VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m....

163
VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE AEROMONAS SEPTICEMIA DAN STREPTOCOCCOSIS PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DESY SUGIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Transcript of VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m....

Page 1: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN

PENYAKIT MOTILE AEROMONAS SEPTICEMIA

DAN STREPTOCOCCOSIS PADA IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

DESY SUGIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)
Page 3: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Vaksin Bivalen untuk

Pencegahan Penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis pada

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, September 2012

Desy Sugiani

NIM C161090081

Page 4: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)
Page 5: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

ABSTRACT

DESY SUGIANI. Bivalent vaccine for Motile Aeromonas Septicemia and

Streptococcocis in Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Under direction of

SUKENDA, ENANG HARRIS, and ANGELA M. LUSIASTUTI.

Etiological agents of common fish diseases are the Gram-negative

Aeromonas hydrophila and the Gram-positive Streptococcus agalactiae, both are

considered severe fish pathogens on account of their ability to cause damaging

disease outbreaks in Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). The occurence of co-

infections between A. hydrophila and S. agalactiae at Waduk Cirata was about

20% per populations. Clinical signs appeared soon after infection, and include

depression or excitability, anorexia, C-shaped body posturing, erratic swimming

and whirling, and death. Aeromonas hydrophila and S. agalactiae cultures were

not able to inhibit each other and showed negative results from antimicrobial

activity, both are succeptible to antibitoics Tetracycline and Chloramphenicol.

Nile Tilapia also were clinically examined and necropsied for histopathology,

samples were taken from kidney, brain, liver, and spleen. Histopathological

lesions were grouped into two characteristic patterns. The first pattern consisted

focal lesion and inflammation. The second pattern consisted of multifocal lesion,

necrotic, and inflammatory lesions resulting organ deformation. The mortality

patterns of Nile Tilapias showed acute and chronic infections to Motile

Aeromonas Septicemia, sub-acute infection to Streptococcocis. There was a

homeostatic balances on hematological respons during co-infection. Aeromonas

hydrophila AHL0905-2 and Streptococcus agalactiae N14G, were used as an

inactivated A. hydrophila and S. agalactiae vaccine. Different vaccine

preparations and formulations for vaccination of Nile Tilapia species were tried

by adding neutral buffered formalin 3% to the bacterial culture (bacterin). The

safety of formalin inactivated vaccine is still questionable by some aquaculture

practitioners, but the sterility and safety test results of the bivalent vaccine was

safe to use through intraperitoneal injection route. An antibody response was

detected at the 1st week that rose significantly (p<0.05) at the 3

th week post

immunization in all the immunized groups. Similarly, there were significant

difference (p<0.05) in the humoral immune response between groups immunized

with single and mixed bacterial antigens. Upon challenge with single pathogen, a

high relative percent survival was recorded in the group immunized with mixed

bacterial antigens and was comparable to those fish immunized with the single

bacteria. The value of relative per cent survival from bivalent vaccine mixed

whole cell+ECP was 100% and 86.2% to single infections and 56.7% to co-

infections, indicate that this vaccine was eficient in Nile Tilapia.

Key Words : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, co-infection, monovalent

vaccine, bivalent vaccine, immune response, RPS

Page 6: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)
Page 7: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

RINGKASAN

DESY SUGIANI. Vaksin Bivalen untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonas

Septicemia dan Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus).

Dibimbing oleh SUKENDA, ENANG HARRIS, dan ANGELA M.

LUSIASTUTI.

Kasus kematian ikan akibat infeksi bakteri Aeromonas sp. dan

Streptococcus sp. menjadi penghambat keberhasilan produksi budidaya ikan Nila

(Oreochromis niloticus) di Indonesia. Timbulnya penyakit akibat infeksi Motile

Aeromonas Septicemia (MAS) dan Streptococcosis tersebut dapat terjadi karena

rendahnya ketahanan tubuh ikan, lingkungan pemeliharaan yang buruk, serta

manajemen pemberian pakan yang tidak baik. Kedua jenis penyakit ini

menyebabkan masalah pada budidaya ikan dan mengakibatkan kerugian ekonomi

karena terjadi kematian ikan yang tinggi dan menurunnya kualitas produk

perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik masing-

masing antigen secara in vitro, menganalisis patogenesis secara in vivo, serta

mengkaji efektifitas dan efikasi vaksin bivalen gabungan dari bakterin Aeromonas

hydrophila dan Streptococcus agalactiae dalam menghasilkan respons imun pada

ikan Nila. Lima tahapan penelitian dirancang untuk membantu pengambilan

keputusan.

Pertama, melakukan kajian ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae:

keberadaan, daya tumbuh in-vitro, sensitifitas antibiotik, dan gambaran

histopatologi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila dan

Streptococcus sp. menyebabkan wabah penyakit MAS dan Streptococcosis yang

menjadi penghambat keberhasilan produksi budidaya ikan Nila di Indonesia.

Keberadaan kejadian ko-infeksi antara bakteri A. hydrophila dengan S. agalactiae

pada ikan Nila di KJA Waduk Cirata sebesar 20%. Uji kerentanan ikan Nila

terhadap kedua jenis penyakit ini dilakukan secara in-vitro dan in-vivo untuk

melihat kompetisi antigen dan ko-infeksi dari kedua jenis bakteri penyebab

penyakit. Hasil uji pertumbuhan bakteri untuk melihat kompetisi antigen pada

media cair maupun media padat menunjukkan bahwa kedua jenis bakteri ini dapat

tumbuh bersinergi (tidak saling menghambat). Bakteri A. hydrophila dan S.

agalactiae bersifat rentan terhadap antibiotik Tetrasiklin dan Kloramfenikol. Hasil

histopatologi organ ginjal, otak, hati, dan limpa memperlihatkan dua pola karakter

luka. Pola pertama, luka yang fokal sampai terlihat adanya inflamasi dan

perdarahan. Pola kedua, luka yang multifokal, luka parah, nekrotik, dan luka

inflamasi yang mengakibatkan deformasi sel-sel organ.

Kedua, menganalisis karakteristik hasil ko-infeksi buatan dari penyakit

MAS dan Streptococcosis dapat dilihat dengan menggunakan parameter gambaran

hematologi. Hasil pengujian ko-infeksi melalui injeksi pada ikan Nila

menggunakan dosis mematikan (LD100) dan dosis mematikan (LD50)

menyebabkan kematian bervariasi antara 20-90% dalam waktu 2-12 hari masa

inkubasi. Bakteri A. hydrophila lebih mematikan untuk ikan Nila pada dosis tinggi

(LD100) dibanding dengan bakteri S. agalactiae, hal ini diduga karena adanya

endotoksin yang dimiliki bakteri A. hydrophila yang bersifat toksik mematikan

(lethal toxic). Pola kematian yang terjadi menunjukkan bahwa infeksi

Streptococcosis bersifat sub-akut, sedangkan infeksi MAS bersifat akut dan

Page 8: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

kronis. Perubahan pertahanan non spesifik ikan terhadap infeksi patogen dilihat

dengan mengamati level hematokrit, neutrofil, limfosit, monosit, dan indeks

fagositik darah ikan Nila yang diambil dari arteri caudalis pada hari ke-3, ke-6,

ke-9, ke-12, dan ke-15 setelah infeksi. Hasil analisis perubahan limfosit lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol, level hematokrit dan level neutrofil lebih

rendah dibandingkan dengan kontrol, dan level monosit dan indeks fagositik

fluktuatif selama masa perlakuan memperlihatkan adanya homeostasi gambaran

darah ikan terhadap serangan infeksi antigen.

Ketiga, membuat sediaan vaksin inaktif dari isolat bakteri A. hydrophila

AHL0905-2 dan S. agalactiae N14G dengan menambahkan 3% bufer formalin

kedalam biakan broth bakterin dan diinkubasi selama 24 jam. Kualitas produk

vaksin dikontrol dengan melakukan uji keamanan, sterilitas, dan karakter protein

penyusun dari sediaan vaksin. Hasil karakterisasi protein menggunakan SDS-

PAGE menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila sel utuh memiliki empat belas

pita, dua pita dari produk ektraselular, tiga pita pada sediaan crude supernatan,

dan tujuh pita dari sediaan broth. Sediaan sel utuh S. agalactiae memiliki sepuluh

pita, dua pita produk ekstraselular, tiga pita sediaan crude supernatan, dan empat

pita sediaan broth. Residu formalin pada sediaan vaksin sel utuh sebesar 0,147

ppm, produk ekstraselular (ECP) 1,01 ppm, dan campuran sel utuh+ECP 0,702

ppm. Inaktifasi sediaan vaksin menggunakan formalin masih dipertanyakan

keamanannya oleh beberapa praktisi akuakultur, akan tetapi hasil uji sterilitas dan

keamanan vaksin bivalen dari penelitian ini aman untuk digunakan melalui injeksi

intra peritoneal pada ikan Nila.

Keempat, menganalisis respons imun terhadap campuran sel utuh dan

ekstraselular antigen A. hydrophila dan S. agalactiae sebagai ukuran keberhasilan

vaksinasi ikan Nila dengan vaksin monovalen dan bivalen. Analisis imunologi

dan respons imun dalam aktifitas bakterisidal serum dapat dijadikan komponen

untuk melihat viabilitas patogen dalam inang yang ditunjukkan melalui aktifitas

respiratory burst, lisosim, komplemen, dan antibodi. Ikan Nila divaksin dengan

vaksin monovalen A. hydrophila, monovalen S. agalactiae, bivalen sel utuh,

bivalen ECP, bivalen sel utuh+ECP, bivalen crude supernatan, bivalen broth, dan

kontrol. Parameter respons imun diukur setiap minggu selama 3 minggu

pemeliharaan setelah vaksinasi. Titer antibodi terdeteksi setelah satu minggu

pemeliharaan pascavaksinasi, nilai titer antar perlakuan vaksin bivalen dengan

vaksin monovalen dan kontrol berbeda nyata (P<0,05). Vaksin monovalen dapat

meningkatkan respons imun spesifik dan non spesifik lebih baik jika

dibandingkan dengan vaksin bivalen untuk proteksi bakteri homolog. Sedangkan

untuk proteksi terhadap bakteri heterolog vaksin bivalen sel utuh dan sel

utuh+ECP memberikan respons imun spesifik maupun non spesifik terbaik jika

dibandingkan dengan vaksin monovalen A. hydrophila maupun vaksin monovalen

S. agalactiae.

Kelima, melihat peningkatan respons antibodi pascavaksinasi dengan

antigen tunggal dan campuran dari bakterin A. hydrophila and S. agalactiae untuk

meningkatkan daya tahan ikan Nila terhadap penyakit MAS dan Streptococcosis.

Sediaan vaksin dibuat dengan metode pembuatan dan formula yang berbeda, yaitu

proses inaktifasi dilakukan dengan menambahkan 3% bufer formalin (NBF 10%)

pada biakan bakteri dalam media tumbuh BHI dan TSB. Vaksinasi diberikan

melalui injeksi intraperitoneal dengan sediaan vaksin monovalen dan bivalen (sel

Page 9: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

utuh, produk ektraselular/ECP, crude supernatan, campuran sel utuh+ECP, dan

broth). Uji tantang dilakukan menggunakan dosis LD50 infeksi tunggal maupun

ko-infeksi dari bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae. Efektifitas dan keampuhan

vaksin tersebut dihitung berdasarkan nilai RPS (Relative Percent Survival) dan

hasil deteksi respons hematologi. Nilai RPS vaksin bivalen campuran sel

utuh+ECP mencapai 100 untuk uji tantang dengan A. hydrophila dan 56,7 pada

uji tantang ko-infeksi. Vaksin monovalen A. hydrophila maupun S. agalactiae

hanya mampu memproteksi terhadap bakteri homolog, tidak terjadi proteksi

silang diantara keduanya.

Kata kunci : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae , ko-infeksi, vaksin

monovalen, vaksin bivalen, respons imun, RPS

Page 10: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)
Page 11: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 12: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)
Page 13: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN

PENYAKIT MOTILE AEROMONAS SEPTICEMIA

DAN STREPTOCOCCOSIS PADA IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

DESY SUGIANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 14: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

Penguji pada Ujian Tertutup :

Prof. Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan

Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si.

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. I Nyoman Adiasmara Giri, M.Sc.

Dr. Munti Yuhana, S.Pi, M.Si.

.

Page 15: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2011 - Februari 2012 ini adalah

Vaksin Bivalen untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan

Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus).

Desertasi ini memuat 5 bab yang merupakan pengembangan dari naskah

artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah. Bab 1-2 berjudul Pengaruh ko-infeksi

bakteri Aeromonas hydrophila dengan Streptococcus agalactiae terhadap

gambaran hematologi dan histopatologi ikan Nila (Oreochromis niloticus) akan

diterbitkan (Jurnal Riset Akuakultur – JRA Vol. 7 No. 1 Tahun 2012) dan Bab 3-5

Vaksinasi ikan Nila (Oreochromis niloticus) menggunakan vaksin monovalen dan

bivalen untuk pencegahan penyakit MAS dan Streptococcosis akan diterbitkan

(Jurnal Riset Akuakultur – JRA).

Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sukenda, M.Sc; Prof. Dr. Ir.

Enang Harris, MS; Dr. drh. Angela Mariana Lusiastuti, M.Si selaku pembimbing

yang memberi saran dan masukan. Terimakasih penulis ucapkan kepada

Kementrian Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan beasiswa periode

Agustus 2009 – Juli 2012. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada

Ir. Oman Komarudin, MSc; Ir. Taukhid, MSc; drh. Uni Purwaningsih; Tuti

Sumiati, SPi; Reza Samsudin, SPi, MSi; Bambang Priadi; Edy Farid Wadjdy;

Mikdarullah; Ahmad Wahyudi; serta seluruh staf peneliti dan karyawan-karyawati

lingkup Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar yang telah

membantu selama pengumpulan data dan memberi masukan dalam penulisan

ilmiah. Terimakasih untuk teman AKU 2009 semoga kerjasama kita tetap terjalin,

selamat kembali bertugas ke institusi masing-masing. Ungkapan terimakasih juga

disampaikan kepada Bapak H. Inan; Ibu Hj. Supriati Warno; Sutikno SE; Putri

Aqila Fathiyah; Queena Azka Mazaya; serta seluruh keluarga atas doa dan

motivasi yang selalu memberikan semangat.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2012

Desy Sugiani

Page 16: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)
Page 17: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 08 Desember 1979 sebagai anak

tunggal dari pasangan H. Inan dan Hj. Supriati Warno. Pendidikan sarjana

ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro pada tahun 1997 dan lulus

pada tahun 2001. Pendidikan Magister ditempuh di Program Studi Ilmu Perairan,

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 dan lulus pada

tahun 2004. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program

Studi Ilmu Akuakultur IPB diperoleh dari program beasiswa KKP pada tahun

2009.

Penulis bekerja sebagai Peneliti Pertama di Badan Penelitian dan

Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan

sejak tahun 2005, ditempatkan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya

Air Tawar, Bogor. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti

adalah kesehatan ikan.

Karya ilmiah berjudul Kerentanan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

terhadap serangan ko-infeksi Streptococcosis dan MAS telah disajikan dan masuk

makalah Prosiding Seminar Nasional di Universitas Gajahmada Yogyakarta pada

bulan Juli 2011. Artikel berjudul Pengaruh ko-infeksi bakteri Aeromonas

hydrophila dengan Streptococcus agalactiae terhadap gambaran hematologi dan

histopatologi ikan Nila (Oreochromis niloticus) telah disajikan di Seminar Forum

Inovasi dan Teknologi Akuakultur FITA Bali pada bulan Juli 2011, dan akan

diterbitkan pada Jurnal Riset Akuakultur Vol. 7 No. 1 Tahun 2012. Artikel

berjudul Vaksinasi ikan Nila (Oreochromis niloticus) menggunakan vaksin

monovalen dan bivalen untuk pencegahan penyakit MAS dan Streptococcosis

akan diterbitkan pada Jurnal Riset Akuakultur JRA. Sedangkan artikel dengan

judul Respons imun ikan Nila, Oreochromis niloticus, terhadap vaksin bivalen sel

utuh dan ekstraselular antigen Aeromonas hydrophila dan Streptococcus

agalactiae telah disajikan pada Seminar Forum Inovasi dan Teknologi Akuakultur

FITA-Indoaqua Makasar pada bulan Juni 2012.

Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

Page 18: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)
Page 19: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................

Halaman

xv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xxi

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang ............................................................................. 1

Tujuan Penelitian ......................................................................... 4

Manfaat Penelitian ....................................................................... 5

Hipotesis ...................................................................................... 5

Kebaruan (novelty) ....................................................................... 5

Kerangka Berfikir Penelitian ....................................................... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Motile Aeromonas Septikemia (MAS) ......................... 8

Penyakit Streptococcosis ............................................................. 9

Bakteri Aeromonas hydrophila .................................................... 10

Bakteri Streptococcus agalactiae ................................................ 11

Imunologi Ikan ............................................................................. 12

Vaksin pada Ikan ......................................................................... 15

Vaksin Polivalen .......................................................................... 17

Pembentukan Respons Imun Pascavaksinasi................................ 18

3. BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 19

Ikan Uji ........................................................................................ 19

Isolat Bakteri ................................................................................ 19

Vaksin .......................................................................................... 19

Parameter yang Diukur ................................................................ 20

Analisis Data ................................................................................ 21

Alur Pelaksanaan Penelitian ........................................................ 22

4. KO-INFEKSI Aeromonas hydrophila DAN Streptococcus

agalactiae: KEBERADAAN, DAYA TUMBUH in-vitro,

SENSITIFITAS ANTIBIOTIK, DAN GAMBARAN

HISTOPATOLOGI

Abstrak ......................................................................................... 23

Abstract ........................................................................................ 23

Pendahuluan ................................................................................. 24

Bahan dan Metode ....................................................................... 24

Hasil dan Pembahasan ................................................................. 27

Simpulan dan Saran ..................................................................... 37

Page 20: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

xiv

5. PATOGENESIS KO-INFEKSI A. hydrophila DAN S.

agalactiae PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Abstrak ......................................................................................... 39

Abstract ........................................................................................ 39

Pendahuluan ................................................................................. 40

Bahan dan Metode ....................................................................... 41

Hasil dan Pembahasan ................................................................. 42

Simpulan dan Saran ..................................................................... 50

6. VAKSIN BIVALEN Aeromonas hydrophila dan Streptococcus

agalactiae: KEAMANAN, STERILITAS DAN KARAKTER

PROTEIN

Abstrak ......................................................................................... 51

Abstract ........................................................................................ 51

Pendahuluan ................................................................................. 52

Bahan dan Metode ....................................................................... 53

Hasil dan Pembahasan ................................................................. 58

Simpulan dan Saran ..................................................................... 65

7. HEMATOLOGI DAN RESPONS IMUN IKAN NILA

(Oreochromis niloticus) YANG DIIMUNISASI DENGAN

VAKSIN MONOVALEN DAN BIVALEN : Aeromonas

hydrophila dan Streptococcus agalactiae

Abstrak ......................................................................................... 66

Abstract ........................................................................................ 66

Pendahuluan ................................................................................. 67

Bahan dan Metode ....................................................................... 67

Hasil dan Pembahasan ................................................................. 71

Simpulan dan Saran ..................................................................... 82

8. EFIKASI VAKSIN BIVALEN TERHADAP PENYAKIT

MOTILE AEROMONAS SEPTICEMIA DAN

STREPTOCOCCOSIS PADA IKAN NILA (Oreochromis

niloticus)

Abstrak ......................................................................................... 83

Abstract ........................................................................................ 83

Pendahuluan ................................................................................. 84

Bahan dan Metode ....................................................................... 85

Hasil dan Pembahasan ................................................................. 87

Simpulan dan Saran ..................................................................... 99

9. PEMBAHASAN UMUM ……………………………………… 100

10. SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………. 107

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………... 109

LAMPIRAN …………………………………………………………. 119

Page 21: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komponen vaksin bivalen ........................................................... 20

2. Sensitifitas terhadap beberapa jenis antibiotik ............................ 35

3. Perlakuan infeksi LD100 ............................................................... 41

4. Perlakuan infeksi LD50 ................................................................. 42

5. Kelangsungan hidup ikan Nila pascavaksinasi ........................... 60

6. Hasil uji kadar formalin sediaan vaksin yang diinaktifasi

dengan bufer formalin 3% ...........................................................

61

7. Berat protein sediaan vaksin yang diinaktifasi dengan bufer

formalin 3% .................................................................................

62

8. Karakter berat molekul protein hasil SDS-PAGE bakteri A.

hydrophila dan S. agalactiae yang diinaktifasi dengan bufer

formalin 3% ................................................................................

64

9. Perlakuan proteksi vaksin monovalen A. hydrophila dan S.

agalactiae ....................................................................................

85

10. Perlakuan vaksin bivalen ............................................................. 86

11. Perlakuan kontrol ......................................................................... 86

12. Parameter hematologi dan respon imun efikasi vaksin

monovalen dan bivalen setelah uji tantang dengan A.

hydrophila ....................................................................................

90

13. Parameter hematologi dan respons imun efikasi vaksin

monovalen dan bivalen setelah uji tantang dengan S.agalactiae.

91

14. Parameter hematologi dan respon imun efikasi vaksin

monovalen dan bivalen setelah uji tantang dengan ko-infeksi A.

hydrophila dan S. agalactiae.......................................................

91

15. Tingkat RPS ikan yang di vaksin monovalen dan bivalen A.

hydrophila dan S. agalactiae.....................................................

93

16. Kisaran Hasil Pengukuran Kualitas Air Selama Penelitian ......... 96

Page 22: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

xvi

Page 23: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka berfikir penelitian vaksin bivalen gabungan bakterin

A. hydrophila S. dan agalactiae untuk pencegahan wabah

penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) dan

Streptococcosis pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) ..............

7

2. Alur pelaksanaan penelitian Vaksin Bivalen untuk pencegahan

penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis

pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) ........................................

22

3. Ikan Nila (O. niloticus) yang terinfeksi. (a) MAS, (b)

Streptococcosis, (c) ko-infeksi MAS dan Streptococcosis. (u)

ulcer, (h) haemorhage, (exo) eksoptalmi, (op) opaque................

28

4. Deformasi C-shaped ikan Nila yang terinfeksi Streptococcosis... 28

5. Gerakan renang berputar (whirling) ikan Nila yang terinfeksi

Streptococcosis...............................................................................

29

6. Organ dalam ikan Nila yang terserang ko-infeksi MAS dan

Streptococcosis. (a) ikan sehat, (b) ikan terserang kronis, (c)

ikan terserang akut.……………………………………………...

30

7. Pertumbuhan bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae pada

media agar. (a) dan media cair, (b) dengan kepadatan tanam

awal 1 koloni .................................................................................

32

8. Uji kompetisi daya tumbuh bakteri A. hydrophila dan S.

agalactiae pada media agar BHIA dengan masa inkubasi 48 jam

32

9. Uji kompetisi daya tumbuh bakteri A. hydrophila dan S.

agalactiae pada media cair dengan masa inkubasi 24 jam ...........

33

10. Histopatologi kerusakan organ dari ikan Nila hasil ko-infeksi

A.hydrophila + S. agalactiae dengan pewarnaan Hematoxylin-

Eosin (H dan E). (a) otak bagian cerebellum, (b) otak bagian

mesencephalon, (c-d) limpa, dan (e-f) ginjal. (p) perdarahan, (n)

nekrosa, (mmc) melano macrofag centre, (i) inflamasi, (d)

degenerasi, (g) granuloma.......................................................

36

11. Total hematokrit ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae ......................................................................................

43

12. Total monosit ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae ......................................................................................

44

13. Total neutrofil ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae ......................................................................................

45

Page 24: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

xviii

14. Total limfosit ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae ......................................................................................

45

15. Indeks fagositik ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae ......................................................................................

46

16. Kematian ikan pada perlakuan infeksi LD100 ................................ 47

17. Kematian ikan pada perlakuan infeksi LD50 ................................. 48

18. Sediaan vaksin hasil inaktifasi dengan 3% bufer formalin. (a)

sediaan hasil sentrifuse : pelet di bagian bawah dan supernatant,

(b) sediaan pelet yang dilarutkan dalam salin (sediaan vaksin sel

utuh), ( ) pelet bakteri. ...............................................................

58

19. Sediaan vaksin monovalen dan bivalen sel utuh “siap pakai”

yang diinaktifasi dengan 3% bufer formalin ................................

59

20. Pengamatan kematian ikan pascavaksinasi dengan sediaan

vaksin yang diinaktifasi dengan 3% bufer formalin ...................

60

21. SDS-PAGE sediaan vaksin bakteri Aeromonas hydrophila

AHL0905-2 ...................................................................................

63

22. SDS-PAGE sediaan vaksin bakteri Streptococcus agalactiae

N14G ..............................................................................................

63

23. Kadar hemoglobin ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen .................................................................

71

24. Persen hematokrit darah ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen .................................................................

72

25. Persentase fagosit darah ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen .................................................................

73

26. Indek fagositik darah ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen .................................................................

74

27. NBT-assay dari ikan Nila hasil vaksinasi menggunakan vaksin

monovalen dan bivalen .................................................................

75

28. Aktifitas lisosim serum ikan Nila pascavaksinasi ......................... 77

29. Aktifitas komplemen serum ikan Nila pascavaksinasi dengan

vaksin monovalen dan bivalen yang diinaktifasi menggunakan

3% bufer formalin .........................................................................

79

30. Titer antibodi serum ikan Nila (O. niliticus) pascavaksinasi yang

di tantang dengan bakterin A. hydrophila .....................................

81

31. Titer antibodi serum ikan Nila (O. niliticus) pascavaksinasi yang

di tantang dengan bakterin S. agalactiae ......................................

81

32. Titer antibodi serum ikan Nila (O. niliticus) pascavaksinasi yang

Page 25: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

xix

di tantang dengan gabungan bakterin A. hydrophila dan S.

agalactiae ......................................................................................

81

33. Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) yang divaksin

monovalen secara intraperitoneal dan diuji tantang selama 15

hari ................................................................................................

88

34. Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) setelah diuji tantang

dengan bakteri A. hydrophila yang dipelihara selama 16 hari. (a)

perlakuan vaksin bivalen, (b) kontrol……………………………

89

35 Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) setelah diuji tantang

dengan bakteri S.agalactiae yang dipelihara selama 16 hari. (a)

perlakuan vaksin bivalen, (b) kontrol……………………………

90

36 Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) setelah diuji tantang

dengan ko-infeksi bakteri A. hydrophila+S.agalactiae yang

dipelihara selama 16 hari. (a) perlakuan vaksin bivalen, (b)

kontrol……………………………………………………………

91

Page 26: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

xx

Page 27: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Karakteristik Morfologi, Fisik dan Biokimia Bakteri ................... 119

2. Pengujian Kadar Formalin dengan Metode AOAC (1990) .......... 121

3. Tahapan Pewarnaan Silver Hasil SDS-PAGE ............................... 122

4. Bagan Alur Pembuatan Vaksin ..................................................... 123

5. Berat Protein Vaksin ..................................................................... 125

6. Hasil SDS-PAGE Protein Vaksin .................................................. 126

7. Gambaran Darah ........................................................................... 128

8. Persentase dan Indek Fagositosis .................................................. 129

9. Nilai NBT-Assay .......................................................................... 130

10. Aktifitas Lisosim ........................................................................... 131

11. Aktifitas Komplemen .................................................................... 132

12. Titer Antibodi ................................................................................ 133

13. Relative Percent Survival (RPS) ……………........……………... 134

14. Komposisi Kandungan Media ……………………….......……… 135

Page 28: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

xxii

Page 29: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan komoditas unggulan

budidaya air tawar di Indonesia. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP)

menargetkan produksi ikan Nila tahun 2012 sebanyak 639.300 ton. Jumlah ini

naik sekitar 36,26% dari total produksi tahun 2011 yang sebanyak 469.173 ton.

Guna mencapai target tersebut telah dibuat beberapa strategi diantaranya

pengadaan bibit unggul (jenis Wanayasa, Larasati, dan BEST) dan upaya

pencegahan penyakit dengan penggunaan imunostimulan dan pemberian

vaksinasi.

Kasus kematian ikan akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan

Streptococcus sp. menjadi penghambat keberhasilan produksi budidaya ikan Nila

di Indonesia. Timbulnya penyakit akibat infeksi Motile Aeromonas Septicemia

(MAS) dan Streptococcosis tersebut dapat terjadi karena rendahnya ketahanan

tubuh ikan, lingkungan pemeliharaan yang buruk, serta manajemen pemberian

pakan yang tidak baik (Ibrahem et al. 2008; Harikrishnan et al. 2010). Kedua jenis

penyakit ini menyebabkan masalah pada budidaya ikan dan mengakibatkan

kerugian ekonomi karena terjadi kematian ikan yang tinggi dan menurunnya

kualitas produk perikanan.

Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang paling umum terdapat di

habitat perairan tawar. Genus Aeromonas meliputi mikroba prominen di dalam

reservoir air tawar bersama-sama dengan jasad renik yang lain bertindak sebagai

biofilter alami dan berfungsi untuk memurnikan perairan dan diperlukan sebagai

mikroflora normal. Penyakit biasanya timbul dalam tipe infeksi akut dengan

kondisi klinis munculnya peradangan yang sistemik dan mengakibatkan kematian

dalam waktu 24 sampai 48 jam. Tipe infeksi kronis ditandai dengan kerusakan

pada bagian sirip, lesi pada kulit, gerakan renang lemah, dan menyebabkan

kematian 10% sampai 70% dari total populasi di kolam budidaya (Ibrahem et al.

2008). Penyakit yang diakibatkan oleh infeksi A. hydrophila dari yang bersifat

akut hingga bersifat laten dengan membentuk infeksi septisemia lebih dikenal

Page 30: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

2

dengan nama penyakit Hemorrhagic Septicaemia atau Aeromonas Septicemia

(Ismail et al. 2010).

Bakteri patogen Streptococcus agalactiae dan Streptococcus iniae

menyebabkan penyakit Streptoccoccosis pada ikan Nila (Klesius et al. 2006,

2007; Hernandez et al. 2009; Toranzo 2009; Zilberg et al. 2010). Studi patologi

anatomi secara makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi Streptococcosis

diteliti pada ikan Nila di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan gejala klinis

yang tampak adalah eksoptalmus, dermal hemoragi dan warna kehitaman pada

tubuh. Pada tes bakteriologi menggunakan pewarnaan Gram, agar darah dan API

20 STREP sistem, bakteri penyebab diidentifikasi sebagai Streptococcus sp.

(Lusiastuti et al. 2008). Lebih lanjut Lusiastuti et al. (2009) melakukan survei di

daerah Waduk Cirata – Jawa Barat dan dari analisis sekuen DNA terhadap jenis

bakteri yang menginfeksi ikan Nila tersebut diketahui merupakan spesies bakteri

S. agalactiae dan S. iniae. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY (2010)

melaporkan adanya infeksi bakteri A. hydrophila dan Streptococcus sp. pada ikan

Nila dari hasil pemantauan penyakit ikan yang dilakukan di wilayah DIY.

Penanggulangan penyakit MAS dan Streptoccoccosis akibat infeksi A.

hydrophila dan S. agalactiae dengan metode vaksinasi monovalen telah banyak

dilakukan. Ismail et al. (2010) meneliti vaksin A. hydrophila yang dibuat dalam

bentuk sediaan sel utuh yang diinaktifasi menggunakan formalin untuk

menghasilkan bakterin A. hydrophila. Vaksin tersebut diaplikasikan melalui oral

pada ikan Nila (O. niloticus) dan menghasilkan relative level of protection (RLP)

sebesar 86,8%. Respons antibodi humoral pada ikan Nila yang divaksinasi dilihat

melalui uji mikro-aglutinasi. Hasil level titer antibodi terendah dengan log 2 pada

nilai 2 dan 3 pada minggu pertama dan empat minggu setelah divaksinasi,

sementara ikan Nila yang diberi pakan tanpa divaksin, level titer antibodi yang

diperoleh adalah log 2 pada nilai 1.

Sugiani et al. (2010) melakukan penelitian vaksinasi ikan Lele (Clarias

gariepinus) menggunakan sediaan vaksin sel utuh A. hydrophila isolat AHL0905-

2 yang diinaktifasi menggunakan formalin (0,5% v/v) dan diaplikasikan melalui

Page 31: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

3

perendaman, menghasilkan relative percent survival (RPS) sebesar 98,75%

dengan level titer antibodi log 2 pada nilai 4 setelah divaksinasi selama 21 hari.

Lusiastuti et al. (2010) melakukan penelitian pendahuluan untuk melihat

efek vaksin sel utuh S. agalactiae dengan formalin killed untuk ikan Nila, lebih

lanjut Hardi et al. (2011) mengemukakan bahwa diperoleh RPS>90% pada ikan

Nila yang diberi vaksin kombinasi extracellular product (ECP) dan sel utuh

bakteri S. agalactiae isolat N14G. Hal ini sesuai dengan hasil riset penggunaan

vaksin S. agalactiae untuk penanggulangan Streptococcosis yang telah

dikembangkan dari extracellular product (ECP) dan sel utuh yang dimatikan

dengan formalin-killed (Pasnik et al. 2006). Evans et al. (2004) mengemukakan

bahwa ikan Nila yang diimunisasi dengan modifikasi vaksin S. agalactiae yang

dilemahkan (inactivated) mampu memberikan respons imun spesifik terhadap

jenis bakteri S. agalactiae yang sama dan mampu memproteksi terhadap jenis

bakteri S. iniae, sedangkan ikan Nila yang divaksin S. iniae tidak mampu

memproteksi terhadap infeksi jenis bakteri S. agalactiae atau tidak memiliki

kemampuan proteksi silang terhadap jenis bakteri berbeda.

Vaksinasi ikan untuk melindungi ikan dalam melawan berbagai infeksi

bakteri patogen secara serempak dapat dilakukan dengan menggunakan vaksin

bivalen atau polivalen. Strategi vaksinasi diperlukan keputusan seperti penyakit

spesifik apa yang akan dipapar, jenis vaksin, metoda vaksinasi, pemilihan waktu

vaksinasi dan perlakuan vaksinasi ulang (booster). Perumusan vaksin yang ideal

dapat diambil dalam bentuk vaksin polivalen untuk melindungi secara serempak

terhadap penyakit tertentu. Vaksin polivalen harus mampu melindungi dari semua

serotipe dari tiap patogen penyebab penyakit tertentu. Akan tetapi, harus

diperhatikan kompetisi antigen spesifik yang mungkin terjadi terutama ketika

vaksin diaplikasikan melalui suntik (Toranzo et al. 2009).

Beberapa penelitian mengenai vaksin bivalen dan polivalen pada ikan

menunjukkan hasil yang bervariasi, dikarenakan setiap strain bakteri memiliki

kemampuan antigenik yang berbeda. Osman et al. (2009) melakukan penelitian

vaksinasi pada ikan Nila terhadap infeksi Aeromonas dan Pseudomonas

menggunakan vaksin monovalen dengan RPS yang bervariasi antara 73-89%,

Page 32: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

4

bivalen dengan RPS 74%, dan polivalen gabungan Aeromonas spp. (A.

hydrophila, A. sobria dan A. caviae) dan Pseudomonas fluorescens dengan RPS

81%. Silva et al. (2009) melakukan penelitian hematologi dan respons

immunologi ikan Nila setelah divaksin menggunakan vaksin polivalen bakterin A.

hydrophila, P. aeruginosa dan Enterococcus durans, diketahui bahwa titer

antibodi tertinggi diperoleh pada hari ke-21 setelah vaksinasi. Vaksin campuran

antara sel utuh antigen A. hydrophila, E. tarda dan P. fluorescens, merupakan

patogen dari kelompok bakteri Gram negatif yang diperoleh dari hasil isolasi pada

Indian major carps ternyata dapat merangsang respons antibodi pada Rohu

(Labeo rohita Ham.) (Swain et al. 2007).

Pembentukan vaksin bivalen dan polivalen akan dipengaruhi oleh banyak

proses imunologi seperti reaksi silang antigen, kompetisi antigen, waktu

pematangan dan penghilangan sifat antigenik yang akan mempengaruhi

efektifitas, kemampuan menghasilkan respons imun dan level antibodi.

Nikoskelainen et al. (2007) melaporkan bahwa terdapat hambatan respons imun

spesifik terhadap vaksin polivalen Aeromonas salmonicida, Listonella

anguillarum dan serotipe Th+Fd dari antigen Flavobacterium psychrophilum.

Penggunaan beberapa antigen bakteri di dalam vaksin polivalen harus hati-hati

dalam mencampurkannya untuk menghindari sifat saling hambat dari antigen

yang akan mempengaruhi tanggap kebal spesifik pada ikan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa respons berikut ini :

1. Menganalisis karakteristik masing-masing antigen, waktu pematangan, uji

kultur bersama antigen secara in vitro.

2. Menganalisis patogenesis masing-masing antigen dan gabungan keduanya

secara in vivo pada ikan Nila.

3. Mengkaji efektifitas dan efikasi vaksin bivalen gabungan dari bakterin A.

hydrophila dan S. agalactiae dalam menghasilkan respons imun dan

meningkatkan kelangsungan hidup pada ikan Nila.

Page 33: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

5

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk vaksin bivalen

gabungan A. hydrophila dan S. agalactiae untuk pencegahan wabah penyakit

MAS dan Streptococcosis pada ikan Nila (O. niloticus).

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae memiliki perbedaan karakteristik

dalam sifat patogenesis terhadap ikan Nila.

2. Vaksin bivalen gabungan bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae dapat

memberikan proteksi lebih baik dibandingkan dengan vaksin monovalen A.

hydrophila maupun vaksin monovalen S. agalactiae pada ikan Nila yang

terinfeksi A. hydrophila dan S. agalactiae (penyakit MAS dan

Streptococcosis).

Kebaruan (novelty)

Kebaruan dari penelitian ini yaitu, pertama diketahuinya kompetensi

kedua antigen A. hydrophila dan S. agalactiae untuk dijadikan kandidat vaksin

bivalen. Kedua, dihasilkan vaksin yang dapat mencegah infeksi A. hydrophila

dan S. agalactiae pada ikan Nila yaitu vaksin bivalen gabungan antara bakterin A.

hydrophila dan S. agalactiae.

Kerangka Berfikir Penelitian

Latar belakang dan kerangka berfikir penelitian vaksin bivalen gabungan

bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae untuk pencegahan wabah penyakit MAS

dan Streptococcosis pada ikan Nila (O. niloticus) dijabarkan pada Gambar 1.

Budidaya ikan Nila pada semua fase hidupnya sangat rentan terhadap

berbagai hambatan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup. Faktor

penyebab kegagalan kegiatan budidaya ikan Nila dapat dikarenakan adanya

gangguan dari lingkungan, nutrisi yang kurang baik, dan adanya serangan

penyakit. Aeromonas hydrophila dan S. agalactiae akhir-akhir ini telah menjadi

masalah penting yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan Nila, apabila

Page 34: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

6

terjadi serangan dari kedua jenis bakteri ini akan menyebabkan kematian 60-

100%. Ada dua opsi penanggulangan serangan penyakit ini yaitu melalui

pengobatan, baik dengan menggunakan bahan alami maupun obat dari bahan

kimia tertentu yang bersifat antibakteri. Opsi kedua adalah melalui pencegahan

yaitu dengan prinsip imunostimulasi yang bertujuan agar ketahanan tubuh ikan

terhadap serangan agen penyebab penyakit dapat terbentuk dengan lebih baik.

Imunostimulasi dapat dilakukan dengan menggunakan imunostimulan yang lebih

menekankan pada peningkatan respons imun yang bersifat non spesifik, dan

menggunakan vaksin dengan target utamanya adalah meningkatkan kemampuan

sel memori untuk mengenali agen penyebab penyakit sehingga proses respons

imun dalam tubuh ikan dapat terbentuk dengan lebih baik lagi, vaksin dapat

meningkatkan respons imun spesifik. Vaksin memiliki banyak jenis, pada tahapan

penelitian yang akan dilakukan untuk pencegahan penyakit MAS dan

Streptococcosis maka akan dibuat suatu vaksin in-aktif dalam bentuk monovalen

maupun bivalen dari sediaan bakterin yang berbeda. Beberapa hal yang akan

dilihat adalah tingkat keamanan, profil protein, dan level proteksi ketika

diaplikasikan secara injeksi intraperitoneal pada ikan Nila. Hasil akhir diharapkan

dapat diketahui sediaan bentuk vaksin yang dapat memberikan Relative Percent

Survival (RPS) paling tinggi.

Page 35: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

7

Gambar 1 Kerangka berfikir penelitian vaksin bivalen gabungan bakterin A.

hydrophila dan S. agalactiae untuk pencegahan wabah penyakit

Motile Aeromonas Septicemia (MAS) dan Streptococcosis pada ikan

Nila (O. niloticus).

Pengobatan Dengan Bahan

Antibakterial Alami dan Kimia

Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Infeksi Streptococcus agalactiae

Kematian Tinggi 60-100%

Pembenihan dan Pembesaran Terhambat

Pencegahan

Vaksinasi

RPS meningkat

Infeksi Aeromonas hydrophila

Musim, Kualitas Air,

dan Sistem Budidaya

Pakan kurang tepat Penyakit

Imunostimulan

Vaksin monovalen

Vaksin bivalen

Komponen

vaksin

Respons imun meningkat

Metode pencampuran

sediaan vaksin

Reaksi silang antigen, kompetisi antigen, waktu

pematangan, penghilangan sifat antigenik

Page 36: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

8

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS)

Gejala klinis dari ikan Nila yang terinfeksi Motile Aeromonas Septicemia

(MAS) ditandai dengan adanya septisemia, luka, cacat tulang, eksoptalmi dan

nekrosis otot. Pada kondisi posmortem ditemukan adanya luka fokal pada organ

hati, limpa, dan ginjal, serta terdapat cairan yang mengisi rongga abdominal.

Hasil isolasi dan identifikasi didapat jenis bakteri A. hydrophila dari bagian organ

intestinal ikan yang sakit maupun ikan yang sudah sehat, hal ini dapat terjadi pada

kondisi invasi penyakit ataupun kondisi MAS yang akut dengan adanya lokalisasi

koloni bakteri A. hydrophila yang teridentifikasi dari jaringan hematopoetik

(Ibrahem et al. 2008).

Menurut Toranzo et al. (1986) sebagai tambahan hasil identifikasi

dilakukan reaksi voges-proskauer (VP), citrate utilization, lysine decarboxylase

(LDC), arabinosa dan tes fermentasi amygadalin untuk melihat tingkat virulensi

dari bakteri. Reaksi biokimia berkorelasi dengan tingkat virulensi. Variasi tingkat

virulensi dari spesies penyebab Motile Aeromonas dapat dilihat dengan uji

karakteristik biokimia dari bakteri A. hydrophila. Burke et al. (1981)

mengemukakan hubungan yang signifikan antara tingkat virulensi A. hydrophila

pada ikan dengan produksi asam dari arabinosa dan sukrosa, tes VP dan LDC,

penambahan elastase dan aktifitas hemolitik.

Tingkat virulensi dari mikroorganisme berasosiasi dengan produksi enzim

tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa tes yang bersifat enzimatik dapat

digunakan untuk mengidentifikasi bakteri A. hydrophila. Uji aktifitas hemolitik

isolat A. hydrophila pada media TSA yang diberi 5% Red Blood Cells (RBCs)

domba, menunjukkan hasil bahwa 72% bakteri A. hydrophila dengan 2 tipe

aktifitas hemolitik, isolat A. hydrophila ß hemolitik dan strain A. hydrophila non

hemolitik. Ada suatu korelasi antara hemolisin dan virulensi isolat A. hydrophila.

Aeromonas hydrophila mampu memproduksi hemolisin ekstraselular dengan

membentuk zona hemolisis pada media agar darah (Sakai et al. 1993). Terdapat

korelasi yang kuat antara hasil dari uji biokimia, aktifitas enzimatik, aktifitas

Page 37: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

9

hemolitik dan tes patogenisitas dari isolat A. hydrophila dengan tingkat

virulensinya. Sangat direkomendasikan untuk melakukan serangkaian uji tersebut

untuk melihat tingkat bahaya dari isolat A. hydrophila (Ibrahem et al. 2008).

Penyakit Streptococcosis

Infeksi Streptococcal pada ikan merupakan infeksi bakteri yang dapat

mempengaruhi patologi dari varietas budidaya ikan di seluruh dunia (Romalde &

Toranzo 2002; Toranzo et al. 2005). Ikan Nila (Oreochromis niloticus) sangat

rentan terhadap infeksi Streptococcosis dan menimbulkan wabah yang sangat

mematikan (Pretto-Giardano et al. 2010). Akan tetapi, ikan channel catfish tidak

peka terhadap Group B Streptococcus (GBS) terutama terhadap infeksi S. iniae

dan S. agalactiae (Evans et al. 2007).

Streptococcosis pada ikan merupakan infeksi dari beberapa jenis bakteri

Streptococcus sp. dengan gejala penyakit yang hampir sama pada setiap spesies

bakteri dan dapat mengakibatkan kerusakan sistem saraf pusat yang

terkarakterisasi dari gejala klinis berupa adanya eksoptalmi (pop-eye) dan

meningoensefalitis. Klasifikasi Gram positif bentuk kokus berdasarkan pasangan

hibridisasi DNA-DNA menggunakan sekuen 16S terhadap bakteri patogen pada

ikan diperoleh jenis bakteri: Lactococcus garvieae (syn. Enterococcus

seriolicida), L. piscium, Streptococcus iniae (syn. S. shiloi), S. agalactiae (syn. S.

difficile), S. parauberis, dan Vagococcus salmoninarum (Toranzo 2009).

Menurut Toranzo (2009) pada kondisi perairan yang hangat (warm water)

Streptococcosis (menyebabkan kematian pada suhu di atas 15 ºC) disebabkan oleh

L. garvieae, S. iniae, S. agalactiae dan S. parauberis, sedangkan pada perairan

dingin cold water Streptococcosis (menyebabkan kematian pada suhu di bawah 15

ºC) disebabkan oleh L. piscium dan V. salmoninarum. Agen penyebab penyakit

Streptococcosis pada ikan di daerah perairan hangat seperti di Indonesia

merupakan bakteri yang potensial bersifat zoonotik pada manusia.

Ikan yang terinfeksi Streptococcosis menunjukkan gerakan renang yang

tak menentu (erratic), berputar (whirling), perdarahan pada mata, katarak,

eksoptalmi (pop-eye), atau terdapat perdarahan di sekitar anus dan pangkal sirip.

Page 38: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

10

Bagian internal tubuh mengalami perubahan, bagian otak menjadi lembek dan

berair, serta hati membengkak dan berwarna pucat. Gejala lain yang teramati pada

ikan seabream (Sparus auratus L.) dan ikan mullet (Liza klunzingeri) terinfeksi

Streptococcosis berupa tubuh yang melengkung membentuk huruf C, mata

berwarna putih (ocular opacity), perdarahan di periorbital dan intraokular,

bernanah (purulence) dan eksoptalmi (Musa et al. 2009).

Bakteri Aeromonas hydrophila

Cipriano (2001) mengemukakan bahwa isolat A. hydrophila berbentuk

batang pendek dan Gram negatif, oxidase-positif, mampu menfermentasi glukosa

dan resisten terhadap cakram Vibrostatic 0129, mampu tumbuh dalam media agar

MacConkay, bersifat motil, dan koloni berbentuk bulat halus dengan diameter 2-3

mm, ukuran lebar sel 0,3-1 μm dan panjang sel 2-4,5 μm. Identifikasi juga dapat

dilakukan menggunakan sistem tes kit API 20 NE. Media identifikasi selektif

Rhimler-Shotts (media R-S) dibuat oleh Shotts dan Rhimler (1973) untuk

mempermudah identifikasi jenis bakteri Aeromonads yang akan membentuk

koloni berwarna kuning pada media.

Isolat A. hydrophila menunjukkan hasil reaksi positif pada sitokrom

oksidase, hidrolisis gelatin, produksi indol, glukosa, sukrosa, fermentasi manitol,

arginin dehidrolase dan tes ß- galaktosidase. Sebagian isolat positif pada media

Voges Proskauer, lisin dekarboksilase, tripsin, fermentasi tes arabinosa, ß-

glukosidase, ß-glaktosidase, ß-glukuronidase, ∞-glukosidase, dan valin

arilamidase. Identifikasi enzimatik menggunakan sistem tes kit API ZYM

menunjukkan bahwa isolat bereaksi positif pada alkalin fosfatase, butirat esterase

(C4), caprilat esterase (C8), Miristate lipase (C14), leusin arilamidase dan N-

asetil- ß-glukosaminidase, Asam fosfatase dan fosfomidase. Beberapa isolat

menunjukkan hasil negatif pada sistein arilamidase, Chimotripsin, α-Mannosidase

dan α-fukosidase. Aktifitas hemolitik ada yang bersifat ß –hemolitik, α- hemolitik,

dan non-hemolitik (Ibrahem et al. 2008).

Page 39: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

11

Bakteri Streptococcus agalactiae

Streptococcus agalactiae adalah bakteri Gram-positif, tidak membentuk

spora, tidak bersifat asam, non motil, oksidase-negatif, katalase-negatif, kokus

dengan diameter sekitar 2 μm. Biasanya berbentuk berpasangan atau membentuk

rantai pendek (Rattanachaikunsopon & Phumkhachorn 2009). Kohler (2007)

mengelompokkan bakteri S. agalactiae termasuk ke dalam golongan kelompok

antigen Lancefield B dengan tipe haemolitik β (α, -). Bentuk koloni bakteri S.

agalactiae berwarna putih abu-abu, bening, koloni berbentuk bulat, dan

menghasilkan β-haemolitik pada media agar darah (Musa et al. 2009).

Streptococcus agalactiae (Group B streptococcus, GBS) merupakan

patogen yang dapat menginfeksi pada manusia dan hewan termasuk beberapa

spesies ikan. Tahun 2003, bakteri S. agalactiae diisolasi dari red Tilapia

Oreochromis sp. dan Nila (O. Niloticus) pada budidaya ikan di Thailand.

Identifikasi bakteri GBS menggunakan API 20 STREP, polymerase chain

reaction (PCR) dan multiplex PCR-based reverse line blot hybridization

(mPCR/RLB) (Suanyuk et al. 2008). Identifikasi S. agalactiae juga dapat

menggunakan BioStar STREP B (STREP B OIA) BioStar1OIA1 Strep B Assay

Kit (Evans et al. 2010). Untuk melihat genotipe bakteri S. agalactiae, Olivares-

Fuster et al. (2008) menggunakan metode Single-Stranded Conformation

Polymorphism (SSCP) dengan analisis Intergenic Spacer Region (ISR), dan

menggunakan fingerprint Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP).

Streptococcus agalactiae menyebabkan penyakit septisemia pada Nila,

merusak organ otak, ginjal, usus, dan organ lainnya. Penyakit ini biasanya

ditandai dengan gejala anoreksia, eksoptalmi, asites dan gerakan renang tak

menentu. Percobaan infeksi buatan pada ikan mullet dan seabream menggunakan

isolat S. agalactiae dari otak ikan Nila, O. niloticus L., menyebabkan kematian

100% dan 90%, pada masa pascainokulasi selama 7 hari, hal ini menandakan

bahwa S. agalactiae bersifat virulen yang menyebabkan penyakit epizootik

(Evans et al. 2002).

Page 40: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

12

Bakteri S. agalactiae memiliki kemampuan aktifitas kemotaktik dan

kemokinetik yang memegang peranan penting dalam respons proinflamasi dari

makrofag terhadap infeksi yang ditimbulkannya. Aktifitas kemotaktik dan

kemokinetik teramati dari ECP S. agalactiae dengan berat molekul 7,54 kDa.

Berat molekul ECP diperoleh dari hasil fraksinasi menggunakan High-pressure

liquid chromatography terhadap ECP S. agalactiae semi-purifikasi (Klesius et al.

2007).

Imunologi Ikan

Sel spesifik dan jaringan dari sistem imun pada teleost terletak pada organ

limfomeiloid primer, sekunder, dan tersier. Organ limfoid primer pada teleost

adalah timus dan ginjal bagian depan yang berfungsi untuk hematopoiesis dan

pembentukan sel baru. Organ sekunder adalah limpa dan kelenjar getah bening

yang berfungsi untuk regenerasi pada respons imun dengan melibatkan interaksi

antara beberapa tipe sel dan respons imun spesifik untuk melawan serangan

antigen (Lin et al. 2005). Organ limpa pada teleost juga berperan sebagai sistem

limpatik (belum terbentuk sempurna) untuk menfilter cairan tubuh. Organ tersier

pada teleost adalah berupa struktur mukosa yang membawa sel-sel limfoid

(Pellane 2002).

Tanggap kebal alami terjadi seketika apabila ada patogen masuk ke dalam

inang, faktor humoral bawaan yang terdapat di serum dan mukus ikan akan

melakukan perlawanan pasif dengan menghancurkan patogen. Apabila terjadi

suatu serangan patogen atau benda asing pada ikan maka akan terjadi respons

imun alami yang melibatkan sirkulasi dan perbaikan jaringan melalui respons

fagosit granulosit (neutrofil, eosinofil sel granular) monosit, dan sel makrofag

(Danerson 1974).

Sistem pertahanan tubuh ikan terbagi menjadi dua, yaitu pertahanan

seluler (pertahanan primer) dan pertahanan humoral. Sistem pertahanan primer

pada ikan berkaitan dengan disekresikannya mukus oleh sel mukus yang terdapat

di jaringan epitel pada permukaan kulit, insang dan usus. Mukus mengandung

substansi seperti imunoglobulin, lisosim, Protein C-reaktif, dan lektin. Substansi

Page 41: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

13

tersebut sangat penting untuk pertahanan penyakit maupun lingkungan yang tidak

menguntungkan (Iwama & Nakanishi 1996).

Ellis (2001) mengemukakan bahwa respons dan faktor humoral terdiri dari

serum amiloid protein, antibodi, lisosim, transferin, interferon, antiprotease,

lektin, lisin, protease, protein C-reaktif, dan komplemen. Sedangkan respons dan

faktor seluler antara lain adalah makrofag, killer cell, neutrofil, reaksi penolakan

allograft dan hipersensitifitas. Ikan mempunyai kemampuan dalam sistem imun

non-spesifik berupa barier mekanik dan kimiawi yang terdiri dari permukaan

kulit, sisik, dan mukus pada permukaan tubuh dan insang (Iwama & Nakanishi

1996).

Sistem kekebalan tubuh ikan terhadap antigen melalui mekanisme fagosit

dengan perantara makrofag dan granular leukosit, sebagai contoh neutrofil

menyerang mikroorganisme yang masuk melalui jaringan kulit ikan atau mukus.

Selain itu ada lisosim dan komplemen lain yang merusak patogen. Komponen

spesifik dalam sistem imun, terdiri dari humoral dan respons sel terhadap memori

imunologi, walaupun memori imun pada ikan secara umum sangat kurang

berkembang dibandingkan hewan tingkat tinggi lainnya. Tingkat induksi dan

respons imun ikan sangat dipengaruhi oleh suhu perairan (Danerson 1999).

Pada respons imun spesifik, makrofag bertindak melawan sel antigen,

sedangkan B-limfosit terlibat dalam produksi antibodi. T-limfosit berperan dalam

imunitas melalui diferensiasi dan proliferasi dari B-limfosit. Antibodi akan

diproduksi terhadap patogen spesifik yang akan mengikat membran patogen dan

merusak melalui aktivasi sistem komplemen dengan cara klasik (Li et al. 2006).

Hanya ada satu kelas antibodi pada ikan teleost, mirip dengan kelas IgM

pada mamalia dengan berat molekul yang besar (Dorson 1981, Ellis 1989).

Struktur IgM ikan tetrameric sedangkan pada mamalia struktur IgM pentameric.

Perlindungan antibodi ikan terhadap suatu penyakit belum terpetakan secara

detail, akan tetapi aktifitas aglutinasi antibodi dapat dijadikan bukti untuk melihat

efektifitas vaksinasi dan menghasilkan proteksi yang lengkap melawan berbagai

infeksi (Ellis 1989). Keberadaan IgM pada ikan tidak hanya terbatas dalam serum.

Antibodi juga ditemukan terdapat pada lapisan mukus yang melapisi sel epitel

Page 42: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

14

ikan dan IgM kemungkinan diproduksi secara lokal bukan berasal dari serum.

Ellis (1981) menduga bahwa sistem imun pada ikan dapat terlihat dan terus

dihasilkan sebagai bagian dari sistem respons imun yang sistemik dan bagian dari

mukus.

Imunitas dapatan (acquired immunity) pada ikan sama dengan respons

alaminya. Akan tetapi, respons imun dapatan lebih lama terbentuk setelah

terinfeksi penyakit yang akut dan setelah proses vaksinasi, karena pada imun

dapatan bersifat spesifik dan memiliki memori sedangkan imun alami bersifat

non-spesifik dan tidak memiliki memori. Respons imun alami terhadap infeksi

bakteri dapat melalui aktifitas fagositosis dengan komponen internal berupa

cytokine (interferon), lytic enzyme (lisosim), serum protein, komplemen, dan

kinin. Respons imun buatan melibatkan B-limfosit dan sel plasma dalam

menghasilkan antigen-spesifik antibodi, serta cytokine dari T-limfosit (Stuart

1999). Proliferasi limfosit pada ikan memerlukan waktu relatif lama untuk

mencapai puncak setelah ditantang dengan patogen, respons sekunder yang

muncul yaitu berupa titer antibodi (Ellis 1981).

Tanggapan kebal adaptif dapat terbentuk pada kelompok teleost seperti

ikan dan dapat dideteksi dalam hitungan hari bahkan minggu (4-6 minggu) dari

infeksi atau peradangan awal tergantung dari suhu lingkungan. Tanggap kebal

adaptif terdiri dari jaringan sel protein komplek, pengantar pesan biokimia

(sitokin), dan gen yang bekerja sama untuk menghasilkan suatu induksi tanggap

kebal spesifik yang memerlukan Abs (antibodi spesifik) dan Ags (antigen

spesifik) (Press & Evenson 1999).

Antibodi spesifik dapat bertindak sebagai molekul efektor yang larut di

dalam serum dan sebagai sel yang peka rangsangan terhadap permukaan sel B-

limfosit. Sebagai suatu molekul efektor pada serum, antibodi dapat

menghancurkan antigen dengan berbagai jalan (pathway). Antibodi spesifik dapat

menetralkan antigen dengan fungsi sel yang peka rangsangan, aktifitas enzimatik,

atau faktor toksigenik. Sebagai alternatif, kemampuan antibodi spesifik yang

multivalen mengikat antigen (masing-masing molekul Ab atau antibodi

monomerik efektif mengikat 2 antigen), membentuk makromolekular Ab-Ag

Page 43: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

15

komplek. Jika cukup besar, makromolekular komplek ini akan mempercepat

perlekatan antigen oleh sel untuk selanjutnya terjadi proses fagositosis

penghancuran antigen (Pilstrom & Bengten 1996).

Vaksin pada Ikan

Preparasi antigen vaksin dibuat dari organisme patogen yang telah dibuat

menjadi non-patogen dengan berbagai macam metode. Tujuan melakukan

vaksinasi adalah untuk menstimulasi sistem imun dengan cara meningkatkan

resistensi ikan terhadap jenis patogen tertentu. Vaksin pada industri budidaya ikan

biasanya menggunakan formula dari bakterin (yang diinaktifasi dengan formalin

atau pemanasan bakteri sel utuh), sel bakteri hidup yang tidak virulen, toksin

bakteri, vektor rekombinan, dan menggunakan asam nukleat dari bakteri (Skinner

2009).

Imunologi dan analisis transkripsi menunjukkan bahwa dengan vaksinasi

dapat: (i) menginduksi respons chemiluminescence yang lebih kuat dan lebih

tinggi dalam produksi nitrit oksida dan aktifitas asam fosfatase pada makrofag

ginjal anterior, (ii) memproduksi serum antibodi spesifik, yang akan memberikan

immunoproteksi ketika diberikan imunisasi pasif pada ikan, (iii) regulasi ekspresi

gen pengkode protein yang berperan dalam respons imun bawaan dan respons

imun dapatan. Ketiga faktor tersebut akan memegang peranan dalam

membuktikan bahwa vaksinasi pada ikan dapat mengontrol penyakit

Streptococcosis pada lingkungan budidaya (Sun et al. 2010).

Ikan dapat diimunisasi dengan tiga cara, melalui injeksi (intraperitoneal),

perendaman dalam larutan vaksin, dan melalui oral (dicampur dengan pakan).

Ketiga cara ini memiliki keuntungan dan kerugian yang akan mempengaruhi level

proteksi, efek samping, cara pemberian, dan biaya yang harus dikeluarkan untuk

kegiatan vaksinasi. Pemberian vaksinasi melalui injeksi telah banyak digunakan

pada skala industri dan kegiatan riset di laboratorium dengan hasil yang baik dan

alur mekanisme pembentukan respons imunnya juga telah diketahui, akan tetapi

pemberian vaksin melalui oral dan perendaman masih belum banyak diketahui

Page 44: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

16

alur penyerapan antigen dan presentasi antigen setelah diserap (Gudding et al.

1999).

Enzim ekstraselular, kapsul polisakarida, lipopolisakarida (LPS), membran

luar bakteri menjadi faktor penentu virulensi bakteri yang kemudian digunakan

sebagai kandidat sediaan vaksin untuk menanggulangi infeksi bakteri yang

homolog maupun heterolog. Preparasi mikroorganisme dan produk sisa

metabolismenya dapat digunakan sebagai agen yang dapat menstimulasi

pembentukan antibodi dan penghancuran antigen melalui efektor makrofag dalam

perlakuan uji tantang (Shoemaker & Klesius 1997).

Proteksi melawan A. hydrophila pada ikan Carp melalui vaksinasi dengan

crude lipopolisakarida (LPS) lebih baik dibanding dengan sel utuh yang

diinaktifasi menggunakan formalin. Vaksin LPS yang diberikan melalui

perendaman pada ikan selama 2 jam pada suhu 25 oC lebih efektif dalam

mengurangi stres perlakuan dibanding ketika diberikan melalui injeksi, akan

tetapi vaksinasi dengan crude LPS tidak dapat melihat respons imun humoral

melalui pengukuran reaksi aglutinasi bakteri, hemaglutinasi pasif dan tes difusi

agar gel (Baba et al. 1988).

Kunci keberhasilan vaksinasi pada ikan menurut Toranzo et al. (2009)

adalah sebagai berikut :

- Tidak menggunakan vaksin sebagai satu alat pemecahan masalah manajemen

budidaya. Kepadatan ikan yang tinggi, ikan dalam keadaan stres, kualitas air

yang jelek dapat menyebabkan terhambatnya pembentukan proteksi respons

imun.

- Hanya memvaksin ikan yang sehat. Performa vaksin sangat tergantung pada

status kesehatan ikan. Vaksin tidak dapat diharapkan memberi proteksi yang

tinggi jika ikan yang divaksin dalam keadaan sakit atau karier terhadap

patogen sejenis dengan vaksin.

- Memberikan waktu untuk ikan dalam membentuk imunitas. Selama masa

induksi vaksin, lingkungan pemeliharaan harus tetap terjaga terutama fluktuasi

suhu, karena akan mempengaruhi proses pembentukan respons imun.

Page 45: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

17

- Ketat dalam memberikan rekomendasi penggunaan vaksin. Jangan

memperpendek waktu pemaparan yang disarankan, tidak memodifikasi dosis

maupun solusi vaksin, tidak melebihi kepadatan ikan yang diperbolehkan

dalam penggunaan melalui perendaman, mencampurkan vaksin ke dalam

larutan dengan suhu yang sama dengan media pemeliharaan.

Vaksin Polivalen

Formula vaksin ideal adalah dalam bentuk sediaan vaksin polivalen yang

dapat memproteksi secara simultan terhadap beberapa patogen penting penyebab

suatu penyakit dan efektif digunakan untuk spesies ikan yang luas. Vaksin

polivalen juga harus dapat melindungi dari semua serotipe bakteri yang berasal

dari area geografis berbeda. Formula vaksin polivalen harus dibuat dengan teliti

karena masalah kompetisi antigen dapat muncul terutama ketika vaksin tersebut

diaplikasikan melalui injeksi (Toranzo et al. 2009).

Karena sifat antigenik yang beragam antara kelompok organisme yang

komplek, maka diperlukan strategi penggunaan vaksinasi, apakah dengan

menggunakan vaksin polivalen, imunisasi menggunakan inaktifasi ekstraselular

toksin (toxoid), atau vaksin yang berisi selular antigen dan toxoid. Vaksinasi

dengan larutan antigen ekstraselular lebih efektif dalam memberikan perlindungan

melawan serotipe yang heterolog dibandingkan dengan vaksin yang hanya terdiri

dari satu jenis sel utuh dari antigen (Baba et al. 1988).

Untuk menanggulangi penyakit furunkulosis pada ikan Atlantic salmon

(Salmo salar L.) akibat infeksi bakteri Aeromonas salmonicida maka Hoel et al.

(1997) membuat vaksin polivalen yang berisi bakteri A. salmonicida, Vibrio

salmonicida, dan V. anguillarum. Respons imun humoral Atlantic salmon yang

divaksin dengan vaksin polivalen lebih baik dalam memberikan proteksi terhadap

antigen A. salmonicida dibandingkan dengan vaksin monovalen.

Gassent et al. (2004) melakukan vaksinasi pada Anguilla anguilla L.

menggunakan vaksin bivalen yang terdiri dari bakteri V. vulnificus strain CECT

4604 dan CECT 5198 untuk menanggulangi penyakit pada A. Anguilla (eel

disease). Vaksin diberikan dengan 4 rute yang berbeda yaitu melalui perendaman,

Page 46: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

18

injeksi (intra peritoneal atau IP), intubasi melalui mulut, dan intubasi melalui

anus. Intubasi melalui mulut dan injeksi (IP) memberikan level proteksi lebih

tinggi dibandingkan dengan intubasi melalui anus maupun perendaman dengan

rerata RPS 80–100%. Vaksinasi dapat meningkatkan antibodi plasma maupun

mucus (lendir), akan tetapi tidak meningkatkan produksi lisosim pada plasma

maupun lendir.

Pembentukan Respons Imun Pascavaksinasi

Vektor vaksin memiliki kemampuan untuk menstimulasi mediasi sel,

antibodi humoral, dan imunitas mukosa. Vektor vaksin juga harus mampu

bertahan dan bereplikasi dalam tubuh inang, menghasilkan respons imunitas

selular yang kuat sehingga dapat memberikan proteksi dengan durasi waktu lebih

lama. Induksi imun selular (respons CD4+ dan CD8

+ sel-T) berperan dalam

memberikan proteksi terhadap infeksi intraselular (Skinner 2009).

Beberapa penelitian pada ikan telah dapat mendemonstrasikan relevansi

molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I dan kelas II dalam

pembentukan respons imun. Presentasi antigen oleh MHC yang tepat dapat

memberikan respons dan pengenalan oleh sub populasi sel-T dan sel-B. Selain itu,

vaksinasi pada ikan dapat menginduksi respons Th1 dan CD8 sel-T. Stimulasi sub

populasi sel-T dapat menginduksi produksi interferon gamma yang dapat

memediasi penghancuran intraselular bakteri (Seder & Hill 2000).

Page 47: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

19

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium kesehatan ikan Balai Penelitian

dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor, Laboratorium

Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan - Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan IPB, Laboratorium Terpadu PAU IPB, dan Laboratorium Uji Balai

Besar Pengolahan Produk Perikanan dan Bioteknologi (BBP3B) Jakarta.

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2011 - Februari 2012.

Ikan Uji

Ikan uji menggunakan ikan Nila (Oreochromis niloticus) berukuran

15±0,5 g. Ikan yang digunakan harus memenuhi asumsi Spesifik Pathogen Free

(SPF) bebas dari karakteristik yang akan muncul ketika terinfeksi penyakit Motile

Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis, melewati masa aklimatisasi selama

14 hari. Pengamatan dilakukan dengan melihat gejala klinis serta dilakukan

pengambilan sampel isolat untuk melakukan identifikasi bakteri target (A.

hydrophila dan S. agalactiae).

Isolat Bakteri

Bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae

menggunakan isolat koleksi BPPBAT Kementrian Kelautan dan Perikanan,

Bogor. Aeromonas hydrophila diinokulasi dalam media Tryptic Soy Agar (TSA)

menggunakan A. hydrophila isolat AHL0905-2, dan S. agalactiae diinokulasi

dalam media Brain Heart Infussion Agar (BHIA) menggunakan S. agalactiae

isolat N14G.

Vaksin

Ada 2 sediaan vaksin monovalen yang di uji pada penelitian ini, yaitu

vaksin monovalen sel utuh A. hydrophila (Sugiani et al. 2010) dan vaksin

monovalen sel utuh+ECP S. agalactiae (Pasnik et al. 2006), dan 5 sediaan vaksin

Page 48: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

20

bivalen gabungan bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae. Perlakuan kontrol

sesuai dengan media solusi sediaan vaksin.

Tabel 1 Komponen vaksin bivalen

Perlakuan Komponen vaksin Komponen uji tantang

1

2

3

4

5

(su AH) : (su SA)

(ECP AH) : (ECP SA)

(cS AH) : (cS SA)

(su+ECP AH) : (su+ECP SA)

(br AH) : (br SA)

Setiap perlakuan vaksin

diuji tantang dengan

bakteri AH, SA, dan ko-

infeksi AH+SA

AH (Aeromonas hydrophila), SA (Streptococcus agalactiae), ECP (produk ekstraseluler),

su (sel utuh), cS (crude supernatan), br (broth).

Parameter yang Diamati

Beberapa parameter uji yang diamati pada penelitian ini diantaranya

adalah kematian ikan, gejala klinis, dan gambaran sistem imun ikan.

Gejala klinis

Gejala klinis ikan diamati dengan melihat tingkah laku makan, berenang,

respons terhadap kejutan, dan perubahan anatomi bagian luar tubuh ikan maupun

organ dalam ikan.

Hematologi dan gambaran sistem imun

Pengamatan hematologi dan gambaran sistem imun dilakukan dengan

mengamati sampel darah yang diambil dari ikan perlakuan kemudian diukur kadar

haemoglobin menurut metode Sahli (Wedenmeyer & Yasutake 1977). Kadar

hematokrit menurut metode Anderson dan Siwicki (1995). Aktifitas fagositosis

meliputi indek fagositik dan persen fagositosis dievaluasi menggunakan metode

Zhang et al. (2008).

Produksi oksigen radikal dari fagositosis dalam darah dapat dilihat dengan

pewarnaan nitroblue tetrazolium (NBT-Assay) seperti yang dilakukan Anderson

dan Siwicki (1995). Aktifitas lisosim diuji menggunakan lyso-plate assay menurut

Gassent et al. (2004) dengan melihat zona lisis dari bakteri Micrococcus

lysodeikticus. Aktifitas komplemen (Complement consumption assay) dilakukan

menggunakan metode Vivas et al. (2005). Titer antibodi diukur dengan

menggunakan aglutinasi langsung (direct aglutination) terhadap antigen-antibodi

perlakuan.

Page 49: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

21

Histopatologi

Pengamatan gambaran histopatologi dilakukan untuk mengetahui efek dari

penyakit MAS (infeksi A. hydrophila) dan Streptococcosis (infeksi S. agalactiae)

terhadap ikan Nila.

Relative Percent Survival (RPS)

Tingkat kelangsungan hidup (SR) setelah uji tantang kemudian dihitung

menjadi nilai Relative Percent Survival (RPS) untuk melihat efektifitas vaksinasi

dengan menggunakan rumus Ellis (1988) :

Analisis Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL). Analisis untuk data pengamatan gambaran darah, patologi klinik darah,

indeks fagositik, aktifitas lisosim, aktifitas Respiratory Burst, aktifitas

komplemen, titer antibodi, dan RPS (Relative Percent Survival) dianalisis dengan

program SPSS. Perubahan gejala klinis dan histopatologi organ dianalisis secara

deskriptif.

Page 50: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

22

Alur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam 5 tahapan penelitian yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Alur pelaksanaan penelitian Vaksin Bivalen untuk pencegahan

penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis pada

ikan Nila (O. niloticus).

Tahap 1

Analisis karakteristik bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus

agalactiae

Identifikasi bakteri, waktu pematangan (kinetik pertumbuhan), uji kultur bersama

(media cair dan media agar), sensitifitas terhadap antibiotik secara in vitro

Tahap 2

Uji patogenisitas bakteri A. hydrophila, S. agalactiae dan gabungan keduanya

Perubahan pola berenang, tingkah laku makan, perubahan patologi anatomi organ

dalam dan luar, gambaran darah, patologi klinik darah, histopatologi, dan kematian

ikan.

Tahap 3

Kajian preparasi vaksin A. hydrophila dan S. agalactiae

Sediaan vaksin

Komponen vaksin terdiri dari vaksin sel utuh,

ECP, sel utuh+ECP, crude supernatan, dan broth.

Fraksinasi protein melalui SDS-PAGE

Uji kualitas vaksin

Uji keamanan vaksin (innocuity

test), uji sterilitas vaksin (sterility

test) dan uji kadar formalin

Tahap 4 & 5

Efikasi vaksin bivalen gabungan bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae

pada ikan Tilapia (Oreochromis niloticus)

Melakukan analisis spesifik respons dan proteksi silang vaksin monovalen A. hydrophila

dan S. agalactiae secara in vivo pada ikan Tilapia

RPS, gambaran darah, patologi klinik darah, aktifitas Respiratory Burst, aktifitas lisosim,

aktifitas komplemen, dan titer antibodi

Page 51: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

23

KO-INFEKSI Aeromonas hydrophila DAN Streptococcus

agalactiae: KEBERADAAN, DAYA TUMBUH in-vitro,

SENSITIFITAS ANTIBIOTIK, DAN GAMBARAN

HISTOPATOLOGI

Abstrak

Bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus sp. menyebabkan wabah

penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) dan Streptococcosis yang menjadi

penghambat keberhasilan produksi budidaya ikan Nila (Oreochromis niloticus) di

Indonesia. Keberadaan kejadian ko-infeksi antara bakteri A. hydrophila dengan S.

agalactiae pada ikan Nila di KJA Waduk Cirata sebesar 20% dari populasi di

karamba. Uji kerentanan ikan Nila terhadap kedua jenis penyakit ini dilakukan

secara in-vitro dan in-vivo untuk melihat kompetisi antigen dan ko-infeksi dari

kedua jenis bakteri penyebab penyakit. Hasil uji pertumbuhan bakteri pada media

cair maupun media padat menunjukkan bahwa kedua jenis bakteri ini dapat

tumbuh bersinergi (tidak saling menghambat). Bakteri A. hydrophila dan S.

agalactiae bersifat rentan terhadap antibiotik Tetrasiklin dan Kloramfenikol. Hasil

histopatologi organ ginjal, otak, hati, dan limpa memperlihatkan dua pola karakter

luka. Pola pertama, luka yang fokal sampai terlihat adanya inflamasi dan

perdarahan. Pola kedua, luka yang multifokal, luka parah, nekrotik, dan luka

inflamasi yang mengakibatkan deformasi sel-sel organ.

Kata kunci : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae , kompetisi antigen,

histopatologi

Abstract

Etiological agents of common fish diseases are the Gram-negative A.

hydrophila and the Gram-positive S. agalactiae, both are considered severe fish

pathogens on account of their ability to cause damaging disease outbreaks in Nile

Tilapia (O. niloticus). The occurence of co-infections between A. hydrophila and

S. agalactiae at Waduk Cirata was about 20% per populations. Pathogenesis in

fish involved septicaemia and colonization of numerous organs, such as the liver,

brain, and kidney. Clinical signs appeared soon after infection, and include

depression or excitability, anorexia, C-shaped body posturing, erratic swimming,

whirling, and death. Aeromonas hydrophila and S. agalactiae cultures were not

able to inhibit each other and showed negative results from antimicrobial activity,

both are succeptible to antibiotics Tetracycline and Chloramphenicol. Nile Tilapia

also were clinically examined and necropsied for histopathology, samples were

taken from kidney, brain, liver, and spleen. Histopathological lesions were

grouped into two characteristic patterns. The first pattern consisted focal lesion

and inflammation. The second pattern consisted of multifocal lesion, necrotic, and

inflammatory lesions resulting organ deformation.

Key Words : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, antimicrobial activity,

histophatology

Page 52: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

24

Pendahuluan

Kasus kejadian suatu wabah penyakit pada ikan dapat melibatkan banyak

faktor. Patogen infeksius (virus, bakteri, dan parasit) sering dianggap sebagai

penyebab utama dari perjangkitan penyakit, sedangkan perubahan faktor

lingkungan, mutu air yang jelek, dan manajemen budidaya yang salah menjadi

penyebab infeksi sekunder yang akan memperparah kondisi sakit. Keterikatan

kedua faktor ini akan mempengaruhi keseimbangan fisiologis normal dari suatu

organisme, yaitu jika ada interupsi maka akan menyebabkan tekanan fisiologis

yang dapat menyebabkan perubahan fungsional sel dan tanggap kebal

(Wedemeyer et al. 1990).

Penyakit ikan akibat infeksi Aeromonas hydrophila dan Streptococcus

agalactiae dapat menginfeksi ikan Nila yang ada di alam maupun pada sistem

budidaya. Kedua bakteri ini berasal dari dua tipe Gram bakteri yang berbeda yaitu

Gram negatif (A. hydrophila) dan Gram positif (S. agalactiae) dengan karakter

infeksi dan gejala klinis yang berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

karakteristik tipe ko-infeksi dan karakter pertumbuhan bakteri penyebab penyakit

MAS dan Streptococcosis, sensitifitas terhadap antibiotik, dan pengaruh infeksi

terhadap sel-sel organ dengan melakukan serangkaian uji secara in vivo maupun

in vitro di laboratorium. Penelitian dilakukan dengan metode infeksi tunggal dan

ko-infeksi untuk membedakan gejala klinis dan perubahan patologi organ ikan

Nila (O. niloticus).

Bahan dan Metode

Penelitian tahap awal dilakukan dengan melihat kajian dasar pada kedua

jenis patogen target yaitu A. hydrophila dan S. agalactiae. Beberapa aspek yang

diteliti adalah keberadaan kedua jenis bakteri ini di perairan umum yang

digunakan untuk kegiatan budidaya, melihat karakter pertumbuhan bakteri pada

media tumbuh, melihat kerentanannya terhadap beberapa jenis antibiotik yang ada

di pasaran, serta melihat kerusakan yang terjadi pada organ tubuh ikan yang

terinfeksi kedua jenis bakteri tersebut.

Page 53: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

25

1 Survei Lapang

Kegiatan survei dilakukan di sentra budidaya ikan Nila (O. niloticus) pada

karamba jaring apung daerah Cirata-Cianjur. Pengamatan keberadaan penyakit

MAS dan Streptococosis di ikan Nila diambil pada beberapa lokasi karamba,

dilakukan pengamatan gejala klinis, melakukan pembedahan (sectio) untuk

melihat kondisi organ yang teramati dari ikan sehat maupun ikan sakit, dan

membuat preparasi isolat bakteri dengan metode gores pada media tumbuh TSA

(Triptic Soy Agar), R-S agar (Rhimler-Shott), Streptococcus medium, dan BHIA

(Brain Heart Infusion Agar). Hasil inokulasi bakteri diidentifikasi menggunakan

API 20 NE untuk identifikasi bakteri A. hydrophila dan API Strep 20 untuk

identifikasi bakteri S. agalactiae.

2 Analisis Waktu Pematangan

Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae ditumbuhkan pada media TSA dan

BHIA diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 28 oC. Diambil satu koloni terpisah

(102 cfu/mL) dari masing-masing isolat kemudian ditumbuhkan dalam media cair

(Tryptic Soy Broth TSB dan Brain Heart Infusion BHI broth) dan media agar

(TSA dan BHIA) diinkubasi selama 24, 48, dan 72 jam dengan suhu 28 oC.

Pengamatan pertumbuhan bakteri dilakukan dengan menghitung koloni bakteri

yang tumbuh pada media TSA dan BHIA hasil pengenceran seri.

3 Uji Kultur bersama di Media Cair dan Media Agar

Uji pertumbuhan pada media agar dilakukan dengan menggunakan kertas

cakram diameter 0,5 cm dibuat dari kertas cakram Whatman no.4 untuk melihat

kemampuan anti mikrobial yang dimiliki masing-masing isolat. Pertama, kertas

cakram direndam dalam solusi bakteri A. hydrophila (104 cfu/mL) selama 1 jam.

Kertas cakram kemudian diletakkan di atas media BHIA yang telah diinokulasi

dengan bakteri S. agalactiae (0,2 mL 104 cfu/mL). Inokulan diinkubasi selama 24

jam kemudian dihitung diameter zona hambat yang dihasilkan. Kedua, kertas

cakram direndam dalam solusi bakteri S. agalactiae (104 cfu/mL) selama 1 jam.

Kertas cakram kemudian diletakkan di atas media TSA yang telah diinokulasi

Page 54: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

26

dengan bakteri A. hydrophila (0,2 mL 104 cfu/mL). Inokulan diinkubasi selama 24

jam kemudian dihitung diameter zona hambat yang dihasilkan.

Uji pertumbuhan pada media cair dengan melakukan kultur bersama di

media TSB dan BHI untuk melihat IC (Inhibitor Concentration). Metoda yang

digunakan dalam uji IC adalah dengan uji pengenceran seri (Dilution Test).

Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae diencerkan hingga didapat konsentrasi

perlakuan yang berbeda (1012

, 1010

, 108, 10

6, 10

4, dan 10

2 cfu/mL). Ke dalam

masing-masing konsentrasi perlakuan kemudian diinokulasikan dengan bakteri

yang berbeda sebanyak 50 µL sehingga total bakteri yang diinokulasikan adalah

100 µL kedalam 10 mL media cair. Pertumbuhan bakteri dari masing- masing

perlakuan dilihat melalui jumlah koloni yang tumbuh pada TSA dan BHIA.

4 Sensitifitas Terhadap Antibiotik

Sensitifitas bakteri terhadap beberapa jenis antibiotik dilakukan dengan

menumbuhkan isolat A. hydrophila dalam media TSA, sedangkan S. agalactiae

ditumbuhkan dalam media BHIA. Kertas cakram yang telah mengandung

antibiotik diletakkan pada inokulan bakteri uji, diinkubasi selama 24 jam pada

suhu 28 oC, zona hambat (zona bening) yang terbentuk diukur diameternya.

Antibiotik yang diujikan meliputi : 1) Eritromisin; 2) Nalidixic acid; 3)

Novobiosin; 4) Klindamisin; 5) Sefalotin; 6) Tetrasiklin; 7) Furazolidon; 8)

Kloramfenikol; 9) Gentamisin; 10) Metisilin; 11) Ampisilin.

5 Pengamatan Gambaran Histopatologi

Pengamatan gambaran histopatologi untuk mengetahui efek dari penyakit

MAS (infeksi A. hydrophila) dan Streptococcosis (infeksi S. agalactiae) terhadap

perubahan struktur sel dilakukan dengan membuat preparat histologi dari organ

hati, limpa, ginjal, dan otak. Preparat kemudian diwarnai menggunakan

Hematoxylin-Eosin (H&E) dan dilakukan pengamatan terhadap perubahan sel-sel

organ menggunakan mikroskop. Sampel ikan yang dibuat preparasinya adalah

dari kelompok ikan yang menunjukkan gejala klinis terinfeksi MAS dan

Streptococcosis yang terjadi secara alami di alam maupun hasil infeksi buatan di

laboratorium.

Page 55: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

27

Hasil dan Pembahasan

1 Keberadaan Penyakit dan Gejala Klinis Ikan Terinfeksi MAS dan

Streptococcosis di KJA Cirata

Survei kerentanan ikan Nila terhadap infeksi MAS dan Streptococcosis

dilakukan pada budidaya ikan Karamba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata

yaitu Blok Jangari-Mande dan Blok Pasir Pogor-Bobojong. Hasil identifikasi

menunjukkan bahwa keberadaan Aeromonas hydrophila sebesar 100% dan ko-

infeksi Streptococcus sp. sebesar 20% yang merupakan hasil isolasi bakteri pada

organ ginjal, otak, dan luka dari 10 ekor ikan sakit dan 5 ekor ikan sehat dari

populasi di setiap KJA. Ikan Nila secara alami pada karamba tersebut dapat

terindikasi terjadi ko-infeksi dari penyakit MAS dan Streptococcosis sebesar 20%

dari sampel ikan yang menunjukkan gejala sakit. Gejala klinis yang teramati

ditandai dengan adanya eksoptalmi, warna tubuh gelap, bola mata menonjol dan

berwarna putih (opaque), perut gembung apabila dibedah terdapat cairan

berwarna bening pada rongga perut (asites), perdarahan (hemorrhage), sirip gripis

dan pangkal sirip berwarna pucat, ginjal dan hati berwarna pucat, serta saluran

intestin kosong.

Identifikasi dilakukan pada isolat hasil inokulasi pada media TSA, BHIA,

dan media R-S (Rhimler-Shott) dari luka, ginjal, dan hati ikan Nila yang

menunjukan gejala sakit. Pengujian identifikasi dilakukan di laboratorium

menggunakan API 20 NE diperoleh hasil positif A. hydrophila dan menggunakan

API Strep 20 diperoleh hasil positif S. agalactiae (Lampiran 1).

2 Gejala Klinis Ikan Nila Terserang Ko-infeksi MAS dan Streptococcosis

Hasil Infeksi Buatan

Patogen difasilitasi beberapa faktor yang dapat membantu dalam

kompetisinya untuk hidup pada inang dengan memiliki kemampuan untuk

menempel, penetrasi, hidup, dan berkembangbiak pada tubuh inang. Bakteri A.

hydrophila memiliki beberapa faktor virulensi diantaranya fimbriae (pili),

permukaan protein S-layer, memproduksi siderophore, enterotoksin,

dermonekrotik, hemolisin, proteases, haemaglutinin, dan endotoksin (Cipriano

Page 56: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

28

2001). Bakteri S. agalactiae termasuk ke dalam golongan kelompok antigen

Lancefield B dengan tipe haemolitik β (α, -), kemampuan hemolitik terhadap sel

eritrosit tersebut merupakan salah satu penentu faktor virulensinya (Kohler 2007).

Gambar 3 Ikan Nila (O. niloticus) yang terinfeksi. (a) MAS, (b) Streptococcosis,

(c) ko-infeksi MAS dan Streptococcosis. (u) ulcer, (h) hemorrhage,

(exo) eksoptalmi, (op) opaque.

Hasil pengamatan gejala klinis pada ikan Nila yang terinfeksi bakteri A.

hydrophila ditandai dengan adanya perdarahan (hemorrhage), borok (ulcer), dan

mata berwarna putih (opaque) (Gambar 3). Ikan Nila yang terinfeksi bakteri S.

agalactiae menunjukkan gejala pergerakan renang berputar (whirling),

membentuk huruf C (C-shaped) (Gambar 4), dan mata menonjol (eksoptalmi).

Gambar 4 Deformasi C-shaped ikan Nila yang terinfeksi Streptococcosis.

Gejala klinis yang nampak pada ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae

menunjukkan gabungan dari karakter penyakit MAS dan Streptococcosis yaitu

dengan adanya perdarahan pada permukaan tubuh dan eksoptalmi di mata.

Karakter gejala klinis akibat serangan bakteri dari kedua jenis penyakit ini

menjadi lebih dikenal dengan nama Hemorrhage disease untuk penyakit MAS

dan Whirling disease (Gambar 5) untuk penyakit Streptococcosis.

op exo u u

c b a

h

Page 57: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

29

Gambar 5 Gerakan renang berputar (whirling) ikan Nila yang terinfeksi

Streptococcosis. Pergerakan ikan ( ) dilihat dari gambar ke-1

berturut-turut sampai gambar ke-18.

18 17 16

15 14 13

12 11 10

9 8 7

5 4

3 2 1

6

Page 58: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

30

Gambar 6 Organ dalam ikan Nila yang terserang ko-infeksi MAS dan

Streptococcosis. (a) ikan sehat, (b) ikan terserang kronis, (c) ikan

terserang akut.

Gambaran organ dalam ikan yang terkena ko-infeksi kronis dengan

kejadian kematian setelah lebih dari 5 hari pascainfeksi, terlihat berupa perubahan

warna (ginjal, limpa, hati, dan jantung) menjadi berwarna pucat, dan terdapat

asites berupa cairan berwarna kekuningan pada rongga perut. Gambaran organ

dalam ikan yang terinfeksi akut dengan kejadian kematian ikan pada hari ke-1

sampai hari ke-2 pascainfeksi terlihat adanya warna merah kehitaman pada semua

organ dalam ikan, dan cairan empedu lebih banyak jika dibandingkan dengan ikan

yang sehat (Gambar 6).

Virulensi dari bakteri patogen dapat menimbulkan gejala klinis yang

nampak pada inang terinfeksi. Ibrahem et al. (2008) mengemukakan bahwa gejala

klinis dari ikan Nila yang terinfeksi MAS ditandai dengan adanya septisemia,

asites, luka, cacat tulang, eksoptalmi dan nekrosis otot. Ikan pada kondisi

posmortem ditemukan adanya luka fokal pada parenchym organ hati, limpa, dan

ginjal, serta terdapat cairan yang mengisi rongga abdominal. Hasil isolasi dan

identifikasi didapat jenis bakteri A. hydrophila dari organ intestinal ikan yang

sakit maupun ikan yang sudah sehat, hal ini dapat terjadi pada kondisi invasi

c

b

a

Page 59: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

31

penyakit maupun kondisi MAS yang akut dengan adanya lokalisasi koloni bakteri

A. hydrophila yang teridentifikasi dari jaringan hematopoetik.

Bakteri S. agalactiae menyebabkan penyakit septisemia pada ikan Nila,

merusak organ otak, ginjal, usus, dan organ lainnya. Penyakit ini biasanya

ditandai dengan gejala anoreksia, eksoptalmi, asites dan gerakan renang tak

menentu. Percobaan infeksi buatan pada ikan mullet dan seabream menggunakan

isolat S. agalactiae dari otak ikan Nila (O. niloticus L.) menyebabkan kematian

100% dan 90%, dengan masa pascainfeksi selama 7 hari, hal ini menandakan

bahwa S. agalactiae bersifat virulen yang menyebabkan penyakit epizootik

(Evans et al. 2002).

3 Waktu Pematangan dan Uji Kultur bersama di Media Cair dan Media

Agar

Penghitungan koloni bakteri pada media agar dari kepadatan tanam awal

sebanyak 102 cfu/mL diperoleh hasil bahwa kepadatan bakteri pada media TSA

dengan lama inkubasi 24, 48, dan 72 jam berturut-turut untuk A. hydrophila

adalah 1013

cfu/mL, 1014

cfu/mL, dan 1014

cfu/mL, sedangkan S. agalactiae adalah

108

cfu/mL, 1010

cfu/mL, dan 1012

cfu/mL. Kepadatan bakteri pada media BHIA

dengan lama inkubasi 24, 48, dan 72 jam berturut-turut untuk A. hydrophila

adalah 1012

cfu/mL, 1013

cfu/mL, dan 1013

cfu/mL, sedangkan S. agalactiae adalah

108

cfu/mL, 1011

cfu/mL, dan 1013

cfu/mL.

Penghitungan koloni bakteri pada media broth dari kepadatan tanam awal

sebanyak 102 cfu/mL diperoleh hasil bahwa kepadatan bakteri pada media TSB

dengan lama inkubasi 24, 48, dan 72 jam berturut-turut untuk A. hydrophila

adalah 1012

cfu/mL, 1011

cfu/mL, dan 1010

cfu/mL, sedangkan S. agalactiae adalah

108

cfu/mL, 1010

cfu/mL, dan 1012

cfu/mL. Kepadatan bakteri pada media BHI

dengan lama inkubasi 24, 48, dan 72 jam berturut-turut untuk A. hydrophila

adalah 1012

cfu/mL, 1012

cfu/mL, dan 1010

cfu/mL, sedangkan S. agalactiae adalah

106

cfu/mL, 109

cfu/mL, dan 1011

cfu/mL.

Page 60: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

32

Gambar 7 Pertumbuhan bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae pada media agar.

(a) dan media cair, (b) dengan kepadatan tanam awal 1 koloni.

Karakter waktu pematangan bakteri A. hydrophila akan mencapai puncak

pertumbuhan pada 24 jam masa inkubasi. Karakter waktu pematangan bakteri S.

agalactiae akan mencapai puncak pertumbuhan pada 72 jam masa inkubasi

(Gambar 7).

Gambar 8 Uji kultur bersama bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae pada media

agar BHIA dengan masa inkubasi 48 jam.

Kepadatan bakteri ketika ditumbuhkan dalam media cair secara terpisah

diperoleh hasil untuk A. hydrophila 1012

cfu/mL dan S. agalactiae 108

cfu/mL,

hasil ini tidak jauh berbeda ketika kedua bakteri ini ditumbuhkan dalam media

cair secara bersamaan, yaitu untuk kepadatan di media TSB : A. hydrophila 1011

cfu/mL dan S. agalactiae 107

cfu/mL, sedangkan di media BHI : A. hydrophila

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 jam 24 jam 48 jam 72 jam

kep

adat

an b

akte

ri l

og c

fu/m

L

waktu pengamatan (jam)

A. hydrophila di TSA

A. hydrophila di BHIA

S. agalactiae di BHIA

S. agalactiae di TSA

0

2

4

6

8

10

12

14

0 jam 24 jam 48 jam 72 jam

kep

adat

an b

akte

ri l

og c

fu/m

L

waktu pengamatan (jam)

A. hydrophila di TSB

A. hydrophila di BHI

S. agalactiae di BHI

S. agalactiae di TSB

b a

Page 61: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

33

1012

cfu/mL dan S. agalactiae 106

cfu/mL. Kepadatan A. hydrophila yang lebih

dominan ketika ditumbuhkan bersamaan disebabkan bakteri ini memiliki

kemampuan tumbuh dalam media lebih cepat dibandingkan dengan S. agalactiae.

Gambar 9 Uji kultur bersama bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae pada media

cair dengan masa inkubasi 24 jam.

( ) A. hydrophila,( ) S. agalactiae.

Hasil uji kultur bersama bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae pada

media agar (Gambar 8) maupun media cair (Gambar 9) menunjukkan bahwa

kedua jenis bakteri dapat tumbuh bersinergi. Kultur bersama pada media agar

tidak menghasilkan zona hambat antar isolat, kedua isolat mampu tumbuh

bersama dalam media cair, dan tidak menunjukkan aktifitas anti mikrobial.

Karakter pertumbuhan bakteri yang bersinergi ini, diduga karena kedua jenis

bakteri tidak memiliki enzim yang dapat menghambat pertumbuhan satu sama lain

dan tidak saling berkompetisi dalam perebutan media untuk tumbuh.

4 Sensitifitas Terhadap Antibiotik

Bakteri A. hydrophila isolat AHL0905-2 bersifat resisten terhadap

Novobiosin, Klindamisin, Sefalotin, Metisilin, dan Ampisilin; bersifat intermediet

terhadap Eritromisin, Nalidixic acid, Furazolidon, dan Gentamisin; bersifat rentan

terhadap Tetrasiklin dan Kloramfenikol. Strain A. hydrophila yang berbeda dapat

menentukan perbedaan karakter terhadap beberapa antibiotik, seperti yang

dikemukakan oleh Angka (1997) bahwa hasil uji terhadap beberapa isolat bakteri

0

2

4

6

8

10

12

14

A. hydrophila + S.

agalactiae pada TSB

A. hydrophila + S.

agalactiae pada BHI

A. hydrophila pada

BHI

S. agalactiae pada

TSB

kep

adat

an b

akte

ri l

og c

fu/m

L

bakteri uji dalam media

Page 62: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

34

A. hydrophila terhadap beberapa antibiotik menunjukkan bahwa berturut-turut

bersifat resisten; intermediet; sensitif terhadap antibiotik Oksitetrasiklin (12%;

22,9%; 65,1%), Oxolinic acid (9,6%; 6,9%; 84,4%), Eritromisin (28,9%; 10,8%;

60,3%), Streptomisin (10,8%; 15,7%; 73,5%), Kloramfenikol (28,9%; 14,5%;

56,6%), dan potensial Sulfonamid (20,5%; 7,2%; 72,3%).

Bakteri S. agalactiae isolat N14G bersifat resisten terhadap Nalidixic acid

dan Furazolidon, intermediet terhadap Gentamisin, dan bersifat rentan terhadap

Eritromisin, Novobiosin, Klindamisin, Sefalotin, Tetrasiklin, Kloramfenikol,

Metisilin, dan Ampisilin (Tabel 2). Hasil uji sedikit berbeda dengan yang

dilakukan oleh Hardi (2011), bakteri S. agalactiae bersifat resisten terhadap

Metisilin, Tetrasiklin, Klindamisin, dan Gentamisin; bersifat rentan terhadap

Kloramfenikol, Sefalotin, dan Ampisilin; serta bersifat intermediet terhadap

Eritromisin. Perbedaan sensitifitas terhadap antibiotik dapat terjadi karena adanya

perbedaan strain dari bakteri S. agalactiae.

Antibiotik yang dapat menanggulangi bakteri A. hydrophila adalah

Tetrasiklin dan Kloramfenikol, sedangkan untuk menanggulangi S. agalactiae

adalah Eritromisin, Novobiosin, Klindamisin, Sefalotin, Tetrasiklin,

Kloramfenikol, Metisilin, dan Ampisilin. Antibiotik yang dapat menanggulangi

kejadian ko-infeksi dari kedua jenis bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae

adalah dengan menggunakan antibiotik Tetrasiklin dan Kloramfenikol (Tabel 2).

Hasil sensitifitas terhadap antibiotik menunjukkan bahwa kedua jenis

bakteri penyebab MAS dan Streptococcosis sebenarnya masih dapat ditanggulangi

dengan perlakuan antibiotik. Antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan

bakteri ini adalah termasuk dari jenis antibiotik yang sudah dilarang

penggunaannya dan masuk dalam kriteria obat keras menurut Komisi Obat

Indonesia (KOI), maka perlu dilakukan upaya pencegahan melalui imunostimulasi

menggunakan imunostimulan maupun vaksin.

Hasil uji sensitifitas terhadap antibiotik menunjukkan bahwa A. hydrophila

bersifat resisten terhadap Novobiosin, Klindamisin, Sefalotin, Metisilin, dan

Ampisilin. Bakteri S. agalactiae bersifat resisten terhadap Nalidixic acid dan

Furazolidon. Resistensi adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel

Page 63: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

35

mikroorganisme oleh antibiotika. Sifat resistensi dapat dipengaruhi oleh faktor

non-genetik yaitu keadaan bakteri pada stadium istirahat, sehingga bakteri tidak

peka terhadap antibiotik. Resistensi karena faktor non-genetik yang umumnya

terjadi karena perubahan pada pertahanan tubuh bakteri itu sendiri atau perubahan

struktur bakteri sehingga tidak sesuai lagi sebagai target antibiotik. Resistensi

yang dipengaruhi faktor genetik yaitu suatu keadaan mikroorganisme yang semula

peka terhadap suatu antibiotik pada suatu saat dapat berubah sifat genetiknya

menjadi tidak peka atau memerlukan konsentrasi yang lebih besar. Perubahan ini

terjadi karena gen bakteri mendapatkan elemen genetik yang terbawa sifat

resistensi. Perubahan genetik dapat ditransfer atau dipindahkan dari satu spesies

bakteri ke spesies lainnya melalui berbagai mekanisme (Shome & Shome 1999).

Tabel 2 Sensitifitas terhadap beberapa jenis antibiotik

No Dosis

(g)

Nama

Antibiotik

Zona bening pada isolat

bakteri (mm) Keterangan

A. hydrophila S. agalactiae A. hydrophila S. agalactiae

1 15 Eritromisin 12 33 intermediet rentan

2 30 Nalidixic acid 20 - intermediet resisten

3 30 Novobiosin - 25 resisten rentan

4 2 Klindamisin - 31 resisten rentan

5 30 Sefalotin - 40 resisten rentan

6 30 Tetrasiklin 22 32 rentan rentan

7 100 Furazolidon 11 - intermediet resisten

8 30 Kloramfenikol 25 30 rentan rentan

9 10 Gentamisin 15 11 intermediet intermediet

10 5 Metisilin - 25 resisten rentan

11 10 Ampisilin - 31 resisten rentan

5 Gambaran Histopatologi Ikan Nila Terserang Ko-infeksi MAS dan

Streptococcosis

Hasil pengamatan histopatologi organ otak menunjukkan suatu kongesti

pada daerah optic tectume di mesensefalon yang merupakan bagian otak terbesar

pada ikan yang berfungsi untuk mengontrol sensor dan pergerakan mata, dan ada

perdarahan (hemorrhage) pada mauthner cell yang terdapat pada metensefalon

dan mielensefalon dengan fungsinya sebagai pengatur gerak reflek dari saraf otot

(C-start behavior). Diantara tubuli ginjal terdapat suatu infiltrasi limfosit dan ada

Page 64: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

36

sel yang nekrosis sehingga membentuk deformasi sel. Pada organ limpa terdapat

melano macrofag centre (MMC) yang bersifat multifokal (Gambar 10). Hasil

pengamatan histopatologi dibandingkan dengan kontrol organ yang sehat dari

Atlas Fish Histology (Takashima & Hibiya 1995).

Gambar 10 Histopatologi kerusakan organ dari ikan Nila hasil ko-infeksi A.

hydrophila+S. agalactiae dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin

(H dan E). (a) otak bagian cerebellum, (b) otak bagian

mesencephalon, (c-d) limpa, dan (e-f) ginjal. (p) perdarahan, (n)

nekrosa, (mmc) melano macrofag centre, (i) inflamasi, (d)

degenerasi, (g) granuloma.

Kerusakan pada optic tectum akan menimbulkan perubahan penampakan

dari mata ikan, baik itu berupa mata menonjol maupun adanya disorientasi dari

bola mata. Kerusakan pada metensefalon dan mielensefalon akan mengakibatkan

b a

d

n

d c

p mmc

d

g

f e

i

Page 65: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

37

gerakan ikan yang tak terkontrol yaitu berupa pergerakan memutar dan adanya

deformasi bentuk tubuh menyerupai huruf C.

Hasil histopatologi terbagi ke dalam dua pola karakter luka. Pola pertama,

luka yang fokal yaitu kerusakan sel yang terjadi hanya pada satu sel, luka yang

mild dengan kerusakan minor tidak sampai merubah bentuk sel, dan terlihat

adanya inflamasi dan granuloma. Granuloma berisi kumpulan sel-sel yang rusak,

yang diselubungi oleh kapsul tebal dari kumpulan makrofag. Pusat makrofag dan

melanomakrofag juga teramati banyak menyelubungi granuloma. Pola kedua,

luka yang multifokal dengan kerusakan sel yang terjadi pada beberapa sel secara

mengelompok, luka parah (acute), nekrotik, luka inflamasi yang melibatkan

leukosit, makrofag, fibrin dan sel granular eosinophilik. Kedua pola luka biasanya

teramati ada pada bagian otak dan mata (Hernandez et al. 2009).

Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme

pertahanan untuk eliminasi bakteri. Mekasime terjadinya kerusakan jaringan

karena adanya sitokin yang menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada

endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal

serta aktivasi sel inflamasi (Smith 1977).

Simpulan dan Saran

Simpulan hasil penelitian ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae

penyebab infeksi MAS dan Streptococcosis dengan meneliti keberadaan, daya

tumbuh secara in-vitro, sensitifitas terhadap beberapa antibiotik, dan gambaran

histopatologi organ adalah :

1. Keberadaan ikan Nila terserang A. hydrophila di KJA Cirata adalah 100%,

yang terserang ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae adalah 20% dari

populasi disetiap karamba.

2. Infeksi bakteri A. hydrophila dapat menyebabkan penyakit MAS dengan

gejala klinis terdapat keputihan pada mata, perdarahan dan borok pada tubuh.

3. Infeksi bakteri S. agalactiae menyebabkan penyakit Streptococcosis dengan

gejala eksoptalmi pada mata, gerakan renang berputar (whirling) dan

membentuk huruf C.

Page 66: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

38

4. Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae dapat tumbuh bersinergi pada media

inokulasi buatan.

5. Waktu pematangan dalam media cair maupun media padat untuk bakteri A.

hydrophila adalah 24 jam, sedangkan bakteri S. agalactiae adalah 72 jam.

6. Ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae dapat ditanggulagi menggunakan

antibiotik Tetrasiklin dan Kloramfenikol (rentan) atau Gentamisin,

Eritromisin, dan Novobiosin (rentan-intermediet).

7. Hasil histopatologi organ ginjal, otak, dan limpa memperlihatkan dua pola

karakter luka. Pola pertama, luka yang fokal sampai terlihat adanya inflamasi

dan perdarahan. Pola kedua, luka yang multifokal, luka parah (acute),

nekrotik, dan luka inflamasi yang mengakibatkan deformasi sel-sel organ.

Karakter dari kedua jenis bakteri ini dapat dijadikan pertimbangan awal

dalam langkah pencegahan maupun pengobatan yang akan dilakukan, sehingga

strategi penanggulangan penyakit ini dapat optimal dilakukan dan tepat guna.

Page 67: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

39

PATOGENESIS KO-INFEKSI Aeromonas hydrophila DAN

Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA (Oreochromis

niloticus)

Abstrak

Karakteristik hasil ko-infeksi buatan dari bakteri Aeromonas hydrophila

dan Streptococcus agalactiae dapat dilihat dengan menggunaan parameter

gambaran hematologi dan pola kematian ikan. Pengujian ko-infeksi melalui

injeksi pada ikan Nila ukuran 15±0,5 g menggunakan dosis mematikan (LD100)

dan dosis mematikan (LD50) menyebabkan kematian bervariasi antara 20-90%

dalam waktu 1-12 hari masa inkubasi. Bakteri A. hydrophila lebih mematikan

untuk ikan Nila pada dosis LD100. Pola kematian yang terjadi menunjukkan bahwa

infeksi MAS bersifat akut dan kronis, sedangkan infeksi Streptococcosis bersifat

sub-akut. Perubahan pertahanan non spesifik ikan terhadap infeksi patogen dilihat

dengan mengamati level hematokrit, neutrofil, limfosit, monosit, dan indeks

fagositik darah ikan Nila yang diambil dari arteri caudalis pada hari ke-3, ke-6,

ke-9, ke-12, dan ke-15 setelah infeksi. Hasil analisis perubahan level hematokrit

dan limfosit lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, level neutrofil lebih rendah

dibandingkan dengan kontrol, dan level monosit dan indeks fagositik fluktuatif

selama masa perlakuan memperlihatkan adanya homeostasi gambaran darah ikan

terhadap serangan infeksi antigen.

Kata kunci : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, ko-infeksi, hematologi

Abstract

Characteristic of co-infection from A. hydrophila and S. agalactiae were

assessed by analyzing hematological parameters and pattern of death. Nile Tilapia

(Oreochromis Niloticus) sized 15 g were infected by intraperitoneal injection with

A. hydrophila and S. agalactiae using LD100 and LD50 dose. Mortality of fish was

20-90% in day one until day twelve post infections. The mortality patterns of Nile

Tilapias showed sub-acute infection to Streptococcocis, acute and chronic

infections to Motile Aeromonas Septicemia. Bacterium A. hydrophila more

virulent for Nile Tilapias at lethal dose (LD100) compared to S. agalactiae, this

matter was anticipated caused by endotoksin A. hydrophila had the character of

toxic lethal. The different administration co-infection stimulated hematological

responsse in Nile Tilapia post-infection. Infected fish groups presented higher

hematocrit, number of neutrophils, number of lymphocytes, number of

monocytes, and phagocytic ability on 3, 6, 9, 12, and 15 days after infection than

the non-infected group. The result of this study suggested that there was a

homeostatic balances on hematological response during co-infection.

Key Words : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, co-infection, haematology

Page 68: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

40

Pendahuluan

Motile Aeromonas Septicemia (MAS) adalah infeksi A. hydrophila

komplek yang mengakibatkan hemoragik septisemia pada beberapa spesies ikan

budidaya maupun spesies ikan di alam. Tiga spesies penyebab penyakit MAS

adalah dari jenis A. hydrophila, A. sobria, A. caviae, jenis bakteri strain A.

hydrophila merupakan predominan patogen pada ikan. Aeromonas juga

merupakan spesies oportunis dan merupakan penyebab infeksi sekunder. Wabah

MAS biasanya terjadi apabila ada stresor lingkungan, infeksi parasit dan

perubahan fisiologis tubuh yang mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap

serangan infeksi Aeromonas (Toranzo et al. 2009).

Infeksi streptokokal menjadi aspek infeksi baru dalam kegiatan

akuakultur. Bakteri S. agalactiae awalnya menyerang ikan rainbow trout (Salmo

gardnieri) dan Nila di Israel. Ikan Nila yang terinfeksi streptokokal menunjukkan

gejala adanya kerusakan pada sistem syaraf pusat, dengan gejala yang spesifik

yaitu gerakan renang berputar (whirling) dan eksoptalmi (Kohler 2007). Tahun

2008 S. agalactiae berhasil diisolasi dari ikan Nila pada sistem budidaya di

Indonesia oleh Lusiasti et al. (2008), sehingga menjadi perhatian utama dalam

kegiatan riset untuk melihat aspek epidemiologi dan penanggulangannya.

Hasil uji pertumbuhan bakteri pada media cair maupun media padat

menunjukkan bahwa kedua jenis bakteri ini dapat tumbuh bersinergi (tidak saling

menghambat), akan tetapi kemampuan tumbuh antigen dalam tubuh ikan secara

langsung belum diketahui. Pengaruh infeksi bakteri A. hydrophila dan S.

agalactiae terhadap gambaran hematologi dan kematian ikan dapat dilihat dengan

melakukan uji kerentanan ikan Nila terhadap kedua jenis penyakit ini, yang

dilakukan secara in-vitro untuk melihat kompetisi antigen dan ko-infeksi dari

kedua jenis bakteri penyebab penyakit.

Bahan dan Metode

1 Uji Patogenesis

Uji patogenesis bakteri A. hydrophila, S. agalactiae dan gabungan

keduanya pada ikan Nila (O. niloticus) dilakukan dengan cara injeksi intra

Page 69: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

41

peritoneal (IP) bakteri A. hydrophila LD100 (1012

cfu/mL) dan LD50 (107 cfu/mL)

(Sugiani et al. 2010) dan S. agalactiae LD100 (108 cfu/mL) dan LD50 (10

3 cfu/mL)

(Taukhid & Purwaningsih 2011) 0,1 mL/ekor untuk melihat dampak infeksi

bakteri pada ikan Nila. Ikan dipelihara selama 1-14 hari untuk melihat gambaran

darah dan kematian ikan.

Tabel 3 Perlakuan infeksi LD100

Perlakuan Tipe bakteri dan media tumbuh Lama inkubasi (jam) Kode

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Aeromonas hydrophila TSB

Aeromonas hydrophila TSB

Aeromonas hydrophila TSB

Streptococcus agalactiae BHI

Streptococcus agalactiae BHI

Streptococcus agalactiae BHI

A. hydrophila+S. agalactiae TSB

A. hydrophila+S. agalactiae TSB

A. hydrophila+S. agalactiae TSB

Aeromonas hydrophila TSA

Aeromonas hydrophila TSA

Aeromonas hydrophila TSA

Streptococcus agalactiae BHIA

Streptococcus agalactiae BHIA

Streptococcus agalactiae BHIA

A. hydrophila+S. agalactiae BHI

A. hydrophila+S. agalactiae BHI

A. hydrophila+S. agalactiae BHI

TSB

BHI

24

48

72

24

48

72

24

48

72

24

48

72

24

48

72

24

48

72

-

-

A1

A2

A3

B1

B2

B3

C1

C2

C3

D1

D2

D3

E1

E2

E3

F1

F2

F3

Kontrol

Kontrol

Sediaan bakteri bakteri A. hydrophila diinkubasi pada media TSA dan

TSB selama 24, 48, dan 72 jam pada suhu 28 oC, sedangkan S. agalactiae

diinkubasi pada media BHIA dan BHI broth selama 24, 48, dan 72 jam pada suhu

28 oC (Tabel 3). Inokulan dari media agar sebanyak 1 cawan petri dipanen ke

dalam 10 mL salin 0,845%, kemudian dari masing-masing sediaan dilakukan

pengenceran seri untuk mendapatkan dosis yang diharapkan.

Perlakuan infeksi LD50 menggunakan isolat bakteri dari media tumbuh

dengan lama waktu inkubasi yang menimbulkan kematian terbanyak serta waktu

Page 70: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

42

tersingkat pada hasil perlakuan LD100, dengan rincian kode untuk masing-masing

inokulan bakteri sebagaimana tertera pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 4 Perlakuan infeksi LD50

Perlakuan Tipe bakteri Perbandingan volume bakteri Kode

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

A1 + B1

A1 + B1

A1 + B1

A1 + B1

A1 + B1

D1 + E3

D1 + E3

D1 + E3

D1 + E3

D1 + E3

Tryptic Soy Broth

Brain Heart Infusion

50 : 50

75 : 25

25 : 75

0 : 100

100 : 0

50 : 50

75 : 25

25 : 75

0 : 100

100 : 0

-

-

A

B

C

D1

D2

E

F

G

H1

H2

Kontrol

Kontrol

A. hydrophila dalam TSB dengan masa inkubasi 24 jam (A1), S. agalactiae dalam BHI

dengan masa inkubasi 24 jam (B1), A. hydrophila dalam TSA dengan masa inkubasi 24

jam (D1), S. agalactiae dalam BHIA dengan masa inkubasi 72 jam (E3).

2 Gambaran Hematologi

Analisis gambaran hematologi dan sistem imun dilakukan dengan

mengamati sampel darah yang diambil dari ikan perlakuan kemudian diukur kadar

hematokrit menurut metode Anderson dan Siwicki (1995), differensial leukosit

menurut metode Blaxhall dan Daisley (1973), dan indeks fagositik menurut

metode Zhang et al. (2008).

Hasil dan Pembahasan

Ikan dapat membentuk pertahanan diri terhadap serangan infeksi bakteri.

Apabila terjadi suatu serangan patogen atau benda asing pada ikan maka akan

terjadi respons imun alami yang melibatkan sirkulasi dan perbaikan jaringan

melalui respons fagosit granulosit (neutrofil dan eosinofil sel granular) monosit,

dan sel makrofag. Respons imun alami ini hanya dapat bertahan dan berfungsi

dengan baik pada beberapa hari atau minggu setelah adanya invasi bakteri ke

dalam tubuh dan berfungsi sebagai respons imun anti-infeksi fase awal.

Page 71: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

43

Gambar 11 Total hematokrit ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae. (A) Tipe bakteri A1+B1 50:50, (B) Tipe bakteri A1+B1

75:25, (C) Tipe bakteri A1+B1 25:75, (D1) Tipe bakteri A1+B1

0:100, (D2) Tipe bakteri A1+B1 100:0, (E) Tipe bakteri D1+E3

50:50, (F) Tipe bakteri D1+E3 75:25, (G) Tipe bakteri D1+E3

25:75, (H1) Tipe bakteri D1+E3 0:100, (H2) Tipe bakteri D1+E3

100:0, dan Kontrol.

Hasil perlakuan ko-infeksi (Kode A, B, C, E, F, dan G) dengan

perbandingan komposisi cfu/mL bakteri yang berbeda antara A. hydrophila dan S.

agalactiae menunjukkan adanya penurunan kadar hematokrit. Hematokrit darah

diukur dengan melihat proporsi volume darah yang terdiri dari sel darah merah,

plasma atau komponen cairan, dan sel-sel lainnya. Perlakuan infeksi bakteri dapat

menurunkan jumlah hemosit (sel darah merah) dan meningkatkan plasma darah

pada setiap perlakuan, terdapat perbedaan yang nyata jika dibandingkan dengan

control (P<0,05), namun tidak berbeda nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan

perlakuan infeksi tunggal A. hydrophila (Kode D2 dan H2) dan infeksi tunggal S.

agalactiae (Kode D1 dan H1) (Gambar 11).

Aktifitas makrofag atau sel mast oleh adanya invasi bakteri dapat

mempengaruhi pembentukan mediasi inflamasi dan merangsang transfer serta

akumulasi leukosit ke daerah yang terinfeksi. Selama infeksi bakteri sedang

berlangsung, adanya respons pertahanan ikan ditandai dengan banyaknya leukosit

0

50

100

150

A B C D1 D2 E F G H1 H2 Kontrol

Hem

ato

kri

t (%

)

Perlakuan

48 jam (Plasma darah) 48 jam (sel darah) 96 jam (Plasma darah)

96 jam (sel darah) 144 jam (Plasma darah) 144 jam (sel darah)

192 jam (Plasma darah) 192 jam (sel darah) 240 jam (Plasma darah)

240 jam (sel darah)

Page 72: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

44

yang ditransfer sehingga akan nampak adanya peningkatan jumlah leukosit dalam

darah yang berfungsi untuk mengeliminasi serangan bakteri (Caruso et al. 2002).

Gambar 12 Total monosit ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae. (A) Tipe bakteri A1+B1 50:50, (B) Tipe bakteri A1+B1

75:25, (C) Tipe bakteri A1+B1 25:75, (D1) Tipe bakteri A1+B1

0:100, (D2) Tipe bakteri A1+B1 100:0, (E) Tipe bakteri D1+E3

50:50, (F) Tipe bakteri D1+E3 75:25, (G) Tipe bakteri D1+E3

25:75, (H1) Tipe bakteri D1+E3 0:100, (H2) Tipe bakteri D1+E3

100:0, dan Kontrol.

Jumlah monosit, neutrofil, dan limfosit mengalami fluktuasi membentuk

suatu homeostasi total leukosit dengan rata-rata terlihat adanya peningkatan

jumlah limfosit dan monosit serta adanya penurunan jumlah neutrofil jika

dibandingkan dengan kontrol (Gambar 12, 13, dan 14). Hal ini menunjukkan

adanya aktifitas pertahanan non spesifik dari ikan berupa peningkatan monosit

darah yang berfungsi sebagai sel fagosit (makrofag) yang akan memfagositosis

antigen bakteri dalam tubuh ikan (Gambar 15).

Peningkatan jumlah limfosit menunjukkan bahwa ada aktifitas pertahanan

selular spesifik yang memungkinkan adanya pembentukan antibodi atau memori

pada ikan yang dapat bertahan dari serangan ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae. Nilai indeks fagositik yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol

pada setiap perlakuan menunjukkan adanya peningkatan kemampuan aktifitas

fagositik dari ikan terhadap adanya serangan infeksi bakteri.

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

DL

(M

on

osi

t %

)

Perlakuan

48 jam 96 jam 144 jam 192 jam 240 jam

Page 73: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

45

Gambar 13 Total neutrofil ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae. (A) Tipe bakteri A1+B1 50:50, (B) Tipe bakteri A1+B1

75:25, (C) Tipe bakteri A1+B1 25:75, (D1) Tipe bakteri A1+B1

0:100, (D2) Tipe bakteri A1+B1 100:0, (E) Tipe bakteri D1+E3

50:50, (F) Tipe bakteri D1+E3 75:25, (G) Tipe bakteri D1+E3

25:75, (H1) Tipe bakteri D1+E3 0:100, (H2) Tipe bakteri D1+E3

100:0, dan Kontrol.

Gambar 14 Total limfosit ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae. (A) Tipe bakteri A1+B1 50:50, (B) Tipe bakteri A1+B1

75:25, (C) Tipe bakteri A1+B1 25:75, (D1) Tipe bakteri A1+B1

0:100, (D2) Tipe bakteri A1+B1 100:0, (E) Tipe bakteri D1+E3

50:50, (F) Tipe bakteri D1+E3 75:25, (G) Tipe bakteri D1+E3

25:75, (H1) Tipe bakteri D1+E3 0:100, (H2) Tipe bakteri D1+E3

100:0, dan Kontrol.

Menurut Pan (1999), selama masa infeksi akan terjadi peningkatan yang

signifikan dari aktifitas fagositosis oleh neutrofil. Hasil penelitian Zhang et al.

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

DL

(N

eutr

ofi

l %

)

Perlakuan

48 jam 96 jam 144 jam 192 jam 240 jam

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

DL

(L

imfo

sit

%)

Perlakuan

48 jam 96 jam 144 jam 192 jam 240 jam

Page 74: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

46

(2008), injeksi A. hydrophila 5,2x106 cfu/mL terhadap Bullfrog menunjukkan

trend penurunan secara gradual dari presentasi tingkat fagositosis darah, total

leukosit dan eritrosit lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, serta aktifitas

antibakterial meningkat. Infeksi A. hydrophila dapat mempengaruhi reaksi imun

non-spesifik pada Bullfrog.

Gambar 15 Indek fagositik ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae. (A) Tipe bakteri A1+B1 50:50, (B) Tipe bakteri A1+B1

75:25, (C) Tipe bakteri A1+B1 25:75, (D1) Tipe bakteri A1+B1

0:100, (D2) Tipe bakteri A1+B1 100:0, (E) Tipe bakteri D1+E3

50:50, (F) Tipe bakteri D1+E3 75:25, (G) Tipe bakteri D1+E3

25:75, (H1) Tipe bakteri D1+E3 0:100, (H2) Tipe bakteri D1+E3

100:0, dan Kontrol.

Kematian ikan Nila yang terjadi setelah diinfeksi dengan A. hydrophila

menunjukkan kematian lebih cepat yaitu jam ke-6 pascainjeksi dengan jumlah

kematian mencapai 100%. Hal ini disebabkan karena adanya toksin mematikan

dari produk ekstraselular bakteri A. hydrophila yang menjadi salah satu faktor

virulensi dari jenis bakterin tersebut, karena jumlah bakteri yang diinjeksikan

sangat tinggi yaitu 1012

cfu/mL.

Kematian ikan setelah diinjeksi bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae

dengan perbedaan waktu tanam dalam media yang berbeda sesuai dengan hasil

kurva tumbuh pada tahap satu, diperoleh hasil bahwa yang paling mematikan dari

isolat bakteri A. hydrophila adalah yang ditanam dalam media TSB dan TSA

umur inkubasi 24 jam, sedangkan untuk isolat S. agalactiae adalah yang ditanam

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

Ind

eks

fago

siti

k (

%)

Perlakuan

0 jam 48 jam 96 jam 144 jam 192 jam 240 jam

Page 75: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

47

dalam media BHI umur inkubasi 24 jam dan dalam media BHIA umur inkubasi

72 jam (Gambar 16).

Gambar 16 Kematian ikan Nila pada perlakuan infeksi LD100. A1 (A. hydrophila

TSB 24 jam), A2 (A. hydrophila TSB 48 jam), A3 (A. hydrophila

TSB 72 jam), B1 ( S. agalactiae BHI 24 jam), B2 ( S. agalactiae

BHI 48 jam), B3 ( S. agalactiae BHI 72 jam), C1 (A. hydrophila+S.

agalactiae TSB 24 jam), C2 (A. hydrophila+S. agalactiae TSB 48

jam), C3 (A. hydrophila+S. agalactiae TSB 72 jam), D1 (A.

hydrophila TSA 24 jam), D2 (A. hydrophila TSA 48 jam), D3 (A.

hydrophila TSA 72 jam), E1 (S. agalactiae BHIA 24 jam), E2 (S.

agalactiae BHIA 48 jam), E3 (S. agalactiae BHIA 72 jam), F1 (A.

hydrophila+S. agalactiae 24 jam), F2 (A. hydrophila+S. agalactiae

48 jam), F3 (A. hydrophila+S. agalactiae 72 jam), dan kontrol.

Perbedaan tingkat virulensi ini diduga karena adanya perbedaan

kandungan komponen penyusun media tumbuh yang dapat mempengaruhi tingkat

kematangan bakteri dan ekspresi virulensi dari masing-masing bakteri.

Pengujian ko-infeksi dilakukan melalui injeksi intra peritoneal pada ikan

Nila menggunakan dosis LD100 dan dosis LD50, di mana masing-masing ikan

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1 3 6 12 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336

Pengamatan jumlah ikan (jam)

Kem

atia

n i

kan

(ek

or)

A1 A2 A3 B1

B2 B3 C1 C2

C3 D1 D2 D3

E1 E2 E3 F1

F2 F3 Kontrol

Page 76: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

48

diinjeksi 0,1 mL inokulan bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae dengan masa

inkubasi berbeda yaitu 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Perlakuan ko-infeksi dengan

dosis 50:50 (A. hydrophila:S. agalactiae) menunjukkan kematian yang lebih

tinggi dibandingkan dengan dosis ko-infeksi 25:75 maupun 75:25. Hasil ko-

infeksi menyebabkan kematian bervariasi antara 33-50% dalam waktu inkubasi 2-

12 hari.

Gambar 17 Kematian ikan Nila pada perlakuan infeksi LD50. (A) Tipe bakteri

A1+B1 50:50, (B) Tipe bakteri A1+B1 75:25, (C) Tipe bakteri

A1+B1 25:75, (D1) Tipe bakteri A1+B1 0:100, (D2) Tipe bakteri

A1+B1 100:0, (E) Tipe bakteri D1+E3 50:50, (F) Tipe bakteri

D1+E3 75:25, (G) Tipe bakteri D1+E3 25:75, (H1) Tipe bakteri

D1+E3 0:100, (H2) Tipe bakteri D1+E3 100:0, dan kontrol.

Hasil uji LD50 (Gambar 17) yang mematikan ikan Nila sebesar 50% dari

ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae adalah pada perlakuan B dan E.

Perlakuan B adalah campuran 75:25 bakteri A. hydrophila dalam TSB (24 jam)

dengan S. agalactiae dalam BHI (24 jam). Perlakuan E adalah campuran 50:50

0

5

10

15

20

25

30

35

24 48 72 96 120 144 168 192 216 240

Kem

atia

n i

kan

(ek

or)

pengamatan jumlah ikan (jam)

A B C D1D2 E F GH1 H2 Kontrol

Page 77: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

49

bakteri A. hydrophila dalam TSA (24 jam) dengan S. agalactiae dalam BHIA (72

jam).

Kematian yang berbeda diduga karena adanya keterbatasan sistem

imunologi ikan yang hanya mampu mengenali finite clonal dari suatu antigen

dalam satu waktu sekitar 105 sel, dan bahwa setiap antigen memiliki karakter

berbeda dalam pengenalan dengan sistem imun non spesifik dari ikan. Setiap

antigen yang masuk ke dalam tubuh ikan, ada yang berhasil dieliminasi oleh

sistem imun namun untuk yang lolos dari eliminasi akan menyebabkan kerusakan

sel dan menimbulkan penyakit pada inang. Ikan memiliki keterbatasan di dalam

memberikan respons imun dan respons pengenalan multi antigen. Keterbatasan

kapasitas finite clonal dan proteksi imunitas (rata-rata terbatas pada 5x105 sel

antigen yang dapat dikenali vektor imun ikan sebagai antigen pada satu waktu)

akan mempengaruhi efektifitas respons imun ikan (Busch 1997).

Infeksi tunggal bakteri A. hydrophila maupun bakteri S. agalactiae

ternyata lebih mematikan daripada hasil ko-infeksi dengan tingkat kematian 13-

100%. Bakteri A. hydrophila lebih mematikan untuk ikan Nila pada dosis tinggi

(LD100) dibanding dengan bakteri S. agalactiae, hal ini diduga karena adanya

endotoksin yang dimiliki bakteri A. hydrophila yang bersifat sangat toksik (lethal

toxic). Kebalikannya dengan dosis mematikan (LD50) bakteri S. agalactiae

ternyata lebih virulen dibandingkan dengan bakteri A. hydrophila pada ikan Nila.

Dilihat dari pola kematian yang terjadi menunjukkan bahwa infeksi

Streptococcosis bersifat sub-akut di mana rata-rata kematian terjadi 3-8 hari

pascainfeksi. Sedangkan infeksi MAS bersifat akut dan kronis, di mana kematian

akut terjadi hari ke-1 sampai hari ke-3 pascainfeksi dan kematian kronis terjadi >

8 hari pascainfeksi, dengan kematian ikan antara 20-100%.

Mian et al. (2009) menyatakan bahwa pada suhu perairan hangat lebih dari

27 oC S. agalactiae cenderung lebih bersifat virulen. Setelah uji tantang dengan

LD50 (strain SA 20-06 LD50 pada 6,14x107

cfu/mL) menyebabkan kematian 90-

100%. Gejala klinis muncul 24 jam pascainfeksi, dengan gerakan renang tak

menentu merupakan gejala yang umum terjadi apabila terjadi infeksi pada bagian

Page 78: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

50

otak. Kematian terjadi pada 72 jam pascainfeksi, namun beberapa ikan mati

setelah 14 hari pascainfeksi.

Penyakit biasanya timbul dalam tipe infeksi akut dengan kondisi klinis

munculnya peradangan yang sistemik dan mengakibatkan kematian dalam waktu

24 sampai 48 jam. Tipe infeksi kronis ditandai dengan kerusakan pada bagian

sirip, lesi pada kulit, gerakan renang lemah, dan menyebabkan kematian 10

sampai 70% dari total populasi di kolam budidaya (Ibrahem et al. 2008). Penyakit

yang diakibatkan oleh infeksi A. hydrophila digolongkan dari yang bersifat akut

hingga bersifat laten dengan membentuk infeksi septisemia (Ismail et al. 2010).

Simpulan dan Saran

Hasil dari uji patogenesis ko-infeksi bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae

dapat disimpulkan bahwa :

1. Injeksi secara intra peritoneal dari kedua jenis bakteri tersebut pada ikan Nila

dapat merangsang homeostasi respons imun non-spesifik (monosit, neutrofil,

limfosit, dan hematokrit) dan meningkatkan kemampuan fagositosis darah.

2. Pola kematian yang terjadi menunjukkan bahwa infeksi MAS bersifat akut dan

kronis, sedangkan infeksi Streptococcosis bersifat sub-akut.

3. Ko-infeksi buatan dari gabungan bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae

menyebabkan kematian ikan Nila sebesar 33-50% dalam waktu 2-12 hari

pascainfeksi.

Ikan Nila sangat rentan terhadap infeksi tunggal maupun ko-infeksi dari

bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae. Karakter dari patogenesis infeksi A.

hydrophila dan S. agalactiae yang berisfat akut dan kronis, maka diperlukan

kewaspadaan pada kegiatan budidaya ikan yang baik dan benar dalam manajemen

sistem budidaya maupun sistem pengelolaan lingkungannya, agar tidak terjadi

wabah penyakit MAS dan Streptococcosis.

Page 79: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

51

VAKSIN BIVALEN Aeromonas hydrophila DAN Streptococcus

agalactiae: KEAMANAN, STERILITAS DAN KARAKTER

PROTEIN

Abstrak

Vaksin inaktif dibuat dari isolat bakteri A. hydrophila AHL0905-2 dan S.

agalactiae N14G dengan menambahkan 3% bufer formalin kedalam biakan broth

bakterin dan diinkubasi selama 24 jam. Kualitas produk vaksin dikontrol dengan

melakukan uji keamanan, sterilitas, dan karakter protein penyusun dari sediaan

vaksin. Hasil karakterisasi protein menggunakan SDS-PAGE menunjukkan bahwa

bakteri A. hydrophila sel utuh memiliki empat belas pita, dua pita dari produk

ektraselular, tiga pita pada sediaan crude supernatan, dan tujuh pita dari sediaan

broth. Sediaan sel utuh S. agalactiae memiliki sepuluh pita, dua pita produk

ekstraselular, tiga pita sediaan crude supernatan, dan empat pita sediaan broth. Residu

formalin pada sediaan vaksin sel utuh sebesar 0,147 ppm, produk ekstraselular (ECP)

1,01 ppm, dan campuran sel utuh+ECP 0,702 ppm. Inaktifasi sediaan vaksin

menggunakan formalin masih dipertanyakan keamanannya oleh beberapa praktisi

akuakultur, akan tetapi hasil uji sterilitas dan keamanan vaksin bivalen dari penelitian

ini aman untuk digunakan melalui injeksi intra peritoneal pada ikan Nila.

Kata kunci : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, SDS-PAGE, protein

Abstract

Aeromonas hydrophila AHL0905-2 and Streptococcus agalactiae N14G, were

used to evaluate an inactivated vaccine of A. hydrophila and S. agalactiae in Nile

Tilapia for controlling of Motile Aeromonas Septicemia and Streptococcal disease

outbreaks. Formaldehyde treatment was a process widely used in vaccine preparation

to stabilize protein components or to inactivate toxin molecules. Different vaccine

preparations and formulations for vaccination of Nile Tilapia species were tried by

adding neutral buffered formalin 3% to the bacterial culture (bacterin). Formaldehyde

concentrations residues from whole cell vaccine was 0.147 mg/L, extracellular

product (ECP) was 1.01 mg/L, and mixed between whole cell+ECP were 0.702 mg/L.

Based on protein characterization using SDS-PAGE, whole cell A. hydrophila protein

profiles has forteen pairs proteins, extracellular product has two pairs proteins, crude

supernatant has three pairs proteins, and broth has seven pairs proteins. Whole cell S.

agalactiae protein profiles has ten pairs, extracellular product has two pairs proteins,

supernatant has three pairs proteins, and broth has four pairs proteins. The safety of

formalin inactivated vaccine is still questionable by some aquaculture practitioners,

but the sterility and safety test results of the bivalent vaccine was safe to use through

intra peritoneal injection route. In addition, safety of the vaccine was shown where no

mortality with signs of MAS and Streptococcocis disease occurred in similar sized

fish following immunization.

Key Words: Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, SDS-PAGE, protein

Page 80: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

52

Pendahuluan

Beberapa metode pembentukan vaksinasi aktif dari bakteri telah berhasil

dikembangkan untuk ikan, diantaranya melalui pasase di laboratorium, pasase

menggunakan inang alternatif, mutagenesis menggunakan bahan kimia maupun

secara fisik, dan manipulasi genetik dengan teknik insersi gen (Shoemaker et al.

2010). Perkembangan strategi pembentukan vaksin aktif memiliki keuntungan dan

kekurangan, dalam bidang akuakultur pembuatan vaksin lebih banyak

menggunakan vaksin in-aktif yang dimatikan, baik dengan pemanasan, sonikasi,

maupun penambahan bahan kimia tertentu.

Preparasi pembuatan vaksin menggunakan formalin merupakan vaksin in-

aktif dengan menambahkan bahan kimia yang dapat mematikan sel bakteri.

Beberapa vaksin jenis ini terbukti telah dapat meningkatkan level antibodi dan

dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit yang sama selama 8 minggu

setelah pemberian pada ikan. Vaksin bakteri in-aktif untuk ikan biasanya dibuat

dalam sediaan kultur media broth, karena dapat diperoleh sel bakteri beserta

produk ekstraseluarnya. Jenis vaksin ini akan efektif memberikan perlindungan

jika diaplikasikan melalui suntik dan perendaman (Evans & Arias 2009).

Bakterin dari jenis A. hydrophila dan S. agalactiae telah banyak dibuat

sediaan vaksin dengan inaktifasi formalin (Toranzo et al. 2009). Penggunaan

serotipe bakteri yang sesuai dengan strain lokal sangat tepat digunakan karena

akan memberikan proteksi lebih tinggi dengan efek samping minimal. Faktor

utama yang perlu diperhatikan apabila akan menggunakan vaksin adalah tingkat

keamanannya, sterilitas, dan karakter komposisi penyusun vaksin. Keuntungan

menggunakan vaksin in-aktif adalah aman terhadap lingkungan karena agen

penyakit telah dilemahkan atau dimatikan, kemampuannya dalam menstimulasi

sel mediasi, humoral (antibodi), dan imunitas mukosal.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keamanan dan sterilitas vaksin

untuk memastikan kelayakan vaksin tersebut digunakan pada ikan dengan

pemberian melalui injeksi. Metode pembuatan vaksin mengadopsi dari beberapa

hasil penelitian yang telah dilakukan, kemudian dilakukan modifikasi sehingga

diperoleh cara preparasi sediaan vaksin yang praktis dan efisien dari segi

Page 81: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

53

penggunaan alat dan proses inaktifasi. Karakter protein penyusun vaksin dilihat

menggunakan metode SDS-PAGE untuk melihat berat protein penyusun dari

masing-masing sediaan vaksin.

Bahan dan Metode

Preparasi sediaan vaksin bivalen merupakan modifikasi dari beberapa hasil

penelitian terdahulu yang telah terbukti aman digunakan, mudah dalam

pembuatan dan dapat meningkatkan respons imun. Agen patogen yang digunakan

sebagai kandidat vaksin merupakan isolat lokal, maka perlu dilakukan langkah

penelitian awal dengan melakukan uji kemanan dan sterilitas sediaan vaksin.

Metode yang sudah ada dimodifikasi sampai diperoleh cara dan sediaan yang

tepat untuk membuat vaksin bivalen A.hydrophila dan S. agalactiae.

1 Preparasi Sediaan Vaksin

Pembuatan vaksin bivalen menggunakan cara kultur dengan modifikasi

metode kultur terpisah menurut Silva et al. (2009). Proses inaktifasi vaksin

dilakukan dengan menambahkan bufer formalin dalam sediaan kultur bakteri.

Vaksin yang dibuat pada penelitian ini adalah vaksin bivalen yang berisi

campuran dari sel utuh, ECP, sel utuh+ECP, crude supernatan, dan sediaan broth

dari bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae. Vaksin bivalen dibuat dengan

mencampurkan masing-masing sediaan vaksin dengan perbandingan 1:1 (v/v).

Prosedur pembuatan vaksin yang dilakukan adalah sebagai berikuit :

1.1 Sediaan Vaksin Sel Utuh (Whole Cell)

Vaksin sel utuh A. hydrophila dibuat dengan modifikasi metode Ismail et

al. (2010) dan Rodrigues et al. (2006). Bakteri A. hydrophila diinokulasi dalam

media BHI, diinkubasi dalam inkubator dengan shaker selama 24 jam pada suhu

28 oC. Kultur bakteri diinaktifasi dengan menambahkan 10% bufer formalin

hingga konsentrasi akhir formalin menjadi 0,3% (v/v) disimpan selama 24 jam

pada suhu 28 oC. Sel utuh bakteri in-aktif diperoleh dengan mensentrifus pada

3.000 g selama 30 menit dan pelet (endapan) sel diresuspensi dengan PBS (pH

7,2). Hasil resuspensi sediaan sel utuh disimpan pada suhu 4 oC.

Page 82: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

54

Vaksin sel utuh S. agalactiae dibuat dengan modifikasi metode

Shoemaker et al. (2010) dan Evans et al. (2004). Bakteri S. agalactiae

diinokulasi dalam media TSB, diinkubasi di inkubator dengan shaker selama 72

jam pada suhu 28 oC. Kultur bakteri diinaktifasi dengan menambahkan 10% bufer

formalin hingga konsentrasi akhir formalin menjadi 0,3% (v/v) disimpan selama

24 jam pada suhu 28 oC. Hasil inaktifasi dengan formalin disentrifus pada 3.000

g selama 30 menit, pelet sel bakteri dan supernatan dipisahkan. kemudian pelet

diresuspensi dalam larutan salin 0,845% steril dengan rasio 1:10 (v/v). Hasil

resuspensi sediaan sel utuh disimpan pada suhu 4 oC.

1.2 Sediaan Vaksin ECP

Vaksin ECP A. hydrophila dibuat dari extracellular product (ECP)

bakteri A. hydrophila modifikasi metode yang dilakukan Ni et al. (2010) dengan

beberapa modifikasi. Bakteri A. hydrophila diinokulasi dalam media BHI

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28 oC di inkubator dengan shaker. Hasil

kultur ditambahkan 10% bufer formalin hingga konsentrasi akhir formalin 0,3%

(v/v) kemudian disimpan selama 24 jam pada suhu 28 oC (proses inaktifasi). Hasil

inaktifasi disentrifus pada 3.000 g selama 30 menit. Pelet (endapan) sel bakteri

dipisahkan dari supernatan. Supernatan yang berisi ECP diaduk mengunakan

shaker, kemudian disaring memakai filter steril (0,45 μm) untuk menghilangkan

residu bakteri. Hasil saringan disimpan dalam mesin pendingin pada suhu -20 oC.

Vaksin ECP S. agalactiae dibuat dengan metode seperti yang dilakukan

oleh Hardi (2011), Klesius et al. (1999) dan Evans et al. (2004) dengan beberapa

modifikasi. Bakteri S. agalactiae diinokulasi pada media TSB, diinkubasi pada

suhu 28 oC selama 72 jam. Hasil kultur ditambahkan 10% bufer formalin hingga

konsentrasi akhir formalin 0,3% (v/v) kemudian disimpan selama 24 jam pada

suhu 28 oC (proses inaktifasi). Hasil inaktifasi kemudian disentrifus pada 3.000 g

selama 30 menit. Pelet (endapan) sel bakteri dipisahkan dari supernatan.

Supernatan yang berisi ECP diaduk mengunakan shaker, kemudian disaring

memakai filter steril (0,22 μm) untuk menghilangkan residu bakteri. Hasil

saringan disimpan dalam mesin pendingin pada suhu -20 oC.

Page 83: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

55

1.3 Sediaan Vaksin Crude Supernatan

Vaksin crude supernatan A. hydrophila dibuat dari bakteri A. hydrophila

yang diinokulasi dalam media BHI, diinkubasi dalam inkubator dengan shaker

selama 24 jam pada suhu 28 oC. Kultur bakteri diinaktifasi dengan menambahkan

10% bufer formalin hingga konsentrasi akhir formalin menjadi 0,3% (v/v)

disimpan selama 24 jam pada suhu 28 oC. Sel bakteri in-aktif diperoleh dengan

mensentrifus pada 3.000 g selama 30 menit, suspensi bakteri dipisahkan dari pelet

(endapan). Suspensi sediaan crude supernatan disimpan pada suhu 4 oC.

Vaksin crude supernatan bakteri S. agalactiae dibuat dari bakteri S.

agalactiae yang diinokulasi dalam media TSB, diinkubasi di inkubator dengan

shaker selama 72 jam pada suhu 28 oC. Kultur bakteri diinaktifasi dengan

menambahkan 10% bufer formalin hingga konsentrasi akhir formalin menjadi

0,3% (v/v) disimpan selama 24 jam pada suhu 28 oC. Hasil killing dengan

formalin disentrifus pada 3.000 g selama 30 menit, pelet dan suspensi bakteri

dipisahkan. Suspensi sediaan crude supernatan disimpan pada suhu 4 oC.

1.4 Sediaan Vaksin Broth

Vaksin broth A. hydrophila dibuat dari bakteri A. hydrophila yang

diinokulasi dalam media BHI, diinkubasi dalam inkubator dengan shaker selama

24 jam pada suhu 28 oC. Kultur bakteri diinaktifasi dengan menambahkan 10%

bufer formalin hingga konsentrasi akhir formalin menjadi 0,3% (v/v) disimpan

selama 24 jam pada suhu 28 oC. Sediaan broth disimpan pada suhu 4

oC.

Vaksin broth bakteri S. agalactiae dibuat dari bakteri S. agalactiae yang

diinokulasi dalam media TSB, diinkubasi dalam inkubator dengan shaker selama

72 jam pada suhu 28 oC. Kultur bakteri diinaktifasi dengan menambahkan 10%

bufer formalin hingga konsentrasi akhir formalin menjadi 0,3% (v/v) disimpan

selama 24 jam pada suhu 28 oC. Sediaan broth disimpan pada suhu 4

oC.

2 Uji Kualitas Vaksin Bivalen

2.1 Uji keamanan vaksin (Innocuity test)

Uji keamanan vaksin menggunakan metode Anderson et al. (1970) dengan

menginokulasi sel bakteri dari sediaan vaksin pada ikan Nila (O. niloticus) secara

Page 84: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

56

intra peritoneal (IP) 0,1 mL/ekor dan sebagai kontrol ikan diinjeksi dengan salin

fisiologis. Setelah 15 hari pascainjeksi dilakukan reisolasi bakteri A. hydrophila

dan S. agalactiae dari ikan perlakuan untuk melihat koloni bakteri yang sama.

Vaksin yang dikatakan aman jika hasil dari reisolasi tidak diperoleh bakteri aktif

yang sama dengan isolat vaksin.

2.2 Uji sterilitas vaksin (Sterility test)

Uji sterilisasi seperti yang dilakukan Aly (1981) dengan melakukan

kultivasi sediaan vaksin hasil inaktifasi kedalam BHIA dan TSA yang diinkubasi

pada suhu 25 °C selama 24 jam untuk memastikan tidak ada bakteri yang tumbuh

dari jenis A. hydrophila dan S. agalactiae yang sama seperti bakterin sediaan

vaksin.

2.3 Uji kadar formalin vaksin

Uji kuantitatif untuk melihat residu kadar formalin yang terkandung dalam

sediaan vaksin setelah inaktifasi dilakukan dengan menggunakan metode AOAC

(1990). Tahapan analisis dapat dilihat pada Lampiran 2. Penyerapan warna dilihat

dengan alat spektrofotometer pada absorban 415 nm.

Hasil analisis dimasukkan ke dalam rumus:

Kadar formalin (ppm)

Keterangan :

Ca : Mikrogram formalin dari kurva

W : berat contoh (gram)

F : faktor pengenceran

3 Analisis Protein ECP, Sel Utuh, dan Crude Supernatan Menggunakan

Sodium Dodecyl Sulphate–Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS–

PAGE) Protein secara umum diukur dengan metoda Bradford (1976) di dalam

Bollag dan Edelstein (1991). Sebanyak 100 L sampel ditambah dengan 1 mL

pereaksi Bradford kemudian divortex dan diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 595 nm. Pereaksi Bradford berasal dari larutan stok yakni: 100 mL

Page 85: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

57

etanol 95%, 200 mL phosphoric acid 88% dan 350 mg Serva Blue G. Sebanyak

30 mL larutan stok ditambah 425 mL akuades, 15 mL etanol 95% dan 30 mL

phosphoric acid 88%. Campuran tersebut diencerkan dua kali sebelum digunakan

untuk analisis protein. Konsentrasi protein contoh dihitung berdasarkan kurva

standar yang dibuat dari Bovine Serum Albumin (BSA). Khusus pada tahap

pemurnian, protein dimonitor dengan cara mengukur serapan pada panjang

gelombang 280 nm (A280).

Elektroforesis mengikuti metode Laemmli (1971) di dalam Bollag dan

Edelstein (1991) dengan tahapan persiapan gel pemisah (10%): 3,34 mL larutan A

30% (b/v) akrilamid dan 0,8% (b/v) bis-akrilamid, 2,5 mL larutan B (1,5 M

Tris-Cl pH 8,8; 0,4% SDS) ditambah 50 L APS 10% dan 5 L TEMED

dituangkan ke dalam cetakan gel. Stacking gel (5%): 0,67 mL larutan C (1 M Tris-

Cl pH 6,8 dan 0.4% SDS), 2,3 mL akuades, 30 L APS 10% dan 5 L TEMED

dituang diatas gel pemisah yang sudah beku kemudian dipasang sisir serta

ditunggu hingga gel beku sempurna. Bufer elektroforesis berisi Tris 25 mM, glisin

192 mM, dan SDS 0,1%. Bufer diatur pada pH 8,3.

Pemisahan protein dilakukan dengan cara protein sampel (20 L)

dicampur dengan 5 L bufer sampel (60 mM Tris-Cl pH 6,8 25% gliserol; 2%

SDS; 14,4 mM 2-merkaptoetananol dan 0,1% bromfenol biru), dididihkan selama

2-3 menit dan dimasukkan ke dalam gel. Protein dipisahkan dengan memberikan

aliran listrik (125 mA dan 150 V). Gel kemudian diwarnai dengan perak nitrat.

Tahapan pewarnaan dengan perak nitrat dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gel diangkat, direndam selama 30 menit di dalam larutan berisi 50% metanol dan

10% asam asetat kemudian dicuci selama 30 menit di dalam larutan berisi metanol

5% dan asam asetat 7%. Kemudian gel direndam di dalam 10% glutaraldehid

selama 30 menit dan dibilas dengan akuades selama 1-2 jam (diganti setiap 30

menit). Selanjutnya gel direndam dalam larutan dithiothreitol (5 g/mL) selama

30 menit, larutan dibuang dan diganti dengan larutan perak nitrat 0,1%. Gel

kemudian dibilas dengan sedikit akuades, dibilas dua kali dengan sedikit larutan

developer (50 L formaldehid 37% di dalam sodium karbonat). Tahap akhir, gel

Page 86: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

58

direndam dalam larutan developer hingga pita protein dapat diamati dengan baik

dan reaksinya segera dihentikan dengan mencuci gel di dalam larutan asam sitrat

2,3 M.

Hasil dan Pembahasan

1 Preparasi Sediaan Vaksin

Metode preparasi sediaan vaksin yang dilakukan merupakan hasil

modifikasi dari beberapa metode yang telah ada. Tahapan pembuatan vaksin dapat

dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 18 Sediaan vaksin hasil inaktifasi dengan 3% bufer formalin. (a) sediaan

hasil sentrifuse : pelet di bagian bawah dan supernatant, (b) sediaan

pelet yang dilarutkan dalam salin (sediaan vaksin sel utuh), ( )

pelet bakteri.

Bakteri A. hydrophila diinokulasi dalam media BHI, diinkubasi dalam

inkubator dengan shaker selama 24 jam pada suhu 28 oC. Bakteri S. agalactiae

diinokulasi dalam media TSB, diinkubasi dalam inkubator dengan shaker selama

72 jam pada suhu 28 oC. Kultur bakteri diinaktifasi dengan menambahkan bufer

formalin sebanyak 3% v/v (NBF atau neutral buffer formalin 10% ; dibuat

dengan mencampurkan 0,4 g NaH2PO4+0,65 g Na2HPO4+10 mL formaldehid

37%+90 mL akuades steril) kemudian diaduk menggunakan magnet pengaduk

selama 4 jam. In-aktif sel utuh bakteri diperoleh dengan mensentrifus pada 3.000

g selama 30 menit dengan suhu 4 oC, pelet (endapan) sel dipisahkan dari

supernatan, pelet sel diresuspensi dengan salin (NaCl 0,845%, pH 7). Produk

ekstraselular (ECP) A. hydrophila diperoleh dengan menyaring supernatan hasil

a b

Page 87: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

59

sentrifus menggunakan filter steril 0,45 μm, dan ECP S. agalactiae menggunakan

filter steril 0,22 μm. Sediaan vaksin hasil inaktifasi disimpan pada suhu 4 oC.

Sediaan vaksin bivalen diperoleh dengan mencampurkan sediaan A. hydrophila

dengan sediaan S. agalactiae 1:1 v/v.

Gambar 19 Sediaan vaksin monovalen dan bivalen sel utuh “siap pakai” yang

diinaktifasi dengan 3% bufer formalin.

2 Sterilitas dan Keamanan Sediaan Vaksin

Kematian harian ikan Nila yang diinjeksi vaksin dengan sediaan inaktifasi

3% bufer formalin terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-12, kematian terbanyak

terjadi pada kelompok ikan Nila yang divaksin dengan sediaan vaksin bivalen

crude supernatan dan sediaan broth (Gambar 20).

Sediaan vaksin monovalen dan bivalen diuji kualitasnya dengan melihat

tingkat keamanan dan sterilitas dari vaksin. Preparasi sediaan vaksin monovalen

dan bivalen (sel utuh, ECP, gabungan sel utuh+ECP, crude supernatan, dan broth)

yang diinaktifasi menggunakan 3% bufer formalin aman dan steril untuk

digunakan dengan rata-rata kelangsungan hidup >80% (Tabel 5). Ikan Nila yang

telah diinjeksi melalui intra peritoneal dengan beberapa jenis sediaan vaksin

tersebut tidak terjadi kematian dalam waktu 24 jam pascainjeksi, gerakan renang

normal, nafsu makan stabil, dan tidak menunjukkan gejala peradangan ataupun

tukak di area bekas injeksi. Gejala perubahan tingkah laku dan kerusakan di area

bekas injeksi tersebut biasanya akan muncul jika ada efek toksik dari formalin

terhadap ikan.

Page 88: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

60

Gambar 20 Pengamatan kematian ikan pascavaksinasi dengan sediaan vaksin

yang diinaktifasi dengan 3% bufer formalin.

Tabel 5 Kelangsungan hidup ikan Nila pascavaksinasi

No Komposisi sediaan vaksin Kelangsungan hidup (%)

1 Monovalen A. hydrophila 91,7b

2 Monovalen S. agalactiae 90bc

3 Bivalen Sel utuh 91,7b

4 Bivalen ECP 88,3cd

5 Bivalen Sel utuh + ECP 93,3a

6 Bivalen crude Supernatan 85d

7 Bivalen Broth 80e

8 Kontrol 95a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada

taraf uji P>0,05.

Hasil re-isolasi terhadap beberapa ikan pascavaksinasi tidak diperoleh

adanya tumbuh bakteri yang sama dengan kandidat vaksin dan sediaan vaksin

hasil inaktifasi ketika dilakukan preparasi gores pada media agar tidak ada yang

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

kem

atia

n k

um

ula

tih h

aria

n (

%)

perlakuan vaksin (hari)

Monovalen A. hydrophila 1 Monovalen A. hydrophila 2 Monovalen A. hydrophila 3Monovalen S. agalactiae 1 Monovalen S. agalactiae 2 Monovalen S.agalactiae 3Bivalen Sel utuh 1 Bivalen Sel utuh 2 Bivalen Sel utuh 3Bivalen ECP 1 Bivalen ECP 2 Bivalen ECP3Bivalen Sel utuh+ECP 1 Bivalen Sel utuh+ECP 2 Bivalen Sel utuh+ECP 3Bivalen Supernatan 1 Bivalen Supernatan 2 Bivalen Supernatan 3Bivalen Broth 1 Bivalen Broth 2 Bivalen Broth 3Kontrol TSB Kontrol BHI Kontrol Salin 0,845%Kontrol

Page 89: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

61

tumbuh. Pengujian karakter kesamaan bakteri kandidat vaksin dilakukan dengan

melihat sensitifitas terhadap beberapa jenis antibiotik yang sesuai dengan

penelitian sebelumnya oleh Sugiani dan Lusiastuti (2011).

Formalin untuk ikan bersifat toksik akut, sehingga konsentrasinya dalam

tubuh ikan diharapkan rendah. Pemakaian formalin dalam perikanan masih

menjadi perdebatan untuk keamanan pangan, adapun penggunaan formalin dalam

sediaan vaksin masih dapat diterima dengan catatan bahwa konsentrasinya tidak

tinggi sehingga tidak toksik ketika diaplikasikan baik melalui suntik, perendaman,

maupun melalui pakan.

Kadar formalin pada sediaan vaksin sel utuh 0,147 mg/L, ECP 1,01 mg/L,

dan sel utuh+ECP 0,702 mg/L menunjukkan bahwa sediaan vaksin relatif aman

untuk digunakan melalui injeksi intraperitonel, karena tingkat kelangsungan

hidupnya sekitar 85-100% (Tabel 6).

Tabel 6 Hasil uji kadar formalin sediaan vaksin yang diinaktifasi dengan bufer

formalin 3%

No Sampel Kadar Formalin (mg/L)

1 Sel utuh 0,147

2 ECP 1,010

3 Sel utuh+ECP 0,702

Jung et al. (2001) melakukan penelitian mengenai residu formalin 37%

pada urat daging ikan olive flounder (Paralichthys olivaceus) dan black rockfish

(Sebastes schlegeli) setelah ditreatmen dengan cara perendaman. Residu formalin

dalam urat daging dapat luruh hingga konsentrasi yang setara dengan normal

(kontrol) setelah 72 jam, yaitu kandungan residu yang terdeteksi pada perlakuan

100 mg/L setelah 1, 24, 48, dan 72 jam berturut-turut adalah 0,8; 0,7; 0,8; 0,9

µg/g, perlakuan 300 mg/L dengan residu 1,2; 0,8; 0,9; 0,7 µg/g, perlakuan 500

mg/L dengan residu 1,6; 0,8; 1,0; 0,8 µg/g, sedangkan kontrol 0,9 µg/g. Begitu

juga dengan residu pada air pemeliharaan dengan perlakuan 25, 50, 100, 150, dan

200 mg/L yang akan luruh berturut-turut dalam jangka waktu 2, 6, 8, 9, dan 10

hari ketika diaerasi, tanpa diganti air dan luruh dalam jangka waktu 7, 9, 11, 13,

dan 19 hari tanpa aerasi dan tanpa ganti air. Secara alami kandungan formalin

Page 90: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

62

dalam jaringan urat daging ikan olive flounder dan black rockfish terdeteksi 0,5-

2,1 µg/g.

Formaldehid yang dipakai untuk membuat bahan bufer formalin

merupakan bahan kimia yang umum digunakan dalam proses inaktifasi sediaan

vaksin. Fungsi formaldehid adalah untuk menstabilkan komponen protein atau

untuk inaktifasi molekul toksin dari bakteri. Formaldehid bereaksi dengan grup

asam amino lisin yang merupakan produk tidak stabil membentuk ikatan metilen

(methylene bridge) sehingga menjadi grup asam amino yang stabil, reaksi ini

dapat terbentuk antar asam amino dengan molekul yang sama sehingga

membentuk ikatan silang antar internal protein atau antara dua molekul

membentuk ikatan dimer (senyawa kimia yang terdiri dari dua molekul monomer

yang identik dan terikat bersama-sama) (Sato et al. 1984).

3 Protein Vaksin

Tabel 7 memperlihatkan berat protein sediaan vaksin A. hydrophila hasil

inaktifasi dengan bufer formalin 3% dari jenis sediaan sel utuh adalah 0,53

mg/mL, sediaan ECP 1,93 mg/mL, sediaan crude supernatan 1,99 mg/mL, serta

sediaan broth 2,12 mg/mL.

Tabel 7 Berat protein sediaan vaksin yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3%

Nama Berat protein (mg/mL)

A. hydrophila S. agalactiae

Sel utuh 0,53 1,37

ECP 1,93 1,89

Crude supernatan 1,99 1,88

Broth 2,12 2,11

Berat protein sediaan vaksin S. agalactiae hasil inaktifasi dengan bufer

formalin 3% dari jenis sediaan sel utuh adalah 1,37 mg/mL, sediaan ECP 1,89

mg/mL, sediaan crude supernatan 1,88 mg/mL, serta sediaan broth 2,11 mg/mL.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa sediaan vaksin broth memiliki berat protein

yang lebih besar dibandingkan dengan sediaan vaksin crude supernatan, ECP,

maupun sel utuh. Penghitungan berat protein dapat dilihat pada Lampiran 5.

Page 91: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

63

97 kDa

66 kDa

45 kDa

30 kDa

20,1 kDa

14,4 kDa

97 kDa

66 kDa

45 kDa

30 kDa

20,1 kDa

14,4 kDa

M 1 2 3 4

Gambar 21 SDS-PAGE sediaan vaksin bakteri Aeromonas hydrophila AHL0905-

2 (M) Marker (1) broth A. hydrophila (2) sel utuh A. hydrophila (3)

ECP A. hydrophila (4) crude supernatan A. hydrophila.

M 1 2 3 4

Gambar 22 SDS-PAGE sediaan vaksin bakteri Streptococcus agalactiae N14G

(M) Marker (1) broth S. agalactiae (2) crude supernatan S. agalactiae

(3) sel utuh S. agalactiae (4) ECP S. agalactiae.

Gambar 21 menunjukkan pita protein untuk sediaan sel utuh A. hydrophila

yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3% terdapat 14 pita yaitu 119,57; 94,39;

82,76; 72,57; 58,81; 45,22; 40,71; 32,99; 26,73; 22,83; 19,00; 17,10; 15,00; dan

12,81 kDa. Sediaan ECP terdapat 2 pita yaitu 55,80 dan 17,10 kDa. Sediaan crude

supernatan terdapat 3 pita yaitu 94,39; 55,80 dan 17,10 kDa. Sediaan broth yang

diinaktifasi dengan bufer formalin 3% terdapat 7 pita yaitu 136,36; 119,57; 87,23;

55,80; 25,36; 19,00; dan 14,61 kDa (Tabel 8). Penghitungan berat molekul protein

A. hydrophila hasil SDS-PAGE dapat dilihat pada Lampiran 6.

Page 92: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

64

Gambar 22 menunjukkan pita protein untuk sediaan sel utuh S. agalactiae

yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3% terdapat 10 pita yaitu 111,86; 83,42;

79,09; 58,98; 54,45; 43,99; 23,20; 18,74; 17,77; dan 15,97 kDa. Sediaan ECP

terdapat 2 pita yaitu 83,42 dan 21,99 kDa. Sediaan crude supernatan terdapat 3

pita yaitu 83,42; 58,98; dan 21,99 kDa. Sediaan broth terdapat 4 pita yaitu 111,86;

79,09; 23,20; dan 18,74 kDa (Tabel 8). Penghitungan berat molekul protein S.

agalactiae hasil SDS-PAGE dapat dilihat pada Lampiran 6.

Karakterisasi protein A. hydrophila menggunakan SDS-PAGE

menunjukkan bahwa jumlah pita protein terbanyak berturut-turut terdapat pada sel

utuh, broth, crude supernatan, dan ECP. Thomas et al. (2009) menggunakan 4

jenis pita protein untuk mengkarakterisasi A. hydrophila yaitu 19,5 kDa, 25,36

kDa, 29 kDa and 65,6 kDa. Jika dibandingkan dengan hasil SDS-PAGE terhadap

A. hydrophila isolat AHL0905-2 maka hanya identik dengan 1 pita yaitu 25,36

kDa, dan mendekati pita pada19,5 kDa yaitu 19,0 kDa.

Tabel 8 Karakter berat molekul protein hasil SDS-PAGE bakteri A. hydrophila

dan S. agalactiae yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3%

Vaksin Sediaan BM Kd

A. hydrophila Sel utuh 119,57; 94,39; 82,76; 72,57; 58,81;

45,22; 40,71; 32,99; 26,73; 22,83; 19,00;

17,10; 15,00; 12,81

ECP 55,80; 17,10

Crude Supernatan 94,39; 55,80; 17,10

Broth 136,36; 119,57; 87,23; 55,80; 25,36;

19,00; 14,61

S. agalactiae Sel utuh 111,86; 83,42; 79,09; 58,98; 54,45;

43,99; 34,61; 23,20; 17,77; 15,97

ECP 83,42; 21,99

Crude Supernatan 83,42; 58,98; 21,99

Broth 111,86; 79,09; 23,20; 18,74

Preparasi sediaan vaksin dengan menggunakan formalin ternyata dapat

mempengaruhi profil protein. Sediaan vaksin sel utuh memiliki jumlah profil

protein yang lebih banyak dibandingkan dengan sediaan ECP, crude supernatan,

maupun broth. Formaldehid dapat membantu membentuk ikatan metilen yang

akan mempengaruhi respons sel-T terhadap data paralel protein yang terdiri dari

Page 93: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

65

asam amino modifikasi seperti N-glikosilasi, alkilasi, dan iodinasi sehingga dapat

mempengaruhi presentasi antigen oleh sel-T. Penggunaan formaldehid juga dapat

mendegradasi secara parsial protein FHA (forkhead-associated), merubah

sensitifitas protein pada aktifitas protease, adanya purifikasi digesti tripsin dan

dapat mendegenerasi fragmen protein menjadi ukuran yang lain (Tommaso et al.

1994).

Pasnik et al. (2005) melakukan uji karakterisasi protein S. agalactiae

menggunakan SDS-PAGE di mana terdapat dua pita 47 dan 75 kDa dan

predominan pita 54 kDa dan 55 kDa pada sediaan segar (satu hari setelah

inaktifasi dengan bufer formalin 3%), sedangkan sediaan vaksin yang telah

disimpan selama 1 tahun pada suhu 4 oC hanya terdeteksi pita 47, 54, dan 55 kDa.

Proses penyimpanan dan lama waktu penyimpanan dapat merubah profil protein

dari sediaan vaksin serta dapat menurunkan tingkat proteksi terhadap

kelangsungan hidupnya hanya 29%.

Simpulan dan Saran

Simpulan dari kegiatan preparasi sediaan vaksin dengan metode inaktifasi

berbeda adalah :

1. Sediaan vaksin bivalen hasil inaktifasi dengan bufer formalin 3% aman

digunakan untuk pemberian secara injeksi intra peritoneal pada ikan Nila (O.

niloticus).

2. Jumlah pita protein vaksin A. hydrophila dan S. agalactiae sediaan sel utuh

lebih banyak dibandingkan dengan pita protein sediaan vaksin ECP, broth,

dan crude supernatan.

Sediaan vaksin yang telah dibuat perlu diuji lebih lanjut untuk melihat

tingkat efektifitasnya pada ikan dengan menganalisis efek vaksin tersebut

terhadap respons imun dari ikan Nila.

Page 94: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

66

HEMATOLOGI DAN RESPONS IMUN IKAN NILA

(Oreochromis niloticus) YANG DIIMUNISASI DENGAN

VAKSIN MONOVALEN DAN BIVALEN : Aeromonas

hydrophila DAN Streptococcus agalactiae

Abstrak

Respons imun terhadap campuran sel utuh dan ekstraselular antigen

Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae dievaluasi sebagai ukuran

keberhasilan peningkatan respons antibodi ikan Nila setelah divaksin dengan vaksin

monovalen dan bivalen. Analisis hematologi dan respons imun dalam aktifitas

bakterisidal serum dapat dijadikan komponen untuk melihat viabilitas patogen dalam

inang yang ditunjukkan melalui aktifitas respiratory burst, lisosim, komplemen, dan

antibodi. Ikan Nila 15±0,5 g divaksin dengan vaksin monovalen A. hydrophila,

monovalen S. agalactiae, bivalen sel utuh, bivalen ECP, bivalen sel utuh+ECP,

bivalen crude supernatan, bivalen broth, dan kontrol. Parameter imun diukur setiap

minggu selama 3 minggu pemeliharaan setelah vaksinasi. Titer antibodi terdeteksi

setelah satu minggu pemeliharaan pascavaksinasi, nilai titer antar vaksin bivalen

dengan vaksin monovalen dan kontrol berbeda nyata (P<0,05). Vaksin monovalen

dapat meningkatkan respons imun spesifik dan non spesifik lebih baik jika

dibandingkan dengan vaksin bivalen untuk proteksi homolog. Sedangkan untuk

proteksi terhadap bakteri heterolog vaksin bivalen sel utuh dan sel utuh+ECP

memberikan respons imun spesifik maupun non spesifik terbaik jika dibandingkan

dengan vaksin monovalen A. hydrophila maupun vaksin monovalen S. agalactiae.

Kata kunci : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, vaksin monovalen, vaksin

bivalen, respons imun

Abstract

The humoral immune responsse to mixed whole cell antigens and

extracellular product of Aeromonas hydrophila and Streptococcus agalactiae, the

common Gram negative and Gram positive bacterial pathogens associated with

diseases of Motile Aeromonads Septicemia and Streptococcocis in Nile Tilapia were

evaluated for their efficacy in triggering antibody responsses. The Nile Tilapia were

either immunized with antigens from single bacterial strain A. hydrophila and S.

agalactiae or a combination of all two. An antibody and humoral immune response

was detected at the 1st week post immunization that rose significantly ( p<0.05) at the

3th week post immunization in all the immunized groups. Similarly, there were

significant difference ( p<0.05) in the humoral immune response between groups

immunized with single and mixed bacterial antigens. The monovalent vaccine could

enhance immune responsse specific and non specific better than the bivalent vaccine

from bacterial homolog. Otherwise, the protection from heterologous bacteria, the

bivalent vaccine provided the best specific and non specific immune respons

compared with monovalent vaccine.

Key Words : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, monovalent vaccine, bivalent

vaccine, immune responsse

Page 95: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

67

Pendahuluan

Keberhasilan pemberian vaksinasi pada ikan dapat dilihat menggunakan

faktor imunologi yang dapat membuktikan keamanan dan tingkat proteksinya.

Vaksin yang ideal harus dapat bertahan dalam jaringan inang lebih lama untuk

membentuk perlindungan terhadap antigen sehingga tidak terjadi sakit. Analisis

imunologi dalam aktifitas bakterisidal serum dapat dijadikan komponen untuk

melihat viabilitas patogen dalam inang yang ditunjukkan melalui aktifitas

respiratory burst, lisosim, antibodi, dan komplemen (Ellis 2001).

Stimulasi respons imun non spesifik dapat meningkatkan kemampuan ikan

melindungi diri terhadap serangan patogen, namun dengan adanya antibodi

spesifik akan lebih baik lagi dalam meningkatkan kemampuan proteksinya.

Tingkat proteksi ini tergantung dari reaksi silang antar komponen antigen yang

akan digunakan sebagai kandidat vaksin, yang bertujuan untuk meningkatkan

tanggap kebal terhadap antigen homolog (Gudding et al. 1999). Kemampuan

peningkatan respons imun ikan setelah vaksinasi dapat dijadikan acuan

keberhasilan peningkatan tanggap kebal. Vaksinasi dapat menstimulasi sistem

imun untuk memproduksi antibodi yang akan membantu dalam perlindungan

terhadap antigen.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran hematologi dari ikan Nila

yang diberi vaksin terhadap respons antigen homolog yang masuk. Keberhasilan

reaksi respons imun dari ikan yang telah vaksinasi dalam mengeliminasi serangan

antigen diperlukan kerjasama antara respons imun spesifik dan respons imun non

spesifik. Beberapa parameter yang dilihat pada penelitian ini merupakan

gambaran respons imun non spesifik yang diamati dari darah ikan setelah

vaksinasi dengan vaksin bivalen.

Bahan dan Metode

Ikan Nila pada perlakuan vaksin diinjeksi secara intra peritoneal sebanyak

0,1 mL/ikan dengan sediaan monovalen A. hydrophila, monovalen S. agalactiae,

bivalen sel utuh, bivalen ECP, bivalen sel utuh+ECP, bivalen crude supernatan,

Page 96: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

68

dan bivalen broth. Ikan Nila kontrol diinjeksi dengan TSB, BHI, salin 0,845%,

dan kontrol tanpa injeksi. Ikan dipelihara selama 21 hari (Li et al. 2006), setiap 3

hari gambaran hematologi diamati dengan beberapa parameter yang dilihat

sebagai berikut :

1 Gambaran Hematologi

Darah diambil secara intra muscular dari caudal vein ikan menggunakan

syring yang telah diberi heparin sebagai antikoagulan, darah disimpan pada suhu

15 oC. kemudian diukur kadar haemoglobin menurut metode Sahli (Wedenmeyer

& Yasutake 1977), kadar hematokrit menurut metode Anderson dan Siwicki

(1995).

2 Indek Fagositosis

Aktifitas fagositosis dievaluasi menggunakan metode Zhang et al. (2008)

dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 100 µL suspensi Staphylococcus aureus

kepadatan 107 cfu/mL dimasukkan ke dalam tabung eppendorf, ditambahkan 200

µL darah dengan heparin dan dihomogenkan menggunakan vortex, kemudian

diinkubasi selama 30 menit pada suhu 30 oC. 1 mL salin ditambahkan ke dalam

tabung dan dihomogenkan. Solusi homogenat disentrifus dengan 3.000 g selama 5

menit, 1 mL supernatan diambil kemudian dibuang, sisa solusi dihomogenkan

kembali. Diambil satu tetes homogenat, dibuat preparat ulas di atas slide glass.

Preparat difiksasi dengan metanol selama 2-3 menit, kemudian dicuci dengan

akuades, preparat dikeringanginkan, tahap akhir preparasi diwarnai dengan

pewarna giemsa. Preparat diamati di bawah mikroskop. Persen Fagositosis (PP)

dan Indek Fagositosis (IP) dihitung menggunakan rumus:

PP =(N1/100)x100

IP = N2/100

Keterangan :

N1

N2

: total jumlah fagosit yang memakan (engulf) bakteri secara acak dari

100 fagosit yang terhitung.

: total jumlah bakteri yang dimakan oleh fagosit dari 100 fagosit yang

terhitung.

Page 97: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

69

3 Uji Respiratory Burst (Metode NBT-Assay)

Produksi oksigen radikal dari fagositosis dalam darah dapat dilihat dengan

pewarnaan nitroblue tetrazolium (NBT) seperti yang dilakukan Anderson dan

Siwicki (1995). 0,1 mL sampel darah dengan heparin diletakkan pada tabung

efendorf dan ditambahkan 0,1 mL 0,2% NBT, suspensi NBT- sel darah diinkubasi

selama 30 menit pada suhu ruang. Kemudian 0,05 mL sampel suspensi NBT-sel

darah dipindahkan ke dalam tabung gelas yang berisi 1 mL N,N-

dimethylformamide solution (DMS). Suspensi disentrifus selama 5 menit pada

3.000 g. Supernatan dipisahkan, dimasukkan dalam tabung kuvet dan dibaca

menggunakan spektrofotometer. NBT akan direduksi oleh formazan pada reaksi

dengan radikal oksigen yang diproduksi dari neutrofil dan monosit. Analisis

produksi radikal oksigen dengan menggunakan NBT dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm.

4 Aktifitas Lisosim

Aktifitas lisosim diuji menggunakan lyso-plate assay menurut Lie et al.

(1989) dan Gassent et al. (2004) dengan melihat zona lisis dari bakteri

Micrococcus lysodeikticus. Metode ini dilakukan dengan membuat sumur (2 mm)

pada media agar cawan yang berisi bakteri M. lysodeikticus (50 mg/mL), setiap

sumur diisi plasma darah sebagai serum uji kemudian diberi bufer fosfat 5 L

(14,04 g/L KH2PO4; 5,2 g/L Na2HPO4, pH 6,2). Cawan diinkubasikan pada 25 oC

selama 20 jam, untuk pembentukan zona lisis.

5 Aktifitas Komplemen

Aktifitas komplemen (Complement consumption assay) dilakukan

menggunakan metode Vivas et al. (2005) yang dimodifikasi. Sebanyak 200 µL

serum ikan dan 200 µL suspensi bakteri A. hydrophila (109 cfu/mL) dicampurkan

dengan PBS steril dalam 1,5 mL tabung eppendorf. Sebanyak 200 µL serum ikan

dan 200 µL suspensi bakteri S. agalactiae (109 cfu/mL) dicampurkan dengan

PBS steril dalam 1,5 mL tabung eppendorf. Sebanyak 200 µL serum ikan dan 100

µL suspensi bakteri A. hydrophila dan 100 µL suspensi bakteri S. agalactiae

dicampurkan dengan PBS steril dalam 1,5 mL tabung eppendorf, untuk kontrol

Page 98: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

70

tabung eppendorf hanya diisi dengan PBS. Tabung diinkubasi selama 1,5 jam

pada suhu 16 oC. Ditambahkan 400 µL PBS ke dalam setiap tabung dan suspensi

difilter menggunakan filter 0,22 µm.

Larutan hasil filtrasi dimasukkan ke dalam mikrotiter 25 µL, ditambahkan

secara serial (serial two-fold dilutions) 2% suspensi rabbit red blood cells

(RaRBC) dalam PBS yang kemudian diinkubasi selama 1,5 jam pada 16 oC.

Tahap selanjutnya ditambahkan 100 µL 0,9% salin dingin (ice-cold), dan sel

diendapkan dengan cara disentrifus (1.400 g, 5 menit, 4 oC). Absorban supernatan

dilihat dengan 405 nm. 100% hemolisis diperoleh dengan menambahkan 25 µL

RaRBC dan 175 µL akuades, dan aktifitas lisis (spontaneous lysis) diperoleh

dengan menambahkan 25 µL RaRBC dan 50 µL PBS, setelah 1 jam diinkubasi

ditambahkan 100 µL 0,9% salin. Aktifitas komplemen dihitung dengan melihat

hemolisis pada RaRBC, hasil dimasukkan dalam rumus berikut :

x 100%

6 Titer Antibodi

Titer diukur menggunakan aglutinasi langsung (direct aglutination)

terhadap antigen- antibodi perlakuan. Nilai titer dimasukkan dalam hitungan log

2. Tes aglutinasi dilakukan pada mikrotiter 96 sumur dengan dasar sumur

berbentuk huruf „U‟. Serum ikan perlakuan vaksin sebagai antibodi dimasukkan

ke dalam sumur no 1 (kontrol positif) dan sumur no 2 masing-masing 100 µL,

kemudian dilakukan pengenceran seri (serially two-fold diluted) dalam PBS 100

µL (pH 7,2) sampai sumur ke-11, pada sumur ke-12 hanya diisi PBS (kontrol

negatif). Pengujian kelompok pertama dengan menambahkan antigen ke dalam

sumur ke-1 sampai sumur ke-12 sebanyak 100 µL bakteri homolog A. hydrophila.

Kelompok kedua, menambahkan ke dalam sumur ke-1 sampai sumur ke-12

sebanyak 100 µL bakteri homolog S. agalactiae. Kelompok terakhir,

menambahkan ke dalam sumur ke-1 sampai sumur ke-12 sebanyak 50 µL bakteri

A. hydrophila+50 µL bakteri S. agalactiae yang telah diinaktifasi dengan formalin

Page 99: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

71

(107 cfu/mL). Mikrotiter yang berisi antibodi dan antigen kemudian diinkubasi

semalaman pada suhu ruang dan titer aglutinasinya dihitung.

Hasil dan Pembahasan

Beberapa parameter imunitas seperti kadar hemoglobin, hematokrit,

aktifitas fagositosis, lisosim, dan aktifitas Respiratory burst (NBT-positif) dapat

dijadikan parameter evaluasi untuk melihat respons ikan terhadap infeksi bakteri

maupun pemberian imunostimulan (Zhang et al. 2012).

1 Kadar Hemoglobin

Hemoglobin merupakan metaloprotein (protein yang mengandung zat

besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.

Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu

molekul organik dengan satu atom besi.

Gambar 23 Kadar hemoglobin ikan Nila pascavaksinasi dengan sediaan vaksin

monovalen dan bivalen.

( ) monovalen A. hydrophila, ( ) Monovalen S. agalactiae, ( )

bivalen sel utuh, ( ) bivalen ECP, ( ) bivalen sel utuh+ECP, ( )

bivalen crude supernatan, ( ) bivalen broth, ( ) kontrol.

Pengaruh vaksinasi pada ikan Nila dengan beberapa sediaan vaksin

monovalen dan bivalen yang diaplikasikan melalui suntik terhadap parameter

hemoglobin darah ikan dapat dilihat pada Gambar 23. Dua kelompok perlakuan

vaksin monovalen dan bivalen memiliki kadar hemoglobin yang berkisar antara 7-

10 g 100 mL-1

rata-rata peningkatan kadar hemoglobin terjadi pada hari ke-3

sampai hari ke-6 setelah vaksinasi (P<0,05).

0

2

4

6

8

10

12

1 3 6 9 12 15 18 21

Hem

oglo

bin

(g %

)

perlakuan vaksin (hari)

Page 100: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

72

Hemoglobin darah ikan mengalami fluktuasi dan cenderung semakin

menurun setelah adanya perlakuan injeksi vaksin karena adanya pengurangan sel

darah merah dan adanya penambahan jumlah plasma darah yang mengakibatkan

kadar warna merah darah berkurang, proses ini merupakan respons normal ikan

terhadap adanya suatu perubahan lingkungan maupun serangan agen penyakit.

Pada suhu perairan 15-30 oC kadar hemoglobin ikan Nila normal berkisar antara

7,5-8 g 100 mL-1

(Sherif & Feky 2009).

2 Hematokrit Darah

Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan, bila

hematokrit 30 (30%) berarti darah terdiri dari 30% eritrosit dan 70% plasma dan

leukosit. Nilai hematokrit tertinggi pada level 37 perlakuan vaksin monovalen S.

agalactiae, sedangkan hematokrit terendah pada perlakuan vaksin bivalen broth di

level 17 (Gambar 24).

Gambar 24 Persen hematokrit darah ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen.

( ) monovalen A. hydrophila, ( ) Monovalen S. agalactiae, ( )

bivalen sel utuh, ( ) bivalen ECP, ( ) bivalen sel utuh+ECP, ( )

bivalen crude supernatan, ( ) bivalen broth, ( ) kontrol.

Eritrosit merupakan salah satu sel darah merah yang berperan dalam

proses pengangkutan material di dalam tubuh ikan. Perubahan persentasi

hematokrit dalam darah terjadi karena adanya proses fisiologis tubuh yang

bereaksi terhadap adanya antigen yang masuk. Pada suhu perairan 15-30 oC kadar

hematokrit ikan Nila normal berkisar antara 24,1-25,0% (Sherif & Feky 2009).

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1 3 6 9 12 15 18 21

Hem

atokri

t (%

)

perlakuan vaksin (hari)

Page 101: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

73

3 Indek Fagositosis

Kemampuan fagositosis dilihat dari persentase fagositosis nilai dan indek

fagosit. Hasil penghitungan indek fagositosis terlihat bahwa perlakuan vaksin

monovalen A. hydrophila, bivalen sel utuh dan bivalen sel utuh+ECP memiliki

kemampuan fagositosis lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan vaksin lain

dan kontrol (P<0,05) (Gambar 25 dan 26).

Gambar 25 Persentase fagosit darah ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen.

( ) monovalen A. hydrophila, ( ) Monovalen S. agalactiae, ( )

bivalen sel utuh, ( ) bivalen ECP, ( ) bivalen sel utuh+ECP, ( )

bivalen crude supernatan, ( ) bivalen broth, ( ) kontrol.

Ikan memiliki mekanisme pertahanan sendiri terhadap antigen yang masuk

ke dalam tubuh. Vaksinasi yang diberikan berupa vaksin aktif yaitu komponen

penyusunnya berasal dari bakteri dan debris bakteri yang telah diinaktifasi,

apabila masuk ke dalam aliran darah diduga akan dikenali sebagai antigen dan

merangsang respons imun spesifik yang kemudian jika terpapar lebih lama akan

membentuk suatu memori dengan dibentuknya respons imun spesifik.

Respons imun non spesifik akan mengalami fluktuasi pada sesaat setelah

invasi antigen dalam hitungan hari, sedangkan respons imun spesifik akan

terbentuk dalam hitungan minggu. Kedua respons imun ini memegang peranan

penting dalam mekanisme tanggap kebal dari ikan terhadap serangan patogen

(Skinner et al. 2010).

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 3 6 9 12 15 18 21

per

senta

se f

ago

sito

sis

(%)

perlakuan vaksin (hari)

Page 102: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

74

Aktifitas fagositosis dapat terjadi apabila ada reaktif oksigen yang bekerja

sendiri maupun bersama-sama dengan enzim lisosim dalam membunuh bakteri

sebagai sel asing. Hasil analisis indek fagosit dan persen fagositosis dari

perlakuan vaksin monovalen dan bivalen menunjukkan hasil yang lebih tinggi

dibanding dengan kontrol, mengindikasikan bahwa pemberian vaksin dapat

meningkatkan kemampuan bakterisidal serum ikan terhadap invasi antigen.

Gambar 26 Indek fagositik darah ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen.

( ) monovalen A. hydrophila, ( ) Monovalen S. agalactiae, ( )

bivalen sel utuh, ( ) bivalen ECP, ( ) bivalen sel utuh+ECP, ( )

bivalen crude supernatan, ( ) bivalen broth, ( ) kontrol.

4 Respiratory Burst (NBT-Assay)

Aktifitas produksi oksigen radikal superoksida (O-2) pada aktifitas

fagositosis dapat dilihat dengan menggunakan pewarnaan NBT. Pada hasil

penelitian diketahui bahwa pemberian perlakuan vaksin dapat meningkatkan

kemampuan sel fagosit dalam melawan antigen. Nilai Optical density (OD)

perlakuan vaksin berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan kontrol

namun jika dibandingkan dengan antar perlakuan maka yang memberikan

pengaruh terbaik terhadap nilai NBT adalah perlakuan vaksin monovalen A.

hydrophila. Antar perlakuan vaksin bivalen tidak berbeda nyata (P>0,05) tetapi

berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol (P<0,05). Nilai NBT pada awal

perlakuan berkisar antara 0,261-0,315, peningkatan terjadi rata-rata pada

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

1 3 6 9 12 15 18 21

ind

ek f

ago

siti

k

perlakuan vaksin (hari)

Page 103: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

75

pengamatan hari ke-6, ke-9, dan ke-12 setelah vaksinasi. Hasil pengamatan nilai

NBT dapat dilihat pada Gambar 27.

Nilai NBT semakin tinggi menunjukkan bahwa produksi radikal oksigen

bebas pada aktifitas respiratory burst semakin besar. Produksi radikal bebas ini

digunakan untuk melawan patogen. Ikan mempunyai mekanisme membunuh sel-

sel fagosit melalui oksigen bebas dalam vakuola lisosom yang mampu

meningkatkan permeabilitas sel bakteri sehingga bisa menyebabkan masuknya

substansi dan cairan dalam sel bakteri yang kemungkinan bisa menyebabkan

plasmolisis.

Gambar 27 NBT-assay dari ikan Nila hasil vaksinasi menggunakan vaksin

monovalen dan bivalen.

Radikal oksigen toksik ini dengan cepat dikonversi menjadi hidrogen

peroksida (H2O2) yang memiliki sifat bakterisidal yang kuat. Karakter radikal

oksigen yang bersifat toksik terhadap patogen ini diduga pula dikonversi menjadi

radikal hidroksi (OH-) yang memiliki kemampuan mendegradasi membran lipid

antigen.

Penurunan aktifitas NBT mengindikasikan adanya kontaminan dan infeksi

yang kronis atau ikan sedang dalam kondisi stres. Peningkatan NBT dapat

mengindikasikan bahwa perlakuan penyuntikan vaksin telah efektif merangsang

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

1 3 6 9 12 15 18 21

OD

NB

Tas

say (

540n

m)

perlakuan vaksin (hari)

Monovalen A. hydrophila Monovalen S. agalactiae

Bivalen Sel utuh Bivalen ECP

Bivalen Sel utuh+ECP Bivalen Supernatan

Bivalen Broth Kontrol

Page 104: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

76

sistem kekebalan tubuh ikan (Anderson 2004). Neutrofil dan sel fagositik yang

teraktivasi dapat menghasilkan absorbans 20-30% lebih tinggi, yang menunjukkan

produksi oksigen radikal yang lebih tinggi untuk pertahanan terhadap penyakit.

Hasil analisis NBT terhadap ikan yang diberi vaksin monovalen dan

bivalen menunjukkan suatu peningkatan jumlah oksidatif radikal jika dibanding

dengan kontrol, dengan semakin tinggi nilai NBT maka kemampuan sel fagosit

dalam aktifitas respiratory burst semakin tinggi.

Oksigen radikal bebas dihasilkan pada saat fagositosis melalui aktifitas

respiratory burst. Hasil dari nilai NBT perlakuan vaksin bivalen lebih tinggi dibanding

kontrol, maka penggunaan vaksin bivalen yang diaplikasikan melalui injeksi pada

ikan Nila tidak mengakibatkan hambatan dalam pembentukan respons imun,

walaupun nilainya tidak setinggi NBT dari vaksin monovalen.

Sediaan vaksin bivalen yang merupakan formula vaksin yang

menggunakan bakterin dari bakteri Gram yang berbeda A. hydrophila (Gram

negatif) dan S. agalactiae (Gram positif) dari sel dan hasil metabolitnya tidak

menimbulkan pengaruh imunosupresi yang biasanya ditandai dengan penurunan

nilai NBT (penurunan aktifitas respiratory burst).

5 Aktifitas Lisosim

Respons imun alami merupakan pertahanan pertama terhadap serangan

infeksi patogen, mencegah perlekatan antigen, invasi, atau multiplikasi dari

patogen infeksius. Salah satu kunci utama dalam respons imun alami adalah

aktifitas lisosim. Analisis aktifitas lisosim dilakukan untuk melihat pengaruh

injeksi vaksin monovalen dan bivalen terhadap sistem imun alami dan perolehan

pada ikan Nila. Perlakuan injeksi vaksin monovalen atau bivalen diharapkan dapat

memicu sistem imun untuk bersinergi dalam meningkatkan aktifitas lisosim dan

titer antibodi terhadap antigen spesifik.

Aktifitas lisosim dideteksi dari serum ikan dengan perlakuan vaksin

monovalen, bivalen, dan tanpa vaksin (Gambar 28). Aktifitas lisosim sebelum

perlakuan berkisar antar 3-5 mm. Kemampuan aktifitas lisosim meningkat pada

hari ke-3 sampai hari ke-6 setelah pemberian vaksin, dan mengalami fluktuasi

Page 105: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

77

sesudahnya. Berdasarkan hasil analisis perlakuan bivalen sel utuh, bivalen sel

utuh+ECP dan monovalen A. hydrophila berbeda nyata dibandingkan dengan

perlakuan vaksin monovalen dan bivalen lainnya dan berbeda nyata juga dengan

perlakuan kontrol (P<0,05).

Gambar 28 Aktifitas lisosim serum ikan Nila pascavaksinasi.

( ) monovalen A. hydrophila ( ) Monovalen S. agalactiae ( )

bivalen sel utuh ( ) bivalen ECP ( ) bivalen sel utuh+ECP ( )

bivalen crude supernatan ( ) bivalen broth ( ) kontrol

Pada masa induksi vaksin hari ketiga sampai hari kesembilan terlihat

adanya peningkatan aktifitas lisosim yang menandakan bahwa ada reaksi respons

imun dari ikan Nila terhadap vaksin monovalen dan bivalen yang diberikan secara

injeksi. Perlakuan vaksin monovalen A. hydrophila, bivalen sel utuh, dan bivalen

sel utuh+ECP memiliki rata-rata peningkatan aktifitas lisosim lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan vaksin lain dan kontrol yaitu 9; 10; 12 pada hari

ke-3, 12; 8; 10 pada hari ke-6, dan 7; 7; 6 pada hari ke-9.

Lisosim merupakan lisin yang berfungsi sebagai penghancur membran sel,

biasanya terdapat dalam cairan mukus, serum, jaringan yang kaya kandungan

leukositnya (ginjal anterior), dan bagian tubuh ikan yang rentan terhadap serangan

mikroorganisme (kulit, insang, saluran pencernaan, anus). Lisosim merupakan

enzim yang dapat menghidrolisis ikatan β (14) antara N-acetylmuramic acid

dan N-acetylglucosamine yang merupakan konstituen penyusun lapisan

peptidoglikan dinding sel bakteri.

0

2

4

6

8

10

12

14

1 3 6 9 12 15 18 21

Zo

na

lisi

s ak

tifi

tas

liso

sim

(mm

)

Perlakuan vaksin (hari)

Page 106: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

78

Ikan memiliki lisosim yang berfungsi sebagai respons imun alami, yang

mampu melisis bakteri Gram negatif dan Gram positif (Yano 1996). Lisosim

berperan dalam opsonisasi yang merupakan kunci utama untuk respons inflamasi

dengan adanya aktifasi sistem komplemen dan fagositisis. Pada saat proses

inflamasi, makrofag dan granulosit polimorf nuklear memakan dan

menghancurkan patogen target dibantu oleh kerja lisosim.

6 Aktifitas Komplemen

Aktifitas komplemen dilihat dari kemampuan hemolisis terhadap RaRBC

(Rabbit Red Blood Cells). Kemampuan komplemen meningkat seiring dengan

peningkatan pembentukan titer antibodi, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis

hemolisis komplemen pada minggu ketiga lebih tinggi dibandingkan rata-rata

hemolisis komplemen pada minggu kedua dan minggu pertama setelah vaksinasi.

Aktifitas komplemen perlakuan vaksin berbeda nyata dibandingkan dengan

kontrol yang hanya menggunakan PBS sebagai solusi uji (P<0,05).

Kemampuan komplemen dalam melisis RaRBC oleh serum dari ikan yang

divaksin monovalen A. hydrophila, S. agalactiae dan bivalen sel utuh lebih tinggi

(pengenceran ke-2 dan ke-3) dibandingkan dengan serum dari perlakuan vaksin

bivalen ECP, crude supernatan, broth, maupun kontrol, baik pada minggu ke-1,

minggu ke-2, maupun minggu ke-3 (pengenceran ke-4). Kemampuan komplemen

dalam melisis RaRBC meningkat pada minggu ke-2 dan ke-3 dengan rata-rata

hemolisis 60-80% pada pengenceran ke-1 (Gambar 29). Hal ini menunjukkan

bahwa kemampuan komplemen akan meningkat pada hari ke 14 pascavaksinasi.

Komplemen adalah komponen penting dari tanggapan kebal adaptif dan

bawaan pada ikan. Komponen komplemen non-aktif akan diaktifkan dan diubah

menjadi serine protease aktif akhirnya yang akan mendorong sel neutrofil dan

makrofag untuk melakukan opsonisasi atau mengarahkan pembunuhan patogen

melalui aktifitas peradangan. Sistem komplemen memegang peran penting di

dalam respons tanggap kebal dan proses peradangan dengan menarik sel fagosit

ke lokasi luka atau infeksi (Holland & Lambris 2002).

Page 107: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

79

Gambar 29 Aktifitas komplemen serum ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen yang diinaktifasi menggunakan 3% bufer

formalin. (a) minggu ke-1, (b) minggu ke-2, (c) minggu ke-3.

Komplemen dapat diinisiasi melalui tiga jalur yaitu melalui jalur klasik

(classical complement pathway atau CCP), jalur alternatif (alternate complement

0

20

40

60

80

100

120

1x 2x 4x 8x 16x 32x

% H

emo

lisi

s

Aktifitas komplemen perlakuan vaksin minggu ke-1

0

20

40

60

80

100

120

1x 2x 4x 8x 16x 32x

% H

emo

lisi

s

Aktifitas komplemen perlakuan vaksin minggu ke-2

0

20

40

60

80

100

120

1x 2x 4x 8x 16x 32x

% H

emoli

sis

Aktifitas komplemen perlakuan vaksin minggu ke-3

Monovalen A. hydrophila Monovalen S. agalactiaeBivalen Sel utuh Bivalen ECPBivalen Sel utuh+ECP Bivalen SupernatanBivalen Broth Kontrol

a

b

c

Page 108: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

80

pathway atau ACP), dan melalui jalur lektin (lectin complement pathway / LCP).

Jalur klasik berasosiasi dengan imunitas dapatan yang dirangsang oleh aktifitas

perlekatan permukaan antigen, membentuk ikatan antigen-antibodi komplek

(Holland & Lambris 2002).

7 Titer Antibodi

Titer antibodi ikan Nila (Gambar 30, 31, dan 32) dengan perlakuan vaksin

monovalen maupun bivalen menunjukkan perbedaan yang nyata dibanding

dengan kontrol (P<0,05). Hasil pengamatan antar perlakuan vaksin maka

diperoleh data yang menunjukkan perlakuan vaksin bivalen sediaan sel utuh serta

gabungan sel utuh+ECP memiliki titer antibodi yang lebih tinggi, baik pada uji

tantang dengan bakteri tunggal maupun bakteri gabungan (ko-infeksi) pada nilai

6, dan 5 (log 2) dibanding dengan bivalen (ECP, crude supernatan, dan broth).

Hasil titer antibodi menunjukkan bahwa perlakuan vaksinasi monovalen

ternyata lebih tinggi dalam membentuk respons imun dengan mencapai nilai 7

(log 2) untuk monovalen A. hydrophila dan nilai 5 (log 2) untuk monovalen S.

agalactiae jika dibandingkan dengan vaksin bivalen semua sediaan ketika uji

tantang dengan bakteri tunggal. Hasil titer antibodi terhadap uji tantang gabungan

(ko-infeksi) menunjukkan nilai titer yang relatif lebih rendah jika dibandingkan

dengan proteksi vaksin bivalen.

Rata-rata titer antibodi setiap perlakuan terjadi peningkatan pada minggu

ke-2 pascavaksinasi, beberapa perlakuan puncak titer tertinggi diperoleh pada

masa minggu ke-3 dan pada saat dilakukan uji tantang terlihat bahwa titer antibodi

mengalami penurunan yang kemudian diikuti adanya peningkatan kembali pada

masa pemulihan yaitu 2 minggu setelah uji tantang.

Titer antibodi mencerminkan kemampuan tubuh ikan terhadap infeksi

bakteri melalui respons imun spesifik. Semakin tinggi nilai titer maka diharapkan

kemampuan perlindungan terhadap infeksi juga menjadi tinggi. Antibodi yang

beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan eksotoksin

lainnya yang diproduksi bakteri.

Page 109: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

81

Gambar 30 Titer antibodi serum ikan Nila (O. niliticus) pascavaksinasi yang di

tantang dengan bakterin A. hydrophila.

( ) monovalen A. hydrophila ( ) Monovalen S. agalactiae ( )

bivalen sel utuh ( ) bivalen ECP ( ) bivalen sel utuh+ECP ( )

bivalen crude supernatan ( ) bivalen broth ( ) kontrol

Gambar 31 Titer antibodi serum ikan Nila (O. niliticus) pascavaksinasi yang di

tantang dengan bakterin S. agalactiae.

( ) monovalen A. hydrophila ( ) Monovalen S. agalactiae ( )

bivalen sel utuh ( ) bivalen ECP ( ) bivalen sel utuh+ECP ( )

bivalen crude supernatan ( ) bivalen broth ( ) kontrol

Gambar 32 Titer antibodi serum ikan Nila (O. niliticus) pascavaksinasi yang di

tantang dengan gabungan bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae.

( ) monovalen A. hydrophila ( ) Monovalen S. agalactiae ( )

bivalen sel utuh ( ) bivalen ECP ( ) bivalen sel utuh+ECP ( )

bivalen crude supernatan ( ) bivalen broth ( ) kontrol

012345678

0 1 2 3 4 5

masa induksi vaksin minggu ke - masa uji tantang minggu ke-

Tit

er a

nti

bo

di

(lo

g2

)

Perlakuan vaksin (inaktifasi dengan 3% bufer formalin)

0123456

0 1 2 3 4 5

masa induksi vaksin minggu ke - masa uji tantang minggu ke-Tit

er a

nti

bo

di

(lo

g2

)

Perlakuan vaksin (inaktifasi dengan 3% bufer formalin)

012345

0 1 2 3 4 5

masa induksi vaksin minggu ke - masa uji tantang minggu ke-Tit

er a

nti

bo

di

(lo

g2

)

Perlakuan vaksin (inaktifasi dengan 3% bufer formalin)

Page 110: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

82

Mekanisme netralisasi antibodi terhadap bakteri terjadi melalui dua cara.

Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu

secara langsung menghambat reaksi toksin dengan sel target. Kedua, melalui

kombinasi antibodi yang terletak jauh dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu

dengan mengubah konformasi alosterik toksin agar tidak dapat bereaksi dengan

sel target. Ikatan komplek bersama antara antibodi dan toksin tidak dapat berdifusi

sehingga rawan terhadap fagositosis, terutama bila ukuran kompleks membesar

karena deposisi komplemen pada permukaan bakteri akan semakin bertambah

(Skinner 2009).

Simpulan dan Saran

Berdasarkan analisis hematologi dan imunologi serum ikan yang diberi

perlakuan vaksin menunjukkan hasil bahwa :

1. Vaksinasi menggunakan vaksin monovalen dapat meningkatkan respons

imun spesifik dan non spesifik lebih tinggi jika dibandingkan dengan vaksin

bivalen untuk proteksi infeksi tunggal.

2. Vaksin bivalen sel utuh dan sel utuh+ECP memberikan respons imun spesifik

maupun non spesifik terbaik terhadap perlakuan ko-infeksi jika dibandingkan

dengan monovalen A. hydrophila maupun monovalen S. agalactiae.

Vaksin yang memberikan respons imun terbaik adalah bivalen sel

utuh+ECP dari gabungan bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae. Respons imun

ini digunakan sebagai acuan untuk melihat tingkat proteksi secara menyeluruh

pada ikan Nila, pada tahap selanjutnya perlu dilakukan uji tantang dengan infeksi

tunggal maupun ko-infeksi bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae untuk

mengetahui efektifitas vaksin terhadap kelangsungan hidup ikan Nila.

Page 111: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

83

EFIKASI VAKSIN BIVALEN TERHADAP PENYAKIT

MOTILE AEROMONAS SEPTICEMIA DAN

STREPTOCOCCOSIS PADA IKAN NILA (Oreochromis

niloticus)

Abstrak

Peningkatan respons antibodi pascavaksinasi dengan antigen tunggal dan

campuran dari bakterin Aeromonas hydrophila and Streptococcus agalactiae

diharapkan dapat meningkatkan daya tahan ikan Nila (Oreochromis niloticus)

terhadap penyakit Motile Aromonas Septicemia (MAS) dan Streptococcosis. Ikan

divaksinasi melalui injeksi intraperitoneal 0,1 mL dengan sediaan vaksin

monovalen dan bivalen (Sel utuh, produk ektraselular/ECP, crude supernatan,

campuran sel utuh dan ECP, dan broth). Uji tantang dilakukan menggunakan

dosis LD50 infeksi tunggal maupun ko-infeksi dari bakteri A. hydrophila dan S.

agalactiae. Efektifitas dan keampuhan vaksin tersebut dihitung berdasarkan nilai

RPS (Relative Percent Survival) dan hasil deteksi respons hematologi. Vaksin

bivalen campuran sel utuh+ECP merupakan sediaan vaksin bivalen terbaik dalam

meningkatkan RPS dibandingkan dengan perlakuan sediaan vaksin monovalen

maupun vaksin bivalen sediaan sel utuh, ECP, crude supernatan, broth. Nilai RPS

vaksin bivalen campuran sel utuh dan ECP mencapai 100% untuk uji tantang

dengan A. hydrophila, 86,2% untuk uji tantang dengan S. agalactiae, dan 56,7%

untuk uji tantang ko-infeksi.

Kata kunci : vaksin monovalen, vaksin bivalen, RPS

Abstract

The immune responsse to single and mixed antigens of A. hydrophila and

S. agalactiae, the common bacterial pathogens associated with diseases in O.

niloticus were evaluated for their efficacy in triggering survival responsses. Fish

were vaccinated by using monovalent, bivalent vaccines (whole cell, Extracellular

product/ECP, crude supernatant, mixed whole cell+ECP, and broth) and the

efficacy of these vaccines were tested by using the challenge test with the

detection of RPS (Relative Percent Survival) and by detecting the immune

responsse of fish after challenge. An immune responsse was detected rose

significantly (p<0.05) at 2th

week after challenge in all the immunized groups. The

results of fish vaccination showed that the bivalent vaccine (mixed whole

cell+ECP) when used in Nile Tilapia through the injection route was of higher

efficacy (RPS) respectively and it was effective against more than one type of

bacteria. The value of relative per cent survival from bivalent vaccine mixed

whole cell+ECP was 100% and 86.2% to single infections and 56.7% to co-

infections, indicate that this vaccine was eficient in Nile tilapia.

Keywords : monovalent vaccine, bivalent vaccine, RPS

Page 112: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

84

Pendahuluan

Perkembangan penanggulangan penyakit dalam budidaya ikan lebih

cenderung memilih cara pencegahan dengan strategi vaksinasi yang dapat spesifik

melindungi baik dari tipe patogen maupun spesies ikan. Menurut KEP.02-MEN-

KKP-2007 untuk menjamin keamanan dan mutu produk perikanan maka produk

perikanan harus bebas residu antibiotik, bebas logam berat, serta bebas dari bahan

biologi dan bahan kimia yang dilarang. Penggunaan vaksin yang dikombinasikan

dengan cara budidaya ikan yang baik (CBIB) dapat menjadi substansi pencegahan

penyakit sehingga hasil produksi lebih dapat diprediksi. Penanggulangan penyakit

Motile Aeromonas Septicemia (MAS) dan Streptoccoccosis akibat infeksi

Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae menggunakan vaksin

monovalen telah banyak dilakukan, namun penggunaan vaksin bivalen untuk

sekaligus melindungi ikan Nila dari serangan infeksi kedua jenis penyakit tersebut

belum dilakukan.

Vaksinasi ikan sudah menjadi protokol standar dalam kegiatan akuakultur.

Program efisiensi vaksinasi dapat menurunkan frekuensi terjadinya suatu wabah

penyakit dan dapat menurunkan penggunaan antibiotik untuk pengobatan.

Keberadaan antibodi spesifik setelah dilakukan vaksinasi dapat diamati dengan

metode konvensional menggunakan ikatan antigen-antibodi. Konsentrasi antibodi

serum dapat memproteksi inang dari serangan infeksi bakteri, akan tetapi titer

antibodi jika tidak didukung dengan respons imun lainnya tidak selalu berkorelasi

positif terhadap ketahanan pada ikan. Banyak faktor imunologi yang akan

mempengaruhi aktifitas biologi dalam pembentukan antibodi yang akan

menstimulasi pembentukan respons non-spesifik sebagai efektor dan antibodi

spesifik sebagai sel memori (Nikosleinan et al. 2007).

Pembentukan vaksin bivalen akan dipengaruhi oleh banyak proses

imunologi seperti reaksi silang antigen (cross-reaction antigenic), kompetisi

antigen, waktu pematangan dan penghilangan sifat antigenik yang akan

mempengaruhi efektifitas, kemampuan menghasilkan respons imun dan level

antibodi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat proteksi ikan Nila melalui

tingkat kelangsungan hidupnya terhadap uji tantang dengan bakteri homolog dan

Page 113: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

85

bakteri heterolog setelah dilakukan vaksinasi dengan vaksin monovalen dan

vaksin bivalen, serta melihat respons imun ikan Nila terhadap kedua jenis bakteri

A. hydrophila dan S. agalactiae setelah uji tantang.

Bahan dan Metode

1 Spesifik Respons dan Proteksi Vaksin Monovalen A. hydrophila dan S.

agalactiae

Kajian reaksi respons imun silang antar heterolog bakteri A. hydrophila

dan Streptococcus sp. perlu dilakukan untuk melihat kemampuan proteksi setiap

vaksin monovalen yang diberikan pada ikan terhadap jenis bakteri lain penyebab

MAS dan Streptococcosis. Aeromonas hydrophila dan S. agalactiae merupakan

bakteri dari genus berbeda, jika dilihat dari gejala klinis yang tampak antara ikan

yang terinfeksi S. agalactiae dan A. hydrophila memiliki karakter yang berbeda

pada ikan Nila, diduga tingkat proteksi silang antar kedua jenis bakteri ini juga

akan berbeda.

Dosis vaksin monovalen vaksin A. hydrophila menggunakan dosis Sugiani

et al. (2010), sedangkan dosis S. agalactiae menggunakan dosis yang dilakukan

Pasnik et al. (2006). Setiap ikan disuntik vaksin secara intraperitoneal sebanyak

0,1 mL/ikan. Kombinasi komponen vaksin disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Perlakuan proteksi vaksin monovalen A. hydrophila dan S. agalactiae

Perlakuan Ulangan Komponen vaksin Komponen uji tantang

1

2

1

2

3

1

2

3

A. hydrophila

A. hydrophila

A. hydrophila

S. agalactiae

S. agalactiae

S. agalactiae

A. hydrophila

S. agalactiae

Ko-infeksi

S. agalactiae

A. hydrophila

Ko-infeksi Ko-infeksi (A. hydrophila + S. agalactiae)

2 Proteksi Vaksin Bivalen Terhadap Infeksi Tunggal dan Ko-infeksi

Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae.

Ikan Nila dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan vaksin bivalen (Tabel

10), dan 4 kelompok kontrol (Tabel 11) dengan 3 ulangan, di mana setiap ikan

disuntik vaksin secara intra peritoneal sebanyak 0,1 mL/ikan. Ikan dipelihara

Page 114: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

86

selama 21 hari setelah divaksin kemudian dilakukan uji tantang dengan dosis

LD50 sebanyak 0,1 mL/ikan, ikan dipelihara kembali selama 14 hari. Data

kematian ikan dicatat setiap hari selama waktu penelitian untuk menghitung

kematian kumulatif, sedangkan gambaran darah dan patologi klinik darah diukur

setiap 3 hari.

Tabel 10 Perlakuan vaksin bivalen

Perlakuan Ulangan Komponen vaksin Komponen uji tantang

1

2

3

4

5

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

Biv (su AH) : (su SA)

Biv (su AH) : (su SA)

Biv (su AH) : (su SA)

Biv (ECP AH) : (ECP SA)

Biv (ECP AH) : (ECP SA)

Biv (ECP AH) : (ECP SA)

Biv (su+ECP AH) : (su+ECP SA)

Biv (su+ECP AH) : (su+ECP SA)

Biv (su+ECP AH) : (su+ECP SA)

Biv (cS AH) : (cS SA)

Biv (cS AH) : (cS SA)

Biv (cS AH) : (cS SA)

Biv (br AH) : (br SH)

Biv (br AH) : (br SH)

Biv (br AH) : (br SH)

A. hydrophila

S. agalactiae

Ko-infeksi

A. hydrophila

S. agalactiae

Ko-infeksi

A. hydrophila

S. agalactiae

Ko-infeksi

A. hydrophila

S. agalactiae

Ko-infeksi

A. hydrophila

S. agalactiae

Ko-infeksi

Biv (bivalen), AH (Aeromonas hydrophila), SA (Streptococcus agalactiae), ECP (produk

ekstraseluler), su (sel utuh), cS (crude supernatan), br (broth), ko-infeksi (A. hydrophila +

S. agalactiae)

Tabel 11 Perlakuan kontrol

Perlakuan Ulangan Kontrol Komponen uji tantang

1

2

3

4

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

Kontrol TSB

Kontrol TSB

Kontrol TSB

Kontrol BHI

Kontrol BHI

Kontrol BHI

Kontrol Salin 0,845%

Kontrol Salin 0,845%

Kontrol Salin 0,845%

Kontrol tanpa injeksi

Kontrol tanpa injeksi

Kontrol tanpa injeksi

A. hydrophila

S. agalactiae

Ko-infeksi

A. hydrophila

S. agalactiae

Ko-infeksi

A. hydrophila

S. agalactiae

Ko-infeksi

A. hydrophila

S. agalactiae

Ko-infeksi TSB (trytic soy broth), BHI (brain heart infusion)

Page 115: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

87

Ikan Nila diberi perlakuan vaksin gabungan hasil kultur terpisah bakteri A.

hydrophila dan S. agalactiae yang diinaktifasi menggunakan 3% bufer formalin

dengan perbandingan volume sediaan vaksin 1:1 (v/v) (Silva et al. 2009).

3 Uji Tantang

Uji tantang dilakukan terhadap 5 kelompok perlakuan vaksin bivalen, 2

kelompok perlakuan vaksin monovalen, dan 4 kelompok kontrol dengan

melakukan uji tantang pada minggu ke-3 (Li et al. 2006). Kematian ikan diamati

untuk melihat proteksi vaksin dengan menghitung Relative Percent Survival

(RPS). Dosis bakteri untuk uji tantang menggunakan dosis dari hasil LD50 kedua

jenis bakteri uji. LD50 A. hydrophila infeksi tunggal adalah 107 cfu/mL, LD50 S.

agalactiae infeksi tunggal adalah 103 cfu/mL, sedangkan LD50 ko-infeksi A.

hydrophila+S. agalactiae adalah dengan menggabungkan 50:50 A. hydrophila

dalam TSA (24 jam) dengan S. agalactiae dalam BHIA (72 jam). Ikan diinjeksi

secara intra peritoneal sebanyak 0,1 mL/ekor. Ikan yang mati diamati dan dicatat

selama 14 hari perlakuan uji tantang.

Hasil dan Pembahasan

1 Proteksi Vaksin Monovalen

Gambar 33 menunjukkan rata-rata kematian harian ikan Nila yang

divaksin dengan vaksin monovalen A. hydrophila dan diuji tantang dengan

bakteri A.hydrophila tingkat kematiannya rendah (10%), sedangkan yang diuji

tantang dengan S. agalactiae dan ko-infeksi tingkat kematiannya tinggi (80% dan

90%). Pada perlakuan vaksin monovalen A. hydrophila terbukti hanya dapat

memproteksi ikan dari uji tantang terhadap bakteri yang sama, tidak ada proteksi

silang untuk bakteri S. agalactiae, hal ini terlihat dari kematian ikan yang tinggi

setelah uji tantang dengan bakteri berbeda. Kematian harian perlakuan monovalen

A. hydrophila yang diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila berbeda nyata

dengan kontrol (P<0,05). Kematian ikan terjadi mulai hari ke-2 sampai hari ke-14,

dimana kematian rata-rata tertinggi kelompok ikan yang divaksin monovalen A.

Page 116: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

88

hydrophila terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-7 pascauji tantang dengan bakteri

A. hydrophila, S. agalactiae, dan ko-infeksi.

Vaksin monovalen A. hydrophila terbentuk dari sediaan sel utuh, sehingga

proteksinya relatif lebih spesifik untuk strain homolog dan tidak dapat

memproteksi terhadap bakteri di luar kelompok strain A. hydrophila. Hasil ini

sama dengan vaksin bakteri A. hydrophila yang dibuat oleh Shieh (1987), bahwa

Atlantic salmon yang divaksinasi melalui injeksi intra muskular dengan vaksin

sediaan ekstraselular protease dari A. hydrophila dapat melindungi dari uji tantang

dengan bakteri yang homolog dan beberapa isolat bakteri yang heterolog dari A.

hydrophila. Akan tetapi, tidak ada laporan mengenai kemampuan ekstraselular

protease yang dihasilkan dari satu spesies untuk menimbulkan reaksi silang

melawan spesies motil Aeromonad yang lainnya.

Gambar 33 Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) yang divaksin monovalen

secara intraperitoneal dan diuji tantang selama 16 hari.

Sama dengan kelompok ikan yang divaksin monovalen A. hydrophila,

kelompok ikan yang divaksin dengan vaksin monovalen S. agalactiae juga hanya

dapat memproteksi dari kelompok strain yang homolog, tidak menimbulkan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Kem

atia

n k

um

ula

tif

har

ian (

%)

uji tantang (hari)

Monovalen A. hydrophila uji A. hydrophila Monovalen A. hydrophila uji S. agalactiae

Monovalen A. hydrophila uji ko-infeksi Monovalen S. agalactiae uji A. hydrophila

Monovalen S. agalactiae uji S. agalactiae Monovalen S.agalactiae uji ko-infeksi

Page 117: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

89

proteksi ketika diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila. Rata-rata kematian

ikan terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-8 pascauji tantang, dengan tingkat

kematian 20% untuk kelompok ikan yang diuji tantang dengan bakteri S.

agalactiae, kematian 60% untuk kelompok ikan yang diuji tantang dengan bakteri

A. hydrophila, dan kematian 80% untuk kelompok ikan yang diuji tantang dengan

ko-infeksi.

2 Proteksi Vaksin Bivalen

Kematian ikan yang divaksin bivalen dengan sediaan sel utuh, ECP, crude

supernatan, gabungan sel utuh+ECP, maupun broth, relatif lebih tahan terhadap

uji tantang dengan bakteri tunggal maupun gabungan.

Gambar 34 Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) setelah diuji tantang dengan

bakteri A. hydrophila yang dipelihara selama 16 hari. (a) perlakuan

vaksin bivalen, (b) kontrol.

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

kem

atia

n k

um

ula

tif

har

ian

(%

)

uji tantang (hari)

Bivalen Sel utuh Bivalen ECP

Bivalen Sel utuh+ECP Bivalen crude Supernatan

Bivalen Broth

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16kem

atia

n k

um

ula

tif

har

ian (

%)

uji tantang (hari)

Kontrol TSB Kontrol BHIKontrol Salin 0,845% Kontrol tanpa injeksi

a

b

Page 118: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

90

Kematian ikan terjadi mulai hari ke-2 sampai hari ke-14. Kematian rata-

rata tertinggi terjadi pada 4-8 hari pascauji tantang dengan bakteri A. hydrophila

(Gambar 34), S. agalactiae (Gambar 35), dan ko-infeksi (Gambar 36).

Gambar 35 Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) setelah diuji tantang dengan

bakteri S.agalactiae yang dipelihara selama 16 hari. (a) perlakuan

vaksin bivalen, (b) kontrol.

Kematian harian perlakuan vaksin bivalen berbeda nyata dengan kontrol

(P<0,05), jika dibandingkan antar perlakuan vaksin bivalen maka perlakuan

vaksin bivalen sediaan sel utuh dengan gabungan sel utuh dan ECP tidak berbeda

nyata (P>0,05), dan berbeda nyata dengan perlakuan vaksin bivalen sediaan ECP,

crude supernatan, dan broth (P<0,05).

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

kem

atia

n k

um

ula

tif

har

ian

(%

)

uji tantang (hari)

Bivalen Sel utuh Bivalen ECP

Bivalen Sel utuh+ECP Bivalen Supernatan

Bivalen Broth

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

kem

atia

n k

um

ula

tif

har

ian (

%)

uji tantang (hari)

Kontrol TSB Kontrol BHI

Kontrol Salin 0,845% Kontrol tanpa injeksi

b

a

Page 119: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

91

Kelompok ikan yang divaksin dengan sediaan sel utuh dan sediaan sel

utuh+ECP rata-rata tingkat kematian 0% setelah diuji tantang dengan bakteri A.

hydrophila, 22-32% setelah diuji tantang dengan bakteri S. agalactiae, dan 43%

setelah diuji tantang dengan ko-infeksi.

Gambar 36 Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) setelah diuji tantang dengan

ko-infeksi bakteri A. hydrophila+S.agalactiae yang dipelihara

selama 16 hari. (a) perlakuan vaksin bivalen, (b) kontrol.

Sediaan sel utuh dan sel utuh+ECP merupakan sediaan vaksin yang dapat

memberi kelangsungan hidup tertinggi jika dibandingkan dengan kelompok

perlakuan vaksin bivalen ECP, crude supernatan, maupun broth.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

kem

atia

n k

um

ula

tif

har

ian

(%

)

uji tantang (hari)

Bivalen Sel utuh Bivalen ECP

Bivalen Sel utuh+ECP Bivalen crude Supernatan

Bivalen Broth

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

kem

atia

n k

um

ula

tif

har

ian (

%)

uji tantang (hari)

Kontrol TSB Kontrol BHI

Kontrol Salin 0,845% Kontrol tanpa injeksi

a

b

Page 120: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

92

8 Hematologi dan Respons Imun Ikan Nila Setelah Uji Tantang

Vaksinasi aktif merupakan bentuk dari imunisasi aktif menggunakan

stimulasi antigen untuk meningkatkan respons imun alami dan respons imun

perolehan (adaptif) dengan menghasilkan spesifik respons imun humoral dan

imunitas antara cell-mediated immunity terhadap patogen dan antigen spesifik

(Skinner 2009). Respons imun spesifik yang diamati dengan melihat titer antibodi,

sedangkan respons imun non spesifik diamati dengan melihat perubahan pada

kadar hematokrit, hemoglobin, indek fagositik, persentase fagosit, produksi

radikal bebas respiratory burst, aktifitas lisosim dan komplemen.

Hasil analisis beberapa parameter hematologi pada ikan Nila setelah

vaksinasi dan uji tantang dengan bakteri homolog maupun heterolog

menunjukkan adanya perubahan dalam kadar hematokrit, hemoglobin, indek

fagositik, persentase fagosit, titer antibodi, nilai NBT (aktifitas respiratory burst),

aktifitas lisosim dan komplemen. Rata-rata perlakuan vaksin monovalen dan

bivalen berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol dalam respons imun

spesifik maupun non spesifik.

Tabel 12 Parameter hematologi dan respons imun efikasi vaksin monovalen dan

bivalen setelah uji tantang dengan A. hydrophila

Perlakuan He

(%)

Hb

(g %) IP PP

Antibodi

(log 2) NBT

Lisosim

(mm) Komplemen

Mono. A. hydrophila 27±1,4 8±0,14 2,2±0,15 66±5,29 6 0,725±0,16 3±1,4 74,07±9,16

Mono. S. agalactiae 29±1,4 7,8±0,28 2±0,26 58±5,29 3 0,488±0,03 5±0,7 61,11±1,3

Biv. Sel utuh 27±2,1 7,4±0 1,9±0,25 56±4,16 4 0,538±0,13 4±1,4 59,26±5,23

Biv. ECP 30±0,7 7,4±0,13 2,4±0,17 48±2 4 0,353±0,06 2±0,7 92,59±3,9

Biv. Sel utuh + ECP 29±2,1 9±0,13 2,1±0,28 50±6,42 5 0,447±0,12 5±2,1 85,18±4,3

Biv. Crude Supernatan 26±1,4 7,4±0,14 2,1±0,26 52±7,07 4 0,273±0,08 5±0,7 98,15±2,4

Biv. Broth 28±1,4 7,6±0,28 1,6±0,28 42±4,16 3 0,397±0,09 6±2,1 92,59±4,6

Kontrol 26±2,1 8±0,14 2±0,26 54±5,29 3 0,269±0,11 3±1,4 103,71±7,8

Mono (monovalen), Biv (bivalen), He (hematokrit), Hb (hemoglobin), IP (indek

fagositik), PP (persentase fagosit), NBT (Uji respiratory burst).

Kelompok perlakuan vaksin monovalen dan bivalen yang diuji tantang

dengan bakteri A. hydrophila menunjukkan bahwa perlakuan sediaan vaksin

monovalen A. hydrophila , dan sediaan sel utuh+ECP yang memberikan respons

imun terbaik. Nilai titer antibodi yang merupakan parameter uji respons imun

Page 121: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

93

spesifik menunjukkan bahwa sediaan vaksin ini terutama untuk monovalen A.

hydrophila hanya mampu bereaksi terhadap bakteri homolog, sedangkan

parameter respons imun non spesifik relatif sama antar perlakuan (Tabel 12).

Tabel 13 Parameter hematologi dan respons imun efikasi vaksin monovalen dan

bivalen setelah uji tantang dengan S.agalactiae

Perlakuan He

(%)

Hb

(g %) IP PP

Antibodi

(log 2) NBT

lisosim

(mm) komplemen

Mono. A. hydrophila 26±1,4 8,8±0,56 2,5±0,22 78±3.46 2 0,584±0,004 4±1,7 66,67±9,32

Mono. S. agalactiae 22±1,4 8±0 2,3±0,15 80±3.65 4 0,59±0,006 4±2,08 59,26±2,13

Biv. Sel utuh 29±2,1 8±0,14 2,1±0,11 72±2.51 4 0,599±0,144 7±2,82 77,78±12,04

Biv. ECP 23±0,7 7,8±0,14 1,9±0,19 78±5.03 3 0,395±0,159 3±1,73 101,85±5,65

Biv. Sel utuh + ECP 24±2,1 8±0,70 2,2±0,17 74±4.61 4 0,621±0,16 6±1,52 90,74±3,85

Biv. Crude Supernatan 22±1,4 7±0,42 2±0,20 74±5.65 2 0,394±0,1 3±1,54 98,15±5,23

Biv. Broth 24±1,4 7,6±0,28 2,1±0,21 66±3.22 3 0,536±0,09 5±1,41 96,29±5,25

Kontrol 28±2,8 8±0,14 2,4±0,56 58±4.17 3 0,396±0,042 3±1,2 103,71±9,08

Mono (monovalen), Biv (bivalen), He (hematokrit), Hb (hemoglobin), IP (indek

fagositik), PP (persentase fagosit), NBT (Uji respiratory burst).

Tabel 14 Parameter hematologi dan respons imun efikasi vaksin monovalen dan

bivalen setelah uji tantang dengan ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae

Perlakuan He

(%)

Hb

(g %) IP PP

Antibodi

(log 2) NBT

lisosim

(mm) komplemen

Mono. A. hydrophila 24±0,7 6,8±0,42 1,6±0,21 68±2,83 4 0,431±0,1 3±2,5 79,63±3,88

Mono. S. agalactiae 25±2,1 7,4±0,07 1,4±0,16 64±2,82 3 0,286±0,02 7±1,9 85,12±5,28

Biv. Sel utuh 22±2,8 7,5±1,6 1,4±0,15 60±4,24 4 0,318±0,02 9±2 92,59±7,85

Biv. ECP 26±1,4 9,8±0,63 1,2±1,14 54±5,65 2 0,303±0,09 5±2,5 103,7±5,24

Biv. Sel utuh + ECP 24±1,4 8,9±0,49 1,2±0,17 62±2,82 4 0,439±0,11 9±2,5 96,29±0,92

Biv. Crude Supernatan 22±1,4 9,6±1,41 1±0,21 58±7,07 3 0,285±0,02 6±1,5 101,85±7,84

Biv. Broth 24±2,8 7,6±0,07 1,1±0,20 48±1,42 4 0,318±0,05 3±1,4 90,75±1,82

Kontrol 28±0,7 7,5±0,49 1,4±0,15 46±3,22 3 0,398±0,07 5±1,7 103,71±4,53

Mono (monovalen), Biv (bivalen), He (hematokrit), Hb (hemoglobin), IP (indek

fagositik), PP (persentase fagosit), NBT (Uji respiratory burst).

Kelompok perlakuan vaksin monovalen dan bivalen yang diuji tantang

dengan bakteri S. agalactiae menunjukkan bahwa perlakuan sediaan vaksin

monovalen S. agalactiae, sel utuh, dan sediaan sel utuh+ECP sama-sama

memberikan respons imun terbaik. Nilai titer sediaan vaksin ini terutama untuk

monovalen S. agalactiae hanya mampu bereaksi terhadap bakteri homolog. Nilai

titer yang relatif lebih rendah jika dibanding dengan kelompok vaksin yang diuji

Page 122: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

94

tantang dengan A. hydrophila diduga karena tingkat proteksi sediaan vaksin

bivalen rendah terhadap respons infeksi S. agalactiae, sedangkan untuk parameter

respons imun non spesifik relatif sama antar perlakuan (Tabel 13).

Kelompok perlakuan vaksin monovalen dan bivalen yang diuji tantang

dengan bakteri ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae menunjukkan bahwa

perlakuan sediaan vaksin monovalen A. hydrophila dan S. agalactiae, bivalen

sediaan sel utuh, sel utuh+ECP dan broth sama-sama memberikan respons imun

terbaik. Kelompok perlakuan vaksin bivalen maupun monovalen dapat

meningkatkan respons imun non spesifik dengan nilai rata-rata kenaikan yang

hampir sama, namun berbeda nyata (P<0,05) dalam kemampuannya

meningkatkan respons imun spesifik (Tabel 14).

Pemberian vaksin monovalen dan bivalen dapat mempengaruhi respons

imun, diduga dengan adanya antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen

sehingga lisozim serum dapat masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan

menyebabkan kematian sel. Aktivasi komplemen melalui penggabungan dengan

antibodi dan bakteri juga menghasilkan anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung

pada transudasi luas dari komponen serum, termasuk antibodi yang lebih banyak,

dan juga faktor kemotaktik terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis

(Skinner 2009).

Aeromonas hydrophila dan S. agalactiae merupakan tipe bakteri

ekstraselular (Burke et al. 1981; Romalde & Toranzo 2002). Smith (1977)

menerangkan bahwa respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk

menetralkan efek toksin dan mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah

terutama melalui fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan.

Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi

komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktifasi ini adalah

komplemen (C3b) yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan

komplek membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktifasi

leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel

vaskular untuk memproduksi sitokin seperti interleukin (IL-1, IL-6 dan IL-8).

Page 123: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

95

Hampir semua vaksin memiliki potensi untuk dibuat dalam bentuk bivalen

dan polivalen (vaksin dengan kandungan beberapa antigen; bakteri dan virus).

Vaksin polivalen dapat melindungi individu ikan terhadap penyakit utama yang

mungkin akan menyerang pada saat proses produksi budidaya sampai ukuran siap

panen, serta dapat menghindari kebutuhan akan vaksinasi ulang (Berg et al.

2006).

Anbarasu et al. (1998) menemukan bahwa vaksin A. hydrophila yang

diinaktifasi menggunakan bufer formalin lebih baik dibanding dengan vaksin

yang diinaktifasi dengan pemanasan, terutama ketika bakterin akan diaplikasikan

melalui suntik dan disatukan dengan adjuvan. Akan tetapi, sonikasi sel untuk

vaksin menghasilkan respons antibodi yang terbaik. Sonikasi akan memecah sel

dan memungkinkan diperolehnya antigen somatik (lipopolisakarid bakteri).

Tanpa memperhatikan apakah vaksin berbentuk sel utuh, freeze-thawed sel, atau

sel hasil sonikasi, Thune dan Plumb (1982) menyatakan bahwa pemberian vaksin

A. hydrophila melalui suntik akan memberikan hasil yang lebih baik dalam

membentuk respons humoral antibodi dibanding dengan pemberian vaksin

melalui rendam atau semprot.

Tabel 15 Tingkat RPS ikan Nila yang divaksin monovalen dan bivalen A.

hydrophila dan S. agalactiae

Perlakuan Relative Percent Survival (RPS) setelah diuji tantang

A. hydrophila S. agalactiae Ko-infeksi

A. hydrophila+S. agalactiae

Monovalen A. hydrophila 89,2b 17,2

e 2,7

d

Monovalen S. agalactiae 35,1e 72,4

b 13,5

c

Bivalen Sel utuh 100a 72,4

b 56,7

a

Bivalen ECP 45,9d 31

d 24,3

b

Bivalen Sel utuh+ECP 100a 86,2

a 56,7

a

Bivalen crude Supernatan 45,9d 31

d 2,7

d

Bivalen Broth 67,6c 44,8

c 24,3

b

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata pada taraf uji P>0,05.

Berdasarkan Tabel 15, nilai RPS yang tinggi pada perlakuan vaksin sel

utuh dan bivalen sel utuh+ECP didukung oleh hasil pengamatan karakter protein

penyusun sediaan vaksin pada tahap penelitian sebelumnya. Hasil SDS-PAGE dari

Page 124: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

96

sediaan vaksin tersebut memiliki karakter protein lebih banyak jika dibandingkan

dengan sediaan vaksin ECP, crude supernatan, dan broth. Karakter protein akan

mempengaruhi tingkat imunogenisitas dari sediaan vaksin. Stuart (1999)

mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi imunogenisitas yaitu : (1)

harus dikenali sebagai sel asing dengan memiliki derajat perbedaan genetik antara

antigen dan sel inang, (2) kandungan berat molekul yang imunogenik harus

>6.000 dalton, berat molekul <1.000 dalton tidak imunogenik, berat molekul

1.000-6.000 dalton tingkat imunogeniknya bervariasi, (3) memiliki kompleksitas

kimia penyusun, komponen sederhana walaupun memiliki berat molekul tinggi

bersifat tidak imunogenik. Protein memiliki sifat imunogenik yang tinggi,

karbohidrat atau polisakarida sifat imunogeniknya rendah, lemak tidak memiliki

sifat imunogenik, asam nukleat tunggal memiliki tingkat imunogenik yang rendah

namun apabila asam nukleat dikonjugasikan dengan protein maka akan menjadi

imunogenik.

Busch (1997) menjelaskan bahwa ada proteksi silang antar antigen

(keberadaan satu antigen dapat memberikan proteksi terhadap antigen yang

berbeda, bahkan terhadap antigen yang tidak memiliki keterkaitan), kompetisi

antigenik (keberadaan satu antigen mempengaruhi atau menekan aktifitas antigen

lain), dan terjadi imunodominansi antar antigen (setiap sub unit antigen

determinan terlibat dalam proses pengikatan atau reaksi dengan antibodi) semua

faktor tersebut dapat mempengaruhi spesifitas, aviditas, dan tingkat produksi

antibodi spesifik (Abs).

Nilai RPS ikan Nila pascauji tantang menunjukkan hasil yang beragam

(Tabel 15). Perlakuan vaksin monovalen berbeda nyata dengan perlakuan vaksin

bivalen dan keduanya juga berbeda nyata dengan kontrol (P<0,05). Nilai RPS

tertinggi (100) didapat dari perlakuan vaksin bivalen sel utuh serta gabungan

bivalen sel utuh dan ECP yang diuji tantang oleh bakteri tunggal A. hydrophila.

Nilai RPS terkecil (2,7) didapat dari perlakuan vaksin bivalen crude supernatan

yang diuji dengan bakteri ko-infeksi. Akan tetapi, jika diamati nilai RPS pada

perlakuan uji tantang dengan bakteri ko-infeksi secara keseluruhan maka sediaan

vaksin bivalen sel utuh serta gabungan bivalen sel utuh dan ECP yang memiliki

Page 125: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

97

nilai sama (56,7). Penghitungan nilai RPS diperoleh dengan menghitung kematian

ikan dan dimasukkan ke dalam rumus yang dibuat oleh Ellis (1988), rincian

perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 13.

Nilai RPS yang relatif rendah tersebut dari perlakuan vaksin bivalen

terhadap ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae menunjukkan bahwa vaksin

tersebut kurang protektif terhadap penyakit MAS dan Streptococcosis jika terjadi

infeksi secara bersamaan. Sediaan vaksin bivalen yang paling memberikan level

proteksi tertinggi adalah vaksin bivalen gabungan sel utuh A. hydrophila+S.

agalactiae dan ECP A. hydrophila+S. agalactiae, apabila infeksi yang terjadi

merupakan infeksi tunggal.

Vaksin monovalen yang hanya dapat memproteksi dari serangan penyakit

yang sama dan tidak dapat memproteksi dari infeksi silang maupun infeksi

gabungan (ko-infeksi). Vaksin monovalen A. hydrophila hanya dapat

memproteksi dari infeksi MAS, dan vaksin monovalen S. agalactiae hanya dapat

memproteksi dari infeksi Streptococcosis.

Vaksin bivalen memiliki proteksi yang rendah terhadap infeksi S.

agalactiae, hal ini diduga karena bakteri Streptococcus merupakan bakteri

ekstraseluler yang biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit, namun pada

keadaan tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit

karena adanya sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang

mengakibatkan adhesi yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri. Selain

itu, kapsul tersebut melindungi molekul karbohidrat pada permukaan bakteri yang

seharusnya dapat dikenali oleh reseptor fagosit. Fungsi kapsul ini untuk

menghambat akses fagosit dan deposisi C3b pada dinding sel bakteri, sehingga

respons imun terhadap infeksi dan pembentukan respons imun spesifik yang

diperantarai sel-sel limfosit juga menjadi terhambat (Samen et al. 2004).

Giordano et al. (2010) melakukan vaksinasi ikan Nila dengan inaktifasi

bakteri S. agalactiae sel utuh (formalin killed) dengan dosis 2,0x108 cfu/mL

menghasilkan RPS sebesar 83,6% setelah ditantang dengan bakteri S. agalactiae

3,0x107 cfu/mL pada 30 hari setelah vaksinasi. Hal ini membuktikan bahwa

Page 126: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

98

vaksin inaktif S. agalactiae dapat memproteksi ikan Nila yang terinfeksi bakteri S.

agalactiae homolog.

Nilai proteksi vaksin bivalen yang terpresentasikan dengan kelangsungan

hidup setelah uji tantang dari sediaan sel utuh maupun sediaan sel utuh+ECP

memiliki nilai RPS lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin bivalen sediaan

crude supernatan, broth, dan ECP, hal ini diduga bahwa kandungan formaldehid

dari bahan inaktifasi bufer formalin yang digunakan untuk menginaktifkan bakteri

dan toxin bakteri mempengaruhi kemampuan proteksi respons imun ikan terhadap

antigen.

Secara umum inaktifasi formaldehid dalam pembuatan vaksin telah terbuki

dapat meningkatkan proteksi respons antibodi, akan tetapi formaldehid juga dapat

berpengaruh terhadap pengenalan antigen oleh sel-T. Pengenalan sel-T terhadap

antigen sebagai ikatan peptida akan membentuk molekul major hystocompability

complex (MHC), formaldehid dapat mempengaruhi presentasi antigen dengan cara

interfensi pada saat degradasi proteolitik menjadi peptida membentuk ikatan

peptida jadi MHC atau pengenalan reseptor sel-T terhadap peptida-MHC

komplek (Tommaso et al. 1994).

Tingkat proteksi berupa respons imun maupun kelangsungan hidup

pascauji tantang terhadap ikan Nila yang diberi perlakuan vaksin akan terbentuk

secara optimal jika didukung dengan kondisi lingkungan perairan yang sesuai

untuk pertumbuhan ikan Nila.

Tabel 16 Kisaran Hasil Pengukuran Kualitas Air Selama Penelitian

Pemeliharaan ikan dilakukan pada bak terkontrol, di mana pergantian air

dilakukan setiap 2 hari sekali sebanyak 50% dari total volume. Nilai parameter

kualitas air media pemeliharaan selama penelitian berada pada kisaran yang sesuai

untuk pemeliharaan ikan Nila (Tabel 16). Hal ini menunjukkan bahwa hasil

Parameter Kisaran Satuan

Temperatur 24 - 26,5 °C

pH 6,5 - 7 -

TAN 0,016 - 0,69 ppm

Oksigen terlarut 6 - 8 mg/L

Page 127: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

99

penelitian yang diperoleh disebabkan adanya perbedaan perlakuan dan bukan

merupakan pengaruh dari kualitas air.

Simpulan dan Saran

Vaksin dalam bentuk bivalen gabungan sel utuh+ECP lebih mampu

memproteksi ikan Nila terhadap infeksi tunggal A. hydrophila (RPS 100%),

infeksi tunggal S. agalactiae (RPS 86,2%), dan ko-infeksi (RPS 56,7%) daripada

vaksin monovalen.

Komposisi sediaan vaksin bivalen yang telah diteliti sebenarnya memiliki

kemampuan dalam meningkatkan respons imun, hanya perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut dalam penyusunan komposisi berbeda dari sediaan vaksin bivalen,

sehingga level proteksi yang dihasilkan terhadap infeksi tunggal maupun ko-

infeksi dari kedua jenis bakteri dapat meningkat.

Page 128: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

100

PEMBAHASAN UMUM

Kasus kematian ikan akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan

Streptococcus sp. menjadi penghambat keberhasilan produksi budidaya ikan Nila

(Oreochromis niloticus) di Indonesia. Hasil isolasi bakteri pada organ ginjal, otak,

dan luka menunjukkan keberadaan A. hydrophila sebesar 100% dan ko-infeksi

Streptococcus sp. sebesar 20% pada budidaya ikan Nila di Karamba Jaring

Apung (KJA) Waduk Cirata.

Gejala klinis ikan yang terinfeksi MAS dan Streptococcosis menunjukkan

adanya eksoptalmi, warna tubuh gelap, bola mata menonjol dan berwarna putih

(opaque), perut gembung apabila dibedah terdapat cairan berwarna bening pada

rongga perut (asites), perdarahan (hemorrhage), sirip gripis dan pangkal sirip

berwarna pucat, ginjal dan hati berwarna pucat, serta saluran intestin kosong.

Hasil pengamatan histopatologi organ otak menunjukkan suatu kongesti dan

perdarahan (hemorrhage), terdapat suatu infiltrasi limfosit diantara tubuli ginjal

dan ada sel yang nekrosis sehingga membentuk deformasi sel, terdapat melano

macrofage centre (MMC) pada organ limpa yang bersifat multifokal.

Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae dapat tumbuh bersinergi pada

media agar maupun media cair. Karakter pertumbuhan bakteri yang bersinergi

diduga bahwa kedua jenis bakteri tidak memiliki enzim yang dapat menghambat

pertumbuhan satu sama lain dan tidak saling berkompetisi dalam pemanfaatan

media untuk tumbuh.

Perlakuan ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae pada ikan Nila

dengan perbandingan komposisi cfu/mL bakteri yang berbeda menunjukkan

adanya penurunan jumlah hemosit darah dan peningkatan plasma darah pada

setiap perlakuan, jika dibandingkan dengan kontrol terdapat perbedaan yang nyata

(P<0,05), namun tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan infeksi

tunggal A. hydrophila dan infeksi tunggal S. agalactiae. Jumlah monosit,

neutrofil, dan limfosit mengalami fluktuasi membentuk suatu homeostasi total

leukosit dengan rata-rata terlihat adanya peningkatan jumlah limfosit dan monosit

serta adanya penurunan jumlah neutrofil jika dibandingkan dengan kontrol.

Page 129: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

101

Fluktuasi homeostasis tersebut menunjukkan adanya aktifitas pertahanan non

spesifik dari ikan Nila berupa peningkatan monosit darah yang berfungsi sebagai

sel fagosit (makrofag) yang akan memfagositosis antigen bakteri dalam tubuh

ikan. Peningkatan jumlah limfosit menunjukkan bahwa ada aktifitas pertahanan

selular spesifik yang memungkinkan adanya pembentukan antibodi atau memori

pada ikan yang dapat bertahan dari serangan ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae. Nilai indeks fagositik yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol

pada setiap perlakuan menunjukkan adanya peningkatan kemampuan aktifitas

fagositik dari ikan terhadap adanya serangan infeksi bakteri.

Hasil ko-infeksi menyebabkan kematian bervariasi antara 33-50% dengan

waktu inkubasi 2-12 hari. Infeksi tunggal bakteri A. hydrophila maupun bakteri S.

agalactiae lebih mematikan daripada ko-infeksi dengan tingkat kematian 13-80%.

Kematian ikan yang terjadi setelah diinfeksi dengan A. hydrophila menunjukkan

kematian lebih cepat yaitu jam ke-6 pascainjeksi dengan jumlah kematian

mencapai 100%. Kematian ikan yang cepat disebabkan karena adanya toksin

mematikan (lethal toxic) dari produk ekstraselular bakteri A. hydrophila yang

menjadi salah satu faktor virulensi dari jenis bakterin tersebut. Nilai LD50 ko-

infeksi diperoleh dari campuran 50:50 bakteri A. hydrophila dalam TSA (24 jam)

dengan S. agalactiae dalam BHIA (72 jam).

Infeksi Streptococcosis bersifat sub-akut dengan rata-rata kematian terjadi

3-8 hari pascainfeksi. Infeksi MAS bersifat akut dan kronis, kematian akut terjadi

1-3 hari pascainfeksi dan kematian kronis terjadi >8 hari pascainfeksi dengan

jumlah kematian ikan antara 20-100%.

Jenis antibiotik yang dapat menanggulangi jenis bakteri A. hydrophila

adalah Tetrasiklin dan Kloramfenikol, sedangkan untuk menanggulangi S.

agalactiae adalah Eritromisin, Novobiosin, Klindamisin, Sefalotin, Tetrasiklin,

Kloramfenikol, Metisilin, dan Ampisilin. Kejadian ko-infeksi dari kedua jenis

bakteri yaitu A. hydrophila dan S. agalactiae hanya dapat ditanggulangi dengan

menggunakan antibiotik Tetrasiklin dan Kloramfenikol.

Kedua jenis bakteri penyebab MAS dan Streptococcosis sebenarnya masih

dapat ditanggulangi dengan perlakuan antibiotik, akan tetapi dilihat dari hasil uji

Page 130: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

102

bahwa antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri adalah dari jenis

antibiotik yang sudah dilarang penggunaannya dan masuk dalam kriteria obat

keras menurut Komisi Obat Indonesia (KOI), maka perlu dilakukan upaya

pencegahan melalui imunostimulasi menggunakan imunostimulan maupun

vaksin.

Pembuatan vaksin bivalen dimulai dengan menginokulasi bakteri A.

hydrophila dalam media BHI, diinkubasi dalam inkubator dengan shaker selama

24 jam pada suhu 28 oC. Bakteri S. agalactiae diinokulasi dalam media TSB,

diinkubasi dalam inkubator dengan shaker selama 72 jam pada suhu 28 oC. Kultur

bakteri diinaktifasi dengan menambahkan bufer formalin sebanyak 3% v/v (NBF

atau neutral buffer formalin 10% ; dibuat dengan mencampurkan 0,4 g

NaH2PO4+0,65 g Na2HPO4+10 mL formaldehid 37%+90 mL akuades steril)

kemudian diaduk menggunakan magnet pengaduk selama 4 jam. Sel utuh bakteri

in-aktif diperoleh dengan mensentrifus pada 3.000 g selama 30 menit dengan suhu

4 oC, pelet (endapan) sel dipisahkan dari supernatan, kemudian pelet sel

diresuspensi dengan salin (NaCl 0,845%, pH 7). Produk ekstraselular (ECP) A.

hydrophila diperoleh dengan menyaring supernatan hasil sentrifus menggunakan

filter steril 0,45 μm, dan ECP S. agalactiae menggunakan filter steril 0,22 μm.

Sediaan vaksin hasil inaktifasi disimpan pada suhu 4 oC. Sediaan vaksin bivalen

diperoleh dengan mencampurkan sediaan A. hydrophila dengan sediaan S.

agalactiae 1:1 v/v.

Sediaan vaksin bivalen (sel utuh, produk ekstraselular/ECP, gabungan sel

utuh+ECP, crude supernatan, broth) yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3%

aman dan steril untuk digunakan. Berat protein sediaan vaksin A. hydrophila dari

jenis sediaan sel utuh adalah 0,43 dan 0,53 mg/mL, sediaan ECP 1,93 mg/mL,

sediaan crude supernatan 1,99 mg/mL, serta sediaan broth 2,12 mg/mL. Pita

protein untuk sediaan sel utuh A. hydrophila terdapat 14 pita yaitu 119,57; 94,39;

82,76; 72,57; 58,81; 45,22; 40,71; 32,99; 26,73; 22,83; 19,00; 17,10; 15,00; dan

12,81 kDa. Sediaan ECP terdapat 2 pita yaitu 55,80 dan 17,10 kDa. Sediaan crude

supernatan terdapat 3 pita yaitu 94,39; 55,80 dan 17,10 kDa. Sediaan broth

terdapat 7 pita yaitu 136,36; 119,57; 87,23; 55,80; 25,36; 19,00; dan 14,61 kDa.

Page 131: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

103

Pita protein untuk sediaan sel utuh S. agalactiae terdapat 10 pita yaitu 111,86;

83,42; 79,09; 58,98; 54,45; 43,99; 23,20; 18,74; 17,77; dan 15,97 kDa. Sediaan

ECP terdapat 2 pita yaitu 83,42 dan 21,99 kDa. Sediaan crude supernatan

terdapat 3 pita yaitu 83,42; 58,98; dan 21,99 kDa. Sediaan broth terdapat 4 pita

yaitu 111,86; 79,09; 23,20; dan 18,74 kDa. Hasil dari karakterisasi protein A.

hydrophila menggunakan SDS-PAGE menunjukkan bahwa jumlah pita protein

terbanyak berturut-turut terdapat pada sel utuh, broth, crude supernatan, dan ECP.

Hematologi dan respons imun dari dua kelompok perlakuan vaksin

monovalen dan bivalen memiliki kadar hemoglobin yang berkisar antara 7-11 g

dengan rata-rata peningkatan (P<0,05) kadar hemoglobin terjadi pada hari ke-3

sampai hari ke-6 setelah vaksinasi. Nilai hematokrit tertinggi pada level 37

perlakuan vaksin monovalen S. agalactiae, sedangkan hematokrit terendah pada

perlakuan vaksin bivalen broth di level 17. Perlakuan vaksin monovalen A.

hydrophila, bivalen sel utuh dan bivalen sel utuh+ECP memiliki kemampuan

fagositosis lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan vaksin lain dan kontrol

(P<0,05). Aktifitas fagositosis dapat terjadi apabila ada reaktif oksigen yang

bekerja sendiri maupun bersama-sama dengan enzim lisosim dalam membunuh

bakteri sebagai sel asing. Hasil analisis persen fagositosis dan indek fagosit dari

perlakuan vaksin monovalen dan bivalen menunjukkan hasil yang lebih tinggi

dibanding dengan kontrol, mengindikasikan bahwa pemberian vaksin dapat

meningkatkan kemampuan bakterisidal serum ikan terhadap invasi antigen.

Nilai NBT pada awal perlakuan berkisar antara 0,261-0,315, peningkatan

produksi oksigen radikal terjadi rata-rata pada pengamatan hari ke-6, ke-9, dan ke-

12 setelah vaksinasi. Neutrofil dan sel fagositik yang teraktifasi dapat

menghasilkan absorbans 20-30% lebih tinggi, yang menunjukkan produksi

oksigen radikal yang lebih tinggi untuk pertahanan terhadap penyakit. Sediaan

vaksin bivalen merupakan formula vaksin yang menggunakan bakterin dari

bakteri Gram yang berbeda A. hydrophila (Gram negatif) dan S. agalactiae

(Gram positif) dari sel dan hasil metabolitnya tidak menimbulkan pengaruh

imunosupresi yang biasanya ditandai dengan penurunan nilai NBT (penurunan

aktifitas respiratory burst).

Page 132: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

104

Perlakuan injeksi vaksin monovalen atau bivalen diharapkan dapat

memicu sistem imun untuk bersinergi dalam meningkatkan aktifitas lisosim, dan

titer antibodi terhadap antigen spesifik. Aktifitas lisosim dideteksi dari serum ikan

dengan perlakuan vaksin monovalen, bivalen, dan tanpa vaksin. Aktifitas lisosim

sebelum perlakuan berkisar antara 3-5 mm. Kemampuan aktifitas lisosim

meningkat pada hari ke-3 sampai hari ke-6 setelah pemberian vaksin, dan

mengalami fluktuasi sesudahnya. Hasil analisis perlakuan vaksin bivalen sel utuh,

bivalen sel utuh+ECP dan monovalen A. hydrophila berbeda nyata dibandingkan

dengan perlakuan vaksin monovalen dan bivalen lainnya dan berbeda nyata juga

dengan perlakuan kontrol (P<0,05).

Kemampuan konsumsi komplemen dalam melisis RaRBC oleh serum dari

ikan yang divaksin monovalen A. hydrophila, S. agalactiae dan bivalen sel utuh

lebih tinggi (pengenceran ke-2 dan ke-3) dibandingkan dengan serum dari

perlakuan vaksin bivalen ECP, crude supernatan, broth, maupun kontrol, baik

pada minggu ke-1, minggu ke-2, maupun minggu ke-3 (pengenceran ke-4).

Kemampuan komplemen dalam melisis RaRBC meningkat pada minggu ke-2 dan

ke-3 dengan rata-rata hemolisis 60-80% pada pengenceran ke-1, menunjukkan

bahwa kemampuan komplemen akan meningkat pada hari ke-14 pascavaksinasi.

Titer antibodi ikan Nila dengan perlakuan vaksin monovalen maupun

bivalen menunjukkan perbedaan yang nyata dibanding dengan kontrol (P<0,05).

Perlakuan vaksin bivalen sediaan sel utuh serta gabungan sel utuh+ECP memiliki

titer antibodi yang lebih tinggi, baik pada uji tantang dengan bakteri tunggal

maupun bakteri gabungan (ko-infeksi) pada nilai 6 (log 2), dan 5 (log 2)

dibanding dengan bivalen (ECP, crude supernatan, dan broth).

Kelompok perlakuan vaksin monovalen dan bivalen yang diuji tantang

dengan bakteri tunggal A. hydrophila, bakteri tunggal S. agalactiae, dan ko-

infeksi A. hydrophila+S. agalactiae menunjukkan bahwa perlakuan sediaan

vaksin monovalen S. agalactiae dan A. hydrophila, bivalen sediaan sel utuh, sel

utuh+ECP dan broth sama-sama memberikan respons imun non spesifik terbaik.

Kelompok perlakuan vaksin bivalen maupun monovalen dapat meningkatkan

respons imun non spesifik dengan nilai rata-rata kenaikan yang hampir sama,

Page 133: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

105

namun berbeda nyata dalam kemampuannya meningkatkan respons imun spesifik

(P<0,05). Nilai titer antibodi yang merupakan parameter uji respons imun spesifik

menunjukkan bahwa sediaan vaksin ini terutama untuk monovalen A. hydrophila

dan monovalen S. agalactiae hanya mampu bereaksi terhadap bakteri homolog.

Rata-rata kematian harian ikan Nila yang divaksin dengan vaksin

monovalen A. hydrophila dan diuji tantang dengan bakteri A.hydrophila tingkat

kematiannya rendah (10%), sedangkan yang diuji tantang dengan S. agalactiae

dan ko-infeksi tingkat kematiannya tinggi (80% dan 90%). Kematian harian

perlakuan monovalen A. hydrophila yang diuji tantang dengan bakteri A.

hydrophila berbeda nyata dengan kontrol (P<0,05). Kematian rata-rata tertinggi

kelompok ikan yang divaksin monovalen S. agalactiae terjadi pada 4-7 hari

pascauji tantang dengan bakteri A. hydrophila, S. agalactiae dan ko-infeksi. Rata-

rata kematian ikan terjadi pada 4-8 hari pascauji tantang, dengan tingkat kematian

20% untuk kelompok ikan yang diuji tantang dengan bakteri S. agalactiae,

kematian 60% untuk kelompok ikan yang diuji tantang dengan bakteri A.

hydrophila, dan kematian 80% untuk kelompok ikan yang diuji tantang dengan

ko-infeksi. Perlakuan vaksin monovalen A. hydrophila maupun monovalen S.

agalactiae terbukti hanya dapat memproteksi ikan dari uji tantang terhadap

bakteri yang sama, tidak ada proteksi silang untuk bakteri lainnya, hal ini terlihat

dari kematian ikan yang tinggi setelah uji tantang dengan bakteri berbeda.

Kematian ikan yang divaksin bivalen dengan sediaan sel utuh, ECP,

gabungan sel utuh+ECP, crude supernatan, maupun broth, relatif lebih tahan

terhadap uji tantang dengan bakteri tunggal maupun ko-infeksi. Kematian harian

perlakuan vaksin bivalen berbeda nyata dengan kontrol (P<0,05). Jika

dibandingkan antar perlakuan vaksin bivalen maka perlakuan vaksin bivalen

sediaan sel utuh dengan gabungan sel utuh+ECP tidak berbeda nyata (P>0,05)

namun berbeda nyata dengan perlakuan vaksin bivalen sediaan ECP, crude

supernatan, dan broth (P<0,05). Kematian rata-rata tertinggi terjadi pada 4-8 hari

pascauji tantang dengan bakteri A. hydrophila, S. agalactiae dan ko-infeksi.

Busch (1997) menjelaskan bahwa ada proteksi silang antar antigen

(keberadaan satu antigen dapat memberikan proteksi terhadap antigen yang

Page 134: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

106

berbeda, bahkan terhadap antigen yang tidak memiliki keterkaitan), kompetisi

antigenik (keberadaan satu antigen mempengaruhi atau menekan aktifitas antigen

lain), dan terjadi imunodominansi antar antigen (setiap sub unit antigen

determinan terlibat dalam proses pengikatan atau reaksi dengan antibodi) semua

faktor tersebut dapat mempengaruhi spesifitas, aviditas, dan tingkat produksi

antibodi spesifik (Abs).

Hasil analisis beberapa parameter hematologi pada ikan Nila setelah

vaksinasi dan uji tantang dengan bakteri tunggal maupun ko-infeksi menunjukkan

adanya perubahan dalam kadar hematokrit, hemoglobin, indeks fagositik,

persentase fagosit, titer antibodi, nilai NBT (aktifitas respiratory burst), aktifitas

lisosim dan konsumsi komplemen. Rata-rata perlakuan vaksin monovalen dan

bivalen berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol dalam respons imun

spesifik maupun non spesifik.

Nilai RPS tertinggi (100) didapat dari perlakuan vaksin bivalen sel utuh

serta gabungan bivalen sel utuh+ECP yang diuji tantang oleh bakteri tunggal A.

hydrophila. Nilai RPS terkecil (2,7) didapat dari perlakuan vaksin bivalen crude

supernatan yang diuji dengan bakteri ko-infeksi. Nilai RPS pada perlakuan uji

tantang dengan bakteri ko-infeksi secara keseluruhan menunjukkan bahwa sediaan

vaksin bivalen sel utuh serta gabungan bivalen sel utuh+ECP memiliki nilai RPS

yang sama (56,7).

Page 135: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

107

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae dapat tumbuh bersinergi pada media

inokulasi buatan. Waktu pematangan mencapai tahap eksponensial

pertumbuhan dalam media cair maupun media padat untuk bakteri A.

hydrophila adalah 24 jam, sedangkan bakteri S. agalactiae adalah 72 jam.

2. Pola kematian yang terjadi menunjukkan bahwa infeksi MAS bersifat akut

dan kronis, sedangkan infeksi Streptococcosis bersifat sub-akut. Ko-infeksi

buatan dari gabungan bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae menyebabkan

kematian ikan Nila sebesar 33-50 % dalam waktu 2-12 hari pascainfeksi.

3. Proteksi perlakuan vaksin bivalen sel utuh+ECP memberikan respons imun

spesifik maupun non spesifik terbaik jika dibandingkan dengan monovalen A.

hydrophila maupun monovalen S. agalactiae. Vaksin bivalen ini lebih

mampu memproteksi ikan terhadap infeksi tunggal A. hydrophila (RPS

100%), infeksi tunggal S. agalactiae (RPS 86,2%), dan ko-infeksi (RPS

56,7%) daripada vaksin monovalen.

Saran

Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae memiliki perbedaan karakter

patogenesis dan imunokompetensi pada ikan Nila. Perbedaan karakter dari kedua

jenis bakteri ini diharapkan menjadi pertimbangan awal dalam langkah

pencegahan maupun pengobatan yang akan dilakukan, sehingga strategi

penanggulangan penyakit ini dapat optimal dilakukan dan tepat guna.

1. Ikan Nila sangat rentan terhadap infeksi tunggal maupun ko-infeksi dari

bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae, melihat tingkat patogenesis infeksi A.

hydrophila dan S. agalactiae yang berisfat akut dan kronis diperlukan

kewaspadaan dalam kegiatan budidaya agar tidak terjadi wabah penyakit

MAS dan Streptococcosis.

2. Komposisi sediaan vaksin bivalen yang telah diteliti sebenarnya memiliki

kemampuan dalam meningkatkan respons imun, namun perlu dilakukan

Page 136: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

108

penelitian lebih lanjut dalam penyusunan komposisi berbeda dari sediaan

vaksin bivalen, sehingga level proteksi yang dihasilkan terhadap infeksi

tunggal maupun ko-infeksi dari kedua jenis bakteri dapat meningkat.

Page 137: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

109

DAFTAR PUSTAKA

Aly TM. 1981. Studies on the Effect of Different Adjuvant on the Efficiency of

FMD Vaccine in Farm Animal. Ph. D. faculty of Vet. Med. Zagazig

University - Egypt.

Anbarasu K, Thangakrishnan K, Arun BV, Chandran MR. 1998. Assessment of

immune responsse in freshwater Catfish (Mystus vittatus Bloch) to

different bacterins of Aeromonas hydrophila. Indian Journal of

Experimental Biology 36: 990 – 995.

Anderson DP. 2004. Immunostimulants, vaccines, and environmental stressors in

aquaculture: NBT assays to show neutrophil activity by these

immunomodulators. Di dalam: Suarez C et al., editor. Avances en

nutricion acuicola VII. Memorias del Simposium Internacional de

Nutricion Acuicola. 16-19 Nov 2004, Sonora Mexico.

Anderson DP, Capstiek PB, Mowat GN. 1970. In vitro method for safety of

FMD. J. hyg. Gamd. 68: 159-172.

Anderson DP, Siwicki AK. 1995. Basic hematology and serology for fish health

programs. Di dalam: Shariff M, Arthur JR, Subasinghe RP, editor. Fish

Health Section. Asia Fisheries Society (eds), Disease in Asian Aquaculture

II. Manila, Philippines. hlm 185-202.

Angka SL. 1997. Antibiotic sensitivity and pathogenicity of Aeromonas and

Vibrio isolates in Indonesia. Di dalam: Flegel TW, MacRae IH, editor.

Fish health section. Asian Fisheries Society (eds). Disease in Asian

Aquaculture III. Manila, Philippines.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1990. Official Methods of

Analysis. 15th

Ed Association of Official Analytical Chemists Inc. Virgnia,

USA.

Baba T, Imamura J, Izawa K, Ikeda K. 1988. Immune protection in carp, Cyprinus

carpio L., after immunization with Aeromonas hydrophila crude

lipopolysaccharide. Journal of Fish Diseases 11: 237-244.

Berg A, Rodseth OM, Tangeras A, Hansen T. 2006. Time of vaccination

influences development of adhesions, growth and spinal deformities in

Atlantic salmon, Salmo salar. Diseases of Aquatic Organisms 69: 239-48.

Blaxhall PC, Daisley KW. 1973. Routine haematological methods for use with

fish blood. Journal Fish Biology 5: 577-581.

Page 138: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

110

Bollag DM, Edelstein SJ. 1991. Protein Methods. Department of Biochemistry

University of Geneva - Switzerland: Wiley-Liss.

Burke V, Robinson J, Atkinson HM, Gracey M. 1981. Biochemical characteristics

of enterotoxogenic Aeromonas sp. J. Clin. Microbiol. 15: 48-52.

Busch RA. 1997. Polyvalent vaccines in fish: the interactive effects of multiple

antigens. Di dalam: Gudding R, Lillehaug PJ, Midtlyng PJ, Brown F,

editor. Fish Vaccinology. Developments in Biological Standardization,

Karger 90: 245-56.

Caruso D, Schlumberge O, Dahm C, Proteau JP. 2002. Plasma lysozyme levels in

sheatfish Silurus glanis L. subjected to stress and experimental infection

with Edwardsiella tarda. Aquaculture Research 33: 999-1008.

Cipriano RC. 2001. Aeromonas hydrophila and Motile Aeromonad Septicemias of

fish. Fish Disease Leaflet 68. Fish and Wildlife Service Division of

Fishery Research Washington DC.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY. 2010. Laporan kegiatan

laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan tahun 2010. BPTKP DIY. 29

hlm.

Dorson M. 1981. Role and characterization of fish antibody. Develop. Boil.

Standard 49: 307-319.

Ellis AE. 1981. Stress and the modulation of defence mechanisms in fish. Di

dalam: Pickering AD, editor. Stress and fish. Academic Press, London,

hlm 147-169.

Ellis AE. 1988. General principles of fish vaccination. Di dalam: Ellis AE, editor.

Fish vaccination. Academic Press, London, hlm 1- 19.

Ellis AE. 1989. The immunology of teleost. Di dalam: Robert RJ, editor. Fish

Pathology. Bailiere Tindal, London, hlm 135-152.

Ellis AE. 2001. Innate host defense mechanisms of fish against viruses and

bacteria. Developmental and Comparative Immunology 25: 827-39.

Evans JJ et al. 2002. Characterization of beta-haemolytic Group B Streptococcus

agalactiae in cultured seabream, Sparus auratus (L.) and wild mullet, Liza

klunzingeri (Day), in Kuwait. Journal of Fish Diseases 25:505-513.

Evans JJ, Arias CR. 2009. Use of modified live vaccine in aquaculture. Journal of

The World Aquaculture Society 40(5): 573-585.

Page 139: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

111

Evans JJ, Klesius PH, Shoemaker CA. 2004. Eficacy of Streptococcus agalactiae

(group B) vaccine in Tilapia (Oreochromus niloticus) by intraperitoneal

and bath immersion administration.Vaccine 22: 3769-3773.

Evans JJ, Klesius PH, Pasnik DJ, Shoemaker CA. 2007. Influence of natural

Trichodina sp. parasitism on experimental Streptococcus iniae or

Streptococcus agalactiae infection and survival of young channel catfish

Ictalurus punctatus (Rafinesque). Short Communication. Aquaculture

Research 38: 664-667.

Evans JJ, Pasnik DJ, Klesius PH. 2010. A commercial rapid optical immunoassay

detects Streptococcus agalactiae from aquatic cultures and clinical

specimens. Veterinary Microbiology 144: 422–428.

Gassent MDE, Fouz B, Amaro C. 2004. Efficacy of bivalent vaccine against eel

diseases caused by Vibrio vulnificus after its administration by four

different routes. Fish and Shellfish Immunology 16: 93 – 105.

Giordano LGP, Muller EE, Klesius P, Silva VGD. 2010. Efficacy of an

experimentally inactivated Streptococcus agalactiae vaccine in Nile tilapia

(Oreochromis niloticus) reared in Brazil. Aquaculture Research 41: 1539-

1544.

Gudding R, Lillehaug A, Evensen O. 1999. Recent development in fish

vaccinology. Veterinary Immunology and Immunopathology 72: 203-212.

Hardi EH. 2011. Kandidat vaksin potensial Streptococcus agalactiae untuk

pencegahan penyakit Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis

niloticus) [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor.

Hardi EH, Sukenda, Harris E, Lusiastuti AM. 2010. Efikasi sel utuh dan produk

ekstraselular bakteri Streptococcus agalactiae tipe b-haemolitik dan non-

haemolitik sebagai vaksin untuk pencegahan Streptococcosis pada ikan

Tilapia (Oreochromis niloticus). Bogor: Simposium Nasional

Bioteknologi Akuakultur III.

Harikrishnan R, Balasundaram C, Heo MS. 2010. Lactobacillus sakei BK19

enriched diet enhances the immunity status and disease resistance to

Streptococcosis infection in kelp grouper, Epinephelus bruneus. Fish and

Shellfish Immunology 29: 1037-1043.

Hernandez E, Figueroa J, Iregui C. 2009. Streptococcosis on a red Tilapia,

Oreochromis sp., farm: a case study. Journal of Fish Diseases 32: 247–

252.

Page 140: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

112

Hoel K, Salonius K, Lillehaug A. 1997. Vibrio antigens of polyvalent vaccine

enhance the humoral immune responsse to Aeromonas salmonicida

antigens in Atlantic salmon (Salmo salar L.). Fish and Shellfish

Immunology 7: 71 – 80.

Holland MCH, Lambris JD. 2002. The complement system in teleosts. Fish and

Shellfish Immunology 12: 399-420.

Ibrahem M, Mostafa M, Arab RMH, Rezk MA. 2008. Prevalence of Aeromonas

hydrophila infection in wild cultured Tilapia Nilotica (O. niloticus) in

Egypt. 8th

International Symposium on Tilapia in Aquaculture 2008. hlm

1257-1271.

Ismail NDA, Atta NS, Aziz AE. 2010. Oral Vaccination of Nile Tilapia

(Orechromis niloticus) Against Motile Aeromonas Septicaemia. Nature

and Science 2010. 6 hlm.

Iwama G, Nakanishi T. 1996. The Fish Immune System. Organism, Pathogen, and

Environment. Academic Press. USA. 380 hlm.

Jung SH, Kim JW, Jeon IG, Lee YH. 2001. Formaldehyde residues in formalin-

treated olive flounder Paralichthys olifaceus, black rockfish Sebastes

schlegeli, and seawater. Aquaculture 194: 253–262.

Klesius PH, Shoemaker CA, Evans JJ. 1999. Efficacy of an inactivated

Streptococcus iniae vaccine in Tilapia (Oreochromis niloticus). Eur.

Assoc. Fish Pathol. 19(1): 1-3.

Klesius PH, Evans JJ, Shoemaker CA. 2007. The makrofag chemotactic activity

of Streptococcus agalactiae and Streptococcus iniae extracellular products

(ECP). Fish and Shellfish Immunology 22: 443-450.

Klesius PH et al. 2006. Rapid detection and identification of Streptococcus iniae

using a monoclonal antibody-based indirect fluorescent antibody

technique. Aquaculture 258: 180– 186.

Kohler W. 2007. The present state of species within the genera Streptococcus and

Enterococcus. International Journal of Medical Microbiology 297: 133–

150.

Li A et al. 2006. Optimization by orthogonal array design and humoral immunity

of bivalent vaccine against Aeromonas hydrophila and Vibrio fluvialis

infection in crucian carp (Carassius auratus L.). Aquaculture Research 37:

813 – 820.

Page 141: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

113

Lie O, Evenes O, Sorensen A, and Froysadal E. 1989. Study on lysozyme activity

in some fish species. Dis. Aquat. Org. 6: 1-5.

Lin HT, Lin HY, Yang HL. 2005. Histology and histochemical enzyme-staining

patterns of major immune organs in Epinephelus malabaricus. Journal of

Fish Biology 66: 729–740.

Lusiastuti AM, Taukhid, Kusrini E, Hadie W. 2009. Sequens analysis of S.

agalactiae : A pathogen causing Streptococcosis in Tilapia (Oreochromis

niloticus). Indonesia Aquaculture Journal 4(2): 87-92.

Lusiastuti AM, Purwaningsih U, Hadie W. 2010. Vaksin Streptococcus

agalactiae: I. Kajian Inaktifasi Sel Utuh (Whole cell) Melalui Formalin

(Formalinkilled) Untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis pada Ikan

Tilapia, Oreochromis niloticus. Lampung: Forum Inovasi Teknologi

Akuakultur 2010.

Lusiastuti AM, Supriyadi H, Purwaningsih U, Wadjdy EF. 2008. Studi Patologi

Anatomi Penyakit Streptococcosis pada Ikan Tilapia dan Gurame.

Yogyakarta: Seminar Nasional Tahun V Hasil Penelitian Perikanan dan

Kelautan Jurusan Perikanan dan Kelautan UGM. Yogyakarta, 11 Jun

2008.

Mian GF et al. 2009. Aspects of the natural history and virulence of S. agalactiae

infection in Nile Tilapia. Short communication. Veterinary Microbiology

136: 180–183.

Musa N et al. 2009. Streptococcosis in red hybrid Tilapia (Oreochromis niloticus)

commercial farms in Malaysia. Short Communication. Aquaculture

Research 40: 630-632.

Ni XD, Wang N, Liu YJ, Lu CP. 2010. Immunoproteomics of extracellular

proteins of the Aeromonas hydrophila Chinavaccine strain J-1 reveal a

highly immunoreactive outermembrane protein. FEMS Immunol. Med.

Microbiol. 58: 363–373.

Nikoskelainen S et al. 2007. Multiple whole bacterial antigens in polyvalent

vaccine may result in inhibition of specific responsses in rainbow trout

(Oncorhynchus mykiss). Fish and Shellfish Immunology 22: 206-217.

Olivares-Fuster O, Klesius PH, Evans J, Arias CR. 2008. Molecular typing of

Streptococcus agalactiae isolates from fish. Journal of Fish Diseases 31:

277-283.

Osman KM, Mohamed LA, Rahman EHA, Soliman WS. 2009. Trials for

Vaccination of Tilapia Fish Against Aeromonas and Pseudomonas

Page 142: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

114

Infections Using Monovalen, Bivalent and Polyvalent Vaccines. World

Journal of Fish and Marine Sciences 1 4: 297-304.

Pan HC. 1999. Ultrastructure of peripheral blood cells of Rana rugulosa. Chinesse

J. Anat. 18:71-74.

Pasnik DJ, Evans JJ, Klesius PH. 2006. Passive immunization of Nile Tilapia

(Oreochromis niloticus) provides significant protection against

Streptococcus agalactiae. Fish and Shellfish Immunology 21: 365-371.

Pasnik DJ et al. 2005. Antigenicity of Streptococcus agalactiae extracellular

products and vaccine efficacy. Journal of Fish Diseases 28: 205–212.

Pelanne LMH. 2002. Use of the Immune System to Investigate the Toxicity

Induced by Environmental Pollutants in Fish, Amphibian, and Mammalian

Species. Virginia Polytechnic Institute and State University.

Pilstrom L, Bengten E. 1996. Immunoglobulin in fish: genes, expression and

structure. Fish and Shellfish Immunology 6: 243-62.

Press CM, Evensen O. 1999. The morphology of the immune system in teleost

fishes. Fish and Shellfish Immunology 9: 309-18.

Pretto-Giordano LG, Muller EE, Klesius PH, da Silva VG. 2010. Efficacy of an

experimentally inactivated Streptococcus agalactiae vaccine in Nile

Tilapia (Oreochromis niloticus) reared in Brazil. Aquaculture Research

41: 1539-1544.

Rattanachaikunsopon P, Phumkhachorn P. 2009. Prophylactic effect of

Andrographis paniculata extracts against Streptococcus agalactiae

infection in Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Journal of Bioscience

and Bioengineering 107(5): 579–582.

Rodrigues AP, Hirsch D, Figueiredo HCP, Logato PVR, Moraes AM. 2006.

Production and characterization of alginate microparticles incorporating

Aeromonas hydrophila design for fish oral vaccination. Process

Biochemistry 41: 638 – 643.

Romalde JL, Toranzo AE. 2002. Molecular approaches for the study and

diagnosis of salmonid Streptococcosis. Di dalam: Cunningham CC, editor.

Molecular Diagnosis of Salmonid Diseases. Kluwer Academic Publishers,

Dordrecht, The Netherlands, hlm 211–233.

Sakai M, Soliman MK, Yoshida T, Kobayashi M. 1993. Identification of

pathogenic fish bacteria using APIZYM system. Cand. J. Fish Sci. 50:

1137-1141.

Page 143: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

115

Samen U, Gottschalk B, Eikmanns BJ, Reinscheid DJ. 2004. Relevance of Peptide

Uptake Systems to the Physiology and Virulence of Streptococcus

agalactiae. J. Bacteriol. March. 186(5): 1398-1408.

Sato Y, Kimura M, Fukumi H. 1984. Development of a pertussis component

vaccine in Japan. Lanceti hlm 122-126.

Seder RA, Hill AVS. 2000. Vaccines against intracellular infection requiring

cellular immunity. Nature 406: 793-797.

Sherif MS, Feky AMI. 2009. Performance of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus)

Fingerlings. I. Effect of pH. International Journal of Agriculture and

Biology hlm 1560–8530.

Shieh HS. 1987. Protection of Atlantic salmon against motile aeromonad

septicaemia with Aeromonas hydrophila protease. Microbios Letters 36:

133 - 138.

Shoemaker CA, Klesius PH. 1997. Protective immunity against enteric septicemia

in channel catfish, Ictalurus punctatus (Rafinesque), following controlled

exposure to Edwardsiella ictaluri. Journal of Fish Disease 20: 101-108.

Shoemaker CA, LaFrentz BR, Klesius PH, Evans JJ. 2010. Protection against

heterologous Streptococcus iniae isolates using a modified bacterin

vaccine in Nile tilapia, Oreochromis niloticus (L.). Journal of Fish

Diseases 33: 537–544.

Shome R, Shome BR. 1999. Antibiotic resistance pattern of fish bacteria from

freshwater and marine source in Andamans. Indian J. Fish 46(1): 49-58.

Shotts EB, Rimler RB. 1973. Medium for isolation of Aeromonas hydrophila.

Applied Microbiology 26(2): 550-553.

Silva BC et al. 2009. Hematological and immunological responsses of Nile

Tilapia after polyvalent vaccine administration by different routes1. Pesq.

Vet. Bras. 29(11): 874-880.

Skinner LA. 2009. The Physiological and Immunological effects of vaccination

on fish health, welfare, and performance. The University of British

Columbia. 139 hlm.

Skinner LA, Schulte PM, Balfry SK, McKinley RS, LaPatra SE. 2010. The

association between metabolic rate, immune parameters, and growth

performance of rainbow trout, Oncorhynchus mykiss (Walbaum),

following the injection of DNA vaccine alone and concurrently with a

Page 144: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

116

polyvalent, oil-adjuvanted vaccine. Fish & Shellfish Immunology 28: 387

– 393.

Smith H. 1977. Microbial surfaces in relation to pathogenicity. Bacteriol. Rev. 41:

475.

Stuart M. 1999. Immunology Spring 1999. Department of Mycrobiology/

Immunology. Kirkville College of Osteopathic Medicine.

http://www.kcom.cdu/faculty/chamberlain/msimn [2 Feb 2012].

Suanyuk N et al. 2008. Occurrence of rare genotypes of Streptococcus agalactiae

in cultured red Tilapia Oreochromis sp. and Nile Tilapia O. niloticus in

Thailand-Relationship to human isolates. Aquaculture 284: 35–40.

Sugiani D, Komarudin O, Wadjdi EF, Mikadarullah, Wibawa BM. 2010.

Efektifitas aplikasi rendaman ulang sediaan produk vaksin Hydrovac.

Cibinong: Seminar Nasional Ikan VI & Kongres Masyarakat Ikhtiologi

Indonesia III. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, 08-

09 Jun 2010.

Sugiani D, Lusiastuti AM. 2011. Kerentanan Ikan Tilapia (Oreochromis niloticus)

terhadap serangan ko-infeksi Streptococcosis dan MAS. Yogyakarta:

Seminar Nasional Tahun VIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

Jurusan Perikanan dan Kelautan UGM. Yogyakarta, 16 Jul 2011.

Sun Y, Hua Y, Liua C, Li S. 2010. Construction and analysis of an experimental

Streptococcus iniae DNA vaccine. Vaccine 28: 3905–3912.

Swain P, Behura A, Dash S, Nayak SK. 2007. Serum antibody responsse of Indian

major carp, Labeo rohita to three species of pathogenic bacteria;

Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda and Pseudomonas fluorescens.

Veterinary Immunology and Immunopathology 117: 137–141.

Takashima F, Hibiya T. 1995. An atlas of fish histology: Normal and Pathological

Features. Kodansha Ltd. Tokyo. 195 hlm.

Taukhid, Purwaningsih U. 2011. Penapisan isolat bakteri Streptococcus spp.

sebagai kandidat antigen dalam pembuatan vaksin, serta efikasinya untuk

pencegahan penyakit Streptococcosis pada ikan Tilapia, Oreochromis

niloticus. Jurnal Riset Akuakultur 6(1): 103-117.

Thomas PC, Divya PR, Chandrika V, Paulton MP. 2009. Genetic Characterization

of Aeromonas hydrophila using Protein Profiling and RAPD PCR. Asian

Fisheries Science 22: 763-771.

Page 145: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

117

Thune RL, Plumb JA. 1982. Effect of delivery method and antigen preparation on

the production of antibodies against Aeromonas hydrophila in channel

catfish. Progressive Fish-Culturist 44: 53 - 54.

Tommaso AD et al. 1994. Formaldehyde treatment of proteins can constrain

presentation to T cells by limiting antigen processing. Infection and

Immunity 62(5): 1830-1834.

Toranzo AE, Magarinos B, Romalde JL. 2005. A review of the main bacterial

fish diseases in mariculture systems. Aquaculture 246: 37– 61.

Toranzo AE, Romalde JL, Magarinos B, Barja JL. 2009. Present and future of

aquaculture vaccines against fish bacterial diseases. The use of veterinary

drugs and vaccines in Mediterranean aquaculture. Options

Mediterraneennes A 86: 155 – 176.

Toranzo AE, Santos TB, Nieto, Barja JL. 1986. Evaluation of different assay

systems of environmental Aeromonas strains. Appl. Environ.

Microbiology 51: 652-656.

Vivas J, Razquin B, Lopez-Fierro P, Villena AJ. 2005. Modulation of the

immune responsse to an Aeromonas hydrophila aroA live vaccine in

rainbow trout: effect of culture media on the humoral immune responsse

and complement consumption. Fish and Shellfish Immunology 18: 223-

233.

Wedemeyer GA, Barton BA, Mcleay DJ. 1990. Stress and acclimation. Di dalam:

Schreck CB, Moyle PB, editor. Methods for fish biology. Bethseda, USA.

American Fisheries Society. hlm 451-89.

Wedenmeyer GA, Yasutake WT. 1977. Clinical methods for the assessment of the

effect on environmental stress on fish health. Technical Papers of the U.S.

Fish and Wildlife Service. US depert. of the Interior. Fish and Wildlife

Service 89:1-17.

Yano T. 1996. The non-specific immune system: humoral defense. Di dalam:

Iwama G, Nakanishi T, editor. The fish immune system: organism,

pathogen and environment. San Diego, USA. Academic Press. hlm 106-

59.

Zhang J, Zou W, Yan Q. 2008. Non-Specific immune responsse of Bullfrog Rana

catesbeiana to intraperitoneal injection of bacterium Aeromonas

hydrophila. Chinesse Journal of Oceanology and Limnology 26(3): 248-

255.

Page 146: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

118

Zhang Z et al. 2012. Study on the immune enhancement of different

immunoadjuvants used in the pentavalent vaccine for turbots. Fish and

Shellfish Immunology 32: 391-395.

Zilberg D et al. 2010. Dried leaves of Rosmarinus officinalis as a treatment for

Streptococcosis in Tilapia. Journal of Fish Diseases 33: 361–369.

Page 147: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

119

LAMPIRAN 1 Karakteristik Morfologi, Fisik dan Biokimia Bakteri

Tabel 1. Karakter bakteri Aeromonas hydrophila

Pengujian Hasil isolat

AHL0905-2 api

®20 NE

Pewarnaan Gram Gram -

Bentuk Batang pendek

Motilitas motil

Oksidatif-fermentatif Oksidatif 99 (Oksidatif)

Katalase +

Bile salt 40% +

Pertumbuhan NaCl 6,5% +

Haemolisis α

Cytochrome axidase +

R-S Medium Koloni kuning

Uji API 20 NE :

Potassium nitrate + 99

Indole/ L-tryptophane + 89

GLUcose + 99

L-Arginine + 78

UREase - 1

β-Glucosidase/ESCuline + 89

GELatin + 97

β-Galactosidase + 98

D-Glucose + 99

L-Arabinose + 80

D-Mannose - 78

D-Mannitol + 99

N-Acetyl-glucosamine + 99

D-Maltose + 99

Potassium gluconate + 95

CAPric acid - 84

ADIpic acid - 1

Malate + 99

Trisodium citrate - 37

Phenylacetic acid - 1

Page 148: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

120

Tabel 2. Karakter bakteri Streptococcus agalactiae

Pengujian Hasil isolat

N14G api

®20 Strep

Pewarnaan Gram Gram +

Bentuk bulat/kokus

Motilitas Non motil

Oksidatif-fermentatif Fermentatif

Katalase -

Bile salt 40% +

Pertumbuhan NaCl 6,5% -

Haemolisis non

Uji API Strep 20 : -

Produksi acetoin (VP) + 100

Hidrolisis HIPuric acid + 99

ESCullin - 1

PYRolidonylarylamidase - 1

α - Galactosidase - 4

β - Glucuronidase - 79

β – Galactopyranosidase - 1

Alkaline phosphatse + 96

Leucine aminopeptidase + 99

Arginin dehydrolase + 99

Ribose + 98

Arabinose - 0

Mannitol - 1

Sorbitol - 1

Lactose - 50

Trehalose + 87

Inulin - 0

Raffinose - 1

Amidon/Strach - 35

Glycogen - 4

Page 149: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

121

LAMPIRAN 2 Pengujian Kadar Formalin dengan Metode AOAC (1990)

Pengujian ini menggunakan beberapa tahapan proses penetapan seperti pembuatan

larutan baku formalin, penetapan formalin dan penghitungan kadar formalin.

a. Pembuatan larutan baku formalin 100 g/mL

1. Larutan formaldehyde 37% bj 1,08 kg/L dipipet 5 ml dan dilarutkan

dengan akuades dalam labu takar 100 ml (larutan a)

2. Larutan a dipipet 5 mL dan diencerkan kembali dengan akuades dalam

labu takar 100 mL (larutan b)

3. Larutan b sebanyak 25 mL diencerkan kembali dengan akuades dalam

labu takar 100 mL (larutan c). Larutan ini mengandung 100 g/mL

(ppm)

4. Pereaksi nash : dilarutkan 150 g amonium asetat, 3 mL asam asetat dan

2 mL asetilaseton dalam akuades, ditepatkan sampai volume 1 liter

b. Penetapan formalin

1. Contoh ditimbang dengan teliti 10 g, dimasukkan kedalam erlenmeyer

dan ditambah akuades, kemudian disuling

2. Hasil sulingan ditampung dalam labu takar 100 mL dan diencerkan

dengan akuades sampai garis penanda

3. Hasil sulingan dipipet 1 mL, dimasukkan kedalam tabung reaksi dan

ditambahkan 1 mL akuades dan 2 ml pereaksi nash dan dipanaskan

pada penangas air suhu 37 oC untuk membentuk warna

4. OD ditentukan dengan spektrofotometer pada 415 nm. Dilakukan

pengerjaan pada no 3 dan pembacaan yang sama untuk larutan standar

4, 8, 12, 16, dan 20 ppm dan akuades sebagai blanko

Page 150: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

122

LAMPIRAN 3 Tahapan Pewarnaan Silver Hasil SDS-PAGE

Larutan fiksasi 250 mL : metanol 125 mL+asam asetik 25

mL+formalin 0,125 mL+99,85 mL

H2O

Larutan pencuci 250 mL : etanol 87,5 mL+162,5 mL H2O

Enhancer/sensitisasi 250 mL : Na2S2O3 0,05 g+H2O 250 mL

Staining 50 mL (fresh) : AgNO3 0,1 g+formalin 38 L+

H2O 49-50 mL

Developer 50 mL (fresh) : Na2CO3 3 g+formalin 25 L+H2O

50 mL

Stopper 250 mL : metanol 125 mL+asam asetet 25

mL+H2O 100 mL

Silver staining (Metoda Vorum)

Larutan fiksasi, 2 jam agitasi perlahan-lahan

Etanol 35%, 20 menit (3x)

Enhancer/sensitisasi, 2 menit

ddH2O, 5 menit (3x)

larutan staining 20 menit. Dingin (dalam refrigerator)

ddH2O, 20 menit (2x)

developer sampai pita muncul

stop dengan larutan fiksasi

cuci dengan ddH2O (2x)

packing dan scanning

simpan dalam 1% asam asetet 4oC

Page 151: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

125

LAMPIRAN 4 Bagan Alur Pembuatan Vaksin

Gambar Bagan alur proses pembuatan sediaan vaksin bakterin Aeromonas hydrophila

123

Page 152: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

126

Gambar Bagan alur proses pembuatan sediaan vaksin bakterin Streptococcus agalactiae

12

4

Page 153: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

125

LAMPIRAN 5 Berat Protein Vaksin

Tabel Berat protein sediaan vaksin A. hydrophila yang diinaktifasi dengan bufer

formalin 3%

Nama

Absorbansi 595 nm pada

Sampel

Absorbansi 595 nm pada

Blanko S - B a b ppm Protein

ulang 1 ulang 2 Rataan ulang 1 ulang 2 Rataan mg/mL

Sel utuh 0,478 0,511 0,495 0,347 0,356 0,352 0,143 0,0044 0,0266 26,45 0,53

ECP 0,792 0,812 0,802 0,347 0,356 0,3515 0,4505 0,0044 0,0266 96,34 1,93

Supernatan 0,807 0,823 0,815 0,347 0,356 0,3515 0,4635 0,0044 0,0266 99,30 1,99

Broth 0,834 0,856 0,845 0,347 0,356 0,3515 0,4935 0,0044 0,0266 106,11 2,12

Tabel Berat protein sediaan vaksin S. agalactiae yang diinaktifasi dengan bufer

formalin 3%

Nama

Absorbansi 595 nm pada

Sampel

Absorbansi 595 nm pada

Blanko S - B a b ppm Protein

ulang 1 ulang 2 Rataan ulang 1 ulang 2 Rataan mg/mL

Sel utuh 0,67 0,691 0,6805 0,347 0,356 0,3515 0,329 0,0044 0,0266 68,73 1,37

ECP 0,768 0,819 0,7935 0,347 0,356 0,3515 0,442 0,0044 0,0266 94,41 1,89

Supernatan 0,814 0,769 0,7915 0,347 0,356 0,3515 0,44 0,0044 0,0266 93,95 1,88

Broth 0,835 0,851 0,843 0,347 0,356 0,3515 0,4915 0,0044 0,0266 105,66 2,11

Gambar Kurva standar protein

y = 0.0044x + 0.0266

R² = 0.9877

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.45

0.5

0 20 40 60 80 100 120

Ab

sorb

ansi

59

5 n

m

Konsentrasi μgram/mL

Page 154: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

126

LAMPIRAN 6 Hasil SDS-PAGE Protein Vaksin

Tabel Karakter protein hasil SDS-PAGE bakteri A. hydrophila yang diinaktifasi

dengan 3% bufer formalin

Sampel Migrasi Band Rf a b Log BM BM BM

Kd

Sel utuh 5,2 0,65 0,125 -1,187 5,226 5,077625 119570,76 119,57

5,2 1,1 0,2115385 -1,187 5,226 4,9749038 94385,188 94,39

5,2 1,35 0,2596154 -1,187 5,226 4,9178365 82763,06 82,76

5,2 1,6 0,3076923 -1,187 5,226 4,8607692 72572,023 72,57

5,2 2 0,3846154 -1,187 5,226 4,7694615 58811,403 58,81

5,2 2,5 0,4807692 -1,187 5,226 4,6553269 45219,622 45,22

5,2 2,7 0,5192308 -1,187 5,226 4,6096731 40707,373 40,71

5,2 3,1 0,5961538 -1,187 5,226 4,5183654 32988,714 32,99

5,2 3,5 0,6730769 -1,187 5,226 4,4270577 26733,615 26,73

5,2 3,8 0,7307692 -1,187 5,226 4,3585769 22833,733 22,83

5,2 4,15 0,7980769 -1,187 5,226 4,2786827 18996,898 19,00

5,2 4,35 0,8365385 -1,187 5,226 4,2330288 17101,289 17,10

5,2 4,6 0,8846154 -1,187 5,226 4,1759615 14995,52 15,00

5,2 4,9 0,9423077 -1,187 5,226 4,1074808 12807,984 12,81

ECP 5,2 2,1 0,4038462 -1,187 5,226 4,7466346 55800,054 55,80

5,2 4,35 0,8365385 -1,187 5,226 4,2330288 17101,289 17,10

Crude Supernatan 5,2 1,1 0,2115385 -1,187 5,226 4,9749038 94385,188 94,39

5,2 2,1 0,4038462 -1,187 5,226 4,7466346 55800,054 55,80

5,2 4,35 0,8365385 -1,187 5,226 4,2330288 17101,289 17,10

Broth 5,2 0,4 0,0769231 -1,187 5,226 5,1346923 136361,67 136,36

5,2 0,65 0,125 -1,187 5,226 5,077625 119570,76 119,57

5,2 1,25 0,2403846 -1,187 5,226 4,9406635 87229,516 87,23

5,2 2,1 0,4038462 -1,187 5,226 4,7466346 55800,054 55,80

5,2 3,6 0,6923077 -1,187 5,226 4,4042308 25364,761 25,36

5,2 4,15 0,7980769 -1,187 5,226 4,2786827 18996,898 19,00

5,2 4,65 0,8942308 -1,187 5,226 4,1645481 14606,564 14,61

Gambar Persamaan linier

y = -1.1878x + 5.2269

R² = 0.9853

0

1

2

3

4

5

6

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Series1

Linear (Series1)

Page 155: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

127

Tabel Karakter protein hasil SDS-PAGE bakteri S. agalactiae yang diinaktifasi

dengan 3% bufer formalin

Sampel Migrasi Band Rf a b Log

BM BM

BM

Kd

Sel utuh 5 1,15 0,23 -1,158 5,315 5,04866 111856,18 111,86

5 1,7 0,34 -1,158 5,315 4,92128 83421,885 83,42

5 1,8 0,36 -1,158 5,315 4,89812 79089,713 79,09

5 2,35 0,47 -1,158 5,315 4,77074 58984,785 58,98

5 2,5 0,5 -1,158 5,315 4,736 54450,265 54,45

5 2,9 0,58 -1,158 5,315 4,64336 43990,612 43,99

5 3,35 0,67 -1,158 5,315 4,53914 34605,091 34,61

5 4,1 0,82 -1,158 5,315 4,36544 23197,437 23,20

5 4,6 0,92 -1,158 5,315 4,24964 17768,06 17,77

5 4,8 0,96 -1,158 5,315 4,20332 15970,555 15,97

ECP 5 1,7 0,34 -1,158 5,315 4,92128 83421,885 83,42

5 4,2 0,84 -1,158 5,315 4,34228 21992,773 21,99

Crude Supernatan 5 1,7 0,34 -1,158 5,315 4,92128 83421,885 83,42

5 2,35 0,47 -1,158 5,315 4,77074 58984,785 58,98

5 4,2 0,84 -1,158 5,315 4,34228 21992,773 21,99

Broth 5 1,15 0,23 -1,158 5,315 5,04866 111856,18 111,86

5 1,8 0,36 -1,158 5,315 4,89812 79089,713 79,09

5 4,1 0,82 -1,158 5,315 4,36544 23197,437 23,20

5 4,5 0,9 -1,158 5,315 4,2728 18741,312 18,74

Gambar Persamaan linier

y = -1.1583x + 5.3154

R² = 0.9764

0

1

2

3

4

5

6

0 0.5 1 1.5

Series1

Linear (Series1)

Page 156: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

128

LAMPIRAN 7 Gambaran Darah

( a.) ( b.) (c. )

Gambar Sel darah ikan Nila. (L) Limfosit, (M) Monosit, (N) Neutrofil, (E)

Eritrosit.

(a)

a b

Gambar Fagositosis antigen oleh sel fagosit fungsional (penelanan antigen)

L M N

E

Page 157: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

129

LAMPIRAN 8 Persentase dan Indek Fagositosis

Tabel Persentase fagositosis (%)

Perlakuan vaksin Pengamatan hari ke-

0 3 6 9 12 15 18 21

Monovalen A. hydrophila 68 82 78 72 62 66 68 62

Monovalen S. agalactiae 62 76 80 70 64 58 64 62

Bivalen Sel utuh 58 76 72 64 64 56 60 58

Bivalen ECP 54 64 78 72 60 48 54 60

Bivalen Sel utuh+ECP 63 84 74 66 56 50 62 66

Bivalen crude Supernatan 52 68 74 66 46 52 58 54

Bivalen Broth 60 68 66 56 62 42 48 56

Kontrol 64 70 78 62 48 54 46 56

Tabel Indek fagositik (%)

Perlakuan vaksin Pengamatan hari ke-

0 3 6 9 12 15 18 21

Monovalen A. hydrophila 2,5 3,2 2,8 2,2 1,8 1,6 1,8 1,2

Monovalen S. agalactiae 2,3 2,6 3 2 1,9 1,4 1,8 1,2

Bivalen Sel utuh 2,1 2,6 2,3 1,9 1,9 1,4 1,8 1,4

Bivalen ECP 1,9 3,2 2,5 2,4 2,1 1,2 1,8 1,6

Bivalen Sel utuh+ECP 2,2 2,8 2,2 2,1 1,3 1,2 1,5 1,3

Bivalen crude Supernatan 2 2,7 2,2 2,1 1,1 1 1,3 1,4

Bivalen Broth 2,1 2,7 2,4 1,6 1,6 1,1 1,3 1,3

Kontrol 2,4 2,6 2,8 2 1,2 1,4 1,1 1,4

Page 158: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

130

LAMPIRAN 9 Nilai NBT-Assay

Tabel Uji aktifitas Respiratory burst (NBT-Assay)

Perlakuan vaksin Pengamatan hari ke-

0 3 6 9 12 15 18 21

Monovalen A. hydrophila 0,283 0,497 0,725 0,584 0,612 0,431 0,354 0,308

Monovalen S. agalactiae 0,291 0,295 0,488 0,59 0,374 0,286 0,293 0,342

Bivalen Sel utuh 0,288 0,305 0,538 0,599 0,459 0,318 0,367 0,396

Bivalen ECP 0,302 0,271 0,353 0,395 0,276 0,303 0,291 0,298

Bivalen Sel utuh+ECP 0,261 0,312 0,447 0,621 0,594 0,439 0,366 0,483

Bivalen crude Supernatan 0,273 0,281 0,273 0,394 0,448 0,285 0,306 0,293

Bivalen Broth 0,311 0,322 0,397 0,536 0,421 0,318 0,29 0,301

Kontrol 0,315 0,263 0,269 0,396 0,321 0,398 0,285 0,344

Page 159: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

131

LAMPIRAN 10 Aktifitas Lisosim

Tabel Aktifitas lisosim (mm)

Perlakuan vaksin Pengamatan hari ke-

0 3 6 9 12 15 18 21

Monovalen A. hydrophila 4 9 12 7 6 6 5 7

Monovalen S. agalactiae 3 5 4 4 7 5 7 6

Bivalen Sel utuh 5 10 8 7 9 4 5 6

Bivalen ECP 4 7 7 3 5 2 2 4

Bivalen Sel utuh+ECP 4 12 10 6 9 5 7 6

Bivalen crude Supernatan 3 4 7 3 6 5 7 7

Bivalen Broth 4 3 3 5 3 6 5 6

Kontrol 4 3 3 3 5 3 3 3

Page 160: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

132

LAMPIRAN 11 Aktifitas Komplemen

Tabel Aktifitas komplemen minggu ke-1

Perlakuan vaksin pengenceran

1x 2x 4x 8x 16x 32x

Monovalen A. hydrophila 79,62963 55,5555556 24,0740741 9,25925926 0 0

Monovalen S. agalactiae 85,185185 66,6666667 14,8148148 0 0 0

Bivalen Sel utuh 92,592593 85,1851852 18,5185185 0 0 0

Bivalen ECP 103,7037 79,6296296 25,9259259 0 0 0

Bivalen Sel utuh+ECP 96,296296 87,037037 31,4814815 7,40740741 0 0

Bivalen crude Supernatan 101,85185 85,1851852 29,6296296 1,85185185 0 0

Bivalen Broth 101,85185 90,7407407 29,6296296 3,7037037 0 0

Kontrol 103,7037 98,1481481 31,4814815 11,1111111 1,85185185 0

Tabel Aktifitas komplemen minggu ke-2

Perlakuan vaksin pengenceran

1x 2x 4x 8x 16x 32x

Monovalen A. hydrophila 66,666667 55,5555556 5,55555556 0 0 0

Monovalen S. agalactiae 59,259259 29,6296296 0 0 0 0

Bivalen Sel utuh 77,777778 48,1481481 3,7037037 0 0 0

Bivalen ECP 101,85185 79,6296296 25,9259259 0 0 0

Bivalen Sel utuh+ECP 90,740741 72,2222222 5,55555556 0 0 0

Bivalen crude Supernatan 101,85185 85,1851852 20,3703704 0 0 0

Bivalen Broth 96,296296 83,3333333 29,6296296 0 0 0

Kontrol 103,7037 98,1481481 31,4814815 11,1111111 1,85185185 0

Tabel Aktifitas komplemen minggu ke-3

Perlakuan vaksin pengenceran

1x 2x 4x 8x 16x 32x

Monovalen A. hydrophila 74,074074 55,5555556 18,5185185 0 0 0

Monovalen S. agalactiae 61,111111 29,6296296 1,85185185 0 0 0

Bivalen Sel utuh 59,259259 48,1481481 3,7037037 0 0 0

Bivalen ECP 92,592593 68,5185185 22,2222222 0 0 0

Bivalen Sel utuh+ECP 85,185185 42,5925926 16,6666667 0 0 0

Bivalen crude Supernatan 98,148148 74,0740741 29,6296296 0 0 0

Bivalen Broth 92,592593 48,1481481 27,7777778 1,85185185 0 0

Kontrol 103,7037 98,1481481 31,4814815 11,1111111 1,85185185 0

Page 161: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

133

LAMPIRAN 12 Titer Antibodi

Tabel Titer antibodi perlakuan vaksin terhadap A. hydrophila (log 2)

Perlakuan vaksin masa induksi vaksin minggu ke - masa uji tantang minggu ke-

0 1 2 3 4 5

Monovalen A. hydrophila 2 4 7 6 5 7

Monovalen S. agalactiae 2 3 3 4 5 6

Bivalen Sel utuh 2 4 5 4 4 5

Bivalen ECP 3 3 4 3 4 4

Bivalen Sel utuh+ECP 2 5 6 4 5 6

Bivalen crude Supernatan 2 4 4 5 3 4

Bivalen Broth 2 4 5 5 4 4

Kontrol 3 3 2 2 2 4

Tabel Titer antibodi perlakuan vaksin terhadap S. agalactiae (log 2)

Perlakuan vaksin masa induksi vaksin minggu ke - masa uji tantang minggu ke-

0 1 2 3 4 5

Monovalen A. hydrophila 1 2 1 1 1 2

Monovalen S. agalactiae 1 2 4 5 3 3

Bivalen Sel utuh 1 3 4 4 3 4

Bivalen ECP 1 2 4 3 3 3

Bivalen Sel utuh+ECP 2 3 5 3 3 4

Bivalen crude Supernatan 1 2 2 3 3 3

Bivalen Broth 1 2 3 2 2 3

Kontrol 1 1 1 2 1 2

Tabel Titer antibodi perlakuan vaksin terhadap A. hydrophila dan S. agalactiae

(log 2)

Perlakuan vaksin masa induksi vaksin minggu ke - masa uji tantang minggu ke-

0 1 2 3 4 5

Monovalen A. hydrophila 2 4 4 3 3 4

Monovalen S. agalactiae 1 3 3 4 4 4

Bivalen Sel utuh 2 4 2 3 3 4

Bivalen ECP 2 2 4 3 2 2

Bivalen Sel utuh+ECP 1 3 4 3 3 4

Bivalen crude Supernatan 1 3 4 2 3 4

Bivalen Broth 2 2 4 2 2 3

Kontrol 2 3 1 2 2 3

Page 162: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

134

LAMPIRAN 13 Relative Percent Survival (RPS)

Tabel nilai PRS perlakuan vaksin monovalen dan bivalen

No Perlakuan

% kematian

ikan yang

divaksin

(a)

% kematian

ikan kontrol

(b)

a/b

(c)

(1-c) x 100 RPS

1. Monovalen A, hydrophila

diuji A, hydrophila 10 92,5 0,108108 89,18919 89,2

2. Monovalen A, hydrophila

diuji S, agalactiae 60 72,5 0,827586 17,24138 17,2

3. Monovalen A, hydrophila

diuji ko-infeksi 90 92,5 0,972973 2,702703 2,7

4. Monovalen S, agalactiae

diuji A, hydrophila 60 92,5 0,648649 35,13514 35,1

5. Monovalen S, agalactiae

diuji S, agalactiae 20 72,5 0,275862 72,41379 72,4

6. Monovalen S,agalactiae

diuji ko-infeksi 80 92,5 0,864865 13,51351 13,5

7. Bivalen Sel utuh diuji A,

hydrophila 0 92,5 0 100 100

8. Bivalen Sel utuh diuji S,

agalactiae 20 72,5 0,275862 72,41379 72,4

9. Bivalen Sel utuh diuji ko-

infkesi 40 92,5 0,432432 56,75676 56,7

10. Bivalen ECP diuji A,

hydrophila 50 92,5 0,540541 45,94595 45,9

11. Bivalen ECP diuji S,

agalactiae 50 72,5 0,689655 31,03448 31

12. Bivalen ECP diuji ko-

infeksi 70 92,5 0,756757 24,32432 24,3

13. Bivalen Sel utuh+ECP diuji

A, hydrophila 0 92,5 0 100 100

14. Bivalen Sel utuh+ECP diuji

S, agalactiae 10 72,5 0,137931 86,2069 86,2

1. Bivalen Sel utuh+ECP diuji

ko-infeksi 40 92,5 0,432432 56,75676 56,7

16. Bivalen crude Supernatan

diuji A, hydrophila 50 92,5 0,540541 45,94595 45,9

17. Bivalen crude Supernatan

diuji S, agalactiae 50 72,5 0,689655 31,03448 31

18. Bivalen crude Supernatan

diuji ko-infeksi 90 92,5 0,972973 2,702703 2,7

19. Bivalen Broth diuji A,

hydrophila 30 92,5 0,324324 67,56757 67,6

20. Bivalen Broth diuji S,

agalactiae 40 72,5 0,551724 44,82759 44,8

21. Bivalen Broth diuji ko-

infeksi 70 92,5 0,756757 24,32432 24,3

Tabel Rata-rata % kematian ikan kontrol

Uji tantang

% kematian ikan kontrol

TSB BHI Salin

0,845%

Tanpa

injeksi Rata-rata

A. hydrophila 90 90 90 100 92,5

S, agalactiae 60 70 80 80 72,5

Ko-infeksi 80 90 100 100 92,5

Page 163: VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE … · vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit m. otile aeromonas septicemia. dan streptococcosis pada ikan nila (oreochromis niloticus)

135

LAMPIRAN 14 Komposisi Kandungan Media

Tryptic Soy Broth (TSB) Difco : 30 g/L

- Pancreatic digest of casein : 17,0

- Enzymatic digest of soy bean meal : 13,0

- Dextrose : 2,5

- Sodium chloride : 5,0

- Di-photasium phosphate : 2,5

Brain Heart Infussion (BHI) Oxoid : 37 g/L

- Brain infussion solid : 12,5

- Beef heart infussion solid : 5,0

- Protease peptone : 10,0

- Glucose : 2,0

- Sodium chloride : 5,0

- Di-sodium phosphate : 2,5