upaya meningkatkan partisipasi politik pemilih melalui kemampuan ...
Transcript of upaya meningkatkan partisipasi politik pemilih melalui kemampuan ...
UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK
PEMILIH MELALUI KEMAMPUAN MELEK
POLITIK (POLITICAL LITERACY) PEMILIH
DALAM PEMILIHAN UMUM DPRD KABUPATEN
SUKABUMI
IQBAL ARRANIRI, SEI.,MM.
JULI, 2015
KPUD KABUPATEN SUKABUMI
Komplek Gelanggang Pemuda Cisaat no.822 Sukabumi
STUDI DESKRIPTIF TENTANG MELEK POLITIK (POLITICAL
LITERACY) DALAM PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD,
DAN DPRD TAHUN 2014 DI KABUPATEN SUKABUMI
LAPORAN HASIL PENELITIAN
Disusun untuk melaksanakan program pada DIPA 2015 yang teknis pelaksanaannya
berpedoman kepada surat KPU Nomor 155/KPU/IV/2015 tertanggal 6 April 2015 perihal
pedoman riset tentang partisipasi dalam Pemilu
Oleh Tim Peneliti :
Dede Haryadi, S.Pd
Tetty Sufianty Zafar, MM.
Dadang Iskandar
Ferry Gustaman, SH.
Meri Sariningsih, S.Pd.I
Iqbal Arraniri, MM.
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SUKABUMI
Alamat : Komplek Gelanggang Pemuda Cisaat no.822 Sukabumi
KATA PENGANTAR
Dengan Rahmat Allah Yang Maha Kuasa penelitian dengan tema : “Studi deskriptif
tentang melek politik (political literacy) dalam pemilihan umum anggota dpr, dpd, dan dprd
tahun 2014 di kabupaten sukabumi” ini dapat diselesaikan dan tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa hasil yang telah dicapai dalam penelitian ini
masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun akan peneliti
terima dengan segala keterbukaan untuk hasil yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Sukabumi , ,,,,,, Juli 2015
Tim Peneliti
DAFTAR ISI
Cover ...................................................................................................... -
Cover Summary ..................................................................................... -
Kata Pengantar ..................................................................................... -
Daftar Isi ................................................................................................ -
Abstract .................................................................................................. 2
BAB 1 LATAR BELAKANG MASALAH
1.1. Rumusan Masalah ............................................................ 6
1.2. Tujuan Penelitian ............................................................ 6
1.3. Hipotesis Penelitian ........................................................ 6
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Manajemen Pemilu ........................................................ 7
2.2 Melek Politik (X) ............................................................ 10
2.3 Partisipasi Politik (Y) ...................................................... 12
2.4 Hubungan Melek Politik dengan Partisipasi Politik ....... 14
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Operasional Variabel ...................................................... 15
3.2 Teknik pengumpulan data ............................................... 16
3.3 Operasional Variabel ...................................................... 17
3.4 Analisis data ................................................................... 17
3.5 Pengukuran validitas ...................................................... 17
3.6 Pengukuran reliabilitas ................................................... 18
3.7 Analisis data ................................................................... 18
3.8 Uji hipotesis .................................................................... 18
3.9 Populasi .......................................................................... 19
3.10 Sampel ........................................................................... 19
3.11 Hipotesis asumsi ........................................................... 22
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Reliabilitas ................................................................. 23
4.2 Uji Validitas ..................................................................... 24
4.2 Analisis kemampuan Melek Politik ................................ 25
4.3 Penilaian Terhadap Partisipasi Politik ............................ 26
4.4 Pengaruh Melek Politik Terhadap Partisipasi Politik ..... 28
4.5 Uji Regresi Linier Sederhana .......................................... 28
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 31
5.2 Saran ............................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
ABSTRAK
UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK PEMILIH MELALUI
KEMAMPUAN MELEK POLITIK PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM
DPRD KABUPATEN SUKABUMI
Iqbal Arraniri,SEI,MM.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda deskriptif analitik yaitu
menggambarkan fenomena yang terjadi pada saat penelitian, kemudian dianalisis
dengan menghubungkan antara fenomena satu dengan yang lainnya. Penentuan
sampel menggunakan kluster sampling sebanyak 100 responden. Analisis data
menggunakan analisis korelasi dan frekuensi program SPSS For Windows Versi
20.0. Diperoleh hasil penelitian yaitu hubungan melek politik dengan partisipasi
politik masyarakat kabupaten sukabumi pada pemilu legislatif 2014 sangat kuat,
hal ini ditunjukkan oleh nilai korelasi (r) sebesar 0.976, nilai rho ini berada
diantara 0.76 – 1.00 dan bernilai positif. Artinya, memiliki hubungan yang sangat
kuat, yang berarti apabila kemampuan melek politik ditingkatkan maka
partisipasi politik juga akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Tingkat pengaruh
Variabel berdasarkan Rumus Koefisien Determinasi (KD) atau R square sebesar
8,6% artinya partisipasi politik dipengaruhi oleh melek politik sebesar 8,6%.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemilihan Umum (pemilu) saat ini secara nasional telah dilakukan
menjadi dua macam yaitu pertama pemilihan anggota legislatif (pileg) dimana
rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk di lembaga legislatif baik anggota
DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang kedua pemilihan
presiden dan wakil presiden (pilpres) secara langsung oleh rakyat.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2012
tentang Pileg dan Pilpres bahwa Pemilihan umum, selanjutnya disebut pemilu,
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan
dengan menganut asas “LUBER” dan “JURDIL”. Pemilu tersebut dilakukan
secara berkala bahkan menjadi agenda rutin Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam 5 tahun terakhir. Menurut Jimly Asshidiqqie penyelenggaraan pemilihan
umum secara berkala sangat penting dikarenakan beberapa sebab diantaranya:
1) Pendapat atau aspirasi rakyat cenderung berubah dari waktu ke waktu;
2) Kondisi kehidupan masyarakat yang dapat juga berubah;
2
3) Pertambahan penduduk dan rakyat dewasa yang dapat menggunakan
hak pilihnya;
4) Guna menjamin regulasi kepemimpinan baik dalam cabang eksekutif
dan legislatif. (Asshidiqqie, 2006:169-171).
Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi prasyarat sistem
politik demokrasi, karena pemilu merupakan sarana partisipasi politik rakyat
untuk turut serta menetapkan kebijakan publik, juga implementasi perwujudan
kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat memilih wakil dan pemimpin mereka
untuk menjalankan pemerintahan. Asumsi demokrasi adalah kedaulatan terletak di
tangan rakyat. Karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa memerintah secara
langsung maka melalui pemilu rakyat dapat menentukan wakil-wakilnya yaitu
wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat (parlemen) baik
ditingkat pusat maupun daerah dan pemimpin lembaga eksekutif atau kepala
pemerintah seperti presiden, gubernur, walikota/bupati. Dalam demokrasi rakyat
adalah aktor penting, dengan demikian kesadaran demokrasi dapat dikatakan
tinggi bilamana partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pemilu juga tinggi.
Sesuai dengan UU No.8 tahun 2012 pada pasal 246 Ayat (1&2)
menjelaskan bahwa pemilu diselenggarakan dengan partisipasi rakyat. Dengan
demikian partisipasi politik rakyat adalah keterlibatan rakyat dalam kegiatan
politik dalam rangka mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah salah
satunya dengan ikut memberikan aspirasinya pada saat Pemilu.
Menurut Gabriel (2005:12) dalam ejournal Administrasi Negara (2014:Vol
5. No.3) Secara konvensional partisipasi politik rakyat mencakup tindakan seperti:
3
memberikan suara dalam pemilihan umum, ‘voting’; menghadiri rapat umum,
‘campaign’; menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan;
mengadakan pendekatan atau hubungan, ‘contacting’ dengan pejabat pemerintah,
atau anggota parlemen dan sebagainya.
Menurut Milbrath dan Goel Partisipasi politik digolongkan kedalam
sebuah susunan piramida yang terbagi menjadi tiga bagian seperti yang terlihat
dalam gambar berikut:
Gambar:1.1. Piramida Partisipasi Politik
Spectator adalah Masyarakat yang ikut menggunakan hak pilihnya,
partisipasi politiknya ditunjukkan dengan memilih pada saat Pemilu. Indonesia
telah menyelenggarakan sebelas kali pemilihan umum (Pemilu) yaitu Tahun 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014 untuk pemilihan
calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres).
Secara kuantitatif tingkat partisipasi politik ditampilkan melalui tabel berikut:
Sumber: Miriam Budiarjdo, 2008
4
Tabel. 1.1
Tingkat Partisipasi Politik Pemilih dan Golput
Dalam Pemilu di Indonesia
Keterangan Pemilu Tingkat Partisipasi
Politik (%) Golput (%)
a. Pemilu
Rezim Orde
Lama tahun
1955.
b. Pemilu Orde
Baru tahun
1971 –
1997.
c. Pemilu Orde
Reformasi
tahun 1999 -
Sekarang
1955
1971
1977
1982
1987
1992
1997
1999
Pileg 2004
Pilpres I
Pilpres II
2009
2014
91,4
96,6
96,5
96,5
96,4
95,1
93,6
92,6
84,1
78,2
76,6
71
75,2
8,6
3,4
3,5
3,5
3,6
4,9
6,4
7,3
15,9
21,8
23,4
29
24,8
Sumber : Diolah sendiri berdasarkan data dari KPU dan Merdeka.Com
Dilihat dari aspek partisipasi politik dalam sejarah pemilihan umum
(pemilu) di Indonesia. Angka partisipasi yang memprihatinkan terjadi pada
pemilu legislatif tahun 2004, yakni sebesar 84,1% dan jumlah golput (golongan
putih atau mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya) meningkat hingga
15,9%.
Menurut peneliti CSIS Philips J. Vermonte, berdasarkan surveinya telah
menetapkan bahwa pada pemilu legislatif tahun 2014, tingkat partisipasi politik
pemilih yang menggunakan hak pilihnya sebesar 75,2%, sementara pemilih yang
enggan menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum legislatif 2014
mencapai 24,8% (www.Merdeka.com). Dengan demikian terjadi penurunan
tingkat partisipasi politik pemilih pada pemilu legislatif tahun 2004-2014 sebesar
5
8,9% dan peningkatan golput pada pemilu legislatif tahun 2004-2014 sebesar
8,9%.
Istilah golput pertama kali muncul menjelang pemilu 1971 yang sengaja
dimunculkan oleh Arief Budiman sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan
politik (Fadilah Putra 2003:104). Sejatinya Golput (non-voter) atau golongan
putih alias golongan tanpa pilihan adalah fenomena yang alamiah. Fenomena ini
ada di setiap pemilu di manapun itu, tidak terkecuali di Kabupaten Sukabumi pada
pemilu legislatif 2014 (tabel 1.2) mencapai 28,75%. Walaupun jumlah golput
tersebut masih dapat dianggap sehat karena mustahil untuk meningkatkan
partisipasi politik rakyat dalam pemilu mencapai 100%, hanya saja tindakan
prefentif terhadap kemungkinan golput yang dapat meningkat harus tetap
mendapat perhatian khusus dari semua pihak.
Tabel. 1.2
Tingkat partisipasi dan golput pada pemilu legislatif
Berdasarkan daerah pemilihan (Dapil) DPRD Kabupaten Sukabumi Tahun 2014
Daerah
Pemilihan
Jumlah
Pemilih
Jumlah seluruh
pengguna hak
pilih
Jumlah seluruh
bukan pengguna
hak pilih (Golput)
Golput
(%)
a. Dapil 1 358.092 262.671 95.421 26,65
b. Dapil 2 284.696 199.849 84.847 29,80
c. Dapil 3 241.199 162.267 78.932 32,72
d. Dapil 4 259.247 178.629 80.618 31,10
e. Dapil 5 310.319 221.577 88.742 28,60
f. Dapil 6 316.001 235.807 80.194 25,38
JUMLAH 1.769.554 1.260.800 508.754 28,75
Sumber: diolah sendiri berdasarkan data KPUD. Kab. Sukabumi
6
Sistem demokrasi dan politik di Indonesia secara konstitusional diatur
dalam UUD 1945 yang diatur lebih lanjut dalam UU tentang pemilu, misalnya
pemilu legislatif diatur dalam UU no. 10 tahun 2008. Suksesnya pemilu
berdasarkan UU tersebut sangat tergantung kepada melek politik (political
literacy) pemilihnya.
Menurut Kantaprawira (2004:54) bahwa melek politik menjadi
perwujudan dan pendidikan politik untuk meningkatkan pengetahuan politik
rakyat dan agar dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya.
Menurut Crick & Porter dalam Affandi (1996:27) pengatahuan politik
dapat membawa rakyat pada tingkat partisipasi politik tertentu, dimana dalam
politik rakyat tidak hanya dituntut mengembangkan pengetahuan, juga harus
mengembangkan aspek sikap dan keterampilan, dan perpaduan ketiga aspek
tersebut yang dimaksud dengan melek politik atau political literacy.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi inti dan
sekaligus menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana upaya meningkatkan
partisipasi politik pemilih melalui kemampuan melek politik pemilih dalam
pemilihan umum DPRD Kabupaten Sukabumi.
Untuk memperjelas permasalahan tersebut, maka masalah pokok dapat
dijabarkan menjadi sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan melek politik pemilih dalam pemilu DPRD Kab.
Sukabumi?
7
2. Bagaiamana partisipasi politik pemilih dalam pemilu DPRD Kab. Sukabumi?
3. Bagaimana pengaruh kemampuan melek politik pemilih terhadap partisipasi
politik pemilih dalam pemilu DPRD Kab. Sukabumi?
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengumpulkan dan
mengolah data mengenai adanya pengaruh melek politik terhadap parrtisipasi
politik..
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kemampuan melek politik pemilih dalam pemilu DPRD
Kab. Sukabumi
2. Untuk mengetahui partisipasi politik pemilih dalam pemilu DPRD Kab.
Sukabumi.
3. Untuk mengetahui pengaruh melek politik terhadap partisipasi politik dalam
pemilu DPRD Kabupaten Sukabumi.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan:
1. Bagi pemerinntah, diharapkan dapat menjadi masukan dalam merumuskan
kebijakan mengenai pemilu dan partai;
2. Bagi partai politik, sebagai referensi dan masukan mengenai bagaimana
memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu;
8
3. Bagi KPU, sebagai perbandingan terhadap perencanaan dan penyusunan
rangkaian program dan tahapan kegiatan pemilu;
4. Bagi masyarakat, sebagai wacana dan motivasi dalam mempersiapkan diri
menjadi pemilih dalam pemilu legislatif 2015;
1.5. Kerangka Pemikiran
Untuk lebih memperjelas keterkaitan antar variabel maka dapat
dijelaskan melalui gambar paradigma penelitian sebagai berikut :
Gambar 1.2
Paradigma Penelitian
Keterangan :
X = Independen Y = Dependen
1.6. Hipotesis Penelitian
Menurut Kantaprawira (2004:54) bahwa melek politik menjadi
perwujudan dan pendidikan politik untuk meningkatkan pengetahuan
politik rakyat dan agar dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem
politiknya.
Menurut Crick & Porter dalam Affandi (1996:27) pengatahuan politik
dapat membawa rakyat pada tingkat partisipasi politik tertentu, dimana
dalam politik rakyat tidak hanya dituntut mengembangkan pengetahuan,
juga harus mengembangkan aspek sikap dan keterampilan, dan perpaduan
X Y
9
ketiga aspek tersebut yang dimaksud dengan melek politik atau political
literacy
Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian dan kerangka
pemikiran di atas yang dilandasi atas dasar landasan teoritis, maka
dirumuskan hipotesis bahwa: “Terdapat Pengaruh kemampuan melek
politik (political literacy) terhadap partisipasi politik“.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Pemilu
Pemilihan Umum (pemilu) merupakan suatu wujud nyata dari demokrasi
dan menjadi sarana bagi rakyat dalam menyatakan kedaulatannya terhadap Negara
dan Pemerintah. Kedaulatan rakyat dapat diwujudkan dalam proses pemilu untuk
menentukan siapa yang harus menjalankan dan mengawasi pemerintahan dalam
suatu negara. Dengan adanya pemilu maka telah melaksanakan kedaulatan rakyat
sebagai perwujudan hak asas politik rakyat, selain itu dengan adanya pemilu maka
dapat melaksanakan pergantian pemerintahan secara aman, damai dan tertib,
kemudian untuk menjamin kesinambungan pembangunan nasional.
Hal ini sejalan dengan pendapat Haryanto (1998 : 81) manyatakan bahwa:
“Pemilihan umum merupakan kesempatan bagi para warga negara untuk memilih
pejabat-pejabat pemerintah dan memutuskan apakah yang mereka inginkan untuk
dikerjakan oleh pemerintah dan dalam membuat keputusan itu para warga negara
menentukan apakah yang sebenarnya yang mereka inginkan untuk dimiliki”
Penyelenggaraan pemilu yang berkualitas dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya kesadaran politik, tingkat pendidikan, sosial ekonomi
masyarakat, keberagaman ideologi, etik dan suku, dan kondisi geografis.
Pelaksanaan pemilu dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan baik dari
jumlah partai politik maupun tata cara dalam pemilihan, oleh karena itu
11
dibutuhkan suatu kerjasama yang baik antara rakyat dan pemerintahan yang
mengatur jalnnya pemilu.
Berlangsungnya pemilu yang demokratis harus menjamin pemilihan yang
jujur, adil dan perlindungan bagi masyarakat yang memilih. Setiap masyarakat
yang mengikuti pemilu harus terhindar dari rasa ketakutan, intimidasi, penyuapan,
penipuan dan berbagai praktek curang lainnya. Hal ini sesuai dengan isi undang-
undang dasar 1945 Amandemen 1V pasal 28G bahwa di dalam negara demokrasi
“Setiap orang berhak atas perlindungan dari pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi”.
Menurut Undang-undang No. 8 tahun 2012 pasal 1, bahwa pemilihan
umum selanjutnya disebut pemilu, adalah sarana kedaulatan rakyat yang
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun macam-macam pemilihan umum antara lain :
a. Pemilihan Presiden (Pilpres)
Presiden adalah pemimpin kekuasaan eksekutif dan dapat dipilih
sebanyak-banyaknya dua kali untuk jangka waktu masing-masing lima tahun.
Sebuah partai politik atau koalisi partai politik yang memenangkan 25 persen
suara sah atau memperoleh paling sedikit 20 persen kursi DPR dapat mengajukan
calon untuk pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan umum Presiden
12
diadakan setelah Pemilu legislatif guna memastikan pemenuhan persyaratan diatas
dalam mencalonkan diri menjadi Presiden. Pasangan Presiden dan Wakil Presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu Presiden akan dilaksanakan pada
bulan Juli 2014 terkait tanggal akan ditetapkan selanjutnya oleh komisi pemilihan
umum.
b. Pemilu Legislatif (Pileg)
Pemilu legislatif di Indonesia bertujuan untuk memilih anggota legislatif.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 2012 tentang pemilu legislatif
bahwa Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat
Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di
Indonesia, terdapat dua lembaga legislatif nasional yaitu : Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPR merupakan badan
yang sudah ada yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan
DPD, yang dibentuk pada tahun 2001 adalah lembaga perwakilan jenis baru yang
secara konstitusional dibentuk melalui amandemen UUD 1945 sebagai pergerakan
menuju bicameralism di Indonesia. Akan tetapi, hanya DPR yang melaksanakan
fungsi legislatif secara penuh, DPD memiliki mandat yang lebih terbatas.
Gabungan kedua lembaga ini disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
dari perwakilan DPR dan DPD yang dipilih untuk jangka waktu lima tahun. DPR
terdiri dari 560 anggota yang berasal dari 77 daerah pemilihan berwakil majemuk
(multi-member electoral districts) yang memiliki tiga sampai sepuluh kursi per
13
daerah pemilihan (tergantung populasi penduduk dapil terkait) yang dipilih
melalui sistem proporsional terbuka. DPD memiliki 132 perwakilan, yang terdiri
dari empat orang dari masing-masing provinsi yang dipilih melalui sistem
mayoritarian dengan varian distrik berwakil banyak. Sedangkan DPRD Provinsi
(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi) dipilih di 34 provinsi, masing
masing dengan jumlah 35 sampai 100 anggota, tergantung populasi penduduk
provinsi yang bersangkutan. Para anggota legislatif di tingkat nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota terpilih untuk menempuh masa jabatan selama lima tahun,
yang dimulai pada hari yang sama, melalui sistem perwakilan proporsional
terbuka. Ini berarti bahwa tiap pemilih di Indonesia akan menerima empat jenis
surat suara yang berbeda pada tanggal 9 April 2014, yakni surat suara DPR, DPD,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pada pemilu legislatif tahun 2014, KPU telah menetapkan partai politik
yang menjadi peserta pemilu yaitu terdiri dari 12 (dua belas) partai politik
nasional, dan 3 partai politik Aceh. Adapun nama dan nomor urut partai politik
nasional pada pemilu legislatif tahun 2014 adalah :
1. Partai Nasdem
2. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
3. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
5. Partai Golongan Karya (Golkar)
6. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
7. Partai Demokrat
14
8. Partai Amanat Nasional (PAN)
9. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
10. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
11. Partai Damai Aceh (PDA)
12. Partai Nasional Aceh (PNA)
13. Partai Aceh (PA)
14. Partai Bulan Bintang (PBB)
15. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Tahapan-tahapan pada pemilu tahun 2014 sebagaimana diatur dalam
Undang-undang No. 8 tahun 2012 pasal 4 adalah sebagai berikut:
a) Perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan
penyelenggaraan pemilu;
b) Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih;
c) Pendaftaran dan verivikasi peserta pemilu;
d) Penetapan peserta pemilu;
e) Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
f) Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota;
g) Masa kampanye pemilu;
h) Masa tenang;
i) Pemungutan dan penghitungan suara;
j) Penetapan hasil pemilu;
k) Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota.
15
c. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
Pilkada adalah upaya demokrasi untuk mencari pemimpin daerah yang
berkualitas dengan cara-cara yang damai, jujur dan adil. Salah satu prinsip
demokrasi yang terpenting adalah pengakuan terhadap perbedaan dan
penyelesaian perbedaan secara damai. Upaya penguatan demokrasi lokal melalui
pilkada langsung adalah mekanisme yang tepat sebagai bentuk terobosan atau
tidak berjalannya pembangunan demokrasi di tingkat lokal (Amirudin dan A.
Zaini Bisri, 2006: 12-14). Pemilihan umum daerah yang resmi diselenggarakan
oleh komisi pemilihan umum disebut Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah atau Pemilukada. Pemilukada adalah pemilihan umum terputus
(staggered) untuk memilih kepala dan wakil kepala eksekutif di 33 provinsi
(kecuali Yogyakarta) dan di 502 kabupaten/kota.
Pemilukada provinsi yang menjadi kepala eksekutif adalah gubernur,
dibantu oleh wakil gubernur. Gubernur dan wakil gubernur dipilih sebagai
pasangan untuk masa jabatan lima tahun dengan mayoritas relatif minimal 30
persen dari jumlah suara yang ada (50 persen untuk Jakarta). Jika mayoritas relatif
ini tidak tercapai, putaran kedua antara dua kandidat yang memperoleh suara
terbesar akan diselenggarakan. Pemilukada kabupaten/kota yang menjadi kepala
eksekutif adalah Bupati, dan kepala eksekutif sebuah kota adalah Walikota.
Bupati atau Walikota, beserta wakilnya, dipilih sebagai pasangan untuk masa
jabatan lima tahun dengan mayoritas relatif minimal 30 persen dari jumlah suara
yang ada.
16
Pemilukada desa dimana kepala desa adalah warga negara yang secara
langsung dipilih oleh warga desa dalam pemilihan umum yang sifatnya informal
dan diorganisir secara lokal. Pemilihan umum ini dilaksanakan secara terputus
untuk masa jabatan enam tahun. Pilkada diselenggarakan oleh KPUD langsung
diselenggarakan oleh lembaga yang independen, mandiri dan non-partisan.
Dengan penyelenggaraan yang objektivitas dalam arti transparansi dan keadilan
bagi pemilih dan peserta pilkada relatif bisa dioptimalkan. Fungsi utama
penyelenggara adalah merencanakan dan menyelenggarakan tahapan-tahapan
kegiatan. UU No. 32 / 2004 membagi kewenangan penyelenggaraan pilkada
langsung kepada tiga institusi, yakni DPRD, KPUD, dan Pemerintah Daerah.
Secara teknis, pilkada langsung diselenggarakan oleh KPUD (Provinsi,
Kabupaten/Kota). Sebagai pemegang mandat penyelenggaraan, KPUD bertugas
melaksanakan tahapan-tahapan kegiatan dari tahapan pendaftaran pemilih sampai
penetapan calon pemilih. KPUD juga membuat regulasi (aturan), mengambil
keputusan dan membuat kebijakan yang harus sesuai dengan koridor hukum dan
ketentuan perundangan (Joko J. Prihatmoko, 2005: 112-124).
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, baik gubernur dan wakil
gubernur maupun bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota secara
langsung merupakan perwujudan pengembalian hak-hak dasar dalam memilih
pemimpin di daerah. Dengan demikian, rakyat memiliki kesempatan dan
kedaulatan untuk menentukan pemimpin daerah secara langsung, bebas, dan
rahasia tanpa adanya intervensi sama halnya mereka memilih prasiden dan wakil
presiden dan wakil-wakilnya di legislatif dalam pemilu (Joko J. Prihatmoko,
17
2005: 112-124). Salah satu ciri sistem pilkada yang demokratis dapat dilihat dari
asas-asas yang dianut. Asas adalah suatu pangkal tolak pikiran untuk suatu kasus
atau suatu jalan dan sarana untuk menciptakan sesuatu tata hubungan atau kondisi
yang kita kehendaki. Asas pilkada adalah pangkal tolak pikiran untuk
melaksanakan pilkada. Dengan kata lain, asas pilkada merupakan prinsip-prinsip
atau pedoman yang harus mewarnai proses penyelenggaraan. Asas pilkada juga
berarti jalan atau saran agar agar pilkada trlaksanakan secara demokratis (Joko J.
Prihatmoko, 2005: 206).
Lebih lanjut, Joko J. Prihatmoko,( 2005: 207-208) menjabarkan mengenai
pengertian asas-asas tersebut, yaitu:
a. Langsung
Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara
langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b. Umum
Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan perundangan berhak mengikuti pilkada. Pemilihan yang bersifat umum
mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua
warga negara tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial.
c. Bebas
Setiap warga negara berhak memilih secara bebas menentukan pilihan tanpa
tekanan dan paksaan dari siapapun.
d. Rahasia
18
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin dan pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun.
e. Jujur
Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap penyelenggara pilkada harus bersikap dan
bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
f. Adil
Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap pemilih dan calon/peserta pilkada
mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Pemilih Umum (Pemilu) merupakan salah satu media demokrasi yang
digunakan untuk mewujudkan partisipasi rakyat. Pemilu dianggap penting dalam
proses dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, Pemilihan umum sudah
menjadi bagian yang terpisahkan dari suatu negara demokrasi. Dalam negara
hukum yang demokratis, kegiatan memilih otang atau sekelompok orang menjadi
pemimpin idealnya dilakukan melalui pemilu dengan berasaskan prinsip pemilu
yang langsung, umum, rahasia, jujur dan adil (LUBERDIL). Namun meskipun
prinsip tersebut terus dijadikan pedoman dan asas demokrasi, tetapi bukan berarti
pemilu tidak bebas dari perselisihan-perselisihan lainnya.
Indonesia menjadikan pemilu sebagai bagian yang sangat penting dalam
kegiatan bernegara, peraturan tertinggi mengenai pemilu pemilu diatur dalam
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amandemen. Pemilu secara tegas diatur
pada UUD 1945 perubahan III, Bab VIIB tentang Pemilihan umum, pasal 22E.
Berikut ini adalah pasal tersebut.
19
1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil setiap lima tahun sekali.
2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota dewan perwakilan
rakyat. Dewan perwakilan daerah, presiden dan wakil presiden dan dewan
perwakilan rakyat daerah.
3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat dan
anggota dewan perwakilan rakyat daerah adalah patrai politik.
4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota dewan perwakilan daerah
adalah perseorangan.
5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-
undang.
Pada undang-undang Nomor 10 tahun 2008 tentang pemilihan umum
anggota dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan dearah, dan dewan
perwakilan rakyat daerah dinyatakan pemilihan umum secara langsung oleh
rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna mengahasilkan
pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Pelaksanaan pemilu diselenggarakan dalam beberapa tahapan sebagai
berikut.
1. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih.
2. Pendaftaran peserta pemilu.
3. Penetapan peserta pemilu.
20
4. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan.
5. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota.
6. Masa kampanye.
7. Masa tenang.
8. Pemungutan dan penghitungan suara.
9. Penetapan hasil pemilu.
10. Pengucapan supmah / janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota.
Pelaksanaan seluruh proses pemilihan umum (Pemilu) di indonesia
melibatkan beberapa pihak yang saling berhubungan satu dengan yang lainya.
Berikut ini adalah penjelasan setiap bagian pihak yang terkait pemilu.
1. Komisi pemilihan umum (KPU) merupakan lembaga penyelenggara pemilu
yang sifatnya nasional, tetap, dan mandiri.
2. KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota merupakan penyelenggara pemilu
ditingkat provinsi dan kabupaten/kota.
3. Panitia pemilihan kecamatan (PPK) merupakan panitia yang dibentuk oleh
KPU kabupaten/kota, bertugas untuk menyelenggarakan pemilu pada tingkat
kecamatan.
4. Panitia pemungutan suara (PPS) merupakan panitia yang dibentuk oleh KPU
kabupaten/kota, bertugas untuk menyelenggarakan pemilu di tingkat
desa/kelurahan.
21
5. Panitia pemilihan luar negeri (PPLN) merupakan panitia yang dibentuk oleh
KPU untuk menyelenggarakan seluruh proses pemilu di luar negeri.
6. Kelompok penyelenggara pemugutan suara (KPPS) adalah kelompok yang
dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat
pemungutan suara.
7. Kelompok penyelenggara pemungutan suara luar negeri (KPPSLN)
merupakan kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk menyelenggarakan
pemungutan suara di tempat pemungutan suara di luar negeri.
8. Badan pengawas pemilu (Panwaslu) merupakan badan yang bertugas
mengawasi penyelenggraan pemilu di seluruh indinesia.
9. Panitia pengawas pemilu (Panwaslu) provinsi dan panwaslu kabupaten/kota
merupakan panitia yang dibentuk oleh banwaslu dan bertugas untuk
mengawasi penyelenggaraan pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
10. Panwaslu kecamatan merupakan panitia yang dibentuk oleh panwaslu
kabupaten/kota untuk mengawasi mengawasi penyelenggraan pemilu di
tingkat kecamatan.
11. Pengawas pemilu lapangan merupakan petugas yang dibentuk oleh panwaslu
kecamatan, bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu di
desa/kelurahan.
12. Pemilih adalah warga negara indonesia yang telah berusia sekurang-
kurangnya 17 tahun atau telah/sudah pernah menikah dan tidak sedang
dicabut hak pilihnya.
22
Manajemen Pemilu
Manajemen pemilihan umum memerlukan suatu institusi atau
badan/lembaga yang bertanggung jawab atas aktivitas pemilu. Lembaga yang
mempunyai berbagai ukuran dan bentuk yang meliputi : Komisi Pemilihan
Umum, Departemen Pemilihan Umum, Unit Pemilihan atau Jawatan Pemilihan
Umum. Istilah Electoral Management Body (EMB) atau Lembaga Penyelenggara
Pemilihan Umum (LPP) telah menjadi sebuah nama yang mengacu kepada badan
atau lembaga yang bertanggung jawab untuk pemilu. Kelembagaan
Penyelenggara Pemilihan Umum adalah suatu badan atau organisasi yang
mempunyai satu-satunya tujuan dan menurut hukum bertanggung jawab untuk
memanage beberapa atau semua unsur-unsur yang penting untuk mengadakan
pemilu dan mewujudkan instrument demokrasi secara langsung. Ada 3 (tiga)
Model dari manajemen pemilu antara lain :
1. The Independent Model of Electoral Management
The Independent Model manajemen pemilu artinya pemilu diatur dan
dikelola oleh EMB yang secara kelembagaan independen dan otonom dari cabang
eksekutif dari pemerintah , dan yang memiliki dan mengelola anggaran sendiri .
Berdasarkan Model Independen, EMB tidak bertanggung jawab kepada
kementerian atau departemen pemerintah. Tetapi bertanggung jawab kepada
badan legislatif , yudikatif , atau kepala negara . Badan pelaksana pemilu di
bawah Model Independen dapat menikmati berbagai tingkat otonomi keuangan
dan akuntabilitas, serta berbagai tingkat akuntabilitas kinerja. beberapa negara
demokrasi baru dan muncul telah memilih Model Independen manajemen pemilu
23
diantaranya termasuk Armenia , Australia , Bosnia dan Herzegovina , Burkina
Faso , Kanada , Costa Rika, Estonia , Georgia , India , Indonesia , Malaysia ,
Liberia , Mauritius , Nigeria, Polandia , Afrika Selatan , Thailand dan Uruguay.
2. The Governmental Model of Electoral
Management The Governmental Model ini terdapat dalam Negara-negara
yang pemilunya diorganisir dan diatur oleh badan eksekutif melalui suatu
kementrian dan/atau melalui otoritas lokal. Lembaga penyelenggara pemilu
dibawah Governmental Model ada pada tingkatan nasional yang dipimpin oleh
seorang menteri atau pegawai sipil dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
menteri. Dengan sangat sedikit pengecualian tidak mempunyai anggota. Anggaran
di jatuhkan pada pemerintah dan/atau dibawah otoritas lokal.
3. The Mixed Model of Electoral Management
Di model ini, terdapat dua komponen dari lembaga penyelenggara pemilu
itu dan memiliki struktur rangkap yaitu : sebuah kebijakan, monitoring atau
pengawasan yang tidak terikat pada badan eksekutif dari pemerintah (seperti LPP
Independent Model) dan sebuah implementasi LPP yang terletak di dalam sebuah
departemen dan/atau pemerintah lokal (seperti LPP Govermental Model). Di
dalam Mixed Model, pemilihan diorganisir oleh komponen LPP di bidang
Govermental Model, dengan level tertentu dari kesalahan yang disajikan oleh
komponen LPP Independent Model.
Manajemen penyelenggaraan Pemilu di Indonesia tidak efisien dari segi
biaya dan terlalu menguras energi sosial-politik masyarakat. Sehingga diperlukan
langkah serius untuk menyederhanakan manajemen Pemilu. Dalam waktu lima
24
tahun sedikitnya akan terjadi 475 pemilihan di Indonesia (dengan asumsi cukup
satu kali putaran). Hal itu belum termasuk Pilkades yang melibatkan lebih 70 ribu
desa. Dengan frekuensi "event" pemilihan yang demikian tinggi, kenyatannya
manajemen penyelenggaraannya menjadi tidak efisien dari sisi pembiayaan, baik
berupa dana negara yang digunakan maupun dana para kontestan yang mengikuti
Pemilu dan Pilkada. Selain itu, energi politik masyarakat banyak terkuras untuk
kontestasi politik praktis. Jadi diperlukan adanya penyederhanaan sistem
pemilihan dengan memasukkan Pilkada ke dalam rezim pemilu atau setidaknya
penyelenggaranya adalah lembaga yang sama secara nasional.
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum,
akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu :
“single-member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil atau
disebut sistem distrik) dan multi-member constituency (satu daerah pemilihan
memilih beberapa wakil atau dinamakan proportional representation atau sistem
perwakilan berimbang)’’ (Rahman, 2007:151).
a. Single-member constituency (Sistem Distrik)
Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan
atas kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah
yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk
keperluan itu daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah
wakil rakyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan oleh jumlah distrik.
b. Multi-member constituency (Sistem Perwakilan Berimbang)
25
Satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan
proportional representation atau sistem perwakilan berimbang. Sistem inni
dimaksud untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Gagasan
pokok ialah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu golongan atau partai
adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Untuk keperluan ini
diperlukan suatu pertimbangan (Rahman, 2007:152).
Jumlah total anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan atas dasar
pertimbangan dimana setiap daerah pemilihan memilih sejumlah wakil sesuai
dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilihan itu. Indonesia merupakan
salah satu Negara demokrasi dimana dengan adanya sistem pemilihan umum yang
bebas untuk membentuk dan terselenggaranya pemerintahan yang demokratis.
Hal ini sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia bagaimana
tercantum didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia
dilaksanakan sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu tahun 2014 dilakukan dua
kali putaran dimana pemilu putaran pertama memilih anggota DPR, DPD, dan
DPRD (legislative) kemudian pemilu putaran ke dua yaitu memilih Presiden dan
Wakil Presiden (eksekutif). Dalam pemilu legislatif rakyat dapat memilih secara
langsung wakil-wakil rakyat yang akan duduk di kursi DPR, DPRD Provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota. Pada pemilihan umum anggota legislatif mengunakan
sistem proporsional dengan daftar calon terbuka dimana dalam memilih, rakyat
26
dapat mengetahui siapa saja calon wakil-wakilnya yang akan mewakili daerahnya.
Selain dilaksanakan sistem proporsional juga adanya sistem distrik dalam
pemilihan untuk anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Dengan adanya
sistem pemilihan umum yang terbuka inilah diharapkan dapat memilih wakil-
wakil rakyat yang mempunyai integritas dan benar-benar mewakili aspirasi,
keragaman, kondisi, serta keinginan dari rakyat yang memilihnya.
2.2. Melek Politk / Political Literacy (X)
Literasi politik – Asal usul dan definisi
Suatu bentuk literasi politik telah digambarkan beberapa saat yang lalu di
negara Inggris sebagai pencapaian dari ilmu pengetahuan, kemampuan dan nilai
untuk mensupor efektivitas dan menginformasikan keputusan di dalam partisipasi
demokrasi di samping melibatkan masyarakat dan sosial dan tanggung jawab
moral literasi politik terlihat sebagai salah satu dari tiga garis penegas yang
mendukung efektivitas pendidikan untuk kewarganegaraan. Laporan di atas
dikutip secara umum dari The Crick Report dinamakan dari salah satu tulisan Sir
Bernard Crick. Pada sekitar dua puluh tahun yang lalu bahwa Crick dan yang
lainnya pada masa itu mempopulerkan penggunaan literasi politik sebagai suatu
alat ukur dari suatu hasil gagasan utama pendidikan di Inggris di tulis pada tahun
1978 Crick dan asistennya Porter berdebat bahwa:
Seseorang yang mempunyai suatu ilmu pengetahuan yang cukup tentang
suatu isu dari politik pada masa itu, dilengkapi sehingga dapat memberikan
27
beberapa pengaruh, apakah disekolah, pabrik, relawan atau partai, dan dapat
memahami dan menghormati, sementara tidak berbagi, nilai dengan yang lain,
dapat disebut sebagai literasi politik.
Bagi mereka seseorang yang melakukan literasi politik akan memiliki
kemapuan untuk mengenali dimensi politik ‘dalam berbagai situasi’. Dalam kajian
ini pendidikan telah dibebankan suatu tugas untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan rakyat, kemampuan dan sikap. Tantangannya adalah untuk dapat
mendidik secara kolektif dari ketiga benang dimana salah satu kondisinya dan
melengkapi dua yang lainnya. Kesuksesan dari pendekatan ini tidak hanya dinilai
dari seberapa baik partisipasi rakyat ketika dilengkapi dengan kemampuan untuk
menerima tanggung jawab ketika menganalisis suatu teori dalam situasi yang di
alaminya tetapi juga sebagai tes akhir dalam menciptakan kecenderungan dalam
bertindak, lebih jauh lagi, suatu pencapaian dari literacy politik tidak dilihat
sebagai pengalaman yang tidak aktif, akan tetapi sebagai proses pembelajaran
yang aktif dimana mendukung rakyat untuk menerapkan pemahaman mereka dan
mengunakannya sebagai partisipasi yang aktif. Dengan kata lain rakyat dalam
pengalamannya di uji berdasarkan apa yang telah mereka capai dalam
menerapkan literasi politik melalui rancangan nyata. Bagi Crick dan Porter
kompetisi ini untuk mengakui, kemampuan dan sifat yang dapat diketahui melalui
pemahaman konsep yang diambil dari pengalaman hidup dan bahasa dari rakyat
itu sendiri. Mereka menyarankan:
28
Seorang literasi poltik tidak hanya akan mempunyai kemampuan yang
tinggi untuk memamahami akan konteks dan situasi yang diberikan, akan tetepi
dapat bekerja secara efesien dalam situsi dan kontek yang ada.
2.3. Partisipasi Politik (Y)
Partisipasi politik merupakan faktor terpenting dalam suatu pengambilan
keputusan, karena tanpa partisipasi politik keputusan yang dibuat oleh pemerintah
tidak akan berjalan dengan baik. Sebelum menguraikan pengertian partisipasi
politik, maka penulis menguraikan terlebih dahulu definisi partisipasi, bahwa:
“Partisipasi merupakan salah salah satu aspek penting demokrasi. Asumsi
yang mendasari demokrasi (dan partisipasi) orang yang paling tahu
tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu. Karena keputusan
politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan
mempengaruhi kehidupan warga masyarakat maka warga masyarakat
berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik” (Surbakti, 1992:140).
Bertolak dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa partisipasi itu sikap
individu atau kelompok atau organisasi warga masyarakat yang terlibat atau ikut
serta dalam pencapaian tujuan dan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Partisipasi yang dikutip dari buku “Pengantar Ilmu Pemerintahan”
mengatakan bahwa:
“Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu
dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya
mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian
tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban
bersama” (Syafiie, 2001:142).
Berdasarkan definisi di atas, partisipasi merupakan keterlibatan individu
dalam situasi dan kondisi organisasinya. Keterlibatan tersebut dapat mendorong
29
individu untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
organisasinya yaitu partai politik.
Sedangkan pengertian partisipasi politik didefinisikan sebagai berikut:
“Kegiatan warganegara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah” (Huntington dan Joan Nelson, 1994:6).
Maksud dari definisi di atas, kegiatan yang dilakukan oleh warganegara yang
tidak terikat, tujuannya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
pemerintah.
Selanjutnya definisi partisipasi politik yang ada dalam buku berjudul
“Pengantar Sosiologi Politik” sebagai berikut: “Partisipasi politik adalah
keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem
politik” (Rush dan Althoff, 1997: 124). Berdasarkan definisi di atas, partisipasi
politik merupakan keterlibatan individu dalam suatu oerganisasi partai politik.
Keterlibatan tersebut dibagi dalam macam-macam tingkatan.
Partisipasi politik dalam buku “Partisipasi dan Partai Politik” didefinisikan
sebagai berikut:
“Partisipasi politik adalah kegiatan seorang atau sekelompok orang untuk
ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih
pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy)” (Budiardjo, 1981:1).
Berdasarkan pengertian di atas, kegiatan tersebut mencakup tindakan
seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum,
menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan
(contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen.
30
Menurut Myron Weiner yang dikutip dalam bukunya Mochtar Mas’ud
dan Colin Mac Andrew dalam bukunya yang berjudul Perbandingan Sistem
Politik, paling tidak terdapat lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan
kearah partisipasi lebih luas dalam proses politik ini antara lain:
1. Modernisasi, komersisialisasi pertanian, industrrialisasi, urbanisasi yang
meningkat, penyebaran kepandaian baca tulis, perbaikan pendidikan, dan
pengembangan media komunikasi massa.
2. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial.
3. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa Modern.
4. Konflik di antara Kelompok-Kelompok pemimpin politik.
5. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial ekonomi dan
kebudayaan.
(Myron dalam Machtar Mas’ud & Colin mac Andrew 1985: 42-45).
1. Modernisasi, komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang
meningkat, penyebaran kepandaian baca tulis, perbaikan pendidikan, dan
pengembangan media komunikasi massa. Ketika penduduk kota baru yang
buruh, pedagang mempengaruhi nasib mereka sendiri, mereka makin banyak
menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.
2. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial, begitu bentuk suatu kelas pekerja
baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses
industrialisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berhak
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan
mengakibatkan perubahan perubahan dalam pola partisipasi politik.
31
3. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa Modern; kaum intelektual,
sarjana, filsof, pengarang dan wartawan sering mengemukakan ide-ide seperti
egalitarisme dan nasioalisame kepeda masyarakat umum untuk
membangkitkan tuntutan akan partisipasi massa yang luas dalam pembuatan
keputusan politik.
4. Konflik di antara Kelompok-Kelompok pemimpin politik; kalau timbul
kompetisi memperebutkan kekuasaan, strategi yang biasa digunakan oleh
kelompok-kelompok yang saling berhadapan adalah mencari dukungan
rakyat.
5. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial ekonomi dan
kebudayaan; perluasan kegiatan pemerintah dalam bidang-bidang
kebijaksanaan baru biasanya berarti bahwa konsekuensi tindakan-tindakan
pemerintahan menjadi semakin menyusup ke segala segi kehidupan sehari-
hari rakyat. Tanpa hak-hak sah atas partisipasi politik, individu-individu betul-
betul tidak berdaya menghadapi dan dengan mudah dapat dipengaruhi oleh
tindakan-tindakan pemerintah yang mungkin dapat ruang lingkup aktivitas
pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir
akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.
Dimensi Partisipasi Politik
Adapun dimensi partisipasi yang dapat mempengaruhi partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan umum seperti yang dikemukakan oleh James
Rosenau yang dikutif dalam bukunya Jalaluddin Rakhmat yang berjudul
Komunikasi Politik Khalayak dan Efek antara lain:
32
(1) Gaya partisipasi
(2) Motif partisipasi
(3) Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik ( Rakhmat: 2000:127)
1) Gaya partisipasi
Gaya mengacu kepada baik apa yang dilakukan maupun bagaimana ia
melakukan sesuatu kegiatan. Seperti gaya pembicaraan politik (antara singkat dan
bertele-tele), gaya umum partisipasi pun bervariasi. Adapun yang termasuk dalam
gaya partisipasi sebagai berikut:
a. Langsung/wakilan,
Orang yang melibatkan diri sendiri (actual) dengan hubungan yang dilakukan
terus-menerus dengan figur politik dengan cara menelepon, mengirim surat,
dan mengunjungi kantor pemerintah. Yang lain bertindak terhadap politikus,
tetapi tidak bersama mereka, misalnya mereka memberikan suara untuk
memilih pejabat pemerintah yang belum pernah dilihat atau ditemuinya
b. Kentara/tak kentara,
Seseorang mengutarakan opini politik, hal itu bisa meningkatkan
kemungkinan diperolehnya keuntungan material (seperti jika mendukung
seorang kandidat politik dengan imbalan diangkat untuk menduduki jabatan
dalam pemerintahan).
c. Individual/kolektif
Bahwa tekanan dalam sosialisasi masa kanak-kanak, terutama dalam kelas-
kelas pertama sekolah dasar, adalah pada gaya partisipasi individual
33
(memberikan suara, mengirim surat kepada pejabat, dsb). Bukan pada
memasuki kelompok terorganisasi atau pada demontrasi untuk memberikan
tekanan kolektif kepada pembuatan kebijakan.
d. Sistematik/acak
Beberapa individu berpartisipasi dalam politik untuk mencapai tujuan tertentu,
mereka bertindak bukan karena dorongan hati, melainkan berdasarkan
perhitungan, pikiran, perasaan, dan usul mereka utnuk melakukan sesuatu
bersifat konsisten, tidak berkontradisi, dan tindakan mereka kesinambungan
dan teguh, bukan sewaktu-waktu atau dengan intensitas yang berubah-ubah.
e. Terbuka/Tersembunyi
Orang yang mengungkapkan opini politik dengan terang-terangan dan tanpa
ragu-ragu, dan yang menggunakan berbagai alat yang dapat diamati untuk
melakukannya, bergaya partisipasi terbuka.
f. Berkomitmen/ Tak berkomitmen
Warga negara berbeda-beda dalam intensitas partisipasi politiknya. Orang
yang sangat mendukung tujuan, kandidat, kebijakan, atau program bertindak
dengan semangat dan antusias; ciri yang tidak terdapat pada orang yang
memandang pemilihan umum hanya sebagai memilih satu orang dengan orang
lain yang tidak ada bedanya.
g. Derita/kesenangan
Seseorang bisa menaruh perhatian politik dan melibatkan deritanya karena
kegiatan politik itu sendiri merupakan kegiatan yang menyenangkan. Yang
lain ingin mencapai sesuatu yang lebih jauh dari politik melalui partisipasi.
34
2) Motif partisipasi
Berbagai faktor meningkatkan atau menekan partisipasi politik. Salah satu
perangkat faktor itu menyangkut motif orang yang membuatnya ambil bagian.
Motif-motif ini, seperti gaya partisipasi yang diberikannya berbeda-beda dalam
beberapa hal sebagai berikut:
a. Sengaja/tak sengaja
Beberapa warga negara mencari informasi dan berhasrat menjadi
berpengetahuan, mempengaruhi suara legislator, atau mengarahkan
kebijaksanaan pejabat pemerintahan
b. Rasional/emosional
Orang yang berhasrat mencapai tujuan tertentu, yang dengan teliti
mempertimbangkan alat alternatif untuk mencapai tujuan itu, dan kemudian
memilih yang paling menguntungkan di pandang dari segi pengorbanan dan
hasilnya disebut bermotivasi rasional.
c. Kebutuhan psikologis/sosial
Bahwa kadang-kadang orang memproyeksikan kebutuhan psikologis mereka
pada objek-objek politik misalnya, dalam mendukung pemimpin politik
karena kebutuhan yang mendalam untuk tunduk kepada autoritas, atau ketika
memproyeksikan ketidakcukupannya pada berbagai kelas “musuh” politik
yang dipersepsi-minoritas, negara asing, atau politikus dari partai oposisi.
d. Diarahkan dari dalam/dari luar
35
Perbedaan partisipasi politik yang dengan motivasi batiniah dan motivasi
sosial untuk berpartisipasi politik.
e. Berpikir/tanpa berpikir
Setiap orang berbeda dalam tingkat kesadarannya ketika menyusun tindakan
politik. Perilaku yang dipikirkan meliputi interpretasi aktif dari tindakan
seseorang dan perkiraaan konsekuensi tindakan itu terhadap dirinya dan orang
lain.
3) Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik
Partisipasi politik yang dipikirkan dan interpretatif dibandingkan dengan
jenis yang kurang dipikirkan dan lebih tanpa disadari menimbulkan pertanyaan
tentang apa konsekuensi partisipasi bagi peran seseorang dalam politik pada
umumnya. Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik tersebut memiliki
beberapa hal antara lain:
a. Fungsional/disfungsional
Tidak setiap bentuk partisipasi mengajukan tujuan seseorang. Jika misalnya
tujuan seorang warga negara adalah melaksanakan kewajiban
Kewarganegaraan yang dipersepsi, maka pemberian suara merupakan cara
fungsional untuk melakukannya.
b. Sinambung/terputus
Jika partisipasi politik seseorang membantu meneruskan situasi, program,
pemerintah atau keadaan yang berlaku, maka konsekuensinya sinambung. Jika
36
partisipasi itu mengganggu kesinambungan kekuatan yang ada, merusak rutin
dan ritual, dan mengancam stabilitas, partisipasi itu terputus.
c. Mendukung/menuntut
Melalui beberapa tipe tindakan, orang menunjukan dukungan mereka terhadap
rezim politik yang ada dengan memberikan suara, membayar pajak, mematuhi
hukum, menyanyikan lagu kebangsaan, berikrar setia kepada bendera, dan
sebagainya. Melalui tindakan yang lain mereka mengajukan tuntutan kepada
pejabat pemeintahan-mengajukan tuntutan kepada pejabat pemerintahan.
Berdasarkan dimensi partisipasi politik di atas, bahwa dalam partisipasi
politik orang mengambil bagian dalam politik dengan berbagai cara. Cara-cara itu
berbeda-beda dalam tiga hal atau dimensi yakni: gaya umum partisipasi, motif
partisipasi yang mendasari kegiatan mereka, dan konsekuensi berpartisipasi pada
peran seseorang dalam politik.
Piramida Partisipasi Politik
Piramida partisipasi politik merupakan dampak dari kegiatan partisipasi
politik warga negara memberi dampak cukup bermakna terhadap tatanan politik
dan kelangsungan suatu kehidupan negara. Terutama di dalam mendekati tujuan
negara yang hendak dicapai. Sehingga piramida partisipasi politik tersebut dapat
diterapkan dalam menilai dan menganalisa partisipasi politik masyarkat dalam
pemilihan umum, pemilihan kepala daerah maupun pemilihan kepala desa.
Menurut Hutington dan Nelson yang dikutip dalam bukunya Deden
Faturahman dan Wawan Sobari yang berjudul Pengantar Ilmu Politik
mengajukan dua kriteria penjelas dari partisipasi politik sebagai berikut:
37
1) Dilihat dari ruang lingkup atau proposisi dari suatu kategori warga negara
yang melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan partisipasi politik.
2) Intensitasnya, atau ukuran, lamanya, dan arti penting dari kegiatan khusus
bagi sistem politik. Hubungan antara dua kriteria ini, cenderung diwujudkan
dalam hubungan “berbanding terbalik”. Lingkup partisipasi politik yang besar
biasanya terjadi dalam intensitas yang kecil atau rendah, misalnya partisipasi
dalam pemilihan umum. sebaliknya jika ruang lingkup partisipasi politik
rendah atu kecil, maka intensitasnya semakin tinggi. Contoh, kegiatan
kelompok kepentingan.
(Hutington dan Nelson dalam Faturahman dan Sobari, 2004:193)
Piramida partisipasi politik yang diuraikan dari David F. Roth dan Frank
L. Wilson dapat dibagi sebagai berikut : (Roth dan Wilson dalam Soemarsono.
2002:4.8) Aktivitas, Partisipan, dan Pengamat.
1) Aktivitas
Pada dasarnya partisipasi politik di tingkatan kategori aktivis. Para pejabat
umum, pimpinan kelompok kepentingan merupakan pelaku-pelaku politik
yang memiliki intensitas tinggi dalam berpartisipasi politik. Mereka memiliki
akses yang cukup kuat untuk melakukan contacting dengan pejabat-pejabat
pemerintah, sehingga upaya-upaya untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan
pemerintah menjadi sangat efektif.
Terutama bagi pejabat umum, secara politis mereka memiliki peluang yang
cukup kuat dalam mempengaruhi kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah,
bahkan secara individual bisa mempengaruhi secara langsung. Namun warga
38
negara yang terlibat dalam praktik-praktik partisipasi politik ditingkatkan aktivis,
jumlahnya terbatas, hanya diperuntukkan bagi sejumlah kecil orang (terutama elit
politik), yang memiliki kesempatan untuk terlibat dalam prose politik dengan
mekanisme dan kekuatan pengaruh yang diperlihatkan.
Meskipun demikian, kegiatan partisipasi politik ditingkat aktivis, bukan
saja ditempuh dengan cara-cara yang formal-prosedural atau mengikuti aturan
yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan terdapat juga warga negara yang berupaya
mempengaruhi proses politik, dengan cara-cara non foramal, tidak mengikuti jalur
yang ditetapkan secara hukum, bahkan sampai pada tindakan kekerasan.
2) Partisipan
Partisipasi politik sebagai partisipan di tingkatan kategori partisipan
seperti: adanya petugas kampaye, aktif dalam parpol/kelompok kepentingan, aktif
dalam proyek-proyek sosial. Di tingkatan partisipan ditemukan semakin tingkat
tinggi tingkat partisipasi politik seseorang maka semakin tinggi tingkat
intensitasnya, dan semakin kecil luas cakupannya. Sebaliknya semakin menuju
kebawah, maka semakin besar lingkup partisipasi politik, dan semakin kecil
intensitasnya.
3) Pengamat
Partisipasi politik di tingkatan kategori pengamat, Seperti: menghadiri
rapat umum, memberikan suara dalam pemilu, menjadi anggota kelompok
kepentingan, mendiskusikan masalah politik, perhatian pada perkembangan
politik, dan usaha meyakinkan orang lain, merupakan contoh-contoh kegiatan
yang banyak dilakukan oleh warga negara, artinya proposisi atau lingkup jumlah
39
orang yang terlibat di dalamnya tinggi. Namun tidak demikian dengan intensitas
partisipasi politiknya, terutama kalau dikaitkan dengan arti pentingnya bagi sistem
politik, praktik-praktik tersebut tingkat signifikasinya rendah, atau tingkat
efektifitasnya dalam mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah,
membutuhkan waktu dan sumber daya yang cukup banyak.
2.4. Hubungan Melek Poltik dengan Partisipasi Politik
Menurut Kantaprawira (2004:54) bahwa melek politik menjadi perwujudan
dan pendidikan politik untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar
dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya.
Menurut Crick & Porter dalam Affandi (1996:27) pengatahuan politik
dapat membawa rakyat pada tingkat partisipasi politik tertentu, dimana dalam
politik rakyat tidak hanya dituntut mengembangkan pengetahuan, juga harus
mengembangkan aspek sikap dan keterampilan, dan perpaduan ketiga aspek
tersebut yang dimaksud dengan melek politik atau political literacy.
Partisipasi yang dikutip dari buku “Pengantar Ilmu Pemerintahan”
mengatakan bahwa:
“Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu
dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya
mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian
tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban
bersama” (Syafiie, 2001:142).
Berdasarkan definisi di atas, partisipasi merupakan keterlibatan individu
dalam situasi dan kondisi organisasinya. Keterlibatan tersebut dapat mendorong
40
individu untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
organisasinya yaitu partai politik.
Sedangkan pengertian partisipasi politik didefinisikan sebagai berikut:
“Kegiatan warganegara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah” (Huntington dan Joan Nelson, 1994:6).
Maksud dari definisi di atas, kegiatan yang dilakukan oleh warganegara yang
tidak terikat, tujuannya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
pemerintah.
Selanjutnya definisi partisipasi politik yang ada dalam buku berjudul
“Pengantar Sosiologi Politik” sebagai berikut: “Partisipasi politik adalah
keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem
politik” (Rush dan Althoff, 1997: 124). Berdasarkan definisi di atas, partisipasi
politik merupakan keterlibatan individu dalam suatu oerganisasi partai politik.
Keterlibatan tersebut dibagi dalam macam-macam tingkatan.
Partisipasi politik dalam buku “Partisipasi dan Partai Politik” didefinisikan
sebagai berikut:
“Partisipasi politik adalah kegiatan seorang atau sekelompok orang untuk
ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih
pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy)” (Budiardjo, 1981:1).
Berdasarkan pengertian di atas, kegiatan tersebut mencakup tindakan
seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum,
menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan
(contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
3.1.1. Pendekatan Penelitian
Sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan terlebih dahulu
dipersiapkan segala sesuatunya dengan baik, teliti dan teratur sesuai dengan
prosedur penelitian. Prosedur dan persiapan yang peneliti lakukan meliputi
hal-hal seperti ; menentukan metode, teknik pengumpulan data, persiapan
penelitian serta teknik pengolahan dan analisis data.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah kuantitatif disebut juga
dengan paradigma tradisional, positivis, eksperimental, atau empirisis.
Paradigma kuantitatif atau penelitian kuantitatif menekankan pada
pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian
dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik, dan
penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif yang bertujuan untuk
menguji hipotesis. (Nur, dan Bambang, 2012).
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis dengan teknik survey. Metode deskriptif- analitis dalam
penelitian dioperasionalisasikan dengan menggunakan statistik inferensial
yaitu untuk menganalisis data sampel dan hasilnya digeneralisasikan
(diinferensikan) untuk populasi dimana sampel diambil. (Sugiyono, 2001:
14).
42
Metode deskriptif analitis dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik survey, karena mengambil sampel dari suatu populasi
dengan menggunakan angket sebagai alat pengukur data pokok. Penelitian
survey biasanya tidak membatasi dengan satu atau beberapa variabel. Para
peneliti umumnya dapat menggunakan variabel serta populasi yang luas
sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai (Sukardi 2003 : 15).
Mc Millan & Schumacher (2001:304) menyatakan bahwa “dalam
penelitian survey, peneliti menyeleksi suatu sampel dari responden dan
menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan informasi terhadap variabel
yang menjadi perhatian peneliti. Data yang dikumpulkan kemudian
digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari populasi tertentu”.
Kerlinger (2002: 267) juga menyatakan bahwa “para peneliti survey
mengambil sampel dari banyak responden yang menjawab sejumlah
pertanyaan. Mereka mengukur banyak variabel, mengetes banyak hipotesis,
dan membuat kesimpulan dari pertanyaan- pertanyaan mengenai perilaku,
pengalaman, atau karakteristik dari suatu fenomena”.
Dengan demikian penelitian ini memiliki karakteristik sebagaimana
diungkapkan Singleton & Straits (dalam Komalasari 2008 : 115) yaitu : 1)
sejumlah besar responden dipilih melalui prosedur sampling probabilitas
untuk mewakili populasi; 2) kuesioner sistematik digunakan untuk bertanya
mengenai sesuatu mengenai responden, dan mencatat jawaban-jawaban
mereka; dan 3) jawaban-jawaban tersebut dikode secara numerik dan
dianalisis dengan bantuan teknik statistik.
43
3.1.2. Variabel Penelitian
Jika variabel dependen (partisipasi politik / Y) dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel independen (melek politik/political literacy/X),
sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel X menyebabkan variabel Y.
Maka dalam penelitian ini tipe hubungan antar variabel yang diteliti,
berupa hubungan sebab-akibat (Nur&Bambang. 2012)
Gambar 2.1. : hubungan antar variabel penelitian
3.1.3. Operasional Variabel
Untuk memperjelas konsep dari variabel yang diteliti, sehingga tidak
mengundang tafsir yang berbeda, maka dirumuskan definisi operasional
atas variabel penelitian berikut ini:
• Melek Politik (X) berkaitan dengan kecerdasan dan kemampuan
rakyat terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik dalam
berpolitik. Menurut Crick & Porter dalam Affandi (1996:27) kemampuan
melek politk perpaduan dari dimensi-dimensi yang dapat menpengaruhi
kemampuan melek politik/political literacy seperti: Kemampuan,
Keterampilan, dan Sikap.
Melek Politik/Political Literacy
(X)
Partisipasi politik
(Y)
44
Tabel 3.1.
Indikator Variabel kemampuan melek
politik/political literacy (X)
Variabel Dimensi Indikator
Pengetahuan 1. Pengetahuan dan pemahaman
akan hak-hak politik warga
negara
2. Pengetahuan tentang lembaga-
lembaga dalam sistem politik
Indonesia
3. Pengetahuan dan pemahaman
tentang penyelenggaraan proses
demokrasi
Keterampilan 4. Membuat keputusan
5. Berkomunikasi dan
bekerjasama dengan orang lain
dalam kehidupan sehari-hari
6. Memonitoring jalannya sistem
politik
Melek Politik
(X)
Sikap 7. Partisipasi politik warga negara
dalam kehidupan sehari-hari
8. Penghormatan terhadap hak dan
kewajiban warganegara
9. Pelaksanaan hak dan kewajiban
Adapun dimensi partisipasi politik yang dapat mempengaruhi partisipasi
politik rakyat dalam pemilihan umum seperti yang dikemukakan oleh James
Rosenau yang dikutif dalam bukunya Jalaluddin Rakhmat (2000),yang berjudul
Komunikasi Politik Khalayak dan Efek antara lain: Gaya partisipasi, Motif
partisipasi, Konsekuensi partisipasi seorang dalam politk.
45
Tabel 3.2.
Indikator Variabel Partisipasi politik (Y)
Variabel Dimensi Indikator
Partisipasi
Politik (Y)
Gaya
partisipasi
1. Langsung/perwakilan
2. Individual/kolektis
3. Sistematik/acak
4. Terbuka/tersembunyi
Motif
partisipasi
5. Sengaja/tak sengaja
6. Rasional/emosional
7. Kebutuhan psikologis/sosial
Konsekuensi
partisipasi
seseorang
dalam politik
8. Fungsional/disfungsional
9. Sinambung/terputus
10. Mendukung/menuntut
3.1.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data utama menggunakan teknik kuesioner
dengan instrumen angket (sumber data primer) didukung dengan observasi
dan studi dokumentasi (sumber data sekunder). Kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada respon untuk
dijawabnya (Sugiyono, 2009:199). Begitu juga Sudjana, (1986:7)
mengungkapkan bahwa angket atau Quesionaire adalah cara pengumpulan
data dengan menggunakan daftar isian atau daftar pertanyaan yang telah
46
disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga calon respon hanya
tinggal mengisi atau menandainya dengan mudah dan cepat.
Nasir (2003:328) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data
merupakan alat-alat ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu
penelitian. Data yang akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka,
keterangan tertulis, informasi lisan dan beragam fakta yang berpengaruh
dengan fokus penelitian yang diteliti.
Untuk variabel kemampuan melek politik (variabel X) dan
variabel partisipasi politik (variabel Y) diukur dengan menggunakan skala
Sikap Likert yakni Skala yang digunakan untuk melihat seberapa besar
tingkat persetujuan responden terhadap pernyataan yang diajukan mulai
dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju. Setiap tanggapan atau respon
dari pernyataandiberikan skor dengan 5 skala yaitu mulai 1 untuk jawaban
sangat tidak setuju sampai 5 untuk jawaban sangat setuju. Dan skala Likert
merupakan skala yg dapat digunakan untuk mengukur sikap dan perilaku
(Bambang S. Soedibjo, 2005:55).
3.1.5. Analisis Data
Kegiatan dalam analisis data adalah: mengelompokkan data
berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan
variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti,
melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan
perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.
47
Analisis data penelitian ini menggunakan statistik inferensial, (sering
juga disebut statistik induktif atau statistik probabilitas), adalah teknik
statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya
diberlakukan untuk populasi. Statistik ini akan cocok digunakan bila
sampel diambil dari populasi yang jelas, dan teknik pengambilan sampel
dari populasi itu dilakukan secara random. Statistik inferensial digunakan
untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknik analisis korelasi dan
regresi. (Sugiyono, 2001: 14).
Teknik analisis inferensial bertujuan untuk menganalisis data sampel
dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Dalam penelitian ini koefisien
korelasi yang akan digunakan dihitung berdasarkan rumus Rank Spearman
(Spearman Rank Order Correlation), teknik korelasi tersebut digunakan
untuk mengetahui seberapa besar hubungan diantara variabel X dan
variabel Y. Rumus Spearmen Rank Order Correlation sebagai berikut
(Bambang S. Soedibjo, 2005:154) :
Dimana:
di = selisih rangking kedua variabel
N = ukuran sampel
−−=∑
NN
dr
i
s 3
261
48
Untuk melihat derajat keeratan antara variabel independen dan
variabel dependen digunakan kriteria Champion (Bambang S.
Soedibjo,2005:141).
Tabel 3.3.
Kreteria Derajat Keeratan Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Tingkat Keeratan
+/- 0,00 – 0,25 Tidak ada hubungan atau hubungan yang sangat lemah
+/- 0,26 – 0,50 Hubungan cukup lemah
+/- 0,51 – 0,75 Hubungan cukup kuat
+/- 0,76 – 1,00 Hubungan sangat kuat
Sumber: (Bambang S. Soedibjo,2005:141)
Analisi regresi sederhana, menurut J Supranto (2004:50) “ untuk
memperkirakan atau meramalkan Y, meramalkan berarti memperkirakan
terjadinya suatu kejadian di waktu yang akan datang. Analisis regresi digunakan
apabila kita ingin mengetahui bagaimana variabel dependen dapat diprediksikan
melalui variabel independen atau predictor secara individual, dampak dari
penggunaan analisis regresi ini dapat digunakan untuk memutuskan apakan naik
dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui menaikkan atau
menurunkan keadaan variabel independen, atau untuk meningkatkan keadaan
variabel dependen dapat dilakukan dengan meningkatkan variabel independen
atau sebaliknya.
Rumus yang digunakan adalah rumus Pearson yang dikenal dengan rumus
persamaan regresi yaitu sebagai berikut :
Y = a + bX
49
dengan Y adalah variabel dependent, dalam hal ini adalah Kinerja
Perusahaan, dan X adalah variabel independent, dalam hal ini adalah Budaya
Organisasi. Sedangkan a dan b adalah nilai konstanta yang dicari.
Rumus yang digunakan adalah rumus Pearson yang dikenal dengan rumus
persamaan regresi yaitu sebagai berikut :
Keterangan :
X = Varibel Independen = Melek Politik
Y = Varibel dependen = Partisipasi Politik
3.1.6. Pengukuran Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Uji validitas ini dilakukan unuk
menguji ketepatan suatu item dalam pengukuran instrumennya. Suatu
pertanyaan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang
dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan
0,300 (Kaplan & Saccuzo, 1993).
Untuk pengujian validitas instrumen, dalam hal ini penulis
menggunakan pengujian validitas konstruk (construct validity). Setelah
data ditabulasikan, maka pengujian validitas konstruk dilakukan dengan
∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑
−
−=
22
2
)(.
))(())((
XXn
XYXXYa
∑ ∑∑ ∑ ∑
−
−=
22 )(
))((
XXN
YXXYNb
50
analisis item, dimana skor butir dikorelasikan dengan skor total. Kemudian
rumus yang digunakan untuk mengkorelasikan tiap butir instrumen yaitu
dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment. (Suharsimi,
2002:170):
Keterangan :
r = koefisien validitas item yang dicari
n = banyaknya responden
xi = skor yang diperoleh subjek dari seluruh item
yi = skor total dari seluruh item
∑x2 = jumlah kuadrat skor variable x
∑y2 = jumlah kuadrat skor variable y
Kriteria validasi adalah jika koefisien korelasi bernilai > 0,3, maka
butir dinyatakan valid (Bambang S. Soedibjo,2005:76).
3.1.7. Pengukuran Reliabilitas
Pertanyaan mendasar untuk mengukur reliabilitas data adalah
bagaimana konsisten data yang dikumpulkan. Pengujian reliabilitas
konsisten internal (internal consistency) dengan menggunakan koefisien
alpha Cronbach (Guilford, 1954 dalam Bambang S. Soedibjo,2005:70).
Alasan penggunaan teknik ini, karena koefisien α-cronbach merupakan
indeks yang cukup sempurna dalam mengukur reabilitas konsistensi antar
butir (Sekaran dalam Bambang S. Soedibyo, 2005:70).
Adapun rumus Croncbach’s alpha adalah sebagai berikut:
( )( )
( ){ } ( ){ }2222 YYNXXN
YXXYNrxy
∑−∑∑−∑
∑∑−∑=
51
Keterangan:
k = jumlah butir
Vi = varians dari butir ke-i
Vt = varians total skor butir
Sedangkan untuk menghitung varian masing-masing butir (v) menggunakan
rumus sebagai berikut:
Menurut Sekaran (Bambang S. Soedibjo,2005:71) kriteria penilaian terhadap
koefisien α - Cronbach adalah sebagai berikut:
α < 0,6 : Kurang reliable
0,6<α <0,8 : Cukup reliable
α >0,8 : Sangat reliable
Dalam penelitian ini analisis perhitungannya menggunakan program
statistik SPSS versi 20 for Windows.
3.1.8. Uji Hipotesis
Untuk penelitian ini, tingkat kesalahan yang dapat ditolerir atau
tingkat signifikansi (α) ditetapkan sebesar 5% (0,05) pada tes dua sisi.
Kriteria pengujian:
1. Jika thitung ≥ ttabel, atau nilai signifikansi (Sig.) < α (0,05) H0 ditolak,
dan Ha diterima. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel-
∑−
−=
t
i
v
v
k
k1
1α
( )1
20
1
2
1
2
2
−
−
=
∑ ∑= =
nn
xxn
si
n
i
ii
52
variabel yang diteliti.
2. Jika thitung < ttabel, atau nilai signifikansi (Sig.) < α (0,05) H0 diterima,
dan Ha ditolak. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel-
variabel yang diteliti.
3.1.9. Populasi dan Sampel
3.1.9.1. Populasi
Menurut Umi Narimawati (2008) “ populasi adalah seluruh unit analisis
yang akan diamati ”. Sedangkan menurut Sugiyono (2013:80), ” populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Populasi dari penelitian ini adalah anggota keluarga yang
menjadi pemilih pada pemilu DPRD Kabupaten Sukabumi 2014. Adapun alasan
populasi tersebut dipilih karena memiliki karakteristik yang terkait dengan tujuan
penelitian, yaitu:
Berdasarkan data hasil pengamatan dan studi dokumentasi di KPUD
Kabupaten Sukabumi diperoleh data bahwa pada pemilihan umum DPDRD
Kabupaten Sukabumi tahun 2014 terdapat 6 daerah pemilihan (Dapil).
3.1.9.2. Sampel
Menurut sugiyono (2013:80), “ Sampel adalah bagian atau jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut ”. Apabila populasi besar dan
53
peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi misal karena
keterlambatan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti akan mengambil sampel dari
populasi itu. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representatif (mewakili).
Probability sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
untuk menjadi anggota sampel. Teknik ini antara lain, acak bertingkat atau
Multistage random sampling, Sampling klaster atau Clustered Sampling dan
lainnya. karena klasternya adalah wilayah Kabupaten Sukabumi maka Sampling
ini disebut Sampling Area (Bambang S. Soedibdjo, 2005:110), dan teknik ini
menekankan pada heterogenitas karakkteristik elemen-elemen pada masing-
masing unit sampel, tetapi karakteristik elemen-elemen antara kelompok unit
sampel satu dengan unit sampel yang lain relatif homogen (Nur&Bambang,
2012:127).
Tahapan-tahapan dalam penarikan sampel adalah sebagai berikut:
Tahap 1 Pemilihan wilayah Kecamatan, Primary Sampling Unit dari survey
ini adalah Daerah Pemilihan DPRD Kabupaten Sukabumi. Langkah pertama
dalam menarik sampel ini adalah memilih Kecamatan secara stratifikasi
berdasarkan wilayah Dapil DPRD Kabupaten Sukabumi.
1) Wilayah Dapil-1 terdiri dari 9 Kecamatan, yakni Kec. Gegerbitung,
Kec. Sukaraja, Kec. Kebonpedes, Kec. Cireunghas, Kec. Sukalarang,
Kec. Sukabumi, Kec. Kadudampit, Kec. Cisaat, Kec. Gunungguruh.
54
2) Wilayah Dapil-2 terdiri dari 10 Kecamatan, yakni Kec. Tegalbuled,
Kec. Sagaranten, Kec. Cidolog, Kec. Cidadap, Kec. Curugkembar, Kec.
Pabuaran, Kec. Jampang Tengah, Kec. Lengkong, Kec. Purabaya, Kec.
Nyalindung.
3) Wilayah Dapil-3 terdiri dari 8 Kecamatan, yakni Kec. Ciemas, Kec.
Ciracap, Kec. Waluran, Kec. Jampang Kulon, Kec. Cimanggu, Kec.
Kalibunder, Kec. Surade, Kec. Cibitung.
4) Wilayah Dapil-4 terdiri dari 6 Kecamatan, yakni Kec. Cisolok, Kec.
Cikakak, Kec. Palabuhanratu, Kec. Simpenan, Kec. Warungkiara, Kec.
Bantargadung.
5) Wilayah Dapil-5 terdiri dari 6 Kecamatan, yakni Kec. Caringin, Kec.
Nagrak, Kec. Cibadak, Kec. Cicantayan, Kec. Cikembar, Kec.
Cikidang.
6) Wilayah Dapil-6 terdiri dari 8 Kecamatan, yakni Kec. Cicurug, Kec.
Cidahu, Kec. Parakansalak, Kec. Kalapnunggal, Kec. Parungkuda, Kec.
Bojonggenteng, Kec. Kabandungan, Kec. Ciambar.
Dari masing-masing Daerah pemilihan DPRD Kabupaten Sukabumi
diambil 1 (satu) Kecamatan berdasarkan cluster (tingkatan) per wilayah Dapil
sehingga jumlah seluruh Kecamatan yang menjadi sampel penelitian adalah 6
(enam) Kecamatan: 1) Kec. Cireunghas, 2) Kec. Cidadap, 3) Kec. Cimanggu, 4)
Kec. Bantargadung, 5) Kec. Cicantayan, 6) Kec. Kabandungan.
Tahap 2 Pemilihan data jumlah seluruh pengguna hak pilih, setelah
ditentukan 6 (enam) Kecamatan sebagai PSU, langkah selanjutnya adalah
55
menentukan data jumlah seluruh pengguna hak pilih (Secondary Sampling Unit).
Di tiap Kecamatan memiliki data jumlah pemilih dan data jumlah seluruh
pengguna hak pilih. Dari enam Kecamatan itu akan diambil masing-masing data
jumlah seluruh pengguna hak pilih saja, sehingga akan dihasilkan 6 (enam) data
jumlah seluruh pengguna hak pilih. Setiap pengguna hak pilih akan mendapat
kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel, oleh karenanya pemilihan
responden menggunakan acak (random).
Tabel 3.4.
PSU (Secondary Sampling Unit)
No Rincian Perolehan
Suara Jumlah Pemilih
Jumlah Seluruh
Pengguna Hak
Pilih
1 Kec. Cireunghas 23.289 17.118
2 Kec. Cidadap 15.319 11.154
3 Kec. Cimanggu 16.792 11.069
4 Kec. Bantargadung 26.832 17.073
5 Kec. Cicantayan 40.069 29.223
6 Kec. Kabandungan 26.465 18.856
Sumber: KPUD Kab. Sukabumi 2014.
Tahap 3 Pemilihan Responden, langkah selanjutnya adalah pemilihan
responden (Tertier Sampling Unit). Dari masing-masing data jumlah seluruh
pengguna hak pilih per Kecamatan, akan diambil satu Kecamatan dengan data
jumlah seluruh pengguna hak pilihnya untuk dijadikan responden secara acak
(random). Teknik pengambilan sampel ini menggunakan rumus Yamane menurut
Bambang S. Soedibjo, 2005:115)
Keterangan :
56
n = besaran sampel
N = besaran populasi
d = Tingkat Presisi (batas ketelitian) yang diinginkan
Dari jumlah populasi tersebut dengan tingkat kelonggaran ketidaktelitian
sebesar 0,1 (10%), maka dengan menggunakan rumus diatas diperolah sampel
sebesar:
Secara lengkap dijabarkan melalui tabel berikut ini:
Tabel 3.5.
Teknik Pengambilan sampel
No Rincian Perolehan
Suara Populasi Sampel
1 Kec. Cireunghas 17.118 16
2 Kec. Cidadap 11.154 11
3 Kec. Cimanggu 11.069 11
4 Kec. Bantargadung 17.073 16
5 Kec. Cicantayan 29.223 28
6 Kec. Kabandungan 18.856 18
Jumlah 104.493 100
3.1.10. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di Kabupaten Sukabumi yang mencakup enam kecamatan
yaitu: 1) Kec. Cireunghas, 2) Kec. Cidadap, 3) Kec. Cimanggu, 4) Kec.
Bantargadung, 5) Kec. Cicantayan, 6) Kec. Kabandungan. Adapun jadwal
penelitian yang direncanakan adalah:
57
Tabel 3.6
Jadwal Penelitian
Bulan/2015 No. Kegiatan
April Mei Juni Juli
1 Pra Peneltian
2 Analisis Data dan
Pembahasan
3 Penyusunan Penelitian
Sumber : diolah sendiri
58
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Instrumen
4.1.1 Uji Reliabilitas
Menguji realibilitas variabel ( X ) melek politik, dapat dianalisis melalui
program komputer statistik SPSS ver. 20 for windows, maka diperoleh nilai alpha
cronbach sebagai berikut :
Tabel 4.1
Uji Reliabilitas X
Scale: MELEK POLITIK (X)
Case Processing Summary
N %
Valid 100 100,0
Excludeda 0 ,0 Cases
Total 100 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
,682 9
59
Nilai alpha sebesar 0. 682, nilai ini diantara 0,6<α <0,8 yang artinya variabel
cukup reliabel yang juga artinya bahwa jawaban responden cukup konsisten.
Menguji realibilitas variabel ( Y ) partisipasi politik, dapat di analisis
melalui program komputer SPSS ver. 20 for windows, maka diperoleh nilai alpha
cronbach sebagai berikut :
Tabel 4.2
Uji Reliabilitas Y
Scale: PARTISIPASI POLITIK (Y)
Case Processing Summary
N %
Valid 100 100,0
Excludeda 0 ,0 Cases
Total 100 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
,715 10
Nilai alpha sebesar 0. 715, nilai ini diantara 0,6<α <0,8 yang artinya variabel
cukup reliabel yang juga artinya bahwa jawaban responden cukup konsisten.
4.1.2 Uji Validitas
Suatu instrument pengukuran dikatakan valid jika instrument tersebut
mengukur apa yang seharusnya diukur. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
60
dilakukan uji validitas kepada variabel penelitian dengan menggunakan uji
korelasi dengan rumus korelasi pearson ( korelasi product moment ).
1. Uji validitas variabel ( X ) melek politik , Berdasarkan hasil perhitungan
analisis pearson correlation maka uji validitas instrumentnya dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini :
Tabel 4.3
Uji Validitas Variabel X
Butir Pertanyaan r hitung r kritis Keterangan
1 0. 474 0.3 Valid
2 0. 753 0.3 Valid
3 0. 478 0.3 Valid
4 0. 663 0.3 Valid
5 0. 344 0.3 Valid
6 0. 510 0.3 Valid
7 0. 645 0.3 Valid
8 0. 329 0.3 Valid
9 0. 553 0.3 Valid
α = 0.05 dengan n = 100
Kriteria validasi adalah jika koefisien korelasi bernilai > 0.3, maka butir
dinyatakan valid (Bambang S. Soedibjo, 2005:76). Berdasarkan hasil uji validitas
tersebut maka semua butir pernyataan hasilnya valid yang artinya semua
pernyataan dapat mengukur apa yang hendak di ukur yaitu mengukur melek
politik .
2. Uji validitas variabel ( Y ) partisipasi politik, Berdasarkan hasil perhitungan
analisis pearson correlation maka uji validitas instrumentnya dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini :
61
Tabel 4.4
Uji Validitas Variabel Y
Butir Pertanyaan r hitung r kritis keterangan
1 0. 672 0.3 Valid
2 0. 691 0.3 Valid
3 0. 564 0.3 Valid
4 0. 470 0.3 Valid
5 0. 614 0.3 Valid
6 0. 658 0.3 Valid
7 0. 520 0.3 Valid
8 0. 462 0.3 Valid
9 0. 342 0.3 Valid
10 0. 297 0.3 Missing
α = 0.05 dengan n = 100
Kriteria validasi adalah jika koefisien korelasi bernilai > 0.3, maka butir
dinyatakan valid (Bambang S. Soedibjo, 2005:76). Berdasarkan hasil uji validitas
tersebut maka 9 (sembilan) butir pernyataan hasilnya valid, dan 1 (satu) butir
pernyataan dinyatakan tidak valid (missing) artinya dari 10 (sepuluh) pernyataan
hanya 9 (sembilan) pernyataan dapat mengukur apa yang hendak diukur yaitu
mengukur partisipasi politik.
4.2 Analisis Kemampuan Melek politik
Dari hasil penelitian terhadap responden, diperoleh penilaian kemampuan
melek politik dengan melihat nilai frekuensi jawaban responden terhadap 9
(sembilan) indikator dari melek politik yang datanya dapat dilihat dalam tabel
hasil analisis jawaban responden (terlampir). Berikut ini hasil analisis jawaban
dari responden:
62
1. Saya sudah memahami hak-hak politik warga negara berdasarkan UU no. 10
tahun 2008 tentang pemilu legislative (49% responden menyatakan setuju).
2. Saya mengetahui bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Sukabumi bekerja dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya (59%
responden menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu).
3. Saya mengetahui bahwa memberikan suara dalam pemilu legislatif adalah
wajib karena bagian dari proses demokrasi (57% responden menyatakan
setuju).
4. Saya sudah memutuskan untuk memilih siapa calon yang akan dipilih sebelum
berangkat ke tempat pemilihan (49% responden menyatakan setuju).
5. Saya memiliki toleransi terhadap perbedaan dalam mendukung calon wakil
rakyat (60% responden menyatakan setuju)
6. Saya mengikuti perkembangan berita politik di media massa dalam
memonitoring jalannya proses pemilu legislatif (50% responden menyatakan
tidak tahu, netral, ragu-ragu)
7. Saya merasa bertanggung jawab untuk mensosialisasikan pentingnya “Anti
Golput” dalam kehidupan sehari-hari (51% responden menyatakan setuju)
8. Saya pernah mendapatkan sosialisasi politik dari KPUD Sukabumi untuk
kesuksesan pemilu legislatif (61% responden menyatakan setuju)
9. Saya sudah melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara dengan
memberikan suara pada pemilu legislatif 2014 (53% responden menyatakan
setuju).
63
Berdasarkan hasil analisis dari melek politik maka dapat disimpulkan
penilaian responden menyatakan setuju terhadap 7 (tujuh) indikator dan
menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu terhadap 2 (dua) indikator.
4.3 Penilaian terhadap Partisipasi politik
Dari hasil penelitian maka diperoleh penilaian responden terhadap
partisipasi politik dengan melihat nilai frekuensi jawaban responden terhadap 10
(sepuluh) indikator dari partisipasi politik politik yang datanya dapat dilihat dalam
tabel hasil analisis jawaban responden (terlampir). Berikut ini hasil analisis
jawaban dari responden::
1. Saya ikut memilih langsung pada Pemilu DPRD 2014 Kab. Sukabumi (47%
responden menyatakan setuju).
2. Saya ikut aktif di partai politik untuk memberikan tekanan kolektif kepada
pembuat kebijakan daerah Kab. Sukabumi (60% responden menyatakan tidak
tahu, netral, ragu-ragu).
3. Saya ikut berpartisipasi memilih calon DPRD Kab. Sukabumi berdasarkan
perhitungan, pikiran, perasaan yang berkesinambungan dan tidak acak (45%
responden menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu).
4. Saya selalu mengikuti kampanye seorang calon DPRD secara terang-terangan,
terbuka dan tanpa ragu (53% responden menyatakan setuju)
5. Saya sengaja memilih seorang calon wakil rakyat di DPRD karena sudah
kenal baik (48% responden menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu)
64
6. Saya memilih calon dalam pemilu DPRD karena memberikan keuntungan
materi dan non materi (60% responden menyatakan tidak tahu, netral, ragu-
ragu)
7. Saya memilih calon dalam pemilu DPRD karena saya butuh wakil rakyat
yang amanah dalam kepemerintahan (47% responden menyatakan tidak tahu,
netral, ragu-ragu)
8. Sebagai warga negara yang baik maka saya wajib untuk ikut memilih dalam
pemilu DPRD Kabupaten Sukabumi (61% responden menyatakan setuju)
9. Saya harus memperhatikan perkembangan berita politik secara
berkesinambungan melalui media massa (55% responden menyatakan tidak
tahu, netral, ragu-ragu).
10. Saya akan menuntut para wakil rakyat jika ada kebijakan yang tidak memihak
rakyat (44% responden menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu).
Berdasarkan hasil analisis dari partisipasi politik, maka dapat disimpulkan
penilaian responden menyatakan setuju terhadap 3 (tiga) indikator dan
menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu terhadap 7 (tujuh) indikator.
4.4 Pengaruh Melek Politik terhadap Partisipasi politik
Nilai hubungan penilaian kemampuan melek politik terhadap partisipasi
politik dapat dilihat dari nilai korelasi. Berdasarkan hasil analisis statistik
komputer program SPSS ver. 20 for windows maka diperoleh nilai korelasi yang
tercantum dalam tabel di bawah ini :
65
Tabel 4.26
Analisis Korelasi
Correlations
MELEKPOLITIK PARTISIPASIPOLITIK
Correlation
Coefficient 1,000 ,976
**
Sig. (2-tailed) . ,000 MELEKPOLITIK
N 100 100
Correlation
Coefficient ,976
** 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
Spearman's
rho
PARTISIPASIPOLITIK
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Besarnya nilai korelasi r = 0.976, artinya nilai hubungan berada di daerah
antara 0.76 – 1.00, yaitu memiliki hubungan sangat kuat antara melek politik
dengan partisipasi politik. Dengan Sig. sama dengan 0.00 < 0,05 dapat
disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Nilai
hubungan ini memiliki hubungan positif yang artinya melek politik meningkat
maka partisipasi politik akan meningkat.
4.5 Uji Regresi Linier Sederhana
Berdasarkan hasil uji regresi linier sederhana, maka dapat dilihat dalam tabel
di bawah ini :
Tabel 4.27
66
Uji Regresi Linier Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,294a ,086 ,077 ,35037
a. Predictors: (Constant), MELEKPOLITIK
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
Model
B Std. Error Beta
t Sig.
(Constant) 2,190 ,381 5,746 ,000 1
MELEKPOLITIK ,326 ,107 ,294 3,043 ,003
a. Dependent Variable: PARTISIPASIPOLITIK
Dari tabel di atas, hasil uji regresi linier tersebut adalah :
1. Melalui tabel Model Summary diperoleh nilai R Square atau koefisien
determinasi (KD) yang menunjukkan seberapa bagus model regresi yang
dibentuk oleh interaksi variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai KD
yang diperoleh adalah 0,086 atau 8,6 % yang dapat ditafsirkan bahwa
variabel bebas X memiliki pengaruh kontribusi sebesar 8,6% terhadap
variabel Y dan 91,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar
variabel X.
2. Tabel kedua atau Coefficientsa digunakan untuk menentukan taraf
signifikansi atau linieritas dari regresi. Kriterianya dapat ditentukan
berdasarkan uji nilai Signifikansi (Sig.). Dengan ketentuan, jika Nilai Sig. <
0,05, maka model regresi adalah linier, dan berlaku sebaliknya. Berdasarkan
tabel Coefficientsa, diperoleh nilai Sig. = 0,003 yang berarti < kriteria
signifikan (0,05), dengan demikian model persamaan regresi berdasarkan
67
data penelitian adalah signifikan artinya, model regresi linier memenuhi
kriteria linieritas.
3. Tabel Coefficientsa menginformasikan model persamaan regresi yang
diperoleh dengan koefisien konstanta dan koefisien variabel yang ada di
kolom Unstandardized Coefficients B. Berdasarkan tabel ini diperoleh
model persamaan regresi :
Y = a + bX
Y = 2,190 + 0.326X
Angka-angka ini dapat diartikan sebagai berikut:
� Konstanta sebesar a = 2,190, artinya jika melek politik konstan atau X =
0, maka partisipasi politik (Y) nilainya positif yaitu sebesar 2,190.
� Koefisien regresi sebesar b = 0.326, artinya bahwa setiap melek politik
akan mendorong partisipasi politik sebesar 0.326. Koefisien bernilai
positif, artinya jika penilaian kemampuan melek politik semakin tinggi
maka akan meningkatkan partisipasi politik (dan sebaliknya). Berdasarkan
nilai koefisien regresi tersebut dapat diketahui bahwa jika melek politik
meningkat sebesar 10% maka partisipasi politik akan meningkat sebesar
3,26 %.
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dari hasil analisis penilaian kemampuan melek politik, maka dapat
disimpulkan bahwa penilaian responden menyatakan setuju terhadap 7
indikator, tidak tahu, netral, ragu-ragu terhadap 2 indikator dari variabel
melek politik/political literacy.
2. Dari hasil analisis partisipasi politik, maka dapat disimpulkan penilaian
responden menyatakan tidak tahu, netral, rargu-ragu terhadap 7
indikator dan menyatakan setuju terhdap 3 indikator dari partisipasi
politik.
3. Besarnya hubungan penilaian kemampuan melek politik dengan
partisipasi politik ditunjukkan dengan hasil analisis uji rho spearman’s
bahwa nilai korelasi (hubungan) antara penilaian kemampuan melek
politik (variable X) dengan partisipasi politik (variable Y) sebesar r =
0.976, nilai hubungan ini berada diantara nilai 0,76 – 1,00, yang artinya
memiliki hubungan sangat kuat, sifat hubungannya positif yang artinya
jika penilaian kemampuan melek politik semakin baik maka partisipasi
politik akan semakin meningkat.
69
Setelah diketahui bahwa kedua variabel berhubungan sangat kuat, maka
dapat diketahui seberapa besar kontribusi yang diberikan variabel
penilaian melek politik kepada partisipasi politik. Pada rumus koefisien
determinasi. Disana terdapat angka 8,6% artinya bahwa penilaian melek
politik memberikan kontribusi sebesar 8,6% terhadap partisipasi politik.
Artinya sisanya sebesar 91,4% menunjukkan bahwa Partisipasi politik
juga dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak terangkum dalam analisis
ini.
Konstanta sebesar a = 2,190, artinya jika penilaian melek politik
konstan atau X = 0, maka partisipasi politik (Y) nilainya positif yaitu
sebesar 2,190.
Koefisien regresi sebesar b = 0.326, artinya bahwa setiap peningkatan
penilaian melek politik akan mendorong partisipasi politik sebesar
0.326. Koefisien bernilai positif, artinya jika penilaian melek politik
semakin tinggi maka akan meningkatkan partisipasi politik (dan
sebaliknya). Berdasarkan nilai koefisien regresi tersebut dapat diketahui
bahwa jika penilaian melek politik meningkat sebesar 10% maka
partisipasi politik akan meningkat sebesar 3,26 %.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan maka dapat
diberikan saran:
70
1. Berdasarkan 9 indikator penilaian melek politik yang ada pada umumnya
sudah baik, diharapkan sebagai upaya meningkatkan penilaian kemampuan
melek politik, diantaranya lebih meningkatkan lagi pendidikan politik
secara formal maupun non formal dan bukan indoktrinasi politik, akan
tetapi pendidikan politik yang menjadi upaya edukatif yang intensional,
disengaja dan sistematis untuk membentuk individu yang sadar politik dan
mampu menjadi pelaku politik yang bertanggung jawab secara etis/moral
dalam mencapai tujuan-tujuan politik.
2. Berdasarkan 10 indikator penilaian partisipasi politik yang ada pada
umumnya sudah baik, namun banyak faktor yang dapat meningkatkan
partisipasi politik yang perlu mendapat perhatian lebih oleh pihak terkait
seperti: kesukarelaan warga dalam politik (political voluntarism), perilaku
memilih (voting behaviour), politik uang (money politics/vote buying),
dan kehadiran atau ketidakhadiran pemilih di TPS (voter turn-out).
3. Dikarenakan penilaian melek politik memiliki hubungan yang sangat kuat
dengan partisipasi politik, maka disarankan agar pihak-pihak terkait yang
memiliki tugas dan wewenang dalam mensukseskan pemilu lebih
memfokuskan perhatian kepada pendidikan politik rakyat sebagai alat
untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat yang dapat diteruskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Anwar Arifin. (2006). Pencitraan dalam Politik: Strategi Pemenangan Pemilu dalam
Perspektif Komunikasi Politik. Jakarta: Pustaka Indonesia.
Asshidiqqie, Jimly. 2006. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi,
Jakarta. Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
Bambang Sunggono. (1992). Partai Politik dalam Kerangka Pembangunan Politik di
Indonesia. Surabaya: PT Bina Ilmu
Bambang S. Soedibjo. 2008. Metode Penelitian. Edisi II. STIE PASIM
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
-----------------------. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Budiardjo, Miriam. 1981. Partisipasi dan Partai Politik (Sebuah Bunga Rampai).
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Burhan Bungin. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. 2 Aktualisasi Metodelogis Kearah
Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafinda Persada
Putra Fadilah. 2003. Partai politik kebijakan publik, Yogyakarta: pustaka pelajar.
Kantaprawira, Rusadi. (1997). Sistem Politik Indonesia. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
-----------------------------(2004). Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Rakhmat, Jalaluddin. 2000. Komunikasi Politik. Bandung. Rosda.
Ramli, MM. 2009. Komunikasi Politik. Bandung: Rosda
Syafiie. Inu Kencana. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Soemarno. 2002. Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar. Bandung: Mandar
Maju.
JURNAL:
Ejournal Administrasi Negara, Vol.5, No.3, 2014
Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol.1, No.1, 2011
WEBSITE:
www.kpu.go.id
www.merdeka .com
www.Repository.UPI.edu
https://makmureffendi.wordpress.com
Peraturan Perundang-undangan dan Sumber Lain:
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-undang No. 8 tahun 2012 tentang pemilu anggota DPR, DPD, DPRD tahun
2014
Peraturan KPU No.21 tahun 2013 tentang Program dan jadwal penyelenggaraan
pemilu anggota DPR, DPD, DPRD tahun 2014.
Peraturan KPU No.23 tahun 2013 tentang Partisipasi Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Pemilu
Affandi, Idrus. (1996) Kepeloporan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda dalam
Pendidikan Politik. Disertasi Pasca Sarjana IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.
Yudha Pratama. 2012. Pengaruh Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai
Pendidikan Politik Terhadap Pembentukan Politcal Literacy Siswa: Studi
Deskriptif Pada Siswa SMA di Kota Bandung.
Eka Wahyuningsih. 2003. Kontruksi Politik Pada Sekolah Menengah Atas di Kota
Pangkalpinang. Universitas Pendidikan Indonesia.
STUDI DESKRIPTIF TENTANG MELEK POLITIK
(POLITICAL LITERACY) DALAM PEMILIHAN UMUM
ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD TAHUN 2014
DI KABUPATEN SUKABUMI
LAPORAN HASIL PENELITIAN
Disusun untuk melaksanakan program pada DIPA 2015 yang teknis
pelaksanaannya berpedoman kepada surat KPU Nomor 155/KPU/IV/2015
tertanggal 6 April 2015 perihal pedoman riset tentang partisipasi dalam Pemilu
Oleh Tim Peneliti :
Dede Haryadi, S.Pd
Tetty Sufianty Zafar, MM.
Dadang Iskandar
Ferry Gustaman, SH.
Meri Sariningsih, S.Pd.I
Iqbal Arraniri, MM.
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SUKABUMI
Alamat : Komplek Gelanggang Pemuda Cisaat no.822 Sukabumi
1
EXECUTIVE SUMMARY
STUDI DESKRIPTIF TENTANG MELEK POLITIK
(POLITICAL LITERACY) DALAM PEMILIHAN UMUM
ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD TAHUN 2014
DI KABUPATEN SUKABUMI
LAPORAN HASIL PENELITIAN
Disusun untuk melaksanakan program pada DIPA 2015 yang teknis
pelaksanaannya berpedoman kepada surat KPU Nomor 155/KPU/IV/2015
tertanggal 6 April 2015 perihal pedoman riset tentang partisipasi dalam Pemilu
Oleh Tim Peneliti :
Dede Haryadi, S.Pd
Tetty Sufianty Zafar, MM.
Dadang Iskandar
Ferry Gustaman, SH.
Meri Sariningsih, S.Pd.I
Iqbal Arraniri, MM.
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SUKABUMI
Alamat : Komplek Gelanggang Pemuda Cisaat no.822 Sukabumi
2
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda deskriptif analitik
yaitu menggambarkan fenomena yang terjadi pada saat penelitian, kemudian
dianalisis dengan menghubungkan antara fenomena satu dengan yang lainnya.
Penentuan sampel menggunakan kluster sampling sebanyak 100 responden.
Analisis data menggunakan analisis korelasi dan frekuensi program SPSS For
Windows Versi 20.0. Diperoleh hasil penelitian yaitu hubungan melek politik
dengan partisipasi politik masyarakat kabupaten sukabumi pada pemilu legislatif
2014 sangat kuat, hal ini ditunjukkan oleh nilai korelasi (r) sebesar 0.976, nilai rho
ini berada diantara 0.76 – 1.00 dan bernilai positif. Artinya, memiliki hubungan
yang sangat kuat, yang berarti apabila kemampuan melek politik ditingkatkan
maka partisipasi politik juga akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Tingkat
pengaruh Variabel berdasarkan Rumus Koefisien Determinasi (KD) atau R square
sebesar 8,6% artinya partisipasi politik dipengaruhi oleh melek politik sebesar
8,6%.
Kata Kunci : Melek Politik/Political Literacy dan Partisipasi Politik
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Sesuai dengan UU No.8 tahun 2012 pada pasal 246 Ayat (1&2)
menjelaskan bahwa pemilu diselenggarakan dengan partisipasi rakyat. Dengan
demikian partisipasi politik rakyat adalah keterlibatan rakyat dalam kegiatan
politik dalam rangka mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah salah
satunya dengan ikut memberikan aspirasinya pada saat Pemilu.
Menurut Gabriel (2005:12) dalam ejournal Administrasi Negara (2014:Vol
5. No.3) Secara konvensional partisipasi politik rakyat mencakup tindakan seperti:
memberikan suara dalam pemilihan umum, ‘voting’; menghadiri rapat umum,
‘campaign’; menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan;
mengadakan pendekatan atau hubungan, ‘contacting’ dengan pejabat pemerintah,
atau anggota parlemen dan sebagainya.
3
Menurut Milbrath dan Goel Partisipasi politik digolongkan kedalam sebuah
susunan piramida yang terbagi menjadi tiga bagian seperti yang terlihat dalam
gambar berikut:
Piramida Partisipasi Politik
Spectator adalah Masyarakat yang ikut menggunakan hak pilihnya,
partisipasi politiknya ditunjukkan dengan memilih pada saat Pemilu. Indonesia
telah menyelenggarakan sebelas kali pemilihan umum (Pemilu) yaitu Tahun 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014 untuk pemilihan
calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres).
Secara kuantitatif tingkat partisipasi politik ditampilkan melalui tabel berikut:
Sumber: Miriam Budiarjdo, 2008
4
Tingkat Partisipasi Politik Pemilih dan Golput
Dalam Pemilu di Indonesia
Keterangan Pemilu Tingkat Partisipasi
Politik (%) Golput (%)
a. Pemilu
Rezim Orde
Lama tahun
1955.
b. Pemilu Orde
Baru tahun
1971 –
1997.
c. Pemilu Orde
Reformasi
tahun 1999 -
Sekarang
1955
1971
1977
1982
1987
1992
1997
1999
Pileg 2004
Pilpres I
Pilpres II
2009
2014
91,4
96,6
96,5
96,5
96,4
95,1
93,6
92,6
84,1
78,2
76,6
71
75,2
8,6
3,4
3,5
3,5
3,6
4,9
6,4
7,3
15,9
21,8
23,4
29
24,8
Sumber : Diolah sendiri berdasarkan data dari KPU dan Merdeka.Com
Dilihat dari aspek partisipasi politik dalam sejarah pemilihan umum
(pemilu) di Indonesia. Angka partisipasi yang memprihatinkan terjadi pada
pemilu legislatif tahun 2004, yakni sebesar 84,1% dan jumlah golput (golongan
putih atau mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya) meningkat hingga
15,9%.
Menurut peneliti CSIS Philips J. Vermonte, berdasarkan surveinya telah
menetapkan bahwa pada pemilu legislatif tahun 2014, tingkat partisipasi politik
pemilih yang menggunakan hak pilihnya sebesar 75,2%, sementara pemilih yang
enggan menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum legislatif 2014
mencapai 24,8% (www.Merdeka.com). Dengan demikian terjadi penurunan
tingkat partisipasi politik pemilih pada pemilu legislatif tahun 2004-2014 sebesar
8,9% dan peningkatan golput pada pemilu legislatif tahun 2004-2014 sebesar
8,9%.
5
Istilah golput pertama kali muncul menjelang pemilu 1971 yang sengaja
dimunculkan oleh Arief Budiman sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan
politik (Fadilah Putra 2003:104). Sejatinya Golput (non-voter) atau golongan
putih alias golongan tanpa pilihan adalah fenomena yang alamiah. Fenomena ini
ada di setiap pemilu di manapun itu, tidak terkecuali di Kabupaten Sukabumi pada
pemilu legislatif 2014 (tabel 1.2) mencapai 28,75%. Walaupun jumlah golput
tersebut masih dapat dianggap sehat karena mustahil untuk meningkatkan
partisipasi politik rakyat dalam pemilu mencapai 100%, hanya saja tindakan
prefentif terhadap kemungkinan golput yang dapat meningkat harus tetap
mendapat perhatian khusus dari semua pihak.
Tingkat partisipasi dan golput pada pemilu legislatif
Berdasarkan daerah pemilihan (Dapil) DPRD Kabupaten Sukabumi Tahun 2014
Daerah
Pemilihan
Jumlah
Pemilih
Jumlah seluruh
pengguna hak
pilih
Jumlah seluruh
bukan pengguna
hak pilih (Golput)
Golput
(%)
a. Dapil 1 358.092 262.671 95.421 26,65
b. Dapil 2 284.696 199.849 84.847 29,80
c. Dapil 3 241.199 162.267 78.932 32,72
d. Dapil 4 259.247 178.629 80.618 31,10
e. Dapil 5 310.319 221.577 88.742 28,60
f. Dapil 6 316.001 235.807 80.194 25,38
JUMLAH 1.769.554 1.260.800 508.754 28,75
Sumber: diolah sendiri berdasarkan data KPUD. Kab. Sukabumi
Sistem demokrasi dan politik di Indonesia secara konstitusional diatur
dalam UUD 1945 yang diatur lebih lanjut dalam UU tentang pemilu, misalnya
pemilu legislatif diatur dalam UU no. 10 tahun 2008. Suksesnya pemilu
6
berdasarkan UU tersebut sangat tergantung kepada melek politik (political
literacy) pemilihnya.
Menurut Kantaprawira (2004:54) bahwa melek politik menjadi perwujudan
dan pendidikan politik untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar
dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya.
Menurut Crick & Porter dalam Affandi (1996:27) pengatahuan politik dapat
membawa rakyat pada tingkat partisipasi politik tertentu, dimana dalam politik
rakyat tidak hanya dituntut mengembangkan pengetahuan, juga harus
mengembangkan aspek sikap dan keterampilan, dan perpaduan ketiga aspek
tersebut yang dimaksud dengan melek politik atau political literacy.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kemampuan melek politik pemilih dalam pemilu DPRD Kab.
Sukabumi?
2. Bagaiamana partisipasi politik pemilih dalam pemilu DPRD Kab. Sukabumi?
3. Bagaimana pengaruh kemampuan melek politik pemilih terhadap partisipasi
politik pemilih dalam pemilu DPRD Kab. Sukabumi?
B. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui kemampuan melek politik pemilih dalam pemilu DPRD
Kab. Sukabumi
2) Untuk mengetahui partisipasi politik pemilih dalam pemilu DPRD Kab.
Sukabumi.
7
3) Untuk mengetahui pengaruh melek politik terhadap partisipasi politik dalam
pemilu DPRD Kabupaten Sukabumi.
II. TINJAUAN TEORI
A. Manajemen Pemilu
Menurut Undang-undang No. 8 tahun 2012 pasal 1, bahwa pemilihan umum
selanjutnya disebut pemilu, adalah sarana kedaulatan rakyat yang dilaksanakan
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun macam-macam pemilihan umum antara lain :
1) Pemilihan Presiden (Pilpres)
2) Pemilu Legislatif (Pileg)
3) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
Lebih lanjut, Joko J. Prihatmoko,( 2005: 207-208) menjabarkan mengenai
pengertian asas-asas pemilu, yaitu:
a. Langsung
Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara
langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b. Umum
Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan perundangan berhak mengikuti pilkada. Pemilihan yang bersifat umum
mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua
8
warga negara tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial.
c. Bebas
Setiap warga negara berhak memilih secara bebas menentukan pilihan tanpa
tekanan dan paksaan dari siapapun.
d. Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin dan pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun.
e. Jujur
Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap penyelenggara pilkada harus bersikap dan
bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
f. Adil
Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap pemilih dan calon/peserta pilkada
mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Manajemen pemilihan umum memerlukan suatu institusi atau
badan/lembaga yang bertanggung jawab atas aktivitas pemilu. Lembaga yang
mempunyai berbagai ukuran dan bentuk yang meliputi : Komisi Pemilihan
Umum, Departemen Pemilihan Umum, Unit Pemilihan atau Jawatan Pemilihan
Umum. Istilah Electoral Management Body (EMB) atau Lembaga Penyelenggara
Pemilihan Umum (LPP) telah menjadi sebuah nama yang mengacu kepada badan
atau lembaga yang bertanggung jawab untuk pemilu. Kelembagaan
Penyelenggara Pemilihan Umum adalah suatu badan atau organisasi yang
mempunyai satu-satunya tujuan dan menurut hukum bertanggung jawab untuk
9
memanage beberapa atau semua unsur-unsur yang penting untuk mengadakan
pemilu dan mewujudkan instrument demokrasi secara langsung. Ada 3 (tiga)
Model dari manajemen pemilu antara lain :
1. The Independent Model of Electoral Management
The Independent Model manajemen pemilu artinya pemilu diatur dan
dikelola oleh EMB yang secara kelembagaan independen dan otonom dari cabang
eksekutif dari pemerintah , dan yang memiliki dan mengelola anggaran sendiri .
Berdasarkan Model Independen, EMB tidak bertanggung jawab kepada
kementerian atau departemen pemerintah. Tetapi bertanggung jawab kepada
badan legislatif , yudikatif , atau kepala negara . Badan pelaksana pemilu di
bawah Model Independen dapat menikmati berbagai tingkat otonomi keuangan
dan akuntabilitas, serta berbagai tingkat akuntabilitas kinerja. beberapa negara
demokrasi baru dan muncul telah memilih Model Independen manajemen pemilu
diantaranya termasuk Armenia , Australia , Bosnia dan Herzegovina , Burkina
Faso , Kanada , Costa Rika, Estonia , Georgia , India , Indonesia , Malaysia ,
Liberia , Mauritius , Nigeria, Polandia , Afrika Selatan , Thailand dan Uruguay.
2. The Governmental Model of Electoral
Management The Governmental Model ini terdapat dalam Negara-negara
yang pemilunya diorganisir dan diatur oleh badan eksekutif melalui suatu
kementrian dan/atau melalui otoritas lokal. Lembaga penyelenggara pemilu
dibawah Governmental Model ada pada tingkatan nasional yang dipimpin oleh
seorang menteri atau pegawai sipil dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
10
menteri. Dengan sangat sedikit pengecualian tidak mempunyai anggota. Anggaran
di jatuhkan pada pemerintah dan/atau dibawah otoritas lokal.
3. The Mixed Model of Electoral Management
Di model ini, terdapat dua komponen dari lembaga penyelenggara pemilu
itu dan memiliki struktur rangkap yaitu : sebuah kebijakan, monitoring atau
pengawasan yang tidak terikat pada badan eksekutif dari pemerintah (seperti LPP
Independent Model) dan sebuah implementasi LPP yang terletak di dalam sebuah
departemen dan/atau pemerintah lokal (seperti LPP Govermental Model). Di
dalam Mixed Model, pemilihan diorganisir oleh komponen LPP di bidang
Govermental Model, dengan level tertentu dari kesalahan yang disajikan oleh
komponen LPP Independent Model.
B. Melek Politik
Suatu bentuk literasi politik telah digambarkan beberapa saat yang lalu di
negara Inggris sebagai pencapaian dari ilmu pengetahuan, kemampuan dan nilai
untuk mensupor efektivitas dan menginformasikan keputusan di dalam partisipasi
demokrasi di samping melibatkan masyarakat dan sosial dan tanggung jawab
moral literasi politik terlihat sebagai salah satu dari tiga garis penegas yang
mendukung efektivitas pendidikan untuk kewarganegaraan. Laporan di atas
dikutip secara umum dari The Crick Report dinamakan dari salah satu tulisan Sir
Bernard Crick. Pada sekitar dua puluh tahun yang lalu bahwa Crick dan yang
lainnya pada masa itu mempopulerkan penggunaan literasi politik sebagai suatu
11
alat ukur dari suatu hasil gagasan utama pendidikan di Inggris di tulis pada tahun
1978 Crick dan asistennya Porter berdebat bahwa:
Seseorang yang mempunyai suatu ilmu pengetahuan yang cukup tentang
suatu isu dari politik pada masa itu, dilengkapi sehingga dapat memberikan
beberapa pengaruh, apakah disekolah, pabrik, relawan atau partai, dan dapat
memahami dan menghormati, sementara tidak berbagi, nilai dengan yang lain,
dapat disebut sebagai literasi politik.
Bagi mereka seseorang yang melakukan literasi politik akan memiliki
kemapuan untuk mengenali dimensi politik ‘dalam berbagai situasi’. Dalam kajian
ini pendidikan telah dibebankan suatu tugas untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan rakyat, kemampuan dan sikap. Tantangannya adalah untuk dapat
mendidik secara kolektif dari ketiga benang dimana salah satu kondisinya dan
melengkapi dua yang lainnya. Kesuksesan dari pendekatan ini tidak hanya dinilai
dari seberapa baik partisipasi rakyat ketika dilengkapi dengan kemampuan untuk
menerima tanggung jawab ketika menganalisis suatu teori dalam situasi yang di
alaminya tetapi juga sebagai tes akhir dalam menciptakan kecenderungan dalam
bertindak, lebih jauh lagi, suatu pencapaian dari literacy politik tidak dilihat
sebagai pengalaman yang tidak aktif, akan tetapi sebagai proses pembelajaran
yang aktif dimana mendukung rakyat untuk menerapkan pemahaman mereka dan
mengunakannya sebagai partisipasi yang aktif. Dengan kata lain rakyat dalam
pengalamannya di uji berdasarkan apa yang telah mereka capai dalam
menerapkan literasi politik melalui rancangan nyata. Bagi Crick dan Porter
kompetisi ini untuk mengakui, kemampuan dan sifat yang dapat diketahui melalui
12
pemahaman konsep yang diambil dari pengalaman hidup dan bahasa dari rakyat
itu sendiri. Mereka menyarankan:
Seorang literasi poltik tidak hanya akan mempunyai kemampuan yang
tinggi untuk memamahami akan konteks dan situasi yang diberikan, akan tetepi
dapat bekerja secara efesien dalam situsi dan kontek yang ada
C. Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan faktor terpenting dalam suatu pengambilan
keputusan, karena tanpa partisipasi politik keputusan yang dibuat oleh pemerintah
tidak akan berjalan dengan baik. Sebelum menguraikan pengertian partisipasi
politik, maka penulis menguraikan terlebih dahulu definisi partisipasi, bahwa:
“Partisipasi merupakan salah salah satu aspek penting demokrasi. Asumsi
yang mendasari demokrasi (dan partisipasi) orang yang paling tahu
tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu. Karena keputusan
politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan
mempengaruhi kehidupan warga masyarakat maka warga masyarakat
berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik” (Surbakti, 1992:140).
Bertolak dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa partisipasi itu sikap
individu atau kelompok atau organisasi warga masyarakat yang terlibat atau ikut
serta dalam pencapaian tujuan dan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Partisipasi yang dikutip dari buku “Pengantar Ilmu Pemerintahan”
mengatakan bahwa:
“Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu
dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya
mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian
tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban
bersama” (Syafiie, 2001:142).
13
Berdasarkan definisi di atas, partisipasi merupakan keterlibatan individu
dalam situasi dan kondisi organisasinya. Keterlibatan tersebut dapat mendorong
individu untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
organisasinya yaitu partai politik.
Partisipasi politik dalam buku “Partisipasi dan Partai Politik” didefinisikan
sebagai berikut:
“Partisipasi politik adalah kegiatan seorang atau sekelompok orang untuk
ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih
pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy)” (Budiardjo, 1981:1).
Berdasarkan pengertian di atas, kegiatan tersebut mencakup tindakan seperti
memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi
anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan
(contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen.
Dimensi Partisipasi Politik
Adapun dimensi partisipasi yang dapat mempengaruhi partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan umum seperti yang dikemukakan oleh James
Rosenau yang dikutif dalam bukunya Jalaluddin Rakhmat yang berjudul
Komunikasi Politik Khalayak dan Efek antara lain:
(1) Gaya partisipasi
(2) Motif partisipasi
(3) Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik ( Rakhmat: 2000:127)
14
D. Hubungan Melek Politik dengan Partisipasi Politik
Menurut Kantaprawira (2004:54) bahwa melek politik menjadi perwujudan
dan pendidikan politik untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar
dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya.
Menurut Crick & Porter dalam Affandi (1996:27) pengatahuan politik dapat
membawa rakyat pada tingkat partisipasi politik tertentu, dimana dalam politik
rakyat tidak hanya dituntut mengembangkan pengetahuan, juga harus
mengembangkan aspek sikap dan keterampilan, dan perpaduan ketiga aspek
tersebut yang dimaksud dengan melek politik atau political literacy.
Partisipasi yang dikutip dari buku “Pengantar Ilmu Pemerintahan”
mengatakan bahwa:
“Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu
dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya
mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian
tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban
bersama” (Syafiie, 2001:142).
Berdasarkan definisi di atas, partisipasi merupakan keterlibatan individu
dalam situasi dan kondisi organisasinya. Keterlibatan tersebut dapat mendorong
individu untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
organisasinya yaitu partai politik.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis dengan teknik survey. Metode deskriptif- analitis dalam
penelitian dioperasionalisasikan dengan menggunakan statistik inferensial yaitu
15
untuk menganalisis data sampel dan hasilnya digeneralisasikan (diinferensikan)
untuk populasi dimana sampel diambil. (Sugiyono, 2001: 14).
A. Operasional Variabel
Untuk memperjelas konsep dari variabel yang diteliti, sehingga tidak
mengundang tafsir yang berbeda, maka dirumuskan definisi operasional atas
variabel penelitian berikut ini:
Indikator Variabel kemampuan melek
politik/political literacy (X)
Variabel Dimensi Indikator
Melek Politik
(X)
Pengetahuan 1. Pengetahuan dan pemahaman
akan hak-hak politik warga
negara
2. Pengetahuan tentang lembaga-
lembaga dalam sistem politik
Indonesia
3. Pengetahuan dan pemahaman
tentang penyelenggaraan proses
demokrasi
Keterampilan 4. Membuat keputusan
5. Berkomunikasi dan
bekerjasama dengan orang lain
dalam kehidupan sehari-hari
6. Memonitoring jalannya sistem
politik
Sikap 7. Partisipasi politik warga negara
dalam kehidupan sehari-hari
8. Penghormatan terhadap hak dan
kewajiban warganegara
9. Pelaksanaan hak dan kewajiban
16
Adapun dimensi partisipasi politik yang dapat mempengaruhi partisipasi
politik rakyat dalam pemilihan umum seperti yang dikemukakan oleh James
Rosenau yang dikutif dalam bukunya Jalaluddin Rakhmat (2000),yang berjudul
Komunikasi Politik Khalayak dan Efek antara lain: Gaya partisipasi, Motif
partisipasi, Konsekuensi partisipasi seorang dalam politk.
Indikator Variabel Partisipasi politik (Y)
Variabel Dimensi Indikator
Partisipasi
Politik (Y)
Gaya
partisipasi
1. Langsung/perwakilan
2. Individual/kolektis
3. Sistematik/acak
4. Terbuka/tersembunyi
Motif
partisipasi
5. Sengaja/tak sengaja
6. Rasional/emosional
7. Kebutuhan psikologis/sosial
Konsekuensi
partisipasi
seseorang dalam politik
8. Fungsional/disfungsional
9. Sinambung/terputus
10. Mendukung/menuntut
B. Teknik Pengumpulan Data
Untuk variabel kemampuan melek politik (variabel X) dan variabel
partisipasi politik (variabel Y) diukur dengan menggunakan skala Sikap Likert
yakni Skala yang digunakan untuk melihat seberapa besar tingkat persetujuan
17
responden terhadap pernyataan yang diajukan mulai dari sangat tidak setuju
hingga sangat setuju. Setiap tanggapan atau respon dari pernyataandiberikan skor
dengan 5 skala yaitu mulai 1 untuk jawaban sangat tidak setuju sampai 5 untuk
jawaban sangat setuju. Dan skala Likert merupakan skala yg dapat digunakan
untuk mengukur sikap dan perilaku (Bambang S. Soedibjo, 2005:55).
C. Analisis Data
Teknik analisis inferensial bertujuan untuk menganalisis data sampel dan
hasilnya diberlakukan untuk populasi. Dalam penelitian ini koefisien korelasi
yang akan digunakan dihitung berdasarkan rumus Rank Spearman (Spearman
Rank Order Correlation), teknik korelasi tersebut digunakan untuk mengetahui
seberapa besar hubungan diantara variabel X dan variabel Y. Rumus Spearmen
Rank Order Correlation sebagai berikut (Bambang S. Soedibjo, 2005:154) :
D. Pengukuran Validitas
Untuk pengujian validitas instrumen, dalam hal ini penulis menggunakan
pengujian validitas konstruk (construct validity). Setelah data ditabulasikan, maka
pengujian validitas konstruk dilakukan dengan analisis item, dimana skor butir
dikorelasikan dengan skor total. Kemudian rumus yang digunakan untuk
mengkorelasikan tiap butir instrumen yaitu dengan menggunakan rumus korelasi
Product Moment. (Suharsimi, 2002:170):
Kriteria validasi adalah jika koefisien korelasi bernilai > 0,3, maka butir
dinyatakan valid (Bambang S. Soedibjo,2005:76).
18
E. Pengukuran Reliabilitas
Pertanyaan mendasar untuk mengukur reliabilitas data adalah bagaimana
konsisten data yang dikumpulkan. Pengujian reliabilitas konsisten internal
(internal consistency) dengan menggunakan koefisien alpha Cronbach (Guilford,
1954 dalam Bambang S. Soedibjo,2005:70). Alasan penggunaan teknik ini,
karena koefisien -cronbach merupakan indeks yang cukup sempurna dalam
mengukur reabilitas konsistensi antar butir (Sekaran dalam Bambang S. Soedibyo,
2005:70).
F. Uji Hipotesis
Untuk penelitian ini, tingkat kesalahan yang dapat ditolerir atau tingkat
signifikansi (α) ditetapkan sebesar 5% (0,05) pada tes dua sisi.
Kriteria pengujian:
1. Jika thitung ≥ ttabel, atau nilai signifikansi (Sig.) < α (0,05) H0 ditolak,
dan Ha diterima. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel-
variabel yang diteliti.
2. Jika thitung < ttabel, atau nilai signifikansi (Sig.) < α (0,05) H0 diterima,
dan Ha ditolak. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel-
variabel yang diteliti.
19
G. Populasi
Menurut Umi Narimawati (2008) “ populasi adalah seluruh unit analisis
yang akan diamati ”. Sedangkan menurut Sugiyono (2013:80), ” populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Populasi dari penelitian ini adalah anggota keluarga yang
menjadi pemilih pada pemilu DPRD Kabupaten Sukabumi 2014. Adapun alasan
populasi tersebut dipilih karena memiliki karakteristik yang terkait dengan tujuan
penelitian, yaitu:
Berdasarkan data hasil pengamatan dan studi dokumentasi di KPUD
Kabupaten Sukabumi diperoleh data bahwa pada pemilihan umum DPDRD
Kabupaten Sukabumi tahun 2014 terdapat 6 daerah pemilihan (Dapil).
H. Sampel
Tahapan-tahapan dalam penarikan sampel adalah sebagai berikut:
Tahap 1 Pemilihan wilayah Kecamatan, Primary Sampling Unit dari survey
ini adalah Daerah Pemilihan DPRD Kabupaten Sukabumi. Langkah pertama
dalam menarik sampel ini adalah memilih Kecamatan secara stratifikasi
berdasarkan wilayah Dapil DPRD Kabupaten Sukabumi.
1) Wilayah Dapil-1 terdiri dari 9 Kecamatan, yakni Kec. Gegerbitung,
Kec. Sukaraja, Kec. Kebonpedes, Kec. Cireunghas, Kec. Sukalarang,
Kec. Sukabumi, Kec. Kadudampit, Kec. Cisaat, Kec. Gunungguruh.
20
2) Wilayah Dapil-2 terdiri dari 10 Kecamatan, yakni Kec. Tegalbuled,
Kec. Sagaranten, Kec. Cidolog, Kec. Cidadap, Kec. Curugkembar, Kec.
Pabuaran, Kec. Jampang Tengah, Kec. Lengkong, Kec. Purabaya, Kec.
Nyalindung.
3) Wilayah Dapil-3 terdiri dari 8 Kecamatan, yakni Kec. Ciemas, Kec.
Ciracap, Kec. Waluran, Kec. Jampang Kulon, Kec. Cimanggu, Kec.
Kalibunder, Kec. Surade, Kec. Cibitung.
4) Wilayah Dapil-4 terdiri dari 6 Kecamatan, yakni Kec. Cisolok, Kec.
Cikakak, Kec. Palabuhanratu, Kec. Simpenan, Kec. Warungkiara, Kec.
Bantargadung.
5) Wilayah Dapil-5 terdiri dari 6 Kecamatan, yakni Kec. Caringin, Kec.
Nagrak, Kec. Cibadak, Kec. Cicantayan, Kec. Cikembar, Kec.
Cikidang.
6) Wilayah Dapil-6 terdiri dari 8 Kecamatan, yakni Kec. Cicurug, Kec.
Cidahu, Kec. Parakansalak, Kec. Kalapnunggal, Kec. Parungkuda, Kec.
Bojonggenteng, Kec. Kabandungan, Kec. Ciambar.
Dari masing-masing Daerah pemilihan DPRD Kabupaten Sukabumi
diambil 1 (satu) Kecamatan berdasarkan cluster (tingkatan) per wilayah Dapil
sehingga jumlah seluruh Kecamatan yang menjadi sampel penelitian adalah 6
(enam) Kecamatan: 1) Kec. Cireunghas, 2) Kec. Cidadap, 3) Kec. Cimanggu, 4)
Kec. Bantargadung, 5) Kec. Cicantayan, 6) Kec. Kabandungan.
Tahap 2 Pemilihan data jumlah seluruh pengguna hak pilih, setelah
ditentukan 6 (enam) Kecamatan sebagai PSU, langkah selanjutnya adalah
21
menentukan data jumlah seluruh pengguna hak pilih (Secondary Sampling Unit).
Di tiap Kecamatan memiliki data jumlah pemilih dan data jumlah seluruh
pengguna hak pilih. Dari enam Kecamatan itu akan diambil masing-masing data
jumlah seluruh pengguna hak pilih saja, sehingga akan dihasilkan 6 (enam) data
jumlah seluruh pengguna hak pilih. Setiap pengguna hak pilih akan mendapat
kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel, oleh karenanya pemilihan
responden menggunakan acak (random).
PSU (Secondary Sampling Unit)
No Rincian Perolehan
Suara Jumlah Pemilih
Jumlah Seluruh Pengguna Hak
Pilih
1 Kec. Cireunghas 23.289 17.118
2 Kec. Cidadap 15.319 11.154
3 Kec. Cimanggu 16.792 11.069
4 Kec. Bantargadung 26.832 17.073
5 Kec. Cicantayan 40.069 29.223
6 Kec. Kabandungan 26.465 18.856 Sumber: KPUD Kab. Sukabumi 2014.
Tahap 3 Pemilihan Responden, langkah selanjutnya adalah pemilihan
responden (Tertier Sampling Unit). Dari masing-masing data jumlah seluruh
pengguna hak pilih per Kecamatan, akan diambil satu Kecamatan dengan data
jumlah seluruh pengguna hak pilihnya untuk dijadikan responden secara acak
(random). Teknik pengambilan sampel ini menggunakan rumus Yamane menurut
Bambang S. Soedibjo, 2005:115)
Keterangan :
n = besaran sampel
22
N = besaran populasi
d = Tingkat Presisi (batas ketelitian) yang diinginkan
Dari jumlah populasi tersebut dengan tingkat kelonggaran ketidaktelitian
sebesar 0,1 (10%), maka dengan menggunakan rumus diatas diperolah sampel
sebesar:
Secara lengkap dijabarkan melalui tabel berikut ini:
Teknik Pengambilan sampel
No Rincian Perolehan
Suara Populasi Sampel
1 Kec. Cireunghas 17.118 16
2 Kec. Cidadap 11.154 11
3 Kec. Cimanggu 11.069 11
4 Kec. Bantargadung 17.073 16
5 Kec. Cicantayan 29.223 28
6 Kec. Kabandungan 18.856 18
Jumlah 104.493 100
IV. HIPOTESIS ASUMSI
Menurut Kantaprawira (2004:54) bahwa melek politik menjadi
perwujudan dan pendidikan politik untuk meningkatkan pengetahuan
politik rakyat dan agar dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem
politiknya.
Menurut Crick & Porter dalam Affandi (1996:27) pengatahuan politik
dapat membawa rakyat pada tingkat partisipasi politik tertentu, dimana
dalam politik rakyat tidak hanya dituntut mengembangkan pengetahuan,
23
juga harus mengembangkan aspek sikap dan keterampilan, dan perpaduan
ketiga aspek tersebut yang dimaksud dengan melek politik atau political
literacy
Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian dan kerangka
pemikiran di atas yang dilandasi atas dasar landasan teoritis, maka
dirumuskan hipotesis bahwa: “Terdapat Pengaruh kemampuan melek
politik (political literacy) terhadap partisipasi politik“.
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Uji Reliabilitas
Scale: MELEK POLITIK (X)
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,682 9
Nilai alpha sebesar 0. 682, nilai ini diantara 0,6<α <0,8 yang artinya
variabel cukup reliabel yang juga artinya bahwa jawaban responden cukup
konsisten.
Scale: PARTISIPASI POLITIK (Y)
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,715 10
Nilai alpha sebesar 0. 715, nilai ini diantara 0,6<α <0,8 yang artinya variabel
cukup reliabel yang juga artinya bahwa jawaban responden cukup konsisten.
24
B. Uji Validitas
Uji Validitas Variabel X
Butir Pertanyaan r hitung r kritis Keterangan
1 0. 474 0.3 Valid
2 0. 753 0.3 Valid
3 0. 478 0.3 Valid
4 0. 663 0.3 Valid
5 0. 344 0.3 Valid
6 0. 510 0.3 Valid
7 0. 645 0.3 Valid
8 0. 329 0.3 Valid
9 0. 553 0.3 Valid
α = 0.05 dengan n = 100
Kriteria validasi adalah jika koefisien korelasi bernilai > 0.3, maka butir
dinyatakan valid (Bambang S. Soedibjo, 2005:76). Berdasarkan hasil uji validitas
tersebut maka semua butir pernyataan hasilnya valid yang artinya semua
pernyataan dapat mengukur apa yang hendak di ukur yaitu mengukur melek
politik .
Uji Validitas Variabel Y
Butir Pertanyaan r hitung r kritis keterangan
1 0. 672 0.3 Valid
2 0. 691 0.3 Valid
3 0. 564 0.3 Valid
4 0. 470 0.3 Valid
5 0. 614 0.3 Valid
6 0. 658 0.3 Valid
7 0. 520 0.3 Valid
8 0. 462 0.3 Valid
9 0. 342 0.3 Valid
10 0. 297 0.3 Missing
α = 0.05 dengan n = 100
25
Kriteria validasi adalah jika koefisien korelasi bernilai > 0.3, maka butir
dinyatakan valid (Bambang S. Soedibjo, 2005:76). Berdasarkan hasil uji validitas
tersebut maka 9 (sembilan) butir pernyataan hasilnya valid, dan 1 (satu) butir
pernyataan dinyatakan tidak valid (missing) artinya dari 10 (sepuluh) pernyataan
hanya 9 (sembilan) pernyataan dapat mengukur apa yang hendak diukur yaitu
mengukur partisipasi politik.
C. Analisis Kemampuan Melek politik
Berikut ini hasil analisis jawaban dari responden:
1. Saya sudah memahami hak-hak politik warga negara berdasarkan UU no. 10
tahun 2008 tentang pemilu legislative (49% responden menyatakan setuju).
2. Saya mengetahui bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Sukabumi bekerja dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya (59%
responden menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu).
3. Saya mengetahui bahwa memberikan suara dalam pemilu legislatif adalah
wajib karena bagian dari proses demokrasi (57% responden menyatakan
setuju).
4. Saya sudah memutuskan untuk memilih siapa calon yang akan dipilih sebelum
berangkat ke tempat pemilihan (49% responden menyatakan setuju).
5. Saya memiliki toleransi terhadap perbedaan dalam mendukung calon wakil
rakyat (60% responden menyatakan setuju)
6. Saya mengikuti perkembangan berita politik di media massa dalam
memonitoring jalannya proses pemilu legislatif (50% responden menyatakan
tidak tahu, netral, ragu-ragu)
26
7. Saya merasa bertanggung jawab untuk mensosialisasikan pentingnya “Anti
Golput” dalam kehidupan sehari-hari (51% responden menyatakan setuju)
8. Saya pernah mendapatkan sosialisasi politik dari KPUD Sukabumi untuk
kesuksesan pemilu legislatif (61% responden menyatakan setuju)
9. Saya sudah melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara dengan
memberikan suara pada pemilu legislatif 2014 (53% responden menyatakan
setuju).
Berdasarkan hasil analisis dari melek politik maka dapat disimpulkan
penilaian responden menyatakan setuju terhadap 7 (tujuh) indikator dan
menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu terhadap 2 (dua) indikator.
D. Penilaian terhadap Partisipasi politik
Berikut ini hasil analisis jawaban dari responden::
1. Saya ikut memilih langsung pada Pemilu DPRD 2014 Kab. Sukabumi (47%
responden menyatakan setuju).
2. Saya ikut aktif di partai politik untuk memberikan tekanan kolektif kepada
pembuat kebijakan daerah Kab. Sukabumi (60% responden menyatakan tidak
tahu, netral, ragu-ragu).
3. Saya ikut berpartisipasi memilih calon DPRD Kab. Sukabumi berdasarkan
perhitungan, pikiran, perasaan yang berkesinambungan dan tidak acak (45%
responden menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu).
4. Saya selalu mengikuti kampanye seorang calon DPRD secara terang-terangan,
terbuka dan tanpa ragu (53% responden menyatakan setuju)
27
5. Saya sengaja memilih seorang calon wakil rakyat di DPRD karena sudah
kenal baik (48% responden menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu)
6. Saya memilih calon dalam pemilu DPRD karena memberikan keuntungan
materi dan non materi (60% responden menyatakan tidak tahu, netral, ragu-
ragu)
7. Saya memilih calon dalam pemilu DPRD karena saya butuh wakil rakyat
yang amanah dalam kepemerintahan (47% responden menyatakan tidak tahu,
netral, ragu-ragu)
8. Sebagai warga negara yang baik maka saya wajib untuk ikut memilih dalam
pemilu DPRD Kabupaten Sukabumi (61% responden menyatakan setuju)
9. Saya harus memperhatikan perkembangan berita politik secara
berkesinambungan melalui media massa (55% responden menyatakan tidak
tahu, netral, ragu-ragu).
10. Saya akan menuntut para wakil rakyat jika ada kebijakan yang tidak memihak
rakyat (44% responden menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu).
Berdasarkan hasil analisis dari partisipasi politik, maka dapat disimpulkan
penilaian responden menyatakan setuju terhadap 3 (tiga) indikator dan
menyatakan tidak tahu, netral, ragu-ragu terhadap 7 (tujuh) indikator.
28
E. Pengaruh Melek Politik terhadap Partisipasi politik
Analisis Korelasi
Correlations
MELEKPOLI
TIK
PARTISIPASIPOLI
TIK
Spearma
n's rho
MELEKPOLITIK
Correlati
on
Coefficie
nt
1,000 ,976**
Sig. (2-
tailed) . ,000
N 100 100
PARTISIPASIPOLI
TIK
Correlati
on
Coefficie
nt
,976** 1,000
Sig. (2-
tailed) ,000 .
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Besarnya nilai korelasi r = 0.976, artinya nilai hubungan berada di daerah
antara 0.76 – 1.00, yaitu memiliki hubungan sangat kuat antara melek politik
dengan partisipasi politik. Dengan Sig. sama dengan 0.00 < 0,05 dapat
disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Nilai
hubungan ini memiliki hubungan positif yang artinya melek politik meningkat
maka partisipasi politik akan meningkat.
F. Uji Regresi Linier Sederhana
Berdasarkan hasil uji regresi linier sederhana, maka dapat dilihat dalam tabel
di bawah ini :
29
Uji Regresi Linier
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 ,294a ,086 ,077 ,35037
a. Predictors: (Constant), MELEKPOLITIK
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 2,190 ,381 5,746 ,000
MELEKPOLITIK ,326 ,107 ,294 3,043 ,003
a. Dependent Variable: PARTISIPASIPOLITIK
Dari tabel di atas, hasil uji regresi linier tersebut adalah :
1. Melalui tabel Model Summary diperoleh nilai R Square atau koefisien
determinasi (KD) yang menunjukkan seberapa bagus model regresi yang
dibentuk oleh interaksi variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai KD
yang diperoleh adalah 0,086 atau 8,6 % yang dapat ditafsirkan bahwa
variabel bebas X memiliki pengaruh kontribusi sebesar 8,6% terhadap
variabel Y dan 91,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar
variabel X.
30
2. Tabel kedua atau Coefficientsa digunakan untuk menentukan taraf
signifikansi atau linieritas dari regresi. Kriterianya dapat ditentukan
berdasarkan uji nilai Signifikansi (Sig.). Dengan ketentuan, jika Nilai Sig. <
0,05, maka model regresi adalah linier, dan berlaku sebaliknya. Berdasarkan
tabel Coefficientsa, diperoleh nilai Sig. = 0,003 yang berarti < kriteria
signifikan (0,05), dengan demikian model persamaan regresi berdasarkan
data penelitian adalah signifikan artinya, model regresi linier memenuhi
kriteria linieritas.
3. Tabel Coefficientsa menginformasikan model persamaan regresi yang
diperoleh dengan koefisien konstanta dan koefisien variabel yang ada di
kolom Unstandardized Coefficients B. Berdasarkan tabel ini diperoleh
model persamaan regresi :
Y = a + bX
Y = 2,190 + 0.326X
Angka-angka ini dapat diartikan sebagai berikut:
Konstanta sebesar a = 2,190, artinya jika melek politik konstan atau X =
0, maka partisipasi politik (Y) nilainya positif yaitu sebesar 2,190.
Koefisien regresi sebesar b = 0.326, artinya bahwa setiap melek politik
akan mendorong partisipasi politik sebesar 0.326. Koefisien bernilai
positif, artinya jika penilaian kemampuan melek politik semakin tinggi
maka akan meningkatkan partisipasi politik (dan sebaliknya). Berdasarkan
31
nilai koefisien regresi tersebut dapat diketahui bahwa jika melek politik
meningkat sebesar 10% maka partisipasi politik akan meningkat sebesar
3,26 %.
VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. Dari hasil analisis penilaian kemampuan melek politik, maka dapat
disimpulkan bahwa penilaian responden menyatakan setuju terhadap 7
indikator, tidak tahu, netral, ragu-ragu terhadap 2 indikator dari variabel
melek politik/political literacy.
2. Dari hasil analisis partisipasi politik, maka dapat disimpulkan penilaian
responden menyatakan tidak tahu, netral, rargu-ragu terhadap 7
indikator dan menyatakan setuju terhdap 3 indikator dari partisipasi
politik.
3. Besarnya hubungan penilaian kemampuan melek politik dengan
partisipasi politik ditunjukkan dengan hasil analisis uji rho spearman’s
bahwa nilai korelasi (hubungan) antara penilaian kemampuan melek
politik (variable X) dengan partisipasi politik (variable Y) sebesar r =
0.976, nilai hubungan ini berada diantara nilai 0,76 – 1,00, yang artinya
memiliki hubungan sangat kuat, sifat hubungannya positif yang artinya
jika penilaian kemampuan melek politik semakin baik maka partisipasi
politik akan semakin meningkat.
32
Setelah diketahui bahwa kedua variabel berhubungan sangat kuat, maka
dapat diketahui seberapa besar kontribusi yang diberikan variabel
penilaian melek politik kepada partisipasi politik. Pada rumus koefisien
determinasi. Disana terdapat angka 8,6% artinya bahwa penilaian melek
politik memberikan kontribusi sebesar 8,6% terhadap partisipasi politik.
Artinya sisanya sebesar 91,4% menunjukkan bahwa Partisipasi politik
juga dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak terangkum dalam analisis
ini.
Konstanta sebesar a = 2,190, artinya jika penilaian melek politik
konstan atau X = 0, maka partisipasi politik (Y) nilainya positif yaitu
sebesar 2,190.
Koefisien regresi sebesar b = 0.326, artinya bahwa setiap peningkatan
penilaian melek politik akan mendorong partisipasi politik sebesar
0.326. Koefisien bernilai positif, artinya jika penilaian melek politik
semakin tinggi maka akan meningkatkan partisipasi politik (dan
sebaliknya). Berdasarkan nilai koefisien regresi tersebut dapat diketahui
bahwa jika penilaian melek politik meningkat sebesar 10% maka
partisipasi politik akan meningkat sebesar 3,26 %.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan maka dapat
diberikan saran:
33
1. Berdasarkan 9 indikator penilaian melek politik yang ada pada umumnya
sudah baik, diharapkan sebagai upaya meningkatkan penilaian kemampuan
melek politik, diantaranya lebih meningkatkan lagi pendidikan politik
secara formal maupun non formal dan bukan indoktrinasi politik, akan
tetapi pendidikan politik yang menjadi upaya edukatif yang intensional,
disengaja dan sistematis untuk membentuk individu yang sadar politik dan
mampu menjadi pelaku politik yang bertanggung jawab secara etis/moral
dalam mencapai tujuan-tujuan politik.
2. Berdasarkan 10 indikator penilaian partisipasi politik yang ada pada
umumnya sudah baik, namun banyak faktor yang dapat meningkatkan
partisipasi politik yang perlu mendapat perhatian lebih oleh pihak terkait
seperti: kesukarelaan warga dalam politik (political voluntarism), perilaku
memilih (voting behaviour), politik uang (money politics/vote buying),
dan kehadiran atau ketidakhadiran pemilih di TPS (voter turn-out).
3. Dikarenakan penilaian melek politik memiliki hubungan yang sangat kuat
dengan partisipasi politik, maka disarankan agar pihak-pihak terkait yang
memiliki tugas dan wewenang dalam mensukseskan pemilu lebih
memfokuskan perhatian kepada pendidikan politik rakyat sebagai alat
untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat yang dapat diteruskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
34
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Anwar Arifin. (2006). Pencitraan dalam Politik: Strategi Pemenangan Pemilu dalam
Perspektif Komunikasi Politik. Jakarta: Pustaka Indonesia.
Asshidiqqie, Jimly. 2006. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi,
Jakarta. Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
Bambang Sunggono. (1992). Partai Politik dalam Kerangka Pembangunan Politik di
Indonesia. Surabaya: PT Bina Ilmu
Bambang S. Soedibjo. 2008. Metode Penelitian. Edisi II. STIE PASIM
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
-----------------------. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Budiardjo, Miriam. 1981. Partisipasi dan Partai Politik (Sebuah Bunga Rampai).
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Burhan Bungin. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. 2 Aktualisasi Metodelogis Kearah
Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafinda Persada
Putra Fadilah. 2003. Partai politik kebijakan publik, Yogyakarta: pustaka pelajar.
Kantaprawira, Rusadi. (1997). Sistem Politik Indonesia. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
-----------------------------(2004). Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Rakhmat, Jalaluddin. 2000. Komunikasi Politik. Bandung. Rosda.
Ramli, MM. 2009. Komunikasi Politik. Bandung: Rosda
35
Syafiie. Inu Kencana. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Soemarno. 2002. Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar. Bandung: Mandar
Maju.
JURNAL:
Ejournal Administrasi Negara, Vol.5, No.3, 2014
Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol.1, No.1, 2011
WEBSITE:
www.kpu.go.id
www.kpud sukabumi.go.id
www.merdeka .com
www.Repository.UPI.edu
https://makmureffendi.wordpress.com
Peraturan Perundang-undangan dan Sumber Lain:
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-undang No. 8 tahun 2012 tentang pemilu anggota DPR, DPD, DPRD tahun
2014
Peraturan KPU No.21 tahun 2013 tentang Program dan jadwal penyelenggaraan
pemilu anggota DPR, DPD, DPRD tahun 2014.
Peraturan KPU No.23 tahun 2013 tentang Partisipasi Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Pemilu
36
Affandi, Idrus. (1996) Kepeloporan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda dalam
Pendidikan Politik. Disertasi Pasca Sarjana IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.
Yudha Pratama. 2012. Pengaruh Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai
Pendidikan Politik Terhadap Pembentukan Politcal Literacy Siswa: Studi
Deskriptif Pada Siswa SMA di Kota Bandung.
Eka Wahyuningsih. 2003. Kontruksi Politik Pada Sekolah Menengah Atas di Kota
Pangkalpinang. Universitas Pendidikan Indonesia.
KUESIONER PENELITIAN
Bapak/Ibu Responden yang terhormat,
Sehubungan dengan penelitian tentang : Upaya Meningkatkan Partisipasi
Politik Pemilih Melalui Kemampuan Melek Politik Pemilih Dalam Pemilihan
Umum DPRD Kabupaten Sukabumi. Maka sebagai kelengkapan data dalam
penelitian ini, mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi daftar
pernyataan berikut:
Petunjuk Umum Pengisian
1. Mohon dibaca pernyataan secara teliti dan berikan jawaban yang sebenarnya
dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang paling sesuai atau paling
tepat menurut Bapak/Ibu/Saudara. Bagi peneliti tidak ada jawaban yang
paling baik selain jawaban yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu/Saudara.
2. Beri tanda ( X ) pada jawaban yang dipilih
3. Jawaban yang Bapak / Ibu / Saudara (i) berikan dijamin kerahasiaannya.
Atas partisipasinya saya ucapkan banyak terima kasih.
Hormat Peneliti,
...........................
Bagian 1. Deskripsi Responden
Petunjuk : Silahkan memberikan tanda silang (X) pada kotak-kotak yang tersedia
dibawah ini!
Umur : < 30 31-35 36-40
41-45 46-50 > 50
Jenis Kelamin : Pria Wanita
Pendidikan : SD SMP SMA
Diploma Sarjana Pasca Sarjana
Berikut di sajikan pernyataan-pernyataan tentang Upaya Meningkatkan
Partisipasi Politik Pemilih Melalui Kemampuan Melek Politik Pemilih Dalam
Pemilihan Umum DPRD Kabupaten Sukabumi. Silahkan menyatakan ”persepsi”
bapak/ibu/saudara(i) dengan memilih berdasarkan 5 skor berikut (Bambang S.
Soedibjo 79;2008):
1 = Tidak Setuju ( TS )
2 = Kurang Setuju ( KS )
3 = Tidak Tahu, Netral, Ragu-ragu ( RR )
4 = Setuju ( S ), dan
5 = Sangat Setuju ( SS )
Bagian 2.
DAFTAR PERNYATAAN
PENILAIAN KEMAMPUAN MELEK POLITIK (X)
1. Saya sudah memahami hak-hak politik warga negara berdasarkan UU no. 10
tahun 2008 tentang pemilu legislatif.
TS KS RR S SS
2. Saya mengetahui bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Sukabumi bekerja dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
TS KS RR S SS
3. Saya mengetahui bahwa memberikan suara dalam pemilu legislatif adalah
wajib karena bagian dari proses demokrasi.
TS KS RR S SS
4. Saya sudah memutuskan untuk memilih siapa calon yang akan dipilih sebelum
berangkat ke tempat pemilihan.
TS KS RR S SS
5. Saya memiliki toleransi terhadap perbedaan dalam mendukung calon wakil
rakyat.
TS KS RR S SS
6. Saya mengikuti perkembangan berita politik di media massa dalam
memonitoring jalannya proses pemilu legislatif.
TS KS RR S SS
7. Saya merasa bertanggung jawab untuk mensosialisasikan pentingnya “Anti
Golput” dalam kehidupan sehari-hari.
TS KS RR S SS
8. Saya pernah mendapatkan sosialisasi politik dari KPUD Sukabumi untuk
kesuksesan pemilu legislatif.
TS KS RR S SS
9. Saya sudah melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara dengan
memberikan suara pada pemilu legislatif 2014.
TS KS RR S SS
PENILAIAN PARTISIPASI POLITIK (Y)
1. Saya ikut memilih langsung pada Pemilu DPRD 2014 Kab. Sukabumi.
TS KS RR S SS
2. Saya ikut aktif di partai politik untuk memberikan tekanan kolektif kepada
pembuat kebijakan daerah Kab. Sukabumi.
TS KS RR S SS
3. Saya ikut berpartisipasi memilih calon DPRD Kab. Sukabumi berdasarkan
perhitungan, pikiran, perasaan yang berkesinambungan dan tidak acak.
TS KS RR S SS
4. Saya selalu mengikuti kampanye seorang calon DPRD secara terang-terangan,
terbuka dan tanpa ragu.
TS KS RR S SS
5. Saya sengaja memilih seorang calon wakil rakyat di DPRD karena sudah
kenal baik
TS KS RR S SS
6. Saya memilih calon dalam pemilu DPRD karena memberikan keuntungan
materi dan non materi.
TS KS RR S SS
7. Saya memilih calon dalam pemilu DPRD karena saya butuh wakil rakyat
yang amanah dalam kepemerintahan
TS KS RR S SS
8. Sebagai warga negara yang baik maka saya wajib untuk ikut memilih dalam
pemilu DPRD Kabupaten Sukabumi.
TS KS RR S SS
9. Saya harus memperhatikan perkembangan berita politik secara
berkesinambungan melalui media massa.
TS KS RR S SS
10. Saya akan menuntut para wakil rakyat jika ada kebijakan yang tidak memihak
rakyat
TS KS RR S SS
NO.RESPONDEN
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9MELEKPOLITIK
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10PARTISIPASI
POLITIK1 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3,56 4 3 4 3 3 2 3 4 3 4 3,302 4 3 4 3 2 3 4 4 3 3,33 4 4 3 4 3 3 4 4 3 2 3,403 3 3 2 3 3 4 4 3 4 3,22 2 2 3 3 2 2 3 3 4 3 2,704 2 3 3 3 4 4 3 3 4 3,22 3 3 4 4 3 3 4 4 3 2 3,305 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3,33 4 3 4 4 3 3 4 4 5 4 3,806 4 4 3 3 4 3 2 3 4 3,33 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3,607 3 4 4 3 2 4 4 3 4 3,44 3 4 5 4 3 4 5 4 4 5 4,108 2 3 4 3 4 3 3 4 3 3,22 3 3 2 3 2 3 3 4 4 3 3,009 4 4 5 4 4 3 4 4 3 3,89 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 3,70
10 3 2 3 3 4 3 3 4 3 3,11 4 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3,4011 4 3 4 4 3 4 4 3 4 3,67 3 3 2 3 3 2 3 3 4 3 2,9012 4 4 3 4 3 4 3 3 4 3,56 4 3 4 4 3 2 3 4 4 5 3,6013 4 3 4 4 4 3 4 4 3 3,67 3 2 3 4 3 2 3 4 3 4 3,1014 4 3 4 4 3 2 3 4 4 3,44 4 3 4 3 4 4 3 2 3 4 3,4015 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3,44 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2,6016 3 2 3 3 4 4 3 4 4 3,33 3 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3,4017 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3,44 4 3 2 3 3 4 4 3 4 4 3,4018 4 4 3 4 4 3 4 3 4 3,67 4 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3,5019 5 4 4 5 4 4 3 4 4 4,11 5 4 4 3 4 4 5 4 4 3 4,0020 2 3 4 3 4 3 3 4 3 3,22 3 3 2 2 3 3 2 3 4 3 2,8021 3 4 5 4 4 3 4 4 3 3,78 4 4 5 4 4 3 2 2 4 4 3,6022 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2,89 4 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3,4023 4 3 4 4 3 4 4 3 4 3,67 3 3 2 2 3 3 3 4 4 3 3,0024 4 4 3 4 4 3 4 4 5 3,89 4 4 5 4 4 3 3 4 5 4 4,0025 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3,56 3 2 3 4 3 2 3 4 3 4 3,1026 4 3 4 4 3 2 3 4 4 3,44 4 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3,5027 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3,44 2 2 3 3 2 2 3 3 2 3 2,5028 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3,56 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3,5029 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3,44 4 3 4 4 4 3 4 3 2 3 3,4030 3 4 4 3 4 4 3 4 4 3,67 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4 3,6031 5 4 4 3 4 4 5 4 4 4,11 2 3 4 4 5 4 3 2 3 4 3,4032 2 3 4 3 4 3 3 4 3 3,22 3 4 3 3 4 3 3 4 4 3 3,4033 4 4 5 4 4 5 4 4 3 4,11 4 3 2 3 3 4 4 5 4 4 3,6034 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2,89 4 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3,4035 4 3 4 4 3 4 4 3 4 3,67 3 2 2 3 3 2 3 3 3 4 2,80
MELEK POLITIK - PARTISIPASI POLITIK
36 3 4 4 3 4 4 3 4 3 3,56 4 3 4 4 3 4 5 4 3 4 3,8037 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3,56 3 2 3 4 4 3 4 4 3 4 3,4038 4 3 4 4 3 2 3 4 4 3,44 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3,6039 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3,44 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2,6040 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3,44 2 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3,2041 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3,44 4 3 4 4 3 3 4 4 3 2 3,4042 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3,78 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3,6043 3 4 4 5 4 4 5 4 4 4,11 3 4 3 4 4 3 3 4 4 5 3,7044 2 3 4 3 4 3 3 4 3 3,22 3 3 2 3 3 2 3 3 4 3 2,9045 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4,33 4 4 3 2 3 3 4 4 3 4 3,4046 3 2 3 3 4 3 3 4 3 3,11 4 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3,4047 4 3 4 4 3 4 4 3 4 3,67 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2,8048 4 4 3 4 4 3 4 4 3 3,67 3 4 5 4 3 4 5 4 3 2 3,7049 4 3 4 4 4 3 4 4 3 3,67 3 2 3 4 3 2 3 4 3 4 3,1050 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3,89 4 4 3 3 2 3 4 3 4 4 3,4051 2 3 3 4 3 4 4 3 4 3,33 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2,6052 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3,56 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3,4053 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3,44 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3,6054 4 4 3 4 4 3 4 3 4 3,67 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3,6055 3 4 4 5 4 4 5 4 4 4,11 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3,4056 2 3 4 3 4 3 3 4 3 3,22 4 3 4 5 4 3 4 4 5 4 4,0057 4 4 3 4 4 5 4 4 5 4,11 4 3 2 3 4 3 4 3 4 4 3,4058 3 2 3 3 4 3 3 4 3 3,11 2 3 3 4 3 4 3 4 4 3 3,3059 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3,56 3 2 3 4 3 2 3 4 3 4 3,1060 4 3 4 4 3 4 4 3 4 3,67 4 3 4 3 2 3 4 4 3 4 3,4061 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3,44 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2,6062 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3,44 3 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3,4063 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3,44 4 3 4 3 4 3 4 3 3 2 3,3064 4 4 3 4 4 3 2 3 4 3,44 4 3 4 3 2 3 3 4 4 4 3,4065 3 4 4 5 4 4 5 4 4 4,11 5 4 3 3 4 4 5 4 4 3 3,9066 2 3 4 3 4 3 3 4 3 3,22 3 3 2 3 3 2 3 3 4 4 3,0067 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4,33 4 4 3 4 4 3 4 4 3 2 3,5068 3 2 3 3 4 3 3 4 3 3,11 4 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3,4069 4 3 4 3 2 3 4 4 3 3,33 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2,7070 3 4 4 3 4 3 4 3 4 3,56 3 4 5 4 3 4 5 4 3 4 3,9071 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3,44 3 2 3 4 3 2 3 4 5 4 3,3072 2 3 4 4 3 4 4 3 4 3,44 4 4 3 4 5 4 3 2 3 4 3,6073 3 2 3 4 3 4 4 3 4 3,33 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2,4074 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3,44 3 3 4 4 3 3 3 4 4 3 3,40
75 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3,44 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3,7076 3 4 3 4 4 3 4 4 4 3,67 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3,6077 4 4 3 5 4 4 5 4 4 4,11 5 4 3 3 4 3 4 4 3 2 3,5078 2 3 4 3 4 3 3 4 3 3,22 3 3 2 3 3 3 4 3 4 3 3,1079 3 4 4 5 4 4 5 4 4 4,11 4 3 3 2 3 3 4 4 3 3 3,2080 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2,89 4 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3,4081 4 3 4 4 3 4 4 3 4 3,67 3 3 2 2 3 3 4 3 3 4 3,0082 3 4 3 4 4 3 4 4 4 3,67 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3,7083 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3,56 3 2 3 4 4 3 4 4 3 4 3,4084 4 3 4 4 3 2 3 4 4 3,44 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 3,5085 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3,44 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2,6086 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3,56 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3,5087 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3,44 4 3 4 4 3 3 2 3 3 4 3,3088 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3,67 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4 3,6089 3 4 4 5 4 4 5 4 4 4,11 3 4 5 4 3 4 3 4 4 5 3,9090 2 3 4 3 4 3 3 4 3 3,22 3 3 3 4 3 3 4 3 4 5 3,5091 4 4 5 5 4 5 5 4 5 4,56 4 4 3 4 4 5 4 4 3 3 3,8092 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2,89 4 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3,4093 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3,67 2 3 2 3 2 3 3 3 4 4 2,9094 4 4 3 4 4 3 4 4 3 3,67 3 4 4 3 2 3 3 4 3 4 3,3095 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3,44 4 3 4 4 3 2 3 4 3 4 3,4096 4 3 4 4 3 4 4 3 4 3,67 3 4 4 3 4 5 4 4 3 3 3,7097 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3,33 2 2 3 3 2 2 3 3 3 4 2,7098 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3,44 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3,3099 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3,44 3 4 4 4 3 3 2 3 4 3 3,30
100 3 3 2 3 3 4 4 3 2 3,00 4 3 3 4 3 4 4 3 3 2 3,30
1 | P a g e
ReliabilityNotes
Output Created 10-JUL-2015 09:19:33
Comments
Input
Data
D:\OUTPUT MELEK
POLITIK-PARTISIPASI
POLITIK\OUTPUT DATA
1.sav
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File100
Matrix Input
Missing Value Handling
Definition of MissingUser-defined missing values
are treated as missing.
Cases Used
Statistics are based on all
cases with valid data for all
variables in the procedure.
Syntax
RELIABILITY
/VARIABLES=X1 X2 X3 X4
X5 X6 X7 X8 X9
/SCALE('MELEK POLITIK
(X)') ALL
/MODEL=ALPHA.
ResourcesProcessor Time 00:00:00,02
Elapsed Time 00:00:00,02
[DataSet0] D:\OUTPUT MELEK POLITIK-PARTISIPASI POLITIK\OUTPUT DATA 1.sav
Scale: MELEK POLITIK (X)Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 100 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 100 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
2 | P a g e
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
,682 9
RELIABILITY/VARIABLES=Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10/SCALE('PARTISIPASI POLITIK (Y)') ALL/MODEL=ALPHA.
ReliabilityNotes
Output Created 10-JUL-2015 09:20:12
Comments
Input
Data
D:\OUTPUT MELEK
POLITIK-PARTISIPASI
POLITIK\OUTPUT DATA
1.sav
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File100
Matrix Input
Missing Value Handling
Definition of MissingUser-defined missing values
are treated as missing.
Cases Used
Statistics are based on all
cases with valid data for all
variables in the procedure.
Syntax
RELIABILITY
/VARIABLES=Y1 Y2 Y3 Y4
Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10
/SCALE('PARTISIPASI
POLITIK (Y)') ALL
/MODEL=ALPHA.
ResourcesProcessor Time 00:00:00,02
Elapsed Time 00:00:00,02
[DataSet0] D:\OUTPUT MELEK POLITIK-PARTISIPASI POLITIK\OUTPUT DATA 1.sav
3 | P a g e
Scale: PARTISIPASI POLITIK (Y)Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 100 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 100 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
,715 10
CORRELATIONS/VARIABLES=X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 MELEKPOLITIK/PRINT=TWOTAIL NOSIG/MISSING=PAIRWISE.
CorrelationsNotes
Output Created 10-JUL-2015 09:21:40
Comments
Input
Data
D:\OUTPUT MELEK
POLITIK-PARTISIPASI
POLITIK\OUTPUT DATA
1.sav
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File100
Missing Value Handling
Definition of MissingUser-defined missing values
are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each pair of
variables are based on all
the cases with valid data for
that pair.
4 | P a g e
Syntax
CORRELATIONS
/VARIABLES=X1 X2 X3 X4
X5 X6 X7 X8 X9
MELEKPOLITIK
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
ResourcesProcessor Time 00:00:00,05
Elapsed Time 00:00:00,05
[DataSet0] D:\OUTPUT MELEK POLITIK-PARTISIPASI POLITIK\OUTPUT DATA 1.sav
Correlations
X1 X2 X3 X4 X5
X1
Pearson Correlation 1 ,284** ,225* ,333** -,126
Sig. (2-tailed) ,004 ,024 ,001 ,212
N 100 100 100 100 100
X2
Pearson Correlation ,284** 1 ,266** ,461** ,330**
Sig. (2-tailed) ,004 ,007 ,000 ,001
N 100 100 100 100 100
X3
Pearson Correlation ,225* ,266** 1 ,194 ,082
Sig. (2-tailed) ,024 ,007 ,053 ,415
N 100 100 100 100 100
X4
Pearson Correlation ,333** ,461** ,194 1 -,089
Sig. (2-tailed) ,001 ,000 ,053 ,380
N 100 100 100 100 100
X5
Pearson Correlation -,126 ,330** ,082 -,089 1
Sig. (2-tailed) ,212 ,001 ,415 ,380
N 100 100 100 100 100
X6
Pearson Correlation -,037 ,256* ,037 ,232* ,089
Sig. (2-tailed) ,712 ,010 ,712 ,020 ,380
N 100 100 100 100 100
X7
Pearson Correlation ,273** ,397** ,247* ,640** -,114
Sig. (2-tailed) ,006 ,000 ,013 ,000 ,258
N 100 100 100 100 100
X8
Pearson Correlation -,018 ,210* ,303** -,120 ,640**
Sig. (2-tailed) ,860 ,036 ,002 ,234 ,000
N 100 100 100 100 100
X9
Pearson Correlation ,140 ,408** -,061 ,386** ,087
Sig. (2-tailed) ,164 ,000 ,546 ,000 ,390
N 100 100 100 100 100
MELEKPOLITIK
Pearson Correlation ,474** ,753** ,478** ,663** ,344**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100
5 | P a g e
Correlations
X6 X7 X8 X9 MELEKPOLITIK
X1
Pearson Correlation -,037 ,273** -,018* ,140** ,474
Sig. (2-tailed) ,712 ,006 ,860 ,164 ,000
N 100 100 100 100 100
X2
Pearson Correlation ,256** ,397 ,210** ,408** ,753**
Sig. (2-tailed) ,010 ,000 ,036 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100
X3
Pearson Correlation ,037* ,247** ,303 -,061 ,478
Sig. (2-tailed) ,712 ,013 ,002 ,546 ,000
N 100 100 100 100 100
X4
Pearson Correlation ,232** ,640** -,120 ,386 ,663
Sig. (2-tailed) ,020 ,000 ,234 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100
X5
Pearson Correlation ,089 -,114** ,640 ,087 ,344
Sig. (2-tailed) ,380 ,258 ,000 ,390 ,000
N 100 100 100 100 100
X6
Pearson Correlation 1 ,357* -,084 ,518* ,510
Sig. (2-tailed) ,000 ,408 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100
X7
Pearson Correlation ,357** 1** -,058* ,176** ,645
Sig. (2-tailed) ,000 ,568 ,081 ,000
N 100 100 100 100 100
X8
Pearson Correlation -,084 -,058* 1** -,021 ,329**
Sig. (2-tailed) ,408 ,568 ,835 ,001
N 100 100 100 100 100
X9
Pearson Correlation ,518 ,176** -,021 1** ,553
Sig. (2-tailed) ,000 ,081 ,835 ,000
N 100 100 100 100 100
MELEKPOLITIK
Pearson Correlation ,510** ,645** ,329** ,553** 1**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,001 ,000
N 100 100 100 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
CORRELATIONS/VARIABLES=Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 PARTISIPASIPOLITIK/PRINT=TWOTAIL NOSIG/MISSING=PAIRWISE.
6 | P a g e
CorrelationsNotes
Output Created 10-JUL-2015 09:22:18
Comments
Input
Data
D:\OUTPUT MELEK
POLITIK-PARTISIPASI
POLITIK\OUTPUT DATA
1.sav
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File100
Missing Value Handling
Definition of MissingUser-defined missing values
are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each pair of
variables are based on all
the cases with valid data for
that pair.
Syntax
CORRELATIONS
/VARIABLES=Y1 Y2 Y3 Y4
Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10
PARTISIPASIPOLITIK
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
ResourcesProcessor Time 00:00:00,08
Elapsed Time 00:00:00,08
[DataSet0] D:\OUTPUT MELEK POLITIK-PARTISIPASI POLITIK\OUTPUT DATA 1.sav
Correlations
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
Y1
Pearson Correlation 1 ,495** ,206* ,116 ,554**
Sig. (2-tailed) ,000 ,040 ,252 ,000
N 100 100 100 100 100
Y2
Pearson Correlation ,495** 1 ,317** ,103 ,394**
Sig. (2-tailed) ,000 ,001 ,310 ,000
N 100 100 100 100 100
Y3
Pearson Correlation ,206* ,317** 1 ,408** ,164
Sig. (2-tailed) ,040 ,001 ,000 ,104
N 100 100 100 100 100
Y4 Pearson Correlation ,116 ,103 ,408** 1 ,290**
7 | P a g e
Sig. (2-tailed) ,252 ,310 ,000 ,003
N 100 100 100 100 100
Y5
Pearson Correlation ,554** ,394** ,164 ,290** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,104 ,003
N 100 100 100 100 100
Y6
Pearson Correlation ,374** ,631** ,284** ,118 ,445**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,004 ,242 ,000
N 100 100 100 100 100
Y7
Pearson Correlation ,311** ,306** ,232* ,096 ,139
Sig. (2-tailed) ,002 ,002 ,020 ,343 ,169
N 100 100 100 100 100
Y8
Pearson Correlation ,284** ,197* ,125 ,286** ,099
Sig. (2-tailed) ,004 ,049 ,215 ,004 ,329
N 100 100 100 100 100
Y9
Pearson Correlation ,103 ,237* ,020 ,024 ,056
Sig. (2-tailed) ,306 ,018 ,846 ,813 ,579
N 100 100 100 100 100
Y10
Pearson Correlation ,052 ,006 ,141 ,087 ,048
Sig. (2-tailed) ,610 ,952 ,162 ,390 ,635
N 100 100 100 100 100
PARTISIPASIPOLITIK
Pearson Correlation ,672** ,691** ,564** ,470** ,614**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100
Correlations
Y6 Y7 Y8 Y9 Y10
Y1
Pearson Correlation ,374 ,311** ,284* ,103 ,052**
Sig. (2-tailed) ,000 ,002 ,004 ,306 ,610
N 100 100 100 100 100
Y2
Pearson Correlation ,631** ,306 ,197** ,237 ,006**
Sig. (2-tailed) ,000 ,002 ,049 ,018 ,952
N 100 100 100 100 100
Y3
Pearson Correlation ,284* ,232** ,125 ,020** ,141
Sig. (2-tailed) ,004 ,020 ,215 ,846 ,162
N 100 100 100 100 100
Y4
Pearson Correlation ,118 ,096 ,286** ,024 ,087**
Sig. (2-tailed) ,242 ,343 ,004 ,813 ,390
N 100 100 100 100 100
Y5
Pearson Correlation ,445** ,139** ,099 ,056** ,048
Sig. (2-tailed) ,000 ,169 ,329 ,579 ,635
N 100 100 100 100 100
Y6Pearson Correlation 1** ,440** ,119** ,119 -,041**
Sig. (2-tailed) ,000 ,239 ,239 ,688
8 | P a g e
N 100 100 100 100 100
Y7
Pearson Correlation ,440** 1** ,335* -,022 -,060
Sig. (2-tailed) ,000 ,001 ,825 ,551
N 100 100 100 100 100
Y8
Pearson Correlation ,119** ,335* 1 ,091** ,011
Sig. (2-tailed) ,239 ,001 ,370 ,914
N 100 100 100 100 100
Y9
Pearson Correlation ,119 -,022* ,091 1 ,278
Sig. (2-tailed) ,239 ,825 ,370 ,005
N 100 100 100 100 100
Y10
Pearson Correlation -,041 -,060 ,011 ,278 1
Sig. (2-tailed) ,688 ,551 ,914 ,005
N 100 100 100 100 100
PARTISIPASIPOLITIK
Pearson Correlation ,658** ,520** ,462** ,342** ,297**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,003
N 100 100 100 100 100
Correlations
PARTISIPASIPOLITIK
Y1
Pearson Correlation ,672
Sig. (2-tailed) ,000
N 100
Y2
Pearson Correlation ,691**
Sig. (2-tailed) ,000
N 100
Y3
Pearson Correlation ,564*
Sig. (2-tailed) ,000
N 100
Y4
Pearson Correlation ,470
Sig. (2-tailed) ,000
N 100
Y5
Pearson Correlation ,614**
Sig. (2-tailed) ,000
N 100
Y6
Pearson Correlation ,658**
Sig. (2-tailed) ,000
N 100
Y7
Pearson Correlation ,520**
Sig. (2-tailed) ,000
N 100
Y8
Pearson Correlation ,462**
Sig. (2-tailed) ,000
N 100
9 | P a g e
Y9
Pearson Correlation ,342
Sig. (2-tailed) ,000
N 100
Y10
Pearson Correlation ,297
Sig. (2-tailed) ,003
N 100
PARTISIPASIPOLITIK
Pearson Correlation 1**
Sig. (2-tailed)
N 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
FREQUENCIES VARIABLES=X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9/STATISTICS=MEAN MEDIAN/PIECHART FREQ/ORDER=ANALYSIS.
FrequenciesNotes
Output Created 10-JUL-2015 09:23:54
Comments
Input
Data
D:\OUTPUT MELEK
POLITIK-PARTISIPASI
POLITIK\OUTPUT DATA
1.sav
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File100
Missing Value Handling
Definition of MissingUser-defined missing values
are treated as missing.
Cases UsedStatistics are based on all
cases with valid data.
Syntax
FREQUENCIES
VARIABLES=X1 X2 X3 X4
X5 X6 X7 X8 X9
/STATISTICS=MEAN
MEDIAN
/PIECHART FREQ
/ORDER=ANALYSIS.
10 | P a g e
ResourcesProcessor Time 00:00:05,60
Elapsed Time 00:00:05,54
[DataSet0] D:\OUTPUT MELEK POLITIK-PARTISIPASI POLITIK\OUTPUT DATA 1.sav
Statistics
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
NValid 100 100 100 100 100 100 100
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 3,4200 3,2100 3,6700 3,6500 3,5700 3,4700 3,6700
Median 4,0000 3,0000 4,0000 4,0000 4,0000 3,0000 4,0000
Statistics
X8 X9
NValid 100 100
Missing 0 0
Mean 3,6100 3,6000
Median 4,0000 4,0000
Frequency TableX1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 11 11,0 11,0 11,0
3,00 38 38,0 38,0 49,0
4,00 49 49,0 49,0 98,0
5,00 2 2,0 2,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
X2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 10 10,0 10,0 10,0
3,00 59 59,0 59,0 69,0
4,00 31 31,0 31,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
11 | P a g e
X3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 2 2,0 2,0 2,0
3,00 35 35,0 35,0 37,0
4,00 57 57,0 57,0 94,0
5,00 6 6,0 6,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
X4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
3,00 43 43,0 43,0 43,0
4,00 49 49,0 49,0 92,0
5,00 8 8,0 8,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
X5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 3 3,0 3,0 3,0
3,00 37 37,0 37,0 40,0
4,00 60 60,0 60,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
X6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 4 4,0 4,0 4,0
3,00 50 50,0 50,0 54,0
4,00 41 41,0 41,0 95,0
5,00 5 5,0 5,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
X7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 2 2,0 2,0 2,0
3,00 38 38,0 38,0 40,0
4,00 51 51,0 51,0 91,0
5,00 9 9,0 9,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
12 | P a g e
X8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
3,00 39 39,0 39,0 39,0
4,00 61 61,0 61,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
X9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 1 1,0 1,0 1,0
3,00 42 42,0 42,0 43,0
4,00 53 53,0 53,0 96,0
5,00 4 4,0 4,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Pie Chart
13 | P a g e
14 | P a g e
15 | P a g e
16 | P a g e
17 | P a g e
FREQUENCIES VARIABLES=Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10/STATISTICS=MEAN MEDIAN/PIECHART FREQ/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
Notes
Output Created 10-JUL-2015 09:25:24
Comments
Input
Data
D:\OUTPUT MELEK
POLITIK-PARTISIPASI
POLITIK\OUTPUT DATA
1.sav
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File100
Missing Value Handling
Definition of MissingUser-defined missing values
are treated as missing.
Cases UsedStatistics are based on all
cases with valid data.
Syntax
FREQUENCIES
VARIABLES=Y1 Y2 Y3 Y4
Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10
/STATISTICS=MEAN
MEDIAN
/PIECHART FREQ
/ORDER=ANALYSIS.
ResourcesProcessor Time 00:00:06,41
Elapsed Time 00:00:06,37
[DataSet0] D:\OUTPUT MELEK POLITIK-PARTISIPASI POLITIK\OUTPUT DATA 1.sav
Statistics
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7
NValid 100 100 100 100 100 100 100
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 3,4000 3,0400 3,3500 3,4900 3,2200 3,0000 3,5100
Median 3,5000 3,0000 3,0000 4,0000 3,0000 3,0000 3,0000
18 | P a g e
Statistics
Y8 Y9 Y10
NValid 100 100 100
Missing 0 0 0
Mean 3,5700 3,4300 3,4300
Median 4,0000 3,0000 3,0000
Frequency TableY1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 13 13,0 13,0 13,0
3,00 37 37,0 37,0 50,0
4,00 47 47,0 47,0 97,0
5,00 3 3,0 3,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Y2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 18 18,0 18,0 18,0
3,00 60 60,0 60,0 78,0
4,00 22 22,0 22,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Y3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 13 13,0 13,0 13,0
3,00 45 45,0 45,0 58,0
4,00 36 36,0 36,0 94,0
5,00 6 6,0 6,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Y4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 6 6,0 6,0 6,0
3,00 40 40,0 40,0 46,0
4,00 53 53,0 53,0 99,0
5,00 1 1,0 1,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
19 | P a g e
Y5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 16 16,0 16,0 16,0
3,00 48 48,0 48,0 64,0
4,00 34 34,0 34,0 98,0
5,00 2 2,0 2,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Y6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 21 21,0 21,0 21,0
3,00 60 60,0 60,0 81,0
4,00 17 17,0 17,0 98,0
5,00 2 2,0 2,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Y7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 4 4,0 4,0 4,0
3,00 47 47,0 47,0 51,0
4,00 43 43,0 43,0 94,0
5,00 6 6,0 6,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Y8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 6 6,0 6,0 6,0
3,00 32 32,0 32,0 38,0
4,00 61 61,0 61,0 99,0
5,00 1 1,0 1,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
20 | P a g e
Y9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 3 3,0 3,0 3,0
3,00 55 55,0 55,0 58,0
4,00 38 38,0 38,0 96,0
5,00 4 4,0 4,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Y10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2,00 9 9,0 9,0 9,0
3,00 44 44,0 44,0 53,0
4,00 42 42,0 42,0 95,0
5,00 5 5,0 5,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Pie Chart
21 | P a g e
22 | P a g e
23 | P a g e
24 | P a g e
25 | P a g e
DATASET ACTIVATE DataSet1.NONPAR CORR
/VARIABLES=MELEKPOLITIK PARTISIPASIPOLITIK/PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG/MISSING=PAIRWISE.
Nonparametric Correlations
Notes
Output Created 10-JUL-2015 09:27:21
Comments
Input
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File100
Missing Value Handling
Definition of MissingUser-defined missing values
are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each pair of
variables are based on all
the cases with valid data for
that pair.
26 | P a g e
Syntax
NONPAR CORR
/VARIABLES=MELEKPOLIT
IK PARTISIPASIPOLITIK
/PRINT=SPEARMAN
TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Resources
Processor Time 00:00:00,02
Elapsed Time 00:00:00,02
Number of Cases Allowed 174762 casesa
a. Based on availability of workspace memory
[DataSet1]
Correlations
MELEKPOLITIK PARTISIPASIP
OLITIK
Spearman's rho
MELEKPOLITIK
Correlation Coefficient 1,000 ,976**
Sig. (2-tailed) . ,000
N 100 100
PARTISIPASIPOLITIK
Correlation Coefficient ,976** 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
DATASET ACTIVATE DataSet0.REGRESSION
/MISSING LISTWISE/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)/NOORIGIN/DEPENDENT PARTISIPASIPOLITIK/METHOD=ENTER MELEKPOLITIK.
RegressionNotes
Output Created 10-JUL-2015 09:29:05
Comments
Input Data
D:\OUTPUT MELEK
POLITIK-PARTISIPASI
POLITIK\OUTPUT DATA
1.sav
27 | P a g e
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File100
Missing Value Handling
Definition of MissingUser-defined missing values
are treated as missing.
Cases Used
Statistics are based on
cases with no missing values
for any variable used.
Syntax
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF
OUTS R ANOVA
/CRITERIA=PIN(.05)
POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT
PARTISIPASIPOLITIK
/METHOD=ENTER
MELEKPOLITIK.
Resources
Processor Time 00:00:00,08
Elapsed Time 00:00:00,09
Memory Required 1740 bytes
Additional Memory Required
for Residual Plots0 bytes
[DataSet0] D:\OUTPUT MELEK POLITIK-PARTISIPASI POLITIK\OUTPUT DATA 1.sav
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
1MELEKPOLITIKb . Enter
a. Dependent Variable: PARTISIPASIPOLITIK
b. All requested variables entered.
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,294a ,086 ,077 ,35037
a. Predictors: (Constant), MELEKPOLITIK
28 | P a g e
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 1,136 1 1,136 9,257 ,003b
Residual 12,030 98 ,123
Total 13,166 99
a. Dependent Variable: PARTISIPASIPOLITIK
b. Predictors: (Constant), MELEKPOLITIK
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1(Constant) 2,190 ,381 5,746 ,000
MELEKPOLITIK ,326 ,107 ,294 3,043 ,003
a. Dependent Variable: PARTISIPASIPOLITIK
SAVE OUTFILE='D:\OUTPUT MELEK POLITIK-PARTISIPASI POLITIK\OUTPUT DATA1.sav'
/COMPRESSED.