Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana …/Hubungan-p...hubungan pemberian ekstrak...

51
HUBUNGAN PEMBERIAN EKSTRAK PATIKAN KEBO (Euphorbia hirta L.) TERHADAP DERAJAT INFLAMASI BRONKUS PADA MENCIT Balb/C MODEL ASMA ALERGI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran KUNTORO G 0006107 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana …/Hubungan-p...hubungan pemberian ekstrak...

HUBUNGAN PEMBERIAN EKSTRAK PATIKAN KEBO

(Euphorbia hirta L.) TERHADAP DERAJAT INFLAMASI

BRONKUS PADA MENCIT Balb/C

MODEL ASMA ALERGI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

KUNTORO

G 0006107

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

ii

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : Hubungan Pemberian Ekstrak Patikan Kebo

(Euphorbia hirta L.) terhadap Derajat Inflamasi Bronkus

pada Mencit Balb/C Model Asma Alergi

Kuntoro, G0006107, Tahun 2010

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari , Tanggal 2010

Tim Skripsi

Diding H. Prasetyo, dr.,M. Si.

NIP : 19680429 199903 1 001

Pembimbing Utama

Sri Sutati, Dra., Apt., SU

NIP : 19450113 198003 2 001

Pembimbing Pendamping

Ipop Syarifah, Dra., M.Si.

NIP : 19560328 198503 2 001

Penguji Utama

R. Prihandjojo Andri P., dr., M.Si

NIP : 19630525 199603 1 001

Anggota Penguji

Martini, Dra., M.Si

NIP : 19571113 198601 2 001

iii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Pemberian Ekstrak Patikan Kebo

(Euphorbia hirta L.) terhadap Derajat Inflamasi Bronkus pada Mencit

Balb/C Model Asma alergi

Kuntoro, G0006107, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari ..., Tanggal ....Januari, Tahun 2010

Surakarta, ………………….……2010

Pembimbing Utama

Nama : Sri Sutati, Dra., Apt., SU

NIP : 19450113 198003 2 001

Pembimbing Pendamping

Nama : Ipop Syarifah, Dra., M.Si.

NIP : 19560328 198503 2 001

Penguji Utama

Nama : R. Prihandjojo Andri P., dr., M.Si

NIP : 19630525 199603 1 001

Anggota Penguji

Nama : Martini, Dra., M.Si

NIP : 19571113 198601 2 001

....................................

....................................

....................................

....................................

Ketua Tim Skripsi

Sri Wahjono, dr., M. Kes

NIP : 19450824 197310 1 00

Dekan FK UNS

Prof.Dr. AA. Subiyanto, dr., MS

NIP : 19481107 197310 1 003

iv

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan

sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Januari 2010

Kuntoro

G0006107

v

ABSTRAK

Kuntoro, G0006107, 2009. Hubungan Pemberian Ekstrak Patikan Kebo

(Euphorbia hirta L.) terhadap Derajat Inflamasi Bronkus pada Mencit Balb/C

Model Asma Alergi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan pemberian ekstrak patikan kebo

terhadap derajat inflamasi bronkus pada mencit Balb/C model asma alergi.

Metode Penelitian: Eksperimental laboratorik dengan post test only control

group design menggunakan 24 ekor mencit Balb/C jantan, dibagi dalam 4

kelompok (kelompok kontrol, asma alergi, patikan kebo 10 mg/mencit, patikan

kerbau 20 mg/mencit). Sensitisasi hewan coba hari ke-0 dan 14 secara

intraperitonial, dilanjutkan hari ke-21, 23, 25 dan 27 secara aerosol selama 30

menit. Hari ke-28 mencit diambil bronkusnya, derajat inflamasi bronkus diamati

dengan teknik pewarnaan Hematoksilin Eosin. Data yang diperoleh dianalisis

secara statistik dengan Kruskal-Wallis dilanjutkan Mann-Whitney menggunakan

program SPSS for Windows Release 12.0. Pada analisis data digunakan batas

kemaknaan p<0,05.

Hasil Penelitian: Derajat inflamasi kelompok kontrol adalah grade 2 (83,33%)

dan grade 3 (16,67%). Kelompok asma alergi adalah grade 3 (16,67%) dan grade

4 (83,33%). Kelompok patikan kebo 10 mg/mencit adalah grade 2 (33,33%),

grade 3 (66,67%). Kelompok patikan kebo 20 mg/mencit adalah grade 2

(33,33%) dan grade 3 (66,67%). Terdapat perbedaan bermakna derajat inflamasi

kelompok asma alergi dengan patikan kebo 10 mg/mencit dan patikan kebo 20

mg/mencit (p=0,009). Derajat inflamasi kelompok patikan kebo 10 mg/mencit

dengan patikan kebo 20 mg/mencit perbedaannya tidak bermakna secara statistik

(p=1,000).

Simpulan Penelitian: Ekstrak patikan kebo 10 mg/mencit dan 20 mg/mencit

menurunkan derajat inflamasi bronkus mencit Balb/C model asma alergi.

Kata kunci : asma alergi, patikan kebo, derajat inflamasi, bronkus

vi

ABSTRACT

Kuntoro, G0006107, 2009. Corellation between Patikan Kebo Extract with

Bronchial Inflammation Grade on Balb/C Mice Asthma Allergic Model, Faculty

of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective: To understand relationship between patikan kebo extract with

bronchial inflammation grade on Balb/C mice asthma allergic model.

Methods: Experimental laboratoric with post-test only control group design using

24 Balb/C male mice, divided into four groups (Control group, asthma allergic

group, patikan kebo 10 mg/mice , patikan kebo 20 mg/mice). Sample was

sensitized on day-0 and day-14 intraperitoneally, continued in day-21, 23, 25, and

27 aerosolly in 30 minuttes. In day-28, bronchus sample was collected, the

bronchial inflammation grade was observed with staining Hematoksilin Eosin. .

The obtain data was analized statistically with Kruskall-Wallis continued with

Mann-Whitney using program SPSS for Windows Release 12.0. The data analized

with margin of significance p<0.05.

Results: The grading inflamation of control group was grade 2 (83,33%) and

grade 3 (16,67%). Asthma alergic group was grade 3 (16,67%) and grade 4

(83,33%). Patikan kebo 10 mg/mice group was grade 2 (33,33%) and grade 3

(66,67%). Patikan kebo 20 mg/mice group was grade 2 (33,33%) and grade 3

(66,67%). There is significant difference between group asthma allergic with

patikan kebo 10mg/mice and patikan kebo 20 mg/mice group in grade inflamation

(p=0,009). There is no significant difference in grade inflamation between patikan

kebo 10 mg/mice group with patikan kebo 20 mg/mice(p=1,000).

Conclusion: Patikan kebo extract 10 mg/mice and 20 mg/mice reduced bronchial

inflammation grade in Balb/C mice asthma allergic model.

Keyword : asthma allergic, patikan kebo, grade inflammation, bronchus

vii

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah ke hadirat Alloh SWT atas segala karunia dan

rahmat yang dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Hubungan Pemberian Ekstrak Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.)

terhadap Derajat Inflamasi Bronkus pada Mencit Balb/C Model Asma Alergi”

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret, Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari berbagai

hambatan dan kesulitan. Namun berkat berbagai bimbingan dan bantuan, penulis

dapat menyelesaikannya. Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis

menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Sri Wahjono, dr., MKes. selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

3. Sri Sutati, Dra., Apt., SU selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh

kesabaran memberikan waktu, bimbingan, saran, koreksi dan nasehat

kepada penulis.

4. Ipop Syarifah, Dra., M.Si. selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan banyak bimbingan, pengarahan, dan masukan kepada penulis.

5. R. Prihandjojo Andri P., dr., M.Si selaku Penguji Utama yang telah

berkenan menguji sekaligus memberikan banyak saran dan koreksi bagi

penulisan skripsi ini

6. Martini, Dra., M.Si selaku Penguji Pendamping yang telah berkenan

menguji dan memberikan saran yang berarti bagi penulisan skripsi ini

7. Diding H. Prasetyo, dr., M.Si selaku pembimbing pakar dalam bidang

imunologi yang telah berkenan memberikan banyak bimbingan,

pengarahan, dan pembekalan penulis terhadap imunologi.

8. Segenap Staf Laboratorium Kimia FK UNS, Laboratorium Histologi FK

UNS, staf skripsi, serta semua pihak atas bantuannya selama penelitian

dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu kedokteran pada khususnya

dan masyarakat pada umumnya.

Surakarta, Januari 2010

Kuntoro

viii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA………….......................................................................... vii

DAFTAR ISI ....................................................................................... viii

DAFTAR TABEL …............................................................................

DAFTAR GAMBAR............................................................................

x

xi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

B. Perumusan Masalah......................................................... 2

C. Tujuan Penelitian............................................................. 3

D. Manfaat Penelitian........................................................... 3

BAB II LANDASAN TEORI............................................................. 4

A. Tinjauan Pustaka............................................................... 4

1. Patikan Kebo .............................................................. 4

2. Imunologi Asma Alergi.............................................. 7

3. Derajat Inflamasi Bronkus.......................................... 11

4. Bronkus ......................................................................

5. Ovalbumin ..............................................................

14

15

6. Alumunium Hidroksida..............................................

B. Kerangka Pemikiran..........................................................

15

16

1. Kerangka Berpikir Konseptual................................... 16

2. Kerangka Berpikir Teoritis.........................................

C. Hipotesis............................................................................

17

19

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................

A. Jenis penelitian.................................................................

B. Lokasi Penelitian .............................................................

C. Subjek Penelitian.............................................................

D. Teknik Sampling .............................................................

E. Identifikasi Variabel Penelitian........................................

20

20

20

20

20

21

ix

F. Skala Variabel .................................................................

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................

H. Rancangan Penelitian.......................................................

I. Alat dan Bahan ................................................................

J. Penentuan Dosis Perlakuan..............................................

K. Cara Kerja........................................................................

L. Teknik Analisis Data.......................................................

21

22

23

24

25

26

28

BAB IV HASIL PENELITIAN.......................................................... 29

A. Hasil Penelitian................................................................

B. Interpretasi Hasil ............................................................

29

32

BAB V PEMBAHASAN .................................................................. 33

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN.................................................

A. Simpulan..........................................................................

B. Saran ..............................................................................

36

36

36

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................

LAMPIRAN

37

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologi Patikan Kebo ...... 6

Tabel 4.1. Derajat Inflamasi Bronkus Mencit Balb/C masing-masing

kelompok ...................................................................................

29

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney (=0,05) Antar Kelompok.

31

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Patikan kebo (Euphorbia hirta L.) ……...................... 5

Gambar 2.2. Neutrofil ………………………………..................... 12

Gambar 2.3. Eosinofil …..…………............................................... 12

Gambar 2.4. Limfosit....................................................................... 13

Gambar 2.5. Monosit........................................................................ 13

Gambar 2.6. Basofil......................................................................... 14

Gambar 2.7. Skema Kerangka Berpikir........................................... 16

Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian ……............................. 23

Gambar 3.2. Alur Kerja Penelitian ………………..…………….... 28

Gambar 4.1. Gambaran mikroskopis derajat inflamasi

bronkus mencit Balb/C grade 2 ................................ 29

Gambar 4.2. Gambaran mikroskopis derajat inflamasi

bronkus mencit Balb/C grade 3.................................. 30

Gambar 4.3. Gambaran mikroskopis derajat inflamasi

bronkus mencit Balb/C grade 4 ................................. 30

Gambar 4.4. Histogram Grading Inflamasi Masing-Masing

Kelompok ................................................................. 31

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Peneliian dan Pengambilan Sampel

Lampiran 2. Surat Ijin Peminjaman Alat Ekstraksi

Lampiran 3. Surat Keterangan Hasil Ekstraksi

Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney

Lampiran 5. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan

Lampiran 6. Foto Alat Dan Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian

Lampiran 7. Foto Kegiatan Penelitian

Lampiran 8. Jadwal Penelitian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh

pajanan terhadap antigen tertentu yang menimbulkan reaksi imunologi yang

berbahaya pada pajanan berikutnya (Dorland, 2002). Degranulasi mastosit

adalah komponen sentral pada penyakit alergi. Sedangkan manifestasi klinis

dan patologis bergantung pada letak dan kronisitasnya (Abbas dan Lichtman,

2003).

Alergi pada saluran nafas diawali dengan masuknya alergen ke dalam

tubuh. Alergen selanjutnya akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cell)

dan hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel CD+

4

Th2 (T helper 2) (Heru dan Sukamto, 2006). Sel CD4+

sangat berperan dalam

menimbulkan inflamasi yang menjadi dasar dari penyakit asma ( Blease et. al.,

2000). Selanjutnya sel CD4+ Th2 akan memacu sel B untuk menghasilkan Ig

E (Imunoglobulin E). Kemudian, Ig E yang terbentuk akan menempel pada sel

mast dalam saluran nafas. Pada pemaparan ulang oleh alergen yang sama,

alergen tersebut akan diikat Ig E yang ada di saluran nafas (Abbas dan

Litchman, 2003). Ikatan ini akan memacu degranulasi dari sel mast yang

menghasilkan mediator-mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien,

tromboksan, prostaglandin, dan Eosinophil Chemotactic Factor of

Anaphylaxis (ECF-A). Mediator-mediator inflamasi ini akan memacu infiltrasi

1

2

sel-sel radang seperti eosinofil, limfosit, makrofag, neutrofil, dan basofil ke

dalam jaringan bronkus (Abbas dan Litchman, 2003). Infiltrasi sel-sel radang

tersebut akan menyebabkan peradangan pada bronkus.

Patikan kebo merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh disekitar kita

tetapi pemanfaatannya masih sangat kurang. Herba patikan kebo mempunyai

banyak kandungan kimia yang dapat menunjukan aktivitas antihistamin,

antiinflamasi, antilipoksigenase serta menghambat enzim siklooksigenase dan

menghambat Ca2+

influx (Duke, 2009). Sehingga senyawa kimia yang

terkandung dalam ekstrak patikan kebo diharapkan mampu memperkecil

kerusakan jaringan (inflamasi) yang diakibatkan oleh pelepasan mediator lipid

(leukotrien), prostaglandin dan histamin pada peristiwa asma alergi. Dari

permasalahan tersebut maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian

mengenai pengaruh ekstrak patikan kebo terhadap derajat inflamasi bronkus

pada mencit Balb/C model asma alergi.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Adakah hubungan

pemberian ekstrak patikan kebo (Euphorbia hirta L.) terhadap derajat

inflamasi bronkus mencit Balb/C madel asma alergi?”

3

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ekstrak

patikan kebo (Euphorbia hirta L.) terhadap derajat inflamasi bronkus mencit

Balb/C model asma alergi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai hubungan pemberian ekstrak patikan kebo (Euphorbia hirta

L.) terhadap derajat inflamasi bronkus pada mencit Balb/C model asma

alergi.

2. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk

penelitian lebih lanjut dalam upaya memanfaatkan patikan kebo

(Euphorbia hirta L.) sebagai obat anti asma alergi.

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.)

a. Sinonim

Euphorbia pilufitera L, Euphorbia capita Lamk (IPTEKnet, 2009).

b. Nama Daerah

Nama umum/nama dagangnya adalah patikan kebo.

Nama daerahnya antara lain: patikan kebo, gelang susu, Nanangkaan

(Sunda), kukon-kukon (Jawa), sosonanga (Maluku), Gelang Susu

(Malaysia), gatas-gatas (Filipina), da fei yang cao (Cina)

(Plantamor, 2009).

c. Klasifikasi

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobiota (berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub-kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Familia : Euphorbiaceae

4

5

Genus :Euphorbia

Spesies :Euphorbia hirta L

(Plantamor, 2009)

d. Deskripsi

Gambar 1. Patikan Kebo

Tanaman herba yang tegak atau memanjat atau menjalar banyak

tumbuh secara liar di kebun, di ladang, di tepi sungai. Daunnya

berbentuk taji dan berbulu berwarna hijau, merah kecoklatan. Batang

berwarna merah coklat dan juga berbulu (IPTEKnet, 2009).

e. Kandungan Kimia Dan Efek Farmakologi

Tumbuhan patikan kebo memiliki berbagai macam kandungan

zat kimia yang memiliki efek farmakologis pada pengobatan asma

alergi, misalnya alpha amyrin sebagai anti inflamasi, ascorbic acid

sebagai calcium antagonis, ferulic acid sebagai anti prostaglandin

(Duke, 2009). Secara rinci kandungan dan efek farmakologis patikan

kebo seperti tabel dibawah ini.

6

Tabel 1. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Patikan Kebo

Kandungan kimia Efek farmakologi

alpha-amyrin Antiinflamasi

ascorbic acid Antialergi, antiasma, antihistamin,

antiinflamasi, antispasmodik, asthma

preventive, antagonis kalsium

beta-amyrin Antiinflamasi

beta-sitosterol Antiinflamasi, antiprostaglandin,

betulin Antiinflamasi, penghambat sintesis

prostaglandin

caffeic acid Antihistamin, antagonis kalsium,

antiinflamasi, antiprostaglandin, CoX 2

penghambat, penghambat lipoksigenase,

antispasmodik, antileukotrin

cycloartenol Antiinflamasi

ellagic acid Antihistamin

ferulic-acid Antialergi, antiinflamasi, antioksidan,

antispasmodik, penghambat sintesis

prostaglandin

flavonoid

Friedelin

Gallic acid

HCN

kaempferol

linoleic acid

oleic acid

p-coumaric acid

quercetin

Antiinflamasi, antihistamin,

menghasilkan sistem imun alamiah

(innate) dan system imun spesifik

(adaptif)

Antiinflamasi

Antialergi, antiasma, antiinflamasi,

antioksidan, bronkodilatator,

penghambat siklooksigenase

Antiasma

Antiinflamasi, penghambat 5-

lipoksigenase, antihistamin, antialergi,

antispasmmodik, penghambat

siklooksigenase

Antihistamin, antiinflamasi, antileukotrin

D4

Antiinflamasi, antileukotrin D4

Antispasmodik, penghambat

lipooksigenase, penghambat sintesis

prostaglandin, , antialergi ,

penghambat lipooksigenase

Antiasma, antihistamin, antiinflamasi,

antileukotrin, penghambat

lipooksigenase, stabilisator sel mast,

penghambat sintesis prostaglandin.

7

2. Imunologi Asma Alergi

Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas yang diinduksi

oleh pajanan antigen tertentu yang menimbulkan reaksi imunologi

yang berbahaya pada pajanan berikutnya (Dorland, 2002). Alergi

merupakan bentuk reaksi hipersensitivitas tipe I, yaitu hipersensitivitas

cepat (Sacher dan Mc Pherson, 2000). Antigen yang memacu

hipersensitivitas cepat disebut juga alergen, biasanya berasal dari

protein dan zat kimia di lingkungan (Abas dan Litchman, 2003).

Rangkaian reaksi hipersensitivitas cepat terdiri atas produksi IgE sebagai

respon terhadap antigen, ikatan antara IgE dengan reseptor Fc pada sel

mast, ikatan silang antara IgE dengan antigen yang telah dikenal ulang,

serta pelepasan mediator sel mast (Abbas dan Litchman, 2003).

Asma bronkial alergi ditandai oleh inflamasi saluran nafas

kronik, perkembangan hiper-reaktifitas saluran nafas dan obstruksi

saluran nafas yang reversible( Elias et. al., 2003). Patofisiologi asma

alergi diawali oleh aktivasi sel mast sebagai respon terhadap ikatan

IgE dengan alergen. Respon ini terdiri atas reaksi cepat dimana

didominasi respon otot polos dan vaskuler terhadap mediator serta

reaksi fase lambat yang ditandai oleh infiltrasi leukosit dan

inflamasi (Abbas dan Litchman, 2003; Kumar et al., 2005).

Degranulasi sel mast atas sensitisasi IgE merupakan komponen

sentral dalam penyakit asma alergi (Abbas dan Litchman, 2003).

Sementara itu produksi IgE bergantung pada sel CD+

4 Th2 yang

8

memproduksi IL-4 dan IL-13 serta dihambat oleh sel CD+

4 Th1 yang

memproduksi Interferon gamma (IFN ) (Janeway et al., 2005). Seperti

kita ketahui, sel CD+

4 Th2 berperan pada reaksi imun humoral dengan

memproduksi sitokin IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-10 sedangkan sel CD+

4

Th1 lebih berperan pada reaksi seluler dengan memproduksi sitokin

seperti IFN , IL-2 dan Tumor Necrose Factor (TNF) (Karnen, 2002).

Pada pasien asma alergi terjadi ketidakseimbangan antara jumlah sel

CD+

4 Th1 dengan sel CD+

4 Th2 dimana sel CD+

4 Th2 lebih banyak

terekspresi daripada sel CD+

4 Th1 (Playfair dan Chain, 2001).

Alergen dihirup oleh penderita asma yang sensitif dan

kemudian menyebar melintasi lapisan epitel mukosa saluran nafas

(Guntur, 2007). Alergen yang masuk akan diproses oleh sel dendritik

sebagai APC. Sel APC ini akan bermigrasi ke nodus limfatikus untuk

memacu diferensiasi sel CD4 naive menjadi sel CD+

4 Th2 (Anand,

2004). Sel CD+

4 Th2 selanjutnya akan menghasilkan IL-4 dan IL-13

yang menstimualsi sel B untuk mengalami isotip switching dan

memproduksi IgE yang spesifik terhadap alergen tersebut (Janeway et

al., 2005). Sel CD+

4 Th2 juga menghasilkan IL-5 yang memacu

produksi eosinofil dalam sumsum tulang dan pelepasannya ke dalam

sirkulasi. Eosinofil dipercaya berperan penting pada inflamasi paru yang

dapat memacu asma (Janeway et al., 2005; Guntur, 2004).

Selanjutnya, Ig E akan berikatan dengan reseptor FcRI pada

permukaan sel mast dan basofil (Guntur, 2007). Apabila terjadi paparan

9

ulang oleh alergen maka terjadi ikatan antara alergen dengan dua atau

lebih IgE pada sel mast yang disebut sebagai cross-linking (Abbas dan

Litchman, 2003). Cross-linking menyebabkan pemasukan Ca++

dan

meningkatkan adenylate cyclase yang merubah level cAMP (Playfair

dan Chain, 2001; Guntur, 2004). Selanjutnya akan dihasilkan sinyal

yang memacu respon sel mast meliputi pelepasan ion granula dengan

cepat serta sintesis dan sekresi mediator lipid maupun sitokin (Abbas

dan Litchman, 2003).

Sel mast yang teraktivasi akan meghasilkan dua jenis mediator,

yaitu mediator primer yang berperan pada reaksi fase cepat dan mediator

sekunder yang berperan pada reaksi fase lambat (Abbas dan Litchman,

2003). Mediator-mediator yang dihasilkan sel mast dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Mediator Primer

Mediator ini dihasilkan dari degranulasi sel mast ketika teraktivasi,

terdiri atas biogenic amine, enzim protease, proteoglikan dan ECF-A.

Efek patologis yang paling kuat diakibatkan oleh mediator jenis biogenic

amine, yaitu histamin. Berikatannya histamin pada endotel menyebabkan

kontriksi sel yang menimbulkan kebocoran plasma ke dalam jaringan.

Histamin juga mensintesis relaksan sel otot polos vaskuler, seperti

prostasiklin (PGI2) dan nitrit oksida yang menyebabkan vasodilatasi.

Selain itu histamin juga menyebabkan kontriksi otot polos bronkus

(Abbas dan Litcman, 2003). Pada sistem imun, histamin meningkatkan

10

sekresi sitokin CD+

4 Th2 seperti IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13 serta

menghambat produksi sitokin CD+

4 Th1 yaitu IL-2, IL-12, dan IFN

(Guntur, 2007).

b. Mediator Sekunder

Mediator sekunder disintesis selama aktivasi sel mast dan disekresi

beberapa jam kemudian. Termasuk mediator sekunder di antaranya :

1) Mediator lipid

Mediator lipid dihasilkan dari metabolisme asam arakidonat melalui

jalur lipooksigenase dan siklooksigenase. Mediator lipid terdiri atas

Leukotrien C4, D4, E4, dan Prostaglandin D2 (PGD2) menyebabkan

kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas vaskuler, serta

sekresi mukus. PGD2 juga merupakan kemoatraktan untuk neutrofil.

Selain itu dihasilkan Platelet Activating Factor (PAF) yang merekrut

dan mengaktivasi neutrofil, eosinofil, serta platelet ke dalam jaringan

(Kumar et al., 2005).

2) Sitokin

Sitokin yang dihasilkan oleh sel mast di antaranya IL-3, IL-4, IL-5,

IL-13, GM – CSF, dan TNF . IL-4 dan IL-13 akan mengaktivasi

respon sel CD+

4 Th2 sedangkan sitokin IL-3, IL-5, dan GM-CSF

akan memacu produksi dan aktivasi eosinofil. Sementara itu TNF

akan meningkatkan ekspresi molekul adesi endotel terhadap leukosit

seperti E - Selection dan Intracellular Adhesion Molecule - 1

11

(ICAM-1). Selanjutnya akan terjadi infiltrasi leukosit jenis eosinofil,

sel Th2, dan neutrofil ke jaringan (Janeway et al., 2005).

3) Kemokin

Termasuk kemokin ini adalah Machrophage Inflamatory Protein

(MIP-1) dan MIP-1. Kemokin berfungsi untuk merekrut monosit,

makrofag, dan neutrofil ke tempat alergi (Kumar et al., 2005).

3. Derajat Inflamasi Bronkus

Salah satu cara dalam menentukan derajat inflamasi bronkus adalah

dengan melihat adanya infiltrasi sel-sel radang (neutrofil, eosinofil, limfosit,

monosit, dan basofil) ke dalam lapisan bronkus. Sel-sel radang yang dilihat

antara lain :

a. Neutrofil

Merupakan granulosit polimorfonuklear karena bergranula dan

mempunyai inti berlobus. Neutrofil adalah leukosit terbanyak di antara

granulosit polimorfonuklear. Sitoplasma neutrofil mengandung granula

halus berwarna ungu atau merah muda yang sukar dilihat dengan

mikroskop cahaya biasa. Akibatnya, sitoplasma neutrofil tampak bening.

Inti neutrofil terdiri atas beberapa lobus yang dihubungkan oleh benang

kromatin halus, jumlah lobus yang lebih sedikit menunjukkan bahwa

neutrofil ini kurang atau belum matang. Neutrofil terdapat kira-kira 60-

70% dari populasi leukosit darah dan mudah ditemukan (Eroschenko,

2002).

12

Gambar 2.2 Neutrofil

b. Eosinofil

Eosinofil merupakan 2-4% leukosit di dalam darah. Sel ini

biasanya mudah dikenali pada apusan darah karena sitoplasmanya

dipenuhi granula eosinofilik (merah muda terang) besar. Inti eosinofil khas

bipolar namun kadang-kadang ada lobus ketiga yang kecil (Jancquira &

Carneiro, 2005).

Gambar 2.3. Eosinofil

c. Limfosit

Limfosit merupakan leukosit granuler. Limfosit tidak atau hampir

tidak memiliki granula sitoplasma, dengan inti bulat sampai berbentuk

tapal kuda. Limfosit mencakup sekitar 20–30% leukosit darah. Besarnya

bervariasi, pada limfosit kecil intinya yang terpulas gelap mengisi hampir

seluruh sitoplasma dan sitoplasma itu tampak sebagai daerah basofilik

sempit di sekitar inti. Sitoplasma agranuler, namun dapat mengandung

sedikit granula azurofilik. Pada limfosit besar, sitoplasma basofiliknya

13

lebih banyak sekitar inti, dan intinya lebih besar dan lebih pucat serta

mengandung satu atau dua nukleoli (Prince dan Wilson, 2006).

Gambar 2.4. Limfosit

d. Monosit

Monosit adalah leukosit terbesar. Intinya bervariasi, dari bulat atau

lonjong sampai berlekuk atau berbentuk tapal kuda dan terpulas lebih

pucat daripada inti limfosit. Kromatinnya lebih halus terdispersi,

sitoplasmanya banyak dan sedikit basofilik dan sering mengandung

sedikit granula azurofilik. Monosit mencakup kira-kira 3 – 8% leukosit

darah (Leeson et al., 1996).

Gambar 2.5. Monosit

e. Basofil

Granula pada basofil tidak sebanyak pada eosinofil, namun ukuran

granulanya lebih bervariasi, tidak begitu berhimpitan dan terpulas biru

tua atau coklat. Meskipun intinya tidak berlobi banyak dan terpulas

14

basofilik pucat, umumnya basofil terhalangi oleh kepadatan granula.

Basofil ini mencakup kurang dari 1% leukosit dan itulah sebabnya paling

sulit ditemukan dan dikenali (Eroschenko, 2002; Jancquira dan Carneiro,

2005).

Gambar 2.6. Basofil

4. Bronkus

Bronkus terdiri atas bronkus primer atau ekstrapulmonal yang

bercabang dan menghasilkan sederetan bronki intrapulmonal yang lebih

kecil. Bronkus ini terdiri atas beberapa lapisan, di antaranya:

a. Lamina mukosa; terdiri atas epitel bertingkat semu silindris bersilia.

b. Lamina propria; berupa lapisan tipis di bawah lamina mukosa. Terdiri

atas jaringan ikat halus dengan banyak serat elastin.

c. Lamina muskularis; berupa selapis tipis otot polos yang melapisi lamina

propria.

d. Lamina submukosa; banyak mengandung kelenjar serosa, mukosa, atau

asini mukoserosa.

e. Lamina adventitia; merupakan lapisan terluar dari bronkus, dipisahkan

dengan lamina submukosa oleh lempeng-lempeng tulang rawan. Pada

celah antar tulang rawan tersebut, jaringan ikat submukosa menyatu

dengan adventitia (Eroschenko, 2002).

15

5. Ovalbumin (OVA)

Komponen utama putih telur adalah ovalbumin, secara struktural

adalah serpin (sejenis protein) (Huntington, 2001). Ovalbumin adalah

fosfoglikoprotein monomer dengan berat molekul 43 hingga 45 kD dan

bersifat asam pada titik isoelektrik. Ovalbumin memiliki peran dalam

pengikatan IgE secara spesifik (Wikipedia, 2009).

6. Aluminium Hidroksida [Al (OH)3]

Aluminium Hidroksida merupakan aluminium dalam senyawa

hidroksida yang paling stabil dalam kondisi normal. Merupakan senyawa

amfoter yang mempunyai molaritas 78,01 mol (Wikipedia, 2009).

Aluminium Hidroksida dimasukkan sebagai adjuvan pada beberapa vaksin

karena perannya dalam menginduksi respon sel Th2. Meskipun demikian,

Al(OH)3 juga mempunyai sedikit kemampuan menstimulasi respon Th1

yang penting untuk proteksi dari berbagai patogen (Petrovsky dan Aguilar,

2004).

16

degranulasi

IL-4

IL-12

B. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Berpikir Konseptual

2.

Sel Mast

Keterangan :

Leukotriens Histamin Prostaglandin

Inflamasi saluran

nafas

Keterangan :

: memacu

: menghambat

Gambar 2.7. Skema Kerangka Berpikir

Ekstrak

patikan

kebo

IFN-γ

IL-10 Sel CD4

+

Th1

APC

Alergen

IgE

IL-4

IL-5

IL-6

IL-13

Sitokin

Proinflamasi Sel B

Sel CD4+

Th2

Aktivasi dan perekrutan

Netrofil,eosinofil,monosit

Sel B

17

2. Kerangka Berpikir Teoritis

Masuknya alergen dalam tubuh mencit (sensitisasi dengan

Ovalbumin) memicu proses fagositosis oleh makrofag. Makrofag

bertindak sebagai APC, sel penyaji antigen yang kemudian akan

dikenali oleh sel Th, proses ini menyebabkan pelepasan IL-4 dan 12

dari sel mast ( Robbins dan kumar, 1995). Interleukin-12 akan memacu

peningkatan sel CD4+ Th1, sedangkan IL-4 memacu peningkatan sel

CD4+ Th2. Ketidakseimbangan CD4

+ Th1 dan CD4

+ Th2 merupakan ciri

khas patogenesis penyakit alergi. Pada reaksi alergi keseimbangan ini

berubah, sel Th2 cenderung meningkat jumlahnya, akibat sekresi IL-4

dalam jumlah besar. Peningkatan aktivitas dari sel Th2 disertai sekresi

beberapa interleukin., yaitu IL-3, -4, -5, -6, -10, dan -13. Interleukin-3,

IL-4 dan IL-10 merangsang pertumbuhan sel mast. IL-5 menstimulasi

pertumbuhan dan diferensiasi eosinofil. IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-13

menstimulasi pertumbuhan, proliferasi, diferensiasi dan pematangan

sel B menjadi sel plasma.

Sel CD4+ Th2 memperantarai pembentukan IgE, sedang IL-4 dan

13 meningkatkan pembentukan IgE. Sel plasma menghasilkan IgE

yang memiliki kecenderungan menempel pada sel mast.

Imunoglobulin-E penting dalam mengaktivasi sel mast dan degranulasi

eosinofil. Apabila IgE yang berdekatan saling tersambung (cross-

linking atau bridging) disertai pemasukan ion kalsium dan perubahan

kadar nukleotida siklik, terjadilah degranulasi sel mast dengan

18

pelepasan beberapa mediator proinflamasi, diantaranya histamin,

prostaglandin, mediator lipid (leukotrien), TNF-α, IL-4 dan IL-5 pada

tubuh mencit balb/c mengakibatkan timbulnya reaksi alergi dan

inflamasi. Dalam proses inflamasi akan terjadi infiltrasi sel-sel

inflamasi, seperti eosinofil, sel mast, monosit dan netrofil, yang

dikontrol sel limfosit T melalui sekresi sitokin dan faktor kemotaktik.

Sel-sel inflamasi berperan dalam kaskade kompleks inflamasi yang

mengawali perubahan morfologi dan fungsional saluran nafas

(Matthaei, 1998). Histamin memicu leukotrien (B4, C4, D4, E4),

menyebabkan aktivasi dan perekrutan netrofil, monosit, eosinofil dan

juga memicu prostaglandin untuk merangsang sel endotel pembuluh

darah, sel epitel, dan sel otot polos sehingga menyebabkan

vasodilatasi, peningkatan sekresi mukus, serta bronkokonstriksi.

Reaksi alergi dan inflamasi pada saluran nafas tersebut menyebabkan

perubahan gambaran histologis saluran nafas.

Pemberian ekstrak patikan kebo pada dasarnya mencegah

degranulasi sel mast, dengan mencegah influks kalsium, sehingga tidak

terjadi reaksi alergi dan inflamasi, karena tidak adanya pelepasan

histamin dan mediator peradangan, juga dapat menghambat

lipoksigenase sehingga sel mast tidak menghasilkan leukotrien dan

proses inflamasi akan terhambat pula. Peningkatan IFN-γ yang

disekresi oleh sel CD4+ Th1, akan mampu menghambat proliferasi sel

19

CD4+ Th2, sehingga proses inflamasi yang diakibatkan oeh produk

sitokin sel CD4+ Th2 dan leukotrien akan terhambat pula.

Patikan kebo mengandung flavonoid yang dapat menekan

produksi IL-4 dan IL-13 oleh sel Th2. Karena IL-4 dan IL-13 dapat

memicu Th2, menstimulasi pertumbuhan, proliferasi dan diferensiasi

sel B, serta meregulasi perekrutan eosinofil, yang akan menimbulkan

kaskade proses inflamasi dan alergi. Maka dengan memberi ekstrak

patikan kebo aktivitas tersebut dapat ditekan.

Dengan demikian dihambatnya proses inflamasi oleh patikan

kebo, maka akan menurunkan atau bahkan menyembuhan progesifitas

penyakit asma yang merupakan suatu bentuk dari penyakit inflamasi

kronik. Hal ini tentunya bisa dilihat dari menurunnya derajat inflamasi

bronkus mencit Balb/C model asma alergi.

C. Hipotesis

Ekstrak patikan kebo menurunkan derajat inflamasi bronkus pada

mencit Balb/C model asma alergi.

20

BAB III

Metodologi Penelitian

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik, dengan post

test only control group design.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Labortorium Histologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian berupa 24 ekor mencit Balb/C jantan, dengan

berat badan ±20-30 gram, dan berumur 6-8 minggu.Mencit Balb/C

diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan Universitas

Setyabudi, Surakarta. Bahan makanan mencit digunakan pakan

mencit BR1.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dengan metode accidental

sampling.Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus Federer, yaitu:

(k-1) (n-1) ≥ 15

Keterangan:

k: jumlah kelompok

n: jumlah sampel dalam tiap kelompok

(Purawisastra, 2001)

20

21

Dalam penelitian ini subjek dibagi menjadi 4 kelompok,

sehingga berdasarkan rumus Federer didapatkan jumlah subjek masing-

masing kelompok sebagai berikut:

(k-1) (n-1) ≥ 15

(4-1) (n-1) ≥ 15

3 (n-1) ≥ 15

3n ≥ 18

n ≥ 6

Jadi minimal tiap kelompok terdiri dari 6 ekor mencit Balb/C, pada

penelitian ini menggunakan 6 ekor mencit tiap kelompok

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1.Variabel bebas : Ekstrak patikan kebo

2.Variabel terikat : gambaran histologis saluran nafas

3.Variabel perancu :

a. Dapat dikendalikan : makanan, genetik, umur, berat badan

tikus.

b. Tidak dapat dikendalikan : variasi kepekaan mencit Balb/C

terhadap suatu zat

F. Skala Variabel

1. Ekstrak Patikan Kebo : skala nominal

2. Gambaran Histologis Saluran Nafas : skala ordinal

22

G. Definisi Operasional

1. Ekstrak Patikan Kebo

Ekstrak patikan kebo diperoleh dari herbal patikan kebo

yang dikeringkan, dihaluskan, dan kemudian diekstraksi dengan

cairan penyaring etanol 70%. Ekstraksi dilakukan dengan metode

perkholasi, ekstrak dibuat di Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO2T),

Tawangmangu. Pemberian ekstrak patikan kebo dilakukan per

oral dengan dosis 10 mg/mencit / hari pada kelompok 3 dan 20

mg/mencit/hari pada kelompok 4.

2. Gambaran histologis saluran nafas

Gambaran histologis saluran nafas diperoleh pada hari ke-

28 atau pada akhir percobaan, dengan mengorbankan mencit,

diambil jaringan bronkus utama di dekat percabangan

(bifurcation) sepanjang 1,5 cm, kemudian direndam dalam

larutan formalin buffer 10% selama 10 jam, setelah itu dibuat

blok paraffin. Selanjutnya dibuat potongan serial terhadap blok

paraffin tersebut untuk dibuat slide masing-masing 2 buah.

Setelah itu dilakukan pewarnaan hematoksilin eosin untuk

melihat gambaran histologis saluran nafas. Preparat bronkus

diamati dengan perbesaran 100 kali dalam satu lapang pandang.

Sehingga dari preparat histologis saluran napas yang diperoleh

23

dari penelitian ini, dapat dikelompokkan dalam beberapa grade,

yaitu :

0 = Tidak infiltrasi sel radang

1 = Infiltrasi sel radang ke lumen bronkus

2 = Infiltrasi sel radang ke-1 lapisan dinding bronkus

3 = Infiltrasi sel radang hingga 2-4 lapisan dinding bronkus

4 = Infiltrasi sel radang hingga > 4 lapisan dinding bronkus

(Myou et al., 2003)

H. Rancangan Penelitian

Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian

Keterangan :

S = jumlah sampel

K1 = Kelompok kontrol

K2 = Kelompok asma alergi

K3 = Kelompok asma alergi + patikan kebo dosis 10 mg/mencit/hari

K4 = Kelompok asma alergi + patikan kebo dosis 20 mg/mencit/hari

I1 = Derajat inflamasi bronkus kelompok perlakuan I.

I2 = Derajat inflamasi bronkus kelompok perlakuan II

S

Bandingkan

dengan uji

krusskal-wallis

dilanjutkan dengan

mann-whitney

K1

K2

K3

K4

5

I1

I2

I3

I4

24

I3 = Derajat inflamasi bronkus kelompok perlakuan III

I4 = Derajat inflamasi bronkus kelompok perlakuan IV

I. Alat dan Bahan

1. Alat Penelitian

a. Kandang hewan ukuran 35 x 20 x15

b. Spuit injeksi 1 ml

c. Sonde 1 ml

d. Tabung ukur 10 ml dan 50 ml

e. Beaker glass 100 ml

f. Mikroskop cahaya

g. Timbangan listrik merek mettle Toledo

h. Nebulezer

2. Bahan Penelitian

a. Ekstrak patikan kebo

b. Aquabides

c. BR1

d. Ovalbumin

e. Saluran nafas hewan coba (bronkus)

f. Formalin buffer 10%

g. Blok parafin 2 buah

h. Pewarna HE

25

J. Penentuan Dosis Perlakuan

1. Dosis Ekstrak Patikan Kebo

Berdasarkan penelitian dosis patikan kebo yang

digunakan 500 mg – 1000 mg/kgBB/hari, atau 0,5 – 1

mg/grBB/hari. Sehingga dengan mengambil rata-rata berat

badan mencit 20 g maka dosis patika kebo menjadi 10 mg – 20

mg/20g/hari. Dosis peroral patikan kebo kelompok 3 yang

digunakan 0,1 ml yang telah mengandung 10 mg patikan kebo,

sehingga untuk kelompok 4 menggunakan 0,2 ml.

Pemberian ekstrak patikan kebo per oral pada mencit dengan

dosis 10 mg/mencit/hari pada kelompok 3 dan 20

mg/mencit/hari pada kelompok 4. Dosis yang akan disondekan

pada mencit kelompok 3 adalah 0,1 ml dan pada kelompok 4

adalah 0,2 ml. Jumlah ekstrak patikan kebo yang diperlukan

selama penelitian adalah :

( 10 + 20 )mg/mencit/hari x 6 mencit x 27 hari = 4860 mg

5000 mg

Volume aquabides yang digunakan sebagai pelarut ekstrak

patikan kebo adalah :

5000 mg = V (ml )

10 mg 0,1 ml

26

V (ml) = 5000 mg x 0,1 ml

10 mg

V = 50 ml

2. Dosis Ovalbumin

Pada penelitian ini, sensitisasi pada mencit dilakukan dengan

injeksi ovalbumin dengan dosis :

a. Pada hari ke- 0 dan 14

0,15 cc OVA dalam Al(OH3)/mencit dari 2,5 mg OVA

dilarutkan dalam 7,75 ml Al (OH)3

b. Pada hari ke - 21, 23, 25, dan27

ovalbumin aerosol 50 mg dalam 5ml aquabides selama 30menit.

K. Cara Kerja

1. Sebelum Perlakuan

a. Kandang mencit disiapkan. Satu kandang berisi 1 kelompok mencit.

b. Mencit diadaptasi dengan lingkungan selama 7 hari.

c. Mencit sebanyak 30 ekor dikelompokkan secara acak menjadi 5

kelompok. Masing – masing kelompok terdiri dari 6 ekor mencit

dengan rincian :

27

1) Kelompok 1 : sebagai kontrol negatip. Mencit hanya diberi diet

standar tanpa perlakuan.

2) Kelompok 2 : mencit diberi diet standar + paparan dengan

ovalbumin

3) Kelompok 3 : mencit diberi diet standar + paparan dengan

ovalbumin + pemberian ekstrak patikan kebo 10mg/mencit/hari

secara per oral.

4) Kelompok 4 : mencit diberi diet standar + paparan dengan

ovalbumin + pemberian ekstrak patikan kebo 20 mg/mencit/hari

secara per oral.

2. Hewan Coba Model Asma Alergi

a. Hari ke-0 dan 14

Mencit disensitisasi intraperitonial dengan 0,15 cc dalam Al (OH)3 /

mencit dari 2,5 mg ovalbumin yang dilarutkan pada 7,75 ml

Al (OH)3.

b. Hari ke-21, ke-23, ke-25 dan ke-27

Mencit dipapar dengan ovalbumin aerosol dari 50 mg ovalbumin

dalam 5 ml aquabides dengan alat nebulezer kecepatan 6 l / menit

selama 30 menit.

3. Setelah Perlakuan

Setelah 24 jam pada akhir pemaparan ovalbumin, semua mencit

dikorbankan menggunakan teknik cervical dislocation. Selanjutnya

diambil bronkusnya dan dibuat preparat dengan pengecatan

28

Hematoksilin Eosin (HE). Tahap berikutnya dilihat gambaran

histologisnya dengan mikroskop cahaya untuk ditentukan tingkatan

reaksi inflamasinya.

Alur penelitiannya sebagai berikut:

30 ekor mencit

Gambar 2.8. Alur Kerja Penelitian

L. Teknik Analisis Data

Data hasil penelitian berupa grade histologis saluran

pernafasan, didapatkan pada hari ke-28, data dikumpulkan secara

serempak kemudian dianalisis menggunakan uji kruskall-wallis dan

dilanjutkan dengan mann-whitney menggunakan program SPSS

Ekstrak

Euphorbia

hirta

10 mg/

/mencit/hari

Ekstrak

Euphorbia

hirta

20 mg

/mencit/hari

Terminasi hari ke-28, koleksi bronkus

Kelompok IV Kelompok III Kelompok II Kelompok I

Sensitisasi OVA

Derajat Inflamasi

Bronkus

29

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Setelah perlakuan, ditentukan infiltrasi sel-sel radang dengan teknik

pewarnaan Hematoksilin Eosin. Selanjutnya preparat bronkus diamati

menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali dalam satu

lapang pandang dan diamati infiltrasi sel-sel radang ke dalam jaringan

bronkus. Hasil pengamatan derajat inflamasi pada bronkus dari masing-

masing kelompok ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.1. Gambaran mikroskopis derajat inflamasi bronkus mencit

Balb/C grade 2. Sel radang ditunjukkan dengan panah hijau

29

30

Gambar 4.2. Gambaran mikroskopis derajat inflamasi bronkus mencit

Balb/C grade 3. Sel radang ditunjukkan dengan panah hijau

Gambar 4.3. Gambaran mikroskopis derajat inflamasi bronkus mencit

Balb/C grade 4. Sel radang ditunjukkan dengan panah hijau

Hasil penelitian dinyatakan dengan melakukan pengamatan sel-sel

radang di bronkus melalui sistem scoring Myou et al.(2003) untuk dapat

menentukan derajat infiltrasi sel-sel radang.Hasil selengkapnya disajikan pada

tabel 4.1.

31

Tabel 4.1. Derajat inflamasi bronkus Mencit Balb/C masing-masing

kelompok

Kelompok Grade 0 Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4

∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %

K1 0 0 0 0 5 83,33 1 16,67 0 0

K2 0 0 0 0 0 0 1 16,67 5 83,33

K3 0 0 0 0 2 33,33 4 66,67 0 0

K4 0 0 0 0 2 33,33 4 66,67 0 0

Sumber: Data Primer 2009

Keterangan:

K1 : kelompok kontrol

K2 : kelompok asma alergi

K3 : kelompok asma alergi + patikan kebo 10 mg/mencit/hari

K4 : kelompok asma alergi + patikan kebo 20 mg/mencit/hari

∑ : jumlah

Masing-masing kelompok memperlihatkan tingkatan inflamasi yang

berbeda-beda. Hasil selengkapnya disajikan pada gambar 4.1.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

K1 K2 K3 K4

Grade 0

Grade 1

Grade 2

Grade 3

Grade 4

Gambar 4.4. Histogram Grading Inflamasi masing-masing kelompok.

32

B. Interpretasi hasil

Dari data yang diperoleh selanjutnya diuji dengan uji statistik

menggunakan software program SPSS for Windows Release 12.0. Uji

pertama yang dilakukan adalah uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui adanya

perbedaan dalam seluruh kelompok populasi. Dari hasil perhitungan statistik

dengan uji Kruskal-Wallis diperoleh perbedaan yang bermakna di antara

keempat kelompok sampel dengan p=0,002.

Karena terdapat perbedaan yang bermakna di antara keempat

kelompok sampel, maka uji statisik dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.

Dari hasil uji Mann-Whitney (=0,05) terdapat perbedaan yang bermakna

antara kelompok 1 dengan kelompok 2, kelompok 2 dengan kelompok 3 dan

4. Sedangkan untuk kelompok 1 dengan kelompok 3 dan 4 serta kelompok 3

dengan kelompok 4 tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Data

selengkapnya disajikan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil perhitungan uji Mann-Whitney (=0,05)

antar kelompok

Kelompok z p value Kemaknaan

K1-K2 -3,028 0.002 Signifikan

K1-K3 -1,682 0.180 Tidak Signifikan

K1-K4 -1,682 0.180 Tidak Signifikan

K2-K3 -2,768 0.009 Signifikan

K2-K4 -2,768 0.009 Signifikan

K3-K4 0,000 1.000 Tidak Signifikan

33

BAB V

PEMBAHASAN

Ovalbumin sebagai alergen akan diproses oleh APC dan selanjutnya akan

memacu diferensiasi sel CD4 naive menjadi sel CD4+ Th2. Sel CD4+ Th2 ini

melalui IL-4 dan IL-5 yang dihasilkannya akan memacu sel B untuk

memproduksi Ig E yang spesifik terhadap ovalbumin. Ig E yang diproduksi akan

berikatan dengan resepor FcRI pada permukaan sel mast dan basofil.

Terjadi paparan ulang oleh alergen yang sama (OVA), maka terjadi cross-

linking yang akan memicu respon sel mast, meliputi reaksi fase cepat dan reaksi

fase lambat. Reaksi cepat ini diakibatkan oleh mediator primer (utamanya

histamin) yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah bronkus dan

kontriksi otot polos bronkus. Sementara itu reaksi fase lambat yang terjadi

beberapa jam kemudian diperantarai oleh mediator sekunder yang terdiri atas

mediator lipid (leukotrien, prostaglandin, dan PAF) serta sitokin dan kemokin

proinflamasi. Mediator-mediator proinflamasi ini akan menyebabkan infiltrasi sel-

sel radang ke jaringan bronkus. Hasil penelitian memperlihatkan pemaparan OVA

secara inhalasi mampu meningkatkan derajat inflamasi pada jaringan bronkus, hal

ini terlihat dari hasil scoring infiltrasi sel radang pada kelompok OVA

menunjukkan grade 3 sebanyak 1 sampel (16,67%) dan grade 4 sebanyak 5

sampel (83,33%) , yang berbeda secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol

negatip dengan p=0.002 (tabel 4.2). Hal ini sesuai dengan penelitian Diding HP

33

34

(2007) di mana pemaparan OVA secara intraperitoneal dan dilanjutkan secara

aerosol dapat menimbulkan reaksi alergi pada saluran nafas mencit yang

ditunjukkan dengan derajat inflamasi bronkus.

Menurut Duke (2009) patikan kebo (Euphorbia hirta L.) memiliki

kandungan kimia yang sangat berguna bagi pengobatan asma alergi seperti

ascorbic acid, caffeic acid, flavonoid dan quercetin. Dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa ekstrak patikan kebo dosis 10 mg/mencit/hari dan dosis 20

mg/mencit/hari dapat menurunkan derajat inflamasi bronkus secara bermakna

(p=0,009) dibandingkan kelompok asma alergi. Sedangkan antara kelompok

patikan kebo dosis 10 mg/mencit/hari dengan kelompok patikan kebo dosis 20

mg/mencit/hari tidak menunjukan perbedaan yang bermakna (p=1,000) dalam

menurunkan derajat inflamasi bronkus. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak

patikan kebo dosis 10 mg/mencit/hari memiliki kemampuan yang tidak jauh

berbeda dengan ekstrak patikan kebo dosis 20 mg/mencit/hari dalam menurunkan

derajat inflamasi bronkus. Penurunan derajat inflamasi dimungkinkan karena

adanya kandungan – kandungan kimia yang dimiliki oleh patikan kebo misalnya

ascorbic acid dan caffeic acid yang memiliki efek antagonis kalsium. Efek

antagonis kalsium ini akan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel mast

sehingga proses degranulasi sel mast akan terhambat. Dengan dihambatnya

degranulasi sel mast maka pelepasan mediator – mediator inflamasi seperti

prostaglandin, leukotrien dan histamin akan dihambat pula. Selanjutnya dengan

dihambatnya pelepasan mediator – mediator inflamasi tersebut akan menurunkan

derajat inflamasi bronkus. Pemberian ekstrak patikan kebo yang mengandung

35

kaempferol dan quercetin dengan aktivitas antihistamin akan menurunkan

produksi histamin. Menurunnya produksi histamin akan menurunkan pula sekresi

sejumlah sitokin-sitokin yang berperan penting dalam memediatori terjadinya

reaksi alergi-inflamasi. Karena pelepasan histamin akan mengakibatkan respon

imun alergi-inflamasi, termasuk meningkatkan produksi sitokin-sitokin IL-4, IL-5,

IL-10 dan IL-13 (Janeway et al., 2005). Menurut Kimata et al. (2000) dan

Theoharides et al. (2001) quercetin juga dapat menghambat leukotrin, PGD2, dan

GMCSF yang dilepaskan oleh sel mast. Sehingga dengan demikian ekstrak

patikan kebo akan dapat menurunkan derajat inflamasi bronkus pada asma alergi.

36

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pemberian ekstrak patikan kebo dosis 10 mg/mencit/hari dan dosis 20

mg/mencit/hari dapat menurunkan secara bermakna derajat inflamasi

bronkus pada mencit Balb/C model asma alergi.

2. Perbedaan dosis tidak menyebabkan perbedaan penurunan derajat inflamasi

bronkus

B. Saran

Untuk penelitian lebih lanjut dapat dilakukan penentuan derajat

inflamasi dengan hanya melihat sel eosinofilnya saja karena eosinofil

merupakan petanda khas alergi

36

37

Daftar Pustaka

Abbas, A. K. and Lichtman, A. H., 2003. Cellular and Molecular Immunology.

Elsevier Science, USA, pp : 264, 443 - 8.

Anand, M.K. 2004. Hipersensitivity reactions, Immediate. e Medicine Specialitie

http://www.emedicine.com/emedicinespecialities/allergy/pathogenesis.htm

( 28 Februari 2009 )

Blease K., Lukacs N.W., Hogaboam C.M., and Kunkel S.L. 2000. Chemokines

and their role in airway hyper-reactivity. Respir Res.; 1(1): 54–61.

Diding HP; Sasono; Sri Hartati. 2007. Aerosolized Ovalbumin Exposure Facilities

Change in the Airway Histologic Pattern in Mouse. Dipresentasikan pada

Simposium Nasional Reuni Akbar Fakultas Kedokteran: 18 Maret 2007,

Surakarta

Dorland, W.A. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran ECG

Duke J.A. 2009. List of Chemicals of Phyllanthus acidus (L.) Skeels. In:

Phytochemicaland Ethnobotanic Database.http://www.natrindex.com/duke

plant-G.html

Elias J.A., Lee C.G., Zheng T., Ma B., Homer R.J., and Zhu Z. 2003. New

insights into the pathogenesis of asthma. J Clin Invest. 111(3): 291–297.

Eroschenko, V P. 2002. Atlas Histologi di Fiore. Editor Bahasa Indonesia : Dewi

A, Tiara M.N.S. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG

Guntur. 2004. One Airway One Disease. Perspektif Masa Depan Imunologi –

Infeksi Edisi I. Editor: Reviono. Surakarta : Sebelas Maret University Press.

hal : 128 – 33

Guntur. 2007. Dapatkah Alergi Dicegah? Dipresentasikan dalam One Day

Simposium : The Lateset Perspective of Allergy. Solo, 16 Desember 2007

Heru, S.S. 2006. Asma Bronkial dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I

Edisi IV. Editor : Aru W Sudoyo, dkk. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. hal : 245

Huntington J.A., Stein, P.E .2001. Structure and properties of ovalbumin. Journal

of Chromatography B 756(1-2): 189-198.

IPTEKnet, 2009. Patikan Kerbau (Euphorbia hirta, Linn.) dalam Tanaman Obat

Indonesia.http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=19

37

38

Jancquiera, L.C., Carneiro, J. 2005. Basic Histology Text and Atlas. New York:

McGraw-Hill Companies. pp: 223-36

Janeway, C.A., Jr., Paul T., Mark W., and Mark J.S. 2005. Immunobiology the

Immune System in health and Disease 6th

Edition. New York : Garland

Science Publishing. pp : 517 – 43

Baratawijaya, K.G. 2002. Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbitan Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. hal : 96,125

Kimata, M., Shichijo, M., Miura, T., Serizawa, I., et al. 2000. Effects of luteolin,

quercetin and baicalein on immunoglobulin E-mediated mediator release

from human cultured mast cells. Clin. Exp. Allergy 30: 501 – 508

Kumar, V, Abbas, A.K, Fausto, N. 2005. Disease of Immunity in : Robbins and

Cotran Pathologic Basic of Disease. Philadhelphia : Elsevier Inc. pp : 193 –

209

Leeson, R., Leeson, T.S, Paparo, A.A. 1996. Darah dalam : Buku Ajar Histologi.

Editor : Jan Tambayong, Sugito W. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

ECG

Naurekas, 2005. What is IgE and what does it have to do with asthma?.

http://www.aaaai.org/media/news-release/7003/06/061803.html

Matthaei, 1998. The Immunomodulation of Allergy Airways Disease by

Interleukin-4 and -5 : Studies using Cytokine Deficient Mice.

Myou, S, Leff A.R, Myo S, Boetticher E, Tong J, Meliton A.Y et al. 2003.

Blockade of inflamation and airway hyperresponsiveness in immune –

sensitizied mice by dominant – negative phosphoinosite – 3 – kinase –

TAT. J Exp Med. 198 : 1573

Petrovsky, N and Aguilar J.C., 2004. Vaccine adjuvants: current state and

Future trends.Immunol Cell Biol:82(5):488-96

Plantamor,2009.Patikan Kebo(Euphorbia hirta L)

http://www.plantamor.com/spcdtail?recid.(2 Maret 2009)

Playfair, S.H.L.; Chain, B.M. 2001. Immunology at Glance Seventh Edition.

Oxford: Blackwell Science Ltd. pp : 72 – 3

Prince, S.A.; Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses

Penyakit Volume I Edisi 6. Editor Bahasa Indonesia : Huriawati Hartanto,

dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG. hal : 247-55

39

Purawisastra S. 2001. Penelitian Pengaruh Isolat Gal;aktomanan Kelapa

terhadap Penurunan Kadar Kolestrol Serum Kelinci.http://

digilib.ekologi.litbang.depkes.go.id/office.php?m=bookmark&id=jkpkbppk

-gdl-grey-2001-suryana-108-galaktomanan. (12 Februari 2009)

Robbins, S. L. dan Kumar, V., 1995. Buku Ajar Patologi I. EGC, Jakarta, hal :

145.

Sacher, R. A; McPherson, R. A. 2000. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium Edisi 11. Editor Bahasa Indonesia : Huriawati Hartanto.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG. hal 218

Suhardjono, D., 1995. Percobaan Hewan Laboratorium. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta, hal:207

Theoharides, T.C., Alexandraki, M., Kempuraj, D. and Lytinas, M. 2001. Anti-

inflammatory actions of flavonoids and structural requirements for new

design. Int. J. Immunopathol. Pharmacol. 14: 119 – 127.

Wikipedia, 2009. Aluminium Hydroxide .

http://en.wikipedia.org/wiki/aluminiumhydroxide. (2 Maret 2009)

Wikipedia, 2009. Ovalbumin . http://en.wikipedia.org/wiki/ovalbumin. (2 Maret

2009)