UKHWAH DALAM AL-QURÂN -...
Transcript of UKHWAH DALAM AL-QURÂN -...
UKHUWWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURÂN
Oleh :
S H O I M U D D I N NIM : 1060340012459
Jurusan Tafsir Hadis
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
1432 H/ 2011 M
UKHUWWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURÂN
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar sarjana Tafsir Hadis
Oleh:
S H O I M U D D I N NIM : 1060340012459
Di bawah Bimbingan :
Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A NIP: 19560821 1996 1 001
Jurusan Tafsir Hadis
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
1432 H/ 2011 M
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA
Skrip yang berjudul UKHUWWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURÂN telah
diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas ushuluddin UIN Syaris Hidayatullah Jakarta
pada Tanggal 14 Maret 2011 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Tafsir Hadis.
Jakarta, 14 Maret 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Sekretaris Drs. Suryadinata, MA Drs. Lilik Ummi Kalsum, MA NIP: 1960090 198903 1 005 NIP: 19711003 199903 2 001 Ketua Penguji I Penguji II
Dr. M. Edwin Syarif, MA Drs. Suryadinata, MA NIP:10670918 199703 1 001 NIP: 19600908 198903 1 005 Pembimbing
Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A NIP: 19560821 1996 1 001
Kata Pengantar
ÉΟ ó¡Î0 «!$# Ç≈ uΗ÷q §�9 $# ÉΟŠÏm§�9 $#
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat swt. Karena berkat, rahmat dan
hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir akademisi (skripsi) ini,
shalawat dan salam senantiasa Allah swt. Curahkan kepada nabi saw, beserta keluarga
dan sahabatnya, dan semoga kita semua mendapat syafaat-nya.
Penyelesaian skripsi ini, sungguh sangat tidak mungkin bila tidak melibatkan
banyak pihak, karena itu karena itu penulisingin menyampaikan rasa terimakasih yang
mendalam kepada:
1. Prof. Dr. Zainul Kamaluddin F. M.Ag, selaku dekan, dan Prof. Dr. M. Ikhsan
Tanggok, M.Si. selaku pudek, Dan Dr. Bustamin SE, M.Si selaku ketua
jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan kepada para penguji yang
dengan sabar, menguji dan mengkoreksi skripsi ini, yaitu Dr. M. Suryadinata,
M.Ag, sebagai penguji I, Dr. M. Edwin Syarif, MA, sebagai penguji II, dan
Drs. Lilik Ummi Kalsum, MA sebagai sekretasis.
3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A, selaku pembimbing, yang dengan sabar
telah membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini sampai rampung,
dengan kesabaran beliau sungguh sangat berarti bagi kelancaran penulisan
skripsi ini, penulis hanya bisa berdoa “Jazajumullah ahsanu al-jaza”.
4. Segenap dosen civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah, khususnya Jurusan
Tafsir Hadis, yang dengan ikhlas dan tulus mencurahkan dan mentransfer
wawasan serta pengetahuannya selama penulis menempuh studi di kampus
tercinta ini.
5. Segenap Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan Ushuluddin dan juga tak lupa kepada seluh staf perpustakaan
Iman Jama Lebak Bulus yang telah memberikan fasilitas sumber rujukan dan
referensi.
6. Ayahanda Sya’roni dan dan Ibunda Chuzaimah yang telah mengasuh,
mendidik dan memberikan dukungan, baik moril ataupun materil selama
penulis menjalani studi sampai penyelesaian skripsi ini, dan juga kepada
kakak penulis: kang Udin beserta keluarga, kang Wahid dan keluarga, kang
Hasanah beserta keluarga, kang Qoriah dan keluarga, dan kang Ihah beserta
calon kakak ipar dan tak lupa kepada adik-adik tersayang penulis yang cantik,
imut Nok Atun dan Nok Jizah, yang kesemuanya selalu memberikan
semangat kepada penulis selama menempuh studi di kampus ini.
7. dan tak lupa ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada MUIS yang selalu
mendukung, mensuport dan “menemani” penulis baik dalam keadaan suka
ataupun duka selama penulisan ini.
8. Kepada teman-teman saya yang satu nasib satu perjuangan yang tangguh dan
gagah berani di kelas Tafsir Hadis A ataupun B, terutama sahabat saya Rizki
Ediputratama, Muhtar Hafifi, Rahmat Hidayatullah, Tomi Sutrisno, Sulaiman,
Sugeng Sugiarto, Surna, Mujiburrohman, Jenal Muttaqin dan teman-teman
penulis yang telah sukses, Suryadi, Taufik (petong), Su’aib.
9. Dan teman-teman penulis satu kamar yang selalu mendukung dan memberi
semangat dan penuh pengertian yaitu kang Samsul Ma’arif, Muhammad Rizki
dan Rahmat.
Dengan rampung dan selesainya karya tulis ini, Penulis sangat menyadari bahwa
masih terdapat kekurangan disana-sini dan jauh dari kesempurnaan, baik berkaitan dari
segi penulisan susunan kalimat ataupun yang lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang yang membangun sangat penulis harapkan, dan semoga tulisan yang sangat
sederhana ini ada manfaatnya bagi nusa, bangsa dan agama, dan lebih khusus bagi
penulis sendiri. Dan denga harapan karya tulis yang sederhana ini dapat dijadikan amal
bagi penulis, Amin amin ya robbal ‘alamin.
Jakarta 15 Maret 2011
PEDOMAN TRANSLITERASI
PEDOMAN TRANSLITERASI1
Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
B Bep ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
H h dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D da د
Dz De dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
S es dengan garis bawah ص
D de dengan garis bawah ض
T te dengan garis bawah ط
Z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik keatas, menghadap ke kanan ‘ ع
1 Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha هـ
Apostrof ‘ ء
Y Ye ي
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau
monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah
sebai beeriku:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
______ a fathah
______ i kasrah
______ u dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i ____ي
و____ au a dan u
Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Mــ â a dengan topi di atas
Pــ î i dengan topi di atas
Rـــ û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu
alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah
maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tashdid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika
huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh
huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis
“ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang
berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di
bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat
(na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata
benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
no Kata Arab Alih aksara
tarîqah طريقة 1
al-jâmî ah al-islâmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2
wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini
huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan
kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting
diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf
capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.
Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. i
PEDOMAN TRANSLITERASI …………………………………………… iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah . ………………………………………..... 1
B. Perumusan dan Pembatasan masalah ……………………………. 8
C. Tujuan penelitian ………………………………………………… 9
D. Tinjauan pustaka ………………………………………………… 10
E. Metodologi penelitian …………………………………………… 10
F. Sistematika Penulisan ……………………………………………. 11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UKHUWWAH
A. Pengertian Ukhuwwah ………………………………………….... 13
B. Teladan Ukhuwwah …………………………………………....... 14
C. Hakekat Ukhuwwah ……………………………………………… 18
D. Faktor penunjang Ukhuwwah ……………………………………. 21
E. Upaya Nabi Dalam Menciptakan Ukhuwwah …………………… 29
BAB III AYAT-AYAT UKHUWWAH DALAM AL-QURÂN
A. Lafad-lafad Ukhuwwah dalam al-Qurân ………………………… 33
B. Garis besar Ukhuwwah ………………………………………… 39
C. Hikmah Ukhuwwah ……………………………………………… 44
D. Pilar Utama Dalam ber-Ukhuwwah ……………………………… 49
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………. 55
B. Saran-saran ……………………………………………………….. 57
Daftar pustaka
Lampiran-lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam, mengandung ajaran untuk menuntun umatnya pada jalan hidup manusia
yang paling sempurna, kepada kebahagiaan, kesejahteraan, ketentraman dan kedamaian,
diketahui bersama dasar-dasar perundang-undangannya didalam ajaran agama Islam
bersumber dari al-Qurân. Al-Qurân adalah sumber utama yang memancarkan ajaran
agama Islam. hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang
pokok-pokok aqidah, pokok-pokok akhlaq, keutamaan akhlaq, pokok-pokok aqidah
keagamaan, perbuatan-purbuatan dan prinsip-prinsip umum hukum perbuatan dapat
dijumpai sumbernya yang asli dalam ayat-ayat al-Qurân.2
Al-Qurân adalah Firman Allah swt. yang telah diwahyukan kepada nabi
Muhammad saw. memiliki urgensi ganda dan sangat mutlak kebenarannya, yaitu sebagai
hidayah dan burhan bagi segenap manusia yang beriman di muka bumi ini, manakala
mengharap ridho Allah dan ampunanya-Nya. Al-Qurân merupakan otoritas tertinggi
dalam Islam ia adalah sumber fundamental bagi aqidah, ibadah, akhlaq, etika dan
hukum. Secara kuantitatif, persoalan keimanan menempati bagian terbesar dalam al-
Qurân. Persoalan moral datang berikutnya, disusun ritual, dan kemudian aturan-aturan
hukum.3
Al-Qurân juga menegaskan di beberapa tempat ia adalah firman Allah yang maha
agung, yang diwahyukan kepada nabi-Nya dalam bentuk kata-kata yang kita baca dari al-
2 Allamah M.H Thabatthaba’I mengungkap rahasia al-Qurân ‘(Bandung, Mizan, 1997) cet. IX hal. 21 3 Muhammad Abdul Halim, Memahami al-Qurân, pendekatan gaya dan tema, (Bandung, Marja, 2010) cet. 1 hal. 19
Qurân dan untuk membuktikan bahwa ia adalah firman Allah, bukan hasil ciptaan
manusia, dalam beberapa ayat, al-Qurân menantang makhluk-NYA untuk mendatangkan
apapun yang menyamai al-Qurân walaupun satu ayat. Seperti dalam surat Al-Baqoroh [2]
ayat 23 “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan
kepada hamba kami (Muhammad), buatlah4 satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu
dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. Ini
menunjukkan bahwa al-Qurân itu berkekuatan mu’jizat yang tidak seorangpun sanggup
mendatangkan yang semisal dengan al-Qurân.5
Tujuan yang terpadu dan menyeluruh dalam al-Qurân, bukan hanya mewajibkan
pendekatan religius yang bersifat ritual atau mistik saja, yang dapat menimbulkan
formalitas dan kegersangan dalam beragama, al-Qurân adalah petunjuk-Nya, bila
dipelajari akan membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi
penyelesaian berbagai problem hidup.6 dan apabila dihayati dan diamalkan akan
menjadikan pikiran, rasa, dan karsa mengarah kepada realitas keimanan yang dibutuhkan
bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat.
Sesungguhnya sebaik-baiknya ucapan adalah kalamullah, sebaik-baiknya
petunjuk adalah tuntunan Muhammad saw. Seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang
diada-adakan dalam agama, setiap yang diada-adakan dalam agama adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.7
4 ayat Ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa Karena ia merupakan mukjizat nabi Muhammad s.a.w. [penjelasan dalam tafsir digital Quran in word] 5 Lihat juga pada Q.S 11:13, Q.S 17:88 Q.S 10:38 Q.S 4:82 6 Drs. M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qurân, Tafsir maudu’I atas pelbagai persoalan umat (Mizan, Bandung, 1998) Cet. VII hal. 13 7 Shoih Muslim
Rasulullah adalah pemilik akhlaq yang utama sebagaimana disebutkan dalam
Firman-Nya dalam al-Qurân
y7‾ΡÎ) uρ 4’ n?yè s9 @,è=äz 5ΟŠÏà tã ∩⊆∪
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” Q.S. al-Qolam [68] ayat 4
ô‰s) ©9 tβ% x. öΝ ä3s9 ’ Îû ÉΑθß™ u‘ «!$# îο uθó™ é& ×π uΖ|¡ym
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu Q.S. Al-Ahzab [33] Ayat 21
Pengutusan Muhammad (dan nabi-nabi sebelumnya) sebagai seorang nabi dan atau
Rasulallah diutus dimuka bumi, selain mengemban tugas menyampaikan sebuah risalah
mereka juga menjalankan, memeragakan, menjelaskan maksud dan bagaimana
menerapkan dan mengamalkan apa yang disampaikannya. Nabi dan Rasul apabila mereka
dipandang dari dua sisi akan jelas siapa mereka sebenarnya. Pertama apabila ditinjau dari
segi fisik mereka adalah manusia biasa dalam segala hal sama seperti kita. Mereka
makan, minum, beristri, berdagang dan membaur dengan umatnya. Kedua bila ditinjau
dari segi rohani, mereka adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk
berkomunikasi dengan Allah, dan para Malak-Nya.
Diantara Tugas-tugas kerasulan Muhammad diantaranya yaitu (1) Menerangkan
Allah dengan sebenar-benarnya, (2) Menerangkan kebesaran dan keagungan Allah, (3)
Menerangkan bagaimana cara manusia memuliakan dan membesarkannya, (4) Mengatur
dan memelihara penghidupan manusia (seperti Muamalah, Munakakhah, hukum jinayat
dsb), (5) Menyatakan segala jalan yang dapat memperbaiki urusan hidup (dengan
beramal, usaha, bekerja dan melarang bermalas-malas), (6) Juga yang tidak kalah penting
yaitu memerintahkan manusia untuk berakhlaq baik, beradab sempurna. Dari perangai-
perangai itu ada yang faedahnya kembali pada diri mereka sendiri seperti: berlaku benar,
memelihara lidah, tidak berdusta, tidak memelihara barang yang haram, dan adapula yang
bermanfaat untuk umum seperti: bermurah tangan, memberi pertolongan, memberi
makan fakir miskin dan lain sebagainya8.
Rasulullah (Muhammad) adalah suri tauladan dalam aspek kehidupan baik dalam
beribadah kepada Allah, maupun dalam bergaul dengan sesama manusia, beliau
aplikasikan dengan orang-orang terdekat seperti dengan Istri, anak, orang tua, saudara,
tetangga dan karib kerabat, hingga kepada manusia yang paling jauh, yaitu kepada kita
yang hidup di zaman ini.
Diantara tauladan yang ditunjukkan oleh Rasulullah adalah melakukan semua
perbuatan dengan memperhatikan adab dan etikanya, seperti mengawali dan mengakhiri
semua rutinitas dengan doa, menggunakan tangan kanan untuk hal-hal yang mulia tangan
kiri untuk hal-hal yang kotor dan buruk, menghormati yang lebih tua dan menyayangi
yang lebih muda.
Tidak heran tentunya mengapa Muhammad sanggup melekukan itu semuanya.
Karena disebutkan dalam sebuah riwayat “ada seseorang bertanya kepada ‘Aisyah
tentang akhlaq, budi pekerti Nabi saw. Kata ‘Aisyah, “akhlaq Rasulullah itu adalah
akhlaq yang tercantum dalam al-Qurân ”, dimana dalam al-Qurân itu sangat banyak yang
bersangkutan dengan akhlaq dan budi pekerti yang baik.
Akhlaq, Adab dan Etika yang yang dicontohkan Rasulullah adalah yang
membedakan antara perbuatan manusia dengan binatang dalam beraktifitas, disamping
itu juga, etika yang diajarkan Islam akan mempererat tali Ukhuwwah, karena etika Islam 8 Muhammad Al-Ghozali, Akhlaq Seorang Muslim (Wicaksana, Semarang 1993) cet. IV hel. 9
sesungguhnya merupakan pengejawantahan akhlaq Islam yang di dalamnya terkandung
unsur saling hormat-menghormati dan saling menyayangi dan saling memelihara hak dan
kewajiban masing-masing. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, bahwa Akhlaq yang
diajarkan Islam akan mengokohkan keimanan seseorang.
Tuntunan al-Qurân tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja
(hablum min Allah), akan tetapi al-Qurân juga mengatur hubungan manusia dengan
manusia (hablum mina an-annas)9 juga, dan tidak sedikit terkadang mengatur hubugan
dan prilaku dengan sesama makhluk tuhan seperti hubungan dengan saudara, tetangga
yang muslim ataupun yang bukan muslim dan prilaku manusia sebagai khalifah di bumi.
Al-Qurân adalah kitab suci yang mencakup seluruh ajaran-ajaran ilahi, Allah
menurunkannya, Allah menjamin kebahagian dunia akhirat bagi siapa yang beriman dan
mengamalkannya, dan memberikan ancaman bagi siapa saja yang berpaling darinya dan
tidak mengamalkannya dengan ancaman kesengsaraan di dunia dan di akhirat10.
Setidaknnya dari kesemua isi kandungan yang ada dalam al-Qurân, apabila
dijabarkan satu-persatu tidak akan habis-habisnya. Maka. Dalam karya tulisini hanya
akan diaplikasikan beberapa dari sekian banyak kandungan dan rahasia dalam al-Qurân
akan kami torehkan dalam karya tulis ini tentang kata persaudaraan atau ukhuwwah di
dalam Islam. Isi pokok kandungan al-Qurân dari berbagai pendapat setidaknya pendapat
Hasbi ash-shidieqy dan senada dengan pendapat Ibnu Arobi, bahwa inti kandungan al-
Qurân terdiri dari tiga hal pokok, yaitu: Aqidah, hukum dan akhlaq dan dari masing-
9 Akan hina didepan keduanya bila manusia tidak mengikuti keduanya, sebagaimana dalam surah ali-imron ayat 112 sebutkan 10 Demikian Allah menegaskan, “barang siapa mengikuti petunjukku niscaya tidak akan sesat.” (Q.S. Thaha[]: 123)
masing kandungan pokok itu masih dapat dibagi lagi dalam beberapa bagian yang lebih
rinci.11
Sedangkan Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya Kuliah Al-Islam membagi
ajaran Islam kepada aqidah, syariah dan akhlaq. Aqidah terbagi kepada rukun iman yang
enam, syariah dibagi kepada ibadah dalam arti khusus dan muamalah, ibadah terdiri dari;
thaharoh, shalat, zakat, shaum, dan haji. Muamalah terbagi kepada; hukum perdata dan
hukum publik. hukum perdata mencakup hukum niaga, hukum nikah, hukum waris, dan
lain sebagainya. Hukum publik mencakup; hukum pidana, hukum negara, hukum perang
dan damai (hukum jihad), dan lain sebagainya. Adapun akhlaq terdiri dari akhlaq kepada
kholiq dan makhluk. Akhlaq kepada makhluk terdiri dari akhlaq kepada manusia dan
bukan manusia, akhlaq kepada manusia terdiri dari akhlaq kepada diri sendiri, kepada
tetangga, kepada mansyarakat lain. Akhlaq kepada selain manusia seperti, kepada flora,
fauna dan lain sebagainya12
Sedemikian luas dan luhur al-Qurân diturunkan dan diwahyukan kepada rasul-
Nya, kaitan akan undangundang yang ada di dalamnya mengatur akan berbagai unsur
dengan sesama makhluk-Nya. kaitannya dengan karya tulis ini, penulis bermaksud untuk
sedikit mengurai tentang ukhuwwah dalam al-Qurân. Kaitanya kata ini diaplikasikan
dengan hubungan manusia dengan manusia (hablu min an-nas) bukan manusia dengan
sang kholiq (habli min Allah), kiranya dianggap perlu dan penting untuk dibahas karena
dirasakan oleh penulis dengan realita akhir-akhir ini yang terjadi ditanah tercinta, dan
beberapa belahan bumi Allah yang lainnya, banyak sekali yang memfonis salah sebuah
ibadah seseorang yang lain madzhab, dianggap ahli neraka karena berbeda dalam hal-hal
11 Drs. H. Imam Muchlas MA., Al-Qurân berbicara;kajian tekstual beragam persoalan, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1996) cet. 1 hal.41 12 Dr. Bustanuddin Agus M.A Al-Islam, (jakarta: Rajawali Pers, 1993) cet. 1 hal 68
yang bersifat furuiyyah, bahkan lebih parah lagi saling saling menuduh dengan cara
mengkafirkan sesorang yang seiman hanya karena beda partai dan kelompok atau etnis.
Bukan hanya itu saja penulis menganggap penting dalam membahas ukhuwwah
dalam al-Qurân ini karena realita sekarang dengan anggapan dan penilaian miring
terhadap Islam dengan pernyataan keras dan keji bahwa Islam adalah agama yang
mengajarkan kekerasan, kriminalisme, intimidasi, individualis, kebencian terhadap
umat/golongan lain, lebih parah bahkan ada segolongan orang yang menjustifikasi
bahwasannya Islam adalah agama yang mengajarkan peperangan, terorisme dan lain
sebagainya.
Ironi memang. Mungkin saat ini sudah waktunya kita kembali kepada al-Qurân
dan as-sunnah, karena didalam dua qonun itu terdapat sebuah sejarah gemilang kuatnya
ajaran tentang ukhuwwah, persaudaraan dan pertemanan. persaudaraan (yang mendekati
kekerabatan) dua golongan yang berbeda suku, berbeda asal usul, berbeda watak, berbeda
prilaku dan berbeda kultur dibukukan kisahnya dalam al-Qurân. yah benar! Kaum Anshor
(dari Makkah) dan Muhajirin (dari madinah). kesuksesan itu dipelopori oleh seorang nabi
yang bernama Muhammad bin Abdillah. Sepertinya sejarah ini dianggap hanya masa lalu
ditelinga, dianggap sebuah hal yang sangat susah dilakukan dan mustahil untuk diulang
kembali di era sekarang ini.
Peristiwa di atas, setidaknya membuat penulis ingin tahu lebih dalam tentang
realisasi pengamalan seorang Muhammad sebagai seorang tauladan dalam menjunjung
persaudaraan pada masanya, dan kesuksesan-kesuksesan apa yang dapat dan diambil
pelajaran atas hikmah yang dapat di amalkan, sebagaimana kewajiban sebagai umat
Islam.
Setidaknya inilah yang menjadi latar belakan penulisan skripsi yang berjudul
Ukhuwwah dalam pandangan Islam.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Untuk memudahkan penguraian dan menghindari pengulangan penguraian yang tidak
mengarah pada maksud dan tujuan penulisan skripsi ini, kiranya perlu membuat
perumusan dan pembatasan masalah dalam skripsi tentang “UKHUWWAH DALAM
PERSPEKTIF AL-QURÂN” , ini sebagaimana akan diuraikan di bawah :
1. Pembatasan Masalah
Tidak dapat dipungkiri tentang luasnya ilmu yang ada dalam ajaran Islam, dan telah
disepakati bahwasannya al-Qurân dan hadis adalah dasar utama umat Islam dalam
berpijak, dan berkenaan dengan tema skripsi ini penulis akan menggali dan meng explor
kata dan ayat-ayat yang ada dalam al-Qurân, dan sebagai dalil penguat penulis akan
menggunakan hadis nabi sebagai penunjang,
Berkaitan dengan ukhuwwah ini akan penulis ungkap historis upaya dan amaliyah
nabi dalam merealisasikan persaudaraan ini. dan tentu fokus pembahasan yang akan
diurai hanya akan terfokus pada akhlaq antar sesama manusia saja (bi an-Nas) saja, yaitu
tentang Ukhawah didalam Islam
2. Perumusan Masalah
öθs9 uρ $yϑ‾Ρr& ’ Îû ÇÚ ö‘ F{ $# ÏΒ >ο t�yfx© ÒΟ≈ n=ø%r& ã�óst7 ø9 $# uρ … çν ‘‰ßϑtƒ . ÏΒ Íν ω÷èt/ èπ yèö7 y™ 9�çt ø2 r& $Β ôNy‰Ï� tΡ
àM≈ yϑÎ=x. «!$# 3 ¨βÎ) ©!$#  Ì“ tã ÒΟŠÅ3ym ∩⊄∠∪
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah [Ilmu dan hikmahnya]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Q.S al-Luqman [31]: 27
Penulispun sadar akan kemampuannya. Dalam skripsi ini penulis tidak akan
membahas Aqidah lain secara gamblang kecuali hanya pada Ukhuwwah dalam kaitannya
Hablum min An-annas, dan aspek yang terkandung dalamnya pun tidak panjang lebar
(kecuali jika memang diperlukan).
Perubahan zaman dan perubahan masa menuntut manusia di dalamnya untuk berubah
sikap dan berubah dalam beberapa hal, tidak bisa dipungkiri akan hal itu,. Skripsi ini akan
mempertanyakan pertanyaan mendasar dalam hal ini,
1. Bagaimanakah ukhuwwah dalam perspektif AlQuran dan sunnah?
2. Bagaimana realita ajaran tersebut di masa sekarang ini?”
C. Tujuan Penelitian
1. Membantu memberikan pemahaman tentang pemahaman al-Qurân yang baik
dan proporsional melelui beberapa pendekatan
2. Mengetahui sejauhmana al-Qurân dibahas oleh mufassir tentang Ukhuwwah ini
3. Untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan
4. Sebagai sumber informasi tambahan untuk rujukan literatur ke-Islam-an
terutama tentang al-Qurân dari segi historisnya
5. Dalam rangka memenuhi kelulusan dan tugas akhir untum memperoleh gelar
sarjana (S1) Theologi Islam dari Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis di
universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Yang paling penting dari semua harapan diatas mudah-mudahan karya tulis yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin dan orang orang yang mau belajar
secara umum wa bil al-khusus penulis sendiri, sekaligus dengan harapan dapat dijadikan
sebagai catatan ilmu yang bermanfaat sebagai amal jariah bagi penulis.
D. Tinjauan Pustaka
Adapun kajian tentang Ukhuwwah ini secara umum, penulis memfokuskan
penelitiannya pada al-Quran, al-Hadis dan tafsir-tafsir Al-Qurân sebagai data primernya
dan data skundernya penulis akan menggali dari buku-buku, majalah skripsi dan yag
sudah ada yang membahas senada dengan tema pokok penulis yaitu tentang Konsep
Ukhuwwah Islamiyah dalam Islam, menurut ibnu katsir dalam Tafsir al-Quran
al’adzim, (kajian surat al-Hujarot [49] ayat 9-12), akan tetapi dalam skripsi tersebut
hanya membahas ikatan yang berdasarkan Islam saja yang di fokuskan pembahasannya
dikhususkan kepada ikatan antara sesama muslis saja. Sedangkan dalam skripsi ini
penulis mencoba menggali lebih dalam tentang persaudaraan dengan sesama muslim
ditinjau dari sang revolusioner akhlaq yaitu nabi Muhamma pada masanya lewat hadis
fi’liyah dan taqrirnya.
E. Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini memusatkan pada pendekatan
kepustakaan (library research) karena sumber-sumber datanya berasal dari kepustakaan
seperti al-Qurân sebagai data primer, dan juga dibantu sebagai data skundernya seperti
kitab-kitab tafsir, buku-buku, majalah, artikel, jurnal dan lainnya sebagai penunjang yang
berhubungan dengan masalah dan berkaitan dengan topik dan pembahasan yang
menunjang.
Adapun metode pembahasan yang dugunakan yaitu menggunakan analisa sebagai
penjelas dari ayat-ayat al-Qurân untuk kesempurnaan kajian dalam pembahasan kajian
penelitian ini, dan penulispun menggunakan al-Mu’jam al-Mufahros li al-fadzi al-Qurân
karangan Muhammad Fuad Abdul baqi sebagai pencarian kata Akh dalam al-Qurân.
Sedangkan tehnik penulisannya berpedoman pada “pedoman penulisan skripsi, tesis
dan desertasi” yang dikeluarkan oleh UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 2006/2007.
F. Sistematika Penulisan
Agar supaya penulisan skripsi ini terlihat efisien dan terarah dalam pembahasannya,
maka penulis akan menguraikannya dalam beberapa bab yang memuat beberapa sub bab
di dalamnya, adapun uraiannya akan terlampir dibawah:
Bab pertama; yaitu meliputi a) Latar belakang masalah; dalam bab ini berisikan
tentang pendahuluan, kronologis masalah, dan kemudian abstraksi yang kemudian
menjorok kepada alasan akan pentingnya penyusunan karya tulis ini. b) Perumusan dan
Pembatasan masalah; dalam subab ini dijelaskan bagaimana penulis menorehkan secuil
pengetahun metode penulisannya. c) Tujuan penelitian; akan dilampirkan urgensi akan
pentingnya pembuatan skripsi ini bagi penulis dalam kepentingannya dalam studi d)
Tinjauan pustaka e) Metodologi penelitian; f) Sistematika penulisan.
Bab ke dua: Tinjauan Umum Tentang ukhuwwah; dalam bab ini meliputi beberapa
subab diantaranya a) Pengertian Ukhuwwah, dalam subab ini dijelaskan tentang
persaudaraan dari beberapa pakar b) Teladan Ukhuwwah: agar pembahasan dibab
selanjutnya lebih mudah, dalam bab ini dijelaskan ukhuwwah pada masa-masa transisi
(sebelum datangnya nabi sampai setelah Islam tersebbar luas di jazirah arab) sampai
sekarang c) Hakekat Ukhuwwah; penyariaatan ukhuwaah didalam agama Islam bukan
tanpa tujuan dan keutamaan maka dalah subab ini akan diterangkan ukhuwwah ditinjau
dari penyariatannya bagi manusia d) Faktor penunjang Ukhuwwah; pada subab ini akan
dipaparkan unsur-unsur penunjang tegaknya ukhuwwah e) Upaya Nabi Dalam
menanamkan Ukhuwwah; amat sangat penting ukhuwwah sebagai pondasi dalam Islam,
maka. nabi menanamkan tauladan pada umatnya, baik berupa Qouliyah ataupun filiyyah-
nya.
Bab ke tiga: Ayat-ayat Ukhuwwah: meliputi beberapa bab; diantaranya; a) Lafaz-lafa
ukhuwwah dalam al-Qurân; amat sangat penting penggalian data tentang penyariaatan
ukhuwwah dalam al-Qurân agar supaya lebih mapan dalam membahasnya b) Garis besar
Ukhuwwah; dari pondasi dalil yang kuat yaitu dalil dari al-Qurân, pendapat para pakar
membagi ukhuwwah menjadi beberapa macam c) Hikmah Ukhuwwah; Ukhuwwah dalam
syariat Islam bukan hanya perintah yang terus menerus didengung-dengungkan tanpa
timbal balik yang setimpal bagi pelakunya, Allah memberikan pahala bagi yang
menjalankannya d) Pilar Utama Dalam ber-Ukhuwwah ; dalam bab ini dipaparkan hal-
hal yang menyangkut terwujud atau tidaknya ukhuwwah
Bab ke empat: Penutup; a) Kesimpulan, dari uraian yang telah dipaparkan dari bab I
sampai bab III, pada bab ini penulis berusaha mancari inti dari tema pokok ini b) Saran-
saran: semampu penulis dalam menyarankan guna terealisasinya dalam kehidupan.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG UKHUWWAH
A. Pengertian Ukhuwwah
Ukhuwwah biasa diartikan sebagai ‘persaudaraan’. Dimana kata ini terambil dari
akar kata yang pada mulanya berarti ‘memperhatikan’. Maknia asal ini memberikan
kesan bahwa persaudaraan mengharuskan adanya perhatian dari semua pihak yang
merasa bersaudara.13
Asal kata Ukhuwwah adalah akh, yang artinya dua orang yang bersaudara baik
seayah seibu, salah satu diantara keduanya atau karena susuan. Kata ini juga digunakan
untuk orang-orang yang sama (menyatu) dalam segi ras, agama, karakter, persahabatan,
jalinan cinta dan lain-lain.14
Sedangkan pengertian ukhuwwah Menurut Prof. M. Quraish Shihab, dalam bukunya
membumikan al-Qurân fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat
mengatakan bahwa: ukhuwwah padamulanya berarti “persamaan dan keserasian dalam
banyak hal”. Oleh karenya, persamaan dalam keturunan mengakibatkan persaudaraan,
persamaan dalam sifat juga mengakibatkan persaudaraan. Semakin banyak persamaan
akan semakin erat pula hubungan persaudaraan yang tumbuh dihati mereka.15 Oleh
karenanya kesamaan merupakan faktor penunjang lahirnya persaudaraan, seperti:
persamaan dalam rasa dan cita merupakan faktor yang sangat dominan yang mendahului
lahirnya persaudaraan yang hakiki, dan yang pada akhirnya menjadikan seorang saudara
13 Jamal Syarif Ibrani, M.M. Hidayat, Mengenal Islam, (Jakarta, al-Kahfi, 2004) cet.1 hal. 217 14 Dr. Mustafa al-Qudhat, Merajut Nilai-Nalai Ukhuhuwwah , (Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2002), cet. 1 hal. 13 15 Quraish Shihab. Membumikan al-Qurân (bandung; Mizan 1993 ) cet ke IV hal 357
merasakan derita saudara yang lainnya. Sehingga unsur rela berkorban demi orang lain,
ringan tangan untuk saling menolong tanpa dasar mengambil keuntungan sementara atau
meminta sesuatu imbalan atau balasan dan lain-lain.
Ditemukan dalam kamus bahasa seperti lisan al-‘arobi karangan al-imam al-lamah
abi al-fadl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim ibnu al-Mandzur al-Afriqi al-Mishri,
bahwa kata akh juga diartikan dalam arti ‘teman akrab’ (\]^_`ا) atau ‘sahabat’
(bcd_`ا).16
B. Teladan Ukhuwwah
Kita telah mengetahui dan memahami benar bahwasannyaa sesama muslim adalah
bersaudara, akan tetapi pengertian saudara dalam hal itu masih terbatas, pada pengertian
secara umum, dan belum kongkrit. Adapun yang dimaksud mempersaudarakan satu
muslim dengan muslim yang lainnya yaitu yang bukan saudara kandung, bukan keluarga
dan juga bukan kerabat. Rasulullah menerapkan prinsip ajaran Islam dalam kehidupan
nyata, persaudaraan muslim yang satu dengan muslim dengan muslim yang lain tidak
boleh berkurang bobotnya dari persaudaraan dengan sesama muslim yang se-ayah dan se-
ibu. Dalam hal ini jelas ada konsekwensi yang tidak boleh tidak akan terealisasi kuatnya
persaudaraan yang sebagaimana yang dikatakan oleh nabi yaitu bagaikan satu tubuh.
Bilamana ada anggota badan yang sakit maka sekujur badanpun akan merasakannya.
Jelas ini adalah sebuah sejarah baru dimuka bumi. Dimana sama-sama diketahui
sebelum Islam datang, tidak ada hubungan semonolite itu: satu Tuhan yaitu Allah al-
Kholiq, satu Nabi dan Rasul yaitu pimpinan umat didunia dan akhirat, satu konstitusi
16 al-imam al-allamah abi al-fadl jamaluddin muhammad bin mukrim ibnu al-mandzur al-afriqi al-Mishri, Lisan al-Arobi, (Beirut, Libanon 1990) juz, 1, hal. 19
yaitu kitabullah Al-Qurân al-karim, satu akidah dan keyakinan, satu kiblat yaitu baitullah
al-Ka’bah al-Mukarromah, satu tujuan yaitu keridhaan Allah didunia dan akhirat, satu
cita harapan yaitu terwujudnya baldatun toyyibatun warobbun ghofûr (negeri yang baik,
adil dan sejahtera, dibawah naungan Allah tuhan maha pengampun dosa).
Zaman jahiliyah. semua tahu adalah sebuah dekade suram yang menguasai sebelum
Islam datang dimana pada masa itu oleh para ahli diterjemahkan dengan “zaman
kepicikan” (time of ignorence) atau zaman kebiadaban (time of barbarisme). Zaman
kepicikan dikaitkan dengan pandangan mereka bahwa orang yang diluar mereka adalah
musuh yang harus dimusnahkan, sedangkan zaman kebiadaban dikaitkan dengan
tindakan mereka yang tidak mengenal dengan prikemanusiaan karena dorongan hawa
nafsu yang tak terkendalikan untuk mewujudkan keinginan.
Tidak luput dalam al-Qurân mendeskripsikan tentang ciri dari kehidupan Jahiliyah.
Pertama, mereka yang mementingkan diri sendiri dan menyangka yang tidak benar
terhadap Allah,17 kedua, berkaitan dengan hukum, dimana kaum Yahudi memberlakukan
hukum untuk memenangkan yang salah atas dasar kekuatan, bukan atas dasar keadilan.18
Ketiga, Kesombongan hati-hati orang kafir yang merasa benar sendiri.19 Pengertian
Jahiliyah adalah keadaan orang arab sebelum Islam yang mendurhaka kepada Allah
kepad Rasul-Nya kepada syariat agama membangakan Nasab dan lain sebagainya.
Islam hadir untuk menghilangkan warisan yang turun temurun diturunkan oleh
kakek buyut orang-orang yang hidup di masa itu, Rasulullah sebagai seorang
revolusioner dalam segala bidang (syariat, aqidah dan akhlaq) dimasa priode awal hijrah
menerapkan dan mengaplikasikan ajaran Islam sebagai sumber pegangan dalam
17 Q.S Ali-Imron [3] ayat 154 18 QS Al-Maiah [5] ayat 50 19 QS Al-Fath [48] ayat 26
merealisasikan sebuah negara yang aman dan tentram. Mempersaudarakan antar Islam
yang satu dengan Islam yang lain diantaranya. Gelombang pertama nabi
mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan kaum anshor, kemudian disusul
dengan mempersaudarakan antarakaum muhajirin dengan kaum muhajirin, dimana
langkah itu bertujuan agar mencairkan semangat fanatisme kekabilahan sisa-sisa masa
jahiliyah. Dengan ikatan persaudaraan yang berlandaskan keagamaan itu maka semangat
persaudaraan, solidaritas dan kesetiakawanan diabdikan kepada kebenaran Allah, Islam,
dan bukan lagi kepada prinsip kesamaan kabilah, persamaan keturunan, persamaan warna
kulit, persamaan ras kebangsaaan, atau persamaan tanah air dan lain-lain. Dan keutamaan
seseorang tidak ditentukan oleh semuanya itu, akan tetapi dinilai dari ketaqwaannya
kepada Allah dan keberaniaannya membela keadilan dan kebenaran-Nya.20
Ukhuwwah atau Persaudaraan yang nabi realisasikan “bukan lidah tak bertulang”
dan juga bukan “pameran keindahan” melainkan terbukti dalam kenyataannya. Telah
dibuktikan oleh kaum muhajin dan anshor bahwasannya mereka rela membela Islam
dengan harta benda, darah dan air mata, kesadaran mengutamakan kepentingan Islam dan
kaum muslimin dan kesadaran membela Allah dan Rasul-Nya benar-benar menjiwai
persaudaraan yang agung itu.
Imam bukhori meriwayatkan21 sebuah hadis yang menggambarkan “setiba kaum muslimin dari makkah tiba ke madinah Rasulullah mempersaudarakan Abdurrahman bin
Auf dengan Sa’ad bin ar-Robbi’, setelah itu Sa’ad (dari kaum anshor) berkata kepada
Abdurrahman (dari kaum muhajirin): “saya termasuk orang anshor yang berharta
banyak. Itu hendak saya bagi dua, separo untuk ku dan separoh untuk anda, saya juga
mempunyai dua orang istri. Lihat dan tunjukklah mana diantara dua perempuan itu
mana yang Anda sukai, ia akan ku cerai dan bila iddahnya sudah selesai silahkan anda
menikahinya” dan abdurrahman menjawab: “Allah memberkahi keluarga dan harta
anda, tunjukkan sajalah kepadaku dimana pasar tempat anda berniaga” atas permintaan
20 H.M.H Al-Hamid al-Qurân-Husaini membangun peradaban sejarah Muhammad SAW. Sejak sebelum
diutus menjadi nabi, (Bandung. Pustaka Hidayah, 2000) cet I hal 458 21 Shokhih bukhori bab persaudaraan antara muhajirin dan anshor 1:533
abdurrahman itu sa’ad menunjukkan pasar bani Qoinuqo ‘. Beberapa waktu kemudian
ternyata abdurrahman telah mempunyai kelebihan bahan makanan seperti keju, dan
minyak makan, demikianlah ia terus berdagang. Pada suatu hari ia datang menghadap
rasul belia bertanya “Apakah masih kesepian?” Abdurrahman menjawab: “saya sudah
ber istri” kemudian nabi bertanya “berapa (mahar) mas kawin yang engkau berikan?”
abdurrahman menjawab “emas sebesar biji kurma”
Dan juga imam bukhori menyampaikan berita yang pernah didengarnya “bahwa ketika itu kaum anshor merekomendasikan kepada nabi agar kebun-kebun kurma mereka
dibagi, sebagian untuk kaum muhajirin dan sebagian lagi untuk mereka sendiri”
kemudian nabi menjawab: “jangan” sejumlah kaum muhajirin yang hadir mengusulkan
“kami akan turut mengelola kebun-kebun kalian, berikan saja pada kami bahan-bahan
makanan.” Usul mereka diterima dengan baik dan ditema oleh kaum anshor.22
Masih banyak tauladan yang begitu besar perhatian kaum anshor kepada saudara-
saudaranya kaum muhajirin dengan keihlasan yang tinggi dan rasa persaudaraan yang
setulus-tulusnya, mereka rela mengorbankan sebagian harta kekayaan mereka untuk
membantu penghidupan kaum muhajirin. Namun kaum muhajirin tidak mau
menggunakan kesempatan itu beroleh bantuan tanpa bekerja. Dan mereka tidak mau
menerima bantuan lebih dari yang diperlukan sementara waktu yaitu makanan.
Kemudian lebih lanjut, dalam sejarah membuktikan bahwa rasul bukan hanya
memperhatikan umatnya saja, akan tetapi beliau juga memperhatikan orang yang ada
disekitar beliau yang berbeda keyakinan dengan beliau seperti orang Nashrani, Yahudi
dan orang keturunan kafir Quraish. Bagaimanakah sikap beliau? Apakah mengucilkan
mereka?, menindas hak-hak mereka?, mengusir mereka?, memusuhi, atau bahkan
mengancam nyawa mereka?
Jelas tidak!. Muhammad memberikan hak-hak mereka sebagaimana layaknya
seorang manusia, menghormati dan memberikan hak mereka sebagai seorang dari bagian
masyarakat muslim. Diantara buktinya yaitu terealisasinya “Piagam Madinah” sebagai
22 Shokhih bukhori I: 312
sebuah pengakuan atas keberadaan orang-orang yang berada di Madinah (lebih lanjur dan
BAB ke III akan di jelaskan tentang hak-hak dan batasan-batasannya).
C. Hakekat Ukhuwwah
Dalam kenyataan sosial, karakter manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan
kerja sama antara yang satu dengan yang lainnya dan tidak dapat dipungkiri juga, bahwa
manusia memiliki kencenderungan hidup berkelompok. Dimana setiap, kelompok dapat
dibedakan dari segi keyakinan dan agama yang mereka anut, dari segi etnis, dan geografis
mereka, dari segi prinsip polotik, dari segi kepentingan ekonomi, dari segi pola berfikir,
dan pandangan hidup (ideologi), adat-istiadat dan lain sebagainya.
Dalam al-Qurân juga sosok manusia sebagai seorang makhluk yang diberi mandat
oleh Allah sebagai khalifah23 (yang umumnya memiliki sifat dan watak kuat, hebat,
tangguh, gagah dan ksatria) akan tetapi juga dinyatakan dalam al-Qurân sebagai makhluk
yang lemah ( ß $Z�‹Ïè |Ê≈|¡ΡM}$# t,Î= äzuρ )24 oleh karena itu mereka harus membentuk bekerja sama
dalam kebaikan dan taqwa.
Sebagaimana ibnu Khaldun dalam bukunya Muqoddimat, “sebuah organisasi kemasyarakatan merupakan suatu kemestian bagi manusia. Tanpa itu, eksistensi manusia
sebagai makhluk sosial tidak akan sempurna, sebagaimana kehendak Allah menjadiakan
manusia sebagai khalifah-Nya dimuka bumi ini untuk memakmurkannya”. Oleh karena itu para filusuf dan sosiolog berpendapat bahwa manusia menurut tabiatnya adalah makhluk sosial atau makhluk politik yang suka berkumpul dan bekerja sama yang memerlukan pengorganisasaian.25
Senada dengan pernyataan diatas, Miriam Budiharjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik mengatakan bahwasannya “Manusia, sebagai makhluk sosial dan makhluk
politik memiliki dua sifat yang bertentangan satu sama lainya; di satu pihak mereka ingin
bekerja sama, tapi disisilain mereka dia cenderung untuk bersaing dengan sesama
23 Lihat Q.S Al-Baqoroh [2] ayat 30 24 Lihat Q.S An-Nisa [4] ayat 28 25 J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintah dalam Piagam madinah ditinja dari pandangan al-Qurân, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994) cet. I hal 127
manusia”. sehingga mau tidak mau faktor-faktor tersebut mengakibatkan mudahnya timbul konflik diantara mereka, disebabkan masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan dan mempunyai berbagai kepentingan yang tajam dalam bidang sosial, ekonomi dan politik dan sebagainya cenderung ingin saling menghancurkan.26
Teringat kiranya kita dengan kasus 11 september 2001 yang terjadi di sebuah
negara adidaya yang berujung dengan pemojokan sebuah agama, kasus di Mumbay pada
tahun 2008, di Palestina dengan konflik yang berkepanjangan, pembantaian di bosnia,
Chechnya, tragedi bom Bali, tragedi 13 mei di Jakarta, tragedi Priuk, tragedi Poso,
tragedi Ambon, tragedi Sampit dan tragedi-tragedi yang lain yang tidak terekam oleh
sejarah. Dari semua tragedi-tragedi diatas semuanya hanya menyisakan trauma, dendam,
kerusakan, kehancuran dan kekacauann yang turun temurun diwarisi oleh sejarah saja.
Kerusuhan dan kekisruhan kapanpun dan dimanapun bisa terjadi bak bom waktu
yang tinggal menunggu waktu yang siap meledak kapan saja dan dimana saja. Penting
kiranya sebuah antisipasi untuk mengatasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan itu.
Manusia diciptakan oleh Allah selain sebagai khalifah, sebagai pengemban amanah untuk
menjaga kemakmuran dimuka bumi ini, maka. Wajib kiranya amanah itu diemban dan
direalisasikan adanya.
Untuk merangkum kesemuanya kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwasannya
urgensi Ukhuwwah perlu dan penting di jaga dan di syiar-kan agar supaya kekerasan,
kekisruhan, perpecahan, keributan dan na’udzubillah jangan sampai terjadi, adzab turun
sebagaimana Allah turunkan pada umat-umat terdahulu karena selalu ma’siat, durhaka
dan ingkar di bumi Allah. Kita tengok dalam Qur’an Surat Ali-Imron [3] ayat 103 untuk
tolak ukur mengapa Islam memerintahkan untuk berpegang teguh kepada agama Allah.
26 Soerjono seokarto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Rajawali. Jakarta. 1982) Hal. 94
(#θßϑÅÁtGôã$# uρ È≅ö7pt¿2 «!$# $Yè‹Ïϑy_ Ÿωuρ (#θè%§�x� s? 4 (#ρã�ä. øŒ$#uρ |M yϑ÷èÏΡ «!$# öΝ ä3ø‹n=tæ øŒÎ) ÷ΛäΖä. [!# y‰ôãr& y# ©9 r'sù
t ÷ t/ öΝ ä3Î/θè=è% Λä óst7ô¹r'sù ÿϵ ÏFuΚ ÷èÏΖÎ/ $ZΡ≡uθ÷zÎ) ÷ΛäΖä. uρ 4’n? tã $x� x© ;οt�ø� ãm zÏiΒ Í‘$Ζ9$# Ν ä. x‹s)Ρr'sù $pκ÷] ÏiΒ 3 y7 Ï9≡x‹x. ßÎi t6ムª!$# öΝä3s9 ϵ ÏG≈ tƒ# u ÷/ ä3ª=yès9 tβρ ߉tGöκsE ∩⊇⊃⊂∪
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Q.S Ali-Imron [3] ayat 103
Ayat Madaniyah ini merupakan perintah Allah untuk masyarakat Islam agar mereka
bersatu dan berpegang teguh kepada kitab dan sunnah serta memperkokoh persaudaraan
mereka, dalam ayat ini juga Allah menjanjikan hati mereka sehingga bersaudara. Karena
Allah tidak menghendaki perpecahan diantara mereka, melainkan persatuan dan
persaudaraan, serta taat kepada-Nya serta Rasul-Nya. Orang-orang yang berpegang teguh
kepada kitab dan sunnah hubungannya akan baik dengan Allah, Rasul dan sesama
manusia sehingga mereka bersatu dan dengan peraturan Allah, bersaudara dan bersatu
dengan sesama manusia.27
Kiranya sudah sangat jelas. Untuk membantah pernyataan-pernyataan kaum dan
kalangan yang selalu sinis, selalu benci, memusuhi dan selalu mencari celah, borok dan
cacat ajaran Islam dengan pernyataan-pernyataan mereka yang mendiskreditkan Islam
dengan menyatakan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan,
kriminalisme, intimidasi, individualis, kebencian terhadap umat/golongan lain, lebih
27 Prinsip-Prinsip Pemerintah dalam Piagam madinah ditinja dari pandangan al-Qurân, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994) cet. I hal 147
parah bahkan ada segolongan orang yang menjustifikasi bahwasannya Islam adalah
agama yang gemar berperang dan mengajarkan terorisme.
Di bab selanjutnya penulis akan mengetengahkan seberapa indah ajaran Islam
mengajarkan kedamaian sebagai sebuah agama yang mempelopori perdamaian, seberapa
universal ajaran agama Islam sebagaimana universaly ajaran yang diturunkan untuk
seluruh umat, seberapa agung dan mulianya Islam sebagai agama yang diturunkan
sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam.
D. Faktor Penunjang Ukhuwwah
Seberapa indah ajaran agama Islam mengajarkan kedamaian sebagai sebuah agama
yang mempelopori perdamaian, seberapa universal ajaran agama Islam, sebagaimana
universal ajaran yang diturunkan untuk seluruh umat, seberapa agung dan mulianya
Islam, sebagai agama yang diturunkan sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam.
Islam mengajarkan tentang Ukhuwwah, tidak lepas dari tuntunan dan bimbingan,
agar supaya value yang akan didapat bukan hanya pahala duniawi saja akan tetapi
ukhrowi juga. Persaudaraan akan berdiri dengan kokoh, teguh, tegak di bumi Allah,
bilamana syarat-syarat dan pilar-pilar sebagai pondasinya terpenuhi. tanpa terpenuhinya
syarat dan pilar itu, ikatan ukhuwwah tidak akan terjalin dengan kuat, dan sudah barang
tentu permusuhan, kerusuhan, kekisruhanpun otomatis akan menggantikan posisinya.
Syarat dalam ber-ukhuwwah dan juga untuk dapat menggapai seluruh keutamaan
yang terkandung di dalamnya, tentu seorang muslim harus dapat mengetehui syarat-
syarat dan pilar yang penting dan mendasar sebagai pondasi utama yang harus
dipenuhinya terlebih dahulu. Diantara syarat-syaratnya adalah:
1. Ikhlas Karena Mengharapkan Ridhlo Allah Semata
Persaudaraa seorang muslim terhadap muslim lainnya, haruslah dilandasi dengan
keikhlasan kepada Allah SWT. Ukhuwwah yang terlahir bukan karena sesuatu yang
bersifat keduniaan, atau karena termotivasi oleh kepentingan tertentu. Dan apabila
ukhuwwah telah tercampur dengan ketidak ikhlasan seperti itu, maka sudah menjadi hak
Allah apabila tidak menerima ukhuwwah yang seperti itu.
Tentang sebuah keikhlasan, digambarkan dalam sebuah kisah yang terdapat dalam
hadits, yang menceritakan seorang pemuda yang ingin mengunjungi saudaranya.
هليا أتى علكا فلمم هتجردلى مع له الله دصى فأرأخر ةيى قرف أخا له ارال زجر أن ةيالقر هذى هأخا لى ف قال أريد تريد نا قال ال . قال أيهبتر ةمعن نم هليع ل لكقال ه
قال فإنى رسول الله إليك بأن الله قد أحبك كما . غير أنى أحببته فى الله عز وجل
يهف تهببأح
Diceritakan bahwasannya ada seseorang yang mengunjungi sauadaranya yang berada didesa lain, kemudian Allah mengutus malaikat untuk mengikutinya di jalan, kemudian malaikat menemu orang tersebut, dan maikat bertanya kepada Orang yang mau berkunjung “mau pergi kemana kamu?” dan ia menjawab saya hendak menginjungi saudaraku didesa ini. Dan malaikatpun bertanya lagi “apakah kamu memiliki kepentingan yang harus ia lakukan untukmu” dan ia menjawab “tidak! Akan tetapi saya mencintainya karena Allah azza wajalla, Dan kemudian malaikatpun berkata “sesungguhnya saya adalah diutus Allah untuk menemuimu karena sesungguhnya Allah benar-benar mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu”28
(H.R Muslim)
2. Dilandaskan Keimanan dan Ketaqwaan
Karena hanya dengan iman dan taqwa sajalah, yang mampu menjadikan ukhuwwah
tetap bersih, sebagaimana yang diinginkan oleh ajaran Islam. Dimana terhampar luas
pernyataan itu dalam firmannya, dalam al-Qurân Allah menggambarkan dalam Surat al-
Hujurat [49] ayat 10
28 Imam Abi Khusain Muslim bin khajjaj al-Qusairi an-naisaburi, Shohih Muslim, (Maktabah al-Ma’arif. Libanon 1995) Juz 8 hal. 8 no hadis.6714
$yϑ‾ΡÎ) tβθãΖÏΒ÷σ ßϑø9 $# ×ο uθ÷zÎ) (#θßsÎ=ô¹r' sù t÷t/ ö/ ä3÷ƒ uθyzr& 4 (#θà) ¨?$# uρ ©!$# ÷/ ä3ª=yès9 tβθçΗxq ö�è? ∩⊇⊃∪
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Juga dalam Surat az-zukhruf [43] ayat 67
âHξÅzF{ $# ¥‹Í×tΒöθtƒ óΟ ßγ àÒ÷èt/ CÙ÷è t7 Ï9 <ρ߉tã āωÎ) šÉ) −Fßϑø9 $# ∩∉∠∪
Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.
3. Komitmen Dengan Adab Islam.
Persaudaraan tidak akan pernah terajut, apabila kedua orang yang saling
berukhuwwah tidak mengimplementasikan adab dan perilaku Islami. Dan hal seperti
inilah, yang maknanya terkandung dalam salah satu sabda Rasulullah SAW:
هليقا عتفرو هليا ععتماج ى اللها فابالن تحجرو …dan dua orang pemuda, yang saling mencintai karena Allah, Mereka bertemu
karena Allah dan merekapun berpisah karena Allah SWT29
(HR. Bukhori)
4. Berprinsip Saling Menasehati Kerena Allah
حيصـنالـ نيدـلا مـلـس و هيلـع ى اهللاـلص اهللا لوسر الـق اترـم ثالثة مهتامعو نيـملسمـلا ةمئألو هابـتكلو هـلل الـ؟ ق نمل اهللا لوسا را يوالـق
Rasulullah mengatakan bahwaasannya Agama adalah nasihat pada tiga tingkatan, sahabat bertanya pada siapa saja ya rasulullah? Beliau menjawab Untuk Allah, kitabnya dan untuk para imam muslimin dan orang –orang awam mereka30
(Sunan at-tirmidzi)
29 Al-imam al-Khafidz abi abdullah Muhammad bin ismail al-Bukhori. Shokhih al-Bukhori (Al-Maktabah al-‘ashriyyah. Beirut. 1997) Juz 3, Hal.116 No. Hadis 660 30 Muhammad bin Isa bin sauroh bin Musa bin ad-dokhak at-tirmidzi Abu ‘Isa. Sunan At-Tirmidzi (Libabanon. Dar al-Fikri 1994) juz 4 hal.324 No. 1926
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan bahwa: Dari Abu Hurairah
Rasulullah. Disebutkan bahwasannya rasulullah SAW bersabda
هنع هطيمـلـن رأى به أذى ، فإن أحدكم مرآة أخيه ، فإ ‘Seorang mu’min merupakan cermin bagi mu’min lainnya, yang apabila ia melihat
pada aib pada diri saudaranya, ia memperbaikinya.31 (HR. At-tirmidzi)
5. Saling tolong menolong dalam kesenangan dan kesusahan.
(#θ çΡuρ$ yè s?uρ ’ n?tã Îh�É9 ø9$# 3“uθ ø)−G9$#uρ ( Ÿω uρ (#θ çΡuρ$ yè s? ’n?tã ÉΟøO M}$# Èβ≡uρ ô‰ãèø9$#uρ 4 (#θ à)¨?$#uρ ©!$# ( ¨β Î) ©!$# ߉ƒ ωx©
É>$ s)Ïèø9$# ∩⊄∪
….. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya
Q.S. Al-Maidah [5] ayat 2
Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan merupakan perintah Allah SWT,
baik dalam kondisi suka maupun duka. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW
mengungkapkan : Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda:
رأسه تداعى له سائر جسده نينمؤمـلا كىـشتا اجسد إذمثل المؤمن كمثل ال Perumpamaan orang-orang mu’min dalam hal kecintaan dan kasih sayang diantara
mereka adalah laksana satu tubuh, yang apabila terdapat salah satu anggota tubuhnya yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan merasakan sakit, dengan tidak dapat tidur dan demam.’32
(Musnad Akhmad)
31 Sunan at-tirmidzi Juz. 7 hal. 390 no hadis 2054 32 Abu abdullah ahmad bin bin hanbal bin hilal bin asad as-saibani Musnad akhmad (Libanon. Dar al-Fiqri. 1992) juz 40 Hal. 107 no. 18852 dan 18945
Setelah sebuah ‘pondasi’ (baik rumah, gedung, jembatan atau apapun itu yang
bersifat penguat di badian dasar) dibuat dengan kokoh, kuat dan tidak pudar maka perlu
usaha tambahan untuk merawat agar supaya pondasi tersebut tidak hanya bertahan dalam
beberapa saat saja atau hancur dalam hitungan tahun, bulan atau hari saja, diperlukan
perawatan extra agar supaya hal-hal tersebut tidak terjadi. Sama halnya dengan pilar atau
podasi ukhuwwah, ada perawatan khusus setelah dibangunnya pilar-pilar diatas sebagai
pondsi, adapun cara untuk mempererat tali ukhuwwah Terdapat beberapa cara untuk
dapat selalu menumbuhkan serta mempererat jalinan tali ukhuwwah yang terajut dengan
kuat. Diantaranya adalah:
a) Memberitahukan rasa ‘cinta’nya kepada saudaranya
Sebagagaiman diriwayatkan dari sanad yang shohih oleh Abu dawud dan at-
Tarmidzi. Dimana Nabi saw. Bersabda :
ـ إذا أحب الرجل أخاه فليخبره أنه يحبهك Apabia seseorang mencintai sauadaranya hendaklah mengkhabarkan kepadanya
“bahwa engkau mencintainya”33 (HR. Abu Daud)
b) Mendoakan Saudaranya
Dalam sebuah riwayat dikisahkan: Dari Abu Darda ra,
ما من عبد مسلم يدعو ألخيه بظهر الغيب إال قال الملك ولك بمثل tidak seorang hamba muslim berdoa untuk saudaranyadari kejauhan, melainkan
malaikat berkata”dan untukmu juga seperti itu”34 (HR. Muslim)
33 Abi daud sulaiman ibnu al-‘as ‘as as-sajastani al—azdi, Sunan Abi Dawud (Kairo Mesir. Dar al-Hadis. 1988) Juz 4 Hal. 495 no 5126 34 Shohih Muslim, juz 8 hal. 86 no hadis 7103
c) Memberikan Senyuman
Hal ini diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Dzar ra, Rasulullah SAW
mengatakan kepadaku,
نم نرقال تحأن لوئا وشي وفرعـت المبى ألق طخاك هجولق Janganlah kalian menganggap remeh satu perbuatan baik sedikitpun, meskipun
hanya memberikan senyuman (wajah yang ramah) kepada kepada saudaramu.35 (HR. Muslim)
d) Menjabat Tangan
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan: Dari Salman al-Farisi
ra, Rasulullah SAW bersabda:
ـ هديـب ذـخأف اهخأ ىقا لذإ ملسمـلا نإ يف رجـالش نم سابيـلا قرولا اتحـتت رحبلا دبز لـثا ممهوبنذ تانك نإ ا ومهـل رفـغ الإو فاصع موـي
Sesungguhnya seorang muslim, apabila ia bertemu dengan saudaranya muslim yang lainnya, kemudian ia menjabat tangannya, maka akan berguguranlah dosa keduanya sebagaimana bergugurannya dedaunan dari sebuah pohon yang telah kering di hari angin bertiup sangat kencang. Atau kalau tidak, dosa keduanya akan diampuni, meskipun sebanyak buih di lautan.36
(HR. Imam Baihaqi)
e) Berkunjung
Rasulullah SAW bersabda,
bahwa Allah berfirman, ‘Cinta-Ku wajib diberikan kepada orang yang saling mencintai karena-Ku, kepada yang saling duduk karena-Ku, kepada yang saling mengunjungi (bersilaturahim) karena-Ku, dan yang saling berlomba untuk berkorban karena-Ku.”
(HR. Ahmad bin Hambal)
f) Mengucapkan Selamat Pada Moment Tertentu
Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda:
35 Shohih Muslim, juz 8 hal. 37 no hadis 6857 36 Akhmad bin Husain al-baihaqi. Al-baihaqi. Juz VI halaman 437 No hadis. 8950
Barang siapa yang bertemu dengan saudaranya dengan sesuatu yang menyenangkannya untuk membahagiakannya, maka sungguh Allah akan membahagiakannya pada hari kiamat.
(HR. Tabrani dalam Mu’jam Shaghir, II/288)
g) Memberikan Hadiah
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengemukakan: Saling mencintai dan saling memberi hadiahlah kalian
(HR. Baihaqi & Tabrani)
h) Memberikan Perhatian Penuh Pada Kebutuhan Saudaranya
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
مفن نس عن ؤمك نمبرة مك نـلا بر موب يرك نم ةبرك هنع هللا سفـا نيدنـ رتس نمة ، ورخآلاا ويدنلي اف هيلع اهللا رسـي رسعى ملع رسي نم، و ةاميقــلامسلمتا ، سراهللا ه ي افنلدا ويلاآخرة .اهللاو فـي علا نوعبد ا كملا انعبد في عنو هيـخأ
‘Barang siapa yang melapangkan kesempitan dunia seorang mu’min, maka Alla akan melapangkan baginya kesempitan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi cela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut menolong saudaranya.
(HR. Muslim)
i) Melaksanakan Semua Hak-Hak Ukhuwwah.
Terdapat beberapa hal, yang menjadi hak seorang muslim dengan muslim
lainnya dalam berukhuwwah yang harus ditunaikan oleh setiap muslim.
Hak-hak tersebut akan dibahas dalam pembahasan berikut:
Dalam ukhuwwah terdapat hak-hak yang mesti dilaksanakan oleh sesama
muslim yang saling bersaudara karena Allah SWT. Diantara hak-hak
tersebut adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Rasulullah SAW
dalam sebuah haditsnya: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda,
‘Hak seorang muslim dengan muslim lainnya ada enam. Para sahabat bertanya, ‘Apa itu wahai Rasulullah SAW? Beliau menjwab, ‘apabila engkau bertemu dengannya ucapkanlah salam, apabila ia mengundangmu penuhilah, apabila ia minta nasehat darimu nasehatilah, apabila ia bersin doakanlah, apabila ia sakit tengoklah, dan apabila ia meninggal dunia maka ikutilah jenazahnya.”
(HR. Muslim)
(a) Mengucapkan Salam.
(b) Memenuhi Undangannya.
(c) Memberikan Nasehat.
(d) Mendoakan Ketika Bersin.
(e) Menengok Ketika Sakit.
(f) Mengikuti Jenazahnya Ketika Meninggal Dunia
Selain keenam hak ini, juga masih terdapat hak lainnya, yaitu sebagaimana
yang terdapat dalam sebuah hadits: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW
bersabda,
‘Barang siapa yang melapangkan kesempitan dunia seorang mu’min, maka Allah akan melapangkan baginya kesempitan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi cela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut menolong saudaranya.
(HR. Muslim)
Dari hadits ini dapat di ambil beberapa poin penting, bahwa hak seorang
muslim terhadap muslim lainnya adalah :
(g) Memperhatikan dan peduli terhadap kebutuhan dan kesusahannya.
(h) Menutupi aib atau kekurangan yang dimilikinya
E. Upaya Nabi Dalam Menciptakan Ukhuwwah
Pada saat turun perintah untuk berhijrah dari mekkah ke Yatsrib (sebelum di ganti
menjadi Madinah), Nabi Muhammad saw. bukan hanya lepas dari gertakan, gangguan,
dan ancaman pembunuhan ataupun percobaan pembunuhan dari kaum Kafir, Quraish di
mekkah secara otomatis. Akan tetapi Nabi Muhammad saw. juga masih menghadapi
beberapa masalah di Madinah, dimana kita ketahui keberadaan kota Madinah pembagian
menurut genealogi maupun etnis dan keyakinan terbagi kedalam beberapa kelompok
sosial yang saling berbeda dalam cara berfikir dan kepentingan.
Heterogensi penduduk Madinah juga dapat dibedakan dari hal etnis dan bangsa, asal
daerah dan ekonomi, agama dan keyakinan, serta adat kebiasaaan, dimana kondisi ini
menyebabkan tiap golongan memiliki cara berfikir dan bertindak dalam mewujudkan
sesuatu yaitu sendiri-sendiri sesuai degan filosofi hidupnya yang dipengaruhi oleh
keyakinan dan kultur yang dianutnnya, dan tuntutan situasi.
Maka dengan kondisi ini Nabi Muhammad saw. menghadapi masalah baru untuk
menyatukan mereka untuk menghindari perpecahan, kekisruhan, keributan bahkan
sampai peperangan, dimana kita kenal jasa beliau dengan Piagam Madinah-nya, simbol
kesuksesan beliau dalam menyatukan semua elemen masyarakat Madinah yang ada
didalamnya. Sebagaimana kita tahu bahwa nabi Muhammad saw. tidak hanya berkata
dalam memberikan tauladan tapi aplikasi dan realisasi nyata dengan pengamalan dan
tindakan beliau contohkan sebagai suri tauladan yang baik untuk umat dan masyarakat
disekitarnya.
Seorang Yahudi memberikan kesaksian sebagai berikut: ketika rasulullah saw. Baru
saja tiba dimadinah. saya segera menemuinya. Dari wajah beliau saya mengetahui bahwa
beliau bukanlah seorang pendusta. Dan yang pertama-tama dikatakan oleh beliau:
ا أيـيا النهشفأ اسلا اوالسم وـأطعـلطا اوعام ولصألا اورامح ولصالا بوللي اسالنو نيت املخدلا اوب ةنجمالس
wahai manusia sebarluaskan salam, berilah makan orang-orang yang kelaparan, jagalah hubungan silaturrahmi, dirikanlah sholat dimalam hari, saat orang lain sedang nyenyak tidur.. (dengan demikian) kalian akan masuk suarga,37
(Sunan Ibnu Majah)
Lebih jauh Abdullah bin Salam menuturkan: beliau juga berkata
أمال ي ننة مخل الجدال ي هارج ن Tidak akan masuk surga bagi orang yang tidak memberikan rasa aman bagi tetangganya38
(Shokhih Muslim)
هديو هانلس نم ونملسالم ملس نم ملسالم Orang muslim adalah Orang yang yang kaum muslimin (sesamanya) aman dari gangguan lidah dan tangannya (perbuatannya)
(H.R an-Nasai)
Islam memberikan sebuah warisan peradaban yang dikukuhkan dalam sebuah
syariat (tatanan, hukum atau undang-undang) dimana batu pertama yang nabi letakkan
sebagai pondasi dimasa awal nabi menginjak kota yatsrib adalah ukhuwwah, dimana
orang tidak akan sempurna imannya sebelum ia dapat mencintai saudaranya, seperti ia
mencintai dirinya sendiri,39 dan sebelum persaudaraan demikian itu dapat mencapai
kebaikan dan rasa kasih sayang tanpa suatu sikap lemah dan mudah menyerah.
Ada orang yang bertanya pada nabi Muhammad saw. “perbuatan apakah yang baik
didalam Islam?” kemudian ia menjawab:
37 Sunan Ibnu Majah Juz. 4 hal. 230 no Hadis. 1324 38 Shohih Muslim, Juz 4 hal. 49 no hadis 181 39 Shokhih al-Bukhori juz.1 hal. 29 no hadis.13
متطع أ الستقرو امتالالطع لم نمفت ورع نلى مع رفمع Sudi memberikan makan, dan sudi memberikan salam kepada orang yang kau kenal dan yang tidak kau kenal.40
(HR. an-Nasai)
Dan pengukuhan tentang pondasi persaudara, nabi juga mengutarakan pada saat khutbah
pertama seaat sampai di Yatsrib
دجي مل نمو لعفيلف ةرمـت نم ةقـشب ولو ارـالن نم ههجو يقي نأ اعطتسا نمف فعض ةائمعبى سلا إلهاثمأ رشع ةنسحلي ازجها تب نإف ةبيـط ةلمـكـبف
Barang siapa yang dapat melindungi mukanya dari api neraka sekalipun hanya dengan sebutir kurma, lakukanlah itu, kalaupun itu tidak ada, maka dengan kata-kata yang baik. Sebab dengan itu. Kebaikan yang kau lakukan mendapat balasan 10 kali lipat sampai 700 lipat.
Dikhutbah kedua, nabi berpesan untuk berimbang dalam menjalankan hak baik
terhadap Allah ataupun terhadap sesama manusia diantara khutbah beliau, dan saling
mencintaipun tidak lepas dari pesan beliau41
ا م حالص ا اهللاوقدصاو. هاتقـت قح هوـقـاتا وئيش ها بوـكرشـت الا اهللا وودبعا هدـهع ثكني نأ بضغي اهللا نإ مكنـيـاهللا ب وحرا بوابحتكم، واهوفأب نوـلوـقت
Beribadatlah kamu sekalian, kepada Allah dan jangnlah kalian mempersekutukan-Nya, dengan apapun. Benar-benar takutlah kamu kepadanya. Hendaklah kamu jujur terhadap apa yang kau katakan baik itu; dan dengan ruh Allah hendaklah kamu sekalian saling cinta mencintai, Allah sangat murka terhadap orang yang melanggar janjinya sendiri.
Begitulah Nabi Muhammad menyampaikan pesan-pesan persahabatan dengan pilar-
pilar penunjang terwujudnya Ukhuwwah kepada para sahabat-sahabatnya, baik melalui
Mimbar khutbah jumat, ceramah ataupun melalui dialog-dialog.
Kelenturan syariat Islam sangat amat dirasakan oleh penduduk kaum Yatsrib, itu
semu dapat dilihat dan dibuktikan dengan harmonisnya hubungan masyarakat Yatsrib,
40 Shokhih Muslim, Juz, 15 hal. 191 no hadis. 4914 41 Muhammad Husain haikal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta, Pstaka Litera antar Nusa, 1990) cet ke 11. 208
yang notabene penduduknya sangat beragam dan bermacam-macam. Dan sampai
akhirnya terbentuklah Madinah al-Munawarroh sebagai sebuah bentuk negara yang telah
mencapai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur yang telah dirintis oleh nabi dan
sahabat-sahabatnya melalui bimbingan Islam.
BAB III
AYAT-AYAT UKHUWWAH DALAM AL-QURÂN
A. Lafad-Lafad Ukhuwwah Dalam Al-Qurân
Persaudaraan atau dikenal dalam Islam dengan akh, ikhwan dan Ukhuwwah adalah
pondasi dasar dari pewujudan toleransi, saling menghormati, menghargai dan upaya
wujud dari perdamaian dunia. Dan ajaran itu ada dalam Islam dan tertuang dalam al-
Qurân. Persaudaraan didalm al-Qurân dikenal dalam al-Qurân dengan kata akh dalam
bentuk mufrod-nya (tunggal), sedangkan dalam bentuk jama’ terdapat dua bentuk yaitu
ukhuwwah dengan ihhwan.
Menurut bapak M. Quraish Shihab dalam bukunya membumikan al-Qurân, kata akh
dalam bentuk mufrod kurang lebih terulang 52 kali, baik dalam bentuk mudazkar ataupun
muannas, pernyataan beliau mengenai jumlah, hampir sama degan apa yang terdapat
dalam kitab kamus Indeks al-Qurân karangan DR. Azharuddin Sahil, dimana kata akh ini
memiliki dua arti (maksud) yaitu sebagian akh dengan makna “saudara seketurunan”
(sedarah/seibu) dan sebagian lagi “saudara yang bukan seketurunan”, seperti
persaudaraan dengan ikatan seiman atau seagama.
Adapun contoh saudara yang seketurunan banyak sekali ditemukan pada ayat-ayat
yang berbicara tentang waris seperti pada surat an-nisa [4] ayat 12 disitu kata akh
terulang sebanyak dua kali dalam bentuk mudzakar dan muannas yaitu
ρu)Îβ .x%χš ‘u_ã≅× ƒãθ‘uß 2Ÿ=n≈#s'» &rρÍ #$Βø�t&rο× ρu!s&ã…ÿ &rî &rρ÷ &éz÷M× ùs=Î3ä≅eÈ ρu≡nω7 ΒiÏΨ÷γßϑy$ #$9¡�‰ßâ 4 jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
Pada surat yang sama yaitu QS. an-nisa ayat 176, dan juga disebutkan pada surat
yang lain. Dan contoh saudara yang bukan seketurunan contohnya pada surat al-a’rof [7]
ayat 65 dan lain-lain
Sedangkan dalam bentuk jama’ dari akar kata akh ini ada dua macam yaitu ikhwan
Kata Ikhwan dalam al-Qurân ditemukan 22 kali, dimana .(إRiاk) dan ikhwah (إRiان)
korelasinya dengan kata hampir selalu berdampingan dengan kata al-din, kata ini
ditunjukan pemaknaannya kepada persaudaraan dalam arti tidak sekandung.
Dan kata ikhwah terdapat dalam al-Qurân sebanyak 7 kali, kata Ikhwah ini
ditujukkan untuk makna persaudaraan seketerunan, terkecuali pada surat al-Hujurat [49]
ayat 10, dalam ayat ini menunjukkan persaudaraan bukan seketerunan tapi persaudaraan
seagama.
Persaudaraan didalam al-Qurân bukan berulang sekali atau dua kali dalam pe-
lafadzan-nya, itu setidaknya memberikan peringatan dan bukti betapa penting dan
urgennya akan perealisasian ukhuwwah dalam sebuah kehidupan.
Sebagai pelengkap data, penulis akan melampirkan beberapa data tambahan pe-
lafadzan akh dalam ragam penggunaannya dalalam al-Qurân yang terdapat dalam kitab
al-mu’jam al-mufahros li al-fâd al-Qurân. disamping telah diungkapan oleh prof. M.
Quraish Shihab dalam bentuk mufrod (yang mudzakkar dan muannas), jamak (ikhwan
dan ukhwahnya), oleh beliau Muhammad Fuad Abdul baqi merangkung kata akh dalam
berbagai bentuk, dibawah ini akan terlampir.1
1 Muhammad Fuad Abdul baqi, al-Mu’jam al-Mufahros, (Istanbl Turki, Al-Maktab Al-Islamiyah ) cet. I hal. 30
No Kontek Q.S Ayat Lafadz 1
اخAn-Nisa [4] 12 ÿ… ã&s!uρ îˆr& ÷ρr& ×M÷zé& Èe≅ä3Î=sù 7‰Ïn≡ uρ $yϑßγ ÷Ψ ÏiΒ â¨ ß‰�¡9 $#
2
An-Nisa [4] 23 öΝ ä3çG≈ n=≈ yzuρ ßN$oΨ t/ uρ ˈF{ $# ßN$oΨ t/ uρ ÏM÷zW{ $#
3
Yusuf [12] 59 $£ϑs9 uρ Ν èδt“ £γ y_ öΝ ÏδΗ$ yγ pg ¿2 tΑ$s% ’ÎΤθçGøD $# 8ˆr'Î/ Ν ä3©9
ô ÏiΒ öΝ ä3‹Î/ r& 4 Ÿ 4
Yusuf [12] 77 * (# þθä9$s% βÎ) ø− Ì�ó¡o„ ô‰s) sù s− t�y™ Óˆr& … ã&©! ÏΒ ã≅ ö6 s% 4
5 Miا
Al-ahqof [46] 21 * ö�ä. øŒ $# uρ % s{ r& >Š% tæ øŒ Î) u‘ x‹Ρ r& … çµ tΒöθs% Å∃$s) ômF{ $$Î/
6
MmMiا
Yusuf [12] 63 $tΡ$ t/ r'‾≈ tƒ yì ÏΖãΒ $ΖÏΒ ã≅øŠs3ø9 $# ö≅ Å™ ö‘ r'sù !$oΨ yètΒ $tΡ$ yzr&
ö≅ tGò6 tΡ
7
Yusuf [12] 65 $£ϑs9 uρ (#θßs tGsù óΟ ßγ yè≈ tFtΒ ç�� ÏϑtΡ uρ $uΖn=÷δ r& àáx� øt wΥuρ
$tΡ% s{ r& ߊ# yŠ÷“ tΡuρ Ÿ≅ ø‹x. 9�� Ïèt/
8
kMiا
Al-a’rof [7] 111 (# þθä9$s% ÷µ Å_ö‘ r& çν% s{ r& uρ ö≅ Å™ ö‘ r& uρ ’ Îû ÈÉ!# y‰yϑø9 $#
tÎ�ų≈ ym ∩⊇⊇⊇∪
9
Yusuf [12] 69 $£ϑs9 uρ (#θè=yzyŠ 4’ n?tã y#ß™θム#”uρ# u ϵ ø‹s9 Î) çν$yzr&
10
Yusuf [12] 76 $tΒ tβ% x. x‹è{ ù'uŠÏ9 çν$yz r& ’ Îû ÈÏŠ Å7Î=yϑø9 $# HωÎ) βr& u!$t±o„ ª!$# 4
11
Maryam [19] 53 $oΨ ö7 yδuρuρ … çµ s9 ÏΒ !$uΖÏFuΗ÷q §‘ çν% s{ r& tβρã�≈ yδ $wŠÎ; tΡ
12
Al-Mukminun [23] 45 §Ν èO $uΖù=y™ ö‘ r& 4†y›θãΒ çν$yzr& uρ tβρã�≈ yδ $uΖÏG≈ tƒ$t↔Î/
9≈ sÜ ù=ß™ uρ AÎ7 •Β
13
Al-Furqon [25] 35 ô‰s) s9 uρ $oΨ ÷� s?# u y›θãΒ |=≈tFÅ6 ø9 $# $oΨ ù=yèy_uρ ÿ… çµ yètΒ
çν% s{ r& šχρã�≈ yδ # \�ƒ Ηuρ
14
As-Su’aro [26] 36 (# þθä9$s% ÷µ Å_ö‘ r& çν% s{ r& uρ ô] yèö/ $# uρ ’Îû ÈÉ!# y‰yϑø9 $#
tÎ�ų≈ ym
15
nهMiا
Al-A’rof [7] 65 * 4’ n<Î) uρ >Š% tæ ôΜ èδ% s{ r& # YŠθèδ 3 tΑ$s% ÉΘöθs)≈ tƒ (#ρ߉ç7 ôã$#
©!$# $tΒ / ä3s9 ô ÏiΒ >µ≈ s9 Î) ÿ… çν ç�ö� xî
16
Al-A’rof [7] 73 4’ n<Î) uρ yŠθßϑrO öΝ èδ% s{ r& $[sÎ=≈ |¹ 3 tΑ$s% ÉΘöθ s)≈ tƒ
(#ρ߉ç7 ôã$# ©!$#
17
Huud [11] 85 4’ n<Î) uρ štô‰tΒ öΝ èδ% s{ r& $Y7 øŠyèä© 3 tΑ$s% ÉΘöθs)≈ tƒ
(#ρ߉ç7 ôã$# ©!$#
18
Huud [11] 50 4’ n<Î) uρ >Š% tæ öΝ èδ% s{ r& # YŠθèδ 4 tΑ$s% ÉΘöθs)≈ tƒ (#ρ߉ç6 ôã$# ©!$#
19
Huud [11] 61 * 4’ n<Î) uρ yŠθßϑrO öΝ èδ% s{ r& $[sÎ=≈ |¹ 4 tΑ$s% ÉΘöθs)≈ tƒ
(#ρ߉ç6 ôã$# ©!$#
20
Hud [11] 84 * 4’ n<Î) uρ ttô‰tΒ óΟ èδ% s{ r& $Y6 ø‹yèä© 4 tΑ$s% ÉΘöθs)≈ tƒ
(#ρ߉ç7 ôã$# ©!$#
21
An-Namel [27] 45 ô‰s) s9 uρ !$oΨ ù=y™ ö‘ r& 4’ n<Î) yŠθßϑrO öΝ èδ% s{ r& $�sÎ=≈ |¹ Èβr& (#ρ߉ç7 ôã$# ©!$#
22
Al-Ankabut [29] 36 4’ n<Î) uρ štô‰tΒ öΝ èδ% s{ r& $Y7 øŠyèä© tΑ$s) sù ÉΘöθs)≈ tƒ
(#ρ߉ç6 ôã$# ©!$#
23
اRiك
Yusus [12] 69 tΑ$s% þ’ ÎoΤÎ) O$tΡr& x8θäzr& Ÿξsù ó§Í≥tFö; s? $yϑÎ/ (#θçΡ$Ÿ2
šχθè=yϑ÷ètƒ
24
Tooha [20] 42 ó= yδøŒ $# |MΡr& x8θäzr& uρ ÉL≈ tƒ$t↔Î/ Ÿωuρ $u‹Ï⊥ s? ’ Îû “Ì�ø. ÏŒ
25 kRiا
Yusuf [12] 8 øŒ Î) (#θä9$s% ß#ß™θã‹s9 çνθäzr& uρ �= ymr& #’ n<Î) $oΨŠÎ/ r& $Ψ ÏΒ
26 nهRiا
As-Syuaro [26] 106 øŒ Î) tΑ$s% öΝ çλm; óΟ èδθäzr& îyθçΡ Ÿωr& tβθà) −Gs? ∩⊇⊃∉∪
27
As-Syuaro [26] 124 øŒ Î) tΑ$s% öΝ çλm; öΝ èδθäz r& îŠθèδ Ÿωr& tβθà) −Gs? ∩⊇⊄⊆∪
28
As-Syuaro [26] 142 øŒ Î) tΑ$s% öΝ çλm; öΝ èδθäz r& ìxÎ=≈ |¹ Ÿωr& tβθà) −Gs? ∩⊇⊆⊄∪
29
As-Syuaro [26] 161 øŒ Î) tΑ$s% öΝ çλm; öΝ èδθäz r& îÞθä9 Ÿωr& tβθà) −G s? ∩⊇∉⊇∪
30
riا
Al-Maidah [5] 25 tΑ$s% Éb>u‘ ’ÎoΤÎ) Iω à7Î=øΒr& āωÎ) Ťø� tΡ Å�r& uρ ( ø− ã�øù$$sù
$sΨ oΨ ÷� t/ š 31
Al-Maidah [5] 31 ßN÷“ yftãr& ÷βr& tβθä. r& Ÿ≅ ÷WÏΒ # x‹≈ yδ É># {�äóø9 $# y“Í‘≡ uρé'sù
nο uöθ y™ Å�r&
32
Al-A’rof [7] 151 tΑ$s% Éb>u‘ ö�Ï� øî$# ’ Í< Å�L{ uρ $oΨ ù=Åz÷Š r& uρ †Îû
y7ÏGuΗ÷q u‘ (
33
Yusuf [12] 90 (( tΑ$s% O$tΡ r& ß#ß™θム!# x‹≈ yδ uρ Å�r& ( ô‰s% �∅tΒ ª!$#
!$uΖøŠn=tã ( 34
Thoha [20] 30 tβρã�≈ yδ Å�r& ∩⊂⊃∪
35
Al-Qoshos [28] 34 Å�r& uρ Üχρã�≈ yδ uθèδ ßx|Áøùr& Íh_ÏΒ $ZΡ$|¡Ï9 ã&ù#Å™ ö‘ r' sù
zÉë tΒ # [÷Š Í‘ û 36
Shood [38] 23 ¨βÎ) !# x‹≈ yδ Å�r& … çµ s9 Óìó¡Î@ tβθãèó¡Î@uρ Zπ yf÷ètΡ u’ Í<uρ
×π yf÷ètΡ ×ο y‰Ïn≡ uρ
37
sciا
Al-Qoshos [28] 35 tΑ$s% ‘‰à± t⊥ y™ x8y‰àÒtã y7‹Åzr'Î/ ã≅ yèøg wΥuρ $yϑä3s9
$YΖ≈ sÜ ù=ß™
38
uciا
Al-Qurân-Baqoroh [2] 178 4 ô yϑsù u’ Å∀ãã … ã&s! ô ÏΒ ÏµŠÅzr& Öóx« 7í$ t6 Ïo?$$sù
Å∃ρã�÷èyϑø9 $$Î/
39
Al-Maidah [5] 30 ôMtã§θsÜ sù … çµ s9 … çµ Ý¡ø� tΡ Ÿ≅ ÷Fs% ϵŠ Åzr& … ã&s#tG s) sù
yxt6 ô¹r'sù z ÏΒ šÎ�Å£≈ sƒ ø:$# ∩⊂⊃∪
40
Al-Maidah [5] 31 ß] ysö7 tƒ ’ Îû ÇÚ ö‘ F{ $# … çµ tƒ Î�ã� Ï9 y#ø‹x. ”Í‘≡ uθムnο uöθy™
ϵ‹ Åzr&
41
Al-A’rof [7] 142 tΑ$s%uρ 4y›θãΒ ÏµŠ ÅzL{ šχρã�≈ yδ Í_ø� è=÷z$# ’ Îû ’ ÍΓöθs% ôxÎ=ô¹r& uρ
42
Al-A’rof [7] 150 ’ s+ ø9 r& uρ yy# uθø9 F{ $# x‹s{ r& uρ Ĩ ù& t�Î/ ϵ‹ Åzr& ÿ… çν ”�èg s† ϵ ø‹s9 Î) 4
43
Yunus [10] 87 !$uΖø‹ym÷ρr& uρ 4’ n<Î) 4y›θãΒ Ïµ‹ Åzr& uρ βr& # u§θt7 s? $yϑä3ÏΒöθs) Ï9
u�óÇÏϑÎ/ $Y?θã‹ç/
44
Yusuf [12] 64 tΑ$s% ö≅ yδ öΝ ä3ãΨ tΒ# u ϵ ø‹n=tã āωÎ) !$yϑŸ2 öΝ ä3çGΨ ÏΒr&
#’ n?tã ϵ‹Åzr& ÏΒ ã≅ ö6 s% ( 45
uci ا
Yusuf [12] 70 $£ϑn=sù Ν èδt“ £γ y_ öΝ ÏδΗ$ yγ pg ¿2 Ÿ≅ yèy_ sπ tƒ$s) Åb¡9 $# ’Îû È≅ ômu‘ ϵ‹ Åzr&
46
Yusuf [12] 76 r& y‰t6 sù óΟ Îγ ÏGu‹Ïã÷ρr'Î/ Ÿ≅ ö6 s% Ï!% tæÍρ ϵ‹ Åzr&
47
Yusuf [12] 76 §Ν èO $yγ y_t�÷‚tGó™ $# ÏΒ Ï!% tæÍρ ϵ‹ Åzr& 4 48
Yusuf [12] 87 ¢Í_t7≈ tƒ (#θç7 yδøŒ $# (#θÝ¡¡¡ ystFsù ÏΒ y#ß™θムϵŠ Åzr& uρ
49
Yusuf [12] 89 tΑ$s% ö≅ yδ Λ ä ôϑÎ=tæ $Β Λ äù=yè sù y#ß™θã‹Î/ ϵ‹ Åzr& uρ øŒÎ) óΟ çFΡr& šχθè=Îγ≈ y_ ∩∇∪
50
Al-Hujarot [49] 12 4 �= Ïtä†r& óΟ à2߉ tnr& βr& Ÿ≅ à2ù' tƒ zΝ óss9 ϵŠ Åzr&
$\GøŠtΒ çνθßϑçF÷δÌ�s3sù
51
Al-Mu’arij [70] 12 ϵ ÏGt6 Ås≈ |¹uρ ϵŠ Åzr& uρ ∩⊇⊄∪
52
Abasa [80] 34 tΠ öθtƒ ”�Ï� tƒ âö�pRùQ $# ô ÏΒ Ïµ‹ Åzr& ∩⊂⊆∪
53
nw]Riا
Al-Hujerot [49] 10 $yϑ‾ΡÎ) tβθãΖÏΒ÷σ ßϑø9 $# ×ο uθ÷zÎ) (#θßsÎ=ô¹r' sù t÷t/ ö/ ä3÷ƒ uθyzr& 4 (#θà) ¨?$# uρ ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tβθçΗxq ö�è? ∩⊇⊃∪
54 اRiان
Al-Isro [17] 27 ¨βÎ) tÍ‘ Éj‹t6 ßϑø9 $# (# þθçΡ% x. tβ≡ uθ÷zÎ) ÈÏÜ≈ u‹¤±9 $# ( tβ% x. uρ
ß≈ sÜ ø‹¤±9 $#
55
Qoof [50] 13 ׊% tæuρ ãβöθtãö�Ïùuρ ãβ≡ uθ÷zÎ) uρ 7Þθä9 ∩⊇⊂∪
56 MmاRiا
Al-Qurân-Imron [3] 103 y#©9 r'sù t÷t/ öΝ ä3Î/θè=è% Λä óst7 ô¹r'sù ÿ ϵÏFuΚ÷èÏΖÎ/ $ZΡ≡ uθ÷zÎ) 57
Al-hijr [15] 47 $oΨ ôãt“ tΡuρ $tΒ ’ Îû Ν ÏδÍ‘ρ߉߹ ô ÏiΒ @e≅ Ïî $ºΡ≡ uθ÷zÎ) 4’ n?tã
9‘ ã�ß™ t, Î#Î7≈ s) tG•Β ∩⊆∠∪
58
nwmاRiا
Al-Baqoroh [2] 220 ( βÎ) uρ öΝ èδθäÜ Ï9$sƒ éB öΝä3çΡ≡ uθ÷zÎ* sù 4 ª!$# uρ ãΝ n=÷ètƒ
y‰Å¡ø� ßϑø9 $# z ÏΒ
59
At-Taubah [9] 11 βÎ* sù (#θç/$s? (#θãΒ$ s%r& uρ nο 4θn=¢Á9 $# (# âθs?# uuρ nο 4θŸ2“9 $#
öΝ ä3çΡ≡ uθ÷zÎ* sù
60
At-Taubah [9] 23 Ÿω (# ÿρä‹Ï‚−Fs? öΝ ä. u!$t/# u öΝ ä3tΡ≡ uθ÷zÎ) uρ u!$uŠÏ9 ÷ρ r& ÈβÎ) (#θ™6 ystGó™ $# t�ø� à6 ø9 $#
61
At-Taubah [9] 24 ö≅ è% βÎ) tβ% x. öΝ ä. äτ!$t/# u öΝ à2äτ!$oΨ ö/ r& uρ öΝ ä3çΡ≡ uθ÷zÎ) uρ
ö/ ä3ã_≡ uρø—r& uρ
62
An-Nur [24] 61 ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 Í←!$t/# u ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ ä3ÏG≈ yγ ¨Βé& ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 ÏΡ≡ uθ÷zÎ)
63
Al-Ahzab [33] 5 4 βÎ* sù öΝ ©9 (# þθßϑn=÷ès? öΝ èδu!$t/# u öΝ à6 çΡ≡ uθ÷zÎ* sù ’ Îû ÈÏe$!$# öΝ ä3‹Ï9≡ uθtΒuρ 4
64 MxmاRiا
Al-Haser [59] 10 $uΖ−/ u‘ ö�Ï� øî$# $oΨ s9 $oΨ ÏΡ≡ uθ÷z\}uρ šÏ% ©!$# $tΡθà) t7 y™
Ç≈ yϑƒ M}$$Î/
65 nymاRiا
Ali-Imron [3] 156 Ÿω (#θçΡθä3s? tÏ% ©!$% x. (#ρã�x� x. (#θä9$s%uρ öΝÎγ ÏΡ≡ uθ÷z\}
66
Ali-Imron [3] 168 tÏ% ©!$# (#θä9$s% öΝ Íκ ÍΞ≡uθ÷z\} (#ρ߉yè s%uρ öθs9 $tΡθãã$sÛr& $tΒ (#θè=ÏFè% 3
67
Al-An’am [6] 87 ô ÏΒuρ óΟ ÎγÍ←!$t/# u öΝ Íκ ÉJ≈ −ƒ Íh‘èŒ uρ öΝ Íκ ÍΞ≡uθ÷zÎ) uρ ( ÷Λ àι≈ uΖ÷� t7 tGô_$# uρ
68
Al-A;rof [7] 202 öΝ ßγ çΡ≡ uθ÷zÎ) uρ öΝ åκ tΞρ‘‰ßϑtƒ ’ Îû Äcxöø9 $# ¢Ο èO Ÿω tβρç�ÅÇø) ãƒ
∩⊄⊃⊄∪
69
Al-Ahzab [33] 18 * ô‰s% ÞΟ n=÷è tƒ ª!$# tÏ%Èhθyèßϑø9 $# óΟ ä3ΖÏΒ t, Î#Í←!$s) ø9 $# uρ
öΝ Îγ ÏΡ≡ uθ÷z\} §Ν è=yδ $uΖøŠs9 Î) ( 70
Al-Mujadalah [58] 22 öθs9 uρ (# þθçΡ% Ÿ2 öΝ èδu!$t/# u ÷ρr& öΝ èδu!$oΨ ö/ r& ÷ρr& óΟ ßγ tΡ≡ uθ÷zÎ)
÷ρr& öΝ åκ sEu�� ϱ tã
71
Al-Haser [59] 11 * öΝ s9 r& t�s? ’ n<Î) šÏ% ©!$# (#θà) sù$tΡ tβθä9θà) tƒ
ÞΟ Îγ ÏΡ≡ uθ÷z\} tÏ% ©!$# (#ρã�x� x.
72
z{ـymاRiا
AN-Nur [24] 31 ÷ρr& �∅Îγ Í←!$oΨ ö/ r& ÷ρr& Ï!$oΨ ö/ r& �∅Îγ ÏGs9θãèç/ ÷ρr& £ Îγ ÏΡ≡ uθ÷zÎ)
73
An-Nur [24] 31 ÷ρr& ûÍ_t/ �∅Îγ ÏΡ≡ uθ÷zÎ) ÷ρr& ûÍ_t/ £ Îγ Ï?≡ uθyzr& ÷ρr& £ Îγ Í←!$|¡ÎΣ
74
Al-Ahzab [33] 55 āω yy$uΖã_ £ Íκ ö� n=tã þ’Îû £ Íκ É″!$t/# u Iωuρ £ Îγ Í←!$uΖö/ r& Iωuρ
£ Íκ ÍΞ≡uθ÷zÎ) 75
Al-Ahzab [33] 55 Iωuρ Ï!$uΖö/ r& £ Íκ ÍΞ≡uθ÷zÎ) Iωuρ Ï!$oΨ ö/ r& £ ÎγÏ?≡ uθyzr& Ÿωuρ
£ Îγ Í←!$|¡ÎΣ 76
اRiة
An-Nisa [4] 11 4 βÎ* sù tβ% x. ÿ… ã&s! ×ο uθ÷zÎ) ϵ ÏiΒT|sù ⨠߉�¡9 $# 4 . ÏΒ Ï‰÷è t/
7π §‹Ï¹uρ
77
An-Nisa [4] 176 4 βÎ) uρ (# þθçΡ% x. Zο uθ÷zÎ) Zω% y Íh‘ [!$|¡ÎΣuρ Ì�x. ©%#Î=sù ã≅ ÷WÏΒ
Åeáym È÷u‹s[ΡW{ $#
78
Yusuf [12] 58 u!$y_uρ äο uθ÷zÎ) y#ß™θム(#θè=yzy‰sù ϵ ø‹n=tã óΟ ßγ sùt�yèsù
79
Al-Hujerot [49] 10 $yϑ‾ΡÎ) tβθãΖÏΒ÷σ ßϑø9 $# ×ο uθ÷zÎ) (#θßsÎ=ô¹r' sù t÷t/ ö/ ä3÷ƒ uθyzr&
80
s}اRiا
Yusuf [12] 5 Ÿω óÈÝÁø) s? x8$tƒ öâ‘ #’ n?tã y7Ï?uθ÷zÎ) (#ρ߉‹Å3uŠsù y7s9
# ´‰øŠx.
81
u}اRiا
Yusus [12] 7 * ô‰s) ©9 tβ% x. ’ Îû y#ß™θムÿ ϵ Ï?uθ÷zÎ) uρ ×M≈ tƒ# u
t, Î#Í←!$¡¡=Ïj9 ∩∠∪
82 r}اRiا
Yusuf [12] 100 . ÏΒ Ï‰÷è t/ βr& søt“ ‾Ρ ß≈ sÜ ø‹¤±9 $# Í_ø‹t/ t÷t/ uρ þ†ÎAuθ÷zÎ)
83 �iا
An-Nisa [4] 12 ã&s!uρ îˆr& ÷ρr& ×M÷zé& Èe≅ ä3Î=sù 7‰Ïn≡ uρ $yϑßγ ÷Ψ ÏiΒ â¨ ß‰�¡9 $#
84
An-Nisa [4] 23 ßN$oΨ t/ uρ ˈF{ $# ßN$oΨ t/ uρ ÏM÷zW{ $# ãΝ à6 çF≈ yγ ¨Βé& uρ
ûÉL≈ ©9 $# öΝ ä3oΨ ÷è|Êö‘ r& Ν à6 è?≡ uθyz r& uρ š∅ÏiΒ Ïπ yè≈ |ʧ�9 $#
85
An-Nisa [4] 176 ÈβÎ) (# îτâ÷ö∆$# y7n=yδ }§øŠs9 … çµ s9 Ó$ s!uρ ÿ… ã&s!uρ ×M÷zé& $yγ n=sù
ß#óÁÏΡ $tΒ x8t�s?
86
Maryam [19] 28 |M÷zé'‾≈ tƒ tβρã�≈ yδ $tΒ tβ% x. Ï8θç/ r& r& t�øΒ$# &öθy™ $tΒuρ
ôMtΡ% x. Å7•Βé&
87
sـ�iا
Thoha [20] 40 øŒ Î) ûÅ ôϑs? š�çG÷zé& ãΑθà) tGsù ö≅ yδ ö/ ä3—9 ߊ r& 4’ n?tã tΒ
… ã&é#à� õ3tƒ
88
u�ـiا
Al-Qoshos [28] 11 ôMs9$s%uρ ϵÏG÷zT{ ϵ‹ Å_Áè% ( ôNu�ÝÇt7 sù ϵ Î/ tã 5= ãΖã_
89 Myـ�iا
Al-A’rof [7] 38 ( $yϑ‾=ä. ôMn=yzyŠ ×πΒé& ôMuΖyè©9 $pκ tJ÷zé& ( 90
Az-Zukhruf [43] 48 $tΒuρ Ο ÎγƒÌ�çΡ ô ÏiΒ >π tƒ# u āωÎ) }‘ Ïδ ç�t9ò2r& ô ÏΒ $yγ ÏF÷zé&
( 91
ا iـ�ـcـ}
An-Nisa [4] 23 βr& uρ (#θãèyϑôfs? š÷t/ È÷tG÷zW{ $# āωÎ) $tΒ ô‰s%
y#n=y™ 3 92
nw}اRiا
An-Nisa [4] 23 ôMtΒÌh�ãm öΝ à6 ø‹n=tã öΝ ä3çG≈ yγ ¨Βé& öΝ ä3è?$oΨ t/ uρ
öΝ à6 è?≡ uθyz r& uρ
93
An-Nisa [4] 23 ãΝ à6 çF≈ yγ ¨Βé& uρ ûÉL≈ ©9 $# öΝ ä3oΨ ÷è|Êö‘ r& Ν à6 è?≡ uθyzr& uρ
š∅ÏiΒ Ïπ yè≈ |ʧ�9 $#
94
An-Nur [24] 61 ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 ÏΡ≡ uθ÷zÎ) ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 Ï?≡ uθyzr& ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 Ïϑ≈ uΗùår& ÷ρr& ÏNθã‹ç/ öΝ à6 ÏG≈ ¬Ηxå
95
z{ــy}اRiا
An-Nur [24] 31 ÷÷ρr& ûÍ_t/ £ Îγ Ï?≡ uθyzr& ÷ρr& £ Îγ Í←!$|¡ÎΣ ÷ρr& $tΒ ôMs3n=tΒ
£ ßγ ãΖ≈ yϑ÷ƒ r&
96
Al-Ahzab [33] 55 Iωuρ Ï!$uΖö/ r& £ Íκ ÍΞ≡ uθ÷zÎ) Iωuρ Ï!$oΨ ö/ r& £ ÎγÏ?≡ uθyzr& Ÿωuρ
£ Îγ Í←!$|¡ÎΣ Ÿωuρ $tΒ ôMx6 n=tΒ £ åκ ß]≈yϑ÷ƒ r& 3
B. Garis Besar Ukhuwwah
Persaudaraan atau ukhuwwah apabila kita artikan sebagaimana ta’rif diatas yaitu
“persamaan” sebagaimana arti asalnya dan penggunaan dalam beberapa ayat dan hadis,
kemudian merujuk kepada al-Qurân dan Sunnah, maka paling tidak menurut Bpk. Qurai
Shihab terbagi atas beberapa macam: Pertama; Ukhuwwah Ubudiyyah (u]دR�� kRiا)2,
Kedua; Ukhuwwah fi Insaniyyah ( �cmM�mا r� kRi3( ا, Ketiga;Ukhuwwah Wathaniyah Wa
An-Nasab ( �x`وا ucxو� kRiاM�c� )4, Keempat; Ukhuwwah fi din al-Islam ( {]د r� kRiا
,5( ا���م
Sedangkan dalam kitab al-Mizan karangan syekh Tobatobai, ukhwah dalam al-
Qurân terbagi atas beberapa macam; pertama; Ukhuwwah Tobi’iyyah (�c�c�� kRiا ),
Kedua; Ukhuwwah I’tibariyyah (�]رMإ��� kRiا), Ketiga; Ukhwah Nasabiyyah ( �c��m kRiا
2 Yaitu bahwa seluruh makhluk adalam bersaudara dalam arti memiliki persamaan. Dan tidaklah binatang-binatang yang ada dibumi, dan tidak pula burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya kecuali umat yang seperti kamu juga (QS. 6:36) persamaan ini, antara lain, dalam ciptaan dan ketundukan kepada Allah (al-Baqoroh :28). 3 Dalam arti umat manusia adalah adalah bersaudara, karena mereka bersumber dari ayah dan ibu yang satu, dimana pada surat al-Hujurot 12 menjelaskan hal ini, dan juga rasulullullah saw. Menekankan akan hal ini “kunu ibad allah ikhwana al-ibad kulluhum ikhwat” 4 Persaudaraan dalam keturunan seperti yang diisyaratkan oleh ayat “wa ila ‘adi akho hum hud” 5 Persaudaraan antar sesama muslim, seperti bunyi surat al-ahzab 5, demikian juga dalam sabda rasul saw. Antum ashobiy, ikhwanuna ya tuna ba;di (kalian adalah sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang datang sesudah [wafat]-ku)
)6, Keempat; Ukhuwwah Rodo’iyyah ( �c�Mر� kRiا ), Kelima; Ukhuwwah Diniyyah
( kRiا �cx]د )
Dan dalam kitab lisan al-‘arobi karangan abu al-Fadel Jamaluddin Muhammad bin
Mukrim ibnu al-mandur al-Afriqi al-Mishri beliau membagi Ukhuwwah: pertama;
Ukhuwwah Nasabiyyah ( kRiا P� `ا�c��x ) Kedua; Ukhuwwah Diniyyah ( kRiا �cx]^`ا P� ).
Dari sekian banyak macam persaudaraan setidaknya kita dapat lebih meringkas lagi
agar lebih sempit pembahasannya dan tertuju kejantung permasalahan, yaitu kenapa
sering terjadi permusuhan, sering terjadi, pembunuhan, pembantaian, peperagan,
penistaan dan lain-lain. Realitas sosial akhir-akhir inipun sering disuguhi dengan hal-hal
tersebut sebagai sebuah bentuk apresiasi ketidakcocokan sesuatu dengan orang atau
kelompok lain, kiranya kita perlu melihat uraian Musdah Mulia yang berjudul Negara
Islam, mengutip pernyataan haikal Muhammad Husain Haikal dari buku aslinya al-
Qurân-hukumah al-Qurân Islamiyaah secara garisbesar Ukhuwwah atau persaudaraan itu
terdiri dari dua macam yaitu: Ukhuwwah Insaniyyah (persaudaraan sesama manusia) dan
Ukhuwwah Islamaiyyah (persaudaraan seagama). Dimana dalam penjelasannya tentang
prinsip persaudaraan beliau beliau mengawalinya dengan menganalogikan bahwasannya
Ajaran-ajaran yang diwahyukan oleh Allah kepada umat manusia melalui rasul-Nya mencakup berbagai aspek. Dan aspek terpenting dari ajaran-ajaran itu adalah tauhid atau paham kemahaesaan Tuhan. Dan tauhid adalah inti dari semua ajaran Islam, dan paham Tauhid mengajarkan tiada tuhan selain Allah, dan hanya Allahlah pencipta alam semesta, seluruh manusia dan makhluk yang ada, berasal dari sumber yang satu, yaitu Allah swt.7 Paham bahwa manusia berasal dari sumber yang satu membawa keyakinan bahwa manusia seluruhnya bersaudara, meskipun berlainan warna kulit, bangsa dan bahasanya, bahkan berlainan agamanya.
6 7 Musdah Mulia, Negara Islam, (Jakarta, kata kita, 2010) cet.1 hal 138
Dimana dapat disimpulkan bahwasannya menurut pendapat beliau (Muhammad
Husain haikal) bahwasannya prinsip persaudaraan mengacu kepada ajaran tauhid yang
merupakan inti ajaran Islam.
Bila dikaji dan diklarifikasi ulang dari ayat-ayat ukhuwwah yang tersebut diatas,
maka dapat di simpulkan bahwasannya ukhuwwah insaniyyah dengan ikatan qorobah
(ikatan kekeluargaan) mendapatkan porsi yang amat banyak yaitu 85 persen lebih,
meskipun ukhuwwah dengan ikatan wathoniyyah (negara), ikatan diniyah (agama), ikatan
qoumiyyah (ikatam kesukuan) ikatan tobiiyyah (berdasarkan sifat/watak) juga ada. Ikatan
Qorobah mendapat porsi yang amat banyak, sebuah fakta yang mendorong penulis untuk
mengkajinya, “mengapa sedemikian banyak akar kata akh ini terhampar dalam al-
Qurân”, setidaknya dalam al-Qurân memberikan pesan untuk lebih mengutamakan
qorobah daripada ikatan yang lainya.
Pentingnya qorobah ini mengindikasikan bahwa adanya peran penting kerabat
sehingga memunculkan hak-hak pada diri kerabat tersebut yang berkaitan dengan
permasalahan yang terjadi dalam kehidupan manusia sebagaimana dalam permasalahan
pewarisan, tidak hanya dalam permasalahan agama saja, tetapi juga permasalahan sosial
yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam bahasa Inggris kekerabatan disebut dengan istilah kinship. Kekerabatan
secara yang di bangun secara ilmiyah menunjuk pada “hubungan darah”, yang dimaksud
dengan kerabat adalah mereka yang bertalian berdasarkan ikatan “darah” dengan kita.8
Dalam pernyataan ini hubungan keturunan antara orang tua dan anak merupakan ikatan
pokok kekerabatan.
8 Roger M. Keesing, Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1980), hal. 212.
Menurut al-Qurân, tidak ada kontroversi hubungan antara persaudaraan sesama
muslim dan persaudaraan sesama manusia secara umum, Masing-masing memiliki
batasan kompetensi dan batasan-batasan. Dimana persaudaraan sesama muslim menuntut
adanya ikatan: tolong-menolong, jaminan, pengorbanan, dan prioritas membangun
masyarakat Muslim, disamping melakukan prevensi terhadap orang-orang yang
menentang masyarakat Islam dan cita-cita luhurnya. Dan juga persaudaraan sesama
manusia menuntut kerja yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki sesama manusia, dan
persaudaraan sesama manusia itu mewujudkan rasa saling mengasihi dan saling
mencintai diantara manusia.
Yang menarik dari kajian kosa-kata dari kata ‘saudara atau persaudaraan’ dalam
pelafadzannya dalam al-Qurân yaitu dengan menggunakan akh, ikhwan dan ikhwah, dan
digunakan untuk “persaudaraan sesama muslim” dan “sesama manusia” al-Qurân
menggunakan kata ikhwah seharusnya menurut Quraish Shihab, yang seharusnya lebih
tepat dari segi kebahasaan menggunakan kata ikhwan. Alasannya, yaitu kaum muslimin
tidak semua berasal dari satu keturunan, mereka terdiri dari berbagai bangsa, suku, yang
tentu tidak seketurunan.
Persaudaraan Insaniyyah disini sebuah bukti bahwasannya Islam bukan agama yang
mengajarkan diskriminasi terhadap minoritas, agama yang mengajarkan kekerasan,
mengajarkan penistaan agama, mengajarkan penghinaan, pelecehan, terorisme dan agama
yang gemar berperang. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin menampakkan
kelenturan ajaran agama pada umatnya. Ukhuwwah Insaniyyah sebagai buktinya, bahwa
sesama manusia itu memiliki hubungan dalam persaudaraan baik itu muslim ataupun
yang nonmuslim, ajaran ini bukan retorika belaka akan tetapi realita dilapangan melalui
bimbingan nabi dan petunjuk nabi ajaran tentang Ukhuwwah terlaksana dengan baik.
Bukan hanya kata-kata Nabi saja yang menjadi faktor historis penunjang sendi
ajaran persaudaraan didalam Islam, akan tetapi perbuatannya juga. Korelasi antara
perkatan dan perbuatan nabi merupakan teladan dari ajaran persaudaraan dalam bentuk
yang sangat sempurna. Sukses berdirinya kota Madinah sebagai sebuah negara yang
berdaulat, aman dan tentram merupakan bukti lenturnya ajaran agama Islam ditengah-
tengah keberagaman didalamnya. Islam sebagai pendatang baru yang bisa dan mampu
merealisasikan ajaran dengan sempurna. Dimana sejarah mengatakan piagam madinah
yang disebut-sebut sebagai perjanjian kesepakatan damai bukan hanya antara dua atau
tiga kelompok orang saja akan tetapi terdapat 12 suku Arab dan 10 suku Yahudi dikota
tersebut yang sama-sama memiliki kedudukan penting dan berpengaruh disana.9
Bisa dibayangkan apa jadinya bilamana dari salah satu suku tidak menerima
kesepakatan perdamaian dikarenakan merasa didiskriminasikan, atau tidak tercover
kebutuhan dan kepentingannya oleh nabi dalam perjanjian tersebut. Benar! Perang
mungkin jalan terakhir yang akan ditempuh oleh pihak yang kecewa atau dikecewakan,
akan tetapi itu tidak terjadi.
Dalam piagam Madinah, semua kalangan tercover semuanya baik hak-hak yang
bersifat individu ataupun kelompok. Diantara buah dari piagam madinah diantaranya
yaitu: Harmonisasi dan hidup berdampingan antar kabilah, antar suku, antar agama antar
etnis bahkan interen kaum muslimin sendiripun diantara mereka terwujud dan terealisasi
dengan baik dan terlindungi dibawah dokumen tersebut. Golongan Yahudi dan orang
9 Prof. dr. marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1980) cet. 1 hal.165
kafir di Madinah diterima oleh masyarakat, dengan syarat mereka harus memutuskan
hubungan dengan musuh-musuh Islam. Dan orang-orang Yahudi diperbolehkan untuk
tetap memeluk agama mereka dan menikmati hak-hak pribadi yang sama dengan hak-hak
orang Islam dan masih banyak sekali hikmah yang lainnya selain tersebut diatas.
C. Hikmah Adanya Ukhuwwah
Pembuat syariat yang maha bijaksana telah memotifasi kepada umatnya untuk
menjalankan apa yang diperintahkannya (Ibadah, muamalah, siyasah, syariah dll), seraya
dengan menjelaskankan keutamaan dan ketinggian dan kedudukannya. Sekalipun orang
yang menjalankan tersebut memiliki tumpukan dosa bak buih dilautan, niscaya dosa-dosa
itu akan diampuni dan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang mengiringinya dengan
cara melaksanakan ibadah yang telah diperintahkan kepadanya.
Ukhuwwah. menjalin persaudaraan merupakan anugrah tuhan yang maha bijaksana;
keutamaan yang selalu menyatu dengan iman dan taqwa, yang selalu memberikan
pengaruh positif bagi pelakunya dalam kehidupan bersosial atau bermasyarakat.
Manakala amaliah ini dijalankan, maka. Allah akan menjadiakan kemuliaan, keutamaan,
tingginya kedudukan dan pahala yang ada pada si pelakunya. Sudah barang tentu penting
kiranya generasi kita untuk menjalankan, mewujudkan dan mengamalkannya, seiring
dengan saudara, sanak, kerabat, tetangga, teman, kenalan, dan masyarakat sekitarnya
menghirup aroma semerbak wewangian Ukhuwwah yang telah ada didalam syariat Islam
yang termaktub dan terkandung dalam bimbingan al-Qurân dan sunnah.
Beberapa keutamaan-keutamaan dan fadhilah yang akan didapat bagi orang yang
menjalankannya
1. Diampuni Dosanya
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Salman al-Farisi ra, Rasulullah
SAW bersabda :
قرولا اتحتا تما كمهبونا ذمهنع تاتحت هديب ذخأف ملسمـلا اهخأ يـقا لذإ ملسملا نإمـلشا نجرا ةابليسة في ير موحي عفاص فـغ الإول رهملا ونذ تانك ووبهملثا م زببلا درح
Sesungguhnya seorang muslim, apabila ia bertemu dengan saudaranya muslim yang lainnya, kemudian ia menjabat tangannya, maka akan berguguranlah dosa keduanya sebagaimana bergugurannya dedaunan dari sebuah pohon yang telah kering di hari angin bertiup sangat kencang. Atau kalau tidak, dosa keduanya akan diampuni, meskipun sebanyak buih di lautan.10
2. Mendapatkan ‘naungan’ Allah
Berdaasarkan Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh,
Rasulullah SAW bersabda :
موي ةاميال القبج ونابتحالم نأي ف ملهأظ مول إاللي اليلا ظ مولي يلي ي ظظ pada hari kiamat. ‘Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku.? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka di hari tiada naungan selain naungan-Ku.11
(HR. Muslim)
3. Mendapatkan Cinta Allah.
Rasulullah SAW bersabda: Dari Abu Hurairah ra,
هليا أتى علكا فلمم هتجردلى مع له الله دصى فأرأخر ةيى قرف أخا له ارال زجر أن تريد نقال أي ةيالقر هذى هأخا لى ف ا قال ال . قال أريدهبتر ةمعن نم هليع ل لكقال ه
قال فإنى رسول الله إليك بأن الله قد أحبك كما . غير أنى أحببته فى الله عز وجل
هأحببته فيbahwa seorang pemuda mengunjungi saudaranya di kota lain. Di tengah perjalanannya, Allah mengutuskan padanya seorang malaikat (yang menyamar). Ketika malaikat tiba padanya, berkata, ‘Wahai pemuda, engkau hendak kemana?’ Ia menjawab, ‘aku ingin bersilaturahim ke tempat saudaraku di kota ini.’ Malaikat bertanya lagi, ‘Apakah maksud kedatanganmu ada kepentingan
10 (HR. Imam Tabrani dalam Al-Mu’jam al-Kabir VI/ 256, dan Imam Baihaqi dalam syu’ab al-Iman VI/
437) 11 Shohih Muslim juz. 12, hal. 433 no hadis. 4655
duniawi yang ingin kau cari?’ Ia menjawab, ‘Tidak, selain hanya karena aku mencintainya karena Allah SWT.’ Kemudian malaikat berkata, ‘sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, diperintahkan untuk menyampaikan kepadamu bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kamu mencintai saudaramu tersebut.12
(HR. Muslim)
4. Dapat merasakan manisnya iman.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: Dari Anas bin Malik ra,
Rasulullah SAW bersabda,
والح دجو هيـف نـاك نم ثالـث ا مم هيلإ بحاهللا ورسوله أ انك نم انمـاإليةسواهما ومأ نحب عبا الد يحبل الإ هلو همركـي نأ هن يعادو فرفـكـال ي بعذإ د ارـالن يف ىقلي نأ رهـكا يماهللا ك هذقـنأ
‘ada tiga hal, yang apabila ketiganya terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan dapat merasakan manisnnya iman. (1) Lebih mencintai Allah dan rasul-Nya dari pada apapun selain keduanya. (2) Mencintai seseorang semata-mata hanya karena Allah SWT. (3) Tidak menyukai kembali pada kekafiran, sebagaimana ia benci jika dilemparkan ke dalam api neraka.13
(HR. Bukhari)
5. Wajah Bersinar dan Tidak takut dan tidak bersedih hati.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: Dari Umar bin Khatab ra,
Rasulullah SAW mengatakan kepadaku,
نبياء والشهداء يوم القيامة ألشهداء يغبطهم اسا ما هم بأنبياء والإن من عباد الله لأناوا برابتح مقو مقال ه مه ننا متخبر ول اللهسا رالى قالوا يتع الله نم همكانبم وح الله
ور وإنهم على نور العلى غير أرحام بينهم ولا أموال يتعاطونها فوالله إن وجوههم لن
و إذا خاف الناس خافونة اليالآي هذأ هقرو الناس زنإذا ح نونزحإ الأ{ ي ن اءليأو
الالاللهو همليف عخو نونزحي مه{
‘sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah terdapat sekelompok orang yang mereka ini bukan para nabi dan bukan pula orang yang mati syahid, namun
12 Shohih Muslim, Juz 8, hal. 15 No Hadis, 6714 13 Badru ad-ddin al-aini al-khanafi, Umdatul Quro Syarakh Shohih Bukhori, (….) juz, 1 hal 448 no hadis. 21
posisi mereka di sisi Allah membuat para nabi dan orang yang mati syahid menjadi iri. Para sahabat bertanya, beritahukan kepada kami, siapakah mereka itu ya Rasulullah ? Beliau menjawab, ‘mereka adalah sekelompok orang yang saling mencintai karena Allah SWT, meskipun diantara mereka tiada ikatan persaudaraan dan tiada pula kepentingan materi yang memotivasi mereka. Demi Allah, wajah mereka bercahaya, dan mereka berada di atas cahaya. Mereka tidak takut manakala manusia takut, dan mereka tidak bersedih hati manakala manusia bersedih hati.’ Lalu Rasulullah SAW membacakan ayat ‘Sesungguhnya wali-wali Allah itu, mereka tidak takut dan tidak pula bersedih hati.”14
(HR. Abu Daud)
Sedemikian banyak keistimewaan-keistimeaan yang Islam hadiahkan sebagai ajrun
(balasan) bagi orang-orang yang menjalin persaudaraan, masih banyak buah lain dari
ukhuwwah yang diberikan Allah diperuntukkan kepada umatnya.
Selain berbagai keistimewaan yang telah digambarkan di atas, ukhuwwah memilki
nilai positif lain yang sangat luas, yaitu akan dapat mewujudkan al-wihdah al-islamiyah
(persatuan umat). Karena dengan adanya ukhuwwah, setiap muslim tidak akan
memandang seseorang dari sukunya, bahasanya, negaranya, warna kulitnya, warna
rambutnya, organisasinya, partainya dan lain sebagainya. Namun ia akan melihat
seseorang dari segi aqidahnya. Siapapun ia, jika ia mentauhidkan Allah, beragamakan
Islam, bermanhajkan Al-Qur’an, berkiblatkan ka’bah, bersunahkan sunah Rasulullah
SAW, maka ia adalah saudaranya. Sehingga ia akan memandang bahwa di setiap daerah,
setiap wilayah atau bahkan di negara manapun yang di sana terdapat orang-orang yang
memperjuangkan kalimatullah, maka itu adalah negrinya.
Dan setiap muslim memiliki kewajiban untuk senantiasa menolong saudaranya di
jalan Allah SWT. Atau paling tidak, harus memiliki kepedulian terhadap kebutuhan dan
kesusahan yang dialami saudaranya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda :
Dari Hudzaifah bin Yaman ra, Rasulullah SAW bersabda:
14 Sunan abi daud. Juz 9. hal 404 no hadis. 3060
ـما مأ نـمتأ يحد ـلوي مأ نـلا رممـسلمين Barang siapa yang tidak peduli terhadap urusan kaum muslimin, maka bukanlah ia termasuk golongan mereka (kaum muslimin).”15
(HR. Tabrani)
Adapun pada zaman sekarang ini, berangkat dari ketiadaan ukhuwwah, maka seolah
tiada pula persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam. Hampir setiap organisasi baik
agama ataupun politik, kelompok masyarakat, partai dan kelompok-kelompok lainnya,
berpecah belah satu dengan yang lainnya. Ironisnya itu terkadang terjadi dalam satu
negara, maka apalagi jika sudah berbeda negara, berbeda warna kulit dan lain sebagainya.
Kondisi seperti ini diperparah lagi dengan adanya konspirasi kelompok-kelompok
tertentu yg tidak mengiginkan adanya harmonisasi dan selalu berusaha untuk memecah
belah. Sehingga saat ini dapat dikatakan tidak ada satu negara muslimpun yang secara
politiknya mencoba untuk merealisasikan ukhuwwah dalam politik luar negrinya terhadap
negara muslim lainnya. Padahal ukhuwwah merupakan bagian terpenting dari keimanan.
Karena tiada kesempurnaan iman tanpa adanya ukhuwwah.16
Padahal sudah sama-sama diketahui betapa bermanfaatnya ajaran Islam tentang
persaudaraan ini, dan telah sukses Nabi Muhammad terapkan dan ajarkan pada umatnya
pada awal hijrah dikota Yatsrib, dapat kita lihat betapa suksesnya sistem ini diajarkan
pada tahun pertama hijriyah dibuktikan dengan damai dan tentramnya kota Madinah.
seraya Muhammad menerapkan ajaran ukhuwwah ini pada kaum Muhajirin dengan
kaum Anshor di Madinah, umat Islam dengan kaum Yahudi (yang sudah ada sebelum
umat Islam hijrah ke Madinah) dengan mewujudkan Piagam Madinah sebagai wujud
15 Abi Qosim Sulaiman bin akhmad bin ayyub, Al-Mu’jam As-Soghir At-Tobroni, (Libanon. Dar al-Qurân-fikri 1981) juz 2, hal. 137, no hadis 919 16 Shokhih al-Bukhori juz.1 hal. 29 no hadis.13
ikatan yang mempererat persaudaraan antara mereka. Dalam sebuah riwayatpun
mengatakan penerapan ukhuwwah ini sudah diterapkan di Makkah yaitu
mempersaudarakan antara muslim-muslim makah yang ada disana.17
D. Pilar Utama Dalam ber-Ukhuwwah
Realita tentang “perbedaan merupakan ancaman” sebelum datangnya Islam yang
sudah tidak dapat dipungkiri terlihat dan terekam dengan jelas oleh sejarah. Dimana
penindasan, perbudakan dan peperangan antar suku, kelompok dan negara selalu terjadi.
dalam era sekarang ini pun tidak begitu jauh kiranya meskipun tidak begitu terlihat
menonjol, kita ingat dengan tragedi di Bosnia hartegovina; terjadi pembersihan etnis dan
sebuah agama, di Palestina juga dengan hal yang senada, di Cecnya, di Irak, di palestina,
di Jerman dan dipenjuru dunia lainnya kiranya itu bisa dijadikan itibar untuk generasi-
generasi sekarang dan pataut dijadikan tolak ukur dan di cari apa masalahnya sehingga
terjadi hal demikian.
Dan tidak dipungkiri. Di era moderen ini. Upaya memecah belah umat manusia
merupakan salah satu fakta yangg tidak bisa dihindari. Dimana ada konflik dan perangan
antar kelompok yg bernuansa agama, dan itu bukan sekedar hiasan semata akan tetapi itu
kabar benar adanya. Selalu ada saja kelompok yang memancing sentimen keagamaan
sebagai untuk menyulut munculnya konflik yang mengakibatkan intoleransi muncul
kemudian. Dalam hal ini juga, bukan hanya Islam akan tetapi semua agama bisa menjadi
energi positif ataupun energi negatif bagi terjadinya hal-hal itu. Dalam teori sosiologi
agama disebutkan, bahwa Agama bisa menjadi potensi positif dan potensi negatif bagi
konflik. Sebagai energi positif, yaitu agama yang cenderung memupuk kebencian dan
17 Dr. Akram Dhiya al-Umuri, seleksi shirah Nabawiyah, studi kritis muhadditsin terhadap riwayat dloif, (Jakarta, maktabah al-abikan 1995) cet.I hal . 243
kecurigaan. Sebliknya agama yang cenderung mengajak kedamaian akan menjadi energi
negatif bagi konflik.18
Bukan hanya Islam dengan rahmatan lil alamin-nya saja yang mengajak dan
mengajarkan kedamaian, akan tetapi hampir semua agama mengajarkan yang namanya
cinta damai, kasing sayang dan persaudaraan. dan bahkan hampir semua (kalau tidak mau
dikatakan keseluruhan negara) dalam agenda politiknya bahwa perdamaiaan adalah
agenda utama masing-masing perdamaian. Sebagaimana Indonesia sebagai sebuah negara
dalam undang-undang 1945 alinea pertama menyebutkan bahwa “penjajahan diatas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesui dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan.” Bilamana
penjajahan telah tiada maka perdamaian dan persaudaraan secara otomatis akan
menggantikan posisinya.
Tidak mungkin perdamaian terwujud apabila konflik terus terjadi, perang terus
berkecamuk, penistaan agama, etnis, budaya, suku dan adat terus terjadi. Sebuah hal yang
sangat ironi akan terwujud yang namanya perdamaian. Sudah sangat amat jelas
diperlukan yang namanya ‘pilar’ diantara sesama untuk mewujudkan yang namanya
perdamaina dunia.
Dan pada tanggal 1 bulan januari tahun 1995 PBB (Persrikatan Bangsa-Bangsa)
mendeklarasikan, bahwa tahun tersebut sebagai tahun toleransi, dimana disebutkan dalam
deklarasi tersebut, bahwa kemampuan untuk bersikap toleran dalam aksi, kepercayaan
dan opini adalah faktor utama dalam penentu dalam mempromosikan dunia yang damai.19
Dimana pada saat itu UNESCO menekankan, bahwa ditengah kondisi umat manusia yang
ditandai dengan maraknya konflik etnis, diskriminasi atas minoritas dan ketakutan sangat
18 Zuhairi misrawi, al-Qurân kitab toleransi, tafsir tematik islam rahmatan lil alamin, (jakarta, Pustaka Oasis, 2010) cet.1 hal.245 19 Maulana wahid khan, Islam anti Kekerasan, (Jakarta: al-kautsar, 2000) cet. Ke-1 hal 86
berlebihan yang diarahkan kepada para pengungsi dan orang-orang yang meminta
perlindungan politik. Dan toleransi dianggap sebagai jalan satu-satunya dan jalan yang
terbaik untuk memecahkan keruwetan itu.
Didalam Islam selain ukhwwah juga diajarkan yang namanya tawadu’ (toleransi)
sebagai ujung tombak perdamaian dunia. Dimana toleransi dan lapang dada adalah
merupakan ciri khas masyarakat Islam. Masing-masing individu tidak ada yang merasa
tinggi diri, sombong, congkak dan lain-lain. Dimana kesombongan, congkak, egois,
tinggi hati, merupakan sifat-sifat buruk yang cenderung pada perbuatan setan. Sebab
sifat-sifat itu dapat menimbulkan perpecahan dalam masyarakat dan permusuhan antar
sesama manusia. Maka dari itu, sifat buruk demikian haruslah dapat di hindari dan
dikendalikan (bilamana tidak mampu dihilangkan), dan hendaknya masing-masing dapat
mengendalikan diri dan mawas diri dan segala kekurangan yang ada pada dirinya demi
kesempurnaan akidah dan keserasian kehidupan masyarakat.20
Istilah toleransi yang terambil dari bahasa Inggris yaitu Tolerance yang berarti
sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan
persetujuan.21 Dalam kamus bahasa Umum bahasa Indonesia W.J.S. Poerwadarminta
diungkapkan bahwa pengertian toleransi yaitu sifat atau sikap menenggang (menghargai,
membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan,
kelakuan) yang lain atau yang bertentangan dengan pendirian sendiri,22 dan dalam bahasa
20 Sayyid Sabiq, Unsur-unsur dinamika dalam Islam (Inashir al-Quwwah fi al-Islam), (Jakarta; PT. Intermasa, 1981) cet.1 hal.178 21 Sahibi Naim, Toleransi dalam Pergaulan Antara Umat Beragama, (Jakarta: PT. Gunug Agung, 1983), h.60 22 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: balai Pustaka, 1976), h.1084
Arab toleransi biasa disebut dengan ihtimam atau Tasammuh yang mempunyai arti
bersikap membiarkan murah hati, ramah, lunak dan berhati ringan.23
Sebuah kesaksian berkenaan realisasi toleransi yang dijunjung tinggi oleh umat
Islam diungkapkan oleh seorang Orentalis barat yang bernama Dr. T.W. Arnold J.
toynbee, berpendapat bahwa para misi Islam yang diutus oleh Nabi saw. kepada pemuka-
pemuka bangsa arab, adalah utusan yang selalu menunjukkan rasa toleransi yang tinggi
dan menjauhi segala macam sikap kekerasan. Lebih dari itu para utusan selalu
memperhatikan nasib mereka dengan budi pekerti yang lembut dan mereka selalu
mendamaikan golongan yang bertikai.24
Dalam toleransi setidaknya ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu yang
pertama: mengakui adanya perbedaan dan keragaman. Al-Qurân banyak menjelaskan hal
tersebut secara terang-benderang dalam Q.S. al-Hujuraat [49] ayat: 13 “Hai manusia,
Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku”.
Yang kedua: yaitu mencari titik temu (kalimatun sawa) dan koeksistensi (at-
ta’ammul as-silmi) dimana langkah ini, merupakan langkah lanjutan yang mesti menjadi
perhatian utama setiap muslim, mengakui perbedaan dan keragaman adalah niscaya.
Akan mustahil hal tersebut terwujud bilamana tidak dilengkapi dengan upaya mencari
titik temu dan koeksistensi.25
Maka dalam dalam rangka membangun titik temu dan koeksistensi, umat Islam
senantiasa diperingantkan oleh tuhan didalam al-Qurân Surat an-Nahl [16] ayat: 125 agar
23 A.W Munawir, Al-Mnawwir kamus Arab-Bahasa Indonesia (Yogyakarta: P.P Al-munawwir) h.702 24 Yunus Ali Muhdar, Toleransi-Toleransi Islam:Toleransi Kaum Muslimin dan Sikap Lawan-Lawannya,
(Bandung: Iqra, 1983) Cet. Ke-1 hal.9 25 Zuhairi misrawi, al-Qurân kitab toleransi, tafsir tematik islam rahmatan lil alamin, (jakarta, Pustaka Oasis, 2010) cet.1 hal.12
menggunakan da’wah dengan toleran “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang
hak dengan yang bathil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik”
Allah menegaskan dalam firmannya menyinggung orang-orang yang bersifat buruk
Ÿωuρ Ä·ôϑs? ’ Îû ÇÚ ö‘ F{ $# $�mt�tΒ ( y7¨ΡÎ) s9 s− Ì�øƒ rB uÚ ö‘ F{ $# ∅s9 uρ xg è=ö6 s? tΑ$t6 Åg ø:$# ZωθèÛ ∩⊂∠∪
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.
(Q.S. Al-Isra [17] ayat 37)
Lebih tegas Allah ungkapkan dalam sutar al-A’raf
ß∃Î�ñÀr'y™ ô tã zÉL≈ tƒ# u tÏ% ©!$# šχρã�¬6 s3tGtƒ ’ Îû ÇÚ ö‘ F{ $# Î�ö� tóÎ/ Èd,ysø9 $# βÎ) uρ (# ÷ρt�tƒ ¨≅ à2 7π tƒ# u
āω (#θãΖÏΒ÷σ ム$pκ Í5 βÎ) uρ (# ÷ρt�tƒ Ÿ≅‹Î6 y™ ωô© ”�9 $# Ÿω çνρä‹Ï‚−Gtƒ Wξ‹Î6 y™
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya…..
(Q.S. Al-al-Arof[7] ayat 146)
Dan balasan yang pantaspun akan disediakan bagi orang-orang yang bersifat buruk
dalam firman-Nya:
’ Îû zΟ ¨Ψ yγ y_ “Yθ÷V tΒ šÎ�Éi9s3tGßϑù=Ïj9
neraka Jahanam itu terdapat tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.
(Q.S. Az-Zumar [39] ayat 60)
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
”Manusia sebagai satu umat”1 perlu digaris bawahi, dan penting kiranya
mengingat seluruh umat manusia tentang ajaran yang dibawa nabi adam a.s sebagai cikal
bakal dari agama-agama. Nabi Adam a.s. menggariskan sebagai ummat yang satu, dan
nabi-nabi setelahnya sampai nabi Muhammad sesungguhnya senantiasa mengangkat dan
mengusung pentingnya prinsip tersebut.
Heterogensi dan keragaman dalam kehidupan, dalam ajaran Islam sudah diakui
adanya, dan Islam sudah memberikan pengalaman amat banyak dalam perjalanan
sejarahnya, baik pada masa nabi ataupun setelahnya (yang meliputi perbedaaan interen
ataupun external muslim itu sendiri), dan Islam mengajarkan cara menyikapinya.
Keragaman merupakan fakta sosial yang tidak bisa dihindari. Dan tidak sepatutnya
perbedaan, titik tolak dan hal-hal yang bersebrangan sepatutnya dicari solusi dan selalu
dicari jalan keluarnya, dan titik persamaan yang seharusnya di kedepankan.
1 QS Al-Baqoroh [2] ayat: 213
B. SARAN-SARAN
Setelah panjang lebar membahas persaudaraan didalam al-Quran, dengan merujuk kepada
hadis dan beberapa Tafsir, setidaknya dapat disimpulkan menjadi beberapa poin penting
diantaranya yaitu:
1. Bagi seluruh lapisan masyarakat hendaknya hidup saling menghormati,
menghargai. dan Toleransi sebagai ujung tombak yang harus direalisasikan
2. Hal-hal yang dapat mengganggu dan mengkeruhkan suasana ketentraman dan
keharmonisan hendaknya dihindari, diupayakan dan didahulukan mencari titik
temunya.
3. Dan bagi para pembaca. Penulis menyarankan agar memberi kritik saran dan
masukan yang membangun untuk penulis, dikarenakan baik dari segi penulisan
maupun materi masih jauh dari kesempurnaan. dan mudah-mudahan penulisan
skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan khasanah bagi ilmu
pengetahuan ke-Islaman pada umumnya, dan bagi penulis pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agama, Departemen, Tafsir al-Qurân Tematik, Jakarta: Lajnah Pentashih al-Qurân 2009
Aziz, Abdul bin Fathi as-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam, menurut al-Qurân dan as-Sunnah, Jakarta; Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
A,W Munawir, Al-Mnawwir kamus Arab-Bahasa Indonesia (Yogyakarta: P.P Al- munawwir)
Baqi, Muhammad Fuad Abdul. al-Mu’jam al-Mufahrof li alfad al-Qurân. Istanbl Turki . Al-Maktab Al-Islamiyah
Biosard, Marsel A. Humanisme dalam Islam. Jakarta: PT Intermasa, 1980.
Effendy, Muhadjir. Masyarakat Equilibrium. Yogyakarta: Bentang Budaya, 2002.
Al-Ghazali, Muhammad, Akhlaq Seorang Muslim, Semarang: Wicaksana, 1993
Al-Ghazali, Menjalin Persaudaraan. Bandung: Penerbit Al-Bayan,1994.
Ghazali, Abdul Moqsith. Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi berbasis
Al-Qur’an. Jakarta: Kata Kita, 2009.
Halimuddin, S.H, Kembali Kepada aqidah Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1990
Haikal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Lentera antar Nusa, 1990
Al-Husaini, H.M.H Al-Qurân-Hamid, Membangun Peradaban Sejarah Muhammad
s.a.w. sejak sebelum diutus menjadi Nabi, Jakarta; Pustaka Hidayah, 2000
Hodgson, Marshall G. S. The Venture of Islam: Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia. Jakarta: Paramadina, 1999.
Iberani, Jamal Syarif. Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi, 2004.
Khan, Maulana Wahiduddin. Islam Anti Kekerasan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000.
Khalim, Mahmud Ali abdul, Fiqih al-akhwat fi al-Islam (andalusia: dar at-toba’ahwa an-naser al-islamiyah) 1993
Kudus, Menara, Al-Quran al-Karim, kudus; dar at-tobaah 1974
Luth, Thohir. Tragedi Ukhuwwah: Telaah atas Rajutan Ukhuwwah Islamiyah yang Kian Rapuh. Jakarta: Penerbit Penamadani 2003.
Mansyur, Kahar. Membina Moral dan akhlak, Jakarta: Rineka Cipta,1994
Muchlas. Imam MA., Al-Qurân berbicara;kajian tekstual beragam persoalan, Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1996)
Misrawi, Zuhairi. Al-Qur’an Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan lil ;Alamin. Jakarta: Pustaka Oasis, 2010.
Muthahhari, Murtadha. Masyarakat dan Sejarah. Bandung: Penerbit Mizan, 1990.
Madjid, Nurcholish dkk.. Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis. Jakarta: Paramadina, 2004.
Madjid, Nurcholish, dkk. Beragama di Abad Dua Satu. Jakarta: Zikru’l-Hakim, 1997.
______ Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina, 1995.
Mulia, Musdah. Negara Islam. Depok: Kata Kita, 2010.
Muhdar. Yunus Ali, Toleransi-Toleransi Islam:Toleransi Kaum Muslimin dan Sikap
Lawan-Lawannya, (Bandung: Iqra, 1983)
Marlow, Louise. Masyarakat Egaliter Visi Islam. Bandung: Penerbit Mizan, 1999.
Pulungan, Shuyuthi. J, Prisip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam madinah ditinjau dari pandangan al-Qurân, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994
Al-Qudhat, Mustafa. Merajut Nilai-nilai Ukhuwwah. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002.
Sabiq, Sayid. Unsur-Unsur Dinamika dalam Islam. Jakarta: PT Intermasa, 1981.
Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qurân Fungsi dan Peranan wahyu dalam
kehidupan Masyarakat, Jakata: Mizan, 1992
as-Sarifain Khodim al-haramain, Al-Quran dan wa at-tarjamah ma’aniyyah ila lughotil Inonesia
Ulwan Abdullah Nashih, Indahnya Ukhuwwah Islamiyah – Rapatkan Barisan Umat Tebarkan Pesona Islam. Jakarta: Pustaka Nawaitu, 2007.
’Ulwan. Abdullah Nashih, Sikap Islam terhadap non Muslim, (jakarta: al-kautsar)
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: balai Pustaka, 1976),
Lampiran-Lampian