ULKUS

45
BAB I PENDAHULUAN Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai lapisan stroma akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus kornea marginal atau perifer. 1,2 Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba dan herpes simpleks. 1,2 Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak epitel kornea. riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi oleh karena benda asing, atau akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh karena penggunaan lensa kontak. Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian ulkus kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai tambahan, penggunaan obat kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam pengobatan penyakit mata penyebabkan kasus ulkus kornea lebih

description

ulkus

Transcript of ULKUS

Page 1: ULKUS

BAB I

PENDAHULUAN

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai lapisan

stroma akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak

ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal

dua bentuk ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus kornea marginal atau

perifer. 1,2

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan

gangguan penglihatan di seluruh dunia dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di

Indonesia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis

penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Penyebab ulkus kornea

adalah bakteri, jamur, akantamuba dan herpes simpleks. 1,2

Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak epitel

kornea. riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi oleh karena benda

asing, atau akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh karena penggunaan lensa

kontak. Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa tahun terakhir menunjukkan

peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian ulkus kornea, terutama oleh

Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai tambahan, penggunaan obat kortikosteroid topikal yang

mula diperkenalkan dalam pengobatan penyakit mata penyebabkan kasus ulkus kornea lebih

sering ditemukan. .Perjalanan penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau membentuk

jaringan parut. 1,2

Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat,

fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Diagnosis dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp. Pemeriksaan laboratorium seperti

mikroskopik dan kultur sangat berguna untuk membantu membuat diagnosis kausa.

Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH. 1

Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk

mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa perforasi, endoftalmitis, bahkan

kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan

penyebab kebutaan.1,2

Page 2: ULKUS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI KORNEA

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm

horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan

kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata

manusia. Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya,

kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi

melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi

limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf

terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea

dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf

nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma

kornea, menembus membran Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel

dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan

pada daerah limbus.3,4

Page 3: ULKUS

Gambar 1. Anatomi Kornea

Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan selaput

bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan lapis dari jaringan

yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas :

a. Epitel

Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak

bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan epitel

kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film air mata

merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat

mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju

ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya

dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini

menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan

membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan

mengakibatkan erosi rekuren. Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan.

Epitel memiliki daya regenerasi.3

b. Membran bowman

Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari epitel.

Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari

epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya generasi.3

c. Stroma

Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan tengah

pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm

yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan

terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang;

terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang sampai 15 bulan.

Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat

kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam

perkembangan embrio atau sesudah trauma.3

d. Membran Descemet

Page 4: ULKUS

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang

dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada

pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur hidup dan

mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman. Juga

lebih resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnya dibandingkan dengan bagian-

bagian kornea yang lain.3

e. Endotel

Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara

20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari kornea ini

dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak

mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati

dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi

cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat

gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea)

dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea

ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua

lapisan ini mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada

lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.3

Gambar 2. Histologi kornea

2.2 FISIOLOGI KORNEA

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas

cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,

Page 5: ULKUS

avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,

dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan

endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan

kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan

pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat

transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea

lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari

lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang

mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan

membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.4

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui

epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat

melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang

efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera,

stroma yang avaskular dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam

organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur.4

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam

perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya

tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior

dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu

pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di

kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di

daerah pupil.4

2.3 DEFINISI

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat

supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari

epitel sampai stroma.3

2.4 EPIDEMIOLOGI

Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3% per 100.000 penduduk di Indonesia,

sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian

lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. Ulkus kornea jarang

Page 6: ULKUS

mengenai pasien anak termasuk bentuk maligna dari ulkus Mooren biasanya terjadi di atas

usia 30 tahun.5

2.5 ETIOLOGI

a. Infeksi

Suatu studi menunjukkan 71,9% keratitis ulseratif memberikan hasil kultur yang

positif dengan hasil 63,9% adalah bakteri, 33% jamur, 21% parasit dan 2,1% gabungan

beberapa infeksi. Beberapa organisme penyebab disajikan dalam tabel berikut:5,6

Gambar 3. Etiologi ulkus kornea

b. Noninfeksi

Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

Page 7: ULKUS

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan organik

anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan

sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan

hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang

mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran

kolagen kornea.

Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak epitel

kornea.

Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang merupakan

suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin

atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya

bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea

dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.

Defisiensi vitamin A

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan

atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU (Iodo 2

dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.

Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

Pajanan (exposure)

Neurotropik

Page 8: ULKUS

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

Granulomatosa wagener

Rheumathoid arthritis

2.6 PATOGENESIS

Ulkus kornea terjadi akibat organisme yang memproduksi toksin yang menyebabkan

nekrosis dan pembentukan pus di jaringan kornea. Ulkus kornea biasanya terbentuk akibat

Infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus, pseudomonas atau pneumokokus), jamur, virus

(misalnya herpes) atau protozoa akantamuba. Penyebab lain adalah aberasi atau benda asing,

penutupan kelopak mata yang tidak cukup, mata yang sangat kering, defisiensi vitamin A,

penyakit alergi mata yang berat atau pelbagai kelainan inflamasi yang lain.7,8,9

Pengguna lensa kontak, terutamanya mereka yang memakainya waktu tidur, bisa

menyebabkan ulkus kornea. Infeksi oleh Protozoa, infeksi dengan Achanthamoeba berkaitan

dengan kebiasaan kebersihan lensa kontak yang buruk (menggunakan air yang tidak steril),

berenang atau berendam di air panas dengan menggunakan lensa kontak. Organisme ini

menyebabkan peradangan yang serius dan seringkali di salah diagnosis dengan virus herpes

simpleks. Keratitis herpes simpleks merupakan infeksi viral yang serius. Ia bisa

menyebabkan serangan berulang yang dipicu oleh stress, paparan kepada sinar matahari, atau

keadaan yang menurunkan sistem imun. 4,7. Pengguna lensa kontak dapat memiliki komplikasi

baik secara langsung atau akibat dari permasalahan yang ada yang diperburuk dengan

pemakaian lensa kontak. Lensa kontak secara langsung bersentuhan dengan mata dan

memicu komplikasi melalui: trauma, mengganggu kelembaban kornea dan konjungtiva,

penurunan oksigenasi kornea, stimulasi respon alergi dan inflamasi, dan infeksi. 7,8,9

Hipoksia Dan Hiperkapnia

Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik kornea bergantung

pada pertukaran gas pada air mata. Mata tiap individu memiliki kondisi oksigenasi yang

bervariasi untuk menghindari komplikasi hipoksia. Baik dengan menutup mata maupun

memakai lensa kontak keduanya dapat mengurangi proses pertukaran oksigen dan karbon

dioksida pada permukaan kornea. Transmisibilitas oksigen (dK / L), yaitu permeabilitas

bahan lensa (dK) dibagi dengan ketebalan lensa (L), merupakan variabel yang paling penting

dalam menentukan pengantaran relatif oksigen terhadap permukaan kornea pada penggunaan

lensa kontak. Pertukaran air mata di bawah lensa kontak juga mempengaruhi tekanan oksigen

kornea. Pada lensa kontak kaku dengan diameter yang lebih kecil dengan transmissibilitas

Page 9: ULKUS

oksigen yang sama atau lebih rendah dapat mengakibatkan edema kornea lebih sedikit jika

dibandingkan dengan lensa kontak lunak yang diameternya lebih besar karena pertukaran air

mata yang lebih baik. Hipoksia dan hiperkapnia sedikit pengaruhnya pada lapisan stroma

bagian dalam dan endotelium, dimana mereka memperoleh oksigen dan menghasilkan karbon

dioksida ke dalam humor aquous.

Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel kornea yang menurun,

menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis, dan peningkatan fragilitas. Akibat pada sel-

sel epitel ini dapat menyebabkan keratopati pungtat epitel, abrasi epitel, dan meningkatkan

resiko keratitis mikroba. Akumulasi asam laktat pada stroma akibat metabolisme anaerob

menyebabkan meningkatnya ketebalan stroma dan mengganggu pola teratur dari lamellae

kolagen, menyebabkan striae, lipatan pada posterior stroma, dan meningkatnya hamburan

balik cahaya. Hipoksia dan hiperkapnia stroma yang lama mengakibatkan asidosis stroma,

yang dalam waktu singkat akan menimbulkan edema endotel dan blebs dan dalam waktu

yang lama akan mengakibatkan polymegethism sel endotel. Efek lebih lanjut dari hipoksia

adalah hypoesthesia kornea dan neovaskularisasi baik pada epitel dan stroma. Vaskularisasi

stroma dapat berevolusi menjadi keratitis interstisial, kekeruhan yang dalam, atau kadang-

kadang perdarahan intrastromal. Pada beberapa kasus pemakaian lensa kontak yang lama,

kornea menjadi terbiasa dengan tegangan oksigen baru, dan edema stroma berubah menjadi

lapisan stroma yang tipis.

Alergi Dan Toksisitas

Para pemakai lensa kontak menghadapi berbagai potensial alergen. Lensa kontak

mendorong adhesi dari debris, sehingga tetap bersentuhan dengan jaringan okular. Larutan

lensa kontak dan terutama pengawet di dalamnya menginduksi respon alergi pada individu-

individu yang sensitif. Hipersensitifitas thimerosal khususnya dapat menyebabkan

konjungtivitis, infiltrat epitel kornea, dan superior limbus keratokonjunktivitis. Reaksi

terhadap deposit protein pada lensa kontak ini dapat mengakibatkan konjungtivitis giant

papiler. Toksisitas yang dicetus oleh lensa kontak yang tidak bergerak berhubungan dengan

akumulasi yang cepat dari metabolik pada lapisan kornea anterior, yang dapat mengakibatkan

hiperemis pada limbus, infiltrat kornea perifer, dan keratik presipitat. Komplikasi yang lebih

berat akibat toksisitas larutan mengakibatkan keratopati pungtat epitel. 8,9

Kekuatan Mekanik

Page 10: ULKUS

Kekuatan mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa kontak termasuk abrasi

akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak tepat, atau akibat fitting dan pemakaian

lensa kontak. Lensa kontak kaku yang tajam dapat menyebabkan distorsi kornea atau abrasi.

Pada kasus yang berat, permukaan kornea menjadi bengkok. Keratokonus dapat timbul akibat

kekuatan mekanik kronis dari pemakaian lensa kontak. Permukaan yang terlipat dapat

diakibatkan oleh lensa kontak lunak yang terlalu ketat. Kerusakan epitel dapat terjadi secara

sekunder akibat debris yang terperangkap di bawah lensa. Komplikasi ini sangat penting

mengingat dominannya pemakaian lensa kontak kosmetik pada perempuan. 8,9

Efek Osmotik

Lensa kontak meningkatkan penguapan air mata dan menurunkan refleks air mata,

sehingga kejadian keratopati pungtat epitel meningkat. Permukaan yang kering akibat

rusaknya lubrikasi mata oleh lapisan air mata, sehingga epitel beresiko terjadi cedera mekanis

seperti abrasi dan erosi.

Terdapat 3 tahapan terjadinya ulkus kornea, yakni

a. Tahap progresif

b. Tahap regresif

c. Tahap penyembuhan 7

2.7. KLASIFIKASI ULKUS KORNEA

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:5

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis

b. Ulkus kornea fungi

c. Ulkus kornea virus

d. Ulkus kornea acanthamoeba

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus marginal

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

Page 11: ULKUS

c. Ulkus cincin (ring ulcer)

ULKUS KORNEA SENTRAL

Ulkus kornea sentral dapat disebabkan oleh pseudomonas, streptococcus, pneumonia,

virus, jamur, dan alergi. Ulserasi supuratif sentral dahulu hanya disebabkan oleh S

pneumonia. Tetapi akhir-akhir ini sebagai akibat luasnya penggunaan obat-obat sistemik dan

lokal (sekurang-kurangnya di negara-negara maju), bakteri, fungi, dan virus opurtunistik

cenderung lebih banyak menjadi penyebab ulkus kornea daripada S pneumonia.

1. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus kornea yang khas biasanya terjadi pada orang dewasa yang bekerja di

bidang konstruksi, industri, atau pertanian yang memungkinkan terjadinya cedera

mata. Terjadinya ulkus biasanya karena benda asing yang masuk ke mata, atau karena

erosi epitel kornea. Dengan adanya defek epitel, dapat terjadi ulkus kornea yang

disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang terdapat pada konjungtiva atau di

dalam kantong lakrimal. Banyak jenis ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan

hanya bervariasi dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang

disebabkan bakteri oportunitik (misalnya Streptococcus alfa-hemolyticus,

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M fortuitum-

chelonei), yang menimbulkan ulkus indolen yang cenderung menyebar perlahan dan

superficial.

Page 12: ULKUS

Gambar 4. Ulkus kornea bakterialis

2. Ulkus Kornea Fungi

Ulkus kornea fungi, yang pernah banyak dijumpai pada pekerja pertanian, kini

makin banyak diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid

dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul

bila stroma kornea kemasukan sangat banyak mikroorganisme. Mata yang belum

terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi masukkan mikroorganisme

sedikit-sedikit.

Ulkus tersebut indolen, dengan infiltrate kelabu, sering dengan hipopion,

peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superficial, dan lesi-lesi satelit (umumnya

infiltrat, di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama laserasi). Lesi utama

merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur dibawah lesi kornea utama,

disertai dengan reaksi kamera anterior yang hebat dan abses kornea.

Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organisme oportunistik seperti Candida,

Fusarium, Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada ciri

khas yang membedakan macam-macam ulkus fungi ini. Kerokan dari ulkus kornea

fungi, kecuali yang disebabkan Candida umumnya mengandung unsur-unsur hifa;

Page 13: ULKUS

kerokan dari ulkus Candida umumnya mengandung pseudohifa atau bentuk ragi, yang

menampakkan kuncup-kuncup khas.

Gambar 5. Ulkus Kornea Fungi

3. Ulkus Kornea Virus

a. Keratitis Herpes Simpleks

Keratitis herpes simpleks ada dua bentuk yaitu primer dan rekurens. Keratitis

ini adalah penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab kebutaan kornea paling

umum di Amerika. Bentuk epitelialnya adalah padanan dari herpes labialis yang

memiliki ciri-ciri imunologik dan patologik sama juga perjalanan penyakitnya.

Perbedaan satu-satunya adalah bahwa perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung

lama karena stroma kurang vaskuler sehingga menghambat migrasi limfosit dan

makrofag ke tempat lesi. Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga hanyalah

respons imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus, namun

sekarang makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus aktif dapat

timbul di dalam stroma dan mungkin juga sel-sel endotel selain di jaringan lain dalam

segmen anterior seperti iris dan endotel trabekel. Kortikosteroid topikal dapat

mengendalikan respons peradangan yang merusak namun memberi peluang terjadinya

replikasi virus. Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal harus

ditambahkan obat anti virus.

Page 14: ULKUS

Gambar 6. Ulkus kornea herpes simpleks

b. Keratitis Virus Varicella-Zoster

Infeksi virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk yaitu primer

(varicella) dan rekurens (zoster). Manifestasi pada mata jarang terjadi pada varicella

namun sering pada zoster oftalmik. Berbeda dari keratitis HVS rekurens yang

umumnya hanya mengenai epitel, keratitis VZV mengenai stroma dan uvea anterior

pada awalnya. Lesi epitelnya keruh dan amorf kecuali kadang-kadang ada

pseudodendrit linier yang sedikit mirip dendrit pada keratitis HSV. Kekeruhan stroma

disebabkan oleh edema dan sedikit infiltrat sel yang awalnya hanya subepitel.

Kehilangan sensasi kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung

berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sembuh. Acyclovir intravena dan oral telah

dipakai dengan hasil baik untuk mengobati herpes zoster oftalmik. Kortikosteroid

topikal mungkin diperlukan untuk mengobati untuk mengobati keratitis berat, uveitis

dan glaukoma sekunder.

4. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Page 15: ULKUS

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,

kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin

stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 7. Ulkus Kornea Acanthamoeba

ULKUS KORNEA PERIFER

1. Ulkus Dan Infiltrat Marginal

Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus ini

timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun khususnya blefarokonjungtivitis

stafilokokus. Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibodi dari

pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel kornea.

Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linier atau lonjong terpisah dari limbus

oleh interval bening dan hanya pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami

vaskularisasi. Proses ini sembuh sendiri umumnya setelah 7 sampai 10 hari. Terapi

terhadap blefaritis umumnya dapat mengatasi masalah ini, untuk beberapa kasus

diperlukan kortikosteroid topikal untuk mempersingkat perjalanan penyakit dan

mengurangi gejala. Sebelum mamekai kortikosteroid perlu dibedakan keadaan ini yang

dulunya dikenal sebagai ulserasi kornea catarrhal dari keratitis marginal.

Page 16: ULKUS

Gambar 8. Ulkus kornea marginal

2. Ulkus Mooren

Penyebab ulkus mooren belum diketahui namun diduga autoimun. Ulkus ini

termasuk ulkus marginal. Pada 60-80 kasus unilateral dan ditandai ekstravasi limbus dan

kornea perifer yang sakit dan progresif dan sering berakibat kerusakan mata. Ulkus

mooren paling sering terdapat pada usia tua namun agaknya tidak berhubungan dengan

penyakit sistemik yang sering diderita orang tua. Ulkus ini tidak responsif terhadap

antibiotik maupun kortikosteroid. Belakangan ini telah dilakukan eksisi konjungtiva

limbus melalui bedah dalam usaha untuk menghilangkan substansi perangsang.

Keratoplasi tektonik lamelar telah dipakai dengan hasil baik pada kasus tertentu. Terapi

imunosupresif sistemik ada manfaatnya untuk penyakit yang telah lanjut.

Gambar 9. Ulkus Mooren

c. Ring Ulcer

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk

melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul

perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring

Page 17: ULKUS

ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral.

Perjalanan penyakitnya menahun.

Gambar 10. Ring ulcer

2.8. DIAGNOSIS ULKUS KORNEA

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis

pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma,

benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis

akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat

pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi

penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi

imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi

imunosupresi khusus. Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa : 4,5,7

Gejala Subjektif

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

Sekret mukopurulen

Merasa ada benda asing di mata

Pandangan kabur

Mata berair

Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

Silau

Nyeri, Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada

perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

Page 18: ULKUS

Gejala Objektif

Injeksi siliar, hipopion

Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea, superfisial,

maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenulae, keratitisinterstisial),

menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebrae

(terutama palpebrae superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea

berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya

agak mengaburkan, terutama kalau letaknya di pusat. Meskipun berair mata dan fotofobi

umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada sekret mata kecuali pada ulkus

bakteri purulen.

Dari pemeriksaan fisik diketahui bahwa ulkus sentral biasanya merupakan ulkus

infeksi akibat kerusakan pada epitel. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Tukak

kornea akan memberikan kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang

bila diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau di tengahnya. Iris sukar dilihat karena

keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea. Biasanya kokus gram

positif, staphilococcus aureus dan streptokokus pneumonia akan memberikan gambaran tukak

yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada tukak yang

supuratif. Bila tukak disebabkan jamur maka infiltrat akan berwarna abu-abu dikelilingi

infiltrat halus disekitarnya (fenomena satelit).

Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp,

sedangkan kausanya atau penyebabnya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik

dan kultur. Beberapa pemeriksaan diagnostik meliputi :

Ketajaman penglihatan

Tes refraksi

Tes air mata

Page 19: ULKUS

Pemeriksaan slit-lamp

Keratometri (pengukuran kornea)

Respon refleks pupil

Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 11. Ulkus kornea dengan fluoresensi

Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari

dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau

Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan

periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar

ekstrak maltosa.

2.9 PENATALAKSANAAN ULKUS KORNEA

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata

agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea

tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus,

anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat

bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat

dan perlunya obat sistemik.5,10,11

1. Pengobatan konstitusi

Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang kurang dari

normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang

baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B

kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak

Page 20: ULKUS

sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril

yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan

akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan

bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.

2. Pengobatan lokal

Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea sekecil

apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus

diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus

segera dihilangkan.

Infeksi pada mata harus diberikan :

Sulfas atropine sebagai salap atau larutan, kebanyakan dipakai sulfas atropine karena

bekerja lama 1-2 minggu.

Efek kerja sulfas atropine :

- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata

dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis

sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah

pembentukan sinekia posterior yang baru

Skopolamin sebagai midriatika.

Analgetik.

Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi

jangan sering-sering.

Page 21: ULKUS

Antibiotik

Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas

diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus

sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan

juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.

Anti jamur

Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang

tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :

1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5

mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole

2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol

3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti biotik

Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk

mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik

bila terdapat indikasi. Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,

interferon inducer.

Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat

menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap

perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih

tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

Page 22: ULKUS

1. Kauterisasi

a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat

b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan

instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada

pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.

2. Pengerokan epitel yang sakit

Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan

perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak

mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap

konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik

menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk

mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan

kembali.

Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas

atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan bergerak. Bila

perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :

Iridektomi dari iris yang prolaps

Iris reposisi

Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati

seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi

leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

Page 23: ULKUS

Gambar 12 Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi.

3. Keratoplasti

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.

Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea

yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita

2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Gambar 13 Keratoplasti

2.10 KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering timbul berupa kebutaan parsial atau komplit dalam

waktu sangat singkat, kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan

panopthalmitis, prolaps iris, sikatrik kornea, katarak, glaukoma sekunder. Komplikasi

sistemik juga menjadi masalah serius karena beberapa kasus berkaitan dengan tingkat

kematian yang tinggi. 1,3

2.11 PROGNOSIS

Page 24: ULKUS

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya

mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi

yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena

jaringan kornea bersifat avaskuler. Penyembuhan yang lama mungkin juga mempengaruhi

ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila ketaatan penggunaan obat terjadi pada

penggunaan antibiotik maka dapat menimbulkan masalah baru, yaitu resistensi.3,5

BAB III

ILUSTRASI KASUS

1. Identitas Pasien

- Nama : Tn D

- Usia : 47 tahun

- Jenis Kelamin : Laki-laki

- Pekerjaan : Guru

- Agama : Islam

- Tanggal pemeriksaan : 24 Juli 2015

2. Anamnesis

a. Keluhan utama

Nyeri pada mata kiri

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Undata Palu dengan keluhan nyeri pada mata

kiri sejak ±6 minggu yang lalu akibat terkena lumpur saat sedang mencangkul di

Page 25: ULKUS

sawah. Empat hari kemudian, pasien mulai merasakan mata berwarna merah, bengkak,

nyeri seakan bola mata akan keluar. Pasien mulai merasakan pandangan kabur ± 1

minggu sejak kejadian dan berlangsung progresif hingga hari ini. Pasien mengeluhkan

mata juga berair, silau, terasa mengganjal, nyeri kepala. Tidak ada rasa gatal maupun

kotoran mata berlebih.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Kolesterol (+), diabetes mellitus dan hipertensi disangkal

Riwayat pemakaian kacamata disangkal

Riwayat terkena kayu 6 bulan lalu dan mengalami mata merah namun sembuh sendiri

tanpa pengobatan

d. Riwayat Penyakit Mata dalam Keluarga

Tidak ada

e. Riwayat Pengobatan

Pasien sudah pernah mendapatkan pengobatan tetes mata segera setelah terkena

lumpur, kemudian pasien ke puskesmas dan mendapat salep namun tidak membaik.

Pasien kemudian berobat ke dokter praktek dan mendapat obat tetes serta antibiotik

kemudian keluhan berkurang. Riwayat alergi disangkal

3. Status Generalis

Kesadaran: komposmentis

Tanda vital:

Tekanan darah : 110/80mmhg

Nadi : 84x/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu : 36,5°C

4. Pemeriksaan Status Oftalmologi

Pemeriksaan OD OS

Visus 5/12 S-1,0D 5/5

Addisi S +1,5D

PD : 64/62 mm

1/∞

Addisi S +1.5D

PD : 64/62 mm

Inspeksi

Palpebra Edema (-), tumor (-) Edema (-), tumor (-)

Page 26: ULKUS

App. Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)

Silia Sekret (-) Sekret (-)

Konjungtiva Normal Hiperemis (+)

Bola mata Normal Normal

Pergerakan bola mata Ke segala arah Sulit dinilai

Kornea Jernih Lekoma (+), sinekia anterior

(+)

COA Cukup dalam Cukup dalam

Iris Cokelat, kripte (+) Cokelat, Kripte (+)

Pupil Bulat, sentral, diameter 3

mm, RCL (+), RCTL (+)

Sulit dinilai

Lensa Jernih Jernih

Palpasi

Tensi okuler Normal Normal

Nyeri tekan - +

Massa tumor - -

Gland. Pre-aurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

Tonometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes buta warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Oftalmoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Slit lamp Konjungtiva hiperemis (-),

kornea jernih, BMD normal,

iris coklat kripte (+), Pupil

bulat, sentral, refleks cahaya

(+) lensa jernih

konjungtiva hiperemis(+), kornea keruh, tampak sikatrik di pinggir kornea hingga separuh kornea, BMD kesan normal, iris coklat kripte (+),pupil bulat sentral, reflex cahaya (+),lensa sulit dievaluasi

5. Pemeriksaan laboratorium

Tidak dilakukan

6. Resume

Page 27: ULKUS

Pasien laki-laki umur 47 tahun dengan keluhan nyeri pada oculi sinistra sejak ±6 minggu

yang lalu akibat terkena lumpur saat sedang mencangkul di sawah. Empat hari kemudian,

pasien mulai merasakan mata berwarna merah, bengkak, nyeri seakan bola mata akan

keluar. Pasien mulai merasakan pandangan kabur ± 1 minggu sejak kejadian dan

berlangsung progresif hingga hari ini. Pasien mengeluhkan mata juga berair, silau, terasa

mengganjal, nyeri kepala. Tidak ada rasa gatal maupun kotoran mata berlebih. Kolesterol

(+), riwayat pengobatan salep dan obat tetes mata (+).

Pada pemeriksaan oftalmologi ditemukan visus OD 5/12 dan OS 1/∞, OD terkoreksi

dengan lensa sferis -1.0D sehingga visus OD menjadi 5/5. Pemeriksaan jarak dekat

menggunakan Jaeger ditemukan 30/30, terkoreksi dengan addisi S+1.5D menjadi 20/30.

7. Diagnosis

OD : miopia simpleks dan presbiopia

OS : ulkus kornea

8. Tatalaksana

Koreksi dengan kacamata bifocal pada OD dengan lensa S -1.0D dan addisi OD S+1.5D

Medikamentosa :

- Ofloxacin ed 6 dd1 OS

- Natamycin ed 4x1 OS

- Gentamycin ed 3x1 OS

- Ciprofloxacin tab 2x500 mg

- Methylprednisolone tab 3x 4 mg

9. Prognosis

- Ad vitam : bonam

Page 28: ULKUS

- Ad functionam : dubia ad malam

- Ad sanationam : bonam

PEMBAHASAN

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian

jaringan kornea dan merupakan keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat

supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari

epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat

untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,

endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan

kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.

Pasien ini didiagnosis dengan OS ulkus kornea berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisis. Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri pada oculi sinistra sejak ±6

minggu yang lalu akibat terkena lumpur. Keluhan disertai mata berwarna merah, bengkak,

nyeri, pandangan kabur, mata berair, silau, terasa mengganjal, nyeri kepala. Pada pasien

adanya keluhan nyeri dan fotofobia dikarenakan pada kornea serabut nyeri tidak bermyelin

sehingga apabila kornea mengalami iritasi akan menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.

Fotofobia juga dapat terjadi akibat adanya kontraksi dari iris yang meradang, bisa juga

karena pembiasan cahaya pada retina tidak pada satu titik dikarenakan adanya kekeruhan

pada kornea sebagai media refrakta, hal ini juga menyebabkan terjadinya penurunan visus

pada pasien terutama jika letaknya disentral. Pada pasien ini terjadi lakrimasi karena yang

mempersarafi sama dengan yang mempersarafi kornea yaitu N.Trigeminus cabang I sehingga

apabila terjadi inflamasi dikornea maka berpengaruh pada apparatus lakirimalis.

Ulkus kornea terjadi akibat adanya reaksi radang pada epitel karena yang kemudian

dapat masuk kelapisan bawahnya, bisa juga intoksikasi dari bakteri sehingga terjadi reaksi

imun yang mengeluarkan sitokin. Edema pada kornea dikarenakan infiltrat sel radang pada

lapisan kornea, khususnya pada lapisan epitel dan stroma.

Untuk mencari penyebab dari ulkus kornea, maka dilakukan pemeriksaan kultur yang

berasal dari apusan kornea tetapi pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tersebut karena

mengingat membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil kultur. Ulkus kornea

Page 29: ULKUS

akan memberikan kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek pada lapisan stroma.

Uji fluoresein digunakan untuk melihat adanya defek epitel kornea. Bila kornea terlihat

berwarna hijau berarti ada kerusakan epitel kornea, yang menandakan fluoresein positif.

Biasanya uji fluoresein positif diterdapat pada keratitis, ulkus kornea, erosi kornea. Uji

sensitivitas sebenarnya perlu dilakukan untuk mengetahui jenis obat yang sensitif maupun

telah resisten pada pasien ini.

Pengobatan pada kasus ini diberikan antibiotik untuk menghambat pertumbuhan

bakteri. Pada umumnya diberikan golongan spektum luas yakni gentamisin dan ciprofloxacin.

Antibiotik ciprofloxacin efektif untuk bakteri gram positif sedangkan gentamisin efektif

terhadap bakteri kokus gram positif, basil gram negatif, dan pseudomonas. Ofloxacin

merupakan antibiotik golongan kuinolon yang memiliki spektrum luas. Natamycin

merupakan antifungal yang efektif terhadap Candida, Asperghillus, Cephalosporium dan

Penicillium

Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad malam karena tingkat keparahan dan

lamanya pasien datang untuk mendapatkan pengobatan sehingga sudah terjadi penurunan

visus dan terbentuk lekoma.

BAB IV

KESIMPULAN

- Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat

supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi

dari epitel sampai stroma

- Klasifikasi ulkus kornea berdasarkan lokasi yakni ulkus kornea sentral, ulkus kornea

perifer

- Gejala klinis pasien yang didiagnosis ulkus kornea antara lain : Eritema pada kelopak

mata dan konjungtiva, sekret mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan

kabur, mata berair, bintik putih pada kornea, silau, nyeri, infiltat yang steril dapat

Page 30: ULKUS

menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai

dengan robekan lapisan epitel kornea, injeksi siliar, hipopion, hilangnya sebagian

jaringan kornea, dan adanya infiltrat

- Pengobatan ulkus kornea dapat berupa medikamentosa sesuai kausalnya dan operatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17 th ed.

USA Appleton & Lange; 2008. p. 126-49

2. Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine. Diakses

pada tanggal 27 Juli 2015. Dikutip dari: http://www.emedicine.com/emerg/topic

115.htm .

3. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2010. p. 1-13

4. Paul dan John. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam Vaughhan dan Ashabury

Oftalmology Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC ; 2009. p. 1-27

5. Farida Y. Corneal Ulcer Treatment. J majority. Januari 2015, volume 4(1), p 119-27.

Diakses pada tanggal 27 Juli 2015. Dikutip dari :

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/511/512

Page 31: ULKUS

6. Amatya R,et.al. Etiological agents of corneal ulcer : five years prospective study in

eastern Nepal. Nepal Med Coll J. September 2012, 14(3) : 219-22. Diakses pada tanggal

27 Juli 2015. Dikutip dari :

http://www.researchgate.net/profile/Subha_Shrestha2/publication/

256762696_Etiological_agents_of_corneal_ulcer_five_years_prospective_study_in_east

ern_Nepal/links/00b4953cdf17a1b6e3000000.pdf?

inViewer=true&&origin=publication_detail&inViewer=true

7. Sharma. Corneal Ulcers Diagnosis and Management. Jaype. 2008.p 8-12.

8. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8,

American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.179-92

9. Basic and Clinical Science Course. Fundamental and principles of ophthalmology,

section 2, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009. P. 45-9

10. Ka nsk i   J J .  D i so rde r   o f   Co r ne a   an d   Sc l e r a .   I n :  C l i n i ca l  

Op th a lm o l og yASystematic Approach. Edisi 6: 2007 page.100-149.

11. Yum HR,et.al. Retrocorneal membrane after Descement endothelial Keratoplasty.

September 2013,32(9):1288-90. Diakses pada tanggal 27 Juli 2015.