UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI...
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI DETERJEN CUCI CAIR SEBAGAIPENYUCI NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI
TANAH KAOLIN- NANO BENTONIT
SKRIPSI
ERVINA OCTAVIANI
1113102000025
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JAKARTA
SEPTEMBER 2017
iiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI DETERJEN CUCI CAIR SEBAGAIPENYUCI NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI
TANAH KAOLIN- NANO BENTONIT
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
ERVINA OCTAVIANI
1113102000025
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JAKARTA
SEPTEMBER 2017
iiiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ivUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
viUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Ervina Octaviani
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi Deterjen Cuci Cair Sebagai Penyuci NajisMughalladzah dengan Variasi Tanah Kaolin-NanoBentonit
Kontak antara manusia dengan hewan penyebab najis mughalladzah tidak hanyabersentuhan dengan anggota tubuh saja, melainkan dapat menempel pada seratpakaian yang sedang dikenakan. Pada penelitian ini dibuat tiga formula deterjencair dengan memvariasikan komposisi tanah sebagai berikut: F1 (Kaolin 10%), F2(Kaolin : Nano bentonit 5%:5%) dan F3 (Nano bentonit 10%). Setelah itudilakukan evaluasi fisika-kimia meliputi organoleptik, pH, viskositas, tinggi danstabilitas busa, bobot jenis, stabilitas emulsi, volume sedimentasi dan pengujiandaya deterjensi. Formula terbaik dari pengujian fisik-kimia, dilanjutkan denganpengujian SNI dan pengujian aktivitas antibakteri. Hasil pengujian menunjukkanbahwa variasi komposisi tanah berpengaruh nyata terhadap sifat fisika-kimia yangdihasilkan. F3 dipilih sebagai formula terbaik dengan pertimbangan hasilpengujian yang paling baik. Hasil pengujian menurut SNI menunjukkan AngkaLempeng Total deterjen F3 telah memenuhi persyaratan, namun pengujian%Bahan Aktif belum memenuhi persyaratan. Hasil pengujian aktivitas antibakteridengan metode difusi cakram menunjukkan deterjen F3 memiliki aktivitasantibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Kata Kunci: Najis mughalladzah, deterjen cuci cair, kaolin, nano bentonit, difusicakram, Staphylococcus aureus
viiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Ervina Octaviani
Study Program : Pharmacy
Title : Formulation of Liquid Wash Detergent As aMughalladzah Cleansing Wash with Clay VarietyKaolin-Nano Bentonite
Najis mughalladzah not only cause by body contact between humans and animalswhich cause najis, but can accidentally attached to the clothing fibers that arebeing worn. In this study, three formulas were prepared by varying the claycomposition as follows: F1 (Kaolin 10%), F2 (Kaolin: Nano bentonite 5%: 5%)and F3 (Nano bentonite 10%). The detergent that has been made then evaluatephysical-chemically, the evaluation includes: organoleptic, pH, viscosity, heightand foam stability, species weight, emulsion stability, sedimentation volume anddetergency test. The best formula is chosen from the best result of chemical-physical test, followed by SNI quality and antibacterial activity test. The testresults showed that clay composition variation have a significant effect onphysical-chemical properties. F3 was chosen as the best formula withconsideration of better test result than F1 and F2. Result test of detergent qualityof liquid wash according to SNI showed Total Plate Count of F3 has qualified therequirement, but test requirementfor % Active Agent are not yet qualified. Theresults test of antibacterial activity by disc diffusion method showed F3 detergenthas antibacterial activity against Staphylococcus aureus bacteria.
Keywords: Najis mughalladzah, liquid wash detergent, kaolin, bentonite, discdiffusion, Staphylococcus aureus
viiiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil aalamiin, puji dan syukur penulis panjatkan atas
kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul
“FORMULASI DETERJEN CUCI CAIR SEBAGAI PENYUCI NAJIS
MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI TANAH KAOLIN-NANO
BENTONIT”. Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada Rasulullah
SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam
penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terima kasih banyak kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda M. Ifron R dan Ibunda Ismeriza
Zakaria yang senantiasa mencurahkan cinta, kasih sayang, do’a, nasihat,
serta dukungan baik moral maupun materil.
2. Kakak dan adik tersayang M. Dede Rosza Eriawan dan M. Dan Irfan telah
memberikan doa serta dukungan baik moral maupun materil.
3. Keluarga besar terkasih keluaraga Abdul Razak dan Zakaria atas do’a,
nasihat, serta dukungan moril maupun materil.
4. Bapak Dr. Muhammad Yanis Musdja, M.Sc dan Bapak Dr. Andria
Agusta, selaku pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan,
ilmu, masukan, dukungan, dan semangat kepada penulis.
5. Dr. Arif Sumantri, M.KM selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing dan menerima keluh kesah selama perkuliahan.
ixUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan yang telah bersedia memberikan ilmunya kepada penulis
selama masa perkuliahan.
9. Teman-teman Tim Sabun Penyuci Najis Mughalladzah:Fandi Akhmad,
Fifi Nur Hidayah, Elok Faikoh, Azumari Khairiady yang telah berjuang
bersama dalam penelitian ini, memberikan motivasi dan bantuan selama
penelitian.
10. Teman-teman seperjuangan di laboratorium: Aulia Wardahani, Luthfia
Wikhdatul, Ramaza Rizka, Asyraq Fahruzzaman, Aisyah, Puspa
Novadianti, Hasan Asy’ari yang telah memberikan motivasi dan bantuan
selama penelitian.
11. Sahabat Berbagi Kebahagiaan: Bukhoriah Safitri, Ambar Listyorini, Hesti
Sulistiorini dan Zuha Yuliana yang selalu memberikan motivasi dan
bantuan selama perkuliahan hingga selesaianya penelitian ini.
12. Teman-teman Kelompok Biokim: Ghifaril Aziz, Marrisa, Tri Wahyuni,
Putri Agni Kreativita Ivada dan Sri Mardiah Islami, yang telah
memberikan motivasi, bantuan dan kebahagiaan selama perkuliahan.
13. Teman-teman sejawat program studi Farmasi UIN Jakarta angkatan 2013
atas persaudaraan dan kebersamaan yang telah terjalin dan memotivasi
penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun selama di bangku
perkuliahan.
14. Seluruh laboran Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta atas kerjasamanya selama melakukan penelitian di
laboratorium.
15. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
xUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua
bantuan dan dukungan yang diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis dan pembaca. Aamiin Ya Rabbal’alamiin.
Ciputat, 11 September 2017
Penulis
xiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ervina Octaviani
NIM : 1113102000025
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya dengan judul :
FORMULASI DETERJEN CUCI CAIR SEBAGAI PENYUCI NAJISMUGHALLADZAH DENGAN VARIASI TANAH KAOLIN-NANO
BENTONIT
Untuk dapat diakses melalui Digital Library Perpustakaan Universitas IslamNegeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatassesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengansebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Tanggal : 15 September 2017
Yang menyatakan,
(Ervina Octaviani)
xiiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN SAMPUL........................................................................................... iHALAMAN JUDUL ............................................................................................. iiHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iiiHALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ivHALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ...............................................................vABSTRAK ............................................................................................................ viABSTRACT ......................................................................................................... viiKATA PENGANTAR ........................................................................................ viiiHALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................... xiDAFTAR ISI........................................................................................................ xiiDAFTAR TABEL .............................................................................................. xivDAFTAR GAMBAR ............................................................................................xvDAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviBAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................11.1 Latar Belakang .............................................................................................11.2 Rumusan Masalah ........................................................................................41.3 Tujuan Penelitian .........................................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................................41.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................5BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................62.1 Najis .............................................................................................................62.2 Thaharah ......................................................................................................72.3 Deterjen Cair ................................................................................................82.4 Teknologi Nano Partikel ..............................................................................92.5 Formula Deterjen .......................................................................................102.6 Karakteristik Fisikokimia dan Kinerja Deterjen Cair ................................152.7 Pengujian Aktivitas Antibakteri .................................................................18
2.7.1 Staphylococcus aureus ...................................................................182.7.2 Escherichia coli..............................................................................19
2.8 Komponen Pembentuk Deterjen ................................................................202.8.1 Tanah..............................................................................................202.8.2 Sodium Lauryl Ether Sulfate (SLES).............................................222.8.3 Kokoamid Diethanolamin ..............................................................232.8.4 Etanol .............................................................................................232.8.5 Butylated Hyroxytoluene (BHT) ...................................................242.8.6 Parfum............................................................................................242.8.7 Akuades..........................................................................................24
BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................................253.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................................25
3.1.1 Lokasi Penelitian............................................................................253.1.2 Waktu Penelitian ............................................................................25
xiiiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2 Alat dan Bahan Penelitian..........................................................................253.2.1 Alat Penelitian................................................................................253.2.2 Bahan Penelitian.............................................................................25
3.3 Prosedur Kerja............................................................................................263.3.1 Penyiapan Alat dan Bahan .............................................................263.3.2 Formulasi Deterjen Cuci Cair ........................................................263.3.3 Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Deterjen Cuci Cair......................273.3.4 Evaluasi Kualitas Deterjen Cuci Cair ............................................293.3.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri Deterjen Cuci Cair......................303.3.6 Evaluasi Deterjen Cuci Cair Menurut SNI.....................................313.3.7 Teknik Analisa Data.......................................................................31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................324.1 Formulasi Deterjen Cuci Cair Penyuci Najis .............................................324.2 Hasil Penelitian Pendahuluan.....................................................................354.3 Evaluasi Formulasi Deterjen Cuci Cair Penyuci Najis ..............................37
4.3.1 Pengamatan Organoleptik ..............................................................374.3.2 Pengujian pH..................................................................................374.3.3 Pengujian Viskositas ......................................................................394.3.4 Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa ............................................404.3.5 Pengujian Bobot Jenis ....................................................................424.3.6 Pengujian Volume Sedimentasi .....................................................444.3.7 Pengujian Stabilitas Emulsi............................................................454.3.8 Pengujian Daya Deterjensi .............................................................47
4.4 Enalisa Keputusan Formula Terbaik..........................................................494.5 Evaluasi SNI Deterjen Cuci Cair ...............................................................51
4.5.1 Pengujian Cemaran Mikroba..........................................................514.5.2 Pengujian Persentase Bahan Aktif .................................................52
4.6 Evaluasi Aktivitas Antibakteri ...................................................................53BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................575.1 Kesimpulan ................................................................................................575.2 Saran...........................................................................................................57DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................58LAMPIRAN..........................................................................................................65
xivUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
HalamanTabel 2.1 Syarat Mutu Deterjen Cair Menurut SNI ........................................9Tabel 3.1 Formula Deterjen Cuci Cair Variasi Konsentrasi Kaolin – Nano
Bentonit .........................................................................................26Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian Pendahuluan Viskositas dan Stabilitas
Deterjen Cuci Cair Kaolin - Nano bentonit ...................................36Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Organoleptik Deterjen Cuci Cair Kaolin - Nano
Bentonit ..........................................................................................37Tabel 4.3 Hasil Pengujian Nilai pH Deterjen Cuci Cair Kaolin - Nano
Bentonit ..........................................................................................38Tabel 4.4 Hasil Pengujian Nilai Viskositas Deterjen Cuci Cair Kaolin - Nano
Bentonit ..........................................................................................39Tabel 4.5 Hasil Pengujian Tinggi Busa Deterjen Cuci Cair Kaolin - Nano
Bentonit ..........................................................................................41Tabel 4.6 Hasil Pengujian Stabilitas Busa Deterjen Cuci Cair Kaolin - Nano
Bentonit ..........................................................................................41Tabel 4.7 Hasil Pengujian Bobot Jenis Deterjen Cuci Cair Kaolin - Nano
Bentonit ..........................................................................................42Tabel 4.8 Hasil Pengujian Stabilitas Emulsi Deterjen Cuci Cair Kaolin -
Nano bentonit .................................................................................46Tabel 4.9 Hasil Pengujian Daya Deterjensi Deterjen Cuci Cair Kaolin - Nano
Bentonit ..........................................................................................48Tabel 4.10 Hasil Terbaik Evaluasi Deterjen Cuci Cair Kaolin – Nano
Bentonit ..........................................................................................51Tabel 4.11 Hasil Pengujian Angka Lempeng Total dari F3.............................52Tabel 4.12 Hasil Pengujian %Bahan Aktif dari F3..........................................53Tabel 4.13 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri dari F3 dan Kontrol Basis
Deterjen ..........................................................................................54Tabel 4.14 Gambar Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri dari F3 dan Kontrol
Basis Deterjen ................................................................................54Tabel 4.15 Hasil Pengamatan dengan Mikroskop Elektron.............................56
xvUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Builder Mengikat Ion Kalsium dan Magnesium yang Ada di Air .11Gambar 2.2 Skala pH pada Air ..........................................................................12Gambar 2.3 Molekul dari Bahan Pelembut Tersebar Secara Merata pada
Permukaan Kain .............................................................................14Gambar 2.4 Struktur Kimia Sodium Lauryl Eter Sulfat ....................................22Gambar 2.5 Struktur Kimia Kokoamid Diethanolamin ....................................23Gambar 2.6 Struktur Kimia Etanol ...................................................................23Gambar 2.7 Struktur Kimia BHT.......................................................................24Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengujian Viskositas Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano
Bentonit ..........................................................................................39Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengujian Volume Sedimentasi Deterjen Cuci Cair
Kaolin - Nano Bentonit ..................................................................44
xviUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Gambar Deterjen Cuci Cair Kaolin Nano Bentonit .......................66Lampiran 2 Hasil Penelitian Pendahuluan.........................................................67Lampiran 3 Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik pH Deterjen Cuci Cair
Kaolin – Nano Bentonit .................................................................69Lampiran 4 Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Viskositas Deterjen Cuci
Cair Kaolin – Nano Bentonit .........................................................70Lampiran 5 Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Tinggi dan Stabilitas Busa
Deterjen Cuci Cair Kaolin – Nano Bentonit ..................................73Lampiran 6 Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Bobot Jenis Deterjen Cuci
Cair Kaolin – Nano Bentonit .........................................................75Lampiran 7 Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Volume Sedimentasi
Deterjen Cuci Cair Kaolin – Nano Bentonit ..................................79Lampiran 8 Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Stabilitas Emulsi Deterjen
Cuci Cair Kaolin – Nano Bentonit .................................................81Lampiran 9 Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Daya Deterjensi Deterjen
Cuci Cair Kaolin – Nano Bentonit .................................................85Lampiran 10 Dokumentasi Evaluasi Deterjen Cuci Cair Kaolin – Nano
Bentonit ..........................................................................................89Lampiran 11 Laporan Hasil Pengujian SNI Deterjen Cuci Cair .........................92Lampiran 12 Hasil PSA (Particle Size Analyzer) Nano Bentonit.......................93Lampiran 13 Certificate Of Analysis Bentonit ....................................................94Lampiran 14 Certificate Of Analysis Kaolin .......................................................95Lampiran 15 Certificate Of Analysis Sodium Lauril Eter Sulfat.........................96Lampiran 16 Certificate Of Analysis Kokoamid Diethanolamin ........................97Lampiran 17 Certificate Of Analysis HPMC.......................................................98Lampiran 18 Lembar Hasil Uji Antibakteri.........................................................99
1UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menyucikan diri dari kotoran dan najis biasa disebut dengan istilah
thaharah. Bersuci (thaharah) merupakan syarat sah suatu ibadah (Al-Bugha,
2007). Bersuci terbagi menjadi dua bagian, yaitu bersuci dari hadas dan bersuci
dari najis. Bersuci dari hadas adalah membersihkan bagian tertentu dari badan
dengan cara berwudhu, tayamum dan mandi. Sedangkan bersuci dari najis adalah
membersihkan najis pada badan, pakaian dan tempat (Zurinal dan Aminudin,
2008).
Saat ini, perdagangan produk halal selalu meningkat. Hal itulah yang
membuat arah penelitian terkait produk halal saat ini adalah perkembangan
deteksi cepat adanya komponen non-halal dan upaya pencarian alternatif
pengganti komponen non-halal tersebut. Dengan demikian, para peneliti bidang
halal pasti akan bersentuhan dengan berbagai derivat babi (daging, lemak ataupun
gelatin babi). Selain peneliti bidang halal, saat ini dalam kehidupan sehari-hari
anjing dapat dijumpai sebagai hewan kesayangan manusia dan lazim dijumpai
pada masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama muslim. Masih banyak
dijumpai masyarakat Islam yang memanfaatkan anjing sebagai hewan peliharaan
dengan tujuan untuk menjaga rumah ataupun secara tidak langsung berkontak
dengan hewan tersebut misalnya dokter hewan, penggembala/peternak babi
maupun anjing dan lain sebagainya. Menurut hukum Islam, najis yang diakibatkan
oleh babi (termasuk derivat babi) dan air liur anjing, yang mana untuk
menyucikannya digunakan air sebanyak tujuh kali, dan salah satunya harus
menggunakan tanah/debu yang suci (Alwy & Wahidin, 2003).
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, penggunaan
tanah/debu secara langsung untuk proses penyucian najis berat (mughalladzah)
dirasa kurang praktis bagi kehidupan modern. Maka muncullah inovasi untuk
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memformulasikan tanah dalam bentuk sediaan sabun pembersih yang lebih praktis
dalam penggunaanya untuk bersuci.
Di Indonesia, sabun tanah sebagai alternatif untuk menyucikan diri dari
najis mughalladzah sudah pernah diformulasikan oleh beberapa peneliti dalam
bentuk sabun padat dan sabun cair, diantaranya sabun padat An-Mugh oleh
mahasiswa kedokteran hewan IPB (Fizri, 2013) yang telah beredar di pasaran dan
sabun bentonit oleh mahasiswa UGM (Anggraeni, 2014) dan mahasiswa UIN
Jakarta (Mauliana, 2016). Sebelumnya pun, Negara Thailand memproduksi sabun
yang mengandung tanah dan telah dipasarkan sebagai sabun penyuci najis dengan
nilai penjualan mencapai 6-7 kali lipat dibandingkan sabun yang tidak
mengandung tanah. Konsentrasi tanah yang dipergunakan dalam formulasi sabun
penyuci najis di Thailand tersebut berada pada rentang konsentrasi 0,05-95% dan
telah mendapat persetujuan dari Komite Islam Bangkok untuk digunakan sebagai
penyuci najis sesuai dengan peraturan Islam (Dahlan, 2010 dalam Mauliana,
2016).
Hal ini tentunya menarik pihak lain untuk berinvestasi memproduksi
formula sabun tanah yang optimal untuk pengembangan produksi dalam skala
industri serta melakukan riset-riset pengembangan formulasi untuk memproduksi
jenis sabun pembersih lainnya. Karena kontak antara manusia dengan hewan-
hewan najis tersebut tidak hanya sebatas bersentuhan dengan anggota tubuh saja,
melainkan air liur ataupun daging anjing dan babi dapat tanpa sengaja menempel
pada pakaian yang sedang dikenakan. Akan dibutuhkan formulasi sabun
pembersih khusus yang dapat digunakan untuk membersihkan kotoran serta najis
tersebut secara optimal dari serat kain. Sabun pembersih untuk serat kain telah
banyak beredar dan digunakan dipasaran dengan sebutan sabun cuci (laundry
detergent).
Deterjen merupakan bahan pembersih yang umum digunakan oleh
masyarakat, baik oleh rumah tangga, industri, perhotelan, rumah makan dan lain-
lain. Berdasarkan bentuknya deterjen yang beredar di pasaran dapat berupa
deterjen bubuk dan deterjen cair. Pada umumnya kedua jenis deterjen ini memiliki
fungsi yang sama. Hal yang membedakan keduanya adalah bentuknya. Pada
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
awalnya deterjen cair lebih banyak digunakan dalam pembersih alat-alat dapur.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, deterjen cair juga banyak
diaplikasikan untuk kebutuhan industri serta pembersih pakaian. Hal tersebut
dikarenakan deterjen cair lebih mudah cara penanganannya serta lebih praktis
dalam penggunaannya (Ika, 2010).
Dalam penelitian ini, digunakan bentonit dan kaolin sebagai tanah yang
suci. Bentonit merupakan sejenis tanah lempung yang biasanya dijadikan sebagai
adsorben (Susilawati, 2014). Bentonit mempunyai komposisi utama mineral
lempung, sekitar 80% terdiri atas monmorilonit (Gunister 2004 dalam Mauliana,
2016). Kaolin merupakan jenis clay dengan ukuran partikel paling baik, sehingga
dalam penggunaanya akan memiliki luas permukaan aktif yang besar dan akan
meningkatkan kemampuan untuk teradsorbsi kedalam serat pakaian (Puziah,
2013).
Berdasarkan penelitian Angkatavanich pada tahun 2009, menunjukkan
bahwa deterjen yang mengandung bentonit memiliki daya pembusaan yang lebih
tinggi dibandingkan deterjen kaolin. Namun, deterjen cair yang mengandung
bentonit rentan mengalami pengendapan selama penyimpanan dikarenakan
bentonit memiliki kemampuan untuk mengembang dan membentuk koloid jika
dimasukkan kedalam air (Mauliana, 2016). Sehingga reduksi ukuran partikel
bentonit menjadi ukuran nanopartikel diharapkan dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkan pengendapan yang terjadi selama penyimpanan.
Berdasarkan uraian diatas, pada penelitian ini akan dilakukan formulasi
deterjen cuci cair dengan variasi penggunaan kaolin dan nano bentonit untuk
digunakan sebagai sabun pembersih pakaian untuk thaharah. Penelitian ini juga
bermanfaat untuk mengetahui formulasi optimum dari penggunaan kaolin dan
nano bentonit terhadap hasil evaluasi deterjen yang dihasilkan.
Formulasi yang tepat dalam pembuatan deterjen cair sangat penting untuk
dapat menciptakan produk deterjen cair dengan kualitas yang baik. Karena selain
deterjen dengan daya deterjensi yang baik, konsumen juga menginginkan bentuk
fisik deterjen yang baik.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian aktivitas antibakteri dari
deterjen cuci cair yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Handi (2008) dalam formulasi sabun cair tanah steril dengan
konsentrasi 10% dihasilkan diemeter daya hambat terhadap bakteri didalam air
liur anjing sebesar 17,73±0,32 mm, selain itu pada penelitian Jeffry (2008) dengan
menggunakan sabun opaque tanah konsentrasi 10% mampu menghilangkan
bakteri air liur anjing pada pencucian ketiga kali. Sehingga diperlukan adanya
pengujian untuk mengetahui efek antibakteri dari deterjen cuci cair yang telah
diformulasikan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil evaluasi sifat fisik – kimia dan kualitas deterjen cuci
cair kaolin – nano bentonit?
2. Apakah reduksi ukuran partikel bentonit menjadi bentuk nano bentonit
dapat mengatasi permasalahan pengendapan dalam formulasi deterjen
cuci cair?
3. Apakah deterjen cuci cair kaolin – nano bentonit memiliki aktivitas
antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri yang biasa terdapat dalam
air liur anjing?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan deterjen cuci cair sebagai
penyuci najis mughalladzah.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hasil evaluasi sifat fisik-kimia dan kualitas deterjen cuci
cair kaolin – nano bentonit.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Mengetahui pengaruh reduksi ukuran partikel bentonit menjadi bentuk
nano bentonit dalam permasalahan pengendapan yang terjadi pada
formulasi deterjen cuci cair.
3. Mengetahui aktivitas antibakteri deterjen cuci cair kaolin-nano
bentonit terhadap beberapa jenis bakteri yang biasa terdapat dalam air
liur anjing.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai hasil evaluasi sifat fisik-kimia deterjen cuci cair kaolin-nano
bentonit sehingga dapat menghasilkan deterjen cuci cair yang
berkualitas.
2. Dapat mengatasi permasalahan pengendapan bentonit yang terjadi
dalam formulasi deterjen cuci cair.
3. Memberikan solusi mudah menyucikan serat kain yang dari najis
mughalladzah kepada masyarakat Islam secara praktis dan aman.
6UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Najis
Najis menurut bahasa adalah segala sesuatu yang kotor dan menjijikan
(Al-Mahfani, 2008). Sedangkan menurut istilah, najis adalah kotoran yang wajib
dihindari dan dibersihkan oleh setiap muslim manakala terkena olehnya (Al-
Qahthani, 2006). Najis dibagi kedalam tiga bagian :
a. Najis Mukhaffafah adalah najis ringan yang dapat dihilangkan hanya
dengan memercikan air (mengusap dengan air pada benda yang
terkena najis). Contoh najis mukhaffafah yaitu air kencing bayi laki-
laki yang belum makan apapun kecuali air susu ibu (Djamaludin,
2015).
b. Najis Mutawasithah adalah najis sedang yang dapat dihilangkan
dengan cara mencuci sampai warna, bau, rasa, zat dan sebagainya
hilang. Contoh najis mutawasithah adalah bangkai, darah, nanah, dan
lain-lain (Djamaludin, 2015).
c. Najis Mughalladzah merupakan najis berat, yang termasuk najis ini
adalah babi dan air liur anjing. Cara membersihkannya adalah terlebih
dahulu dihilangkan wujud benda najis tersebut, kemudian dibasuh
dengan air sebanyak tujuh kali sampai bersih dan salah satunya
memakai tanah (Sumaji, 2008).
Kenajisan anjing dikategorikan oleh fuqaha sebagai mughalladzah (najis
berat) karena cara penyuciannya yang memerlukan proses samak atau sertu.
Perintah Rasulullah Sallallahu’alaihi Wa Sallam untuk menyucikan bekas yang
diminum oleh anjing adalah dalil utama yang menunjukkan najisnya lidah, air liur
dan mulut anjing.
علیھ وسلم قال صلى هللا إذا شرب الكلب في إناء أحدكم عن أبي ھریرة قال إن رسول هللافلیغسلھ سبعا
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari Abu Hurairah, berkata: Sesungguhnya Rasulullah Sallallahu’alaihi Wa
Sallam bersabda: Apabila Anjing minum pada bejana salah seorang dari kamu,
maka cucilah bejana tersebut tujuh kali (HR Al-Bukhari)
علیھ وسلم طھور إناء أحدكم إذا ولغ ف صلى هللا ن یھ الكلب أ عن أبي ھریرة قال قال رسول هللا
ات أوالھن بالتراب .یغسلھ سبع مر
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah Sallallahu’alaihi Wa Sallam telah
bersabda: Sucinya bejana salah seorang dari kamu apabila dijilat oleh anjing
dengan mencucinya tujuh kali yang pertama kali dengan tanah (HR Muslim).
Jika lidah dan mulut dikategorikan sebagai najis, maka sudah tentu
anggota tubuh lainnya, yakni seluruh badannya adalah najis juga (Fatwa Malaysia,
2013).
Jika daging babi adalah najis, maka keseluruhan badan dan anggota tubuh
babi adalah najis juga. Hal ini dikarenakan daging merupakan bagian utama dari
seekor hewan, sehingga jika ia najis, sudah tentu selainnya adalah najis. Kaidah
penyucian diri atau perkara yang terkena najis babi, sebagian ulama berpandangan
adalah sama seperti penyucian najis anjing yaitu dengan menyamaknya dengan
tujuh basuhan air dengan salah satu basuhannya hendaklah disertai dengan tanah,
hal ini dikarena babi diqiyaskan kepada anjing, maka cara penyuciannya juga
mengikuti cara penyucian jilatan anjing (Fatwa Malaysia, 2013 dan Kadir, 2009).
2.2 Thaharah
Menyucikan najis disebut dengan thaharah (bersuci). Menurut istilah ahli
fiqih, thaharah berarti membersihkan hadas atau najis, yaitu najis jasmani seperti
darah, air kencing, dan tinja (Mughniyah, 2002). Thaharah adalah bentuk ritual
karena untuk menetapkan sesuatu suci atau tidak hanyalah berdasarkan
kepercayaan. Debu, tanah, lumpur, keringat dan sejenisnya dalam ilmu fiqih
bukan merupakan benda yang kotor dan bukan termasuk najis. Debu dan tanah
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
justru merupakan salah satu alternatif yang digunakan umat Islam untuk bersuci
apabila tidak ada air (Abatasa, 2012). Beberapa standar thaharah atau yang
menjadi tolak ukur sesuatu dikatakan suci atau bersih harus terhindar dari tiga
sifat, yaitu :
a. Warna. Apabila wujud najis itu sudah tidak terlihat lagi oleh
pancaindra.
b. Bau. Apabila aroma bau yang terdapat dalam najis sudah tidak
tercium.
c. Bentuk atau wujudnya.
Maka dari itu, tiga sifat tersebut harus terpenuhi jika seseorang akan
menghilangkan najis yang merupakan tolak ukur dalam bersuci (Khoirunnisa,
2010).
2.3 Deterjen Cair
Deterjen merupakan molekul amfipatik, yaitu suatu senyawa yang
mengandung gugus polar dan nonpolar, sehingga dikenal juga sebagai surfaktan
karena dapat menurunkan tegangan permukaan air. Berdasarkan gugus
hidrofiliknya, deterjen secara umum diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu;
a. Deterjen ionik, memiliki gugus muatan yang terdiri dari deterjen
anionik bermuatan negatif dan deterjen kationik bermuatan positif.
Deterjen ini efisien untuk memecah ikatan protein-protein.
b. Deterjen nonionik, tidak memiliki muatan, secara umum deterjen ini
lebih baik untuk memecah ikatan lemak-lemak atau lemak-protein
dibandingkan dengan ikatan protein-protein.
c. Deterjen zwitterionik, merupakan kombinasi antara deterjen ionik
dengan deterjen nonionik (Bhairi, 2001).
Deterjen cair merupakan suatu emulsi yang terdiri dari bahan-bahan
dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Untuk memformulasikan komponen-
komponen deterjen cair didalam formula tunggal diperlukan suatu sistem emulsi
dengan karakteristik yang baik. Menurut Schuleller dan Romanowsky, emulsi
dapat distabilkan oleh molekul-molekul surfaktan yang membentuk agregat
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melalui pembentukan lapisan pelindung antara fase terdispersi dan pendispersi
(Fauziah, 2010). Sedangkan menurut Suryani(2000) sistem emulsi mampu
mencampurkan berbagai macam bahan yang memiliki perbedaan kepolaran
kedalam satu campuran yang homogen.
Didalam SNI (06-0475-1996), deterjen cair dikategorikan sebagai
pembersih berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar deterjen dengan
penambahan bahan lain yang diizinkan dan digunakan untuk mencuci pakaian
serta alat dapur, tanpa menimbulkan iritasi kulit. Terdapat dua kelompok deterjen
cair, yaitu yang digunakan dalam pencucian pakaian (kelompok P) dan yang
digunakan dalam pencucian alat-alat dapur (kelompok D). Standar SNI (06-0475-
1996) untuk deterjen cair yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Syarat Mutu Deterjen Cair Menurut SNI (SNI 06-4075-1996)
No. Kriteria SatuanPersyaratan
Jenis P Jenis DBiasa Konsentrat Biasa Konsentrat
1.
Keadaana. Bentukb. Bauc. Warna
---
HomogenKhasKhas
HomogenKhasKhas
HomogenKhasKhas
HomogenKhasKhas
2. pH 25oC - 10 – 12 10 – 12 6 – 8 6 – 83. Bahan aktif % Min. 10 Min. 25 Min. 10 Min.354. Bobot jenis 25% g/ml 1,0 – 1,3 1,2 – 1,5 1,0 – 1,2 1,1 – 1,3
5.Cemaranmikroba: AngkaLempeng Total
Koloni/gMaks1x105
Maks1x105
Maks1x105
Maks1x105
2.4 Teknologi Nano Partikel
Teknologi nano adalah suatu desain, karakterisasi, produksi dan penerapan
struktur, perangkat dan sistem dengan mengontrol bentuk dan ukuran pada skala
nanometer (Park, 2007). Nanoteknologi meliputi penerapan ilmu pengetahuan dan
rekayasa pada skala atom. Hal ini melibatkan konstruksi struktur kecil dan
perangkat dengan memanipulasi masing-masing molekul dan atom yang memiliki
sifat yang unik dan kuat. Struktur ini dapat digunakan dalam bidang kedokteran
dan bioteknologi; energi dan lingkungan; dan telekomunikasi (Einsiedel, 2005).
Nano partikel dapat diproduksi dengan berbagai metode, diantaranya
sintesis plasma, wet-phase processing, presipitasi kimia, sol-gel processing,
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengolahan mekanik, sintesis mechanicochemical, high-energy ball miling,
chemical vapour depsition dan ablasi laser (Park, 2007).
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam sintesis nanomaterial, yaitu
secara top down dan bottom up. Top down merupakan pembuatan struktur nano
dengan memperkecil material yang besar. Contoh metode top down adalah dengan
penggerusan dengan alat milling. Sedangkan metode bottom-up merupakan cara
merangkai atom atau molekul dan menggabungkannya melalui reaksi kimia untuk
membentuk nano struktur (Grainer, 2009). Contoh teknologi bottom up yaitu
menggunakan teknik sol-gel, presipitasi kimia, dan aglomerasi fasa gas
(Hofmann, 2005).
Teknologi bottom up dimulai dengan molekul dan bahan aktif yang
dilarutkan dengan pelarut organik kemudian pelarut dihilangkan. Teknologi top
down menggunakan berbagai jenis penggilingan dan teknik homogenisasi.
Teknologi top down lebih populer dibandingkan teknologi bottom up. Top down
dikenal sebagai “nanosizing”, dalam kata lain top down adalah proses yang
memecah kristal partikel besar menjadi potongan-potongan kecil (Khoerunnisa,
2011).
2.5 Formula Deterjen
Menurut Matheson (1996) formula deterjen cair terdiri dari surfaktan,
soap, builder, hydrotopes, other (enzymes, bleach, optical brigtener, parfume,
coloring). Sedangkan menurut Bird (1983) bahwa bahan baku deterjen terdiri atas
surfaktan, builders (zat pembangun), aditif serta enzim.
Dalam Laundry Detergent Ingredients Information Sheet yang diterbitkan
oleh Advocate for the Consumer, Cosmetic, Hygiane and Specialty Products
Industry, formulasi deterjen cuci cair terdiri dari beberapa bahan dibawah ini :
a. Surfaktan
Merupakan bahan pembersih yang bekerja dengan cara
berpenetrasi dan membasahi serat pakaian, melepaskan kotoran dari serat
pakaian dan melarutkan kotoran yang sudah terlepas dan menjaga
kelarutannya dalam cairan pencuci agar tidak menempel kembali ke serat
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pakaian. Surfaktan mengandung hidrokarbon yang bersifat larut air
(hidrofilik) dan hidrokarbon yang tidak larut air (hidrofobik). Menurut
Ilyani (2002), surfaktan berfungsi menurunkan tegangan permukaan air,
sehingga kotoran dapat lepas dari kain. Menurut Hargreaves (2003) ketika
molekul surfaktan berada didalam air, gugus hidrofiliknya berikatan kuat
dengan molekul air (ikatan antar molekul polar), sedangkan gugus
hidrofobiknya (non-polar) mempunyai kecenderungan untuk menjauh dari
molekul air. Gugus hidrofilik surfaktan bergerak ke permukaan air dan
berikatan dengan molekul udara, sehingga membuat tegangan permukaan
air menurun.
b. Builder
Digunakan untuk membantu mendispersikan kotoran dari serta
kain dan mencegah terjadinya redeposisi pada cairan pencuci. Builder
berfungsi meningkatkan efisiensi kinerja surfaktan (Sasser, 2001).
Menurut Wittcof dan Reuben (1980), tujuan penambahan builder adalah
untuk mengkelat ion-ion Ca2+ dan Mg2+. Builder dalam deterjen akan
melindungi/menghalangi redeposisi kotoran akan kembali ke permukaan
(Fauziah, 2010).
Gambar 2.1 Builder Mengikat Ion Kalsium dan Magnesium yang Ada diAir (“Laundry Detergent”, n.d)
c. Senyawa Pengalkali
Penambahan senyawa ini berfungsi untuk meningkatkan pH dari
produk deterjen yang dihasilkan. Peningkatan pH deterjen akan
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memudahkan proses degradasi kotoran dari permukaan kain. Namun,
peningkatan pH deterjen yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
kerusakan pada kain yang telah dicuci, sehingga peningkatan pH deterjen
juga harus dikontrol secara hati-hati. Pada dasarnya air memiliki pH 7
(netral). Dengan adanya penambahan senyawa pengalkilasi dapat
meningkatkan konsentrasi ion OH-, hal itulah yang menyebabkan
terjadinya peningkatan pH pada daterjen menjadi diatas 7.
Gambar 2.2 Skala pH pada Air (“Laundry Detergent”, n.d)
d. Senyawa Anti Redeposisi
Berfungsi untuk mencegah kotoran yang sudah terlepas dari serat
kain kembali mengalami redeposisi ke permukaan. Senyawa yang umunya
digunakan dalam formulasi deterjen cuci untuk kain katun adalah CMC.
Sedangkan dalam formulasi deterjen cuci untuk kain wol adalah polivinil
pyrrolidone.
e. Enzim
Penggunaan enzim dalam formulasi deterjen untuk meningkatkan
kemampuan deterjen dalam melepaskan kotoran dan menjaga warna kain.
Enzim bersifat sebagai katalis, sehingga jumlah enzim yang diperlukan
dalam formulasi deterjen relatif sedikit. Enzim dalam deterjen dapat
digunakan secara berulang dalam beberapa proses pencucian, hal ini
dikarenakan enzim hanya bersifat sebagai katalis dan tidak ikut mengalami
reaksi. Walaupun demikian, bukan berarti deterjen yang telah digunakan
sebelumnya dapat digunakan kembali secara berulang pada beberapa kali
proses pencucian. Hal ini dikarenakan bahan lain yang ada didalam
deterjen sudah berkurang efektivitasnya karena sudah bercampur dengan
kotoran. Enzim yang umumnya digunakan dalam formulasi deterjen
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adalah enzim protease (untuk memecah kotoran yang berupa protein),
enzim amilase (untuk memecah kotoran yang berupa karbohidrat) dan
lipase (untuk memecah kotoran yang berupa lemak). Enzim yang
digunakan dalam deterjen harus tahan terhadap sifat-sifat komponen
deterjen terutama senyawa pemutih, aktif pada pH 7 – 10 (alkalin) dan
suhu yang beragam (40 – 65oC) (Hmidet, 2009).
f. Kandungan Aktif Oksigen
Membantu melepaskan kotoran dari serat kain tanpa merusak
warna dari serat kain tersebut. Kandungan aktif oksigen bekerja dengan
cara mengoksidasi kotoran dengan menerima elektron dari partikel kotoran
sehingga menyebabkan ikatan kimia pada partikel rusak. Setelah itu
partikel kotoran akan hancur dan tersuspensi bersama dengan surfaktan.
Senyawa jenis ini yang umumnya digunakan dalam formulasi deterjen
adalah sodium perkarbonat, namun hanya aktif pada suhu diatas 60oC.
g. Antimikroba
Antimikroba yang digunakan dalam formulasi deterjen dapat
bersifat mikrobiosidal (membunuh mikroorganisme) atau bersifat
mikrobiostatik (menghambat pertumbuhan mikroorganisme). Penambahan
bahan ini juga berfungsi menjaga serat kain tetap bersih dari mikroba
sehingga tidak menimbulkan penyakit bagi pemakainya dan mencegah bau
tidak sedap yang disebabkan mikroorganisme. Contoh antimikroba yang
sering digunakan adalah amonium klorida kuartener dan alkohol.
h. Bahan Pelembut Kain
Bahan tambahan ini berfungsi untuk melembutkan kain,
mengurangi listrik statis pada kain sehingga kain tidak saling menempel
dan mencegah terjadinya kerutan pada kain. Bahan pelembut yang
digunakan biasanya merupakan surfaktan kationik yang bersifat polar pada
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bagian kepala dan bersifat nonpolar pada bagian ekor. Bagian nonpolar
yang keluar dari kain yang akan menghasilkan rasa lembut pada kain.
Gambar 2.3 Molekul dari Bahan Pelembut Tersebar Secara Merata padaPermukaan Kain (“Laundry Detergent”, n.d)
i. Pengharum
Pengharum atau parfum digunakan untuk menambahkan wangi
yang menyenangkan kedalam formulasi deterjen. Pengharum juga dapat
menteralisir bau yang tidak sedap dari bahan-bahan kimia didalam
formulasi. Manusia memiliki ratusan reseptor olfaktori yang dapat
berikatan dengan molekul dari pengharum sehingga dapat merasakan
aroma wanginya.
j. Bahan Pencemerlang Optik
Meningkatkan kecerahan warna yang terpantul dari permukaan
kain, sehingga kain terlihat selalu baru. Bahan ini akan menyerap sinar
ultraviolet yang tak terlihat dan mengubahnya menjadi sinar blueviolet
yang dapat terlihat.
k. Pengawet
Pengawet digunakan untuk mencegah kerusakan deterjen selama
proses penyimpanan. Umumnya ditambahkan dalam formulasi deterjen
cair. Penambahan pengawet dalam formulasi digunakan untuk melindungi
bahan-bahan didalam deterjen seperti surfaktan dan enzim yang bersifat
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
biodegradable. Adanya bakteri didalam deterjen akan merusak aktivitas
bahan tersebut.
l. Hidrotrop
Penambahan hidrotrop dalam formulasi bertujuan untuk mencegah
terjadinya pembentukan gel atau pemisahan campuran deterjen cair
menjadi dua lapisan selama proses penyimpanan. Penambahan bahan ini
akan mencegah terbentuknya misel yang akan meningkatkan viskositas
produk deterjen dan menyebabkan terbentuknya fase yang tak terlarut.
Selain itu, hidrotrop berperan dalam proses homogenisasi bahan-bahan
terlarut didalam formulasi, sehingga mempermudah proses penuangan
deterjen saat akan digunakan.
m. Regulator Busa
Mencegah terbentuknya busa yang berlebihan pada saat proses
pencucian menggunakan mesin cuci. Hal ini dikarenakan, mesin cuci akan
mengeluarkan energi mekanik dari pemutaran pada proses pencucian
sehingga akan terbentuklah busa.
2.6 Karakteristik Fisikokimia dan Kinerja Deterjen Cair
a. Organoleptik
Penilaian terhadap produk dapat dilihat secara organoleptik antara
lain dari segi bentuk, bau dan warna. Tidak ada perbedaan antara bahan
dasar jenis sabun maupun deterjen, antara lain:
1. Bentuk : Sabun harus berbentuk cairan.
2. Bau : Memiliki bau khas, sesuai dengan pewangi
yang ditambahkan pada sabun.
3. Warna : Dilihat secara kasat mata, memiliki warna
yang khas. Pewarna yang ditambahkan juga
sesuai dengan keinginan produsen.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Nilai pH
Nilai pH merupakan nilai yang menunjukkan derajat keasaman
suatu bahan (Nurhadi, 2012). Pengaturan pH dapat mempengaruhi
stabilitas suatu formula (Lachman, 1986). Salah satu sifat fisik yang
penting adalah derajat keasaman atau pH, sebab dalam formulasi pH dapat
mempengaruhi beberapa faktor salah satunya stabilitas dari sediaan yang
dihasilkan (Allen, 2005). pH pada formulasi deterjen umumnya bersifat
alkali.
b. Viskositas
Didalam Kodeks Kosmetika RI, viskositas didefinisikan sebagai
tenaga yang diperlukan untuk menggerakkan satu permukaan lain dalam
kondisi yang ditentukan, apabila ruang diantaranya diisi oleh cairan
tersebut (Fauziah, 2010). Definisi lainnya, berupa shearing stress yang
diberikan dalam luasan tertentu sewaktu diberikan kecepatan dalam
gradien normal pada area tersebut (Suryani, 2000). Menurut Shmitt
(1996) viskositas merupakan salah satu parameter penting yang
menunjukkan stabilitas produk maupun untuk penanganan suatu produk
kosmetik dan toiletries selama distribusi produk (Fakhrunnisa, 2015).
Standar Nasioanal Indonesia tidak mencantumkan nilai viskositas yang
harus dipenuhi oleh produk deterjen cair. Stephan Co, yang merupakan
salah satu produsen surfaktan di Amerika menyatakan nilai viskositas
sediaan pembersih cair berada didalam kisaran 500 cP hingga 2000 cP.
c. Bobot Jenis
Bobot jenis atau densitas didefinisikan sebagai berat suatu cairan
per satuan volume (ASTM, 2000). Bobot jenis deterjen cair ditentukan
oleh bobot jenis komponen-komponen penyusunnya. Perbedaan bobot
jenis komponen penyusun sebuah emulsi pada kisaran yang semakin lebar
akan menurunkan stabilitas emulsi tersebut dengan meningkatnya
kecenderungan fenomena creaming (Fauziah, 2010).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Stabilitas Busa
Busa adalah suatu dispersi koloid dimana gas terdispersi dalam
fase kontinyu yang berupa cairan. Akibat adanya densitas yang signifikan
antara gelembung dan medium cairan, maka sistem akan memisah menjadi
dua lapisan dengan cepat dimana gelembung akan naik ke atas
(Fakhrunnisa, 2015). Busa yang dihasilkan oleh produk deterjen cair juga
harus stabil agar bertahan lebih lama selama proses pencucian berjalan.
Stabilitas busa dikaitkan dengan penurunan volume busa terhadap faktor
aging, yaitu dengan menghubungkan volume busa terhadap waktu. Selain
dipengaruhi oleh jenis surfaktan, stabilitas busa dipengaruhi oleh suhu dan
laju drainase (Stubenrauch, 2003).
e. Volume Sedimentasi
Volume sedimentasi (F) adalah perbandingan dari volume endapan
yang terjadi (Vu) terhadap volume awal dari suspensi sebelum mengendap
(Vo) setelah suspensi didiamkan (Anief, 1993).Volume sedimentasi sangat
dipengaruhi oleh kecepatan sedimentasi. Kecepatan sedimentasi
dipengaruhi oleh kerapatan fase terdispersi dan kerapatan fase pendispersi,
diameter ukuran partikel dan viskositas medium pendispersi (Ansel, 1989).
f. Stabilitas Emulsi
Prinsi dasar tentang kestabilan emulsi adalah kesetimbangan antara
gaya tarik menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partikel
dalam suatu emulsi. Apabila gaya ini dapat dipertahankan tetap seimbang
atau terkontrol, maka partikel-partikel dalam sistem emulsi dapat
dipertahankan agar tidak bergabung. Fenomena penting lainnya dalam
pembuatan dan penstabilan dari emulsi adalah inversi fase. Inversi fase
meliputi perubahan tipe emulsi (Martin, 1993).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
g. Daya Deterjensi
Proses deterjensi menurut Hargreaves (2003) adalah sebagai
berikut, gugus hidrofobik surfaktan akan berikatan dengan kotoran dan
gugus hidrofilik akan berikatan dengan molekul air, sehingga membawa
kotoran larut dalam air. Sedangkan pada konsentrasi tinggi surfaktan akan
membentuk misel dan kotoran akan dihilangkan dari permukaan kain
dengan melarutkannya dalam bentuk mikro emulsi. Komponen yang
berperan dalam daya deterjensi adalah surfaktan.
2.7 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Senyawa antibakteri merupakan senyawa alami maupun kimia sintetik
yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa yang
dapat membunuh bakteri disebut bakterisidal. Bahan kimia yang tidak membunuh
namun dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik (Madigan,
2009 dalam Juariah, 2014).
Suatu zat aktif dikatakan memiliki potensi yang tinggi sebagai antibakteri
jika pada konsentrasi rendah mempunyai daya hambat yang besar. Kriteria
kekuatan antibakteri menurut Nazri (2011) adalah sebagai berikut:
1. Diameter zona hambat 15-20 mm : Daya hambat kuat
2. Diameter zona hambat 10-14 mm : Daya hambat sedang
3. Diameter zona hambat 0-9 mm : Daya hambat lemah
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi cakram dilakukan dengan
mengukur diemeter zona bening yang merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri. Syarat jumlah
bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan, 2007).
2.7.1 Staphylococcus aureus
Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus sebagai berikut:
Divisi : Protophyta atau Schizophyta
Kelas : Schizomycetes
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang bersifat aerob
atau anaerob fakultatif dan tahan hidup dalam lingkungan yang mengandung
garam dengan konsentrasi tinggi misal 10%. Staphylococcus aureus memiliki
bentuk bulat dengan diameter 0,7 – 1,2 µm, tersusun atas kelompok-kelompok
yang tidak teratur seperti buah anggur, non motil, tidak membentuk spora, tidak
berkapsul, dinding selnya mengandung dua komponen utama yaitu peptidoglikan
dan asam teikoat, dapat tumbuh pada berbagai media pada suasana aerob dan
memproduksi katalase yang merupakan bakteri patogen bagi manusia. Bakteri ini
tumbuh pada suhu optimum 37oC tetapi membentuk pigmen paling baik pada
suhu kamar (20-25oC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai
kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol dan berkilau (Mauliana,
2016).
Berdasarkan penelitian David (2005), jenis bakteri Staphylococcus
merupakan salah satu bakteri yang dapat diisolasi dari rongga mulut anjing (dari
air liur anjing ataupun plak rongga mulut). Sebelumnya telah dilakukan penelitian
oleh Kasempimolpom (2003) yang melakukan isolasi bakteri Staphylococcus
aureus dengan cara mengusap bagian mulut anjing.
2.7.2 Escherichia coli
Klasifikasi bakteri Escherichia coli sebagai berikut:
Divisi : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri E. coli merupakan bakteri gram negatif, bentuk batang, memiliki
ukuran 2,4 µm 0,4 hingga 0,7 µm, bergerak, tidak berspora (Greenwood, 2007).
Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas membranluar, peptidoglikan
dan membran dalam. Peptidoglikan yang terkandung dalam bakteri gram negatif
memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan gram positif. Membran
luarnya terdiri dari lipid, liposakarida dan protein. Peptidoglikan berfungsi
memecah sel lisis, menyebabkan sel kaku dan memberi bentuk kepada sel
(Purwoko, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kasempimolporn (2003) dalam
“Journal of the Medical Association of Thailand” menemukan bakteri Escherichia
coli sebagai salah satu bakteri patogen yang terdapat dalam air liur anjng.
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengkultur bakteri air liur anjing dengan
metode swab.
2.8 Komponen Pembentuk Deterjen
2.8.1 Tanah
Berdasarkan zahir hadis, hukum menyamak dengan tanah pada tempat
yang terkena najis mughalladzah, Nabi Muhammad Sallallahu’alaihi Wa Sallam
tidak memperincikan bentuk dan keadaan tanah yang boleh digunakan untuk
menyucikan najis mughalladzah. Ini seolah-olah menunjukkan semua jenis tanah
yang ada diatas muka bumi ini boleh digunakan untuk menyamak. Berdasarkan
Fatwa Malaysia tahun 2006, tanah yang dicampur benda asing tidaklah menjadi
halangan selama ia tidak mengubah keaslian tanah dan suci. Sedangkan dari aspek
tanah yang digunakan, Rasulullah Sallallahu’alaihi Wa Sallam tidak pernah
menyatakan lapisan tanah keberapa yang perlu digunakan, karena pada asasnya
tanah atau pasir adalah suci (Mauliana, 2015).
a. Bentonit
Salah satu tanah yang digunakan dalam formulasi dan pembuatan
sabun untuk menyucikan najis mughalladzah dalam penelitian ini adalah
bentonit. Bentonit merupakan sejenis tanah karena mempunyai komposisi
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
utama mineral lempung (tanah liat). Keberadaan bentonit sangat berlimpah
di Indonesia antara lain tersebar di pulau Jawa, pulau Sumatera, sebagian
pulau Kalimantan Timur dan pulau Sulawesi (Puslitbang Tekmira, 2005).
Bentonit berupa kristal mineral seperti tanah liat, dan dapat diperoleh
dalam bentuk serbuk tak berbau, kuning pucat, atau krem hingga abu-abu,
yang bebas dari pasir. Bentonit sedikit berasa seperti tanah. Dalam bidang
farmasi, bentonit biasa digunakan untuk memformulasi suspensi, gel, dan
sol (Rowe, 2009).
Bentonit merupakan jenis tanah liat dengan proporsi mineral
montmorillonit yang tinggi, yang dihasilkan dari dekomposisi abu
vulkanik. Dengan plastisitas yang tinggi, bentonit sangat menyerap air dan
memiliki susut tinggi dan swelling characteristics (Asad, 2013).
Bentonit yang digunakan dalam penelitian ini berupa serbuk
berukurannano bentonit. Teknologi nano menungkinkan ukuran serbuk
dibuat dalam ukuran 10 – 1000 nm (Mohanraj dan Chen, 2006). Akibat
sifat fisika, kimia dan biologinya mengalami perubahan, bentuk serbuk
nano akan memiliki luas permukaan kontak yang lebih besar dan
meningkatkan kelarutannya dalam bahan pembawa.
b. Kaolin
Kaolin, sering disebut tanah liat Cina, adalah sejenis tanah liat
berkualitas tinggi yang merupakan bahan galian industri yang berasal dari
pelapukan mineral feldspar atau pelapukan batuan granit(Komandoko,
2010).Untuk pembentukan kaolin, maka proses pelapukan atau alterasi
harus bersih dari ion-ion seperti ion Na, K, Ca, Mg dan Fe. Kaolin tidak
menyerap air, sehingga tidak dapat mengembang ketika kontak dengan air
(Nidya, 2008).
Kaolin adalah alumunium silikat hidrat alam yang telah
dimurnikan dengan pencucian dan telah dikeringkan, mengandung bahan
pendispersi. Kaolin berupa serbuk ringan, putih, bebas dari butiran kasar,
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan licin (Departemen Kesehatan RI,
1995).
Kaolin secara alami mengandung mineral yang digunakan dalam
formulasi oral dan topikal dibidang farmasi. Kaolin praktis tidak larut
dalam dietil eter, etanol 95%, air, pelarut organik lainnya, asam encer
dingin dan larutan alkali hidroksida. Kaolin merupakan bahan atau
material yang stabil dan tidak beracun (Rowe, 2009).
2.8.2 Sodium Lauril Eter Sulfat
Merupakan surfaktan anionik yang paling banyak digunakan untuk
kosmetika atau produk-produk perawatan diri. SLES mudah mengental dengan
garam dan menunjukkan kelarutan dalam air yang baik. Kesesuaian SLES
terhadap kulit dan mata dapat diterima pada kebanyakan aplikasi dan bisa
ditingkatkan melalui kombinasi dengan surfaktan sekunder yang tidak terlalu
kuat. Di Eropa, Lauril Eter Sulfat (apalagi bentuk garam sodium) paling biasa
digunakan sebagai surfaktan primer dan Lauril Sulfat menduduki peringkat kedua.
Sodium Lauril Sulfat (SLS) lebih mudah menyebabkan iritasi dari pada Sodium
Lauril Eter Sulfat (SLES). SLS lebih baik sifat deterjensinya dari pada SLES,
sedangkan untuk kelarutan dan pembentukan busa SLES lebih baik dari pada
SLS. Pencampuran dengan surfaktan lain dapat mengoptimalkan sifatnya dan
unsur lain dapat digunakan untuk memodifikasi sifatnya (Desmia, 2010).
SLES berbentuk pasta kenal berwarna putih atau kuning cerah, tidak
berbau. Rumus formula C12H26Na2O5S dengan berat molekul 328,38 dan bobot
jenis 1,03 pada suhu 20oC dengan nilai pH 7,5-8,5 (ik.pom.go.id). Rentang SLES
yang digunakan dalam pembuatan sabun antinajis yang telah diformulasi
sebelumnya di Thailand sekitar 12-70%.
Gambar 2.4 Struktur Kimia Sodium Lauryl Eter Sulfat (Fakhrunnisa,
2016)
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8.3 Kokoamid Diethanolamin
Merupakan dietanolamida yang terbuat dari minyak kelapa. Dalam satu
sedian kosmetika, kokoamid diethanolamin berfungsi sebagai surfaktan dan zat
penstabil busa. Dietanolamida merupakan zat penstabil busa yang efektif.
kokoamid diethanolamin tidak pedih dimata, mampu meningkatkan tekstur kasar
busa (Suryani, 2002). Apabila digunakan pada konsentrasi lebih dari 4%,
kokoamid diethanolamin dapat mengiritasi kulit (Rowe, 2009). Rentang kokoamid
diethanolamin yang digunakan dalam pembuatan sabun antinajis yang telah
diformulasi sebelumnya di Thailand sekitar 0,5-8%.
Gambar 2.5 Struktur Kimia Kokoamid Diethanolamin (Kristiyana, 2013)
2.8.4 Etanol
Etanol memiliki sinonim alkohol, etil alkohol, etil hydroxide, grain
alkohol, methyl carbinol. Etanol jernih, tidak berwarna, sedikit mudah menguap,
memiliki bau yang khas dan rasa terbakar. Etanol memiliki rumus molekul C2H6O
dan bobot molekul 46,07. Penggunaanya sebagai pelarut dalam sediaan topikal
sebanyak 60 – 90% sedangkan sebagai pengawet penggunaanya ≥ 10%. Pada
kondisi asam, larutan etanol dapat bereaksi keras dengan bahan pengoksidasi.
Campuran dengan alkali dapat menggelapkan warna karena reaksi dengan
sejumlah sisa aldehida. Larutan etanol tidak sesuai dengan wadah alumunium dan
dapat berinteraksi dengan beberapa obat (Rowe, 2009). Rentang penggunaan
etanol sebagai hidrotope dalam formulasi detergen adalah 0-15% (John, 2004).
Gambar 2.6 Struktur Kimia Etanol (Rowe, 2009)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8.5 Butylated Hydroxytoluene (BHT)
Berupa serbuk hablur padat, putih, bau khas lemah. BHT praktis tidak
larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan hidroksida alkali dan diluete
aqueous asam mineral; sangat larut dalam aseton, benzena, etanol 95%, eter,
metanol, toluen, fixed oils dan minyak mineral. Digunakan sebagai antioksidan
untuk minyak dan lemak dengan konsentrasi 0,02% (Rowe, 2009). Basis sabun
dengan proporsi asam lemak tak jenuh tinggi dan adanya aditif sabun tertentu,
seperti pengaroma, cenderung menjadi rentan terhadap perubahan oksidatif
atmosfer yang tidak diinginkan (Barel, 2009).
Gambar 2.7 Struktur Kimia BHT (Rowe, 2009)
2.8.6 Parfum
Parfum merupakan bahan aditif yang penting pada produk cleansing yang
dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Penggunaan parfum umumnya untuk
menutupi karakterisitik bau dari asam lemak atau fase minyak. Parfum yang
digunakan tidak boleh menyebabkan perubahan stabilitas atau perubahan produk
akhir (Barel, 2009). Pemberian parfum kedalam deterjen dimaksudkan untuk
memberikan aroma yang menyenangkan dan menutupi bau yang timbul pada saat
pencucian (Gunter dan Lohr, 1987).
2.8.7 Akuades
Akuades adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan. Air
murni ini dapat diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis
terbalik, atau dengan cara yang sesuai (Rowe, 2009).
25UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratotium Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, Nanotech Herbal
Puspitek Serpong dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong.
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 – Agustus 2017.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan meliputi neraca digital (And GH-202 & Kern KB),
beaker gelas, cawan penguap, kaca arloji, gelas ukur, hot plate (Ika RH Digital),
termometer, spatula, batang pengaduk, pipet tetes, homogenizer (Ika RW 20
Digital), pH indikator, pH meter (Horiba F-52), piknometer, vortex, tabung reaksi,
labu ukur, botol plastik, mikropipet, inkubator, autoklaf, Laminar Air Flow,
magnetic stirrer, jarum ose, pinset dan api bunsen.
3.2.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan meliputi Kaolin dan Bentonit (PT Cortico Mulia
Sejahtera, Banyuwangi), Sodium Lauril Eter Sulfat (PT. Sumber Berlian Kimia,
Jakarta Pusat), Kokoamid Diethanolamin (Cipta Kimia, Surakarta), Etanol 96%,
Sodium Tri Poli Phospat (Cipta Kimia, Surakarta), Hydroxy Propyl Methyl
Cellulosa, Butylated Hydroxy Toluene, Parfum, Akuades, Nutrient Agar, Nutrient
Broth, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Penyiapan Alat dan Bahan
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk membuat sediaan
deterjen cuci cair .
Proses pembuatan nano bentonit dilakukan di Nanotech Herbal Indonesia.
Sampel bentonit diayak dengan ayakan 250 mesh. Hasil ayakan dimasukkan
kedalam tabung (jar) ball mill HEM-E3D untuk digerus selama 30 menit dengan
kecepatan 1000 rpm. Tabung ball mill dan bola penghancur dicuci terlebih dahulu
menggunakan etanol.
3.3.2. Formulasi Deterjen Cuci Cair
Tabel 3.1.Formula Deterjen Cuci Cair Variasi Konsentrasi Kaolin-Nano Bentonit
Fungsi Nama bahan F1 F2 F3Zat aktif sebagaipenyuci najis
KaolinNano Bentonit
10%-
5%5%
-10%
Surfaktan PrimerSodium Lauril EterSulfat
15% 15% 15%
Co-SurfaktanKokoamiddiethanolamin
3% 3% 3%
Builder STPP 5% 5% 5%Suspending Agent HPMC 1% 1% 1%Hidrotope Etanol 96% 5% 5% 5%Antioksidan BHT 0,02% 0,02% 0,02%Agen Pengaroma Parfum 0,25% 0,25% 0,25%Pelarut Akuades 60,55% 60,55% 60,55%
Prosedur Pembuatan Sediaan :
a. Menyiapkan alat serta bahan yang diperlukan dan menimbang semua
bahan yang diperlukan dalam gram.
b. Mendispersikan bentonit, kaolin dan HPMC dalam akuades 25 ml
menggunakan homogenizer dengan kecepatan 200 rpm (M1).
c. BHT dilarutkan kedalam etanol (M2).
d. Melarutkan sodium lauril eter sulfat, kokoamid diethanolamin, dan M2
kedalam 30 ml akuades bersuhu 40-60oC menggunakan homogenizer
dengan kecepatan 200 rpm (M3).
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. M3 dicampurkan kedalam M1 dan diaduk menggunakan homogenizer
berkecepatan 200 rpm.
f. STPP yang sebelumnya telah dilarutkan dalam aquades 5ml ditambahkan
kedalam campuran sedikit demi sedikit sambil tetap diaduk menggunakan
homogenizer.
g. Parfum ditambahkan kedalam sediaan.
3.3.3 Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Deterjen Cuci Cair
Parameter pengujian meliputi:
a. Pengujian Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis dilakukan dengan melihat secara visual
dan mengamati perubahan yang terjadi pada sediaan, yakni meliputi
penampilan, warna dan bau (Septiani, 2011).
b. Pengujian pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pHmeter.
Elektroda dimasukkan kedalam 1 gram sampel sediaan yang akan
diperiksa. pHmeter dibiarkan selama beberapa menit hingga nilai pada
display pHmeter stabil. Setelah stabil, nilai yang ditunjukkan dicatat
sebagai pH sediaan. Apabila dari dua pengukuran yang terbaca memiliki
selisih lebih dari 0,2 maka harus dilakukan pengulangan pengukuran
(Hidayat, 2006).
c. Pengujian Viskositas
Sampel sebanyak 150 gram disiapkan dalam gelas beaker 250 mL,
kemudian spindle dengan nomor tertentu dan kecepatan tertentu (rpm)
disetel, lalu dicelupkan kedalam sediaan sampai alat menunjukkan nilai
viskositas sediaan. Nilai viskositas (cPs) yang ditunjukkan pada alat
viskometer Haake merupakan nilai viskositas sediaan (Suyudi, 2014).
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa
Sebanyak 0,3 gram sediaan dilarutkan dalam 30 mL akuades,
kemudian 10 mL larutan tersebut dimasukkan dalam tabung berskala
melalui dinding. Tabung tersebut ditutup kemudian di vorteks selama dua
menit. Tinggi busa yang terbentuk dicatat pada menit ke-0 dan ke-5
dengan skala pengukuran 0,1 cm. Nilai ketahanan busa didapatkan dari
selisih tinggi busa pada menit ke-0 dan ke-5 (Safitri, 2009).ℎ = ℎ 100%e. Pengujian Bobot Jenis
Piknometer dibersihkan dan dikeringkan. Piknometer kering
ditimbang dan dicatat beratnya sebagai A, kemudian diisi dengan air
destilasi dan direndam dalam air dingin hingga suhunya mencapai 25oC.
Piknometer berisi air destilasi dikeluarkan dari rendaman dan didiamkan
hingga mencapai suhu ruang untuk ditimbang dan dicatat beratnya sebagai
B. Nilai volume piknometer diperoleh dengan perhitungan berikut:
V piknometer = (B – A)
Hal yang sama dilakukan dengan mengganti air destilasi dengan
sampel uji dan beratnya dicatat sebagai C. Bobot jenis sampel diperoleh
dengan perhitungan berikut: =(SNI 06-4075-1996)
f. Volume Sedimentasi
Deterjen cair dimasukan kedalam gelas ukur 10 mL dan disimpan
pada suhu kamar dan dalam keadaan yang tidak terganggu. Volume
deterjan cair yang diisikan merupakan volume awal (Vo). Perubahan
volume diukur dan dicatat setiap hari selama 14 hari tanpa pengadukan
hingga tinggi sedimentasi konstan. Volume tersebut merupakan volume
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
akhir (Vu). Volume sedimentasi dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut: F = Vu / Vo(Dharma, 2015)
g. Stabilitas Emulsi
Sejumlah bahan emulsi yang sudah ditimbang seberat 5 gram
dimasukkan kedalam wadah alumunium. Wadah dan bahan tersebut
dimasukkan kedalam oven dengan suhu 45oC selama satu jam kemudian
bersuhu 0oC selama satu jam. Selanjutnya dipanaskan kembali dalam oven
dengan suhu 45oC. Rumus menghitung stabilitas emulsi adalah sebagai
berikut:% = 100%3.3.4 Evaluasi Kualitas Deterjen Cuci Cair
a. Pengujian Daya Deterjensi
Sampel sebanyak 1 ml dilarutkan didalam akuades 99 ml (1% v/v
deterjen), dan digunakan sebagai larutan perendaman. Pengukuran nilai
kekeruhan dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
450 nm. Nilai kekeruhan larutan deterjen 1% dicatat sebagai T1, dengan
menggunakan akuades sebagai standar. Kain putih bersih berbentuk bujur
sangkar dengan luas 25 cm2 direndam dalam larutan pencucian selama 30
menit. Setelah perendaman kain bersih, larutan diukur kekeruhannya lalu
dikurangi dengan T1 dan dinyatakan sebagai OD (Original Dirt).
Kain putih dengan ukuran yang sama direndam dalam larutan zat
pengotor (kecap manis) dengan konsentrasi 10% selama 30 menit,
kemudian ditiriskan didalam larutan perendaman selama 30 menit. Nilai
kekeruhan setelah perendaman kain kotor dinyatakan sebagai T2. Nilai
daya daterjensi dinyatakan sebagai nilai kekeruhan yang dihasilkan.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Daya deterjensi dihitung berdasarkan persamaan :
(Lynn, 2005; Fauziah, 2010)
3.3.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri Deterjen Cuci Cair
Pengujian aktivitas antibakteri deterjen cuci cair dan analisa kerusakan
morfologi sel bakteri dengan mikroskop elektron dilakukan di Laboratorium
InaCC dan Laboratorium Zoologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Cibinong, Bogor.
a. Uji Aktivitas Antibakteri
Media uji antibakteri yang digunakan adalah Nutrient Agar (NA)
dua lapis. Lapisan atas merupakan media NA semisolid sebanyak 15 ml,
sedangkan lapisan bawah merupakan media NA padat sebanyak 4 ml.
Untuk membuat seed culture, masing-masing sebanyak 1 lup bakteri target
diinokulasikan pada 5 ml media Nutrient Broth (NB) dan diinkubasi pada
suhu 37oC menggunakan shaker incubator selama 21 jam. Selanjutnya
masing-masing bakteri E.coli InaCC B5 dan S. aureus InaCC B4 seed
culture ditambahkan pada media lapisan atas sebelum dituang keatas
media lapisan bawah (Miyado, 2003).
Uji antibakteri menggunakan teknik difusi cakram (Sulistiyani,
2006). Sebanyak 30 µl sampel diteteskan pada kertas cakram steril 6 mm
secara bertahap. Kertas cakram tersebut kemudian diletakkan pada media
uji. Media cawan agar tersebut selanjutnya diinkubasi pada suhu 4oC
selama 2 jam dan dilanjutkan pada suhu 37oC selama 2 hari. Pengujian
dilakukan sebanyak tiga ulangan. Sampel yang menghasilkan zona hambat
pada media uji dianggap positif memiliki aktivitas antibakteri.
b. Pengamatan dengan Mikroskop Elektron (SEM)
Scanning Electron Microscopy dilakukan untuk mempelajari
morfologi sel akibat penggunaan senyawa antibakteri (Bunduki, 1995).
Sampel yang digunakan adalah bagian disekitar zona bening hasil
Daya deterjensi = T2 – T1 - OD
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengujian antibakteri. Preparasi sediaan dilakukan dalam dua tahap,
diantaranya: Melakukan fiksasi untuk mematikan sel tanpa mengubah
struktur sel yang akan diamati menggunakan cairan glutaraldehid, setelah
itu disentrifus lalu dibuang supernatannya dan ditambahkan glutaraldehid
setelah itu direndam beberapa jam. Cairan disentrifus kembali lalu dibuang
supernatannya dan ditambahkan larutan tannin acid setelah itu direndam
beberapa jam. Cairan disentrifus kembali lalu dibuang supernatannya dan
ditambahkan caccodylate buffer setelah itu direndam selama 10 menit.
Cairan disentrifus kembali lalu dibuang supernatannya dan ditambahkan
osmium tetra oksida setelah itu direndam 1 jam. Tahap selanjutnya adalah
pengeringan sampel dengan cara, cairan disentrifus kembali lalu dibuang
supernatannya dan ditambahkan alkohol 50% setelah itu direndam 10
menit. Selanjutnya berturut-turut ditambahkan alkohol 70%, alkohol 80%,
alokohol 95% dan alkohol absolut, setelah itu direndam selama 10 menit.
Cairan disentrifus kembali lalu dibuang supernatannya dan ditambahkan t-
butanol setelah itu direndam selama 10 menit. Cairan disentrifus kembali
lalu dibuang supernatannya dan ditambahkan butanol setelah itu buat
suspensi dalam butanol. Selanjutnya buat ulasan pada potongan cover slip.
3.3.6 Evaluasi Syarat Mutu Deterjen Cuci Cair Berdasarkan SNI
Pengujian mutu deterjen cuci cair menurut sabun SNI meliputi % bahan
aktif dan cemaran mikroba (Angka Lempeng Total) dilakukan di Laboratorium
Non Pangan, Balai Pengujian Mutu Barang, Direktorat Pengembangan Mutu
Barang, Ciracas, Jakarta Timur.
3.3.7 Teknik Analisis Data
Data dari beberapa formula hasil evaluasi berupa pH, viskositas, tinggi
busa, stabilitas busa, bobot jenis, volume sedimentasi, stabilitas emulsi dan daya
deterjensi diuji secara statistik dengan analisis varian satu arah (one way
ANOVA) kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan taraf kepercayaan
95% (α = 0,05) untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antara formula dan
hasil pengujian.
32UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Formulasi Deterjen Cuci Cair Penyuci Najis
Berdasarkan zahir hadis hokum menyamak dengan tanah pada tempat
yang terkena najis mughallazah, Nabi Muhammad Sallallahu’alaihi Wa Sallam
tidak memperincikan bentuk dan keadaan tanah yang boleh digunakan untuk
menyucikan najis mughalladzah. Ini seolah-olah menunjukkan semua jenis tanah
yang ada di muka bumi ini boleh digunakan untuk menyamak. Imam Al-Sharbini
menyebutkan semua jenis tanah sekalipun debu pasir (Mughni al-Muhtaj, Juzu’1
Halaman 137). Tanah yang dicampur dengan benda asing tidaklah menjadi
halangan asalkan tidak mengubah keaslian tanah dan suci. Dari aspek tanah yang
digunakan, Rasulullah Sallallahu’alaihi Wa Sallam tidak pernah menyatakan
lapisan tanah keberapa yang perlu digunakan, karena pada asasnya tanah atau
pasir adalah suci (Fatwa Malaysia, 2006; Mauliana, 2016).
Pembuatan deterjen cuci cair dalam penelitian ini menggunakan variasi
dua jenis tanah. Penggunaan variasi jenis tanah bertujuan untuk mendapatkan
deterjen cuci cair penyuci najis dengan kualitas dan bentuk fisik deterjen yang
baik. Jenis tanah yang digunakan sebagai penyuci najis dalam formulasi ini adalah
bentonit dan kaolin. Bentonit merupakan sejenis tanah lempung yang biasanya
dijadikan sebagai adsorben (Susilawati, 2014). Bentonit mempunyai komposisi
utama mineral lempung, sekitar 80% terdiri atas monmorilonit (Gunister, 2004
dalam Mauliana, 2016). Kaolin merupakan jenis clay dengan ukuran partikel
paling baik, sehingga dalam penggunaanya akan memiliki luas permukaan aktif
yang besar dan akan meningkatkan kemampuan untuk teradsorbsi kedalam serat
pakaian (Puziah, 2013). Berdasarkan penelitian Angkatavanich (2009),
menunjukkan bahwa deterjen yang mengandung bentonit memiliki daya
pembusaan yang lebih tinggi dibandingkan deterjen kaolin. Namun, deterjen cair
yang mengandung bentonit rmudah mengalami pengendapan selama
penyimpanan dikarenakan mineral montmorilonit yang terkandung dalam bentonit
memiliki kemampuan mengembang dan membentuk koloid jika dimasukkan
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kedalam air (Mauliana, 2016). Sebelumnya peneliti telah melakukan percobaan
dengan memformulasikan deterjen cuci cair menggunakan tanah bentonit, namun
sediaan yang dihasilkan tidak stabil dan cepat mengalami pengendapan, sehingga
dalam penelitian ini dilakukan proses reduksi ukuran tanah bentonit menjadi
ukuran nanobentonit. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Abdou (2013) yang
menunjukkan bahwa reduksi ukuran partikel bentonit menjadi bentuk nano dapat
mengurangi kemampuan pengembangan mineral montmorilonit yang terkandung
didalamnya.
Proses pembuatan nano bentonit dilakukan di Nanotech Herbal Indonesia.
Sampel bentonit diayak dengan ayakan 250 mesh. Hasil ayakan dimasukkan
kedalam tabung (jar) ball mill HEM-E3D untuk digerus selama 30 menit dengan
kecepatan 1000 rpm. Tabung ball mill dan bola penghancur dicuci terlebih dahulu
menggunakan etanol. Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan kotoran yang
menempel pada dinding jar dan bola penghancur HEM-E3D. Etanol digunakan
karena bersifat volatil (mudah menguap) sehingga meminimalkan kontaminasi
yang mungkin terjadi selama milling (Muhriz, 2011). Hasil pengujian PSA serbuk
nano bentonit yang dihasilkan adalah 275,1 nm. Secara umum telah disepakati
bahwa nanopartikel merupakan partikel yang memiliki ukuran dibawah 1 mikron
(Martien, 2012). Menurut Tiyaboonchai (2003) nanopartikel merupakan partikel
koloid padat dengan diameter berkisar antara 1 – 1000 nm.
Dalam penelitian ini, konsentrasi tanah yang digunakan adalah 10% pada
masing-masing formulasi. Berdasarkan persetujuan Komite Islam Bangkok tanah
yang dapat digunakan sebagai penyuci najis berada pada rentang 0,05 – 95%.
Untuk F1 menggunakan tanah kaolin dengan konsentrasi 10%, berdasarkan
penelitian Angkatavanich (2009) deterjen dengan kaolin memiliki stabilitas fisik
yang baik dan tidak mengendap selama proses penyimpanan. F3 dalam formulasi
ini menggunakan tanah nano bentonit dengan konsentrasi 10%, berdasarkan
penelitian Angkatavanich (2009) deterjen dengan tanah bentonit cenderung
memiliki viskositas yang tinggi. Sedangkan F2 dalam formulasi ini menggunakan
campuran jenis tanah kaolin dan nano bentonit dengan konsentrasi masing-masing
5%. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan deterjen cair yang stabil selama proses
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyimpanan, viskositas dapat diterima dalam penggunaannya dan memiliki daya
pembusaan yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan tanah kaolin saja.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan deterjen cuci cair kaolin –
nano bentonit meliputi Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES), kokoamid
diethanolamin, etanol 96%, Sodium Tri Poli Phospat (STPP), Hydroxy Propyl
Methyl Cellulosa (HPMC), Butylated Hydroxy Toluene (BHT), parfum (ocean
fresh), akuades.
Dalam formulasi ini surfaktan yang dipilih adalah Sodium Lauril Eter
Sulfat dan kokoamid diethanolamin. Hal ini dikarenakan SLES merupakan
golongan surfaktan anionik yang bersifat biodegradable atau relatif mudah
dirusak oleh mikroorganisme setelah dipakai. SLES pun lebih tidak mengiritasi
kulit dibandingkan SLS (Sodium Lauril Sulfat). Penambahan kokoamid
diethanolamin berfungsi untuk meningkatkan stabilitas busa sabun. Konsentrasi
SLES yang digunakan adalah 15% dan kokoamid diethanolamin3%. Hal ini
dikarenakan jika konsentrasi kokoamid diethanolaminlebih dari 4% akan
mengritasi kulit.
Builder yang dipilih dalam formulasi ini adalah Sodium Tri Poli Phospat
(STPP). Tujuan penambahan builder adalah meningkatkan efisiensi surfakatan
dengan menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. STPP akan terhidrolisa
menjadi PO4 dan P2O7, PO43- bebas dari sodium tripoliphospat mampu mengikat
unsur Mg2+ dan Ca2+ sebagai penyebab kesadahan. Hal ini disebabkan karena
PO43-bebas memiliki kemampuan serangan terhadap senyawa MgCO3 dan CaCO3
membentuk ikatan yang lebih kuat dibanding ikatan dari kedua senyawa, serta
menjadikan unsur-unsur penyebab kesadahan menjadi non aktif (Arnelli, 2010).
Berdasarkan syarat mutu SNI tentang kriteria ekolabel untuk kategori
produk deterjen pencuci sintetik rumah tangga, penggunanaan fosfat maksimum
18%. Dan berdasarkan formulasi Matheson (1996) konsentrasi maksimum builder
adalah 10%. Konsentrasi yang dipilih dalam formulasi ini adalah 5%, karena
penambahan builder dalam sediaan deterjen akan mempengaruhi viskositas
deterjen yang dihasilkan.
HPMC dalam formulasi berfungsi sebagai agen pensuspensi. Hal ini
diperlukan karena adanya bahan kaolin dan bentonit yang bersifat tidak larut air.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sehingga kaolin dan bentonit akan terdispersi dan tidak mengendap. Konsentrasi
HPMC yang biasa digunakan adalah 0,5 – 5 % (Rowe, 2009). Dalam formulasi ini
konsentrasi yang dipilih adalah 1%.
Dalam penelitian ini juga digunakan penambahan hidrotop dalam
formulasi deterjen. Hidrotop digunakan untuk mencegah pemisahan campuran
deterjen menjadi dua lapisan selama proses penyimpanan. Hidrotop dapat
meningkatkan kelarutan surfaktan dalam air dan menyesuaikan cloud point suatu
formula. Berdasarkan formulasi Matheson (1996) konsetrasi hidrotop diantara 5 –
10%. Hidrotop yang dipilih dalam formulasi ini adalah Etanol 96% dengan
konsentrasi 5%. Etanol 96% bersifat sebagai hidrotop dengan konsentrasi 0 – 15%
(Michael, 1996).
Penambahan BHT dalam formulasi digunakan untuk mencegah komponen
minyak teroksidasi. Karena dalam formulasi ini digunakan komponen minyak
berupa kokoamid diethanolamin dan adanya aditif sabun tertentu seperti
pengaroma yang cenderung menjadi rentan terhadap perubahan oksidatif atmosfer
yang tidak diinginkan. Mekanisme kerja BHT dengan menekan terjadinya
otoksidasi senyawa organik yang diserang oleh oksigen atmosfer dengan cara
megkonversi radikal peroksi menjadi hidroperoksida. Konsentrasi BHT yang
digunakan sebagai antioksidan untuk minyak dan lemak adalah 0,02% (Rowe,
2009).
4.2. Hasil Penelitian Pendahuluan
Sebelumnya telah dilakukan uji pendahuluan untuk menentukan
konsentrasi terbaik dari masing-masing tanah untuk formulasi deterjen F2 agar
mendapatkan deterjen cair dengan viskositas dan daya pembuasaan sediaan yang
paling baik. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi pengujian viskositas
dan stabilitas busa. Berikut hasil pengujian viskositas dan stabilitas busa deterjen
dengan berbagai variasi konsentrasi tanah kaolin dan nano bentonit yang
digunakan.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1Hasil Pengujian Pendahuluan Viskositas dan Stabilitas Busa DeterjenCuci Cair Kaolin-Nano Bentonit
CampuranKaolin:Nano
bentonitViskositas
StabilitasBusa Kesimpulan
Kaolin:Nanobentonit (1:9)
2050 cP 89,613 %Viskositas sediaan terlalu
tinggi. Stabilitas busasesuai persyaratan.
Kaolin:Nanobentonit (3:7)
2180 cP 87,88%Viskositas sediaan terlalu
tinggi. Stabilitas busasesuai persyaratan.
Kaolin:Nanobentonit (5:5)
1950 cP 88,81%Viskositas dan stabilitas
busa sesuai denganpersyaratan
Kaolin:Nanobentonit (7:3)
1950 cP 87,553%Viskositas dan stabilitas
busa sesuai denganpersyaratan
Kaolin:Nanobentonit (9:1)
1480 cP 80,013%Viskositas dan stabilitas
busa sesuai denganpersyaratan
Keterangan: Standar Viskositas 500-2000 cP, Standar Stabilitias Busa minimal 60-70%
Standar Nasional Indonesia tidak mencantumkan nilai viskositas yang
harus dipenuhi oleh produk deterjen cair. Stephan Co, yang merupakan salah satu
produsen surfaktan di Amerika menyatakan nilai viskositas sediaan cairan
pembersih berada didalam kisaran 500 cP hingga 2000 cP.
Untuk penentuan perbandingan konsentrasi campuran tanah kaolin-nano
bentonit terbaik untuk formulasi deterjen dilakukan dengan membandingkan
kedua parameter pengujian, yaitu viskositas dan stabilitas busa. Berdasarkan hasil
pengujian viskositas, semakin sedikit konsentrasi nano bentonit dalam campuran
maka viskositas sediaan yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini
menunjukkan konsentrasi nano bentonit dalam campuran mempengaruhi
viskositas deterjen yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil pengujian stabilitas busa, deterjen cuci cair kaolin:nano
bentonit dengan perbandingan (1:9) menunjukkan stabilitas busa yang paling baik
yaitu 89,613% dan untuk stabilitas yang paling rendah adalah deterjen cuci cair
kaolin : nano bentonit dengan perbandingan (9:1). Hal ini juga menunjukkan
bahwa konsentrasi nano bentonit dalam formulasi deterjen mempengaruhi
stabilitas busa yang dihasilkan.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setelah dilakukan evaluasi, hasil pengujian yang terbaik dari kedua
parameter diatas adalah deterjen cuci cair kaolin : nano bentonit dengan
perbandingan (5:5). Pada formulasi deterjen dengan perbandingan konsentrasi
tersebut, dihasilkan deterjen dengan viskositas yang baik dan memiliki
kemampuan stabilitas busa yang tinggi.
4.3. Evaluasi Formulasi Deterjen Cuci Cair Penyuci Najis
4.3.1 Pengamatan Organoleptik
Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Organoleptik Deterjen Cuci Cair Kaolin -Nano Bentonit
Organoleptik F1 F2 F3Warna: Putih Krem Cokelat MudaBentuk : Cairan Kental
HomogenCairan Kental
HomogenCairan Kental
Homogen
Bau: Sesuai denganparfum yangdigunakan
(Ocean Fresh)
Sesuai denganparfum yangdigunakan
(Ocean Fresh)
Sesuai denganparfum yangdigunakan
(Ocean Fresh)
Uji organoleptik dilakukan dengan mengamati secara visual deterjen cair
meliputi bentuk, warna dan bau. Sediaan deterjen cair dengan penambahan kaolin
memiliki warna putih yang menunjukkan warna asli dari serbuk kaolin.
Sedangkan deterjen cair yang mengandung nano bentonit memiliki warna cokelat
muda yang menunjukkan warna asli dari serbuk nano bentonit yang digunakan.
Untuk formula yang menggunakan gabungan dari kedua jenis tanah tersebut
memiliki warna sediaan krem hampir cokelat muda.
4.3.2 Pengujian pH
Salah satu sifat fisik yang penting adalah derajat keasaman atau pH, sebab
dalam formulasi pH dapat mempengaruhi beberapa faktor salah satunya stabilitas
dari sediaan yang dihasilkan (Allen,2005). pH pada formulasi deterjen umumnya
bersifat alkali. Nilai pH deterjen cair sesuai persyaratan SNI (Standar Nasional
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin 10%)F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin: Nano Bentonit 5%:5%)F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit 10%)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Indonesia) adalah 10 – 12. Nilai pH basa pada deterjen akan memudahkan proses
degradasi kotoran dari permukaan kain. Dalam formulasi ini tidak diperlukan
penambahan senyawa pengalkilasi karena kaolin dan bentonit sudah bersifat basa.
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Nilai pH Deterjen Cuci Cair Kaolin -Nano BentonitFormula Nilai Ph
F1 10,772 ± 0,049F2 10,484 ± 0,023F3 10,238 ± 0,004
Hasil analisis statistik Kolmogorov-Smirnov terhadap formula deterjen
cuci cair dengan variasi tanah kaolin – nano bentonit menunjukkan data
terdistribusi dengan normal sehingga dilanjutkan dengan uji statistik metode One
way ANOVA yang menghasilkan nilai sig 0,000 (Sig. <0,05). Hasil ini
menunjukkan variasi tanah yang digunakan berpengaruh nyata terhadap pH
sediaan deterjen cuci yang dihasilkan. Uji lanjut Tukey HSD antara F1, F2 dan F3
memiliki nilai sig < 0,05 yang berarti ada perbedaan pH yang bermakna antara
ketiga formula tersebut. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pH dari tanah yang
digunakan dalam formulasi. Tanah bentonit memiliki pH 9,5 – 10,5 sedangkan
tanah kaolin memiliki pH 4-7,5 (Rowe, 2009). Deterjen yang mengandung
bentonit memiliki pH yang lebih rendah dibandingkan deterjen dengan kaolin. Hal
ini dikarenakan pada saat bentonit berada pada lingkungan air, maka ion-ion
positif akan meninggalkan matrik bentonit, karena molekul air bermuatan polar
maka molekul air akan tertarik pada matrik bentonit dan kation akan terlepas dari
bentonit (Krisnandi, 2013). Kation yang terdapat dalam bentonit berasal dari
kation basa lemah dan basa kuat. Kation-kation dari basa lemah merupakan asam
yang kuat. Kation ini mampu menarik ion OH- dari molekul air, sehingga
menyisakan H+ yang menyebabkan larutan dapat bersifat asam.
Namun nilai pH yang dihasilkan dari masing-masing formulasi deterjen
cuci cair kaolin – nano bentonit telah memenuhi persyaratan SNI.
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin 10%)F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin: Nano Bentonit 5%:5%)F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit 10%)
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.3 Pengujian Viskositas
Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengujian Viskositas Deterjen Cuci Cair Kaolin-NanoBentonit
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Viskositas Deterjen Cuci Cair Kaolin -Nano BentonitFormula Viskositas (Cp)
F1 620F2 730F3 960
Viskositas dapat didefinisikan sebagai shearing stress yang diberikan
dalam luasan area tertentu sewaktu kecepatan dalam gradien normal pada area
tersebut (Suryani, 2002). Viskositas sangat penting untuk stabilitas dan untuk
penggunaan produk deterjen tersebut. Viskositas dari setiap sediaan cair non-
newton itu bervariasi pada setiap kecepatan geser sehingga untuk melihat sifat
alirannya dilakukan pengukuran pada berbagai kecepatan geser (Martin, 2006).
Pada penelitian ini, digunakan spindel R3 dan digunakan kecepatan putar yang
berbeda-beda, yaitu mulai dari 10, 12, 20, 30, 50, 60 dan 100 rpm. Grafik hasil
pengujian viskositas menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan putar dapat
menurunkan nilai viskositas dari deterjen cuci cair. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwa semakin besar kecepatan (rpm) yang diberikan, maka akan semakin besar
pula kecepatan geser dan tekanan geser, serta semakin kecil viskositasnya
(Martin, 2006).
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
0 20 40 60 80 100 120
F1
F2
F3
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin 10%)F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin: Nano Bentonit 5%:5%)F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit 10%)
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan viscometer Haake dengan
kecepatan 60 rpm. Untuk produk cairan pembersih viskositas yang diharapkan
berada dalam rentang 500 – 2000 cP (Stephan.Co). Hasil pengujian viskositas
menunjukkan bahwa viskositas deterjen cuci cair kaolin-nano bentonit yang
dihasilkan berkisar antara 620 – 960 cP. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
viskositas yang dihasilkan masuk dalam rentang viskositas cairan pembersih yang
diharapkan.
Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov terhadap pengujian viskositas
formula deterjen cuci cair dengan variasi tanah kaolin – nano bentonit
menunjukkan data terdistribusi secara normal dan hasil uji statistik One way
ANOVA menunjukkan nilai Sig < 0,05 yang berarti bahwa variasi jenis tanah
berpengaruh nyata terhadap viskositas sediaan. Uji lanjut Tukey HSD antara F1,
F2 dan F3 memiliki nilai sig < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan viskositas
yang bermakna antara ketiga formula tersebut.
Nilai viskositas suatu larutan dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi bahan
yang terkandung dalam larutan tersebut. Berdasarkan hasil pengujian, deterjen
cuci cair dengan kandungan tanah nano bentonit memiliki viskositas yang lebih
besar dibandingkan dengan deterjen cuci cair dengan kandungan tanah kaolin. Hal
ini dikarenakan bentonit mengandung mineral montmorillonit yang dapat
mengembang didalam air sehingga dapat meningkatkan viskositas sediaan
deterjen yang dihasilkan. Surfaktan yang digunakan dalam formulasi ini adalah
Sodium Lauril Eter Sulfat. Sodium Lauril Eter Sulfat merupakan surfaktan yang
berbentuk gel. Shipp (1996) menyatakan bahwa penggunaan SLES dalam
komposisi produk dapat mempengaruhi viskositas yang dihasilkan.
4.3.4 Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa
Parameter yang dapat diukur dan dapat menunjukkan sifat fisik dari suatu
sediaan deterjen cair adalah stabilitas busa. Busa akan menyelubungi kotoran
yang menempel pada kain dan berfungsi sebagai anti redeposisi fisik dengan cara
mencegah materi hasil reaksi antara surfaktan dengan kotoran pada kain segera
mengendap dan dapat mengotori kain cucian kembali. Busa yang dihasilkan oleh
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
produk deterjen cair juga harus stabil agar bertahan lebih lama selama proses
pencucian berlangsung.
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Tinggi Busa Deterjen Cuci Cair Kaolin –Nano BentonitFormula Tinggi busa (cm)
F1Menit 0 : 2,266 ± 0,305Menit 5 :1,866 ± 0,305
F2Menit 0 : 2,066 ± 0,208Menit 5 : 1,833 ± 0,152
F3Menit 0 : 2,000 ± 1,000Menit 5 : 1,800 ± 1,000
Deterjen KomersialMenit 0 : 2,166 ± 0,057Menit 5 : 1,966 ± 0,057
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Tinggi Busa Deterjen Cuci Cair Kaolin –Nano BentonitFormula Stabilitas busa (%)
F1 82,146F2 88,810F3 89,983
Deterjen Komersial 90,764
Stabilitas busa merupakan kemampuan busa yang dihasilkan oleh deterjen
cair dengan pengocokan dalam waktu, kecepatan, dan kekuatan tertentu untuk
mempertahankan busa yang terbentuk agar tidak mudah pecah. Pengukuran
dilakukan pada menit ke-0 dan menit ke-5 setelah pengocokan menggunakan
vortex. Pengocokan yang dilakukan menyebabkan udara dalam tabung tersumbat
dan akan terdispersi dalam cairan sabun deterjen. Skala pengukuran yang
digunakan adalah 0,1 cm. Nilai stabilitas busa didapatkan dari selisih tinggi busa
pada menit ke-5 dengan tinggi busa pada menit ke-0. Semakin kecil nilai selisih
tinggi busa tersebut maka semakin besar stabilitas busa yang dihasilkan.
Berdasarkan data pada tabel 4.6, F3 menunjukkan nilai stabilitas busa yang
paling tinggi dibandingkan kedua formula lainnya. Hal ini sesuai dengan
penelitian Angkatavanich (2009) yang menunjukkan bahwa deterjen cair yang
menggunakan jenis tanah bentonit memiliki daya pembusaan paling baik
dibandingkan jenis tanah lainnya. Pembusaan dipengaruhi oleh keberadaan
surfaktan dalam formulasi tersebut. Surfaktan yang digunakan dalam formulasi
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin 10%)F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin: Nano Bentonit 5%:5%)F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit 10%)
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
deterjen ini adalah SLES dan kokoamid dietahnolamin. Surfaktan akan
membentuk suatu lapisan dengan molekulnya teradsorpsi pada permukaan lapisan
tersebut. Bagian polar surfaktan akan berada pada sisi luar lapisan dan
berinteraksi dengan air, sedangkan bagian non-polar akan berinteraksi dengan
udara yang terjebak. Namun terkadang campuran surfaktan saja tidak cukup untuk
memberikan busa yang stabil, karena busa bersifat tidak stabil secara
termodinamik dan mudah pecah atau hilang. Busa mudah hilang karena terjadinya
koalesen dan penipisan (thinning) pada lapisan film akibat kecepatan aliran-aliran
(drainage). Bentonit dapat digunakan untuk mencegah thinning pada busa dengan
meningkatkan viskositas dari sediaan. Selain itu dengan meningkatnya viskositas
akan menghalangi busa untuk saling bergabung satu sama lain (Grace, 2010).
Menurut Dragon (1968) kriteria stabilitas busa yang baik yaitu, apabila
dalam waktu 5 menit diperoleh kisaran stabilitas busa minimal 60 – 70% (Rozi,
2013;Mauliana, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing formula sudah
memiliki stabilitas busa yang cukup baik. Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov
terhadap data stabilitas busa formula deterjen cuci cair dengan variasi tanah
kaolin–nano bentonit menunjukkan data tidak terdistribusi normal sehingga
dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis yang menunjukkan nilai sig 0,048 (sig <
0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan stabilitas busa yang bermakna antara
masing-masing formula deterjen cair kaolin-nano bentonit dan deterjen komersial
yang telah beredar dipasaran. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan komposisi
dari deterjen cuci cair yang diformulasikan dengan deterjen komersial.
4.3.5 Pengujian Bobot Jenis
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Bobot Jenis Deterjen Cuci Cair Kaolin -Nano BentonitFormula Nilai Bobot Jenis(g/cm3)
F1 1,049 ± 0,029F2 1,068 ± 0,024F3 1,035 ± 0,018
Bobot jenis menurut SNI didefinisikan sebagai perbandingan bobot
deterjen cair dengan bobot air pada volume dan suhu yang sama. Bobot jenis
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin 10%)F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin: Nano Bentonit 5%:5%)F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit 10%)
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
deterjen cair diukur pada suhu yang sama yaitu 25oC dan dengan volume yang
sama dengan menggunakan piknometer.
Nilai bobot jenis suatu bahan dipengaruhi oleh penyusun bahan tersebut
dan sifat fisiknya. Hal tersebut juga berlaku pada deterjen cair yang merupakan
larutan air dan bahan-bahan lain seperti surfaktan dan bahan aktif penyusun
lainnya. Suatu bahan dilarutkan kedalam air dan selanjutnya membentuk suatu
larutan maka densitasnya mengalami perubahan (Gaman dan Sherington, 1990).
Bobot jenis merupakan sifat fisikokimia deterjen cair yang penting untuk
diperhatikan. Bobot jenis deterjen cair akan berpengaruh pada kemampuan
deterjen untuk larut dalam air serta stabilitas emulsi deterjen cair tersebut.
Semakin jauh selisih bobot jenis dari komponen penyusun deterjen akan
menyebabkan penurunan stabilitas emulsi dari deterjen tersebut (Fauziah, 2010).
Berdasarkan syarat mutu SNI (Standar Nasional Indonesia) bobot jenis
produk deterjen cuci cair berkisar antara 1,0 – 1,3 g/ml. Nilai bobot jenis yang
dihasilkan berkisar antara 1,035 – 1,068 g/ml. Hasil uji menunjukkan bahwa
deterjen yang dihasilkan telah memenuhi syarat mutu SNI.
Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov terhadap pengujian bobot jenis
formula deterjen cuci cair dengan variasi tanah kaolin–nano bentonit
menunjukkan data terdistribusi secara normal dan hasil uji statistik One way
ANOVA menunjukkan nilai Sig > 0,05 yang berarti bahwa variasi jenis tanah
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jenis sediaan. Uji lanjut Tukey HSD
antara F1, F2 dan F3 memiliki nilai sig > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan
bobot jenis yang bermakna antara ketiga formula tersebut. Hal ini dikarenakan
nilai bobot jenis antara kaolin dan bentonit tidak terlalu berbeda. Bobot jenis
bentonit berkisar antara 2,4 – 2,8 g/ml (Firdaus, 2009) dan bobot jenis kaolin
berkisar 2,6 – 2,63 g/ml (Tekmira, 2005).
Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan bobot jenis suatu
campuran adalah jenis dan konsentrasi bahan yang terdapat di dalamnya. Menurut
Gaman dan Sherington (1990) bahan yang dapat meningkatkan bobot jenis
campuran adalah jenis bahan yang memiliki densitas atau bobot jenis yang lebih
tinggi dari air dan sebaliknya bahan yang berdensitas lebih rendah dari air seperti
lemak dan etanol, dapat menurunkan bobot jenis suatu campuran. Adanya etanol
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan kokoamid diethanolamin dalam formulasi deterjen cuci cair ini yang
menyebabkan terjadinya penurunan bobot jenis sediaan mendekati nilai bobot
jenis air.
4.3.6 Pengujian Volume Sedimentasi
Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengujian Volume Sedimentasi Deterjen CuciCair Kaolin-Nano Bentonit
Kestabilan fisik suspensi merupakan salah satu parameter utama dalam
memformulasikan suatu suspensi karena masalah yang sering terjadi meliputi
kecepatan sedimentasi yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan penggunaan
suspending agent untuk meningkatkan kestabilan fisik suspensi. Menurut
Anggraeni (2013), pemilihan suspending agent didasarkan pada
karakteristiknyayaitu dapat meningkatkan kekentalan untuk membentuk suspensi
yang ideal, bersifat kompatibel dengan eksipien lain dan tidak toksik (Suena,
2015).
Parameter volume sedimentasi ditunjukkan dengan nilai F yaitu
perbandingan volume partikel-partikel yang mengendap terhadap volume awal
suspensi. Formula deterjen dalam penelitan ini merupakan formula dengan
kombinasi sistem flokulasi dan deflokulasi. Sifat dari sistem deflokulasi yang
muncul pada ketiga formula tersebut adalah sedimen terbentuk lambat, sedangkan
sifat dari sistem flokulasi yang muncul yaitu terbentuk cairan berwarna jernih,
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14F1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,98 0,98 0,98 0,96 0,96 0,96F2 1 1 1 1 1 0,98 0,94 0,93 0,88 0,81 0,63 0,59 0,5 0,4F3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,98 0,98 0,98
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
Volu
me
Sedi
men
tasi
Hari
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin 10%)F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin: Nano Bentonit 5%:5%)F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit 10%)
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
partikel membentuk agregat longgar sehingga sedimen dapat diredispersi (Suena,
2015).
Berdasarkan kurva (Gambar 4.2) sediaan F1 mempunyai nilai F =1 yang
berarti bahwa suspensi berada dalam keseimbangan flokulasi dan tidak
menunjukkan adanya supernatan yang jernih pada pendiaman hingga 8 hari,
sedangkan untuk F2 mempunyai nilai hasil pengujian dengan nilai F=1 hanya
hingga waktu penyimpanan sediaan ke 5 hari dan F3 mempunyai nilai hasil
pengujian F=1 hingga waktu penyimpanan ke 11 hari. Hasil pengujian volume
sedimentasi dengan nilai F < 1 pada F1, F2 dan F3 menunjukkan adanya
supernatan jernih dan terdapat partikel-partikel yang mengendap. Pengendapan
partikel dipengaruhi oleh ukuran partikel, semakin besar ukuran partikel maka
akan semakin cepat pengendapan yang terjadi (Rahman, 2011).
Pada penelitian ini volume sedimentasi (F) yang diharapkan adalah yang
paling besar karena suspensi yang ideal memiliki nilai volume sedimentasi yang
paling mendekati 1. Berdasarkan hasil pengujian, ketiga formulasi mengalami
penurunan nilai volume sedimentasi (F), namun F3 merupakan formula yang
mengalami penurunan volume sedimentasi (F) yang paling lambat dan paling
sedikit penurunannya. F2 merupakan formulasi deterjen yang paling cepat dan
paling banyak mengalami penurunan volume sedimentasi (F). Penurunan nilai
volume sedimentasi (F) pada suspensi dengan pelarut air akan meningkat ketika
konsentrasi ion dalam suspensi tersebut meningkat. Adanya penggabungan kaolin
dan bentonit dalam formulasi deterjen dapat meningkatkan konsentrasi ion dalam
suspensi, hal ini dikarenakan mineral montmorilonit dari bentonit memiliki
kemampuan melakukan pertukaran ion dan menarik ion dalam air. Kaolin sendiri
dikelompokkan dalam penukar dan penarik ion yang berasal dari luar dengan
adanya pengaruh air (Alfian, 2016).
4.3.7 Pengujian Stabilitas Emulsi
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain yang
molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling bercampur tapi
berlawanan.Pada suatu sistem emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu
bagian yang terdispersi, bagian kedua disebut media pendispersi yang dikenal
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
juga sebagai fase kontinyu dan bagian ketiga adalah pengemulsi yang berfungsi
menjaga agar fase terdispersi tetap tersuspensi dalam air (McClements, 2004;
Yuliani, 2015). Stabilitas emulsi merupakan sifat fisikokimia yang penting untuk
dianalisa pada suatu sistem emulsi. Stabilitas emulsi dari suatu campuran
menunjukkan tingkat kualitas emulsi tersebut.
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Stabilitas Emulsi Deterjen Cuci Cair Kaolin –NanoBentonit
Formula Stabilitas emulsi (%)F1 64,256 ± 0,518F2 64,853 ± 0,228F3 66,310 ± 0,203
Deterjen Komersial 63,829 ± 0,265
Nilai bobot jenis suatu deterjen cair juga mempengaruhi nilai stabilitas
emulsi deterjen cair tersebut. Semakin mendekati nilai bobot jenis air (1 g/ml)
maka nilai stabilitas emulsi deterjen tersebut akan semakin baik. Berdasarkan data
pada tabel 4.7, F3 menunjukkan nilai stabilitas emulsi yang paling tinggi
dibandingkan kedua formula lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian bobot
jenis dari ketiga formula deterjen tersebut. Semakin besar perbedaan bobot jenis
suatu sediaan dari bobot jenis air maka stabilitas emulsinya akan semakin kecil
(Fauziah, 2010).
Pengujian stabilitas emulsi dilakukan dengan menyimpan sediaan kedalam
oven dengan suhu 45oC selama satu jam kemudian sediaan disimpan kedalam
lemari pendingin bersuhu 0oC selama 1 jam. Selanjutnya disimpan kembali dalam
oven dengan suhu 45oC selama 1 jam. Analisis ini dilakukan untuk mengamati
stabilitas emulsi selama penyimpanan karena perubahan suhu yang signifikan.
Percobaan diulang sebanyak tiga kali, pengamatan yang dilakukan dengan
membandingkan perubahan bobot sediaan sebelum dan setelah perlakukan uji.
Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov terhadap hasil pengujian stabilitas
emulsi formula deterjen cuci cair dengan variasi tanah kaolin – nano bentonit
menunjukkan data yang didapat dari hasil pengujian terdistribusi secara normal
dan hasil uji statistik One way ANOVA menunjukkan nilai Sig < 0,05 yang berarti
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin 10%)F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin: Nano Bentonit 5%:5%)F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit 10%)
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bahwa variasi jenis tanah berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sediaan.
Uji lanjut Tukey HSD antara F1, F2 dan F3 memiliki nilai sig < 0,05 yang berarti
terdapat perbedaan persen stabilitas emulsi yang bermakna antara ketiga formula
tersebut. Hasil pengujian persen stabilitas emulsi F3 berbeda secara signifikan jika
dibandingkan dengan F1 dan F2. Menurut Waistra (1996) viskositas juga
mempengaruhi stabilitas emulsi suatu sediaan. Kekentalan dapat meningkatkan
stabilitas emulsi karena dapat menghambat proses coalescence (bersatunya misel-
misel). Hal ini sesuai dengan hasil pengujian viskositas sediaan, dimana F3
menunjukkan viskositas yang paling tinggi.
Hasil uji statistik One way ANOVA dan uji lanjut Tukey HSD antara
formulasi F1, F2, F3 dan Deterjen Komersial menunjukkan nuilai Sig < 0,05 yang
berarti varisai tanah yang digunakan pada F2 dan F3 memberikan perbedaan %
stabilitas emulsi yang bermakna antara deterjen penyuci najis yang
diformulasikan dengan deterjen komersial yang telah beredar dipasaran. Hal ini
dikarenakan stabilitas emulsi suatu sediaan juga dipengaruhi oleh surfaktan yang
digunakan. Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan yang memiliki gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang
terdiri dari air dan minyak (Jatmika, 1998; Yuliani, 2015). Menurut Mason(2006)
konsentrasi surfaktan yang tinggi diperlukan untuk melapisi permukaan globul.
Penggunaan konsentrasi surfaktan yang tinggi mampu menurunkan ukuran globul,
hal ini terjadi dikarenakan adanya peningkatan adsorbsi surfaktan diantara
permukaan minyak dan air, sehingga mendukung terbentuknya ukuran globul
yang kecil (Salim, 2011).
4.3.8 Pengujian Daya Deterjensi
Deterjensi adalah proses pembersihan permukaan padat dari benda asing
yang tidak diinginkan dengan menggunakan cairan pencuci/perendam berupa
larutan surfaktan. Menurut Hanson (1992) proses deterjensi terjadi melalui
pembentukan misel-misel oleh surfaktan yang mampu membentuk globula zat
pengotor melalui penurunan tegangan antar muka dan dengan dibantu adanya
interaksi elektrostatik antar muatan (Fauziah, 2010).
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Daya Deterjensi Deterjen Cuci Cair Kaolin –NanoBentonit
Formula AbsorbansiF1 0,299 ± 0,009F2 0,453 ± 0,058F3 0,616 ± 0,064
Deterjen Komersial 0,564 ± 0,030
Penentuan daya deterjensi dilakukan dengan mengukur nilai kekeruhan
dari larutan deterjen setelah digunakan untuk merendam kain yang telah diberi
pengotor. Pengukuran dilakukan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada
panjang gelombang 450 nm. Hasil akhir warna larutan perendaman deterjen yang
telah digunakan untuk merendam kain dengan zat pengotor berupa cairan
berwarna kuning. Berdasarkan hubungan antara warna dengan panjang gelombang
sinar tampak, cairan berwarna kuning diamati pada panjang gelombang 450 – 480
nm.
Daya deterjensi merupakan parameter mutu yang paling penting dalam
formulasi deterjen. Daya deterjensi dapat memperlihatkan kemampuan deterjen
untuk menghilangkan atau membersihkan kotoran yang ada pada serat kain.
Dalam pengujian daya deterjensi pada penelitian ini, digunakan salah satu
deterjen komersial sebagai standar karena didalam SNI tidak adanya standar nilai
daya deterjensi dari suatu produk deterjen. Berdasarkan data pada tabel 4.9, F3
memiliki daya deterjensi paling tinggi dibandingkan kedua formulasi lainnya dan
deterjen komersial. Deterjen F3 merupakan deterjen yang mengandung jenis tanah
nano bentonit. Tanah nano bentonit memiliki ukuran tanah yang lebih kecil
dibandingkan ukuran tanah kaolin. Dalam penelitian Puziah (2013) diketahui
bahwa semua jenis tanah dapat digunakan sebagai produk pembersih dalam Islam.
Semakin kecil ukuran partikel dari jenis tanah yang digunakan sebagai pembersih,
maka akan meningkatkan daya pembersihan dari tanah tersebut. Tanah dengan
ukuran partikel yang kecil akan mudah teradsorbsi kedalam serat kain sehingga
mengurangi kemungkinan tanah tersumbat dalam kain dan merusak permukaan
kain.
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin 10%)F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin: Nano Bentonit 5%:5%)F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit 10%)
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov terhadap hasil pengujian daya
deterjensi formula deterjen cuci cair dengan variasi tanah kaolin – nano bentonit
menunjukkan data terdistribusi secara normal dan hasil uji One way ANOVA
menunjukkan nilai Sig < 0,05 yang berarti bahwa variasi jenis tanah berpengaruh
nyata terhadap daya deterjensi sediaan. Uji lanjut Tukey HSD antara F1, F2, dan
F3 memiliki nilai sig < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan daya deterjensi yang
bermakna antara ketiga formula tersebut dikarenakan penggunaan jenis tanah
yang berbeda.
Uji lanjut Tukey HSD antara F2, F3 dan deterjen komersial memiliki nilai
sig > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan daya deterjensi yang bermakna
antara ketiga deterjen tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hasil uji daya
deterjensi dari F2 dan F3 memiliki hasil yang sebanding dengan deterjen
komersial yang sudah beredar dipasaran. Kemampuan daya deterjensiyang
dihasilkan dari formula F2 dan F3 diperkirakan karena kandungan clay seperti
kaolin dan montmorilonit dapat melunakkan air akibat kemampuannya menyerap
ion kalsium (Putra dkk, 2016). Sehingga dapat menyingkirkan ion penyebab
kesadahan dari cairan pencuci dan mencegah ion tersebut berinteraksi dengan
surfaktan. Hal ini dapat meningkatkan efektivitas pencucian. Clay montmorilonit
memiliki nilai tambah lain jika dibandingkan dengan clay kaolin, yaitu dapat
berfungsi sebagai pelembut kain. Komponen ini akan diserap dan difilter kedalam
pakaian selama proses pencucian dan pembilasan.
4.4. Analisa Keputusan Formula Terbaik
Analisa keputusan dilakukan untuk menentukan formulasi terbaik dari
deterjen cuci cair kaolin – nano bentonit yang telah dibuat. Pengambilan
keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan parameter-parameter yang
merupakan sifat fisik dan kimia serta kualitas dari deterjen cair tersebut.
Parameter yang digunakan untuk pengambilan keputusan terbaik adalah pengujian
organoleptis, pH, viskositas, tinggi dan stabilitas busa, bobot jenis, volume
sedimentasi, stabilitas emulsi dan daya deterjensi.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Organoleptis merupakan penampakan secara visual deterjen cair meliputi
bentuk, warna dan bau. Keadaan organoleptis dari suatu deterjen akan
berpengaruh terhadap penilaian konsumen terhadap produk tersebut.
Derajat keasaman atau pH dalam suatu formulasi dapat mempengaruhi
stabilitas dari suatu sediaan yang dihasilkan. pH pada formulasi deterjen
umumnya bersifat alkali, namun jika nilai pH terlalu basa ditakutkan akan
menimbulkan iritasi saat berkontak langsung dengan kulit. Nilai pH deterjen cair
sesuai persyaratan SNI (Standar Nasional Indonesia) adalah 10 – 12. Nilai pH
terbaik dari formulasi yang dibuat adalah nilai pH terkecil namun tetap masuk
dalam rentang nilai pH sesuai persyaratan SNI.
Menurut Woolat (1985) pentingnya nilai kekentalan (viskositas) deterjen
cair dikarenakan konsumen pada umumnya mengasosiasikan kekentalan dengan
konsentrasi bahan aktif deterjen (Fauziah, 2010). Viskositas deterjen cair yang
dibuat diharapkan masuk dalam rentang viskositas cairan pembersih menurut
Stephan Co. yaitu 500 – 2000 cP. Viskositas merupakan salah satu permasalahan
yang ingin diatasi, karena pada formulasi deterjen sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Angkatavanich (2009) deterjen yang menggunakan tanah bentonit
memiliki viskositas yang sangat kental dan tidak dapat diterima dari segi
penggunaannya.
Busa yang dihasilkan oleh produk deterjen cair juga harus stabil agar
bertahan lebih lama selama proses pencucian berlangsung. Busa berperan sebagai
anti redeposisi yang mencegah kotoran yang sudah terlepas dari kain kembali
menempel pada serat kain. Kisaran stabilitas busa yang baik minimal 60 – 70%
(Dragon, 1968). Nilai stabilitas busa yang paling baik dari formulasi yang telah
dibuat adalah deterjen dengan nilai stabilitas busa yang paling tinggi.
Bobot jenis menentukan tingkat kelarutan deterjen tersebut terhadap air.
Semakin mendekati nilai bobot jenis air yaitu 1g/ml, maka akan semakin baik
daya kelarutan dari deterjen cair tersebut.
Parameter volume sedimentasi ditunjukkan dengan nilai F yaitu
perbandingan volume partikel-partikel yang mengendap terhadap volume awal
suspensi. Pada penelitian ini volume sedimentasi (F) yang diharapkan adalah yang
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
paling besar karena suspensi yang ideal memiliki nilai volume sedimentasi
mendekati 1.
Stabilitas emulsi mempengaruhi daya umur simpan deterjen. Hal tersebut
karena deterjen akan dapat bekerja dengan baik jika stabilitas emulsinya masih
baik. Nilai stabilitas emulsi yang paling baik dari formulasi yang telah dibuat
adalah deterjen dengan nilai stabilitas emulsi paling tinggi.
Daya deterjensi merupakan parameter utama kualitas deterjen. Hal tersebut
karena daya deterjensi menunjukkan daya kerja suatu deterjen dalam
membersihkan pakaian. Semakin tinggi nilai daya deterjensi suatu deterjen maka
akan semakin baik kualitas deterjen tersebut.
Tabel 4.10 Hasil Terbaik Evaluasi Deterjen Cuci Cair Kaolin –Nano Bentonit
ParameterPengujian F1 F2 F3
HasilTerbaik
Organoleptis Cairan kental Cairan kental Cairan kental SemuaFormula(Homogen) (Homogen) (Homogen)
pH 10,772 10,484 10,238 F3Viskositas 620 Cp 730 cP 960 Cp F1
Stabilitas Busa 82,15% 88,81% 89,98% F3Bobot Jenis 1,049 g/cm3 1,068 g/cm3 1,035 g/cm3 F3
VolumeSedimentasi
0,962 0,4 0,975 F3
Stabilitas Emulsi 64,26% 64,85% 66,31% F3Daya Deterjensi 0,299 A 0,453 A 0,616 A F3
4.5. Evaluasi SNI Deterjen Cuci Cair
Evaluasi SNI deterjen cuci cair dilakukan pada satu formula yang
memiliki hasil evaluasi fisikokimia dan evaluasi kualitas deterjen yang paling
baik. Evaluasi SNI dilakukan di Laboratorium Non Pangan, Balai Pengujian Mutu
Barang, Direktorat Pengembangan Mutu Barang, Ciracas, Jakarta Timur.
4.5.1. Pengujian Cemaran Mikroba
Pengujian angka lempeng total atau cemaran mikroba dilakukan untuk
mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada suatu produk. Hal ini karena
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin 10%)F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin: Nano Bentonit 5%:5%)F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit 10%)
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
cemaran mikroba dapat dijadikan salah satu parameter untuk menentukan mutu
suatu produk. Deterjen cair merupakan produk yang penggunaanya berhubungan
erat dengan manusia. Keberadaan mikroba dalam deterjen dapat menempel pada
serat kain yang dicuci. Sehingga parameter ini juga menentukan apakah produk
deterjen cair dapat diterima oleh konsumen.
Angka lempeng total merupakan salah satu cara untuk menentukan jumlah
mikroorganisme dalam sampel secara tidak langsung (Fardiaz, 1989). Cara ini
berdasarkan anggapan bahwa setiap sel yang hidup akan berkembang menjadi
satu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan indeks bagi
mikroorganisme dalam sampel dapat hidup.
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Angka Lempeng Total dari F3
No. Karakteristik SatuanHasil
Pengujian Persyaratan
1.Angka LempengTotal
Koloni/g <10 Maks. 1x105
Pertumbuhan mikroba dalam suatu produk sabun dapat dipengaruhi oleh
faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain adalah pH dan adanya
keberadaan dari senyawa antimikroba dalam sutu formulasi. Faktor ekstrinsik
antara lain suhu dan kelembaban relatif (Salam, 2003; Gandasasmita, 2009).
Dalam formulasi deterjen kaolin-nano bentonit tidak digunakan senyawa khusus
yang berperan sebagai antimikroba. Salah satu hal yang menyebabkan mikroba
tidak dapat tumbuh pada produk deterjen cair yang dihasilkan adalah karena pH
deterjen yang dihasilkan cenderung basa dan pada proses pembuatannya,
menggunakan akuades yang dipanaskan pada suhu 40 – 60oC. Kondisi ini bukan
merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan mikroba. Mikroba memiliki
pertumbuhan optimum pada pH berkisar 4-8 dan dapat tumbuh optimum pada
suhu 22- 37oC (Stainer,1976; Gandasasmita, 2009).
4.5.2. Pengujian Persentase Bahan Aktif
Surfaktan atau surface active agent merupakan bahan organik yang
berperan sebagai bahan aktif pada deterjen. Surfaktan dapat menurunkan tegangan
permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahan
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air (Effendi, 2003). Kadar
bahan aktif menunjukkan jumlah kandungan bahan aktif permukaan yang
terkandung dalam surfaktan. Semakin banyak kadar bahan aktif dalam surfaktan
maka diharapkan akan semakin baik kinerja surfaktan (Ariawiyana, 2011).
Tabel 4.12 Hasil Pengujian Persentase Bahan Aktif dari F3
No. Karakteristik Satuan HasilPengujian
Persyaratan
1. Bahan Aktif % 8 Min. 10
Keberadaan bahan aktif dalam deterjen sering dikaitkan dengan
kemampuan daya deterjensi. Deterjensi adalah sifat spesifik yang dimiliki oleh
surfaktan atau zat aktif permukaan untuk membersihkan suatu permukaan dari
kotoran (Rosen, 1978). Tetapi zat aktif permukaan tidak dapat membersihkan
kotoran dari permukaan dengan sempurna tanpa adanya zat-zat lain sebagai
penunjang seperti builder, dan zat aditif lainnya. Sehingga kemampuan daya
deterjensi diartikan lebih khusus sebagai sifat spesifik yang dimiliki oleh zat aktif
permukaan (Arnelli, 2010).
Berdasarkan hasil pengujian, persen bahan aktif dari deterjen cuci cair
nano bentonit yang diformulasikan < 10% sehingga masih kurang dari persyaratan
SNI, namun hasil pengujian daya deterjensi menunjukkan hasil yang tidak
berbeda signifikan dengan deterjen komersial yang telah beredar. Deterjen
komersial yang telah beredar biasanya mengandung 10 – 30% surfaktan (Cross,
1998). Berdasarkan ISO 2271: 1989 kandungan bahan aktif anionik minimal 8%.
Kandungan bahan aktif deterjen cuci cair yang dihasilkan telah sesuai dengan ISO
2271: 1989.
4.6. Evaluasi Aktivitas Antibakteri
Uji potensi aktivitas antibakteri deterjen cuci cair bertujuan untuk
mengetahui kemampuan tanah nano bentonit yang ditambahkan dalam sediaan
deterjen dalam menghambat pertumbuhan bakteri yang terdapat didalam air liur
anjing. Sediaan yang diuji merupakan sediaan formula optimum yang dipilih
berdasarkan hasil pengujian sifat fisiko kimia sebelumnya. Dalam penelitian ini
bakteri yang digunakan adalah E.coli dan S. aureus. Bakteri E.coli dan S. aureus
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merupakan jenis bakteri gram negatif dan bakteri gram positif yang secara alami
terdapat didalam mulut anjing yang sehat.
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri dari F3 dan Kontrol BasisDeterjen
Sampel
E.coli InaCC B5 S.aureus InaCC B4
ReaksiRata-rata
diameter zonahambat (cm)
ReaksiRata-rata
diameter zonahambat (cm)
Sampeldeterjen cairF3
- 0 + 0,93
Basis deterjencair F3 (Tanpatanah)
- 0 - 0
Tabel 4.14 Gambar Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri dari F3 dan KontrolBasis Deterjen
Keterangan: (a) dan (b) Hasil pengujian F3 terhadap bakteri S.aureus; (c) dan (d) Hasilpengujian F3 terhadap E.Coli; (e) dan (f) Hasil pengujian kontrol basis terhadap E.Coli.
(e) (f)
(a) (b)
(c) (d)
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan membandingkan potensi
antibakteri deterjen yang mengandung tanah bentonit dan kontrol basis deterjen.
Kontrol basis merupakan bahan deterjen cair tanpa penambahan tanah nano
bentonit. Kontrol basis ini digunakan sebagai pembanding untuk memastikan
diameter zona hambat yang terbentuk pada pengujian sediaan merupakan aktivitas
akibat dari tanah nano bentonit yang ditambahkan dalam sediaan. Deterjen yang
diujikan sebelumnya diencerkan menggunakan air dengan perbandingan 1:200.
Konsentrasi pengenceran ini sesuai dengan jumlah minimal persen tanah yang
dapat digunakan sebagai penyuci najis menurut Komite Islam Bangkok.
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antibakteri pada tabel 4.13, deterjen
cuci cair nanobenonit memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S.aureus dan
tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri E.coli. Mineral
montmorillonit yang terkandung dalam bentonit memiliki aktivitas antibakteri
yang lebih efektif pada bakteri gram positif dibandingkan bakteri gram negatif
(Maryan, 2013). Mineral montmorillonit dalam bentonit dapat menempel pada
permukaan sel bakteri sehingga menurunkan permeabilitas sel nya (Dastjerdi,
2010; Maryan, 2013). Menurunnya permeabilitas membran sel dapat
menyebabkan transpor zat kedalam dan keluar sel menjadi tidak terkontrol. Zat
yang berada didalam sel seperti ion organik enzim, asam amino, dan nutrisi dapat
keluar dari sel. Apabila enzim-enzim keluar dari sel bersama dengan zat-zat
seperti air dan nutrisi dapat menyebabkan metabolisme terhambat sehingga
penurunan ATP yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan sel,
selanjutnya pertumbuhan sel bakteri menjadi terhambat (Retnowati, 2011). Hasil
pengujian kontrol basis deterjen menunjukkan hasil negatif terhadap pengujian
aktivitas antibakteri, sehingga dapat disimpulkan bahwa tanah bentonit yang
diformulasikan menjadi deterjen cuci cair memiliki aktivitas antibakteri.
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.15 Hasil Pengamatan dengan Mikroskop Elektron
Gambar Keterangan Gambar
TYPE JSM-5000, MAG X10.000ACCV 20kV, WIDTH 13.2um
Kontrol sel bakteri Staphylococcusaureus tanpa diberi perlakuan deterjen
cuci cair nano bentonit (F3)
TYPE JSM-5000, MAG X10,000ACCV 20kV, WIDTH 13.2um
Sel bakteri Staphylococcus aureussetelah diberi perlakuan deterjen cuci
cair nano bentonit (F3)
Sel bakteri S.aureus menjadi berubah setelah dilakukan pengujian
antibakteri dengan deterjen cuci cair nanobentonit (F3). Perubahan morfologi sel
S.aureus ditunjukkan dengan perubahan pada sel nya, dimana setelah perlakuan
sel S.aureus mengalami kerusakan. Mekanisme kerusakan dinding sel dapat
disebabkan oleh adanya akumulasi komponen lipofilik yang terdapat pada dinding
sel atau membran sel. Dalam formulasi deterjen pada penelitian ini, salah satu
surfaktan yang digunakan adalah kokoamid dietahanolamin yang diketahui
mengandung beberapa asam lemak tak jenuh. Kandungan asam lemak terbesar
dalam kokoamid diethanolamin adalah asam laurat sekitar 40 – 50% (Rowe,
2009). Kabara (1972) menyatakan bahwa asam-asam lemak terutama asam laurat
dapat menghambat enzim yang terlibat pada produksi energi dan pembentukan
komponen struktural sehingga dapat menganggu pembentukan dinding sel bakteri
(Setyaningsih, 2010).
57UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Reduksi ukuran bentonit menjadi nano bentonit dapat mengurangi
pengendapan yang terjadi selama penyimpanan.
2. Variasi komposisi tanah yang digunakan dalam formulasi berpengaruh
nyata (sig<0,05) terhadap sifat fisika kimia deterjen seperti pH,
viskositas, stabilitas busa, volume sedimentasi, stabilitas emulsi dan
daya deterjensi. Variasi komposisi tanah tidak berpengaruh nyata
(sig>0,05) terhadap bobot jenis masing-masing sediaan.
3. Formula optimum deterjen cuci cair diperoleh pada formula dengan
penggunaan tanah nano bentonit dengan konsentrasi 10% (F3).
4. Berdasarkan hasil uji syarat mutu deterjen cuci cair menurut SNI
menunjukkan Angka Lempeng Total sediaan sudah memenuhi syarat,
namun persen bahan aktif sediaan belum memenuhi syarat.
5. Deterjen cuci cair F3 memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan optimasi formula untuk meningkatkan persen bahan
aktif dalam sediaan deterjen cuci cair.
2. Perlu dilakukan uji daya antibakteri deterjen cuci cair terhadap jenis
bakteri lain yang terdapat dalam air liur anjing.
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Advocate for the Consumer, Cosmetic, Hygiene and Specialty Products Industry
(ACCORD). Laundry Detergent Ingredients Information Sheet.
Abdou et al. 2013. Evaluation of Egyptian Bentonite and Nano-bentonite as
Drilling Mud. Egypt. Egyptian Petroleum Research Institute.
Al-Bugha, M.D. 2007. Al-Wafi fi Syarh Al-Arbain An-Nawawiyyah,
diterjemahkan oleh Muzayin. 261. Jakarta : Mizan Publika.
Al-Mahfani, M.K. 2008. Buku Pintar Shalat. Jakarta : Wahyu Media.
Al-Qahthani, Sa’id bin Ali bin Wahf. 2006. Ensiklopedia Shalat Menurut Al-
Qur’an dan As-Sunnah, diterjemahkan oleh M. Abdul Ghofar E.M. Jakarta :
Pustaka Asy-Syafi’i.
Allen, L.V., Ropovich, N.G. dan Ansel H.C. 2005. Ansel’s Pharmaceutical
Dosage Forms and Drug Delivery Systems, Eight Edition. Lippincott
Williams and Wilkins, Baltimore.
Anggraeni DB. 2013. Optimasi Formula Suspensi Siproflokasasin Menggunakan
Kombinasi Pulvis Gummi Arabici (Pga) dan Hydroxypropyl Methylcellulose
(HPMC) dengan Metode Desain Faktorial. Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.
Angkatavanich et al. 2009. Development of Clay Liquid Detergent for Islamic
Cleansing and the Stability Study. Thailand : International Journal of
Cosmetic Science.
Anief, M. 1993. Farmasetika. Yogyakarta : Penerbit Gadjah Mada University
Press.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta : UI Press.
Arnelli. 2010. Subulasi Surfaktan dari Larutan Detergen dan Larutan Detergen
Sisa Cucian Serta Penggunaannya Kembali Sebagai Detergen. Fakultas
MIPA Universitas Diponegoro.
Asad, Md. Abdullah., Shantanu Kar., Mohammad Ahmeduzzaman dan Md.
Raquibul Hassan. 2013. Suitability of Bentonite Clay: an Analytical
Approach, International Journal of Earth Science 2013. Bangladesh :
Science Publishing Group.
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ASTM. 2002. Development of the Detergent Industry. www.chemistry.co.nz.
Barel, A.O., Paye,M., dan Maibaich, H.I. 2009. Handbook of Cosmetics Science
and Technology, 3rd Edition. New York : Informa Healthcare USA, Inc.
Bhairi, M. 2001. Detergent A Guide To the Properties and Uses A Detergent In
Biological System. Calbiochem : Nova Biochem Coorperation.
Cross, J. 1998. Anionic Surfactants Analitical Chemistry 2nd Edition. New York:
Marcel Dekker Inc.
Dahlan, Winai. 2010. Najis Cleansing Clay Liquid Soap. Bangkok : Patent
Cooperation Treaty (PTC).
David et al. 2005. Cultivable Oral Microbiota of Domestic Dogs. Journal of
Clinical Microbiology.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan.
Desmia T.S. 2010. Aplikasi Surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil
Poliglikosida (APG) dalam Formulasi Sabun Cair. Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Dharma Ni Made. 2015. Evaluasi Fisik Sediaan Suspensi Dengan Kombinasi
Suspending Agent PGA dan CMC-Na. Akademi Farmasi Saraswati
Denpasar.
Djamaludin Ar-Ra’uf. 2015. Bulughul Maram Jilid 1. Bandung : Inaba Pustaka.
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan Kanisius. Yogyakarta.
Fakhrunnisa. 2016. Formulasi Sabun Cair Minyak Nilam (Progestemon cablin
Benth.) Sebagai Antibakteri Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 2593.
Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Fauziah, Ika Nuriyana. 2010. Formulasi Deterjen Cair: Pengaruh Konsentrasi
Dekstrin Dan Metil Ester Sulfonat (MES). Bogor : Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Ferdiaz S. 1989. Analisis Mikrobilogi Pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Firdaus Ahmad. 2009. Aplikasi Bentonit-Zeolit dalam Meningkatkan Mutu
Minyak Akar Wangi Hasil Penyulingan Derah Kabupaten Garut. Fakultas
MIPA Institut Pertanian Bogor.
Franklin TJ, Snow GA. 2005. Biochemistry and Moleculer Biology of
Antimicrobial Drug Action 6th Edition. New York : Springer Science &
Business Media Inc.
Gaman, P.M, K. M. Sherrington. 1990. The Science of Food 3rd Edition.
Pergamon Press, Oxford.
Gandasasmita, Hangga Damai Putra. 2009. Pemanfaatan Kitosan dan Keragenan
Pada Produk Sabun Cair. Fakultas Pertanian dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Grace Felicyta Kartika. 2010. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Carbopol 940
Sebagai Bahan Pengental Terhadap Viskositas dan Ketahanan Busa
Sediaan Shampoo. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Gunister , E. et al. 2004. Effect of Sodium Dodecyl Sulfate on Flow and
Electrokinetic Properties of Na-activated Bentonite Dispersions. Bull.
Mater. Sci 27, (3), 317-322.
Handi, Abdullah. 2008. Tanah Steril dan Sabun Cair Tanah Steril Sebagai Bahan
Antimikroba Terhadap Air Liur Anjing. Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Hargreaves, T. 2003. Chemical Formulation : An Overview Surfactant-based
Preparation Used in Everyday Life. Cambridge : RSC Paperbacks.
Hermawan, A., Hana, W dan Wiwiek T. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih
(Piper betle L) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli dengan Metode Diffusi Disk. Surabaya: Univerisitas
Airlangga.
Hidayat, Fauzan. 2006. Pengaruh Kombinasi Keragenan dan Sodium Lauryl
Sulfate serta Penambahan Ekstrak Phempis acidula terhadap Karakteristik
Sabun Mandi Cair. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor.
Ilyani, A.S. 2002. Kiat Memilih Deterjen: Banyak Busa Belum Tentu Lebih
Bersih. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jeffry Hakim. 2008. Tanah dan Sabun Tanah Sebagai Bahan Antimikroba
Terhadap Air Liur Anjing. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
John W.,et al. 2005. Surface-active Properties of Surfactants.
Juariah, Siti. 2014. Aktivitas Senyawa Antibakteri Bintang Laut (Asteris forbesii)
Terhadap Beberapa Jenis Bakteri Patogen. Tesis. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Kasempimolporn. 2003. Types of Bacteria in a Dog’s Mouth. Journal of the
Medical Association of Thailand.
Khoerunnisa. 2011. Isolasi dan Karekterisasi Nano Kalsium dari Cangkang
Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dengan Metode Presipitasi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Khoirunnisa. 2010. Perilaku Thaharah (Bersuci) Masyarakat Bukit Kemuning
Lampung Utara “Tinjauan Sosiologi Hukum”. Jakarta : Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Komandoko, Gamal. 2010. Ensiklopedia Pelajar dan Umum. Yogyakarta :
Pustaka Widyatama.
Kristiyana, Reza. 2013. Optimasi Penambahan Ekstrak Etanol Daun Kemangi
Sebagai Pengganti Triclosan Dalam Menghambat Staphylococcus aureus
dan Eschericia coli Pada Produk Sabun Cuci Tangan Cair. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan.
Lachman, L., Lieberman, H.A & Kanig, J.L. 1986. The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, Third Edition. Philadelphia : Lea and Febiger.
Laundry Chemical Formulations E-Book. www.pinoychem.com.
Lynn, J.L. 2005. Detergents and Detergency. Didalam Fereidoon S. (Eds.)
2005.Baileys Industrial Oil and Fat Products From Oil and Fats.New Jersey
: John Wiley & Sons.
Martien, R, et al. 2012. Perkembangan Teknologi Nanopartikel Sebagai Sistem
Penghantaran Obat. Majalah Farmasetik, Vol. 8 No. 1.
Martin, A.N., J. Swarbrick, A. Cammarata. 2006. Physical Pharmacy 5th edition.
Philadelphia: Lea and Febiger.
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mason, T.G, et al. 2006. Nanoemulsion: Formation, Structure, and Physical
Properties. Journal of Condensed Matter 18: 635-636.
Matheson, K.L. 1996. Surfactant Raw Materials : Classification, Syntesis, uses. In
Soap and Detergent, A Theoritical and Practical Review. USA : AOCS
Press.
Mauliana. 2016. Formulasi Sabun Padat Bentonit dengan Variasi Konsentrasi.
Asam Stearat dan Natrium Lauril Sulfat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Michael John et al. 1996. Alkaline Isotropic Liquid Detergent with Peroxide. WO
1996030484 1.
Mohanraj VJ, Chen.Y.2006. Nanoparticles-a review.Journal of Pharmaceutical
Research.
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2015. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta : Lentera.
Muhriz Mohammad et al. 2011. Pembuatan Zeolit Nanopartikel dengan Metode
High Energy Milling. Jurnal Sains dan Matematika. ISSN:0854-0675.
Nazri.,et al. 2011. In Vitro Antibacterial and Radical Scavenging Activities of
Malaysian Table Salad. African Journal of Biotechnology.
Nidya Chitraningrum. 2008. Sifat Mekanik dan Termal pada Bahan Nonkomposit
Epoxy – Clay Tapanuli. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia.
Nurhadi, Siely Cicilia. 2012. Pembuatan Sabun Mandi Gel Alami dengan Bahan
Aktif Mikroalga Chlorella pyrenoidosa Bayerinck. Dan Minyak Atsiri.
Program Studi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi.
Puslitbang Tekmira. 2005. Bentonite (Online). http://www.tekmira.esdm.go.id.
Puslitbang Tekmira. 2005. Kaolin (Online). http://www.tekmira.esdm.go.id.
Puziah Hashim, Norrahimah Kassim, Dzulkifly Mat Hashim, Hamdan Jol. 2013.
Study on the Requirement of Clay for Islamic Cleansing in Halal Food
Industry, The Online Journal of Science and Technology. Selangor,
Malaysia : Faculty of Agriculture University Putra Malaysia.
Rahman, IR et al. 2011. Uji Stabilitas Fisik dan Daya Antibakteri Suspensi
Eritromisin dengan Suspending Agent Pulvis Gummi Arabici. Phamracon,
Vol. 12 No. 2.
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Retnowati, Yuliana dkk. 2011. Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Pada
Media yang Diekspos dengan Infus Daun Sambiloto. Saintek, Vol.6 No. 2.
Rosen. 1978. Surfactant and Interfacial Technology. New York : JohnWiley and
Son, Inc.
Rowe, Raymond C.,Paul J Sheskey dan Sian C Owen. 2099. Handbook of
Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition. London : Pharmaceutical Press.
Safitri, Devy. 2009. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa pada Formulasi Sabun Padat
Transparan dengan Lendir Lidah Buaya (Aloe barbadendis Mill). Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Salim, N, et al. 2011. Phase Behavioaur, Formation and Characterization of
Palm-Based Esters Formulastion Containing Ibuprofen. Jurnal Nanomedic
Nanotechol Vol. 2 Issue 4: 1-5.
Sasser, S.L. 2001. Consumer Design Making Contest 2001-2002 Study Louide
Loundry Detergent. Texas Agriculture Extension Service.
Septiani, Shanti., Wathoni, Nasrul., dan Mita, Soraya. 2011. Formulasi Sediaan
Masker Gel Antioksidan dari Ekstrak Etanol Biji Melinjo (Gnetum gnemon
Linn.). Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.
Setyaningsih, Iriani. 2010. Kultivasi dan Karakterisasi Komponen Aktif dan
Nutrisi dari Mikroalga Laut (Chaetoceros gracilis). Disertasi. Institut
Pertanian Bogor.
Shipp, J.J. 1996. Chemistry and Technology of the Cosmetics and Toiletries
Industry Second Edition. Blackie Academic and Professional. London.
Standar Nasional Indonesia. 1996. SNI-06-4075-1996: Deterjen Cuci Cair.
Stubenrauch, C., et al. 2003. Tenside Surfactants Detergents: A New
Experimental Technique to Measure the Drainage and Life Time of Foams.
Munchen : Hanser, Deutschland.
Sudaryati Soeka, Yati dan Sulistiani. 2014. Karakterisasi Protease Bacillus
subtilis A1 InaCC B398 Yang Diisolasi Dari Terasi Samarinda. Bidang
Mikrobiologi, Puslit Biologi-LIPI.
Suena, Ni Made Dharma Shantini. 2015. Evaluasi Fisik Sediaan Suspensi dengan
Kombinasi Suspending Agent PGA dan CMC-Na. Akademia Farmasi
Saraswati Denpasar Bali.
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suhartono M.T. 2000. Pemahaman Karakteristik Biokimiawi Enzim Protease
dalam Mendukung Industri Berbasis Biteknologi. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Sumaji, Muhammad Anis. 2008. 125 Masalah Thaharah. Solo : Tiga Serangkai.
Suryani, A.,I. Sailah, dan E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi
Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Susilawati & Nurul Alam Naqiatuddin. 2014. Chemical Activation of Bentonite
Clay and Its Adsorption Properties of Methylene Blue, Jurnal Natural Vol.
14, No. 2, 7-12, September 2014 ISSN 1141-8513. Banda Aceh : Fakultas
MIPA Universitas Syiah Kuala.
Suyudi, Salsabiela Dwiyudrisa. 2014. Formulasi Gel Semprot Menggunakan
Kombinasi Karbopol 940 dan Hidroksipropil Metilselulosa (HPMC)
sebagai Pembentuk Gel. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tiyaboonchai W. 2003. Chitosan Nanoparticles:A Promising System for Drug
Delivery. Naresuan Univ. 11(3): 51-66.
Trenggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu
Kosmetik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Waistra P. 1996. Encyclopedia of Emulsion Technology. Tire Dekkel Inc., New
York.
Wati, Desi Susilo. 2015. Optimasi Formula Sabun Cair Bentonit Sebagai Penyuci
Najis Mughalladzah Menggunakan Kombinasi Minyak Kelapa dan Minyak
Kelapa Sawit Dengan Simplex Lattice Design. Yogyakarta : Fakultas
Farmasi Universitas Gajah Mada.
Yuliani, Aisyah et al. 2015.Optimasi Proses Emulsifikasi Minyak Pala (Myristica
fragrans houtt). Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional
FKPT-TPI ISBN: 978-602-7998-92-6.
Zurinal, Aminudin. 2008. Fiqih Ibadah. Jakarta : Lembaga Penelitian Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Gambar Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan F3)
Deterjen Cuci Cair
Tanpa Tanah
F1
Deterjen Cuci
Cair Kaolin
10%
F2
Deterjen Cuci
Cair Kaolin :
Nano Bentonit
5% :5 %
F3
Deterjen Cuci Cair
Nano Bentonit
10%
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Hasil Penelitian Pendahuluan
Hasil Pengujian Viskositas
Formula RPM Cp % TorqueKaolin : Bentonit(1 : 9)
10 3170 20,512 2190 23,420 2050 32,330 1860 4350 1120 52,160 880 64100 660 64
Kaolin : Bentonit(3 : 7)
10 2940 12,912 2200 14,820 2180 2230 1820 4250 890 51,960 730 63,5100 580 63,5
Kaolin : Bentonit(5:5)
10 2590 31,712 2480 3620 1950 43,930 1460 4450 880 5460 730 63,5100 620 63,5
Kaolin : Bentonit(7 : 3)
10 2590 17,712 2080 21,620 1950 25,930 1460 3650 880 43,960 750 62100 440 62,9
Kaolin : Bentonit(9 : 1)
10 2050 2212 1860 29,720 1480 3630 1250 43,950 880 52,160 730 64100 440 64,1
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3Kaolin :Bentonit(1 : 9)Menit 0 2,1 cm 1,9 cm 1,8 cmMenit 5 1,9 cm 1,7 cm 1,6 cmStabilitas 90,48% 89,47% 88,89%
BusaKaolin :Bentonit(3 : 7)Menit 0 1,9 cm 1,5 cm 1,6 cmMenit 5 1,7 cm 1,3 cm 1,4 cmStabilitas 89,47% 86,67% 87,50%BusaKaolin :Bentonit(5:5)Menit0Menit 5
2 cm1,8 cm
1,9 cm1,7 cm
2,3 cm2,0 cm
StabilitasBusa
90% 89,47% 86,96%
Kaolin :Bentonit(7 : 3)Menit 0 2,3 cm 2 cm 2,1 cmMenit 5 2 cm 1,8 cm 1,8 cmStabilitas 86,95% 90% 85,71%BusaKaolin :Bentonit(9 : 1)Menit 0 2,1 cm 2,2 cm 2,2 cmMenit 5 1,7 cm 1,7 cm 1,8 cmStabilitas 80,95% 77,27% 81,82%Busa
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik pH Deterjen Cuci CairKaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan F3)
Percobaan F1 F2 F31 10,829 10,51 10,2432 10,745 10,465 10,234
3 10,742 10,478 10,238
Uji Normalitas pH Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan F3)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
PengujianpH ,197 9 ,200* ,879 9 ,155
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji ANOVA pH Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan F3)
ANOVA
PengujianpH
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups ,428 2 ,214 214,344 ,000
Within Groups ,006 6 ,001
Total ,434 8
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin); F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin :Nano Bentonit 5:5); F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit)
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji Lanjut Tukey HSD pH Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan
F3)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: PengujianpH
Tukey HSD
(I) Formula (J) Formula
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper
Bound
1,000 2,000 ,28767* ,02580 ,000 ,2085 ,3668
3,000 ,53367* ,02580 ,000 ,4545 ,6128
2,000 1,000 -,28767* ,02580 ,000 -,3668 -,2085
3,000 ,24600* ,02580 ,000 ,1668 ,3252
3,000 1,000 -,53367* ,02580 ,000 -,6128 -,4545
2,000 -,24600* ,02580 ,000 -,3252 -,1668
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Viskositas Deterjen Cuci CairKaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan F3)
Formula RPM Cp % Torque
F110 2150 21,712 1950 24,620 1820 35,130 1260 4450 880 5460 620 63,1100 440 63,2
F210 2590 31,712 2480 3620 1950 43,930 1460 4450 880 5460 730 63,5100 620 63,5
F310 3170 25,912 2980 29,820 2240 42,930 1860 4450 1240 5460 960 67,1100 660 67,3
Uji Normalitas Viskositas Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan
F3)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Viiskositas ,183 9 ,200* ,893 9 ,213
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin); F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin :Nano Bentonit 5:5); F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit)
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji ANOVA Viskositas Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan F3)
ANOVA
VIiskositas
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 180600,000 2 90300,000 55,286 ,000
Within Groups 9800,000 6 1633,333
Total 190400,000 8
Uji Lanjut Tukey HSD pH Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan
F3)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: VIiskositas
Tukey HSD
(I) formula (J) formula
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1,000 2,000 -110,000000* 32,998316 ,036 -211,24790 -8,75210
3,000 -340,000000* 32,998316 ,000 -441,24790 -238,75210
s2,000 1,000 110,000000* 32,998316 ,036 8,75210 211,24790
3,000 -230,000000* 32,998316 ,001 -331,24790 -128,75210
3,000 1,000 340,000000* 32,998316 ,000 238,75210 441,24790
2,000 230,000000* 32,998316 ,001 128,75210 331,24790
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Tinggi dan Stabilitas BusaDeterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan F3)
ℎ = ℎ 100%Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
F1Menit 0 2 cm 2,2 cm 2,6 cmMenit 5 1,6 cm 1,8 cm 2,2 cmStabilitas 80% 81,818% 84,615%BusaF2Menit 0 2 cm 1,9 cm 2,3 cmMenit 5 1,8 cm 1,7 cm 2 cmStabilitas 90% 89,473% 86,965%BusaF3Menit 0 2 cm 1,9 cm 2,1 cmMenit 5 1,8 cm 1,7 cm 1,9 cmStabilitas 90% 89,473% 90,476%BusaKomersialMenit 0 2,2 cm 2,1 cm 2,2 cmMenit 5 2 cm 1,9 cm 2 cmStabilitas 90,909% 90,476% 90,909%Busa
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin); F2 (Deterjen Cuci CairKaolin : Nano Bentonit 5:5); F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit)
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perhitungan Stabilitas Busa
F1
Percobaan 1
=, 100%
= 80%
Percobaan 2
=,, 100%
= 81,818%
Percobaan 3
=,, 100%
= 84,615%
F2
Percobaan 1
=, 100%
= 90%
Percobaan 2
=,, 100%
= 89,473%
Percobaan 3
= , 100%= 86,965%
F3
Percobaan 1
=, 100%
= 90%
Percobaan 2
=,, 100%
= 89,473%
Percobaan 3
=,, 100%
= 90,476%
Deterjen Komersial
Percobaan 1
= , 100%= 90,909%
Percobaan 2
=,, 100%
= 90,476%
Percobaan 3
= , 100%= 90,909%
Uji Normalitas Stabilitas Busa Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2
dan F3)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
PengujianStabilitasBusa ,292 9 ,026 ,828 9 ,042
a. Lilliefors Significance Correction
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji Normalitas Stabilitas Busa Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2,
F3 dan Deterjen Komersial)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
PengujianStabilitasBusa ,326 12 ,001 ,774 12 ,005
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Kruskal Wallis Stabilitas Busa Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1,
F2 dan F3)
Test Statisticsa,b
PengujianStabili
tasBusa
Chi-Square 6,056
Df 2
Asymp. Sig. ,048
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: formula
Uji Kruskal Wallis Stabilitas Busa Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1,
F2, F3 dan Deterjen Komersial)
Test Statisticsa,b
PengujianStabili
tasBusa
Chi-Square 6,056
Df 2
Asymp. Sig. ,048
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: formula
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Bobot Jenis Deterjen CuciCair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan F3)
ℎ =Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
F1A 12,694 12,74 12,705
B 23,186 22,804 22,583Volume Piknometer 10,492 10,064 9,878C 11,159 10,767 10,235Bobot Jenis 1,063 1,069 1,015F2A 12,74 12,74 12,506B 23,219 22,264 22,85Volume Piknometer 10,479 10,064 10,344C 10,913 10,939 11,132Bobot Jenis 1,041 1,087 1,076F3A 12,74 12,74 12,506B 23,219 22,264 22,85Volume Piknometer 10,479 10,064 10,344C 10,637 10,498 10,856Bobot Jenis 1,015 1,043 1,049
Perhitungan Bobot Jenis
F1
Percobaan 1
=,, = 1,063 g/cm3
Percobaan 2
=,, = 1,069 g/cm3
Percobaan 3
=,, = 1,015 g/cm3
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin); F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin :Nano Bentonit 5:5); F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit)
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
F2
Percobaan 1
=,, = 1,041 g/cm3
Percobaan 2
=,, = 1,087 g/cm3
Percobaan 3
=,, = 1,049 g/cm3
F3
Percobaan 1
=,, = 1,015 g/cm3
Percobaan 2
=,, = 1,043 g/cm3
Percobaan 3
=,, = 1,076 g/cm3
Uji Normalitas Bobot Jenis Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan
F3)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Bobotjenis ,144 9 ,200* ,941 9 ,595
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji ANOVA Bobot Jenis Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan
F3)
ANOVA
Bobotjenis
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups ,002 2 ,001 1,333 ,332
Within Groups ,004 6 ,001
Total ,005 8
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji Lanjut Tukey HSD pH Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan
F3)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Bobotjenis
Tukey HSD
(I) Formula (J) Formula
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper
Bound
1,000 2,000 -,019000 ,019902 ,629 -,08006 ,04206
3,000 ,013333 ,019902 ,789 -,04773 ,07440
2,000 1,000 ,019000 ,019902 ,629 -,04206 ,08006
3,000 ,032333 ,019902 ,307 -,02873 ,09340
3,000 1,000 -,013333 ,019902 ,789 -,07440 ,04773
2,000 -,032333 ,019902 ,307 -,09340 ,02873
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Volume Sedimentasi DeterjenCuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan F3)
Hasil Pengujian Tinggi Flokulasi yang Terbentuk
Hari ke-Tinggi Suspensi
AwalTinggi Flukolasi
F1 F2 F30 8 cm 8 cm 8 cm 8 cm1 8 cm 8 cm 8 cm 8 cm2 8 cm 8 cm 8 cm 8 cm3 8 cm 8 cm 8 cm 8 cm4 8 cm 8 cm 8 cm 8 cm5 8 cm 8 cm 8 cm 8 cm6 8 cm 8 cm 7,8 cm 8 cm7 8 cm 8 cm 7,5 cm 8 cm8 8 cm 8 cm 7,4 cm 8 cm9 8 cm 7,8 cm 7 cm 8 cm10 8 cm 7,8 cm 6,5 cm 8 cm11 8 cm 7,8 cm 5 cm 8 cm12 8 cm 7,7 cm 4,7 cm 7,8 cm13 8 cm 7,7 cm 4 cm 7,8 cm14 8 cm 7,7 cm 3,2 cm 7,8 cm
ℎ = ( )( )Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin); F2 (Deterjen Cuci CairKaolin : Nano Bentonit 5:5); F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit)
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil Perhitungan Volume Sedimentasi yang Terbentuk
PengujianHari ke -
Volume Sedimentasi (F)F1 F2 F3
1 1 1 12 1 1 13 1 1 14 1 1 15 1 1 16 1 0,975 17 1 0,937 18 1 0,925 19 0,975 0,875 110 0,975 0,812 111 0,975 0,625 112 0,962 0,587 0,97513 0,962 0,5 0,97514 0,962 0,4 0,975
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin); F2 (DeterjenCuci Cair Kaolin : Nano Bentonit 5:5); F3 (Deterjen Cuci CairNano Bentonit)
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Stabilitas Emulsi DeterjenCuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan F3)
% ( ) = 1 ( )0 ( ) 100%Formula Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
F1W0 5,021 gram 5,015 gram 5,112 gramW1 3,200 gram 3,223 gram 3,311 gramSE (%) 63,732% 64,267% 64,769%F2W0 5,045 gram 5,105 gram 5,124 gramW1 3,273 gram 3,322 gram 3,311 gramSE (%) 64,876% 65,073% 64,617%F3W0 5,169 gram 5,051 gram 5,055 gramW1 3,426 gram 3,340 gram 3,363 gramSE (%) 66,279% 66,125% 66,528%KomersialW0 5,055 gram 5,047 gram 5,054 gramW1 3,242 gram 3,215 gram 3,217 gramSE (%) 64,134% 63,701% 63,652%
Perhitungan Stabilitas Emulsi
F1
Percobaan 1
=,, 100%
= 63,732%
Percobaan 2
=,, 100%
= 64,267%
Percobaan 3
=,, 100%
= 64,769%
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin); F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin :Nano Bentonit 5:5); F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit)
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
F2
Percobaan 1
=,, 100%
= 64,876%
Percobaan 2
=,, 100%
= 65,073%
Percobaan 3
=,, 100%
= 64,617%
F3
Percobaan 1
=,, 100%
= 66,279%
Percobaan 2
=,, 100%
= 66,125%
Percobaan 3
=,, 100%
= 66,528%
Deterjen Komersial
Percobaan 1
=,, 100%
= 64,134%
Percobaan 2
=,, 100%
= 63,701%
Percobaan 3
=,, 100%
= 63,652%
Uji Normalitas Stabilitas Emulsi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1,
F2, dan F3)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
StabilitasEmulsi ,195 9 ,200* ,929 9 ,471
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Normalitas Stabilitas Emulsi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1,
F2, F3 dan Deterjen Komersial)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
StabilitasEmulsi ,151 12 ,200* ,897 12 ,146
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji ANOVA Stabilitas Emulsi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2,
dan F3)
ANOVA
StabilitasEmulsi
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 6,699 2 3,349 27,712 ,001
Within Groups ,725 6 ,121
Total 7,424 8
Uji ANOVA Stabilitas Emulsi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2,
F3 dan Deterjen Komersial)
ANOVA
StabilitasEmulsi
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 10,570 3 3,523 32,551 ,000
Within Groups ,866 8 ,108
Total 11,436 11
Uji Lanjut Tukey HSD Stabilitas Emulsi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano
Bentonit (F1, F2 , dan F3)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: StabilitasEmulsi
Tukey HSD
(I) formula (J) formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 -,599333 ,283859 ,168 -1,47029 ,27162
3,000 -2,054667* ,283859 ,001 -2,92562 -1,18371
2,000 1,000 ,599333 ,283859 ,168 -,27162 1,47029
3,000 -1,455333* ,283859 ,005 -2,32629 -,58438
3,000 1,000 2,054667* ,283859 ,001 1,18371 2,92562
2,000 1,455333* ,283859 ,005 ,58438 2,32629
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji Lanjut Tukey HSD Stabilitas Emulsi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano
Bentonit (F1, F2 , F3 dan Deterjen Komersial)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: StabilitasEmulsi
Tukey HSD
(I) formula (J) formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 -,599333 ,268626 ,194 -1,45957 ,26090
3,000 -2,054667* ,268626 ,000 -2,91490 -1,19443
4,000 ,427000 ,268626 ,435 -,43324 1,28724
2,000 1,000 ,599333 ,268626 ,194 -,26090 1,45957
3,000 -1,455333* ,268626 ,003 -2,31557 -,59510
4,000 1,026333* ,268626 ,021 ,16610 1,88657
3,000 1,000 2,054667* ,268626 ,000 1,19443 2,91490
2,000 1,455333* ,268626 ,003 ,59510 2,31557
4,000 2,481667* ,268626 ,000 1,62143 3,34190
4,000 1,000 -,427000 ,268626 ,435 -1,28724 ,43324
2,000 -1,026333* ,268626 ,021 -1,88657 -,16610
3,000 -2,481667* ,268626 ,000 -3,34190 -1,62143
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Evaluasi dan Hasil Uji Statistik Daya Deterjensi Deterjen CuciCair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2 dan F3)
Lampiran 1. Sertifikat Bahan Bentonit
Formula Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3F1T1 1,123 1,161 1,204OD 0,006 0,022 0,031T2 1,42 1,492 1,532Daya
0,291 0,309 0,297DeterjensiF2T1 0,31 0,532 0,546OD 0,037 0,062 0,038T2 0,758 1,114 1,012Daya
0,411 0,520 0,428DeterjensiF3T1 0,41 0,33 0,572OD 0,024 0,049 0,031T2 0,64 1,069 1,186Daya
0,575 0,690 0,583DeterjensiKomersialT1 0,014 0,013 0,016OD 0,019 0,013 0,021T2 0,566 0,593 0,63Daya
0,533 0,567 0,593Deterjensi
Rumus Perhitungan Daya deterjensi = T2 – T1 – ODKeterangan :T1 : Absorbansi larutan deterjen 1%OD : Absorbansi larutan deterjen rendaman kain bersih – T1T2 : Absorbansi larutan deterjen rendaman kain kotor
Keterangan : F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin); F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin :Nano Bentonit 5:5); F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit)
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji Normalitas Daya Deterjensi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1,
F2, dan F3)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DayaDeterjensi ,180 9 ,200* ,919 9 ,386
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Normalitas Daya Deterjensi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1,
F2, F3 dan Deterjen Komersial)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
DayaDeterjensi ,193 12 ,200* ,910 12 ,212
Uji ANOVA Daya Deterjensi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2,
dan F3)
ANOVA
DayaDeterjensi
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups ,151 2 ,075 29,579 ,001
Within Groups ,015 6 ,003
Total ,166 8Uji ANOVA Daya Deterjensi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit (F1, F2,
F3 dan Deterjen Komersial)
ANOVA
DayaDeterjensi
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups ,177 3 ,059 27,626 ,000
Within Groups ,017 8 ,002
Total ,194 11
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji Lanjut Tukey HSD Daya Deterjensi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit
(F1, F2 , dan F3)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: DayaDeterjensi
Tukey HSD
(I) formula (J) formula
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 -,154000* ,041220 ,023 -,28048 -,02752
3,000 -,317000* ,041220 ,001 -,44348 -,19052
2,000 1,000 ,154000* ,041220 ,023 ,02752 ,28048
3,000 -,163000* ,041220 ,018 -,28948 -,03652
3,000 1,000 ,317000* ,041220 ,001 ,19052 ,44348
2,000 ,163000* ,041220 ,018 ,03652 ,28948
Uji Lanjut Tukey HSD Daya Deterjensi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit
(F1, F2 , F3 dan Deterjen Komersial)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: DayaDeterjensi
Tukey HSD
(I) formula (J) formula
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 -,154000* ,037752 ,015 -,27490 -,03310
3,000 -,317000* ,037752 ,000 -,43790 -,19610
4,000 -,265333* ,037752 ,000 -,38623 -,14444
2,000 1,000 ,154000* ,037752 ,015 ,03310 ,27490
3,000 -,163000* ,037752 ,011 -,28390 -,04210
4,000 -,111333 ,037752 ,071 -,23223 ,00956
3,000 1,000 ,317000* ,037752 ,000 ,19610 ,43790
2,000 ,163000* ,037752 ,011 ,04210 ,28390
4,000 ,051667 ,037752 ,550 -,06923 ,17256
4,000 1,000 ,265333* ,037752 ,000 ,14444 ,38623
2,000 ,111333 ,037752 ,071 -,00956 ,23223
3,000 -,051667 ,037752 ,550 -,17256 ,06923
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Dokumentasi Evaluasi Deterjen Cuci Cair Kaolin-Nano Bentonit(F1, F2 dan F3)
Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa
F1 (Deterjen Cuci Cair Kaolin) F2 (Deterjen Cuci Cair Kaolin : NanoBentonit (5:5))
F3 (Deterjen Cuci Cair Nano Bentonit)
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengujian Volume Sedimentasi
Volume Sedimentasi Deterjen Cuci Cair F1, F2 dan F3 Setelah Penyimpanan 14
Hari
Pengujian Daya Deterjensi
F3 F2 F1
90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Larutan T1 dari F1, F2, F3 dan Deterjen Komersial
Larutan Perendaman Kain Bersih dari F1, F2, F3 dan Deterjen Komersial
Larutan T2 dari F1, F2, F3 dan Deterjen Komersial
F1 F2 F3 Komersial
F1 F2 F3 Komersial
F1 F2 F3 Komersial
91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Laporan Hasil Pengujian SNI Deterjen Cuci Cair
93
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil PSA (Partcle Size Analyzer) Nano Bentonit
94
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Certificate Of Analysis Bentonit
95
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Certificate Of Analysis Kaolin
96
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Certificate Of Analysis Sodium Lauril Eter Sulfat
97
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Certificate Of Analysis Kokoamid Diethanolamin
98
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Certificate Of Analysis HPMC
99
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 18. Lembar Hasil Uji Antibakteri