Variasi kecepatan putar dan waktu pemutaran spin coating ... · dan di KawasanTimur Indonesia (KTI)...
Transcript of Variasi kecepatan putar dan waktu pemutaran spin coating ... · dan di KawasanTimur Indonesia (KTI)...
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)
1
Abstrak—Telah dilakukan studi awal fabrikasi dan
karakterisasi dye sensitized solar cell (DSSC) menggunakan kulit
manggis (Garcinia mangostana) sebagai dye sensitizer dengan
metode spin coating dalam pelapisan TiO2. Variasi kecepatan dan
lama pemutaran daripada spin coating dilakukan untuk
mengetahui pengaruh terhadap nilai arus dan tegangan yang di
hasilkan oleh DSSC. Metode penelitian dilakukan dengan cara
pembuatan prototype DSSC yang kemudian di sinari dengan
lampu halogen sebagai sumber cahaya. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan di dapatkan bahwa semakin besar kecepatan
putarnya akan semakin besar nilai arusnya. Sedangkan, untuk
lama pemutaran hanya berpengaruh terhadap kehomogenan
lapisan TiO2.
Kata Kunci— Dye Sensitized Solar Cell (DSSC), Spin Coating.
I. PENDAHULUAN
NERGI mempunyai peranan penting dalam pencapaian
tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk
pembangunan berkelanjutan,serta merupakan pendukung
bagi kegiatan ekonomi nasional .Penggunaan energi di
Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan, akses
keenergi yang andal dan terjangkau merupakan pra-syarat
utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Saat ini
total kebutuhan energy di seluruh dunia mencapai 10 Terra
Watt (setara dengan 3 x 1020
Joule/ tahun) dan diprediksi
jumlah ini akan terus meningkat hingga mencapai 30 Terra
Watt padatahun 2030.
Kebutuhan yang meningkat terhadap energi juga pada
kenyataanya bertabrakan dengan kebutuhan umat manusia
untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas dari
polusi. Berbagai konsideran ini menuntut perlunya
dikembangkan sumber energy alternatif yang dapat menjawab
tantangan di atas tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat
tersebut, dikembangkan berbagai energy ialternatif, di
antaranya energy terbarukan. Potensi energy terbarukan,
seperti: bio massa, panas bumi, energy surya, energi air,
energy angin dan energi samudera, sampai saat ini belum
banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di
Indonesia sangatlah besar.
Solar cell merupakan pembangkit listrik yang mampu
mengkonversi sinar matahari menjadi arus listrik. Energi
matahari sesungguhnya merupakan sumber energi yang paling
menjanjikan mengingat sifatnya yang berkelanjutan
(sustainable) serta jumlahnya yang sangat besar. Matahari
merupakan sumber energi yang diharapkan dapat mengatasi
permasalahan kebutuhan energy masa depan setelah berbagai
sumber energy konvensional berkurang jumlahnya serta tidak
ramah terhadap lingkungan. Total kebutuhan energi yang
berjumlah 10 TW tersebut setara dengan 3 x 1020
J setiap
tahunnya. Sementara total energi matahari yang sampai di
permukaan bumiadalah 2,6 x 1024
Joule setiap tahunnya.
Sebagai perbandingan, energi yang dikonversi melalui proses
fotosintesis di seluruh permukaan bumi mencapai 2,8 x 1021
J
setiap tahunnya. Jika kita lihat jumlah energi yang dibutuhkan
dan dibandingkan dengan energi matahari yang tiba di
permukaan bumi, maka sebenarnya dengan menutup 0,05%
luas permukaan bumi (total luas permukaan bumi adalah 5,1 x
108 km2) dengan solar cell yang memiliki efisiensi 20%,
seluruh kebutuhan energi yang ada di bumi sudah dapat
terpenuhi.
II. DASAR TEORI
A. Energi Surya
Energi surya adalah energi yang didapat dengan
mengubah energy panas surya (matahari) melalui peralatan
tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya
menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap,
angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Teknik
pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839,
ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan kristal
silikon untuk mengkonversi radiasi Matahari, Namun sampai
tahun 1955 metode itu belum banyak dikembangkan, Sumber
energi yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu
bara [1].
Energi surya merupakan salah satu energi yang
sedang giat dikembangkan saat ini oleh Pemerintah Indonesia
karena sebagai Negara tropis, Indonesia mempunyai potensi
energy surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran
matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi
surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai
berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan
distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI)
sekitar 4,5 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 10%;
dan di KawasanTimur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2
/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian,
Variasi Kecepatan dan Waktu Pemutaran Spin Coating dalam Pelapisan
TiO2 untuk Pembuatan dan Karakterisasi Prototipe DSSC dengan
Ekstraksi Kulit Manggis ( Garcinia Mangostana) sebagai Dye Sensitizer
Romli Purwanto, Gontjang Prajitno
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2013
E-mail : [email protected]
E-mail : [email protected]
E
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)
2
potensi angin rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m 2 /hari
dengan variasi bulanan sekitar 9%.[2]
B. Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT)
Perkembangan sistem konversi energi surya menjadi energi
listrik berlangsung melalui sistem yang disebut sebagai sel
fotovoltaik.Sel surya merupakan suatu mekanisme yang
bekerja berdasarkan efek fotovoltaik dimana foton dari radiasi
diserap kemudian dikonversikan (diubah) menjadi energi
listrik.Efek voltaik sendiri adalah suatu peristiwa terciptanya
muatan listrik didalam bahan sebagai akibat penyerapan
(absorbsi) cahaya dari bahan tersebut.Sistem fotovoltaik
nonkonvensional yang telah diteliti dan paling terkenal adalah
sistem fotovoltaik generasi ketiga yang dikembangkan oleh
Michael Grätzel pada 1991dimana sistem ini dinamakan sel
surya pewarna tersensitisasi (dye sensitised solar cell) [3]
Sel surya TiO2 tersensitisasi dye terdiri dari lapisan
nanokristal TiO2 berpori sebagai fotoanoda, dye sebagai
fotosensitizer, elektrolit redoks dan elektroda lawan (katoda)
yang diberi lapisan katalis [4]. Sel surya tersensitisasi dye
berbentuk struktur sandwich, dimana dua elektroda yaitu
elektroda TiO2 tersensitisasi dye dan elektroda lawan
terkatalisasi mengapit elektrolit membentuk sistem sel
fotoelektrokimia. Berbeda dengan sel surya p-n silikon, pada
sel surya tersensitisasi dye cahaya foton diserap oleh dye yang
melekat (attached) pada permukaan partikel TiO2 yang
bertindak sebagai donor elektron dan berperan sebagai pompa
fotoelektrokimia. Elektron-elektron dari level HOMO (Highest
Occupied Molecular Orbital) dieksitasi ke tingkat energi yang
lebih tinggi, LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital)
ketika molekul dye menyerap foton dengan energi yang sesuai,
mirip dengan fungsi klorofil pada proses fotosintesis
tumbuhan. Sedangkan lapisan TiO2 bertindak sebagai akseptor
atau kolektor elektron yang ditransfer dari dye yang
teroksidasi. Elektrolit redoks, biasanya berupa pasangan iodide
dan triodide (I-/I3-) yang bertindak sebagai mediator redoks
sehingga dapat menghasilkan proses siklus di dalam sel .[5]
Prinsip kerja sel surya TiO2 tersensitisasi dye
ditunjukkan secara skematik pada Gambar 2.2, sedangkan
urutan proses yang terjadi di dalam sel surya dirangkum pada
persamaan (1-5). Dye (D) menyerap sebuah foton
mengakibatkan elektron tereksitasi dari level HOMO ke
LUMO pada molekul dye.
Gambar 2.1 Skema Kerja Sel Surya Pewarna Tersensitisasi
Dye tereksitasi (D*) menginjeksi sebuah elektron ke dalam
pita konduksi (CB) semikonduktor (TiO2) yang berada sedikit
lebih tinggi daripada level konduksi TiO2. Elektron tersebut
melintas melewati partikel-partikel TiO2 menuju kontak
belakang berupa lapisan konduktif transparan ITO (Indium Tin
Oxide), selanjutnya ditransfer melewati rangkaian luar menuju
elektroda lawan. Elektron masuk kembali ke dalam sel dan
mereduksi sebuah donor teroksidasi (I-) yang ada di dalam
elektrolit. Dye teroksidasi (D+) akhirnya menerima sebuah
elektron dari donor tereduksi (I3-) dan tergenerasi kembali
menjadi molekul awal (D). Rangkaian reaksi kimia di dalam
sel adalah sebagai berikut :
D + cahaya → D* (1)
D* + TiO2 → e-(TiO2) + D+ (2)
D* → D (3)
D+ + e-(TiO2) → D + TiO2 (4)
2D+ + 3I- →2D + I3- (5)
Tegangan yang dihasilkan oleh sel surya nanokristal
tersensitisasi dye berasal dari perbedaan tingkat energi
konduksi elektroda semikonduktor TiO2 dengan potensial
elektrokimia pasangan elektrolit redoks (I-/I3-). Sedangkan
arus yang dihasilkan dari sel surya ini terkait langsung dengan
jumlah foton yang terlibat dalam proses konversi dan
bergantung pada intensitas penyinaran serta kinerja dye yang
digunakan [4].
C. Perfoma Sel Surya
Daya listrik yang dihasilkan sel surya ketika mendapat
cahaya diperolah dari kemampuan perangkat sel surya tersebut
untuk memproduksi tegangan ketika diberi beban dan arus
melalui beban pada waktu yang sama. Kemampuan ini
dipresentasikan dalam kurva arus-tegangan (I-V) yang
ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2.Karakteristik Kurva I-V pada Sel Surya
Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum
atau arus short circuit (Isc) dihasilkan, sedangkan pada kondisi
open circuit tidak ada arus yang dapat mengalir sehingga
tegangannya maksimum, disebut tegangan open circuit
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)
3
(Voc).Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan
tegangan maksimum disebut titik daya maksimum (MPP).
Karakteristik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor
(FF), dengan persamaan,
() (2.1) FF = Vmp.Imp (6)
Voc.Isc
Dengan menggunakan fill factor maka maksimum daya
dari sel surya didapat dari persamaan,
Pmax = Voc.Isc.FF (7)
Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai
daya yang dihasilkan dari sel (PMAX) dibagi dengan daya dari
cahaya yang datang (Pcahaya) :
(8)
Nilai efisiensi ini yang menjadi ukuran global dalam
menentukan kualitas performasi suatu sel surya.
D. Bahan Semikonduktor Celah Lebar
Sel surya fotoelektrokomia membutuhkan substrat
konduktif untuk lapisan tipis bahan semikonduktor celeh
lebar.Sampai saat ini, kaca transparan berkonduktivitas seperti
ITO (tin-doped indium oxide) dan FTO (fluorine-doped tin
oxide) dengan ketebalan sekitar 2 mm merupakan substrat
paling ideal yang menberikan efisiensi sel surya relatif konstan
dan realibel.
Bahan semikonduktor celah lebar yang biasa digunakan
adalah TiO2. Beberapa penelitian telah mengkaji penggunaan
semikonduktor lain seperti SnO2, ZnO2 dan Nb2O5, sebagai
semikonduktor alternatif dalam SSPT menggantikan TiO2,
tetapi belum dapat menghasilkan efisiensi yang lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan semikonduktor TiO2.
Di alam umumnya TiO2 mempunyai tiga fasa yaitu
rutile, anatase, dan brookite. Fasa rutile dari TiO2 adalah fasa
yang umum dan merupakan fasa disintesis dari mineral
ilmenite melalui proses Becher. Pada proses Becher, oksida
besi yang terkandung dalam ilmenite dipisahkan dengan
temperatur tinggi dan juga dengan bantuan gas sulfat atau klor
sehingga menghasilkan TiO2 rutile dengan kemurian 91-93%.
Titania pada fase anatase umumnya stabil pada ukuran
partikel kurang dari 11nm, fasa brookite stabil pada ukuran 11-
35 nm, dan fasa rutile stabil pada ukuran diatas 35 nm
E. Sensitizer
Sinar matahari menghasilkan 5 % spektra di daerah
ultraviolet dan 45 % di daerah cahaya tampak.TiO2 hanya
menyerap sinar ultraviolet (350 – 380 nm). Untuk
meningkatkan serapan spektra TiO2 di daerah cahaya tampak,
dibutuhkan lapisan zat warna yang akan menyerap cahaya
tampak. Zat warna tersebut berfungsi sebagai sensitizer.
Sensiteser yang digunakan dalam SSPT dapat merupakan
kompleks anorganik maupun zat warna organik. Beberapa sifat
yang diharapkan terdapat pada molekul zat warna sebagai
sensitizer meliputi :[3][6]
1. pankromatis, yaitu mampu menyerap seluruh warna cahaya
tampak
2. memiliki gugus fungsi yang memungkinkannya untuk terikat
pada material semikonduktor celah lebar (TiO2).
3. mempunyai tingkat energi tereksitasi yang bersesuaian
dengan pita konduksi material celah lebar, tidak terlalu
jauh sehingga meminimalkan kehilangan energi melalui
mekanisme transisi radiasi transfer elektron.
4. mempunyai potensial redoks tingkat energi dasar dan
tingkat energi tereksitasi yang sesuai.
5. mempunyai potensial redoks yang cukup besar (positif)
sehingga dapat diregenerasi melalui donasi elektron dan
elektrolit redoks atau material konduktor hole.
6. mempunyai stabilitas kimia dan fisika (khususnya kestabilan
terhadap panas).
F. Sistem Elektrolit Redoks
Larutan elektrolit yang biasa dipakai adalah pasangan
redoks I-/I3-.Elektrolit pasangan redoks dalam sistem SSPT
dibuat dengan melarutkan I2 dalam pelarut bersama dengan
garam Iodin seperti KI, LiI, alkil metal imidazolium iodine dan
metal-heksilimidazolium iodine. [7] melaporkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kation dalam garam
iodin dengan kinerja sel surya. Arus yang dihasilkan
meningkat secara linier dengan adanya diameter kation, kation
paling kecil Li+ dan K+ menunjukkan hasil terbaik. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsentrasi relatif
antara I3- dengan I- dalam larutan elektrolit merupakan faktor
penentu kinerja sel surya.
Pelarut elektrolit yang digunakan secara umum dalam
SSPT adalah asetonitril. Akan tetapi pelarut tersebut memiliki
kelemahan yaitu bersifat lebih mudah menguap dengan titik
didih 82 oC yang merupakan temperatur yang dapat dicapai sel
surya pada kondisi terkena radiasi sinar matahari secara penuh.
Selain itu asetonitril bersifat toksik dan karsinogenik sehingga
tidak dapat digunakan dalam SSPT komersial. Beberapa
penelitian mencoba mengganti elektrolit cair dengan
menggunakan elektrolit berupa gel atau padat.[8]
G. Elektroda Lawan
Counter elektroda dibutuhkan untuk merpercepat kinetika
reaksi proses reduksi triiodide pada TCO. Platina adalah
material yang umum digunakan sebagai counter elektroda
pada berbagai aplikasi, juga sangat efisien dalam aplikasinya
pada SSPT. Platina dideposisikan pada TCO dengan berbagai
metode yaitu elektrokimia, sputtering, spin coating, atau
pyrolysis. Walapun mempunyai kemampuan sifat katalitik
yang tinggi, platina merupakan material yang mahal. Sebagai
alternatif, [9] mengembangkan desain SSPT dengan
menggunakan counter elektroda karbon sebagai lapisan
katalis. Elektroda karbon tersebut terbuat dari campuran
karbon hitam, grafit bubuk dan nanokristalin partikel TiO2.
Elektroda tersebut memiliki konduktivitas tinggi (resistensi 5
ohm /persegi untuk tebal setiap lapisan 50 ohm.m) diperoleh
karena karbon hitam antar partikel grafit dihubungkan
cahayaP
Pmax
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)
4
sesamanya, dengan TiO2 yang digunakan sebagai pengikat.
Elektroda ini aktif untuk reduksi triiodida seperti elektroda
konvensional platina. Karena luas permukaanya yang tinggi,
counter elektroda karbon mempunyai keaktifan reduksi
triiodida yang menyerupai elektroda platina [10].
H. Spin Coating
Spin coating merupakan suatu metode untuk
mendeposisikan lapisan tipis dengan cara menyebarkan larutan
ke atas substrat terlebih dahulu kemudian substrat diputar
dengan kecepatan konstan tertentu agar dapat diperoleh
endapan lapisan tipis di atas substrat. Atau metode percepatan
larutan pada subtrat yang diputar.
a. prinsip kerja
Pembuatan lapisan tipis dengan metode spin
coating adalah larutan dituangkan di atas gelas substrat
yang diletakkan di atas alat spin coater. Proses spin
coating dilakukan dengan memutar alat coater dengan
kecepatan tinggi (rpm) dalam waktu tertentu. Semakin
cepat putaran, akan diperoleh lapisan tipis yang semakin
homogen dan tipis. Dengan spin coating dimungkinkan
dapat diperoleh kualitas lapisan tipis yang semakin
sempurna. Metode spin coating ini memuat tahapan dasar
:
- Tahap penetesan cairan (dispense)
Pada bagian ini cairan dideposisikan di atas
permukaan substrat, kemudian diputar dengan kecepatan
tinggi. Kemudian lapisan yang telah dibuat akan
dikeringkan sampai pelarut pada lapisan tersebut benar-
benar sudah menguap. Proses ini dibagi menjadi dua
macam, yaitu: Static dispense: proses disposisi sederhana
yang dilakukan pada larutan di atas pusat substrat dan
Dynamic dispense: proses deposisi dengan kecepatan
putar yang kecil kira-kira 500 rpm.
- Tahap percepatan spin coating
Setelah tahap penetesan cairan, larutan dipercepat
dengan kecepatan yang relatif tinggi. Kecepatan yang
digunakan pada substrat ini akan mengakibatkan adanya
gaya sentrifugal dan turbulensi cairan. Kecepatan yang
digunakan antara 1500-6000 rpm dan tergantung pada
sifat cairan terhadap substrat yang digunakan. Waktu yang
digunakan kira-kira 10 menit.
- Tahap pengeringan
Pada tahap ini terbentuk lapisan tipis murni dengan
suatu ketebalan tetentu. Tingkat ketebalan lapisan yang
terbentuk bergantung pada tingkat kelembaban dasar
substrat. Adanya kelembaban yang kecil menyebabkan
ketebalan lapisan murni yang terbentuk akan menjadi
semakin besar.[11]
I. Spektrofotometri UV-Vis
Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi
cahaya dengan atom dan molekul. Radiasi cahaya atau
elektromagnet dapat dianggap menyerupai gelombang. Dasar
spektroskopi UV-Vis adalah serapan cahaya.Bila cahaya jatuh
pada senyawa, maka sebagian dari cahaya diserap oleh
molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul senyawa
tersebut.Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum
UV-Vis tergantung pada struktur elektronik dari
molekul.Spektra UV-Vis dari senyawa-senyawa organik
berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkatan-
tingkatan tenaga elektronik. Oleh sebab itu, serapan radiasi
UV-Vis sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik.
Keuntungan dari serapan ultraviolet yaitu gugus-gugus
karakteristik dapat dikenal dalam molekul-molekul yang
sangat kompleks [12].
Panjang gelombang cahaya UV-Vis jauh lebih
pendek daripada panjang gelombang radiasi inframerah.
Spektrum sinar tampak terentang dari sekitar 400 nm (ungu)
sampai 700 nm (merah), sedangkan spektrum ultraviolet
terentang dari 100 nm sampai 400 nm [13].
Ketika cahaya polikromatis mengenai suatu zat, maka
cahaya dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan
diserap. Di dalam suatu molekul yang memegang peranan
penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada
hingga terbentuk suatu materi.Elektron-elektron yang dimiliki
oleh suatu molekul dapat berpindah, Berputar (rotasi) dan
bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi.
Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan
terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke
keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron ini disebut transisi
elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya
inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron
ikatan pada suatu molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi).
Sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi yang
lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio.
Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk
mengukur konsentrasi suatu suatu yang ada dalam suatu
sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel disinari dengan
cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika
cahaya mengenai sampel sebagian akan diserap, sebagian akan
dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan [14].
Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan
cahaya yang ditangkap oleh mata manusia.Cahaya yang
tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari
disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan
berwarna orange bila menyerap warna biru dari spektrum sinar
tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap
semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak.
Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut [15]:
Tabel 1. Skala spektrum cahaya tampak Panjang gelombang
(nm)
Skala spektrum
cahaya tampak
Panjang gelombang
(nm)
Warna warna
yang diserap
Warna
komplementer
(warna yang
terlihat)
400 – 435 Ungu Hijau
kekuningan
435 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Biru kehijauan Jingga
490 – 500 Hijau kebiruan Merah
500 – 560 Hijau Ungu kemerahan
560 – 580 Hijau
kekuningan
Ungu
580 – 595 Kuning Biru
595 – 610 Jingga Biru kehijauan
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)
5
610 – 800 Merah Hijau kebiruan
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
a. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
furnace, spin coating, kaca preparat, mortar dan alu,
neraca ohaus, cawan petri, pipet tetes, gelas kimia, gelas
ukur, penjepit, pensil grafit, pengaduk magnetik, klip
binder dan multimeter.
b. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah strawberi, bubuk TiO2, KI, alkohol, asam asetat,
dan aquades.
B. Prosedur Kerja
a. Persiapan
Tahap persiapan ini meliputi persiapan dan
pembersihan alat-alat untuk ekstraksi dan pembuatan pasta
TiO2.Proses persiapan untuk ekstraksi dilakukan dengan
pembersihan alat berupa mortar dan gelas kimia. Selain
proses persiapan untuk ekstraksi dan pembuatan pasta TiO2,
dilakukan pula pembersihan kaca ITO dengan ultrasonic
cleaner. Pembersihan kaca substrat agar kaca terbebas dari
material-material yang tidak mampu dibersihkan dengan air
saja. Bersih tidaknya kaca ITO mempengaruhi hasil
pengujiandari sampel yang akan dilapiskan pad kaca
substrat.
b. Pembuatan pasta TiO2(Titanium Dioxide)
Pasta TiO2 dibuat dari 4 gram serbuk TiO2 berfase
98,5% anatase dan 1,5% rutile yang dihaluskan terlebih
dahulu dalam mortar, kemudian ditambahkan 15 ml larutan
asam asetat diaduk selama 30 menit dan ditambahkan 10
tetes triton X-100 sambil diaduk selama 60 menit. Pasta
TiO2 yang sudah terbentuk dimasukkan ke dalam botol
kemudian ditutup. Sebelum pasta TiO2 akan digunakan,
pasta TiO2 tersebut dikocok terlebih dahulu.
c. Deposisi TiO2 pada kaca ITO
Pasta TiO2 dideposisikan diatas kaca konduktif ITO
dengan metode Spin Coating. Sebelum dilakukan
pendeposisian, dilakukan terlebih dahulu uji resistansi sisi
konduktif kaca ITO dengan menggunakan multimeter,
selanjutnya kaca ITO yang telah disiapkan diletakkan diatas
alat Spin Coating dengan bagian sisi konduktif berada di
bagian atas. Selanjutnya pasta TiO2 yang sudah dibuat
sebelumnya di kocok terlebih dahulu dan diteteskan diatas
permukaan sisi konduktif kaca ITO hingga seluruh
permukaan tertutupi. Spin Coating di kondisikan pada
kecepatanputar yang kitainginkandenganwaktupemutaran
yang telah di tentukan. Lapisan yang sudah dibuat
selanjutnya dipanaskan menggunakan furnish pada
termperatur 400oC selama 20 menit pemanasan.
d. Pembuatan elektroda karbon
Sebuah pensil berjenis 6B digosokkan secara merata pada
kaca yang dipakai sebagai substrat. Kemudian dibakar
dengan menggunakan api dari lilin sehingga didapatkan
lapisan karbon.
Gambar 3.1 hasil pembuatan elektroda karbon
e. Pembuatan ekstrak dye kulit Manggis (Garcinia
mangostana)
Kulit Manggis (Garcinia mangostana) yang telah dicuci
dipotong kecil-kecil. Kulit Manggis (Garcinia mangostana)
yang telah kering dihancurkan menggunakan mortar & alu
sehingga menjadi serbuk. Serbuk kulit Manggis (Garcinia
mangostana) yang masih kasar disaring sampai didapatkan
serbuk halus. Serbuk halus yang akan digunakan ditimbang
terlebih dahulu kemudian 50gr serbuk kulit manggis
ditambahkan 105 ml. Diaduk rata selama 10 menit sehingga
menghasilkan sebuah larutan yang digunakan sebagai dye.
f. Pembuatan lapisan dye dengan metode Spin Coating
Setelah Lapisan selesai dibuat dan ekstraksi dye dari kulit
Manggis (Garcinia mangostana) terbentuk, maka
selanjutnya adalah membuat keduanya menjadi lapisan tipis
dengan menggunakan metode spin coating. Larutan hasil
ekstraksi dye diteteskan pada permukaan spin coating
sebanyak 1 tetes. Kemudian diatur kecepan putar dari spin
coating. Kecepatan putar dapat mempengaruhi tebal tipisnya
lapisan.
Gambar 3.2 Pembuatan lapisan dye dengan spin coating
g. Penyusunan lapisan sandwich DSSC
Lapisan DSSC dibuat dengan menyusun lapisan –
lapisan yang sudah terbentuk seperti lapisan kaca dengan
TiO2 dan lapisan elektroda karbon dengan larutan dye hasil
ekstraksi. Susunan tersebut berupa kaca sebagai substrat
yang sudah dilapisi dengan pasta TiO2 , kemudian pelapisan
dyehasil ekstraksi dengan menggunakan metode spin coating
pada lapisan kaca dan TiO2kemudian ditutup dengan kaca
yang sudah dilapisi karbon. Kemudian susunan lapisan
sandwich DSSC tersebut dijepit dengan sebuah penjepit di
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)
6
dua sisi kanan dan kiri. Setelah itu elektrolit (KI) disisipkan
pada tengah – tengah susunan DSSC tersebut.
Gambar 3.3 Susunan lapisan sandwich DSSC
h. Uji Karakteristik lapisan sandwich DSSC
a. Karakterisasi I-V pada lapisan sandwich DSSC
Lapisan sandwich DSSC yang terbentuk
dikarakterisasi arus dan tegangannya dengan
menggunakan multimeter arus (amperemeter) dan
multimeter tegangan (voltmeter) serta potensiometer
untuk mengatur arus. Hal tersebut dilakukan agar
mengetahui berapakah arus yang timbul dan juga
tegangannya. Sehingga dapat diketahui berapakah energi
yang dihasilkan dari DSSC berupa dye alami.
Gambar 3.4 Set alat Karakterisasi I-V pada lapisan sandwich DSSC
b. Karakterisasi Dye dengan UV-Vis
Dye yang terbentuk dikarakterisasi absorbansinya
dengan menggunakan UV-Vis. Hal tersebut dilakukan
agar mengetahui berapakah panjang gelombang pada
DSSC berbahan dye dari ekstraksi kulit Manggis
(Garcinia mangostana). Sehingga dapat diketahui
efisiensi dari DSSC berupa dye alami.
ANALISA DATA dan PEMBAHASAAN
A. Analisa Data
Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan maka di
dapatkan Grafik hubungan antara Arus dan Tegangan
terhadap waktu untuk setiap Variasi pemutaran dan lama
waktu pemutaran spin coating.
Berikut merupakan Grafik perbandingan antara Arus
dan Tegangan yang di hasilkan dari pengukuran Dye
Sensitized Solar Cell untuk semua Variasi pemutaran dan
lama pemutaran spin coating. Sampel A-C ialah variasi
pemutaran spin coating dengan kecepatan 500 rpm, 1000
rpm dan 2000 rpm. Dengan lama waktu pemutarannya
bertururt-turut ialah :
- 40 s, 100 s dan 100 s
- 1 menit, 2 menit dan 3 menit
- 3 menit, 4 menit dan 5 menit
Sampel D-F ialah variasi pemutaran dengan kecepatan
600 rpm, 1000 rpm dan 2000 rpm. Dengan lama waktu
pemutarannya berturut-turut ialah :
- 40 s, 100 s dan 100 s
- 1 menit, 2 menit dan 3 menit
- 3 menit, 4 menit dan 5 menit
Grafik 1. Hubungan antara Arus Terhadap waktu untuk setiap Variasi
pemutaran dan lama pemutaran dari spin coating.
Dan berikut merupakan Grafik perbandingan antara
Tegangan untuk setiap variasi kecepatan dan lama waktu
pemutaran.
Graf ik 2. Hubungan antara Tegangan Terhadap waktu untuk setiap Variasi
pemutaran dan lama pemutaran dari spin coating.
Berdasarkan data yang di hasilkan dapat di cari nilai
effisiensinya berdasarkan persamaan 6 – 8.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)
7
Berikut merupakan Grafik Perbandingan karakteristik I-V
DSSC.
Grafik 3. Perbandingan antara karakteristik I-V DSSC untuk setiap Variasi
pemutaran dan lama pemutaran spin coating.
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
Berdasarkan data hasil penelitian dapat di simpulkan
bahwa :
- Kecepatan putar spin coating mempengaruhi terhadap
seberapa banyak dye yang dapat di serap TiO2.
semakin banyak dye yang di serap akan semakin besar
arus yang di hasilkan Sedangkan lama pemutaran spin
coating berpengaruh terhadap kehomogenan lapisan
yang di buat.
- Dye Sensitized solar cell dengan kulit manggis sebagai
sansitizer mampu mengkonversi energi surya menjadi
energi listrik. Dengan daya absorbansinya yaitu pada
rentang panjang gelombang 267,17 nm hingga 1097,17
nm.
DAFTAR PUSTAKA
[1] http://dunia-listrik.blogspot.com/2008/11/energi-surya-dan-
prospek.html
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Energi_surya
[3] Halme, 2002, Dye-sensitized nanostructured and organik
photovoltaic cells : technical review and preliminary tests,
Master’s tehsis, Departemen of Engineering Physics and
Matehmatics, Helsinki University of Technology, Espoo
[4] Li L., Wang, P. Wang, 2006, Sol. Energy Mater, Sol. Cells 90, 546
[5] Smestad dan Gratzel, 1998, Demonstrating Electron Transfer and
Nanotechnology : A natural Dye-sensitized Nanocrystalline
Energy Converter, J. Chem. Educ, 75, 752-756
[6] Gratzel, 2004, Conversion of sunlight to electric power by
nanocrystalline dye-sensitized solar cells, J. Photochem.
Photobiol. A: Chem, 164, 3-14
[7] Wolfbauer, Bond, Eklund, 2001, A channel flow cell sistem
specifically designed to test teh efficiency of redox shuttles in dye
sensitized solar cells, Sol. Enengy Mater. Sol. Cells, 70, 85-101
[8] Chmiel, Gehring, Uhlendorf, 1998, Dye sensitized solar cells
(SSPT) : Progress toward application, 2nd World Conference and
Exhibition on Photovoltaic Solar Energy Conversion, 6 July
Vienna Austria
[9] Kay dan Gratzel, 1996, Low cost photovoltaic modules based on
dye sensitized nanocrystalline titanium dioxide and carbon
powder, Sol. Energy Mater. Sol. Cells, 44, 99-177
[10] Maddu, Zuhri, 2007, Penggunaan Ekstrak Antosianin Kol Merah
sebagai Fotosinsitizer Sel Surya TiO2 Nanokristal tersensitisasi
Dye, Makara, Teknologi, Vol 11, 2, 78-84
[11] (http://id.wikipedia.org/wiki/Antosianin)
[12] http://www.deherba.com/kandungan-kulit-buah-manggis.html
[13] Hardjono Sastrohamidjojo, 1991, ―Spektroskopi”, Liberty:
Yogyakarta.
[14] Giancoli, C.Douglas, 2001, ―Fisika Edisi Kelima‖. Jakarta:
Erlangga, hal 227.
[15] https://wanibesak.wordpress.com/2011/07/0 4/spektrofotometri-
sinar-tampak-visible/