UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna...

102
i Universitas Indonesia UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO BAGI MANUSIA DAYAK DALAM KAJIAN HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora RESTITUTA DRIYANTI 0806474470 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI FILSAFAT DEPOK JULI 2011

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

i Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

MAKNA SIMBOLIK TATO BAGI MANUSIA DAYAK DALAM KAJIAN HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora

RESTITUTA DRIYANTI 0806474470

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI FILSAFAT

DEPOK JULI 2011

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

ii Universitas Indonesia

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertandatangan di bawah ini dengan sebenarnya menyataan bahwa

tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku

di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh

Universitas Indonesia kepada saya.

Depok, 8 Juli 2011

Restituta Driyanti

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

iii Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya sendiri,

Dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang di rujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Restituta Driyanti

Npm : 0806474470

Tanda tangan :

Tanggal : 8 Juli 2011

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

iv Universitas Indonesia

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

v Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, Sang

Empunya Hidup karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan

tesis yang berjudul “Makna Simbolik Tato Bagi Manusia Dayak Dalam Kajian

Hermeneutika Paul Ricoeur” ini. Adapun penyusunan tesis ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam program studi Filsafat pada Program

Pascasarjana Departemen Filsafat Universitas Indonesia.

Dalam penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah banyak memberikan

dorongan, bantuan, serta masukan sehingga sangatlah tepat kiranya dalam

kesempatan kali ini saya selaku penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-

besarnya kepada : Dr. V. Irmayanti Meliono-Budianto sebagai pembimbing yang

dengan kesabarannya telah banyak memberikan bimbingan, arahan juga pengetahuan

sehubungan selama penyusunan dan penulisan tesis ini. Terimakasih banyak juga

kepada Dr. Albertus Harsawibawa, Dr. Akhyar Yusuf Lubis, dan Dr. Embun

Kenyowati Ekosiwi, yang telah berkenan menjadi penguji ahli pada sidang tesis saya.

Di sela-sela kesibukan mereka yang padat saya bersyukur telah mendapat kesempatan

untuk diuji dan diberi masukan oleh mereka sehubungan dengan penulisan tesis ini.

Terimakasih tidak terhingga saya sampaikan kepada keluarga tercinta. Kepada

Bapak Drs. Hardjito, Ibu Maria Nungkat B.A, dan kakak-kakakku Lisa Harmayanti

S.E, Lusi Ernita S.Pt & Mateus Suseno S.Stp, dan adikku Renny Febriyanti. Berkat

doa tiada henti, dukungan materi, dorongan semangat, dan kasih-sayang kalian saya

akhirnya bisa menyelesaikan kuliah dan meraih gelar Magister Humaniora. Untuk

kalian jugalah akhirnya tesis ini saya persembahkan.

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

vi Universitas Indonesia

Kepada Alimizar Ariyoga, S.Hum, terimakasih untuk semua bantuan yang

diberikan terutama dalam proses pembuatan tesis ini, dan terimakasih sudah menjadi

bagian dari hidupku. Waktu dan kebersamaan yang telah kita lewati sampai dengan

hari ini adalah bukti betapa pentingnya keberadaanmu bagiku. Allah always with u....!

Kepada Andrey Emmanuel Vidella Samosir, M.Hum yang sebentar lagi akan

menjadi Doktor, terimakasih untuk semua pelajaran berharga tentang hidup yang

pernah diberikan, dan mohon maaf untuk semua kesalahan yang pernah saya lakukan.

Sukses selalu untukmu, dan semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dalam hidup.

Kepada Fio P. Hasyim, M.Hum, terimakasih untuk kebersamaan kita selama

kurang lebih 8 tahunan ini. Meskipun terkadang kita lost contact, but u always be my

friend. Juga terimakasih kepada Sabrina Yolanda my partner in crime. Lama tidak

bertemu ternyata ada banyak cerita yang harus kita bagi. Miss u, Nyong…, wish u all

the best..!! Kepada Sakinah Tumufus, Raditya Christian K., dan Irwansyah,

terimakasih banyak untuk semua dukungan dan perhatian yang diberikan selama ini

terutama saat terjadi “hal-hal yang tidak beres”. Kehadiran kalian mampu membuat

saya lebih sabar dan tenang untuk berproses dalam melewati berbagai hambatan.

Terimakasih juga saya tujukan kepada seluruh tenaga pengajar di

Departement Filsafat, terutama Pak Vincent, Pak Hayon, Alm. Pak Boas, Alm. Pak

Wayan, Pak Fuad, Pak Naupal, Mas Donny, Bu Margareth, Romo Mudji, Romo

Moko, (terimakasih sudah membuat saya jatuh cinta pada hermeneutik dan Ricoeur),

dll. Juga terimakasih kepada para staf terutama Mbak Mun (makasih ya mbak sudah

mau direpotkan oleh saya), serta Mbak Dwi, Mbak Ima, dan Mbak Nur.

Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan Pascasarjana (S2) Filsafat

angkatan 08; Pak Alfredo, Pak Harris, Pak Nasri, Pak Phillo, Mas Mulya, Mas

Mansyuri, Mas Jufri, terimakasih untuk masa perkuliahan yang menyenangkan. Juga

kepada teman-teman Pascasarjana (S3) Filsafat; Mbak Ria ( makasih ya mbak udah

bikin aku berasa punya kakak di Jakarta..), Bu Rima, Bu Mieke, Pak Andrinof, Mas

Firman, Mas Satrio, Pak Surya, dan kepada teman-teman Pascasarjana dari jurusan

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

vii Universitas Indonesia

lain, Rani “dosen”( makasih buat pertemanan kita), Pak Felix ( thanks for anything

about Ricoeurnya) Mbak Wati, Stella, Hendra, Pak Otong, Mas Baim, Rani, James,

Edo,dll.

Special thanks saya ucapkan kepada Keluarga Besar Sejarah dari berbagai

angkatan. Terimakasih kepada angkatan 04’ Dien (Didit), Sulai (makasih buat

pinjaman bukunya), Ivan, Adit, Franto, Arif, Wisnu, Eli, Mulya, Fikri, senang bisa

kenal dan sempat berbincang-bincang dengan kalian. Angkatan 05; Yossi (makasih

udah bantuin bikin lingkaran), Tomo, Dipo, Ronald, Mprie, Oki, Popon, Hendaru,

Yahya, Bim-Bim, Hendra, Ria, Nadya, Syafa, makasih untuk keakraban yang telah

terjalin. Angkatan 06; Rima (makasih untuk bantuan dadakannya pada saat mau

sidang), Fira, Robi, Ari, Moti, Dina, Egi, Gembel, Yudo, Yoga, Ilo, Bo’ik, Rifky,

Dedi, Sukarno, Hasyim, Adi, Adit, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu

persatu, terimakasih banyak untuk persahabatan dan kedekatan kita selama ini.

Angkatan 07; Gadis (nice girl), Ines, Ambon, Egar, Gem-Gem, Ika, Rayi, Aska

(makasih udah nemuin hp-ku), Dodi, Wahyu, Bugil, Tiko, Tison, Limbong, dan lain-

lain. Angkatan 08; Debby & Anggit (makasih untuk curhat2an kita selama ini ya..),

Paskal, Cindy, Oli (makasih untuk stock film2nya), Gilang, Tanu, Miki, dll. Dan

terimakasih kepada angkatan 09; Nabihah (makasih untuk perkenalan kita, dan maaf

untuk segala sesuatu yang mungkin tidak berkenan) Ruri, Redi, Jiung, Koko, dll.

Tidak lupa terimakasih kepada teman-teman S1 filsafat dari berbagai angkatan

yang telah membuat saya jatuh cinta dan tergila-gila pada filsafat, mulai dari Frans,

Mikha, Asep, Rangga, Tiwi, Upi, Hani, Erik, Iriyanto, Bimo, Cing, Claudia, dll yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Begitu juga kepada teman-teman sepermainan

di Kansas, terimakasih sudah mau berbagi cerita dan mengisi hari-hari bersama mulai

dari anak-anak FIB angkatan atas Berto, Pino, Akang, Billi, Udjo, James, Fajar,

terutama teman-teman sastra Belanda angkatan 07 Winda, Elsa, Laras, Gita, Wangi,

Ajeng, Gema, Wanted, Alvin, Gareng, Bakti (makasih buat pinjaman username-nya),

angkatan 09 Titi dan Odi, juga kepada teman-teman jurusan lain, Dede, Amar, Edot

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

viii Universitas Indonesia

(JIP), Andrey dan Yogi-Yogo (Arkeo), Reti, Dewi, Quita, Eno, Komeng, Tatang,

terimakasih sudah meramaikan Kansas dan menjadikannya begitu hommy buatku.

Last but not least, terimakasih kepada semua karyawan FIB, para satpam,

petugas fotokopi, terutama mas di gedung 3, terlebih untuk pemilik kantin, Babe, mas

Agus dan Empu, Kopral, Mas Kumis dan Marcopolonya, Pak Irin dan Mas Ari, Pak

De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada “penghuni

Kansas” yang lain terutama Menyong, Minying, dan Mya. Tetap semangat dan terus

bertahan di Kansas ya…, kehadiran kalian adalah obat stress paling ampuh bagiku.

Saya menyadari bahwa secara keseluruhan penulisan tesis ini masih jauh dari

sempurna, oleh karenanya kritik dan saran dari berbagai pihak sangat saya harapkan

agar dapat lebih baik dalam penulisan-penulisan selanjutnya. Akhir kata semoga tesis

ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi kita semua.

Wassalam

Depok, Juli 2011

Restituta Driyanti

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

ix Universitas Indonesia

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI

__________________________________________________________________

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Restituta Driyanti

NPM : 0806474470

Program Studi : Filsafat

Departemen : Filsafat

Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya

Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah yang berjudul :

Makna Simbolik Tato Bagi Manusia Dayak Dalam Kajian Hermeneutika Paul Ricoeur

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 8 Juli 2011

Yang menyatakan

Restituta Driyanti

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

x Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Restituta Driyanti

Program Studi : Filsafat

Judul Tesis : Makna Simbolik Tato Bagi Manusia Dayak Dalam Kajian Hermeneutika Paul Ricoeur

Pentingnya pengaruh tato bagi manusia Dayak menunjukan bahwa tato sudah

menjadi sesuatu yang bersifat religius dan magis, karena gambar yang digunakan

berupa simbol-simbol yang terkait dengan alam dan kepercayaan masyarakat. Tato

bagi manusia Dayak merupakan simbol dalam berinteraksi sosial antar komunitas.

Oleh karena itu pemaknaan tato sebagai sebuah teks yang sarat akan makna simbolik

diuraikan menggunakan metode hermeneutika Paul Ricoeur untuk mengungkap

pengertian-pengertian mengenai apa yang ada di balik tato tersebut baik tersurat

maupun tersirat.

Kata Kunci : Makna Simbolik, Tato, Tato Dayak, Manusia Dayak, Hermeneutika, Paul Ricoeur

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

xi Universitas Indonesia

ABSRACT 

Name : Restituta Driyanti

Study Program : Philosophy

Thesis Title : The Symbolic Meaning Of Dayak’s Tattoos In A Study Of Paul Ricoeur’s Hermeneutics

The importance of the human influence of Dayak tattoo shows that tattoos

have become something that is religious and magical, because of the images used in

the form of symbols associated with nature and the confidence of the public. Dayak

tattoos for men is a symbol of the social interaction between the communities.

Therefore the meaning of tattoos as a text that will be full of symbolic meaning using

the methods described Paul Ricoeur hermeneutics to reveal notions about what is

behind the tattoo is either express or implied.

Key Words : The Symbolic Meaning, Tattoo, Dayak’s Tattoos, Dayak’s Human, Paul Ricoeur’s Hermeneutics

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

xii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................. ……….. i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME………………………….. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. iv KATA PENGANTAR.............................................................................................. v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.................................ix ABSTRAK................................................................................................................ x DAFTAR ISI.............................................................................................................xii DAFTAR BAGAN……………………………………………………………..xiv DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 1.1 Latar Belakang.............................................................................................1 1.2 Permasalahan …..…….………………………………………………………8 1.3 Pertanyaan Penelitian…...…………………………………………………... 9 1.4 Thesis Statement………….…………………………………………………. 9 1.5. Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………………………………………... 9 1.5.1 Tujuan Penelitian…………………………………………………...... 9 1.5.2 Kegunaan Penelian……………………………………………………10 1.6 Tinjauan Pustaka…………………………………………………………… 10 1.7 Metode Penelitian…………………………………………………………... 11 1.8 Sistematika Penulisan……………………………………………………… 13 BAB II SIMBOL DALAM HERMENEUTIKA FENOMENOLOGI PAUL

RICOEUR 2.1 Riwayat Hidup dan Karya-karya Paul Ricoeur……………………………. 15 2.2 Pemikiran Paul Ricoeur……………………………………………………. 21 2.3 Hermeneutika Fenomenologi Menurut Paul Ricoeur ……………………... 23 2.4 Simbol Menurut Paul Ricoeur………………………...………….………… 32 2.5 Penerapan Lingkaran Hermeneutika Ricoeur Pada Tato Dayak ………….. 38 2.5.1 Deskripsi Tato ………………………………………………………… 39 2.5.2 Deskripsi Tato Dayak ………………………………………………… 42 BAB III TATO DAN MANUSIA DAYAK 3.1 Eksistensi Manusia Dayak…………………………………………………. 47 3.2 Tato Dalam Kehidupan Manusia Dayak…………………………………..... 55 3.3 Penggunaan Motif Tato Pada Manusia Dayak…………………………….. 58 3.4 Aspek Pragmatik Tato Dayak……………………………………………… 63

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

xiii Universitas Indonesia

BAB IV SIMBOL KEBERTUBUHAN DALAM TATO DAYAK 4.1 Tubuh Manusia Dayak Sebagai Media Tato………………………………….. 66 4.2 Tato Dayak Sebagai Simbol Religiusitas………………………………………. 69 4.3 Tato Dayak Sebagai Simbol Siklus Kehidupan dan Kematian…………..……. 72 4.4 Tato Dayak Sebagai Simbol Eksistensi………………………………………… 74 4.5 Makna Simbolik Tato Dayak……………………………………………………76 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan…………………………………………………………………… 82 5.2. Catatan Kritis………………………………………………………………… 84

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

xiv Universitas Indonesia

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 : Lingkaran Hermeneutik Pada Tato Dayak .…...……………………….. 45 Bagan 2 : Tahapan Interpretasi Pada Tato Dayak ..….……………………………..46

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

xv Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Proses Pembuatan Tato Tradisional ……...…………………………… 40 Gambar 2 : Burung Enggang ………. ..…………….……………………………… 54 Gambar 3 : Proses Pembuatan Tato Dayak ...……………………………………… 57 Gambar 4 : Tato di Pergelangan Kaki dan Betis Perempuan Dayak ….…………….59 Gambar 5 : Tato Motif Bunga Terong ..…...……………………………………….. 60 Gambar 6 : Tato Motif Uker Degok ….…………………………………………… 61 Gambar 7 : Tato Di Tangan Ahli Pengobatan ……...……………………………… 62 Gambar 8: Para Panglima Dayak Dengan Tato Di Tubuh ……….…………..…… 63

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

1                                                                                                                          Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini semakin banyak dilakukan penelitian yang menempatkan kebudayaan

sebagai teks yang dapat ditafsirkan. Penafsiran kebudayaan dalam bidang teori

dilakukan melalui pendekatan hermeneutis.1 Pendekatan hermeneutis yang semakin

berkembang dan menyerap gagasan strukturalis, pasca strukturalis, teori narasi, serta

gagasan ilmu-ilmu sosial lainnya membuat upaya penafsiran terhadap kebudayaan

menjadi semakin tidak dapat dibatasi. Dalam arti ini, manusia dengan segala

peristiwa dan tindakan-tindakan di dalam hidupnya menjadi simbol-simbol berupa

teks yang dapat ditafsirkan untuk menggali makna yang terkandung di dalamnya.

Raymond Williams dalam Keywords (1976) menyebut tiga penggunaan istilah

kebudayaan yang banyak dipakai dewasa ini. Pertama, mengenai perkembangan

intelektual, spiritual dan estetik individu, kelompok atau masyarakat. Kedua,

menangkap sejumlah aktivitas intelektual dan artistik serta produk-produknya,

dimana dalam istilah ini kebudayaan dekat dengan kesenian. Ketiga mengenai seluruh

cara hidup, aktivitas, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang atau kelompok.2

Antropolog A.L Kroeber dan C. Kluckhohn dalam Culture : A Critical

Review of Concepts and Definitions (1952) mendata hingga 160 definisi kebudayaan .

                                                            1 Prinsip utama dari penelitian budaya yang menggunakan pendekatan hermeneutik ini adalah melihat fenomena budaya sebagai suatu teks. Tujuan peneliti budaya adalah ‘membaca’ dan memahami’ fenomena budaya bukan sekedar ‘menjelaskan’. Dengan kata lain, bahwa hermeneutik berusaha mengungkap makna fenomena simbolik dalam masyarakat. 2 Philip Smith, Cultural Theory : An Introduction, Oxford & Masachusetts : Blackwell Publisher, 2001, hal 2.

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

2                                                                                                                          Universitas Indonesia

Dari sekian banyak definisi, mereka mengidentifikasikan enam pengertian utama

kebudayaan secara deskriptif, historis, normatif, psikologis, struktural dan genetik.3

Dalam perkembangan ilmu-ilmu budaya dan humaniora, C.A van Peursen

meninjau pergeseran –pergeseran arti kebudayaan yang menyangkut maksud kata dan

isi konsep. Dari segi maksud kata dan isi konsep menurut van Peursen, dewasa ini

kebudayaan diartikan sebagai perwujudan kehidupan setiap orang dan setiap

kelompok orang yang berupaya mengolah dan mengubah alam sehingga

membedakan dirinya dengan hewan. Kebudayaan adalah gejala manusiawi dari

kegiatan berpikir (mitos, ideologi, dan ilmu), komunikasi (sistem masyarakat), kerja

(ilmu alam dan teknologi), dan kegiatan-kegiatan lain yang lebih sederhana.4

Dalam bukunya yang berjudul Interpretation of Culture, Clifford Geertz

menegaskan bahwa kebudayaan adalah suatu dimensi yang aktif dan konstitutif dari

kehidupan sosial lebih dari sekedar mekanisme penjamin integrasi sosial. Ia juga

memahami budaya sebagai jaringan yang sangat kompleks dari tanda-tanda, simbol-

simbol, mitos-mitos, rutinitas, dan kebiasaan-kebiasaan yang membutuhkan

pendekatan hermeneutis.5

Bagi Geertz kebudayaan memiliki sifat interpretatif, sebagai sebuah konsep

semiotik, dan sebagai sebuah “teks”. Kebudayaan bukanlah sebatas pola perilaku

yang nampak. Karena kebudayaan merupakan sebuah teks maka ia perlu ditafsirkan

agar makna yang terkandung di dalamnya dapat ditemukan. Kebudayaan bagi Geertz

adalah jaringan makna simbol yang perlu diuraikan dalam sebuah deskripsi

mendalam (thick description). Geerts menyatakan bahwa kebudayaan sebagai suatu

sistem makna dan simbol yang disusun dalam pengertian di mana individu-individu

mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-

penilaiannya; suatu pola makna yang ditransmisikan secara historik diwujudkan di

                                                            3 Ibid hal 2-3 4 Mudji Sutrisno, Filsafat Kebudayan, Jakarta : STF Driyarkara. 2003. 5 Clifford Geertz, Interpretation of Culture, (New York : Basic Books, 1973), Part IV Chapter 8 (Ideologi as a Cultural System). 

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

3                                                                                                                          Universitas Indonesia

dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana dimana orang-orang

mengkomunikasikan, mengabadikannya, dan mengembangkan pengetahuan dan

sikap-sikapnya ke arah kehidupan; suatu kumpulan peralatan simbolik untuk

mengatur perilaku, sumber informasi yang ekstrasomatik. Karena kebudayaan

merupakan suatu sistem simbolik, maka proses budaya haruslah dibaca,

diterjemahkan, dan diinterpretasikan.6

Konsep kebudayaan simbolik yang dikemukakan oleh Geertz di atas adalah

suatu pendekatan hermeneutik yang lazim dalam tradisi strukturalisme. Pendekatan

hermeunetik inilah yang kemudian menginspirasinya untuk melihat kebudayaan

sebagai teks-teks yang harus dibaca dan diinterpretasikan. Dari Paul Ricoeur, Geertz

mengambil gagasan bahwa ilmu pengetahuan manusia yang ada, bukan merupakan

kumpulan pengalaman empiris tetapi sebagai suatu struktur fakta yang merupakan

simbol dan hukum yang mereka beri makna. Dengan demikian tindakan manusia

dapat menyampaikan makna yang dapat dibaca dan merupakan suatu perlakuan yang

sama seperti kita memperlakukan teks tulisan.7

Dunia kebudayaan adalah dunia penuh simbol dimana kita dapat membaca

dan menemukan nilai-nilai sebagai ekspresi tindakan manusia. Manusia berpikir,

berperasaan dan bersikap dalam ungkapan-ungkapan simbolis, sehingga bukan tanpa

alasan apabila salah seorang filsuf yaitu Ernst Cassirer cenderung untuk menandai

manusia sebagai animal symbolicum, dan mengadakan analisa tentang manusia

dengan ciri tersebut sebagai titik tolaknya.8

Manusia hidup dalam dunia simbolik. Bahasa, mitos, seni dan agama

merupakan bagian dunia simbolik itu. Semuanya menjadi rangkaian yang saling

terhubung yang memberi makna simbolik dalam pengalaman manusia. Lebih lanjut                                                             6 Adam Kuper, Culture, (Cambridge:Harvard University Press,1999), hal 98. 7 Ibid, hal 82. 8 Ernst Cassirer (28 Juli 1874 – 13 April 1945) adalah salah satu figur besar dalam pengembangan idealisme filosofis di pertengahan pertama abad ke-20, seorang filsuf Yahudi Jerman. Menggunakan tradisi neo-Kantianisme Marburg, ia mengembangkan suatu filosofi budaya sebagai teori simbol yang ditemukan di fenomenologi pengetahuan.

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

4                                                                                                                          Universitas Indonesia

Cassirer dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan menekankan bahwa intelektualitas

manusia membutuhkan simbol. Pengetahuan manusia pada hakikatnya merupakan

pengetahuan simbolik.

Pengetahuan simbolik memuat dua unsur yang bertentangan; yang riil dan

yang mungkin nyata, lalu yang aktual dan yang ideal. Dengan mengikuti jalan pikiran

Immanuel Kant, Cassirer menekankan kembali bahwa kedua hal itu merupakan

dualisme dalam dasar pengetahuan manusia. Teori mengenai bentuk simbolik,

mengharmonisasikan dualisme dalam pemikiran manusia. Pembahasan Cassirer yang

baru tentang kebudayaan ialah bahwa ia melihat perkembangan kebudayaan dari segi

simbolisme. Cassirer mengekspresikan hakikat simbolik pengalaman manusia sebagai

berikut: manusia tidak lagi hidup semata-mata dalam semesta fisik, manusia hidup

dalam semesta simbolik. Teori simbolik mengenai kebudayaan adalah suatu modal

dari manusia sebagai spesies yang menggunakan simbol. 9

Dari sudut etimologi simbol berasal dari kata symbollein (Yunani) yang

artinya bertemu. Kata symbollein kemudian diartikan lebih luas lagi menjadi kata

kerja symbola yang artinya tanda yang mengidentifikasi dengan membandingkan atau

mencocokan sesuatu kepada bagian yang telah ada. Sementara itu simbol dalam

pengertian sederhana adalah suatu istilah umum untuk berbagai hal yang diperoleh

melalui pengalaman dimana suatu objek, tindakan, kata, gambar atau perilaku yang

kompleks dipahami tidak terbatas pada makna yang dimilikinya namun juga dalam

berbagai gagasan atau perasaan yang lain. Sedangkan berdasarkan definisi simbol,

Levy menyatakan bahwa “People buy things not only for what they can do, but also

for what they mean”.10 Dengan demikian, keberadaan simbol tidak dapat diartikan

hanya sebagai sebuah gambar atau lambang kosong.

                                                            9 Ernst Cassirer, Manusia dan kebudayaan : Sebuah Esai tentang Manusia, (Jakarta:PT Gramedia, 1987), hal 39. 10 Sidney J. Levy, Simbols for Sale. Harvard Business Review, 1959 : hlm 118

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

5                                                                                                                          Universitas Indonesia

Konsep simbol dalam buku The Power of Symbols menunjukan bahwa simbol

mempunyai sifat mengacu pada sesuatu yang tertinggi (ideal) atau menunjuk pada

cakrawala yang lebih luas tanpa meninggalkan hubungan dengan yang sudah biasa

dan menjadi tradisi. Simbol bukan merupakan sesuatu yang baru atau berbeda dari

apa yang disimbolkan, melainkan masih memiliki pola hubungan keterwakilan atau

paralelistis. Karenanya simbol tidak hanya bersifat universal tetapi juga mengandung

dimensi partikular. 11

Bagi Dillstone, penulis buku tersebut, simbol adalah kata atau citra atau

kontruksi yang umum dan dipahami oleh akal budi dan dianggap sebagai kebenaran.

Hal tersebut memang telah ada dan bahkan dinantikan, sebagaimana yang ada,

dengan cara yang terbuka dihubungkan dengan yang tepat. Simbol memiliki pola

hubungan yang ambigu dan multi interpretasi, berbeda dengan tanda, sinyal, isyarat

dan penunjuk yang memiliki hubungan satu lawan satu. Oleh karena itu Dillistone

kemudian mengkomparasikan pemikirannya dengan mendiskusikan konsep-konsep

simbol dari beberapa pakar, baik antropolog sosial, teolog, maupun filsuf.12

Pentingnya keberadaan simbol membuat Paul Ricoeur menempatkan simbol

sebagai fokus utama dalam hermeneutikanya. Lebih lanjut lagi Ricoeur merumuskan

simbol sebagai semacam struktur yang signifikan yang mengacu pada sesuatu secara

langsung dan mendasar dengan makna literal dan ditambahkan dengan makna lain,

yaitu makna yang mendalam kedua (secondary meaning) dan bersifat figuratif

dimana itu hanya akan terjadi makna yang pertama dapat ditembus. Karena itulah ia

mengatakan bahwa simbol selalu bermakna ganda dalam bidang kajian

hermeneutik.13

                                                            11 Heru S.P. Saputra, “Simbol, Analogi, dan Alegori”, ( Humaniora, Volume XV, No. 1/2003 ), hal 115. 12 F. W. Dillistone, The Power of Symbols, ( Yogyakarta : Kanisius, 1986 ), hal 18. 13 Irmayanti Meliono- Budianto, Ideologi Budaya, ( Jakarta : Kota Kita, 2004 ), hal 40.  

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

6                                                                                                                          Universitas Indonesia

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, manusia hidup dalam semesta simbolik

dan menggunakan simbol dalam kehidupan. Dalam kehidupan kita, tubuh merupakan

bagian dari materi yang tampak, dapat dipandang dan diraba. Karena tubuh

merupakan materi yang tampak, maka tubuh dapat menjadi simbol nyata dalam

penyampaian berbagai pesan. Akibat dari simbolisasi tersebut maka tubuh yang

materi tersebut menjadi sangat hermeneutik, multiinterpretatif, bagi objek yang

menafsirkannya.Salah satu contoh nyata yang menimbulkan multiinterpretasi

terhadap tubuh adalah tato.

Kata Tato sendiri menurut sejarah berawal dari bahasa Tahitian; “Tatu atau

Tatau” yang artinya memberikan torehan tanda atau simbol.14 Tato adalah suatu tanda

yang dibuat dengan memasukkan pigmen ke dalam kulit. Dalam istilah teknis, rajah

adalah implantasi pigmen mikro. Tato dapat dibuat pada kulit manusia atau hewan.

Tato pada manusia adalah suatu bentuk modifikasi tubuh, sementara tato pada hewan

umumnya digunakan sebagai identifikasi.

Tato digunakan sebagai simbol atau penanda dalam tubuh manusia, karena

tato dapat bercerita mengenai pengalaman-pengalaman atau realitas yang ingin

didapat oleh individu yang memakainya. Tato dapat menjadi sebuah ekspresi antara

lain ekspresi rasa sayang terhadap anak, ekspresi rasa sayang dan cinta terhadap istri

maupun pasangan, ataupun ungkapan sayang dan sakit hati karena cinta. Di sisi lain

tato dipercaya dapat mendatangkan keberuntungan, menunjukan status sosial, juga

menambah kecantikan, kedewasaan, dan harga diri pemiliknya.

Selain itu tato juga bisa digunakan sebagai identitas, Identitas meliputi upaya

mengungkapkan dan menempatkan individu-individu dengan menggunakan isyarat-

isyarat nonverbal seperti pakaian dan penampilan. Banyak komunitas yang

menjadikan tato sebagai salah satu ciri komunitas mereka. Walaupun tidak ada

gambar tertentu yang menjadi keharusan untuk ditatokan di tubuh, komunitas punk,

                                                            14 “The Art of New Zealand”, ( Aikon Jour nal, Volume II, Juli 1996 ), hal 4. 

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

7                                                                                                                          Universitas Indonesia

genk motor, atau anak-anak band banyak yang menggunakan tato ditubuhnya sebagai

salah satu ciri kelompok mereka.

Pemaknaaan akan tato tergantung pada apa yang dipercaya oleh masyarakat

bersangkutan dimana setiap daerah umumnya memiliki persepsi yang berbeda-beda

tentang tato. Pada tahap pemaknaan inilah orang lain berhak sepuasnya menafsirkan

makna apa yang terkandung dalam tato yang melekat di tubuh seseorang. Tato

bergambar bunga mawar tentu akan berbeda maknanya dengan tato bergambar bunga

terong. Jadi ketika di tubuh fisik terdapat tato, maka padanya terdapat pemaknaan

tekstual yang beragam, baik itu menyangkut nilai estetis, keberanian, ekspresi, seni,

dan budaya. Karenanya pemaknaan tato sebagai simbol mengandung pengertian

mengenai apa saja yang ada di balik tato, baik secara tersirat maupun tersurat.

Keberadaan tato sebagai simbol menjadikannya produk budaya yang pada

perkembangannya selalu mengalami pergeseran makna. Pada masyarakat tradisional

tato merupakan identitas dalam masa peralihan sementara pada masa sekarang tato

sudah dianggap sebagai seni dan keindahan yang menjadi bagian dari budaya popular

dalam masyarakat.15

Pada masyarakat tradisional, khususnya masyarakat Dayak, Kalimantan, tato

merupakan bagian dari ritual tradisional yang terhubung dengan peribadatan dan juga

kesenian. Ia melekat ditubuh secara permanen sehingga ia menjadi ikatan pertalian,

penanda yang tidak terpisahkan hingga kematian, selain itu juga berfungsi

menunjukkan status sosial pemakai maupun kelompok tertentu.

                                                            15Tato memiliki makna sebagai budaya tanding (counter culture) dan budaya pop (pop culture).Budaya tanding adalah budaya yang dikembangkan oleh generasi muda sebagai jalan perjuangan melawan pengawasan kelompok dominan (orang tua, kalangan elite masyarakat, norma sosial yang ketat, dan sebagainya). Perjuangan yang ditunjukkan antara lain dalam bentuk pakaian, sikap, bahasa, musik, hingga gaya. Sementara budaya pop merupakan dialektika antara homogenisasi (penyeragaman) dan heterogenisasi (keragaman). Selain menjadi budaya tanding sebagai bentuk penentangan dan protes terhadap segala sesuatu yang berciri khas kemapanan, fenomena tato menjurus ke budaya pop karena mulai terikat oleh formula produksi yang telah diuji dan digunakan oleh berbagai kalangan.  

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

8                                                                                                                          Universitas Indonesia

Bagi manusia Dayak tato dipercaya sebagai sesuatu yang sakral. Tato

merupakan simbol ikatan pertalian yang tidak terpisahkan hingga kematian. Oleh

karena itu pembuatan tato tidak bisa dilakukan sembarangan. Terdapat aturan-aturan

tertentu dalam pembuatan tato, baik pilihan gambar, struktur sosial orang yang ditato,

maupun penempatan tatonya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tato bagi

manusia Dayak memiliki aspek ontologis dan metafisis sehingga dapat diketahui

makna simbolik apa yang terkandung di dalam tato tersebut. Makna simbolik tato

bagi manusia Dayak inilah yang kemudian akan dikaji menggunakan metode

hermeneutika Paul Ricoeur.

1.2 Permasalahan

Gambar atau tanda di dalam tato merupakan simbol yang mewakili nilai-nilai

tertentu. Meskipun simbol yang terlihat bukanlah nilai itu sendiri, namun keberadaan

simbol tersebut dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang

diwakilinya; dan merepresentasikan simbol tersebut secara nyata di atas kulit tubuh

akan lebih memperkuat penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya. Tato

merupakan tanda atau penanda, sebuah karya seni hasil peradaban yang sekaligus

juga merupakan sebuah media dalam masyarakat untuk saling mengenal,

berkomunikasi, dan menunjukkan eksistensinya. Makna simbolik tato bagi manusia

Dayak inilah yang akan dieksplorasi lebih mendalam di dalam penulisan tesis ini.

Dipilihnya tato tradisional Dayak dalam penulisan tesis ini dikarenakan

saratnya makna simbolik yang terkandung dalam tato tersebut. Mengacu pada

pendapat Ricoeur yang menyatakan bahwa filsafat adalah sebuah hermeneutik, yaitu

kajian atas makna yang tersembunyi di dalam teks, dimana teks itu sendiri

mengandung makna, maka setiap kegiatan interpretasi itu adalah kegiatan untuk

menyingkap makna yang masih tersirat dan tersembunyi di dalam teks. Tato bagi

manusia Dayak adalah sebuah teks yang sarat akan makna simbolik sehingga dapat

dilakukan kegiatan interpretasi terhadapnya.

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

9                                                                                                                          Universitas Indonesia

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bertitik tolak dari permasalahan di atas, maka penulis ingin mengajukan

pertanyaan utama yaitu :

Apakah makna simbolik tato bagi manusia Dayak dapat dijelaskan menggunakan

metode hermeneutika Paul Ricoeur ?

Berkaitan dengan pertanyaan utama tersebut maka akan muncul dua pertanyaan

pendukung lainnya yaitu :

1. Bagaimana eksistensi manusia Dayak?

2. Bagaimana pengaruh tato dalam kehidupan manusia Dayak?

1.4 Thesis Statement

Tato memiliki makna simbolik yang terkait dengan kehidupan manusia

Dayak. Tato diyakini sebagai simbol dan sarana untuk mengungkap keberadaan

penguasa alam, dan juga dipercaya mampu menangkal roh jahat, serta mengusir

penyakit ataupun roh kematian.

I.5 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1.5.1. Tujuan Penelitian

Penulisan tesis ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui makna simbolik tato bagi manusia Dayak yang dikaji

menggunakan metode hermeneutika Paul Ricoeur.

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

10                                                                                                                          Universitas Indonesia

2. Untuk mengetahui eksistensi manusia Dayak

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tato bagi manusia Dayak.

1.5.2 Kegunaan Penelitian

Secara teoretis penelitian ini memiliki empat manfaat sebagai berikut :

1. Menambah wawasan pembaca dalam memahami makna simbolik tato Dayak.

2. Memberikan sumbangan pikiran dan memperkaya ilmu pengetahun filsafat

khususnya pada bidang hermeneutika.

3. Menjadi bahan studi komparatif bagi peneliti-peneliti lain yang mengkaji makna

tato tertentu dalam mengungkapkan simbol identitas budaya suatu etnis.

4. Menjadi sumbangan pemikiran sekaligus bahan pertimbangan dalam menentukan

langkah-langkah kebijakan pelestarian hasil budaya yang menjadi simbol identitas

dan lambang budaya bangsa terutama bagi pemerintah daerah setempat.

I. 6. Tinjauan Pustaka

Untuk mengetahui dan memahami Makna Simbolik Tato bagi Manusia Dayak

dalam Kajian Hermeneutika Paul Ricoeur ini. maka pembacaan tulisan tentang Tato,

manusia Dayak, dan hermeneutika Paul Ricoeur penting untuk dilakukan. Pada

dasarnya dengan membaca karya-karya tersebut pemahaman akan tato, eksistensi

manusia Dayak, dan masalah hermeneutika secara umum berikut hermeneutika Paul

Ricoeur dapat dimengerti dan dikaji secara mendalam. Terdapat tiga sumber pustaka

yang menjadi sumber pokok berkaitan dengan penulisan tesis ini, yang pertama

adalah buku The Symbolism of Evil karangan Paul Ricoeur yang membahas mengenai

simbol-simbol kejahatan, kedua adalah buku Tato karangan Hatib Abdul Kadir Olong

yang membahas mengenai tato, dan yang ketiga adalah buku Manusia Daya :

Dahulu, Sekarang dan Masa Depan karangan Mikhail Coomans. Walaupun demikian

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

11                                                                                                                          Universitas Indonesia

pembacaan literatur lain tetap diperlukan untuk memperkuat dan memperjelas

pemahaman tersebut termasuk dengan membaca penelitian-penelitian terdahulu yang

berkaitan dengan penulisan tesis ini.

Selain itu juga terdapat dua karya ilmiah yang ditemukan penulis mengenai

tato, yang pertama adalah “Eksistensi Tato sebagai Salah Satu Karya Seni Rupa

Tradisional Masyarakat Mentawai” karya Adi Rosa yang merupakan Tesis pada

Program Studi Seni Rupa di Institut Teknologi Bandung. Yang kedua adalah

“Fenomena Tren Tato dan Pergeseran Makna Seni Tato Ditinjau dari Teori

Postmodernisme dan Teori Semiotik Pierce” karya R. R. Early Dinda Puspita yang

merupakan Skripsi pada Program Studi Sastra Jerman di Universitas Indonesia. Yang

membedakan penelitian ini dengan dua penelitian sebelumnya adalah upaya penulis

untuk menemukan makna simbollik dibalik tato bagi manusia Dayak, dan melakukan

kajian filosofis terhadap makna simbolik tato tersebut menggunakan metode

hermeneutika Paul Ricoeur.

1. 7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis untuk melakukan penelitian ini

adalah studi kepustakaan, dan metode hermeneutika fenomenologi Paul Ricoeur.

Data-data kepustakaan yang dikumpulkan berupa buku, artikel, literatur, maupun

penelitian-penelitian terdahulu mengenai tato dan kehidupan manusia Dayak dan

metode hermeneutika fenomenologi Paul Ricoeur. Metode hermeneutika

fenomenologi Paul Ricoeur dipilih penulis untuk menjelaskan makna simbolik tato

Dayak karena dalam pemikirannya, Ricoeur menggunakan simbol-simbol untuk

menafsirkan fenomena yang ada. Tato Dayak adalah sebuah fenomena yang sarat

akan makna simbolik sehingga metode hermeneutika fenomenologi Paul Ricoeur

dianggap tepat untuk menjelaskan makna simbolik apa yang terkandung dalam tato

Dayak tersebut. Adapun interpretasi dalam metode hermeneutika fenomenologi

tersebut digunakan sebagai pendekatan filosofis untuk membaca data-data

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

12                                                                                                                          Universitas Indonesia

kebudayaan dan fenomena-fenomenanya. Pendekatan filosofis yang dimaksud adalah

permasalahan-permasalahan tersebut diuraikan secara sistematis dan inventif.

Ricoeur sendiri dalam bukunya The Symbolism of Evil, menggunakan metode

hermeneutika untuk mengungkapkan pengalaman pengalaman tentang kejahatan

dalam kebudayaan-kebudayaan besar masa lalu, baik berupa simbol-simbol primer

(noda, dosa, dan kebersalahan), maupun simbol-simbol sekunder (mitos-mitos yang

menceritakan asal usul dan cara mengatasi kejahatan).

Kejahatan sebagai pengalaman manusia yang paling eksistensial dinyatakan

dalam bahasa pengakuan lewat simbol dan mitos kejahatan. Simbol dan mitos

mengisahkan awal dan akhir kejahatan. Analisis Ricoeur tentang simbol dan mitos

kejahatan menggambarkan dua tendensi. Pertama, tendensi yang melihat kejahatan

sebagai pengalaman primer manusia. Kedua tendensi untuk mendudukkan kejahatan

dalam manusia dan membuat manusia menjadi penyebabnya.

The Symbolism of evil merupakan garis besar perkembangan pengalaman

manusia. Masing-masing simbol menggambarkan tiga tahap perkembangan sejarah :

kebudayaan kuno, agama monotheis, dan pengalaman sekular personal. Gambaran

Ricoeur mengenai manusia tidak berhenti pada manusia yang mampu berbuat jahat

karena kebebasannya yang tertawa. Kejahatan tidak hanya dilihat sebagai tindakan

manusia, tetapi dalam gambaran kejahatan sebagai penodaan, manusia berada dalam

situasi “jahat” dan tersentuh oleh kejahatan, yang menular. Lebih lanjut Ricoeur juga

menggambarkan kejahatan dan sekaligus pengharapan : dosa dan penebusan,

perbudakan dan pembebasan, pengasingan dan kembali, rasa salah dan pembenaran.

Simbol-simbol itu harus ditafsirkan dalam totalitasnya, bukan secara terpisah.

Dengan demikian penulis berharap analisis Ricoeur tentang simbol kejahatan dalam

hubugannya dengan eksistensi manusia tersebut dapat digunakan untuk memahami

makna simbolik Tato bagi manusia Dayak.

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

13                                                                                                                          Universitas Indonesia

Dengan penjelasan ini, orang dapat mengeksplisitkan atau menguraikan

proposisi dan makna teks. Sedangkan dengan pemahaman orang dapat memahami

dan mengerti sebagai keseluruhan dari mata rantai makna parsial teks dalam tindakan

sintesis. Lebih jauh teks ditempatkan dalam konteks sosial. Dengan begitu konsep

tindakan penuh makna sebagai teks menurut Ricoeur berarti mengizinkan teks

memberikan kepercayaan kepada diri manusia dengan cara yang objektif. Dengan

penjelasan tersebut Ricoeur mengatakan bahwa memahami teks berarti memahami

individu.

Oleh karena itu, untuk membahas alur pemikiran Paul Ricoeur secara lebih

mendalam, dimana di dalam pemikirannya tersebut terdapat metode hermeneutika

fenomenologi yang digunakan sebagai kerangka teori untuk membahas permasalahan

dalam penulisan tesis ini, maka penulis akan membuat bab tersendiri, yaitu Bab II.

1.8. Sistematika Penulisan

Bab 1 yaitu Pendahuluan merupakan penjelasan dari latar belakang

permasalahan penulisan tesis ini. Di dalamnya juga akan dijelaskan rumusan

permasalahan yang terdiri atas permasalahan, pertanyaan penelitian dan thesis

statement untuk menjadi panduan dalam penulisan. Selanjutnya akan dipaparkan

tinjauan pustaka, teori dan metode penelitian tesis berikut dengan sistematika

penulisan agar dapat menghasilkan penulisan yang sistematis.

Bab 2 berjudul Simbol Kejahatan dalam Hermeneutika Fenomenologi Paul

Ricoeur dimana dalam bab ini akan diuraikan keseluruhan perkembangan pemikiran

Paul Ricoeur. Penulisan bab ini berisikan biografi Paul Ricoeur hingga akhir

hayatnya, penjelasan mengenai latar belakang pemikiran filsafat Ricoeur termasuk

siapa saja tokoh-tokoh yang mempengaruhinya, dan uraian mengenai metode

hermeneutika fenomenologi yang digunakan Ricoeur untuk melakukan interpretasi

terhadap sebuah teks.

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

14                                                                                                                          Universitas Indonesia

Bab 3 dengan judul Tato dan Manusia Dayak akan menguraikan penjelasan

mengenai tato dan manusia Dayak. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai

manusia Dayak dan kehidupannya, gambaran umum tato Dayak, cara pembuatannya,

berikut aturan-aturan apa saja yang terdapat dalam proses pembuatan tato. Selain itu

akan dibahas juga mengenai beberapa motif yang digunakan pada tato Dayak dan

kegunaan tato Dayak ditinjau dari aspek pragmatiknya.

Bab 4 dengan judul Simbol Kebertubuhan dalam tato Dayak akan membahas

mengenai filsafat kebertubuhan manusia Dayak dalam hubungannya dengan tato

sebagai Simbol Religiusitas, sebagai Simbol Siklus Kehidupan dan Kematian, serta

sebagai Simbol Eksistensi. Selanjutnya akan diperoleh makna simbolik tato Dayak

yang merupakan interpretasi keseluruhan terhadap tato Dayak menggunakan metode

hermeneutika Paul Ricoeur.

Bab 5 merupakan bab penutup, dimana pada bagian akhir tesis ini terdapat

dua subbab yaitu Subbab 5.1 yang merupakan Kesimpulan dari seluruh penulisan

tesis, dan diikuti dengan Subbab 5.2 yaitu Catatan kritis

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

15                                                                                                                          Universitas Indonesia

BAB 2

SIMBOL DALAM HERMENEUTIKA FENOMENOLOGI

PAUL RICOEUR

Bab ini akan menguraikan pandangan dan pemikiran Paul Ricoeur mengenai

simbol kejahatan dalam hermeneutika fenomenologi sebagai metode interpretasi.

Dalam hubungannya dengan penulisan tesis ini, uraian pandangan dan pemikiran

Ricoeur tersebut menjadi acuan teoritis dalam membahas makna simbolik tato bagi

manusia Dayak. Selain itu, riwayat hidup Ricoeur juga akan dibahas bersama dengan

pembahasan karya-karyanya supaya keutuhan pemikirannya yang berhubungan erat

dengan kondisi sosial, budaya, maupun politik dapat dipahami dengan baik.

Pemikiran Ricoeur dapat dikategorikan ke dalam salah satu cabang filsafat

yaitu filsafat manusia. Dalam filsafat manusia, orisinalitas pemikirannya terlihat dari

pembahasannya mengenai filsafat kehendak dimana di dalamnya terdapat

pembahasan mengenai fenomena kejahatan pada eksistensi manusia dalam karyanya

“The Symbolism of Evil”. Untuk itu ia merefleksikan kejahatan melalui simbol dan

mitos yang dijelaskan lebih mendalam lewat metode hermeneutika fenomenologi.

2.1 Riwayat Hidup dan Karya-karya Paul Ricoeur

Paul Ricoeur, atau lengkapnya Jean Paul Gustave Ricoeur, adalah seorang

filsuf kontemporer asal Perancis. Namanya barangkali tidak dikenal luas seperti filsuf

Perancis lainnya yaitu Jean-Paul Sartre ataupun Michel Foucault. Akan tetapi

kalangan intelektual dan akademis dunia mengakuinya sebagai salah seorang filsuf

yang paling mengesankan pada abad ke-20, baik karena inovasi pemikiran yang

dibawanya maupun karena luasnya cakupan bidang yang digelutinya. Pengaruhnya

tidak dapat diabaikan dalam studi filsafat, ilmu-ilmu sosial, linguistik, ilmu-ilmu

budaya, ilmu sejarah, psikoanalisa, teologi, etika dan ilmu politik. Tidak

mengherankan ketika dia meninggal pada 20 Mei yang lalu di Chatenay-Malabry,

Perancis, Perdana Menteri Perancis, Jean-Pierre Raffarin mengeluarkan pernyataan:

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

16                                                                                                                          Universitas Indonesia

"Hari ini kita tidak sekedar kehilangan seorang filsuf; seluruh tradisi humanis Eropa

sedang berduka untuk salah seorang juru bicaranya yang paling berbakat".16

Paul Ricoeur dilahirkan di Valence, Perancis Selatan pada tanggal 27 Februari

1913. Ia berasal dari keluarga Kristen Protestan yang saleh dan dianggap sebagai

salah seorang cendekiawan Protestan yang terkemuka di Prancis. Usia dua tahun ia

sudah menjadi seorang yatim piatu. Ibunya meninggal karena sakit ketika ia berusia

tujuh bulan dan ayahnya, seorang guru bahasa Inggris terbunuh pada Perang Dunia

Pertama. Ricoeur dan kakak perempuannya dibesarkan oleh bibi dan kakek dari pihak

ayah. Ricoeur dibesarkan di Rennes, Perancis. Di Lycee ia berkenalan dengan filsafat

untuk pertama kalinya melalui R. Dalbiez, seorang filsuf beraliran thomistis yang

terkenal karena dialah salah seorang Kristen pertama yang mengadakan suatu studi

besar tentang Psikoanalisa Freud.

Ricoeur mendapatkan gelar filsafatnya pada tahun 1933, lalu ia mendaftar

pada Universitas Sorbonne di Paris guna mempersiapkan diri untuk agregasi filsafat

yang diperoleh pada tahun 1935. Di Paris inilah ia berkenalan dengan Gabriel Marcel

yang nantinya akan banyak mempengaruhi pemikirannya secara mendalam. Pada

tahun 1937-1939 ia memenuhi panggilan untuk bergabung dalam wajib militer. Pada

waktu mobilisasi ia masuk lagi ketentaraan Prancis dan dijadikan tahanan perang

sampai akhir perang pada tahun 1945. dalam tahanan Jerman inilah ia banyak

mempelajari karya-karya Husserl, Heidegger dan Jaspers. Bersama teman semasa

tahanannya, Mikel Dufrenne, ia menulis buku Karl Jaspers et la philosophie de

l’existence (1947). Pada tahun yang sama diterbitkan lagi satu buku yang berjudul

Gabriel Marcel et Karl Jaspers, studi perbandingan antara dua tokoh eksistensialisme

yang menarik banyak perhatian pada waktu itu.

                                                            16Ignas Kleden, Paul Ricoeur : Jalan Melingkar Dalam Filsafat”, dalam http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2005/06/06/KL/mbm.20050606.KL115600.id, diakses pada 1 Juni 2011 pukul 10.30 WIB.

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

17                                                                                                                          Universitas Indonesia

Setelah perang usai ia menjadi dosen pada Collège Cévenol, pusat Protestan

internasional untuk pendidikan dan kebudayaan di Chambon-sur-Lignon. Pada tahun

1948 ia menggantikan Jean Hyppolite sebagai professor filsafat di Universitas

Starbourg. Pada tahun 1950 Ricoeur memperoleh gelar Docteur ès lettres dan

tesisnya dimasukkan ke dalam jilid pertama dari Philosophie de la volonté (Filsafat

Kehendak) yang diberi anak judul Le volontaire et l’involontaire (1950) (yang

dikehendaki dan yang tidak dikehendaki); dan sebagai tesis tambahan adalah

terjemahan karya Husserl Ideen I dengan pendahuluan dan komentar, yang sudah

mulai ia kerjakan saat masih menjadi tahanan di Jerman. Pada tahun itu tesis

utamanya dibukukan dengan judul yang sama. Dalam buku ini ia membahas suatu

“deskripsi murni” tentang kehendak dan aktus-aktusnya. Deskripsi murni dipahami

dalam arti fenomenologis, yaitu deskripsi dari sudut pandangsubyek bagi siapa

sesuatu tampak. Dengan dua karya ini ia dianggap sebagai ahli fenomenologi

terkemuka.17

Sekitar tahun 1950an ia juga mulai menyenangi membaca karya-karya filsafat

dari mulai Plato hingga Kant, Hegel, dan Nietzsche yang membawanya mendapatkan

pemahaman yang menyeluruh tentang perkembangan filsafat barat. Sehingga hal ini

pula yang membuat dirinya tidak pernah terjebak pada satu aliran saja, bahkan pada

suatu waktu ia mempelajari filsafat analitis yang merupakan aliran yang banyak

berkembang di Inggris seperti Wittgenstein, Austin, Searly. Selain filsafat ia juga

memperhatikan masalah-masalah politik, sosial, budaya, pendidikan dan teologi. Ia

dianugerahi gelar doktor teologi honoris causa oleh Universitas Katolik Nijmegen,

Belanda atas kontribusinya dalam bidang teologi.18

                                                            17 Paul Ricoeur, “Phenomenology and Hermeneutics” dalam The Nous, Vol.9, No. 1( March, 1975), Blackwell Publishing, diakses dari http://www.jstor.org/stable/2214343, 12 Juni 2011, 13.45 WIB, hal. 85-88. 18 John McCarthy, “The Density of Reference: Paul Ricoeur on Religious Textual Reference “ dalam International Journal for Philosophy of Religion, Vol. 26, No. 1 (Aug., 1989), Springer, diakses dari http://www.jstor.org/stable/40018846, 12 juni 2011, 14.05 WIB, hal. 1  

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

18                                                                                                                          Universitas Indonesia

Ricoeur sempat menjabat sebagai dekan Fakultas Sastra di Universitas

Sorbonne. Karena pada saat itu banyak kejadian dimana para mahasiswa

memberontak dikarenakan sistem pendidikan yang tidak memuaskan dan dekan

mengundurkan diri maka Ricoeur di angkat sebagai dekan untuk kurun waktu satu

tahun. Namun karena terjadi kembali pemberontakan mahasiswa dan Ricoeur merasa

tidak nyaman maka ia mengundurkan diri. Ia kemudian banyak mengajar di

Universitas Leuven, lalu kemudian kembali lagi ke Paris dan setiap beberapa bulan ia

mengajar di Universitas Chicago.

Setelah itu Ricoeur seringkali diundang sebagai pembicara mengenai

beraneka ragam tema pada kongres, seminar, maupun lokakarya baik di dalam

maupun di luar negeri. Ia selalu mempresentasikan dirinya sebagai filsuf yang

berusaha menyoroti tema yang bersangkutan dari sudut pandang filosofisnya. Ia juga

banyak menulis dan sekaligus menjadi editor dalam majalah Esprit, yang didirikan

pada tahun 1932 oleh Emmanuel Mounier (1905-1950), seorang tokoh personalisme

Kristen dan majalah Christianisme social, yang diorganisir oleh gerakan sosial

Protestan di Perancis. Selain itu pada tahun 1955 ia mempublikasikan buku History

And Truth. Buku ini merupakan kumpulan karangannya mengenai masalah sosial dan

politik.

Pada tahun 1956 Ricoeur diangkat sebagai professor filsafat di Universitas

Sorbonne. Pada tahun 1960 ia menerbitkan buku Philosophie de la volonte jilid 2

dengan anak judul Finitude et culpabilite ( Keberhinggaan dan Kesalahan ). Buku

jilid kedua ini terdiri dari dua bagian (dua buku tersendiri) yang berjudul Falilble

Man : Philosophy of the Will ( Manusia yang dapat salah ) dan The Symbolism of Evil

(Simbol-simbol kejahatan). Pada Falilble Man : Philosophy of the Will ia membahas

eksistensi manusia dari sudut metode fenomenologi Husserl dan metode

transsendental Kant. Sedangkan dalam The Symbolism of Evil ia membahas kejahatan

konkret dalam eksistensi manusia.

Sementara itu pada tahun 1966 ia mengajar di Nanterre dan tahun 1969

terpilih menjadi dekan. Namun tahun 1970 ia berhenti sebagai dekan akibat

kerusuhan mahasiswa dan pindah ke Universitas Louvain, Belgia. Pada tahun 1973 ia

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

19                                                                                                                          Universitas Indonesia

kembali ke Nanterre sebagai professor metafisik sambil mengajar paruh waktu di

Universitas Chicago. Dalam periode ini ia banyak memberi perhatian pada problem

bahasa dan hermeneutika. Ricoeur adalah penulis yang aktif. Ia menulis banyak buku

dan essay tentang isu-isu terkait. Bibliografinya mencakup lebih dari selusin buku

dan beratus-ratus essai, diantaranya : 19

1. Gabriel Marcel and Karl Jaspers. Philosophie du mystère et philosophie du paradoxe. Paris: Temps Présent, 1948.

2. Entretiens sur l'Art et la Psychanalyse (sous la direction de Andre Berge, Anne Clancier, Paul Ricoeur et Lothair Rubinstein (1964), Mouton, Paris, La Haye 1968.

3. Freedom and Nature: The Voluntary and the Involuntary, trans. Erazim Kohak. Evanston: Northwestern University Press, 1966 (1950).

4. History and Truth, trans. Charles A. Kelbley. Evanston: Northwestern University press. 1965 (1955).

5. Fallible Man, trans. Charles A. Kelbley, with an introduction by Walter J. Lowe, New York: Fordham University Press, 1986 (1960).

6. The Symbolism of Evil, trans. Emerson Buchanan. New York: Harper and Row, 1967 (1960).

7. Freud and Philosophy: An Essay on Interpretation, trans. Denis Savage. New Haven: Yale University Press, 1970 (1965).

8. The Conflict of Interpretations: Essays in Hermeneutics, ed. Don Ihde, trans. Willis Domingo et al. Evanston: Northwestern University Press, 1974 (1969).

9. Political and Social Essays, ed. David Stewart and Joseph Bien, trans. Donald Stewart et al. Athens: Ohio University Press, 1974.

10. The Rule of Metaphor: Multi-Disciplinary Studies in the Creation of Meaning in Language, trans. Robert Czerny with Kathleen McLaughlin and John Costello, S. J., London: Routledge and Kegan Paul 1978 (1975).

11. Interpretation Theory: Discourse and the Surplus of Meaning. Fort Worth: Texas Christian Press, 1976.

12. Patocka, Philosopher and Resister. Telos 31 (Spring 1977). New York: Telos Press.

13. The Philosophy of Paul Ricœur: An Anthology of his Work, ed. Charles E. Reagan and David Stewart. Boston: Beacon Press, 1978.

14. Essays on Biblical Interpretation (Philadelphia: Fortress Press, 1980) 15. Hermeneutics and the Human Sciences: Essays on Language, Action and

Interpretation, ed., trans. John B. Thompson. Cambridge: Cambridge University Press, 1981.

                                                            19 John B. Thompson, (ed) dalam Paul Ricoeur,Hermeneutics & Human Sciences,(London:Cambridge U.P,1981),hal 2-4. 

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

20                                                                                                                          Universitas Indonesia

16. Time and Narrative (Temps et Récit), 3 vols. trans. Kathleen McLaughlin and David Pellauer. Chicago: University of Chicago Press, 1984, 1985, 1988 (1983, 1984, 1985).

17. Lectures on Ideology and Utopia, ed., trans. George H. Taylor. New York: Columbia University Press, 1985.

18. From Text to Action: Essays in Hermeneutics II, trans. Kathleen Blamey and John B. Thompson. Evanston: Northwestern University Press, 1991 (1986).

19. À l'école de la philosophie. Paris: J. Vrin, 1986. 20. Le mal: Un défi à la philosophie et à la théologie. Geneva: Labor et Fides,

1986. 21. Oneself as Another (Soi-même comme un autre), trans. Kathleen Blamey.

Chicago: University of Chicago Press, 1992 (1990). 22. A Ricœur Reader: Reflection and Imagination, ed. Mario J. Valdes. Toronto:

University of Toronto Press, 1991. 23. Lectures I: Autour du politique. Paris: Seuil, 1991. 24. Lectures II: La Contrée des philosophes. Paris: Seuil, 1992. 25. Lectures III: Aux frontières de la philosophie. Paris: Seuil, 1994. 26. The Philosophy of Paul Ricœur, ed. Lewis E. Hahn (The Library of Living

Philosophers 22) (Chicago; La Salle: Open Court, 1995) 27. The Just, trans. David Pellauer. Chicago: University of Chicago Press, 2000

(1995). 28. Critique and Conviction, trans. Kathleen Blamey. New York: Columbia

University Press, 1998 (1995). 29. Thinking Biblically, (with André LaCocque). University of Chicago Press,

1998. 30. La mémoire, l'histoire, l'oubli. Paris: Seuil, 2000. 31. Le Juste II. Paris: Esprit, 2001. 32. Reflections on the Just, trans. David Pellauer. University of Chicago Press,

2007. 33. Living Up to Death, trans. David Pellauer. University of Chicago Press, 2009.

Selain menulis dan mengajar, Ricoeur juga adalah anggota beberapa lembaga

akademis dan mendapat penghargaan dari The Hegel Award (Stuttgart), The Karl

Jaspers Award (Heidelberg), The Leopold Lucas Award (Tobingen),dan The Grand

Prix de’ l Academie francaise. Bersama Francois Wahl ia menjadi editor pada

L’ordre d philosophique di Paris.

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

21                                                                                                                          Universitas Indonesia

2.2. Pemikiran Paul Ricoeur

Pemikiran filosofis Ricoeur dapat dikategorikan dalam cabang filsafat yaitu

filsafat manusia. Pemikirannya tentang filsafat manusia tampak dalam karya-

karyanya yaitu Freedom and Nature : The voluntary and the Involuntary, Falible

Man : Philosophy of the Will, dan The Symbolism of Evil. 20

Dalam lingkup filsafat manusia Ricoeur membahas Filsafat kehendak

(philosophy of will) yang dihubungkan dengan tiga persoalan eksistensi manusia yang

diungkapkan yaitu “yang dikehendaki” dan “yang tidak dikehendaki”,

“keberhinggaan” dan “kebersalahan dan kejahatan”. Ricoeur menegaskan bahwa

filsafat kehendak merefleksikan dimensi afektif dan kehendak pada eksistensi

manusia (to reflect upon the affective and volitional dimensions of human existence).

Filsafat kehendak ini memfokuskan pada persoalan tindakan dan motif (action and

motive), keinginan dan hasrat (need and desire), kesenangan dan kesakitan (pleasure

and pain). Ia membahas persoalan-persoalan tersebut dari perspektif fenomenologi.

Dengan fenomenologi ini ia berusaha menjelaskan fenomena persoalan-persoalan

tersebut dan menghubungkannya pada proses kesadaran subyektif.

Pertama “yang dikehendaki” (voluntary) dijelaskan dan dipahami oleh

Ricoeur dengan menjelaskan dan memahami “yang tidak dikehendaki” (involuntary)

dalam karyanya Freedom and Nature : The Voluntary and the Involuntary. Dalam

menjelaskan kehendak (will) manusia dengan fenomenologi, Ricoeur mengikuti

pemikiran fenomenologi Husserl, untuk membedakan pemikirannya dari pemikiran

eksistensialis dan menegaskan bahwa “fenomenologi” harus struktural .21 Ia

membuka struktur dasar terhadap kehendak pada tingkat “kemungkinan esensial”

(essential possibility) yaitu struktur kehendak yang timbal-balik antara yang

                                                            20 Walter James Lowe, “The Coherence of Paul Ricoeur “ dalam The Journal of Religion, Vol. 61, No. 4 (Oct., 1981), The University Of Chicago Press, diakses dari http://www.jstor.org/stable/1202836, 12 juni 2011, 14.15 WIB, hal.384 21  Paul Ricoeur, Freedom and Nature: The Voluntary and the Involuntary, trans. Erazim Kohak, (Evanston: Northwestern University Press, 1966), hal 215. 

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

22                                                                                                                          Universitas Indonesia

dikehendaki dan yang tidak dikehendaki. Dengan adanya dualisme itu, ia mencari

hakekat (eidos) pada diri manusia.

Melalui analisis yang mendalam, Ricoeur menemukan bahwa “dalam tindakan

kehendak kesadaran melekat pada unsur yang tidak dikehendaki” (in the act of

willing, consciousness to the element of involuntary life). Tindakan manusia tampak

pada waktu ia berkehendak ( I will). Dapat dikatakan bahwa will ini sejajar dengan

cogito dalam pengertian Descartes. Sedangkan untuk menjelaskan yang tidak

dikehendaki, Ricoeur menggunakan metode “partisipasi eksistensialis” Gabriel

Marcel dalam menganalisis tubuh karena metode fenomenologi sudah tidak memadai

lagi. Dengan metode ini Ricoeur menyatakan bahwa penyatuan kesadaran ke dalam

tubuh dan tubuh dalam kesadaran amat diperlukan. Dengan cara itu “yang tidak

dikehendaki” melekat pada “yang dikehendaki”. Yang dikehendaki diinterpretasikan

sebagai kebebasan (freedom), sedangkan yang tidak dikehendaki diinterpretasikan

sebagai keniscayaan (nature). Menurutnya kebebasan yang dikehendaki itu bersifat

manusiawi dan tidak Ilahi.22

Kedua, keberhinggaan dan kebersalahan (finitude and gulit). Persoalan ini

dianalisis secara kritis oleh Ricoeur ketika membahas karyanya Falilble Man :

Philosophy of Will. Dalam karyanya itu ia mengatakan bahwa manusia yang dapat

salah merupakan ciri eksistensi manusia sebagai sumber kejahatan. Kebersalahan ini

terletak pada usaha manusia yang tidak pernah berhasil mendamaikan keberhinggaan

dan ketidakberhinggaan. Kebersalahan ini merupakan kelemahan konstitusional yang

memasuki struktur dasar kehendak, sehingga manusia dimasuki kejahatan.23

Ketiga, kejahatan (evil). Ricoeur membahas persoalan kejahatan pada

eksistensi manusia dalam karyanya yang berjudul The Symbolism of Evil. Ia

memperlihatkan bagaimana pengakuan kejahatan manusia dalam kesadaran agama,

bukan pada tataran filsafat. Dalam membahas kejahatan itu Ricoeur menggunakan

                                                            22 Ibid, hal 486. 23 Paul Ricoeur, Fallible Man, trans. Charles A. Kelbley, with an introduction by Walter J. Lowe, (New York: Fordham University Press, 1986 (1960)), hal xvi 

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

23                                                                                                                          Universitas Indonesia

metode hermeneutika karena metode fenomenologi saja tidak cukup memadai. Untuk

itu ia merefleksikan kejahatan melalui hermeneutika fenomenologi pada simbol dan

mitos.

2.3. Hermeneutika Fenomenologi menurut Ricoeur

Kekhususan pemikiran Ricoeur dalam hermeneutika adalah pandangannya

yang menggabungkan antara fenomenologi dan metode hermeneutika sehingga

memunculkan pandangan mengenai hermeneutika fenomenologi. Bertitik tolak dari

pemikiran Ricoeur dalam melihat fenomena budaya, yaitu interpretasi terhadap

fenomena budaya sebagai bagian dari kehidupan manusia, pemahaman akan hidup

yang ditampilkan lewat salah satu ritual atau prosesi adat akan dapat dipahami

dengan baik apabila dilakukan dengan menembus kesadaran manusia. Dalam hal

inilah simbol berfungsi sebagai perantara supaya orang dapat memahami sesuatu

dengan lebih baik.

Menurut Ricoeur terdapat dua jalan yang menjadi dasar diletakannya

hermeneutika ke dalam fenomenologi. Jalan pertama disebutnya sebagai “jalan

pendek” (short route) dan jalan kedua disebutnya sebagai “jalan panjang” (long

route).24Yang dimaksud dengan jalan pendek adalah ontologi pemahaman.

Pemahaman tidak lagi dihubungkan dengan “cara mengetahui” tetapi lebih mengarah

pada “cara berada”. Mengapa? Sebab pemahaman adalah salah satu aspek “proyeksi

Dasein” (proyeksi manusia seutuhya) dan keterbukaannya terhadap being." Dengan

begitu, "Pertanyaan tentang kebenaran bukan lagi menjadi pertanyaan tentang

metode, melainkan pertanyaan tentang pengejawantahan being untuk being, yang

eksistensinya terkandung di dalam pemahaman terhadap being. Hal itu sebab kita

memahami manusia dari segala aspek yang ia miliki, manusia seutuhnya, manusia

sebagai Dasein : sejarahnya, cara hidupnya, cita-citanya, gaya penampilan,

keburukannya, serta segala sesuatu yang membuatnya menjadi khas. Oleh sebab itu,

kita memahami manusia sebagaimana ia "menjadi".Dalam hal ini, hermeneutika                                                             24 Joseph Bleicher, Contemporary Hermeneutics, ( London : Routledge & Kegan Paul, 1980), hal 238-244. 

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

24                                                                                                                          Universitas Indonesia

ketika "memahami" manusia dan hasil kerja budayanya, termasuk di dalamnya

kesusastraan, yakni dengan jalan melakukan interpretasi.

Akan tetapi analisis tentang Dasein kurang dapat menjawab pertanyaan-

pertanyaan seperti bagaimana kita dapat sampai pada pengertian yang jelas akan

sebuah teks, juga pada pengertian sebuah upacara, lalu bagaimana konflik interpretasi

yang saling bertentangan dapat diselesaikan. Atas dasar argumentasi inilah Ricoeur

mengajukan jalan panjang. Jalan panjang merupakan refleksi di tingkat ontologi

dimana refleksi tersebut terjadi secara bertahap melalui interpretasi dan pemahaman,

dari tahap literal atau literal, ke tahap refleksi fenomenologi dan tahap eksistensial.

Untuk mengkaji hermeneutika fenomenologi Paul Ricoeur, tidak perlu

menghubungkannya dengan perkembangan hermeneutika sebelumnya. Karenanya

posisi hermeneutika Paul Ricoeur sepenuhnya ditempatkan terpisah dari

hermeneutika sebelumnya, yaitu hermeneutika teori penafsiran kitab suci,

hermeneutika metode filologi, hermeneutika pemahaman linguistik, hermeneutika

fondasi dari ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften), dan hermeneutika

fenomenologi dasein.25

Menurut Ricoeur hermeneutika tidak dapat dilepaskan dari fenomenologi.

Fenomenologi merupakan asumsi dasar yang tak tergantikan bagi hermeneutika. Di

sisi lain, fenomenologi tidak dapat menjalankan programnya untuk memahami

berbagai fenomena secara utuh dan menyeluruh tanpa penafsiran terhadap

pengalaman-pengalaman subyek. Untuk keperluan penafsiran itu dibutuhkan

hermeneutika. Secara umum, fenomenologi merupakan kajian tentang bagaimana

manusia sebagai subyek memaknai obyek-obyek di sekitarnya. Menurut Ricoeur

sejauh tentang makna dan pemaknaan yang dilakukan manusia, hermeneutik terlibat

di sana. Jadi pada dasarnya fenomenologi dan hermeneutik saling melengkapi.

Dengan dasar itu, Ricoeur mengembangkan metode hermeneutika fenomenologi.

                                                            25 Richard E. Palmer, Hermeneutics:Interpretation Theory in Schleimacher, Dilthey, Heidegger and Gadamer, ( Northwestern Universitiy Press, Evanston, 1969 ), hal 38-47.  

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

25                                                                                                                          Universitas Indonesia

Dalam hermeneutika fenomenologi, Ricoeur menekankan pentingnya

pemahaman tentang distanciation (pengambilan-jarak). Kembalinya hermeneutik

kepada fenomenologi terjadi melalui pengambilan-jarak. Setiap pemaknaan yang

dilakukan oleh kesadaran melibatkan saat pengambilan-jarak dari obyek yang diberi

makna, pengambilan-jarak dari pengalaman yang dihayati sambil tetap tertuju

kepadanya. Pengambilan-jarak sangat jelas terlihat dalam bahasa.Tanda linguistik

hanya dapat merujuk kepada hal yang bukan benda. Tanda itu merujuk kepada

konsep atau makna dari benda-benda. Jadi dalam tanda itu terkandung negativitas

tertentu, meniadakan obyek-obyek yang dihayati melalui pengalaman. Dalam kajian

linguistik, semuanya terjadi dalam pengandaian bahwa subyek yang berbicara

memiliki ‘ruang kosong’ tempat bermulanya penggunaan tanda, ruang kosong yang

memutus hubunganya dengan pengalaman yang dihayati dengan maksud untuk

memasuki semesta simbolik.26

Fenomenologi dapat dipahami sebagai penguatan eksplisit dari peristiwa

virtual yang tampil sebagai tindakan yang khas, sebagai gerak-gerik filosofis.

Fenomenologi menjalin sifat tematik dari apa yang tadinya hanya bersifat operatif,

membuat makna tampil sebagai makna. Hermeneutik memperluas gerak-gerik

filosofis ini ke dalam ranah historis dan secara lebih umum lagi ke dalam ilmu-ilmu

tentang manusia. Dari sisi hermeneutik, dapat dipahami bahwa pengalaman yang

dihayati sebagai obyek dari fenomenologi berhubungan dengan kesadaran yang

ditujukan untuk mempertahankan kebergunaan historis. Dengan demikian,

pengambilan-jarak hermeneutis ditujukan terhadap rasa kepemilikan masa lalu

Hermeneutik bermula ketika kita memutus hubungan kepemilikan kita dengan masa

lalu agar dapat memaknainya. Hermeneutik dan fenomenologi sama-sama

memungkinkan subyek untuk memaknai pengalaman yang dihayatinya dan

kepemilikannya akan tradisi historis.

                                                            26 Paul Ricoeur, From Text to Action: Essays in Hermeneutics I, trans. Kathleen Blamey and John B. Thompson (Evanston: Northwestern University Press, 1991), hal 88. 

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

26                                                                                                                          Universitas Indonesia

Hermeneutika dan fenomenologi juga sama-sama memandang bahwa

pemaknaan linguistik merupakan watak turunan dari pengalaman yang dihayati.

Dalam upaya memahami fenomena, kesadaran yang selalu tertuju kepada obyek

menggunakan perangkat-perangkat perseptualnya (noesis) untuk memperoleh

gambaran perseptual yang lengkap tentang fenomena (noema). Pembentukan

gambaran perseptual yang lengkap itu mensyaratkan perlengkapan linguistik yang

memadai untuk melakukan pengartian, predikasi, hubungan sintaktik dan sebagainya

agar gambaran itu dapat diartikulasikan. Dari sisi hermeneutik, penempatan linguistik

sebagai kendaraan yang digunakan untuk memahami analisis terhadap gambaran

perseptual pra-lingusitik merupakan prinsip yang mendasari proses penafsiran.

Ricoeur juga menunjukkan bagaimana hubungan antara hermeneutik dan

fenomenologi terlihat dalam penggunaan konsep Lebenswelt (dunia-kehidupan)

dalam fenologi yang oleh hermeneutik dipahami sebagai perbendaharaan makna,

surplus kesadaran dalam pengalaman hidup yang memungkinkan objetivikasi dan

pemaknaan yang kaya terhadap fenomena dalam kehidupan manusia. Dengan konsep

Lebenswelt itu, dimungkinkan pengembangan fenomenologi persepsi yang membawa

fenomenologi kepada hermeneutik untuk memahami pengalaman historis. Dengan

demikian, fenomenologi dan hermeneutik merupakan dua hal yang tak terpisahkan

dan selalu bersama-sama dalam upaya memahami fenomena dan memahami manusia

melalui ilmu-ilmu tentang manusia.27

Dengan hermeneutika fenomenologinya Ricoeur kemudian mendefinisikan

teks sebagai “...any discourse fixed by writing”. Teks adalah diskursus yang

dimantapkan dalam bentuk tulisan. Diskursus diartikan sebagai peristiwa bahasa atau

penggunaan bahasa sebagai lawan dari sistem bahasa atau sistem kode linguistik.

Diskursus menunjukkan bahasa sebagai peristiwa, bukan sebagai sistem. Satuan

terkecil dari gramatika bahasa yang melandasi teks adalah kata sedangkan satuan

terkecil dari diskursus adalah kalimat. Teks merupakan hasil pengambilan-jarak

terhadap pengalaman yang dihayati dalam dunia. Dengan istilah teks, Ricoeur juga

merujuk kepada pengalaman dan tindakan manusia yang akan ditafsirkan.                                                             27 Ibid, hal 86.

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

27                                                                                                                          Universitas Indonesia

Pengalaman dan tindakan manusia mengandung pemaknaan linguistik, oleh karena

itu keduanya merupakan diskursus.28

Pengambilan-jarak mengindikasikan adanya pemutusan hubungan antara

pengalaman dan tindakan yang hendak dipahami dengan dunia. Dengan kata lain,

pengalaman dan tindakan sebagai diskursus di sini dibekukan menjadi teks atau

dalam bentuk-bentuk linguistik yang dapat dibaca. Ricoeur mengenakan sifat-sifat

teks ke dalam tindakan.

Seperti halnya teks merupakan diskursus yang dibekukan, tindakan juga pada

awalnya adalah sebuah diskursus dalam arti peristiwa tindakan yang terjadi dalam

waktu, melibatkan aktor-aktor tertentu (pelaku maupun yang terkena tindakan)

dengan maksud-maksud tertentu pula. Pemantapan tindakan menjadikan tindakan tak

lagi hanya merujuk pada satu peristiwa tertentu, dengan demikian tindakan pun

terkena sifat-sifat teks. Ricouer menjelaskan sifat-sifat itu sebagai berikut:29

1. Tindakan bermakna baru menjadi objek ilmu melalui objektivikasi

yang oleh Ricoeur disejajarkan dengan pemantapan diskursus ke

dalam tulisan.

2. Seperti makna teks yang lepas dari intensi penulisnya, makna tindakan

juga lepas dari intensi pelakunya. Otonomisasi ini menghasilkan

objektivitas tindakan. Tindakan manusia meninggalkan jejak pada

sejarah berupa rekaman pada diri orang-orang. Sebagai rekaman,

tindakan itu sudah lepas dari intensi penulisnya. Makna tindakan tidak

lagi sama dengan intensi otentik si pelaku awal.

3. Tindakan bermakna yang menjadi objek ilmu pengetahuan sosial,

tidak lagi mengacu pada relevansi situasi awal. Kepentingan tindakan

jadi keluar dari relevansi situasi awal, melampaui kondisi-kondisi

sosial yang melahirkan tindakan itu. Di sini terlihat, suatu tindakan

yang dimantapkan tidak hanya mencerminkan zamannya, namun

membukakan suatu kenyataan dan kemungkinan baru juga.

                                                            28 Ibid, hal 145. 29 Ibid, hal 150-156.

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

28                                                                                                                          Universitas Indonesia

4. Pada akhirnya, tindakan manusia dalam bentuknya yang objektif

menyapa siapa saja yang ‘membacanya’. Tindakan manusia, seperti

juga teks, merupakan karya terbuka, serta menanti penafsiran dan

pemaknaan yang segar dari praksis aktual.

Dengan demikian setelah dimantapkan sebagai teks, pengalaman dan tindakan

manusia dapat menjadi terbuka untuk ditafsirkan dan hasil penafsirannya mencakup

makna obyektif dan makna subyektik. Makna obyektif berbeda dengan makna

subyektifnya tetapi keduanya saling melengkapi dan memperkaya penafsiran.

Pemahaman yang tepat tidak dapat dihasilkan hanya dengan kembali pada intensi

orang yang mengalami atau pembuat tindakan. Konstruksi makna yang dilakukan

harus berbentuk proses dialektika antara pendugaan dan pengesahan. Rekonstruksi

teks sebagai keseluruhan harus bersifat daur ulang dalam arti makna keseluruhan

harus tampak dalam bagian-bagiannya. Sebaliknya, keseluruhan dibangun dari

rincian-rinciannya. Di sini tak bisa ditentukan secara gamblang patokan untuk

menentukan bagian mana yang paling penting dan mana yang tidak penting, mana

yang hakiki, dan mana yang artifisial. Keseluruhannya harus dipahami secara

mendalam.

Selanjutnya Ricoeur kemudian menempatkan penafsiran kepada "tanda, atau

simbol, yang dianggap sebagai teks". Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah

"interpretasi atas ekspresi-ekspresi kehidupan yang ditentukan secara linguistik”. Hal

itu disebabkan seluruh aktivitas kehidupan manusia berurusan dengan bahasa,

bahkan semua bentuk seni yang ditampilkan secara visual pun diinterpretasi dengan

menggunakan bahasa. "Manusia pada dasamya merupakan bahasa, dan bahasa itu

sendiri merupakan syarat utama bagi pengalaman manusia," kata Paul Ricoeur.30

                                                            30 E. Sumaryono, Hermeneutika : Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1999), hal 107. 

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

29                                                                                                                          Universitas Indonesia

Interpretasi dilakukan dengan cara pcrjuangan melawan distansi kultural,

yaitu penafsir harus mengambil jarak agar ia dapat melakukan interpretasi dengan

baik. Dalam interpretasi seorang pembaca atau penafsir itu masih membawa sesuatu

yang oleh Heideger disebut vorhabe (apa yang ia miliki), vorsicht (apa yang ia lihat),

dan vorgrif (apa yang akan menjadi konsepnya kemudian). Hal itu artinya, seseorang

dalam interpretasi tidaklah dapat menghindarkan diri dari "prasangka".31

Memang, setiap kali kita membaca suatu teks, tidak dapat menghindar dari

"prasangka" yang dipengaruhi oleh kultur masyarakat, tradisi yang hidup dari

berbagai gagasan.Walaupun begitu, menurut Paul Ricoeur, "sebuah teks harus kita

tafsirkan dalam bahasa dan tidak pemah tanpa pengandaian, dan diwamai dengan

situasi kita sendiri dalam kerangka waktu yang khusus".32 Karenanya, sebuah teks

selalu berdiri di antara penjelasan struktural dan pemahaman hermeneutika, yang

saling berhadapan. Penjelasan struktural bersifat objektif, sedangkan pemahaman

hermeneutika memberi kesan kita subjektif.

Dikotomi antara objektivitas dan subjektivitas ini oleh Paul Ricoeur

diselesaikan dengan jalan "sistem bolak-balik", yakni penafsir melakukan

"pembebasan teks" (dekontekstualisasi) dengan maksud untuk menjaga otonomi teks

ketika penafsir melakukan pemahaman terhadap teks; dan melakukan langkah

kembali ke konteks (rekontekstualisasi) untuk melihat latarbelakang terjadinya teks,

atau semacamnya. Dekontekstualisasi maupun rekontekstualisasi itu bertumpu pada

otonomi teks yang terdiri dari tiga macam, yakni:33

1. Intensi atau maksud pengarang (teks), 2. Situasi kultural dan kondisi sosial pengadaan teks (konteks), dan 3. Untuk siapa teks itu dimaksudkan (kontekstualisasi).

                                                            31 Ibid, hal 107. 32 Ibid, hal 108. 33 Ibid, hal 109.

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

30                                                                                                                          Universitas Indonesia

Kontekstualisasi yang dimaksudkan adalah bahwa materi teks "melepaskan

diri" dari pengetahuan yang terbatas dari pengarangnya. Selanjutnya,teks tersebut

“membuka diri”34 terhadap kemungkinan dibaca dan ditafsirkan secara luas oleh

pembaca yang berbeda-beda, inilah yang dimaksudkan dengan rekontekstualisasi.

Dengan jalan "sistem bolak-balik" itu, seorang hermeneutis harus melakukan

pembacaan "dari dalam" teks tanpa masuk atau menempatkan diri dalam teks

tersebut, dan cara pemahamannya pun tidak dapat lepas dari kerangka kebudayaan

dan sejarahnya sendiri. Karenanya, untuk dapat berhasil pembacaan "dari dalam" itu,

menurut Paul Ricoeur, "ia harus dapat menyingkirkan distansi yang asing, harus

dapat mengatasi situasi dikotomis, serta harus dapat memecahkan pertentangan tajam

antara aspek-aspek subjektif dan objektif." Hal ini hanya dapat dilakukan dengan cara

"membuka diri terhadap teks” yang berarti kita mengijinkan teks memberikan

kepercayaan kepada diri kita," kata Paul Ricoeur.35

Untuk memahami teks tersebut diperlukan dialektika distansiasi dan

apropriasi serta dialektika penjelasan dan pemahaman. Dalam The interpretation

Theory : discourse and the surplus meaning , apropriasi adalah partner otonomi

semantic yang membebaskan teks dari pengarangnya. Sedangkan dengan distansiasi

teks dapat diselamatkan dari kerenggangan budaya dan meletakannya dalam

proksimitas baru. Proksimitas ini mempertahankan dan memelihara jarak kultural dan

memasukan hal kelainan (otherness) menjadi kemilikan (owness).36

                                                            34 Yang dimaksudkan dengan "membuka diri terhadap teks" adalah proses meringankan dan mempermudah isi teks dengan cara menghayatinya. Hal itu disebabkan bahwa dalam interpretasi terhadap teks, kita tidak perlu bersikap seakan-akan menghadapi teks yang kaku, tetapi kita harus dapat membaca ke dalam teks itu. Kita juga harus mempunyai konsep-konsep yang kita ambil dari pengalaman-pengalaman kita sendiri yang tidak mungkin kita hindarkan keterlibatannya sebab konsep-konsep ini dapat kita ubah atau disesuaikan tergantung pada kebutuhan teks. Namun, di sini kita juga masih berkisar pada teks sekalipun dalam interpretasi kita juga membawa segala kekhususan ruang dan waktu kita. 35 Ibid, hal 110. 36 Paul Ricoeur, The Interpretation Theory: Discourse and the Surplus of Meaning. Fort Worth: Texas Christian Press, 1976. Hal 43

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

31                                                                                                                          Universitas Indonesia

Dalam konsep dialektika penjelasan (explanation-erklaren) dan pemahaman

(understanding-verstehen), pemahaman adalah untuk membaca apa peristiwa

diskursus itu yang merupakan ucapan dari diskursus. Sedangkan penjelasan adalah

untuk membaca apa otonomi verbal dan tekstual itu yang merupakan makna obyektif

dari diskursus.37Dengan penjelasan ini, orang dapat mengeksplisitkan atau

menguraikan proposisi dan makna teks. Sedangkan dengan pemahaman orang dapat

memahami dan mengerti sebagai keseluruhan dari mata rantai makna parsial teks

dalam tindakan sintesis. Lebih jauh teks ditempatkan dalam konteks sosial. Dengan

begitu konsep tindakan penuh makna sebagai teks menurut Ricoeur berarti

mengizinkan teks memberikan kepercayaan kepada diri manusia dengan cara yang

objektif. Dengan penjelasan tersebut Ricoeur mengatakan bahwa memahami teks

berarti memahami individu.

Selanjutnya Paul Ricoeur melalui bukunya The Interpretation Theory:

Discourse and the Surplus of Meaning menghubungkan hal tersebut pada langkah

pemahaman yang berlangsung mulai dari "penghayatan terhadap simbol-simbol",

sampai ke tingkat gagasan tentang "berpikir dari simbol-simbol" seperti berikut ini :38

1. Langkah simbolik atau pemahaman dari simbol-simbol; 2. Pemberian makna oleh simbol serta "penggalian" yang cermat atas makna; 3. Langkah filosofis, yaitu berpikir dengan menggunakan simbol sebagai titik

tolaknya

Ketiga langkah tersebut erat hubungannya dengan langkah pemahaman

sebagai jalan panjang menuju tahapan interpretasi. yakni interpretasi semantik,

interpretasi refleksif, interpretasi dan eksistensial atau ontologis. Interpretasi literal

adalah interpretasi yang bertitik tolak pada sejumlah bentuk-bentuk simbolik yang

berasal dari simbol literal. Interpretasi refleksi adalah interpretasi yang berawal dari

interpretasi semantik dan bertitik tolak pada kesadaran manusia, dimana terdapat

tahapan refleksi terhadap kesadaran manusia. Dalam tahapan ini manusia dapat

                                                            37Ibid Hal 71-72. 38 Ibid, hal 111. 

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

32                                                                                                                          Universitas Indonesia

merasakan kesadaran bahwa dirinya dapat salah bertindak. Sedangkan interpretasi

eksistensial adalah interpretasi yang dibangun di atas interpretasi sebelunya.

Interpretasi eksistensial berusaha menemukan makna dengan mengadakan refleksi

terhadap makna yang kedua yaitu makna yang berada pada subyektifitas kesadaran

manusia. Dengan demikian tahap ini merupakan suatu tahap refleksi yang mendalam

terhadap dibongkarnya subyektivitas manusia dalam hubunngannya dengan

kesadaran manusia. Tahap ini merupakan tahap terpenting karena pada tahap ini

keberadaan eksistensial makna yang sesungguhnya dari simbol-simbol tertentu dapat

dipahami dengan lebih mendalam.

Karenanya, Paul Ricoeur menegaskan bahwa "pemahaman itu pada dasamya

merupakan “cara berada” (mode of being) atau "cara menjadi". Namun, bagaimana

pernyataan Paul Ricoeur ini dapat diterima sebab pemahaman hanya dapat terjadi

pada tingkat pengetahuan, dan cara pemahaman selalu mendapat bantuan dari

pengetahuan? Tentang pendapatnya yang mengatakan bahwa "pemahaman

merupakan cara berada atau cara 'menjadi', dan bukan cara mengetahui atau cara

memperoleh pengetahuan" ini, Paul Ricoeur hanya ingin membuka kesadaran kita

bahwa hermeneutik adalah sebuah metode yang sejajar dengan metode di dalam

sains. Ia tidak ingin metode hermeneutika ini menjadi metode yang kaku dan

terstruktur sebagaimana yang terdapat di dalam ilmu ilmiah lainnya.

2.4. Simbol Menurut Paul Ricoeur

Ricoeur mengatakan bahwa semua yang ada ini harus dilihat atau diwakili

oleh simbol-simbol. Pada mulanya simbol adalah tanda dan diekspresikan dan

dikomunikasikan dengan makna tertentu. Meskipun simbol memiliki elemen dari dari

alam semesta seperti udara, air bulan ataupun benda-benda, tetap saja ia memilliki

dimensi simbolik. Setiap tanda yang memiliki arti, tujuan tertentu di belakang benda

tersebut. Simbol dapat dipahami dengan baik bila berawal dari yang literal dan karena

adanya keadaan yang bertentangan dengan makna yang kedua, maka akan ditemukan

makna yang lebih dalam darinya.

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

33                                                                                                                          Universitas Indonesia

Simbol juga dapat memperjelas hubungan antara makna literal dan makna

simbolik. Obyektivitas makna tergantung pada bagaimana proses itu sendiri

bergantung yaitu antara relasi pertentangan antara makna kedua dengan makna

pertama. Makna simbolik ditentukan di dalam proses itu sendiri dan berasal dari

makna literal dan pertentangan dengan yang dipertentangkan. Ricoeur merumuskan

simbol sebagai semacam struktur signifikan yang mengacu pada sesuatu, secara

langsung dan mendasar dengan makna literal dan ditambahkan dengan makna yang

mendalam yang hanya akan terjadi apabila makna yang pertama atau makna literal

dapat ditembus. Dalam menemukan makna dari simbol literal, terkadang akan

muncul makna kiasan. Ricoeur dalam hal ini menganjurkan untuk menolak makna

kiasan tersebut karena simbol dan makna kiasan tidak bertitik tolak pada hal yang

sama. Simbol mendahului hermenutik, sedangkan kiasan sifatnya hermeneutik.

Simbol dihadirkan dengan makna transparan yang berbeda, sehingga munculnya

makna dari simbol yang literal tidak bisa diinterpretasi secara kiasan.39

Dalam pemikirannya mengenai Filsafat Kehendak, Ia menerangkan tentang

simbol-simbol kejahatan yang di tulis dalam “Symbolism of Evil”. Dalam buku ini ia

menerangkan bahwa bagaimana manusia mengalami kejahatan atau lebih tepat lagi

bagaimana manusia “mengakui” kejahatan. Kejahatan yang dimaksudkan oleh

Ricoeur disini adalah merupakan hal-hal yang tidak beres di dunia dan mengacu pada

hal-hal seperti ketidakbahagiaan, dosa, kematian, ataupun penderitaan.

Bagi Ricoeur sendiri kejahatan haruslah bertitik tolak pada manusia konkret,

artinya manusia beragama yang mengalami kejahatan atau bagaimana ia mengakui

kejahatannya. Pengalaman tentang kejahatan bersifat simbolis karena manusia

mengakui kesalahannya dengan bahasa. Melalui bahasa simbolik pemahaman yang

lebih lanjut tentang kejahatan akan dapat terkuak.

                                                            39 Hubungan yang erat antara makna pertama dan makna kedua, dan adanya proses pertentangan pada keduanya menghasilkan hubungan simbolik yang sangat mendalam dan melahirkan makna yang sangat mendalam. Dalam hal inilah Ricoeur membuat perbedaan khhusus antara simbol dan mitos. Mitos lebih mengarah pada cerita-cerita yang mungkin saja kiasan, sementara simbol lebih radikal daripada mitos. Karenanya mitos hanyalah bagian dari simbol yang berkembang dalam bentuk narasi dan diartikulasikan dalam ruang dan waktu.

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

34                                                                                                                          Universitas Indonesia

Ada tiga macam simbol dalam mengungkapkan pengalamannya tentang kejahatan

sebagai berikut :

1. Noda ( Stain ).

Dalam simbol noda kejahatan dipahami sebagai sesuatu yang merugikan yang

datang dari luar dan dengan cara magis menimpa serta mencemarkan manusia.

Kejahatan disini masih merupakan suatu kejadian obyektif. Jadi berbuat jahat

berarti melanggar suatu orde atau tata susunan yang tetap harus dipertahankan

dan perlu dipulihkan kembali. Dalam bahasa simbol, noda ini dapat dikatakan

sebagai sesuatu yang tabu.40

2. Dosa ( Sin ).

Dalam simbol dosa kejahatan dipahami sebagai putusnya hubungan antara

manusia dengan Tuhan. Berbuat jahat tidak lagi berarti melanggar suatu tata

susunan yang magis dan anonim, melainkan ketidaktaatan terhadap Tuhan

yang telah mengadakan suatu perjanjian dengan manusia. Dosa merupakan

ketidaksetiaan manusia terhadap Tuhan yang setia. Dalam hal ini dosa

dipahami sebagai ketiadaan (nothingness).41

3. Kebersalahan (Guilt).

Pada simbol kebersalahan, kejahatan dipahami sebagai suatu pengkhianatan

terhadap hakekat diri sendiri yang sebenarnya. Akan tetapi kebersalahan

tersebut tidak sama dengan salah ( fault). Dalam konteks kebersalahan,

kejahatan dihayati sebagai suatu penghianatan terhadap hakekat manusia yang

sebenarnya, bukan seperti dosa sebagai suatu pemberontakan terhadap Tuhan.

Kesempurnaan manusia tercapai dengan memenuhi peraturan-peraturan dan

perintah-perintah Tuhan secara seksama, tetapi dengan melanggar peraturan-

peraturan dan perintah-perintah itu manusia tidak bersalah terhadap Tuhan,

melainkan terhadap diri manusia sendiri.42 Dalam memahami kejahatan,

simbol noda, dosa, dan kebersalahan merupakan simbol primer.

                                                            40 Paul Ricoeur, The Symbolism of Evil, trans. Emerson Buchanan, ( New York: Harper and Row, 1967), hal 35-36. 41 Ibid, hal 63 42 Ibid, hal 100-101. 

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

35                                                                                                                          Universitas Indonesia

Setelah mengungkapkan simbol-simbol yang melambangkan kejahatan

manusia, maka Ricoeur mengungkapkan mitos-mitos tentang kejahatan yang

digunakannya untuk menerangkan dari mana asalnya kejahatan. Mitos mempunyai

suatu aspek ontologis: memandang hubungan antara keadaan manusia yang asli

dengan keadaan historisnya sekarang yang ditandai dengan alienasi.

Dalam hubungannya dengan simbol dan mitos ini Ricoeur membedakan 4

macam mitos, yaitu:

1. Mitos Kosmis.

Dalam mitos ini kejahatan disamakan dengan ”khaos” yang terdapat pada

awal mula. Dan sebaliknya, keselamatan atau pembebasan dari kejahatan

disamakan dengan penciptaan dunia. Contoh mitos ini adalah cerita

penciptaan dunia dalam drama yang tertulis pada Babilonia epik yang

bernama Enuma Elish. Dalam epik ini dunia diciptakan sebagai hasil dari

kemenangan dewa Marduk atas Tiamat. Tiamat disimbolkan dengan chaos,

sehingga kemenangan dewa Marduk atas Tiamat melambangkan kemenangan

terhadap chaos tersebut.43

2. Mitos Tragis.

Menurut pandangan tragis tentang manusia, eksistensi manusia disimbolkan

sebagai asal usul kejahatan. Dewa mengakibatkan manusia menjadi bersalah

dan terkutuk karena manusia bersalah. Dapat dipahami bahwa kejahatan

adalah takdir yang menimpa manusia karena ketidaktahuan, sehingga manusia

yang melakukan kejahatan lebih merupakan korban daripada penjahat.44

3. Mitos tentang Adam,

Mitos Adam adalah mitos antropologis par excellence manusia (man).yang

diceritakan dalam kitab suci, yang pertama milik Yahudi, adam disimbolkan

sebagai “asal-usul kejahatan” (the origin of evil) atau “dosa awal mula”

(original sin). Sehingga semua hal yang tidak beres didalam dunia karena

                                                            43 Ibid, hal 175-179. 44 Ibid, hal 221. 

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

36                                                                                                                          Universitas Indonesia

manusia (Adam berarti “manusia”) dimana manusia sendiri ditunjukkan

sebagai asal-usul kejahatan. Di sini kita menjumpai suatu mitos antropologis

tentang kejahatan. Kejahatan berasal dari lubuk hati manusia; kejahatan

disebabkan karena manusia tidak setia, karena ia ”jatuh”. Penciptaan Tuhan

itu sendiri baik dan sempurna, hanya manusia bertanggung jawab atas segala

ketidakberesan dalam dunia.45

4. Mitos Orfis,

Mitos ini menerangkan tentang mitos jiwa yang diasingkan. Menurut Ricoeur,

mitos orfis ini mengembangkan “aspek luar yang tampak (jiwa) pada

penggodaan dan cobaan untuk membuatnya tetap bersama dengan ‘tubuh’,

dipahami sebagai akar yang unik pada semua yang tidak dikehendaki.mitos

Orfis berasal dari tradisi keagamaan Yunani yang dikenal sebagai Orfisme.

Suatu aliran keagamaan yang menjalankan pengaruh mendalam atas

perkembangan filsafat Yunani, khususnya Platonisme dan Neoplatonisme.

Orfis ini dipahami oleh Ricoeur sama dengan mitos pengasingan (myth of

exile).46

Menurut Ricoeur, melalui hermeneutika mitos-mitos diatas mempunyai tiga

fungsi. Pertama, mitos memberikan suatu universalitas konkret tentang kejahatan

bagi manusia, seperti dikatakannya bahwa :

The myth of evil is to embrace mankind as a whole in one ideal history. By means of a time that represents all times, “man” is manifested as a concret universal. Adam signifies man.47 ( Mitos kejahatan itu mencakup manusia sebagai keseluruhan dalam satu sejarah yang ideal. Hal tersebut direpresentasikan melalui keseluruhan waktu, dimana “manusia” dimanifestasikan sebagai universalitas konkret. Adam disimbolkan sebagai manusia.)

                                                            45 Ibid, hal 273. 46 Ibid, hal 330-331 47 Ibid, hal 162. 

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

37                                                                                                                          Universitas Indonesia

Kedua, mitos membawa orientasi dramatis dalam kehidupan manusia dengan

cerita awal mula dan akhir kejahatan itu yang berhubungan dengan kekacauan dan

keselamatan. Sebagaimana mitos dikatakan Ricoeur yaitu :

The universality of man, manifested through the myths, gets its concrete character from movement which is introduced into human experience by narrative; in recounting the beginning and the end of fault, the myth confers upon this experience an orientation, a character, a tension.48 ( Universalitas manusia yang dalam hal ini dimanifestasikan melalui mitos memperoleh karakter konkret dari gerakan yang berawal dari pengalaman manusia lewat cerita; dalam menceritakan awal mula dan akhir tentang kesalahan mitos ini memberikan pengalaman orientasi, karakter, dan ketegangan).

Ketiga, bentuk cerita mitos menjelaskan peralihan keadaan manusia dari yang

tak berdosa menjadi manusia menuju manusia yang penuh noda, dosa, dan

kebersalahan. Hal tersebut dijelaskan Ricoeur demikian:

Still more fundamentally, the myth tries to get at the enigma of human existence, namely, the discordance between the fundamental reality-state of innocence, status of a creature, essential being-and the actual modality of man, as defiled, sinful, guilty.49 ( Mitos menjelaskan enigma eksistensi manusia yang juga merupakan pertentangan antara realitas fundamental-keadaan awal manusia yang tidak berdosa, keadaan penciptaan, manusia yang esensial, dan kini manusia secara aktual penuh noda, dosa, dan kebersalahan ).

Makna simbol termasuk juga mitos (sebagai simbol sekunder) secara lebih

luas menurut Paul Ricoeur didefinisikan sebagai struktur penandaan yang di

dalamnya sebuah makna langsung, pokok atau literer menunjuk kepada, sebagai

tambahan, makna lain yang tidak langsung, sekunder dan figuratif dan yang dapat

dipahami hanya melalui yang pertama".50

                                                            48 Ibid, hal 163. 49 Ibid, hal 163. 50 Ibid, hal 12-13

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

38                                                                                                                          Universitas Indonesia

Kata-kata penuh dengan makna, dan intensi yang tersembunyi, sehingga bagi

Ricoeur setiap kata adalah simbol. Tidak hanya kata-kata di dalam karya sastra, kata-

kata di dalam bahasa keseharian juga merupakan simbol-simbol sebab

menggambarkan makna lain yang sifatnya tidak langsung, terkadang ada yang berupa

bahasa kiasan, yang semuanya itu hanya dapat dimengerti melalui simbol-simbol itu.

Karenanya, simbol dan interpretasi merupakan konsep yang mempunyai pluralitas

makna yang terkandung di dalam simbol atau kata-kata di dalam bahasa. Setiap

interpretasi adalah upaya untuk membongkar makna yang terselubung. 51

Oleh sebab itu hermeneutika fenomenologi sebagai metode interpretasi

bertujuan menghilangkan misteri yang terdapat dalam sebuah simbol dengan cara

membuka makna-makna yang belum diketahui dan tersembunyi di dalam simbol-

simbol tersebut". Dengan begitu dapat ditemukan makna yang sesungguhnya

sehingga dapat mengurangi keanekaan makna dari simbol-simbol".52

2.5. Penerapan Lingkaran Hermeneutika Ricoeur Pada Tato Dayak

Penerapan hermeneutika fenomenologi Paul Ricoeur sebagai metode

interpretasi dalam penulisan tesis ini terlihat dari adanya upaya untuk menempatkan

tato Dayak sebagai teks. Berdasarkan kriteria teks sebagai tindakan bermakna yang

sudah dijelaskan pada halaman terdahulu, maka tato Dayak dalam hal ini dapat

dianggap sebagai sebuah teks karena tato Dayak dapat dideskripsikan secara tertulis.

Adapun sebelum melakukan deskripsi tentang tato Dayak secara spesifik, maka

terlebih dulu akan dilakukan deskripsi tertulis mengenai tato secara umum yang

kemudian akan dihubungkan dengan pemaknaan tato tersebut bagi manusia Dayak.

Di dalam subbab ini juga akan dipaparkan mind maping dari penulis mengenai

                                                            51 Simbol dan interpretasi menjadi konsep yang saling berkaitan, interpretasi muncul di mana makna jamak berada, dan di dalam interpretasilah pluralitas makna termanifestasikan. Seperti pada konsep simbol, interpretasi menurut Ricoeur adalah cara berpikir yang teratur dalam menentukan makna yang tersembunyi dalam lipatan lipatan makna yang berada pada tahap literal sehingga simbol dan interpretasi menjadi konsep yang saling berhubungan. 52 Josef Bleicher, Op.cit., hal 376. 

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

39                                                                                                                          Universitas Indonesia

penerapan hermeneutika fenomenologi Paul Ricoeur pada tato Dayak yang akan

dijelaskan lewat lingkaran hermeneutika dan tahapan interpretasi.

2.5.1. Deskripsi Tato

Kata Tato sendiri menurut sejarah berawal dari bahasa Tahitian; “Tatu atau

Tatau” yang artinya memberikan torehan tanda atau simbol. Setiap negara didunia

masing-masing memiliki perbedaan penulisan kata dan bahasa sebutan untuk Tato. Di

negara kita Indonesia kita menyebutnya dengan sebutan; "Tato atau Rajah" sementara

negara lain, diantaranya; Inggris menyebutnya dengan "Tato", Norwegia

"Tatovering", Swedish "Tatuering", Jerman "Tätowierung", French "Tatouage", Itali

"Tatuággio", Spanyol "Tatuaje", Belanda "Tatoeage", Brazil "Tatuagem", Hawai

"Kakau", Portugis "Tatuagem", Slovenia "Tetoviranje", Turki "Dövme", Hongaria

"Tetoválás", Jepang "Irezumi/Horimono", Selandia Baru "Moko", dan lain-lain.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tato berarti gambar (lukisan) pada

bagian (anggota) tubuh. Tato adalah suatu tanda yang dibuat dengan memasukkan

pigmen ke dalam kulit. Dalam istilah teknis, rajah adalah implantasi pigmen mikro.

Tato dapat dibuat pada kulit manusia atau hewan. Tato pada manusia adalah suatu

bentuk modifikasi tubuh, sementara Tato pada hewan umumnya digunakan sebagai

identifikasi.

Maksud dari pembuatan tato memang bermacam-macam, dihubungkan

dengan kebudayaan tradisional, pembuatan tato memiliki sesuatu yang sangat erat

kaitannya dengan ritual atau tradisi. Para wanita suku Dayak di Kalimantan menato

dirinya sebagai simbol yang menunjukkan keahlian khusus mereka. Suku Maori di

Selandia Baru membuat tato yang berbentuk ukiran-ukiran spiral pada wajah dan

pantat. Menurut mereka, ini adalah tanda bagi keturunan yang baik. Di Kepulauan

Solomon, tato ditorehkan di wajah perempuan sebagai ritus untuk menandai tahapan

baru dalam kehidupan mereka. Hampir sama seperti di atas, orang-orang Suku Nuer

di Sudan memakai tato untuk menandai ritus inisiasi pada anak laki-laki. Orang-orang

Indian melukis tubuh dan mengukir kulit mereka untuk menambah kecantikan atau

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

40                                                                                                                          Universitas Indonesia

menunjukkan status sosial tertentu. Sementara di Tiongkok sendiri, budaya Tato

terdapat pada beberapa etnis minoritasnya, yang telah diwarisi oleh nenek moyang

mereka, seperti etnis Drung, Dai, dan Li, namun hanya para wanita yang berasal dari

etnis Li dan Drung yang memilik kebiasaan mentato wajahnya.53

Gambar atau simbol pada kulit tubuh berupa tato tersebut diukir dengan 

menggunakan alat sejenis jarum. Dulu, orang-orang masih menggunakan teknik

manual  dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato. Ada yang

menggunakan tulang binatang sebagai jarum seperti yang dapat dijumpai pada orang-

orang Eskimo, Suku Dayak dengan duri pohon jeruk, dan ada pula yang

menggunakan tembaga panas untuk mencetak gambar naga di kulit seperti yang dapat

ditemui di Cina. Rasa sakit pasti dialami ketika membuat tato di tubuh, namun karena

nilai yang tinggi dari tato dan harga diri yang didapatkan, maka rasa sakit itu

dianggap tidak sebanding. Pada umumnya tato diaplikasikan di kulit menggunakan

tinta berwarna hitam, akan tetapi seiring perkembangan teknologi pewarnaan, warna-

warna tatopun kian beragam. Tidak heran jika tato dianggap sebagai karya seni

karena tubuh merupakan satu dari objek pertama dalam seni; dimana objek alami

dengan tambahan berupa simbol bertransformasi menjadi objek dalam kebudayaan.54

Gambar 1. Proses Pembuatan Tato Tradisional

                                                            53 Hatib Abdul Kadir Olong, Tato, ( Yogyakarta, LKis, 2006), hal. 88-91. 54 Posisi tubuh menjadi sangat vital karena ia merupakan ruang perjumpaan antara individu dan sosial; ide dan materi; sakral dan profan, transenden dan imanen. Tubuh dengan posisi ambang seperti itu tidak saja disadari sebagai medium bagi merasuknya pengalaman ke dalam diri, tetapi juga merupakan medium bagi terpancarnya ekspresi dan aktualisasi diri. Bahkan lewat dan dalam tubuh, pengalaman dan ekspresi terkait secara dialektis.

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

41                                                                                                                          Universitas Indonesia

Selama ini diyakini bahwa tato tertua ditemukan di Mesir sekitar tahun 1300

SM, akan tetapi dari penelitian yang dilakukan oleh Ady Rosa55 diketahui bahwa tato

Mentawai telah ada sejak 1500 tahun sampai 500 tahun sebelum Masehi. Sejumlah

penelitian menunjukan bahwa seni tato juga terdapat di Siberia (300 SM), Inggris (54

SM), Indian Haida di Amerika, suku-suku di Eskimo, Hawaii, dan Kepulauan

Marquesas. Selain itu, budaya tato ini juga bisa ditemukan pada suku Rapa Nui di

Kepulauan Easter, suku Maori di Selandia Baru, suku Dayak di Kalimantan, dan suku

Sumba di Sumatera Barat.

Berdasarkan perkembangannya tato adalah produk budaya yang pada

perkembangannya mengalami pergeseran makna. Apabila pada masyarakat

tradisional tato merupakan identitas dalam masa peralihan (rites of passage),Adapun

pada masa sekarang tato sudah dianggap sebagai seni dan keindahan yang menjadi

bagian dari budaya popular dalam masyarakat. Kepemilikan tato saat ini sudah

menjadi hal yang biasa dan ditoleransi sebagai sebuah tren fashion yang berkembang

dengan beragam motifnya. Tato dianggap sudah lebih “bebas” dari unsur-unsur

politik dan citra masyarakat mengenai tato yang bersifat negatif.  

  Di indonesia sendiri pernah ada masa ketika tato dianggap sebagai sesuatu

yang menakutkan. Setiap orang yang memakai tato dianggap identik dengan penjahat,

rampok, gali, dan preman. Walaupun ada beberapa orang bertato yang bukan

kriminal, akan tetapi aparat pemerintah sama sekali tidak pandang bulu. Yang mereka

lakukan adalah langsung mengidentikan orang bertato sebagai kriminal. Mereka

melakukan hal tersebut dengan tujuan menciptakan kondisi masyarakat yang aman

dan terkendali karena pada saat itu timbul keresahan dengan adanya penjahat,

rampok, gali, dan preman. Untuk lebih mempermudah kinerjanya, aparat pemerintah

mengidentikan golongan tersebut dengan tato. Oleh karena itu siapa saja yang bertato

                                                            55 Menurut Adi Rosa dalam tesisnya mengenai Eksistensi Tato Mentawai, setiap daerah di Mentawai mempunyai aturan tersendiri dalam menggunakan gambar Tato yang akan menghiasi tubuh mereka, dimana setiap gambar memiliki makna tertentu, dan terdapat kode-kode yang dilukiskan di sana. Tato dianggap memiliki bahasa tersendiri dan dipandang sebagai pakaian abadi, sehingga masyarakat Mentawai malu jika tidak mempunyai Tato.

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

42                                                                                                                          Universitas Indonesia

saat itu akan ditangkap aparat. Brita L.Miklouho-Maklai dalam tulisannya “Menguak

Luka Masyarakat”, menyebutkan bahwa para penjahat itu kebanyakan diidentifikasi

melalui tato untuk kemudian ditembak secara rahasia, lalu mayatnya di taruh dalam

karung dan di buang di sembarang tempat seperti sampah.  

  Perubahan paradigma dalam memaknai tato inilah yang sedikit banyak tidak

terlepas dari pemahaman terhadap simbol yang mengikutinya. Pada dasarnya simbol

dan tato memang merupakan kedua hal yang saling terkait.

2.5.2. Deskripsi Tato Dayak

Bagi manusia Dayak, tato memiliki makna yang sangat mendalam tidak hanya

sekedar penghias tubuh belaka tetapi juga sebagai fenomena yang penuh dengan

berbagai masalah komplek sekaligus bersifat antropologis dan filosofis seperti

mengandung nilai sosial budaya, politik, pandangan hidup, nilai religius, eksistensial

dan sebagainya.

Interpretasi dalam penelitian ini berawal dari makna-makna yang terdapat

dalam tato Dayak yang mana di dalamnya sarat akan simbol-simbol. Untuk itulah tato

Dayak selanjutnya dianggap sebagai sebuah teks dimana tato Dayak menampilkan

segi fenomenologis karena dapat dipilah dan diterangkan. Dalam hubungannya

dengan penggunaan hermeneutika fenomenologi Paul Ricoeur, tato Dayak dapat

dikaji secara filosofis karena di dalam tato Dayak ditemukan konsep Lebenswelt

(dunia-kehidupan) dimana tato tersebut bercerita mengenai perjalanan kehidupan

seorang manusia Dayak, sekaligus juga merupakan perwujudan dari interaksi antara

manusia Dayak dengan dunia sekitarnya.

Pemahaman akan tato pada dasarnya juga merupakan pemahaman terhadap

“cara berada” (mode of being) atau “cara menjadi” dari seorang manusia Dayak.

Memahami tato Dayak tidak ubahnya dengan memahami manusia Dayak dengan

segala aspek yang ia miliki. Karena keberadaan tato yang melekat di tubuh seorang

manusia Dayak membuatnya “menjadi” sosok yang khas, dimana seorang manusia

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

43                                                                                                                          Universitas Indonesia

Dayak yang memiliki tato dianggap sebagai manusia seutuhnya, yaitu manusia

sebagai Dasein yang memiliki sejarah, cara hidup, dan cita-cita.

Berbagai kategori yang digunakan Ricoeur untuk menafsirkan teks tato Dayak

mulai dari terpaterinya tindakan, mandirinya tindakan, relevansi tindakan dan

tindakan sebagai karya terbuka. Adanya hubungan dialektika antara peristiwa, dalam

hal ini peristiwa membuat tato dengan makna dari tato Dayak tersebut.

Adanya sumber tertulis mengenai manusia Dayak sebagai pemilik tato

tersebut juga menjadi penunjang dalam pengolahan tato Dayak sebagai teks, maka di

dalam kehidupan manusia Dayak perilaku membuat tato berkaitan juga dengan ide

atau gagasan yang sejalan dnegan adat-istiadat dan pandangan hidup mereka.

Pemahaman tentang tato Dayak sebagai teks mengarah pada pemahaman tentang

manusia Dayak yang diungkapkan melalui kedekatan mereka dengan alam lewat

simbol dan mitos-mitos.

Simbol yang terdapat pada tato Dayak memberikan sesuatu hal untuk

dipikirkan. Sedangkan mitos tato sebagai penerang menuju kematian memunculkan

peristiwa yang sebenarnya dan di belakang refleksi itu, diharapkan dapat memberikan

jawaban dari situasi kebudayaan membuat tato pada manusia Dayak.

Dengan kata lain simbol pada tato dapat dilihat pada gambar tato sebagai

simbol dasar. Pada tato Dayak simbol dasar tersebut merupakan makna literal tato

sebagai tanda pada tubuh pada manusia Dayak. Kebiasaan manusia Dayak

menggunakan tato menjadi satu pemahaman literal bahwa tato yang dalam bahasa

Dayak disebut tedak yang berarti tanda, merupakan identitas bagi manusia Dayak.

Dengan menembus yang literal melalui mitos alam semesta dan kepercayaan manusia

Dayak akan adanya kehidupan setelah kematian, maka makna mendalam tato sebagai

makna sesungguhnya akan bisa ditemukan.

Mitos Dunia Atas, Dunia Tengah, dan Dunia Bawah serta mitos bahwa tato

merupakan obor penerang menuju kematian ( penjelasan lebih lanjut dapat ditemukan

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

44                                                                                                                          Universitas Indonesia

pada bab 3) menjadi perantara dalam mencari dan merefleksikan maknanya dimana

dari mitos tersebut muncul simbol-simbol yang berkaitan erat dengan mitos tersebut,

seperti simbol-simbol kejahatan yaitu noda, dosa, dan kebersalahan. Kejahatan yang

di analogikan sebagai adanya ketidakberesan di dunia ini diakui oleh manusia Dayak.

Pengakuan ini berwujud pada pemahaman akan yang religius yang dihadirkan dengan

tato sebagai praktek religius yang berkaitan dengan kehidupan manusia Dayak.

Dari penjelasan tersebut maka tato yang melekat pada tubuh manusia Dayak

atau dengan kata lain tubuh manusia Dayak yang bertato dapat dianggap sebagai

simbol kejahatan. Adanya simbol yang bermakna ganda pada tato Dayak sebenarnya

ditentukan oleh makna literal dimana dari makna yang bersifat literal tadi dibangun

makna kedua yaitu makna refleksif yang menembus makna pertama. Hasil yang

didapat adalah makna yang eksistensial. Hal tersebut menunjukan bahwa dalam usaha

menginterpretasi simbolisme tato Dayak, yang dalam pemikiran Ricoeur disebut pula

sebagai upaya hermeneutik, terdapat tingkatan interpretasi, yaitu tingkatan

interpretasi pertama yang merupakan interpretasi empiris mencakup pembuatan tato

Dayak, maksud dari pembuatan tato dan siapa saja yang berhak ditato dimana

interpretasi itu disebut sebagai interpretasi literal.

Pada tahap interpretasi kedua yaitu tahapan reflektif, terdapat kesadaran

manusia Dayak yang dinaungi oleh pandangan hidup dan keyakinan religiusnya. Pada

tahap ini manusia Dayak sadar sepenuhnya bahwa ia dapat saja terjerumus pada hal-

hal yang tidak beres di dunia. Selanjutnya adalah Tahap ketiga yang merupakan

refleksi terhadap hasil makna interpretasi kedua yang menghasilkan interpretasi

eksistensial. Tahap ini merupakan suatu interpretasi dimana terdapat kesadaran

manusia Dayak yang meliputi pandangan hidup dan keyakinan religinya.

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

45                                                                                                                          Universitas Indonesia

Untuk dapat melihat secara keseluruhan bagan metodologis dan

aplikasi hermeneutika Paul Ricoeur pada tato Dayak, maka akan dibuat

lingkaran hermeneutis dan tahapan interpretasi yang juga merupakan mind

maping dari penulis, sebagai berikut :

Bagan 1. Lingkaran Hermeneutik Pada Tato Dayak

1

Tato Dayak

2

Hermeneutika Paul Ricoeur

3

Aspek Pragmatik /  Makna Literal Tato Dayak

4

Makna Simbolik Tato 

Dayak

5

Eksistensi Manusia Dayak

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

46                                                                                                                          Universitas Indonesia

SIMBOL TATO DAYAK

TAHAP 1 : INTERPRETASI EMPIRIS

Deskripsi tato Dayak, praktek pembuatan tato. pemahaman literal manusia

Dayak terhadap tato.

TAHAP 2 : INTERPRETASI REFLEKTIF

Refleksi terhadap tato Dayak menghasilkan makna simbolik sebagai bagian dari

kehidupan manusia Dayak menyangkut simbol religiusitas,

simbol siklus kehidupan & kematian, dan simbol eksistensi.

TAHAP 3 : INTERPRETASI EKSISTENSIAL

Terlepas dari kesadaran manusia Dayak, tato memberikan makna berupa hakekat

kehidupan manusia Dayak sebagai bagian dari alam yang tidak bisa terlepas dari

alam sekitar, leluhur, dan kehidupan setelah kematian.

Bagan 2. Tahapan Interpretasi Pada Tato Dayak

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

47                                                                                                                          Universitas Indonesia

BAB 3

TATO DAN MANUSIA DAYAK

Dalam studi filsafat, kita mengenal berbagai konsep manusia dalam aneka

budaya dan tradisi pemikiran. Setiap budaya dan setiap suku bangsa memiliki citra,

gambaran dan konsep manusianya sendiri-sendiri. Supaya manusia bisa dimengerti

dan diberi ciri sebagai manusia, maka manusia harus dilihat sebagai makhluk yang

bisa sekaligus dan secara interaktif berbicara, berpikir, mencintai dan menentukan

sikap, juga menguasai alam semesta melalui perilakunya. Pada dasarnya alam

semesta ini merupakan semesta simbolik yang terdiri atas simbol dan mitos. Sebagai

bagian dari semesta simbolik dapat dikatakan bahwa segala bentuk perilaku yang

dilakukan manusia adalah juga merupakan perilaku simbolik. Dengan perilaku

simbolik inilah manusia memberi arti kepada hidupnya.

Dalam Bab 3 ini akan dijelaskan mengenai citra dan gambaran manusia

Dayak ditinjau dari perspektif kosmologis. Konsep tentang manusia dalam perspektif

ini dilihat dari perilakunya yang berhubungan erat dengan alam atau kosmos, dimana

pada alam atau kosmos tersebut sarat akan simbol-simbol. Dalam kaitannya dengan

tato, tato merupakan salah satu simbol yang menggambarkan relasi antara manusia

Dayak dengan alam semesta. Tato Dayak merupakan perpaduan antara kehidupan

manusia, binatang, dan tumbuhan yang hidup di sekitarnya. Dalam arti lain, tato

Dayak merupakan lambang dan bentuk dari ekspresi pengharapan terhadap

kesuburan, keamanan, kebajikan, dan kesehatan sekaligus juga melambangkan

perpaduan harmonis antara kehidupan masa kini dan kehidupan masa depan.

3.1. Eksistensi Manusia Dayak

Dayak adalah nama suku di Indonesia yang memiliki budaya daratan bukan

budaya maritim. Budaya daratan yang dimaksud di sini adalah sebuah budaya yang

hampir di setiap segi kehidupan suku tersebut dilakukan di daratan bukan di daerah

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

48                                                                                                                          Universitas Indonesia

pesisir apalagi di lautan seperti budaya maritim. Hal itu dapat dilihat dari kegiatan

sehari-hari suku Dayak yang dilakukan di daratan seperti berburu, bertani, dan

berkebun.

Kata Dayak adalah sebuah kata untuk menyatakan suatu kelompok yang tidak

menganut agama Islam dan hidup menetap di pedalaman Kalimantan. Istilah ini

diberikan oleh bangsa Melayu yang hidup di daerah pesisir Kalimantan kepada orang-

orang yang mendiami daerah hulu ataupun pegunungan. Bangsa Melayu pada waktu

itu adalah sekelompok masyarakat yang berasal dari daerah Melayu dan berbahasa

Melayu pula. Sebutan Melayu dalam makna yang berbeda juga ditujukan bagi mereka

yang sudah memeluk agama Islam.56 Jika dilihat dari pandangan orang Dayak sendiri,

yang disebut sebagai orang Melayu adalah sekelompok orang yang berasal dari

daerah Melayu dan para pendatang lain yang berdatangan ke Kalimantan, kecuali

kelompok Tionghoa, yang mendiami Kalimantan.

Orang-orang Melayu mengatakan bahwa Dayak itu berarti orang gunung.

Walaupun tidak ada penjelasan di kamus ataupun pendapat para ahli yang

menyatakan bahwa kata Dayak itu berarti orang gunung, akan tetapi pemaknaan

tersebut disebabkan karena sebagian besar dari orang Dayak menetap di daerah hulu

sungai yang topografi tanahnya berbentuk pegunungan. Di samping nama Dayak ada

juga istilah Dyak untuk mengidentifikasi orang-orang tersebut. Istilah Dyak ini

diberikan oleh orang Inggris dulu kepada suku-suku yang mendiami daerah di

Kalimantan Utara (Malaysia).

Suku Dayak yang menetap di pulau Kalimantan itu tersebar di seluruh bagian

Kalimantan dan hidup tersebar-sebar, di daerah hulu sungai, di daerah yang

tofografinya gunung-gunung, lembah-lembah, dan di kaki bukit. Untuk menyebut jati

diri mereka, orang Dayak biasanya memakai nama aliran sungai besar yang daerah

pesisirnya mereka diami. Misalnya orang Dayak yang mendiami daerah pesisir sungai

Kahayan, mereka menyebut jati diri mereka sebagai uluh Kahayan (orang Kahayan).

                                                            56 Victor King, The Peoples Of Borneo. Cambridge Massachusetts : Blackwell Publisher. 1993 

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

49                                                                                                                          Universitas Indonesia

Ada uluh Katingan, uluh Barito, dan lain sebagainya. Secara ringkas berdasarkan

pembagian wilayah, suku Dayak dapat dikelompokkan ke dalam enam kelompok

besar yaitu : 57

1. Kenyah, Kayan, dan Bahau yang mendiami daerah Kalimantan Timur.

2. Ot-Danum yang umumnya mendiami daerah Kalimantan Tengah.

3. Klemantan yang mendiami daerah Kalimantan Barat.

4. Iban yang mendiami daerah Sarawak, Malaysia Timur.

5. Murut mendiami daerah Sabah Malaysia Timur dan Utara Kalimantan Timur.

6. Punan atau suku-suku yang mengembara di pedalaman Kalimantan.

Pada dasarnya terdapat kesamaan yang signifikan di antara suku-suku Dayak,

kecuali suku Punan yang memang lebih nomadik. Kesamaan tersebut dapat

ditemukan dalam hal-hal yang berkaitan dengan fakta bahwa mereka tinggal di rumah

panjang, menggunakan Mandau dan sumpit, memproduksi keranjang rotan,

menggunakan manik-manik dalam ritual, melakukan pertanian dengan sistem ladang

berpindah, dan dalam hal pertunjukan tari dalam ritual mereka. Kesamaan yang

dimiliki oleh sebagian besar suku Dayak inilah yang membuka kemungkinan untuk

mengkaji kebudayaan Dayak sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan

Manusia Dayak mengenal zat tertinggi yang menciptakan dunia dan segala

isinya. Itu tersirat dalam adat, mitos-mitos tentang kejadian alam semesta dan

manusia yang memperlihatkan keterkaitan-keterkaitan antara manusia dengan

makhluk-makhluk lain serta alam lingkungan sekitarnya. Keyakinan terhadap zat

tertinggi atau Tuhan itu tersurat dalam keyakinan mereka terhadap adanya dunia batin

(inner world) yang memiliki kekuatan magis yang mengendalikan alam semesta.

                                                            57 Mikhail Coomans, Manusia Daya : Dahulu, Sekarang dan Masa Depan.( Jakarta : PT. Gramedia, 1987), hlm 53.  

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

50                                                                                                                          Universitas Indonesia

Dalam mitologinya secara umum manusia Dayak mengenal empat tingkatan dewa-

dewa sebagai kekuatan alam yang tinggi. Mereka adalah:58

1. Nek Panitah Nek Panitah adalah dewa tertinggi. Ia hidup bersama istrinya yang bernama Nek Duniang. Anak Nek Panitah dengan Ne’ Duniang bernama Baruakng Kulub. Panitah sama artinya dengan perintah.

2. Jubata Jubata adalah roh-roh yang baik. Jumlah mereka banyak. Tiap sungai, gunung, hutan, bukit mempunyai Jubata. Yang terpenting adalah Jubata dari Bukit Bawang. Apa’ Manto Ari adalah Jubata dari Bukit Bawang.

3. Kamang Kamang adalah roh-roh leluhur dari orang Dayak. Ia berpakaian cawat dan kain kepala warna merah dan putih diputar bersama ( tangkulas ). Ini juga pakaian dari pengayau kalau mereka pulang dengan membawa hasil. Kamang bisa melihat, mencium bau dan makanannya darah. Ini terlihat dari upacara-upacara adat.

4. Antu. Jumlah Antu ( hantu ) banyak sekali. Dalam arti tertentu, mereka kurang lebih jiwa orang mati. Antu selalu menyebabkan penyakit pada manusia, binatang maupun tumbuhan. Antu cacar menyebabkan penyakit cacar pada manusia. Antu juga dapat menyebabkan penyakit pada padi dan antu serah menyebabkan banyak tikus makan padi diladang.

Kepercayaan pada empat tingkat makhluk supranatural inilah yang

melahirkan asas-asas kehidupan mereka dimana manusia Dayak memegang lima

prinsip kehidupan yang ditetapkan berdasarkan adat, yaitu: hidup harus tolong-

menolong, harus hidup mempertahankan keamanan rakyat dan desa, Tidak boleh

tipu-menipu, harus jujur dan adil, dan harus hidup setali sedarah. Bagi pelanggar lima

sumpah adat ini, maka akan diberlakukan hukuman adat bagi manusia. Secara

ringkas, manusia Dayak yakin bahwa ada dua ruang lingkup alam kehidupan, yaitu

kehidupan alam nyata dan kehidupan alam maya. Yang berada di alam kehidupan

nyata ialah makhluk tak hidup, tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Sedangkan

                                                            58 Maniamas Miden Sood, Dayak Bukit, Tuhan, Manusia, Budaya (Pontianak : Institute of Dayakology Research and Development, 1999), hal 7. 

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

51                                                                                                                          Universitas Indonesia

yang berada di alam kehidupan maya antara lain: Ibalis, Bunyi’an, Antu, Sumangat

Urang Mati, dan Jubata.59

Kedua alam kehidupan ini dapat saling pengaruh-mempengaruhi satu dengan

yang lainnya. Kekuatan supranatural yang dimiliki oleh manusia adalah salah satu

contoh dari akibat tersebut di atas. Untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan

alam nyata dan kehidupan alam maya, serta untuk menata seluruh aspek kehidupan

warganya, hubungan timbal-balik sesama warganya, hubungan warganya dengan

alam lingkungannya, serta penciptanya/Jubata agar tetap serasi dan harmonis, nenek

moyang para leluhur mereka telah menyusun secara arif dan bijaksana ketentuan-

ketentuan, aturan-aturan yang harus ditaati dan dijadikan pengangan hidup bagi

seluruh warganya dan warga keturunannya dari generasi ke generasi sampai kini. 60

Manusia Dayak dalam menjalani rutinitas kehidupannya tidak lepas dari

praktek religius tradisionalnya yang diwarisi oleh para leluhurnya, terutama dalam

interaksinya dengan alam lingkungannya. mereka percaya bahwa dalam usaha

mendapatkan rejeki, kesehatan dan keselamatan dalam kehidupan ini tidak hanya

bertumpu pada usaha kerja keras saja, tetapi juga pada harapan adanya campur tangan

dari “apa” yang mereka yakini.

Manusia Dayak bukanlah penganut monotheisme, namun sikap keyakinannya

tidak dapat dikategorikan dalam animisme, sebab agama justru berkembang dari

asumsi dasar bahwa di dalam alam terdapat daya hidup atau kekuatan hidup dalam

benda-benda tertentu atau gejala-gejala alam, seperti sungai yang mengalir deras dan

bergemuruh, gunung yang tinggi, pohon besar, matahari yang bersinar terang, kilat

dan petir yang menyambar dahsyat. Daya hidup atau kekuatan penghidup itulah yang

dinamakan roh. Roh itu kemudian dihubungkan dengan benda-benda dan kemudian

dipuja. Alam dipandang sebagai suatu kekuatan yang mengerikan, sekaligus

mempesonakan. Keindahannya bukan pertama yang diperhatikan, melainkan

kedahsyatan dan kekuasaan tertinggi yang terkandung dalam fenomena alam tersebut.                                                             59 Ibid 60 ibid

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

52                                                                                                                          Universitas Indonesia

Dalam berkomunikasi dengan alam yang dipakai pertama-tama adalah

lambang-lambang suara dan bunyi-bunyian, seperti musik dan mantra. Maksud

lambang-lambang itu sama dengan lambang bahasa, yaitu untuk mengenal,

mengidentifikasi, menjinakkan dan menguasai dunia luar yang tadi.61 Melalui bahasa

simbol itu masyarakat menginterpretasikan hubungan dan eksistensi dunia gaib yang

dipercaya ada untuk dapat dipahami dan diungkapkan maknanya dalam kehidupan di

alam nyata.

Selain benda dan gejala alam ada pula benda yang tidak dianggap oleh orang

Dayak sebagai daya penghidup, melainkan hanya sebagai sarana penampakan roh,

kekuatan gaib, atau sebagai tempat keramat. Manusia menjadi sadar terhadap

keberadaan yang sakral, karena yang sakral memanifestasikan dirinya, menunjukkan

dirinya sebagai sesuatu yang berbeda secara menyeluruh dari yang profan. Hal ini

dinamakan hierophany, yakni sesuatu yang sakral menunjukkan dirinya kepada

manusia. Dari sini dapatlah dikatakan bahwa sejarah agama-agama dari primitif

hingga yang paling tinggi dibentuk oleh sebagian besar hierophany, yaitu oleh

manifestasi-manifestasi realitas-realitas yang sakral tadi. Bagi mereka yang

mempunyai pengalaman religius, setiap benda mempunyai kemampuan untuk

menjadi perwujudan kesakralan kosmik. Bahkan kosmos ini dalam keseluruhannya

dapat menjadi hierophany.62

Dalam hal inilah manusia Dayak memahami alam semesta (kosmos) sebagai

suatu bentuk kehidupan bersama antara manusia dan yang non-manusia, Bentuk

kehidupan itu merupakan suatu sistem yang unsur-unsurnya terdiri dari unsur alam

manusia dan alam non-manusia yang saling berkolerasi. Sistem kehidupan itu sendiri

merupakan lingkungan hidup manusia dimana manusia hidup dan berkolerasi secara

harmonis dan seimbang dengan unsur-unsur lain yang bukan manusia. Hubungan

yang harmonis dan seimbang dalam sistem kehidupan dibangun oleh manusia melalui

praktik-praktik religi.Manusia sebagai bagian dari alam memiliki unsur-unsur alam,                                                             61 Dick Hartoko, Manusia dan Budaya (Yogyakarta: Kanisius, 1984), hal. 23 62Mircea Eliade, “The Sacred and The Profane”, terj. Nuwanto, Sakral dan Profan: Menyingkap Hakikat Agama (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hal. 3-5.

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

53                                                                                                                          Universitas Indonesia

misalnya, udara, air, dan zat lainnya dalam dirinya. Manusia merupakan

mikrokosmos (bagian dari dalam sistem alam semesta (kosmos) ini dan setiap unsur

dalam sistem itu masing-masing memiliki nilai dan fungsinya yang saling

mendukung dalam satu kesatuan yang harmonis dan seimbang.63

Alam berkomunikasi dengan manusia antara lain melalui tanda-tanda yang

diberikan. Sebaliknya bentuk komunikasi manusia dengan alam melalui praksis

(tindakan nyata dan disadari) dan praktik religiusnya. Beberapa contoh bentuk

pemahaman manusia sebagai bagian dari alam yang berkolerasi dalam misalnya,

kematian dipahami sebagai peristiwa kembalinya dan menyatunya jasad manusia

dengan alam dunia.

Dalam keyakinan manusia Dayak, saat seseorang akan meninggal, pada

malam sebelumnya terdengar suara riuh yang berasal dari dalam hutan. Peristiwa ini

sering dialami oleh mereka yang sedang menunggu durian atau berburu pada malam

hari. Orang menafsirkannya bahwa alam bersorak-sorai menyambut kedatangan

manusia yang akan menyatu kembali dengannya. Dan saat sudah dikuburkan, tidak

terdapat kebiasaan membersihkan dan berdoa di kuburan. Pohon-pohon dan semak

dibiarkan tumbuh lebat disekitar kuburan. Masyarakat takut untuk membersihkannya

karena arwah manusia yang dikubur itu akan marah dan menyakitinya. Rangkaian

peristiwa kematian yang dialami dalam kehidupannya membuat masyarakat Dayak

berkesimpulan bahwa manusia itu betul-betul telah kembali dan menyatu dengan

alam karena dia sesungguhnya berasal dari alam. Manusia yang sudah meninggal

dunia itu sesungguhnya telah kembali ke tempat asalnya.

Selain menjalin keakraban dengan leluhur dan dengan makhluk lain yang

tidak terlihat, manusia juga perlu menjalin kerjasama erat dengan binatang sebagai

sesama adalah mahluk ciptaan Tuhan. Oleh karena itu ada salah satu suku Dayak

                                                            63 Dr. Yekti Maunati, Identitas Dayak; Komodifikasi dan Politik Kebudayaan,( Jakarta: Lkis, 2004), hal. 93-94.

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

54                                                                                                                          Universitas Indonesia

yaitu Suku Dayak Ngaju menempatkan binatang pada tempat yang istimewa, antara

lain:64

1. Burung Enggang merupakan lambang kemashyuran dan keagungan. 2. Burung Antang (Elang) merupakan lambang keberanian, kecerdikan serta

kemampuan memberikan petunjuk peruntungan baik buruk. 3. Burung Bakaka diyakini memberikan petunjuk bagi pencari ikan apakah

memperoleh banyak ikan atau tidak. Demikian juga burung perintis. 4. Burung Kalajajau/ Kajajau (Murai) dianggap sebagai burung milik dewa.

Memperlakukan burung Kalajajau/ Kajajau (Murai) dengan semena-mena dapat membawa malapetaka.

5. Burung Tabalului, Kangkamiak dan kulang-kulit sebagai kelompok burung hantu diyakini sebagai burung iblis.

6. Burung Bubut mampu memberikan informasi bahwa tidak alam lagi permukaan air sungai akan meluap atau terjadi banjir.

7. Tambun (ular besar / ular naga) melambangkan kearifan, kebijakan sarana, dan kekuatan.

8. Buaya sering dianggap sebagai penjelmaan mahluk dunia bawah (jata). 9. Angui (Bunglon) diyakini sebagai perwujudan saudara Ranying Hatala Langit

yang bungsu.

Gambar 2. Burung Enggang

Sumber : Koleksi Pribadi

                                                            64 Bernard Sellato, Nomad Of Borneo Rainforest, The Economic, politics and ideology of settling down, ( Honolulu : University Hawaii Press. 1993), hal 61. 

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

55                                                                                                                          Universitas Indonesia

Meskipun binatang adalah mahluk ciptaan Tuhan dengan derajad yang lebih

rendah dari pada manusia, namun manusia harus tetap menjaga keseimbangan

populasinya agar supaya keseimbangan alam tetap terpelihara. Hukum adat melarang

siapapun menganiaya binatang. Sebaliknya adat juga melarang manusia mempunyai

hubungan yang lebih dengan binatang atau disetubuhi oleh binatang. Apabila hal itu

terjadi maka orang tersebut merupakan manusia terkutuk.

3.2 Tato Dalam Kehidupan Manusia Dayak

Tato merupakan salah satu cara manusia untuk mengekspresikan diri. Tato

memiliki makna dan tujuan tertentu dalam pembuatannya baik bagi para pemakai tato

maupun bagi para pembuat tato, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penafsiran

yang beragam dan berbeda-beda terhadap keberadaan tato di masyarakat. Tato dalam

wujud visualnya mempunyai makna tersendiri bila dikaji dari bentuk, dan simbol

yang terkandung di dalamnya.

Seni tato pada suku Dayak dinamakan “tedak”, kata tersebut merupakan kata

benda, sementara seni membuat tato sendiri dinamakan “nedak” yang berarti kata

kerja. Secara luas tato ditemukan di seluruh masyarakat Dayak. Bagi suku ini,

penatoan hanya dilakukan bila memenuhi syarat tertentu. Bagi lelaki proses penatoan

dilakukan setelah ia bisa mengayau kepala musuh. Namun tradisi tato bagi laki-laki

ini perlahan tenggelam sejalan dengan larangan mengayau. Maka setelah ada

pelarangan itu tato hanya muncul untuk kepentingan estetika. Akan tetapi tradisi tato

tak hilang pada kaum perempuan. Hingga kini, mereka menganggap tato sebagai

lambang keindahan dan harga diri.

Sebuah upacara adat harus dilakukan sebelum membuat tato pada kaum laki-

laki. Biasanya penatoan dilakukan dalam sebuah rumah yang memang khusus

digunakan bagi upacara adat tertentu. Ketika seorang laki-laki melakukan ritual tato,

sebagai rasa solidaritas seluruh keluarga diharuskan mengunakan pakaian adat.

Selama proses penatoan, seluruh anggota keluarga diharuskan mengendalikan diri

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

56                                                                                                                          Universitas Indonesia

dan tidak meninggalkan rumah. Jika peraturan dilanggar maka dikhawatirkan

kehidupan, keselamatan laki-laki yang di tato akan terancam.65

Khusus bagi perempuan, tato biasa dibuat ketika mereka menginjak dewasa

atau parameternya ketika mereka mengalami haid pertama. Perempuan bertato

dianggap memiliki derajat lebih tinggi dibandingkan yang tidak bertato. Begitu

pentingnya tato bagi perempuan Dayak membuat proses penatoan dengan ritualnya

bisa membutuhkan waktu hingga enam tahun. Ketika penatoan telah selesai biasanya

diadakan perayaan demi menghindari hal-hal buruk yang mengancam.66

Sebelum melakukan penatoan biasanya dilakukan proses persiapan ritual yaitu

berdoa kepada leluhur satu hari sebelumnya. Proses ini biasa disebut dengan Mela

Malam. Keesokan paginya seluruh keluarga inti perempuan akan membawa anak

yang akan di tato kesanak keluarga dan tetangga yang dekat dengan rumah panjang

(rumah adat dayak tempat dilakukannya prosesi adat). Selama proses penatoan

berlangsung sanak famili harus mendampingi dan tidak pergi kemanapun. Agar anak

yang ditato tidak bergerak, sebuah lesung besar biasanya diletakan di atas tubuh. Jika

dia sampai menangis, maka tangisan tersebut harus dilakukan dengan alunan nada

yang juga khusus.67

Dalam membuat tato, suku Dayak menggunakan bahan alami sebagai bahan

dasar pembuat tinta, yaitu arang kayu damar dan kayu ulin; jelaga dari periuk yang

dibakar juga dapat digunakan untuk menghasilkan warna hitam. Bahan-bahan

tersebut ditumbuk hingga halus dan hasilnya kemudian dicampur dengan minyak

tradisional yang diracik sendiri. Bahan-bahan yang sudah tercampur inilah yang

kemudian dipakai untuk membuat tato tradisional Dayak. Alat membuat tato berupa

tangkai pemukul dari kayu yang disebut “Lutedak”. Di ujung kayu ada jarum tato,

kemudian jarum dicelupkan ke tinta dan digerakan mengikuti motif yang sudah

tercetak di kulit. Sebelum mengenal jarum suku Dayak membuat tato dengan

                                                            65 Hatib Abdul Kadir Olong, Tato, ( Yogyakarta, LKis, 2006), hal. 225 66 Ibid, hal. 227. 67 Ibid, hal 228-229 

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

57                                                                                                                          Universitas Indonesia

menggunakan duri yang didapat dari pohon jeruk. Motif tato berasal dari cetakan

kayu yang disebut “Klinge”.68 Kulit yang akan ditato dicap terlebih dulu dengan

cetakan ini sehingga pembuat tato tinggal mengikuti motif yang sudah ada di kulit.

Gambar 3. Proses Pembuatan Tato Dayak Sumber : Koleksi Pribadi

Tato adalah wujud penghormatan kepada leluhur. Hal tersebut terlihat dari

keberadaan leluhur yang direpresentasikan lewat gambar atau simbol tertentu yang

diyakini dapat menjadi sarana untuk mengungkapkan kehadiran mereka di dalam

alam. Bagi manusia Dayak, alam terbagi menjadi tiga yaitu Dunia Atas, Dunia

Tengah, dan Dunia Bawah. Simbol yang mewakili Dunia Atas terlihat pada motif tato

Burung Enggang, Bulan, dan Matahari; Dunia Tengah yang merupakan tempat hidup

manusia disimbolkan dengan Pohon Kehidupan; sedangkan Ular Naga adalah motif

yang memperlihatkan Dunia Bawah. Keberadaan tato di tubuh mereka berikut simbol

                                                            68 Pembuatan Tato Dayak menggunakan pola klinge, yaitu kayu yang telah diukir membentuk sebuah motif ditekankan ke kulit hingga membekas, selanjutnya arang dari kayu damar ditusukan ke kulit hingga membekas secara permanen. Ibid, hal 212.

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

58                                                                                                                          Universitas Indonesia

dunia yang mewakilinya inilah yang kemudian mempermudah perjalanan mereka

menuju alam kematian kelak.69

Akan tetapi bukan berarti setiap manusia Dayak bisa memilih sesuka hati tato

yang akan dirajah ditubuhnya, terdapat aturan yang melarang digunakannya motif

atau gambar tertentu pada tubuh seorang Dayak sesuai dengan tingkatan strata

sosialnya dalam masyarakat. Motif yang mewakili simbol dunia atas hanya

diperuntukan bagi kaum bangsawan, keturunan raja, kepala adat, kepala kampung dan

pahlawan perang; masyarakat biasa hanya dapat menggunakan motif tato yang

merupakan simbol dunia tengah dan bawah. Pemeliharaan motif ini diwariskan secara

turun temurun untuk menunjukkan garis kekerabatan seorang Dayak dalam

masyarakat.70

3.3 Penggunaan Motif Tato Pada Manusia Dayak

Penggunaan motif tato pada manusia Dayak tidak bisa dilakukan secara

sembarangan. Penggunaan motif-motif pada tato haruslah disesuaikan dengan

keberadaan manusia yang akan ditato karena motif tato Dayak merepresentasikan

kelas sosial suatu masyarakat. Motif tato yang dipakai seorang hipi atau bangsawan,

tentu berbeda dengan kelas sosial biasa. Dalam masyarakat Dayak sendiri terdapat

tiga tingkatan strata sosial yaitu hipi, bangsawan atau setingkat raja, panyin, orang

biasa, dan diivan, budak.

Perempuan hipi yang berasal dari kalangan bagsawan ataupun keturunan raja

menggunakan beberapa motif tato. Pertama, “usung tingaang”, motif ini berbentuk

paruh burung Enggang, burung endemik di Kalimantan, yang melambangkan

kemuliaan mulia. Kedua, “kajaa’ lejo”, bentuknya seperti bekas telapak kaki

harimau. Motif ini melambangkan kekuatan dan kegagahan serta kehebatan

seseorang. Tapak harimau menginjak paha menjadi motif tertinggi, pada kalangan

perempuan hipi. Ketiga, “usung tuva”, tuva adalah sejenis tumbuhan yang akarnya                                                             69 Ibid,hal 213‐hal 214.  70Ibid

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

59                                                                                                                          Universitas Indonesia

bisa dipakai menuba atau meracun ikan. Motif serupa angka delapan atau kurva ini

melambangkan kekuatan jiwa, bagi seorang “dayung” atau orang yang memimpin

doa secara adat. Keempat, “usung iraang”, motif ini berbentuk piramida yang

memiliki ujung tajam. Makna motif, diyakini bisa memberi semangat tinggi, dan

kemampuan menganalisa berbagai aspek sosial kehidupan manusia. Kelima, “tena’in

ba’ung”, bentuk motif ini melingkar bulat seperti lingkaran obat nyamuk bakar. Motif

ini mengambil makna usus ikan buntal sebagai tanda, perempuan siap berkeluarga,

dan siap hamil. Keenam, “iko”, yaitu motif berbentuk gelombang yang digunakan

sebagai batas antara motif satu dengan lainnya; motif Iko’ tak punya makna khusus.

Adapun perempuan panyin, yaitu perempuan dari kalangan rakyat biasa bisa

menggunakan motif perempuan hipi, selain motif “kajaa’ lejo” dan “usung

tingaang”. Dua motif itu tak bisa dipakai perempuan panyin karena apabila dipakai

akibatnya bisa celaka; perempuan panyin yang menggunakan tato tersebut seluruh

kulit tubuhnya akan berwarna kuning, muka tampak pucat, serta perut besar; penyakit

itu diyakini bakal diderita seumur hidup.71

Gambar 4. Tato di Pergelangan Kaki dan Betis Perempuan Dayak Sumber : Koleksi Pribadi

                                                            71 Ibid, hal 22 

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

60                                                                                                                          Universitas Indonesia

Pada laki-laki tato biasanya ditempatkan di bagian atas bahu . selain tato

bergambar bunga terong yang biasa dimiliki laki-laki Dayak, terdapat juga tato daun

pohon pinang yang dianggap sebagai senjata efektif dalam menangkal kejahatan

mahkluk halus. Pada tato ini juga dianggap sebagi kamuflase ketika bertemu dengan

mahkluk jahat. Dengan demikian dapat dilihat bahwa tato pada tubuh dimaksudkan

untuk melindungi tubuh dari bahaya sekitar yang mengancam.

Gambar 5. Tato Motif Bunga Terong Sumber : Koleksi Pribadi

Masyarakat Dayak percaya bahwa sakit merupakan serangan roh jahat yang

masuk kedalam tubuh. Masuknya roh tersebut disebabkan oleh kurangnya kebaikan

moral dan sopan santun. Setelah sembuh demi mencegah terulang lagi sakit yang

menimpa maka akan dibuat tato yang secara simbolis merupakan harapan agar

manusia tersebut kembali intropeksi diri terhadap tingkah lakunya selama ini. dengan

demikian tidak mengherankan jika tato dan tanaman mempunyai hubungan yang erat.

Dimana motif tato selalu berbentuk tanaman, karena dalam mengusir roh jahat tato

dan tanaman mempunyai fungsi yang sama.72

                                                            72 Ibid, hal 217-219 

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

61                                                                                                                          Universitas Indonesia

Salah satu motif yang paling menyakitkan dalam proses pembuatan tato

adalah motif uker degok. Motif ini berupa tato yang diukir di leher. Uker degok ini

merupakan simbol yang cukup prestisius karena dilakukan pasca pengayauan,

sehingga bagi mereka yang pernah melakukan pengayauan, tato tersebut akan

menebalkan keberaniannya. Terdapat kepercayaan bagi mereka yang telah

melakukan pengayauan, maka secara magis akan terdapat kekuatan pada diri mereka

dan membawa keamanan dan kebajikan ke dalam rumah yang mereka tempati.73

Gambar 6. Tato Motif Uker Degok Sumber : http://www.beritabudaya.com/2010/07

Selain itu terdapat juga penggunaan tato di sekitar jari tangan yang berfungsi

sebagai simbol identitas dimana tato tersebut menunjukkan bahwa pemiliknya adalah

orang yang ahli dalam pengobatan. Semakin banyak tato di tangannya, menunjukkan

orang itu semakin banyak menolong dan semakin arif dalam ilmu pengobatan. Motif

tato tersebut biasa disebut song irang yang berarti tunas bambu. Song irang

merupakan simbolisasi tanaman sebagai alat pengobatan dan simbol kesuburan dalam

masyarakat Dayak. Tanaman merupakan penentu lingkungan dalam kehidupan dalam

kehidupan. Dengan kata lain manusia Dayak sangat bergantung dengan alam

                                                            73 Ibid, hal 222.

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

62                                                                                                                          Universitas Indonesia

sekitarnya. Tidak mengherankan jika mereka sangat peduli pada sawah, padi dan

tunas bambu, yang juga dipercaya sebagai manifestasi dari jiwa nenek moyang.74

Gambar 7. Tato Di Tangan Ahli Pengobatan

Sumber : Koleksi Pribadi

Sementara itu motif-motif gambar tato juga disesuaikan dengan strata sosial

yang berlaku di masyarakat. Gambar tato antara orang biasa berbeda dengan orang-

orang penting seperti para Temenggung, para Baliatn, para Demang dan para

Panglima perang.

                                                            74 Ibid, hal 226 

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

63                                                                                                                          Universitas Indonesia

Gambar 8. Para Panglima Dayak Dengan Tato di Tubuh Sumber : Koleksi Pribadi

3.4 Aspek Pragmatik Tato Dayak

Bagi manusia Dayak, mereka yang bertato jauh lebih baik dan terhormat

dibandingkan mereka yang tidak bertato. Tato merupakan bagian dari tradisi, religi,

status sosial seseorang dalam masyarakat, serta bisa pula sebagai bentuk penghargaan

suku terhadap kemampuan seseorang.75

Oleh karena itu ditinjau dari aspek pragmatiknya, secara garis besar tato Dayak

memiliki fungsi yaitu :

1. Sebagai fungsi kamuflase selama masa perburuan.

Dalam perkembangannya, tato merupakan prestasi dari hasil berburu binatang

yang kemudian dilanjutkan kepada manusia sebagai objek perburuan. Dari

sinilah tato mengalami perkembangan image sebagai keberhasilan bagi

mereka yang telah melakukan pemenggalan kepala manusia (pengayauan),

                                                            75M. Sjaifullah dan Try Harijono, Makna Tato bagi Masyarakat Dayak, http://www2.kompas.com/kompas-cetak /0410/22/tanahair/1339279.htm, diakses pada 22 Mei 2011,pukul 15.37 WIB.

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

64                                                                                                                          Universitas Indonesia

dimana tato tersebut dibuat di seluruh tubuh si pengayau. Tato uker degok

adalah tato yang melambangkan kelanjutan dari pengayauan tadi dimana si

pengayau sudah meminum darah korbannya.

2. Perintah religius masyarakat.

Tato merupakan simbolitas kesetiaan pada adat dan religiusitasnya. Sebagai

anggota masyarakat adat, seorang manusia dayak harus menggunakan tato

sebagai tanda dia merupakan bagian dari suku tersebut, dimana motif yang

digunakan juga merupakan ciri khas dari suku Dayak, contohnya motif bunga

Terong dan burung Enggang.

3. Inisiasi dalam masa-masa krisis dan fase kehidupan.

Tato melambangkan telah berlangsungya proses inisiasi dalam masa krisis

sekaligus juga bukti adanya fase kehidupan dari anak-anak ke remaja, dari

gadis menjadi perempuan dewasa dan dari perempuan dewasa menjadi ibu.

Hal tersebut terlihat dari pemberian tato kepada perempuan yang sudah

mengalami menstruasi. Adanya tato di tubuh perempuan tersebut

menunjukkan bahwa ia sudah mengalami perubahan fase kehidupan.

4. Tato berfungsi sebagai Jimat.

Pada tahap ini fungsi tato Dayak untuk mengubah tubuh pada dasarnya

mempunyai beberapa kemiripan tujuan dengan tato-tato tradisional, yakni

membuat ketertarikan pada lawan jenis, ekspresi diri, penangkal dari kekuatan

jahat, juga untuk menunjukkan status sosial seperti pembagian kelas dalam

masyarakat. Ditinjau dari fungsi estetiknya tato juga merupakan salah satu

elemen penting bagi kecantikan perempuan Dayak

Karena itulah, tato Dayak tidak dapat dibuat sembarangan. Meski demikian,

secara religi tato memiliki makna sama dalam masyarakat Dayak, yakni sebagai

“obor” dalam perjalanan seseorang menuju alam keabadian, setelah kematian. Karena

itu, jumlah tato yang semakin banyak menunjukkan semakin banyaknya “obor” yang

akan menerangi perjalanan seseorang ke alam keabadian namun yang perlu

diperhatikan di sini adalah pembuatan tato juga tidak bisa dibuat sebanyak-banyaknya

secara sembarangan, karena harus memenuhi aturan-aturan yang ada.

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

65                                                                                                                          Universitas Indonesia

BAB 4

SIMBOL KEBERTUBUHAN DALAM TATO DAYAK

                     

              Pada hakekatnya manusia merupakan kesatuan antara tubuh dan jiwa. Tanpa

jiwa ia bukanlah manusia melainkan hanya mesin biologis, sedangkan tanpa tubuh

manusia juga tidak menjadi manusia karena ia hanya entitas imaterial tanpa basis

fisis. Dengan demikian tubuh merupakan aspek penting bagi manusia baik secara

biologis, karena tubuh menunjang kehidupan manusia, maupun secara filosofis

sebagai medium untuk menyentuh dunia dan merealisasikan dirinya sendiri. Tubuh

tidak hanya dipandang sebagai objek. Tubuh menunjukkan suatu situasi dan

keberadaan konkret manusia. Tubuh adalah “kebertubuhan”76. Karenanya para filsuf

mencoba menjelaskan tubuh dalam konteks yang khusus yaitu kehidupan manusia

sebagai keseluruhan yang terus berkembang. Dalam kebertubuhan terungkap luasnya

segi-segi yang menandai manusia dalam merealisasikan dirinya. Pandangan seperti

ini mulai ditunjukan oleh Michel de Montaigne pada abad ke 17. Baginya tubuh

bukan hanya data terisolir, dan karenanya sekali-kali ia tidak dapat disamakan dengan

sebuah benda material. Ia melukiskan manusia berdasarkan situasi manusiawi ( la

condition humaine) sebagai makhluk yang bertubuh, penuh vitalitas, dan mobilitas.

Dalam hubungannya dengan simbol, tubuh ditempatkan dalam konteks

khusus yang menandai kehidupan manusia sebagai keseluruhan dan menandai

manusia dalam merealisasikan diri. Tubuh tidak hanya dipandang sebagai objek

karena tubuh menunjukan suatu situasi dari keberadaan konkret manusia. Manusia

adalah tubuh sekaligus jiwa.77

                                                            76 C.A. van Peursen (diterjemahkan oleh K.Bertens), Tubuh, Jiwa, dan roh, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), hal. 118. 77 Pada bagian ini saya mengacu pada Samuel Todes, Body and The World, (London, MIT Press, 2001). 

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

66                                                                                                                          Universitas Indonesia

Karena tubuh adalah bagian dari materi yang paling tampak merupakan cara

manusia merealisasikan dirinya maka ia dijadikan sebagai simbol nyata bagi setiap

jiwa dalam penyampaian pesan. Akibat dari adanya simbolisasi tersebut maka tubuh

yang materi menjadi sangat hermeneutik dan multinterpretatif bagi yang

menafsirkannya. Tato Dayak tidak hanya sekedar gambar penghias kulit belaka, lebih

dari itu tato yang melekat pada tubuh manusia Dayak merupakan pandangan hidup

yang melekat pada kehidupan masyarakat Dayak. Tato Dayak merupakan suatu

filsafat yang dirumuskan secara eksplisit dalam bentuk gambar atau lambang tertentu,

akan tetapi juga secara implisit yang memiliki makna tersembunyi dalam kehidupan

masyarakat Dayak.

Dalam Bab 4, Simbol kebertubuhan dalam tato dan manusia Dayak dijelaskan

melalui tubuh sebagai media tato, dimana kemudian tato yang melekat pada tubuh

manusia Dayak menjelma sebagai simbol eksistensi, simbol religiusitas, dan simbol

kehidupan dan kematian, sehingga dapat diketahui makna simbolik apa yang

terkandung dalam tato Dayak tersebut.

 

4.1 Tubuh Manusia Dayak Sebagai Media Tato

Konsep tubuh selalu diperbincangkan dari zaman ke zaman. Pelacakan

terhadap tubuh dan kebertubuhan secara mendalam memang telah dianalisis sejak

zaman Yunani Kuno. Para kaum Epicurean percaya bahwa "Kebahagiaan tubuh

adalah di atas segala-galanya namun, masih lebih utama adalah kebahagiaan mental".

Kaum Orpheus mengatakan bahwa "tubuh adalah kuburan bagi jiwa" (the body is the

tomb of the soul). Meskipun tak populer, aliran ini sangat mempengaruhi filsuf-filsuf

utama seperti Socrates, dan Plato. Bagi filsuf idealis seperti Plato, tubuh konkrit

bukan hal yang penting. Baginya tubuh dianggap sebagai penghalang tercapainya

kemurnian jiwa. Plato berkata bahwa tubuh adalah kubur bagi jiwa dan jiwa bagaikan

terpenjara dalam tubuh. Jika manusia terlalu memberi perhatian terhadap tubuh, maka

hakikat keabadian hidup, yang terletak pada alam kejiwaan yang abstrak, akan sulit

dicapai.

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

67                                                                                                                          Universitas Indonesia

Pada abad ke 20, teori hasrat pada pengalaman manusia, digambarkan oleh

Marleau-Ponty, bagaimana desire dan pleasure menstrukturkan pengalaman kita

bukan saja diri kita tapi dunia kita. Artinya, desire dan pleasure merupakan suatu

kesatuan di dalam pengalaman hidup kita beserta pemikiran dan tubuh ( mind and

body). Sebenarnya filsuf lain yaitu Gabriel Marcel juga berbicara soal kebertubuhan

(embodiment). Marcel menolak dualisme Cartesian yang melakukan pemisahan

antara mind dan body. Menurutnya dualisme tersebut hanya akan menghancurkan

persatuan antara diri (self) dengan tubuh (body).

Bagi Marcel dengan meniadakan tubuh artinya meniadakan diri. Jadi

pernyataan “saya berpikir” tidak dapat dipisahkan dari adanya kebertubuhan, maka

“saya ada” tidak dapat dipisahkan dengan adanya tubuh saya. Meskipun dalam

filsafat, rasionalitas manusia mendapat kedudukan yang tinggi pada era modern,

namun tubuh yang dikonsepsikan oleh Plato kemudian membawanya pada konsepsi

negara ideal yang dianalogikan dengan tingkatan fungsi dalam diri manusia

berdasarkan derajat kebertubuhannya, yaitu : pertama, para pemimpin (analog dengan

rasio); kedua, para prajurit (analog dengan kehendak); dan ketiga, para petani dan

tukang (analog dengan tubuh).

Perdebatan tentang tubuh merupakan perdebatan yang tak akan berakhir

selama manusia masih menjadi makhluk yang bertubuh. Bahkan bisa dikatakan

bahwa dari begitu banyak ragam perbincangan tentang manusia, perbincangan

tentang tubuhnya merupakan perbincangan yang paling kontroversial. Berbagai

wacana tentang perlawanan untuk merebut makna kebertubuhan secara individu

maupun secara massal banyak dilakukan oleh kelompok muda yang merasa risih

dengan cara-cara lama dalam memperlakukan tubuh yang dicontohkan oleh para

pendahulu mereka. Bahkan secara radikal mereka berani melakukan tindakan

terhadap tubuhnya sebagai bentuk penegasan indentitas subyektifnya kepada orang

lain. Hal ini terlihat dalam tindakan mendekorasi tubuh misalnya tato.Tato yang

melekat pada tubuh fisik mengandung beragam pemaknaan tekstual yang

menyangkut berbagai macam nilai mulai dari nilai estetik, ekspresif, maupun nilai

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

68                                                                                                                          Universitas Indonesia

simbolik. Terlebih lagi tato yang melekat pada tubuh fisik seseorang akan semakin

memiliki penafsiran yang mendalam apabila tubuh fisik tersebut dikaitkan dengan

konsep tubuh yang profan dan sakral.

Dalam filsafat modern struktur manusia direduksi menjadi dua bagian yaitu

jiwa (mind) yang dianggap bagian dalam (batin) dan tubuh (body) yang dipandang

bagian luar manusia. Inilah juga menjadi akar adanya dikotomi dunia sakral dan

profan. Konsep sakral dan profan ini tidak bisa dipisahkan dari konsep diri yang

dikaitkan dengan bagaimana manusia memahami dan memperlakukan tubuhnya.

Manusia Dayak melihat bahwa penghayatan terhadap tubuh yang sakral dan

profan dapat diterjemahkan lewat pembuatan tato. Pada konsep tubuh profan,

penggunaan tato di tubuh fisik hanya memiliki fungsi sebagai penghias tubuh belaka,

sementara pada konsep tubuh sakral tato memiliki makna simbolik yang terkait

dengan religiusitas, siklus kehidupan dan kematian, serta eksistensi manusia.

Pada konsep tubuh yang sakral inilah interpretasi terhadap tato Dayak

berhasi melewati tahapan interpretasi literal menuju interpretasi reflektif dan

selanjutnya menjadi interpretasi eksistensial dimana makna terdalam yang terkandung

pada tato bagi manusia Dayak dapat ditemukan. Ditemukannya makna terdalam pada

konsep tubuh yang sakral sekaligus juga menunjukan posisi tubuh bagi manusia

Dayak amatlah penting. Tubuh bagi manusia Dayak merupakan kanvas bagi

kehidupan dimana di dalamnya termuat perjalanan hidup manusia Dayak hingga

menuju kematian. Tubuh merupakan bagian dari kegiatan ritual yaitu kegiatan

membuat tato. Karenanya tubuh dapat memberikan makna terutama akan sesuatu

yang religius, yang dihayati melebihi melalui pengalaman-peengalaman tertentu.

Tubuh bagi manusia Dayak menjadi tubuh yang sakral karena tubuh menjadi

sarana pembebasan dari kecemaran di dunia. Semakin banyak tato yang dimiliki

seorang manusia Dayak, maka semakin baiklah ia menjalani kehidupan, bahkan

hingga menuju kematian. Tato yang melambangkan keberanian, kekuatan, keahlian,

dan proses-proses sekaligus pengalaman dalam hidup adalah bukti bahwa manusia

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

69                                                                                                                          Universitas Indonesia

Dayak sudah berhasil melawan segala kecemaran dan ketidakberesan yang

dianalogikan sebagai kejahatan di dunia.

4.2 Tato Dayak Sebagai Simbol Religiusitas

Menurut pandangan salah seorang filsuf yaitu Mircea Eliade, religi adalah

pandangan hidup ataupun keyakinan dari manusia tentang sesuatu yang dianggap

memiliki kekuatan sakral dan mewjudkannya dalam perilaku religiusnya. Manusia

religius adalah manusia yang keseluruhan hidup dan perilakunya ditentukan oleh

keyakinan religinya. Manusia religius selalu percaya dan mengimani Yang Suci dan

percaya bahwa di dunia ini ada suatu realitas yang absolut. Manusia religius

mengalami bahwa di dunia dan hidupnya selalu ada dialektika antara yang sakral dan

yang profan. Religi sebagai suatu keseluruhan sistem kepercayaan adalah sumber

acuan bagi penganutnya. Sedangkan sikap religius tampil sesuai dengan derajat

kesadaran terhadap ajaran religius tersebut.

Tidak hanya tubuh, manusia juga dilengkapi dengan jiwa yang tidak dapat

direduksikan kepada dimensi jasmaniah. Jiwa lebih daripada suatu prinsip penjiwaan

dan strukturasi badan, karenanya jiwa memiliki transendensi religius yang terkait

dengan spiritualitas. Transendensi spiritual tersebut tampak dalam keputusan-

keputusan yang sangat sulit, yang diambil secara berlawanan dengan kecenderungan-

kecenderungan biologis dan psikologis yang bersifat materi. Dengan menyatakan

jiwa bersifat spiritual, jiwa secara intrinsik adalah bebas dari materi dalam

hakekatnya.

Namun jiwa tetaplah tergantung secara ekstrinsik dari materi. Hal ini nyata

karena materi jasmani merupakan suatu syarat bagi aktivitas manusia sampai yang

paling tinggi. Tubuh melalui pancaindera memungkinkan adanya kegiatan spiritual.

Manusia menggerakan tubuh dengan memaksanya untuk turut berpartisipasi dan

bekerja sama dengan hakekat serta kehidupan spiritualnya. Dalam arti ini maka tubuh

merupakan penjelmaan dari perbuatan-perbuatan spiritual manusia.

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

70                                                                                                                          Universitas Indonesia

Religi tradisional Dayak mengajarkan bahwa segala sesuatu yang mereka

kerjakan maupun dapatkan dalam kehidupan mereka, baik maupun jahat, selalu

membawa pengaruh dan melibatkan campur tangan dari unsur-unsur lain di luar

manusia. Oleh karena itu dalam religi tradisional terkandung segala aturan, norma

dan etika yang mengatur korelasi manusia dengan manusia, dan manusia dengan

unsur-unsur yang non-manusia (nature and supranature) dalam sistem kehidupan ini.

Sesuai dengan namanya, religi tradisional atau adat ini bersifat non proselytizing,

artinya tidak mencari penganut di luar komunitas, hanya untuk kalangan sendiri.

Pentingnya aturan, norma dan etika dalam religi tradisional didasarkan pada

world-view (pandangan dunia) manusia Dayak yang memahami alam semesta

(kosmos) ini sebagai suatu bentuk kehidupan bersama antara manusia dan yang non-

manusia. Bentuk kehidupan itu merupakan suatu sistem yang unsur-unsurnya terdiri

dari unsur alam manusia dan alam non-manusia yang saling berkolerasi. Sistem

kehidupan itu sendiri merupakan lingkungan hidup manusia dimana manusia hidup

dan berkolerasi secara harmonis dan seimbang dengan keduanya. Oleh karena itu

hubungan yang harmonis dan seimbang dalam sistem kehidupan ini harus dibangun

oleh manusia melalui praktik-praktik religi mereka.

Tato yang ditorehkan di tubuh manusia Dayak adalah spiritualitas dari sebuah

tradisi yang berhubungan erat dengan religiusitas manusia Dayak. Istilah religi dalam

konteks ini melingkupi semua praktek religius yang masih hidup dan dilaksanakan

namun sudah tidak sepenuhnya oleh manusia Dayak dalam kehidupannya karena

religi ini merupakan kebiasaan yang diwariskan oleh para leluhur secara turun-

temurun.

Pembuatan tato pada dasarnya merupakan bentuk praktek religi yang tidak

bisa terlepas dari pandangan hidup manusia Dayak. Hal tersebut dapat dilihat dari

motif-motif yang terdapat di dalam tato yang melambangkan simbol dunia atau alam

semesta. Pembagian alam semesta ke dalam tiga kategori yaitu dunia atas, dunia

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

71                                                                                                                          Universitas Indonesia

tengah dan dunia bawah menunjukan bagaimana manusia Dayak memaknai alam

beserta seluruh isinya.

Burung Enggang, Pohon kehidupan, dan Naga yang mewakili konsep dunia

atas, tengah dan dunia bawah dalam masyarakat Dayak merupakan pengejewantahan

terhadap kebijaksanaan. Nilai kesetiaan yang dipraktekkan burung Enggang terlihat

dalam hal monogami, perhatian dan empati terhadap anak sesamanya bila induknya

mati. Enggang yang menjadi sosok penting dalam budaya masyarakat Dayak

memberikan pencerahan (enlightment) akan kualitas sifat manusia Dayak yang setia

pada ucapan yang telah diikrarkan, sifat menolong yang sangat kental bahkan

kepekaan memanfaatkan hasil hutan alam tanpa merusaknya.

Dunia tengah yang merupakan tempat hidup manusia dilambangkan dengan

pohon kehidupan. Pohon dalam alam pikiran manusia Dayak dianggap sebagai

pemberi kehidupan sehingga pohon kemudian disimbolikkan sebagai pohon

kehidupan atau Batang Garing. Pohon kehidupan atau Batang Garing bagi manusia

Dayak merupakan perlambangan yang dalam pengertian simbolik adalah subyek yang

berdiri secara linear dengan manusia sehingga hutan yang merupakan masyarakat

pohon atau komunitas dalam dunia perpohonan menjadi satu ikatan yang tidak dapat

dilepaskan. Manusia dan hutan adalah dua subyek dengan kapasitasnya masing-

masing. Manusia tidak hanya diposisikan pada tataran subyek semata khususnya

dalam memperlakukan hutan akan tetapi di sini alam turut menjadi subyek yang dapat

memberikan pengaruh terhadap perilaku manusia di sekitarnya.

Sementara itu motif naga yang mewakili dunia bawah melambangkan

kesuburan dan kehidupan di bawah bumi. Naga digambarkan hidup di dalam air atau

tanah.Tugasnya yaitu mengapungkan kepingan tanah, tempat tinggal manusia agar

tidak tenggelam ke kedalaman air asal (primeval water) yang dalam. simbol naga

yang dipakai dilihat sebagai proyeksi pengalaman sosial masyarakat tentang

kekuatan, keunggulan dan keperkasaan di wilayah perairan. Selain itu, bisa dilihat

sebagai proyeksi pengalaman religius kultural masyarakat, bahwa kehidupan yang

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

72                                                                                                                          Universitas Indonesia

dijalani masa kini tidak lepas dari penyertaan dan perlindungan leluhur yang hidup di

masa lalu.

Keyakinan manusia Dayak terhadap ketiga tingkatan dunia yang dituangkan

ke dalam tato inilah yang kemudian menjadikan tato sebagai simbol religiusitas.

Keberadaan gambar-gambar yang mewakili ke tiga dunia tersebut secara tidak

langsung mengingatkan manusia Dayak akan kehidupan yang mereka jalani dalam

keterkaitannya dengan masing-masing dunia.

4.3 Tato Dayak Sebagai Simbol Siklus Kehidupan dan Kematian

Setiap manusia dipastikan selalu mengalami rangkaian peralihan dalam

kehidupannya. Peralihan tersebut juga merupan sebuah peristiwa eksistensial dimana

manusia akan mengalami berbagai perenungan didalamnya kehidupan manusia dalam

masyarakat selalu tersusun dalam sebuah rangkaian peristiwa. Untuk menyimbolkan

berbagai transisi sosial tersebut maka tubuh fisik diubah dan digunakan sebagai

mediasi dalam tubuh sosial. Rangkaian peralihan dalam kehidupan manusia berkaitan

dengan fase-fase dalam kehidupan mulai dari kelahiran hingga kematian.

Adapun aktivitas yang dilakukan untuk memaknai siklus tersebut dilakukan

dalam ritual berupa pembersihan badan, makan minum, perubahan gaya rambut, dan

perubahan bentuk tubuh dimana didalamnya termasuk tato, tindik, perataan gigi, dan

sunat. Dari sana dapat dilihat bahwa proses yang pada hakikatnya bersifat sosial juga

bersifat fisik. Proses perubahan tersebut intinya membuat sesuatu menjadi baru atau

berbeda dari sebelumnya. Sebab dengan demikian dapat diharapkan dengan

timbulnya tubuh fisik yang baru akan tercipta akan pemaknaan akan tanggung jawab

baru akan kehidupan.

Pemaknaan tato Dayak sebagai Simbol Siklus Kehidupan dan Kematian jelas

terlihat pada tato yang digunakan oleh perempuan Dayak. Pada perempuan Dayak,

tato berhubungan erat dengan fase yang mereka lewati dalam kehidupan. Tato biasa

dilakukan ketika mereka menginjak usia dewasa atau menggunakan parameter ketika

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

73                                                                                                                          Universitas Indonesia

mengalami haid pertama. Pada saat perempuan tersebut sudah mengalami haid, maka

perempuan tersebut telah melalui sebuah fase peralihan di dalam hidupnya yaitu dari

anak-anak menjadi seorang perempuan dewasa. Tato di tubuh mereka adalah simbol

yang melambangkan sudah dilewatinya tahap kedewasaan dalam siklus kehidupan

mereka.

Siklus kehidupan yang disimbolkan oleh tato Dayak juga terlihat dari

pengalaman-pengalaman pemilik tato tersebut. Pada kaum lelaki yang memiliki

banyak tato di tubuhnya, mulai dari tato yang di dapat dari keberhasilannya

mengayau sampai dengan tato sebagai hasil dari perantauan yang sudah pernah ia

lakukan, terlihat jelas bagaimana pengalaman-pengalaman empiris turut serta menjadi

bagian dari siklus kehidupan manusia.

Kehidupan dan kematian merupakan hal yang penting yang ditampilkan

dengan lingkaran tato.Tato menawarkan suatu kesaksian secara visual sebagai

penolakan dari seorang manusia Dayak untuk menerima akhir dari kematian yang

tidak dapat dihancurkan. Tato merupakan simbol artikulasi yang menggambarkan

ideologi Dayak secara implisit akan kehadiran mereka dalam kehidupan, seolah-olah

merupakan sebuah kanvas akan kehidupan mereka sendiri.

Hubungan antara tato dengan manusia Dayak mengindikasikan bahwa

seseorang akan mengalami suatu sisi baru dalam kehidupan setelah mengalami

kematian. Maka tidak mengherankan, setiap komunitas Suku Dayak yang terdiri dari

individu-individu terbagi atas kematian dan kehidupan,dimana setiap anggota suku

yang meninggal kemudian akan tinggal bersama para leluhur/nenek moyang di

kampung kematian (village of the dead). Disanalah sebuah dunia yang sempurna

dibangun, dimana di sana banyak terdapat pohon yang berbuah lebat, juga jalan

setapak yang dilapisi emas dan perhiasan dimana kesemuanya merupakan hal yang

paling dianggap sempurna oleh manusia Dayak pada kehidupan setelah kematian.

Dengan konsep tersebut, tato dan kematian tak mungkin terlepas dari hal yang lain.

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

74                                                                                                                          Universitas Indonesia

Ketika roh seorang manusia Dayak pergi meninggalkan raganya maka roh tersebut

pergi ke village of the dead.78

Dalam perjalanan menuju village of the dead yang paling sulit setelah

kematian adalah melalui sungai kematian. Berdasarkan tradisi, hanya roh perempuan

Dayak yang memiliki tato yang memberikan keturunan untuk keluarganya dan

seorang pemburu kepala manusia (headhunter) yang menunjukkan tato di tangannya

sebagai tanda kesuksesan, yang dapat menyeberangi jembatan balok kayu diantara air

sungai kematian yang berbahaya. Maligang atau penjaga jembatan seringkali tidak

memberikan ijin untuk roh-roh tertentu untuk melewati jembatan dan menjatuhkan

mereka ke sungai tersebut. Jika roh memiliki tato, mereka bebas untuk melewati

kegelapan di sisi yang lain. Roh-roh yang memiliki tato mulai terbakar dengan

cemerlang dan perlahan mereka akan terbawa ke tempat peristirahatan terakhir,

dimana mereka dapat berjumpa dengan para nenek moyang/leluhur mereka.79 Dalam

hubungannya dengan fenomenologi, maka manusia Dayak dengan kesadarannya

menempatkan tato sebagai perangkat perseptual (noesis) untuk memperoleh

gambaran perseptual yang lengkap tentang fenomena kematian (noema).

4.4 Tato Dayak Sebagai Simbol Eksistensi

Permasalahan mendasar dari eksistensi manusia adalah kenyataan dan

kesadaran bahwa dirinya eksis. Manusia sadar bahwa ia hidup dan ia juga sadar

bahwa orang-orang di sekelilingnya memiliki kehidupan seperti dia. Dengan

menyadari bahwa dirinya ada atau eksis, dan menyadari bahwa ada sesuatu yang

seperti dirinya, ia kemudian dihadapkan pada problem hidup yaitu problem

bagaimana ia akan menjalani proses kehidupannya. Pengenalan akan budaya sosial

agama dan sebagainya merupakan problem problem eksistensial. Intinya problem ini

dimulai dari sebuah pertanyaan: Bagaimana aku menjalani hidupku ini ?

                                                            78 Hatib Abdul Kadir Olong, Op. Cit., hal. 212-213 79 Ibid 

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

75                                                                                                                          Universitas Indonesia

Hal kedua yang menjadi problem eksistensi adalah kenyataan bahwa setelah

saya hidup saya akan mati. Setelah ia menyadari bahwa dirinya hidup ia kemudian

mengetahui dengan penuh kesadaran bahwa ia akan mati sebagaimana orang-orang

yang hidup kemudian mati. Memikirkan sesuatu yang bukan merupakan

pengalamannya (mati bukan merupakan pengalaman tetapi pengetahuan), membuat ia

dihantui oleh ketidakpastian. Setiap ketidakpastian sering kali mengakibatkan

ketakutan. Ketakutan akan kematian merupakan salah satu problem eksistensi yang

paling mendalam. Banyak cara yang dipakai orang untuk mengatasi problem ini.

Kepercayaan agama merupakan salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk

mengatasi problem eksistensi seperti ini. Ketidakpastian yang menumbuhkan

ketakutan dapat diatasi dengan membangun sebuah keyakinan. Dimana ketika

keyakinan itu sudah melekat dalam kesadaran maupun bawah sadar seseorang maka

ketidakpastian itu ditutupi dengan sebuah keyakinan. Secara psikologis keyakinan

yang dalam bentuk agama dan segala kepercayaan yang muncul di dunia cukup

bermanfaat untuk mengatasi problem eksistensi seperti ini. Ia dapat menentramkan

dan mendamaikan hati dari ketakutan akan kematian ini. Dengan demikian, ketakutan

akan kematian juga memiliki kaitan erat dengan problem pertama yaitu kenyataan

bahwa manusia itu ada dan hidup dengan kesadarannya.

Tato merupakan simbol sekaligus sarana untuk mengukuhkan eksistensi

seseorang dalam kehidupan hingga kematian. Bagi manusia Dayak. tato adalah ritual

tradisional yang terhubung dengan peribadatan, kesenian dan identitas. Ia melekat

ditubuh secara permanen sehingga ia menjadi ikatan pertalian, penanda yang tidak

terpisahkan hingga kematian, selain itu juga berfungsi menunjukkan status sosial

pemakai maupun kelompok tertentu.

Dalam hubungannya dengan identitas pada saat hidup, tato Dayak digunakan

sebagai penanda perjalanan hidup seseorang dan apa saja yang sudah dia lakukan

dalam hidup ini. Seorang lelaki dewasa Dayak yang telah berpengalaman dalam

mengayau, ataupun telah merantau ke berbagai daerah menggunakan tato sebagai

simbol untuk menunjukkan keperkasaan dan keberaniannya. Ini adalah kebanggaan,

prestise dan sebuah fase yang didambakan kaum lelaki. Tato yang dimilikinya

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

76                                                                                                                          Universitas Indonesia

sekaligus menjadi bukti pengalaman yang sudah ia dapatkan dalam hidup. Kaum

perempuan juga menunjukkan kepiwaiannya dalam menenun dan pengobatan lewat

penggunaan tato Bagi perempuan, menenun sama dengan tindakan perang yang

dijalankan kaum pria. Keindahan tenunan, pemilihan motif merupakan sebuah

keahlian yang bukan sembarangan, kemampuan ini diakui masyarakat sebagai

prestasi yang patut ditandai dengan tato sebagai penghargaan dan penanda. Sama

halnya dengan pengobatan, semakin banyaknya tato yang terdapat di sela-sela jari

perempuan Dayak menjadi bukti semakin mahirnya ia dalam melakukan pengobatan.

Status sosial dalam masyarakat yang juga menjadi simbol eksistensi dalam

hidup juga dapat diperlihatkan lewat tato. Bagaimana gambar-gambar yang

digunakan dalam tato tidak bisa digunakan oleh sembarang orang karena gambar-

gambar tersebut harus disesuaikan dengan kedudukan mereka dalam masyarakat.

Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab terdahulu, bagaimana gambar-gambar tato

khususnya gambar tato yang digunakan perempuan Dayak dapat merepresentasikan

kelas sosial dalam masyarakat adat. Perempuan dari kalangan masyarakat biasa tidak

bisa menggunakan tato yang diperuntukkan bagi kalangan bangsawan karena akan

berakibat buruk baginya. Hal tersebut menerangkan bagaimana keberadaan tato pada

manusia Dayak sangatlah berarti untuk mengukuhkan eksistensi mereka.

4.5 Makna Simbolik Tato Dayak

  Agar dapat memahami makna simbolik tato Dayak dengan baik, maka cara

yang dilakukan adalah dengan mencoba mengikuti alur pemikiran hermeneutika

Ricoeur yang dibagi dalam beberapa tahap. Adapun tahap-tahap tersebut berfungsi

mengetahui makna simbolik tato Dayak tersebut. Tahap pertama adalah melihat

bagaimana tato Dayak mempunyai makna ganda. Tahapan kedua adalah melihat

hermeneutik sebagai jalan untuk menginterpretasi dan mencari makna simbolik tato

Dayak. Tahap ketiga adalah melihat hermeneutik dalam konteks teks simbolisme

kebertubuhan dalam tato dan manusia Dayak.

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

77                                                                                                                          Universitas Indonesia

Pemaknaan tato Dayak sebagai sebuah simbol dapat dilihat dari

keberadaannya sebagai struktur signifikasi yang dilihat secara langsung dan tidak

langsung. Pendapat tersebut mengacu tentang perumusan simbol dimana secara

langsung simbol merupakan struktur signifikasi primer yang ditandai dengan makna

literal, sedangkan secara tidak langsung simbol merupakan makna sekunder yang

figuratif serta hanya dapat dipahami melalui keberadaan simbol yang pertama yaitu

sebagai struktur signifikasi primer.

Tato Dayak merupakan simbol yang bersifat primer dan sekunder. Simbol-

simbol tersebut dapat ditemukan pada gambar-gambar yang terdapat dalam tato

seperti gambar burung enggang, bunga terong dan naga. Pada gambar tersebut terlihat

makna yang sifatnya literal sebagai penanda di tubuh dimana makna tersebut

selanjutnya dapat ditelusuri melalui bahasa, cerita, dan mitos. Dengan pemahaman

akan simbol-simbol itulah pengalaman kehidupan manusia Dayak dapat diungkap.

Bagi manusia Dayak, gambar-gambar pada tato yang melambangkan simbol

dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah haruslah dibahas, dikupas, dan dipahami

dengan seksama agar dapat menangkap maksud yang sebenarnya. Simbol-simbol

tersebut banyak mengacu pada kosmos, impian manusia akan adanya harmonisasi

dengan alam, sesama, dan kekuasaan ataupun kekuatan supranatural. Manusia mula-

mula mengenal yang sakral di dunia dari beberapa aspek yang berasal dari langit,

alam, binatang, dan tumbuh-tumbuhan.

Sesuai dengan tahapan interpretasi menurut Ricoeur, maka pemahaman

terhadap gambar-gambar binatang dan juga tumbuhan yang mewakili tiap-tiap

tingkatan dunia iinilah yang menjadikan tato Dayak memiliki makna literal, yang

terlihat dan dapat dijelaskan secara langsung. Makna literal tato Dayak sebagai

simbol memiliki tujuan tertentu yang mengacu pada maksud di balik penggunaan tato

tersebut. Tujuan itu merupakan intensionalitas ganda yang artinya intensionalitas

literal dapat menghasilkan intensionalitas yang lebih mendalam sebagai

intensionalitas kedua. Intensionalitas kedua adalah makna yang berasal dari makna

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

78                                                                                                                          Universitas Indonesia

pertama/makna literal dimana dari makna tersebut dapat dibangun makna yang lebih

mendalam yaitu makna reflektif.

Pada tato Dayak makna literal tato sebagai simbol terlihat pada gambar

binatang dan tumbuhan yang melekat dikulit. Makna literal dari gambar tersebut

adalah adanya sebuah hiasan atau tanda yang digunakan pada tubuh seorang manusia

Dayak. Sedangkan simbol yang memiliki intensionalitas kedua adalah adanya makna

bahwa tato Dayak tidak hanya sekedar hiasan pada tubuh tetapi sebagai simbol

keberanian, kekuatan keahlian, dan juga sebagai pelindung dari marabahaya yang

datang dari gangguan atau amarah para leluhur.

Esensi simbol pada tato Dayak menjadi terlihat dari adanya hubungan antara

makna literal, makna reflektif, dan makna simboliknya. Ada proses analogi yang

muncul karena terjadinya proses pemikiran dalam simbol tato tersebut. Secara lebih

jelas manusia Dayak memahami tato berdasarkan beberapa tahapan. Tahapan pertama

manusia Dayak memiliki persepsi tentang apa itu tato dimana pada tahap selanjutnya

dia mempersiapkan diri untuk ditato. Pembuatan tato pada tahapan selanjutnya

disesuaikan dengan eksistensi dia sebagai manusia. Didalamnya mencakup pada jenis

kelamin, keahlian yang dimiliki, fase yang sudah ia lewati di dalam hidup, dan

kesiapannya menuju kematian. Pada tahap terakhir manusia Dayak memohon

keselamatan dalam menjalani kehidupan setelah kematian lewat penggunaan tato di

tubuh mereka yang berfungsi sebagai obor atau penerang dalam kegelapan.

Dari penjelasan diatas dapat ditemukan pemahaman penting bahwa tubuh dan

kehidupan manusia Dayak menjadi sumber bagi simbolisme tato. Ia menjadi makhluk

yang mengenal simbol lewat penggunaan tato di tubuhnya. Simbol tato Dayak bukan

hanya sesuatu yang bersifat literal yang menyembunyikan realitas religius, melainkan

benar-benar sesuatu kekuatan nyata yang pada akhirnya menjadi jalan atau perantara

manusia Dayak untuk menghadapi kematian.

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

79                                                                                                                          Universitas Indonesia

Baik simbol yang melambangkan tingkatan dunia dan simbol tato sebagai

obor atau penerang menuju kematian, pada dasarnya tato Dayak menghadirkan

kembali pemahaman kesadaran manusia Dayak dalam hal kenyataan yang transenden

dan mutlak. Kesadaran ini berkaitan erat dengan pandangan hidupnya, suatu dimensi

sangat khusus yang menjadi pola penuntun hidup. Pandangan hidup inilah yang

mewarnai kehidupan manusia Dayak dalam perilaku relegius maupun kesehariannya.

Manusia Dayak melihat tato sebagai bagian dari kesadaran manusia. Simbol-

simbol dalam tato yang melambangkan unsur-unsur dalam pandangan dunia Dayak

seperti hierarki sosial, harmonisasi dengan alam, kemurnian dan kesakralan dan

siklus kehidupan-kematian menjadi tujuan khusus atau intensionalitas khusus yang

tersembunyi di balik simbol tato Dayak. Hal ini terlihat dari bagaimana manusia

Dayak mempersiapkan segala sesuatu dalam pembuatan tato. Menghadirkan tato di

tubuh berarti mengikuti pola pandangan hidup Dayak, bahwa ada kehidupan lain

selain kehidupan mereka sebagai manusia. Untuk itu manusia Dayak harus

menghormati alam, leluhurnya dan juga penciptanya.

Kehadiran tato di tubuh seorang manusia Dayak juga merupakan salah satu

bentuk pengakuan manusia Dayak akan kemungkinan ataupun kondisi kehilafan serta

pengakuan bahwa dirinya tercemar. Dengan demikian, penggunaan tato menunjukan

bahwa ia menyesali apa yang telah diperbuatnya dan membersihkan dirinya supaya

bisa menjadi lebih sempurna. Dalam hal ini terjadi kegagalan kesadaran manusia

Dayak yang membawanya pada kesadaran pengakuan akan kelemahan manusia.

Manusia Dayak yang lemah, gagal, takut dan cemas berusaha untuk mencari suatu

identitas baru yang lebih baik dari sebelumnya yang menuju pada bentuk-bentuk

keluhuran manusia. Pencarian eksistensinya itu membuat manusia Dayak

menghadirkan tato pada tubuhnya.

Kehidupan manusia Dayak adalah kehidupan yang selalu mengikuti norma

atau hukum adat. Dalam hubungannya dengan semesta atau kosmos, manusia Dayak

berada pada keadaan atau tempat yang tepat di dunia ini. Di dalam kosmos, secara

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

80                                                                                                                          Universitas Indonesia

keseluruhan setiap elemen yang ada padanya menduduki posisinya dengan tepat.

Kehidupan manusia Dayak diproyeksikan pada keteraturan dari kosmos tersebut.

dengan kata lain manusia Dayak selalu berusaha berada pada keadaan yang harmonis

dimana semuanya berjalan dengan tenang dan seimbang. Oleh karena itu setiap

manusia Dayak diharapkan memainkan peranan dan posisi yang tepat dalam

kehidupan.

Pengkajian terhadap makna simbolik tato bagi manusia Dayak pada dasarnya

juga merupakan pengkajian terhadap tindakan bermakna sebagai sebuah teks. Hal ini

sesuai dengan pendapat Ricoeur yang mengatakan bahwa tindakan bermakna dapat

dianggap sebagai sebuah teks. Pendapatnya ini merupakan perluasan dari metode

interpretasi dan dianggap sebagai paradigma interpretasi bagi ilmu-ilmu

kemanusiaan. Beberapa kategori atau kriteria juga ikut menjelaskan bahwa teks

sebagi konsep tindakan bermakna (the concept of meaningful action). Empat kriteria

atau kategori tindakan bermakna itu adalah pertama, terpatrinya tindakan (the fixation

of action),kedua, mandirinya tindakan (the autonomization of action), ketiga,

relevansi dan pentinya tindakan (relevance and importance), keempat, tindakan

sebagai karya terbuka ( human action as an open work).80

Tato Dayak adalah tindakan bermakna yang dijadikan objek interpretasi.

Keberadaannya menjadi bagian dari objekvitasi, yang mana objektivasi tersebut

muncul karena adanya sisi kejiwaan dari tindakan. Objektivasi tato mirip sengan

struktur dari bahasa lisan. Itulah yang membuat tato berfungsi sebagai ungkapan yang

telah dikerjakan. Terpatrinya tato pada tubuh manusia Dayak merupakan bukti dari

adanya dinamika perluasan bahasa lisan dalam proses pengupayaan makna dari

tindakan suatu peristiwa tertentu dalam sebuah tindakan. Tato juga merupakan

tindakan yang mandiri atau otonom, dimana pembuatan tato bersifat “terlepas” atau

“berjarak” dari si pelaku, yang juga berkembang sebagai akibat pertalian dengan

dimensi sosial.

                                                            80 Irmayanti Meliono-Budianto, Op. Cit. hal 57-58 

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

81                                                                                                                          Universitas Indonesia

Selain itu tato juga memiliki relevansi dengan situasi yang ditandai oleh

dimensi ontologis, fenomena budaya dan kondisi sosial masyarakat. Dimensi

ontologis tato Dayak terlihat dari hakekat tato sebagai obor penerang menuju alam

kematian bagi manusia Dayak, hal tersebut menjadi dasar keyakinan manusia Dayak

untuk membuat tato. Fenomena budaya menempatkan tato Dayak sebagai bagian dari

kehidupan manusia Dayak yang terkait dengan simbol religiusitas, simbol siklus

kehidupan dan kematian, serta sebagai simbol eksistensi bagi manusia Dayak.

Sedangkan kondisi sosial masyarakat mengandung pemahaman bahwa manusia

Dayak memiliki pertalian yang erat dengan alam sekitar, binatang dan tumbuhan serta

arwah para leluhur yang diimplementasikan dengan gambar-gambar yang mewwakili

simbol-simbol dunia tertentu.

Tato merupakan tindakan manusia yang dilihat sebagai karya terbuka. Dimana

pada tahapan ini tato memiliki kemiripan seperti teks tertulis. Ini berarti tato terbuka

terhadap referensi baru dan menerima setiap penafsiran yang diberikan kepadanya.

Karena pada dasarnya tato merupan tindakan manusia Dayak yang terbuka terhadap

siapa saja yang dapat menafsirkannya.

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

82                                                                                                                          Universitas Indonesia

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Simbol yang bermakna ganda di dalam tato Dayak berhasil menghasilkan

makna-makna simbolik seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Hal tersebut

menunjukan bahwa pemahaman terhadap tato Dayak sebenarnya ditentukan pertama

kali oleh makna literal tato tersebut. Makna literal yang terdapat pada tato disebut

sebagai makna pertama yang bersifat harafiah. Dari makna pertama dapat ditemukan

makna kedua yang bersifat reflektif dimana selanjutnya makna reflektif tersebut

berhasil menghasilkan makna ketiga yaitu makna eksistensial tato yang terkait erat

dengan kehidupan manusia Dayak.

Dengan demikian, dari upaya menginterpretasi simbol tato Dayak

menggunakan metode hermeneutika fenomenologi Paul Ricoeur maka dapat

ditemukan makna tato Dayak sebagai sebuah fenoma. Interpretasi empiris terhadap

gambar tato berhasil menghasilkan makna literal yang bersifat harafiah, contohnya

gambar Burung Enggang yang menjadi simbol dunia atas, Pohon Kehidupan yang

menjadi simbol dunia bawah, dan Ular Naga yang menjadi simbol dunia bawah.

Adapun masing-masing gambar dapat melambangkan keberadaan masing-

masing dunia yang diwakilkannya. Sebagai contoh burung Enggang yang

diasosiasikan sebagai simbol dunia atas. Keberadaan burung Enggang sebagai

makhluk hidup yang bisa terbang dan selalu berada di atas dianggap dapat

merepresentasikan definisi dunia atas secara harafiah.

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

83                                                                                                                          Universitas Indonesia

Selanjutnya setelah makna literal akan tato Dayak berhasil diterangkan, maka

akan dilakukan refleksi terhadap makna literal tersebut. Setelah memahami arti dari

gambar-gambar yang terdapat pada tato, manusia Dayak sadar bahwa tato bukan lagi

sekedar gambar yang ditorehkan di tubuh. Makna dari masing-masing gambar yang

ada memberikan pemahaman baru akan makna simbolik tato sebagai simbol

religiusitas ( menyangkut kepercayaan manusia Dayak kepada dunia lain), tato

sebagai simbol siklus kehidupan dan kematian ( menyangkut kepercayaan manusia

Dayak bahwa tato adalah simbol dari tahapan-tahapan yang mereka lewati dalam

hidup, mulai dari remaja hingga dewasa), tato sebagai simbol eksistensi ( keberadaan

tato di tubuh manusia Dayak menjadi simbol keberadaan mereka sebagai manusia di

dunia, terkait erat dengan identitas mereka dalam kehidupan sosial juga dalam

keyakinan yang mereka anut ).

Pada akhirnya, terlepas dari pandangan hidup dan keyakinan religinya,

manusia Dayak mencapai kesadaran bahwa dirinya dapar terjerumus kepada keadaan

yang salah, artinya ia dapat saja berbuat salah dan mengakui kesalahannya. Pada

tahapan ini tato berfungsi sebagai alat pembersihan diri dimana semakin banyaknya

tato pada tubuh manusia Dayak menunjukkan manusia tersebut berusaha untuk

melakukan pembersihan dari segala kecemaran dan ketidakberesan yang dialami di

dunia. Disinilah manusia Dayak menemukan eksistensinya lewat tato sebagai jalan

menuju keabadian, yakni sebagai obor yang akan menerangi jalan menuju kampung

kematian (village of the dead) yang menjadi tujuan akhir dari perjalanan hidupnya.

Dalam hubungannya dengan simbol kejahatan yang terdapat dalam

hermeneutika fenomenologi Paul Ricoeur, maka tato yang melekat pada tubuh

manusia Dayak menjadi simbol dari adanya ketidakberesan, kecemaran, dan juga

kekotoran yang terjadi di dunia. Dengan demikian keberadaan tato di tubuh manusia

Dayak menjadi sarana pembersihan atau penyucian manusia Dayak, sekaligus juga

sebagai jalan menuju keabadian yang terdapat di kampung kematian ( village of the

dead), yaitu surga bagi manusia Dayak.

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

84                                                                                                                          Universitas Indonesia

5.2. Catatan kritis

Sebagai sebuah metode interpretasi, metode hermeneutika fenomenologis dari

Paul Ricoeur dianggap dapat memahami fenomena kehidupan manusia yang muncul

dalam kehidupan sosial budaya manusia. Dengan tanda yang ada, yang oleh Ricoeur

dimunculkan sebagai simbol, maka dapat ditemukan pemaknaan yang sangat dalam.

Bagi Ricoeur seperangkat ekspresi simbolik baik berupa simbol, mitos, ataupun

bahasa yang dimiliki manusia dapat dipakai sebagai jalan bagi hermeneutik

fenomenologis untuk memahami kehidupan manusia. Karenanya keberadaan simbol

menjadi sesuatu yang penting dan menarik untuk dikaji dan diteliti secara mendalam.

Bagi manusia Dayak tato memiliki makna simbolik yang terkait dengan

pandangan hidup. Karenanya tato memilliki fungsi tidak hanya figuratif sebagai

penanda di tubuh melainkan juga ia memiliki fungsi reflektif yang sarat akan nilai-

nilai kehidupan. Dengan adanya tato sebagai simbol, keberadaan manusia Dayak

dapat dikaji secara lebih mendalam terutama secara filosofis sehingga pandangan

hidup mereka sebagai mikrokosmos (bagian dari alam semesta) dapat dipahami

dengan baik, yang pada akhirnya menghasilkan pemahaman akan Dasein, yaitu

manusia Dayak sebagai manusia seutuhnya.

Sebagai catatan kritis, makna simbolik tato Dayak sebagai “obor” yang akan

menerangi jalan pemiliknya menuju alam keabadian, kini telah mengalami pergeseran

terutama bagi kalangan generasi muda. Makna simbolik tato Dayak yang

berhubungan erat dengan sakralitas kini telah bergeser menjadi sesuatu yang profan.

Dalam relevansinya dengan kekinian, saat ini tato Dayak telah berubah makna

menjadi simbol kekerasan dan gaya hidup. Proses globalisasi sebagai akibat dari

modernisasi membuat nilai tato Dayak bergeser menjadi simbol kekerasan dan gaya

hidup semata. Akibatnya semakin banyak orang yang memiliki tato Dayak tanpa

mengetahui makna sebenarnya dari tato tersebut. Inilah yang patut dijadikan bahan

perenungan, dimana nilai filosofis dari suatu kebudayaan hilang dan tergantikan oleh

nilai lain yang dapat dikatakan bergeser dari nilai aslinya karena proses globalisasi.

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

85                                                                                                                          Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Bleicher, Joseph. Contemporary Hermeneutics, London : Routledge & Kegan Paul,

1980.

Cassirer, Ernst. Manusia dan Kebudayaan : Sebuah Esei Tentang Manusia. Jakarta :

PT.Gramedia, 1987.

Coomans, Mikhail. Manusia Daya : Dahulu, Sekarang dan Masa Depan. Jakarta :

PT. Gramedia. 1986.

Dillistone, F. W. The Power of Symbols,Yogyakarta : Kanisius, 1986.

Eliade, Mircea. The Sacred and The Profane,( terj. Nuwanto), Sakral dan Profan:

Menyingkap Hakikat Agama , Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002

Geertz, Clifford. Interpretation of Culture. London : Hutchinson, 1975.

Hartoko, Dick. Manusia dan Budaya .Yogyakarta: Kanisius, 1984

Holtman, Susan. Body Piercing in The West: A Sociological Inquiry. London, 2002

Kuper, Adam. Culture, Cambridge : Harvard University Press, 1999.

Levy, Sidney J. Simbols for Sale. Cambridge : Harvard Business Review, 1959.

Maunati, Yekti. Identitas Dayak; Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. Jakarta:

Lkis, 2004.

Meliono-Budianto, Irmayanti. Ideologi Budaya. Jakarta : Kota Kita, 2004.

Miden Sood, Maniamas. Dayak Bukit, Tuhan, Manusia, Budaya. Pontianak : Institute

of Dayakology Research and Development, 1999.

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

86                                                                                                                          Universitas Indonesia

Mikloho-Maklai, Brita L. Mengguak Luka Masyarakat : Beberapa Aspek Seni Rupa

Indonesia Sejak Tahun 1966, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1997.

Olong, Hatib Abdul Kadir Tato, Yogyakarta : LKis, 2006.

King, Victor. The Peoples of Borneo. Cambridge Massachusetts : Blackwell

Publisher, 1993.

Palmer, E. Richard. Hermeneutics : Interpretation Theory in Schlermacher, Dilthey,

Heidegger, and Gadamer. Evanston : Northwestern University Press, 1969.

Sellato, Bernard. Nomad of Borneo Rainforest, The Economic, politics and ideology

of setting down. Honolulu : University Hawaii Press, 1993.

Smith, Philip . Cultural Theory : An Introduction. Oxford & Masachusetts :

Blackwell Publisher, 2001.

Sumaryono, E. Hermeneutika : Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta : Kanisius,

1999.

Sutrisno, Mudji. Filsafat Kebudayan, Jakarta : STF Driyarkara. 2003.

Ricoeur, Paul. The Symbolism of Evil. New York : Harper and Row, 1967.

Ricoeur, Paul. The Conflict of Interpretations : Essays in Hermeneutics. Evanston :

Northwestern University Press, 1974.

Ricoeur, Paul. The Rule of Metaphor : Multi-Disclipinary Studies in the Creation of

Meaning in Language. London : Routledge and Kegan Paul Publisher, 1978.

Ricoeur, Paul. From Text to Action : Essays in Hermeneutics II. Evanston :

Northwestern University Press, 1991.

Ricoeur, Paul. The Interpretation Theory : Discourse and The Surplus

Meaning.Texas : Christian Press, 1976.

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20216803-T28858-Makna simbolik.pdf · De, Tukang Sate, mas Roni, juga para penjual yang lain. Juga kepada

87                                                                                                                          Universitas Indonesia

Thompson, John B. (ed), Hermeneutics & Human Sciences. London:Cambridge

U.P,1981.

Todes, Samuel. Body and The World. London: MIT Press, 2001.

Van Peursen, C.A. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius, 1976.

Van Peursen (diterjemahkan oleh K.Bertens), Tubuh, Jiwa, dan roh, ( Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 1983.

Sumber internet:

Jurnal

John McCarthy, “The Density of Reference: Paul Ricoeur on Religious Textual Reference “

dalam International Journal for Philosophy of Religion, Vol. 26, No. 1 (Aug., 1989),

Springer, diakses dari http://www.jstor.org/stable/40018846, 12 juni 2011, 14.05 WIB,

hal. 1

Paul Ricoeur, “Phenomenology and Hermeneutics” dalam The Nous, Vol.9, No. 1( March,

1975), Blackwell Publishing, diakses dari http://www.jstor.org/stable/2214343, 12 Juni

2011, 13.45 WIB, hal. 85-88.

Walter James Lowe, “The Coherence of Paul Ricoeur “ dalam The Journal of Religion, Vol.

61, No. 4 (Oct., 1981), The University Of Chicago Press, diakses dari

http://www.jstor.org/stable/1202836, 12 juni 2011, 14.15 WIB, hal.384