Ujian Plastik Firza

44
Ujian Bedah Plastik SEORANG LAKI-LAKI 43 TAHUN DENGAN FRAKTUR MAXILLA SINISTRA, EKSORIASI REGIO FRONTAL DEXTRA- REGIO INFRA ORBITA DEXTRA, SKINLOSS SEPTUM NASI Oleh: Firza Fatchya G99141117 Pembimbing : dr. Amru Sungkar, Sp. B. Sp.BP-RE

description

shjghdkjf cgydsdhshjcv hcgyajhcgbhja cgaydcgeahc bnfgcydahjcgvd cdvsfcfwydahgcjbd cbdgcyhadjgcyiakjcv dshgcydacvhjac dasgcyhdavchsdn csdcghjacgkjacv ncgdaucadkj

Transcript of Ujian Plastik Firza

Page 1: Ujian Plastik Firza

Ujian Bedah Plastik

SEORANG LAKI-LAKI 43 TAHUN DENGAN FRAKTUR MAXILLA

SINISTRA, EKSORIASI REGIO FRONTAL DEXTRA- REGIO

INFRA ORBITA DEXTRA, SKINLOSS SEPTUM NASI

Oleh:

Firza Fatchya G99141117

Pembimbing :

dr. Amru Sungkar, Sp. B. Sp.BP-RE

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: Ujian Plastik Firza

BAB I

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 43 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Ngawi, Jawa Timur

No RM : 0132098

MRS :16 Desember 2015

Tanggal Periksa : 17 Desember 2015

2. Keluhan Utama

Luka dan nyeri pada wajah dan kepala setelah KLL

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Satu hari SMRS saat sedang mengendarai sepeda motor dan menggunakan helm

standart. Kecelakaan terjadi secara tuggal menabrak material pembangunan jalan

raya. Pasien jatuh tersungkur. Sebelum terjatuh, helm yang dipakai pasien terlepas

dan wajah pasien membentur aspal. Setelah kejadian pasien mngeluh nyeri dibagian

kepala, wajah. Pasien tidak pingsan, tidak muntah ataupun mual. Oleh penolong,

pasien dibawa ke RSUD Karanganyar, karena keterbatasan sarana, pasien dirujuk ke

RS. Kustati diinfus, mendapat injeksi obat-obatan, dirawat selama 1 hari, dilakukan

rontgen Toraks, CT scan kepala. Karena pasien ingin mengurus Jamkesda,keluarga

meminta untuk dirujuk ke RS Dr. Moewardi Surakarta dengan COS, EDH region

frontal, faktur zigomaticus, fraktur compresi Vth 3-4.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi : disangkal

Page 3: Ujian Plastik Firza

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat diabetes : disangkal

Riwayat trauma sebelumnya : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat diabetes : disangkal

6. Riwayat kebiasaan

Nutrisi : pasien makan 3 kali sehari dengan gizi seimbang.

Olahraga : pasien kurang melakukan aktivitas olahraga

Merokok : pasien merokok sudah 20 tahun

7. Riwayat sosial ekonomi

Pasien masih akan mengurus Jamkesda,, saat ini pasien dirawat dengan tanpa

menggunakan fasilitas asuransi apapun.

GENERAL SURVEY

1. Primary Survey

a. Airway : bebas, collar brace (+)

b. Breathing : spontan, frekuensi pernafasan 24 x/menit

Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri, krepitasi (-)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

c. Circulation : tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88x/menit, CRT<2 detik

d. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/

Page 4: Ujian Plastik Firza

3mm), lateralisasi (-/-)

e. Exposure : suhu 36,5ºC, Jejas (+) lihat status lokalis

2. Secondary Survey

a. Keadaan umum : compos mentis, tampak sakit sedang

b. Kepala : lihat status lokalis

c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

(3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), hematom palpebra (-/-),

diplopia (-/-), oedem palpebra (+/+)

d. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri

tragus (-/-).

e. Hidung : lihat status lokalis

f. Mulut : laserasi mukosa ginggiva (+), maloklusi (+), gusi berdarah

(+), lidah kotor (-), jejas (-)

g. Leher :pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan

(-), JVP tidak meningkat.

h. Thorak : bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-).

i. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.

Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat.

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising

(-).

j. Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri.

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri, nyeri tekan

(-/-).

Perkusi : sonor/sonor.

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan

(-/-).

Page 5: Ujian Plastik Firza

k. Abdomen

Inspeksi : distended (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defens muscular (-)

l. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK

(-).

m. Muskuloskletal : jejas (+), nyeri (+)

n. Ekstremitas

Akral dingin Motorik Oedema

- - 5 5 - -

- - 1 1 - -

Status Lokalis:

1. Regio Facial

I : Eksoriasi regio frontal dextra dan region infra orbita dextra

Skinloss septum nasi

Hematom palpebra / orbita D/S

Pendataran malam iminen (+/-)

P : krepitasi region infra orbita dextra dan nyeri tekan region orbita dextra

Maxilla goyang (+)

Tragus pai (-/-)

B. ASSESSMENT I

Suspek fraktur condyle mandibula sinistra

Eksoriasi regio frontal dextra dan region infra orbita dextra

Skinloss septum nasi

Page 6: Ujian Plastik Firza

C. PLANNING I

1. O2 2 lpm

2. Pasang infus NaCl 0,9% 20 tpm

3. Injeksi Metamizole 1 gram/8 jam

4. Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam

5. Ceftriaxone 1 gram/ 12 jam

6. Cek laboratorium darah

7. CT-Scan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Hasil pemeriksaan laboratorium (18 November 2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Darah Rutin

Hemoglobin 17,4 g/dl 14.0 – 17.5

Hematokrit 39,4 % 33 – 45

Leukosit 4,4 ribu/ul 4.5 – 14.5

Trombosit 95 ribu/ul 150 – 450

Eritrosit 4,40 ribu/ul 4.50 – 5.90

Golongan darah B

HBsAg Non reactive Non reactive

Hemostasis

PT 14,5 menit 1 - 3

APTT 36,1 Menit 3 - 7

INR 1.200

ELEKTROLIT

Natrium darah 138 mmol/L 136 - 145

Kalium darah 3.7 mmol/L 3.3 – 5.1

Page 7: Ujian Plastik Firza

Chlorida darah 106 mmol/L 98 – 106

Page 8: Ujian Plastik Firza

b. Hasil CT scan kepala

EDH regio frontalHematosinusFraktur maxilla D/S

Page 9: Ujian Plastik Firza

c. Foto Cervikal di RSDM

Spinal cord injury complete type setinggi Vth 6

E. ASSESSMENT II

Fraktur maxilla sinistra

Eksoriasi regio frontal dextra dan region infra orbita dextra

Skinloss septum nasi

F. PLANNING II

Repair vulnus

ORIF elektif

G. PROGNOSIS

a. Ad vitam : bonam

b. Ad sanam : bonam

c. Ad fungsionam : bonam

Page 10: Ujian Plastik Firza

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya. Fraktur maxilla dapat disebabkan oleh trauma atau karena proses patologis.

1) Traumatic fracture

Fraktur yangdisebabkan oleh pukulan pada:

perkelahian

kecelakaan

tembakan

2) Pathologic fracture

Fraktur yang disebabkan oleh keadaan patologis dimana tulang dalam keadaan sakit,

tulang tipis atau lemah, sehingga bila ada trauma ringan seperti berbicara, makan dan

mengunyah dapat terjadi fraktur.

Terjadi karena :

a) Penyakit tulang setempat

o Kista

o Tumor tulang jinak atau ganas

o Keadaan dimana resorpsi tulang sangat besar sekali sehingga dengan

atau tanpa trauma dapat terjadi fraktur, misalnya pada osteomielitis

b) Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga tulang mudah patah.

o Osteomalacia

o Osteoporosis

o Atrofi tulang secara umum

A. Klasifikasi Fraktur

1. Single fracture

Fraktur dengan satu garis fraktur

2. Multiple fracture

Page 11: Ujian Plastik Firza

Terdapat dua atau lebih garis fraktur yang tidak berhubungan satu sarna lain

Unilateral = jika kedua garis fraktur terletak pada satu sisi

Bilateral = jika 1 garis fraktur pada 1 sisi dan garis fraktur lain pada sisi lain.

3. Communited fracture

Tulang hancur atau remuk menjadi beberapa fragmen keci 1 atau berkeping-keping,

misalnya symphis mandibularis dan di daerah anterior maxila.

4. Complicated fracture

Terjadi suatu dislokasi/displacement dari tulang sehingga mengakibatkan kerusakan

tulang-tulang yang berdekatan, gigi, dan jaringan lunak yang berdekatan

5. Complete fracture

Tulang patah semua secara lengkap menjadi 2 bagian atau lebih.

6. Incomplete fracture

Tulang tidak patah sarna sekali, tetapi hanya retak juga penyatuan tulang tidak

terganggu. Dalam keadaan seperti ini lakukan dengan bandage dan rahang

diistirahatkan 1-3 minggu.

7. Depressed fracture

Bagian tulang yang fraktur masuk ke dalam suatu rongga. Sering pada fraktur

maxilla yaitu pada permukaan fasial dimana fraktur tulang terdorong masuk ke

sinus maxillaris.

8. Impacted fracture

Dimana fraktur yang 1 didorong masuk ke fragmen tulang lain. Sering pada tulang

zygomaticus.

B. Pembagian Area Fraktur Pada rahang

1. Rahang Atas Maxilla (Killey)

- Dento alveolar fraktur

- Le Fort I

- Le Fort II

- Le Fort III

Page 12: Ujian Plastik Firza

C. Insidens , Klasifikasi, Tanda dan Gejala

1. Dento Alveolar Fracture

Suatu fraktur di daerah processus maxillaris yang belum mencapai daerah Le Fort I dan

dapat terjadi unilateral maupun bilateral. Fraktur ini meliputi processus alveolaris dan

gigi-gigi.

Gejala klinik

Extra oral :

o Luka pada bibir atas yang dalam dan luas. Luka laserasi pada bibir

sering disertai perdarahan, kadang-kadang terdapat patahan gigi dalam

bibir yang luka tersebut.

o Bibir bengkak dan edematus

o Echymosis dan hematoma pada muka

Intra oral :

o Luka laserasi pada gingiva daerah fraktur dan sering disertai perdarahan.

o Adanya subluxatio pada gigi sehingga gigi tersebut bergerak, kadang-

kadang berpindah tempat.

o Adanya alvulatio gigi, kadang-kadang disertai tulang alveolusnya

o Fraktur corona gigi dengan atau tanpa terbukanya kamar pulpa

2. Le Fort I:

Pada fraktur ini, garis fraktur berada di antara dasar dari sinus maxillaris dan

dasar dari orbita. Pada Le Fort I ini seluruh processus alveolaris rahang atas,

palatum durum, septum nasalis terlepas dari dasarnya sehingga seluruh tulang

rahang dapat digerakkan ke segala arah. Karena tulang-tulang ini diikat oleh

jaringan lunak saja, maka terlihat seperti tulang rahang tersebut mengapung

(floating fracture). Fraktur dapat terjadi unilateral atau bilateral. Suatu tambahan

fraktur pada palatal dapat terjadi, dimana terlihat sebagai suatu garis echymosis.

Page 13: Ujian Plastik Firza

Geiala klinik

Extra oral :

o Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum

o Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris

o Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur, kadang-kadang

terdapat infraorbital echymosis dan subconjunctival echymosis

o Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang atas dan

rahang bawah telah kontak lebih dulu.

Intra oral :

o Echymosis pacta mucobucal rahang atas

o Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-kadang disertai goyangnya

gigi dan lepasnya gigi.

o Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka, gigi

fraktur atau lepas.

o Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah

3. Le Fort II :

Garis fraktur meliputi tulang maxillaris, nasalis, lacrimalis, ethmoid,

sphenoid dan sering tulang vomer dan septum nasalis terkena juga.

Page 14: Ujian Plastik Firza

Gejala klinik

Extra oral :

o Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut terasa sakit.

o Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung.

o Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis.

o Perdarahan dari hi dung yang disertai cairan cerebrospinal.

Intra oral

o Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan

o Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah.

o Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah tertekan

sehingga timbul kesukaran bernafas.

o Terdapatnya kelainan gigi berupa fraktur, avultio,luxatio.

o Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada bagian hidung

terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa sakit.

4. Le Fort III

Fraktur ini membentuk garis fraktur yang meliputi tulang-tulang nasalis,

maxillaris, orbita, ethmoid, sphenoid dan zygomaticus arch. Sepertiga bagian

tengah muka terdesak ke belakang sehingga terlihat muka rata yang disebut "Dish

Page 15: Ujian Plastik Firza

Shape Face". Displacement ini selalu disebabkan karena tarikan ke arah belakang

dari M.pterygoideus dimana otot ini melekat pda sayap terbesar tulang sphenoid

dan tuberositas maxillary.

Geiala klinik

Extra oral :

o Pembengkakan hebat pada muka dan hidung

o Perdarahan pada palatum, pharinx, sinus maxillaris, hidung dan telinga.

o Terdapat bilateral circum echymosis dan subconjunctival echymosis.

o Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan saraf

motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan paralisis bola

mata yang temporer.

o Deformitas hidung sehingga mata terlihat rata.

o Adanya cerebrospinal rhinorrhoea dan umumnya bercampur darah

o paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang menyebabkan

Bell’s Palsy.

Intra oral :

o Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat.

o Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan

Page 16: Ujian Plastik Firza

o Perdarahan pada palatum dan pharynx.

o Pernafasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah.

5. Zygomaticus Complex Fracture

Tulang zygoma adalah tulang yang kokoh pada wajah dan jarang mengalami

fraktur. Namun tempat penyambungan dari lengkungnya sering fraktur. Yang paling

sering mengalami fraktur adalah temporal sutura dari lengkung rahang.Fraktur garis

sutura rim infra orbital, garis sutura zygomatic frontal dan zygomatic maxillaris.

Fraktur ini biasanya unilateral, sering bersifat multiple dan communited,

tetapi karena adanya otot zygomatic dan jaringan pelindung yang tebal, jarang

bersifat compound. Displacement terjadi karena trauma, bukan karena tarikan otot.

Trauma/pukulan biasanya mendorong bagian-bagian yang patah ke dalam.

Geiala klinik

o Penderita mengeluh sukar membuka rahang, merasa ada sesuatu yang

menahan, waktu membuka mulut ke depan condyle seperti tertahan.

o Bila cedera sudah beberapa hari dan pembengkakan hilang, terlihat adanya

depresi yang nyata sekeliling lengkung dengan lebar 1 atau 2 jari yang dapat

diraba.

o Pembengkakan periobital, echymosis.

Page 17: Ujian Plastik Firza

o Palpasi lunak

o Rasa nyeri

o Epistaksis, perdarahan hidung disebabkan karena cedera, tersobeknya selaput

lendir antral oleh depresi fraktur zygomatic dengan perdarahan lebih lanjut ke

antrum melalui ostium maxilla ke rongga hidung.

o Rasa baal di bawah mata, rasa terbakar dan paraesthesia

o Perdarahan di daerah konjungtiva

o Gangguan penglihatan diplopia, kabur.

D. Pemeriksaaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi digunakan untuk menunjang diagnosa. Untuk menegakkan

diagnosa yang tepat sebaiknya digunakan beberapa posisi pengambilan foto, karena

tulang muka kedudukannya sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan kita

untuk melihatnya dari satu posisi saja.

Pemeriksaan Ro Foto untuk fraktur maxilla antara lain :

1. PA position

2. Waters position

3. Lateral position

4. Occipito Mental Projection

5. Zygomaticus

6. Panoramic

7. Occlusal view dari maxilla

8. Intra oral dental

Pemeriksaan radiologi Fraktur Le Fort meliputi Foto Polos Cranium 3 posisi : AP,

Lateral

Page 18: Ujian Plastik Firza

Fraktur Le fort II

Fraktur Le Fort II posisi AP

E. Perawatan Fraktur

Perawatan fraktur ditujukan pada penempatan ujung tulang yang fraktur pada

hubungan yang benar sehingga ujung tulang tersebut bersentuhan dan dipertahankan

pada posisi tersebut sampai penyembuhan terjadi.

Reposisi/reduksi fraktur ada 2 cara :

1) Close reduction

Banyak terdapat cara reposisi. Cara yang mudah adalah reposisi tertutup

yaitu manipulasi tulang dengan tarikan yang dilakukan di bawah kulit yang

Page 19: Ujian Plastik Firza

intact sampai fraktur berada pada posisi yang benar. fraktur yang dapat

dilakukan reposisi tertutup, bila garis fraktur simpe1, posisi cukup baik dan

terjadinya fraktur masih baru

a) Reduksi yang dilakukan pada fraktur dengan cara manipulasi. Cara ini dilakukan

pada fraktur yang masih baru dan mudah dikembalikan pada tempat semula.

Caranya :

Kita raba permukaan tulang yang patah melalui intra dan ekstra oral,

lalu kita perhatikan oklusinya. Setelah kawat fiksasi dipasang, baru

reduksi dikerjakan yaitu dengan manipulasi bagian-bagian tulang yang

patah itu sampai kedudukannya seperti semula.

b) Reduksi dengan tarikan

Yang paling sering dipakai yaitu intermaxillary traction yaitu

penarikan rahang bawah dan rahang atas. Cara ini dilakukan bila

displacement sukar dimanipulasi pada tempat-tempat yang diinginkan

yang mungkin oleh karena adanya spasmus otot dan fraktur yang

sudah lama sehingga terjadi malunion yang sukar dikembalikan ke

keadaan semula.

2) Open reduction (dengan cara operasi)

Cara ini dipakai jika reduksi tertutup tidak dapat dikerjakan, lebih sering

dikerjakan untuk fiksasi dari pada untuk reduksi fraktur.

F. Fiksasi dan Immobilisasi

Pada fraktur yang dilakukan reposisi tertutup ketika tulang rahang dan gigi

sudah terletak pada posisi yang tepat, maka dapat dipertahankan dengan menggunakan

kawat Arch Bar, membebat gigi, pita elastic atau kawat yang menghubungkan

mandibula dan maksila. Fiksasi dapat dilakukan langsung pada gigi atau otot-otot

sekitar rahang, sehingga dapat dibagi menjadi :

1) Indirect dental fixation

Page 20: Ujian Plastik Firza

Mengikat rahang atas dan rahang bawah bersama-sama dalam keadaan

oklusi dengan mempergunakan pengikat atau elastic band. Pada fiksasi harus

diperhatikan oklusi gigi atas dan bawah harus baik.

Ada 2 macam cara :

a) Kombinasi wiring dengan intermaxillary fixaton menurut cara Gilmer atau

Ivy.

b) Kombinasi arch bar dengan intermaxillary fixation.

c) Macam-macam arch bar : Jelenko, Erich, Winter

2) Direct Dental Fixation

Immobilisasi dari fragmen-fragmen dengan menggunakan splint bar atau

wire di antara dua atau lebih gigi pada daerah fraktur.

Wiring merupakan cara yang paling mudah. Tekniknya : Mengelilingi dua gigi

yang berdekatan kemudian menuju garis fraktur dengan sepotong kawat dengan

mengikatnya kuat-kuat. Cara ini kurang stabil dan tidak dapat diper-

tanggungjawabkan sehingga jarang dipakai.

3) Indirect Skletal Fixation

Yang termasuk cara ini :

- Denture atau gurting splint dengan head bandage

- Circumferential wiring

- External fixation

G. Perawatan Definitif Fraktur Maxilla

A) Fraktur Dentoalveolar

Beberapa kemungkinan dapat terjadi :

1) Korona gigi patah tanpa mengenai pulpa - Buat Ro foto dan tes pulpanya

- Vitalitas pulpa perlu diikuti perkembangannya di kemudian hari

- Kematian pulpa dapat berakibat dental granuloma atau kista radikularis

di kemudian hari.

2) Patah korona gigi dan mengenai pulpa

- Ro foto dan perawatan endodontik

- Bila giginya remuk atau patah akarnya sebaiknya dicabut.

Page 21: Ujian Plastik Firza

Patah akar gigi yang kurang dari 1/3 apikal dapat dicoba dipertahankan.

3) Gigi yang dislokasi

- Ro foto dalam keadaan reposisi dan fiksasi

- Bila gigi terlepas, diadakan pengisian seluruh akar secara retrograd atau

konvensional dan diadakan replantasi. Biasanya gigi ini dapat bertahan

beberapa tahun meskipun akhirnya terjadi ankilosis dan resorpsi.

4) Fraktur tulang alveolar

Seringkali diperlukan debridement untuk membersihkan kepingan

tulang yang terlepas, jaringan nekrotik dan benda asing.

Bila sebagian tulang alveolar terlepas sarna sekali dari muko-

periosteum, sebaiknya diangkat. Bila masih melekat dapat direposisi

dan fiksasi.

Umumnya fiksasi dengan Arch Bar memberikan hasil yang

memuaskan, intermaxillary fixation tidak diperlukan keculai pada

fraktur tulang alveolar regia molar dan premolar. Fiksasi dengan

eyelet, baik jenis Ivy dan Stout's jarang memuaskan.

B) Fraktur Le Fort I, II, III

Penanganan fraktur langsung pada memposisikan kembali maxilla pada

hubungan yang tepat dengan mandibula serta dengan dasar tengkorak dan

mengimmobilisasikannya.

Secara garis besar immobilisasi dapat dibagi dalam 2 golongan besar :

1) Immobilisasi extra oral = External fixation

Termasuk apa yang disebut sekarang ini sebagai modern concept

merupakan suatu cara rutin dalam perawatan fraktur 1/3 tengah tulang muka.

Di Barat teknik ini kurang sesuai dengan situasi di Indonesia, karena

peralatan yang mahal dan laboratorium yang kurang memadai. Ditinjau dari

segi stabilitas, alat ini sangat ideal tetapi secara psikologis sering tidak dapat

diterima secara baik oleh penderita. Ini disebabkan bentuk alat yang

menakutkan bagi penderita yang harus terus memakainya selama perawatan.

Berarti dia harus tinggal di RS selama pemakaian alat tersebut. Meskipun

Page 22: Ujian Plastik Firza

demikian peralatan itu tetap diperlukan pada perawatan fraktur 1/3 tengah

tulang muka yang parah dan rumit.

Secara singkat teknik ini sebagai berikut :

- Maxilla yang mengalami fraktur ditahan Plaster of Paris Head Cap dengan

bantuan bar penghubung (connecting bar), cap splint, dan extention rodnya.

Maxilla yang dihubungkan dengan head cap disebut Craniomaxillary fixa

tion. Bi la mandibu1a yang dihubungkan dengan head cap disebut Cranio-

mandibula fixation.

- Selain itu dapat diperkuat dengan menambahkan transbucal check wire. Bila

cap splint pada gigi ge1igi tidak dapat dibuat dapat diganti dengan Arch Bar

pada maxilla dan mandibula dan disatukan dengan IMF. Arch bar mandibula

perlu diperkuat dengan circumferential wiring pada 3/3 dan dihubungkan

dengan head cap melalui transbuccal check wire.

- Head cap dapat diganti dengan haloframe yang mempunyai fungsi sarna

dengan head cap tetapi jauh lebih stabile Frame ditempatkan di sekitar

cranium dengan 4 buah paku.

Supraorbital pins adalah pilihan lain dari head cap. Dua buah pin di

tempatkan pada supraorbital ridge kanan dan kiri. Kedua pin ini dihubungkan

dengan sebuah bar yang melengkung. Bar ini kemudian dihubungkan dengan

perantaraan suatu connecting bar lurus dengan extension rod dari alat-alat

fiksasi pada rahang.

2) Immobilisasi dalam jaringan Jenis ini dapat berupa

a. Fiksasi langsung dengan transosseus wiring pada garis fraktur

b. Teknik suspensi dari kawat (internal wire suspension technique)

Teknik fiksasi ini tidak memerlukan alat-alat yang mahal atau

fasilitas laboratorium yang mutakhir. Teknik ini dapat diterima dengan

baik oleh penderita karena peralatan fiksasi tidak tampak dari luar se-

hingga penderita dapat meninggalkan RS lebih cepat. Pada teknik ini

maksila ditahan dengan kawat pada bagian tulang muka yang tidak

mengalami cedera yang berada di a tas garis fraktur. Kawa t suspensi ini

Page 23: Ujian Plastik Firza

dihubungkan dengan kawat fiksasi/arch bar pada mandibula. Untuk

memperkuat arch bar mandibula terhadap tarikan kawat suspensi,

dianjurkan pemakaian circumferential wiring pada 3/3. Dengan demikian

maksila terj epi t di antara mandibula dan bagian tulang muka yang

stabil.

Teknik suspensi dengan kawat ini dapat berupa :

a) Circumzygomatic

Kawat penggantung/penahan melalui atau meliputi arcus

zygomaticus

b) Zygomatic-mandibula

Kawat melalui lubang pada tulang zygoma

c) Inferior orbital border-mandibula

Kawat melalui lubang pada lower orbital rim

d) Fronto-mandibular

Kawat melalui lubang pada zygomatic processus pada tulang

frontal

e) Pyriform fossa mandibular

Kawat me1alui lubang pada fossa pyriformis. Ini hanya untuk

perawatan Le Fort I dan sangat kurang stabil.

f) Nasal septum-mandibular

Fiksasi ini sangat tidak stabil

Pada beberapa keadaan, suspensi langsung terhadap maksila dapat

dilakukan yaitu apabila artikulasi gigi geligi yang tepat tidak mutlak

diperlukan , misalnya pada :

a) Salah satu rahang tidak bergigi

b) Immobilisasi mandibula tidak diperlukan

c) Suatu keadaan dimana immobilisasi mandibula merupakan

kontraindikasi, misalnya pada obstruksi nasal yang berat.

Page 24: Ujian Plastik Firza

H. Lamanya fiksasi

Yang dimaksud dengan sembuh yaitu tidak terdapatnya mobilitas pada daerah

fraktur bila dilakukan manipulasi dengan tangan.

- RA (maksila) 4 minggu

- RB (mandibula) 5-9 minggu

- Fracture condyle 2 minggu

Mengingat cepatnya penyembuhan fraktur dipengaruhi banyak faktor, misalnya

hebatnya fraktur, keadaan umum penderita, gizi penderita, ketrampilan operator dan

berbagai faktor lokal, maka sebelum dilakukan pembukaan alat-alat fiksasi,

diperlukan suatu pengamatan lebih dulu terhadap penyembuhan fraktur tersebut.

I. Perawatan Pasca bedah

A) Perawatan segera setelah operasi

Setelah operasi dengan narkose, ahli anestesi akan mengangkat endotrakeal

tube, bila reflek batuk sudah pulih. Bila keadaan jalan nafas penderita

mengkhawatirkan, nasopharingeal tube dapat dipertahankan sampai 24 jam, ini

dapat kita diskusikan dengan ahli anestesi.

Alat penyedot dan alat pemotong kawat harus selalu tersedia bilamana

diperlukan. Seharusnya seorang perawat yang berpengalaman mengawasi di

sisi pasien sampai pasien sadar betul.

B) Antibiotika dan analgetik

Pemberian antibiotik sangat perlu sekali bagi setiap fraktur rahang, apalagi

setelah dilakukan tindakan reposisi dan fiksasi. Pemberian dalam bentuk

kapsul atau tablet adalah sulit karena adanya IMF.

Obat dalam bentuk cairan lebih baik bagi penderi ta. Pemberian secara

parenteralpum dapat dilakukan.

Bila fiksasi baik analgetik biasanya tidak mutlak diberikan.

C) Pemberian makanan

Makanan umumnya dalam bentuk cairan atau setengah cairan.

Page 25: Ujian Plastik Firza

Makan dapat diberikan melalui celah yang ada antara gigi atau pada fossa

retromolar.

D) Kebersihan mulut

Pembersihan gigi dan kawat fiksasi adalah sangat penting untuk mengurangi

terjadinya infeksi.

E) Pemberian vitamin A, D, B compleks, mineral Ca, fosfat.

J. Komplikasi Fraktur Rahang

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya komplikasi fraktur:

1) Besarnya trauma yang terjadi

Bila trauma yang terjadi begitu besar sehingga selain kerusakan tulang juga

terjadi kerusakan jaringan.

2) Daerah fraktur yang terbuka

Pada fraktur kemungkinan terjadi sebagian daerah fraktur yang terbuka, yang

memudahkan terjadinya infeksi. Dengan adanya infeksi kemungkinan terjadinya

kerusakan jaringan makin lebih besar.

3) Fraktur tidak dirawat atau perawatan yang tidak sempurna.

Pada fraktur yang tidak dirawat dapat terjadi komplikasi seperti malunion,

delayed union dan keadaan yang lebih berat. Demikian juga pada perawatan

yang tidak sempurna, keadaan yang lebih berat dapat terjadi dengan timbulnya

infeksi akibat komplikasi yang terjadi dan ini berpengaruh pada penyembuhan

yang diharapkan.

4) Keadaan gigi-geligi

Keadaan gigi yang kurang baik seperti anatomi gigi, posisi gigi yang kurang

baik dan adanya gigi yang gangren dapat mernpermudah tirnbulnya komplikasi

bila terjadi fraktur di regio tersebut.

Page 26: Ujian Plastik Firza

K. Komplikasi setelah perawatan fraktur

1) Infeksi

2) Delayed union

Sebab :

o Reduksi kurang baik

o Adanya interposisi dari serat-serat otot, fragmen

o tulang yang keci1-kecil atau adanya gigi pada garis fraktur

o Adanya fokal infeksi

o Reaksi penyembuhan dari tubuh yang rendah

o Penyakiy -penyakit sistemik seperti sifilis, TBC, dan

o lain-lain.

o Fiksasi dan imobilisasi yang tidak baik

Perawatan terhadap delayed union

o Hilangkan semua faktor penyebab

o Bila perlu lakukan operasi ulang

3) Malunion

Sebab :

- Reduksi yang tidak tepat

- Alat fiksasi dan immobilisasi yang tidak baik Perawatan malunion :

- Refracturing, kemudian ulangi reduksi, immobilisasi dan fiksasi

- Bila union sudah kuat, perlu tindakan osteotomi melalui garis fraktur semula

4) Non union

Sebab :

- Menangguhkan perawatan yang terlalu lama

- Reduksi yang buruk

- Fiksasi dan immobilisasi yang tidak baik

- Alat fiksasi terlalu cepat dibuka

Page 27: Ujian Plastik Firza

- Adanya benda asing di garis fraktur

5) Kerusakan saraf

Dapat terjadi paraesthesia karena kerusakan n.alveolaris inferior pada RB,

kerusakan n.infra orbitalis, n.alveolaris superior serta cabang-cabangnya pada

RA.

6) Trismus

Penderita sukar membuka mulut.

L. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan tersebut, antara lain

1) Umur

2) Keadaan umum

3) Bentuk fraktur

4) Jarak antara kedua fragmen tulang

5) Vaskularisasi dari kedua fragmen

6) Infeksi

7) Perawatan

M. Fraktur Pada Anak-Anak

Fraktur maksila pada anak-anak jarang ditemukan, lebih sering ditemukan fraktur pada os

mandibula atau os nasal. Displace minimal dan greenstick fracture dapat ditangani secara

konservatif. Displaced fracture ditangani dengan cara penanganan yang sama dengan

fraktur pada dewasa: repair segera dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF). Plate

dan skrew sebaiknya jangan diletakkan di dekat gigi yang akan tumbuh. Beberapa ahli

berpendapat akan memindahkan semua alat-alat tersebut saat pasien sudah sembuh. Fiksasi

maksilomandibular (MMF) tradisional pada anak-anak yang belum memiliki gig permanen

sangat berisiko. Jika memang diperlukan, hal itu dapat digantikan dengan acrylic splints

dan circummandibular wires, sehingga kerusakan pada tunas gigi dapat dihindari.

Page 28: Ujian Plastik Firza

DAFTAR PUSTAKA

Akoglu E et al.2011.Heading the ball: a case of a Le Fort II fracture in a football

Match. BMJ Case Reports.

Bali R et al .2012.A comprehensive study on maxillofacial trauma

conducted in Yamunanagar, India. Ivresearch.

Ballon A, Ling, Lelke, Sader, Landes CA.2009. Complex facial trauma with combined

surgical and orthodontic rehabilitation. Dept. of Oral and Maxillofacial and Plastic

Facial Surgery University Medical Centre Frankfurt.

Chalya et al. 2011. Etiological spectrum, injury characteristics and treatment outcome of

maxillofacial injuries in a Tanzanian teaching hospital. BMC.

Cole P, Kaufman Y, Hollier LH.2009.Managing the Pediatric Facial Fracture. Thieme

Medical Publishers.

Dang N P et al.2014.Etiology, distribution, treatment modalities

and complications of maxillofacial fractures. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.

Dufresne CR, Manson PN.2011.Pediatric Craniofacial Trauma: Challenging

Pediatric Cases—Craniofacial Trauma.Thieme Medical Publishers.

Ebenezer V, Balakrishnan R, Padmanabhan A .2014.Management Of Lefort Fractures.

Biomedical & Pharmacology Journal.

González CC et al.2014. Epidemiology of pediatric facial trauma in Chile:

A retrospective study of 7,617 cases in 3 years. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.

Page 29: Ujian Plastik Firza

Joshi SR et al.2012.Pattern and Prevalence of Maxillofacial Fractures in Rural Children of

Central Maharashtra, India. A Retrospective Study. Association of Oral and

Maxillofacial Surgeons of India.

Karim T, Khan AH, Ahmed SS. 2009. Trauma of facial skeleton in children: An indian

perspective. SPRINGER.

Khan N.2012. Post-traumatic near-complete aseptic necrosis of the maxilla: a case report

and review of the literature. The British Institute of Radiology.

Kraft A.2012. Craniomaxillofacial Trauma: Synopsis of 14,654 Cases with 35,129 Injuries

in 15 Years. Thieme Medical Publishers.

Malara P, Malara B, Drugacz J.2006. Characteristics of maxillofacial injuries resulting

from road traffic accidents – a 5 year review of the case records from Department

of Maxillofacial Surgery in Katowice, Poland. BMC.

Massarelli O, Gobbi R, Raho MT.2011. An Aesthetically Possible Alternative

Approach for Craniomaxillofacial Trauma: The ‘‘Pretrichial Incision’’. Thieme

Medical Publishers.

Munem A, Raza M, Khan AH.2010.Facial Fractures In Children — A Study. Pakistan Oral

& Dental Journal.

Arslan ED et al.2014.Assessment of maxillofacial trauma in emergency

Department. World Journal of Emergency Surgery

Oppenheimer AJ, Monson LA, Buchman SR.2013. Pediatric Orbital Fractures. Thieme

Medical Publishers.

Page 30: Ujian Plastik Firza

Pappachan B, Alexander M.2011.Biomechanics of Cranio-Maxillofacial Trauma.

Association of Oral and Maxillofacial Surgeons of India.

Porosiło JM et al.2011.CT Imaging of facial trauma. Role of different types of

reconstruction. Part I – bones. Pol J Radiol.

Porosiło JM et al.2011. CT Imaging of facial trauma. The role of different types of

reconstruction. Part II – soft tissues. Pol J Radiol.

Rajanikanth K et al.2014. The pattern of maxillofacial fractures in central India A

Unicentric retrospective study. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences

(IOSR-JDMS).

Randolph C et al.2010. Orthognathic Surgery for Patients with Maxillofacial

Deformities. AORN Journal.

Ravindran V, Nair R.2011. Metaanalysis of Maxillofacial Trauma in the Northern

Districts of Kerala: One Year Prospective Study. Government Dental College,

Calicut, Kerala.

Regan BO et al. 2013. Screw-Wire Osteo-Traction: An Adjunctive or Alternative Method of

Anatomical Reduction of Multisegment Midfacial Fractures? A Description of

Technique and Prospective Study of 40 Patients. Department of Oral and

Maxillofacial Surgery, Queen Margaret Hospital, United Kingdom.

Ronald P. et al. 2009. Blindness Following Facial Fracture: Treatment Modalities and

Outcomes. Thieme Medical Publishers.

Page 31: Ujian Plastik Firza

Wheeler J, Phillips J.2011. Pediatric Facial Fractures and Potential Long-Term Growth

Disturbances. Thieme Medical Publishers.