merokok 13.104 .003

Umur 3.656 .745

Pada Tabel 4.6, dapat dilihat bahwa kolesterol, tekanan darah, gula darah puasa

dan riwayat merokok memiliki keterkaitan dengan tingkat keparahan penyakit jantung

karena memiliki nilai signifikan lebih kecil dari 0.05 atau P-value < Ξ±. Sedangkan variabel

umur tidak memiliki keterkaitan dengan tingkat keparahan penyakit jantung karena

memiliki nilai signifikan lebih besar dari 0.05 atau P-value > Ξ±.

Tabel 4.2 Analisis korespondensi

Dimension Cronbach's

Alpha

Variance Accounted For

Total

(Eigenvalue) Inertia % of Variance

1 .649 2.081 .416 41.615

2 .573 1.847 .369 36.930

Total 3.927 .785

Mean .613a 1.964 .393 39.273

a. Mean Cronbach's Alpha is based on the mean Eigenvalue.

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada Eigenvalue, nilai eigen pertama sebesar

sumbu satu menerangkan variabilitas data sebesar 41.615%, sumbu dua menerangkan

variabilitas data sebesar 36.930%. Jumlah nilai inersia untuk dua dimensi sebesar 0.785.

Proporsi nilai inersia dimensi 1 adalah (0.416/0.785) Γ— 100% = 52.99%

menunjukkan bahwa dimensi 1 memberikan kontribusi sebesar 52.99%, sedangkan

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 17

proporsi nilai inersia dimensi 2 adalah (0.369/0.785) Γ— 100% = 47% menunjukkan bahwa

dimensi 2 memberikan kontribusi sebesar 47% kepada keseluruhan nilai inersia.

Gambar 4.1. Plot analisis korespondensi tingkat keparahan penyakit jantung dengan

tingkat kolesterol, tekanan darah, gula darah puasa dan riwayat merokok.

Untuk melihat dominasi profil kolom (tingkat keparahan penyakit jantung)

terhadap profil baris (kolesterol, tekanan darah, gula darah puasa dan riwayat merokok),

dapat dilihat pada plot korespondensi dengan mengamati titik terdekat.

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa :

1. Tingkat keparahan jantung sangat tinggi (63.6%-79.4% ) dapat terjadi pada penderita

kolesterol tinggi (160-189 mg/dL), tekanan darah pre-hipertensi (120-139 mmHg), gula

darah puasa diabetes (>= 126 mg/dL) dan memiliki riwayat merokok.

2. Tingkat keparahan jantung tinggi (47.6%-63.5%) dapat terjadi pada penderita

kolesterol ambang batas optimal (130-159 mg/dL), tekanan darah hipertensi 1 (140-159

mmHg), gula darah puasa diabetes (>= 126 mg/dL) dan memiliki riwayat merokok.

3. Tingkat keparahan jantung sedang (31,6%-47.5%) dapat terjadi pada penderita

18 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

kolesterol optimal (<100 mg/dL), tekanan darah pre-hipertensi (120-139 mmHg), gula

darah puasa normal (<= 126 mg/dL) dan memiliki riwayat merokok.

4. Tingkat keparahan jantung ringan (15,5%-31,5%) dapat terjadi pada penderita

kolesterol di atas optimal (100-129 mg/dL), tekanan darah normal (<120 mmHg), gula

darah puasa normal (<= 126 mg/dL) dan tidak memiliki riwayat merokok

5. SIMPULAN

Berdasarkan Uji Eksak Fisher, dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara

umur dan tingkat keparahan penyakit jantung pada studi kasus di RSUD dr. Zainoel

Abidin, Banda Aceh.

Tingkat keparahan penyakit njantung dapat berkaitan dengan kadar kolesterol,

tekanan darah, gula darah puasa dan riwayat merokok memiliki keterkaitan pada studi

kasus di RSUD dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.

6. DAFTAR PUSTAKA

Agresti, A. 2002. Categorical Data Analysis. Willey-Interscience. United States of America.

Hardle, W., Simar, L. (2003). Applied Multivariate Statistical Analysis. Springer- Verlag.

Johnson, A., Wichern, W.D. 1998. Applied Multivariate Statistical Analysis. Prectice-Hall

International.inc. New Jersey.

Kesuma, Z.M., Hizir., Izazi. 2015. Application of Fuzzy Logic to Diagnose Severity of Coronary

Heart Disease: Case Study in dr. Zainoel Abidin General Hospital, Banda Aceh Indonesia.

Advances on Science and Technology. ISBN:978-602-99849-2-7.

Zahrawardani Diana., Herlambang Kuntio Sri., Anggraheny Hema Dewi. 2013. Analisis Faktor

Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner di RSUP Dr Kariadi Semarang. Jurnal

Kedokteran Muhammadiyah.Vol. 1 No. 2.

Wiyatmo, Y., dkk. Efektivitas Bimbingan Tugas Akhir Skripsi (TAS) Mahasiswa Jurusan

Pendidikan Fisika FMIPA UNY. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, pendidikan dan

penerapan MIPA, FMIPA UNY. (2010).

19

BIAStatistics (2016) Vol. 10, No. 1, hal. 19-32

MODEL PEMETAAN PENYAKIT

DENGAN RESPON GANDA MENGGUNAKAN

SEEMINGLY UNRELATED POISSON REGRESSION

(Pendekatan Bayesian INLA)

I Gede Nyoman Mindra Jaya1, Zulhanif2 dan Bertho Tantular3

1Mahasiswa Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penyakit menular seperti demam berdarah (DB), cikunginya, TB paru, diare dan penyakit menular

lainnya menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Tidak jarang tingginya angka kasus dari

setiap penyakit tersebut disebabkan oleh faktor yang sama seperti faktor iklim, kebersihan

lingkungan, gaya hidup sehat dan juga vektor yang sama. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh dinas

kesehatan sebagai lembaga yang memiliki kewenangan penuh dalam mengontrol penyebaran

penyakit menular tersebut. Upaya penanggulangan penyakit menular selama ini dilakukan secara

partial untuk masing masing jenis penyakit, sehingga cara ini kurang efektif. Pengontrolan penyakit

yang memiliki faktor resiko yang sama seharusnya dapat dilakukan secara simultan melalui

pemodelan multiple disease. Penelitian ini mengusulkan metode Seemingly Unrelated Regression

(SUR) untuk memodelkan angka kasus TB Paru dan Diare di Kota Bandung. Hasil analisis

menemukan bahwa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) paling berpengaruh terhadap

tingginya resiko relatif kedua jenis penyakit tersebut.

Kata Kunci: Pemetaan Penyakit, Respon Ganda, Seemingly Unrelated Regression

1. PENDAHULUAN

Penyakit menular seperti demam berdarah, cikunginya, TB paru, diare dan

penyakit menular lainnya menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat (Hardhana,

2013). Tidak jarang tingginya angka kasus dari setiap penyakit tersebut disebabkan oleh

faktor yang sama seperti faktor iklim, kebersihan lingkungan, gaya hidup sehat dan juga

vektor yang sama. Upaya mendapatkan angka prediksi jumlah kasus dan resiko relatif yang

akurat untuk setiap area alasan utama. Model dasar yang digunakan dalam pemetaan

penyakit adalah model regresi Poisson (Shaddick et al, 2016). Namun karena rentannya

model ini terhadap kasus overdisversi yang diakibatkan karena adanya pengaruh spatial

sehingga model standar regresi Poisson kurang mampu memberikan hasil dengan akurasi

dan presisi yang baik (Clayton and Kaldor, 1987, Maiti, 1998).

20 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Metode yang umumnya digunakan dalam studi epidemiology dalam menaksir

resiko relatif adalah Standardized Morbidity Ratio (SMR) (Lawson et al, 2003, dan Pringel,

1996). Ukuran ini tidak memberikan hasil yang handal jika diterapkan pada lokasi dengan

jumlah kasus sedikit dan populasi terpapar sedikit. Selain itu ketidakhandalan dari ukuran

SMR sebagai penaksir resiko relatif dikarenakan SMR tidak mampu mengakomodasi

adanya ketergantungan spatial yang umumnya terjadi pada penyakit menular. Salah satu

upaya yang dilakukan untuk mensolusikan ketidakreliablean dari SMR adalah

menggunakan pendekatan pemodelan statistik yang mengakomodasi model pemulusan dan

juga memasukkan informasi ketergantungan spasial dalam model. Pemodelan ini dikenal

dengan Bayesian Conditional Autoregressive Model (CAR) (Besag, 1974 dan Tango,

2010).

Bayesian Conditional Autoregressive Model (BCAR) adalah pemodelan dalam

pemetaan penyakit yang digunakan untuk memuluskan nilai Resiko Relatif (Clayton and

Kaldor, 1987). Model ini merupakan model pemulusan spatial dari resiko relatif dan model

yang mengakomodasi ketergantungan spasial sehingga mampu meperkecil keliruan

taksiran parmeter resiko relatif yang berarti model ini mampu menghasilkan taksiran resiko

relatif yang lebih stabil.

Namun model yang dikembangkan selama ini adalah model univariate, dalam

penelitian ini dikembangan model yang melibatkan lebih dari satu jenis penyakit melalui

pemodelan Seemingly Unrelated Regression (SUR). Penggunaan metoe SUR untuk

memperoleh taksiran yang efisien dikarenakan pemodelan variabel response dengan

prediktor yang sama atau beririsan menyebabkan kekeliruan antara satu model dengan

model yang lain saling berhubungan. Hal ini jika tidak disolusikan maka penaksiran

parameter menjadi tidak efisien (Winkelmann, 2008).

Pemodelan ini dapat dimanfaatkan oleh dinas kesehatan sebagai lembaga yang

memiliki kewenangan penuh dalam mengontrol penyebaran penyakit menular tersebut.

Upaya penanggulangan penyakit menular selama ini dilakukan secara partial untuk masing

masing jenis penyakit, sehingga cara ini kurang efektif. Permasalahan dalam penelitian ini

yaitu bagaimana memodelkan regresi SUR untuk data counting dengan melibatkan ukuran

spatial dependensi.

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 21

2. METODOLOGI

2.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kesehatan Tahun 2014

yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bandung. Variabel yang diteliti disajikan dalam

table berikut:

Tabel 1: Variabel Penelitian

Variabel Simbol Satuan

Angka Kasus TB Paru Y1 Orang

Angka Kasus Diare Y2 Orang

Prilaku Hidup Bersih dan

Sehat

X1 %

Rumah Sehat X2 %

Gizi Buruk X3 %

Air Bersih X4 %

2.2 Metode Analisis Data

Model Poisson SUR

Poisson SUR regression dalam penelitian ini diaplikasikan pada kasus Bivariate

yaitu pada kasus TB Paru dan Diare di Kota Bandung. Model Poisson SUR dapat

didefinisikan sebagai berikut (King, 1989):

𝑦𝑖1~π‘ƒπ‘œπ‘–π‘ π‘ π‘œπ‘›(𝐸𝑖1πœƒπ‘–1)

𝑦𝑖2~π‘ƒπ‘œπ‘–π‘ π‘ π‘œπ‘›(𝐸𝑖2πœƒπ‘–2)

Dalam notasi matriks dapat dibuat:

π’šπ‘—~π‘ƒπ‘œπ‘–π‘ π‘ π‘œπ‘›(π‘¬π‘—πœ½π‘—) ; 𝑗 = 1,2 (1)

Untuk Poisson SUR harus didefinidikan satu variabel random yang mewakili kekeliruan

kedua model tersebut:

𝑣𝑖~π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™(0, 𝜎2)βˆ€π‘— = 1,2 (2)

22 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Model regresi poisson dapat dinyatakan sebagai berikut:

πœƒπ‘–π‘— = exp (𝛽0𝑗 + βˆ‘ π›½π‘˜π‘—π‘₯π‘–π‘˜π‘—

𝐾

π‘˜=1

)

ln πœƒπ‘–π‘— = πœ‚π‘–π‘— = 𝛽0𝑗 + βˆ‘ π›½π‘˜π‘—π‘₯π‘–π‘˜π‘—

𝐾

π‘˜=1

(3)

dengan

𝛽0𝑗 = 𝛽0 + 𝑣0𝑗

π›½π‘˜π‘— = π›½π‘˜ + 𝑣1𝑗

Ide dasar dari pemodelan SUR ini adalah menambahkan komponen acak pada

setiap parameter model dengan asumsi komponen acak ini antara group 1 dan group 2

berkorelasi. Korelasi ini dijamin karena untuk kedua group ini komponen acak v memiliki

distribusi yang identik. Pendekatan ini identik dengan pendekatan varying coefficien model

(VCM) ( Mindra, et al. 2016)

Untuk memasukkan komponen acak ini ke dalam model dapat dilakukan melalui

pendekatan Bayesian, degan v dipandang sebagai variabel acak yang memiliki distribusi

dengan parameter prior

Untuk pemodelan Bayesian Poisson SUR digunakan Integrated Nested Laplace

Approximation (INLA)

Pendekatan INLA

Tahap pertama dalam pemodelan INLA untu model univariate adalah

mengidentifikasi distribusi data observasi y= (y1, y2…, yn). Pendekatan yang paling umum

dalam mendefinisikan distribusi dari yi menurut parameter (umumnya rata-rata E(yi))

dengan mendefinisikannya sebagai sebuah fungsi struktur aditive prediktor i mealui link

function g(.) misalkan g()=i. Fungsi adaptif linear dapat dituliskan sebagai berikut

(Camelett and Blangiardo, 2015):

πœ‚π‘– = 𝛽0 + βˆ‘ π›½π‘˜xπ‘˜π‘–

𝐾

π‘˜=1

+ βˆ‘ 𝑓(z𝑙𝑖)

𝐿

𝑙=1

(4)

Dengan 𝛽0menyatakan intersep; 𝛽 = {𝛽1, … , 𝛽𝐾} menyatakan efek linear dari

covariates 𝐱 = (𝐱1, . . . , 𝐱K) terhadap resepon y; dan f={f1(.),…,fL(.)} merupakan

sekumpulan fungsi dari covariate 𝐳 = (𝐳1, . . . , 𝐳L). Fungsi f(.) dapat digunakan untuk

mengakomodasiberbagai tujuan seperti pemulusan, efek nonlinear, trime trend, efek

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 23

musiman, random dan slope acak. Fungsi terakhir ini yang dimanfaatkan dalam pemodelan

SUR.

Hierarichal Model

Model INLA pada persamaan (4) dapat ditulis dalam struktur Hiraki. Level

pertama mengasumsikan bahwa y dapat difaktorisasi sebagai y1, …, yn diasumsikan

exchangeable (distribusi dari faktorisasi y1,…, yn tidak berubah, dengan kata lain distribusi

tidak bergantung pada susunan pengamatan), sehingga distribusi dari y adalah independent

dan identifika dengan parameter dan Hyperparameter (Camelett and Blangiardo,

2015):

π’š|𝜽, 𝝍𝟏~𝑝(π’š|𝜽, 𝝍𝟏) = ∏ 𝑝(𝑦𝑖 |πœƒπ‘– , 𝝍𝟏)

𝑛

𝑖=1

(5)

Level kedua, laten field ΞΈ dikarakterisasi dari multivariate normal dengan

Hyperprior ψ_1

𝜽|𝝍𝟐~π‘€π‘‰π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™(𝟎, π‘Έβˆ’1(𝝍𝟐)) (6)

Dengan hyperparameter 𝝍 = {𝝍𝟏, 𝝍𝟐} memiliki distribusi peluang 𝝍~𝑝(𝝍)

Dengan distribusi margijnal diperole dari integaral posteriornya yaitu sebagai

berikut:

𝑝(𝜽|𝝍) = ∫ ∏ 𝑝(πœƒπ‘—|𝝍)𝑝(𝝍)𝑑𝝍

𝑱

𝑗=1

(7)

Struktur model hierki dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Direct Acyclic Graphs (DAG) Untuk Model Hiearchi

24 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Gambar 2. Direct Acyclic Graphs (DAG) Untuk Model Penelitian SUR

Model Conditional Autoregressive (CAR)

Pengembangan pada model ini, selain pemodelan dilakukan pada respon ganda

melalui model SUR, juga memasukkan informasi spatial melalui model CAR. Model CAR

merupakan model yang dikembangkan oleh Besag (1974) untuk mengakomodasi adanya

ketergantungan spatial dalam kekeliruan. Dalam pemetaan penyakit CAR didefinisikan

sebagai distribusi prior utuk komponen acak parameter resiko relative (𝑒).

Model CAR prior secara umum dimodelkan sebagai berikut (Besag, and Newell,

1991) :

𝑒𝑖|π‘’βˆ’π‘– ~ π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™ (βˆ‘ π‘€π‘–β„Žπ‘’β„Žβ„Ž~𝑖

βˆ‘ π‘€π‘–β„Žβ„Ž~𝑖,

πœŽπ‘’2

βˆ‘ π‘€π‘–β„Žβ„Ž~𝑖) (8)

Dengan v_imerupakan pengaruh acak spesifik dari model CAR normal umum

yang diusulkan pertama kali oleh Besag (1974). Menurut Besag, antar wilayah memiliki

keterkaitan yang sangat kuat, hal ini direpresentasikan dengan nilai autokorelasi spasial

antar wilayah (ρ=1).

dengan

𝐸(𝑣𝑖|π‘£βˆ’π‘–) = πœ‡π‘– + 𝜌 βˆ‘ π‘€π‘–β„Ž(π‘’β„Ž βˆ’ πœ‡β„Ž) (9)

𝑖~β„Ž

π‘‰π‘Žπ‘Ÿ(𝑒𝑖|π‘’βˆ’π‘–) = 𝜎2 (10)

Dengan πœ‡π‘– = large scale variation dari observasi ke 𝑖, 𝜌 mengacu pada

autokorelasi spasial atau dependensi spasial dan W adalah matriks pembobot spasial.

Matriks ini bersifat simetris 𝑛 π‘₯ 𝑛 dan mempunyai diagonal utama yang bernilai nol.

Elemen matriks ini adalah π‘€π‘–β„Ž dengan nilai sebagai berikut :

π‘€π‘–β„Ž = { 1, π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘‘π‘Žπ‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Ž 𝑖 π‘‘π‘Žπ‘› 𝑗 π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘’π‘Ÿπ‘ π‘–π‘›π‘”π‘”π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› 0, π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘‘π‘Žπ‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Ž 𝑖 π‘‘π‘Žπ‘› 𝑗 π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘π‘’π‘Ÿπ‘ π‘–π‘›π‘”π‘”π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘›

1, 2,

3, 4

0 v0j

πœŽπ‘£02

ij

v1kj

πœŽπ‘£π‘˜2

Xkj Group-

j

yij

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 25

Model Penelitian

Model penelitian yang akan diestimasi dalam penelitian ini adalah:

πœΌπ‘— = 𝛽0𝑗 + βˆ‘ π›½π‘˜π‘—xπ‘˜π‘–

𝐾

π‘˜=1

+ βˆ‘ 𝑓(z𝑙𝑖) (11)

𝐿

𝑙=1

dengan

𝑓(𝐳𝑖) = v0i + v1i + ui

dan

𝑣0𝑖~π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™(0, 𝜎2)

𝑣1𝑖~π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™(0, 𝜎2)

𝑒𝑖|π‘’βˆ’π‘– ~ π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™ (βˆ‘ π‘€π‘–β„Žπ‘’β„Žβ„Ž~𝑖

βˆ‘ π‘€π‘–β„Žβ„Ž~𝑖,

πœŽπ‘’2

βˆ‘ π‘€π‘–β„Žβ„Ž~𝑖)

Distribusi posteriornya adala:

𝑝(𝜷, 𝜎2, πœŽπ‘’2|π’š) = 𝑝(π’š|𝜷, 𝜎2, πœŽπ‘’

2)𝑝(𝜷|𝜎2, πœŽπ‘’2)𝑝(𝜎2)𝑝(πœŽπ‘’

2) (12)

Metode Metropolis-Hasting dan Gibbs sampling dapat digunakan untuk

melakukan infernsi dari disribusi posterior pada persamaan (12) untuk mendapatkan

statistik dari penaksirnya. Pendekatan lain dapat digunakan untuk menaksir parameter

model Poisson SUR yaitu menggunakan metode integrated nested laplace approximation

(INLA). Pemodelan dilakukan dalam dua tahap yaitu mendefinisikan model observasi

𝝅(π’š|𝜸), dengan y menyatakan angka prevalensi dan 𝜸 menatakan hyperprameter. Tahap

kedua yaitu mendefinisikan matriks presisi Q dan tahap ketiga proses control

hyperperameter model. Matriks presisi Q didefinisikan (Mindra et al, 2016):

𝐐 = (ΞΊv𝐈 βˆ’ΞΊv𝐈

βˆ’ΞΊv𝐈 ΞΊu𝐑 + ΞΊv𝐈). (13)

Fungsi tujuan dari INLA adalah menemukan marginal posterior distribusi untuk

semua parameter dengan fungsi posteriornya didefinisikan sebagai berikut:

Ο€(Ξ³i|𝐲) = ∫ Ο€(Ξ³i|𝛉, 𝐲)ΞΈ

Ο€(𝛉|𝐲)d𝛉, (14)

dengan 𝛉 = (Οƒi2, 𝛃, ρ). Fungsi densitas marginal Ο€(𝛉|𝐲) dari hyperparameters 𝛉

dapat diperoleh dari pendekatan Laplace dengan fungsi sebagai berikut:

Ο€Μƒ(𝛉|𝐲) βˆΟ€(𝛾i, 𝛉, 𝐲)

Ο€ΜƒG(𝛾i|𝛉, 𝐲)|𝛾=π›Ύβˆ—(𝛉). (15)

26 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Untuk proses komputasi digunakan R-Software dengan package INLA

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Angka kasus Diare dan TB paru di Kota Bandung tergolong tinggi dengan rata-

rata angka kasus TB Paru mencapai 53 kasus per kecamatan dan Diare mencapai 1839

kasus.

Tabel 2: Statistik Variabel Penelitian

Variabel Statistik Min Max

Angka Kasus

TB Paru 52.8 8.0 105.0

Angka Kasus

Diare 1838.5 658.0 3857.0

Prilaku Hidup

Bersih dan

Sehat

61.3 50.3 69.1

Rumah Sehat 66.4 33.4 95.6

Gizi Buruk 1.7 0.1 9.7

Air Bersih 96.4 79.3 102.6

Sumber: hasil pengolahan

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 27

Sebaran angka kasus TB Paru dan Diare dapat dilihat pada peta di bawah ini.

Gambar 3a. TB Paru

Gambar 3b. Diare

Terlihat ada beberapa kesamaan pola untuk Angka TB Paru dan Diare. Semisal

untuk kecamatan Bapakan Ciparae memiliki angka TB Paru dan Diare yang tinggi. Namun

tingginya angka kasus di suatu lokasi tidak dapat secara langsung dijadikan rujukan bahwa

di lokasi tersebut memiliki resiko relativ yang tinggi karena angka kasus berkorelasi dengan

angka populasi. Sangat wajar bahwa populasi besar, maka angka kasus yang ditemukan

juga besar. Untuk mengetahui angka resiko relative untuk ukuran populasi yang beragam,

harus ditaksir melalui pemodelan regresi Poisson dengan memanfaatkan informasi

ketergantungan spasial dan berbagai factor yang berpengaruh pada tingginya resiko relatif.

Angkat TBPARU

(7.9,32.2]

(32.2,56.5]

(56.5,80.8]

(80.8,105]

Gedebage

Ujungberung

CinamboBandung Kulon

Andir

Babakan Ciparay

Bojongloa Kaler

Sukajadi

Cidadap

Coblong

CicendoBandung Wetan

Sumurbandung

Batununggal

Cibeunying Kidul

Regol

Bandung Kidul

Astanaanyar

Kiaracondong

Buahbatu

Mandalajati

Cibiru

Bojongloa Kidul

Cibeunying Kaler

Panyileukan

Antapani

Lengkong

Sukasari

Rancasari

Arcamanik

Angka DIARE

(655,1.46e+03]

(1.46e+03,2.26e+03]

(2.26e+03,3.06e+03]

(3.06e+03,3.86e+03]

Gedebage

Ujungberung

CinamboBandung Kulon

Andir

Babakan Ciparay

Bojongloa Kaler

Sukajadi

Cidadap

Coblong

CicendoBandung Wetan

Sumurbandung

Batununggal

Cibeunying Kidul

Regol

Bandung Kidul

Astanaanyar

Kiaracondong

Buahbatu

Mandalajati

Cibiru

Bojongloa Kidul

Cibeunying Kaler

Panyileukan

Antapani

Lengkong

Sukasari

Rancasari

Arcamanik

28 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Tabel 3. Ketergantungan spasial

Variabel Statistik Moran’s I p.value

Angka Kasus TB

Paru 0.43249295 3.02e-05

Angka Kasus Diare -0.00659342 0.4037

Sumber: hasil pengolahan

Hasil perhitungan indeks ketergantungan spatial Moran’s I menunjukkan bahwa

untuk kasus TB Paru ada ketergantungan spatial yang signifikan pada tingkat signifikansi

5%. Namun berbeda untuk kasus diare dimana tidak terbukti adanya ketergantungan

spatial.

Melihat kondisi ini, maka model Seemingly Unrelated Regression (SUR)

dikembangkan dengan memperhatikan ketergantungan spatial pada TB Paru.

Syntax INLA

formula<-Y~1+X1+X2+X3+X4+f(IDG, model="iid")+

f(IDS, model="bym",graph=W, constr=TRUE)+

f(IDG1,X1, model="iid")+

f(IDG2,X2, model="iid")+

f(IDG3,X3, model="iid")+

f(IDG4,X4, model="iid")

OUTPUT <- inla(formula,family="poisson",data=DATAG, E=E1,

control.predictor=list(compute=TRUE),

control.compute=list(dic=TRUE,cpo=TRUE))

Hasil estimasi parameter model SUR dengan menggunakan INLA disajikan

dalam Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Eestimasi Parameter Model SUR

Variabel TB PARU DIARE

Koefisien SD Koefisien SD

Intersep -0.5562 1.5876 -0.5557 1.5876

PHBS -0.0194 0.0293 -0.0141 0.0293

Rumah Sehat -0.0047 0.0108 0.0097 0.0108

Gizi Buruk -0.0172 0.0608 -0.0015 0.0608

Air Bersih 0.0215 0.0221 0.0080 0.0221

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 29

Model ini dapat dinyatakan dalam persamaan matematis sebagai berikut:

Model Regresi TB Paru

�̂�𝑖 = βˆ’0.5562 βˆ’ 0.0194X1 βˆ’ 0.0047X2βˆ’0.0172X3 + 0.0215X4 (16)

Model Regresi Diare

�̂�𝑖 = βˆ’0.5557 βˆ’ 0.0141X1 + 0.0097X2βˆ’0.0015X3 + 0.0080X4 (17)

Kedua model ini memiliki kesamaan informasi mengenai dampak dari prilaku

Hidup Sehat (PHBS) terhadap angka kasus TB Paru dan Diare. PHBS memberikan

pengaruh negatif yang artinya semakin tinggi persentase masyarakat yang sadar akan

perilaku hidup bersih dan sehat akan mampu menurunkan resiko relative untuk TB Paru

dan Diare. Peningkatan 1% kesadaran masyarakat akan PHBS akan menurunkan resiko

relatif TB Paru sebesar 0.019 atau 1.9% dan Diare sebesar 0.0141 atau 1.41%. Sedangkan

untuk variabel yang lain memiliki perbedaan pengaruh. Namun secara umum pengaruh

terhadap TB Paru lebih dominan.

Studi pemetaan penyakit memiliki tujuan akhir memetakan resiko relatif dalam

sebuah peta. Di bawah ini disajika tiga peta resiko relatif. Peta pertama untuk pola resiko

relatif untuk TB Paru, peta kedua untuk Diare, dan peta ketiga peta resiko relatif gabungan.

Gambar 4a. Resiko Relative TB PARU

Resiko relatif TB Paru paling tinggi terlihat dari Kecamatan Cinambo dan

Bandung wetan. Sedangkan kecamatan seperti Cibiru Ujung Berung dan yang warnanya

relatif muda menunjukkan angka resiko relatif yang renda. Terlihat adanya

pengelompokkan dari angka resiko relatif TB Paru. Kecamatan yang resiko relatif TB Paru

tinggi cenderung mengelompokk.

RERSIKO RELATIF

(0.276,1.46]

(1.46,2.64]

(2.64,3.82]

(3.82,5]

Gedebage

Ujungberung

CinamboBandung Kulon

Andir

Babakan Ciparay

Bojongloa Kaler

Sukajadi

Cidadap

Coblong

CicendoBandung Wetan

Sumurbandung

Batununggal

Cibeunying Kidul

Regol

Bandung Kidul

Astanaanyar

Kiaracondong

Buahbatu

Mandalajati

Cibiru

Bojongloa Kidul

Cibeunying Kaler

Panyileukan

Antapani

Lengkong

Sukasari

Rancasari

Arcamanik

30 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Gambar 4b. Resiko Relative DIARE

Resiko relatif Diare paling tinggi terlihat dari Kecamatan Cinambo, Bandung

Wetan, dan Gede Bag. Sedangkan kecamatan seperti Cibiru Ujung Berung dan yang

warnanya relatif muda menunjukkan angka resiko relatif yang renda. Terlihat adanya

pengelompokkan dari angka resiko relatif Diare. Kecamatan yang resiko relatif Diare tinggi

cenderung mengelompokk walaupun dari hasil pengujian angka kasus tidak ada

ketergantungan spasial. Hal ini menunjukkan pentingnya mengukur resiko relatif bukan

angka kasus sebagai rujukan untuk mengidentifikasi pola sebarang penyakit menular.

Gambar 1c. Resiko Relative Gabungan

Peta terakhir ini menjelaskan resiko relative gabungan dari kedua jenis penyakit

TB Paru dan Diare. Terlihat angka resiko relatif ini merupakan angka rata-rata dari kedua

jenis penyakit tersebut. Sehingga pola yang terbentuk jelas menunjukkan adanya kombiasi

dari Pola pada TB Paru dan Diare. Kecamatan dengan Resiko relatif paling tinggi untuk

kedua jenis penyakit tersebut adalah Kecamatan Cinambo dengan angka resiko relatif lebih

besar dari 3.14.

RERSIKO RELATIF

(0.239,1.09]

(1.09,1.95]

(1.95,2.8]

(2.8,3.65]

Gedebage

Ujungberung

CinamboBandung Kulon

Andir

Babakan Ciparay

Bojongloa Kaler

Sukajadi

Cidadap

Coblong

CicendoBandung Wetan

Sumurbandung

Batununggal

Cibeunying Kidul

Regol

Bandung Kidul

Astanaanyar

Kiaracondong

Buahbatu

Mandalajati

Cibiru

Bojongloa Kidul

Cibeunying Kaler

Panyileukan

Antapani

Lengkong

Sukasari

Rancasari

Arcamanik

RERSIKO RELATIF

(0.246,1.21]

(1.21,2.18]

(2.18,3.14]

(3.14,4.11]

Gedebage

Ujungberung

CinamboBandung Kulon

Andir

Babakan Ciparay

Bojongloa Kaler

Sukajadi

Cidadap

Coblong

CicendoBandung Wetan

Sumurbandung

Batununggal

Cibeunying Kidul

Regol

Bandung Kidul

Astanaanyar

Kiaracondong

Buahbatu

Mandalajati

Cibiru

Bojongloa Kidul

Cibeunying Kaler

Panyileukan

Antapani

Lengkong

Sukasari

Rancasari

Arcamanik

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 31

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Penggunaan metode Bayesian Seemingly Unrelated Regression (BSUR)

merupakan pendekatan baru dalam pemetaan penyakit menular. Metode ini terbukti

memberikan informasi yang lengkap mengenai resiko relatif penyakit-penyakit yang

diteliti. BSUR memberikan peta partial dan gabungan.

Merujuk pada angka resiko relatif, ditemukan bahwa Kecamatan Cinambo adalah

kecamatan dengan resiko relatif TB Paru dan Diare yang tinggi.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih pada DRPM Universitas Padjadjaran yang telah membantu

secara inansial.

5. DAFTAR PUSTAKA

Besag, J. and Newell J. (1991) The Detection of Clusters in Rare Diseases, Journal of the Royal

Statistical Society. Series A (Statistics in Society), Vol. 154, No. 1, , pp. 143-155

Besag, J. (1974) Spatial Interaction and the statistical analysis of lattice systems. Journal of the Royal

statistical Socety, series B, 36, pp. 192-236

Camelett, M. and Blangiardo, (2015). M. Spatial and Spatio-Temporal Bayesian Models with R-

INLA. John Wiley & Sons,

Clayton, D., & Kaldor, J. (1987) Empirical Bayes Estimates of Age-Standardized Relative Risks for

Use in Disease Mapping. Biometrics , pp. 671-681.

Hardhana, B., et al. (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia.

Lawson, A. B., Browne, W. J., & Rodeiro, C. L (2003).. Disease Mapping with WinBUGS and

MLwiN. New York: John Wiley & Sons.

Maiti, T. (1998) Hierarchical Bayes estimation of mortality rates disease mapping. Journal of

Statistical Planning and inference, ,pp. 339-348.

Mindra Jaya, I. G. et al. (2016). β€œBayesian Spatial Modeling and Mapping of Dengue Fever: A Case

Study of Dengue Fever in The City of Bandung, Indonesia”. International Journal of Applied

Mathematics and Statistics, 54 (3), 94-103

Pringle, D.G. (1996). Mapping Disease Risk Estimates Based on Small Numbers: An Assessment

of Empirical Bayes Techniques The Economic and Social Review, Vol. 27, No. 4, July, pp.

341-363

32 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Shaddick, G., & Zidek, J. V. (2016) Spatio-Temporal Methods in Environmental Epidemiology.

New York: CRC Press Taylor & Francis Group

Tango, T. (2010) Statistical Methods for Disease Clustering. Japan: Springer

Winkelmann, Rainer (2008). Econometric Analysis of Count Data. Springer-Verlag Berlin

Heidelberg

33

BIAStatistics (2016) Vol. 10, No. 1, hal. 33-51

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE KEKAR PADA

PENDUGAAN PARAMETER REGRESI LINIER SEDERHANA

UNTUK DATA YANG MENGANDUNG PENCILAN

Riski Apriani Sari1, Hari Wijayanto2, Indahwati3 1,2,3Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor

Email: [email protected]

ABSTRAK

Analisis regresi adalah alat yang digunakan untuk menduga hubungan antara dua peubah atau lebih.

Keberadaan pencilan pada analisis regresi mengakibatkan dugaan parameter yang dihasilkan

menjadi tidak valid. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi pencilan, terutama pencilan

terhadap peubah respon adalah menggunakan beberapa metode kekar yaitu penimbang ganda Tukey,

simpangan mutlak terkecil, dan metode Theil. Selanjutnya untuk mengetahui keefektifan metode-

metode tersebut dalam menangani pencilan dilakukan pada kajian simulasi. Simulasi diterapkan

pada berbagai ukuran contoh dan persentase pencilan. Kajian simulasi ini secara keseluruhan

menunjukkan bahwa metode penimbang ganda atau biweight Tukey memberikan hasil paling baik

dalam menangani pencilan, terutama pada persentase pencilan kurang dari 30% dan pada ukuran

contoh 40 dan 100. Biweight Tukey merupakan metode yang menerapkan fungsi objektif dan fungsi

penimbang dengan konstanta tuning sebesar 4.685Οƒ. Ketiga metode tersebut juga diterapkan pada

dua data riil yang berbeda kasus, serta ada kecenderungan bahwa metode biweight Tukey

memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan kedua metode lainnya.

Keywords: biweight tukey, LAD, pencilan, theil

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Regresi linier merupakan salah satu alat statistika yang paling banyak digunakan

karena menyediakan metode yang sederhana untuk membuat sebuah fungsi hubungan antar

variabel [3]. Suatu amatan dianggap sebagai pencilan ketika amatan tersebut memberikan

nilai sisaan baku yang besar. Sisaan baku yang besar seringkali disebabkan oleh amatan

peubah respon atau peubah-y yang jauh lebih besar atau lebih kecil dibanding amatan lain,

dan amatan seperti ini disebut dengan pencilan-y [12]. Keberadaan pencilan-y ini

mengakibatkan dugaan parameter yang dihasilkan dengan metode MKT bersifat bias dan

menyimpang dari nilai yang seharusnya, sehingga memberikan interpretasi kesimpulan

yang tidak valid. Namun, pencilan tidak bisa dengan sembarang untuk dibuang [2].

Pembuangan pencilan hanya dilakukan jika diketahui dengan pasti ada kesalahan, seperti

kesalahan dalam pencatatan ataupun pengukuran.

34 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Alternatif yang dapat dilakukan pada analisis regresi untuk mengatasi adanya

pencilan pada data yaitu menggunakan metode regresi kekar. Regresi kekar bertujuan untuk

mengakomodasi adanya keanehan data serta menekan pengaruhnya terhadap hasil analisis

tanpa terlebih dahulu melakukan identifikasi terhadap data yang aneh [2]. Metode regresi

kekar yang resisten terhadap pengaruh pencilan-y salah satunya adalah metode biweight

Tukey atau disebut juga dengan metode penimbang ganda Tukey yang merupakan salah

satu anggota dari penduga-M [7]. Penduga-M ini diselesaikan dengan iterasi yang memiliki

fungsi penimbang dan fungsi objektif. Metode Least Absolute Deviations(LAD) atau

metode simpangan mutlak terkecil merupakan metode kekar lainnya yang juga dapat

mengatasi pengaruh pencilany dengan baik [1]. Metode LAD merupakan perbaikan dari

MKT dengan memanfaatkan konsep meminimumkan jumlah mutlak dari sisaannya .

Secara konsep LAD tidak lebih rumit dibandingkan MMKT, namun secara komputasi

metode LAD lebih kompleks dibandingkan MKT karena menggunakan iterasi. Selain

kedua metode tersebut, metode Theil yang merupakan salah satu metode nonparametrik

juga dikaji pada penelitian ini karena merupakan salah satu metode kekar yang baik

digunakan untuk mengatasi pengaruh pencilan karena tidak memerlukan asumsi-asumsi

kenormalan [10]. Metode Theil menggunakan konsep peringkat dan memanfaatkan median

sebagai ukuran kekekarannya. Selain dengan kajian simulasi ini, penelitian juga

diaplikasikan pada data riil untuk dilakukan analisis lebih lanjut.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan performa metode regresi kekar

biweight Tukey, LAD, dan Theil dalam menduga parameter regresi linier sederhana pada

berbagai persentase pencilan dan berbagai ukuran contoh.

2. TINJAUAN PUSTAKA

1.A. Pencilan

Pencilan merupakan nilai ekstrim dari suatu pengamatan. Seperti telah disebutkan

pada latar belakang, pencilan dapat dideteksi dengan melihat amatan yang memberikan sisaan

baku yang besar yaitu:

Dengan i : pengamatan ke-i

ri : sisaan yang dibakukan ke-i

ei : sisaan ke-i dengan formula ei = yi βˆ’ yΛ†i

KTG : ragam sisaan.

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 35

Suatu amatan dikatakan pencilan jika memberikan nilai mutlak sisaan baku lebih

besar dari dua [5]. Keberadan pencilan perlu ditinjau lebih lanjut karena pencilan bisa saja

mengganggu proses analisis data, namun pembuangan amatan yang diidentifikasi sebagai

pencilan bukanlah prosedur yang bijaksana, karena adakalanya pencilan memberikan

informasi yang tidak dapat diberikan oleh amatan lain [2].

2.B. Regresi Kekar

1) Metode Penimbang Ganda Tukey (biweight Tukey):

Metode biweight Tukey merupakan bagian dari pendugaM yang komputasinya

menggunakan IRLS (Iteratively Reweighted Least Square). Selain biweight Tukey, Huber

dan kuadrat terkecil juga dapat digunakan sebagai fungsi penimbang. Huber memiliki

fungsi penimbang yang monoton dan tidak memberikan bobot pada residu yang besar

seperti pada kuadrat terkecil. Sedangkan biweight Tukey, memiliki penurunan yang halus,

artinya fungsi penimbangnya asimptotik ke nol [6]. Pada metode biweight Tukey ini

terdapat fungsi penimbang dan fungsi objektif. Fungsi penimbang yang disarankan oleh

Tukey yaitu bisquare weight (penimbang kuadrat ganda) atau biweight (penimbang ganda)

dengan fungsi penimbang (w) yaitu: Pada metode biweight Tukey ini terdapat fungsi

penimbang dan fungsi objektif. Fungsi penimbang yang disarankan oleh Tukey yaitu

bisquare weight (penimbang kuadrat ganda) atau biweight (penimbang ganda) dengan

fungsi penimbang (w) yaitu:

dan fungsi objektif biweight Tukey yaitu:

Nilai k disebut juga dengan konstanta tuning atau tuning constant. Nilai yang lebih

kecil dari k akan lebih bersifat tahan atau kekar terhadap pencilan. Konstanta tuning pada

metode tertimbang ganda ini bernilai k=4.685Οƒ, dengan Οƒ adalah simpangan baku dari

sisaan yang akan menghasilkan efisiensi 95% ketika sisaan menyebar normal, serta tetap

menawarkan ketahanan terhadap pencilan [2].

36 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

2) Metode Simpangan Mutlak Terkecil (LAD):

LAD dikembangkan pertama kali oleh Roger Joseph Boscovich pada tahun 1957.

Metode ini merupakan alternatif dari MKT dengan meminimumkan jumlah mutlak sisaan

atau untuk mendapatkan dugaan kemiringan garis (Ξ²1) dan

dugaan intersep (Ξ²0). Namun, tidak ada formula yang pasti untuk mendapatkan dugaan

koefisien kemiringan garis regresinya, sehingga diperlukan metode algoritma untuk

mendapatkannya. Algoritma ini dimulai dari data poin (x1, y1) dan mencari garis regresi

terbaik yang melaluinya, selanjutnya garis yang melalui (x1, y1) juga akan melalui data poin

yang lain (x2,y2) lalu dicari garis regresi terbaik yang melaluinya. Begitu seterusnya

algoritma ini trus berlangsung, lalu akan dicari garis regresi yang terbaik yang sama dengan

garis sebelumnya. Garis terbaik inilah yang disebut dengan garis regresi LAD [10].

LAD menggunakan konsep metode EM dan iterasinya menggunakan IRLS

(Iteratively Reweighted Least Square). Metode EM terdiri dari dua tahap yaitu E

(expectation) dan M (maximization). Adanya sifat iterasi ini membuat algoritma metode

LAD menjadi lebih kompleks dan memerlukan waktu lama dalam komputasinya, namun

memberikan hasil yang kekar terhadap adanya pencilan [11]. Prosedur LAD dikembangkan

untuk mengurangi pengaruh dari pencilan-y pada metode kuadrat terkecil, karena pada

metode ini tidak menggunakan sisaan yang dikuadratkan [1].

3) Metode Theil:

Metode Theil adalah salah satu prosedur nonparametrik yang diharapkan

memberikan hasil yang lebih baik tanpa memperhatikan sebaran dari galat [9]. Pada

pendugaan koefisien kemiringan garis regresinya, Theil (1950) dalam [4] mengusulkan

koefisien kemiringan garis regresi sebagai median kemiringan dari seluruh pasangan garis

dari titik-titik dengan nilai peubah penjelas (X) yang berbeda. Tahap pertama yang

dilakukan pada Metode Theil adalah mengurutkan data (xi,yi) berdasarkan besarnya nilai x

mulai dari nilai terkecil hinga nilai yang terbesar, sehingga diperoleh x1 < x2 < x3 < ... < xn.

Sebelum mendapatkan nilai penduga dari Ξ²1, terlebih dahulu menghitung semua nilai bij,

dengan bij adalah koefisien kemiringan setiap pasangan garis (xi,yi) dan (xj,yj) yang

dirumuskan sebagai berikut:

dengan:

bij : kemiringan garis dari pasangan (xi,yi) dan (xj,yj)

i : 1, 2, ..., n-1, j : 2, 3, ..., n.

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 37

Maka untuk n pengamatan ada sebanyak n nilaibij yang berbeda.

Penduga koefisien kemiringan garis regresi (Ξ²1) dinotasikan dengan Ξ²Λ†1 dan dinyatakan

sebagai median dari bij, yang dirumuskan sebagai berikut:

Ξ²Λ†1 = median(bij)

Sedangkan untuk dugaan koefisien intersepnya (Ξ²Λ†0) terdapat beberapa peneliti terdahulu

yang telah memformulasikannya, seperti yang telah dilakukan oleh Mutan [9] dengan

formula sebagai berikut:

Ξ²Λ†0 = median (yi βˆ’ Ξ²Λ†

1xi)

dengan:

i: observasi ke- 1, 2, ..., n.

3.C. Ukuran Kebaikan

1) Kuadrat Tengah Galat: Penduga yang baik adalah penduga yang memiliki nilai

bias dan ragam minimum. Kuadrat tengah galat (KTG) merupakan salah satu

kriteria evaluasi penduga pada suatu metode. Semakin kecil nilai KTG dari suatu

penduga, maka semakin baik penduga parameternya [9]. Nilai MSE dapat

ditentukan dengan persamaan berikut:

MSE(Ξ²Λ†) = var(Ξ²Λ†) + [bias(Ξ²Λ†)]2

dengan:

MSE(Ξ²Λ†): KTG penduga parameter

var(Ξ²Λ†): ragam penduga parameter

bias(Ξ²Λ†): selisih dugaan parameter dengan parameternya (Ξ²Λ† βˆ’ Ξ²).

2) Median Absolute Deviance (MAD): Pencilan bukanlah hal yang baru bagi seorang

ilmuwan, namun tidak banyak peneliti yang menggunakan metode yang tidak

sesuai ketika adanya pencilan. Seperti nilai mean dan standar deviasi yang

digunakan untuk mendeteksi pencilan. Namun terdapat 3 hal yang perlu

diperhatikan ketika menggunakan mean sebagai indikator pemusatannya. Pertama,

diasumsikan bahwa sebarannya adalah normal (termasuk pencilan). Kedua, mean

dan standar devasi sangat kuat terpengaruh oleh pencilan. Ketiga, metode ini sangat

tidak suka untuk mendeteksi pencilan pada ukuran contoh kecil. Sebagai

alternatifnya digunakanlah Median Absolute Deviation (MAD) yang baik untuk

mendeteksi adanya pencilan namun jarang digunakan oleh peneliti. MAD

ditemukan dan dipopulerkan oleh Hampel pada tahun 1974. Median yang

digunakan pada konsep MAD ini sama halnya dengan konsep yang digunakan pada

38 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

mean yaitu sebagai indikator pemusatan, namun median memberikan keuntungan

yang lebih dengan memiliki sifat yang tidak sensitif terhadap kehadiran pencilan.

Metode yang memiliki nilai MAD yang lebih adalah metode yang lebih baik. MAD

dirumuskan sebagai berikut [8]:

MAD = bMi(|xi βˆ’ Mj(xj)|)

dengan:

xj : amatan asli sebanyak n

Mi : median dari serangkaian data

b : suatu konstanta yaitu 1/quantil (3/4) dari suatu sebaran data.

3. METODOLOGI

4.A. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil simulasi dengan

parameter regresi Ξ²0 dan Ξ²1 yang telah ditentukan. Data peubah penjelas (X) ditetapkan dari

vektor dengan pertambahan yang sama sebesar satu (xi = 1, 2..., n), sehingga nakan

menyesuaikan dengan banyaknya ukuran contoh. Sisaan dibangkitkan dari sebaran

Normal(Β΅,Οƒ) kemudian digunakan untuk mencari peubah respon dengan persamaan Yi = Ξ²0

+ Ξ²1Xi + Ξ΅i. Banyak pengamatan (n) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20, 40, dan

100 dengan masing-masing persentase pencilan yaitu 0%, 10%, 20%, dan 30%. Proses

simulasi dilakukan menggunakan perangkat R versi 3.3.1.

Selain simulasi dilakukan pula evaluasi pendugaan parameter regresi pada data riil

yang diperoleh dari Aunuddin (1989) mengenai pengaruh tahun (1950 hingga 1973)

terhadap jumlah sambungan telepon internasional di Belgia, serta data yang diperoleh dari

Chatterjee Hadi (2006) mengenai pengaruh tinggi bukit (kaki) terhadap waktu pendakian

(detik).

5.B. Prosedur Analisis Data

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan nilai Ξ²0 dan Ξ²1, yaitu Ξ²0 = 10 dan Ξ²1 =2.

2) Menetapkan nilai-nilai peubah penjelasnya (xi = 1, 2..., n), sebanyak ukuran

contohnya n = 20, 40, dan 100.

3) Menentukan banyaknya persentase pencilan pada setiap n, yaitu 0%, 5%, 10%, 20%,

dan 30%.

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 39

4) Membangkitkan galat1 yang menyebar Normal (0,2) sebanyak n*(1-p), dengan p

adalah besarnya persentase pencilan.

5) Membangkitkan galat2 yang menyebar Normal (0,2) sebanyak n*p yang dikalikan

dengan suatu konstanta yaitu 15, dengan p adalah besarnya persentase pencilan.

6) Menghitung peubah respon dengan menggunakan model regresi, yaitu yi = Ξ²0 + Ξ²1xi +

Ξ΅i.

7) Melakukan eksplorasi data untuk melihat banyaknya pencilan dengan diagram

pencar.

8) Mengulangi langkah 4 sampai 8 sebanyak 1000 kali.

9) Melakukan pendugaan parameter dengan metode biweight Tukey, LAD, dan Theil.

10) Menghitung ragam pendugaan, bias mutlak, dan nilai KTG.

11) Membandingkan hasil yang diperoleh dari tiga metode berdasarkan nilai ragam

penduga parameter, bias mutlak, dan KTG dari pendugaan.

Selanjutnya, tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian untuk data riil

adalah sebagai berikut:

1) Menentukan peubah bebas (X) dan peubah respon (Y) dari data riil.

2) Melakukan eksplorasi data untuk melihat banyaknya pencilan.

3) Menduga parameter dengan biweight Tukey, LAD, dan Theil.

Mengevaluasi ketiga metode berdasarkan nilai-nilai koefisien regresi dan nilai

MAD yang dihasilkan.

4. HASIL PENELITIAN

A. Eksplorasi Data Simulasi

Ukuran pencilan yang digunakan dalam simulasi ini yaitu 0%, 10%, 20%, dan 30%

yang dikaji untuk berbagai ukuran contoh 20, 40, dan 100. Plot tebaran antara peubah

penjelas dan peubah respon dari sebagian data yang digunakan disajikan pada Gambar 1.

Tebaran pebah penjelas dan peubah responnya menunjukkan pola garis yang linier untuk

setiap persentase pencilannya, dan adanya pencilan dideteksi dengan titik-titik amatan yang

berada diluar pola garis utama. Sehingga, model garis regresi linier cocok digunakan pada

kajian simulasi ini.

40 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

B. Performa Penduga Kemiringan Garis

Performa kemiringan garis bagi suatu analisis regresi merupakan koefisien yang

penting untuk di interpretasikan dibandingkan performa koefisien regresi yang lain. Tabel

1 dan Tabel 2 menunjukkan performa dugaan bagi kemiringan garis Ξ²Λ†1 melalui berbagai

kriteria evaluasi yaitu nilai bias, ragam, serta nilai kuadrat tengah galat (KTG) untuk ukuran

contoh kecil (n=20) dan ukuran contoh besar (n=100). Pada penelitian ini, penggunaan nilai

bias menggunakan nilai bias mutlak untuk mempermudah mengakomodir nilai bias yang

under atau over estimate.

Penetapan nilai awal Ξ²1 = 2 membuat nilai-nilai dugaan kemiringan garisnya

terlihat sangat kecil sekali mendekati nol. Bahkan bila ditetapkan dua angka dibelakang

koma, nilai-nilai dugaanya banyak yang berada pada nilai 0.00, sehingga untuk melihat

perbedaannya dibuatlah empat angka desimal. Nilai yang sangat kecil ini disebabkan oleh

pergeseran kemiringan garis regresinya yang sedikit. Namun, jika ditetapkan nilai Ξ²1 yang

lebih besar lagi, maka akan mendapatkan nilai-nilai dugaan yang semakin besar pula.

Ketiga metode kekar pada penelitian ini akan dilihat performanya apabila suatu data

terdapat pencilan, dengan

Gambar 1. Tebaran data simulasi untuk ukuran contoh 20

pada berbagai persentase pencilan

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 41

persentase pencilan yang berbeda-beda. Jadi, seberapa besar metode-metode ini dapat

mengatasi pengaruh dari pencilan apabila pencilan pada suatu data semakin bertambah, dan

ingin dilihat pula pengaruh dari ukuran contoh terhadap dugaan koefisien regresinya.

Suatu penduga yang baik adalah penduga yang memiliki nilai bias terkecil dan

ragam terkecil. Metode biweight Tukey atau penimbang ganda Tukey dapat mengakomodir

pencilan yaitu ketika persentase pencilan sebesar 10% dan 30%, artinya metode ini

memiliki nilai bias mutlak terkecil dan ragam terkecil untuk pencilan 10%, namun ketika

pencilan naik menjadi 30% metode Tukey ini tetap memiliki bias terkecil tetapi memiliki

ragam yang paling besar. Ketika ukuran contoh diperbesar menjadi 100, metode biweight

Tukey menjadi sangat baik dalam mengatasi pencilan, bahkan sampai pencilan diperbesar

menjadi 30%. Sedangkan metode LAD tidak pernah memiliki nilai ragam terkecil, bahkan

hampir di semua persentase pencilan memiliki ragam yang terbesar. Hal ini pun tidak

berubah ketika ukuran contohnya diperbesar. Begitu pula halnya dengan metode

nonparametrik Theil yang tidak pernah memiliki nilai bias mutlak tekecil dan ragam

terkecil, kecuali saat pencilan 30%. Ketika ukuran contoh diperbesar, metode ini juga tidak

memberikan hasil yang baik dalam mengatasi pengaruh dari pencilan, terlihat dari nilai bias

dan ragamnya yang terbesar.

Suatu penduga dengan proses simulasi jarang sekali bahkan tidak pernah

ditemukan suatu penduga yang benar-benar tak berbias. Hal ini dapat didekatkan dengan

memilih nilai bias yang terkecil dengan ragam terkecil. Penyebab ini yang memunculkan

adanya kuadrat tengah galat bagi suatu

Tabel I

KRITERIA EVALUASI PENDUGA KEMIRINGAN GARIS (Ξ²1= 2)

UNTUK N=20

Metode Bias Ragam

mutlak

KTG

Persentase pencilan = 0 %

Biweight Tukey -5.2302 -7.7366 -6.7981

LAD 0.1098 0.1564 0.1387

Theil 0.1117 0.3318 0.2125

42 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Persentase pencilan = 10 %

Biweight Tukey 0.0007 0.0105 0.0105

LAD 0.0032 0.0176 0.0177

Theil 0.0009 0.0162 0.0162

Persentase pencilan = 20 %

Biweight Tukey 0.0025 0.0333 0.0333

LAD 0.0018 0.0408 0.0408

Theil 0.0020 0.0354 0.0354

Persentase pencilan = 30 %

Biweight Tukey 0.0135 0.2035 0.2037

LAD 0.0138 0.1298 0.1300

Theil 0.0167 0.0833 0.0836

Tabel II

KRITERIA EVALUASI PENDUGA KEMIRINGAN GARIS (Ξ²1= 2)

UNTUK N=100

Metode Bias Ragam

mutlak

KTG

Persentase pencilan = 0 %

Biweight Tukey 0.0001 0.0001 0.0001

LAD 0.0001 0.0001 0.0001

Theil 0.0001 0.0001 0.0001

Persentase pencilan = 10 %

Biweight Tukey 0.0001 0.0001 0.0001

LAD 0.0001 0.0001 0.0001

Theil 0.0001 0.0001 0.0001

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 43

Persentase pencilan = 20 %

Biweight Tukey 0.0001 0.0002 0.0002

LAD 0.0002 0.0003 0.0003

Theil 0.0003 0.0003 0.0003

Persentase pencilan = 30 %

Biweight Tukey 0.0015 0.0005 0.0005

LAD 0.0015 0.0007 0.0007

Theil 0.0015 0.0006 0.0006

dugaan. Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 untuk mempermudah

pembaca dalam melihat kriteria evaluasi KTG yang nilai-nilainya tertera secara lengkap

pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Gambar 2. Performa kuadrat tengah galat bagi

dugaan kemiringan garis regresi untuk n=20

Gambar 3. Performa kuadrat tengah galat bagi

dugaan kemiringan garis regresi untuk n=100

Berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3 terlihat performa dari kuadrat tengah galat

yang berbeda-beda dari ketiga metode kekar yang dikaji pada penelitian ini. Terlihat bahwa

ketiga metode tersebut memiliki pola yang sama, artinya semakin meningkatnya persentase

44 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

pencilan maka nilai KTG dugaannya akan semakin meningkat pula. Terlihat peningkatan

yang drastis ketika persentase pencilan terbesar yaitu 30%. Selain dilihat dari polanya,

dapat dilihat pula bahwa semakin bertambahnya ukuran contoh maka nilai-nilai dugaan

KTG akan semakin mengecil. Hal ini berhubungan dengan konsep konsistensi suatu

penduga. Penduga yang konsisten adalah penduga yang memiliki nilai dugaan parameter

atau dugaan statistiknya yang semakin mendekati parameternya apabila ukuran contoh

bertambah. Metode biweight Tukey merupakan metode penduga yang memiliki nilai KTG

terkecil untuk ukuran contoh 100, serta ketika persentase pencilan bertambah. Namun, saat

pencilan terbesar 30%, metode ini menunjukkan performa yang tidak baik untuk ukuran

contoh 20 karena memiliki nilai KTG terbesar dibandingkan kedua metode lainnya. Metode

Theil juga menunjukkan performa yang cukup baik saat ukuran contoh yang kecil, bahkan

memiliki KTG terkecil saat pencilan 30%. Metode lainnya yaitu LAD menunjukkan

performa yang paling jelek, terutama untuk ukuran contoh besar.

Sedikit membahas ketiga metode tersebut pada ukuran contoh sedang yaitu n=40,

metode Theil memiliki performa nilai bias mutlak dan ragam yang baik pada ukuran

pencilan tertinggi 30%, sedangkan metode biweight Tukey hampir pada semua ukuran

pencilan memiliki performa yang baik, namun tidak untuk pencilan 30%. Berbeda dengan

yang lainnya metode LAD selalu menunjukkan performa yang jelek.

C. Performa Penduga Intersep

Parameter Ξ²0 pada analisis regresi menunjukkan titik perpotongan antara garis

regresi dengan sumbu y saat x bernilai nol. Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan beberapa

kriteria kebaikan dari penduga intersep untuk ukuran contoh terkecil 20 dan ukuran contoh

tebesar 100. Sedangkan untuk ukuran contoh yang sedang yaitu 40 akan dibahas sekilas

pada pembahasan ini. Nilai-nilai pada Tabel 3 dan Tabel 4 memperlihatkan nilai-nilai

dugaan yang lebih besar dibandingkan nilai-nilai dugaan pada penduga kemiringan garis

regresi. Hal ini disebabkan karena penentuan nilai awal intersep yang besar yaitu 10,

sehingga nilai-nilai dugaannya akan cenderung besar pula. Pada ukuran contoh terkecil ini,

metode Theil memiliki performa yang baik dengan memiliki bias mutlak terkecil saat

persentase pencilan 0% dan 10%. LAD memiliki nilai bias mutlak terkecil untuk pencilan

20% dan 30%. Sedangkan, metode biweight Tukey memiliki nilai bias mutlak terbesar saat

pencilan 20% dan 30%. Namun, metode ini memiliki ragam terkecil untuk semua pencilan,

kecuali saat pencilan terbesar yaitu 30%. Kemudian, saat ukuran contoh bertambah menjadi

100, metode biweight Tukey merupakan penduga paling efisien karena memiliki ragam

yang paling minimum.

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 45

Saat suatu penduga terkadang memiliki bias terkecil namun ragam terbesar, dalam

penentuan penduga yang terbaik yang akan dipilih dapat dilihat dengan menggunakan

kriteria kuadrat tengah galat (KTG). Seperti pada ketiga metode tersebut, terkadang metode

LAD memiliki nilai bias terkecil, namun ragam terkecil dimiliki oleh metode biweight

Tukey. Kriteria evaluasi KTG dapat digunakan untuk membantu peneliti dalam penentuan

metode mana yang lebih baik untuk dipilih. Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan

performa ketiga metode biweight Tukey, LAD, dan Theil melalui nilainilai KTG-nya.

Berdasarkan hasil Gambar 4 dan Gambar 5 diatas, memiliki karakteristik pola yang

sama dengan dugaan KTG pada kemiringan garis regresi. Metode biweight Tukey memiliki

nilai-nilai KTG yang lebih kecil dibandingkan kedua metode lainnya, terutama untuk

ukuran contoh besar pada berbagai persentase pencilan. Namun, saat pencilan 30% ukuran

contoh terkecil metode biweight Tukey ini memiliki KTG terbesar. Metode kedua yang

lebih baik yaitu metode Theil, dilanjut dengan metode LAD.

Tabel III

KRITERIA EVALUASI PENDUGA INTERSEP (Ξ²0= 10)

UNTUK N=20

Metode Bias Ragam Mutlak KTG

Persentase pencilan = 0 %

Biweight Tukey 0.02240.9533 0.9538

LAD 0.02241.3408 1.3414

Theil 0.00931.0320 1.0321

Persentase pencilan = 10 %

Biweight Tukey 0.03021.1131 1.1140

LAD 0.04751.7489 1.7512

Theil 0.02231.5368 1.5373

Persentase pencilan = 20 %

Biweight Tukey 0.02331.9379 1.9385

LAD 0.00512.4560 2.4561

Theil 0.00862.1509 2.1510

46 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Persentase pencilan = 30 %

Biweight Tukey 0.08217.8175 7.8243

LAD 0.07325.5767 5.5821

Theil 0.10183.5741 3.5844

Tabel IV

KRITERIA EVALUASI PENDUGA INTERSEP (Ξ²0= 10)

UNTUK N=100

Metode Bias Ragam Mutlak KTG

Persentase pencilan = 0 %

Biweight Tukey 0.0189 0.1708 0.1711

LAD 0.0083 0.2462 0.2463

Theil 0.0194 0.1916 0.1919

Persentase pencilan = 10 %

Biweight Tukey 0.0134 0.1895 0.1897

LAD 0.0158 0.3076 0.3079

Theil 0.0115 0.2713 0.2714

Persentase pencilan = 20 %

Biweight Tukey 0.0033 0.2634 0.2634

LAD 0.0041 0.4400 0.4400

Theil 0.0072 0.3923 0.3924

Persentase pencilan = 30 %

Biweight Tukey 0.0302 0.5326 0.5335

LAD 0.0257 0.6971 0.6977

Theil 0.0332 0.5749 0.5760

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 47

Gambar 4. Performa kuadrat tengah galat

bagi dugaan intersep untuk n=20

Gambar 5. Performa kuadrat tengah galat

bagi dugaan intersep untuk n=100

Sekilas membahas ukuran contoh sedang yaitu ukuran contoh 40 untuk nilai bias

mutlak dan ragam penduga intersep, terlihat bahwa metode LAD tidak pernahmenunjukan

performa nilai bias mutlak ragam yang baik. Sedangkan metode Theil menunjukan

performa yang cukup baik pada pencilan tertinggi yaitu 30%. Metode bitweight Tukey

menunjukan performa yang paling baik, namut tidak untuk pencilan yang paling ekstrim

yaitu 30%.

D. Penerapan pada Data Riil

Terdapat dua data riil yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pertama data

mengenai jumlah sambungan telepon internasional per tahun di Belgia (sebagai peubah

respon) dengan peubah tahun mulai 1950 hingga 1973 (sebagai peubah penjelas). Data

yang kedua yaitu data mengenai pengaruh ketinggian bukit (sebagai peubah penjelas)

terhadap waktu pendakian (sebagai peubah respon) pada 35 bukit di Skotlandia. Kedua data

riil ini memiliki kasus yang berbeda terhadap adanya pencilan. Pada data riil pertama,

terdapat pencilan-y yang menggerombol diatas dan diperkirakan terdapat sekitar 25% data

yang teridentifikasi sebagai pencilan, yaitu antara tahun 1964 hingga 1969. Sedangkan,

pada data riil yang kedua amatan yang teridentifikasi sebagai pencilan-y menyebar diatas

dan bawah, seperti perlakuan yang diberikan pada tahapan simulasi.

48 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

1. Data Riil Kasus Pertama:

Pada eksplorasi data menggunakan diagram pencar padaGambar 6 dapat

dilihatbahwa koefisien garis regresi biweight Tukey, LAD, dan Theil tidak begitu tertarik

kearah pencilan yang menggerombol diatas tersebut. Hal ini memperlihatkan kekekaran

ketiga metode tersebut terhadap adanya pencilan pada data. Namun, dari ketiga metode

tersebut, metode yang tidak bergeser sama sekali, artinya tetap mengikuti pola garis

utamanya adalah metode biweight Tukey. Hasil ini didukung pula oleh kriteria-kriteria

evaluasi yang ditunjukkan pada Tabel 5 yang memperlihatkan bahwa metode yang

memiliki nilai MAD terkecil adalah metode biweight Tukey. Berdasarkan hasil yang

diperoleh dari kasus pertama ini, metode biweight Tukey menunjukkan metode yang paling

baik dalam mengatasi pengaruh dari pencilan-y ketika semua pencilannya berada diatas

garis regresi utama.

Gambar 6. Hubungan antara tahun dengan jumlah sambungan telepon di Belgia

Tabel V

KRITERIA EVALUASI REGRESI BERDASARKAN TIGA METODE KASUS 1

Kriteria Biweight Tukey LAD Theil

b0 -5.2302 -7.7366 -6.7981

b1 0.1098 0.1564 0.1387

MAD 0.1117 0.3318 0.2125

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 49

2. Data Riil Kasus Kedua:

Pada kasus kedua ini, terlihat pola tebarannya lebih menyebar dibandingkan pada

kasus pertama. Terdapat tiga amatan yang mencurigakan, yang menjauh dari pola garis

utamanya yaitu amatan ke-7, ke11, dan amatan ke -18. Berdasarkan data yang tersedia,

amatan tersebut masing-masing adalah bukit bens of jura, bukit lairig ghru, serta bukit

knock Hill. Dari ketiga amatan ini artinya terdapat sekitar 8% data tersebut mengandung

pencilan. Amatan ke-18 kuat teridentifikasi sebagai pencilan karena letaknya yang jauh

sekali dari pola garis utamanya, sedangkan amatan ke-7 dapat dianggap sebagai amatan

berpengaruh karena masih berada di sekitar pola garis uama regresi. Berdasarkan garis

regresinya, dapat dilihat bahwa ketiga metode tersebut memiliki kemiringan garis regresi

yang tidak jauh berbeda, terutama terlihat untuk garis regrsi LAD dan Theil. Sedangkan

garis regresi metode biweight Tukey sedikit terlihat perbedaannya pada nilai b1 dan b0

yang dapat dilihat pada Tabel 6 dan garis ini berada disebelah kiri dari pencilan. Jika dilihat

dari kedua kasus pada data riil ini, saat suatu data mengandung pencilan, terutama pencilan-

y, baik pencilannya berada diatas garis regresi utama maupun berada diatas dan bawah atau

dengan kata lain menyebar, metode yang paling baik dalam mengatasi pencilan tersebut

adalah metode biweight Tukey.

Gambar 7. Hubungan antara jarak

(ketinggian bukit) dengan waktu pendakian

50 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Tabel VI

KRITERIA EVALUASI REGRESI BERDASARKAN TIGA METODE KASUS 2

Kriteria Biweight Tukey LAD Theil

b0 -232.3145 -481.3636 -405

b1 448.2012 481.6364 474

MAD 382.7052 380.7273 373

5. KESIMPULAN & SARAN

A. Simpulan

Performa metode analisis dalam menangani pencilan yang dikaji dalam penelitian

ini berbeda-beda. Metode terbaik dalam menangani pengaruh dari pencilan-y melalui

kajian simulasi adalah metode biweight Tukey, terutama untuk ukuran contoh sedang dan

besar yaitu 40 dan 100 dengan persentase pencilan dibawah 30%. Dua metode lainnya yaitu

Theil dan LAD menunjukkan suatu penduga yang cukup baik dalam mengatasi pencilan

untuk ukuran contoh kecil, dengan persentase pencilan paling besar yang baik untuk

metode Theil, dan pencilan berukuran kecil untuk LAD. Pada kajian aplikasi terhadap data

riil, ada kecenderungan bahwa metode biweight Tukey juga lebih baik daripada kedua

metode lainnya.

B. Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian dengan

mengembangkan metode kekar lainnya pada analisis regresi berganda yang lebih

kompleks.

6. DAFTAR PUSTAKA

N.H. Al-Noor, A.A. Mohammad, β€œModel of regression with parametric and nonparametric methods”,

Mathematical Theory and Modelling, vol. 3, no. 5. 2013.

Aunuddin, Analisis Data. Bogor (ID): IPB Press. 1989.

S. Chatterjee, A.S. Hadi, Regression Analysis by Example. Ed ke-4. New Jersey (US): John Wiley & Sons, Inc.

2006.

W.W. Daniel, Applied Nonparametric Statistics. Ed ke-2. Boston (US): PWS-KENT Publishing Company.

1990.

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 51

N. Draper, H. Smith, Analisis Regresi Terapan. Ed ke-2. B. Sumantri, penerjemah. Terjemahan dari: Applied

Regression Analysis. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. 1992.

N. Hajarisman, β€œAlgoritma pendugaan model regresi kekar melalui penduga-M”, Jurnal Mat Stat, vol. 11, no.

1, page 63-74. 2011.

K. Kafadar, β€œThe efficiency of the biweight as a robust estimator of location”, Journal of Research of The

National Bureau of Standards, vol. 88, no. 2. 1983.

C. Leys, C. Ley, O. Klein, P. Bernard, L. Licata, β€œDetecting outliers: do not used standard deviation around the

mean, used absolute deviation around the median”, Journal of Experimental Sosial Psychology, vol.

30, no. 3. 2013.

O.C. Mutan, β€œComparison of regression techniques via monte carlo simulation”. [tesis]. Turki: Middle East

Technical University. 2004

O.C. Mutan, β€œA monte carlo comparison of regression estimators when the error distribution is long tailed

symmetric”, Journal of Modern Applied Statistical Methods, vol. 8, no. 1, page 161-172. 2009.

R.F. Phillips, β€œLeast absolute deviations estimation via the EM algorithm”, Statistics and Computing, vol. 12,

page 281285. 2002.

D.K. Srivastava, J. Pan, I. Sarkar, G.S. Mudholkar, β€œRobust winsorized regression using bootstrap approach”,

Communication in Statistics Simulation and Computation, vol. 30, no. 1, page 45-67, doi:

10/1080/03610910903308423. 2010.

52

BIAStatistics (2016) Vol. 10, No. 1, hal. 52-63

PREMI ASURANSI

DENGAN SISTEM BONUS MALUS OPTIMAL

Lienda Noviyanti1, Achmad Zanbar Soleh2 dan Budhi Handoko3

1Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran

Email : [email protected]

ABSTRAK

Sistem Bonus Malus (SBM) adalah sistem penentuanbesaran premi pada periode berikutnya yang

didasarkan pada sejarah klaim pemegang polis. Pemegang polis yang pernah mengajukan klaim di

periode sebelumnya akan memperoleh kenaikan premi (malus) pada periode berikutnya dan

sebaliknya, jika tidak mengajukan klaim maka akan memperoleh penurunan premi (bonus).Biasanya

BMS diterapkan pada pemegang polis yang loyal terhadap satu perusahaan asuransi selama beberapa

periode. Penelitian ini menggunakan pendekatan bayesian untuk memperoleh fungsi densitas

posterior dari parameter rata-rata banyak klaim dan parameter rata-rata besar klaim dari seorang

pemegang polis. Selanjutnya besar premi optimal untuk periode berikutnya diperoleh dengan

mengasumsikan frekuensi klaim berdistribusi Geometri dan besar klaim berdistribusi Weibull.

Bonus dan malus diberikan sesuai dengan lama periode proteksi asuransi, frekuensi klaim, dan juga

besar klaim.

Keywords: SBM Optimal, Pendekatan Bayesian, Distribusi Frekuensi Klaim, dan

distribusi Besar Klaim.

1. PENDAHULUAN

Asuransi kendaraan bermotor merupakan salah satu cabang dari asuransi non

jiwa.Diberbagai negara, asuransi kendaraan bermotor merupakan peraih pendapatan total

premi yang terbesar (Kaas et al., 2001). Indonesia termasuk ke dalam negara yang

memperoleh total premi asuransi terbesar dari cabang asuransi kendaraan bermotor.Salah

satu faktor pendorong yang menyebabkan industri asuransi kendaraan bermotor

berkembang pesat adalah adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor setiap tahun.

Mulai tahun 2104, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan ketentuan mengenai

tarif premi asuransi kendaraan bermotor. Bila sebelumnya masing-masing perusahaan

asuransi bebas menentukan tarif premi asuransi mobil, maka sejak tahun 2014 seluruh tarif

premi asuransi kendaraan bermotor seluruh perusahaan asuransi di Indonesia mengacu

kepada aturan baru tersebut, yang salah satunya dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan telah

ditetapkannya ketentuan tarif premi OJK tersebut maka tarif premi asuransi mobil seluruh

perusahaan asuransi menjadi sama, sehingga diharapkan tidak ada lagi perang tarif yang

pada akhirnya akan merugikan kesehatan keuangan dari perusahaan asuransi itu sendiri.

Ketetapan ini membuat tarif premi menjadi lebih mahal, tapi dampak positifnya ialah

kompetisi perusahaan asuransi bukan didasarkan pada harga premi tapi lebih di pelayanan

klaim kepada pemegang polis.

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 53

Tabel 1: Tarif Premi Asuransi Kendaran

Bermotor (Wilayah II)

Kategori

(kelas)

Uang

Pertanggungan

(juta rupiah)

RateComprehensive

Batas

Bawah

Batas

Atas

Kendaraan Non-Truck dan Non-Bus

1 0 s/d125 3.44% 3.78%

2 >125 s/d200 2.47% 2.72%

3 >200s/d 400 1.71% 1.88%

4 >400 s/d 800 1.20% 1.32%

5 >800 1.05% 1.16%

Perpanjangan polis diberlakukan sebesar 10%

Sumber: OJK

Adapun yang menjadi fokus penelitian ini berdasarkan tabel tersebut adalah bahwa

untuk tarif premi perpanjangan polis (renewal) diberlakukan sebesar 10%, tanpa

memandang sejarah klaim pemegang polis.Yang haarus lebih dicermati adalah pada

ketetapan tahun 2015, pemberlakuan perpanjangan polis tersebut ditiadakan. Hal ini

menimbulkan ketidakadilan pada pemegang polis yang tidak mengajukan klaim pada

periode sebelumnya.

Sistem bonus malus (SBM) optimal merupakan sistem dalam asuransi yang

memperhatikan pembagian kelas premi yang dipengaruhi oleh banyak klaim dan besar

klaim yang diajukan pemegang polis tiap tahunnya. Pada SBM, disetiap awal periode

pemegang polis membayarkan premi dengan besar premi yang sama, berdasarkan katagori

/ kelas masing-masing. Pada periode selanjutnya, apabila terjadi perpanjangan polis, terjadi

perubahan pembayaran premi sesuai dengan pengalaman selama satu periode sebelumnya.

Umumnya, persentase pemegang polis yang loyal tidak pernah mengajukan klaim cukup

besar, maka sebaiknya dalam penentuan premi diterapkan sistem keadilan. Pada SBM,

pemegang polis yang telah mengajukan satu atau lebih klaim akan dikenakan kenaikan

premi (malus). sedangkan bagi pemegang polis yang tidak mengajukan klaim akan

diberikan penghargaan berupa penurunan premi (bonus) di periode pembayaran

berikutnya.

Sistem SBM diperkenalkan pertama kali di Eropa awal tahun 1960. SBM sudah

diterapkan di beberapa negara seperti Asia Timur, Eropa, Kenya dan Brazil, dimana tiap

negara memiliki perbedaan sesuai dengan karakteristik masing-masing seperti jumlah kelas

premi, aturan perpindahan kelas premi, dan besar persentase premi yang berbeda-beda.

Menurut Lemaire (1985), setiap pemegang polis dari sebuah risk cell akan dibagi

berdasarkan kelas bonus-malus dan riwayat klaim mereka, yang kemudian akan

memodifikasi kelas tersebut ketika terjadi perpanjangan polis. Frangos dan Vrontos (2001)

membuat sistem bonus-malus optimal, yaitu sistem yang sudah dimodifikasi sehingga

bukan hanya frekuensi klaim saja yang digunakan, tetapi besar klaim dimasukkan juga ke

dalam perhitungan serta menggunakan distribusi Eksponensial ( ) yang

merepresentasikan rata-rata besar klaim. Parameter merupakan nilai dari peubah acak

dengan distribusi Levy. Kombinasi dari dua distribusi ini membentuk distribusi baru, yaitu

distribusi Weibull. (Weihong Ni et al., 2013). Mahmoudvand dan Hassani (2009)

melanjutkan penelitian Frangos dan Vrontos (2001) dengan membuat sistem bonus-malus

optimal tergeneralisasi. Mert dan Saykan (2005) menggunakan distribusi Pareto dengan

alasan untukbesar klaim yang menggunakan distribusi lognormal, eksponensial, Weibull,

ataupun gamma, hasilestimasinya terlalu besar atau terlalu kecil dari yang seharusnya.

Umumnya, negara-negara yang tidak memberlakukan SMB, penentuan tarif premi

hanya berdasarkan pada pemberian bonus bila tidak ada klaim selama periode sebelumnya

dan bonus akan dihapus apabila ada klaim yang diajukan (Park, Lemaire dan Choong,

2010).

54 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Di Nigeria, SBM dikelompokkan ke dalam beberapa state untuk kendaraan pribadi,

sedangkan untuk kendaraan komersial dikelompokkan dalam duastate. Besar premi tidak

hanya dilihat dari sisi frekuensi klaim, tetapi di tinjau dari besar nilai klaim, tingkat

kerusakan (severity) kendaraan, dan penyusutan nilai kendaraan (depreciation). Distribusi

yang digunakan adalah Poisson-Eksponential dan Poisson-Gamma. (Ibiwoye, et.al, 2011).

Menurut Grandell (1997) distribusi Poisson secara luas digunakan dalam masalah

asuransi untuk model proses klaim. Waktu klaim tidak bisa diprediksi karena kecelakaan

terjadi dalam waktu yang berbeda-beda. Kejadian ini sifatnya relatif jarang jika

dibandingkan dengan jumlah pemegang polis yang mengikuti asuransi. Ini menjadi

gambaran untuk perusahaan asuransi yang memiliki ribuan nasabah akan memiliki peluang

kecelakaan yang kecil. Peluang ini akan konvergen ke distribusi Poisson(Ξ»). Seringkali

parameter Ξ» adalah nilai dari suatu peubah acak yang memiliki distribusi tertentu.

Kombinasi dari dua distribusi ini membentuk distribusi baru, dikenal dengan distribusi

Poisson campuran. Jika parameter Ξ» nilai dari peubah acak yang memiliki distribusi

Eksponensial, maka kombinasi distribusi ini adalah distribusi Geometri. (Mert & Saykan,

2005).

Sesuai dengan eksplorasi data awal, penelitian ini menggunakan distribusi

geometri untuk frekuensi klaim dan distribusi Weibull untuk besar klaim dalam

menentukanbesar tarif premi dengan SBM Optimal pada asuransi kendaraan bermotor.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teorema Bayes

Pendekatan Bayesian digunakan untuk mencari rata-rata posterior yang dianggap

sebagai penduga premi risiko. Dalam membentuk rata-rata posterior digunakan fungsi

likelihood untuk menganalisis data hasil observasi. Misalkan variabel acak X berdistribusi

tertentu dengan parameter ΞΈ. Dengan probability distribution function (pdf) bersama f(xβ”‚ΞΈ)

yang merupakan fungsi likelihood terhadap x_i, yaitu

𝑓(π‘₯|πœƒ) = ∏ 𝑓(π‘₯𝑖|πœƒ)

𝑛

𝑖=1

(1)

Dalam pendekatan bayes, parameter ΞΈ nilainya berubah-ubah sehingga disebut

sebagai variabel acak. Fungsi distribusi peluang dari ΞΈ dinotasikan f(ΞΈ) yang dinamakan

fungsi distribusi prior. Perkalian dari fungsi likelihood dan fungsi distribusi prior akan

membentuk distribusi posterior f(ΞΈβ”‚x).

Secara aturan peluang, fungsi gabungan antara X dan ΞΈ, dinyatakan oleh

𝑓(π‘₯, πœƒ) = 𝑓(π‘₯|πœƒ)𝑓(πœƒ). (2)

Distribusi posterior yang terbentuk diperoleh dari

𝑓 (πœƒ|π‘₯) =𝑓(π‘₯, πœƒ)

𝑓(π‘₯), (3)

sehingga diperoleh fungsi distribusi posterior sebagai berikut

𝑓(πœƒ|π‘₯) =𝑓(π‘₯|πœƒ)𝑓(πœƒ)

𝑓(π‘₯), (4)

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 55

dengan 𝑓(π‘₯) = ∫ 𝑓(π‘₯|πœƒ) 𝑓(πœƒ)π‘‘πœƒ merupakan fungsi densitas marjinal dari X.

Untuk π‘₯ = (π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯𝑛) perumusan (4) menjadi

𝑓(πœƒ|π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯𝑛) =𝑓(π‘₯1,π‘₯2,…,π‘₯𝑛|πœƒ)𝑓(πœƒ)

∫ 𝑓(π‘₯1,π‘₯2,…,π‘₯𝑛|πœƒ)𝑓(πœƒ)π‘‘πœƒ (5)

Rumus pada persamaan (4) bisa dituliskan sebagai berikut

𝑓(πœƒ|π‘₯) = π‘˜π‘“(π‘₯|πœƒ)𝑓(πœƒ) (6)

Secara umum dari Persamaan (6) dapat disimpulkan bahwa

Posterior likelihood x prior

Metode-metode yang dapat digunakan pada SBM optimal terkait distribusi prior dan

posterior dari beberapa peneliti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. SBM Berdasarkan

Distribusi Frekuensi dan Besar Klaim

2.2 Distribusi Frekuensi Klaim

Distribusi Poisson biasa digunakan untuk mendeskripsikan kejadian yang memiliki

sifat acak dan independen, seperti frekuensi kecelakaan pada kendaraan bermotor.

Frekuensi kecelakaan yang dialami seorang pemegang polis i pada periode t, dinotasikan

dengan 𝐾𝑖𝑑, diasumsikan berdistribusi Poisson (πœ†). Pdf dari poisson (πœ†) adalah

𝑃(𝐾𝑖𝑑 = π‘˜) =

π‘’βˆ’πœ†πœ†π‘˜

π‘˜!, π‘˜ = 0,1,2, …

πœ† > 0 (8)

dengan k adalah nilai dari variabel random K_i^t dan Ξ» adalah parameter dari distribusi

Poisson. Nilai parameterΞ» dapat ditaksir dengan rata-rata frekuensi klaim menggunakan

metode maximum likelihood.

Pada distribusi Poisson di atas diasumsikan semua pemegang polis mempunyai

rata-rata frekuensi klaim yang sama. Jika variasi antar pemegang polis berbeda, maka

diasumsikan parameter Ξ» adalah nilai dari variabel random Ξ› yang mengikuti distribusi

Poisson campuran.

56 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Apabila diasumsikan parameter Ξ» adalah nilai dari variabel random Ξ› yang

berdistribusi Eksponensial (ΞΈ), maka distribusi K^t adalah distribusi Geometri dengan

parameter (ΞΈ/(1+ΞΈ)) (Mert & Saykan, 2005).

Pdf dari Ξ› adalah

𝑒(πœ†) = πœƒπ‘’βˆ’πœ†πœƒ πœ† > 0, πœƒ > 0, (9)

dengan mean 𝐸(Ξ›) =1

πœƒ dan variansi π‘‰π‘Žπ‘Ÿ(Ξ›) =

1

πœƒ2.

Berdasarkan Law of Total Probability, fungsi distribusi tidak bersyarat dari 𝐾𝑑

menjadi

𝑃(𝐾𝑑 = π‘˜) = ∫ 𝑃(𝐾𝑖𝑑 = π‘˜|πœ†)𝑒(πœ†)π‘‘πœ†

∞

0= (

πœƒ

1+πœƒ) (

1

1+πœƒ)

π‘˜

(10)

Jadi, probabilitas banyak kecelakaan di suatu populasi pada periode tertentu, 𝐾𝑑,

mengikuti distribusi Geometri(πœƒ

1+πœƒ) dengan mean 𝐸(𝐾𝑑) =

1

πœƒ dan variansi π‘‰π‘Žπ‘Ÿ(𝐾𝑑) =

(1+πœƒ)

πœƒ2 . Parameter πœƒ dari distribusi Geometri(πœƒ

1+πœƒ) dapat ditaksir dengan menggunakan

metode maximum likelihood.

2.3 Distribusi Besar Klaim

Misalkan besar klaim yang dialami seorang pemegang polis i pada periode t,

dinotasikan dengan 𝑋𝑖𝑑 , diasumsikan berdistribusi Eksponensial (πœƒ). Pdf dan Cumulative

distribution function (cdf) dari Eksponensial (πœƒ) masing-masing adalah

𝑓(𝑋𝑖𝑑 = π‘₯|πœƒ) = πœƒπ‘’βˆ’πœƒπ‘₯ ,π‘₯ β‰₯ 0, πœƒ > 0, (11)

dan

𝐹(𝑋𝑖𝑑 ≀ π‘₯|πœƒ) = 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœƒπ‘₯ , (12)

dengan π‘₯ adalah nilai dari variabel random 𝑋𝑖𝑑 dan πœƒ adalah parameter dari distribusi

Eksponensial.

Pada distribusi Eksponensial di atas diasumsikan semua pemegang polis

mempunyai rata-rata besar klaim yang sama. Jika variasi antar pemegang polis berbeda,

maka diasumsikan parameter πœƒ adalah nilai dari variabel random πœƒβˆ— yang mengikuti

distribusi Levy, dimana pdf dari πœƒβˆ— adalah

𝑓(πœƒ) =𝑐

2βˆšπœ‹πœƒ3𝑒π‘₯𝑝 (βˆ’

𝑐2

4πœƒ) 𝑐 β‰₯ 0, πœƒ > 0. (13)

Berdasarkan Law of Total Probability didapat fungsi distribusi tidak bersyarat dari

𝑋𝑑 menjadi

𝐹(𝑋𝑑) = ∫ 𝐹(𝑋𝑖𝑑 ≀ π‘₯|πœƒ)𝑓(πœƒ)π‘‘πœƒ

∞

0. (14)

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 57

Apabila persamaan (12) dan (14) disubstitusikan ke persamaan (14) akan diperoleh

CDF tidak bersyarat dari x, sebagai berikut

𝐹(𝑋𝑑) = 1 βˆ’ exp (βˆ’π‘βˆšπ‘₯) π‘₯ β‰₯ 0, 𝑐 > 0. (15)

Parameter 𝑐 dari distribusi Weibull (𝑐, 0,5) dapat ditaksir dengan menggunakan

metode maximum likelihood (Ni et al., 2013).

2.4 Estimasi Frekuensi Klaim periode t+1

Desain SBM melibatkan pdf posterior dari Ξ› untuk pemegang polis i pada periode

t, dinotasikan dengan 𝐾𝑖𝑑. Jika 𝐾𝑖

𝑑 saling independenden, maka 𝐾 = βˆ‘ 𝐾𝑖𝑗𝑑

𝑗=1 adalah total

frekuensi kecelakaaan yang dialami seorang pemegang polis selama periode t. Pdf posterior

dari Ξ› didapat dengan menerapkan teorema Bayes.Dengan mensubstitusikan persamaan

(10) dan (11) ke persamaan(6), diperoleh fungsi densitas bersyarat

𝑓(πœ†|π‘˜π‘–1, π‘˜π‘–

2, … , π‘˜π‘–π‘‘) =

𝑓(π‘˜π‘–1,π‘˜π‘–

2,…,π‘˜π‘–π‘‘|πœ†)𝑒(πœ†)

∫ 𝑓(π‘˜π‘–1,π‘˜π‘–

2,…,π‘˜π‘–π‘‘|πœ†)𝑒(πœ†)π‘‘πœ†

=

(π‘’βˆ’πœ†π‘‘πœ†πΎ

π‘˜π‘–1! π‘˜π‘–

2! … π‘˜π‘–π‘‘!

) (πœƒπ‘’βˆ’πœ†πœƒ)

(πœƒΞ“(𝐾 + 1)

π‘˜π‘–1! π‘˜π‘–

2! … π‘˜π‘–π‘‘! (𝑑 + πœƒ)𝐾+1)

𝑓(πœ†|π‘˜π‘–1, π‘˜π‘–

2, … , π‘˜π‘–π‘‘) =

(𝑑+πœƒ)𝐾+1πœ†πΎπ‘’βˆ’πœ†(𝑑+πœƒ)

Ξ“(𝐾+1). (16)

Pdf Posterior dari Ξ› adalah Gamma dengan parameterK+1 dan 𝑑 + πœƒ.

Penentuan premi untuk seorang pemegang polis didapatkan dari ekspektasi

frekuensi kecelakaan yang dialami pada periode sebelumnya. SBM akan menghasilkan

estimator terbaik dengan diketahui sejarah kecelakaan selama t periode sebelumnya.

Misalkan estimasi frekuensi klaim pada t+1 periode adalah �̂�𝑖𝑑+1(π‘˜π‘–

1, π‘˜π‘–2, … , π‘˜π‘–

𝑑). Nilai

estimasi dari ekspektasi frekuensi kecelakaan (οΏ½Μ‚οΏ½), tentu akan berbeda dengan frekuensi

kecelakaan yang sebenarnya (πœ†). Perbedaan ini dapat direpresentasikan dengan fungsi

kerugian kuadrat (οΏ½Μ‚οΏ½, Ξ›) = π‘˜(οΏ½Μ‚οΏ½ βˆ’ Ξ›)2, π‘˜ > 0. Pada estimasi titik Bayesian, penaksir titik

untuk Ξ› adalah οΏ½Μ‚οΏ½ yang meminimumkan nilai ekspektasi dari fungsi kerugian tersebut, yaitu

mean dari distribusi posterior πœ† sbb.

�̂�𝑖𝑑+1(π‘˜π‘–

1, π‘˜π‘–2, … , π‘˜π‘–

𝑑) = 𝐸(Ξ›|π‘˜π‘–1, π‘˜π‘–

2, … , π‘˜π‘–π‘‘) =

𝐾+1

𝑑+πœƒ. (17)

58 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

2.5 Estimasi Besar Klaim periode t+1

Frekuensi klaim untuk pemegang polis i pada periode t, dinotasikan dengan 𝐾𝑖𝑑.

Jika 𝐾𝑖𝑑 saling independenden, maka 𝐾 = βˆ‘ 𝐾𝑖

𝑗𝑑𝑗=1 adalah total frekuensi kecelakaaan yang

dialami seorang pemegang polispada periode t. Misalkan perusahaan asuransi menerima

serangkaian pembayaran biaya klaim (π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯𝐾) dari pemegang polis dengan total

sebesar K klaim dan 𝑋 = βˆ‘ π‘₯𝑖𝐾𝑖=1 β‰₯ 0 merupakan total dari jumlah semua besar klaim. Pdf

posterior dari rata-rata besar klaim ΞΈβˆ— didapatkan dengan menerapkan teorema Bayes.

Dengan mensubstitusikan persamaan (13) dan (15) ke persamaan (5), didapatkan fungsi

densitas bersyarat

𝑓(πœƒ|π‘₯1, π‘₯2 , … , π‘₯𝐾) =𝑓(π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯𝐾|πœƒ)𝑒(πœƒ)

∫ 𝑓(π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯𝐾|πœƒ)𝑒(πœƒ)π‘‘πœƒ

𝑓(πœƒ|π‘₯𝑖1, π‘₯𝑖

2, … , π‘₯𝑖𝑑) =

(𝛼′

𝛽′)

𝑣2

πœƒπ‘£βˆ’1𝑒π‘₯𝑝(βˆ’1

2(π›Όβ€²πœƒ+

𝛽′

πœƒ))

2𝐡𝑣(βˆšπ›Όβ€²π›½β€²), (18)

Dengan 𝛼′ = 2𝑋, 𝛽′ =𝑐2

2, 𝑣 = 𝐾 βˆ’

1

2.

Penentuan premi untuk seorang pemegang polis diperoleh dari besar klaim yang

dialami pada periode sebelumnya. SBM akan menghasilkan estimator terbaik dengan

diketahui sejarah kecelakaan selama t periode sebelumnya. Menurut metode Bayes,

estimator harus menggunakan seluruh informasi yang tersedia. Estimator yang digunakan

adalah distribusi posterior karena menggabungkan informasi sampel dan informasi

sebelum pengambilan sampel. Jika fungi kerugian 𝐿(π‘Ž, πœƒ) dapat ditentukan, maka estimasi

titik dapat diperoleh menurut kerangka teori keputusan. Pada estimasi titik Bayesian, jika

fungsi kerugian adalah

𝐿(π‘Ž, πœƒ) = π‘˜(π‘Ž βˆ’ πœƒ)2π‘˜ > 0,

maka penaksir titik untuk πœƒ adalah mean dari distribusi πœƒ

Misalkan estimasi besar klaim pada t+1 periode adalah πœƒπ‘‘+1(π‘₯1, π‘₯2 , … , π‘₯𝐾). Nilai

estimasi dari ekspektasi besar klaim (πœƒ), akan berbeda dengan besar klaim yang

sebenarnya (πœƒ). Perbedaan ini dapat direpresentasikan dengan fungsi kerugian kuadrat

𝐿(πœƒ,Μ‚ ΞΈβˆ—) = π‘˜(πœƒ βˆ’ ΞΈβˆ—)2, π‘˜ > 0. Pada estimasi titik Bayesian, dengan menggunakan fungsi

Bessel, penaksir titik untuk ΞΈβˆ— adalah πœƒ yang meminimumkan nilai ekspektasi dari fungsi

kerugian tersebut, yaitu rata-rata dari disribusi posterior πœƒ, sbb.

πœƒπ‘‘+1(π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯𝐾) = 𝐸(πœƒ|π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯𝐾) =2βˆšπ‘‹

𝑐

π΅πΎβˆ’

32

(π‘βˆšπ‘‹)

π΅πΎβˆ’

12

(π‘βˆšπ‘‹). (19)

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 59

2.6 Premi SBM Optimal

Suatu SBM dikatakan optimal, yaitu adil bagi para pemegang polis karena pada

setiap awal periode pembayaran premi sebanding dengan estimasi frekuensi kecelakaan

ataupun besar klaim yang akan dialami, yang melibatkan semua informasi dari masa

lalu.Untuk total klaim sebesar X, prinsip premi bersih menyatakan bahwa perusahaan

asuransi yang menganut prinsip risk neutral bersedia menerima premi sebesar 𝐸(𝑋), yakni

π‘ƒπ‘Ÿπ‘’π‘šπ‘– = 𝐸(𝑋). (20)

Seorang pemegang polis i mempunyai total klaim sebesar 𝑋𝑖 yang dihasilkan pada

titik waktu acak, yaitu

𝑋𝑖 = 𝑋𝑖1 + 𝑋𝑖

2 + β‹― + 𝑋𝑖𝐾𝑖, (21)

dengan 𝑋𝑖𝑗 menyatakan besar klaim ke j dari pemegang polis i dan 𝐾𝑖 menyatakan banyak

klaim yang diajukan oleh pemegang polis i kepada perusahaan asuransi. Banyak klaim π‘˜π‘–

adalah variabel random. Diasumsikan bahwa 𝑋𝑖𝑗 saling independen dan berdistribusi

identik serta 𝑋𝑖𝑗 dan 𝐾𝑖 saling independen, sehingga nilai ekspektasi dari total klaim yang

dialami oleh pemegang polis i(Kass, 2001) sebagai berikut.

𝐸(𝑋𝑖) = 𝐸(𝑋𝑖𝑗)𝐸(𝐾𝑖). (22)

Berdasarkan persamaan (20) dan (22), diperoleh bentuk hubungan berikut

π‘ƒπ‘Ÿπ‘’π‘šπ‘– = 𝐸(𝑋𝑖) = 𝐸(𝑋𝑖𝑗)𝐸(𝐾𝑖). (23)

Selanjutnya, besar premi yang dikenakan terhadap pemegang polis i pada t+1 sebanding

dengan ekspektasi frekuensi dan besar klaim jika diketahui informasi yang telah dialami

selama t tahun. Dengan mensubstitusikan persamaan (17) dan (19) ke persamaan (23)

didapatkan nilai premi sebagai berikut.

�̂�𝑖𝑑+1(π‘˜π‘–

1, π‘˜π‘–2, … , π‘˜π‘–

𝑑) = �̂�𝑖𝑑+1(π‘˜π‘–

1, π‘˜π‘–2, … , π‘˜π‘–

𝑑)πœƒπ‘‘+1(π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯𝐾). (24)

Jika frekuensi klaim berdistribusi Geometri dan besar klaim berdistribusi Weibull, maka

nilai premi adalah

�̂�𝑖𝑑+1(π‘˜π‘–

1, π‘˜π‘–2, … , π‘˜π‘–

𝑑) =𝐾+1

𝑑+πœƒ

2βˆšπ‘‹

𝑐

π΅πΎβˆ’

32

(π‘βˆšπ‘‹)

π΅πΎβˆ’

12

(π‘βˆšπ‘‹), (25)

yang merepresentasikan premi yang dibayarkan pemegang polis pada periode t+1.

Persamaan (25) belum melibatkan premi di awal pemegang polis mengikuti asuransi,

sehingga dengan menggunakan modifikasi diperoleh

�̂�𝑖𝑑+1(π‘˜π‘–

1, π‘˜π‘–2, … , π‘˜π‘–

𝑑) = {(𝐾+1

𝑑+πœƒ) (

2βˆšπ‘‹

𝑐

π΅πΎβˆ’

32

(π‘βˆšπ‘‹)

π΅πΎβˆ’

12

(π‘βˆšπ‘‹))} {

𝑃1

𝑃1}, (26)

dengan

60 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

𝑃1 = (1

πœƒ)

2

𝑐2. (27)

Secara umum, persamaan (27) dapat dituliskan kembali menjadi

�̂�𝑖𝑑+1(π‘˜π‘–

1, π‘˜π‘–2, … , π‘˜π‘–

𝑑) = 𝑃1 {(𝐾+1

𝑑+πœƒ) (

2βˆšπ‘‹

𝑐

π΅πΎβˆ’

32

(π‘βˆšπ‘‹)

π΅πΎβˆ’

12

(π‘βˆšπ‘‹))} {πœƒ (

𝑐2

2)}, (28)

dengan :

𝑃1 :: premi awal

𝑑 :: banyak tahun pemegang polis berada

dalam pengamatan

𝐾 :: total banyak kecelakaan selama t tahun

𝑋 :: total besar klaim selama t tahun

πœƒ :: parameter yang berasal dari gabungan

distribusi Poisson-Exsponensial

𝑐 :: parameter yang berasal dari gabungan

distribusi Eksponensial-Levy.

Persamaan (28) dapat dirinci kembali sbb.

Pada saat tidak pernah mengajukan klaim

�̂�𝑖𝑑+1 = 𝑃1 {(

𝐾+1

𝑑+πœƒ)} {πœƒ} (29)

Pada saat mengajukan 1 klaim

�̂�𝑖𝑑+1 = 𝑃1 {(

𝐾+1

𝑑+πœƒ) (

2βˆšπ‘‹

𝑐)} {πœƒ (

𝑐2

2)} (30)

Pada saat mengajukan 2 klaim

�̂�𝑖𝑑+1 = 𝑃1 {(

𝐾+1

𝑑+πœƒ) (

2𝑋

(1+π‘βˆšπ‘‹))} {πœƒ (

𝑐2

2)} (31)

Pada saat mengajukan 3 klaim

�̂�𝑖𝑑+1 = 𝑃1 {(

𝐾+1

𝑑+πœƒ) (

2𝑋(π‘βˆšπ‘‹+1)

𝑐2𝑋+3𝑐𝑋+3)} {πœƒ (

𝑐2

2)} (32)

Pada saat mengajukan 4 klaim

�̂�𝑖𝑑+1 = 𝑃1 {(

𝐾+1

𝑑+πœƒ) (

2𝑋(3+3π‘βˆšπ‘‹+𝑐2𝑋)

(15+15π‘βˆšπ‘‹+6𝑐2𝑋+𝑐3𝑋3/2))} {πœƒ (

𝑐2

2)} (33)

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 61

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang digunakan adalah sampel dari 681 pemegang polis asuransi kendaraan

bermotor untuk pertanggungan Comprehensive pada suatu perusahaan asuransi umum,

yang mengajukan dan tidak mengajukan klaim periode 2012 sampai 2015. Berikut

disajikan data frekuensi klaim untuk jenis perlindungan risiko Comprehensive:

Tabel 2 Data Frekuensi Klaim Asuransi

Kendaraan Bermotor periode 2012 –2015

Kate-gori

Uang Pertanggungan

(juta rupiah)

Frekuensi Klaim

(2012 - 2015)

0 1 2 3 4

1 0 s/d 125 168 79 41 9 3

2 > 125 s/d 200 123 75 37 8 1

3 > 200 s/d 400 57 24 13 6 0

4 > 400 s/d 800 21 9 6 1 0

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa untuk semua katagori, banyak pemegang

polis yang tidak mengajukan klaim, sehingga untuk pemegang polis yang melalukan

perpanjangan klaim, sebaiknya diperlalukan secara adil dengan menggunakan konsep

SBM.

3.1 Estimasi Frekuensi dan Besar Klaim pada periode t+1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat,

untuk semua katagori, frekuensi klaim berdistribusi Geometri. Sedangkan untuk besar

klaim, dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, untuk semua katagori berdistribusi

Weibull. Penaksiran parameter frekuansi dan besar dilakukan dengan menggunakan

metode maximum likelihood, dengan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3.Estimasi Nilai Parameter

3.2 Penentuan Premi SBM Optimal

Sebagai contoh, pada Tabel 4 disajikan sejarah klaim dari enam orang pemegang

polis yang memiliki premi awal yang sama (Rp. 2.470.000) dengan masing-masing besar

klaim yang berbeda. Dengan uang pertanggungan Rp100.000.000, untuk kategori 2 dan

nilai parameter πœƒ = 1,942, serta = 0,000512, diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4, premi yang dibayarkan pada awal periode (𝐏𝟏) oleh semua

pemegang polis sebesar Rp 2.470.000. Nilai premi awal ini diperoleh dari batas bawah OJK

sebesar 2,47% (Tabel 1) dari uang pertanggungan. Semua pemegang polis mendapatkan

premi awal yang sama. Setelah satu tahun mengikuti asuransi, ke-6 pemegang polis

mempunyai sejarah klaim yang berbeda-beda.

62 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Tabel 4 Premi Awal dan Premi SBM untuk

Enam Orang Pemegang Polis

Pemegang polis A selama satu tahun mengikuti asuransi tidak pernah

mengajukan klaim sehingga berdasarkan BMS, A berhak mendapat bonus dengan premi

sebesar Rp. 1.630.435, yakni berdasarkan persamaan 29. Pemegang polis B dan C

mengajukan satu klaim, dimana besar klaim masing-masing sebesar Rp 2.250.000 dan Rp

2.600.000, sehingga berdasarkan BMS, B dan C mendapatmalus dengan premi masing-

masing sebesar Rp.2.504.349 dan Rp. 2.692.094, yakni berdasarkan persamaan 30.

Demikian selanjutnya penjelasan untuk pemegang polis D, E dan F.

4. KESIMPULAN

Menentukan nilai premi dengan menggunakan SBM Optimal memberikan

keadilan bagi pemegang polis yang melakukan perpanjangan polis padatahun berikutnya,

karena SBM Optimal mempertimbangkan sejarah frekuensi dan besar klaim pemegang

polis. Apabila dalam satu periode terdapat dua orang pemegang polis memiliki frekuensi

klaim yang sama, maka penentuan nilai premi akhir pada saat kedua pemegang polis

tersebut melakukan perpanjangan polis akan berbeda karena besar klaim dari masing-

masing pemegang polis yang berbeda. Kajian lanjut penentuan premi SBM dapat dilakukan

dengan mengasumsikan perilaku dependen antara frekuensi dan besar klaim menggunakan

Copula.

5. DAFTAR PUSTAKA

Arnold, S. F. (1990). Mathematical Statistics. New Jersey: Prentice Hall.

Frangos, N.E. & Vrontos, S.D. (2001). Design of optimal bonus-malus system with a frequency and

a severity component onan individual basis in automobile insurance. ASTIN Bulletin 31,

1-22.

Grandell, J., (1997). Mixed Poisson Prosesses. Chapman and Hall/CRC Statistics and Mathematics.

New York

Herzog, T.N. (1996). Introduction to Credibility Theory. Second Edition. ACTEX, Winsted.

Hogg, R. V. dan Craig, A. T., (2005). Introducion to Mathematical Statistics. Ed Ke-6.

Ibiwoyed, A., I.A. Adeleke & S.A. Aduloju. (2011). International Business Research. Vol. 4, No. 4.

Kaas,R., Goovaerts, M., Dhaene, J. & Denuit, M. (2001). Modern actuarial risk theory. Kluwer

Academic Publishers, Boston.

Lemaire, J. (1985). Automobile Insurance Actuarial Models. Netherlands: Kluwer-Nijhoff.

Mahmoudvand, R. & Hassani, H. (2009). Generalized Bonus-Malus System with a Frequency and

a Severity Component on an Individual Basis in Automobile Insurance. Astin Bulletin.

39(1).

Mert, M., & Saykan, Y. (2005). On a Bonus-Malus System Where The Claim Frequency

Distribution is Geometric and The Claim Severity Distribution is Pareto. Hacettepe Journal

of Mathematics and Statistics.

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 63

Ni, W., Constantinescu, C., & A. Pantelous, A., (2014). Bonus-Malus Systems with Weibull

Distribted Claim Severities.Analls of Actuarial Science. Vol. 8. Part 2.

Park, S. C., J. Lemaire, &Chong. (2010) Is the Design of Bonus-Malus Systems Influenced by

Insurance Maturity or National Culture - Evidence from Asia? The Geneva Paper. Vol. 15.

Tremblay, L. (1992). Using the Poisson Inverse Gaussian in Bonus-Malus System, Astin Bulletin.

22(1).

64

BIAStatistics (2016) Vol. 10, No. 1, hal. 64-75

MANAJEMEN RESIKO KREDIT TERHADAP PERUSAHAAN

PROPERTI DI INDONESIA

BERDASARKAN RASIO KEUANGANNYA

Samsul Anwar1), Zulfan 2), Radhiah 3) 1Jurusan Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala

2Jurusan Informatika, Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala 3Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala

Email: [email protected]

ABSTRAK

Sistem manajemen resiko merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh para kreditor. Hal

ini diperlukan untuk meminimalisir terjadinya kredit macet pada suatu perusahaan yang telah

diberikan kredit. Peluang terjadinya kredit macet akan lebih besar terjadi pada perusahaan dengan

kondisi kesehatan keuangan yang buruk dibandingkan dengan perusahaan dengan kondisi kesehatan

keuangan yang baik. Kondisi kesehatan suatu perusahaan dapat dilihat dari analisis laporan

keuangannya. Salah satu analisis yang dapat dipakai adalah analisis rasio keuangan. Rasio keuangan

ini terdiri dari rasio likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan aktivitas perusahaan. Populasi

perusahaan kemudian dikelompokkan berdasarkan rasio keuangan tersebut. Salah satu metode yang

dapat digunakan adalah metode K-Means Cluster. Metode ini akan mengelompokkan elemen yang

memiliki karakteristik yang sama dalam satu kelompok. Terdapat 32 perusahaan properti dalam

penelitian ini, 11 perusahaan di antaranya dikelompokkan ke dalam cluster 1, 17 perusahaan

dikelompokkan ke dalam cluster 2, dan sisanya 4 perusahaan dikelompokkan ke dalam cluster 3.

Dari sudut pandang kreditor, cluster yang paling aman untuk diberikan kredit adalah perusahaan

properti yang termasuk ke dalam cluster 1, karena perusahaan pada cluster 1 tersebut memiliki rasio

keuangan yang paling baik, terutama untuk rasio likuiditas dan solvabilitas.

Keywords: manajemen resiko, rasio keuangan, likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, aktivitas,

metode K-Means Cluster.

1. PENDAHULUAN

Prospek bisnis properti di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan bisnis properti ini antara lain:

kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan atau BI rate, kondisi

ekonomi yang terus membaik, demand masyarakat yang besar, dan adanya dukungan oleh

kenaikan properti dari kredit perbankan. Beberapa bank besar diperkirakan tetap konsisten

menyalurkan kreditnya ke sektor properti. Sejak tahun 2005, sektor perbankan lewat kredit

konstruksi dan kredit real estat telah mendanai proyek-proyek yang dibangun oleh para

pengembang yang dinilai prospektif. Namun demikian, pihak perbankan juga harus

berhati-hati dalam mendanai sektor properti ini. Mereka diharuskan memiliki sistem

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 65

manajemen resiko yang baik. Sehingga dapat meminimalisir kerugian akibat terjadinya

kredit bermasalah (non performing loan/NPL), ketidakmampuan membayar bunga, dan

masalah-masalah lain yang tidak diharapkan. Salah satu solusi dari resiko permasalahan

tersebut adalah dengan penyaluran kredit yang tepat sasaran. Ini artinya pihak perbankan

harus mengenal betul perusahaan properti calon klien mereka. Salah satu indikator yang

dapat dijadikan sebagai pegangan adalah keadaan keuangan perusahaan tersebut, dalam hal

ini adalah laporan keuangannya. Dengan melihat laporan keuangan, pihak perbankan dapat

menganalisis seberapa baik sebuah perusahaan properti beroperasi. Sehingga pihak

perbankan dapat memutuskan layak tidaknya dalam memberikan dukungan dana kepada

perusahaan properti tersebut.

Berdasarkan data dari Indonesian Capital Market Tahun 2011, diketahui bahwa

terdapat 51 perusahaan properti di Indonesia yang telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta

(BEJ). Para pengembang besar yang terus melakukan ekspansi di bisnis properti ini antara

lain: Grup Lippo, Grup Summarecon Agung, Grup Duta Pertiwi, Grup Jakarta Setiabudi

Internasional, Grup Ciputra, Grup Bakrie, Grup Jababeka, Grup Modern, Grup Suryamas

Duta Makmur, dan Grup Pakuwon. Dengan banyaknya perusahaan properti saat ini,

dibutuhkan suatu sistem pengelompokan. Hal ini dilakukan karena tidak semua perusahaan

memiliki tingkat kemampuan keuangan yang sama. Sehingga perlu mengelompokkan

perusahaan-perusahaan itu ke dalam cluster-cluster tersendiri berdasarkan kemampuan

keuangannya. Dengan mengamati kinerja satu sampel perusahaan, dapat dilakukan prediksi

terhadap kemampuan perusahaan lain yang terdapat dalam satu kelompok dengan

perusahaan sampel. Hal ini dimungkinkan karena perusahaan yang berada dalam satu

cluster memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang sama. Keuntungan metode pengclusteran

ini adalah kreditor tidak perlu melakukan penelitian untuk setiap perusahaan apabila ingin

memberikan pinjaman kredit.

2. KAJIAN LITERATUR

2.1 Analisis Cluster

Analisis cluster adalah salah satu teknik statistika multivariat untuk

mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik tertentu. Sehingga

objek-objek yang berada dalam satu cluster akan mempunyai kemiripan satu dengan yang

lainya, sedangkan yang berada pada cluster berbeda akan mempunyai perbedaan satu

dengan yang lainya. Konsep dasar analisis cluster adalah konsep pengukuran jarak atau

kemiripan. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur jarak, tetapi

metode jarak yang paling sering digunakan adalah metode jarak Euclidean, yang mengukur

66 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

jarak sesungguhnya di antara dua pengamatan. Jarak Euclidean antara dua pengamatan xi

dan xj diukur dengan menggunakan rumus:

𝑑(π‘₯𝑖 , π‘₯𝑗) = √(π‘₯𝑖 βˆ’ π‘₯𝑗)β€²(π‘₯𝑖 βˆ’ π‘₯𝑗) = βˆšβˆ‘ (π‘₯𝑖 βˆ’ π‘₯𝑗)

2𝑝𝑖,𝑗=1 (1)

Dalam analisis cluster, terdapat dua metode yang dapat digunakan. Metode yang

pertama adalah metode berhierarki dan yang kedua adalah metode tak berhierarki. Metode

K-Means cluster adalah salah satu metode tak berhierarki, dimana proses pembentukan

cluster diawali dengan dengan penentuan jumlah cluster terlebih dahulu, dan kemudian

memproses seluruh objek secara bersamaan sekaligus. Metode K-Means Cluster disebut

juga teknik partisi (partitioning techniques) [2].

Untuk sekumpulan data observasi (x1, x2, ... , xn), dimana setiap data adalah d-dimensional

riil vector, K-means cluster bertujuan untuk membagi n observasi tersebut ke dalam k (≀n)

cluster. Metode K- means menggunakan K pusat cluster untuk mengategorikan data

observasi. Hal ini dicapai dengan meminimalisir jumlah error kuadrat, 𝐽𝐾 =

βˆ‘ βˆ‘ (π‘₯𝑖 βˆ’ π‘šπ‘˜)2π‘–πœ–πΆπ‘˜

πΎπ‘˜=1 . Dimana (x1, x2, ... , xn) = X adalah data matriks dan π‘šπ‘˜ = βˆ‘

π‘₯𝑖

π‘›π‘˜π‘–πœ–πΆπ‘˜

adalah pusat cluster πΆπ‘˜ , dan π‘›π‘˜ adalah jumlah observasi dalam cluster πΆπ‘˜ [3]. Solusi

standar untuk K-means cluster didapat melalui proses iterasi sampai semua data observasi

terbagi ke dalam K buah cluster.

2.2 Rasio Keuangan

Analisis terhadap keuangan perusahaan merupakan hal yang umumnya dilakukan

oleh para kreditor (pemberi pinjaman) seperti bank. Kreditor memerlukan analisis

keuangan untuk memperoleh informasi mengenai posisi keuangan, hasil-hasil yang

dicapai, serta prospek perusahaan peminjam di masa datang. Hal ini perlu dilakukan karena

sebelum kreditor memberikan keputusan memberi atau menolak atas suatu permohonan

kredit, mereka harus memperkirakan risiko potensial yang dihadapi oleh para peminjam

dikaitkan dengan adanya jaminan kelangsungan pembayaran bunga yang ditentukan

maupun melunasi pokok pinjamannya. Analisis keuangan yang sering dipakai adalah

analisis rasio keuangan. Jenis-jenis rasio keuangan yang digunakan untuk menganalisis

kinerja perusahaan adalah rasio neraca (likuiditas dan solvabilitas), rasio laba-rugi

(profitabilitas) dan rasio neraca aktivitas [4].

2.2.1 Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan

perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek. Jika perusahaan tidak mampu

mempertahankan kemampuan membayar utang jangka pendek maka pada umumnya

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 67

perusahaan tersebut tidak akan mampu membayar utang jangka panjang. Rasio likuiditas

antara lain:

a. Current Ratio (CR)

Current ratio adalah kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi

kewajiban jangka pendek (current liabilities) dengan aktiva lancar (current assets) yang

dimiliki. Semakin tinggi rasio lancar seharusnya semakin besar pula kemampuan

perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek. Nilai current ratio dihitung melalui

persamaan:

𝐢𝑅 =πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠

πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ πΏπ‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 

b. Quick Test Ratio (QTR)

Quick test ratio adalah kemampuan aktiva lancar minus persediaan untuk

membayar kewajiban lancar. Rasio ini memberikan indikator yang lebih baik dalam

melihat likuiditas perusahaan dibandingkan dengan rasio lancar, karena penghilangan

unsur persediaan dan pembayaran di muka serta aktiva yang kurang lancar dari perhitungan

rasio. Nilai quick test ratio dihitung melalui persamaan:

𝑄𝑇𝑅 =πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠 βˆ’ πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘–π‘’π‘ 

πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ πΏπ‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 

2.2.2 Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam

membayar kewajiban jangka panjang, jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Rasio ini juga

disebut dengan rasio pengungkit (leverage) yaitu menilai batasan perusahaan dalam

meminjam uang. Rasio solvabilitas antara lain :

a. Debt to Asset Ratio (DAR).

Debt to asset ratio adalah rasio total kewajiban (total liabilities) terhadap total aset

(total assets). Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan

menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Nilai debt asset

ratio dihitung melalui persamaan:

𝐷𝐴𝑅 =π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ πΏπ‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠

68 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

b. Debt to Equity Ratio (DER).

Rasio ini menunjukkan persentase persediaan dana oleh pemegang saham terhadap

pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang

disediakan oleh pemegang saham. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban

jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam

membayar kewajiban jangka panjang.

Dimana nilai debt to equity ratio dihitung melalui persamaan:

𝐷𝐸𝑅 =π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ πΏπ‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ πΈπ‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦

2.2.3 Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur efektifitas manajemen secara

keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya keuntungan yang diperoleh, dalam

hubungannya dengan penjualan dan investasi. Rasio yang digunakan dalam analisis

profitabilitas antara lain:

a. Net Profit Margin (NPM)

Rasio ini menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan

pada setiap penjualan (sales) yang dilakukan. Laba bersih (net income) adalah laba yang

diterima perusahaan setelah dikurangi pajak. Nilai net profit margin dihitung melalui

persamaan:

𝑁𝑃𝑀 =𝑁𝑒𝑑 πΌπ‘›π‘π‘œπ‘šπ‘’

π‘†π‘Žπ‘™π‘’π‘ 

b. Return of Asset (ROA)

Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan

keuntungan dari setiap satu rupiah aset yang digunakan. Keuntungan yang dimaksud di sini

adalah keuntungan bersih (net income). Nilai return of asset dihitung melalui persamaan:

𝑅𝑂𝐴 =𝑁𝑒𝑑 πΌπ‘›π‘π‘œπ‘šπ‘’

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠

c. Return of Equity (ROE)

Rasio ini biasanya digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan karena rasio

tersebut mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari hutang

jangka panjang dan modal pemegang saham. Rasio ini menunjukkan kesuksesan

manajemen dalam memaksimalkan tingkat kembalian pada pemegang saham. Nilai return

of equity dihitung melalui persamaan:

𝑅𝑂𝐸 =𝑁𝑒𝑑 πΌπ‘›π‘π‘œπ‘šπ‘’

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ πΈπ‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 69

d. Earning Per Share (EPS)

Alat analisis yang dipakai untuk melihat keuntungan dengan dasar saham adalah

earning per share yang dicari dengan laba bersih (net income) dibagi saham yang beredar.

Rasio ini menggambarkan besarnya pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham.

Nilai earning per share dihitung melalui persamaan:

𝐸𝑃𝑆 =𝑁𝑒𝑑 πΌπ‘›π‘π‘œπ‘šπ‘’

π‘π‘’π‘šπ‘π‘’π‘Ÿ π‘œπ‘“ π‘†β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’

2.2.4 Rasio Aktivitas

Rasio ini berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan perusahaan berkenaan dengan

kemampuan perusahaan untuk menggunakan investasi maupun aset yang dimilikinya untuk

menghasilkan keuntungan. Beberapa rasio aktivitas antara lain :

a. Inventory Turn Over (ITO)

Rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola

persediaan, dalam arti berapa kali persediaan yang ada akan diubah menjadi penjualan.

Dengan mengetahui rasio ini, kita bisa mengetahui likuiditas dari persediaan yang dimiliki

oleh perusahaan. Semakin tinggi rasio akan semakin cepat persediaan diubah menjadi

penjualan. Nilai inventory turn over dihitung melalui persamaan:

𝐼𝑇𝑂 =πΆπ‘œπ‘ π‘‘ π‘œπ‘“ πΊπ‘œπ‘œπ‘‘ π‘†π‘œπ‘™π‘‘

πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦

b. Total Asset Turn Over (TATO)

Kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk

menghasilkan penjualan digambarkan dalam rasio ini. Dengan melihat rasio ini, bisa

diketahui efektivitas penggunaan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Nilai total asset

turn over dihitung melalui persamaan:

𝑇𝐴𝑇𝑂 =π‘†π‘Žπ‘™π‘’π‘ 

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠

3. METODOLOGI

Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data sekunder

merupakan data yang diperoleh dari pihak lain, dalam hal ini adalah data dari Indonesian

Capital Market Tahun 2011 [5]. Data yang diambil adalah data mengenai Financial

Statement dari perusahaan properti di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

Jumlah populasi perusahaan properti berdasarkan data tersebut adalah sebanyak 51

perusahaan. Namun dengan adanya keterbatasan informasi keuangan dari beberapa

perusahaan, maka jumlah perusahaan yang diikutsertakan dalam penelitian ini hanya 32

70 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

perusahaan. Metode analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

K-Means Cluster. Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk mengelompokkan

perusahaan properti di Indonesia berdasarkan rasio keuangannya, sehingga dapat diketahui

ciri-ciri untuk masing-masing cluster. Pengolahan data dengan metode K-Means Cluster

menggunakan software SPSS versi 15.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabel yang digunakan untuk mengukur ketidakmiripan suatu cluster dalam

penelitian ini adalah variabel rasio keuangan perusahaan. Rasio keuangan tersebut

mencerminkan kemampuan perusahaan dalam hal likuiditas (Currrent Ratio (CR) dan

Quick Rasio (QTR)), solvabilitas (Debt to Assets (DAR) dan Debt to Equity (DER)),

profitabilitas (Net Profit Margin (NPM), Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE),

dan Earnings Per Share (EPS)), dan aktivitas (Inventory Turnover (ITO) dan variabel Total

Assets Turnover (TATO)). Standarisasi data (Z score) dilakukan untuk menghilangkan

pengaruh perbedaan skala yang digunakan, serta menghilangkan efek penyebaran data

yang tidak teratur karena interval nilai data yang terlalu besar.

Populasi dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok (cluster),

dengan alasan ingin dilihat kemampuan perusahaan properti dengan kategori kurang baik,

cukup baik, dan paling baik berdasarkan perbandingan nilai-nilai variabel dari cluster yang

terbentuk. Penentuan kategori ketiga cluster dilakukan dengan memperhatikan nilai cluster

center untuk masing-masing variabel, seperti yang tersaji dalam tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Nilai Final Cluster Center

Variabel Cluster

1 2 3

ZCR 0.856 -0.428 -0.537

ZQTR 0.888 -0.455 -0.509

ZDAR -0.946 0.487 0.534

ZDER -0.927 0.470 0.552

ANPM -0.180 0.175 -0.248

ZROA -0.349 0.536 -1.316

ZROE -0.487 0.656 -1.448

ZEPS -0.440 0.471 -0.793

ZITO -0.141 0.162 -0.303

ZTATO -0.491 -0.048 1.555

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 71

Melalui nilai cluster center dalam tabel 1 di atas, dapat ditentukan kategori masing-

masing cluster untuk setiap variabelnya. Cluster dengan nilai center terbesar untuk setiap

variabelnya akan dikategorikan tinggi, dan nilai center terkecil akan dikategorikan rendah.

Sedangkan nilai center yang tengah akan dikategorikan sebagai kategori sedang. Dengan

demikian, diketahui ciri-ciri dari setiap cluster sebagai berikut:

Cluster 1, memiliki ciri-ciri:

- Nilai CR dan QTR paling tinggi, nilai DAR dan DER paling rendah, nilai NPM, ROA,

ROE dan EPS kategori sedang, nilai ITO kategori sedang, dan yang terakhir, nilai TATO

paling rendah.

Cluster 2, memiliki ciri-ciri:

- Nilai CR dan QTR kategori sedang, nilai DAR dan DER kategori sedang, nilai NPM,

ROA, ROE dan EPS paling tinggi, nilai ITO paling tinggi, nilai TATO kategori sedang.

Cluster 3, memiliki ciri-ciri:

- Nilai CR dan QTR paling rendah, nilai DAR dan DER paling tinggi, nilai NPM, ROA,

ROE dan EPS paling rendah, nilai ITO paling rendah sedangkan nilai TATO adalah yang

paling tinggi.

Dengan memperhatikan ciri masing-masing cluster di atas, dapat dilakukan analisis

finansial perusahaan untuk masing-masing cluster sebagai berikut:

Analisis keuangan untuk cluster 1

- Berdasarkan nilai CR dan QTR, dapat disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan pada

cluster 1 memiliki kemampuan likuditas yang paling baik jika dibandingkan dengan

cluster yang lain. Artinya bahwa perusahaan pada cluster 1 tergolong memiliki

kemampuan yang sangat baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendek jika

dibandingkan dengan cluster 2 dan 3.

- Sejalan dengan kemampuan likuiditasnya, perusahaan pada cluster 1 tergolong

memiliki kemampuan solvabilitas yang paling baik. Hal ini dapat dilihat pada nilai DAR

dan DER yang paling rendah jika dibandingkan dengan cluster yang lainnya. Artinya,

perusahaan pada cluster 1 memiliki kemampuan membayar hutang jangka panjang yang

paling baik jika dibandingkan dengan cluster 2 dan 3.

- Kemampuan profitabilitas dilihat melalui nilai variabel NPM, ROA, ROE, dan EPS.

72 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Diketahui bahwa seluruh rasio keuangan tersebut berada pada kategori cukup, dengan

demikian dapat dikatakan bahwa keuntungan yang dihasilkan perusahaan berada pada

kategori cukup baik yang bersumber dari seluruh komponen rasio keuangan di atas,

yaitu berasal dari penjualan bersih, aset yang dimiliki, penjualan saham dan modal

pemilik perusahaan.

- Kemampuan aktivitas yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

penjualan, dapat dilihat melalui nilai variabel ITO dan TATO. Perusahaan pada cluster

1 lebih mampu menghasilkan penjualan melalui inventori yang dimilikinya

dibandingkan dengan menggunakan aset perusahaan. Namun demikian, penjualan

melalui inventori tersebut masih termasuk dalam kategori cukup baik jika dibandingkan

dengan cluster yang lainnya.

Analisis keuangan untuk cluster 2

- Dengan melihat nilai CR dan QTR, dapat disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan

pada cluster 2 memiliki kemampuan likuditas dalam kategori cukup baik jika

dibandingkan dengan cluster yang lain. Artinya bahwa perusahaan pada cluster 2

tergolong memiliki kemampuan yang cukup dalam memenuhi kewajiban jangka pendek

jika dibandingkan dengan cluster 1 dan 3.

- Perusahaan-perusahaan pada cluster 2 juga memiliki kemampuan solvabilitas yang

tergolong cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada nilai DAR dan DER. Artinya,

perusahaan pada cluster 2 cukup memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban

jangka panjang.

- Kemampuan profitabilitas dilihat melalui nilai variabel NPM, ROA, ROE, dan EPS.

Keempat rasio keuangan tersebut berada pada kategori yang paling baik. Hal ini dapat

diartikan bahwa keuntungan yang dihasilkan perusahaan merupakan yang paling tinggi

jika dibandingkan dengan cluster yang lainnya. Keuntungan tersebut diperoleh dari

penjualan bersih, penggunaan aset, penjualan saham serta berasal dari modal pemilik

saham.

- Kemampuan aktivitas perusahaan-perusahaan pada cluster 2 lebih bertumpu kepada

kemampuan menghasilkan penjualan melalui inventori (ITO) yang merupakan kategori

yang paling baik di antara cluster yang lain, selain itu perusahaan pada cluster ini juga

memiliki kemampuan menghasilkan penjualan melalui aset yang dimiliki (TATO) dan

termasuk dalam kategori cukup jika dibandingkan dengan cluster yang lainnya.

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 73

Analisis keuangan untuk cluster 3

- Berdasarkan nilai CR dan QTR, dapat disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan pada

cluster 3 memiliki kemampuan likuditas paling rendah jika dibandingkan dengan

cluster yang lain. Artinya bahwa perusahaan pada cluster 3 memiliki kemampuan yang

kurang baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendek jika dibandingkan dengan

cluster 2 dan 1.

- Sejalan dengan kemampuan likuiditasnya, perusahaan yang termasuk ke dalam cluster

ini juga memiliki kemampuan kemampuan solvabilitas (DAR dan DER) yang paling

rendah. Artinya, perusahaan-perusahaan pada cluster 3 memiliki kemampuan

membayar hutang jangka panjang yang kurang baik jika dibandingkan dengan cluster 2

dan 1.

- Kemampuan profitabilitas dapat dilihat melalui nilai variabel NPM, ROA, ROE, dan

EPS. Diketahui bahwa keempat rasio keuangan tersebut berada pada kategori yang

paling rendah, dengan demikian dapat dikatakan bahwa cluster 3 memiliki kemampuan

menghasilkan keuntungan yang kurang baik jika dibandingkan dengan cluster yang

lainnya.

- Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan sangat dominan dipengaruhi

oleh aset yang dimiliki perusahaan (TATO), sedangkan penjualan melalui inventori

(ITO) berada pada kategori yang kurang baik. Nilai rasio TATO yang dimiliki

perusahaan dalam cluster 3 merupakan nilai yang paling tinggi di antara ketiga cluster.

Dengan demikian, jika ditinjau dari sudut pandang kreditor, maka dapat

disimpulkan bahwa perusahaan pada cluster 1 merupakan perusahaan dengan kondisi

keuangan yang paling layak untuk diberikan pinjaman kredit keuangan, karena memiliki

kondisi keuangan yang paling baik terutama dalam hal likuiditas dan solvabilitas. Sehingga

diharapkan peluang terjadinya kredit macet pada cluster ini menjadi seminimal mungkin.

Urutan selanjutnya adalah perusahaan yang berada pada cluster 2, dan yang terakhir adalah

perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam cluster 3. Berikut adalah rincian nama-

nama perusahaan properti yang menjadi anggota masing-masing cluster. Diketahui bahwa

terdapat 11 perusahaan yang termasuk ke dalam cluster 1, 17 perusahaan termasuk ke

dalam cluster 2, dan 4 perusahaan termasuk ke dalam cluster 3.

74 Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017

Tabel 2. Hasil Pengelompokan Perusahaan Properti

dengan Metode K-Means Cluster

No. Nama Perusahaan Cluster

1 PT. Alam Sutera Realty Tbk. 2

2 PT. Bumi Citra Permai Tbk. 2

3 PT. Bhuwanatala Indah Permai Tbk. 3

4 PT. Bukit Darmo Property Tbk. 1

5 PT. Sentul City Tbk. 1

6 PT. Bintang Mitra Semestaraya Tbk. 3

7 PT. Bumi Serpong Damai Tbk. 2

8 PT. Cowell Development Tbk. 3

9 PT. Ciputra Development Tbk. 1

10 PT. Ciputra Property Tbk. 1

11 PT. Ciputra Surya Tbk. 2

12 PT. Intiland Development Tbk. 1

13 PT. Duta Pertiwi Tbk. 2

14 PT. Bakrieland Development Tbk. 1

15 PT. Gowa Makassar Tourism Development Tbk. 2

16 PT. Indonesian Paradise Property Tbk. 1

17 PT. Jakarta Iternasional Hotel & Development Tbk. 2

18 PT. Jaya Real Property Tbk. 2

19 PT. Jakarta Setiabudi Internasional Tbk. 2

20 PT. Dayaindo Resources International Tbk. 1

21 PT. Jababeka Tbk. 2

22 PT. Lamicitra Nusantara Tbk. 2

23 PT. Laguna Cipta Griya Tbk. 1

24 PT. Lippo Cikarang Tbk. 2

25 PT. Lippo Karawaci Tbk. 2

26 PT. Mas Murni Indonesia Tbk. 1

27 PT. Modernland Realty Tbk. 2

28 PT. Indonesia Prima Property Tbk. 2

29 PT. Pembangunan Jaya Ancol Tbk. 2

30 PT. Resources Asia Fasifik Tbk. 3

31 PT. Pudjiadi Prestige Tbk. 1

32 PT. Pakuwon Jati Tbk. 2

Biastatistics Vol 11, No.1, Februari 2017 75

5. KESIMPULAN

Penelitian ini mengambil data 32 perusahaan property. Sebelas perusahaan di

antaranya termasuk ke dalam cluster 1, 17 perusahaan termasuk ke dalam cluster 2, dan 4

perusahaan termasuk ke dalam cluster 3. Perusahaan pada cluster 1 tergolong memiliki

kemampuan yang paling baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendek (likuiditas) jika

dibandingkan dengan cluster 2 dan 3. Sejalan dengan kemampuan likuiditasnya,

perusahaan pada cluster 1 juga tergolong memiliki kemampuan solvabilitas (kemampuan

membayar hutang jangka panjang) yang paling baik. Perusahaan pada cluster 2 tergolong

memiliki kemampuan yang cukup baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendek

(likuiditas) jika dibandingkan dengan cluster 1 dan 3. Demikian juga dalam hal memenuhi

hutang jangka panjang yang tergolong kategori cukup baik. Perusahaan pada cluster 3

memiliki kemampuan yang kurang baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendek

(likuiditas) jika dibandingkan dengan cluster 2 dan 3. Sejalan dengan hal itu, perusahaan

yang termasuk ke dalam cluster ini juga memiliki kemampuan yang kurang baik dalam hal

memenuhi kewajiban jangka panjang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

perusahaan pada cluster 1 merupakan perusahaan dengan kondisi keuangan yang paling

layak untuk diberikan pinjaman kredit.

6. DAFTAR PUSTAKA

Sichah, I.A., dan Safitri, D. Statistika Multivariat. Semarang: Jurusan Matematika F-MIPA UNDIP,

2005

Hartigan, J.A. Clustering Algoritm. New York: John Wiley & Sons, 1975.

Chris Ding dan Xiaofeng He. K-means Clustering via Principal Component Analysis. Proceedings

of International Conference Machine Learning (ICML 2004): 225–232

Munawir, S. Analisis Informasi Keuangan. Yogyakarta: Liberty, 2002.

ECFIN. Indonesian Capital Market Directory 2011. Sumber online:

http://www.jcholse.tk/2012/04/download-indonesian-capital-market.html. Diakses 9

September 2012.

Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016

Indeks Penulis

A

Achmad Zanbar Soleh .............. 1, 52

B

Bertho Tantular ................................ 19

Budhi Handoko ................................ 52

G

Gatot Riwi Setyanto ......................... 1

H

Hari Wijayanto ................................. 33

I

I Gede NYoman Mindra Jaya ...... 19

Indahwati .......................................... 33

L

Latifah Rahayu Siregar .................. 12

Lienda Noviyanti ......................... 1, 52

R

Radhiah ............................................. 64

Riska Apriani Sari ............................. 33

S

Samsul Anwar ................................. 64

Z

Zulfan ................................................. 64

Zulhanif .............................................. 19

Zurnila Marli Kesuma ....................... 12

Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016

Indeks Subject

A

Aktivitas ................................................... 64

Analisis Korespondensi.......................... 12

B

Biweight Tukey ....................................... 33

D

Distribusi Besar Klaim ............................. 52

Distribusi Frekuensi Klaim ...................... 52

I

Iuran Normal............................................. 1

K

Kewajiban Tambahan ............................ 1

L

LAD........................................................... 33

Likuiditas .................................................. 64

M

Manajemen Resiko ............................... 64

Matriks Peluang Transisi .......................... 1

Metode K-Means Cluster ..................... 64

P

Pemetaan Penyakit .............................. 19

Pencilan .................................................. 33

Pendekatan Bayesian .......................... 52

Penyakit Jantung .................................. 12

Profitabilitas ............................................ 64

R

Rasio Keuangan .................................... 64

Respon Ganda ...................................... 19

S

SBM Optimal ........................................... 52

Seemingly Unrelated Regression ........ 19

Solvabilitas .............................................. 64

T

Theil .......................................................... 33

U

Uji Eksak Fisher ........................................ 12