Ukuran Butir Dan Genesa
Click here to load reader
-
Upload
indra-syahputra-hasibuan -
Category
Documents
-
view
93 -
download
41
description
Transcript of Ukuran Butir Dan Genesa
Petrologi batuan Sedimen klastik untuk Analisa Stratigrafi
Debriadi Harset (30533)
Rizal Abiyudo (30718)
Bhima Suhardiyansyah (30747)
Mahasiswa Teknik Geologi FT UGM, Jl. Grafika 2, Yogyakarta 55281
Sari
Stratigrafi termasuk bagian dari disiplin ilmu geologi yang terfokus pada bentuk, susunan, distribusi geografi, rangkaian kronologi, klasifikasi, korelasi, dan hubungan dari lapisan batuan, khususnya sedimen, disebut pula stratigrafi geologi (Sybil P. Parker, 1984).
Batuan sedimensecara umum terbentuk dari proses – proses yang antara lain nya , Batuan sedimen dari proses mekanik, Batuan sedimen dari proses biologi, Batuan sedimen dari proses kimiawi.
Batuan sedimen yang terbentuk dari proses mekanik sering disebut dengan batuan sedimen klastik. Batuan ini terbentuk dari hasil rombakan batuan yang sudah ada sebelumnya. Batuan tersebut dapat diklasifikasikan dengan berdasarkan ukuran butirnya, mulai dari yang berukuran halus dengan kasar, yang antara lain, lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal, berangkal, dan bongkah.
Dengan mengetahui petrologi, baik tekstur maupun komposisi dari batuan sedimen klastik tersebut, maka dapat digunakan untuk analisa dari stratigrafi yang ada, hal tersebut menyangkut asal- mula jadi atau originnya.
I. Pendahuluan
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh deposisi sedimen yang terkonsolidasi dalam sebuah lapisan (Sybil P. Parker, 1984). Sedimentary rocks are the product of the creation, transport, deposition, and diagenesis of detritus and solutes derived from pre-existing rocks (Kendall, Chris., ___).
Petrologi batuan sedimen adalah deskripsi dan klasifikasi batuan sedimen. Disebut juga sedimentography (Sybil P. Parker, 1984).
Stratigrafi analisa adalah
Maksud dari stratigrafi ini adalah untuk :
Pemerian secara obyektif dan lengkap dari komponen penyusun tubuh batuan, baik secara vertikal maupun secara lateral.
Penentuan jenis dan macam hubungan antar komponen.
Sedang tujuan dari pembelajaran ini adalah :
Rekonstruksi proses, pengaruh kondisi organis dan anorganis, tempat, serta perkembangannya dalam:
- ruang : Paleogeografi
- waktu : Sejarah geologi
II. Petrologi Batuan Sedimen Klastik
Asal dari pemahaman petrologi ini
The origin of the
Tekstur yang menyangkut ukuran butir, bentuk butir, sortasi, kemas, dapat mengetahui pengendapannya di dalam atau di luar cekungan serta sejarah transportasinya. Tekstur batuan sedimen klastik dibentuk secara primer oleh proses fisika sedimentasi dan dianggap menghasilkan ukuran butir, bentuk ( kebundaran, tekstur permukaan) dan kemasan ( orientasi butir dan hubungan butir ).
Ukuran butir partikel sedimen penting dalam beberapa hal. Ukuran butir mencerminkan :
- Resistensi partikel terhadap pelapukan, erosi dan abrasi. Partikel – partikel yang luak seperti batugamping dan fragmen – fragmen batuan makin lama makin mengecil, bahkan partikel kuarsa yang besar dan resistensi akan terabrasi dan berubah ukurannya.
- Proses transportasi dan deposisi seperti kemampuan air, angin untuk menggerakkan dan mengendapkan partikel.
Pada skala geometri berkembang banyak skala ukuran butir atau skala kelas, tetapi skala yang digunakan hampir universal oleh sedimentologis adalah skala Udden Wenworth. Skala ini pertama kali diajukan oleh Udden pada 1898 dan dimodifikasi dan ditambah oleh Wenworth pada 1922. Skala ini berkisar dari < 1/256 mm sampai >256 mm dan dipisahkan ke dalam 5 kategori ukuran utama yaitu lempung, lanau, pasir dan kerakal.
Komposisi penyusun berdasarkan kehadiran mineral – mineral tertentu, bersama dengan tekstur dapat mengetahui diagenesa apajkah telah terganti atau terubaha atau tidak.
Tekstur
Pada ukuran butir, mempunyai pengaruh terhadap energi pengendapannya. Semakin besar ukuran butir, maka kemungkinan batuan sedimen klastik tersebut terendapkan membutuhkan energi yang besar, atau arus yang kuat, dapat juga tidak jauh dari sumber. Sebaliknya, semakin kecil atau halus ukuran butir, maka kemungkinanan batuan sedimen klastik tersebut terendapkan membutuhkan energi yang lemah, atau arus yang kecil, dapat juga dekat dengan sumber. Secara teoritis ukuran butir makin ke hilir akan semakin halus dengan catatab bahwa batuan sumber dari sedimen tersebut adalah sama dan faktor lain yang tetap konstan. Berkurangnya ukuran butir disebabkan adanya abrasi pada butiran selama abrasi. Abrasi merupakan proses yang bekerja secara aktif sehingga mengakibatkan ukuran partikel makin ke hilir makin kecil ( Pettijohn, 1975 h.45 ). Penurunan ukuran butir tidak semata – mata disebabkan oleh abrasi tapi juga merupakan refleksi dari penurunan kompetensi sungai dan yang diakibatkan oleh penurunan gradien sungai.
Tabel.Skala wenworth
Oleh Boggs (1987) dikatakan derajat kebundaraan (roundness) adalah sifat bentuk partikel yang berhubungan dengan ketajaman atau kelengkungan tepi dan pojok-pojoknya. Derajat kebundaraan (roundness) sendiri dipengaruhi oleh ukuran material, komposisi, tipe transportasi dan jarak transportasi. Mineral yang memiliki ketahanan fisik tinggi (kuarsa dan zirkon) akan memiliki nilai roundness yang lebih besar dari pada mineral yang memiliki daya tahan yang rendah (feldspar dan piroksen). Material yang lebih besar (pebble dan cobble) cenderung memiliki harga roundness yang lebih besar dari material yang lebih kecil (pasir) (hal.127).
Tingkat kebolaan juga berpengaruh, sphericity adalah ukuran yang menggambarkan kecenderungan suatu bentuk butir kearah bentuk membola (Tucker, 1991).Sedang Boggs (1987) mengatakan derajat kebolaan (sphericity) adalah ukuran yang menggambarkan kecenderungan suatu butiran ke arah bentuk membola. Variabel yang paling mengontrol sphericity adalah bentuk asal dari butiran tersebut (hal. 125). Selama proses transportai ukuran butir dari partikel – partikel mengecil dan bentuk permukaannya termodifikasi dengan dikontrol oleh bentuk asal dan kekuatan dari abrasi arus yang mengangkutnya. Proses transportasi ini berlangsung secara memilih, yaitu pengelompokan partikel – partikel berdasarkan ukuran dan bentuk butirnya. Material yang nonsperikal cenderung lebih lama berada dalam cairan dari pada material yang lebih sperikal.
Untuk nilai roundness akan bertambah tinggi seiring dengan pertambahan waktu (durasi) sedimentasi dan jarak transportasi, misalnya dari hulu ke hilir. Nilai roundnessjuga dapat menentukan tingkat abrasi yang terjadi, yang juga berhubungan dengan tingkat resistensi batuan. Tingkat abrasi yang intensif akan menyebabkan nilairoundness semakin tinggi. Sedang nilai sphericity akan bertambah tinggi apabila bentuk butiran semakin menyerupai bola atau semakin well rounded. Tetapi pada perhitungansphericity ini, Boggs (1987)
mengatakan bahwa hasil perhitungan sphericity yang sama terkadang dapat diperoleh pada semua bentuk butir.
Semakin bagus sortasi atau tingkat keseragaman ukuran butirnya tinggi , maka menandakan pengendapan batuan sedimen klastik tersebut dengan energi homogen atau sama, sebaliknya bila sortasi buruk, dengan artian ada keragaman ukuran butir, dengan adanya fragmen dan matriks, menandakan energi pengendapan yang heterogen atau tidak sama. Porositas batuan juga dapat dianalisa dari adanya sortasi ini. Semakin bagus sortasinya, maka porositasnya semakin tinggi, begitu sebaliknya. Hal ini dapat untuk aplikasi pada dunia perminyakan.
Kemas pada batuan sedimen klastik juga dapat menentukan asal mula pengendapannya dengan didasarkan pada kondisi alirannya atau tipe arus yang mengenainya. Pada kemas terbuka, dapat terbentuk pada proses pengendapan yang cepat, dalam hal ini pada pengendapana dengan arus turbit. Sedangkan pada kemas tertutup dapat terbentuk pada proses pengendapan dengan kecepatan yang relatif rendah, bertahap, seperti pada pengendapan dengan arus traksi.
Komposisi penyusun
Komposisi mineralogi pada batuan sedimen merupakan cerminan yang dapat dijadikan untuk mengetahui keberadaan dan tipe batuan sumbernya (studi provenance).
Tingkat maturity batuan sedimen klastik dapat dilihat dari adanya kuarsa, mineral lempung, matriks
Semakin kecil kandungan lempungnya, maka tingkat kematangan batuan sedimen itu semakin tinggi, begitu sebaliknya.
Kandungan kuarsa derngan dibandingkan mineral yang lain juga dapat menentukan provenance (asal mula) serta tingkat pengendapannya dengan sumber. Kuarsa paling atabil, sehingga bila masih ada ditemukan mineral – mineral seperti olivin piroksen, felspar, ortoklas pada batuan sedimen klastik maka kemungkinan terendapkan belum jauh dari sumber.
III. kesimpulan
Komposisi mineralogi pada batuan sedimen merupakan cerminan yang dapat dijadikan untuk mengetahui keberadaan dan tipe batuan sumbernya (studi provenance).
Comments : 1 Comment »
Categories : Artikel Geologi
5th Stratigraphy Analysis6052010
Rekaman Stratigrafi untuk Analisis Geologi Suatu Daerah
Debriadi Harset (30533)
Rizal Abiyudo (30718)
Bhima Suhardiyansyah (30747)
Mahasiswa Teknik Geologi FT UGM, Jl. Grafika 2, Yogyakarta 55281
Sari
Stratigrafi termasuk bagian dari disiplin ilmu geologi yang terfokus pada bentuk, susunan, distribusi geografi, rangkaian kronologi, klasifikasi, korelasi, dan hubungan dari lapisan batuan, khususnya sedimen, disebut pula stratigrafi geologi (Sybil P. Parker, 1984). Ilmu
geologi terbagi menjadi dua, yaitu geologi fisik dan geologi sejarah. Stratigrafi rekaman adalah bagian dari disiplin ilmu geologi yang termasuk dalam cabang geologi sejarah.
Rekaman stratigrafi adalah suatu data, tampilan dari urutan-urutan lapisan yang berisikan informasi mengenai litologi batuan, struktur sedimen, tekstur, fosil-fosil yang terkandung, fasies pengendapan, ulangan batuan dan kontak antar tiap lapisan batuan yang dapat menceritakan sejarah geologinya.
Rekaman stratigrafi memiliki kegunaan – kegunaan dalam analisa geologi suatu daerah, yang antara lain untuk mengekspresikan fasies pengendapan; menunjukkan non depositional surface, ketidakselarasan atau bidang erosi; menggambarkan rock cycle; enunjukkan suatu lingkungan pengendapan, Menunjukkan adanya perubahan lingkungan pengendapan.
I. Pendahuluan
Stratigrafi adalah suatu cabang geologi yang mempelajari tentang bentuk, susunan, distribusi geografi, rangkaian kronologi, klasifikasi, korelasi, dan hubungan dari lapisan batuan, khususnya sedimen, disebut pula stratigrafi geologi (Sybil P. Parker, 1984). Selain itu pengertian lainnya stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari lapisan batuan yang diendapkan di bumi. Stratigrafi termasuk bagian dari disiplin ilmu geologi, yang tiap lapisannya dapat menceritakan sejarah geologinya berdasarkan waktu masing – masing.
Ilmu geologi terbagi menjadi dua, yaitu geologi fisik dan geologi sejarah.
Geologi fisik adalah cabang dari geologi yang terfokus pada pengertian komposisi – komposisi bumi dan perubahan fisik yang terjadi berdasarkan pembelajaran tentang batuan, mineral – mineral, dan endapan – endapan, struktur serta formasi – formasinya (Sybil P. Parker, 1984).
Geologi sejarah merupakan integrasi dari urutan perkembangan proses dan tempat pembentukan batuan yang ada, perkembangan tektonik yang terjadi serta proses eksogenik yang menjadikan kenampakannya seperti yang terlihat pada masa kini pada suatu daerah tertentu (Wartono, 2001). Selain itu geologi sejarah berarti cabang dari geologi yang terfokus pada pembelajaran secara sistematis pada lapisan – lapisan batuan dan hubungannya dalam suatu waktu serta pembelajaran fosil dalam suatu sekuen lapisan batuan tersebut (Sybil P. Parker, 1984).
Stratigrafi rekaman adalah bagian dari disiplin ilmu geologi yang termasuk dalam cabang geologi sejarah. Pengertiannya adalah suatu data, tampilan dari urutan-urutan lapisan yang berisikan informasi mengenai litologi batuan, struktur sedimen, tekstur, fosil-fosil yang terkandung, fasies pengendapan, ulangan batuan dan kontak antar tiap lapisan batuan yang dapat menceritakan sejarah geologinya. Yang terpenting dalam rekaman stratigrafi ini adalah dapat mengekspresikan 5 hal, yaitu :
1. Fasies pengendapan
2. Non depositional surface, ketidakselarasan atau bidang erosi
3. Rock cycle
4. Suatu lingkungan pengendapan
5. Adanya perubahan lingkungan pengendapan
II. Lingkungan Pengendapan
Ekspresi suatu lingkungan pengendapan dapat terlihat dalam stratigrafi rekaman seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Interpretasi dari rekaman stratigrafi dalam penentuan lingkungan pengendapan memerlukan beberapa unsur yang saling dikombinasikan satu sama lain yaitu :
- Struktur sedimen
- Analisa ukuran butir
- Fosil (fosil utuh dan fosil jejak)
- Sekuen vertikal , hubungan lateral
- Geometri, penyebaran dari litologinya
Secara umum lingkungan pengendapan terbagi menjadi 3 tempat yaitu :
1. Lingkungan pengendapan transisi
2. Lingkungan pengendapan laut
3. Lingkungan pengendapan darat
Lingkungan pengendapan darat
Gambar disamping merupakan contoh gambar urutan litologi pada lingkungan pengendapan darat, yaitu lingkungan sungai (braided stream). Braided streamumumnya mempunyai kedalaman yang dangkal dengan suplai sedimen yang besar (cenderung overloaded). Braided stream mempunyai ciri-ciri yaitu tubuh airnya terbagi-bagi oleh endapan sungai. Mekanisme transportasi adalah bedload dan suspended load. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola braided stream antara lain : jumlah suplai sedimen; bentuk channel; kecepatan arus; tekstur dasar sungai; serta iklim (Stepeld & Welman, 1975 dalam Davis, 1983).
Struktur sedimen yang terbentuk pada lingkungan pengendapan ini cukup beraneka ragam. Secara garis besar (Miall,1977 dalam Davis 1883) membagi menjadi 3 kelompok, yaitu : planar cross stratified, trough cross stratified, & masif.
Menurut Miall, bentuk endapan sungai ini bisa berupa :
- longitudinal bars
- linguoid bars
- transverse bars
Masih menurut Miall, terdapat 4 peristiwa pengendapan pada lingkungan ini, yaitu :
- flooding
- akresi lateral (pelebaran tubuh batuan)
- channel agradation
- reoccupation of channel (terjadinya arus yang memotong endapan sungai)
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pengendapan di lingkugan darat, antara lain :
1. Faktor fisik
Faktor fisik yang dimaksud adalah kecepatan fluida (media transportasi) atau kecepatan aliran sedimen. Kecepatan transportasi ini akan berpengaruh terhadap ukuran butir sedimen yang terangkut, tingkat sortai, struktur sedimen serta bentuksedimen bodies. Selain itu ada faktor-faktor lain, yaitu :
- jenis gerakan fluida : laminar flow dan turbulent flow
- jenis mekanisme pengendapan : gravity , bedload, atau suspension load
- banyak sedikitnya suplai sedimen
2. Faktor kimia, meliputi :
- pH dari media transportasi
- salinitas
- temperatur
Selain faktor fisik dan kimia yang berasal dari fluida dan material yang tertransport ada beberapa faktor lain yang berpengaruh yaitu faktor cekungan. Faktor cekungan sedimen tersebut meliputi :
1. Dimensi
Besar kecilnya cekungan sedimen
2. Sifat Cekungan
Cekungan bersifat reduktif atau oksidatif. Sifat tersebut tergantung kepada ada tidaknya pergerakan fluida. Jika sirkulasi fluida naik, maka sirkulasi oksigen akan naik juga. Jika sirkulasi oksigen baik, maka lingkungan pengendapan bersifat oksidatif, sebaliknya akan bersifat reduktif. Sifat cekungan ini akan mempengaruhi jenis material sedimen / mineral-mineral yang terbentuk / terendapkan.
3. Morfologi cekungan sedimen
Morfologi ini akan mempengaruhi mekanisme transportasi nantinya . misalnya pada cekungan sedimen yang mempunyai lereng yang miring / curam. Aliran sedimen akan terpengaruh oleh gaya gravitasi.
4. Tektonik yang bekerja pada saat sedimentasi berlangsung
Jika cekungan sedimentasi memiliki tektonik yang aktif, maka akan merubah ruang akomodasi. Hal ini tentunya dapat menyebabkan perubahan dimensi cekungan sedimentasi. Misalkan pada cekungan sedimentasi yang bagian dasarnya mengalami penurunan (subsidence), serta diiringi dengan suplai sedimen yang cukup maka nantinya endapan sedimen yang terbentuk akan menjadi tebal. Perubahan cekungan tersebut juga akan mempengaruhi bentuk / morfologi endapan sedimen.
Mekanisme pengendapan juga mempunyai peranan yang penting karena berhubungan dengan proses transportasi yang terjadi. Mekanisme pengendapan darat yang terjadi meliputi :
1. Sediment gravity flow
Kadar air / fluida sedikit, jadi material padat lebih berperan, meliputi :
- liquified sediment flows
- grain flows
- debris flows
- slump
2. Traction flow
Pada mekanisme ini kadar air yang berpengaruh tinggi, fluida lebih berperan daripada material padat. Pada traction flow, material sedimen bersinggungan dengan dasar sungai / cekungan. Meliputi :
- sliding
- rolling
- saltation
3. Suspension flow
Material sedimen berukuran halus bercampur dengan air membentuk suspensi. Sedimen mengendap secara perlahan-lahan oleh pengaruh gaya gravitasi. Suspension flow terjadi pada daerah dengan arus yang tenang, misal : danau
III. Kegunaan Stratigrafi Rekaman
Kegunaan rekaman stratigrafi untuk analisis geologi suatu daerah adalah :
1. Mengekspresikan fasies pengendapan
Fasies adalah seluruh aspek dari suatu bagian permukaan bumi sepanjang interval yang pasti dari waktu geologi (Teichert, 1958 dalam facies models Walker, 1984). Pendapat lain mengatakan fasies adalah jangka waktu yang mengandung jumlah total dari aspek-aspek litologi dan paleontologi pada sebuah unit stratigrafi (Gressly, 1838 dalam facies models Walker, 1984).
Analisa fasies pengendapan diperoleh dari observasi geometri, litologi, fosil dan struktur sedimen yang dapat memberikan informasi tentang paleocurrent. Setelah itu dilakukan interpretasi tentang lingkungan pengendapan dan paleogeografi. Dari interpretasi kedua hal tersebut dapat menunjukan suatu fasies model. Sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang lokasi, geometri dan aspek ekonomi.
Fasies pengendapan yang didapatkan dari rekaman stratigrafi, antara lain fasies (Walker, 1984) :
1. glasial
2. volkaniklastik
3. alluvial
4. fluvial
5. eolian
6. deltas
7. g. barrier island
8. shelf dan shallow marine
9. i. turbidite
10. trace fossil
11. karbonat
12. terumbu
13. evaporit
2. Menunjukkan non depositional surface, ketidakselarasan atau bidang erosi
Kebanyakan lapisan – lapisan di permukaan menunjukkan waktu jeda yang sebentar. Jika waktu jedanya lama, maka disebut dengan unconformity. Hiatus merupakan waktu jeda yang hadir pada bidang unconformity. Terminologinya adalah indikasi adanya sesuatu yang hilang. Semua unconformity dan hiatus mempunyai minimum time gappada beberapa cekungan. Umur dari minimum time gap ini menunjukkan umur yang tepat / cocok dari unconformity (Blackwelder, 1910).
Sedimen di antara bidang discontinous tidak selalu ada di setiap tempat pada kisaran waktu yang sama, tetapi dapat membatasi antara umur dengan bidang ketidakmenerusan.
3. Menggambarkan rock cycle
Proses ini merupakan proses di mana beragam variasi dari sedimen terendapkan dalam sekuen umum yang berulang. Gambaran rock cycle ini kemudian berhubungan dengan lingkungan pengendapan serta arus pengendapan.
4. Menunjukkan suatu lingkungan pengendapan
Lingkungan pengendapan merupakan suatu tempat di muka bumi yang berupa cekungan
yang dapat digunakan sebagai tempat teronggoknya material – material sedimen yang dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia, biologi.
5. Menunjukkan adanya perubahan lingkungan pengendapan
Ada 2 hal yang berperan utama terhadap keadaan ini, yaitu accomodation space(ruang akomodasi) dan suplai sedimen. Adapun ruang akomodasi ini dapat terpengaruhi oleh tektonik dan perubahan muka air laut. Adanya kenaikan muka air laut terhadap daratan, sedimen akan diendapkan jauh ke arah daratan. Pola ini disebut Coastal onlap. Kenampakan secara vertikal, disebut coastal aggradation,merupakan jumlah kenaikan relatifnya. Mengesampingkan faktor dari pengaruh yang lain. Dengan kata lain sea level stand.
Bila pada rekaman stratigrafi memperlihatkan kenampakan coarsening upward, maka diinterpretasi telah terjadi regresi, yaitu endapan yang terbentuk relatif ke arah laut. Dengan kata lain , disebut juga progradasi.
Bila pada rekaman stratigrafi memperlihatkan kenampakan fining upward, maka diinterpretasi telah terjadi transgresi, yaitu endapan yang terbentuk relatif ke arah darat. Dengan kata lain, disebut juga retrogradasi.
III. Kesimpulan
Stratigrafi rekaman adalah bagian dari disiplin ilmu geologi yang termasuk dalam cabang geologi sejarah.
Rekaman Stratigrafi merupakan suatu data, tampilan dari urutan-urutan lapisan yang berisikan informasi mengenai litologi batuan, struktur sedimen, tekstur, fosil-fosil yang terkandung, fasies pengendapan, ulangan batuan dan kontak antar tiap lapisan batuan yang dapat menceritakan sejarah geologinya.
Rekaman stratigrafi sangat berguna dalam analisa geologi suatu daerah, yang antara lain untuk :
- Mengekspresikan fasies pengendapan
- Menunjukkan non depositional surface, ketidakselarasan atau bidang erosi
- Menggambarkan rock cycle
- Menunjukkan suatu lingkungan pengendapan
- Menunjukkan adanya perubahan lingkungan pengendapan
Fasies pengendapan yang didapatkan dari rekaman stratigrafi, antara lain fasies (Walker,1984) glasial; volkaniklastik; alluvial; fluvial eolian; deltas; barrier island;shelf dan shallow marine; turbidite; trace fossil; karbonat; terumbu;evaporit.
Secara umum lingkungan pengendapan terbagi menjadi 3 tempat, yaitu lingkungan pengendapan transisi; lingkungan pengendapan laut; lingkungan pengendapan darat.
Perubahan lingkungan pengendapan meliputi transgresi (increasing accomodation space) yang sebanding dengan retrogradasi dan regresi (decreasing accomodation space) yang sebanding dengan progradasi.
Comments : 1 Comment »
Categories : Artikel Geologi
Stratigrafi #26052010
Formasi dan Setting Tektoniknya.
1. 1. Apa yang disebut dengan formasi ?
2. 2. Bagaimana formasi ditentukan ?
3. 3. Bagaimana kaitannya dengan locality type ?
4. 4. Cari informasi mengenai nama formasi yang berbeda tapi identik dalam umur/karakter/…… !!
5. 5. Bagaimana parameter yang dipakai, yang membedakan namanya ?
6. 6. Mengapa batas formasi dan batas umur dibedakan ?
7. 7. Mengapa nama formasi yang berbeda namun sama dalam hal karakter dapat dihubungkan berdasarkan setting tektoniknya ?
Yang disebut dengan Formasi adalah satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Sedangkan dalam buku berjudul :Principles Of Sedimentology And Stratigraphy (Sam Boggs, 1987), formasi didefinisikan sebagai suatu tubuh batuan yang dapat dikenali/diidentifikasi melalui karakter danposisi stratigrafinya, lazimnya, tapi tidak selalu, tubuh batuannya berbentuk tabular, dan dapat dipetakan pada permukaan bumi dan dapat dilacak keberadaannya di permukaan. Formasi dapat terdiri atas satu tipe batuan, perulangan dari dua atau lebih tipe batuan, atau berupa percampuran beberapa jenis batuan yang sangat heterogen.
Urutan tingkat satuan litostratigrafi resmi, masing-masing dari besar sampai kecil ialah : Kelompok, formasi dan anggota.
Beberapa penjelasan mengenai penentuan formasi :
Formasi harus memiliki keseragaman atau ciri-ciri litologi yang nyata, baik terdiri dari satu macam jenis batuan, perulangan dari dua jenis batuan atau lebih
Formasi dapat tersingkap dipermukaan, berkelanjutan ke bawah permukaan atau seluruhnya di bawah permukaan
Formasi haruslah mempunyai nilai stratigrafi yang meliputi daerah cukup luas dan lazimnya dapat dipetakan pada skala 1 : 25.000
Tebal suatu formasi berkisar antara kurang dari satu meter sampai beberapa ribu meter : oleh karena itu ketebalan bukanlah suatu syarat pembatasan formasi
Suatu lokasi tipe merupakan letak geografi suatu stratotipe atau tempat mula-mula ditentukannya satuan stratigrafi. Type locality ini berhubungan erat dalam penentuan nama formasi, artinya letak geografis atau nama daerah dimana singkapan (batuan) ditemukan dapat menjadi dasar utama dalam penamaan formasi yang dapat dibedakan dengan keterdapatan singkapan (batuan) lain pada lokasi yang lain. Misalnya : Formasi Nanggulan yang berumur Eosen, mempunyai type locality dan sebaran geografis di desa Kalisongo dekat Nanggulan, sekitar 20 km sebelah barat Jogjakarta. Maksudnya bahwa singkapan (batuan) yang mewakili formasi Nanggulan secara spesifik dapat kita temukan di desa Kalisongo.
Untuk contoh, dapat diambil dari beberapa formasi yang terdapat di Cekungan Sumatra Utara dan dibandingkan dengan formasi yang terdapat di Jawa Timur Utara (lihat tabel korelasi stratigrafi Cekungan Sumatra Utara-Jawa Timur Utara). Misalnya Formasi Baong yang terdapat di Cekungan Sumatra Utara, formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulempung yang diendapkan dibawahnya, dari tabel dapat dilihat bahwa formasi ini berumur Miosen Tengah-Atas. Padanan dari formasi ini adalah Formasi Ngrayong pada Jawa Timur Utara yang juga tersusun oleh batupasir dan batulempung, formasi ini juga mempunyai umur Miosen Tengah-Atas. Kedua formasi ini memiliki susunan litologi dan umur batuan yang identik, tetapi berbeda dalam penamaan. Perbedaan nama kedua formasi ini hanya didasarkan pada lokasi dimana formasi tersebut ditemukan, atau dengan kata lain hanya dibedakan berdasarkan tempat dan tipe cekungan.
Hubungan dengan setting tektonik
Kesamaan dalam umur dan karakter batuan pada kedua formasi ini dapat dihubungkan dengan setting tektonik yang bekerja pada kedua cekungan tersebut. Secara Regional Indonesia, merupakan zona penunjaman antara lempeng kontinen Eurasia dengan lempeng Samudera Hindia, sehingga secara tektonik kedua cekungan ini merupakan back arc basin, sedangkan berdasarkan teori geosinklin maka kedua cekungan ini merupakan miogeosinklin yang merupakan zona yang dekat dengancraton dan bebas aktivitas vulkanik. Krumblein & Sloss (1963) menyatakan bahwa miogeosinklin adalah daerah tidak aktif dan tidak terdapat gunung api. Indikasi lain yang mendukung bahwa kedua cekungan ini merupakan miogeosinklin adalah terdapatnya batupasir yang bagus sebagai reservoar, karena mengalami preservasi yang baik
Barlian Yulianto dan Laksmi Sriwahyuni dalam makalahnya (Proceedings Diskusi Ilmiah VII, Lemigas, 1995) mengatakan bahwa Cekungan Sumatra Utara dan Jawa Timur Utara dapat dikelompokkan ke dalam sistem cekungan busur-belakang Sumatera – Jawa, yang dibatasi sebelah barat atau selatannya oleh busur magmatik berumur Kuarter dan paparan Sunda di sebelah Utara.
Batas formasi dan batas umur dibedakan karena batas umur ditentukan oleh keterdapatan fosil pada batuan, sehingga dapat saja pada satu formasi terdapat 2 macam fosil atau lebih yang berbeda sehingga harus dibedakan batasnya, untuk peraturan batas ini nantinya berhubungan dengan geokronologi. Selain itu penentuan batas umur juga ditentukan dengan cara menghitung waktu peluruhan dari unsur radioaktif yang terkandung dalam batuan.
Contoh nama formasi yang berbeda tapi identik dalam karakter/umur batuan serta hubungan dengan setting tektoniknya
Comments : 1 Comment »
Categories : Artikel Geologi
Stratigrafi #16052010
PETROLOGI BATUPASIR
dan
TEKTONIK SEDIMENTASI
Pengertian Batupasir
Batupasir adalah salah satu jenis material atau batuan sedimen klastik yang secara dominan tersusun atas material yang berukuran pasir (1/16 – 2 mm; Pettijohn, 1987). Menurut Picard, 1971 dalam Sam Boggs, 1992, dikatakan batupasir, bila batuan tersebut sedikitnya mengandung 75 % material berukuran pasir sedangkan sisanya berupa material berukuran lempung atau lanau atau campuran keduanya.
Pengenalan terhadap sifat fisik batupasir akan mempermudah dalam menginterpretasi bagaimana tektonik sedimentasinya. Sifat fisik utama dalam batupasir adalah komposisi mineral, tekstur dan struktur. Komposisi mineral dalam batupasir berpengaruh terhadap penamaan batupasir yang selanjutnya digunakan untuk menginterpretasiprovenance dan
tektonik sedimentasinya. Komposisi yang menyusun batupasir cukup bervariasi, namun hanya mineral-mineral tertentu saja yang umum dan banyak dijumpai pada batupasir yaitu mineral kuarsa, feldspar dan fragmen batuan. Kelimpahannya dalam batupasir akan tergantung pada ketiga faktor utama, yaitu satu pada faktor ketersediaan suatu mineral dalam batuan asalnya, yang kedua pada ketahanan mineral terhadap proses mekanik, dan yang ketiga pada ketahanan mineral terhadap proses kimia.
Komposisi batupasir menurut Dickinson & Suczek, 1979 dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan asal sedimentasi, proses-proses sedimentasi yang berlangsung secara alami dalam cekungan pengendapan dan proses-proses yang berlangsung dariprovenance menuju basin. Hubungan provenance dan basin ditentukan oleh plate tektonic yang akan mengontrol penyebaran tipe batupasir yang berbeda.
Petrologi Batupasir dan Tektonik Sedimentasi
Hubungan antara komponen batupasir dengan provenance dan tektonik sedimentasi dapat dilihat pada diagram triangular yang dibuat oleh Dickinson & Suczek, 1979. Dickinson & Suczek membagi provenance batupasir kedalam tiga kelompok utama, yaitu continental block, magmatic arc, dan recycled orogen. Setiap provenance dibagi menjadi subprovenance yang dibedakan berdasarkan asal detritus yang dihasilkan serta cekungan tempat detritus diendapkan. Ketiga provenance itu adalah :
1. Continental Block
Lingkungan ini menghasilkan detritus yang berasal dari daerah non orogenic atau daricraton yang stabil dan dari daerah yang mengalami pengangkatan secara lokal, umumnya basement yang tersesarkan. Continental block ini dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu craton interior dan uplifted basement yang masing-masing mencirikan batupasir yang berbeda-beda.
Secara umum batupasir yang dihasilkan pada continental block ini adalah jenis batupasir kuarsa (quartz arenit). Adanya fragmen batuan pada daerah ini dapat mencerminkan bahwa basement batuan bukan saja dari granit/gneiss tetapi mungkin juga dari batuan metamorf.
1. Craton interior
Batupasir pada daerah ini berasal dari shield yang terekspos dan hasil siklus ulang (recycled) dari pergantian plateform yang terakumulasi ke plateform itu sendiri disepanjang batas kontinental yang terangkat pada shelf atau slope. Material cratonyang stabil berasal dari basement gneiss/granite yang tersingkap (mineral kuarsa dan potasium feldspar cukup melimpah dibandingkan fledspar plagioklas). Karena relief pada craton relatif landai sehingga proses sedimentasi (transportasi dan abrasi) ditempat itu menuju cekungan pengendapan berlangsung relatif lama, sehingga memungkinkan terjadinya seleksi komposisi butiran.
Pada kondisi ini hanya material yang resisten yang banyak hadir pada tempat pengendapan terakhir, misalnya kuarsa. Akibat abrasi yang relatif lama dihasilkan kuarsa dengan butiran yang memiliki sortasi baik, ukuran butir relatif seragam,rounded, serta kandungan lempung sedikit. Sementara itu feldspar dijumpai lebih sedikit dibandingkan kuarsa. Dengan kata lain batupasir pada daerah ini memiliki tingkat maturity dari mature – supermature.
1. Uplift basement
Pada daerah ini batupasir yang dihasilkan berasal dari kontinental basement rock yang tersesarkan, terangkat, tererosi dan terakumulasi dekat cekungan. Dimana proses transportasi ditempat itu tidak intensif. Karena adanya pengakatan basementdihasilkan relief yang cukup tinggi sehingga proses transportasi dan abrasi berlangsung lebih cepat dari cratonic interior, maka proses pemilahan kurang berlangsung dengan baik, oleh sebab itu feldspar dan kuarsa dapat dijumpai dalam jumlah yang sama dan bercampur dengan fragmen batuan dengan butiran tidak membulat baik, sortasi jelek, dijumpai matrik dari pelapukan feldspar. Batupasir pada daerah ini mempunyai tingkatmaturity dari submature – mature.
Continental block provenance
1. Magmatic Arc
Daerah ini berasosiasi dengan zona tumbukan. Detritus yang dihasilkan berasal dariarc orogen yang terserosi membentuk tipe batupasir volkanik yang kaya lithik dan menghasilkan banyak detritus feldspar/kuarsa yang berasal dari plutonik. Di beberapa tempat detritus-detritus dari magmatic arc ini bercampur pada daerah forearc basindengan debris dari komplek subduksi.
Penyebaran sedimen dari magmatic arc
1. Recycled Orogen
Batuan sumber merupakan daratan yang terangkat akibat pensesaran dan perlipatan lapisan sedimen/metasedimen yang telah mengalami siklus ulang. Daerah ini berasosiasi dengan zona lempeng konvergen yang mengasilkan tektonik aktif yaitucollision dan subduction. Recycled orogen dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitusubduction compleks, collision orogen, dan foreland uplift.
1. Subduction compleks
Subduction compleks tersusun dari ophiolit yang terubah dan material oceanic lainnya membentuk struktur yang tinggi sepanjang trench-slope break, chert melimpah bersama-sama dengan butiran kuarsa dan feldspar. Struktur yang tinggi ini muncul sebagai sumber sediment arc yang menghasilkan batuan bervariasi dari greenschist, chert, argilit, graywacke, dan beberapa batugamping. Sedimen yang berasal dari sturktur yang tinggi ini kemudian terangkut menuju forearc basin atau ke dalam palung yang nantinya akan tergabung ke dalam komplek subduksi. Batupasir yang mungkin dihasilkan adalah jenis subarkose.
1. Collision orogen
Orogen ini terbentuk akibat tumbukan kerak benua dengan kerak benua yang dicirikan oleh fragmen batuan sedimen dan metasedimen. Batupasir yang terbentuk tersusun dari batuan intermediet, perbandingan kuarsa dengan feldspar cukup tinggi, lithik fragmen dari sedimen dan metasedimen melimpah. Beberapa jenis batupasir kuarsa menunjukkan debris craton yang mengalami siklus ulang. Batupasir dengan kandungan feldspar tinggi kemungkinan berasal dari terranes batuan beku yang terangkat (terranes uplift). Batupasir dengan kandungan chert yang tinggi mungkin berasal darimelange terranes.
Recycled orogen provenance
1. Foreland uplift
Foreland fault – thrust belt membentuk highland dimana sedimen langsung berbatasan dengan foreland basin. Pasir yang ada dicirikan oleh asosiasi kuarsa, chert, fragmen batuan sedimen yang diendapkan di foreland basin. Beberapa batupasir di foreland basin mengandung butiran detritus karbonat yang cukup tinggi hasil dari dolostone atau batugamping yang tersingkap.
Contoh Kasus
Salah satu contoh kasus yang akan dibahas mengenai komposisi batupasir dan hubungannya dengan provenance dan tektonic setting adalah Batupasir Nias. Batupasir Nias menunjukkan indikasi asal hasil siklus ulang tektonik daratan dari asal busur magmatik. Secara petrologi maupun tektonik, geologi Pulau Nias dapat menerangkan kondisi geologi daerah subduksi. Di Pulau Nias sendiri zona subduksi adalah berupa prisma akresi yang tersingkap diatas permukaan laut dan berlokasi pada posisi outer arc ridge (trench slope break) dari sistem arc sunda. Singkapan di Nias menampakan perselang-selingan slab-slab dan endapan slope basin. Urutan startigrafi satuan ini unik, lapisan diatas lebih tua daripada lapisan dibawahnya. Fenomena ini terjadi secara normal oleh tektonik subduksi, bukan karena lipatan membalik atau overturned. Selain itu, tersingkap pula satuan batuan khas melange, sehingga dengan melihat Nias bed bias terlihat bentuk prisma akresi secara lengkap.
Pulau Nias dari waktu ke waktu mengalami pengangkatan. Hal ini terjadi karena adanya desakan lempeng samudera. Slab prisma akresi yang terbentuk berada dibawah slap yang
sudah terbentuk sebelumnya, sehingga diperoleh urutan stratigrafi yang semakin muda ke arah bawah. Selama pengangkatan, terjadi pergeseran antar slab membentuk slope baru. Jaraknya semakin jauh dari garis penunjaman dan semakin besar ukurannya.
Di sebelah barat sumatera, bukti-bukti zona subduksi itu terlihat di Nias. Secara stratigrafi, batuan di pulau ini dipisahkan menjadi dua satuan. Pertama endapan lerengtrench (trench slope) yang tersusun oleh batupasir yang berasal dari siklus ulang tektonik daratan. Kedua endapan trench (melange tektonic atau batupasir melange) yang disusun oleh blok-blok tektonik yang bercampur dan terjebakdalam matriks dalam ukuran halus yang tergerus.
Cross section yang menunjukkan hubungan trench dengan arc pada Sunda Trench sepanjang Pulau Nias hingga Sumatra
Penjelasan
Batupasir pada endapan lereng trench mempunyai sortasi menegah sampai baik, menunjukan poroitas yang tinggi. Butiran kuarsa dan feldspar umumnyasubangular sampai subrounded. Semen berupa spary kalsit, dengan kelimpahan semen silika dan phyllosilicate sedikit. Komposisi terdiri dari butiran karbonat dan fargmen cangkang, sponge spikule dan radiolaria yang berlaku sebagaimiscellaneous. Butiran quartoze adalah komponen yang utama pada batupasir slope. Kuarsa polikristalin menyusun kira-kira 6,5 % dari total butiran quartoze. Fragmen sedimen melimpah sedangkan fragmen metamorf umumnya sedikit. Potasium feldpsar dominan pada batupasir ini.
Batupasir melange (kompleks oyo) mempunyai sortasi yang jelek, dengan jumlah butiran ( >0,03 mm) rata-rata 91,5 % dan matriks semen rata-rata 8,5 %. Butiran kuarsa dan feldspar berbentuk angular sampai subangular, tetapi ada sejumlah kuarsa berbentuk subrounded sampai rounded. Fragmen litiknya subangularsampai subrounded. Matriksnya berupa bahan rombakan yang terkristalisasi. Antara matriks dan butiran seringkali sulit dibedakan karena tidak ada perbedaan yang mencolok dalam ukuran butiran dan karena butiran litik yang terdeformasi. Batupasir melange mempunyai semen berupa intergrowth antara serisit dan klorit. Semen silika kadang-kadang hadir tetapi semen karbonat tidak ada sama sekali.
Comments : 5 Comments »
Categories : Artikel Geologi
Hidrogeologi #26052010
Kualitas Airtanah (Pulau Kecil)
Kualitas airtanah di alam dapat berupa airtanah dangkal dan airtanah dalam (Rozi, 1995). Airtanah dangkal berada pada kedalaman di bawah 20 meter, sumber inilah yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber air bersih.
Kualitas airtanah dangkal menurut Rozi (1995) sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan disekitarnya, antara lain :
1. Bila jarak antara sumur dan septik tank kurang dari 10 meter untuk tanah biasa dan 15 meter untuk tanah porous atau gembur.
2. Bila lokasi sumur tersebut sebelumnya merupakan lokasi sumber limbah rumah tangga, dekat pembuangan limbah industri atau bekas lokasi sampah (TPA).
3. Masuknya atau merembesnya air permukaan yang telah tercemar kedalam sumur.
4. Masuknya debu atau bahan pencemar lainnya kedalam sumur terbuka atau yang terbawa pada saat hujan.
Untuk airtanah di pulau kecil yang berbatasan dengan laut, Saefudin (2000) mengungkapkan bahwa kualitasnya akan dipengaruhi oleh kontak air tawar dari daratan dengan air asin dari lautan. Indikator yang dapat dipakai secara cepat terutama dilapangan ialah besarnya Daya Hantar Listrik (DHL) dimana pengukuran dilakukan secara ”insitu”
menggunakan alat portable EC meter. Makin tawar air makin sedikit ion yang terlarut, sehingga makin rendah kualitas air dari segi estetika, yaitu rasa asin.
Komite bersama antara LIPI, DPMA, GTL dan Departemen PU membuat panitia Ad Hoc Intrusi Air Asin (Sihwanto, 1990 dalam Saefudin, 2000) telah berhasil membuat kriteria air berdasarkan DHL, kandungan Cl-, dan TDS sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi tingkat keasinan airtanah (Sihwanto, 1990 dalam Saefudin, 2000).
Kualitas TDS (mg/l) DHL (mmho/cm) Cl- (mg/l)Tawar < 1000 < 1500 < 500Agak Payau > 1000 – < 3000 > 1500 – <5000 > 500 – < 2000Payau > 3000 – <10000 > 5000 – < 15000 > 2000 – < 5000Asin > 10000 – < 35000 > 15000 – < 50000 > 5000 – < 19000Brine > 35000 > 50000 > 19000
Tabel 2. Klasifikasi air berdasarkan DHL (Mandel, 1981 dalam Syahwan, 2007)
DHL (mmho/cm) pada Suhu 250 C Macam Air< 0,5 Air murni0,5 – 5 Air suling5 – 30 Air hujan30 – 2000 Airtanah35000 – 45000 Air laut> 100000 Air garam
Tabel 3. Klasifikasi air berdasarkan jumlah garam terlarut (Davis dan De wiest dalam Syahwan, 2007)
DHL (mmho/cm) pada Suhu 250 C Macam Air< 0,5 Air murni0,5 – 5 Air suling5 – 30 Air hujan30 – 2000 Airtanah35000 – 45000 Air laut> 100000 Air garam
Menurut Saefudin (2000), karena letaknya yang sebagian besar berbatasan dengan laut, maka keadaan airtanah di pulau kecil akan tergantung kepada kondisi air tawar di darat berupa aliran airtanah serta besarnya gradien hidrolik dan tekanan air asin dari laut yang berkaitan dengan pasang-surut. Masih menurut Saefudin (2000), ada dua fenomena yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas airtanah di pulau kecil yaitu terjadinya penyusupan air laut (salt water intrusion), dan gangguan air laut (salt water encroachment).
Menurut Fetter (1994) dalam Saefudin (2000), sumber air asin yang dapat menyusup kedalam airtawar atau terjadinya air asin di daerah pantai bisa berupa air tertekan yang sudah ada sejak jaman purba (connate water), air di batas pertemuan air laut dan tawar (mixing zone), air permukaan dari laut yang menyusup melalui sungai atau saluran air sampai jauh ke arah darat saat pasang naik airlaut, atau air asin bawah permukaan di bawah air tawar (sub-surface salt water).
Fetter (1994) dalam Saefudin (2000) juga menyebutkan bahwa kualitas airtanah di pulau kecil akhirnya akan tergantung kepada kekuatannya apakah akan terjadi pencucian air asin oleh air tawar (flushing) sehingga kualitasnya menjadi lebih baik ataukah sebaliknya terjadi penyusupan air asin ke dalam air tawar ke arah daratan sehingga kualitas airtanahnya menjadi lebih buruk.
Adanya pengaruh air asin terhadap air tawar, selain dapat dilihat dari nilai DHL, bisa juga secara lebih rinci dilihat dari kandungan ion – ion utama dalam air. Secara umum air tawar termasuk tipe Ca-HCO3 yang intinya mempunyai ion dominan kalsium dan bikarbonat,
sedangkan air laut mempunyai tipe Na-Cl artinya didominasi oleh ion natrium dan klorida. Diantara kedua tipe tadi bisa terdapat tipe Ca-Cl atau Na-HCO3, disamping tipe lain yang dipengaruhi oleh kejadian setempat misalnya adanya sulfat di daerah bekas rawa. Karena proses pertukaran ion, apabila terjadi pencucian air asin oleh air tawar maka akan muncul air dengan tipe Na-HCO3, sebaliknya apabila terjadi gangguan atau penyusupan air laut akan terjadi tipe Ca-Cl (Appello, 1991 dalam dalam Saefudin, 2000).
Sumberdaya airtanah di pulau kecil dapat mengalami pencucian (flushing) oleh air tawar sebagai imbuhan dari arah daratan sehingga kualitasnya menjadi semakin baik, atau sebaliknya mengalami penurunan kualitas sebagai akibat intrusi oleh air laut (Anonim, 1997 dalam Saefudin, 2000).
Menurut Falkland (1990) pengelolaan kualitas air di pulau kecil memiliki kealamian yang terfokus dalam area dekat pantai seperti muara, teluk, dan lagoon. Area ini memiliki populasi tinggi dan ekologi yang sensitif. Penggangguan airlaut merupakan masalah serius dan paling utama untuk mutu/kualitas airtanah di pulau kecil. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya pulau kecil sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pesisir.
Selain penggangguan dari airlaut, penggangguan lain dapat berasal dari polusi sumur – sumur dan sungai – sungai yang ada. Polusi ini disebabkan karena tidak terkontrolnya penggunaan pupuk herbisida, dan pestisida. Hal ini terutama sekali mudah terjadi pada wilayah formasi batukarang.
Masih menurut Falkland (1990) pulau kecil pada daerah tropis atau lembab disaat hujan lebat dikombinasikan dengan faktor lokal seperti topografi yang curam, saluran air sungai yang pendek, penebangan hutan, dan tanah yang mudah terkikis akan mengakibatkan pengendapan pada tempat penyimpanan air (water storages) sehingga kapasitas atau daya tampungnya berkurang.
Oleh karena itu untuk pemenuhan kebutuhan akan air di pulau kecil dengan kualitas yang cukup baik, diperlukan pengembangan sumber daya air tidak konvensional seperti desalinisasi air laut, atau impor air dengan tongkang dan tangki/tank mencukupi permintaan untuk air.
Comments : Leave a Comment »
Categories : Artikel Geologi
Hidrogeologi #16052010
Cekungan Airtanah Yogyakarta
Cekungan airtanah Yogyakarta berada di bagian selatan lereng Gunungapi Merapi yang dibatasi oleh dua sungai utama yaitu Sungai Opak di bagian timur dan Sungai Progo di bagian barat. Di bagian selatan cekungan ini dibatasi oleh Samudera Hindia. Secara morfologis rangkaian perbukitan Kulon Progo di bagian barat laut dan rangkaian Perbukitan Baturagung di bagian tenggara juga membatasi cekungan Yogyakarta. Secara geologis, cekungan Yogyakarta dibatasi oleh sesar utama yaitu, sesar sepanjang Kali Opak di bagian timur dan sepanjang Kali Progo di bagian barat. Selain itu, di dalam cekungan Yogyakarta terdapat juga beberapa sesar turun yang berpasangan, antara lain yang membentuk Graben Bantul dan Graben Yogyakarta (Sir M. Mac Donald and Partner, 1984).
Sistem hidrogeologi yang dibentuk oleh Formasi Yogyakarta dan Formasi Sleman dalam cekungan Yogyakarta membentuk tatanan akuifer yang disebut Sistem Akuifer Merapi (SAM). SAM secara hidrologis membentuk satu sistem akuifer, terdiri atas akuifer berlapis banyak (multilayer aquifer) yang memiliki sifat-sifat hidrolika relatif sama dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Secara umum, air bawah tanah mengalir dari utara ke selatan dengan landaian hidrolika yang secara bergradrasi semakin kecil. Morfologi air bawah tanah menyerupai bentuk kerucut dan menyebar secara radial. Bentuk ini merupakan ciri khas morfologi air bawah tanah daerah gunungapi. Daerah imbuhan (recharge area) berada di bagian lereng atau tubuh gunungapi. Air bawah tanah berasal dari peresapan air hujan dan secara tidak
langsung juga dari peresapan air sungai dan air irigasi di daerah pertanian. Daerah pelepasan (discharge area) berada mulai sekitar Saluran Mataram sampai daerah Bantul selatan. Di daerah selatan, air bawah tanah pada Formasi Sleman memiliki energi potensial yang relatif besar dan mengalir pada litologi yang memiliki sifat fisik relatif sama dengan Formasi Yogyakarta sehingga terjadi aliran bawah tanah secara vertikal dari Formasi Sleman ke Formasi Yogyakarta.
Ketebalan SAM sangat beragam, secara umum ketebalannya bertambah besar kea rah selatan. Di daerah Graben Yogyakarta, yaitu daerah Ngaglik, ketebalan SAM mencapai 80 meter, di daerah Bedog dan Karanggayam sekitar 140 meter, dan di daerah Kota Yogyakarta mencapai 150 meter. Ketebalan ini berkurang kembali di luar Graben Yogyakarta yatu sekitar 45 meter di selatan Yogyakarta. Di daerah Graben Bantul yaitu di sekitar Kota Bantul ketebaln SAM meningkat kembali menjadi 125 meter.
Litologi utama penyusun Cekungan Yogyakarta adalah Formasi Yogyakarta di bagian atas dan Formasi Sleman di bagian bawahnya yang merupakan endapan volkaniklastik dari Gunung Merapi.
Comments : 1 Comment »
Categories : Artikel Geologi
2nd English Sector2042010
The Most Dangerous Disasters in Indonesia
Introduction
Disaster, bad enough or no is always identical with a serious bad situation. Disasters are events that threaten and disrupt community life caused by natural factors or unnatural factors and human factors that lead to the emergence of the human casualties, environmental damage, property loss, and psychological impact (http://en.wikipedia.org/wiki/Disaster). In this case, the disaster meant here is a natural disaster. A natural disaster is a physical event that occurs due to natural events like earthquakes, volcanic eruptions and landslides. Humans can’t manage an emergency situation so that a human loses of property and infrastructure, even until death. Losses due to natural disasters depend on the ability of humans to prevent or avoid disasters. Many natural disasters that occur in Indonesia because the position of Indonesia is very complex based on the point of view of geologist. Disasters that occur in Indonesia are something like earthquakes, tsunamis, volcano eruption, landslide, floods, storms, forest fires, etc. From various kinds of natural disasters, earthquakes, volcano eruptions, and landslides are dangerous disasters that often happen in Indonesia.
There are many reasons that earthquake, volcanic eruption, and landslide are dangerous disasters that often happened in Indonesia.
I. Indonesia Has a Rock Basement That Always Moves Every Year
Earth is made up of several layers of rock. The outermost layer of rock is the crust. The crust is divided into several sections and then the crust moves known as plate tectonic movement. Plate tectonics is each plate move or less independently and grinds against the others, concentrating most deformation, volcanism, and seismic activity along the periphery (Parker, 1984). On the other hand, plate tectonics is a scientific theory which describes the large scale motions of Earth’s lithosphere (http://en.wikipedia.org/wiki/Plate_tectonic).
Plate tectonic is called a plate because the thickness reaches only about 100 kilometers while the length can reach thousands of kilometers. On earth there are seven major tectonic plates and several small tectonic plates. They move relative into each other at plate boundaries, divergent (spreading), convergent (collision), or transform. Earthquakes, volcanic activity, mountain formation, and oceanic trench formation generally occurs in areas along plate boundaries.
A. the Area is Among Three Plate Tectonics
In Indonesia there are also large tectonic plates that cause the rock basically to move every year. This is because Indonesia becomes an archipelagic state. Plate tectonics is located along the southern coast of Sumatra Island, the southern coast of Java Island, the southern coast of Bali Island, the southern coast of Southeast Nusa Island, and West Papua Island also the eastern of Sulawesi Island. Tectonic plates that move in the territory of Indonesia, namely: Eurasian plate, Indo-Australian plate, and Pacific plate.
- Eurasian plate
The Eurasian Plate is a tectonic plate which includes most of the continent of Eurasia (a landmass consisting of the traditional continents of Europe and Asia), with the notable exceptions of the Indian subcontinent, the Arabian subcontinent, and the area east of the Chersky Range in East Siberia (http://en.wikipedia.org/wiki/Eurasian_plate)
- Indo-Australian plate
The Indo-Australian Plate is a major tectonic plate that includes the continent of Australia and surrounding ocean, and extends northwest to include the Indian subcontinent and adjacent waters (http://en.wikipedia.org/wiki/Indo-Australian_Plate).
- Pacific plate
The Pacific Plate is an oceanic tectonic plate beneath the Pacific Ocean (http://en.wikipedia.org/wiki/Pacific_plate). In the other hand, the Pacific Plate is a continental margin typified by that of the western Pacific where oceanic lithosphere descends beneath an adjacent continent and produces an intervening island arc system (Parker, 1984).
B. the Area is on Subduction Zone
Each tectonic plates moves relative to each other to achieve a dynamic balance. The meeting of tectonic plates is called a subduction zone. Result from collisions between tectonic plates is an earthquake which is referred to as tectonic earthquakes. This is the answer to the question of why earthquakes frequently occur in Indonesia.
In geology, subduction is the process that takes place at convergent boundaries by which one tectonic plate moves under another tectonic plate, sinking into the Earth’s mantle, as the plates converge (http://en.wikipedia.org/wiki/Subduction). According to Parker (1984), subduction is the process by which one crustal block descends beneath another, such as the descent of the Pacific plate beneath the Eurasian plate along the Sumatra Trench. A subduction zone is an area on Earth where two tectonic plates move towards one another and subduction occurs (http://en.wikipedia.org/wiki/Subduction). Still according to wikipedia.com, rates of subduction are typically measured in centimeters per year, with the average rate of convergence being approximately 2 to 8 centimeters per year (about the rate a fingernail grows).
II. Indonesia Has a Volcanic Arc from West until East
In the territory of Indonesia there are many volcanoes ranging from Aceh on the Sumatra Island to the west of the Papua Island. This is known as volcanic arc. This is the reason that volcanic eruptions are dangerous disasters that often happened in Indonesia.
A. Melting of Rock Basement Because of Subduction Process
Many volcanoes in Indonesia are due to subduction processes that occur in the basement rocks of Indonesian territory. Because the subduction process is thaw the bedrock so that the molten rock rose into the surface and form volcano morphology on the surface of the earth. This is evidenced by the formation of a volcanic arc relatively parallel to the subduction zone.
B. Magmatic Activity
Magmatic activity is the movement of magma within the bowels of the earth because of pressure differences and temperature differences.
As a result of magma movement is could be an earthquake and it called volcanic earthquakes. Then if the movement of magma is very large and able to reach the surface there will be a volcanic eruption. Magmatic activity is caused by two main things, namely:
- Pressure difference
- Temperature difference
Conclusion
Natural disasters are a natural phenomenon that cannot be avoided. These phenomena occur in almost any area. Wherever we live, natural disasters will always be around us because we live in nature. Natural disasters are caused by natural disasters on our control or natural disasters beyond our control. Natural disasters may be the changes the earth’s surface, climate change, and various natural phenomena that can lead to other natural disasters. Indonesia is a large country with large natural disasters and non-natural disasters. Either volcanic earthquakes or tectonic earthquakes, landslides or scientifically called mass movements, and volcanic eruptions is natural disasters of the greatest and most often occur in Indonesia and we really need to aware of it.
Comments : Leave a Comment »
Categories : Artikel Geologi
English Sector2042010
Euthanasia Should Be Legalized with Several Reason
A few years ago, euthanasia often discussed many people in this world. A lot of people disagree about this system but in the other hand a lot of people also agree this system. Euthanasia is call up polemic in the world that need a detail research and investigation to make it done.
There are many reasons that euthanasia should be legal. First, the patients have no chance of recovery. Many people think that it is a main reason of euthanasia. They think that they can never live a normal life. That disease makes a fault organ all day life. Some of them also think that they must be kept alive by life-support machines. The example is Mr. Samuel who can’t breathe have to use respirators to help breathing. And then he can’t eat normally have to use feeding tubes to be able to eat and get enough nutrition.
Second, medical costs are very high. This is a common reason in Indonesia. For basic care the cost of hospital room is about $ 1,450. This is just for a basic care, whereas for crucial disease are need a care more than just basic care. Of course the cost is more expensive than % 1,450. And then the high cost medical care causes financial problems. With emergence of big financial problems will cause the other problems such as social problem, psychology problem, etc.
Third, the family suffers. The example is from the case of Nancy Cruzan. Nancy had to take care of her father who suffered from AIDS with a vengeance when Nancy was busy. Finally, nurses and other medical staff only give minimum care because Nancy doesn’t care again with her father. And then Nancy Cruzan must spend time to care for special needs. This is a burden for Nancy Cruzen because Nancy is a busy career woman.
Eventually, with the reason mentioned earlier that really logical, euthanasia should be legal. This is because more positive aspects than negative aspects of euthanasia.
Comments : Leave a comment
Categories : Non Geologi
Geologi Struktur Indonesia
29032010
Evolusi Morfotektonik Zona Rembang
BAB I. STRATIGRAFI
Mandala Rembang termasuk dalam cekungan Jawa Timur utara. Secara historis penggunaan nama-nama satuan stratigrafis pada zona ini semula hanya digunakan secara terbatas, tak terpublikasikan, pada dilingkungan perusahaan minyak Belanda BPM (Batafsche Petroleum Maatschapij), yaitu pendahulu perusahaan Shell, yang dulu memegang konsesi daerah Cepu. Nama-nama formasi secara resmi baru mulai digunakan oleh Van Bemmelen (1949) dan Stratigraphic Lexicon of Indonesia oleh Marks (1957). Harsono (1983) melakukan perubahan dari nama-nama tak resmi seperti globigerina marl atau Orbitoiden-Kalk dengan memberikan nama yang baru, menetapkan lokasi tipe, sesuai dengan Sandi Stratigrafi Indonesia. Penentuan umur secara teliti dari setiap formasi dengan menggunakan pertolongan fosil foraminifera plangtonik telah dilakukan oleh Harsono (1983).
Zona rembang dimulai dari ujung barat perbukitan di selatan Demak, memanjang ke arah timur dan timur laut memasuki wilayah Jawa Timur, memanjang melewati Pulau Madura, terus ke arah timur hingga ke Pulau Kangean. Arah memanjang perbukitan tersebut mengikuti sumbu-sumbu lipatan, yang pada umumnya berarah barat-timur. Di beberapa tempat sumbu-sumbu ini mengikuti pola en echelon yang menandakan adanya sesar geser lateral kiri (left lateral wrenching faulting).
Bagian utara dari antiklinorium rembang yang mengandung formasi batuan berumur miosen awal, telah mengalami pengangkatan dan erosi. Suatu kelompok antiklin yang terdapat di bagian selatan dikenal sebagai zona rembang tengah dan selatan, juga sering disebut sebagai Cepu Trend. Batuan tertua yang tersingkap di bagian ini berumur miosen akhir, yang kebanyakan mengandung minyak. Batuan yang berfungsi sebagai reservoar hidrokarbon yang utama di daerah rembang adalah batupasir ngrayong (miosen tengah) sedangkan penyumbat atau (seal)nya adalah batulempung wonocolo yang berumur miosen akhir.
Pada zona rembang bagian utara terdapat 2 gunung api pleistosen, yaitu Gunung Muria dan Lasem. Gunung api yang telah padam ini mempunyai komposisi batuan yang lain apabila dibandingkan dengan gunung api yang lain. Komposisinya bukan andesit tetapi berupa batuan beku yang kaya akan leucite (feldspatoid), mirip dengan batuan yang tergolong pada kelompok gunung api mediteranian suite, seperti yang dijumpai di Atlantika.
Zona Rembang terbentang sejajar dengan zona Kendeng dan dipisahkan oleh depresi Randublatung, suatu dataran tinggi terdiri dari antiklinorium yang berarah barat-timur sebagai hasil gejala tektonik Tersier Akhir membentuk perbukitan dengan elevasi yang tidak begitu tinggi, rata-rata kurang dari 500 m. Beberapa antiklin tersebut merupakan pegunungan antiklin yang muda dan belum mengalami erosi lanjut dan nampak sebagai punggungan bukit. Zona Rembang merupakan zona patahan antara paparan karbonat di utara (Laut Jawa) dengan cekungan yang lebih dalam di selatan (cekungan Kendeng). Litologi penyusunnya campuran antara karbonat laut dangkal dengan klastika, serta lempung dan napal laut dalam.
Stratigrafi Zona Rembang tersusun atas Formasi Ngimbang, F. Kujung, F. Prupuh, F. Tuban, F. Tawun, F. Ngrayong, F. Bulu, F. Wonocolo, F. Ledok, F. Mundu, F. Selorejo, dan F. Lidah.
Formasi Kujung
Tersusun oleh serpih dengan sisipan lempung dan secara setempat berupa batugamping baik klastik maupun terumbu. Diendapkan pada lingkungan laut dalam sampai dangkal pada kala Oligosen Akhir sampai Miosen Awal.
Formasi Tuban
Tersusun oleh lapisan batulempung dengan sisipan batugamping. Semakin ke selatan berubah menjadi fasies serpih dan batulempung (Soejono, 1981, dalam PanduanFieldtrip GMB 2006). Diendapkan pada lingkungan neritik sedang-neritik dalam.
Formasi Tawun
Tersusun oleh serpih lanauan dengan sisipan batugamping. Pada bagian atas formasi ini didominasi oleh batupasir yang terkadang lempungan dan secara setempat terdapat batugamping. Satuan di bagian atas ini sering disebut sebagai Anggota Ngrayong. Diendapkan pada laut terbuka agak dalam sampai laut dangkal di bagian atas pada Miosen Tengah (N9-N13) (Rahardjo & Wiyono, 1993, dalam Panduan Fieldtrip GMB 2006).
Formasi Tawun dimasa lalu disebut sebagai Lower Orbitoiden-Kalk (Lower OK) dan dimasukkan dalam apa yang disebut Rembang beds (Van Bemmelen, 1949). Selanjutnya Koesoemadinata (1978) menamakannya sebagai Anggota Tawun dari Formasi Tuban. Pada tahun 1983, Harsono menaikkan status anggota ini menjadi Formasi (tabel III.1). Menurut Harsono Formasi Tawun ini tersusun oleh perselingan antara gypsiferous carbonaceous shale dengan struktur gelembur arus, serta batugamping yang kaya akan foraminifera besar golongan Orbitoidae seperiLepidocyclina. Singkapan yang dijumpai merupakan bagian teratas dari Formasi ini, tersusun oleh batulempung abu-abu kehijauan dengan sisipan batugamping dan batupasir. Didaerah sekitar desa Ngampel terdapat singkapan dari Formasi ini setebal 30 m. Perlapisannya mengandung fosil foraminifera plangtonik yang menunjukkan umur N 8 (Akhir Miosen Awal) berupa kumpulan spesies : Globigerinoides diminutus, Pareorbulina transtoria dan Globigerinoides sicanus. Sedangkan kandungan foraminifera bentoniknya menunjukkan bahwa Formasi ini diendapkan pada kondisi laut sangat dangkal pada kondisi penguapan yang sangat tinggi. Ke arah atas litologi ini ditumpuki oleh batupasir merah hingga merah jambu, dengan gejala struktur silang siur yang menjadi ciri dari batupasir Ngrayong.
Formasi Ngrayong
Anggota ini juga disebut “Upper Orbitoiden-Kalak” oleh Trooster (1937), Van Bemmelen (1949) menamakan Upper Rembang beds. Nama batupasir anggota Ngrayong telah diperkenalkan Brouwer (1957), yang mengajukan tipe local pada desa Ngrayong, Jatirogo, dimana susunan utamanya batupasir dengan intercalation batubara dan sandy clay.
Harsono (1983), mendeskripsi Ngrayong sebagai anggota formasi Tawun, terdiri dariorbitoid limestone dan shale dalam bagian bawah dan batupasir dengan intercalation batugamping dan lignit di bagian atas. Umur dari unit ini Miosen Tengah, pada area N9-N12. Lingkungan pengendapan dari anggota ini fluvial atau submarine dalam singkapan di sebelah utara (Jatirogo, Tawun) dan menjadi lingkungan laut pada bagian selatan. Di dekat Ngampel sekuen pasir endapan laut yang mendangkal ke atas darishore face ke pantai akan terlihat anggota ini mungkin berhubungan dengan haitus di atas area mulut laut jawa. Anggota ini merupakan reservoar utama dari lapangan minyak Cepu, tetapi terlihat adanya shale yang hadir di bagian selatan dan timur dari lapangan ini. Ketebalan dari unit ini bervarian (lebih dari 300 m).
Formasi Bulu
Semula formasi ini disebut sebagai Platen–Complex oleh Trooster (1937). Tersusun oleh batugamping pasiran yang keras, berlapis baik, berwarna putih abu-abu, dengan sisipan napal pasiran. Pada batugampingnya dijumpai banyak foraminifera yang berukuran sangat besar dari spesies Cycloclypeus (Katacycloclypeus) annulatusberasosiasi dengan fragmen koral dan alga serta foramnifera kecil. Harsono (1983) menggunakan nama Formasi Bulu sebagai nama Resmi, dengan memasang lokasi tipe di Sungai Besek, dekat desa Bulu, Kabupaten Rembang. Posisi stratigrafi, umur dan litologinya dapat dilihat pada tabel III.1.
Pada peta geologi lembar Rembang (1 : 100.000), formasi ini melampar luas terutama di wilayah antiklonorium Rembang Utara. Satuan ini menebal ke arah barat, mencapai ketebalan hingga 360 m di sungai Larangan. Dibagian timur di sungai Besek dekat desa Bulu ketebalannya hanya 80 meter. Kondisi litologi dan kandungan fosilnya menunjukkan bahwa Formasi ini diendapkan pada laut dangkal, terbuka pada Kala Miosen Tengah – Awal Miosen Akhir (N 13 – N 15).
Formasi Wonocolo
Tersusun dari napal kuning-coklat, mengandung glaukonit, terdapat sisipan kalkarenit dan batulempung. Menurut Purwati (1987, dalam Panduan Fieldtrip GMB 2006) lingkungan pengendapan formasi ini adalah neritik dalam hingga bathyal tengah pada Miosen Tengah-Miosen Atas (N14-N16).
Formasi Wonocolo semula disebut sebagai anggota bawah dari Formasi Globigerina oleh Trooster (1937). Formasi ini menumpang secara selaras di atas formasi bulu dan ditumpangi
oleh Formasi Ledok. Pada umumnya tersusun oleh napal dan napal lempungan yang tidak berlapis, kaya akan kandungan foraminifera plangtonik. Pada bagian bawahnya dijumpai sisipan batugamping pasiran dan batupasir gampingan dengan ketebalan bervariasi antara 5–20 cm. Urutan ini menunjukkan bahwa selama pengendapannya terjadi kondisi transgresif. Marks (1957) dan Harsono (1983) menyimpulkan bahwa umur dari formasi ini adalah Miosen Tengah – Miosen Akhir kisaran umur N 14 – N 16. (lihat tabel III.1).
Singkapan dari Formasi Wonocolo dijumpai mulai dari daerah Sukolilo, barat daya Pati. Ketebalan dari Formasi ini sangat bervariasi. Ke arah utara formasi ini berubah fasies menjadi batugamping dari Formasi Paciran. Melimpahnya fauna plangtonik pada batuan penyusun formasi ini menunjukkan bahwa pengendapannya berlangsung pada laut yang relatif dalam, wilayah ambang luar hingga batial atas.
Formasi Ledok
Secara selaras di atas Formasi Wonocolo terdapat Formasi Ledok. Trooster (1937) menganggap satuan ini sebagai anggota dari Formasi Globigerina, namun para peneliti sesudahnya menganggap berstatus formasi (Marks, 1957; Harsono, 1983). Formasi Ledok secara umum tersusun oleh batupasir glaukonitan dengan sisipan kalkarenit yang berlapis bagus serta batulempung yang berumur Miosen Akhir (N 16–N 17). Posisi stratigrafi, umur dan litologinya dapat dilihat pada tabel III.1.
Ketebalan dari Formasi Ledok ini sangat bervariasi. Pada lokasi tipenya, yaitu daerah antiklin Ledok, ketebalannya mencapai 230 m. Di daerah sungai Panowan mencapai 160 m, sedangkan di sungai Cegrok tinggal 50 m. Batupasirnya kaya akan kandungan glaukonit dengan kenampakan struktur silang siur. Di beberapa tempat batupasir tersebut terutama tersusun oleh hanya oleh test foraminifera plangtonik dengan sedikit mineral kuarsa. Secara keseluruhan bagian bawah dari formasi ini cenderung tersusun oleh batuan yang berbutir lebih halus dari bagian atas, menunjukkan kecendrungan kondisi pengendapan laut yang semakin mendangkal (shallowing-upward sequence). Ke arah utara, seperti halnya Formasi Wonocolo, Formasi Ledok ini juga mengalami perubahan fasies menjadi batugamping dari formasi Paciran.
Formasi Mundu
Satuan stratigrafi ini semula disebut sebagai Mundu stage oleh Trosster (1937). Selanjutnya oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Globigerina Marls. Oleh Marks (1957) satuan ini diresmikan sebagai Formasi. Formasi ini tersusun oleh napal masif berwarna putih abu-abu, kaya akan fosil foraminifera plangtonik. Secara stratigrafis Formasi Mundu terletak tidak selaras di atas formasi ledok, penyebarannya luas, dengan ketebalan 200 m–300 m di daerah antiklin Cepu area, ke arah selatan menebal menjadi sekitar 700 m. Formasi ini terbentuk antara Miosen Akhir hingga Pliosen (N 17–N 21), pada lingkungan laut dalam (bathyial).
Formasi Selorejo
Unit ini pembentukannya disebut Selorejo Beds oleh Trooster, 1937, yang telah diklasifikasikan sebagai anggota dair Formasi Lidah oleh Udin Adinegoro (1972) dan Koesoemadinata (1978). Sejak Harsono (1983) tidak melakukan pengamatan ketidakselarasan antara Formasi Lidah dan Mundu. Dia memasukkan anggota Selorejo dalam Formasi Mundu. Tipe lokalnya dari Desa Selorejo dekat Cepu dan terdiri lebih keras dan lebih lunak antar lapisan, menyisakan kebanyakan glaukonit. Dari foraminifera dianggap lingkungan laut dalam.
Satuan batuan ini semula oleh Trooster (1937) disebut sebagai Selorejo beds. Selanjutnya Udin Adinegoro (1972) dan Koesoemadinata (1978) menyebutnya sebagai anggota dari Formasi Lidah. Harsono (1983) menyimpulkan bahwa Selorejo ini merupakan anggota dari Formasi Mundu. Lokasi tipenya terletak di desa Selorejo dekat kota Cepu. Anggota Selorejo ini tersusun oleh perselingan antara batugamping keras dan lunak, kaya akan foraminifera palngtonik serta mineral glaukonit.
Penyebaran dari Anggota Selorejo ini tidak terlalu luas, terutama meliputi daerah sekitar Blora, sebelah utara Cepu (desa Gadu) dan di selatan Pati. Ketebalannya berkisar antara 0 hingga 100 meter. Berdasarkan kandungan foraminifera palngtonik, umur dari Anggota Selorejo adalah Pliosen ( N 21).
Formasi Lidah
Formasi ini terdiri atas batulempung kebiruan, napal berlapis dengan sisipan batupasir dengan lensa-lensa coquina. Dahulu Trooster (1937) menyebutnya sebagai Mergetton, yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu Tambakromo dan Turi–Domas. Harsono (1983) kemudian meresmikan satuan ini menjadi berstatus formasi, yaitu Formasi Lidah (tabel III.1).
Bagian terbawah dari formasi ini diduga merupakan endapan neritik tengah hingga neritik luar, yang tercirikan oleh banyaknya fauna plangtonik tetapi masih mengandung foraminifera bentonik yang mencirikan air relatif dangkal seperti pseudorotalia sp. danAsterorotalia sp. Ke arah atas, terjadi urutan yang mendangkal ke atas (shallowing upward sequence), yang dicirikan oleh lapisan-lapisan yang kaya akan moluska.
I.1.7 Formasi Paciran
Satuan ini semula oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Karren Limestone. Secara umum penyusunnya terdiri atas batugamping pejal, dengan permukaan singkapan-singkapannya mengalami erosi membentuk apa yang disebut sebagai karren surface. Harsono (1983) secara resmi menggunakan nama Paciran dan menempatkannya pada status formasi, dengan lokasi tipenya berada di daerah bukit piramid di sekitar Paciran, kabupaten Tuban. Formasi ini dijumpai hanya dibagian utara dari Zona Rembang. Posisi stratigrafi, umur dan litologinya dapat dilihat pada tabel III.1. Umur dari Formasi ini masih memicu terjadinya perbedaan. Harsono (1983) menempatkannya pada Kala Pliosen–Awal Pleistosen, yang secara lateral setara dengan Formasi Mundu dan Lidah. Namun di beberapa tempat terdapat bukti umur yang menunjukkan bahwa Formasi Paciran telah berkembang pada saat pembentukan Formasi Ledok dan Wonocolo.
BAB II STRUKTUR GEOLOGI
Pulau jawa mempunyai dua macam konfigurasi struktur (structural grains) yang berbeda. Di bagian utara tercirikan oleh kecendrungan mengikuti arah timur-barat. Pola timurlaut–baratdaya diduga mengikuti konfigurasi basement. Basement-nya sendiri diduga merupakan bagian dari kerak benua yang berumur Pre Tersier, tersusun oleh mélange, ofiolit dan bagian dari jenis kerak benua lain. Pola struktur yang berarah timur–barat ini sesuai dengan busur volkanik Tersier yang juga berarah timur–barat (Hamilton, 1978). Cekungan Jawa Timur, dimana Kendeng dan Rembang terletak, kemungkinan terletak pada kerak perantara (intermediate crust) dari kelompok mélange yang berangsur berubah menjadi kerak samudra, yang mungkin terdapat pada penghujung timur dari cekungan ini.
Pada bagian barat cekungan Jawa Timur nampak adanya kecendrungan arah morfologi dan struktur timur–barat (gambar IV.1). Hal ini dapat dibandingkan dengan cekungan selatan (Southern Basin). Daratan tersebut mencakup zona Rembang dan Zona Kendeng serta kelanjutannya, yang dibagian utara dibatasi oleh tinggian Kujung-Kangean–Madura–Sepanjang yang terbentuk sebagai akibat sesar geser (wrench related). Ke arah selatan zona ini dibatasi oleh jalur gunung api kuarter. Cekungan ini kemungkinan terbentuk sejak Eosen hingga akhir Oligosen oleh suatu tektonik ekstensional, yang kemudian diikuti oleh fase tektonik inverse sejak awal Miosen hingga Holosen. Pada fase inversi ini dibagian utara dari cekungan ini mengalami pengangkatan (zona Rembang) sedangkan pada bagian selatannya masih berupa cekungan laut dalam (zona Kendeng).
Dalam kerangka tektonik regional maka proses pembentukan struktur Tersier di Pulau Jawa dapat dibagi menjadi 3 periode :
1. Paleogen Extension Rifting2. Neogen Compressional Wrenching3. Plio – Pleistocene Compressing Thrust – Folding
Fase ekstensional Paleogene menghasilkan graben / half graben dan sesar-sesar yang mempunyai arah pemanjangan timur–barat. Selanjutnya pada fase kompresi pada Awal Miosen terjadi reaktivasi dari sesar ekstensional yang sebelumnya telah ada, yang menunjukkan adanya kontrol tektonik terhadap pembentukan awal cekungan.
Periode Neogen Compressional Wrenching ditandai oleh pembentukan sesar-sesar geser, yang terutama terjadi akibat gaya kompresif dari tumbukan lempeng Hindia. Sesar geser yang terjadi membentuk orientasi tertentu, yang berhubungan dengan kompresi utama. Sebagian besar pergeseran sesar merupakan reaktivasi dari sesar-sesar normal yang terbentuk pada periode Paleogen.
Periode Plio – Pleistocene Compressional Thrust – Folding ditandai oleh pembentukan lipatan yang berlanjut pada pembentukan sesar-sesar naik. Antiklinorium dan thrust belt yang terjadi memiliki orientasi tertentu yang berhubungan dengan arah kompresi dan kinematika pembentukannya. Pada zaman Neogen cekungan Jawa Timur bagian utara mengalami rezim kompresi yang menyebabkan reaktivasi sesar-sesar normal tersebut dan menghasilkan sesar-sesar naik.
Pada jaman Pre-Tersier lempeng Jawa Timur mengalami penunjaman dibawah lempeng Sunda, mengkuti arah memanjang zona penunjaman kurang lebih N 600 E, penunjaman ini berakibat pemendekan lempeng pada arah tegaklurus arah penunjaman. Pada saat itu cekungan Jawa Timur barangkali masih berupa cekungan muka busur (fore arc basin). Pada Awal Miosen atau lebih tua, tektonik ekstensi bekerja di zona Rembang. Ekstensi ini kemudian diikuti oleh serangkaian tegasan kompresif yang menjadi aktif sejak Akhir Miosen hingga Holosen dengan arah yang bergeser dari arah timur laut. Kompresi ini juga bekerja pada zona Kendeng sejak Akhir Miosen dan seterusnya. Namun rekaman stratigrafis dari peristiwa ini hanya dapat diamati pada bagian bawah dari Formasi Kerek. Kompresi ini juga menjadi semakin lemah selama pembentukan sedimen yang lebih muda.
BAB III. MORFOTEKTONIK
Evolusi Morfotektonik zona rembang berdasarkan data stratigrafi dan struktur geologinya dapat dibagi menjadi 4 fase:
1. Fase Tektonik pertama yang terjadi selama tersier sampai awal Oligocene yang mengendapkan formasi Ngimbang dan Kujung yang diendapkan diatas basement yang berupa mélange dan ofiolit. Formasi Ngimbang yang tersusun oleh batupasir dan batulanau yang terdapat sisipan batugamping mengindikasikan bahwa pengendapannya merupakan syn-rift – post rift sehingga terbentuk cekungan laut dangkal. Cekungan ini mulai stabil pada saat terendapkannya formasi Kujung yang berupa batugamping. Pada fase ini gaya yang bekerja dominannya adalah gaya ekstensional. Cekungan ini berupa fore arc basin
2. Fase yang kedua terjadi pada oligocen tengah sampai miosen akhir. Pada waktu ini penunjaman lempeng hidia ke pulau Jawa yang oblique. Penunjaman yang oblique ini membentuk struktur lipatan dan sesar yang berarah timur laut – barat daya (pola meratus). Pada fase ini rembang masih berupa fore arc basin dan telah memasuki fase sagging – inverse. Pada waktu inilah terendapkan formasi Prupuh, Tawun, Ngrayong, Bulu, Wonocolo, dan Ledok. Kedudukan muka air laut pada kala ini relative regresi sehingga menyebabkan pola progadasional yang menyebabkan perebahan facies secara lateral kearah darat ke arah utara. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan facies dari batugamping (formasi Prupuh) ke batupasir, batulempung yang kaya mineral Glaukonit (formasi Ngrayong dan ledok). Batupasir ini kemungkinan diendapkan di lingkungan delta.
3. Fase yang ketiga terjadi pada Miosen akhir sampai pleistocen awal. Pada fase ini terjadi transgresi air laut yang menyebabkan kenaikan muka air laut secara relative yang mengendapkan formasi Mundu, Paciran, Selorejo, dan Lidah. Pada fase ini rembang masih berupa fore arc basin. Memasuki pengendapan formasi Pacerain dan selorejo terjadi regresi muka air laut sehingga terjadi perubahan lingkungan pengendapan lagi dari laut dalam (bathial) ke laut dangkal (neritik tengah).
4. Fase yang keempat terjadi pada Pleistocene akhir – Holosen. Pada fase ini penunjaman lempeng Hindia sudah tegak lurus dengan pulau jawa sehingga terbentuklah lipatan, sesar, dan struktur-struktur geologinya lainnya yang berarah timur-barat. Penunjaman ini juga menyebabkan terjadinya partial melting, sehingga terjadi vulkanisme di sebelah selatan zona rembang. Sehingga zona rembang berubah menjadi back arc basin. Vulkanis me ini juga menyebabkan terendapkan batuan batuan gunung api seperti tuff, breksi andesit, aglomerat. Dan juga terjadi intrusi-intrusi andesit. Peristiwa ini menyebabkan zona rembang menjadi daerah yang prospek dalam eksplorasi hidrokarbon. Dimana formasi Ngimbang merupakan source rock yang poetensial. Pematangan source rock ini disebabkan karena naiknya astenosfer yang diakibatkan penunjaman ini. Daerah back arc basin lebih potensial terjadi pematangan source rock daripada fore arc basin. Sedangkan batuan penutup dan reservoir banyak ditemui di formasi Tawun dan Tuban dimana banyak mengandung batulanau-batulempung sedangkan reservoarnya bayak ditemui pada formasi Ngrayong, dan Ledok yang mengendapkan batupasir. Reservoir lainnya yang berupa batugamping juga ditemukan.
Comments : 2 Comments
Categories : Artikel Geologi
Geologi Sejarah29032010
Perkembangan Organisme Di Bumi Selama Jaman Kapur
PENDAHULUAN
FLORA
Famili dari Araucaricaceae yang sekarang hanya ada di bumi belahan selatan. Terawetkan di Arizona. Diameternya 1,5 meter dan panjangnya mencapai 30 meter. Paku – pakuan yang pertama ada pada Jaman Jura akhir dan menyebar luas pada Jaman Kapur, sebagaimana telah terfosilkannya dalam bentuk kayu. Sequoias muncul selama Jaman Jura dan menjadi umum pada Jaman Kapur. (Stokes, 1973).
Kepunahan dan perubahan yang mendadak dalam dunia vegetasi di bumi terjadi pada Jaman Kapur tengah. Awalnya, selama Jaman Trias dan Jura, tanaman yang paling banyak adalah gymnospermae, atau tanaman tak berbunga. Variasinya antara cycads, dan tanaman paku – pakuan lain. Setelah Jaman Kapur tengah, tanaman yang muncul adalah angiospermae atau tanaman berbunga. Tanaman ini mempunyai struktur bunga dan ada sel telur. Angiospermae ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu dikotil dan monokotil. Dikotil merupakan tanaman berakar serabut dan dengan tulang daun yang bercabang. Jenisnya seperti pohon. Monokotil merupakan tanaman berakar tunggal dengan tulang daun yang sejajar. Tanamannya seperti rumput, palem, bunga lili, dan anggrek. Diperkirakan ada sekitar 175.000 spesies tanaman berbunga yang hidup. Sedikitnya, 30.000 fosil spesiesnya telah ditemukan. Tanaman ini berbunga pada semua iklim dan termasuk pepohonan.(Stokes, 1973).
Asalmula dari angiospermae merupakan permasalahan yang tak terpecahkan. Umumnya tersebar mendominasi pada Jaman Kapur. Tanaman palem San miguelia, ditemukan pada batuan Jaman Trias atas dari Colorado barat daya, mempunyai kemungkinan sebagai angiospermae yang paling tua yang pernah ditemukan. Sedangkan jejak dari magnolia, sassafras, fig dan willow umumnya hadir pada batuan Jaman kapur atas. Hutan dari angiospermae ini mendukung pada bentukan dari batubara pada Jaman Kapur. Butiran pollen dari kelompok ini berguna dalam mengetahui keadaan iklim dan sebagai korelasi antara tanaman yang ada.(Stokes, 1973).
Fosil dari kelompok tumbuhan berbunga pada Jaman Kapur sangat mirip dengan spesies pada masa kini. Fosil tersebut adalah adanya daun dari Platanus, pada masa kini adalah genus sycamores. Buahnya mirip dengan genus ficus pada masa kini. Tumbuhan yang sejenis antara lain pohon palem, famili oak, dan famili walnut.(Stanley, 1986).
FAUNA
Pada akhir Jaman Kapur, terdapat dua kelompok besar plangton bersel satu yang ada sejak Jaman Kapur tengah. Keduanya adalah foraminifera globigerinid dancocolithophore yang memberikan kontribusi besar pada sedimen calcareous di daerah laut. Selama akhir Jaman Kapur, cocolithophore pada lingkungan laut hangat dapat membentuk coccolith. Apabila terakumulasi dalam volume yang besar, maka dapat menjadi batugamping berukuran butir halus yang umumnya disebut chalk.(Stanley, 1986).
Hewan pelagik yang ada di laut, antara lain Ammonoids dan belemnoids sebagai karnivora berenang yang dominan. Ammonoids sendiri sebagai fosil indeks yang sangat berharga untuk sistem Jaman Kapur. Pada Jaman Kapur ini, hadir ikan teleost. Ciri – cirinya adalah ekor yang simetri, relaif melonjong, gigi yang pendek yang disesuaikan untuk mencari makanan. Ikan di jaman sekarang yang hampir sama antara lain ikan salmon, dan piranha amerika selatan. Ikan Hiu Jaman Kapur mempunyai bentukan yang sama dengan sekarang. Reptil laut yang ada seperti Plesiosaurus yang berkembang pada Jaman Kapur akhir. Ada mossasurus, sebagai hewan laut yang dapat tumbuh memanjang hingga 15 meter. Terdapat fosil yang menunjukkan mossasurus menyerang ammonoids. Ada Hesperornis, sebagai burung penyelam, mempunyai ciri – ciri kaki lebar dan bersayap kecil yang
disesuaikan untuk berenang. Kura – kura laut juga ada selama Jaman Kapur ini, sering disebut dengan Archelon.(Stanley, 1986).
Kehidupan di dasar laut, merupakan kelanjutan dari kehidupan pada Jaman Jura. Kebanyakan adalah koral atau heksa koral. Organisme tersebut ada yang masih bertahan hingga masa kini. Beberapa di antaranya foraminifera Alabamina,Anomalinoides, Pleurostomella, Fissoelphidium, dan Siphogeneroides. Bryozoa yang hadir pada umumnya adalah cheilostomes, di antaranya ada Rhiniopora danOnychocella. Organisme ini berasal dari Jaman Jura, mengalami perkembangan yang pesat pada Jaman Kapur ini. Moluska kelas gastropoda yang muncul adalahNeogastropoda atau „new snails“. Organisme ini memunculkan famili dan genus yang baru. Hewan ini karnivora dengan makanannya berupa cacing, bivalvia, dan snail yang lainnya. Terdapat pula Sea Grass, yang bukan merupakan rumput yang sebenarnya seperti pada era kenozoik, tetapi seperti tanaman berumput yang menyelimuti dasar samudera dan terbentuk selama Jaman Kapur ini. Di antara bivalvia yang hidup di permukaan substratum, terdapat rudist sebagai organisme yang istimewa karena hidupnya seperti koral, pembentuk karang daerah tropis. Pembentuknya berupa heksa koral dan alga coralin. Kehadiran rudist ini dapat mengasumsikan bahwa keadaan yang dominan pada Jaman Kapur berupa pertumbuhan karang di daerah tropis. Hampir semua karang yang berada pada lingkungan shallow didominasi oleh rudist.Pertumbuhannya cepat, seperti koral pembentuk terumbu. Kepunahannya seperti punahnya dinosaurus pada akhir Jaman Kapur.(Stanley, 1986).
Pelecypoda jenis rudist yang membentuk terumbu pada Jaman Kapur berkembang pesat dan menggeser kedudukan koral. Rudist tersebut antara lain Monopleura,Hippurites, dan Durania. Bentuk umum ketiganya hampir sama, yaitu relatis mengkerucut ke arah bawah. (Mintz, 1981 hal.477)
Pada awal Jaman Kapur, keberadaan dari fauna invertebrata tidak banyak diketahui. Tetapi dari fosil yang tersedia, menunjukkan keberlanjutan dari dinosaurus.reptil – reptil ini mempunyai ukuran/bentuk tubuh yang besar, lebih besar dari ukuran manusia. Dinosaurus karnivora yang hadir adalah Albertosaurus dan Tyrannosaurusdari genus Chasmosaurus. Hewan ini tingginya sekitar 4,4 meter. Reptil terbangnya adalah Pterosaurus dari genus Quetzalcoatlus, sedangkan burung air juga ada dengan pembedanya pada sayap keduanya. Terdapat juga buaya dengan panjang sekitar 15 meter. Ular yang hadir merupakan kelompok muda yang primitif. Bila dibangdingkan dengan sekarang, bentukannya seperti phyton. Dinosaurus herbivora yang ada sepertiEdmontonia dari genus Corythosaurus. .(Stanley, 1986).
Vertebrata Jaman Kapur yang punya masa depan bagus dalam perkembangannya adalah mamalia, yang berbeda jauh dengan reptil. Ukuran / bentuk tubuhnya kecil. Mamalia pertama adalah jenis marsupial, yang sekarang banyak terapat di Australia seperti kangguru, wombat dan koala. Di Amerika ada Opossum. Kehadiran plasenta berpengaruh terhadap keberadaan mamalia ini. (Stanley, 1986).
KESIMPULAN
Pada Jaman Kapur, Kehidupan di daratan didominasi Dinosaurus keberadaan tersebar di seluruh daratan di muka bumi. Tanaman berbunga (angiospermae) berkemnbang pesat hingga menggantikan dominasi dari gymnospermae yang merupakan tanaman utama pada Jaman sebelumnya. Pada lantai samudera terdapat cococlith yang nantinya mengendap ,membentuk chalk yang tersebar secara luas. Pada akhir Jaman Kapur, muncul dua kelompok plangton baru yaitu diatom dan foraminifera yang tersebar pada waktu yang bersamaan. Pada pertengahan Jaman Kapur, Ikan Teleost muncul dan berkembang bersama dua kelompok karnivora yang telah ada lebih awal yaitu kepiting dan snail predator. Bivalvia jenis rudist menjadi organisme pembentuk karang/terumbu yang dominan, tetapi organisme ini punah pada akhir Jaman Kapur bersamaan dengan punahnya dinosaurus dan organisme lainnya. (Stanley, 1986).
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
Endapan Mineral
29032010
Skarn
I. Definisi
Skarn dapat terbentuk selama metamorfisme kontak atau regional. Selain itu juga dari berbagai macam proses metasomatisme yang melibatkan fluida magmatik, metamorfik, meteorik, dan yang berasal dari laut. Skarn dapat ditemukan di permukaan sampai pluton, di sepanjang sesar dan shear zone, di sistem geotermal dangkal, pada dasar lantai samudra maupun pada kerak bagian bawah yang tertutup oleh dataran hasil metamorfisme burial dalam. Skarn dibagi menjadi endoskarn dan eksoskarn dengan didasarkan pada jenis kandungan protolit.
II. Mineralogi
Secara umum, Kuarsa dan kalsit selalu hadir dalam semua jenis skarn. Sedangkan mineral lain hanya hadir pada jenis skarn tertentu seperti talk, serpentine, dan brusit yang hadir hanya pada skarn tipe magnesian.
III. Evolusi skarn
Formasi dari skarn deposit merupakan hasil dari proses yang dinamis. Pada sebagian besar skarn deposit, terdapat beberapa transisi dari metamorfisme distal yang menghasilkan hornfels dan skarnoid ke metamorfisme proximal yang menghasilkan skarn yang mengandung bijih berukuran relatif kasar. Selama gradien suhu yang tinggi dan sirkulasi fluida skala besar akibat intrusi magma, metamorfisme kontak dapat menjadi lebih kompleks dibandingkan model rekristalisasi isokimia yang menyusun metamorfisme regional. Semakin kompleks fluida metasomatisme, akan menghasilkan keterkaitan antara proses metamorfisme yang murni dengan proses metasomatisme.
IV. Zonasi Skarn deposit
Terdapat pola zonasi pada skarn pada umumnya. Pola zonasi ini berupa proximal garnet, distal piroksen, dan idiokras (atau piroksenoid seperti wolastonit, bustamit dan rodonit) yang terdapat pada kontak antara skarn dan marmer. Selain itu, masing-masing mineral penyusun skarn dapat menunjukan warna yang sistematis atau komposisi yang bervariasi dalam pola zonasi yang lebih luas.
V. Petrogenesis
Sebagian besar skarn deposit secara langsung berhubungan dengan aktivitas pembekuan batuan beku sehingga terdapat hubungan antara komposisi skarn dengan komposisi batuan beku. Karakteristik penting lainnya diantaranya tingkat oksidasi, ukuran, tekstur, kedalaman, maupun seting tektonik dari masing-masing pluton.
Tektonik Setting
Klasifikasi tektonik yang sangat berguna dari deposit skarn seharusnya mengelompokkan tipe skarn yang pada umumnya berada bersama dan membedakannya yang secara khusus terdapat dalam tektonik setting yang khusus. Sebagai contohnya, deposit skarn calcic Fe-Cu sebenarnya hanyalah tipe skarn yang ditemukan dalam wilayah busur kepulauan samudra. Banyak dari skarn ini juga diperkaya oleh Co, Ni, Cr, dan Au. Sebagai tambahan, beberapa skarn yang mengandung emas yang bernilai ekonomis muncul dan telah terbentuk pada back arc basin yang berasosiasi dengan busur volkanik samudra (Ray et al., 1988). Beberapa kenampakan kunci yang menyusun skarn tersebut terpisah dari asosiasinya dengan magma dan kerak yang lebih berkembang adalah yang berasosiasi dengan pluton yang bersifat gabbro dan diorit, endoskarn yang melimpah, metasomatisme yang tersebar luas dan ketidakhadiran Sn dan Pb.
Kebanyakan deposit skarn berasosiasi dengan busur magmatik yang berkaitan dengan subduksi dalam kerak benua. Komposisi pluton berkisar dari diorit sampai granit walaupun pada dasarnya memiliki perbedaan diantara tipe skarn logam yang muncul untuk mencerminkan lingkungan geologi setempat (kedalaman formasi, pola struktural dan fluida) lebih pada perbedaan pokok dari petrogenesis (Nakano,et al., 1990). Sebaliknya, skarn yang mengandung emas pada lingkungan ini berasosiasi dengan pluton yang tereduksi secara
khusus yang mungkin mewakili sejarah geologi yang khusus. Beberapa Skarn, tidak berasosiasi dengan subduksi yang berkaitan dengan magmatisme. Pluton yang berkomposisi granit, pada umumnya mengandung muskovit dan biotit primer, megakristal kuarsa berwarna abu-abu gelap, lubang-lubang miarolitik, alterasi tipe greisen, dan anomali radioaktif. Skarn yang terasosiasi, kaya akan timah dan fluor walaupun induk dari elemen lain biasanya hadir dan mungkin penting secara ekonomis. Perkembangan rangkaian ini termasuk W, Be, B, Li, Bi, Zn, Pb, U, F, dan REE.
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
Vulcanology Field Trip25032010
KESIMPULAN
Dari hasil fieldtrip ini didapat beberapa kesimpulan, antara lain :
1. Secara umum, hasil erupsi Gunung Merapi berupa endapan lahar, endapan piroklastik aliran, endapan piroklastik jatuhan, dan kubah lava (pada bagian puncak). Sedangkan hasil erupsi Merapi Tua berupa aliran lava.
2. Pada daerah gunungapi sangat potensial ditemukannya mata air sebagai sumber penghidupan bagi manusia.
3. Pemantauan aktivitas gunungapi melalui pos-pos pengamatan gunungapi.
4. Untuk menanggulangi banjir lahar dibangun tanggul-tanggul (check dam) pada setiap alur sungai yang berhulu di lereng Gunung Merapi.
5. Hasil erupsi yang berupa endapan aliran lahar dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Comments : Leave a comment
Categories : Interpretasi Geologi
4th Stratigraphy Analysis25032010
Sistem Arus Traksi Struktur Sedimen
I. PENDAHULUAN
Transport dan pengendapan sedimen dari daerah sumber ke daerah pengendapannya tidaklah dikuasai oleh jenis – jenis mekanisme transport tertentu, misal hanya arus traksi saja, dan sebagainya, tetapi selalu merupakan suatu sistem dari berbagai mekanisme, bahkan bukan hanya bersifat mekanis, tetapi juga bersifat kimiawi (Koesoemadinata, 1981). Beberapa sistem transport dan sedimentasi :
1. 1. Sistem arus traksi dan suspensi.
2. 2. Sistem arus turbid dan pekat (density current).
3. 3. Sistem suspensi dan kimiawi.
Cara pengendapannya sendiri menurut Rubey (1935), pertikel mengendap dari suatu aliran berdasarkan dua hukum, yaitu :
1. Hukum Stokes : Berat efektif suatu pola, hal ini berlaku untuk material halus.
2. Hukum Impact : Reaksi benturan terhadap medium, hal ini berlaku untuk material kasar.
Dalam kenyataannya tiap – tiap hukum berlaku untuk besar butir tertentu. Lebih kasar besar butir yang dimiliki maka hukum Impact akan berlaku, sedang sebaliknya, makin halus besar butir yang ada maka hukum Stokes yang akan berlaku.
Selain itu juga sifat – sifat transport dan pengendapan lainnya akan mengalami perubahan – perubahan, seperti :
1. Gerakan partikel/butir.
2. Konsentrasi sedimen transport.
3. Kecepatan aliran dekat dasar.
4. Koefisien kekasaran (maningsin).
5. Struktur sedimrn yang dibangun.
6. Kedalaman air.
7. Sifat permukaan air.
8. Turbulensi.
II. SISTEM ARUS TRAKSI STRUKTUR SEDIMEN
Sebenarnya sistem ini terdiri dari 2 faktor, yaitu bed load dan suspended load, dimana diendapkan dari sistem tersendiri. Cara pengendapan bed load berhubungan erat dengan pembentukan struktur sedimen dan aliran. Konsep yang ada pada dasarnya delam pelbagai kekuatan arus (stream power) transport sedimen, pengendapan dan bentuk dasar (forms of bed roughness), berubah – ubah dan memiliki karateristik tersendiri. Bentuk dasar juga tergantung dari besar butir, 0,6 mm sebagai batas.
Traksi merupakan salah satu mekanika transportasi dan pengendapan. Mekanika transport dan pengendapan sendiri memuat beberapa bagian, antara lain :
1. Muatan, yaitu jumlah total sedimen yang diangkut oleh suatu aliran (Gilbert, 1914).
2. Kapasitas aliran (stream capacity), yaitu muatan maksimal yang dapat diangkut oleh aliran (Gilbert, 1914).
3. Kompetensi aliran (stream competence), yaitu kemampuan aliran untuk mentransport sedimen dalam pengertian dimensi partikel (Twenhofel, 1950).
Traksi atau gaya gesek kritis juga dipengaruhi oleh hidraulica lift, yaitu pengangkatan yang disebabkan oleh perbedaan tekanan diatas dan dibawah aliran, diukur oleh kecepatan radien dekat dasar aliran.
Berdasarkan cara/gaya mengangkut partikel ini maka transport sedimen secara massal terdapat sebagai berikut (koesoemadinata, 1981) :
1. Rayapan permukaan (surface creep) : menggelundung.
2. Saltasi (rolling, skipping) : meloncat dan meluncur.
3. Suspensi.
Dari segi muatan, maka ini dibagi menjadi :
1. Bed load (surface creep dan saltasi)
2. Suspended load (wash load)
III. STRUKTUR SEDIMEN YANG TERBENTUK DARI ARUS TRAKSI
Arus traksi yang berlangsung mengakibatkan terbentuknya struktur sediment. Struktur sediment yang terbentuk sendiri terbagi menjadi dua, yaitu (Koesoemadinata, 1981):
1. 1. Rezim aliran bawah (lower flow regim), yaitu gaya tarikan lebih berpengaruh. Hal ini mengakibatkan :
1. Terbentuk onggokan – onggokan dan scou.r
2. Cara transport diseret dan jatuh bebas ke dalam scour.
3. Struktur sedimen sangat ditentukan sebagai akibat dari jatuhan partikel – pertikel kedalam lubang – lubang.
4. Sudut kemiringan dari cross laminae adalah searah dengan arah arus.
2. 2. Rezim aliran tinggi. Hal ini mengakibatkan :
1. Onggokan – onggokan lebih disebabkan karena penumpukan pada endapan – endapan yang lebih awal.
2. Cara transport menerus, karena momentum air dan secara massal.
3. Struktur sedimen acretion terbentuk pada punggung onggokan – onggokan.
4. Kadang – kadang mengakibatkan terbentuknya :
Horizontal stratification (transition)
Low angle cross stratification < 100. Sudut kemiringan berbanding terbalik dengan arah arus.
Imbricated pebbles
Dalam sistem traksi dan suspensi, maka sedimentasi terjadi dari muatan suspensi dan muatan dasar, berselang – seling atau sering pula dalam kombinasi. Kombinasi pengendapan traksi dan suspensi terutama terjadi di bagian bawah dari lower flow regim.
Comments : 2 Comments
Categories : Artikel Geologi
3rd Stratigraphy Analysis25032010
Analisis Struktur Sedimen
I. Maksud dan Tujuan
Maksud :
Pengenalan terhadap berbagai struktur sedimen
Melakukan pengukuran data struktur sedimen : ripple mark ( beberapa parameterIndeks Ripple ) dan silang siur.
Tujuan : Mampu menggunakan data pengukuran struktur sedimen untuk analisa proses sedimentasi dan interpretasi lingkungan pengendapan.
II. Dasar Teori
Sybill (1984) menjelaskan bahwa struktur sedimen adalah sebuah struktur dalam batuan sedimen, seperti cross – bedding, ripple marks, dan sandstone dikes, yang terbentuk bersama pada saat deposisi berlangsung (struktur sedimen primer) atau sesaat setelah deposisi (struktur sedimen sekunder).
Struktur sedimen merupakan data dinamis lingkungan pengendapan karena sebagian besar struktur sedimen terbentuk oleh proses fisika sebelum, selama dan sesudah sedimentasi, struktur yang lain dihasilkan oleh proses biogenik dan proses kimia. Proses fisika meliputi pergerakan arus fluida, aliran massa dan transportasi sedimen oleh angin dan salju. Proses fisik dapat terjadi selama sedimentasi atau berupa aktifitas mekanik beberapa saat setelah sedimentasi. Proses biogenik adalah aktifitas tumbuhan dan binatang di tempat dimana sedimen tersebut diendapkan. Sedang proses kimia merupakan proses yang muncul akibat pelarutan-pelarutan dan reaksi antar komponen penyusun batuan sedimen.
Struktur sedimen mencerminkan kondisi lingkungan saat sedimentasi dan perubahan yang mengontrolnya, sehingga struktur sedimen sangat bermanfaat, antara lain untuk :
1. Interpretasi lingkungan pengendapan yang mencakup mekanisme transportasi sedimen, arah aliran arus, kedalaman air, kekuatan angin, dan kecepatan relatif arus.
2. Menentukan bagian atas dan bawah pada lapisan yang sudah terdeformasi.
3. Menentukan pola arus purba dan paleogeografi suatu daerah.
Berdasarkan genetiknya struktur sedimen dibedakan menjadi empat yaitu:
1. Struktur sedimen erosional
2. Struktur sedimen saat pengendapan (Depositional sedimentary structure)
3. Struktur sedimen yang terbentuk segera setelah/pasca pengendapan (Post depositional sedimentary structure).
4. Struktur biogenik (Trace fossil)
Ripple marks merupakan struktur sedimen yang menunjukkan kenampakan adanya undulasi berjarak teratur pada permukaan pasir atau pada permukaan perlapisan batupasir. Sedang Sybill (1984) mengatakan bahwa ripple marks adalah bentukan permukaan pada material sedimentasi, khususnya material berupa pasir lepas, yang terdiri dari gundukan dan cekungan yang bergantian yang dibentuk oleh gaya angin atau aliran air. Bentuk dan ukuran dari struktur Ripple marks ini dapat bervariasi. Puncak dari sebuah ripple dapat saling berhubungan secara paralel satu dengan yang lainnya atau membentuk anastome pada sebagian tubuh struktur ini. Pada sayatan transversal, bentuknya dapat simetris atau asimetris, dengan puncak yang tajam, membundar, atau cenderung datar.
Ada beberapa parameter untuk memudahkan penentuan jenis ripple dan juga dapat digunakan untuk interpretasi proses pembentukannya, material penyusunnya, dan komponen-komponen serta media pembentuknya.
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
2nd Stratigraphy Analysis25032010
Stratigrafi Daerah Ampera
Kesimpulan
1. Stratigrafi daerah Ampera dari yang paling bawah adalah :
batupasir kasar – sedang, karbonatan, dijumpai banyak fosil jejak yang tegak lurus bidang lapisan batupasir karbonatan tsb. Dijumpai pula struktur cross – bedding bi – direction dengan ketebalan seluruhnya 15 m.
konglomerat pasiran, dengan fragmen batugamping koral, batupasir, dan batubara. Tebal keseluruhan lapisan ini 6 m.
batugamping terumbu koral dengan sisipan tipis (5 – 10 cm) napal. Batugamping terumbu tersusun oleh koral dan moluska, sedang didalam napal terdapat fosil foraminifera planktonik lebih banyak daripada foraminifera bentonik dengan tebal keseluruhan 125 m.
batupasir kasar – sedang, karbonatan, dijumpai banyak fosil jejak yang tegak lurus bidang lapisan batupasir karbonatan tsb. Dijumpai pula struktur cross – bedding bi – direction dengan ketebalan seluruhnya 15 m.
batupasir kasar – sedang, karbonatan, dijumpai banyak fosil jejak yang tegak lurus bidang lapisan batupasir karbonatan tsb. Dijumpai pula struktur cross – bedding bi – direction dengan ketebalan seluruhnya 15 m.
konglomerat pasiran, dengan fragmen batugamping koral, batupasir, dan batubara. Tebal keseluruhan lapisan ini 6 m.
batugamping terumbu koral dengan sisipan tipis (5 – 10 cm) napal. Batugamping terumbu tersusun oleh koral dan moluska, sedang didalam napal terdapat fosil foraminifera planktonik lebih banyak daripada foraminifera bentonik dengan tebal keseluruhan 125 m.
2. Lingkungan pengendapannya adalah sebagai berikut :
lapisan pertama pada zona Epineritik
lapisan kedua pada daerah rawa
lapisan ketiga pada laut dangkal dan zona transisi
lapisan keempat pada zona Epineritik
lapisan kelima pada zona Epineritik
lapisan keenam pada daerah rawa
lapisan ketujuh pada laut dangkal dan zona transisi
3. Tektonik sedimentasi yang terjadi adalah proses regresi / penurunan, serta adanya erosi yang mengakibatkan ketidakselarasan.
Comments : Leave a comment
Categories : Interpretasi Geologi
1st Stratigraphy Analysis25032010
Analisis Lingkungan Stratigrafi
Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam analisis lingkungan pengendapan bermacam – macam, antara lain adalah :
1. Faktor fisik.
Faktor fisik ini meliputi sifat – sifat fisik dari lingkungan pengendapan. Hal ini berdasarkan dari jenis batuan, tekstur, dan struktur batuan sedimen.
2. Faktor kimia.
Faktor kimia ini meliputi sedimen – sedimen yang diendapkan dan proses pengendapannya berdasarkan dari zat yang terlarut, gas yang terlarut, ion – ion yang terlarut, kadar garam, derajat keemasan, dan potensial reduksi – oksidasi.
3. Faktor biologi.
Faktor ini meliputi sifat – sifat biologis lingkungan pengendapan yang dicirikan oleh jenis – jenis organisme yang ada pada lingkungan pengendapan. Masing – masing memiliki cara hidupnya, yaitu hidupnya mengambang ( pelagic planktonic ), melayang ( nektonic), pada dasar laut ( benthonic ).
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
Geomagnet10032010
I. MAKSUD & TUJUAN
Maksud : Untuk menghitung nilai anomali medan magnet pada suatu daerah dan membuat peta anomali intensitas magnetik total.
Tujuan : Untuk menafsirkan kondisi geologi bawah permukaan berdasarkan data anomali magnetik.
II. DASAR TEORI
Pada mulanya penemuan – penemuan obyek – obyek geologi, termasuk mineral – mineral ekonomis, dibawah permukaan ditemukan secara kebetulan. Ilmu kebumian terutama ilmu fisika belum berperan, sebab obyek – obyek geologi tersebut belum dipahami dengan baik, sehingga sifat – sifat fisika, serta prinsip – prinsip fisika untuk mendeteksinya belum diketahui. Setelah itu para ilmuwan kemudian menciptakan metode – metode untuk melakukan survey yang salah satunya adalah survey geomagnet.
Dalam survey geomagnet sendiri diperlukan pengertian dasar-dasar fisika tentang kemagnetan, antara lain:
1. Garis gaya adalah suatu garis yang arahnya disetia titik menunjukkan arah kuat medan di titik tersebut.
2. Gaya magnet (F) adalah gaya tarik-menarik atau tolak-menolak dari dua kutub magnet (m1 , m2) yang berjarak r. Hukum Coloumb menyatakan F = m1 . m2 / ( u.r2 ) dimana adalah konstanta permeabilitas magnet.
3. Kuat medan magnet (H) adalah gaya per satuan kuat kutub magnet yang bekerja terhadap suatu kutub kecil (m`) H = F / m` = m / ( r )
4. Momen magnet (M) adalah besaran vektor yang memanjang dari kutub negatif ke kutub positif.
5. Intensitas magnetik (I) merupakan momen magnet per satuan volume. Intensitas magnet ini sebanding dengan kuat medan magnet dan arahnya searah dengan medan magnet yang menginduksi.
6. Susceptibility / kerentanan magnetik (k) merupakan tingkat kemagnetan suatu benda untuk termagnetisasi. I = kH
Newton ( __ ), menduga bahwa akibat perputaran pada sumbunya, bumi tidak berbentuk bulat sempurna, melainkan berbentuk ellipsoid, mendatar pada kutub – kutubnya. Dalam tinjauan kemagnetannya, bumi dapat dianggap bola yang termagnetisasi, kutib magnet selatan mengeluarkan garis gaya dan diterima kutub magnet utara, dengan kedua kutub utara dan selatan tersebut terletak kira – kira pada 750 LU, 1010 BB dan 670 LS, 1430 BT.
Besarnya medan magnet bumi merupakan gabungan dari tiga jenis medan magnet utama, yaitu:
1. Medan Utama
Berasal dari dalam bumi sendiri yang variasinya terhadap waktu berubah lambat dan kecil. Perubahan ini dikenal dengan variasi sekuler, yang disebabkan oleh berpindahnya kutub-kutub magnet bumi. Pergeseran ini sebesar 1/10o pertahun ke arah barat, pada garis khatulistiwa kira-kira 6 km per tahun. Karena perubahan yang lambat maka pengaruh terhadap pengukuran anomali medan magnet lokal dapat diabaikan.
2. Medan Luar
Berasal dari luar bumi, mempunyai variasi terhadap waktu yang lebih cepat. Hanya memberikan sumbangan 1% saja dalam medan magnet bumi, terutama:
Variasi harian
Penyebabnya berhubungan dengan interaksi antara radiasi matahari dengan lapisan ionosfer bumi. Variasi ini berperiode dalam 24 jam dan nilainya berkisar antara 10 – 50 T.
Badai magnetik
Penyebabnya adalah partikel-partikel yang dilepas oleh matahari. Badai magnetik dapat berlangsung dalam beberapa jam bahkan sampai beberapa hari, periodenya sampai 27 hari. Nilainya dapat mencapai 500 T. Oleh karena itu pada saat badai ini terjadi pengukuran yang dilakukan akan menjadi tidak valid.
3. Medan Anomali (anomalous field)
Berasal dari anomali magnet lokal di dekat permukaan kerak bumi dan relatif konstan terhadap waktu maupun posisi. Penyebabnya adalah karena perbedaan komposisi mineral yang bersifat magnetik.
Gravitasi10032010
DASAR TEORI
Pada mulanya penemuan – penemuan obyek – obyek geologi, termasuk mineral – mineral ekonomis, dibawah permukaan ditemukan secara kebetulan. Ilmu kebumian terutama ilmu fisika belum berperan, sebab obyek – obyek geologi tersebut belum dipahami dengan baik, sehingga sifat – sifat fisika, serta prinsip – prinsip fisika untuk mendeteksinya belum diketahui. Setelah itu para ilmuwan kemudian menciptakan metode – metode yang salah satunya adalah metode gravitasi atau gaya berat.
Gravitasi atau gaya berat, bersama dengan magnit adalah salah satu alat dasar yang digunakan pada awal tingkatan dari eksplorasi (Sheriff, 1978, hal 3). Sedang Hochstein (1982) menjelaskan bahwa gravitasi adalah gaya yang bekerja pada suatu satuan massa dipermukaan bumi. Dalam menerapkan setiap metode geofisika untuk mengeksplorasi keadaan geologi bawah permukaan perlu diingat hukum – hukum geologi yang mengontrol keberadaan dan konfigurasi obyek – obyek geologi. Hukum dasar gravitasi dikemukakan pertama kali oleh Isaac Newton yang lebih dikenal dengan hukum Newton, yang terbagi menjadi dua hukum utama.
Hukum Newton I
Hukum Newton II
Data metode gravitasi yang ada didapatkan melalui pengukuran variasi antar titik – titik dipermukaan bumi yang saling berdekatan. Variasi ini disebabkan
oleh :
Kondisi bumi tidak seragam
Kondisi bumi berbentuk bola
Bumi mengalami rotasi.
Tentu pengukuran data dalam mencari harga gravitasi tidak serta – merta mutlak begitu saja, banyak pengaruh dari luar. Pada suatu tempat dimuka bumi ini, harga gravitasi dipengaruhi oleh faktor :
Lintang
Elevasi
Topografi
Efek pasang surut
Densitas batuan
Data gravitasi yang sudah ada kebanyakan digunakan dalam mencari hidrokarbon. Gravitasi atau gaya berat ini juga digunakan dalam tingkatan selanjutnya dalam eksplorasi, seperti
untuk memeriksa kebenaran interpretasi. Sebuah interpretasi harus sesuai dengan semua informasi yang ada, termasuk gravitasi. Secara umum prosedur interpretasi yang dipakai oleh ahli geofisika adalah membandingkan efek fisika terukur yang ditimbulkan oleh suatu obyek dibawah permukaan (misal kubah garam, cebakan mineral bijih, sesar, dll) dengan efek fisika tertentu dengan formula – formula dari suatu model standar.
Menurut Sheriff (1978) hal 15, dengan gravitasi kita punya keuntungan besar dalam penambahan vektor, karena kita tahu bahwa hasil net adalah dalam direksi vertikal, dengan demikian kita hanya butuh menambahkan komponen – komponen vertikal, tahu bahwa komponen – komponen horizontal akan dijumlah hingga 0. Karena itu kita hanya butuh skala penambahan dan tidak perlu menggunakan semua penambahan vektor.
Pengolahan data gravitasi meliputi konversi ke harga miligal, koreksi pasang surut, koreksi tinggi alat, koreksi drift, koreksi lintang, koreksi udara bebas, dan koreksi bouguer yang menghasilkan anomali bouguer sederhana di topografi. Biasanya anomali bouguer sederhana kemudian diproyeksikan ke suatu bidang datar dengan menggunakan metode sumber ekivalen titik massa (geosociety.com).
Penjelasannya menurut Nettleton (1940), koreksi gaya berat yang perlu dilakukan ada empat macam yaitu :
a) Koreksi lintang
Pada koreksi ini selalu digunakan suatu titik lintang sebagai dasarnya. Untuk koreksi lintang ini dipakai konstanta K yang besarnya :
K = 0.8122 sin2θ (mgal/km)
= 1.307 sin2θ (mgal/mil)
b) Koreksi ketinggian
Koreksi ini dibagi lagi menjadi dua koreksi yaitu koreksi udara bebas (free air correction) dan koreksi Bouguer (Bouguer correction). Besarnya koreksi ketinggian adalah sebagai berikut :
Free air correction = 0.3086 mgal/m.(h) atau 0.09406 mgal/ft.(h)
Bouguer Correction = 0.04185 σ. h (mgal/m) atau 0.01272 σ. h (mgal/ft)
c) Koreksi topografi (terrain correction)
Untuk koreksi ini menggunakan zona chart yang dibuat oleh Hammer (1939). Harga koreksi dari chart Hammer ini selalu ditambahkan tanpa melihat apakah ada bukit ataupun depresi di sekitar stasiun.
d) Koreksi pasang surut
Koreksi ini dikontrol oleh adanya gaya tarik antara matahari dan bulan yang berkaitan erat dengan posisinya. Hal ini dapat mempengaruhi pengukuran yang dilakukan dengan gravimeter dikarenakan posisi bulan dan matahari dapat menyebabkan pasang surutnya air laut sehingga koreksi ini perlu dilakukan.
Comments : 2 Comments
Categories : Artikel Geologi
3rd Structure Geology7032010
Proses Terbentuknya Lipatan
I. PENGERTIAN
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan lengkungan pada unsure garis atau bidang dalam bahan tersebut. Unsur bidang yang disertakan umumnya perlapisan (Hansen 1971, diambil dari Panduan Praktikum 1991). Atau terlipatnya suatu lapisan batuan (Sybil P. Parker, 1984).
Lipatan merupakan salah satu gejala struktur geologi yang amat penting. Struktur lipatan sangat menentukan distribusi batuan dan strujtur bawah permukaan, selain itu lipatan berhubungan erat dengan pola tegasan atau gaya yang berpengaruh di daerah tersebut dan gejaIa struktur yang lain, misalnya sesar.
Cara yang biasa dilakukan dalam analisa lipatan adalah dengan merekonstruksikankan dalam penampang.
Kenampakan – kenampakan dari lipatan sendiri berupa antiformal, sinformal, antiklin, sinklin, antiklinal band, sinklinal band, monoklin, terrace, vertical fold, normal fold, dll.
Untuk menganalisa Iebih lanjut terhadap arah lipatan, bidang sumbu, bentuk lipatan, garis sumbu, penunjaman dan pola tegasan yang berpengaruh terhadap pembentukan lipatan, perlu dilakukan pengukuran secara menyeluruh pada suatu daerah dimana gajala lipatan itu terbentuk. Hasil pengukuran – pengukuran itu disamping disajikan di dalam peta, juga dianalisa dengan menggunakan diagram Beta dan diagram kontur, penggunaan kedua diagram ini pada dasarnya sama, karena tujuan yang akan dicapai adalah kedudukan lipatan dan disinibusi hasil pengukuran yang diplot dalam proyeksi kutub.
II. PROSES TERBENTUK
Lipatan atau terlipatnya suatu lapisan batuan terbentuk biasanya diakibatkan oleh adanya gaya deformasi. Lipatan dikenali dengan lapisan batuan telah mengalami penyimpangan bentuk menjadi bentukan seperti ombak (Sybil P. Parker, 1984). Mekanisme gaya yang menyebabkannya ada 2 macam, yaitu :
1.
Buckling (melipat) : Disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan arah permukaan lempeng.
2.
Bending (pelengkungan) : Disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak lurus dengan permukaan lempeng.
Pada referensi lainnya, pembentukan lipatan menurut Billings (1986), adanya bentukan lipatan pada umumnya disebabkan karena proses tektonik dan non tektonik.
1. Tektonik
Proses tektonik ini disebabkan oleh gaya — gaya dalam bumi. Gaya ini adalah gaya tekan hortisontal karena sejajar dengan permukaan bumi. Penyebab utama terbentuknya perlipatan oleh gaya tektonik atau gaya tekan mendatar karena adanya teori – teori sebagai berikut :
a. Teori kontraksi
Teori klasik bahwa bumi semakin lama sesuai waktu geologinya semakin kecil, dengan adanya pendinginan, pembentukan mineral yang lebih padat, dan ekstrusi magma
dan lapisan batuan lainnya, maka ada penyesuaian karena pengerutan bumi tersebut dan menghasilkan gaya tekan.
b. Pengapungan Benua
Teori ini bagian dan tektonik lempeng yang menerangkan tentang pemekaran dasar samudera, tumbukan lempeng, pengapungan benua, perlipatan serta patahan yang disebabkan karena adanya aliran konveksi berupa gerakan magma. Karena adanya aliran yang bergerak di sepanjang dasar kerak bumi tersebut menyebabkan kerak bumi terlipat ke bawah dan lapisan yang di atasnya juga ikut terlipat.
c. Pergeseran karena Gaya Berat
Pergeseran ini terjadi karena adanya pengangkatan dari batuan dasar yang membuat batuan dasar retak. Karena terus berlangsung maka retakan menyebabkan patahan yang berurutan hingga karena adanya gaya berat maka lapisan akan bergeser membentuk lipatan.
1. Non tektonik
Proses ini sebagian besar dihasilkan oleh proses eksogenik, yang antara lain berupa erosi dan deposisi. Proses non-tektonik ini terjadi karena penyebab – penyebab antara lain :
a. Perbedaan Kompaksi Sedimen
Karena adanya perbedaan kekompakan atau keresistensian hingga nanti dalam pengendapan selanjutnya lapisan secara otomatis akan terlipatkan melengkung.
b. Proses Pelarutan
Proses ini terjadi karena bahan kimia yang mengalami pelarutan dapat menghasilkan struktur yang besar, seperti kubah yang terbentuk dan garam yang menumpang.
III. KESIMPULAN
Geologi struktur diartikan sebagai suatu ilmu yang membahas suatu bentuk kerak bumi dan gejala – gejala pembentukannya. Dengan demikian, inti geologi struktur adalah deformasi pada kerak bumi, apa yang menyebabkannya, dan bagaimana akibatnya. Geologi struktur ini merupakan studi mengenal unsur – unsur struktur geologi, yaitu studi tentang perlipatan, rekahan, sesar, dan sebagainya, yang terdapat didalam suatu satuan tektonik. Sehingga struktur geologi, termasuk lipatan ini saling terkait dan saling mempengaruhi struktur geologi satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan lipatan ini memyebabkan terjadinya struktur geologi yang lain, semisal sesar, khususnya sesar turun. Kenampakan lipatan dapat juga digunakan untuk interpretasi lapangan berupa mendeterminasi bentuk dan ukuran tubuh batuan dalam suatu daerah/wilayah, dapat mendeterminasi proses – proses fisik yang menghasilkan struktur geologi tersebut, serta mengetahui urut – urutan kejadian geologi pada suatu daerah/wilayah.
<!–[if !mso]> <! st1\:*{behavior:url(#ieooui) } –>
PROSES TERBENTUKNYA LIPATAN
I. PENGERTIAN
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan lengkungan pada unsure garis atau bidang dalam bahan tersebut. Unsur bidang yang disertakan umumnya perlapisan (Hansen 1971, diambil dari Panduan Praktikum 1991). Atau terlipatnya suatu lapisan batuan (Sybil P. Parker, 1984).
Lipatan merupakan salah satu gejala struktur geologi yang amat penting. Struktur lipatan sangat menentukan distribusi batuan dan strujtur bawah permukaan, selain itu lipatan berhubungan erat dengan pola tegasan atau gaya yang berpengaruh di daerah tersebut dan gejaIa struktur yang lain, misalnya sesar.
Cara yang biasa dilakukan dalam analisa lipatan adalah dengan merekonstruksikankan dalam penampang.
Kenampakan – kenampakan dari lipatan sendiri berupa antiformal, sinformal, antiklin, sinklin, antiklinal band, sinklinal band, monoklin,terrace,vertical fold,normal fold, dll.
Gambar 1.Contoh Lipatan 1 Gambar 2.Contoh Lipatan 2
Gambar 3.Animasi Forced Folds Gambar 4.Animasi Tip-line Folds
Untuk menganalisa Iebih lanjut terhadap arah lipatan, bidang sumbu, bentuk lipatan, garis sumbu, penunjaman dan pola tegasan yang berpengaruh terhadap pembentukan lipatan, perlu dilakukan pengukuran secara menyeluruh pada suatu daerah dimana gajala lipatan itu terbentuk. Hasil pengukuran – pengukuran itu disamping disajikan di dalam peta, juga dianalisa dengan menggunakan diagram Beta dan diagram kontur, penggunaan kedua diagram ini pada dasarnya sama, karena tujuan yang akan dicapai adalah kedudukan lipatan dan disinibusi hasil pengukuran yang diplot dalam proyeksi kutub.
Contoh – contoh lipatan :
Gambar 1.Flexure Folding Gambar 2.Flow Folding
Gambar 3.Shear Folding Gambar 4.Flexure & Flow Folding
(Peter C. Badgley, 1965 diambil dari Pedoman Praktikum ITB, 1986)
II. PROSES TERBENTUK
Lipatan atau terlipatnya suatu lapisan batuan terbentuk biasanya diakibatkan oleh adanya gaya deformasi. Lipatan dikenali dengan lapisan batuan telah mengalami penyimpangan bentuk menjadi bentukan seperti ombak (Sybil P. Parker, 1984). Mekanisme gaya yang menyebabkannya ada 2 macam, yaitu :
1. Buckling (melipat) : Disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan arah permukaan lempeng.
Gambar 5.Buckling
2. Bending (pelengkungan) : Disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak lurus dengan permukaan lempeng.
Gambar 6.Bending
Pada referensi lainnya, pembentukan lipatan menurut Billings (1986), adanya bentukan lipatan pada umumnya disebabkan karena proses tektonik dan non tektonik.
1. Tektonik
Proses tektonik ini disebabkan oleh gaya — gaya dalam bumi. Gaya ini adalah gaya tekan hortisontal karena sejajar dengan permukaan bumi. Penyebab utama terbentuknya perlipatan oleh gaya tektonik atau gaya tekan mendatar karena adanya teori – teori sebagai berikut :
a. Teori kontraksi
Teori klasik bahwa bumi semakin lama sesuai waktu geologinya semakin kecil, dengan adanya pendinginan, pembentukan mineral yang lebih padat, dan ekstrusi magma dan lapisan batuan lainnya, maka ada penyesuaian karena pengerutan bumi tersebut dan menghasilkan gaya tekan.
b. Pengapungan Benua
Teori ini bagian dan tektonik lempeng yang menerangkan tentang pemekaran dasar samudera, tumbukan lempeng, pengapungan benua, perlipatan serta patahan yang disebabkan karena adanya aliran konveksi berupa gerakan magma. Karena adanya aliran yang bergerak di sepanjang dasar kerak bumi tersebut menyebabkan kerak bumi terlipat ke bawah dan lapisan yang di atasnya juga ikut terlipat.
c. Pergeseran karena Gaya Berat
Pergeseran ini terjadi karena adanya pengangkatan dari batuan dasar yang membuat batuan dasar retak. Karena terus berlangsung maka retakan menyebabkan patahan yang berurutan hingga karena adanya gaya berat maka lapisan akan bergeser membentuk lipatan.
1. Non tektonik
Proses ini sebagian besar dihasilkan oleh proses eksogenik, yang antara lain berupa erosi dan deposisi. Proses non-tektonik ini terjadi karena penyebab – penyebab antara lain :
a. Perbedaan Kompaksi Sedimen
Karena adanya perbedaan kekompakan atau keresistensian hingga nanti dalam pengendapan selanjutnya lapisan secara otomatis akan terlipatkan melengkung.
b. Proses Pelarutan
Proses ini terjadi karena bahan kimia yang mengalami pelarutan dapat menghasilkan struktur yang besar, seperti kubah yang terbentuk dan garam yang menumpang.
III. KESIMPULAN
Geologi struktur diartikan sebagai suatu ilmu yang membahas suatu bentuk kerak bumi dan gejala – gejala pembentukannya. Dengan demikian, inti geologi struktur adalah deformasi pada kerak bumi, apa yang menyebabkannya, dan bagaimana akibatnya. Geologi struktur ini merupakan studi mengenal unsur – unsur struktur geologi, yaitu studi tentang perlipatan, rekahan, sesar, dan sebagainya, yang terdapat didalam suatu satuan tektonik. Sehingga struktur geologi, termasuk lipatan ini saling terkait dan saling mempengaruhi struktur geologi satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan lipatan ini memyebabkan terjadinya struktur geologi yang lain, semisal sesar, khususnya sesar turun. Kenampakan lipatan dapat juga digunakan untuk interpretasi lapangan berupa mendeterminasi bentuk dan ukuran
tubuh batuan dalam suatu daerah/wilayah, dapat mendeterminasi proses – proses fisik yang menghasilkan struktur geologi tersebut, serta mengetahui urut – urutan kejadian geologi pada suatu daerah/wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
Billings M. P., 1979,Structural Geology,Third Edition, Prentice – Hall of India Privated Limited, New Delhi.
Parker, Sybil P., 1984,McGraw – Hill Dictionary of Earth Sciences , McGraw – Hill Book Company 1221 Avenue of the Americas, New York.
Soetoto, 1994,Geologi Struktur, Laboratorium Geologi Dinamik Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Staf Asisten Geologi Struktur, 1991,Petunjuk Praktikum Geologi Struktur,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Geologi, Yogyakarta.
Staf Asisten Geologi Struktur, 1984,Pedoman Praktikum Geologi Struktur, KBK Geologi Dinamis Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
2nd Stucture Geology6032010
Klasifikasi Lipatan (Billings;1986)
Berdasarkan bentuk penampang tegak :
Lipatan simetri :lipatan dimana axial plane-nya vertikal
Lipatan asimetri :lipatan dimana axial plane-nya condong
Overturned fold :lipatan dimana axial plane-nya condong dan kedua sayapnya miring ke arah yang sama dan biasanya pada sudut yang berbeda
Recumbent fold :lipatan dimana axial plane-nya horizontal
Vertical isoclinal fold :lipatan dimana axial plane-nya vertical
Isoclined isoclinal fold :lipatan dimana axial plane-nya condong
Recumbent isoclinal fold :lipatan dimana axial plane-nya horizontal
Chevron fold :lipatan dimana hinge-nya tajam dan menyudut
Box fold :lipatan dimana crest-nya luas dan datar
Fan fold :lipatan dimana sayapnya membalik
Monocline :lipatan dimana kemiringan lapisan secara lokal terjal
Structure terrace :lipatan dimana kemiringan lapisan secara lokal dianggap horizontal
Homocline :lapisan yang miring dalam satu arah pada sudut yang relatif sama
Berdasarkan intensitas lipatan :
Open fold :lipatan yang lapisannya tidak mengalami penebalan atau penipisan karena deformasi yang lemah
Closed fold :lipatan yang lapisannya mengalami penebalan atau penipisan karena deformasi yang kuat
Drag fold :lipatan-lipatan kecil yang terbentuk pada sayap-sayap lipatan yang besar akibat terjadinya pergeseran antara lapisan kompeten dengan lapisan tak kompeten
En enchelon fold :beberapa lipatan yang sifatnya lokal dan saling overlap satu dengan yang lain
Culmination dan depression :lipatan-lipatan yang menunjam pada arah yang berbeda, sehingga terjadi pembubungan dan penurunan
Anticlinorium :yaitu antiklin mayor yang tersusun oleh beberapa lipatan yang lebih kecil
Synclinorium :yaitu sinklin mayor yang tersusun oleh beberapa lipatan yang lebih kecil
Berdasarkan sifat lipatan dan kedalaman :
Similar fold :lipatan yang tiap lapisannya lebih tipis pada sayapnya dan lebih tebal pada hinge-nya
Paralel/concentric fold :lipatan dengan anggapan bahwa ketebalan lapisan tidak berubah selama perlipatan
Pierching/diaphiric fold :lipatan dimana intinya yang aktif telah menerobos melalui batuan diatasnya yang lebih rapuh
Supratenuous fold :lipatan yang terbentuk karena adanya perbedaan kompaksi sedimen pada saat pengendapan terjadi di punggung bukit
Disharmonic fold :lipatan yang bentuknya tak seragam dari lapisan ke lapisan
Berdasarkan kedudukan axial surface dan hinge line :
Horizontal normal :lipatan dimana kedudukan axial surface vertikal dan hinge line horizontal
Plunging normal :lipatan dimana kedudukan axial surface vertikal dan hinge line menunjam
Horizontal inclined :lipatan dimana kedudukan axial surface miring dan hinge line horizontal
Plunging inclined :lipatan dimana kedudukan axial surface miring dan hinge line menunjam, tetapi jurus axial plane miring terhadap sumbu lipatan
Reclined :lipatan dimana kedudukan axial surface miring dan hinge line menunjam, tetapi jurus axial plane tegak lurus terhadap sumbu lipatan
Vertical :lipatan dimana kedudukan axial surface dan hinge line vertical
Recumbent :lipatan dimana kedudukan axial surface dan hinge line horizontal
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
1st Structure Geology
6032010
Aplikasi Geologi Struktur Dalam Ilmu Geologi
A. Pengertian.
Geologi struktur diartikan sebagai suatu ilmu yang membahas suatu bentuk kerak bumi dan gejala – gejala pembentukannya. Dengan demikian, inti geologi struktur adalah deformasi pada kerak bumi, apa yang menyebabkannya, dan bagaimana akibatnya.
Geologi struktur merupakan studi mengenal unsur – unsur struktur geologi, yaitu studi tentang perlipatan, rekahan, sesar, dan sebagainya, yang terdapat didalam suatu satuan tektonik. Tektonik sendiri dianggap suatu studi yang mencakup masalah bentuk, pola evolusi dari satuan tektonik dalam ukuran yang lebih besar seperti : cekungan sedimentasi, rangkaian pegunungan, paparan dan sebagainya. Geologi struktur dalam hal ini sudah pasti erat hubungannya dengan studi tentang struktur sekunder, yaitu suatu struktur yang terbentuk setelah terjadi pengendapan batuan. Macam – macam struktur sekunder :
1. Kekar (joint) : yaitu rekahan – rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya yang bekerja dalam kerak bumi.
2. Sesar (fault) : adalah rekahan – rekahan dalam kulit bumi, yang telah mengalami pergeseran.
3. Lipatan (fold) : yaitu penekukan pada batuan, baik dalam batuan sedimen atau metamorf.
4. Ketidakselarasan (unconformity) : yaitu suatu bidang erosi yang memisahkan antara batuan yang lebih muda dari yang lebih tua.
B. Tujuan & Manfaat Penerapan Geologi Struktur.
Geologi struktur nampak seperti cabang ilmu yang sempit, hanya sebatas mempelajari struktur – struktur geologi. Tetapi sebenarnya penggunaannya sangat luas, dan pengaruh terhadap cabang ilmu geologi lain sangat besar. Tujuan – tujuan serta manfaat – manfaat penerapan geologi struktur adalah antara lain :
1. Memahami bagaimana sejarah struktur pada suatu batuan yang terbentuk. Hal ini untuk membantu penelitian petroleum, gas, atau mineral lain.
2. Dapat mendeterminasi bentuk dan ukuran tubuh batuan.
3. Dapat mendeterminasi proses – proses fisik yang menghasilkan struktur geologi tersebut.
4. Mengetahui urut – urutan kejadian geologi memalui struktur geologi.
5. Mengetahui wujud/bentuk struktur pada suatu batuan, misal untuk mengetahui batuan masih aktif atau tidak.
6. Dengan mengetahui jenis struktur yang ada, maka kita akan memahami bentuk muka bumi dengan baik.
7. Membantu dalam mengetahui kestabilan suatu kawasan.
8. Bersama cabang ilmu lain yang bersangkutan, dapat meneliti penggunaan tanah, eksplorasi air tanah, dan pengawasan alam sekitar.
9. Dapat mengetahui posisi stratigrafi suatu batuan dengan batuan yang lain.
10. Dalam aplikasinya dapat membantu dalam mencari minyak bumi, gas, geologi teknik, dan geohidrologi.
C. Hubungan Dengan Ilmu Geologi Lain.
Geologi struktur ini sangat berkaitan dengan bidang ilmu geologi lain, seperti geologi fisik & dinamik, geomorfologi, sedimentologi, petrologi, geologi teknik, geohidrologi, geofisika, dll. Tanpa mengaitkan geologi struktur dengan ilmu geologi lain, maka akan kesulitan dalam mengkaji suatu masalah.
Contoh – contoh kaitannya dengan cabang ilmu geologi lain adalah :
1. Bersama stratigrafi, sedimentologi, dan paleontologi, mempelajari struktur tektonik. Juga mempelajari tentang perlapisan batuan, mengenai penyebaran, komposisi, ketebalan, umur, dan lainnya.
2. Bersama petrologi dan geokimia, mempelajari asal – usul struktur dan metodenya.
3. Bersama geomorfologi, mempelajari aktivitas struktur geologi yang sedang terjadi.
4. Bersama geofisika, oseanografi, dan geologi bawah tanah, mempelajari struktur bawah tanah dan struktur dasar laut.
5. Bersama geologi ekonomi, mempelajari hitungan nilai ekonomis mineral.
6. Bersama fisiografi, mempelajari bentuk batuan dan mineral beserta prosesnya.
7. Bersama geomedical, mempelajari kawasan bencana geologi untuk kesehatan masyarakat.
D. Cara Mempelajari Geologi Struktur.
Dalam mempelajari geologi struktur ini memerlukan beberapa cara, agar geologi struktur dapat dipelajari dengan lebih mudah. Beberapa cara antara lain sebagai berikut :
1. Mempelajari pengetahuan 3 dimensi seperti bidang arsitektur.
2. Menggunakan peta topografi, gambarfoto, dan imej lain seperti satelit dan radar.
3. Kerja lapangan, yaitu terjun langsung ke lapangan. Misal mengenali kepastian, pengukuran, dan penafsiran langsung lapangan.
4. Mengaitkan hubungan struktur kecil dengan struktur besar di lapangan. Biasanya setiap struktur kecil berpengaruh besar terhadap struktur besar yang ada.
E. Penampilan Struktur Secara Geometris.
Deskripsi geometri adalah penggambaran suatu obyek secara tepat, serta merupakan cara pemecahan problema ruang secara grafis. Cara yang digunakan adalah proyeksi ortografi, proyeksi perspektif, dan proyeksi stereografi. Yaitu pengubahan bentuk dan posisi suatu obyek dalam 3 dimensi menjadi gambaran 2 dimensi.
1. Proyeksi Ortogonal :
Yaitu penggambaran obyek dengan garis proyeksi dibuat saling sejajar dan tegak lurus terhadap bidang proyeksi.
2. Proyeksi Perspektif :
Yaitu proyeksi suatu obyek terhadap suatu titik. Pada dasarnya adalah cara penggambaransuatu obyek pada suatu bidang tertentu, bila obyek tersebut dilihat dari suatu titik. Hal ini didasari oleh akibat gejala pandangan, dimana besaran dari obyek berubah bila dilihat dari jarak dan posisi yang berbeda, misal proyeksi kutub.
3. Proyeksi Stereografis :
Yaitu penggambaran didasarkan kepada perpotongan garis atau bidang dengan permukaan bola.
Penerapan geometris terhadap struktur – struktur geologi, merupakan suatu usaha dalam penafsiran. Masih menjadi pertanyaan apakah dibenarkan kita menggunakan bentuk – bentuk geometri tertentu untuk menggambarkan hubungan struktur yang sebenarnya antara bentuk batuan yang satu dengan batuan yang lain, atau didalam batuan itu sendiri.
Unsur geometri utama dalam struktur – struktur geologi adalah bidang – bidang dan garis – garis. Mereka tidak saja sebagai batas – batas luar dari suatu batuan, tetapi juga memberikan pola unsur – unsur struktur didalam batuan itu sendiri, seperti perlapisan, rekahan dan sebagainya.
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
Geokimia5032010
TUGAS GEOKIMIA
1. With increasing atomic number, what is the first element in the periodic table to begin filling an outer electron shell while it still has an unfilled inner shell ?
Secara umum setiap unsur akan mendapatkan penambahan elektron yang berasal dari luar orbital elektron, bukan berasal dari orbital bagian dalam elektron pada kulit atom. Hal ini dapat diketahui dengan adanya penambahan nomor atom pada susunan tabel periodik. Elemen tersebuit dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
Kelompok I, pada kelompok ini akan didapatkan berbagai jenis unsur atau atom yang termasuk pada unsur utama dalam sistem periodik unsur. Unsur-unsur ini akan cinderung stabil bila mendapatkan elektron dari atom lain, dari pada harus melepaskan elektronnya. Kelompok unsur ini adalah unsur pada golongan IV – VII A pada deret susunan tabel periodik unsur.
Kelompok II, pada kelompok ini akan didapatkan berbagai jenis unsur yang cinderung lebih mudah dalam menerima elektron dalam mencapai kestabilan (termasuk dalam unsur transisi) . berdasarkan konfigurasi dari orbit terluarnya, unsur ini memiliki elektronegatifan yang besar, sehingga untuk dapat mencapai kestabilan maka unsur ini akan akan cinderung menerima elektron tambahan pada orbit.
2. The element manganese can have valences of +2, +3, +4, +6, and +7. in terms of electron sructure, explain why these different valences are possible ?
Adanya perbedaan nilai valensi pada mangan dikarenakan adanya variasi dari konfigurasi elektronnya agar mencapai kestabilan. Mangan akan menghasilkan jumlah elektron pada kulit terluarnya sebanyak 2 elektron, sehingga nilai valensinya akan berjumalah 2 atau 7 (untuk penambahan elektron pada pada orbital 3d dan 4s). umumnya juga terjadi konfigurasi elektron yang bervariasi, hal ini diakibatkan adanya mekanisme proses ionisasi dan perpindahan elektron keorbital lain.
3. Some chemists feel that zinc, cadmium, and mercury should not be considered transition element. Suggest a reason for this ?
Banyak para ahli yang percaya bahwa Zn, Cd, dan Hg seharusnya tidak dapat termasuk kedalam unsur transisi, hal ini karena unsur-unsur diatas hanya mempunyai satu jenis bilangan oksidasi, sedangkan unsur yang dapat dibilang sebagai unsur transisi bila unsur tersebut harus mempunyai lebih dari satu jenis tingkatan oksidasi.
4. Nama unsu yang seharusnya mempunyai sifat kimia yang sama dengan unsur 104 yaitu Hz (72), Zn (96), dan Tf (22).
5. Why does group 8 of the periodic table have three elements in the same period, where as no other group has more than one element in tehe same period ?
Dalam kelompok 8 dari tabel periodik mempunyai tiga element dalam periode yang sama, tetapi tidak ada pada kelompok lain yang mempunyai lebih dari satu elemen dalam periode, hal ini diakibatkan karena elemen-elemen yang tersusun pada kelompok 8 mempunyai sifat-sifat kimia yang sama.
6. Why are the inert gases the most stable chemical elements ? Why are they sometimes referred to as the group 0 element ?
Hal ini dikarenakan gas mulia memiliki delapan elektron pada kulit terluarnya, terkecuali pada helium yang hanya memiliki dua elektron pada kulit terluarnya.
Gas mulia ini terkadang juga disebut dengan golongan nol, karena unsur-unsur ini memiliki sifat keelektronegatifannya sama dengan nol.
7. Using the periodic table, name two trace element that you might expect to subtitude for sulfur in nature. Check your answer by looking at same geochemistry references.
Unsur Te dan Po yang diharapkan akan menggantikan surfur dialam.
8. unsur yang mempunyai sifat yang sama adalah
Niobium Palladium
Strontium Calcium
Hafnium Zirconium
Gallium Aluminum
Rubidium Potasium
9. SiO2 akan mengisi kerak bumi kira-kira sejumlah 60 % dari berat total, dimana beratnya mencapai 105.800.000 mol/Lt. Sedangkan unsur aluminium terdapat pada kerak bumi dengan berat 3 . 105 mol/Lt, berarti sekitar 0,17 % dari berat total.
10. element yang lebih melimpah pada kerak bumi adalah,
(a). Vanadium
(b). Barium
(c). Cesium
(d). Neodymium
(e). Thallium
11. Using the abundances of chlorine and silicon in table 1-4, convert the value for chlorine in seawater from parts per million by weight to atomic abundance in terms ao Si = 106 atoms.
Dik :
Jumlah klor pada air laut = 1,94.104 ppm
Jumlah silikon pada air laut = 2,5 ppm
Berat atom Cl = 35,45
Dit :
Jumlah klorin dalam air laut dalam ppm berat ?
Jumlah atom Na = 9,655 (ppm berat . 103) : BA unsur Cl
= 9,655 (1,94 . 104 . 103) : 35,45
= 5,283 . 10 6
12. In terms of occurrence in nature, why is molybdenum considered to be both siderophile and chalcophile ?
Hal ini diakibatkan oleh adanya panas formasi yang lebih rendah dari FeO yang akan mengakibatkan unsur ini akan mengalami oksidasi. Hal ini yang menyebabkan unsur molybdeum berada pada pada kelompok siderofil dan kalkofil.
13. (a). What element is formed during the main sequence stage of stellar evolotion ?
Hideogen
(b). Which one of the following elements would you expect not to occur in a first
generation white –dwarf star : carbon, sodium, boron ?
Karbon
(c). list the following element in the order of abundance you would expect to find in a
massive star from the core to the outside : helium, sillicon, hydrogen, iron, oxygen.
Hydrogen – helium – oxygen – sillicon – besi.
14. When the content of a particular trace element in iron meteorites, such as gallium, is plotted agains the abundance of another trace element, such as germanium, a clustering of iron meteorite is found. How would you intrerpret this subgrouping of these meteorites ?
Hal ini dimungkinkan karena logam-logam tersebut terbentuk oleh fraksinasi didalam bentuk asal yang terbentuk pada waktu dan suhu yang berbeda.
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
Foto Udara 35032010
Macam – Macam Stereoskop
Stereoskop adalah alat untuk pengamatan tiga dimensional atas foto udara yang bertampalan. Inti dari stereoskop ini adalah terdiri dari lensa, atau kombinasi antara lensa, cermin, dan prisma. Dalam interpretasi citra, stereoskop menjadi alat utama untuk foto udara atau citra tertentu lainnya yang dapat menimbulkan perwujudan tiga dimensional. Macam – macam stereoskop :
1. Stereoskop Prisma Tunggal
Stereoskop yang merupakan gabungan dari stereoskop cermin dengan stereoskop saku. Stereoskop ini sangat praktis, sehingga mudah untuk digunakan langsung dilapangan. Selain memiliki kelebihan yang praktis tadi, stereoskop ini merupakan gabungan dari 2 stereoskop. Kekurangannya adalah jika dibawa kelapangan langsung masih kalah praktis dengan stereoskop saku.
2. Stereoskop Saku
Stereoskop ini biasa juga disebut dengan stereoskop lensa. Tetapi dapat juga disebutpocket stereoscope (stereoskop saku) karena mudah dibawa. Pembesarannya berkisar antara 2 – 4 kali dan tidak memiliki binokuler.
Kebanyakan stereoskop saku/lensa mempunyai spesifikasi yang sama, yaitu :
Sistem lensa yang fokusnya tertentu yaitu dengan pasangan stereo pada bidang fokus.
Jarak lensa dapat disesuaikan terhadap jarak pupil mata.
Dapat dilipat serta dimasukkan saku
Kelebihan dari stereoskop ini selain mudah dibawa adalah harganya yang murah, cara kerja dan pemeliharaannya sederhana. Hanya saja, kekurangan pada stereoskop ini adalah jarak stereo yang relatif pendek, yaitu sekitar jarak lensanya. Contohnya saja untuk mengamati foto berukuran 23 cm x 23 cm sangatlah sulit menginterpretasikannya.
3. Stereoskop Cermin
Stereoskop cermin merupakan jenis baku yang banyak digunakan interpretasi citra. Terdiri dari sepasang lensa, sepasang prisma atau cermin. Tiap dua kakinya dipasang satu cermin. Stereoskop ini dirancang untuk pengamatan stereoskop bagi pasangan foto stereo berukuran baku yang daerah pertampalan luasnya 60 % atau lebih. Jarak stereo dibuat jauh lebih besar dari jarak pupil mata, yaitu sekitar 25 cm. Kelebihan dari stereoskop ini adalah dilengkapi dengan binokuler dan batang paralaks atau stereometer. Kekurangan yang dimiliki adalah harga yang mahal, perawatan yang sulit, dan tidak praktis untuk dibawa ke lapangan.
4. Stereoskop Kembar
Stereoskop ini kurang lebih sama penggunaannya dengan stereoskop cermin tetapi dengan kelebihan dan kekurangan masing – masing. Kelebihannya adalah stereoskop ini dapat digunakan langsung oleh 2 orang secara bersamaan, selain itu memiliki perbesaran hingga 3 – 6 kali. Kekurangannya adalah kurang praktis jika dibawa ke lapangan.
5. Interpretoskop
Interpretoskop merupakan stereoskop yang termasuk kategori mikroskop. Kelebihan dari interpretoskop adalah toleransinya terhadap perbedaan skala, yaitu hingga 1 : 7,5 antara foto kanan dan foto kiri dalam pasangan foto stereo. Interpretoskop juga dapat diamati oleh dua orang langsung. Selain itu kelebihannya memungkinkan memutar citra hingga 360 derajat. Kekurangan pada interpretoskop adalah pembesarannya hanya 10 kali, dan alat ini begitu besar, sehingga hanya baik digunakan di Laboratorium.
6. Stereoskop Penyiam ‘Old Delft’
Stereoskop yang secara umum sama dengan stereoskop cermin. Hanya saja stereoskop ini lensa pengamatannya dapat diputar – putar untuk dapat mengamati atau menyiam seluruh daerah pertampalan sehingga tidak memerlukan penggeseran stereoskop maupun penggeseran foto stereonya. Kelebihan dari stereoskop ini adalah dilengkapi dengan binokuler dan batang paralaks atau stereometer. Kekurangan stereoskop, selain harga yang mahal dan perawatan yang rumit, juga kurang praktis jira dibawa ke lapangan.
7. Stereoskop Penyiam Kembar ‘Old Delft’
Stereoskop ini dibuat untuk menyempurnakan stereoskop cermin dan stereoskop penyiam ‘Old Delft’. Stereoskop ini dilengkapi dengan dua set lensa pengamat sehingga dimungkinkan untuk pengamatan oleh dua orang secara bersamaan. Pembesarannya satu setengah hingga tiga kali. Dengan keuntungan mampu digunakan oleh dua orang pengamat langsung, maka kedua pengamat dapat bermufakat tentang foto stereo yang sedang diinterpretasi. Kelebihan selain diatas adalah stereoskop ini sangat bermanfaat untuk latihan antara pelatih dan siswa secara langsung. Juga memudahkan dua orang penafsir citra dalam menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan seorang diri. Kekurangan dari stereoskop ini adalah tentu saja harga yang mahal, perawatan sulit, dan juga kurang praktis untuk dilapangan.
8. Zoom Stereoscope
Yaitu stereoskop yang lensanya dapat diganti – ganti untuk pembesaran yang berbeda – beda. Lensa yang pembesarannya terkecil yaitu dengan pembesaran dua setengah ingá sepuluh kali. Pembesaran diatasnya yaitu lima ingá duapuluh kali. Pembesaran yang terbesar hádala seratus kali (Lillesand dan Kiefer. 1979; LaPrade. 1980; dikutip dari Soetanto. 1986). Disamping pembesarannya yang sangat besar, keunggulan lain dari zoom stereoscope adalah pasangan foto stereo yang dapat diputar – putar. Citra yang dapat diamati dengan alat ini adalah transparansi berupa positif maupun negatif, dan citra yang dicetak pada kertas tak tembus cahaya.
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
Kompas Geologi5032010
Kompas Geologi
Dalam mempelajari ilmu bumi, kompas memjadi alat yang vital. Layaknya seorang Dokter yang membutuhkan stetoskop untuk memeriksa pasiennya, maka bagi ilmuwan kebumian, kompas selalu dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan aktivitas tertentu. Sehingga harus selalu dibawa dan dimiliki.
Kompas yang baik mempunyai cairan yang terdapat di dalamnya; cairan tersebut mengatur gerakan dari jarum, sehingga kita dapat menggunakan kompas dengan baik walaupun memegangnya kurang dengan sempurna. Jarum kompas diwarnai dalam dua warna. Jika kompas digenggam secara benar (mendatar), ujung warna merah mengarah ke utara, dan putih mengarah ke selatan.
1. Guna Kompas
Kompas adalah alat penunjuk arah yang digunakan untuk mengetahui arah utara magnetis. Karena sifat kemagnetannya, jarum kompas akan menunjuk arah utara-selatan (jika tidak dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya magnet lainnya selain magnet bumi).
Tetapi perlu diingat bahwa arah yang ditunjuk oleh jarum kompas tersebut adalah arah utara magnet bumi, jadi bukan arah utara sebenarnya. Hal ini sebetulnya tidaklah begitu menjadi masalah penting jika selisih sudutnya sangat kecil, akan tetapi pada beberapa tempat, selisih sudut/deklinasi sangat besar sehingga perlu dilakukan perhitungan koreksi sudut yang didapat dari kompas (azimuth) yaitu :
1. Dari kompas (K) dipindahkan ke peta (P): P= K +/- (DM +/- VM)
2. Dari peta( P) dipindahkan ke kompas (K): K= P +/- (DM +/- VM)
Keterangan:
Tanda +/- diluar kurung untuk DM (deklinasi magnetis/iktilaf magnetis)
= dari K ke P: DM ke timur tanda (+), DM ke barat tanda (-) = dari P ke K: DM ke timur tanda (-), DM ke barat tanda (+)
Tanda +/- di dalam kurung untuk VM (variasi magnetis)
=tanda (+) untuk increase/naik; tanda (-) untuk decrease/turun.
Secara fisik, kompas terdiri atas :
a) Badan, yaitu tempat komponen-komponen kompas lainnya berada;
b) Jarum, selalu mengarah ke utara-selatan bagaimanapun posisinya;
c) Skala penunjuk, menunjukkan derajat sistem mata angin.
Contoh penggunaan kompas secara langsung dilapangan sebagaio berikut :
i. Navigasi sungai.
Dalam perjalanan menyusuri sungai, baik berjalan kaki atau dengan perahu, kita dituntut untuk menguasai navigasi sungai seperti halnya navigasi darat dalam perjalanan gunung hutan. Kompas digunakan untuk menentukan sudut belokan-belokan sungai, kompas bidik dan kompas orienteering dengan keakuratan yang baik dapat digunakan untuk keperluan ini.
ii. Membaca peta.
Ini adalah teknik yang sederhana, dan ini mungkin kegunaan kompas yang paling penting :
Pegang kompas secara horizontal.
Letakkan kompas mendatar di atas peta, putar peta sampai “garis utara” dari peta sejajar/satu garis lurus dengan jarum kompas.
Dengan demikian, arah peta sekarang sudah sama dengan medan yang sebenarnya. Ini membuat lebih mudah dibaca, seperti membaca tulisan akan lebih mudah dari atas ke bawah.
iii. Mengambil sudut.
Setiap arah dapat dinyatakan sebagai sebuah sudut dengan acuan arah utara. di dalam kemiliteran atau kepramukaan, ini dinamakan sebuah “azimuth”, dan sudut-sudutnya dinyatakan oleh angka dengan satuan derajat.
2. Jenis-Jenis Kompas
Dalam suatu perjalanan banyak macam kompas yang dapat dipakai, pada umumnya dipakai dua jenis kompas, yaitu kompas bidik (misalnya kompas prisma) dankompas orienteering (misalnya kompas silva). Kompas bidik mudah untuk membidik, tetapi dalam pembacaan di peta perlu dilengkapi dengan busur derajat dan penggaris. Kompas silva kurang akurat jika dipakai untuk membidik, tetapi banyak membantu dalam pembacaan dan perhitungan di peta. Kompas yang baik pada ujungnya dilapisi fosfor agar dapat terlihat dalam keadaan gelap.
3. Pemakaian Kompas
Kompas dipakai dengan posisi horizontal sesuai dengan arah garis medan magnet bumi. Dalam memakai kompas, perlu dijauhkan dari pengaruh benda-benda yang mengandung logam, seperti pisau, golok, karabiner, jam tangan dan lainnya. Kehadiran benda-benda tersebut akan mempengaruhi jarum kompas sehingga ketepatannya akan berkurang.
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
Foto Udara 25032010
APLIKASI FOTO UDARA
DALAM PERENCANAAN SABO
A. Pengertian Sabo
Sabo berasal dari “sa” = pasir, dan “bo” = pengendalian. Artinya kurang lebih adalah pengendalian pasir. Tetapi secara umum Sabo merupakan suatu sistem penanggulangan bencana alam akibat erosi dan sedimentasi. Termasuk erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh adanya lahan hujan, redimen luruh, tanah longsor, dll.
B. Aplikasi Foto Udara Dalam Perencanaan Sabo
Dalam perencanaan Sabo, foto udara banyak dipergunakan untuk survey laboratorium dan survey lapangan. Dengan tersedianya foto udara akan lebih membantu dalam perencanaan dan survey, terutama pada daerah yang sulit ditinjau.
Survey – survey yang dilakukan antara lain :
Survey Topografi
Berguna dalam membantu pembuatan peta detail lokasi pembuatan Sabo dan membantu dalam membuat sayatan memanjang dan melintang yang kemudian memberikan kenampakan morfologi.
Survey Geologi
Berguna untuk interpretasi kondisi geologi agar lebih cepat ditafsirkan. Dalam hal ini dapat berupa keadaan morfologi, batuan, dan struktur geologi.
Survey Hidrologi
Dengan foto udara maka dapat diinterpretasikan dimana daerah yang potensi akan air, baik air permukaan maupun air tanah. Kegunaan lain adalah untuk keperluan mengetahui fluktuasi dasar sungai, jumlah material yang akan diangkut, dll.
Survey Tempat Bahan Bangunan dan Tempat Buangan Hasil Galian
Tempat bahan bangunan seperti batupasir, kerikil, dan lainnya dapat diamati dari foto udara. Hal – hal tersebut dari foto udara akan memberikan kenampakan rona yang berbeda – beda, sehingga memudahkan dalam menentukan Sabo dekat bahan galian. Kemudian dari hal diatas tadi, memudahkan kita dalam penentuan tempat pembuangan bekas bahan galian. Sehingga dapat dipilih tempat yang luas dan tidak menggangu lingkungan.
Survey Transportasi
Hal ini untuk pembuatan jalan menuju lokasi pembuatan Sabo. Dari foto udara dapat mengamati aspek geomorfologi dan kondisi geologi, sehingga jalan yang hendak dibuat dapat aman dari longsoran tanah.
Survey Lingkungan
Pembuatan Sabo tentu akan menimbulkan dampak positif dan negatif bagi lingkungan sekitar. Kegunaan survey lingkungan ini adalah untuk penentuan daerah bahaya aliran longsor redimen luruh. Selain itu agar dapat meminimalisir dampak negatif, dan menambah dampak positif yang akan ditimbulkan.
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
Foto Udara 15032010
APLIKASI FOTO UDARA
UNTUK INTERPRETASI LOKASI AIR TANAH
A. Pengertian Foto Udara
Foto udara adalah salah satu jenis citra penginderaan jauh. Citra penginderaan jauh sendiri adalah data berupa gambar yang diperoleh dalam sistem penginderaan jauh (Sabins, 1987 dalam Soetoto, 2005 : 1). Atau disebut juga citra penginderaan jauh adalah gambaran rekaman obyek yang dihasilkan dengan cara optik, elektro-optik, optik-mekanik, atau elektronik (Simonett dkk, 1983 dalam Soetoto, 2005 : 1). Foto udara dengan spektrum gelombang tampak mata, ultra violet dekat, dan infra merah dekat dengan kamera sebagai sensornya.
Penginderaan jauh menggunakan sensor yang dapat mengukur pantulan matahari yang membawa informasi mengenai struktur dan komposisi obyek permukaan bumi (geografis) secara cepat dan akurat sering dimanfaatkan dalam pengadaan data sumber daya alam. (BALITBANG-00405)
Informasi tersebut diperoleh dari gambaran radiasi spektrum elektromagnetis yang datang dari obyek kemudian dicatat oleh sensor dalam berbagai bentuk, ukuran, skala dan lain sebagainya. Hal ini dapat digambarkan dalam sistem penginderaan jauh.
B. Aplikasi Foto Udara Untuk Interpretasi Lokasi Air Tanah
Penggunaan citra penginderaan jauh untuk pengamatan air tanah umumnya dilakukan dengan memperhatikan rona yang ada, khususnya pada rona hitam putih.
B.1 Citra foto udara pankromatik akan membantu interpretasi relief dan litologi. Kenampakan rona yang ada pada foto udara akan memberika keterangan tentang intensitas
pengembalian cahaya dari obyek. Daerah potensi air tanah dapat dilihat dari keseragaman rona yang relatif gelap yang diakibatkan oleh proyeksi permukaan yang berupa soil basah dan vegetasi yang menutupi permukaan bumi.
B.2 Citra RADAR dengan panjang gelombang tertentu akan memberikan informasi mengenai kondisi air tanah hingga kedalaman tertentu. Energi RADAR ini dapat menembus vegetasi dan soil sampai kedalaman beberapa meter hingga memberikan kenampakan yang khas. Contoh umumnya, soil kering dengan permukaan yang halus tidak memantulkan kembali dari RADAR ke sensor sehingga rona yang tampak menjadi relatif gelap.
B.3 Citra LANDSAT secara umum hanya memberikan informasi mengenai obyek – obyek permukaan bumi yang berhubungan dengan kondisi air tanah yang mempengaruhinya. Citra LANDSAT tidak dapat secara langsung memperlihatkan karakteristik air bawah permukaan, tetapi lebih menekankan hubungannya dengan obyek yang mempengaruhi terdapatnya air tanah seperti soil, vegetasi, dan air permukaan.
Comments : Leave a comment
Categories : Artikel Geologi
2nd Geomorphology Field Trip 4122009
FIELD TRIP GEOMORFOLOGI
DAERAH GAWIR DLINGO, SERPENG MULO, PANTAI BARON, KUKUP DAN KRAKAL
KABUPATEN GUNUNGKIDUL PROPINSI DIY
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dari stasiun I sampai ke stasiun IV, ternyata struktur geologi sangat mempengaruhi pembentukan dari bentang alam yang ada. Ada beberapa kesimpulan yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada umumnya semua proses yang membentuk muka bumi ini, proses tersebut akan mempengaruhi semua yang ada di sekitarnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Pada lokasi Gawir Dlingo, yang dominan adalah bentang alam struktural. Yaitu bentang alam struktural perbukitan terisolasi inlier yang termasuk kedalam Formasi Semilir yang berlitologi batu pasir tufan. Gunung tersebut temasuk kedalam graben antara Hargodumilah dan Kulonprogo. Gunung Gendol termasukinlayer, yaitu batuan tua dikelilingi muda.
3. Di lokasi sinkhole Serpeng, bentang alam kars paling dominan. Memperlihatkan adanya 3 ciri daerah merokars dengan morfologi yang dapat dilihat berupacollapse doline, uvala, dan jembatan alam. Dengan stadia daerah dewasa.
4. Pada Pantai Baron dapat dilihat adanya morfologi berupa aliran outflow yang berasal dari Kalisuci serta membawa material – material yang berasal dari Formasi Semilir dan Nglanggran yang kemudian diendapkan di Pantai Baron. Air berupa air tawar. Gelombang laut yang kuat terjadi di Pantai Baron ini.
5. Pada Pantai Wedi Ombo, bentang alam yang nampak dan ada yaitu bentang alam marine, bentang alam kars, dan bentang alam vulkanik. Belum ada bukti sesar yang kuat yang mampu mengatakan di Pantai Wedi Ombo pernah terjadi sesar.
Comments : 7 Comments
Categories : Interpretasi Geologi
1st Geomorphology Field Trip
4122009
FIELD TRIP GEOMORFOLOGI
DAERAH GUNUNG WUKIR, GUNUNG GENDOL,SUNGAI PROGO DESA KLANGON, SUNGAI TINALAH DESA SAMIGALUH DAN SEKITARNYA
KABUPATEN SLEMAN – KULON PROGO PROPINSI DIY
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dari stasiun I sampai ke stasiun IV dengan lokasi pengamatan – pengamatannya, ternyata hampir pada semua bentang alam, terdapat aliran sungai, yang berarti membuktikan bahwa proses fluvial masih terus bekerja. Di samping itu, struktur geologi juga akan mempengaruhi pembentukan dari bentang alam yang ada. Ada beberapa kesimpulan yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan proses fluvial, maka suatu pola penyaluran akan mencerminkan keadaan dari suatu bentang alam.
2. Umumnya semua proses yang membentuk muka bumi ini, maka proses tersebut akan mempengaruhi semua yang ada di sekitarnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Gunung Wukir merupakan zona longsoran besar dari Gunung Merapi yang kemudian tertabrak oleh Perbukitan Menoreh. Adanya bentukan strukturantiklinorium. Morfologinya isolated hill inlayer.
4. Perbukitan Gendol sebagai morfologi vulkan semu dan terbentuk akibat adanya proses tektonik yang disebabkan oleh letusan Gunung Merapi, yang kemudian menabrak Perbukitan Menoreh. Terdapat struktur antiklinorium, homoklin, sesar, dan kekar. Morfologinya isolated hill inlayer.
5. Adanya sesar tidak aktif di sungai Progo, Klangon. Ditunjukkan oleh pembelokkan sungai secara tiba – tiba. Dan juga struktur kekar dan intrusi dalam batuan.
6. Sungai Tinalah terbentuk karena adanya kekar dan batuan yang terdapat di daerah tersebut berasal dari Formasi Andesit Tua dan Formasi Jonggrangan. Stadia daerahnya adalah stadia muda.
Dari kesimpulan diatas, maka membuktikan bahwa alam ini terus bergerak dan melakukan proses – prosesnya yang kemudian membentuk muka bumi baru.
Comments : 4 Comments
Categories : Interpretasi Geologi
Pemetaan Geomorfologi4122009
PEMETAAN GEOMORFOLOGI
DAERAH IMOGIRI – PUNDONG – PANGGANG
KABUPATEN BANTUL – GUNUNGKIDUL
SARI
Pada peta daerah pemetaan geomorfologi tersebut terdapat empat satuan geomorfologi yang masing-masing mempunyai aspek potensi positif seperti sesumber maupun potensi negatif seperti bencana alam. Empat satuan geomorfologi tersebut antara lain satuan dataran teras, satuan dataran banjir, satuan perbukitan tersesarkan dan satuan perbukitan kars.
Pada satuan dataran teras dengan kelerengan daerahnya yang rata atau hampir rata serta melimpahnya persediaan air, maka daerah sangat tepat untuk daerah pemukiman . Melihat keadaan tanahnya yang subur karena merupakan hasil endapan material vulkanik dalam hal ini dominan dari endapan gunungapi Merapi muda, maka daerah ini juga sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai areal persawahan. Dengan dataran yang landai dan daerah pemukiman , maka bencana yang mungkin terjadi tidak ada.
Pada satuan dataran banjir yang masih terpengaruh proses fluvial dalam hal ini Sungai Opak dan sungai Oyo. Air yang ada sebagai sumber kehidupan, pengairan, dll. Pertambangan dalam hal ini pertambangan bahan galian C dapat dikembangkan dengan adanya material-material hasil transportasi air sungai yang berupa batu-batu yang berukuran kerikil sampai kerakal atau bongkah serta pasir yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Pontensi negatif yang ada adalah bencana banjir dan gerakan massa yang dalam hal ini longsoran.Di lapangan, dijumpai jalan yang ambles sisi utaranya karena longsoran.Tepatnya di sebelah selatan kali Opak, daerah Karangasem.
Pada satuan perbukitan tersesarkan yang mempunyai litologi batuan berupa batuan beku yang kompak dan keras seperti agglomerat dan breksi, maka batuan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Daerah perladangan juga memungkinkan untuk diadakan di bentang alam ini. Pemukiman juga bisa didirikan walau kurang efektif karena kelerengan daerahnya yang terjal. Potensi negatif yang ada bencana gerakan massa seperti tanah longsor yang didasari pada kelerengan terjal tersebut. Pada keadaan di lapangan juga didapati beberapa titik longsor sepertirockfall.
Pada satuan perbukitan kars yang mempunyai karakteristik unik dan pola penyaluran yang khas seperti adanya kenampakan mogote, menara kars, kerucut kars, dan pola penyaluran multibasinal, tak lupa uvala dan doline. Keunikan tersebut merupakan hasil dari proses pelarutan batuan ( batugamping). Hasil dari proses pelarutan tersebut memungkinkan terbentuknya sungai bawah tanah dengan dan gua-gua. Gua – gua yang terbentuk dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata ( geowisata ),Pada keadaan di lapangan gua yang ramai dikunjungi adalah Gua Cerme yang berada di Imogiri. Gua pada daerah kars mempunyai keunikan yaitu terbentuknya sungai bawah tanah, serta beberapa ornamen gua ( spheleothems ) berupa stalaktit, stalakmit, dan pilar. Pada batugamping juga sering dijumpai fosil yang dapat digunakan sebagai informasi paleontologi. Sungai bawah tanah juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber air. Pada kenampakan di lapangan dijumpai inflow yang merupakan tempat masuknya air (air hujan) yang nantinya keluar di tempat yang lain,inflow yang dijumpai ada pada salah satu doline. Doline yang dijumpai dimanfaatkan masyarakat daerah sekitar sebagai areal persawahan, tempat penampungan air hujan yang nantinya dapat untuk irigasi dan air.
Batugamping yang menyusun daerah kars dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan untuk campuran semen dan bahan campuran pembuatan cat tembok, serta dapat dimanfaaatkan pula sebagai pembersih botol minuman ( keprus ), yang banyak digunakan dalam bidang industri. Aspek bencana geologi yang mungkin terjadi adalah amblesan tanah tiba – tiba, karena daerah kars tidak stabil akibat dari proses pelarutan batugamping. Apabila daerah ini dijadikan sebagai pemukiman, harus diperhitungkan secara akurat, agar tidak terjadi bencana.
Comments : 1 Comment
Categories : Interpretasi Geologi
Referat24112009
PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN
SESUMBER AIRTANAH DI PULAU KECIL
SARI
Sesumber airtanah pada setiap daerah tidaklah sama satu dengan yang lainnya. Pulau kecil memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan dengan pulau sedang dan besar. Menurut Falkland (1990) pulau – pulau kecil terutama di daerah beriklim tropis dan zona tektonik
yang aktif, mempunyai karakter beragam dan khas dalam hal iklim, geologi, geomorfologi, dan biota. Pulau kecil memiliki sistem hidrogeologi dan memiliki masalah keadaan, pengembangan, serta pengelolaan sesumber air yang khusus yang membedakannya dari pulau sedang dan besar. Kebanyakan pulau kecil mempunyai keterbatasan dalam potensi sumber daya air.
Karya referat ini membahas tentang pengembangan pulau-pulau kecil dengan mempertimbangkan faktor kebijakan yang komprehensif, integral dan tepat, sesuai dengan keberadaannya sebagai kawasan yang memiliki permasalahan, potensi dan karakteristik yang khas. Pengelolaan sumberdaya air di pulau kecil yang ditujukan untuk mendapatkan air dalam jumlah cukup dan dengan kualitas yang baik bagi berbagai penggunaan juga dibahas dengan mempertimbangkan keberadaan dan ketersediaan air tawar, serta pelestarian sesumber airtanah.
Berdasarkan evaluasi hidrogeologi, diperlukan adanya pengembangan sesumber airtanah yang meliputi wadah, pergerakan, dan eksplorasinya & pengelolaan sesumber airtanah yang meliputi penggunaan dan pemeliharaannya. Hal ini untuk pencapaian tujuan pengurangan persoalan pulau kecil, yaitu keterbatasan dalam potensi sumber daya air. Meski curah hujan tinggi, pulau kecil hanya memiliki beberapa bahkan tidak memiliki sungai permanen, danau, dan mata air yang berfungsi sebagai water storage. Sistem distribusi air juga harus terkonsep dan teroperasi berdasarkan oleh kebutuhan air. Dalam eksplorasi airtanah, ahli geologi membutuhkan studi geologi, dan geomorfologi. Selain itu irigasi pertanian merupakan bagian paling besar dalam penggunaan airtanah. Sisanya untuk konsumsi manusia, industri, dll. Serta pemeliharaan sesumber airtanah pun digunakan untuk mengkonversi (mengubah) air dari airtanah (mentah) ke air yang dapat di konsumsi.
Comments : 3 Comments
Categories : Interpretasi Geologi
Kuliah Elektif16112009
GEOLOGI PENGEMBANGAN WILAYAH
Peranan Geologi dalam Mencapai Pembangunan Berkelanjutan
1. Melakukan pemetaan geologi dengan hasil berupa peta geologi yang dapat digunakan untuk menetapkan “batas” dalam pembangunan berkelanjutan.
2. Berperan utama dalam mengurangi ancaman dampak negatif (degradasi) lingkungan untuk kesejahteraan manusia.
3. Memberikan keterbukaan (transparency) dalam keputusan di tingkat nasional maupun daerah mengenai pembangunan yang bersifat mensejahterakan manusia & keselamatan lingkungan.
Comments : 3 Comments
Categories : Interpretasi Geologi
Kuliah Kerja Lapangan16112009
GEOLOGI DAERAH DESA KARANGANYAR, KALIKUNING, KALILARANGAN, DAN SEKITARNYA, KECAMATAN KARANGANYAR, KABUPATEN PURBALINGGA, PROPINSI
JAWA TENGAH
Nomor Peta RBI : 1308 – 624 (Karangmoncol)
SARI
Geomorfologi daerah pemetaan terdiri dari 3 satuan geomorfologi yaitu satuan perbukitan struktural, satuan dataran aluvial, dan satuan dataran fluvial. Pada kolom stratigrafi, tatanan stratigrafi daerah pemetaan merupakan bagian dari Formasi Tapak. Stratigrafi daerah pemetaan mulai dari yang tertua yaitu satuan perselingan batupasir karbonatan dengan serpih karbonatan, selaras di atasnya adalah satuan batunapal sisipan batupasir karbonatan, kemudian diendapkan tidak selaras diatasnya berturut – turut endapan kerikil – kerakal dan endapan kerakal – bongkah. Struktur geologi yang dijumpai di daerah pemetaan meliputi struktur lipatan, struktur kekar, dan struktur sesar. Struktur lipatan yang berupa antiklin Kalilarangan dan sinklin Kalikarangan yang melintang relatif barat – timur. Struktur kekar banyak dijumpai pada satuan batunapal sisipan batupasir karbonatan. Struktur sesar terdiri dari sesar turun dan memanjang relatif utara – selatan. Sejarah geologi daerah pemetaan dimulai dari pembentukan satuan perselingan batupasir karbonatan dengan serpih karbonatan pada Kala Miosen Akhir. Setelah itu dilanjutkan oleh pembentukan satuan batunapal sisipan batupasir karbonatan. Pada Pliosen Awal, kemudian mengalami gaya kompresi sehingga terbentuk struktur lipatan dan kekar-kekar. Adanya gaya release dari gaya kompresi yang besar menyebabkan terbentuknya sesar turun. Potensi sesumber geologi daerah pemetaan adalah penggunaan tanah sebagai lahan pemukiman, persawahan, perladangan, perkebunan dan hutan pinus. Bahan galian golongan C dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan bangunan dan pengeras atau fondasi jalan. Potensi bahaya geologi pada daerah pemetaan adalah gerakan massa tipe jatuhan dan longsoran pada daerah-daerah yang berlereng curam dan beberapa pemukiman penduduk berada di bawah lereng yang curam sehingga dapat mengancam keselamatan jiwa.