Unsur Merugikan

download Unsur Merugikan

of 11

Transcript of Unsur Merugikan

  • 7/25/2019 Unsur Merugikan

    1/11

    Unsur Merugikan Perekonomian Negara Dalam Tindak

    Pidana Korupsi Di Indonesia

    Kata Pengantar

    Praktik korupsi di Indonesia seharusnya sudah tidak dapat dipandang sebagai kejahatan biasa, tetapi harus

    dipandang sebagai kejahatan yang luar biasa. Hampir seluruh masyarakat, penegak hukum hingga undang-

    undang pun telah sepakat untuk menempatkan korupsi dalam predikat kejahatan yang luar biasa (extra

    ordinary crime). Oleh karena itu, upaya menanggulangi (represif) kejahatan yang telah mencapai predikat

    extra ordinary crime tersebut pun mestinya adalah dengan memberlakukan hukuman yang luar biasa pula

    (hukuman maksimal). Dikatakan demikian, oleh karena korupsi tidak hanya dapat menimbulkan kerugian

    terhadap keuangan negara, tetapi korupsi juga berpotensi menimbulkan kerugian terhadap perekonomian

    negara. Perlu diingat, bahwa salah satu penyebab dibubarkannya Vereenigde Oostindische Compagnie

    (VOC) pada tanggal 31 Desember 1799 (meninggalkan hutang sebesar 136,7 juta gulden) adalah karena

    maraknya praktik korupsi yang dilakukan oleh para pejabatnya. Hal serupa mungkin saja akan terjadidengan Indonesia, mengingat posisi Indonesia sebagai negara dengan peringkat ke-107 dari 194 terkorup

    didunia[1]. Disisi lain, Bursa Efekt Indonesia (Indonesia Stock Exchange) mencatat bahwa Selama 10 tahun

    terakhir Anggaran Pemerintah Belanja Negara (APBN) selalu mengalami defisit. Pada tahun 2005 defisit

    mencapai Rp 14,4 triliun jumlah ini kemudian melonjak drastis pada APBN 2015 yang defisitnya mencapai

    Rp 245 triliun. Untuk 2015, defisit APBN ditetapkan 2,2 % dari Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, bahwa

    sebenarnya beban pengeluaran lebih besar dari pendapatan.

    Untuk mengatasi hal itu, Pemerintah Indonesia kerap mengajukan utang luar negeri dengan dalih untuk

    membantu stabilitas fiskal. Hingga saat ini, Indonesia mencatat utang luar negeri sebesar USD 298,9 miliaratau setara dengan Rp 3.832 triliun (periode Feruari 2015). Kenyataannya angka tersebut meningkat

    sebesar 9,4 persen (yoy) jika dibandingkan dengan periode sebelumnya [2]. Dengan defisit yang terus

    terjadi hingga tahun 2015, dan diperparah dengan Index korupsi yang tinggi. Bahwa sebenarnya, utang luar

    negeri dapat dijadikan sebagai suplemen agar masalah defisit anggaran dapat teratasi. Yang menjadi

    persoalan adalah bila utang luar negeri tersebut pun dikorupsi oleh oknum-oknum pejabat pemerintahan.

    Maka sangat wajar Indonesia mengalami kesulitan dalam melunasi seluruh utang luar negerinya yang telah

    ada sejak era pemerintahan Presiden Soeharto. Lebih dikhawatirkan lagi bila akhirnya Indonesia gagal

    membayar utang luar negeri seperti yang tengah dialami oleh Yunani. Hal ini yang dimaksud dengan korupsi

    yang berpotensi merugikan perekonomian negara.

    Disamping itu, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang

    Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi menyebutkan bahwa Korupsi sangat merugikan keuangan negara

    atau perekonomian negara. Tetapi tidak diketahui pasti sejauh mana batasan tindak pidana korupsi yang

    merugikan perekonomian negara itu sendiri.

    Defenisi Operasional

    1. Perluasan Batasan

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi perluasan mengandung makna suatu proses perbuatan

    untuk membuat sesuatu menjadi lebih luas dari sebelumnya. Sedangkan Batasan diartikan sebagai

    pernyataan yang membatasi suatu persoalan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa yang dimaksud

    https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftn2https://id.wikipedia.org/wiki/Guldenhttps://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftn2https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftn1https://id.wikipedia.org/wiki/Gulden
  • 7/25/2019 Unsur Merugikan

    2/11

    dengan perluasan batasan mengandung makna suatu proses untuk meluaskan pembatasan suatu

    persoalan sehigga menjadi lebih luas dari sebelumnya.

    1. Tindak Pidana Korupsi

    Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa

    Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31

    Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Disamping itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31

    Tahun 1999 tidak memberikan definisi khusus mengenai apa yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi.

    Tetapi bila merujuk ada ketentuan Pasal 1 ayat (1a) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1971 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa yang dimaksud sebagai tindak pidana korupsi

    adalah Barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang

    lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atauperekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan

    keuangan negara atau perekonomian negara.

    Selain itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan korupsi

    adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan, dsb) untuk keuntungan oribadi

    atau orang lain. Demikian pula dijelaskan dalam Lexicon Webster Dictionary menyebutkan bahwa

    corupted, putrid, infected or debated, dishonest or venal, influece by bribery, vitiated by errors or alternation

    as a text or a worb.

    Baik dalam definis korupsi yang termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia maupun dalam Lexicon

    Webster Dictionarymemang belumlah secara jelas menyebutkan definisi korupsi sebagaimana disebutkan

    dalam Pasal 1 ayat (1a) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1971, akan tetapi kedua definisi tersebut

    menyebutkan bahwa setiap korupsi mengandung unsur penyelewengan atau ketidakjujuran (dishonest).

    3. Berpotensi Merugikan Perekonomian Negara

    Defenisi Berpotensi Merugikan

    Secara etimologi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinikan bahwa berpotensi adalah

    kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan, kekuatan, kesanggupan, daya.

    Sedangkan kata merugikan adalah mendatangkan rugi menyebabkan rugi atau mendatangkan sesuatu yg

    kurang baik (seperti : kerusakan, kesusahan) kepada dengan demikian maka dapat dipahami bahwa

    definisi berpotensi merugikan adalah suatu perbuatan yang memungkinkan menjadi penyebab terjadinya

    kerugian.

    Perekonomian Negara

    Didalam Penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

    Pidana Korupsi menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Perekonomian Negara adalah kehidupan

    perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha

    masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di

  • 7/25/2019 Unsur Merugikan

    3/11

    daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan

    manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.

    Beberapa ahli memberikan defenisi mengenai defenisi Perekonomian, diantaranya sebagai berikut :

    . Menurut Chester A Bernard : Perekonomian merupakan suatu sistem yang pada dasarnya adalah

    organisasi besar. Pada sistem tersebut terjadi ikatan antara subjek dengan subjek, atau subjek dengan

    objek. Defenisi ini juga dapat disimpulkan bahwa menjadi suatu sistem yang dikelolah secara terpadu danberbaur. Namun masing-masing bagian didalamnya tetap memiliki karakteristik dan cirri-ciri tersendiri,

    sehingga bagian-bagian yang tergabung mudah dibedakan.

    Menurut Dumairy : Perekonomian merupakan suatu bentuk sistem yang berfungsi untuk mengatur serta

    menjalin kerjasama dalam bidang ekonomi, dilakukan melalui hubungan manusia dan kelembagaan.

    Dumairy manambahkan pendapatnya lagi bahwa perekonomian merupakan yang terjadi pada suatu

    tatanan kehidupan, tidak harus berdiri tunggal, melainkan harus berdasarkan falsafah, ideologi, serta tradisi

    masyarakat yang berkembang secara turun temurun disuatu tempat.

    Menurut L. James Havery : perekonomian sebagai suatu sistem yang berguna untuk membuat rangkaian

    komponen antara satu dengan yang lainnya dalam prosedur logis dan rasional, guna mencapai tujuan

    tertentu yang telah disepakati bersama. Ia juga menambahkan bahwa kesatuan adalah hal yang mutlak

    terjadi dalam sistem perekonomian.

    Menurut Jhon Mc. Manama : Perekonomian adalah sebuah konsep yang menggabungkan seluruh fungsi-

    fungsi kedalam satu kesatuan organik dengan tujuan mencapai hasil yang efektif dan efisien dari kegiatan

    yang dilakukan.

    Menurut Edgar F. Huse dan James L. Bowdict.: Perekonomian merupakan suatu sistem atau rangkaian

    yang saling terkait dan bergantung satu sama lainnya. Sehingga timbul hubungan timbal balik dan pengaruh

    dari hubungan tersebut. Dalam arti kata satu bagian mempengaruhi bagian yang lain secara keseluruhan.

    [3]

    Secara sederhana, Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan definisi perekonomian sebagai suatu

    aturan atau cara berekonomi.

    Dengan demikian, dapat difahami bahwa makna merugikan perekonomian negara adalah suatu perbuatan

    yang memungkinkan menjadi penyebab terjadinya kerugian langsung maupun tidak langsung dalam usaha

    bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada

    kebijakan Pemerintah yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada

    seluruh kehidupan rakyat.

    Selain itu, dalam pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor

    31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa Tindak Pidana Korupsi

    dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut

    efisiensi tinggi. Lbih lanjut, dengan terhambatnya pembangunan nasional, dapat menyebabkan lambatnya

    pertumbuhan perekonomian Negara. Sebagai contoh, terhambatnya pembangunan akses jalan menuju

    suatu daerah menyebabkan rendahnya pertumbuhan ekonomi didarah tersebut.

    Bila diperhatikan kembali dampak perbuatan korupsi yang menyebabkan kerugian terhadap perekonomian

    https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftn3
  • 7/25/2019 Unsur Merugikan

    4/11

    Negara dapat ditemukan dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang

    perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

    yang menyebutkan bahwa Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa

    bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan

    bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan

    pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat. Karena itulah, dipertimbangkan

    bahwa korupsi sudah menjadi sebuah kejahatan yang berdampak luar biasa. Bahkan penjelasan tersebut

    juga dapat ditemukan pada bab penjelasan umum Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Komisi

    Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Masalah Penerapan Unsur merugikan Keuangan Negara Atau Perekonomian Negara

    Dalam undang-undang, baik Undang-undang Nomor 3 tahun 1971 hingga Undang-Undang Nomor 20 tahun

    2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

    Pidana Korupsi sama sekali tidak membedakan perbuatan korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan

    negara dengan kerugian terhadap perekonomian negara. Akan tetapi justru hanya disebutkan bahwa akibat

    dari tindak pidana korupsi .yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara

    (eks: Pasal 2). Bahwa jika demikian, sulit dipahami maksud pembuat undang-undang yang sebenarnya

    apakah ingin membedakan antara perbuatan merugikan keuangan negara dengan merugikan

    perekonomian negara.

    Sementara itu, Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

    menyebutkan bahwa Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang,

    yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun

    lalai.Lebih lanjut, dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

    menyebutkan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilaidengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barangyang dapat dijadikan

    milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

    Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikemukakan unsur-unsur dari kerugian negara yaitu:

    1. Kerugian negara merupakan berkurangnya keuangan negara berupa uang berharga, barang milik

    negara dari jumlahnya dan/ atau nilai yang seharusnya.

    2. Kekurangan dalam keuangan negara tersebut harus nyata dan pasti jumlahnya atau dengan perkataan

    lain kerugian tersebut benar-benar telah terjadi dengan jumlah kerugian yang secara pasti dapat

    ditentukan besarnya, dengan demikian kerugian negara tersebut hanya merupakan indikasi atau berupa

    potensi terjadinya kerugian.

    3. Kerugian tersebut akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai, unsur melawan hukum

    harus dapat dibuktikan secara cermat dan tepat.

    Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 sebagaimana di kemukakan

    di atas, dapat dilihat bahwa konsep yang dianut adalah konsep kerugian negara dalam arti delik materiil.

    Suatu perbuatan dapat dikatakan merugikan keuangan negara dengan syarat harus adanya kerugian

    negara yang benar-benar nyata. Hal ini berbeda dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun

    1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang menjelaskan bahwa kerugian negara dalam konsep delik formil

    dikatakan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

    Sementara itu, Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

  • 7/25/2019 Unsur Merugikan

    5/11

    Keuangan (BPK) menjelaskan kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan

    barang, yang nyata dan pasti jumlahnya, sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja

    maupun lalai. Selain menurut UU BPK, BPKP menilai bahwa dalam kerugian keuangan/kekayaan negara,

    suatu kerugian negara tidak hanya yang bersifat riil (actual loss), tetapi juga yang bersifat potensial

    (potential loss).Artinya, potential loss bermaksud menjelaskan bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai

    tindak pidana korupsi tidak hanya kerugian riil (actual loss) tetapi juga, perbuatan yang dapat menimbulkan

    potensi kerugian bagi Negara karena akibat perbuatan tesebut, negara gagal memperoleh pendapatan

    negara yang semestinya akan diterima.

    Pasal 2 dan 3 UU Tipikor memuat kata-kata yang berbunyi, yang dapat merugikan keuangan negara

    atau perekonornian negara, sebagai salah satu unsur dapat tidaknya pelaku korupsi dikenakan pidana.

    Pada praktiknya, terdapat perdebatan akan pemahaman dan penerapan kata dapatmerugikan. Kata

    dapat merugikan bertentangan dengan konsep actual loss di mana kerugian negara harus benar-benar

    sudah terjadi. Sedangkan konseppotentialloss memungkinkan bahwa dengan adanya perbuatan (melawan

    hukum) memperkaya diri sendiri walaupun belum terdapat kerugian negara secara pasti, unsur kerugian

    negara sudah dapat diterapkan.

    Adanya pemahaman yang berbeda soal unsur kerugian keuangan negara dapat dilihat pada perkara

    korupsi yang melibatkan Direksi PT. Bank Mandiri, ECW Neloedkk. Pada bagian pertimbangan putusan,

    majelis hakim PN Jakarta Selatan yang membebaskan tiga mantan direksi Bank Mandiri menyatakan bahwa

    unsur dapat merugikan keuangan negara tidak terbukti. Kredit yang disalurkan Bank Mandiri kepada PT

    Cipta Graha Nusantara (CGN) belum dapat dikatakan merugikan negara karena perjanjian kredit masih

    berlangsung hingga September 2007 dan CGN selalu membayar cicilan hutang. Karenanya, majelis

    berpendapat secara substansi Bank Mandiri tidak mengalami kerugian sehingga negara juga tidak

    dirugikan. Pendapat majelis ini mengacu pada definisi kerugian negara dalam Pasal 1 butir 22 UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang mensyaratkan adanya kerugian negara yang benar-benar

    nyata.

    Dalam presentasi mengenai (Memahami) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No.

    31 / 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 / 2001) yang disampaikan oleh

    Tumpak H. Panggabean pada 2005, menyatakan bahwa kerugian negara tidak dipersyaratkan sudah

    timbul karena pada hakekatnya kerugian tersebut adalah akibat dari perbuatan memperkaya secara

    melawan hukum tersebut, cukup menurut akal orang pada umumnya bahwa dari suatu perbuatan dapat

    menimbulkan kerugian negara tanpa menyebut jumlah kerugian negara tersebut.Hal ini menurut diamenjadi rancu apabila dihubungkan dengan unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu

    korporasi karena darimana diperoleh pertambahan kekayaan tersebut kalau belum terjadi kerugian

    negara?16 Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006, disebutkan bahwa kalimat dapat

    merugikan keuangan negara atau perekonomian negara berarti ada kerugian nyata (actual loss),maupun

    hanya yang bersifat potensial atau berupa kemungkinan kerugian (potential loss) pemahaman bahwa kata

    dapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor menyebabkan perbuatan yang akan dituntut di depan

    pengadilan, bukan saja karena perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian

    negara secara nyata, akan tetapi hanya dapat menimbulkan kerugian saja pun sebagai kemungkinan atau

    potential loss, jika unsur perbuatan tindak pidana korupsi dipenuhi, sudah dapat diajukan ke depan

    pengadilan[4].

    Berdasarkan argumentasi tersebut, dapat difahami bahwa yang dimaksud dalam undang-undang Nomor 31

    https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftn4
  • 7/25/2019 Unsur Merugikan

    6/11

    tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001

    tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adanya kata dapat menunjukkan bahwa kerugian yang

    dimaksud sebagai akibat dari tindak pidana korupsi adalah kerugian keuangan negara, bukan kerugian

    perekonomian negara.

    Hal itu bila dikaitkan kembali dengan definisi kerugian keuangan yang termuat dalam Pasal 1 ayat (22)

    Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara bahwa Kerugian Negara/Daerah

    adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat

    perbuatan melawan huku m baik sengaja maupun lalai.Serta Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 17

    tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyebutkan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan

    kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun

    berupa barangyang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

    tersebut.Artinya kerugian yang dimaksud adalah bersifat actual coss, bukanpotential coss.

    Disamping itu, justru kontradiktif dengan definisi perekonomian negara sebagaimana dimaksud dalam

    penjelas umum atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

    yang menyebutkan bahwa Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai

    usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang

    didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan

    kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.

    Lebih spesifik lagi definisi perekonomian Menurut Dumairy yang mengatakan bahwa Perekonomian

    merupakan suatu bentuk sistem yang berfungsi untuk mengatur serta menjalin kerjasama dalam bidang

    ekonomi, dilakukan melalui hubungan manusia dan kelembagaan. Maka kata sistem menjadi kata kunci

    dari definis perekonomian negara, yang pada akhirnya tindak pidana korupsi tersebut akan menimbulkan

    potensi kerugian perekonomian negara (potential loss). Bila demikian, dapat disimpulkan bahwa

    sesungguhnya tidak dapat disamakan antara penerapan unsur merugikan keuangan negara dengan unsur

    merugikan perekonomian negara.

    Tetapi Mahkamah Konstitusi dalam hal ini berpendapat lain. Bahwa frasa dapat yang terdapat dalam Pasal

    2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tersebut sudah pernah di yudicial review oleh Mahkamah

    Konstitusi terhadap Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945. Akan tetapi, Mahkamah Konstitusi berpendat, bahwa

    rumusan Pasal 2 ayat (1) tersebut yang memuat frasa dapat tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat

    (1) UUD 1945. Berikut adalah kutipan pertimbangan Mahkamah konstitusi dalam putusannya :

    Menimbang bahwa dengan asas kepastian hukum (rechtszekerheid) dalam melindungi seseorang,

    hubungan kata dapat dengan merugikan keuangan negara tergambarkan dalam dua hubungan

    yang ekstrim: (1) nyata-nyata merugikan negara atau (2) kemungkinan dapat menimbulkan

    kerugian.Hal yang terakhir ini lebih dekat dengan maksud mengkualifikasikan delik korupsi menjadi delik

    formil. Diantara dua hubungan tersebut sebenarnya masih ada hubungan yang belum nyata terjadi, tetapi

    dengan mempertimbangkan keadaan khusus dan kongkret disekitar peristiwa yang terjadi, secara logis

    dapat disimpulkan bahwa suatu akibat yaitu kerugian negara yang terjadi. Untuk mempertimbangkan

    keadaan khusus dan konkret sekitar peristiwa yag terjadi, yang secara logis dapat disimpulkan kerugian

    negara terjadi atau tidak terjadi, haruslah dilakukan oleh ahli dalam keuangan negara, perekonomian

    negara, serta ahli dalam analisis hubungan perbuatan seseorang dengan kerugian. Menimbang bahwa

  • 7/25/2019 Unsur Merugikan

    7/11

    dengan adanya penjelasan yang menyatakan bahwa kata dapat sebelum frasa merugikan keuangan

    negara atau perekonomian negara, kemudian mengkualifikasikanya sebagai delik formil, sehingga adanya

    kerugian negara atau perekonomian negara tidak merupakan akibat yang harus terjadi, Mahkamah

    berpendapat bahwa hal demikian ditafsirkan bahwa unsur kerugian negara harus dibuktikan dan harus

    dapat dihitung, meskipun sebagai perkiraan atau meskipun belum terjadi. Kesimpulan demikian harus

    ditentukan oleh seorang ahli dibidangnya. Faktor kerugian, baik secara nyata atau berupa kemungkinan,

    dilihat sebagai hal yang memberatkan atau meringankan dalam penjatuhan pidana, sebagaimana diuraikan

    dalam Penjelasan Pasal 4, bahwa pengembalian kerugian negara hanya dapat dipandang sebagai faktor

    yang meringankan. Oleh karena persoalan kata dapat dalam Pasal 2 ayat (1) UU PTPK, lebih merupakan

    persoalan pelaksanaan dalam praktik oleh aparat penegak hukum, dan bukan menyangkut

    konstitusionalitas norma Menimbang dengan demikian Mahkamah berpendapat bahwa frasa dapat

    merugikan keuangan negara atau perekonomian negera, tidaklah 15 bertentangan dengan hak atas

    kepastian hukum yang adil sebagimana dimaksudkan oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sepanjang

    ditafsirkan sesuai dengan tafsiran Mahkamah di atas (conditionally constitutional)Menimbang bahwa oleh

    karena kata dapat sebagaimana uraian pertimbangan yang dikemukakan di atas, tidak dianggap

    bertentangan dengan UUD 1945, dan justru diperlukan dalam rangka penanggulangan tindak pidanakorupsi, maka permohonan Pemohon tentang hak itu tidak beralasan dan tidak dapat dikabulkan.

    Kesimpulannya adalah bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 tersebut,

    menyebutkan kalimat dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara berarti ada kerugian

    nyata (actual loss), maupun hanya yang bersifat potensial atau berupa kemungkinan kerugian (potential

    loss) pemahaman bahwa kata dapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor menyebabkan

    perbuatan yang akan dituntut di depan pengadilan, bukan saja karena perbuatan tersebut merugikan

    keuangan negara atau perekonomian negara secara nyata, akan tetapi hanya dapat menimbulkan

    kerugian saja pun sebagai kemungkinan ataupotential loss, jika unsur perbuatan tindak pidana korupsi

    dipenuhi, sudah dapat diajukan ke depan pengadilan.

    Tetapi, Erman Rajaguguk yang juga diajukan sebagai ahli dalam yudicial review tersebut tidak sependapat

    dengan penafsiran mahkamah konstitusi. Hal itu dapat ditemukan dalam risalah persidangan Perkara

    Nomor 003/PUU-IV/2006 yang mengatakan bahwa :

    . Pasal 2 ayat (1), Penjelasan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Penjelasan Pasal 3 undang-undang a quo,

    kata-kata dapat merugikan keuangan negara, bertentangan tidak saja dengan Pasal 28D ayat (1) UUD

    1945 tentang hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan

    yang sama di hadapan hukum tetapi juga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Negara

    Indonesia adalah negara hukum

    . Kata dapat baru asumsi, dapat merugikan keuangan negara, belum tentu terjadi. Perbuatan yang bisa

    dihukum adalah perbuatan yang pasti sudah terjadi

    . Definisi kerugian negara yang menciptakan kepastian hukum, adalah sebagaimana yang tercantum

    dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 1

    ayat (22), Kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan

    pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai

    Selanjutnya, Tumpak H. Panggabean berpendapat sama dengan Erman Rajagukguk, dalam presentasi

    mengenai (Memahami) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 tahun 1999

  • 7/25/2019 Unsur Merugikan

    8/11

    sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001) menyatakan bahwa kerugian

    negara tidak dipersyaratkan sudah timbul karena pada hakekatnya kerugian tersebut adalah akibat dari

    perbuatan memperkaya secara melawan hukum tersebut, cukup menurut akal orang pada umumnya bahwa

    dari suatu perbuatan dapat menimbulkan kerugian negara tanpa menyebut jumlah kerugian negara

    tersebut. Hal ini menurut dia menjadi rancu apabila dihubungkan dengan unsur memperkaya diri sendiri,

    orang lain, atau suatu korporasi karena darimana diperoleh pertambahan kekayaan tersebut kalau belum

    terjadi kerugian negara ?[5].

    Bila demikian, artinya pendapat Tumpak H. Panggabean sejalan dengan definisi kerugian negara (kerugian

    keuangan negara) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004

    tentang Perbendaharaan Negara, dan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang

    Badang Pemeriksa Keuangan yang mengisyaratkan bahwa yang dimaksud sebagai kerugian negara adalah

    kerugian yang bersifat actual loss.

    Terlepas dari adanya kerancuan (dualisme) tafsiran frasa dapat yang termuat dalam Pasal 2 dan Pasal 3

    Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi. Tetapi

    permasalahannya adalah bahwa Mahkamah Konstitusi pun sama sekali belum menyentuh bahasan

    mengenai pemisahan frasa kerugian keuangan negara dengan kerugian perekonomian negara.

    Sehingga ada kesulitan tersendiri dalam mendefinisikan maksud dari kedua frasa tersebut.

    Selanjutnya, Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 menyebutkan bahwa Dalam hal tindak

    pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaantertentu, pidana mati dapat

    dijatuhkan. Maksud dari frasa keadaan tertentuini kemudian dijelaskan pada bagian penjelasan atas

    UU No. 31 tahun 1999 yang mengatakan bahwa Yang dimaksud dengan keadaan tertentudalam

    ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana

    tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang

    berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada

    waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

    Terhadap pasal ini, yang menjadi persoalan adalah penerapan hukuman mati terhadap pelaku tindak

    pidana korupsi yang dilakukan pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. Oleh

    karena itu, sedikitnya terdapat 2 (dua) pertanyaan mendasar, yaitu :

    1. Apa yang menjadi tolak ukur untuk menyatakan bahwa negara dalam keadaan krisis ekonomi dan

    moneter, sehingga hukuman mati dalam tindak pidana korupsi dapat diterapkan ?

    2. Apakah ada kaitan antara krisis ekonomi dan moneter dengan tindak pidana korupsi ?

    Pada ahkhirnya, penjelasan Pasal 2 ayat (2) tersebut kemudian telah diubah kedalam penjelasan UU No. 20

    tahun 2001 sebagai berikut : Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini adalah

    keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila

    tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagipenanggulangan

    keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas,

    penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi. Terhadap ini

    akan memunculkan pertanyaannya yang sama, apa yang menjadi tolak ukur sehingga negara dapat

    dikatakan sedang mengalami krisis ekonomi dan moneter ?

    Berbagai Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Berpotensi Merugikan Perekonomian Negara

    https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftn5
  • 7/25/2019 Unsur Merugikan

    9/11

    Adanya ketidakjelasan perihal penerapan unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian

    negara akan berdampak pada ketidakjelasan perhitungan jumlah kerugian negara yang sesungguhnya.

    Untuk memudahkan argumentasi ini, saya akan kemukakan beberapa contoh kasus yang mempersulit

    persamaan persepsi antara dapat merugikan keuangan negara dengan merugikan perekonomian

    negara

    Pertama, dari perkara korupsi yang melibatkan Direksi PT. Bank Mandiri, ECW Neloe dkk, majelis hakim PN

    Jakarta Selatan justru berbeda menafsirkan kata dapat sebagaimana tertuang dalam yang

    membebaskan tiga mantan direksi Bank Mandiri menyatakan bahwa unsur dapat merugikan keuangan

    negara tidak terbukti. Menurut majelis hakim pada tingkat pertama bahwa Kredit yang disalurkan Bank

    Mandiri kepada PT. Cipta Graha Nusantara (CGN) dengan terdakwa ICW Neloe, I Wayan Pugeg dan M

    Sholeh Tasripan (jajaran direksi PT. Bank Mandiri) dan Edison, SE. Drs. Diman Ponijan, Saiful Anwar

    (Jajaran Direksi PT. Cipta Graha Nusantara) belum dapat dikatakan merugikan negara karena perjanjian

    kredit masih berlangsung hingga September 2007 dan CGN selalu membayar cicilan hutang[6].

    Kedua, kasus yang menyeret Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Lutfi Hasan Ishak (LHI) dalam

    perkara upaya pengajuan penambahan kuota impor daging sapi atas inisiatif dari Elda Devianne Adiningrat

    Dan Maria Elizabeth Liman (PT. Indoguna Utama) dan beberapa anak usahanya. Pada contoh ini, saya

    tidak ingin masuk pada kasus gratifikasi yang didakwakan kepada LHI, oleh karena Pasal yang diterapkan

    terhadapnya tidak relevan dengan judul paper ini. Tetapi saya akan masuk pada rencana perbuatannya

    yang saya duga berpotensi merugikan perekonomian negara.

    Lebih lanjut, pada kasus upaya penambahan kuota impor daging sapi tersebut, sebenarnya Kementerian

    Ekonomi, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian pada waktu itu telah menyepakati

    kebijakan pembatasan impor daging sapi, tujuannya adalah untuk mencanangkan swasembada daging

    dengan cara meningkatkan produksi daging dalam negeri dan mengurangi ketergantungan kepada impor

    daging. Tetapi, justru ada pihak-pihak yang ingin menganggu kebijakan ekonomi tersebut dengan

    mengajukan penambahan kuota impor daging sapi hingga 10.000 ton untuk kebutuhan tahun 2013.

    Padahal, pada waktu itu produksi dalam negeri serta kebijakan impor yang ditetapkan oleh pemerintah

    (Menteri Pertanian R.I) sudah memenuhi kebutuhan daging sapi didalam negeri, sehingga penambahan

    tersebut tidak diperlukan. Lagi pula menurut Kementrian Pertanian permohonan penambahan yang diajukan

    PT. Indoguna Utama tersebut juga Tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor :

    50/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan,

    dan/atau Olahannya Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia[7].

    Akan tetapi, upaya untuk memperoleh persetujuan penambahan impor daging sapi tersebut tidak berhenti

    begitu saja. Atas petunjuk Ahmad Fathona, Elda Devianne Adiningrat dan Maria Elizabeth Liman untuk

    mempersiapkan data (diduga rekayasa) yang dapat meyakinkan Menteri Pertanian bahwa data Badan

    Pusat Statistik (BPS) tidak benar, dan swasembada mengancam ketahapan pangan dalam negeri.

    Untungnya, skenario tersebut cepat terungkap dan digagalkan oleh KPK yang melakukan operasi tangkap

    tangan terhadap Ahmad Fathona, selanjutnya menetapkan LHI sebagai tersangka.

    Seandainya upaya Elda Devianne Adiningrat dan Maria Elizabeth tersebut berhasil mempengaruhi kebijakan

    ekonomi Menteri Pertanian RI, dan kuota impor daging sapi Indonesia ditambah hingga 10.000 ton,

    tentunya kebijakan ekonomi Indonesia juga akan terganggu dan berpotensi merugikan perekonomian

    negara (sampai disini, tercatat keuangan negara belum dirugikan). Dikatakan demikian, usaha pembatasan

    https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftn7https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftn6
  • 7/25/2019 Unsur Merugikan

    10/11

    impor adalah untuk tujuan penghematan cadangan devisa negara. Padahal, sebenarnya penambahan

    kuota impor daging sapi tidaklah diperlukan, bila dipaksakan dampaknya adalah berkurangkan cadangan

    devisa, yang pada gilirannya akan menghambat pembangunan nasional.

    Selain itu, Impor daging sapi secara berlebihan akan mempengaruhi stabilitas pasar (market), bahkan

    sering kali nilai jual daging impor lebih murah dari daging sapi dalam negeri. Bila hal itu terjadi, maka para

    pengusaha produksi daging dalam negeri Indonesia akan terancam bangkrut. Hasilnya, usaha pemerintah

    dalam untuk mencanangkan swasembada daging hanyalah diatas kertas. Dengan demikian, andai-andai

    tersebut masih termasuk dalam kategoripotential loss, bila pemberantasannya dilakukan dengan

    menggunakan tafsiran kerugian keuagan negera yang dimaksud oleh Erman Rajagukguk tersebut, tentu

    saja perbuatan para mavia impor daging sapi tidak akan pernah terjerat hukum.

    Ketiga, tahun 1997 merupakan krisis ekonomi dan moneter terparah sepanjang sejarah Republik Indonesia.

    Pada saat itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar menembus angka Rp. 17.000. Banyak analis ekonomi

    menyebutkan, bahwa krisis tersebut disebabkan oleh maraknya praktik korupsi diera kepemimpinan

    Soeharto. Bila dibandingkan saat ini (28 Agustus 2015) nilai tukar rupiah telah menebus angka Rp. 14.135

    per US$ 1 dolar[8]. Diperkirakan, bahwa mata uang rupiah akan terus mengalami pelemahan terhadap

    dollar. Mengenai hal ini, setidaknya menimbulkan 2 (dua) pertanyaan :

    1. Apakah negara saat ini dapat dikatakan sedang mengalami krisisi ekonomi dan moneter ?

    2. Apakah saat ini, ketentuan Pasal 2 ayat (2) yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999

    sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah dapat diterapkan ?

    Bila dikaitkan dengan klausa keadaan tertentu yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU No.

    20 tahun 2001, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi penyempitan makna (batasan) keadaan

    tertentu dibandingkan dengan penjelasan Pasal 2 ayat (2) yang dimaksud dalam UU No. 31 tahun 1999.

    Bahwa hukuman mati dapat diterapkan terhadap pelaku korupsi hanya apabila tindak pidana tersebut

    dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan krisis ekonomi dan moneter.

    Sedangkan, jika klausa keadaan tertentu yang ditafsirkan dalam penjelasan atas Pasal 2 ayat (2) UU No.

    31 tahun 1999 tersebut tetap digunakan, maka penerapan hukuman mati tidak dibatasi hanya bagi pelaku

    tindak pidana korupsi terhadap dana-dana yang diperuntukkan untuk penanggulangan krisis ekonomi dan

    moneter saja, melainkan hukuman mati dapat diterapkan bagi setiap tindak pidana korupsi yang terjadi

    pada saat berlangsungnya krisis ekonomi dan moneter.

    Note : Tulisan ini mohon tidak dikutif karena terdapat banyak kekeliruan.. jika berkenan mohon di koreksi

    analisisnya thanksss

    Publish By : Masri Ahmad Harahap

    Devisi Hukum SAHdaR

    [1]Informasi diperoleh dari hasil survey Transfarency Internasional(TI) tahun 2014, melalui :

    http://news.liputan6.com/read/2144872/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2014-naik-7-peringkatyang

    diakses pada tanggal 21 Agustus 2015.

    [2]Dikutip dari media online, melalui : http://www.jpnn.com/read/2015/04/20/299055/ Mau-Tahu-Utang-Luar-

    Negeri-RI-Berapa-Ribu-Triliun-Ini-Jumlahnyayang diakses pada tanggal 21 Agustus 2015.

    http://www.jpnn.com/read/2015/04/20/299055/%20Mau-Tahu-Utang-Luar-Negeri-RI-Berapa-Ribu-Triliun-Ini-Jumlahnyahttps://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftnref2http://news.liputan6.com/read/2144872/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2014-naik-7-peringkathttps://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftnref1https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftn8
  • 7/25/2019 Unsur Merugikan

    11/11

    [3] Dikutip Melalui : http://www.bimbie.com/definisi-perekonomian-indonesia.htm

    [4]Termuat dalam Policy Paper Indonesia Corruption Watch (ICW), dengan judul Penerapan unsur

    merugikan keuangan negara dalam delik tindak pidana korupsi yang diterbitkan pada tahun 2014.

    Paragraf Pertama, Halaman 28.

    [5]Policy Paper Indonesia Corruption Watch (ICW), Op. Cit. Halaman 29

    [6]Hasil Penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW), Op. Cit. Halaman 28. Lebih lanjut, pada tingkat

    kasasi para terdakwa divonis bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi dengan hukum 6 tahun

    penjara, dan denda sebesar Rp. 300.000.000,- serta pidana tambahan untuk membayar uang pengganti

    sebesar US$ 6.000.000,00.

    [7]Termuat dalam salinan putusan Nomor 14/PID/TPK/2014/PT.DKI. atas nama terpidana tindak pidana

    korupsi Lutfi Hasan Ishak (LHI), Halaman 6. Paragraf Pertama.

    [8]Informasi diperoleh dari Seputar forex, Kurs Dollar dan Valuta Asing

    http://www.seputarforex.com/data/kurs_dollar_rupiah/. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2015

    http://www.seputarforex.com/data/kurs_dollar_rupiah/https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftnref8https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftnref7https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftnref6https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftnref5https://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftnref4http://www.bimbie.com/definisi-perekonomian-indonesia.htmhttps://marsak6saudara.wordpress.com/2015/09/09/unsur-potensi-yang-merugikan-perekonomian-negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/#_ftnref3