UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan...

135
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN PELAYANAN FARMASI KLINIS TERHADAP PASIEN DM TIPE 2 DITINJAU DARI EDUKASI DAN KONSELING DI APOTEK KECAMATAN JATIASIH DAN BEKASI SELATAN WILAYAH KOTA BEKASI SKRIPSI HESTI SULISTIORINI NIM : 1113102000004 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA 2019

Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan...

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KAJIAN PELAYANAN FARMASI KLINIS TERHADAP

PASIEN DM TIPE 2 DITINJAU DARI EDUKASI DAN

KONSELING DI APOTEK KECAMATAN JATIASIH DAN

BEKASI SELATAN WILAYAH KOTA BEKASI

SKRIPSI

HESTI SULISTIORINI

NIM : 1113102000004

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

2019

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN SYARIH HIDAYATULLAH JAKARTA

KAJIAN PELAYANAN FARMASI KLINIS TERHADAP

PASIEN DM TIPE 2 DITINJAU DARI EDUKASI DAN

KONSELING DI APOTEK KECAMATAN JATIASIH DAN

BEKASI SELATAN WILAYAH KOTA BEKASI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

HESTI SULISTIORINI

NIM : 1113102000004

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

2019

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

iii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

iv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Hesti Sulistiorini

Program studi : Farmasi

Judul : Kajian Pelayanan Farmasi Klinis Terhadap Pasien DM Tipe 2

Ditinjau Dari Edukasi dan Konseling di Apotek Kecamatan

Jatiasih dan Bekasi Selatan Wilayah Kota Bekasi

Berdasarkan Permenkes RI No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Klinik

di Apotek, Apoteker memiliki tugas dalam memberikan pelayanan farmasi klinis.

Pasien diabetes melitus memenuhi kriteria untuk mendapatkan pelayanan farmasi

klinis oleh Apoteker di apotek. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

gambaran pelayanan farmasi klinis yang meliputi Pemberian Informasi Obat dan

Konseling. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan simulasi pasien

terhadap 53 apotek terpilih apotek di Kecamatan Jatiasih dan Bekasi Selatan dengan

sasaran penelitian Apoteker dan petugas apotek (non apoteker). Alat bantu

penelitian ini adalah scenario, lembar checklist dan resep yang ditulis oleh dokter.

Data penelitian ini berasal dari lembar checklist yang diisi setelah berkunjung ke

apotek terpilih. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata persentase kehadiran

Apoteker di apotek Kecamatan Jatiasih 74,66% (sedang) dan Kecamatan Bekasi

Selatan 70,52% (sedang). Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan

seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi

klinis di Apotek Kecamatan Jatiasih 66,7% dilakukan oleh Apoteker dan 33%

dilakukan oleh petugas apotek, sedangkan di Apotek Kecamatan Bekasi Selatan

50% dilakukan oleh Apoteker, 45% dilakukan oleh petugas apotek dan 5%

dilakukan oleh Apoteker dan petugas apotek secara bersamaan. Selama pelayanan

farmasi klinis di Apotek, 60% kegiatan dispensing berupa penyerahan obat

dilakukan sesuai resep.

Kata kunci : pelayanan farmasi klinis, diabetes mellitus, peran apoteker

Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

v

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Hesti Sulistiorini

Study Program: Farmasi

Title : Kajian Pelayanan Farmasi Klinis Terhadap Pasien DM Tipe 2

Ditinjau Dari Edukasi dan Konseling di Apotek Kecamatan

Jatiasih dan Bekasi Selatan Wilayah Kota Bekasi

According to Permenkes of RI No. 35 year 2014 about the standard of pharmacy

services in drug stores that pharmacists has duties in clinical pharmacy services.

Patient with diabetes mellitus is one of patients who match the citeria for clinical

service. The aim of this research is to describe clinical pharmacy service about drug

information and counseling in pharmacy. This research was conducted by survey

method and patient simulation of 53 pharmacies selected in the Kecamatan Jatiasih

and South Bekasi with the aim of the study were pharmacists and non-pharmacists.

The tools of this research are scenarios, checklist sheets and prescriptions written

by doctors. The data were conducted from the checklist sheet that was filled after

visiting the selected pharmacy. The results showed the average percentage of the

presence of Pharmacists in pharmacies in Kecamatan Jatiasih was 74.66%

(moderate) and Kecamatan Bekasi Selatan was 70.52% (moderate). Clinical

pharmacy services in pharmacies have not been fully implemented by Pharmacists,

the results show that clinical pharmacy service providers in Pharmacy in Kecamatan

Jatiasih 66.7% are conducted by Pharmacists and 33% are conducted by non

pharmacists, while in Pharmacy in Kecamatan Bekasi Selatan 50% are conducted

by Pharmacists, 45 % is conducted by non pharmacists and 5% is conducted by

pharmacists and non pharmacists. During clinical pharmacy services at the

Pharmacy, 60% of dispensing activities in the form of drug delivery are according

to a prescription.

Keyword : pharmacy clinical service, diabetes mellitus, the role of pharmacists

Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

vi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan

segala rahmat-Nya kepada kita semua. Salawat serta salam senantiasa terlimpahkan

kepada Nabi Muhammad SAW. Syukur atas limpahan cinta dan kasih-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Kajian

Pelayanan Farmasi Klinis Terhadap Pasien DM Tipe 2 Ditinjau dari Edukasi

dan Konseling di Apotek Kecamatan Jatiasih dan Bekasi Selatan Wilayah Kota

Bekasi” yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar

Sarjana Farmasi.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. dan Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt. selaku

pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, tenaga, kesabaran

dalam membimbing, memberikan saran dan dukungan untuk penulis dalam

menuangkan ide serta kepercayaannya selama penelitian berlangsung

hingga tersusunnya skripsi ini.

2. Bapak Dr. H, Arif Sumantri, S.KM., M.Kes., selaku Dekan FKIK UIN

Jjakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan.

3. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt. selaku penasehat akademik yang telah

memberikan waktu dan saran dalam membantu perbaikan skripsi ini.

4. Ibu Delina Hasan, M.Kes., Apt. dan Bapak Hendri Aldrat, Ph.D., Apt.

selaku penguji yang telah memberikan waktu dan saran dalam membantu

perbaikan skipsi ini.

5. Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Pengurus Cabang IAI Kota Bekasi yang

telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Kota Bekasi.

6. Kedua orang tua tercinta, ayah Budi Setiono dan mama Suswati yang selalu

menjadi orang tua terhebat dalam setiap doa yang mereka panjatkan. Kakak

dan adik yang sangat saya sayangi M. Syifa Wicaksono dan M. Irfandi

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

Wibisono. Support system terbaik yang selalu ikhlas memberikan dukungan

berupa moril, materil dan nasehat. Mereka adalah sebuah titipan terindah

yang diberikan oleh Allah SWT, semoga berkah hidup, kebahagiaan dan

kesehatan selalu mengiringi kehidupannya di dunia dan akhirat.

7. Teman-teman di Program Studi Ffarmasi 2013, khususnya Bukhoriah,

Ervina, Ambar, Zuha dan Batari. Terima kasih telah menjadi sahabat yang

memberikan bantuan dan dukungan semangat di kala suka maupun duka.

8. Erfian Ahmad yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang tidak

pernah henti.

9. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Namun, besar harapan penulis agar hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat

untuk banyak pihak dan memberikan kontribusi dalam ilmu pengetahuan. Akhir

kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.

Ciputat, Agustus 2019

Penulis

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

viii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang betandatangan di bawah ini :

Nama : Hesti Sulistiorini

NIM : 1113102000004

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya

dengan judul

KAJIAN PELAYANAN FARMASI KLINIS TERHADAP PASIEN DM

TIPE 2 DITINJAU DARI EDUKASI DAN KONSELING DI APOTEK

KECAMATAN JATIASIH DAN BEKASI SELATAN WILAYAH KOTA

BEKASI

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat denagn sebenar-

benarnya.

Dibuat di : Ciputat

Tanggal : Agustus 2019

Yang menyatakan,

Hesti Sulistiorini

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................................. i

DAFTAR TABEL ................................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... v

DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 5

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 6

1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 6

1.5.1. Secara Teoritis ........................................................................................ 6

1.5.2. Secara Metodologi .................................................................................. 6

1.5.3. Secara Aplikatif ...................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 8

2.1. Perkembangan Profesi Kefarmasian ................................................................ 8

2.2. Apoteker ......................................................................................................... 10

2.2.1. Peran Apoteker ..................................................................................... 10

2.2.1.1. Peran Apoteker Menurut WHO ..................................................... 10

2.2.1.2. Peran Apoteker Menurut Peraturan di Indonesia .......................... 12

2.3. Asisten Apoteker ............................................................................................ 14

2.4. Apotek ............................................................................................................ 14

2.5. Pelayanan Kefarmasian di Apotek ................................................................. 16

2.5.1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai ..................................................................................................... 16

2.5.2. Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek .................................................... 19

2.6. Pelayanan Informasi Obat (PIO) .................................................................... 23

2.6.1. Definisi PIO .......................................................................................... 23

2.7. Konseling ....................................................................................................... 25

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

2.7.1. Definisi Konseling ................................................................................ 25

2.7.2. Tujuan dan Manfaat Konseling ............................................................ 26

1.7.3. Prinsip Dasar Konseling ....................................................................... 27

1.7.4. Tahap Kegiatan Konseling ................................................................... 28

1.7.5. Konseling Pasien Rawat Jalan .............................................................. 29

1.7.6. Masalah dalam Konseling .................................................................... 30

1.7.7. Evaluasi Mutu Pelayanan ..................................................................... 31

1.8. Metode Simulasi Pasien ................................................................................. 31

1.9. Diabetes Melitus ............................................................................................ 34

2.9.1. Pendahuluan.......................................................................................... 34

2.9.2. Prevalensi Diabetes Melitus ................................................................. 34

2.9.3. Penatalaksanaan Diabetes ..................................................................... 35

2.9.4. Pelayanan Kefarmasian Pada Pasien Diabetes ..................................... 37

2.9.5. Peran Apoteker dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus ................... 39

2.10.Gambaran Umum Kota Bekasi ..................................................................... 43

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .............. 42

3.1. Kerangka Konsep ........................................................................................... 42

3.2. Definisi Operasional ...................................................................................... 43

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 53

4.1. Alur Kerja ...................................................................................................... 53

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 54

4.2.1. Lokasi ................................................................................................... 54

4.2.2. Waktu Penelitian................................................................................... 54

4.3. Rancangan Penelitian ..................................................................................... 54

4.3.1. Metode Simulasi Pasien........................................................................ 54

4.4. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 55

4.4.1. Populasi ................................................................................................ 55

4.4.2. Sampel .................................................................................................. 55

4.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi.......................................................................... 57

4.5.1. Kriteria Inklusi ...................................................................................... 57

4.5.2. Kriteria Eksklusi ................................................................................... 57

4.6. Langkah Penelitian ......................................................................................... 57

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

4.6.1. Penelitian Pendahuluan ......................................................................... 57

4.6.2. Persetujuan Etik .................................................................................... 57

4.6.3. Perizinan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) .......................................... 58

4.6.4. Instrumen Penelitian ............................................................................. 58

4.6.5. Validasi Instrumen ................................................................................ 60

4.6.6. Pengumpulan Data ................................................................................ 61

4.6.7. Pengolahan Data ................................................................................... 62

4.6.8. Analisis Data......................................................................................... 63

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 64

5.1. Gambaran Kehadiran Apoteker di Apotek Kecamatan Jatiasih dan Kecamatan

Bekasi Selatan Wilayah Kota Bekasi ............................................................. 66

5.2. Gambaran Pemberi Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek Kecamatan Jatiasih

dan Kecamatan Bekasi Selatan ...................................................................... 70

5.3. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek Kecamatan

Jatiasih dan Bekasi Selatan ............................................................................ 72

5.3.1. Gambaran Pelaksanaan Pemberian Obat dan Jenis yang jumlahnya

sama sesuai dengan Resep di Apotek Kecamatan Jatiasih dan Bekasi

Selatan .................................................................................................. 73

5.3.2. Gambaran Pelaksanaan Konseling di Apotek Kecamatan Jatiasih dan

Bekasi Selatan....................................................................................... 74

5.4. Gambaran Kualitas Pelayanan farmasi klinis Apotek di Kecamatan Jatiasih

dan Bekasi Selatan ......................................................................................... 80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 86

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Apoteker ........................................ 28

Tabel 2. Diagnosis DM dari ACCP/ADA 2013 ...................................................... 35

Tabel 3. Penatalaksanaan Diabetes .......................................................................... 36

Tabel 4. Definisi Operasional Penelitian ................................................................. 43

Tabel 5.1. Gambaran Frekuensi Kehadiran Apoteker ............................................ 66

Tabel 5.4 Gambaran Pengkategorian Kualitas Pelayanan farmasi klinis Apotek ... 80

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Check List ............................................................................................ 91

Lampiran 2. Komposisi resep .................................................................................. 96

Lampiran 3. Protokol Penelitian .............................................................................. 97

Lampiran 4. Skenario Simulasi Pasien .................................................................... 98

Lampiran 5. Perhitungan Frekuensi Kehadiran Apoteker ....................................... 99

Lampiran 6. Perhitungan Distribusi Pemberi Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek

............................................................................................................................... 102

Lampiran 7. Perhitungan persentase kesesuaian penyerahan obat dengan resep .. 105

Lampiran 8. Perhitungan Persentase Tahapan Konseling yang dilaksanakan Apoteker

............................................................................................................................... 106

Lampiran 9. Perhitungan Persentase Kualitas Pelayanan Klinis di Kecamatan Jatiasih

dan Bekasi Selatan ................................................................................................. 107

Lampiran 10. Surat Persetujuan Izin dan Rekomendasi Penelitian dari IAI Cabang

Kota Bekasi ........................................................................................................... 117

Lampiran 11. Surat Izin Penelitian ........................................................................ 118

Lampiran 12. Surat Persetujuan Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi .... 119

persentase kesesuaian penyerahan obat dengan resep .......................................... 105

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

DAFTAR SINGKATAN

ACCP : American College of Clinical Pharmacy

ADA :American Diabetes Association

APA : Apoteker Pengelola Apotek

CVD : Cardio Vaskular Disease

Depkes : Departemen Kesehatan

Dinkes : Dinas Kesehatan

DM : Diabetes Mellitus

DRP : Drug Related Problem

ESO : Efek Samping Obat

FEFO : First Expired First Out

FIFO : First In First Out

HbA1c : Hemoglobin A1c

IAI : Ikatan Apoteker Indonesia

IDF : International Diabetes Federation

MESO : Monitoring Efek Samping Obat

MTO : Masalah Terapi Obat

Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

PIO : Pelayanan Informasi Obat

PTO : Pemantauan Terapi Obat

PP : Peraturan Pemerintah

RPK : Rencana Pelayanan Kefarmasian

SDM : Sumber Daya Manusia

SIP : Surat Izin Praktek

WHO : World Health Organization

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan sangat diperlukan bagi masyarakat untuk

menjamin kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan bagi masyarakat

meliputi pelayanan Rumah Sakit (RS), Puskesmas (pusat kesehatan

masyarakat), dokter dan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian

(pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab

langsung profesi Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien (Depkes RI, 2004). Kesehatan merupakan hak setiap

warga negara Indonesia. Oleh karena itu setiap tenaga kesehatan, khususnya

Apoteker, wajib memberikan pelayanan terbaik untuk menunjang kesehatan

warga negara Indonesia melalui praktek pelayanan kefarmasian.

Pelayanan farmasi klinis dalam Permenkes RI Nomor 35 Tahun 2014

mencakup pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat (PIO),

konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care),

pemantauan terapi obat (PTO), dan monitoring efek samping obat (M

enkes RI, 2014). Peraturan tersebut merupakan upaya agar Apoteker dapat

melaksanakan praktek kefarmasian dengan baik dan dengan tujuan sebagai

pedoman praktek Apoteker dalam menjalankan profesi, melindungi

masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, dan melindungi profesi

dalam menjalankan praktek kefarmasian (Sudibyo et. al, 2011).

Peran apoteker yang berada di apotek (apoteker komunitas) di

Indonesia sangat strategis. Apotek merupakan tempat praktek profesi yang

paling banyak menampung apoteker. Namun, peran penting apoteker

komunitas tersebut sampai saat ini masih banyak dipertanyakan. Beberapa

media massa memberitakan tentang peran apoteker tersebut, antara lain

Radar Banyumas online (Desember 2015) melaporkan “Dinas Kesehatan

Kabupaten Banyumas menyatakan ada 18 apotek yang saat ini harus berhenti

beroperasi. Mereka belum mengantongi Surat Izin Penanggung Jawab

Apotek (SIPA) yang dimiliki oleh seorang apoteker.”; Banjarmasin

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

Tribunnews (November 2016) melaporkan “Dinas Kesehatan Palangkaraya

menutup 2 apotek karena diketahui apotekernya tidak ada.”; Radar Sorong

online (Januari 2017) melaporkan “Di kota Sorong, tenaga apoteker masih

sangat minim, masih banyak apotek yang tidak memiliki apoteker.”

Dari beberapa berita di atas, dapat diketahui bagaimana pentingnya

peran apoteker komunitas di apotek yang bertanggung jawab. Sehingga

adanya penutupan apotek di beberapa daerah yang tidak memiliki apoteker

saat apotek tersebut sedang dalam jam operasionalnya. Padahal, apoteker

memainkan peran penting dalam mengoptimalkan penggunaan obat dan

meningkatkan hasil kesembuhan pada pasien, mencegah penyalahgunaan

obat dan mengurangi biaya obat. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan

konseling pada pasien. Konseling merupakan proses interaktif antara

Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan,

pemahaman, kesadaran, dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku

dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien

(Menkes RI, 2014). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa Apoteker yang

memberikan konseling pada pasien akan meningkatkan hasil klinis, kualitas

hidup, pengetahuan tentang obat dan penyakit, kepuasan pasien dengan

layanan, dan penghasilan secara ekonomi. Terdapat bukti yang menunjukkan

bahwa adanya intervensi Apoteker komunitas seperti konseling dapat

meyakinkan pasien akan penggunaan obat-obatan secara tepat dan mencegah

permasalahan yang terkait dengan obat (Alaqeel & Abanmy, 2015).

Dalam pelaksanaan pemberian konseling ini diperlukan kehadiran

Apoteker selaku pemberi pelayanan. Namun beberapa penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan tingkat kehadiran Apoteker di Apotek masih rendah,

menurut penelitian Kwando, didapatkan hasil bahwa rata-rata dari persentase

kehadiran Apoteker di apotek wilayah Surabaya Timur adalah 63,33%,

sedangkan rata-rata pelayanan kefarmasian yang terjadi di apotek adalah

42,05% (Kwando, 2014) Hasil penelitian dari Rizza Suci Permana

menyatakan persentase kehadiran Apoteker di apotek kecamatan Tarogong

Kaler, Garut adalah 30%dan juga persentase kualitas pelayanan farmasi klinis

berupa PIO di Apotek Kecamatan Garut Kota yang diberikan oleh petugas

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

apotek (non Apoteker) adalah 57,14% dan hasil tersebut dikategorikan buruk

(Suci, 2015). Di Padang, penelitian yang dilakukan oleh Dwi Dominica

secara keseluruhan skor persentase kehadiran Apoteker di apotek kota Padang

58,67% (Dominica, 2016) . Kehadiran Apoteker ini menjadi penting karena

dengan meningkatnya frekuensi kehadiran Apoteker di Apotek maka akan

meningkatkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek (Kwando,

2014). Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati terhadap tingkat kepatuhan

pasien dalam menggunakan obat antidiabetes di Surabaya tahun 2014

ditemukan bahwa sebanyak 52,7% pasien tidak patuh dalam penggunaan obat

(Trisnawati, 2014). Masalah yang terjadi seperti di atas seharusnya dapat

dikurangi atau diatasi dengan adanya optimalisasi peran apoteker di tempat

prakteknya.Diabetes melitusadalah salah satu penyakit yang biasanya

memerlukan obat dalam jumlah banyak (polifarmasi) untuk mengatasi atau

mencegah komplikasi (Sujit Rambhade, 2012)

Diabetes merupakan penyakit yang sering di derita oleh sebagian besar

orang di dunia, bersifat kronis dan pembiayaannya mahal. Penyakit diabetes

ini ditandai dengan hiperglikemia (tingginya kadar glukosa dalam darah),

akibatkurangnya insulin yang dihasilkan dalam tubuh karena kerusakan

pankreas (diabetes tipe 1) atau akibat resistensi insulin (diabetes tipe 2)

(International Diabetes Federation, 2011). Penyakit diabetes ini 90% di

dominasi oleh diabetes melitus tipe 2 (WHO, 2013). Permasalahan penyakit

diabetes melitus di Indonesia menduduki peringkat ke empat dan di Jawa

Barat prevalensinya mencapai 1,3% (Riskesdas, 2013).

Ditinjau dari sifat penyakitnya, diabetes melitus merupakan penyakit

seumur hidup (lifelong disease) dengan resiko komplikasi yang tinggi

sehingga menyebabkan kematian, maka diperlukan perhatian lebih dalam

perawatannya. Peningkatan kepedulian pasien diabetes sendiri diperlukan

dalam menjaga dan mengontrol kondisinya agar tetap dapat hidup lebih

panjang dan sehat (Sutandi Aan, 2012). Selain itu pengetahuan tentang obat

diperlukan oleh pasien untuk dapat menggunakan obat dengan benar, dengan

tujuan memperoleh terapi yang maksimal dan efek samping obat yang

minimal (Amor et al, 2010 dan Mitchel et al, 2011 dikutip dalam Nita, Yuda

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

and Nugraheni, 2012). Hal tersebut menjadi bagian peran apoteker dalam segi

pelayanan klinis dalam pemberian informasi obat dan konseling yang harus

dilakukan terutama untuk pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit

kronis seperti diabetes mellitus (Menkes RI, 2014).

Dalam Islam, kata “amal” bertebaran dalam Al Quran. Etos kerja

menjadi hal kunci yang cukup mendapat banyak perhatian. Tak hanya kerja

untuk kehidupan akhirat kelak, tapi juga kerja untuk keberlangsungan hidup

di dunia. Islam melarang umatnya berpangku tangan atau menunggu belas

kasihan orang. Sebaliknya, agama Islam selalu menekankan pentingnya kerja

keras dan profesionalitas.

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, umat Islam diarahkan oleh

agamanya agar meningkatkan kualitas takwa dan keimanannya secara terus

menerus dan berkesinambungan. Meningkatkan kualitas taqwa, seorang

muslim pasti akan meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran

agamanya secara baik dan lebih sempurna. Islam mengarahkan umatnya agar

memiliki etos kerja yang tinggi dan mengarah pada profesionalisme.

Manusia yang beriman dan bekerja dengan baik, sehingga melahirkan

karya-karya besar yang bermanfaat bagi sesamanya, disebutkan Al Quran

sebagai manusia yang paling baik dan terpuji. Sesungguhnya manusia yang

paling mulia adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi sesamanya

dan makhluk lain secara menyeluruh. Tak terkecuali dengan Apoteker

komunitas yang harus bekerja dalam melakukan pelayanan farmasi klinis

secara professional dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.

Allah SWT berfirman :

ت أ إن لح ئك هم خير ٱلبرية ٱلذين ءامنوا وعملوا ٱلص ول

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan melakukan pekerjaan yang

baik, mereka adalah sebaik-baiknya makhluk.”(QS Al Bayyinah, 98:7)

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode simulasi pasien. Metode simulasi pasien digunakan untuk

menentukan bagaimana Apoteker komunitas saat ini menyediakan layanan

konseling pasien. Puspitasari et. al mengevaluasi penelitian yang

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

dipublikasikan di 1993-2007 dan melaporkan bahwa di antara semua metode

penelitian, simulasi-pasien adalah metode yang lebih dapat diandalkan untuk

mengevaluasi praktek konseling di apotek (dikutip dalam Ibrahim et al.,

2016).

Dari paparan di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

gambaran pelaksanaan konseling kepada pasien di apotek Kecamatan Jatiasih

dan Bekasi Selatan wilayah Kota Bekasi. Peneliti memandang penting untuk

meneliti sejauh mana apoteker telah memenuhi perannya dalam

melaksanakan pemberian konseling oleh apoteker komunitas sesuai Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat

memperbaharui hasil penelitan yang pernah ada dan menambah data-data

informasi akan peran apoteker khususnya di Kecamatan Jatiasih dan Bekasi

Selatan wilayah Kota Bekasi.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelayanan resep terhadap edukasi dan konseling di apotek

kecamatan Bekasi Selatan dan Jatiasih terhadap resep diabetes melitus?

2. Apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 35 Tahun 2014 telah diterapkan oleh apotek-

apotek khususnya di kecamatan Jatiasih dan Bekasi Selatan wilayah Kota

Bekasi?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pelayanan farmasi klinis terhadap pasien

DM tipe 2 di apotek kecamatan Bekasi Selatan dan Jatiasih wilayah Kota

Bekasi.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran kehadiran Apoteker di tempat kerja

(Apotek) di Kecamatan Jatiasih dan Bekasi Selatan wilayah Kota

Bekasi.

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

b. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pelayanan farmasi klinis

terhadap pasien DM tipe 2 ditinjau dari edukasi dan konseling.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup diperlukan untuk membuat pokok bahasan menjadi

lebih terarah.Penelitian ini dilakukan dengan metode simulasi pasien dengan

instrument yang digunakan adalah lembar check list. Lembar check list berisi

informasi tentang tahapan-tahapan dari konseling.

Pada penelitian ini digunakan resep untuk pasien diabetes melitus,

dengan obat yang digunakan adalah metformin. Pelayanan farmasi klinis

yang diteliti hanyalah mencangkup edukasi dan konseling. Penelitian ini

dimulai bulan Januari – Juli 2018 di Apotek Kecamatan Jatiasih dan Bekasi

Selatan wilayah Kota Bekasi.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan serta

wawasan tentang pelayanan resep antidiabetes terhadap edukasi dan

konseling di apotek.

1.5.2. Secara Metodologi

Metode penelitian ini dapat menjadi referensi untuk diaplikasikan

pada penelitian farmasi klinis sejenis di Apotek daerah lain.

1.5.3. Secara Aplikatif

Hasil penelitian berupa gambaran pelayanan resep antidiabetes

terhadap edukasi dan konseling di Apotek ini dapat digunakan menjadi

informasi tentang sejauh mana penerapan pelayanan farmasi klinis yang

berpusat pada pasien telah terlaksana di Apotek dan menjadi masukan

tersendiri untuk para ahli profesi farmasi dalam melaksanakan

peranannya sebagai tenaga kesehatan. Dapat juga digunakan oleh IAI

(Ikatan Apoteker Indonesia) dalam upaya meningkatkan pelayanan

kefarmasian terutama pada bagian edukasi dan konseling di apotek

serta melindungi masyarakat dari pelayanan kefarmasian yang tidak

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

profesional. Dan digunakan oleh Dinas Kesehatan Kota Bekasi untuk

memperbaiki dan lebih mengontrol apotek-apotek di Kota Bekasi agar

dapat memenuhi standar.

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Profesi Kefarmasian

Secara historis, perubahan-perubahan dalam profesi kefarmasiaan

dapat dibagi dalam 4 tahap (Ross W. Holland dan Christine M. Nimmo,

1999):

1. Tahap 1 : Tugas utama farmasi adalah memproduksi. Pada tahap ini

farmasi muncul sebagai industri rumahan yang melayani masyarakat.

Apoteker membuat obat patennya sendiri dengan resep yang dibuat

sendiri, kemudian dijual dari apotek mereka sendiri. Pasien akan datang ke

apoteker untuk membeli obat dan meminta bimbingan dalam pemilihan

dan penggunaan obat yang akan digunakan. Apotek pada periode ini setara

dengan industri farmasi saat ini dan pada saat itu, farmasi memiliki nilai

sosial yang jelas.

2. Tahap 2 : Pada periode ini muncul farmasi industri manufaktur dan pada

saat yang sama pembuatan resep obat oleh dokter sedang meningkat,

sehingga pekerjaan utama apoteker berhenti dalam memproduksi obat dan

berpindah ke peracikan obat yang telah diproduksi dari industri yang

disesuaikan dengan resep. Pada tahap ini pasien masih datang ke apotek

untuk mendapatkan obat dan bimbingan dalam penggunaan obat. Peran

apoteker masih memiliki nilai sosial yang jelas.

3. Tahap 3 : Pada tahap ini tugas utama apoteker mengalami penyimpangan.

Banyaknya jumlah produk obat yang semakin meningkat membuat fokus

utama peran apoteker menjadi ke produk obat dan peran pada pasien

menjadi memudar. Hal tersebut juga didorong oleh adanya Kode Etik

Asosiasi Farmasi Amerika (American Pharmaceutical Association/AphA

Code of Ethics) mulai tahun 1922-1969 farmasis dilarang untuk

mendiskusikan efek terapi atau komposisi resep dengan pasien.

4. Tahap 4 : Akibat perubahan fokus farmasis terhadap produk (obat) maka

muncul berbagai laporan tentang kegagalan terapi, hal ini memicu untuk

farmasis mengisi kembali bidang pelayanan kefarmasian. Sehingga pada

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

tahap keempat, Apoteker kembali berperan dalam pemberian informasi

obat, saran dan konseling pasien.

Gambar 1. Tahapan perubahan praktik kefarmasian Sumber: Ross W. Holland dan Christine M. Nimmo, 1999

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

2.2. Apoteker

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan

telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (Peraturan Pemerintah RI No.

51, 2009). Apoteker sebagai pelaku utama pelayanan kefarmasiaan yang

bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan kesehatan diberi

wewenang sesuai kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait

erat dengan hak dan kewajiban (Ikatan Apoteker Indonesia, 2011).

Berdasarkan Peraturan pemerintah No. 51 tahun 2009 pasal 1,

pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Sebagai konsekuensi perubahan orientasi dari obat kepada pasien yang

mengacu kepada pharmaceutical care (pelayanan kefarmasiaan) maka

Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan

agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien (Pemerintah RI,

2009).

Dalam pengelolaan apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan

menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan

yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri

sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM

secara efektif, selalu belajar sepanjang karir dan membantu memberi

pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Menkes

RI, 2004).

2.2.1. Peran Apoteker

2.2.1.1. Peran Apoteker Menurut WHO

Untuk bisa efektif sebagai anggota tim kesehatan,

apoteker butuh intelektual untuk melakukan fungsi-fungsi

yang berbeda. WHO menyebutkan tentang peran apoteker

dalam pelayanan kesehatan dengan istilah 8 bintang (Eight-

Star Pharmacist), yaitu (Wiedenmeyer dkk., 2006):

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

1. Care giver, artinya apoteker dapat memberi pelayanan

kepada pasien, memberi informasi obat kepada

masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya.

2. Decision maker, artinya apoteker mampu mengambil

keputusan, tidak hanya mampu mengambil keputusan

dalam hal manajerial namun harus mampu mengambil

keputusan terbaik terkait dengan pelayanan kepada

pasien, sebagai contoh ketika pasien tidak mampu

membeli obat yang ada dalam resep maka apoteker dapat

berkonsultasi dengan dokter atau pasien untuk pemilihan

obat dengan zat aktif yang sama namun harganya lebih

terjangkau.

3. Communicator, artinya apoteker mampu berkomunikasi

dengan baik dengan pihak ekstern (pasien atau

customer) dan pihak intern (tenaga profesional

kesehatan lainnya).

4. Leader, artinya apoteker mampu menjadi seorang

pemimpin di apotek. Sebagai seorang pemimpin,

apoteker merupakan orang yang terdepan di apotek,

bertanggung jawab dalam pengelolaan apotek mulai dari

manajemen pengadaan, administrasi, manajemen SDM

serta bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan

hidup apotek.

5. Manager, artinya apoteker mampu mengelola apotek

dengan baik dalam hal pelayanan, pengelola manajemen

apotek, pengelolaan tenaga kerja dan adinistrasi

keuangan. Untuk itu apoteker harus mempunyai

kemampuan manaerial yang baik, yaitu keahlian dalam

menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen.

6. Life long learner, artinya apoteker harus terus-menerus

menggali ilmu pengetahuan, senantiasa belajar,

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

menambah pengetahuan dan keterampilannya serta

mampu mengembangkan kualitas diri.

7. Teacher, artinya apoteker harus mampu menjadi guru,

pembimbing bagi stafnya, harus mau meningkatkan

kompetensinya, harus mau menekuni profesinya, tidak

hanya berperan sebagai orang yang tahu saja, namun

harus dapat melaksanakan profesinya dengan baik.

8. Researcher, berkaitan dengan peran sebagai life long

learner, apoteker dituntut untuk selalu mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan dengan melakukan

penelitian baru yang bermanfaat bagi dunia kesehatan.

2.2.1.2. Peran Apoteker Menurut Peraturan di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

tahun 1945 pada pasal 28H ayat 1 dan pasal 34 ayat 3,

mendapat pelayanan kesehatan menjadi hak setiap warga

negara dan negara menjadi penanggung jawab atas

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak (UUD RI, 1945). Pelayanan

Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan

sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti

untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan

Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker,

dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga

Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi,

Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja. Dalam melakukan

Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan

peran yaitu (Menkes RI, 2014) :

1. Pemberi layanan

Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus

berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

mengintegrasikan pelayanannya pada sistem

pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.

2. Pengambil keputusan

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam

mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh

sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

3. Komunikator

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien

maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan

terapi pasien. Oleh karena itu harus mempunyai

kemampuan berkomunikasi yang baik.

4. Pemimpin

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk

menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan

meliputi keberanian mengambil keputusan yang

empati dan efektif, serta kemampuan

mengomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.

5. Pengelola

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya

manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif.

Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi

informasi dan bersedia berbagi informasi tentang obat

dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.

6. Pembelajar seumur hidup

Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan,

sikap dan keterampilan profesi melalui pendidikan

berkelanjutan (Continuing Professional Development/

CPD).

7. Peneliti

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah

ilmiah dalam mengumpulkan informasi sediaan

farmasi dan pelayanan kefarmasian serta

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

memanfaatkannya dalam pengembangan dan

pelaksanaan pelayanan kefarmasiaan.

2.3. Asisten Apoteker

Asisten Apoteker adalah tenaga teknis kefarmasian yang membantu apoteker

dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian terdiri

atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga

Menengah Farmasi/Asisten Apoteker (Menkes RI, 2014). Asisten apoteker

memiliki tugas dan fungsi dalam pengelolaan apotek, yaitu (Umar, 2005):

1. Fungsi pembelian meliputi: mendata kebutuhan barang, membuat

kebutuhan pareto barang, mendata pemasok, merencanakan dan

melakukan pembelian sesuai dengan yang dibutuhkan, kecuali ketentuan

lain dari APA dan memeriksa harga.

2. Fungsi gudang meliputi: menerima dan mengeluarkan berdasarkan fisik

barang, menata, merawat dan menjaga keamanan barang.

3. Fungsi pelayanan meliputi: melakukan penjualan dengan harga yang

telah ditetapkan, menjaga kenyamanan ruang tunggu, melayani

konsumen dengan ramah dan membina hubungan baik dengan

pelanggan.

2.4. Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2014). Apotek memiliki tugas dan

fungsi sebagai :

a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatan.

b. Sarana farmasi untuk melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,

pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi dalam menyebarkan obat-obatan

yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

Sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh apotek untuk menunjang

Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi

(Menkes RI, 2014):

1. Ruang penerimaan

Resep Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari

tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set

komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling

depan dan mudah terlihat oleh pasien.

2. Ruang pelayanan

Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas) Ruang

pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas

meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang

peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan,

timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat,

bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko

salinan resep, etiket dan label obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan

cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan

pendingin ruangan (air conditioner).

3. Ruang penyerahan obat

Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat

digabungkan dengan ruang penerimaan resep.

4. Ruang konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi

konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu

konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan

pasien.

5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,

kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan

keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan

rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin,

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari

penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu. 6. Ruang

arsip Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang

berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka

waktu tertentu.

2.5. Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi dua kegiatan, yaitu kegiatan

yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinis.Kegiatan tersebut

harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana (Menkes RI,

2014).

2.5.1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan

(Menkes RI, 2014).

a. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola

penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

b. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan

sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan

perundang- undangan.

Merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedianya

sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan

kebutuhan pelayanan. Kriteria yang harus dipenuhi dalam

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah

(Menkes RI, 2014) :

1. Apotek hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan

kesehatan yang telah memiliki izin edar atau nomor regristrasi.

2. Mutu sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat

dipertanggungjawabkan.

3. Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari

jalur resmi, yaitu pedagang besar farmasi, industri farmasi, dan

apotek lain.

4. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi seperti faktur.

c. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera

dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

d. Penyimpanan

1. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.

Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan

pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi

dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah

sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan

tanggal kadaluwarsa.

2. Semua obat atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang

sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

3. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memerhatikan bentuk

sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.

4. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First expire first out)

dan FIFO (First In First Out).

e. Pemusnahan

1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai

dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat

kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika dan

psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

dinas kesehatan kabupaten atau kota. Pemusnahan obat selain

narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan

disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat

izin praktek atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan

dengan berita acara pemusnahan menggunakan formulir satu

sebagaimana terlampir.

2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima)

tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh

apoteker disaksikan sekurang-kurangnya petugas lain di

apotek dengan cara dibakar atau pemusnahan lain yang

dibuktikan dengan berita acara pemusnahan dan selanjutnya

dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

f. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem

pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini

bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,

kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta

pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan

menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.

Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal

kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa

persediaan.

g. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi

pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock),

penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya

disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan

internal dan eksternal. pelaporan internal merupakan pelaporan yang

digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan,

barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan

narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.

2.5.2. Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 35 tahun 2014, pelayanan farmasi klinis di Apotek merupakan

bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan farmasi klinis

meliputi :

1. Pengkajian Resep

Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian

farmasetik dan pertimbangan klinis. a. Kajian administratif

meliputi:

1) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan

2) Nama Dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat,

nomor telepon dan paraf.

3) Tanggal penulisan resep

4) Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

a. Bentuk dan kekuatan sediaan

b. Stabilitas

c. Kompatibilitas (ketercampuran obat)

5) Pertimbangan klinis meliputi:

a. Ketepatan indikasi dan dosis obat

b. Aturan, cara dan lama penggunaan obat

c. Duplikasi dan/atau polifarmasi

6) Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping

obat, manifestasi klinis lain)

7) Kontra indikasi dan interaksi

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

8) Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil

pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter

penulis resep.

2. Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian

informasi obat. Apoteker menyiapkan obat sesuai dengan

permintaan resep, melakukan peracikan obat bila diperlukan,

memberikan etiket, memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat

dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan

menghindari penggunaan yang salah. Apoteker di Apotek juga

dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi.

Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang

memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan

memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai

Rincian standar praktik Apoteker Indonesia berupa dispensing

juga dijelaskan lebih rinci oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Rincian praktik tersebut ada pada standar 3 praktik Apoteker (IAI,

2013):

a. Apoteker menerapkan cara dispensing yang baik

b. Apoteker memastikan resep yang diterima berasal dari dokter

c. Memastikan resep yang diterima sesuai dengan nama pasien

yang dimaksud.

d. Apoteker memastikan obat yang tertera dalam resep sesuai

dengan tujuan penggunaan obat pasien.

e. Memastikan resep tidak berpotensi menimbulkan masalah

DRP.

f. Apoteker berkomunikasi dengan dokter.

g. Apoteker melakukan dispensing obat sitostatika secara tepat.

h. Apoteker melakukan pemeriksaan ulang dan dokumentasi

terhadap sediaan obat hasil dispensing.

i. Apoteker melakukan pengecekan ulang terhadap identitas

pasien.

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

j. Apoteker menyelesaikan dispensing tepat waktu.

k. Memastikan pasien paham bila terjadi penggantian merek

obat.

l. Memastikan pasien memahami tentang obat yang diterimanya

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO) (dijelaskan lebih lanjut pada sub

bab PIO)

4. Konseling (dijelaskan lebih lanjut pada sub bab konseling)

5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat

melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah,

khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan

penyakit kronis lainnya. Jenis pelayanan kefarmasian di rumah

yang dapat dilakukan oleh apoteker, meliputi:

a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan

dengan pengobatan.

b. Identifikasi kepatuhan pasien. Pendampingan pengelolaan

obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara

pemakaian obat asma, penyimpanan insulin.

c. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum.

d. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan

penggunaan obat berdasarkan catatan pengobatan pasien.

e. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah

dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan (Menkes

RI, 2014).

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien

mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan

memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria

pasien:

d. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

e. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.

f. Adanya multidiagnosis.

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

g. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

h. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.

i. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi

obat yang merugikan.

Kegiatan:

a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan

pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan

obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien

atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain.

c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait

obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi,

pelayanan obat tanpa indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat,

dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi obat

yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat.

d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien

dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau

berpotensi akan terjadi

e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang

berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan

pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak

dikehendaki.

f. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang

telah dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan dengan

tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat

dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan (Menkes

RI, 2014).

7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat

yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,

diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Kegiatan:

a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko

tinggi mengalami efek samping obat.

b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional

dengan menggunakan Formulir 10.

Faktor yang perlu diperhatikan:

a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.

b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat

(Menkes RI, 2014).

2.6. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

2.6.1. Definisi PIO

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan

oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak

memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam

segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien

atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat

bebas dan herbal (Menkes RI, 2014).

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute

dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan

alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui,

efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau

kimia dari obat dan lain-lain.

Kegiatan pelayanan informasi obat di Apotek meliputi (Menkes

RI, 2014).

1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.

2. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan

masyarakat (penyuluhan).

3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa

farmasi yang sedang praktik profesi.

5. Melakukan penelitian penggunaan obat.

6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah.

7. Melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan informasi obat harus didokumentasikan untuk

membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat

dengan menggunakan formulir sesuai format yang telah ditetapkan.

Dalam standar praktik kefarmasian yang dijelaskan dalam IAI

Pelayanan Informasi Obat adalah bagian dari Konseling dimana dalam

pelaksanaannya harus memperhatikah hal-hal seperti berikut (Ikatan

Apoteker Indonesia, 2014) :

a. Apoteker melakukan komunikasi dan interaksi yang baik.

b. Apoteker memberikan penjelasan dan uraian atas setiap obat yang

diberikan kepada pasien.

c. Apoteker memberikan konseling obat kepada pasien dan keluarga.

d. Melakukan konseling sesuai informasi terkini dan berbasis bukti.

e. Apoteker menggunakan berbagai macam metode komunikasi

untuk menjamin efektifitas konseling.

f. Apoteker secara aktif menyediakan bahan informasi.

g. Apoteker mendokumentasikan pelayanan konseling.

h. Apoteker memelihara pengetahuan dan keterampilan untuk

memberikan pelayanan informasi obat.

i. Apoteker memiliki akses ke sumber informasi terkini yang

relevan untuk mendukung pelayanan.

j. Apoteker mengevaluasi mutu pelayanan informasi obat.

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

2.7. Konseling

2.7.1. Definisi Konseling

Sherzer & Stone (1974) mendefenisikan konseling adalah suatu

proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu

yang terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat

diatasinya sendiri dengan seorang pekerja profesional, yaitu orang yang

terlatih dan berpengalaman membantu orang lain mengenai

pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.

Bahwa konseling adalah pemberian nasihat atau penasihatan kepada

orang lain secara individual yang dilakukan secara berhadapan dari

seorang yang mempunyai kemahiran (konselor) kepada seseorang yang

mempunyai masalah (klien).

Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan

saran, melakukan diskusi dan pertukaran pendapat. Konseling adalah

suatu kegiatan bertemu dan berdiskusinya seseorang yang

membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan (konselor)

dukungan dan dorongan sedemikian rupa sehingga klien memperoleh

keyakinan akan kemampuannya dalam pemecahan masalah.

Konseling pasien merupakan bagian tidak terpisahkan dan

elemen kunci dari pelayanan kefarmasian, karena Apoteker sekarang

ini tidak hanya melakukan kegiatan compounding dan dispensing saja,

tetapi juga harus berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan

lainnya dimana dijelaskan dalam konsep Pharmaceutical Care. Dapat

disimpulkan bahwa pelayanan konseling pasien adalah suatu pelayanan

farmasi yang mempunyai tanggung jawab etika serta medikasi legal

untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan obat.

Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung dari

apoteker mengingat perlunya pemberian konseling karena pemakaian

obat-obat dengan cara penggunaan khusus, obat-obat yang

membutuhkan terapi jangka panjang sehingga perlu memastikan untuk

kepatuhan pasien meminum obat. Konseling yang diberikan atas

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

inisiatif langsung dari apoteker disebut konseling aktif. Selain

konseling aktif dapat juga konseling terjadi jika pasien datang untuk

berkonsultasi kepada apoteker untuk mendapatkan penjelasan tentang

segala sesuatu yang berhubungan dengan obat dan pengobatan, bentuk

konseling seperti ini disebut konseling pasif (Departemen Kesehatan

RI, 2007)

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan

pasien atau keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,

kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam

penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.

Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime

questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu

dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus

melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah

memahami obat yang digunakan.

2.7.2. Tujuan dan Manfaat Konseling

1. Tujuan Konseling

Tujuan Umum :

a. Meningkatkan keberhasilan terapi.

b. Memaksimalkan efek terapi meminimalkan resiko efek

samping.

c. Meningkatkan cost effectiveness.

d. Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi.

Tujuan Khusus :

a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan

pasien.

b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien.

c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya.

d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan

penyakitnya.

e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.

f. Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem.

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

g. Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan

masalahnya sendiri dalam hal terapi.

h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan.

i. Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat

sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan

mutu pengobatan pasien (Departemen Kesehatan RI, 2007)

2. Manfaat Konseling

Bagi pasien :

a. Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan.

b. Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya.

c. Membantu dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri.

d. Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu.

e. Menurunkan kesalahan penggunaan obat.

f. Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi.

g. Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan.

h. Meningkatkan efektivitas & efisiensi biaya kesehatan.

Bagi Apoteker :

a. Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim pelayanan

kesehatan.

b. Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai

tanggung jawab profesi apoteker.

c. Menghindarkan apoteker dari tuntutan karena kesalahan

penggunaan obat (Medication error) Suatu pelayanan tambahan

untuk menarik pelanggan sehingga menjadi upaya dalam

memasarkan jasa pelayanan (Departemen Kesehatan RI, 2007).

1.7.3. Prinsip Dasar Konseling

Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau korelasi

antara pasien dengan apoteker sehingga terjadi perubahan perilaku

pasien secara sukarela. Pendekatan Apoteker dalam pelayanan

konseling mengalami perubahan model pendekatan dari pendekatan

“Medical Model” menjadi Pendekatan “Helping model” (Depkes

RI,2007).

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

1.7.4. Tahap Kegiatan Konseling

1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.

2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui

Three Prime Questions, yaitu :

a. Apa yang disampaikan Dokter tentang obat Anda?

b. Apa yang dijelaskan oleh Dokter tentang cara pemakaian obat

Anda?

c. Apa yang dijelaskan oleh Dokter tentang hasil yang

diharapkan setelah Anda menerima terapi obat tersebut?

3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan

kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.

4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan

masalah penggunaan obat.

5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

(Menkes RI, 2014).

Adapun hal yang harus diperhatikan dalam pemberian informasi

obat (PIO) dan konseling menurut standar praktek kefarmasian IAI

2014:

a. Apoteker melakukan komunikasi dan interaksi yang baik.

Medical Model Helping Model

1. Pasien passive

2. Dasar dari kepercayaan ditunjukkan

berdasarkan citra profesi

3. Mengidentifikasi masalah dan

menetapkan solusi

4. Pasien bergantung pada petugas

kesehatan

5. Hubungan seperti ayah-anak

1. Pasien terlibat secara aktif

2. Kepercayaan didasarkan dari

hubungan pribadi yang

berkembang setiap saat

3. Menggali semua maslah dan

memilih cara pemecahan masalah

4. Pasien mengembangkan rasa

percaya dirinya untuk

memecahkan masalah

5. Hubungan setara (Seperti teman)

Sumber : Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di

Sarana Kesehatan, Depkes RI, 2007

Tabel 1. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Apoteker

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

b. Apoteker memberikan penjelasan dan uraian atas setiap obat yang

diberikan kepada pasien.

c. Apoteker memberikan konseling obat kepada pasien dan atau

keluarga.

d. Apoteker melakukan konseling sesuai informasi terkini dan

berbasis bukti (evidence based).

e. Apoteker menggunakan berbagai macam metoda komunikasi

untuk menjamin efektifitas konseling.

f. Apoteker secara aktif menyediakan bahan informasi.

g. Apoteker mendokumentasikan pelayanan konseling.

h. Apoteker memelihara pengetahuan dan keterampilan untuk

memberikan pelayanan informasi obat.

i. Apoteker memiliki akses ke sumber informasi terkini yang

relevan untuk mendukung pelayanan.

j. Apoteker mengevaluasi mutu pelayanan informasi obat.

1.7.5. Konseling Pasien Rawat Jalan

Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan dapat diberikan pada saat

pasien mengambil obat di apotek, puskesmas dan di sarana kesehatan lain.

Kegiatan ini bisa dilakukan di counter pada saat penyerahan obat tetapi

lebih efektif bila dilakukan di ruang khusus yang disediakan untuk

konseling. Pemilihan tempat konseling tergantung dari kebutuhan dan

tingkat kerahasiaan atau kerumitan akan hal-hal yang perlu

dikonselingkan ke pasien. Konseling pasien rawat jalan diutamakan pada

pasien yang (Departemen Kesehatan RI, 2007):

a. Menjalani terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka

panjang. (Diabetes, TBC, epilepsi, HIV/AIDS, dll).

b. Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan cara

pemakaian yang khusus. Misal : suppositoria, enema, inhaler, injeksi

insulin dll.

c. Mendapatkan obat dengan cara penyimpanan yg khusus. Misal :

insulin dll.

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

d. Mendapatkan obat-obatan dengan aturan pakai yang rumit, misalnya

: pemakaian kortikosteroid dengan tapering down.

e. Golongan pasien yang tingkat kepatuhannya rendah, misalnya :

geriatrik, pediatri.

f. Mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit (digoxin, phenytoin,

dll).

g. Mendapatkan terapi obat-obatan dengan kombinasi yang banyak

(polifarmasi).

1.7.6. Masalah dalam Konseling

Penyebab ketidakpatuhan dalam penggunaan obat Beberapa

penyebab dari ketidak patuhan pasien dalam penggunaan obat dapat

disebabkan karena faktor pasien sendiri maupun faktor-faktor yang lain

(Departemen Kesehatan RI, 2007).

Faktor Penyakit :

a. Keparahan atau stadium penyakit, kadang orang yang merasa sudah

lebih baik kondisinya tidak mau meneruskan pengobatan.

b. Lamanya terapi berlangsung, semakin lama waktu yang diberikan

untuk terapi, tingkat kepatuhan semakin rendah.

Faktor Terapi :

a. Regimen pengobatan yang kompleks baik jumlah obat maupun

jadwal penggunaan obat.

b. Kesulitan dalam penggunaan obat, misalnya kesulitan menelan obat

karena ukuran tablet yang besar.

c. Efek samping yang ditimbulkan, misalnya : mual, konstipasi dll.

d. Rutinitas sehari-hari yang tidak sesuai dengan jadwal penggunaan

obat.

Faktor Pasien :

a. Merasa kurang pemahaman mengenai keseriusan dari penyakit dan

hasil yang didapat jika tidak diobati.

b. Menganggap pengobatan yang dilakukan tidak begitu efektif.

c. Motivasi ingin sembuh.

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

d. Kepribadian/perilaku, misalnya orang yang terbiasa hidup teratur

dan disiplin akan lebih patuh menjalani terapi.

e. Dukungan lingkungan sekitar / keluarga.

f. Sosio-demografi pasien : umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll

Faktor Komunikasi :

a. Pengetahuan yang kurang tentang obat dan kesehatan.

b. Kurang mendapat instruksi yang jelas tentang pengobatannya.

c. Kurang mendapatkan cara atau solusi untuk mengubah gaya

hidupnya.

d. Ketidakpuasan dalam berinteraksi dengan tenaga ahli kesehatan.

e. Apoteker tidak melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan.

1.7.7. Evaluasi Mutu Pelayanan

Merupakan proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian di

apotek yang meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM),

pengelolaan perbekalan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, dan

pelayanan kefarmasian kepada pasien. Indikator mutu pelayanan di

apotek antara lain: kepuasan pasien, kebutuhan pasien dan keberhasilan

pengobatan.

Tujuan evaluasi mutu pelayanan adalah untuk mengevaluasi

seluruh rangkaian kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek dan

sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian selanjutnya. Untuk

mengetahui mutu pelayanan kefarmasian, salah satu indikator yang

mudah dilakukan adalah dengan mengukur kepuasan pasien dengan

cara angket (Menkes RI, 2014).

1.8. Metode Simulasi Pasien

Simulasi pasien merupakan ‘‘aktor-pasien’’, yang telah dilatih untuk

memainkan peran pada situasi pra-determined dalam hal mengajar atau

evaluasi. Dalam literatur, simulasi pasien juga dikenal sebagai

pseudopatients, standardized patients, pseudo-customer, shopper patient dan

mystery patient dan lainnya. Apoteker atau penelitian yang dilakukan dengan

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

pendekatan ini mungkin atau tidak mungkin menyadari identitas pasien

simulasi dan tujuannya (Mesquita et al., 2010).

Metode ini sudah semakin digunakan sebagai pendekatan yang efektif

untuk mengevaluasi praktek farmasi saat ini dan mengidentifikasi wilayah

untuk kemajuan. Seorang pasien simulasi didefinisikan sebagai seseorang

yang terlatih untuk melakukan kunjungan rahasia ke apotek untuk

memberlakukan skenario dan laporan tentang perilaku staf apotek tanpa staf

tersebut menyadari bahwa mereka sedang dievaluasi. Sebuah alat/ instrumen

standarpengumpulan data digunakan untuk semua kunjungan guna

mengurangi resiko bias. Seorang pasien simulasi yang melakukan kunjungan

rahasia dipastikan mengurangi gejala yang dikenal sebagai gejala Hawthorne

atau Observer Effect (perubahan perilaku pada objek sebagai akibat dari telah

mengetahui bahwa mereka sedang diamati). Interaksi pasien simulasi dengan

staf farmasi mengakibatkan terjadinya kondisi yang kurang erat yang

tercermin pada praktek farmasi saat ini.Perekaman suara secara rahasia saat

kunjungan dapat digunakan untuk memvalidasi data yang dilaporkan sendiri.

Namun, dalam perekaman suara secara rahasia dalam penelitian ini, pasien

simulasi tidak perlu meminta izin dari staf farmasi sebelum merekam.

Penelitian ini disetujui oleh La Trobe University Human Ethics Commitee

(Byrne, Wood, & Spark, 2018).

Metode simulasi pasien merupakan metode pengumpulan data dengan

menggunakan seseorang yang telah terlatih berperan sebagai pasien yang

mengunjungi apotek untuk memerankan sebuah skenario untuk menguji atau

mengetahui tingkah laku spesifik dari apoteker ataupun staf apotek (Watson,

Norris, & Granas, 2006). Sebenarnya ada metode lain yang bisa digunakan

dalam penelitian ini, seperti bertanya penyedia layanan untuk

menggambarkan kebiasaan mereka atauterapi yang paling sering untuk tipe

kasus tertentu (Madden et al, 1997). Selain itu juga bisa menggunakan metode

pengamatan atau observasi (Notoatmodjo, 1997). Pada penelitian ini, metode

yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simulasi pasien

(simulated patient) yang merupakan metode observasi tertutup (covert)

(Watson et al, 2004). Dipilih metode simulasi pasien karena memiliki

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

keuntungan yang tidak dimiliki oleh metode lain, yaitu memberikan

kesempatan untuk merekam praktek yang sebenarnya tanpa disadari oleh

orang yang sedang diteliti dan merupakan metode yang praktis untuk menilai

praktek secara nyata (Madden et al, 1997).

Data yang penting untuk disiapkan pada saat peneliti melakukan

kunjungan ke apotek antara lain adalah riwayat kesehatan yang akan

ditanyakan, pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, keputusan yang akan

dibuat, saran, dan informasi yang akan diberikan. Dalam melakukan

penelitian harus diperhatikan situasi dari tempat, waktu penelitian, atau aspek

komunikasi seperti bahasa, nada dan sikap. Persiapan yang dilakukan pada

saat pengambilan data seperti metode, pilot pengujian, perbaikan yang

mungkin perlu dilakukan, dan pelatihan untuk pelaku di lapangan

(Rismawati, 2011).

Peneliti harus dilatih dalam memainkan skenario agar meyakinkan pada

saat melakukan kunjungan ke apotek sehingga dapat mengumpulkan data

yang akurat. Untuk itu peneliti harus sudah bertemu dengan pasien

sebenarnya untuk berbicara atau menanyakan kondisi pasien dan

menyaksikan konsultasi yang sebenarnya (Madden et al, 1997).

Seperti metode yang lain, metode simulasi pasien ini juga memiliki

keterbatasan antara lain adalah :

a Skenario yang digunakan hanya dapat mengekstrak informasi bagian

kecil suatu penyedia pelayanan. Sulit untuk mengeneralisasi dalam

masalah kesehatan lain walaupun masalahnya sama hanya berbeda

dalam gejala yang timbul.

b Metode ini biasanya tidak melibatkan pengguna pelayanan sebenarnya

(pasien sebenarnya) ataupun pemberi pelayanan. Dengan demikian,

metode ini memberikan sedikit wawasan atau tidak menunjukan

karakteristik, pemahaman teknis, pendapat, dan motivasi dari penyedia

dan pengguna yang sebenarnya.

c Sulit untuk mengetahui apakah kunjungan dapat mewakili dari kasus

yang serupa.

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

d Skenario yang rumit pada kasus-kasus tertentu akan sulit dalam

mengolah data, sehingga memerlukan tenaga lapangan dan analis yang

terlatih. e. Seperti metode penelitian yang lain, metode penelitian ini

terbatas dalam jenis dan kualitas informasi yang dikumpulkan (Madden

et al, 1997).

1.9. Diabetes Melitus

2.9.1. Pendahuluan

Diabetes adalah salah satu penyakit tidak menular yang menjadi

prioritas ke empat penyakit yang diidentifikasi oleh WHO bersama

dengan penyakit cardiovascular disease (CVD), yang mencakup

serangan jantung, stroke, kanker dan penyakit pernapasan kronis.

Diabetes melitus merupakan penyakit yang sering diderita oleh

sebagian besar orang di dunia, bersifat kronis dan pembiayaannya

mahal. Penyakit diabetes ini ditandai dengan hiperglikemia (tingginya

kadar glukosa dalam darah), akibat kurangnya insulin yang dihasilkan

dalam tubuh karena kerusakan pankreas (diabetes tipe 1) atau akibat

resistensi insulin (diabetes tipe 2) (International Diabetes Federation,

2011)

2.9.2. Prevalensi Diabetes Melitus

Berdasarkan data WHO, 347 juta penduduk dunia mengidap

penyakit diabetes yang didominasi oleh diabetes tipe 2 sebanyak 90%.

Diprediksi bahwa pada tahun 2030 penyakit diabetes ini akan menjadi

7 penyakit terbesar di dunia yang menyebabkan kematian. Kematian

akibat diabetes 80% akan terjadi di negara berpenghasilan rendah dan

menengah, dengan usia penduduk antara 35-64 tahun. Total kematian

akibat diabetes diproyeksikan meningkat lebih dari 50% dalam 10

tahun kedepan (WHO, 2013).

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dengan prevalensi

diabetes melitus yang tinggi dengan menduduki peringkat ke tujuh dari

semua negara di dunia dengan didominasi oleh penduduk usia 20-79

tahun. (International Diabetes Federation, 2013). Di Indonesia sendiri

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

berdasarkan hasil survei Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013

mengenai prevalensi penyakit tidak menular yang dilakukan pada

responden dengan umur > 15 tahun didapatkan hasil bahwa prevalensi

diabetes mellitus menduduki peringkat ke empat di Indonesia.

2.9.3. Penatalaksanaan Diabetes

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan

morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai

2 target utama, yaitu (Azrifitria dan Silma Awalia, 2013) :

1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal.

2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi

diabetes.

The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan

beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan

penatalaksanaan diabetes.

Gula darah

terkontrol

Prediabetes Diabetes Melitus

(DM)

GDP (Glukosa

Darah Puasa < 100 mg/dL 100 – 125 mg/dL ≥ 126 mg/dL

Kadar glukosa 2

jam setelah

makan

< 140 mg/dL 140 – 199 mg/dL ≥ 200 mg/dL

GDS (Glukosa

Darah Sewaktu)

≥ 200 mg/dL +

gejala

Hemoglobin A1c < 5,7 % 5,7 – 6,4 % ≥ 6,5 %

(Sumber : Farmakoterapi Diabetes, 2013)

Tabel 2. Diagnosis DM dari ACCP/ADA 2013

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

Parameter Glikemik

GDP 70 – 130 mg/Dl

Kadar glukosa 2 jam setelah makan <180 mg/dL

Hemoglobin A1c <7%

Parameter Non Glikemik

Tekanan Darah <130/80 mg/dL

LDL <100 mg/dL

<70 mg/dL (dengan penyakit

kardiovaskular)

HDL >40 mg/dL (pria)

>50 mg/dL (wanita)

Trigliserida <150 mg/dL

Terapi non farmakologi seperti pengaturan pola hidup sangat penting

dilakukan kepada pasien diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2

untuk mengontrol konsentrasi glukosa darah agar tetap normal (Sweetman.S.,

2009). Pengontrolan pola makan terutama dilakukan dengan menjaga asupan

karbohidrat dan lemak (Wells Barbara G., 2009). Pengaturan pola makan ini

pada intinya adalah dengan menerapkan pola konsumsi yang sehat dan

kadungan gizi yang seimbang (Sweetman.S., 2009). Pola latihan fisik seperti

aerobik juga sangat direkomendasikan. Latihan fisik ini diperlukan karena

dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat, meningkatkan sensitivitas

terhadap insulin dan meningkatkan fungsi kardiovaskular (Sweetman.S.,

2009).

Bila dalam 3 bulan pemberian terapi non farmakologi tidak

menunjukkan perubahan pada pasien diabetes melitus maka penambahan

terapi farmakologi berupa pemberian obat antidiabetes oral bisa dilakukan.

Terdapat dua golongan utama obat antidiabetes oral yang bisa diberikan yaitu

kelas sulfonilurea dan kelas biguanid (Sweetman.S, 2009).

(Sumber : Farmakoterapi Diabetes, 2013)

Tabel 3. Penatalaksanaan Diabetes

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

Umumnya pengobatan awal untuk penyakit diabetes ini adalah

kombinasi dari perubahan gaya hidup lebih sehat dengan penggunaan obat

(Marić, 2010). Metformin ini menimbulkan efek hipoglikemia yang rendah

namun mudah menyebabkan terjadinya laktat asidosis pada pasien yang

mengalami kerusakan ginjal (Sweetman.S., 2009). Metformin menurunkan

glukosa darah dengan cara menghambat produksi glukosa hepatik dan

menurunkan resistensi terhadap insulin. Penggunaan metformin secara

tunggal, mampu menurunkan HbA1c sampai 1,5% (Marić, 2010).

Dosis awal metformin 500 mg adalah dua atau tiga kali per hari atau

850 mg satu atau dua kali perhari setelah makan (Sweetman.S., 2009).

Metformin digunakan saat sedang makan untuk mengurangi efek samping

yang berhubungan dengan pencernaan (McEvoy, 2002). Metformin ini

mampu mengalami interaksi bila digabungkan dengan obat lain, contohnya

simetidin. Penggunaan simetidin dan metformin secara bersamaan bisa

menyebabkan penurunan ekskresi metformin oleh ginjal sehingga bisa

menyebabkan lactic acidosis. Maka bila kedua obat ini harus di gunakan

dalam waktu yang sama atau berdekatan maka turunkan dosis metformin

untuk mencegah interaksi tersebut (Karen Baxter, 2008).

2.9.4. Pelayanan Kefarmasian Pada Pasien Diabetes

Secara prinsip, pelayanan kefarmasian terdiri dari beberapa tahap

yang harus dilaksanakan secara berurutan (Departemen Kesehatan RI,

2005):

a. Penyusunan informasi dasar atau database pasien

Penyusunan database dilakukan dengan menyalin nama, umur,

berat badan pasien serta terapi yang diberikan yang tertera pada

resep. Mengenai masalah medis (diagnosis, gejala) yang

selanjutnya dikonfirmasikan ulang kepada pasien dan dokter bila

perlu. Riwayat alergi, riwayat obat (riwayat penggunaan obat satu

bulan terakhir). Hal ini diperlukan untuk memprediksikan efek

samping dan efek yang disebabkan masalah terapi obat lainnya,

serta untuk membantu pemilihan obat.

b. Evaluasi atau Pengkajian (Assessment)

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

Tujuan yang ingin dicapai dari tahap ini adalah identifikasi

masalah yang berkaitan dengan terapi obat. Pelaksanaan evaluasi

dilakukan dengan membandingkan problem medik, terapi, dan

database yang telah disusun, kemudian dikaitkan dengan

pengetahuan tentang farmakoterapi, farmakologi dan ilmu

pengetahuan lain yang berkaitan.

c. Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK)

Rekomendasi terapi, rencana monitoring (monitoring

efektivitas terapi, Monitoring Reaksi Obat Berlawanan (ROB)) dan

rencana konseling).

d. Implementasi RPK dan monitoring implementasi

Kegiatan ini merupakan upaya melaksanakan Rencana

Pelayanan Kefarmasian (RPK) yang sudah disusun. Rekomendasi

terapi yang sudah disusun dalam RPK, selanjutnya

dikomunikasikan kepada dokter penulis resep, lalu lakukan

monitoring.

e. Tindak Lanjut

Tindak lanjut merupakan kegiatan yang menjamin

kesinambungan pelayanan kefarmasian sampai pasien dinyatakan

sembuh atau tertatalaksana dengan baik. Kegiatan yang dilakukan

dapat berupa pemantauan perkembangan pasien baik

perkembangan kondisi klinis maupun perkembangan terapi obat

dalam rangka mengidentifikasi ada atau tidaknya Masalah Terapi

Obat (MTO) yang baru. Bila ditemukan MTO baru, maka

selanjutnya apoteker menyusun atau memodifikasi RPK.

Kegiatan lain yang dilakukan dalam follow-up adalah

memantau hasil atau outcome yang dihasilkan dari rekomendasi

yang diberikan. Hal ini sangat penting bagi Apoteker dalam menilai

ketepatan rekomendasi yang diberikan. Kegiatanfollow-upmemang

sulit dilaksanakan di lingkup farmasi komunitas, kecuali pasien

kembali ke Apotek yang sama, apoteker secara aktif menghubungi

pasien atau pasien menghubungi Apoteker melalui telepon.

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

2.9.5. Peran Apoteker dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Kontribusi apoteker ini pada intinya adalah penatalaksanaan

penyakit, berarti mencakup terapi obat dan non-obat (Departemen

Kesehatan RI, 2005) :

a. Mengidentifikasi dan Menilai Kesehatan pasien

Apoteker dapat mengidentifikasi pasien-pasien yang tidak

menyadari kalau mereka menderita diabetes. Identifikasi

mentargetkan pasien-pasien dengan resiko tinggi, termasuk pasien

obesitas, pasien > 40 tahun, pasien dengan tekanan darah tinggi atau

dislipidemia, pasien dengan sejarah keluarga diabetes, dan pasien

yang mempunyai sejarah gestasional diabetes atau melahirkan anak

dengan berat badan > 4,5 kg.

b. Merujuk pasien

Salah satu peran apoteker yang tidak kalah penting adalah merujuk

pasien kepada tim perawatan diabetes lainnya seperti bagian gizi,

poliklinis mata, pediatris, gigi dan lainnya bila diperlukan. Depresi

juga sering dijumpai pada pasien diabetes, sehingga dapat dirujuk

ke bagian penyakit jiwa bila diperlukan.

c. Memantau Penatalaksanaan diabetes

Pemantauan terhadap kondisi penderita dapat dilakukan apoteker

pada saat pertemuan konsultasi rutin atau pada saat penderita

menebus obat, atau dengan melakukan hubungan telepon.

Pemantauan kondisi penderita sangat diperlukan untuk

menyesuaikan jenis dan dosis terapi. Apoteker harus mendorong

penderita untuk melaporkan keluhan ataupun gangguan kesehatan

yang dirasakannya sesegera mungkin. Apoteker juga harus

memantau tingkat kenormalan :

1. Tekanan darah (target < 130/80 mm Hg).

2. LDL kolesterol (target < 100 mg/dl)

3. Penggunaan aspirin untuk pasien DM dengan hipertensi dan

resiko jantung

4. Pemeriksaan mata, kaki, gigi (1x/tahun)

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

5. Vaksinasi influenza dan pneumokokal

Penjelasan diberikan kepada pasien mengenai target dan diharapkan

pasien mengerti mengapa monitoring memegang peranan penting

dalam terapi pencegahan komplikasi yang bisa memperburuk

penyakit.

d. Menjaga dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap jadwal

terapi

Ada 6 langkah yang dapat dilakukan :

1. Libatkan pasien, ciptakan suasana dimana pasien menjadi

peduli dan bersedia untuk membantu menangani masalah yang

berhubungan dengan obat.

2. Spesifik, dapatkan rincian spesifik bila pasien mendiskusikan

masalah obatnya.

3. Identifikasi hambatan utama yang mempengaruhi kepatuhan

pasien dalam minum obatnya.

4. Simpulkan masalah pasien. Memecahkan masalah dengan

memberi saran pada pasien seperti berikut :

a) Meminum obat sesuai dengan yang diresepkan.

b) Untuk mendapatkan hasil optimal, jadwal meminum obat

harus dipatuhi.

c) Bila anda masalah dengan efek samping yang dialami,

kekhawatiran biaya obat sehingga mengharapkan obat

alternatif lain yang lebih murah maka harus dibicarakan

pada dokter.

d) Bila regimen obat terlalu susah, menjadi beban, atau

membingungkan tanyakan ke dokter atau Apoteker.

e) Jumlah obat yang anda minum bukanlah pertanda betapa

sehat atau tidak sehatnya anda. Lebih baik anda diskusi

dengan Dokter atau Apoteker tentang target pengobatan

seharusnya (misalnya target kadar gula, tekanan darah,

kadar kolesetrol dsb).

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

f) Bila anda merasa depresi atau tertekan dengan ruwetnya

penanganan diabetes anda, bicarakan dengan dokter atau

apoteker.

e. Akhiri pertemuan, tanyakan langkah apa yang akan dilakukan

pasien setelah diskusi dengan apoteker.

f. Membantu penderita mencegah dan mengatasi komplikasi ringan.

g. Menjawab pertanyaan penderita dan keluarga mengenai DM.

Biasanya pertanyaan berkisar tentang penyebab penyakit dan

gejala-gejala yang harus diwaspadai, pemeriksaan diagnostik yang

harus dilakukan, hal-hal apa yang harus dihindari untuk mencegah

atau memperlambat perkembangan penyakit, tentang terapi obat

dan efek samping obat, tentang komplikasi dan pencegahannya,

sampai pada perawatan kaki, kulit, mulut dan gigi dan lain

sebagainya.

h. Memberikan Pendidikan dan Konseling

Tujuan pendidikan kepada pasien adalah untuk memberikan

pengetahuan dan kemampuan kepada pasien untuk berpartisipasi

dalam pengobatannya. Penelitian menunjukkan bahwa pasien yang

tidak pernah mendapat pendidikan mengenai diabetes, resiko untuk

komplikasi major meningkat 4 kali lipat. Materi inti untuk

pendidikan yang komprehensif yang dapat diberikan kepada pasien

diabetes (Sumber: National Standard for diabetes self-management

education, Diabetes Care 2005) terdiri dari definisi diabetes, proses

penyakit, dan pilihan pengobatan, terapi nutrisi, aktivitas fisik,

penggunaan obat, memonitor kadar gula sendiri, mencegah,

mendeteksi, dan mengobati komplikasi-komplikasi akut dan kronis,

target untuk mencapai hidup sehat, menyesuaikan sendiri perawatan

dalam kehidupan sehari-hari (problem solving) serta penyesuaian

psikososial dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan kepada pasien

dapat diberikan dalam 3 tahap :

1. Tahap I : Segera dilaksanakan setelah pasien di diagnosa dengan

DM sehingga dapat membantu mengatasi kebingungan, syok,

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

terkejut dan lain sebagainya. Apoteker berusaha membantu

pasien memahami dan menerima diagnosis.

2. Tahap II : Memberikan informasi yang lebih dalam, dengan

berfokus pada masalah yang telah teridentifikasi sewaktu

menilai pasien (misalnya peripheral neuropathy) dan hal-hal

lain yang mungkin dapat diantisipasi (misalnya mengatasi

reaksi hipoglikemi). Kegunaan dan cara minum obat yang benar

harus dijelaskan.

3. Tahap III : Memberikan pendidikan berkelanjutan untuk

menekankan konsep, meningkatkan dan menjaga motivasi, dan

berupaya agar pasien dapat mengurus dirinya dan peduli

terhadap kesehatannya.

Secara umum, tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan

memberikan penyuluhan atau konseling kepada penderita diabetes dan

keluarganya antara lain :

a. Agar penderita DM memiliki harapan hidup lebih lama dengan

kualitas hidup yang optimal. Kualitas hidup sudah merupakan

keniscayaan. Seseorang yang dapat bertahan hidup tetapi dengan

kualitas hidup yang rendah, akan menggangggu kebahagiaan dan

ketenangan keluarga.

b. Untuk membantu penderita DM agar dapat merawat dirinya sendiri,

sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat diminimalkan,

selain itu juga agar jumlah hari sakit dapat ditekan.

c. Agar penderita DM dapat berfungsi dan berperan optimal dalam

masyarakat.

d. Agar penderita DM dapat lebih produktif dan bermanfaat.

e. Untuk menekan biaya perawatan, baik yang dikeluarkan secara

pribadi, keluarga ataupun negara.

Segala informasi yang dianggap perlu untuk meningkatkan

kepatuhan dan kerjasama penderita dan keluarganya terhadap program

penatalaksanaan diabetes dapat disampaikan dalam konseling. Namun

dalam penyampaiannya harus mempertimbangkan kondisi penderita,

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

baik kondisi pengetahuan, kondisi fisik, maupun kondisi psikologisnya

(Departemen Kesehatan RI, 2005).

2.10. Gambaran Umum Kota Bekasi

Kota Bekasi adalah wilayah yang secara geografis berdekatan dengan

Kota Depok, Bogor dan DKI Jakarta sebagai ibukota Indonesia. Kota Bekasi

memiliki luas wilayah sekitar 210,49 km2 dengan batasan sebelah utara

dengan Kabupaten Bekasi, sebelah selatan dengan Kabupaten Bogor dan

Kota Depok, sebelah timur dengan Kabupaten Bekasi dan sebelah barat

dengan Provinsi DKI Jakarta. Kota bekasi memiliki 12 Kecamatan dengan

jumlah penduduk > 2,2 juta jiwa (Pemerintah Kota Bekasi).

Menurut Dinas Kesehatan Kota Bekasi, jumlah seluruh Apotek di Kota

Bekasi pada tahun 2016 adalah 495 Apotek. Distribusi Apotek terbesar

berada di Kecamatan Bekasi Selatan sebanyak 83 Apotek, Kecamatan Jatiasih

sebanyak 34 Apotek.

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

INPUT

a. Pelaksanaan

pelayanan

kefarmasian di

apotek

PROSES

a. Dispensing

b. PIO/Konseling

OUTPUT

Pelaksanaan pelayanan farmasi

klinis ditinjau dari edukasi dan

konseling pada pasien di

Apotek.

- Dilakukan

- Tidak dilakukan

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukuran Skala

1. Kehadiran di Apotek Keberadaan Apoteker di tempat

kerja/apotek saat apotek buka

Check list

Alat perekam

a. Skor 5

Apoteker hadir setiap hari, pagi sampai sore

b. Skor 4

Apoteker hadir setiap hari, tapi tak bisa

ditentukan

c. Skor 3

Apoteker hadir 3 kali seminggu

d. Skor 2

Apoteker hadir 2 kali seminggu

e. Skor 1

Apoteker hadir 1 minggu sekali

f. Skor 0

Lainnya

Hasil perhitungan skor akan dibuat rata-rata

persentase dan digolongkan dalam kategori

sebagai berikut (Harianti, dkk. 2006) :

a. 90% - 100% = amat baik

b. 80% - 90% = baik

c. 70% - 80% = sedang

d. 60% -70% = kurang baik

e. <60% = buruk

Skala nominal

Skala ordinal

2. Apoteker/petugas apotek

(non Apoteker) yang saat

Check list a. Skor 2

Apoteker yang meberikan pelayanan

b. Skor 1

Skala nominal

Tabel 4. Definisi Operasional Penelitian

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penelitian melakukan

pelayanan kefarmasian

Asisten Apoteker yang memberikan

pelayanan

c. Skor 0

Petugas apotek (Bukan Apoteker/Asisten

Apoteker)

3. Dispensing Kesesuaian obat baik dari jenis dan

jumlah, sesuai dengan resep yang

dilakukan oleh pemberi pelayanan

kefarmasian di apotek.

Check list a. Skor 1

Sesuai

b. Skor 0

Tidak sesuai

Skala nominal

4. Pelayanan Informasi Obat

(PIO)

Pemberian informasi obat yang

berkaitan dengan obat antidiabetes

yang dilakukan oleh

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) di apotek.

Check list Hasil perhitungan skor dari ketepatan menjawab

pertanyaan yang ada dalam pertanyaan yang ada

dalam chek list tiap Apoteker/petugas apotek

akan dibuat rata-rata persentase dan digolongkan

dalam kategori sebagai berikut (Harianti, dkk.

2006) :

a. 90% - 100% = amat baik

b. 80% - 90% = baik

c. 70% - 80% = sedang

d. 60% -70% = kurang baik

e. <60% = buruk

Skala ordinal

a. Tujuan penggunaan Informasi yang diberikan Apoteker

atau petugas apotek (non Apoteker)

tentang maksud penggunaan

masing-masing obat yang ada

dalam resep. Informasi dinyatakan

tepat bila informasi obat yang

diberikan sesuai dengan tujuan

umum seperti :

- Metformin digunakan untuk

menurunkan gula darah atau

mengontrol gula darah

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Simetidin digunakan untuk

menurunkan asam lambung

b. Waktu penggunaan

(pagi/siang/malam)

Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tetang waktu obat harus

dikonsumsi dari segi waktu.

Jawaban dinyatakan tepat bila

informasi yang disampaikan :

- Metformin digunakan pada pagi

dan sore hari atau digunakan 2

kali sehari dengan selang waktu

12 jam

- Simetidin digunakan pada pagi

dan malam hari

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

c. Waktu penggunaan

(sebelum/saat/sesudah)

Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tetang waktu obat harus

dikonsumsi dari segi jam. Jawaban

dinyatakan tepat bila informasi

yang disampaikan :

- Metformin digunakan sesudah

makan

- Simetidin digunakan 1 jam

sebelum makan atau 2 jam

sesudah makanan

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

d. Jumlah frekuensi

penggunaan

Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tetang waktu obat harus

dikonsumsi dalam penggunaan satu

hari. Jawaban dinyatakan tepat bila

informasi yang disampaikan adalah

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

masing-masing obat digunakan 2

kali sehari

e. Jumlah obat sekali

minum

Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tentang jumlah obat yang

harus dikonsumsi dalam sekali

minum. Jawaban dinyatakan tepat

bila informasi yang disampaikan

adalah masing-masing 1 tablet obat

yang dikonsumsi sekali minum

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

f. Nama obat Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tentang sebutan nama

obat berdasarkan tulisan yang

tertera dalam kemasan obat.

Jawaban dinyatakan tepat bila

informasi yang disampaikan adalah

metformin dan simetidin

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

g. Indikasi Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tentang kondisi penyakit

yang memerlukan penggunaan obat

dalam resep. Jawaban dinyatakan

tepat bila informasi yang

disampaikan adalah :

- Metformin: digunakan untuk DM

tipe 2 atau digunakan untuk DM

tahap awal

- Simetidin: digunakan untuk

mengatasi sakit lambung.

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

h. Interaksi obat Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tentang kemungkinan

terjadinya pengaruh antara obat satu

dengan obat yang lainnya. Jawaban

dinyatakan tepat bila informasi

yang disampaikan adalah :

- Penggunaan simetidin akan

mempengaruhi ekskresi

metformin.

- Metformin akan menurun

ekskresinya akibat interaksi

dengan simetidin.

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

i. Pencegahan interaksi

obat yang terjadi

Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tentang cara menghindari

kemungkinan interaksi obat antara

obat yang satu dengan yang lainnya

terjadi. Informasi dinyatakan tepat

bila hal yang disampaikan adalah :

Gunakan metformin dalam dosis

yang lebih kecil bila penggunaan

kedua obat harus dalam waktu yang

sama atau konsultasikan dengan

dokter tentang obat pilihan mag lain

yang tidak berinteraksi dengan

metformin. Gunakan simetidin

diberi jeda 2 jam setelah

mengonsumsi metformin, karena

simetidin akan mempengaruhi

ekskresi metformin.

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

j. Efek samping obat

(ESO)

Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tentang reaksi yang tidak

diharapkan terjadi akibat dari

penggunaan obat. Informasi

dinyatakan tepat bila hal yang

disampaikan adalah metformin

memiliki efek samping utamanya

berupa gangguan gastrointestinal

berupa diare, mual, muntah, nyeri

perut sedangkan simetidin efek

sampingnya cenderung aman

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

k. Pencegahan efek

samping obat

Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tentang cara mencegah

dan menghindari kemungkinan

terjadinya efek samping obat.

Informasi dinyatakan tepat bila hal

yang disampaikan adalah efek

samping obat metfomin dapat

dicegah dengan menggunakan

metformin dibarengi dengan

makanan (sesudah makan).

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

l. Gejala efek samping

obat

Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tentang ciri-ciri gejala

bila efek samping obat terjadi.

Informasi dinyatakan tepat bila hal

yang disampaikan adalahh saat

timbul efek samping obat

metformin maka akan menimbulkan

rasa tidak enak pada perut seperti

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sakit mag atau cenderung sering

buang air besar

m. Makanan dan minuman

yang harus dihindari

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) menyarankan untuk

menghindari kosumsi makanan dan

minuman yang dapat mengganggu

keseimbangan gula darah dalam

tubuh. Informasi dinyatakan tepat

bila hal yang disampaikan adalah :

- Untuk menjaga agar gula darah

terkontrol maka disarankan

pasien untuk menghindari

makanan dengan kandungan

tinggi gula, karbohidrat yang

berlebihan.

- Untuk mencegah parahnya

penyakit mag yang dialami

pasien maka hindari makanan

yang pedas, asam, minuman

berkafein atau beralkohol.

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

n. Cara penyimpanan Informasi yang diberikan

Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) tentang tata cara

penyimpanan dan penempatan obat.

Informasi dinyatakan tepat bila hal

yang disampaikan adalah simpan

obat di tempat yang tertutup, suhu

ruangan 25o C dan terjaga dari

cahaya matahari serta dijauhkan

dari tempat yang lembab dan basah.

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Konseling Bentuk pelayanan kefarmasian di

mana Apoteker/petugas apotek (non

Apoteker) yang saat memberikan

informasi obat melakukan tahapan

konseling kepada pasien dengan

mencoba menggali pengetahuan,

pemahaman, kesadaran dan

kepatuhan pasien untuk kemudian

diberikan saran dan nasehat.

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

a. Membuka komunikasi

antara Apoteker

dengan pasien/keluarga

pasien

Apoteker/Asisten Apoteker

berperilaku aktif memulai

pembicaraan kepada

pasien/keluarga pasien.

Apoteker/Asisten Apoteker

mempekenalkan diri dan

mengkonfirmasi ulang identitas

pasien/keluarga pasien.

Apoteker/Asisten Apoteker

bertanya waktu luang untuk

melakukan konseling.

Check list

Check list

Check list

a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

b. Menilai pemahaman

pasien tentang

penggunaan obat

Apoteker/Asisten Apoteker

menanyakan “three prime

question” :

1. Apa yang disampaikan oleh

dokter tentang obat Anda?

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Apa yang dijelaskan oleh

dokter tentang cara pemakaian

obat Anda?

3. Apa yang dijelaskan oleh

dokter tentang hasil yang

diharapkan setelah Anda

menerima obat tersebut?

c. Menggali informasi

lebih lanjut tentang

masalah penggunaan

obat

Apoteker/Asisten Apoteker

menanyakan adakah permasalahan

dalam penggunaan obat tersebut.

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

d. Memberikan

penjelasan kepada

pasien untuk

menyelesaikan masalah

penggunaan obat

Apoteker/Asisten Apoteker

memberikan saran bagaimana cara

untuk mengatasi permasalahan obat

atau memberikan himbauan untuk

tetap melanjutakan pengobatan

yang sesuai dengan aturan

penggunaan obat agar gula darah

dalam tubuh tetap terkontrol.

Check list a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

e. Melakukan verifikasi

akhir untuk

memastikan

pemahaman pasien

Apoteker/Asisten Apoteker

menanyakan kembali apa saja yang

telah disampaikan dan hal-hal yang

mungkin tidak dimengerti pasien

a. Skor 1

Dilakukan

b. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

f. Menutup konseling Apoteker/Asisten Apoteker

menutup sesi konseling dengan

pasien dan memberikan nomor

telepon untuk pasien agar dapat

menghubunginya dan bertanya jika

ada yang lupa atau tidak dimengerti.

a. Skor 1

Dilakukan

c. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

g. Menutup konseling Apoteker/Asisten Apoteker

menutup sesi konseling dengan

pasien dan memberikan nomor

telepon untuk pasien agar dapat

menghubunginya dan bertanya jika

ada yang lupa atau tidak dimengerti.

b. Skor 1

Dilakukan

d. Skor 0

Tidak dilakukan

Skala nominal

Sumber : Permenkes No. 35 Tahun 2014

Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan,

2007

Rizza Permana Suci, 2015

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Alur Kerja

Penelitian Pendahuluan

Pendataan jumlah apotek pada wilayah

Kota Bekasi dengan surat izin

penelitian dan pengambilan data di

Dinas Kesehatan Kota Bekasi.

Kemudian diteruskan ke Bidang

Sumber Daya Kesahatan Seksi Farmasi

Dinas Kesehatan Kota Bekasi.

Pengambilan data dilakukan.

Persiapan Proposal

Persiapan Instrumen

- Skenario

- Lembar Resep

- Protokol Penelitian

- Check List

Persetujuan Kode Etik Penelitian

Persetujuan kode etik penelitian dilakukan di Komisi Etik Penelitian

Kesehatan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Perizinan Penelitian

Dilakukan perizinan penelitian ke IAI cabang Kota Bekasi sebagai organisasi profesi

kefarmasian di Indonesia dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi.

Validasi Instrumen

- Validasi Isi

- Validasi Rupa

Pengumpulan Data

Dengan menggunakan metode simulasi pasien yaitu interaksi

langsung dengan apoteker sebagai keluarga pasien. Karakteristik

apotek penelitian yang diperoleh dari lembar kuisioner.

Pengolahan Data

Editing, Coding, Entry Data, CleaningData

Analisis Data

Analisis univariat dengan program Microsoft Excel 2013

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di kecamatan Bekasi Selatan dan

Jatiasih wilayah Kota Bekasi. Alasan pemilihan Lokasi ini adalah

dikarenakan distribusi apotek terbanyak di wilayah tersebut.

4.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Februari

2017 dan waktu pengumpulan data, pengolahan dan pembahasan

dilakukan pada bulan Januari – Juli 2018.

4.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini berupa penelitian non-eksperimental. Ditinjau dari

metode, penelitian ini adalah penelitian jenis survei dimana peneliti tidak

melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel-

variabel yang diteliti dan menurut tingkat eksplanasi (penjelasan) penelitian

ini merupakan penelitian deskriptif dimana penelitian yang dilakukan

bertujuan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau

lebih (independent) tanpa membuat perbandingan, atau penghubungan

dengan variabel yang lain (Siregar Syofian, 2013).

Sumber data dari penelitian ini adalah sumber data primer. Data primer

adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber

pertama atau tempat objek penelitian (Siregar Sofyan, 2013). Metode

pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berupa

wawancara terstruktur dan observasi dengan metode simulasi pasien.

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan

berpedoman pada sebuah check list kemudian hasil wawancara diisikan pada

lembar check list dengan membubuhkan tanda (check) yang berarti bernilai

satu pada kolom yang sesuai dan observasi yang dilakukan berupa pegamatan

langsung terhadap kondisi lingkungan objek penelitian (Siregar Sofyan,

2013).

4.3.1. Metode Simulasi Pasien

Dalam penelitian ini, menggunakan metode survei non-

tradisional yang telah diadopsi (yaitu, metode pasien simulasi

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menggunakan pasien/customer rahasia). Metode ini juga sederhana dan

merupakan metode untuk menilai praktek dispensing apoteker

masyarakat. Metode pasien simulasi, yang juga dijelaskan dalam

literatur sebagai teknik customer misterius, dan merupakan metode

yang efektif dapat digunakan untuk mempelajari perspektif praktek dan

perilaku profesional. Metode ini telah diuji dan diterima untuk

digunakan dalam mengevaluasi perilaku apoteker masyarakat yang

profesional (Ibrahim, 2016)

Metode simulasi pasien yang digunakan adalah untuk

menentukan bagaimana apoteker masyarakat saat ini menyediakan

layanan konseling pasien. Metode ini telah digunakan secara ekstensif

di apotek berbasis praktek penelitian. (Alaqeel and Abanmy, 2015).

4.4. Populasi dan Sampel

4.4.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh apotek yang berada

di kecamatan Bekasi Selatan dan Jatiasih wilayah Kota Bekasi.

Sedangkan populasi sasaran dari penelitian ini adalah Apoteker atau di

seluruh apotek yang berada di kecamatan Bekasi Selatan dan Jatiasih

wilayah Kota tersebut.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota

Bekasi hingga tahun 2016 di dapat jumlah populasi Apotek di dua

kecamatan tersebut sebanyak 117 apotek. Dengan rincian sebagai

berikut :

a. Jumlah populasi apotek di kecamatan Bekasi Selatan adalah 83

apotek.

b. Jumlah populasi apotek di kecamatan Jatiasih adalah 34 apotek.

4.4.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah apotek yang terpilih dengan

simple random sampling dengan unit sampel (sasaran penelitian) adalah

apoteker dan petugas non apoteker.

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menurut Notoatmodjo (2005) untuk sampel yang jumlah

populasinya sudah diketahui, maka jumlah sampel dapat dihitung

dengan menggunakan rumus :

𝑛 =𝑁 . 𝑍𝛼² . 𝑝 . 𝑞

𝑑²(𝑁 − 1) + 𝑍𝛼² . 𝑝 . 𝑞

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi apotek

p = prevalensi kejadian sebesar 0,76

q = 1 - P

Zα2 = Nilai kurva normal yang tergantung dari α

(α = 5% maka Z = 1,96)

d = Toleransi kesalahan (10 %)

117 . 1,96² . 0,5 . (1 − 0,5)

0,1²(117 − 1) + 1,96 ². 0,5. (1 − 0,5)= 53

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi, diketahui

jumlah populasi yang ada pada dua kecamatan tersebut jumlahnya

sebanyak 117 Apotek, maka jumlah unit sampel Apotek dapat dihitung

dengan menggunakan rumus (Lwanga dan Lemeshow, 1991 dikutip

dari Jurnal umi athiyah et al., 2014)

Berdasarkan hasil perhitungan maka didapat hasil 45 apotek

sebagai jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini.

Apotek dengan unit sampel (sasaran penelitian) Apoteker. Sampel

apotek yang diambil pada setiap wilayah adalah:

1. Apotek di kecamatan Bekasi Selatan : 83

117× 53 = 38 Apotek

2. Apotek di kecamatan Jatiasih : 34

117× 53 = 15 Apotek

Setelah jumlah sampel ditetapkan pada tiap wilayah, kemudian

dilanjutkan dengan pengambilan sampel (Apotek) pada tiap kecamatan

secara random.

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.5.1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah persyaratan umum yang harus dipenuhi

oleh subyek penelitian atau populasi agar dapat diikut sertakan dalam

penelitian (Sudibyo, 2014).

1. Apotek yang terletak di kecamatan Bekasi Selatan dan Jatiasih

wilayah Kota Bekasi.

2. Apotek yang memiliki surat izin resmi dan terdata di Dinas

Kesehatan Kota Bekasi.

3. Apotek yang masih beroperasi ketika dilakukan penelitian

4. Apotek yang terdapat apoteker ketika dilakukan penelitian

4.5.2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek

penelitian yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikut sertakan

dalam penelitian (Sudibyo, 2014).

1. Apotek yang berada di bawah naungan rumah sakit atau klinis.

2. Apotek yang stafnya mengetahui sedang berhadapan dengan

peneliti ketika dilakukan penelitian dengan metode simulasi

pasien.

4.6. Langkah Penelitian

4.6.1. Penelitian Pendahuluan

Sebelum dilakukan penelitian, dilakukan survei pendahuluan

terlebih dahulu. Tujuan dilakukannya survei pendahuluan adalah untuk

memastikan jumlah pasti di wilayah Kota Bekasi. Penelitian

pendahuluan ini dilakukan pada bulan Februari 2017 dengan cara

meminta data apotek resmi yang sudah memiliki perizinan di wilayah

Kota Bekasi dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi Bidang Bangdiklat.

Kemudian dari Bidang Bangdiklat diteruskan ke Bidang Sumber Daya

Kesehatan Seksi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bekasi.

4.6.2. Persetujuan Etik

Penelitian dengan menggunakan metode simulasi pasien ini

melibatkan pengamatan perilaku apoteker dan tidak mengganggu

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

perawatan pasien. Penelitian ini telah ditinjau dan disetujui oleh Komite

Etik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatulah

Jakarta. Informasi yang diperoleh adalah tercatat dalam sedemikian

rupa sehingga apoteker yang terlibat tidak dapat diidentifikasi dan

hasilnya dilaporkan dengan cara anonim. Hal ini untuk memastikan

bahwa setiap apoteker yang berpartisipasi tidak memiliki resiko atas

tanggung jawab pidana atau perdata, dan tidak merusak pekerjaan atau

reputasi mereka. (Alaqeel and Abanmy, 2015).

4.6.3. Perizinan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)

Penelitian ini telah melakukan perizinan dari Ikatan Apoteker Indonesia

cabang Kota Bekasi sebagai organisasi profesi kefarmasian di

Indonesia yang memiliki wewenang dalam membina, menjaga dan

meningkatkan profesional-isme Apoteker sehingga mampu

menjalankan praktek kefarmasian secara bertanggung jawab.

4.6.4. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat yang digunakan dalam

pengumpulan data penelitian, juga terkait dengan bahan penelitian

(Supardi, 2014). Instrumen dalam penelitian ini adalah :

a. Protokol Penelitian

Protokol penelitian ini adalah selama penelitian peneliti tidak

diperbolehkan menunjukkan check list saat mengajukan

pertanyaan dan peneliti tidak ikut serta membantu atau

menambahkan jawaban dari narasumber di Apotek. Hal ini

dilakukan agar jawaban yang didapatkan murni berasal dari

narasumber di Apotek. Peneliti harus bersikap objektif dalam

menggambarkan keadaan setiap Apotek dan Apoteker yang ada

di dalamnya. Peneliti juga dituntut untuk memberi perlakuan

yang sama pada setiap Apotek yang didatangi sehingga data yang

dihasilkan bersifat objektif.

Protokol penelitian berisi hal-hal yang harus dipatuhi atau

dilaksanakan pada saat peneliti berperan sebagai pasien atau

keluarga pasien seperti, menjawab pertanyaan dari staf apotek

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan singkat, menahan diri untuk tidak bertanya atau memulai

pertanyan dengan staf apotek (Svarstad et al, 2004).

Protokol penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Peneliti membuat dan mempelajari skenario.

2. Dilakukan training pada peneliti yang akan berperan sebagai

keluarga pasien. Training dilakukan dengan teman sesama

peneliti dan dosen pembimbing yang berperan sebagai staf

apotek, serta dilakukan kunjungan uji coba ke apotek (pilot

visit).

3. Peneliti sebelum melakukan kunjungan ke apotek harus

menandatangani pernyataan kerahasiaan.

4. Tanggal pada lembar resep diisi sendiri oleh peneliti, tanggal

yang ditulis adalah satu hari sebelum kunjungan ke apotek.

5. Sebelum melakukan kunjungan ke apotek peneliti harus

menyiapkan checklist, resep, daftar apotek yang akan

dikunjungi, dan uang untuk membayar obat yang akan dibeli.

6. Peneliti hanya menjawab pertanyaan terbuka yang diberikan

oleh staf apotek dengan singkat dan sopan sesuai dengan

pertanyaan yang diajukan serta sesuai skenario.

7. Peneliti hanya menjawab pertanyan tertutup yang diberikan

oleh staf apotek dengan jawaban ya atau tidak.

8. Peneliti tidak memberikan pertanyaan kepada staf apotek.

9. Peneliti bersifat pasif selama berinteraksi dengan staf apotek.

10. Peneliti menerima semua informasi baik secara lisan ataupun

tertulis oleh staf apotek.

11. Peneliti membayar secara tunai obat yang telah diberikan oleh

staf apotek.

12. Peneliti segera mengisikan informasi yang didapatkan dalam

check list yang sudah disiapkan setelah keluar dari apotek.

13. Peneliti akan mengambil obat setengah resep apabila harga

obat melebihi harga maksimal yaitu Rp 5.000,00 atau obat

tidak tersedia dan diganti dengan obat lain dengan kandungan

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bahan aktif yang sama dengan persetujuan peneliti terlebih

dahulu.

b. Resep

Resep yang akan digunakan dalam penelitian merupakan resep

yang sesuai dengan skenario dan merupakan resep asli yang

ditulis oleh dokter yang sudah bersedia terlibat dalam penelitian

serta bersedia mengisi surat pernyataan kesediaan (lampiran 2),

resep tersebut adalah sebagai berikut:

c. Skenario

Skenario dalam penelitian ini menempatkan peneliti sebagai

keluarga pasien yang ingin menebus obat antidiabetes untuk salah

satu keluarga peneliti yang terjangkit penyakit diabetes melitus.

Pasien diabetes melitus tersebut merupakan seorang wanita

berumur 40 tahun, baru terdiagnosis diabetes melitus tipe 2,

pasien ini memiliki keluhan berupa sakit maag. Dalam skenario

ini dipilih obat glibenklamid 5 mg untuk diresepkan pada pasien.

Skenario obat ini kemudian di tuliskan dalam resep. Resep yang

digunakan dalam penelitian ini adalah resep yang dituliskan oleh

dokter, dimana dokter menjadi pihak yang membantu dalam

melengkapi instrumen penelitian.

d. Check list

Check list yang digunakan dalam penelitian diambil dari jurnal

Profil Informasi Obat pada Pelayanan Resep Metformin dan

Glibenklamid di Apotek Wilayah Surabaya yang dibuat Umi

Athiyah dkk (2014) karena mampu menggambarkan peran

apoteker dalam pemberian informasi obat, telah tervalidasi dan

sesuai garis besar informasi obat yang harus disampaikan

menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 35 Tahun 2014.

4.6.5. Validasi Instrumen

Jenis validitas yang digunakan dalam penelitian adalah validitas

rupa dan isi. Validitas isi ditentukan dari kesesuaian antara instrumen

yaitu check list dan skenario dengan tinjauan dari pustaka dan variabel

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang ingin diteliti. Instrumen penelitian dikatakan valid karena telah

sesuai dengan acuan Peraturan MenteriKesehatan Republik Indonesia

No.35 tahun 2014 dan mampu mengiterpretasikan hal-hal yang ingin

dianalisa sesuai dengan tujuan penelitian. Validitas rupa menunjukkan

apakah alat pengukur/instrumen penelitian dari segi rupanya mampu

mengukur apa yang ingin di ukur, validitas ini lebih mengacu pada

bentuk dan penampilan instrument. Menurut Djamaludin Ancok

validitas rupa amat penting dalan pengukuran kemampuan individu

seperti pengukuran kejujuran, kecerdasan, bakat dan keterampilan

(Siregar Syofian, 2013). Metode simulasi pasien memiliki validitas

rupa bila penyedia layanan kesehatan tidak mengetahui adanya simulasi

keluarga pasien (Watson et .al, 2004 dikutip dari jurnal Umi Athiyah,

2014). Validitas dalam penelitian ini sangat bergantung pada

kemampuan dari peneliti sebagai bagian dari simulasi pasien diamana

poisi peneliti sebagai keluarga pasien. Untuk memastikan kemampuan

pasien cukup maka dilakukan pilot atau uji coba langsung pada suatu

apotek (Watson et.al, 2006 dikutip dari Umi Athiyah, 2014). Validitas

penelitian ini ditingkatkan dengan penggunaan alat perekam dalam

melakukan pengumpulan data, sehingga kemungkinan kehilangan

informasi menjadi berkurang (Madden et.al, 1997 dikutip dari umi

athiyah et al., 2014)

4.6.6. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara

dengan metode simulasi pasien dan teknik observasi. Wawancara

dilakukan dengan cara berinteraksi langsung dengan apoteker atau

petugas Apotek di Apotek terpilih. Metode simulasi pasien ini

digunakan untuk mempelajari perilaku penyedia layanan kesehatan

untuk meminimalkan bias karena pengamatan (Madden et al, 1997

dikutip dari umi athiyah et al., 2014). Tujuannya adalah untuk menguji

perilaku tertentu dari apoteker atau petugas apotek (Watson et.al, 2006

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dikutip dari umi athiyah et al., 2014). Observasi pada penelitian ini

dilakukan dengan mengamati keadaan Apotek dalam segi sarana,

pemberian pelayanan dan pelaksanaan pelayanan.

Dalam metode ini peneliti memposisikan diri sebagai keluarga

pasien yang menebus obat dengan membawa resep obat antidiabetes.

Peneliti akan menyerahkan resep kepada petugas Apotek kemudian

mengajukan pertanyaan sesuai check list yang telah dipersiapkan

sebelumnya namun tanpa menunjukkan check list tersebut dan setiap

jawaban dicatat dalam check list. Pencatatan dilakukan saat peneliti

keluar dari Apotek dengan tujuan mencegah kecurigaan

Apoteker/petugas Apotek tentang adanya simulasi pasien.

Selama pengajuan pertanyaan ini peneliti dituntut memiliki

kemampuan dan keahlian dalam mengajukan pertanyaan sehingga tidak

menimbulkan kecurigaan pada pihak Apotek sehingga jawaban yang di

dapat merupakan jawaban yang menggambarkan keadaan sebenarnya.

4.6.7. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah upaya mengolah data yang dikumpulkan

menjadi informasi yang yang dibutuhkan. Proses pengolahan data

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1) Editing

Editing adalah pemeriksaan atau koreksi data kembali kelengkapan

jawaban responden pada kuisioner yang mencakup kelengkapan

jawaban, relevansi dan konsistensi jawaban, dan sebagainya.

2) Coding

Coding adalah kegiatan mengubah data berbentuk huruf pada

kuisioner menjadi bentu angka dalam upaya memudahkan

pengolahan atau analisis data di komputer.

3) Entry data

Entry data adalah pengetikan kode angka ke dalam program

pengolahan data.

4) Cleaning data

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Cleaning data adalah pemeriksaan kembali data hasil entry data

pada komputer agar terhindar dari ketidaksesuaian antara data

komputer dengan koding kuisioner

4.6.8. Analisis Data

Pada penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis

univariat. Analisis univariat merupakan analisis jenis variabel yang

dinyatakan dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara

ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik (Setiadi, 2007). Analisis data

dilakukan dengan menggunakan program Microsoft excel 2007. Data

disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.

Analisis yang dilakukan meliputi:

1. Kehadiran Apoteker di tempat kerja (apotek).

2. Gambaran pemberi pelayanan farmasi klinis di Apotek.

3. Gambaran pelaksanaan pelayanan farmasi klinis di Apotek.

4. Gambaran kualitas pelayanan farmasi klinis ditinjau dari

pemberian informasi obat dan konseling terhadap resep

antidiabetes di Apotek

Analisis yang dilakukan didasarkan dari hasil wawancara

langsung menggunakan check list dengan skala guttman dan observasi

di Apotek. Skala Guttman digolongkan sebagai skala yang berdimensi

tunggal yaitu skala yang menghasilkan kumulatif jawaban yang butir

soalnya berkaitan satu dengan yang lain. Skala ini bersifat tegas karena

setiap jawaban dari pertanyaan yang ada di check list diberi skor 0 untuk

jawaban tidak dan 1 untuk jawaban ya (Windiyani Tustiyana, 2012).

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke

pasien yang mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan

kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi

menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut

untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat

melaksanankan interaksi langsung dengan pasien.

Salah satu pelayanan kefarmasian adalah pelayanan farmasi klinis di Apotek

yang meliputi pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat (PIO),

konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care), pemantauan

terapi obat (PTO) dan monitoring efek samping obat (MESO). Namun dalam

penelitian ini hanya dilakukan survei dengan melakukan wawancara terstruktur dan

observasi dengan metode simulasi pasien untuk melihat dan mendeskripsikan

pelayanan farmasi klinis berupa kesesuaian penyerahan obat dengan resep,

pemberian informasi obat terhadap resep antidiabetes dan konseling. Diabetes

sendiri merupakan penyakit yang disebakan oleh tingginya kadar gula darah akibat

gangguan pada pankreas dan insulin. Di Indonesia, data Riskesdas menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan prevalensi Diabetes di Indonesia dari 5,7% tahun 2007

menjadi 6,9% atau sekitar sekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Data International

Diabetes Federation tahun 2015 menyatakan jumlah estimasi penyandang

Diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta. Khususnya di Kota Bekasi

sendiri, prevalensi diabetes pasien rawat jalan pada tahun 2012 sebesar 1,1% (Profil

Kesehatan Kota Bekasi, 2014). Kelebihan dari metode simulasi pasien ini adalah

hasil data yang didapatkan lebih objektif, mampu menggambarkan keadaan nyata

dan sebenarnya karena minimnya bias yang terjadi akibat pengamatan.

Kota Bekasi merupakan salah satu pusat kawasan perindustrian dan

perdagangan terbesar di Jawa Barat yang juga berbatasan langsung dengan DKI

Jakarta, Kota Depok dan Kabupaten Bogor. Kota ini memiliki 12 kecamatan dan

151 kelurahan dengan jumlah penduduk ≥ 2,2 juta jiwa pada tahun 2016.

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menurut Dinas Kesehatan Kota Bekasi, jumlah seluruh apotek di Kota Bekasi

pada tahun 2016 adalah 495 apotek. Penelitian hanya dilakukan pada dua

kecamatan yaitu Kecamatan Jatiasih dan Bekasi Selatan. Distribusi apotek terbesar

berada di Kecamatan Bekasi Selatan sebanyak 83 apotek dan Kecamatan Jatiasih

sebanyak 34 apotek. Jumlah keseluruhan populasi apotek yang terdapat di

Kecamatan Jatiasih dan Bekasi Selatan adalah sebanyak 117 apotek. Dari 117

apotek tersebut dilakukan sampling menggunakan rumus Issac dan Michael dan

didapatkan hasil sampling sebanyak 53 apotek dengan rincian yaitu apotek

Kecamatan Jatiasih 15 apotek dan apotek Kecamatan Bekasi Selatan 38 apotek.

Data Pemerintah Daerah Kota Bekasi pada tahun 2013 menunjukkan jumlah

penduduk di Kecamatan Bekasi Selatan 198.317 jiwa dan jumlah penduduk di

Kecamatan Jatiasih 169.289 jiwa. Apabila dianalogikan satu apotek memiliki 1

apoteker, dan hal ini digunakan sebagai indikator pelayanan apotek, maka akses

pelayanan dapat dihitung dengan rasio apoteker terhadap 100.000 penduduk.

Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah apoteker terhadap

100.000 penduduk sudah memadai sesuai standar yang dibutuhkan oleh kementrian

kesehatan (12:100.000) dan WHO (50:100.000) (Adelina, BR, 2009). Rasio standar

yang dirumuskan oleh kementrian kesehatan tersebut dapat juga diidentikkan

dengan setiap apotek melayani 83.333 atau 1:83.333, sementara standar WHO

identik dengan pengertian bahwa setiap apotek melayani 2.000 atau 1:2000

(Sukamdi, Dyani Primasari, 2015). Rasio apotek terhadap jumlah penduduk di

Kecamatan Bekasi Selatan adalah 1:2.389 dan di Kecamatan Jatiasih 1:4.979. Data

tersebut menggambarkan bahwa rasio Apotek terhadap jumlah penduduk di

Kecamatan Jatiasih dan Bekasi Selatan sudah sesuai standar Kementerian

Kesehatan namun belum sesuai dengan standar WHO.

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.1. Gambaran Kehadiran Apoteker di Apotek Kecamatan Jatiasih dan

Kecamatan Bekasi Selatan Wilayah Kota Bekasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data tentang

frekuensi kehadiran apoteker dari tenaga kefarmasian yang berada di Apotek

selama penelitian, baik Apoteker atau petugas apotek lain (non apoteker).

Perhitungan data ini dapat dilihat secara detail pada lampiran 5.

1. Kecamatan Jatiasih

Pada saat penelitian berlangsung, 10 dari 15 apotek di Kecamatan

Jatiasih yang memberikan pelayanan kefarmasian adalah Apoteker.

Sedangkan sisanya sebanyak 5 apotek yang memberikan pelayanan

kefarmasian adalah petugas apotek. Dari data yang didapatkan, maka

dilakukan perhitungan rata-rata persentase kehadiran Apoteker

berdasarkan dari skor yang telah ditentukan.

Tabel 5.1. Gambaran Frekuensi Kehadiran Apoteker

a. Frekuensi kehadiran Apoteker berdasarkan Apoteker yang

memberikan pelayanan kefarmasian

Kegiatan Skor

5 4 3 2 1 0

Frekuensi Kehadiran Apoteker 6 4 0 0 0 0

b. Frekuensi kehadiran Apoteker berdasarkan Petugas Apotek yang

memberikan pelayanan kefarmasian

c. Rata-rata persentase frekuensi kehadiran Apoteker di Kecamatan

Jatiasih

Kegiatan Skor Kehadiran

5 4 3 2 1 0

74,66% Frekuensi Kehadiran Apoteker 6 5 2 0 0 2

Total 40% 26,6% 8% - - 0%

Kategori Sedang

Kegiatan Skor

5 4 3 2 1 0

Frekuensi Kehadiran Apoteker 0 1 2 0 0 2

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Kecamatan Bekasi Selatan

Pada saat penelitian berlangsung, 21 dari 38 apotek di Kecamatan

Jatiasih yang memberikan pelayanan kefarmasian adalah Apoteker.

Sedangkan sisanya sebanyak 17 apotek yang memberikan pelayanan

kefarmasian adalah petugas apotek. Dari data yang didapatkan, maka

dilakukan perhitungan rata-rata persentase kehadiran Apoteker berdasarkan

dari skor yang telah ditentukan. Perhitungan ini dapat dilihat secara detail

pada lampiran 5.

Tabel 5.1. Gambaran Frekuensi Kehadiran Apoteker

a. Frekuensi kehadiran Apoteker berdasarkan Apoteker yang memberikan

pelayanan kefarmasian

Kegiatan Skor

5 4 3 2 1 0

Frekuensi Kehadiran Apoteker 12 9 0 0 0 0

b. Frekuensi kehadiran Apoteker berdasarkan Petugas Apotek yang

memberikan pelayanan kefarmasian

c. Rata-rata persentase frekuensi kehadiran Apoteker di Kecamatan Bekasi

Selatan

Kegiatan Skor Kehadiran

5 4 3 2 1 0

70,52% Frekuensi Kehadiran

Apoteker 12 12 6 4 0 4

Total 31,57% 25,26% 9,47% 4,21% - 0%

Kategori Sedang

Keterangan :

a. Skor 5 : Apoteker hadir setiap hari, pagi sampai sore

b. Skor 4 : Apoteker hadir setiap hari, tapi tak bisa ditentukan

c. Skor 3 : Apoteker hadir 1 kali seminggu

d. Skor 2 : Apoteker hadir 2 kali seminggu

e. Skor 1 : Apoteker hadir 3 minggu sekali

f. Skor 0 : Tidak bisa ditentukan

Hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006) :

a) 90%-100% = amat baik

b) 80%-90% = baik

c) 70%-80% = sedang

d) 60%-70% = kurang baik

e) <60% = buruk

Kegiatan Skor

5 4 3 2 1 0

Frekuensi Kehadiran Apoteker 0 3 6 4 0 4

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel di atas menjelaskan kehadiran Apoteker yang dinilai saat

apoteker yang memberikan pelayanan farmasi klinis secara langsung. Saat

penelitian berlangsung, kehadiran Apoteker terlihat dari penggunaan jas

apoteker dan label nama serta profesi apoteker tersebut. Sedangkan apabila

yang melayani petugas apotek (non apoteker) akan dikonfirmasi kehadiran

apoteker dengan bertanya kepada petugas apotek (non apoteker) dan

menanyakan berapa kali apoteker hadir di apotek tersebut. Dalam tabel

tersebut dijelaskan bahwa rata-rata persentase kehadiran Apoteker di Apotek

wilayah Kecamatan Jatiasih adalah 74,66% dan Apotek wilayah Kecamatan

Bekasi Selatan adalah 70,52% dan hasil tersebut dapat dikategorikan sedang.

Pengkategorian mengacu pada penelitian Harianti dkk (Harianto, Angki

Purwati, 2006).

Kewajiban kehadiran apoteker di apotek telah dijelaskan pada PP 25

tahun 1980 yang menyatakan bahwa salah satu tugas/fungsi apotek adalah

tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatan, oleh karena itu apoteker yang tidak hadir pada jam buka

apotek telah melanggar peraturan tersebut. Sanksi terhadap APA yang tidak

hadir di apotek telah diatur dalam PP nomor 1332/MENKES/SK/X/2002

1332/MENKES/SK/X/2002 dan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan

Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Dalam pasal 19 ayat 2 dinyatakan bahwa

apabila Apoteker Pengelola Apotek, berhalangan melakukan tugasnya lebih

dari 2 (dua) tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apotek atas nama

Apoteker bersangkutan dicabut. Dalam pasal 26 dari PP tersebut dijelaskan

mengenai pelaksanaan pencabutan izin apotek.

Ketidakhadiran Apoteker pada saat jam kerja atau pada saat operasional

apotek berlangsung merupakan pelanggaran ketenagakerjaan. Jam Kerja,

waktu Istirahat kerja, waktu lembur diatur khususnya dalam pasal 77 sampai

pasal 85 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Untuk

karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah 7 jam

dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Sedangkan untuk karyawan dengan

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari

dan 40 jam dalam 1 minggu. Dalam penerapannya, terdapat pekerjaan yang

dijalankan terus-menerus yang dijalankan dengan pembagian waktu kerja ke

dalam shift-shift. Menurut Kepmenakertrans No.233/Men/2003, yang

dimaksud dengan pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus disini

adalah pekerjaan yang menurut jenis dan sifatnya harus dilaksanakan atau

dijalankan secara terus menerus atau dalam keadaan lain berdasarkan

kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha. Contoh-contoh pekerjaan

yang jenis dan sifatnya harus dilakukan terus menerus adalah : pekerjaan

bidang jasa kesehatan, pariwisata, transportasi, pos dan telekomunikasi,

penyediaan listrik, pusat perbelanjaan, media massa, pengamanan dan lain

lain yang diatur dalam Kep.233/Men/2003 pasal 2.

Kehadiran Apoteker ini akan mempengaruhi pelayanan farmasi klinis

di Apotek karena syarat utama pelayanan farmasi klinis di Apotek dapat

berjalan adalah adanya kehadiran Apoteker di Apotek selaku pelaksana

pelayanan farmasi klinis dan tugas ini tidak dapat dialihkan kepada petugas

Apotek yang lain termasuk Asisten apoteker. Dalam penelitian Rendy Ricky

Kwando dijelaskan bahwa frekuensi kehadiran Apoteker di tempat kerja

berkorelasi dengan pelayanan kefarmasian (Kwando, 2014). Semakin tinggi

frekuensi kehadiran Apoteker di tempat kerja maka pelaksanaan pelayanan

kefarmasian akan semakin meningkat. Peningkatan pelayanan kefarmasian

akan menyebabkan peningkatan daya saing Apotek terutama dalam menarik

pelanggan. Hal ini sesuai dengan penelitian Erlin Aurelia bahwa konsumen

akan berlangganan di Apotek bila Apotek tersebut dapat memberi kepuasan

dalam segi pelayanan dan harga obat (Aurelia, 2013). Peningkatan pelanggan

di Apotek akan menyebabkan peningkatan pendapatan Apotek sehingga

gaji/upah Apoteker lebih meningkat. Peningkatan upah kerja ini akan mampu

meningkatkan kehadiran Apoteker di Apotek hal tersebut sesuai dengan

penelitian Erik Darmasaputra yang menyatakan salah satu alasan utama

ketidakhadiran Apoteker di Apotek adalah masalah upah/gaji Apoteker

(Darmasaputra, 2014). Dari pemaparan tersebut maka jelas tergambarkan

bahwa ada hubungan sebab akibat antara kehadiran Apoteker terhadap

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pelayanan klinis, pelayanan klinis terhadap kepuasan pelanggan dan

kepuasan pelanggan terhadap peningkatan upah Apoteker.

Karena pelaksanaan pelayanan klinis ini tidak bisa dialihkan kepada

pihak lain selain Apoteker maka Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib

mengangkat seorang Apoteker pendamping untuk membatu pelaksanaan

kefarmasian di Apotek terutama saat APA tidak dapat hadir di Apotek. Hal

tersebut sesuai telah dijelaskan dalam PP No.51 tahun 2009 pasal 24 tentang

keharusan Apoteker mengangkat seorang Apoteker pendamping dalam

membantu pelaksanaan pekerjaan kefarmasian.

5.2. Gambaran Pemberi Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek Kecamatan

Jatiasih dan Kecamatan Bekasi Selatan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh rincian data

yang dapat menggambarakan petugas apotek yang berperan sebagai pemberi

pelayanan farmasi klinis di Apotek,dilihat pada gambar berikut ini : (Untuk

perhitungan data dapat dilihat secara detail pada lampiran 6)

Pemberi pelayanan farmasi klinis di Apotek tidak seluruhnya dilakukan

oleh Apoteker. Hal ini dapat dilihat dari grafik distribusi pemberi pelayanan

farmasi klinis di Apotek. Di mana grafik tersebut menggambarkan bahwa

pemberi pelayanan farmasi klinis di apotek wilayah kecamatan Jatiasih 66,7%

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

Kecamatan

Jatiasih

Kecamatan

Bekasi

Selatan

Apoteker

Petugas Apotek (non apoteker)

Apoteker dan Petugas Apotek

(non apoteker)

Gambar 5.3. Gambaran Distribusi Pemberi Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek

66,7%

33,3%

0%

50% 45%

5%

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dilakukan oleh Apoteker dan 33,3% dilakukan oleh petugas apotek lain (non

apoteker) sedangkan di apotek kecamatan Bekasi Selatan 50% dilakukan oleh

Apoteker, 45% dilakukan oleh petugas apotek lain (non apoteker) dan 5%

dilakukan oleh Apoteker dan Petugas apotek secara bersamaan. Pelayanan

farmasi klinis yang belum dilaksanakan sepenuhnya oleh Apoteker ini serupa

dengan hasil penelitian Erlin Aurelia yang menyatakan bahwa yang biasanya

melayani pasien atau pelanggan di Apotek adalah Asisten apoteker (48,12%),

diikuti pegawai apotek (28,30%), baru kemudian Apoteker (13,21%)

(Aurelia, 2013).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saat Apoteker tidak

berada di Apotek secara otomatis pelayanan farmasi klinis diambil alih oleh

petugas apotek (non Apoteker). Suasana Apotek yang cenderung ramai tanpa

diimbangi tenaga kefarmasian yang memadai juga mempengaruhi tidak

terpenuhinya peran Apoteker sebagai pemberi pelayanan farmasi klinis di

Apotek. Beberapa apotek yang memberikan pelayanan farmasi klinis adalah

seorang petugas apotek (non apoteker), padahal di apotek tersebut sebenarnya

Apotekernya hadir namun tidak memberikan pelayanan terhadap pasien atau

pelanggan.

Hal-hal tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran dalam

pelaksanaan pelayanan farmasi klinis sekaligus pelanggaran yang dilakukan

oleh Apoteker dalam pemenuhan tugasnya di Apotek. Hal tersebut sesuai

dengan pembahasan peraturan kewajiban apoteker dalam memberikan

informasi obat oleh Sri Yustina Hartini bahwa pelayanan informasi obat

merupakan salah satu bentuk pelayanan farmasi klinis di Apotek (Hartini,

2009). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa dalam UU No.23 tahun

1992 tentang kesehatan pada penjelasan pasal 53, UU No.8 tahun 1999

tentang perlindungan konsumen pasal 7, PP No.32 tahun 1996 tentang tenaga

kesehatan pasal 22, Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 15 ayat 4 dan

Kepmenkes No.1027 thn 2004. Sanksi terhadap tidak dilaksanakannya

pemberian informasi obat diatur dalam PP No.32 tahun 1996 pasal 35 yakni

dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Masing-

masing peran Apoteker dan petugas apotek lain seperti Asisten Apoteker

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dalam pelayanan farmasi klinis telah dijelaskan dalam peraturan. Salah

satunya adalah Permenkes Republik Indonesia Nomor

376/MENKES/PER/V/2009 tentang petunjuk teknis jabaran fungsional

Asisten apoteker dan angka kreditnya yang menjelaskan bahwa tugas Asisten

apoteker sebatas menyiapkan hal-hal yang diperlukan dalam kegiatan

pelayanan farmasi klinis dan bertugas dalam menyiapkan obat. Sedangkan

pemberi pelayanan farmasi klinis adalah tugas Apoteker, hal ini diperkuat

oleh Permenkes Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 yang menjelaskan

bahwa Apotekerlah yang wajib berkomunikasi dengan pasien dan

memberikan informasi obat pada pasien.

Mendapatkan pelayanan farmasi klinis berupa pemberian informasi

obat dari Apoteker merupakan suatu hak dari pasien. Namun sepertinya hak

tersebut tidak sepenuhnya disadari oleh pasien karena berdasarkan hasil

pengamatan peneliti di Apotek saat penelitian tidak ditemukan pasien lain

yang meminta pelayanan serupa dengan peneliti lakukan kepada pihak

Apoteker. Kemungkinan masih kurangnya eksistensi Apoteker sebagai

tenaga kesehatan yang dapat dijadikan narasumber dalam setiap permasalah

obat masih kurang, hal tersebut dipertegas oleh penelitian Arhayani yang

menyatakan 2,81% saja pengunjung Apotek yang menjadikan Apoteker

sebagai sumber informasi obat (Arhayani, 2007). Oleh sebab itu diperlukan

sarana penunjang eksistensi Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang dapat

diandalkan. Berdasarkan hasil rapat kerja nasional pertama IAI tahun

kepengurusan 2014-2018 di Novortel, Jakarta salah satu sarana yang mampu

menunjang peran Apoteker adalah pemasangan papan praktik apoteker dan

penggunaan jas praktik selama jam kerja di Apotek (Anwar Firdaus, 2014).

5.3. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek

Kecamatan Jatiasih dan Bekasi Selatan

Pelaksanaan pelayanan farmasi klinis di Apotek yang dibahas dalam

penelitian ini mencakup pemberian informasi obat dan konseling.

Pelaksanaan pelayanan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014.. Berikut adalah pemaparan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan.

5.3.1. Gambaran Pelaksanaan Pemberian Obat dan Jenis yang

jumlahnya sama sesuai dengan Resep di Apotek Kecamatan

Jatiasih dan Bekasi Selatan

Salah satu pelayanan farmasi klinis di Apotek adalah kegiatan

dispensing. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis kegiatan

dispensing dalam segi kesesuaian obat yang diberikan oleh pihak

Apotek dengan obat yang tertera dalam resep baik dari segi jenis dan

jumlah. Berikut grafik dari hasil penelitian yang telah dilakukan

(untuk melihat perhitungan data secara detail dapat dilihat pada

lampiran 7.

Resep yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua

jenis obat dalam satu resep, yaitu obat metformin untuk antidiabetes

dan obat simetidin untuk gangguan pencernaan (maag). Dari 60%

penyerahan obat yg sesuai, 5,6% obat simetidin diganti menjadi

ranitidin dan 1,9% obat simetidin diganti menjadi omeprazole. Dan

penyerahan obat tidak sesuai dengan resep sebanyak 40%, di mana

obat yang diberikan hanya metformmin dan simetidin tidak tersedia

di apotek tersebut. Dari 40% penyerahan obat tidak sesuai dengan

resep, 15,5% resep diberi keterangan “det/detur” untuk obat yang

telah diserahkan dan 24,5% tidak diberi keterangan “ne det/ne detur”

untuk obat yang belum diserahkan.

60%

40%Penyerahan obatsesuai dengan resep

Penyerahan obat tidaksesuai dengan resep

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa 5,6% Apotek tidak

melakukan dispensing sesuai dengan resep, di mana Apoteker

sebagai pemberi pelayanan mengganti obat simetidin generik

menjadi ranitidin generik dan mengganti simetidin menjadi

omeprazole pada apotek wilayah Kecamatan Bekasi Selatan.Dari

hasil tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa Apoteker dan

petugas apotek (non apoteker) masih melakukan pelanggaran dalam

kegiatan dispensing obat.

Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak semua apotek

yang dikunjungi saat survei penelitian berlangsung memiliki

ketersediaan obat-obatan yang lengkap. Hal ini menjadikan

Penggantian obat generik ke obat paten akan menyebabkan

penambahan beban biaya pasien dalam menebus obat. Ketiga kasus

penggantian obat tersebut pada umumnya dilakukan tanpa

persetujuan peneliti sebagai pelanggan Apotek. Penggantian obat

dalam resep tanpa sepengetahuan pasien ini sendiri merupakan

bentuk penyimpangan terhadap PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan

kefarmasian pasal 24 yang berbunyi bahwa mengganti obat merek

dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat

merek dagang lain harus atas persetujuan dokter dan/atau pasien.

Karena penggantian obat merek dagang dengan obat generik yang

sama dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pasien

yang kurang mampu secara finansial untuk tetap dapat membeli obat

dengan mutu yang baik.

5.3.2. Gambaran Pelaksanaan Konseling di Apotek Kecamatan

Jatiasih dan Bekasi Selatan

Pemberian informasi obat merupakan bagian dari isi

pembahasan dalam kegiatan konseling oleh sebab itu Apoteker yang

telah memberikan pelayanan informasi obat berarti telah

melaksanakan kegiatan konseling begitu juga dengan petugas apotek

(non apoteker) yang telah melaksanakan pelayanan informasi obat.

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Idealnya, dalam kegiatan konseling ini Apoteker selaku pihak yang

wajib menjadi pelaksana pelayanan dituntut untuk berperan aktif

untuk memberikan saran, nasihat dan edukasi berkaitan dengan

pengobatan pasien agar pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan

kepatuhan pasien dapat meningkat.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

35 tahun 2014 dijelaskan tentang kriteria yang diharuskan

mendapatkan pelayanan konseling ini, salah satunya adalah pasien

dengan penyakit kronis seperti diabetes melitus. Peneliti yang

berperan sebagai keluarga pasien simulasi yang mengalami diabetes

melitus berarti seharusnya mendapatkan pelayanan ini sehingga

tanpa diminta seharusnya Apoteker secara aktif memberikan

pelayanan konseling. Secara ideal kegiatan konseling ini memiliki 5

tahapan dalam kegiatannya. Namun berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan tahapan konseling tersebut belum dilaksanakan

secara keseluruhan oleh Apoteker sedangkan petugas apotek (non

apoteker) tidak melakukan satupun tahapan konseling. Hal tersebut

ditunjukkan oleh gambar di bawah ini (perhitungan data dapat dilihat

secara detail pada lampiran 8):

Gambar 5.5. GambaranTahapan Konseling yang Dilaksanakan oleh Apoteker

dan Non Apoteker

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Tahap 5

100%

40% 43,33%

0% 0%

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keterangan :

a. Tahap 1 : membuka komunikasi dengan pasien

b. Tahap 2 : menilai pemahaman tentang penggunaan obat

c. Tahap 3 : menggali informasi lebih lanjut tentang masalah penggunaan obat

d. Tahap 4 : memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan

masalah penggunaan obat

e. Tahap 5 : melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

Dari grafik diatas dapat diperoleh gambaran bahwa sebagian

Apoteker melaksanakan beberapa tahapan konseling. Hal ini tepat

dilakukan karena pelaksanaan pelayanan farmasi klinis merupakan

tugas dari Apoteker. Sedangkan petugas apotek (non apoteker) sama

sekali tidak melanjutkan pelayanan farmasi klinis berupa konseling.

Asisten apoteker dalam penelitian ini sebatas menjawab pertanyaan

peneliti dan tidak melakukan analisa lebih lanjut terhadap keadaan

pasien. Hal ini dianggap wajar karena tugas pelaksanaan konseling

ini bukan bagian dari petugas apotek yang lain.Dalam penelitian

yang dilakukan, didapatkan hasil tahap 1 yaitu membuka

komunikasi dengan pasien sebesar 100%. Di mana di dalam tahap 1

pun yang dilakukan oleh apoteker hanyalah menanyakan apa yang

bisa dibantu dan identitas pasien atau pelanggan. Menurut Pedoman

Konseling (2007), tahap 1 yang dilakukan adalah pembukaan.

Pembukaan konseling yang baik antara apoteker dan pasien dapat

menciptakan hubungan yang baik, sehingga pasien akan merasa

percaya untuk memberikan informasi kepada Apoteker. Apoteker

harus memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum memulai sesi

konseling. Selain itu apoteker harus mengetahui identitas pasien

(terutama nama) sehingga pasien merasa lebih dihargai. Karena

hubungan yang baik antara apoteker dan pasien dapat menghasilkan

pembicaraan yang menyenangkan dan tidak kaku. Tahap 2 dalam

konseling yaitu Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan

Obat melalui Three Prime Questions. Pada tahap ini tidak ada satupun

Apoteker yang menggali pemahaman pasien/pelanggan mengenai obat

yang diberikan oleh dokter melalui Three Prime Question. Selanjutnya

tahap 3 yaitu menggali pasien/pelanggan lebih lanjut tentang masalah

penggunaan obat. Pada tahap ini pun tidak ada satu pun apoteker yang

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bertanya mengenai riwayat pengobatan pasien yang pernah dijalani.

Kemudian lanjut pada tahap 4 yaitu memberikan penjelasan kepada

pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat. Pada tahap ini,

sebanyak 40% Apoteker memberikan penjelasan tentang penggunaan

obat. Penjelasan tersebut pun rata-rata hanya pemberian informasi yang

mencakup tentang nama obat, indikasi, waktu penggunaan dan jumlah

frekuensi penggunaan serta jumlah obat sekali minum. Pemberian

informasi ini seharusnya lebih diperhatikan oleh Apoteker karena

melalui pemberian informasi obat, Apoteker dapat meminimalisasi

terjadinya medication error yang mungkin dilakukan oleh pasien pada

saat pasien mengonsumsi obat. Pada tahap 5, hanya 43,33% apoteker

maupun petugas apotek yang menutup pelayanan dengan baik dan

beberapa menanyakan apakah ada informasi yang kurang jelas.

Semua Apoteker yang berinteraksi dengan peneliti tidak

berperan aktif untuk membuka komunikasi dengan peneliti sebagai

pelanggan. Salah satu kegiatan dalam konseling adalah pemberian

informasi obat. Peneliti dalam hal ini sebagai pelanggan Apotek

menjadi pasif dalam menggali informasi obat yang diperlukan

kepada Apoteker. Dan Apoteker tersebut tidak menawarkan

pemberian pelayanan konseling. Hal ini berarti menggambarkan

bahwa bila peneliti sebagai pelanggan Apotek tidak meminta

pelayanan konseling kepada petugas Apotek baik Apoteker atau

petugas apotek (non Apoteker), maka peneliti tidak akan

mendapatkan pelayanan tersebut. Hasil penggambaran tersebut

sesuai dengan hasil penelitian Arhayani yang menunjukkan bahwa

6,17% pengunjung Apotek yang memperoleh pelayanan informasi,

dan 62,7% tidak pernah menerima pelayanan informasi obat di

Apotek yang dimana sebagian besar pengunjung Apotek (95%)

membutuhkan pelayanan tersebut dan baru sebagian kecil yang

meminta pelayanan informasi obat (Arhayani, 2007).

Ketidak-idealan pemenuhan pelayanan farmasi klinis di

Apotek dalam segi pelayanan informasi obat dan konseling ini

berarti menggambarkan bahwa pelayanan farmasi klinis di Apotek

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang berpusat pada pasien (patient oriented) belum terlaksana di

Apotek Kecamatan Jatiasih dan Bekasi Selatan. Keadaan ini sama

dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini Sasanti Handayani dkk

yang menyatakan bahwa semua Apotek yang disurvei wilayah

Jakarta, Yogyakarta dan Makassar belum memprioritaskan

pelayanan kefarmasian dengan pendekatan personal kepada pasien

(masih berorientasi pada obat) atau pelayanan dengan pendekatan

personal kepada pasien belum dikenal masyarakat (Handayani,

Gitawati, & Muktiningsih, 2006).

Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan, kegiatan

konseling di tiap Apotek tidak dilakukan di tempat khusus,

melainkan dilakukan di tempat etalase jual beli di Apotek. Padahal

dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35

tahun 2014 dinyatakan bahwa setiap Apotek wajib mempunyai

ruang khusus konseling yang tertutup yang dilengkapi dengan meja

dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. hal

ini dilakukan untuk menjaga privasi dari pasien dan menghindarkan

dari gangguan yang dapat menurunkan keefektifan kegiatan

konseling.

Pelayanan farmasi klinis berupa pelayanan konseling tidak

dijalankan di Apotek bisa dikarenakan kemampuan apoteker dalam

segi pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi yang masih

kurang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Rini Sasanti

Handayani yang menyatakan bahwa pengetahuan Apoteker di

Apotek mengenai obat untuk penyakit kronik terbatas hanya

meliputi nama obat dan indikasinya saja sedangkan Apoteker yang

bekerja di rumah sakit lebih baik pengetahuannya di bidang

farmakologi/farmakokinetik (Handayani et al., 2006).

Pelayanan konseling yang tidak dijalankan dalam suatu

Apotek juga dapat berkaitan dengan kemampuan Apoteker dalam

melayani pasien atau pelanggan. Berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan, diperoleh gambaran bahwa setiap Apotek yang pelayanan

Page 95: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

farmasi klinisnya dilakukan oleh Apoteker umumnya hanya bekerja

sendiri tanpa adanya Apoteker pendamping. Berdasarkan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan

bahwa waktu kerja adalah 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat

puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)

minggu atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam

1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Berdasarkan peraturan tersebut maka kemampuan tenaga apoteker

dalam bekerja terbatas. Agar pelayanan farmasi klinis di Apotek

dapat terlaksana baik dalam keadaan ramai ataupun dalam keadaan

APA tidak dapat melaksanakan tugasnya di Apotek maka diperlukan

Apoteker pendamping agar Apoteker jumlahnya lebih dari satu di

setiap Apotek.

Pelayanan farmasi klinis di Apotek berupa pelayanan

informasi obat dan konseling penting dilakukan terutama terhadap

penyakit kronis seperti diabetes melitus. Pasien yang diberi

konseling akan lebih mengetahui bahaya dari penyakitnya dan

mengetahui pentingnya ketepatan dalam penggunaan obat terhadap

penyakitnya. Pengetahuan yang lebih dalam dari pasien tentang

bahaya penyakitnya dapat meningkatkan kepedulian pasien untuk

menjaga pola hidup yang sehat, pola penggunaan obat sesuai dengan

ketentuan yang telah diinformasikan apoteker dan kepatuhannya

dalam pengobatan dapat meningkat. Hal tersebut sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Andriani Sesilia Keban dkk yang

menunjukkan bahwa peran Apoteker terhadap konseling

berpengaruh pada pasien DM sehingga meningkatkan kepatuhan

dalam pengobatan sehingga gula darah pasien menjadi lebih

terkontrol. Hal tersebut dibuktikan secara klinis dengan meninjau

penurunan HbA1C terhadap responden yang diberi konseling

dibanding dengan responden yang tidak diberi konseling (Keban &

Purnomo, 2013).

Page 96: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.4. Gambaran Kualitas Pelayanan farmasi klinis Apotek di Kecamatan

Jatiasih dan Bekasi Selatan

Pemberian informasi obat yang diberikan oleh Apoteker kepada pasien

terutama kepada pasien penyakit kronis seperti diabetes melitus sangatlah

penting. Hal tersebut berhubungan dengan sifat penyakitnya, sifat penyakit

diabetes melitus ini seumur hidup (lifelong disease), resiko komplikasi tinggi

dan pembiayaan juga tinggi, di mana hal tersebut telah dinyatakan dalam

International Diabetes Federation (IDF) (2011). Maka peran Apoteker dalam

pemberian informasi obat yang relevan dengan kebutuhan pasien dan

berkualitas merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah atau

mengatasi komplikasi yang terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat dan

pembiayaan yang tinggi tanpa hasil yang maksimal.

Gambaran kualitas pelayanan farmasi klinis yang akan dipaparkan

dapat menunjukan perbedaan kualitas pelayanan farmasi klinis ditinjau dari

pemberi pelayanan. Gambaran tersebut terlihat dari tabel di bawah ini (untuk

perhitungan data dapat dilihat secara detail pada lampiran 10) :

Tabel 5.4 Gambaran Pengkategorian Kualitas Pelayanan farmasi klinis

Apotek

No. Kecamatan Pemberi Pelayanan Persentase

(%)

Kategori

1 Jatiasih Apoteker 27,67% Buruk

Petugas apotek (non apoteker) 23,92% Buruk

2 Bekasi Selatan

Apoteker 27,09% Buruk

Petugas apotek (non apoteker) 21,63% Buruk

Apoteker + Petugas apotek

(non apoteker) 33,92% Buruk

Keterangan hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut

(Harianti dkk, 2006) :

a) 90%-100% = amat baik

b) 80%-90% = baik

c) 70%-80% = sedang

d) 60%-70% = kurang baik

e) <60% = buruk

Page 97: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase kualitas pelayanan

farmasi klinis berupa pemberian informasi obat dan konseling di apotek

Kecamatan Jatiasih persentase yang diberikan oleh apoteker adalah 27,67%

sedangkan yang diberikan oleh petugas apotek (non apoteker) adalah 23,92%

dan hasil tersebut termasuk kategori buruk. Hasil persentase kualitas

pelayanan farmasi klinis berupa pemberian informasi obat dan konseling di

apotek wilayah Kecamatan Bekasi Selatan yang diberikan oleh Apoteker

adalah 27,09%, sedangkan yang diberikan oleh petugas apotek (non

Apoteker) adalah 21,63% dan yang diberikan oleh keduanya (Apoteker dan

pettugas apotek (non apoteker) adalah 33.92% dan hasil tersebut

dikategorikan buruk.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kehadiran Apoteker di

Apotek di Kecamatan Jatiasih dan Bekasi Selatan yang tergolong sedang

tidak berbanding lurus dengan kualitas pelayanan farmasi klinis yang

diberikan baik oleh Apoteker maupun petugas apotek (non apoteker). Padahal

peran Apoteker dalam pemberian informasi obat yang relevan dengan

kebutuhan pasien dan berkualitas merupakan hal yang sangat penting untuk

mencegah atau mengatasi komplikasi yang terjadi akibat pengobatan yang

tidak tepat dan pembiayaan yang tinggi tanpa hasil yang maksimal.

Pemahaman Apoteker yang baik terkait obat akan menimbulkan kepercayaan

pasien terhadap profesi Apoteker sebagai sumber informasi tentang obat. Hal

tersebut sesuai dengan penelitian Erlin Aurelia yang menyatakan bahwa

pasien yang mendapatkan pelayanan langsung dari Apoteker cenderung

mempercayai Apoteker sebagai sumber informasi terkait kesehatan mereka.

Apoteker yang merupakan profesi berkapasitas ilmu tentang obat,

bertanggung jawab atas terciptanya kualitas hidup pasien yang lebih baik

(Aurelia, 2013).

Dalam penelitian, pertanyaan yang diajukan dalam penilaian kualitas

pelayanan klinis dari segi pelayanan informasi obat disesuaikan dengan check

list. Informasi dalam check list tersebut perlu disampaikan kepada pasien

Page 98: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penyakitn kronis dengan penggunaan obat jangka lama seperti diabetes

melitus. Hal tersebut didukung oleh penelitian Rini Sasanti

Handayani menyatakan bahwa informasi lengkap mengenai

penggunaan obat, cara penyimpanan obat, efek samping, tindakan bila efek

samping timbul/keracunan obat dan bila terjadi salah dosis, pantangan obat

dengan penyakit tertentu atu makanan saat makan obat tersebut perlu

disampaikan kepada pasien (Handayani et al., 2006).

Kualitas pelayanan klinis ini ditinjau dari segi ketepatan pemberian

informasi obat kepada pasien di Apotek. Semakin banyak pertanyaan yang

dijawab dengan tepat maka nilai kualitas pelayanan klinis akan meningkat.

Berikut adalah paparan grafik yang menggambarkan kesalahan jawaban

selama pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh Apoteker atau petugas

apotek (non Apoteker) sehingga menurunkan kualitas pelayanan klinis.

Kurangnya motivasi apoteker dalam bekerja akan berpengaruh pada

kualitas pelayanan farmasi klinis yang diberikan oleh apoteker kepada pasien.

Motivasi yang baik perlu diciptakan sehingga berdampak pada prestasi kerja

karyawan dalam bentuk produktivitas kerja setinggi mungkin untuk mewujudkan

tujuan apotek. Dengan meningkatnya produktivitas diharapkan akan tercapai

tujuan dari suatu perusahaan dalam hal ini adalah apotek, yaitu memberikan

pelayanan kefarmasian yang baik sehingga tujuan pengobatan pasien dapat

tercapai dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Penelitian serupa

pernah dilakukan yang menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek adalah motivasi Apoteker

(Harianto, Angki Purwati, 2006).

Motivasi Apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian sebagai

salah satu bentuk perilaku kesehatan berdasarkan teori Lawrence Green

dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan

faktor penguat. Faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan Apoteker, sikap

Apoteker dan gaji. Faktor pemungkin terdiri dari omset apotek, bonus yang

diberikan perusahaan, fasilitas apotek, jumlah pasien yang berkunjung, jumlah

lembar resep yang masuk per hari serta situasi dan hubungan kerja antar pegawai

di apotek. Dan faktor penguat terdiri dari pelatihan yang pernah diikuti oleh

Apoteker terkait pelayanan kefarmasian, peraturan yang berhubungan dengan

Page 99: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kualitas pelayanan kefarmasian serta peran IAI dalam mengawasi dan

membimbing apoteker untuk dapat menjalankan perannya melakukan pelayanan

kefarmasian yang berkualitas.

Page 100: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Kehadiran apoteker di apotek pada saat penelitan diperoleh hasil rata-rata

persentase kehadiran Apoteker di Apotek wilayah Kecamatan Jatiasih

adalah 74,66% dan Apotek wilayah Kecamatan Bekasi Selatan adalah

70,52% dan hasil tersebut dapat dikategorikan sedang. Pengkategorian

mengacu pada penelitian Harianti, Angki Purwanti dan Sudibyo Supardi

(2006).

2. Pada metode simulasi pasien yang dilakukan bahwa pemberi pelayanan

farmasi klinis di apotek wilayah Kecamatan Jatiasih 66,7% dilakukan

oleh Apoteker dan 33,3% dilakukan oleh petugas apotek lain (non

apoteker) sedangkan di apotek Kecamatan Bekasi Selatan 50% dilakukan

oleh Apoteker, 45% dilakukan oleh petugas apotek lain (non apoteker)

dan 5% dilakukan oleh Apoteker dan Petugas apotek secara bersamaan.

3. Berdasarkan dari penyerahan resep, dari 60% penyerahan obat yg sesuai,

5,6% obat simetidin diganti menjadi ranitidin dan 1,9% obat simetidin

diganti menjadi omeprazole. Dan penyerahan obat tidak sesuai dengan

resep sebanyak 40%, di mana obat yang diberikan hanya metformin dan

simetidin tidak tersedia di apotek tersebut. Dari 40% penyerahan obat

tidak sesuai dengan resep, 15,5% resep diberi keterangan “det/detur”

untuk obat yang telah diserahkan dan 24,5% tidak diberi keterangan “ne

det/ne detur” untuk obat yang belum diserahkan.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan sosialisasi Peraturan Menteri Kesehatan No 35 Tahun

2014 tentang Pelayanan Kefarmasian di Apotek terhadap apoteker yang

bekerja di apotek.

2. Sosialisasi terhadap masyarakat terkait keberadaan dan peran apoteker

perlu dilakukan.

3. Diperlukan adanya pengawasan terhadap kinerja apoteker yang bekerja

diapotek.

Page 101: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Penelitian lebih lanjut terkait peran apoteker perlu dilakukan di wilayah

kecamatan lain di Kota Bekasi perlu dilakukan agar mampu

menggambarkan peran Apoteker dalam cakupan Kota Bekasi.

Page 102: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Adelina, BR, G. (2009). Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di

Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Alaqeel, S., & Abanmy, N. O. (2015). Counselling practices in community

pharmacies in Riyadh, Saudi Arabia: A cross-sectional study. BMC Health

Services Research, 15(1), 1–9. https://doi.org/10.1186/s12913-015-1220-6

Arhayani. (2007). Perencanaan Dan Penyiapan Pelayanan Konseling Obat Serta

Pengkajian Resep Bagi Penderita Rawat Jalan Di Rumah Sakit Immanuel

Bandung. Journal of Experimental Psychology: General, 136(1), 23–42.

Aurelia, E. (2013). Harapan Dan Kepercayaan Konsumen Apotek Terhadap Peran

Apoteker Yang Berada Di Wilayah Surabaya Barat, 2(1), 20.

Banjarmasin Tribunnews. “Dinkes Palangkaraya Tutup Dua Apotek Tanpa Apoteker”.

http://banjarmasin.tribunnews.com/2016/11/04/dinkes-palangkaraya-tutup-dua-

apotek-tanpa-apoteker(Diakses pada tanggal 07 April 2017)

Byrne, G. A., Wood, P. J., & Spark, M. J. (2018). Non-prescription supply of

combination analgesics containing codeine in community pharmacy: A

simulated patient study. Research in Social and Administrative Pharmacy,

14(1), 96–105. https://doi.org/10.1016/j.sapharm.2017.01.005

Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley, P.C., (1998). Pharmaceutical Care Practice.

New York: McGraw-Hill.

Darmasaputra, E. (2014). Pemetaan Peran Apoteker Dalam Pelayanan Kefarmasian

Terkait Frekuensi Kehadiran Apoteker Di Apotek Di Surabaya Barat, 3(1), 1–

7.

Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes

Mellitus. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus, 55.

Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di

Sarana Kesehatan, 4–25.

Dominica, D. et al. (2016). Pengaruh Kehadiran Apoteker Terhadap Pelayanan

Kefarmasian di Apotek di Kota Padang. Jurnal Sains Farmasi Dan Klinis,

3(1), 99–107.

Handayani, R. S., Gitawati, R., & Muktiningsih, S. R. (2006). Eksplorasi Pelayanan

Page 103: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Informasi Penyakit Kronik Dan Degeneratif. Majalah Ilmu Kefarmasian,

III(1), 38–46.

Harianto, Angki Purwati, S. S. (2006). Faktor-faktor yang berhubungan dengan

pelaksanaan draft standar pelayanan kefarmasian di apotek di DKI Jakarta.

Buletin Penelitian Kesehatan, 34(2), 83–92.

Hartini, Y. S. (2009). Relevansi Peraturan Dalam Mendukung Praktek Profesi

Apoteker di AApotek, VI(2), 97–106. https://doi.org/10.1016/S0099-

2399(06)81631-6

Ibrahim, M. I. B. M., Palaian, S., Al-Sulaiti, F., & El-Shami, S. (2016). Evaluating

community pharmacy practice in Qatar using simulated patient method: Acute

gastroenteritis management. Pharmacy Practice, 14(4), 1–8.

https://doi.org/10.18549/PharmPract.2016.04.800

Ikatan Apoteker Indonesia. (2011). Buku Standar Kompetensi Apoteker Indonesia.

Ikatan Apoteker Indonesia. (2014). Surat Keputusan Pengurus Pusat Ikatan

Apoteker Indonesia No. PO. 005/PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang Peraturan

Organisasi Tentang Papan Nama Praktik Apoteker, 5–9.

Karen Baxter. (2008). Stockley’s Drug Interactions Eight edition.

https://doi.org/10.1345/aph.1G691

Keban, S. A., & Purnomo, L. B. (2013). Evaluasi Hasil Edukasi Farmasis Pada

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Dr . Sardjito Yogyakarta (

Pharmacist ’ s Evaluation on Education Outcomes to Type 2 Diabetic Patients

in Dr . Sardjito Hospital Yogyakarta ). Jurnal Ilmu Kefarmasian, 11(1), 45–

52.

Kondisi Geografis Wilayah Kota Bekasi http://www.bekasikota.go.id/detail/87-16-

Kondisi-Geografis-Wilayah-Kota-Bekasi (Diakses pada tanggal 26 Februari

2017)

Kwando, R. R. (2014). Pemetaan Peran Apoteker Dalam Pelayanan Kefarmasian

Terkait Frekuensi Kehadiran Apoteker Di Apotek Di Surabaya Barat, 3(1), 1–

7.

Maclean dalam Sherzer & Stone. (1974). Fundamental of Counseling. Boston:

Houghton Mifflin Company.

Page 104: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Madden, J.M. Quick, J.D., Ross-Degnan, D., and Kafle, K.K. (1997). Undercover

Careseekers: Simulated Clients in the Study of Health Provider Behavior in

Developing Countries. Social Science & Medicine. Vol 45, Pages 1465- 1482.

Marić, A. (2010). Metformin – More Than “Gold Standard” In The Treatment Of

Type 2 Diabetes Mellitus, 95–104.

McEvoy, K. (2002). AHFS Drug Information. American Society of Health-System

Pharmacists : Wisconsin.

Menkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 Tahun 2014

Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Apotek. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No 35 Tahun 2014, 2008, 296.

https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2

Mesquita, A. R., Lyra, D. P., Brito, G. C., Balisa-Rocha, B. J., Aguiar, P. M., & de

Almeida Neto, A. C. (2010). Developing communication skills in pharmacy:

A systematic review of the use of simulated patient methods. Patient

Education and Counseling, 78(2), 143–148.

https://doi.org/10.1016/j.pec.2009.07.012

Nita, Y., Yuda, A., & Nugraheni, G. (2012). Pengetahuan Pasien Tentang Diabetes

dan Obat Antidiabetes Oral. Jurnal Farmasi Indonesia, 6(1), 38–47.

Notoatmodjo, S., (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Pemerintah RI. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun

2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Mycological Research, 113(2), 207–

221.

Radar Banyumas. “18 Apotek Terancam Ditutup.” http://radarbanyumas.co.id/18-

apotek-terancam-ditutup/(Diakses pada tanggal 07 April 2017)

Radar Sorong. “Tanpa Apoteker, Apotek Harus Ditutup.”

http://www.radarsorong.com/read/2017/01/23/48930/Tanpa-Apoteker-

Apotek-harus-Ditutup (Diakses pada tanggal 07 April 2017)

Rantucci, MJ. (2007). Komunikasi Apoteker-Pasien Edisi 2. Jakarta : Penerbit

Kedokteran EGC.

Rismawati, E. (2011). Profil Pelayanan Resep Dengan Obat Glibenklamid Di

Apotek Wilayah Surabaya (Studi Dengan Metode Simulasi Pasien).

Page 105: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ross W. Holland dan Christine M. Nimmo. (1999). Transitions, part 1 : Beyond

Pharmaceutical Care. Am J Health-Syst Pharm Vol 56 Sep 1 1999

Siregar Sofyan. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana

Prenamedia Group

Sukamdi, Dyani Primasari. (2015). Analisis Distribusi Apotek dengan Sistem

Informasi Geografis. Diambil dari Jurnal Manajemen dan Pelayanan

Farmasi Vol.5 No.1 Maret 2015. Diakses 5 Juli 2018 pada

http://jmpf.farmasi.ugm.ac.id/index.php/1/article/view/29/28.

Suci, R. P. (2015). Gambaran Pelayanan Klinis Terhadap Resep Antidiabetes Di

Apotek Kecamatan Tarogong Kaler, Kecamatan Tarogong Kidul Dan

Kecamatan Garut Kota Wilayah Kabupaten Garut.

Sujit, Rambhade. (2012). A Survey on Polypharmacy and Use of Inappropriate

Medications. Toxicology International, 15, 68–73.

Sutandi Aan. 2012. Self Management Education (DSME) Sebagai Metode

Alternatif dalam Perawatan Mandiri Pasien Diabetes Melitus di dalam

Keluarga. Diambil dari http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/file_artikel_

abstrak/Isi_Artikel_615247532884.pdf2011. Diakses pada tanggal 31

November 2017.

Trisnawati, R. O. (2014). Gambaran Tingkat Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus

Dalam Mengkonsumsi Obat Antidiabetes Oral Di Rs Dan Klinis Gotong

Royong Surabaya.

Umar, M. (2005). Manajemen Apotek Praktis. Solo: CV.Ar-Rahman. Hal: 29-30,

49

Umi Athiyah, et al. (2014). Profil Informasi Obat Pada Pelayanan Resep Metformin

Dan Glibenklamid Di Apotek Di Wilayah Surabaya, 1(1), 6–11.

Watson, M., Norris, P., & Granas, A. (2006). A systematic review of the use of

simulated patients and pharmacy practice research. International Journal of

Pharmacy Practice, 14(2), 83–93. https://doi.org/10.1211/ijpp.14.2.0002

Wells Barbara G. (2009). Pharmacotherapy Handbook Seventh edition. The

McGraw-Hill Companies : United States.

World Health Organization. (2013). Diabetes facts sheet. Diambil dari

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en. Diakses pada tanggal

25 Maret 2017.

Page 106: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

LAMPIRAN

Page 107: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Check Listyang digunakan sebagai acuan selama wawancara dengan metode

simulasi pasien

Peran Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinis Hasil Penilaian

Kehadiran Apoteker di Apotek

Pemberi Pelayanan

Farmasi Klinis di Apotek

Apoteker

Asisten Apoteker

Petugas Apotek (non

Apoteker)

Kesediaan Apoteker memberi pelayanan farmasi klinis

Pelayanan Farmasi Klinis Metformin Simetidin

Pelayanan

Informasi Obat

(PIO)

Nama obat

Indikasi obat

Kontraindikasi obat

Rute penggunaan obat

Waktu penggunaan obat

(pagi/siang/sore)

Waktu penggunaan obat

(sebelum/saat/setelah makan)

Jumlah frekuensi penggunaan

Jumlah obat sekali minum

Efek samping obat (ESO)

Gejala ESO

Pencegahan ESO

Interaksi obat

Pencegahan interaksi obat

Page 108: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Makanan, minuman dan aktivitas

yang harus dihindari

Penyimpanan obat

Pembuangan obat yang

terkontaminasi atau yang telah

dihentikan

Konseling Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Tahap 5

Konseling dilakukan optimal?

Keterangan :

Penilaian (skor) :

1. Sesuai literatur, nilai 1

2. Tidak sesuai literatur, nilai 0

Jawaban berdasarkan literatur :

1. Pelayanan informasi obat

a. Nama obat:

Skor 1:

Apoteker menyebutkan masing-masing nama obat yang akan diberikan.

Skor 0:

Apoteker tidak menyebutkan nama obat yang diberikan.

b. Indikasi:

Skor 1:

- Metformin digunakan untuk terapi pada pasien diabetes tidak tergantung insulin dengan

kelebihan dengan berat badan dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan diet saja

dan untuk terapi tambahan pada pasien DM dengan ketergantungan terhadap insulin yang

gejalanya tak bisa dikontrol (Hexpharm jaya laboratories).

Page 109: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Simetidin digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan pencernaan (peptic ulcer

disease, duodenal ulcer disease, gastric bleeding) (Lacy Charles F et al, 2006)

Skor 0:

Apoteker tidak menjelaskan indikasi penggunaan obat

c. Waktu penggunaan (pagi/siang/malam):

Skor 1:

- Metformin 500 mg diminum pagi dan sore dengan selang waktu 12 jam (Sweetman. S.

2009).

- Simetidin 800 mg digunakan saat akan tidur atau 400 mg 2 pagi dan malam (Lacy Charles

F et al, 2009).

Skor 0:

Jawaban tidak sesuai dengan literatur

d. Waktu penggunaan (sebelum/sedang/sesudah makan):

Skor 1:

- Metformin digunakan saat sedang makan untuk mengurangi efek samping yang

berhubungan dengan pencernaan (McEvoy 2002).

- Simetidin digunakan bisa setelah atau sedudah makan karena ada tidaknya makanan tidak

mempengaruhi absorbsinya (Lacy Charles F et al, 2009).

Skor 0:

Jawaban tidak sesuai dengan literatur.

e. Jumlah frekuensi penggunaan:

Skor 1:

- Metformin 500 mg digunakan sehari dua kali (Sweetman, 2009)

- Simetidin digunakan 800 mg/hari (Lacy Charles F et al, 2009)

Skor 0:

Jawaban tidak sesuai dengan literatur.

f. Jumlah obat sekali minum :

Skor 1:

- Metformin diberikan sebanyak 1 butir untuk jumlah 500 mg (Lacy Charles F et al, 2009).

- Simetidin 1 butir untuk jumlah 400 mg (Lacy Charles F et al, 2009).

Skor 0:

Apoteker memberikan jawaban tidak tepat.

g. Interaksi:

Skor 1:

Penggunaan simetidin dan metformin secara bersamaan bisa menyebabkan penurunan ekskresi

metformin oleh ginjal sehingga bisa menyebabkan lactic acidosis. Maka bila kedua obat ini

harus di gunakan dalam waktu yang sama atau berdekatan maka turunkan dosis metformin

Page 110: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk mencegah interaksi tersebut (Karen Baxter, 2008). Bila interaksi obat terjadi dengan

menimbulkan laktat asidosis maka terapi cairan dan terapi insulin menjadi penanganannya

(Gotera Wira dan Dewa Gede Agung Budiyasa, 2010)

Skor 0:

Apoteker tidak menjelaskan interaksi yang terjadi

h. Efek samping obat (ESO):

Skor 1:

- Metformin menyebabkan diare, mual, muntah, kembung, kram dan nyeri abdominal,

flatulensi dan anoreksia (McEvoy, 2002) dan dalam dosis berlebih bisa menyebabkan

hipoglikemia.

- Simetidin umumnya mempunyai efek samping berupa sakit kepala atau pusing yang

bersifat reversibel. (Lacy Charles F et al, 2006)

Skor 0:

Apoteker tidak menjelaskan sesuai literatur.

i. Pencegahan ESO:

Skor 1:

- Efek samping metformin bisa ditangani dengan penggunaan obat bersama makanan,

memulai terapi dengan dosis yang rendah serta peningkatan dosis secara perlahan

(MsEvoy, 2002),

Skor 0:

Penjelasan informasi efek samping tidak sesuai dengan literatur.

j. Gejala ESO:

Skor 1:

- Gejala efek akibat interaksi obat adalah muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, takikardia

(Gotera Wira dan Dewa Gede Agung Budiyasa, 2010)

Skor 0:

Apoteker tidak menjelaskan gejala efek samping obat.

k. Makanan, minuman dan aktivitas yang harus dihindari:

Skor 1:

- Pasien diabetes sebaiknya kurangi makanan ber-karbohidrat tinggi, makanan berlemak

tinggi, dan snack,dan sangat disarankan untuk menjaga agar makanan yang dikonsumsi

mengansung gizi yang seimbang untuk mencegah timbulnya gangguan pencernaan

seperti peptic ulcer disease maka hindari makanan pedas, makanan dengan kandungan

asam tinggi, cafein dan alkohol (Wells Barbara G. 2009).

Skor 0:

Apoteker tidak memberikan informasi sesuai literatur.

l. Cara penyimpanan:

Page 111: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Skor 1:

- metformin ataupun simetidin disimpan pada suhu kamar (25-30oC), dalam wadah

tertutup rapat dan terhindar dari cahaya matahari (Hexpharm Jaya Laboratoies dan

informasi obat, 2013).

Skor 0:

Apoteker tidak menjelaskan cara penyimpanan

m. Pembuangan obat yang terkontaminasi atau yang telah dihentikan

Obat sisa yang tidak digunakan untuk pengobatan lagi, sebaiknya disimpan di suatu tempat obat

yang terpisah dari penyimpanan barangbarang lain dan tidak mudah dijangkau anak-anak.

Tetapi apabila obat tersebut telah rusak, sebaiknya dibuang. Obat yang rusak dibuang dengan

cara dihancurkan dan ditimbun di dalam tanah.

2. Tahapan dan isi konseling berisi:

a. Tahap 1: Membuka komunikasi antara apoteker dan pasien

b. Tahap 2: Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime

Questions

c. Tahap 3: Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk

mengeksplorasi masalah penggunaan Obat.

d. Tahap 4: Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan

Obat

e. Tahap 5: Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien dan menutup

konseling

Page 112: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Komposisi resep yang diberikan oleh pasien

Metformin 500 mg

No. X

S b dd 1

Simetidin 300 mg

No. X

S 4 dd 1

R/

R/

Page 113: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Protokol Penelitian yang digunakan selama pengambilan data

1) Peneliti membuat dan mempelajari skenario.

2) Dilakukan training pada peneliti yang akan berperan sebagai keluarga pasien. Training

dilakukan dengan teman sesama peneliti dan dosen pembimbing yang berperan sebagai

staf apotek, serta dilakukan kunjungan uji coba ke apotek (pilot visit).

3) Peneliti sebelum melakukan kunjungan ke apotek harus menandatangani pernyataan

kerahasiaan.

4) Tanggal pada lembar resep diisi sendiri oleh peneliti, tanggal yang ditulis adalah satu hari

sebelum kunjungan ke apotek.

5) Sebelum melakukan kunjungan ke apotek peneliti harus menyiapkan checklist, resep,

daftar apotek yang akan dikunjungi, dan uang untuk membayar obat yang akan dibeli.

6) Peneliti hanya menjawab pertanyaan terbuka yang diberikan oleh staf apotek dengan

singkat dan sopan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan serta sesuai skenario.

7) Peneliti hanya menjawab pertanyan tertutup yang diberikan oleh staf apotek dengan

jawaban ya atau tidak.

8) Peneliti tidak memberikan pertanyaan kepada staf apotek.

9) Peneliti bersifat pasif selama berinteraksi dengan staf apotek.

10) Peneliti menerima semua informasi baik secara lisan ataupun tertulis oleh staf apotek.

11) Peneliti membayar secara tunai obat yang telah diberikan oleh staf apotek.

12) Peneliti segera mengisikan informasi yang didapatkan dalam check list yang sudah

disiapkan setelah keluar dari apotek.

13) Peneliti akan mengambil obat setengah resep apabila harga obat melebihi harga

maksimal yaitu Rp 5.000,00 atau obat tidak tersedia dan diganti dengan obat lain dengan

kandungan bahan aktif yang sama dengan persetujuan peneliti terlebih dahulu.

Page 114: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4.Skenario Simulasi Pasien

Tahap Kegiatan

I. Masuk ke apotek dan memberitahu apa yang

terjadi

Masuk ke apotek target dan menyapa apoteker

(bukan staf apoteker) dan berbicara sebagai berikut :

“saya ingin menebus resep obat ini.”

II. Menunggu respon dari pemberi pelayanan

farmasi klinis (apoteker/asisten

apoteker/petugas apotek(non apoteker))

Pasien simulasi menunggu respon dari petugas

apoteker. Jika petugas apotek hanya menyerahkan

obat tanpa melakukan konseling, maka peneliti akan

menanyakan keberadaan apoteker dan pelayanan

konseling.

III. Menerima konseling Pasien simulasi mengamati kegiatan yang dilakukan

oleh apoteker dalam cara yang berurutan :

a. Jika tersedia pelayanan konseling, dan apoteker

melakukan patient assasment maka skenario yang

digunakan peneliti adalah :

Pasien : Tn. Budi Setiono

Jenis kelamin : Pria

Usia : 51 tahun

Hubungan dengan peneliti : Bapak

Alamat : Jl. Gambang 1, No. 203

Pekerjaan : Karyawan BUMN

Pasien terkadang mengalami sakit maag.

b. Jika apoteker melakukan penilaian pemahaman

peneliti melalui three prime question, peneliti

menjawab tidak tahu.

Setiap saran (jika diberikan)

Jenis saran non-farmakologis yang

diberikan

Rincian tentang obat-obatan yang

diresepkan

jenis obat apa? Indikasi untuk penyakit apa?

Bagaimana label? Memadai? Kualitas?

c. Jika apoteker bertanya masalah yang dihadapi

pasien terkait penggunaan obat maka peneliti

menjawab pasien mengonsumsi kapsul brotowali.

d. Lihat respon Apoteker.

IV. Mengucapkan terima kasih Sebelum pergi, ucapkan terima kasih

V. Dokumentasi penelitian dari form

pengumpulan data

Setelah pergi, dan jarak dengan apotek sudah

lumayan jauh, barulah mencatat semua informasi

yang tadi didapatkan di lokasi yang aman.

Page 115: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Perhitungan Frekuensi Kehadiran Apoteker di Apotek Kecamatan Wilayah

Kota Bekasi

A. Perhitungan Tabel 1.1. Gambaran Frekuensi Kehadiran Apotek di Apotek

Kecamatan Jatiasih

No. Kode Apotek Skor Kehadiran

Berdasarkan Apoteker

1 001 5

2 003 5

3 004 5

4 005 5

5 006 4

6 007 4

7 009 5

8 012 5

9 014 4

10 015 4

Berdasarkan Petugas Apotek

11 002 4

12 008 3

13 010 0

14 011 0

15 013 3

Berdasarkan Apoteker

Kegiatan Skor

5 4 3 2 1 0

Frekuensi Kehadiran Apoteker 6 4 0 0 0 0

Berdasarkan Petugas Apotek

Kegiatan Skor

5 4 3 2 1 0

Frekuensi Kehadiran Apoteker 0 1 2 0 2 0

Rata-rata persentase kehadiran di Kecamatan Jatiasih

Kegiatan Skor

Kehadiran 5 4 3 2 1 0

Frekuensi Kehadiran Apoteker 6 5 2 0 0 2 74,66%

Kategori sedang

Rumus :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘𝑒𝑟

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘𝑒𝑟× 100% = 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 % 𝑘𝑒ℎ𝑎𝑑𝑖𝑟𝑎𝑛

Keterangan :

a. Skor 5 = Apoteker hadir setiap hari, pagi sampai sore

b. Skor 4 = Apoteker hadir setiap hari, tapi tak bisa ditentukan

c. Skor 3 = Apoteker hadir 3 kali seminggu

d. Skor 2 = Apoteker hadir 2 kali seminggu

e. Skor 1 = Apoteker hadir 1 minggu sekali

f. Skor 0 = Tidak bisa ditentukan

Page 116: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Apoteker hadir setiap hari (pagi – sore) = 6×5

75× 100% = 40%

- Apoteker hadir setiap hari (jam tidak bisa ditentukan) = 5×4

75× 100% = 26,66%

- Apoteker hadir 3 kali dalam seminggu = 2×3

75× 100% = 8%

- Apoteker hadir tidak bisa ditentukan = 2×0

75× 100% = 0%

Jadi rata-rata persentase kehadiran apoteker di Kecamatan Jatiasih adalah 74,66%

(6 × 5) + (5 × 4) + (2 × 3) + (2 × 0)

75 × 100% = 74,66%

Hasil perhitungan skor akan dibuat rata-rata persentase dan digolongkan dalam kategori sebagai berikut

(Harianti dkk, 2006):

a. 90%-100% = amat baik

b. 80%-90% = baik

c. 70%-80% = sedang

d. 60%-70% = kurang baik

e. <60% = buruk

Berdasarkan pengkategorian, maka rata-rata persentase kehadiran Apotek dikategorikan

sedang.

B. Perhitungan Tabel 1.2. Gambaran Frekuensi Kehadiran Apoteker di Apotek Kecamatan

Bekasi Selatan

No. Kode

Apotek

Skor

Kehadiran

Berdasarkan Apoteker

1 016 5

2 017 5

3 018 4

4 019 4

5 023 4

6 026 5

7 027 4

8 028 5

9 029 4

10 030 4

11 032 5

12 033 4

13 037 4

14 039 5

15 041 5

16 043 5

17 044 5

18 045 5

19 046 4

20 049 5

21 052 5

Keterangan :

a. Skor 5 = Apoteker

hadir setiap hari,

pagi sampai sore

b. Skor 4 = Apoteker

hadir setiap hari, tapi

tak bisa ditentukan

c. Skor 3 = Apoteker

hadir 3 kali

seminggu

d. Skor 2 = Apoteker

hadir 2 kali

seminggu

e. Skor 1 = Apoteker

hadir 1 minggu

sekali

f. Skor 0 = Tidak bisa

ditentukan

No. Kode

Apotek

Skor

Kehadiran

Berdasarkan Petugas Apotek

22 020 3

23 021 3

24 022 4

25 024 0

26 025 0

27 031 2

28 034 0

29 035 2

30 036 3

31 038 2

32 040 0

33 042 3

34 047 4

35 048 4

36 050 2

37 051 3

38 053 3

22 020 3

23 021 3

24 022 4

25 024 0

Page 117: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasarkan Apoteker

Kegiatan Skor

5 4 3 2 1 0

Frekuensi Kehadiran Apoteker 12 9 0 0 0 0

Berdasarkan Petugas Apotek

Kegiatan Skor

5 4 3 2 1 0

Frekuensi Kehadiran Apoteker 0 3 6 4 0 4

Rata-rata persentase kehadiran di Kecamatan Jatiasih

Kegiatan Skor

Kehadiran 5 4 3 2 1 0

Frekuensi Kehadiran Apoteker 12 12 6 4 0 4 70,52%

Kategori Sedang

Rumus : 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘𝑒𝑟

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘𝑒𝑟× 100% = 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 % 𝑘𝑒ℎ𝑎𝑑𝑖𝑟𝑎𝑛

- Apoteker hadir setiap hari (pagi – sore) = 12×5

190× 100% = 31,57%

- Apoteker hadir setiap hari (jam tidak bisa ditentukan) = 12×4

190× 100% = 25,26%

- Apoteker hadir 3 kali dalam seminggu = 6×3

190× 100% = 9,47%

- Apoteker hadir 2 kali dalam seminggu = 4×2

190× 100% = 4,21%

- Apoteker hadir tidak bisa ditentukan = 4×0

190× 100% = 0%

Jadi rata-rata persentase kehadiran apoteker di Kecamatan Bekasi Selatan adalah 70,51%

(12 × 5) + (12 × 4) + (6 × 3) + (4 × 2) + (4 × 0)

190× 100% = 70,51%

Hasil perhitungan skor akan dibuat rata-rata persentase dan digolongkan dalam kategori sebagai berikut

(Harianti dkk, 2006):

a. 90%-100% = amat baik

b. 80%-90% = baik

c. 70%-80% = sedang

d. 60%-70% = kurang baik

e. <60% = buruk

Berdasarkan pengkategorian, maka rata-rata persentase kehadiran Apotek dikategorikan

sedang.

Page 118: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Perhitungan Distribusi Pemberi Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek

**Rumus yang digunakan untuk mencari persentase pemberi pelayanan farmasi klinis di apotek per kecamatan

adalah :

1. Pelayanan farmasi klinis di apotek dilakukan oleh apoteker

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑓𝑎𝑟𝑚𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑠 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘𝑒𝑟

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑑𝑖 𝑘𝑒𝑐𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛× 100%

= 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑓𝑎𝑟𝑚𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘𝑒𝑟

2. Pelayanan farmasi klinis di apotek dilakukan oleh apoteker dan petugas apotek (non apoteker)

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑓𝑎𝑟𝑚𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑠 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘𝑒𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑡𝑢𝑔𝑎𝑠 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘 (𝑛𝑜𝑛 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘)

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑑𝑖 𝑘𝑒𝑐𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛

× 100% = 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑓𝑎𝑟𝑚𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘𝑒𝑟

3. Pelayanan farmasi klinis di apotek dilakukan oleh petugas apotek (non apoteker)

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑓𝑎𝑟𝑚𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑠 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑢𝑔𝑎𝑠 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘𝑒𝑟 (𝑛𝑜𝑛 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘)

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑑𝑖 𝑘𝑒𝑐𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛

× 100% = 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑓𝑎𝑟𝑚𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑎𝑝𝑜𝑡𝑒𝑘𝑒𝑟

A. Persentase Pemberi Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek Wilayah Kecamatan Jatiasih, Bekasi

No. Kode Apotek Pemberi Pelayanan

1 001 Apoteker

2 002 Petugas Apotek (non apoteker)

3 003 Apoteker

4 004 Apoteker

5 005 Apoteker

6 006 Apoteker

7 007 Apoteker

8 008 Petugas Apotek (non apoteker)

9 009 Apoteker

10 010 Petugas Apotek (non apoteker)

11 011 Petugas Apotek (non apoteker)

12 012 Apoteker

13 013 Petugas Apotek (non apoteker)

14 014 Apoteker

15 015 Apoteker

- Pelayanan farmasi klinis di kecamatan Jatiasih yang dilakukan oleh Apoteker

10

15× 100% = 66,66%

- Pelayanan farmasi klinis di kecamatan Jatiasih yang dilakukan oleh petugas apotek (non

apoteker)

5

15× 100% = 33,33%

Page 119: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

B. Persentase pemberi pelayanan farmasi klinis di apotek wilayah Kecamatan Bekasi Selatan

No. Kode Apotek Pemberi Pelayanan

1 016 Apoteker

2 017 Apoteker

3 018 Apoteker + Petugas Apotek (non apoteker)

4 019 Apoteker

5 020 Petugas Apotek (non apoteker)

6 021 Petugas Apotek (non apoteker)

7 022 Petugas Apotek (non apoteker)

8 023 Apoteker

9 024 Petugas Apotek (non apoteker)

10 025 Petugas Apotek (non apoteker)

11 026 Apoteker

12 027 Apoteker

13 028 Apoteker

14 029 Apoteker Petugas Apotek (non apoteker)

15 030 Apoteker

16 031 Petugas Apotek (non apoteker)

17 032 Apoteker

18 033 Apoteker

19 034 Petugas Apotek (non apoteker)

20 035 Petugas Apotek (non apoteker)

21 036 Petugas Apotek (non apoteker)

22 037 Apoteker

23 038 Petugas Apotek (non apoteker)

24 039 Apoteker

25 040 Petugas Apotek (non apoteker)

26 041 Apoteker

27 042 Petugas Apotek (non apoteker)

28 043 Apoteker

29 044 Apoteker

30 045 Apoteker

31 046 Apoteker

32 047 Apoteker

33 048 Petugas Apotek (non apoteker)

34 049 Apoteker

35 050 Petugas Apotek (non apoteker)

36 051 Petugas Apotek (non apoteker)

37 052 Apoteker

38 053 Petugas Apotek (non apoteker)

- Pelayanan farmasi klinis di kecamatan Bekasi Selatan yang dilakukan oleh Apoteker

Page 120: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Pelayanan farmasi klinis di kecamatan Bekasi Selatan yang dilakukan oleh Petugas Apotek (non

apoteker)

- Pelayanan farmasi klinis di kecamatan Bekasi Selatan yang dilakukan oleh Apoteker dan Petugas

Apotek (non apoteker)

Page 121: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Perhitungan persentase kesesuaian penyerahan obat dengan resep

Rumus mencari persentase kesesuaian penyerahan obat yang sesuai dengan resep :

jumlah penyerahan obat yang sesuai

jumlah total penyerahan obat bila semua penyerahan sesuai× 100%

= persentase kesesuaian penyerahan obat dengan resep

35

53 × 100% = 66%

Dari 66% penyerahan obat yg sesuai, 5,6% obat simetidin diganti menjadi ranitidin dan 1,9%

obat simetidin diganti menjadi omeprazole. Dan penyerahan obat tidak sesuai dengan resep

sebanyak 40%, di mana obat simetidin tidak tersedia di apotek tersebut. Dari 40% penyerahan

obat tidak sesuai dengan resep, 15,5% resep diberi keterangan “-det” dan 24,5% tidak diberi

keteranan “-det”. Persentase penyerahan obat yang tidak sesuai dengan resep adalah 100%-

66% = 44%

No. Kode

Apotek Kesesuaian Disepensing

1 001 1

2 002 1

3 003 1

4 004 1

5 005 0

6 006 1

7 007 1

8 008 1

9 009 0

10 010 0

11 011 0

12 012 1

13 013 0

14 014 1

15 015 1

16 016 0

17 017 1

18 018 1

19 019 1

20 020 0

21 021 1

22 022 0

23 023 1

24 024 1

25 025 0

26 026 0

27 027 0

28 028 1

29 029 1

30 030 1

31 031 0

32 032 1

33 033 1

34 034 0

No. Kode

Apotek Kesesuaian Disepensing

35 035 1

36 036 1

37 037 1

38 038 1

39 039 1

40 040 1

41 041 1

42 042 1

43 043 1

44 044 1

45 045 0

46 046 1

47 047 1

48 048 1

49 049 0

50 050 0

51 051 0

52 052 1

53 053 0

Jumlah 35

Page 122: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8.Perhitungan Persentase Tahapan Konseling yang dilaksanakan Apoteker

No. Kode Apotek Skor Pelaksanaan Tahapan Konseling

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5

1 001 1 1 0 0 1

2 003 1 0 0 0 0

3 004 1 1 0 0 0

4 005 1 0 0 0 1

5 006 1 0 0 0 0

6 009 1 0 0 0 0

7 012 1 1 0 0 1

8 014 1 0 0 0 0

9 015 1 0 0 0 0

10 016 1 1 0 0 1

11 017 1 1 0 0 1

12 018 1 0 0 0 1

13 019 1 1 0 0 0

14 023 1 0 0 0 0

15 026 1 0 0 0 0

16 027 1 0 0 0 1

17 028 1 0 0 0 0

18 029 1 1 0 0 0

19 030 1 0 0 0 1

20 032 1 0 0 0 1

21 033 1 0 0 0 0

22 037 1 0 0 0 0

23 039 1 1 0 0 0

24 041 1 0 0 0 1

25 043 1 0 0 0 1

26 044 1 1 0 0 1

27 045 1 1 0 0

28 046 1 1 0 0 0

29 049 1 1 0 0 0

30 052 1 0 0 0 1 Jumlah 30 12 0 0 13

Persentase(%) 100% 40% 0% 0% 43,33%

Keterangan: a. Tahap 1 : membuka komunikasi dengan pasien

b. Tahap 2 : menilai pemahaman tentang penggunaan obat

c. Tahap 3 : menggali informasi lebih lanjut tentang masalah penggunaan obat

d. Tahap 4 : memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

penggunaan obat

e. Tahap 5 : melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

f. Nilai 1 : melakukan konseling

g. Nilai 0 ; tidak melakukan konseling

Rumus :

jumlah apoteker yang melakukan tahapan konseling

jumlah apoteker yang melakukan pelayanan konseling × 100% = rata − rata persentase pelaksanaan tahapan konseling

Page 123: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Perhitungan Persentase Kualitas Pelayanan Klinis di Kecamatan Jatiasih dan Bekasi Selatan

a. Hasil skor PIO setiap Apotek di Kecamatan Jatiasih

Hasil pengolahan skor dari check list

No. Isi Konseling

Kode Apotek

001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015

A PA A A A A A PA A PA PA A PA A A

M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S

1 Nama Obat 2 2 2 2 2 2 2 2 2 - 2 2 2 2 2 2 2 - 2 - 2 - - - - - 2 2 2 2

2 Indikasi 1 2 - - 2 - 2 2 - - 2 2 - - 2 2 - - - - 2 - - - - - 2 2 2 -

3 Kontra Indikasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

4 Waktu Penggunaan (pagi/siang/sore/malam)

- - - - - - - - - - - - - - 2 - - - 2 - - - - - - - 2 2 - 2

5 Waktu Penggunaan (Sebelum/Saat/Setelah)

2 - 2 2 - - 2 2 2 - - - - - - - - - 2 - 2 - - - 2 - 2 2 2 2

6 Jumlah Frekuensi penggunaan 2 2 1 1 2 2 2 2 2 - 1 2 2 2 2 2 2 - 2 - 2 - 2 2 2 - 2 2 2 2

7 Jumlah obat sekali minum 2 2 2 2 2 2 2 2 2 - 2 2 2 2 2 2 2 - 2 - 2 - 2 2 2 - 2 2 2 2

8 Efek Samping Obat 2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - 2 -

9 Gejala ESO 2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

10 Pencegahan ESO 2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

11 Interaksi Obat - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

12 Pencegahan Interaksi Obat - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

13 Makanan, minuman dan aktivitas yang harus dihindari

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

14 Penyimpanan Obat - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Jumlah skor 15 8 7 8 8 6 10 10 8 0 7 8 6 6 10 8 6 0 10 0 10 0 4 4 6 0 14 12 12 10

Keterangan:

PA = Petugas Apotek (non apoteker)

A = Apoteker

M = Metformin

S = Simetidin

2 = Jawaban tepat

1 = Jawaban tidak tepat

0 = Tidak dijelaskan

Page 124: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

I. Hasil persentase kualitas pelayanan farmasi klinis di Apotek Kecamatan Jatiasih

A. Apoteker

No. Kode Apotek Persentase Kualitas Pelayanan Farmasi Klinis

(%)

Kategori

1 001 41,07% Buruk

2 003 25% Buruk

3 004 35,71% Buruk

4 005 14,28% Buruk

5 006 26,78% Buruk

6 007 21,42% Buruk

7 009 10,71% Buruk

8 012 14,28% Buruk

9 014 46,42% Buruk

10 015 41,07% Buruk

B. Petugas apotek (non apoteker)

No. Kode Apotek Persentase Kualitas Pelayanan Farmasi Klinis

(%)

Kategori

1 002 26,78% Buruk

2 008 46,42% Buruk

3 010 17,85% Buruk

4 011 17,85% Buruk

5 013 10,71% Buruk

Cara perhitungan

Rumus persentase kualitas pelayanan farmasi klinis per apotek : jumlah persentase kualitas pelayanan farmasi klinis seluruh apotek di kecamatan yg diberikan apoteker

jumlah apoteker yang memberikan pelayanan di apotek

× 100%

= persentase kualitas pelayanan farmasi klinis di apotek yang diberikan apoteker

1. Apotek 001 = 23

56 × 100% = 41,07%

2. Apotek 002 = 15

56 × 100% = 26,78%

3. Apotek 003 = 14

56 × 100% = 25%

4. Apotek 004 = 20

56 × 100% = 35,71%

5. Apotek 005 = 8

56 × 100% = 14,28%

6. Apotek 006 = 15

56 × 100% = 26,78%

7. Apotek 007 = 12

56 × 100% = 21,42%

8. Apotek 008 = 18

56 × 100% = 46,42%

9. Apotek 009 = 6

56 × 100% = 10,71%

Page 125: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10. Apotek 010 = 10

56 × 100% = 17,85%

11. Apotek 011 = 10

56 × 100% = 17,85%

12. Apotek 012 = 8

56 × 100% = 14,28%

13. Apotek 013 = 6

56 × 100% = 10,71%

14. Apotek 014 = 26

56 × 100% = 46,42%

15. Apotek 015 = 23

56 × 100% = 41,07%

Hasil persentase kualitas pelayanan klinis apotek di Kecamatan Jatiasih

berdasarkan pemberi pelayanan klinis:

a. Persentase kualitas pelayanan klinis yang diberikan oleh Apoteker

persentase kualitas pelayanan seluruh apotek di kecamatan yang diberikan apoteker

jumlah apotek yang memberikan pelayanan farmasi klinis di Apotek

= persentase kualitas pelayan farmasi klinis di Apotek yang diberikan Apoteker

41,07 + 25 + 35,71 + 14,28 + 26,78 + 21,42 + 10,71 + 14,28 + 46,42 + 41,07

10= 27,67%

Hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006) :

f) 90%-100% = amat baik

g) 80%-90% = baik

h) 70%-80% = sedang

i) 60%-70% = kurang baik

j) <60% = buruk

Berdasarkan pengkategorian maka persentase kualitas pelayanan klinis di Apotek

Kecamatan Jatiasih yang diberikan Apoteker dapat dikategorikan buruk.

b. Persentase kualitas pelayanan klinis yang diberikan oleh petugas apotek (non

apoteker)

persentase kualitas pelayanan seluruh apotek di kecamatan yang diberikan apoteker

jumlah apotek yang memberikan pelayanan farmasi klinis di Apotek

= persentase kualitas pelayan farmasi klinis di Apotek yang diberikan Apoteker

26,78 + 46,42 + 17,85 + 17,85 + 10.71

5= 23,92%

Hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006) :

f) 90%-100% = amat baik

g) 80%-90% = baik

h) 70%-80% = sedang

i) 60%-70% = kurang baik

j) <60% = buruk

Berdasarkan pengkategorian maka persentase kualitas pelayanan klinis di Apotek Kecamatan

Jatiasih yang diberikan Petugas Apotek (non apoteker) dapat dikategorikan buruk.

Page 126: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Hasil skor PIO setiap Apotek di Kecamatan Bekasi Selatan

Hasil pengolahan skor dari check list

No. Isi Konseling

Kode Apotek

016 017 018 019 020 021 022 023 024 025 026 027 028 029 030

A A A+PA A PA PA PA A PA PA A A A A+PA A

M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S

1 Nama Obat 2 2 2 2 2 2 2 2 2 - - - - - 2 2 2 - 2 - 2 2 2 2 2 2 2 2 - -

2 Indikasi 2 - - - 2 2 2 2 - - - - 2 - - - - - - - 2 - - - 2 2 2 2 - -

3 Rure Penggunaan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

4 Waktu Penggunaan

(pagi/siang/sore/malam) - - - - 2 - - - - - - - - - - - 2 - - - - - 2 2 - - - - - -

5 Waktu Penggunaan

(Sebelum/Saat/Setelah) 2 - 2 2 2 2 - - - - - 2 - - - - 2 - 2 2 2 2 - - - - - - 2 2

6 Jumlah Frekuensi penggunaan 2 - 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 - 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

7 Jumlah obat sekali minum 2 - 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 - 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

8 Efek Samping Obat - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

9 Gejala ESO - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

`10 Pencegahan ESO - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

11 Interaksi Obat - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

12 Pencegahan Interaksi Obat - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

13 Makanan, minuman dan

aktivitas yang harus dihindari - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

14 Penyimpanan Obat - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Jumlah 10 2 8 8 12 10 8 8 6 4 4 6 6 4 6 6 10 0 8 6 10 8 8 8 8 8 8 8 6 6

Keterangan:

PA = Petugas Apotek (non apoteker)

A = Apoteker

M = Metformin

S = Simetidin

2 = Jawaban tepat

1 = Jawaban tidak tepat

0 = Tidak dijelaskan

Page 127: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

No. Isi Konseling

Kode Apotek

031 032 033 034 035 036 037 038 039 040 041 042 043 044 045

PA A A PA PA PA A PA A PA A PA A A A

M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S

1 Nama Obat 2 - 2 2 2 - - - 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 -

2 Indikasi - - 2 2 2 - - - 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 - 1 2 - - 2 - 2 2 - -

3 Kontra Indikasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

4 Waktu Penggunaan

(pagi/siang/sore/malam) - - - - - - - - 2 2 2 2 2 2 - - 2 2 2 - - - - - - - - - - -

5 Waktu Penggunaan

(Sebelum/Saat/Setelah) - - - - - - - - - - 2 2 2 2 - - 2 2 2 2 2 - 2 2 - - 2 2 2 -

6 Jumlah Frekuensi penggunaan - - 2 2 2 - - - 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 -

7 Jumlah obat sekali minum - - 2 2 2 - - - 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 -

8 Efek Samping Obat - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - - - 2 - - - - - - - - -

9 Gejala ESO - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - - - - - - - - -

10 Pencegahan ESO - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - - - - - - - - -

11 Interaksi Obat - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

12 Pencegahan Interaksi Obat - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

13 Makanan, minuman dan

aktivitas yang harus dihindari - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

14 Penyimpanan Obat - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Jumlah 2 0 8 8 8 0 0 0 10 10 12 12 12 12 8 8 14 12 12 8 15 8 7 8 8 6 10 10 8 0

Keterangan:

PA = Petugas Apotek (non apoteker)

A = Apoteker

M = Metformin

S = Simetidin

2 = Jawaban tepat

1 = Jawaban tidak tepat

0 = Tidak dijelaskan

Page 128: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

No. Isi Konseling

Kode Apotek

046 047 048 049 050 051 052 053

A A PA A PA PA A PA

M S M S M S M S M S M S M S M S

1 Nama Obat 2 2 2 2 2 2 2 - 2 - 2 - - - - -

2 Indikasi 2 2 - - 2 2 - - - - 2 - - - - -

3 Kontra Indikasi - - - - - - - - - - - - - - - -

4 Waktu Penggunaan

(pagi/siang/sore/malam) - - - - 2 - - - 2 - - - - - - -

5 Waktu Penggunaan

(Sebelum/Saat/Setelah) - - - - - - - - 2 - 2 - - - 2 -

6 Jumlah Frekuensi penggunaan 1 2 2 2 2 2 2 - 2 - 2 - 2 2 2 -

7 Jumlah obat sekali minum 2 2 2 2 2 2 2 - 2 - 2 - 2 2 2 -

8 Efek Samping Obat - - - - - - - - - - - - - - - -

9 Gejala ESO - - - - - - - - - - - - - - - -

10 Pencegahan ESO - - - - - - - - - - - - - - - -

11 Interaksi Obat - - - - - - - - - - - - - - - -

12 Pencegahan Interaksi Obat - - - - - - - - - - - - - - - -

13 Makanan, minuman dan

aktivitas yang harus dihindari - - - - - - - - - - - - - - - -

14 Penyimpanan Obat - - - - - - - - - - - - - - - -

Jumlah 7 8 6 6 10 8 6 0 10 0 10 0 4 4 6 0

Keterangan:

PA = Petugas Apotek (non apoteker)

A = Apoteker

M = Metformin

S = Simetidin

2 = Jawaban tepat

1 = Jawaban tidak tepat

0 = Tidak dijelaskan

Page 129: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

II. Hasil persentase kualitas pelayanan farmasi klinis di Apotek Kecamatan Bekasi Selatan

A. Apoteker

No. Kode Apotek Persentase Kualitas Pelayanan Farmasi Klinis

(%) Kategori

1 016 21,42% Buruk

2 017 36% Buruk

3 019 28,57% Buruk

4 023 21,42% Buruk

5 026 32,14% Buruk

6 027 28,57% Buruk

7 028 28,57% Buruk

8 030 21,42% Buruk

9 032 28,57% Buruk

10 033 14,28% Buruk

11 037 35,71% Buruk

12 039 46,42% Buruk

13 041 42,85% Buruk

14 043 21,42% Buruk

15 044 35,71% Buruk

16 045 32,14% Buruk

17 046 28,57% Buruk

18 049 10,71% Buruk

19 052 14,28% Buruk

B. Petugas Apotek

No. Kode Apotek Persentase Kualitas Pelayanan Farmasi Klinis

(%) Kategori

1 020 17,85% Buruk

2 021 17,85% Buruk

3 022 17,85% Buruk

4 024 17,85% Buruk

5 025 25,00% Buruk

6 031 3,57% Buruk

7 034 0,00% Buruk

8 035 35,71% Buruk

9 036 42,85% Buruk

10 038 28,57% Buruk

11 040 32,14% Buruk

12 042 28,57% Buruk

13 047 21,42% Buruk

14 048 32,14% Buruk

15 050 17,85% Buruk

16 051 17,85% Buruk

17 053 10,71% Buruk

Page 130: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

C. Apoteker dan Petugas Apotek

No. Kode Apotek Persentase Kualitas Pelayanan (%) Kategori

1 018 35,71% Buruk

2 029 28,57% Buruk

Cara perhitungan

Rumus persentase kualitas pelayanan farmasi klinis per apotek :

jumlah persentase kualitas pelayanan farmasi klinis seluruh apotek di kecamatan yg diberikan apoteker

jumlah apoteker yang memberikan pelayanan di apotek

× 100%

= persentase kualitas pelayanan farmasi klinis di apotek yang diberikan apoteker

1. Apotek 016 = 12

56× 100% = 21,42%

2. Apotek 017 = 16

56× 100% = 28,57%

3. Apotek 018 = 22

56× 100% = 39,28%

4. Apotek 019 = 16

56× 100% = 28,57%

5. Apotek 020 = 10

56× 100% = 17,85%

6. Apotek 021 = 10

56× 100% = 17,85%

7. Apotek 022 = 10

56× 100% = 17,85%

8. Apotek 023 = 12

56× 100% = 21,42%

9. Apotek 024 = 10

56× 100% = 17,85%

10. Apotek 025 = 14

56× 100% = 25%

11. Apotek 026 = 18

56× 100% = 32,14%

12. Apotek 027 = 16

56× 100% = 28,57%

13. Apotek 028 = 16

56× 100% = 28,57%

14. Apotek 029 = 16

56× 100% = 28,57%

15. Apotek 030 = 12

56× 100% = 21,42%

16. Apotek 031 = 1

28× 100% = 3,57%

17. Apotek 032 = 8

28× 100% = 28,57%

18. Apotek 033 = 4

28× 100% = 14,28%

19. Apotek 034 = 0

28× 100% = 0%

20. Apotek 035 = 10

28× 100% = 35,71%

21. Apotek 036 = 12

28× 100% = 42,85%

22. Apotek 037 = 10

28× 100% = 35,71%

23. Apotek 038 = 8

28× 100% = 28,57%

24. Apotek 039 = 13

28× 100% = 40,42%

25. Apotek 040 = 9

28× 100% = 32,14%

26. Apotek 041 = 12

28× 100% = 42,85%

Page 131: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

27. Apotek 042 = 8

28× 100% = 28,57%

28. Apotek 043 = 6

28× 100% = 21,42%

29. Apotek 044 = 10

28× 100% = 35,71%

30. Apotek 045 = 4

28× 100% = 32,14%

31. Apotek 046 = 8

28× 100% = 28,57%

32. Apotek 047 = 6

28× 100% = 21,42%

33. Apotek 048 = 9

28× 100% = 32,14%

34. Apotek 049 = 3

28× 100% = 10,71%

35. Apotek 050 = 5

28× 100% = 17,85%

36. Apotek 051 = 5

28× 100% = 17,85%

37. Apotek 052 = 4

28× 100% = 14,28%

38. Apotek 053 = 3

28× 100% = 10,71%

Hasil persentase kualitas pelayanan klinis apotek di Kecamatan Jatiasih

berdasarkan pemberi pelayanan klinis:

a. Persentase kualitas pelayanan klinis yang diberikan oleh Apoteker

persentase kualitas pelayanan seluruh apotek di kecamatan yang diberikan apoteker

jumlah apotek yang memberikan pelayanan farmasi klinis di Apotek

= persentase kualitas pelayan farmasi klinis di Apotek yang diberikan Apoteker

21,42 + 28,57 + 28,57 + 21,42 + 32,14 + 28,57 + 28,57 + 21,42 + 28,57 +14,28 + 35,71 + 40,42 + 42,85 + 21,42 + 35,17 + 32,14 + 28,57 + 10,71 + 14,28

19= 27,09%

Hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006) :

a. 90%-100% = amat baik

b. 80%-90% = baik

c. 70%-80% = sedang

d. 60%-70% = kurang baik

e. <60% = buruk

Berdasarkan pengkategorian maka persentase kualitas pelayanan klinis di Apotek Kecamatan

Bekasi Selatan yang diberikan Apoteker dapat dikategorikan buruk.

b. Persentase kualitas pelayanan klinis yang diberikan oleh petugas apotek (non

apoteker)

persentase kualitas pelayanan seluruh apotek di kecamatan yang diberikan apoteker

jumlah apotek yang memberikan pelayanan farmasi klinis di Apotek

= persentase kualitas pelayan farmasi klinis di Apotek yang diberikan Apoteker

17,85 + 17,85 + 17,85 + 17,85 + 25 + 3,57 + 0 + 35,71 + 42,85 + 28,57 + 32,14 + 28,57 + 32,14 + 17,85 + 17,85 + 10,71

17= 21,63%

Hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006) :

a. 90%-100% = amat baik

Page 132: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. 80%-90% = baik

c. 70%-80% = sedang

d. 60%-70% = kurang baik

e. <60% = buruk

Berdasarkan pengkategorian maka persentase kualitas pelayanan klinis di Apotek Kecamatan

Bekasi Selatan yang diberikan Petugas Apotek (non apoteker) dapat dikategorikan buruk.

c. Persentase kualitas pelayanan klinis yang diberikan oleh Apoteker dan petugas

apotek (non apoteker) persentase kualitas pelayanan seluruh apotek di kecamatan yang diberikan A + PA

jumlah apotek yang memberikan pelayanan farmasi klinis di Apotek

= persentase kualitas pelayan farmasi klinis di Apotek yang diberikan Apoteker + PA

39,28 + 28,57

2= 33, %

Hasil rata-rata persentase akan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006) :

a. 90%-100% = amat baik

b. 80%-90% = baik

c. 70%-80% = sedang

d. 60%-70% = kurang baik

e. <60% = buruk

Berdasarkan pengkategorian maka persentase kualitas pelayanan klinis di Apotek Kecamatan

Bekasi Selatan yang diberikan Petugas Apotek (non apoteker) dapat dikategorikan buruk.

Page 133: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Surat Persetujuan Izin dan Rekomendasi Penelitian dari IAI Cabang

Kota Bekasi

Page 134: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Surat Izin Penelitian

Page 135: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ......Pelayanan farmasi klinis di apotek belum dilaksanakan seluruhnya oleh Apoteker, hasil menunjukkan bahwa pemberi pelayanan farmasi klinis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Surat Persetujuan Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi