VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI...

122
VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA PEMBUKTIAN PERKARA PENGANIAYAAN ANTARA DEWI PERSIK dan JULIA PEREZ (Studi Kasus No.569/PID.B/2011/PN.JKT.TIM) SKRIPSI OLEH : CHATRINA YOHANA E1A009211 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013

Transcript of VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI...

Page 1: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA PEMBUKTIAN PERKARA

PENGANIAYAAN ANTARA DEWI PERSIK dan JULIA PEREZ (Studi

Kasus No.569/PID.B/2011/PN.JKT.TIM)

SKRIPSI

OLEH :

CHATRINA YOHANA

E1A009211

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 2: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

i

VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA PEMBUKTIAN PERKARA

PENGANIAYAAN ANTARA DEWI PERSIK dan JULIA PEREZ (Studi

Kasus No.569/PID.B/2011/PN.JKT.TIM)

SKRIPSI

OLEH :

CHATRINA YOHANA

E1A009211

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 3: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211
Page 4: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

iii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya :

Nama : Chatrina Yohana

NIM : E1A009211

Judul : “Visum Et Repertum Sebagai Sarana Pembuktian

Perkara Penganiayaan Antara Dewi Persik dan Julia Perez (Studi

Kasus No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM) .

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya

sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan orang lain.

Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut

diatas, maka saya bersedia dikenai sanksi apapun dari Fakultas.

Purwokerto,10 Desember 2013

Hormat Saya,

Chatrina Yohana

NIM. E1A009211

Page 5: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

iv

ABSTRAKSI

Begitu banyak persoalan tindak pidana yang terjadi di sekitar kita,

oleh karena itu di butuhkanlah hukum pidana. Dalam menyelesaikan berbagai

persoalan tindak pidana tersebut, diperlukanlah hukum acara pidana, yang

akan menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Hukum Acara

Pidana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.

Hukum acara pidana mempunyai tujuan yaitu mencari dan mendapatkan atau

setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil dengan tujuan mencari

siapakah pelaku yang dapat didakwakan dan meminta pemeriksaan dan

putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa pidana telah

dilakukan. Untuk menentukan benar atau tidaknya terdakwa melakukan

perbuatan yang didakwakan kepada dirinya, maka diperlukan suatu

pembuktian. Dalam pembuktian, harus sesuai dengan Pasal 183 KUHAP dan

adanya alat bukti yang sah yang terdapat dalam Pasal 184 KUHAP.

Pembuktian tindak pidana penganiayaan di persidangan, pada perkara

No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM yang terjadi di antara Dewi Persik dan Julia

Perez telah terbukti dengan adanya bantuan tenaga ahli yaitu ahli kedokteran.

Keterangan dari dokter dari hasil pemeriksaan tertuang dalam bentuk surat

yang disebut Visum et Repertum. Sesuai dengan isi dari visum et repertum

No.1041/TU.FK/XI/2010, bahwa Dewi Persik mengalami luka-luka lecet

akibat kekerasan tumpul. Telah terbukti bahwa Julia Perez sebagai terdakwa

telah melakukan tindak pidana penganiayaan sesuai dengan Pasal 351 KUHP

dan sesuai dengan isi visum et repertum.

Kata Kunci : Penganiayaan, Visum et Repertum

Page 6: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

v

ABSTRACT

Many criminal’s problem happened around us. To solve the problem

in crimal cases, needed the Criminal Procedure Law to make sure who’s the

defendant. According to the Criminal Procedure Law in Indonesia in Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981. The purpose of A Criminal Procedure Law is

to get the truth of the cases and a verdict of the cases to prove that the

criminal has been done. So, needed the authentication. In Authentication,

must comply with the Criminal Procedure Law in Article 183 at least in a

provement must meet a minimum of two (2) valid evidence contained in

Articles 184 Criminal Procedure Law.

Proof of persecution at the trial in cases

No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM that happened between Dewi Persik and

Julia Perez has been proven by medical expert. The Information from the

docter according to the investigation contained in Visum et Repertum.

According to the contents of visum et repertum No.1041/TU.FK/XI/2010,

that Dewi Persik have abrasion because of the violence. It has been proven

that Julia Perez is defendant who has done persecution according to acticle

351 KUHP and visum et repertum.

Key Words : Persecution, Visum et Repertum

Page 7: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

vi

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena dengan kasih

karunia dan berkatNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini yang berjudul “VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA

PEMBUKTIAN PERKARA PENGANIAYAAN ANTARA DEWI PERSIK

DAN JULIA PEREZ (Studi Kasus No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM) tersebut

dengan baik.

Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan baik moril maupun materiil serta doa dan dukungan berbagai

pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman.

2. Bapak Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi I

saya, atas kesabaran beliau dalam membimbing serta memberikan masukan,

dorongan dan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Dr. Agus Raharjo, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II

saya, yang telah memberikan saran, bimbingan, motivasi dan dorongan

kepada penulis selama proses penyelesaian penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Pranoto, S.H., M.H., selaku Dosen Penilai Skripsi, yang telah

memberikan saran-saran serta evaluasi yang sangat berguna bagi penulis

terkait dengan penyusunan skripsi ini.

5. Pengadilan Negeri Jakarta Timur, atas bantuannya dalam proses penyusunan

skripsi ini.

Page 8: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

vii

6. Orang tua penulis (Papa M.Tambunan dan Mama T.Lumban Batu), serta

adik-adik penulis (Michael Martin Tambunan dan Daniel Teguh Tambunan)

yang telah memberikan motivasi, semangat, cinta, dan kasih sayangnya

sebagai orang tua dan adik-adik terkasih, keluarga yang luar biasa

yang telah memberikan saya doa dan nilai-nilai hidup yang sangat

berarti bagi penulis dalam menjalani kehidupan sekarang dan selanjutnya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, adanya saran yang membangun bagi penulis adalah hal

yang berarti guna penyempurnaan dalam penulisan skripsi ini untuk menjadi lebih

baik. Demikian, harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak. Terima kasih.

Purwokerto, Desember 2013

Chatrina Yohana

E1A009211

Page 9: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. ii

SURAT PERNYATAAN .................................................................... iii

ABSTRAK ........................................................................................ iv

ABSTRACT ...................................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................ vi

DAFTAR ISI ..................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Perumusan Masalah............................................................. 9

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 9

D. Kegunaan Penelitian ............................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Hukum Acara Pidana ........................................................... 11

1.1 Pengertian Hukum Acara Pidana ..................................... 11

1.2 Tujuan Hukum Acara Pidana .......................................... 14

1.3 Asas-Asas Dalam Hukum Acara Pidana ........................... 16

2. Pembuktian ........................................................................ 24

2.1 Pengertian Pembuktian ................................................... 24

2.2 Teori-Teori Sistem Pembuktian ....................................... 26

2.3 Alat Bukti ..................................................................... 30

3. Visum et Repertum.............................................................. 37

3.1 Pengertian dan Tujuan Visum Et Repertum ...................... 37

3.2 Peran Visum Et Repertum............................................... 40

3.3 Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum ....................... 42

4. Tindak Pidana Penganiayaan ................................................ 43

Page 10: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

ix

BAB III METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan ............................................................. 50

2. Spesifikasi Penelitian........................................................... 50

3. Lokasi Penelitian................................................................. 50

4. Sumber Bahan Hukum ......................................................... 51

5. Metode Pengumpulan Bahan ................................................ 51

6. Metode Penyajian Bahan...................................................... 52

7. Metode Analisis Bahan ........................................................ 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ................................................................... 53

B. Pembahasan........................................................................ 75

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................ 107

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai makhluk sosial, manusia selalu berhubungan satu dengan

yang lain, karena manusia tidak dapat hidup sendiri. Di dalam kehidupan

terdapat norma-norma yang sangat berpengaruh di dalam menentukan

perilaku anggota masyarakat tersebut. Norma-norma tersebut dibuat demi

ketertiban dan keserasian di dalam kehidupan bersama, dan di antara norma-

norma tersebut terdapat norma hukum. Menurut M.H. Tirtaamidjata, S.H.,

bahwa hukum adalah:

“semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.”1

Dan hukum itu memiliki beberapa unsur pokok yang mendasar yaitu:

1. Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup bermasyarakat;

2. Peraturan yang ditetapkan oleh bersama; 3. Peraturan yang bersifat memaksa; 4. Peraturan yang memiliki sanksi yang tegas.

Dengan demikian, keberadaan norma hukum tersebut sudah menjadi bagian

yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena masyarakat menjadi

tempat bagi dilahirkannya hukum yang bersangkutan. Sehingga dari

terciptalah sebuah istilah di dalam bahasa latin, yakni ubi societas, ubi ius,

1http://arengcilawu.blogspot.com/2013/01/selayang-pandang-hukum.html, diakses pada tanggal 5 September 2013, pukul 14:14 wib.

Page 12: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

2

yang artinya adalah “dimana ada masyarakat, disitu ada hukum”. Dan dalam

mempelajari norma hukum tersebut, tidak boleh terlepas dari mempelajari

tentang manusia dan tingkah lakunya di dalam masyarakat.

Ilmu hukum dibagi menjadi dua, yaitu hukum privat dan hukum

publik. Hukum privat lebih mengatur kepentingan perorangan, sedangkan

hukum publik mengatur kepentingan umum.Dalam hal ini, hukum pidana

termasuk hukum publik, dan hukum pidana lebih mempelajari norma-norma

atau aturan-aturan hukum pidana dan pidananya. Tujuan dari mempelajari

hukum pidana tersebut salah satunya adalah agar para petugas hukum dapat

menerapkan aturan-aturan hukum pidana secara tepat dan adil. Serta fungsi

hukum pidana pada umumnya adalah untuk mengatur dan menyelenggarakan

kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban

umum. Oleh karena itu barang siapa yang melanggar ketentuan yang ada

dalam hukum pidana Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan memenuhi unsur-unsur yang

ditetapkan dalam ketentuan tersebut maka dapat dikenai sanksi pidana.2

Dalam kaitannya dengan hukum pidana sendiri, hukum pidana pada

hakekatnyaterbagi menjadi dua, yaitu hukum pidana materiil dan hukum

pidana formil. Hukum pidana materiil adalah hukum yang memuat peraturan-

peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan

yang berwujud perintah dan larangan-larangan. Dan hukum pidana formil

2Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2002, hlm.15.

Page 13: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

3

adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana

cara melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana materiil atau

peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan suatu perkara

ke muka pengadilan pidana dan bagaimana caranya hakim pidana

memberikan putusan. Keduanya saling berhubungan erat, dalam hal

pengertian di antara keduanya dapat dibedakan, akan tetapi hubungan

diantara keduanya tidak saling dipisahkan.

Dalam hukum pidana berisi aturan-aturan tentang kehidupan

masyarakat yang dibuat dari segi materiil, yaitu mengatur tentang hubungan

hukum antara warganegara dan negara.Oleh karena itu dalam menyelesaikan

berbagai persoalan tindak pidana yang terjadi, diperlukan hukum pidana

formil atau hukum acara pidana, yang akan menentukan siapa yang salah dan

yang benar. Hukum Acara Pidana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 yang dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tujuan dari hukum acara pidana adalah

mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran

materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara

pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan

tepat, dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan

melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan

dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa pidana

telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.

Page 14: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

4

Dan untuk menentukan benar atau tidaknya terdakwa melakukan

perbuatan yang didakwakan kepada dirinya, maka diperlukan suatu

pembuktian.Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan

dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.3Dalam hukum

acara pidana, pembuktian merupakan titik sentral serta untuk

mencarikebenaran materiil, yaitu kebenaran yang sebenar-benarnya. Dalam

prosespersidangan terdakwa dapat dikatakan telah melanggar hukum atau

bersalahapabila dapat dibuktikan dengan alat bukti yang sah menurut undang-

undang yang telah ditentukandan dengan keyakinan hakim yang diperoleh

atau ditimbulkan dari alat-alatbukti yang sah menurut undang-undang.Jika

didalam pembuktian, alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak

cukup membuktikan kesalahan terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari

hukuman, tetapi jika kesalahan terdakwa dapat dibuktikan sesuai alat bukti,

terdakwa harus dinyatakan bersalah dan harus dijatuhkan hukuman

pidana.Untuk menentukan terdakwa benar bersalah, alatbukti yang diperlukan

harus lebih dari satu atau sekurang-kurangnya dua alatbukti yang sah menurut

undang-undang. Hal ini dapat dilihat di Pasal 183 KUHAP yang berbunyi :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

3M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar

Grafika, 2002, hlm.273.

Page 15: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

5

Menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, maka untuk menentukan salah

atau tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada

terdakwa harus :

1. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;

2. Atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.4

Alat-alat bukti yang sah ditentukan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP

yang berbunyi :

Alat bukti yang sah ialah :

a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa.

Dan terkadang dalam memeriksa dan memperoleh bukti-

buktiseringkali para penegak hukum mengalami kesulitan, dimana kesulitan

tersebut tidak dapat diselesaikan karena berada di luar kemampuannya atau

keahliannya. Oleh karena itu, para penegak hukum sering menggunakan

bantuan seorang ahli, dimana bantuan seorang ahli sangat penting karena

diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materii selengkap-lengkapnya

bagi para penegak hukum tersebut.Permintaan bantuan tenaga ahli ini pada

tahap penyidikan telah diatur dan disebutkan didalam KUHAP. Terdapat pada

Pasal 120 ayat (1) KUHAP yang berbunyi :

4Ibid, hlm.259.

Page 16: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

6

“Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.”

Dan pada tahap pemeriksaan, persidangan diminta bantuan kepada

keterangan ahli yang terdapat pada Pasal 180 ayat (1) KUHAP yang

berbunyi:

”Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.”

Keterangan ahli sendiri mempunyai pengertian yang terdapat pada

Pasal 1butir 28 KUHAP yang berbunyi :

“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memilikikeahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”. Keterangan ahli mempunyai nilai pembuktian yang dapat digunakan

hakim untuk mengetahui perkara yang kurang diketahui dan dapat digunakan

untuk memperkuat keyakinan hakim dalam memberikan putusan karena

keterangan ahli bersifat subyektif atas apa yang menjadi keahliannya dan

berdasarkan kenyataannya. Salah satunya adalah ilmu kedokteran kehakiman

atau kedokteran forensik.Seperti halnya yang terdapat dalam Pasal 133 ayat

(1) KUHAP yang berbunyi :

“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan mengenai seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan/ahli lainnya.”

Dalam hal penyidikan, penyidik sangat bergantung kepada ahli

kedokteran kehakiman atau yang sering disebut dengan kedokteran forensik

dalam mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang sedang

Page 17: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

7

ditanganinya. Seperti halnya kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan,

penganiayaan, dan pemerkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik

membutuhkan bantuan kedokteran forensik,untuk memberikan keterangan

medis tentang kondisi korban, dan selanjutnya kondisi korban tersebut sangat

berpengaruh bagi penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus pidana

tersebut.

Keterangan dari doktertertuang secara tertulis dalam bentuk surat hasil

pemeriksaan medis yang disebut Visum et Repertum. Dan sebagaimana

dinyatakan dalam penjelasan Pasal 186 KUHAP merumuskan :

“Keterangan ahli ini dapat juga sesudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah diwaktu ia menerima jabbatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan ole penyidik atau penuntut umum maka pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji dihadapan hakim.” “Definisi visum et repertum yang dikenal di bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yaitu laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis dari pihak yang berwajib mengenai apa yang dilihat/diperiksanya berdasarkan kilmuannya dan berdasarakan sumpah, untuk kepentingan peradilan.”5

Visum et repertum juga dapat digolongkan sebagai alat bukti surat,

karena sesuai dengan definisi diatas yang menyatakan bahwa visum et

repertum adalah laporan tertulis, yaitu sesuai dengan Pasal 187 KUHAP.

Alat bukti surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP yang merumuskan :

Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

5Soerjono Soekanto, Visum Et Repertum Tekhnik Penyusunan dan Pemerian, Jakarta:

Ind-Hill-Co, 1987, hlm.1.

Page 18: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

8

1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

2. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

3. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;

4. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur

No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM, dimana isi dari putusan tersebut mengenai

perseteruan yang terjadi di antara dua penyanyi dangdut, yaitu Dewi Persik

dan Julia Perez. Perseteruan ini terjadi ketika mereka sedang melakukan

syuting film Arwah Goyang Kerawang, dalam perseteruan tersebut adanya

tindak penganiayaan yang terjadi yang mengakibatkan Dewi Persik menjadi

korban dan mengalami luka-luka lecet disekitar tubuhnya. Untuk menyelidiki

luka di tubuh Dewi Persik membutuhkan bantuan ahli kedokteran forensik

melalui visum et repertum, untuk mendapatkan bukti bahwa pada diri korban

telah benar terjadi suatu tindak pidana penganiayaan.

Sehubungan dengan peran Visum etRepertum dalam mengungkapkan

suatu perkara penganiayaan, oleh karena itu, penulistertarik untuk meneliti

lebih lanjut dan menuangkannya dalam penelitian hukumdengan judul

“VISUM ETREPERTUM SEBAGAI

SARANAPEMBUKTIANPERKARAPENGANIAYAAN

Page 19: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

9

ANTARADEWI PERSIK dan JULIA PEREZ (Studi

KasusNo.569/PID.B/2011/PN.JKT.TIM)”.

B. Rumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan sebagai berikut :

1. Mengapa tindak penganiayaan Dewi Persik dan Julia Perez memerlukan

visum et repertum ?

2. Bagaimana kedudukan dan kekuatan visum et repertum sebagai alat bukti

dalam perkara penganiayaan antara Dewi Persik dan Julia Perez ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian mengenaiVisum et Repertum Sebagai Sarana Pembuktian

Perkara Penganiayaan Antara Dewi Persik dan Julia Perez (Studi Kasus

No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM) ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui alasan diperlukannya visum et repertumdalam tindak

penganiayaan antara Dewi Persik dan Julia Perez.

2. Untuk mengetahui kedudukan dan kekuatan visum et repertum sebagai

alat bukti dalam perkara penganiayaan antara Dewi Persik dan Julia

Perez.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian mengenai Visum et Repertum Sebagai Sarana

Pembuktian Perkara PenganiayaanAntara Dewi Persik dan Julia Perez

(StudiKasusNo.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM)ini mempunyai kegunaan-

kegunaan, yaitu :

Page 20: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

10

1. Kegunaan Teoritis

Untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu

hukum yang berkaitan dengan hukum acara pidana khususnya mengenai

alat bukti yang berkaitan dengan kekuatan pembuktian visum et

repertum.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat dijadikan salah satu wacana bagi

masyarakat umum tentang kekuatan pembuktian visum et repertum

dalam proses pembuktian perkara pidana danhasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi serta untuk menambah

pengetahuan bagi penegak hukum dan masyarakat.

Page 21: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Hukum Acara Pidana

1.1 Pengertian Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana dan hukum pidana adalah pasangan yang

tidak dapat dipisahkan dan mempunyai hubungan yang erat.Keduanya

saling melengkapi sehingga jika salah satu tidak ada, lainnya tidak akan

berarti. Apabila hukum acara pidana tidak ada, hukum pidana tidak dapat

dilaksanakan dan akan menjadi hukum yang mati karena tidak ada

pedoman dan perangkat lainnya yang dapat melaksanakannya.Demikian

pula hukum acara pidana tidak dapat berbuat banyak jika tidak ada hukum

pidana. Tidak ada orang yang melakukan perbuatan pidana, berarti tidak

ada orang yang diproses oleh hukum acara pidana.

“Hukum acara pidana berkaitan erat dengan adanya hukum pidana, kedua-duanya merupakan satu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat bagaimana alat-alat perlengkapan negara, seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan bertindak guna mencapai tujuan negara mengadakan hukum pidana.”6

Secara umum hukum acara pidana dikenal dengan hukum pidana

formal yang mengatur tentang bagaimana negara melalui alat-alat

kekuasaannya harus bertindak untuk memidana dan menjatuhkan pidana.

Dan mengenai definisi dari hukum acara pidana, memiliki banyak definisi

karena setiap ahli hukum memberikan definisi sendiri-sendiri. Definisi dari

6Martiman Prodjohamidjojo, Teori dan Teknik Membuat Surat Dakwaan, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2002, hlm. 9.

Page 22: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

12

Simons yangdikutip oleh Andi hamzah, yaitu merumuskan hukum pidana

formal (hukumacara pidana) mengatur tentang bagaimana negara melalui

alat-alatnyamelaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan

pidana. Dan menurut Van Bemmelen, memberikan definisi yaitu :

“Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara, karena adanya pelanggaran undang-undang pidana, yaitu sebagai berikut : 1. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran. 2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu. 3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap

sipembuat dan kalau perlu menahannya. 4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah

diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim danmembawa terdakwa ke depan hakim tersebut.

5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatanitu yang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkanpidana atau tindakan tata tertib.

6. Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut. 7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan

tindakantata tertib.”7

De Bos Kemper menyatakan bahwa hukum acara pidana adalah

sejumlah asas-asas dan peraturan undang-undang yang mengatur bilamana

hukum pidana (materiil) dilanggar, negara mempergunakan haknya untuk

menghukum.8

Menurut Lobby Loqman, seperti yang dikutip oleh Hibnu Nugroho

menyatakan bahwa :

“Hukum acara pidana merupakan ketentuan tertulis tentang pelaksanaan ketentuan hukum pidana. Pelaksanaan ketentuan hukum pidana selalu akan melanggar hak seseorang. Oleh sebab itu harus terdapat ketentuan yang limitatif sejauh mana tindakan-

7Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika,

2010, hlm.6. 8Martiman Prodjohamidjojo, Op.Cit, hlm.10.

Page 23: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

13

tindakan yang boleh dilakukan pelaksana hukum dalam melaksanakan ketentuan hukum pidana.”9 Sementara itu menurut Moeljatno yang dikutip oleh Ramelan

mendefinisikan hukum acara pidana adalah :

“bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan yangmenentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana yang ada padasesuatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan, apabila ada orang yangdisangka telah melanggar larangan tersebut.”10

Dan Bambang Poernomo memberikan definisi hukum acara pidana

yangdikutip oleh Ramelan, yaitu ilmu hukum acara pidana ialah :

“pengetahuantentang hukum acara dengan segala bentuk danmanifestasinya yangmeliputi berbagai aspek proses penyelenggaraan perkara pidana dalam halterjadi dugaan perbuatan pidana yang diakibatkan oleh pelanggaran hukumpidana.”11

Dikatakan bahwa hukum acara pidana adalah kumpulan peraturan-

peraturan yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur sebagai

berikut:

1. Tindakan apa yang diambil apabila dugaan, bahwa telah terjadi suatu tindak pidana yang dilakukan seseorang;

2. Apabila benar telah terjadi suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang, maka perlu diketahui siapa pelakunya, dan cara bagaimana melakukan penyelidikan terhadap pelaku;

3. Apabila telah diketahui pelakunya maka penyelidik perlu menangkap, menahan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan permulaan atau dilakukan penyidikan;

4. Untuk membuktikan apakah tersangka benar-benar melakukan suatu tindak pidana, maka perlu mengumpulkan barang-barang bukti, menggeledah badan atau tempat-tempat yang diduga ada hubungannya dengan perbuatan tersebut;

5. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan permulaan atau penyidikan

9Hibnu Nugroho, Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Jakarta: Media Prima Aksara, 2012, hlm.31.

10Ramelan, Hukum Acara Pidana Teori dan Implementasi, Jakarta: Sumber Ilmu Jaya, 2006, hlm.3.

11Ibid, hlm.3.

Page 24: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

14

oleh polisi, maka berkas perkara diserahkan pada kejaksaan negeri, yang selanjutnya pemeriksaan dalam sidang pengadilan terhadap terdakwa oleh hakim sampai dapat dijatuhkan pidana.12

Hukum Acara Pidana sendiri yang berlaku di Indonesia adalah

Hukum Acara Pidana yang berdasarkan peraturan yang terdapat

dalamKitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang

mulaiberlaku sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981.

1.2 Tujuan Hukum Acara Pidana

Setiap peraturan hukum yang di buat di Indonesia, pasti

mempunyai tujuan tertentu yang hendak ingin dicapai, dan hukum acara

pidana dibuat pada hakekatnya bertujuan untuk mencari dan mendapatkan

kebenaran materiil dan suatu perkara pidana, serta berfungsi untuk

menjalankan atau mempertahankan hukum pidana materiil yang tujuan

akhirnya adalah guna mencapai ketertiban, keamanan, kedamaian,

keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat. Untuk itu diperlukan

petugas-petugas penegak hukum yang handal, jujur,berdisiplin tinggi dan

tidak mudah tergoda oleh janji- janji yangmenggiurkan. Kalau hal tersebut

diabaikan maka akan terjadipenyimpangan-penyimpangan, kolusi dan

manipulasi hukum.13

Tujuandari hukum acara pidana terdapat dalam Penjelasan

Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman

yang menyatakan, bahwa :

12Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori&Praktek, Bandung: Penerbit

Mandar Maju, 2001, hlm.3. 13Ibid, hlm.24.

Page 25: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

15

“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”14

Dan menurut pendapat R.Soesilo bahwa :

“tujuan hukum acara pidana pada hakekatnya memang menacri kebenaran. Para penegak hukum mulai dari polisi, jaksa, sampai pada hakim dalam menyelidik menuntut dan mengadili perkara senantiasa harus berdasar kebenaran, harus mendasarkan hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi. Untuk itu dibutuhkan petugas-petugas selain yang berpengalaman luas, berpendidikan yang bermutu dan berotak yang cerdas, juga berkepribadian yang tangguh yang kuat mengelakkan dan menolak segala godaan.”15 Van Bemmelen mengemumakakan tiga fungsi pokok hukum acara

pidana yaitu sebagai berikut :

a. Mencari dan menemukan kebenaran. b. Pengambilan putusan oleh hakim. c. Pelaksanaan dari putusan yang telah diambil.16

Dan menurut Mardjono Reksodiputro, tujuan sistem peradilan pidana dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan. b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga

masyarakat puas, bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana, dan

c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.17

14Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001, hlm.8. 15R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar Lengkap Pasal Demi

Pasal, Bogor: Politea,1984, hlm.3. 16Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Jakarta : Sinar Grafika,

2010, hlm.8. 17Hibnu Nugroho, Merekonstruksi Sistem Penyidikan Dalam Peradilan Pidana, Jurnal

Hukum Pro Justitia, Volume 26 No.1 Januari, 2008, hlm.19.

Page 26: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

16

Menurut Andi Hamzah bahwa :

“tujuan hukum acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah merupakan tujuan antara. Tujuan akhir sebenarnya adalah mencapai suatu ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat.”18

1.3 Asas-asas dalam Hukum Acara Pidana

Dalam praktek hukum acara pidana harus didasarkan pada asas

atau prinsip yang dijadikan patokan terciptanya keadilan dan kebenaran

dalam penyelesaian suatu kasus. Asas – asas yang terdapat didalam hukum

acara pidana ialah :

a. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan

merupakan salah satu yang dituntut oleh masyarakat ketika

memasuki proses pengadilan, yang menuntut agar masyarakat di

dalam proses pengadilan mendapatkan kemudahan yang

didukung dengan sistem. Dimaksudkan dengan cepat,

sederhana, dan biaya ringan adalah pemeriksaan dan

penyelesaian perkara dilakukan dengan acara efisien dan efektif,

dengan biaya perkara yang terjangkau.Dasar asas peradilan

cepat, sederhana dan biaya ringan ini termuat dalam Undang-

Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu :

Pasal 4 ayat (2) yang berbunyi :

“Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan”

dan Pasal 5 ayat (2) berbunyi :

18Andi Hamzah, Op.Cit, hlm.9.

Page 27: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

17

“Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan”.

Dalam Penjelasan Umum KUHAP butir 3 huruf e

menyatakan bahwa :

“Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.”

Terkait dengan pengertian di atas, menurut Bambang

Poernomo, yang dimaksud dengan:

a. Proses peradilan pidana yang dilaksanakan dengan cepat, diartikan menghindarkan segala rintangan yang bersifat prosedural agar tercapai efisiensi kerja mulai dari kegiatan penyelidikan sampai dengan pelaksanaan putusan akhir dapat selesai dalam waktu yang relatif singkat.

b. Proses peradilan pidana yang sederhana, diartikan bahwa penyelenggaraan administrasi peradilan secara terpadu agar pemberkasan perkara dari masing-masing instansi yang berwenang, berjaian dalam suatu kesatuan yang tidak memberikan peluang saluran bekerja secara berbelit-belit (circuit court), dan dari dalam berkas tersebut terungkap pertimbangan serta kesimpulan penerapan hukum yang mudah dimengerti oleh pihak yang berkepentingan.

c. Proses peradilan pidana dengan biaya murah (ringan), diartikan menghindarkan sistem administrasi perkara dan mekanisme bekerjanya para petugas yang mengakibatkan beban biaya bagi yang berkepentingan atau masyarakat (social cost) yang tidak sebanding, karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dan hasil yang diharapkan lebih kecil.19

Dan dalam KUHAP dapat dilihat beberapa ketentuan

sebagai penjabarandari asas peradilan cepat,

19Bambang Poernomo, Pole Dasar, Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana dan

Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta : Liberty, 1993, hlm.66.

Page 28: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

18

Pasal 50 : a. tersangka atau terdakwa berhak segera mendapat

pemeriksaan penyidik; b. segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik; c. segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum; d. segera diadili oleh pengadilan.20

b. Asas Praduga Tak Bersalah atau Presumption of Innocence

Asas praduga tidak bersalah adalah asas yang menyatakan

bahwa setiap orang yang disangka atau disidik, ditangkap,

ditahan, dituntut dan diperiksa di sidang pengadilan wajib

dianggap tidak bersalah kecuali berdasarkan putusan hakim

dengan bukti sah dan meyakinkan yang menyatakan

kesalahannya dan putusan tersebut telah memiliki kekuatan

hukum tetap. Asas tersebut dapat dilihat didalam Penjelasan

Umum KUHAP butir 3 huruf c menyatakan bahwa :

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan dihadapkan didepan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis

penyidikan dinamakan “prinsip akusator”. Prinsip akusator

menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa dalam setiap

tingkatan pemeriksaan :

a. adalah subyek, bukan sebagai obyek pemeriksaan, karena itu

tersangka atau terdakwa harus didudukan dan diperlakukan

20Mohammad Taufik Makarao&Suhasril., Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan

Praktek, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004, hlm.8.

Page 29: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

19

dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat dan

martabat harga diri.

b. yang menjadi obyek pemeriksaan dalam prinsip akusator

adalah kesalahan (tindak pidana) yang dilakukan oleh

tersangka atau terdakwa kearah itulah pemeriksaan ditujukan.

c. Asas Oportunitas

Dalam hukum acara pidana dikenal adanya suatu badan

khusus yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan

kepada terdakwa dalam perkara pidana ke muka pengadilan

yang disebut Jaksa atau Penuntut Umum. Wewenang dalam

melakukan penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai

monopoli, artinya tidak ada badan lain selain penuntut umum

yang melakukan penuntutan di muka persidangan. Hal ini

disebut dengan dominus. Dominus berasal dari bahasa latin yang

mempunyai arti “pemilik”.Pasal 1 butir 6 huruf a KUHAP

memberikan definisi Jaksa yang berbunyi :

“Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Pasal 1 butir 6 huruf b KUHAP memberikan definisi

Penuntut Umum yang berbunyi :

“Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.”

Page 30: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

20

A.Z. Abidin Farid memberi perumusan tentang asas

oportunitas di dalam buku Andi Hamzah sebagai berikut:

“Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum”21

d. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum

Asas tersebut diatur dalam Pasal 153 ayat (3) dan (4)

KUHAP yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 3 yang berbunyi :

“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.”

Pasal 4 yang berbunyi :

“tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 2 dan 3 mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.”

Andi Hamzah berpendapat bahwa :

“Hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya atau sebagiannya tertutup untuk umum yang artinya persidangan dilakukan dibelakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut sepenuhnya diserahkan kepada hakim. Hakim melakukan itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan penuntut umum dan terdakwa. Saksipun dapat mengajukan permohonan agar sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluarganya. Misalnya dalam kasus perkosaan, saksi korban memohon agar sidang tertutup untuk umum agar ia bebas memberikan kesaksiannya.”22

21Andi Hamzah, Op.Cit, hlm.17. 22Ibid, hlm.21.

Page 31: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

21

e. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim

Teori dan konsep semua orang diperlakukan sama di depan

hakim (equality before the law) seperti yang dianut oleh Pasal

27 ayat (1) Amandemen Undang-undang Dasar 1945 yang

berbunyi :

“Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Maksudya adalah segala warga negara bersamaan

kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada

kecualinya dan semua orang diperlakukan sama di depan

hukum.Dan dijelaskan dalam penjelasan umum butir 3 huruf a

KUHAP yang berbunyi :

“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.”

f. Asas Peradilan Dilakukan Oleh Hakim Karena Jabatannya

dan Tetap

Dalam Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman yaitu :

Pasal 31 yang berbunyi :

“Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang."

Dari Pasal 31 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman

dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan salah tidaknya

Page 32: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

22

terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat

tetap.

g. Asas Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan

Hukum

Dalam Pasal 64-74 KUHAP diatur tentang bantuan hukum,

dimana tersangka atau terdakwa mendapat kebebasan yang

sangat luas. Kebebasan-kebebasan itu adalah :

1. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan;

2. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan;

3. Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan pada setiap waktu;

4. Pembicaraan antara penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik atau penuntut umum kecuali delik yang menyangkut keamanan Negara;

5. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum guna kepentingan pembelaan;

6. Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka atau terdakwa.23

Dalam asas ini ditegaskan bahwa tersangka atau terdakwa

dijamin hak asasinya sebagai manusia.

h. Asas Akusator dan Inkisitor (Accusatoir dan Inquisitor)

Dalam penyidikan diterapkan asas inkisitoir artinya

pemeriksaan dilakukan tidak dimuka umum. Tersangka adalah

obyek pemeriksaan yang dapat dijerat dengan tindakan-tindakan

yang diperbolehkan menurut hukum acara (seperti penahanan,

23Abdussalam, Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan

Masyarakat Jilid 2, Jakarta : Restu Agung, 2006, hlm. 62.

Page 33: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

23

penyitaan, pencegahan ke luar negeri) sekalipun kemudian

ternyata tidak cukup bukti.

Dalam pemeriksaan sidang pengadilan diterapkan asas

akusator yaitu terdakwa dipandang sebagai subjek pemeriksaan,

sebagai pihak yang disangka berlawanan dengan pihak penuntut

umum yang mendakwa, kedua belah pihak diberi hak dan

kewajiban yang sama oleh hukum acara.

i. Asas Pemeriksaan Hakim Yang Langsung dan Lisan

Ketentuan asas ini dapat dilihat dalam Pasal 154 ayat (1)

KUHAP, yang berbunyi :

“Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.”

Dan dalam Pasal 155 ayat (1) KUHAP menyebutkan :

“Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaanya serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikam segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya disidang.”

Asas pemeriksaan disidang pengadilan secara langsung

artinya bahwa hakim didalam melakukan pemeriksaan terhadap

terdakwa dan para saksi serta alat bukti dilakukan secara

langsung, berhadapan dengan pihak yang berpekara tanpa

melalui orang lain. Di dalam asas langsung ini terdapat

Page 34: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

24

pengecualian, yaitu putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya

terdakwa, yaitu putusan verstek atau in absentia.

2. Pembuktian

2.1 Pengertian Pembuktian

Pembuktian merupakan bagian yang sangat penting dalam hukum

acara pidana, karena didalam pembuktian akan ditemukan kebenaran dan

dapat menentukan nasib terdakwa. Karena tujuan dari pembuktian itu

sendiri adalah untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materiil.

Mengenai pengertian pembuktian sendiri, di dalam Kitab Undang- Undang

Hukum Acara Pidana tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian

pembuktian, KUHAP hanya memuat jenis-jenis alat bukti yang sah

menurut hukum, yang tertuang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Walaupun KUHAP tidak memberikan pengertian mengenai

pembuktian, akan tetapi banyak ahli hukum yang berusaha menjelaskan

tentang arti dari pembuktian, yaitu :

“Pembuktian adalah bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwa yang bersalah telah melakukannya sehingga iharus mempertanggung jawabkannya.”24

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undangmembuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur

24Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Cet 3, Jakarta: Djambatan, 2002, hlm.106.

Page 35: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

25

alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.”25 “Membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa.”26 Menurut Hari Sasangka dan Lyli Rosita pengertian tentang hukum

pembuktian adalah :

“Pengertian Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian.”27

Pengertian pembuktian juga dikemukakan Leden Marpaung yang

mengatakan bahwa:

“Sebelumnya seseorang diadili oleh pengadilan, orang tersebut berhak dianggap tidak bersalah, hal ini dikenal dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Untuk menyatakan seseorang melanggar hukum, pengadilan harus dapat menentukan kebenaran diperlukan bukti-bukti, yaitu sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Dari uraian tersebut, bukti dimaksud untuk menentukan kebenaran”.28

Arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana antara lain:

1. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum, semua terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan undang-undang. Tidak boleh leluasa bertindak dengan caranya sendiri dalam menilai pembuktian. Dalam mempergunakan alat bukti, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Terdakwa tidak bisa leluasa mempertahankan sesuatu yang

25M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemerikasaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm.273.

26Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramitha, 2001, hlm.1. 27Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2003, hlm.10.

28Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan) Bagian Pertama: Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm.22-23.

Page 36: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

26

dianggapnya benar di luar ketentuan yang telah digariskan undang-undang.Terutama bagi majelis hakim, harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang ditemukan selama pemeriksaan persidangan. Jika majelis hakim hendak meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam keputusan yang akan dijatuhkan, kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan ketentuan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan. Kalau tidak demikian, bisa saja orang yang jahat lepas, dan orang yang tak bersalah mendapat ganjaran hukuman;

2. Sehubungan dengan pengertian diatas, majelis hakim dalam mencari dan meletakkan kebenaran yang dijatuhkan dalam putusan, harus berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan undang-undang secara “limitatif”, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP.29

Peranan pembuktian yang begitu sangat penting akan menjadi

kunci dari suatu penyelesaian perkara, karena dengan pembuktian akan

ditentukan salah atau tidaknya terdakwa. Dan hakim didalam memutus

suatu perkara, akan berdasarkan pembuktian yang telah dilakukan dalam

persidangan.

2.2 Teori-teori Sistem Pembuktian

Berbicara mengenai sistem pembuktian ini, maka ada beberapa

macam sistem pembuktian yang digunakan, yaitu :

1) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan

Hakim Semata (Conviction In Time)

Sistem pembuktian conviction in time menganut ajaran

bahwa bersalah tidaknya terdakwa terhadap perbuatan yang

didakwakan, sepenuhnya tergantung pada penilaian “keyakinan”

hakim semata-mata. Jadi bersalah tidaknya terdakwa atau

29M.Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 253.

Page 37: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

27

dipidana tidaknya terdakwa sepenuhnya tergantung pada

keyakinan hakim. Dan keyakinan hakim tidak harus timbul atau

didasarkan pada alat bukti yang ada. Sekalipun alat bukti sudah

cukup kalau hakim tidak yakin, hakim tidak boleh menjatuhkan

pidana, sebaliknya meskipun alat bukti tidak ada tapi kalau

hakim sudah yakin, maka terdakwa dapat dinyatakan bersalah.

Akibatnya dalam memutuskan perkara hakim menjadi subyektif

sekali.

M. Yahya Harahap berpendapat bahwa :

“Keyakinan hakimlah yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari mana hakim dapat menarik dan menyimpulkan keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat bukti yang diperiksa dalam sidang pengadilan. Bisa juga hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan hakim, dan langsung menarik keyakinan dari keterangan terdakwa.”30

Mohammad Taufik Makarao,S.H,M.H dan Drs.Suhasril,S.H

berpendapat bahwa :

“Sistem ini mengandung kelemahan, karena hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa semata-mata atas “dasar keyakinan” belaka tanpa didukung oleh alat bukti yang cukup. Sebaliknya, hakim leluasa membebaskan terdakwa dari tindak pidana yang dilakukannya walaupun kesalahan terdakwa telah cukup terbukti dengan alat-alat bukti yang lengkap, selama hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa.”31

2) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan

Hakim Atas Alasan Yang Logis (Conviction In Raisone)

30M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Edisi II,

Jakarta : Sinar Grafika, 2001, hlm.256. 31Mohammad Taufik Makarao& Suhasril, Op.Cit, hlm.103.

Page 38: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

28

Sistem pembuktian conviction in raisone, “keyakinan

hakim” tetap memegang peranan penting dalam menentukan

salah tidaknya terdakwa. Tetapi, pada sistem ini, keyakinan

hakim “dibatasi”. Jika dalam sistem pembuktian conviction in

time peran “keyakinan hakim” bebas tanpa batas maka pada

sistem conviction in raisone, keyakinan hakim harus didukung

dengan “alasan-alasan yang jelas”. Dan di dalam putusan-

putusan yang dibuat oleh hakim hakim harus mendasarkan

alasan dan dapat diterima dengan masuk akal. Hakim wajib

menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan apa yang mendasari

keyakinannya atas kesalahan terdakwa. Sistem conviction in

raisoneini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas

untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrijs

bewijstheorie).

3) Sistem atau Teori Pembuktian Menurut Undang-Undang

Secara Positif (Positive Wettelijk Bewijstheorie)

Sistem pembuktian positive wettelijk bewijstheorie ini

dikatakan secara positif, karena hanya didasarkan kepada

undang-undang melulu. Artinya jika telah terbukti suatu

perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh

undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama

sekali. Sistem pembuktian positive wettelijk bewijstheorie sangat

mengabaikan dan sama sekali tidak mempertimbangkan

keyakinan hakim. Jadi sekalipun hakim yakin akan kesalahan

Page 39: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

29

yang dilakukan terdakwa, akan tetapi dalam pemeriksaan di

persidangan pengadilan perbuatan terdakwa tidak didukung alat

bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa harus

dibebaskan. Dalam praktik peradilannya, sistem pembuktian

lebih mengarah pada sistem pembuktian menurut undang-

undang secara positif. Hal ini disebabkan aspek “keyakinan”

pada Pasal 183 KUHAP tidak diterapkan secara limitatif.32

4) Sistem atau Teori Pembuktian Menurut Undang-Undang

Secara Negatif (Negatief Wettelijk)

Sistem pembuktian negatief wettelijkmerupakan teori antara

sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif atau

positive wettelijk bewijstheorie dengan sistem pembuktian

keyakinan hakim atau convictionin time, artinya hakim hanya

boleh menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana

yang didakwakan apabila ia yakin dan keyakinannya tersebut

didasarkan kepada alat-alat bukti yang sah menurut undang-

undang.

“Teori pembuktian menurut undang-undang negative tersebut dapat disebut dengan negative wettelijk, istilah ini berarti: wettelijk, berdasarkan undang-undang sedangkan negative, maksudnya adalah bahwa walaupun dalam suatu perkara terdapat cukup bukti sesuai dengan undang-undang, maka hakim belum boleh menjatuhkan hukuman sebelum memperoleh keyakinan tentang kesalahan terdakwa. Dalam sistem pembuktian yang negative alat-alat bukti limitatief di tentukan dalam undang-undang dan bagaimana cara

32Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik, dan

Permasalahannya, Bandung: PT. Alumni, 2007, hlm.199.

Page 40: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

30

mempergunakannya hakim juga terikat pada ketentuan undang-undang.”33

2.3 Alat Bukti

Dalam pembuktian, agar dapat tercapai kebenaran mutlak

diharuskan adanya syarat kebenaran mutlak untuk dapat menghukum

seseorang. Suatu tindak pidana benar-benar dapat dibuktikan, dengan

adanya bukti yang sempurna, yaitu bukti yang sah dan menyakinkan. Alat

bukti yang sah dalam hukum acara pidana, diatur dalam pasal 184

KUHAP, yang dimaksud dengan alat bukti adalah :

“segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa.”34

Beberapa ketentuan hukum acara pidana telah mengatur mengenai

beberapa alat bukti yang sah seperti dalam Pasal 184 KUHAP yang

menyatakan bahwa :

“Alat bukti yang sah ialah:

1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa”.

Berikut ini adalah uraian mengenai jenis-jenis alat bukti yang sah

menurut KUHAP :

33http://thatsmekrs.wordpress.com/2010/06/17/hukum-acara-pidana-analisis-kelebihan-

dan-kelemahan-sistem-pembuktian-negatif-atau-negative-wettelijk-theorie/diakses pada tanggal 14 September 2013, pukul 15.46 wib. 34Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op.Cit, hlm.11.

Page 41: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

31

1) Keterangan Saksi

Pengertian saksi menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP menyatakan

bahwa :

“saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara yang ia dengar, ia lihat dan ia alami sendiri.” Berdasarkan Pasal 1 angka 27 KUHAP yang menyatakan

pengertian keterangan saksi yaitu :

“keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.” Semua orang dapat menjadi saksi, tetapi ada beberapa pengecualian

mengenai siapa saja yang tidak dapat menjadi saksi, yaitu yang tercantum

di dalam Pasal168 KUHAP :

“Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangan dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi : a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau

kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;

b. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;

c. suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.”

Syarat sahnya keterangan saksi sebagai alat bukti agar keterangan

yang diberikan seorang saksi dapat bernilai serta memiliki kekuatan

pembuktian, perlu diperhatikan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi

oleh seorang saksi, yakni sebagai berikut :

a) Wajib disumpah atau berjanji

Page 42: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

32

Menurut ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP yang

berbunyi :

“Sebelum memberikan keterangan, saksi wajibmengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”

Dan dalam memberikan sumpah, ada pengecualian

dimana dapat memberikan kesaksian tanpa sumpah. Hal ini

terdapat di Pasal 171 KUHAP yang berbunyi :

“Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah : a. anak yang umumnya belum cukup lima belas tahun

dan belum pernah kawin. b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun

kadang-kadang ingatannya baik kembali.

Pada intinya, sumpah dijadikan sebagai penguat untuk

keterangan yang akan diberikan oleh saksi.

b) Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti

Menurut Pasal 185 ayat (1) KUHAP disebutkan :

“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.”

Keterangan saksi yang dinyatakan di pengadilan harus

sesuai dengan apa yang dilihat saksi sendiri, didengar saksi

sendiri, dan dialami saksi sendiri terhadap peristiwa pidana

tersebut.

c) Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan

Pasal 185 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa :

Page 43: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

33

“keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.”

Dan Yahya Harahap berpendapat bahwa :

“agar supaya keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu harus “dinyatakan” di sidang pengadilan. Hal ini sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Keterangan saksi yang berisi penjelasan tentang apa yang didengarnya sendiri, dilihatnya sendiri atau dialaminya sendiri mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat bernilai sebagai alat bukti apabila keterangan itu saksi nyatakan di sidang pengadilan.”35

d) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup

Dalam Pasal 185 ayat (2) dan (3) mengatur masalah ini,

yang berbunyi :

“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.”

“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.”

Keterangan seorang saksi saja tidak cukup sama hal

dengan prinsip unus testis nullum testem yang artinya “satu

saksi saja, bukanlah saksi.” Tetapi jika hanya ada satu orang

saksi saja, hal itu bukan berarti tidak sah. Akan menjadi sah

jika nilai pembuktian dari keterangan satu saksi tersebut

didukung dengan alat-alat bukti yang sah dan mempunyai

kekuatan hukum.

e) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri

35 M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm.266.

Page 44: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

34

Hal ini terdapat dalam Pasal 185 ayat (4) yang

berbunyi:

“Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.

Keterangan dari beberapa orang saksi yang mempunyai

nilai dan kekuatan pembuktiannya masing-masing dan

keterangan satu sama lain saling menguatkan, maka dapat

dinilai sebagai alat bukti.

Di dalam Pasal 185 ayat (6) memberikan pedoman untuk menilai

keterangan saksi, yaitu :

“Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan :

a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi

keterangan yang tertentu; d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada

umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.”

2) Keterangan Ahli

Pasal 1 angka 28 KUHAP yang menyatakan pengertian keterangan

ahli, yaitu :

“keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.” Dan dalam Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa :

Page 45: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

35

“Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan.” Penjelasan dari Pasal 186 KUHAP ini mengatakan : “keterangan ahliini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.”36 Keterangan ahli sangat dituntut suatu pendidikan formal tertentu,

tetapi ada juga yang meliputi seorang ahli yang berpengalaman di suatu

bidang tanpa pendidikan yang khusus. Ada dua bentuk keterangan ahli,

yaitu :

a. Alat bukti keterangan ahli yang berbentuk “laporan” atau “visum et repertum.”

b. Alat bukti keterangan ahli yang berbentuk “keterangan langsung secara lisan” di sidang pengadilan yang dituangkan dalam catatan berita acara persidangan.37

3) Surat

Definisi surat menurut Asser-Anema yang dikutip Andi Hamzah

adalah sebagai berikut :

“surat-surat ialah segala sesuatu yang mengandung anda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.” Ketentuan mengenai alat bukti surat terdapat pada Pasal 187

KUHAP, bahwa:

“surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah :

36Mohammad Taufik Makarao & Suhasril, Op.Cit, hlm.124. 37M. Yahya Harahap, Op.Cit , hlm.282.

Page 46: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

36

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuatoleh pejabat umum yang berwenang dan yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri.

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya.

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang membuat pendapat berdasarkan keahliannya.

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.”

4) Petunjuk

Di dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP, mendefinisikan petunjuk

adalah:

“petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satudengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.” Dan di dalam Pasal 188 ayat (2) KUHAP, petunjuk hanya dapat

diperoleh dari :

a. Keterangan saksi; b. Surat; c. Keterangan terdakwa.

P.A.F. Lamintang berpendapat mengenai alat bukti petunjuk,

bahwa:

“Dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 188 KUHAP tersebut di atas, kiranya orang dapat mengetahui bahwa pembuktian yang didasarkan pada petunjuk-petunjuk di dalam berbagai alat bukti itu tidak mungkin akan diperoleh oleh hakim tanpa mempergunakan suatu redenering atau suatu pemikiran tentang adanya suatu persesuaian antara kenyataan satu dengan

Page 47: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

37

kenyataan lain, atau suatu kenyataan dengan tindak pidananya sendiri”. 38

5) Keterangan Terdakwa

Berdasarkan Pasal 189 KUHAP yang menyatakan mengenai alat

buktiketerangan terdakwa berbunyi :

“(1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentangperbuatan yang dilakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri.

(2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untukmembantu menemukan bukti di sidang , asalkan keterangan itu didukungoleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakankepadanya.

(3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.

(4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa iabersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkanharus disertai dengan alat bukti yang lain.”

Keterangan terdakwa hanya untuk menerangkan keadaan diri

sendiri bukan untuk orang lain dan tidak dapat berdiri sendiri, kecuali

dibarengi dengan alat bukti lain.39

3. Visum Et Repertum

3.1 Pengertian dan Tujuan Visum Et Repertum

Visum et repertumsangat berkaitan dengan Ilmu Kedokteran

Forensik karena visum et repertum merupakan salah satu bentuk bantuan

dokter dalam penegakan hukum dan proses peradilan.Visum et repertum

merupakan salah satu alat bukti surat yang biasa digunakan di dalam

38P.A.F. Lamintang & Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu

Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Edisi Kesatu, Cetakan Pertama, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 428.

39Suharto R.M., Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, Cetakan kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, hlm.158.

Page 48: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

38

proses pembuktian suatu perkara pidana terutama di dalam proses

penyidikan. Dalam kasus-kasus pidana tertentu,penyidik sangat

bergantung terhadap visum et repertum untuk mengungkap lebih jauh

suatu peristiwa pidana yang sedang ditanganinya. Karena dari visum et

repertum yang dilakukan oleh ahli forensik tersebut penyidik dapat

mengetahui kebenaran materiil dari suatu kasus perkara pidana dan

menindaklanjuti kasus tersebut.

Pengertian dari visum et repertum sendiri sebagai alat bukti surat

adalah surat yang dibuat atas kekuatan sumpah jabatan atau dengan

sumpah.

Visum et Repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran Forensik, biasanya dikenal dengan nama “Visum”. Visum berasal dari bahasa Latin, bentuk tunggalnya adalah “visa”. Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti tanda melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan diketemukan.40

Menurut R.Soeparmono menyatakan :

“Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan atas bukti hidup, mayat, atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya. Atas dasar itu selanjutnya diambil kesimpulan, yang jugamerupakan pendapat dari seorang ahli maupun kesaksian (ahli) secara tertulis sebagaimana yang tertuang dalam bagai pemberitaan (hasil pemeriksaan). Oleh karena itu visum et repertum semata-mata hanya dibuat agar suatu perkara pidana menjadi jelas dan hanya

40H.M.Soedjatmiko, Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya Malang, 2001, hlm.1.

Page 49: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

39

berguna bagi kepentingan pemeriksaan dan untuk keadilan serta diperuntukkan bagi kepentingan peradilan.”41

Dan menurut Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350 :

“Visa reperta dari dokter-dokter, yang dibuat atas sumpah jabatan yang diikrarkan pada waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di negeri Belanda atau di Indonesia, atau atas sumpah khusus, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, mempunyai daya bukti dalam perkara pidana, sejauh itu mengandung keterangan tentang yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa.”42

Dalam KUHAP Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tidak

ditemukan istilah visum et repertum, tetapi dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia, visum etrepertum berarti hasil pemeriksaan dokter (di bawah

sumpah) tentang pemeriksaan medis seseorang yang masih hidup atau

sudah menjadi mayat untuk keperluan pemeriksaan pengadilan. Walaupun,

dalam KUHAP tidak ditemukan pengertian dari visum et repertum, tetapi

dalam Pasal 187 huruf (c) KUHAP mengatur tentang visum et repertum

dapat digunakan sebagai alat bukti surat, yang berbunyi :

“Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.”

Keberadaan visum et repertum ternyata selalu dibutuhkan dalam

setiap penyidikan tindak pidana dan hasil visum et repertum itu sendiri

dari dokter ahli mutlak dicantumkan di dalam berkas perkara pidana yang

diselidiki oleh penyidik. Adapun fungsi dari visum et repertum itu sendiri

bagi penyidik adalah memberikan petunjuk mengenai adanya unsur tindak

41R. Soeparmono, Ahli dan Visum et Repertum Dalam Aspek Hukum Acara Pidana,

Semarang : Setia Wacana, 2002, hlm.98. 42http://sigidkirana.blogspot.com/2009/02/visum-et-repertum.html, diakses pada tanggal

21 September 2013, pukul 16.57 wib.

Page 50: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

40

pidanadan unsur kesengajaan, perkiraan waktu terjadinya tindak pidana,

juga dapat memberikan hasil pemeriksaan terhadap barang bukti dalam

tindak pidana. Visum et repertum juga berfungsi sebagai bukti permulaan

bagi penyidik untuk melakukan penindakan lainnya dalam mengungkap

suatu kasus tindak pidana dan keberadaan visum et repertum penting untuk

kelengkapanberkas perkara tindak pidana yang dibuat dan diserahkan

penyidik kepada penuntut umum.

Dan tujuan visum et repertum yang dikemumakakan oleh R.

Soeparmono adalah :

“Yakni untuk memberikan kepada hakim (majelis) suatu kenyataan akan fakta-fakta dari bukti-bukti tersebut atas semua keadaan atau hal sebagaimana tertuang dalam bagian pemberitaan agar hakim dapat mengambil putusannya dengan pemberitaan agar hakim dapat mengambil putusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau keyakinan hakim.”43

Dan kegunaan dari pembuatan visum et repertum adalah :

1. Menentukan ada atau tidaknya suatu tindak pidana. 2. Dapat memberikan petunjuk apakah perlu diadakan penahanan

terhadap tersangka. 3. Dapat memberikan petunjuk kepada penyidik dalam

melakukan penyidikan. 4. Visum et Repertum dapat berguna pula untuk menentukan

tuduhan apa yang akan dijatuhkan kepada hakim terhadap tersangka. 44

3.2 Peran Visum Et Repertum

Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu

perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et

repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik

43R. Soeparmono, Op.Cit, hlm.100. 44Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Dasar-dasar Ilmu Kedokteran Kehakiman, Jakarta:

Bina Aksara, 1987, hlm.135.

Page 51: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

41

yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang dianggap sebagai barang

bukti.Visum et repertum memuat keterangan atau pendapat dokter

mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian

kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum telah menjembatani ilmu

kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et

repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada

seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma

hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa

manusia.Dan peran visum et repertumbagi penyidik sangat penting yaitu

dalam pemeriksaan kasus perkara pidana, yang dibuat oleh dokter ahli atas

permintaan penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seorang manusia

baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, yang termuat

dalam visum et repertumyang akan menentukan langkah bagi penyidik

dalam mengungkapkan kasus tindak pidana guna membuat terang dan

jelas suatu perkara pidana.

H.M. Soerdjatmiko mengatakan mengenai peran visum et repertum

bahwa:

“sebagai suatu keterangan tertulis yang berisi hasil pemeriksaan seorang dokter ahli terhadap barang bukti yang ada dalam suatu perkara pidana, maka Visum et Repertum mempunyai peran sebagai berikut : 1. Sebagai alat bukti yang sah

hal ini sebagaimana disebutkan dalam KUHAP Pasal 184 ayat (1) jo Pasal 187 huruf c.

2. Bukti penahanan tersangka Di dalam suatu perkara yang mengharuskan penyidik melakukan penahanan tersangka pelaku tindak pidana, maka penyidik harus mempunyai bukti-bukti yang cukup untuk melakukan tindakan tersebut. Salah satu bukti adalah akibat tindak pidana yang dilakukan oleh dokter dapat dipakai oleh penyidik sebagai

Page 52: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

42

pengganti barang bukti untuk melengkapi surat perintah penahanan tersangka.

3. Sebagai bahan pertimbangan hakim Meskipun bagian kesimpulan visum et repertumtidak mengikat hakim, namun apa yang diuraikan di dalam bagian pemberitaan sebuah visum et repertum adalah merupakan bukti materiil dari sebuah akibat tindak pidana, di samping itu bagian pemberitaan ini adalah dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti yang telah dilihat dan ditemukan oleh dokter. Dengan demikian dapat di pakai sebagai bahan pertimbangan hakim yang sedang menyidangkan perkara tersebut.”45

3.3 Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum

Visum et repertum dibuat dalam rangka upaya penegakan hukum

dan keadilan guna membuat terang dan jelas suatu perkarapidana yang

telah terjadi, khususnya turut berperan dalamproses pembuktian suatu

perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia,dimana visum et

repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaanmedik

yang tertuang didalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat

dianggap sebagai pengganti barang bukti.

Semua yang terkandung didalam Visum et Repertumdapat

mengganti sepenuhnya benda yang diperiksa dan yang menjadi tanda bukti

dalam tindak pidana karena visum et repertum termasuk alat bukti sah,

terdapat di dalam Pasal 184 ayat (1) sub b dan sub c KUHAP. Hal ini juga

ditegaskan oleh Atang Ranoemihardja yang menyatakan “Visum et

Repertum merupakan pengganti sepenuhnya daripada barang bukti

diperiksa, maka oleh karenanya pula Visum et Repertum pada hakekatnya

adalah menjadi alat bukti yang sah.”

45 H.M Soedjatmiko, Op.Cit, hlm.7.

Page 53: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

43

Jika dalam berkas perkara pidana tidak ada visum et repertum,

majelis hakim akan menggunakan Pasal 183 KUHAP, kecuali dalam

pemeriksaan acara cepat. Visum et repertum merupakan alat bukti yang

sah, oleh karena itu harus disebutkan serta dipertimbangkan oleh majelis

hakim dalam putusannya.

4. Tindak Pidana Penganiayaan

Pengertian tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah “ strafbaar feit”. Ada beberapa

terjemahan dari istilah strafbaar feit, yaitu :

1. Perbuatan yang dapat/boleh dihukum 2. Peristiwa pidana 3. Perbuatan pidana 4. Tindak pidana. 46

Seorang ahli hukum pidana yaitu Prof. Moeljatno, SH, yang

berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni

perbuatan pidana adalah “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum

larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi

barangsiapa melanggar larangan tersebut.” 47Dan untuk mengetahui adanya

tindak pidana, maka pada umumnya dirumuskan dalam peraturan perundang-

undangan pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan disertai

dengan sanksi. Dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa unsur atau syarat

yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangansehingga dengan jelas dapat

dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang.Suatu perbuatan dapat

46E.Y.Kanter dan S.R.Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan

Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika, 2002, hlm.204. 47Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm.54.

Page 54: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

44

dikatakan sebagai tindak pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai

berikut:

1. Subjek; 2. Kesalahan; 3. Bersifat melawan hukum (dari tindakan); 4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-

undang/perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana;

5. Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya).48

Dan Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit)adalah:

a. Perbuatan manusia (positif atau negative, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan).

b. Diancam dengan pidana (statbaar gesteld) c. Melawan hukum (onrechtmatig) d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband

staand) e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab

(toerekeningsvatoaar person). Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana (strafbaar feit), yaitu :

Unsur Obyektif :

• Perbuatan orang • Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu. • Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan

itu seperti dalam pasal 281 KUHP sifat “openbaar” atau “dimuka umum”.

Unsur Subyektif : • Orang yang mampu bertanggung jawab • Adanya kesalahan (dollus atau culpa). Perbuatan harus

dilakukan dengan kesalahan. • Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari

perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan.49

Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut

“penganiayaan”. Tetapi dalam KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan.

48Adam Chazawi, Op.Cit, hlm. 211. 49http://hasansodikin.blogspot.com/2013/03/unsur-unsur-tindak-pidana.html diakses pada

tanggal 17 Juli 2013, pukul 11.45.

Page 55: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

45

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia arti penganiayaan adalah: “perlakuan

yang sewenang-wenang”. Pengertian yang dimuat dalam kamus besar Bahasa

Indonesia adalah pengertian dalam arti luas, yakni yang menyangkut termasuk

“perasaan” atau “bathiniah”. Sedangkan yang dimaksud penganiayaan dalam

hukum pidana adalah menyangkut tubuh manusia.Dibentuknya pengaturan

tentang kejahatan terhadap tubuh manusia ini dutujukan bagi perlindungan

kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatan-perbuatan berupa penyerangan

atas tubuh atau bagian dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit atau luka,

bahkan karena luka yang sedemikian rupa pada tubuh dapat menimbulkan

kematian.

Menurut ilmu pengetahuan (doktrin) pengertian penganiayaan adalah

sebagai berikut :”Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk

menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain” dan dalam hukum pidana

penganiayaan mempunyai unsur sebagai berikut:

1. Adanya kesengajaan

2. Adanya perbuatan.

3. Adanya akibat perbuatan (yang dituju), yakni:

a. rasa sakit pada tubuh,

b. luka pada tubuh.

Ada berbagai macam bentuk penganiayaan, dan itu telah dimuat

dalam BAB XX Buku II, Pasal 351s/d 355 adalah sebagai berikut:

1. Penganiayaan Biasa Pasal 351 KUHP

Pasal 351 KUHP telah menerangkan penganiayaan biasa

sebagai berikut:

Page 56: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

46

(1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan itu menyebabkan luka-luka berat, yang bersalah dipidanadengan pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lamatujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak di pidana.

Mengenai penganiayaan biasa ini merupakan suatu tindakan hukum

yang bersumber dari sebuah kesengajaan. Kesengajaan ini berarti bahwa akibat

suatu perbuatan dikehendaki dan ini ternyata apabila akibat itu sungguh-

sungguh dimaksud oleh perbuatan yang dilakukan itu. yang menyebabkan rasa

sakit, luka, sehingga menimbulkan kematian. Mengenai tindakan hukum ini

yang akan diberikan kepada yang bersalah untuk menentukan Pasal 351 KUHP

telah mempunyai rumusan dalam penganiayaan biasa dapat dibedakan menjadi:

a. Penganiayaan biasa yang tidak menimbulkan luka berat

maupun kematian.

b. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.

c. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

d. Penganiayaan yang berupa sengaja merusak kesehatan.

2. Penganiayaan Ringan Pasal 352 KUHP

Rumusan dalam penganiayaan ringan telah diatur dalam Pasal

352 KUHP sebagai berikut:

(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang

Page 57: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

47

yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Disebut penganiayaan ringan karena penganiayaan ini tidak

menyebabkan luka atau penyakit dan tidak menyebabkan si korban

tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-harinya.

3. Penganiayaan Berencana Pasal 353 KUHP

Pasal 353 KUHP mengenai penganiyaan berencana

merumuskan sebagaiberikut :

(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(3) Jika perbuatan itu mengkibatkankematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Menurut Mr.M.H. Tiirtamidjaja menyatakan arti di rencanakan

lebih dahulu adalah “bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun

pendeknya untuk mempertimbangkan, untuk berfikir dengan tenang”.

Unsur penganiayaan berencana adalah direncanakan terlebih dahulu

sebelum perbuatan dilakukan. Penganiayaan dapat dikualifikasikan

menjadi penganiayaan berencana jika memenuhi syarat-syarat:

a. Pengambilan keputusan untuk berbuat suatu kehendak

dilakukan dalam suasana batin yang tenang.

b. Sejak timbulnya kehendak/pengambilan keputusan untuk

berbuat sampai dengan pelaksanaan perbuatan ada tenggang

waktu yang cukup sehingga dapat digunakan olehnya untuk

berpikir, antara lain:

Page 58: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

48

1. Resiko apa yang akan ditanggung.

2. Bagaimana cara dan dengan alat apa serta bila mana saat

yang tepat untuk melaksanakannya.

3. Bagaimana cara menghilangkan jejak.

c. Dalam melaksanakan perbuatan yang telah diputuskan

dilakukan dengan suasana hati yang tenang.

4. Penganiayaan Berat Pasal 354 KUHP

Penganiayaan berat dirumuskan dalam Pasal 354 yang

rumusannya adalah sebagai berikut :

(1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun. Perbuatan berat (zwar lichamelijk letsel toebrengt) atau dapat

disebut juga menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah

dilakukan dengan sengaja. Kesengajaan itu harus mengenai ketiga

unsur dari tindak pidana yaitu: perbuatan yang dilarang, akibat yang

menjadi pokok alasan diadakan larang itu dan bahwa perbuatan itu

melanggar hukum. Apabila dihubungkan dengan unsur kesengajaan

maka kesengajaan ini harus sekaligus ditujukan baik tehadap

perbuatannya, maupun terhadap akibatnya, yakni luka berat.

Mengenai luka berat disini bersifat abstrak bagaimana bentuknya luka

berat, kita hanya dapat merumuskan luka berat yang telah di jelaskan

pada Pasal 90 KUHP sebagai berikut:

Luka berat berarti:

Page 59: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

49

= jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;

= tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;

= kehilangan salah satu pancaindera; = mendapat cacat berat (verminking); = menderita sakit lumpuh; = terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih; = gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

5. Penganiayaan Berat Berencana Pasal 355 KUHP

Penganiyaan berat berencana, dimuat dalam Pasal 355 KUHP

yangrumusannya adalah sebagai berikut :

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Penganiayaanberat berencana ini merupakan bentuk gabungan

antara penganiayaan berat (Pasal354 ayat 1) dengan penganiayaan

berencana (Pasal 353 ayat 1), dengan kata lain suatu penganiayaan

berat yang terjadi dalam penganiayaan berencana, kedua bentuk

penganiayaan ini haruslah terjadi secara serentak/bersama. Oleh

karena harus terjadi secara bersama, maka harus terpenuhi baik unsur

penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana.

Page 60: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

50

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan undang-undangan

(Statute Approach)dan pendekatan kasus (Case Approach). Pendekatan

undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan

regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani,

sedangkan pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah

terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah

menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap.50

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini preskripstif yaitu suatu penelitian yang

menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam

melaksanakan aturan hukum, sehingga apa yang senyatanya berhadapan

dengan apa yang seharusnya, agar dapat memberikan rumusan-rumusan

tertentu.51

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Perpustakaan Pusat Universitas

Jenderal Soedirman, Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

50Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, Prenada Media Group,

2005, hlm.93. 51Ibid, hlm.22.

Page 61: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

51

4. Sumber Bahan Hukum

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri

dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang

hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal- jurnal

hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.52

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder.53

5. Metode Pengumpulan Bahan

Peneliti melakukan pengumpulan bahan sekunder dari studi pustaka

dan studi dokumen. Studi pustaka ini akan menggali berbagai kemungkinan

jawaban permasalahan dalam penelitian ini. Studi dokumen suatu cara

pengumpulan bahan dengan menelaah terhadap dokumen-dokumen

pemerintah maupun non pemerintah berupa surat keputusan, internet, arsip-

arsip ilmiah, dan putusan pengadilan dan sebagainya. Putusan yang menjadi

52Ibid, hlm.141. 53 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, 2009, Jakarta: Sinar Grafika, hlm.106.

Page 62: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

52

studi dokumen adalah putusan Pengadilan Negeri No. 569/ Pid.B/ 2011/

PN.JKT.TIM.

6. Metode Penyajian Bahan

Penyajian bahan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk uraian

secara sistematis, logis dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang

diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan

pokok permasalahan yang diteliti, sehingga merupakan suatu kesatuan yang

utuh didasarkan pada norma hukum atau kaidah-kaidah hukum serta doktrin

hukum yang relevan dengan pokok permasalahan.

7. Metode Analisis Bahan

Peneliti menggunakan metode analisis normatif kualitatif, yakni

dengan menjabarkan dan menafsirkan data-data berdasarkan norma, teori-

teori serta doktrin hukum guna menjawab permasalahan yang diajukan.

Page 63: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

53

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Identitas Terdakwa

Nama Lengkap : YULI RAHMAWATI alias JULIA PEREZ.

Tempat Lahir : Jakarta.

Umur/Tanggal lahir : 31 tahun/15 Juli 1980.

Jenis Kelamin : Perempuan.

Kebangsaan : Indonesia.

Tempat Tinggal : Jl.Raffles Hills Cluster Spring Land II No.14

Cibubur, Jakarta Timur.

Agama : Islam.

Pekerjaan : Swasta.

Pendidikan : D-1.

2. Duduk Perkara

Pada hari Jumat, 5 November 2010 sekitar pukul 14.30 wib,

bertempat di Hotel Mega Matra, JL.Matraman Raya No.115

Kel.Palmeriam, Kec.Matraman. Kodya Jakarta Timur. Terdakwa dan saksi

korban, sedang melakukan syuting film ARWAH GOYANG

KERAWANG. Dalam film tersebut, terdakwa berperan sebagai LILIS

yang berprofesi sebagai penari jaipong, dan saksi korban berperan sebagai

NENENG yang berprofesi sama juga yaitu sebagai penari jaipong. Pada

pengambilan scene 16 dimana terdakwa, saksi korban dan saksi lainnya

Page 64: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

54

bermain bersama dengan mengikuti dialog yang ada, yaitu terdakwa harus

berjalan dengan muka yang kesal, dan saksi korban akan tampak

mengejarnya, dan saat itu juga saksi korban menarik konde terdakwa,

terdakwa meronta dan ingin melepaskan kondenya, tetapi saksi korban

melempar konde itu di muka terdakwa. Diselingin dengan beberapa dialog,

saksi korban langsung menjenggut terdakwa, dan terdakwa membalasnya

kepada saksi korban. Terdakwa dan saksi korban guling-gulingan di lantai

hingga tidak bisa dikontrol lagi, dan baju mereka sampai robek dan celana

dalam terdakwa dan saksi korban keliatan.

Dua orang saksi yang berada di lokasi syuting langsung

memisahkan mereka agar tidak berlanjut. Tetapi terdakwa dan saksi

korban tidak dapat dipisahkan, mereka tetap saling bergumul, terdakwa

dalam posisi diatas saksi korban, dan saksi korban dalam posisi dibawah.

Terdakwa dengan posisi yang berada diatas tubuh saksi korban, kemudian

langsung memukul dan mencakar saksi korban secara berulang kali,

sehingga saksi korban mengalami luka pada muka sebelah kanan dan leher

sebelah kanan.

3. Dakwaan Penuntut Umum

Penuntut Umum dalam persidangan menghadapkan terdakwa

dengan dakwaan tunggal dan perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP.

4. Pembuktian di Persidangan

Proses pembuktian di persidangan telah didengarkan keterangan berupa:

Page 65: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

55

a. Keterangan Saksi-Saksi

1. DEWI MURYA AGUNG (DEWI PERSIK)

Pada syuting film Arwah Goyang Kerawang, dalam scene 16 terdapat

adegan berhantam/fighting antara saksi Dewi Persik dengan terdakwa.

Sebelum syuting dilakukan, terdakwa dan saksi telah diberikan skrip

dan telah diberikan arahan oleh sutradara Helfi Gusmanedi. Sutradara

memberikan arahan bahwa saksi yang menjatuhkan/membanting

terdakwa. Namun, ketika melakukan syuting, justru terdakwa yang

membanting dan mendorong saksi hingga jatuh, lalu terdakwa ikut

menjatuhkan diri untuk menduduki saksi yang jatuh terlentang. Ketika

saksi dalam keadaan jatuh terlentang di lantai, terdakwa menekan dada

saksi dengan lututnya sehingga saksi berontak untuk melepaskan diri,

lalu kemudian terdakwa merubah posisi dengan menunggang saksi.

Pada saat terdakwa menunggang saksi yang dalam keadaan jatuh

terlentang, terdakwa juga mencengkram leher saksi sehingga saksi

merasa sakit dan perih, karena itu saksi berusaha keras untuk

melepaskan diri dari kuncian terdakwa tanpa dilerai oleh siapapun dan

pergumulan sempat terhenti sebentar. Karena terdakwa masih emosi,

maka terjadi lagi pergumulan dan sama-sama terjatuh di lantai, tapi

saksi masih di posisi bagian bawah. Dalam pergumulan kedua, saksi

sempat mendengar teriakan “itu beneran” “itu beneran”, lalu datang

para crew dan bang helfi untuk melerai dengan cara, saksi dan terdakwa

dipegang, tapi saksi korban tidak mendengar aba-aba “cut” dari

sutradara. Dengan adanya kejadian ini, saksi korban mengalami luka

Page 66: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

56

cakar di leher dan pipi sebelah kanan dan mengalami luka memar pada

bagian lutut karena terjatuh ketika dibanting oleh terdakwa.

Berdasarkan keterangan saksi tersebut, terdakwa mengatakan ada yang

tidak benar yaitu mengenai arahan sutradara dimana saksi yang

membanting terdakwa, arahan sutradara yang benar yaitu terdakwa

yang membanting saksi.

2. USEP ALIYANA Als UJENG

Saksi adalah asisten dari saksi Dewi Persik. Saksi mendengar bahwa

sebelum syuting, baik terdakwa maupun saksi Dewi Persik diberi

pengarahan oleh sutradara. Pengarahan sutradara tersebut adalah saksi

Dewi Persik menjatuhkan terdakwa dengan cara membanting, namun

ketika syuting dilaksanakan ternyata terdakwa yang membanting saksi

Dewi Persik sehingga saksi Dewi Persik jatuh terlentang, lalu terdakwa

menindih dan menduduki perut saksi Dewi Persik lalu mencakar saksi

Dewi Persik sehingga saksi Dewi Persik meronta-ronta untuk

melepaskan diri. Sebelum syuting scine 16 film Arwah Goyang

Kerawang, saksi Dewi Persik tidak ada luka baik di leher dan pipi.

3. DJUMEIDI TRI NUGROHO Als.DIDIET

Saksi adalah manager dari saksi Dewi Persik. Saksi melihat bahwa pada

adegan scene 16 film Arwah Goyang Kerawang, terdakwa yang

membanting saksi Dewi Persik hingga saksi Dewi Persik jatuh

terlentang, lalu terdakwa menduduki dan mencakar saksi Dewi Persik

hingga saksi Dewi Persik meronta-ronta untuk melepaskan diri. Saksi

Dewi Persik berhasil melepaskan diri, namun tidak lama kemudian

Page 67: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

57

terjadi pergumulan kedua yang lokasinya agak bergeser ke pojok

lorong, tetapi saksi tidak tahu siapa yang lebih dahulu memulai

pergumulan yang kedua. Pada pergumulan kedua, posisi saksi Dewi

Persik juga bagian bawah, terdakwa dan saksi Dewi Persik saling

menjambak rambut tapi saksi tidak melihat mereka saling memukul.

Dalam pergumulan itu saksi, melihat saksi Dewi Persik menendang

terdakwa, tapi dibalas oleh terdakwa. Setelah kejadian itu, saksi melihat

saksi Dewi Persik mengalami luka cakar di leher dan pipi sebelah kanan

serta luka memar di lutut akibat terjatuh saat dibanting. Sebelum ada

kejadian ini, saksi Dewi Persiktidak ada luka.

4. HELFI GUSMANEDI

Saksi adalah sutradara film Arwah Goyang Kerawang. Dalam scene

16, sebelum syuting dimulai, terdakwa dan saksi Dewi Persik diberi

skrip untuk dibaca dan diberikan pengarahan oleh saksi. Saksi

mengarahkan dalam adegan fighting nanti, saksi Dewi Persik yang

menjatuhkan terdakwa lalu dilanjutkan dengan pergumulan. Sebelum

syuting, mereka terlebih dahulu melakukan latihan di lorong hotel dan

semuanya berjalan sesuai dengan skenario dan dalam batas toleransi.

Tetapi ketika syuting dilakukan, ternyata terdakwa yang membanting

saksi Dewi Persik hingga jatuh terlentang dan dilanjutkan dengan

pergumulan serta saling jambak. Saat itu saksi menilai itu masih bagian

dalam improvisasi, namun setelah selesai adegan tersebut saksi melihat

saksi Dewi Persik mengalami luka baru pada pipi kanan sebanyak 3

garis dan di leher sebanyak satu garis seperti kena cakar.

Page 68: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

58

5. WARSITO

Saksi adalah security Hotel Mega Matra di Jalan Matraman, Jakarta

Timur. Saksi melihat luka yang dialami oleh saksi Dewi Persik pada

lehernya karena pada saat itu, saksi Dewi Persik menyikap bajunya dan

memperlihatkan kepada crew-crewnya.

6. ERLANDO SAPUTRA

Dalam film ini, saksi berperan sebagai suami dari terdakwa. Saksi

melihat terdakwa membanting saksi Dewi Persik selanjutnya saksi

Dewi Persik menendang terdakwa, lalu terdakwa menjambak rambut

saksi Dewi Persik disertai dengan dorong mendorong dada sehingga

adegan fighting tersebut tampak lucu menurut saksi. Setelah selesai

syuting, saksi melihat dari agak jauh, bahwa saksi Dewi Persik terluka

di pipi kanan seperti kena cakar tapi saksi tidak tahu siapa yang

mencakar. Ketika malam hari, saksi melihat jelas luka yang dialami

oleh saksi Dewi Persik, tapi saksi tidak menanya apapun kepada saksi

Dewi Persik. Dan sebelum syuting, saksi melihat bahwa saksi Dewi

Persik tidak ada luka.

7. AGENG ANJARWATI R.N.

Saksi melihat ketika adegan fighting yang disyuting saat itu, mereka

berdua terguling-guling sampai di ujung dekat tembok dalam keadaan

rambut terdakwa dijambak oleh saksi Dewi Persik. Dalam adegan

fighting yang kedua, saksi melihat berawal dari saksi Dewi Persik yang

menendang terdakwa lalu terjadi saling tendang, dan kemudian

terdakwa dan saksi Dewi Persik bergumul berguling-guling dalam

Page 69: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

59

keadaan rambut terdakwa dijambak oleh saksi Dewi Persik. Setelah

syuting selesai, saksi melihat saksi Dewi Persik mengalami luka di pipi

kanan dan leher. Dan sebelum syuting dilakukan, saksi Dewi Persik

tidak ada luka baik di leher maupun di pipi kanannya.

8. PASCAL AS AZHAR

Saksi dalam syuting film ini berperan sebagai Aa Eman. Sebelum

syuting dilakukan, saksi tidak tahu dan tidak mendengar arahan dari

sutradara kepada terdakwa dan saksi Dewi Persik. Setelah syuting scene

16 selesai, saksi melihat ada luka di pipi kanan dari saksi Dewi Persik

dan menurut saksi Dewi Persik luka tersebut ada karena dicakar.

Sebelum syuting scene 16 dilakukan, saksi tidak melihat saksi Dewi

Persik ada luka di pipinya.

9. DINDA AYU KENCANA, SP

Dalam film ini, saksi berperan sebagai penari. Pada pergumulan kedua,

dalam syuting adegan fighting tersebut saksi melihat terdakwa dan saksi

Dewi Persik sudah bergumul di ujung lorong. Saksi melihat ada luka

dipipi sebelah kanan dari saksi Dewi Persik, padahal sebelum syuting

scene 16, luka tersebut tidak ada. Dan selesai syuting, saksi melihat

terdakwa berdarah tetapi saksi tidak tahu sebabnya.

10. MUHAMMAD ZAINAL ILMI alias IYOS

Dalam film ini, saksi berperan sebagai asistennya saksi Dewi Persik.

Saksi melihat saksi Dewi Persik terluka pada pipi kanannya tapi saksi

tidak menanyakan dan tidak tahu apa sebabnya, sedangkan kondisi

terdakwa terluka atau tidak, saksi tidak memperhatikan.

Page 70: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

60

b. Keterangan Ahli

1. HUBERTUS KNOCH (BERI PRIMA)

Dalam kasus ini, terdakwa menghadirkan seorang saksi ahli dalam

bidang acting. Saksi ahli adalah bintang film laga yang berperan sejak

tahun 1978 sampai dengan tahun 2006 dengan pendidikan terakhir

SMA. Menurut saksi ahli, dalam film laga dan bukan film laga peranan

sutradara berbeda, yaitu dalam film laga selain sutradara ada penata

laga/penata gerak yang mana biasanya sutradara mengikuti arahan dari

penata gerak. Dalam film laga biasanya penata gerak sudah mengatur

adegan yang akan dimainkan tapi bila melampaui arahan dari penata

gerak maka sutradara harus mengatakan “cut” dan adegan yang lebih

tersebut harus dipotong. Dalam pembuatan film laga, sesekali bisa

mencederai lawan main, namun kalau sampai terjadi dan lawan main

cedera tidak masalah. Dan dalam pembuatan film laga, bila ada adegan

yang berbahaya biasanya menggunakan standman/standgirl yang ahli

dibidangnya. Dalam film laga sebetulnya bisa membedakan mana laga

yang menjiwai peran dengan mana laga yang benar-benar emosi

walaupun emosi adalah bagian dari menjiwai peran. Bila ada adegan

laga itu benar-benar emosi maka sutradara harus memberikan aba-aba

“cut” karena dalam film lagapun ada standar acting. Dalam beracting

film laga harus keliatan benar-benar berhantam tapi tidak benar-benar

berhantam, jadi hanya seolah-olah benar-benar berhantam dan disinilah

dibutuhkan seni peran. Saksi ahli pernah mengalami adanya saling

mencaci maki diantara para pemeran tetapi tidak pernah dibawa ke

Page 71: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

61

ranah hukum dan pernah juga mengalami patah tulang karena salah

jatuh atau luka karena berhantam tapi tidak pernah dilaporkan ke aparat.

c. Keterangan Terdakwa

Terdakwa diajukan ke persidangan dalam perkara dugaan tindak pidana

penganiayaan. Dalam arahan sutradara untuk scene 16 adalah terdakwa

berlari kelorong agar cepat ganti baju karena suami sudah menunggu di

rumah lalu saksi Dewi Persik menarik sanggul terdakwa ke dinding

sehingga terjadi pertengkaran mulut dan dilanjutkan dengan berhantam

dan adegan berhantam diawali dengan terdakwa yang menjatuhkan

saksi Dewi Persik dengan cara membanting, dilanjutkan dengan

bergumul dengan posisi terdakwa diatas lalu terdakwa menarik kaki

saksi Dewi Persik kearah pintu dimana terdakwa masuk tapi saksi Dewi

Persik meronta-ronta untuk melepaskan diri, lalu mereka bergumul lagi

di ujung lorong dan pada saat itulah baru Aa Eman datang untuk

melerai. Sutradara tidak memberikan arahan untuk saling pukul, saling

menyerang dan saling menjambak, tapi pemeran boleh berimprovisasi.

Dalam scenario, keributan yang terjadi dalam scene 16 karena adanya

persaingan antara terdakwa sebagai penari senior yang lahan menari

jaipongnya di lokasi itu telah diambil alih oleh saksi Dewi Persik

sebagai penari junior. Terdakwa tidak tahu dalam adegan fighting di

scene 16, saksi Dewi Persik mengalami luka. ± ½ jam setelah shuting,

infotaiment berdatangan dan kemudian disusul oleh polisi dari Polsek

Matraman. Kedatangan polisi untuk menginterogasi terdakwa di

ruangan security hotel dan saat itulah terdakwa diberitahu ada

Page 72: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

62

pengaduan dari saksi Dewi Persik tentang penganiayaan yang dilakukan

oleh terdakwa terhadap saksi Dewi Persik. Dan pada hari itujuga

terdakwa dan saksi Dewi Persik melanjutkan syuting di halaman parkir

hotel dan pada saat itulah terdakwa melihat saksi Dewi Persik terluka di

pipi kanan. Terdakwa merasa tidak pernah mencakar atau melukai saksi

Dewi Persik ketika syuting scene 16 film Arwah Goyang Kerawang.

Dan untuk shuting scene 16 ini, sutradara mengarahkan terdakwa harus

diatas supaya bisa menarik kakinya saksi Dewi Persik dan bisa

menciptakan suasana seriil mungkin dengan mencekik leher saksi Dewi

Persik. Ketika syuting scene 16, terjadi pengulangan sebanyak 3 kali

sebab juga digunakan untuk latihan/percobaan. Terdakwa menderita

sinusitas yang selalu memegang hidung, jadi terdakwa tidak pernah

membiarkan kukunya panjang, karena jika panjang bisa mengakibatkan

hidungnya terluka. Dan ketika saksi Dewi Persik jatuh dengan posisi

bagian bawah, lutut terdakwa tidak menekan dada saksi Dewi Persik

sebab kaki dan tumit terdakwa bisa menahan semuanya. Dan saat saksi

Dewi Persik menendang terdakwa, terdakwa tidak bereaksi karena

terdakwa mengira masih masuk dalam scenario sebab tidak ada aba-aba

“cut” dari sutradara. Tapi ketika terdakwa melihat sutradara mendekat,

maka terdakwa berusaha untuk melepaskan tangan saksi Dewi Persik

yang menjambak rambut terdakwa.

Page 73: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

63

d. Alat Bukti Surat Visum et Repertum

Sesuai Visum et Repertum yang dikeluarkan oleh RSUP Nasional

DR.Cipto Mangunkusumo No. 1041/TU.FK/XI/2010 tertanggal 9

Nopember 2010 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr.Tjetjep Dwidja

Siswaja, SpF NIP.19580302.198911.1.1002.

Hasil Pemeriksaan :

1. Korban datang dalam keadaan sadar, dengan keadaan umum baik,

tampak sakit ringan. Tekanan darah seratus dua puluh perdelapan

puluh milimeter air raksa.

2. Korban mengaku kurang lebih tiga jam sebelum pemeriksaan, pada

saat shuting korban didorong hingga terjatuh, diduduki dan dicakar

di daerah wajah oleh orang yang sudah dikenal sebelumnya.

3. Pada korban ditemukan :

a. Pada pipi kanan, enam sentimeter dari garis pertengahan depan,

empat sentimeter di bawah sudut luar mata, ditemukan tiga buah

luka lecet gores, berwarna merah, nyeri pada penekanan,masing-

masing berukuran sepanjang dua setengah sentimeter, dua

sentimeter dan dua setengah sentimeter.

b. Pada leher sisi kanan, tujuh sentimeter dari garis pertengahan

depan, sembilan sentimeter dibawah cuping telinga. Ditemukan

dua buah luka lecet gores berwarna merah, nyeri pada

penekanan, masing-masing berukuran sepanjang satu setengah

sentimeter dan empat setengah sentimeter.

Page 74: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

64

c. Pada lutut kiri ditemukan lukalecet berwarna merah, dikelilingi

sembab nyeri pada penekanan berukuran satu setengah

sentimeter kali satu setengah sentimeter.

d. Pada tulang selangka kanan sisi atas, delapan sentimeter dari

garis pertengahan depan, ditemukan luka lecet gores berwarna

merah, sepanjang dua setengah sentimeter.

e. Pada lengan bawah kiri sisi belakang, sembilan sentimeter

dibawah siku ditemukan memar berwarna ungu, nyeri pada

penekanan berukuran satu sentimeter kali satu setengah

sentimeter.

f. Pada lengan atas kiri sisi depan, sepuluh sentimeter dibawah

puncak bahu terdapat tiga buah luka lecet gores berwarna

merah, nyeri pada penekanan berukuran satu sentimeter kali satu

setengah sentimeter.

4. Terhadap korban dilakukan oembersihan luka, selanjutnya korban

dipulangkan.

Kesimpulan :

Pada pemeriksaan korban perempuan berusia dua puluh lima tahun

ini, ditemukan luka-luka lecet akibat kekerasan tumpul, yang secara

medik tidak memerlukan tindakan dan atau pengobatan. Luka

tersebut tidak menimbulkan penyakit/halangan dalam menjalankan

pekerjaan jabatan/pencaharian.

Page 75: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

65

5. Tuntutan Penuntut Umum

Tuntutan pidana penuntut umum terhadap terdakwa yang pada

pokoknya agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang

mengadili perkara ini memutuskan :

1. Menyatakan Terdakwa YULI RAHMAWATI alias JULIA PEREZ

bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur

dalam Pasal 351 (1) KUHP;

2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap YULI RAHMAWATI alias

JULIA PEREZ selama 6 (enam) bulan penjara;

3. Menyatakan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bendel naskah scenario asli (milik sutradara) dan 2 (dua)

bendel copy milik Terdakwa dan saksi Dewi Persik;

- Foto – foto luka Dewi Persik dan hasil visum yang dikeluarkan

RSCM;

- 1 (satu) keping CD adegan scine 16 dari kamera master;

Tetap terlampir dalam berkas perkara;

4. Menyatakan Terdakwa membayar ongkos perkara sebesar Rp.2.000,00

(dua ribu rupiah).

6. Pertimbangan Hukum Hakim

Terdakwa dihadapkan di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta

Timur karena didakwa dengan dakwaan tunggal Pasal 351 ayat (1) KUHP;

Menimbang, bahwa rumusan Pasal 351 ayat (1) KUHP berbunyi :

“Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua

Page 76: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

66

tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-“,

sehingga apabila Pasal 351 ayat (1) KUHP dicermati ternyata tidak

mencantumkan unsur delik tapi hanya mencantumkan kwalifikasi dari

tindak pidana tersebut; namun oleh yurisprudensi yang telah diterima luas

dalam praktek peradilan di Indonesia mengartikan “penganiayaan” yaitu

sengaja menyebabkan perasaan tidak enak, rasa sakit atau luka;

Menimbang, bahwa dengan demikian unsur-unsur dari dakwaan

Penuntut Umum Pasal 351 ayat (1) KUHP terdiri dari :

- Unsur dengan sengaja dan

- Unsur menyebabkan perasaan tidak enak, rasa sakit atau luka;

Yang uraiannya sebagai berikut :

Unsur dengan sengaja :

Menimbang, bahwa berpatokan pada praktek peradilan,

yurisprudensi dan doktrin hukum maka Pasal 351 KUHP termasuk dalam

kategori delik materil dan corak kesengajaan yang terkandung dalam Pasal

351 ayat (1) KUHP terkait dengan perkara ini adalah kesengajaan dengan

sadar akan kemungkinan;

Menimbang, bahwa terungkap fakta dipersidangan antara lain :

- Pada hari Jum’at tanggal 5 Nopember 2010 ± 13.00 WIB – 14.00

WIB (setelah sholat Jum’at) Terdakwa yang berperan sebagai Lilis

dan Dewi Persik yang berperan sebagai Neneng melakukan shuting

film Arwah Goyang Kerawang scine 16 di Hotel Mega Matra,

Jalan Matraman, Jakarta Timur;

Page 77: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

67

- Film Arwah Goyang Kerawang scine ke 16 tersebut ada adegan

fighting yang sebelum shuting dilakukan, Terdakwa maupun Dewi

Persik telah diberikan skrip untuk dibaca, dilanjutkan dengan

pengarahan dari sutradara;

Menimbang, bahwa untuk itu unsur dengan sengaja dalam perkara

ini Pengadilan memberi pertimbangan sebagai berikut ;

Menimbang, bahwa diperoleh fakta di persidangan, pada hari

Jum’at tanggal 5 Nopember 2010 ± 13.00 atau pukul 14.00 WIB (setelah

sholat Jum’at) ketika shuting film Arwah Goyang Kerawang scEne ke 16

yang ada adegan fighting/berhantam telah terjadi pergumulan antara

Terdakwa yang berperan sebagai Lilis dengan Dewi Persik yang berperan

sebagai Neneng yang diawali dengan adu mulut lalu Terdakwa

menjatuhkan Dewi Persik ;

Menimbang, bahwa ketika Dewi Persik telah jatuh terlentang,

Terdakwa mengambil posisi diatas lalu menekan/menindih dada Dewi

Persik dengan lututnya (keterangan Dewi Persik didukung dengan

petunjuk berupa gambar CD yang dipertontonkan dipersidangan) namun

karena Dewi Persik berontak sehingga lutut Terdakwa tergelincir sehingga

posisi kaki kiri Terdakwa berubah menjadi menunggang Dewi Persik

dengan posisi kaki kiri Terdakwa bertumpuan di lantai disamping kanan

Dewi Persik dan kaki kanan Terdakwa bertumpuan di lantai disamping kiri

Dewi Persik sedangkan tempat kedudukan (pantat) Terdakwa bertumpuan

di perut Dewi Persik ;

Page 78: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

68

Menimbang, bahwa ketika Terdakwa dalam posisi menunggang

Dewi Persik, Terdakwa berusaha keras untuk menggapai leher Dewi

Persik dan mencakar (keterangan Dewi Persik, Usep Aliyana, Djumeidi

Tri Nugroho serta didukung dengan petunjuk berupa gambar CD yang

dipertontonkan di persidangan) ; namun karena Dewi Persik terus berontak

maka Dewi Persik berhasil melepaskan diri dari tunggangan Terdakwa lalu

bangkit berdiri sehingga pergumulan terhenti sejenak (tanpa aba-aba “cut”

dari sutradara) ;

Menimbang, bahwa kemudian terjadi lagi pergumulan lanjutan

yang diawali dengan Dewi Persik menendang kearah Terdakwa lalu terjadi

lagi pergumulan yang terguling-guling di lantai dengan posisi Terdakwa

diatas dan tampak Dewi Persik menjambak rambut Terdakwa ; ketika

Terdakwa dan Dewi Persik sudah berada di pojok lorong, baru sutradara

memberi aba-aba “cut” sehingga Aa Eman datang untuk melerai tapi tidak

berhasil dan akhirnya sutradara (para crew) ikut melerai ;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Dewi Persik

didukung dengan petunjuk berupa gambar CD yang dipertontonkan oleh

Penuntut Umum dipersidangkan yang tidak dibantah keaslian oleh

Terdakwa dan team penasehat hukumnya serta para saksi, terungkap

secara jelas shuting film Arwah Goyang Kerawang scene ke 16 yang

dilakukan pada hari Jum’at tanggal 5 Nopember 2010 ± pukul 13.00 atau

14.00 WIB (setelah sholat Jum’at) di Hotel Mega Matra Jl.Matraman,

Jakarta Timur, Terdakwa telah membanting Dewi Persik hingga jatuh

terlentang lalu Terdakwa menduduki perut Dewi Persik sambil

Page 79: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

69

menekan/menindih dada Dewi Persik dengan lututnya dan bersamaan

dengan itu Terdakwa berusaha menggapai dan mencengkram leher Dewi

Persik dengan tangannya namun karena Dewi Persik berontak maka lutut

Terdakwa tergelincir sehingga posisi Terdakwa berubah menjadi

menunggang Dewi Persik ;

Menimbang, bahwa mengamati adegan fighting dalam film Arwah

Goyang Kerawang scine ke 16 yang dilakukan pada hari Jum’at tanggal 5

Nopember 2010 ± pukul 13.00 atau 14.00 WIB (setelah sholat Jum’at) di

Hotel Mega Matra Jl.Matraman, Jakarta Timur tersebut maka proses psikis

yang terjadi dalam diri Terdakwa yang terekspresi/terungkap sangat emosi

ketika Terdakwa menduduki perut Dewi Persik yang dalam posisi jatuh

terlentang lalu menekan dada Dewii Persik dengan menggunakan lututnya

sambil mempertahankan posisi lututnya dan sambil berusaha keras untuk

menjangkau dan mencengkram leher Dewi Persik, walaupun akhirnya

Dewi Persik berhasil melepaskan diri berkat usaha kerasnya sendiri;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tersebut diatas maka Pengadilan menilai adegan yang melampaui tuntutan

scenario tersebut dilakukan oleh Terdakwa dengan sadar dan dikehendaki

sehingga unsur dengan sengaja terpenuhi ;

Unsur menyebabkan perasaan tidak enak, rasa sakit atau luka:

Menimbang, bahwa diperoleh fakta dipersidangan antara lain

bahwa sebelum shuting dilakukan tidak terlihat luka yang dialami oleh

Dewi Persik namun setelah pergumulan berhasil dilerai oleh Aa Eman dan

Page 80: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

70

sutradara (crew) terlihat Dewi Persik mengalami luka baru di pipi

kananya;

Menimbang, bahwa walaupun para saksi kecuali Dewi Persik, pada

pokoknya menerangkan antara lain bahwa Dewi Persik terlihat lukanya

hanya pada pipi kanan namun keterangan para saksi dinilai proporsional

karena selain luka lecet dipipi kanan, Dewi Persik juga mengalami luka-

luka lecet lainnya tapi pada bagian tubuh yang tertutup busananya ;

Menimbang, bahwa terkait dengan luka-luka lecet yang dialami

oleh Dewi Persik, tercantum dalam visum et repertum dan telah dibacakan

di persidangan ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tersebut diatas, maka terbukti luka-luka lecet yang dialami oleh Dewi

Persik terjadi ketika Dewi Persik melakoni adegan fighting bersama

Terdakwa dalam shuting film Arwah Goyang Kerawang tersebut ;

Menimbang, bahwa Dewi Persik dipersidangan pada pokoknya

antara lain menerangkan bahwa ketika ia (Dewi Persik) jatuh terlentang,

Terdakwa mengunci saksi (Dewi Persik) lalu mencakar muka dan leher

saksi sehingga saksi merasa sakit dan perih ;

Menimbang, bahwa walaupun saksi-saksi lainnya tidak mengetahui

sebab-sebab luka yang dialami oleh Dewi Persik namun saksi-saksi

tersebut menerangkan pada pokoknya antara lain bahwa dalam shuting

Page 81: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

71

film Arwah Goyang Kerawang tersebut terlihat Terdakwa mencakar Dewi

Persik ;

Menimbang, bahwa alasan bantahan team penasehat hukum

Terdakwa terkait dengan kuku Terdakwa yang tidak panjang saat

dilakukan shuting, Pengadilan tidak sependapat karena sudah merupakan

hal yang diketahui umum bahwa sifat kuku itu keras dan bentuknya relatif

tipis sehinnga tidak panjangnya kuku seseorang yang kalau dalam perkara

ini maksudnya ialah kukunya Terdakwa tidak berarti tidak bisa melukai

seseorang yang maksudnya dalam perkara ini ialah Dewi Persik, apabila

mencengkram dengan kekuatan tertentu atau mencakar dengan kekerasan

tertentu ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tersebut maka terbukti luka-luka yang dialami oleh Dewi Persik

disebabkan oleh perbuatan Terdakwa ;

Menimbang, bahwa karena sebagai proses psikis yang terjadi

dalam diri terdakwa, maka Pengadilan perlu menyimpulkan kesengajaan

(dengan sadar kemungkinan) dengan mengandalkan kondisi-kondisi

eksternal yang tampak/terungkap ;

Menimbang, bahwa terungkap fakta dipersidangan bahwa

Terdakwa adalah sosok yang sehat fisik, sehat psikis dan sehat akalnya

sehingga sepatutnya Terdakwa menyadari akibat dari perbuatannya.

Page 82: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

72

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tersebut diatas maka Pengadilan menilai telah terbukti luka-luka yang

dialami oleh Dewi Persik dilakukan oleh Terdakwa dengan sadar akan

kemungkinan (kemungkinan perasaan tidak enak, rasa sakit atau luka) ;

Menimbang,bahwa dengan demikian unsur menyebabkan perasaan

tidak enak, rasa sakit atau luka terpenuhi ;

Menimbang,bahwa dengan demikian maka semua unsur dari

dakwaan Penuntut Umum terpenuhi yang oleh karenanya Terdakwa harus

dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan

pidana yang didakwakan ;

Menimbang, bahwa dipersidangan tidak ditemukan alasan

penghapus pidana baik alasan pemaaf maupun alasan pembenar yang oleh

karena itu Terdakwa harus dihukum yang setimpal dengan kesalahannya ;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan hukuman terhadap

Terdakwa, Pengadilan perlu mempertimbangkan hal-hal yang

meringankan maupun hal-hal yang memberatkan yaitu :

Hal-hal yang meringankan :

- Luka-luka lecet yang dialami oleh Dewi Persik tidak menghalangi Dewi

Persik (korban) untuk melakukan kegiatan rutinnya sehari-hari ; bahkan

pada hari itu juga Dewi Persik masih bisa melanjutkan shuting untuk film

tersebut ;

Page 83: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

73

- Terdakwa telah meminta maaf kepada Dewi Persik ;

- Antara Terdakwa dengan Dewi Persik telah mencapai perdamaian

beberapa kali bahkan ada yang dalam bentuk tertulis dengan melibatkan

publik figur Camelia Malik dan Achmad Dani maupun tokok agama

yaitu Habib ;

- Terdakwa bersikap sopan dipersidangan ;

- Terdakwa belum pernah dihukum ;

- Terdakwa masih muda usia ;

Hal-hal yang memberatkan tidak ada ;

Menimbang, bahwa karena Terdakwa dinyatakan bersalah dan

dihukum maka terhadapnya dibebani pula untuk membayar ongkos

perkara ;

Mengingat Pasal 351 ayat (1) KUHP, Pasal 193 KUHAP serta

ketentuan-ketentuan lainnya yang bersangkutan ;

7. Amar Putusan Pengadilan Negeri

MENGADILI

1. Menyatakan Terdakwa YULI RAHMAWATI alias JULIA PEREZ

telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan

pidana PENGANIAYAAN ;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 3 (tiga) bulan ;

3. Menetapkan agar hukuman tersebut tidak akan dijalankan kecuali

berdasarkan putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap

Page 84: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

74

Terdakwa kembali dinyatakan bersalah karena melakukan suatu tindak

pidana dalam tenggang waktu masa percobaan selama 6 (enam) bulan ;

4. Menyatakan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bendel naskah scenario asli (milik sutradara) dan 2 (dua)

bendel copy milik Terdakwa dan saksi Dewi Persik ;

- Foto-foto luka Dewi Persik dan hasil visum yang dikeluarkan

RSCM;

- 1 (Satu) keping CD adegan scene 16 dari kamera master;

5. Membebani Terdakwa untuk membayar ongkos perkara sebesar

Rp.2.000,- (dua ribu rupiah).

Page 85: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

75

B. Pembahasan

1. Alasan Diperlukannya Visum et Repertum Dalam Tindak

Penganiayaan Antara Dewi Persik dan Julia Perez

Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan

pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil

terhadap perkara tersebut. Proses pencarian kebenaran mater iil tersebut

melalui tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari tindakan penyelidikan,

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan untuk

menentukan lebih lanjut putusan apa yang akan diambil.Putusan yang akan

diambil oleh hakim itu sendiri didasarkan pada kebenaran materiil yang

tepat dan berlaku menurut ketentuan perundang-undangan. Usaha-usaha

yang dilakukan untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana

dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan

pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana dit entukan dalam

Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal

6 ayat (2) yang menyatakan :

“Tiada seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut Undang-Undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”.

Dengan adanya ketentuan perundang-undangan tersebut, maka

dalam proses penyelesaian perkara pidana, penegak hukum wajib

mengusahakan pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana

yang ditangani dengan selengkap mungkin. Oleh karena itu,

Page 86: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

76

diperlukanlahproses pembuktian. Pembuktian merupakan proses penting

dalam sidang pengadilan untuk menentukan bersalah atau tidaknya

terdakwa berdasarkan dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum.

Dengan adanya pembuktian, hal inilah yang menentukan nasib terdakwa

kedepannya, apakah terdakwa bersalah atau tidak.

Dikaji dari perspektif sistem peradilan pidana pada umumnya dan

hukum acara pidana (formeel strafrecht/ strafprocessrecht) pada

khususnya, aspek “pembuktian” memegang peranan menentukan untuk

menyatakan kesalahan seseorang sehingga dijatuhkan pidana oleh

hakim.Hakim di dalam menjatuhkan suatu putusan, tidak hanya dalam

bentuk pemidanaan, tetapi dapat juga menjatuhkan putusan bebas dan

putusan lepas dari segala tuntutan hukum. Putusan bebas akan dijatuhkan

oleh hakim apabila pengadilan (hakim) berpendapat bahwa dari hasil

pemeriksaan di sidang pengadilan, kesalahan terdakwa atau perbuatan

yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

Kemudian putusan lepas dari segala tuntutan hukum, akan dijatuhkan oleh

hakim apabila pengadilan (hakim) berpendapat bahwa perbuatan yang

didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak

merupakan suatu tindak pidana.Dalam hal pembuktian ini pun hak asasi

manusia dari terdakwa dipertaruhkan, karena dilihat dari akibatnya, yaitu

jika seseorang yang didakwakan dinyatakan terbukti melakukan perbuatan

yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada disertai keyakinan

hakim, padahal tidak benar, dan terdakwa sudah terlanjur melaksanakan

Page 87: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

77

hukumannya. Dalam hal seperti inilah yang harus diperhatikan, untuk

inilah maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran

materiil, yaitu kebenaran yang hakiki atau yang sebenar-benarnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang- Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan penjelasan

mengenai pengertian pembuktian, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana hanya memuat jenis-

jenis alat bukti yang sah menurut hukum, yang tertuang dalam Pasal 184

ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli,

surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Walaupun dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum

Acara Pidana tidak memberikan pengertian mengenai pembuktian, akan

tetapi beberapa ahli hukum yang berusaha menjelaskan tentang arti dari

pembuktian. M. Yahya Harahap mengemukakan pendapatnya mengenai

pembuktian sebagai berikut:

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.”54

Darwan Prinst mengatakan bahwa55:

54M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Jakarta : Sinar Grafika, Edisi Kedua, 2009, hlm. 273.

55Darwin Prinst, Op.Cit. hlm.137.

Page 88: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

78

“Pembuktian adalah suatu peristiwa pidana telah terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya, sehingga terdakwa harus mempertanggungjawabkan kesalahannya tersebut.”

Adapun tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari dan

menempatkan kebenaran materiil dan bukanlah untuk mencari kesalahan

orang lain. Menurut A. Karim Nasution :

“Tujuan dari pembuktian adalah untuk memberikan kepastian yang diperlukan dalam menilai sesuatu hal tertentu mengenai fakta atas penilaian tersebut harus didasarkan.”56 Dengan adanya pembuktian maka hakim meskipun ia tidak melihat

dengan mata kepalanya sendiri kejadian sesungguhnya, dapat

menggambarkan dalam pikirannya apa yang sebenarnya terjadi, sehingga

memperoleh keyakinan tentang hal tersebut.

Berdasarkan Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, sistem pembuktian

yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang- Undang Hukum Acara Pidana adalah sistem pembuktian menurut

undang- undang secara negatif (Negatif Wettelijk Bewijstheori) yang

dirumuskan:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar- benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Dengan demikian, untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa

hakim harus memenuhi hal- hal sebagai berikut:

56A. Karim Nasution, Masalah Hukum Pembuktian Dalam Proses Pidana Jilid I, Jakarta :

Pusdiklat Agung, 1975, hlm. 24.

Page 89: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

79

a. Dua alat bukti yang sah;

b. Ada keyakinan hakim akan terjadinya tindak pidana dan

terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Dalam usaha memperoleh bukti-bukti yang diperlukan guna

kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para penegak

hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak

dapat diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di luar

kemampuan atau keahliannya. Dalam hal demikian maka bantuan seorang

ahli sangat penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil

selengkap-lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut.

Menurut ketentuan hukum acara pidana, mengenai permintaan

bantuan tenaga ahli diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, yaitu :

a. Pasal 1 butir 28 KUHAP yang berbunyi :

“keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.”

b. Pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP :

“mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.”

c. Pasal 120 ayat (1) KUHAP :

“Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.”

d. Pasal 133 ayat (1) KUHAP :

“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan atau mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan

Page 90: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

80

keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.”

Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam

proses pemeriksaan suatu perkara pidana, maka pada tahap penyidikan

bantuan tenaga ahli ini juga mempunyai peran yang cukup penting untuk

membantu penyidik mencari dan mengumpulkan bukti-bukti dalam

usahanya menemukan kebenaran materiil suatu perkara pidana. Dalam

kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung terhadap

keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang

sedang ditanganinya. Keterangan yang diberikan oleh seorang ahli tersebut

adalah keterangan yang diberikan berdasarkan keahlian yang dimilikinya,

diberikan secara jujur dan tidak memihak serta obyektif. Keterangan ahli

ini sangat diperlukan oleh hakim untuk membantu atau memperjelas

penyelesaian suatu perkara pidana yang sedang diperiksa di sidang

pengadilan. Tentang siapakah yang dapat dijadikan sebagai ahli telah

diatur dalamUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana, yaitu:

a. Keterangan ahli khusus dokter ahli Kedokteran Kehakiman,

yaitu khusus diperuntukan bagi pemeriksaan korban

penganiayaan, keracunan, atau pembunuhan.

b. Keterangan ahli lainnya, yaitu keterangan ahli

sebagaimanarumusan Pasal 1 butir 28, yaitu mereka yang

secara khususdiperlukan untuk menerangkan sesuatu hal atau

keadaan danmemenuhi syarat.

Page 91: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

81

Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan, penganiayaan dan

pemerkosaan merupakan contoh kasus penyidik membutuhkan bantuan

tenaga ahli seperti, dokter ahli forensik atau dokter ahli lainnya, untuk

memberikan keterangan medis tentang kondisi korban yang selanjutnya

berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus

tersebut. Dan keterangan ahli mempunyai nilai pembuktian yang dapat

digunakan hakim untuk mengetahui perkara yang kurang diketahui dan

dapat digunakan untuk memperkuat keyakinan hakim dalam memberikan

putusan karena keterangan ahli bersifat subyektif atas apa yang menjadi

keahliannya dan berdasarkan kenyataannya.

Dalam memberikan laporannya mengenai hal-hal yang

diperiksanya, dokter ahli forensik dapat berbentuk lisan yang disampaikan

secara langsung di persidangan dan berbentuk laporan tertulis yang

tertuang di dalam visum et repertum. Atang Ranoemihardja berpendapat :

“Visum et repertum merupakan rencana (verslag) yang diberikan seorang dokter mengenai apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan secara objektif, sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus dapat mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua kenyataan sehingga akhirnya daripadanya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat. Selain daripada itu visum et repertum mungkin dipakai pula sebagai dokumen dengan mana dapat ditanyakan pada dokter lain tentang barang bukti yang telah diperiksa apabila yang bersangkutan (jaksa, hakim) tidak menyetujui hasil pemeriksaan tersebut.”57

Pembuatan visum et repertum memberikan tugas sepenuhnya

kepada dokter sebagai pelaksana di lapangan untuk membantu hakim

57Atang Ranoemihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Bandung : Tarsito, 1991, hlm.11.

Page 92: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

82

dalam menemukan kebenaran materiil dalam memutuskan perkara pidana.

Ilmu kedokteran forensik dilibatkan untuk dapat memberikan pendapat

berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dalam pemeriksaan perkara

pidana, terutama menyangkut tubuh manusia atau bagian dari tubuh

manusia. Hal ini diperlukan karena hakim tidak dibekali ilmu-ilmu yang

berhubungan dengan anatomi tubuh manusia. Dasar hukum mengenai

tindakan dokter dalam memberikan bantuan keahliannya pada

pemeriksaan pidana, adalah ;

a. Pasal 179 ayat (1) KUHAP ;

“Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.”

Dalam pengertian bebas visum et repertumadalah keterangan

tertulis dari seorang dokter atas sumpah jabatannya dengan permintaan

tertulis dari pihak yang berwenang, mengenai apa yang dilihat dan/atau

ditemukan pada barang bukti baik orang hidup atau mati untuk

kepentingan peradilan (pro justitia).Sifat dari visum et repertum sangat

berkaitan dengan kenyataan, kondisi saat itu, misalnya keadaan luka pada

tubuh korban, keadaan mayat korban dan sebagainya. Seperti halnya yang

dikatakan oleh Dr.Tjan Han Tjon yang telah dikutip oleh Atang

Ranoemihardja, yaitu :

“Visum et repertum merupakan suatu hal yang penting dalam pembuktian karena menggantikan sepenuhnya Corpus Delicti (tanda bukti). Seperti diketahui dalam suatu perkara pidana yang menyangkut kerusakan tubuh dan kesehatan serta membinasakan

Page 93: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

83

nyawa manusia, maka tubuh si korban merupakan Corpus Delicti.”58

Corpus Delicti yang berupa tubuh manusia, dimana tubuh manusia

tersebut mengalami luka-luka yang mungkin saja dapat sembuh,

membusuk atau dapat menimbulkan kematian dalam beberapa waktu.

Keadaan pada tubuh manusia akan selalu berubah, tidak pernah sama

ketika dilakukan pemeriksaan, oleh karena itu agar corpus delicti tersebut

tidak menghilang dan tidak mungkin dapat diajukan pada sidang

pengadilan, maka corpus delicti harus diganti oleh visum et repertum.

Visum et Repertum sangat berperan penting dalam kasus perkara

pidana, terutama perkara kejahatan, itu sangat membantu di dalam

persidangan oleh Hakim, terutama apabila perkara tersebut hanya dijumpai

alat-alat bukti yang amat minim. Berbagai tindak pidana yang memerlukan

visum et repertum sebagaimana dalam KUHP adalah :

a. Pelaku tindak pidana yang menderita kelainan jiwa, yaitu

berkaitan dengan Pasal 44 KUHP;

b. Penentuan umur korban/pelaku tindak pidana;

c. Kejahatan kesusilaan yang diatur dalam Pasal 284 sampai 290

KUHP, dan Pasal 292 sampai Pasal 294 KUHP;

d. Kejahatan terhadap nyawa yaitu Pasal 338 sampai Pasal 348

KUHP;

e. Kejahatan Penganiayaan, berkaitan dengan Pasal 351 sampai

355 KUHP;

58Atang Ranoemihardja, Op.Cit, hlm.21.

Page 94: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

84

f. Perbuatan kelalaian yang menyebabkan mati atau luka orang

lain, yaitu Pasal 359 dan 360 KUHP.

Sesuai dengan surat tuntutan pidana penuntut umum yang dibuat

oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa, bahwa perseteruan antara

dua artis dangdut tersebut, termasuk tindak pidana penganiayaan.

Pengertian dari “penganiayaan” sendiri menurut ilmu pengetahuan

(doktrin) adalah “setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk

menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain” dan dalam hukum

pidana, penganiayaan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

a. adanya kesengajaan

b. adanya perbuatan

c. adanya akibat perbuatan (yang dituju), yakni rasa sakit

padatubuh dan luka pada tubuh

Unsur-unsur diatas telah memenuhi ketentuan di Pasal 351 ayat (1)

KUHP, dimana terdapatnya tindak pidana penganiayaan yang terjadi di

antara dua artis dangdut tersebut. Perseteruan tersebut bermula ketika

mereka sedang melakukan syuting film “Arwah Goyang Kerawang”.

Dalam perseteruan tersebut Dewi Persik menjadi korban dari tindak

penganiayaan yang dilakukan oleh terdakwa. Unsur dari perbuatan

terdakwa adalah unsur adanya kesengajaan dengan sadar akan

kemungkinan dan unsur menyebabkan perasaan tidak enak, rasa sakit atau

luka.

Unsur adanya kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan dapat

dilihat bahwa terdakwa dalam keadaan sehat fisik, sehat psikis dan sehat

Page 95: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

85

akalnya, sehingga seharusnya terdakwa menyadari akan perbuatannya.

Saat terdakwa sedang melakukan adegan fighting dengan saksi korban,

proses psikis yang terjadi dalam diri terdakwa yang sangat jelas

terekspresi/terungkap begitu sangat emosi ketika terdakwa menududuki

perut saksi korban, dimana saksi korban dalam keadaan jatuh terlentang,

dan terdakwa menekan dada saksi korban dengan menggunakan lututnya

dan sambil berusaha keras untuk menjangkau dan mencengkram leher

saksi korban.

Unsur menyebabkan perasaan tidak enak, rasa sakit atau luka.

Unsur ini dapat dilihat bahwa sebelum syuting di lakukan, saksi korban

tidak mengalami luka-luka di tubuhnya, tetapi setelah syuting dilakukan

terdapat beberapa luka-luka di tubuh saksi korban. Luka-luka saksi korban

terdapat pada pipi kanan, leher sisi kanan, lutut kiri, tulang selangka

kanan, lengan bawah kiri sisi belakang, dan lengan atas kiri sisi depan. Ini

adalah tempat dimana luka-luka tersebut berada.

Akibat dari tindak pidana penganiayaan yang dilakukan terdakwa,

yaitu adanya luka-luka di tubuh saksi korban. Dan untuk membuktikan

apakah luka-luka di tubuh saksi korban adalah akibat dari terdakwa, maka

diperlukanlah bantuan tenaga ahli yaitu dokter forensik untuk memeriksa

luka-luka tersebut. Sebelum melakukan syuting film “Arwah Goyang

Kerawang” tidak terdapat luka-luka di tubuh saksi korban, tetapi setelah

selesai syuting, tubuh saksi korban mengalami luka-luka. Oleh karena itu,

3 jam dari selesai syuting, saksi korban pergi ke dokter untuk memeriksa

luka-luka tersebut.

Page 96: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

86

Dr. Tjetjep Dwidja Siswaja yang bertugas di RSUP Nasional DR.

Cipto Mangunkusumo, yang telah melakukan pemeriksaan terhadap

keadaan saksi korban. Berdasarkan keterangan dokter bahwa pada saat

saksi korban datang, dia dalam keadaan sadar dan dengan keadaan umum

baik, tampak sakit ringan, tekanan darah seratus dua puluh perdelapan

puluh milimeter air raksa. Saksi korban mengaku kurang lebih tiga jam

sebelum pemeriksaan, pada saat syuting telah didorong hingga terjatuh,

diduduki dan dicakar di daerah wajah oleh orang yang dikenal

sebelumnya. Setelah melakukan pemeriksaan, hasilnya dituangkan dalam

visum et repertum No.1041/TU.FK/XI/2010 yang dibuat dan ditandatangi

oleh Dr.Tjetjep Dwidja Siswaja, bahwa saksi korban mengalami luka-luka

lecet akibat kekerasan tumpul. Dan hasil pemeriksaan terhadap tubuh saksi

korban adalah :

a. Pada pipi kanan, enam sentimeter dari garis pertengahan depan, empat sentimeter di bawah sudut luar mata, ditemukan tiga buah luka lecet gores, berwarna merah, nyeri pada penekanan, masing-masing berukuran sepanjang dua setengah sentimeter, dua sentimeter dan dua setengah sentimeter.

b. Pada leher sisi kanan, tujuh sentimeter dari garis pertengahan depan, sembilan sentimeter dibawah cuping telinga, ditemukan dua buah luka lecet gores berwarna merah, nyeri pada penekanan, masing-masing berukuran sepanjang satu setengah sentimeter dan empat setengah sentimeter.

c. Pada lutut kiri ditemukan luka lecet berwarna merah, dikelilingi sembab, nyeri pada penekanan berukuran satu setengah sentimeter kali satu setengah sentimeter.

d. Pada tulang selangka kanan sisi atas, delapan sentimeter dari garis pertengahan depan, ditemukan luka lecet gores berwarna merah, sepanjang dua setengah sentimeter.

e. Pada lengan bawah kiri sisi belakang, sembilan sentimeter dibawah siku ditemukan memar berwarna ungu, nyeri pada penekanan berukuran satu sentimeter kali satu setengah sentimeter.

Page 97: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

87

f. Pada lengan atas kiri sisi depan, sepuluh sentimeter dibawah puncak bahu terdapat tiga buah luka lecet gores berwarna merah, nyeri pada penekanan berukuran satu sentimeter kali satu setengah sentimeter.

Luka-luka yang terdapat dalam tubuh saksi korban disebabkan

karena saksi korban dan terdakwa terlibat dalam pergumulan pada saat

melakukan syuting film “Arwah Goyang Kerawang”. Pada saat

itu,terdakwatelah membanting saksi korban, sehingga terdakwa berada di

posisi atas dan saksi korban berada di bawah, terdakwa yang berada di

posisi atas memukul dan mencakar saksi korban berulang kali sehingga

saksi korban mengalami luka pada muka sebelah kanan, leher sebelah

kanan serta mengalami luka memar pada bagian lutut karena terjatuh

ketika dibanting oleh terdakwa.

Untuk membuktikan bahwa luka-luka lecet yang terdapat dalam

tubuh saksi korban adalah benar dari tindakan terdakwa, maka dalam

perkara penganiayaan ini sangat membutuhkan visum et repertum. Visum

et repertumsebagai bukti bahwa benar luka-luka lecet yang dialami oleh

saksi korban adalah hasil dari perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa,

karena sebelum melakukan syuting, tubuh saksi korban tidak mengalami

luka-luka lecet sedikitpun, tetapi setelah melakukan syuting terdapat luka-

luka lecet dalam tubuh saksi korban. Visum et repertumini juga untuk

menambah keyakinan hakim dalam memutus perkara tersebut. Dalam

visum et repertum, terutama untuk perkara penganiayaan mengenal adanya

penentuan derajat luka atau kualifikasi luka. Penentuan derajat luka ini

sangat penting karena dapat menentukan seberapa buruknya luka yang

Page 98: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

88

dialami oleh saksi korban danmemegang peranan penting bagi hakim

dalam menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai

dengan rasa keadilan.

Hukum pidana mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan dengan hukuman yang berbeda, yaitu :

1. penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara); 2. penganiayaan sedang (pidana maksimum 2 tahun 8 bulan); 3. penganiayaan yang menimbulkan luka berat (pidana maksimum

5 tahun).59

Ada beberapa macam penganiayaan dalam KUHP, yaitu:

a. Penganiayaan Biasa - Pasal 351 KUHP;

b. Penganiayaan Ringan - Pasal 352 KUHP;

c. Penganiayaan Berencana - Pasal 353 KUHP;

d. Penganiayaan Berat - Pasal 354 KUHP;

e. Penganiayaan Berat Berencana - Pasal 355 KUHP.

Kasus perkara penganiayaan yang terdapat dalam Putusan

No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM, termasuk dalam penganiayaan biasa,

karena penganiayaan biasa merupakan suatu tindakan hukum yang

bersumber dari sebuah kesengajaan dan menimbulkan rasa nyeri, perasaan

tidak enak dan luka. Dalam kasus ini, saksi korban mengalami rasa nyeri,

perasaan tidak enak dan saksi korban juga mengalami luka-luka pada

tubuhnya. Saksi korban adalah seorang artis hiburan, yang sangat

mementingkan kecantikan pada wajah dan tubuhnya guna menjalankan

tugasnya di dunia hibura, dengan adanya luka-luka pada tubuh saksi koban

dapat menghalangi tugasnya sebagai artis.

59Dedi Afandi, Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan Derajat

Luka, Maj Kedokt Indon, Volume: 60 Nomor: 4, April 2010, hlm.192.

Page 99: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

89

Visum et repertum dalam penggunannya juga ada beberapa macam,

yaitu:

a. Visum et Repertum untuk pelaku kelainan jiwa; b. Visum er Repertum tentang umur; c. Visum et Repertum untuk korban hidup; d. Visum et Repertum untuk korban mayat; e. Visum et Repertum korban pemerkosaan atau tindak pidana

kesusilaan; f. Visum et Repertum penggalian mayat.60

Dalam Putusan Perkara No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM, saksi

korban menggunakan visum et repertum untuk korban hidup, yang hanya

perlu pengobatan dan tidak perlu di rawat nginap di Rumah Sakit.Visum et

repertum untuk korban hidup biasanya digunakan untuk hal-hal yang

diakibatkan benda tumpul, benda yang tajam, bahan kimia atau racun, obat

pembasmi cair (basah) atau kering, tembakan senjata api dari jarak dekat

atau jauh, tenggelam, mencoba bunuh diri atau lainnya. Dan visum et

repertum untuk korban hidup, terbagi dalam beberapa jenis, yaitu :

1. Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena

korban tidak memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan

perkataan lain korban mengalami luka - luka ringan.

2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara

berhubung korban memerlukan tindakan khusus atau perawatan.

Dalam hal ini dokter membuat visum tentang apa yang dijumpai

pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan

walaupun visum akhir menyusul kemudian.

60Y.A. Triana Ohoiwutun, Profesi Dokter dan Visum Et Repertum (Penegakan Hukum

dan Permasalahannya) , Malang: Penerbit Dioma, 2006. hlm.34.

Page 100: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

90

3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa

perawatan dari korban oleh dokter yang merawatnya yang

sebelumnya telah dibuat visum sementara untuk awal penyidikan.

Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari dokter

atau rumah sakit yang merawat korban.

Dengan adanya visum et repertumdalam perkara penganiayaan ini

dapat diketahui bahwa benar adanya saksi korban telah mengalami

penganiayaan yang di lakukan oleh terdakwa ketika melakukan syuting

dan hal itu pun didukung dengan adanya CD, dimana tertayang wajah

terdakwa yang sangat emosi ketika lututnya menekan saksi korban dan

ketika terdakwa berusaha menjangkau dan mencengkram leher saksi

korban. Hukum acara pidana juga telah merumuskan peranan visum et

repertum yang bertujuan :

1. Untuk mengganti sepenuhnya barang bukti yang diperiksa.

Visum et repertum merupakan rencana yang diberikan oleh

dokter mengenai apa yang ia lihat dan diketemukan pada waktu

dilakukan pemeriksaan secara objektif, sebagai pengganti

peristiwa yang terjadi dan harus mengganti sepenuhnya barang

bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua kenyataan

sehingga akhirnya daripadanya dapat ditarik kesimpulan yang

tepat.

2. Selain itu visum et repertum juga digunakan sebagai dokumen

kedokteran. Visum et repertum juga dapat digunakan sebagai

dokumen yang dapat dinyatakan kepada dokter lain tentang

Page 101: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

91

barang bukti yang telah diperiksa apabila yang bersangkutan

(Jaksa, Hakim) tidak menyetujui hasil pemeriksaan tersebut.

Pembuatan visum et repertum sendiri mempunyai kegunaan dan

manfaat bagi upaya penyelesaian perkara pidana, yaitu :

1. Menentukan ada atau tidaknya suatu pidana

Tugas pokok seorang dokter dalam membantu mengusut tindak

pidana terhadap kesehatan dan nyawa manusia ialah pembuatan

visum et repertum sehingga bekerjanya harus objektif dengan

mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya

satu sama lain secara logis untuk kemudian mengambil

kesimpulan maka oleh karenanya pada waktu memberikan

laporan pemberitaan dari visum et repertum itu harus

sesungguh-sungguhnya dan seobyektifnya tentang apa yang

dilihat dan ditemukannya pada waktu pemeriksaan. Dengan

demikian visum et repertum merupakan kesaksian tertulis. Maka

visum et repertum sebagai pengganti peristiwa terjadi dan harus

dapat mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa

dengan memuat semua kenyataan sehingga akhirnya dapat

ditarik kesimpulan yang tepat. Selain daripada itu visum et

repertum mungkin dipakai pula sebagai dokumen dengan mana

dapat dinyatakan pada dokter lain tentang barang bukti yang

telah diperiksa apabila bersangkutan (Jaksa, Hakim).

2. Memberikan petunjuk kepada penyidik dalam melakukan

penyidikan

Page 102: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

92

Peran visum et repertum dapat digunakan penyidik untuk

memperoleh keterangan dalam proses penyidikan, karena

seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana sesuai

dengan bukti permulaan yang cukup dapat dilakukan

penangkapan. Setelah adanya penangkapan perbuatan hukum

yang dilakukan oleh polisi adalah melakukan penyidikan, dan

hal ini tentunya polisi juga melakukan perbuatan hukum

kembali dengan cara melakukan penahanan kepada seorang

yang diduga keras melakukan tindak pidana, penahanan yang

dilakukan oleh penyidik terbatas waktunya misalnya untuk

penahan tahap awal polisi dapat melakukan penahanan selama

20 hari dan ditambah kembali oleh jaksa selama 40 hari (Pasal

24 KUHAP). KUHAP tidak ada aturan khusus mengatur

spesifik dan tegas mengatur mengenai perbuatan hukum yang

dilakukan oleh polisi mengenai masa waktu dilakukan

penyidikan terhadap seseorang yang diduga karena melakukan

tindak pidana, sehingga tidak jarang penyidikan yang dilakukan

oleh polisi bisa berbulan-bulan, dan batas waktu penyidikan

logika hukumnya mengikuti masa waktu dilakukan penahanan,

bagaimana kemudian ketika seorang yang diduga karena

melakukan tindak pidana tidak dilakukan upaya penahanan oleh

kepolisian. Tidak ada suatu kepastian hukum dalam proses

penyidikan dalam mengakibatkan bergantungnya suatu

penyidikan yang lamban, dan hal itu kerap kali posisi seseorang

Page 103: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

93

yang diduga keras melakukan tindak pidana statusnya terkatung-

katung, dan prosesnya berbulan-bulan. Meskipun tidak jarang

proses penyidikan ini kerap kali sangat cepat tetapi untuk kasus

yang tidak jelas pula. Artinya tidak ada standart yang jelas

dalam KUHAP mengenai waktu masa penyidikan.

3. Visum et repertum dapat berguna pula dalam menentukan

tuduhan apa yang akan diajukan kepada hakim terhadap

terdakwa

Dokter forensik mempunyai tugas untuk memeriksa dan

mengumpulkan berbagai bukti yang berkaitan dengan

pemenuhan unsur-unsur delik seperti yang dinyatakan oleh

undang-undang, dan menyusun laporan visum et repertum.

Maka dari itu keterangan ahli berupa visum et repertum tersebut

menjadi sangat penting dalam pembuktian, sehingga visum et

repertum akan menjadi alat bukti yang sah karena berdasarkan

sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan

peradilan, sehingga akan membantu dalam mengungkap suatu

perkara pidana.61

2. Kedudukan dan Kekuatan Visum et Repertum Sebagai Alat Bukti

Dalam Perkara Penganiayaan Antara Dewi Persik dan Julia Perez

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjamin tegaknya

kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang, dalam

61www.ebookf.com/re/repertum-book.pdf, Peran Visum et Repertum Dalam Upaya

Pembuktian dalam Pidana, diakses pada tanggal 3 Oktober 2013 pukul 15.49 WIB.

Page 104: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

94

pemeriksaan atas terdakwa, hakim senantiasa berpedoman pada sistem

pembuktian yang tuliskan Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Menurut R.Subekti yang dimaksud dengan pembuktian adalah

proses membuktikan dan meyakinkan hakim tentang kebenaran dalilyang

dikemukan oleh para pihak dalam suatu persengketaan di muka

persidangan.”62

Pembuktian merupakan proses yang terjadi di sidang pengadilan

untuk menentukan apakah terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan

dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Tindak pidana benar-

benar dapat dibuktikan, dengan adanya bukti yang sah dan menyakinkan.

Dan membuktikan sesuatu menurut hukum pidana berarti menunjukkan

hal-hal yang dapat ditangkap oleh pancaindera, mengutarakan hal-hal

tersebut dan berpikir secara logika, hal ini karena hukum pidana hanya

mengenal pembuktian yang dapat diterima oleh akal sehat berdasarkan

peristiwa yang konkrit. Beberapa ketentuan hukum acara pidana telah

mengatur mengenai beberapa alat bukti yang sah dan meyakinkan seperti

dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa :

62R.Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramita, 1985, hlm.1.

Page 105: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

95

“Alat bukti yang sah ialah:

1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa”.

Pembuktian dalam perkara pidana memerlukan adanya alat bukti

yang sah sesuai dengan isi dari Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dan Hakim

dalam menjatuhkan putusan pidana harus berdasarkan pada Pasal 183

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana yang intinya mendasarkan sekurang-kurangnya dua

alat bukti yang sah yang dapat membentuk keyakinan hakim tentang

kesalahan terdakwa. Dan terbentuknya keyakinan hakim dalam

menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat

bukti yang dikemumakakan pada proses persidangan.

Dari kelima alat bukti yang sah dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana, alat bukti keterangan ahlimempunyai peran untuk

membentuk keyakinan hakim dalam memutus suatu perkara. Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana tidak memberikan definisi mengenai apa itu ahli atau apa itu

keterangan ahli yang dapat menjadi alat bukti. Pasal 1 butir 28 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana hanya menyebutkan bahwa “keterangan ahli adalah

keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus

Page 106: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

96

tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana

guna kepentingan pemeriksaan.” Sementara itu tidak disebutkan mengenai

apa itu ahli dan keterangan ahli seperti apa yang dapat dipakai sebagai alat

bukti.Keterangan seorang ahli dibutuhkan dalam rangka membuat terang

suatu tindak pidana.

Keterangan ahli ini urgensinya terlihat jelas sangat dibutuhkan pada

tindak pidana yang menyangkut kejahatan terhadap nyawa dan tubuh. Hal

ini terdapat pada Pasal 133 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidanayang berbunyi:

“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan mengenai seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan kerangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan/atau ahli lainnya.”

Dalam pemecahan tindak kriminal, ahli-ahli yang banyak

membantu adalah ahli-ahli di bidang ilmu forensik, di antaranya:

1. Ilmu Kedokteran Forensik; 2. Ilmu Kimia Forensik; 3. Ilmu Racun Forensik; 4. Ilmu Fisika Forensik; 5. Psikiatri/Neurologi Forensik

Dalam Putusan Perkara No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM, terdapat

tindak penganiayaan yang terjadi antara terdakwa dan saksi korban, akibat

dari tindak penganiayaan tersebut, tubuh saksi korban terdapat luka-luka

lecet. Dalam menyelesaikan kasus tindak penganiayaan tersebut, aparat

penegak hukum meminta bantuan kepada orang yang memiliki keahlian

khusus sehingga dapat menjawab, memecahkan, serta memperjelas

Page 107: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

97

mengenai tindak pidana penganiayaan yang terjadi. Oleh karena itu

bantuan dari seorang ahli diperlukan dalam perkara ini. Bantuan ahli yang

diperlukan dalam kasus ini adalah dokter atau ilmu kedokteran forensik

atau disebut juga ilmu kedokteran kehakiman karena kasus perkara

penganiayaan ini membawa dampak luka-luka pada tubuh seseorang.Dan

sesuai dengan Pasal 179 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi :

“Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.”

Dokter dapat memberikan keterangannya baik secara lisan dan

tertulis atau dalam bentuk laporan. Bentuk laporan dari keterangan dokter,

tertuang dalam visum et repertum.Menurut R. Soeparmono :

“visum et repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, perihal apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya.”63

Visum et repertum termasuk kedalam alat bukti surat dan sebagai

pengganti barang bukti(corpus delicti). Visum et repertum merupakan

surat yang dibuat atas sumpah jabatan, yaitu jabatan sebagai seorang

dokter, sehingga surat tersebut mempunyai keotentikan. Sebagaimana

dalam Pasal 184 ayat (1) dan Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka visum et

repertum dalam bingkai alat bukti yang sah menurut undang-undang,

63R. Soeparmono, SH, Keterangan Ahli & Visum Et Repertum Dalam Aspek Hukum

Acara Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2002, hlm. 98.

Page 108: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

98

masuk dalam kategori alat bukti surat.Visum et repertumdapat dikatakan

merupakan sarana utama dalam penyidikan perkara tindak pidana yang

menyebabkan korban manusia, baik hidup maupun mati karena dengan

adanya visum et repertum dapat mengetahui sebab-sebab suatu luka pada

tubuh seseorang.

Secara khusus visum et repertum tidak pernah dicantumkan dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana sebagaimana salah satu alat bukti yang sah, namun

visum et repertum sudah menjadi bagian dari keterangan ahli dan

keterangan ahli itu sendiri harus memberikan pendapat yang didasarkan

atas keilmuan atau keahlian khusus mengenai suatu hal untuk kepentingan

pemeriksaan.Visum et repertummerupakan sarana utama dalam penyidikan

perkara tindak pidana yang menyebabkan korban manusia, baik hidup

maupun mati.

Pada proses pemeriksaan perkara di sidang pengadilan, jika Hakim

mengalami keraguan terhadap visum et repertum, Hakim dapat memanggil

dokter pembuat visum et repertum ke sidang pengadilan untuk

menjelaskan dan mempertanggungjawabkan visum et repertum tersebut.

Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 180 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

berbunyi :

“Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketus sidang dapat minta

Page 109: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

99

keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.” Dengan demikian visum et repertum telah menjadi penghubung

antara ilmu kedokteran dan ilmu hukum,sehingga dengan membaca visum

et repertum bisa dipertimbangkan dan diterapkan sesuai dengan norma

hukum menyangkut tubuh atau jiwa seseorang dan Jaksa Penuntut Umum

serta Hakim dapat membayangkan bagaimana keadaan barang bukti pada

saat terjadinya peristiwa pidana. Kedudukan visum et repertum dalam

suatu proses peradilan adalah sebagai salah satu alat bukti yang sah

sebagaimana yang tertulis di Pasal 184Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dalam

bukunya, Soeparmono mengatakankedudukan visum et repertum di dalam

hukum pembuktian dalam proses acara pidana, dapat berkedudukan

sebagai:

a. Alat bukti surat (Pasal 184 ayat (1) huruf c jo. 187 huruf c KUHAP); Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP :“surat” Pasal 187 huruf c KUHAP : “surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.”

b. Keterangan ahli (Pasal 1. Stb 1937-350 jo. Pasal 184 ayat (1)

huruf b KUHAP Pasal 1. Stb 1937-350 : “Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti yang syah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa.” Pasal 184 ayat (1) huruf b KUHAP : “keterangan ahli”64

64Ibid, hlm. 98.

Page 110: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

100

Nilai visum et repertum hanya merupakan kejelasan dan dasar-

dasar bagi Hakim untuk menambah keyakinannya dalam membuat

putusan, dan hakim tidak wajib mengikuti pendapat dokter yang membuat

visum et repertumtersebut. Bagi pengadilan, bantuan dari seorang ahli jika

digabung bersama-sama dengan alat bukti lainnya, akan berangkaian dan

bersesuaian satu dengan yang lain dan bermanfaat bagi terbuktinya

pemenuhan unsur-unsur tindak pidana disertai dengan keyakinan hakim.

Pada kasus perkara No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM, hakim dalam

menjatuhkan putusan terhadap terdakwa menjadikan visum et

repertumsebagai pertimbangan, dengan bunyi :

“Menimbang, bahwa terkait dengan luka-luka lecet yang dialami

oleh Dewi Persik, tercantum dalam visum et repertum dan telah

dibacakan di persidangan.”

Dan dalam kasus perkara No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM ini

menjadikan visum et repertum sebagai alat bukti surat yang sah, karena

visum et repertum dibacakan dalam sidang pengadilan tanpa menghadirkan

saksi ahli. Dalam sidang pengadilan perkara pidana, visum et

repertumakan mempunyai daya bukti jika isi dari visum et repertum

tersebut dibacakan dimuka sidang pengadilan, apabila tidak maka visum et

repertumtersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian. Hal ini karena

visum et repertum dibuat dengan sumpah jabatan. Adanya sumpah jabatan

dalam pembuatan visum et repertum merupakan syarat mutlak, karena jika

visum et repertum tersebut dibuat tanpa dasar sumpah jabatan maka dapat

Page 111: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

101

dikatakan tidak mempunyai bobot sebagai alat bukti. Dengan adanya

sumpah ini barulah visum et repertum merupakan dan mempunyai

kekuatan sebagaimana alat bukti yang sah.65

Sebagaialat bukti yang sah atau sebagai keterangan yang dapat

menguatkan keyakinan hakim, visum et repertumharus memenuhi syarat

formil dan syarat meteriilnya terlebih dahulu, syarat-syarat tersebut

adalah:

1. Syarat Formil : Alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 huruf c KUHAP merupakan alat bukti yang sempurna karena bentuk surat dibentuk secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peratutan perundang-undangan.

2. Syarat Materiil : Substansi yang tercantum dalam visum et repertum sesuai dengan fakta yang diperiksa oleh seorang ahli.66

Visum et Repertum juga merupakan alat bukti yang sekaligus

menyentuh dua alat bukti yang sah, yaitu :

a. Sebagai alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan atau visum et repertum, tetap dapat dinilai sebagai alat bukti keterangan ahli,

b. Alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan atau visum et repertum juga menyentuh alat bukti surat. Alasannya ketentuan Pasal 187 huruf c telah menentukan salah satu alat bukti surat yakni : “Surat keterangan seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya.”67

Adanya tindak penganiayaan yang terjadi antara terdakwa dan saksi

korban dikuatkan dengan visum et repertum yang dikeluarkan oleh RSUP

Nasional DR.Cipto Mangunkusumo No.1041/TU.FK/XI/2010 yang dibuat

65Atang Ranoenihardja, Op.Cit, hlm.20. 66Sofwan Dahlan, Ilmu Kedokteran Forensik, Semarang : Sinar HS, 1990, hlm.63. 67M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta :

Sinar Grafika, 2000, hlm.282.

Page 112: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

102

dan ditandatangani oleh Dr.Tjetjep Dwidja Siswaja, SpF yang berisi

mengenai keadaan tubuh saksi korban setelah mengalami penganiayaan

dari terdakwa ketika melakukan syuting.Dan hasil pemeriksaan terhadap

tubuh saksi korban adalah :

a. Pada pipi kanan, enam sentimeter dari garis pertengahan depan, empat sentimeter di bawah sudut luar mata, ditemukan tiga buah luka lecet gores, berwarna merah, nyeri pada penekanan, masing-masing berukuran sepanjang dua setengah sentimeter, dua sentimeter dan dua setengah sentimeter.

b. Pada leher sisi kanan, tujuh sentimeter dari garis pertengahan depan, sembilan sentimeter dibawah cuping telinga, ditemukan dua buah luka lecet gores berwarna merah, nyeri pada penekanan, masing-masing berukuran sepanjang satu setengah sentimeter dan empat setengah sentimeter.

c. Pada lutut kiri ditemukan luka lecet berwarna merah, dikelilingi sembab, nyeri pada penekanan berukuran satu setengah sentimeter kali satu setengah sentimeter.

d. Pada tulang selangka kanan sisi atas, delapan sentimeter dari garis pertengahan depan, ditemukan luka lecet gores berwarna merah, sepanjang dua setengah sentimeter.

e. Pada lengan bawah kiri sisi belakang, sembilan sentimeter dibawah siku ditemukan memar berwarna ungu, nyeri pada penekanan berukuran satu sentimeter kali satu setengah sentimeter.

f. Pada lengan atas kiri sisi depan, sepuluh sentimeter dibawah puncak bahu terdapat tiga buah luka lecet gores berwarna merah, nyeri pada penekanan berukuran satu sentimeter kali satu setengah sentimeter.

Visum et repertum dibuat dan dibutuhkan didalam rangka upaya

penegakan hukum dan keadilan, pemakai visum et repertum adalah

perangkat penegak hukum, yang didalam tulisan ini dibatasi pada pihak

penyidik sebagai instansi pertama yang memerlukan visum et

repertumguna membuat terang dan jelas suatu perkara pidana yang telah

terjadi, khususnya visum et repertum ini turut berperan dalam proses

Page 113: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

103

pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia,

dimana visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil

pemeriksaan medik yang tertuang didalam bagian pemberitaan, yang

karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.Di dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana yang berhak mengajukan prosedur pengeluaran

visum et repertum antara lain :

a.Pasal 7 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana : “Penyidik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a karena

kewajibannya mempunyai wewenang : mendatangkan orang ahli

yang diperlakukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara.”

b. Pasal 120 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana : “Dalam hal

penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang

ahliatau orang yang memiliki keahlian khusus.”

c. Pasal 133 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana : “Dalam hal

penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang

korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena

peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang

Page 114: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

104

mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.”

Dari ketentuan pasal-pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa yang

dapat mengajukan prosedur pengeluaran visum et repertum adalah

penyidik. Visum et repertum dibuat agar suatu perkara pidana menjadi

jelas dan hanya berguna bagi kepentingan pemeriksaan dan untuk keadilan

serta diperuntukkan bagi kepentingan peradilan. Dengan demikian visum

et repertum tidaklah dibuat/diterbitkan untuk kepentingan lain. Karena

tujuan visum et repertum adalah untuk memberikan kepada Hakim suatu

kenyataan akan fakta-fakta dari bukti-bukti tersebut atas semua keadaan

sebagaimana tertuang dalam bagian pemberitaan agar Hakim dapat

mengambil putusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta-fakta

tersebut, sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan Hakim.

Kekuatan pembuktian visum et repertum pada kasus penganiayaan

di mata hakim pada hakikatnya berperan amat penting dalam

mempengaruhi keputusan hakim. Karena visum et repertum yang dapat

membuktikan ada atau tidaknya unsur-unsur penganiayaan. Seperti halnya

dalam Putusan Perkara No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM, Hakim

menjatuhkan putusan terhadap terdakwa sesuai dengan melihat hasil dari

visum et repertum, dimana hasil dari visum et repertum tersebut

menunjukkan bahwa benar luka-luka lecet yang terdapat di tubuh saksi

korban merupakan akibat dari tindak pidana penganiayaan dan visum et

repertum tersebut didukung dengan adanya foto-foto dari luka-luka lecet

Page 115: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

105

saksi korban yang dilakukan oleh terdakwa pada saat melakukan adegan

syuting.

Visum et repertum maupun kesaksian seorang ahli,bersifat bebas

dan tidak mengikat hakim untuk menggunakannya apabila bertentangan

dengan keyakinan hakim, karena sesuai dengan sistem pembuktian yang

dianut oleh negara kita yaitu sitem pembuktian negatif bahwa selain alat

bukti juga harus disertai keyakinan hakim. Jadi haruslah dikembalikan

kepada keyakinan hakim sesuai dengan ilmu pengetahuannya.Kekuatan

pembuktian visum et repertum dapat dibedakan menjadi :

a. Visum Et Repertum termasuk alat bukti surat, sebab merupakan

keterangan ahli yang tertulis di luar persidangan sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 187 huruf c KUHAP yang berbunyi

“Surat keterangan dari seorang ahli memuat pendapat

berdasarkan kejadian mengenai hal atau suatu keadaan yang

diminta secara resmi dari padanya.

b. Visum Et Repertum adalah laporan dari dokter ahli yang dibuat

berdasarkan sumpah, perihal apa yang dilihat, dikemukakan atas

benda hidup atau benda mati atau pun barang bukti lain,

kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan pengetahuan

yang sebaik-baiknya. Atas dasar itu selanjutnya diambil

kesimpulan yang juga merupakan pendapat dari seorang ahli

maupun kesaksian (ahli) secara tertulis sebagaimana yang

tertuang dalam pemberitahuan.

Page 116: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

106

c. Visum Et Repertum dapat menjadi bukti keterangan ahli

berdasarkan ketentuan pemerintah tanggal 22 Mei 1937 dalam

Lembaran Negara 1937 (Staatblad 1937 No.350) Pasal 1

menyatakan bahwa “Visum Et Repertum dari dokter-dokter

yang dibuat atas nama sumpah jabatan yang diikrarkan pada

waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di Negeri Belanda

atau Indonesia atau sumpah khusus, sebagaimana yang

dimaksud Pasal 2 mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara

pidana sejauh mana itu mengandung keterangan tentang apa

yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa.

Page 117: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

107

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta telaah terhadap

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No.569/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM,

maka penulis dapat merumuskan simpulan sebagai berikut :

1. Alasan diperlukannya Visum et Repertum dalam tindak pidana

penganiayaan antara Dewi Persik dan Julia Perez, karena :

a. Salah satu alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP dan

visum et repertum termasuk kedalam alat bukti surat dan sebagai

pengganti barang bukti (corpus delicti).

b. Merupakan barang bukti yang berupa tubuh seseorang, bentuknya

berupa laporan tertulis atau keterangan tertulis yang dibuat oleh

dokter ahli mengenai apa yang dilihat dan apa yang diketemukan

pada tubuh yang diperiksanya.

c. Dapat dibuktikan bahwa tindakan terdakwa termasuk tindak pidana

penganiayaan sesuai dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP.

2. Kedudukan visum et repertumdalam perkara tindak pidana penganiayaan

antara Dewi Persik dan Julia Perez adalah sebagai salah satu alat bukti

surat yang sah sebagaimana yang tertulis di Pasal 184 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.Kekuatan pembuktian visum at repertum pada kasus penganiayaan

Page 118: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

108

tersebut di mata hakim pada hakikatnya berperan amat penting dalam

mempengaruhi keputusan hakim. Dengan adanya visum et repertum,

dapat membuktikan benar adanya tindak penganiayaan yang terjadi.

Page 119: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Abdussalam. 2006. Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan Masyarakat Jilid 2. Jakarta : Restu Agung.

Afandi, Dedi. 2010. Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan

Penentuan Derajat Luka, Maj Kedokt Indon, Volume: 60 Nomor: 4. Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Chazawi, Adam.2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Dahlan, Sofwan. 1990. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang : Sinar HS. Hamzah, Andi.2001. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Ghalia

Indonesia. ______. 2010. Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua. Jakarta : Sinar

Grafika. Harahap,M. Yahya. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan

KUHAP. Jakarta : Sinar Grafika.

______. 2001. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Edisi II, Jakarta : Sinar Grafika.

______. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta:

Sinar Grafika. ______. 2003. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:

Pemerikasaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.

______. 2009. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika.

Kanter, E.Y. & S.R.Sianturi. 2002. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia

dan Penerapannya. Jakarta: Storia Grafika.

Page 120: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

Lamintang, P.A.F. & Theo Lamintang. 2010. Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Edisi Kesatu, Cetakan Pertama. Jakarta: Sinar Grafika.

Mahmud, Peter Marzuki. 2005. Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, Prenada

Media Group. Makarao, Mohammad Taufik & Suhasril. 2004. Hukum Acara Pidana Dalam

Teori dan Praktek. Jakarta : Ghalia Indonesia. Marpaung, Leden. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan

& Penyidikan) Bagian Pertama: Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. Moeljatno. 1987. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara. Mulyadi, Lilik. 2007. Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik, dan

Permasalahannya. Bandung: PT. Alumni.

Nasution,A.Karim. 1975. Masalah Hukum Pembuktian Dalam Proses Pidana Jilid I. Jakarta : Pusdiklat Agung.

Nugroho, Hibnu. 2008. Merekonstruksi Sistem Penyidikan Dalam Peradilan Pidana. Jurnal Hukum Pro Justitia, Volume 26 No.1 Januari.

______. 2012. Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia.

Jakarta: Media Prima Aksara. Ohoiwutun, Y.A.Triana. 2006. Profesi Dokter dan Visum Et Repertum

(Penegakan Hukum dan Permasalahannya). Malang: Penerbit Dioma. Poernomo, Bambang. 1993. Pole Dasar, Teori-Asas Umum Hukum Acara

Pidana dan Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta : Liberty. Prakoso, Djoko & I Ketut Murtika. 1987. Dasar-dasar Ilmu Kedokteran

Kehakiman. Jakarta: Bina Aksara. Prinst, Darwan. 2002. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Cet 3. Jakarta:

Djambatan. Prodjohamidjojo, Martiman. 2002. Teori dan Teknik Membuat Surat

Dakwaan. Jakarta : Ghalia Indonesia. Ramelan. 2006. Hukum Acara Pidana Teori dan Implementasi. Jakarta:

Sumber Ilmu Jaya. R.M.Suharto. 2004. Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, Cetakan kedua,

Jakarta: Sinar Grafika.

Page 121: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

Ranoemihardja,Atang. 1991. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Bandung :

Tarsito. Salam, Moch.Faisal. 2001. Hukum Acara Pidana dalam Teori & Praktek.

Bandung: Penerbit Mandar Maju. Sasangka, Hari & Lily Rosita. 2003. Hukum Pembuktian Dalam Perkara

Pidana. Bandung: Mandar Maju. Soedjatmiko, H.M. 2001. Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya Malang. Soekanto, Soerjono. 1987. Visum Et Repertum Tekhnik Penyusunan dan

Pemerian. Jakarta : Ind-Hill-Co. Soeparmono,R. 2002. Ahli dan Visum et Repertum Dalam Aspek Hukum

Acara Pidana. Semarang : Setia Wacana. ______. 2002. Keterangan Ahli & Visum Et Repertum Dalam Aspek Hukum

Acara Pidana. Bandung: Mandar Maju. Soesilo,R.1984. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar

Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politea. Subekti. 2001. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramitha. Subekti,R. 1985. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

________, Undang-Undang Dasar 1945.

________, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).

________, Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

C. Sumber Lain

http://arengcilawu.blogspot.com/2013/01/selayang-pandang-hukum.html, diakses pada tanggal 5 September 2013, pukul 14:14 wib.

Page 122: VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI CHATRINA... · iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : Chatrina Yohana NIM : E1A009211

http://thatsmekrs.wordpress.com/2010/06/17/hukum-acara-pidana-analisis kelebihan-dan-kelemahan-sistem-pembuktian-negatif-atau-negative-wettelijk-theorie/ diakses pada tanggal 14 September 2013, pukul 15.46 wib.

http://sigidkirana.blogspot.com/2009/02/visum-et-repertum.html,diakses pada

tanggal 21 September 2013, pukul 16.57 wib. http://hasansodikin.blogspot.com/2013/03/unsur-unsur-tindak-pidana.html

diakses pada tanggal 17 Juli 2013, pukul 11.45 wib. www.ebookf.com/re/repertum-book.pdf, Peran Visum et Repertum Dalam

Upaya Pembuktian dalam Pidana, diakses pada tanggal 3 Oktober 2013 pukul 15.49 wib.