jurnaleksperimental.comjurnaleksperimental.com/.../09/JURNAL-JUNAIDAH-SIAP.docx · Web viewSesuai...
Transcript of jurnaleksperimental.comjurnaleksperimental.com/.../09/JURNAL-JUNAIDAH-SIAP.docx · Web viewSesuai...
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KOMUNIKASI, DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA MELALUI
PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Junaidah, M.PdDosen Tetap STIT PGMI Al-Hilal Sigli
Jl. Lingkar Keuniree Sigli Kabupaten Pidie Propinsi AcehEmail: junnaidah10@yahoo .com
Abstract
The aims of this study was to examine the achivement and improvement of students’ understanding, communication, and the students’ mathematical disposition. Besides thet the researcher examined the interaction between learning an KAM to increase students’ ability of mathematical understanding and communication. This reasearch is quasy experimental form with non-equivalent control group design. The population in this study were all student of eighth grade students’ of SMP Lembang. The sample of the research is determined by using purposive sampling. The sample consisted of two classes, the experimental class used contextual teaching and learning approach, while the control class used expository learning. The research finding were: (1) the achivement and improvement of students’ mathematical understanding by using contextual teaching and learning approach better than the students’ who learnt by using reguler expository learning. (2) the achivement and improvement of students’ mathematical communication skills by using CTL better than the students who learnt by using expository learning. (3) there are no interaction between learning and KAM (high, medium, and low) toward the achivement of students’ mathematical understanding and communication skills.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis siswa, serta menelaah interaksi antara pembelajaran dan KAM terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan bentuk desain Non-equivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII pada salah satu SMPdi kota Lembang. Sampel penelitian ditentukan menggunakan purposive sampling. Sampel terdiri dari dua kelas yaitu kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, dan kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran ekspositori. Temuan penelitian ini adalah: (1) Pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstuallebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa baik secara keseluruhan maupun secara KAM. (2) Pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstuallebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa baik secara keseluruhan maupun secara KAM. (3) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan KAM (tinggi, sedang, rendah) terhadap pencapaian kemampuan pemahamanmatematis siswa. (4) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan KAM (tinggi, sedang, rendah) terhadap pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa.
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 53
I. Pendahuluan
Tujuan matematika menurut
Permendiknas No. 22 (Depdiknas,
2006) antara lain meliputi hal berikut :
(1) memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan
antar konsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma secara luwes,
akurat, efesien, dan tepat dalam
pemecahan masalah, (2)
mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau
masalah, (3) memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian
dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan pembelajaran
matematika tersebut dapat ditelusuri
bahwa belajar matematika tentunya
tidak cukup hanya dengan
menyampaikan materi saja tetapi juga
mengembangkan sikap dan karakter
peserta didik.
Selanjutnya NCTM (National
Council of Teacher of Mathematics,
2000) menambahkan bahwa terdapat
enam kemampuan penting yang perlu
dikembangkan dalam pembelajaran
matematika, yaitu pemahaman konsep
(conceptual understanding), pemecahan
masalah (problem solving), penalaran
dan pembuktian (reasoning and proof),
komunikasi (communication), koneksi
(connection), dan representasi
(representation).
Berdasarkan pemaparan di atas,
terlihat bahwa kemampuan pemahaman
dan komunikasi merupakan kemampuan
yang harus dimiliki peserta didik dalam
belajar matematika. Seseorang
dikatakan memahami konsep atau fakta
matematis jika ia dapat menjelaskan
konsep atau fakta matematis tersebut
dengan cara yang lebih sederhana.
Untuk menjelaskan konsep atau fakta
tersebut tentunya dibutuhkan
kemampuan komunikasi yang baik pula.
Menurut Nirmala (Lindawati,
2010: 5) membangun pemahaman pada
setiap kegiatan belajar matematika akan
mengembangkan pengetahuan
matematika yang dimiliki oleh
seseorang. Artinya makin luas
pemahaman tentang ide atau gagasan
matematika yang dimiliki oleh seorang
siswa, maka akan semakin bermanfaat
dalam menyelesaikan permasalah yang
dihadapinya. Sehingga dengan
pemahaman diharapkan tumbuh
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 54
kemampuan siswa untuk
mengkomunikasikan konsep yang telah
dipahami dengan baik dan benar setiap
kali ia menghadapi permasalahan dalam
pembelajaran matematika.
Siswa hendaknya memiliki
kemampuan pemahaman dan
komunikasi matematis, namun hal ini
tidak sejalan dengan yang terjadi
dilapangan. Untuk memecahkan
masalah matematis yang dihadapi siswa
dalam mempelajari matematika, siswa
harus mampu memahami konsep-
konsep matematika itu sendiri. Namun
kenyataannya banyak siswa yang masih
belum memahami konsep-konsep yang
diajarkan karena siswa cenderung
menghafal.Rendahnya kemampuan
pemahaman matematis siswa terlihat
dari beberapa hasil penelitian
sebelumnya. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Rahmah (2012),
Afrilianto (2012), dan Tim Jica
(Tandililing, 2011) menyimpulkan
rendahnya kualitas pemahaman
matematis siswa disebabkan oleh proses
pembelajaran dimana guru terlalu
berkonsentrasi pada latihan soal yang
bersifat prosedural sehingga tidak
memungkinkan siswa cepat
memperoleh makna dari kegiatan
pembelajaran.
Selanjutnya, beberapa studi
sebelumnya juga menemukan bahwa
kemampuan komunikasi matematik
siswa masih rendah. Setiawan (2008)
dan Tandililing (2011) menyatakan
bahwa dalam suatu penelitian yang
dilakukan terhadap siswa terungkap
bahwa siswa masih lemah dalam
membuat model matematika terhadap
informasi yang diberikan dalam soal.
Kemampuan siswa mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, gambar, grafik,
tabel, dan media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah juga belum
memberikan hasil yang memadai.
Selain kemampuan kognitif yang
harus dimiliki siswa, terdapat juga
kemampuan afektif yang hendaknya
dimiliki oleh siswa. Sesuai dengan
tujuan umum matematika yaitu
memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan
minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah. Gregg (2005: 33)
menekankan bahwa siswa harus
menghargai matematika dan memiliki
keyakinan pada kemampuannya dalam
bermatematika.Untukmencapaitujuanini
secaraefektif, guru harus menyadari
bahwa keputusan yang mereka buat
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 55
dalam instruksi dan penilaian dapat
mempengaruhi sikap dan
disposisisiswa. Oleh karena itu, guru
harus bekerja untuk mengembangkan
sikap positif terhadap matematika pada
siswa-siswanya. Pengembangan minat,
sikappositif dan ketertarikan terhadap
matematika tersebut akan membentuk
kecenderungan yang kuat yang
dinamakan disposisi matematis
(mathematical disposition).
Melihat pentingnya kemampuan
pemahaman, komunikasi, dan disposisi
matematis maka guru hendaknya
merancang pembelajaran yang dapat
memfasilitasi siswa dalam
meningkatkan kemampuan pemahaman,
komunikasi, dan disposisi matematis.
Salah satu pembelajaran yang diduga
dapat meningkatkan kemampuan
kognitif dan afektif tersebut adalah
pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual. Pendekatan kontekstual
merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari
(Trianto, 2007: 103).
Dalam meningkatkan kemampuan
pemahaman, komunikasi, dan disposisi
matematis siswa,salah satu upaya yang
harus dilakukan adalah dengan mencari
faktor-faktor yang diduga dapat
memberikan pengaruh positif terhadap
peningkatan kemampuan pemahaman,
komunikasi, dan disposisi. Faktor-faktor
yang dimaksud antara lain adalah faktor
pendekatan pembelajaran yang
diterapkan guru dan faktor KAM (atas,
tengah, bawah). Hal ini bertujuan untuk
melihat apakah penerapan pendekatan
kontekstual merata pada setiap kategori
KAM atau hanya pada kategori KAM
tertentu saja. Apabila merata pada setiap
kategori KAM maka dapat dikatakan
bahwa penerapan pendekatan
kontekstual cocok diterapkan pada
semua kategori yaitu tinggi, sedang, dan
rendah.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan temuan-temuan yang
dapat memberikan kontribusi dalam
perbaikan mutu pendidikan matematika,
khususnya dalam meningkatkan
kemampuan pemahaman, komunikasi
dan disposisi matematis siswa.
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 56
II. Kajian Teori
A. Pemahaman Matematis
Hiebert dan Carpenter (Godino,
1996 :1) menegaskan salah satu ide
yang paling diterima secara luas di
pendidikan matematika adalah siswa
harus memahami matematika. Gardner
(Auliya, 2013) menambahkan bahwa
pemahaman adalah salah satu aspek
dasar dalam pembelajaran, sehingga
model pembelajaran yang digunakan
harus memperhatikan persoalan
mengenai pemahaman.
Stylianides (2007: 2)
menambahkankan adanya hubungan
yang tidak terpisahkan antara
pemahaman dan matematika, dan
mempelajari matematika dengan
pemahaman sudah semakin diterima
dalam bidang matematika dan psikologi
sehingga pemahaman matematika telah
dijadikan salah satu tujuan paling
penting dari pendidikan matematika.
Pemahaman dalam penelitian ini
merupakan pemahaman relasional, di
mana siswa mampu mengaitkan suatu
konsep dengan konsep lainnya secara
benar dan memahami apa yang
dilakukannya. Indikator pemahaman
matematis, yaitu: (1) kemampuan
menerapkan konsep secara algoritma;
(2) kemampuan menyajikan konsep
dalam berbagai bentuk representasi
matematika; dan (3) kemampuan
mengaitkan berbagai konsep.
B. Komunikasi Matematis
Komunikasi adalah bagian
esensial dari matematika dan
pendidikan matematika, komunikasi
merupakan cara berbagi gagasan dan
mengklarifikasi pemahaman. Melalui
komunikasi, gagasan-gagasan menjadi
obyek-obyek refleksi, penghalusan,
diskusi, dan perombakan. Proses
komunikasi juga membantu
membangun makna dan kelanggengan
untuk gagasan-gagasan serta
menjadikan gagasan-gagasan tersebut
diketahui publik (Wahyudin, 2008: 42).
Indikator Komunikasi matemati
dalam penelitian ini meliputi: (1)
menghubungkan benda nyata, gambar,
dan diagram ke dalam ide matematika;
(2) menjelaskan ide, situasi dan relasi
matematika secara tulisan dengan benda
nyata, gambar, grafik, dan aljabar; (3)
menyatakan peristiwa sehari-hari dalam
bahasa atau simbol matematika
C. Disposisi Matematis
Katz mendefinisikan disposisi
matematika sebagai keyakinan atau
kecenderungan untuk menunjukkan
perilaku sering, sadar dan sukarela
dalam proses pembelajaran (Atallah,
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 57
2006: 2). Sedangkan Perhins dan
Tishman (Atallah, 2006: 4)
menggunakan istilah disposisi yang
merujuk pada kecenderungan untuk
menunjukkanperilaku dalam kondisi
tertentu. Mereka berpendapat bahwa
disposisi melibatkan sensitivitas,
kecenderungan dan kemampuan.
Sensitivitas menyangkut kesadaran
terhadap lingkungan. Kecenderungan
menyangkut motivasi atau belajar.
Kemampuan menyangkut kemampuan
untuk menindaklanjuti dengan tepat.
Disposisi matematika adalah
meliputi: (1) rasa percaya diri; (2)
menunjukkan minat; (3) memiliki
kegigihan; (4) memiliki keinginan; (5)
fleksibel (6) memonitor dan
mengevaluasi.
D. Pendekatan Kontekstual
Johnson (2007: 35) menyatakan
pembelajaran dan pengajaran
kontekstual melibatkan para siswa
dalam aktivitas penting yang membantu
mereka mengaitkan pelajaran akademis
dengan konteks kehidupan nyata yang
mereka hadapi.Suprijono (2013, 79)
menjelaskan bahwa pembelajaran
kontekstual merupakan konsep yang
membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata dan mendorong peserta
didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Pendekatan kontekstual memiliki
tujuh komponen utama, yaitu
konstruktivisme (Contructivism), inkuiri
(Inquiry), bertanya (Questioning),
masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling),
refleksi (Reflection), penilaian
sebenarnya (Authentic Assesment).
Sebuah kelas dikatakan menggunakan
pendekatan kontekstual jika
menerapkan ke tujuh prinsip tersebut
dalam pembelajarannya. Pendekatan
kontekstual dapat diterapkan dalam
kurikulum apa saja, bidang studi apa
saja, dan kelas yang bagaimanapun
keadaannya (Depdiknas dalam Trianto,
2007: 106).
III.Metodologi Penelitian
A. Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah
penelitian Quasi Experimental dengan
bentuk desain Nonequivalent Control
Group Design, dimana subyek
penelitian tidak dikelompokkan secara
acak. Hal ini dikarenakan penelitian
yang dilakukan disesuaikan dengan
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 58
situasi dan kondisi di lapangan. Desain
eksperimen dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Kelas Eksperimen : O X O
Kelas kontrol : O - O
Dengan:
O : Pretes/ Postes Kemampuan
Pemahaman dan Komunikasi
Matematis
X : Pembelajaran dengan Pendekatan
Kontekstual
B. Instrumen Penelitian
Instrumen disusun dalam bentuk
tes dan kuisioner/ angket yang dijawab
oleh responden secara tertulis.
Instrumen tersebut terdiri dari: (a) tes
kemampuan awal matematis;(b) tes
kemampuan pemahaman matematis; (c)
tes kemampuan komunikasi matematis;
(d) skala disposisi matematis siswa.
C. Analisis Data
a. Tes Kemampuan Awal Matematis
Berdasarkan skor kemampuan
awal matematis yang diperoleh, siswa
dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok.
b. Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis
Hasil tes kemampuan pemahaman
dan komunikasi matematis digunakan
untuk menelaah peningkatan dan
pencapaian kemampuan pemahaman
dan komunikasi matematis siswa yang
belajar melalui pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual dibandingkan
dengan pembelajaran biasa. Data yang
diperoleh dari hasil tes kemampuan
pemahaman dan komunikasi matematis
diolah melalui tahapan sebagai berikut:
1) Memberikan skor jawaban siswa
sesuai dengan kunci jawaban dan
pedoman penskoran yang
digunakan.
2) Mengubah data skor menjadi nilai,
dengan cara membagi skor
perolehan dengan skor ideal
dikalikan 100.
3) Membuat tabel skor pretes dan
postes siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
4) Menentukan skor peningkatan
kemampuan pemecahan masalah
matematis dengan rumus gain
ternormalisasi (Meltzer, 2002)
yaitu:
Normalized gain= posttest score−pretest scoremaximum possible score−pretest score
Hasil perhitungan gain kemudian
diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi (Hake, 1999) sebagai
berikut:
Tabel 1.
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 59
Klasifikasi Gain TernormalisasiBesarnya Gain
(g)Klasifikasi
g ≥ 0,70 Tinggi0,30 ≤ g < 0,70 Sedang
g < 0,30 Rendah
5) Melakukan uji normalitas untuk
mengetahui kenormalan data skor
pretes, postes dan gain kemampuan
pemahaman dan komunikasi
matematis menggunakan uji
statistik Kolmogorov-Smirnov.
Apabila data berasal dari populasi
yang berdistribusi normal, maka
pengujian dilakukan ke uji
parametrik. Dan sebaliknya jika
data yang berdistribusi tidak
normal, maka dilakukan pengujian
non-parametrik Mann-Whitney.
6) Menguji homogenitas varians skor
pretes, postes dan gain kemampuan
pemahaman dan komunikasi
matematis menggunakan uji Levene
dengan bantuan software IBM
Statistics SPSS 20. Pengujian
homogenitas merupakan pengujian
mengenai sama tidaknya variansi-
variansi dua buah distribusi atau
lebih dengan tujuan apakah data
mempunyai varians yang homogen
atau tidak. Apabila variansi
homogen, maka pengujian
dilakukan dengan uji-t. Dan
sebaliknya jika variansi tidak
homogen, maka pengujian
dilakukan dengan uji-t’.
7) Uji Perbedaan Rataan
Untuk skor N-Gain kemampuan
pemahaman dan komunikasi yang
berdistribusi normal dan homogen
maka dapat menggunakan uji
perbedaan rataan dengan uji-t
(Independent Sample T-test).
8) Selanjutnya, dilakukan uji ANOVA
dua jalur dengan syarat data
berdistribusi normal dan homogen.
Jika terdapat paling sedikit satu data
yang tidak berdistribusi normal
maka pengujian menggunakan
ANOVA dua jalur tidak dapat
dilaksanakan dan analisis data
hanya dilakukan secara kualitatif
(Prabawanto, 2012: 204).
D. Skala Disposisi Matematis
Skala disposisi dilakukan uji
perbedaan rataan dengan uji non-
parametrik Mann-Whitney karena jenis
skala ordinal. Ruseffendi (2012: 499)
menyatakan bahwa uji Mann-Whitney
adalah uji non-parametrik yang cukup
kuat sebagai pengganti uji-t, dan asumsi
yang mendasarinya ialah jenis skalanya
paling tidak ordinal, sedangkan
normalnya distribusi dan
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 60
homogenitasnya variansi tidak perlu.
Uji non-parametrik Mann-Whitney.
IV. Hasil Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengkaji pencapaian dan
peningkatan kemampuan pemahaman,
komunikasi, dan disposisi matematis
antara siswa yang mendapat
pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual dan pembelajaran dengan
pembelajaran ekspositori baik secara
keseluruhan maupun ditinjau dari KAM
(atas, tengah, bawah), mengkaji
interaksi antara pembelajaran dengan
KAM terhadap peningkatan
kemampuan pemahaman dan
komunikasi matematis siswa. Untuk
mencapai tujuan tersebut peneliti
melakukan pengolahan data dengan
bantuan Software SPSS 20 dan
Microsoft Office Excel 2010.
Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh bahwa pendekatan
kontekstual dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman dan
komunikasi siswa, namun pendekatan
kontekstual tidak dapat meningkatkan
kemampuan dipsosisi siswa, hal ini
dikarenakan penelitian yang relatif
singkat yaitu 6 minggu sehingga
kemampuan disposisi tidak dapat
ditingkatkan, dibutuhkan waktu yang
lama dalam meningkatkan kemampuan
afektif siswa. Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan Aristotle (Syahril,
2014) menyatakan bahwa pembentukan
sikap atau pengetahuan seseorang tidak
dapat berkembang secara spontan akan
tetapi melalui proses yang panjang baik
secara individu maupun berkelompok.
Hal ini sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Kusumah dan
Suherman (Ibrahim, 2011: 16) yang
mengatakan bahwa pembentukan ranah
afektif sebagai hasil belajar matematika
relatif lebih lambat daripada
pembentukan ranah kognitif.
Selain itu, pendekatan kontekstual
mendapat respon baik dari siswa, hal ini
terlihat dari wawancara tertulis yang
diberikan guru diakhir pembelajaran.
Siswa merasa lebih mudah memahami
materi jika materi tersebut dikaitkan
dengan kehidupan nyata siswa. Berikut
beberapa kutipan hasil wawancara
tertulis siswa:
Gambar 1. Wawancara Tertulis Siswa
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 61
Beberapa faktor yang
mempengaruhi peningkatan
kemampuan pemahaman dan
komunikasi matematis diantaranya
adalah faktor pembelajaran dan faktor
KAM. Namun, hasil penelitian
menunjukkan tidak adanya interaksi
antara faktor pembelajaran dan faktor
KAM terhadap peningkatan
kemampuan pemahaman dan
komunikasi matematis.
V. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, diperoleh beberapa
kesimpulan yaitu sebagai berikut:
a. Pencapaian dan peningkatan
kemampuan pemahaman matematis
siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran
biasa baik secara keseluruhan
maupun ditinjau dari KAM.
b. Pencapaian dan peningkatan
kemampuan komunikasi matematis
siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran
biasa baik secara keseluruhan
maupun ditinjau dari KAM.
c. Tidak terdapat interaksi antara
pembelajaran dan KAM terhadap
peningkatan kemampuan
pemahaman matematis siswa.
d. Tidak terdapat interaksi antara
pembelajaran dan KAM terhadap
peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa.
e. Tidak terdapat perbedaan disposisi
matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas,
penulis mengemukakan beberapa saran
sebagai berikut:
a. Pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual menjadi salah satu
alternatif dalam meningkatkan
kemampuan pemahaman dan
komunikasi matematis siswa, karena
direspon baik oleh siswa sehingga
pembelajaran ini dipandang dapat
mengubah cara pandang siswa bahwa
belajar matematika bukan hanya
sekedar mengafal rumus melainkan
memahami matematika dari masalah-
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 62
masalah dalam kehidupan sehari-
hari.
b. Bagi siapa saja yang akan
menerapkan model pembelajaran
dengan pendekatan kontekstal ini
maka hendaknya memperhatikan
efisien waktu.
c. Penelitian ini hanya berlangsung 6
minggu sehingga tidak dapat
meningkatkan kemampuan disposisi
matematis dan dibutuhkan penelitian
yang relatif lama dalam
meningkatkan kemampuan disposisi
matematis.
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 63
Daftar Pustaka
Afrilianto, M. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Atallah, F.; Bryant, S.L.; Dada, R. (2006). Research Framework for Studying Conceptions and Dispositions of Mathematics: A dialogue to help students learn. Research in Higher Education Journal. Pp 1-8.
Auliya, R.N. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CRH (Course, Review, Hurray) Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika Siswa SMP. Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Depdiknas. (2006). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan
Godino, J. D. (1996). Mathematical Concepts, Their Meanings, and Understanding. Journal of Granada University. Spain.
Gregg, P. A. (2005). Using Writing as a Vehicle to Assess Mathematical Dispositions. Current Issues in Middle Level Education (CIMLE),Vol. 11, pp. 33-34.
Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]
Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain [21 April 2014]
Ibrahim. (2011). Peningkatan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Pemecahan Masalah Matematis serta Kecerdasan Emosional melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Tesis SPs UPI : Tidak diterbitkan.
Johnson, E.B. (2007). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).
Lindawati, S. (2010). Pembelajaran Matematis dengan Pendekatan Inkuri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan
Meltzer, D.E. (2002). Addendum to: “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diaqnostics Pretest Score”.
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: Authur.
Prabawanto, S (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi, dan Self-Efficacy Matematis Mahasiswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metacognitive Scaffolding. Disertasi Doktor PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 64
Rahmah, M. A. (2012). PendekatanInduktif-DeduktifuntukMeningkatkanKemampuanPemahamandanPemecahanMasalahMatematispadaSiswa SMP.Tesis PPs UPI. Bandung: tidakditerbitkan.
Ruseffendi, E. T. (2012). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
Setiawan, A. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Stylianides, A.J, & Stylianides, G.J. (2007). Learning Mathematics with Understanding: A Critical Consideration of the Learning Principle in the Principles and Standards for School Mathematics. TMME. Vol 4. No. 1. p.103 : California.
Suprijono, A. (2013). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Syahril, A. (2014). Penerapan Strategi Active Knowledge Sharing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Tandililing, E. (2011). Peningkatan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Strategi PQ4R dan Bacaan Refutation
Text. Disertasi Doktor UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Bandung.
Jurnal Eksperimental PGMI Volume 1, Nomor 2. Desember 2013 | 65