Untaian Indah Kalimat Salaf Tentang Ikhlas
-
Upload
indo-proxy -
Category
Documents
-
view
249 -
download
7
description
Transcript of Untaian Indah Kalimat Salaf Tentang Ikhlas
-
alhujjah.com
1
Untaian Indah
Permata-Permata Salaf
Tentang Ikhlas
Disusun oleh:
Jo Saputra Abu Ziyn Halm (Semoga Allh senantiasa memaafkannya)
***
khlas, sebagaimana pernah diungkapkan oleh Imam Ahmad rahimahullaah,
adalah pokok di antara pokok-pokok agama yang asasi. Bahkan, tidaklah
segenap makhluk diperintahkan kecuali demi memanifestasikan keikhlasan
dalam setiap amalnya, baik lahir maupun batin. Allah berfirman:
Artinya: Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali mengikhlaskan ibadah
(hanya) kepada Allah dengan menjalankan agama yang lurus. [QS. Al-Bayyinah:
5]
Begitu agungnya hakikat keikhlasan, sampai-sampai lisan orang-orang mulia dari
masa ke masa tak pernah kering dari membicarakannya, pena-pena ulama pun
menjadi saksi betapa kata ikhlas, tak pernah luput dari setiap lembaran kitab yang
harum di atas mahligai sejarah.
Pada risalah yang ringkas ini, penulisdisertai harapan yang tinggi pada pertolongan
ilahihendak menyuguhkan sedikit dari ungkapan-ungkapan emas tentang ikhlas
dari samudera ilmu para pendahulu kita yang telah meraih mahkota kemuliaan.
I
-
alhujjah.com
2
Permata Ikhlas #1
Yahya bin Muadz ar-Roozi pernah mengatakan: Kejayaan dunia ditentukan oleh
langkah-langkah keberanian, dan kejayaan di akhirat ditentukan oleh hati
[Hilyatul Auliyaa, Abu Nuaim]. Pintu Raja Diraja Semesta (Allah) tidak diketuk
dengan ujung jari-jemari, melainkan dengan hati.
Permata Ikhlas #2
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziah mengatakan: Amalan hati adalah asas, dan amalan
lahiriah merupakan penyerta (bagi amalan hati) sekaligus bertindak sebagai
penyempurna. Adapun niat (yang ikhlas) ibarat ruh bagi jasad, dan amalan
lahiriah laksana jasad bagi segenap anggota badan, yang mana jika ia berpisah
dari ruh, maka matilah (jasad dan anggota badan). Oleh sebab itu, pengetahuan
akan seluk-beluk hukum perihal hati, lebih penting dibanding pengetahuan akan
hal ihwal hukum tentang amalan lahiriah. [Badaa-iul Fawaa-id: 3/224, Ibnul
Qayyim]
Permata Ikhlas #3
-
alhujjah.com
3
Al-Junaid berkata: Sesungguhnya Allah akan memurnikan kebajikan-Nya untuk
hati, sejauh mana engkau memurnikan hatimu untuk-Nya dalam berdzikir pada-
Nya. [Majmu Fatawa: 11/208, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah]
Permata Ikhlas #4
al-Junaid mengatakan: Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang berakal.
Tatkala mereka menggunakan akal, mereka lantas segera beramal, saat mereka
beramal, merekapun mengikhlaskan amal. Maka keikhlasan menyeru mereka
menuju segenap pintu-pintu kebaikan. [Tathiirul Anfaas hal. 16]
Permata Ikhlas #5
Sahl ibnu Abdillah at-Tusturi mengatakan: Niat adalah ikhlas. Sebagaimana
hukum yang nampak (zhahir) menjadi tetap dengan adanya perbuatan, demikian
pula hukum yang tidak tampak (batin) menjadi tetap dengan adanya niat.
Barangsiapa yang tidak mengenal niatnya, maka sejatinya dia tidak
mengenal agamanya. Barangsiapa menanggalkan niatnya, maka dia berada
dalam kegelisahan. Seorang hamba tidak akan pernah sampai pada hakikat ilmu
niat hingga Allah memasukkannya ke dalam timbangan ahlu shidq (orang-orang
yang jujur). [Tathiirul Anfaas hal. 19]
Permata Ikhlas #6
Allah berfirman: Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh)
menempuh jalan Kami, maka Kami akan memberikan mereka petunjuk akan jalan-
jalan Kami.
-
alhujjah.com
4
Al-Junaid menafsirkan makna Subulanaa (jalan-jalan Kami) dengan: Subulul
Ihklaash (jalan-jalan keikhlasan). [Tathiirul Anfaas hal. 16]
Permata Ikhlas #7
Ayyuub as-Sikhtiyaaniy berkata: Pengikhlasan niat bagi orang-orang yang
beramal, jauh lebih berat atas mereka ketimbang mengerjakan amal itu sendiri.
Sufyan ats-Tsauri mengatakan: Dahulu mereka (para Salaf) mempelajari seluk-
beluk niat untuk beramal sebagaimana mereka mempelajari ilmu tentang amal itu
sendiri. [Quutul Quluub: 2/310, Abu Tholib al-Makkiy]
Beliaurahimahullaahjuga mengatakan: Tidak pernah aku mengobati sesuatu
yang lebih berat daripada mengobati niatku sendiri. Sungguh ia bagiku senantiasa
berbolak-balik. [Tathiirul Anfaas hal. 19]
Permata Ikhlas #8
As-Surriy berucap pada dirinya sendiri: Aku melihatmu seorang yang berbuat riya
semenjak tiga puluh tahun, dan aku tidak menyadarinya. [Hilyatul Auliyaa,
Tathiirul Anfaas hal. 21]
Sufyan bin Uyainah berkata: Seorang laki-laki dari kalangan ulama mengatakan;
ada dua hal yang mana aku berusaha mengobatinya semenjak 30 tahun;
(pertama) menanggalkan ketamakan terhadap apa-apa yang ada di antara aku
-
alhujjah.com
5
dan manusia, (kedua) mengikhlaskan amal untuk Allah Azza wa Jalla semata.
[Hilyatul Auliyaa, Tathiirul Anfaas hal. 19]
Permata Ikhlas #9
Abu Ishaaq al-Aajuriy berkata kepada Abduun az-Zujaaj: Wahai anak, engkau
mendatangi Allah (dengan keikhlasan) dari hasratmu sebesar dzarroh saja, itu
lebih baik bagimu daripada apa-apa yang disinari oleh mentari terbit.
Beliau juga mengatakan: Perkara yang paling berat di dunia ini adalah ikhlash.
Betapa banyak aku berusaha untuk menjatuhkan riya dari hatiku, namun seolah-
olah ia tumbuh dengan warna yang lain. [Tathiirul Anfaas hal. 20]
Permata Ikhlas #10
As-Surriy as-Saqothiy berkata: Penyucian amal dari cela (karena ketidakikhlasan)
lebih berat daripada amal itu sendiri. [Tahdziibul Hilyah: 3/287, Tathiirul Anfaas
hal. 20]
Permata Ikhlas #11
Basysyar mengatakan: Yusuf bin Asbaath berkata kepadaku; Pelajarilah oleh
kalian kemurnian amal dari berbagai penyakitnya, karena aku telah
mempelajarinya selama 22 tahun. [Tathiirul Anfaas hal. 20]
-
alhujjah.com
6
Permata Ikhlas #12
Imam Ibnul Qayyim mengatakan: Niat adalah puncak dari suatu urusan dan
tiangnya. Dia adalah pondasinya dan akarnya yang di atasnya dibangun segala
sesuatu. Dialah ruhnya amal, nahkoda sekaligus penentu arah bagi amal. Amal
mengikuti perintah niat, dan terbangun di atas niat. Amal akan shahih, jika niat
yang melandasinya shahih. Sebagaimana amal pun akan rusak, jika niat yang
melatarbelakanginya rusak. Dengan niat, taufik (tuntunan Allh untuk melakukan
suatu amal) bisa diraih. Tanpa niat, justru al-khudzln yang akan didapat (di
mana seorang hamba terombang-ambing tanpa arah, dan dibiarkan bergantung
pada dirinya sendiri tanpa taufik dari Allh). Berdasarkan niat pulalah, derajat
para hamba menjadi berbeda dan bertingkat-tingkat baik di dunia maupun di
akhirat. [Ilmul Muwaqqin: 4/199]
***
Disempurnakan di Mataram, 16.03.2013
Jo Saputra Abu Ziyn Halm