UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PREPARASI DAN...
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PREPARASI DAN...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI FILM
SAMBUNG SILANG KITOSAN-SITRAT YANG
MENGANDUNG VERAPAMIL HIDROKLORIDA
DENGAN METODE PERENDAMAN
SKRIPSI
ICHSANA ESKHA WIDYA
NIM 1111102000092
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI FILM
SAMBUNG SILANG KITOSAN-SITRAT YANG
MENGANDUNG VERAPAMIL HIDROKLORIDA
DENGAN METODE PERENDAMAN
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ICHSANA ESKHA WIDYA
1111102000092
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
vi
ABSTRAK
Nama : Ichsana Eskha Widya
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Preparasi dan Karakterisasi Film Sambung Silang Kitosan-
Sitrat yang Mengandung Verapamil Hidroklorida dengan
Metode Perendaman
Telah dibuat sediaan film sambung silang kitosan-sitrat yang mengandung
verapamil hidroklorida. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi
film kitosan-sitrat yang disambung silang pada pH 4, 5, 7, membandingkan
karakteristik film kitosan sitrat dengan film kitosan tripolifosfat, dan untuk
mengetahui pengaruh pH natrium sitrat terhadap karakteristik film sambung silang
kitosan-sitrat. Film dibuat dengan memvariasikan pH larutan natrium sitrat 4%
yaitu pH 4, 5, dan 7. Sambung silang sitrat dibuat dengan menggunakan metode
perendaman dan film dibuat dengan menggunakan metode penguapan pelarut. Film
yang dihasilkan dikarakterisasi meliputi analisis dengan FT-IR, evaluasi
organoleptis, ketebalan, keragaman bobot, keseragaman kandungan, kadar air,
ketahanan pelipatan, sifat mekanik, derajat pengembangan, dan pelepasan obat.
Karakteristik film kitosan-sitrat yang dihasilkan dibandingkan dengan karakteristik
film kitosan-tripolifosfat. Hasilnya menunjukkan bahwa film sambung silang
kitosan sitrat pH 4, 5, 7 dan kitosan-tripolifosfat dengan kadar air 14-24% memiliki
karakteristik : persen kekuatan tarik berturut-turut adalah 885,23 ± 165,72%,
1734,20 ± 506,72%, 1864,81 ± 171,12%, dan 3482,18 ± 1242,05%; persen elongasi
berturut-turut adalah 130,00 ± 0,00%, 80,00 ± 0,00%, 70,00 ± 0,00% dan 36,67 ±
5,77%; persen kumulatif disolusi pada jam ke-6 berturut-turut adalah 49,12 ±
2,88%, 47,49 ± 2,78%, 65,45% ± 13,70%, dan 62,34 ± 6,47%. Berdasarkan data
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pH natrium sitrat mempengaruhi
karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat. Peningkatan pH larutan sitrat
menyebabkan peningkatan persen kekuatan tarik dan penurunkan persen elongasi.
Nilai kekuatan tarik tertinggi dan elongasi terendah dihasilkan oleh film kitosan-
tripolifosfat, sedangkan persentase kumulatif pelepasan obat verapamil HCl
terendah dihasilkan oleh film kitosan-sitrat pH 5.
Kata kunci : film, sambung silang, kitosan, natrium sitrat, natrium
tripolifosfat, verapamil hidroklorida.
vii
ABSTRACT
Name : Ichsana Eskha Widya
Program Study : Pharmacy
Title : Preparation and Characterization of Crosslinked Chitosan-
Citrate Films Containing Verapamil Hydrochloride with
Soaking Method
Crosslinked chitosan-citrate films contaning verapamil hydrochloride have been
prepared with soaking method. The aims of this study were to characterize chitosan-
citrate films that have been prepared in pH 4, 5, 7, to compare the characteristics of
chitosan-citrate films with chitosan-tripolyphosphate film, and to know the effect
of pH sodium citrate solution to the characteristics of crosslinked chitosan-citrate
films. Films have been prepared by varying pH sodium citrate 4% solution
including pH 4, 5, and 7. Crosslinked chitosan-citrate was prepared by soaking
method and the films were prepared by solvent casting method. The resulting films
were characterized, including analysis with FTIR, organoleptic evaluation, film
thickness, weight variation test, content uniformity test, water content, folding
endurance, mechanical properties, swelling degree, and drug release. The
characteristics of chitosan-citrate films were compare to characteristics chitosan-
tripolyfosfat. The result showed that crosslinked chitosan-citrate pH 4, 5, 7 films
and chitosan-tripolyphosphate film with water content 14-24% had characteristics
: percent tensile strength respectively were 885,23 ± 165,72%, 1734,20 ± 506,72%,
1864,81 ± 171,12%, and 3482.18 ± 1242.05%; Percent elongation break
respectively were 130,00 ± 0,00%, 80,00 ± 0,00%, 70,00 ± 0,00% and 36,67 ±
5,77%; percent cumulative drug release of verapamil hydrochloride after sixth
hours respectively were 63,56 ± 3,72%, 51,27 ± 3,01%, 95,84 ± 6,06%, and 65,27
± 6,78%. Based on data, we can conclude that pH sodium citrate solution affect the
characteristics of crosslinked chitosan-citrate films. An increases in pH sodium
citrate solution causes an increases of percent tensile strength and decreases of
percent elongation break. The highest value of percent tensile strength and the
lowest value of percent elongation had to chitosan-tripolyphosphate film, whereas
the lowest percent cumulative drug release of verapamil hydrochloride had to
chitosan-citrate film pH 5.
Keywords : Film, crosslinked, chitosan, sodium citrate, sodium
tripolyphosphate, verapamil hydrochloride
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan atas
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan
skripsi yang berjudul “Preparasi dan Karakterisasi Film Sambung Silang Kitosan-
Sitrat yang mengandung Verapamil Hidroklorida dengan Metode Perendaman”
bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt dan Dra. Herdini, M.Si., Apt selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga,
saran, dan dukungan dalam penelitian ini. Semoga segala bantuan dan
bimbingan ibu mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.
2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Yardi, Ph.D., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.
5. Kedua orang tua tercinta H. Muljadi Nasir S.H. dan Hj. Susilawati S.H. atas
dukungannya baik secara moril maupun materi. Terima kasih telah
memberikan kasih sayang yang begitu besar dan selalu mendoakanku
disetiap doa-doamu. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan,
perlindungan, keselamatan, dan keberkahan kepada kedua orang tua hamba.
6. Adik dan kakakku, Ichsan Exa Ananta, Diah Eginawati, Mukmin Esha
Mahendra, Jacob Ong, dan Ankatama yang telah memberikan doa,
ix
semangat, dan dukungannya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan
lancar.
7. Arya Wirawan Maulana yang telah memberikan semangat, dukungan, dan
bantuannya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
8. Sahabat “mirror” Nova Sari Aulia yang telah memberikan dukungan,
semangat, doa, dan saran selama penelitian sehingga penelitian ini dapat
terselesaikan.
9. Wukir Wijatmoko Legowo, Wilhan Tjahyadi, dan Aditya Ramadhan yang
telah memberikan dukungan, semangat, dan doa sehingga penelitian ini
dapat berjalan dengan lancar.
10. Kakak-kakak laboran FKIK, kak Rachmadi, kak Eris, kak Anis, mbak Rani,
kak Lisna, kak Tiwi, kak liken, dan mbak Lilis atas bantuan, waktu, dan kerja
samanya selama penelitian.
11. Seluruh karyawan FKIK atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian.
12. Teman-teman seperjuangan Rizka Nurbaiti, Ageng Hasna Fauziyah, Subhan
Asfari, Evi Nurul Hidayati, Lela Laelatu, Herlina Pertiwi, Wardah Annajah,
dan keluarga besar “Tableters” yang telah memberikan semangat dan
kebersamaannya dalam perjuangan penelitian.
13. Teman-teman kelas B-D, Farmasi angkatan 2011, dan juga pihak-pihak lain
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan bantuan
dan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis berharap Allah SWT akan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini.
Ciputat, 9 Juli 2015
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
ABSTRAK....................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
2.1 Pembentukan Film .............................................................................. 5
2.2 Sambung Silang .................................................................................. 6
2.2.1 Sambung Silang Kovalen .......................................................... 6
2.2.2 Sambung Silang Ionik ............................................................... 8
2.2.3 Efek dari Sambung Silang ........................................................ 10
2.3 Agen Sambung Silang Ionik ............................................................... 11
2.3.1 Natrium Sitrat............................................................................ 11
2.3.2 Natrium Tripolifosfat ................................................................ 12
2.4 Kitosan ................................................................................................ 13
2.4.1 Sifat Fisika Kimia Kitosan ........................................................ 13
2.4.2 Aplikasi Kitosan........................................................................ 14
2.4.3 Film Kitosan-Sitrat.................................................................... 15
2.4.4 Film Kitosan-Tripolifosfat ........................................................ 16
2.5 Asam Asetat ........................................................................................ 18
2.6 Plasticizer ............................................................................................ 18
2.6.1 Gliserin................................................................................... ... 18
2.7 Verapamil Hidroklorida ...................................................................... 19
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 21
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 21
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 21
3.2.1 Alat ............................................................................................ 21
3.2.2 Bahan ......................................................................................... 21
xii
3.3 Prosedur Penelitian ............................................................................. 22
3.3.1 Preparasi Film Kitosan .............................................................. 22
3.3.2 Preparasi Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat pH 4, 5, 7 dan
Kitosan-Tripolifosfat ................................................................ 22
3.3.3 Karakterisasi Film ..................................................................... 23
3.3.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembu-
atan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl ........................... 23
3.3.3.2 Analisis dengan FT-IR ................................................. 23
3.3.3.3 Evaluasi Organoleptis Film .......................................... 23
3.3.3.4 Pengukuran ketebalan Film .......................................... 23
3.3.3.5 Keragaman Bobot ......................................................... 23
3.3.3.6 Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film .............. 24
3.3.3.7 Uji Keseragaman Kandungan dan Penetapan Kadar .... 24
3.3.3.8 Uji Kadar Air ................................................................ 24
3.3.3.9 Uji Ketahanan Pelipatan Film ...................................... 25
3.3.3.10 Uji Mekanik ................................................................ 25
3.3.3.11 Uji Derajat Pengembangan ......................................... 25
3.3.3.12 Uji Pelepasan Obat ..................................................... 26
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 27
4.1 Preparasi Film Kitosan ........................................................................ 27
4.2 Preparasi Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat (pH 4, 5, dan 7) dan
Kitosan Tripolifosfat ........................................................................... 28
4.3 Karakterisasi Film ............................................................................... 29
4.3.1 Analisis dengan FT-IR .............................................................. 29
4.3.2 Evaluasi Organoleptis ............................................................... 31
4.3.3 Ketebalan .................................................................................. 32
4.3.4 Keragaman Bobot ..................................................................... 33
4.3.5 Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film ........................... 34
4.3.6 Keseragaman Kandungan dan Penetapan Kadar Verapamil
HCl ............................................................................................ 35
4.3.7 Kadar Air .................................................................................. 37
4.3.8 Ketahanan Pelipatan.................................................................. 38
4.3.9 Uji Mekanik .............................................................................. 38
4.3.10 Derajat Pengembangan ........................................................... 40
4.3.11 Pelepasan Obat ........................................................................ 42
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 46
LAMPIRAN .................................................................................................... 52
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Bentuk Kitosan Hidrogel................................................ 7
Gambar 2.2 Struktur Natrium Sitrat ................................................................. 11
Gambar 2.3 Struktur Natrium Tripolifosfat ..................................................... 12
Gambar 2.4 Struktur Kitosan ........................................................................... 13
Gambar 2.5 Struktur Kitosan-Sitrat ................................................................. 15
Gambar 2.6 Struktur Kitosan-Tripolifosfat ...................................................... 17
Gambar 2.7 Struktur Asam Asetat ................................................................... 18
Gambar 2.8 Struktur Gliserin ........................................................................... 19
Gambar 2.9 Struktur Verapamil Hidroklorida ................................................. 19
Gambar 4.1 Larutan CPF Kitosan 4%.............................................................. 28
Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Kitosan, Kitosan-Sitrat (pH 4, 5, 7), dan Kitos-
an-Tripolifosfat (TPP) .................................................................. 30
Gambar 4.3 Gambar Makroskopik Permukaan Bawah Film Kitosan-Sitrat
pH 4 (a), pH 5 (b) pH 7 (c) dan Kitosan-Tripolifosfat (d) ........... 31
Gambar 4.4 Gambar Mikroskopik Membujur Film Kitosan-Sitrat pH 4 (a),
pH 5 (b) pH 7 (c) dan Kitosan-Tripolifosfat (d) ........................... 31
Gambar 4.5 Gambar Mikroskopik Melintang Film Kitosan-Sitrat pH 4 (a),
pH 5 (b) pH 7 (c) dan Kitosan-Tripolifosfat (d) ........................... 32
Gambar 4.6 Film Kitosan ................................................................................. 33
Gambar 4.7 Kekuatan Tarik Masing-Masing Film .......................................... 39
Gambar 4.8 Elongasi Masing-Masing Film ..................................................... 40
Gambar 4.9 Grafik Derajat Pengembangan ..................................................... 42
Gambar 4.10 Grafik Persentase Kumulatif Disolusi Verapamil Hidroklorida. 44
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Nilai Puncak pada Spektrum FT-IR ................................................. 29
Tabel 4.2 Ketebalan Film ................................................................................. 32
Tabel 4.3 Keragaman Bobot ............................................................................ 34
Tabel 4.4 Hasil Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film ........................ 35
Tabel 4.5 Keseragaman Kandungan Film ........................................................ 36
Tabel 4.6 Kadar Film ....................................................................................... 37
Tabel 4.7 Kadar Air.......................................................................................... 37
Tabel 4.8 Kekuatan Pelipatan dan Uji Mekanik .............................................. 39
Tabel 4.9 Derajat Pengembangan Film dalam Medium Dapar Fosfat pH 6,8.. 40
Tabel 4.10 Persentase Kumulatif Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film.. 43
Tabel 4.11 Bobot Kumulatif Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film ....... 44
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian .................................................................. 52
Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Penelitian ............................................. 53
Lampiran 3. Pembuatan Larutan Asam Asetat 8% .......................................... 54
Lampiran 4. Pembuatan Larutan natrium Sitrat 4% pH 4, 5, dan 7 ................. 54
Lampiran 5. Pembuatan Larutan Natrium Tripolifosfat .................................. 54
Lampiran 6. Pembuatan Larutan Dapar Fosfat 6,8 .......................................... 54
Lampiran 7. Perhitungan Dosis ........................................................................ 54
Lampiran 8. Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl dalam Dapar
Fosfat pH 6,8 ................................................................................ 55
Lampiran 9. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl
dalam Dapar Fosfat pH 6,8 .......................................................... 55
Lampiran 10. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl
dalam Na-Sitrat 4% pH 4 ........................................................... 56
Lampiran 11. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl
dalam Na-Sitrat 4% pH 5 ........................................................... 56
Lampiran 12. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl
dalam Na-Sitrat 4% pH 7 ........................................................... 57
Lampiran 13. Spektrum FT-IR Kitosan dan Kitosan-Sitrat ............................. 57
Lampiran 14. Spektrum FT-IR Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat ................. 58
Lampiran 15. Ketebalan Film .......................................................................... 58
Lampiran 16. Keragaman Bobot Film ............................................................. 58
Lampiran 17. Kandungan Zat Aktif dalam Larutan Sambung Silang ............. 59
Lampiran 18. Kadar Air ................................................................................... 59
Lampiran 19. Hasil Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl pada Sediaan
Film ........................................................................................... 59
Lampiran 20. Keseragaman Kandungan Film ................................................. 60
Lampiran 21. Kadar Film ................................................................................. 60
Lampiran 22. Uji Mekanik Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ....................... 61
Lampiran 23. Uji Mekanik Elongasi (Elongation Break) ................................ 61
Lampiran 24. Derajat Pengembangan .............................................................. 62
Lampiran 25. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-
Sitrat pH 4 ................................................................................. 63
Lampiran 26. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-
Sitrat pH 5 ................................................................................. 63
Lampiran 27. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-
Sitrat pH 7 ................................................................................. 64
Lampiran 28. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-
Tripolifosfat ............................................................................... 64
Lampiran 29. Data Statistik Persentase Uji Mekanik Kekuatan Tarik
(Tensile Strength) ....................................................................... 70
Lampiran 30. Data Statistik Persentase Uji Mekanik Elongasi
(Elongation Break) ..................................................................... 68
xvi
Lampiran 31. Data Statistik Persentase Derajat Pengembangan ..................... 75
Lampiran 32. Data Statistik Persentase Disolusi Verapamil HCl .................... 77
Lampiran 33. Contoh Perhitungan Persentase Disolusi Sampel 2 pada Film
Kitosan-Sitrat pH 5 ................................................................... 79
Lampiran 34. Contoh Perhitungan Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl pada
Film Kitosan-Sitrat pH 4 ........................................................... 81
Lampiran 35. Contoh Perhitungan Kadar Verapamil HCl pada Film Kitosan
Sitrat pH 4 ................................................................................. 82
Lampiran 36. Sertifikat Analisis Kitosan ......................................................... 83
Lampiran 37. Sertifikat Analisis Natrium Sitrat .............................................. 84
Lampiran 38. Sertifikat Analisis Verapamil HCl ............................................. 85
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada beberapa tahun terakhir, penggunaan polimer hidrofilik alam sebagai
pembawa obat telah menerima banyak perhatian. Polisakarida seperti kitosan telah
banyak diteliti (Tiwary dan Rana, 2010) karena kitosan memiliki karakteristik
biodegradabel, biokompatibel, bioadesif, tidak toksik, serta stabilitas kimia dan
suhu. Karena karakteristik polimer kationiknya yang unik dan memiliki sifat
sebagai pembentuk film yang baik, kitosan memiliki potensi sebagai sumber
pembentuk film dalam pengembangan sistem penghantaran obat untuk aplikasi
pada bidang kedokteran, industri, dan farmasetikal (Czubenko dan Pierog, 2010;
Shu dan Zhu, 2002).
Pada bidang farmasetikal film kitosan dapat digunakan dalam sistem
penghantaran bukal, sistem penghantaran transdermal, dan penutup luka. Kitosan
merupakan polimer yang baik untuk digunakan dalam sistem penghantaran bukal
karena sifat bioadhesif dan kemampuannya sebagai peningkat absorpsi. Sifat
kitosan yang mampu membentuk film dengan baik dimanfaatkan dalam sistem
penghantaran transdermal dan efikasi kitosan dalam sistem penghantaran
transdermal sebagai penutup luka pertama kali dilaporkan pada tahun 1978 (Shaji,
Jain, dan Lodha, 2010). Meskipun demikian, film kitosan memiliki kekurangan
yaitu mengembang pada kondisi asam yang disebabkan oleh ionisasi gugus amino
namun menyusut pada kondisi netral (Shu, Zhu, dan Song, 2001).
Banyak upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kemampuan
mengembang kitosan yang tidak tahan terhadap media asam (Pieróg, Drużyńska,
dan Czubenko, 2009) dan untuk mengoptimalkan penggunaannya untuk aplikasi
sistem penghantaran obat dengan pelepasan terkontrol (Lima, Lia, dan Ramdayal,
2014). Proses sambung silang merupakan salah satu upaya yang paling efektif
untuk memperbaiki karakteristik tersebut (Czubenko dan Pierog, 2010).
Film kitosan umumnya disambung silang secara kimia melalui ikatan
kovalen dengan menggunakan senyawa glutaraldehid (Berger et al., 2004). Namun
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sambung silang secara kimia dapat menginduksi toksisitas dan efek yang tidak
diinginkan lainnya. Untuk mengatasi kerugian ini, sambung silang secara fisik
menggunakan agen ionik dengan interaksi elektrostatik diterapkan dalam
pembuatan film kitosan (Shu, Zhu, dan Song, 2001).
Sambung silang secara fisik dengan menggunakan agen ionik yang disebut
juga sebagai sambung silang ionik merupakan salah satu metode sambung silang
yang cepat dan sederhana. Sambung silang ionik tidak membutuhkan katalis dalam
reaksinya sehingga sangat menarik untuk aplikasi medis dan farmasetikal. Proses
sambung silang pun dapat terjadi hanya dengan menambahkan agen sambung
silang baik dengan melarutkan atau mendispersikannya ke dalam larutan kitosan
atau dengan merendam film kitosan ke dalam larutan agen sambung silang. Salah
satu metode yang digunakan dalam proses sambung silang ionik adalah metode
perendaman. Metode ini sudah banyak digunakan pada penelitian film sambung
silang kitosan karena prosesnya yang mudah dan sederhana. Contoh agen sambung
silang ionik adalah natrium sitrat dan natrium tripolifosfat (Berger et al., 2004).
Natrium sitrat merupakan agen sambung silang anion dengan mekanisme
interaksi elektrostatik. Sitrat adalah anion dengan tiga gugus karboksilat (Shu, Zhu,
dan Song, 2001) dengan konstanta ionisasi (pKa) pada suhu 250C yaitu 3,128;
4,761; 6,396 (Rowe, Sheskey, Quinn, 2009). Reaksi sambung silang dipengaruhi
oleh densitas muatan global, di mana densitas muatan global pada molekul ionik
bergantung pada nilai pKa dan larutan pH selama reaksi. Densitas muatan global
agen sambung silang dan kitosan (pKa 6,3) harus tinggi untuk dapat terjadinya
reaksi. Oleh karena itu pH selama reaksi sambung silang harus berada pada sekitar
rentang pKa agen sambung silang dan kitosan. Untuk dapat membentuk kitosan
sambung silang, setidaknya dibutuhkan muatan ionik agen sambung silang dan
kitosan (Berger et al., 2004). Penelitian-penelitian tentang film sambung silang
kitosan-sitrat pada berbagai pH sudah pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan
penelitian tersebut derajat mengembang dan profil pelepasan obat dipengaruhi oleh
pH (Shu, Zhu, dan Song, 2001). Namun belum ada penelitian yang membandingkan
pengaruh pH ionisasi sitrat terhadap karakteristik film sambung silang kitosan yang
dihasilkan.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Natrium tripolifosfat merupakan polianion dan dapat berinteraksi dengan
kationik pada kitosan melalui gaya elektrostatik (Shu dan Zhu, 2000). Natrium
tripolifosfat telah digunakan sebagai agen sambung silang untuk sediaan film
kitosan sambung silang. Tripolifosfat telah banyak digunakan untuk memperoleh
sambung silang ionik, karena hanya membutuhkan kondisi sederhana dan tidak
membutuhkan molekul tambahan (Colonna et al., 2006). Film sambung silang
kitosan-tripolifosfat memiliki kemampuan mengembang dan pelepasan obat yang
juga dipengaruhi oleh pH (Shu dan Zhu, 2000). Pada penelitian sebelumnya
kemampuan mengembang film kitosan-tripolifosfat pH 5,5 lebih rendah
dibandingkan dengan film kitosan-sitrat pH 5 (Pierog, Druzynska, dan Milena,
2009). Salah satu penelitian penggunaan tripolifosfat sebagai agen sambung silang
adalah pembuatan film sambung silang kitosan-tripolifosfat yang mengandung obat
verapamil hidroklorida (Wisnu, 2012).
Penelitian penggunaan obat verapamil hidroklorida dalam sediaan patch
bukal sudah banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan verapamil hidroklorida cepat
tereliminasi dari tubuh dan memiliki waktu paruh yang singkat yaitu 2-4 jam. Pada
bentuk sediaan oral, walaupun absorpsinya mencapai 90% obat ini dapat
mengalami metabolisme lintas pertama di hati dan bioavailbilitasnya hanya 20%
(Emami, Varshozaz, dan Saljouhian, 2008). Oleh karena itu obat ini dapat dipilih
sebagai obat untuk sediaan film.
Pada penelitian ini akan dibuat film sambung silang kitosan-sitrat pH 4, 5,
dan 7 yang mengandung obat verapamil hidroklorida, di mana dasar pemilihan pH
menyesuaikan dengan pKa sitrat. Karena penggunaan tripolifosfat sebagai agen
sambung silang pada film kitosan sudah sangat umum digunakan, sehingga
tripolifosfat cocok sebagai pembanding. Oleh karena itu karakteristik film kitosan-
sitrat pada pH yang paling baik akan dibandingkan dengan karakteristik film
kitosan-tripolifosfat. Film sambung silang kitosan-sitrat dan kitosan-tripolifosfat
dibuat dengan menggunakan metode perendaman, karena metode ini mudah dan
sederhana.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat pH 4, 5, 7 dan
bagaimana karakteristik yang dihasilkan apabila dibandingkan dengan
karakteristik film kitosan-tripolifosfat?
2. Apakah pH larutan sitrat mempengaruhi karakteristik film sambung silang
kitosan-sitrat?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan karakteristik film sambung
silang kitosan-sitrat pada pH 4, 5 ,7 dan kemudian membandingkannya dengan
karakteristik film sambung silang kitosan-tripolifosfat. Selain itu juga untuk
mengetahui pengaruh pH larutan sitrat terhadap karakteristik film sambung silang
kitosan-sitrat.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Menambah informasi tentang perbedaan karakteristik film sambung silang
kitosan-sitrat pH 4, 5, dan 7.
2. Menambah informasi tentang perbedaan karakteristik film sambung silang
kitosan-sitrat dan kitosan-tripolifosfat.
3. Menambah informasi tentang pengaruh pH larutan sitrat terhadap
karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat.
4. Sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya dalam pembuatan film yang
disambung silang dengan sitrat dan tripolifosfat dengan menggunakan
metode perendaman.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembentukan Film
Kecepatan proses pembentukkan film bergantung pada kecepatan
penguapan pelarut. Setelah lapisan sangat tipis dari larutan polimer tersebar pada
substrat, terjadi penguapan dengan cepat pada permukaan pelarut, yang
menghasilkan penurunan konsentrasi polimer terutama pada volume tepat di bawah
permukaan, yang secara bersamaan menyebabkan penurunan yang luar biasa dari
daerah aktif penguapan. Setelah itu, penghilangan pelarut dilakukan melalui difusi
seluruh lapisan dari larutan polimer terkonsentrasi. Konsentrasi polimer dari
keseluruhan lapisan meningkat secara bertahap yang pada konsekuensinya
menurunkan mobilitas makromolekul dan jarak intramolekular diantara mereka.
Setelah itu peningkatan kepadatan sistem menghasilkan penekanan bertahap lanjut
pada difusi dari molekul pelarut dan film polimer terbentuk. Dengan cara ini,
tingkat penguapan pelarut menurun selama proses pembentukkan film. Sejumlah
pelarut telah ditemukan terperangkap dalam film polimer. Peristiwa ini disebut
retensi yang memiliki pengaruh negatif terhadap sifat fisik film yaitu pada sifat
mekanik, kimia, fotokimia, dan ketahanan panas (Krzyzanowska, 1975).
Proses pembentukan film juga dapat terjadi melalui serangkaian tahapan
berikut ini. Ada dua gaya yang berperan saat pembentukan film, yaitu gaya kohesi
antara molekul polimer dan gaya adhesi antara film dengan substrat (Sukkunta,
2005). Ketika larutan pembentuk film dituangkan pada suatu permukaan, gaya
kohesi akan membentuk ikatan dengan molekul polimer. Ketika kekuatan kohesi
pada molekul polimer relatif tinggi, permukaan polimer terus menerus menyatu.
Penyatuan lapisan molekul polimer yang berdekatan terjadi melalui difusi. Setelah
penguapan air, proses gelasi berlangsung dan memungkinkan rantai polimer untuk
berdekatan satu sama lain dan untuk menyatu dengan lapisan polimer sebelumnya.
Ketika ada daya tarik yang cukup kohesif antara molekul, difusi yang cukup, dan
penguapan air yang sempurna, rantai polimer akan menyesuaikan diri untuk
membentuk film (Nadrajah, 2005).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 Sambung Silang
Sambung silang terjadi ketika agen sambung silang membuat jembatan
intermolekular atau yang lebih dikenal dengan tahap sambung silang. Agen
sambung silang dapat berinteraksi dengan rantai linier makromolekul (tahap
sambung silang) dan/atau dirinya sendiri (tahap polimerisasi) pada medium basa.
Sambung silang secara drastis menurunkan mobilitas polimer dan sejumlah rantai
yang terhubung oleh pembentukan dari keterkaitan antar rantai yang baru. Jaringan
tiga dimensi kemudian terbentuk. Jika derajat retikulasi memiliki efisiensi yang
tinggi, matriks dari polimer menjadi tidak larut dalam air (tetapi mengembang di
dalam air) dan di pelarut organik (Shweta, Aggarwal, dan Pahuja Sonia, 2013).
Reaksi sambung silang secara utama dipengaruhi oleh ukuran, tipe agen
sambung silang, dan gugus fungsi dari kitosan. Ukuran molekul agen sambung
silang yang lebih kecil akan menghasilkan reaksi sambung silang yang lebih cepat,
karena difusinya menjadi semakin mudah. Pada agen sambung silang dari alam,
interaksi utama membentuk jaringan ikatan ionik atau kovalen. Derajat sambung
silang adalah parameter utama yang mempengaruhi sifat kekuatan mekanik, derajat
pengembangan, dan pelepasan obat. Contohnya gel, umumnya menunjukkan
pengembangan yang sensitif terhadap pH dan pelepasan obat oleh difusi melalui
struktur berpori. Mekanisme sambung silang kitosan dengan tripolifosfat yaitu
terjadi dengan kenaikan pH dan kekuatan ion dari larutan, membentuk gel dan
mendorong interaksi antara gugus amino dari kitosan dengan grup anionik dari
tripolifosfat (Shweta, Aggarwal, dan Pahuja Sonia, 2013).
2.2.1 Sambung Silang Kovalen
Ikatan sambung silang kovalen dalam kitosan hidrogel dibedakan menjadi
tiga, yaitu (a) ikatan silang kitosan-kitosan (b) jaringan polimer hybrid (HPN) (c)
jaringan polimer sebagian atau saling penetrasi seluruhnya (semi-IPN atau HPN
sepenuhnya) (Berger et al., 2004).
Pembentukan kitosan dengan ikatan kovalen minimal membutuhkan kitosan
dan agen sambung silang dalam pelarut yang sesuai, biasanya air. Komponen lain
dapat ditambahkan, seperti tambahan polimer untuk membentuk suatu HPN
(Hybrid Polymer Network), semi IPN (Interpenetrating Polymer Network), atau
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
IPN sepenuhnya. Molekul tambahan juga dapat digunakan sebagai katalis reaksi
selama pembuatan jaringan. Sebagaimana tersirat dari namanya, ikatan sambung
silang kitosan-kitosan terjadi antara dua unit struktural pada rantai polimer kitosan
yang sama, sedangkan pada HPN, reaksi sambung silang terjadi antara satu unit
dari struktur rantai kitosan dan unit lain dari struktur polimer tambahan. Berbeda
dengan HPN, semi-IPN atau IPN sepenuhnya terjadi jika ditambahkan polimer lain
yang tidak bereaksi dengan larutan kitosan sebelum terjadi ikatan silang. Agen
sambung silang yang dapat membentuk ikatan kovalen yaitu suatu senyawa dengan
berat molekul rendah, minimal memiliki dua gugus fungsi reaktif sehingga dapat
terbentuk suatu jembatan yang menghubungkan antar rantai polimer. Agen
sambung silang kovalen yang paling umum digunakan dengan kitosan adalah
golongan dialdehid seperti glioxal dan glutaraldehid. Pada reaksi sambung silang
kovalen tersebut, gugus aldehid dari agen sambung silang bereaksi dengan gugus
amin dari kitosan membentuk ikatan imin kovalen. Namun, penggunaan kedua agen
sambung silang tersebut dapat menginduksi sifat toksik dimana glutaraldehi bersifat
neurotoksik dan glioksal bersifat mutagenik (Berger et al., 2004).
[Sumber : Berger et al., 2009]
Gambar 2.1 Struktur Bentuk Kitosan Hidrogel
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2 Sambung Silang Ionik
Sebagian besar agen sambung silang kovalen bersifat toksik, untuk
mengatasi masalah tersebut yaitu dengan menggunakan agen sambung silang ionik
yang bersifat reversibel. Kitosan adalah polimer kationik, sehingga dapat bereaksi
dengan molekul bermuatan negatif baik dengan ion atau molekul yang dapat
membentuk jaringan melalui jembatan ionik diantara rantai polimer. Sifat interaksi
ini sama seperti polielektrolit, sehingga sulit untuk mengklasifikasikan secara
terpisah dua jenis jaringan ini. Namun, pada klasifikasi antara sambung silang ionik
yang bereaksi dengan kitosan adalah molekul ion yang memiliki bobot molekul
lebih rendah daripada bobot molekul kedua rantai polimer yang disambungkan
(bobot molekul telah diketahui dengan jelas) sedangkan pada polielektrolit, kitosan
bereaksi dengan polimer, di mana polimer tersebut memiliki distribusi bobot
molekul yang luas (berbobot molekul besar) (Berger et al., 2004).
Jaringan sambug silang kitosan secara ionik dapat dibagi menjadi dua
kelompok berdasarkan jenis dari agen sambung silang yang digunakan baik anion
atau molekul anionik. Jaringan terbentuk karena adanya muatan negatif yang akan
membentuk jembatan dengan muatan positif dari rantai polimer kitosan. Interaksi
ionik antara muatan-muatan negatif dari agen sambung silang dan muatan positif
dari gugus kitosan adalah interaksi utama di dalam jaringan. Ikatan kovalen
memiliki sambungan yang lebih kuat dibandingkan dengan interaksi elektrostatik
yang dibentuk oleh molekul anionik sebagai agen sambung silang. Sambung silang
ionik dapat pula terjadi pada gugus lain dari kitosan yaitu gugus hidroksil. Reaksi
tambahan dapat terjadi di dalam jaringan seperti interaksi hidrofobik yang
disebabkan oleh penurunan derajat deasetilasi kitosan atau ikatan hidrogen akibat
dari penurunan elektrostatik setelah netralisasi kitosan oleh agen sambung silang
(Berger et al., 2004).
Jaringan polimer kitosan yang mengandung sambung silang ionik
setidaknya membutuhkan satu muatan ionik agen sambung silang dan kitosan yang
terdispersi dalam pelarut. Sambung silang ionik membutuhkan ion multivalen
sebagai agen sambung silang untuk membentuk jembatan diantara rantai polimer.
Tripolifosfat biasa digunakan sebagai agen sambung silang ionik. Penggunaan
sulfat dan sitrat sebagai agen sambung silang ionik dapat menyebabkan
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengendapan. Namun dengan penambahan gelatin dapat mengurangi interaksi ini
yang diikuti dengan penggunaan suhu rendah agar dapat terbentuk gel yang
homogen. Sambung silang ionik merupakan metode yang sederhana dan tidak
membutuhkan suatu molekul tambahan seperti katalis. Sambung silang ionik dapat
dilakukan dengan metode klasik yaitu dengan menambahkan agen sambung silang
ke dalam larutan kitosan. Kitosan dapat pula disambung silang dengan cara
merendam sediaan film ke dalam larutan agen sambung silang dengan
menambahkan larutan kitosan melalui syringe ke dalam larutan agen sambung
silang (Berger et al., 2004).
Derajat sambung silang mempengaruhi sifat hidrogel sambung silang ionik
yang dihasilkan. Oleh karena itu penting untuk menentukan kondisi reaksi yang
mempengaruhi derajat sambung silang untuk dapat meningkatkan sifat dari
jaringan. Reaksi sambung silang dipengaruhi oleh ukuran agen sambung silang dan
muatan global dari kitosan dan agen sambung silang selama reaksi. Ukuran molekul
agen sambung silang yang lebih kecil, akan mempercepat reaksi karena lebih
mudah berdifusi. Karena muatan global mempengaruhi, terdapat perbedaan antara
ion dengan molekul ionik. Derajat muatan dari ion bergantung pada jumlah oksidasi
dan tidak bergantung pada pH, sedangkan pada molekul ionik muatan globalnya
bergantung pada nila pKa dan pH larutan selama reaksi seperti kitosan yang
memiliki nilai pKa 6,3. Derajat muatan global dari kitosan dan agen sambung silang
harus tinggi agar dapat terjadi interaksi dan pembentukan hidrogel. Hal ini
menunjukkan bahwa pH selama proses sambung silang harus berada di sekitar pKa
kitosan dan agen sambung silang. Jika pH terlalu tinggi, muatan positif kitosan akan
ternetralisasi dan sistem bukan menjadi sambung silang ionik, namun menjadi fase
koaservasi terbalik, di mana kitosan akan mengendap. Untuk menghindari
pengendapan kitosan, larutan pH harus tidak boleh lebih tinggi dari pH 6. pH yang
lebih asam akan menurunkan biokompatibilitas terhadap sistem. Selain ukuran agen
sambung silang dan derajat muatan global, derajat sambung silang dipengaruhi oleh
penambahan polimer lain. Namun yang paling mempengaruhi adalah konsentrasi
agen sambung silang, berat molekul, derajat deasetilasi, dan konsentrasi kitosan
selain itu juga durasi reaksi (Berger et al., 2004).
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.3 Efek Sambung Silang
Derajat pengembangan pada sambung silang ionik dipengaruhi oleh
interaksi ionik antara rantai kitosan, yang bergantung pada derajat sambung silang
yang terjadi pada pembentukan jaringan. Peningkatan derajat sambung silang
menginduksi penurunan derajat pengembangan dan sensitivitas terhadap pH
dengan meningkatkan stabilitas jaringan sehingga menghasilkan penurunan
pelepasan obat. Pada hidrogel sambung silang ionik, derajat sambung silang
dimodifikasi melalui kondisi eksternal setelah administrasi, biasanya dengan pH
medium aplikasi. Hal tersebut dapat mempengaruhi derajat muatan global kitosan
dan agen sambung silang yang secara langsung menentukan derajat sambung
silang, interaksi, dan derajat pengembangan. Pada hidrogel sambung silang
kovalen, derajat sambung silang tidak dimodifikasi setelah proses administrasi
karena hidrogel telah terhubung dengan ikatan yang irreversible. Oleh karena itu
hidrogel sambung silang ionik tidak hanya dapat mengembang pada pH asam tapi
juga dapat mengembang pada pH basa yang dapat menambah potensi aplikasinya.
Jika pH menurun, derajat muatan agen sambung silang menurun sehingga derajat
sambung silang yang terjadi juga menurun yang akan menyebabkan
pengembangan. Selain itu derajat mengembang juga dapat disebabkan oleh
protonasi dan tolakan dari gugus amonium bebas kitosan. Jika penurunan pH terlalu
besar, terjadi disosiasi ionik dan disolusi jaringan dapat terjadi yang mengakibatkan
pelepasan obat dengan cepat. Jika pH meningkat, protonasi kitosan menurun dan
menginduksi penurunan derajat sambung silang yang akan menyebabkan
pengembangan. Jika pH menjadi terlalu tinggi, gugus amino kitosan akan
dinetralisasi dan sambung silang ionik terhambat. Jika derajat sambung silang
terlalu rendah, interaksi tidak cukup kuat untuk menghindari disolusi dan agen
sambung silang ionik dilepaskan (Berger et al., 2004).
Parameter sekunder yang mempengaruhi pengembangan dan pelepasan obat
juga terdapat pada hidrogel sambung silang ionik. Karena sensitivitasnya terhadap
pH, pengembangan juga sensitif terhadap ion karena adanya ion akan melemahkan
interaksi ionik melalui efek perisai yang meningkatkan pengembangan dan
penghantaran. Selain itu penurunan berat molekul kitosan juga dapat menurunkan
pengembangan dan disolusi. Selain itu, pelepasan obat bergantung pada kelarutan
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan berat molekul obat dan hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi di dalam jaringan
(Berger et al., 2004).
Derajat mengembang dari hidrogel ionik sangat unik. Hal tersebut
dipengaruhi oleh ionisasi gugus fungsi rantai polimer dan ionisasi molekul agen
sambung silang. Faktor lain yang mempengaruhi adalah hidrofilisitas dari bahan
yang digunakan untuk membentuk jaringan hidrogel, derajat sambung silang, pH,
kekuatan ionik, dan medium derajat pengembangan. Kemampuan mengembang
membran sambung silang ionik sangat bergantung pada hidrofilisitas keseluruhan
jaringan. Setelah proses sambung silang, membran kitosan menjadi kurang
hidrofilik akibat hilangnya gugus amino yang berikatan pada reaksi dengan agen
sambung silang. Hidrofilisitas agen sambung silang yang digunakan mempengaruhi
hidrofilisitas jaringan. Hidrofilisitas agen sambung silang tripolifosfat < sitrat <
sulfat (Pierog, Druzynska, dan Czubenko, 2009).
2.3 Agen Sambung Silang Ionik
2.3.1 Natrium Sitrat
[Sumber : Rowe, Sheskey, Quinn, 2009]
Gambar 2.2 Struktur Natrium Sitrat
Natrium sitrat (C6H5Na3O7.2H2O) dengan BM : 294,10 berupa bubuk
kristalin putih, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna. Larut dalam 1 : 1.5 air, 1
: 0.6 air panas, dan praktis tidak larut dalam etanol (95%). Konstanta ionisasi sitrat
pada 250C yaitu 3,128; 4,761; 6,396. Natrium sitrat memiliki pH 7,0-9,0 pada
larutan 5% dengan titik leleh 1500C. (Rowe, Sheskey, Quinn, 2009).
Natrium sitrat adalah bahan yang stabil. Pada penyimpanan, larutan natrium
sitrat dapat menyebabkan pemisahan sedikit partikel padat dari wadah gelas.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Larutan natrium sitrat sedikit basa dan akan bereaksi dengan zat-zat asam. Garam
alkaloidal dapat terendapkan dari cairan atau dari larutan hidro-alkohol. Natrium
sitrat inkompatibel dengan basa, agen pereduksi, dan agen pengoksidasi (Rowe,
Sheskey, Quinn, 2009).
2.3.2 Natrium Tripolifosfat
[Sumber : Varshosaz and Karimzadeh, 2007]
Gambar 2.3 Struktur Natrium tripolifosfat
Natrium tripolifosfat (Na5O10P3) memiliki berat molekul 367,86. Natrium
tripolifosfat berupa kristal, granul, atau serbuk berwarna putih atau tidak berwarna
dengan titik leleh 622oC (Chemical Book, 2010). pH 1% larutan tripolifosfat 9,7-
9,8 dengan kelarutan dalam air pada suhu 250C 1 : 20 dan pada suhu 1000C 1 : 86,5
(Pubchem, 2015). Tripolifosfat memiliki lima nilai pKa yaitu pKa1 1,0; pKa2 2,2;
pKa3 2,3; pKa4 5,7; pKa5 8,5 (Lim dan Seib, 1993). Tripolifosfat adalah anion
multivalen yang mengandung maksimal 5 muatan negatif (Varshosaz dan
Karimzadeh, 2007). Tripolifosfat (TPP) telah digunakan sebagai agen sambung
silang untuk sediaan film kitosan sambung silang. Sambung silang ionik
membutuhkan ion bermutan negatif multivalen sebagai penyambung silang untuk
membentuk jembatan diantara rantai polimerik, khususnya kitosan sebagai
polikation. Tripolifosfat memungkinkan untuk memperoleh sambung silang ionik
pada kondisi sederhana dan tanpa membutuhkan molekul pembantu. Modulasi
proses sambung silang tripolifosat bergantung pada nilai-nilai pKa dan pH larutan
selama reaksi (Colonna et al., 2006).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Kitosan
Kitosan adalah kopolimer dari β-(1-4) terkait 2-acetamido-2-deoksi-D-
glukopiranosa dan 2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa. Biopolimer polikationik
umumnya terdiri dari deasetilasi alkali dari kitin, yang merupakan komponen utama
dari eksoskeleton krustasea, contohnya udang. Parameter utama yang
mempengaruhi karakteristik kitosan adalah berat molekul dan derajat deasetilasi,
yang mewakili proporsi dari unit deasetilasi (Berger et al., 2004).
[Sumber : Rowe, Sheskey, Quinn, 2009]
Gambar 2.4 Struktur Kitosan
Kitosan memiliki banyak kelebihan diantaranya adalah biokompatibel
karena kitosan digunakan dalam banyak aplikasi medis (aplikasi okular topikal,
implant, atau injeksi), biodegradabel karena kitosan dimetabolisme oleh enzim
manusia terutama lisozim, tidak toksik, sebagai peningkat penetrasi dengan
membuka epitel tight junction, bioadesif karena meningkatkan retensi pada tempat
aplikasi, stabilitas kimia dan suhu, kemampuan pembentukan film dan gel yang
baik, memiliki efek bakteriostatik, dapat digunakan sebagai penutup luka,
jumlahnya berlimpah, biaya produksi murah, dan ekologi yang menarik. Kitosan
telah secara luas diteliti sebagai sumber yang menjanjikan dari bahan pembentuk
membran untuk aplikasi-aplikasi yang berbeda pada bidang kedokteran, farmasi,
dan pada industri yang bervariasi (Pieróg dan Czubenko, 2010 ; Berger et al., 2004).
2.4.1 Sifat Fisika-Kimia Kitosan
Kitosan tidak berbau, bubuk, kepingan putih berwarna putih, atau putih
krim. Bentuk serat sangat umum selama pengendapan dan kitosan akan terlihat
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
seperti kapas. Kitosan memiliki pH 4,0-6,0 (pada larutan 1%). Kitosan larut di
dalam air, praktis tidak larut dalam etanol 95%, pelarut organik lain, dan larutan
netral atau alkali pada pH dibawah 6,5. Kitosan mudah larut dalam larutan encer
atau terkonsentrasi pada kebanyakan asam organik dan pada beberapa asam
inorganik mineral (kecuali asam sulfat dan fosfat). Selama disolusi, gugus amina
dari polimer menjadi terprotonasi, menghasilkan muatan positif polisakarida
(RNH3+) dan garam kitosan larut di dalam air. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh
derajat deasetilasi. Kelarutan juga dipengaruhi oleh penambahan garam ke dalam
larutan. Kekuatan ion yang semakin kuat, kelarutan akan semakin rendah sebagai
hasil dari efek salting-out, yang akan mengakibatkan pengendapan kitosan pada
larutan. Kitosan inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat (Rowe, Sheskey, dan
Quinn, 2009).
Sifat film kitosan bergantung pada morfologi, yang dipengaruhi oleh berat
molekul, derajat N-asetilasi, penguapan pelarut, dan mekanisme regenerasi amin
bebas. Film kitosan digambarkan bersifat kuat, tahan lama, dan lentur
(Bhuvaneswari et al., 2007). Film kitosan harus terdegradasi secara perlahan di
bawah kondisi fisiologis, dan untuk alasan ini kitosan harus di sambung silang.
Proses sambung silang, dilakukan dengan tujuan untuk mengontrol kecepatan
pelepasan obat, juga bisa memperngaruhi sifat utama dari sistem, contohnya
mukoadesif (Colonna et al., 2006).
2.4.2 Aplikasi Kitosan
Aplikasi kitosan dalam bidang farmasetikal sebagai pengikat, bentuk
sediaan pelepasan terkontrol, formulasi gel, sifat mukoadesif, sistem penghantaran
optalmik, sistem penghantaran nasal, sistem penghantaran bukal, sistem
penghantaran periodontal, sistem penghantaran peroral, sistem penghantaran
gastrointestinal, sistem penghantaran intestinal, sistem penghantaran vaginal,
sistem penghantaran transdermal, peningkat disolusi, sistem penghantaran kolon,
mikrosfer dan mikrokapsul, sifat penutup luka, sistem penghantaran
multipartikulat, penghantaran gen (Shaji, Jain, dan Lodha, 2010).
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.3 Film Kitosan-Sitrat
Ketika kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat encer, gugus amino
menjadi terprotonasi dan terhubung dengan ion asetat yang bermuatan berlawanan,
membuat muatan polimer larut. Film kitosan biasanya dibuat oleh sambung silang
kimia melalui interaksi elektrostatik diantara fosfat multivalen dan kitosan pada
formulasi. Film kitosan sambung silang mengembang di bawah kondisi asam akibat
dari ionisasi gugus amino tetapi mengkerut pada kondisi netral (Honary,
Hosenzaideh, dan Shalchian, 2010).
[Sumber : Pieróg dan Czubenko, 2009]
Gambar 2.5 Struktur Kitosan-Sitrat
Sitrat merupakan anion dengan tiga gugus karboksilat dan kitosan adalah
kation polibasa. Densitas muatan dari sitrat dan kitosan secara utama dikontrol oleh
larutan pH. Pada kondisi netral dan asam lemah, derajat ionisasi dari natrium sitrat
menurun secara signifikan karena karakteristik asam dari asam sitrat. Kebalikan
dari itu, kitosan yang menjadi polibasa lemah menunjukkan penurunan yang tajam
pada ionisasi dari gugus aminnya ketika larutan pH ditingkatkan menjadi di atas 6
(pKa kitosan = 6,3) (Honary, Hosenzaideh, dan Shalchian, 2010). Densitas muatan
bergantung pada pH dari sitrat dan kitosan. Pada pH rendah (1,0-4,0), larutan secara
visual terlihat jernih akibat dari densitas muatan sitrat yang lemah. Turbiditas
meningkat besar dan larutan memisah menjadi dua fase ketika pH ditingkatkan di
atas 4,3. Hal ini dapat disebabkan oleh densitas muatan sitrat dan kitosan yang
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
signifikan pada daerah pH ini. Peningkatan larutan pH di atas 6,3 mengakibatkan
penurunan yang besar pada densitas muatan kitosan dan oleh karena itu
menyebabkan penurunan turbiditas yang signifikan. Nilai turbiditas paling rendah
diamati pada pH di atas 7,6 dan turbiditas meningkat pada pH di atas 7,6 dapat
disebabkan oleh kelarutan kitosan yang rendah pada daerah pH ini. Pada pH 5,
kebanyakan gugus amin pada kitosan terionisasi sebanyak 95%, sehingga derajat
sambung silang yang terjadi juga semakin besar, yang menghasilkan derajat
pengembangan yang lebih rendah. Pada pH 7, hanya 12% gugus amin yang
terionisasi dan menghasikan sambung silang yang lebih rendah (Shu, Zhu, dan
Song, 2001).
Pengembangan film kitosan sangat dipengaruhi oleh pH medium akibat dari
ionisasi dari sodium sitrat dan kitosan. Rasio pengembangan yang paling rendah
pada pH 5,5 dan 6,5 karena interaksi elektrostatik di antara sitrat dan kitosan.
Penurunan pH melemahkan ikatan garam dan oleh karena itu memfasilitasi
pengembangan film kitosan. Bagaimanapun peningkatan pH di atas 6,5 juga dapat
menyebabkan pelemahan ikatan garam dan menghasilkan rasio pengembangan
yang lebih tinggi (Honary, Hosenzaideh, dan Shalchian, 2010).
Pelepasan obat dari film sensitif terhadap pH karena interaksi elektrostatik
diantara anion sitrat dan gugus amina kitosan dipengaruhi oleh larutan pH.
Penurunan pH melemahkan ikatan garam dan oleh karena itu memfasilitasi
pengembangan film, dan membuat menjadi lebih berpori dan mempercepat
pelepasan obat. Pada pH rendah (1,0-3,5), natrium sitrat dan kitosan akan dalam
keadaan terdisosiasi dan oleh karena itu pelapasan obat menjadi lebih cepat. Hasil
menunjukkan dengan waktu sambung silang yang lebih lama, kecepatan pelepasan
obat menjadi semakin lama juga. Hal ini mungkin dikaitkan dengan derajat
sambung silang yang lebih tinggi pada matriks, mengakibatkan penundaan pada
difusi pelepasan obat (Honary, Hosenzaideh, dan Shalchian, 2010).
2.4.4 Film Kitosan-Tripolifosfat
Variasi kandungan tripolifosfat dan derajat sambung silang pada membran
kitosan dan tripolifosfat diperoleh dari kondisi pH yang bervariasi yang
menghasilkan perbedaan derajat ionisasi kitosan dan tripolifosfat (Druzynska dan
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Czubenko, 2010). Reaksi sambung silang kitosan dengan tripolifosfat secara ionik
terjadi lebih banyak pada pH rendah dibandingkan pada pH tinggi. Pada pH rendah
atau asam, tripolifosfat lebih banyak terionisasi dalam bentuk ion –P3O105-
dibandingkan bentuk ion –OH-. Sedangkan pada pH yang tinggi atau basa,
tripolifosfat lebih banyak terionisasi dalam bentuk ion –OH- dibandingkan dalam
bentuk –P3O105-. Reaksi sambung silang secara ionik terjadi antara ion –P3O10
5- dari
tripolifosfat dengan ion –NH3+ dari kitosan, sedangkan reaksi antara ion –OH- dari
tripolifosfat dengan ion NH3+ dari kitosan terjadi secara deprotonasi (Ko, Hwang,
Park, dan Lee, 2002; Bhumkar dan Pokharkhar, 2006).
Pada proses sambung silang kitosan-tripolifosfat dengan pH 5, 6, dan 7
menunjukkan bahwa pelepasan obat dari film kitosan-tripolifosfat pH 7 > pH 6 >
pH 5. Hal ini dapat disebabkan oleh pKa kitosan (6,3), sehingga dengan
peningkatan pH, ionisasi amin menurun sehingga derajat sambung silang pH 7 lebih
kecil dari pH 5 oleh karena itu pelepasan obatnya menjadi lebih besar (Shu dan Zhu,
2000).
[Sumber : Pieróg dan Czubenko, 2009]
Gambar 2.6 Struktur Kitosan-Tripolifosfat
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5 Asam Asetat
[Sumber : Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009]
Gambar 2.7 Struktur Asam Asetat
Asam asetat dengan rumus C2H4O2 dengan BM 60,05 berupa masa kristalin
putih atau jernih, larutan tidak berwarna yang mudah menguap dengan bau yang
tajam. Asam asetat memiliki pH 2,4 (pada larutan 1 M), titik didih 1180C, titik leleh
170C. Larut dalam etanol, eter, gliserin, air dan minyak menguap lain. Asam asetat
bereaksi dengan zat-zat alkali. Asam asetat harus disimpan dalam wadah kedap
udara di tempat sejuk dan kering (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
2.6 Plasticizer
Plasticizer umumnya molekul kecil, seperti poliol (sorbitol, gliserin dan
PEG) yang dapat menyelingi dan masuk diantara rantai polimer, sehingga
mengganggu ikatan hidrogen dan menguraikan rantai untuk meningkatkan
fleksibilitas, tingkat transmisi uap air, dan permeabilitas gas dari film. Kerapuhan
film ditentukan terutama oleh kekuatan interaksi polimer-polimer yang dapat
dikontrol melalui kimia polimer atau dengan penambahan plasticizer (Núňez,
Santana, Machado, Cervantes, dan Valdez, 2014).
2.6.1 Gliserin
Gliserin dengan rumus umum C3H8O3 dan berat molekul 92,09 berupa
cairan hirgsokopik, tidak berwarna, bening, tidak berbau, kental, memiliki rasa
yang manis. Kelarutan pada suhu 200C yaitu sedikit larut dalam aseton, praktis tidak
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
larut dalam benzen, kloroform, dan minyak. Larut dalam etanol (95%), metanol dan
air (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
[Sumber : Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009]
Gambar 2.8 Struktur Gliserin
Gliserin dianggap sebagai plasticizer yang baik untuk film. Namun film-
film tersebut menjadi sensitif terhadap air, seperti lingkungan dengan kelembaban
relatif tinggi (Núňez et al., 2014). Film kitosan yang mengandung gliserin 20%
menunjukkan penurunan gaya tarik dan peningkatan elongasi. Hal ini disebabkan
gliserin berpenetrasi melalui matriks biopolimer dan mengganggu rantai kitosan,
sehingga mengurangi daya tarik antarmolekul dan meningkatkan mobilitas rantai
biopolimer yang mengakibatkan film menjadi lebih fleksibel (Núňez et al., 2014).
2.7 Verapamil Hidroklorida
[Sumber : USP 32 United States Pharmacopeia Convention, 2009.]
Gambar 2.9 Struktur Verapamil Hidroklorida
Verapamil memiliki rumus empiris C27H38N2O4 dengan berat molekul
491,07. Titik leleh 1440C, pKa 9,04, dan log P 4,6. (Srinivasan, Vinod, Geetavani,
Rajesh, dan Ramesh, 2014). Verapamil HCl larut dalam air 83 mg/mL, etanol 26
mg/mL, propilen glikol 93 mg/mL, etanol >100 mg/mL, dan etil asetat 1 mg/mL.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Panjang gelombang maksimum verapamil HCl 278 nm. Verapamil HCl harus
disimpan pada temperatur ruang dan dilindungi dari cahaya. Verapamil kompatibel
dengan pelarut pada rentang pH 3-6 namun dapat mengendap pada pelarut yang
memiliki pH lebih dari 6 atau 7 (Pubchem, 2015).
Verapamil hidroklorida (VPH) adalah pemblok saluran kalsium dan
merupakan antiaritmia golongan IV. Absorpsi oral dari obat ini dari bentuk sediaan
oral adalah 90% tetapi pemberian secara oral akan mengalami metabolisme lintas
pertama pada hati dan bioavailbilitasnya hanya 20%. Obat ini juga memiliki waktu
paruh eliminasi yang pendek yaitu 2-4 jam dan tereliminasi dengan cepat (Emami,
Varshozaz, dan Saljouhian, 2008). Sekitar 70% dosis yang teradministrasi dieksresi
sebagai metabolit pada urin dan sebanyak 16% atau lebih dikeluarkan melalui feses
dalam waktu 5 hari (Drugbank, 2015).
21
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium
Penelitian II, Laboratorium Kesehatan Lingkungan, Laboratorium Kimia Obat,
Laboratorium Formulasi Sediaan Padat, Laboratorium Riset, Laboratorium
Farmakologi Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah, dan PAIR
BATAN Pasar Jum’at. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Juni 2015.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Timbangan analitik (AND GH-202, Jepang), pengaduk magnetik (Advantec
SRS710HA), oven (Eyela NDO-400, Jepang), pH meter (horiba F-52,Jepang),
termometer, lemari pendingin (Sanyo, Indonesia), deksikator, mikrometer digital
(Mitutoyo, Jepang), tensile tester Strograph-R1 (Toyoseiki, Jepang), alat potong
dumb bell (Saitama, Jepang), cawan penguap, dissolution tester (Erweka
DT626HH), spektrofotometer UV-VIS (Hitachi U-2910, Jepang), spektrofotometer
FTIR (Jasco 6100, Jepang), mikroskop (Olympus IX-71, Jepang), cetakan akrilik
film, gunting, spuit, saringan membran, mikropipet, pipet volumetrik, dan alat-alat
gelas yang biasa digunakan di laboratorium.
3.2.2 Bahan
Kitosan dengan derajat deasetilasi 86,51% (PT. Biotech Surindo,
Indonesia), asam asetat glasial (Merck, Indonesia), natrium sitrat (Merck,
Indonesia), natrium tripolifosfat (Wako, Jepang), KBr, natrium hidroksida (PT
Brataco, Indonesia), kalium dihidrogen fosfat (PT Brataco, Indonesia), asam
klorida (Teknis), aquadest, verapamil hidroklorida (PT Kimia Farma, Indonesia),
gliserin (Teknis), cyanoacrylate adhesive, akrilik, kertas saring, silica blue, tissue,
dan alumunium foil.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Preparasi Film Kitosan
Larutan kitosan (4%) dibuat dengan cara mendispersikan 1,200 gram
verapamil HCl dan 2,00 gram kitosan ke dalam 25,00 gram larutan aquadest yang
mengandung 1,400 gram gliserin (70% b/b terhadap bobot kering kitosan) pada
gelas beaker dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik. Kemudian
asam asetat glasial 8% ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan dan
digenapkan menjadi 50,00 gram sehingga konsentrasi larutan asam asetat akhir
menjadi 4%. Larutan kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama 2 jam
(Shu, Zhu, dan Song, 2001; Colonna et al., 2006 dengan modifikasi). Larutan
kemudian dibiarkan semalam hingga gelembung udara menghilang. Larutan
sebanyak 10,00 gram dituangkan ke dalam cetakan akrilik yang berukuran 8 x 4 cm
dan dikeringkan selama 24 jam dalam oven dengan suhu 500C. Film yang sudah
kering kemudian dipotong menjadi ukuran 3,5 x 2 cm2 untuk proses evaluasi
(Chinta, Katakam, Murthy, dan Newton, 2011 dengan modifikasi).
3.3.2 Preparasi Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat pH 4, 5, 7 dan Kitosan-
Tripolifosfat
Film sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan cara merendam 3 buah
film kitosan yang masing-masing berukuran 3,5 x 2 cm2 ke dalam 21 mL larutan
natrium sitrat 4% dengan pH 4, 5, dan 7 pada suhu 40C selama 3 jam. Selanjutnya
film kitosan dibilas dengan 8,4 mL aquadest. Film kemudian direndam dalam 50
mL larutan gliserin 70% selama 15 menit. Kemudian film dibilas kembali dengan
8,4 mL aquadest dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 400C selama 15 jam.
Obat yang hilang selama proses sambung silang ditentukan dengan mengukur
serapan obat menggunakan spektro UV pada panjang gelombang 277,4 nm (Shu,
Zhu, dan Song, 2001; Colonna et al., 2006 Honary, Hoseinzadeh, dan Shalchian.
2010 dengan modifikasi).
Film kitosan sambung silang tripolifosfat dibuat dengan cara yang sama
dengan pembuatan film sambung silang kitosan-sitrat namun perendaman film
kitosan dilakukan dalam larutan natrium tripolifosfat 4% (pH 9,2).
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3 Karakterisasi Film
3.3.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva
Kalibrasi Verapamil HCl
Kurva kalibrasi verapamil HCl diukur dengan melarutkan 10 mg verapamil
HCl dalam 50 mL dapar fosfat pH 6,8 sehingga didapatkan larutan induk dengan
konsentrasi 200 ppm. Larutan kemudian diencerkan untuk membuat seri
konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm. Untuk penentuan panjang gelombang
maksimum, pengukuran serapan dilakukan dengan menggunakan larutan
konsentrasi 30 ppm (Wisnu, 2012 dengan modifikasi).
3.3.3.2 Analisis dengan FT-IR
Film yang dikarakterisasi adalah film kitosan, film sambung silang kitosan-
sitrat (pH 4, 5, dan 7), dan film sambung silang kitosan-tripolifosfat. Film yang
digunakan untuk pengujian ini adalah film yang tidak mengandung obat dan
gliserin. Film tersebut dihancurkan terlebih dahulu dan kemudian diletakkan di atas
cakram yang berisi KBr. Sampel dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR pada
bilangan gelombang 4000-400 cm-1 (Chinta, Katakam, Murthy, dan Newton,
dengan modifikasi 2013).
3.3.3.3 Evaluasi Organoleptis Film
Pengamatan makroskopik fisik film meliputi warna dan tekstur permukaan
film dan pengamatan mikroskopik penampang membujur dan melintang film (J.
Balasubramanian et al., 2012 dengan modifikasi)
3.3.3.4 Pengukuran Ketebalan Film
Ketebalan dari setiap film diukur pada lima titik yang berbeda (tengah dan
empat sudut) menggunakan mikrometer digital (Rao, Shravani, dan Reddy, 2013
dengan modifikasi secara triplo).
3.3.3.5 Keragaman Bobot
Film dari semua formula dengan ukuran 3,5 x 2 cm2 ditimbang dan berat
rata-ratanya dihitung. Kemudian pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setiap film dan standar deviasi dihitung (Chinta, Katakam, Murthy, dan Newton,
2013 dengan modifikasi secara triplo).
3.3.3.6 Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film
Keseluruhan film dalam satu cetakan (beserta pinggiran film) dipotong
kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 ml yang mengandung 100
ml buffer fosfat pH 6,8. Medium diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik
yang berkecepatan sedang selama 8 jam. Sebanyak 5 ml larutan diambil setiap satu
jam dan sebanyak 5 mL larutan dimasukkan kembali ke dalam gelas beaker setiap
pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan pada jam ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
dan 24 jam. Sampel yang sudah diambil kemudian disaring dengan menggunakan
saringan membran 0,45 μm. Kemudian larutan dianalisis dengan spektrofotometer-
UV pada panjang gelombang maksimal yaitu 277,4 nm (Kavitha dan Rajendra,
2011; Deshmane et al., 2009 dengan modifikasi)
3.3.3.7 Uji Keseragaman Kandungan Obat dan Penetapan Kadar
Film dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL
yang mengandung 100 mL buffer fosfat pH 6,8. Medium diaduk dengan
menggunakan pengaduk magnetik selama 8 jam dan didiamkan selama 16 jam.
Sebanyak 5 mL larutan diambil dan disaring dengan menggunakan saringan
membran 0,45 μm. Larutan dianalisis dengan spektrofotometer-UV pada panjang
gelombang maksimal yaitu 277,4 nm (Kavitha dan Rajendra, 2011; Deshmane et
al, 2009 dengan modifikasi secara triplo).
Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan metode yang sama,
namun film sambung-silang yang digunakan adalah film sambung silang yang
memiliki bobot yang hampir sama dan dilakukan secara triplo.
3.3.3.8 Uji Kadar Air
Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode
thermogravimetri. Film yang berukuran 3,5 x 2 cm2 ditimbang terlebih dahulu
(Wo). Film diletakkan di dalam cawan penguap dan dioven pada suhu 1050C selama
1 jam. Film kemudian didinginkan dalam deksikator selama 15 menit dan
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditimbang (Wt). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan (AOAC,
2005 dengan modifikasi secara triplo).
Kadar Air (%) = Wo−Wt (gram)
Wo (gram) 𝑥 100%
3.3.3.9 Uji Ketahanan Pelipatan Film
Ketahanan pelipatan dievaluasi berulang kali dengan cara melipat film
dengan ukuran 3,5 x 2 cm2 pada tempat yang sama sebanyak 300 kali secara terus
menerus. Jumlah pelipatan film yang dilipat pada tempat yang sama tanpa film
sobek adalah nilai ketahanan pelipatan (Koland, Charyulu, dan Prabhu, 2010;
Chinta, Katakam, Murthy, dan Newton, 2013 dengan modifikasi secara triplo).
3.3.3.10 Uji Mekanik
Kekuatan tarik dan elongasi diuji dengan menggunakan tensile tester
strograph-R1 dengan gaya 100 kg. Film dipotong dengan alat Dumbbell Astm-D-
1822-L Crosshead (kecepatan 25 mm/min). Kecepatan dan pemanjangan diukur
sampai film sobek. Data yang dihasilkan kemudian dianalisis dengan menggunakan
SPSS 16. Pengukuran dilakukan dengan rumus berikut (Abbaspour,
Makhmalzadeh, dan Jalali, 2010 dengan modifikasi secara triplo) :
Kekuatan Tarik = 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑢𝑡𝑢𝑠𝑘𝑎𝑛 𝑓𝑖𝑙𝑚 (𝑁)
luas area film (cm2)
% Elongasi = (panjang akhir film−panjang awal film)(𝑐𝑚)
panjang awal film (cm) 𝑥 100%
3.3.3.11 Uji Derajat Pengembangan
Film dibiarkan mengembang dalam 25 mL medium dapar fosfat pH 6,8 pada
cawan penguap. Film diambil dari cawan penguap dan dikeringkan dengan kertas
saring, kemudian film ditimbang. Film diamati pada menit ke- 5, 15, 30, 60, 90, dan
120. Persen mengembang diukur dengan persamaan berikut :
Indeks Mengembang (%) = 𝑊𝑡−𝑊𝑜
Wo 𝑥 100%
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dimana Wt adalah berat film pada menit ke-t (gram) dan Wo adalah berat
film pada menit ke-0 (gram) (Mahalaxmi et al, 2010 dengan modifikasi secara
triplo). Data yang dihasilkan kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.
3.3.3.12 Uji Pelepasan Obat
Uji pelepasan obat secara in vitro dilakukan dalam 400 mL larutan dapar
fosfat pH 6,8 menggunakan alat disolusi tipe 2 (dayung) pada suhu 370C ± 0,50C
dengan kecepatan 50 rpm. Satu sisi film ditempel ke akrilik (yang berukuran 4 x 2
cm) dengan menggunakan lem sianoakrilat. Sampel diambil sebanyak 5 ml dengan
menggunakan spuit dan diganti dengan medium yang segar. Sampel diambil pada
interval waktu 15, 30, 60, 120, 180, 240, 300, dan 360 menit. Sampel yang telah
diambil kemudian disaring dengan saringan membran 0,45 μm. Sampel kemudian
diukur dengan spektrofotometri UV pada panjang gelombang 277,4 nm (Deshmane
et al, 2009; Singh, Kumar Singh, Shah, dan Mehta, 2014 dengan modifikasi secara
triplo). Data yang dihasilkan kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.
.
27
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi Film Kitosan
Pada penelitian ini dibuat film kitosan dengan menggunakan metode solvent
casting. Metode solvent casting merupakan suatu metode pembuatan film dengan
melarutkan semua eksipien termasuk obat ke dalam pelarut organik, kemudian
pelarut diuapkan dan terbentuklah massa film. Film kitosan yang dibuat
mengandung obat verapamil hidroklorida. Dosis obat verapamil hidroklorida yang
digunakan sebesar 240 mg untuk setiap cetakan yang merupakan hasil dari
perhitungan rumus (Sood, Kaur, Pawar, 2013). Sediaan film ini dibuat dengan
menggunakan pelarut asam asetat dengan konsentrasi akhir 4% dan plasticizer yang
digunakan adalah gliserin 70% (b/b dari bobot kering kitosan). Penggunaan gliserin
70% pada sediaan film ini adalah hasil optimasi yang berfungsi untuk memberikan
elastisitas pada film dan agar film yang terbentuk mudah dilepaskan dari cetakan.
Untuk membuat larutan cairan pembentuk film (CPF) kitosan 4%, obat
verapamil hidroklorida yang sudah ditimbang didispersikan terlebih dahulu di
dalam campuran larutan aquadest dan gliserin 70%, kemudian ke dalam campuran
tersebut didispersikan kitosan yang sudah ditimbang sedikit demi sedikit setelah itu
campuran diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan pada saat proses pembuatan cairan pembentuk film kitosan.
Setelah itu, asam asetat didispersikan sedikit demi sedikit ke dalam larutan tersebut
dan digenapkan hingga bobot yang diinginkan. Larutan CPF kitosan diaduk dengan
pengaduk magnetik selama 2 jam yaitu sampai larutan homogen. Larutan CPF
kitosan kemudian didiamkan selama semalam untuk menghilangkan gelembung
udara yang terbentuk. Adanya gelembung udara dapat mempengaruhi karakteristik
film yang dihasilkan. Setelah gelembung udara hilang, sebanyak 10 gram larutan
CPF kitosan dituangkan ke dalam cetakan akrilik yang berukuran 8 x 4 cm2. Film
kemudian di oven dengan menggunakan suhu 500C selama 24 jam. Jumlah cairan
film yang dituangkan ke dalam cetakan, suhu, dan waktu pengeringan yang
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
digunakan merupakan hasil optimasi. Sediaan fim yang terbentuk kemudian
dipotong menjadi ukuran 3,5 x 2 cm2 dan dilakukan evaluasi.
Gambar 4.1 Larutan CPF Kitosan 4%
4.2 Preparasi Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat (pH 4, 5, dan 7) dan Kitosan
Tripolifosfat
Film sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan menggunakan metode
perendaman yaitu dengan cara merendam film kitosan ke dalam larutan natrium
sitrat 4% pada pH 4, 5, dan 7. Dasar pemilihan pH ini adalah pH derajat ionisasi
dari sitrat yaitu 3,128; 4,761; 6,396 (Rowe, Sheskey, Quinn, 2009). Hal ini
bertujuan untuk melihat pengaruh pH larutan sitrat terhadap proses sambung silang
yang terjadi. Pada penelitian ini, film kitosan akan mengalami dua kali proses
perendaman dan dua kali proses pembilasan. Proses perendaman yang pertama
adalah film kitosan direndam di dalam larutan natrium sitrat 4 % pH 4, 5, dan 7
selama 3 jam. Lamanya waktu perendaman merupakan hasil optimasi. Setelah
direndam selama 3 jam, film kemudian dibilas dengan menggunakan aquadest.
Banyaknya larutan natrium sitrat 4% pH 4, 5, dan 7 yang digunakan serta
banyaknya aquadest yang digunakan pada proses pembilasan merupakan hasil
perbandingan (Shu, Zhu, dan Song, 2001; Honary, Hoseinzadeh, dan Shalchian,
2010). Proses perendaman yang kedua adalah film direndam di dalam larutan
gliserin 70% selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk memberikan elastisitas pada
film sambung silang yang dihasilkan. Karena salah satu kekurangan dari film yang
disambung silang dengan menggunakan metode perendaman yaitu film yang
dihasilkan menjadi mengkerut, keras, rapuh, dan tidak elastis. Pada penelitian ini
plasticizer yang digunakan adalah plasticizer hidrofilik yaitu gliserin (Suyatma,
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tighzert, dan Copinet, 2005) sehingga saat proses perendaman gliserin larut di
dalam air yang mengakibatkan hilangnya efek plasticizer yaitu tidak memberikan
efek elastisitas pada film. Film kemudian dibilas kembali dengan aquadest untuk
menghilangkan gliserin yang ada di permukaan film. Selanjutnya film dioven
dengan menggunakan suhu 400C selama 15 jam. Suhu oven dan lama pengeringan
film merupakan hasil optimasi. Setelah dioven selama 15 jam, film yang dihasilkan
lebih elastis dan tidak mudah patah. Hal ini membuktikan bahwa perendaman film
hasil sambung silang di dalam larutan gliserin 70% selama 15 menit dapat
memberikan elastisitas pada film.
Film sambung silang kitosan-tripolifosfat dibuat dengan menggunakan
metode yang sama dengan film kitosan-sitrat. Namun perbedaanya hanya pada
larutan agen sambung silang yang digunakan. Pada film sambung silang kitosan-
tripolifosfat, film kitosan direndam dalam larutan natrium tripolifosfat 4% (pH 9,2).
4.3 Karakterisasi Film
4.3.1 Analisis dengan FT-IR
Karakterisasi dengan menggunakan FT-IR dilakukan untuk melihat apakah
proses sambung silang terjadi. Hal ini dilihat dengan cara membandingkan
spektrum film kitosan yang terbentuk dengan spektrum film sambung silang
kitosan-sitrat (pH 4, 5, dan 7) dan kitosan tripolifosfat.
Tabel 4.1 Nilai Puncak pada Spektrum FT-IR
Ket Gugus
Puncak Panjang Gelombang (cm-1)
Kitosan
Kitosan-
Sitrat pH
4
Kitosan-
Sitrat pH
5
Kitosan-
Sitrat pH
7
Kitosan-
TPP
A OH 3614 3601 3615 3595 3651
B C=O 1673 1659 1668 1660 1673
C N-H 1594 - - - -
D P=O - - - - 1240
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a) Gugus –OH : 3595-3615 cm-1 d) Gugus C-O : 1260-1300 cm-1
b) Gugus C=O : 1659-1673 cm-1 e) Puncak baru kitosan-TPP : 1385 cm-1
c) Gugus N-H : 1594 cm-1 f) Gugus –P=O : 1240 cm-1
Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Kitosan, Kitosan-Sitrat (pH 4,5, dan 7), dan Kitosan-
Tripolifosfat (TPP)
Berdasarkan hasil yang didapatkan terlihat bahwa telah terjadi perubahan
spektrum FT-IR sebelum dan sesudah proses sambung silang baik pada kitosan-
sitrat pH 4, 5, dan 7 maupun pada kitosan-tripolifosfat. Spektrum FT-IR pada
kitosan, kitosan-sitrat (pH 4, 5, dan 7), dan kitosan-tripolifosfat menunjukkan
puncak pada bilang gelombang 3500-3650 cm-1. Hal tersebut disebabkan oleh
gugus -OH yang menutupi puncak gugus –NH2 dalam ikatan hidrogen (Pieróg,
Drużyńska, dan Czubenko, 2009). Pada spektrum kitosan terdapat puncak pada
bilangan gelombang 1594 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus amida, sedangkan
pada spektrum kitosan-sitrat (pH 4,5, dan 7) dan kitosan-tripolifosfat tidak terdapat
puncak pada daerah bilangan gelombang ini. Hal ini diduga gugus amida telah
berikatan dengan gugus karboksilat pada kitosan-sitrat dan berikatan dengan gugus
fosfat pada kitosan-tripolifosfat. Pada spektrum kitosan-sitrat (pH 4,5, dan 7)
terbentuk puncak baru pada daerah panjang gelombang 1300 cm-1. Hal ini sesuai
dengan bilangan gelombang gugus C-O pada ion COO- (Pieróg, Drużyńska, dan
Czubenko, 2009). Pada kitosan-tripolifosfat terbentuk puncak baru yaitu pada
Kitosan
Kitosan-Sitrat pH 4
Kitosan-Sitrat pH 7
Kitosan-Sitrat pH 5
Bilangan gelombang (cm-1)
a
Kitosan-TPP
Tra
nsm
itan (
%)
b
a
c
a
d
a
e
a
f
a
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bilangan gelombang 1385 cm-1 yang dapat disebabkan karena adanya interaksi
antara ion tripolifosfat dengan –NH3 pada kitosan. Selain itu juga terdapat puncak
pada daerah bilangan gelombang 1240 cm-1 yang sesuai dengan panjang
gelombang gugus –P=O pada ion fosfat (Pieróg, Drużyńska, dan Czubenko, 2009).
4.3.2 Evaluasi Organoleptis
Gambar 4.3 Gambar Makroskopik Permukaan bawah film kitosan-sitrat pH 4 (a),
pH 5 (b), pH 7 (c), dan film kitosan-tripolifosfat (d)
Film kitosan-sitrat pH 4, 5, 7 dan kitosan-tripolifosfat secara makroskopik
terlihat berwarna kuning dengan permukaan bawah film berwarna kuning-
keputihan dan agak kasar. Film secara keseluruhan berbentuk tipis, tidak berbau,
dan tidak rapuh.
Gambar 4.4 Gambar Mikroskopik Membujur Film Kitosan-sitrat pH 4 (a), pH 5
(b), pH 7 (c), dan Film Kitosan-Tripolifosfat (d)
Hasil pengamatan secara mikroskopik pada penampang membujur film
dengan perbesaran 100x menunjukkan bahwa pada kitosan-sitrat pH 4, pH 7, dan
kitosan-tripolifosfat zat aktif tersebar tidak merata karena adanya lingkaran-
a b
a
c d
a
b
c
d
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lingkaran hitam yang diduga adalah zat aktif yang sudah terlepas. Lingkaran-
lingkaran ini tidak terdapat pada film kitosan-sitrat pH 5. Pada film kitosan-sitrat
pH 5 obat pada film terlihat lebih homogen dibandingkan dengan obat pada film
kitosan-sitrat pH 4, pH 7, dan kitosan tripolifosfat.
Gambar 4.5 Gambar Mikroskopik Melintang Film Kitosan-Sitrat pH 4 (a), pH 5
(b), pH 7 (c), dan Kitosan-Tripolifosfat (d)
Hasil pengamatan secara mikroskopik pada penampang melintang film
dengan perbesaran 100x menunjukkan film tampak rata, berserat-serat, berwarna
kuning, dan berbentuk satu lapisan.
4.3.3 Ketebalan
Tabel 4.2 Ketebalan Film
Jenis Film Ketebalan (mm)
Kitosan-Sitrat pH 4 0,32 ± 0,04
Kitosan-Sitrat pH 5 0,31± 0,02
Kitosan-sitrat pH 7 0,28 ± 0,02
Kitosan-TPP 0,23 ± 0,02
Ketebalan pada setiap film sambung silang bervariasi baik pada film
sambung silang kitosan-sitrat pH 4, pH 5, pH 7 dan film sambung silang kitosan-
tripolifosfat. Walaupun sudah menggunakan cetakan yang terbuat dari bahan akrilik
yang memiliki permukaan yang rata, ketebalan film tetap bervariasi. Ketebalan
yang bervariasi ini dapat disebabkan oleh adanya obat yang hilang saat proses
a b
a
c d
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
perendaman sehingga mempengaruhi ketebalan film setelah proses sambung silang.
Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 yaitu ketebalan film berdasarkan jenis film
sambung silang. Ketebalan film pada bagian tengah lebih tebal dibandingkan
dengan bagian pinggir film. Hal tersebut dapat disebabkan oleh penurunan
mobilitas makromolekul dan jarak intramolekular yang diakibatkan oleh
peningkatan konsentrasi polimer saat penguapan pelarut melalui seluruh lapisan
pada tahap pembentukan film (Krzyzanowska, 1975).
Gambar 4.6 Film Kitosan
4.3.4 Keragaman Bobot
Film kitosan yang dihasilkan memiliki bobot yang beragam. Ketebalan film
yang bervariasi tentunya juga mempengaruhi bobot film kitosan. Bobot film kitosan
yang berada dalam satu cetakan saja beragam apalagi bobot film yang berasal dari
cetakan yang berbeda. Bobot film yang beragam tentunya mempengaruhi
kandungan zat aktif yang terdapat di dalam sediaan film. Oleh karena itu pemilihan
sampel film kitosan yang akan disambung silang didasarkan pada bobot film
kitosan yang hampir sama dengan dasar bahwa pada bobot film yang hampir sama
terkandung zat aktif yang jumlahnya hampir sama juga (Delvina, 2014).
Film kitosan dengan bobot yang hampir sama kemudian disambung silang
dengan natrium sitrat pH 4, pH 5, pH 7, dan natrium tripolifosfat (pH 9,2). Pada
proses sambung silang yang dilakukan dengan cara merendam film kitosan ke
dalam larutan sambung silang, terdapat obat yang hilang selama proses perendaman
selama 3 jam. Salah satu kekurangan proses sambung silang dengan menggunakan
metode perendaman adalah obat yang bersifat hidrofilik memiliki persen obat yang
hilang pada proses perendaman lebih besar dibandingkan dengan obat yang tidak
hidrofilik. Sifat obat terutama kelarutan mempengaruhi pelepasan obat. Obat yang
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kelarutannya dalam air rendah, walaupun proses sambung silang yang dilakukan
cukup lama namun persentase obat yang hilang sedikit dan efisiensi muatan obatnya
lebih besar (Shu dan Zhu, 2002).
Tabel 4.3 Keragaman Bobot
Jenis Film Bobot (mg)
Kitosan-Sitrat pH 4 253,60 ± 10,39
Kitosan-Sitrat pH 5 216,70 ± 8,07
Kitosan-Sitrat pH 7 205,53 ± 22,40
Kitosan-TPP 198,77 ± 5,84
Persen obat yang hilang diketahui dari hasil pengukuran larutan agen
sambung silang setelah proses sambung silang. Berdasarkan hasil pengukuran
tersebut obat yang paling banyak terlepas selama proses sambung silang adalah obat
yang terdapat pada film kitosan-sitrat pH 7 dengan persen obat yang hilang sebesar
43%. Sedangkan persen obat yang hilang pada film kitosan-sitrat pH 4 dan pH 5
sebesar 16% dan 17%. Pada film sambung silang kitosan-tripolifosfat, absorbansi
obat yang terukur paling kecil dibandingkan dengan absorbansi obat yang terukur
pada film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, dan pH 7. Hal ini dapat disebabkan oleh
kelarutan obat verapamil hidroklorida yang sangat sedikit larut dalam larutan
tripolifosfat 4%. Karena kelarutannya yang sedikit di dalam larutan tripolifosfat 4%
menyebabkan persentase obat yang hilang tidak dapat diukur.
Adanya obat yang hilang menyebabkan bobot film setelah proses sambung
silang menjadi berkurang dan menjadi semakin beragam baik dalam jenis film yang
sama maupun dalam jenis film sambung silang yang berbeda. Oleh karena itu film
sambung silang yang digunakan untuk evaluasi dipilih berdasarkan bobot yang
hampir sama dengan kandungan zat aktif yang juga hampir sama.
4.3.5 Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film
Optimasi ekstraksi verapamil dari film dilakukan untuk mengetahui berapa
lama waktu yang dibutuhkan untuk obat terekstraksi dari film. Waktu yang
didapatkan dari hasil optimasi ini akan digunakan sebagai waktu pada uji
keseragaman kandungan film dan pada penetapan kadar. Film dipotong kecil-kecil
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bertujuan untuk memperkecil luas permukaan film sehingga zat aktif lebih cepat
dan lebih mudah untuk keluar dari film.
Tabel 4.4 Hasil Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl dari Film
Jenis Film Bobot Film
(mg)
Verapamil HCl yang
Terekstraksi (mg)
Verapamil HCl yang
Terekstraksi (%)
Kitosan-Sitrat pH 4 815,6 190,9 79,53
Kitosan-Sitrat pH 5 994,9 106,2 44,26
Kitosan-Sitrat pH 7 842,8 114,5 47,71
Kitosan-TPP 858,5 128,7 53,24
Sampel sebanyak 5 mL diambil setiap jam untuk mengetahui berapa kadar
obat yang sudah keluar dari film. Setelah diaduk dengan menggunakan pengaduk
magnetik selama 7 jam, ternyata belum semua obat keluar dari film. Oleh karena
itu film didiamkan selama 16 jam dan kembali diaduk dengan menggunakan
pengaduk magnetik selama satu jam. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar obat
yang keluar selama didiamkan dapat teraduk dan menjadi homogen kandungannya
sebelum obat diambil pada waktu ke-24 jam. Sampel yang sudah diambil dan
disaring kemudian diukur kadarnya. Pada film kitosan-tripolifosfat pada jam ke-26
sampel juga diambil untuk melihat perbedaan konsentrasi yang dihasilkan dengan
jam ke-24. Setelah proses pengadukan selama 8 jam dan didiamkan selama 16 jam
kadar film kitosan-sitrat (pH 4, 5, 7) dan kitosan-tripolifosfat berturut-turut adalah
79,53%, 44,26%, 47,71%, dan 53,64%. Kadar film kitosan-tripolifosfat pada jam
ke-26 sebesar 57,24%, hal tersebut menunjukkan proses ekstraksi selama 26 jam
tidak memberikan perbedaan hasil yang cukup signifikan terhadap ekstraksi
verapamil HCl. Persen kadar yang didapatkan kurang dari 100%. Hal dapat
disebabkan oleh adanya obat yang hilang saat proses sambung silang dan proses
pembilasan.
4.3.6 Keseragaman Kandungan dan Penetapan Kadar Verapamil HCl
Keseragaman kandungan dilakukan untuk mengetahui apakah film
memiliki kandungan zat aktif yang sama. Uji ini dilakukan dengan mengukur kadar
obat dalam satu cetakan pada tiga titik. Berdasarkan hasil yang didapatkan
menunjukkan bahwa kandungan obat pada tiga titik di dalam satu cetakan beragam.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hal ini dapat disebabkan oleh bobot film yang beragam. Film yang digunakan untuk
proses evaluasi terutama pada evaluasi profil pelepasan obat, sebisa mungkin
adalah film yang memiliki kandungan zat aktif yang hampir sama. Oleh karena itu
pemilihan film untuk evaluasi didasarkan pada film yang memiliki kandungan zat
aktif yang hampir sama yang dilihat dari bobot film yang hampir sama. Hal tersebut
terbukti bahwa film yang memiliki bobot yang hampir sama memiliki kandungan
zat aktif yang hampir sama juga.
Tabel 4.5 Keseragaman Kandungan Film
Jenis Film Bobot
(mg)
Kandungan
Obat (mg) Kadar (%)
Rata-Rata
(%)
Kitosan-
Sitrat pH 4
239,1 23,33 9,76
10,65 ± 0,97 221,6 25,88 11,68
193,9 20,41 10,53
Kitosan-
Sitrat pH 5
204,1 35,21 17,25
16,71 ± 2,87 211,3 28,75 13,60
163,7 31,54 19,27
Kitosan-
Sitrat pH 7
254,2 35,58 14,00
12,17 ± 1,59 206,5 22,95 11,12
262,6 29,93 11,40
Kitosan-
TPP
227,5 41,58 18,28
18,07 ± 3,80 198,4 43,19 21,77
165,9 23,51 14,17
Berdasarkan hasil pengukuran kadar film, persen kadar yang didapatkan
memiliki simpangan deviasi yang kecil. Sehingga dasar pemilihan ini dapat
digunakan untuk pemilihan film yang akan digunakan untuk evaluasi terutama
evaluasi pelepasan obat.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.6 Kadar Film
Jenis Film Bobot Film
(mg)
Kandungan
Verapamil
HCl (mg)
%
Kadar
Rata-Rata
Kadar
Na-Sitrat pH 4
1 254,7 34,5 13,53
13,78 ± 0,90 2 263,4 34,3 13,03
3 242,7 35,9 14,78
Na-Sitrat pH 5
1 210,4 38,9 18,49
18,04 ± 0,40 2 213,9 37,9 17,73
3 225,8 40,4 17,89
Na-Sitrat pH 7
1 180,8 32,1 17,76
17,82 ± 0,94 2 171,7 32,3 18,79
3 172,6 29,2 16,92
Na-TPP
1 164,7 27,7 16,83
18,92 ± 2,15 2 167,3 31,4 18,79
3 147,3 31,1 21,12
4.3.7 Kadar Air
Kekurangan lain dari penggunaan metode perendaman pada proses
sambung silang yaitu film sambung silang yang dihasilkan mengkerut, keras, dan
mudah patah. Hal tersebut tentunya dapat mempengaruhi evaluasi film yang
dilakukan. Oleh karena itu pemilihan film sambung silang juga didasarkan pada
kadar air film. Pada film sambung silang kitosan-sitrat, kadar air paling tinggi
tedapat pada film kitosan-sitrat pH 4 dan kadar air terendah terdapat pada film
kitosan-sitrat pH 7. Namun bila dibandingkan dengan film kitosan-tripolifosfat,
kadar air film kitosan-tripolifosfat lebih rendah dibandingkan dengan film kitosan-
sitrat pH 7. Kadar air film tentunya akan mempengaruhi hasil evaluasi film
sambung silang yang dilakukan. Karena pada penelitian terdahulu film yang
digunakan untuk proses evaluasi adalah film dengan bobot konstan.
Tabel 4.6 Kadar Air
Jenis Film Kadar Air
(%)
Kitosan-Strat pH 4 23,73 ± 1,49
Kitosan-Sitrat pH 5 16,40 ± 2,23
Kitosan-Sitrat pH 7 15,32 ± 1,51
Kitosan-TPP 14,84 ± 0,57
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.8 Ketahanan Pelipatan
Ketahanan pelipatan pada film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, pH 7, dan film
kitosan-tripolifosfat dengan kadar air 14-24% lebih dari 300 lipatan. Hal tersebut
membuktikan bahwa perendaman film sambung silang kitosan-sitrat (pH 4, 5, dan
7) dan kitosan-tripolifosfat dalam 50 ml gliserin 70% selama 15 menit efektif untuk
meningkatkan kekuatan pelipatan film sambung silang. Sehingga film sambung
silang yang dihasilkan elastis, tidak mudah patah, dan kekuatan pelipatan yang
dihasilkan lebih dari 300 lipatan. Selain itu kadar air 14-24% dalam film tentunya
juga mempengaruhi ketahanan pelipatan pada film. Karena air dapat berperan
sebagai plasticizer (Suyatma, Tighert, dan Copinet, 2005) yang memberikan
keelastisan pada film sehingga film tidak mudah patah.
4.3.9 Uji Mekanik
Film yang memiliki derajat sambung silang tinggi akan menghasilkan nilai
kekuatan tarik (tensile strength) yang tinggi dan nilai elongasi (elongation break)
yang rendah karena film sambung silang yang dihasilkan lebih kuat (Chinta,
Katakam, Murthy, dan Newton, 2013). Berdasarkan hasil uji mekanik, film kitosan-
sitrat pH 7 memiliki nilai kekuatan tarik yang paling besar dan nilai elongasi yang
paling kecil dibandingkan dengan film kitosan-sitrat pH 4 dan pH 5. Namun bila
dibandingkan dengan film kitosan-tripolifosfat, nilai kekuatan tarik film kitosan-
tripolifosfat lebih tinggi dan nilai perpanjangan putus film kitosan-tripolifosfat
lebih rendah dibandingkan dengan film kitosan-sitrat pH 7. Berdasarkan hasil
analisis statistik dengan menggunakan SPSS 16 menunjukkan bahwa hasil uji
kekuatan tarik dan perpanjangan putus pada sediaan film sambung silang kitosan-
sitrat pH 4, pH 5, pH 7, dan film kitosan-tripolifosfat berbeda secara bermakna.
Kadar air yang bervariasi pada sediaan film sambung silang kitosan-sitrat pH 4, pH
5, pH 7, dan film kitosan tripolifosfat diduga mempengaruhi hasil uji mekanik. Air
yang dapat berperan sebagai plasticizer memberikan keelastisan pada film sehingga
film tidak mudah putus. Adanya air dalam film menyebabkan kekuatan tarik
menurun yang disebabkan oleh ikatan antarpolimer yang semakin berkurang
(Anggraeni, 2012) dan meningkatkan nilai elongasi karena film menjadi semakin
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
elastis. Oleh karena itu nilai kekuatan tarik berbanding terbalik dengan kadar air
pada film dan nilai elongasi berbanding lurus dengan kadar air film.
Tabel 4.7 Kekuatan Pelipatan dan Uji Mekanik
Jenis Film Kekuatan
pelipatan
Tensile Strength
(N/cm2)
Elongation
Break (%)
Kitosan-Sitrat pH 4 > 300 885,23 ± 165,72 130,00 ± 0,00
Kitosan-Sitrat pH 5 > 300 1734,2 ± 506,72 80,00 ± 0,00
Kitosan-Sitrat pH 7 > 300 1864 ± 171,12 70,00 ± 0,00
Kitosan-TPP > 300 3482,18 ± 1242,05 36,67 ± 5,77
Keterangan : Uji dilakukan dengan kadar air 14-24%
Gambar 4.7 Kekuatan Tarik Masing-Masing Film
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
Kitosan-SitratpH 4
Kitosan-SitratpH 5
Kitosan-SitratpH 7
Kitosan-TPP
Kek
uat
an T
arik
(N
/cm
2)
Jenis Film
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.8 Elongasi Masing-Masing Film
4.3.10 Derajat Pengembangan
Berdasarkan data pada tabel 4.7 derajat pengembangan film kitosan-sitrat
pH 4, pH 5, pH 7, dan film kitosan-tripolifosfat meningkat pada menit ke-5 hingga
menit ke-15. Kemudian derajat pengembangan mulai menurun pada menit ke-30.
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan SPSS 16 menunjukkan
bahwa hasil persentase derajat pengembangan film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, pH 7,
dan kitosan-tripolifosfat secara keseluruhan memiliki perbedaan yang bermakna.
Hal ini terlihat dari nilai signifikasi uji Kruskal Wallis yang dihasilkan yaitu <0,05.
Tabel 4.8 Derajat Pengembangan Film dalam Medium Dapar Fosfat pH 6,8
Waktu
(menit)
% ∆W
Kitosan-Sitrat
pH 4
Kitosan-Sitrat
pH 5
Kitosan-Sitrat
pH 7 Kitosan-TPP
0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
5 57,95 ± 3,98 47,39 ± 6,70 56,17 ± 4,05 42,47 ± 8,24
15 54,57 ± 3,55 60,23 ± 7,14 61,25 ± 3,14 46,66 ± 3,64
30 46,36 ± 0,74 58,70 ± 5,85 58,94 ± 2,88 41,60 ± 2,75
60 41,22 ± 0,62 56,28 ± 4,90 58,89 ± 4,11 35,76 ± 3,70
90 40,65 ± 2,22 56,47 ± 4,49 58,20 ± 3,41 32,89 ± 4,17
120 37,56 ± 2,18 56,82 ± 3,99 59,09 ± 4,40 31,75 ± 3,97
Keterangan : Uji dilakukan dengan kadar air 14-24%
0
20
40
60
80
100
120
140
Kitosan-SitratpH 4
Kitosan-SitratpH 5
Kitosan-SitratpH 7
Kitosan-TPP
Elo
ngas
i (%
)
Jenis Film
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Film kitosan-sitrat menunjukkan derajat pengembangan yang dipengaruhi
oleh pH. Pada pH rendah (pH<4,1) ionisasi gugus karboksil secara normal
menurun, kurang dari satu muatan negatif yang ada pada sitrat (Shu dan Zhu, 2002)
sehingga derajat sambung silang yang terjadi rendah dan menghasilkan derajat
pengembangan yang lebih tinggi. Pada pH 5, kebanyakan gugus amin pada kitosan
terionisasi, sehingga semakin banyak proses sambung silang yang terbentuk dan
menghasilkan derajat pengembangan yang lebih rendah. Pada pH 7, hanya 12%
gugus amin yang terionisasi dan menghasilkan sambung silang yang sedikit,
sehingga derajat pengembangan yang dihasilkan lebih tinggi. Berdasarkan data
pada tabel 4.7 derajat pengembangan film kitosan-sitrat pH 4 adalah yang paling
rendah bila dibandingkan dengan derajat pengembangan film kitosan-sitrat pH 5
dan pH 7. Hal ini dapat disebabkan oleh kadar air film kitosan-sitrat pH 4 yang
lebih tinggi dibandingkan film kitosan-sitrat pH 5 dan pH 7. Pada film kitosan
ikatan antarpolimer didominasi oleh ikatan hidrogen dari gugus -OH dan gugus -
NH2 (Anggraeni, 2012) sehingga kadar air yang besar menunjukkan ikatan hidrogen
antara air dengan polimer cukup besar. Oleh karena itu kadar air yang besar
mempengaruhi kemampuan film dalam menyerap air saat proses pengembangan.
Film kitosan-sitrat pH 7 memiliki derajat pengembangan yang paling tinggi. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shu dan Zhu (2002), dimana derajat
pengembangan kitosan-sitrat pH 7 lebih besar dibandingkan dengan derajat
pengembangan kitosan-sitrat pH 5.
Kemampuan mengembang dari film sambung silang ionik sangat
bergantung pada hidrofilisitas dari keseluruhan jaringan film. Setelah proses
sambung silang, hidrofilisitas film kitosan berkurang akibat dari hilangnya ikatan
amino yang bereaksi dengan agen sambung silang. Hidrofilisitas dari agen sambung
silang yang digunakan mempengaruhi hidrofilisitas jaringan film sambung silang.
Hidrofilisitas dari agen sambung silang natrium tripolifosfat lebih kecil dari natrium
sitrat (Pieróg, Drużyńska, dan Czubenko. 2009) sehingga walaupun kadar air film
kitosan-tripolifosfat lebih rendah dibandingkan dengan film kitosan-sitrat, karena
hidrofilisitas natrium-tripolifosfat lebih rendah dibandingkan dengan hidrofilisitas
kitosan-sitrat menyebabkan derajat pengembangan film sambung silang kitosan-
tripolifosfat lebih kecil dibandingkan dengan film sambung silang kitosan-sitrat.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.9 Grafik Derajat Pengembangan Film
4.3.11 Pelepasan Obat
Berdasarkan hasil disolusi verapamil HCl selama 6 jam, dapat dilihat bahwa
pada film sambung silang kitosan-sitrat persentase kumulatif disolusi verapamil
HCl yang paling besar dimiliki oleh film kitosan-sitrat pH 7 dengan persen
pelepasan sebesar 65,45%. Sedangkan persentase kumulatif disolusi kitosan-sitrat
pH 5 yaitu sebesar 47,49%. Hal ini menunjukkan bahwa derajat sambung silang
pada film kitosan-sitrat pH 5 lebih tinggi dibandingkan derajat sambung silang pada
kitosan-sitrat pH 7 dan menghasilkan derajat pengembangan yang lebih rendah
sehingga pelepasan obat yang dihasilkan juga lebih rendah. Derajat ionisasi kitosan
pada pH di atas 6,3 menurun sehingga derajat sambung silang yang terjadi pada
kitosan-sitrat pH 7 lebih rendah dibandingkan dengan derajat sambung silang pada
kitosan-sitrat pH 5. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shu dan
Zhu (2002), bahwa pelepasan obat kitosan-sitrat pH 7 lebih besar dibandingkan
dengan pelepasan obat kitosan-sitrat pH 5. Persen pelepasan obat pada film kitosan-
sitrat pH 4 juga lebih besar dibandingkan dengan kitosan-sitrat pH 5, hal ini
menunjukkan derajat sambung silang pada film kitosan-sitrat pH 4 lebih rendah
dibandingkan dengan derajat sambung silang pada kitosan-sitrat pH 5. Walaupun
pada pH asam ionisasi kitosan lebih tinggi, namun jumlah muatan sitrat yang
0
10
20
30
40
50
60
70
0 30 60 90 120
Der
ajat
Pen
gem
ban
gan
(%
)
Waktu (menit)
% ∆W Kitosan-Sitrat pH 4 % ∆W Kitosan-Sitrat pH 5
% ∆W Kitosan-Sitrat pH 7 % ∆W Kitosan-TPP
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terionisasi sangat kecil, sehingga sambung silang yang terjadi juga sedikit (Shu dan
Zhu, 2002).
Tabel 4.9 Persentase Kumulatif Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film
Waktu
(menit)
Persen Kumulatif (%)
Kitosan-
Sitrat pH 4
Kitosan-
Sitrat pH 5
Kitosan-
Sitrat pH 7
Kitosan-
TPP
0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
15 16,47 ± 1,94 15,33 ± 0,35 13,96 ± 1,97 19,60 ± 1,82
30 18,22 ± 0,88 15,11 ± 3,33 16,23 ± 3,35 23,42 ± 5,88
60 23,80 ± 0,57 18,82 ± 1,77 25,67 ± 2,52 32,55 ± 2,64
120 30,40 ± 0,38 21,46 ± 5,50 31,75 ± 3,15 41,28 ± 2,41
180 37,12 ± 6,02 33,39 ± 1,95 40,33 ± 7,59 45,88 ± 5,36
240 42,55 ± 4,18 36,12 ± 0,98 49,24 ± 9,86 53,12 ± 6,00
300 43,11 ± 5,30 40,77 ± 2,47 58,11 ± 14,13 54,30 ± 6,09
360 49,12 ± 2,88 47,49 ± 2,78 65,45 ± 13,70 62,34 ± 6,47
Keterangan : Uji dilakukan dengan kadar air 14-24%
Persentase kumulatif disolusi verapamil HCl pada film kitosan-tripolifosfat
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kitosan-sitrat pH 5. Hal ini menunjukkan
derajat sambung silang film kitosan-sitrat pH 5 lebih tinggi bila dibandingkan
dengan derajat sambung silang film kitosan-tripolifosfat. Pada film kitosan-
tripolifosfat, larutan tripolifosfat yang digunakan saat proses sambung silang
memiliki pH 9,2. Pada pH 9 tentunya ionisasi gugus amin pada kitosan (pKa 6,3)
menurun sehinga derajat sambung silang yang terbentuk lebih sedikit. Oleh karena
itu pelepasan obat film kitosan-tripolifosfat lebih cepat (Shu dan Zhu, 2000)
dibandingkan dengan film kitosan sitrat. Film kitosan yang disambung silang pada
pH 9, memiliki pori yang lebih banyak. Struktur yang terbentuk longgar dan terbuka
sehingga bentuk film yang lebih berpori ini menunjukkan derajat sambung silang
yang lebih rendah. Selain itu pada rentang pH ini, tripolifosfat lebih banyak
terionisasi dalam bentuk ion (OH-). Semua ion (OH-) dan ion TPP berkompetisi
untuk berinteraksi dengan gugus amin pada kitosan. Gugus OH- berikatan dengan
gugus amino melalui deprotonisasi (Bhumkar dan Pokharkar, 2006), sehingga pada
pH ini sambung silang yang terjadi melalui interaksi ionik lebih sedikit.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.10 Bobot Kumulatif Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film
Waktu
(menit)
Bobot Kumulatif (mg)
Kitosan-Sitrat
pH 4
Kitosan-
Sitrat pH 5
Kitosan-
Sitrat pH 7 Kitosan-TPP
0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
15 5,23 ± 0,55 5,22 ± 0,03 4,46 ± 0,62 6,43 ± 0,27
30 5,79 ± 0,21 5,14 ± 1,04 5,19 ± 1,05 7,65 ± 1,53
60 7,56 ± 0,08 6,41 ± 0,49 8,20 ± 0,75 10,71 ± 0,76
120 9,66 ± 0,25 7,30 ± 1,75 10,14 ± 0,96 13,59 ± 0,85
180 11,81± 2,06 11,37 ± 0,46 12,88 ± 2,36 15,17 ± 2,52
240 13,53 ± 1,50 12,30 ± 0,12 15,72 ± 3,07 17,55 ± 2,73
300 13,71 ± 1,86 13,88 ± 0,60 18,55 ± 4,45 17,94 ± 2,79
360 15,615 ± 1,11 16,19 ± 1,23 20,90 ± 4,32 20,61 ± 3,23
Gambar 4.10 Grafik Persentase Kumulatif Disolusi Verapamil Hidroklorida
Berdasarkan hasil uji statistik persentase kumulatif disolusi verapamil HCl,
terdapat perbedaan secara bermakna pada film kitosan-sitrat pH 4, 5, 7, dan film
kitosan tripolifosfat.
0
10
20
30
40
50
60
70
0 60 120 180 240 300 360
Per
sen
tase
Dis
olu
si (
%)
Waktu (Menit)
Kitosan-Sitrat pH 4 Kitosan-Sitrat pH 5
Kitosan-Sitrat pH 7 Kitosan-TPP
45
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, pH 7, dan kitosan-tripolifosfat memiliki
kadar air 13-24% dan menghasilkan ketahanan pelipatan >300 pelipatan.
Persen kekuatan tarik pada film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, dan pH 7 berturut
turut yaitu 885,23 ± 165,72%, 1734 ± 506,72%, dan 1864 ± 171,12%,
sedangkan persen kekuatan tarik film kitosan-tripolifosfat yaitu 3482,18 ±
1242,05%. Persen elongasi pada film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, dan pH 7
berturut turut yaitu 130,00 ± 0,00%, 80,00 ± 0,00% dan 70,00 ± 0,00%,
sedangkan persen elongasi film kitosan-tripolifosfat yaitu 36,67 ± 5,77%.
2. Persentase kumulatif pelepasan obat verapamil HCl selama 6 jam pada film
kitosan-sitrat pH 4, pH 5, dan pH 7 berturut turut yaitu 49,12 ± 2,88%, 47,49
± 2,78%, 65,45 ± 13,70%, sedangkan persentase kumulatif pelepasan obat
verapamil HCl pada film kitosan-tripolifosfat yaitu 62,34 ± 6,47%.
3. pH natrium sitrat mempengaruhi karakteristik film sambung silang kitosan-
sitrat. Peningkatan pH larutan sitrat menyebabkan peningkatan nilai
kekuatan tarik dan menurunkan nilai elongasi. Nilai kekuatan tarik tertinggi
dan elongasi terendah dihasilkan oleh film kitosan-tripolifosfat, sedangkan
persentase kumulatif pelepasan obat verapamil HCl terendah dihasilkan
oleh film kitosan-sitrat pH 5.
5.2 Saran
1. Diperlukannya pengujian karakteristik film dengan menggunakan zat aktif
yang bersifat hidrofobik.
2. Diperlukannya pengujian pengaruh jumlah zat aktif yang diberikan terhadap
karakteristik film yang dihasilkan.
3. Diperlukannya pengujian sifat mekanik dan derajat pengembangan film
kitosan-sitrat dan kitosan-tripolifosfat saat bobot film konstan.
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abbaspour, Makhmalzadeh, dan Jalali. 2010. Study of Free-Films and Coated
Tablets Based on HPMC and Microcrystalline Cellulose, Aimed for Improve
Stability of Moisture-Sensitive Drugs. Jundishapur Journal of Natural
Pharmaceutical Products. 5(1): 6-17.
Anggraeni, Yuni. 2012. Preparasi dan Karakterisasi Film Sambung Silang Kitosan-
Tripolifosfat yang Mengandung Asiatikosida sebagai Pembalut Bioaktif
untuk Luka. Tesis Magister Farmasi. Universitas Indonesia.
AOAC (Association of Official Analitycal Chemist). 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytycal of Chemist. Arlington,
Virginia, USA : Published by The Association of Analytical Chemist, Inc.
Berger, Reist, Mayer, Felt, Peppas, dan Gurny. 2004. Structure and interaction ion
covalently and ionically crosslinked chitosan hydrogels for biomedical
applications. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics.
57:19-34.
Bhumkar, Devika R. And Varsha B. Pokharkar. 2006. Studies on effect of pH on
cross-linking of chitosan with sodium tripolyphosphate : a technical note.
AAPS PharmSciTech. 7 (2) Article 50.
Bhuvaneshwari, Sruthi, Sivasubramanian, Kalyani, dan Sugunabai. 2011.
Development and characterization of chitosan film. International Journal of
Engineering Research and Applications (IJERA). Vol. 1, issue 2, PP. 292-
299.
Chemical Book. 2014. February 6th, 2014.
http://www.chemicalbook.com/CASEN_7758-29-4.htm
Chinta, Prakash Katakam, Varanasi Satya Narayana Murthy, dan Maria John
Newton. 2013. Formulation and in-vitro evaluation of moxifloxacin loaded
crosslinked chitosan films for the treatment of periodonthis. Journal of
Pharmacy Resarch 7. 483-490.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Colonna et al. 2006. 5-methyl-pyrrolidinone chitosan films as carriers for buccal
administration of proteins. AAPS PharmSciTech. 7 (3) Article 70.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: DepKes
RI. 665-725.
Deshmane, Channawar, Chandewar, Joshi, dan Biyani. 2009. Chitosan based
sustained release mucoadhesive buccal patches containing verapamil HCl.
Int. J. of Pharm. And Pharmaceu.Sci. Vol 1, 216-229.
Drugbank. 2015. July 2nd, 2015. http://www.drugbank.ca/drugs/DB00661
Drużyńska, Magdalena and Jadwiga O. Czubenko. 2011 Influence of Crosslinking
Process Conditions on Molecular and Supermolecular Structure of Chitosan
Hydrogel Membrane. Progress on chemistry and application of chitin and its
derivates. Volume XVI.
Emami, Varshozaz, dan Saljouhian. 2008. Development and evaluation of
controlled-release buccoadhesive verapamil hidrochloride tablets. DARU.
Vol. 16, No. 2.
Ginting, Delvina. 2014. Formulasi Patch natrium Diklofenak Berbasis Polimer
Hidroksi Metil Selulosa (NaCMC) sebagai Antiinflamasi Lokal pada
Penyakit Periodontal. Skripsi Sarjana Farmasi. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Honary, Hoseinzadeh, dan Shalchian. 2010. The effect of polymer molecular
weight on citrate crosslinked chitosan film for site-spesific delivery of non-
polar drug. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. December : 9 (6)
: 525-531.
J. Balasubramanian, Narayanan N, Senthil Kumar M, Vijaya Kumar N, dan
Azhagesh Raj K. 2012. Formulation and evaluation of mucoadhesive buccal
films of diclofenac sodium. Indian J. Innovations Dev. Hal : 70.
Kavitha, K. Dan More Mangesh Rajendra. 2011. Design and Evaluation of
Transdermal Films of Lornoxicam. International Journal of Pharma and Bio
Sciences. Vol 2/Issue 2/Apr-Jun. ISSN 0975-6299.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ko, J.A., Hwang, S. J., Park, J. B., dan Lee, J. S. 2002. Preparation and
characterization of chitosan microparticle intende for controlled drug
delivery. Int. J. Pharm, p 165-174.
Koland, M., Charyulu R. N., and Prablu P. 2010. Mucoadhesive films of losartan
potassium for buccal delivery : design and characterization. Indian J. Pharm.
Educ. Res. 44(4). 315-323.
Krzyzanowska, T. 1975. A new mechanism of physical film forming process.
Progress in Organic Coatings. 3:349-360.
Lim, S. dan P. A. Seib. 1993. Preparation and Pasting Properties of Wheat and Corn
Starch Phosphates. American Association of Cereal Chemist, Inc. Vol. 70,
No. 2.
Long-Mi et al., 1999. Chitosan-Polyelectrolyte Complexation for the Preparation
of Gel Beads and Controlled Release of Anticancer Drug. II. Effect of pH
Dependent Ionic Crosslinking of Interpolymer Complex Using
Tripolyphosphate or Polyphosphate as Reagent. Journal of Applied Polymer
Science, Vol 74, 2093-1107.
Mahalaxmi, D., Senthil A., Prasad V., Sudhakar B. dan Mohideen S. 2010.
Formulation of mucoadhesive buccal tablets of glipizide. Int. J. of
Biopharmaceutic. 100-107.
Nadrajah, Kandasamy. 2005. Development and Characterization of Antimicrobial
Edible Films from Crawfish Chitosan. Dissertation Departement of Food
Science. Loisiana State University.
Núňez, Santana, Machado, Cervantes, dan Valdez. 2014. Chitosan/hydrophilic
plsticizer-based film : preparation, physicochemical and antimicrobial
properties. J. Polym Environ (2014) 22:41-51.
Pandey, Ritu Singh, dan Nripendra Singh. 2014. Transdermal delivery of stavudine
using penetration enhancers. World Journal of Pharmaceutical Research..
Volume 3, issue 2, 3066-3092. ISSN 2277-7105.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pieróg, Drużyńska, dan Czubenko. 2009. Effect of Ionic Crosslinking Agents on
Swelling Behaviour of Chitosan Hydrogel Membranes. Progress on
chemistry and application of chitin and its derivates. Volume XIV.
Pubchem. 2015. July 2nd, 2015.
http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Sodium_tripolyphosphate#section=T
op
Pieróg, Milena dan Jawiga Ostrowska-Czubenko. 2010. State of water in citrate
crosslinked chitosan membrane. Progress on chemistry and application of
chitin and its derivates. Volume XV.
Rao, N.G., B. Shravani, dan Mettu Srikanth Reddy. 2013. Overview on Buccal
Drug Delivery Systems. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research.
Vol. 5(4):80-88.
Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, and Marian E Quinn. 2009. Handbook of
Parmaceutical Excipients. Sixth Edition. London : Pharmaceutical Press and
Americal Pharmacists Association.
Singh, Kumar Singh, Shah, dan Mehta. 2014. Muchoadhesive Bilayer Buccal
Patches of Verapamil Hydrochloride Formulation Development and
Characterization. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. Vol 6, issue 4.
Shaji, J., V. Jain, dan S. Lodha. 2010. Chitosan : A Novel Pharmaceutical Excipient.
International Journal of Pharmaceutical and Applied Sciences.1 (1).
Shu, X. Z. dan K. J. Zhu. 2000. A Novel Approach to Prepare
Tripolyphosphate/Chitosan Complex Beads for Controlled Release Drug
Delivery. International Journal of Pharmaceutics. 201. 51-58.
Shu, X. Z., K. J. Zhu, dan Weihong Song. 2001. Novel pH-sensitive citrate cross-
linked chitosan film for drug controlled release. International Journal of
Pharmaceutics. 212:19-28.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Shu, X. Z. dan K. J. Zhu. 2002. The influence of multivalent linked chitosan films
for controlled drug release. European Journal of Pharmaceutics and
Biopharmaceutics. 54:235-243.
Shu, X. Z. dan K. J. Zhu. 2002. Controlled Drug Release Properties of Ionically
Cross-linked Chitosan Beads: The Influence of Anion Structure.
International Journal of Pharmaceutics. 233. 217-225.
Shweta, Aggarwal and Pahuja Sonia. 2013. Pharmaceutical relevance of
crosslinked chitosan in microparticulate drug delivery. International
Research Journal of Pharmacy. 4 (2).
Sood, Varinder Kaur, and Pravin Pawar. 2013. Transdermal delivery of verapamil
HCl : Effect of penetration agent on in vitro penetration trough rat skin.
Journal of Applied Pharmaceutical Science. Vol. 3(03). PP. 044-051, March.
Srinivasan, Vinod Kumar, Geetavani, Rajesh Kumar and Ramesh Kumar. 2014.
Formulation and evaluation of verapamil hydrochloride buccal patches. An
International Journal of Advance in Pharmaceutical Sciences. Volume 5.
Issue 5. September-october. Pages 2432-2434.
Sukkunta, Suppajit. 2005. Physical and Mechanical Properties of Chitosan Gelatin
Based Film. Thesis Master of Science. Mahidol University.
Sutayma, Tighzert, dan Copinet. 2005. Effects of Hydrophilic Plasticizers on
Mechanical, Thermal, and Surface Properties of Chitosan Films. J. Agric.
Food Chem. 53, 3950-3957.
Tiwary, Ashok Kumar and Vikas Rana. 2010. Crosslinked Chitosan Films : Effect
of Crosslinking Density on Swelling Parameters. Pak. J. Pharm. Sci., Vol.
23, No.4, October. Pp. 443-448.
USP 32: United States Pharmacopeia Convention. 2009. United States
Pharmacopeia and the national Formulary (USP 32-NF 27). The United
States Pharmacopeia Convention. Rockville (MD).
Varshosaz, J. dan Karimzadeh, S. 2007. Development of cross-linked chitosan films
for oral mucosal delivery of lidocaine. Res. In Pharm. Sci., 2, 43-52.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Wisnu, A. R. 2012. Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel Sambung Silang
Kitosan-Natrium Tripolifosfat dalam Sediaan Film Bukal Verapamil
Hidroklorida. Skripsi Sarjana Farmasi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
Pembuatan Film Kitosan 4%
Proses Sambung Silang
Film Sambung Silang
Karakterisasi Film
FT-IR
Evaluasi Organoleptis
Pengukuran Ketebalan
Keragaman Bobot
Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film
Uji Kadar Air
Uji Derajat Pengembangan
Uji Pelepasan Obat
Keseragaman Kandungan dan Penetapan Kadar
Uji Mekanik
Film dioven pada suhu
50OC selama 24 jam
Film kitosan direndam di dalam
larutan sitrat 4% pH 4, 5, 7, dan
larutan tripolifosfat 4%
Film dioven pada suhu 40OC selama 15 jam
Film dipotong menjadi ukuran 3,5 x 2 cm2
Data yang
diperoleh
dianalisis
dengan
menggunakan
SPSS 16
Kadar air film 14-24%
Pemilihan film yang
akan dievaluasi
berdasarkan bobot dan
kadar air film
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
Natrium Sitrat Natrium Tripolifosfat Mikrometer Digital Spektrofotometer-UV
Mikroskop Spektrofotometer FT-IR Tensile Tester Strograph-R1 Alat Disolusi
Oven pH Meter Lemari Pendingin Timbangan Analitik
Kitosan Hot Plate Stirrer
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Pembuatan Larutan Asam Asetat 8%
Cara pembuatan larutan asam asetat 8% adalah sebanyak 80,0
mL asam asetat glasial dicampurkan ke dalam aquadest hingga
1000,0 ml.
Lampiran 4. Pembuatan Larutan Natrium Sitrat 4% pH 4, 5, dan 7
Natrium sitrat ditimbang sebanyak 2,00 gram lalu
ditambahkan sebagian aquadest untuk melarutkan natrium sitrat.
Kemudian larutan tersebut di-adjust dengan larutan HCl 0,5 N
hingga pH 4, 5, dan 7, setelah pH yang diinginkan tercapai, larutan
digenapkan dengan aquadest menjadi 50 ml.
Lampiran 5. Pembuatan Larutan Natrium Tripolifosfat 4%
Natrium tripolifosfat ditimbang sebanyak 2,00 gram lalu
ditambahkan aquadest hingga volume 50 ml.
Lampiran 6. Pembuatan Larutan Dapar Fosfat 6.8
Kalium dihidrogen fosfat ditimbang sebanyak 27,218 g lalu
ditambahkan aquadest bebas karbondioksida sampai volume 1000,0
ml. Larutan tersebut diambil sebanyak 250 mL dan ditambahkan
dengan natrium hidroksida (NaOH) 0.2 N sebanyak 112 mL. Setelah
itu larutan tersebut diencerkan dengan aquadest sampai volume 1000
mL (DepKes RI, 1979).
Lampiran 7. Perhitungan Dosis
Level plasma yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi
Css adalah 100 ng/ml. Flux yang dibutuhkan dapat dihitung
menggunakan formula berikut : J = 𝐶𝑠𝑠 𝑥 𝐶𝑙 Total 𝑥 𝐵𝑊
A
Cl Total adalah kecepatan klirens obat dari tubuh untuk orang
dengan berat badan 70 kg = 11.85 ml/menit/Kg. A adalah luas film
(7 cm2). Berat badan rata-rata manusia adalah 70 Kg. Dari
perhitungan di atas didapatkan hasil 711 μg/ cm2/jam dan dosis film
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk 12 jam ditentukan dengan Flux x Waktu x Luas Film = 60 mg
untuk luas film 7 cm2 (Sood, Kaur, Pawar, 2013). Sehingga untuk
pembuatan film dengan luas cetakan 32 cm2, jumlah obat yang
dibutuhkan sebanyak 240 mg.
Lampiran 8. Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl dalam Dapar Fosfat
pH 6,8
Lampiran 9. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCL dalam
Dapar Fosfat pH 6,8
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0
10 0,11
20 0,221
30 0,336
40 0,433
50 0,551
y = 0,011x + 0,001R² = 0,9996
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0 10 20 30 40 50
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
277,4 nm
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCL
dalam Natrium Sitrat 4% pH 4
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0
10 0,106
20 0,213
30 0,309
40 0,413
50 0,503
Lampiran 11. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCL
dalam Natrium Sitrat 4% pH 5
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0
10 0,098
20 0,186
30 0,277
40 0,361
50 0,465
y = 0,0101x + 0,005R² = 0,9993
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0 10 20 30 40 50
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
y = 0,0092x + 0,0022R² = 0,9993
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0 10 20 30 40 50
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCL
dalam Natrium Sitrat 4% pH 7
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0
10 0,104
20 0,142
30 0,2
40 0,286
50 0,353
Lampiran 13. Spektrum FTIR Kitosan dan Kitosan-Sitrat
y = 0,0068x + 0,0116R² = 0,9876
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0 10 20 30 40 50
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Spektrum FT-IR Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat
Lampiran 15. Ketebalan Film
Jenis Film 1 2 3 4 5 Rata-
Rata SD Rata-
Rata SD
Kitosan-
Sitrat
pH 4
1 0,358 0,300 0,329 0,340 0,302 0,326 0,025
0,32 0,04 2 0,424 0,319 0,302 0,334 0,343 0,344 0,047
3 0,405 0,325 0,400 0,249 0,180 0,312 0,097
Kitosan-
Sitrat
pH 5
1 0,362 0,340 0,358 0,246 0,221 0,305 0,067
0,31 0,02 2 0,327 0,377 0,360 0,208 0,249 0,304 0,073
3 0,202 0,253 0,412 0,384 0,440 0,338 0,105
Kitosan-
Sitrat
pH 7
1 0,190 0,224 0,355 0,312 0,354 0,287 0,076
0,28 0,02 2 0,295 0,271 0,206 0,346 0,311 0,286 0,052
3 0,167 0,374 0,366 0,215 0,335 0,291 0,094
Kitosan-
TPP
1 0,172 0,166 0,230 0,292 0,322 0,236 0,070
0,23 0,02 2 0,324 0,304 0,238 0,096 0,107 0,214 0,107
3 0,283 0,317 0,240 0,200 0,160 0,240 0,063
Lampiran 16. Keragaman Bobot Film
Jenis Film 1 2 3 Rata-
Rata SD
Kitosan-Sitrat pH 4 254,70 263,40 242,70 253,60 10,39
Kitosan-Sitrat pH 5 210,40 213,90 225,80 216,70 8,07
Kitosan-Sitrat pH 7 228,00 205,40 183,20 205,53 22,40
Kitosan-TPP 195,70 195,10 205,50 198,77 5,84
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Kandungan Zat Aktif dalam Larutan Sambung Silang
Jenis Film Absorbansi Konsentrasi
(μg/ml)
Kadar
Obat
(mg/7 ml)
Kadar Obat
yang Terlepas
(%)
Kitosan-Sitrat pH 4 1,33 1312 9,18 15
Kitosan-Sitrat pH 5 1,345 1459,5 10,213 17
Kitosan-Sitrat pH 7 2,493 3649 25,543 43
Kitosan-TPP 0,074 - - -
Lampiran 18. Kadar Air
Jenis Film
1 2 3
Rata-
Rata SD
W0 Wt
%
Kadar
Air
W0 Wt
%
Kadar
Air
W0 Wt
%
Kadar
Air
Kitosan-Sitrat
pH 4 259,5 202,1 22,12 211,9 161 24,02 243 181,8 25,06 23,73 1,49
Kitosan-sitrat
pH 5 166 139,2 16,14 162,1 131,7 18,75 210 180,3 14,31 16,40 2,23
Kitosan-Sitrat
pH 7 199,6 170,2 14,73 163,8 135,9 17,03 197 168,6 14,20 15,32 1,51
Kitosan-TPP 226,5 194 14,35 214,8 183,2 14,71 218 184,3 15,46 14,84 0,57
Lampiran 19. Hasil Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl pada Sediaan Film
Waktu
Kitosan-Sitrat pH
4
Kitosan-Sitrat
pH 5
Kitosan-Sitrat
pH 7 Kitosan-TPP
Kadar
Zat
Aktif
(mg)
%
Kadar
Kadar
Zat
Aktif
(mg)
%
Kadar
Kadar
Zat
Aktif
(mg)
%
Kadar
Kadar
Zat
Aktif
(mg)
% Kadar
1 jam 49,29 20,54 51,29 21,37 52,55 21,90 63,57 26,49
2 jam 80,43 33,51 63,56 26,49 57,55 23,98 71,25 29,69
3 jam 89,18 37,16 73,67 30,70 69,87 29,11 78,89 32,87
4 jam 93,95 39,15 80,89 33,70 91,70 38,21 87,37 36,40
5 jam 108,76 45,32 85,90 35,79 85,64 35,68 95,13 39,64
6 jam 114,01 47,50 91,89 38,29 88,65 36,94 102,84 42,85
7 jam 113,79 47,41 96,80 40,33 103,25 43,02 111,16 46,32
24 jam 190,86 79,53 106,23 44,26 114,50 47,71 128,74 53,64
26 jam 137,37 57,24
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 20. Keseragaman Kandungan Film
Bobot
(mg)
Kandungan
Obat (mg)
Rata-
Rata SD
% Kandungan
Obat
Rata-
Rata SD
239,1 23,33
23,21 2,74
9,76
10,65 0,97 221,6 25,88 11,68
193,9 20,41 10,53
204,1 35,21
31,83 3,24
17,25
16,71 2,87 211,3 28,75 13,60
163,7 31,54 19,27
254,2 35,58
29,49 6,32
14,00
12,17 1,59 206,5 22,95 11,12
262,6 29,93 11,40
227,5 41,58
36,09 10,93
18,28
18,07 3,80 198,4 43,19 21,77
165,9 23,51 14,17
Lampiran 21. Kadar Film
Jenis Film Bobot
(mg)
Kandungan
Zat Aktif
(mg)
Kadar
(%) Rata-Rata SD
Na-Sitrat
pH 4
1 254,7 34,466 13,53
13,78 0,90 2 263,4 34,322 13,03
3 242,7 35,876 14,78
Na-Sitrat
pH 5
1 210,4 38,91 18,49
18,04 0,40 2 213,9 37,932 17,73
3 225,8 40,4 17,89
Na-Sitrat
pH 7
1 180,8 32,112 17,76
17,82 0,94 2 171,7 32,262 18,79
3 172,6 29,206 16,92
Na-TPP
1 164,7 27,72 16,83
18,92 2,15 2 167,3 31,442 18,79
3 147,3 31,116 21,12
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 22. Uji Mekanik Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
Jenis Film
Berat untuk
Memutuskan Film
(Kg)
Gaya untuk
Memutuskan Film
(N)
Tebal (cm) TS
(N/Cm2)
Rata-
Rata SD
Kitosan-
Sitrat pH 4
0,61 5,978 0,028 711,67
885,23 165,72 0,58 5,684 0,021 902,22
1,18 11,564 0,037 1041,80
Kitosan-
Sitrat pH 5
1,64 16,072 0,045 1190,52
1734,20 506,72 2,06 20,188 0,037 1818,74
2,35 23,03 0,035 2193,33
Kitosan-
Sitrat pH 7
2,20 21,56 0,035 2053,33
1864,81 171,12 1,45 14,21 0,026 1821,79
3,00 29,4 0,057 1719,30
Kitosan-TPP
1,80 17,64 0,012 4900,00
3482,18 1242,05 1,45 14,21 0,016 2960,42
2,85 27,93 0,036 2586,11
Lampiran 23. Uji Mekanik Elongasi (Elongation Break)
Jenis Film Panjang Awal (cm) Panjang Akhir (cm) EB (%) Rata-
Rata SD
Kitosan-
Sitrat pH
4
1,00 2,30 130,00
130,00 0,00 1,00 2,30 130,00
1,00 2,30 130,00
Kitosan-
Sitrat pH
5
1,00 1,80 80,00
80,00 0,00 1,00 1,80 80,00
1,00 1,80 80,00
Kitosan-
Sitrat pH
7
1,00 1,70 70,00
70,00 0,00 1,00 1,70 70,00
1,00 1,70 70,00
Kitosan-
TPP
1,00 1,40 40,00
36,67 5,77 1,00 1,30 30,00
1,00 1,40 40,00
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 24. Derajat Pengembangan
Waktu
(Menit)
Bobot
(mg)
Kitosan-Sitrat pH 4 Kitosan-Sitrat pH 5 Kitosan-Sitrat pH 7 Kitosan-TPP
1 2 3 Mean SD 1 2 3 Mean SD 1 2 3 Mean SD 1 2 3 Mean SD
0
W0 143 167 207 172 33 201 164 162 175 22 168 185 134 162 26 166 152 140 152 13
W1 143 167 207 172 33 201 164 162 175 22 168 185 134 162 26 166 152 140 152 13
%∆W 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5
W0 143 167 207 172 33 201 164 162 175 22 168 185 134 162 26 166 152 140 152 13
W1 232 260 323 272 46 280 246 246 258 20 260 283 216 253 34 238 203 210 217 19
%∆W 63 56 56 58 4 40 50 52 47 7 55 53 61 56 4 44 34 50 42 8
15
W0 143 167 207 172 33 201 164 162 175 22 168 185 134 162 26 166 152 140 152 13
W1 215 261 325 267 55 321 274 248 281 37 275 299 212 262 45 243 217 210 223 17
%∆W 50 56 57 55 4 60 68 53 60 7 64 61 58 61 3 47 43 50 47 4
30
W0 143 167 207 172 33 201 164 162 175 22 168 185 134 162 26 166 152 140 152 13
W1 208 246 303 252 48 319 269 247 279 37 272 290 212 258 41 233 211 202 216 16
%∆W 46 47 46 46 1 59 64 53 59 6 62 57 58 59 3 41 39 45 42 3
60
W0 143 167 207 172 33 201 164 162 175 22 168 185 134 162 26 166 152 140 152 13
W1 202 237 291 243 45 318 262 244 275 39 273 287 213 258 39 220 204 196 207 12
%∆W 41 42 41 41 1 59 60 51 56 5 63 55 59 59 4 33 35 40 36 4
90
W0 143 167 207 172 33 201 164 162 175 22 168 185 134 162 26 166 152 140 152 13
W1 201 239 287 242 43 314 264 246 275 35 271 287 212 257 39 215 199 193 202 11
%∆W 41 43 38 41 2 56 61 52 56 4 62 55 58 58 3 30 31 38 33 4
120
W0 143 167 207 172 33 201 164 162 175 22 168 185 134 162 26 166 152 140 152 13
W1 203 232 285 240 42 310 265 250 275 31 273 286 215 258 38 213 198 191 200 11
%∆W 42 39 38 39 2 55 61 54 57 4 63 54 60 59 4 29 30 36 32 4
63
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Lampiran 25. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-Sitrat
pH 4
Waktu
(menit)
Bobot Kumulatif (mg) % Kumulatif
1 2 Rata-
Rata SD 1 2
Rata-
Rata SD
0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 4,8 5,6 5,2 0,5 15,1 17,8 16,5 1,9
30 5,6 5,9 5,8 0,2 17,6 18,8 18,2 0,9
60 7,5 7,6 7,6 0,1 23,4 24,2 23,8 0,6
120 9,8 9,5 9,7 0,2 30,7 30,1 30,4 0,4
180 13,3 10,4 11,8 2,1 41,4 32,9 37,1 6,0
240 14,6 12,5 13,5 1,5 45,5 39,6 42,6 4,2
300 15,0 12,4 13,7 1,9 46,9 39,4 43,1 5,3
360 16,4 14,8 15,6 1,1 51,2 47,1 49,1 2,9
Lampiran 26. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-Sitrat
pH 5
Waktu
(menit)
Bobot Kumulatif (mg) % Kumulatif
1 2 Rata-
Rata SD 1 2
Rata-
Rata SD
0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 5,2 5,2 5,2 0,0 15,1 15,6 15,3 0,4
30 4,4 5,9 5,1 1,0 12,8 17,5 15,1 3,3
60 6,1 6,8 6,4 0,5 17,6 20,1 18,8 1,8
120 6,1 8,5 7,3 1,7 17,6 25,4 21,5 5,5
180 11,0 11,7 11,4 0,5 32,0 34,8 33,4 1,9
240 12,2 12,4 12,3 0,1 35,4 36,8 36,1 1,0
300 13,5 14,3 13,9 0,6 39,0 42,5 40,8 2,5
360 17,1 15,3 16,2 1,2 49,5 45,5 47,5 2,8
64
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Lampiran 27. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-Sitrat
pH 7
Waktu
(menit)
Bobot Kumulatif (mg) % Kumulatif
1 2 3 Rata-
Rata SD 1 2 3
Rata-
Rata SD
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 3,7 4,8 4,9 4,5 0,6 11,7 14,8 15,4 14,0 2,0
30 4,0 5,4 6,1 5,2 1,1 12,6 16,8 19,3 16,2 3,4
60 8,0 7,6 9,0 8,2 0,8 24,9 23,6 28,5 25,7 2,5
120 9,2 10,0 11,2 10,1 1,0 28,9 31,2 35,1 31,8 3,1
180 10,8 12,4 15,5 12,9 2,4 33,9 38,5 48,7 40,3 7,6
240 12,9 15,3 19,0 15,7 3,1 40,3 47,6 59,8 49,2 9,9
300 13,8 19,2 22,7 18,6 4,4 43,3 59,6 71,4 58,1 14,1
360 16,1 22,2 24,4 20,9 4,3 50,3 69,0 77,0 65,5 13,7
Lampiran 28. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-TPP
Waktu
(menit)
Bobot Kumulatif (mg) % Kumulatif
1 2 3 Rata-
Rata SD 1 2 3
Rata-
Rata SD
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 6,4 6,2 6,7 6,4 0,3 20,4 17,5 20,8 19,60 1,82
30 9,4 6,4 7,2 7,6 1,5 29,8 18,2 22,3 23,42 5,88
60 9,9 10,8 11,4 10,7 0,8 31,6 30,5 35,5 32,55 2,64
120 13,8 14,3 12,7 13,6 0,8 44,0 40,6 39,3 41,28 2,41
180 14,7 17,9 12,9 15,2 2,5 46,7 50,8 40,1 45,88 5,36
240 17,4 20,4 14,9 17,5 2,7 55,2 57,8 46,3 53,12 6,00
300 17,7 20,8 15,3 17,9 2,8 56,3 59,1 47,5 54,30 6,09
360 19,7 24,2 17,9 20,6 3,2 62,6 68,7 55,7 62,34 6,47
65
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Lampiran 29. Data Statistik Persentase Uji Mekanik Kekuatan Tarik (Tensile
Strength)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Predicted Value
N 12
Normal Parametersa Mean 1.9911667E3
Std. Deviation 9.25168145E2
Most Extreme Differences Absolute .166
Positive .166
Negative -.166
Kolmogorov-Smirnov Z .574
Asymp. Sig. (2-tailed) .897
a. Test distribution is Normal.
Test of Homogeneity of Variances
Tensile_Strength
Levene Statistic df1 df2 Sig.
6.600 3 8 .015
ANOVA
Tensile_Strength
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.059E7 3 3529319.222 7.604 .010
Within Groups 3713192.000 8 464149.000
Total 1.430E7 11
*Nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan data tidak homogen. Sehingga dilanjutkan dengan uji
Kruskal-Wallis.
66
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank
Tensile_Strength Kitosan-Sitrat pH 4 3 2.00
Kitosan-Sitrat pH 5 3 6.33
Kitosan-Sitrat pH 7 3 6.67
Kitosan-TPP 3 11.00
Total 12
Test Statisticsa,b
Tensile_Strength
Chi-Square 9.359
df 3
Asymp. Sig. .025
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4,5,7 dan kitosan-tripolifosfat
memiliki perbedaan yang bermakna. Sehingga dilanjutkan ke uji selanjutnya yaitu Mann-Whitney.
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Tensile_Strength Kitosan-Sitrat pH 4 3 2.00 6.00
Kitosan-Sitrat pH 5 3 5.00 15.00
Total 6
Test Statisticsb
Tensile_Strength
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
67
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan 5 memiliki perbedaan yang
bermakna
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Tensile_Strength Kitosan-Sitrat pH 4 3 2.00 6.00
Kitosan-Sitrat pH 7 3 5.00 15.00
Total 6
Test Statisticsb
Tensile_Strength
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan 7 memiliki perbedaan yang
bermakna
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Tensile_Strength Kitosan-Sitrat pH 4 3 2.00 6.00
Kitosan-TPP 3 5.00 15.00
Total 6
68
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Test Statisticsb
Tensile_Strength
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan film kitosan-tripolifosfat
memiliki perbedaan yang bermakna
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Tensile_Strength Kitosan-Sitrat pH 5 3 3.33 10.00
Kitosan-Sitrat pH 7 3 3.67 11.00
Total 6
Test Statisticsb
Tensile_Strength
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 10.000
Z -.218
Asymp. Sig. (2-tailed) .827
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi > 0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 5 dan pH 7 memiliki perbedaan
yang bermakna.
69
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Tensile_Strength Kitosan-Sitrat pH 5 3 2.00 6.00
Kitosan-TPP 3 5.00 15.00
Total 6
Test Statisticsb
Tensile_Strength
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 5 dan kitosan-tripolifosfat memiliki
perbedaan yang bermakna.
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Tensile_Strength Kitosan-Sitrat pH 7 3 2.00 6.00
Kitosan-TPP 3 5.00 15.00
Total 6
Test Statisticsb
Tensile_Strength
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
70
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 7 dan film kitosan-tripolifosfat
memiliki perbedaan yang bermakna.
Lampiran 30. Data Statistik Persentase Uji Mekanik Elongasi (Elongation Break)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Predicted Value
N 12
Normal Parametersa Mean 79.1666667
Std. Deviation 33.86470407
Most Extreme Differences Absolute .166
Positive .166
Negative -.166
Kolmogorov-Smirnov Z .574
Asymp. Sig. (2-tailed) .897
a. Test distribution is Normal.
Test of Homogeneity of Variances
Elongation_Break
Levene Statistic df1 df2 Sig.
16.000 3 8 .001
ANOVA
Elongation_Break
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 13425.000 3 4475.000 537.000 .000
Within Groups 66.667 8 8.333
Total 13491.667 11
*Nilai signifikansi <0,05 menunjukkan data tidak homogen. Pengujian dilanjutkan dengan
menggunakan uji Kruskal-Wallis
71
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank
Elongation_Break Kitosan-Sitrat pH 4 3 11.00
Kitosan-Sitrat pH 5 3 8.00
Kitosan-Sitrat pH 7 3 5.00
Kitosan-TPP 3 2.00
Total 12
Test Statisticsa,b
Elongation_Break
Chi-Square 10.879
df 3
Asymp. Sig. .012
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi <0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4,5,7 dan kitosan tripolifosfat
memiliki perbedaan yang bermakna. Uji selanjutnya adalah uji Mann-Whitney.
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Elongation_Break Kitosan-Sitrat pH 4 3 5.00 15.00
Kitosan-Sitrat pH 5 3 2.00 6.00
Total 6
Test Statisticsb
Elongation_Break
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -2.236
Asymp. Sig. (2-tailed) .025
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
72
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan 5 memiliki perbedaan yang
bermakna.
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Elongation_Break Kitosan-Sitrat pH 4 3 5.00 15.00
Kitosan-Sitrat pH 7 3 2.00 6.00
Total 6
Test Statisticsb
Elongation_Break
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -2.236
Asymp. Sig. (2-tailed) .025
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan 7 memiliki perbedaan yang
bermakna
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Elongation_Break Kitosan-Sitrat pH 4 3 5.00 15.00
Kitosan-TPP 3 2.00 6.00
Total 6
73
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Test Statisticsb
Elongation_Break
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -2.121
Asymp. Sig. (2-tailed) .034
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan film kitosan tripolifosfat
memiliki perbedaan yang bermakna.
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Elongation_Break Kitosan-Sitrat pH 5 3 5.00 15.00
Kitosan-Sitrat pH 7 3 2.00 6.00
Total 6
Test Statisticsb
Elongation_Break
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -2.236
Asymp. Sig. (2-tailed) .025
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 5 dan & memiliki perbedaan yang
bermakna.
74
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Elongation_Break Kitosan-Sitrat pH 5 3 5.00 15.00
Kitosan-TPP 3 2.00 6.00
Total 6
Test Statisticsb
Elongation_Break
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -2.121
Asymp. Sig. (2-tailed) .034
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan sitrat pH 5 dan film kitosan-tripolifosfat
memiliki perbedaan yang bermakna.
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank Sum of Ranks
Elongation_Break Kitosan-Sitrat pH 7 3 5.00 15.00
Kitosan-TPP 3 2.00 6.00
Total 6
Test Statisticsb
Elongation_Break
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -2.121
Asymp. Sig. (2-tailed) .034
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Jenis_Film
75
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 7 dan film kitosan-tripolifosfat
memiliki perbedaan yang bermakna.
Lampiran 31. Data Statistik Persentase Derajat Pengembangan
Test Statisticsa,b
Menit_5 Menit_15 Menit_30 Menit_60 Menit_90 Menit_120
Chi-Square 8.949 7.821 5.769 9.462 9.462 9.359
df 3 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .030 .050 .123 .024 .024 .025
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi <0,05 menunjukkan data memiliki perbedaan yang bermakna dan nilai
signifikansi >0,05 menunjukkan data tidak memiliki perbedaan yang bermakna
76
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Ranks
Jenis_Film N Mean Rank
Menit_5 Kitosan-Sitrat pH 4 3 10.33
Kitosan-Sitrat pH 5 3 4.33
Kitosan-Sitrat pH 7 3 8.67
Kitosan-TPP 3 2.67
Total 12
Menit_15 Kitosan-Sitrat pH 4 3 6.33
Kitosan-Sitrat pH 5 3 7.67
Kitosan-Sitrat pH 7 3 10.00
Kitosan-TPP 3 2.00
Total 12
Menit_30 Kitosan-Sitrat pH 4 3 6.00
Kitosan-Sitrat pH 5 3 10.00
Kitosan-Sitrat pH 7 3 7.00
Kitosan-TPP 3 3.00
Total 12
Menit_60 Kitosan-Sitrat pH 4 3 5.00
Kitosan-Sitrat pH 5 3 9.00
Kitosan-Sitrat pH 7 3 10.00
Kitosan-TPP 3 2.00
Total 12
Menit_90 Kitosan-Sitrat pH 4 3 5.00
Kitosan-Sitrat pH 5 3 9.00
Kitosan-Sitrat pH 7 3 10.00
Kitosan-TPP 3 2.00
Total 12
Menit_120 Kitosan-Sitrat pH 4 3 5.00
Kitosan-Sitrat pH 5 3 9.33
Kitosan-Sitrat pH 7 3 9.67
Kitosan-TPP 3 2.00
Total 12
77
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Lampiran 32. Data Statistik Persentase Disolusi Verapamil HCl
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Predicted Value
N 10
Normal Parametersa Mean 57.4300000
Std. Deviation 7.14770578
Most Extreme Differences Absolute .202
Positive .131
Negative -.202
Kolmogorov-Smirnov Z .639
Asymp. Sig. (2-tailed) .809
a. Test distribution is Normal.
Test of Homogeneity of Variances
Persen_Pelepasan_Disolusi
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.748 3 6 .135
ANOVA
Persen_Pelepasan_Disolusi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 635.567 3 211.856 2.652 .143
Within Groups 479.333 6 79.889
Total 1114.900 9
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan data homogen dan memiliki perbedaan yang bermakna
78
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Multiple Comparisons
Persen_Pelepasan_Disolusi
LSD
(I) Jenis_Film (J) Jenis_Film
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kitosan-Sitrat pH 4 Kitosan-Sitrat pH 5 1.00000 8.93806 .915 -20.8706 22.8706
Kitosan-Sitrat pH 7 -17.33333 8.15929 .078 -37.2984 2.6317
Kitosan-TPP -13.66667 8.15929 .145 -33.6317 6.2984
Kitosan-Sitrat pH 5 Kitosan-Sitrat pH 4 -1.00000 8.93806 .915 -22.8706 20.8706
Kitosan-Sitrat pH 7 -18.33333 8.15929 .066 -38.2984 1.6317
Kitosan-TPP -14.66667 8.15929 .122 -34.6317 5.2984
Kitosan-Sitrat pH 7 Kitosan-Sitrat pH 4 17.33333 8.15929 .078 -2.6317 37.2984
Kitosan-Sitrat pH 5 18.33333 8.15929 .066 -1.6317 38.2984
Kitosan-TPP 3.66667 7.29789 .633 -14.1906 21.5240
Kitosan-TPP Kitosan-Sitrat pH 4 13.66667 8.15929 .145 -6.2984 33.6317
Kitosan-Sitrat pH 5 14.66667 8.15929 .122 -5.2984 34.6317
Kitosan-Sitrat pH 7 -3.66667 7.29789 .633 -21.5240 14.1906
79
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Lampiran 33. Contoh Perhitungan Persentase Disolusi Sampel 2 pada Film
Kitosan-Sitrat pH 5
Diketahui : y = 0,011x + 0,001
Y0 = 0,000
Y15= 0,030
Y30= 0,033
Kadar zat aktif = 16,71%
Bobot sediaan = 186,5 mg
Ditanya : a) C0 = ?
b) C15 = ?
c) C30 = ?
d) Kandungan zat aktif dalam sediaan?
e) Persen disolusi zat aktif pada waktu t0?
f) Persen disolusi zat aktif pada waktu t15?
g) Persen disolusi zat aktif pada waktu t30?
a) Mencari nilai konsentrasi (x) pada menit ke-0?
y = 0,011x + 0,001
0,000 = 0,011x + 0,001
x = 0,000 ppm (C0)
b) Mencari nilai konsentrasi (x) pada menit ke-15?
y = 0,011x + 0,001
0,030 = 0,011x + 0,001
x = 2,636 ppm (C15)
c) Mencari nilai konsentrasi (x) pada menit ke-30?
y = 0,011x + 0,001
0,033 = 0,011x + 0,001
x = 2,909 ppm (C30)
80
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
d) Kandungan zat aktif dalam sediaan
ZA = Kadar zat aktif x Bobot sediaan
ZA = 16,71% x 186,5 mg
ZA = 31,164 mg
e) Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-0?
Disolusi = C0 (mg/L) x Volume (L) x Faktor Pengenceran
Disolusi = 0,000 (mg/L) x 0,4 (L) x 5
= 0 mg
% Disolusi = 𝑍𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑧𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 (𝑚𝑔)𝑥 100%
% Disolusi = 0 (𝑚𝑔)
31,164 (𝑚𝑔)𝑥 100%
% Disolusi = 0%
f) Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-15?
Faktor koreksi t0 = C0 x 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 (𝑚𝐿)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 (𝑚𝐿)
= 0,000 x 5 (𝑚𝐿)
400 (𝑚𝐿)
= 0,000
Disolusi = [C15 + FK0 (mg/L)] x Volume (L) x Faktor Pengenceran
Disolusi = [2,636 (mg/L) + 0,000] x 0,4 (L) x 5
= 5,272 mg
% Disolusi = 5,272 (𝑚𝑔)
31,164 (𝑚𝑔)𝑥 100%
% Disolusi = 16,66 %
g) Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-30?
Faktor koreksi t15 = C15 x 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 (𝑚𝐿)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 (𝑚𝐿)
= 2,636 x 5 (𝑚𝐿)
400 (𝑚𝐿)
= 0,032
Disolusi = [C15 + FK0 + FK15] x Volume (L) x Faktor Pengenceran
Disolusi = [2,909 + 0,000 + 0,032 (mg/L)] x 0,4 (L) x 5
81
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
= 5,883 mg
% Disolusi = 5,883 (𝑚𝑔)
31,164 (𝑚𝑔)𝑥 100%
% Disolusi = 18,88 %
Lampiran 34. Contoh Perhitungan Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl pada Film
Kitosan-Sitrat pH 4
Diketahui : C1 : 9,857 ppm
C2 : 15,593 ppm
Faktor pengenceran : 50
Zat aktif yang dimasukkan : 240 mg
Ditanya : a) Kadar obat yang terekstraksi (N1) pada waktu t1?
b) Kadar obat yang terekstraksi (N2) pada waktu t2?
c) Persen kadar obat yang terekstraksi pada waktu t1?
d) Persen kadar obat yang terekstraksi pada waktu t2?
a) Mencari kadar obat yang terekstraksi pada jam ke-1?
N1 = C1 x FP x 100 ml
= 9,857 ppm x 50 x 100 ml
N1 = 49,28 mg
b) Mencari kadar obat yang terekstraksi pada jam ke-2?
Faktor Koreksi = C1 x FP x 100 ml
= 9,857 ppm x 50 x 5 ml
= 2,464 mg
N2 = (C1 x FP x 100 ml) + Faktor Koreksi t1
= (15,593 ppm x 50 x 100 ml) + 2,464 mg
N2 = 80,429 mg
c) Persen kadar obat yang terekstraksi pada waktu t1?
82
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
% Kadar = (N1/240 mg) x 100
= 20,53%
d) Persen kadar obat yang terekstraksi pada waktu t2 ?
% Kadar = (N2/240 mg) x 100
= 33,51%
Lampiran 35. Contoh Perhitungan Kadar Verapamil HCl pada Film Kitosan-Sitrat
pH 4
Diketahui : C : 17,233 ppm
Faktor pengenceran : 50
Bobot Film : 254,7 mg
Ditanya : a) Kadar ?
b) % Kadar?
a) Mencari kandungan zat aktif pada jam ke-1?
N1 = C x FP x 100 ml
= 17,233 ppm x 50 x 100 ml
N1 = 86,165 mg
b) % Kadar = (N1/Bobot Film) x 100
= 33,82%
83
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Lampiran 36. Sertifikat Analisis Kitosan
84
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Lampiran 37. Sertifikat Analisis Natrium Sitrat
85
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Lampiran 38. Sertifikat Analisis Verapamil HCl