Vitiligo
-
Upload
badai-ardyana-putri -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
description
Transcript of Vitiligo
Nama : Badai Ardyana A. P
NIM : 2013730129
VITILIGO
Definisi
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat, yang ditandai dengan adanya makula putih
yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit,
misalnya rambut dan mata.
Etiologi
Penyebab vitiligo yang pasti belum diketahui, diduga suatu penyakit herediter yang
diturunkan secara autosomal dominan. Penelitian terdahulu melaporkan 38% penderita
vitiligo mempunyai keluarga yang menderita vitiligo, dan pada penelitian yang lain
menyebutkan angka 35%.
Faktor Pencetus
Beberapa faktor pencetus terjadinya vitiligo antara lain:
1. Faktor mekanis
Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah
bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi
2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A
Pada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UV A
dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan
3. Faktor emosi / psikis
Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat
gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat
4. Faktor hormonal
Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan kontrasepsi oral.
Tetapi pendapat tersebut masih diragukan.
Patogenesis
Aspek Genetik Vitiligo
Vitiligo memiliki pola genetik yang beragam. Pewarisan vitiligo mungkin melibatkan gen
yang berhubungan dengan biosintesis melanin, respon terhadap stres oksidatif, dan regulasi
autoimun. Adanya hubungan antara vitiligo dengan penyakit autoimun yang sering
ditemukan, mendorong dilakukannya penelitian adanya HLA yang mungkin berhubungan
dengan terjadinya vitiligo. Tipe-tipe HLA yang berhubungan dengan vitiligo pada beberapa
penelitian yang telah dilakukan meliputi A2, DR4, DR7, dan Cw6.
Hipotesis Autoimun dan Respon Imun Humoral
Hubungan antara vitiligo dengan kondisi autoimun telah banyak diketahui. Kelainan tiroid,
terutama tiroiditis Hashimoto dan penyakit Graves, sering berhubungan dengan vitiligo, yang
disertai dengan kondisi endokrinopati seperti Addison disease dan Diabetes Melitus.3 Pada
penelitian yang ada, ditunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara vitiligo dengan
kenaikan kadar autoantibodi tiroid, meskipun mekanisme hubungan ini belum diketahui
secara pasti.
Mekanisme Imunitas Seluler
Sebagai tambahan atas keterlibatan mekanisme imunitas humoral pada patogenesis vitiligo,
terdapat bukti yang kuat yang mengindikasikan adanya proses imunitas seluler. Kerusakan
melanosit bisa jadi dimediatori secara langsung oleh autoreaktif sitologik sel T.
Meningkatnya jumlah sirkulasi limfosit sitotoksik CD8+ sebagai reaksi terhadap
MelanA/Mart-1 (antigen melanoma yang dikenalkan oleh sel T), glikoprotein 100, dan
tirosinase telah dilaporkan pada pasien dengan vvitiligo. Sel T CD8+ yang teraktivasi telah
didemonstrasikan pada perilesi kulit vitiligo. Yang menarik adalah, sel T reseptor spesifik
terhadap melanosit yang ditemukan pada pasien melanoma dan vitiligo memiliki struktur
yang hampir sama. Penelitian yang mengemukakan hal ini mendorong dilakukannya strategi
imunisasi, seperti misalnya induksi sel T tumor-specific sebagai pencegahan dan eradikasi
kanker.
Gangguan pada Sistem Oksidan-Antioksidan pada Vitiligo
Stres oksidatif mungkin juga memiliki peran patogenesis yang penting terhadap terjadinya
vitiligo. Beberapa penelitian memastikan beberapa teori stres oksidatif yang mungkin, yang
mana hal ini menunjukkan bahwa akumulasi toksin radikal bebas terhadap melanosit akan
berdampak pada kerusakan sel melanosit itu sendiri. Meningkatnya level nitrit oksida telah
ditunjukkan pada melanosit yang dikultur dan di dalam serum pasien dengan vitiligo, yang
dapat diasumsikan bahwa nitrit oksida dapat mendorong pada autodestruksi melanosit.
Teori Neural
Vitiligo segmental sering terjadi pada pola dermatom, yang mengarahkan pada hipotesis
neural yang mengajukan adanya pelepasan mediator kimiawi tertentu yang berasal dari
akhiran saraf akan menyebabkan menurunnya produksi melanin.
Virus
Bersama-sama dengan teori lain, data yang ada menunjukkan bahwa vitiligo merupakan
kelainan dengan multifaktor, dan bisa jadi merupakan hasil akhir dari beberapa jalur
patologis yang berbeda. Para ahli sepakat bahwa vitiligo lebih cenderung pada sindrom,
daripada penyakit tunggal.
Gejala Klinis
Pasien dengan vitiligo memiliki satu atau beberapa makula amelanosit yang berwarna seperti
kapur atau seperti susu putih. Lesi biasanya berbatas tegas, namun dapat juga tepinya
mengelupas. Lesi membesar secraa sentrifugal dengan kecepatan yang tidak dapat
diperkirakan dan dapat terjadi pada lokasi tubuh manapun, termasuk membran mukosa. Akan
tetapi, lesi inisial terjadi paling sering pada tangan, lengan bawah, kaki, dan wajah. Jika
vitiligo terjadi pada wajah, seringkali distribusinya pada perioral dan periokular.
Klasifikasi Vitiligo
Vitiligo diklasifikasikan atas Vitiligo segmental, akrofasial, generalisata, dan universal. Atau
dapat pula diklasifikasikan sesuai pola keterlibatan bagian kulit yaitu tipe fokal, campuran,
dan mukosal
Vitiligo Fokal
Biasanya berupa makula soliter atau beberapa makula tersebar pada satu area, paling banyak
pada area distribusi nervus Trigeminus, meskipun leher dan batang tubuh juga sering terkena.
Vitiligo Segmental
Makula unilateral pada satu dermatom atau distribusi quasi-dermatom. Jenis ini cenderung
memiliki onset pada usia muda, dan tak seperti jenis lain, jenis ini tidak berhubungan dengan
penyakit tiroid atau penyakit autoimun lainnya. Jenis ini lebih sering terjadi pada anak-anak.
Perubahan pada neural peptida turut dipengaruhi pada patogenesis jenis ini. Lebih dari
separuh pasien dengan vitiligo segmental memiliki patch pada rambut yang memutih yang
dikenal sebagai poliosis.
Vitiligo Akrofasial
Depigmentasi pada jari-jari bagian distal dan area periorificium.
Vitiligo Generalisata
Juga disebut vitiligo vulgaris, merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Patch
depigmentasi meluas dan biasanya memiliki distribusi yang simetris.
Vitiligo Universal
Makula dan patch depigmentasi meliputi hampir seluruh tubuh, sering berhubungan dengan
sindroma endokrinopati multipel.
Vitiligo Mukosal
Hanya melibatkan lokasi pada membran mukosa.
Diagnosa
1. Evaluasi Klinis
Diagnosis vitiligo didasarkan atas anamnesis dan gambaran klinis. Dinyatakan pada
penderita:
a. Awitan penyakit
b. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini
c. Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes mellitus, dan
anemia pernisiosa
d. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stress, emosi, terbakar surya, dan
pajanan bahan kimiawi
e. Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih
2. Pemeriksaan fisik
a. Lesi kulit
Makula dengan diameter 5mm – 5 cm atau lebih, berwarna putih pucat “chalk”
dan berbatas tegas.
Makula yang baru muncul mungkin berwarna putih kabur,
memperlihatkan fasetransisional.
Varian Vitiligo Trichrom ( tiga warna: putih, cokelat terang, cokelat
gelap) , memperlihatkan stadium yang berbeda pada evolusi vitiligo.
Pigmentasi di sekeliling folikel rambut pada makula putih memperlihatkan
residual pigmentasiatau returnof pigmentasi.
b. Distribusi
Depigmentasi muncul dalam tiga bentuk umum.
Tipe fokal dikarakteristikkan dengan satu atau beberapa makula pada lokasi
tunggal,mungkin merupakan stadium evolusi dari vitiligo tipe lain.
Tipe segmental dikarakteristikkan dengan satu atau beberapa makula pada satu
tempat atau satu bagian tubuh.
Tipe general (paling umum), dikarakteristikkan dengan distribusi makula
depigmentasiyang luas, seringkali simetris.
Segmental vitiligo
Biasanya memiliki distribusi sepihak yang mungkin sepenuhnya atau
sebagian menurut dermatom, kadang distribusi ipsilateral atau kontralateral dapat
terlibat juga.
Nonsegmental vitiligo.
Ditandai dengan white patches yang sering simetris dan yang biasanya bertambah
besar dari waktu ke waktu, sesuai dengan substansial hilangnya fungsi
melanositepidermal dan kadang-kadang melanosit dari folikel rambut.
Normalnya, diagnosis vitiligo dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis pada
pasien dengan makula yang progresif, didapat, putih kapus, bilateral (biasanya
simetris), berbatas tegas padatempat khas (periorbital, perioral, leher, penis, perineum,
aksila, dan tempat yang mendapattekanan seperti siku, malleoli, lutut, dan area
lumbosakral) Koebner’s Phenomenon. Pada fenomena Koebner, bercak vitiligo
timbul pada respon isomofik terhadap pergesekan atau penekanan yang dihasilkan
dari beberapa aktivitas misalnya menyisir rambut, mengeringkan kulit dengan handuk,
dan mengenakan sabuk atau jam.
3. Pemeriksaan Histopatologi
Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal kecuali tidak
ditemukan melanosit, kadang-kadang ditemukan limfosit pada tepi macula. Reaksi
DOPA untuk melanosit negative pada daerah apigmentasi, tetapi meningkat pada tepi
yang hiperpigmentasi.
4. Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa menunjukkan tidak
adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit normal.
Kriteria Diagnostik
Berdasarkan temuan yang didapat, lesi berwarna putih yang berbatas tegas pada kulit, dengan
tidak ada tanda-tanda inflamasi. Lesi ini biasanya cenderung membesar secara sentrifugal.
Penatalaksanaan
Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas :
1. Pengobatan secara umum yaitu :
a. Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang diberikan dan
menjelaskan perkembangan penyakit selanjutnya kepada penderita maupun orang tua.
b. Penggunaan tabir surya (SPF15-30) pada daerah yang terpapar sinar
matahari. Melanosit merupakan pelindung alami terhadap sinar matahari yang tidak
dijumpai pada penderita vitiligo. Penggunaan tabir surya mempunyai beberapa
alasan yaitu :
- Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari (sunburn)
dan dapat mengakibatkan timbulnya kanker kulit.
- Trauma yang diakibatkan sinar matahari (sunburn) selanjutnya dapat memperluas
daerah depigmentasi (Koebner phenomen).
- Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit yang normal menjadi
lebih gelap. Dianjurkan menghindari aktivitas diluar rumah pada tengah hari dan
menggunakan tabir surya yang dapat melindungi dari sinar UVA dan UVB.
c. Kosmetik Penutup
Tujuan penggunaan kosmetik yaitu menyamarkankan bercak putih sehingga tidak
terlalu kelihatan. Yang biasa digunakan adalah Covermark dan Dermablend.
Biasanya warna disesuaikan dengan warna kulit dan tidak mudah hilang.
2. Repigmentasi vitiligo, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melihat usia dari
penderita yaitu :
A. Usia dibawah 12 tahun.
Topikal steroid
Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme pertahanan terhadap
autodestruksi melanosit dan menekan proses immunologis. Topikal steroid merupakan bentuk
pengobatan yang paling mudah. Steroid yang aman digunakan pada anak adalah yang
potensinya rendah. Respon pengobatan dilihat minimal 3 bulan. Penggunaan topikal steroid
yang berpotensi kuat dalam jangka waktu lama, dapat menimbulkan efek samping yaitu
terjadinya atrofi pada kulit, telangectasi.
Topikal Tacrolimus
Berdasarkan penelitian, topikal Tacrolimus 0,1% dapat digunakan sebagai alternatif
pengobatan vitiligo pada anak. Tacrolimus adalah makrolid lakton yang diisolasi dari hasil
fermentasi Streptomyces tsukubaensis. Merupakan suatu immunosupressor yang poten dan
selektif. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang menyebabkan supresi dari
aktivasi sel T dan inhibisi pelepasan sitokin. Berdasarkan penelitian, penggunaan topikal
tacrolimus 0,1% memberikan hasil yang baik pada daerah wajah dan memiliki efek samping
yang lebih minimal dibandingkan dengan topikal steroid poten yaitu adanya rasa panas atau
terbakar dan rasa gatal, namun biasanya menghilang setelah beberapa hari pengobatan.
Topikal PUVA
Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan vitiligo tipe lokalisata atau
pada lesi yang luasnya kurang dari 20% permukaan tubuh. Digunakan cream atau solution
Methoxsalen (8-Methoxypsoralen, Oxsoralen) dengan konsentrasi 0,1- 0,3 %. Dioleskan 15 -
30 menit sebelum pemaparan pada lesi yang depigmentasi. Pemaparan menggunakan UV-A
dengan dosis awal 0,12 joule dan pada pemaparan berikutnya dosis dapat ditingkatkan
sebanyak 0,12 joule sampai terjadi eritema yang ringan. Pemaparan dapat juga menggunakan
sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit pada pengobatan
berikutnya dapat ditambahkan 5 menit dan maksimum selama 15-30 menit. Pengobatan
diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dalam 2 hari berturut- turut. Setelah selesai
pemaparan, daerah tersebut dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya. Efek samping
yang dapat timbul adalah photoaging, reaksi phototoxic dan penggunaan yang lama dapat
meningkatkan timbulnya resiko kanker kulit. Respon pengobatan dilihat selama 3-6 bulan.
B. Usia lebih dari12 tahun (remaja)
- Sistemik PUVA
Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu pada vitiligo tipe
generalisata. Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8-MOP, Oxsoralen), bekerja dengan
cara menghambat mitosis yaitu dengan berikatan secara kovalen pada dasar pyrimidin dari
DNA yang difotoaktivasi dengan UV-A. Dosis yang diberikan 0,2-0,4 mg/kg BB/ oral,
diminum 2 jam sebelum pemaparan. Pemaparan menggunakan UV-A yang berspektrum 320
- 400 nm. Dosis awal pemberian UV-A yaitu 4 joule. Pada setiap pengobatan dosis UV-A
dapat ditingkatkan 2-3 joule sehingga lesi yang depigmentasi akan berubah menjadi merah
jambu muda. Dosis tersebut akan dipertahankan pada level yang konstan pada kunjungan
yang berikutnya, sehingga terjadi repigmentasi pada kulit. Pemaparan dapat juga
menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit,
pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit sehingga dicapai eritema ringan dan
maksimum selama 30 menit. Terapi ini biasanya diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi
tidak dilakukan 2 hari berturut-turut.
Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala, kulit terbakar dan
meningkatnya resiko terjadinya kanker kulit. Penderita yang mendapat pengobatan dengan
psoralen secara sistemik, sebaiknya sewaktu dilakukan pemaparan menggunakan kacamata
pelindung terhadap sinar matahari hingga sore hari, untuk menghindari terjadinya toksisitas
pada mata. Terapi dilanjutkan minimum 3 bulan untuk menilai respon pengobatan.
3. Minigrafting
Minigrafting dapat digunakan pada vitiligo segmental yang stabil dan tidak dapat diobati
dengan teknik yang lain. 11
4. Depigmentation
Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada vitiligo yang
luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh atau mendekati vitiligo tipe
universalis. Pengobatan ini menggunakan bahan pemutih seperti monobenzyl ether of
hydroquinone 20% cream, dioleskan 2 kali sehari. Biasanya dibutuhkan waktu 9-12 bulan
agar terjadi depigmentasi.
Prognosis
Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana perkembangan dari lesi
depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun terjadinya repigmentasi. Biasanya
perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap, dan bercak depigmentasi akan
menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan. Sering diawali dengan perkembangan yang
cepat dari lesi depigmentasi dalam beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi
akan berhenti dalam beberapa bulan dan menetap dalam beberapa tahun. Repigmentasi
spontan terjadi pada 10-20% pasien tetapi hasilnya jarang memuaskan secara kosmetik.
Referensi:
Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit
kulit dan kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
2007:296
Taieb, Alain; Mauro, Picardo. 2009. Vitiligo. The New England Journal of Medicine.
Available from: http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp0804388.
Makalah Vitiligo https://id.scribd.com/doc/140402668/VITILIGO-doc