UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... -...

175
UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN MEREK KOLEKTIF DALAM MODEL ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP) TESIS SHANTI EKA MARTHANI NPM :0906497166 FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI JAKARTA JANUARI 2013 Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... -...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

UNIVERSITAS INDONESIA

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN MEREK KOLEKTIF DALAM MODEL ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP)

TESIS

SHANTI EKA MARTHANI NPM :0906497166

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI

JAKARTA JANUARI 2013

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

UNIVERSITAS INDONESIA

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN MEREK KOLEKTIF DALAM MODEL ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum (M.H.)

SHANTI EKA MARTHANI NPM :0906497166

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI

JAKARTA JANUARI 2013

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

iv

KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH

Assalammu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh,

Salam Sejahtera untuk kita semua,

Puji dan syukur tidak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT serta salam dan shalawat kepada Rasullah Muhammad SAW, karena atas

bimbingan, izin, dan petunjuk-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini

dengan baik. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum Program Kekhususan Hukum

Ekonomi pada Fakutas Hukum Universitas Indonesia. Program Pascasarjana

beserta penulisan tesis sebagai tugas akhir ini penulis jalani dengan proses

panjang yang tidak terlepas dari hambatan, tantangan dan pengorbanan yang harus

penulis atasi dengan semaksimal mungkin. Penulis menyadari akan banyaknya

kekurangan yang dimiliki oleh penulis dalam menyelesaikan Program

Pascasarjana dan penulisan tesis ini, serta berbagai permasalahan yang menerpa

penulis sehingga mempengaruhi dalam proses penyelesaian tugas ini.

Namun dengan banyaknya hambatan dan tantangan yang penulis hadapi,

penulis selalu memperoleh bimbingan, masukan dan saran yang membangun serta

semangat dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan tingkat Pascasarjana dan penulisan tugas akhir ini

dengan baik. Penulis menyadari benar bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan doa

dari berbagai pihak, dari mulai awal masa perkuliahan sampai pada penyusunan

tesis ini, akan sangat sulit bagi penulis untuk dapat meyelesaikan perkuliahan dan

tesis ini.

Dari semua pihak yang berperan dalam kemajuan penulis, penulis

menyadari bahwa setiap hari yang penulis lalui adalah proses pendidikan yang

dapat mematangkan penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan yang baik ini,

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

v

perkenankanlah penulis dengan tulus ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Cita Citrawinda, S.H., MIP sebagai pembimbing penulis dalam

menyelesaikan tesis ini yang telah berkenan meluangkan waktu disela

kesibukan Beliau untuk memberikan bimbingan dan memberikan masukkan,

saran dan kritik kepada Penulis. Penulis merasa sangat terbantu dengan

bimbingan yang diberikan oleh Beliau karena Penulis merasa telah diberikan

arahan yang tepat oleh ahlinya. Tidak lupa Penulis mengucapkan terima kasih

atas bantuan staf Beliau yang selalu dapat mengkoordinasikan dan

menginforasikan jadwal bimbingan dengan baik.

2. Bapak/Ibu Dosen pengajar di lingkungan Pascasarjana Hukum Ekonomi,

Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah memberikan pembekalan

semangat dan berbagi ilmu serta pengalaman yang sangat berharga bagi para

mahasiswanya termasuk Penulis. Walaupun ditengah-tengah kesibukan

berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus,

Bapak/Ibu Dosen pengajar selalu dapat memberikan ilmu yang sangat

bermanfaat bagi mahasiswanya. Penulis merasa bangga memperoleh

bimbingan, arahan dan pengajaran dari para Dosen yang merupakan orang-

orang yang ahli dibidangnya.

3. Bapak Ronni Mohamad Guritno, SH dari Dekranasda DIY yang telah

meluangkan waktunya memberikan banyak informasi kepada penulis selama

penulis melakukan survey di Yogyakarta. Atas bantuan Beliau penulis

mendapat kesempatan untuk mengenal lebih jauh kondisi kerajinan dan

budaya di Yogyakarta, serta berkesempatan untuk bertemu dengan pengerajin.

4. Bapak Riyadi selaku pemilik Ragiel Handycraft yang telah berkenan

meluangkan waktunya disela kesibukannya mengelola toko kerajinan dan

mengajar pada workshop kerajinan batik kayu di Sentra Krebet, Bantul,

Yogyakarta.

5. Bapak Soehartono, Bapak Prakoso dan Ibu Azizah dari Dinas Perindustrian

dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah yang telah memberikan banyak

informasi yang dibutuhkan oleh penulis terkait dengan topik penulisan tesis

ini. Penulis sangat terbantu dengan koordinasi dari Dinas Perindustrian dan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

vi

Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, sehingga penulis dapat memperoleh

informasi, khususnya mengenai penanganan HKI dan program One Village

One Product (OVOP) selama penulis melakukan survey di Jawa Tengah.

6. Bapak H. Deddy Rosyidin selaku Ketua Koperasi Masyarakat Industri Rakyat

Karya Bersama (KOPMIR KARSA) yang telah banyak memberikan

informasi seputar produk Bandeng Kendal yang menjadi produk unggulan

daerah Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Atas informasi yang berharga dari

Beliau maka penulis dapat memperoleh pengetahuan baru yang akan lebih

memperkaya penulis untuk melakukan penulisan karya ilmiah.

7. Para pimpinan dan peneliti di lingkungan Badan Pengkajian dan

Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan dimana

secara tidak langsung telah memberikan banyak ilmu mengenai dunia

penelitian kepada Penulis, sehingga Penulis dapat lebih percaya diri dalam

penulisan tesis ini.

8. Pimpinan dan rekan-rekan pada Bagian Program dan Kerjasama, Sekretariat

Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian

Perdagangan dimana tempat penulis mengabdi dan banyak menimba ilmu

mengenai proses penulisan suatu karya ilmiah, serta ilmu yang bermanfaat

yang digunakan oleh para peneliti. Penulis sangat bersyukur ditempatkan di

Bagian yang apat memberikan banyak masukkan dan pembelajaran kepada

penulis tentang bagaimana menyusun suatu karya ilmiah sehingga penulis

memperoleh rasa percaya diri dalam melakukan penulisan tesis ini. Walaupun

latar belakang keilmuan penulis berbeda dengan Pimpinan dan rekan-rekan di

Bagian Program dan Kerjasama yang semuanya berlatar belakang ilmu

ekonomi, namun dengan kerjasama yang baik serta komunikasi dan

bimbingan yang diperoleh penulis, semua itu tidak menjadi masalah, bahkan

menjadi pelengkap bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis juga

tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Suharno, dimana

saat Beliau masih menjabat sebagai Kepala Bagian Program dan Kerjasama

telah memberikan ijin dan doa kepada Penulis untuk dapat melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

vii

9. Para staf administrasi dan perpustakaan di Sekretariat Program Pascasarjana

Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Salemba yang selalu memberikan

layanan dengan ramah dan sangat berharga, serta memberikan segala

informasi yang dibutuhkan para mahasiswa.

10. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan segalanya baik berupa doa,

semangat, dan dorongan setiap saat tanpa pernah berhenti. Terutama kepada

Papa dan Mama yang selalu memberikan semangat dan doa agar jangan

pernah kendur semangat berjuang menghadapi hambatan dan tantangan

dalam menyelesaikan kuliah dan tesis ini, sehingga penulis bertekad untuk

dapat menyelesaikan pendidikan formal ini.

11. Sahabat dan teman-teman sesama mahasiswa Program S2 Hukum Ekonomi

(Magister Hukum Ekonomi Kelas Sore) Fakultas Hukum Universitas

Indonesia Angkatan Tahun 2009. Terima kasih atas kebersamaan dan waktu

yang telah kita jalani bersama dari mulai awal masuk masa perkuliahan

sampai sekarang, terima kasih atas dorongan moril, masukan, dan kritikan

yang pernah diberikan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak

langsung yang merupakan salah satu bahan pembelajaran bagi penulis untuk

terus memperbaiki diri ke arah yang lebih baik.

Masih banyak pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Namun

dengan tulus penulis berterima kasih dan berharap Allah SWT berkenan

membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu baik secara

langsung maupun tidak langsung. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi

pengembangan ilmu serta bagi para pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, Januari 2013

Penulis,

Shanti Eka Marthani

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

ix Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Shanti Eka Marthani Program Studi : Magister Hukum Ekonomi Judul Tesis : Implementasi Perlindungan Merek Kolektif Dalam

Model One Village One Product (OVOP) One Village One Product (OVOP) merupakan program unggulan yang digagas oleh Pemerintah Jepang sebagai proyek untuk memajukan perekonomian suatu desa dengan menonjolkan produk lokalnya yang khas. Program ini sudah banyak diadopsi oleh beberapa negara dengan tujuan yang sama, termasuk Indonesia. Pengembangan program OVOP di Indonesia tidak terlepas dari peranan Hak Kekayaan Intelektual. Pengembangan program OVOP difokuskan bagi para pelaku usaha dalam skala kecil dan menengah (UKM) yang banyak tersebar di Indonesia, dimana mereka perlu memperoleh perlindungan hukum terkait HKI, terutama dalam hal penggunaan merek sebagai identitas produknya. Namun temuan di lapangan mengindikasikan bahwa masih banyaknya kendala yang dihadapi UKM dalam pendaftaran merek, dengan demikian UKM perlu disosialisasikan mengenai penggunaan merek kolektif sebagai salah satu jalan keluar permasalahan. Kata kunci: One Village One Product (OVOP), Merek Kolektif, Pengembangan UKM, Perlindungan hukum terhadap merek

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

x Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Shanti Eka Marthani Study Program : Magister in Economic Law Title : Implementation of the Collective Brand Protection in

One VillageOne Product (OVOP) Model One Village One Product (OVOP) is a flagship program, initiated by the Government of Japan, as a project to promote the economy of a village with a distinctive feature local products. This program has been widely adopted by several countries with the same purpose, including Indonesia. Development of OVOP program in Indonesia cannot be separated from the role of Intellectual Property Rights. OVOP program development focused for business on small and medium scale enterprises (SMEs) throughoutIndonesia, where they need to obtain IPR-related legal protections, especially in terms of the use of the brand identity products. However, findings from the reak activities indicate that there are still many obstacles faced by SMEs in the registration of the brand, so SMEs need to be disseminated on the use of collective brand as one way out of the problem. Key Words: One Village One Product (OVOP), Collective Brands, SMEs Development, BrandProtection

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

xi Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ viii ABSTRAK ....................................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1.Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2.Perumusan Masalah ............................................................................. 14 1.3.Tujuan Penelitian ................................................................................. 15 1.4.Kegunaan Penelitian ............................................................................ 16 1.5.Kerangka Teori .................................................................................... 16

1.5.1. Replikasi OVOP di Indonesia .................................................. 16 1.5.2. Prinsip Keadilan Ekonomi ........................................................ 17

1.6.Kerangka Konseptual ........................................................................... 22 1.6.1. Gambaran Umum Tentang OVOP ........................................... 22 1.6.2. Gambaran Umum Penerapan OVOP Indonesia ....................... 23 1.6.3. Gambaran Umum Mengenai Merek ......................................... 24 1.6.4. Gambaran Umum Mengenai UKM .......................................... 27

1.7.Metode Penelitian ................................................................................ 30 1.7.1. Metode Pendekatan .................................................................. 31 1.7.2. Tipe penelitian .......................................................................... 31 1.7.3. Sifat Penelitian ......................................................................... 32 1.7.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 32 1.7.5. Cara dan alat pengumpulan Data ............................................. 33 1.7.6. Analisis Data ............................................................................ 33 1.7.7. Metode Pendekatan atas obyek pengenal ................................. 33 1.7.8. Metode yang digunakan dalam mengambil kesimpulan .......... 34

1.8.Sistematika Penulisan .......................................................................... 34

2. GAMBARAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PENGATURAN MEREK MENURUT UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK ...................................................................... 36

2.1.Gambaran Umum Hak Kekayaan Intelektual ...................................... 36 2.1.1. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual ........................................... 36 2.1.2. Pembagian Hak Kekayaan Intelektual ...................................... 44 2.1.3. Ruang Lingkup dan Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual ....... 46 2.1.4. Prinsip Hak Kekayaan Intelektual ............................................ 47 2.1.5. Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual ................................... 50

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

xii Universitas Indonesia

2.1.6. Pengalihan Hak Kekayaan Intelektual ...................................... 51 2.2.Hak Merek ........................................................................................... 52

2.2.1. Sejarah Hak Merek ................................................................... 52 2.2.2. Ruang Lingkup dan Sifat Hak Merek ....................................... 55 2.2.3. Pembagian Jenis Hak Merek .................................................... 57 2.2.4. Fungsi Hak Merek .................................................................... 58

2.3.Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Penerapan Merek ................... 64 2.3.1. Perkembangan Penerapan Indikasi Geografis .......................... 64 2.3.2. Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Merek dan Program

One Village One Product (OVOP) ........................................... 68

3. MEREK KOLEKTIF DALAM PRODUK UKM ................................ 73 3.1.Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia ............................................. 73

3.1.1. Gambaran Umum UKM ........................................................... 73 3.1.2. Upaya dalam rangka Pengembangan UKM ............................. 78 3.1.3. Permasalahan yang Dihadapi UKM ......................................... 79

3.2.Merek Kolektif ..................................................................................... 86 3.2.1. Gambaran Umum Merek Kolektif dan Peranannya Bagi

UKM ......................................................................................... 86 3.2.2. Dasar Hukum dan Perlindungan Hukum terhadap Merek

Kolektif Bagi UKM .................................................................. 89

4. IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENERAPAN MEREK KOLEKTIF OLEH UKM SEBAGAI PENUNJANG PROGRAM ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP) .................................................................................................... 91

4.1.Program One Village One Product (OVOP) ....................................... 91 4.1.1. Sejarah Pembentukan Program OVOP .................................... 91 4.1.2. Perkembangan Program One Village One Product (OVOP) di

Beberapa Negara Asia .............................................................. 92 4.1.2.1. Jepang .......................................................................... 93 4.1.2.2. Thailand ....................................................................... 98 4.1.2.3. Kamboja ....................................................................... 102

4.1.3. Perkembangan dan Pemanfaatan Program One Village One Product (OVOP) di Indonesia .................................................. 108

4.1.4. Sasaran GerakanOVOP ............................................................ 111 4.2.Merek Kolektif Sebagai Sarana Pengembangan Produk UKM dalam

Program One Village One Product (OVOP) ........................................ 112 4.2.1. Penerapan dan Upaya Perlindungan Hukum terhadap Merek

Kolektif pada Produk UKM ...................................................... 112 4.2.1.1. Perkembangan HKI dan program One Village One

Product di PropinsiJawaTengah ................................... 115 4.2.1.2. Produk Kerajinan Kayu di Yogyakarta ........................ 120

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

xiii Universitas Indonesia

4.2.1.3.Produk Bandeng Tanpa Duri di Kabupaten Kendal, JawaTengah .................................................................. 123

4.2.1.4. Produk Minuman Bir Pletok di Jakarta Barat .............. 127 4.2.2. Hubungan Merek Kolektif dengan Indikasi Geografis sebagai

Bagian dari Program One Village One Product, Studi Kasus: Kopi Pelaga, Bali ...................................................................... 129

5. PENUTUP ................................................................................................ 139 5.1.Kesimpulan .......................................................................................... 139 5.2.Saran .................................................................................................... 141

DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 143 LAMPIRAN

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

xiv Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Penerapan Indikasi Geografis dan Merek dalam Kemasan

Produk Kopi ......................................................................... 72 Gambar 3.1. Alur Penjualan Langsung ..................................................... 81 Gambar 3.2. Alur dengan Metode Membuka Outlet ................................ 82 Gambar 3.3. Kombinasi Pemasaran Produk UKM Melalui

Perantara .............................................................................. 83

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

xv Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Kriteria UKM di Indonesia ....................................................... 30 Tabel 2.1. Perbedaan Antara Merek dengan Indikasi Geografis ............... 71 Tabel 3.1. Peranan UKM dalam Perekonomian ........................................ 74 Tabel 3.2. Kekuatan dan Kelemahan UKM ............................................... 85 Tabel 4.1. Definisi UKM di Thailand ........................................................ 99 Tabel 4.2. Pembagian UKM di Kamboja .................................................. 103 Tabel 4.3. Perkembangan OVOP di Beberapa Negara Asia ...................... 107 Tabel 4.4. Pembagian Kopi Spesial Indonesia .......................................... 134

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

HKI merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, dan daya cipta

kemampuan intelektualitas manusia yang memiliki manfaat serta berguna

dalam menunjang kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi.

Bentuk nyata dari hasil karya, karsa, dan daya cipta intelektualitas manusia

tersebut dapat berupa ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra. Dalam

kasanah ilmu pengetahuan, intelektual manusia diartikan sebagai kekayaan

intelektual yang dapat dimiliki oleh pribadi manusia sebagai hak. Dengan

kata lain bahwa hak kekayaan intelektual secara sederhana merupakan

kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia.

Karya-karya yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia

dapat berupa karya-karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan

sastra. Hal tersebut yang membedakan kekayaan intelektual dengan jenis

kekayaan lain yang juga dapat dimiliki oleh manusia tetapi tidak

dihasilkan oleh intelektualitas manusia.

Merujuk pada pengertian HKI, maka sifat dari Hak Kekayaan

Intelektual adalah : (1) mempunyai jangka waktu terbatas, artinya setelah

habis masa perlindungan inovasinya, maka ada yang dapat diperpanjang

(Hak merek), tetapi ada juga setelah habis masa perlindungannya menjadi

milik umum (Hak Paten), (2) bersifat eksklusif dan mutlak, maksudnya

hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan si pemilik

mempunyai hak monopoli yaitu penemu dapat mempergunakan haknya

dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaan ataupun

menggunakan teknologi yang dimilikinya, dan (3) bersifat hak mutlak

yang bukan kebendaan.

Sedangkan tujuan perlindungan kekayaan intelektual melalui HKI

secara umum meliputi: Pertama, Memberi kejelasan hukum mengenai

hubungan antara kekayaan dengan inventor, pencipta, desainer, pemilik,

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

2

Universitas Indonesia

pemakai, perantara yang menggunakannya, wilayah kerja pemanfaatannya

dan yang menerima akibat pemanfaatan HKI untuk jangka waktu tertentu;

Kedua, Memberikan penghargaan atas suatu keberhasilan dari usaha atau

upaya menciptakan suatu karya intelektual; Ketiga, Mempromosikan

publikasi invensi atau ciptaan dalam bentuk dokumen HKI yang terbuka

bagi masyarakat; Keempat, Merangsang terciptanya upaya alih informasi

melalui kekayaan intelektual serta alih teknologi melalui paten; Kelima,

Memberikan perlindungan terhadap kemungkinan ditiru karena adanya

jaminan dari negara kepada yang berhak.

Hukum Islam juga mengatur mengenai masalah HKI. Hak Milik

Intelektual (HKI) sendiri terkait dengan benda dan milik. Menurut Fikih

Islam, benda adalah segala seuatu yang mungkin dimiliki seseorang dan

dapat diambil manfaatnya.1 Sedangkan pengertian miliki menurut Fikih

Islam adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasaannya dapat

dilakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu

dan dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syara’.2

Salah satu sisi HKI yang tidak dapat dielakan terutama dewasa ini

adalah semakin eratnya kaitan dan pengaruh HKI dalam perdagangan

internasional. HKI menjadi semakin penting mengingat perannya yang

begitu besar bagi kehidupan industri dan perdagangan internasional.

Dengan alasan apapun, pemilik HKI telah semakin menyadari dan

memahami tentang arti peran dan pentingnya perlindungan HKI sebagai

aset dan komoditi yang diperdagangkan.3

Dewasa ini kegiatan negara di bidang perdagangan internasional

diatur sekumpulan peraturan internasional yang cukup rumit, yang

ketentuan-ketentuan pokoknya termuat dalam General Agreement On

Tariffs and Trade (GATT) yang ditandatangani negara-negara pada tahun

1947. Disepakatinya GATT didasarkan pada pertimbangan bahwa

1 KH. Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Edisi Revisi, UII Press, Yogyakarta, 2000, hal. 41. 2 Ibid, hal. 45 3 Cita Citrawinda Priapantja, Hak Kekayaan Intelektual, Tantangan Masa Depan, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 3.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

3

Universitas Indonesia

hubungan antar negara di bidang perdagangan dan ekonomi harus

dijalankan dengan sasaran untuk meningkatkan standar hidup, menjamin

lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan,

pemanfaatan sumber-sumber daya dunia sepenuhnya, serta memperluas

produksi serta pertukaran barang.4

Dalam era globalisasi maka suatu perjanjian yang dibuat oleh para

pelaku usaha pasti memuat ketentuan tentang tarif dan perdagangan.

Dalam perkembangannya ternyata melebar pada hal-hal yang mencakup

aspek dagang dibidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI). HKI ini sangat

ditekankan pada perdagangan bebas karena mempunyai aspek strategis

baik dari sisi pelaku usaha maupun dari sisi negara.5 Tujuan sesungguhnya

dari HKI adalah memberi perlindungan bagi perusahaan-perusahaan

pemilik HKI terhadap perusahaan-perusahaan pesaing yang akan menjual

langsung produk-produk atau jasa sebagai persaingan.6

Undang-Undang no. 15 Tahun 2001 tentang Merek pada Pasal 1

memberikan penjelasan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar,

nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari

unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam

kegiatan perdagangan barang atau jasa. Berdasarkan ketentuan tersebut,

fungsi merek adalah untuk membedakan barang atau jasa produksi

perusahaan lain yang sejenis. Dari sisi produsen, merek digunakan sebagai

jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas kemudian

pemakainya. Dari segi pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-

barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar. Dari sisi

konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan barang yang akan

4 Hata, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO, Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 1-2. 5 Dhaniswara K. Harjono, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Pusat Pengembangan Hukum dan Bisnis (PPHBI), Jakarta, 2009, hal. 113. 6 Cita Citrawinda Priapantja, Op cit, hal. 3.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

4

Universitas Indonesia

dibeli. Bahkan terkadang penggunaan merek tertentu bagi seorang

konsumen dapat menimbulkan image tertentu pula.7

Merek atau brand merupakan identitas yang melekat pada suatu

produk atau jasa. Dengan memiliki merek atau brand, masyarakat dapat

lebih mudah untuk mengenali suatu produk atau jasa. Indonesia memiliki

banyak merek yang tidak hanya mampu bersaing di dalam negeri tetapi

juga di luar negeri, sebagai contoh adalah merek Indomie untuk makanan

olahan atau merek PAC untuk jenis kosmetika. Penggunaan suatu merek

tidak hanya sebatas logo atau nama, tetapi memiliki kesan yang tercipta

dan dapat dengan mudah terus diingat oleh orang lain sebagai konsumen.

Produsen suatu produk yang terdapat di Indonesia tidak hanya sebatas

perusahaan-perusahaan besar semata. Banyak perusahaan kecil atau

UMKM yang juga mengeluarkan merek atau brand-nya sendiri.

Krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997

membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi perekonomian

Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mengoptimalisasikan

pasar domestik dengan memanfaatkan potensi sumber daya lokal.8 Potensi

sumber daya lokal yang dimaksud diantaranya adalah dengan

pengembangan merek lokal yang telah ada di wilayah tersebut.

Pengembangan merek tersebut diharapkan mampu memberikan peluang

peningkatan perekonomian. Beberapa wilayah di Indonesia telah mampu

menghasilkan suatu produk dengan merek yang memiliki daya saing di

pasar domestik. Produk-produk tersebut diberi merek yang menjadi ciri

khas wilayah tersebut, sebagai contoh adalah produk Bakpia Pathuk untuk

kategori makanan olahan atau Rokok Kretek Sukun untuk produk olahan

tembakau.

7 Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy dan Nurjihad, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I, Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta Bekerjasama dengan Yayasan Klinik HAKI Jakarta, Juni, 2000, hal. 114-115. 8 Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah dalam mengurus aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi dan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat di daerah yang bersangkutan.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

5

Universitas Indonesia

Perlindungan hukum merek yang diberikan baik kepada merek

asing atau lokal, terkenal atau tidak terkenal hanya diberikan kepada

merek terdaftar. Perlindungan hukum tersebut dapat berupa perlindungan

yng bersifat preventif maupun represif. Perlindungan hukum yang bersifat

preventif dilakukan melalui pendaftaran merek. Sedangkan perlindungan

hukum yang bersifat represif dilakukan jika terjadi pelanggaran merek

melalui gugatan perdata dan atau tuntutan pidana.9

Salah satu alternatif perlindungan merek adalah dengan merek

kolektif. Pelaksanaan penggunaan merek kolektif semakin berkembang

seiring perubahan jaman serta memasuki era perdagangan bebas. Merek

lokal banyak tersaingi dengan merek yang sudah terkenal, hal ini yang

menyebabkan merek lokal, khususnya yang dimiliki oleh UKM, sulit

untuk bersaing. Terinspirasi dari model OVOP (One Village One

Product)10 dimana satu desa atau kawasan tertentu berkonsentrasi pada

satu produk yang dapat dikerjakan dengan baik untuk dipasarkan ke luar

negeri, maka tujuan untuk peningkatan perekonomian melalui

pengembangan merek akan dapat terwujud. OVOP ini awalnya dimulai di

Oita, Jepang. Tujuan dari kampanye ini adalah untuk, memperbaiki /

menyempurnakan sumber daya lokal yang tersedia dan memproduksi

barang yang dapat diterima secara internasional. Terinspirasi oleh ide ini,

pemerintah Thailand telah mempromosikan industri lokal melalui

pembuatan produk khusus dan menarik berdasarkan tradisi asli masyarakat

lokal Thailand yang berlimpah, budaya dan alamnya. Kampanye ini

disebut, One Tambon One Product (OTOP) karena target daerah adalah

unit administrasi yang disebut, Tambon, (setara dengan desa atau kota).11

Perlunya menghidupkan semangat kegiatan ekonomi di pedesaan

yang sesuai dengan skala dan ukuran pedesaan tersebut dan mengurangi

rasa ketergantungan masyarakat desa terhadap pemerintah sehingga dapat 9 Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy dan Nurjihad, Op.cit., Hal. 115-116 10 Diprakarsai oleh Mr. Hisamatsu, Gubernur Oita di tahun 1979. Kesuksesan dari gerakan ini tidak hanya bergantung pada kreativitas dan semangat menghadapi tantangan dari warga setempat dan UKM di wilayah tersebut, tapi juga bergantung pada efektifitas dorongan yang diberikan oleh pemerintah, institusi terkait, asosiasi perekonomian dan perbankan di wilayah tersebut. 11 http://www.thai-otop-city.com/background.asp

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

6

Universitas Indonesia

menciptakan inisiatif dan semangat revitalisasi dalam masyarakat tersebut.

Pemerintah sudah mulai menginisiasi OVOP di daerah untuk menjawab

tantangan di atas.

Salah satu cara untuk dapat meningkatkan daya saing produk

dalam negeri melalui pengembangan merek adalah dengan

mengembangkan merek lokal dan kemasan produk yang memenuhi

standar kualitas yang baik. Terinspirasi oleh model OVOP dan kisah

sukses OTOP (One Tambon One Product) di Thailand, model Sakasame

direkomendasikan untuk mengembangkan merek lokal produk Indonesia.

Hal ini dikarenakan bahwa sebuah pengembangan merek lokal dan desain

kemasan yang baik membutuhkan biaya yang tidak sedikit, oleh karena

dapat diupayakan penciptaan merek kolektif dengan menggunakan model

SAKASAME (Satu Kampung Satu Merek).

OVOP pertama kali diperkenalkan di Jepang dan hingga kini telah

banyak diadopsi oleh banyak negara. Penggunaan OVOP di Indonesia

dimungkinkan karena telah banyak daerah atau wilayah di Indonesia yang

memiliki potensi usaha UKM yang telah memiliki merek kolektif namun

belum didaftarkan sehingga belum memperoleh sertifikasi dan pengakuan

secara sah menurut hukum mengenai penggunaan merek kolektif tersebut.

OVOP memiliki 3 (tiga) prinsip dasar yang mendukung pengembangan

berbasis kewilayahan, yaitu: (1) Berpikir Global, laksanakan/implementasi

secara Lokal, dengan mengangkat keunikan lokal; (2) Usaha mandiri

dengan inisiatif dan kreativitas masyarakat setempat sehingga harus

berdasar kepada pemberdayaan; (3) Pengembangan Sumber Daya Manusia

(SDM), dimana SDM sebagai sentral dari penciptaan kreatifitas sehingga

harus kemampuannya harus terus ditingkatkan.

Beberapa peraturan yang terkait dengan model OVOP di Indonesia

dapat ditelaah dalam: Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 78/M-

IND/PER/9/2007 dimana dengan Peraturan Menteri tersebut, Kementerian

Perindustrian melakukan koordinasi dalam pengembangan OVOP di

Indonesia. Kemudian di dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2001

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

7

Universitas Indonesia

Tentang Merek yang dapat dijadikan acuan dalam pemberian Merek.

Desain kemasan yang kurang baik dan ketiadaan merek yang memiliki

nilai seringkali menjadi penyebab rendahnya daya saing produk-produk

UMKM yang umumnya berada di wilayah pedesaan. Dalam Amanat

Inpres No.6 Tahun 2009 dimana Ekonomi Kreatif dapat mensinergikan

konsep OVOP dan merek kolektif, salah satu rencana aksi pengembangan

Industri Kreatif adalah melalui pensinergian OVOP dengan SAKASAME

antara lain dengan melakukan diversifikasi produk melalui riset dan

pengembangan yang intensif, perbaikan desain kemasan dan penciptaan

merek, sampai pada upaya pencitraan produk secara komprehensif.

Dalam implementasi model ini, suatu daerah dapat distimulasi

untuk mengembangkan satu merek bersama (merek kolektif yang

dimungkinkan oleh UU Merek No. 15 tahun 2001). 12 Merek tersebut

diciptakan, didaftarkan, dikembangkan, dan dikelola oleh suatu lembaga di

daerah. Setiap UKM dimungkinkan meminta izin dari pemegang merek

untuk menggunakan merek kolektif tersebut. Sebagai imbalannya, UKM

dikenakan biaya bersama untuk membiayai manajemen merek. Biaya

tersebut harus cukup terjangkau dan tidak terlalu membebankan para

pelaku usaha. Solusi ini bisa memecahkan masalah mahalnya biaya

pengembangan merek. Dengan satu merek kolektif, biaya pengembangan

merek tersebut dapat dibagi sehingga lebih terjangkau oleh para pelaku

bisnis di daerah.

Model ini butuh pengelolaan secara hati-hati salah satunya dengan

memberikan pengawasan mutu yang ketat terhadap produk yang

dikeluarkan dengan merek kolektif tersebut, agar tidak muncul produk

yang kualitasnya dibawah standar. Apabila hal ini terjadi, terdapat risiko

bahwa produk-produk lain yang dikembangkan dengan merek kolektif

tersebut akan tidak dipercaya oleh konsumen. Model ini dapat digunakan

selain untuk mengembangkan produk dalam negeri, juga untuk 12 Merek Kolektif menurut Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 1 nomor 4 adalah “Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya”.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

8

Universitas Indonesia

meningkatkan kapasitas dan menggali kreatifitas suatu daerah untuk

meningkatkan perekonomiannya. Dengan demikian, diharapkan suatu

setiap daerah dapat meningkatkan potensinya untuk membangun

perekonomiannya.

Undang-Undang Merek telah mengatur mengenai merek kolektif.

Dalam kaitannya dengan model OVOP atau Sakasame tersebut,

penggunaan merek kolektif dinilai mampu untuk memperbaiki aspek

perekonomian dan menciptakan produk yang berdaya saing. Merek

kolektif sendiri diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 55 Undang-

Undang Merek. Dalam Undang-Undang Merek juga diatur mengenai

indikasi geografis yang identik dengan penggunaan merek kolektif.

Indikasi geografis dalam merek kolektif terutama terkait dengan model

OVOP atau Sakasame merupapakan faktor pengenal bagi merek tersebut.

Apa yang terjadi dalam masyarakat khususnya yang terjadi pada

UKM, penggunaan merek kolektif masih menemukan kendala. Di era

perdagangan global serta pasar bebas, merek diakui memegang peranan

penting yang memerlukan suatu sistem pengaturan yang memadai.

Kebutuhan akan adanya perlindungan hukum terhadap merek semakin

meningkat dan berkembang pesat seiring dengan banyaknya duplikasi atau

bentuk peniruan terhadap suatu merek.

Salah satu bentuk dari pelaksanaan OVOP yang diterapkan melalui

Sakasame adalah seperti yang dilakukan oleh Koperasi Masyarakat

Industri Rakyat (selanjutnya disebut KOPMIR) di Desa Jambearum,

Kecamatan Patebon, Kendal. KOPMIR ini bergerak dalam industri

makanan olahan berbahan dasar ikan bandeng, baik makanan beku dan

kering yang siap masak maupun makanan jadi yang siap makan. KOPMIR

tersebut telah menggunakan suatu merek kolektif untuk identitas produk

yang dihasilkan. Merek kolektif dimaksud adalah merek ”Bandeng Kendal

Bandeng Tanpa Duri”. Merek kolektif ini digunakan untuk memasarkan

hasil olahan ikan bandeng yang dibuat oleh warga Desa Jambearum.

Adanya merek Bandeng Kendal tersebut sebagai bukti bahwa penggunaan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

9

Universitas Indonesia

merek kolektif pada UKM telah berjalan. Indikasi geografis yang

ditampilkan pada merek Bandeng Kendal mencerminkan adanya indikasi

pelaksanaan model OVOP untuk merek Bandeng Kendal tersebut.

Dengan demikian OVOP atau Sakasame memiliki pemahaman

dalam :

1. Satu Desa Satu Produk

Dijabarkan sebagai Satu : Satu daerah memiliki minimal satu produk

unik. Satu produk dapat dikembangkan dua atau lebih daerah. Desa :

merepresentasikan wilayah, sehingga bisa mewakili desa/

kecamatan/kabupaten/ provinsi; tidak terbatas pada wilayah, namun

dapat merepresentasikan komunitas (One community one product),

Produk : Produk dapat meliputi produk tangible, dan juga intangible

(pariwisata, seni).

2. Model Bisnis

Usaha atau model bisnis OVOP di berbagai negara, dapat berbentuk :

Usaha Komunitas, Usaha Individu, Koperasi, Asosiasi.

3. Kemandirian dan Kelokalan

Pemanfaatan potensi kelokalan merupakan konsep umum yang

diterima semua Negara. Sumberdaya lokal : Ketersediaan bahan

baku di suatu wilayah merupakan aspek kemandirian utama. Keahlian

Lokal : Bahan baku bisa tidak tersedia, tetapi keahlian penduduk di

atas rata-rata wilayah lain. Budaya Lokal : Tradisi, seni, sejarah,

lokasi, juga dapat menjadi sumber kemandirian usaha OVOP.

4. Penggerak Utama

Key Leader : Keberadaan key leader merupakan kunci sukses

pengembangan OVOP, baik tingkat nasional (OVOP Thailand),

tingkat daerah (OVOP Jepang), maupun tingkat komunitas.

Komunitas: Komunitas merupakan penggerak utama dalam

implementasi OVOP. Komunitas dapat berupa bentukan pemerintah,

atau atas inisiatif masyarakat.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

10

Universitas Indonesia

Pengembangan OVOP tidak terlepas dari pengembangan industri

kreatif yang juga telah dicanangkan oleh Pemerintah. Posisi strategis

ekonomi kreatif dan industri kreatif dalam pembangunan nasional semakin

disadari oleh berbagai pihak. Berbagai aktivitas kreatif digulirkan di

berbagai tempat, baik oleh pemerintah, dunia bisnis maupun oleh kaum

intelektual. Publikasi di media massa dan di dunia maya semakin intensif.

Komunitas-komunitas semakin tumbuh dan mulai saling terhubung. Kota-

kota dan daerah semakin antusias untuk menjadi kota/daerah kreatif.

Prestasi-prestasi prestisius terus diraih oleh para pelaku-pelaku kreatif.

Kondisi-kondisi di atas merupakan sebagian dari indikasi-indikasi

perkembangan ekonomi kreatif Indonesia. Kondisi-kondisi ini sangat

penting untuk dipetakan atau didokumentasikan, selain untuk memberikan

pemahaman mengenai pentingnya industri kreatif, juga untuk dapat

menjadi lebih baik dalam dalam mengevaluasi kegiatan yang sudah

dilaksanakan dan dalam penyusunan langkah-langkah pengembangan

selanjutnya.13 Industri Kreatif sendiri dipetakan menjadi 14 (empat belas)

subsektor. Pemetaan tersebut berdasarkan pada studi pemetaan industri

kreatif yang dilakukan oleh DCMS Inggris, yang disesuikan dengan KBLI

(Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) tahun 2005. Ke-14

subsektor tersebut adalah:14

1. Periklanan

2. Arsitektur

3. Pasar dan barang seni

4. Kerajinan

5. Desain

6. Fesyen

7. Film, Video, Fotografi

8. Permainan Interaktif

9. Musik

10. Seni Pertunjukan 13 Studi Industri Kreatif Indonesia 2009, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Hal. 9. 14 Ibid, Hal. 11.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

11

Universitas Indonesia

11. Penerbitan dan Percetakan

12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak

13. Televisi dan Radio

14. Riset dan Pengembangan

Pengembangan Industri Kreatif sendiri tidak terlepas pada amanat

Instruksi Presiden no. 6 Tahun 2009 mengenai pengembangan Industri

Kreatif. Sebagai bentuk dukungan Pemerintah yang lebih nyata terhadap

pengembangan Industri Kreatif, Presiden Indonesia telah mengeluarkan

Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009, kepada 28 instansi pemerintah pusat

dan daerah. Presiden menginstruksikan agar seluruh instansi yang

disebutkan untuk mendukung kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif

tahun 2009-2015, yakni pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan

pada kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk menciptakan daya

kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh

pada kesejahteraan masyarakat Indonesia, dengan sasaran, arah, dan

strategi.15

Dunia kini tengah memasuki era industri gelombang keempat,

yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry), usaha industri

ekonomi kreatif diprediksi akan menjadi industri masa depan sebagai

fourth wave industry (industri gelombang keempat), yang menekankan

pada gagasan dan ide kreatif, hal ini bukan tanpa alasan, mengingat

industri ekonomi kreatif telah mampu mengikat pasar dunia dengan jutaan

kreativitas dan persepsi yang dapat dijual secara global. Ekonomi Kreatif

merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang

mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan

stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor

produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Mengingat peran ekonomi

kreatif yang semakin meningkat bagi perekonomian suatu wilayah,

utamanya terhadap pengembangan ekonomi berbasis UMKM, maka

tidaklah berlebihan bila semakin banyak kota yang menjadikan ekonomi

15 Ibid, Hal. 28-29.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

12

Universitas Indonesia

kreatif sebagai ujung tombak dan katalisator pengembangan ekonomi

daerahnya.16

Pemilihan strategi kebijakan mengembangkan ekonomi kreatif di

tengah pelambatan pertumbuhan ekonomi global, ini bukan tanpa alasan,

kontribusi sektor ekonomi kreatif terus meningkat dalam beberapa tahun

terakhir, di mana pada 2010 mencapai Rp 472,8 triliun dan mampu

menyerap 11,49 tenaga kerja dan pada 2011 naik menjadi Rp 526 triliun

dengan serapan 11,51 juta tenaga kerja.Tahun ini angka itu ditargetkan

terdongkrak menjadi Rp 573,4 triliun dengan serapan 11,57 juta tenaga

kerja. Pengembangan ekonomi kreatif akan sangat berperan dalam

mengembangkan job creation, mengingat besarnya potensi ekonomi

kreatif yang dimiliki Indonesia, dengan lebih dari 300 suku bangsa. Dari

sisi demografi penduduk usia muda yang mencapai 43% menjadi modal

plus yang kita miliki, karena kreatifitas sangat dekat dengan kaum muda.

Pengembangan ekonomi kreatif juga akan berdampak langsung bagi

masyarakat kalangan menengah ke bawah, mengingat sektor ekonomi

kreatif, sebagian besar digerakkan oleh pelaku UMKM dan sangat

potensial menjadi kekuatan dashyat untuk mendorong Indonesia menjadi

negara maju, oleh karena itu menjadi jelaslah bahwa ekonomi kreatif perlu

dijadikan sebagai salah satu sektor yang harus didorong

perkembangannya.17

Ekonomi Kreatif adalah sebuah konsep yang bersifat “komposit”

atau gabungan dari berbagai sektor kegiatan. Fenomena tersebut berbeda

dengan sektor kegiatan lain yang relatif dapat “berdiri sendiri” seperti

sektor transportasi. Pernyataan ini mengandung konsekuensi dalam hal

kewenangan dalam pembuatan dan implementasi kebijakan. Institusi di

sektor transportasi akan lebih menetapkan dan menerapkannya karena

memiliki ruang lingkup pengaturan yang jelas, seperti: kendaraan

bermotor (laut, darat dan udara), industri otomotif, standar kelayakan

16 Eddy Cahyono Sugiarto, Ekonomi Kreatif, http://www.setkab.go.id/artikel-6693-ekonomi-kreatif.html, diunduh 12 Januari 2012. 17 Eddy Cahyono Sugiarto, Ibid.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

13

Universitas Indonesia

operasi kendaraan bermotor dan sebagainya. Keberhasilan pembangunan

Ekonomi Kreatif sangat bergantung kepada tingkat kesuksesan koordinasi

lintas sektor. Kegagalan koordinasi berarti pemborosan kebijakan yang

telah disusun dan ditetapkan. Karakteristik tersebut tidak banyak berbeda

dengan sektor Pariwisata.18

Penggerak ekonomi kreatif sendiri adalah hasil dari peran sertai

sektor industri, sehingga sektor industri tersebut dikategorikan sebagai

industri kreatif. Krisis global yang melanda Amerika Serikat dan Eropa

tidak membuat pasar industri kreatif Indonesia semakin menurun, karena

itu pelaku usaha memaksimalkan potensi pasar dalam negeri. Industri

kreatif di dalam negeri terbukti tahan terhadap krisis dan tidak tergantung

pada pembiayaan yang bersumber pada luar negeri. Selain itu, industri

kreatif memiliki target pasar nasional yang besar dengan potensi jumlah

penduduk Indonesia.

Industri kreatif memiliki target pasar nasional yang besar dengan

potensi jumlah penduduk Indonesia. Pemerintah mengupayakan pemberian

insentif fiskal dan non fiskal, selain juga pengupayan kemudahaan

memperoleh bahan baku bagi industri kreatif. Saat ini, banyak pelaku

industri kreatif, seperti kerajinan, kesulitan bahan baku. Kendala ini juga

dialami pada upaya perwujudan terminal bahan baku. Untuk insentif fiskal

dan non fiskal lebih berbentuk bimbingan Hak Kekayaan Intelektual,

pelatihan, dan sarana pameran gratis. Pemerintah juga tengah

mengupayakan pembebasan pajak bahan baku, namun kendala lain adalah

pembebasan pajak karena yang biasanya memperoleh pembebasan pajak

adalah perusahaan skala besar. Banyak lokasi di Indonesia yang berpotensi

sebagai tempat wisata, yang juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat display

18 Basuki Antariksa, Konsep “Indonesia Kreatif”: Tinjauan Awal Mengenai Peluang dan Tantangannya Bagi Pembangunan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, hal. 5, http://www.parekraf.go.id/userfiles/file/Zona%20Kreatif.pdf, diunduh 12 Januari 2013.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

14

Universitas Indonesia

produk kreatif. Selain itu, potensi produk kreatif biasanya dibuat oleh

pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM).19

Sebagai bentuk upaya pengembangan, dilakukan pemberian

insentif pajak pada Industri Kreatif agar dapat bertumbuh. Melihat karakter

sebagian besar industri kreatif yang berbentuk Usaha Kecil Menengah

(UKM) dan informal, diperkirakan potensi yang belum bayar pajak dari

industri kreatif ini cukup tinggi yaitu 10% dari total penerimaan negara

dari perpajakan. Bagi pemerintah, pemberian insentif ini juga diharapkan

meningkatkan penerimaan negara. Pemberian insentif dapat diartikan

sebagai sebuah bentuk dorongan atau rangsangan yang umumnya berasal

dari faktor eksternal (dalam hal ini pemerintah) yang dilakukan untuk

mempengaruhi atau memotivasi individu atau kelompok (industri kreatif)

melakukan suatu perubahan tertentu. Di Indonesia saat ini bentuk insentif

yang paling dekat untuk industri kreatif adalah insentif pajak UKM. Pada

Agustus 2011 pemerintah menyatakan akan mengeluarkan 2 skema

insentif pajak, yaitu untuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang

akan dikenakan Pajak Pertambahan nilai (PPn) hanya sebesar 0,5% dan

UKM yang akan dikenakan pajak 3% yang merupakan akumulasi dari

Pajak Penghasilan (PPh) 2% dan PPn 1%. Selain potongan pajak, bentuk

dukungan terhadap usaha kreatif misalnya adalah insentif ekspor seperti

yang dilakukan Kota Zhengzhou di Cina dengan memberikan hibah

kepada perusahaan dengan nilai ekspor tertentu setiap tahunnya.20

1.2. Perumusan Masalah

Dari hasil uraian yang dijabarkan dalam latar belakang masalah,

serta mengingat bahwa Undang-Undang Merek terdiri dari berbagai aspek

pengaturan mengenai merek sehingga ruang lingkup dari Undang-Undang

19 Pemerintah siapkan insentif untuk industri kreatif, Pemerintah siapkan insentif untuk industri kreatif, http://www.antaranews.com/berita/326316/pemerintah-siapkan-insentif-untuk-industri-kreatif, diunduh 12 Januari 2013 20 Agung Pascasuseno, Berharap pada Insentif Pemerintah untuk Industri Kreatif, http://www.indonesiakreatif.net/index.php/id/tulisananda/read/berharap-pada-insentif-pemerintah-untuk-industri-kreatif, diunduh tanggal 12 Januari 2013.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

15

Universitas Indonesia

Merek cukup luas, penulis menganggap perlu untuk memberikan batasan

ruang lingkup penulisan, yaitu dengan memberikan fokus kepada aturan-

aturan yang terdapat dalam pasal-pasal Undang-Undang Merek yang

memiliki kaitan dengan pelaksanaan model Sakasame (Satu Kampung

Satu Merek).

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka permasalahan penelitian

yang diangkat adalah:

1. Bagaimanakah praktek pelaksanaan penggunaan merek kolektif oleh

pengusaha UKM khususnya dengan menggunakan model OVOP atau

dalam hal ini disebut juga dengan Sakasame (Satu Kampung Satu

Merek)?

2. Bagaimanakah peran Undang-Undang Merek yang mengatur

mengenai merek kolektif dalam kaitannya dengan upaya perlindungan

merek serta terkait dengan praktek penggunaan merek kolektif dalam

model OVOP / Sakasame?

3. Bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan kepada pemilik

merek kolektif bila terjadi suatu pelanggaran terhadap penggunaan

merek kolektif tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Mengacu kepada permasalahan tersebut diatas, maka penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Mengetahui praktek pelaksanaan penggunaan merek kolektif

khususnya yang dilakukan oleh pengusaha UKM dalam upaya

perlindungan merek khususnya terhadp merek yang dimiliki oleh

UKM.

2. Mengetahui peran Undang-Undang Merek dalam praktek penggunaan

merek kolektif.

3. Mengetahui risiko dan tanggung jawab hukum yang dapat terjadi

apabila terjadi pelanggaran dalam penggunaan merek kolektif dengan

mengacu kepada Undang-Undang Merek.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

16

Universitas Indonesia

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Untuk memberikan sumbangan terhadap pengetahuan mengenai

pengembangan merek Indonesia melalui model Sakasame (Satu

Kampung Satu Merek).

2. Untuk memberikan bahan rekomendasi kepada para pihak terkait yang

memiliki kepentingan dalam usaha pengembangan dan perlindungan

HAKI khususnya yang terkait dengan merek.

3. Sebagai pedoman penulisan/penelitian lebih lanjut terutama mengenai

permasalahan yang menyangkut penggunaan merek kolektif.

1.5. Kerangka Teori

Penggunaan merek kolektif dalam prakteknya dapat menambah

daya jual dari suatu barang, terlebih bila penggabungan yang dilakukan

melibatkan pelaku-pelaku yang sudah terkenal dalam dunia bisnis, seperti

misalnya merek Sony Ericsson. Penggunaan merek kolektif dalam

penelitian ini dilakukan oleh kumpulan pengusaha lokal yang terhimpun

dalam suatu wadah organisasi, dimana untuk memasarkan hasil produk

mereka, digunakan satu merek kolektif.

1.5.1. Replikasi OVOP di Indonesia

Sebuah pengalaman yang menarik terjadinya OTOP di Thailand

dan OVOP di Jepang adalah kawasan (kecamatan/desa) yang semula

miskin menjadi desa yang masyarakatnya menjadi makmur. Gerakan satu

desa satu komoditi One Village One Commodity (OVOC) dan One

Tambon One Product (OTOP), meskipun dilakukan dalam konteks

gerakan masyarakat dalam pembangunan daerah, namun salah satu inti

dari gerakan tersebut adalah bagaimana menciptakan produk unggul dan

memiliki daya saing yang berasal dari keunggulan atau keunikan,

kekhasan yang dimiliki. Konsep ini didukung dengan adanya rasa

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

17

Universitas Indonesia

kebanggaan dalam menghasilkan produk tersebut dengan menggunakan

simbol, jargon dan bentuk lainnya yang memberikan motivasi kepada

UKM/petani untuk berinovasi dan berproduk.21

Dari aspek kelembagaan, replikasi program OTOP nampaknya

dapat dikaitkan dengan program sentra bisnis yang saat ini telah

dikembangkan di banyak daerah. Sentra adalah pusat kegiatan di

kawasan/lokasi tertentu dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan

baku/sarana yang sama, menghasilkan produk yang sama/sejenis serta

memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi klaster. Sentra dapat lebih

diarahkan kepada pemilihan dan penetapan komoditas unggulan, termasuk

produk unggulan industri rumah tangga yang menggunakan bahan dasar

lokal.

1.5.2. Prinsip Keadilan Ekonomi

Dalam kaitan dengan keterlibatan sosial, tanggung jawab sosial

perusahaan berkaitan langsung dengan penciptaan atau perbaikan kondisi

sosial ekonomi yang semakin sejahtera dan merata. Ini berkaitan dengan

apa yang disebut dengan keadilan distributif. Ketaatan terhadap hukum,

khususnya hukum bisnis, pada akhirnya berkaitan juga dengan apa yang

disebut sebagai keadilan legal, yaitu perlakuan yang sama terhadap semua

orang sesuai dengan hukum nyang berlaku. Ini berarti semua orang harus

dilindungi dan tunduk pada hukum yang ada tanpa pandang bulu.

Demikian pula, pernghargaan atas hak dan kepentingan stakeholders pada

akhirnya berkaitan juga dengan apa yang disebut sebagai keadilan

komutatif. Masalah keadilan berkaitan secara timbal balik dengan kegiatan

bisnis, khususnya bisnis yang baik dan etis. Di satu pihak terwujudnya

keadilan dalam masyarakat akan melahirkan kondisi yang baik dan

kondusif bagi kelangsungan bisnis yang baik dan sehat.22

21 http://www.smecda.com/ Buku_Sorotan / 2 - BISNIS % 20 KOPERASI / 2 – OTOP / OTOP % 20 kompilasi - executive.pdf 22 Sonny Keraf, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya (Edisi Baru), Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2006, hal. 137.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

18

Universitas Indonesia

Keadilan memang merupakan sesuatu yang abstrak, tetapi

sekaligus sangat diharapkan dan dinanti-nanti oleh masyarakat. Manusia

tidak dapat menghindar dari pekerjaan mencari keadilan tersebut. Manusia

membentuk kehidupan bermasyarakat, sebagai sisi lain kehidupan

berkeadilan. Kehidupan bersama atau bermasyarakat manusia tidak

diciptakan untuk memberi hati kepada ketidakadilan. Maka dapat

dikatakan, bahwa hidup bermasyarakat adalah hidup dalam suatu

masyarakat yang adil.23

Dari mana keadilan itu? Keadilan 24 , menurut Prof.Subekti,S.H,

berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, tetapi seorang manusia diberi

kecakapan atau kemampuan untuk meraba atau merasakan keadaan yang

dinamakan adil. Dan segala kejadian di alam dunia ini pun sudah

semestinya menumbuhkan dasar-dasar keadilan itu pada manusia. Dengan

demikian maka dapat kita lihat bahwa hukum tidak saja harus mencari

keseimbangan antara perbagai kepentingan yang bertentangan satu sama

lain, untuk mendapatkan “keadilan” tetapi hukum juga harus mendapatkan

keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan

“ketertiban”atau “kepastian hukum”.25

Aristoteles dalam tulisannya “Rhetorica,” membedakan dua macam

keadilan, yaitu keadilan “distributif” dan keadilan “komulatif”. Keadilan

distributif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah

menurut jasanya (pembagian menurut haknya masing-masing). Ia tidak

menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya;

bukan persamaan melainkan kesebandingan. Dengan demikian, belum

23 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perilaku, Hidup Baik adalah Dasar Hukum yang Baik, Penerbit Buku Kompas, Oktober, 2009, Hal. 2. 24 Menurut Prof. Subekti, S.H melayani tujuan Negara adalah dengan menyelanggarakan “Keadilan” dan “Ketertiban” dimana kedua hal tersebut menjadi syarat-syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Ditegaskan bahwa keadilan itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadilan keseimbangan yang membawa ketentraman di dalam hati orang, dan jika diusik atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan. Keadilan selalu mengundang unsur “penghargaan,” “penilaian” atau “pertimbangan” dan karena itu ia lazim dilambangkan suatu “neraca keadilan”. Dikatakan bahwa keadilan itu menuntut bahwa “dalam keadaan yang sama setiap orang harus menerima bagian yang sama pula”. 25 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, Hal. 41.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

19

Universitas Indonesia

berarti setiap warga Negara mempunyai pekerjaan yang sama karena

sesuai dengan keahliannya masing masing. Keadilan komutatif ialah

keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan

tidak mengingat jasa-jasa perorangan. Ia memegang peranan dalam tukar

menukar; pada pertukaran barang dan jasa dalam mana sebanyak mungkin

harus terdapat persamaan antara apa yang dipertukarkan. Keadilan

komutatif lebih-lebih menguasai hubungan antara masyarakat (khususnya

negara) dengan perseorangan khusus.26

Menurut Aristoteles, yang ada dalam realitas adalah potensi,

pertumbuhan, dan tujuan dari kehidupan manusia. Sudah merupakan

karakter manusia bahwa ada manusia yang memiliki karakter yang baik

maupun yang jahat, ada yang adil maupun tidak adil. Karena itu,

Aristoteles membedakan dengan jelas antara keadilan alam (natural justice)

dengan keadilan konvensional. Dalam hal ini, keadilan alam mempunyai

eksistrensi dan kekuatan yang sama dimana saja, sebagaimana dipikirkan

manusia. Namun ketika keadilan alam tersebut diterapkan ke dalam

kenyataan (sesuai konvensi), maka tidak akan menghasilkan hal yang sama

di setiap tempat dan waktu, meskipun secara alam di mana pun hanya ada

satu keadilan yang terbaik.27

Aristoteles mengartikan kedilan dalam arti sempit, hampir seperti

pengertian keadilan dalam artinya yang modern. Dalam hal ini, keadilan

dapat diartikan sebagai kesamaan perlakuan (equality) dan juga sebagai

“sesuai hukum” (lawfulness). Equality merupakan proporsi yang benar,

titik tengah, atau jarak yang sama antara “terlalu banyak” dengan “terlalu

sedikit”. Karena itu, Aristoteles mengartikan keadilan sebagai sesuatu

yang berkenaan dengan orang-orang.28

John Rawls mengemukakan suatu ide dalam bukunya A Theory of

Justice bahwa teori keadilan merupakan suatu metode untuk mempelajari

dan menghasilkan keadilan. Ada prosedur-prosedur berfikir untuk

26 Ibid, Hal. 42-43 27 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Agustus, 2007, Hal. 82. 28 Ibid, Hal. 83.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

20

Universitas Indonesia

menghasilkan keadilan. Teori Rawls didasarkan atas dua prinsip yaitu

tentang Equal Right dan juga Economic Equality. Dalam Equal Right

dikatakannya harus diatur dalam tataran leksikal, yaitu different principles

bekerja jika prinsip pertama bekerja atau dengan kata lain prinsip

perbedaan akan bekerja jika basic right tidak ada yang dicabut (tidak ada

pelanggaran HAM) dan meningkatkan ekspektasi mereka yang kurang

beruntung. Dalam prinsip Rawls ini ditekankan harus ada pemenuhan hak

dasar sehingga prinsip ketidaksetaraan dapat dijalankan dengan kata lain

ketidaksetaraan secara ekonomi akan valid jika tidak merampas hak dasar

manusia.

Menurut John Rawls, keadilan adalah kejujuran (fairness). Agar

hubungan sosial seperti di atas bisa berjalan secara berkeadilan, ia harus

diatur atau berjalan sesuai dengan dua prinsip yang dirumuskan. Pertama,

kebebasan yang sama (principle of equal liberty), bahwa setiap orang

mempunyai kebebasan dasar yang sama. Kebebasan dasar ini, antara lain,

(1) kebebasan politik, (2) kebebasan berfikir, (3) kebebasan dari tindakan

sewenang-wenang, (4) kebebasan personal, dan (5) kebebasan untuk

memiliki kekayaan. Kedua, prinsip ketidaksamaan (the principle of

difference), bahwa ketidaksamaan yang ada di antara manusia, dalam

bidang ekonomi dan sosial, harus diatur sedemikian rupa, sehingga

ketidaksamaan tersebut, (1) dapat menguntungkan setiap orang, khususnya

orang-orang yang secara kodrati tidak beruntung dan (2) melekat pada

kedudukan dan fungsi-fungsi yang terbuka bagi semua orang. 29 Artinya,

Rawls tidak mengharuskan bagian semua orang adalah sama, seperti

kekayaan, status, pekerjaan dan lainnya, karena hal itu tidak mungkin,

melainkan bagaimana ketidaksaaman tersebut diatur sedemikian rupa

29 John Rawls, Teori Keadilan, Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, Hal. 72. Bila mengambil dari pendapat John Rawls bahwa keadilan yang mesti dikembalikan oleh hukum dapat diterima dengan akal sehat sebagai keuntungan bagi setiap orang. Prinsip keadilan menurut Rawls terbagi dalam (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang, (2) Ketimpangan sosial dan ekonomi mesti diatur sedemikian rupa sehingga (a) dapat diharapkan memberi keuntungan semua orang, dan (b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

21

Universitas Indonesia

sehingga terjadi ikatan, kerja sama dan kaitan saling menguntungkan juga

membutuhkan di antara mereka. Prinsip kedua tersebut, mengandung dua

rumusan: (1) keuntungan bagi setiap orang (everyone’s advantage) yang

dapat diturunkan menjadi dua kemungkinan interpretasi: prinsip efisiensi

(principle of efficiency) dan (2) prinsip perbedaan (difference principle).30

Dari pendapat John Rawls tersebut terlihat bahwa nilai keadilan

tidak boleh ditawar-tawar dan harus diwujudkan ke dalam masyarakat

tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Suatu

ketidakadilan hanya dapat dibenarkan jika hal tersebut diperlukan untuk

menghindariketidakadilan yang lebih besar. Karena merupakan kebajikan

yang terpenting dalam kehidupan manusia, maka terhadap kebenaran dan

keadilan tidak ada kata kompromi.31

Terkait dengan pelaksanaan OVOP, ada empat prinsip dasar yang

harus dipenuhi dalam melaksanakan OVOP di Indonesia, yaitu : (1)

produk komoditas yang berbasis sumberdaya lokal namun berdaya saing

global (Loccally originated but globally competetive), (2) usaha mandiri

dengan kreativitas dan inovasi yang terus menerus, (3) munculnya proses

pengembangan sumberdaya manusia (human resources development), (4)

aspek penting dari implementasi konsep ini adalah adanya usaha untuk

menciptakan produk yang memiliki daya saing dan keunggulan dalam

pasar yang luas, meskipun produknya berbasis sumberdaya lokal.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka hal ini berkaitan dengan

apa yang dikemukakan oleh St. Thomas Aquinas, dimana beliau membagi

keadilan ekonomi kedalam 3 jenis : Commutative Justice, Distributive

Justice dan Social Justice. Pertama, Commutative Justice adalah berkaitan

dengan beroperasinya ekonomi pasar yaitu penghormatan terhadap kontrak

dan hak milik pribadi. Individu mempunyai kepentingan yang alamiah,

30 A. Khudori Soleh, Teori Keadilan John Rawls, hal. 5 – 7. Prinsip efisiensi dapat dipenuhi jika sistem ekonomi yang membawa keuntungan pada sekelompok orang tidak merugikan pada pihak lain. Artinya, konsumsi produksi, pembagian sarana produksi dan seterusnya yang dimaksudkan untuk memperbaiki suatu pihak tertentu akan dianggap efisien jika hal itu tidak mengurangi atau merugikan pihak lainnya. Jika pembagian tersebut hanya menguntungkan suatu pihak dan ternyata kemudian justru merugikan pihak lainnya, berarti tidak efisien. 31 Munir Fuady, Op cit. Hal. 94.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

22

Universitas Indonesia

asal tidak melukai orang lain. Kedua, Distributive Justice adalah penting

untuk berfungsinya ekonomi. Hal ini berkenaan dengan pertanyaan

bagaimana membagikan keuntungan kegiatan ekonomi. Ketiga, Social

Justice berkenaan dengan kebutuhan ekonomi untuk mempunyai

structures dan institutions – jika hubungan ekonomi tidak baik akan

berakibat kurangnya produktivitas.

1.6. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian mengenai Implementasi Perlindungan Merek

Kolektif dalam Model One Village One Product (OVOP), kegiatan yang

terkait dengan pelaksanaan pembuatan merek kolektif khususnya untuk

lingkup UKM harus dapat diperoleh suatu pemahaman secara menyeluruh.

1.6.1. Gambaran Umum Tentang OVOP

Pemahaman mengenai Satu Kampung Satu Merek atau yang

disebut juga dengan OVOP adalah penyebutan istilah Satu Desa Satu

Produk, dimana terdapat 3 (tiga) faktor penentu yang dapat dijadikan

acuan pemikiran, yaitu : Satu: Satu daerah memiliki minimal satu produk

unik. Satu produk dapat dikembangkan dua atau lebih daerah. Desa:

merepresentasikan wilayah, sehingga bisa mewakili desa/

kecamatan/kabupaten/ provinsi; tidak terbatas pada wilayah, namun dapat

merepresentasikan komunitas (One community one product). Produk:

Produk dapat meliputi produk tangible, dan juga intangible (pariwisata,

seni).

Dalam pelaksanaan OVOP yang ideal dan sudah diterapkan di

beberapa negara, seperti Thailand dan Jepang, diperlukan suatu strategi

model bisnis yang dapat diterapkan. Model Bisnis dimaksud merupakan

usaha atau model bisnis OVOP di berbagai negara, yang dapat

berbentuk:Usaha Komunitas, Usaha Individu, Koperasi dan Asosiasi.

Model bisnis ini dapat disesuaikan dengan kondisi dari masing-masing

wilayah yang menerapkan OVOP.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

23

Universitas Indonesia

Selain itu, pemanfaatan kemandirian dan kelokalan juga

merupakan suatu konsep umum yang diterima semua negara. Kemandirian

dan kelokalan tersebut dapat terdiri dari: Sumberdaya lokal: terkait

dengan ketersediaan bahan baku di suatu wilayah merupakan aspek

kemandirian utama. Keahlian Lokal: Bahan baku bisa tidak tersedia,

tetapi keahlian penduduk di atas rata-rata wilayah lain. Budaya Lokal:

Tradisi, seni, sejarah, lokasi, juga dapat menjadi sumber kemandirian

usaha OVOP.

Untuk menunjang keberhasilan OVOP di Indonesia, harus

ditentukan kunci sebagai penggerak utama. Key Leader sebagai penggerak

utama dimana keberadaan key leader merupakan kunci sukses

pengembangan OVOP, baik tingkat nasional (seperti di Thailand,

Kamboja), tingkat daerah (contoh : Jepang), maupun tingkat komunitas

(contoh: Malawi). Komunitas: Komunitas merupakan penggerak utama

dalam implementasi OVOP. Komunitas dapat berupa bentukan pemerintah,

atau atas inisiatif masyarakat.

1.6.2. Gambaran Umum Penerapan OVOP Indonesia

Program OVOP diperkenalkan pertama kali di Jepang dan kini

telah diadopsi oleh banyak negara. Menggunakan nama OVOP karena

OVOP telah dikenal secara internasional serta memiliki ‘equity’ yang kuat

sehingga akan mempermudah proses komunikasi program OVOP

Indonesia. Kata ‘Indonesia’ menyertai identitas - OVOP Indonesia sebagai

penekanan akan identitas dan membuka pemahaman akan asal produk

dengan segenap keunikannya/kekhasannya (indikasi geografis).

OVOP Merupakan suatu inisiatif yang diharapkan menjadi

program berkelanjutan dalam pengembangan wilayah pedesaan dan

perkotaan. Diimplementasikan dalam gerakan yang bertujuan

mengembangkan produk lokal agar dapat diterima secara global, dengan

tetap mengedepankan nilai-nilai, sumber daya lokal serta mendorong

kemandirian masyarakat.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

24

Universitas Indonesia

Model Satu Kampung Satu Merek atau OVOP merupakan salah

satu strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan perekonomian

dan daya saing produk dalam negeri. Selain itu, dengan menggunakan

mekanisme penggunaan merek kolektif sebagai dasar pembentukan OVOP,

akan dapat mempermudah pengusaha-pengusaha khususnya pengusaha

UKM yang akan mendaftarkan merek produk barang dan/atau jasa mereka.

Dengan adanya konsep merek kolektif akan dapat menghemat waktu dan

biaya dalam pengurusannya.

1.6.3. Gambaran Umum Mengenai Merek

Istilah tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan

terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur

pada Undang-Undang No. 4 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO

(Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian

Intellectual Property Right (selanjutnya ditulis IPR) adalah yang mengatur

segala karya-karya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual

manusia. Dengan demikian IPR merupakan pemahaman mengenai hak

atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual, yang mempunyai

hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia

(human right). Hak kekayaan disini menyangkut pengertian “pemilikan”

(ownership) yang menyangkut lembaga sosial dan hukum, keduanya selalu

terkait dengan “pemilik” (owner) dan sesuatu benda yang dimiliki

(something owned).

Sebelum tahun 1961, Undang – undang Merek Kolonial Belanda

tahun 1912 tetapi berlaku sebagai akibat dari penerapan Pasal-Pasal

peralihan dalam UUD 1945 dan Undang Dasar RIS 1949 serta UUD

Sementara 1950. Undang-Undang merek 1961 kemudian menggantikan

Undang-Undang merek Kolonial. Namun sebenarnya UU tahun 1961

hanya merupakan ulangan dari Undang-undang sebelumnya. Pada Tahun

1992 Undang- Undang merek merek baru diundangkan dan berlaku mulai

tanggal 1 April 1993, menggantikan Undang - Undang merek tahun 1961.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

25

Universitas Indonesia

Dengan adanya Undang-Undang baru tersebut, surat keputusan

adminstratif yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek dibuat.

Berkaitan dengan kepentingan reformasi Undang - Undang merek,

Indonesia turut serta meratifikasi Perjanjian merek WIPO (World

Intellectual Property Organization). Pada tahun 1997 Undang- undang

merek tahun 1992 diubah dengan mempertimbangkan Pasal-Pasal dari

perjanjian Internasional tentang Aspek-aspek yang terkait dengan

perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual yaitu TRIPs (Trade Related

Aspects of Intellectual Property Rights). Dalam Pasal-Pasal tersebut

memuat perlindungan atas indikasi asal dan geografis. Dalam Undang-

undang tahun 1997 juga mengubah ketentuan dalam Undang-undang

sebelumnya dimana tentang penggunaan merek pertama di Indonesia

berhak untuk mendaftarkan merek tersebut sebagai merek. Pada tahun

2001 berlaku Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 sebagi Undang-

Undang merek yang baru menggantikan Undang-Undang Nomor 14 tahun

1997. Ada beberapa perubahan penting yang tercantum dalam Undang -

Undang nomor 15 Tahun 2001 yaitu; Penetapan sementara Pengadilan,

perubahan delik biasa menjadi delik aduan, peran Pengadilan Niaga dalam

memutuskan sengketa suatu perkara merek, kemungkinan penggunaan

alternatif penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana yang diperberat.

Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 1 (1)

tentang merek, merek didefinisikan sebagai tanda yang terdiri : gambar,

nama, kata, huruf,-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari

unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam

kegiatan perdagangan barang atau jasa. Dalam Pasal ini mengandung tiga

rumusan yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Dilihat dari bentuk atau wujud merek sama dengan tanda yang terdiri

dari beberapa unsur,

2. Segi fungsinya merek sebagai daya pembeda

3. Tujuan merek digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

26

Universitas Indonesia

Merek adalah sebuah identitas, sebuah profil yang diperkenalkan

kepada publik. Dan, jika kemudian berhasil menjadi bagian dari pemikiran

konsumen, proses branding tersebut telah sukses menjalankan perannya.

Sebaliknya jika tidak, usaha tersebut perlahan akan dilupakan bajkan

mungkin tidak dikenal sama sekali. Sebuah merek mulai pudar ketika

merek tidak dapat lagi menyentuh kebutuhan konsumennya. Kini, pada

pasar modern sebuah merek haruslah sanggup menjangkau pasar seuai

dengan tren dan konteksnya.32

Merek juga berfungsi memberikan jaminan nilai atau kualitas dari

barang dan jasa yang bersangkutan. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi

pemilik merek, tetapi juga memberikan perlindungan dan jaminan mutu

barang sarana promosi (means of trade promotion) dan reklame bagi

produsen atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang dan

jasa yang bersangkutan. Dalam dunia perdagangan global merek seringkali

dijadikan sebagai salah satu cara untuk menciptakan dan mempertahankan

good will dimata konsumen dan sekaligus untuk sarana untuk memperluas

pasaran suatu barang atau jasa ke seluruh dunia. Sehingga merek yang

sudah mempunyai reputasi tinggi dan menjadikan good will bagi pemilik

barang dan jasa, hal ini merupakan sesuatu yang tak ternilai harganya.

Pasal 1 butir 2, 3 dan 4 Undang - Undang Merek menjabarkan

mengenai jenis merek yang dapat dibedakan menjadi :

1. Merek Dagang adalah merek yang digunakkan pada barang yang

diperdagangkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama

atau badan hukum untuk membedakan barang dengan barang yang

sejenisnya.

2. Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang untuk

membedakan jasa-jasa lainnya yang sejenis.

3. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa

dengan karekteristik yang sama yang diperdagangkan beberapa orang 32 Arif Rahman, Strategi Dahsyat Marketing Mix for Small Business, Cara Jitu Merontokkan Pesaing, TransMedia Pustaka, Jakarta, 2010, Hal. 172-173

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

27

Universitas Indonesia

atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan

barang atau jasa sejenis lainnya.

Pelanggaran terhadap merek biasanya mempunyai motovasi untuk

mendapatkan keuntungan secara mudah, dengan mencoba, meniru, atau

memalsu merek-merek yang sudah terkenal dimasyarakat. Tindakan ini

dapat merugikan bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan seperti

masyarakat, baik pihak produsen maupun konsumen selain itu negara juga

banyak dirugikan. Seseorang pemilik merek atau penerima lisensi merek

dapat menuntut seseorang yang tanpa ijin menggunakan merek

miliknya.Dari setiap undang- undang yang mengatur tentang merek maka

pasti ditetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai sanksi-

sanksi bagi pelanggar hak merek oarang lain.

Pemakaian merek tanpa hak dapat digugat berdasarkan perbuatan

melanggar hukum (Pasal 1365) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Sebgai pihak penggugat harus membuktikan bahwa ia karena perbuatan

melanggar hukum tergugat, penggugat menderita kerugian. Guagatan

demikian bersifat keperdataan, tidak bisa digabungkan dengan

permohonan pembatalan merek, sebab upaya hukumnya tunduk pada

Hukum Acara Perdata (terbuka upaya hukum banding dan kasasi).

Sebaiknya gugatan ganti rugi atas perbuatan melanggar hukum, didahului

adanya putusan gugatan pembatalan yang telah mempunyai kekuatan

hukum yang tetap. Gugatan ganti rugi dapat pula dilakukan oleh penerima

lisensi merek baik secara sendiri atau bersama-sama dengan pemilik merek

yang bersangkutan.

1.6.4. Gambaran Umum Mengenai UKM

Secara konseptual dan filosofis sistem hak kekayaan intelektual

tidak melakukan pengelompokan antara kelompok UKM dan non-UKM.

Jika kemudian muncul pengaturan khusus yang berkaitan dengan UKM,

hal itu lebih pada penerapan pelaksanaan kebijakan. HKI di lingkungan

pelaku usaha lebih sering dipahami sebagai aset perusahaan. HKI sebagai

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

28

Universitas Indonesia

aset perusahaan dikualifikasikan sebagai aset tidak berwujud (intangible

assets). Dalam konteks kegiatan usaha HKI memegang peranan penting.

Peranan penting tersebut dapat dilihat dari masuknya HKI yang

merupakan aset tidak berwujud (intagible assets) sebagai salah satu

pendorong bagi kegiatan bisnis selain sumber daya manusia, sumber daya

finansial, aset berwujud (tangible assets).

Masuknya HKI sebagai pendorong kegiatan bisnis tentunya tidak

sekedar pada pelaku-pelaku usaha besar, namun terjadi juga pada pelaku-

pelaku usaha kecil dan menengah. Dalam konteks keindonesiaan, pelaku

usaha kecil dan menengah ini dikenal dengan Usaha Kecil dan Menengah

(UKM). UKM sendiri sebagaimana didefinisikan di dalam ketentuan Pasal

1 angka 1 dan 2 Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil

adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria

kekayaan sebesar Rp 200.000.000 (dua ratus juta) atau hasil penjualan

tahunan Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) serta kepemilikan oleh

warga negara Indonesia, sedangkan usaha menengah adalah kegiatan

ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan

tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan usaha

tahunan usaha kecil.

Pada dasarnya, relevansi HKI bagi UKM dapat digunakan sebagai

sarana untuk melakukan inovasi terhadap suatu produk. Hal ini

dikarenakan syarat untuk mendapatkan perlindungan atas kekayaan

intelektual yang diformat dalam bentuk pemberian HKI salah satunya

adalah harus adanya unsur kebaruan. Dengan adanya syarat seperti ini bagi

UKM akan terdorong untuk mampu menghasilkan produk (kekayaan

intelektual) yang lebih inovatif dan kreatif. Semisal; desain industri

sebagai suatu bentuk rancangan produk yang dapat berupa bentuk,

konfigurasi dan komposisi dapat dilindungi apabila mempunyai unsur

kebaruan, estetika dan terdaftar. Dengan kondisi demikian, desain industri

tersebut jelas akan mampu menghasilkan inovasi terhadap produk,

mengingat rancangan desain produknya diharuskan selalu mempunyai

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

29

Universitas Indonesia

unsur kebaruan jika ingin dilindungi. Inovasi ini tentunya tidak sekedar

dari kebaruan suatu rancangannya, tetapi juga nuansa estetikanya.33

Relevansi lain dari HKI bagi penguatan UKM adalah HKI

memiliki arti yang sangat strategis untuk UKM. Dengan adanya HKI,

UKM dapat melakukan keberlanjutannya. Bahkan dengan HKI, UKM juga

dapat melakukan ekspansi pasar. Salah satu keberlanjutan UKM dapat

dilakukan melalui pengembangan HKI, terutama bagi industri-industri

yang mengandalkan kreatifitas dan inovasi yang berasal dari suatu proses

penuangan ide dan gagasan. Hal ini semisal untuk industri elektronik,

industri musik, industri kerajinan, industri mebel dan furniture serta

industri fashion. Sementara itu, melalui HKI pula suatu UKM dapat

melakukan ekspansi pasar tanpa harus mengeluarkan biaya yang sangat

tinggi. Fenomena ini dapat terjadi, jika HKI dapat dikomersialisasikan ke

pasar dengan model lisensi (licences) atau pengalihan hak (assignments).

Artinya, dengan komersialisasi HKI oleh UKM menjadikan UKM tidak

harus bersusah payah menyiapkan tempat, tenaga kerja untuk memasarkan

produknya.

Guna mendukung pengembangan UKM di Indonesia, salah satu

upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan media online. Masih

minimnya jumlah pengusaha di Indonesia yang memanfaatkan media

online membuat perusahaan Google tergerak dengan menyediakan domain

dan hosting melalui program 'Bisnis Lokal Go Online'. Program ini

ditujukan untuk 100.000 usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia

dengan mendorong mereka mempunyai website sendiri, dengan ini mereka

bisa berjualan melalui media online.34 Pengertian dari UKM sendiri dibagi

kedalam 3 kriteria, yaitu: 35

33 http://pusathki.uii.ac.id/artikel/artikel/relevansi-hak-kekayaan-intelektual-untuk-usaha-kecil-menengah-ukm.html, diunduh 27 Desember 2012. 34 http://tekno.kompas.com/read/2012/01/11/14415874/Google.Sediakan.100.000.Domain.Gratis.untuk.UKM, Rabu, 11 Januari 2012 35 Undang-Undang UMKM no. 20 Tahun 2008, http://www.depkop.go.id/index.php? Option = com_content & view = article & id = 129

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

30

Universitas Indonesia

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi

kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

ini.

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih

atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang ini.

Tabel 1.1. Kriteria UKM di Indonesia

No URAIAN

KRITERIA ASSET OMZET

1 Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta

2 Usaha Kecil > 50 Juta - 500 Juta > 300 Juta - 2,5 Miliar

3 Usaha Menengah > 500 Juta - 10 Miliar > 2,5 Miliar - 50 Miliar

1.7. Metode Penelitian

Dalam prakteknya di masyarakat, suatu proses kegiatan dapat

menimbulkan aspek hukum yang dapat diteliti sampai sejauh mana

pengaruhnya dalam masyarakat tersebut. Untuk mengetahuinya

dibutuhkan penelitian yang dapat mencakup beberapa aspek penting yang

dapat dikaitkan antara teori dengan prakteknya di masyarakat. Untuk

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

31

Universitas Indonesia

mengetahui keterkaitan tersebut, maka penelitian yang dilakukan harus

memiliki analisa yang berdasarkan atas metode penelitian tertentu.

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan

konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu,

sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti

tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu36.

Dalam rangka untuk memenuhi sifat dari penelitian yang telah

disebutkan diatas, maka penelitian dilakukan dengan menggunakan cara,

bentuk dan batasan-batasan tertentu, sehingga tulisan ini dapat menjadi

sebuah karya ilmiah. Adapun metode penelitian yang dipergunakan adalah

sebagai berikut:

1.7.1. Metode Pendekatan

Berdasarkan dengan permasalahan yang dikemukakan maka

penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif

namun didukung dengan data yang diperoleh dari lapangan, karena dalam

penelitian ini tekanannya pada aspek hukum sebagai suatu sikap

masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum sebagai contoh nilai-nilai,

ide-ide, kepercayaan ataupun harapan-harapan yang pada akhirnya dengan

kekuatan-kekuatan sosial akan dapat menentukan bagaimana hukum

tersebut tersebut ditaati, dilanggar ataupun disimpangi, atau dapat

dikatakan dengan yuridis sosiologis, hukum tak hanya dipandang sebagai

peraturan- peraturan atau kaidah-kaidah saja akan tetapi juga meliputi

bekerjanya hukum dalam masyarakat.

1.7.2. Tipe Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif,

yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti dan

36 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986, hal. 42.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

32

Universitas Indonesia

menganalisis bahan sekunder 37 atau bahan-bahan kepustakaan melalui

studi dokumen.

1.7.3. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian yang akan dilakukan disini, adalah penelitian

hukum yang bersifat deskriptif, yang merupakan suatu penelitian yang

dilakukan dimana telah ada teori/pengetahuan tentang obyek yang akan

diteliti, sehingga diharapkan dapat mempertegas hipotesa dalam rangka

membantu menyusun teori-teori baru ataupun memperkuat teori-teori lama.

Penelitian yang bersifat deskriptif ini dilakukan dengan terlebih dahulu

menjelaskan secara umum mengenai permasalahan yang akan dibahas

sebelum dianalisis lebih lanjut.

1.7.4. Metode Pengumpulan Data.

a. Data Primer

Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan ini dilakukan

dengan cara interview atau wawancara, yaitu teknik pengumpulan

data dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada

informan/narasumber. Dalam melakukan penelitian dimungkinkan

tidak hanya menggunakan pertanyaan yang disediakan secara tertulis

dalam bentuk daftar pertanyaan, tetapi dapat dilakukan pengembangan

pertanyaan sepanjang tidak menyimpang dari permasalahan

b. Data Sekunder

Mengingat tipe penelitian yang digunakan adalah tipe

penelitian normatif, maka cara pengumpulan data yang dipergunakan

dalam penelitian ini, adalah studi kepustakaan/dokumen. Melalui studi

kepustakaan ini diusahakan pengumpulan data melalui dengan

mempelajari buku-buku, majalah, surat kabar artikel dan internet serta

37 Data yang sudah ada, diolah dan sudah ditangani orang lain, maupun keterangan narasumber yang berdasarkan perUndang-Undangan yang ada.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

33

Universitas Indonesia

referensi lain yang berkaitan dan berhubungan dengan dengan

penelitian ini. Data skunder dalam penelitian ini mencakup :

1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai

kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan

atau putusan-putusan pengadilan Dalam penelitian ini yang

digunakan adalah bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-

undangan yaitu Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang Merek.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya hasil

penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana, artikel-artikel, internet,

buku-buku yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan

yang akan diteliti.

3. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

contohnya adalah kamus dan ensiklopedia.

1.7.5. Cara dan alat pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan studi

dokumen terhadap sumber sekunder, serta melakukan pengumpulan data

melalui wawancara untuk digunakan sebagai data pendukung.

1.7.6. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif.

Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan

data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh

narasumber/informan secara tertulis/lisan dan juga perilakunya yang nyata,

diteliti, dan dipelajari secara utuh.

1.7.7. Metode Pendekatan atas obyek pengenal.

Metode pendekatan atas obyek pengenal yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah dari disiplin ilmu hukum (yuridis), dengan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

34

Universitas Indonesia

ilmu-ilmu sosial sebagai ilmu penunjang dalam memahami pendekatan-

pendekatan secara hukum.

1.7.8. Metode yang digunakan dalam mengambil kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode

deduktif, yaitu suatu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat

umum, dibawa kepada hal-hal yang bersifat khusus, untuk kemudian dapat

diambil kesimpulan.

Berdasarkan penjelasan mengenai metodolgi tersebut diatas, maka

dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan dalam tesis ini akan

dilakukan secara yuridis normatif, dimana penelitian dilakukan melalui

studi literatur/peraturan perundang-undangan, namun hasil wawancara di

beberapa daerah survey yang didapat oleh peneliti akan dijadikan data

dukung guna memperkuat analisa yuridis normatif.

1.8. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini dibagi dalam 5 (lima) Bab

dengan uraian sebagai berikut :

1. Bab I : Merupakan bagian pendahuluan. Bagian ini

menyajikan uraian tentang latar belakang masalah,

tujuan penelitian, kegunaan dan metodologi penelitian,

dan sistematika penulisan.

2. Bab II : Dalam bab ini dibahas tentang gambaran umum Hak

Kekayaan Intelektual (HKI) dan pengaturan mengenai

berdasarkan Undang-Undang No. 15 tahun 2001

tentang Merek.

3. Bab III : Tentang uraian mengenai merek kolektif yang

digunakan dalam produk UKM.

4. Bab IV : Mengenai Analisa implementasi perlindungan hukum

dan penerapan merek kolektif oleh UKM sebagai

penunjang program One Village One Product (OVOP).

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

35

Universitas Indonesia

Dalam bab ini juga menjabarkan mengenai program

One Village One Product (OVOP) yang diterapkan di

Indonesia berdasarkan hasil survey, dan perbandingan

mengenai penerapan One Village One Product

(OVOP) di beberapa negara Asia.

5. Bab V : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

36

Universitas Indonesia

BAB 2

GAMBARAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN

PENGATURAN MEREK MENURUT UU NOMOR 15 TAHUN 2001

TENTANG MEREK

2.1. Gambaran Umum Hak Kekayaan Intelektual

2.1.1. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual

Setiap manusia memiliki suatu kemampuan mendasar untuk

menciptakan sesuatu, mengkreasikan sesuatu maupun menemukan sesuatu.

Kemampuan tersebut merupakan kekayaan intelektual yang harus

dilindungi karena kemampuan tersebut bersumber dari ide dasar dari

manusia itu sendiri. Kekayaan intelektual tersebut dilindungi oleh hukum

dari segala bentuk pelanggaran. Hak Kekayaan Intelektual didefinisikan

sebagai suatu perlindungan hukum yang diberikan oleh Negara kepada

seseorang dan atau sekelompok orang ataupun badan yang ide dan

gagasannya telah dituangkan kedalam bentuk suatu karya cipta.

Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu hak yang dimiliki oleh

setiap orang yang bersumber dari suatu ide untuk selanjutnya diwujudkan

dalam suatu bentuk perwujudan atas ide tersebut, baik itu dalam bentuk

seni, teknologi maupun ilmu pendidikan atau dalam bidang penemuan-

penemuan ilmiah lainnya. Hukum memberikan perlindungan terhadap Hak

Kekayaan Intelektual setiap manusia guna menghindari penyalahgunaan

atau pemalsuan wujud dari pelaksanaan Hak Kekayaan Intelektual tersebut.

Indonesia sendiri memiliki suatu bentuk peraturan perundang-undangan38

untuk memberikan perlindungan hukum bagi Hak Kekayaan Intelektual

tersebut. Dengan diterbitkannya peraturan perundang-undangan tersebut,

38 Bentuk peraturan perundangan-undangan yang mengatur lingkup Hak Kekayaan Intelektual saat ini terdiri dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

37

Universitas Indonesia

diharapkan dapat memberikan kenyamanan serta perlindungan hukum atas

Hak Kekayaan Intelektual.

Hak Kekayaan Intelektual mengacu kepada 3 (tiga) kata penting,

yaitu: “Hak”, “Kekayaan”, dan “Intelektual”. Teori tentang HKI sendiri

sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik yang

menyebutkan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang

dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia itu lahir. Benda dalam

pengertian disini tidak hanya benda berwujud namun juga benda yang

abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud

yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia. Sedangkan kekayaan

merupakan abstraksi atas hal yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli,

maupun dijual. Sedangkan intelektual sendiri merupakan kemampuan

seorang manusia untuk berpikir maupun menciptakan atau menemukan

sesuatu.

HKI terkait dengan kreativitas manusia, dan daya cipta manusia

dalam memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah kehidupannya,

baik dalam seni, ilmu pengetehuan dan teknologi maupun produk

unggulan suatu masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi disertai dengan eksistensi HKI sangat penting.

Dimana kegiatan penelitian ini tidak dapat menghindar dari masalah HKI

apabila menginginkan suatu penghormatan hak maupun inovasi baru, dan

orisinalitasnya. Permasalahan mengenai Hak Kekayaan Intelektual akan

menyentuh berbagai aspek seperti aspek teknologi, industri, sosial, budaya,

dan berbagai aspek lainnya. Akan tetapi, aspek terpenting jika

dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah

aspek hukum. Hukum diharapkan mampu mengatasi berbagai

permasalahan yang timbul berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual

tersebut. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karya

intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat

yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

38

Universitas Indonesia

Berbicara mengenai HKI tidak terlepas pada peran HKI sebagai

penyumbang perekonomian. Hal ini menimbulkan asumsi baru mengenai

suatu analisis ekonomi terhadap hukum, dimana analisis ekonomi terhadap

hukum dibangun atas dasar beberapa konsep dalam ilmu ekonomi, antara

lain: (1) Pemanfaatan secara maksimal; (2) Rasional; dan (3) Stabilitas

pilihan dan biaya peluang. Atas dasar konsep tersebut, analisis ekonomi

terhadap hukum membangun asumsi baru, yakni “manusia secara rasional

akan berusaha mencapai kepuasan maksimum bagi dirinya”. Dasar

penalarannya adalah bahwa dalam setiap aspek hidupnya, manusia harus

membuat keputusan tertentu karena sifat manusia yang memiliki keinginan

tanpa batas sementara berbagai sumber daya yang ada sangat terbatas

ketersediannya terhadap kebutuhan manusia. Jika terhadap suatu pilihan ia

dapat memperoleh keinginan melebihi pilihan lain maka ia akan

menjatuhkan pilihan terbaik dan efisien bagi dirinya dan konsisten dengan

pilihannya itu. Masalah bagaimana membuat pilihan untuk mewujudkan

efisiensi dalam penggunaan berbagai sumber daya guna mencapai

kepuasan maksimum, pada dasarnya merupakan titik berat (focus) analisis

mikro ekonomi.39

Paten, merek, dan hak cipta adalah istilah-istilah yang bersumber

dari satu konsep, yakni Hak atas Kekayaan Intelektual (Intellectual

Property Right) yang biasa disingkat HKI atau HaKI. HaKI tidak hanya

perlu diketahui oleh para produsen atau pedagang, namun juga masyarakat

luas sebagai konsumen. Karena pelanggaran HaKI dapat membuat

pelanggarnya diseret ke pengadilan dan diancam hukuman (penjara atau

denda). Terkadang, masyarakat tidak sepenuhnya memahami bahwa

melanggar HaKI adalah suatu kesalahan, bahkan merupakan tindak

kriminal serius.

Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak eksklusif yang diberikan

oleh Pemerintah kepada seseorang atau kelompok orang, merupakan

perlindungan atas penemuan, ciptaan dibidang seni dan sastra, ilmu, 39 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang-Jawa Timur, 2009, hal. 58-59.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

39

Universitas Indonesia

teknologi dan pemakaian simbol atau lambang dagang (merek).

Perwujudan suatu penemuan, ciptaan atau bentuk pemakaian dari hal-hal

yang menyangkut masalah Hak Kekayaan Intelektual, berdasarkan atas

kemampuan manusia dalam merealisasikan bentuk pemikiran dan

kemampuan akalpikirnya. Itu semua dapat terwujud dikarenakan manusia

adalah mahluk berbudaya dan berpikir.

Hak Kekayaan Intelektual telah menjadi bagian penting dan

pendukung suatu negara dalam hal industrialisasi, dan perdagangan.

Diakui bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung banyak pada

perdagangannya, yang pada akhirnya ditentukan oleh keunggulan

komparatif yang dimiliki. Sementara itu, keunggulan komparatif

tergantung banyak pada kemampuan teknologinya, yang salah satu

unsurnya adalah pada bidang cakupan milik intelektual (kekayaan

intelektual). Jadi dengan demikian kekayaan intelektual adalah salah satu

bagian yang sangat strategis dalam kegiatan ekonomi suatu negara pada

saat ini.40

Perkembangan Hak Kekayaan Intelektual terus mengalami

perubahan yang berarti seiring dengan kemajuan zaman. Dengan

bertambahnya kemampuan manusia dalam mengolah dan mewujudkan

kemampuan berpikirnya, Hak Kekayaan Intelektual terus akan terus

berusaha untuk mengimbanginya.

Permasalahan yang ada pada Hak Kekayaan Intelektual adalah

permasalahan yang terus mengalami perkembangan seiring dengan

berubahnya zaman, dimana aspek teknologi dan ilmu pengetahuan

mengambil peran yang penting dalam perkembangan Hak Kekayaan

Intelektual. Awal dari perkembangan permasalahan yang terjadi adalah

sederhana, misalnya saja mengenai pengakuan tentang siapa pemilik suatu

karya yang pada perkembangannya karya tersebut digunakan oleh orang

lain. Dalam dunia perdagangan dan industri juga tidak lepas dari

permasalahan-permasalahan yang melibatkan Hak Kekayaan Intelektual, 40 Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, 1993, hal. 9.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

40

Universitas Indonesia

seperti misalnya sengketa merek dagang terkenal, atau dalam hal

penyalahgunaan suatu desain industri. Hak Kekayaan Intelektual dalam

perjalanannya semakin menghasilkan permasalahan yang majemuk,

namun juga turut menghasilkan perkembangan upaya perlindungan sesuai

dengan era kemajuan zaman.

Upaya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual telah ada

sejak era Revolusi Perancis dan Revolusi Industri di Inggris. Revolusi

Perancis dan Revolusi Industri di Inggris tersebut banyak memberikan

dorongan terhadap perkembangan doktrin maupun objek perlindungan

Hak Kekayaan Intelektual. Perkembangan lainnya yang turut memberikan

warna pada sejarah Hak Kekayaan Intelektual adalah dengan lahirnya

konvensi mengenai Hak Milik Intelektual pada akhir abad ke 19 (sembilan

belas), yaitu Konvensi Hak Milik Perindustrian dan Konvensi Hak Cipta.

Kedua Konvensi ini lahir karena kebutuhan akan pentingnya perlindungan

Hak Kekayaan Intelektual secara internasional, dan juga merupakan

bentuk realisasi terhadap perlunya suatu peraturan yang bersifat global di

bidang Hak Milik Intelektual. Seiring dengan perkembangan zaman yang

memasuki era teknologi canggih, Hak Kekayaan Intelektual membuat

suatu perluasan cakupan yang tidak hanya mencakup objek dari hak milik

atau hak kekayaan itu sendiri melainkan juga mencakup pada doktrin dan

peraturan yang berkaitan dengan HKI. 41

Dewasa ini masalah dan perkembangan Hak Kekayaan Intelektual

mulai merambah tidak hanya semata-mata masalah milik intelektual saja

melainkan mulai mencakup masalah ekonomi, sosial dan bahkan politik.

Sebagai contoh adalah bila maraknya pembajakan atau pemalsuan suatu

karya yang dianggap tidak wajar, maka bisa dikenai embargo ekonomi.

Yang terjadi adalah pada umumnya pelanggaran berupa pembajakan atau

pemalsuan tersebut dilakukan oleh kelompok dengan tingkat ekonomi

lemah, sehingga bila mereka melakukan pelanggaran kekayaan intelektual

sasaran pemasaran mereka adalah kelompok menengah ke bawah. Bila

41 Ibid, hal. 7-8.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

41

Universitas Indonesia

melakukan suatu pemalsuan, misalnya merek terkenal, maka akan

berimbas pada gangguan hubungan internasional dengan negara mitra

dagang dan gangguan pada arus perdagangan. Dengan adanya

permasalahan tersebut maka bisa merusak politik luar negeri.

Dengan adanya kelompok negara maju dan kelompok negara

berkembang menandakan bagaimana Hak Kekayaan Intelektual diterapkan

serta bagaiman perlindungan yang akan diberikan. Yang biasanya terjadi

adalah negara berkembang demi mencapai tujuan pembangunannya,

biasanya menggunakan segala aspek Hak Kekayaan Intelektual dengan

berbagai cara legal maupun ilegal. Misalnya saja dengan maraknya

pemalsuan suatu merek terkenal atau pencurian paten, sebagai contoh

maraknya peredaran obat-obatan palsu yang banyak terjadi di negara

berkembang.

Negara maju selalu meminta kepada negara berkembang untuk

dapat mengefektifkan peraturan Hak Kekayaan Intelektualnya dan

menjadikan keadaan demikian sebagai konsesi timbal-balik dalam

pembuatan perjanjian ekonomi. Sebaliknya, negara berkembang sulit

untuk dapat menyetujui dalam memberikan perlindungan lebih besar

terhadap Hak Kekayaan Intelektual bila negara maju tidak menyediakan

atau membuka pasarnya untuk komoditi tertentu, misalnya tekstil dan hasil

pertanian.

Contoh tawar menawar tersebut menggambarkan bahwa semakin

besarnya pengaruh Hak Kekayaan Intelektual dalam perdagangan. Oleh

karena itu, pada bulan September 1990 di Jenewa, salah satu forum yang

dinamakan Intellectual Propety in Bussines Briefing mendiskusikan

masalah tersebut. Dapat dikatakan bahwa forum ini sebagai embrio dari

apa yang kini dikenal dengan Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights (TRIPs).42

42 Paingot Rambe Manalu, Hukum Dagang Internasional, Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Hukum Nasional, Khususnya Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2000, hal. 118.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

42

Universitas Indonesia

HKI bila dipandang dari segi ekonomi berarti bicara mengenai

persaingan. Pada dasarnya HKI sangat memainkan peranan yang

signifikan dalam pendapatan ekonomi suatu negara. Pada tahun 80-an

devisa yang diperoleh Amerika Serikat dari HKI sudah melebihi 50%.

Oleh karenanya seringkali kita melihat Amerika akan melakukan apa saja

untuk melindungi HK yang dimilikinya dan memberikan sanksi yang sanat

berat bagi pelanggar. Bahkan Amerika pun membuat suatu daftar negara-

negara yang tidak melaksanakan HKI secara efektif, yang disebut sebagai

prority watch list. Bagi negara yang tidak melaksanakan HKI tersebut

maka akan memperoleh tekanan secara ekonomi.43

Karena Hak Kekayaan Intelektual telah menjadi bagian yang

penting dalam aspek ekonomi terutama perdagangan hingga aspek politik

suatu negara, maka dapat dikatakan bahwa Hak Kekayaan Intelektual

merupakan bagian yang strategis dalam kegiatan perekonomian suatu

negara. Melihat keadaan seperti ini, jelas sesuatu yang beralasan bila sejak

selesainya Putaran Uruguay44, yang dimulai sejak tahun 1986 dan berakhir

dengan perjanjian Marrakesh 1994, Hak Kekayaan Intelektual selalu

menjadi topik dalam suatu perjanjian internasional tentang ekonomi. Salah

satu bentuk nyata adalah bahwa permasalahan Hak Kekayaan Intelektual

ini oleh Amerika Serikat harus ditempatkan dalam naungan General

Agreement on Tariff and Trade (GATT). Gagasan agar pertemuan-

pertemuan GATT juga mempermasalahkan Hak Kekayaan Intelektual

timbul karena desakan Amerika Serikat yang menilai World Intellectual

Property Organization (WIPO) tidak mampu lagi melindungi Hak

Kekayaan Intelektual warga negara Amerika Serikat di dunia

internasional.45

43 Dhaniswara K. Harjono, Op cit, hal. 114. 44 Putaran Uruguay diselenggarakan dalam beberapa tahap yaitu: Tahap perundingan awal (1986-1988), dimulai dari perundingan Punta del Este, Uruguay; Tahap paruh masa (1988 di Montreal, Kanada); Tahap pertemuan Brusel; Tahap Perundingan di Jenewa pada tahun 1991 yang kemudian diikuti oleh inisiatif Direktur Jenderal GATT untuk menyusun Naskah Ketua Komite Perundingan Perdagangan; Tahap Pertemuan Jenewa (1993). Tahap Perjanjian Marrakesh (15 April 1994). 45 Paingot Rambe Manalu, Op Cit, hal. 119.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

43

Universitas Indonesia

Walaupun terjadi perdebatan antara setuju atau tidak setuju dari

negara-negara berkembang terhadap keberadaan GATT untuk menangani

masalah Hak Kekayaan Intelektual, sebagai salah satu negara yang turut

menandatangani Putaran Uruguay, Indonesia telah meratifikasi paket

TRIPs dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1994 tentang Pengesahan

Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.:46

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sendiri banyak mempengaruhi

perekonomian suatu negara dikarenakan HKI sangat mempengaruhi

investasi untuk pengembangan ekonomi suatu negara. Tidak diragukan

lagi bahwa HKI memiliki peranan penting, terlebih lagi HKI merupakan

hak yang melekat pada diri manusia. Dalam hukum Islam juga disinggung

masalah HKI, dimana HKI dalam Islam merupakan Haq Maaliyah (harta).

Harta dalam bahasa Arab disebut al maal atau jamaknya al amwal. Dalam

kamus al Muhith, al maal adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki.

Menurut istilah syara’, harta adalah segala sesuatu yang dimanfaatkan

pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’, seperti jual beli, pinjam

meminjam, konsumsi dan lain-lain.47

HKI merupakan benda (al maal) yang berupa benda immateriil

yang berupa manfa’at (al manfa’ah) karena yang dilindungi bukan benda

yang diciptakan tetapi ide yang tertuang dalam suatu karya. Salah satu

prinsip suatu ciptaan yang dilindungi oleh HKI adalah ketika memenuhi

satu ciptaan tersebut memenuhi syarat keaslian. Karena HKI dapat

dikategorikan sebagai al maal, maka ia dapat menjadi al milk (hak milik).

Hak milik adalah penguasaan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan

dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syara’. 48 Maka,

dengan diakuinya HKI sebagai al maal, maka sudah barang tentu menjadi

wajib hukumnya untuk menjaga HKI, dan merealisasikan terwujudnya

perlindungan HKI tersebut.49

46 Ibid, hal. 121 47 Aunur Rohim Faqih, Budi Agus Riswandi dan Shabhi Mahmashani, HKI, Hukum Islam dan Fatwa MUI, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hal. 21. 48 Ibid, hal. 23. 49 Ibid, hal. 26.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

44

Universitas Indonesia

2.1.2. Pembagian Hak Kekayaan Intelektual

Permasalahan Hak Kekayaan Inteletual merupakan permasalahan

yang terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Istilah tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI)50 merupakan

terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur

pada Undang-Undang No. 4 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO

(Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian

Intellectual Property Right (selanjutnya ditulis IPR) adalah yang mengatur

segala karya- karya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual yang

mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi

manusia (human right).

Konsep properti (property) yang digunakan adalah sinonim dengan

konsep benda/kebendaan dalam Buku II KUHPerdata. Pasal 449

KUHPerdata memberikan definisi tentang kebendaan yaitu tiap-tiap

barang dan tiap-tiap hak yang dikuasai oleh hak milik. Pengertian dalam

Pasal 449 KUHPerdata tersebut yaitu konsep properti atau

benda/kebendaan meliputi baik barang maupun hak. Istilah barang secara

yuridis orientasinya ialah menunjuk benda berwujud. Sementara, segenap

hak orientasinya ialah untuk menunjuk segenap benda tak berwujud.51

Sistematika IPR atau Hak Kekayaan Industri yang diikuti oleh

WIPO yang berlaku sampai saat ini terdiri dari:52

1. Paten Sederhana (Utility Model) dan Desain Produk Industri

(Industrial Design); dan

50 Istilah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) disinggung dalam sambutan Presiden RI pada acara peringatan HAKI sedunia tanggal 26 April 2011. Dalam sambutannya beliau menyatakan bahwa yang benar adalah ‘hak kepemilikan’, bukan ‘hak kekayaan’. Yang menjadi dasar pertimbangannya adalah bila direnungkan IPR (Intelectual Property Rights) diterjemahkan menjadi hak kekayaan intelektual. Bila mengacu pada pengetian kekayaan dalam bahasa inggris adalah wealth atau rich, sedangkan property pengetiannya adalah milik., SBY Tak Sepakat dengan Istilah 'Kekayaan Intelektual', http://news.detik.com/read/2011/04/26/134737/1625819/10/sby-tak-sepakat-dengan-istilah-kekayaan-intelektual, Detik News, diunduh Selasa, 26/04/2011. 51 Titon Slamet Kurnia, Pelindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca Perjanjian TRIPs, PT. Alumni, Bandung, 2011, hal. 103-104. 52 Paris Convention for the Protection of Industrial Property.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

45

Universitas Indonesia

2. Merek, termasuk Merek Dagang (Trade Mark), Merek Jasa (Service

Mark), Nama Perusahaan (Trade Name), Petunjuk Sumber (Indication

of Source) dan Sebutan Asal (Appellation of Origin).

Menurut TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property

Rights), pada Pasal 1 ayat 2 yang dimaksud dengan HKI adalah semua

kategori kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud dalam bagian 1

sampai dengan 7 Bab II Agreement TRIPs yang mencakup:

1. Hak Cipta dan Hak-hak terkait lain (Copyrights and Related Rights);

2. Merek Dagang (Trade Marks);

3. Indikasi Geografis (Geographical Indications);

4. Desain Produk Industri (Industrial Designs);

5. Paten (Patent);

6. Desain Lay Out (topografi) dari Rangkaian Elektronik Terpadu (Lay

Out Designs (Topographies) of Integrated Circuits),

7. Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan (Protection of

Undisclosed Information).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari

konsep properti/benda/kebendaan adalah sangat luas karena mencakup

segenap benda berwujud atau tidak berwujud, benda tetap atau bergerak.

Perlindungan tertinggi yang diberikan oleh hukum dalam hubungan antara

benda, objek hukum, dengan subjek hukum ialah melalui konsep hukum

yang disebut hak milik. Suatu properti atau benda yang dalam hubungan

dengan subjek hukum tertentu diikat dengan hak milik akan memperoleh

perlindungan hukum seperti terdapat dalam Pasal 570 KUHPerdata.53

Sedangkan bila dilihat dari hukum kebendaan, HKI termasuk

benda tidak berwujud karena dapat dialihkan. HKI berfungsi:54

53. Titon Slamet Kurnia, Op cit, hal. 104. Pasal 570 KUHPerdata: Hak milik adalah hak untuk enikmati keguanaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetpkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi. 54 Dhaniswara K. Harjono, Op cit, hal. 114.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

46

Universitas Indonesia

1. Melindungi inovasi, kreativitas, serta untuk memberi imbalan

terhadap siapa saja atas suatu penemuan, desain dan merek.

2. Memberikan hak eksklusif dalam jangka waktu tertentu.

2.1.3. Ruang Lingkup dan Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual sulit didefinisikan secara menyeluruh,

karena banyak bentuknya dan luas ruang lingkupnya. Pada umumnya HKI

berhubungan dengan perlindungan penerapan ide dan informasi yang

memiliki nilai komersial. Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dibagi

kedalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu:

1. Hak Cipta (copyrights) dan Hak-Hak terkait yang terdiri dari tulisan-

tulisan, musik, drama, Audiovisual, Lukisan dan Gambar Patung, Foto,

Ciptaan Arsitektur; dan hak terkait berupa Rekaman Suara,

Pertunjukan Pemusik, Aktor, dan Penyanyi, dan Penyiaran.

2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights) yang terdiri dari

paten, merek barang dan jasa, rahasia dagang, disain Industri dan

Indikasi Geografis Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Mengingat hak cipta, paten, merek dan lain-lain berbeda hasil

karya atau temuannya, maka berbeda pula perlakuannya. Paten, desain

industri, desain tata letak sirkuit terpadu, merek serta varietas tanaman

baru harus terdaftar untuk memperoleh perlindungan. Yang dimuat dalam

pendaftaran adalah penemunya, desain, nama dagang, logo dan lain-lain

untuk informasi kepada publik. Sedangkan untuk hak cipta dan rahasia

dagang secara otomatis akan dilindungi sesuai dengan kondisi spesifik.

Kedua hak ini tidak harus, dan oleh karena itu data-datanya tidak perlu

dibuka untuk umum, contohnya hak cipta atas suatu program computer.

Tentang konstruksi suatu program komputer tetap menjadi milik si

pencipta. Perbedaan lainnya adalah jangka waktu perlindungan tiap-tiap

kekayaan intelektual.

HKI memiliki sifat-sifat yang melekat, yang secara umum dapat

memberikan pengaruh pada upaya perlindungan hukum serta penerapan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

47

Universitas Indonesia

HKI itu sendiri. Adapun untuk sifat-sifat dari Hak Kekayaan Intelektual

(HKI) itu sendiri adalah:

1. Mempunyai jangka waktu tertentu atau terbatas

Apabila telah habis masa perlindungannya, maka ciptaan atau

penemuan tersebut akan menjadi milik umum. Namun ada juga yang

setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya

hak merek.

2. Bersifat eksklusif dan mutlak

HKI yang bersifat eksklusif dan mutlak ini dimaksudkan bahwa hak

tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun, dengan kata lain

dapat dipertahankan dari upaya peniruan atau penjiplakan hasil

karyanya. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang

dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HKI mempunyai

suatu hak monopoli, dimana pemilik atau pemegang hak dapat

mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa

persetujuannya untuk membuat kembali barang ciptaan atau temuan si

pemilik hak, ataupun menggunakan barang tersebut tanpa persetujuan

dari si pemilik hak.

2.1.4. Prinsip Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual pada prinsipnya merupakan hak yang

diberikan negara kepada kaum intelektual yang mampu menerapkan ide

dan gagasannya dalam bentuk kongkrit mempunyai dasar filosofi hak

milik (walau terbatas dan berbeda dengan konsep hak milik atas benda),

yaitu hak individual yang paling tinggi dan sempurna. Konsep dasarnya

ialah bahwa pemilik hak sudah berkorban dan mencurahkan pikiran,

tenaga, waktu dan biaya untuk menghasilkan suatu karya, maka ia dapat

menggunakan buah karyanya sebagai hak, aset pribadi atau

mengalihkannya pada pihak lain secara sosial (hibah, wasiat) atau

komersial (Licensi Agreement atau Assignment Agreement atau perjanjian

lainnya); dan diberi penghargaan dan perlindungan hukum. Perlindungan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

48

Universitas Indonesia

hukum baru efektif berlaku kalau karyanya dimintakan hak perlindungan

kekayaan intelektual pada instansi terkait.55

Prinsip dari hak kekayaan Intelektual sendiri dapat memberikan

suatu identitas yang dapat dengan jelas memetakan bagaimana Hak

Kekayaan Intelektual memposisikan diri berdasarkan prinsip-prinsip yang

melekat pada Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri. Prinsip dari Hak

Kekayaan Intelektual itu sendiri terdiri dari :

a. Prinsip Ekonomi (The Economic Argument)

Berdasarkan prinsip ini HaKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi

serta berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HaKI

merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya, pencipta

mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti

dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu

hasil ciptaannya. Yakni, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif

suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai

bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang

bersangkutan.

b. Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice)

Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada

pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka

kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu

karya berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil

karyanya. Yakni, di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang

bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam

ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang akan mendapat perlindungan

dalam pemilikannya.

c. Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument)

Berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil

ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan

minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. Hal ini disebabkan 55 http://www.atmajaya.ac.id/_images/hki/Juli08/sambungan%20Konsep%20dasar.pdf, diakses 30 Maret 2012.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

49

Universitas Indonesia

karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan

sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan

martabat manusia. Selain itu, HKI juga akan memberikan keuntungan

baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara, yakni pengembangan

ilmu pengetahuan, sastra dan seni untuk meningkatkan kehidupan

manusia. Dengan menciptakan suatu karya dapat meningkatkan taraf

kehidupan, peradaban, dan martabat manusia yang akan memberikan

keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan negara.

d. Prinsip Sosial (The Social Argument)

Berdasarkan prinsip ini, sistem HKI memberikan perlindungan kepada

pencipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu,

persekutuan atau kesatuan itu saja melainkan berdasarkan

keseimbangan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan ini

dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam

undang-undang hak cipta Indonesia. Prinsip ini mengatur kepentingan

manusia sebagai warga negara, artinya hak yang diakui oleh hukum

dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan,

sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan

kepentingan individu dan masyarakat.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, Hak Kekayaan Intelektual

dapat memposisikan diri sebagai salah satu bagian penting dalam

kehidupan manusia karena Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri

merupakan bagian dari manusia yang dapat secara sadar dirasakan maupun

tidak. Sebagian manusia dapat secara sadar menggunakan Hak Kekayaan

Intelektual yang ada pada dirinya untuk membantu menopang

kehidupannya, khususnya dari segi peningkatan ekonomi. Tidak dapat

dipungkiri bahwa Hak Kekayaan Intelektual memberikan konstribusi yang

besar terhadap peningkatan sektor perekonomian. Keempat prinsip Hak

Kekayaan Intelektual tersebut setidaknya mampu memberikan gambaran

mengenai apa saja yang dapat diperoleh oleh masyarakat apabila mereka

dapat memanfaatkan HKI secara maksimal.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

50

Universitas Indonesia

2.1.5. Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual

Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual seyogyanya dapat

direalisasikan secara maksimal apabila masyarakat telah memiliki

kesadaran mengenai Hak Kekayaan Intelektual yang baik. Kesadaran

mengenai pemanfaatan HKI di masyarakat merupakan dasar/langkah awal

yang harus dilakukan apabila hendak mewujudkan perlindungan terhadap

HKI itu sendiri. Dalam beberapa aspek, pemanfaatan HKI diperlukan

untuk membantu meningkatkan aspek itu sendiri. Misalnya dalam aspek

ekonomi dimana pemanfaatan HKI diperlukan dalam upaya pengenalan

suatu transaksi barang atau jasa dalam perdagangan. Masyarakat dapat

memanfaatkan HKI untuk memberikan suatu tanda pengenal pada

produknya, misalnya saja dengan memanfaatkan suatu merek untuk

produknya.

Kita ketahui bahwa pemanfaatan HKI yang dilaksanakan secara

menyeluruh dapat membuahkan suatu keunggulan tertentu bagi produk

yang menggunakan dan juga bagi pihak yang memiliki produk tersebut.

pengembangan produk dan bisnis secara tepat oleh perusahaan-perusahaan

di negara maju telah menjadikan produk-produk mereka lebih bernilai dan

lebih unggul, dibandingkan jika mereka hanya mengandalkan kualitas

produk dan servis saja. Telah banyak pihak-pihak yang memanfaatkan

HKI untuk memperoleh perlindungan hukum dan juga meningkatkan daya

tarik produk itu sendiri. Selain itu, perlindungan HKI bisa pula

dimanfaatkan untuk membuka peluang-peluang riset maupun bisnis baru.

Artinya, kemampuan memanfaatkan HKI merupakan bekal utama untuk

memanfaatkan peluang dan menambah daya saing.

Pemanfaatan HKI sangat penting khususnya bagi dunia usaha. Hal

ini dapat diketahui dari sosok HKI itu sendiri, dimana:

1) HKI dapat meningkatkan performa dan daya saing,

2) HKI mampu membantu dunia usaha dalam memberikan perlindungan

hukum, manage, licence dan enforcement HKI,

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

51

Universitas Indonesia

3) HKI merupakan aset bisnis yang sangat penting bagi perdagangan

nasional dan internasional.

2.1.6. Pengalihan Hak Kekayaan Intelektual

Semua perubahan menyangkut kepemilikan atas Hak Kekayaan

Intelektual terdaftar wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan

Intelektual Departemen Hukum dan HAM RI. Untuk hak merek,

kepemilikan hak merek dapat beralih karena berbagai sebab, di antaranya,

akibat restrukturisasi perusahaan (misalnya merger menjadi perusahaan

baru), pengalihan hak antara dua perusahaan dalam satu grup (seperti

antara perusahaan induk dengan anak perusahaannya), penjualan atau

akuisisi perusahaan baik seluruh ataupun sebagian perusahaan, atau

perubahan nama.

Pengalihan Hak kekayaan Intelektual yang dimungkinkan oleh

Undang-Undang Negara Republik Indonesia mencakup:

1. Pewarisan;

2. Wasiat;

3. Hibah;

4. Perjanjian; atau

5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengalihan atas Hak Kekayaan Intelektual wajib dimohonkan

pencatatannya kepada Ditjen HKI untuk dicatat dalam Daftar Umum Hak

Kekayaan Intelektual terkait, dengan disertai dokumen-dokumen

pendukung. Pengalihan hak atas Hak Kekayaan Intelektual terdaftar yang

telah dicatat, diumumkan dalam Berita Resmi Hak Kekayaan Intelektual

terkait. Tanpa dicatatkan dalam Daftar Umum, pengalihan hak atas Hak

Kekayaan Intelektual tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.

Sebelum pencatatan pengalihan haknya dilaksanakan di Direktorat

Jenderal HKI, pemilik yang baru atas Hak Kekayaan Intelektual yang

dialihkan tidak dapat mengambil tindakan hukum baik perdata maupun

pidana apabila terjadi pelanggaran hak atas merek–merek yang dialihkan,

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

52

Universitas Indonesia

tidak dapat mengajukan oposisi terhadap permohonan merek serupa yang

diajukan pihak lain, atau mengajukan perpanjangan pendaftaran merek-

merek yang dialihkan.

Menunda pencatatan pengalihan hak di Direktorat Jenderal HKI

dapat juga mengakibatkan penolakan permohonan pendaftaran Hak

Kekayaan Intelektual terkait apabila pemilik baru mengajukan

permohonan pendaftaran merek yang mengandung persamaan pada

pokoknya atau persamaan secara keseluruhan dengan Hak Kekayaan

Intelektual atau merek-merek yang dialihkan untuk barang atau jasa

sejenis.

Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan

pengalihan nama baik, reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan

Merek tersebut. Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan

dari kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang

bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan

terhadap kualitas pemberian jasa. Pengalihan hak atas Merek terdaftar

hanya dicatat oleh Direktorat Jenderal HKI apabila disertai pernyataan

tertulis dari penerima pengalihan (dalam hal ini, perusahaan baru hasil

merger) bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang

dan/atau jasa.

2.2. Hak Merek

2.2.1. Sejarah Hak Merek

Pada periode 200 atau 300 tahun yang lalu, merek hanya

diaplikasikan pada pengecapan di tubuh sapi. Sebuah merek menyatakan

hak properti dan kepemilikan, tetapi begitu berbeda dengan masa kini,

sebuah merek menjadi keharusan yang mutlak dalam dunia pemasaran.

Sejarah mengajarkan kita bahwa ada yang berbeda dari masa lalu dan

masa kini, merek lahir dengan begitu banyak janji-janji. Hal ini mulai

berlaku pada periode 1950-an, saat itu pandangan citra yang lebih baik dari

kompetitor memberikan perlindungan pada konsumen. pada 1960-an

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

53

Universitas Indonesia

sebuah proyek dibangun dengan berusaha menciptakan konsep intelektual

yang menganggap merek sebagai sintesis pengetahuan, keyakinan, dan

proyeksi emosional. Berlanjut pada era 1991, tahun saat Amerika

mengalami geliat kebangkitan label-label pribadi yang disebut produk

tanpa merek dan menandai melambungnya dunia periklanan.56

Pemberian nama merek merupakan salah satu masalah utama

dalam strategi pemasaran. Dilain pihak, mengembangkan produk bermerek

membutuhkan pengeluaran investasi jangka panjang yang besar,

khususnya untuk iklan, promosi dan pengemasan. Namun, kini banyak

produsen yang akhirnya menyadari bahwa penguasaan pasar justru dapat

dimiliki dengan membangun merek mereka sendiri. Perusahaan-

perusahaan Jepang dan Korea Selatan menyadari hal tersebut dan

mengeluarkan biaya besar-besaran untuk membangun merek seperti Sony,

Toyota, LG, dan Samsung. Bahkan, ketika perusahaan-perusahaan itu

tidak dapat lagi memproduksi produk mereka di dalam negeri, merek

mereka akan tetap memperoleh kesetiaan pelanggan.

Merek merupakan sebuah identitas. Dengan adanya identitas

tersebut, pelaku usaha dapat bersaing di pasar dan konsumen dapat

mengenal produk atau jasa yang dihasilkan melalui merek. Merek adalah

sebuah tanda yang dapat membedakan barang dan jasa yang diproduksi

dan dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan lainnya. Kata,

huruf, angka, gambar, foto, bentuk, warna, jenis logo, label atau

gabungannya yang dapat digunakan untuk membedakan barang dan jasa

dapat dianggap sebagai sebuah merek.

Di sebagian negara, slogan iklan juga dianggap sebagai merek dan

dapat didaftarkan pada Kantor HKI. Jumlah negara yang membuka

kemungkinan untuk pendaftaran bentuk-bentuk merek yang kurang biasa

didaftarkan seperti warna tunggal, tanda tiga dimensi (bentuk produk atau

kemasan), tanda-tanda yang dapat didengar (bunyi) atau tanda olfactory

(bau). Namun demikian, sebagian besar negara telah menentukan batasan-

56 Arif Rahman, Op cit, hal. 175-176.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

54

Universitas Indonesia

batasan mengenai hal apa saja yang dapat didaftarkan sebagai sebuah

merek, secara umum adalah untuk tanda-tanda yang memang secara visual

dapat dirasakan atau yang dapat ditunjukkan dengan gambar atau tulisan.57

Perkembangan merek di Indonesia sendiri diawali dengan

dikeluarkannya Undang-Undang Hak milik perindustrian yaitu dalam

“Reglement Industriele Eigendom Kolonien“ Stb 1912 – 545 jo Stb 1913 –

214 , kemudian pada jaman penjajahan Jepang dikeluarkan peraturan

merek yang dikenal dengan osamu Seirei Nomor 30 tentang menyambung

pendaftaran cap dagang yang mulai berlaku pada tanggal 1 bulan 9 tahun

Showa (2603) kemudian peraturan tersebut diganti dengan Undang-

undang Nomor 21 tahun 1961 tentang merek perusahaan dan merek

perniagaan. Sebelum tahun 1961, Undang-undang Merek Kolonial

Belanda tahun 1912 tetap berlaku sebagai akibat dari penerapan Pasal-

Pasal peralihan dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Dasar RIS 1949

serta UUD Sementara 1950. 58 Undang-Undang merek 1961 kemudian

menggantikan Undang-Undang merek Kolonial. Namun sebenarnya

Undang-Undang No 21 tahun 1961 hanya merupakan ulangan dari

undang-undang sebelumnya. Pada Tahun 1992 undang-undang merek baru

diundangkan dan berlaku mulai tanggal 1 April 1993 menggantikan

Undang-Undang Merek tahun 1961. Dengan adanya Undang-Undang baru

tersebut, surat keputusan adminstratif yang terkait dengan prosedur

pendaftaran merek dibuat.

A "trademark for commercial goods" necessarily requires

commercial goods; in societies based on the barter system, therefore, there

was no basis for "trademarks for goods." Trademarks not only identify

goods, but create a distinction between goods from various sources.

Consequently, a competitive relationship exists, and an overly simplistic

mark is insufficient to be a trademark. The trade of goods came into 57 Intellectual Property for Business Series, Number: 1, Membuat Sebuah Merek, Pengantar Merek untuk Usaha Kecil dan Menengah, World Intellectual Property Organization (WIPO), http://www.wipo.int/export/sites/www/sme/en/documents/guides/translation/making_a_mark_indo.pdf, diunduh 9 Maret 2011. 58 http://esenha.wordpress.com/2010/05/06/perkembangan - pengaturan - merek – di - indonesia/ diunduh 21 Februari 2012.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

55

Universitas Indonesia

practice long ago, and the use of trademarks is thought to have evolved

from that. 59 Merek dagang tidak hanya mengidentifikasi barang, tapi

membuat perbedaan antara barang-barang tersebut dengan barang-barang

dari berbagai sumber. Akibatnya, terdapat hubungan kompetitif, dan

penggunaan tanda yang terlalu sederhana tidak cukup untuk menjadi

sebuah merek dagang.

Secara umum, brand sama dengan trademark atau merek dagang.

Ada banyak istilah untuk menggambarkan aspek berbeda dari konsep

brand mulai dari citra, reputasi, brand value, identitas dan brand

recognition. Sedangkan, brand image adalah citra atas suatu merek yang

tujuannya menciptakan kecenderungan bagi konsumen atas merek tersebut.

Semua istilah tersebut mengacu pada pengertian yang sama. Brand

seringkali diasosiasikan sama dengan positioning. Itulah sebabnya banyak

yang menyebut bahwa brand dan positioning layaknya “saudara dekat”.

Namun demikian, branding pada dasarnya adalah langkah penyempurnaan

dari positioning. Jika positioning mendefinisikan sebuah perusahaan atau

produk dalam kaitannya dengan pasar dan pesaing, branding adalah upaya

untuk menciptakan persepsi unik serta ikatan emosional atau intelektual

antara produk dan konsumen akhir.60

2.2.2. Ruang Lingkup dan Sifat Hak Merek

Merek yang digunakan sebagai identitas suatu produk diatur dalam

Undang-Undang no. 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan telah ditegaskan

didalamnya bahwa dalam era perdagangan global, sejalan dengan

konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan

merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha

yang sehat, sehingga diperlukan pengaturan yang memadai tentang merek

guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat. Salah satu jenis

merek yang diatur dalam Undang-undang Merek adalah Merek Kolektif.

59 Shoen Ono, Overview of Japanese Trademark Law 2nd ed., Yuhikaku, 1992, http://www.iip.or.jp/translation/ono/ch2.pdf, diunduh 28 Maret 2012. 60 Arif Rahman, Op cit, hal. 176-177.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

56

Universitas Indonesia

Merek kolektif merupakan hasil penggabungan dari beberapa merek yang

sudah ada, menjadi satu kesatuan bentuk dengan tujuan untuk

meningkatkan daya jual dan daya saing produk atau jasa yang dihasilkan.

Suatu produk barang atau jasa akan lebih menarik dan memiliki daya jual

maupun daya saing apabila terdapat penggunaan merek sebagai alat untuk

mengidentifikasi produk barang/jasa tersebut.

Menurut Undang-Undang Merek no. 15 Tahun 2001, merek

kolektif merupakan Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa

dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang

atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan

barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Namun pengertian mengenai merek

itu sendiri terkadang mengakibatkan persepsi ganda dari masyarakat

pengguna suatu produk atau jasa (konsumen). Persepsi ganda tersebut

diperoleh bila dikaitkan dengan penggunaan Indikasi Geografis.

Perlu dipertegas bahwa terdapat kesamaan mendasar antara

indikasi Geografis dengan Merek. Kesamaan mendasar tersebut terletak

pada “suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang” serta pada

“memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan”61.

Perbedaannya adalah, pada Indikasi Geografis, tanda menunjukkan daerah

asal suatu barang, yang didasarkan pada faktor lingkungan geografis

termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor

tersebut. Hal ini dijelaskan pada Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang

Merek.62 Maka bila mengacu kepada peraturan tersebut, tersirat bahwa

Indikasi Geografis akan banyak dapat diterapkan pada produk-produk

yang dihasilkan karena keanekaragaman sumber daya yang dimiliki

Indonesia, dan saat ini dinilai merupakan satu-satunya bagian dari HKI

61 Indikasi Geografis: adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu. 62 Pasal 56 ayat (1) UU Merek menegaskan bahwa Indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

57

Universitas Indonesia

yang memberikan perlindungan terhadap keunggulan komparatif dari

negara berkembang.

Perkembangan merek yang terjadi merupakan perkembangan dari

sifat merek sebagai tanda kepemilikan/proprietary marks (pada merek

mula-mula) sampai dengan sifat merek sebagai citra produk/product image

atau simbol gaya hidup/way of life seperti yang terjadi pada saat sekarang

ini. Pada sejarah perdagangan, merek semula digunakan dalam proses

perdagangan sebagai tanda kepemilikan atas barang, hal ini bisa ditemukan

pada bidang peternakan, yaitu menandai binatang ternak dengan tanda

khusus, atau praktek penandaan barang yang akan dikirim melalui laut

agar memudahkan identifikasi pada saat terjadi kecelakaan. Dalam

perlindungan Merek, yang ditekankan adalah Daya

Pembeda/Distinctiveness. Daya Pembeda ini akan melahirkan suatu

kepribadian atas produk yang dijual. Ukurannya adalah apakah ada

"Kesamaan pada pokoknya" dengan merek lain.

2.2.3. Pembagian Jenis Hak Merek

Merek dagang diberlakukan setelah pertama kali penggunaan

merek dagang tersebut atau setelah registrasi. merek dagang berlaku pada

negara tempat pertama kali merek dagang tersebut digunakan atau

didaftarkan. Tetapi ada beberapa perjanjian yang memfasilitasi

penggunaan merek dagang di negara lain. Merek terdaftar mendapat

perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal

Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itudapat diperpanjang.

Seperti HaKI lainnya, merek dagang dapat diserahkan kepada

pihak lain, sebagian atau seluruhnya. Contoh yang umum adalah

mekanisme waralaba (franchise). Pada waralaba (franchise), salah satu

kesepakatan adalah penggunaan nama merek dagang dari usaha lain yang

sudah terlebih dahulu sukses. Di Indonesia, hak merek diatur dalam

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Menurut undang-undang tersebut

pengertian merek dibedakan antara:

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

58

Universitas Indonesia

1) Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur

tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan

perdagangan barang atau jasa.

2) Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-

sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang

sejenis lainnya.

3) Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-

sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis

lainnya.

4) Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau

jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh

beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk

membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

5) Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara

kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek

untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek

tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk

menggunakannya.

2.2.4. Fungsi Hak Merek

Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan dasar yang

kuat dalam rangka mengantisipasi persaingan dagang dengan negara-

negara lain, khususnya dengan negara-negara maju yang telah memiliki

kemampuan daya saing yang lebih tinggi dari Indonesia dari berbagai

faktor. Sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, namun

hingga saat ini masih menemui kendala dalam mengelolaannya, khususnya

untuk sumber daya manusianya. Merek memberikan banyak peluang untuk

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

59

Universitas Indonesia

membuktikan bahwa produk barang atau jasa yang ada dari Indonesia itu

ada, dan dapat digunakan oleh semua lapisan masyarakat.

Sebelum membahas mengenai hak merek lebih lanjut, harus

dipahami terlebih dahulu mengenai produk sebagai bagian dari merek itu

sendiri. Ada merek tentunya ada produk, namun tidak semua produk sudah

ada mereknya. Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke

pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi

dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup

obyek secara fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan ide.63

Pemberian merek bagi suatu produk barang atau jasa memang

dipandang sebagai suatu hal yang mudah dan sepele. Banyak anggapan

bahwa kemudahan tersebut adalah hanya dengan memberikan suatu nama

atau gambar/logo yang mudah diingat oleh konsumen, maka merek yang

diinginkan akan dapat mewakili produk barang/jasa tersebut. Namun yang

terkadang dilupakan adalah pemakaian kaidah-kaidah atau norma-norma

yang benar dalam penggunaan merek.

Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari suatu

produk, dan menetapkan merek dapat menambah nilai produk. Penetapan

merek menjadi isu utama dalam strategi produk. Di satu pihak,

mengembangkan produk bermerek membutuhkan investasi pemasaran

yang besar dalam jangka panjang, terutama untuk iklan, berpromosi dan

kemasan. 64

American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai

berikut:65

“A brand is a name, term, sign, symbol, design, or a combination

of them, intended to identify the goods or services of one seller or group of

sellers and to differentiate them from those of competitors.” Merek adalah

nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal

tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau 63 Kotler, Philip and Armstrong, Gary, Dasar-dasar Pemasaran, Principles of Marketing, Jilid 1, Edisi Bahasa Indonesia, Prenhallindo, Jakarta, 1997, hal. 274. 64 Ibid, hal. 282 65 Branding: Defined, http://chicagoama.org/behind-branding-scenes, diakses 3 Agustus 2012.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

60

Universitas Indonesia

layanan dari satu atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari

produk pesaing.

Pada hakikatnya, merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat.

Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo, atau simbol lain. Peraturan

perundangan di berbagai negara bahwa diberikan hak eksklusif kepada

pemegang merek untuk menggunakan merek untuk selamanya. Jadi merek

berbeda dengan aktiva lain seperti hak paten dan hak cipta yang

mempunyai batas waktu.

Merek setidaknya harus memiliki beberapa elemen yang mampu

memberikan kontribusi positif dalam penciptaan merek yang ideal.

Beberapa elemen tersebut antara lain: 66

1. Nama merek (Brand name), yakni suatu bagian dari merek yang dapat

diucapkan. Nama merek merupakan unsur sentral yang ada di dalam

suatu merek. Nama merek harus mudah diucapkan, dapat diingat

dengan baik oleh konsumen, serta memiliki konotasi yang baik di

dalam pikiran penggunanya. Contohnya: Pepsodent, Indomie,

Polytron, dan sebagainya.

2. Logo dan simbol, yakni seperangkat gambar atau huruf yang

diciptakan untuk mengindikasikan keorisinalan, kepemilikan ataupun

asosiasi. Walaupun kunci elemen dalam merek adalah nama merek,

namun logo dan simbol juga merupakan suatu elemen yang diingat

dalam memori seseorang. Oleh karena itu, penciptaan logo dan simbol

sangat penting agar dapat dikaitkan dengan suatu nama merek di

dalam memori pelanggan.

3. Karakter, yakni unsur khusus di dalam simbol suatu merek. Karakter

biasanya muncul dalam iklan dan memainkan peran penting dalam

kampanye periklanan merek. Karakter dapat digambarkan dengan

sosok manusia atau karakter animasi atau buatan.

4. Slogan dan jingle. Slogan merupakan kalimat singkat yang

menyampaikan informasi-informasi, baik yang bersifat persuasi 66 Bernd Schmitt and Alex Simonson, Marketing Aesthetics, (New York: The Free Press 1999), 149.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

61

Universitas Indonesia

maupun deskripsi tentang suatu merek. Jingle adalah slogan yang

dinyanyikan. Slogan dan jingle biasa diciptakan terkait dengan suatu

merek karena mudah diingat, bahkan setelah beberapa tahun

digunakan. Slogan dan jingle biasanya terdapat dalam suatu iklan

yang menampilkan merek tertentu, tentunya dengan format yang

mudah untuk diingat oleh konsumen. Iklan dilukiskan sebagai

komunikasi antara produsen dan konsumen, antara penjual dan calon –

pembeli. Iklan bermaksud memberikan informasi dengan tujuan yang

terpenting adalah memperkenalkan produk atau jasa. Iklan (yang

terdiri dari slogan dan jingle) merupakan salah satu strategi promosi

dari marketing yang berfungsi menyampaikan informasi tentang suatu

produk kepada masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendekatkan

suatu produk dan memberikan kesan kepada konsumen bahwa produk

tersebut lebih unggul (exellent) daripada yang lain dengan beberapa

kelebihannya.67

Menurut aturan yang telah tegas disebutkan dalam Undang-Undang

Merek Pasal 4, bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan

yang diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik. Menurut

penjelasan Pasal 4, Pemohon yang beriktikad baik adalah Pemohon yang

mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apa pun

untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain

demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu

atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau

menyesatkan konsumen. Contohnya, Merek Dagang A yang sudah dikenal

masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru demikian rupa

sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

Merek Dagang A tersebut. Dalam contoh itu sudah terjadi iktikad tidak

baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui unsur

kesengajaannya dalam meniru merek dagang yang sudah dikenal tersebut.

Maka secara garis besar, suatu merek akan ditolak permohonannya bila: 67 H. Muhammad Djakfar, Etika Bisnis, Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, Penebar Plus, Jakarta, 2012, hal. 163.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

62

Universitas Indonesia

1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang

dan/atau jasa yang sejenis. Persamaan pada pokoknya adalah

kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol

antara merek yang satu dengan merek yang lain, yang dapat

menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara

penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur

ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek

tersebut.

2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa

sejenis . Pengertian merek Terkenal dilakukan dengan memperhatikan

pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang

usaha yang bersangkutan, reputasi merek tersebut yang diperoleh

karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa

negara di dunia yang dilakukan pemilik merek disertai bukti

pendaftaran merek tersebut di beberapa negara. Apabila perlu,

Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga independen untuk

melakukan survei guna memperoleh

Mengacu kepada peraturan tersebut, dapat ditegaskan bahwa

pelaku usaha dalam mendaftarkan mereknya, atau minimal ketika dia

membuat mereknya, memiliki niat untuk meniru suatu merek yang telah

dikenal masyarakat yang berakibat kerugian pada pihak lain, menimbulkan

suatu kondisi persaingan curang, membingungkan konsumen karena

kesamaan unsur dalam mereknya, maka merek tersebut tidak dapat

didaftarkan karena adanya itikad yang tidak baik. Begitu pula yang terjadi

untuk penggunaan merek kolektif. Bila dalam pembuatan dan pengajuan

pendaftaran merek kolektif tersebut terdapat itikad yang tidak baik dari

pelaku usaha, maka merek kolektif tersebut tidak dapat didaftarkan.

Telah diketahui sebelumnya bahwa merek yang dapat terdiri dari

logo atau gambar atau tulisan yang tertera dalam suatu produk barang/jasa

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

63

Universitas Indonesia

merupakan suatu identitas dari produk barang/jasa yang digunakan dalam

perdagangan. Suatu merek umumnya merupakan suatu bentuk perwakilan

atau pencitraan dari perusahaan pembuat produk atau jasa tersebut, yang

didalamnya terkandung makna filosofis yang disesuaikan dengan visi dan

misi dari perusahaan pembuatnya. Pada umumnya perusahaan besar

memberikan suatu aturan khusus terutama untuk para sales/marketingnya

untuk menggunakan merek yang mereka miliki secara benar dan bijak.

Sebagai contoh adalah peraturan mengenai penggunaan merek

dagang pada produk Tupperware. 68 Logo dan merek dagang

TUPPERWARE dimiliki oleh TUPPERWARE BRANDS

CORPORATION. Tupperware memberikan hak kepada Distributor untuk

mendistribusikan/ menjual produk, namun hak atas logo dan merek tetap

hanya dimiliki oleh PT Tupperware Indonesia. Peraturan selanjutnya

menyatakan bahwa Semua penggunaan Logo dan Merek TUPPERWARE

yang akan dipergunakan oleh Distributor harus meminta ijin dari PT

Tupperware Indonesia. Begitu pula untuk penggunaan merek dan logo

pada merchandise, kartu nama dan website, yang harus

memberitahukan/meminta ijin dari perusahaan.

2.3. Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Penerapan Merek

2.3.1. Perkembangan Penerapan Indikasi Geografis

Indonesia sebagai negara dengan kekayaan yang melimpah serta

memiliki keanekaragaman budaya memerlukan suatu bentuk pengakuan

terutama mengenai komoditi yang dihasilkan, khususnya dari masing-

masing wilayah di Indonesia. Masing-masing wilayah tersebut tentunya

memiliki produk atau komoditi unggulan yang dapat meningkatkan

pendapatan di daerah masing-masing dan memiliki daya saing di pasar

internasional, selain itu nama Indonesia juga akan semakin dikenal oleh

masyarakat internasional. Berdasarkan hal tersebut, perlu kiranya terdapat

suatu penjelas mengenai dari mana produk atau komoditi tersebut berasal.

68 Penting Untuk Diketahui Sales Force, http://www.tupperware.co.id.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

64

Universitas Indonesia

Adakalanya dalam suatu produk yang telah memiliki merek, dalam

label merek yang tertera pada produk tersebut terdapat suatu ciri-ciri

khusus mengenai asal produk tersebut. Dalam suatu produk sering didapati

menggunakan nama geografis untuk menunjukkan asal dari produk yang

ditawarkan, misalnya saja seperti Kopi Toraja dan Kopi Kintamani.

Dengan demikian suatu tanda yang menunjukkan daerah asal barang

yang dikaitkan dengan kualitas, reputasi atau karakteristik lain yang

sesuai dengan asal geografis barang tersebut dikenal dengan Indikasi

Geografis. Selain disebutkan sebagai Indikasi Geografis, penanda yang

sering muncul adalah mengenai Indikasi Asal yang digunakan sebagai

pendukung dari Indikasi Geografis itu sendiri.

Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah

asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk

faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut,

memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Sedangkan Indikasi Asal adalah suatu tanda yang memenuhi ketentuan

tanda indikasi geografis yang tidak didaftarkan atau semata-mata

menunjukan asal suatu barang atau jasa.

Dalam Undang-Undang Merek sendiri disebutkan bahwa Indikasi

Geografis memiliki tanda yang berfungsi sebagai penunjuk daerah asal.

Tanda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 merupakan nama

tempat atau daerah maupun tanda tertentu lainnya yang menunjukkan asal

tempat dihasilkannya barang yang dilindungi oleh Indikasi-geografis.

Yang dimaksud dengan "tanda tertentu lainnya" adalah tanda yang berupa

kata, gambar, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Contoh: Kata

"Minang" mengindikasikan daerah Sumatera Barat; sedangkan gambar

rumah adat Toraja, mengindikasikan daerah Toraja di Sulawesi Selatan.

Bila ciri khas dipertahankan dan dijaga konsistensi mutu tingginya

maka produk tersebut akan tetap mendapatkan pasaran yang baik,

sebaliknya bila ciri khas dan mutu produk tersebut tidak konsisten maka

nilainya akan merosot. Suatu produk yang bermutu khas tentu banyak

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

65

Universitas Indonesia

ditiru orang sehingga perlu diupayakan perlindungan hukum yang

memadai bagi produk-produk tersebut. Dalam beberapa kasus telah

terbukti bahwa nama produk Indonesia seperti kopi Mandailing atau

Mandheling Coffee digunakan untuk produk lain atau diisi dengan kopi

yang berasal dari daerah lain bahkan negara lain; demikian juga di pasaran

dunia telah dikenal nama batik Malaysia bahkan batik Thailand, suatu hal

yang tentunya tidak kita kehendaki mengingat batik adalah suatu ciri khas

Indonesia.

Indikasi Geografis juga amat menghargai keterkaitan historis

antara suatu produk dengan tempat asalnya. Karakter kepemilikannya pun

bersifat komunal atau kolektif. Selain itu, Indikasi Geografis juga amat

potensial untuk menjamin agar keuntungan ekonomis tertinggi dari suatu

produk dapat tetap paling dinikmati oleh produsen dari daerah asal produk

itu sendiri. Bahkan, di beberapa negara maju Indikasi Geografis secara

signifikan telah menaikkan standar kehidupan masyarakat lokal yang

terancam kemiskinan karena kedudukannya yang jauh dari pusat. Dalam

suatu produk, pendaftaran produk indikasi geografis akan memberikan

nilai tambah dan keuntungan kepada para stakeholders yang terlibat

misalnya seperti eksportir. Selain itu, pendaftaran produk berindikasi

geografis itu juga merupakan bagian dari strategi marketing, sehingga

produk bisa lebih mahal dari produk sejenis.

Dalam perkembangan Indikasi Geografis di Indonesia sendiri,

Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, baru

mulai menerima permohonan pendaftaran indikasi geografis sejak

September 2007. Pendaftar pertama dari dalam negeri adalah Kopi

Kintamani, Bali. Hingga kini pemerintah sudah menerbitkan empat

sertifikat produk indikasi geografis. Keempat produk tersebut adalah Kopi

Kintamani (Bali), Kopi Gayo (Nanggroe Aceh Darussalam), Mebel ukir

Jepara (Jawa Tengah) dan Lada Putih Muntok (Bangka). 69 Sedangkan

Indikasi Geografis yang baru saja diterbitkan adalah untuk Beras Adan 69 http://patenindonesia.blogspot.com/2011/04/forum-nasional-indikasi-geografis.html, diakses tanggal 3 Agustus 2012.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

66

Universitas Indonesia

Krayan (Nunukan) pada Januari 2012.70 Beras Adan sendiri merupakan

beras yang diproduksi oleh petani di wilayah Krayan, Kabupaten Nunukan,

Kalimantan Timur yang merupakan salah satu kawasan terluar yang

berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia. Wilayah Krayan berada

pada ketinggian sekitar 1.000 m di atas permukaan laut Wilayah tersebut

termasuk sulit dijangkau karena hanya bisa ditempuh melalui jalan udara

dari kabupaten Nunukan atau Tarakan dan tidak ada akses melalui jalan

darat atau sungai, Wilayah Krayan merupakan lembah yang dikelilingi

hutan lindung dan sejumlah gunung yang secara administratif dibagi

menjadi dua yaitu kecamatan Krayan Induk dan Kecamatan Krayan

Selatan. Wilayah tersebut terkenal menghasilkan beras dengan cita rasa

khas, penanaman padi diolah secara organik dengan memanfaatkan

kotoran kerbau sebagai input pemupukan. Cita rasa beras Adan Krayan

tidak bisa ditemukan di wilayah lain hal ini merupakan satu keunikan

tersendiri.71

Penggunaan indikasi geografis tidak terbatas kepada produk

pertanian. Indikasi geografis juga dapat merupakan pertanda kualitas

khusus produk yang disebabkan oleh faktor manusia yang dapat dijumpai

hanya didaerah asal produk, yang berkaitan dengan keahlian dan tradisi

khusus. Tempat asal tersebut mungkin berupa desa, kota, daerah atau

bahkan nama negara. Suatu contoh adalah nama Swiss atau Switzerland

yang dipandang sebagai indikasi geografis di banyak Negara untuk produk

yang dibuat di Switzerland dan khususnya untuk jam dan untuk pisau. Kita

kenal nama Switzerland watches atau Swiss army knife.

Disamping indikasi geografis terdapat pula istilah lain yaitu

appellation of origin yaitu indikasi geografis yang sangat spesifik, istilah

ini digunakan untuk produk yang mempunyai kualitas spesifik yang secara

70 Upaya perlindungan beras Adan Krayan merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan Kementerian Dalam Negeri RI dan Kementerian Pertanian RI tentang “Pengembangan Potensi Produk Indikasi Geografis Bidang Pertanian.” Kemudian pada 26 September 2011, Beras Adan Krayan diajukan oleh Asosiasi Masyarakat Adat Perlindungan Beras Adan Krayan untuk mendapatkan perlindungan hukum perlindungan Indikasi Geografis Beras Adan Krayan. 71 http://www.organicindonesia.org/05infodata-news.php?id=321, diakses tanggal 3 Agustus 2012

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

67

Universitas Indonesia

eksklusif atau secara esensial disebabkan oleh kondisi geografis di tempat

produk tersebut di produksi. Konsep indikasi geografis mencakup

pengertian appellations of origin. 72

Indikasi geografis merupakan pertanda yang menunjuk kepada

tempat khusus atau daerah produksi yang menentukan kualitas

karakteristik produk yang dimaksud. Hal yang terpenting adalah

bahwasanya produk tersebut mendapatkan kualitas khususnya dan

reputasinya dari tempat tersebut Oleh karena kualitas tersebut tergantung

kepada tempat produksi, maka terdapat “hubungan” atau “pertautan”

antara produk tersebut dengan tempat produksi asalnya. Di samping

indikasi geografis dikenal pula istilah Indikasi asal yaitu tanda yang

semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa.

Indikasi Geografis juga dapat dimanfaatkan oleh UKM sebagai

salah satu strategi untuk pengembangan usahanya. GI can become a very

powerful competitive tool for the SMEs collectively involved in

manufacturing and marketing of agricultural goods, foodstuff, handicrafts,

traditional arts, etc. Indikasi Geografis dapat digunakan oleh UKM

sebagai alat kompetitif yang sangat kuat, khususnya untuk UKM yang

terlibat dalam pembuatan dan pemasaran produk pertanian, bahan

makanan, kerajinan, seni tradisional, dan lain sebagainya. 73 Selain itu,

Sektor UKM harus memperoleh efektifitas pembiayaan dalam

memanfaatkan Pendaftaran Desain Industri di sejumlah besar sektor untuk

mempertahankan daya saing mereka, sebagai alat HKI yang relatif lebih

murah dan sederhana untuk didaftarkan dan diperoleh oleh UKM.74

72 Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Indonesia Dengan Pengembangan Indikasi Geografis, Direktorat Kerjasama dan Perdagangan Internasional, 2004. 73 Prof. Dr. Prabuddha Ganguli, Brand management: Role of Trademarks, Collective/Certification Marks, Geographical Indications and Industrial Designs as Marketing Tools for SMEs: Practical Experience and Case Studies, presentation, WIPO/QCCI Sub-Regional Seminar on SME for the Member States of the Gulf Cooperation Council (GCC), October 14-15, 2003. 74 Prof. Dr. Prabuddha Ganguli, ibid.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

68

Universitas Indonesia

2.3.2. Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Merek dan Program

One Village One Product (OVOP)

Dalam arena perdagangan internasional, disamping harga, sebagian

besar persaingan terletak pada ciri khas, keunggulan dan konsistensi mutu

produk. Produk yang berciri khas dan bermutu tinggi secara konsisten

akan banyak dicari dan mendapatkan tempat khusus di pasar internasional.

Ciri khas dari suatu produk dapat terjadi karena faktor geografis, keadaan

tanah dan iklim yang khas dari daerah penghasil dan/atau faktor budaya

masyarakat setempat. Ciri khas tersebut dinamakan sebagai indikasi

geografis.

Merek adalah tanda yang digunakan oleh produsen untuk

membedakan produk dan jasa yang disediakannya dengan produk dari

produsen lain. Merek memberikan hak kepada pemiliknya untuk

mengecualikan produsen lain dalam penggunaan merek yang sama.

Indikasi geografis suatu produk menunjukkan kepada konsumen bahwa

produk tersebut diproduksi di suatu tempat tertentu dan mempunyai ciri

khas yang disebabkan atau berasal dari tempat produksi tersebut. Indikasi

geografis dapat digunakan oleh semua produsen yang membuat produknya

di tempat yang disebutkan oleh indikator geografisnya dan yang

produknya mempunyai kualitas yang khusus.

Indikasi geografis dimengerti oleh konsumen sebagai citra tentang

asal dan kualitas produk. Banyak diantaranya yang telah mendapatkan

reputasi yang berharga yang apabila tidak dilindungi secara baik, akan

dapat disalahgunakan oleh pelaku komersial yang tidak jujur.

Penyalahgunaan indikasi geografis akan merugikan baik konsumen

maupun produsen. Konsumen ditipu dan dirugikan karena ciri khas dan

kualitas produk yang dibeli tidak sesuai dengan seharusnya, sedang

produsen dirugikan karena menurunnya mutu dan tidak sesuainya ciri khas

produk akan mengakibatkan kekecewaan konsumen yang berakibat

merusak reputasi produk tersebut.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

69

Universitas Indonesia

Pada dasarnya merek dan indikasi geografis sering mengalami

benturan didalam prakteknya, oleh karena indikasi geografis dan merek

dagang sering dipakai secara bersamaan sehingga seringkali para

pengusaha mendaftarkan indikasi geografis sebagai merek dagang. Hal ini

telah memicu terjadinya persaingan curang diantara para produsen.

Beberapa kasus telah terjadi menimpa produk indikasi geografis indonesia.

Indikasi Geografis sendiri pada dasarnya memiliki kesamaan dengan

merek. Perbedaannya, pada Indikasi Geografis, tanda menunjukkan daerah

asal suatu barang, yang didasarkan pada faktor lingkungan geografis

termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor

tersebut (Pasal 56 Undang-Undang Merek). Jadi sebenarnya Indikasi

Geografis ini akan banyak dapat diterapkan pada produk-produk yang

dihasilkan karena keanekaragaman plasma nutfah yang dimiliki Indonesia,

dan ini merupakan satu-satunya bagian dari HKI yang memberikan

perlindungan terhadap keunggulan komparatif negara berkembang.

Untuk memberikan gambaran mengenai penerapan Indikasi

Geografis dan Merek dalam suatu produk, dapat melihat pada contoh

produk Pelaga Kopi merek Ijo Bang. Produk tersebut merupakan kopi

bubuk yang diproduksi dari desa Pelaga di Petang, Badung, Bali. Dalam

kemasan kopi tersebut tertera gambar ayam jago dan gambar biji kopi

sebagai gambar merek dan “Ijo Bang” sebagai mereknya. Sedangkan

untuk Indikasi Geografisnya dapat terlihat pada kalimat “Pelaga Kopi”

dimana “Pelaga” merupakan nama dari desa penghasil kopi tersebut.

Sedangkan keterkaitan antara Indikasi Geografis dengan One

Village One Product (OVOP) memiliki kemiripan yang dapat diabungkan.

Bila Indikasi Geografis memfokuskan diri pada tanda yang menunjukan

daerah asal suatu barang, OVOP memfokuskan diri pada produk dan

pelaku usahanya. Sebagai contoh untuk produk Pelaga Kopi merek Ijo

Bang, dimana Indikasi Geografis terletak pada “Pelaga Kopi” yang

menunjukan desa Pelaga, Bali. Sedangkan untuk OVOP terletak pada

pelaku usaha/UKM yang membuat/memproduksi kopi tersebut.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

70

Universitas Indonesia

Dapat dikatakan bahwa Indikasi Geografis memiliki manfaat

tersendiri, khususnya bagi pelaku usaha/produsen yang menghasilkan

suatu produk. Bagi produsen, manfaat keberadaan IG dapat dilihat dari

aspek ekonomi, aspek ekologi, aspek sosial budaya dan aspek hukum.75

a. Aspek Ekonomi; adanya kepemilikan khas suatu produk, peningkatan

nilai tambah, peningkatan pemasaran, perlindungan dari pemalsuan

produk, peningkatan pendapatan, peningkatan lapangan kerja,

keberlanjutan usaha, pengembangan agrowisata, penguatan ekonomi

wilayah, percepatan pengembangan. wilayah serta peningkatan

kesejahteraan masyarakat.

b. Aspek Ekologi; menjaga kelestarian alam, mempertahankan

kelestarian sumber daya genetik serta peningkatan reputasi kawasan.

c. Aspek Sosial Budaya; mempererat hubungan komunitas produsen,

meningkatkan dinamika wilayah, melestarikan adat, pengetahuan serta

kearifan lokal masyarakat.

d. Aspek Hukum; memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi

produsen dan perlindungan dari pemalsuan dan pemanfaatan legal,

ketenaran produk.

75 Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi, Pedoman Teknis Pelaksanaan Indikasi Geografis Tahun 2012, , Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian, Januari 2012, hal. 14-15.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

71

Universitas Indonesia

Tabel 2.1. Perbedaan Antara Merek dengan Indikasi Geografis

Merek Indikasi Geografis

Tanda yang digunakan oleh produsen

untuk membedakan produk dan jasa yang

disediakannya dengan produk dari

produsen lain, yang berupa gambar,

nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,

susunan warna, atau kombinasi dari

unsur-unsur tersebut yang memiliki daya

pembeda dan digunakan dalam kegiatan

perdagangan barang atau jasa.

Tanda yang digunakan untuk produk

yang mempunyai asal geografis spesifik

dan mempunyai kualitas atau reputasi

yang berkaitan dengan asalnya, contoh

tanda bergambar rumah Minang yang

menandakan produk berasal dari

Sumatera atau penari Bali yang

menandakan produk berasal dari Bali,

tanda dengan produk yang diikuti nama

daerah.

Pemilik merek memiliki perlindungan

hukum terhadap mereknya apabila ada

produsen lain yang menggunakan merek

sejenis.

Indikasi Geografis dapat digunakan oleh

semua produsen yang membuat

produknya di tempat yang disebutkan

oleh indikator geografisnya dan yang

produknya mempunyai kualitas yang

khusus.

Merek dapat dimiliki oleh perseorangan

maupun secara kolektif

Indikasi Geografis bersifat komunal

(dimiliki oleh masyarakat) dan bukan

oleh perseorangan

Perlindungan merek memiliki jangka

waktu dan dapat diperpanjang selama

merek tersebut digunakan dalam bidang

perdagangan barang atau jasa.

Perlindungan Indikasi Geografis bersifat

permanen asal ciri khas dan kualitas

barang yang dilindungi masih tetap sama

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

72

Universitas Indonesia

Gambar 2.1. Penerapan Indikasi Geografis dan Merek dalam

Kemasan Produk Kopi

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

73

Universitas Indonesia

BAB 3

MEREK KOLEKTIF DALAM PRODUK UKM

3.1. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia

3.1.1. Gambaran Umum UKM

Dalam penjelasan singkat pada Bab dimuka, sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (UMKM), lingkup UMKM dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria,

yaitu:

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi

kriteria.

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih

atau hasil penjualan tahunan.

Disadari bahwa UKM merupakan salah satu bagian penting dari

perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia.

Terdapat tiga alasan yang mendasari negara berkembang belakangan ini

memandang penting keberadaan UKM. Alasan pertama adalah karena

kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja

yang produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering

mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

74

Universitas Indonesia

teknologi. Ketiga adalah karena sering diyakini bahwa UKM memiliki

keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar. 76

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sendiri memiliki peranan yang

cukup besar dalam pembangunan ekonomi. UKM memiliki kontribusi

dalam pertumbuhan nilai tambah (value added) sebesar 57% dari total nilai

Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu untuk sektor penyediaan

tenaga kerja, UKM berkontribusi sebesar 99,5% dari nilai total jumlah

tenaga kerja. UKM sendiri memiliki nilai konstribusi ekspor yang

potensial, dengan share sebesar 16-21% dari nilai total ekspor. UKM juga

memiliki kekuatan dalam hal mempertahankan kondisi perekonomiannya.

Hal ini dapat dilihat dari terus bertahannya UKM terhadap krisis.

Perusahaan skala mikro dan usaha kecil lebih mampu untuk terus bertahan,

sedangkan untuk usaha kelas menengah belum sepenuhnya pulih dari

krisis sampai dengan tahun 2003.77

Tabel 3.1. Peranan UKM dalam Perekonomian

The Role of SME in Economic Development Contributor to Value added

(Growth)

Provider of Employment

Potential Contributor to

Export

Flexibility and Resilience to Shocks

About 57% of GDP

Contribute to 99.5% of total employment

Share about 16-21% of total export

Continue to survive during the crisis, micro and small enterprises more resilience, but medium enterprises are not fully recovered from the crisis up to 2003

UKM tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi; yang

meliputi masalah permodalan, manajemen produksi, pemasaran produk,

76 Hasil Kajian Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Kajian Pemasaran Produk UKM Melalui Jaringan Retail Besar, Kementerian Perdagangan, 2008. 77 Noer Soetrisno, Clustering Strategy in SME Development : An Integral Development Supports, 2004 APEC Informatization Policy Forum For Small and Medium Enterprises, Presentation, July, 15-16, 2004.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

75

Universitas Indonesia

keterbatasan sumber daya manusia dan akses terhadap sumber informasi.

Diversifikasi produk dan pasar merupakan strategi penting dalam

pemasaran untuk mengantisipasi ketergantungan terhadap pasar tertentu

termasuk kejenuhan pasar. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa perluasan

pasar bagi produk-produk UKM sangat diperlukan untuk meningkatkan

kinerjanya sehingga UKM dapat lebih berkembang.78

Usaha Kecil dan Menengah merupakan salah satu prioritas

pembangunanan pemerintah. Dalam upaya meningkatkan peran UKM

adalah meningkatkan kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi dunia

usaha termasuk UKM. Selain itu kebijakan lainnya adalah meningkatkan

akses UKM kepada sumber daya produksi dan meningkatkan kualitas

tenaga kerja dan wirausaha.

UKM telah terbukti cukup handal dalam menghadapi berbagai

gejolak, baik gejolak ekonomi maupun politik. UKM dianggap lebih

mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi, seperti yang terjadi

pada pertengahan tahun 1997. UKM masih perlu untuk terus diberdayakan

agar meningkat jumlah yang sukses dan semakin menyebar keberadaannya.

Sasaran yang akan dicapai dalam pengembangan UKM adalah kontribusi

yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu,

pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan berkaitan dengan

pemberdayaan UKM, namun sampai saat ini hasil yang didapat belum

optimal.

Keberadaan UKM sangat penting karena diharapkan dapat

menggunakan sumber daya produksi yang efisien, menciptakan lapangan

kerja, dan menciptakan distribusi pendapatan yang lebih merata. Namun

pada kenyataannya, peran UKM ini masih rendah yang tercermin dari

kontribusinya terhadap PDB. Kondisi UKM yang demikian disebabkan

oleh beberapa permasalahan yang dihadapinya, yang secara rinci dapat

diuraikan sebagai berikut:79

78 Hasil Kajian Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Op cit. 79 Ibid.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

76

Universitas Indonesia

1. Permodalan. UKM masih dihadapkan pada keterbatasan kemampuan

dalam menyediakan modal kerja bagi pengembangan usahanya.

Deregulasi di sektor perbankan bagi UKM justru mempersulit untuk

memperoleh dana murah, karena tingkat suku bunga sepenuhnya

ditentukan oleh mekanisme pasar, sedangkan kredit likuiditas Bank

Indonesia sangat dibatasi. Selain itu, UKM mempunyai akses yang

sangat minim untuk mendapatkan sumber pembiayaan alternatif

(Lembaga Non Bank) karena berbagai bentuk persyaratan dan

prosedur untuk memperoleh kredit, sehingga akhirnya UKM pada

umumnya mencari pinjaman ke rentenir.

2. Teknologi dan Produksi. Di bidang teknologi sering dijumpai masalah

efisiensi dan produktvitas yang rendah. Masalah ini timbul karena

kapasitas alat tidak digunakan secara optimal, kapasitas jam kerja

rendah, ketrampilan tenaga kerja yang masih sederhana, metode dan

teknik produksi yang masih konvensional, serta kurangnya kegiatan

untuk melakukan diversifikasi produk. Mutu produksi yang masih

rendah disebabkan mutu bahan baku yang juga rendah, quality control

yang masih lemah, disain dan pengepakan yang kurang diperhatikan.

Dalam beberapa hal UKM juga belum mampu mengawetkan produk

dan belum memiliki kemampuan untuk memanfaatkan limbah.

Kondisi tersebut sebagai akibat belum memadainya dukungan

penelitian dan pengembangan guna mendapatkan teknologi tepat guna,

sehingga mengalami kesulitan dalam pengembangan produk yang

sesuai dengan kebutuhan buyers. Selain itu, kesulitan lain yang

dihadapi oleh UKM adalah dalam memperoleh sumber-sumber bahan

baku, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor, sehingga

target produksi belum dapat dipenuhi sesuai dengan jumlah

permintaan. Hal ini terjadi karena harga bahan baku lebih mahal

sebagai akibat pembelian dalam jumlah kecil. Kondisi ini sebenarnya

dapat diatasi jika sesama UKM dengan usaha sejenis saling bersinergi

dan bekerjasama.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

77

Universitas Indonesia

3. Pemasaran. Selama ini orientasi UKM terfokus pada pasar domestik

karena belum siap dalam menghadapi persaingan global akibat

rendahnya mutu dan produktifitas, belum mampu menerobos pasar

akibat keterbatasan dalam mengakses informasi pasar, dan rendahnya

posisi tawar (bargaining position). Sebenarnya peningkatan perluasan

pasar tersebut penting bagi pengembangan pasar karena akan

memperbesar jangkauan usaha UKM. Adanya peningkatan perluasan

pasar terutama dalam era perdagangan bebas ini merupakan peluang

sekaligus tantangan bagi UKM dalam memperoleh informasi pasar

dengan cepat dan tepat. Keterbatasan dalam berproduksi

mengakibatkan promosi yang dilakukan UKM sangat terbatas pada

pasar dan wilayah tertentu. Selain itu, keterbatasan pengetahuan

tentang bentuk dan cara promosi, serta belum terkoordinir dan

terkelolanya aktivitas UKM secara terpadu, mengakibatkan beban

yang cukup besar (high cost) bagi UKM dalam melakukan promosi,

sehingga cenderung mengabaikan kegiatan ini.

4. Manajemen. Dalam bidang manajemen, kesulitan yang dihadapi UKM

adalah kurangnya pengetahuan dalam pengelolaan keuangan

administrasi pembukuan, tingginya biaya yang dikeluarkan dari setiap

unit produksi karena proses produksi yang tidak efisien. Selain itu,

pengusaha kecil masih banyak yang belum menguasai penentuan

kalkulasi harga pokok dan harga jual, serta tidak menganggap penting

rencana usaha. Dalam pengelolan tenaga kerja sering tidak efisien

karena pembagian kerja tidak tepat atau pelaksanaan tugas yang

tumpang tindih. Keuangan perusahaan dan pribadi berbaur dalam

“satu laci”, sehingga tidak jelas berapa laba yang diperoleh dan

bagaimana cara meningkatkan efisiensi. Semua itu sebagai akibat

ketertutupan dan belum tertatanya sistem, khususnya fungsi

manajemen di bidang produksi, keuangan, maupun pemasaran dan

Management Information System (MIS) sehingga sulit untuk

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

78

Universitas Indonesia

berkembang serta belum mempunyai perencanaan yang matang dan

terarah, sehingga belum dapat memberikan jaminan kontinuitas usaha.

5. Sumber Daya Manusia. Keterbatasan pengetahuan dalam

memanfaatkan peluang pasar dalam maupun luar negeri

mengakibatkan UKM sulit mengembangkan usahanya. Kondisi ini

diakibatkan relatif rendahnya tingkat pendidikan formal, rendahnya

tingkat ketrampilan, tidak seimbangnya tingkat upah dengan

produktifitas yang dihasilkan, dan rendahnya turn over sehingga dapat

menganggu kontinuitas produksi.

6. Informasi. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat memberi

dampak terhadap perkembangan UKM, seperti tentang Perlindungan

Konsumen, HKI, dan lain-lain.

3.1.2. Upaya dalam rangka Pengembangan UKM

Sebagaimana digambarkan diatas bahwa sampai dengan saat ini

hasil dari kebijakan pemerintah dalam memberdayakan UKM masih belum

optimal yang antara lain ditandai dengan kesulitan dalam akses

permodalan, bahan baku, dan sumber daya, serta akses pemasaran dan

sumber informasi. Ketergantungan terhadap pasar domestik, dan belum

tersedianya SDM yang handal sesuai dengan kebutuhan dan selera pasar

serta minimnya penguasaan teknologi menyebabkan UKM belum dapat

berkembang.

Persoalan dalam pembangunan UKM di Indonesia dalam kerangka

pemberdayaan adalah bagaimana mengangkat kekuatan ekonomi lokal

sebagai basis perekonomian nasional. Persoalan tersebut terkait dengan

dua pertanyaan pokok, yaitu pertama, bagaimana peran dan kontribusi

perekonomian lokal terhadap perekonomian nasional selama ini, dan

kedua, bagaimana upaya optimalisasi atas peran dan kontribusi tersebut.

Termasuk dalam kaitan dengan UKM ini adalah bagaimana mengelola

potensi-potensi yang ada dan dimiliki oleh masyarakat, baik sumber daya

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

79

Universitas Indonesia

alam, sumber daya manusia, teknologi kemampuan kelembagaan maupun

aset pengalaman.

Isu pokok yang seharusnya mendapatkan perhatian serius dalam

konteks pemberdayaan UKM adalah bagaimana UKM mampu

membangun kapasitas dalam mengelola potensi-potensi yang ada secara

optimal. Kapasitas yang dimaksud merupakan kemampuan masyarakat

dalam mengakses terhadap segala hal yang berkaitan langsung dengan

pengembangan kemampuan ekonomi masyarakat dan iklim yang kondusif

dimana mereka bekerja.

Konsep pemberdayaan masih memiliki variasi atau keberagaman

yang tinggi dalam menterjemahkan pengertian pemberdayaan itu sendiri.

Sistem masyarakat sebagai suatu sistem yang diunsuri oleh masyarakat,

pemerintah dan lingkungan ekonomi, maka dengan mudah terlihat bahwa

suatu strategi pemberdayaan haruslah menyentuh secara sistemik

keseluruhan komponen sistem tersebut. Yaitu, sistem ekonominya, sistem

pemerintahannya dan sistem masyarakatnya.

Pemberdayaan mengacu pada kata empowerment yang artinya

upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki. Jadi

pendekatan pemberdayaan masyarakat pedesaan adalah penekanan pada

pentingnya masyarakat pedesaan/lokal yang mandiri, sebagai suatu system

yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan

masyarakat pedesaan yang demikian tentunya diharapkan memberikan

peranan kepada individu bukan sebagai pelaku (aktor) yang menentukan

hidup mereka. Salah satu pemberdayaan UKM adalah melalui pembinaan

yang dilakukan secara lebih terarah dan komprehensif, sehingga menjadi

kuat dan mempunyai daya saing yang tinggi, baik di pasar dalam negeri

maupun luar negeri.

3.1.3. Permasalahan yang Dihadapi UKM

Aspek pemasaran seringkali menjadi hambatan utama bagi UKM

dalam melakukan usahanya. Pemasaran seringkali dianggap sebagai

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

80

Universitas Indonesia

masalah “batu sandungan” suatu UKM tidak berhasil menjaga

kelangsungan hidup usahanya. Hal ini terbukti dari adanya keluhan

beberapa UKM mengenai sulitnya pemasaran produk. Karena adanya

hambatan pemasaran inilah maka seringkali program bantuan modal tidak

banyak bermanfaat. Di tengah ramainya bantuan dari pemerintah untuk

UKM, baik berupa pemberian kredit maupun penguatan modal, namun

para pengusaha kecil belum merasakan manfaatnya, bahkan dinilai bahwa

pemerintah kurang memahami apa yang menjadi kendala bagi UKM.

Sebenarnya, bantuan yang diberikan oleh pemerintah tidak hanya

bantuan permodalan saja, tetapi juga dalam hal pemasaran. Pemerintah

dalam hal ini pemerintah daerah maupun pusat seringkali menyediakan

sarana pemasaran berupa pameran. Tetapi sayangnya tidak ada tindakan

selanjutnya untuk mengupayakan keberlangsungan pemasaran tersebut.

Para pelaku UKM pun sering “salah kaprah” dengan istilah

pemasaran, terkadang, UKM menyamakan pemasaran dengan penjualan.

Padahal bila merujuk pada konsep pemasaran, pemasaran dan penjualan

adalah dua hal yang berbeda dengan tujuan yang berbeda. Penjualan

adalah proses menjual barang/jasa yang sudah ada dan bertujuan menjual

barang sebanyak-banyaknya sehingga seringkali pada penjualan, para

pelaku menghalalkan segala cara tanpa memperhatikan kepuasan

konsumen. Sedangkan pemasaran adalah strategi (cara untuk memuaskan

konsumen (manusia) mulai dari pembuatan, penyediaan dan transaksi (jual

beli) barang/jasa yang dihasilkan, sehingga sifatnya menjaga kontinuitas

penjualan dalam jangka panjang.

Dalam hal perdagangan yang dilaksanakan oleh UKM di Indonesia,

dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Perdagangan Dalam

Negeri Kementerian Perdagangan pada tahun 2008 mencatat setidaknya

ada 3 (tiga) metode yang digunakan oleh UKM dalam memasarkan

produknya. Metode tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:80

a. Direct Selling (Pemasaran Langsung) 80 Hasil Kajian Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Kajian Pemasaran Produk UKM Melalui Jaringan Retail Besar, Ibid.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

81

Universitas Indonesia

Metode pemasaran direct selling merupakan metode pemasaran yang

paling sering digunakan oleh para UKM dalam memasarkan

produknya. Metode ini cukup efektif dilakukan oleh para pelaku usaha

apabila pelaku usaha memiliki jaringan (networking) yang luas.

Penjualan langsung tidak menimbulkan biaya yang besar seperti harus

membayar sewa setiap bulan atau membayar pegawai untuk

menunggu outlet dan sebagainya, tetapi jumlah yang terjual terbatas.

Hal ini disebabkan karena keterbatasan tenaga untuk memasarkan

secara langsung. Yang termasuk dalam pemasaran secara langsung

adalah dengan memasarkan door to door (dari pintu ke pintu), melalui

pameran ataupun sebagai pedagang keliling dimana pelaku usaha

tidak memerlukan suatu tempat misalnya toko atau warung untuk

melakukan usahanya.

Gambar 3.1 Alur Penjualan Langsung

b. Membuka Outlet

Metode kedua adalah membuka outlet. Outlet yang dimaksud di sini

adalah suatu tempat dimana para pelaku UKM menyimpan dan

mendisplay produknya dan menunggu para pembeli datang ke outlet

dan melakukan transaksi. Outlet ini dapat berupa toko, warung, kios,

dll. Metode membuka outlet ini biasanya dilakukan jika produk/jasa

yang dijual tidak dapat dijual melalui metode direct selling. Misalnya

pedagang kelontong, wartel, warnet, dll. Tetapi tidak menutup

kemungkinan bahwa para UKM menggunakan kombinasi metode

pemasaran, maksudnya selain membuka outlet, pemilik juga

melakukan direct selling sebagai sarana promosi. Keuntungan dari

metode ini adalah konsumen mengetahui kemana harus mencari

produk/jasa yang diinginkan dan target konsumen dapat diperluas.

Produsen Konsumen

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

82

Universitas Indonesia

Kelemahannya adalah UKM harus membayar biaya sewa dan utility,

biaya tenaga kerja, biaya kebersihan, dll yang melekat pada outlet

yang ada.

Gambar 3.2. Alur dengan Metode Membuka Outlet

c. Pemasaran Barang Melalui Perantara

Memasarkan barang melalui perantara biasanya dilakukan dengan

menitipkan barang outlet ritel, baik ritel kecil maupun ritel besar.

Keuntungan memasarkan barang melalui metode ini adalah UKM

dapat memproduksi produknya dalam jumlah banyak karena dapat

dipasarkan ke banyak outlet, tetapi kelemahannya, UKM harus berani

menanggung risiko kerugian apabila barang yang dititipkan tidak laku

dijual sehingga harus dikembalikan ke produsen. Bagi beberapa

produk yang tidak memiliki masa kadaluarsa, mungkin tidak menjadi

kendala, tetapi bagi produk yang memiliki masa kadaluarsa, hal ini

menjadi kendala yang sangat besar. Hal ini mengakibatkan UKM yang

bergerak di bidang produksi makanan dan minuman lebih senang jika

memasok ke perantara menggunakan sistem beli putus, sehingga

terjadi pemindahan risiko kerugian. Selain itu juga jika memasarkan

barang melalui perantara maka akan timbul biaya-biaya seperti adanya

bagi hasil atau persyaratan perdagangan (jika memasok ke ritel besar)

yang harus dipenuhi sehingga menimbulkan biaya tinggi.

Memasarkan barang melalui perantara biasanya dilakukan oleh para

UKM untuk menjangkau konsumen yang lokasinya jauh, misalnya

kota lain, tetapi merupakan konsumen yang potensial, hal ini sangat

menguntungkan, karena selain dapat dijadikan sebagai sarana

promosi, outlet dengan jaringan yang besar juga mempermudah

Produsen Konsumen Outlet

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

83

Universitas Indonesia

pemasaran produk UKM. Perantara di sini dapat berupa pedagang

perantara, ritel tradisional maupun ritel modern.

Gambar 3.3 Kombinasi Pemasaran Produk UKM Melalui

Perantara

Dari ketiga merode pemasaran yang sering dilakukan oleh UKM,

terdapat beberapa hambatan yang perlu menjadi perhatian oleh UKM.

Hambatan yang umum bagi UKM yaitu hambatan yang datang dari aspek

manajemen, standarisasi produk dan kemasan serta biaya pemasaran. Dan

bila diperhatikan lagi, ketiga hambatan tersebut merupakan masalah klasik

yang selalu menghinggapi sektor UKM di Indonesia.

Hambatan yang menyangkut manajemen berdampak pada

kemampuan manajerial dan teknis UKM dalam mengelola sumber daya

yang dimiliki meliputi perangkat permodalan, tenaga kerja (SDM),

pemasaran, dan teknologi. Dalam era perdagangan bebas menuntut setiap

pelaku bisnis memiliki akses yang cukup terhadap pasar untuk

meningkatkan daya saingnya. Akses terhadap pasar merupakan kunci

keberhasilan kegiatan ekspor. Justru hal inilah yang merupakan titik lemah

yang dimiliki UKM pada umumnya. Sebagian besar UKM masih

mengalami kesulitan dalam menembus pasar ekspor, sehingga

memerlukan fasilitasi pihak lain untuk meningkatkan akses pasar

ekspornya, baik pemerintah maupun mitra usahanya.

Produsen Konsumen Pedagang Perantara

Ritel Tradisional

Ritel Modern

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

84

Universitas Indonesia

Dilain pihak tidak dapat dipungkiri bahwa peran ekspor UKM

relatif masih kecil karena adanya berbagai hambatan yang harus dihadapi

UKM Indonesia dalam kegiatan ekspor, sehingga ekspor produk UKM

lebih banyak dilaksanakan oleh pengusaha-pengusaha besar atau eksportir

yang mampu mereduksi, bahkan mengeliminasi hambatan-hambatan

tersebut yang tentunya diperlukan dukungan pemerintah melalui suatu

kebijakan yang implementatif dan kondusif.81

UKM yang memiliki peran besar dalam ekspor adalah UKM yang

mengandalkan keahlian tangan (hand made), seperti kerajinan perhiasan

dan ukiran kayu sehingga cenderung bersifat padat karya. Karakteristik

tersebut merupakan keunggulan UKM, dimana lebih banyak

mengandalkan keterampilan tangan. Usaha skala besar yang cenderung

bersifat padat modal, tentunya akan sulit masuk ke dalam dunia usaha ini.

Hal ini membuktikan pentingnya UKM dalam penyerapan tenaga kerja,

terutama saat krisis ekonomi.82

Dalam hal standarisasi produk, pelaku bisnis dituntut untuk dapat

menghasilkan produk yang sesuai dengan selera konsumen atau

permintaan pasar, yang memiliki kecenderungan cepat berubah, sehingga

peredaran suatu produk di pasar memiliki siklus yang relatif pendek. Hal

ini akan lebih memicu kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan daya

saing produk. Namun demikian, hal ini pun merupakan kelemahan yang

dimiliki UKM. UKM mengalami kesulitan dalam menghasilkan spesifikasi

produk yang sesuai dengan perkembangan selera konsumen. UKM

memerlukan fasilitasi yang berkaitan dengan kebutuhan

peralatan/teknologi dalam upaya meningkatkan kualitas dan inovasi

produk. Dengan demikian, UKM memiliki kemampuan untuk

menghasilkan diversifikasi produk, sehingga tidak bertumpu pada produk-

produk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif.

81 Lina Anatan dan Lena Ellitan, Strategi Bersaing, Konsep, Riset dan Instrumen, Alfabeta, Bandung, 2009, hal. 4. 82 Ibid, hal. 5.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

85

Universitas Indonesia

Lingkup usaha yang dijalankan oleh UKM juga tidak terlepas dari

aspek biaya pemasaran. Biaya yang tidak sedikit harus dikeluarkan dalam

kegiatan pemasaran dalam rangka mendistribusikan produk, merupakan

hambatan yang dialami UKM. Hal ini menjadi faktor yang menurunkan

daya saing produk UKM karena harga jual produk menjadi tidak

kompetitif.

Tabel 3.2. Kekuatan dan Kelemahan UKM

Kekuatan Kelemahan

Kebebasan untuk bertindak Relatif lemah dalam spesialisasi

Menyesuaikan kepada kebutuhan

setempat

Modal dalam pengembangan

terbatas

Peran serta dalam melakukan

usaha/tindakan

Sulit untuk mendapat karyawan

yang cakap

Pemerintah telah menyadari nilai dari mencipta dan mendorong

suatu lingkungan kewirausahaan yang mendorong muncul dan tumbuhnya

usaha-usaha skala kecil. Usaha-usaha skala kecil ini merupakan industri-

industri kaitan dan pendukung kedalam kelompok industri suatu bangsa.

Wirausahawan muncul karena berbagai alasan. Sifat-sifat tertentu yang

menyumbang pada keberhasilan kewirausahaan bersifat alami (yaitu

mereka yang berasal dari keluarga yang memiliki usaha sehingga memiliki

kecenderungan lebih tinggi untuk memulai usahanya sendiri, daripada

mereka yang berasal dari keluarga yang berpenghasilan tetap), atau

ditentukan secara budaya (yaitu kecenderungan yang berbeda terhadap

pengambilan risiko). Namun kebijakan pemerintah dapat memainkan

peran vital karena dua alasan: pertama, aspek lain dari kewirausahaan

seperti keterampilan manajemen bisa dipelajari atau diperbaiki; kedua,

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

86

Universitas Indonesia

efektifnya bakat kewirausahaan sebagian bergantung pada kemampuan

sumber daya pelengkap lainnya dalam perekonomian.83

Hampir semua anggota suatu kelompok industri, khususnya

industri pendukung, adalah badan usaha bisnis skala menengah dan kecil.

Usaha menengah hingga kecil ini: (1) menciptakan kesempatan kerja; (2)

mengarah ke kemampuan teknologi khusus; (3) membantu pertumbuhan

industri yang sistematis dan seimbang; dan (4) mempercepat alih

tekonologi dan penyebaran teknologi.84

3.2. Merek Kolektif

3.2.1. Gambaran Umum Merek Kolektif dan Peranannya Bagi UKM

Keberadaan UKM tidak terlepas dari keterkaitannya dengan Hak

Kekayaan Intelektual (HKI). Dimulai dari produk yang dihasilkan dari

kegiatan usaha UKM, teknologi yang digunakan, desain dari setiap produk

yang dihasilkan, maupun penggunaan merek dagang ataupun merek jasa

untuk kepentingan pemasaran. Pemerintah mencoba meningkatkan

kesadaran usaha kecil menengah (UKM) terhadap pentingnya masalah hak

kekayaan intelektual (HKI). Ini dimaksudkan untuk melindungi UKM

sehingga bisa berkembang pesat.

Sektor UKM tumbuh secara signifikan dalam dekade terakhir ini.

Ironisnya, pemahaman para pelaku UKM terhadap brand masih sebatas

penggunaan nama, merek, atau cap yang diberikan pada produk atau jasa

yang diproduksinya. Kontribusi sektor UKM terhadap pertumbuhan

ekonomi akan jauh lebih besar apabila mereka mampu meningkatkan nilai

jual mereka bukan sekedar komoditas, melainkan sudah dalam bentuk

produk. Pentingnya suatu merek bagi pengenalan produk dan pemasaran

adalah untuk meningkatkan nilai jual yang signifikan serta meningkatkan

daya saing UKM dalam menembus pasar global. Produk dengan merek

yang direncanakan dengan baik, didesain secara menarik dan

83 Kotler, Philip, Jatusripitak, Somkid dan Maesincee, Suvit, Pemasaran Keunggulan Bangsa (The Marketing of Nations), Edisi Indonesia, Prenhallindo, Jakarta, 1998, hal. 298. 84 Ibid, hal. 298-299.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

87

Universitas Indonesia

dikomunikasikan secara tepat akan lebih mudah masuk di pasar

mancanegara dan bersaing dengan produk-produk negara lain.

Ketentuan dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang

Merek memberikan peluang bagi para pemohon merek untuk memiliki hak

atas merek secara bersama-sama dan dimungkinkan biaya yang harus

dikeluarkan juga ditanggung bersama. Hal ini disebut juga merek kolektif.

Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa

dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang

atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan

barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Melihat pada pengertian merek

kolektif ini makah dapat diketahui bahwa merek kolektif pada dasarnya

dapat berupa merek barang, merek jasa atau merek barang dan/atau jasa.

Suatu merek dapat dijadikan merek kolektif apabila memenuhi

persyaratan, dimana produk barang dan/atau jasa yang diberikan merek

tersebut memiliki karakteristik yang sama. Untuk mendapatkan hak atas

merek kolektif, sehingga memperoleh hak eksklusif proses dan

prosedurnya sama dengan jenis merek dagang atau jasa yakni melalui

pendaftaran. Kemungkinan untuk menggunakan merek kolektif sangat

besar, khususnya bagi UKM.

Kemungkinan ini tentunya dapat berakibat pada murahnya biaya

yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak atas merek, dimana para

pemohon merek kolektif dapat saling berbagi biaya untuk mengajukan

permohonan merek kolektif tersebut. Bila dikaitkan dengan usaha kecil

dan menengah pengakuan terhadap merek kolektif di dalam Undang-

Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek sebenarnya memiliki arti yang

sangat strategis mengingat umumnya usaha kecil dan menengah ini dalam

hal pengurusan merek yang menjadi beban utama adalah biaya dari

permohonan merek, ketika mereka menghendaki merek mereka dilindungi

secara hukum. Sederhananya, merek kolektif dapat dijadikan jawaban

alternatif dalam melindungi merek usaha kecil dan menengah.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

88

Universitas Indonesia

Manajemen merek merupakan proses pelaksanaan keputusan-

keputusan dibidang pemasaran dengan merefleksikan prinsip-prinsip

merek. Manajemen merek merupkan salah satu jawaban atas permasalahan

permasalahan yang dihadapi UKM dalam aspek pemasaran. Pada UKM,

manajemen merek belum menjadi prioritas dalam kegiatan bisnisnya

sehingga peran pemilik menjadi sangat penting baik secara internal

maupun eksternal untuk memprioritas pengelolaan merek dalam kegiatn

bisnis.

Dalam pengembangan merek untuk UKM diperlukan

penggabungan antara peran manejemen merek dalam organisasi sebagai

faktor internal dan brand recognition sebagai faktor eksternal. Dalam

mengembangkan merek ada 4 (empat) tahapan yang meliputi : Beginning

and underprivileged Brand, emerging brand, establised brand, historic

brand. Agar penerapan manajemen merek efektif dan sesuai dengan yang

diharapkan, disarankan bagi pemilik UKM untuk mempertimbangkan tipe

dan strategi bisnisnya.85 Selain itu, pandangan mengenai merek kolektif

dapat dikatakan bahwa merek kolektif memiliki manajemen yang fantastis

dan proses yang sangat efisien dan efektif. Dengan merek kolektif dapat

menggabungkan sifat-sifat dengan kecenderungan untuk inovasi dan

kemampuan yang khas dalam pengembangan usaha, sehingga memiliki

bakat untuk menjadi perusahaan yang tangguh.86

Sebuah merek kolektif biasanya dimiliki oleh sebuah asosiasi atau

perusahaan yang anggotanya dapat menggunakan merek kolektif tersebut

untuk memasarkan produk-produk yang mereka miliki. Biasanya asosiasi

tersebut menetapkan serangkaian kriteria untuk menggunakan merek

kolektif tersebut (misalnya standar kualitas) dan memungkinkan

perusahaan secara indvidu untuk menggunakan merek tersebut jika

mengikuti standar-standar yang ditetapkan. Merek kolektif merupakan cara

85 Rahab, Penerapan Manajemen Merek Pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Maret 2009, hal. 18 – 25, Vol. 16, No.1 86 Jonathan Booth, Collective Brands: Opportunity Afforded by Myopic Market, article, June 1, 2011, http://seekingalpha.com/article/272814-collective-brands-opportunity-afforded-by-myopic-market

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

89

Universitas Indonesia

yang efektif untuk memasarkan secara bersama produk-produk yang

dihasilkan oleh satu kelompok perusahaan yang mungkin merasa kesulitan

untuk mendapatkan pengakuan konsumen dan atau kepercayaan para

penyalur utama atas produknya apabila menggunakan merek sendiri.87

3.2.2. Dasar Hukum dan Perlindungan Hukum terhadap Merek

Kolektif Bagi UKM

Ketentuan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

memberikan peluang bagi para pemohon merek untuk memiliki hak atas

merek secara bersama-sama dan dimungkinkan biaya yang harus

dikeluarkan juga ditanggung bersama. Adapun merek yang dimohonkan

tersebut adalah merek kolektif. Merek kolektif di dalam Pasal 1 angka 4

dinyatakan merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan

karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau

badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang

dan/atau jasa sejenis lainnya. Melihat pada pengertian merek kolektif ini

tegaslah bahwa merek kolektif pada dasarnya dapat berupa merek barang,

merek jasa atau merek barang dan/atau jasa. Kemudian suatu merek dapat

dijadikan merek kolektif apabila memenuhi persyaratan, dimana produk

barang dan/atau jasa yang diberikan merek tersebut memiliki karakteristik

yang sama. Untuk mendapatkan hak atas merek kolektif, sehingga

memperoleh hak eksklusif proses dan prosedurnya sama dengan jenis

merek dagang atau jasa yakni melalui pendaftaran.

Tanpa kita sadari, produk-produk yang diproduksi oleh UKM-

UKM di Indonesia banyak yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki

keunikan terutama apabila sudah masuk dalam pasar luar negeri.

Kurangnya kepekaan dan tidak memberikan perlindungan terhadap produk

yang dimiliki, pada akhirnya banyak dari produk-produk Indonesia

khususnya produk-produk yang memiliki nilai tradisional yang ide-ide dan

desainnya ‘dicuri’ oleh pihak luar. Mungkin kita tidak menyadari bahwa

87 Intellectual Property for Business Series, Number: 1, Op Cit.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

90

Universitas Indonesia

perlindungan HKI membawa nilai ekonomi yang tinggi apabila sudah

masuk dalam dunia perdagangan.

Suatu produk yang dilindungi HKI hanya dapat diproduksi oleh si

Pemilik atau Pemegang Hak atas produk tersebut (eksklusif). Apabila ada

pihak lain yang ingin memproduksinya tentunya harus dengan seijin

Pemegang Hak-nya, disinilah letak nilai ekonomi dari produk yang telah

dilindungi HKI. Dimana pihak lain yang ingin memproduksi barang yang

sama berkewajiban mendapatkan lisensi terlebih dahulu dari si Pemegang

Hak dan membayar royalti atas penggunaan tersebut. Tindakan produksi

atas suatu produk yang telah dilindungi HKI tanpa seijin Pemegang Hak

merupakan pelanggaran dan pembajakan yang dapat membawa akibat

hukum.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

91

Universitas Indonesia

BAB 4

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENERAPAN

MEREK KOLEKTIF OLEH UKM SEBAGAI PENUNJANG PROGRAM

ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP)

4.1. Program One Village One Product (OVOP)

4.1.1. Sejarah Pembentukan Program OVOP

One Vilage One Product (OVOP) dirintis oleh Prof. Morihiko

Hiramatsu yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Oita, Jepang tepatnya

pada 1980. Lantas konsep ini berkembang atau diduplikat oleh negara-

negara ASEAN diantaranya Malaysia, Philipina, Indonesia, Kamboja,

Vietnam, Thailand, negara-negara di Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur ,

dan Amerika Selatan.88 OVOP yang diterjemahkan sebagai “paling sedikit

satu kecamatan menghasilkan satu produk unggulan”. 89 Gerakan ini

ditujukan mengembangkan produk yang diterima global dengan tetap

memberikan keistimewaan pada invensi nilai tambah lokal dan mendorong

semangat menciptakan kemandirian masyarakat. Dari sisi dampak

pariwisata, kawasan Oita menjadi magnet bagi 10 juta wisatawan yang

berkunjung per tahun.90

OVOP begitu popular di dunia karena dengan konsep OVOP ini,

dimana suatu daerah menetapkan satu produk yang memiliki keunikan

untuk dikembangkan sehingga akan memberikan nilai tambah pada produk

tersebut. Yang selanjutnya akan memberikan kontribusi pendapatan cukup

besar bagi daerah tersebut, karena produknya memiliki keunggulan dan

masuk di pasar internasional. Gerakan OVOP telah diadopsi di berbagai

belahan dunia seperti One Factory One Product di China untuk Kerajinan

kayu, One Barangay One Product (Philipina), Satu Kampung Satu Produk

Movement (Malaysia), One Village One Product a Day (USA), One 88 http://ikm.kemenperin.go.id 89 Ahmad Firdaus, Memberdayakan Desa dengan Produk Unggulan, http://pkpu.or.id, 12 Januari 2012 90 Ibid, http:// pkpu.or.id

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

92

Universitas Indonesia

Village One Product (Malawi) dengan produk utama jamur. Sementara di

Thailand OVOP lebih dikenal sebagai OTOP, yaitu One Tambon, One

Product. Model dari Thailand inilah yang di adopsi oleh pemerintah.

Sampai saat ini negara-negara yang menerapkan OVOP adalah :

1. Asia (Indonesia, Malaysia, China, Laos, Philipina, Myanmar, Kamboja,

Singapura, Thailand, Vietnam, Mongolia, Korea, Taiwan, Bangladesh,

Timor Leste, Srilangka, Moldova).

2. Afrika (Mozambiq, Tunisia, Malawi, Madagaskar, Liberia, Kenya,

Ethiopia, Ghana, Kingdom of Leshoto).

3. Amerika (Costarica, Ekuador, Mexico, Bolivia, Chile, Elsavador,

Columbia, Peru, Paraguay, Argentina, Venezuela, Afrika Selatan,

Brazil).

Dalam beberapa tahun terakhir, program OVOP terus

dikembangkan hampir seluruh negara di dunia, dan produk-produknya

mendapat respon cukup besar dari buyers di setiap negara. Konsep OVOP

sendiri adalah mengutamakan produk unik yang terdapat pada daerah,

bahkan produk tersebut menjadi ikon atau lambang daerah tersebut.

Keunikan tersebut menyangkut kultur budaya, lingkungan, bahan baku,

pengerjaan, dan proses produksinya. Jadi produk OVOP adalah produk

suatu daerah dengan keunikan yang tidak dimiliki daerah lain. Karena

keunikannya dan proses produksinya yang langka, sehingga akan

memberikan nilai tambah produk tersebut. Selanjutnya daerah OVOP

menjadi menarik, dan bisa dijadikan tujuan wisata bagi turis asing. Tentu

ini menjadi peluang bisnis baru, yang juga akan memberikan kontribusi

bagi daerah tersebut.

4.1.2. Perkembangan Program One Village One Product (OVOP) di

Beberapa Negara Asia

Beberapa negara di Asia menerapkan sistem One Village One

Product sebagai salah satu bentuk pengembangan industri dan

perekonomiannya. Namun yang lebih difokuskan dari sistem

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

93

Universitas Indonesia

pengembangan OVOP ini adalah mengenai upaya untuk mengembangkan

potensi daerah melalui produk yang dihasilkan. Produk-produk tersebut,

dalam rangka mewakili sistem One Village One Product, dibentuk dengan

menggunakan merek kolektif untuk memudahkan dalam

pengembangannya.

Beberapa negara memiliki langkah pengembangan OVOP yang

baik untuk diikuti oleh Indonesia dalam rangka memajukan potensi daerah

melalui produk UKM. Khususnya untuk negara-negara di Asia yang telah

menerapkan sistem OVOP untuk program pengembangan daerah,

beberapa program dapat diadopsi kedalam kebijakan pemerintah untuk

memajukan produk daerah. Beberapa negara Asia tersebut diantaranya

Jepang, Thailand dan Kamboja.

4.1.2.1. Jepang

a. Gambaran UKM di Jepang

Perkembangan UKM di Jepang merupakan adaptasi dari

negara lain, yang kemudian di sesuaikan dengan kondisi masing-

masing daerah di Jepang.91 Situasi yang berkembang saat ini terhadap

pengembangan UKM di Jepang, kondisi bisnis masih memburuk

karena mereka menghadapi masalah seperti penurunan penjualan dan

pesanan akibat melambatnya ekonomi global, dan perlambatan

pertumbuhan iklim ekonomi Jepang sebagai akibat dari efek dari

krisis keuangan yang dimulai di Amerika Serikat. Kondisi yang

berkembang saat ini dimana permintaan sedang mengalami penurunan,

sehingga perlu untuk melihat dan memahami kebutuhan pelanggan

yang terus berubah, serta mempertimbangkan bentuk masa depan

ekonomi global, termasuk Jepang.92

Pada saat yang sama, penting untuk membedakan kebutuhan

potensial dan menyediakan produk dan jasa sesuai dengan tuntutan

91 http://www.jetro.go.jp/indonesia/newsletter/nl69.html, diunduh 27 Desember 2012. 92 White Paper on Small and Medium Enterprises in Japan, Finding Vitality through Innovation and Human Resources, Japan Small Business Research Institute (JSBRI), 2009, hal. 39. http://www.chusho.meti.go.jp/pamflet/hakusyo/h21/h21_1/2009hakusho_eng.pdf, diunduh 27 Desember 2012

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

94

Universitas Indonesia

masyarakat. Kondisi yang ada memperlihatkan bahwa masih

terdapatnya masalah dimana potensi pemenuhan kebutuhan bagi

masyarakat Jepang sendiri belum cukup terpenuhi, khususnya di

berbagai bidang seperti keamanan pangan dan keamanan produk

(ramah lingkungan), serta jasa dalam mendukung pengasuhan anak

dan keperawatan.

UKM, yang mendukung kerangka ekonomi Jepang,

diharapkan dapat berperan positif serta mampu dalam menanggapi

kebutuhan dan aktif untuk mewujudkan inovasi melalui

pengembangan produk dan layanan dengan metode baru. Dengan

berani mencoba berinovasi dan bekerja untuk menciptakan dan

mengembangkan pasar yang baru, UKM harus dapat menemukan

jalan keluar dalam mengatasi penurunan ekonomi, dan mencapai

pertumbuhan ekonomi yang lebih baik untuk masa depan.

Menurut data dari Ministry of Economy, Trade and Industry

(METI) di Jepang terdapat 4,69 juta UKM. 99,7% dari jumlah tersebut

adalah menampung 70% dari seluruh tenaga kerja dari perusahaan

yang ada. Kebijakan Pemerintah Jepang untuk melindungi dan

mengembangkan usaha UKM diberlakukan beberapa aturan seperti

diantaranya : Small and Medium Enterprise Basic Law dan Law on the

Cooperative Association of SMEs. Perundang-undang dan peraturan

bertujuan untuk mendukung kemitraan (partnership) di antara UKM-

UKM agar mereka dapat memulai bisnis baru dan memperluas pasar

(Business Exchange Matching). Salah satu tugas dari lembaga yang

menangani UKM adalah untuk mendorong dan menguatkan UKM-

UKM agar mereka memiliki spirit dan daya juang untuk revitalisasi

dan penciptaan lapangan kerja termasuk pemulihan ekonomi Jepang.93

Dalam menetapkan kebijakan pengembangan UKM,

pemerintah Jepang mempunyai kerangka landasan yang jelas dengan

menetapkan bahan kebijakan yang perlu dipertimbangkan. Bahan 93 Tim Peneliti Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Pemberdayaan Ukm Kerajinan Melalui Pola Kemitraan, Presentasi, Kementerian Perdagangan, 2006.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

95

Universitas Indonesia

kebijakan pertama yang perlu dipertimbangkan adalah mengevaluasi

lingkungan usaha untuk pengembangan UKM. Dalam hal ini perlu

dipertimbangkan apakah sudah ada kebijakan yang mendukung iklim

UKM, misalnya peraturan perundang-undangan tentang UKM dan

kelembagaan usaha kecil menengah. Perlu juga dipertimbangkan

apakah UKM mempunyai kendala dalam hal pengalaman usaha, akses

informasi dan pemilikan modal. Sedangkan bahan yang kedua adalah

penetapan kebijakan yang terkait dengan evaluasi kebijakan. Dalam

hal ini yang perlu dipertimbangkan adalah proses pembuatan

kebijakan harus diorganisir; perubahan kebijakan yang terkait dengan

peraturan perundangan-undangan harus dimasyarakatkan (sosialisasi);

dan program kegiatan yang efektif dan efisien perlu direncanakan.

Kerangka dasar kebijakan pemerintah Jepang terbagi menjadi tiga,

yaitu struktur pemerintahan, kebijakan lingkungan dan pengembangan

program. 94

1. Dasar yang pertama mensyaratkan agar departemen, institusi dan

badan yang terkait dalam bidang UKM serta pemerintah daerah

harus mempunyai kebijakan dan program yang mendukung

pengembangan UKM. Selain itu Badan UKM di bawah koordinasi

departemen ekonomi, perdagangan dan industri (METI) harus

merencanakan dan melaksanakan sebagian besar program UKM

dan juga menggabungkan program-program lain yang berhubungan

dengan pengembangan UKM dari badan atau institusi lainnya.

2. Dasar yang kedua mensyaratkan agar seluruh kebijakan lingkungan

pada kegiatan UKM di Jepang harus mempunyai kebijakan usaha

yang ramah lingkungan. Setiap kegiatan usaha yang berhubungan

dengan regulasi dan institusi harus dipertahankan oleh masing-

masing departemen, institusi, badan atau pemerintah daerah.

94 Model Vitalisasi Usaha Kecil Menengah di Berbagai Negara, (Models of Vitalizing Small- Medium Enterprises in Various Countries), Pusat Kajian Administrasi Internasional Lembaga Administrasi Negara, 2001, hal. 30. http://www.pkai.lan.go.id/ pdf/ Model_ Vitalisasi_ UKM_ Full% 20Report.pdf, diunduh 27 Desember 2012

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

96

Universitas Indonesia

Regulasi ini dapat direvisi dengan berkonsultasi kepada pemerintah

pusat.

3. Dasar yang ketiga mensyaratkan agar perubahan besar struktur

kebijakan pengembangan program berdasarkan dasar hukum UKM

yang diberlakukan pertama pada tahun 1963 dan sudah direvisi

pada tahun 1999.

b. Gambaran Program One Village One Product di Jepang

Pendekatan One Village One Product (OVOP) pertama kali

diinisiasi di Oita, Jepang. OVOP merupakan suatu pendekatan

pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan

produk yang mampu bersaing di pasar global, dengan tetap memiliki

ciri khas keunikan karakteristik dari daerah tersebut. Produk yang

dihasilkan adalah produk yang memanfaatkan sumber daya lokal, baik

sumber daya alam, maupun sumber daya manusia.95 Sebagai negara

yang memperkenalkan OVOP, pada dasarnya memiliki tujuan untuk

melakukan revitalisasi masyarakat desa melalui program OVOPnya.

Pemerintah Daerah setempat melihat potensi yang dimiliki oleh

daerahnya bekerjasama dengan komunitas setempat telah berhasil

melakukan pengembangan produk lokal yang memiliki kehususan

(produk khas).

Latar belakang dari program One Village One Product (OVOP)

di Jepang adalah mencegah depopulasi desa, mengurangi polusi urban

dan optimalisasi pasar domestik. 96 Prinsip dari pengembangan

program OVOP di Jepang itu sendiri melingkupi prinsip lokal

sekaligus global, usaha mandiri dengan inisiatif dan kreativitas, serta

pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Secara kelembagaan,

OVOP di Jepang memiliki sumber inisiatif dari masyarakat (bottom

95 Meirina Triharini, Dwinita Larasati & R. Susanto, Pendekatan One Village One Product (OVOP) untuk Mengembangkan Potensi Kerajinan Daerah Studi Kasus: Kerajinan Gerabah di Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, ITB J. Vis. Art & Des, Vol. 6, No. 1, 2012, 28-41, hal. 29. journal.itb.ac.id/download.php?file=D12004.pdf&id=1312...1 96 Kajian Sinergi OVOP dan SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM, ibid.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

97

Universitas Indonesia

up), sehingga tidak ada kelembagaan yang menangani pengembangan

OVOP secara khusus, Pemerintah hanya berperan sebagai sebagai

fasilitator dan motivator. Selain itu, pengembangan program One

Village One Product di Jepang tidak terlepas dari kunci sukses yang

berdampak pada keberhasilan program tersebut sampai saat ini. Kunci

sukses penerapan program OVOP di Jepang menerapkan hal-hal

sebagai berikut:97

1. Perubahan mindset penduduk: inisatif masyarakat dengan visi

pengembangan yang jelas, merangkul dan melibatkan pelaku

2. Mengenali harta lokal: mengangkat keunikan yang dimiliki

sehingga menjadi lebih dihargai baik secara domestik maupun

global;

3. Berkelanjutan menciptakan kekuatan: selalu mengupayakan

peningkatan kualitas dan melakukan penelitian yang mendukung;

4. Produk nilai tambah tinggi: pengembangan dan diversifikasi

produk melalui penelitian dan perbaikan metode/teknologi;

5. Mencari saluran pemasaran: membuka akses dan

pengembangan pasar di dalam maupun di luar negeri;

6. Pemberdayaan SDM: peningkatan kemampuan teknis dan

manajemen SDM dilakukan secara berkelanjutan;

7. Satu faktor tambahan yang juga merupakan hal yang penting

adalah: Penggerak OVOP: keberadaan key leader sebagai motor.

Selain kunci sukses dari pelaksanaan pengembangan program

OVOP di Jepang tersebut, pemerintah dan instansi terkait yang

mendukung program OVOP di Jepang terus berupaya melakukan

pengembangan dan kegiatan yang memberikan ruang gerak luas untuk

berbagai faktor pendukung, diantaranya:

1. Dukungan pemasaran: memberikan bantuan pendanaan

pembangunan tempat penjualan (Kanohana Garten);

97 Kajian Sinergi OVOP dan SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM, ibid.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

98

Universitas Indonesia

2. Dukungan pengembangan SDM: memberikan pendidikan dan

pelatihan sesuai dengan kebutuhan dari pelaksana OVOP di setiap

daerah di propinsi Oita;

3. Dukungan pengembangan produk: memberikan dukungan

penelitian-penelitian yang dapat meningkatkan kualitas dan mutu

produk (khususnya produk-produk hasil pertanian)

4. Dukungan infrastruktur: memberikan dukungan pada

pembangunan infrastruktur penunjang;

5. Dukungan motivasi: memberikan motivasi moral kepada

penggerak dan masyarakat yang mencoba mengimplementasikan

OVOP.

4.1.2.2. Thailand

a. Gambaran UKM di Thailand

Kementerian Industri Thailand membagi UKM menjadi 4

(empat) kategori yang terkait dengan jenis industrinya. UKM di

Thailand dapat didefinisikan berdasarkan jumlah pegawai dan jumlah

modal tetap (fixed assets) UKM. Karakteristik definisi ini dapat

dipetakan seperti yang tertera dalam tabel berikut ini yaitu:98

98 Small and Medium Enterprise Development Policies in Thailand, makalah, hal. 161, http://www.smrj.go.jp/keiei/dbps_data/_material_/common/chushou/b_keiei/keieikokusai/pdf/SME_in_ASEAN_E2_0803.pdf

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

99

Universitas Indonesia

Tabel 4.1. Definisi UKM di Thailand

Industry Small Enterprise Medium Enterprise

Industri

Manufaktur

(Manufacturing

Industry)

Enterprise which

corresponds to any of the

following; with

employees of up to 50 or

with assets of up to 50

million bahts.

Enterprise which

corresponds to any of the

following; with 51-200

employees or with assets of

no less than 50 million

bahts and up to 200 million

bahts.

Industri

Perdagangan

Skala Besar

(Wholesale

Industry)

Enterprise which

corresponds to any of the

following; with

employees of up to 25or

with assets of up to 50

million bahts.

Enterprise which

corresponds to any of the

following; with 26-200

employees or with assets of

no less than 50 million

bahts and up to 100 million

bahts.

Industri

Perdagangan

Skala Kecil

(Retailing

Industry)

Enterprise which

corresponds to any of the

following; with

employees of up to15 or

with assets of up to 30

million bahts.

Enterprise which

corresponds to any of the

following; with 16-150

employees or with assets of

no less than 30 million

bahts and up to 60 million

bahts.

Industri Jasa

(Service

Industry)

Enterprise which

corresponds to any of the

following; with

employees of up to 50 or

with assets of up to 50

million bahts.

Enterprise which

corresponds to any of the

following; with 51-200

employees or with assets of

no less than 50 million

bahts and up to 200 million

bahts.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

100

Universitas Indonesia

Dari tabel pemetaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

UKM adalah usaha yang dilakukan oleh pengusaha pada sektor

tertentu yang memiliki jumlah pegawai tertentu dengan jumlah modal

tetap yang tertentu pula. UKM di Thailand dapat didefinisikan

berdasarkan jumlah pegawai dan jumlah modal tetap (fixed assets)

UKM. Kerajaan Thailand yang juga dilanda krisis pada tahun 1997

berhasil keluar dari krisis moneter yang berkepanjangan. Pulihnya

Thailand dari krisis yang berkepanjangan disebabkan salah satunya

adalah kuatnya peran UKM dalam meningkatkan perekonomian

Thailand.

Peran UKM di Thailand amatlah penting karena sebagian

pendapatan negara didapat dari UKM. Thailand mendapatkan

penambahan nilai ekspor UKM dari beberapa sektor seperti tekstil dan

garmen, keramik, batu-batuan dan perhiasan, industri pertanian,

industri furnitur kayu, dan produksi kulit. Selain itu peningkatan

ekspor UKM juga didapat dari industri pendukung, seperti industri

besi, industri otomobil dan bagiannya, komponen listrik dan barang

elektronik serta packaging (pengepakan barang).99

Peran UKM di Thailand sangat vital bagi peningkatan

pertumbuhan perekonomian nasional dan juga merupakan salah satu

faktor pengungkit bangkitnya Thailand dari krisis moneter.

Pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan yang mendukung upaya

peningkatan produktifitas dan efektifitas UKM, seperti ditetapkannya

UU Promosi UKM, UU Small Industries Finance Corporations.

Pemerintah juga melakukan berbagai upaya untuk mendukung

peningkatan pengembangan UKM terutama dalam pendanaan UKM.

Upaya yang dilakukan meliputi fasilitasi akses UKM dalam pasar

internasional, penetapan SME Equity Fund, dan memberikan modal

99 Model Vitalisasi Usaha Kecil Menengah di Berbagai Negara, (Models of Vitalizing Small- Medium Enterprises in Various Countries), Op Cit..

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

101

Universitas Indonesia

ventura pada UKM. Peran pemerintah Thailand adalah sebagai

fasilitator dalam rangka pengembangan UKM.

b. Gambaran Program One Village One Product di Thailand

Negara ini mengadopsi program OVOP Jepang dan lebih

dikenal dengan One Tambon One Product (OTOP), pada dasarnya

memiliki tujuan untuk membangun perekonomian lokal sebagai

bagian dari restrukturisasi ekonomi nasionalnya. Yang menjadi

perbedaan dengan Jepang adalah bahwa di Thailand dilakukan

dikoordinir oleh Pemerintah Pusat dan tidak harus bekerjasama

dengan komunitas tertentu. Hal ini sama dengan yang terjadi dalam

OVOP yang dikembangkan di Kamboja.

Latar belakang dari dikembangkannya program OTOP di

Thailand adalah upaya untuk pengembangan ekonomi lokal sebagai

bagian dari Restrukturisasi Ekonomi Nasional. Secara kelembagaan,

program ini dikoordinasikan secara sentral oleh Pemerintah Pusat

melalui OTOP National Administrative Committee, melalui

pengembangan konsep Top Down yang kuat. Pengembangan program

OTOP di Thailand sendiri menggunakan prinsip Pengembangan

Sumber Daya Manusia, Kemandirian dan Kreativitas serta Lokal

tetapi Global. Dalam pengembangannya, program OTOP di Thailand

memiliki kunci sukses dalam penerapannya sampai saat ini. Adapun

kunci sukses tersebut adalah:

1. Keunikan produk, menggunakan falsafah lokal dan atau material

lokal, disertai dengan standarisasi dan sistem manajemen;

2. Dukungan pimpinan tertinggi pemerintahan Thailand terhadap

program-program pengembangan OTOP;

3. Akumulasi pengetahuan dan pasar, melalui terciptanya

jaringan produsen-produsen OTOP yang membuat produk-produk

yang sama;

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

102

Universitas Indonesia

4. Koordinasi yang kuat diantara produsen OTOP dengan

instansi pemerintah, khususnya pemerintah daerah tingkat povinsi;

5. Integrasi tugas-tugas diantara kementerian yang terlibat berjalan

dengan baik;

6. Penetrasi pasar yang baik melalui program pemasaran yang

terencana dan terintegrasi di setiap tingkatan wilayah target pasar.

Untuk terus mengembangkan program OTOP tersebut,

pemerintah Thailand mengupayakan kegiatan penunjang program

pengembangan OTOP dengan kegiatan yang difokuskan pada:

1. Dukungan Kelembagaan Pemerintah dalam melaksanakan

program OTOP;

2. Dukungan pelaksanaan seleksi local identity;

3. Peningkatan Pengetahuan dan Kompetensi: Program “SMART

OTOP”;

4. Peningkatan Kualitas Produk dan Standarisasi Produk: OTOP

Product Champion (OPC);

5. Promosi: OTOP City, Trade Fair dan Pameran OTOP;

6. Kolaborasi Internasional.

4.1.2.3. Kamboja

a. Gambaran UKM di Kamboja

UKM di Kamboja telah memberikan kontribusi yang tinggi

terutama dalam pada pengembangan sektor privat maupun terhadap

pengembangan perekonomian Kamboja itu sendiri sejak awal tahun

1990an. Kementerian Industri, Pertambangan dan Energi atau yang

disebut Ministry of Industry, Mines and Energy (MIME) di Kamboja

telah memetakan sektor industri manufaktur di Kamboja dibagi

kedalam 4 (empat) segmen, yaitu:100

100 Meas, Wat Ho, Characteristics of Small and Medium Enterprises in Cambodia: Case study of rice milling enterprises, makalah, Hokkaido University, hal. 5.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

103

Universitas Indonesia

Tabel 4.2. Pembagian UKM di Kamboja

Kategori Pekerja Modal

micro

enterprises

(MEs)

Kurang dari 10 orang Modal awal kurang dari

USD 10.000

small

enterprises

(SEs)

10 – 49 orang Modal awal antara USD

10.000 – USD 199.000

medium

enterprises

(MEs)

50 – 199 orang Modal awal antara USD

200.000 – kurang dari USD

1.000.000

large

enterprises

(LEs)

Lebih atau sama

dengan 200 orang

Modal awal lebih dari USD

1.000.000

Pada tahun 2004, pemerintah Kamboja membentuk SME Sub-

Committee dan SME Development Framework. Tujuan dari

pembentukan framework tersebut adalah untuk mengidentifikasi

hambatan yang ada serta pengenalan terhadap isu-isu spesifik untuk

mendukung pengembangan UKM di Kamboja. Terdapat 3 (tiga)

hambatan utama UKM di Kamboja, yaitu lemahnya regulasi yang

mengatur UKM dan kerangka hukumnya, akses terbatas bagi UKM

untuk bantuan keuangan, serta minimnya dukungan terhadap kegiatan

UKM.101 Setelah krisis keuangan yang terjadi selama periode 2008 –

2009, terdapat tantangan yang harus dihadapi oleh UKM di Kamboja,

yaitu:102

101 Peter Baily, Cambodian Small and Medium Sized: Enterprises: Constraints, Policies and Proposals for Their Development, makalah, hal. 1. 102 IFC Advisory Services in East Asia and the Pacific, Understanding Cambodian Small and Medium Enterprise Needs for Financial Services and Products, Cambodia Agribusiness Series - No. 2, November 2010, hal. 4.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

104

Universitas Indonesia

1. Keadilan yang merata bagi UKM.

UKM terdaftar dan yang tidak terdaftar sama-sama bersaing untuk

pelanggan yang sama. Terdapat beberapa UKM yang terdaftar dan

mematuhi hukum, serta adanya UKM yang menyediakan produk

dan jasa yang sama namun tidak sesuai dengan hukum, dan mereka

dapat menikmati keuntungan. Untuk memastikan kepatuhan

terhadap hukum dan mendorong pengusaha untuk memformalkan

usaha mereka, prosedur pendaftaran untuk UKM perlu

dirampingkan.

2. Produksi yang rendah

Dalam hal persaingan yang adil di pasar global, UKM di Kamboja

dirugikan oleh tingkat produktivitas yang lebih rendah

dibandingkan dengan negara tetangga (seperti Thailand dan

Vietnam) dan negara-negara lain dengan populasi yang jauh lebih

besar seperti Bangladesh, Cina, India dan Pakistan. Sebuah studi

Bank Dunia tahun 2004 menunjukkan bahwa faktor produktivitas

total UKM di Kamboja adalah 18% lebih rendah dibandingkan

dengan India dan 24% lebih rendah dari China. Hal ini menjadi

sebuah hambatan. Maka untuk pengembangan UKM yang secara

keseluruhan untuk mengatasi tingkat produktivitas rendah tersebut,

dibukakan akses ke pelatihan yang sesuai dengan jasa profesional

yang diberikan oleh sektor publik atau swasta. Hal ini penting

untuk memastikan sektor UKM menjadi kompetitif.

3. Kurangnya akses terhadap informasi konsumen dan pasar

UKM tidak memiliki akses ke informasi tentang pasar. Sebagian

besar UKM beroperasi hanya di provinsi-provinsi di mana mereka

berada. Sangat sedikit memiliki peluang untuk masuk ke pasar

internasional untuk produk mereka. Untuk memastikan bahwa

UKM dapat bersaing di pasar global dan berkontribusi lebih

banyak untuk penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi,

mereka memerlukan akses ke informasi, teknologi dan layanan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

105

Universitas Indonesia

yang akan memungkinkan mereka untuk memperluas basis

pelanggan mereka, baik di dalam Kamboja maupun secara global.

b. Gambaran One Village One Product di Kamboja

Pengembangan program OVOP di Kamboja bertujuan untuk

memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi pedesaan dan

pengentasan kemiskinan. Latar belakang dari program pengembangan

OVOP di Kamboja adalah pengembangan ekonomi lokal untuk

mencegah depopulasi dan pencari kerja di wilayah urban serta

mengoptimalkan ekspor. Secara kelembagaan, program

pengembangan OVOP di Kamboja dikoordinasikan secara sentral oleh

Pemerintah Pusat melalui Komite Nasional OVOP, yang dipimpin

langsung oleh Perdana Menteri. Dalam pengembangannya, program

OVOP di Kamboja memiliki kunci sukses tersendiri. Kunci sukses

tersebut adalah:

1. Modal dasar keahlian penduduk yang tinggi dalam penciptaan

produk-produk, khususnya kerajinan;

2. Dukungan pimpinan tertinggi pemerintahan Kamboja terhadap

program-program pengembangan OVOP;

3. Dukungan finansial dari Pemerintah Jepang untuk menginisiasi

program OVOP Kamboja;

4. Kelembagaan pemerintah yang kuat dalam pengembangan

OVOP;

5. Program pemberdayaan yang berhasil meningkatkan

kepercayaan diri penduduk desa untuk berusaha dan menciptakan

produk-produk unggul;

6. Akses pasar yang semakin baik, melalui program pemasaran

yang terencana dan berkesinambungan dalam kerangka Gerakan

One Province One Product, One Community One Product.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 122: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

106

Universitas Indonesia

Sedangkan untuk program kegiatan yang mendukung

pengembangan program OVOP di Kamboja dilaksanakan dengan

fokus terhadap:

1. Dukungan Studi, menentukan produk-produk unggulan local;

2. Dukungan Promosi, melalui pembukaan akses pasar usaha

OVOP ke perusahaan swasta, pengusaha, pemilik peternakan,

negara dan perusahaan swasta, hotel, restoran, resor dan pemasok

di provinsi dan kota;

3. Insentif bagi produsen seperti akses pasar, memberikan kredit,

transfer teknologi, dan menawarkan benih serta bahan baku;

4. Fasilitasi pembentukan Koperasi Petani untuk menjamin harga

produk;

5. Dukungan alat-alat produksi yang sesuai dengan situasi nyata

di lingkungan desa dan sesuai dengan permintaan pasar;

6. Dukungan peningkatan keterampilan manajemen dan

pengembangan sumber daya manusia.

Secara garis besar pengembangan OVOP di beberapa Negara Asia

dapat dilihat pada tabel berikut ini:103

103 Tim Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, Kajian Sinergi OVOP Dan SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM, Presentasi, Kementerian Perdagangan, Op Cit.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 123: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

107

Universitas Indonesia

Tabel 4.3. Perkembangan OVOP di Beberapa Negara Asia

Faktor OVOP Jepang (Oita) OTOP Thailand OVOP Kamboja

Tujuan Dasar Revitalisasi Masyarakat Desa

Pembangunan ekonomi lokal sebagai bagian dari restrukturisasi ekonomi nasional

Memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi pedesaan dan pengentasan kemiskinan.

Inisiator Pemerintah Daerah Pemerintah Pusat (Komite Admistratif Nasional OTOP)

Perdana Menteri & Wakil melalui Komite Nasional OVOP

Pendekatan Implementasi

Bottom - up Top – Down Top - Down

Kriteria/Syarat Usaha OVOP

Produk /komoditas lokal yang khas, yang merupakan inisiatif masyarakat,

Menetapkan persyaratan bagi usaha OVOP(kualitas, pemasaran, dll) untuk menentukan positioning produk OVOP

Kelembagaan Pemerintah Dikordinasi

Pemerintah Daerah Dikordinasi Pemerintah Pusat

Dikordinasi Pemerintah Pusat

Usaha/Bisnis Berbasis komunitas Tidak harus komunitas (petani, Grup UMKM, Perusahaan swasta)

Tidak selalu komunitas

Jumlah Usaha OVOP

Thn 2003 :16.808 produsen, 2004 : 27.889 produsen

Lokasi Usaha OVOP

11 kota dan 47 desa : Desa Oyama, Desa Yufuin, Pulau Himeshima, Desa Miyanaura, Kagoshima, Kumamoto dan Oita

Seluruh wilayah Thailand

Jenis Produk Utama

Plum, Kastanye, Udang Himeshima, Ikan kering, Baso Ikan, Telur ikan, Shochu Gandum Oita

Makanan; Kain, Tekstil, Pakaian; Kerajinan Tangan; Souvenir; Minuman; Hiasan; Tanaman Obat/rempah

Souvenir (tas sutra, tatami, ginseng wine, red wine, palm wine, bunga, souvernir batu & kayu); Buah; Sayuran

Produksi Program “SMART OTOP

Berbasis “One Province One Product”

Pemasaran OTOP City, Trade Fair dan Pameran OTOP, Kolaborasi

Pemasaran: berbasis One Workshop One Product

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 124: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

108

Universitas Indonesia

Faktor OVOP Jepang (Oita) OTOP Thailand OVOP Kamboja

Internasional

Standar & Kualitas

OTOP Product Champion (OPC)

diupayakan oleh komunitas lokal, terhadap usaha-usaha OVOP yang ada di wilayahnya

Fasilitasi Pemerintah Pelatihan Mengembangkan

semacam pondok belajar (bernama Toyo-no-kuni juku) di 12 tempat di Propinsi Oita, untuk menyebar pikiran pokok OVOP. Saat ini sekitar 1.500 orang lulusan pondok

Smart OTOP: pelatihan bisnis untuk meningkatkan pengetahuan dasar berbisnis seperti: manajemen, akuntansi, keuangan, pemasaran, pengembangan produksi.

Pembiayaan Bank khusus untuk pembiayaan usaha OTOP

Pemasaran/Promosi

Konohana Garten: menjadi one stop shopping produk OVOP

“OTOP City”, trade fair dan pameran OTOP

Pendampingan Pelaku usaha dapat meminta pendampingan kepada pemerintah

Dukungan Kebijakan OVOP

Roadmap OTOP

4.1.3. Perkembangan dan Pemanfaatan Program One Village One

Product (OVOP) di Indonesia

OVOP di Indonesia umumnya adalah UKM yang konsisten

menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan BUMN (Badan Usaha

Milik Negara) dan terus mendapat bimbingan serta aneka bantuan dari

pemerintah. Hal ini berkaitan demgan produk yang dihasilkan mewakili

identitas daerah bahkan negara. Dimana produk-produknya mencerminkan

keunikan suatu daerah atau desa. Dengan keunggulan yang dimiliki, maka

produk tersebut dapat meningkatkan pendaptan bagi daerahnya, melalui

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 125: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

109

Universitas Indonesia

kunjungan turis, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan

ketrampilan SDM. Di Indonesia terdapat sekitar 74.000 desa yang

memiliki keunikan atau ciri khas. Dimana mayoritas atau sekitar 65%

penduduknya masih tergolong miskin, berpendapatan rendah. Dan

mayoritas desa-desa tersebut eksis disektor pertanian atau agrikultur.

Dengan kultur tersebut, sangat potensial dikembangkan OVOP.

OVOP merupakan pendekatan pengembangan produk unggulan

daerah untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam wadah koperasi

atau UKM. Program OVOP ini dalam rangka pelaksanaan Instruksi

presiden No 6 Tahun 2007, tanggal 8 Juni 2007 tentang Percepatan Sektor

Riil dan Pembangunan usaha Mikro Kecil dan menengah. Melalui program

ini setiap daerah akan memiliki produk unggulan yang bisa dipasarkan

baik di pasar domestik maupun internasional, sehingga bisa meningkatkan

pertumbuhan ekonomi nasional.

Bagi Indonesia, OVOP berarti satu desa satu produk yang bersifat

unggulan. Satu produk merujuk pada pendekatan pengembangan potensi

daerah di satu wilayah tertentu, pengertian desa juga bisa diperluas

menjadi kecamatan atau kabupaten/kota. Tujuan utama hadirnya OVOP

dalam rangka menggali, mengembangkan dan mempromosikan produk-

produk inovatif dan kreatif yang berasal dari daerah yang bersangkutan

bersifat unik, khas dan memiliki ciri tertentu agar lebih bernilai tinggi.

Sehingga diharapkan mampu mengurangi kemiskinan secara massif.

Indonesia mulai merealisasikan gerakan OVOP tahun 2008

berkolaborasi dengan melibatkan banyak stakeholder. Usulan daerah yang

ingin mengembangkan OVOP dilakukan secara bottom up yang kemudian

dilakukan seleksi dengan kriteria keunikan khas budaya dan originalitas,

mutu dan tampilan produk, potensi pasar yang terbuka di dalam dan di luar

negeri, kontinuitas dan konsistensi produksi yang didukung sumber daya

lokal. Dengan sentuhan trend warna, tekstur dan material yang menjadi

trend masa depan, produk lokal ini menjadi relevan dengan tampilan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 126: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

110

Universitas Indonesia

kontemporer tanpa menghilangkan cita rasa lokal. Ini adalah yang disebut

sebagai proses decoding. Para kreator produk diajak untuk memahami

trend, untuk kemudian mentransformasi desain produk dengan

mengombinasikan sentuhan trend baru ini.

OVOP merupakan pendekatan pengembangan produk unggulan

daerah untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam wadah koperasi

atau UKM. Prinsip dasar One Village One Product adalah dimana

masyarakat desa/daerah mampu mencari dan menggali komoditas/produk

yang bisa menjadi unggulan secara berkesinambungan. Kriteria yang

diperlukan dalam mengidentifikasi produk unggulan tersebut sebagai

produk OVOP adalah sebagai berikut:104

1. Merupakan produk unggulan desa/daerah atau kompetensi inti dan

telah dikembangkan secara turun-temurun.

2. Merupakan komoditas/produk khas dan unik dari desa/daerah

setempat.

3. Berbasis pada sumberdaya alam (SDA) setempat/lokal.

4. Memiliki tampilan dan kualitas produk yang baik.

5. Memiliki peluang pasar yang luas secara domestik maupun

internasional.

6. Memiliki nilai tambah produk yang tinggi.

7. Dapat menjadi penghela bagi ekonomi lokal/setempat

Adapun yang menjadi prinsip dasar OVOP dapat dilihat pada

kriteria sebagai berikut:

1. PRODUKSI LOKAL NAMUN BERSIFAT GLOBAL (Local yet

global)

Mengupayakan potensi lokal untuk mencapai reputasi global, dengan

merevitalisasi tiap daerah untuk mengembangkan potensi sumber daya

dan memacu menghasilkan kreasi dalam bentuk produk yang spesial/

unik, perpaduan dengan potensi kearifan dan budaya lokal, bernilai

104 http://OVOP.or.id

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 127: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

111

Universitas Indonesia

tambah tinggi, bernuansa standar pasar internasional, dan tetap

menjaga kelestarian lingkungan. Produk OVOP dapat dipasarkan

secara internasional, namun tetap disukai di pasar lokal.

2. KEMANDIRIAN DAN KREATIVITAS (Self reliance and

creativity)

Penggerak utama yang menjadi kekuatan gerakan OVOP adalah

masyarakat sendiri. Menggerakkan peran masyarakat dengan

kreativitas, inovasi, ketekunan, dan potensi sumber daya. Pengetahuan

masyarakat itu sendiri merupakan salah satu prinsip dasar gerakan

OVOP. Masyarakat yang menentukan produk yang dipilih yang

memiliki spesialitas/keunikan nyata.

3. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (Human

resource development)

Pengembangan SDM masyarakat lokal merupakan prinsip yang sangat

penting dalam gerakan OVOP. Masyarakat harus mempunyai motivasi

tinggi untuk mentransformasikan tantangan menjadi peluang, tidak

menyerah dalam pencarian, tidak pernah menderita oleh kegagalan,

tetapi secara terus menerus berupaya menghadapi perubahan.

4.1.4. Sasaran Gerakan OVOP

Gerakan OVOP dalam pengembangannya memiliki sasaran sebagai

berikut:

1. Penciptaan lapangan kerja dan pendapatan untuk penduduk dan

masyarakat lokal;

2. Penguatan kemampuan kemandirian masyarakat lokal, dalam

pembangunan ekonomi masyarakatnya;

3. Pengembangan pengetahuan tradisional, sumber daya lokal dan

pengoptimalan pemanfaatan SDM lokal;

4. Pengembangan SDM melalui pengembangan kemampuan,

keterampilan dan pengetahuan;

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 128: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

112

Universitas Indonesia

5. Pengembangan untuk memotivasi kreativitas dan inovasi masyarakat

lokal, khususnya dalam pengembangan produk lokal yang dipadu

dengan keunikan tradisi, kearifan dan budaya lokal.

4.2. Merek Kolektif Sebagai Sarana Pengembangan Produk UKM dalam

Program One Village One Product (OVOP)

4.2.1. Penerapan dan Upaya Perlindungan Hukum terhadap Merek

Kolektif pada Produk UKM

Terinspirasi dengan model OVOP, terdapat suatu rekomendasi

mengenai penerapan pembangunan “branding produk lokal” yang disebut

SAKASAME (Satu Kabupaten Satu Merek). Dalam implementasi model

ini, suatu daerah dapat distimulasi untuk mengembangkan satu merek

bersama (merek kolektif yang dimungkinkan oleh UU Merek No.15 tahun

2001). Merek kolektif tersebut diciptakan, didaftarkan, dikembangkan, dan

dikelola oleh suatu lembaga di daerah. Untuk kepentingan profesionalisme

wirausaha, lembaga tersebut sebaiknya dikelola oleh asosiasi usaha di

daerah atau oleh unit usaha koperasi pemasaran.

Setiap unit usaha kecil atau menengah (UKM) dimungkinkan

meminta izin dari pemegang merek untuk menggunakan merek kolektif

tersebut. Sebagai imbalannya, UKM dikenakan biaya bersama (sharing

cost) untuk membiayai manajemen merek. Biaya bersama tersebut harus

cukup terjangkau dan tidak terlalu membebankan para pelaku usaha.

Upaya ini dipandang perlu mengingat cukup banyak UKM-UKM kreatif di

daerah yang telah mampu memproduksi produk dengan kualitas baik,

bahkan unggulan, namun tidak mampu memasarkan produknya dengan

nilai tambah yang tinggi.

Sebagian besar UKM di Indonesia masih banyak menemui

berbagai macam kendala dalam pengembangan produknya, baik produk

baru yang diproduksi tanpa merek maupun produk yang diproduksi sudah

menggunakan merek. Sebagian besar pelaku industri makanan dan

minuman di Indonesia berperan sebagai : (1) pemasok komoditas (industri

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 129: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

113

Universitas Indonesia

hulu dan memperdagangkan barang-barang tidak bermerek), (2) penjual

produk (menjual produk dengan identitas yang mirip tetapi aktivitasnya

hanya sampai distribusi saja), dan (3) pemasar merek semu (membangun

dan menjual merek melalui promosi dan distribusi tetapi memiliki

keterbatasan modal untuk bersaing dengan merek yang mapan).

Ketiga kondisi ini menyebabkan kurangnya daya saing dan daya

jual produk-produk lokal di pasar global, padahal produk makanan dan

minuman lokal daerah asli Indonesia banyak digemari oleh konsumen

asing. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh beberapa “produsen” bangsa

asing untuk mengatas namakan produk Indonesia sebagai produk mereka,

kejadian ini tentu sangat merugikan produsen lokal. Untuk menghadapai

permasalahan tersebut, maka diperlukan upaya dan perlindungan yang

terpadu dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan produk

makanan dan minuman daerah asli Indonesia, khususnya produk yang

dibuat oleh UKM.

Permasalahan yang umum dialami oleh UKM Indonesia adalah

kendala biaya pendaftaran merek yang masih dianggap mahal bila mereka

hendak mendaftarkan mereknya sendiri, serta banyaknya merek yang

hampir sama sebagai bentuk persaingan usaha antar UKM. Beberapa

UKM yang sudah berhasil memperoleh omset yang cukup besar untuk

produksinya memiliki kecenderungan untuk membuatkan merek khusus

untuk produknya. Pembuatan merek tersebut diharapkan dapat

meningkatkan minat beli dan harga jual.

Saat ini masih banyak pelaku usaha, khususnya UKM, yang belum

menyadari peran merek. Di antara pelaku usaha UKM yang sudah

menyadari peranan merek, ternyata relatif masih banyak yang belum

mampu melakukannya sendiri. Kesadaran pengusaha industri kecil dan

Menengah untuk melindungi merek dagangnya dengan mendaftarkan diri

ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Kementerian Hukum dan

HAM masih sangat rendah. sedikitnya jumlah UKM yang mendaftarkan

merek dagang disebabkan antara lain karena keterbatasan biaya. Para

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 130: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

114

Universitas Indonesia

UKM yang memiliki modal terbatas cenderung memilih memfokuskan

pengeluaran pada produksi. Selain itu rendahnya tingkat pencatatan merek

dagang di dalam negeri disebabkan banyak pengusaha yang tak gunakan

merek orisinil. Beberapa produk UKM yang sudah memiliki merek yang

dikenal sebagai contoh Dagadu di DIY, Joger di Bali dan Kartika Sari di

Bandung.

Perlindungan hukum merek yang ditujukan untuk UKM terlebih

dahulu harus melihat apakah merek dari produk UKM tersebut telah

didaftarkan atau belum. Merek baru memiliki kekuatan hukum setelah

didaftarkan ke Ditjen HKI dan kemudian kembali dicatat di klinik HKI

Ditjen IKM Kementerian Perindustrian. Dengan telah diaftarkan merek

tersebut, maka sengketa merek bisa dihindarkan, sehingga UKM dapat

memperoleh perlindungan hukum terhadap merek yang digunakannya

karena memiliki bukti mengenai hak milik mereknya.

Pengusaha UKM yang hendak mendaftarkan mereknya umumnya

terbentur masalah mahalnya biaya pendaftaran merek. Sebagai solusi

untuk masalah ini adalah pengusaha UKM dapat menggunakan merek

bersama (merek kolektif) sebagai jalan keluar dalam memperoleh nama

bagi produknya serta kemudahan dalam pendaftaran merek. Penggunaan

merek kolektif dapat lebih mempermudah UKM dan tentunya dapat

digunakan sebagai sarana pembangunan produk lokalnya. Untuk

prndaftaran merek oleh UKM secara umum dibantu oleh Dinas

Perindustrian dan Perdagangan atau instansi terkait untuk memudahkan

UKM. Prosesnya secara umum adalah :

1. Menyelenggarakan sosialisasi/forum fasilitasi pendaftaran merek

dengan UKM

2. Melakukan inventarisasi persyaratan permohonan pendaftaran merek;

3. Melakukan review atas pemenuhan persyaratan permohonan

pendaftaran merek;

4. Mengajukan permohonan merek ke Direktorat Jenderal HKI RI;

5. Monitoring proses pendaftaran merek di Direktorat Jenderal HKI; dan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 131: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

115

Universitas Indonesia

6. Penyerahan sertifikat merek kepada UKM terkait.

Langkah-langkah tersebut juga dilaksanakan oleh Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah dalam menghimpun

pendaftaran merek untuk UKM. Selain itu, Disperindag Propinsi Jawa

Tengah juga bekerjasama dengan Universitas/Perguruan Tinggi yang

memiliki fasilitas penunjang HKI.

4.2.1.1. Perkembangan HKI dan program One Village One Product

di Propinsi Jawa Tengah

Dari hasil surey dan wawancara dengan pihak Dinas Perindustrian

dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, 105 diketahui bahwa Program

OVOP di Jawa Tengah saat ini sedang dalam tahapan untuk

mengidentifikasi OVOP yang sesuai dengan kriteria OVOP itu sendiri.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah mengadakan

identifiasi OVOP dan meminta masing-masing Kabupaten/Kota untuk

dapat mengirimkan usulan komoditi apa yang dapat dijadikan sebagai

komoditi OVOP. Namun kendala yang dihadapi adalah sampai saat ini

masih sedikit informasi yang masuk dari masing-masing Kabupaten/Kota.

Untuk pengembangan program OVOP bagi UKM di Jawa Tengah sendiri

pada akhirnya program OVOP tersebut akan menunggu kesediaan dari

masing-masing UKM apakah mereka mau dijadikan sebagai OVOP atau

tidak.

Sedangkan untuk isu permasalahan seputar HKI, kendala yang

dihadapi terutama untuk UKM adalah mahalnya biaya pendaftaran HKI,

masalah sertifikasi, keterbatasan Sumber Daya Manusia, dan sebagainya.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah melakukan

program untuk pengembangan UKM antara lain dengan cara memfasilitasi

untuk pendaftaran HKI, sosialisasi mengenai HKI, Focus Group

Discussion (FGD) mengenai HKI, serta pengiriman perwakilan UKM

untuk mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri. 105 Hasil wawancara dengan Bapak Soehartono, Ibu Azizah dan Bapak Prakoso, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Propinsi Jawa Tengah.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 132: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

116

Universitas Indonesia

Dinas Perindustrian dan Perdagangan telah melakukan sosialisasi

terkait dengan HKI. Sosialisasi yang dilakukan terkait dengan HKI

diantaranya yaitu mengenai Hak Cipta, Merek termasuk merek kolektif.

Dalam melaksanakan sosialisasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan

bekerjasama dengan akademisi, dalam hal ini Universitas Diponegoro

yang sudah terbentuk Klinik HKI-nya. Sedangkan untuk UKM yang

tersebar di Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi

Jawa Tengah bekerjasama dengan Direktorat Jenderal HKI memberikan

sosialisasi mengenai merek untuk peningkatan daya saing produk UKM.

Sebagai langkah tindaklanjut setelah tersosialisasikannya HKI

kepada UKM di Jawa Tengah tersebut adalah melakukan pendataan

mengenai UKM mana saja yang belum mendaftar HKI yang untuk

selanjutnya diminta untuk mengajukan pendaftarannya. Data awal

sementara yang diperoleh berasal dari UKM yang mengikuti sosialisasi

tersebut. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah

mengupayakan untuk segera mengumpulkan data UKM sesaat setelah

sosialisasi, yang merupakan usaha untuk dapat mempercepat proses

pendataan dan pendaftaran produk UKM ke Direktorat Jenderal HKI,

Kementerian Hukum dan HAM.

Tujuan dari kegiatan tersebut secara sederhana adalah untuk

menjaga agar produk dari UKM tersebut tidak mudah untuk ditiru oleh

pihak/UKM lain. Dengan demikian sebagai langkah antisipasi dalam

rangka perlindungan hukum terhadap HKI bagi UKM, Dinas Perindustrian

dan Perdagangan melakukan kegiatan “jemput bola” untuk mempercepat

dan mempermudah pendaftaran HKI.

Langkah lainnya yang diambil oleh Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Provinsi Jawa Tengah dalam menyelesaikan permasalahan di

lapangan terkait dengan UKM adalah dengan menempatkan diri sebagai

mediator bagi UKM. Bila dalam prakteknya ditemukan suatu

permasalahan, maka langkah awal yang diberikan oleh Dinas Perindustrian

dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah adalah dengan mengusulkan bagi

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 133: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

117

Universitas Indonesia

UKM tersebut untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan (mediasi),

namun bila tetap tidak bisa menemukan penyelesaian, maka Dinas

Perindustrian dan Perdagangan yang akan turun tangan untuk membantu.

Sebagai gambaran, pada tahun 2003, telah dilaksanakan sosialisasi

HKI di beberapa UKM, termasuk didalamnya adalah sosialisasi mengenai

merek dan hak cipta. Kegiatan tersebut dilaksanakan bekerjasama dengan

Universitas Diponegoro, Jawa Tengah. Terpilihnya Universitas

Diponegoro, Jawa Tengah sebagai mitra kerja dikarenakan lembaga

tersebut telah memiliki klinik HKI sendiri. Kendala yang dihadapi dalam

rangka mensosialisaskan HKI tersebut pada saat itu adalah banyaknya

UKM yang menolak untuk didaftarakan HKI-nya karena rata-rata mereka

berpikiran bahwa untuk pendaftaran HKI dibutuhkan waktu yang lama

serta biaya yang mahal. Namun seiring dengan perkembangan informasi

dam pelayanan yang diberikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Propinsi Jawa Tengah, maka untuk saat ini kendala yang seperti itu sudah

berangsur-angsur hilang. Saat ini sudah banyak UKM yang sadar

mengenai pentingnya untuk mendaftarkan HKI mereka guna memperoleh

perlindungan hukum (sadar HKI). Sedangkan dalam periode 2004 sampai

dengan awal tahun 2012, telah banyak UKM di Jawa Tengah yang

mendaftarkan HKI untuk produknya.

Sebelumnya terdapat hal yang dikeluhkan UKM terkait dengan

lamanya proses pendaftaran HKI. Menurut informasi yang diterima

minimal 18 bulan dengan jumlah pendaftar minimal 500-600 pendaftar.

Bila terjadi overlapping pendaftaran dengan UKM yang lain, maka bisa

menunggu 9 bulan lagi untuk selesai. Dengan adanya proses yang lama

tersebut, UKM melaporkan permasalahan ini ke Dinas Perindustrian dan

Perdagangan untuk memperoleh solusi. Dari pihak Dinas diberikan solusi

awal bahwa khususnya untuk merek, UKM harus membuat ide sendiri dan

jangan meniru produk/UKM yang lain. Bila sudah memiliki merek/produk

yang akan didaftarkan, UKM bisa datang ke Dinas untuk dilakukan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 134: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

118

Universitas Indonesia

pengecekan apakah ada yang sama dengan produk/UKM lain atau tidak

(orisinil).

Beberapa permasalahan HKI yang telah ditangani oleh Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah sebagian besar

terkait masalah sengketa merek dagang antar UKM. Sebagai contoh kasus

sengketa HKI adalah yang terjadi pada produk UKM “Kecap Purwodadi”

dimana letak permasalahannya adalah saat terjadi perpecahana internal

dalam UKM tersebut, terjadi sengketa pemegang merek dagang “Kecap

Purwodadi”. Sewaktu diadakan sosialisasi HKI, pemilik UKM kecap tidak

hadir tetapi diwakilkan oleh karyawannya. Maka, saat dilakukan

pendaftaran HKI, yang mendaftarkan merek “Kecap Purwodadi” adalah

karyawan UKM tersebut. Masalah ini diselesaikan melalui mediasi yang

dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa

Tengah. Contoh lainnya adalah mengenai produk batik di Magelang, Jawa

Tengah. Produk batik yang dihasilkan mengalami sengketa merek, dimana

produk yang dihasilkan sama namun memiliki merek yang berbeda.

Pemegang merek yang telah terdaftar merasa dirugikan karena produknya

kalah bersaing dalam penjualan dengan produk yang sama namun dengan

merek yang belum terdaftar. Masalah ini masih dalam tahap musyawarah.

Kasus lainnya adalah mengenai kerajinan kuningan di Pati, Jawa Tengah.

Menurut informasi dari pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Propinsi Jawa Tengah, untuk kasus ini berawal dari orang dari luar daerah

Pati yang datang dan belajar kerajinan kuningan. Setelah mahir dan

kembali ke daerahnya, dia bisa memproduksi kerajinan tersebut lalu

memberi merek OVOP Pati. Kasus inipun masih dalam tahap pemeriksaan.

Kecenderungan UKM, khususnya di Jawa Tengah, adalah menjual

produknya dengan merek tiruan, dan bila sudah memiliki merek sendiri,

merek tersebut tidak didaftarkan. Khusus untuk merek kolektif, UKM di

Jawa Tengah belum banyak yang menghimpun merek kolektif untuk

didaftarkan. Umumnya mereka mendaftarkan sendiri mereknya. Terkait

hal ini, tingkat Kabupaten/Kota telah memiliki anggaran khusus untuk

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 135: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

119

Universitas Indonesia

merek kolektif UKM dan sudah mulai berjalan. Sedangkan untuk tingkat

Propinsi sudah mulai menghimpun merek kolektif sejak tahun 2009.

Langkah yang diambil oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam

melakukan sosialisasi HKI sekaligus melakukan pendaftaran HKI

dirasakan sangat membantu UKM yang tidak mampu. Pengurusan HKI

untuk UKM yang tidak mampu dilakukan secara bebas biaya (gratis), dan

kebanyakan untuk UKM yang memproduksi makanan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, terkait dengan

pengembangan program One Village One Product (OVOP) di Jawa

Tengah, diketahui bahwa OVOP Jawa Tengah sudah mulai berjalan seiring

dengan dikeluarkannya Instruksi Gubernur Jawa Tengah No. 518/23546

Tahun 2011 tentang Pengembangan Produk Unggulan Daerah Perdesaan

Melalui Pendekatan One Village One Product (OVOP) Berbasis Koperasi

di Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Instruksi Gubernur tersebut tingkat

Kabupaten/Kota sudah mengusulkan produk-produk yang akan dijadikan

OVOP, namun tidak semua produk sesuai dengan ketentuan OVOP. Hal

ini terkendala dengan belum adanya sosialisasi kriteria OVOP seperti apa

yang sesuai dengan kondisi Jawa Tengah. Berdasarkan hal tersebut

Kabupaten/Kota diminta untuk melakukan kembali melakukan

indentifikasi produk.

Sasaran OVOP Jawa Tengah yang akan dicapai mengadopsi dari

OVOP Jepang dan OTOP Thailand, dimana tidak ada pembatasan wilayah

dan pembinaannya lebih ke pelaku usaha. Sebagai contoh untuk produk

yang akan di-OVOP-an adalah tenun akar wangi untuk OVOP Pekalongan.

UKM diarahkan untuk memilih produk yang sesuai dengan kriteria OVOP,

yaitu dimana produk OVOP untuk pemasarannya berorientasi global,

maka dalam hal ini dilakukan pembinaan pasar dengan langkah

pendekatan pasar dan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM).

Langkah kedepannya sebagai tindak lanjut OVOP Jawa Tengah

akan dilakukan klasterisasi/klasifikasi UKM dengan menggunakan bintang.

Sebagai contoh untuk UKM dengan nilai bintang 1 dan bintang 2

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 136: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

120

Universitas Indonesia

pembinaan yang dilakukan untuk UKM hanya sebatas diklat, sedangkan

untuk bintang 3-5 pembinaan akan lebih fokus tidak hanya sebatas diklat

dan lebih ke pelaku usahanya yang memiliki kemampuan produksi dengan

kualitas lebih. Penentuan kriteria berdasarkan bintang tersebut dilihat dari

produk yang akan dijadikan OVOP memiliki dampak yang luas bagi

perekonomian, lapangan kerja dan memiliki prospek pasar global. Sebagai

contoh untuk batik Pekalongan. Batik Pekalongan merupakan OVOP,

namun tidak semua batik yang diproduksi dapat menjadi OVOP.

Fleksibilitas yang ditawarkan oleh Dinas kepada UKM terkait

OVOP adalah dengan melakukan bimbingan OVOP yang terdiri dari

bimbingan proses produksi, bahan baku, maupun lay out. Bila UKM tidak

menghendaki bimbingan tersebut, maka program OVOPnya tidak akan

dilanjutkan. Salah satu kriteria OVOP yang dimasukan dalam program

OVOP Jawa Tengah adalah ketersediaan bahan baku. Hal ini menjadi

penting karena terkait dengan kemampuan pelaku usaha dalam

memproduksi serta terkait dengan kualitas dan kuantitas produknya.

4.2.1.2. Produk Kerajinan Kayu di Yogyakarta

Program OVOP di Yogyakarta dimulai sejak tahun 2006 yang

merupakan proyek pertama sekaligus proyek percontohan untuk program

pengembangan OVOP di Indonesia. Proyek tersebut merupakan hasil

kerjasama antara Pemerintah Jepang melalui JETRO dengan Pemerintah

Daerah Propinsi DIY. Dipilihnya propinsi DIY sebagai proyek percontohan

OVOP oleh pihak Jepang dikarenakan adanya ketertarikan akan potensi

yang dimiliki oleh DIY terutama dalam hal pengembangan komoditi

kerajinan melalui sentra-sentra UKM yang terfokus pada beberapa

komoditi. Pemerintah Jepang memberikan support kepada UKM di DIY

melalui Pemda setempat untuk dapat melakukan pengembangan produk

seperti yang telah dilaksanakan di Jepang.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 137: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

121

Universitas Indonesia

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ronni Mohamad

Guritno, SH, Direktur Eksekutif Dekranasda DIY, konsep OVOP yang

diperkenalkan di DIY terdiri dari 2 (dua) fokus perhatian106, yaitu:

1. Fokus pertama:

a. Memperoleh bantuan tenaga ahli dari Jepang, dalam hal ini oleh

Japan External Trade Organization (JETRO), berupa tenaga ahli

dalam bidang desain.

b. Melakukan survey produk yang dapat dikembangkan dan

memliki daya jual di Jepang

c. Untuk produk kulit, furniture dan serat dilakukan pendesainan

ulang (re-design) dengan salah satu langkahnya adalah dengan

mengirim pengerajin lokal ke Jepang untuk mendapat pelatihan

intensif.

2. Fokus kedua: DIY digunakan sebagai pilot project oleh Jepang

dalam pengembangan OVOP. Sebagai pilot project, DIY diminta

untuk dapat mensosialisasikan OVOP ke daerah-daerah lain sebagai

proyek OVOP.

Saat ini Jepang merasa bahwa program OVOP DIY sudah berhasil,

sehingga tidak lagi mengirimkan tenaga ahlinya. Hal ini menjadi kendala

tersendiri sehingga dibutuhkan bantuan dari pemerintah untuk

pengembangan lebih lanjut. Potensi pengembangan OVOP di DIY sangat

besar, namun terkendala masalah anggaran yang terbatas. Saat ini

pengelola OVOP DIY dipegang oleh Jogja Exotic (JogjaTIC) 107 yang

melakukan pengelolaan OVOP serta melakukan pengolahan produk dan

kerjasama perdagangan dengan Jepang. OVOP DIY sendiri difokuskan

pada bidang kerajinan batik ramah lingkungan yang bekerjasama dengan

106 Hasil wawancara dengan Bapak Ronni Mohamad Guritno, SH, Direktur Eksekutif Dekranasda DIY 107 Produk yang dikembangkan berada dibawah pilot project yang diprakarsai JETRO untuk pengembagan One Village One Product (OVOP) di Jawa Tengah, khususnya DIY terutama setelah terjadinya bencana gempa bumi tahun 2006. Proyek tersebut mengatur kerjasama antara tenaga ahli JETRO dengan pengerajin lokal di DIY untuk membuat produk yang akan diekspor ker Jepang. http://www.jetro.go.jp/ ttpp/ EAN.CL01_EAN? d_mode = ndp&d_koryu = 0&d_kuni = 0&jetro_proj = 500000035&disp_proj = 500000035&start_line = 1, diunduh 20 Desember 2012

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 138: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

122

Universitas Indonesia

Jerman, bidang makanan yang fokus untuk masalah pengemasan

(packaging), bidang kerajinan furniture serta kerajinan kulit. Khusus untuk

kerajinan kulit ikan pari dilakukan re-design oleh Jepang. Rencana tindak

lanjut untuk OVOP DIY selanjutnya adalah dengan mengembangkan

OVOP yang ramah lingkungan dengan fokus pada ekologi. Saat ini telah

ada beberapa pengerajin yang membuat kerajinan berbasis teknologi ramah

lingkungan. Program ini dikoordinir oleh lembaga Jogja Eco Exotic.

OVOP DIY sendiri memiliki kekhususan yang berbeda dengan

konsep One Village One Product. Hal ini sengaja dibuat berbeda oleh

Jepang yang membina suatu komunitas untuk menghasilkan One Village

One Product. Di Yogyakarta OVOP dilakukan dengan pembinaan untuk 1

orang. Dari 1 orang yang telah dibina OVOP ini diharapkan dapat

membina yang lain. Selain itu, OVOP DIY lebih mengedepankan bahan

baku lokal, tenaga lokal dan pengolahan lokal. Namun dengan kondisi

alam dan setelah terjadi erupsi gunung Merapi, kendala bahan baku

menjadi permasalahan sendiri. Untuk itu Pemerintah Daerah melakukan

kerjasama pemenuhan bahan baku dengan daerah lain, khususnya untuk

pemenuhan bahan baku kerajinan berbahan dasar kayu.

Kelemahan OVOP DIY adalah ketersediaan anggaran yang

terbatas untuk pengembangan OVOP. Selain itu masih adanya praktek

penempelan label yang menyatakan bahwa produk dibuat di negara/kota

lain seperti berdasarkan temuan adanya produk kerajinan DIY yang

menempelkan label “made in Sabah” pada produk lokalnya. Produk yang

dihasilkan untuk OVOP DIY menggunakan merek Jogja TIK, namun bila

pelaku usaha/pengerajin akan menjual sendiri, mereka menggunakan

mereknya sendiri. Merek Jogja TIK sendiri telah memperoleh sertifikasi

dari JETRO, Jepang. Secara garis besar, belum maksimalnya OVOP DIY

dan keterbatasan anggaran merupakan kendala yang dihadapi. Untuk itu

dibutuhkan dukungan dari pemerintah untuk memfasilitasi.

Survey untuk mengetahui kondisi salah satu produk OVOP DIY

dilakukan di Sentra Kerajinan Batik Kayu di wilayah Krebet, Bantul,

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 139: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

123

Universitas Indonesia

Yogyakarta. Informasi diperoleh dari Bapak Riyadi, pemilik Ragiel

Handicraft 212.108 Sentra kerajinan kayu di Krebet memfokuskan diri pada

kerajinan batik kayu. Sentra ini memiliki 49 sanggar kerajinan batik kayu

yang bernaung dibawa Koperasi dan Paguyuban Pengerajin Kayu. Anggota

paguyuban pengerajin sudah menjadi anggota koperasi, dimana

pembentukan koperasi pada tahun 2004 dan menjadi status Badan Hukum

pada tahun 2008.

Permasalahan yang dihadapi di Sentra Krebet adalah sarana dan

prasarana yang belum memadai. Untuk menarik konsumen secara langsung

belum bisa maksimal karena lokasi sentra sendiri masih cukup sulit untuk

dicapai. Padahal sentra Krebet sebagai penghasil Batik Kayu sudah diakui

sebagai yang pertama di dunia Hal ini telah dialami selama survey, dimana

petunjuk arah menuju lokasi sentra sangat minim. Permasalahan lainnya

adalah untuk pembuatan dan pendaftaran merek yang terkendala masalah

belum cukupnya modal, keterbatasan SDM serta tanggung jawab yang

berat. Sampai saat ini, koperasi di sentra tersebut hanya mampu

menyediakan dana untuk bahan baku proses membatiknya saja, sedangkan

untuk membuat 1 pintu (OVOP) dibutuhkan dana yang lebih besar. Untuk

itu sangat dibutuhkan bantuan dari Pemerintah terkait permasalahan

tersebut.

4.2.1.3. Produk Bandeng Tanpa Duri di Kabupaten Kendal, Jawa

Tengah

Koperasi Masyarakat Industri Rakyat Karya Bersama (KOPMIR

KARSA) adalah suatu lembaga yang berbentuk Koperasi yang

menghimpun beberapa UKM yang memproduksi produk olahan makanan

berbahan dasar ikan bandeng.109 Koperasi ini telah berhasil memperoleh

sertifikat merek “Bandeng Kendal Bandeng Tanpa Duri” yang merupakan

merek kolektif. Merek “Bandeng Kedal Bandeng Tanpa Duri” dikeluarkan 108 Hasil wawancara dengan Bapak Riyadi, pemilik Ragiel Handicraft 212, Krebet, Desa Sendangsari, Pajangan, Bantul, DIY. 109 Hasil wawancara dengan Bapak H. Deddy Rosyidin, Ketua KOPMIR KARSA, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 140: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

124

Universitas Indonesia

sertfikatnya oleh Direktorat Jenderal HKI pada tanggal 31 Januari 2012

dan berjarak selama hampir 18 bulan sejak pendaftaran. Koperasi MIR

adalah kumpulan UKM sekabupaten Kendal, Jawa Tengah. UKM sengaja

dihimpun untuk menghasilkan 1 merek bandeng kendal sebagai produk

unggulannya. Dari sisi manajemen yang diberlakukan, KOPMIR KARSA

memfasilitasi masing-masing UKM untuk membuat produk olahan

bandeng yang berbeda. KOPMIR KARSA sendiri berperan sebagai pemilik

merek, penyedia bahan baku, pencipta spesifikasi produk dan penyedia

pasar, sedangkan dari segi produksi dibebankan pada UKM.

Alasan KOPMIR KARSA memilih menggunakan merek kolektif

karena untuk memberikan kemudahan bagi para UKM untuk berkembang.

Namun usaha tersebut masih terbentur kendala faktor indivisualisme UKM

yang bila dibawa untuk kebersamaan sebagian UKM masih sulit karena

masih mementingkan keuntungan individu. Masalah tersebut yang menjadi

salah satu penghambat kemajuan UKM yang tentunya berbeda dengan

perusahaan besar yang sudah memiliki satu manajemen yang bagus dan

satu merek. Karena tantangan tersebut maka KOPMIR mempelopori dan

berhasil sampai saat ini. Hasilnya yang bisa dinikmati adalah produksi

yang lebih efisien serta pemasaran lebih terfokus dengan adanya merek

kolektif. Dengan keberhasilan yang dicapai, KOPMIR dapat memberikan

sosialisasi/sharing knowledge kepada Pemerintah Daerah mengenai

kegunaan merek kolektif.

Selama ini sosialisasi sistem yang dilakukan oleh KOPMIR adalah

untuk untuk satu merek bersama yang digunakan, sistem kerja KOPMIR,

pemasaran, konsentrasi pasar dan spesifikasi produk, sehingga UKM lebih

fokus pada produksi untuk pelaksanaan pemenuhan permintaan pasar.

KOPMIR sengaja hanya memberikan fasilitas seperti merek pada olahan

dari bandeng karena SDM dari UKM sendiri masih terbatas, bila dibebani

macam-macam (masalah bahan baku, produksi, pemasaran) maka tidak

akan mampu, untuk itu mereka difokuskan untuk produksi saja. Sedangkan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 141: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

125

Universitas Indonesia

untuk pendampingan dalam hal teknologi pengolahan diperleh bantuan dari

Bupati Kendal.

Terkait dengan pendaftaran merek, pengurusan merek yang

dialami KOPMIR KARSA menemukan kendala awal berupa masih adanya

individualisme dari UKM. Pencipta bandeng tanpa duri di Kendal yang

pertama adalah KOPMIR, lalu memberikan pelatihan-pelatihan ke desa

lain. Peserta yang telah memperoleh pelatihan telah diarahkan untuk

bergabung dengan KOPMIR namun banyak juga yang ingin berdiri sendiri.

Mengantisipasi hal tersebut, terus disosialisasikan mengenai hal-

hal apa saja yang dapat menjadi hambatan bila melaksanakannya sendiri,

seperti biaya dan pemasaran. Namun mereka diberi kebebasan dan

gambaran mana yang lebih mudah, sendiri-sendiri atau bersama-sama.

Menurut Ketua KOPMIR KARSA, akan lebih efisien bila produknya

dihimpun menjadi satu wadah di bawah KOPMIR, selain itu produknya

akan lebih diakui oleh Kabupaten dan Propinsi sehingga diberi fasilitas dan

kemudahan. Bila sendiri-sendiri belum tentu mendapatkan fasilitas dan

kemudahan. Maka perlu kesabaran dalam mengajak UKM untuk dapat

berkembang lebih baik.

KOPMIR memperoleh bantuan dari Bupati Kendal untuk promosi

sehingga mempermudah dalam proses berkembangnya usaha. Secara

umum kendala khusus belum ada, hanya butuh waktu dan proses secara

bertahap untuk berkembang. Disamping itu, perlu memberikan aspek

manfaat dan mampu meyakinkan UKM. Dari sistem merek kolektif dapat

sekaligus mendapat bimbingan dan arahan sehingga bisa menembus pasar

yang lebih luas. Saat ini kopmir bekerjasama denganCarrefour Jawa

Tengah, namun belum 100% bisa memenuhi permintaan. Permasalahannya

adalah bandeng cabut duri masih dikerjakan secara manual dan perlu

pelatihan dan penghimpunan produk secara baik..

Produk bandeng dari KOPMIR ada 12 macam produk yang

menggunakan 1 merek “Bandeng Kendal Bandeng Tanpa Duri”,

diantaranya abon bandeng, rengginang duri bandeng, bandeng presto, dan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 142: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

126

Universitas Indonesia

otak-otak. Dalam proses awalnya, dari bulan Juli 2010 mulai masuk

pendaftaran merek, baru keluar pendaftaran mereknya pada bulan Januari

2012. Yang menjadi ciri khas dari merek tersebut adalah bahwa bandeng

kendal bandeng tanpa duri hanya ada satu, yaitu di Kendal. Selain itu nama

“Masyarakat Industri Rakyat” dengan logo MIR tidak ada yang menyamai.

Sedangkan untuk pemakaian kata “Bandeng Tanpa Duri” awalnya hanya

karena ingin tampil berbeda. Yang terjadi dalam prakteknya biasanya

orang meniru merek yang bagus dan sudah terkenal sehingga menjadi

mirip dan mampu mendongkrak penjualan produk. Hal ini berarti tidak ada

kepercayaan diri, dan tidak mau bersusah payah dnegan merek sendiri

(merek orisinil), seperti yang terjadi pada produk bandeng presto yang

sudah terkenal.

Untuk bahan baku ikan bandeng sendiri KOPMIR memiliki sekitar

33.000 hektar tambak dan produksinya mencapai 4.000 ton/tahun (untuk

tambak yang semi intensif) sedangkan untuk tambak yang intensif bisa

mencapai 12.000 ton /tahun. Untuk bahan baku memiliki persediaan yang

cukup besar. Mengenai standar rasa masih dalam tahap percobaan/survey

lapangan untuk mengetahui respon masyarakat/konsumen, jadi belum

menetapkan standard yang dikehendaki. Dengan langkah tersebut

diharapkan dapat menetapkan standar dalam kualitas rasa. Sedangkan

untuk pengemasan masih dilakukan di koperasi, namun kedepannya akan

dibuatkan rumah-rumah produksi sendiri untuk menangani pengemasan

maupun pengolahan dan pemasaran seiring dengan meningkatnya kualitas

SDM dan bahan baku.

Rencana kedepannya KOPMIR akan melakukan peningkatan

jaminan kualitas dari bahan baku karena produknya berasal dari ikan, maka

kualitas ikan tersebut harus dipertahankan jangan sampai terkena polusi,

misalnya pencemaran tambak. Industrialisasi kedepan juga akan

diperhatikan, pemasaran juga ditingkatkan. Kedepannya promosi akan

digunakan sebagai pembuktian, misalnya bahwa makan ikan itu sehat

beserta nutrisinya. Sudah ada penelitian dari UNDIP mengenai asupan gizi

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 143: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

127

Universitas Indonesia

dari bandeng. Bupati Kendal sendiri sudah mencanangkan gerakan “gemar

bandeng” sehingga sejalan dengan program kerja pemerintah.

Produk KOPMIR sendiri menonjolkan produk yang difungsikan

sebagai produk unggulan daerah. Dalam hal promosi dilakukan dengan

mengedepankan hasil industri rakyat. Hal ini juga berdasarkan pada

penilaian bahwa:

1. Produk unggulan harus berdasarkan pada potensi terbesar daerah,

2. Ikan bandeng merupakan makanan yang menyehatkan masyarakat.

3. Karena ini produk unggulan, maka Pemerintah Daerah dan Dinas

terkait harus turut mempromosikan.

Secara umum KOPMIR berpeluang juga dalam pengembangan

OVOP wilayah Kendal sebagai pendukung OVOP Jawa Tengah dengan

menggunakan merek kolektif yang telah ada. Dengan demikian dibutuhkan

peran serta masyarakat dan Pemerintah setempat untuk memajukan

program OVOP tersebut, serta menggalakan sosialisasi HKI untuk

memajukan UKM yang bergerak di sektor komoditi Bandeng mengingat

bahwa produk hasil olahan Bandeng merupakan produk unggulan di

wilayah Kendal, Jawa Tengah.

4.2.1.4. Produk Minuman Bir Pletok di Jakarta Barat

Terkait dengan program OVOP, wilayah Jakarta Barat memiliki

beberapa komoditi unggulan yang dikembangkan dalam program OVOP.

Sesuai dengan Surat Keputusan Walikota Jakarta Barat No.86/2009 tentang

Penetapan Produk Unggulan Tingkat Kota Jakarta Barat, salah satu produk

unggulan yang sedang dikembangkan dalam lingkup program One Village

One Product (OVOP) adalah produksi Bir Pletok. Produksi bir pletok

khususnya di wilayah Jakarta Barat masih banyak yang dilakukan secara

sederhana dan berbentuk industri rumahan (UKM). Namun selain industri

rumahan yang memproduksi secara tersendiri, ada pula kelompok usaha

yang bergabung membentuk suatu lembaga atau kelompok tani dan

kemudian memproduksi beberapa komoditi unggulan. Kelompok tani di

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 144: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

128

Universitas Indonesia

wilayah Jakarta Barat yang memproduksi minuman bir pletok salah

satunya adalah Asosiasi kelompok Tani Olahan (AKTO) Jakarta Barat,

yang merupakan anggota dari AKTO DKI Jakarta.

Asosiasi Kelompok Tani Olahan (AKTO) DKI Jakarta, merupakan

organisasi sosial yang anggotanya terdiri dari kelompok-kelompok wanita

tani dibawah binaan Dinas Pertanian DKI Jakarta. Organisasi nirlaba ini

kegiatannya mengolah aneka produk pertanian atau membuat hasil olahan

pasca panen. Sebagian anggotanya sudah mempunyai produk layak Eksport

bahkan sudah mulai menjalin kerja sama elsport dengan buyer dari

berbagai mancanegara.

Produk unggulan AKTO DKI Jakarta adalah minuman khas

Betawi yang dikenal dengan “Bir Pletok”. Terbuat dari jahe rempah dan

aneka bahan rempah-rempah antara lain: kapulaga, lada hitam, cabe jawa,

pala, kayu secang, daun jeruk, daun pandan dan lain-lain. Walaupun

memiliki nama “Bir”, minuman ini tidak mengandung alkohol layaknya bir

pada umumnya, sehingga minuman ini aman untuk dikonsumsi. Nama atau

merek produk yang dipasarkan adalah “Biar Pletok”. Merek tersebut

awalnya bernama Bir Pletok, namun karena tidak boleh menggunakan kata

“Bir” maka dirubah menjadi “Biar”.

Sebagai salah satu produk unggulan OVOP dari Jakarta Barat,

perkembangan industri pembuatan Bir Pletok saat ini mengalami kemajuan

pesat. Bir Pletok sudah banyak diperdagangkan di hotel-hotel dan tempat

lainya di Jakarta, yang disajikan baik pada turis domestik maupun

mancanegara. Pengolahan bir pletok yang dilakukan oleh petani masih

bervariasi mulai dari bahan baku, warna, rasa, aroma dan umur simpan.

Dalam pengolahan, mereka belum mengarah kepada peningkatan mutu dan

nilai tambah produk. Rendahnya nilai mutu produk ini, menyebaabkan

petani pengolah hanya dapat membuat bir pletok yang masa kadaluarsanya

tidak terlalu lama serta jumlah produksinya masih terbatas.

Bir pletok merupakan kekayaan masyarakat Betawi tidak hanya

mempunyai nilai budaya tetapi juga mempunyai nilai ekonomi. Minuman

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 145: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

129

Universitas Indonesia

ini selalu diproduksi masyarakat Betawi dengan tingkat keragaman yang

cukup tinggi antara satu tempat pembuatan dengan tempat lainnya di

wilayah DKI Jakarta. Keragaman tersebut terjadi pada semua aspek,

meliputi bahan baku, cara produksi, kemasan, rasa, warna, aroma dan umur

simpan. Inovasi teknologi standardisasi pembuatan bir pletok tidak

memerlukan persyaratan khusus, asalkan mengikuti Standar Prosedur

Operasional (SPO) yang sudah disusun yaitu mulai dari proses pembuatan,

sterilisasi botol hingga pengemasan. Keunggulan inovasi ini adalah kualitas

produk dan daya saing pasar/nilai jualnya akan semakin tinggi dan

keberlanjutan usaha para pengolah akan lebih terjamin, mengingat jenis

minuman bir pletok tersebut sudah dicanangkan sebagai minuman khas

selamat datang bagi para tamu wisatawan ke wilayah DKI Jakarta.

4.2.2. Hubungan Merek Kolektif dengan Indikasi Geografis sebagai

Bagian dari Program One Village One Product, Studi Kasus:

Kopi Pelaga, Bali

Menurut data tahun 2000 yang dihimpun oleh Asosiasi Ekspor

Kopi Indonesia (AEKI) dan Deperindag, jumlah total ekspor kopi yang

dipasarkan mencapai 306.865 ton untuk jenis robusta, 27.187 ton arabika,

3.886 ton kopi tanpa kafein dan 176 ton kopi bubuk. Sedangkan jenis

lainnya sekitar 1.263 ton kategori biji dan 1.510 ton kategori bubuk.

Negara yang dituju yakni Timur Tengah, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan

Asia Timur.110

Kopi memiliki sejarah yang panjang dan memiliki peranan penting

bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Indonesia diberkati dengan letak

geografisnya yang sangatlah cocok bagi tanaman kopi. Letak Indonesia

sangat ideal bagi iklim mikro untuk pertumbuhan dan produksi kopi.

Dalam beberapa tahun terakhir harga kopi cenderung barada pada tingkat

rendah dan posisi negara-negara produsen kopi, khususnya Indonesia,

sangat tidak menguntungkan karena terjadi kelebihan pasokan di pasar kopi

110 http://www.kedaikopi.info, diunduh 20 Maret 2011.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 146: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

130

Universitas Indonesia

dunia. Hal ini menyebabkan pihak produsen dan eksportir kopi di

Indonesia mengalami kesulitan dalam mencari upaya untuk mengangkat

harga kopi.

Menurut data tahun 2000 yang dihimpun oleh Asosiasi Ekspor

Kopi Indonesia (AEKI) dan Deperindag, jumlah total ekspor kopi yang

dipasarkan mencapai 306.865 ton untuk jenis robusta, 27.187 ton arabika,

3.886 ton kopi tanpa kafein dan 176 ton kopi bubuk. Sedangkan jenis

lainnya sekitar 1.263 ton kategori biji dan 1.510 ton kategori bubuk.

Negara yang dituju yakni Timur Tengah, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan

Asia Timur.111

Produk-produk kopi yang diekspor tersebut kemudian mengalami

re-package dan sekaligus di branding sedemikian rupa sehingga ketika

kembali ke negeri asalnya, harga kopi yang telah dikemas ini bisa

melambung 300% dari harga normalnya. Perjalanan panjang tersebut telah

membalikkan Indonesia dari pengasil kopi (pengekspor) menjadi

pengimpor kopi yang juga termasuk salah satu terbesar. Keadaan seperti ini

memang tidak bisa disalahkan tetapi justru keadaan ini menuntut kita untuk

bisa 'belajar' dari luar untuk segala aspek sehingga kopi-kopi yang kita

miliki dapat dinikmati dengan harga yang terjangkau dan dengan kualitas

yang dapat bersaing. Pengolahan kopi yang dilakukan secara terbaik

membutuhkan sebuah seni dan pengetahuan yang mendalam tentang

karakter kopi.112

Sebagai upaya untuk meningkatkan produksi dan harga kopi

Indonesia, maka telah ditetapkan visi pengembangan perkopian Indonesia,

yaitu mengembangkan sistem dan usaha agribisnis perkopian yang berdaya

saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi (Dirjen Bina

Produksi Perkebunan, 2003). 113 Untuk mewujudkan sistem dan usaha

111 ibid 112 ibid 113 Reni Kustiari, Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya Bagi Indonesia, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 43 – 55.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 147: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

131

Universitas Indonesia

agribisnis yang demikian diperlukan serangkaian kebijakan pembangunan

sebagai berikut :114

1. Pertama, kebijakan makro ekonomi (moneter, fiskal) yang mendukung

pembangunan sistem dan usaha agribisnis;

2. Kedua, kebijakan pengembangan industri yang memberikan prioritas

pada pengembangan kluster industri (industy cluster) agribisnis;

3. Ketiga, kebijakan perdagangan internasional yang netral baik secara

sektoral domestik maupun antar negara dalam kerangka mewujudkan

suatu free trade yang fair trade;

4. Keempat, pengembangan infrastruktur daerah;

5. Kelima, pengembangan kelembagaan baik lembaga keuangan,

penelitian dan pengembangan kelembagaan dan organisasi ekonomi

petani;

6. Keenam, pendayagunaan sumberdaya alam dan lingkungan;

7. Ketujuh, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan agribisnis daerah;

8. Kedelapan, ketahanan pangan; dan

9. Kesembilan, kebijakan khusus komoditi spesifik (Dirjen Bina Produksi

Perkebunan, 2003).

Kopi Indonesia sudah dikenal oleh masyarakat internasional

dikarenakan kekhasan aroma dan rasanya. Dunia internasional memberikan

apresiasi yang cukup tinggi terhadap kopi Indonesia. Dengan adanya

apresiasi tersebut, masyarakat perkopian Indonesia harus terus

mempertahankan dan melakukan peningkatan terhadap mutu dan kualitas

kopi Indonesia.

Indonesia memiliki kopi spesial berdasarkan keterangan indikasi

geografis asal kopi tersebut tumbuh dan diproduksi. Macam-macam kopi

spesial Indonesia adalah Mandheling Coffee dari Sumatera Utara, Gayo

Mountain Coffee dari Aceh, Java Coffee dari Jawa Timur, Flores Coffee

dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali Coffee dari Bali dan Toraja Coffee

dari Sulawesi Selatan. Pada umumnya, kopi spesial Indonesia memiliki

114 Ibid.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 148: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

132

Universitas Indonesia

full body dan tingkat keasaman yang relatif rendah. Setiap kawasan

dikenal dengan profil cupping 115-nya yang khas, walaupun dalam satu

wilayahpun masih dapat ditemukan keanekaragaman. Umumnya proses

cupping diawali dengan:

1. Fragrance, yaitu mencium bau kopi sebelum diseduh, aroma

mencium bau kopi yang sudah diseduh, acidity yang lebih mengarah

pada sensasi keasaman yang dirasakan saat menghirup kopi tersebut

di lidah dan langit-langit mulut. Umumnya diparameterkan dengan

very flat, very soft, slightly sharp, very sharp dan very bright.

2. Flavor, yang sangat tergantung pada penilaian masing-masing orang,

juga dirasakan saat menghirup kopi tersebut, diparameterkan dengan

very poor hingga outstanding.

3. Body yaitu yang dirasakan mulut saat menghirup kopi diimajinasikan

seperti saat kita meminum air biasa dengan susu. Berdasarkan inilah

muncul istilah medium body ataupun full body dimasing-masing

blend biji kopi.

4. After taste atau rasa yang ditinggalkan, yang dirasakan setelah

meminum kopi tersebut.

Dari proses cupping tersebut, masing-masing kopi special

Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut:116

1. Sumatra : memiliki aroma yang kuat, dengan cita rasa kakao, tanah

dan tembakau.

2. Jawa : memiliki good, heavy body, dengan rasa akhir yang bertahan

dan cita rasa herbal.

3. Bali : memiliki rasa yang lebih manis dari kopi Indonesia lainnya,

dengan cita rasa kacang dan jeruk / sitrus.

4. Sulawesi : memiliki tingkat kemanisan dan body yang baik, dengan

cita rasa rempah hangat.

5. Flores : memiliki heavy body, manis, cita rasa coklat dan tembakau.

6. Papua : memiliki heavy body, coklat, tanah, dan finish rempah. 115 Uji kualitas kopi atau cupping, selalu dilakukan produsen kopi untuk menjaga kualitas. 116 Berdasarkan data dari Asosiasi Kopi Spesial Indonesia.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 149: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

133

Universitas Indonesia

Selain kopi special yang berdasarkan pada indikasi geografis,

Indonesia juga terkenal dengan jenis kopi luwak hasil fermentasi dari

sistem pencernaan hewan Luwak. Beberapa perusahaan menghasilkan

produk yang disebut sebagai “Kopi Luwak”, yang merupakan kopi yang

sangat langka di dunia. Kopi Luwak diproses menggunakan cara yang

unik, yaitu dengan menjadikannya sebagai makanan bagi hewan luwak,

spesies lokal sejenis musang. Sistem pencernaan luwak akan mencerna

lapisan buah. Setelah melalui sistem pencernaan hewan luwak tersebut,

biji kopi dicuci dan disortir. Kopi yang dihasilkan bernilai tinggi karena

kelangkaannya dan aroma yang berbeda.

Berdasarkan data yang diperoleh dari AEKI, beberapa kopi

spesiality terbagi dalam 3 (tiga) jenis kopi spesialty, yaitu: Arabica

Specialty, Robusta Specialty dan Commercial Coffee Sumatera Coffee117.

Masing-masing dari kopi specialty tersebut memiliki katakteristik untuk

masa panen, proses dan grade serta citarasa yang berbeda. Selain itu,

produksi per tahunnya juga mengalami perbedaan. Pembagian kopi

specialty dapat terlihat pada table berikut ini:

117 http://www.aeki-aice.org/Tentang-Kopi/

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 150: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

134

Universitas Indonesia

Tabel 4.4. Pembagian Kopi Spesial Indonesia

No. Jenis Kopi Masa Panen Proses Grade CitarasaProduksi /

tahunI

Mandheling Coffee September - May semi Washed 1,2, & 3 Full body, neutral, good acidity 35.000 Linthong Coffee October - May semi Washed 1,2, & 3 Fine acidity, and good body 10.000 Java Coffee May - August Wet Process 1 Good body, fine acidity, nice complex cup

and exotic flavour 4.000

Toraja / Kalosi / Celebes Coffee June - September Dry Process 1 & 2 Good acidity, smooth, very nice mellow and good body

4.000

Bali Coffee May - September Wet & Dry 1,2, & 3 Fine acidity, smooth 2.000

IIWashed Java Robusta May - September Wet Process 1 Good body, clean, very weak acidity and

bitterness net 5.000

Lampung Specialty AP April - July Dry Process 1 Full body, clean and very weak acidity 15.000 Lampung Specialty ELB April - July Dry Process 1 Full body, large beans and clean 10.000 Flores Coffee May - August Wet Process 1 Good body and bitterness net 4.000

IIILampung April - July Dry Process 4,5 and 6 Full body and very weak acidity 270.000 South Sumatera April - July Dry Process 4,5 and 6 Full body and very weak acidity 270.000 Bengkulu April - July Dry Process 4,5 and 6 Full body and very weak acidity 270.000

Sumber: AEKI

PEMBAGIAN KOPI SPESIAL INDONESIA

ARABICA SPECIALTY

ROBUSTA SPECIALY

COMMERCIAL COFFEE SUMATERA COFFE

Banyaknya ragam dan jenis kopi spesial Indonesia menimbulkan

peluang yang sangat besar dalam perkembangan daya saing perkopian

Indonesia. Sejak pemerintah menelurkan Peraturan Pemerintah (PP) No.

51/2007 tentang Perlindungan Indikasi Geografis, baru satu kekayaan

alam Indonesia yang mendapat sertifikasi indikasi geografis. Kopi

Kintamani Bali berhasil mengukir sejarah pertama kali sertifikasi indikasi

geografis itu.118

Provinsi Bali melalui Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis

Kopi Kintamani Bali telah mengajukan pendaftaran Indikasi Geografis 118 Daftarkan Produk Indikasi Geografis Indonesia, Jumat, 05 December 2008, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20657/daftarkan-produk-indikasi-geografis-indonesia, diakses 2 April 2012.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 151: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

135

Universitas Indonesia

Kopi Kintamani Bali sesaat setelah PP Nomor 51 Tahun 2007 diterbitkan.

Melalui pemeriksaan administrasi dan pemeriksaan substantif oleh Tim

Ahli dari Pusat, maka Kopi Kintamani Bali di rekomendasikan untuk

memperoleh Sertifikat Indikasi Geografis. Sertifikat Indikasi Geografis

Kopi Kintamani Bali merupakan Sertifikat I (Pertama) di Indonesia setelah

PP Nomor 51 Tahun 2007 di terbitkan dengan Nomor Sertifikat ID IG

000000001.

Perkembangan kopi di Bali mengalami kemajuan yang pesat

setelah kopi Bali mendapatkan sertifikat berdasarkan indikasi

geografis/wilayah yang dilakukan bekerjasama dengan pihak ketiga yaitu

PT. Indokom Citra Persada yang berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur berupa

sertifikasi KOPI KINTAMANI. Sertifikasi berdasarkan indikasi geografis

tersebut mencakup wilayah Kabupaten Bangli, Badung, Buleleng dan

Singaraja. Khusus untuk kopi Kintamani, kopi dengan jenis Arabika yang

ditanam di ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan laut, dikenal

dengan indikasi geografis Kopi Arabika Bali Kintamani yang memiliki

keunikan dalam aroma dan rasa (memiliki rasa dan aroma jeruk / sitrus).119

Sejalan dengan perkembangan dilapangan, keadaan ini kemudian

diperkuat dengan telah dilakukannya proses sertifikasi organik untuk kopi

Bali (Kintamani) yang juga dilakukan oleh pihak PT. Indokom Citra

Persada bekerja sama dengan Balai Sertifikasi (LeSOS) Lembaga

Sertifikasi Organik Seloliman. Pada tanggal 11 Agustus 2008 dikeluarkan

sertifikat organik untuk kopi Bali khususnya untuk perkebunan kopi di

wilayah Sukasada, Kabupaten Buleleng. Sertifikat tersebut dikeluarkan

oleh Control Union Certifications.

Tujuan dari Indikasi Geografis Kopi Kintamani Bali adalah sebagai

berikut:120

1. Perlindungan terhadap produk Kopi Arabika di Kawasan Kintamani

2. Perbaikan mutu kopi Arabika Kintamani Bali

119 Hasil wawancara dengan Dinas Perkebunan Provinsi Bali 120 Penyerahan Sertifikasi Indikasi Geografis, 30 Desember 2008, http://www.disbunbali.info/ arsip_berita.php? id_berita =66, diakses tanggal 2 April 2012.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 152: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

136

Universitas Indonesia

3. Penambahan nilai ekonomis Kopi Arabika Kintamani Bali

4. Pengembangan wilayah pedesaan di Kawasan Kintamani Bali

Sedangkan manfaat dari Indikasi Geografis tersebut bisa dirasakan

antara lain:

1. Bagi Produsen yaitu dapat memberi nilai tambah yang lebih tinggi

sehingga merupakan kerja kolektif sehingga dapat mendinamiskan

Subak di Kawasan Kintamani Bali, sebagai sarana promosi,

meningkatkan produksi Kopi Kintamani yang berkarakter khas,

menghindari fluktuasi harga .

2. Bagi Konsumen yaitu dapat meningkatkan mutu bahan pangan yang

lebih luas, dapat diketahui dengan jelas dan terinci mengenai asal-usul

dan asal geografisnya, untuk produk lokal dapat diketahui keasliannya.

3. Terhadap Ekonomi Lokal dapat meningkatkan reputasi kawasan,

menjaga kelestarian, keindahan alam, pengetahuan tradisional dan

sumberdaya hayati, menunjang pengembangan ”Agrowisata / Wisata

Agro”.

Dinas Perkebunan Provinsi Bali mengakui adanya kelemahan

dalam hal pemasaran produk komoditi di Bali, khususnya untuk komoditi

kopi. Hal tersebut dikarenakan para buyers tidak mengenal produk-produk

komoditi perkebunan yang ada di Bali, sehingga komoditi-komoditi

perkebunan teresebut tidak mampu memenuhi permintaan pasar yang

tinggi. Namun dikarenakan nama besar pulau Bali, strategi pasar yang

digunakan adalah dengan “menjual” nama Bali pada produk komoditinya.

Selain itu, kendala/kelemahan lainnya yang dihadapi adalah kendala

protensi produksi yang dipengaruhi dengan keterbatasan lahan, kendala

sarana dan prasarana peralatan serta kendala Sumber Daya Manusia.

Khusus untuk pengaruh dari sertifikasi organik yang telah

dikeluarkan, Dinas Perkebunan Provinsi Bali mengajak petani kopi untuk

melakukan sistem organik, karena dengan sistem organik dapat diperoleh

insentif harga sekitar 20% dari produk non organik dari harga jual pasar.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 153: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

137

Universitas Indonesia

Dengan adanya sertifikasi organik dan indikasi geografis tersebut,

diharapkan kopi Bali akan dapat bersaing dipasaran.

Bebarapa kendala yang dihadapi oleh petani kopi diwilayah

Kabupaten Badung untuk saat ini masih menemui kesulitan dalam hal

pemilihan buah kopi yang ideal untuk dipanen, yang dikenal dengan istilah

“Petik Merah” (pemilihan buah kopi yang matang pohon dan berwarna

merah cerah). Petik Merah berpengaruh dalam segi rasa, dan juga karena

berdasarkan permintaan dari konsumen untuk memilih buah yang matang

pohon pada waktu pemetikan kopi.121

Selain itu masih terdapat kendala yang disebabkan peralihan sistem

pencucian dari dry washed ke fully washed, yaitu para petani masih

enggan untuk beralih ke sistem fully washed dikarenakan kebiasaan yang

sudah dilakukan sejak lama. Namun pemerintah melalui Dinas Perkebunan

Provinsi Bali mendatangkan tim peneliti dari Jember untuk melakukan

sosialisasi kepada kelompok petani kopi dengan membentuk 3 (tiga)

kelompok sebagai kelompok percontohan untuk meningkatkan mutu dan

kualitas kopi arabika Bali, sehingga kelompok tani yang semula enggan

beralih ke sistem fully washed saat ini mulai mengikuti jejak ketiga

kelompok tani yang telah berhasil meningkatkan mutu dan kualitas kopi

Bali.

Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung terkenal

dengan komoditi kopi yang khas yang menjadi andalan. Kopi di Pelaga

ada dua jenis, robusta dan arabika. Dari total luas luas lahan seluas 160 Ha,

perkebunan Kopi menggunakan lahan seluas 80 Ha. Dari luas tersebut,

tanaman kopi yang ada selama ini menggunakan pupuk kompos dari

kotoran sapi dan tidak menggunakan pupuk buatan. Penggunaan pupuk

kompos dapat menghasilakan kopi dengan cita rasa, aroma serta kualitas

yang baik dibandingkan menggunakan pupuk buatan walaupun pupuk

121 Hasil wawancara dengan Bapak Juta, Kelompok Tani Subak Petang di wilayah Petang, Kabupaten Badung dan Bapak Wayan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Petang, Kabupaten Badung. Lokasi perkebunan kopi di wilayah Kabupaten Badung merupakan lokasi perkebunan kopi yang terletak pada ketinggian 950 m diatas permukaan laut. Perkebunan tersebut merupakan perkebunan kopi jenis Arabika. Namun ada juga jenis Robusta yang ditanam di lokasi perkebunan.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 154: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

138

Universitas Indonesia

buatan dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Kopi yang dihasilkan

oleh perkebunan Petang merupakan kopi dengan kelompok grade 5,2 yang

artinya dari 5,2 Kg buah kopi setelah dilakukan proses pengolahan kopi

hingga menjadi green beans berat yang diperoleh menjadi 1 Kg dengan

diperoleh nilai keuntungan sebesar Rp. 1.800,- dengan menjual green

beans tersebut seharga Rp. 44.500,- / Kg.

Khusus untuk sertifikasi indikasi geografis itu sendiri, Sertifikasi

indikasi geografis bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk

pertanian. Yakni dengan menjual keunikan dari citra rasa produk pertanian

yang dihasilkan suatu daerah dan tidak dimiliki daerah lain. Selain produk

pertanian, hasil olahan produk pertanian, kerajinan tangan dan hasil

tambang bisa didaftarkan sebagai indikasi geografis. Yang penting

memiliki keunikan dan originalitas. Daya saing itu disebabkan karena

produksi hasil indikasi unik dan terbatas pada luasan wilayah produksi.

Akibatnya, jumlah produksi sedikit. Jika reputasi produk pertanian itu

sudah dikenal maka permintaan akan terus meningkat. Dengan jumlah

produk yang kecil dan permintaan yang banyak maka harga produk akan

naik, dengan demikian maka petani akan diuntungkan.

Perlindungan atas Indikasi Geografis sendiri diatur dalam

Perjanjian TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Right

Agreement) yang mewajibkan negara – negara Anggota WTO (World

Trade Organization) untuk meretifikasi perjanjian tersebut. Indonesia

pertama kali mengatur perlindungan atas indikasi geografis dalam

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek yang diatur dalam

pasl 79 A sampai dengan 79 D, kemudian diatur dalam pasal 56 sampai

pasal 60 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dimana

pelaksanaan ketentuan tersebut diatas lebih lanjut diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis yang

memuat tentang tata cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Penerbitan

Sertifikasi Produk Indikasi Geografis.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 155: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

139

Universitas Indonesia

BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Seperti yang telah dijabarkan dalam bab-bab terdahulu bahwa

penggunaan merek, khususnya untuk produk yang dihasilkan oleh UKM

Indonesia, dapat membantu meningkatkan daya saing produk, terlebih lagi

jika produk tersebut ditujukan untuk ekspor. Selain dalam rangka untuk

peningkatan daya saing, penggunaan merek juga akan meningkatkan nilai

jual serta secara tidak langsung berpotensi untuk mengembangkan

produksi dari UKM itu sendiri. Selain penggunaan merek tunggal,

pengusaha UKM dapat menggunakan merek kolektif sebagai sarana

bersama dalam melakukan promosi produk. Bila merek tunggal dirasakan

memberatkan UKM terutama dalam hal pendaftaran, penggunaan merek

kolektif dapat lebih mempermudah dimana merek kolektif digunakan

secara bersama, seperti yang telah digunakan oleh UKM di Kendal, Jawa

Tengah yang menggunakan merek kolektif untuk produk ikan bandeng

yang dikoordinir oleh koperasi.

Pemanfaatan HKI sangat penting khususnya bagi dunia usaha

dikarenakan sosok HKI itu sendiri meliputi peningkatan performa dan

daya saing, HKI mampu membantu dunia usaha dalam memberikan

perlindungan hukum, manage, licence dan enforcement. Selain itu HKI

merupakan aset bisnis yang sangat penting bagi perdagangan nasional dan

internasional. Peran merek sendiri bagi suatu produk sangat penting karena

dengan adanya merek konsumen akan dapat membedakan produk yang

satu dengan produk yang lain. Dalam upaya membangun merek-merek

yang dimiliki UKM agar tumbuh menjadi besar dan menimbulkan

hubungan yang kuat dengan target pasar, diperlukan manajemen merek.

Merek kolektif dapat digunakan sebagai sarana untuk

pengembangan One Village One Product (OVOP) di Indonesia yang saat

ini sedang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Program OVOP sebagai

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 156: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

140

Universitas Indonesia

sarana untuk meningkatkan potensi ekspor Indonesia ke luar negeri serta

sebagai pengembangan daya saing dan potensi daerah dirasakan perlu

untuk ditindaklanjuti lebih jauh, terutama untuk program OVOP dengan

sasaran produk UKM di satu daerah. Dengan banyaknya UKM yang

tersebar di Indonesia membuka peluang bagi program OVOP untuk

berkembang.

Namun masih banyaknya kendala yang dihadapi oleh pengusaha

UKM, terutama dalam hal pendaftaran HKI serta pembuatan merek.

Kendala-kendala tersebut juga telah diakui oleh Pemerintah pusat maupun

Pemerintah Daerah, sehingga berbagai program pengembangan untuk

UKM selalu dilakukan dalam rangka membantu mengatasi kendala yang

dihadapi UKM, seperti kendala permodalan, sumber daya manusia,

keterbatasan informasi, serta kendala infrastruktur yang turut

mempengaruhi dalam upaya pengembangan UKM.

Berdasarkan penjabaran yang telah dilakukan dalam Bab-bab

terdahulu, maka diperoleh kesimpulan serta saran yang diharapkan dapat

menjadi bahan masukan/rekomendasi bagi terlaksananya pelaksanaan

program One Village One Product (OVOP) dalam rangka mendukung

pengembangan perekonomian, khususnya yang melibatkan UKM di

Indonesia.

Dari hasil analisa dan penjabaran dalam tesis ini diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Praktek pelaksanaan penggunaan merek kolektif oleh pengusaha

UKM masih belum banyak dilakukan dikarenakan UKM masih belum

nyaman dalam menggunakan merek kolektif, terlebih lagi masih

banyaknya UKM yang bersifat individualis, dalam pengertian mereka

hanya percaya bahwa dengan memiliki merek sendiri akan

mendatangkan keuntungan lebih dibandingkan dengan menggunakan

merek kolektif. Selain itu, masih banyak UKM yang kesulitan dalam

pembuatan merek/pendaftara mereknya. Namun dengan upaya yang

dilakukan oleh Koperasi yang berkoordinasi dengan Dinas/Instansi

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 157: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

141

Universitas Indonesia

terkait, pelaksanaan penggunaan merek kolektif dapat dilaksanakan

secara bertahap dengan memperkenalkan manfaat penggunaan merek

kolektif kepada UKM, terutama dalam rangka mendukung

pelaksanaan progam OVOP.

2. Peran Undang-Undang Merek no. 15 tahun 2001 yang mengatur

mengenai merek kolektif terutama bila dikaitkan dengan pelaksanaan

program OVOP memiliki peranan yang penting, terlebih lagi dengan

didukung oleh Inpres no. 6 Tahun 2009 dimana Ekonomi Kreatif

dapat mensinergikan konsep OVOP dan Merek Kolektif. Dengan

demikian, maka upaya untuk meyakinkan pengusaha UKM mengenai

pentingnya memiliki merek sediri yang orisinil, serta mengenai

manfaat dan pentingnya pendaftaran HKI akan lebih mudah untuk

direalisasikan.

3. Perlindungan hukum untuk merek yang digunakan oleh UKM dapat

dilakukan dengan terlebih dahulu mendaftarkan merek tersebut untuk

memperoleh kekuatan secara hukum. Dalam hal ini

Dinas/Instansi/Koperasi membantu dengan memfasilitasi para UKM

dalam hal sosialisasi dan bantuan pendaftaran HKI. Merek kolektif

UKM bila telah didaftarkan akan memiliki kekuatan hukum

dikarenakan dalam UU Merek sendiri mengatur bahwa merek kolektif

terdaftar tidak dapat dilisensikan kepada pihak lain. Untuk itu, UKM

telah diarahkan agar mampu membuat merek sendiri yang orisinil dan

berbeda/belum pernah digunakan oleh orang lain.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dalam penyusunan

tesis ini, maka diperoleh saran sebagai berikut:

1. Dalam rangka pengembangan UKM di Indonesia, khususnya untuk

melindungi produk yang dihasilkan, maka diperlukan suatu

forum/sosialisasi untuk menyebarluaskan informasi mengenai

pentingnya penggunaan merek sebagai salah satu upaya perlindungan

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 158: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

142

Universitas Indonesia

hukum bagi UKM, serta sebagai sarana peningkatan nilai tambah

produk, daya saing dan daya jual. Perlunya koordinasi antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka

pengembangan OVOP, dengan melakukan lankah-langkah sosialisasi

dan pelatihan bagi pelaku usaha/UKM serta peningkatan sarana dan

prasarana yang memadai

2. Undang-Undang Merek no. 15 Tahun 2001 telah mengatur mengenai

merek kolektif. Namun masih banyak UKM yang belum memahami

akan pentingnya merek/merek kolektif bagi pengembangan usaha

mereka. Maka disarankan agar diberikan penjelasan dalam Undang-

Undang Merek yang berorientasi kepada usaha kecil dan usaha

menengah, khususnya untuk syarat pendaftaran serta tata cara

pendaftaran yang lebih mudah mengingat kondisi UKM yang masih

banyak mengalami kendala utamanya modal dan SDM.

3. Diperlukan suatu program bantuan khusus/insentif dari

pemerintah/instansi terkait dalam hal penanganan pendaftaran HKI,

khususnya merek bagi pengusaha UKM yang masih memiliki kendala

dalam hal pengurusan pendaftaran merek, serta program

bantuan/diklat/workshop untuk membuat suatu merek yang baik, yang

tidak bertentangan dengan Undang-Undang Merek.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 159: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

143

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

1. Buku

Anatan, L., & Ellitan, L. (2009). Strategi Bersaing, Konsep, Riset dan

Instrumen. Bandung: Alfabeta.

Basyir, K. A. (2000). Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam)

(Edisi Revisi ed.). Yogyakarta: UII Press.

Djakfar, H. M. (2012). Etika Bisnis, Menangkap Spirit Ajaran Langit dan

Pesan Moral Ajaran Bumi. Jakarta: Penebar Plus.

Djumhana, M., & Djubaedillah, R. (1993). Hak Milik Intelektual (Sejarah,

Teori dan Prakteknya di Indonesia). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Faqih, A. R., Riswandi, B. A., & Mahmashani, S. (2010). HKI, Hukum Islam

dan Fatwa MUI. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Fuady, M. (2007). Dinamika Teori Hukum. Ghalia Indonesia.

Harjono, D. K. (2009). Aspek hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Pusat

Pengembangan Hukum dan Bisnis (PPHBI).

Hata. (2006). Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO,

Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum. Bandung: Refika Aditama.

Ibrahim, J. (2009). Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi

Penerapannya di Indonesia. Malang, Jawa Timur: Bayumedia

Publishing.

Kansil, C.S.T. (1986). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Keraf, S. (2006). Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya (Edisi Baru).

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Kotler, P., & Armstrong, G. (1997). Dasar-Dasar Pemasaran, Principles of

Marketing (Edisi Bahasa Indonesia, Vol. I). Jakarta: Prenhallindo.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 160: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

144

Universitas Indonesia

Kotler, P., Jatusripitak, S., & Maesincee, S. (1998). Pemasaran Keunggulan

Bangsa (The Marketing of Nations) (Edisi Indonesia). Jakarta:

Prenhallindo.

Kurnia, T. S. (2011). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di

Indonesia Pasca Perjanjian TRIPs. Bandung: PT. Alumni.

Manalu, P. R. (2000). Hukum Dagang Internasional, Pengaruh Globalisasi

Ekonomi Terhadap Hukum Nasional, Khususnya Hukum Hak Atas

Kekayaan Intelektual. CV. Novindo Pustaka Mandiri.

Maulana, I. B., Khairandy, R., & Nurjihad. (2000). Kapita Selekta Hak

Kekayaan Intelektual I. Yogyakarta: Pusat Studi Hukum UII

Bekerjasama dengan Yayasan Klinik HAKI.

Priapantja, C. C. (2003). Hak Kekayaan Intelektual, Tantangan Masa Depan.

Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Rahardjo, S. (2009). Hukum dan Perilaku, Hidup Baik adalah Dasar Hukum

yang Baik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Rahman, A. (2010). Strategi Dahsyat Marketing Mix for Small Business, Cara

Jitu Merontokkan Pesaing. Jakarta: TransMedia Pustaka.

Rawls, J. (2006). Teori Keadilan, Dasar-Dasar Filsafat Politik Untuk

Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Soekanto, S. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Schmitt, B., & Simonson, A. (1999). Marketing Aesthetics, New York: The

Free Press.

Studi Industri Kreatif Indonesia. (2009). Jakarta: Departemen Perdagangan

Republik Indonesia.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 161: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

145

Universitas Indonesia

2. Makalah/Publikasi Ilmiah

Baily, P. Cambodian Small and medium Sized: Enterprises: Contraints,

Policies and Proposals for Their Development. Makalah.

Direktorat Kerjasama dan Perdagangan Internasional. (2004). Peningkatan

Nilai Tambah Komoditas Indonesia dengan Pengembangan Indikasi

Geografis. Kementerian Perdagangan.

Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi. (2012). Pedoman Teknis

Pelaksanaan Indikasi Geografis tahun 2012. Ditjen Pengolahan dan

Pemasaran hasil Pertanian. Kementerian Pertanian.

Ganguli, P. (2003). Brand Management: Role of Trademarks,

Collective/Certification Marks, Geographical Indications and

Industrial Design as marketing Tools for SMEs: Practical Experience

and Case Studies. WIPO/QCCI Sub-Regional Seminar on SME for the

Member States of the Gulf Cooperation Council (GCC) October 14-

15.

IFC Advisory Services in East Asia and the Pacific. (2010). Understanding

Cambodian Small and Medium Enterprise Needs for Financial

Services and Products. Cambodia Agribusiness Series , No. 2.

Kustiari, R. (2007). Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya Bagi

Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi , Vol. 25, No. 1.

Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri. (2008). Kajian Pemasaran Produk

UKM Melalui Jaringan Ritel Besar. Badan Litbang Kementerian

Perdagangan. Jakarta: Kementerian Perdagangan.

Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri. Kajian Sinergi OVOP dan

SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM. Badan

Litbang Kementerian Perdagangan. Jakarta: Kementerian

Perdagangan.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 162: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

146

Universitas Indonesia

Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri. (2006). Pemberdayaan UKM

Kerajinan Melalui Pola Kemitraan. Badan Litbang Kementerian

Perdagangan. Jakarta: Kementerian Perdagangan.

Rahab. (2009). Penerapan Manajemen Merek Pada Usaha Kecil dan

Menengah (UKM). Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE) , Vol. 16, No. 1.

Soetrisno, N. (2004). Clustering Strategy in SME Development: an Integral

Development Supports. APEC Informatization Policy Forum for

Small and Medium Enterprises 15-16 July.

Soleh, A. K. Teori Keadilan John Rawls.

Wat Ho, M. Characteristics of Small and Medium Enterprises in Cambodia:

Case Study of Rice Milling Enterprises. Hokkaido University.

3. Wawancara

Dinas Perkebunan Propinsi Bali. (2009). (S. E. Marthani, Pewawancara)

Guritno, R. M. (2011, September). Dekranasda DIY. (S. E. Marthani,

Pewawancara) Yogyakarta, DIY

Juta. (2009). Kelompok Tani Subak Petang. (S. E. Marthani, Pewawancara)

Badung, Bali.

Riyadi. (2012, Mei). Ragiel Handicraft 212. (S. E. Marthani, Pewawancara)

Bantul, DIY.

Rosyidin, H. D. (2012, Mei). KOPMIR KARSA. (S. E. Marthani,

Pewawancara) Kendal, Jawa Tengah.

Soehartono, Azizah, & Prakoso. (2012, Mei). Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Propinsi Jawa Tengah. (S. E. Marthani, Pewawancara)

Semarang, Jawa Tengah.

Wayan. (2009). Unit Pelaksana Teknis (UPT) Petang Kabupaten Badung Bali.

(S. E. Marthani, Pewawancara) Badung, Bali.

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 163: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

147

Universitas Indonesia

4. Publikasi dalam Website/e-Book

Ahmad Firdaus. Memberdayakan Desa dengan Produk Unggulan,

http://pkpu.or.id. 12 Januari 2012

Branding: Defined. http://chicagoama.org/behind-branding-scenes. 3 Agustus

2012

Eddy Cahyono Sugiarto. Ekonomi Kreatif, http://www.setkab.go.id/artikel-

6693-ekonomi-kreatif.html. 12 Januari 2012

http://www.antaranews.com/ berita/ 326316/ pemerintah - siapkan - insentif –

untuk – industri - kreatif. 12 Januari 2013

http://www.atmajaya.ac.id/_images/hki/Juli08/sambungan%20Konsep%20da

sar.pdf. 30 Maret 2012

http://www.aeki-aice.org/Tentang-Kopi

Daftarkan Produk Indikasi Geografis Indonesia, Jumat, 05 Desember 2008,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20657/daftarkan-produk-

indikasi-geografis-indonesia. 2 April 2012

http://news.detik.com/read/2011/04/26/134737/1625819/10/sby-tak-sepakat-

dengan-istilah-kekayaan-intelektual, Detik News. 26 April 2011.

http://esenha.wordpress.com/2010/05/06/perkembangan-pengaturan-merek-

di-indonesia. 21 Februari 2012

http://ikm.kemenperin.go.id

http://www.jetro.go.jp/ttpp/EAN.CL01_EAN?d_mode=ndp&d_koryu=0&d_

kuni=0&jetro_proj=500000035&disp_proj=500000035&start_line=1.

20 Desember 2012

Jonathan Booth. Collective Brands: Opportunity Afforded by Myopic Market.

(2011). http://seekingalpha.com/ article/ 272814 – collective – brands

– opportunity – afforded – by – myopic - market.

http://www.kedaikopi.info, 20 Maret 2011

http://www.parekraf.go.id/userfiles/file/Zona%20Kreatif.pdf. 12 Januari 2013

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 164: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

148

Universitas Indonesia

Model Vitalisasi Usaha Kecil Menengah di Berbagai Negara, (Models of

Vitalizing Small- Medium Enterprises in Various Countries), Pusat

Kajian Administrasi Internasional Lembaga Administrasi Negara,

2001. http://www.pkai.lan.go.id/ pdf/ Model_Vitalisasi_UKM_Full %

20 Report.pdf. 27 Desember 2012

http://www.organicindonesia.org/ 05 infodata - news.php ? id=321. 3 Agustus

2012

http://OVOP.or.id

Intellectual Property for Business Series, Number: 1. Membuat Sebuah Merek,

Pengantar Merek untuk Usaha Kecil dan Menengah. World

Intellectual Property Organization (WIPO). http://www.wipo.int/

export/ sites/ www/ sme/ en/ documents/ guides/ translation/

making_a_mark_indo.pdf. 9 Maret 2011

Jonathan Booth. Collective Brands: Opportunity Afforded by Myopic Market,

article. (June 1, 2011). http://seekingalpha.com/article/272814-

collective-brands-opportunity-afforded-by-myopic-market

http://www.jetro.go.jp/indonesia/newsletter/nl69.html. 27 Desember 2012

http://www.jetro.go.jp/ttpp/EAN.CL01_EAN?d_mode=ndp&d_koryu=0&d_

kuni=0&jetro_proj=500000035&disp_proj=500000035&start_line=1.

20 Desember 2012

Meirina Triharini, Dwinita Larasati & R. Susanto. Pendekatan One Village

One Product (OVOP) untuk Mengembangkan Potensi Kerajinan

Daerah Studi Kasus: Kerajinan Gerabah di Kecamatan Plered,

Kabupaten Purwakarta. (2012). ITB J. Vis. Art & Des. Vol. 6. No. 1.,

28-41. journal.itb.ac.id/download.php?file=D12004.pdf&id=1312...1

Penyerahan Sertifikasi Indikasi Geografis. (30 Desember 2008).

http://www.disbunbali.info/arsip_berita.php?id_berita=66. 2 April

2012

Penting Untuk Diketahui Sales Force, http://www.tupperware.co.id

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 165: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

149

Universitas Indonesia

http://patenindonesia.blogspot.com/ 2011/ 04/ forum – nasional – indikasi -

geografis. html. 3 Agustus 2012.

http://pusathki.uii.ac.id/artikel/artikel/relevansi-hak-kekayaan-intelektual-

untuk-usaha-kecil-menengah-ukm.html. 27 Desember 2012

Shoen Ono, Overview of Japanese Trademark Law 2nd ed. Yuhikaku. (1992).

http://www.iip.or.jp/translation/ono/ch2.pdf. 28 Maret 2012.

Small and Medium Enterprise Development Policies in Thailand.

http://www.smrj.go.jp/keiei/dbps_data/_material_/common/chushou/b

_keiei/keieikokusai/pdf/SME_in_ASEAN_E2_0803.pdf

http://www.smecda.com/Buku_Sorotan/2-BISNIS%20KOPERASI/2-

OTOP/OTOP%20kompilasi-executive.pdf

http://www.thai-otop-city.com/background.asp

http://tekno.kompas.com/read/2012/01/11/14415874/Google.Sediakan.100.00

0.Domain.Gratis.untuk.UKM. 11 Januari 2012

Undang-Undang UMKM no. 20 Tahun 2008. http://www.depkop.go.id/

index.php? option = com_content & view = article&id = 129

White Paper on Small and Medium Enterprises in Japan, Finding Vitality

through Innovation and Human Resources, Japan Small Business

Research Institute (JSBRI). 2009. http://www.chusho.meti.go.jp/

pamflet/ hakusyo/ h21/ h21_1/ 2009 hakusho_eng.pdf. 27 Desember

2012

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 166: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 167: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 168: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 169: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 170: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 171: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 172: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 173: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 174: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013

Page 175: UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334254-T32583-Shanti Eka Marthani.pdf · Judul Tesis: Implementasi Perlindungan Merek Kolektif

Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013