UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SERVIS ATAS …/Upaya... · upaya peningkatan hasil belajar servis...
Transcript of UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SERVIS ATAS …/Upaya... · upaya peningkatan hasil belajar servis...
UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SERVIS ATAS
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING
DALAM PERMAINAN BOLAVOLI
PADA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 1 KARANGANYAR
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Oleh :
ADHITYA DWI ARDHIAN NUGROHO
K 4607017
JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
September 2012
ii��
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Adhitya Dwi Ardhian Nugroho
NIM : K 4607017
Jurusan / Program Studi : POK / Penjaskesrek
Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ UPAYA PENINGKATAN HASIL
BELAJAR SERVIS ATAS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
COOPERATIVE LEARNING DALAM PERMAINAN BOLAVOLI PADA
SISWA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN
PELAJARAN 2011/2012 “ ini benar- benar merupakan hasil karya saya sendiri.
Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini adalah hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, September 2012
Yang membuat pernyataan
Adhitya Dwi Ardhian Nugroho
iii��
UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SERVIS ATAS
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING
DALAM PERMAINAN BOLAVOLI
PADA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 1 KARANGANYAR
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh :
ADHITYA DWI ARDHIAN NUGROHO
K 4607017
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi
Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
September 2012
iv��
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, September 2012
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Agus Mukholid, M.Pd Tri Winarti Rahayu, S.Pd, M.Or
NIP. 1964013119031001 NIP. 197601292003122001
v��
vi��
ABSTRAK
Adhitya Dwi Ardhian Nugroho. UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR
SERVIS ATAS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE
LEARNING DALAM PERMAINAN BOLAVOLI PADA SISWA KELAS XI
IPS 1 SMA NEGERI 1 KARANGANYAR. Skripsi, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, September 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar servis atas
dalam permainan bolavoli pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar
melalui model pembelajaran cooperative learning.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas ( PTK ). Penelitian
dilaksanakan dalam dua siklus, dengan tiap siklus terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar yang berjumlah 36 siswa. Sumber
data berasal dari guru dan siswa. Teknik pengumpulan data dengan observasi dan
penilaian hasil belajar servis atas bolavoli. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif kualitatif dengan hasil prosentase.
Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh peningkatan yang signifikan
dari pra tindakan ke siklus I dan siklus II. Prestasi belajar servis atas bolavoli pada
siklus I dalam kategori tuntas adalah 63,89% atau 23 siswa. Pada siklus II terjadi
peningkatan prosentase prestasi belajar siswa dalam kategori tuntas sebesar
77,78% atau sejumlah 28 siswa.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran cooperative
learning dapat meningkatkan hasil belajar servis atas dalam permainan bolavoli
pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar.
Kata kunci : model pembelajaran, cooperative learning, servis atas bolavoli.
vii��
ABSTRAK
Adhitya Dwi Ardhian Nugroho. EFFORTS TO INCREASE RESULT LEARN
OVERHAND SERVICE THROUGH MODEL STUDY OF COOPERATIVE
LEARNING IN THE GAME OF VOLLEYBALL STUDENTS CLASS OF
XI IPS CLASS 1 STATE 1 SMA KARANGANYAR LESSONS OF
2011/2012. Thesis, Surakarta. Faculty of Teacher Training and Education
university of March Surakarta. May 2012.
The aim of this research was to improve the result learn of overhand
service volleyball from students at XI IPS 1 SMA 1 Karanganyar through model
study of cooperative learning.
This study is a Class Action Research (PTK). The experiment was
conducted in two cycles, with each cycle consisting of planning, implementation,
observation, and reflection. The subject of this research data is a class XI student
IPS 1 SMA Negeri 2 Wonogiri Year Lessons 2011/2012 amounted to 36 people
consisting of 13 boys and 23 daughters. Data collection techniques by observation
and assessment result learning outcomes for overhand service of volleyball. Data
analysis techniques used in this study is a qualitative descriptive with the
percentage.
From the analysis result obtained significant increase of pre action to
cycle of I and cycle of II. Achievement learn overhand service of volleyball cycle
of I in complete category is 63,89% or 23 student. At cycle of II happened the
make-up of the percentage of achievement learn student in complete category
equal to 77,78% or 28 student.
The conclutions of this research is model of learn through cooperative
learning can improve result learn of overhand service volleyball at student class of
XI IPS 1 state 1 SMA Karanganyar.
Key word: model of teaching, cooperative learning, overhand service volleyball.
viii��
MOTTO
# Tiada doa yang lebih indah selain doa agar skripsi ini cepat selesai. #
# Lebih baik terlambat daripada tidak wisuda sama sekali. #
# Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi dan saya menang. #
# Ketika satu pintu kesuksesan tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang
kita terlalu lama melihat dan menyesali pintu yang tertutup tersebut hingga
kita tidak melihat dan menyadari pintu kesuksesan lain yang terbuka. #
# Jangan melihat masa lampau dengan penyesalan; jangan pula melihat
masa depan dengan ketakutan; tapi lihatlah sekitar anda dengan penuh
kesadaran. (James Thuber) #
# Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak
menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka
menyerah. (Thomas Alva Edison) #
# Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa
bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu
semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.
(Mahatma Gandhi) #
# Berangkat dengan penuh keyakinan; Berjalan dengan penuh keikhlasan;
Istiqomah dalam menghadapi cobaan. (TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid) #
ix��
PERSEMBAHAN
Teriring syukurku pada-Mu, kepersembahkan karya ini untuk :
� “Ayah dan Ibu”
Motivator terbesar dalam hidupku yang tak pernah jemu mendo’akan dan
menyayangiku, terima kasih atas semua pengorbanan dan kesabaran
mengantarkanku sampai kini. Tiada kasih yang seindah dan seabadi kasih
sayangmu.
� "Hendra Aris Erdhianto”
Terima kasih kakakku tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi agar skripsi ini cepat selesai.
� “Pungky Irwina Dwiyanti”
Terima kasih karena senantiasa mendorong langkahku dengan perhatian dan
semangat, serta selalu ada disampingku baik saat kutegar berdiri maupun saat
kujatuh dan terluka.
� “Teman-teman Penjaskesrek JPOK UNS Angkatan 2007
dan teman – teman community POLO KENDHO ’07”
Terima kasih atas kebersamamu dan sharing selama ini sungguh
memperkaya hati, spiritualitas, intelektualitas
� “FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta”
Almamater tercinta, kampus tempat kutimba ilmu
x��
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang
memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “ UPAYA PENINGKATAN HASIL
BELAJAR SERVIS ATAS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
COOPERATIVE LEARNING DALAM PERMAINAN BOLAVOLI PADA
SISWA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN
PELAJARAN 2011/2012 “.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan, Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi, Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak.
Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd.,Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. H. Mulyono, M. M., Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Waluyo, S.Pd., M.Or, Ketua Program Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan
Rekreasi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta
4. Drs. Agus Mukholid, M. Pd, selaku pembimbing I, yang selalu memberikan
motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Tri Winarti Rahayu, S. Pd, M.Or, selaku pembimbing II, yang selalu
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Kepala SMA Negeri 1 Karanganyar, yang telah memberi kesempatan dan
tempat guna pengambilan data dalam penelitian.
7. Guru Penjas SMA Negeri 1 Karanganyar, yang telah memberi bimbingan dan
bantuan dalam penelitian
xi��
8. Para siswa siswi SMA Negeri 1 Karanganyar yang telah bersedia
berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini.
9. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, September 2012
Penulis,
xii��
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ................................................................................................................ i
PERNYATAAN .................................................................................................. ii
PENGAJUAN ..................................................................................................... iii
PERSETUJUAN ................................................................................................. iv
PENGESAHAN .................................................................................................. v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
MOTTO .............................................................................................................. viii
PERSEMBAHAN ............................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................ x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
D. Manfaat Hasil Penelitian ......................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 7
A. Kajian Pustaka ......................................................................................... 7
1. Pendidikan Jasmani ............................................................................ 7
2. Belajar dan Pembelajaran ................................................................... 12
3. Model Pembelajaran ........................................................................... 23
4. Pembelajaran cooperative learning .................................................... 31
5. Permainan Bolavoli ............................................................................ 50
B. Kerangka Berfikir ................................................................................... 61
xiii��
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 63
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 63
B. Subyek Penelitian .................................................................................... 63
C. Data dan Sumber Data ............................................................................ 63
D. Pengumpulan Data .................................................................................. 64
E. Uji Validitas Data .................................................................................... 66
F. Analisis Data ........................................................................................... 68
G. Indikator Kinerja Penelitian .................................................................... 68
H. Prosedur Penelitian ................................................................................. 69
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 74
A. Deskripsi Pra Tindakan ........................................................................... 74
B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus .................................................... 76
C. Perbandingan Hasil Tindakan Antar Siklus ............................................ 97
D. Pembahasan ............................................................................................. 99
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ............................................. 102
A. Simpulan ................................................................................................. 102
B. Implikasi .................................................................................................. 103
C. Saran ........................................................................................................ 105
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 107
LAMPIRAN ........................................................................................................ 109
xiv��
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
1. Sikap permulaan Servis Atas ............................................................... 58
2. Sikap Pelaksanaan Servis Atas Bolavoli ............................................. 59
3. Sikap Akhir Servis Atas Bolavoli ....................................................... 59
4. Kerangka Berfikir ............................................................................... 62
5. Alur Tahapan Siklus Penelitian Tidakan Kelas .................................. 70
6. Trianggulasi Data Peningkatan Ketuntasan Hasil Belajar Servis Atas
Bolavoli dengan Model Pembelajaran Cooperative Learning
dari Pratindakan, Siklus I dan Siklus II ……………………………… 99
xv��
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1. Penjabaran Sitematika Hasil Belajar Siswa ........................................ 21
2. Teknik Pengumpulan Data Penelitian .................................................. 64
3. Indikator Kinerja Penelitian ................................................................. 68
4. Prosentase Target Capaian Hasil Belajar Siswa .................................. 73
5. Diskripsi Data Pra Tindakan Hasil Belajar Servis Atas Sebelum
Diterapkan Tindakan Pembelajaran Cooperative Learning ................. 75
6. Deskripsi Data Hasil Belajar Servis Atas Setelah Diterapkan
Model Pembelajaran Cooperatif Learning (Akhir Siklus 1) ............... 88
7. Deskripsi Data Hasil Belajar Servis Atas Setelah Diberikan
Model Pembelajaran Cooperatif Learning (Akhir Siklus II) .............. 97
8. Perbandingan Hasil Tindakan Antar Siklus Servis Atas Setelah
Diterapkan Model Pembelajaran Cooperative Learning ..................... 98
9. Deskripsi Peningkatan Hasil Belajar Servis Atas Bolavoli ................. 99
10. Pencapaian Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa .................................... 100
xvi��
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran
1. Silabus Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SMA Negeri 1
Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012 ............................................ 109
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I Pertemuan 1 ...... 110
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I Pertemuan 2 ...... 120
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II Pertemuan 1 ..... 128
5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II Pertemuan 2 ..... 137
6. Lembar Observasi ................................................................................ 146
7. Lembar Soal Test Kognitif (Pengetahuan) Pra Tindakan .................... 153
8. Lembar Soal Test Kognitif (Pengetahuan) Akhir Siklus I ................... 154
9. Lembar Soal Test Kognitif (Pengetahuan) Akhir Siklus II .................. 155
10. Data Awal Pra Tindakan Hasil Belajar Servis Atas Bolavoli
Pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar
Tahun Pelajaran 2011/2012 ................................................................ 156
11. Data Akhir Siklus I Hasil Belajar Servis Atas Bolavoli
Pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar
Tahun Pelajaran 2011/2012 ................................................................ 162
12. Data Akhir Siklus II Hasil Belajar Servis Atas Bolavoli
Pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar
Tahun Pelajaran 2011/2012 ................................................................ 168
13. Trianggulasi Data Penilaian Tes Ketrampilan Psikomotor Servis Atas
Bolavoli Pra Siklus pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1
Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012 ............................................ 174
14. Trianggulasi Data Penilaian Tes Ketrampilan Psikomotor Servis Atas
Bolavoli Siklus 1 pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1
Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012 ............................................ 177
xvii��
15. Trianggulasi Data Penilaian Tes Ketrampilan Psikomotor Servis Atas
Bolavoli Siklus 2 pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1
Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012 ............................................ 180
16. Dokumentasi Pembelajaran Pada Pra Tindakan ................................. 183
17. Dokumentasi Pembelajaran Pada Siklus I .......................................... 184
18. Dokumentasi Pembelajaran Pada Siklus II ......................................... 186
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan jasmani merupakan suatu proses pembelajaran melalui
aktivitas jasmani yang dirancang dan disusun secara sistematik untuk
meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik,
pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif serta kecerdasan
emosi. Tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan jasmani mencakup
pengembangan individu secara menyeluruh. Artinya, cakupan pendidikan jasmani
tidak hanya pada aspek jasmani saja tetapi juga aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Selain itu pendidikan jasmani juga mencakup aspek mental,
emosional, sosial, dan spiritual. Pendidikan jasmani diajarkan dari tingkat Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), bahkan juga Perguruan Tinggi.
Penjas sebagai komponen pendidikan secara keseluruhan telah di sadari
oleh banyak kalangan. Namun, dalam pelaksanaanya pengajaran Penjas berjalan
belum efektif seperti yang di harapkan. Pembelajaran Penjas cenderung
konvensional, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru saja, di mana siswa di
tuntut untuk mengikuti perintah dari guru. Padahal orientasi pembelajaran harus di
sesuaikan dengan perkembangan anak, serta isi dan urusan materi serta cara
penyampaian harus di sesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sebab
sasaran pembelajaran di tujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan
olahraga, tetapi perkembangan pribadi anak seutuhnya. Jadi konsep dasar Penjas
dan model pengajaran Penjas yang efektif perlu di pahami oleh mereka yang
hendak mengajar Penjas.
Materi pelajaran Penjas yang meliputi : pengalaman mempraktikan
keterampilan dasar permainan dan olahraga di sajikan untuk membantu siswa agar
memahami mengapa manusia bergerak dan bagaimana cara melakukan gerakan
secara aman, efisien, efektif dan menyenangkan.
2
Lewat program Penjas dapat diupayakan peranan pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu. Sumbangan nyata dari Penjas adalah untuk
mengembangkan keterampilan gerak (psikomotor). Karena itu posisi Penjas
menjadi unik, sebab berpeluang lebih banyak dari pada mata pelajaran lainnya
untuk membina keterampilan-keterampilan lain, hal inilah yang membuat
sekaligus mengungkapkan kelebihan Penjas dari pelajaran-pelajaran lainnya. Jika
pelajaran lain lebih mementingkan pengembangan intelektual, maka melalui
Penjas terbina sekaligus aspek penalaran, sikap, dan keterampilan.
Pendidikan jasmani merupakan suatu pendidikan yang didalamnya
terdapat beberapa cabang olahraga yang wajib diajarkan. Ditinjau dari materi yang
harus diberikan kepada siswa, materi pendidikan jasmani dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu materi pokok dan materi pilihan. Materi pokok merupakan mata
pelajaran yang wajib diajarkan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Sedangkan
materi pilihan merupakan kegiatan olahraga diluar jam pelajaran sekolah berupa
kegiatan ekstrakurikuler olahraga.
Dalam pelaksanaan pembelajaran Penjas, diajarkan beberapa macam
cabang olahraga yang terangkum dalam kurikulum Penjas pada tiap-tiap sekolah.
Salah satu cabang olahraga yang di ajarkan adalah bolavoli. Bolavoli merupakan
salah satu cabang olahraga permainan yang termasuk dalam materi pokok
pendidikan jasmani. Sesuai dengan kompetensi dasar yang termuat dalam silabus
pendidikan jasmani untuk SMA kelas XI yaitu “Mempraktikkan keterampilan
bermain salah satu permainan dan olahraga beregu bola besar serta nilai
kerjasama, kejujuran, menghargai, semangat, dan percaya diri”. Olahraga
permainan ini dapat dijadikan sebagai olahraga pendidikan, rekreasi maupun
olahraga prestasi. Sebagai olahraga pendidikan, teknik dasar dalam permainan
bolavoli diajarkan melalui proses pembelajaran pendidikan jasmani. Proses
pembelajarannya lebih menekankan pada proses pembelajaran. Dengan ciri
pembelajaran tersebut, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran bolavoli. Permainan bolavoli memiliki manfaat yang cukup
besar dalam pembentukan individu yang sportif dan perkembangan jasmani
maupun rohaninya. Perkembangan jasmani di tujukan untuk membentuk sikap
3
tubuh yang baik meliputi anatomis, fisiologis, kesehatan serta komponen
kebugaran jasmani seperti kekuatan, kelincahan, kecepatan, daya tahan,
kelentukan dan lain sebagainya. Manfaat bagi rohani yaitu kejiwaan, kepribadian
dan karakter akan tumbuh kearah yang sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Langkah awal dalam proses pembelajaran permainan bolavoli yaitu
memperkenalkan macam-macam teknik dasar bolavoli agar siswa memahami dan
menguasainya. Disekolah–sekolah, teknik dasar dalam permainan bolavoli
diajarkan melalui proses pembelajaran pendidikan jasmani, mulai dari sikap dasar,
passing, service, block maupun smash atau spike. Dengan menguasai macam –
macam teknik dasar bolavoli, diharapkan siswa akan memiliki ketrampilan
bermain bolavoli.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1
Karanganyar khususnya siswa-siswi kelas XI IPS 1 masih mengalami kesulitan
dalam melakukan servis atas bolavoli. Hal tersebut didukung oleh pencapaian
hasil belajar servis atas bolavoli yang masih rendah dari 36 siswa hanya 13 siswa
yang mampu memenuhi target pencapaian pembelajaran servis atas bolavoli.
Rata–rata nilai kelas menunjukkan angka hanya 36,11% dari jumlah siswa yang
mendapatkan nilai tuntas. Banyaknya siswa yang tidak mampu mencapai batas
kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 75 menjadi bukti kurang efektifnya
pembelajaran teknik dasar servis atas bolavoli yang diberikan.
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, salah satunya
penguasaan teknik dasar servis atas bolavoli. Ketidakberhasilan siswa karena
ketika siswa akan melakukan servis atas seperti: 1) Cara melempar bola, 2) Stance
(sikap pada waktu hendak memukul bola, baik sikap tubuh, kaki ataupun lengan)
yang salah, 3) Perkenaan tangan terhadap bola, 4) Posisi lengan yang kurang
terayun, sehingga daya kekuatannya pun berkurang. Faktor lain adalah seperti
kurangnya antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kemudian partisipasi
siswa dalam mengikuti pembelajaran sangat kurang sehingga menyebabkan
kurang optimalnya hasil pembelajaran servis atas bolavoli yang di capai. Dari
hasil wawancara salah satu guru mata pelajaran pendidikan jasmani di SMA N 1
Karanganyar, menunjukkan bahwa siswa-siswi SMA tersebut secara umum
4
memiliki kemampuan menengah kebawah, disamping beberapa siswa memiliki
intelegensi diatas rata-rata. Dalam observasi kelas yang dilakukan, dapat diketahui
bahwa siswa - siswi kelas XI IPS 1 memiliki minat dan motivasi yang kurang
terhadap pelajaran pendidikan jasmani. Masih tampak beberapa siswa yang
ngobrol dengan temannya sendiri dan tidak semangat dalam mengikuti proses
pembelajaran.
Selain faktor dari siswa, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil
belajar servis atas bolavoli pada siswa yaitu kurang kreatifnya guru pendidikan
jasmani dalam membuat dan mengembangkan media pembelajaran. Guru juga
kurang akan model-model pembelajaran, sehingga proses pembelajaran kurang
menarik. Dari hasil pengamatan, model yang digunakan dalam pembelajaran
masih terpusat pada guru (teacher centered). Siswa melakukan gerakan atau
latihan berdasarkan perintah yang ditentukan guru. Salah satu keterbatasan guru
pendidikan jasmani dalam mengajar adalah dalam hal menciptakan situasi
lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan
atau perkembangan pada diri siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan
yang mampu melibatkan peran aktif siswa dalam mengikuti pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Faktor pembelajaraan dan tingginya tingkat kesulitan siswa dalam
memahami materi servis atas bolavoli memaksa guru untuk mengembangkan
media dan model pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik siswa.
Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa dalam menerima materi
pembelajaran berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain, terkadang siswa
itu cenderung malu apabila disuruh memperagakan suatu gerakan, guru perlu
menggunakan pendekatan pembelajaran yang dapat mempermudah siswa
menerima pelajaran dengan baik. Apabila pendekatan pembelajaran tersebut tepat
maka proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik sehinga tujuan dari
pembelajaran dapat tercapai.
Melihat dari uraian permasalahan di atas, maka penulis berencana
mengupayakan peningkatan hasil belajar servis atas bolavoli dengan
menggunakan model pembelajaran, yang pada kenyataannya belum digunakan
5
dengan maksimal oleh guru penjas di SMA Negeri 1 Karanganyar dan pada guru
penjas pada umumnya. Model pembelajaran yang penulis gunakan adalah model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu cara
belajar yang dalam pelaksanaannya menekankan kepada pembelajaran
olahraga/sport education secara berkelompok, yang di harapkan mampu
mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering di lakukan
oleh para guru penjas. Dalam model pembelajaran kooperatif siswa di beri
kebebasan untuk mengekspresikan kemampuannya terhadap tujuan pembelajaran
yang telah di tetapkan. Dengan cara kooperatif di harapkan siswa dapat memiliki
kreativitas dan inisiatif untuk memecahkan masalah yang muncul selama proses
pembelajaran berlangsung. Melalui kooperatif di kembangkan juga unsur
kompetitif, sehingga siswa saling berlomba menunjukkan kemampuannya yang
diharapkan dapat meningkatkan penguasaan servis atas dalam permainan bolavoli
dan untuk meningkatkan peran aktif siswa, partisipasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran servis atas bolavoli.
Dengan menyadari arti pentingnya model yang tepat dalam proses
pembelajaran bagi siswa dan berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti
bermaksud mengadakan Penelitian Tindakan Kelas ( Classroom Action Research )
pada siswa kelas XI IPS 1 di SMA Negeri 1 Karanganyar dengan judul “Upaya
Peningkatan Hasil Belajar Servis Atas Melalui Model Pembelajaran Cooperative
Learning Dalam Permainan Bolavoli Pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1
Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah penerapan model pembelajaran cooperative learning
dapat meningkatkan hasil belajar servis atas dalam permainan bolavoli pada siswa
kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012 ?
6
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disampaikan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah :
Untuk meningkatkan hasil belajar servis atas melalui model pembelajaran
cooperative learning dalam permainan bolavoli pada siswa kelas XI IPS 1 SMA
Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Masalah dalam penelitian ini penting untuk di teliti dan dari hasil
penelitian manfaat yang di peroleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Siswa di SMA Negeri 1 Karanganyar
Melalui model pembelajaran yang akan di gunakan dapat
meningkatkan dan memacu siswa untuk lebih bersemangat dalam mengikuti
pelajaran disekolah.
2. Bagi Guru di SMA Negeri 1 Karanganyar
Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi guru penjas di SMA
Negeri 1 Karanganyar Kabupaten Karanganyar, bahwa penggunaan model
pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan penguasaan teknik siswa,
sehingga dapat mendukung pencapaian hasil belajar secara maksimal.
3. Bagi Sekolah (SMA Negeri 1 Karanganyar)
Sebagai bahan masukan, saran, dan informasi terhadap sekolah, untuk
mengembangkan model pembelajaran yang tepat dalam rangka meningkatkan
kualitas proses dan kuantitas hasil belajar siswa maupun lulusan.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani menurut Samsudin adalah “suatu proses
pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan
kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan
perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Pendidikan
jasmani dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang ditujukan
untuk mencapai tujuan pendidikan melalui gerakan fisik” (2008: 2).
Jadi pembelajaran penjasorkes adalah proses pembelajaran dengan
sarana jasmani melalui gerakan-gerakan besar ketangkasan dan keterampilan,
yang tidak perlu terlalu tepat, terlalu halus dan sempurna atau berkualitas
tinggi untuk meningkatkan kesegaran jasmani siswa serta untuk
mendewasakan anak melalui pengajaran dan pelatihan. Dan tujuan penjasorkes
menurut Samsudin (2008: 3):
1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam
penjasorkes.
2) Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap
sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis, dan
agama.
3) Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis melalui tugas-tugas
pembelajaran penjasorkes.
4) Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerja
sama, percaya diri, dan demokratis melalui aktivitas jasmani.
5) Mengembangkan keterampilan gerak dan keterampilan teknik serta
strategi berbagai permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, senam,
aktivitas ritmis, akuatik (aktivitas air) dan pendidikan luar kelas (outdoor
education).
6) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya
pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup
sehat melalui berbagai aktivitas jasmani.
7) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri
dan orang lain.
8
8) Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai informasi
untuk mencapai kesehatan, kebugaran, dan pola hidup sehat.
9) Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat
rekreatif.
Dengan demikian dapat di katakan bahwa pendidikan jasmani sekolah
bukan semata-mata di tekankan pada pencapaian kesegaran fisik,
pengembangan keterampilan, kemampuan motorik saja namun juga
mengembangkan mental dan psikologis siswa, seperti : sikap fair play,
semangat, dan jiwa sportifitas dalam kegiatan apapun. Pendidikan jasmani
juga memberikan pemahaman sejak dini tentang perencanaan progam
kesegaran, perilaku hidup sehat yang pada gilirannya akan mampu
berpartisipasi aktif dalam segala aktifitas. Untuk itu pendidikan jasmani di
sekolah-sekolah diharapkan mampu mengembangkan aspek afekitf, kognitif,
dan psikomotor secara bersamaan.
a. Pengembangan Aspek Afektif
Belajar bersikap berarti memperoleh kecenderungan untuk
menerima atau menolak suatu objek, berdasarkan penilaian terhadap objek
itu sebagai hal yang berguna atau tidak berguna, yang kemudian di
tunjukan dengan tanggung jawab atas sesuatu hal yang di pilihnya.
Strategi pengembangan afektif yang sudah digunakan dalam
program pendidikan jasmani selama ini baru terbatas pada upaya
membangkitkan sikap dan minat siswa terhadap pendidikan jasmani.
Pembelajaran domain afektif dapat digunakan untuk
memfokuskan perhatian, memelihara konsentrasi, menimbulkan dan
menjaga motivasi, mengelola kecemasan, mempelajari etika sarat perilaku
sosial. Selera, kepercayaan, sikap, dan idealisme seseorang akan
mempengaruhi cara ia berperilaku.
b. Pengembangan Aspek Psikomotor
1) Keterampilan Gerak
Tugas ajar anak menguasai keterampilan gerak dalam berbagai cabang
olahraga merupakan tanggung jawab utama dari guru pendidikan
jasmani. Tetapi tidak seperti yang di pahami oleh banyak guru
9
pendidikan jasmani selama ini, tujuan utama dalam mengajarkan
keterampilan gerak tersebut adalah pengembangan keterampilan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, serta membantu dirinya
bertindak efektif, dan efisien dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya;
bukan untuk mempersiapkan atlet yang berprestasi. Hal ini sesuai
dengan tujuan pendidikan jasmani yang berhubungan dengan
kebugaran jasmani yaitu individu, sebagai anggota keluarga serta
sebagai anggota masyarakat.
Untuk dapat menentukan cara dan amteri apa yang tepat untuk
membuat anak meningkat keterampilannya, guru harus mengetahui
keterampilan dan ciri dari keterampilan. Keterampilan Menurut
Samsudin adalah “sebuah kecakapan atau tingkat penguasaan terhadap
suatu gerak atau pola gerak, yang dicirikan oleh tiga indikator kualitas
utama yaitu efektif, efisien, dan adaptable “ (2008: 22).
Kualitas efektifitas adalah merupakan hasil dari tindakan yang
berorientasi pada tujuan atau sasaran tertentu. Sebuah permainan
bolavoli , misalnya, dianggap efektif jika dapat melakukan serangan
dan mendapatkan nilai. Dengan kata lain, seluruh keterampilan gerak
bisa di anggap efektif jika mampu di selesaikan sesuai dengan
tujuannya. Kualitas efisiensi menggambarkan penampilan atau
geraknya itu sendiri. Suatu penampilan dilakukan secara efisien jika
aksinya itu secara mekanika dianggap benar dalam situasi tertentu.
Kualitas adaptasi menggambarkan kemampuan individu dalam
menyesuaikan penampilan pada kondisi sekitarnya. Hal ini menunjuk
pada keadaan lingkungan yang selalu berubah-ubah, sehingga ketika
sebuah keterampilan di lakukan pada keadaan yang berbeda, individu
perlu melakukan penyesuaian agar sesuai dengan kebutuhan. Kualitas
adaptasi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
keterampilan, karena perubahan dalam hal kondisi ketika keterampilan
dilangsungkan bisa terjadi terus meneurus, terutama dalam cabang
olahraga permainan, khususnya bolavoli.
10
2) Kebugaran Jasmani
Tujuan pembelajaran dalam ranah psikomotor yang harus di
kembangkan melalui program pendidikan jasmani harus pula
mencakup peningkatan kebugaran jasmani siswa. Program pendidikan
jasmnai harus di padukan dengan program kebugaran jasmani.
Menurut Samsudin (2008: 23), beberapa masalah yang harus di
pecahkan oleh guru dalam kaitannya dengan pemberian program
kebugaran jasmani yaitu:
(1) Waktu yang disediakan disekolah tidak memadai untuk
mengembangkan kebugaran siswa, apalagi mempertahankannya,
jika dilihat dari persyaratan intensitas, frekuensi dan durasi latihan.
(2) Pertambahan kualitas kebugaran yang dicapai berumur sangat
pendek, mudah hilang atau menurun kembali, kecuali jika tingkat
intensitas dan frekuensi latihan tetap dipertahankan.
(3) Program pengembangan kebugaran jasmani yang disediakan guru
pun biasanya bersifat monoton, tidak bervariasi, tidak ada kriteria
yang jelas, dan yang lebih parah adalah tidak mudah bagi guru
untuk mendokumentasikan kemajuan yang dicapai oleh masing-
masing siswa.
(4) Secara tidak disadari, guru pun biasanya mengabaikan penanaman
kesadaran siswa yang didasarkan pemahaman secara kognitif dan
afektif terhadap program kebugaran jasmani.
Melihat permasalahan diatas, bahwa tanpa melihat keterbatasan waktu
yang tersedia, program pendidikan jasmani yang berkaitan dengan
kebugaran harus meliputi ranah tujuan pembelajaran, yaitu siswa harus
menjadi bugar, mampu mempertahankan tingkat kebugarannya,
mempunyai pengetahuan yang berhubungan dengan kebugaran, dan
yang paling penting dari kesemuanya adalah menghargai nilai-nilai
kebugaran dalam seluruh hidupnya.
c. Pengembangan Aspek Kognitif
Pendidikan jasmani yang tradisional banyak menekankan pengajarannya
pada peningkatan keterampilan gerak. Padahal, salah satu tugas dari
pendidikan jasmani menurut Samsudin (2008: 25) adalah meningkatkan
pengertian anak tentang tubuh dan kemungkinan geraknya, serta berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Itu dari segi konsep gerak. Lebih lanjut
11
Samsudin menjelaskan dari konsep kebugaran anak yang di harapkan
memiliki pengertian tentang pengaruh latihan atau kegiatan fisik terhadap
kesehatan tubuh yang berguna bagi mereka untuk menjalani hidup yang
aktif (2008: 25).
Pelaksanaan pembelajaran aspek kognitif dalam pendidikan jasmani tidak
hanya dilaksanakan di dalam kelas dengan menghafal fakta-fakta tentang
teknik dasar dan ukuran lapangan. Akan tetapi, kesemuanya dapat di
laksanakan di dalam praktik pendidikan jasmani, di integrasikan dengan
pembelajaran keterampilan gerak. Isi atau materi aspek kognitif dalam
pendidikan jasmani bukan hanya berkaitan dengan apa dan bagaimana
tentang fenomena gerak, tetapi meliputi aspek mengapa hal itu bisa terjadi
termasuk faktor apa yang berpengaruh. Berkaitan dengan pengetahuan
yang lengkap tersebut guru dapat mengajarkannya langsung di lapangan
ketika anak sedang mengalami gerak. Karena dengan pengetahuan yang
dipelajari melalui pengalaman langsung yang relevan akan bertahan lebih
lama daripada hanya melaui mendengar atau membaca. Lebih dari itu,
pembelajaran akan lebih cepat terjadi ketika siswa mengerti prinsip-prinsip
yang terlibat dalam pelaksanaan keterampilan.
1) Konsep Gerak
Pengajaran konsep akan membantu siswa dalam pembelajaran
pendidikan jasmani secara keseluruhan, terutama dengan memilih isi
atau materi yang dapat di transfer pada situasi-situasi lain yang identik.
Misalnya jika anak sudah menguasai konsep gerak tentang bagaimana
menerima data dalam situasi, maka mereka akan mampu menerapkan
konsep itu pada situasi lain seperti saat melakukan pass bawah, servis
dalam bolavoli.
Kemampuan mentransfer tersebut adalah faktor yang sangat penting
baik dalam pembelajaran mandiri maupun pemecahan masalah. Istilah
konsep gerak menunjuk pada gagasan-gagasan kognitif yang memiliki
nilai transfer. Menurut Samsudin bahwa “ konsep gerak dalam
pendidikan jasmani dapat berupa sebuah label atau nama suatu
12
kelompok respons gerak, seperti menangkap, melempar, atau
perpindahan tempat, yang hanya sebuah nama dari keterampilan gerak
yang bisa di gunakan dalam berbagai situasi” (2008: 27). Lebih lanjut
Samsudin menjelaskan terdapat enam kategori konsep gerak yang
berguna dalam pendidikan jasmani yang harus tercakup dalam
pengajaran konsep yaitu; a) rangkaian aksi, b) kualitas gerak, c) prinsip
gerak, d) strategi gerak, e) pengaruh gerak, f) emosi gerak (2008: 27).
Rangkaian aksi merupakan kategori atau penjenisan gerakan secara
luas yang mencakup respons khusus yang beragam. Kuliatas gerak
merupakan kelompok respons yang mengandung kualitas tertentu
dilihat dari berbagai aspek, seperi aspek ruang, aspek usaha, aspek
keterhubungan. Prinsip gerak adalah pengelompokkan konsep secara
meluas yang mamasukkan prinsip-prinsip yang mengatur efisiensi dan
efektifitas gerak. Strategi gerak adalah konsep yang berhubungan
dengan bagaimana gerakan di gunakan dalam kaitannya dengan benda
atau orang lain. Pengaruh gerak merupakan konsep yang dikaitkan
dengan pengaruh pengalaman gerak pada pelaku. Sedangkan emosi
gerak merupakan pengelompokkan khusus dari konsep yang berfokus
secara khusus pada wilayah efektif dari perkembangan manusia.
2. Belajar dan Pembelajaran
a. Belajar
Dalam kamus umum bahasa indonesia secara etismologis belajar
memiliki arti “Berusaha supaya mendapat suatu kepandaian” definisi ini
memeliki arti atau pengertian bahwa : “Belajar adalah sebuah kegiatan
dalam rangka mencapai kepandaian atau mencari ilmu. Sehingga dengan
belajar manusia menjadi tahu serta memiliki pengetahuan yang luas dan
menjadikan manfaat bagi dirinya dan orang lain”. Sedangkan Arsyad
berpendapat “Belajar adalah proses yang komplek yang terjadi pada diri
setiap orang sepanjang hidupnya dan proses belajar terjadi apabila ada
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya” (2004 : 1). Menurut
13
Agus Kristiyanto dalam hukum kesiapan belajar (law of readines) telah
amat jelas ditekankan bahwa : “Belajar (termasuk berlatih didalamnya ).
Akan berlangsung sangat efektif jika siswa /seseorang telah siap untuk
memberikan respon, kesiapan yang di maksud adalah kesiapan untuk
adaptasi terhadap stimulus dan juga kesiapan dari sisi kematangan fisik-
biologis-antropometrik anak” (2010 : 68).
Dryden dan Vos mengemukakan bahwa belajar harusnya
memiliki tiga tujuan, yaitu (1) mempelajari keterampilan dan pengetahuan
tentang materi – materi pelajaran spesifik; (2) mengembangkan
kemampuan konseptual umum, sehingga mampu belajar menerapkan
konsep yang sama atau berkaitan dengan bidang-bidang yang lain yang
berberda; (3) mengembangkan kemampuan dan sikap pribadi yang secara
mudah dapat digunakan dalam segala tindakan (Hidayatullah, 2009 : 147).
Untuk itu perlu dapat disimpulkan bahwa belajar wajib di
lakukan oleh semua orang baik anak-anak maupun orang dewasa dengan
cara berinteraksi dengan lingkungan. Dalam proses belajar yang baik
siswa di harapkan mengalami atau melakukan serangkaian kegiatan
belajar secara keseluruhan, tidak hanya sekedar bersifat verbalistik.
misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru,
melakukan dan lain sebagainya. Salah satu bukti bahwa seseorang
melakukan proses belajar apabila seseorang itu telah siap beradaptasi
terhadap respon yang di terima dan menjadikan proses perubahan tingkah
laku pada diri seseorang itu, yang mungkin di sebabkan oleh terjadinya
perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikapnya
(kognitif, psikomotor, afektif).
b. Pembelajaran
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan belajar
walaupun mempuyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan,
guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan meguasai isi
pembelajaran, sehingga siswa mampu mencapai suatu objektif atau tujuan
yang ditentukan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2003 : 17)
14
”pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau
makhluk hidup belajar”.
Berdasarkan pernyataan diatas bahwa pembelajaran merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk memfasilitasi, meningkatakan intensitas
dan kualitas belajar pada diri peserta didik yang bisa terjadi karena proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Oleh karena itu pembelajaran merupakan upaya
sistematis dan sistematik untuk memfasilitasi dan meningkatkan proses
belajar. Maka kegiatan pembelajaran berkaiatan erat dengan jenis belajar
serta hasil belajar tersebut.
c. Prinsip Belajar dan Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran mempunyai kaitan erat yang terjadi
antara guru dan siswa dan tidak akan terlepas dari situasi saling
mempengaruhi dalam pola hubungan antara dua subjek. Kegiatan
pembelajaran di lakukan oleh guru untuk memfasilitasi proses belajar,
sementara kegiatan belajar adalah kegiatan yang di lakukan oleh siswa,
dengan melalui kegiatan itu siswa akan mengalami perubahan pada
perilakunya. Menurut Nasution bahwa, “Perubahan akibat belajar tidak
hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk
kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian
diri, pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang”
(Gino, 1998 : 51).
Perubahan akibat dari belajar adalah menyeluruh pada diri siswa.
Untuk mencapai perubahan atau peningkatan pada diri siswa, maka dalam
proses pembelajaran harus diterapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang
tepat. Menurut Dimyati dan Mudjiono bahwa, “Prinsip-prinsip
pembelajaran meliputi perhatian dan motivasi, keaktifan siswa,
keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan
serta perbedaan individual” (2006: 42).
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, prinsip-prinsip
pembelajaran meliputi tujuh aspek yaitu perhatian dan motivasi,
15
keterlibatan langsung atau berpengalaman, pengulangan, tantangan,
balikan dan penguatan serta perbedaan individual. Untuk mencapai hasil
belajar yang optimal, maka prinsip-prinsip pembelajaran tersebut harus di
terapkan dalam pembelajaran dengan baik dan benar. Untuk lebih jelasnya
prinsip-prinsip pembelajaran tersebut di uraikan secara singkat sebagai
berikut:
1) Perhatian dan Motivasi Belajar
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar.
Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan
pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Gino menyatakan,
“Perhatian siswa waktu belajar akan sangat mempengaruhi hasil
belajar. Belajar dengan penuh perhatian (konsentrasi) pada materi yang
di pelajari akan lebih terkesan lebih mendalam dan tahan lama pada
ingatan” (1998 : 52).
Perhatian mempunyai peran penting untuk mencapai hasil belajar yang
optimal. Apabila pelajaran yang di terima siswa di rasakan sebagai
kebutuhan, maka akan membangkitkan motivasi siswa untuk
mempelajarinya. Sedangkan yang di maksud motivasi menurut
Dimyati dan Mudjiono adalah, “Tenaga yang menggerakkan dan
mengarahkan aktivitas seseorang” (2006: 42). Dengan motivasi belajar
yang tinggi, maka siswa akan lebih bersemangat dalam belajar. Belajar
yang di lakukan dengan penuh semangat akan dapat mencapai hasil
belajar yang optimal.
2) Keaktifan Siswa
Dalam kegiatan pembelajaran siswa dituntut untuk selalu aktif dalam
mengikuti proses pembelajaran. Untuk dapat memproses dan
mengolah perolehan belajarnya secara efektif siswa di tuntut untuk atif
secara fisik, intelektual dan emosional. Tanpa ada keaktifan dari siswa,
maka tidak akan terjadi proses belajar. Hal ini sesuai pendapat Gino
dkk. bahwa, “Dari semua unsur belajar, boleh dikatakan keaktifan
siswalah prinsip yang terpenting, karena belajar sendiri merupakan
16
suatu kegiatan. Tanpa adanya kegiatan tidak mungkin seorang belajar”
(1998 : 52).
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran bermacam-macam
bentuknya. Hal ini sesuai dengan jenis atau masalah yang di pelajari
siswa. Menurut Nasution (1988 : 93) macam-macam keaktifan belajar
siswa antara lain: “Visual activities, oral activities, listening activities,
drawing activities, motor activities, mental activities, emotional
activities” (Gino, 1998 : 52).
Keaktifan-keaktifan siswa dalam proses pembelajaran tersebut tidak
terpisah satu dengan lainnya. Misalnya dalam ke aktifan motoris
terkandung ke aktifan mental dan di sertai oleh perasaan tertentu.
Dalam setiap pelajaran dapat di lakukan bermacam-macam ke aktifan.
3) Keterlibatan Langsung Siswa
Belajar adalah suatu proses yang terjadi dalam diri siswa. Dalam
proses belajar sangat kompleks. Belajar adalah suatu proses yang
memungkinkan organ-organ siswa mengubah tingkah lakunya sebagai
hasil pengalaman yang diperolehnya. Dapat di katakan bahwa, belajar
merupakan hasil pengalaman, sebab pengalaman-pengalaman yang di
peroleh itulah yang menentukan kualitas perubahan tingkah laku siswa.
Jadi peristiwa belajar terjadi apabila terjadi perubahan tingkah laku
pada diri siswa.
Belajar adalah tanggungjawab masing-masing siswa, sebab hasil
belajar adalah hasil dari pengalaman yang di peroleh sendiri, bukan
pengalaman yang di dapat oleh orang lain. Oleh karena itu, kualitas
hasil belajar berbeda-beda antara siswa satu dengan lainnya tergantung
pada pengalaman yang di peroleh dan kondisi serta kemampuan setiap
siswa.
4) Pengulangan Belajar
Salah satu prinsip belajar adalah melakukan pengulangan. Dengan
melakukan pengulangan yang banyak, maka suatu keterampilan atau
pengetahuan akan dikuasai dengan baik. Menurut Dimyati dan
17
Mudjiono bahwa, “Penguasaan secara penuh dari setiap langkah
memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti. Dari
pernyataan inilah pengulangan masih di perlukan dalam kegiatan
pembelajaran” (2006 : 52).
Sedangkan Suharno berpendapat, “Untuk mengotomatisasikan
penguasaan unsur gerak fisik, teknik, taktik dan keterampilan yang
benar atlet harus melakukan latihan berulang-ulang dengan frekuensi
sebanyak-banyaknya secara kontinyu” (1993 : 22). Mengulang materi
pelajaran atau suatu keterampilan adalah sangat penting. Dengan
melakukan pengulangan gerakan secara terus menerus, maka gerakan
keterampilan dapat di kuasai dengan secara otomatis. Suatu
keterampilan yang di kuasai dengan baik, maka gerakan yang di
lakukan lebih efektif dan efisien.
5) Tantangan
Tantangan merupakan salah satu bagian yang penting dalam
pembelajaran. Dengan adanya tantangan maka akan memotivasi siswa
untuk memecahkan permasalahan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini
sesuai pendapat Gino bahwa, (1998) “Materi yang di pelajari oleh
siswa harus mempunyai sifat merangsang atau menantang. Artinya,
materi tersebut mengandung banyak masalah-masalah yang
merangsang untuk dipecahkan. Apabila siswa dapat mengatasi masalah
yang di hadapinya, maka ia akan mendapatkan kepuasan” hlm. 54).
Memberikan tantangan dalam proses belajar mengajar adalah sangat
penting. Dengan adanya tantangan yang harus di hadapi atau di
pecahkan siswa dalam belajar, maka siswa akan berusaha semaksimal
mungkin untuk memecahkan masalah tersebut. Jika siswa mampu
memecahkan masalah yang di pelajarinya, maka siswa akan
memperoleh kepuasan dan mencapai hasil belajar yang optimal.
6) Balikan dan Penguatan
Pemberian balikan pada umumnya memberi nilai positif dalam diri
siswa, yaitu mendorong siswa untuk memperbaiki tingkah lakunya dan
18
meningkatkan usaha belajarnya. Tingkah laku dan usaha belajar serta
penampilan siswa yang baik, di beri balikan dalam bentuk senyuman
ataupun kata-kata pujian yang merupakan penguatan terhadap tingkah
laku dan penampilan siswa.
Penguatan (reinforcement) adalah respon terhadap tingkah laku yang
dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku
tersebut. Memberi penguatan dalam kegiatan belajar kelihatannya
sederhana sekali, yaitu tanda persetujuan guru terhadap tingkah laku
siswa. Namun demikian, penguatan ini sangat besar manfaatnya
terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
7) Perbedaan Individu
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu
dengan lainnya. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo
atau kecepatannya masing-masing. Kesadaran bahwa dirinya berbeda
dengan siswa lain akan membantu siswa menentukan cara belajar serta
sasaran belajar bagi dirinya sendiri. Manfaat pembelajaran akan lebih
berarti jika proses pembelajaran yang di terapkan, di rencanakan dan di
laksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi masing-masing
siswa.
Untuk mencapai hasil belajar yang optimal, maka guru harus
memperhatikan perbedaan setiap individu dan dalam
membelajarkannya harus disesuaikan dengan kemampuan masing-
masing individu.
d. Ciri-Ciri Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan menyampaikan
informasi atau pengetahuan dari seorang guru kepada siswa. Berdasarkan
hal tersebut maka dalam pembelajaran terdapat ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri
pembelajaran pada dasarnya merupakan tanda-tanda upaya guru mengatur
unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran, sehingga dapat mengaktifkan
siswa dalam kegiatan belajar mengajar agar terjadi proses belajar dan
tujuan belajar dapat tercapai.Menurut Gino, menyatakan bahwa, “ciri-ciri
19
pembelajaran terletak pada adanya unsur-unsur dinamis dalam proses
belajar siswa yaitu (1) motivasi belajar, (2) bahan belajar, (3) alat bantu
belajar, (4) suasana belajar, (5) kondisi subyek belajar” (1988 : 36).
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran tersebut maka secara singkat
pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Motivasi Belajar
Dalam kegiatan siswa belajar mengajar bila seorang siswa tidak dapat
melakukan tugas pembelajaran, maka perlu dilakukan upaya untuk
menemukan sebab-sebabnya dan kemudian mendorong siswa tersebut
mau melakukan tugas ajar dari guru. Dengan kata lain siswa tersebut
perlu diberi rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya. Motivasi
dapat dikatakn sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-
kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu
dan bila tidak suka, maka akan berusaha untuk mengelakkan perasaan
tidak suka tersebut. Jadi motivasi dapat dirangsang oleh faktor luar,
tetapi motivasi itu tumbuh dari dalam diri seseorang. Dalam kegiatan
belajar, maka motovasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak didalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar
sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai.
2) Bahan Belajar
Bahan belajar merupakan isi dalam pembelajaran. Bahan atau materi
belajar perlu berorientasi pada tujuan yang akan dicapai siswa dan
memperhatikan karakteristik siswa agar dapat diminati oleh siswa.
Bahan pengajaran merupakan segala informasi yang berupa fakta,
prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Selain bahan yang berupa informasi, maka perlu
diusahakan isi pengajaran agar dapat merangsang daya cipta atau yang
bersifat menantang agar menumbuhkan dorongan pada diri siswa
untuk menemukan atau memecahkan masalah yang dihadapi dalam
pembelajaran.
20
3) Alat Bantu Belajar
Alat bantu belajar atau media belajar merupakan alat-alat yang dapat
membantu siswa belajar untuk mencapai tujuan belajar. Alat bantu
pembelajaran adalah semua alat yang digunakan dalam kegiatan
belajar mengajar dengan maksud menyampaikan pesan dari guru
kepada siswa. Guru harus berusaha agar materi yang disampaikan atau
disajikan mampu diserap dengan mudah oleh siswa. Apabila
pengajaran disampaikan dengan bantuan alat-alat yang menarik, maka
siswa akan merasa senang dan pembelajaran dapat berlangsung dengan
baik.
4) Suasana Belajar
Suasana belajar sangat penting dan akan berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan pembelajaran. Suasana belajar akan berjalan dengan
baik, apabila terjadi komunikasi dua arah yaitu antara guru dengan
siswa. Disamping itu juga, adanya kegairahan dan kegembiraan
belajar. Suasana belajar mengajar akan berlangsung dengan baik, dan
isi pelajaran disesuaikan dengan karakteristik siswa, maka tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
5) Kondisi Siswa Yang Belajar
Siswa atau anak memiliki sifat yang unik atau sifat yang berbeda,
tetapi juga memiliki kesamaan yaitu memiliki langkah-langkah
perkembangan dan memiliki potensi yang perlu diaktualisasikan
melalui pembelajaran. Dengan kondisi siswa yang demikian akan
dapat berpengaruh pada partisipasi siswa dalam proses belajar untuk
itu, kegiatan pengajaran lebih menekankan pada peranan dan
partisipasi siswa, bukan peran guru yang dominan tetapi guru lebih
berperan sebagai fasilitator, motivator, dan sebagai pembimbing.
Ciri lain dari pembelajaran adalah adanya komponen yang
saling berkaitan satu sama lain. Komponen tersebut adalah tujuan,
materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran. Tujuan pembelajaran
21
mengacu pada kemampuan atau kompetensi yang diharapkan dimiliki
siswa setelah mengikuti suatu pembelajaran tertentu. Materi
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dibahas dalam pembelajaran
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
pembelajaran mengacu pada penggunaan pendekatan, strategi, model,
dan teknik dan media dalam rangka membangun proses belajar, antara
lain membahas materi dan melakukan pengalaman belajar sehingga
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.
6) Hasil Belajar
Salah satu tugas pokok seorang guru adalah mengevalusai taraf
keberhasilan rencana pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Untuk
dapat melihat sejauh mana taraf keberhasilan mengajar guru dan
belajar siswa secara tepat dan dapat di percaya maka di perlukan
sebuah informasi yang di dukung oleh data yang objektif dan
memadahi tentang indikator perubahan perilaku dan pribadi siswa.
Identifikasi wujud perubahan perilaku dan pribadi sebagai hasil belajar
dapat bersifat fungsional-struktural, material-substansial, dan
behavioral. Untuk mempermudah dalam sistematika penjabaran hasil
belajar siswa dapat menggunakan penggolongan perilaku menurut
Bloom yang terdiri atas kawasan atau ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Menurut Syamsyuddin yang dikutip Rusyan (1989 : 22) beberapa
indikator dan kemungkinan cara pengungkapan dari hasil belajar
dijabarkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1. Penjabaran Sitematika Hasil Belajar Siswa
Jenis Hasil Belajar Indikator Cara Pengungkapan
a. Kognitif
• Pengamatan/
perceptual
Dapat menunjukan,
membandingkan,
menghubungkan.
Tugas, tes, observasi.
• Hafalan/ingatan Dapat menyebutkan dan
menunjukan lagi Pertanyaan, tugas tes
22
• Pengertian/
pemahaman
Dapat menjelaskan dan
mengidentifikasikan
dengan kalimat sendiri
Pertanyaan
• Aplikasi/
Penggunaan
Dapat memberikan contoh,
menggunakan dengan tepat,
memecahkan masalah
Soal, tes tuga
• Analisis Dapat menguraikan, dan
mengklasifikasikan Tugas, persoalan, tes
• Sitesis
Dapat menghubungkan,
dan menyimpulkan,
mengeneralisasikan
Tugas, persoalan, tes
• Evaluasi
Dapat
menginterprestasikan,
memberikan kritik,
memberikan pertimbangan
penilaian
Tugas, persoalan, tes
b. Afektif
• Penerimaan Bersikap menerima,
menyetujui, atau sebaliknya
Pertanyaan, tes skala
sikap
• Sambutan
Bersedia terlibat,
berpartisipasi,
memanfaatkan, atau
sebaliknya
Tugas, observasi dan tes
• Penghargaan/
Apresiasi
Memandang penting,
bernilai, berfaedah indah,
harmonis, kagum, atau
sebaliknya.
Skala penilaian, tugas,
dan observasi.
• Internalisasi/
Pendalaman
Mengakui, mempercayaai,
meyakinkan, atau
sebaliknya
Skala sikap, tugas
ekspresif, pro efektif
• Karakterisasi/
Penghayatan
Melembagakan,
membinasakan,
menjelmakan dalam pribadi
dan perlakuanya sehari –
hari
Observasi
c. Psikomotorik
• Keterampilan
bergerak/
bertindak
Koordinasi mata, tangan,
dan kaki
Tugas, observasi,
tindakan
• Keterampilan
ekspresi verbal
dan non verbal
Gerak, mimic, ucapan Tugas, observasi,
tindakan
(Sumber. Gino, 1998 : 38)
23
3. Model Pembelajaran
Mills berpendapat bahwa "model adalah bentuk representasi akurat
sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang
mencoba bertindak berdasarkan model itu". Model merupakan interpretasi
terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem.
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang
berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada
tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai
pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan
memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends,
model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan,
termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar.
Merujuk pemikiran Joyce, fungsi model adalah "each model guides
us as we design instruction to help students achieve various objectives".
Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik
mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan
mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar.
a. Macam-macam Model Pembelajaran
Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah
dirumuskan oleh pendidik, maka perlu mengetahui, mempelajari beberapa
model mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar.
24
1) Model Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung atau direct instruction dikenal dengan
sebutan active teaching. Pembelajaran langsung juga dinamakan
whole-class teaching.Penyebutan itu mengacu pada gaya mengajar di
mana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta
didik dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas. Teori
pendukung pembelajaran langsung adalah teori behaviorisme dan teori
belajar sosial.
Berdasarkan kedua Urori tersebut, pembelajaran langsung
menekankan belajar sebagai perubahan perilaku. Jika behaviorisme
menekankan belajar sebagai proses stimulus-respons bersifat mekanis,
maka teori belajar sosial beraksentuasi pada perubahan perilaku
bersifat organis melalui peniruan.
Modelling adalah pendekatan utama dalam pembelajaran
langsung.Modelling berarti mendemonstrasikan suatu prosedur kepada
peserta didik.Modelling mengikuti urut-urutan berikut:
a) Guru mendemonstrasikan perilaku yang hendak di- capai sebagai
hasil belajar.
b) Perilaku itu dikaitkan dengan perilaku-perilaku lain yang sudah
dimiliki peserta didik.
c) Guru mendemonstrasikan berbagai bagian perilaku tersebut dengan
cara yang jelas, terstruktur, dan berurutan disertai penjelasan
mengenai apa yang dikerjakannya setelah setiap langkah selesai
dikerjakan.
d) Peserta didik perlu mengingat langkah-langkah yang dilihatnya dan
kemudian menirukannya.
Model-model yang ada di lingkungan senantiasa memberikan
rangsangan kepada peserta didik yang membuat peserta didik
memberikan tindak balas jika rangsangan tersebut terkait dengan
keadaan peserta didik. Ada tiga macam model, yaitu: Live mode,
Symbolic model, Verbal description model.
25
Live model adalah model yang berasal dari kehidupan nyata. Symbolic
model adalah model yang berasal dari perumpamaan.Verbal
description model adalah model yang di-nyatakan dalam suatu uraian
verbal.Model-model itu men-cakup behavioral model dan cognitive
model. Behavioral model untuk performa yang kasat mata dan
cognitive model untuk proses kognitif yang tidak kasat mata.
2) Model Pembelajaran Kooperatif
Ada beberapa istilah untuk menyebut pembelajaran berbasis
sosial yaitu pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dan
pembelajaran kolaboratif. Panitz membedakan kedua hal tersebut.
Pembelajaran kolaboratif didefinisikan sebagai falsafah mengenai
tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta didik
bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha
menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
dihadapkan pada mereka. Guru bertindak sebagai fasilitator,
memberikan dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok ke arah
hasil yang sudah disiapkan sebelumnya. Bentuk-bentuk assessment
oleh sesama peserta didik digunakan untuk melihat hasil prosesnya.
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas
meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang
lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.Secara umum
pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana
guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan
bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta
didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya
menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Pandangan dikotomi tersebut di atas dianggap sebagai
pernyataan yang berlebihan. Sebab dalam praktiknya .antara
pembelajaran kolaboratif dan kooperatif merupakan dua hal yang
kontinu. Istilah kooperatif digunakan dalam tulisan ini karena kata
"kooperatif" memiliki makna lebih intens, yaitu menggambarkan
26
keseluruhan proses sosial ilmu belajar dan mencakup pula pengertian
kolaboratif. Dukungan teori konstruktivisme sosial Vygotsky telah
meletakkan arti penting model pembelajaran kooperatif.
Konstruktivisme sosial Vygotsky menekankan bahwa pengetahuan
dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam
konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka
kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman.
Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan
mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran peserta didik.
Dari Piaget ke Vygotsky ada pergeseran konseptual dari
individual ke kooperatif, interaksi sosial, dan aktivitas sosiokultural.
Dalam pendekatan konstruktivis Piaget, peserta didik mengonstruksi
pengetahuan dengan mentransformasikan, mengorganisasikan, dan
mereorganisasikan pengetahuan dan informasi sebelumnya. Vygotsky
menekankan peserta didik mengonstruksi pengetahuan melalui
interaksi sosial dengan orang lain. Isi pengetahuan dipengaruhi oleh
kultur di mana peserta didik tinggal. Kultur itu meliputi bahasa,
keyakinan, keahlian/ keterampilan.
Dukungan teori Vygotsky terhadap model pembelajaran
kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Menurut
Anita Lie, model pembelajaran ini didasarkan pada falsafat homo
hominisocius. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini
menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dialog interaktif
(interaksi sosial) adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Tanpa
interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Dengan
kata lain, kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting
artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada
individu, keluarga, organisasi, dan kehidupan bersama lainnya. Secara
umum tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan yang disebut
Piaget sebagai pengetahuan sosial.
27
Dukungan lain dari teori Vygotsky terhadap model
pembelajaran kooperatif adalah arti penting belajar kelompok. Di
antara para pakar terdapat beberapa pendapat tentang pengertian
kelompok.Chaplin mendefinisikan kelompok sebagai "a collection of
individuals who have some characteristic in common or who are
pursuing a common goal. Two or more persons who interact in any
way constitute a group. It is not necessary, however, for the members
of a group to interact directly or in face to face manner".
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa
kelompok itu dapat terdiri dari dua orang saja, tetapi juga dapat terdiri
dari banyak orang. Chaplin juga mengemukakan bahwa anggota
kelompok tidak harus berinteraksi secara langsung yaitu face to face.
Roger dan Johnson (2011:58) mengatakan bahwa tidak semua
belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran
kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah :
1) Positive interdependence (saling ketergantungan positif).
2) Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan).
3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif).
4) Interpersonal skill (komunikasi antaranggota).
5) Group processing (pemrosesan kelompok)
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapau hasil
belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan
pengembangan ketrampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model
pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi peserta
didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya.
Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan
dan reward mengacu pada derajat kerjasama atau kompetisi yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.
28
a) Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
(1) Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri.
(2) Jika belajar sendiri sering kali rasa bosan timbul dan rasa kantuk
pun datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang kurang
menarik perhatian atau pelajaran yang sulit. Dengan belajar
bersama, orang punya teman yang memaksa aktif dalam belajar.
Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit mungkin
untuk mengalihkan kebosanan.
(3) Dapat merangsang motivasi belajar, melalui kerja kelompok, akan
dapat menumbuhkan perasaan ada saingan. Jika sudah
menghabiskan waktu dan tenaga yang sama dan ternyata ada teman
yang mendapat nilai lebih baik, akan timbul minat mengejarnya.
Jika sudah berada di atas, tentu ingin mempertahankan agar tidak
akan dikalahkan teman-temannya.
(4) Ada tempat bertanya, kerja secara kelompok, maka ada tempat
untuk bertanya dan ada orang lain yang dapat mengoreksi
kesalahan anggota kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada
masalah sulit terutama jika mempelajari sejarah. Dalam belajar
berkelompok, seringkali dapat memecahkan soal yang sebelumnya
tidak bisa diselesaikan sendiri. Ide teman dapat dicoba dalam
menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok
itu, tentu ada lima kepala yang mempunyai tingkat pengetahuan
dan kreativitas yang berbeda. Pada saat membahas suatu masalah
bersama akan ada ide yang saling melengkapi.
(5) Kesempatan melakukan resitasi oral, kerja kekompok, sering
anggota kelompok harus berdiskusi dan menjelaskan suatu teori
kepada teman belajar. Inilah saat yang baik untuk resitasi. Akan
dijelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri. Belajar
mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam pikiran
ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.
29
(6) Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan perisitwa lain yang
mudah diingat, melalui kerja kelompok akan dapat membantu
timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat.
Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka
perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini,
biasanya akan mudah mengingat apa yang dibicarakan
dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja. Karena dari
peristiwa ini, ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara,
emosi yang turut campur dan tangan yang menulis. Semuanya
sama-sama mengingat di kepala. Jika membaca sendirian, hanya
rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini dapat kurang
kuat.
b) Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
(1) Bisa menjadi tempat mengobrol atau gossip
Kelemahan yang senantiasa terjadi dalam belajar kelompok adalah
dapat menjadi tempat mengobrol. Hal ini terjadi jika anggota
kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti
datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu
begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
(2) Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok
Debat sepele ini sering terjadi di dalam kelompok. Debat sepele ini
sering berkepanjangan sehingga membuang waktu percuma. Untuk
itu, dalam belajar kelompok harus dibuatkan agenda acara.
Misalnya, 25 menit mendiskusikan bab tertentu, dan 10 menit
mendiskusikan bab lainnya. Dengan agenda acara ini, maka belajar
akan terarah dan tidak terpancing untuk berdebat hal-hal sepele.
(3) Bisa terjadi kesalahan kelompok
Jika ada satu anggota kelompok menjelaskan suatu konsep dan
yang lain percaya sepenuhnya konsep itu, dan ternyata konsep itu
salah, maka semua anggota kelompok berbuat salah. Untuk
menghindarinya, setiap anggota kelompok harus sudah mereview
30
sebelumnya. Kalau membicarakan hal baru dan anggota kelompok
lain belum mengetahui, cari konfirmasi dalam buku untuk
pendalaman.
Untuk itu dapat disimpulkan bahwa kelebihan dan kelemahan dalam
penggunaan metode atau model pembelajaran sebagai strategi mengajar
guru, maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi guru dalam
penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme guru menggunakan
metode/model tersebut sangat menentukan dan kesadaran murid mengikuti
pembelajaran melalui strategi kelompok. Sasaran pembelajaran adalah
meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model ini
akan memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam belajar
sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.
3) Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan
berdasarkan konsep-konsep yang dicetuskan oleh Jerome Bruner.
Konsep tersebut adalah belajar penemuan atau discovery learning.
Mengenai discovery learning, Johnson membedakannya dengan
inquiry learning. Dalam discovery learning, ada pengalaman yang
disebut "...Ahaa experience" yang dapat diartikan seperti, ”...Nah, ini
dia". Sebaliknya, inquiry tidak selalu sampai pada proses tersebut. Hal
ini karena discovery learning adalah penemuan, sedangkan inquiry
learning proses akhir terletak pada kepuasan kegiatan meneliti.
Walaupun ada pendapat yang membedakan antara discovery learning
dan inquiry learning, namun keduanya memiliki persamaan. Discovery
learning dan inquiry learning merupakan pembelajaran beraksentuasi
pada masalah-masalah kontekstual. Keduanya merupakan
pembelajaran yang menekankan aktivitas penyelidikan.
Proses belajar penemuan meliputi proses informasi,
transformasi, dan evaluasi. Proses informasi, pada tahap ini peserta
didik memperoleh informasi mengenai materi yang sedang dipelajari.
Pada tahap ini peserta didik melakukan penyandian atau encoding atas
31
informasi yang diterimanya. Berbagai respons diberikan peserta didik
atas informasi yang diperolehnya. Ada yang menganggap informasi
yang diterimanya sebagai sesuatu yang baru. Ada pula yang menyikapi
informasi yang diperolehnya lebih mendalam dan luas dari
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Tahap transformasi, pada
tahap ini peserta didik melakukan identifikasi, analisis, mengubah,
mentransformasikan informasi yang telah diperolehnya menjadi bentuk
yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat
dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Dalam tahap ini peserta
didik mengembangkan inferensi logikanya. Tahap ini dirasakan
sesuatu yang sulit dalam belajar penemuan. Dalam keadaan seperti itu
guru diharapkan kompeten dalam mentransfer strategi kognitif yang
tepat. Tahap evaluasi, pada tahap ini peserta didik menilai sendiri
informasi yang telah ditransformasikan itu dapat dimanfaatkan untuk
memahami gejala atau memecahkan masalah yang dihadapi.
Berdasarkan belajar penemuan peserta didik didorong belajar aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Peserta didik didorong
menghubungkan pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman
baru yang dihadapi sehingga peserta didik menemukan prinsip-prinsip
baru. Peserta didik dimotivasi menyelesaikan pekerjaannya sampai
mereka menemukan jawaban-jawaban atas problem yang dihadapi
mereka. Peserta didik berusaha belajar mandiri dalam memecahkan
problem dengan mengembangkan kemampuan menganalisis dan
mengelola informasi. Pembelajaran berbasis masalah membantu
peserta didik memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin.
4. Pembelajaran Cooperatif Learning
Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat
untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk
membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran
32
adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan
pesrta didik.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah pendidik
(perorangan dan/atau kelompok) serta pesrta didik (perorangan, kelompok
dan/ atau komunitas) yang berinteraksi edukatif antara satu dengan lainnya. Isi
kegiatan adalah bahan (materi) belajar ytang bersumber dan kurikulum suatu
program pendidikan. Proses kegiatan adalah langkah-langkah atau tahapan
yang dilalui pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran.
Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu
bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Cooperative
learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan
tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama
dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam cooperative
learning, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut slavin (1985), cooperative learning adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok
heterogen (Isjoni, 2011 : 12). Sedangkan Sunal dan Hans (2000)
mengemukakan cooperative learning merupakan suatu cara pendekatan atau
serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada
peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran (Isjoni, 2011 :
12). Selanjutnya Stahl (1994) menyatakan cooperative learning dapat
meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong-
menolong dalam perilaku social (Isjoni, 2011: 12).
Cooperative learning dapat digunakan dalam membuat laporan
penelitian pada pelajaran IPA dan IPS. Namun, Juliati (2000) mengemukakan,
cooperative learning lebih tepat digunakan pada pembelajaran IPS (Isjoni,
2011: 12). Terkait dengan itu, hasil penelitian Suryadi (1999) pada
pembelajaran Matematika menyimpulkan bahwa salah satu model
33
pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa
adalah cooperative learning (Isjoni, 2011 : 12).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas belajar dengan model
kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan
pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat
(sharing ideas). Selain itu dalam belajar biasanya siswa diharapkan pada
latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, cooperative
learning sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan
saling tolong-menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.
Beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul
dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat
berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan
membantu teman. Dalam cooperative learning, siswa terlibat aktif pada proses
pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi
dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk
meningkatkan prestasi belajarnya.
Unsur-unsur dalam cooperative learning menurut Isjoni (2011 : 13)
(mengutip simpulan Lungdren, 1994) sebagai berikut:
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau
berenang bersama”.
b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta
didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri
dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan
yang sama.
d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para
anggota kelompok.
e. Para siswa diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Setiap siswa akan dimintai mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooeratif.
Thompson, et al (1995) mengemukakan, cooperative learning turut
menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam
34
cooperative learning siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang
terdiri dari 4-6 orang dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok
heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan
suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja
dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Pada cooperative learning yang diajarkan adalah keterampilan-
keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar
kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.
Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.
a. Pengertian Cooperatif Learning
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu
sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin (1995)
mengemukakan, “In cooperative learning methods, students work together
in four member teams to master material initially presented by the
teacher” (Isjoni, 2011 : 15). Dari uraian tersebut dapat dikemukakan
bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana
system belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang
berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa
lebih bergairah dalam belajar.
Sedangkan Johnson (dalam hasan, 1994) mengemukakan,
“cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within
cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all
other groups members. Cooperative learning is the instructional use of
small groups that allows students to work together to maximize their own
and each other as learning” (Isjoni, 2011 : 15). Berdasarkan uraian
tersebut, cooperative learning mengandung arti bekerja bersama dalam
mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil
yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif
35
adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka
dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur cooperative
learning didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi
dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang.
Anita lie (2000) menyebut cooperative learning dengan istilah
pembelajaran gotong-royong, yaitu system pembelajaran yang member
kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain
dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative
learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu
tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan
yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya
terdiri dan 4-6 orang saja (Isjoni, 2011 : 16).
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat
ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang
berpusat pada siswa (studend oriented), terutama untuk mengatasi
permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak
dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli
pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan
dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia
dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson &
Johnson (1994) cooperative learning adalah mengelompokkan siswa
didalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja
sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari
satu sama lain dalam kelompok tersebut (Isjoni, 2011: 17).
Slavin (1995) menyebutkan cooperative learning merupakan
model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana sejak saat itu
guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-
kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer
teaching) (Isjoni, 2011 : 17). Dalam melakukan proses belajar-mengajar
guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga
36
siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan
saling belajar mengajar sesama mereka.
Ada banyak alasan mengapa cooperative learning tersebut
mampu memasuki mainstream (kelaziman) praktik pendidikan. Selain
bukti-bukti nyata tentang keberhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang
masyarakat pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa berlatih
berpikir, memecahkan masalah, serta menggabungkan kemampuan dan
keahlian. Walaupun memang pendekatan ini akan berjalan baik di kela
yang kemampuannya merata, namun sebenarnya kelas dengan
kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan pendekatan ini.
Karena dengan mencampurkan para siswa dengan kemampuan yang
beragam tersebut, maka siswa yang berkurang akan sangat terbantu dan
termotivasi siswa yang lebih. Demikian juga siswa yang lebih akan
semakin terasah pemahamannya.
Cooperative learning ini bukan bermaksud untuk menggantikan
pendekatan kompetitif (persaingan). Nuansa kompetitif dalam kelas akan
sangat baik bila diterapkan secara sehat. Pendekatan kooperatif ini adalah
sebagai alternative pilihan dalam mengisi kelemahan kompetisi, yaitu
hanya sebagian siswa saja yang akan bertambah pintar, sementara yang
lainnya semakin tenggelam dalam ketidaktahuannya. Tidak sedikit siswa
yang kurang pengetahuannya merasa malu bila kekurangannya di expose.
Kadang-kadang motivasi persaingan akan menjadi kurang sehat bila para
murid saling menginginkan agar siswa lainnya tidak mampu, katakanlah
dalam menjawab soal yang diberikan guru. Sikap mental inilah yang
dirasa perlu untuk mangalami improvement (perbaikan).
Beberapa ciri dari cooperative learning adalah ; (a) setiap
anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara
siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan
juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan
keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya
berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
37
b. Tujuan Cooperatif Learning
Pelaksanaan model cooperative learning membutuhkan
partisipasi dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Kooperative
learning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik,
sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial.
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative
learning sebagaimana dikemukakan Slavin (1995), yaitu penghargaan
kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama
untuk berhasil (Isjoni, 2011 : 21).
1) Penghargaan Kelompok
Cooperative learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok
diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas criteria yang
ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan
individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan
antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling
peduli.
2) Pertanggungjawaban Individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari
semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut
menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling
membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara
individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes
dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman
sekelompoknya.
3) Kesempatan Yang Sama Untuk Mencapai Keberhasilan
Cooperative learning menggunakan metode scoring yang
mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang
diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode
scoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau
38
tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan
melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat
konvensional, cooperative learning memiliki beberapa keunggulan.
Keunggulannya dilihat dari aspek siswa, adalah member peluang
kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pendangan,
pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam
merumuskan kea rah satu pandangan kelompok (Cilibert-Macmilan,
1993).
Dengan melaksanakan model pembelajaran cooperative
learning, siswa memungkinkan dapat meraih keberhailan dalam
belajar, di samping itu juga bisa melatih siswa untuk memiliki
keterampilan, baik keterampilan berpikir (thinking skill) maupun
keterampilan sosial (social skill), seperti keterampilan untuk
mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang
lain, bekerjasama, raa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku
yang menyimpang dalam kehidupan kelas (Stahl, 1994).
Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk
mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara
penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa
bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga berperan
sebagai tutor bagi teman sebayanya.
Selanjutnya menurut Sharan (1990), siswa yang belajar
menggunakan metode cooperative learning akan memiliki motivasi
yang tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya (Isjoni
2011 : 23). Isjoni (mengutip simpulan Johnson, 1993) bahwa
cooperative learning juga menghasilkan peningkatan kemampuan
akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk
hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar
menggunakan sopan-santun, meningkatkan motivasi siswa,
memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah
39
laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai
pokok pikiran orang lain.
(Stahl, 1994) bahwa dengan melaksanakan model
pembelajaran cooperative learning, siswa memungkinkan dapat
meraih keberhasilan dalam keberhasilan dalam belajar, disamping itu
juga bisa melatih siswa untuk melatih siswa untuk memiliki
keterampilan, baik keterampilan berpikir (thinking skill) maupun
keterampilan sosial (social skill), seperti keterampilan untuk
mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang
lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya
perilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas (Isjoni, 2011 : 24).
Selanjutnya sesuai dengan pernyataan Isjoni (mengutip
simpulan Jarolimek & Parker, 1993) bahwa keunggulan yang diperoleh
dalam pembelajaran ini adalah : 1) saling ketergantungan yang positif,
2) adanya pengakuan dalam merepon perbedaan individu, 3) siswa
dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, 4) suasana kelas
yang rileks dan menyenangkan, 5) terjadinya hubungan yang hangat
dan bersahabat antara siswa dengan guru, dan 6) memiliki banyak
kesempatan untuk mengekpresikan pengalaman emosi yang
menyenangkan (2011 : 24).
Kelemahan pembelajaran cooperative learning bersumber
pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar
(eksteren). Faktor dari dalam , yaitu: 1) guru harus mempersiapkan
pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak
tenaga, pemikiran dan waktu, 2) agar proses pembelajaran berjalan
dengan lancer maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang
cukup memadai, 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung,
ada ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas
meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan , dan 4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang,
hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
40
Pada dasarnya model cooperative learning dikembangkan
untuk mencapai setidak-tidaknya 3 tujuan pembelajaran penting yang
dirangkum Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1) Hasil Belajar Akademik
Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan
sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis
penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.
Para pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur
penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan
hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan
dengan hasil belajar, cooperative learning dapat member
keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok
atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2) Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lain model cooperative learning adalah penerimaan secara
luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas,
sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya. Pembelajaran
kooperatif memberikan peluang bagi siswa dari berbagai latar
belakang dan kondisi untuk bekerja dengan bergantung pada tugas-
tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.
3) Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting ketiga cooperative learning adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab
saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan
sosial.
41
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas tujuan utama
dalam penerapan metode/model belajar mengajar cooperative learning
adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama
teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan
gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok.
c. Model-model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Menurut Dahlan (1990), model mengajar dapat diartikan sebagai
suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum,
mengatur materi pelajaran, dan member petunjuk kepada pengajar dikelas.
Sedangkan pembelajaran menurut Muhammad Surya (2003) merupakan
suatu proses perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil dan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan
relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam prakteknya
semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-
prinsip sebagai berikut : Pertama, semakin kecil upaya yang dilakukan
guru dan semakin besar aktifitas belajar siswa, maka hal itu semakin baik.
Kedua, semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan
siswa belajar juga semakin baik. Ketiga, sesuai dengan cara belajar siswa
yang dilakukan. Keempat, dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru.
Kelima, tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan,
jenis materi, dan proses belajar yang ada (Hasan,1996).
Dalam cooperative learning terdapat variasi model yang dapat
diterapkan, yaitu diantaranya : 1) Student Team Achievement Division
(STAD), 2) Jigsaw, 3) Group Investigation (GI), 4) Rotating Trio
Exchange, dan 5) Group Resume. Dari beberapa model pembelajaran
42
tersebut model yang banyak dikembangkan adalah model STAD dan
Jigsaw.
a) Student Team Achievement Division (STAD)
Tipe ini dikembangkan Slavin, dan merupakan salah satu tipe
kooperatif yang menekankan pada adanya aktifitas dan interaksi
diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui
lima tahapan yang meliputi : 1) tahap penyajian materi, 2) tahap
kegiatan kelompok, 3) tahap tes individual, 4) tahap penghitungan skor
perkembangan individu, dan 5) tahap pemberian penghargaan
kelompok (Slavin,1995).
b) Jigsaw
Pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi
yang maksimal. Dalam model belajar ini terdapat tahap-tahap dalam
penyelenggaraannya. Tahap pertama siswa dikelompokkan dalam
bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok-kelompok
siswa tersebut dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan
tertentu.
Jumlah siswa yang bekerjasama dalam masing-masing harus
dibatasi, agar kelompok-kelompok yang terbentuk dapat bekerjasama
secara efektif, karena suatu ukuran kelompok mempengaruhi
kemampuan produktivitasnya. Dalam hal ini, Soejadi (2000)
mengemukakan, jumlah anggota dalam satu kelompok apabila makin
besar, dapat mengakibatkan makin kurang efektif kerjasama antara
para anggotanya.
Menurut Edward (1989), kelompok yang terdiri dari empat
orang terbukti sangat efektif. Sedangkan Sudjana (1989)
43
mengemukakan, beberapa siswa dihimpun dalam satu kelompok dapat
terdiri dari 4-6 orang lebih sepaham dalam menyelesaikan suatu
permasalahan dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan 2-4
orang.
Dalam model Jigsaw versi Aronson, kelas dibagi menjadi
suatu kelompok kecil yang heterogen yang diberi nama tim Jigsaw dan
materi dibagi sebanyak kelompok menurut anggota timnya. Tiap-tiap
tim diberikan satu set materi yang lengkap dan masing-masing
individu ditugaskan untuk memilih topik mereka. Kemudian siswa
dipisahkan menjadi kelompok “ahli” atau “rekan” yang terdiri dari
seluruh siswa dikelas yang mempunyai bagian informasi yang sama.
Model Jigsaw dapat digunakan secara efektif ditiap level
dimana siswa telah mendapatkan ketrampilan akademis dari
pemahaman, membaca maupun ketrampilan kelompok untuk belajar
bersama. Jenis materi yang paling mudah digunakan untuk pendekatan
ini adalah bentuk naratif seperti ditemukan dalam literatur, penelitian
sosial membaca dan ilmu pengetahuan. Materi pelajaran harus
mengembangkan ketrampilan sebagai tujuan umum.
c) Group Invetigation (GI)
Pada model ini siswa dibagi ke dalam kelompok yang beranggotakan
4-5 orang. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perkawanan atau
berdasarkan pada keterkaitan akan sebuah materi tanpa melanggar ciri-
ciri cooperative learning. Pada model ini siswa memilih sub topic yang
ingin mereka pelajari dan topic yang biasanya telah ditentukan guru,
selanjutnya siswa dan guru merencanakan tujuan, langkah-langkah
belajar berdasarkan sub topik dan materi yang dipilih. Kemudian siswa
mulai belajar dengan berbagai sumber belajar baik di dalam ataupun di
luar sekolah, setelah proses pelaksanaan belajar selesai mereka
menganalisis, menyimpulkan, dan membuat kesimpulan untuk
mempresentasikan hasil belajar mereka di depan kelas.
44
d) Rotating Trio Exchange
Pada model ini, kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri
dari 3 orang, kelas ditata sehingga setiap kelompok dapat melihat
kelompok lainnya di kiri dan di kanannya, berikan pada setiap trio
tersebut pertanyaan yang sama untuk didiskusikan. Setelah selesai
berilah nomor untuk setiap anggota trio tersebut. Contohnya nomor 0,
1, dan 2. Kemudian perintahkan nomor 1 berpindah searah jarum jam.
Sedangkan nomor 0 tetap ditempat. Ini akan mengakibatkan timbulnya
trio baru. Berikan kepada setiap trio baru tersebut pertanyaan-
pertanyaan baru untuk didiskusikan, tambahkanlah sedikit tingkat
kesulitan. Rotasikan kembali siswa seusai setiap pertanyaan yang telah
disiapkan.
e) Group Resume
Model ini akan menjadikan interaksi antar siswa lebih baik, kela dibagi
ke dalam kelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri dan 3-6 orang
siswa. Berikan penekanan bahwa mereka adalah kelompok yang
bagus, baik bakat ataupun kemampuannya di kelas. Biarkan kelompok-
kelompok tersebut membuat kesimpulan yang di dalamnya terdapat
data-data latar belakang pendidikan, pengetahuan akan isi kelas,
pengalaman kerja, kedudukan yang dipegang sekarang, ketrampilan,
hobby, bakat dan lain-lain. Kemudian setiap kelompok diminta untuk
mempresentasikan kesimpulan kelompok mereka.
d. Pembelajaran Cooperatif Learning dalam Penjas
Pembelajaran kooperatif dalam penjas mempunyai makna,
pembelajaran kooperatif tidak benar-benar sebuah model dengan
sendirian yaitu adalah seperangkat strategi mengajar, yang terpenting
adalah pengelompokan siswa ke dalam tim belajar untuk menetapkan
jumlah waktu atau tugas, dengan harapan bahwa semua siswa akan
memberikan kontribusi pada proses belajar dan hasil.
Keuntungan jika penjas menggunakan model pembelajaran
45
kooperatif adalah salah satunya memungkinkan semua siswa dapat
menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau
sejajar, mengajarkan teknik-teknik olahraga yang digabung dengan
suasana permainan sebenarnya. Atau melakukan permainan-permainan
yang sesuai dengan tingkat kemampuan anak sehingga bisa
menyerap nilai-nilai keolahragaan yang ada didalamnya. Akibatnya,
pelajaran permainan itu pun akan memberikan pengalaman yang
lengkap pada anak dalam berolahraga.
Sedangkan pembelajaran kooperatif dalam penjas cenderung
menekankan kepada pembelajaran olahraga/sport education secara
berkelompok, yang diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan
pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas,
pada dasarnya terdapat tiga struktur tujuan dalam penjas: Kompetitif,
Individual, dan Kooperatif. Untuk memaksimalkan pembelajaran, guru
pendidikan jasmani biasanya harus menetapkan struktur tujuan yang
mana yang akan digunakan untuk menghasilkan pencapaian tujuan bagi
sebanyak mungkin siswa. Struktur tujuan adalah cara siswa berinteraksi
secara verbal maupun secara fisik dengan teman sendiri atau dengan
guru ketika terlibat dalam pembelajaran. Keputusan yang baik tentang
tujuan mengarah langsung pada pencapaian hasil pendidikan jasmani,
walaupun sering diabaikan oleh kebanyakan guru penjas (Siedentop :
1995).
Perlu diterapkannya pembelajaran ini, untuk memotivasi siswa
berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan
saling memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar
biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan
masalah. Oleh karena itu pembelajaran kooperatif sangat baik untuk
dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong-
menolong mengatasi tugas yang dihadapi agar upaya guru dalam
kegiatan belajar mengajar mutlak, hal ini tentu untuk tercapainya
tujuan belajar yang sesungguhnya, yaitu adanya perubahan, perubahan
46
yang diharapkan dapat berupa pertambahan ilmu pengetahuan maupun
perubahan tingkah laku ke arah kedewasaan, baik dewasa berfikir,
bersikap maupun bertindak untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-
hari. Beberapa penelitian menunjukkan, model pembelajaran kooperatif
memiliki dampak yang positif terhadap kegiatan belajar mengajar
disekolah, yakni dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama
pembelajaran, meningkatkan ketercapaian hasil belajar, dan dapat
meningkatkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berikutnya.
Terdapat dua ciri yang mungkin dimiliki guru dan tidak
menguasai model pembelajaran kooperatif terutama dalam
pembelajaran penjas. Kedua ciri itu adalah apakah guru akan
disiapkan menjadi guru yang : Pertama guru yang propagandis adalah
sebutan bagi guru yang setiap penampilannya akan memukau anak-
anak, namun bila terus menerus akan menimbulkan rasa jenuh dari
anak, kedua guru yang netral adalah guru yang tidak punya pendirian,
dan tak punya tanggung jawab dalam menyampaikan pelajaran, karena
ia sendiri tidak yakin akan maknanya. Keterampilan sosial berasal dari
kata trampil dan sosial. Kata ketrampilan berasal dari 'trampil'
digunakan di sini karena di dalamnya terkandung suatu proses
belajar, dari tidak trampil menjadi trampil. Kata sosial digunakan
karena bertujuan untuk mengajarkan satu kemampuan berinteraksi
dengan orang lain. Dengan demikian keterampilan sosial maksudnya
adalah bertujuan untuk mengajarkan kemampuan berinteraksi dengan
orang lain kepada individu-individu yang tidak trampil menjadi
trampil berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya, baik dalam
hubungan formal maupun informal.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
sebuah aktivitas belajar tidak hanya berpusat pada guru saja melainkan
pada siswa dan di dalam aktivitas belajar setiap siswa mempunyai
kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada siswa
dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan
47
saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar
yang efektif, siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan
strategi berpikir, serta mampu membangun hubungan interpersonal.
Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif
tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan
belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari
anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok.
e. Model Pembelajaran Cooperatif Learning pada Servis Atas Bolavoli
Dalam membelajarkan pendidikan jasmani harus diterapkan
model pembelajaran yang baik dan tepat. Banyaknya model pembelajaran
menuntut seorang guru pendidikan jasmani harus menguasai dan
memahami model-model pembelajaran pendidikan jasmani. Model
pembelajaran pendidikan jasmani yang sering digalakkan sekarang ini
adalah model pembelajaran kooperatif (cooperatif learning). Model
pembelajaran dalam penelitaian ini adalah model pembelajaran kooperatif
secara umum.
Model pembelajaran kooperatif servis atas dapat dirancang oleh
guru sedemikian rupa untuk dapat membuat siswa aktif selama
pembelajaran berlangsung sehingga lebih efektif dalam pencapaian tujuan
pembelajaran. Pembelajaran kooperatif bersifat menyenangkan dan
membutuhkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran untuk dapat
membuat siswa agar aktif selama pembelajaran berlangsung sehingga
lebih efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Sehingga
pembelajaran kooperatif memberikan peluang siswa untuk bersifat aktif.
Pembelajaran servis atas melalui model pembelajaran cooperative
learning merupakan bentuk belajar dimana dalam pelaksanaannya
menggunakan model bermain dan menekankan kerjasama antar siswa.
Pembelajaran servis atas melalui model pembelajaran kooperatif bertujuan
untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal serta sebagai media untuk
mempelajari teknik dasar servis atas dengan benar. Sehingga siswa dapat
48
memahami, menerapkan dan menganalisis teknik dasar servis atas.
Melalui model pembelajaran kooperatif, pembelajaran servis atas akan
lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa.
Desain pembelajaran servis atas melalui model pembelajaran
kooperatif dibuat semenarik mungkin untuk meningkatkan minat siswa
dalam mengikuti pembelajaran servis atas. Kebiasaan guru yang
memberikan materi pembelajaran tanpa menggunakan alat bantu
pembelajaran dan pendekatan yang kurang efektif, dianggap monoton dan
membuat siswa kurang bersemangat mengikuti pembelajaran. Padahal
pada kurikulum sekarang siswa dituntut untuk lebih aktif. Maka dari itu
guru hendaknya harus bisa merancang desain pembelajaran yang menarik
dan tidak monoton, sehingga dapat dicapai hasil yang maksimal.
Ada banyak desain yang bisa diterapkan oleh guru pada
pembelajaran servis atas agar berlangsung menarik dan efektif, salah
satunya adalah merancang desain pembelajaran dengan model permainan
yang mengandung unsur-unsur seperti kerjasama dan kompetisi. Siswa
biasanya menyukai permainan yang berbau kompetisi sehingga dapat
meningkatkan kerjasama, kedisiplinan, semangat, tanggung jawab dan
percaya diri.
Meskipun servis atas bolavoli adalah teknik yang dilakukan
individu tapi bukan berarti dalam proses pembelajarannya tidak bisa
menggunakan unsur kerjasama. Karena disini unsur kerjasama lebih
ditekankan pada saat proses pembelajarannya, bukan pada pencapaian
hasil belajar. Salah satu contoh desain pembelajaran cooperative learning
dalam servis atas bolavoli yang bisa diterapkan oleh guru adalah :
1) Guru memberikan materi kepada siswa.
Sebelum dilaksanakannya pembelajaran servis atas hendaknya guru
menjelaskan tujuan dari materi yang akan diajarkan, sehingga siswa
bisa lebih mendapatkan gambaran mengenai materi yang akan
dipraktikkan.
49
2) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
a) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan komposisi
kemampuan yang bervariasi. Artinya dalam satu kelompok
terdapat siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda.
Diharapkan dengan hal ini siswa yang memiliki kemampuan diatas
rata-rata bisa membantu teman satu kelompoknya yang belum
bisa, sehingga siswa yang belum bisa pun menjadi termotivasi.
b) Guru memberikan contoh teknik gerakan servis atas tanpa bola,
kemudian siswa dalam kelompok bersama-sama mempraktikkan
gerakan sesuai dengan aba-aba dari guru.
c) Guru menginstruksikan pada masing-masing kelompok untuk
melakukan gerakan teknik servis atas tanpa bola secara bergantian
dan kelompok lainnya mengoreksi. Hal ini diharapkan agar siswa
mengetahui dan paham cara melakukan gerakan yang benar serta
untuk menumbuhkan sikap kerjasama antar siswa.
d) Guru memberikan contoh gerakan melempar bola voli dari
belakang garis servis, dengan tujuan agar siswa siswa dapat
merasakan melempar bola melewati net dan termotivasi.
e) Kemudian siswa tiap kelompok melakukan gerakan melempar bola
secara bergantian dan kelompok lain membantu mengambil bola.
Diharapkan agar diantara siswa tumbuh sikap tanggungjawab dan
kerjasama.
f) Siswa diberikan contoh cara melakukan sevis atas dengan bola
pada jarak 3 meter dengan maksud agar siswa lebih percaya diri
dapat memukul bola melewati net.
g) Masih dengan cara yang sama, agar interaksi dan sikap kerjasama
antar siswa semakin meningkat maka ketika satu kelompok siswa
melakukan, kelompok lain diminta untuk mengoreksi serta
membantu mengambilkan bola.
h) Setelah siswa dirasa cukup terbiasa melakukan servis atas dari
jarak 3 meter maka guru menambahkan jarak servis menjadi 6
50
meter dan terus ditingkatkan sampai pada jarak yang sebenarnya
yaitu 9 meter.
3) Siswa saling bekerjasama untuk menyelesaikan tugas atau materi yang
diberikan oleh guru.
Dalam hal ini siswa harus belajar bersama-sama dan bertanggung
jawab atas kelompoknya, tugas yang dimaksud disini adalah materi
servis atas yang telah dijelaskan sebelumnya oleh guru. Misalnya guru
menugaskan setiap kelompok untuk mendiskusikan tentang tahapan
melakukan teknik servis atas bolavoli yang benar kemudian
mempraktikkannya.
4) Guru mengobservasi dan memotivasi siswa.
Ketika proses pembelajaran berlangsung guru mengamati secara
langsung dan memberikan arahan serta masukan kepada siswa yang
mengalami kesulitan, sehingga siswa merasa diperhatikan dan
termotivasi.
5) Guru memberikan evaluasi kepada siswa.
Sebelum kegiatan pembelajaran diakhiri guru memberikan evaluasi
atau koreksi kepada siswa dari materi yang baru saja dilakukan, mulai
dari awal pelaksanaan sampai kegiatan inti pembelajaran.
Pembelajaran servis atas melalui model pembelajaran cooperative
learning diharapkan dapat menumbuhkan sikap kerjasama selama proses
belajar mengajar, dan juga dapat meningkatkan rasa percaya diri,
semangat, tanggung jawab serta menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan.
5. Permainan Bolavoli
a. Pengertian Permainan Bolavoli
Bolavoli merupakan jenis permainan olahraga beregu yang
masing-masing regu terdiri atas enam orang. Cara bermain bolavoli adalah
kedua regu yang bertanding berada dalam setiap lapangan permaianan
yang dipisahkan oleh net atau jaring. Bola dimainkan di udara dengan
51
melewati net, setiap regu hanya bisa memainkan bola tiga kali pukulan.
Tujuan dari permainan ini adalah setiap regu yang bermain berusaha
melewatkan bola melalui atas net diantara dua antena (rod) sampai bola
tersebut menyentuh lantai atau tanah.
Bolavoli menurut Nuril Ahmadi (2007: 19) merupakan “suatu
permainan yang kompleks yang tidak mudah untuk dilakukan oleh setiap
orang”. Bolavoli dimainkan diatas lapangan dengan ukuran panjang 18
meter dan lebar 9 meter. Di tengah lapangan diberi net yang membagi dua
panjang tersebut. Lebar jaringan net 90 cm dengan ketinggian 2,4 meter
bagi putra dan 2,2 meter bagi pemain putri. Masing- masing bagian
lapangan permainan itu dibagi menjadi dua daerah lagi, yaitu daerah
serang sebatas 3 meter dari net, dan selebihnya sebagai daerah pertahanan
bagian belakang. Para pemain berputar menurut arah jarum jam setiap
permulaan servis.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Bolavoli (Servis
Atas)
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar bolavoli adalah meliputi
unsur teknik, kondisi fisik, taktik dan mental. Untuk mencapai hasil
belajar bolavoli yang semaksimal mungkin, maka unsur-unsur tersebut
harus dilatih dan dikembangkan secara baik dan teratur. Secara singkat
unsur-unsur yang mendukung hasil belajar bolavoli dijelaskan sebagai
berikut:
1) Unsur Kondisi Fisik
Dalam setiap cabang olahraga tentu membutuhkan kualitas
fisik yang prima. Dengan kualitas fisik yang prima akan dapat
mendukung hasil belajar secara optimal. Yunus menyatakan bahwa.
“tanpa persiapan kondisi fisik yang memadai maka akan sulit
mencapai prestasi yang tinggi. Jika kondisi fisik tidak dipersiapkan
secara khusus sebelumnya, maka akan sulit dan terlalu lama bagi atlet
52
untuk dapat menguasai teknik dan taktik dalam bermain bolavoli”
(1992 : 61).
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, kemampuan kondisi
fisik merupakan faktor yang sangat penting untuk mengembangkan
unsur teknik, dan taktik permainan bolavoli. Kualitas fisik yang baik
akan mendukung secara langsung terhadap kualitas gerak yang dapat
ditampilkan, karena keberadaan kualitas fisik selalu beroperasi dengan
fungsi psikomotor. Oleh karena itu untuk mencapai prestasi olahraga
komponen-komponen kondisi fisik harus dilatih dan dikembangkan
secara baik dan teratur.
2) Unsur Teknik
Penguasaan teknik dasar bolavoli merupakan unsur yang
sangat penting untuk mendukung penampilan seorang pemain, baik
secara individu maupun secara tim. Menurut Yunus teknik dalam
permainan bolavoli dapat diartikan “sebagai cara memainkan bola
dengan efektif dan efisien sesuai dengan peraturan permainan yang
berlaku untuk mencapai hasil yang optimal” (1992 : 68). Menurut
Suharno bahwa, “penguasaan teknik dasar permainan bolavoli
merupakan salah satu unsur yang ikut menentukan menang atau
kalahnya satu regu di dalam suatu pertandingan” (1985 : 11).
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa,
menguasai teknik dasar bolavoli merupakan faktor yang penting
Unsur-unsur teknik dasar bermain bolavoli yang harus dikuasai oleh
pemain bolavoli, menurut Suharno (1985 : 51) adalah sebagai berikut :
a) Teknik dengan bola :
(1) Pass atas
(2) Set-up/umpan
(3) Pass bawah
(4) Smash/spike
(5) Block/bendungan
(6) Servis
b) Teknik tanpa bola :
(1) Langkah awalan smash, block
53
(2) Langkah sebelum mengambil bola
(3) Loncatan dan gerak tipu
(4) Pengambilan posisi
Pada dasarnya teknik dasar bolavoli dibedakan menjadi dua
macam yaitu, teknik dengan bola dan teknik tanpa bola. Teknik dengan
bola merupakan cara memainkan bola dengan anggota badan secara
efektif dan efisien sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan
teknik tanpa bola berupa gerakan-gerakan khusus yang mendukung
teknik dengan bola. Dalam pelaksanaan permainannya, kedua teknik
tersebut memiliki keterkaitan yang erat menurut kebutuhannya.
3) Unsur Taktik
Dalam permainan bolavoli, kemampuan dalam taktik
permainan mutlak diperlukan untuk memperoleh kemenangan.
Berdasarkan macamnya, taktik dalam permainan bolavoli
dikelompokkan menjadi beberapa amacam. Menurut Suharno taktik
permainan bolavoli terdiri atas “(1) Pertahanan, (2) Penyerangan, (3)
Perorangan, (4) Kelompok dan (5) Tim” (1985 : 1).
Taktik pertahanan adalah siasat yang dilakukan dalam upaya
menjaga agar mempertahankan dari serangan lawan. Taktik pertahanan
dalam permainan bolavoli diantaranya dilakukan dengan teknik
blocking yang dapat dilakukan secara perorangan atau kelompok.
Taktik penyerangan adalah siasat yang dilakukan dalam upaya untuk
mematikan regu lawan dengan mengadakan serangan melalui smash
atau lewat servis. Taktik individual adalah siasat perorangan dalam
menggunakan kemampuan fisik, teknik dan mental dengan proses yang
cepat untuk menghadapi problematika dalam mencari kemenangan
pertandingan bolavoli secara sportif. Taktik kelompok adalah suatu
siasat yang dilakukan oleh dua sampai lima pemain dalam bentuk-
bentuk pertahanan atau penyerangan untuk mencapai kemenangan
secara sportif dalam pertadingan, misalnya grop taktik dalam smash,
block, bertahan lapangan belakang dan lain-lain. Taktik tim atau
54
kolektif taktik adalah suatu siasat yang dijalankan oleh suatu regu atau
enam orang dalam kerja sama untuk mencari kemenangan secara
sportif. Tatik tim merupakan tujuan akhir suatu regu dalam usaha
mencapai prestasi maksimal.
4) Unsur Mental
Mental merupakan faktor kejiwaan atau psikologis dari
seseorang yang ikut berpengaruh pada penampilannya dalam suatu
pertandingan. Sebaik apapun fisik, teknik dan taktik yang dimiliki,
jika mentalnya tidak baik, maka prestasi yang optimal sulit tercapai.
Harsono mengemukakan “betapa sempurna perkembangan fisik, teknik
dan taktik atlet, apabila mentalnya tidak turut berkembang, prestasi
tinggi tidak mungkin akan dapat dicapai” (1988 : 101).
Kesiapan aspek psikologis atau mental harus diperhatikan
dalam program pembinaan. Mental yang baik tidak dapat diperoleh
secara cepat, tetapi melalui proses pembinaan dan latihan secara teratur.
Dalam hal ini peranan seorang guru atau pelatih untuk membentuk
mental yang baik bagi siswa atau anak didiknya cukup besar. Seorang
guru atau pelatih harus memberikan pengertian-pengertian dan latihan
mental secara baik dan tepat.
c. Teknik Dasar dalam Permainan Bolavoli
Sebelum melakukan suatu permainan hendaknya mengerti cara
atau gerak dasar permainan tersebut. Dalam permainan bolavoli
dibutuhkan koordinasi gerak yang benar-benar bisa diandalkan untuk
melakukan semua gerakan yang ada dalam permainan bolavoli. Belajar
gerak menurut Sugiyanto adalah “mempelajari pola-pola gerak
keterampilan tubuh” (1994 : 27). Dimana proses belajarnya melalui
pengamatan dan mempraktekkan pola - pola gerak yang dipelajari.
Permainan bola voli merupakan aktifitas kelompok, kemampuan suatu
regu bola voli ditentukan oleh keterampilan teknik dasar yang dimiliki
oleh setiap anggota regu untuk memberikan kemampuan terbaik untuk
55
regunya. Teknik dasar hendaknya dimilki oleh setiap pemain bolavoli
untuk menunjang hasil belajar maksimal.
Teknik merupakan suatu proses gerakan dan di rangkum dalam
model sebagai cara pembuktian hasil gerak yang akan di lakukan, atau
dengan kata lain teknik merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara
efektif dan rasional yang memungkinkan suatu hasil yang optimal dalam
latihan atau perlombaan. Pengertian teknik menurut Yunus adalah “cara
melakukan atau melaksanakan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu
secara efisien dan efektif” (1992 : 68).
Dalam permainan bolavoli ada beberapa teknik dasar yang harus
dikuasai oleh setiap pemain menurut Ahmadi (2007: 20) antara lain
sebagai berikut:
1) Service adalah pukulan bola yang dilakukan dari belakang garis akhir
lapangan permainan melampaui net ke daerah lawan. Pukulan servis
dilakukan pada permulaan dan setelah terjadinya setiap kesalahan.
2) Passing adalah upaya seorang pemain dengan menggunakan suatu
teknik tertentu untuk mengoperkan bola yang dimainkannya kepada
teman seregunya untuk dimainkan di lapangan sendiri.
3) Blocking merupakan benteng pertahanan yang utama untuk menangkis
serangan dari lawan.
4) Smash adalah pukulan bola yang keraas dari atas ke bawah, jalannya
bola menukik.
Dari beberapa teknik dasar bermain bolavoli tersebut, salah satu
yang menjadi obyek penelitian ini adalah teknik servis, kususnya servis
atas. Didalam mengajarkan teknik servis atas baik itu oleh pelatih maupun
oleh guru disekolah harus diajarkan dengan benar mulai dari yang
sederhana menuju kompleks agar pencapaian hasil belajar servis atas
dapat tercapai secara optimal. Penguasaan teknik dasar bermain bolavoli
tersebut hanya dapat dicapai oleh setiap pemain bolavoli dengan latihan
yang sistematis, berulang-ulang dan kontinyu serta melakukan
pertandingan persahabatan yang direncanakan dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat penguasaan teknik, kemampuan fisik, taktik dan
56
mental pemain secara terus menerus dan berkelanjutan guna menghadapi
suatu pertandingan untuk memperebutkan kejuaraan.
d. Servis Bolavoli
Servis merupakan salah satu teknik dasar permainan bolavoli
yang memiliki fungsi ganda yaitu, sebagai tanda dimulainya permainan
dan sebagai serangan pertama bagi regu yang melakukannya. Mula-mula
servis ini hanya dianggap sebagai pukulan permulaan saja, cara melempar
bola untuk memulai permainan. Tetapi servis kini kemudian berkembang
menjadi suatu senjata yang ampuh untuk menyerang. Jadi teknik dasar ini
tak boleh kita abaikan, dan harus kita latih dengan baik.
Menurut Ahmadi (2007 : 20) “servis adalah pukulan bola yang
dilakukan dari belakang garis akhir lapangan permainan melampaui net ke
daerah lawan”. Hal senada dikemukakan Suharno (1974 : 24) bahwa,
“Servis ini tidak lagi sebagai tanda saat dimulainya permainan ataupun
sekadar menyajikan bola tetapi hendaknya diartikan sebagai suatu
serangan yang pertama kali bagi regu yang melakukan servis”.
Pada dasarnya pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli
tersebut mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat
disimpulkan bahwa, servis merupakan tanda dimulainya permainan
bolavoli dan sebagai serangan pertama untuk mendapatkan point.
Kemampuan server melakukan servis yang efektif dan sulit akan dapat
mempengaruhi jalannya permainan.
Dieter Beutelstahl (2009 : 8) bahwa, “servis yang baik
mempengaruhi seluruh jalannya pertandingan”. Hal ini berarti, angka atau
point dapat dihasilkan melalui servis yang baik dan bahkan dapat
menentukan menang atau kalahnya suatu tim.
Sebagai serangan maka servis harus dilakukan dengan benar dan
dilakukan seefektif mungkin. Pukulan servis harus dibuat sesulit mungkin
agar lawan tidak dapat menerimanya, jika dapat menerima bolanya tidak
sempurna sehingga tidak dapat melakukan serangan.
57
1) Servis Atas Bolavoli
Berdasarkan cara pelaksanaannya, servis bolavoli dibedakan
menjadi tiga macam. Menurut Ahmadi (2007: 20) ada beberapa jenis
servis dalam permainan bolavoli, diantaranya servis tangan bawah
(underhand service), servis tangan samping (sidehand service), servis
atas kepala (overhead service), service mengambang (floating service),
servis topspin, dan servis loncat (jump service).
Dari banyak jenis servis tersebut, servis atas merupakan jenis servis yang
mempunyai efektifitas yang lebih baik untuk melakukan serangan
dibandingkan dengan servis tangan bawah atau servis tangan samping.
Kelemahan servis tangan bawah adalah mudah diterima dan lintasannya
melambung tinggi sehingga mudah diantisipasi lawan. Sedangkan
kelebihan servis tangan atas yaitu, tenaga ayun lebih besar dan kecepatan
gerakan lengan pemukul juga lebih besar. Selain itu juga, servis atas
secara luas digunakan dalam pertandingan dan dapat memberikan hasil
yang efektif, karena lintasan bola lebih pendek maka bola sulit untuk
diprediksi lawan.
e. Teknik Servis Atas Bolavoli
Teknik merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara efektif dan
rasional yang memungkinkan suatu hasil yang optimal. Teknik merupakan
unsur yang sangat penting yang harus dikuasai oleh seorang individu agar
dapat melakukan gerakan-gerakan dalam olahraga dengan benar.
Penguasaan teknik yang baik akan memberikan perasaan lebih
mantap dan rasa percaya diri dalam penampilan pada suatu permainan.
Tidak terkecuali pada pemain bolavoli, semua harus dapat melaksanakan
teknik dasar dalam permainan bolavoli dengan baik. Seorang pemain yang
baik tidak lepas dari penguasaan teknik servis yang baik dan benar.
Menurut Dieter Beutelstahl. (2009: 9) teknik sevis atas meliputi ”1) tahap
pertama adalah melempar bola ke atas throw-up. 2) tahap kedua adalah
memukul bola
through
1) Tahap pertama adalah melempar bola ke atas
Bola dilemparkan di depan wajah server
badan dipindahkan ke kaki
2) Tahap kedua adalah memukul bola
Kaki yang paling jauh dari net diluruskan. Lengan diputar dengan
gerakan melingkar.
itu berada di depan wajah server. Lengan harus tetap lurus dan seluruh
tubuh ikut bergerak. Bola dipukul dan diarahkan dengan gerakan
pergelangan tangan. Berat badan dipindahkan dari kaki belakang ke
kaki
memukul bola hitting the ball
through. Berikut ini gambaran teknik pelaksanaan servis atas :
Tahap pertama adalah melempar bola ke atas
Bola dilemparkan di depan wajah server
badan dipindahkan ke kaki
Gambar
Tahap kedua adalah memukul bola
Kaki yang paling jauh dari net diluruskan. Lengan diputar dengan
gerakan melingkar.
itu berada di depan wajah server. Lengan harus tetap lurus dan seluruh
tubuh ikut bergerak. Bola dipukul dan diarahkan dengan gerakan
pergelangan tangan. Berat badan dipindahkan dari kaki belakang ke
kaki depan.
Gambar 2.
hitting the ball
erikut ini gambaran teknik pelaksanaan servis atas :
Tahap pertama adalah melempar bola ke atas
Bola dilemparkan di depan wajah server
badan dipindahkan ke kaki
Gambar 2.1. Sikap permulaan Servis Atas
(Dieter Beutelstahl. 2009
Tahap kedua adalah memukul bola
Kaki yang paling jauh dari net diluruskan. Lengan diputar dengan
gerakan melingkar. Bola dipukul dengan telapak tangan, pada saat bola
itu berada di depan wajah server. Lengan harus tetap lurus dan seluruh
tubuh ikut bergerak. Bola dipukul dan diarahkan dengan gerakan
pergelangan tangan. Berat badan dipindahkan dari kaki belakang ke
Gambar 2.2. Sikap Pelaksanaan Servis Atas.
(Dieter Beutelstahl. 2009
hitting the ball. 3) tahap ketiga adalah gerak akhir
erikut ini gambaran teknik pelaksanaan servis atas :
Tahap pertama adalah melempar bola ke atas
Bola dilemparkan di depan wajah server
badan dipindahkan ke kaki sebelah belakang (dilihat dari net).
1. Sikap permulaan Servis Atas
Dieter Beutelstahl. 2009
Tahap kedua adalah memukul bola hitting the ball
Kaki yang paling jauh dari net diluruskan. Lengan diputar dengan
Bola dipukul dengan telapak tangan, pada saat bola
itu berada di depan wajah server. Lengan harus tetap lurus dan seluruh
tubuh ikut bergerak. Bola dipukul dan diarahkan dengan gerakan
pergelangan tangan. Berat badan dipindahkan dari kaki belakang ke
Sikap Pelaksanaan Servis Atas.
Dieter Beutelstahl. 2009
tahap ketiga adalah gerak akhir
erikut ini gambaran teknik pelaksanaan servis atas :
Tahap pertama adalah melempar bola ke atas throw
Bola dilemparkan di depan wajah server, dengan kedua tangan. Berat
sebelah belakang (dilihat dari net).
1. Sikap permulaan Servis Atas
Dieter Beutelstahl. 2009: 12)
hitting the ball
Kaki yang paling jauh dari net diluruskan. Lengan diputar dengan
Bola dipukul dengan telapak tangan, pada saat bola
itu berada di depan wajah server. Lengan harus tetap lurus dan seluruh
tubuh ikut bergerak. Bola dipukul dan diarahkan dengan gerakan
pergelangan tangan. Berat badan dipindahkan dari kaki belakang ke
Sikap Pelaksanaan Servis Atas.
Dieter Beutelstahl. 2009: 12)
tahap ketiga adalah gerak akhir
erikut ini gambaran teknik pelaksanaan servis atas :
throw-up :
, dengan kedua tangan. Berat
sebelah belakang (dilihat dari net).
1. Sikap permulaan Servis Atas
hitting the ball :
Kaki yang paling jauh dari net diluruskan. Lengan diputar dengan
Bola dipukul dengan telapak tangan, pada saat bola
itu berada di depan wajah server. Lengan harus tetap lurus dan seluruh
tubuh ikut bergerak. Bola dipukul dan diarahkan dengan gerakan
pergelangan tangan. Berat badan dipindahkan dari kaki belakang ke
Sikap Pelaksanaan Servis Atas.
58
tahap ketiga adalah gerak akhir follow-
, dengan kedua tangan. Berat
sebelah belakang (dilihat dari net).
Kaki yang paling jauh dari net diluruskan. Lengan diputar dengan
Bola dipukul dengan telapak tangan, pada saat bola
itu berada di depan wajah server. Lengan harus tetap lurus dan seluruh
tubuh ikut bergerak. Bola dipukul dan diarahkan dengan gerakan
pergelangan tangan. Berat badan dipindahkan dari kaki belakang ke
3) Tahap ketiga adalah gerak akhir
Lengan bermain terus digerakkan sampai melampaui paha satunya.
Setelah memukul bola maka diikuti langkah kaki kanan ke
terus masuk ke lapangan permainan serta mengambil sikap siap
normal.
tahapan yaitu tahap melempar bola, tahap
akhir. Agar servis atas yang dilakukan dapat mencapai hasil yang sesuai
dengan yang diharapkan, maka servis atas harus dilakukan dengan tepat.
Dan ketiga tahapan tersebut harus dirangkaikan secara harmonis dan
selaras untuk me
f. Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Melakukan Servis Atas
melakukannya. Setiap jenis pukulan servis atas memiliki teknik yang
berbeda
dilakukan sering terjadi kesalahan. Menurut
dalam melakuka
Pergelangan tangan terlalu kaku
berat badan kurang merata
yang baik dan sempurna. Keberhasilan servis akan dapat mempengaruhi
jalanya permainan secara keseluruhan. Oleh karena itu kesalahan
Tahap ketiga adalah gerak akhir
Lengan bermain terus digerakkan sampai melampaui paha satunya.
Setelah memukul bola maka diikuti langkah kaki kanan ke
terus masuk ke lapangan permainan serta mengambil sikap siap
normal.
Gambar
Berdasarkan pendapat diatas teknik servis atas ter
tahapan yaitu tahap melempar bola, tahap
akhir. Agar servis atas yang dilakukan dapat mencapai hasil yang sesuai
dengan yang diharapkan, maka servis atas harus dilakukan dengan tepat.
Dan ketiga tahapan tersebut harus dirangkaikan secara harmonis dan
selaras untuk me
Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Melakukan Servis Atas
Sebagai serangan servis bukan merupakan hal yang mudah untuk
melakukannya. Setiap jenis pukulan servis atas memiliki teknik yang
berbeda-beda, sehingga tidak menutup kemungkinan servis yang
dilakukan sering terjadi kesalahan. Menurut
dalam melakuka
Pergelangan tangan terlalu kaku
berat badan kurang merata
Keberhasilan servis atas sangat bergan
yang baik dan sempurna. Keberhasilan servis akan dapat mempengaruhi
jalanya permainan secara keseluruhan. Oleh karena itu kesalahan
Tahap ketiga adalah gerak akhir
Lengan bermain terus digerakkan sampai melampaui paha satunya.
Setelah memukul bola maka diikuti langkah kaki kanan ke
terus masuk ke lapangan permainan serta mengambil sikap siap
Gambar 2.3. S
(Dieter Beutelstahl. 2009
Berdasarkan pendapat diatas teknik servis atas ter
tahapan yaitu tahap melempar bola, tahap
akhir. Agar servis atas yang dilakukan dapat mencapai hasil yang sesuai
dengan yang diharapkan, maka servis atas harus dilakukan dengan tepat.
Dan ketiga tahapan tersebut harus dirangkaikan secara harmonis dan
selaras untuk mengapai hasil yang maksimal.
Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Melakukan Servis Atas
Sebagai serangan servis bukan merupakan hal yang mudah untuk
melakukannya. Setiap jenis pukulan servis atas memiliki teknik yang
beda, sehingga tidak menutup kemungkinan servis yang
dilakukan sering terjadi kesalahan. Menurut
dalam melakukan servis di antaranya ”(1)
Pergelangan tangan terlalu kaku
berat badan kurang merata, (5)
Keberhasilan servis atas sangat bergan
yang baik dan sempurna. Keberhasilan servis akan dapat mempengaruhi
jalanya permainan secara keseluruhan. Oleh karena itu kesalahan
Tahap ketiga adalah gerak akhir follow
Lengan bermain terus digerakkan sampai melampaui paha satunya.
Setelah memukul bola maka diikuti langkah kaki kanan ke
terus masuk ke lapangan permainan serta mengambil sikap siap
2.3. Sikap Akhir Servis Atas
Dieter Beutelstahl. 2009
Berdasarkan pendapat diatas teknik servis atas ter
tahapan yaitu tahap melempar bola, tahap
akhir. Agar servis atas yang dilakukan dapat mencapai hasil yang sesuai
dengan yang diharapkan, maka servis atas harus dilakukan dengan tepat.
Dan ketiga tahapan tersebut harus dirangkaikan secara harmonis dan
ngapai hasil yang maksimal.
Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Melakukan Servis Atas
Sebagai serangan servis bukan merupakan hal yang mudah untuk
melakukannya. Setiap jenis pukulan servis atas memiliki teknik yang
beda, sehingga tidak menutup kemungkinan servis yang
dilakukan sering terjadi kesalahan. Menurut
n servis di antaranya ”(1)
Pergelangan tangan terlalu kaku, (3) Stance
(5) Timing nya kurang baik.
Keberhasilan servis atas sangat bergan
yang baik dan sempurna. Keberhasilan servis akan dapat mempengaruhi
jalanya permainan secara keseluruhan. Oleh karena itu kesalahan
follow-through :
Lengan bermain terus digerakkan sampai melampaui paha satunya.
Setelah memukul bola maka diikuti langkah kaki kanan ke
terus masuk ke lapangan permainan serta mengambil sikap siap
ikap Akhir Servis Atas
Dieter Beutelstahl. 2009: 12)
Berdasarkan pendapat diatas teknik servis atas ter
tahapan yaitu tahap melempar bola, tahap memukul bola, dan
akhir. Agar servis atas yang dilakukan dapat mencapai hasil yang sesuai
dengan yang diharapkan, maka servis atas harus dilakukan dengan tepat.
Dan ketiga tahapan tersebut harus dirangkaikan secara harmonis dan
ngapai hasil yang maksimal.
Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Melakukan Servis Atas
Sebagai serangan servis bukan merupakan hal yang mudah untuk
melakukannya. Setiap jenis pukulan servis atas memiliki teknik yang
beda, sehingga tidak menutup kemungkinan servis yang
dilakukan sering terjadi kesalahan. Menurut Dieter Beutelstahl.
n servis di antaranya ”(1) Throw-up
Stance kurang baik, (4) Penempatan
nya kurang baik.
Keberhasilan servis atas sangat bergantung penguasaan teknik
yang baik dan sempurna. Keberhasilan servis akan dapat mempengaruhi
jalanya permainan secara keseluruhan. Oleh karena itu kesalahan
:
Lengan bermain terus digerakkan sampai melampaui paha satunya.
Setelah memukul bola maka diikuti langkah kaki kanan ke
terus masuk ke lapangan permainan serta mengambil sikap siap
ikap Akhir Servis Atas
Berdasarkan pendapat diatas teknik servis atas terdiri dari 3
memukul bola, dan tahap gerak
akhir. Agar servis atas yang dilakukan dapat mencapai hasil yang sesuai
dengan yang diharapkan, maka servis atas harus dilakukan dengan tepat.
Dan ketiga tahapan tersebut harus dirangkaikan secara harmonis dan
Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Melakukan Servis Atas
Sebagai serangan servis bukan merupakan hal yang mudah untuk
melakukannya. Setiap jenis pukulan servis atas memiliki teknik yang
beda, sehingga tidak menutup kemungkinan servis yang
Dieter Beutelstahl.
up yang kurang baik, (2)
kurang baik, (4) Penempatan
nya kurang baik. (2009: 12)
tung penguasaan teknik
yang baik dan sempurna. Keberhasilan servis akan dapat mempengaruhi
jalanya permainan secara keseluruhan. Oleh karena itu kesalahan
59
Lengan bermain terus digerakkan sampai melampaui paha satunya.
Setelah memukul bola maka diikuti langkah kaki kanan ke depan dan
terus masuk ke lapangan permainan serta mengambil sikap siap
diri dari 3
tahap gerak
akhir. Agar servis atas yang dilakukan dapat mencapai hasil yang sesuai
dengan yang diharapkan, maka servis atas harus dilakukan dengan tepat.
Dan ketiga tahapan tersebut harus dirangkaikan secara harmonis dan
Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Melakukan Servis Atas
Sebagai serangan servis bukan merupakan hal yang mudah untuk
melakukannya. Setiap jenis pukulan servis atas memiliki teknik yang
beda, sehingga tidak menutup kemungkinan servis yang
Dieter Beutelstahl. kesalahan
yang kurang baik, (2)
kurang baik, (4) Penempatan
12)
tung penguasaan teknik
yang baik dan sempurna. Keberhasilan servis akan dapat mempengaruhi
jalanya permainan secara keseluruhan. Oleh karena itu kesalahan-
60
kesalahan seperti di atas harus dihindari. Bila terjadi kesalahan harus
segera dibutulkan. Lebih lanjut Barbarra L.V. dan Bonnie J.F. (1996: 35)
memberikan cara memperbaiki kesalahan servis atas yaitu :
a) Lemparkan bola di belakang bahu dan lengan anda memukul bola.
b) Lemparan harus dilakukan di depan tubuh anda, tidak di luar bahu dari
lengan anda yang memukul bola.
c) Pindahkan berat badan anda pada saat memukul bola. Pukul bola
dengan tumit telapak tangan anda terbuka.
d) Pukul bola di bagian tengah belakang dan tekuk pergelangan tangan
anda dengan penuh tenaga, putar jemari tangan anda pada bola dan
akhiri dengan menjatuhkan lengan anda ke pinggang.
e) Lemparkan bola sedikit di belakang bahu anda dan pindahkan berat
badan anda ke depan.
Untuk memperoleh kualitas servis atas yang baik, maka setiap terjadi
kesalahan harus dicermati letak kesalahannya, dan untuk pukulan servis
berikutnya kesalahan harus dihindari. Kemampuan siswa dalam
mencermati setiap kesalahan yang dilakukan akan dapat membentuk pola
pukulan servis seperti yang diharapkan.
61
B. Kerangka Berfikir
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu melibatkan
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa diarahkan untuk
menyelesaikan masalah yang sesuai dengan konsep pembelajaran yang sesuai
dengan konsep yang dipelajari. Permasalahan yang sering dihadapi dalam
pembelajaran pendidikan jasmani khususnya pada model atau cara guru
menyampaikan materi pelajaran. Sering kali materi yang diajarkan oleh guru
kurang tertanam kuat dalam benak siswa. Khususnya dalam pembelajaran praktik
teknik dasar passing atas bolavoli. Siswa kurang mampu menganalisis garakan
yang telah diajarkan oleh guru, sebab guru hanya menyampaikan materi secara
verbal, adapun memberikan demontrasi atau contoh kurang dapat ditangkap oleh
siswa secara optimal. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa,
siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan
berfikirnya dalam menyelesaikan masalah yang sesuai dengan materi
pembelajaran.
Permasalahan umum dalam pembelajaran penjas adalah kurangnya peran
aktif siswa dalam kegiatan belajar. Proses pembelajaran yang berlangsung belum
mewujudkan adanya partisipasi siswa secara penuh. Siswa berperan sebagai objek
pembelajaran, yang hanya mendengarkan dan mengaplikasikan apa yang
disampaikan guru. Selain itu proses pembelajaran kurang mengoptimalkan
penggunaan model pembelajaran yang dapat merangsang peran aktif siswa.
Kurang kreatifnya guru yang dapat mempengaruhi rendahnya hasil
belajar siswa antara lain kurang kreatifnya guru pendidikan jasmani disekolah
dalam membuat dan mengembangkan model pembelajaran, guru kurang akan
model-model pembelajaran, sehingga dalam proses pendidikan jasmani yang
dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang monoton, guru hanya menggunakan
model ceramah dan penugasan, dan hanya mengejar materi tersebut dapat selesai
tepat waktu, tanpa memikirkan bagaiman pembelajaran tersebut bermakna dan
dapat diaplikasikan oleh siswa dalam kehidupan nyata.
Penggunaan model nyata yang dapat diamati dan rasakan langsung oleh
siswa memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar.
62
Model nyata yang dimaksud adalah pembelajaran kooperatif, penggunaan model
pembelajaran memungkinkan siswa lebih banyak melakukan kegiatan.
Penggunaan modifikasi dalam pelaksaan tindakan tiap siklusnya disesuaikan
dengan topik materi yang sedang dipelajari. secara lebih rinci jenis-jenis media
tersebut dijabarkan dalam RPP, setiap pertemuan.
Secara garis besar kerangka berfikir dalam Penelitian Tindakan Kelas ini
dapat dijabarkan dalam diagram berikut ini:
Gambar 2.4. Kerangka Berfikir
Kondisi awal
Kondisi akhir
Tindakan
Guru : belum memberikan
model cooperative
learning, masih
menggunakan model yang
konvensional.
Siswa :
- Siswa kurang tertarik & cepat bosan
dengan pelajaran servis atas bolavoli.
- Hasil belajar servis atas bolavoli
rendah.
Menerapkan pembelajaran
menggunakan model
pembelajaran kooperatif
(cooperatif learning).
Siklus I : guru dan peneliti menyusun
bentuk pengajaran yang bertujuan
untuk meningkatkan hasil belajar servis
atas bolavoli, melalui pembelajaran
model pembelajaran koperatif
(cooperatif learning).
Siklus II : upaya perbaikan dari
tindakan silkus I sehingga
meningkatkan hasil belajar servis atas
bolavoli, melalui model pembelajaran
kooperatif ( cooperatif learning ).
Melalui model
pembelajaran kooperatif
(cooperatif learning),
siswa lebih mudah
menganalisis gerakan dan
meningkatkan penguasaan
servis atas bolavoli,
sehingga mampu
mempratikkannya secara
mandiri dan kelompok.
�
�
63��
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Karanganyar yang
terletak di Jl. AW Monginsidi No.3 Karanganyar, ± 1 km sebelah selatan
Taman Pancasila Karanganyar. Sekolah ini memiliki lapangan yang luas
meliputi lapangan basket, lapangan voli, bak lompat dan lapangan tenis yang
dapat menunjang pembelajaran penjasorkes secara maksimal.
2. Waktu Penenlitian
Pelaksanaan penelitian pada siklus I dimulai tanggal 13 April 2012
dan 26 April 2012. Sedangkan pelaksanaan pada siklus II dimulai tanggal 3
Mei 2012 dan 10 Mei 2012. Sebelum pelaksanaan dilakukan survey ke
lapangan sampai penyusunan proposal. Kemudian melakukan seleksi informan
dan menyiapkan instrumennya. �
B. Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa
kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012. yang
berjumlah 36 Siswa, yang terdiri atas 13 siswa putra dan 23 siswa putri.
C. Data dan Sumber Data
Sumber data dalam Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) ini adalah sebagai
berikut :
1. Siswa, untuk mendapatkan data tentang hasil belajar servis atas dalam
permainan bolavoli melalui model pembelajaran kooperatif ( cooperatif
learning ) pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun
Pelajaran 2011 / 2012.
64��
2. Guru sebagai kolaborator, untuk melihat tingkat keberhasilan optimalisasi
penggunaan model pembelajaran dalam pembelajaran servis atas permainan
bolavoli pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun
Pelajaran 2011 / 2012.
Tabel 3.1. Data dan Sumber Data
No. Data Sumber Data
1.
Penerapan model pembelajaran kooperatif pada
siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1
Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/ 2012.
Guru
Siswa
2. Aktivitas Siswa Siswa
3. Hasil belajar siswa Siswa
D. Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data penelitian ini diantaranya; Tes praktek,
observasi lapangan. Menurut Mulyasa (2009: 183) data penelitian kumpulkan dan
disusun melalui teknik pengumpulan data meliputi: Sumber data, Jenis data,
Teknik pengumpulan data , Pengumpulan data, dan instrument yang digunakan.
Secara terperinci teknik pengumpulan data pada penelitian dapat
didiskripsikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.2.Teknik Pengumpulan Data Penelitian
No Sumber
Data Jenis Data
Teknik
Pengumpulan Instrumen
1 Siswa Hasil belajar
servis atas
atas bolavoli
Test praktek/hasil test
selama mengajar dan
unjuk kerja
Lembar observasi
dan penilain pada
Rencana
pelaksanaan
pembelajaran (RPP)
�
65��
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi informasi tentang
keadaan siswa dilihat dari aspek kuantitatif dan kualitatif. Aspek kuantitatif yakni
hasil pengukuran kemampuan melakukan servis atas bolavoli siswa kelas XI IPS
1 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012. Sedangkan aspek
kualitatif didasarkan atas hasil pengamatan dan catatan pembelajaran selama
penelitian berlangsung. Data penelitian dikumpulkan dari berbagai sumber,
diantaranya :
1. Wawancara
Metode ini digunakan untuk mewawancarai :
a. Guru sebagai Kolaborator, untuk mengetahui sejauh mana pengembangan
kompetensinya, keterlibatan dalam merencanakan dan melaksanakan visi,
misi sekolah, kurikulum yang digunakan, perencanaan pembelajaran,
kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengajaran serta hal-hal
yang dilakukan sekolah sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.
b. Siswa, untuk mengetahui sejauh mana kompetensi yang telah dimiliki
gurunya diterapkan dalam pembelajaran, untuk mengetahui prestasi yang
telah dicapai, kesiapan guru-gurunya dalam menjalankan kurikulum
sekolah, kendala dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Metode Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk melihat situasi dan kondisi lainnya yang
terkait dengan data-data tertulis tentang karakteristik siswa kelas XI IPS SMA
Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.
3. Observasi
Observasi adalah tahap mengamati kejadian yang ada pada saat
melakukan tindakan (Agus kristiyanto, 2010:57). Teknik observasi
(pengamatan) ini digunakan untuk mengamati secara langsung tentang perilaku
siswa dalam pelaksanaan melakukan servis atas bolavoli pada bidang studi
penjasorkes.
66��
E. Uji Validitas Data
Untuk menjaga keabsahan data, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini
menggunakan tiga Triangulasi meliputi :
1. Sumber
a. Data Hasil Wawancara :
Data yang diperoleh diambil dari tes unjuk kerja kemampuan servis atas
bolavoli (psikomotor), pengamatan sikap (afektif), pemahaman konsep
gerak (kognitif) dan lembar Quesioner siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri
1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012, yang mencapai kriteria
Tuntas adalah 40%, sedangkan Tidak Tuntas 60%. Dalam hal ini sejumlah
15 siswa telah masuk dalam kriteria Tuntas, dan sedangkan 21 siswa
masuk dalam kriteria Tidak Tuntas.
b. Data Hasil Pengamatan
Data pra tindakan yang diambil dari tes unjuk kerja kemampuan servis
atas bolavoli (psikomotor), pengamatan sikap (afektif), pemahaman
konsep gerak (kognitif) dan lembar Quesioner siswa kelas XI IPS 1 SMA
Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012, dilapangan yang
mencapai kriteria Tuntas adalah 36,11%, sedangkan Tidak Tuntas 63,89%.
Dalam hal ini sejumlah 13 siswa telah masuk dalam kriteria Tuntas, dan
sedangkan 23 siswa masuk dalam kriteria Tidak Tuntas.
2. Metode
a. Wawancara
Guru cenderung menggunakan model keseluruhan dan konvensional.
Dimana sejak awal pelajaran siswa diarahkan untuk mempraktikkan
kerseluruhan rangkaian gerakan yang dipelajari serta cenderung hanya
berpusat pada guru.
b. Pengamatan
Guru kebanyakan hanya mengejar bagaimana materi pelajaran tersebut
dapat selesai tepat waktu, tanpa memikirkan bagaimana pembelajaran itu
bermakna dan dapat di aplikasikan oleh siswa dalam kesehariannya.
Tercermin dari saat pelajaran di mulai siswa langsung di ambil nilai oleh
67��
guru Penjas, serta pada saat pembelajaran permainan bolavoli khususnya
penguasaan servis atas siswa cenderung individual dan hasilnya pun
kurang maksimal.
c. Tindakan Siklus I dan Siklus II
Setelah penerapan model dengan pembelajaran cooperative learning siswa
lebih aktif dalam melakukan materi yang dipelajarinya serta dapat
meningkatkan hasil belajar servis atas dalam permainan bolavoli.
3. Teori
a. Wawancara
Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
cooperative learning masih jarang diaplikasikan pada KBM khususnya
penjasorkes di SMA Negeri 1 Karanganyar.
b. Pengamatan
Dalam proses belajar-mengajar masih menggunakan model paradigma
lama, yang dimana sangat bertolak belakang dengan kurikulum sekarang.
Dalam pembelajarannya terkesan konvensional yang hanya berkomunikasi
satu arah.
c. Tindakan Siklus I dan Siklus II
Penggunaan model nyata yang dapat diamati dan rasakan langsung oleh
siswa memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan
belajar. Model nyata yang dimaksud adalah pembelajaran cooperative
learning, penggunaan model pembelajaran tersebut memungkinkan siswa
lebih banyak melakukan kegiatan. Selain itu siswa merasa senang dengan
model yang diterapkan dan tidak merasa cepat bosan dengan materi yang
dilakukannya.
68��
F. Analisis Data
Analisis terhadap peningkatan hasil belajar servis atas bolavoli siswa
melalui model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan melakukan rangkaian gerakan keterampilan servis atas bolavoli
dengan menganalisis rangkaian gerakan teknik dasar servis atas bolavoli.
Kemudian dikategorikan dalam klasifikasi skor yang telah ditentukan.
2. Hasil belajar servis atas bolavoli siswa dengan menganalisis nilai yang
diperoleh siswa setiap aspeknya kemudian dikategorikan dalam klasifikasi skor
yang telah ditentukan.
3. Kemampuan menerangkan rangkaian gerakan servis atas bolavoli dengan
menganalisis dari jawaban yang telah disampaikan, kemudian dikategorikan
dalam klasifikasi skor yang telah ditentukan.
4. Memiliki sikap kerjasama serta tanggungjawab selama berlangsungnya proses
kegiatan belajar servis atas bolavoli, kemudian dikategorikan dalam klasifikasi
skor yang telah ditentukan.
G. Indikator Kinerja Penelitian
Untuk menentukan ketercapaian tujuan perlu dirumuskan indikator
keberhasilan tindakan yang disusun secara realistis (mempertimbangkan kondisi
sebelum diberikan tindakan dan jumlah siklus tindakan yang akan dilakukan) dan
dapat diukur.
Tabel 3.3. Indikator Kinerja Penelitian
Aspek yang
diukur
Persentase target capaian
Cara mengukur Pra
Tindakan Siklus
1
Siklus
2
Ketuntasan
hasil belajar
servis atas
bolavoli
36% 60%
75% Diukur melalui ketuntasan
hasil belajar siswa pada
materi servis atas bolavoli
(aspek afektif, kognitif dan
psikomotorik) sesuai dengan
KKM sekolah : 75
69��
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang harus dilalui oleh
peneliti dalam menerapkan metode yang akan digunakan dalam penelitian.
Langkah selanjutnya adalah menentukan banyaknya tindakan yang dilakukan
dalam setiap siklus. Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan
tindakan yang berlangsung secara terus menerus kepada subjek penelitian.
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Langkah – langkah PTK secara
prosedurnya dilaksanakan secara partisipatif atau kolaboratif antara (guru dengan
tim lainnya) bekerjasama, mulai dari tahap orientasi hingga penyusunan rencana
tindakan dalam siklus pertama, diskusi yang bersifat analitik, kemudian
dilanjutkan dengan refleksi – evaluatif atas kegiatan yang dilakukan pada siklus
pertama, untuk kemudian mempersiapkan rencana modifikasi, koreksi, atau
pembetulan, dan penyempurnaan pada siklus berikutnya.
Dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu perencanaan, pelak-
sanaan, pengamatan, dan refleksi. Penjelasan mengenai alur penelitian tindakan
tersebut dipaparkan melalui penjelasan sebagai berikut :
1. Perencanaan adalah langkah yang dilakukan guru ketika akan memulai
tindakannya tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana
penelitian itu dilakukan.
2. Pelaksanaan adalah implementasi dari rencana yang sudah dibuat.
3. Pengamatan adalah proses mencermati jalannya pelaksanaan tindakan.
4. Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang
dilakukan oleh guru dan siswa.
70��
Tahapan siklus pada Penelitian Tindakan Kelas ini dapat diterangkan
melalui gambar sebagai berikut :
Gambar 3.1. Alur Tahapan Siklus Penelitian Tidakan Kelas
Tahap I
Perencanaan
Tahap II
Pelaksanaan
Tahap III
Pengamatan
Tahap IV
Refleksi Siklus I
Tahap I
Perencanaan
Tahap II
Pelaksanaan
Tahap III
Pengamatan
Tahap IV
Refleksi Siklus II
Tahap I
Perencanaan
Tahap II
Pelaksanaan
Tahap III
Pengamatan
Tahap IV
Refleksi Siklus III
71��
Untuk memperoleh hasil penelitian tindakan seperti yang diharapkan,
prosedur penelitian secara keseluruhan meliputi tahap – tahap sebagai berikut:
1. Tahap persiapan survey awal
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengobservasi sekolah
atau kelas yang akan dijadikan sebagai tempat Penelitian Tindakan Kelas.
Tahap seleksi informan, penyiapan instrumen, dan alat.
2. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, adalah :
1. Menentukan subjek penelitian
2. Menyiapkan metode dan instrument penelitian serta evaluasi.
3. Tahap Pengumpulan Data dan Tindakan
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data tentang :
a. Hasil belajar servis atas bolavoli siswa
b. Kemampuan siswa terhadap proses pembelajaran
c. Alat bantu pembelajaran
d. Pelaksanaan pembelajaran
e. Partisipasi dan keaktifan siswa
4. Tahap analisis data
Dalam tahap ini analisis data yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif. Teknik analisis tersebut dilakukan karena data yang terkumpul
berupa uraian deskriptif tentang perkembangan kemampuan pembelajaran
teknik dasar servis atas pada siswa. Serta hasil test kemampuan dan
ketrampilan siswa yang dideskriptifkan melalui hasil kualitatif.
5. Tahap penyusunan laporan
Pada tahap ini disusun laporan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
dari mulai awal survey hingga menganalisis data yang dilakukan dalam
penelitian.
6. Deskripsi tiap siklus
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatnya
aktivitas dan hasil pembelajaran teknik dasar servis atas bolavoli siswa kelas
XI IPS 1 SMA N 1 Karanganyar tahun ajaran 2011/2012. Setiap tindakan
upaya pencapaian tujuan tersebut dirancang dalam satu unit sebagai satu siklus.
72��
Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yakni: (1) perencanaan tindakan; (2)
pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan interprestasi; (4) analisis dan refleksi
untuk perencanaan siklus berikutnya. Penelitian direncanakan dalam 2 siklus.
1. Rancangan Siklus I
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti dan guru penjasorkes menyusun sekenario
pembelajaran yang terdiri dari :
1) Menyusun RPP servis atas bolavoli yang akan digunakan dalam
tindakan.
2) Menyusun instrument yang digunakan dalam siklus PTK, penilaian
servis atas bolavoli.
3) Menyiapkan media yang diperlukan untuk membantu pengajaran.
4) Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tahap pelaksanaan dilakukan dengan melaksanakan skenario
pembelajaran yang telah direncanakan, tahap ini dilakukan bersama dengan
tahap observasi terhadap dampak tindakan. Pada tahap pelaksanaan,
kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan proses pembelajaran di
lapangan dengan langkah - langkah kegiatan adalah:
1) Menjelaskan kegiatan belajar mengajar servis atas bolavoli.
2) Melakukan pemanasan.
3) Melakukan teknik dasar servis atas bolavoli:
a) Cara melakukan teknik awalan servis atas tanpa bola.
b) Cara melakukan teknik pukulan dan gerak lanjut servis atas tanpa
bola.
c) Melakukan rangkaian gerakan servis atas bolavoli mulai dari
awalan, pukulan, dan gerak lanjut dengan tanpa bola.
4) Mengadakan diskusi dan evaluasi.
5) Penilaian yang dilaksanakan selama pembelajaraan berlangsung.
6) Melakukan pendinginan
73��
c. Tahap Observasi dan Interpretasi
Pengamatan dilakukan terhadap : 1) Hasil keterampilan servis atas
siswa, 2) Kemampuan melakukan serangkaian gerakan servis atas, 3)
Aktivitas siswa selama proses belajar pembelajaran berlangsung.
1) Tahap Evaluasi (Refleksi)
Refleksi merupakan uraian tentang prosedur analisis terhadap
hasil penelitian dan refleksi berkaitan dengan proses dan dampak
tindakan perbaikan yang dilaksanakan serta kriteria dan rencana bagi
siklus tindakan berikutnya. Persentase indikator pencapaian keberhasilan
penelitian pada tabel berikut:
Tabel 3.4. Prosentase Target Capaian Hasil Belajar Siswa
Aspek yang
diukur
Prosentase target capaian Cara mengukur Pra
Tindakan Siklus
1
Siklus 2
Siklus
3
Ketuntasan
hasil
belajar
teknik
dasar servis
atas bola
voli
36%
60%
75%
80%
Diukur melalui ketuntasan
belajar siswa pada materi
service atas bolavoli
melalui hasil penjumlahan
( aspek afektif, kognitif
dan psikomotorik) sesuai
dengan KKM sekolah 75.
2. Rancangan Siklus ke II dan ke III
Pada rancangan siklus II dan III tindakan dikaitkan dengan hasil yang
telah dicapai pada tingkatan siklus I sebagai upaya perbaikan dari siklus
tersebut dengan materi pembelajaran yang sesuai dengan silabus mata
pelajaran pendidikan jasmani. Demikian pula dengan siklus III merupakan
rancangan perbaikan dari siklus II dan seterusnya,termasuk perwujudan tahap
pelaksanaan ,observasi, analisis, dan refleksi yang mengacu pada siklus
berikutnya.Siklus Ke III tidak diperlukan jika pencapaian indikator akhir telah
terpenuhi.
�
�
���
BAB IV
HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pra Tindakan
1. Kondisi Awal (Pra Tindakan)
Sebelum melaksanakan proses penelitian tindakan kelas, terlebih
dahulu peneliti melakukan kegiatan survey awal yang dilakukan pada tanggal
22 dan 29 Maret 2012, untuk mengetahui kondisi awal siswa. Hasil kegiatan
survey awal tersebut adalah sebagai berikut :
a. Siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran
2011/2012 yang mengikuti materi pelajaran pendidikan jasmani dan
olahraga khususnya bolavoli adalah 36 siswa, terdiri atas 13 siswa putra
dan 23 siswa putri. Dalam pembelajaran olahraga bolavoli banyak siswa
yang kurang tertarik sehingga dapat dikatakan proses pembelajaran
bolavoli dalam kategori kurang berhasil.
b. Siswa kurang memiliki perhatian dan motivasi dalam pembelajaran servis
atas bolavoli, sebab guru kurang memiliki model mengajar yang tepat
dalam pembelajaran servis atas bolavoli, dalam memberikan pembelajaran
bolavoli khususnya servis atas. Seperti yang diketahui servis atas memiliki
3 teknik yang mesti dikuasai agar penguasaan dan hasil belajar bisa
tercapai.
c. Dari hasil pengamatan peneliti, siswa putri lebih senang bergerombol,
bercerita sendiri serta merasa takut cidera saat melakukan servis atas.
Sedangkan siswa putra malah asik bermain sendiri.
d. Dari hasil pengamatan peneliti, ketika siswa melakukan gerakan servis atas
bolavoli mereka seenaknya sendiri, tidak sesuai dengan instruksi yang
diberikan guru ketika memberi penjelasan di awal pembelajaran inti. Selain
itu, guru juga harus memberi koreksi yang sama pada setiap siswa yang
75�
� ��
melakukan kesalahan yang sama, karena banyak siswa yang tidak
memperhatikan ketika guru mengoreksi siswa lain yang sedang melakukan.
Seharusnya siswa tidak mengulang kesalahan yang sama yang dilakukan
oleh siswa lain apabila mereka memperhatikan guru ketika memberi
penjelasan atau mengoreksi gerakan siswa.
e. Penggunaan model yang kurang tepat sehingga siswa kurang sungguh-
sungguh dalam mengikuti pembelajaran, bisa dikatakan siswa mengalami
kebosanan dalam proses belajar pembelajaran tersebut.
f. Guru kesulitan menemukan model dan media pembelajaran yang tepat.
Model pembelajaran yang monoton atau konvensional mengakibatkan
motivasi belajar siswa menurun, perhatian siswa pada pembelajaran pun
kurang sehingga akan berdampak pada rendahnya kemampuan dan hasil
belajar servis atas bolavoli siswa.
Sebelum melakukan pelaksanaan tindakan maka peneliti dan guru
melakukan pengambilan data pra tindakan penelitian. Ini dimaksudkan untuk
mengetahui kondisi awal keadaan kelas pada materi servis atas bolavoli.
Adapun diskripsi data yang diambil terdiri dari; tes unjuk kerja kemampuan
servis atas bolavoli (psikomotor), pengamatan sikap (afektif), pemahaman
konsep gerak (kognitif) dan lembar Quesioner siswa kelas XI IPS 1 SMA
Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.
Kondisi hasil belajar servis atas bolavoli siswa kelas XI IPS 1 SMA
Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012. Sebelum diberikan
tindakan model pembelajaran kooperatif, disajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
Tabel 4.1. Diskripsi Data Pra Tindakan Hasil Belajar Servis Atas Sebelum
Diterapkan Tindakan Pembelajaran Cooperative Learning.
Aspek yang Diukur Kriteria Jumlah Anak Prosentase
Ketuntasan hasil belajar
siswa (KKM : 75)
Tuntas 13 36,11%
Tidak Tuntas 23 63,89%
Jumlah 36 100%
76�
� ��
Berdasarkan hasil diskripsi rekapitulasi data awal sebelum diberikan
tindakan maka dapat dijelaskan bawa mayoritas siswa belum menunjukan hasil
yang baik, dengan prosentase ketuntasan belajar 36% siswa. Melalui diskripsi data
awal yang telah diperoleh tersebut masing-masing aspek menunjukan kriteria
keberhasilan pembelajaran yang kurang. Maka akan dilakukan tindakan dalam
rangka untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses
pembelajaran servis atas bolavoli pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1
Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012, dengan model pembelajaran
kooperatif. Rencana pelaksanaan tindakan akan dilakukan sebanyak 3 siklus, yang
masing masing siklus terdiri atas 4 tahapan, yakni: (1) Perencanaan, (2)
Pelaksanaan Tindakan, (3) Observasi dan interprestasi, (4) Analisis dan Refleksi.
B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap siklus
1. Siklus I
Pembelajaran servis atas dengan mengunakan pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif pada Siklus I adalah perkenalan teknik dasar
servis atas bolavoli yang meliputi; (1) Mempraktikkkan gerak dasar servis atas
bolavoli, (2) Mempraktikkan teknik servis atas bolavoli dengan model
pembelajaran kooperatif.
Tindakan Siklus I dilaksanakan 2 kali pertemuan ( 2 x 45 menit)
dalam waktu 2 minggu pada bulan April. Adapun tahapan-tahapan yang
dilakukan pada siklus I adalah sebagai berikut:
a. Rencana Tindakan I
Kegiatan perencanaan tindakan I dilaksanakan pada hari Kamis,
12 April 2012, di SMA Negeri 1 Karanganyar. Peneliti dan guru
pendidikan jasmani yang bersangkutan (mitra kolaboratif) mendiskusikan
rancangan tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian ini,
seluruh rencana tindakan pada siklus I termuat dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus I. melalui RPP siklus I tersebut
77�
� ��
maka disepakati bahwa pelaksanaan tindakan pada silkus I diadakan
selama dua kali pertemuan.
Berdasarkan hasil observasi terhadap proses pembelajaran dan
prestasi belajar sebelum tindakan, dapat diperoleh sebagai data pra
tindakan. Hasil pencatatan menunjukkan bahwa dari siswa kelas XI IPS 1
SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012 sebanyak 36
siswa, terdapat 23 siswa yang masih belum mencapai batas ketuntasan
belajar. Setelah dilakukan pemeriksaan pada lembar pekerjaan siswa dan
pengamatan, ternyata sebagian siswa masih belum dapat memahami dan
mempraktikkan tentang konsep yang diajarkan servis atas bolavoli.
Sebagian besar siswa yang mengikuti tes belum melakukan teknik dasar
servis atas dengan benar.
Melalui hasil pengukuran tersebut maka Peneliti dan Guru
merancang rencana pelaksanaan tindakan Siklus I sebagai berikut :
1) Peneliti bersama guru merancang skenario model pembelajaran
kooperatif, untuk meningkatkan penguasaan siswa dalam melakukan
servis atas.
2) Peneliti dan guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) keterampilan teknik dasar servis atas.
3) Peneliti dan guru menyiapkan media yang akan digunakan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran servis atas seperti : bola, net dan
bilah.
4) Peneliti dan guru menyusun media pembelajaran yakni berupa tes dan
non tes. Instrumen tes dinilai berdasarkan tes keterampilan
(psikomotor). Unsur-unsur yang dinilai dalam tes keterampilan adalah
kesempurnaan melakukan gerakan dan ketepatan melakukan gerakan.
Sedangkan instrumen non tes dinilai berdasarkan pedoman observasi
yang dilakukan oleh peneliti dengan mengamati keaktifan dan sikap
siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan melalui formulir
penilaian / rubrik penilaian siswa yang tercantum dalam RPP.
78�
� ��
5) Peneliti dan guru menyusun standar penilaian pada penguasaan teknik
dasar servis atas bolavoli.
6) Peneliti dan guru menentukan lokasi pelaksanaan tindakan I, yakni di
lapangan olahraga SMA Negeri 1 Karanganyar.
b. Pelaksanaan Tindakan I
Tindakan I dilaksanakan 2 kali pertemuan, selama 2 minggu
yakni pada setiap hari kamis tanggal 13 April 2012 dan 26 April 2012 di
lapangan olah raga SMA Negeri 1 Karanganyar. Sedangkan kamis tanggal
26 April 2012 sebagai pengambilan data dari siklus I di lapangan olahraga
SMA Negeri 1 Karanganyar. Masing-masing pertemuan dilaksanakan
selama 2 x 45 menit. Sesuai dengan RPP pada siklus I ini pembelajaran
dilakukan oleh peneliti dan guru yang bersangkutan, dan sekaligus
melakukan observasi terhadap proses pembelajaran.
1) Pertemuan I
Materi pada pelaksanaan tindakan I, pertemuan pertama (Kamis, 13
April 2012) adalah keterampilan gerak dasar servis atas dan
keterampilan teknik dasar servis atas. Urutan pelaksanaan tindakan
tersebut adalah sebagai berikut :
a) Peneliti dan guru menyiapkan siswa dengan memulai proses
pembelajaran dengan berdoa dan presensi.
b) Peneliti dan guru menyampaikan motivasi dan tujuan
pembelajaran, serta kompetensi dasar dan indikator yang harus
dicapai siswa secara singkat.
c) Peneliti dan guru memulai proses pembelajaran diawali dengan
proses stretching atau penguluran.
d) Peneliti dan guru memberikan gerakan pemanasan yang berkaitan
dengan materi servis atas dan permainan-permainan yang
dimodifikasi yang menuju ke arah teknik dasar servis atas bolavoli.
e) Peneliti dan guru menyampaikan penjelasan mengenai materi
pertama yakni gerak dasar servis atas. Siswa diminta
79�
� ��
memperhatikan pelaksanaan contoh yang dicontohkan oleh
peneliti.
f) Siswa diminta melakukan gerak dasar servis atas yang dimulai dari
tahap persiapan, tahap gerakan sampai akhir gerakan sesuai dengan
contoh yang demonstrasi yang dilakukan oleh peneliti dan guru.
g) Peneliti dan guru memberikan bimbingan dan evaluasi kepada
siswa tentang gerakan yang dilakukannya.
h) Peneliti dan guru mempersiapkan materi lanjutan yang akan
diberikan kepada siswa sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil yang
diperoleh pada pelaksanaan materi pertama.
i) Peneliti dan guru menyampaikan materi kedua yakni keterampilan
teknik dasar servis atas bolavoli yang terdiri dari berbagai model
pembelajaran kooperatif. Siswa memperhatikan pelaksanaan
contoh gerakan yang dilakukan oleh guru dan peneliti.
j) Model pembelajaran pertama, siswa dibagi menjadi 2 kelompok,
kemudian siswa disuruh mempraktikkan melempar bola melewati
net saling berpasangan. Apabila kelompok satu melempar bola
maka kelompok dua menangkap dan dilakukan sebaliknya.
k) Peneliti dan guru memberikan bimbingan dan evaluasi kepada
siswa tentang gerakan servis atas bolavoli dengan kooperatif yang
telah dilakukannya serta memberikan kesempatan bertanya apabila
terjadi kesulitan.
l) Peneliti dan guru mempersiapkan materi lanjutan yang akan
diberikan kepada siswa sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil yang
diperoleh pada pelaksanaan model pembelajaran pertama.
m) Peneliti dan guru menyampaikan model pembelajaran kedua yakni
melakukan servis atas dari jarak 3 meter secara berpasangan
dengan bola melewati net. Siswa diminta memperhatikan
pelaksanaan contoh gerakan yang dilakukan oleh guru dan peneliti.
80�
� ��
n) Siswa diminta melakukan melakukan servis atas dari jarak 3 meter
secara berpasangan dengan bola melewati net. Siswa yang telah
melakukan langsung berlari ke belakang kelompoknya, sesuai
dengan contoh yang dilakukan oleh peneliti dan guru.
o) Peneliti dan guru memberikan bimbingan dan evaluasi kepada
siswa tentang cara melakukan servis atas dari jarak 3 meter secara
berpasangan dengan bola melewati net serta kesempatan untuk
bertanya tentang materi praktik yang dilakukan.
p) Peneliti dan guru mempersiapkan materi lanjutan yang akan
diberikan kepada siswa sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil yang
diperoleh pada pelaksanaan model pembelajaran kedua.
q) Peneliti dan guru menyampaikan keterampilan servis atas model
pembelajaran ketiga yakni gerakan servis atas bolavoli dari jarak 6
meter ke lapangan kelompok lainnya melewati net secara
bergantian. Siswa diminta memperhatikan pelaksanaan contoh
gerakan yang dilakukan oleh peneliti dan guru.
r) Peneliti dan guru mempersiapkan materi lanjutan yang akan
diberikan kepada siswa sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil yang
diperoleh pada pelaksanaan model pembelajaran ketiga.
s) Peneliti dan guru menyampaikan keterampilan servis atas model
pembelajaran keempat yakni dengan gerakan servis atas dari jarak
9 meter melewati net ke lapangan kelompok lainnya dengan
berpasangan. Siswa diminta memperhatikan pelaksanaan contoh
gerakan yang dilakukan oleh peneliti dan guru.
t) Siswa melakukan gerakan servis atas melewati net ke lapangan
kelompok lainnya dengan berpasangan dan bergantian, siswa yang
telah melakukan servis langsung berlari ke belakang kelompoknya
seperti yang diberikan oleh guru dan peneliti.
81�
� ��
u) Diakhir pertemuan peneliti dan guru melakukan evaluasi tehadap
hasil pembelajaran yang telah dilakukan serta memberikan
informasi mengenai materi yang akan disampaikan minggu depan.
v) Pelajaran di akhiri dengan berdoa dan siswa di bubarkan untuk
selanjutnya mengikuti pelajaran selanjutnya.
2) Pertemuan II
Materi pada pelaksanaan tindakan I, pertemuan kedua (Kamis, 26
April 2012) adalah praktik teknik servis atas, serta pengulangan materi
yang telah disampaikan minggu sebelumnya. Urutan pelaksanaan
tindakan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Peneliti dan guru menyiapkan siswa dengan berdoa dan
dilanjutkan presensi.
b) Peneliti dan guru menyampaikan motivasi dan tujuan
pembelajaran, serta kompetensi dasar dan indikator yang harus
dicapai siswa secara singkat.
c) Peneliti dan guru memulai proses pembelajaran diawali dengan
proses stretching atau penguluran.
d) Peneliti dan guru memberikan gerakan pemanasan yang berkaitan
dengan materi servis atas dan permainan-permainan yang
mengarah ke servis atas.
e) Peneliti dan guru memulai pembelajaran dengan mengulang materi
yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, yakni: gerak
dasar dan model pembelajaran keterampilan servis atas yang
terdiri dari gerakan teknik dasar servis atas yang dimulai dari
tahap persiapan, tahap gerakan sampai akhir gerakan, perkenaan
tangan terhadap bola saat melakukan servis atas berpasangan,
servis atas bolavoli ke lapangan kelompok lainnya melewati net
secara bergantian. Pengulangan dilakukan secara singkat langsung
dengan menggunakan bola sesungguhnya serta tambahan materi
pebelajaran teknik servis atas bagi siswa.
82�
� ��
f) Peneliti dan guru menyampaikan materi pertama pada pertemuan
kedua yakni pengulangan materi yang dilakukan pada pertemuan
minggu sebelumnya . Siswa tidak perlu di berikan contoh karena
kebanyakan dari siswa masih mengingat teknik dasar servis atas
dan model pembelajaran yang telah diajarkan.
g) Setelah dirasa cukup melakukan pengulangan materi pertama
dilanjutkan dengan materi kedua yakni melakukan servis atas
secara berpasangan dari jarak 3, 6, dan 9 meter.
h) Para siswa mengulang – ulang gerakan dan dilakukan secara
bergantian sesuai dengan waktu yang telah ditentukan peneliti dan
guru.
i) Diakhir pertemuan peneliti dan guru melakukan evaluasi tehadap
hasil pembelajaran yang telah dilakukan oleh siswa, serta
memberikan umpan balik (feedback) kepada siswa yang
melakukan praktik pembelajaran servis atas bolavoli.
j) Peneliti dan guru menyiapkan siswa untuk melaksanakan tes
pengambilan data servis atas pada siklus I dengan memanggil satu
persatu siswa untuk melakukan servis atas seperti yang telah
diajarkan.
k) Peneliti dan guru melaksanakan tes pengambilan data servis atas
pada siklus I dengan mencatat dan menilai kualitas gerakan servis
atas pada blangko penilaian yang telah disiapkan.
l) Peneliti dan guru memberikan informasi mengenai materi yang
akan disampaikan minggu depan dan memberikan kesempatan
apabila para siswa mengalami kesulitan.
m) Peneliti dan guru mengakhiri pelajaran dengan berdo’a dan siswa
di bubarkan untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
c. Observasi dan Interpelasi Tindakan I
Observasi dan interpelasi tindakan I dilakukan selama Tindakan I
berlangsung. Dalam melakukan observasi dan interpelasi tindakan I
83�
� ��
peneliti berkolaborasi dengan guru yang bersangkutan sebagai pengelola
kelas, adapun pelaksanaan tindakan I, yakni :
1) Peneliti mengamati proses pembelajaran servis atas pada siswa kelas
XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar. Pada pertemuan pertama
(Kamis, 13 April 2012 selama 2 x 45 menit), peneliti mengajarkan
teknik dasar servis atas yang dimulai dari sikap permulaan, sikap saat
perkenaan bola dan sikap akhir atau gerak lanjut servis atas dengan
bolavoli. Kemudian dilanjutkan dengan berbagai model pembelajaran
servis atas. Pada pertemuan kedua (Kamis, 26 April 2012, selama 2 x
45 menit) peneliti memberikan materi kelanjutan dari teknik dasar
servis atas dan berbagai model pembelajaran servis atas yakni teknik
dasar servis atas yang dimulai dari tahap persiapan, tahap gerakan
sampai akhir gerakan, perkenaan servis atas dengan kedua tangan
saling berpasangan, melambungkan bolavoli secara berpasangan
menggunakan telapak tangan dengan bola melewati net, servis atas
bolavoli ke lapanagan kelompok lainnya melewati net secara
bergantian. Pada pertemuan selanjutnya (Kamis, 26 April 2012),
peneliti melakukan tes akhir siklus I, untuk mengetahui hasil
perkembangan proses pembelajaran selama siklus I.
2) Sebelum pembelajaran dilangsungkan peneliti dan guru bersangkutan
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), sebagai
pedoman atau acuan dalam proses pelaksanaan pembelajaran.
3) Sebelum tindakan I dilaksanakan peneliti dan guru melaksanakan tes
awal sebagai bahan acuan dalam membandingkan hasil tes awal
dengan tes akhir pada siklus I
4) Peneliti melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model
instruksi langsung, dalam hal ini peneliti mengacu pada sintaks (alur
pembelajaran) pada model pemebelajaran langsung, yakni adanya
penjelasan materi, demonstrasi / unjuk kerja contoh, serta pelaksanaan
instruksi secara langsung oleh siswa.
84�
� ��
5) Peneliti dan guru memberikan motivasi kepada siswa agar mengikuti
proses pembelajaran dengan baik. Sebelumnya peneliti dan guru
memberikan contoh permainan dengan benar. Siswa dengan semangat
melakukan apa yang di perintah oleh guru. Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap proses belajar mengajar diperoleh gambaran
tentang motivasi dan aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar
berlangsung, yaitu sebagai berikut:
a) Siswa yang aktif selama pemberian materi servis atas sebesar 40%,
sedangkan 60% lainnya tampak berbicara dengan temannya, dan
bermain sendiri bersama teman yang lain. Dari hasil wawancara
dengan siswa yang kurang aktif selama kegiatan belajar mengajar
berlangsung, diperoleh penjelasan bahwa di antara mereka ada
yang kurang menyukai materi, dan malu melakukan unjuk kerja
praktik servis atas terutama siswa perempuan.
b) Siswa yang antusias selama kegiatan belajar mengajar berlangsung
sebesar 45%, sedangkan 55% lainnya kurang memperhatikan
penjelasan dari peneliti. Siswa tersebut bermain sendiri mencari
tempat yang teduh dengan temannya.
6) Peneliti bersama guru melakukan penilaian melalui lembar observasi
siswa, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa
dalam menerima pembelajaran servis atas melalui model pembelajaran
kooperatif.
Berdasarkan hasil pengamatan / observasi selama pelaksanaan
Tindakan I berlangsung, berdasarkan hasil pekerjaan siswa dapat
identifikasi :
1) Hasil belajar siswa dalam servis atas setelah Tidakan I dilakukan
menunjukkan hasil bahwa yang mencapai kriteria Tuntas adalah
63,89%, sedangkan Tidak Tuntas 36,11%.
2) Dalam hal ini sejumlah 23 siswa telah masuk dalam kriteria Tuntas,
dan sedangkan 13 siswa Tidak Tuntas.
85�
� ��
Dalam pelaksanaan Tindakan I terdapat kelebihan yang dapat
diguanakan sebagai tolak ukur keberhasilan pelaksanaan tindakan I,
adapun kelebihan dan pelaksanaan Tindakan I diantaranya :
1) Sebagian siswa merasa tertarik dengan model baru yang disampaikan
oleh peneliti yakni dengan penyampaian materi model kooperatif
dengan permainan, sebab siswa merasa senang dengan kegiatan belajar
dengan model bermain, melalui penjelasan guru dan peneliti,
disamping itu model pelaksanaan pembelajaran ini dianggap langka
dan jarang digunakan dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
pada mata pelajaran Penjasorkes.
2) Sebagian siswa mudah dalam menyerap pelaksanaan kegiatan melalui
instruksi langsung, sehingga pelaksanaan KBM menjadi terpimpin dan
terkomando dengan baik, dan siswa dapat secara cepat mengadaptasi
materi karena sudah melihat gerakan yang diinstruksikan sebelumnya
oleh peneliti.
3) Situasi kelas lebih tertata, dan terkomando dengan baik, sehingga
materi yang diberikan terarah.
Akan tetapi dalam pelaksanaan Tindakan I ini masih terdapat
kelemahan sehingga membuat kekurangan dalam pelaksanaan Tindakan I,
adapun kelemahan dan kekurangan dalam pelaksanaan Tindakan I tersebut
adalah:
1) Mayoritas siswa belum dapat mempraktikkan beberapa teknik dasar
servis atas dan model pembelajaran yang didemonstrasikan oleh
peneliti secara benar.
2) Siswa kurang paham dengan bentuk penjelasan peneliti dan guru sebab
sebagian siswa kurang konsentrasi dalam menerima materi yang
diberikan oleh peneliti dan guru.
3) Siswa seringkali lupa dengan teknik gerakan yang telah diajarkan pada
pertemuan sebelumnya, sehingga peneliti dan guru seringkali
mengulangi pelaksanaan materi pada minggu lalu.
86�
� ��
4) Siswa kurang aktif bertanya sehingga kekurangan atau kesalahan
teknik dasar dan model pembelajaran yang dilakukan siswa kurang
dapat dipantau oleh guru dan peneliti.
5) Masih banyak siswa yang kurang berani melakukan gerakan teknik
dasar karena malu.
6) Siswa kurang mampu mencermati contoh pelaksanaan gerakan dari
guru dan peneliti sehingga sebagian siswa belum dapat menunjukan
kualitas gerakan yang maksimal.
d. Analisis dan Refleksi Tindakan I
Berdasarkan hasil observasi pada Tindakan I tersebut, peneliti
melakukan analisis dan refleksi sebagai berikut:
1) Jumlah dan frekuensi pertemuan pada Siklus I telah menujukkan hasil
yang sesuai, mengingat jumlah materi yang disampaikan cukup banyak
dan bervariasi serta alokasi waktu dalam mengajar yang sedikit.
2) Pelaksanaan proses belajar mengajar telah sesuai dengan rencana yang
dibuat pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I.
3) Tes awal untuk mengetahui kemampuan siswa pada awal sebelum
diberikan tindakan cukup menggambarkan kondisi awal kelas sebelum
mendapatkan tindakan.
4) Model pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti dan guru mampu
mengatur kondisi kelas, sehingga proses belajar mengajar serta transfer
materi dapat berlangsung lebih maksimal.
5) Hasil pekerjaan siswa pada Pelaksanaan Tindakan I belum
menunjukkan hasil yang maksimal walaupun telah menujukkan
peningkatan akan tetapi belum sesuai dengan target capaian pada
siklus I. Secara lebih detail hasil kerja siswa selama Tindakan I,
dijelaskan sebagai berikut :
a) Hasil belajar siswa dalam servis atas setelah Tindakan I dilakukan
menunjukkan hasil bahwa yang mencapai kriteria Tuntas adalah
63,89%, sedangkan Tidak Tuntas 36,11%. Dalam hal ini sejumlah
87�
� ��
23 siswa telah masuk dalam kriteria Tuntas, dan sedangkan 13
siswa masuk dalam kriteria Tidak Tuntas. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada proses Siklus I, hasil belajar siswa dalam
penguasaan servis atas masuk dalam kategori Cukup.
b) Apabila dibandingkan dengan data awal yang dimiliki hasil belajar
siswa dalam servis atas menujukkan hasil yang meningkat dari data
pra tindakan.
6) Kelebihan dan keberhasilan dalam pelaksanaan tindakan pada siklus I,
akan dipertahankan dan ditingkatkan.
7) Dalam mengantisipasi kelemahan dan kekurangan yang ditemukan
selama pelaksanaan Tidakan I, maka disusun langkah antisipatif,
yakni:
a) Siswa diminta mengingat gerakan dasar servis atas sesuai yang
telah diajarkan.
b) Peneliti tidak hanya berada di depan saat memberikan penjelasan
kepada siswa. Peneliti juga harus memonitor siswa yang berada di
bagian belakang, agar mereka juga ikut aktif dalam kegiatan belajar
mengajar.
c) Peneliti meminta bantuan kepada beberapa teman untuk dapat
membantu mengatur jalannya proses pembelajaran.
Berdasarkan prestasi atau tes belajar yang dicapai siswa pada
siklus I dapat diketahui bahwa masih belum menunjukkan hasil yang
memuaskan sehingga pembelajaran perlu dilanjutkan pada siklus
berikutnya.
e. Diskripsi Data Tindakan I
Selama Pelaksanaan Tindakan I maka peneliti dan guru
melakukan pengambilan data penelitian. Adapun diskripsi data yang
diambil terdiri dari; tes unjuk kerja kemampuan servis atas bolavoli
(psikomotor), pengamatan sikap/aktivitas siswa (afektif), pemahaman
88�
� ��
konsep gerak (kognitif) dan lembar Quesioner siswa kelas XI IPS 1 SMA
Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012.
Kondisi hasil belajar servis atas setelah diberikan Tidakan I
model pembelajaran kooperatif disajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
Tabel 4.2. Deskripsi Data Hasil Belajar Servis Atas Setelah Diterapkan
Model Pembelajaran Cooperative Learning (Akhir Siklus 1)
Aspek yang Diukur Kriteria Jumlah Anak Prosentase
Ketuntasan hasil belajar
siswa (KKM : 75)
Tuntas 23 63,89%
Tidak Tuntas 13 36,11%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan hasil diskripsi data pra tindakan, hasil belajar siswa kelas XI
IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012 setelah diberikan
Tidakan I adalah dengan prosentase Tuntas 63,89% dan prosentase Tidak Tuntas
36,11%. Sejumlah 23 siswa telah mencapai kriteria Tuntas sedangkan 13 siswa
Tidak Tuntas.
2. Siklus II
Siklus II merupakan, tidak lanjut dari hasil analisis dan refleksi yang
dilakukan pada Siklus I, dimana dalam pelaksanaan tindakan dalam Siklus I,
rata – rata siswa menunjukkan hasil yang kurang maksimal dan sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan. Pelaksanaan Siklus II mengacu pada
pelaksanaan Siklus I, karena merupakan perbaikan dari Siklus I. Adapun
tahapan yang dilakukan pada Siklus II ini diantaranya;
a. Rencana Tindakan II
Kegiatan perencanaan Tidakan II dilaksanakan pada hari Senin, 3
Mei 2012, di SMA Negeri 1 Karanganyar. Peneliti dan guru penjas yang
bersangkutan (mitra kolaboratif) mendiskusikan rancangan tindakan yang
89�
� ��
akan dilakukan dalam proses penelitian ini, seluruh rencana tindakan pada
siklus II, mengacu pada hasil analisis dan refleksi tindakan I yang termuat
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus II.
Melalui hasil pengukuran tersebut maka Peneliti dan Guru
merancang rencana pelaksanaan tindakan Siklus II sebagai berikut :
1) Peneliti bersama guru merancang skenario model pembelajaran servis
atas dengan bermain, untuk meningkatkan motivasi serta kemampuan
siswa melakukan servis atas. Dengan alur pembelajaran sebagai
berikut :
a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang
pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk
belajar
b) Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau
menyajikan informasi tahap demi tahap.
c) Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal
d) Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan
baik, memberi umpan balik
2) Peneliti dan guru penyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Siklus II servis atas bolavoli dengan pembelajaran kooperatif.
3) Peneliti dan guru menyiapkan media, serta menyiapkan sarana yang
akan digunakan seperti; bola voli, net, dsb.
4) Peneliti dan guru menyusun media pembelajaran yakni berupa tes dan
non tes. Instrumen tes dinilai hasil peningkatan kemampuan servis atas
dengan model pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif (aspek
psikomotor). Sedangkan instrumen non tes dinilai berdasarkan
pedoman observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan mengamati
keaktifan dan sikap siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung
dan melalui formulir penilaian / rubrik penilaian siswa yang tercantum
dalam RPP.
90�
� ��
5) Peneliti dan guru menyusun standar penilaian pada penguasaan servis
atas bolavoli.
6) Peneliti dan guru menentukan lokasi pelaksanaan tindakan II, yakni
pada lapangan olahraga SMA Negeri 1 Karanganyar.
b. Pelaksanaan Tindakan II
Tindakan II dilaksanakan selama 2 kali pertemuan selama 2
minggu yakni pada setiap hari kamis tanggal 3 Mei 2012 dan 10 Mei
2012, di lapangan olahraga SMA Negeri 1 Karanganyar. Sedangkan
tanggal 10 Mei 2012 sebagai pengambilan data pada siklus II. Masing-
masing pertemuan dilaksanakan selama 2 x 45 menit. Sesuai dengan RPP
pada siklus II ini pembelajaran dilakukan oleh peneliti dan guru yang
bersangkutan, dan sekaligus melakukan observasi terhadap proses
pembelajaran. Seluruh proses pembelajaran dalam Tindakan II ini adalah
penguatan materi sebab materi secara dasar telah diberikan pada Tindakan
sebelumnya.
1) Pertemuan I
Materi pada pelaksanaan tindakan II, pertemuan pertama (Kamis, 3
Mei 2012) yaitu penguasaan teknik servis atas. Urutan pelaksanaan
tindakan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Peneliti dan guru menyiapkan siswa, serta memulai proses
pembelajaran dengan berdoa dan mempresensi siswa.
b) Peneliti dan guru menyampaikan motivasi dan tujuan
pembelajaran, serta kompetensi dasar dan indikator yang harus
dicapai siswa secara singkat.
c) Peneliti dan guru memulai proses pembelajaran diawali dengan
proses stretching atau penguluran.
d) Peneliti dan guru memberikan gerakan pemanasan yang berkaitan
dengan servis atas dengan permainan.
91�
� ��
e) Peneliti dan guru menyampaikan materi pertama yakni latian
perkenaan tangan terhadap bola. Siswa diminta menyimak secara
detail pelaksanaan contoh yang dilakukan oleh guru dan peneliti.
f) Sebelum melakukan gerakan siswa dibagi menjadi 3 kelompok,
setiap kelompok terdiri dari 12 siswa. Kemudian di jadikan 3
berbanjar menghadap net yang sudah ditentukan.
g) Siswa secara berpasangan melakukan gerakan seperti seolah-olah
memukul bola dengan cara mengayun-ayunkan tangan yang
memegang bola dengan dibantu oleh pasangannya bergantian
dalam satu kelompok. Setelah siswa melakukan dalam waktu yang
ditentukan kemudian pindah ke depan untuk gantian membantu
memegang bola.
h) Peneliti dan guru memberikan bimbingan kepada siswa tentang
gerakan perkenaan tangan terhadap bola yang akan dilakukannya.
i) Peneliti dan guru memberikan penguatan kepada siswa yang
belum dapat melakukan gerakan dengan baik dan benar, sebelum
memasuki materi selanjutnya.
j) Peneliti dan guru mempersiapkan materi lanjutan yang akan
diberikan kepada siswa sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil
yang diperoleh pada pelaksanaan materi kedua.
k) Peneliti dan guru menyampaikan materi kedua yaitu latian
kekuatan pukulan lengan saat melakukan servis atas. Siswa
makakukan servis atas dari jarak 3 meter dan dipukul sekeras-
kerasnya menabrak net dalam waktu yang ditentukan oleh peneliti
dan guru. Setelah peneliti dan guru memberi aba–aba berganti,
bola diberikan kepada teman yang ada dibelakangnya sampai
semua siswa melakukan. Siswa diminta menyimak secara detail
pelaksanaan contoh yang dilakukan oleh guru dan peneliti.
l) Siswa diminta melakukan servis atas dari jarak 3, 6 dan 9 meter
sesuai dengan contoh yang dilakukan oleh peneliti dan guru.
92�
� ��
m) Siswa secara bergantian sesuai dengan urutan melakukan gerakan
servis atas dari jarak tersebut, sesuai dengan instruksi dari peneliti
dan guru.
n) Peneliti dan guru memberikan bimbingan kepada siswa tentang
servis atas yang akan dilakukannya.
o) Peneliti dan guru memberikan penguatan kepada siswa yang
belum dapat melakukan gerakan dengan baik dan benar serta
maksimal.
p) Diakhir pertemuan peneliti dan guru melakukan evaluasi tehadap
hasil pembelajaran yang telah dilakukan serta memberikan
informasi mengenai materi yang akan disampaikan minggu depan.
2) Pertemuan II
Materi pada pelaksanaan tindakan II, pertemuan kedua (Kamis, 10 Mei
2012) adalah praktik teknik servis atas, serta pengulangan materi yang
telah disampaikan minggu sebelumnya. Urutan pelaksanaan tindakan
tersebut adalah sebagai berikut :
a) Peneliti dan guru menyiapkan siswa dan berdoa, serta memulai
proses pembelajaran dengan mempresensi.
b) Peneliti dan guru menyampiakan motivasi dan tujuan
pembelajaran, serta kompetensi dasar dan indikator yang harus
dicapai siswa secara singkat.
c) Peneliti dan guru memulai proses pembelajaran diawali dengan
proses stretching atau penguluran.
d) Peneliti dan guru menyampaikan materi pertama yang telah
dilakukan sebelumnya pada pertemua kedua yakni melakukan
teknik servis atas dari jarak 3. 6, dan 9 meter dengan baik dan
benar.
e) Peneliti dan guru melakukan evaluasi serta mengecek pelaksanaan
tugas yang dilakukan oleh siswa, serta memberikan umpan balik
93�
� ��
(feedback) kepada siswa yang melakukan praktik pembelajaran
servis atas bolavoli.
f) Peneliti dan guru menyiapkan siswa untuk mengikuti tes akhir
pada siklus II dengan memanggil satu persatu untuk melakukan
servis atas yang telah diajarkan.
g) Peneliti dan guru melaksanakan tes pengambilan data untuk siklus
II, dengan mencatat dan menilai kualitas gerakan pasing atas pada
blangko penilaian yang telah disiapkan.
h) Diakhir pertemuan peneliti dan guru melakukan evaluasi tehadap
hasil pembelajaran yang telah dilakukan, dilanjutkan dengan
berdo’a dan siswa dibubarkan.
c. Observasi dan Interpelasi Tindakan II
Observasi dan interpelasi tindakan II dilakukan selama Tindakan
II berlangsung. Dalam melakukan observasi dan interpelasi tindakan II
peneliti berkolaborasi dengan guru yang bersangkutan sebagai pengelola
kelas, adapun pelaksanaan Tindakan II, yakni :
1) Peneliti mengamati proses pembelajaran servis atas bolavoli melalui
model pembelajaran kooperatif pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri
1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.
2) Sebelum pembelajaran dilangsungkan peneliti dan guru bersangkutan
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II, sebagai
pedoman atau acuan dalam proses pelaksanaan pembelajaran.
3) Peneliti melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model
instruksi langsung, dalam hal ini peneliti mengacu pada sintaks (alur
pembelajaran) pada model pembelajaran dengan pembelajaran
kooperatif, yakni adanya penjelasan materi, demonstrasi / unjuk kerja
contoh, serta pelaksanaan instruksi secara langsung oleh siswa.
4) Peneliti dan guru memberikan motivasi kepada siswa agar mengikuti
proses pembelajaran dengan baik. Sebelumnya peneliti dan guru
memberikan contoh permainan dengan benar. Siswa dengan semangat
94�
� ��
melakukan apa yang di perintah oleh guru. Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap proses belajar mengajar diperoleh gambaran
tentang motivasi dan aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar
berlangsung, yaitu siswa yang aktif selama pemberian teknik servis
atas sebesar 80%, sedangkan 20% lainnya masih memberikan respon
yang kurang serius terhadap materi. Dari hasil wawancara dengan
siswa yang kurang aktif selama kegiatan belajar mengajar berlangsung,
diperoleh penjelasan bahwa di antara mereka ada yang kurang
menyukai materi, dan tidak bisa melakukan unjuk kerja praktik servis
atas karena malu khususnya siswa perempuan.
5) Guru, peneliti dan siswa selalu memberikan applause pada setiap
penampilan siswa. Guru dan peneliti juga memberikan reward berupa
pujian, seperti: “Bagus sekali”, “Ayo semangat”, “ Ya Bagus”, dan
lain-lain. Suasana tampak hidup dengan semangat dan antusiasme
siswa yang tinggi.
6) Peneliti bersama guru melakukan penilaian melalui lembar obeservasi
siswa, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa
dalam menerima pembelajaran servis atas melalui model pembelajaran
dengan pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan hasil pengamatan / observasi selama pelaksanaan
Tindakan II berlangsung, berdasarkan hasil pekerjaan siswa dapat
identifikasi:
1) Hasil belajar siswa dalam materi servis atas setelah Tindakan II
dilakukan menunjukan hasil bahwa yang mencapai kriteria Tuntas
77,78% sedangkan Tidak Tuntas 22,22%.
2) Sejumlah 28 Siswa mencapai kriteria Tuntas sedangkan 8 siswa Tidak
Tuntas. Telah memenuhi target dengan capaian berhasil lebih dari
target capaian yang diharapkan.
95�
� ��
Dalam pelaksanaan Tidakan II terdapat kelebihan yang dapat
digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan pelaksanaan tindakan II,
adapun kelebihan dan pelaksanaan Tindakan II diantaranya :
1) Sebagian siswa telah mampu menunjukkan gerakan servis atas dengan
baik. Walau ada sebagian kecil siswa yang sama sekali belum dapat
menunjukkan gerakan servis atas.
2) Melalui proses pengelompokan siswa dalam permainan sebagian besar
siswa dapat berpartisipasi dalam permainan yang dibuat oleh guru dan
peneliti. Dengan dibantu oleh beberapa teman peneliti dan guru tidak
kerepotan dalam proses transfer materi kepada siswa. Melalui
penguatan kegiatan permainan siswa lebih berani dan beradaptasi
dengan gerakan servis atas.
Akan tetapi dalam pelaksanaan Tindakan II ini masih terdapat
kelemahan sehingga membuat kekurangan dalam pelaksanaan Tindakan
II, adapun kelemahan dan kekurangan dalam pelaksanaan Tindakan II
tersebut adalah: Masih ada siswa yang kurang serius sehingga penerimaan
materi pembelajaran kurang maksimal diterima.
d. Analisis dan Refleksi Tindakan II
Berdasarkan hasil observasi pada Tindakan II tersebut, peneliti
melakukan analisis dan refleksi sebagai berikut:
1) Jumlah dan frekuensi pertemuan pada Siklus II telah menujukan hasil
yang sesuai yakni 2 kali pertemuan, sebab materi yang diberikan
sedikit hanya penguatan pada sebagian siswa sedangkan sebagian lain
adalah penyempurnaan gerakan.
2) Pelaksanaan proses belajar mengajar telah sesuai dengan rencana yang
dibuat pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II.
3) Model pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif yang diterapkan
oleh peneliti dan guru mampu mengatur kondisi kelas, sehingga proses
belajar mengajar serta transfer materi dapat berlangsung lebih
96�
� ��
maksimal, serta penguatan materi yang dilakukan pada siklus II dapat
terlaksana dengan baik.
4) Motivasi siswa selama mengikuti proses belajar mengajar pada
Tindakan II, cenderung naik menjadi 80% sedangkan antusias siswa
selama mengikuti proses belajar naik menjadi 70%. Adanya antusias
dan respon siswa terhadap materi karena peneliti dan guru meminta
bantuan teman dalam membantu memberikan pengawasan dan control
terhadap siswa dalam belajar.
5) Hasil pekerjaan siswa pada Pelaksanaan Tindakan II menunjukkan
hasil yang meningkat dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada
siklus I. Secara lebih detail hasil kerja siswa selama Tindakan II,
dijelaskan sebagai berikut :
a) Hasil belajar siswa dalam materi servis atas setelah Tindakan II
dilakukan menunjukan hasil bahwa yang mencapai kriteria Tuntas
78% sedangkan Tidak Tuntas 22%.
b) Sejumlah 28 Siswa mencapai kriteria Tuntas sedangkan 8 siswa
Tidak Tuntas. Telah memenuhi target dengan capaian berhasil lebih
dari target capaian yang diharapkan. Melihat hasil yang diperoleh
pada Tidakan II maka penelitian tidakan kelas telah memenuhi
target dari, rencana target yang diharapkan.
e. Diskripsi Data Tindakan II
Selama pelaksanaan Tindakan II maka peneliti dan guru
melakukan pengambilan data penelitian Adapun diskripsi data yang
diambil terdiri dari; tes unjuk kerja kemampuan servis atas bolavoli
(psikomotor), pengamatan sikap/aktivitas siswa (afektif), pemahaman
konsep gerak (kognitif) sesuai yang tercantum dalam RPP dan lembar
Quesioner siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun
Pelajaran 2011/2012.
Kondisi hasil belajar servis atas bolavoli siswa kelas XI IPS 1
SMA Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012 setelah diberikan
97�
� ��
Tindakan II model pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif
disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 4.3. Deskripsi Data Hasil Belajar Servis Atas Bolavoli Setelah
Diberikan Model Pembelajaran Cooperative Learning
(Akhir Siklus II)
Aspek yang Diukur Kriteria Jumlah Anak Prosentase
Ketuntasan hasil belajar
siswa (KKM : 75)
Tuntas 28 77,78%
Tidak Tuntas 8 22,22%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan hasil diskripsi data awal, hasil belajar servis atas
siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran
2011/2012. Setelah diberikan Tidakan II adalah 77,78% sedangkan
sisanya 22,22%. Sejumlah 28 Siswa mencapai kriteria Tuntas sedangkan 8
siswa Tidak Tuntas.
C. Perbandingan Hasil Tindakan Antar Siklus
Pada kondisi awal diperoleh hasil ketuntasan belajar yang kurang
maksimal. Pada kondisi awal hanya 13 siswa (36,11%) yang mencapai kriteria
tuntas, sedangkan sisanya belum. Pada akhir tindakan siklus 1 (pertemuan kedua)
sejumlah 23 siswa (63,89%) mencapai kriteria tuntas. Pada akhir siklus 2
(pertemuan kedua) terjadi peningkatan sejumlah 28 siswa (77,78%) mencapai
kriteria tuntas. Sampai akhir pertemuan terdapat 8 siswa (22,22%) yang belum
tuntas.
Perbandingan peningkatan hasil belajar servis atas bolavoli siswa kelas
XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012 dari pra
tindakan ke siklus 1 dan siklus 2 disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
98�
� ��
Tabel 4.4. Perbandingan Hasil Tindakan Antar Siklus Servis Atas Bolavoli
Setelah Diterapkan Model Pembelajaran Cooperative Learning
ASPEK YANG
DIUKUR KETERANGAN
Data Pra
Tindakan Siklus I Siklus II
Ju
mla
h
Sis
wa
Pro
sen
tase
Ju
mla
h
Sis
wa
Pro
sen
tase
Ju
mla
h
Sis
wa
Pro
sen
tase
Ketuntasan hasil
belajar siswa
(KKM : 75)
Tuntas 13 36,11% 23 63,89% 28 77,78 %
Tidak Tuntas 23 63,89% 13 36,11% 8 22,22 %
Jumlah 36 100% 36 100% 36 100%
Melalui tabel perbandingan hasil belajar servis atas siswa kelas XI IPS 1
SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012, terjadi peningkatan hasil
belajar siswa mulai dari data pra tindakan, Siklus I dan Siklus II.
Selama pelaksanaan tindakan pada setiap pertemuan dari siklus I sampai
siklus II guru dan observer juga melakukan pengamatan terhadap tindakan
penerapan pendekatan bermain yang diterapkan pada siswa. Untuk lebih jelas
dalam melihat peningkatan hasil belajar servis atas bolavoli melalui model
pembelajaran cooperative learning, maka akan disajikan dalam bentuk grafik
sebagai berikut :
99�
� ��
Gambar 4.1. Trianggulasi Data Peningkatan Ketuntasan Hasil Belajar Servis Atas
Bolavoli dengan Model Pembelajaran Cooperative Learning dari
Pratindakan, Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa hasil belajar servis atas
bolavoli dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning semakin
meningkat. Hal ini terlihat dalam perbandingan ketuntasan hasil belajar servis atas
pada siklus I, terlihat bahwa dari tiga data penilai yaitu guru, peneliti, dan
observer, rata-rata ketuntasan diatas 60%, kemudian pada siklus II rata-rata
ketuntasan meningkat menjadi diatas 75%.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas pada siswa
kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012 dapat
dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran dari siklus satu ke siklus
lainnya. Meskipun secara keseluruhan menunjukkan peningkatan yang cukup baik,
ada beberapa siswa yang menunjukkan penurunan hasil unjuk kerja mereka.
Perbandingan peningkatan hasil belajar servis atas bolavoli siswa kelas XI IPS 1
SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012 dari kondisi awal ke
siklus 1 dan siklus 2 disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
������
������
���
������
������
������������
������
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
Pratindakan Siklus I Siklus II
Guru
Peneliti
Observer
100�
� ��
Tabel 4.5. Deskripsi Peningkatan Hasil Belajar Servis Atas Bolavoli
NO NAMA SISWA L/P SIKLUS
PRA TINDAKAN SIKLUS I SIKLUS II
1 Carolina P 69 73 83
2 Ni Nyoman A A W P 68 70 73
3 Ni Putu Ayu A W P 67 71 77
4 Olga Diana Feba P 70 72 76
5 Reynart Gusty G L 76 79 82
6 Sekar Arum S P 71 73 74
7 Vicia Evodia P 72 81 82
8 Adi Bintang R L 75 77 79
9 Kusuma W Z P P 73 79 80
10 Meisa Amanda P 74 75 76
11 Andani Maya Sari P 73 79 81
12 Anggita Diah Y P 75 79 80
13 Dimas Dwi O L 78 80 81
14 Aprilia Winda A P 69 71 72
15 Diah Amalia P P 75 79 80
16 Rahmat Fajri Sauki L 76 78 80
17 Aditya Pradana L 77 81 82
18 Dian Respati P 72 74 81
19 Putut Kholid M L 72 74 74
20 Reni Rahmawati F D P 69 71 72
21 Resa Melinda Ayu P P 76 78 79
22 Rizal Ainun Najib L 67 71 73
23 Wahid Ibnu N L 70 77 79
24 Ardana Nur Huda L 75 77 77
25 Bimo Bagaskoro L 72 80 80
26 Ratih Kumalasari P 70 72 72
27 Dani Oktatiara P 63 81 81
28 Istiana Tri Winahyu P 70 81 82
29 Kevin Setyo A L 75 77 76
30 Muh Gustaf A R L 75 77 80
31 Yusia Danimas K P 67 71 70
32 Annisaa Nur R P 78 80 77
33 Bella Retnaningrum P 70 83 82
34 Randy Anjasmoro L 75 80 80
35 Yuni Nur Vita Sari P 70 71 77
36 Yunisdha Nuvika D P 71 83 82
NILAI RATA-RATA 72 76 78
JUMLAH KETUNTASAN 13 23 28
PROSENTASE 36,11% 63,89% 77,78%
101�
� ��
Melalui peningkatan yang terjadi sejak kondisi awal hingga diberikan
tindakan 1 dan 2 dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperatif
learning dapat meningkatkan hasil belajar servis atas bolavoli pada siswa kelas XI
IPS 1 SMA Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012. Secara keseluruhan
hasil capaian aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1
Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012 pada materi servis atas bolavoli dapat
dilihat melalui pemaparan tabel pencapaian aktivitas dan hasil belajar siswa
berikut:
Tabel 4.6. Pencapaian Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa
Aspek yang
diukur
Persentase target capaian
Cara mengukur Pra
Tindakan Siklus
1
Siklus
2
Ketuntasan hasil
belajar servis atas
bolavoli
36,11% 63,89%
77,78% Diukur melalui
ketuntasan hasil
belajar siswa pada
materi servis atas
bolavoli (aspek
afektif, kognitif dan
psikomotorik) sesuai
dengan KKM sekolah
: 75
Dari penjelasan diatas dapat diketahui pula bahwa pendapat yang tertera
dalam latar belakang yang mengatakan bahwa menerapkan model pembelajaran
yang tepat sangat penting dalam proses pembelajaran. Dengan model
pembelajaran yang baik dan tepat, maka pembelajaran akan berjalan dengan baik
dan tujuan pembelajaran akan tercapai. Untuk menerapkan pembelajaran yang
mampu memicu motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran yang tepat untuk
memperlihatkan contoh ketrampilan yang menyangkut gerak terbukti dan sesuai
dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini.
����
�
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Penelitian Tindakan Kelas pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1
Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012 dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap
siklus terdiri atas empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan,
(3) observasi dan interpretasi, dan (4) analisis dan refleksi. Berdasarkan hasil
analisis yang diperoleh pembahasan hasil penelitian pada BAB IV disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif ( cooperative learning ) dapat
meningkatkan penguasaan servis atas dalam permainan bolavoli pada siswa kelas
XI IPS 1� SMA� Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011 / 2012, dengan
pembahasan dari masing-masing permasalahan yang ada dalam penelitian sebagai
berikut:
1. Model pembelajaran dengan kooperatif (cooperative learning), sangat baik
untuk meningkatkan kemampuan melakukan servis atas bolavoli siswa kelas
XI IPS 1� SMA� Negeri 1 Karanganyar. Dari hasil analisis yang diperoleh
terjadi peningkatan dari siklus I dan siklus II. Pada siklus I kemampuan
melakukan servis atas bolavoli siswa kelas XI IPS 1� SMA� Negeri 1
Karanganyar setelah diberikan tindakan terjadi peningkatan sebesar 27,78%,
dengan prosentase ketuntasan 63,89% atau 23 siswa. Pada siklus II terjadi
peningkatan sebesar 41,67%, dengan prosentase ketuntasan 77,78% atau 28
siswa�
2. Model pembelajaran dengan kooperatif (cooperative learning), sangat baik
untuk meningkatkan hasil belajar servis atas bolavoli siswa kelas XI IPS 1�
SMA� Negeri 1 Karanganyar. Dari hasil analisis yang diperoleh terjadi
peningkatan yang dari siklus I dan siklus II. Pada siklus I hasil belajar servis
atas bolavoli siswa kelas XI IPS 1� SMA� Negeri 1 Karanganyar setelah
diberikan tindakan terjadi peningkatan sebesar 27,78%, dengan prosentase
103�
�
� �
ketuntasan 63,89% atau 23 siswa. Pada siklus II terjadi peningkatan sebesar
41,67%, dengan prosentase ketuntasan 77,78% atau 28 siswa�
B. Implikasi
Berdasarkan simpulan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat diketahui bahwa penerapan model pembelajaran dengan mengunakan
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan salah satu cara yang
efektif untuk meningkatkan hasil kemampuan dan hasil belajar servis atas
bolavoli. Dengan demikian, implikasi penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Penelitian ini memberikan suatu gambaran yang jelas bahwa keberhasilan
proses pembelajaran tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
berasal dari pihak guru maupun siswa serta model pembelajaran yang
digunakan. Faktor dari pihak guru yaitu kemampuan guru dalam
mengembangkan materi, kemampuan guru dalam menyampaikan materi,
kemampuan guru dalam mengelola kelas, model yang digunakan guru dalam
proses pembelajaran, serta teknik yang digunakan guru sebagai sarana untuk
menyampaikan materi. Sedangkan faktor dari siswa yaitu minat dan motivasi
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Ketersediaan alat/media
pembelajaran yang menarik dapat juga membantu motivasi siswa belajar siswa
sehingga akan diperoleh hasil belajar yang optimal.
2. Faktor-faktor tersebut saling mendukung satu sama lain, sehingga harus
diupayakan dengan maksimal agar semua faktor tersebut dapat dimiliki oleh
guru dan siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung di kelas maupun
di lapangan. Apabila guru memiliki kemampuan yang baik dalam
menyampaikan materi dan dalam mengelola kelas serta didukung oleh teknik
dan sarana dan prasarana yang sesuai, maka guru akan dapat menyampaikan
materi dengan baik. Materi tersebut akan dapat diterima oleh siswa apabila
siswa juga memiliki minat dan motivasi yang tinggi untuk aktif dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar dapat berjalan
dengan lancar, kondusif, efektif, dan efisien.
104�
�
� �
3. Penelitian ini juga memberikan deskripsi yang jelas bahwa dengan penerapan
model dengan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dalam
pembelajaran servis atas bolavoli dapat meningkatkan kemampuan, dan hasil
belajar siswa dalam servis atas bolavoli (baik proses maupun hasil), sehingga
penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu pertimbangan bagi guru yang
ingin mengembangkan proses pembelajaran servis atas bolavoli kepada para
siswanya. Bagi guru bidang studi Pendidikan Jasmani dan Olahraga, hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu alternatif dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Apalagi bagi guru yang memiliki kemampuan yang lebih
kreatif dalam membuat model-model pembelajaran yang lebih banyak.
4. Melalui diterapkannya model pembelajaran dengan kooperatif learning
(cooperative learning) dalam pembelajaran servis atas bolavoli, maka siswa
memperoleh pengalaman baru dan berbeda dalam proses pembelajaran Penjas.
Pembelajaran Penjasorkes yang pada awalnya membosankan bagi siswa,
menjadi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, dan siswa juga dapat
mencermati lebih jelas konsep gerak yang ada pada servis atas bolavoli,
sehingga mampu memahami dan menirukan dengan baik.
5. Pemberian tindakan dari siklus I dan II memberikan deskripsi bahwa
terdapatnya kekurangan atau kelemahan yang terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung. Namun, kekurangan-kekurangan tersebut dapat
diatasi pada pelaksanaan tindakan pada siklus-siklus berikutnya. Dari
pelaksanaaan tindakan yang kemudian dilakukan refleksi terhadap proses
pembelajaran, dapat dideskripsikan terdapatnya peningkatan kualitas
pembelajaran Penjas (baik proses maupun hasil) dan peningkatan motivasi
belajar siswa. Dari segi proses pembelajaran Penjas, penerapan model
pembelajaran dengan kooperatif learning (cooperative learning) ini dapat
merangsang aspek motorik siswa. Dalam hal ini siswa dituntut untuk aktif
dalam pembelajaran Penjas yang nantinya dapat bermanfaat untuk
mengembangkan kebugaran jasmani, mengembangkan kerjasama,
105�
�
� �
mengembangkan skill dan mengembangkan sikap kompetitif yang
kesemuanya ini sangat penting dalam pendidikan jasmani.
C. Saran
Sesuai dengan simpulan dan implikasi hasil penelitian, serta dalam
rangka ikut menyumbangkan pemikiran bagi guru dalam meningkatkan
penguasaan belajar, khususnya bidang studi penjasorkes, maka dapat disampaikan
saran-saran:
1. Bagi Guru
a. Guru hendaknya terus berusaha untuk meningkatkan kemampuannya
dalam mengembangkan materi, menyampaikan materi, serta dalam
mengelola kelas, sehingga kualitas pembelajaran yang dilakukannya dapat
terus meningkat seiring dengan peningkatan kemampuan yang dimilikinya.
Selain itu, guru hendaknya mau membuka diri untuk menerima berbagai
bentuk masukan, saran, dan kritikan agar dapat lebih memperbaiki kualitas
mengajarnya.
b. Dalam proses pembelajaran harusnya guru memperhatikan kondisi siswa dan
menggunakan strategi mengajar yang bervariasi. Dengan demikian motivasi
dan keaktifan siswa akan meningkat pada mata pelajaran pendidikan jasmani.
c. Guru hendaknya lebih inovatif dalam menerapkan model untuk
menyampaikan materi pembelajaran.
d. Kepada guru yang belum menerapkan model pembelajaran dengan
kooperatif learning (cooperative learning) dapat menggukan model
pembelajaran tersebut sebagai salah satu model pembelajaran di dalam
kelas maupun di luar kelas.
2. Bagi Siswa
a. Siswa harus siap untuk mengikuti pembelajaran dengan strategi/model
pembelajaran apapun yang diberikan guru dan selalu bersedia dengan
kesadaran sendiri untuk mengikuti petunjuk dan arahan yang diberikan guru.
106�
�
� �
b. Siswa perlu lebih meningkatkan berbagai aktivitas dan mengembangkan
berbagai model belajar sekaligus sebagai sarana memperluas pengetahuan dan
wawasannya dan belajar secara mandiri, mengerjakan tugas-tugas dari guru
untuk berlatih untuk mempraktikan teknik dan gerakan yang ada dalam
pelajaran.
3. Bagi Peneliti Berikutnya
Disarankan bagi peneliti di masa mendatang untuk dapat
mengembangkan penelitian tentang model pembelajaran yang lebih kreatif,
dengan pembelajaran yang lebih kreatif diharapkan mampu meningkatkan hasil
pembelajaran menjadi lebih baik.