Ujian Mita Bedah

31
STASE ILMU BEDAH PERITONITIS ET CAUSA APPENDICITIS PERFORASI OLEH : Nama : Prameita Rahmawati NIM : 0971311/ 12712361 Pembimbing : dr.Taufiq Nugroho Sp. B FAKULTAS KEDOKTERAN 0

description

semoga bermanfaat

Transcript of Ujian Mita Bedah

STATUS PASIEN BEDAH

STASE ILMU BEDAH

PERITONITIS ET CAUSA APPENDICITIS PERFORASI

OLEH :

Nama : Prameita Rahmawati

NIM

: 0971311/ 12712361

Pembimbing : dr.Taufiq Nugroho Sp. B

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

RSUD DR.SAYIDIMAN MAGETAN

2015 UNIVERSITAS

ISLAM

INDONESIA

FAKULTAS KEDOKTERAN DEPARTEMEN ILMU BEDAH

STATUS PASIEN UNTUK UJIAN

Untuk Dokter Muda

Nama Dokter MudaPrameita RahmawatiTanda Tangan

NIM09711311/12712361

Tanggal Ujian Maret 2015

Rumah sakitRSUD dr Sayidiman Magetan

Gelombang Periode Desember 7 Maret 2015

A. Identitas

Nama

: Tn. AM

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 35 TahunAlamat

: Selosari

Agama

: Islam

Mondok di bangsal

: IRNA IIIPekerjaan

: Swasta

Tanggal masuk

: 17 Februari 2015

Nomer CM

: 205743B. AnamnesisDiberikan oleh

: Alloanamnesis

Tempat/Tanggal/pukul : 21 Februari 2015

Keluhan Utama

: Nyeri di seluruh lapang perutRiwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh lapang perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri yang dirasakan terus menerus dan paling hebat terasa di bagian perut kanan bawah.. Keluhan diawali dengan demam sejak 3 hari yang lalu, demam dirasakan naik turun. Setelah itu pasien mengeluhkan nyeri ulu hati yang semakin lama semakin bertambah dan nyeri menjalar ke perut kanan bawah yang nyerinya dirasakan semakin bertambah berat dan terus-menerus sehingga menyebabkan pasien tidak bisa beraktifitas dan sulit untuk tidur. Keluhan ini juga disertai dengan mual, muntah (Ix) dan nafsu makan menurun. BAB (+) sedikit, BAK (+) lancar. Pasien ada riwayat dipijat (+).Riwayat Penyakit Dahulu

:

Riwayat asma disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat perut sering kembung dibenarkan

Riwayat trauma disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :Keluhan serupa disangkalAnamnesis Sistem

Sistem Cerebrospinal

: pusing (-), demam (+), nyeri kepala (-)Sistem Cardiovaskular : berdebar (-), sianosis (-)Sistem Respiratorius

: sesak (-), Batuk (-), pilek (-)Sistem Gastrointestinal : nyeri perut diseluruh lapang perut (+), mual (+), muntah (+)Sistem Urogenitale

: nyeri saat BAK (-), Panas (-)Sistem Integumentum : gatal (-), kemerahan (-)Sistem Musculoskeletal : pegal-pegal (-)Resume Anamnesis :Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh lapang perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri yang dirasakan terus menerus dan paling hebat terasa di bagian perut kanan bawah.. Keluhan diawali dengan demam sejak 3 hari yang lalu, demam dirasakan naik turun. Setelah itu pasien mengeluhkan nyeri ulu hati yang semakin lama semakin bertambah dan nyeri menjalar ke perut kanan bawah yang nyerinya dirasakan semakin bertambah berat dan terus-menerus sehingga menyebabkan pasien tidak bisa beraktifitas dan sulit untuk tidur. Keluhan ini juga disertai dengan mual, muntah (Ix) dan nafsu makan menurun. BAB (+) sedikit, BAK (+) lancar. Pasien ada riwayat dipijat (+). Tidak ada keluhan serupa sebelumnya pada pasien ataupun riwayat operasi sebelumnya

C. Pemeriksaan FisikI. Status Generalis

Kondisi Umum

: Tampak kesakitan

Kesadaran

: Compos mentis

Status Gizi

: Baik

Status Antopometri : CukupTanda vital

:

Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 94 x/menit

Respirasi

: 24x/menit

Suhuaxila

: 37,7 0

Suhurectal

: 38,9 0

Warna Kulit

: sawo matanga. Kepala-leher:

Kepala : normocephal, deformitas (-).

Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, refleks cahaya +/+, pupil isokor ka-ki

Leher : Pembesaran KGB (-), massa (-).

b. Thorax-Cardiovascular:

Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), sela iga dalam batas normal.

Palpasi : stem fremitus (+) normal, iktus kodis (+)

Perkusi : paru : sonor ; jantung : pekak.

Auskultasi: Cor : S1S2 regular, tunggal, murmur (-).

Pulmo

: suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.

c. Abdomen:

Inspeksi: Distensi (+), Darm Contour (-),jejas (-)

Auskultasi: BU (+) menurun.

Palpasi

: defans muskular (+), Rovsing sign (+), psoas sign (+), Nyeri tekan titik Mc-Burney (+), nyeri lepas (+), hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi: hipertimpani pada semua kuadran.

d. Ekstremitas atas: Deformitas -/-, edema -/-, akral hangat, pembesaran KGB (-)e. Ekstremitas bawah : Deformitas -/-, edema -/-, akral hangat.

II. Status LokalisRegio

: AbdomenInspeksi

: Distensi (+), Daram Contour (-), jejas (-)

Auskultasi

: BU (+) menurun.

Palpasi

: defans muskular (+), Rovsing sign (+), residu (+), kehijauan

3. pasang kateter4. terapi medikamentosa:

Injeksi antibiotik golongan Ampisilin 2g IV (Ceftriaxon 1gr 3x1) Infus metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam Injeksi Ranitidin Injeksi ondancentron 5. Bila telah mencapai keadaan perforasi maka segera dilakukan tindakan laparotomi H. PROGNOSISAd Vitam

: ad bonam

Ad Sanam

: ad bonam

Ad Functionam: dubia ad bonam

Ad Cosmeticam: ad bonamTINJAUAN PUSTAKA

A.PendahuluanAkut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya keadaan darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena perdarahan, peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat pencemaan. Peradangan bisa primer karena peradangan alat pencernaan seperti pada appendisitis atau sekunder melalui suatu pencemaran peritoneum karena perforasi tukak lambung, perforasi dari Payer's patch,pada typhus abdominalis atau perforasi akibat trauma. Pada akut abdomen, apapun penyebabnya, gejala utama yang menonjol adalah nyeri akut pada daerah abdomen. Kadang-kadang penyebab utama sudah jelas seperti pada trauma abdomen berupa vulnus abdominis penetrans namun kadang-kadang diagnosis akut abdomen baru dapat ditegakkan setelah pemeriksaan fisik serta pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan radiologi yang lengkap dan masa observasi yang ketat.

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri. Namun adanya kontaminasi bakteri yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi tubuh yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, kesemua hal ini merupakan faktor-faktor yang dapat memudahkan terjadinya peritonitis (radang peritoneum).

Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.I. Appendicitis

Definisi

Peradangan dari appendiks veriformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering

Epidemiologi

Perbandingan pria dan wanita 1:3

Dapat ditemukan di semua usia

Insidensi tertinggi terjadi pada usia 20-10 tahun

Etiologi

a. Peranan lingkungan

Asupan rendah serat akan berkontribusi pada perubahan motilitas, flora normal, dan kondisi lumen, yang selanjutnya menjadi predisposisi terbentuknya fecalith

b. Peranan obstruksi (faktor dominan)

Close loop obstruction dimana fecalith menjadi penyebab tersering

Penyebab obstruksi lainnya adalah hiperplasia jaringan limfoid pada mukosa dan submukosa, biji-bijian, neoplasma seperti karsinoma dan tumor karsinoid terjadi sekitar 2% kasus atau oleh benda asing, yang sangat jarang terjadi serta bola cacing (ascaris)

c. Peranan dari flora kolonik normal

Aspirasi pada apendiks yang inflamasi sekitar 60% adalah anaerob berbeda dengan apendiks normal yang hanya sebesar 25%. Spesimen jaringan dari apendiks yang inflamasi semua memperlihatkan hasil kultur E.Coli dan perkembangan apendicitis akut menjadi gangren dan perforasi.

Patofisiologi

1. Obstruksi

2. Sekresi meningkat

3. Aliran darah

Manifestasi Klinis

1. Gejala

Bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau preumbilikus (nyeri bersifat severe dan steady kemudian beralih ke kuadran kanan bawah

Terdapat keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tidak terlalu tinggi

Biasanya disertai konstipasi, kadang terjadi diare, mual, dan muntah

Bertambah nyeri dengan pergerakan seperti berjalan, atau batuk

2. Tanda

Tanda vital tidak terlalu berubah (bila berubah tanda adanya komplikasi)

Demam ringan (37,5-38 0C)

Posisi tidur memperingan dibanding berdiri atau berjalan

Peristaltik dapat normal ataupun menurun

Nyeri yang menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di Mc Burney (nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler)

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung:

a. Rovsing sign

Nyeri kanan bawah pada tekanan perut kiri bawah

b. Blumberg sign

Nyeri kanan bawah bila diberikan tekanan perut kiri bawah kemudian dilepaskan

c. Nyeri kanan bawah bila peritonwum bergerak seperti berjalan, batuk dan mengejan

Pemeriksaan Colok dubur juga sebaiknya jangan terlewatkan untuk dapat menyingkirkan adanya diagnosis lainnya.

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Leukosit rata-rata 10.000-18.000/mm3, > 20.000/mm

Dapat menunjukkan terjadinya perforasi

Shift to the left dominan PMN

LED meningkat (infiltrat)

2. Pencitraan

Radiografi

Untuk mencari gejala komplikasi

Melihat adanya bayangan batu radioopak

Ultrasonography

Melihat adanya gambaran dilatasi lumen, dinding tebal3. ALVARADO SCORE

Symtom

Migrate point pain:1

Anorexia

:1

Nausea/vomit:1

Sign

RLQ tenderness:2

Rebound

:1

Temperature

:1

Laboratorium

Leukositosis

:1

Left to the shift

:1

Penatalaksanaan

1. Terapi pilhan satu-satunya pembedahan (appendektomi)

2. Operasi tergantung waktu

Apendicitis akut: segera dilakukan pembedahan dini

Apendicitis perforasi (CITO!)

Lokal atau umum, segera lakukan laparotomi

Perbaikan KU dnegan infus, pemberian antibiotik untuk gram (-) dan (+) serta kuman anaerob dan p[emasangan NGT dilakukan sebelum operasi

Apendicitis abses (CITO!)

Dilakukan incisi dan drainage saja secara lokal anestesi dan bila mungkin extra peritoneal

Apendektomi dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian

Prognosis

Mortalitas:

0,1% pada apendicitis akut

3% bila ruptur

15% bila ruptur pada geriatri

Penyebab kematian: sepsis tidak terkontrol, emboli paru, aspirasi

Komplikasi yang mungkin terjadi:

Akut: infeksi luka operasi

Kronis: perlengketan, illeus obstruksi, hernia

II.Peritonitis

Definisi

Merupakan inflamasi pada peritoneum, yang merupakan suatu membran serosa yang melapisi dinding abdominopelvik serta organ-organ di dalamnya. Peritonitis termasuk dalam gawat abdomen (akut abdomen), yang memerlukan penanganan segera dan biasanya berupa tindakan pembedahan

Klasifikasi Peritonitis

1. Peritonitis primer

Peritonitis spontan

Melalui penyebaran limfatik dan hematogen

Kejadiannya jarang

2. Peritonitis sekunder

Akibat proses patologik yang terjadi dalam abdomen

Paling sering terjadi

Paling sering diakibatkan oleh perforasi apendisitis, perforasi infeksi lambung dan usus, perforasi usus besar akibat divertikulitis, volvulus, kanker.

3. Peritonitis Tersier

Peritonitis yang sudah ditangani lewat operasi tetapi mengalami kekambuhan kembali

Terapi peritonitis primer dan sekunder tidak adekuat

Immunocompromised

ANATOMI Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Sedangkan kedua rongga mesoderm, bagian dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian akan menjadi peritoneum.Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa)

Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu:

Gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum). Pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter (retroperitoneum)

Manifestasi KlinisAdanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tandatanda rangsangan peritonium. Biasanya diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal).

Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni:

Demam tinggi, atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia

Takikardia, dehidrasi hingga menjadi hipotensi

Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat tertentu sebagai sumber infeksi

Bising usus menurun sampai menghilang.

Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau bisa pula tegang karena iritasi peritoneum.

Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.

Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat radang panggul, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut.

1. Anamnesis

Onset akut

Nyeri: bersifat tumpul, tidak jelas sampai tajam terlokalisir

Demam

Anoreksia

Mual, muntah

Perut kembung

Sulit BAB

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan tanda vital perlu diperhatikan status gizi, kemungkinan adanya gangguan kesadaran, dehidrasi, syok, anemia, dan gangguan napas. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan peritonitis, biasanya didapatkan keadaan sebagai berikut :

Keadaan umumnya tidak baik

Demam dengan temperatur >38 0C

Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia.

Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis. Penderita dengan perdarahan, perforasi atau obstruksi lambung atau duodenum sering datang dalam keadaan gawat.

Inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended. Auskultasi. Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.

Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan. Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.

Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.

Tampak kesakitan ringan-berat

Penurunan kesadaran

Terlihat menahan sakit

Demam dapat mencapai > 38 0C (waspada sepsis)

Takikardia, takipneu

Abdomen: distensi abdomen, nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler, tanda ileus paralitik (BU menurun)

Colok dubur: Sphincter lemah, nyeri tekan

Produksi urin berkurang

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil keputusan, misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan Roentgen dan endoskopi.

Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain:

nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi.

Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan. Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan bedah, juga dapat membantu menegakkan demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat perut.

Gambaran radiologiFoto roentgen di ambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto roentgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi.

Pada pemeriksaan foto polos abdomen dijumpai asites, tanda tanda obstruksi usus berupa air-udara dan kadang kadang udara bebas (perforasi). Biasanya lambung, usus halus dan kolon menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai ileus paralitik. Usus usus yang melebar biasanya berdinding tebal.

Pada peritonitis umum gambaran radiologinya menyerupai ileus paralitik. Terdapat distensi baik pada usus halus maupun pada usus besar. Pada foto berdiri terlihat beberapa fluid level di dalam usus halus dan usus besar. Jika terjadi suatu ruptur viskus bisa menyebabkan peritonitis, udara bebas mungkin akan terlihat pada kavitas peritoneal.Laboratorium

Hemoglobin (anemia)

Leukositosis/leukopenia

Shift to the left

Komplikasi: ureum, kreatinin, gula darah, natrium, kalium, AGD

Kultur: cairan peritoneum, pus (abses/peritonitis tersier)

X-ray

Foto abdomen 3 posisi: free air, dilatasi, preperitoneal fat (-)

USG

Lokasi cairan (abses)DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis, kolesistitis, PIDPENATALAKSANAAN

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dan sebagainya) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.

Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang menyebabkan radang di peritoneum. Secara non-invasif dapat dilakukan dengan drainase abses dan endoskopi perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah laparotomi eksplorasi rongga peritoneum.

Secara prinsip terbagi menjadi dua:

1. Terapi umum

Terapi supportif: oksigenasi jaringan, dekompresi, resusitasi cairan dan elektrolit

Terapi khusus:

a. Terapi non bedah:

Mengontrol sumber infeksi

Menghilangkan bakteri dan tksinnya

Menstabilkan fungsi sistem tubuh

Mengontrol proses inflamasi

b. Terapi bedah:

Laparotomi:

Repair (kontrol infeksi)

Purge (evakuasi inokulasi bakteri, pus, adjuvan)KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : Komplikasi dini 1. Appendicular infiltrat:

Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.2. Appendicular abscess:

Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.3. Perforasi4. Syok septik5. IleusSedangkan komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat.

PROGNOSIS

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen. Prognosis ini bergantung kepada:

Lamanya peritonitis

< 24 jam = 90% penderita selamat

24-48 jam = 60% penderita selamat

> 48 jam = 20% penderita selamat.

Adanya penyakit penyerta

Daya tahan tubuh

Makin tua usia penderita, makin buruk prognosisnya.PEMBAHASAN

Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri di seluruh lapang perut, nyeri dirasakan terus menerus dan paling hebat terasa di bagian perut kanan bawah. Keluhan diawali dengan demam sejak 3 hari yang lalu, demam dirasakan turun naik. Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati yang semakin lama semakin bertambah dan nyeri menjalar ke perut kanan bawah yang nyerinya dirasakan semakin bertambah berat dan terus menerus sehingga menyebabkan pasien tidak bisa beraktifitas dan sulit untuk tidur. Keluhan ini juga disertai dengan mual, muntah (Ix) dan nafsu makan menurun. BAB (+) sedikit, BAK (+) lancar. Pasien ada riwayat diurut-urut (+).

Dari pemeriksaan fisik abdomen didapatkan : Inspeksi: Distensi (+), Daram Contour (-), jejas (-) Auskultasi: BU (+) menurun.

Palpasi : defans muskular (+), Rovsing sign (+), Nyeri tekan titik Me Burney (+), nyeri lepas (+), hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi: hipertimpani pada semua kuadran.

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik tersebut, pasien ini telah mengalami peradangan di peritonium akibat dari suatu peradangan di appendiks yang biasa disebut dengan peritonitis. Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut.

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. 1

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi dengan gejala-gejala sebagai berikut:Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam

Demam tinggi lebih dari 38,50C

Lekositosis (AL lebih dari 14.000)

Dehidrasi dan asidosis

Distensi

Menghilangnya bising usus

Nyeri tekan kuadran kanan bawah

Rebound tenderness sign

Rovsing sign

Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal

Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman. Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-kasus perforasi apendisitis . Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi ampisilin (lOOmg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg) dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi.Metronidasol aktif terhadap bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan. Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin. 4

Pembedahannya adalah dengan apendektomi, yang dapat dicapai melalui insisi Me Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi.22