elearning.upnjatim.ac.idelearning.upnjatim.ac.id/courses/HKK3004/work/522ec9442a... · Web...

32
Negara Hukum dan Negara Hukum yang demokratis serta Pengertian dan Ruang Lingkup HAN MAKALAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Islam di Bawah Bimbingan Dosen Bpk. FAUZUL ALIWARMAN, SHI., M.Hum. Oleh : KELOMPOK 1 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR SURABAYA 2013 1

Transcript of elearning.upnjatim.ac.idelearning.upnjatim.ac.id/courses/HKK3004/work/522ec9442a... · Web...

Negara Hukum dan Negara Hukum yang demokratis serta Pengertian dan Ruang Lingkup HAN

MAKALAH

Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Islam di Bawah Bimbingan Dosen Bpk. FAUZUL ALIWARMAN, SHI., M.Hum.

Oleh :

KELOMPOK 1

KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR

SURABAYA

2013

1

TIM PENYUSUN

EDO ANGGA PRADIXA

(1271010014)

ARNOLD PATTIASINA

(1271010027)

DODI GUMILAR

(1271010105)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME bahwa penyusunan makalah yang

berjudul Negara Hukum dan Negara Hukum yang demokratis serta Pengertian dan Ruang

Lingkup HAN dapat kami selesaikan dengan baik. Adapun penyelesaian makalah berdasarkan

tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara yang di bimbing oleh bapak atau ibu selaku

dosen mata kuliah tersebut. Kami mengucapkan terimakasih atas peran dan kerja keras tim

penyusun dalam penyelesaian ini. Tak lupa kami mengharapkan masukan yang berupa kritik

atau saran. Semoga makalah ini bermanfaat.

Surabaya, September 2013

                          

                                     Tim Penyusun

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i

TIM PENYUSUN..............................................................................................................ii

KATA PENGANTAR........................................................................................................iii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH……………………………. 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH……………………………………. 2

1.3 TUJUAN PENULISAN………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Negara Hukum……………………………………… 3

2.2 Ciri-ciri Negara Hukum………………………………………….4

2.3 Prinsip-Prinsip Negara Hukum………………………………….6

2.4 Pengertian dan istilah Hukum Administrasi Negara…………..11

2.5 Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara…………………13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………..16

3.2 Saran………………………………………………………………16

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..v

4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.4 LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu prinsip dasar yang mendapatkan penegasan dalam perubahan UUD 1945

adalah prinsip negara hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang

menyatakan bahwa ‘Negara Indonesia adalah negara hukum’. Bahkan secara historis negara

hukum (Rechtsstaat) adalah negara yang diidealkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana

dituangkan dalam penjelasan umum UUD 1945 sebelum perubahan tentang sistem

pemerintahan negara yang menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum

(rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).

Prinsip-prinsip negara hukum senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan

masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta semakin kompleksnya

kehidupan masyarakat di era global, menuntut pengembangan prinsip-prinsip negara hukum.

Demokrasi sebagai dasar hidup berbangsa pada umumnya memberikan pengertian bahwa

adanya kesempatan bagi rakyat untuk ikut memberikan ketentuan dalam masalah-masalah

pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan pemerintah, oleh

karena kebijakan tersebut menentukan kehidupannya. Dengan kata lain dalam suatu negara

demokrasi terdapat kebebasan-kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan.

Dengan terlibatnya masyarakat dalam penentuan kebijakan publik merupakan

pencerminan suatu negara merupakan negara yang menganut hukum dan demokrasi yang

berjalan seiring dan saling melengkapi. Negara sebagai organisasi masyarakat yang

mempunyai tujuan ideal yang ingin dicapai tidak akan mengkesempingkan perananan

masyarakat dalam merumuskan dan mengimplementasikan tujuan bersama tersebut.

Negara yang berhasil menerapkan demokrasi adalah negara yang mampu memelihara

keseimbangan antara kebebasan, penegakan hukum, pemerataan pendidikan dan perbaikan

ekonomi. Dari empat sokongan itu, keseimbangan antara kebebasan dan penegakan hukum

5

akan memperkuat dua pilar berikutnya. Diperlukan upaya meningkatkan peran dan kualitas

demokrasi dari tingkat prosedural ke level substansial.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan

tentang bagaimanakah hubungan antara negara hukum dan demokrasi.

1.5 PERUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian negara hukum ?

2. Bagaimana hubungan antara negara hukum dan demokrasi ?

3. Bagaimana ciri-ciri negara hukum ?

4. Apa prinsip-prinsip negara hukum ?

5. Bagaimana pengertian dan istilah hukum administrasi negara ?

1.6 TUJUAN PENULISAN

Makalah ini di buat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum

Administrasi Negara dan ingin lebih mengetahui dan mengkaji tentang ilmu Hukum

Administrasi negara serta untuk mengetahui hubungan Hukum Administrasi Negara dengan

negara hukum yang demokratis.

6

BAB II

PEMBAHASAN

2.2 Pengertian Negara Hukum

Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara

lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan

menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika,

konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The

Rule of Law”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah

‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu:

1. Perlindungan hak asasi manusia.

2. Pembagian kekuasaan.

3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.

4. Peradilan tata usaha Negara.

Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechtsstaat atau Rule of Law. Rule of

Law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis dari gagasan

kostitusionalisme. Dalam arti sederhana rule of Law diartikan oleh Thomas Paine sebagai

tidak ada satu pun yang berada di atas hukum dan hukumlah yang berkuasa. Oleh karena itu,

konstitusi dan negara (hukum) merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.

Secara sederhana yang dimaksud negara hukum adalah negara yang penyeleggaraan

kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di dalamnya negara dan lembaga-

lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat

dipertanggung jawabkan  secara hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan

pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk

menyelenggarakan ketertiban hukum. (Mustafa Kamal Pasha,2003).

7

Negara berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi (supreme)

sehingga ada istilah supremasi hukum. Supremasi hukum harus tidak boleh mengabaikan tiga

dasar hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Oleh karenanya negar dalam

melaksakan hukum harus memperhatikan tiga hal tersebut. Dengan demikian hukum tidak

hanya sekedar formalitas atau prosedur belaka darikekuasaan.  Apabila negara berdasarkan

hukum maka pemerintahan negara itu harus berdasar atas suatu konstitusi atau undang-

undang dasar sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan. Konstitusi negara merupakan

sarana pemersatu bangsa. Hubungan antar warga negara dengan negara, hubungan anatar

lembaga negar dan kinerja masing-masing elemen kekuasaan berada pada satu sistem aturan

yang disepakati dan dijunjung tinggi.

2.2 Ciri-ciri Negara Hukum

Negara hukum yang muncul pada abad ke-19 adalah negara hukum formil atau negar hukum

dalam arti sempit. Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa negara hukum

merupakan terjemahan dari istilah Rechtsstaat atau Rule of Law. Istilah Rechtsstaat 

diberikan oleh para ahli hukum Eropa Kontinental sedang istilah Rule of Law diberikan oleh

para ahli hukum Anglo Saxon.

Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri

Rechtsstaat sebagai berikut.

1. Hak asasi manusia

2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasai manusia yang biasa

dikenal sebagai Trias Politika

3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan.

4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Adapun AV Dicey dari kalangan ahli hukum Anglo Saxon memberikan ciri-ciri Rule of Law

sebagai berikut.

1. Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan sehingga seseorang

hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.

8

2. Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat.

3. Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan.

Ciri-ciri Rechtstaat atau Rule of Law di atas masih dipengaruhi oleh konsep negara hukum

formil atau negara hukum dalam arti sempit. Dari pencirian di atas terlihat bahwa peranan

pemerintah hanya sedikit, karena ada dalil bahwa “pemerintah yang sedikit adalah

pemerintah yang baik”.

Di samping perumusan ciri-ciri negara hukum seperti di atas, ada pula berbagai pendapat

mengenai ciri-ciri negara hukum yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Montesquieu,

negara yang paling baik ialah negara hukum, sebab di dalam konstitusi di banyak negara

terkandung tiga inti pokok, yaitu

1. Perlindungan HAM

2. Ditetapkannya ketatanegaraan suatu negara, dan

3. Membatasi kekuasaan dan wewenang organ-organ negara.

Mustafa Kamal Pasha (2003) menyatakan adanya tiga ciri-ciri khas negara hukum, yaitu

1. Pengakuan dan perlindungan terhadap HAM

2. Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain dan tidak memihak.

3. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.

Menurut Prof. DR. Sudargo Gautama, SH. mengemukakan 3 ciri-ciri atau unsur-unsur dari

negara hukum, yakni:

1. Terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perorangan, maksudnya negara tidak

dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan negara dibatasi oleh hukum, individual

mempunyai hak terhadap negara atau rakyat mempunyai hak terhadap penguasa.

2. Azas Legalitas

Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu

yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparaturnya.

9

3. Pemisahan Kekuasaan

Agar hak-hak azasi itu betul-betul terlindung adalah dengan pemisahan kekuasaan yaitu

badan yang membuat peraturan perundang-undangan, melaksanakan dan mengadili harus

terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu tangan.

2.6 Prinsip-Prinsip Negara Hukum

Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH ada dua belas ciri penting dari negara hukum

diantaranya adalah : supremasi hukum, persamaan dalam hukum, asas legalitas,

pembatasan kekuasaan, organ eksekutif yang independent, peradilan bebas dan tidak

memihak. peradilan tata usaha negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asasi

manusia, bersifat demokratis, sarana untuk mewujudkan tujuan negara, dan transparansi

dan kontrol sosial.

1. Tujuan Negara Hukum

Seperti kita ketahui bahwa masalah negara hukum pada hakikatnya tidak lain

daripada persoalan tentang kekuasaan. Ada dua sentra kekuasaan. Di satu pihak terdapat

negara dengan kekuasaan yang menjadi syarat mutlak untuk dapat memerintah. Di lain

pihak nampak rakyat yang diperintah segan melepaskan segala kekuasaannya. Kita

menyaksikan bahwa apabila penguasa di suatu negara hanya bertujuan untuk memperoleh

kekuasaan sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kebebasan rakyatnya, maka lenyaplah

negara hukum. Dengan demikian nyatalah betapa penting tujuan suatu negara dalam

kaitannya dengan persoalan kita.

Menurut Van Apeldoorn tujuan hukum ialah mengatur tata tertib masyarakat

secara damai dan adil. Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan

melindungi kepentingan-kepentingan manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa,

harta dan sebagainya terhadap yang merugikannya. Kepentingan dari perorangan dan

kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan

kepentingan selalu menyebabkan pertikaian. Bahkan peperangan antara semua orang

melawan semua orang, jika hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk

10

mempertahankan kedamaian. Hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang

kepentingan yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya

karena hukum hanya dapat mencapai tujuan (mengatur pergaulan hidup secara damai)

jika ia menuju peraturan yang adil. Artinya, peraturan yang mengandung keseimbangan

antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi sehingga setiap orang memperoleh

sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya.

Menurut Montesqueu, negara yang paling baik ialah negara hukum, sebab di

dalam konstitusi di banyak negara mempunyai tiga inti pokok yaitu:

1. Perlindungan HAM

2. Ditetapkannya ketatanegaraan suatu negara

3. Membatasi kekuasaan dan wewenang organ-organ negara.

Disamping itu salah satu tujuan hukum adalah memperoleh setinggi-tingginya kepastian

hukum  (rechtzeker heid). Kepastian hukum menjadi makin dianggap penting bila

dikaitkan dengan ajaran negara berdasar atas hukum. Telah menjadi pengetahuan klasik

dalam ilmu hukum bahwa hukum tertulis dipandang lebih menjamin kepastian hukum

dibandingkan dengan hukum tidak tertulis.

Negara Indonesia sudah menjadi negara hukum yang demokratis. Langkah pertama

untuk membuktikan bahwa jawaban ini beralasan adalah mencari kriteria tentang

negara hukum yang demokratis.

Menurut Konperensi The International Commision of Yurist di Bangkok pada

1965, dikemukakan syarat-syarat dasar yang harus dipenuhi oleh Representative

Government Under The Rule of Law (Negara hukum yang demokratis) adalah:

1. Adanya proteksi konstitusional.

Proteksi konstitusional adalah adanya perlindungan dari negara kepada rakyatnya

mengenai hak-hak asasi manusia secara konstitusional. Hal ini termasuk

adanya

11

jaminan dalam hukum, cara memperoleh perlindungan tersebut.

2. Adanya lembaga pengadilan yang bebas dan tidak memihak.

Lembaga pengadilan yang bebas dan tidak memihak adalah adanya lembaga

kehakiman yang mandiri, dan di dalam melaksanakan proses peradilan tidak akan

mendapatkan pengaruh dari mana pun dan tidak boleh memihak kepada siapa

pun, termasuk kepada penguasa.

3. Adanya pemilihan umum yang bebas.

Pemilihan umum yang bebas adalah terselenggaranya pemilihan umum

dengan tanpa adanya paksaan dan penekanan kepada rakyat yang melakukan hak

pilihnya.

4. Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat.

Kebebasan menyatakan pendapat adalah rakyat berhak dan memperoleh

jaminan dalam hukum untuk dapat mengeluarkan pendapat baik secara

tertulis maupun lisan, baik sendiri maupun bersama-sama.

5. Adanya kebebasan berserikat dan melakukan oposisi.

Kebebasan berserikat dan melakukan oposisi adalah adanya jaminan dalam

hukum bagi rakyat untuk mendirikan perserikatan atau partai politik yang

didirikan tersebut, dan rakyat mempunyai kebebasan melakukan oposisi atau

kritik yang membangun baik melalui wakil rakyatnya (dalam forum lembaga

perwakilan rakyat) maupun tidak, asalkan menurut peraturan perundang-

undangan.

6. Adanya pendidikan civic.

Pendidikan civic ialah dilakukannya pendidikan kewarganegaraan kepada

rakyat, sehingga rakyat dapat mengetahui dan mengerti hak apa saja yang

dimiliki dan kewajiban apa saja yang harus dilakukan berdasarkan

peraturan perundang- undangan yang berlaku (Toto Pandoyo, 1983: 98)

12

Berdasarkan beberapa kriteria tersebut di atas, kami akan mengurai satu per satu

kreteria yang dapat dipakai sebagai alasan bahwa hipotesa kami yaitu

secara formal Indonesia sudah menjadi negara hukum yang demokratis,

adalah benar. Namun, secara meteriil masih perlu didiskusikan.

Adanya perlindungan konstitusional

Kalau kita membaca UUD 1945 sebelum diamandemen pada 2000, di sana hanya ada tujuh butir

ketentuan yang mengatur tentang HAM, yaitu pasal 27 ayat (1), Pasal 27

ayat (2), Pasal 28, Pasal 29 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan pasal 34.

Pasal-pasal tersebut jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh, hanya satu ketentuan saja yang memang

benar-benar memberikan jaminan konstitusional atas HAM, yaitu Pasal 29 ayat (2) yang menyatakan,

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk

beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Sedangkan ketentuan-ketentuan yang lain, sama

sekali bukanlah rumusan tentang HAM atau human rights, melainkan hanya ketentuan mengenai

hak warga negara atau the citizens’ rights. Jika jumlah pasal yang mengatur tentang HAM antara

sebelum UUD 1945 diamandemen dan sesudah UUD 1945 diamandemen tentu sangat jauh beda

jumlahnya. Hal demikian ini karena sejarahnya.

Adanya lembaga pengadilan yang bebas dan tidak memihak

Pasal 1 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman

menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia’.

Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa “Kekuasaan Kehakiman yang merdeka ini mengandung

pengertian didalamnya kekuasaan Kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara

lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudicial,

kecuali dalam hal-hal yang diijinkan oleh undang- undang. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang

judicial tidaklah mutlak sifatnya, karena tugas dari Hakim adalah untuk menegakkan hukum dan

keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar-dasar serta azas-azas

yang jadi landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya, sehingga

keputusan mencerminkan perasaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia”. UU ini merupakan

13

pelaksanaan dari Pasal 24 UUD 1945, dibuat pada masa Orde Baru , diundangkan pada 17

Desember 1970 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto.

Kebebasan lembaga peradilan dari campur tangan dan intervensi kekuatan di luarnya merupakan masalah

yang sangat esensial dalam penegakan hukum. Kalau kita membaca Pasal 1 UU Nomor 14 Tahun 1970,

maka kita akan percaya bahwa hakim pasti akan menegakkan hukum dan keadilan. Namun

kenyataannya, selama Orde Baru jaminan UUD dan undang-undang atas kekuasaan kehakiman yang

merdeka, tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dalam berbagai perkara yang berkaitan

dengan eksistensi, kebijakan atau kewibawaan kekuasaan, majelis hakim bukan saja dituntut bertindak

hati- hati, tetapi adakalanya wajib mengikuti kehendak yang berkuasa.

Di suatu tempat di Jawa Barat, seorang pelajar di hadapkan ke pengadilan pidana, hanya karena ada yang

mendengar pelajar tersebut sambil bermain dengan kawan-kawannya mengomentari gubernur yang

sedang berkampanye. Dalam memeriksa perkara-perkara gugatan PDI pimpinan Megawati, pengadilan

menerima pesan bahkan arahan agar tidak memberi peluang beracara apalagi memenangkan

gugatannya. Kekuasaan menjelma menjadi sesuatu yang tidak pernah dapat bersalah apalagi

dipersalahkan. Kelompok “Petisi Lima Puluh” bertahun-tahun dikucilkan dan dicabut berbagai

kebebasannya (berniaga, bepergian, menghadiri pertemuan, dan lain-lain), hanya karena menyampaikan

pendapat yang dianggap mengusik kekuasaan yang tidak boleh disentuh oleh perbedaan pendapat dan

kritik. (Bagir Manan, 2005: 121)

Peristiwa sebagaimana dicontohkan oleh Bagir Manam tersebut, karena sebelum amandemen UUD

1945, secara struktural kekuasaan kehakiman tidak dapat lepas dari

kekuasaan lembaga eksekutif. Dengaan adanya Departemen Kehakiman dapat timbul

pandangan bahwa kekuasaan kehakiman tidak sepenuhnya merdeka. Kiranya tidak proposional apabila

para hakim itu dibina oleh satu unit organisasi yang bernaung di bawah lembaga eksekutif seperti

Departemen Kehakiman, meskipun itu hanya menyangkut administrative dan finansial. Paling tidak

ada kesan bahwa para hakim itu menjadi bawahan eksekutif. Posisi hakim terhadap eksekutif dapat

dibaca dalam Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1970 yang menyatakan bahwa ‘Badan-badan

yang melakukan peradilan tersebut pasal 10 ayat (1) organisatoris, administrative, dan finansial ada

di bawah kekuasaan masing-masing departemen yang bersangkutan’. Para hakim yang berada di bawah

Departemen menurut undang-undang tegas hanya dalam bidang organisatoris, administrative dan

financial, namun tetap ada kekhawatiran akan gangguan kebebasan hakim menjadi alasan. Karena

bagaimana pun karier para hakim akan bergantung juga kepada departemen. Meskipun secara formal

14

hakim memiliki kebebasan dalam menangani suatu perkara, namun mungkin terjadi bahwa sebagai

pegawai negeri secara psikologis hakim tidak berani mengambil sikap untuk membuat

keputusan-keputusan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah yeng merupakan induk

korpsnya. Kekhawatiran akan terhambatnya karier atau dimutasikan ke daerah-daerah yang kering

dapat saja memengaruhi hakim dalam menangani suatu perkara, apalagi jika perkara itu menyangkut

kepentingan instansi pemerintah atau oknum pejabat atau keluarganya.

Keinginan agar pembinaan badan peradilan di bawah satu atap dengan Mahkamah Agung, sudah

dimulai pada awal Orde Baru yaitu ketika Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Jawa Tengah

menyampaikan pendapat agar badan-badan peradilan baik secara organisatoris maupun secara

administrative dan financial diletakkan di bawah Mahkamah Agung sebagai alat perlengkapan negara

yang berdiri sendiri, dan sejalan dengan itu Departemen Kehakiman tidak diperlukan lagi.

Namun, jika tugas-tugas Departemen Kehakiman selain pembinaan badan-badan peradilan masih

dipandang perlu dilakukan oleh sebuah departemen, maka departemen itu jangan bernama Departemen

Kehakiman melainkan diberi nama lain misalnya Departemen Hukum dan Perundang-undangan atau

nama lain. Gagasan IKAHI Jawa Tengah ini kemudian diambil alih menjadi sikap Pengurs Puasat

IKAHI melalui putusan tanggal 16

Juni 1996 yang ketika itu mendapat dukungan dari Ketua Mahkamah Agung dan Menteri

2.7 Pengertian dan istilah Hukum Administrasi Negara

Sejarah dari Hukum Administrasi Negara dari Negara Belanda yang android disebut Administratif recht atau Bestuursrecht yang berarti Lingkungan Kekuasaan/ Administratif diluar dari legislatif dan yudisil.

Di Perancis disebut Droit Administrative.Di Inggris disebut Administrative Law.Di Jerman disebut Verwaltung recht.Di Indonesia banyak istilah untuk mata kuliah ini.

1. E. Utrecht dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Administrasi pada cetakan pertama memakai istilah hukum tata usaha hp android Indonesia, kemudian pada cetakan kedua mennggunakan istilah Hukum tata usaha Negara Indonesia, dan pada cetakan ketiga menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara Indonesia.

2. Wirjono Prajokodikoro, dalam tulisannya di majalah hukum tahun 1952,menggunakan istilah “Tata Usaha Pemerintahan”.

15

3. Djuial Haesen Koesoemaatmadja dalam bukunya Pokok-pokok Hukum TataUsaha Negara, menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Negara dengan hp nokia alasan sesuai dengan Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 tahun 1970.

4. Prajudi Armosudidjo, dalam prasarannya di Musyawarah Nasional Persahi tahun 1972 di Prapat mengunakan istilah Peradilan Administrasi Negara.

5. W.F. Prins dalam bukunya Inhiding in het Administratif recht van Indonesia, menggunakan istilah, Hukum Tata Usaha Negara Indonesia.

6. Rapat Staf Dosen Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia bulan Maret 1973 di Cirebon, memutuskan sebaiknnya menggunakan istilah hp samsung Hukum Administrasi Negara dengan alasan Hukum Administrasi Negara pengertiannya lebih luas dan sesuai dengan perkembangan pembangunan dan kemajuan Negara Republik Indonesia kedepan.

7. Surat Keputusan Mendikbud tahun 1972, tentang Pedoman Kurikulum minimal Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, meggunakan istilah. Hukum Tata Pemerintahan ( HTP ).

8. Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 tahun 1970 dan TAP MPR No. II/1983 tentang GBHN memakai istilah Hukum Tata Usaha Negara.

9. Surat Keputusan Mendikbud No. 31 tahu 1983, tentang kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Hukum menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara.

Sejarah Hukum Administrasi Negara ( HAN ) atau Hukum Tata Usaha Negara (HTUN) atau Hukum Tata Pemerintahan ( HTP ) di Negeri Belanda disatukan dalam Hukum Tata Negara yang disebut Staats en Administratiefrecht. Pada tahun 1946 di Universitas Amsterdam baru diadakan pemisahan mata kuliah Administrasi Negara dari mata kuliah Hukum Tata Negara, dan Mr. Vegting sebagai guru besar yang memberikan mata kuliah Hukum Administrasi Negara.

Tahun 1948 Universitas Leiden mengikuti jejak Universitas Amsterdam memisahkan Hukum Administrasi Negara dari Hukum Tata Negara yang diberikan oleh Kranenburg.

Di Indonesia sebelum perang dunia kedua pada Rechtshogeschool di Jakarta diberikan dalam satu mata kuliah dalam Staats en administratiefrecht yang diberikan oleh Mr. Logemann sampai tahun 1941.

Baru pada tahun 1946 Universitas Indonesia di Jakarta Hukum Administrasi Negara dan

16

Hukum Tata Negara diberikan secara tersendiri. Hukum Tata Negara diberikan oleh Prof. Resink, sedangkan Hukum Administrasi Negara diberikan oleh Mr. Prins.

Berdasarkan uraian-uraian di atas jelaslah bahwa Ilmu Hukum Administrasi Negara adalah ilmu yang harga advan sangat luas dan terus berkembang mengikuti tuntutan Negara/masyarakat, sehingga lapangan yang kan digalinyapun sangat luas dan beranekan ragam dan campur tangfan pemerintah dalam kehidupan masyarakat.

2.5 Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara

Adapun ruang lingkup dari HukumAdministrasi Negara adalah bertalian erat

dengan tugas dan wewenang lembaga negara (administrasi negara) baik di

tingkat pusat maupun daerah, perhubungan kekuasaan antar lenbaga negara

(administrasi negara), dan antara lembaga negara dengan warga masyarakat

(warga negara) serta memberikan jaminan perlindungan hukum kepada

keduanya, yakni kepada warga masyarakat dan administrasi negar itu sendiri.

Dalam perkembangan sekarang ini dengan kecenderungan negara turut campur

tangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, maka peranan Hukum

Administrasi Negara (HAN) menjadi luas dan kompleks. Kompleksitas ini akan

membuat luas dan complicated dalam menentukan rumusan ruang lingkup HAN.

Secara historis pada awalnya tugas negara masih sangat sederhana, yakni

sebagai penjaga malam (natchwachter staad) yang hanya menjaga ketertiban,

keamanan, dan keteraturan serta ketentraman masyarakat. Oleh karenanya

negara hanya sekedar penjaga dan pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat

agar tidak terjadi benturan-benturan, baik menyangkut kepentingan hak dan

kewajiban, kebebasan dan kemerdekaan, dan atau benturan-benturan dalam

kehidupan masyarakat lainnya. Apabila hal itu sudah tercapai, tugas negara telah

selesai dan sempurna. Pada suasana yang demikian itu HAN tidak berkembang

dan bahkan statis.

Keadaan seperti ini tidak akan dijumpai saat ini, baik di Indonesia maupun

di negara-negara belahan dunia lainnya. Dalam batas-batas tertentu (sekecil,

sesederhana dan seotoriter apapun) tidak ada lagi negara yang tidak turut ambil

bagian dalam kehidupan warga negaranya. Untuk menghindarkan kemungkinan

17

terjadinya hal tersebut, maka perlu dibentuk hukum yang mengatur pemberian

jaminan dan perlindungan bagi warga negara (masyarakat) apabila sewaktu-waktu

tindakan administrasi negara menimbulkan keraguan pada warga

masyarakat dan bagi administrasi negara sendiri. Untuk mewujudkan cita-cita itu

tepatlah apa yang dikemukakan oleh Sjachran Basah bahwa fungsi hukum secara

klasik perlu ditambah dengan fungsi-fungsi lainnya untuk menciptakan hukum

sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Oleh karena itu hukum harus tidak

dipandang sebagai kaidah semata-mata, akan tetapi juga sebagai sarana

pembangunan, yaitu berfungsi sebagai pengarah dan jalan tempat berpijak

kegiatan pembangunan untuk mencapai tujuan kehidupan bernegara. Di

samping itu sebagai sarana pembaharuan masyarakat hukum harus juga mampu

memberi motivasi cara berpikir masyarakat kearah yang lebih maju, tidak

terpaku kepada pemikiran yang konservatif dengan tetap memperhatikan factor-faktor

sosiologis, antropologis, dan kebudayaan masyarakat. Namun demikian

seperti apa yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmaja hukum tetap harus

memperhatikan, memelihara dan mempertahankan ketertiban sebagai fungsi

klasik dari hukum.

Mengenai ruang lingkup yang dipelajari dalam studi Hukum Administrasi

Negara, Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan ada enam ruang lingkup yang

dipelajari dalam HAN yaitu meliputi :

1) Hukumtentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi

negara;

2) Hukum tentang organisasi negara;

3) Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari administrasi negara, terutama yang

bersifat yuridis;

4) Hukum tentang sarana-sarana dari administrasi negara terutama

mengenai kepegawaian negara dan keuangan negara;

5) Hukum administrasi pemerintah daerah dan Wilayah, yang dibagi menjadi

:

a. Hukum Administrasi Kepegawaian;

18

b. Hukum Administrasi Keuangan;

c. Hukum Administrasi Materiil;

d. Hukum Administrasi Perusahaan Negara.

6) Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara.

Kusumadi Pudjosewojo, membagi bidang-bidang pokok Hukum

Administrasi Negara sebagai berikut :

1. Hukum Tata Pemerintahan;

2. Hukum Tata Keuangan termasuk Hukum Pajak;

3. Hukum Hubungan Luar Negri;

4. Hukum Pertahanan dan Keamanan Umum.

Walther Burekhardt menyebutkan bidang-bidang pokok bagian dari

Hukum Administrasi Negara, yaitu :

1. Hukum Kepolisian, berisi aturan-aturan hukum yang mengandung norma

untuk bertingkah laku, bersifat larangan/pengingkaran dan mengadakan

pembatasan-pembatasan tertentu terhadap kebebasan seseorang guna

kepentingan keamanan umum;

2. Hukum Perlembagaan, yaitu aturan-aturan hukum yang ditujukan kepada

panguasa untuk menyelenggarakan perkembangan rakyat dan pembangunan

dalam lapangan kebudayaan, kesenian, Ilmu Pengetahuan, kerohanian dan

kejasmanian, kemasyarakatan dan lain-lain (pendidikan dan pengajaran di

sekolah-sekolah, perpustakaan, tentang rumah sakit). Dengan meluasnya

bidang-bidang kebebasan bergeraknya perseorangan maka penguasa

wajibmengatur hubungan-hubungan hukum individu-individu tersebut

berdasarkan tugasnya yakni menyelenggarakan kepentingan umum;

3. Hukum Keuangan, yaitu aturan-aturan hukum tentang upaya menyediakan

perbekalan guna melaksanakan tugas-tugas penguasa. Misalnya, aturan

tentang pajak, bea dan cukai, peminjaman uang bagi negara dan lain-lainnya.

BAB III

19

PENUTUP3.1 Kesimpulan

Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi

Negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan

tugasnya. Hukum administrasi Negara memiliki kemiripan dengan hukum tata Negara.

Kesamaanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah, sedangkan dalam perbedaan dalam

hal hukum tata Negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang

digunakan oleh suatu Negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah untuk hukum

administrasi Negara dimana Negara dalam “keadaan yang bergerak”.

3.2 Saran

Sebagai Negara hukum sudah sepatutnya hukum itu harus dipatuhi dan di taati

agar terciptalah Negara yang sejahtera, agar demikian masyarakat yang ada didalam

dapat terlindungi hukum dari hal-hal yang meresahkan dan tidak mengenakan, sebagai

Negara hukum Indonesia adalah salah satu Negara yang menjunjung hukum agar

ketentraman di Negara Indonesia senantiasa terjaga dan terpelihara agar terciptalah

kesejahteraan dan ketentraman dalam bermasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

20

Website :

http://tifiacerdikia.wordpress.com/lecture/lecture-5/pendidikan-kewarganegaraan/konsep-negara-hukum/

http://ejournal.unisri.ac.id/index.php/Wacana/article/

http://www.djpp.kemenkumham.go.id/component/kunena/30-kumpulan-istilah-hukum/602-pengertian-istilah-hukum-administrasi-negara.html

http://vjkeybot.wordpress.com/2012/03/31/ruang-lingkup-hukum-administrasi-negara/

http://www.slideshare.net/NinaCivic/makalah-hukum-administrasi-negara

21