uji disoulusi

download uji disoulusi

of 7

Transcript of uji disoulusi

  • 8/7/2019 uji disoulusi

    1/7

    UJI DISOLUSI KAPSUL OMEPRAZOL PRODUKSI OBAT GENERIK BERLOGO

    DAN PRODUKSI NAMA DAGANG.

    Ani Isnawati , Puji Lestari

    Puslitbang Biomedis dan Farmasi

    Parameter penting dalam menentukan mutu obat dalam bentuk kapsul adalah penetapan kadarzat berkhasiat, penetapan waktu hancur dan uji disolusi. Dalam teknologi pembuatan kapsul ,

    parameter yang dikehendaki adalah waktu hancur yang cepat dan disolusi obat dengan kadaryang tinggi. Dengan berkembangnya teknologi formulasi terutama bahan-bahan penolong maka

    harapan tersebut bisa dicapai.

    Disolusi suatu kapsul atau tablet adalah jumlah atau persen zat berkhasiat dari suatu sediaanpadat yang terlarut pada suatu waktu tertentu dalam kondisi baku yaitu pada suhu, kecepatan

    pengadukan dan komposisi media tertentu . Uji disolusi merupakan suatu parameter penting

    dalam pengembangan produk dan pengendalian mutu obat. Kecepatan disolusi yang dinyatakandalam prosen persatuan waktu , adalah suatu karakteristik mutu yang penting dalam menilai

    mutu obat yang digunakan peroral untuk mendapatkan efek sistemik.

    Pembagian obat berdasarkan kepemilikan nama adalah :

    Obat generik berlogo.

    Obat dengan nama dagang.

    Program Obat Generik berlogo ditetapkan dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 085 Tahun

    1989 . Peraturan ini mengatur tentang produksi obat generik dan kewajiban menulis resep obatgenerik pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah untuk pasien rawat jalan dan rawat inap. Obat

    generik adalah obat yang diberi nama generik yaitu nama zat berkhasiat yang dikandungnya

    sesuai dalam Farmakope Indonesia atau nama dalam International Nonpropietary Names ( INN ).

    Obat generik berlogo adalah obat generik yang menyandang logo, sebagai lambang yang

    menyatakan bahwa obat generik tersebut diproduksi pabrik obat yang sudah mendapatkansertifikat Cara Produksi Obat yang Baik ( CPOB ). Tujuan program obat generik berlogo ini

    adalah untuk meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan obat bagi masyarakat sehingga

    tujuan pelayanan kesehatan bisa tercapai. Harga obat generik berlogo jauh lebih murah dari obatdengan nama dagang ( branded name ) karena obat generik berlogo dipromosikan kepada tenaga

    medis dengan pemberian informasi langsung oleh petugas departemen kesehatan dan pembagian

    leaflet atau brosur kepada tenaga kesehatan serta pemberian informasi langsung lainnya kepadamasyarakat. Walaupun sudah berjalan lebih dari 15 tahun , masih ada anggapan dari beberapa

    kalangan medis atau masyarakat bahwa mutu obat generik berlogo lebih rendah dari obat dengan

    nama dagang yang dipromosikan oleh tenaga medical representatives. Pada kesempatan ini

    dilakukan suatu uji disolusi pada satu jenis obat dengan nama Omeprazol yang berbentukkapsul . Penetapan uji disolusi dilakukan terhadap 3 macam sample kapsul Omeprazol , satu

    dengan nama generik dari satu pabrik obat generik berlogo tertentu , satu dari obat Innovator dan

  • 8/7/2019 uji disoulusi

    2/7

    satu lagi dari obat sejenis ( me too drug ). Masing-masing sample berasal dari 1 bet ( batch )

    Jumlah sample untuk uji disolusi adalah 6 kapsul dan tiap pengerjaan digunakan secara duplo.

    Alat uji yang digunakan alat uji disolusi tipe Payung ( tipe 2 ) dan penentuan kadar dilakukan

    dengan alat Khromatografi Cair Kinerja Tinggi ( HPLC ) yang dilengkapi dengan detector uv

    dengan panjang gelombang 280 nm .Dilakukan uji disolusi pada tahap asam dan tahap dapar dan tahap basa.

    Untuk melihat masing-masing profil disolusi tahap asam, dapar dan basa dari ketiga kapsul pada

    menit ke - 5 , 10 , 20 , 30 ,40 dan 50 ditunjukkan dengan grafik berikut.

    PEMBAHASAN

    Hasil uji disolusi kapsul Omeprazol pada tahap asam pada menit ke 120 , kadar Omeprazol yangtersisa dalam pellet untuk Omeprazol OGB = 95,38 % , obat Inovator = 95,94 % dan obat sejenis

    ) me too ) = 93,72 % . Walaupun ketiga macam obat tersebut memenuhi syarat ( kadar tidak

    kurang dari 85 % ) tapi OGB lebih baik dari obat me too yang diproduksi oleh pabrik tertentu.

    Hasil uji disolusi tahap basa pada menit ke - 30 untuk OGB = 107, 61 % , obat Inovator = 103,59 % dan obat sejenis ( me too ) = 86, 56 . Ketiga jenis produk memenuhi syarat tapi untuk

    OGB ternyata lebih baik dari obat yang lainnya.

    KESIMPULAN

    Dari hasil uji disolusi 3 macam obat Omeprazol tidak menunjukkan beda yang bermakna tapi

    hasil uji disolusi OGB lebih baik.

  • 8/7/2019 uji disoulusi

    3/7

    Kadar obat dalam darah pada sediaan peroral dipengaruhi oleh proses absorpsi dan

    kadar obat dalam darah ini menentukan efek sistemiknya (Shargel dan Yu, 1999).

    Obat dalam bentuk sediaan padat mengalami berbagai tahap pelepasan dari bentuk

    sediaan sebelum diabsorpsi. Tahapan tersebut meliputi disintegrasi, deagregasi dan

    disolusi.

    Kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi dalam proses disintegrasi, disolusi danabsorpsi, ditentukan oleh tahap yang paling lambat dari rangkaian di atas yang

    disebut dengan rate limiting step (Shargel dan Yu, 1999). Kecepatan pelepasan

    obat sediaan lepas lambat, yaitu kecepatan disolusi dianggap selalu lebih lambat

    daripada kecepatan absorpsi, atau dengan kata lain kecepatan disolusi merupakan

    rate limiting step. Pengaturan absorpsi sistemik obat bentuk sediaan lepas lambat

    dapat dilakukan dengan mengatur kecepatan disolusi (Notari, 1980).

    Supaya partikel padat terdisolusi maka molekul solut pertama-tama harus

    memisahkan diri dari permukaan padat, kemudian bergerak menjauhi permukaan

    memasuki pelarut. Tergantung pada kedua proses ini dan bagaimana cara proses

    transpor berlangsung maka perilaku disolusi dapat digambarkan secara fisika. Dari

    segi kecepatan disolusi yang terlibat dalam zat murni, ada tiga dasar model fisika

    yang umum (Abdou, 1989).

    Di dalam pembahasan untuk memahami mekanisme disolusi, kadang-kadang

    digunakan salah satu model atau gabungan dari model-model tersebut.

    a. Model lapisan difusi (diffusion layer model)

    Model ini pertama kali diusulkan oleh Nerst dan Brunner. Pada permukaan padat

    terdapat satu lapis tipis cairan dengan ketebalan , merupakan komponen

    kecepatan negatif dengan arah yang berlawanan dengan permukaan padat seperti

    terlihat pada gambar 1 berikut (Banakar, 1992)

    Gambar 1. Model lapisan difusi (Banakar, 1992)

    Reaksi pada permukaan padat-cair berlangsung cepat. Begitu model solut melewati

    antar muka liquid film bulk film, pencampuran secara cepat akan terjadi dan

    gradien konsentrasi akan hilang. Karena itu kecepatan disolusi ditentukan oleh

    difusi gerakan Brown dari molekul dalam liguid film (Banakar, 1992).

    b. Model barrier antar muka (interfacial barrier model)

    Model ini menggambarkan reaksi yang terjadi pada permukaan padat dan dalam

    hal ini terjadi difusi sepanjang lapisan tipis cairan seperti terlihat pada skemagambar 2 berikut (Banakar, 1992).

    Gambar 2. Model barrier antar muka (Banakar, 1992)

    Sebagai hasilnya, tidak dianggap adanya kesetimbangan padatan-larutan, dan hal

    ini harus dijadikan pegangan dalam membahas model ini. Proses pada antar muka

    padat-cair sekarang menjadi pembatas kecepatan ditinjau dari proses transpor.

  • 8/7/2019 uji disoulusi

    4/7

    Transpor yang relatif cepat terjadi secara difusi melewati lapisan tipis statis

    (stagnant) (Banakar, 1992).

    c. Model Dankwert (Dankwert model)

    Model ini beranggapan bahwa transpor solut menjauhi permukaan padat terjadi

    melalui cara paket makroskopik pelarut mencapai antar muka padat-cair karena

    terjadi pusaran difusi secara acak seperti terlihat pada gambar 3 berikut (Banakar,1992).

    Gambar 3. Model Dankwert (Banakar, 1992)

    Paket pelarut terlihat pada permukaan padatan. Selama berada pada antar muka,

    paket mampu mengabsorpsi solut menurut hukum difusi biasa, dan kemudian

    digantikan oleh paket pelarut segar. Jika dianggap reaksi pada permukaan padat

    terjadi segera, proses pembaharuan permukaan tersebut terkait dengan kecepatan

    transpor solut atau dengan kata lain disolusi (Banakar, 1992).

    Disolusi didefinisikan sebagai suatu proses melarutnya zat kimia atau senyawa obat

    dari sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu (Wagner, 1971). Laju disolusi

    suatu obat adalah kecepatan perubahan dari bentuk padat menjadi terlarut dalam

    medianya setiap waktu tertentu. Jadi disolusi menggambarkan kecepatan obat larut

    dalam media disolusi (Banakar, 1992).

    Ekspresi matematika untuk definisi ini dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai

    berikut (Leeson dan Cartensen, 1974):

    dc / dt = K S ( Cs C ) ( 7 )

    dengan dc/dt = kecepatan disolusi bahan obat, K= konstanta disolusi, S = luas

    permukaan padatan, Cs = konsentrasi larutan jenuh dan C = konsentrasi bahan

    obat yang terlarut dalam cairan medium.

    Persamaan ( 7 ) di atas sebenarnya merupakan turunan dari persamaan Fickpertama, yang secara matematik dinyatakan dengan:

    J = - D dc ...( 8 )

    dx

    dimana J = flux bahan obat, yaitu jumlah bahan obat yang lewat persatuan waktu

    melalui suatu satuan luas dengan arah tegak lurus ( mg cm-2dt-1), D = koefisien

    difusi dan dc/dt = gradien konsentrasi.

    Pada jarak ( x ) = h cm dari permukaan bahan obat yang terdisolusi, akan berlaku

    persamaan:

    dc = ( C Cs ) ..( 9 )

    dx h

    Dengan memasukkan persamaan ( 9 ) ke dalam persamaan ( 8 ) diperoleh

    persamaan:

    J = - D ( C Cs ) ..( 10 )

    h

    Selanjutnya persamaan ( 10 ) akan diubah menjadi:

  • 8/7/2019 uji disoulusi

    5/7

    dm = D ( Cs C ) ......( 11 )

    dt . S h

    dm = V . dc = D S ( Cs C ) .....( 12 )

    dt dt h

    dc = D S ( Cs C ) ..( 13 )

    dt V h

    Pada persamaan (13), jika D/V.h diganti dengan K (karena masing-masing

    merupakan tetapan), maka hasilnya akan identik dengan persamaan ( 7 ).

    Dengan mempertahankan volume pelarut lebih besar terhadap titik kejenuhan

    (antara 5 sampai 10 x lebih besar), akan dicapai kondisi sink. Kondisi ini menjadi

    salah satu parameter eksperimental yang perlu diperhatikan selama uji disolusi,

    atau dengan kata lain Cs >> C (Hanson, 1991). Pada uji disolusi, apabila kondisi

    sink maka persamaan disolusi dapat disederhanakan menjadi:

    dc /dt = K S Cs . ( 14 )

    dimana S = luas permukaan padatan, K = karakteristik zat pada temperatur

    konstan dalam pelarut tertentu dan Cs = konsentrasi larutan jenuh.

    Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

    1. Sifat fisika kimia obat

    Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas

    permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju

    disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan

    obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk garam, padaumumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam maupun basa bebas.

    Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika

    pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat

    bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil

    daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah

    terdisolusi daripada bentuk kristal (Shargel dan Yu, 1999).

    2. Faktor formulasi

    Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat

    mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka

    antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secaralangsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob

    seperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan

    medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks

    dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang

    membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah

    obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat

    yang diabsorpsi (Shargel dan Yu, 1999).

  • 8/7/2019 uji disoulusi

    6/7

    3. Faktor alat dan kondisi lingkungan

    Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan

    perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi

    kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan

    semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan. Selain itu

    temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta pengambilan sampel jugadapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat (Swarbrick dan Boyland, 1994b;

    Parrott, 1971).

    Pengungkapan hasil uji disolusi dapat melalui salah satu cara di bawah ini:

    1. Metode Wagner

    Metode ini dapat menghitung tetapan kecepatan pelarutan (k) dengan berdasarkan

    pada asumsi bahwa kondisi percobaan dalam keadaan sink, proses pelarutan

    mengikuti orde satu, luas permukaan spesifik turun secara eksponensial terhadap

    waktu.

    Metode Wagner dapat diungkapkan dengan persamaan sebagai berikut

    (Langenbucher, 1972):

    ln 100 ( W~ - W ) = A ( k.t ).( 15 )

    W

    dengan:

    W~ = bobot zat padat tertinggi yang dapat larut

    W = bobot zat padat yang terlarut pada waktu t

    A = tetapan yang mengandung factor-faktor kelarutan, luas spesifik, dan tetapan

    kecepatan pelarutan pada awal proses (t0)

    k = tetapan kecepatan pelarutan

    t = waktu

    2. Metode Khan

    Metode ini kemudian dikenal dengan konsep dissolution efficiency (DE) yangdiasumsikan sebagai berikut:

    DE = y dt x 100% ..( 16 )

    Y 100 t

    dengan:

    y dt = luas daerah bawah kurva waktu t

    y 100 t = luas bidang pada kurva yang menunjukkan semua zat aktif telah terlarut

    pada waktu t

    DE = luas bidang ABC x 100%luas bidang ABDE

    100% E D

    Prosen

    terlarut C

  • 8/7/2019 uji disoulusi

    7/7

    A B

    Waktu

    Gambar 4. Kurva hubungan prosen zat padat yang terlarut pada waktu t (Khan,

    1975)

    3. Metode klasik

    Metode ini menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang

    kemudian dikenal dengan T20, T50, T90 dan sebagainya. Metode ini hanya

    menyebutkan satu titik saja, sehingga proses yang terjadi di luar (sebelum dan

    sesudah) titik tersebut tidak diketahui. Titik tersebut menyatakan jumlah zat aktif

    yang terlarut pada waktu tertentu. T20 misalnya, mengandung pengertian waktu

    yang diperlukan untuk melarutkan 20% zat aktif (Wagner, 1971).

    4. Jumlah zat aktif yang melarut pada waktu tertentu, misalnya C30 adalah dalam

    waktu 30 menit zat aktif yang melarut sebanyak x mg atau x mg/ml (Shargel dan

    Yu, 1999)