Uji Cemaran Senyawa Sejenis Dan Titik Lebur

56
MAKALAH ANALISIS FARMASI UJI CEMARAN SENYAWA SEJENIS DAN JARAK LEBUR KELOMPOK 3 Annisa Auliyya 1406524902 Firman Mulyo Wicaksono 1406525256 Futty Dewi Nuzulia Famini 1406525262 Millatur Rodiyah 1406525470 Raissa Elvina Nanang 1406525666 Tri Amelia 1406525930 PROGRAM PROFESI APOTEKER

description

UJi cemaran senyawa sejenis dan titik lebur untuk analsis kualitatif pada bahan baku farmasi.

Transcript of Uji Cemaran Senyawa Sejenis Dan Titik Lebur

MAKALAH ANALISIS FARMASI

UJI CEMARAN SENYAWA SEJENIS DAN JARAK

LEBUR

KELOMPOK 3

Annisa Auliyya 1406524902

Firman Mulyo Wicaksono 1406525256

Futty Dewi Nuzulia Famini 1406525262

Millatur Rodiyah 1406525470

Raissa Elvina Nanang 1406525666

Tri Amelia 1406525930

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Uji Jarak Lebur

Suhu lebur atau titik lebur suatu senyawa merupakan temperatur dimana

zat padat berada dalam kesetimbangan dengan bentuk cairnya. Zat padat akan

berubah menjadi bentuk cairnya ketika molekul dari zat padat tersebut

mendapatkan energi yang cukup untuk memecah ikatan intermolekulernya. Suhu

lebur suatu zat tergantung pada struktur molekulnya.

Sementara itu, jarak lebur didefinisikan sebagai rentang temperatur atau

suhu pada saat bentuk padat tersebut mulai melebur hingga keseluruhan sampel

melebur semua. Dalam Farmakope, jarak lebur atau suhu lebur zat padat

didefinisikan sebagai rentang suhu atau suhu pada saat zat padat menyatu dan

melebur sempurna, kecuali didefinisikan lain. Alat yang digunakan untuk

penetapan titik lebur harus diperiksa ketepatan dan kebenarannya secara berkala

dengan satu atau lebih dari enam Baku Pembanding Suhu Lebur BPFI, lebih baik

digunakan satu baku yang melebur paling dekat dengan suhu lebur senyawa yang

ditetapkan seperti yang tertera pada Baku Pembanding.

Manfaat penetapan titik lebur atau jarak lebur, yaitu :

1. Suhu lebur sebagai indikator kemurnian

Suatu zat dapat dikatakan murni bila memiliki titik lebur yang sama dengan

standar zat tersebut atau jarak lebur yang sempit (1-2oC atau kurang).

Sebaliknya apabila suatu zat memiliki suhu lebur yang berbeda atau jarak

lebur yang melebar terhadap standar, maka dapat dikatakan bahwa zat

tersebut tidak murni.

2. Suhu lebur sebagai alat untuk identifikasi dan karakterisasi

Untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi suatu senyawa, senyawa

tersebut harus dalam bentuk zat aktif murni dan dibandingkan dengan standar

yang memang telah terbukti kemurniannya. Apabila dua sampel memiliki

suhu lebur yang berbeda, dapat dikatakan bahwa kedua molekul sampel

tersebut berbeda baik secara struktur atau bentuk konfigurasinya. Kedua

sampel tersebut dapat diperkirakan merupakan isomer struktur. Apabila suhu

lebur antara dua sampel sama, struktur molekul kedua zat tersebut

diperkirakan sama.

Contoh alat penetapan jarak lebur yang sesuai terdiri dari:

1. Wadah gelas untuk tangas cairan dilengkapi dengan pengaduk dan diisi cairan

yang cocok. Sebagai cairan umumnya digunakan silicon cair.

2. Alat pengaduk yang sesuai

3. Termometer yang akurat

4. Kaca pembesar yang cocok.

5. Pipa kapiler berukuran panjang lebih kurang 10 cm dan diameter dalam 0,8

mm sampai 1,2 mm dengan ketebalan dinding 0,2 mm sampai 0,3 mm.

6. Sumber panas yang terkendali

Panas didapat dari api bebas atau listrik.

Cairan dalam tangas dipilih dengan melihat suhu yang dikehendaki,

tetapi umumnya digunakan parafin cair dan silikon cair yang baik untuk

rentang suhu yang lebih tinggi.

Cairan dalam tangas mempunyai kedalaman yang cukup sehingga

thermometer dapat tercelup dengan pencadang raksa tetap berada lebih

kurang 2 cm diatas dasar tangas.

Gambar 1.1. Alat Pengukuran Jarak Lebur

Gambar 1.2. Alat Penentuan Jarak Lebur

Gambar 1.3. Hasil Pengamatan penentuan Jarak Lebur

1.2. Uji Cemaran Senyawa Sejenis

Uji cemaran senyawa sejenis merupakan suatu pengujian dalam

monografi yang mengacu pada uji umum untuk menganalisis pengotor berupa

produk samping dari suatu zat aktif. Tujuan pengujian senyawa sejenis adalah

untuk mengontrol kadar produk samping saat proses sintesis dan pada

penyimpanan. Terdapat 3 metode yang digunakan untuk pengujian senyawa

sejenis :

1. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

A. Prinsip KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid

Chromatography (HPLC) merupakan suatu cara pemisahan zat yang didasarkan

pada perbedaan distribusi komponen-komponen zat yang ada pada sampel

terhadap fase gerak dan fase diam.

Instrumen KCKT

Injektor :berfungsi untuk memasukan cuplikan ke dalam kolom.

o Jenis injektor :

Aliran henti

Septum

Katup jalan kitar

Auto injektor

Pompa: untuk mengalirkan eluen kedalam kolom,pompa,segel-segel pompa

dan semua penghubung dalam sistem kromatografi harus terbuat dari bahan

yang secara kimiawi tahan terhadap fase gerak. Umumnya digunakan

gelas,baja nirkarat,teflon dan batu nilam.Tekanan minimal 103 atm.

o Jenis pompa :

Tekanan tetap

Pompa semprit

Pompa tekanan uap

Guard kolom : filter kimia untuk menahan material yang mungkin dapat

merusak atau menyumbat kolom.Berisikan fase diam yang mirip dengan

kolom

Kolom : untuk memisahkan masing-masing komponen.Kolom yang ada telah

tersedia dalam berbagai macam ukuran,kolom standar mempunyai diameter

dalam antara 4-5mm. Isi kolom harus berukuran homogen dan stabil.

Diameter partikel antara 4-7 µm, panjang kolom std 10-30 cm.

Detektor: berfungsi untuk mengidentifikasi komponen yang ada dalam eluat

dan mengukur jumlahnya.

o Sifat detektor yang ideal

Respon universal

Sensitivitas tinggi

Noisy rendah range linier dinamis

Respon tidak dipengaruhi variasi parameter

Respon terlepas dari komposisi fase gerak

Mudah digunakan dan dapat dipercaya

Tidak merusak analit

Tidak mahal

Respon stabil untuk waktu yg lama

Mampu memberikan informasi kualitatif mengenai analit

o Pengelompokan detektor KCKT berdasarkan sifat dan cara deteksi:

detektor umum: memberi respon terhadap fase gerak yang

dimodulasi dengan adanya solut.

detektor spesifik memberi respon terhadap beberapa sifat solut yang

tidak dimiliki oleh fase gerak.

detektor yang bersifat umum terhadap solute setelah fase gerak

dihilangkan dengan penguapan.

Integrator : untuk menghitung luas puncak

Fase gerak : faktor yang mempengaruhi pemisahan;variasi fase gerak sangat

beragam dalam hal kepolaran dan seletivitasnya terhadap komponen dalam

sampel;senyawa yang akan dipisahkan harus larut dalam pelarut yang

digunakan.

o Sifat eluen yang baik

Murni

Tidak bereaksi dengan kolom

Sesuai dengan detektor

Dapat melarutkan cuplikan

Selektif

Viskositas rendah

Memungkinkan dengan mudah untuk memperoleh cuplikan jika

diperlukan

Harga wajar

Dapat memisahkan zat dengan baik

Metode

Gambar 1.4. Skema Alat KCKT

Sampel yang telah dilarutkan dalam fase gerak kemudian diinjeksikan

kedalam KCKT melalui injektor, pompa akan memberi gaya pada sampel untuk

bergerak kekolom, pada kolom zat yang memiliki sifat yang sama dengan kolom

dalam hal ini polaritas zat dan kolom, zat yang bersifat polar akan tertahan pada

kolom yang bersifat polar sehingga zat yang bersifat non polar tidak tertahan dan

sebaliknya.Zat akan menuju detektor dan kemudian didapat hasil analisis berupa

kromatogram.

2. Kromatografi Lapis Tipis

Prinsip KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

Kromatografi Lapis Tipis atau Thin Layer Chromatography (TLC)

merupakan metode pemisahan dimana yang memisahkan terdiri atas fase diam

yang ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang

cocok. Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsorpsi (serapan), dimana

fase diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penjerap) dan fase gerak

adalah zat cair yang disebut dengan larutan pengembang. Campuran yang akan

dipisahkan berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita, kemudian plat

(lapisan) dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan

pengembang yang cocok (fase gerak) sehingga pemisahan terjadi selama

perambatan kapiler (pengembangan). Zat penjerap pada KLT merupakan lapisan

tipis serbuk yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik, atau logam secara

merata.

a. Prinsip Analisis Kualitatif

Dimana akan dibandingkan kesamaan/ kesesuaian Rf bercak zat uji dengan Rf

bercak baku pembanding dan juga spektrum serapan bercak zat uji dengan

spektrum serapan bercak baku pembanding.

b. Prinsip Analisis Kuantitatif

Dimana akan dibandingkan kesamaan/ kesesuaian Rf bercak zat uji dengan Rf

bercak baku pembanding dan juga spektrum serapan bercak zat uji dengan

spektrum serapan bercak baku pembanding.

3. Kromatografi Gas

Prinsip Kromatografi Gas

Kromatografi gas (KG) merupakan metode pemisahan dan deteksi

senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa gas anorganik dalam suatu

campuran.Kromatografi gas dapat diotomatisasi untuk analisis sampel-sampel

padat, cair, dan gas.Prinsip kromatografi gas yaitu teknik pemisahan dimana

pembawa yang mudah menguap dan stabil terhadap suhu tinggi bermigrasi

melalui kolom yang mengandung fase diam.

Ada dua jenis kromatografi gas :

1. Kromatografi Gas Cair (KGC)

KGC menggunakan fase diam berupa cairan dengan mekanisme sorpsi-nya

yaitu partisi.

2. Kromatografi Gas Padat (KGP)

KGP menggunakan fase diam padatan dengan mekanisme sorpsi-nya yaitu

adsorpsi permukaan.

Pemisahan pada kromatografi gas didasari pada titik didih suatu senyawa

yang juga dipengaruhi oleh interaksi yang mungkin terjadi antara pembawa dan

fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi pembawa dari ujung

kolom lalu menghantarkannya ke detektor.

Instrumentasi

Gambar 1.5. Instrumentasi Kromatografi Gas

Bagian-bagian utama dari sebuah kromatografi gas, yaitu : gas pembawa,

pengatur kecepatan alir, ruang suntik sampel dan sampling, kolom yang

diletakkan dalam oven yang dikontrol secara termostatik, sistem deteksi dan

pencatat (detector dan recorder), serta komputer yang dilengkapi perangkat

pengolah data.

Secara singkat, suatu gas pembawa inert mengalir terus-menerus dari

sebuah tabung gas besar melalui lubang injeksi, kolom, dan detector.Kecepatan

alir dari gas pembawa secara hati-hati dikontrol untuk memastikan hasil waktu

retensi dan meminimalisasi penyimpangan atau gangguan pada detektor. Sampel

diinjeksikan, umumnya menggunakan microsyringe, melalui lubang injeksi yang

dipanaskan, kemudian sampel akan menguap dan terbawa kedalam kolom.

Sampel tersebut akan terpisahkan menjadi komponen-komponen tunggal

berdasarkan konstanta distribusinya dalam fase diam dan fase gerak. Setelah

berhasil melalui kolom, gas pembawa dan sampel akan diteruskan ke detektor.

Alat ini akan mengukur kuantitas sampel dan mengirimkan signal data menuju

sistem data atau integrator yang kemudian menghasilkan suatu kromatogram,

catatan tertulis hasil analisis kromatografi, mengintegrasi area puncak, waktu

retensi, dan kalkulasi hasil kuantitatif.

1. Gas Pembawa

Fase gerak pada KG disebut dengan gas pembawa karena tujuannya adalah

untuk membawa solut ke kolom sehingga gas pembawa tidak berpengaruh

pada selektifitas.Tujuan kedua dari fase gerak ialah untuk menghasilkan suatu

matriks yang sesuai bagi detektor untuk menganalisis komponen sampel.

Syarat dari gas pembawa, antara lain tidak reaktif; murni/kering; dan dapat

disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Kecepatan linier dari carrier gas

menentukan efisiensi kolom. Gas yang biasa digunakan, yaitu nitrogen,

helium, argon, dan hidrogen.

2. Kecepatan Alir

Pengatur kecepatan alir penting untuk efisiensi kolom dan pengukuran analisis

kualitatif.Efisiensi kolom bergantung dari kesesuaian linieritas kecepatan alir

gas yang ditentukan oleh perubahan kecepatan alir hingga tercapainya plate

number (N) maksimum.Untuk analisis kualitatif, kecepatan alir yang konstan

menentukan waktu retensi yang dihasilkan pada kromatogram. Waktu retensi

tersebut yang kemudian akan digunakan untuk mengidentifikasi komponen-

komponen dari sampel. Sehingga, laju alir yang baik juga menentukan hasil

identifikasi senyawa yang spesifik.

3. Ruang suntik sampel

Fungsi dari ruang suntik sampel adalah untuk menghantarkan sampel ke

dalam aliran gas pembawa.Ruang suntik sampel atau lubang injeksi harus

mampu menangani berbagai bentuk sampel, baik gas, cairan, maupun padatan,

dan dengan segera dan kuantitatif diteruskan ke aliran gas pembawa. Untuk

sampel dalam bentuk gas, umumnya interaksi antara sampel gas dan cairan

pada fase diam akan menimbulkan masalah, sehingga umumnya campuran

tersebut dipanaskan hingga terbentuk gas atau diberikan tekanan hingga

terbentuk cairan. Untuk sampel dalam bentuk cairan, sebaiknya menggunakan

konsentrasi rendah dengan volume yang lebih kecil, seperti 1, 5, atau 10μL.

Sedangkan, untuk sampel dalam bentuk padatan, preparasi sampel akan lebih

mudah karena hanya melarutkan sampel tersebut dalam pelarut sesuai yang

mudah menguap.

Ruang suntik ini harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan

biasanya 10-15oC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi, seluruh

sampel akan menguap segera setelah sampel disuntikkan.

4. Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya

terdapat fase diam. Ada dua jenis kolom pada KG, yaitu kolom kemas

(packing column) dan kolom kapiler (capillary column). Kolom kemas terdiri

atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang inert yang

terdapat dalam tabung yang relative besar ( diameter 1-3 mm). Kolom kapiler

jauh lebih kecil ( 0,02 – 0.2 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai

penyangga lembam untuk fase diam cair. Fase diam melekat mengelilingi

dinding dalam kolom. Ada empat jenis lapisan pada kolom kapiler : WCOT (

Wall Coated Open Tube), SCOT ( Support Coated Open Tube), PLOT (

Porous Layer Open Tube), dan FSOT ( Fused Silica Open Tube).

Ketika menggambarkan suatu kolom, seseorang biasanya menyatakan panjang

kolom (dalam meter), diameter kolom ( dalam millimeter), ketebalan lapisan

fase diam ( dalam micrometer, dan jenis fase diam. Banyak bahan kimia yang

dapat dipakai sebagai fase diam, antara lain : squalen, DEGS, OV-17, dll. Fase

diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau

semi polar.Jenis fase diam menentukan urutan elusi komponen-komponen

dalam cairan.

Fase Diam Polaritas Golongan Sampel Suhu Maksimum

Squalen Non polar Hidrokarbon 125oC

Apiezon L Non polar Hidrokarbon, ester,

eter

300 oC

Metal silicon Non polar Steroid, pestisida,

alkaloid, ester

300 oC

Dionil ptalat Semi polar Semua jenis 170 oC

Dietilenglikolsuksinat Polar Ester 200 oC

Carbowax 20M Polar Alkohol,amina,

aromatic, keton

250 oC

Tabel 1.1. Jenis Fase Diam dan Penggunaannya

Pemisahan dengan KG didasarkan pada dua sifat senyawa yang

dipisahkan, yaitu kelarutan senyawa dalam cairan tertentu dan tekanan uap atau

keatsiriannya.Karena tekanan uap berbanding langsung dengan suhu, maka suhu

merupakan faktor yang utama pada KG.Pemisahan pada KG dapat dilakukan pada

suhu tetap yang biasanya disebut dengan pemisahan isothermal dan dapat

dilakukan menggunakan suhu yang berubah secara terkendali yang disebut dengan

pemisahan suhu terprogram.

Setelah kolom dipakai dalam jangka waktu sekian lama, kemungkinan

yang sering terjadi adalah penyumbatan kolom, sehingga mengakibatkan kinerja

kolom akan menurun. Jika hal ini terjadi, maka perlu dilakukan regenerasi untuk

mengembalikan kinerja kolom. Ada tiga cara regenerasi kolom :

a. Pemotongan kolom

Biasanya dilakukan jika terjadi penyumbatan pada ujung depan kolom.

b. Pengkondisian

Bersifat untuk memelihara kolom agar waktu hidupnya cukup lama.

c. Pencucian kolom

Untuk kolom fase terikat sebaiknya dilakukan pencucian menggunakan tangki

(tabung) pencuci yang dilakukan di luar oven.Laritan pencuci terbaik yaitu

pentana.

5. Oven (Temperatur)

Suhu kromatografi sebaiknya termostatik sehingga terjadi pemisahan yang

baik dalam waktu sesingkat mungkin dengan rentang suhu yang cukup luas.

Pengaturan suhu merupakan salah satu cara yang efektif untuk memeperbaiki

pemisahan komponen dalam campuran.

Ruang injeksi haruslah cukup panas sehingga dapat menguapkan sampel

sesegera mungkin setelah diinjeksikan supaya hasil injeksi sampel lebih

kuantitatif dan efisien.Namun, temperatur lubang injeksi haruslah serendah

mungkin dan temperatur kolom termostatik.Termperatur dari detektor

bergantung dari jenis detektor yang digunakan.Secara umum, temperatur

detektor harus cukup tinggi untuk mencegah kondensasi sampel atau cairan

dalam fase diam.

Tabel 1.2. Jenis-Jenis Detektor, Batas Deteksi, Jenis Sampel-Sampelnya, dan

Kecepatan Aliran Gas Pembawa

Apabila waktu retensi, area puncak, dan bentuk kromatogram berubah-ubah

kemungkinan terjadi dekomposisi atau modifikasi kimia bahan sampel akibat

termperatur terlalu tinggi.Sedangkan, apabila efisiensi kolom berubah

kemungkinan temperature terlalu rendah.

Jenis detektor Jenis Sampel Batas deteksi

Kecepatan Alir (ml/menit)

Gas

pembawaH2 Udara

Hantar panas Senyawa Umum 5-100 ng 15-30 - -

Ionisasi nyala Hidrokarbon 10 -100 pg 20-60 30-40 200-500

Penangkap

electron

Halogen organic,

pestisida

0,05-1 pg 30-60 - -

Nitrogen-

fosfor

Senyawa nitrogen

organik dan fosfat

organic

0,1-10 g 20-40 1-5 70-100

Fotometri

nyala (393 nm)

Senyawa-senyawa

sulfur

10-100 pg 20-40 50-70 60-80

Fotometri

nyala (526 nm)

Senyawa-senyawa

fosfor

1-10pg 20-40 120-170 100-150

Fotoionisasi Senyawa-senyawa

yang terionisasi

dengan UV

2 pg 30-40 - -

Konduktivitas

elektrolitik

Halogen, N, S 0,5 pg Cl, 2

pg S, 4 pg N

20-40 80 -

Fourier

transform-infra

red (FT-IR)

Senyawa-senyawa

organic

1000 pg 3-10 - -

Selektif masa Sesuai untuk

senyawa apapun

10 pg – 10 ng 0,5-30 - -

Emisi atom Sesuai untuk

elemen apapun

0,1 – 20 pg 60-70 - -

6. Detektor

Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat

keluar fase gerak yang membawa komponen hasil pemisahan.Detektor ini

berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen di dalamnya menjadi

sinyal elektronik, dimana sinyal elektronik ini berguna untuk analisis kualitatif

dan kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam

dan fase gerak dalam bentuk suatu kromatogram.

7. Komputer (Sistem Data)

Komputer pada sistem KG berperan sebagai suatu alat pengolah data.

Informasi yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam analisis kualitatif, biasanya

dengan membandingkan waktu retensi sampel dalam kondisi analisis yang sama.

Sedangkan, untuk analisi kuantitatif biasanya dilakukan dengan perhitungan

relatif tinggi atau luas puncak kromatogram sampel melalui metode baku luar

(external standar) atau baku dalam (internal standar).

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Monografi Klorfeniramin Maleat (Farmakope Indonesia IV)

Gambar 2.1. Struktur Kimia Klorfeniramin Maleat

2-[p-kloro-α-[2-(dimetilamino)etil]benzil]pridina maleat (1:1)

Klorfeniramin maleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari

100.5% C16H19ClN2,C4H4O4 dihitung dari zat yang telah dikeringkan.

Rumus molekul : C16H19ClN2,C4H4O4

Berat Molekul : 390,87

Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau. Larutan

mempunyai pH antar 4 dan 5.

Kelarutan : mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam

kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam

benzena.

Baku Pembanding : Klorfeniramin maleat BPFI; lakukan pengeringan

pada suhu 105oC selama 3 jam sebelum digunakan.

Identifikasi : Spektrum serapan infamerah zat yang didispersikan

dalam kalium bromida P menunjukkan maksimum

hanya pada panjang gelombang yang sama seperti

klorfeniramin maleat BPFI.

Susut pengeringan : Tidak lebih dari dari 0,5%, lakukan pengeringan

pada suhu 105oC selama 3 jam.

Sisa pemijaran : Tidak lebih 0,2%

Senyawa sejenis : Tidak lebih dari 2,0%.

Larutan uji : Larutkan lebih kurang 200 mg dalam

5 mL metilen klorida P.

Sistem kromatografi lakukan penetapan dengan cara

Kromatografi gas seperti yang tertera pada

kromatografi. Kromatografi gas dilengkapi dengan

detektor ionisasi nyala dan kolom kaca 1,2 m x 4

mm yang berisi bahan pengisi 3% fase diam G3

pada partikel penyangga S1AB. Pertahankan suhu

kolom, injektor, dan detektor berturut-turut pada

suhu lebih kurang 190o, 250o, dan 250o. gunakan

helium P kering sebagai gas pembawa dengan

mengatur lau aliran sehingga waktu retensi puncak

utama 4-5 menit. Lakukan kromatografi terhadap

Larutan uji, rekam luas puncak seperti yang tertera

pada prosedur. Faktor ikutan klorfeniramin maleat

tidak lebih dari 1,8.

Prosedur : suntikkan lebih kurang 1 µl Larutan uji.

Rekam kromatogram dalam eaktu tidak kurang dari

2 kali waktu retensi puncak klorfeniramin maleat

dan ukur luas puncak. Jumlah keseluruhan luas

relatif dari semua puncak kecuali puncak pelatur dan

asam maleat tidak lebih dari 2,0%.

Penetapan kadar : Timbang saksama lebih kurang 500 mg, larutkan

dalam 20 ml asam asetat glasial P, tambahkan 2 tetes

kristal violet LP dan titrasi dengan asam perklorat

0,1 N LV. Lakukan penetapan blanko.

1 asam perklorat 0,1 N setara dengan 19,54 mg

C16H19ClN2,C4H4O4.

Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.

2.2. Pengujian Jarak Lebur Klorfeniramin Maleat

Berdasarkan metode pada Farmakope Indonesia edisi IV, penentuan jarak

lebur dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Sampel dimasukkan ke dalam mortir dan digerus hingga halus.

b. Setelah itu, sampel dikeringkan di atas silika.

c. Tangas dipanaskan hingga ± 10o dibawah suhu lebur yang diperkirakan

(± 120o).

d. Setelah suhu tangan mencapai ± 120o, suhu tangas air dinaikkan dengan

kecepatan 1o ± 0,5o / menit.

e. Sampel dipindahkan ke atas kertas perkamen.

f. Pipa kapiler yang salah satu ujungnya tertutup diletakkan tegak lurus di atas

sampel, kemudian diketuk-ketuk untuk memasukkan sampel ke dalam pipa

kapiler.

g. Sampel dimasukkan hingga ketinggian 2,5-3,5 mm.

h. Termometer diangkat termometer dan secepatnya tabung kapiler ditempelkan

pada termometer dengan membasahi kedua ujungnya dengan tetesan cairan

dari tangas, tinggi bahan dalam kapiler diatur hingga setinggi pencadang

raksa.

i. Termometer ditempatkan kembali dan pemanasan dilanjutkan dengan

pengadukan tetap secukupnya hingga suhu naik lebih kurang 3° di bawah dari

batas bawah jarak lebur yang diperkirakan, pemanasan dikurangi hinga suhu

naik lebih kurang 1° sampai 2° per menit.

j. Suhu pada saat kolom uji yang diamati terlepas sempurna dari dinding kapiler

dicatat sebagai permukaan melebur dan suhu pada saat sampel mencair

seluruhnya dicatat sebagai suhu lebur.

k. Kedua suhu tersebut dicatat sebagai batas jarak lebur.

2.3. Uji Jarak Lebur Zat Lain yang Menggunakan Metode yang sama

Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV

1. Dietilstilbestrol

α,α’-Dietil-(E)-4,4’-stilbenediol

Gambar 2.2. Struktur Kimia Dietilstilbestrol

Jarak lebur dietilstilbestrol yaitu antara 169o dan 175o. Penetapan jarak

lebur dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Sampel dimasukkan ke dalam mortir dan digerus hingga halus.

b. Setelah itu, sampel dikeringkan di atas silika.

c. Tangas dipanaskan hingga ± 10o dibawah suhu lebur yang diperkirakan

(± 159o).

d. Setelah suhu tangan mencapai ± 159o, suhu tangas air dinaikkan dengan

kecepatan 1o ± 0,5o / menit.

e. Sampel dipindahkan ke atas kertas perkamen.

f. Pipa kapiler yang salah satu ujungnya tertutup diletakkan tegak lurus di atas

sampel, kemudian diketuk-ketuk untuk memasukkan sampel ke dalam pipa

kapiler.

g. Sampel dimasukkan hingga ketinggian 2,5-3,5 mm.

h. Termometer diangkat termometer dan secepatnya tabung kapiler ditempelkan

pada termometer dengan membasahi kedua ujungnya dengan tetesan cairan

dari tangas, tinggi bahan dalam kapiler diatur hingga setinggi pencadang

raksa.

i. Termometer ditempatkan kembali dan pemanasan dilanjutkan dengan

pengadukan tetap secukupnya hingga suhu naik lebih kurang 3° di bawah dari

batas bawah jarak lebur yang diperkirakan, pemanasan dikurangi hinga suhu

naik lebih kurang 1° sampai 2° per menit.

j. Suhu pada saat kolom uji yang diamati terlepas sempurna dari dinding kapiler

dicatat sebagai permukaan melebur dan suhu pada saat sampel mencair

seluruhnya dicatat sebagai suhu lebur.

k. Kedua suhu tersebut dicatat sebagai batas jarak lebur.

2. Isoniazid

Asam isonikotinat hidrazida

Gambar 2.3. Struktur Kimia Isoniazid

Jarak lebur isoniazid yaitu antara 170o dan 173o. Penetapan jarak lebur

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Sampel dimasukkan ke dalam mortir dan digerus hingga halus.

b. Setelah itu, sampel dikeringkan di atas silika.

c. Tangas dipanaskan hingga ± 10o dibawah suhu lebur yang diperkirakan

(± 160o).

d. Setelah suhu tangan mencapai ± 160o, suhu tangas air dinaikkan dengan

kecepatan 1o ± 0,5o / menit.

e. Sampel dipindahkan ke atas kertas perkamen.

f. Pipa kapiler yang salah satu ujungnya tertutup diletakkan tegak lurus di atas

sampel, kemudian diketuk-ketuk untuk memasukkan sampel ke dalam pipa

kapiler.

g. Sampel dimasukkan hingga ketinggian 2,5-3,5 mm.

h. Termometer diangkat termometer dan secepatnya tabung kapiler ditempelkan

pada termometer dengan membasahi kedua ujungnya dengan tetesan cairan

dari tangas, tinggi bahan dalam kapiler diatur hingga setinggi pencadang

raksa.

i. Termometer ditempatkan kembali dan pemanasan dilanjutkan dengan

pengadukan tetap secukupnya hingga suhu naik lebih kurang 3° di bawah dari

batas bawah jarak lebur yang diperkirakan, pemanasan dikurangi hinga suhu

naik lebih kurang 1° sampai 2° per menit.

j. Suhu pada saat kolom uji yang diamati terlepas sempurna dari dinding kapiler

dicatat sebagai permukaan melebur dan suhu pada saat sampel mencair

seluruhnya dicatat sebagai suhu lebur.

k. Kedua suhu tersebut dicatat sebagai batas jarak lebur.

3. Guaifenesin

3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol

Gambar 2.4. Struktur Kimia Guaifenesin

Jarak lebur guaifenesin yaitu antara 78o dan 82o. Penetapan jarak lebur

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Sampel dimasukkan ke dalam mortir dan digerus hingga halus.

b. Setelah itu, sampel dikeringkan di atas silika.

c. Tangas dipanaskan hingga ± 10o dibawah suhu lebur yang diperkirakan

(± 68o).

d. Setelah suhu tangan mencapai ± 168o, suhu tangas air dinaikkan dengan

kecepatan 1o ± 0,5o / menit.

e. Sampel dipindahkan ke atas kertas perkamen.

f. Pipa kapiler yang salah satu ujungnya tertutup diletakkan tegak lurus di atas

sampel, kemudian diketuk-ketuk untuk memasukkan sampel ke dalam pipa

kapiler.

g. Sampel dimasukkan hingga ketinggian 2,5-3,5 mm.

h. Termometer diangkat termometer dan secepatnya tabung kapiler ditempelkan

pada termometer dengan membasahi kedua ujungnya dengan tetesan cairan

dari tangas, tinggi bahan dalam kapiler diatur hingga setinggi pencadang

raksa.

i. Termometer ditempatkan kembali dan pemanasan dilanjutkan dengan

pengadukan tetap secukupnya hingga suhu naik lebih kurang 3° di bawah dari

batas bawah jarak lebur yang diperkirakan, pemanasan dikurangi hinga suhu

naik lebih kurang 1° sampai 2° per menit.

j. Suhu pada saat kolom uji yang diamati terlepas sempurna dari dinding kapiler

dicatat sebagai permukaan melebur dan suhu pada saat sampel mencair

seluruhnya dicatat sebagai suhu lebur.

k. Kedua suhu tersebut dicatat sebagai batas jarak lebur.

2.4. Uji Cemaran Senyawa Sejenis Klorfeniramin Maleat Berdasarkan

Farmakope Indonesia edisi IV

Syarat cemaran senyawa sejenis klorfeniramin maleat tidak lebih dari 2,0

%. Prosedur pengujian cemaran senyawa sejenis dengan metode kromatografi gas

adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan larutan uji, dengan melarutkan kurang lebih 200 mg klorfeniramin

maleat dalam 5 mL metilen klorida P.

2. Sistem kromatografi :

Kromatografi gas dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala dan kolom

kaca 1,2 m x 4 mm yang berisi bahan pengisi 3 % fase diam G3 (50%-

Fenil – 50% metilpolisiloksan) pada partikel penyangga S1AB (tanah

silika yang dicuci baik dengan asam maupun dengan basa, lalu

disilanisasikan).

Suhu kolom, injektor dan detektor berturut-turut dipertahankan pada suhu

kurang lebih 190˚C, 250˚C dan 250˚C.

Helium kering digunakan sebagai gas pembawa dengan mengatur laju

aliran sehingga waktu retensi puncak utama 4 sampai 5 menit.

3. Prosedur :

Suntikkan kurang lebih 1 µL larutan uji, lalu rekam kromatogram dalam

waktu tidak kurang dari 2 kali waktu retensi puncak klorfeniramin maleat dan

ukur luas puncak. Jumlah keseluruhan luas relatif dari semua puncak, kecuali

puncak pelarut dan asam maleat tidak lebih dari 2,0 %. Sedangkan, faktor

ikutan puncak klorfeniramin maleat tidak lebih dari 1,8.

2.5. Uji Cemaran Senyawa Sejenis Zat Lain yang Menggunakan Metode

Kromatografi Gas Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV

1. Etosuksimida

2-Etil-2-metilsuksinimida

Gambar 2.5. Struktur Kimia Etosuksimida

Cemaran senyawa sejenis etosuksimida yaitu 2-Etil-2-metilsuksinat dan cemaran

lainnya tidak lebih dari 0,2%. Penetapan senyawa sejenis dilakukan dengan cara

kromatografi gas dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pembuatan larutan uji, dengan melarutkan sejumlah zat dalam kloroform P

hingga kadar menjadi 250 mg/mL.

b. Prosedur :

Suntikkan 1 µL larutan uji ke dalam kromatografi yang dilengkapi dengan

detektor ionisasi nyala dan kolom 1,8 m x 6,4 mm yang berisi fase diam 5

% G5 (3-sianopropilpolisiloksan) pada partikel penyangga S1A (tanah

silika yag telah diglukskalsinasikan dan tersilanisasi) 60 hingga 80 mesh.

Suhu injektor, kolom dan detektor dipertahankan secara berturut-turut

pada suhu 260˚C, 280˚C, dan 140˚C.

Helium P digunakan sebagai gas pembawa dengan laju alir 90 ml/menit

dan untuk udara 450 mL/menit.

Atur kepekaan alat untuk dapat mendeteksi anhidrida, biasanya 32 kali

lebih peka dari yang digunakan untuk mendeteksi etosuksimida.

Ukur luas puncak etoksuksimida dan luas puncak anhidrida atau cemaran

lain bila ada, dan lakukan koreksi untuk perbedaan dalam pengaturan

kepekaan.

Hitung jumlah dalam persen 2-etil-2-metilsuksinat anhidrida dan cemaran

lain dengan rumus :

100AB

Keterangan : A adalah jumlah luas puncak yang telah dikoreksi; B adalah jumlah

luas puncak dari etosuksimida anhidrida dan cemaran lain yang telah dikoreksi.

2. Fenfluramin HCl

Etil (α-metil-3-trifluorometilfenetil) amina

Gambar 2.6. Struktur Kimia Fenfluramin HCl

Cemaran senyawa sejenis fenfluramin HCl adalah Etil (α-metil-4-

trifluorometilfenetil) amina. Penetapan senyawa sejenis dilakukan dengan cara

kromatografi gas dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Larutan baku dalam

Timbang sejumlah N,N-dietil-anilina P, larutkan dalam kloroform P

hingga kadar 0,01%.

Larutan baku

Timbang saksama lebih kurang 8 mg Fenfluramin HCl BPFI, larutkan

dalam 100 ml air, tambahkan 10 ml larutan KOH P 20%, ekstraksi 4 kali,

tiap kali dengan 25 ml kloroform P. saring dan uapkan kumpulan ekstrak

sampai kering dengan dialiri nitrogen P, larutkan sisa dalam 10 ml larutan

baku dalam.

Larutan uji I

Timbang saksama lebih kurang 400 mg zat uji, larutkan dalam 100 ml air,

tambahkan 10 ml larutan KOH P 20%, ekstraksi 4 kali, tiap kali dengan 25

ml kloroform P. saring dan uapkan kumpulan ekstrak sampai kering

dengan dialiri nitrogen P.

Larutan uji II

Timbang saksama lebih kurang 400 mg zat uji, larutkan dalam 100 ml air,

tambahkan 10 ml larutan KOH P 20%, ekstraksi 4 kali, tiap kali dengan 25

ml kloroform P. saring dan uapkan kumpulan ekstrak sampai kering

dengan dialiri nitrogen P, larutkan sisa dalam 10 ml larutan baku dalam.

Prosedur Uji :

Disuntikkan secara terpisah sejumlah volume sama Larutan baku, Larutan

uji I, dan Larutan uji II ke dalam KG yang dilengkapi dengan :

Detektor : Ionisasi nyala

Kolom : kolom kaca 2,75 m x 4 mm

Fase diam : senyawa polietilenglikol P (sebaiknya Carbowax 20M) dan

larutan KOH P 2% pada partikel penyangga tanah diatome cuci asam 80

mesh sampai 100 mesh

Suhu :

o Kolom :135oC

o Detektor : 200 oC

Efisiensi Kolom : Tidak kurang dari 1500 plat teoritis/meter, ditetapkan

menggunakan puncak baku dalam dalam kromatogram yang diperoleh dari

Larutan baku.

Persyaratan :

Pada kromatogram yang diperoleh dari Larutan uji I : puncak etil (α-metil-4-

trifluorometilfenetil) amina muncul segera puncak utama.

Pada kromatogram yang diperoleh dari Larutan uji II : perbandingan luas puncak

etil (α-metil-4-trifluorometilfenetil) amina terhadap puncak baku dalam tidak

lebih dari perbandingan luas puncak fenfluramin HCl terhadap puncak baku

dalam yang diperoleh dari Larutan baku.

3. Kaptopril

1-[(2S)-3-Merkapto-2-metilpropionil]-L-prolina

Gambar 2.7. Struktur Kimia Kaptopril

Cemaran senyawa sejenis kaptopril adalah Asam 3-merkapto-2-metilpropanoat.

Penetapan senyawa sejenis dilakukan dengan cara kromatografi gas dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

Syarat: Cemaran senyawa sejenis tidak lebih dari 0,1%.

Pereaksi sililasi:

Buat larutan tert-butildimetilklorosilan dalam N-metil-N-tert-butildimetil

sililtrifluoro-asetamida (1 dalam 100).

Larutan baku internal:

Masukkan lebih kurang 0,4 mL asam 3-merkaptopropanoat ke dalam labu

ukur 10 mL, encerkan dengan metilen klorida P sampai tanda.

Larutan baku:

Timbang seksama sejumlah Garam dari Asam 3-merkapto-2-

metilpropanoat dan 1,2-Difenil-etilamin BPFI, larutkan dalam metilen

klorida P dan encerkan dengan metilen klorida P hingga kadar lebih

kurang 12 mg/mL. [Catatan : Buat segar bila hendak digunakan. Larutan

ini stabil selama lebih kurang 5 jam].

Sistem kromatografi:

Kromatografi gas dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala, pertahankan

suhu lebih kurang 310oC dan kolom kapiler silika 15 m x 0,32 mm dilapisi

1 µm fase diam G27 (5% Fenil - 95% metilpolisiloksan) dan pemisahan

sistem injeksi dilapisi dengan wol kaca yang telah disililasi dengan

perbandingan pemisahan lebih kurang 25:1, pertahankan suhu lebih

kurang 250oC. Pertahankan suhu kolom pada 125oC selama 11 menit

setelah penyuntikan, naikkan suhu 30oC per menit hingga 300oC dan

pertahankan selama 8 menit. Gunakan helium P sebagai pembawa dan laju

aliran lebih kurang 1,7 mL/menit pada 125oC, selanjutnya laju aliran lebih

kurang 25 mL/menit.

Prosedur:

Pada 2 tabung vial yang tertutup ulir masukkan masing-masing 0,5 mL

metilen klorida P. Tambahkan 25,0 µL Larutan baku pada salah satu tabung.

Masukkan lebih kurang 100 mg kaptopril pada tabung ke dua dan campur.

Tambahkan 15,0 µL Larutan baku internal dan 0,4 mL Pereaksi sililasi pada

tiap tabung, tutup rapat tabung dengan penutup ulir dan campur hati-hati

dengan pengocok vortex. Letakkan tabung pada lempeng pemanas pada suhu

60oC selama 30 menit, angkat dan biarkan dingin.

Suntikkan 1,0 µL Larutan baku ke dalam kromatograf dan rekam luas

puncak dari larutan baku internal dan garam dari asam 3-merkapto-2-

metilpropanoat dan 1,2-difenil-etilamin (MMPA). Perbandingan simpangan

baku relatif luas puncak MMPA dan luas puncak larutan baku internal pada

penyuntikan ulang tidak lebih dari 2%. Waktu retensi relatif derivate silil dari

larutan baku internal dan derivate silil dari MMPA berturut-turut adalah lebih

kurang 0,85 dan 1,0. Dengan cara yang sama suntikkan sejumlah volume 1,0

µL Larutan uji. Hitung persentase asam 3-merkapto-2-metilpropanoat dalam

kaptopril yang digunakan dengan rumus:

( ) ( ) ( )

120,17 dan 317,45 berturut-turut adalah bobot molekul asam 3-merkapto-2-

metilpropanoat dan MMPA; C adalah kadar Garam dari asam 3-merkapto-2-

metilpropanoat dan 1,2-difeniletilamin BPFI dalam mg/mL Larutan baku; W

dalah bobot kaptopril dalam mg; Rs dan Ru berturut-turut adalah

perbandingan luas puncak asam 3-merkapto-2-metilpropanoat dan Larutan

baku internal dalam Larutan uji dan larutan baku.

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1. Penetapan Jarak Lebur

Jarak lebur merupakan rentang temperatur pada saat bentuk padat dari

suatu zat mulai melebur hingga keseluruhan sampel melebur semua. Sehingga

secara singkat dapat dikatakan bahwa titik leleh suatu zat adalah suhu di mana

terjadi perubahan materi dari padat menjadi cair. Sebuah bahan murni meleleh

pada suhu tepat didefinisikan, karakteristik dari setiap substansi kristal dan

bergantung hanya pada tekanan (meskipun ketergantungan tekanan umumnya

dianggap tidak signifikan).

Ketika suatu padatan senyawa dipanaskan, molekul senyawa akan

menyerap energi. Makin tinggi suhu pemanasan makin banyak energi yang

diserap sehingga gerakan rotasi dan vibrasi molekul meningkat. Pada keadaan

cairan molekul masih terikat satu dengan yang lainnya tetapi sudah tidak teratur

lagi. Idealnya, penambahan panas pada saat suatu senyawa murni mencapai titik

leburnya tidak akan menyebabkan kenaikan suhu hingga seluruh padatan senyawa

melebur. Titik lebur dinyatakan dengan rentang suhu ketika padatan senyawa

mulai melebur hingga seluruh padatan melebur seluruhnya. Sehingga yang

sebenarnya dibaca pada pengukuran titik lebur adalah jarak lebur (Pasto, Johnson

& Miller, 1992; Gilbert, John & Martin, 2011).

Manfaat penetapan titik lebur atau jarak lebur, yaitu :

1. Suhu lebur sebagai indikator kemurnian

Suatu zat dapat dikatakan murni bila memiliki titik lebur yang sama dengan

standar zat tersebut atau jarak lebur yang sempit (1-2oC atau kurang).

Sebaliknya apabila suatu zat memiliki suhu lebur yang berbeda atau jarak

lebur yang melebar terhadap standar, maka dapat dikatakan bahwa zat

tersebut tidak murni.

2. Suhu lebur sebagai alat untuk identifikasi dan karakterisasi

Untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi suatu senyawa, senyawa

tersebut harus dalam bentuk zat aktif murni dan dibandingkan dengan standar

yang memang telah terbukti kemurniannya. Apabila dua sampel memiliki

suhu lebur yang berbeda, dapat dikatakan bahwa kedua molekul sampel

tersebut berbeda baik secara struktur atau bentuk konfigurasinya. Kedua

sampel tersebut dapat diperkirakan merupakan isomer struktur. Apabila suhu

lebur antara dua sampel sama, struktur molekul kedua zat tersebut

diperkirakan sama.

Pada pelaksanaannya, persiapan sampel yang tidak sempurna adalah

penyebab utama hasil yang tidak akurat. Setiap sampel yang dimasukkan ke pipa

kapiler harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

a. Sampel harus benar-benar kering

b. Homogen

c. Dalam bentuk serbuk yang sangat halus

Persyaratan utama agar mendapatkan hasil yang baik yaitu sampel harus

berupa serbuk yang sangat halus. Hal tersebut akan menyebabkan transfer panas

ke sampel menjadi lebih efisien. Sampel yang memiliki bentuk kristal harus

digerus menggunakan mortir hingga menjadi serbuk yang sangat halus dan

homogen. Apabila sampel dalam ukuran besar diuji jarak leburnya, maka transfer

panas ke sampel menjadi tidak merata sehingga hasil yang didapatkan menjadi

tidak akurat.

Jumlah sampel yang digunakan pada pengujian jarak lebur haruslah tept.

Jumlah sampel yang terlalu banyak akan menyebabkan jarak lebur menjadi lebuh

besar karena dibutuhkan panas ekstra agar sampel tersebut mencair secara

keseluruhan. Hal tersebut menyebabkan hasil yang didapat menjadi tidak akurat.

3.2. Pembahasan Uji Cemaran Senyawa Sejenis

1. Pembahasan cemaran senyawa sejenis klorfeniramin maleat

Pada uji cemaran senyawa sejenis klorfeniramin maleat menggunakan

metode kromatografi gas. Pemilihan metilen klorida dalam pembuatan larutan uji

disebabkan karena metilen klorida bersifat semi polar sehingga dapat melarutkan

klorfeniramin maleat, serta metilen klorida memiliki titik didih yang rendah, yaitu

39,8 - 40˚C, sehingga mudah menguap.

Sistem kromatografi dalam uji ini terdiri atas fase diam yang bersifat semi

polar, yaitu fase diam G3 (50%-Fenil – 50% metilpolisiloksan). Pemilihan fase

diam disesuaikan dengan polaritas sampel, dimana sampel yang bersifat polar

menggunakan fase diam yang juga bersifat polar, dan sebaliknya. Oleh karena

klorfeniramin maleat dilarutkan dalam pelarut metilen klorida yang bersifat semi

polar, hal ini sesuai dengan fase diam yang digunakan yang juga bersifat semi

polar. Hal ini akan menyebabkan komponen-komponen dengan titik didih yang

sama dapat dipisahkan dengan adanya perbedaan koefisien partisi. Sedangkan,

detektor yang digunakan dalam kromatografi gas adalah ionisasi nyala (FID),

karena detektor ini dapat mendeteksi semua senyawa organik, dengan batas

terkecil pendeteksian 2 x 10-11 g/mL.

Setelah larutan uji dibuat, larutan tersebut diinjeksikan sebanyak 1 µL ke

dalam injektor. Suhu kolom, injektor dan detektor dijaga pada suhu 190˚C, 250˚C

dan 250˚C. Oleh karena metilen klorida memiliki titik didih yang rendah, maka

metilen klorida akan menguap terlebih dahulu, barulah disusul oleh klorfeniramin

maleat, lalu dideteksi oleh detektor. Detektor dapat menguraikan maleat yang

terkandung dalam klorfeniramin maleat menjadi asam maleat. Sehingga, hasil

kromatogram yang mungkin muncul adalah puncak metilen klorida, klorfeniramin

maleat, asam maleat, dan cemaran sejenisnya. Persyaratan cemaran senyawa

sejenis klorfeniramin maleat adalah jumlah keseluruhan luas relatif dari semua

puncak, kecuali puncak pelarut dan asam maleat tidak lebih dari 2,0 %.

2. Pembahasan cemaran senyawa sejenis etosuksimida

Pada uji cemaran senyawa sejenis etosuksimida menggunakan metode

kromatografi gas. 2-Etil-2-metilsuksinat merupakan contoh senyawa sejenis yang

sering terkandung dalam etosuksimida. Oleh karena etosuksimida merupakan zat

padat, maka untuk pengujian menggunakan kromatografi gas harus dibuat

menjadi larutan. Pemilihan kloroform dalam pembuatan larutan uji disebabkan

karena kloroform bersifat semi polar sehingga dapat melarutkan etosuksimida,

serta kloroform memiliki titik didih yang rendah, yaitu 61 - 62˚C, sehingga mudah

menguap.

Sistem kromatografi dalam uji ini terdiri atas fase diam yang bersifat semi

polar, yaitu fase diam G5 (3-sianopropilpolisiloksan). Pemilihan fase diam

disesuaikan dengan polaritas sampel, dimana larutan etosuksimida dan kloroform

bersifat semi polar, sehingga sesuai dengan fase diam yang digunakan yang juga

bersifat semi polar. Hal ini akan menyebabkan komponen-komponen dengan titik

didih yang sama dapat dipisahkan dengan adanya perbedaan koefisien partisi.

Sedangkan, detektor yang digunakan dalam kromatografi gas adalah ionisasi

nyala (FID), karena detektor ini dapat mendeteksi semua senyawa organik,

dengan batas terkecil pendeteksian 2 x 10-11 g/mL.

Setelah larutan uji dibuat, larutan tersebut diinjeksikan sebanyak 1 µL ke

dalam injektor. Suhu injektor, kolom dan detektor dijaga pada suhu 260˚C, 280˚C

dan 140˚C. Ketika larutan diinjeksikan, maka larutan kloroform yang

mengandung etosuksimida akan menguap, karena suhu dari sistem kromatografi

yang jauh lebih tinggi daripada titik didihnya. Oleh karena itu, etosuksimida dan

kloroform akan berubah menjadi gas dan dideteksi oleh detektor, sehingga

kromatogram akan muncul. Persyaratan dalam pengujian cemaran senyawa

sejenis etosuksimida adalah jumlah 2-etil-2-metilsuksinat anhidrida dan cemaran

lain tidak lebih dari 0,2%.

3. Pembahasan cemaran senyawa sejenis fenfluramin HCl

Pengujian cemaran senyawa sejenis fenfluramin HCl dilakukan

menggunakan metode kromatografi gas. Pengotor senyawa sejenis yang

terkandung dalam fenfluramin HCl yaitu etil (α-metil-4-trifluorometilfenetil)

amina. Pada prosedur, serbuk fenfluramin HCl dilarutkan ke dalam air,

ditambahkan larutan KOH P 20%, dan dilakukan ekstraksi menggunakan

kloroform sebanyak 4 kali, hal ini dilakukan untuk membantu deteksi senyawa

oleh detektor ionisasi nyala.

Detektor yang digunakan dalam pengujian iniadalah ionisasi nyala (FID).

Detektor ini dapat mendeteksi semua senyawa organik, dengan batas terkecil

pendeteksian 2 x 10-11 g/mL. Penggunaan baku dalam berupa N,N-dietil-anilina

Pditujukan agar pendeteksian lebih akurat karena digunakan perhitungan

menggunakan peak area ratio (PAR).

Larutan uji diinjeksikan sebanyak 1 µL ke dalam injektor. Suhu kolom dan

detektor dijaga pada berturut-turut pada suhu 135˚C dan 200 ˚C. Pada proses

deteksi, pelarut berupa kloroform akan menguap terlebih dahulu. Selanjutnya

pada pengujian terhadap Larutan uji I, puncak senyawa pengotor sejenis berupa

etil (α-metil-4-trifluorometilfenetil) amina akan muncul segera setelah senyawa

utama. Sedangkan pengujian terhadap Larutan Uji II memberikan perbandingan

luas puncak etil (α-metil-4-trifluorometilfenetil) amina terhadap puncak baku

dalam tidak lebih dari perbandingan luas puncak fenfluramin HCl terhadap

puncak baku dalam yang diperoleh dari Larutan baku.

4. Pembahasan cemaran senyawa sejenis kaptopril

KG merupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut yang mudah

menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang mengandung

fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada

umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali

jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada

kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan

semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak

yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya

ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50-350oC)

bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat

terelusi (Riyanto, dkk., 2013:12-13).

Gambar 3.1. Diagram skematik pada KG

Fase Gerak pada KG

Fase gerak pada KG juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan

awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak

berpengaruh pada selektifitas. Gas pembawa yang digunakan adalah helium P.

Pemilihan gas pembawa tergantung pada penggunaan spesifik dan jenis detektor

yang digunakan. Detektor yang digunakan adalah ionisasi nyala (FI IV,

1995:168).

Helium merupakan tipe gas pembawa yang sering digunakan karena

memberikan efisiensi kromatografi yang lebih baik (mengurangi pelebaran pita).

Helium mempunyai viskositas yang lebih rendah sehingga menghasilkan laju alir

gas pembawa yang lebih tinggi pada efisiensi yang optimum, dan dengan

demikian waktu evaluasi menjadi lebih pendek dan analisis lebih cepat (FI IV,

1995:1013).

Setiap pemisahan dengan KG terdapat kecepatan optimum gas pembawa

yang utamanya tergantung pada diameter kolom. Kecepatan alir gas 1,7 mL/menit

untuk kolom kapiler silika dengan diameter 0,32 mm. Pada tekanan tetap,

kecepatan alir gas meningkat dengan meningkatnya suhu (sebagaimana dalam

suhu terprogram), seperti pada uji cemaran senyawa sejenis dengan metode KG

pada bahan baku obat (Kaptopril) mempunyai laju aliran lebih kurang 1,7

mL/menit pada 125oC, selanjutnya laju aliran lebih kurang 25 mL/menit (FI IV,

1995:168).

Ruang suntik sampel pada KG

Sampel yang ideal dalam kromatografi gas adalah sampel yang hanya

mengandung senyawa yang akan dipisahkan dalam kolom, dan dalam banyak hal

juga pelarut yang mudah menguap yang melarutkan sampel tersebut. Walaupun

cairan yang mudah menguap (tidak dalam larutan), tetapi kebanyakan dilarutkan

terbih dahulu dalam pelarut organik baru kemudian disuntikkan (Riyanto, dkk.,

2013:16). Ruang penyuntikan harus dipanaskan cukup tinggi (terpisah dari kolom)

agar terjadi penguapan dengan cepat, karena apabila komponen dengan tingkat

penguapan yang rendah ada dalam sampel, komponen ini akan tertinggal di ruang

suntik yang pada akhirnya akan mengurangi kinerja kolom. Namun

pemanasannya pun tidak terlalu tinggi hingga menyebabkan terjadinya peruraian

(FI IV, 1995:1012).

Pemisahan sistem injeksi dilapisi dengan wol kaca yang telah disililasi dapat

digunakan pada tempat penyuntikan dengan perbandingan pemisahan lebih

kurang 25:1, pertahankan suhu lebih kurang 250oC (FI IV, 1995:167-168). Wol

kaca yang telah disililasi digunakan untuk menangkap residu yang mudah

menguap. Jumlahnya harus sedikit mungkin untuk menghindari terjadinya

penguraian oleh permukaan yang sangat aktif (FI IV, 1995:1014). Penyuntikan

dalam KG dapat dilakukan dengan memakai alat suntik (semprit) kedap gas atau

sistem penyuntikan yang telah dirancang secara khusus. Kebanyakan penyuntikan

dilakukan dengan menggunakan alat penyuntik mikro (Riyanto, dkk., 2013:16).

Pada kolom kapiler, sampel yang diperlukan sangat sediki 1 μl. Karena

pengukuran secara akurat sulit dilakukan jika sampel yang disuntikkan terlalu

kecil (pada kolom kapiler), maka ditempuh suatu cara untuk mengecilkan ukuran

sampel setelah penyuntikan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan

menggunakan teknik pemecah suntikan (split injection). Dengan menggunakan

pemecah suntikan ini, sampel yang banyaknya diketahui, disuntikkan ke dalam

aliran gas pembawa dan sebelum masuk ke kolom, gas pembawa ini dibagi

menjadi 2 aliran. Satu aliran akan masuk ke kolom dan satunya lagi akan dibuang.

Aliran relatif dalam kedua aliran ini dikendalikan dengan sejenis penghambat

seperti katup jarum pada aliran yang dibuang (Riyanto, dkk., 2013:15).

Kolom dan Fase Diam pada KG

Kolom yang digunakan pada uji cemaran senyawa sejenis dengan metode

KG pada bahan baku obat (Kaptopril) adalah Kolom Kapiler Silika 15 m x 0,32

mm. Pertahankan suhu kolom pada 125oC selama 11 menit setelah penyuntikan,

naikkan suhu 30oC per menit hingga 300oC dan pertahankan selama 8 menit (FI

IV, 1995:168).

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya

terdapat fase diam. Kolom kapiler mempunyai dinding dalam tabung berdiameter

kecil dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga untuk fase diam berupa

cairan. Sifat reaktif penyangga dapat dikurangi dengan menggunakan Pereaksi

Sililasi sebelum diberi lapisan fase cair. Kolom kapiler juga disebut ”Open

tubular columns”. Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom, lapisan

yang digunakan pada kolom kapiler ini yaitu FSOT (Fused Silica Open Tube).

Ketika menggambarkan suatu kolom, seseorang biasanya menyatakan panjang

kolom (dalam meter), diameter kolom (dalam milimeter). Semakin sempit

diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin besar atau puncak

kromatogram yang dihasilkan semakin tajam (Riyanto, dkk., 2013:19).

Pengaturan suhu pada KG dilakukan dengan pemisahan terprogram dengan

menaikkan suhu dari suhu tertentu ke suhu tertentu yang lain dengan laju yang

diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu. Perubahan suhu ini dapat

dilakukan secara otomatis dengan komputer. Pemisahan dengan suhu terprogram

mempunyai keuntungan, yakni mampu meningkatkan resolusi komponen-

komponen dalam suatu campuran yang mempunyai titik didih pada kisaran yang

luas. Disamping itu, pada suhu terprogram juga mampu mempercepat keseluruhan

waktu analisis, karena senyawa-senyawa dengan titik didih tinggi akan terelusi

lebih cepat (Riyanto, dkk., 2013:20-21).

Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponen-komponen dalam

campuran. Fase diam yang digunakan pada uji cemaran senyawa sejenis dengan

metode KG pada bahan baku obat (Kaptopril) adalah Fase diam G27 (5% Fenil –

95% metilpolisiloksan) yang bersifat non polar dengan lapisan penyalut 1 μm (FI

IV, 1995:168 dan 1019). Semakin tipis lapisan penyalut sebagai fase diam, maka

semakin tinggi suhu operasionalnya. Untuk lapisan salut < 1 μm, suhu operasional

dapat mencapai 460ºC, sementara itu suhu minimalnya dapat mencapai - 60ºC

(Riyanto, dkk., 2013:19).

Detektor pada KG

Detektor yang digunakan pada uji cemaran senyawa sejenis dengan metode

KG pada bahan baku obat (Kaptopril) adalah Detektor Ionisasi Nyala (Flame

Ionization Detektor = FID) yang dipertahankan suhunya pada lebih kurang 310oC

untuk mencegah terjadinya kondensasi. Detektor merupakan perangkat yang

diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang

membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu

sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-

komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan

sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-

komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (FI IV, 1995:168 dan

1012).

Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-komponen

oleh KG disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap waktu.

Waktu retensi tertentu dalam kromatogram dapat digunakan sebagai data

kualitatif, sedangkan luas puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data

kuantitatif yang keduanya telah dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Detektor

ionisasi nyala ini mengukur jumlah atom karbon untuk hampir semua senyawa

organik. Disamping itu, respon detektor ionisasi nyala sangat peka, dan

mempunyai jangkauan dinamik linier yang lebar sehingga dapat diperoleh hasil

kuantitatif yang akurat (FI IV, 1995:1012-1013).

Pada dasarnya senyawa organik bila dibakar akan terurai menjadi pecahan

sederhana bermuatan positif, biasanya terdiri atas satu karbon (C+). Pecahan ini

meningkatkan daya hantar di sekitar nyala, tempat yang telah dipasang elektroda,

dan peningkatan daya hantar ini dapat diukur dengan mudah dan direkam. Sampel

yang dibawa oleh gas pembawa mengalir ke dalam nyala dan diuraikan menjadi

ion. Ion ini akan meningkatkan daya hantar dan karenanya akan meningkatkan

arus listrik yang mengalir diantara 2 elektroda (Riyanto, dkk., 2013:26).

Gambar 3.2. Diagram skematik FID

Pada pamakaian FID, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: pertama,

kecepatan alir O2 (udara) dan H2. Untuk memperoleh tanggapan FID yang optimal

sebaiknya kecepatan aliran H2 ± 30 ml/menit dan O2 sepuluh kalinya. Kedua

adalah bahwa suhu FID harus diatas 100oC. Hal ini bertujuan untuk mencegah

kondensasi uap air yang mengakibatkan FID berkarat atau kehilangan (menurun)

sensitivitasnya. Kalau memungkinkan pada selang waktu tertentu dengan

pertolongan mekanik, maka dapat dilakukan pembersihkan bagian atas FID

(kolektor) yang mungkin telah dilapisi berbagai macam kotoran (Riyanto, dkk.,

2013:27).

BAB 4

KESIMPULAN

1. Pengujian jarak lebur dan cemaran senyawa sejenis pada klorfeniramin

maleat dilakukan untuk memastikan kemurnin zat aktif yang digunakan.

2. Uji cemaran senyawa sejenis merupakan suatu pengujian dalam monografi

yang mengacu pada uji umum untuk menganalisis pengotor berupa produk

samping dari suatu zat aktif. Uji cemaran senyawa sejenis klorfeniramin

maleat dapat dianalisis menggunakan kromatografi gas.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi

IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Gilbert, J. C. and Stephen F. (2011).Experimental Organic Chemistry: A

Miniscale and Microscale ApproachFifth Edition. Boston : Cangage Learning.

Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok : Departemen Farmasi

FMIPA UI

Pasto, D. J., Johnson, C. R., and Miller, M. J. (1992). Experiment and Techniques

in Organic Chemistry. New Jersey:Prentice Hall Inc.

Riyanto, Sugeng, Ibnu Gholib Gandjar, Sudibyo Martono, dan Endang

Lukitaningsih. (2013). Kromatografi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi

Universitas Gadjah Mada.